PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA PELAKSANAAN IBADAH SHALAT SISWA KELAS VIII SMP ISLAM RUHAMA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh Dewi Asih Nim: 106011000029
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Dewi Asih
Tempat/tanggal/lahir : Ponorogo, 24 November 1986 NIM
: 106011000029
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul skripsi
: Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa di SMP Islam Ruhama
Dosen Pembimbing
: Heny Narendrany Hidayati, S.Ag, M.Pd
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 Juni 2011
Dewi Asih
i
ABSTRAK
Dewi Asih “Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa di SMP Islam Ruhama” Pembinaan ibadah shalat dalam lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah shalat siswa sehari-hari, karena dalam keluarga inilah siswa akan mendapatkan pendidikan keagamaan serta bimbingan yang sangat penting untuk perkembangan spiritual siswa. Oleh karena itu peran orang tua sangat penting dalam mewujudkan siswa yang cinta beribadah agar kelak terbiasa untuk menjalankannya. Ibadah shalat merupakan sarana yang sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan melaksanakan ibadah shalat hati akan menjadi tenteram sehingga dengan melaksanakan ibadah shalat wajib manusia akan senantiasa terhindar dari perbuatan tercela. Oleh karena itu pendidikan mengenai ibadah shalat harus ditanamkan sejak kecil. Oleh karenanya, berdasarkan pengetahuan di atas di sini penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa kelas VIII di SMP Islam Ruhama. Untuk teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan wawancara untuk guru fiqh dan angket (quisioner) untuk siswa. Selanjutnya data yang diperoleh dari penyebaran angket diolah dengan menggunakan rumus prosentase yang selanjutnya diinterpretasikan sebagai informasi yang tegas dan jelas mengenai data tersebut. Dari hasil prosentase dapat diketahui bahwasanya peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa sudah cukup baik. Orang tua sering memberikan contoh yang baik dalam pelaksanaan ibadah shalat siswa, orang tua juga tidak lupa untuk mengawasi pelaksanaan ibadah shalat siswa. Jika ada siswa yang lalai orang tua tidak lupa menasihatinya atau menegurnya. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru fiqh sudah menunjukkan adanya perhatian yang cukup dari pihak sekolah untuk membantu orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa.
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa Studi Kasus di SMP Islam Ruhama”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan keimanan dan ilmu pengetahuan teknologi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi hamba-hamba Allah swt yang mulia yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Heny Narendrany Hidayati, S.Ag,M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini. 4. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada umumnya dan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini. 6. Drs.Juhdi Asidi, Kepala Sekolah SMP Islamiyah Ciputat, serta para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian. iii
7. Terkhusus buat kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan moril, materil, semangat dan do’a buat penulis 8. Buat kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 9. Seluruh teman-teman mahasiswa satu angkatan 2006 khususnya kelas A yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna warni kehidupan penulis. 10. Sahabat-sahabat dekatku yang selalu ada dan memberi semangat kepada penulis, khususnya maryati,S.Pdi, Endy Triono, iffan, Uny, Yanti Fatimah, Rini, dan Iin mutmainah, terima kasih untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang jauh lebih besar dari Allah swt.
Jakarta, 20 Juni 2011 Penulis,
Dewi Asih
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................ . iii DAFTAR ISI ................................................................................................ v DAFTAR TABEL .................................................................................... .... viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... .. x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................... 7 C. Pembatasan Masalah................................................................... 8 D. Perumusan Masalah .................................................................... 8 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 9
BAB II
KAJIAN TEORI A. Peranan Orang Tua .................................................................... 10 1. Pengertian Peranan ................................................................ 10 2. Pengertian Orang Tua ............................................................ 11 3. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak ................................... 13 4. Tanggung Jawab Orang Tua .................................................. 14 B. Siswa .......................................................................................... 17 1. Pengertian Siswa ................................................................... 17 2. Karakterisitik Siswa pada Masa Remaja ............................... 18 3. Kebutuhan-kebutuhan Siswa Masa Remaja .......................... 20 4. Keberagamaan Siswa pada Masa Remaja ............................. 22 v
5. Hak-hak Anak atas Orang Tuanya ........................................ 23 C. Ibadah Shalat ............................................................................ 25 1. Pengertian Ibadah ................................................................. 25 2. Pengertian Shalat ................................................................... 26 3. Dasar Hukum Ibadah Shalat .................................................. 27 4. Syarat, Rukun, dan Hal-hal yang membatalkan Shalat ......... 28 5. Kedudukan Shalat dalam Islam ............................................. 29 6. Hikmah Ibadah Shalat ........................................................... 30 7. Fungsi Ibadah Shalat ............................................................. 32 D. Peran Orang Tua dalam Membina Ibadah Shalat Siswa ........... 34 E. Metode yang Digunakan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa .............................................. 35 F. Kesulitan-kesulitan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa ................................................................... 40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 43 B. Metode Penelitian ...................................................................... 43 C. Populasi dan sampel .................................................................. 44 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 44 F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ............................... 45
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil Obyek Penelitian ................................................... 48 B. Temuan Penelitian ..................................................................... 52 C. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................ 73
vi
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 75 B. Saran ......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….78 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1
: Kisi-kisi Quisioner peran orang tua dalam membina pelaksanaan shalat siswa ..........................................................
46
Tabel 2
: Kisi-kisi Wawancara .................................................................
47
Tabel 3
: Data Siswa Tahun Ajaran 2010/2011 .......................................
50
Tabel 4
: Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir ..............................
51
Tabel 5
: Orang Tua memberikan saya pemahaman tentang shalat .........
53
Tabel 6
: Orang Tua mengajarkan bacaan dan gerakan shalat .................
54
Tabel 7
: Orang tua memberikan dorongan untuk mengajarkan shalat tepat waktu ................................................................................
54
Tabel 8
: Orang tua menyediakan perlengkapan shalat siswa ..................
55
Tabel 9
: Orang tua melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin ................
56
Tabel 10 : Orang tua selalu mengajak siswa shalat berjamaah di masjid ..
56
Tabel 11 : Orang tua membiasakan siswa mengerjakan ibadah sejak kcil
57
Tabel 12 : Orang tua memerintahkan siswa agar segera shalat jika adzan berkumandang ............................................................................
58
Tabel 13 : Orang tua menjelaskan kepada siswa akan pentingnya menunaikan shalat 5 waktu ........................................................
58
Tabel 14 : Orang tua memberikan nasihat kepada siswa apabila tidak mau mengerjakan shalat .....................................................................
59
Tabel 15 : Orang tua menceritakan kepada siswa kisah-kisah tentang keuntungan bagi orang yang melaksanakan shalat dan kerugian bagi yang meninggalkan.............................................................
60
Tabel 16 : Orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat siswa ..............
60
Tabel 17 : Orang tua memberikan pujian kepada siswa jika rajin melaksanakan shalat .................................................................
61
Tabel 18 : Karena sibuk orang tua kurang memperhatikan apakah siswa sudah shalat atau belum .............................................................
62
Tabel 19 : Orang tua menegur jika saya tidak mengerjakan shalat ............
63
viii
Tabel 20 : Orang tua menghukum saya jika saya lalai dalam mengerjakan shalat ..........................................................................................
63
Tabel 21 : Orang tua memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan saya di masjid atau di rumah ........................................
64
Tabel 22 : kesibukan membuat orang tua lalai dalam mengawasi pelaksanaan shalat siswa ...........................................................
65
Tabel 23 : Saya mengerjakan shalat 5 waktu setiap hari ............................
65
Tabel 24 : Saya malas mengerjakan shalat 5 waktu ...................................
66
Tabel 25 :
Saya
langsung
melaksanakan
shalat
ketika
adzan
berkumandang ...........................................................................
67
Tabel 26 : Saya langsung mematikan TV jika telah datang waktu shalat ..
67
Tabel 27 : Saya suka mengulur-ulur waktu shalat .....................................
68
Tabel 28 : Saya suka mencari-cari alasan untuk tidak melaksanakan shalat 69 Tabel 29 : Saya tetap mengerjakan shalat ketika bepergian jauh ................
69
Tabel 30 : Saya senang mengerjakan shalat 5 waktu ..................................
70
Tabel 31 : Saya terpaksa dalam mengerjakan shalat ...................................
71
Tabel 32 : Saya suka membantah orang tua jika diperintahkan untuk shalat 71 Tabel 33 : Saya suka mengeluh jika diperintahkan untuk shalat.................
72
Tabel 34 : Saya merasa menyesal jika tidak mengerjakan shalat ................
72
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat pengajuan proposal skripsi 2. Surat bimbingan skripsi 3. Surat permohonan penelitian 4. Berita wawancara dengan guru bidang study Fiqh 5. Contoh angket penelitian 6. Hasil wawancara dengan guru bidang study PAI 7. Surat keterangan penelitian
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Bahkan Allah SWT memberikan kepercayaan yang besar kepada manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Tidak hanya itu, Allah SWT juga menundukkan laut, darat, dan udara untuk manusia. Hal ini artinya Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengelola alam ini demi kesejahteraan hidupnya. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa syukur atas semua yang diberikan Allah SWT, sudah semestinya manusia menanamkan dalam dirinya sikap ketaatan dan rasa syukur serta cinta terhadap Allah SWT. Pada dasarnya, Allah SWT menciptakan manusia semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-qur’an surah adz-dzariyat,31:56, di mana Allah SWT berfirman :
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.1 Berdasarkan ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Bentuk pengabdian
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV J-ART,2004), h.
524.
1
2
seorang hamba (manusia) kepada penciptanya (Allah SWT) adalah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Adapun salah satu bentuk pengabdian tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan ibadah shalat. Karena ibadah shalat merupakan salah satu bentuk ketaatan dan kecintaan manusia kepada Allah SWT, dan ibadah shalat juga merupakan sarana komunikasi manusia untuk mendekatkan dirinya kepada penciptanya, yakni Allah SWT. Ibadah shalat adalah salah satu sendi agama. Melalui shalat seseorang dapat kita bedakan muslim atau bukan. Apabila dia tekun melakukannya, maka dia dapat dikategorikan sebagai muslim. Shalat termasuk salah satu dari rukun Islam. Oleh karena itu shalat merupakan tuntunan yang disyariatkan Islam, yang diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan yang sudah baligh. Dilihat dari arti secara bahasa shalat adalah do’a, sedangkan secara syar’i shalat ialah suatu pekerjaan dan ucapan yang didahului dengan takbir dan diakhiri dengan salam.2 Nabi Muhammad SAW menjadikan shalat sebagai tiangnya agama. Di mana agama tidak akan berdiri tegak kecuali dengannya. Yang lebih penting lagi shalat merupakan amalan seorang hamba Allah yang pertama kali akan di hisab pada hari kiamat nanti, apabila shalatnya ditolak maka amalan-amalan yang lainpun akan ditolak dan akan menjadi manusia yang merugi. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi :
“Sesungguhnya amal (manusia) yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka ia beruntung; dan kalau jelek maka ia gagal dan akan merugi.” (H.R. at-Tirmidzi).3 Melihat betapa pentingnya ibadah shalat bagi manusia, maka pembinaan ibadah shalat harus dibiasakan sejak kecil agar kelak terbiasa menjalankannya.
2
Syarif Hidayatullah Husain, Shalat dalam Mazhab Ahlul bait, (Jakarta: Lentera, 2007),
h. 87. 3
Muhammad Jihad Akbar, Mukjizat Ibadah Fajar (Jakarta: Alifbata, 2007), Cet. I, h.24
3
Pembinaan ibadah shalat ini tidak bisa dilepaskan dari peran orang tua, yang mana dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberikan pendidikan keagamaan sedini mungkin ke anak. Kebiasaan inilah yang harus ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Karena pada kenyataannya anak lebih banyak tinggal di rumah bersama keluarganya dibandingkan dengan orang lain. Maka frekuensi anak untuk meniru kedua orang tuanya pun lebih besar. Oleh sebab itu orang tua harus bisa memberikan contoh teladan yang baik untuk anakanaknya, khususnya dalam pelaksanaan ibadah shalat. Pada umumnya, pendidikan yang pertama kali diperolah seorang anak berasal dari lingkungan keluarga. Dibandingkan dengan sekolah keluarga sangat berperan bagi perkembangan anak. Pendidikan dalam keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akhlak siswa. Karena itu orang tua harus bisa meluangkan waktu dan memanfaatkan waktu tersebut agar setiap waktu yang diberikan untuk anak mereka menjadi lebih bermakna. Orang tua harus memulai dari diri mereka sendiri untuk memberikan contoh langsung kepada anak, misalnya saja memberikan contoh dalam pelaksanaan ibadah shalat dengan mengajak anak shalat berjamaah. Jika orang tua rajin memberikan contoh dan bahkan sering mengajak anak untuk melaksanakan ibadah shalat maka secara otomatis anak akan terbiasa untuk melaksanakan ibadah shalat. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal anak sebelum anak mengenal dunia luar. Oleh karena itu keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama atau biasa disebut “ Primary Community”.4 Karena dalam keluarga inilah anak akan mendapatkan pendidikan keagamaan serta bimbingan yang sangat penting untuk perkembangan kepribadiannya dalam mengarungi kehidupan masa mendatang. Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam mendidik anaknya. Orang tua merupakan figur yang dijadikan contoh bagi anak-anaknya. Baik dan buruknya seorang anak kelak tergantung dari peranan orang tua dalam mendidiknya. Begitu pun juga, berkualitas dan tidaknya anak dalam melaksanakan shalat tergantung dari peranan orang tua dalam membina ibadah shalat anaknya tersebut. Oleh sebab itu, dalam 4
Alisuf Sobri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 14.
4
mendidik anak orang tua jangan hanya menyuruh anak untuk berbuat begini begitu atau jangan begini dan begitu. Akan tetapi orang tua harus bisa memberikan contoh terlebih dahulu agar terdapat suri tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Karena masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak.5 Dalam ajaran Islam anak yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang tuanya, sebagai wujud tanggung jawab mereka kepada Allah SWT. Oleh karena itu, sudah semestinya bagi orang tua memberikan pendidikan keagamaan yang cukup untuk anakanaknya. Dengan pendidikan keagamaan yang diberikan kepada anak di lingkungan keluarga, diharapkan kelak seorang anak dapat melaksanakan perintah Allah SWT dengan baik, memiliki perilaku yang baik, dan dapat menghargai kedua orang tuanya. Setiap orang tua sudah pasti menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang shaleh dan shalehah, dan taat terhadap ajaran agamanya. Tidak hanya sebatas itu karena setiap manusia juga mengharapkan keselamatan bagi dirinya dan keturunannya agar dapat selamat hidup di dunia dan akhirat. Untuk bisa memperoleh keselamatan hidup di dunia dan akhirat itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab banyak sekali hal-hal yang merintanginya. Terlebih lagi di masa modern ini, di mana arus informasi dan komunikasi begitu mudah untuk diakses, pergaulan semakin bebas, dan hiburan-hiburan yang ada semakin menjauhkan anak dari menjalankan ajaran agamanya. Baik hiburan yang disajikan melalui layar televisi, internet, game maupun bioskop. Hampir bisa dipastikan semua itu membawa dampak yang negatif terhadap pendidikan anak. Bahkan yang lebih parah lagi semua itu dapat melalaikan anak dalam beribadah khusunya ibadah shalat. Hal ini seharusnya menjadi moment tersendiri bagi orang tua untuk lebih memperhatikan ibadah anak agar anak tidak melalaikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
5
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj.Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Jamaludin Miri LC, (Jakarta: Pustaka Amani,1995), h. 2.
5
Pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syari’at Allah6. Oleh karena itu dalam hal beribadah orang tua
harus
memberikan contoh terlebih dahulu untuk anak-anaknya. Kebiasaan beribadah seperti shalat yang sering dilakukan orang tua akan mendorong anak untuk menirunya. Akan tetapi dalam kenyataannya sering kita temukan anak-anak belum sadar akan kewajiban menjalankan ibadah shalat. Banyak sekali alasanalasan yang dilontarkan seorang anak apabila diperintahkan oleh orang tuanya untuk menunaikan ibadah shalat. Mereka sering sekali menunda-nunda waktu shalat. Bahkan tidak jarang seorang anak meninggalkan shalat karena ingin menonton acara TV kesukaannya atau sibuk dengan permainan gamenya. Padahal sebagaimana kita ketahui shalat merupakan tiangnya agama. Ibarat sebuah bangunan rumah, shalat adalah tiang penyangganya yang akan menyelamatkan dari keruntuhan. Dengan menunaikan shalat berarti kita menegakkan agama. Dengan begitu shalat merupakan ibadah yang dasyat sekali. Karena di samping menegakkan agama, melaksanakan ibadah shalat juga dapat memberikan ketenangan batin, kehidupan yang sehat dan dapat mengontrol emosi bagi orang yang melaksanakannya. Terlebih lagi jika shalat tersebut kita laksanakan dengan khusyuk maka kita dapat terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah dalam surat AlAnkabut ayat 45 :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.7
6
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani,2004), h. 260. 7 Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: CV Ruhama,1996), h.13.
6
Begitu besarnya peranan shalat dalam kehidupan manusia maka perlu adanya pemahaman dan pengamalan pelaksanaan shalat yang khusuk bagi setiap anak muslim agar dapat menciptakan suasana kehidupan yang damai dan sejahtera lahir dan batin serta bahagia dunia dan akhirat. Dalam hal ini keluargalah yang memiliki peranan penting karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Untuk itulah dibutuhkan peran ekstra dari orang tua untuk memberikan pendidikan tentang shalat bagi anaknya semaksimal mungkin. Orang tua harus bisa membagi waktunya antara karir dan keluarga khususnya dalam mendidik anak. Ini berarti sesibuk apapun rutinitas orang tua tetap tidak boleh melalaikan tugasnya dalam mendidik anak. Di sini peranan orang tua dituntut untuk bisa memberikan contoh real kepada anak seperti ibadah rutinitas sehari-hari yakni ibadah shalat. Namun dalam kenyataannya masih banyak orang tua yang tidak mau ambil pusing dan tidak memberikan perhatian khusus terhadap pelaksanaan ibadah shalat anaknya. Orang tua bahkan tidak peduli dengan apa yang dilakukan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Banyak orang tua yang tidak memperhatikan apakah anaknya sudah shalat atau belum. Mereka membiarkan anak-anaknya tidak melaksanakan shalat, padahal mereka tahu perintah shalat adalah wajib. Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh yang buruk terhadap anak dalam menyikapi perintah ibadah shalat. Jika hal ini dibiarkan anak-anak akan merasa tidak berdosa jika meninggalkan shalat, karena memang tidak ada teguran yang berarti dari orang tuanya apabila anak meninggalkan shalat. Dari uraian di atas jelaslah bahwa orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak. khususnya di dalam beribadah orang tua harus memberikan pengarahan, perhatian, tauladan, sarana serta bimbingan yang cukup dan memadai untuk anak. Oleh karena itu orang tua bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi ibadah anak.8
8
Abdul Hakam Abdullathif ash-Sa’idi, Menuju Keluarga Sakinah,Terj.Al-Usrah alMuslimah: Ususun wa Mabaadi’u oleh Abdul Hayyie al-Katani, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004), h. 200.
7
Begitu besar dan pentingnya peran orang tua dalam membina anak agar anak mau melaksanakan dan tekun menjalankan ibadah shalat, maka penulis di sini ingin meneliti hal tersebut lebih dalam lagi dengan memilih judul “PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA PELAKSANAAN IBADAH SHALAT SISWA KELAS VIII SMP ISLAM RUHAMA” Adapun alasan penulis memilih judul tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui seberapa besar peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa
2.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pelaksanaan ibadah shalat siswa sebagai wujud dalam menjalankan ajaran Islam.
B. Identifikasi Masalah Setelah penulis jelaskan permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan tersebut sebagai berikut: 1. Adanya kesibukan orang tua yang kurang memperhatikan anak dalam mengontrol ibadah shalat anaknya 2. Seringkali tidak ada kerjasama yang baik antara orang tua dengan anak untuk melatih agar anak rajin melaksanakan shalat 3. Shalat bagi anak-anak usia sekolah masih merupakan suatu beban, bukan suatu kebutuhan hidup 4. Seringkali siswa menunda-nunda pelaksanaan ibadah shalat dengan berbagai macam alasan 5. Banyak siswa yang tidak konsisten melaksanakan shalat lima waktu 6. Kesadaran melaksanakan ibadah shalat masih kurang 7. Kebiasaan orang tua di rumah berpengaruh pada sikap anak dalam beribadah 8. Upaya yang dilakukan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat anak belum maksimal.
8
C. Pembatasan Masalah Agar skripsi ini lebih terarah dan mencapai sasaran yang hendak dibahas sebagaimana dalam judul tersebut, maka penulis memberikan batasan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang anaknya sekolah di SMP Islam Ruhama 2. Yang dimaksud ibadah shalat dalam penelitian ini adalah ibadah shalat fardhu yang wajib dilakukan oleh siswa sehari semalam lima kali yaitu subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya’ 3. Siswa yang dimaksud disini adalah siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama tahun 2010/2011 yang berada pada masa remaja. Adapun alasan penulis memilih siswa kelas VIII dikarenakan pada tahap ini penyesuaian siswa terhadap mata pelajaran dan pembinaan pendidikan agama sudah matang. Hal ini tentu berbeda dengan siswa kelas VII dan kelas IX, dimana kelas VII masih dalam tahap penyesuaian. Sedangkan untuk kelas IX, mereka lebih dikonsentrasikan untuk menghadapi UN. Dari alasan inilah penulis akhirnya membatasi masalah yang ada hanya pada tingkat kelas VIII saja. D. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?
2.
Metode apa sajakah yang digunakan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?
3.
Kesulitan-kesulitan apa sajakah yang dihadapi orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?
4.
Bagaimanakah pelaksanaan shalat lima waktu siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama
E. Tujuan Penelitian Sebagai konsekuensi dari sebuah penelitian maka pasti memiliki suatu tujuan. Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah:
9
1.
Untuk mengetahui sejauh mana peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa
2.
Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan oleh orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa
3.
Untuk mengetahui kesulitan yang dialami orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa
4.
Untuk mengetahui pelaksanaan shalat lima waktu siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya : 1.
Orang tua, dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua sebagai acuan dalam mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang saleh dan solehah.
2.
Guru, melalui penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berarti sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pendidikan shalat untuk peserta didik.
3.
Peserta didik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi ke siswa agar lebih giat lagi dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Peranan Orang Tua 1. Pengertian Peranan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan1. Peranan menurut Levinson sebagaimana yang dikutip oleh Soejono Soekanto, sebagai berikut: “Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dan peranan sebagi perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat”2. Sedangkan menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu3. Misalnya dalam keluarga, dimana perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberikan anjuran, bimbingan, penilaian, sangsi dan lain-lain. Jika peran seorang ibu digabungkan dengan peran seorang ayah maka akan menjadi peran orang tua dan tentu saja hal ini akan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam. 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. X, h.751. 2 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1988), h.221 3 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 224-225.
10
11
Peran sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya di masa sekarang ini, karena menurut pengertian di atas peran itu harus dilaksanakan oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, seperti peran guru dalam mengatasi kebodohan, perlunya peran orang tua dalam mendidik anak, dan perlunya peran Negara dalam menyejahterakan penduduknya. Dan jika suatu peran dilaksanakan dengan baik maka dapat mewujudkan kehidupan manusia yang aman dan damai. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran itu sangat penting dan dapat diwujudkan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya dalam suatu masyarakat. Hal tersebut dapat terlaksana jika terdiri dari beberapa manusia, tidak individualis.
2. Pengertian Orang Tua Pada umumnya, yang berkembang dalam masyarakat orang tua adalah orang yang melahirkan kita yakni ibu dan bapak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah orang tua diartikan dengan: ayah dan ibu kandung, orang tua-tua, dan orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, para ahli dan sebagainya)4. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu orang tua juga harus selalu setia mendampingi dan membantu anak-anaknya untuk mengenal hal-hal apa saja yang ada di dunia ini serta menjawab dengan jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh buah hati mereka. Orang tua juga merupakan pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab kenalnya seorang anak dengan dunia luar. Maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari sangat dipengaruhi oleh peran orang tuanya. Jadi orang tua memiliki peranan yang sangat penting atas pendidikan anak-anaknya dan sudah jelas pengetahuan pertama yang diterima seorang anak adalah dari orang tuanya.
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia …, h.655
12
Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu dapat dilakukan secara alami. Situasi pendidikan dapat terwujud karena adanya pergaulan dan hubungan timbal balik antara orang tua dan anak. Hubungan orang tua dan siswa sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama dasar-dasar kelakuan seperti reaksi, sikap, tingkah laku, dan agamanya. Ajaran Islampun menganjurkan kepada setiap orang tua dan para pendidik agar mendidik anak dengan penuh kasih sayang, lemah lembut dan pergaulan yang baik. Dan memberi peringatan keras agar tidak teledor dan menyia-nyiakan amanah serta menipu dalam masalah tanggung jawab dalam pendidikan anak.5 Kini jelaslah bahwa orang tua sebagai keluarga bagi seorang siswa merupakan ajang pertama dimana sifat kepribadian siswa akan tumbuh dan terbentuk. Seorang siswa akan menjadi manusia yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga dimana siswa tersebut dibesarkan. Kelak kehidupan siswa tersebut juga akan mempengaruhi masyarakat sekitarnya sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting untuk kehidupan siswa sebelum masuk sekolah dan terjun ke masyarakat. Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua adalah ibu dan bapak yaitu orang yang melahirkan (bagi Ibu), merawat, mendidik, dan bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam semua aspek kehidupan yang dapat membentuk anak menjadi pribadi-pribadi yang mampu mensosialisasikan semua hal
dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat dan bernegara.
3. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak
5
Al-maghribi bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa, (Jakarta: Darul Haq,2004), h.136
13
Menurut Ramayulis dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga”, mengemukakan bahwa kewajiban-kewajiban terpenting orang tua terhadap anak-anaknya adalah sebagai berikut6: a. Memilih nama yang baik bagi anaknya, sebab nama yang baik merupakan sebuah do‟a yang diharapkan mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkah laku, kepribadian, cita-cita dan masa depannya. b. Memperbaiki adab dan pengajaran anak-anaknya serta membina aqidah yang benar dan menanamkan agama yang kuat. c. Memuliakan anak-anaknya, berbuat adil dan kebaikan diantara mereka. d. Bekerja sama dengan lembaga-lembaga dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara kesehatan, akhlak dan social mereka. e. Membina akhlak anak-anak7, karena membina tingkah laku dan etika anak merupakan suatu kewajiban agama yang lazim bagi setiap pendidik sesuai perintah Allah dalam al-qur‟an. f. Memenuhi kebutuhan sehari-hari anaknya g. Menjaga pergaulan anaknya agar tidak terpengaruh oleh lingkungan social yang buruk.8 h. Mengajarkan pokok-pokok Agama, menjadi kewajiban orang tua mengajarkan pokok-pokok agama kepada anak-anaknya sejak kecil, mulai dari kalimat tauhid sampai masalah ibadah. i. Melatih beribadah shalat9, sejak dini sebaiknya orang tua sudah harus melatih anak untuk melaksanakan shalat agar kelak anak terbiasa menjalankannya, sehingga anak akan terhindar dari perbuatanperbuatan tercela.
4. Tanggung Jawab Orang Tua 6
Ramayulis,et all, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),
h.60 7
Al-maghribi bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa……h.201 8 Mahjuddin, Membina Akhlak Anak,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995),h.63 9 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Terj.TarbiyatulIslamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, Jakarta: (Pustaka Al-Kautsar, 2001),h.126
14
Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah orang tuanya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak masih berada ditengah-tengah orang tuanya. Maka dari itu, orang tua memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pendidikan anaknya. Menurut Hasbullah, tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain adalah sebagai berikut:10 a. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik dari segi jasmaniah maupun rohaniahnya. b. Membahagiakan anak di dunia maupun diakhirat dengan memberinya pendidikan agama yang cukup. Sedangkan menurut M.Thalib, ada empat puluh tanggung jawab orang tua terhadap anak, diantaranya:11 a. Memilihkan calon ibu dan ayah yang baik Islam menganjurkan kepada setiap laki-laki muslim agar jauh sebelum
menanamkan
benihnya
pada
sang
istri
memikirkan
kemampuan calon istrinya dalam mengasuh dan mendidik anakanaknya. Karena ibu yang akhlaknya tidak baik kemungkinan besar akan memberi pengaruh buruk terhadap perkembangan akhlak anak yang berada dibawah asuhannya kelak. Begitu juga perempuan, sebelum menikah harus memikirkan apakah calon suaminya dapat membimbing dirinya dan anaknya kelak dengan baik. Jadi sudah jelas bahwa tanggung jawab orang tua tidak hanya berawal dari anak dalam kandungan akan tetapi mulai dari memilih calon ibu yang baik. b. Mencarikan calon ibu yang hubungannya tidak satu kakek
10
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
h.88 11
Muhammad Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1993), Cet.6, h.15
15
Sebelum menikah seorang calon suami harus memilih calon istri yang memiliki hubungan darah yang jauh dengan dirinya. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan darah yang jauh adalah tidak ada ikatan keluarga sama sekali. Rasulullah saw berpesan agar jangan menikahi seorang wanita yang masih ada hubungan kerabat yang sangat dekat, karena hal itu biasanya dapat menimbulkan sifat-sifat keturunan yang buruk terhadap anak-anak.12 c. Mengutamakan perawan Rasulullah saw memberikan dorongan agar menikah dengan perawan, karena perawan mempunyai kelebihan dalam hal membentuk suasana senda gurau. Dengan adanya istri yang mempunyai semangat dan gairah tinggi dalam bersenda gurau dengan suami diharapkan dapat membangkitkan
rangsangan
kepada
suaminya
sehingga
cepat
mendapatkan keturunan yaitu seorang anak. d. Mohon perlindungan kepada Allah ketika berjima‟ Rasulullah saw menjanjikan bahwa bila suami istri dalam berhubungan
badan
mendahuluinya
dengan
do‟a
memohon
perlindungan kepada Allah agar kelak anaknya dijauhkan dari godaan syetan, maka Allah pasti akan menjaganya. Do‟a semacam ini sudah merupakan langkah awal yang membawanya pada usaha menyiapkan anak kearah hidup shalih dan shalihah. e. Sikap ayah dalam menyambut kelahiran bayi perempuan Cinta kepada anak merupakan suatu fitrah yang sudah melekat pada diri setiap
manusia
dan
tidak
pernah
berubah.
Jika
sang
ayah
mengutamakan fitrahnya, maka ia tidak akan bersikap malu karena menghadapi
pandangan
masyarakat
yang
bertentangan
dengan
fitrahnya. f. Bergembira menyambut kelahiran anak
12
Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Terj.Tarbiyatul Islamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 108.
16
Anak adalah kebahagiaan, buah hati dan nikmat yang agung. Buah hati adalah puncak harapan, angan-angan, cinta kasih, ketergantungan hidup, kebajikan,keindahan dan kegembiraan. Oleh karena itu orang tua harus menyambut kelahiran anak dengan penuh kegembiraan.
g. Memberi nama yang baik kepada anak Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan13. Diantara keindahan ialah member nama yang baik bagi anak dan tidak memberinya nama yang mengandung makna buruk. Oleh karena itu, Orang tua dalam memberi nama kepada anaknya hendaknya mencerminkan adanya pujian atau do‟a, harapan atau gambaran semangat dan dambaan indah dirinya kepada anak-anaknya, karena nama memiliki fungsi yang ideal. h. Meng‟aqiqahi anak Lahirnya seorang anak ditengah-tengah keluarga merupakan suatu kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh suami istri. Oleh karena itu, sebagai muslim kita wajib mensyukurinya dengan cara melakukan penyembelihan hewan yang disebut aqiqah. Hukum aqiqah adalah sunah muakad14, artinya sunah yang sangat dianjurkan bagi orang tua yang melahirkan anaknya. Untuk anak lakilaki menyembelih dua ekor kambing atau domba dan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing atau domba. i. Menyusui Makanan yang paling cocok bagi bayi yang baru lahir adalah air susu ibu kandungnya. Oleh karena itu, para ibu hendaknya menyusui anak-anak mereka sepenuhnya yaitu selama kurang lebih dua tahun. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 223, yaitu:
13
Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Terj. Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi Lc., ( Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), h. 5. 14 H.Multahim,dkk, Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Printing, 2007), h.50.
17
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.
j. Mengkhitankan Mengkhitankan adalah membersihkan alat kemaluan dari kulit yang menutup kepalanya. Khitan merupakan suatu tuntunan Rasulullah Saw yang harus dilakukan baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Berkhitan merupakan perlambang kesucian, kebersihan, hiasan, keindahan bentuk, dan keseimbangan syahwat15. k. Mendidik akhlaknya Menanamkan akhlak yang baik kepada anak merupakan suatu keharusan agar kelak anak mengetahui bagaimana harus bersikap baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. l. Melatih anak-anak mengajarkan shalat Mengajarkan shalat kepada anak sebaiknya dilakukan sejak dini. Orang tua harus melatih anak-anaknya mengerjakan shalat agar kelak anak menyadari bahwa shalat bukan merupakan suatu beban tetapi suatu kebutuhan. Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua sebagai wujud tanggung jawab orang tua terhadap anak mereka, terutama dalam konteks pendidikan. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus-menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua.
B. Siswa 1. Pengertian Siswa Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, pengertian siswa adalah orang yang pekerjaannya belajar 16. Siswa atau anak didik adalah seseorang yang belum dewasa atau belum 15
Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW …, h. 75. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia …, h. 324.
16
18
memperoleh kedewasaan; ia masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu17. Siswa adalah salah satu komponen pendidikan yang mendapati posisi penting dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pertama kali yang hendaknya diperhatikan bagi guru adalah siswa. Bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen lainnya. Siswa sebagai kelompok yang belum dewasa, baik secara jasmani maupun rohani memerlukan bimbingan dan latihan serta usaha dan bantuan orang lain yang sudah dewasa, agar siswa dapat mencapai kedewasaannya. Dalam hal ini siswa bukan berarti makhluk yang lemah. Akan tetapi secara kodrati mereka memiliki potensi hanya saja belum dapat mencapai tingkat yang optimal dalam mengembangkan potensinya.
2. Ciri-ciri atau Karakteristik Siswa pada Masa Remaja Masa remaja merupakan salah satu perkembangan manusia. Masa remaja sering dilukiskan orang sebagai suatu masa yang penuh gejolak, problematis, transisi, unik, gelisah, dan tidak stabil. Ada beberapa ciri-ciri yang ada pada masa remaja, diantaranya: a. Pertumbuhan fisik cepat Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pertumbuhan fisik cepat terjadi pada masa antara umur 13-16 tahun18. Masa ini remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak. Dan dalam usia ini remaja mengalami berbagai kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat mencolok dan tidak berjalan seimbang. b. Perkembangan seksual Perkembangan seksual sering kali menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, stres dan sebagainya. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki ditandai dengan mulai diproduksinya sel sperma, ia mengalami masa 17
Alisuf Sobri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h.10. Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, (Bandung: CV Ruhama, 1995), h.
18
13.
19
mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama.19 c. Cara berpikir kausalitas Cara berpikir kausalitas ini berhubungan dengan hubungan sebab akibat. Misalnya remaja duduk di depan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Remaja yang dilarang tersebut akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk di depan pintu. Dalam hal ini remaja sudah mulai berpikir kritis, sehingga ia akan mulai melawan bila orang tua, guru, lingkungan masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila orang tua dan guru tidak memahami cara berpikir remaja maka dapat menimbulkan kenakalan remaja seperti perkelahian antar pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar. d. Emosi yang meluap-luap Keadaan emosi remaja biasanya masih dalam keadaan labil karena erat hubungannya dengan hormon. Biasanya emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Sebenarnya yang terjadi adalah kegoncangan emosi. Kegoncangan itu disebabkan oleh tidak mampu dan mengertinya akan perubahan cepat yang sedang dilaluinya, disamping kekurangpengertian orang tua dan masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialami oleh remaja20. Bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat menambah goncangnya emosi yang sedang tidak stabil itu. e. Mulai tertarik pada lawan jenis Dalam kehidupan social remaja, mereka mulai tertarik dengan lawan jenisnya dan mulai berani untuk berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti kemudian melarangnya secara keras maka besar kemungkinan dapat menimbulkan masalah sehingga remaja mulai tertutup terhadap orang tuanya. 19
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 65. Zakiah Dardjat, Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 111. 20
20
f. Menarik perhatian lingkungan Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya. Mereka berusaha mendapatkan status dan peranan. Bila tidak diberi peranan, maka ia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian masyarakat. Remaja akan berusaha mencari peranan diluar rumah jika orang tua tidak memberi peranan kepadanya karena menganggapnya sebagai anak kecil. g. Terikat dengan kelompok Dalam kehidupan sosial remaja sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja kita bisa mengarahkannya. Sebab dalam kelompok itu remaja dapat memenuhi kebutuhannya, misalnya kebutuhan dimengerti, dianggap, diperhatikan, mencari pengalaman baru, berprestasi, diterima statusnya, harga diri, rasa aman yang belum tentu didapat di rumah maupun di sekolah.21
3. Kebutuhan-Kebutuhan Siswa di Masa Remaja Kebutuhan primer atau kebutuhan fisik remaja pada umumnya tidak banyak bedanya dari kebutuhan anak-anak pada umunya. Adapun kebutuhan sekunder atau kebutuhan kejiwaan remaja agak berbeda dari kebutuhan kejiwaan kanak-kanak. Kebutuhan yang diinginkan remaja antara lain: a. Kebutuhan akan pengendalian diri Remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum mempunyai pengalaman yang memadai untuk itu22. Melihat begitu cepat pertumbuhan fisik dan seksualnya, remaja bisa mengalami kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya, apalagi dalam pergaulan dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu orang dewasa yang terdekat dengan mereka, khusunya orang tua harus bisa memberikan bimbingan
21 22
Zulkifli, Psikologi Perkembangan..., h.66 Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan …, h.17
21
agar remaja mampu mengendalikan diri supaya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. b. Kebutuhan akan kebebasan Tidak diragukan lagi, kematangan fisik mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam mengambil keputusan untuk dirinya. Akan tetapi, terkadang orang tua kurang memahaminya. Banyak orang tua memperhatikan dan membatasi sikap, perilaku, dan tindakantindakan remaja. Hal ini membuat remaja merasa tidak dipercayai oleh orang tuanya sehingga remaja mulai berontak. c. Kebutuhan akan rasa kekeluargaan Rasa kekeluargaan sangat dibutuhkan remaja agar ia dapat merasa aman. Jika hal ini terpenuhi remaja akan merasa bahwa ada dukungan dan perhatian dari keluarga. Sehingga hal ini dapat menjadi motivasi yang baik baginya untuk lebih sukses dan berhasil. Kebutuhan akan rasa kekeluargaan ini tidak terbatas pada keluarga saja, tetapi juga pada kelompok sepermainan, kelompok organisasi dan sebagainya. d. Kebutuhan akan penerimaan sosial Remaja membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang dalam lingkungannya, di rumah, di sekolah atau di masyarakat di mana ia tinggal. Merasa diterima oleh orang tua dan keluarga merupakan factor penting untuk mencapai rasa diterima di masyarakat23. Rasa penerimaan ini merupakan motivasi yang baik baginya untuk lebih sukses dan berhasil. e. Kebutuhan akan penyesuaian diri Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang. Akan tetapi lebih dibutuhkan pada usia remaja karena pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya. f. Kebutuhan akan agama dan nilai-nilai24 Remaja membutuhkan pemahaman akan ajaran agama, nilai-nilai akhlak, serta nilai-nilai sosial, untuk membantunya dalam melawan
23
Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan …, h. 19. Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan …,h. 20.
24
22
pengaruh dan dorongan buruk. Hal ini sudah tentu menjadi tugas terpenting dari orang tuanya.
4. Keberagamaan pada Masa Remaja Berbagai ragam cara dilakukan oleh remaja untuk mengekspresikan jiwa keberagamaannya. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman beragama yang dialaminya. Menurut Sururin dalam buku ilmu jiwa agama, ekspresi dan pengalaman beragama dapat dilihat dari sikap-sikap keberagamannya. Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu25 : a. Percaya ikiut-ikutan Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian, ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (13-15 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya. b. Percaya dengan kesadaran Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat beragama ini muncul pada usia 17 tahun atau 18 tahun. c. Percaya tetapi agak ragu-ragu Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua. Pertama, keraguan karena disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Kedua, perubahan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimilikinya. d. Tidak percaya, cenderung atheis Ketidakpercayaan
remaja,
khususnya
terhadap
Tuhan
dan
keingkaran terhadap ajaran agama bukanlah murni dari pembawaan 25
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet.1, h.72
23
seseorang, sebab dorongan spiritual dalam diri seseorang adalah bersifat fitri. Bagi remaja yang tidak beruntung untuk mempunyai orang tua yang bijaksana dan mampu memberikan bimbingan beragama kepadanya sejak kecil, maka usia remaja akan dilaluinya dengan lebih berat lagi. Lain halnya dengan remaja yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang aman, tentram, dan tekun beribadah serta lingkungan sosial tempat ia dibesarkan cukup menampakkan keyakinan kepada Tuhan, maka remaja akan agak tenang dan dapat pula menerima keyakinan beragama dengan tenang26. 5. Hak-hak Anak atas Orang Tuanya Sejak lahir anak-anak senantiasa membutuhkan perawatan dan perhatian orang tua serta kasih sayang mereka. Orang tualah yang menyediakan kebutuhan kehidupan mereka semasa kecil, dan mengajarkan hal itu pada mereka dan perihal tempat kembali mereka ketika besar. Hal ini membuktikn bahwa seorang anak memiliki hak-hak yang harus ditunaikan orang tuanya. Hak-hak itu diantaranya: 1. Mendidik kesehatannya dengan baik27 Orang tua harus memberikan pendidikan yang cukup mengenai kesehatan anak sejak lahir, baik berupa pemilihan menu makanan, pengobatan, dan juga dengan menempa badan mereka dengan olahraga yang bermanfaat dan perilaku yang lurus. 2. Menyusui Menyusui anak bayi merupakan kewajiban syar‟i atas kedua orang tuanya. Dalam hal ini Allah swt berfirman :
26
Zakiah Dardjat, Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia …, h.112. Abdul Hakam abdulllathif ash-Sha‟idi, Menuju Keluarga Sakinah…, h.112.
27
24
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,…” (AlBaqarah:233)28 3. Mencukur rambutnya pada minggu pertama kelahirannya Sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran anak maka disunahkan mencukur rambut bayi, baik laki-laki maupun wanita, pada hari ketujuh kelahirannya dan bersedekah sebesar berat rambutnya dalam timbangan perak kepada fakir kaum fakir miskin. 4. Menyunat anak lelaki dan mengkhifadh anak wanita Khitan dan khifadh menyimpan faedah-faedah kesehatan dan medis disamping urgensinya dari sisi agama. Keduanya termasuk diantara sunah fitrah, syiar Islam, dan pernyataan kehambaan kepada Allah. Disamping itu khitan juga membersihkan kemaluan, membuat bentuk fisik kemaluan indah, dan menghindarkan pelakunya dari berbagai penyakit. 5. Mendidiknya saat kecil Seorang anak membutuhkan orang yag memperhatikan, mendidik, menjaga, dan mengurusi segala kebutuhan hidupnya karena dia tidak mampu melaksanakan hal itu sendirian. Hal ini telah dibebankan oleh syari‟at kepada orang tua karena keduanya merupakan orang terdekat kepada si anak dalam kehidupan ini. 6. Memberikan nafkah hidup Nafkah yang dimaksud adalah menyediakan apa yang dibutuhkan oleh sikecil seperti makanan, pakaian, minuman, dan tempat tinggal. Dalam hal ini syari‟at telah membebankan nafkah anak pada bapaknya selama dia belum kuasa bekerja dan mencari rezeki. 7. Mengajarkan etika makan dan minum Syari‟at juga telah memberikan petunjuk-petunjuk etika umum yang membuat makan dan minum menghasilkan faedah yang 28
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya…., h.38
25
diharapkan dan tidak membuat orang lain merasa jijik. Maka, menjadi keharusan bagi orang tua untuk mengajari anak-anaknya tentang etika makan dan minum yang baik. 8. Mengajarkan olahraga yang bermanfaat Menjadi kewajiban orang tua untuk melatih anak mereka dengan olahraga yang bermanfaat; seperti berjalan, lari, renang, memanah, dan menunggang kuda.29 9. Meluruskan perilaku seksualnya Dalam perkembangan seksual anak orang tua harus bisa meluruskan perilaku seksual mereka melalui pengawasan yang terusmenerus dan penyuluhan yang serius, sehingga mereka dapat melewati fase yang sulit ini. 10. Mendidik akhlaknya Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anakanaknya khususnya akhlak mereka agar tercipta perilaku-perilaku yang baik sesuai dengan syari‟at. Pembinaan akhlak adalah mendidik anak untuk mencintai hal-hal yang mulia dan tinggi, serta membenci hal-hal yang rendah. Membiasakan anak dengan akhlak yang mulia ini bertujuan agar ia tumbuh dewasa dengan menyandang bekal akhlak terpuji dan sifat-sifat yang baik. Sehingga dapat membantu mereka untuk dapat mengemban amanah tanggung jawab dan kehormatan membela agama. 11. Mendidik agamanya Selain memberikan pendidikan yang bersifat umum, orang tua juga harus memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak. karena sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengajarkan pokok-pokok agama kepada anak-anak mereka sejak mereka masih kecil.
C. Ibadah Shalat 1. Pengertian Ibadah
29
Dr.Abdul Hakim Abdullathif ash-Sha‟idi, Menuju Keluarga Sakinah...,h.126
26
Ibadah secara etimologi berasal dari akar kata “‟abada-ya‟budu„ibadatun” yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina.30 Sedangkan dalam istilah syara‟ para fuqaha mendefinisikan ibadah adalah segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.31 Adapun menurut Prof.Muhsin Qiraati dalam bukunya yang berjudul Terbang Bersama Malaikat menjelaskan bahwa ibadah adalah penghambaan dan penyembahan, mematuhi perintah Allah, mendahulukan keinginan Allah daripada keinginan diri, dan menjalankan hukum-hukum syari‟at. Ibadah merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan melaksanakan ibadah dapat membuat kita lebih mengenal penciptaNya. Bahkan dalam sebuah agama ibadah merupakan hal yang paling pokok. Oleh karena itu pendidikan mengenai ibadah harus ditanamkan sejak kecil. Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah itu mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah Swt, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang dilaksanakan secara terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah Swt dan mengharapkan pahala-Nya. 2. Pengertian Shalat Secara bahasa shalat berarti do‟a. Sedangkan secara istilah shalat adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai syarat-syarat tertentu32. Shalat merupakan ibadah paling besar dan pesan terpenting dari seluruh nabi. Luqman misalnya, memberikan perintah kepada anaknya untuk mendirikan shalat (Q.S luqman:7) begitu juga nabi Isa ketika masih hidup dalam buaian, mengatakan: 30
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h.252 Tengku Muhammad Hasbi Al-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1987),Cet.1, h.5. 32 H.Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiriyah,1976), h. 64. 31
27
“ Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”,(Maryam:31)33. Melihat begitu besar pentingnya shalat, maka menjadi tanggung jawab orang tua untuk bisa mengajarkan pendidikan shalat kepada anak-anaknya. Karena selain pesan dari seluruh nabi shalat adalah sarana untuk mensyukuri dan memuji nikmat-nikmat Allah Swt, tiang dan fondasi agama, kunci surga, penghapus dosa, serta penyuci hati dan jiwa. 3. Dasar Hukum Ibadah Shalat Dasar hukum yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik dalam Alqur‟an maupun dalam Al-hadits, diantaranya adalah: “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku” (al-baqarah:43)34. …. … “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. (Q.s. Al-Ankabut:45) Perintah shalat ini hendaklah ditanamkan ke dalam hati dan jiwa anakanak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil, sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw.sebagai berikut:
“Dari „Amr Bin Syu‟aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada 33
Muhsin Qiraati,Terbang Bersama Malaikat, (Bogor: Cahaya, 2003), h.38 Moh.Rifa‟i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), h.32 34
28
usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.”(HR.Abu Dawud)35 Hal ini menunjukkan bahwa shalat adalah kewajiban utama bagi setiap orang Islam yang telah baligh. Shalat terbagi menjadi dua yaitu shalat wajib lima waktu dan shalat sunah. Adapun yang dimaksud disini adalah shalat lima waktu dalam sehari semalam yaitu subuh, zuhur, ashar, magrib dan isya‟. Hukum shalat lima waktu tersebut adalah fardhu ain. Hal ini berarti selama kita masih menghembuskan nafas, selama itu pula kewajiban shalat melekat di pundak kita dan tidak dapat diwakilkan. Dalam keadaan bagaimanapun, kapanpun dan dimanapun shalat liwa waktu harus tetap dikerjakan.
4. Syarat, Rukun, dan Hal-hal yang membatalkan Shalat Syarat-syarat wajib shalat meliputi tiga hal, yaitu Islam, baligh dan berakal. Adapun syarat-syarat sebelum mengerjakan shalat ada lima, yaitu sucinya anggota badan dari hadats dan najis, tertutupnya aurat dengan baju yang bersih, berdiri di tempat yang bersih, mengetahui masuknya waktu shalat, dan menghadap kiblat. Rukun-rukun shalat ada delapan belas: yaitu niat, berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram, membaca al-fatihah, ruku‟, I‟tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, tasyahud akhir, membaca shalawat atas Nabi, salam yang pertama dan tertib.36 Shalat akan batal jika salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Selain itu, shalat juga bisa batal dikarenakan hal-hal sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
35
Berhadats Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan Berkata-kata dengan sengaja Terbuka auratnya Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat Makan atau minum meskipun sedikit
Moh.Rifa’i, Risalah Tuntutan Shalat Lengkap ... ,h.33 Syaikh Abbas Karahah, Shalat Menurut Empat Madzab, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 182 36
29
g. Bergerak berturut-turut sebanyak tiga kali, kecuali bergeser shaf karena mengikuti imam h. Membelakangi atau berubah kiblat i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk dan sujud j. Tertawa terbahak-bahak k. Mendahului imam dua rukun l. Murtad atau keluar dari agama Islam37 5. Kedudukan Shalat dalam Islam Setelah seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat (menyatakan diri Islam) yang harus ia lakukan selanjutnya adalah melaksanakan perintah shalat. Karena yang membedakan seseorang muslim atau tidaknya adalah pelaksanaan shalatnya. Jadi shalat adalah salah satu indikasi bahwa seseorang itu muslim atau tidak. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim (yang
menginginkan
kesempurnaan)
akan
sangat
bermanfaat
bila
mengetahui kedudukan shalat yang tinggi tersebut dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Perintah shalat diterima langsung dari Allah saat peristiwa Isra‟ mi‟raj. Oleh sebab itu dalam syari‟at Islam kedudukan shalat penting sekali, yaitu sebagai tiangnya agama Islam38. Agama tidak akan berdiri dengan tegak dan kokoh kecuali dengan shalat. Barang siapa yang mendirikan shalat sungguh dia telah menegakkan agama Allah, dan barang siapa meninggalkan shalat sungguh telah meruntuhkan agama Allah. Karena kedudukan shalat sebagai tiang agama, maka shalat adalah penentu bagi diterima atau tidaknya amalan-amalan manusia yang lain diakhirat nanti. Apabila shalat telah diterima maka amalan-amalan yang lain akan diterima pula, tetapi apabila shalat ditolak, maka amalan-amalan yang lain pun akan ditolak. Oleh karena itu apabila amalan kita ingin diterima, maka kita harus berusaha dengan daya kemampuan kita untuk membuat shalat kita diterima oleh Allah SWT., yang demikian itu akan menyebabkan kita memperoleh kemenangan di akhirat nanti. 37 38
Labib Mz, Tuntunan Shalat Lengkap Dzikir-Wirid (Jakarta: Sandro Jaya, 2005), h. 42 Labib Mz, Tuntunan Shalat Lengkap Dzikir-Wirid …., h.27
30
6. Hikmah Ibadah Shalat Allah swt mewajibkan ibadah shalat kepada hambanya tentu ada hikmah dibalik itu semua, dan hikmah itu tentunya diperuntukkan bagi orang-orang yang mengerjakannya dengan khusyuk dan ikhlas. Banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam shalat, baik yang dihasilkan melalui bacaan maupun gerakan anggota badan. Adapun hikmah dari shalat itu sendiri banyak dijelaskan Allah dalam Al-qur‟an diantaranya adalah: a. Mendekatkan diri kepada Allah Shalat yang dilakukan dengan benar dan khusyuk akan menimbulkan kedekatan diri terhadap Allah Swt. Shalat yang dimaksud disini tidak cukup hanya dengan gerakan dan ucapan saja, akan tetapi batin kita ikut shalat. Lebih spesifiknya shalat yang bisa membawa kedekatan seorang hamba kepada Allah ialah shalat secara formal atau maknawi. Hal ini akan memberi dampak positif pada hamba dan akan membentuk kedekatan diri kepada Allah. b. Shalat akan mensucikan jiwa dari dosa, sebagaimana firman Allah dalam surat Huud ayat 114:
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatanperbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”39 c. Mencegah dari melakukan perbuatan keji dan mungkar40, seperti termuat dalam surat Al-Ankabut ayat 45 berikut ini: … …. “…Dan dirikanlah shalat, Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…”41 39
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya…,h.235 Labib MZ, Tuntunan Shalat Lengkap Dzikir-Wirid … , h.28
40
31
d. Shalat dapat dijadikan sarana untuk meneguhkan hati dan untuk memohon pertolongan dari Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqqarah ayat 45 : “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',”42 e. Memperoleh ketenangan jiwa43, sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Raad ayat 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”44 f. Melatih konsentrasi Shalat yang dilakukan dengan cara yang benar dan khusyuk akan melatih daya konsentrasi pikiran, perasaan, kemauan dan hatinya dipusatkan untuk menghayati gerakan dan bacaan dalam shalat. Hal yang demikian akan membiasakan orang terlatih konsentrasi dan memusatkan pikiran, perhatian, dan perasaan serta kemampuannya dalam segala persoalan. g. Memupuk rasa solidaritas, persatuan dan kesatuan Ibadah shalat dapat memupuk rasa solidaritas dan persatuan dan kesatuan, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan ibadah shalat tidak dibedakan antara orang yang berpangkat maupun rakyat jelata, antara yang kaya maupun yang miskin, antara orang yang berpendidikan maupun orang yang tidak berpendidikan. Semua dihukumi wajib shalat baik saat sehat maupun sakit.
41
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya…,h. 402. Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya…,h.8. 43 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 23. 44 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…,h.253. 42
32
7. Fungsi Ibadah Shalat Fungsi ibadah shalat khususnya shalat fardhu (wajib) dalam kehidupan antara lain: a. Membiasakan hidup bersih, sehat, disiplin, dan menghargai waktu45 Shalat tidak hanya merupakan ibadah ritual yang berhubungan dengan rohani saja, akan tetapi juga jasmani. Orang yang akan melaksanakan shalat harus bersih, dan suci badan maupun pakaian. Hal ini sesuai dengan prinsip hidup sehat. Mandi dan wudhu yang dilakukan sebelum shalat akan melahirkan manusia yang sadar akan kesehatan dan kebersihan. Gerakan shalat sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gerakan berdiri, rukuk, dan duduk tawaruk sangat baik untuk peradaran darah serta kesegaran otak. Siapa pun tidak akan dapat mengingkari bahwa gerakan shalat sangat baik untuk menjaga kesehatan. Shalat yang dikerjakan tepat waktu juga dapat membangun watak manusia untuk selalu disiplin, terutama dalam menggunakan waktu yang sangat berharga. Hal ini dapat membangun sikap hidup menghargai waktu, tepat waktu, dan konsisten terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku. b. Memupuk iman dan taqwa Orang yang senantiasa mengerjakan shalat secara tepat waktu, khusyuk dan rutin, di dalam dirinya akan tertanam iman yang sangat kuat sehingga akan senantiasa menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya. c. Sarana untuk mensyukuri nikmat46 Manusia adalah hamba Allah yang berenang di lautan karunikarunia-Nya. Bukan hanya sebuah kenikmatan yang telah dicurahkan Allah kepada manusia, akan tetapi ratusan bahkan tak terhingga jumlahnya. Kita sebagai manusia wajib bersyukur atas curahan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita. Tidaklah cukup bila kita 45
Moh.Fauzi A.G., Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), h.
60. 46
Muhsin Qiraati, Terbang Bersama Malaikat …. ,h.43.
33
hanya menghitung kenikmatan dan anugrah Allah Swt tersebut. Oleh karena itu, kita harus benar-benar bersyukur kepada-Nya. Dan, shalat merupakan salah satu bentuk dan cara untuk bersyukur dan berterimakasih atas segala kenikmatan yang telah Allah curahkan kepada kita semua. d. Melatih kesabaran Melalui shalat seseorang dapat menahan dan menenangkan dirinya dengan bersandar kepada sang pencipta. Dia senantiasa berusaha mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan masalah dengan kesabaran. Di samping itu, melalui shalat ia semakin yakin akan pendiriannya tentang kekuasaan Allah. Allah yang telah mengatur kehidupan ini dengan sangat baik. Dengan demikian, ia meyakini keberhasilan dan kegagalan sudah diatur-Nya. Adanya hikmah kesabaran dalam shalat didasari firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 153 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.47 e. Memupuk rasa persaudaraan Shalat dapat mengikat tali silaturahmi sesama muslim. Hal ini dikarenakan orang yang mendirikan shalat harus menghadap ke satu arah yang sama, yaitu kiblat (ka‟bah). Selain itu di dalam shalat tidak ada perbedaan bahasa, suku bangsa, gerakan, dan kaifiat (cara), serta semuanya menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Arab. Gerakan yang dimulai dari takbir, rukuk, I‟tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, tasyahud akhir, serta salam, semuanya membawa satu sikap kepasrahan hanya kepada Allah. Kenyataan ini mengajarkan sikap persamaan dan akhirnya melahirkan rasa persaudaraan yang kuat.
47
Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya … , h. 24.
34
D. Peranan Orang Tua dalam Membina Ibadah Shalat Siswa Anak merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia bisa dibiasakan untuk melakukan ibadah shalat dengan khusyuk dan benar, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Dan sebaliknya jika ia tidak diajarkan shalat secara benar serta dibiasakan dengan keburukan, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Keadaan fitrahnya akan senantiasa siap untuk menerima yang baik atau yang buruk dari orang tua atau pendidiknya48. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda:
ما مه مُلُ د اال يُ لد على الفطرة فابُاي يٍُداوً َيىصراوً َيمجسا وً كما تىتج البٍيمت حتى تكُوُا تجدعُوٍا: بٍيمت جمعا ء ٌل تحسُن فيٍا مه جدعاء عا َفي رَايت “Tidaklah seorang anak terlahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang merubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi; seperti hewan yang sehat dan tidak cacat melahirkan yang sehat, apakah kalian mendapatkannya (melahirkan keturunan) yang cacat dalam suatu riwayat : Hingga kaulah yang menjadikannya cacat”.49 Inilah barangkali pesan moral Islam kepada para orang tua berkaitan dengan pendidikan anak-anaknya. Orang tua sangat berkepentingan untuk mendidik dan mengarahkan putra-putrinya kearah yang baik dan memberi bekal pendidikan dan pembinaan ibadah shalat khususnya shalat wajib agar mereka terbimbing menjadi anak yang dapat di banggakan di hadapan Allah swt. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
48
Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW …, h. 5. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak …, h. 137.
49
35
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.( At-Tahrim:6)50
Allah berfirman, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”.(At-Thaha: 132) Selain ayat al-qur‟an diatas, masih banyak cara atau metode dan teladan yang diberikan oleh Rasulullah saw mengenai keteladanan mendidik dan membimbing anak di bidang akhlaq, aqidah, ibadah, bahkan intelegensia. Semuanya beliau paparkan dengan amat sangat sederhana dan penuh dengan nilai-nilai luhur sehingga tiada kata yang patut kita ucapkan bahwa inilah teladan kebaikan yang seharusnya kita contoh dalam membimbing anak. Disinilah orang tua sebaiknya memerankan tugasnya dalam mendidik anaknya sesuai yang telah Rasulullah contohkan.
E. Metode yang digunakan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa Mendidik anak dan mengajar anak bukan merupakan hal yang mudah bagi orang tua. Mendidik dan mengajar anak sama kedudukannya dengan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim. Bahkan mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus dan mesti dilakukan oleh setiap orang tua51. Begitu besar tanggung jawab para orang tua atas pendidikan anak, baik yang berkenaan dengan iman, moral, mental, jasmani maupun rohani. Tidak diragukan lagi, bahwa tanggung jawab tersebut merupakan tanggung jawab yang paling besar dalam bidang pendidikan anak. Dan sebagai pendidik yang baik, orang tua harus terus mencari berbagai metode yang lebih efektif sehingga anak dapat mencapai kematangan yang 50 51
Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ….., h. 201 Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW …, h. 16
36
sempurna. Sama halnya dalam membina ibadah shalat anak, orang tua juga harus menerapkan metode yang tepat agar kelak anak akan tetap menjalankan ibadah shalat wajib dengan baik dan benar tanpa ada unsur paksaan dari orang tuanya. Metode-metode tersebut antara lain :
1. Pendidikan dengan keteladanan Keteladanan
dalam
pendidikan
merupakan
metode
yang
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak.52 Keteladanan ini harus ada pada diri orang tua, saudara-saudara yang lebih tua usianya, anggota keluarga yang lain, dan para pengajar dan pendidik. Orang tua khususnya ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat
diterima
dalam
mengembangkan
kepribadian
dan
membentuk sikap anak. Seorang anak yang sering mendengar perintahperintah diiringi suara keras dan bentakan-bentakan, tidak bisa diharapkan untuk bicara lemah lembut, karena itu untuk menanamkan kelembutan dan sikap ramah pada anak dibutuhkan contoh dari ibu yang penuh kelembutan dan keramahan. Demikian halnya dalam pembinaan ibadah shalat wajib, seorang anak membutuhkan contoh teladan dari orang tuanya sejak kecil. Jika sejak kecil orang tua menanamkan akan pentingnya pelaksanaan ibadah shalat maka anak akan terbawa suasana tersebut. Dengan adanya teladan tersebut, seorang anak akan belajar shalat dan menekuninya ketika melihat orang tuanya tekun menunaikannya di setiap waktunya, demikian juga ibadah-ibadah lainnya. 53 Akan tetapi, tidak cukup bagi kedua orang tua untuk sekadar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Namun, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama yakni Rasulullah saw. tentang akhlak yang mulia.
52
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam … , h. 2. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ...., h. 368.
53
37
Dengan demikian, pada diri anak akan terbentuk akhlak yang mulia, keberanian dan keperkasaan. sehingga jika mereka dewasa tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, panutan dan contoh yang tinggi selain Nabi Muhammad saw. Selain itu kedua orang tua juga hendaknya menghubungkan anaknya dengan teladan para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang saleh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan sangat baik dan mengamalkan perintah Allah swt. Dalam hal ini Allah swt. berfirman: … “Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka”. (Al-an‟am:90)54 2. Pendidikan dengan pembiasaan Salah satu cara mendidik anak adalah pendidikan melalui pembiasaan.
Islam
mengetahui
bahwa
bila
seseorang
sudah
mengerjakan sesuatu dengan cara yang terartur, maka jadilah hal tersebut sebagai kebiasaan55. Apabila seorang anak dibiasakan dengan sesuatu seperti shalat maka ia akan senantiasa mengerjakannya sepanjang hidup. Kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan pembiasaan adalah sangat besar dibanding usia lainnya. Karena itu hendaklah para orang tua memusatkan perhatian pada pengajaran anakanak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya, sejak ia mulai memahami realita kehidupan ini. 3. Pendidikan dengan nasihat Tidak diragukan lagi bahwa petuah-petuah dan nasihat-nasihat akan memberikan buah yang sangat manis jika lahir dari niat yang ikhlas dan berpegang pada asas amar makruf nahi mungkar. Sebab nasihat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak
54
Departemen Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahnya …, h. 139. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ...., h. 379.
55
38
yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya tidak heran kita mendapatkan dalam al-qur‟an memakai metode ini, yang berbicara pada jiwa-jiwa, dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat, diantaranya nasihat dari Luqman dan nabi Yakub berikut ini:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Luqman:17)56 …
"Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".(Al-Baqarah:132)57 Di dalam al-qur‟an penuh dengan ayat-ayat yang menjadikan metode pemberian nasihat sebagai dasar dakwah, jalan menuju perbaikan individu, dan memberi petunjuk kepada berbagai kelompok. Bentuk metode ini dalam al-qur‟an terkadang dengan peringatan untuk bertakwa, dengan mengemukakan kata-kata nasihat, dengan mengikuti jalan orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk, dan bahkan dengan ancaman.58 Dengan demikian, para orang tua hendaknya memahami kenyataan ini, dan menggunakan metode-metode al-qur‟an dalam upaya memberikan
nasihat,
peringatan
dan
bimbingannya,
untuk
mempersiapkan anak-anaknya baik mengenai ibadah shalatnya, imannya, akhlaknya maupun jiwa sosialnya.
56
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan dalam Islam …, h. 73. Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya … , h.21. 58 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan dalam Islam …, h. 71. 57
39
4. Pendidikan dengan memberikan perhatian/pengawasan Yang dimaksud mendidik dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.59 Islam memerintahkan para bapak, ibu, dan pendidik untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anakanaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikannya. Di bawah ini beberapa nash tentang keharusan memperhatikan dan melakukan pengawasan:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At Tahrim:6) … “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…”.(Thaha:132)60 Kedua ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan harus memperhatikan anak-anak didiknya. Demikian juga orang tua harus selalu memperhatikan dan mengawasi seluruh gerak-gerik dan tindaktanduk anaknya. Jika melihat sesuatu yang mungkar, cegahlah mereka, berilah peringatan dan jelaskan akibat yang membinasakan dan membahayakan. Dan jika mereka berbuat makruf, ucapkanlah 59
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan dalam Islam …, h.129. Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya … ,h. 322.
60
40
terimakasih dan bersyukurlah, serta berilah motivasi agar senantiasa melakukan perbuatan baik itu. 5. Pendidikan dengan memberikan hukuman61 Metode mendidik anak dengan cara hukuman ini adalah cara yang paling terakhir ketika anak melakukan kesalahan dan tidak bisa ditegur dengan cara yang halus seperti memberikan nasihat, pengarahan ,isyarat atau bahkan kecaman. Dan sebaiknya dalam memberikan hukuman, orang tua atau pendidik memperhatikan agar tidak membahayakan bagi si anak, misalnya hukuman dengan menberikan pukulan. Jika setelah diberi hukuman, kemudian orang tua melihat perilaku anaknya terus membaik, hendaknya ia bersikap lunak, beramah tamah dan menampilkan muka yang berseri-seri. Di samping itu, agar terkesan bahwa hukuman itu tidak dimaksudkan untuk menyakitinya, melainkan untuk kebaikan dan kebahagiaan, kemaslahatan dunia, agama, dan akhiratnya. F. Kesulitan-kesulitan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa Memberikan pendidikan tentang keagamaan kepada anak harus dilakukan orang tua sedini mungkin di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Akan tetapi banyak sekali hambatan dan kesulitan yang dialami orang tua terutama dalam menanamkan pembinaan pelaksanaan ibadah shalat anak, yaitu: 1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang tua Keyakinan beragama yang disertai dengan pemahaman yang kuat, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran agama tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh62. Namun dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai orang tua yang minim sekali pengetahuan tentang ajaran agamanya. Sehingga hal ini menjadi penghambat untuk menanamkan ajaran agama kepada anak-anaknya. 2. Suasana rumah tangga yang kurang baik
61
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan dalam Islam …, h.129 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia …, h.14
62
41
Rumah tangga yang kurang harmonis umumnya dapat menjurus kepada pertengkaran terbuka antara bapak dan ibu. Kasus yang seperti ini akan menimbulkan masalah berupa, anak akan bersikap memihak kepada ayah atau ibu dan anak akan mengalami kegoncangan batin dan sukar menentukan pilihan63. Tidak rukunnya orang tua menyebabkan gelisah anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada dirumah. Maka anak-anak yang seperti itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik. Akibat lain dengan suasana rumah tangga yang tidak rukun biasanya orang tua melupakan tanggung jawabnya untuk memperhatikan anak-anaknya apakah melaksanakan shalat dengan baik atau tidak. Akibatnya anak bias menjadi semakin jauh dengan nilai-nilai ajaran agamanya. 3. Pengaruh media cetak dan elektronik Belakangan ini, perangkat video, VCD, Internet, TV dan lain sebagainya merupakan bentuk bahaya besar yang mengancam putera-puteri kita dibidang agama, budaya, dan pendidikan64. Media masa terutama TV dan internet dengan segala acara dan informasinya yang dikemas secara menarik memiliki efek langsung pada perilaku anak-anak. Jika seorang siswa (anak remaja) tidak mempunyai benteng pendidikan agama yang baik, aqidah yang kuat dan pandangan kritis, yang mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil maka akan mudah terjerumus ke dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Oleh karena itu, dalam hal ini sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan ekstra dari orang tuanya untuk mengarahkan anak-anak mereka kearah hidup yang lebih baik. 4. Pengaruh pornografi dan pornoaksi Dalam kenyataan, pornografi dan pornoaksi telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap perilaku, akhlak, maupun terhadap sendi-sendi serta tatanan keluarga dan masyarakat yang beradab,
63
Jalaludin, Mempersiapkan Anak Saleh, (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2002) ,Cet IV, h.106 64 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim …, h. 8-9.
42
seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, kehamilan dan kelahiran anak di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, kekerasan seksual dan sebagainya. Oleh karenanya, menjadi tugas orang tua, guru , dan orang dewasa lainnya sebagai pendidik untuk senantiasa membina dan membimbing putra-putri mereka agar tidak terperosok terlalu jauh akibat adanya pornoaksi dan pornografi tersebut. Salah satu cara untuk membentengi anak (remaja) dalam hal ini adalah mengajarkan pelaksanaan ibadah shalat wajib secara benar. Karena shalat yang dilakukan secara benar dan khusyuk dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar. Atas dasar inilah sebaiknya orang tua menanamkan pelaksanaan ibadah shalat sejak dini. 5. Ibu yang bekerja Peran seorang ibu sebagai istri membawa pengaruh yang besar dalam perkembangan kehidupan anak maupun suami. Oleh karena itu, faktor yang sangat menentukan adalah bisa-tidaknya ibu mewujudkan hubungan yang harmonis dengan suami dan anaknya65. Pada umumnya bekerjanya ibu di luar rumah dianggap mempunyai pengaruh yang jelek untuk anak-anaknya, akibatnya ibu sering merasa dilema dan cemas. Dan pada kenyataannya, dengan kondisi seorang ibu yang sibuk bekerja maka
pendidikan moral dan agama anak kurang
diperhatikan. Pendidikan keagamaan anak menjadi terkesampingkan karena kondisi seorang ibu yang menjadi wanita karir. Hal inilah yang perlu disiasati bagi kaum ibu yang bekerja. Kaum ibu boleh saja sibuk bekerja asalkan tidak melupakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam mengajarkan anak tentang agamanya.
65
Danny,I.Yatim, Kepribadian, Keluarga dan Narkotika (Jakarta: ARCAN, 1986), h. 105.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Ruhama yang terletak di Jl. Tarumanegara No. 67 Cireundeu, Ciputat Timur kota Tangerang Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret- Mei 2011.
B. Metode Penelitian Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan penelitian deskriptif-analisis melalui metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Adapun maksud dari kedua penelitian tersebut sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Melalui penelitian ini penulis berusaha mengkaji buku-buku yang relevan dengan judul di atas dalam rangka menyusun kajian teoritis penelitian. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke objek penelitian yakni SMP Islam Ruhama, yang dilakukan untuk mendapatkan data faktual dari lapangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti tentang peranan
43
44
orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama. C. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian. Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti1. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Islam Ruhama tahun 2010-2011 yang berjumlah 96 siswa. Sedangkan sampel menurut Suharsimi Arikunto adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.2 Sampel yang baik adalah yang dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel sebanyak 50% dari jumlah populasi, yang berarti hanya 48 siswa. Adapun sampel penelitian ini diambil berdasarkan random sampling, yaitu dengan bentuk undian.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data untuk menunjang kesuksesan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Angket Angket adalah questinnaire untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik. Penggunaan angket tersebut untuk mendapatkan data tentang peranan keluarga dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa di SMP Islam Ruhama. Metode ini ditujukan kepada siswa-siswi yang dijadikan responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan peranan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa di SMP Islam Ruhama yang berjumlah 91 siswa. Quesionar yang dibuat merupakan quesionar tertutup, disertai dengan sejumlah jawaban yang sudah disediakan, dan terdiri dari 30 item pertanyaan yang menggunakan skala likert dengan empat alternatif jawaban.
1
Ronny Kountur, Metode Penelitian, (Jakarta: PPM, 2005), h. 137 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13, h. 131. 2
45
2. Wawancara (Interview), yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan 3. Berkaitan dengan masalah ini, wawancara dilakukan dengan guru bidang studi Fiqh. Informasi yang digali adalah mengenai gambaran pelaksanaan ibadah shalat siswa.
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dan angket akan di analisis dengan menggunakan analisa data statistik deskriptif, dengan tujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang diteliti. Teknik perhitungan dari angket akan dianalisa menggunakan rumus berupa prosentase atau frekuensi relatif. Rumus tersebut yaitu: P=
F X 100% N
Keterangan : P = prosentase F = frekuensi jawaban responden N = number of case atau jumlah responden4.
3
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 82. 4 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. XVI, h. 40.
46
TABEL 1 KISI-KISI QUISIONER PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA PELAKSANAAN IBADAH SHALAT SISWA No.
Pokok
Sub pokok pertanyaan
Aspek yang
pertanyaan
/ Dimensi
diungkat /
No.item
Jml item
Indikator 1.
Peranan orang
-orang tua
-Pengetahuan
tua dalam
mengajarkan tentang
tentang Shalat
membina
shalat
-Sarana
pelaksanaan
-orang tua memotivasi Prasarana
ibadah shalat
siswa
1,2
2
3,4
2
5,6
2
dan 7,8
2
dan
siswa 2.
Metode orang
-Keteladanan
-Figur orang tua
tua dalam
-Pembiasaan
-Tugas
membina
-Nasihat
Tanggung
pelaksanaan
-Pengawasan atau
Orang tua
ibadah shalat
3.
jawab 9,10,11
3
12,13,14
3
15,16
2
17,18
2
jawab 19,20
2
21-25
5
26-30
5
Perhatian
siswa
-Hukuman
Kesulitan orang
-Berkenaan dengan
-Kebersamaan
tua dalam
waktu yang dimiliki
orang tua dengan
membina
orang tua
anak
Pelaksanaan
-Kerajinan siswa
-Tanggung
Ibadah Shalat
-Disiplin Siswa
siswa
Siswa
-Keikhlasan siswa
pelaksanaan ibadah shalat siswa 4.
47
TABEL 2 KISI-KISI WAWANCARA
No.
Pokok pertanyaan
Sub pokok Pertanyaan atau
Aspek yang
No.
Jml
diungkap atau
item
item
Dimensi 1.
Indikator
Pelaksanaan
-Sholat siswa
-Kewajiban sholat
1
1
kegiatan ibadah
-Berkenaan dengan
siswa
2,3,4
3
shalat siswa
guru
-Tugas guru
-Berkenaan dengan
berkenaan dengan
5
1
sarana ibadah
ibadah shalat siswa 6
1
-Pembinaan shalat siswa
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil Obyek Penelitian 1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMP Islam Ruhama Berdirinya yayasan Islam Ruhama ini diilhami oleh seorang tokoh wanita yang sangat sederhana dan bersahaja, semasa hidupnya diabdikan untuk dunia pendidikan semata dengan membangun sebuah yayasan islam yang bermanfaat bagi umat, yang dinamakan yayasan Islam Ruhama. Beliau adalah Prof. Dr.H.Zakiah Daradjat. Beliau merupakan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. SMP Islam Ruhama ini didirikan pada tahun 1987 dengan SK pendirian Nomor 490/L02/E.88 tertanggal 5 juli 1988 berada di bawah naungan Yayasan Prof. Dr.H.Zakiah Daradjat, yang bertujuan dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang cakap dan terampil dalam bidang ilmu yang digelutinya serta berakhlakul karimah. Dalam proses perjalannya, SMP Islam Ruhama telah meluluskan dua puluh tiga angkatan lebih dan telah tiga kali diakreditasi ulang dengan status terakreditasi dalam kelompok A. Pendirian SMP Islam Ruhama itu sendiri sesuai dengan pembentukan yayasan pendidikan Islam Ruhama yaitu membantu dan turut serta mensukseskan program pemerintah dalam bidang pendidikan dan kebudayaan dalam arti seluasluasnya, yaitu membentuk manusia yang sehat jasmani, rohani dan memiliki
48
49
keterampilan menuju masyarakat indonesia yang adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Islam Ruhama Visi Sekolah SMP Islam Ruhama adalah : unggul dalam pengetahuan ilmu-ilmu dasar, yang berorientasi pada penguasaan IPTEK dengan landasan IMTAQ untuk menciptakan generasi yang islami Sedangkan Misi SMP Islam Ruhama adalah : 1. Mendidik siswa sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang dilaluinya. 2. Menanamkan wawasan ke islaman dan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat. 3. Mempratikan akhlakul karimah dalam kehidupannya sehari-hari. 4. Mengembangkan minat bakat sesuai potensi yang dimiliki siswa. Adapun tujuan dari SMP Islam Ruhama adalah membentuk insan yang berilmu, beramal, dan bermoral serta berkepribadian yang berwawasan Islami.
3. Profil SMP Islam Ruhama
IDENTITAS SEKOLAH Nama Sekolah
: SMP Islam Ruhama
Alamat Sekolah
: Jl.Tarumanegara No.67 Cireundeu
No. Telepon
: (021) 7499845
No. Fax
: (021) 7499845
Kelurahan
: Cireundeu
Kecamatan
: Ciputat Timur
Kota Madya
: Tangerang Selatan
Provinsi
: Banten
Kode Pos
: 15419
50
Nama Kepala Sekolah
: Drs.Juhdi Asidi
Status Sekolah
: Swasta
Standar Sekolah
: Tingkat Akreditasi A
Keadaan Gedung
: Permanen
Nomor Statistik Sekolah (NSS)
: 202280310021
Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)
: 20603523
Tahun didirikan/dibangun
: 1987
Status Tanah
: Milik Sendiri
4. Data Siswa Tabel 3 Data Siswa SMP Islam Ruhama Tahun Ajaran 2010/2011 No
Rombel
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
1
Kelas VII
2
70 anak
2
Kelas VIII
3
96 anak
3
Kelas IX
3
82 anak
5. Struktur Organisasi SMP Islam Ruhama Sekolah termasuk suatu organisasi sosial yang bergerak dibidang pendidikan. Organisasi sekolah bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara memberikan pendidikan pada para siswa. Setiap sekolah mempunyai visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai. Agar visi, misi, dan tujuan sekolah dapat tercapai maka diperlukan sebuah organisasi sekolah yang baik. Adapun struktur organisasi sekolah SMP Islam Ruhama adalah sebagai berikut:
51
Kepala Sekolah
Komite Sekolah
Wakil Kepala Sekolah
Dewan Guru
Tata Usaha
Wali Kelas
Guru
Kurikulum
Kesiswaan n
Humas
Keuangan
Penjaga Sekolah
Siswa
Siswa 6. Personalia Guru atau Pengajar Table 4 Data Guru SMP Islam Ruhama No
Nama
Mata Pelajaran
Pendidikan Terakhir
1
Drs.Juhdi Asidi
Fiqih IX
S1
2
H. Mudjitaba M.BA
Fiqih IX
BA
3
Zulnadri
Tata Boga
D2
4
Dasril Djama’an
Biologi IX
S1
5
Yusron Syarifudin
Geografi & pkn
BA
6
Drs.Bagus Wiranto
Fisika/Kimia
S1
7
Drs.Ridwanudin
Aqidah Akhlak
S1
8
H.Main Effendi
Elektro
STM
52
9
Dra.Suryani Mansur
Bhs.Indonesia IX
S1
10
Suhartini S.Pd
Biologi VII & VIII
S1
11
Suedih Ahmad, SE
Olahraga&Ekonomi
S1
12
Mahwiyah S.Ag
Bhs.Inggris IX
S1
13
Dadang Andrean
MTK
S1
14
Agus Muslim
Fiqih VIII&Seni Musik
PGA
15
Dra.Sri Rusmiyati
Bhs.Indonesia VII&VIII
S1
16
Mursaid
Seni Rupa&Sejarah
SMA
17
Zainul Abidin, S.Ag
Al-qur’an
S1
18
Dr.Asep Ahmad ZA
Bahasa Inggris
S1
19
Muhammad Yamin
Mulok Sablon
SMA
20
Mieswati, S.Pd
Mulok Bahasa Inggris VII
S1
21
Patimatu Juhroh, S.Pd.I
Bhs. Arab
S1
22
Deni Sasmita, S.I
TIK
S1
23
Ermalina, S.Pd
MTK VII
S1
B. Temuan Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil data dengan populasi sasaran adalah siswa kelas VIII di SMP Islam Ruhama yang disebarkan angket, dengan tujuan untuk mendapatkan data tentang peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa. Angket ini berisi 30 pertanyaan. Angket ini disebarkan kepada 48 siswa atau responden dalam bentuk angket yang dipilih secara acak. Kemudian data yang diperoleh melalui angket tersebut diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan prosentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rumus: P =
F x100% N
Keterangan: P = Presentasi F = Frekuensi N = Banyaknya Responden1 1
Anas Sudjiono, Pengantar Ilmu Pendidikan ………h.43
53
Untuk mendapat informasi yang lebih lanjut tentang masalah yang diteliti, maka penulis juga mengadakan wawancara kepada guru Fiqh di SMP Islam Ruhama untuk memperjelas informasi mengenai pelaksanaan ibadah shalat siswa di sekolah. Adapun hasil angket yang sudah disebarkan kemudian dimasukkan ke dalam tabulasi yang merupakan prosentase dari data-data instrumrn pengumpulan data (angket) menjadi tabel angka-angka dalam prosentase, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5 Orang Tua memberikan saya pemahaman tentang shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
27
56.3%
B
Kadang-kadang
12
25%
C
Jarang
7
14.5%
D
Tidak Pernah
2
4.2%
48
100%
Jumlah
Sesuai dengan jawaban responden pada
tabel di atas dapat diketahui
bahwa pendapat siswa (56.3%) menyatakan orang tua memberikan pemahaman tentang shalat kepada siswa. Kemudian 25% menyatakan bahwa kadangkadang orang tua memberikan pemahaman tentang shalat kepada siswa. Sedangkan 14.5% menyatakan bahwa orang tua jarang memberikan siswa pemahaman tentang shalat dan 4.2% menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah memberikan pemahaman tentang shalat ke siswa. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua responden memberikan pemahaman tentang shalat kepada siswa dengan baik.
54
Tabel 6 Orang Tua mengajarkan saya bacaan-bacaan dan contoh gerakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
16
33.3%
B
Kadang-kadang
16
33.3%
C
Jarang
14
29.2%
D
Tidak Pernah
2
4.2%
48
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (33.3%) menyatakan bahwa orang tua sering dan kadang-kadang mengajarkan mereka bacaan-bacaan dan contoh gerakan shalat. Sementara ( 29.2%) siswa menyatakan bahwa orang tua jarang mengajarkan bacaan dan gerakan shalat dan (4.2%) siswa menyatakan bahwa orang tua tidak pernah mengajarkan bacaan dan gerakan shalat. Tabel 7 Orang Tua memberikan dorongan kepada saya untuk mengerjakan shalat tepat waktu No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
35
72.9%
B
Kadang-kadang
10
20.8
C
Jarang
3
6.3%
D
Tidak Pernah
0
0%
48
100%
Jumlah
55
Dari prosentase jawaban responden di atas menunjukkan bahwa (72.9%) siswa menyatakan orang tua sering memberikan dorongan kepada mereka untuk mengerjakan shalat tepat waktu. Sedangkan (20.8%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka kadang-kadang memberikan dorongan dan kadangkadang tidak. Sementara sebanyak (6.3%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka jarang sekali memberikan dorongan untuk shalat tepet waktu. Dan tidak ada satupun siswa yang menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah memberikan dorongan untuk mengerjakan shalat tepat waktu. Tabel 8 Orang Tua menyediakan perlengkapan shalat untuk saya No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
16
33.3%
B
Kadang-kadang
11
22.9%
C
Jarang
9
18.8%
D
Tidak Pernah
12
25%
48
100%
Jumlah
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa sebanyak (33.3%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka masih sering menyediakan perlengkapan untuk shalat. Kemudian sebanyak (22.9%) menyatakan bahwa orang tua mereka kadang-kadang masih menyediakan dan kadang-kadang juga tidak menyediakan. Sedangkan (18.8%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka jarang menyediakan perlengkapan shalat untuk mereka. Dan sebanyak (25%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah menyediakan perlengkapan shalat mereka.
56
Tabel 9 Orang tua melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin setiap hari No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
31
64.6%
B
Kadang-kadang
7
14.6%
C
Jarang
10
20.8%
D
Tidak Pernah
0
0%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semua responden menyatakan bahwa orang tua mereka sering melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin setiap hari. Hal ini terlihat dari (64.6%) siswa menyatakan sering, kemudian (20.8%) siswa menyatakan jarang dan (14.6%) siswa menyatakan kadangkadang, lalu tidak terdapat satu siswapun yang menyatakan tidak pernah.
Tabel 10 Orang tua selalu mengajak saya shalat berjamaah di masjid atau di rumah No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
8
16.7%
B
Kadang-kadang
21
43.7%
C
Jarang
17
35.4%
D
Tidak Pernah
2
4.2%
48
100%
Jumlah
57
Berdasarkan prosentase pada tabel diatas diketahui bahwa sebanyak (16.7%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka sering mengajak shalat berjamaah baik di rumah maupun di masjid, kemudian (43.7%) siswa menyatakan kadang-kadang, (35.4%) siswa menyatakan jarang dan (4.2%) siswa menyatakan orang tua mereka tidak pernah mengajak mereka untuk shalat berjamaah. Melihat jawaban kadang-kadang di atas ada kemungkinan karena orang tuanya sangat sibuk dengan urusan pekerjaan mereka.
Tabel 11 Orang Tua membiasakan kepada saya untuk mengerjakan ibadah shalat wajib sejak kecil No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
37
77.1%
B
Kadang-kadang
5
10.4%
C
Jarang
5
10.4%
D
Tidak Pernah
1
2.1%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (77.1%) siswa menyatakan sering, (10.4%) siswa menyatakan kadang-kadang dan menyatakan jarang, kemudian (2.1%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah membiasakan mereka untuk mengerjakan shalat wajib sejak kecil. Ini menunjukkan bahwa orang tua sering membiasakan siswa shalat wajib.
58
Tabel 12 Orang tua memerintahkan kepada saya agar segera melaksanakan shalat jika adzan berkumandang No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
29
60.4%
B
Kadang-kadang
12
25%
C
Jarang
6
12.5%
D
Tidak Pernah
1
2.1%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (60.4%) siswa menyatakan sering, (25%)
siswa
menyatakan
kadang-kadang,
kemudian
(12.5%)
siswa
menyatakan jarang dan (2.1%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah memerintahkan mereka agar segera melaksanakan shalat jika adzan sudah berkumandang. Tabel 13 Orang tua menjelaskan kepada saya akan pentingnya melaksanakan shalat 5 waktu No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
26
54.1%
B
Kadang-kadang
14
29.2%
C
Jarang
6
12.5%
D
Tidak Pernah
2
4.2%
48
100%
Jumlah
59
Dari hasil prosentase tersebut menunjukkan bahwa (54.1%) siswa menjawab bahwa orang tua sering menjelaskan akan pentingnya melaksanakan shalat 5 waktu, (29.2%) siswa menjawab kadang-kadang, kemudian (12.5%) siswa menjawab jarang dan (4.2%) siswa menjawab tidak pernah. Ini berarti orang tua tidak lalai dalam mengajarkan pentingnya shalat wajib.
Tabel 14 Orang tua memberikan nasihat kepada saya apabila tidak mau mengerjakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
27
56.3%
B
Kadang-kadang
18
37.5%
C
Jarang
3
6.2%
D
Tidak Pernah
0
0%
48
100%
Jumlah
Hasil prosentase pada tabel di atas menunjukkan bahwa (56.3%) siswa mengatakan orang tua mereka sering memberikan nasihat apabila siswa tidak mau mengerjakan shalat, kemudian (37.5%) siswa menyatakan kadang-kadang, sedangkan (6.2%) menyatakan jarang dan (0%) menyatakan tidak pernah. Dari sini dapat diketahui bahwa orang tua sering memberikan nasihat tentang pentingnya mengerjakan shalat wajib.
60
Tabel 15 Orang tua menceritakan kepada saya kisah-kisah tentang keuntungan bagi orang yang melaksanakan shalat dan kerugian bagi yang meninggalkan No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
8
16.7%
B
Kadang-kadang
15
31.3%
C
Jarang
20
41.6%
D
Tidak Pernah
5
10.4%
48
100%
Jumlah
Sesuai dengan tabel di atas dapat diketahui bahwa (41.6%) siswa menyatakan jarang, (31.3%) siswa menyatakan kadang-kadang, kemudian (16.7%) siswa menyatakan sering, dan (10.4%) siswa menyatakan orang tua mereka tidak pernah menceritakan kisah-kisah tentang keuntungan bagi orang yang melaksanakan shalat dan kerugian bagi yang meninggalkan shalat. Tabel 16 Orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat saya No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
13
27.1%
B
Kadang-kadang
17
35.4%
C
Jarang
13
27.1%
D
Tidak Pernah
5
10.4%
48
100%
Jumlah
61
Dalam hal orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat, responden menjawab (27.1%) menyatakan sering, (35.4%) siswa menyatakan kadangkadang, sedangkan (27.1%) siswa menyatakan jarang dan (10.4%) siswa menyatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah memantau pelaksanaan ibadah shalat siswa. Data ini menunjukkan bahwa orang tua terkadang memantau dan terkadang tidak, ini ada kemungkinan karena orang tuanya sibuk bekerja. Tabel 17 Orang tua memberikan pujian kepada saya apabila rajin melaksanakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
11
22.9%
B
Kadang-kadang
14
29.2%
C
Jarang
12
25%
D
Tidak Pernah
11
22.9%
48
100%
Jumlah
Tabel tersebut menunjukkan bahwa (22.9%) siswa menyatakan bahwa orang tua sering memberikan pujian jika siswa rajin melaksanakan shalat, kemudian (29.2%) menyatakan kadang-kadanag, sedangkan (25%) menyatakan jarang dan (22.9%) menyatakan tidak pernah. Data tersebut menunjukkan bahwa orang tua tidak sering memberikan pujian kepada siswa jika rajin melaksanakan shalat.
62
Tabel 18 Karena sibuk orang tua kurang memperhatikan apakah saya sudah shalat atau belum No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
5
10.4%
B
Kadang-kadang
18
37.5%
C
Jarang
9
18.8%
D
Tidak Pernah
16
33.3%
48
100%
Jumlah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (37.5%) siswa menyatakan kadang-kadang, (33.3%) siswa menyatakan tidak pernah, kemudian (18.8%) siswa menyatakan jarang, sedangkan (10.4%) siswa menyatakan orang tua sering kurang memperhatikan apakah siswa sudah shalat wajib atau belum. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa orang tua kadang-kadang kurang memperhatikan apakah siswanya sudah shalat wajib atau belum meskipun sedang sibuk kerja.
63
Tabel 19 Orang tua menegur jika saya tidak mengerjakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
27
56.3%
B
Kadang-kadang
14
29.1%
C
Jarang
6
12.5%
D
Tidak Pernah
1
2.1%
48
100%
Jumlah
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (56.3%) siswa menyatakan sering, selanjutnya (29.1%) siswa menyatakan kadang-kadang, kemudian (12.5%) siswa menyatakan jarang dan (2.1%) siswa menyatakan orang tua tidak pernsh menegur jika siswa tidak melaksanakan shalat. Ini menunjukkan bahwa orang tua sering menegur siswa. Tabel 20 Orang tua menghukum saya jika saya lalai dalam mengerjakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
6
12.5%
B
Kadang-kadang
13
27.1%
C
Jarang
10
20.8%
D
Tidak Pernah
19
39.6%
48
100%
Jumlah
Prosentase di atas menunjukkan bahwa (39.6%) siswa menyatakan tidak pernah dihukum oleh orang tua meskipun lalai dalam mengerjakan shalat
64
(27.1%) siswa menyatakan kadang-kadang di hukum, (20.8%) siswa menyataka jarang dihukum, sedangkan (12.5%) siswa menyatakan dihukum orang tua jika lalai dalam mengerjakan shalat. Dari jawaban responden tersebut dapat penulis simpulkan bahwa sebagian besar orang tua tidak pernah menghukum siswa meskipun siswa lalai dalam mengerjakan shalat. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa belum ada tindakan yang cukup signifikan dari orang tua jika anaknya lalai dalam shalat. Atau ada kemungkinan orang tua tidak mau menggunakan cara kekerasan. Tabel 21 Orang tua memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan saya di masjid atau di rumah No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
5
10.4%
B
Kadang-kadang
14
29.1%
C
Jarang
21
43.8%
D
Tidak Pernah
8
16.7%
48
100%
Jumlah
Dalam hal waktu luang yang dimiliki orang tua, terdapat (43.8%) siswa menyatakan jarang, (29.1%) siswa menyatakan kadang-kadang, (16,7%) siswa menyatakan orang tua tidak pernah, dan (10.4%) siswa menyatakan orang tua sering memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan siswa. Sesuai data tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua jarang sekali memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan siswa.
65
Tabel 22 Kesibukan membuat orang tua lalai dalam mengawasi pelaksanaan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
4
8.3%
B
Kadang-kadang
18
37.5%
C
Jarang
15
31.3%
D
Tidak Pernah
11
22.9%
48
100%
Jumlah
Dari data responden di atas dapat diketahui bahwa (37.5%) siswa menyatakan kadang-kadang, (31,3%) siswa menyatakan jarang, sedangkan (22.9%) siswa menyatakan tidak pernah, dan (8.3%) siswa menyatakan orang tua sering lalai dalam mengawasi pelaksanaan shalat siswa dikarenakan sibuk. Dari data tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa orang tua kadang-kadang lalai dalam mengawasi pelaksanaan shalat siswa karena kesibukan mereka. Tabel 23 Saya mengerjakan shalat 5 waktu setiap hari No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
9
18.7%
B
Kadang-kadang
27
56.3%
C
Jarang
12
25%
D
Tidak Pernah
0
0%
48
100%
Jumlah
66
Tabel di atas menunjukkan bahwa (56.7%) siswa menyatakan kadangkadang, kemudian (25%) siswa menyatakan jarang, sedangkan (18.7%) siswa menyatakan sering mengerjakan shalat 5 waktu, dan (0%) siswa menyatakan tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa siswa masih belum memiliki rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya sebagai seorang muslim. Tabel 24 Saya malas mengerjakan shalat 5 waktu No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
3
6.3%
B
Kadang-kadang
19
39.6%
C
Jarang
14
29.1%
D
Tidak Pernah
12
25%
48
100%
Jumlah
Hasil prosentase di atas menunjukkan bahwa (39.6%) siswa menyatakan kadang-kadang malas, (29.1%) siswa menyatakan jarang malas, kemudian (25%) siswa menyatakan tidak pernah malas, dan (6.3%) siswa menyatakan malas mengerjakan shalat 5 waktu. Ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa untuk mengerjakan shalat masih rendah.
67
Tabel 25 Saya langsung melaksanakan shalat ketika adzan sudah berkumandang No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
5
10.4%
B
Kadang-kadang
28
58.3%
C
Jarang
14
29.2%
D
Tidak Pernah
1
2.1%
48
100%
Jumlah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (58.3%) menuayatakan kadangkadang, kemudian (29.2%) menyatakan jarang, sedangkan (10.4%) siswa menyatakan sering langsung melaksanakan shalat ketika adzan berkumandang, dan (2.1%) siswa menyatakan tidak pernah. Sesuai data tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa kadang-kadang langsung melaksanakan shalat jika adzan sudah berkumandang. Hal ini menunjukkan kesadaran siswa untuk segera melaksanakan shalat belum maksimal. Tabel 26 Saya langsung mematikan TV jika telah datang waktu shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
9
18.8%
B
Kadang-kadang
17
35.4%
C
Jarang
16
33.3%
D
Tidak Pernah
6
12.5%
48
100%
Jumlah
68
Tabel di atas menunjukkan bahwa (35.4%) siswa menyatakan kadangkadang, (33.3%) siswa menyatakan jarang, sedangkan (18.8%) siswa menyatakan sering, dan (12.5%) siswa menyatakan tidak pernah langsung mematikan TV jika telah datang waktu shalat. Hal ini bisa terjadi dikarenakan terkadang terdapat acara TV yang menarik sehingga siswa tidak langsung mematikan TV untuk segera melaksanakan shalat. Tabel 27 Saya suka mengulur-ngulur waktu shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
9
18.8%
B
Kadang-kadang
27
56.3%
C
Jarang
10
20.8%
D
Tidak Pernah
2
4.1%
48
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas terdapat (56.3%) siswa kadang-kadang mengulur waktu shalat, kemudian (18,8%) siswa sering suka mengulur-ulur waktu shalat, (4.1%) siswa jarang mengulur waktu shalat dan terdapat (4.1%) siswa tidak pernah mengulur waktu shalat. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kadang-kadang suka mengulur-ulur waktu shalat. Alasan mereka mengulur-ulur waktu shalat dikarenakan malas dan sedang asyik bermain.
69
Tabel 28 Saya suka mencari-cari alasan untuk tidak melaksanakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
5
10.4%
B
Kadang-kadang
16
33.3%
C
Jarang
13
27.1%
D
Tidak Pernah
14
29.2%
48
100%
Jumlah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (33.3%) siswa menyatakan kadang-kadang, (29.2%) siswa menyatakan tidak pernah, kemudian (27.1%) siswa menyatakan jarang, dan (10.4%) siswa menyatakan sering mencari-cari alasan untuk tidak melaksanakan shalat. Ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang suka mencari-cari alasan untuk bisa meninggalkan shalat. Tabel 29 Saya tetap mengerjakan shalat ketika bepergian jauh No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
5
10.4%
B
Kadang-kadang
20
41.7%
C
Jarang
14
29.1%
D
Tidak Pernah
9
18.8%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (41.7%) siswa menyatakan kadangkadang, kemudian (29.1%) siswa menyatakan jarang, sedangkan (18.8%) siswa
70
menyatakan tidak pernah mengerjakan shalat ketika bepergian jauh, dan (10.4%) siswa menyatakan sering. Berdasarkan data tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa siswa kadang-kadang tetap melaksanakan shalat ketika sedang bepergian jauh. Ada kemungkinan karena siswa capek karena melakukan perjalanan jauh sehingga siswa malas mengerjakannya. Tabel 30 Saya senang mengerjakan shalat 5 waktu No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
18
37.5%
B
Kadang-kadang
25
52.1%
C
Jarang
3
6.3%
D
Tidak Pernah
2
4.1%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (52.1%) siswa menyatakan kadangkadang, (37.5%) siswa menyatakan sering, kemudian (6.3%) siswa menyatakan jarang dan (4.1%) siswa menyatakan tidak pernah senang mengerjakan shalat 5 waktu. Hal ini berarti siswa kurang ikhlas dalam beribadah.
71
Tabel 31 Saya terpaksa dalam mengerjakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
0
0%
B
Kadang-kadang
6
12.5%
C
Jarang
10
20.8%
D
Tidak Pernah
32
66.7%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (66.7%) siswa menyatakan tidak pernah, (20.8%) siswa menyatakan jarang, lalu (12.5%) siswa menyatakan kadang-kadang
dan
(0%)
siswa
menyatakan
sering terpaksa
dalam
mengerjakan shalat. Tabel 32 Saya suka membantah orang tua jika diperintahkan untuk shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
1
2.1%
B
Kadang-kadang
17
35.4%
C
Jarang
10
20.8%
D
Tidak Pernah
20
41.7%
48
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (41.7%) siswa menyatakan tidak pernah suka membantah orang tua jika diperintahkan untuk shalat, (35.4%) siswa menyatakan kadang-kadang, (20.8%) siswa menyatakan
72
jarang dan. Ini berarti siwa masih ada yang membantah jika diperintahkan untuk shalat,dan (2.1%) siswa menyatakan sering membantah. Tabel 33 Saya suka mengeluh jika diperintahkan orang tua untuk shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
3
6.3%
B
Kadang-kadang
12
25%
C
Jarang
14
29.1%
D
Tidak Pernah
19
39.6%
48
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa (39.6%) siswa menyatakan tidak pernah, (29.1%) siswa menyatakan jarang, kemudian (25%) siswa menyatakan kadang-kadang, dan (6.3%) siswa menyatakan sering suka mengeluh jika diperintahkan orang tua untuk shalat. Berdasarkan data tersebut, penulis menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa tidak pernah mengeluh jika diperintahkan untuk shalat Tabel 34 Saya merasa menyesal jika tidak mengerjakan shalat No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Sering
2
4.2%
B
Kadang-kadang
2
4.2%
C
Jarang
17
35.3%
D
Tidak Pernah
27
56.3%
48
100%
Jumlah
73
Tabel di atas menunjukkan bahwa (56.3%) siswa menyatakan tidak pernah karena memang jarang tidak mengerjakan shalat, kemudian (35.3%) siswa menyatakan jarang, (4.2%) siswa menyatakan sering dan kadang-kadang merasa menyesal jika tidak mengerjakan shalat.
C. Pembahasan terhadap temuan penelitian Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian di atas, dapat diketahui bahwa peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari sebagian besar responden mengatakan bahwa orang tua sering mengajarkan tentang shalat, dan sering memotivasi untuk mengerjakan shalat. Selain itu, metode yang digunakan orang tua dalam membina pelaksanaan shalat anak juga sudah cukup optimal, seperti memberikan keteladanan, pembiasaan , nasihat, perhatian, dan hukuman. Hal ini terlihat sekitar 64.6 % responden menjawab bahwa orang tua sering memberikan teladan kepada siswa dengan melaksanakan ibadah shalat wajib secara rutin setiap hari. Kemudian 77.1% responden menjawab bahwa orang tua sering membiasakan mereka shalat wajib sejak kecil. Selanjutnya 56.3% responden menjawab orang tua sering memberikan nasihat-nasihat jika tidak mengerjakan shalat. Dan berikutnya 35.4% responden menjawab bahwa orang tua kadang-kadang suka memantau pelaksanaan ibadah shalat mereka. Meskipun dalam memantau pelaksanaan shalat siswa tidak sering, akan tetapi dengan jawaban terbesar kadang-kadang dari responden tersebut membuktikan bahwa masih ada perhatian dari orang tua terhadap pembinaan ibadah shalat siswa. Kesulitan yang sering dialami orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa nampaknya dari segi waktu kebersamaan dengan siswa. Mayoritas orang tua siswa kebanyakan bekerja sehingga cukup sulit untuk selalu mengawasi dan memantau pelaksanaan shalat siswa bahkan untuk sekedar shalat berjamaah dengan siswa. Namun meskipun begitu orang tua tidak langsung melupakan perannya sebagai pendidik dalam keluarga. Ini
74
dibuktikan dari jawaban responden yaitu 31.3% menjawab bahwa orang tua jarang lalai dalam mengawasi pelaksanaan shalat siswa. Sedangkan mengenai pelaksanaan ibadah shalat siswa berdasarkan angket yang disebarkan, tampaknya siswa masih membutuhkan bimbingan yang lebih intensif lagi supaya terbentuk kesadaran dan rasa tanggung jawab dalam menunaikan kewajiban shalat. Dari jawaban responden dalam temuan penelitian di atas dapat diketahui bahwasanya dalam pelaksanaan shalat wajib siswa masih terpengaruh dengan televisi, internet, handpone maupun teman. Jika waktu shalat telah tiba dan siswa masih asyik main atau sedang asyik menonton acara televise kesukaannya, siswa akan lebih memilih menunda pelaksanaan shalatnya. Hal ini menunjkkan kesadaran siswa untuk menunaikan shalat wajib secara tepat waktu masih lemah. Jika hal ini dibiarkan dan tidak ada tindakan yang signifikan dari orang tua tentunya akan menjadi sesuatu yang dianggap biasa bagi siswa jika menunda pelaksanaan shalat. Padahal Rasulullah saw selalu menganjurkan shalat tepat waktu. Adapun hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru fiqh di SMP Islam Ruhama mengenai pelaksanaan shalat siswa di sekolah cukup menggembirakan. Hampir semua siswa selalu melaksanakan shalat zuhur dan shalat jum’at secara berjamaah yang diadakan secara rutin di sekolah. Meskipun terkadang masih ditemukan beberapa siswa yang masih berada di kelas ketika shalat berjamaah berlangsung. Namun dengan kerja sama dan perhatian dari para guru di SMP Islam Ruhama semua itu dapat di atasi dengan baik. Akan tetapi yang sedikit penulis sayangkan adalah belum adanya kerja sama yang signifikan antara para guru dengan orang tua untuk mengontrol pelaksanaan ibadah shalat siswa setelah pulang dari sekolah setiap harinya. Hal inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk ditindak lanjuti oleh para orang tua dengan guru. Dengan demikian diharapkan siswa akan menganggap shalat wajib itu adalah bagian dari dirinya. Sehingga jika tidak dilaksanakan akan terasa ada yang kurang dalam hidupnya. Jika hal ini sudah mendarah daging dalam diri siswa maka yang menjadi visi dan misi sekolah pun akan mudah dicapai.
BAB V PENUTUP
A . KESIMPULAN Dari hasil data penelitian yang sudah dihimpun, ditabulasikan dan diinterpretasikan, maka penulis memperoleh gambaran sebagai berikut: 1. Peran yang dilakukan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa secara keseluruhan bisa dinyatakan sudah cukup baik. Hal ini berdasarkan hasil data yang menunjukkan bahwa peran orang tua dalam mengajarkan tentang shalat dan memberi motivasi kepada siswa sering dilakukan. Bentuk peran yang dimaksud adalah orang tua sering mengajarkan pemahaman tentang shalat dalam prosentase sebanyak 65,3%, ditambah dengan 33,3% sering mengajarkan bacaan-bacaan dan contoh gerakan shalat, 72.9% sering memberikan dorongan kepada siswa untuk mengerjakan shalat tepat waktu, dan 33.3% sering menyiapkan perlengkapan shalat untuk siswa. 2. Metode yang digunakan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa yaitu metode keteladanan cukup baik untuk dijadikan teladan bagi siswa, ini dibuktikan dari jawaban responden, yaitu mengenai orang tua sering melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin di rumah, responden rata-rata menjawabnya 64.6% sering. Selanjutnya orang tua kadangkadang selalu mengajak siswa shalat berjamaah di masjid atau di rumah, ini bisa dilihat 43.7% responden menjawab semuanya. Adapun metode pembiasaan, orang tua sering membiasakan siswa untuk mengerjakan ibadah shalat wajib sejak kecil, responden menjawab 77.1% sering, dan
75
76
orang tua sering memerintahkan siswa untuk segera melaksanakan shalat jika adzan sudah berkumandang, responden menjawabnya 60.4% sering. Selanjutnya metode Nasihat, orang tua memberikan nasihat kepada siswa jika tidak mau mengerjakan shalat, prosentase jawaban responden 56.3% sering, ditambah 54.1% responden menjawab orang tua sering memberikan nasihat pentingnya melaksanakan shalat wajib. Sedangkan metode pengawasan atau perhatian dari orang tua, orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat siswa disela-sela kesibukan mereka, dari sini responden menjawab 35.4% kadang-kadang, kemudian orang tua akan memberikan perhatiannya dalam bentuk pujian jika siswa rajin melaksanakan shalat, dari pertanyaan ini siswa menjawab 29.2% kadangkadang, dan orang tua lalai dalam memperhatikan apakah siswa sudah melaksanakan ibadah shalat wajib atau belum, jawaban responden 37.5% kadang-kadang dan menyusul di bawahnya 33.3% tidak pernah lalai. Dan metode yang terakhir yaitu Hukuman , orang tua hanya akan menggunakan metode ini jika metode yang lain kurang berhasil, ini dapat dilihat dari tabel 20 dimana 39.6%
siswa menjawab orang tua tidak pernah
memberikan hukumnan. Dari gambaran umum jawaban responden tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang diterapkan orang tua cukup berhasil. 3. Kesulitan yang sering dialami orang tua adalah berkenaan dengan waktu kebersamaan yang dimiliki orang tua untuk bisa memantau dan membina pelaksanaan ibadah shalat siswa. Sering kali orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga terkadang kurang memperhatikan perkembangan ibadah shalat siswa. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada tabel 21 dan 22 dimana terdapat 43.8% siswa menyatakan bahwa orang tua jarang memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan siswa. 4. Pelaksanaan ibadah shalat siswa rata-rata masih belum memiliki rasa kesadaran yang tinggi akan pentingnya melaksanakan ibadah shalat wajib secara tepat waktu. Meskipun pada akhirnya siswa tetap melaksanakan shalat akan tetapi pada kenyataannya siswa masih suka menunda-nunda waktu shalat. Seperti terlihat pada jawaban responden pada tabel 27
77
dimana terdapat 56.3% siswa menyatakan kadang-kadang suka mengulurulur waktu shalat. Hal ini karena masih terdapat siswa yang malas dalam melaksanakan ibadah shalat karena terlalu asyik bermain ataupun menonton TV. Oleh karena itu sudah semestinya sebagai orang tua harus lebih memperhatikan perkembangan rohani siswa dan memberikan pendidikan keagamaan yang cukup bagi siswa.
B. SARAN Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan ibadah shalat siswa, yaitu: 1. Kepada pihak sekolah SMP Islam Ruhama agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap proses kegiatan shalat berjamaah siswa disekolah, dan sebaiknya mulai membuat kerja sama yang sistematis dengan orang tua untuk mengontrol pelaksanaan ibadah shalat siswa setelah siswa pulang dari sekolah. 2. Kepada guru Fiqh untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran khususnya tentang pemahaman shalat wajib agar peserta didik dapat memiliki rasa tanggung jawab dalam beribadah khususnya shalat wajib. 3. Untuk para siswa agar lebih rajin lagi dalam melaksanakan ibadah shalat wajib. 4. Khusunya bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan pelaksanaan ibadah shalat anaknya disela-sela kesibukannya dan selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullathif ash-Sha’idi, Abdul Hakam Menuju Keluarga Sakinah, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004 ‘Abdur Rahman, Jamaal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Terj. Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi Lc., Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005 Ali Mahfuzh, Muhammad Jamaluddin , Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Terj.Tarbiyatul Islamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001 Al-maghribi, bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa ,Jakarta: Darul Haq,2004 Al-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Kuliah Ibadah, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1987 An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani,2004 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006 Ash-Sa’idi, Abdul Hakam Abdullathif, Menuju Keluarga Sakinah,Terj.Al-Usrah alMuslimah: Ususun wa Mabaadi’u oleh Abdul Hayyie al-Katani, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004 Daradjat, Zakiah, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, Jakarta: CV Ruhama,1996 ............., Remaja, Harapan dan Tantangan, Bandung: CV Ruhama, 1995 ............., Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV J-ART,2004 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta: Balai Pustaka, 1999
79
Fauzi A.G., Moh., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Husain, Syarif Hidayatullah, Shalat dalam Mazhab Ahlul bait, Jakarta: Lentera, 2007 I.Yatim, Danny, Kepribadian, Keluarga dan Narkotika Jakarta: ARCAN, 1986 Jalaludin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, cet ke-4, 2002 Karahah, Syaikh Abbas, Shalat Menurut Empat Madzab, Jakarta: Pustaka Azzam, 2003 Kountur, Ronny, Metode Penelitian, Jakarta: PPM, 2005 Mahjuddin, Membina Akhlak Anak,Surabaya: Al-Ikhlas, 1995
Multahim,dkk, Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Printing, 2007 Mz, Labib, Tuntunan Shalat Lengkap, Jakarta: Sandro Jaya, 2005 Qiraati, Muhsin, Terbang Bersama Malaikat, Bogor: Cahaya, 2003 Ramayulis,et all, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, h.60 Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah,1976 Rifa’i, Moh.,Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008 Sarwono, Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000 Sobri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999 Soekanto, Soejono ,Sosiologi Suatu Pengantar ,Jakarta: CV Rajawali, 1988 Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008
80
.............., Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004
Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005 Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj.Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Jamaludin Miri LC, Jakarta: Pustaka Amani,1995 Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003