PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG Marina A. Moeliono, dr.,SpRM Dibawakan pada acara Kongres Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut Bandung, 15 – 17 Januari 2004
Abstrak The mandible is involved in two important functions, i.e. communication and chewing. Generally fracture of the mandible are treated by immobilization which means hindrance of those two functions. After care of fracture of the mandible is an important step in restoring the function of the mandible and the surrounding tissues, including the temporomandibular joint, muscle and nerves. To achieves restoration of communication and chewing functions, a comprehensive rehabilitation
program
is
needed,
including
management
of
neuromuscular
and
musculoskeletal problems.
Mandibula atau tulang rahang berhubungan dengan dua funfsi penting yaitu fu ngsi komunikasi atau bicara dan mengunyah. Perawatan fraktur mandibula sendiri pada umumnya dilakukan dengan cara immobilisasi yang berarti mengganggu kedua fungsi tersebut. Perawatan pasca fraktur mandibula merupakan langkah penting untuk mengembalikan fungsi mandibula serta jaringan sekitar mandibula yang mencakup sendi temporomandibula, otototot dan saraf. Untuk mencapai pengembalian fungsi bicara dan mengunyah pasca fraktur diperlukan program rehabilitasi yang menyeluruh, yang mencakup penatalaksanaan terhadap masalah muskuloskeletal dan neuromuskuler.
Pendahuluan
Fraktur mandibula merupakan kasus yang cukup sering didapatkan, terutama terjadi akibat trauma fisik seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan langsung pada muka, olahraga terutama olahraga kontak dan lain-lain. Penatalaksaan pada fraktur mandibula mencakup reduksi-reposisi dan fiksasi, dilanjutkan dengan immobilisasi. Seluruh penatalaksaan fraktur bertujuan mendapatkan dan/atau mempertahankan posisi mandibula yang baik sedangkan immobilisasi bertujuan mencapai penulangan daerah fraktur. Penatalaksanaan yang kurang baik atau gangguan yang terjadi selama proses penyembuhan dapat mengakibatkan malunion atau delayed union. Gangguan dapat berupa reduksi yang tidak baik, immobilisasi yang tidak baik, infeksi, gangguan sistemik, pergerakan saat proses penyembuhan, pembentukan kalus yang tidak baik.
Secara umum proses penyembuhan sampai terjadinya penulangan berlangsung selama 12 minggu. Pada kasus fraktur mandibula, immobilisasi dilakukan dengan tekhnik fiksasi intermaksiler. Pada keadaan ini mandibula dan maksila dikunci dalam posisi oklusi yang benar dan keadaan ini dipertahankan selama 12 minggu sampai terjadi kalus dan fraktur dikatakan “sembuh”. Immobilisasi selama 3 bulan ini lah membawa dampak yang cukup luas terhadap jaringan sekitar rahang. Dampak ini dapat berupa gangguan stabilisasi sendi TMJ oleh karena adanya gangguan dalam gerak antara mandibula-maksila dengan TMJ; kelemahan otot-otot pengunyah karena terjadi atrofi otot; gangguan fungsi saraf, kontraktur sendi TMJ.
Penatalaksanaan pasca fraktur mandibula dari sudut pandang rehabilitasi adalah pengembalian fungsi bicara dan mengunyah yang melibatkan mandibula-maksila-TMJ-otot dan saraf.
GAMBARAN DAN GEJALA KLINIS. Gejala yang umum didapatkan adalah -
Nyeri terutama pada otot-otot pengunyah dan sekitar sendiri, nyeri ini dapat menjalar keseluruhan muka, leher dan bahu.
-
Nyeri pada waktu gerak
-
Keterbatasan gerak TMJ (trismus)
-
Gangguan oklusi
-
Lain-lain: nyeri kepala, pusing, nyeri telinga, gangguan pendengaran.
PERANAN REHABILITASI MEDIK Tujuan utama program dalam bidang RM adalah perbaikan dan peningkatan fungsi, dengan cara mencegah atau mengurangi dampak impairment, disability dan handicap. Sedangkan halhal tersebut merupakan ruang lingkup kerja RM yaitu : impairment adalah penyakit atau kelainan pada tingkat organ, disabilitas adalah kelainan pada tingkat individu yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melakukan kegiatan atau sktifitas sehari-hari serta handikap yang merupakan gangguan atau hambatan melakukan kegiatan atau aktifitas dalam lingkungan sosialnya.
Pada kasus fraktur mandibula maka yang termasuk impairment adalah fraktur pada tulang mandibula, disability yang dapat terjadi adalah gangguan fungsi akibat fraktur tersebut yaitu tidak dapat bicara dan mengunyah serta disebut handicap apabila terjadi hambatan komunikasi dengan lingkungannya. Pendekatan yang digunakan untuk menangani hal tersebut bersifat holistik mencakup aspek fisik, psikhis, sosial dan lingkunga. Dalam melakukan pekerjaannya RM bekerja sebagai tim interdisipliner yang mencakup dokter spesialis rehabilitasi medik, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapis, terapi okupasi, terapi wicara, pekerja sosial medik dan ortosis-prostesis.
PENATALAKSANAAN Secara khusus fraktur mandibula melibatkan kelainan pada sistim neuromuskuloskeletal. Kelainan yang timbul akibat fraktur, panatalaksanaan fraktur dan/atau immobilisasi anatara lain dapat berupa : 1. Nyeri 2. Perlekatan jaringan atau fibrosis jaringan 3. Keterbatasan gerak sendi TM 4. Instabilitas TMJ 5. Atrofi dan kelemahan otot (Massester, SCM) 6. Gangguan koordinasi antara proses mengunyah dan menelan 7. Gangguan proses makan 8. Gangguan psikososial 9. Komunikasi (disartia)
Perawatan dampak dan komplikasi serta pemulihan dan peningkatan fungsi bicara dan mengunyah harus dilakukan secara menyeluruh untuk mencapai status fungsional individu setinggi mungkin. Program terapi yang diberikan harus sesuai kebutuhan pasien. 1. Terapi perilaku dengan diet lunak, menghindari gerakan rahan yang berlebihan, latihan-latihan relaksasi 2. Terapi nyeri dengan medikamentosa berupa analgetika atau NSAID. Seringkali diberikan juga obat muscle relaxan. Modalitas fisik yang dapat digunakan berupa terapi fisik panas atau dingin. 3. Untuk gangguan luas gerak sendi sampai kontraktur diberikan program mobilisasi dengan terapi fisik serta latihan dan thnik fasilitas. Pada immobilisasi kekakuan sendi dapat terjadi akibat pemendekan jaringan sekitar sendi, perlekatan dan fibrosis jaringan, kontraktur kapsul sendi atau ankilosis sendi. Immobilisasi sendiri dapat terjadi sebagai akibat penatalaksanaan atau tindakan fiksasi atau akibat nyeri. Untuk menghindari terjadinya kontraktur maka terapi untuk mobilisasi sendi TMJ diberikan sedini mungkin setelah masa immobilisasi atau setelah fiksasi dilepas. Apabila didapatkan perlekatan dan/atau fibrosis jaringan maka sebelum latihan luas gerak sendi atau peregangan digunakan terapi fisik berupa modalitas panas dangkal seperti infra-red atau panas dalam seperti ultrasound diathermy serta massage (fiction). Salah satu tekhnik fasilitas yang juga dapat diberikan sebelum latihan luas gerak sendi, latihan peregangan atau penguatan adalah latihan relaksasi yang disebut ‘progressive muscle relaxation’. Latihan LGS dapat diberikan secara pasif, aktif dibantu atau aktif. Latihan dilakukan 2 kali per hari dengan 10 kali pengulangan. Latihan peregangan dilakukan oleh terapis secara pasif dan dilanjutkan oleh penderita sendiri secara aktif dengan menggunakan visual biofeedback.
4. Kelemahan otot (messeter, SCM) dan gangguan koordinasi rahang dan oromotor Tidak adanya kontraksi otot mengakibatkan penurunan kekuatan otot disertai atrofi otot, terjadi sejak hari ke 3 immobilisasi dengan kecepatan penurunan sekitar 15% setiap minggu, pada akhir minggu ketiga immobilisasi kekuatan otot menurun sebesar 50%.
Secara umum untuk penguatan otot diberikan latihan kontraksi otot melawan tahanan yang dapat diberikan secara isomerik apabila terdapat nyeri atau rahang masih diimobilisasi, atau secara isotonik. Oleh karen aitu untuk menentukan jenis latihan perlu diketahui derajat kekuatan otot-otot mengunyah. Dengan pemeriksaan manual atau voluntary muscle testing didapatkan penilaian kekuatan otot sbb : Zero (0) bila tidak ada kontraksi otot Trace (1) ada kontraksi otot minimal Fair (2-3) ada kontraksi otot, sehingga sendi dapat digerakkan tanpa melawan tahanan Good (4) bila kontraksi otot mengakibakan gerak sendi melawan tahanan ringan Normal (5) kontraksi penuh sesuai luas gerak sendi, melawan tahanan Bila kekuatan otot di bawah 3 maka diberikan terapi stimulasi listrik untuk menimbulkan kontraksi otot dan latihan pasif. Otot dengan kekuatan diatas 3 diberikan latihan aktif, dapat secara isometrik maupun isotonik.
5. Gangguan koordinasi dapat terjadi apabila akibat tindakan timbul instabilitas sendi TMJ. Latihan untuk meningkatkan koordinasi gerak rahang adalah latihan luas gerak sendi dengan meningkatkan kecepatan pengulangan. Latihan koordinasi juga menggunakan biofeedback untuk mendapatkan pola gerak rahang yang simetris dan baik. 6. Gangguan proses makan. Dengan adanya fiksasi rahang maka penderita akan mengalami gangguan makan dan minum. Biasanya masalah ini teratasi dengan menggunakan sedotan. Apabila penderita tidak dapat mengatasi masalah dengan menggunakan sedotan dapat diberikan feeding therapy yang mencakup edukasi, latihan gerak dan koordinasi otototot oromotor dan latihan menelan. 7. Gangguan psikososial. Oleh karena manusia adalah mahkluk bio-psikososial maka aspek psikososial penderita selalu harus diperhatikan oleh tenaga kesehatan. Apabila akibat fraktur rahang serta tindakan terapi timbul masalah maka hal ini harus diatasi sedini mungkin sehingga penderita tetap dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan sosialnya.
Kesimpulan
Perawatan farktur mandibula dengan cara fiksasi untuk waktu yang cukup lama membawa dampak yang tidak sedikit terhadap jarinagn sekitarnya. Hal yang paling penting pasca perawatan fraktur mandibula adalah kembalinya fungsi sendi TMJ dan otot-otot oromotor yaitu fungsi komunikasi dan fungsi mengunyah. Dengan perawatan yang tepat maka pasca fraktur mandibula status fungsional penderita dapat kembali seperti sediakala sehingga dapat kembali menjalankan kehidupannya sebagaimana layaknya.