perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928
SKRIPSI
Oleh: LAMBANG TRIARSOTOMO K 4407028
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928
Oleh: LAMBANG TRIARSOTOMO K 44007028
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selasa
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
Lambang Triarsotomo. K 4407028. PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Munculnya Pers di Indonesa, (2) Peranan pers Kongres Pemuda II tahun 1928, (3) Peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah surat kabar, buku-buku, dan sumber lain yang berhubungan dengan skripsi ini. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pers di Indonesia mengalami perkembangan pesat pada awal abad ke-20. Hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan pemerintah Hindia Belanda yang pada awalnya bersifat preventif menjadi represif sehingga bermunculan pers dengan bahasa daerah, melayu, maupun Tionghoa. (2) Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu a) Pers Kolonial merupakan pers yang diadakan oleh orang-orang Belanda maupun Indo-Belanda. Pers Belanda lebih berpihak pada pemerintah kolonial. b) Pers Tionghoa merupakan pers yang diadakan oleh orang Tionghoa maupun peranakan Tionghoa. Salah satunya yaitu Sin Po yang menggunakan bahasa Melayu. Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po sering menurunkan tulisan terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. c) Pribumi, merupakan pers yang diadakan oleh penduduk suatu daerah (Indonesia). Pers pribumi dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi, sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif, contoh: penanaman jiwa nasionalisme yang dilakukan majalah Indonesia Merdeka dan Indonesia Raya. (3) Peran pers dalam Kongres Pemuda II ada 4, yaitu: pertama, pusat informasi yaitu pers memberikan mengumumkan hasil rapat kepada seluruh pemuda dan mengundang seluruh pemuda untuk ikut serta dalam Kongres Pemuda II serta menjadi pusat informasi yang utama. Kedua, mempengaruhi opini yaitu pers aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan menanamkan jiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Ketiga, membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui wakilwakilnya. Ada dua orang yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) serta S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Keempat, Menyebarluaskan isi Kongres Pemuda II.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRACT
Lambang Triarsotomo. K 4407028. ROLE OF PRESS IN YOUTH CONGRESS II IN 1928. Thesis, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.
The purpose of this study was to describe: (1) The emergence of the Press in Indonesia over, (2) Role of the Youth Congress press II in 1928, (3) The role of the press in the Youth Congress II in 1928. This study uses the historical method. Source data used are newspapers, books, and other resources related to this thesis. Data collection techniques using literature study. Techniques of data analysis using the techniques of historical analysis, ie analysis that prioritizes sharpness in processing a data history. Research procedures to go through four stages of activities, namely: heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Based on these results we can conclude: (1) The press in Indonesia experienced rapid development in the early 20th century. This is because of changes in government regulations the Dutch East Indies in the first preventive become repressive so that the emerging press in the local language, Malay, and Chinese. (2) The press in Indonesia is divided into three groups, namely a) The Colonial Press releases are held by people of Indo-Dutch and Dutch. Press the Dutch colonial government favored. b) Press the Chinese press is held by the Chinese and Peranakan Chinese. One of them is Sin Po using the Malay language. To rekindle the spirit of Indonesian nationalism, Sin Po often writing down the translation of This independence movement that occurred in India, Filipinos, Morocco and other places. c) Native, the press is held by residents of a region (Indonesia). Releases can be viewed indigenous convey all the necessary organization, so that the cultivation of awareness can be accomplished more effectively, for example: planting spirit of nationalism that carried magazines and Indonesia Raya Indonesia Merdeka. (3) The role of the press in the Youth Congress II there are four, namely: first, the information center that gives the press conference announcing the results to all youth and invite all youth to participate in the Youth Congress II and became the main information center. Secondly, influence the opinion of the press is actively fighting and spearheaded the struggle for independence for the Indonesian people by instilling spirit of national unity of Indonesia. Third, help the implementation of the Youth Congress II through its representatives. There are two people who are representing the press and actively participate in the Youth Congress II on the WR Supratman (Sin Po) and S.M. Kartosoewirjo representatives Hoofdbestuur P.S.I. and press Fadjar Asia. Fourth, disseminate the contents of the Youth Congress II.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id MOTTO
Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial. (Thomas Jefferson)
Pena memang tidak setajam pisau dan sekeras besi, namun dapat meruntuhkan kekuasaan yang besar. (Lambang) Satu batang lidi memang mudah dipatahkan tapi segenggam lidi akan sulit untuk dipatahkan (NN)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta. 2. Kedua kakakku tersayang. 3. Kedua keponakan yang aku sayang. 4. Seluruh keluarga besarku. 5. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2007. 6. Almamater.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini. 3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini. 4. Dra. Sri Wahyuning., M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Drs. Djono., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal. Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, November 2011
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iv
ABSTRAK ... ….. .........................................................................................
v
ABSTRACT . ...............................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
viii
KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI.............. ..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. .
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ................................................................
7
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ..........................................................................
8
1. Kolonialisme ..................................................................
8
2. Pers .................................................................................
15
3. Nasionalisme ..................................................................
25
B. Kerangka Berfikir................................................................. .
29
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
32
B. Metode Penelitian..................................................................
33
C. Sumber Data .........................................................................
34
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
36
E. Teknik Analisis Data .............................................................
37
F. Prosedur Penelitian................................................................
38
BAB IV HASIL PENELITIANcommit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Sejarah Munculnya Pers di Indonesia ...................................
42
B. Peran Pers Sebelum Peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928
47
1. Pers Kolonial/Belanda.....................................................
48
2.
Pers Cina/Tionghoa .......................................................
52
3.
Pers Pribumi................................ ...................................
56
C. Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 ...........
64
1. Pusat Informasi .............................................................
64
2. Mempengaruhi Opini .....................................................
72
3. Membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui Wakil-wakilnya .............................................................
64
a) S.M Kartosuwirjo ......................................................
71
b) W. R. Supratman .......................................................
73
4. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II .......................
74
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................
80
B. Implikasi ................................................................................
82
1. Teoritis......................................................................... ...
82
2. Praktis ........................... .................................................
82
3. Metodologis …………. ........................................... .......
83
C. Saran......................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
85
LAMPIRAN ...... .........................................................................................
90
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I.
Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 30 Oktober 1928. ............................
Lampiran II.
Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 31 Oktober 1928. ............................
Lampiran III.
Kerapatan
Pemoeda-pemoeda
Indonesia.
di
Weltevreden.
Majalah
Persatoean
Indonesia.... ....................................................................... Poetoesan
Congres
Pemoeda-pemoeda
101
Indonesia.
Majalah Persatoean Indonesia 12 November 1928.... ....... Lampiran IX.
99
Oktober 1928. Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia
Lampiran VIII.
96
Pers dan Pergerakan. Majalah Fikiran Rakyat tahun 1933.... ...............................................................................
Lampiran VII.
95
Majalah
Persatoean Indonesia... ...................................................... Lampiran VI.
94
Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 3 dan 5 November 1928 ..................
Lampiran V.
93
Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 2 November 1928 ...........................
Lampiran IV.
91
103
Makloemat Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia
di
Weltevreden.
Majalah
Persatoean
Indonesia.... .......................................................................
106
Lampiran X.
Indonesia. Sin Po edisi November 1928 ..........................
107
Lampiran XI.
Foto Soegondo Djojopoespito ...........................................
108
Lampiran XII.
Foto Moh. Yamin ..............................................................
109
Lampiran XIII.
Foto W.R. Supratman ........................................................
110
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ......................................................
111
Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan .................
112
commit to user
xii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting artinya bagi manusia. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Komunikasi pada awalnya berbentuk sederhana yaitu sebatas menggunakan panca indra. Namun, seiring dengan kemajuan jaman dengan ditemukannya tulisan, maka manusia mulai menggunakan tulisan sebagai sarana komunikasi. Kemudian muncul pers yang berfungsi sebagai sarana publikasi umum. Pers sangat memegang arti penting dalam setiap masa. Sejarah pers dimulai dengan ditemukannya alat pers atau alat cetak. Oleh karena alat cetak, mesin cetak atau pers/ presse itu memungkinkan adanya surat kabar, maka lama kelamaan sebutan pers menjadi nama yang mudah atau ringkas dan umum untuk sebutan persurat kabaran (Samsudjin Probohardjono. 1985: 5-6). Alat cetak sudah ada di Timur jauh pada akhir abad ke-8, disana sudah ada cetakan diatas kertas yang terbuat dari bilah-bilah kayu sampai ratusan ribu banyaknya. Pada abad itu kaisar wanita Jepang Shotoku, memerintahkan agar membuat sejuta lembar kertas sembah Hyang Budhis dicetak. Pada abad kesebelas di Cina telah ditemukan alat cetak yang dapat digerakkan, alat ini dapat mencetak sangat cepat, sampai ratusan atau ribuan lembar (Samsudjin Probohardjono. 1985: 10-11). Di Eropa tahun 1484 alat cetak sudah ditemukan. Laurens Jan’szoon Coster dari negeri Belanda telah menemukan alat cetak, di Belgia
Johann
Guttenberg juga menemukan alat cetak. Akan tetapi, perkembangan pers dengan di cetak berkembang sangat lamban. Alat cetak hanya digunakan untuk mencetak nada musik, ayat-ayat kitab suci dan sebagainya. Baru pada tahun 1609, Johan Corulus di Strasburg negara Jerman menerbitkan surat kabar bernama “Relation commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aller Furnemen und Gedenkwurdigen Historien enz.” (Samsudjin Probohardjono. 1985: 12-13) Sejak abad ke-17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun
masih
sangat
sederhana,
baik
penampilan
maupun
mutu
pemberitaannya. Surat kabar dan majalah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan di Batavia. Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media massa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya( Haryadi Suadi, 2006). Walaupun demikian pers dianggap sebagai ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda sebab dianggap mengganggu usaha pemerintah maupun tidak sesuai dengan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga terjadi pemberedelanpemberedelan maupun peringatan terhadap surat kabar yang dianggap membahayakan (Abdurrachman Surjomihardjo. 2002: 192-193). Di Surakarta pada tanggal 29 maret 1855, Harteveldt dan Co menerbitkan surat kabar mingguan umum diberi nama Bromartani. Bromartani memakai bahasa dan aksara Jawa, sehingga mengangkat R. Ng. Ronggowarsito sebagai pimpinan redaksi (Samsudjin Probohardjono. 1985: 32-35). Pada suatu saat ada sebuah artikel yang dimuat di Bramartani. Isinya menyerang pemerintah Belanda. Tentu saja Hendrik Mac Gillavry, Residen Surakarta waktu itu sangat marah. Penanggung jawab surat kabar tersebut Jones Portier dipanggil dan mendapat peringatan dari tuan Residen. Namun, dasar orang Belanda yang bersifat licik. Tanggung jawab yang seharusnya ada dipundaknya dilempar ke R.Ng. Ronggowarsito. Hal ini karena segala artikel bahasa Jawa selalu melalui penelitian dari Redaksi yang ahli sastra jawa yaitu R.Ng. Ronggowarsito. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian R.Ng. Ronggowarsitomengundurkan diri (atau dipaksa mundur?). (Anjar Ari. 1989: 64) Sampai akhir abad ke-19, surat kabar yang terbit di Batavia sebagian besar memakai bahasa Belanda dan pembacanya adalah masyarakat yang mengerti bahasa Belanda. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikatakan kurang menarik dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal. Namun awal abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Haryadi Suadi, 2006). Kritik
biasanya
dilontarkan
pada
sidang-sidang
umum
yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi sasaran bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya (Haryadi Suadi, 2006). Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini user koran yang menyajikan ruangan akhirnya menular ke masyarakat.commit Tidak to sedikit
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para pembacanya. Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1907 dan sejak 1910 sebagai harian. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi dan dianggap sebagai pelopor pers Nasional. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan. (Haryadi Suadi, 2006) Saruhum dalam buku Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (1977: 23) berpendapat: “Tumbuhnya perusahaan-perusahaan suratkabar Nasional, sebenarnya sebagian besar adalah sejalan dengan tumbuhnya kebangkitan nasional Indonesia, yaitu sesudah tahun 1908” Pada umumnya surat
kabar Indonesia muncul sebagai terompet dari
partai-partai politik yang turut muncul setelah tanggal 20 Mei 1908. Di antaranya adalah harian “Sedio Tomo” di Jogjakarta yang sebenarnya merupakan lanjutan dari harian “Budi Utomo” dalam tiga edisi, bahasa Jawa, Indonesia dan Belanda, didirikan dalam bulan Juni 1920. Pers dan partai politik merupakan bagian yang tidan dapat dipisahkan. Sehingga wartawan merupakan patriot yang ikut berperan aktif dan bekerja sama dengan perintis pergerakan yang menentang penjajahan. Bahkan wartawan menyandang dua peran pada masa pergerakan nasional, yaitu sebagai pekerja di bidang pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga sebagai pelaku politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan terhadap penjajahan. (Tribuana Said, 1980: 15) Pers Indonesia berkembang membawa suatu misi nasionalisme bangsa yang memang sangat penting dalam persatuan bangsa. Dalam hal ini, Perhimpunan Indonesia dengan majalah “Indonesia Merdeka” memiliki peran to user Perhimpunan Indonesia dapat penting dalam penyebarluasan commit Nasionalisme.
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berperan aktif dalam pergerakan nasional di luar negeri dan dapat memberikan inspirasi serta dorongan moral kepada pergerakan nasional di dalam negeri. Misalnya dalam “Gedenkboek 1908-1923 Indonesische vereeniging” yang terbit tahun 1924 untuk memperingati berdirinya perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda ke-15, terdapat artikel yang ditulis Moh. Hatta yang berjudul ”Indonesia di tengah-tengah Revolusi Asia” yang berisikan sejarah gerakan kemerdekaan di India dan proses pembaharuan pandangan hidup di Turki dibawah pengaruh dan kepemimpinan Mustafa Kamal (Sudiyo,2004: 95-102). Pengaruh pers sangat besar dalam berbagai bidang, salah satunya pada Kongres Pemuda II tahun 1928. Kongres Pemuda II merupakan tonggak awal terbentuknya Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan (Sudiyo, 2003:3-6). Rasa nasionalisme telah merasuk kedalam jiwa peserta Kongres Pemuda II. Frans Magnis (1998: 150) dalam buku berjudul Mencari Makna Kebangsaan menyatakan: “yang mempersatukan bangsa Indonesia bukanlah suatu yang alami, melainkan tekad untuk bersama. Tekad itu tumbuh dalam sejarah Pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah penderitaan dan penindasan yang melahirkan pengalaman perjuangan bersama demi kemerdekaan.” Pers Nasional berusaha merangkai semua kejadian dalam bentuk tulisan yang disertai dengan Ide Nasionalis. Dengan adanya pers yang membawa semangat nasionalisme yang mempengaruhi para pemuda sehingga membawa perubahan bangsa, maka timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji dan mempelajari pers beserta Kongres Pemuda II menuju ke arah persatuan bangsa Indonesia, dan kemudian mengambil judul “PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928”.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu: 1. Bagaimana sejarah munculnya pers di Indonesia? 2. Bagaimana peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928? 3. Bagaimanakah peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mengetahui sejarah munculnya pers di Indonesia. 2. Mengetahui peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928. 3. Mengetahui peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini meskipun sederhana, diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara pribadi maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: a) Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti. b) Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Indonesia baru bagi peneliti dan pembaca terutama mengenai pers dan peranannya dalam upaya pemersatuan pemuda indonesia to user dalam suatu ikrar yang commit dinamakan Sumpah Pemuda.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis a) Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartisipasi dalam mengkaji perkembangan pers dan pengaruhnya di Indonesia untuk mengetahui mana yang benar dan yang belum terjangkau dalam penelitian ini. b) Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya, mengenai Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. c) Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Jurusan IPS Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Kolonialisme a. Pengertian Kolonialisme. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan hasil bumi. Mulai dari hasil perkebunan, pertanian dan kekayaan barang tambang yang melimpah. Ketika masih berbentuk kerajaan, Indonesia merupakan pusat rempahrempah yang banyak dicari oleh negara di Eropa. Sehingga dengan adanya Penjelajahan samudra, Indonesia menjadi sasaran bagi pedagang Eropa. Bangsa Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama tiga setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran disegala bidang, baik dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah. Berbagai cara telah ditempuh untuk mengusir kaum penjajah sejak awal, tetapi tidak juga membawa hasil yang menggembirakan. Salah satu sebabnya karena bangsa Indonesia belum memiliki rasa persatuan dan kesatuan. Hal itulah yang terlihat sebelum tahun 1928. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea satu menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari kalimat tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya kolonialisme atau penjajahan. Selain itu juga dapat dipastikan bahwa bangsa-bangsa di dunia juga tidak menginginkan adanya kolonialisme, sebab tidak ada satupun bangsa yang ingin di kuasai oleh bangsa yang lain. Secara etimologi, kata “kolonialisme” berasal dari kata “koloni” yang commit to user artinya daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
bermukim di daerah bam yang merupakan daerah asing, jauh dari tanah air, yang tetap merpertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam Ensiklopedia Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani Romawi yang pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan. Menurut Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 77), ”kolonialisme merupakan nafsu untuk menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain”. Hal tersebut dapat diartikan sebagai nafsu untuk menguasai daerah atau bangsa lain beserta perangkat sistem yang digunakan untuk mengatur wilayah yang dikuasai.
Sadangkan menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih (2005: 258)
kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara asal. Jika kolonialis mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan berusaha untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut dengan imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti poiitik eksploitasi bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa kolonialisme identik dengan imperialisme. Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dalam berbagai aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia) semakin memperkuat konflik yang ada. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang membuat pemerintah kolonial berusaha mempengaruhi pemikiran para bangsawan maupun pejabat Belanda melalui dibentuknya pers kolonial/Belanda. Karena banyaknya pers yang kemudian bermunculan maka di keluarkannya peraturanperaturan supaya dapat mengendalikan pers yang beredar dalam masyarakat. Selain itu, pers memberikan informasi secara sehingga apabila ada perlawanan maka pemerintah pusat dapat segera meredam berbagai pemberontakan yang commit to user terjadi di daerah.
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
b. Ciri-ciri kolonialisme. Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut Subartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu: 1) Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan kelak akan dijadikan partner, 2) Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pemasaran hasil industri. 3) Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga mendatangkan dari daerah jajahannya dengan pertimbangan ekonomi upah buruh pribumi dibuat rendah. Contohnya adalah penjajahan Belanda atas Indonesia. 4) Penjajah sangat miskin, artinya penjajah ini miskin bahan tambang dan tanahnya tidak subur. Biasanya penjajah ini menekan dan menghisap semua yang ada dari negara jajahannya. Sebagai contoh adalah penjajahan Portugis atas Timor Timur. Ciri-ciri pokok imperialisme Belanda di Indonesia maupun di negaranegara yang dijajah yaitu: 1) Membeda-bedakan warna kulit (Color Line) yang berakibat terciptanya sistem kasta dimana orang kulit putih menduduki tingkatan tertingi. 2) Perbaikan sosial-ekonomi bangsa penjajah (Belanda). Sebagai efek dari sistem eksploitasi yang diterapkan oleh setiap penjajahan. Apalagi belanda yang merupakan negara miskin sebelum dapat menduduki commitsebab to user Hindia Belanda (Indonesia), semua kebutuhan negara Belanda
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berhasil terpenuhi bahkan surplus. 3) Jarak sosial yang jauh antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah karena setiap posisi penting diduduki oleh orang kalangan atas dan adanya mobilitas sosial tertutup yang diterapkan di Indonesia. Setiap kali penjajahan dilakukan, akan menimbulkan reaksi dari bangsa yang terjajah seperti yang terjadi di Indonesia. Namun semuanya sia-sia karena sifat kedaerahan yang masih kental. Hal ini mulai berubah dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Belanda. Perubahan kebijaksanaan ini tidak lepas dari kemenangan golongan liberalis dalam persidangan di Parlemen Belanda. Perubahan kebijakan yang dimaksud adalah Politik Etis. Politik Etis terdiri dari Imigrasi, Irigasi, dan Edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang Edukasi. Walaupun pemerintah Kolonial Belanda sudah sangat hati-hati menyelenggarakan sekolah di Hindia Belanda, namun melalui pendidikan barat ini dapat berubah pemikiran rakyat Indonesia. (Sudiyo. 2003: 17) Pendidikan merupakan corong pusat semua Informasi dan pemikiranpemikiran yang lebih rapi dalam
menyusun usaha menuju kemerdekaan.
Sehingga memunculkan organisasi melalui lembaga pendidikan. Melalui STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Arsen) para tokoh pergerakan Nasional Muncul. Sebagai direktur yaitu dr. H.F. Roll, yang memberikan kemudahankemudahan terhadap para pelajar untuk memproses lahirnya pergerakan nasional pertama di Indonesia.( Sudiyo. 2003: 20-21) Selain itu juga muncul tokoh pers yang sangat flamboyan yaitu Tirto Adhi Suryo. Tirto Adhi Suryo dengan kemampuan jurnalistik yang mengesankan dan membuat resah Belanda sehingga berulang-ulang di panggil dan kemudian diasingkan. (Metro File, 2011) Akibat dari kolonialisme Belanda yang dilakukan di Indonesia, banyak daerah kehilangan kebebasan politik, perekonomian, serta kebudayaannya. Sehingga kaum pergerakan nasional melihat bahwa pers merupakan bagian penting dalam menyebarkan cita-cita, pemikiran maupun nasionalisme yang memiliki tujuan untuk membebaskan diri dari kolonialisme pemerintah Hindia commit to user Belanda. Selain itu kebijakan pemerintah Hindia Belanda yaitu sistem kelas
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
berdasarkan warna kulit berakibat munculnya perlawanan dari peranakan Belanda dan peranakan Tionghoa sebab merasa tidak adanya keadilan dalam daerah kolonial yang ikut berperan dalam perkembangan pers di Indonesia.
c. Keterkaitan Kolonialisme dengan Imperialisme. Kata imperialisme berasal dari kata “imperium” yang berarti perintah, kemudian berubah arti menjadi hak memerintah atau kekuasaan memerintah, kemudian berubah lagi menjadi daerah dimana kekuasaan itu di lakukan. Imperialisme dapat di bedakan menjadi dua yakni imperialisme kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno adalah ambisi untuk mencari tanah jajahan dengan tujuan utama mennguasai perdagangan yang mempunyai ciri utamanya yaim Gold, Gospel dan Glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Sedangkan imperialisme modern adalah perluasan daerah jajahan sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, dan bahkan untuk mendapatkan tenaga kerja buruh yang murah. Menurut Sukarno (1983: 14) imperialisme adalah suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengarahi ekonomi bangsa lain. Sedangkan menurut Suhartoto Harjosatoto (1985: 11) Imperialisme adalah nafsu untuk menguasai satu sistem wilayah bangsa lain. Adapun tujuan di berlakukannya Imperialisme menumt Soermarsono Mestoko (1985: 33) adalah: 1). Perjuangan untuk memperoleh daerah strategis, basis militer, serta urat nadi lalu lintas. 2). Keinginan untuk membangun imperium ekonomi demi kesejahteraan bangsa yang mendominasi. 3). Keinginan untuk mendapatkan daerah baru untuk menanamkatt modalsurplus yang terdapat pada negara yang mendominasi. 4). Usaha untuk mencari sumber bahan mentah bagi keperluan bangsa yang mendominasi. 5). Untuk mencari pasaran dan bagi pemasaran barang-barang bangsa yang mendominasi.
commit toprestasi user yang datang sebagai akibat dari 6). Keinginan imtuk memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
timbulnya imperium baru. Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat keterkaitan kolonialisme dengan imperialisme yaitu sama-sama untuk menguasai dan mempengaruhi bangsa lain dalam segala bidang kehidupan. Pokok imperialisme adalah eksploitasi terhadap bangsa lain untuk kepentingan kaum Imperialis (Mother Country). Karena itu, pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara kolonialisme dengan imperialisme. Belanda selalu berusaha mempengaruhi Indonesia melalui berbagai cara, mulai dari politik adu domba (devide at impera), pers dan lain sebagainya. Pers dipakai karena pers memiliki fungsi untuk mempengaruhi. Selain itu ada berbagai pengusaha Belanda yang menganggap pers akan membawa keuntungan yang besar. Samsudjin Probohardjono dalam buku Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta mengutip buku “Drie en dertig jaren op java” yang berisi atas perintah Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Laurens Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat kabar yang ditulis dengan tangan pada tahun 1615, dengan nama “Memories der Nouvelles”.
d. Bentuk-bentuk Kolonialisme Supaya memperlancar kolonialisme, dibentuklah VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) agar seluruh proses kolonialisme terutama pengerukan sumber daya alam dapat terpusat dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari alasan pendirian VOC yaitu untuk mendapatkan monopoli serta menghindarkan persaingan diantara orang-orang Belanda sendiri. Usaha yang dilakukan yaitu menggunakan politik adu domba (devide et impera) dan VOC menuntut dari bupati-bupati untuk menyerahkan hasil-hasil tanah, pekerja rodi dan waktu perang meminta bantuan rakyat (Mulyoto, 1989: 1-3). Pada tahun 1800 VOC bangkrut sehingga Pemerintah Belanda mengambil alih peranan VOC dan sistem kolonialisme berubah menjadi konservatif. Gubernur Jendral Daendels sebagai pemimpin tertinggi Hindia Belanda mengesampingkan para Bupati dan membuat sistem administrasi yang kuat serta bersentral pada Napoleon (Mulyoto, 1989: 8-10). commit to user Tahun 1811 pemerintahan Belanda beralih pada Inggris. Raffles ditunjuk
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
sebagai pemegang kekuasaan, Raffles ingin menciptakan sistem ekonomi Jawa yang bebas, sehingga petani dapat menentukan tanaman dagang yang hendak ditanam di luar negara. Tiga azas yang dipakai Raffles yaitu: Pertama, segala bentuk penyerahan wajib maupun kerja rodi dihapuskan. Kedua, peranan Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya Bupati dijadikan bagian yang integral dari pemerintah. Ketiga, pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka petani dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Semua azas ini dipengaruhi kebijakan Inggris di India sehingga tidak dapat berjalan sesuai dengan kemauan Raffles (Sartono kartodirdjo. 1975: 57-65). Pemerintahan Inggris hanya berlangsung lima tahun dan berakhir tahun 1816. Belanda membuat sistem baru yaitu Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Sistem Tanam Paksa pada hakekatnya berarti pemulihan sistem ekploitasi berupa penyerahan wajib yang pernah dilaksanakan VOC. (Sartono kartodirdjo. 1975: 88-89). Kemenangan Golongan liberal di parlemen Belanda membawa perubahan besar di tanah jajahan. Pemerintah membuka tanah di Indonesia untuk disewakan bagi orang-orang Eropa sehinga perkebunan berkembang pesat di Indonesia. Sehingga pemilik tanah bekerja kepada pemodal asing sehingga terjadi penjajahan massal. Sistem liberal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial (Mulyoto, 1989: 19-21). Namun hal itu membawa pengaruh besar bagi bangsa Indonesia sebab adanya peningkatan prasarana dan politik Etis. Politik Etis terdiri dari imigrasi, irigasi, dan edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang edukasi. (Sudiyo. 2003: 17)
e. Pengaruh Kolonialisme Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sehingga pada masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang commit to user terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan pemberontakan dari kaum terjajah
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk memperoleh kemerdekaan. Belanda yang merupakan penjajah menerapkan berbagai kebijakan yang diterapkan dalam berbagai bidang untuk mendukung kolonialisme maupun imperialisme yang terjadi di Indonesia. Salah satunya membentuk pers sebagai sarana komunikasi, baik antar pejabat maupun antara pusat dengan daerah. Kebijakan pemerintah lain, terutama politik etis membuat berkembangnya pendidikan untuk pribumi, sehingga muncul organisasi pergerakan nasional (Sudiyo. 2003: 24-25). Pada abad ke-20 berkembang pergerakan nasional dan pers pribumi sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan(http://top73.blogspot.com. Diunduh 27 Februari 2011 pukul 14.00). Sehingga gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian dan teater, serta pemberontakan, merupakan fenomena kebangkitan bumiputera. (Takashi Shiraishi, 1997: 57).
2. Pers a. Pengertian Pers. Istilah pers berasal dari bahasa Belanda dan dalam bahasa Inggris berarti “Press”. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara di cetak (Effendy, 1994: 97). Pers adalah lembaga sosial yang merupakan subsistem pemerintahan di negara dimana pers beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. pers yaitu suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari,
memperoleh,
memiliki,
menyimpan,
mengolah
dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pers dalam pengertian sempitnya dapat diartikan sebagai media massa cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya. Dalam pengertian luasnya pers berarti suatu lembaga/media massa cetak maupun elektronik (radio commitsebagai to user media yangg menyiarkan karya siaran, televisi, internet dan lain-lain)
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jurnalistik. Pers dalam menjalankan fungsinya merupakan bagian dari subsistem dari sistem pemerintahan yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah dalam membuat dan menetapkan suatu kebijakan. (F. Rachmadi 1990: 9-10). Sedangkan menurut Onong U Efendi, Pers yaitu penyiaran penyiaran, pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata-kata tertulis. Dari berbagai pengertian pers di atas sehingga pers pada masa kolonial merupakan suatu lembaga dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik dan disampaikan menggunakan media cetak (surat kabar dan majalah) yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah.
b. Peran Dan Fungsi Pers. Pers mempunyai peran penting sebagai alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Akap tetapi, perannya lebih menunjuk pada peran yang "membangun",
untuk
memberi
informal,
mendidik,
dan
menggerakkan
masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, pers juga berperan dalam penyampaian kebijaksanaan. Di samping itu masyarakat juga dapat menggunakan pers sebagai penyalur aspirasi dan pendapat serta kritik atau kontrol sosial. Peran pers selain melakukan pemberitaan yang sesuai dengan fakta, juga berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat. Berkaitan dengan perannya, sebagai agen perubahan sosial memiliki beberapa tugas yang dapat dilakukan untuk menunjang pembangunan sebagai salah satu tempat terjadinya pembaharuan dan perubahan sosial. Menurut F. Rachmadi (1990: 17), tugas pers adalah: 1). Pers dapat memperluas pandangan. Melalui pers, orang dapat mengetahui kejadian-kejadian yang dialami negara lain. 2). Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya, Dalam masyarakat modem, gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Masyarakat mulai menggantungkan pengetahuan pada pers dan media commit to user massa lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
3). Pers mampu menumbuhkan aspirasi. Dengan penguasaan media, suatu masyarakat dapat mengubah kehidupan mereka dengan cara meniru apa yang telah disampaikan oleh media tersebut. 4). Pers mampu menciptakan suasana membangun. Melalui pers dan media massa dapat disebar luaskan informasi kepada masyarakat. Pers dapat memperluas cakrawala pemikiran serta membangun simpati. Peranan pers di atas memperlihatkan apa yang dapat dilakukan oleh pers dan media massa sebagai agen perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Selain hal tersebut di atas, tentu saja masih banyak lagi peranan yang dapat dilakukan oleh pers. Pers juga mempunyai fungsi yang penting dalam komunikasi massa. Fungsi pers pada hakekatnya bersifat relatif dan bertalian dangan keperluan yang beraneka ragam di dalam masyarakat dan negara yang berbeda-beda. Pers tidak lepas dari struktur masyarakat, oleh karena itu struktur sosial dan poiitik sifatnya menentukan bagi corak, sepak terjang, serta tujuan yang hendak dicapai pers. Sebagai salah satu media komunikasi, pers turut ambil bagian dalam proses perubahan masyarakat dan pers dapat memberikan sumbangannya yang cukup besar sebagai alat perubahan sosial dalam usaha pembangunan bangsa. Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebaran gagasan, cita-cita, serta pikiran manusia. Menurut pendapat Wilbur Schram yang dikutip oleh F. Rachmadi (1970: 20) mengatakan bahwa surat kabar merupakan buku harian tercetak bagi manusia, dan merupakan sumber informasi terperinci serta interpretasi tentang masalah-masalah umum. Dari pemyataan tersebut, terlihat bahwa pentingnya surat kabar itu terletak pada aspek edukasi yang dibawakannya. Onong U Efendi (1986: 207), mengemukakan tentang empat fungsi pers. Ke empat fungsi pers tersebut adalah:. 1). Fungsi menyiarkan informasi Menyiarkan merupakan fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak yang membeli surat kabar memerlukan informasi mengenai peristiwaperistiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang commit dikatakan orang lain. Informasi pers to iniuser dapat dibedakan menjadi dua, yakni
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
apa yang diinginkan untuk diketahui oleh masyarakat dan aktualisasi dari realistas kehidupan masyarakat. Sehingga timbul ketertarikan dari pembaca yang berakibat pada fungsi pers yang lainnya. 2). Fungsi mendidik. Fungsi mendidik adalah pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung
pengetahuan
(education),
sehingga
khalayak
pembaca
bertambah ilmu pengetahuannya. Fungsi mendidik secara implisit terdapat pada tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar. Kadang tulisan orang terpandang yang berfungsi mendidik masyarakat, memasyarakatkan kebijakan politik maupun sosial. Pendidikan politik dari surat kabar ini amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti akan keadaan bangsanya . 3). Fungsi menghibur. Merupakan fungsi surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel berbobot. Maksud pemuatan isi surat kabar yang bersifat hiburan ini semata-mata untuk melemaskan pikiran pembaca setelah di hidangi berita dan artikel berat. Pada fungsi hiburan, pers Indonesia saat itu belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang pergerakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan. 4). Fungsi mempengaruhi. Fungsi mempengaruhi pada pers menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari pers ini secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel. Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat (2005: 27-29) lebih memperjelas fungsi pers yang berdasarkan teori bertanggung jawab menjadi delapan, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
1. Fungsi informatif Yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskannya dalam kata-kata. 2. Fungsi kontrol Pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan. 3. Fungsi interpretatif dan direktif Yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat. Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat. 4. Fungsi menghibur Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting. 5. Fungsi regeneratif Yaitu menceritakan bagaimana suatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah. 6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara Yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis dalam media untuk melancarkan kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. 7. Fungsi ekonomi Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Iklan menjadi penghasilan tambahan untuk meningkatkan pendapatan selain dari penjualan surat kabar.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8.
20 digilib.uns.ac.id
Fungsi swadaya Yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan.
Pers yang muncul di Indonesia berkembang dari berbagai golongan dan kepentingan, sehingga mempengaruhi pada fungsi pers. Dari berbagai fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa pers masa sebelum tahun 1928 berfungsi: 1. Fungsi Informasi
Pers menyampaikan informasi yang tersaji dalam berita kepada khalayak umum. Informasi yang dimaksud berupa peristiwaperistiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang dikatakan orang lain. Informasi pers ini berupa aktualisasi dari realitas kehidupan masyarakat. 2. Fungsi Mempengaruhi.
Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Selain itu, pemikiran-pemikiran dari penulis dimasukkan untuk mengerucutkan pendapat masyarakat dalam suatu peristiwa. 3. Fungsi Ekonomi Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dapat dilihat dari koran kolonial yaitu Vendu Nieuws(berita lelang) dan pers tionghoa yaitu Perniagaan. 4. Fungsi Swadaya Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan. Hal ini dilakukan melalui iklan dan penjualan surat kabar dan majalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
5. Fungsi Mendidik Pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan (education), sehingga pembaca bertambah ilmu pengetahuannya. Namun disini pers mempengaruhi berbagai aspek serta menjadi ajang perdebatan sebab pers kolonial (pada umumnya) dan pers nasional mempunyai pengaruh yang berbeda dalam masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pers masa kolonial masih dipengaruhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga Gandhi (1985: 77) menyebutkan bahwa pers nasional berperan seirama dan sejalan dengan perjuangan rakyat sehingga menyebutkan fungsi pers di zaman pergerakan sebagai oponen (lawan) penjajah.
c. Bentuk Pers Dalam sejarah perkembangannya, beberapa tokoh seperti Fres S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm telah merumuskan empat teori pers. Dalam bukunya yang berjudul “Four Theories of the Press” dimuat tentang empat teori pers, yang meliputi: authoritarian press (pers otoritarian), libertarian press, soviet communist (press atau pers komunis soviet), dan social responsibility press atau pers tanggung jawab social. a) Pers Otoritarian (Authoritrian Press) Pers Otoritarian identik dengan situasi dimana kebenaran dianggap sebagai milik para pemegang kekuasaan. Tidak perduli apakah kebijkan sang penguasa tersebut menindas rakyat atau sebagainya, karena kekuasaan adalah segalanya. Masa ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans Eropa, beberapa waktu setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam kondisi masyarakat seperti itu, kebenaran adalah suatu hal yang dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat, melainkan dari sekelompok kecil para pemegang tangguk kekuasaan. Pers Otoritarian meletakkan kebenaran lebih dekat dengan pusat kekuasaan. Penguasa dalam menjalankan kekuasaannya menggunakan pers sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus penguasa pers boleh to user dimiliki oleh swasta, dan ijin commit ini dapat dicabut kapan saja tergantung dari
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
bagaimana pers tersebut menjalankan fungsinya, apakah mendukung atau malah membelot dari kebijakan pemerintah. Kegiatan penerbitan lembaga pers pada masa ini haruslah mengacu pada kontrak persetujuan antara pemegang kekuasaan dengan penerbit. Isi perjanjianpun selalu menyamping pada kepentingan penguasa, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli kepada penerbit dan yang terakhir memberikan dukungan terhadap kebijakan penguasa. Para pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk membuat dan merubah kebijaksanaan yang telah disepakati sebelumnya. Penguasa pun memiliki hak untuk menyensor isi pemberitaan yang akan diterbitkan. Hal ini jelas kontras dengan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan juga dalam menyampaikan kebenaran objektif kepada masyarakat. Informasi yang diterbitkan adalah kontaminasi dari kepentingan para pemegang kekuasaan. Secara umum, pers masa Otoritarian memiliki ciri antara lain sebagai berikut: 1. Kebenaran adalah milik pemegang kekuasaan. 2. Pers diatur oleh penguasa sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai media kontrol terhadap pemerintahan. 3. Isi pemberitaan harus mendukung kebijakan pemerintah dan tidak boleh membelot dari kepentingan penguasa. 4. Penguasa memiliki kewenangan untuk menyensor isi pemberitaan sebelum dicetak. b) Pers Liberitarian Dalam Libertarian, pers bukanlah lagi instrument pemerintah yang dijadikan alat penopang kekuasaan melainkan berperan sebagai kontrol pemerintahan. Pers pada masa ini berperan sebagai sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya. Pers Libertarian lahir pada saat tumbuhnya demokrasi politik dan paham kebebasan yang berkembang pada abad ke-17. Hal ini muncul sebagai akibat revolusi industri dan digunakannya sistem ekonomi laissez-faire. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
c) Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Pers tanggung jawab sosial berkembang sebagai akibat kesadaran pada abad ke-20, dengan berbagai macam perkembangan media massa (khususnya media elektronik), menuntut kepada media massa untuk memiliki suatu tanggung jawab sosial yang baru. Teori tanggung jawab sosial punya asumsi utama: bahwa kebebasan pers mutlak, banyak mendorong terjadinya dekadensi moral. Oleh karena itu, teori ini memandang perlu adanya pers dan sistem jurnalistik yang menggunakan dasar moral dan etika. Pers mengerti tanggung jawabnya dan menjadikan landasan kebijaksanaan operasional mereka, maka sistem libertarian akan dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggung jawabnya, maka harus ada badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi massa. Pada dasarnya fungsi pers dibawah teori tanggung jawab sosial sama dengan fungsi pers dalam teori Libertarian. Digambarkan ada enam tugas pers : 1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. 2. Memberi penerangan kepada masyarakat, sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri. 3. Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah. 4. Melayani system ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan, 5. Menyediakan hiburan 6. Mengusahakan sendiri biaya financial, sehingga bebas dari tekanantekanan orang yang punya kepentingan d) Pers Totalitarian (Soviet Komunis) Tugas pokok pers dalam system pers komunis adalah menyokong, menyukseskan, dan menjaga kontinuitas system social Soviet atau pemerintah partai. Dan fungsi pers komunis itu sendiri adalah memberi bimbingan secara cermat kepada masyarakat agar terbebas dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat commit to user menjauhkan masyarakat dari cita-cita partai.
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Antara teori totalitarian dengan teori otoritarian sama-sama menggunakan kata kebebasan untuk masyarakat. Namun kebebasan masyarakat bagi otoritarian adalah kepentingan bisnis, sedangkan bagi totalitarian berarti kepentingan partai. Teori pers yang tepat dalam skripsi ini yaitu mengenai teori pers otoritarian karena pers pada waktu itu dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga pers yang berkembang dikuasai oleh penguasa. Dan bagi yang membangkang dapat dihukum. Seperti banyak kasus yang terjadi. Mulai dari Tirto Adisuryo, tiga serangkai (Douwes Dekker, Suwardi, dan Cipto Mangun Kusumo), Soekarno, dan Moh. Hatta. Banyak lagi orang yang ditahan karena tulisannya yang dianggap mengancam kedudukan Belanda. Selain itu ada juga pembredelan terhadap pers yang dianggap membahayakan kedudukan Pemerintah kolonial.
d. Keadaan Pers Di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda melakukan tekanan terhadap pers Indonesia sehingga tidak jarang kaum pers Indonesia mengalami tekanan secara fisik maupun larangan untuk menerbitkan surat kabamya. Dengan kata lain bahwa pers pada masa kolonialisme Belanda adalah pers yang selalu berjuang untuk rnencapai kemerdekaan Indonesia dan kemerdekaan pers dari tekanan penjajah (Kurniawan Junaidhie, 1991: 210). Pers juga memegang peranan penting dalam melawan ketidak adilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang. Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik pemerintah kolonial. Selain itu, pers juga bisa mempengaruhi pendapat orang banyak, sehingga pers dapat menghimpun kekuatan massa (1933. Majalah Fikiran Rakyat). Pers juga dianggap sebagai pembantu bagi kaum pergerakan karena bisa menyebarkan atau mempropagandakan cita-cita dan kemauan kepada rakyat. Dengan suarat kabar dapat pula menyampaikan buah pikiran dan kemauan disemua pelosok dan sudut negeri, disegala tempat yang jauh sehingga pers sangatlah penting bagi kaum pergerakan (1933. Majalah Fikiran Rakyat). commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ditinjau dari sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probablilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan tetapi dilain pihak pers juga mempengaruhi lingkungan probablilitas berarti hasilnya tidak dapat diduga secara pasti (Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, 2005: 26). Hal ini karena pers pada masa Kolonial masih berbentuk koran maupun majalah yang merupakan kumpulan berita dari berbagai aspek kehidupan di Hindia Belanda maupun yang berkembang diluar Hindia Belanda. Selain itu pers telah merubah cara berfikir masyarakat yang pada awal mula bersifat kedaerahan menjadi Nasionalis. Berdasarkan keterangan di atas dapat di simpulkan bahwa pers memegang peranan penting dalam perjuangan rakyat Indonesia melawan ketidakadilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang termasuk pers. Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik kepada pemerintah kolonial. Pers nasional mempunyai fungsi-fungsi penting dalam menginformasikan, mendidik, dan mempengaruhi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan membawa pemikiran-pemikiran kritis kepada masyarakat. Sehingga muncul pemikiran nasionalisme kepada masyarakat.
3. Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme. Gelombang globalisasi semakin lama mengikis paham nasionalisme dewasa ini. Inilah yang sering kita dengan belakangan ini, sehingga perlunya semangat kebangsaan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sebab rasa cinta tanah air ini penting bagi suatu negara. Hal ini karena dengan adanya rasa cinta tanah air akan memajukan suatu negara dan terwujud persatuan. Rasa cinta tanah air ini juga sering dikaitkan dengan nasionalisme. Di Indonesia nasionalisme muncul pada abad ke-20, dimana pada saat itu bangsa sedang berjuang melawan Kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan. Menurut Hans Kohn (2007: 16), bahwa nasionalisme merupakan commit to user tertinggi individu dicurahkan rumusan pemikiran yang menghendaki loyalitas
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
kepada negara bangsa. Dalam kamus poiitik yang dikutip oleh Suhartoyo Hardjosatoto (1985 : 42) makna natie dan nasionalisme yaitu: Natie : batja : naatsi : nasion. Yang dinamakan nation adalah masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah. Kesatuan bahasa adalah salah satu sifat dari suatu nasion, begitu juga kesatuan daerah. Selanjutnya sifat-sifat lain dari suatu nasion adalah: kesatuan hidup ekonomis (economis leaven), hubungan ekonomis, kesatuan keadaan jiwa, yang terlukis dalam kesatuan kebudayaan. Nasionalisme adalah kesadaran diri yang mengikat dan diwujudakan oleh kecintaannya yang melimpah pada negeri dan bangsa sendiri dan kadangkadang disertai akibat pengecilan arti dan sifat bangsa-bangsa lain. Nasionalisme di Indonesia timbulnya sudah tahun 1905 dengan menangnya Jepang atas Rusia dan timbulnya pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908. Meriam Budiharjo (1984: 44) yang berpendapat bahwa nasionalisme merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka bergabung dalam satu negara atau nation. Berdasarkan beberapa definisi nasionalisme diatas, maka dapat dinyatakan bahwa nasionalisme muncul karena adanya reaksi terhadap kolonialisme dan imperialisme. Nasionalisme merupakan keinginan untuk bersatu dalam satu pendirian yang dimiliki sejumlah inividu yang terbentuk dalam kurun waktu yang tertentu menuju tercapainya cita-cita.
b. Sebab-sebab Nasionalisme. Nasionalisme diberbagai negara muncul karena adanya persamaan nasib, sejarah, dan tempat. Semua ada karena terbukanya pengetahuan orang-orang yang sadar adanya kesalahan dalam pemerintahan maupun kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini senada dari kutipan buku Nasionalisme Menjelang abat XXI yang dikarang E.J. Hobsbawm (1992: 117) yaitu; “Sekali perkembangan Eropa telah mencapai tingkat tertentu, komunitas rakyat yang linguistik dan kultural, setelah secara diam-diam menjadi matang diseluruh negeri, muncul dari dunia eksistensi sebagai rakyat yang pasif (Passiver volksheit). Mereka menjadi sadar akan dirinya sebagai sesuatu kekuatan dengan suatu takdir historis. Mereka menuntut penendalian terhadap negara sebagai instrumen kekuatan yang paling tinggi yang bisa diperoleh, dan menuntut penentuan sendiri politik mereka. Hari lahir gagasan politik mengenai bangsa dan tahun kelahiran baru ini adalah 1789, tahun commit tokesadaran user Revolusi Perancis.”
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Menurut Hertz dalam F. Isjwara (1982: 127), rnenyebutkan ada empat cita-cita yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu: 1) Perjuangan mewujudkan cita-cita nasional yang meliputi persatuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan persekutuan serta adanya, solidaritas. 2). Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia, dan kebebasan dari kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang hendak mengesampingkan bangsa dan negara. 3). Perjuangan mewujudkan kemandirian, pembedaan, individualitas, keaslian, dan keistimewaan. 4). Perjuangan untuk mewujudkan pembedaan diantara bangsa-bangsa yang meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan, gengsi, dan pengaruh. Mengenai timbulnya nasionalisme di Indonesia mempunyai ikatan yang sangat erat dengan kolonialisme Belanda. Nasionalisme Indonesia pada tingkattingkat pertama juga dikenal sebagai nasionalisme sempit, yang bersifat lokal atau kedaerahan. Nama-nama seperti Sarekat Ambon, Roekoen Minahasa, Pasoendan, Sarekat Soematera menunjukkan sifat kedaerahan dan kesukuan (Sartono Kartodirjo, 1992: 239). Roeslan Abdulgani (1957: 29), mengatakan bahwa: Nasionalisme Indonesia lahir sebagai reaksi terhadap kolonial Eropa karena kolonial itu mengandung dimensi-dimensi eksploitasi politik, ekonomi; dan penetrasi kebudayaan. Maka nasionalisme Indonesia mempunyai tiga dimensi yang mengandung arti ingin menumbangkan dominasi politik kolonial untuk membangun negara nasional yang demokratis yang menghentikan eksploitasi ekonomi untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadilan sosial dan mcnghentikan penetrasi kultural untuk menghidupkan kembali kepribadiannya. Muncullah persatuan dengan dibentuknya berbagai jiwa nasionalisme melalui gerakan politik. Menurut Stephen van Evera, nasionalisme sebagai commit to user gerakan politik memiliki 2 ciri yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id
1)
28 digilib.uns.ac.id
Anggota gerakan nasionalisme itu memberikan loyalitas mereka kepada komunitas etnik atau nasional; loyalitas ini mengalahkan loyalitas yang diberikan pada pengelompokan lain, misalnya berdasarkan keluarga dan ideologi politik.
2)
Komunitas etnik atau nasionalisme tersebut menginginkan negara merdeka milik mereka. Nasionalisme Indonesia dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo pada
tahun 1908. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi untuk bergerak secara nasional adalah: 1)
Adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus, sehingga rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajah.
2)
Adanya rasa senasib sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk negara.
3)
Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri karena kehendak memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri (Depdikbud, 1997: 14). Berkaitan dengan perjuangan pers di Indonesia , timbulnya nasionalisme
dalam bidang pers khususnya, terutama sekali dimulai sejak timbulnya organisasi pergerakan nasional, Seperti kita ketahui bahwa masing-masing organisasi pergerakan nasional pada masa itu kebanyakan memiliki penerbitan surat kabar sendiri yang digunakan sebagai sarana mengobarkan semangat perjuangan dalam membebaskan bangsa dari kolonialisme Belanda. Sebagai contoh, Budi Utomo dengan Darmo Kondo, dijelaskan oleh Samsudjin Probohardjono (1985: 49-50) dalam buku berjudul sejarah pers dan wartawan di Surakarta bahwa “Sejak lahirnya ‘Budi Utomo’ surat-surat kabar dan majalah Nasional yang terbit di Surakarta dan juga di seluruh Indonesia pada umumnya, setapak-demi setapak sudah berani memuat tulisan-tulisanyang mengandung maksud politik menuju kebebasan dan kemerdekaan.” Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pers Indonesia turut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi perjuangan rnencapai commit dalam to user bidang pers sendiri, yaitu untuk kemerdekaan. Selain itu juga bcrjuang
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rnencapai kebebasan pers agar terbebas dari tekanan-tekanan yang di berikan oleh kolonial Belanda kepada pers Pribumi. Dan sebagai langkah besar menuju proses Nasionalisme yang luas yaitu Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi tonggak awal persatuan nasional, bukan lagi bersifat kedaerahan. B. Kerangka Berpikir
Kolonialisme
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
Pergerakan Nasional
Pers di Indonesia
Fungsi Pers
Fungsi Informasi
Fungsi Mempengaruhi
Fungsi Mendidik
Fungsi menghibur
Nasionalisme
Kongres Pemuda II Tahun 1928 Penjelasan: Para pejabat kompeni Belanda memerintah dengan otoriter dan mempertahankan sistem kasta, sebagai ciri masyarakat kolonial, dalam mengatur kehidupan dan penghidupan di Hindia Belanda. Suatu media massa, yang dapat membuka kemungkinan untuk mengeluarkan pendapat umum terhadap kebijaksanaan pemerintah, tidak mendapat izin untuk terbit (Abdurrachman Surjomihardjo.2002: 25). Baru pada tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin to pedagang user atau “octrooi” kepada Jan Erdmancommit Jordens, merangkap sekretaris kantor
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk menerbitkan suratkabar, untuk tiga tahun lamanya. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7 Agustus 1744. Bataviasche Nouvelles hanya bertahan dua tahun dengan penerbitan terakhir pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin Probohardjono, 1985). Para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda berani membuka pers(Haryadi Suadi,
2006). Namun karena peraturan yang
bersifat preventif sehingga pers pada abad ke-18 dan 19 kurang berkembang. Pers kolonial berkembang pesat pada abad-20 dan tampak sekali tempat terbit serta penyebaranya terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda. Awal abad ke-20 beberapa pers Belanda mewakili orientasi politik tertentu, namun bercorak mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia. Setelah munculnya pers kolonial kemudian pada akhir abad ke-19 muncullah pers Tionghoa yang pada awalnya bekerja dalam surat kabar yang diselenggarakan oleh Indo-Belanda. Pelopor pers Tionghoa yang terkenal adalah Lie Kim Hok. Munculnya pers Tionghoa dipengaruhi nasionalisme di daratan Tionghoa kemudian menjalar ke daerah Asia Tenggara, nasionalisme yang berkembang yaitu nasionalisme kultural. Hal ini dipengaruhi oleh adanya sikap diskriminasi terhadap orang Tionghoa sehingga banyak yang menggantungkan kepada Negara Cina. Namun timbulnya kesamaan nasib orang Tionghoa dengan pribumi menyebabkan Nasionalisme di kalangan Tionghoa (terutama peranakan). Pers pribumi pertama kali muncul karena faktor ekonomi. Pertama kali dipelopori oleh Medan Prijaji pada tahun 1907-1910 dengan pimpinan redaksi R.M. Tirtoadisuryo. Sesuai dengan namanya, Medan Prijaji merupakan suara golongan Priayi, lingkungan pembaca yang ingin dicapai ialah “Anak Hindia”. Pers Pribumi berkembang sejalan dengan berkembangnya pergerakan nasional. Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia)
commit userini dimuat dalam pers kolonial semakin memperkuat konflik yang ada,to hal
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Locomotief), pers Tionghoa (Sin Po) dan pers pribumi. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang mendorong dan memperkuat tumbuhnya pergerakan
nasional
dan
Nasionalisme di
Indonesia
untuk
mewujudkan kemerdekaan bangsa lepas dari belenggu penjajahan. Sedangkan pers digunakan sebagai sarana yang ampuh untuk memobilisir kekuatan-kekuatan bangsa kita untuk mengenyahkan penjajah. Fungsi pers dari Onong U Efendi yang digunakan oleh penulis yaitu: 1. Fungsi informasi 2. Fungsi mempengaruhi.
3. Fungsi menghibur 4. Fungsi Mendidik Pers pribumi berfungsi sebagai alat agar tercapainya tujuan organisasi. Namun ada beberapa organisasi yang sudah memasukkan ideologi nasionalis. Pers yang paling banyak membuat propaganda persatuan yaitu Indonesia Merdeka yang dibuat oleh Perhimpunan Indonesia (Drs Sudiyo. 2003). Tahun 1925 Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya Indonesia merdeka serta merubah nama majalah yang diterbitkan menjadi “Indonesia Merdeka”. Majalah
“Indonesia
Merdeka” membuat
Soegondo
Djojopuspito
terinspirasi terhadap persatuan Indonesia. Yang kemudian memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia. Kemudian kalangan pers sendiri ikut berperan aktif dalam Kongres Pemuda II, diantaranya yaitu WR. Soepratman.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Dalam penelitian yang berjudul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928”, penulis melaksanakan penelitian dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini, antara lain: a. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P. IPS FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. d. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. e. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. f. Perpustakaan Daerah Surakarta. g. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta. h. Library Centre Yogyakarta. i. Perpustakaan Daerah Yogyakarta. j. Perpustakaan Propinsi Yogyakarta k. Perpustakaan Universitas Gajah Mada.
2. Waktu Penelitian Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah sejak pengajuan judul skripsi yaitu bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut adalah commit to user mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber,
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan mengenai “Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928”. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah atau metode historis. Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Gilbert J. Garraghan yang dikutip Abdurrahman (1999: 43) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Louis Gottschalk yang dikutip Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Menurut Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalanpeninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis buktibukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara commit userdicapai dalam bentuk tertulis dari kritis dan mengajukan sintesis dari hasil to yang
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.
C. Sumber Data
Sumber data sering disebut juga data sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1995: 94) perkataan ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan. Menurut Dudung Abdurrachman (1999: 30) data sejarah merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan pengkategorian. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61) sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Sumber sejarah dapat berupa lisan, tertulis ataupun benda-benda sejarah. Sumber sejarah dapat dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang disampaikan langsung oleh saksi mata. Dikatakan sebagai sumber sekunder karena tidak disampaikan langsung oleh saksi mata dan bentuknya dapat berupa buku-buku, artikel, koran, majalah (Dudung Abdurrahman, 1999: 56). Louis Gottschalk (1975: 17) berpendapat bahwa penelitian historis tergantung kepada dua macam data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian yang dituliskan pada waktu peristiwa terjadi. Data sekunder diperoleh dari sumber sekunder, yaitu penulis melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau lebih lepas dari aslinya. Diantara kedua sumber tersebut, sumber primer dipandang memiliki otoritas sebagai bukti tangan pertama dan diberi prioritas dalam pengumpulan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer tersebut diantara lain: lagu Indonesia Raya karya W. R. Soepratman, Bunga Rampai Soempah Pemoeda 50th, Laporan Kongres Pemuda Pertama, “Vlugsschriften van het Comite Boemi user Poetra”. 1913, majalah Soeloeh Poetra/Soerat-soerat Edaran dari commit ComitetoBoemi
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Ra’jat Indonesia 1930, Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia dalam Soeloeh Ra’jat Indonesia November 1928, dan majalah Persatoean Indonesia tahun 1928. Sumber data sekunder yang digunakan seperti buku karangan Sudiyo dengan judul “Perhimpunan Indonesia”, Taufik Abdullah dengan judul “Nasionalisme dan Sejarah”, Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, buku karangan M.C. Ricklefs “Sejarah Indonesia Modern 1200-2004”, Sudiyo tahun 2003. dengan judul “Arus Perjuangan Pemuda dari Masa ke Masa”, Soebagijo I.N. dengan judul “Sejarah Pers Indonesia”, Abdurrachman Surjomihardjo dengan judul “Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia”, buku berjudul “Pers Jawa Timur dari Masa ke Masa”, Tribuana Said dengan judul “Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila”, Samsudjin Probohardjono dengan judul “Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta”, Sri Sutjiatiningsih dengan judul “Soegondo Djoyopuspito: Hasil Karya dan Pengabdian”, Wawan Tunggul Alam dengan judul “Mutiara kata Bung Karno”, Arbi sanit dengan judul “Sistem politik Indonesia: kestabilan, peta kekuatan politik dan pembangunan”, Soekarno dengan judul “Indonesia Menggugat”, Sartono Kartodirdjo dengan judul “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme”, Cahyo Budi Utomo dengan judul “Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan hingga Kemerdekaan”, S. Silalahi dengan judul “Dasar-dasar Indonesia Merdeka”, Sumono Mustoffa dengan judul “Kebebasan Pers Fungsional sebagai Salah Satu Sarana Perjuangan Kemerdekaan di Indonesia”, Momon Abdul Rahman dengan judul “Wage Rudolf Supratman: Sang Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya”, Sartono Kartodirdjo dengan judul “Sejarah Nasional Indonesia V”. I. Taufik dengan judul “Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia”, dan “Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman” serta majalah Pers Indonesia bulan Juli 1975 dan Januari 1978. Berdasarkan uraian di atas, pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan teknik kepustakaan atau studi pustaka, yaitu melakukan pengumpulan data tertulis dengan menggali data dari buku-buku, majalah dan bentuk pustaka commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya. Sumber-sumber ini diperoleh melalui kunjungan pustaka, analisis dan lain-lain.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian historis, pengumpulan data dinamakan heuristik.Teknik pengumpulan data dalam penelitian historis merupakan salah satu langkah yang penting. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Menurut Koenjaraningrat (1986: 36), bahwa keuntungan dari studi pustaka ada empat hal, yaitu: (1) memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan pemikiran, (2) memperdalam pengetahuan akan masalah yang diteliti, (3) mempertajam konsep yang digunakan sehingga memperdalam dalam perumusan, (4) menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian. Menurut Florence M.A. Hilbish, mengemukakan bahwa catatan-catatan dalam pengumpulan data ada tiga bentuk, yaitu: (1) quation (kutipan langsung), (2) citation atau indirect quation (kutipan tidak langsung), (3) summary (ringkasan) dan comment (komentar) Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui studi pustaka yang dilakukan terhadap arsip, buku, majalah, surat kabar yang terbit pada masa itu atau yang terbit kemudian. Bahan ini dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: 1) Mengumpulkan sumber primer dan sekunder yang berupa buku-buku literatur dengan tema Peranan Pers dalam Pongres Pemuda II tahun 1928 yang tersimpan di beberapa perpustakaan diantaranya adalah Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta,
Perpustakaan
Fakultas
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, to user dan Politik, Universitas Sebelas Perpustakaan Fakultascommit Ilmu Sosial
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Universitas Gajah Mada. 2) Membaca, mencatat, meminjam dan memfotokopi buku-buku literatur karangan sejarawan yang dianggap penting dan relevan dengan tema penelitian yang tersimpan di perpustakaan berdasarkan periodisasi waktu atau secara kronologis. 3) Mengumpulkan data yang telah diperoleh dari perpustakaan untuk digunakan dalam menyusun karya ilmiah.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo (1992: 2) analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga commit to user menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian.
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Analisis data merupakan langkah yang penting dimulai dari melakukan kegiatan mengumpulkan data kemudian melakukan kritik ekstern dan intern untuk mencari otensitas dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dari langkah ini dapat diketahui sumber yang benar-benar dibutuhkan dan relevan dengan materi penelitian. Selain itu, membandingkan data dari sumber sejarah tersebut dengan bantuan seperangkat kerangka teori dan metode penelitian sejarah, kemudian menjadi fakta sejarah. Agar memiliki makna yang jelas dan dapat dipahami, fakta tersebut ditafsirkan dengan cara merangkaikan fakta menjadi karya yang menyeluruh dan masuk akal.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Adapun prosedur penelitian ini adalah melalui empat tahap yang merupakan proses metode sejarah. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Heuristik
Kritik Sumber
Interpretasi
Historiografi
Fakta Sejarah Keterangan: 1. Heuristik Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 55) heuristik berasal dari kata Yunani, Heuriskein yang artinya memperoleh. Menurut Helius Syamsuddin commit to user (1996: 99) heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah. Heuristik
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data dan peninggalan masa lampau baik berupa bahan-bahan tertulis dan tercetak. Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini penulis melakukan pengumpulan data dan sumber dibeberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan
dan
Ilmu
pendidikan
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, dan Perpustakaan Universitas Gajah Mada. Sumber - sumber sejarah dalam penelitian ini adalah berupa Arsip-Arsip dan Dokumen.
2. Kritik Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah itu sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 58) kritik ekstern yaitu menguji suatu keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas). Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segisegi fisik dari sumber yang ditemukan dilihat dari jenis kertasnya, gaya penulisannya, bahasa yang digunakan, tahun pembuatan, siapa yang membuat, dan dimana buku, arsip atau surat kabar tersebut dibuat. Usaha yang dilakukan didalam kritik ekstern lain yaitu dengan penyeleksian sumber-sumber pustaka berdasarkan cerita, seperti profesionalisme pengarang, ketebalan buku, tahun penerbitan, dan penerbit, misalnya pada sumber primer dari “Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia” dalam Soeloeh Ra’jat Indonesia November 1928 dan majalah Persatoean Indonesia. Kedua majalah tersebut diterbitkan pada tahun user misalnya kata “pemoeda” dibaca 1928 dan penulisan dengan gayacommit bahasa tolama,
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“pemuda”. Penulis majalah Persatoean Indonesia yaitu Kartosuwiryo yang ikut serta dalam Kongres Pemuda II. Kritik intern dilakukan dengan membandingkan antara isi sumber yang satu dengan isi sumber yang lain sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya dan dapat memberikan sumber yang dibutuhkan. Hal tersebut dilaksanakan agar dapat mengetahui bagaimana isi sumber sejarah dan relevansinya dengan masalah yang dikaji. Kritik intern sumber data tertulis dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi gaya, tata bahasa, dan ide yang digunakan penulis, sumber data, dan permasalahannya kemudian dibandingkan dengan sumber data lainnya. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari suatu sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang diperlukan. Misalnya dengan membaca buku karangan Sri Sutjiatiningsih dengan judul “Soegondo Djoyopuspito: Hasil Karya dan Pengabdian”, Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda serta buku karangan Sudiyo yang berjudul “Perhimpunan Indonesia”. Dari ketiga buku tersebut banyak didukung data primer serta potongan surat kabar yang sangat berhubungan dengan pers serta membandingkan berbagai sumber sejenis agar didapat sumber yang relevan dan fakta. Kebenaran isi dari sumber tersebut dapat dilihat dari isi pernyataan dan berita yang ditulis dari sumber yang satu dengan sumber yang lain. Kritik intern dalam penelitian ini dilaksanakan dengan studi komparatif berbagai sumber. Langkah ini ditempuh untuk menyoroti pengarang atau pembuat sumber, yang memberikan informasi mengenai masa lampau yang ingin diketahui, dan harus ada kepastian bahwa kesaksiannya dapat dipercaya. Kerja kritik adalah membandingkan isi sumber. Hasil dari kritik sumber ialah fakta yang merupakan unsur-unsur bagi penyusunan atau rekonstruksi sejarah.
3. Interpretasi Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang commit to usertersebut ditafsirkan, diberi makna menjadi obyek penelitian. Kemudian sumber
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji. Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan fakta sejarah atau sintesis sejarah. Langkah interpretasi data dalam penelitian ini menyangkut kegiatan menyeleksi dan membuat periodisasi sejarah. Langkah – langkah operasional dalam interpretasi penelitian ini adalah : 1. Membaca buku – buku, majalah, surat kabar yang berisi tentang peristiwa yang berkaitan dengan penelitian. Membandingkan dengan sumber lain sehingga penulis dapat memilih fakta – fakta yang relevan dan menyingkirkan fakta – fakta yang tidak relevan. 2. Langkah selanjutnya, penulis menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain sehingga dapat diketahui hubungan sebab – akibat antara peristiwa satu dengan yang lain. 3. Yang terakhir penulis melakukan penafsiran semua hasil data yang telah dibuat untuk di hubungkan antara data yang satu dengan yang lain. Sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh kemudian menjadi suatu fakta sejarah. Untuk merekonstruksikan peristiwa sejarah berdasar hasil interpretasi dari data – data sejarah yang ada, juga diperlukan eksplanasi. Eksplanasi dalam ilmu sejarah adalah menjelaskan atau menerangkan data sejarah yang ada sehingga didapat hubungan antara data yang satu dengan yang lain.
4. Historiografi Historiografi merupakan kegiatan menyusun fakta sejarah menjadi suatu kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu dengan menulis jejak-jejak sejarah yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa dan ditafsirkan. Dalam hal ini imajinasi penulis sangat diperlukan untuk merangkai fakta satu dengan yang lain sehingga menjadi suatu kisah sejarah yang menarik dan juga diperlukan kemahiran dalam memilih dan merangkai kalimat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar. Peneliti juga to user tidak lupa memperlihatkan unsurcommit keindahan bahasa sehingga didapatkan cerita
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sejarah yang diharapkan mampu menarik minat pembaca. Dari langkah-langkah tersebut dapat tersusun sebuah hasil karya penelitian yang berwujud skripsi dengan judul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928”. Kegiatan historiografi dalam penelitian ini dilakukan dengan memaparkan hasil interpretasi penulis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan pada tahap heuristik dan telah diverifikasi pada tahap kritik. Dalam penulisan penelitian ini penulis berusaha memaparkan hasil penelitian yang obyektif berdasarkan data-data sumber sejarah yang telah melalui tahap heuristik, kritik, interpretasi, sehingga apa yang dituliskan merupakan data yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Dalam penelitian ini tempo atau waktu masalah yang dikaji adalah masa lalu, maka dalam kegiatan historiografinya penelitian ini lebih berdasarkan sumber fakta sejarah masa lalu. Fakta-fakta diungkap dan dirangkaikan oleh penulis menjadi gambaran atau sejarah mengenai bagaimana pers dapat berperan penting dalam terjadinya kongres pemuda II tahun 1928.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Pers di Indonesia Kolonialisme yang terjadi di Indonesia kebanyakan membawa pengaruh buruk bagi rakyat maupun persatuan. Namun segala sesuatu pasti ada sisi positif dan negatif. Tidak mungkin sepenuhnya hanya negatif atau keburukan saja. Kolonialisme juga memiliki segi positif. Dengan adanya politik etis yang berisi imigrasi, irigasi dan pendidikan membawa pengaruh positif, terutama pendidikan. pendidikan mendorong munculnya semangat nasionalisme dari rakyat Indonesia karena pemikiran mengenai perjuangan kemerdekaan negara lain dapat dilihat melalui membaca buku (Sudiyo, 2003: 1-15 ). Selain itu, teknologi yang dibawa bangsa Barat ke Indonesia membawa perubahan besar. Antara lain, dengan dibawanya mesin cetak dari negeri Belanda pada tahun 1717. Walaupun secara keseluruhan baru ada dua buah percetakan di Indonesia, namun dengan adanya percetakan dapat membuka jalan menuju perkembangan pers di Indonesia. Pada mulanya percetakan itu hanya digunakan untuk keperluan Kompeni (Soebagijo I.N. 1977 : 7). C.W. Wormser di dalam catatannya “Drie en dertig jaren op java” diterbitkan oleh Ten Have, Amsterdam, negeri Belanda pada tahun 1944, menerangkan bahwa Indonesia lebih dulu menerbitkan surat kabar dari pada di negeri Belanda. Atas perintah Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Laurens Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat kabar yang ditulis dengan tangan pada tahun 1615, dengan nama “Memories der Nouvelles”. Surat kabar ini diberikan kepada orang yang berkepentingan, agar dapat mengetahui peringatan-peringatan, kejadian-kejadian, peraturan yang penting-penting yang berlaku dan terjadi dikalangan orang Belanda (Samsudjin Probohardjono, 1985: 15). Sedangkan di negeri Belanda muncul surat kabar tahun 1619 yang berisikan proses tuntutan hukuman mati Johan V.Olden Barnevelt. (Tim Departemen Penerangan, 1978: 23) commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Penerbitan surat kabar cetak di Indonesia baru muncul tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens, pedagang merangkap sekretaris kantor sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk menerbitkan suratkabar, dengan jangka waktu selama tiga tahun. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviase Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7 Agustus 1744. Akan tetapi “zeventien” atau “Dewan Tujuhbelas” yang merupakan pengurus kompeni Belanda mendapat berita tentang akibat dari penerbitan itu, lalu memutuskan pada tanggal 20 November 1745, memerintahkan melarang terbitnya surat kabar tersebut. Bunyi keputusan tersebut antara lain adalah seperti berikut: “dewijl van het drukken en uitgaven van de couranten te batavia . . . al nadelig gevolgen hier te lande heeft bespeurd, zoo zal U E D aanstonds na de ontvangst dezer het drukken en uitgeven van de couranten verbieden”. Perintah tersebut terpaksa dipatuhi dan dijalankan, meskipun ada ijin penerbitan selama tiga tahun. Penerbitan terakhir Bataviase Nouvelles” pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin Probohardjono, 1985:14-15). Selain surat kabar pemerintah, ada pula surat kabar swasta yang terbit di Surabaya pada bulan Maret 1836, diberi nama Surabayasche Advertentieblad, yang hanya berisi berita-berita iklan. Pada tahun 1853 berganti haluan dan berganti nama menjadi Surabayasche Nieuws en Advertentieblad. Sesuai dengan namanya disamping isi berita-berita iklan, surat kabar ini juga mementingkan berita-berita umum, meskipun masih sangat terbatas dan ada dibawah pengawasan yang ketat (Samsudjin Probohardjono, 1985: 17). Kemudian ditahun 1845 di Semarang terbit Semarangsch Advertentieblad, akan tetapi hanya bertahan satu tahun (Soebagijo I.N. 1977: 9). Kesadaran orang-orang Tionghoa akan pentingnya pendidikan mendorong mereka untuk berusaha mendirikan sekolah-sekolah bagi kalangan etnis Tionghoa, sehingga muncul kelompok intelektual peranakan Tionghoa di Indonesia. Kelompok intelektual peranakan Tionghoa baik secara langsung commitmunculnya to user maupun tidak, menumbuhkan dampak minat orang-orang Tionghoa
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membaca surat-surat kabar yang di terbitkan orang-orang Belanda. Dari besarnya minat pembaca dari kalangan etnis Tionghoa maka bermunculan penerbitan surat kabar dari kelompok peranakan Tionghoa (Soebagijo I.N. 1977: 13). Surat kabar peranakan Tionghoa muncul bersamaan dengan bangkitnya nasionalisme Tionghoa. Hal ini dikarenakan situasi Kolonialisme yang menimbulkan diskriminasi antara orang Belanda dengan orang Tionghoa, misalnya adanya aturan Passenstelsel dan Wijkenstelsel. Etnis Tionghoa melalui aturan Passenstelsel dan Wijkenstelsel itu ternyata menciptakan konsentrasi kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa paling siap berusaha dengan spesialisasi usaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tangga,
bahan
bangunan,
pemintalan,
batik,
kretek
dan
transportasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia. diunduh 30 Januari 2011). Karena kebutuhan untuk menjual barang dagangan maka dibutuhkannya iklan. Pers Tionghoa muncul dua macam pers yaitu: pers yang mementingkan ekonomi sehingga berisikan banyak iklan dan pers yang berhaluan nasionalisme yang berisikan kejadian penting di negeri Tiongkok serta kejadian di Hindia Belanda. Perkembangan surat-surat kabar di Indonesia dipengaruhi oleh pers Belanda dan penerbitan-penerbitan yang dimiliki orang Belanda serta Tionghoa. Tirtoadisuryo adalah pengusaha Indonesia pertama yang bergerak dibidang penerbitan dan percetakan. Dia membuat surat kabar dengan nama “Medan Priyayi” (Sartono Kartodirdjo, 1975: 301). Medan Priyayi terbit pada tahun 1907 di Betawi dengan filialnya di Bandung. Melalui Medan Priyayi, Tirtoadisuryo berhasil menggunakan Surat kabar sebagai alat pembentuk pendapat umum. Sebagai haluan surat kabar Medan Priyayi tercantum tebal dibawah judul yaitu “Organ boeat sebagi bangsa yang terperintah di HO (Hindia Olanda atau Hindia Belanda). Tempat akan memboeka swaranya anak-Hindia” (Abdurrachman. 2002: 82). Menurut Soedarjo Tjokrosisworo, batu dasar jurnalistik modern telah diletakkan oleh Tirtoadisuryo. Tirtoadisuryo yang memulai pembaharuan dalam commitMedan to userPriyayi memuat karangan, berita, mengolah isi surat kabar. Surat kabar
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
pengumuman, pemberitaan, iklan dan lain-lain. Tirtoadisuryo dianggap sebagai wartawan Indonesia yang pertama-tama menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum. (Sartono Kartodirdjo, 1975: 301) Budi Utomo yang lahir di Jakarta tahun 1908, sangat memperhatikan pentingnya surat kabar sebagai penyambung suara organisasi. Walaupun surat kabar yang terbit bercorak lunak seperti sikap Budi Utomo; namun redakturnya selalu menulis dan memberitakan hal-hal yang penting bagi kemajuan dan kesejahteraan. Langkah yang demikian akhirnya diikuti berbagai organisasi pergerakn nasional lainnya, di antaranya Sarekat Islam, Indische Partij, Partai Komunis indonesia dan organisasi lain(Samsudjin Probohardjono, 1985:27). Perjuangan pers di Indonesia tidaklah semudah yang dilihat. Dalam buku Pers Jawa Timur dari Masa ke Masa (Achmad Djais, 1994 : 7) dijelaskan karena penerbitan pers semakin bertambah, tahun 1856 pemerintah Hindia belanda mengeluarkan Reglement op de Drukwerken in Nederlandesch Indie yang lazim disebut Drukpers Reglement atau UU tentang percetakan dan Pers. UU itu berisi “Semua karya cetak sebelum diterbitkan, satu eksemplar harus dikirimkan dulu kepada Kepala Pemerintahan setempat, pejabat justisi dan algemeene Secretarie. Pengiriman ini harus dilakukan oleh pihak pencetakan dan penerbitan untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Pemerintahan setempat, pejabat justisi dan algemeene Secretarie. Kalau ketentuan ini tidak dipatuhi, karya cetak tersebut disita. Tindakan ini bisa disertai dengan penyegelan percetakan atau tempat penyimpanan barang-barang percetakan tersebut”. Peraturan ini bersifat pengawasan preventif. Aturan ini pada 1906 diperbaiki menjadi bersifat represif, yang menuntut setiap penerbit mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum dicetak. Sejak diberlakunya ketentuan liberalisasi, khususnya keputusan penguasa kolonial untuk menghapus Pra-sensor mulai tahun 1906, wartawan Indonesia memperoleh peluang untuk menerbitkan surat kabar sendiri (Tribuana Said. 1988: 24-25). Pers pada awalnya merupakan bentukan dari pemerintah Hindia Belanda yang sangat dipengaruhi oleh kolonialisme dan terbatas dari kalangan tertentu. to user Namun dengan berkembangnyacommit berbagai pengetahuan serta beberapa faktor
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyebabkan pers dapat dinikmati oleh hampir semua golongan. Pers merupakan sarana komunikasi yang efektif pada waktu itu, sehingga pers menjadi jalan bagi semua pihak untuk mencapai keinginannya.
B. Peran Pers Sebelum Kongres Pemuda II tahun 1928 Pers pada perkembangannya telah membuat revolusi komunikasi, antara lain mengubah pola komunikasi tradisional yang terutama oral (lisan) sifatnya menjadi tertulis sehingga menjadi lebih mantap dalam arti bahwa tidak berubahubah dan menjadi sumber terjaga keasliannya apabila dibaca lagi nanti. Yang lebih penting pers menciptakan sistem komunikasi terbuka, dimana informasi dapat diperoleh semua orang dari golongan sosial mana pun. Saluran pers lebih bersifat satu arah (pers bersifat aktif sedangkan pembaca bersifat pasif atau hanya menerima berita yang dibacanya), namun pers mempunyai potensi membangkitkan kesadaran kolektif, antara lain yang berkaitan dengan kepentingan umum. Salah satu contoh adalah tulisan Suwardi Suryoningrat dalam “Gagasan Kaoem Hindia Tentang Permainan Pesta Kemerdikaan Bangsa Belanda di Djadjahannja” yaitu “Jika saya seorang Belanda saya tidak akan merayakan hari ulang tahun pembebasan tanah air di tengahtengah rakyat yang sedang terjajah...”. Dengan adanya tulisan ini para pribumi sadar bahwa Belanda telah menginjak-injak harga diri mereka, maka timbul kesamaan nasib dari kalangan pribumi. Hal ini juga terjadi pada golongan Tionghoa maupun Indo-Belanda yang juga tertekan. (Sudiyo. 2004: 35-36) Selain berita-berita dalam negeri, berita-berita mengenai luar negeri secara tidak
langsung
menambah
kesadaran
politik
pembacanya.
Misalnya
dipaparkannya sistem politik dan kejadian-kejadian besar di berbagai Negeri, antara lain kemenangan Jepang atas Rusia (1905), gerakan Turki Muda di bawah Kemal Ataturk (1908) dan Revolusi Cina dibawah Sun Yat Sen (1911). Hal ini membangkitkan kecenderungan untuk membandingkan situasi politik luar negeri dengan di dalam negeri, sehingga timbul pemikiran-pemikiran dan pandangan kritis tentang terhadap lingkungan politik. Di sini fungsi pers sangat membantu to user tumbuhnya masa kritikal dalam commit masyarakat, kesadaran kolektif, dan solidaritas
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umum. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kemudian berbagai aliran dan gerakan mempunyai pers sendiri yang berperan sebagai juru bicara (Sartono Kartodirdjo, 1999: 112-114). Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak lepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu pers kolonial/ Belanda, pers Cina/ Tionghoa, dan pers nasional/ pribumi. a. Pers Kolonial/ Belanda Pada awalnya pers Belanda melakukan cetak karena dorongan untuk mencari keuntungan (komersiil) dan berisi berita-berita tentang Indonesia dan berita-berita Eropa. Pers Belanda memiliki tempat terbit dan penyebaran terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda. Dapat dilihat dari tabel mengenai persebaran surat kabar Belanda di Indonesia dibawah ini: Tempat
Nama surat kabar
Tahun terbit
Batavia
1. Bataviase Nouvelles
1744
2. Vendunieuws
menjelma
menjadi 1811
Bataviasche Courant
Surabaya
3. Javasche Courant
1828
4. Bataviasche Advertentieblad
1857
5. Nederlandsche Indishe Handelsblad
1829
6. Java Bode
1853
7. Biang Lala dan Bintang Barat
1867
8. Hindia Nederland dan Bintang Djohar
1869
1. Soerabaia Courant: surat kabar swasta 1937 pertama. 2. Oostpost
dan
Soerabaiasch
Nieuws 1853
Advertentieblad. 3. Soerabaia Nieuwsbode
1861
4. Soerat Kabar bahasa Melajoe commit to user
1856
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semarang
Solo
5. Bintang Timor
1862
1. Semarangsch Advertentieblad
1845
2. De Locomotief
1863
3. Semarangsch Courant
1846
4. Slompret Melajoe
1860
Bromartani
1855
Table 1.1 pers Belanda (M. Gani, 1978: 34-35 ). Surat kabar Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie terbit di Jakarta dengan redaksinya Karel Wijbrand, yang dalam kedudukannya terkenal karena kritik-kritiknya kepada pemerintah Belanda. Tampaknya Karel Wijbrand seorang
radikal,
tetapi
sebenarnya
dia
seorang
pendukung
Kolonial
(Abdurrachman. 2002: 31-32). Selain Nieuws van den Dag voor NederlandscheIndie muncul pula Java Bode yang merupakan surat kabar resmi, dan selalu membela kebijaksanaan pemerintah. Untuk itu, Java Bode mendapat berita-berita pemerintah secara khusus. Meski Java Bode merupakan surat kabar resmi, namun pada tahun 1864 dan 1873 tetap terkena delik pers (Tribuana Said, 1988: 16). Isi Java Bode adalah lembaran-lembaran penerangan bagi apa saja yang terjadi di kalangan pemerintah, seperti pengangkatan dan pemindahan pegawai, rencanarencana peraturan pemerintah dan lain-lain. Oleh karena itu, pemimpin redaksinya, C.A. Kruseman menjadi sasaran kecaman Wijbrands, sebagai upaya mempertahankan surat kabarnya (Abdurrachman. 2002: 32-33). Surat kabar yang dapat dikatakan netral dan melihat berbagai aspek kehidupan pribumi yaitu Bataviaasch Nieuwsblad. Bataviaasch Nieuwsblad dipimpin oleh F.K.H. Zaalberg, seorang Indo-Belanda yang menanjak dengan kekuatannya sendiri, dari pembantu korektor sampai menjadi pimpinan redaksi. Hal ini karena Zaalberg yang merupakan Indo-Belanda sangat pandai menulis dan terutama mencerminkan perasaan kaum Indo-Belanda yang sedang menderita kemelaratan serta kehilangan banyak kesempatan, terutama sejak mengalir banyak Belanda Totok di Indonesia(Hindia Belanda). Pada tahun 1907, Bataviaasch Nieuwsblad mempunyai redaktur yang handal yaitu E.F.E. Douwes Dekker. commit to user Douwes Dekker dan Zaalberg menyimpulkan penyebab kemelaratan kaum Indo-
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Belanda adalah tata susunan eksploitasi modal kolonial. (Abdurrachman. 2002: 33-34). Pada tahun 1909 Douwes Dekker telah menilai mengenai pers di Indonesia yaitu pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers Belanda. Karena pers itu langsung dapat menarik minat pembaca-pembaca pribumi. Hal ini membuat surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad mempunyai watak dan keyakinan keras untuk tidak menjadi alat Kolonial seperti Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie dan Java Bode. (Sartono Kartodirdjo, 1975: 296) Di Surabaya terbit Soerabaia Courant pada tahun 1837. Surat kabar ini bertahan lama dan setelah 26 tahun, Soerabaia Courant yang pada awalnya mingguan berubah menjadi surat kabar harian. Isinya terutama berita dan advertensi. Tajuk rencana menguraikan soal setempat, pertanian dan perdagangan. Kutipan berita dari surat kabar negeri Belanda, Singapura, India dan Cina (M. Gani, 1978: 35). Selain
Soerabaia Courant terbit Het Soerabajaasch
Handelsblad, yang didukung oleh kaum pengusaha pabrik gula Belanda di Jawa Timur. Dengan pimpinan redaksinya van Geuns, disebut sebagai orang liberalis dari aliran kuno. Van Geuns percaya bahwa satu-satunya kemajuan dan kemakmuran Hindia Belanda tergantung dari perkembangan perkebunanperkebunan barat yang mengadakan ekspor. Soerabajaasch Handelblad merupakan reaksioner terhadap pertumbuhan pergerakan nasional (Achmad Djais, 1994: 6-7). Pada pertengahan abad ke-19 banyak muncul surat kabar yang menggunakan bahasa daerah maupun melayu. Pada tahun 1855 di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa dengan nama Bromartani. Surat kabar pertama yang menggunakan bahasa melayu adalah “Surat Kabar Bahasa Melajoe”, terbit di Surabaya pada tahn 1856. Dengan adanya surat kabar itu, mendorong munculnya surat kabar lainnya, diantaranya: Soerat Chabar Betawie (1858), Selompret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timor (Surabaya, 1862), Djoeroe Martani (Surakarta, 1864), dan lain-lain (Tribuana Said, 1988). Bintang Timor dicetak oleh Gebr. Gimberg dan Co, Bintang Timor dipimpin oleh TCE Bouquet. Walaupun dipimpin oleh orang Belanda, surat kabar Bintang Timor commit user Pada edisi 3, seorang yang berani menurunkan suara rakyat bumito putra.
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
menggunakan nama samaran Banteng Tanah Merah menulis kritik terhadap pemerintah karena kenaikan pajak dan keadaan rakyat miskin semakin melarat (Achmad Djais, 1994: 10-11). Pada tahun 1845 di Semarang terbit Semarangsch Advertentieblad, akan tetapi hanya berumur satu tahun. Kemudian muncul De Locomotief pada tahun 1863 dengan penerbit Firma De Groot Kolff dan Co. Dalam waktu tujuh tahun, surat kabar ini menjadi dagblad (harian). Douwes Dekker (Multatuli) pernah mengirimkan tulisannya ke De Locomotif. De Locomotif menerbitkan surat kabar dengan lampiran-lampiran berbahasa Jawa, Tionghoa, dan melayu. Surat kabar ini bertahan lama dengan mengalami tiga zaman (kolonialisme Belanda, Jepang dan Negara Kesatuan Republik Indonesia) (Samsudjin Probohardjono, 1985: 18-19). Surat kabar ini berperan dalam mengumumkan berdirinya Budi Utomo dan mengenai persiapan-persiapan kongres pertama Budi Utomo. Di dalam De Locomotif memuat surat edaran mengenai Budi Utomo sehingga dapat dikatakan bahwa De Locomotief merupakan surat kabar yang penting pada saat itu (Sartono Kartodirdjo, 1975: 307). Di luar Jawa juga muncul beberapa surat kabar, diantaranya Medan dan sekitarnya mempunyai korannya sendiri, Mula-mula terbit Deli Courant yang dianggap sebagai pembawa suara kaum direksi. Kemudian muncul Sumatera Post yang dianggap lebih demokratis dan lebih mementingkan masyarakat Belanda sendiri. Juga golongan Katholik, mempunyai surat kabar De Koerier, sedangkan golongan Indo-Belanda dengan surat kabar Onze Courant. Kaum Protestan yang tergabung dalam Christelijke Staatkundig Partij memiliki mingguan De Banier, Golongan Belanda yang tergabung dalam Vaderlandse Dub organnya bernama Nederlandsch Indie. Sedangkan Baars dan Sneevliet, pembawa faham komunis ke Indonesia, tahun 1920-an mempunyai Het Vrije Woord (www.stikosa-aws.ac.id, diunduh 30 januari 2011 pukul 14.00 ). Dalam “Fikiran Rakjat” 1930 artikel yang berjudul “Pers dan Pergerakan” mengupas pers kolonial sebagai berikut: “Pers Kolonial berpihak pada Eropa dan memberikan hasutan-hasutan pada petinggi suatu daerah maupun masyarakat commit to user yang membacanya. Pers Kolonial sering kali memberikan berita yang tidak sesuai dengan kebenaran, sehingga
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berakibat bagi pembaca yang hanya membaca pers kolonial akan terhasut dan menganggap semua berita tersebut benar. Selain itu, kaum pergerakan selalu diserang dengan kritik-kritik yang merugikan, pers Kolonial menyatakan itu merupakan kritik yang sehat dan merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Sehingga pers disini digunakan untuk mempengaruhi para penguasa dan kritik-kritik yang dikeluarkan menjadi senjata pemerintah Kolonial untuk menekan pergerakan nasional.” Surat kabar Belanda yang tumbuh pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 baik langsung atau tidak, menjadi sarana pendidikan dan latihan bagi orangorang Indonesia ikut serta di dalam kegiatan pers. Orang yang terjun dalam pers Belanda tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam pergerakan nasional maupun dalam pers pribumi. Mereka ini antara lain: Wahidin Soedirohoesodo, Abdul Muis, Abdul Rivai, Ki Hajar dewantara, RM Tirtoadisuryo, Marco Kartodikromo dan RM Bintarti.(Tribuana Said. 1988: 1617)
b. Pers Cina/ Tionghoa Pers lokal baru bangkit awal 1900-an setelah kolonial Belanda mengizinkan kaum Tionghoa mengelola media cetak. Tionghoa di Batavia, sejak akhir abad ke-19 dan jelang abad ke-20 banyak memiliki percetakan. Ketika Tionghoa mulai menerbitkan surat kabar, orang-orang bumiputra juga mulai belajar mengelola koran. (http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Pers milik Tionghoa peranakan muncul setelah timbulnya gerakan PanChina di Jawa akibat pengaruh propaganda nasionalisme Dr Sun Yat Sen di China daratan. Pers milik Tionghoa peranakan memakai bahasa Melayu. Sebab, mereka sudah banyak yang tak paham lagi dengan bahasa asli Tiongkok. Kebiasaan mereka juga sudah berbeda karena banyak yang menyerap dan terserap dalam budaya local pribumi (Abdurrachman. 2002: 44). Pada awal mula berdirinya pers Tionghoa masih menggunakan redaktur dari orang Indo-Belanda, karena dianggap orang peranakan Belanda lebih mengerti dan sudah banyak mengelola tulisan dalam pers. Surat kabar Tionghoa commit to user pertama di Pulau Jawa adalah Li Po yang terbit di Sukabumi (Soebagijo I.N.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1977: 13). Isi Li Po banyak memuat karangan bahkan ajaran filsuf Tiongkok kuno yaitu ajaran Konghucu dan berkaitan dengan berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Jakarta pada tahun 1900. Li Po tidak mengalami perkembangan. Selama enam tahun (1901-1907) terus berbentuk kecil dan dan terbit seminggu sekali. Isinya tidak ada kemajuan dan tidak terbaca berita sebagaimana terdapat pada surat kabar lain (Abdurrachman.2002: 56). Tak lama kemudian muncul sejumlah surat kabar lainnya, seperti Pewarta Soerabaia (Surabaya-1902), Warna Warta (Semarang, 1902), Kabar Perniagaan (Jakarta, 1903), Djawa Tengah (Semarang, 1909), dan Sin Po (Jakarta, 1910). (Soebagijo I.N. 1977: 13) Pewarta Soerabaia memiliki pemimpin redaksi yang bernama HWR Kommer, mantan kontrolir Belanda. R.M. Bintarti pernah menjadi penanggung jawab redaksi di Pewarta Soerabaia. Setelah tujuh tahun terbit, surat kabar ini mengalami
masalah
krisis
manajemen
sehingga
terus
berganti-ganti
kepengurusan. Walaupun demikian, surat kabar ini dapat terus terbit sampai kedatangan Jepang. Selain surat kabar Pewarta Soerabaia, muncul Warna Warta di Semarang (Achmad Djais, 1994: 12-13 ). Warna Warta merupakan surat kabar yang cukup berani menyerang pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut membuat pimpinan redaksi yaitu J.P.H. Pangemanan sering dipanggil ke pengadilan karena tulisannya (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297-298). Pada awalnya Kabar Perniagaan terbit berupa mingguan, baru setelah 1 Maret 1904 Kabar Perniagaan menjadi harian. Redaksinya terdiri dari seorang Indonesia dan seorang Tionghoa yang bernama F.D.J. Pangemanan dan Gow Peng Liang (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297). Kabar Perniagaan pada tanggal 1 Maret 1904 yang pada awalnya berisi perniagaan dan Advertentie, kemudian mewartakan segala karangan yang berfaidah, kabar perang, kabar kawat dan lainnya(Abdurrachman. 2002: 56-57). Kabar Perniagaan merupakan salah satu surat kabar yang terpenting sebab pembacanya tersebar di seluruh Jawa dan menyuarakan cita-cita gerakan Cina modern (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297). Surat kabar Sin Po adalah majalah Tionghoa yang menggunakan bahasa Melayu. Diterbitkan pertamakali di Jakarta pada bulan Oktober 1910. Dua tahun commit to user berselang Sin Po berubah menjadi surat kabar harian. Surat kabar Sin Po memuat
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berita luar negeri, ulasan berita, ruangan pajak, dan tajuk rencana. Menurut Abdul Wakhid, meskipun surat kabar Sin Po berhaluan ke nasionalisme Tiongkok, bukan berarti mereka mengabaikan perjuangan nasional Indonesia. Apalagi, kelompok Sin Po juga menolak kewarganegaraan Belanda. Mereka tetap menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia. (http://indocina.wordpress. com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Hubungan antara tokoh pergerakan dengan Sin Po diungkapkan oleh Yan Goan yang merupakan anggota redaksi Sin Po pada tahun 1921. Yan Goan menyadari bahwa warga Tionghoa dan warga Indonesia sama mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminasi akibat penindasan kolonial Belanda. Dalam kapasitasnya sebagai anggota redaksi, Sin Po edisi bahasa Melayu sangat bersimpati terhadap penderitaan dan perjuangan rakyat Indonesia. Pada waktu itu anggota redaksi Sin Po banyak menerima karangan para pemimpin nasional Indonesia yang mencerminkan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah Kolonial Belanda (http://dennysakrie63.Wordpress. com.Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po sering menurunkan tulian terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. Akhirnya pembaca Sin Po yang warga Indonesia, akrab dengan nama-nama seperti Gandhi, Nehru dan Janna. Sin Po juga merupakan koran yang mendukung aspirasi para pemimpin pergerakan Indonesia dengan menyebarluaskan istilah ‘Indonesia” untuk mengganti istilah “Hindia Belanda”, dan istilah “orang Indonesia” untuk mengganti “Inlander” yang dikonstruksi kolonial Belanda. Hal ini didukung pendapat Houw bahwa “Sin Po adalah koran pertama yang tidak menggunakan kata inlander untuk menyebut orang Indonesia dan menggantinya dengan sebutan orang Indonesia.” Saat itu Belanda membagi masyarakat menjadi tiga kelas orang Eropa yang di dalamnya termasuk orang Jepang dan Thailand, orang Tionghoa dan
orang
Timur
Asia
lainnya,
dan
inlander
untuk
pribumi
(http://dennysakrie63.wordpress.com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Kata inlander ini juga di tolak digunakan oleh Perhimpunan Indonesia. commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemberitaan Sin Po tidak mengabaikan peristiwa-peristiwa penting di Indonesia hingga bisa memberikan kesadaran dan inspirasi bagi perjuangan. Dalam beberepa periode, Sin Po banyak memakai wartawan bumiputra dan banyak memuat berita pergerakan. WR Supratman juga tercatat sebagai wartawan Sin Po. Melalui Sin Po juga lagu Indonesia Raya gubahan WR Supratman menjadi lagu kebangsaan Indonesia pertama kali dipublikasikan tahun 1925. Sementara
Ir
Soekarno
juga
dikenal
dekat
dengan
Sin
Po
(http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 januari 2011. 14.00). The Young Republican terbit 15 oktober 1918, dengan redaktur Oeij Tjiong Yan, Tjoa Jan Hie, Tjiook Soe Tjioe dan Oeij Kiem Koei. Direktur perusahaannya Ong Ing Hwei. Mutu cetakannya cukup bagus dan berisik lebih banyak artikel mengenai pergerakan kaum muda Tionghoa (J.M. Kiveron, 1934: 17). Dengan semakin banyaknya artikel maupun berita dari luar mengenai pergerakan pemuda, secara langsung maupun tidak langsung akan memunculkan pemikiran-pemikiran dari golongan muda untuk melakukan tindakan yang sama. Sebuah berita dapat menguatkan pemikiran yang ada untuk segera dilakukan. Pers Tionghoa dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan pers pribumi/nasional karena adanya permodalan dan dukungan dari pengusahapengusaha Tionghoa. Dalam sebuah surat kabar dapat terus berkembang dan menjadi besar karena jumlah pembaca yang besar dan banyaknya iklan yang dimuat. Selain itu pers Tionghoa merupakan pers netral yang berarti tidak membenarkan suatu tindakan dari kaum kolonial maupun pribumi. Semua berita yang dihadirkan sebagian besar merupakan kejadian di Tiongkok. Walaupun kadang adanya suatu kritik, namun kritik yang diambil merupakan bagian dari refleksi keadaan di sekitar. Sehingga jarang terkena pembredelan pers. Java Herald, pada penerbitan pertama tak kurang 50 iklan yang dimuatnya. Sin Jit Po, bertahan dari tahun 1924 sampai tahun 1942 dan berisi tulisan mengenai tiongkok dan masyarakat yang cukup menonjol yang diimbangi tulisan luar negeri(60%), Sin Po yang terbit 1910 sampai 1960, dan lain-lain. Walau ada yang juga bertahan tidak lama, namun pers Tionghoa merupakan pers commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dapat bertahan dari masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan (J.M. Kiveron, 1934: 21-22). Menurut Nio Joe Lan, fungsi pers bukan sekadar memberikan informasi dan penyuluhan, tapi juga memberikan pendidikan masyarakat. Dari segi penyajian, bahasa yang dipakai pers Tionghoa peranakan adalah bahasa Melayu, sehingga secara tak langsung juga memasyarakatkan bahasa Melayu yang ketika itu sedang dikampanyekan sebagai bahasa persatuan di Indonesia melalui Sumpah Pemuda. Pers sebagai media informasi dan pendidikan perjaungan ini, paling tidak juga ikut andil dalam menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat Indonesia (http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 januari 2011. 14.00). Dalam buku 45 tahun sumpah pemuda, Abdurrachman Surjomihardjo menyatakan “Di Indonesia sendiri perkembangan pers berbahasa melayu dinilai sangat penting peranannya, karena pers itu dapat langsung mencapai pembaca penduduk bumi putra, golongan penduduk yang terbanyak jumlahnya disamping golongan Belanda dan Tionghoa.”(1974: 293) Pers yang berbahasa Melayu, dalam perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca dari kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan ancaman bagi pers Belanda. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menarik pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu. Pers mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia.
c. Pers Pribumi Salah satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada masa pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan pada pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif dalam sebuah perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya mengkoordinasikan perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers itu dapat memberikan motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah terbitan pasti memiliki “warna” dan nuansa yang subjektif. Secara umum, pers to user menjadi alat pendidikan, alat harus mampu memperjuangkancommit objektivitas,
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk penggalangan opini umum (http://www.crayonpedia.org. Diunduh 2 Juni 2011 pukul 15.00). Pergerakan nasional dan pers pribumi dapat diibaratkan sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan. Apabila pergerakan nasional dapat dipandang sebagai proses mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita nasional, hal ini berarti fungsi pokok pergerakan nasional ialah mensosialisaskan politik dikalangan masyarakat. Media massa dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi, sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif. Berbagai orgaisasi yang muncul awal abad ke-20 membawa perubahan yang sangat besar bagi perkembangan pers. Dalam tahun-tahun 1913 keatas atau setelah perang dunia pertama, perkembangan pers Pribumi memang sangat hebat dan pesat. Bersama-sama dan bergandengan gerakan kebangsaan, baik yang berdasarkan agama maupun yang berazaskan kebangsaan semata, pers nasional merupakan gambaran serta cermin yang nyata dari kehidupan kebangsaan; sekaligus pers menjadi penyebar semangat nasionalisme. Ada kerjasama yang timbal balik antara kedua pihak itu, yang menguntungkan kedua belah pihak (Pers Indonesia. 1978: 18-19). Hal ini dapat dilihat dari data hubungan organisasi pergerakan nasional, yaitu: NAMA ORGANISASI
KOTA
NAMA PERS
TAHUN
BUDI UTOMO
SURAKARTA
DARMO KONDO
1903
YOGYAKARTA
BOEDI OETOMO
1920
SAREKAT DAGANG ISLAM
SURAKARTA
SARO TAMA
1914
SEMARANG
SINAR DJAWA
1914
SAREKAT ISLAM
SURABAYA
OETOESAN HINDIA
1916
BANDUNG
SIMPAJ
1916
SURAKARTA
SAROTOMO
1916
SRI SOERAPATI MALANG commit to user
1910
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
INDISCHE PARTIJ
JONG JAVA
SERANG
MIMBAR
1919
PALEMBANG
TERAJOE
1919
YOGYAKARTA
TJABALAKA
1920
MALANG
SOEARA KITA
1921
GARUT
BALATENTARA ISLAM
1924
BANDUNG
DE EXPRES
1912
SEMARANG
HINDIA PUTRA
1920
JAKARTA
JONG JAVA
1920
SURAKARTA
SISWO GOEPITO
1924
Table. 1.2 Budi Utomo merupakan suatu organisasi pergerakan nasional yang pertama didirikan tanggal 20 Mei 1908 dengan bentuk modern. Tujuan awal Boedi Oetomo adalah mencapai kemakmuran yang harmonis untuk nusa dan bangsa jawa dan madura (de harmonische ontwikkeling van land en vol van Java en Madura). Untuk mencapai tujuannya dirumuskan
beberapa usaha, yaitu:
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, industri, dan menghidupkan kembali kebudayaan. Namun disini nasionalisme yang diangkat oleh Budi Utomo hanya terbatas pada wilayah Jawa dan Madura (Cahyo Budi Utomo. 1995: 49-51). Dalam perkembangannya, Budi Utomo didominasi oleh golongan ningrat atau aristokrat dan jaringan sosial yang terbentuk menjadi terbatas pada subkultur regional serta subkultur priyayi. Hal ini menimbulkan reaksi dari golongan lain, sehingga muncullah organisasi-organisasi sejenis yang semuanya merupakan manifestasi dari identitas golongan masing-masing, baik identitas subkultural etnis maupun subkultural kelas atau golongan sosialnya. Misalnya: Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong minahasa, Sarekat Islam, Paguyuban Pasundan dan lain-lain (Sartono Kartodirdjo. 1990: 104-105). Pada tahun 1911, H. Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) di Solo sebagai usaha koperasi untuk memajukan perdagangan pribumi sekaligus commit to user sebagai reaksi terhadap pedagang-pedagang Tionghoa yang memonopoli bahan-
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan batik (S. Silalahi. 2001: 2). SDI sendiri merupakan gagasan dari R. M. Tirto Adisuryo (pimpinan majalah Medan Priyayi), didirikan tahun 1905 di Jakarta dan 1911 di Bogor. Setelah itu Tirto Adisuryo berkeliling keseluruh pulau Jawa, terutama ke kota-kota besar. Akhirnya sampai di Solo dan membuka cabang bersama H. Samanhudi dengan semboyan “kebebasan ekonomi”, rakyat tujuannya, Islam jiwanya. Hal itu untuk kekuatan dan persatuan (Cahyo Budi Utomo. 1995:56). Pada tahun 1912 SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI) karena gerakan itu tidak lagi membatasi diri hanya dalam bidang perdagangan, melainkan mencakup bidang lainnya. Pada awalnya Sarekat Islam merupakan gerakan reaktif terhadap situasi kolonial, maka gerakan itu melangkah kearah rekonstruksi kehidupan bangsa, untuk selanjutnya menentukan identitas dan akhirnya beralih ke perjuangan politik untuk menentukan nasib sendiri. Tambah pula di dalam gerakan itu agama Islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan itu lebih merupakan revivalisme, yaitu kehidupan kemali kepercayaan dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar (Sartono Kartodirdjo. 1990: 107-108). Sarekat Islam, dengan organnya Oetoesan Hindia langsung diasuh oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto dinilai sangat radikal, terutama tulisan-tulisan dari
pembantu-pembantunya
seperti
Haji
Agus
Salim,
Abdoel
Moeis,
Soerjopranoto, Samsi dan lain-lain, dianggap sangat berpengaruh kepada komunitasnya. Bahkan penerbitan di luar Jawa sering pula mengambil tulisan dari Oetoesan Hindia. Sayang sekali, karena sebagian pembaca Oetoesan Hindia kurang rajin membayar uang langganan, maka akhirnya surat kabar tadi terpaksa menghentikan penerbitannya (1923). Oetoesan Hindia bukan satu-satunya organ Sarekat Islam. Misalnya: di Saroetomo wartawan muda Mas Marco (Soemarko Kartodikromo) sering menulis artikel-artikel yang menyebabkan dia sering berurusan dengan pengadilan (www.stikosa-aws.ac.id. diunduh 30 januari 2011 pukul 14.00). Namun disini SI terpecah karena disusupi paham komunis. Selain SI muncul juga Indische Partij yang didirikan oleh 3 orang tokoh yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi commit toPartij user memiliki tujuan Indie merdeka, Soerjaningrat pada tahun 1912. Indische
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dasarnya adalah nasional Indische. Dengan semboyan Indie untuk Indier, organisasi ini berusaha membangunkan rasa cinta tanah air dari semua Indier dan berusaha untuk mewujudkan kerja sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan kemerdekaan (Cahyo Budi Utomo. 1995: 70-71). Indische Partij, juga mempunyai penerbitannya sendiri, namun yang terkenal ialah De Expres. Pendiri sekaligus penulis dalam De Expres yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat banyak mengemukakan kritik tajam terhadap pemerintah Hindia Belanda (www.stikosa-aws.ac.id. Diunduh 30 januari 2011 pukul 14.00).
Oleh karena itu, pihak pemerintah dengan cepat
menangkap para pendiri Indische Partij dan dibuang ke negeri Belanda. Tulisan yang dianggap membahayakan terhadap pemerintah dan mengganggu keamanan dan ketertiban adalah tulisan R.M. Suwardi Suryoningrat (Ki Hajar Dewantara). Didalam buku yang ditulis Sudiyo dengan judul Perhimpunan Indonesia (2004 : 36) mengutip Tulisan Suwardi Suryoningrat yaitu “Jika saya seorang Belanda saya tidak akan merayakan hari ulang tahun pembebasan tanah air di tengahtengah rakyat yang sedang terjajah...” Dengan datangnya ketiga tokoh Indische Partij yang dibuang ke negeri Belanda mempunyai pengaruh kuat terhadap pemikiran para pelajar Indonesia di negeri Belanda (Indische Vereniging). Pemikiran untuk bergerak dalam bidang politik di kalangan Indische Vereniging diperkuat lagi oleh kedatangan suatu Panitia Ketahanan Hindia Belanda (Comite Indie Weerbaar) yang terdiri dari R.Ng. Dwidjosewoyo, Abdul Muis, dan Kolonel Rhemrev. Panitia ini mengusulkan kepada pihak pemerintah Belanda untuk memperkuat ketahanan Hindia Belanda di Waktu menghadapi perang. Namun ditolak, sehingga hal ini menimbulkan pemikiran para pelajar bahwa Belanda tidak memiliki niat untuk memberikan kesempatan orang Indonesia untuk berfikir secara luas, tetapi hanya untuk diperintah dan diatur (Sudiyo. 2004: 36-37). Indische Vereniging berdiri tahun 1908 yang bergerak pada sosiokultural, namun secara bertahap terjadi perubahan pergerakan dari Indische Vereniging. Indische Vereeniging lalu mendirikan majalah Hindia Poetra dan melalui majalah user tersebut para mahasiswa dapat commit menulistogagasan, ide-ide politik untuk dibaca
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
kaum pergerakan di tanah air. Tahun 1922 dibawah kepemimpinan dr. Soetomo, Indische Vereniging diubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging dengan tujuan dan gerakan yang sudah bersifat politis. Dalam perkembangan selanjutnya, saat diketuai oleh Dr. Sukiman nama Indonesische Vereeniging diubah namanya menjadi “Perhimpunan Indonesia” dan nama majalahnya diubah namanya menjadi “Indonesia Merdeka”. Perubahan nama tersebut dilakukan pada tahun 1925. Sedangkan tujuan Perhimpunan Indonesia dalam anggaran dasarnya dipertegas menjadi Kemerdekaan Indonesia. Untuk menunjukan identitas nasional, setiap anggota Perhimpunan Indonesia diharuskan memakai Kopiah (Peci) nasional. (Sudiyo, 2004: 45). Majalah Indonesia Merdeka secara sembunyi-sembunyi dikirim ke Indonesia. Majalah ini dapat sampai pada para tokoh pergerakan nasional karena jasa dari para pegawai pos bangsa Indonesia yang bertugas menyortir surat dan kiriman dari negeri Belanda. Karena para pegawai pos tersebut banyak menaruh simpati kepada pergerakan pemuda/pelajar Indonesia dan kaum pergerakan nasional. Apabila ada majalah Indonesia Merdeka atau surat-surat lain yang dianggap rahasia, maka dengan cepat para pegawai pos mengambil dengan diamdiam dimasukan ke dalam bajunya untuk diserahkan kepada pemuda/pelajar dan tokoh-tokoh pergerakan nasional di Indonesia (Sudiyo. 2004: 54). Pada tahun 1925, Soegondo Djojopoespito menumpang di rumah pegawai pos di gang Rijksman jalan Segara. Dari seorang Klerk yang bekerja mensortir surat-surat, Soegondo mendapatkan majalah Indonesia Merdeka. Dengan membaca majalah tersebut hati Soegondo semakin terbuka dan semakin tahu apa arti persatuan. Indonesia Merdeka ternyata sangat mempengaruhi Soegondo terutama ketertarikan terhadap pergerakan bangsanya. Oleh karena itu, dia sering datang kerumah Haji Agus Salim untuk berdiskusi dan belajar politik. Di samping itu dia juga berdiskusi dengan kawan-kawannya dan Soegondo meneruskan majalah Indonesia Merdeka kepada teman-temannya (Sri Sutjiatiningsih. 1999: 21-23). Ali Sastroamidjojo yang turut aktif mengisi majalah Indonesia Merdeka commit to user juga mendapat tugas untuk menyebar luaskan majalah itu ke Indonesia, terutama
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
edisi dalam bahasa Indonesia yang terbit dalam beberapa waktu. Dia memasukkan secara sembunyi-sembunyi dengan cara meyobek halaman-halaman majalah Indonesia Merdeka dan ditempelkan di halaman majalah-majalah Belanda seperti: Haagsche Post, De Groene Amsterdammer, dan lain sebagainya, karena majalahmajalah Belanda tersebut masuk ke Indonesia tanpa adanya kontrol oleh polisi kolonial Belanda (Sudiyo. 2004: 64 - 121). Di Indonesia sendiri suratkabar berkembang pada tahun 1920-an. Tercatat ada 400 penerbit dalam berbagai corak dan tersebar diseluruh Indonesia pada awal tahyn 1920. Diantaranya: kota Bandung terbit Sora Mardika (1920) dan Sipatahoenan (1923), Samarinda terbit Perasaan kita (1928), Pontianak terbit Warta Borneo, dan lain-lain. Pers Indonesia sudah berani memuat mengenai persatuan dan rasa nasionalisme walaupun masih secara tersirat. Hal ini terutama ketika ada peraturan yang merugikan maupun bentuk-bentuk penindasan pemerintah kolonial. Hal ini terpengaruh dari besarnya langganan majalah Indonesia Merdeka di Hindia Belanda yang mencapai 280 orang, dengan perincian; Aceh (3), Sumatra Utara (18), Sumatra Barat (37), Riau (1), Bengkulu (2), Sumatra Selatan (3), Jakarta/Batavia (45), Jawa Barat (29), Jawa Tengah (68), Jawa Timur (21), Kalimantan (7) dan Sulawesi (2) (Abdurrachman. 2002: 82). Yang
terpenting
majalah
tersebut
sampai
pada
anggota-anggota
PPPI
(Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang mengambil inisiatif untuk mengadakan Kongres Pemuda II (Sudiyo. 2004: 54). Dalam tulisan Hamka dengan karya Mukhtar Luthfi dan ilyas Ya Cub (Seruan Azhar dan pilihan Timur) dalam buku Bunga Rampai Sumpah Pemuda 50 tahun (1978: 106-107): Pada Tahun 1926, dua tahun sebelum Sumpah Pemuda, dari kalangan mahasiswa Islam Indonesia di Kairo, mesir, mengeluarkan sebuah surat kabar Bernama “Seruan Azhar” yang mengemudikan majalah itu adalah Mukhtar Luthfi dan Ilyas Ya’qub. Dan harus diingat pula bahwa yang menjadi tata Usaha ialah H. Taufiqurrahman Kafrawi, seorang pemuda berasal dari Jawa Timur. Simpulan dari Isi majalah Seruan Azhar ialah membangkitkan semangat di Tanah Airnya sendiri agar berjuang untuk kemerdekaan. Yang dimaksud dengan commit to user Tanah Air yaitu Indonesia dan Semenanjung (Malaysia). Umur Mukhtar Luthfi
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Ilyas Ya’qub di waktu itu barulah sekitar 25 dan 28 tahun. Gerakan kemerdekaan di Mesir telah memberikan Inspirasi kepada kedua pemuda itu buat menyampaikan cita-cita kemerdekaan dalam Tanah airnya sendiri (Indonesia). Dan oleh karena Sumpah pemuda belum ada, mereka meyakinkan bahwa Indonesia ialah Tanah Air kita. Namun Kita sendiri adalah bangsa Melayu Minangkabau, dan tulisan yang menonjol pada waktu itu ialah huruf Jawi atau huruf Melayu yang di Jawa biasa disebut Huruf Pegon (Hamka, 1978: 107). Dalam Fikiran Rakjat 1930 artikel yang berjudul Pers dan Pergerakan mengupas pers pribumi sebagai berikut: “Pada tiap perjuangan kemerdekaan serta meninggikan derajat bangsa dan tanah air, untuk memperbaiki nasibnya adalah pers yang menjadi pembantu terbesar. Dalam sebuah negara yang tidak merdeka, surat kabar menjadi pembantu atau senjata dari kaum pergerakan, karena bisa menyebarkan atau mempropagandakan cita-cita dan kemauan dari kaum pergerakan nasional kepada rakyat. Dengan surat kabar dapat mengeluarkan buah pikiran dan kemauannya, bisa menentukan apa yang dikehendakinya dan menyampaikan segala isi hati keberbagai pelosok serta sudut negeri.” Surat kabar yang berkembang pada awal abad ke-20 membawa aliranaliran menurut golongan maupun organisasi yang dibawanya. Ada lairan nasionalis, agamis dan sosialis. Sehingga secara langsung akan membawa pengaruh pada isi surat kabar mengarah pada aliran-aliran organisasi. Menurut Jakob Oetomo dalam buku berjudul “Perspektif Pers Indonesia” (1987: 151-152), ada beberapa hal yang menonjol, yaitu: 1. Pers mempunyai komitmen kuat pada idealism, baik yang nasional maupun yang aliran. 2. Pers Indonesia pertama-tama berfungsi sebagai sarana perjuangan, maka; aspek komersial dari pers Indonesia kurang diperhatikan, bahkan uumnya lemah. 3. Pluralism aliran politik yang dominan menjadi satu penghambat tumbuhnya Koran independen yang bersirkulasi luas.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 Dengan melihat dari berbagai sudut fungsinya, maka peran pers dalam Kongres Pemuda II dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pusat Informasi Pada tahun 1926 banyak kaum nasionalis maupun pergerakan nasional yang ditangkap oleh polisi kolonial Belanda secara membabi buta akibat kegagalan pemberontakan PKI (Sudiyo. 2004: 125). Hal ini berakibat sulit berkembangnya organisasi pergerakan nasional di Indonesia. Adanya kevacuuman pergerakan nasional membuat para pemuda berani tampil mengisi kekosongan tersebut (Sudiyo. 2003: 5). Pers yang melihat perkembangan organisasi kepemudaan menganggap pentingnya meliput berbagai kegiatan organisasi kepemudaan (Momon Abdul Rahman. 2007: 18). Pers melihat gedung Kramat 106 sebagai pusat kegiatan diskusi bagi para pelajar. Hal ini karena gedung Kramat 106 selain menjadi tempat tinggal, juga menjadi tempat pertemuan-pertemuan yang berbau politik. Pada mulanya gedung Kramat 106 merupakan tempat bagi organisasi Jong Java, namun pada perkembangannya, banyak dipakai oleh golongan mahasiswa nasional lain dan organisasi kepanduan. Golongan mahasiswa nasional ini terdiri dari berbagai suku dan berbagai macam perguruan tinggi, dengan adanya diskusi dan pertemuanpertemuan sehingga mulai pudarlah sifat kedaerahan dari para pemuda (Mardanas Safwan. 1996: 22-23). Seringnya terjadi pertemuan dari berbagai golongan mahasiswa maka pada permulaan tahun 1928 gedung Kramat 106 merupakan tempat pertemuan pemuda nasional (Sudiyo. 2004: 134). Berbagai kegiatan yang dilakukan para pemuda tidak lepas dari sorotan surat kabar. W.R. Soepratman yang juga tertarik dalam aktivitas pergerakan nasional mengikuti berbagai pertemuan pemuda terutama di gedung Kenari dan Gedung Kramat 106. Pertemuan yang diadakan oleh para pemuda merupakan awal terbentuknya gagasan Kongres Pemuda II yang diikuti oleh berbagai organisasi kepemudaan. Kegiatan pergerakan ini merupakan kegiatan utama yang diliput W.R. Soepratman untuk surat kabar Sin Po (Momon Abdul Rahman. 2007: commit to user 18).
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
Banyak surat kabar yang meliput kegiatan para pemuda, terutama dalam persiapan Kongres Pemuda II. PPPI yang menjadi penggagas Kongres pemuda II menganggap penting peran surat kabar. Majalah “Indonesia Raya” dijadikan alat bagi PPPI untuk menyebarkan paham persatuan dan menjadi pusat informasi bagi para pemuda (Sudiyo. 2004: 121). Hal ini terutama dalam persiapan Kongres Pemuda II, Soegondo yang menjadi ketua kongres sekaligus menjadi ketua PPPI pasti menjadi pusat informasi yang utama dan akurat bagi majalah Indonesia Raya. Persiapan yang dilakukan PPPI yaitu persiapan-persiapan secara tehnis dan persiapan-persiapan secara ideologis yang dilakukan sebelum Kongres Pemuda II (Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah. 1974: 60). Persiapan tehnis yang dilakukan meliputi membuat susunan acara dan kepanitiaan. PPPI mengumumkan susunan acara kongres ke dalam surat kabar Persatuan Indonesia (Pengurus Kongres, 1928), sebagai berikut: Rapat pertama (27 Oktober 1928, malam minggu. 7.30- 11.30 di gedung K. Jongelengen Bond, Waterlooplein). 1. Membuka kerapatan oleh Tn. Soegondo. 2. Menerima salam dan menyukai kerapatan. 3. Dari hal persatuan dan kebangsaan Indonesia, oleh Muh Yamin. Rapat kedua (28 Oktober 1928, hari minggu. 8-12 Oost Java Bioscop, Koningsplein Noord). Membicarakan perkara pendidikan oleh: Mej. Poernamawoelan t.S. Mangoensarkoro t. Djokosarwono t. Kjai Adjar Dewantoro Rapat ketiga (28 Oktober 1928, malam Senen 5.30-7.30 di gedung Indonesia Clubhuis Kramat 106) 1. Arak-arakan Pandu (Padvinderij) commit to user 2. Dari hal pergerakan Pandu oleh T. Ramelan
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pergerakan Pem. Indonesia dan pergerakan pemuda di tanah luaran oleh t.W. Soenarjo. 4. Mengambil kepoetoesan. 5. Menoetoep kerapatan Ajakan untuk menghadiri rapat yang akan diadakan pada tanggal 27 dan 28 oktober 1928 di cetak dengan tebal dan memberikan tekanan untuk mengikuti kongres. Dengan adanya maklumat ini kami (Pengurus) berharap supaya semua orang dapat membantu kerapatan ini, karena kami yang bertandatangan dibawah ini percaya kerapatan akan membawa kebaikan dan banyak manfaat bagi tanah air kita dan bangsa Indonesia. Pengurus: Ketua
: Soegondo Djojopuspito (PPPI)
Wakit Ketua
: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris
: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
Bendahara
: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I
: Djohan Mohammad Tjaja (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II
: R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia)
Pembantu III
: R. C. L. Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV
: Johannes Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V
: Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi)
Susunan acara dan panitia di atas disertai dengan ajakan yang mengarah pada undangan secara terbuka (menyeluruh). Dengan adanya undangan yang menyeluruh sehingga terbukalah Kongres Pemuda II untuk umum. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta Kongres Pemuda II, baik dari wakil pemuda maupun golongan tua. Dari golongan tua yang hadir diantaranya dari PNI, PSI, Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi, Timorsch Verbond dan lain-lain (Persatuan Indonesia. 1928). Golongan tua banyak membantu, baik pada persiapan, jalannya kongres, maupun penyebaran hasil kongres. Pers dapat dikatakan berhasil menyebarluaskan informasi mengenai acara Kongres Pemuda II. Surat kabar merupakan hal penting yang dapat menjadi sumber informasi commit toacara user kongres menjadi jelas. Berbagai dan bertanya bagi masyarakat sehingga
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
persiapan Ideologis yang dilakukan PPPI juga dilakukan melalui surat kabar. Hal ini memiliki tujuan untuk mempersatukan seluruh organisasi kedalam pemikiran nasionalisme. Pertemuan-pertemuan serta perbincangan antar pengurus organisasi yang sering dilakukan di berbagai gedung pertemuan terutama Gedung Kramat 106 mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Dengan adanya informasi tentang persiapan Kongres Pemuda II memudahkan tercapainya tujuan kongres yaitu: 1. Membentuk satu wadah organisasi kepemudaan, yang bersifat nasional dengan berasaskan persatuan Indonesia. 2. Menghilangkan segala perbedaan, yang menjadi hambatan terbentuknya persatuan Indonesia. (Sudiyo. 2003: 78)
b. Mempengaruhi Opini Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya. Dalam masyarakat modern, gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Berbagai tulisan mengenai keadaan pribumi yang menderita karena penjajahan menimbulkan pemikiranpemikiran kaum intelektual maupun kalangan pemuda. Selain itu, ideology yang berada dibelakang pers sangat berpengaruh dalam isi surat kabar. Pada awalnya pers mempengaruhi penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa yang sering digunakan dibandingkan bahasa Belanda. Hal ini sangat penting dalam mempengaruhi pemikiran pemuda, terutama dalam kongres Pemuda II, sebab pada awal mulanya ada beberapa pertentangan antar pemuda. Ada tiga pilihan dalam Kongres Pemuda I yaitu bahasa Jawa, bahasa Belanda, dan bahasa Melayu. Terdapat banyak penyanggahan terutama bahasa Belanda karena dianggap sebagai bahasa Kolonial. Bahasa Jawa juga banyak mendapat protes sebab memiliki tingkatan-tingkatan dan jarang digunakan oleh masyarakat di luar Jawa. Bahasa Melayu juga jarang digunakan, namun dengan berkembangnya pers berbahasa Melayu maka bahasa Melayu digunakan sebagai inti Bahasa Indonesia dengan berbagai penyesuaian. Di antaranya menambahkan kosa kata dari bahasa Jawa maupun bahasa Belanda. Selain itu juga memberikan imbuan dan merubah commit to user susunan katanya (Sartono Kartodirdjo, 1975: 288).
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejak tahun 1925 pemuda yang memiliki pemikiran maju dan mengambil sikap perjuangan non-koperasi mulai dihimpun oleh tokoh muda, yaitu Ir. Soekarno. Nama organisasi pemuda pelajar pimpinan Soekarno bernama Algemeene Studie Club. Organisasi ini pada awalnya memang tidak bergerak pada bidang politik, namun Ir. Soekarno memasukkan ide-ide tentang Nasionalisme kepada para pelajar.
Banyak buku mengenai wawasan kebangsaan yang
diperkenalkan, antara lain buku karya H.O.S Cokroaminoto tentang Islam dan Sosialisme, buku Renan yang berjudul “Qu’est ce cu’une Nation” (Apa bangsa itu?). (Sartono Kartodirdjo, 1975: 214). Soekarno sendiri aktif dalam menulis artikel-artikel kebangsaan, diantaranya pada tahun 1926 di Suluh Indonesia Muda yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Soekarno menulis suatu artikel
mengenai
perlunya
persatuan
antara
semua
golongan
untuk
memperjuangkan Indonesia Merdeka sebagai lawan dari pemerintah Hindia Belanda. Dengan persatuan ketiga pergerakan rakyat yang bersifat Nasionalistis, Islamistis dan Marxistis akan membawa kita kearah Indonesia Merdeka. (Moh. Sidky Daeng Materu, 1985: 31-32) Dua organisasi kepemudaan yang memiliki inisiatif menyelenggaraan Kongres Pemuda II yaitu PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) dan Pemuda Indonesia. PPPI merupakan gabungan dari organisasi pemuda kedaerahan, namun menjelang terselenggaranya Kongres Pemuda II sifat kedaerahan
mulai
dilepaskan,
sehingga
memperlancar
jalannya
sidang.
Sebenarnya PPPI dan Pemuda Indonesia memiliki hubungan dengan organisasi lain yang lebih dekat dan mempengaruhi arah pemikiran kedua organisasi kepemudaan ini. PPPI mengarah pada Perhimpunan Indonesia, sedangkan Pemuda Indonesia lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) ( Sudiyo, 2003: 80). Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kegiatan pergerakan Perhimpunan Indonesia yaitu Nasional-demokratis, non-kooperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan to user kaum penjajah. Melalui majalahcommit “Indonesia Merdeka” Perhimpunan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
menyebarkan tujuannya yaitu kemerdekaan Indonesia. Isi majalah Indonesia Merdeka yang revolusioner anti Belanda mendapat larang dari pemerintah Hindia Belanda, namun secara illegal (diselundupkan) masuk ke Indonesia (Sudiyo, 2004: 64-121). Majalah yang membawa pesanan cita-cita dan teori-teori Perhimpunan Indonesia (PI) ini berpengaruhi terhadap pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan politik pemuda-pemuda yang bergabung dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (Tim Museum Sumpah Pemuda, 1974: 257). Karena PPPI sering mendapatkan kiriman majalah Indonesia Merdeka. Dengan demikian, apa yang dilakukan Perhimpunan Indonesia diluar negeri dapat diketahui semua oleh PPPI (Sudiyo, 2003: 80). Pemuda Indonesia yang lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) daripada PPPI sehingga berpengaruh pada pemikiran mengenai persatuan dan kesatuan dari PNI. PNI sendiri secara langsung terpengaruh terhadap pemikiran Perhimpunan Indonesia, sebab ada lima dari delapan orang yang merupakan pengambil inisiatif untuk mendirikan PNI. Selain itu asas PNI secara tegas, yaitu: 1. Menolong diri sendiri (self-help) 2. Non-cooperatie 3. Marheinisme. (Moh. Sidky Daeng Materu, 1985: 32) PPPI melalui majalah Indonesia Raya yang di pimpin redaksi Abu Hanifah berusaha menyebarkan pemikiran persatuan yang diperoleh melalui majalah Indonesia Merdeka. Majalah Indonesia Merdeka berisikan artikel-artikel dan statement-statement tentang perjuangan Perhimpunan Indonesia di Belanda. PPPI menunjukkan persatuan dan kesatuan sehingga sifat-sifat kedaerahan mulai dilepaskan. Berbagai majalah yang beredar di Indonesia mulai banyak yang menyinggung mengenai persatuan walau hanya tersirat ( Sudiyo. 2004 : 120-123). Jong Sumatra juga terpengaruh majalah Indonesia Merdeka, hal ini disebabkan Moh. Hatta yang menjadi bagian dari Jong Sumatra juga menjadi bagian dari Perhimpunan Indonesia. Moh Hatta merupakan ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1926 – 1930 dan pernah menjadi bendahara Perhimpunan commit to user Jong Sumatra yang juga diikuti Indonesia. Hal ini berpengaruh pada pemikiran
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Moh. Hatta dan Jong Sumatra berperan dalam Kongres Pemuda II yaitu dengan mengirimkan wakilnya untuk menjadi bagian dalam pengurus kongres (Moh. Yamin) (Sudiyo, 2004: 42-70). Pengaruh persatuan dan perjuangan bangsa juga dirasakan oleh W.R. Supratman. W.R. Supratman adalah penggubah lagu Indonesia Raya yang diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II merupakan seorang komponis dan wartawan. Ketika bekerja di Firma Hukum (Makasar) Mr. Schulten, Supratman sering mendapat bacaan dari berbagai Koran yang sebagian dari Koran tersebut dikelola oleh kalangan pergerakan.
Dia juga mendengarkan ceramah dari
Sneevliet yang membuatnya menjadi nasionalis yang pantang mundur (Momon Abdul Rahman. 2007: 12-13). Pada saat bekerja sebagai wartawan, banyak sekali tulisan yang dibaca oleh Supratman, diantaranya berita luar negeri, yaitu “republik Cina harus menjadi negara yang merdeka dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan hanya merdeka dalam nama, sedangkan dalam kenyataan tidak mempuyai wewenang untuk mengatur keadaan dalam negeri sendiri” (Soebagijo I.N, 1985: 29). Sedangkan berita dari dalam negeri, pada majalah Timboel yang terbit di Soloyang berisi “Manakah komponis Indonesia membangkitkan semangat rakyat?”. Membaca tulisan itu W.R. Soepratman tergerak, tulisan itu seakan ditujukan kepada dirinya (Momon Abdul Rahman. 2007: 34). Melalui Koran yang dibaca, Supratman sedikit demi sedikit mulai mengenal pergolakan dunia dan tentang pergerakan kebangsaan ( Soebagijo I.N, 1985: 29). Berbagai surat kabar maupun majalah yang diterbitkan oleh orang Belanda, Tionghoa dan pribumi membawa pengaruh yang sangat besar dalam mengerucutkan pemikiran-pemikiran kearah nasionalisme. Selain itu dapat mengobarkan semangat dari individu maupun organisasi yang berperan serta dalam Kongres Pemuda II. Pers yang membawa ideologi organisasi akan berpengaruh pada konsep pemikiran individu yang membaca. PPPI menyebarkan ideologi nasionalis supaya adanya kesamaan tujuan dalam organisasi kepemudaan maupun nasional yaitu Indonesia Merdeka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
c. Membantu Pelaksanaan Kongres Pemuda II Melalui Wakil-wakilnya Di dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 banyak kalangan pers (wartawan atau penulis pers) yang menjadi perwakilan organisasi pemuda, tetapi yang sering disebutkan yaitu Saerun (Keng Po) dan W.R Supratman (Sin Po) karena mereka secara resmi mewakili kalangan pers. Banyaknya kalangan pers yang datang dikarenakan pergerakan nasional berkembang bersamaan dengan pers. Apabila kita kaji mengenai pers dan pergerakan nasional memang sesuatu yang tak bisa dipisahkan. Hampir semua ketua pergerakan nasional merupakan wartawan atau penulis dalam setiap surat kabar maupun majalah yang dikeluarkan oleh organisasi yang dipimpinnya, antara lain De Expres yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Indische Partij), Moh Hatta (Perhimpunan Indonesia) menulis di majalah Indonesia Merdeka, Oetoesan Hindia yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto (SI), Moh Yamin dengan majalah Jong Sumatra dan lain sebagainya. Ada banyak yang hadir namun kurang berperan dalam pelaksanaan kongres, antara lain, Saerurn yang hanya memberikan sambutan yang berisi harapan supaya persatuan dapat kekal dan hidup dihati setiap orang Indonesia. Namun disini hanya ada dua orang yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia (Fadjar Asia,1928). a) S.M Kartosuwirjo. Pada hari pertama, setelah pidato Yamin selesai, hadirin dipersilahkan untuk memberikan tanggapan. S.M. Kartosoewirjo mengeluarkan tanggapan mengenai kedudukan bahasa asing sebagai bahasa pergaulan internasional, Kartosoewirjo sampai pada kesimpulan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi penghubung dalam persatuan Pemuda. Pergerakan nasional harus diserahkan kepada perkumpulan yang berdasarkan nasional (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: 22). Dalam tanggapan Kartosuwiryo dapat diambil kesimpulan bahwa adanya suatu harapan supaya bahasa Indonesia dapat menjadi suatu bahasa nasional yang commit user dapat digunakan oleh semua orang dalamtoorganisasi pemuda pada khususnya dan
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
seluruh orang Indonesia pada umumnya. Sehingga tidak ada suatu penghalang yang terjadi antara suku maupun daerah untuk menjaga persatuan. Hal ini mungkin mengarah pada kesulitan yang dialami pada kongres Pemuda I, dimana bahasa menjadi salah satu penghambat adanya keputusan yang bulat mengenai persatuan. Selain itu adanya pergerakan nasional harus berdasarkan nasional dan tidak lagi mengarah pada sifat-sifat kedaerahan. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: 15). Pada rapat kedua dimulai dengan pembicara Mej. Poernomowoelan yang berbicara tentang pendidikan (Museum Sumpah Pemuda. 2005: 24). Pidato Poernomowoelan banyak menekankan tentang pendidikan Indonesia yang masih harus diperbaiki dan mempunyai sistem sendiri. Pidato Poernomowoelan tersebut masih menggunakan bahasa Belanda, dan diterjemahkan oleh Moh. Yamin ke dalam bahasa nasional (Sudiyo. 2004: 152). Setelah pidato selesai, Soegondo menanyakan kalau ada yang mau berpendapat. Ada lima pendapat yaitu dari: inoe, Sigit, Emma Poeradiredja, Antapermana dan karosuwirjo. Kartosuwirjo meminta ijin untuk menanggapi. Namun sebelumnya Kartosuwirjo menanyakan kepada pemimpin kongres, “apakah dia harus berbicara atas nama wakil Hoofdbestuur P.S.I. atau atas nama sendiri?”. Pemimpin kongres tidak keberatan kalau menggunakan namanya sendiri. Kartosuwirjo mula-mula menerangkan bahwa beberapa pembicara masih mencari-cari dan meraba-raba. Apakah disini tidak ada atau belum ada peraturan pendidikan yang tetap? Dengan terus terang Kartosuwiryo berkata” yang dimaksudnya adalah pendidikan secara Islam. Baik secara rohani maupun dalam perihal jasmani (Fadjar Asia. 3 November 1928). Kartosuwirjo sebenarnya ingin menyimpulkan berbagai pendapat dari Sigit dan menyanggah pendapat Antapermana Sigit menyarankan adanya lima hal pendidikan melalui aturan kebangsaan, yaitu Interaksi, banyak membaca, organisasi Pemuda, sekolah berastrama dan keharmonisan kekeluargaan. Serta kesalahan pendidikan Indonesia adalah adanya anggapan bahwa derajat perempuan dibawah laki-laki. Sedangkan Antapermana berbicara tentang kawin paksa, kawin dibawah umur dan poligami. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: commit to usermaka Kartosuwirjo menjelaskan 15). Dari pendapat Sigit dan Antapermana,
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
bahwa kesemuanya terdapat pada pendidikan Islam yang memang sudah ada pada waktu itu. Pendidikan yang menggunakan sistem pondok dan ada aturan-aturan yang mengatur mengenai perkawinan. Sehingga mematahkan pendapat kedua orang tersebut. Pada rapat ketiga, Kartosuwirjo juga mengecam tindakan PID(Polietike Inlichtigen Dienst) yang berusaha menghentikan rapat karena dianggap membahayakan. PID merupakan polisi atau penegak hukum yang dibentuk Belanda untuk mengawasi segala bentuk usaha menggangu ketertiban umum atau hendak merobohkan maupun menghancurkan kekuasaan yang sah, baik yang ada di negeri Belanda maupun yang ada di Hindia Belanda, secara langsung ataupun tidak langsung. Hampir hadir di setiap rapat yang diadakan oleh pergerakan nasional(Sudiyo. 2003: 64). Dengan penjelasan dan tanggapan dari peserta maupun ketua rapat maka rapat dapat dilanjutkan.
b) W. R. Supratman Setelah pidato pada rapat ketiga selesai, rapat ditunda untuk istirahat. W.R Supratman datang pada Soegondo dengan permintaan “apakah bila rapat sudah dibuka kembali dia dapat memperdengarkan karangannya, yang dinamakan “Indonesia Raya?”. Syair lagu sebelumnya telah diedarkannya dibeberapa kalangan, antara lain para pandu yang telah berusaha mempelajari bersama katakatanya (Achmad Hamami, 1973: 195). Karena dalam syair Indonesia Raya terdapat banyak kata “Indonesia” dan Soegondo menyatakan bahwa Soepratman boleh memperdengarkan lagunya tetapi jangan menyanyikan Syairnya (Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah, 1974: 68). Sebelum putusan kongres dibacakan Soegondo meminta perhatian para hadirin tentang lagu yang akan diperdengarkan Soepratman. Soepratman segera memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya. Dr. Raden Soeharto dalam karya Panca Dasa Warsa Sumpah Pemuda di buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda 50th (1978: 134) mengatakan: “Kenang-kenangan dari Indonesische Club (IC) yang mengesankan bagi commit to usermaghrib tanggal 20 Oktober 1928 saya diantaranya ialah ketika menjelang
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nyelonong di IC seorang yang kurus, berpakaian sangat sederhana, mengepit Biola yang sudah agak butut, langsung saja ke emper belakang dan dengan semangat mendengarkan lagu yang sama berulang-ulang kali dan kadangkadang menyanyikan dengan suara yang agak parau dan baru kemudian saya mengetahui bahwa orang itu adalah W.R. Soepratman dan lagu yang berulang-ulang diperdengarkan adalah Indonesia Raya. Saya menyaksikan betapa hebat lagu itu disambut oleh Kongres, dan Soepratman dengan senyum-senyum dan mata berkaca-kaca menerima ucapan selamat dan pelukan para hadirin. Petugas-petugas PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang juga hadir dan biasanya sangat mengganggu rapat-rapat pemuda dengan tegoran-tegorannya, tampak diam, mungkin karena tidak dapat menangkap dengan cepat maknanya, mungkin juga karena ikut terharu.” Hanya dengan irama biola dan tanpa dinyanyikan syairnya, namun sebagian besar orang yang berada pada kongres sebenarnya sudah mengetahui syair lagu Indonesia Raya sebelumnya. Demikian lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928.
d. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II Saerun yang merupakan wartawan dari Keng Po bertugas dalam mencatat hasil dari Kongres Pemuda II. Hal ini terbukti melalui banyaknya berita yang berisi pidato dari Soegondo Djoyopuspito yang diterbitkan 29 Oktober 1928 halaman 2. Dengan isi pokok mengenai perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sejak Budi Utomo dan diuraikan kilas balik sejarah keberhasilan Belanda menguasai Indonesia. Kunci pokok keberhasilan Belanda yaitu: 1. Politik divide et impera, pada masa itu bangsa Indonesia dapat dipecah-pecah, diadu domba satu sama lain. Sehingga mudah ditundukkan. 2. Menanamkn rasa perhambatan atau rasa derajat rendah kepada Indonesia. 3. Membuat bumi putera tetap bodoh. Jadi politik dan taktik Belanda yang buruk inilah yang harus dihadapi dan dikalahkan oleh pemudapemuda serta bangsa Indonesia. Banyak dari pers yang mengutip pidato dari Kongres Pemuda II, antara lain majalah Persatuan Indonesia dan Fadjar Asia juga. Dalam majalah Persatuan commit to user Indonesia seluruh jalannnya kongres di jelaskan secara rinci namun ada juga
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
penggambaran jalannya kongres yang mengarah pada makna yang tersirat dan arti penting Kongres Pemuda II. Persatuan Indonesia berisi penjelasan bahwa Kongres Pemuda II berbeda dengan Kongres Pemuda I, perbedaannya yaitu: 1. Kongres Tabrani (Kongres pemuda I) ialah didirikan atas nama suatu komite yang tidak berhubungan sama sekali dengan perhimpunanperhimpunan pemuda, sedangkan kerapatan yang belakangan (Kongres Pemuda II) terdiri dari wakil-wakil perhimpunanperhimpunan pemuda. 2. Kongres yang pertama hanya bermaksud untuk menyiarkan (propaganda) perasaan persatuan Indonesia, sedangkan kerapatan yang kedua bermaksud untuk penguatan perasaan persatuan dan kebangsaan, yang dimasa ini telah hidup di dalam hati tiap-tiap pemuda Indonesia. Perselisihan antara PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang terjadi dalam Kongres Pemuda II tidak luput dari pemberitaan. PID melarang penggunaan kata Merdeka dan hamper saja menggagalkan acara kongres pemuda II. Selain itu berbagai perkataan yang berbau politik dilarang oleh PID sebab pemuda dilarang untuk berbicara masalah politik, apabila mengandung politik maka anak yang berumur dibawah 18 tahun tidak boleh mengikuti acara kongres. Mr Sartono menjelaskan masalah politik yang telah mempelajari ilmu hukum baik Indonesia maupun Belanda kepada PID (Persatuan Indonesia. 1928). Surat kabar Fadjar Asia lebih lengkap dan lima hari mengupas isi kongres, mulai dari tanggal 30 Oktober, 31 Oktober, 2 November sampai tanggal 3 November dan 5 November 1928. Pada tanggal 30 Oktober berisikan sambutan dari Mr. Sartono(PNI dan PPPKI), Abdulrahman (Budi Utomo), Mr. Sunaryo (PAPI dan INPO), Inoe (PNI), Dr. Amir (DI), Saerun (Keng Po dan pers Indonesia lainnya), SM kartosuwiryo (Hoofdbestuur PSI dan pers Fadjar Asia), Sigit (IC), Muhidin (Pasundan), dan Manonutu (Perserikatan Minahasa). Pada tanggal 31 Oktober berisi pidato dari Moh. Yamin. Moh. Yamin berbicara mengenai sejarah Indonesia mulai dari kerajaan Majapahit sampai commit menghubungkan to user dengan kejadian sekarang. Kemudian dengan persatuan dan
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebangsaan. Selain itu Moh. Yamin juga membicarakan mengenai pentingnya bahasa Indonesia (yang dulu disebut bahasa Melayu) yang dalam kalangan pribumi dianggap remeh. Padahal bahasa merupakn sesuatu yang sangat penting. Setelah pidato selesai beberapa orang menanggapi pidato Moh. Yamin (Fadjar Asia. 1928). Pada tanggal 2 November berisikan jalannya kongres pada hari kedua yang bertempat di gedung Oost Java Bioscop, Koningsplein Noord dan menyebutkan kalangan pers yang hadir yaitu Fadjar Asia, Bintang Timoer, Keng Po, Het Licht, Sin Po, dan lain-lain. Pada tanggal 3 November dan 5 November 1928 berisi jalannya kongres pada hari ke 3 (Fadjar Asia. 1928).. Kongres ditutup dengan terlebih dulu di umumkan hasil perumusan berdasarkan pokok-pokok pikiran yang berkembang dalam kongres. Soegondo dengan suara dengan suara keras membaca usul resolusi yang intinya (Persatoean Indonesia. 1928).: Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedoea: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sebelum disahkan oleh kongres, ketua rapat mempersilahkan Yamin untuk memberikan penjelasan. Setelah penjelasan dari Moh Yamin maka disahkan resolusi itu sebagai keputusan kongres. Selanjutnya keputusan tentang kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa itu dilambangkan pula dengan: 1. Lambang Warna, yang berupa pengibaran bendera Merah Putih. 2. Lambang Suara, dengan melagukan lagu Indonesia Raya. 3. Lambang Lukisan, berupa lencana Garuda Terbang (Sri Sutjiatiningsih. 1999: 31). Resolusi Kongres Pemuda II tersebut berbeda dengan apa yang sering di perdengarkan sekarang, yaitu pada resolusi ketiga yang pada awalnya “Kami putra user dan putri Indonesia menjunjungcommit bahasatopersatuan, bahasa Indonesia” berubah
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
menjadi Kami putra dan putri Indonesia mengaku bahasa satu, bahasa Indonesia. Walau hanya berbeda beberapa kata, namun efek yang ditimbulkan sangat besar, yaitu mulai lunturnya bahasa daerah. Padahal yang dimaksudkan pada Kongres Pemuda II bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan masih menjaga bahasa daerah sebagai bahasa asli. Sehingga persatuan tetap terbentuk melalui bahasa persatuan yang sama. Pemberitaan–pemberitaan yang luas dan banyak tidak lepas dari kesadaran Soegondo (Ketua Kongres Pemuda II) bahwa pers merupakan sarana terbaik dalam menyebarkan hasil kongres maupun jalannya Kongres Pemuda II. Sehingga Soegondo memberikan segala bahan pembicaraan serta keputusan yang diambil oleh panitia kepada Soepratman. Kemudian Soepratman mengolahnya menjadi berita untuk seterusnya disiarkan dalam surat kabar. Dalam kenyataannya pers memang tidak sedikit membantu menyebarluaskan keputusan-keputusan yang diambil dalam kongres (Soebagio I.N. 1985: 46-47). Suatu yang mengesankan bahwa ada pengharapan yang ditulis pada akhir putusan Kongres Pemuda II yang tertulis: “Supaya putusan dalam Kongres Pemuda II disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat perkumpulan-perkumpulan kita” (S.M. Kartosuwirdjo: 1928). Jadi dalam tiap rapat adanya proses memupuk rasa persatuan. Persatuan merupakan suatu hal yang paling penting dalam sebuah negara baik yang merdeka maupun yang belum merdeka. Berita mengenai Sumpah pemuda tidak hanya diterima oleh orang yang berada di Indonesia. Moh Hatta yang sedang berada di Belanda menyatakan: “Kami baca dalam surat kabar Belanda, bahwa di Jakarta telah terjadi sumpah Pemuda yang mengaku mereka dari satu bangsa, bangsa Indonesia, dari satu tanah air, tanah air Indonesia, mempunyai satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dalam surat kabar Belanda tentu tidak sesuai benar teks ucapan itu. Baru kira-kira sebulan sesudah itu bunyi teksnya tepat kami baca dalam suratsurat kabar Indonesia.”(Sudiyo. 2004: 130) Lagu “Indonesia Raya” gubahan W.R. Supratman juga dimuat dalam surat kabar Sin Po pada bulan November. Pada surat kabar Sin Po pada bulan November 1928 jelas terlihat nama lagu toIndonesia Raya pada awalnya berjudul commit user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
Indonesia dengan lirik: INDONESIA Indonesia tanah airku, Tanah tumpah darahku, Disanalah aku berdiri, Menjaga pandu ibuku, Indonesia kebangsaanku, kebangsaan tanah air ku, marilah kita berseru, Indonesia bersatu, Hiduplah tanahku, Hiduplah negeriku, Bangsaku, jiwaku semuanya, Bangunlah rakyatnya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia raya, Indones, Indones, mulia, mulia, Tanahku negeriku yang ku cinta, Indones, Indones, mulia, mulia, Hiduplah Indonesia raya. (yang ke 2 dalam Sin Po, 1928) Dalam lagu Indonesia Raya terjadi beberapa perubahan beberapa kali sampai terciptalah bentuk yang sempurna untuk dijadikan lagu kebangsaan. Lagu Indonesia Raya yang dicetak dalam surat kabar Sin Po semakin bertambah luas penyebarannya. Melihat perhatian yang besar, maka Sin Po sengaja mencetaknya banyak-banyak. Orang-orang berebut membelinya, sehingga dalam waktu singkat lagu Indonesia Raya habis terjual. Pembelinya bukan hanya orang Batavia, tetapi juga dari daerah lain. Juga dari luar Jawa pesanan pun berdatangan (Soebagijo I.N, 1985: 57). Peran pers terutama pers Nasional dan pers peranakan Tionghoa yang secara terus menerus memberikan pengaruh dan pendidikan mengenai nasionalisme dalam setiap terbitan. Selain itu, ikut sertanya dalam kongres pemuda membuktikan peran penting pers dalam Kongres Pemuda II. Dalam kenyataannya pers memang tidak sedikit membantu menyebarluaskan keputusankeputusan yang diambil dalam kongres (Soebagio commit to user I.N. 1985: 46-47).
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Puncak kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan yaitu Kongres Pemuda di Jakarta tahun 1928 yang mencetuskan ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan yang tebih dikenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda” (Tribuana Said. 1988: 24). Dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu, ide kesukuan dan ide kepulauan itu hilang lenyap laksana embun kena sinar matahari (Wawan Tunggul Alam. 2001: 109). Sumpah itu mencerminkan tekad persatuan kebangsaan bukan hanya kaum muda namun juga kaum tua (G. Moedjanto. 1989: 57).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis kemukakan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Penerbitan suratkabar cetak di Indonesia baru muncul tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens, untuk menerbitkan suratkabar. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviase Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Pers tionghoa muncul akhir abad ke 19, yang didahului lahirlah kalangan intelektual peranakan Tionghoa di Indonesia. Rasa nasionalisme Tionghoa yang timbul akibat kolonialisme. Sejak lahirnya Budi Utomo di Jakarta tahun 1908, organisasi ini memperhatikan pentingnya penerbitan dan surat kabar sebagai penyambung suara organisasi. Perjuangan pers di Indonesia tidaklah semudah yang dilihat, tahun 1856 pemerintah Hindia belanda mengeluarkan Reglement op de Drukwerken in Nederlandesch Indie yang lazim disebut Drukpers Reglement atau UU tentang percetakan dan Pers. Aturan ini pada 1906 diperbaiki menjadi bersifat represif, yang menuntut setiap penerbit mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum dicetak. Sejak diberlakunya ketentuan liberalisasi, khususnya keputusan penguasa kolonial untuk menghapus Pra-sensor mulai tahun 1906, wartawan Indonesia memperoleh peluang untuk menerbitkan surat kabar sendiri.
2.
Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu Pers Kolonial/ Belanda, Pers Cina/ Tionghoa, dan Pers Nasional/ Pribumi. 1) Pers Kolonial, menutup mata bagi keadaan dalam masyarakat Indonesia, bahkan untuk mengetahui apa yang terdapat dalam pers Indonesia saja dirasa tidak perlu, kecuali Bataviaash Nieuwsblad dan Locomotief. Surat kabar Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie di Jakarta dengan redaksinya Karel commit to userterkenal karena kritik-kritiknya Wijbrand, yang dalam kedudukannya
80
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
kepada pemerintah Belanda. Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie muncul pula Java Bode yang merupakan surat kabar resmi, dan selalu membela kebijaksanaan pemerintah. Bataviaasch Nieuwsblad, memiliki pimpinan redaksi bernama F.K.H. Zaalberg, seorang Indo-Belanda yang dapat menanjak dengan kekuatannya sendiri dari pembantu korektor sampai menjadi pimpinan redaksi. Bataviaasch Nieuwsblad berbeda dengan Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie dan Java Bode. Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad mempunyai watak dan keyakinan keras untuk tidak menjadi alat Kolonial seperti Nieuws van den Dag voor NederlandscheIndie dan Java Bode. Pers Cina/ Tionghoa, pers Tionghoa dikenal juga sebagai pers Melayu di Indonesia. Sin Po adalah majalah Tionghoa yang menggunakan bahasa Melayu. Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po sering menurunkan tulisan terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. Pers Pribumi, Pergerakan nasional dan pers pribumi dapat diibaratkan sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan. Apabila pergerakan nasional dapat dipandang sebagai proses mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita nasional, hal ini berarti fungsi pokok pergerakan nasional ialah mensosialisaskan politik dikalangan masyarakat. Media massa dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi, sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif. 3.
Dengan melihat dari berbagai sudut fungsinya, maka peran pers dalam Kongres Pemuda II ada 4, yaitu: Pusat informasi, Kongres Pemuda II mengumumkan hasil rapat kepada seluruh pemuda untuk ikut serta dalam Kongres Pemuda II dan menjadi pusat informasi yang utama. Dengan adanya undangan yang menyeluruh sehingga terbukalah Kongres Pemuda II untuk umum. Mempengaruhi opini, Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Membantu commit to user wakil-wakilnya, ada dua orang pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Menyebarluaskan isi Kongres Pemuda II, dengan peran pers terutama Pers Nasional dan Pers peranakan Tionghoa yang secara terus menerus memberikan pengaruh dan pendidikan mengenai nasionalisme dalam setiap terbitan. Selain itu, ikut sertanya dalam kongres. Hal ini membuktikan peran penting pers dalam Kongres Pemuda II.
B.
Implikasi
1. Teoritis
Secara teoritis pers memiliki peran sebagai alat pembaharu sosial dan pembaharu masyarakat, serta memiliki fungsi informasi, mempengaruhi, mendidik, swadaya, dan ekonomi. Namun dalam Kongres Pemuda II fungsipers yang paling menonjol yaitu fungsi informasi dan mempengaruhi. Hal ini dapat terlihat
dari
pers
sebagai
pusat
informasi,
mempengaruhi
opini
dan
menyebarluaskan hasil kongres. Selain berhubungan dengan fungsi pers,Kongres Pemuda II juga berhubungan dengan masing-masing individu atau bagian dari pers yang membantu jalannya kongres. Seorang wartawan tidak hanya melakukan tugas jurnalistik namun juga melakukan tugas individu sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme yang besar membuatnya menjalankan tugas jurnalistik dan membantu jalannya Kongres Pemuda II.
2. Praktis
Perkembangan pers di Indonesia turut memberian sumbangan yang besar bagi perjuangan mencapai kemerdekaan. Selain itu pers memperjuangkan kebebasannya agar terbebas dari tekanan-tekanan yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pers juga menjadi jalan menuju nasionalisme yang luas yaitu dalam Kongres Pemuda II yang dapat dikatakan sebagai tonggak awal perkembangan persatuan nasional. Hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia bahwa persatuan nasional tidak mudah dicapai dan melalui proses yang commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panjang. Selain itu, pers memiliki peranan besar terhadap pengetahuan, pendidikan dan memberikan informaasi penting bagi masyarakat.
3. Metodologis
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode historis. Pemilihan metode ini berdasarkan pada kegiatan pemecahan masalah dengan
mengumpulkan
sumber-sumber
sejarah
yang
relevan
dengan
permasalahan yang akan dikaji, untuk memahami kejadian pada masa lalu. Kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dari sumber sejarah tersebut dijadikan suatu rangkaian cerita sejarah yang objektif, menarik, dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik studi pustaka dengan mengadakan riset di perpustakaan terhadap sumber-sumber seperti arsip atau dokumen, buku, dan majalah. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian sumber-sumber koran atau dokumen tertulis. Sumber surat kabar, majalah serta buku-buku yang memuat tentang peran pers tahun 1900-1928 sangat jarang dan banyak yang hilang. Oleh karena itu sumber primer, sekunder dan tersier yang ditemukan tidak bisa secara lengkap dan menyeluruh.
C.
Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah harus berperan serta untuk menjaga dan menumbuhkan jiwa nasionalisme di dalam dirinya maupun didalam masyarakat seperti yang dilakukan oleh pers pribumi, terutama menanamkannya pada penerus bangsa melalui bidang pendidikan. Para pejabat harus meneladani sikap para wartawan yang membawa nama surat kabar dan menjadi bagian dari sebuah bangsa. Pejabat selain menjadi bagian dari partai (kelompok) harus bisa juga menjadi bagian dari Negara yang menjunjung tinggi jiwa nasionalisme sehingga seluruh lembaga yang ada pada pemerintah dapat berjalan dengan baik seperti apa yang diharapkan para pendahulu kita. commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Bagi Pendidik
Bagi para guru sejarah, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kesejarahan mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah belum banyak materi yang membahas mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928, kebanyakan yang di tuangkan hanya organisasi nasional dan Kongres Pemuda II, namun tidak menampilkan pers sebagai alat pergerakan nasional. Materi dari hasil penelitian ini juga dapat disisipkan pada materi IPS maupun pelajaran sejarah pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar kelas 5 serta Sekolah Menengah Pertama kelas VIII semester genap pada kompetensi dasar Pergerakan Nasional Indonesia. 3. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sejarah, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah pemahaman mengenai Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, terutama mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Hal ini dikarenakan kurangnya materi yang diajarkan dalam perkuliahan terutama yang membahas mengenai pers. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para mahasiswa akan meneliti mengenai pers untuk lebih memperdalam materi yang terdapat didalamnya. Pers sangat berperan dalam munculnya semangat nasionalisme dan persatuan di Indonesia. Pers juga menjadi bagian penting dalam berbagai bidang. Terutama mendukung perjuangan pergerakan Nasional indonesia. Dengan adanya penelitian ini dapat diambil pelajarannya bahwa sebuah perjuangan yang keras pasti akan menghasilkan sesuatu yang berharga.
commit to user