PERANAN TEORI FEMINIS PADA PENERAPAN KONVERGENSI NEWSROOM DAN REALISASINYA Penulis : Faradisa Azharini Pembimbing : Irwansyah Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh Nama
: Faradisa Azharini
NPM
: 1006694920
Program Studi
: Komunikasi Media
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
: Makalah Non Seminar
Nama Mata Kuliah
: Konvergensi Media
Judul Karya Ilmiah
: Peranan Teori Feminis Pada Penerapan Konvergensi Newsroom Dan Realisasinya
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia
Dosen Mata Kuliah : Konvergensi Media
( Dr. Irwansyah, MA ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 11 Desember 2013
ii Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Faradisa Azharini
NPM
: 1006694920
Program Studi : Komunikasi Media Departemen
: Ilmu Komunikasi
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
: Karya Ilmiah : Makalah Non Seminar
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Peranan Teori Feminis Pada Penerapan Konvergensi Newsroom Dan Realisasinya beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 11 Desember 2013 Yang menyatakan
( Faradisa Azharini )
iii Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Dr. Irwansyah, MA
NIP/NUP
: 0908050337
Pembimbing dari mahasiswa S1: Nama
: Faradisa Azharini
NPM
: 1006694920
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi
: Ilmu Komunikasi / Komunikasi Media
Judul Naskah Ringkas : Peranan Teori Feminis Pada Penerapan Konvergensi Newsroom Dan Realisasinya
Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa, diperbaiki, dipertimbangkan dan dinyatakan dapat diunggah di UI-ana (lib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan memberi) tanda silang : ☐ Dapat diakses dan dipublikasikan di UI-ana (lib.ui.ac.id). ☐ Akan diproses diterbitkan pada Jurnal Prodi/Jurusan/Fakultas di UI. ☐ Akan diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar …..…………………… yang diprediksi akan dipublikasikan pada ……………(bulan/tahun terbit) ☐ Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu…………………… (nama jurnal), yang diprediksi akan dipublikasikan pada …………(bulan/tahun terbit)
iv Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
☐ Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi Internasional pada …………………… yang diprediksi akan dipublikasikan pada …………(bulan/tahun terbit) ☐ Naskah ringkas ini baik, dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitian lain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan ke jurnal internasional, yaitu: ……………………..dan akan dipublikasikan pada …………………(bulan/tahun) ☐ Ditunda publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses paten/HKI
Depok, 11 Desember 2013
( Dr. Irwanysah, MA ) Pembimbing Karya Ilmiah
v Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
ABSTRAK Struktur organisasi pada newsroom tradisional bersifat hierarkis dengan arus informasi dan komunikasi satu arah, dari atas ke bawah. Ini berubah seiring diterapkannya sistem konvergensi di perusahaan media sehingga struktur menjadi lebih fleksibel. Namun adopsi nilai-nilai struktur tradisional masih bisa dirasakan. Struktur hierarkis tersebut berpotensi membatasi keberagaman suara dan timbulnya kesenjangan antara jurnalis laki-laki dan jurnalis perempuan, baik pekerjaan maupun kesejahteraan. Berlandaskan gagasan-gagasan dari teori feminisme, ada alternatifalternatif lain yang dapat diterapkan pada struktur newsroom. Melalui studi literatur, ditemukan bahwa di beberapa negara banyak perempuan yang belum mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki, sementara di beberapa negara lainnya perempuan sudah mendapatkan hak yang sama. Dilihat dari pemanfaatan teknologinya, pelaksanaan sistem konvergensi sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan media di Indonesia, termasuk media bidang jurnalistik. Newsroom sudah dalam format yang lebih fleksibel dan terkonvergensi. Namun solusi yang berdasarkan teori-teori feminis belum bisa diaplikasikan sepenuhnya di Indonesia. Dilihat dari struktur organisasi dan peran yang diemban masing-masing aktor dalam newsroom, belum terbentuk struktur yang bersifat egaliter antara laki-laki dan perempuan. Kata Kunci: konvergensi, konvergensi newsroom, feminisme, kesetaraan hak
ABSTRACT Traditional newsroom have a hierarchical structure with one-way communication; top to down. The structure then became more flexible as media industries applied the convergence system on their newsroom. However, those traditional values can still be seen. Hierarchical structure can make limitation of diversity of voices also a gap between men and women journalists, both on works and prosperity. Based on feminist theories, there are alternative structures that can support women in media industries. In some countries, women journalists have got the same rights as men journalists but not in some other countries. From the usage of technology, media industries in Indonesia have changed their system into convergence system. Literature study on this paper found that the solutions given by the feminist theories can not be applied yet in Indonesia. Egalitarian structure between men and women journalists has not been established. Keywords: convergence, newsroom convergence, feminism, equality of rights
vi Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan ............................................................................................................... ii Halaman Persetujuan Publikasi ................................................................................................ iii Halaman Persetujuan Publikasi Dosen .................................................................................... iv Abstraksi .................................................................................................................................. vi Daftar Isi .................................................................................................................................. vii
LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 1 Mengenal Konvergensi ............................................................................................................ 1 Kondisi Perempuan di Industri Media di Dunia ...................................................................... 2
TINJAUAN TEORITIS ........................................................................................................... 5 Teori Feminis Multikultural ..................................................................................................... 6 Teori Feminis Posmodern ........................................................................................................ 7
METODE PENELITIAN ......................................................................................................... 8 HASIL PENELITIAN ............................................................................................................. 9 Data Kondisi Jurnalis Perempuan di Industri Media di Indonesia .......................................... 9
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 14 KESIMPULAN ........................................................................................................................ 17 SARAN .................................................................................................................................... 17 KEPUSTAKAAN .................................................................................................................... 19
vii Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
LATAR BELAKANG Mengenal Konvergensi Secara teknis, konvergensi media merupakan penggabungan dari berbagai media komunikasi dalam bentuk digital di mana para penggunanya dapat memperoleh berbagai layanan (services) dalam satu perangkat (Grant A. E. & Wilkinson, 2009). Maka pengguna media tidak perlu menggunakan banyak perangkat berbeda untuk mendapatkan layanan yang dibutuhkan. Konvergensi sering kali diasosiasikan dengan teknologi. Meski begitu, konvergensi media tidak melulu dilihat dari perspektif teknologi saja. Justru konvergensi media bisa dilihat dari berbagai aspek dan perspektif. Misalnya perspektif perusahaannya, budaya, sejarah, konsumen dan pasar, organisasi dan politik, feminisme, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bukan hanya bagaimana berbagai teknologi yang ada bisa digabung menjadi satu, melainkan juga tentang bagaimana masyarakat, perusahaan, atau pengguna secara umum memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi untuk kepentingannya dan/atau kepentingan bersama. Adapun bidang yang pertama kali menerapkan konvergensi adalah bidang jurnalistik, di dalam newsroom. Bagaimana para jurnalis harus dapat melakukan pekerjaannya, mencari dan menulis berita, dalam berbagai platform. Dengan kata lain, seorang jurnalis dituntut untuk memiliki lebih dari satu keahlian di era konvergensi. Konvergensi newsroom merupakan sebuah proses bertahap untuk meningkatkan kerjasama, kolaborasi, dan kombinasi dari teknologi hingga anggota staf, serta antara tim editorial media cetak, televisi, dan media online (Vobiè, 2009). Gagasan mengenai konvergensi newsroom sebenarnya cukup sederhana, yaitu meniadakan dinding pemisah antara media cetak, televisi, radio, dan web atau media online serta menciptakan sebuah model hubungan di mana para jurnalis mengumpulkan berita dan informasi yang akan disampaikan dengan cara yang berbeda melalui media yang berbeda pula (Moreno, 2010). Dengan penggabungan yang dilakukan ini, penerapan konvergensi pada perusahaan media membuat perusahaan perlu melakukan efisiensi. Artinya, jika satu orang sudah bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus, yang sebelumnya membutuhkan tenaga kerja lebih dari satu, maka akan dilakukan efisiensi tenaga kerja. Perusahaan cukup mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang lebih sedikit. Di samping itu, meski usaha yang dijalankan merupakan gabungan beberapa jenis media, pada umumnya (dan pada kebanyakan perusahaan media) fokus konvergensi newsroom terletak pada media online. Oleh karenanya, jurnalis harus memiliki 1 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
kemampuan minimal dalam bekerja dengan media online. Selain kemampuan jurnalis, sistem bekerja, serta anggota staf yang mengalami perubahan harus ada perubahan pula pada pola pikir (mindset) setiap anggota di industri media khususnya dalam newsroom, menyesuaikan mindset dengan sistem baru dan pada rekan yang berasal dari media lain. Jika tidak maka newsroom hanyalah saling berbagi tempat, bukan sebuah wadah untuk jurnalisme yang modern dan multimedia (Endres, 2008). Segala perubahan yang terjadi pun kemudian berpengaruh terhadap struktur organisasi perusahaan media. Struktur organisasi perusahaan media secara tradisional masih bersifat hierarkis dengan arus komunikasi dan informasi dari atas ke bawah. Sementara itu, penerapan konvergensi di perusahaan media membuat struktur yang sifatnya hierarkis itu lebih fleksibel. Memang posisi dan jabatan yang sifatnya hierarkis tetap ada namun arus komunikasi dan informasinya tidak berjalan hanya dari atas ke bawah saja, melainkan bolak-balik. Meski begitu, struktur pada organisasi yang terkonvergensi pun masih mengadopsi nilai-nilai seperti struktur tradisional. Menurut Willis & Bowman (2003) dalam buku Grant (2009), meski di oganisasi media yang sudah menerapkan multidirectional conversations dan kerja sama antar sesama karyawan, tetap saja hierarki yang berlaku berpotensi membatasi keberagaman suara (Grant A. E. & Wilkinson, 2009). Konvergensi newsroom sudah banyak diadaptasi di berbagai industri media di berbagai negara. Dari transisi yang dilakukan serta segala perubahan yang terjadi, dalam pelaksanaannya masih ada masalah lain yang perlu diperhatikan, yaitu persoalan bagaimana kondisi para jurnalis perempuan yang bekerja di industri media. Sebab ternyata masih banyak perempuan di industri media yang mengalami diskriminasi hingga pelecehan seksual.
Kondisi Perempuan di Industri Media di Dunia Secara sekilas dan kasat mata, tanpa melihat lebih dalam, tampaknya jurnalis perempuan dan/atau perempuan lain yang bekerja di industri media sudah banyak dan tidak ada perbedaan berarti dengan pekerja laki-laki. Memang, perempuan telah menaikkan posisi hingga ke manajemen teratas, seperti yang disebut Margaret Gallaher dalam studinya tahun 1995 bahwa rata-rata 12% dari posisi top management diduduki oleh perempuan berdasarkan penelitian di 239 negara. Studi terbaru menunjukkan perempuan sebanyak 26% yang duduk di pemerintahan dan 27% sebagai top management (Byerly, 2011). Walau begitu, berbagai data menunjukkan 2 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
adanya keragaman kondisi perempuan dalam industri media di berbagai daerah. Ada wilayah di mana masih banyak perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan lakilaki, namun ada pula wilayah-wilayah yang sudah menunjukkan penerapan kesetaraan hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Global Report pada pengamatan Status Women in the News Media diketahui bahwa lebih dari 500 perusahaan di hampir 60 negara menunjukkan bahwa laki-laki menempati sebagian besar pekerjaan manajemen dan posisi mengumpulkan berita. Hasil riset juga ditemukan 73% dari pekerjaan manajemen di posisi atas ditempati oleh laki-laki dibandingkan dengan persentase perempuan sebesar 27%. Di antara para wartawan, laki-laki memegang dua per tiga dari pekerjaan. Namun diantara pekerja senior, perempuan mencapai paritas hampir 41% untuk pekerjaan mengumpulkan berita, mengedit, dan menulis berita (Byerly, 2011). Perempuan juga kurang terwakili dalam posisi eksekutif di perusahaan media dan studio hiburan, di kalangan sutradara film dan sineas. Kecenderungan seperti ini berlaku hampir di setiap negara dan cenderung mengikuti dinamika kesetaraan gender yang lebih besar (Women in Leadership Positions within the Media Industry, 2009). Penelitian terbaru Creative Skillset menunjukkan bahwa terdapat sejumlah besar perempuan yang meninggalkan industri TV di Amerika yaitu sebanyak 5.000 perempuan dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 750 orang dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Sebanyak 51% perempuan yang bekerja di industri media berusia 35 tahun atau lebih, dibandingkan jumlah pekerja perempuan yang sebanyak 64%. Walaupun ada penyesuaian dengan pendatang baru, yang jumlahnya semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, perempuan telah meninggalkan industri tersebut sebelum atau selama usia paruh baya. Rata-rata laki-laki juga mendapatkan penghasilan yang lebih besar daripada perempuan (Sector Skills Councils, 2010). Hasil pengamatan di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara (Mesir, Israel, Jordan, Lebanon, dan Maroko) menunjukkan bahwa perbandingan pekerja media laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dan penghasilan pekerja laki-laki mencapai 3 hingga 5 kali lebih banyak dari pekerja perempuan. Di Nigeria, jurnalis perempuan mendapatkan gaji yang sama dengan jurnalis laki-laki. Bahkan dalam kasus tertentu gaji yang diperoleh seorang jurnalis perempuan dapat lebih tinggi. Di wilayah Amerika secara keseluruhan jumlah perempuan yang bekerja di industri media terbilang lebih sedikit ketimbang laki-laki, seperti yang terjadi di wilayah Asia. 3 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
Sensus rutin yang dilakukan American Society of News Editors di tahun 2013 menunjukkan persentase jurnalis perempuan selama 14 tahun bergerak stagnan, tidak pernah melewati 38% (Gertz, 2013). Walau begitu di Venezuela jumlah perempuan yang bekerja dalam newsroom mendekati jumlah pekerja laki-laki sekaligus memiliki akses terhadap berbagai level pekerjaan kecuali yang berhubungan dengan kepemimpinan dan pekerjaan teknis profesional (Byerly, 2011). Di Eropa Timur pengamatan dilakukan di beberapa negara yaitu di Bulgaria, Estonia, Hungaria, Lithuania, Polandia, Romania, Russia, dan Ukraine. Dari 85 perusahaan yang disurvey, hasilnya menunjukkan ada kecenderungan yang kuat menuju gender yang egaliter. Penghasilan laki-laki dan perempuan sebanding di sebagian besar tingkat kerja. Keamanan untuk pekerjaan perempuan juga sangat bagus. Para perempuan di 10 perusahaan news media di Estonia menikmati derajat kesetaraan yang tinggi. Di Hungaria, kebanyakan perempuan dalam newsroom berada dalam pekerjaan yang aman dengan kerja full time (Byerly, 2011). Banyak perusahaan yang mengklaim bahwa perusahaannya sudah melakukan konvergensi. Namun ternyata struktur organisasi yang ada masih kental dengan sistem patriarki. Banyak para pekerja perempuan di industri media yang belum mendapatkan haknya secara penuh, masih ada kesenjangan antara perempuan dan laki-laki yang bekerja di industri media baik dari sisi pekerjaan maupun kesejahteraan (Larris, 2012). Kesenjangan ini dapat dirasakan di berbagai negara di dunia seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Penerapan sistem konvergensi ini pun sudah diadaptasi di berbagai industri media di Indonesia terutama industri media yang sudah memiliki nama besar. Dari segi teknis jelas terlihat letak konvergensi media yang dilakukan, yaitu dengan multiplatform yang digunakan dalam penyampaian berita dan informasi. Tetapi yang perlu dipertanyakan pula adalah bagaimana kondisi di dalam industri media itu sendiri; bagaimana struktur organisasi serta kondisi dalam newsroom dengan fokus perhatian pada kondisi perempuan. Bagaimana kondisinya di Indonesia kemudian akan menjadi pembahasan selanjutnya. Studi ini diharapkan dapat memberi gambaran secara deskriptif mengenai peran teori feminis terhadap konvergensi newsroom di Indonesia.
4 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
TINJAUAN TEORITIS Teori feminis banyak dikenal sebagai teori yang menaruh perhatian utamanya pada isu gender, tetapi banyak teoretisi feminis masa kini berargumen bahwa penindasan dan ketidaksetaraan yang terjadi ada hubungannya pula dengan isu ras, gender, kelas, nasionalitas, dan usia. Teori feminis tidak hanya terpaku pada permasalahan kondisi perempuan dan laki-laki saja. Istilah feminisme itu sendiri sulit untuk di definisikan. Sheryl Bowen dan Nancy Wyatt (1993) berpendapat bahwa tidak ada definisi yang tepat akan feminisme atau feminis karena konsep dari feminisme bersifat menolak pernyataan yang definitif. Namun Bowen dan Wyatt memberi catatan bahwa ada sejumlah pernyataan yang mungkin dapat memudahkan pemahaman, antara lain: feminisme berkaitan dengan kehidupan perempuan, teori tentang manusia, dan ada hakekat akan ilmu pengetahuan. (Lane, Sarikakis, Rush, & Grubb-Swetnam, 2008). Sementara itu Bell Hooks (2000) Dalam buku Grant & Wilkinson “Understanding Media Convergence: The State of the Field” menyebutkan bahwa feminisme adalah sebuah gerakan untuk mengakhiri seksisme, eksploitasi seksis, dan penindasan. Teori feminisme memang fokus pada isu gender dan penindasan, tapi selain itu juga menggabungkan masalah-masalah perubahan sosial (Grant A. E. & Wilkinson, 2009). Di kalangan para feminis atau teoretisi feminisme, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk rehumanisasi kaum perempuan (Rich, 2007). Dari berbagai perspektif teori feminis yang ada, ada dua teori yang menjadi instrumen utama dalam mengupas masalah terkait keadaan dan situasi yang dihadapi oleh para perempuan yang berkecimpung di industri media. Kedua teori tersebut adalah Teori Feminis Multikultural dan Teori Feminis Posmodern, yang kemudian akan digunakan pikiran-pikiran utamanya dalam menganalisis kondisi perempuan di industri media di Indonesia.
Teori Feminis Multikultural Teori feminis multikultural sudah mulai membahas perbedaan dan penindasan yang terjadi bukan di kalangan perempuan semata, bukan hanya kerangka masalah gender dan kekuasaan saja. Asusmsi teorinya adalah setiap orang mengalami bentuk penindasan yang berbeda-beda tergantung kepada ras, gender, orientasi seksual, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, atau kondisi kesehatan. Bahkan teori ini juga melihat bahwa penindasan dan diskriminasi itu ternyata terjadi pula antar perempuan. Dengan kata lain, teori ini 5 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
mengatakan bahwa perbedaan dan penindasan jangan hanya dilihat antara laki-laki dan perempuan, melainkan juga di antara perempuan itu sendiri (Grant A. E. & Wilkinson, 2009). Salah satu gagasan yang menjadi fondasi dari multikultural feminisme adalah gagasan bahwa perempuan secara inheren lebih ramah dan lembut, bahwa itu adalah sifat alami perempuan. Beberapa mengklaim bahwa teori feminis multikultural fokus pada membangun koalisi atau persekutuan diantara beragam kelompok perempuan yang berbeda (McManus, 2003). Konsep lain yang dikemukakan oleh beberapa feminis multikultural adalah bahwa meskipun beragam perbedaan sex mungkin saja tidak ditentukan secara biologis, tetapi cara membedakan secara biologis itu masih begitu mendarah daging (Woolf, Kinds of Feminism, 2010). Bentuk penerapan dalam bidang kerja yang ditawarkan teori ini salah satunya adalah menghilangkan homogenitas di dalam keanggotaan struktur organisasi, misalnya dengan mempekerjakan karyawan dengan latar belakang beragam. Perekrutan karyawan tidak didasarkan pada kemauan pribadi semata tetapi melihat sepenuhnya pada kualitas dan kemampuan dari karyawan. Dengan begitu peluang bagi mereka yang memiliki keahlian tertentu menjadi lebih besar. Selain itu bisa diterapkan budaya organisasi partisipatoris yang egaliter. Teori ini tidak memberikan fokus perhatian pada penghapusan patriarki, tetapi lebih berusaha untuk menciptakan alternatif atas kesadaran perempuan di mana perbedaan gender yang ada ditekan oleh identifikasi, rehabilitasi, dan kualitas perempuan (van der Veen, 2006). Maka dari itu penting adanya bagi sesama perempuan dalam lingkungan pekerjaan untuk menyadari kondisi dan posisi dirinya di tempat kerja serta berupaya bersama dalam mempertahankan apa yang menjadi hak para perempuan tersebut.
Teori Feminis Posmodern Teori posmodern mengkaji bagaimana kekuatan yang melekat dalam bahasa bertindak atas realitas sosial. Teori ini berusaha mengundang perempuan untuk menjadi feminis seperti apa yang mereka inginkan, menjadi diri mereka sendiri bukan seseorang yang didikte (Grant A. E. & Wilkinson, 2009). Selain itu dinyatakan pula bahwa setiap perempuan berbeda-beda, karena itu perempuan tidak dapat digeneralisasikan (van der Veen, 2006). Pemikiran feminis posmodern menantang sekaligus menghindari definisi esensialis akan feminitas yang dipropagandakan selama masa feminisme modern. Feminis modern memiliki pandangan eksistensialis dan berargumen bahwa: “seseorang tidak dilahirkan sebagai seorang perempuan, tetapi menjadi 6 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
seorang perempuan.”. Yang menjadi fokus adalah pembangunan sosial dan budaya perempuan oleh sistem. Pemikiran tersebut berlainan dengan apa yang dipikirkan oleh feminis posmodern. Feminis posmodern justru berusaha untuk tidak berpikir berlandaskan gagasan dari feminis modern tersebut. Berdasarkan feminis posmodern, “perempuan” merupakan kategori yang bisa deperdebatkan, rumit dengan perihal kelas, etnis, seksualitas, maupun aspek identitas lainnya. Dari situ kemudian dikatakan bahwa gender lebih merupakan sebuah performa berdasarkan heteroseksualitas natural yang dimiliki seseorang ketimbang berdasarkan konstruksi sosial atau budaya. Argumen ini yang membawa pada sebuah pemikiran: tidak ada penyebab tunggal untuk persoalan subordinasi perempuan dan tidak ada pula pendekatan tunggal dalam menangani masalah tersebut (Rise of Womanhood). Pemikiran-pemikiran dari feminis posmodern sangat berorientasi individual dan berkaitan secara spesifik terhadap isu tertentu akan perempuan dalam lingkungan masyarakat dan budaya tertentu. Feminisme posmodern berorientasi pada pengalaman pribadi dan bagaimana perempuan berpartisipasi dalam sebuah gerakan yang murni berdasarkan pengalaman pribadi yang dirasakan dalam kehidupannya. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa identitas inti feminisme harus sangat elastis. Pemikiran feminis posmodern merupakan keberagaman yang luar biasa dari kehidupan individu. Berdasarkan teori ini, struktur organisasi di tempat kerja dan definisi berita itu sendiri telah ditandai sebagai sesuatu yang kaku dan tidak sesuai. Salah satu caranya adalah restruktur newsroom dalam konvergensi newsroom, lebih khusus lagi yaitu dengan dekonstruksi struktur newsroom dari sistem tradisional di mana adanya penghapusan divisi-divisi dari struktur kekuasaan & akses (Grant A. E. & Wilkinson, 2009).
METODE PENELITIAN Makalah ditulis dengan metodologi studi literatur. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan mengambil data dan informasi tentang kondisi jurnalis perempuan secara khusus di Indonesia dan secara umum di dunia dari buku teks, jurnal resmi online, dan thesis. Didukung pula oleh artikel-artikel berita seputar fenomena yang sudah maupun tengah berlangsung. Data yang diperoleh kemudian dianalisa berdasarkan konsep serta teori yang digunakan.
7 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
HASIL PENELITIAN Data Kondisi Jurnalis Perempuan di Industri Media di Indonesia Data yang diperoleh menunjukkan bahwa di Indonesia, keadaan perempuan yang bekerja di Industri media ternyata masih banyak yang belum sepenuhnya merasa terpenuhi hak-haknya terutama jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Dilihat dari struktur maupun situasi di dalam newsroom, saat ini hampir semua media besar di Indonesia melakukan transisi perubahan dari sistem tradisional menjadi terkonvergensi. Dari sisi teknis sudah banyak industri media massa menggunakan lebih dari satu medium dalam menyampaikan informasi. Medium yang digunakan adalah media cetak, media siar (televisi dan/atau radio), serta media online. Kalaupun tidak ketiga medium tersebut, paling tidak ada dua medium yang digunakan. Setiap jurnalis maupun reporter mendapat tuntutan untuk mengembangkan kemampuannya terkait penggunaan teknologi dan kemampuan menulis berita untuk lebih dari satu jenis media. Dari struktur organisasinya, yang semula masih bersifat hierarkis menjadi sistem yang lebih fleksibel. Arus informasi tidak lagi kaku dan bersifat topdown. Setiap anggota memiliki hak untuk mengemukakan dan didengar pendapatnya dalam sejumlah pengambilan keputusan (Luviana, 2012). Melihat perubahan teknis dari industri media massa di Indonesia, tampak perubahan menuju perkembangan mengikuti perkembangan teknologi dan dunia modern. Namun ketika melihat pada keadaan jurnalis maupun reporter perempuan, ternyata di Indonesia pun diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi meskipun tidak sedikit pula industri media yang mulai berlaku lebih adil terhadap pekerja perempuannya. Sebagai contoh, berikut adalah paparan dari beberapa jurnalis perempuan di beberapa perusahaan tempatnya bekerja tentang keadaan di perusahaan tersebut, yang berkaitan dengan kepentingan jurnalis perempuan. Paparan ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan beriringan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2011-2012. Narasumber merupakan jurnalisjurnalis perempuan di berbagai perusahaan media di berbagai daerah di Indonesia yang telah berpengalaman dan sudah terpandang (Luviana, 2012). Maria Hartiningsih, wartawan senior Kompas, mengemukakan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan bahwa dalam newsroom Kompas perempuan sudah diperlakukan dengan lebih baik. Perempuan dan laki-laki bukan lagi menjadi alasan untuk memperlakukan karyawan dengan cara yang berbeda, keduanya diperlakukan sama saja. Kesempatan promosi diberikan 8 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
kepada siapapun yang memiliki prestasi baik, bukan diberikan berdasarkan jenis kelamin lakilaki atau perempuan. Sudah banyak pekerja perempuan di Kompas yang menduduki jabatan sebagai kepala desk. Kompas pun membuka kesempatan untuk menempuh pendidikan dan pelatihan yang terbuka dengan lebar kepada para pekerjanya, selama pekerja tersebut berkeinginan untuk meneruskan pendidikan atau menjalani pelatihan. Asuransi pun diberikan oleh perusahaan. Cuti tahunan di Kompas diberikan dengan total 12 hari. Cuti hamil diberlakukan bagi pekerja perempuan yang akan melakirkan selama tiga bulan. Bahkan ada cuti haid pula yang boleh diambil. Setelah kantor Kompas di Palmerah direnovasi, kini tersedia ruang menyusui sehingga pekerja perempuan yang masih harus memberi ASI ekslusif dapat memanfaatkan ruangan menyusui di kantor. Walau begitu di Kompas tidak ada tempat penitipan anak. Dari Redaktur Utama majalah Tempo, Hermien Kleden, diketahui bahwa keadaan di Tempo tidak jauh berbeda dengan di Kompas. Memang lima tahun lalu, sekitar tahun 2006-2007, ada perbedaan antara jurnalis laki-laki dan perempuan di kantor media tempatnya bekerja. Perbedaan tersebut tidak dipaparkan lebih lanjut tetapi jelas ada perlakuan yang berbeda diantara keduanya. Tetapi kemudian perbedaan tersebut sudah tidak ada, pemberian gaji sesuai dengan penempatan dan kemampuan masing-masing. Di samping itu, pihak Tempo memberi tunjangan transportasi dengan jumlah yang disesuaikan dengan gaji pekerja. Peningkatan wawasan dan kecerdasan para jurnalis sangat diperhatikan dan semua pekerja memiliki kesempatan yang sama pula dalam memperoleh promosi. Cuti melahirkan diberikan pula kepada pekerja perempuan namun lain halnya dengan cuti haid. Cuti haid tidak terlalu populer dan memang umumnya tidak terlalu populer. Ruang menyusui pun tidak ada, berbeda dengan apa yang terjadi di Kompas. Sayang pula bahwa di Tempo tidak ada tunjangan perlindungan kerja seperti pulang malam. Diakui pula oleh Hermien bahwa jumlah perempuan di jajaran redaksi masih sangat sedikit, jumlah perempuan yang ikut menentukan pengambilan keputusan sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Donna Sita, jurnalis sekaligus Direktur Produksi Majalah Wanita Indonesia, memberi pernyataan tentang kondisi dalam newsroomnya. Secara pribadi Donna merasa sudah puas dengan kondisi pekerjaan yang dirasa sebanding dengan gaji yang diperoleh. Tunjangan makan dan terutama tunjangan transportasi diberikan pada setiap pekerja di Wanita Indonesia, apalagi jika harus bertugas lebih dari waktu bekerja. Semua itu diberikan tanpa memandang jenis 9 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
kelamin pekerja, sesuai kebutuhan yang diperlukan masing-masing pekerja. Sama halnya dengan kedua contoh yang telah disebutkan, cuti tahunan dan cuti melahirkan diberlakukan bagi para pekerjanya. Bahkan karyawan yang telah bekerja minimal lima tahun berhak mendapat cuti besar selama satu bulan. Jika para jurnalis ingin menempuh pendidikan tambahan terkait profesinya, perusahaan pun akan memberikan bantuannya. Perihal ruang menyusui dan ruang penitipan anak memang belum ada karena belum menjadi isu yang umum di manajemen, begitu pula dengan cuti haid. Pendapat yang dikemukakan oleh jurnalis perempuan lainnya dari berbagai daerah di Indonesia kurang lebih serupa dengan apa yang telah dikemukakan tiga jurnalis perempuan sebelumnya. Rata-rata perusahaan media tersebut sudah berlaku adil dalam memberikan segala bentuk tunjangan, asuransi, maupun gaji kepada para pekerja sesuai bidang dan tingkat kesulitan masing-masing. Cuti tahunan diberikan sama untuk seluruh pekerja, khusus cuti melahirkan diberikan pada pekerja perempuan yang umumnya diberikan dalam kurun waktu tiga bulan. Cuti haid tidak diterapkan di setiap perusahaan media. Beberapa menerapkannya sedangkan sisanya tidak, di kebanyakan perusahaan, cuti haid ini tidak populer. Begitu juga dengan pengadaan ruang menyusui dan ruang penitipan anak. Perempuan sudah masuk dalam jajaran orang-orang penting dalam perusahaan, dalam posisi berhak menentukan keputusan, meskipun dari segi kuantitas masih lebih sedikit dari jumlah laki-laki. Masih sedikit perusahaan media yang memiliki jumlah pekerja perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Soal pelatihan atau pendidikan lanjutan pun di banyak perusahaan diberikan pada para pekerja yang menginginkan dengan harapan kemampuannya meningkat sehingga kinerjanya ikut meningkat pula. Dari pemaparan jurnalis-jurnalis perempuan yang sudah berpengalaman tersebut dapat diketahui bahwa hampir semuanya pernah mengalami perlakuan diskriminatif dan/atau pelecehan seksual selama bertugas paling tidak satu kali. Pemaparan tersebut membantu dalam memetakan kondisi umum perusahaan media di Indonesia, bagaimana gambaran tentang kondisi newsroom di berbagai perusahaan media. Akan tetapi informasi tersebut belum bisa memberikan gambaran kondisi jurnalis perempuan di berbagai daerah di Indoensia secara umum. Penelitian yang dilakukan AJI menunjukkan hasil yang menarik. Penelitian merupakan kerjasama dengan Federatie Nederlandse Vakbeweging (FNV) untuk melihat kondisi jurnalis perempuan di Indonesia. Survey dilakukan di tujuh kota:
10 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
Jakarta, Pontianak, Surabaya, Makassar, Jayapura, Yogyakarta, dan Medan pada tahun 20112012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, jumlah jurnalis perempuan jauh lebih sedikit dibanding jumlah jurnalis laki-laki, perbandingannya sebesar 1:3 hingga 1:4. Data yang ditemukan menunjukkan jurnalis perempuan yang bekerja sebagai pekerja kontrak lebih banyak, yaitu sebesar 60 persen, sedangkan 40 persen sisanya barulah memegang status pekerja tetap. Ternyata pekerja kontrak itu lebih banyak ditemukan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Hal ini besar kemungkinannya disebabkan oleh beban yang ditanggung para jurnalis perempuan untuk mengurus dua kepentingan: urusan domestik dan urusan pekerjaan. Apalagi pekerjaan sebagai jurnalis tidak memiliki waktu kerja yang pasti dari hari ke hari. Hasil survey pun menunjukkan banyak jurnalis perempuan belum menikan atau menunda untuk menikah agar kesejahteraannya bisa setara dengan jurnalis laki-laki. Setelah menikah biasanya jurnalis perempuan justru mengalami hambatan. Kedua, diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan ketika meliput berita masih juga dialami oleh jurnalis perempuan. Sekalipun gaji dan fasilitas yang diberikan pada para jurnalis baik perempuan atau laki-laki tidak berbeda, namun diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi dan dirasakan. Sebanyak 6,59% jurnalis perempuan mengalami diskriminasi dan lebih banyak lagi, sebesar 14,81% jurnalis perempuan mengalami pelecehan selama bertugas. Bahkan fenomena narasumber mengajak sang jurnalis perempuan berkencan sudah tidak jarang. Pelecehan seksual ini paling banyak terjadi di Jayapura dan Pontianak. Ketiga, belum banyak jurnalis perempuan yang menempati posisi pengambil keputusan serta kebijakan di media. Faktor ini menyebabkan berbagai kebijakan yang ditetapkan di perusahaan masih didominasi oleh perspektif laki-laki. Jikalau dilakukan pemungutan suara, dengan jumlah perempuan yang sedikit menjadi diragukan apakah perspektif perempuan dapat bertahan. Hal ini terkait dengan masalah kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi perempuan seperti perihal menyusui dan haid bagi perempuan. Kebijakan tertulis mengenai cuti haid dan ketersediaan ruangan menyusui belum menjadi perhatian utama kebanyakan perusahaan media untuk dibuat kebijakannya bagi jurnalis perempuan. Masalah keempat berhubungan dengan tunjangan serta pelatihan dan pengembangan kemampuan jurnalis. Hanya 17,46% jurnalis yang memperoleh pelatihan gender dan hanya 33% yang masuk di organisasi jurnalis. Jumlah ini sangat sedikit dan menjadi sulit untuk mengubah 11 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
atau menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan, baik dari jurnalisnya maupun perempuan yang diberitakan dalam media. Selain itu, lebih dari separuhnya yaitu sebesar 51,8% jurnalis perempuan belum mendapatkan fasilitas peliputan di malam hari. Sementara itu, pengamatan terhadap fasilitas bagi jurnalis perempuan pun dilakukan. Pengamatan dilakukan untuk melihat sejauh mana fasilitas yang diberikan perusahaan media memenuhi kebutuhan jurnalis perempuan. Hasilnya, Jakarta mendapat skor tertinggi yang berarti fasilitas untuk jurnalis perempuan paling banyak dipenuhi oleh pihak perusahaan media. Urutan selanjutnya adalah Medan, Jayapura, dan Pontianak dengan skor nilai tidak berbeda jauh. Sedangkan kota yang fasilitasnya dapat dikatakan palin sedikit adalah Makassar dan Yogyakarta. Tingginya skor yang diperoleh kota Jakarta bisa dipahami mengingat Jakarta merupakan pusat dari berbagai media massa sehingga kepentingan yang dapat memajukan perindustrian media massa akan diusahakan untuk dipenuhi.
12 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
PEMBAHASAN Jika dilihat dari teori feminis multikultural, budaya organisasi partisipatoris yang egaliter sudah diterapkan di hampir semua industri media di Indonesia. Setiap pekerja baik perempuan maupun laki-laki dipekerjakan sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. Dari segi perekrutan anggota, jurnalis perempuan sudah diperlakukan cukup adil termasuk dalam keputusan pemberian promosi bagi karyawan berprestasi. Prestasi seseorang menjadi tolak ukur dalam perekrutan dan promosi kenakikan jabatan, bukan semata-mata berdasarkan jenis kelamin saja seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini jelas terlihat kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki berjalan dengan baik. Perempuan tidak lagi diremehkan. Meski begitu tidak sepenuhnya jurnalis perempuan tidak diremehkan. Ada bentuk-bentuk ketidakadilan lain yang dialami jurnalis perempuan Indonesia. Pertama berkenaan penilaian atasan terhadap jurnalis perempuan yang telah menikah. Selain kewajiban untuk bekerja, jurnalis perempuan memegang tanggung jawab lain untuk mengurus rumah tangga terutama jika sudah memiliki anak. Waktu yang tidak menentu dalam bekerja sebagai jurnalis sering kali membuat dua kewajiban yang ditanggungnya itu menjadi hambatan dalam bekerja, beban untuk mengatur waktu menjadi dua kali lebih berat. Hal ini yang membuat secara tidak langsung jurnalis perempuan mendapat penilaian lebih rendah sehingga banyak jurnalis perempuan yang memutuskan untuk tidak menikah dulu agar kesejahteraannya setara dengan pekerja laki-laki. Diskriminasi ini bagaimanapun juga merugikan jurnalis perempuan. Kedua, meski perempuan sudah mulai masuk ke jajaran direksi atau jabatan tinggi lain dan memiliki kesempatan mengambil keputusan serta kebijakan, jumlahnya jauh lebih sedikit ketimbang jumlah anggota laki-laki. Belum lagi jumlah jurnalis secara keseluruhan di Indonesia yang memang lebih banyak jurnalis laki-laki daripada jurnalis perempuan. Setiap kebijakan yang dapat menguntungkan, merugikan, menyejahterakan, maupun mengembangkan jurnalis perempuan berasal dari jajaran tersebut. Jika menginginkan kebijakan yang menaikkan derajat perempuan maka alangkah baiknya bila anggota perempuan di antara petinggi-petinggi perusahaan lebih banyak, paling tidak mendekati separuhnya dari seluruh jumlah anggota. Dengan begitu bentuk diskriminasi terhadap perempuan di dalam perusahaan dapat diminimalisir. Bentuk lain ketidaksetaraan yang dialami jurnalis perempuan adalah ketika meliput berita. Masih saja terjadi pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan. Artinya narasumber tidak menghormati sang jurnalis dan memandang bahwa jurnalis perempuan dapat diperlakukan seperti kemauan si narasumber, tidak 13 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
ada rasa menghormati pada jurnalis perempuan dari narasumber yang melakukan pelecehan seksual. Dari perspektif feminisme posmodern, jurnalis perempuan Indonesia sudah banyak yang menyuarakan berbagai isu dan kepentingan perempuan. Jurnalis-jurnalis seperti Maria Hartiningsih, Hermien Klenden, Fransiska Ria Susanti, dan Donna Sita merupakan beberapa diantara para jurnalis perempuan yang mengangkat isu perempuan lewat karya tulisannya. Isu tersebut merupakan isu yang dirasa penting untuk diketahui publik. Tidak hanya lewat tulisan, tetapi juga melalui tindakan-tindakan memperjuangkan kepentingan perempuan. Misalnya Evi Mariani, kepala desk Nasional The Jakarta Post, yang memperjuangkan pengadaan ruang menyusui di kantor The Jakarta Post. Atau Maria Hartiningsing yang selalu meminta untuk menghadirkan jurnalis perempuan dalam rapat mingguan agar suara perempuan didengar. Meski bukan seorang feminis, jurnalis-jurnalis itu berusaha untuk mengangkat perempuan ke dalam derajat yang dipandang lebih “berarti”. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan mereka pula tulisan-tulisan dan perjuangan terhadap perempuan dilakukan. Sampai pada tahap itu jurnalis perempuan sudah bisa memenuhi apa yang menjadi gagasan utama teori feminis posmodern yaitu menjadi diri sendiri dan murni melakukan segala aktivitas atas kesadaran diri sendiri serta apa yang dirasakannya. Mengenai rekonstruksi newsroom untuk adanya penghapusan divisidivisi dari struktur kekuasaan belum bisa diterapkan. Hal ini disebabkan divisi yang ada dalam newsroom masih diperlukan bagi industri media di Indonesia supaya tetap teroganisir dan tidak terjadi kekacauan. Mengenai struktur kekuasaan, ini terkait dengan budaya yang berkembang dan telah mengakar di Indonesia. Sistem patriarki yang telah berlaku sejak dahulu membuat sistem tersebut sulit dihilangkan begitu saja. Selain itu, tidak adanya pihak yang mengatur dan berkuasa belum bisa diterapkan di masyarakat Indonesia, mengingat kecenderungan terjadinya kekacauan jika tidak ada yang mengatur atua harus mengatur diri sendiri. Melihat kondisi jurnalis perempuan di Indonesia, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan, yaitu (1) tingkat kesehahteraan yang masih cukup rendah jika dibandingkan dengan jurnalis laki-laki, (2) kesempatan yang dimiliki perempuan dalam menempati posisi tinggi juga terbilang kecil, (3) kondisi kesehatan jurnalis perempuan kurang begitu diperhatikan, dan (4) kondisi dan jam kerja. Berdasarkan kondisi tersebut beberapa solusi yang dapat ditawarkan dalam rangka menanggulangi permasalahan yang dihadapi. Pertama mengenai tingkat kesehahteraan jurnalis 14 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
perempuan, gaji rutin beserta tunjangannya (tunjangan makan, tunjangan transportasi) perlu disesuaikan lagi dan diberikan sesuai kebijakan yang berlaku tanpa membedakan jenis kelamin. Dengan gaji yang sesuai maka penghidupan jurnalis perempuan bisa lebih sejahtera juga sepadan dengan waktu dan tenaga yang dikerahkan selama bekerja. Menyejahterakan jurnalis perempuan juga dilakukan melalui pemberdayaan jurnalis. Pelatihan dan pendidikan lanjutan terkait dengan profesi yang digelutinya sangat perlu untuk dilaksanakan. Jika ada asumsi bahwa jurnalis perempuan tidak lebih mampu bekerja atau tidak memiliki kemampuan lebih dibanding dengan jurnalis laki-laki, maka seharusnya dilakukan pendidikan bagi perempuan diberikan dalam proporsi cukup yang setara dengan apa yang diberikan pada jurnalis laki-laki. Dengan begitu maka kemampuan dan kinerja jurnalis perempuan dapat meningkat. Kedua, tentang kondisi jurnalis perempuan yang tidak terlalu diperhatikan. Sebagai seorang perempuan, ada kalanya haid yang datang cukup parah dan akan terasa sangat nyeri. Jurnalis perempuan perlu adanya cuti haid jika hal tersebut terjadi. Sayangnya cuti haid belum populer di kebanyakan perusahaan media padahal ini menyangkut kesehatan jurnalis pula. Cuti haid perlu dipertimbangkan untuk diberlakukan di perusahaan media. Selama kebijakan cuti haid itu tidak dimanfaatkan oleh para jurnalis perempuan untuk membolos. Bagi perempuan yang sudah menikah dan tengah hamil, cuti melahirkan juga penting demi menjaga kesehatan ibu dan bayi. Jangka waktu tiga bulan sebenarnya merupakan waktu yang sebentar. Sang ibu harus memberi ASI pada bayinya secara rutin dan ekslusif. Namun sebagian besar perusahaan media belum menyediakan ruangan menyusui bagi jurnalis perempuan. Hal ini menyulitkan para jurnalis yang harus menyusui anaknya. Biasanya sang ibu mengakali dengan memanfaatkan waktu istirahat untuk pulang ke rumah (jika rumahnya dekat) untuk menyusui anaknya. Jelas ini sangat repot dan menyulitkan. Oleh karena itu ruang menyusui perlu untuk diadakan. Ketiga persoalan kondisi dan jam kerja. Mengingat waktu kerja jurnalis yang tidak pasti dan dituntut untuk dapat siap dalam berbagai keadaan, cuti tahunan sangat diperlukan bagi seorang jurnalis apalagi jurnalis perempuan. Waktu bekerja yang bisa hingga larut malam juga perlu menjadi perhatian. Lingkungan yang tidak aman membuat situasi menjadi riskan bagi jurnalis perempuan untuk bekerja tanpa penjagaan. Di sejumlah perusahaan media, perlindungan kerja sudah dilakukan dengan baik tetapi di sejumlah media lainnya masih perlu untuk dikembangkan.
15 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
Solusi terakhir namun penting adalah memperbesar kesempatan bagi jurnalis perempuan untuk dapat menempati posisi pengambil kebijakan. Struktur dan sistem yang ada dalam newsroom tidak dapat sepenuhnya berubah apabila posisi-posisi penting itu terus didominasi dengan perspektif laki-laki. Kepentingan dan kebutuhan jurnalis perempuan tidak bisa sepenuhnya terpenuhi jika tidak ada yang menyuarakannya terus menerus.
KESIMPULAN Konvergensi newsroom di Indonesia sudah banyak diadaptasi dan tampak bahwa konvergensi itu berjalan menuju perkembangan yang cukup baik. Akan masih ada sisa-sisa sistem patriarki di dalam newsroom. Jurnalis perempuan di Indonesia sudah diperlakukan dengan lebih adil tetapi sekaligus masih banyak yang mengalami diskriminasi dalam bentuk ketidaksetaraan yang lain dan pelecehan seksual. Bentuk ketidaksetaraan itu adalah kurangnya kesempatan yang dimiliki oleh jurnalis peremuan untuk dapat mengambil posisi pengambil keputusan di perusahaan media, kurangnya perhatian terhadap kepentingan khusus perempuan misalnya cuti haid, ruang untuk menyusui, dan tempat penitipan anak. Bentuk lainnya muncul dalam penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki jurnalis perempuan ketika jurnalis tersebut sudah menikah dan memiliki anak. Penilaian yang terbilang rendah bahwa jurnalis ini dipandang tidak mampu untuk memikul dua tanggung jawab sekaligus; tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Sudah mulai banyak jurnalis perempuan yang menyuarakan isu-isu perempuan sekaligus menempati posisi penting di perusahaan media tempatnya bekerja. Para jurnalis ini dengan gigih memperjuangkan isu-isu gender atau isu perempuan lainnya melalui tulisan atau tindakan walaupun jurnalis perempuan ini bukanlah seorang feminis. Kepedulian para jurnalis tersebut membuat isu tentang perempuan tidak musnah begitu saja. Meski begitu jumlah jurnalis perempuan yang seperti itu masih jauh lebih sedikit sehingga akan sulit jika ingin melakukan perubahan struktur secara mendalam. Struktur ini pun tidak dapat diubah begitu saja dalam waktu yang singkat karena sistem yang sudah mengakar di dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Berdasarkan teori dan kondisi di lapangan, keadaan jurnalis perempuan di Indonesia belum sesuai dengan gagasan-gagasan dari teori feminis tentang keadaan newsroom yang ideal. 16 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
Gagasan-gagasan itu pun tampaknya tidak bisa diaplikasikan seutuhnya mengingat kondisi sosial dan budaya di Indonesia yang belum memungkinkan. Termasuk kesiapan dari para pelaku industri media dalam menghadapi perubahan. Secara teknis, dari segi teknologi memang dapat dikatakan sudah lebih maju, namun dari segi struktur perubahan itu tidak lebih banyak terjadi.
SARAN Tidak banyak penelitian terhadap kondisi jurnalis perempuan di Indonesia. Untuk memberikan hasil yang lebih komprehensif ada baiknya agar pemetaan serta pengamatan terhadap jurnalis perempuan di Indonesia dilakukan berkala. Dengan begitu dapat terlihat perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Penelitian selanjutnya pun bisa mengeksplor lebih mendalam dengan memberi eksplanasi mengenai kondisi jurnalis perempuan di Indonesia.
17 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
KEPUSTAKAAN Women in Leadership Positions within the Media Industry. (2009, May 9). Retrieved October 26, 2012, from World Savvy Monitor: http://worldsavvy.org/monitor/index.php?option=com_content&view=article&id=605& Itemid=1052 Baehr, A. R. (2007, October 18). Liberal Feminism. Retrieved October 28, 2012, from Stanford Encyclopedia of Philosophy: http://plato.stanford.edu/entries/feminism-liberal/ Byerly, C. M. (2011). Global Report on the Status of Women in the News Media. Washington DC: International Women’s Media Foundation. Endres, F. (2008). Media Convergence in a College Newsroom: A Longitudinal Study of Identification and Commitment to a Collaborative Web Site. Journal of the Research Center for Educational Technology, 57. Gertz, M. (2013, June 25). Stagnant American Newsroom Diversity In Charts. Retrieved November 11, 2013, from Media Matters for America: http://mediamatters.org/blog/2013/06/25/stagnant-american-newsroom-diversity-incharts/194597 Grant A. E. & Wilkinson, J. S. (2009). Understanding Media Convergence: The State of the Field. New York: Oxford University Press. Keel, R. O. (2012, May 21). Contemporary Feminist Theories. Retrieved October 27, 2012, from University of Missouri-St.Louis: http://www.umsl.edu/~keelr/3210/3210_lectures/feminism.html Lane, C., Sarikakis, K., Rush, R. R., & Grubb-Swetnam, A. (2008, July 22). Feminist Theory and Research. Retrieved October 28, 2012, from Universitat Wien: http://homepage.univie.ac.at/katharine.sarikakis/wpcontent/uploads/2011/09/Feminist-Theory-and-Research1.pdf Larris, R. (2012, February 13). Report Exposes Problem: Gender Disparity in Media is at Crisis Levels. Retrieved October 26, 2012, from Women's Media Center: http://www.womensmediacenter.com/press/entry/womens-media-center-releasesnew-report-on-status-of-women-in-us-media Luviana. (2012). Jejak Jurnalis Perempuan: Pemetaan Kondisi Kerja Jurnalis Perempuan di Indonesia. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen. 18 | Faradisa Azharini Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014
McManus, B. (2003, July). Introduction to Feminism: Notes. Retrieved December 22, 2012, from The College of New Rochelle: http://www2.cnr.edu/home/bmcmanus/classnotes.html Moreno, C. (2010, June 4). What is a Convergence Newsroom. Retrieved December 22, 2012, from Tulsa Urban Journalism Workshop: http://www.urbanjournalism.org/conversations/hello-world Orlebar, J. (2010, May 12). We Media Democracy and Convergence. Retrieved October 28, 2012, from Media.Edusites: http://media.edusites.co.uk/article/we-media-democracyand-convergence/ Rich, J. (2007). An Introduction to Modern Feminist Theory. Philosophy Insights: Humanities Ebooks. Rise of Womanhood. (n.d.). Postmodern feminism. Retrieved December 22, 2012, from Rise-ofWomanhood.org: http://www.rise-of-womanhood.org/Postmodern-feminism.html Sector Skills Councils. (2010). Women in the Creative Media Industry. van der Veen, E. W. (2006, May). Feminist Theories. Retrieved October 27, 2012, from Saint Mary University: http://husky1.stmarys.ca/~evanderveen/wvdv/Gender_relations/Feminist_theories_det ail.html Vobiè, I. (2009). Newsroom Convergence in Slovenia: Newswork Environments of the Media Organizations Delo and Žurnal Media. Medij. istraž, 20. Walters, N. (2012, October 1). Varieties of Feminism. Retrieved October 27, 2012, from Earlham Sociology Pages: http://www.earlhamsociologypages.co.uk/Varieties%20of%20feminism.html Woolf, V. (2010, September 14). Kinds of Feminism. Retrieved December 22, 2012, from University of Alabama in Huntsville: http://www.uah.edu/woolf/feminism_kinds.htm
19 | Teori Feminis Pada Konvergensi Newsroom Peranan teori ..., Faradisa Azharini, FISIP UI, 2014