PERANAN KONSULTASI KONSELOR DI SEKOLAH
Asri Atuz Zeky Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang e-mail:
[email protected]
Abstract: Consultancy represent one of the service type in counseling given by a professional (consultant /conselor) to consul tee with aim to obtain;get knowledge, understanding and way of which need to be conducted for to assist to finish problem ( third party) client. Consultee is having recourse to counselor so that/ to be x'self can handle problems of third party becoming its responsibility. Consultancy is basically executed by individual secar in format look in the face (among/between) counselor with konsul tee. Consultancy earn is also done/conducted to two people of konsulti or more if konsul tee that konsul tee wanting (him/ it) Key words: consultancy, counselor school Abstrak: Konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dalam konseling yang diberikan oleh seorang yang profesional (konsultan/konselor) kepada konsulti yang bertujuan untuk memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakan untuk membantu menyelesaikan masalah (pihak ketiga) klien. Konsulti adalah yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani permasalahan pihak ketiga yang menjadi tanggung jawabnya. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secar perorangan dalam format tatap muka antara konselor dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih jika konsulti-konsulti itu menghendakinya Kata Kunci: konsultasi, konselor sekolah
A. Pendahuluan Konsultasi berbeda dengan konseling. Seorang yang sedang melakukan konsultasi belum tentu berarti melakukan konseling, karena konsultasi dapat mencakup berbagai bidang, misalnya: konsultasi ekonomi, konsultasi kesehatan, konsultasi pendidikan, konsultasi perdagangan, konsultasi politik, konsultasi budaya, dan lain sebagainya. Seseorang yang sedang melakukan konseling dapat berarti sedang melakukan yang lainnya, karena konsultasi hanya merupakan salah satu jenis layanan dalam konseling. Berdasarkan pernyataan di atas dapat ditegaskan bahwa konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dalam konseling, namun konsultasi tidak harus selalu berhubungan dengan konseling. B. Pembahasan 1. Pengertian Konsultasi dan Konseling W.S Winkel (1997: 690) mengutip buku Fundamentals of Guidance karya Shertzer &
Stone, di sana terdapat beberapa rumusan pengertian konsultasi dari para ahli, diantaranya: a. D.B. Keat, yang merumuskan konsultasi dalam lingkungan institusi pendidikan sebagai: “A Process in wich the Consultant and the consul tee collaborate to develop means of assisting student” atau “Suatu proses dimana konsultan dan konsulti bekerjasama untuk mengembangkan cara membantu siswa”. b. G. Caplan, yang merumuskan konsultasi sebagai: “A process of interaction between two professionals persons - the consultant and the consul tee who involves the consultant’s help in regard to a current problem with which he is having some difficulty” atau “Suatu proses interaksi antara dua orang profesional-konsultan dan konsulti yang melibatkan bantuan konsultan yang berhubungan dengan suatu masalah sekarang tentang beberapa kesulitan”. c. A.Y. Bindman, yang merumuskan konsultasi sebagai: “An interaction process or interpersonal relationship that takes place
426
427 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 426-434
between two professionals workers in which one worker, the consultant, assists the other worker, the consul tee, solve a mental health problem of a clients or clients, within the framework of the consul tee’s usual professional functioning” atau “Suatu proses interaksi atau hubungan antar pribadi yang berlangsung antara dua pekerja profesional dimana yang satu sebagai konsultan, membantu pekerja lain, yaitu konsulti, untuk memecahkan permasalahan kesehatan mental pada seorang klien, dalam kerangka konsulti yang profesional” W.S Winkel menunjukkan bahwa unsurunsur penting dalam hubungan konsultasi, yaitu: terdapat proses dalam suasana kerjasama dan hubungan antar pribadi, dengan tujuan memecahkan suatu masalah dalam lingkup bidang profesional dari orang yang meminta konsultasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa layanan konsultasi adalah layanan yang diberikan oleh seorang yang profesional kepada konsulti untuk membantu menyelesaikan masalah klien. Dari definisi layanan konsultasi, dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Ketiga pihak ini disebut sebagai komponen layanan konsultasi. Ketiga komponen layanan konsultasi tersebut menjadi syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan. Dijelaskan oleh Prayitno (2004: 3-4), bahwa: a. Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya. Sesuai dengan keahliannya, konselor melakukan berbagai jenis layanan konseling, salah satu diantaranya adalah layanan konsultasi b. Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebahagian) menjadi tanggung jawabnya. Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu menangani situasi dan atau permasalahan pihak ketiga itu c. Pihak ketiga adalah individu (atau individuindividu) yang kondisi dan atau permasalahannya dipersoalkan oleh konsulti. Menu-
rut konsulti, kondisi/ permasalahan pihak ketiga itu perlu diatasi, dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas pengentasannya. Marsudi (2003: 124-125) menyebutkan bahwa layanan konsultasi beberapa aspek, yaitu: a. Konsultan, yaitu seseorang yang secara profesional mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan kepada konsulti dalam upaya mengatasi masalah klien. b. Konsulti, yaitu pribadi atau seorang profesional yang secara langsung memberikan bantuan pemecahan masalah terhadap klien c. Klien, yaitu pribadi atau organisasi tertentu yang mempunyai masala d. Konsultasi merupakan proses pemberian bantuan dalam upaya mengatasi masalah klien secara tidak langsung. Dalam layanan konsultasi ini dapat diperjelas bahwa penanganan masalah yang dialami konseli (pihak ketiga) dilakukan oleh konsulti. Konsulti akan dikembangkan kemampuannya oleh konselor pada saat tahap konsultasi berlangsung, yaitu mengembangkan pada diri konsulti tentang wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Akhir proses konsultasi ini adalah konselor menganggap bahwa konsulti mampu membantu menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga yang setidaknya menjadi tanggung jawabnya. Konsulti adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang dialami pihak ketiga. Misalnya orang tua, guru, kepala sekolah, kakak, dan sebagainya. Seorang konsulti harus bersedia membantu penyelesaian masalah pihak ketiga Pengertian konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 105), yaitu konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Berdasarkan rujukan yang ada pada buku Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling karya Prayitno dan erman Amti (2004: 100-103) dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa ciri-ciri pokok konseling, yaitu: a. Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan (apa?)
Asri Atuz Zeky: Peranan Konsultasi Konselor di Sekolah | 428
b. Konseling dilakukan oleh konselor dan klien (Siapa?) c. Tujuan konseling adalah agar klien dapat mengenal diri sendiri dan lingkungan masyarakat di sekitarnya (Mengapa?) Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan oleh seorang konselor kepada individu yang bermasalah, agar individu tersebut dapat mengenal diri sendiri dan lingkungannya di sekitarnya. 2. Peranan Konsultasi dalam Pelayanan BK di Sekolah Menurut Prayitno (2004: 1) salah satu jenis layanan Bimbingan dan Konseling adalah layanan konsultasi. Berikut ini gambaran umum dari layanan konsultasi: “Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor terhadap seorang pelanggan, disebut konsulti yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksakannya dalam menangani kondisi dan/atau permasalahan pihak ketiga. Konsultasi pada umumnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih, kalau konsulti-konsulti itu menghendakinya. Konsultasi dapat dilaksanakan diberbagai tempat dan berbagai kesempatan, seperti di sekolah atau di kantor tempat konsultan bekerja, di lingkungan keluarga yang mengundang konselor, ditempat konselor praktik mandiri (privat), atau di tempat-tempat lain yang menghendaki konsulti dan disetujui konselor. Dimanapun konsultasi diadakan, suasana yang tercipta haruslah relaks dan kondusif serta memungkinkan terlaksananya azas-azas konseling dan teknik-teknik konsultasi” (Prayitno, 2004: 1). Brown, dkk dalam Nurihsan, (2007:16) juga menegaskan bahwa konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi, tapi konsultasi merupakan layanan secara tidak langsung melayani siswa melalui bantuan yang diberikan orang lain. Adapun tujuan konsultasi ada delapan, yaitu:
a. Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah b. Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting c. Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar d. Memperluas layanan dari para ahli e. Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator f. Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku g. Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingkungan belajar yang baik h. Menggerakkan organisasi yang mandiri. Kemudian Prayitno (2004:2) juga mengemukakan bahwa tujuan layanan konsultasi itu adalah: a. Tujuan umum Layanan konsultasi (KSI) bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi dan permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu (setidak-tidaknya) sebahagian menjadi tanggung jawab konsulti. b. Tujuan khusus Kemampuan sendiri yang dimaksudkan di atas diatas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait langsung dengan suasana dan/atau permasalahan pihak ketiga itu (fungsi pemahaman). Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk lansung dari hasil kosultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses konsultasi yang dilakukan Konselor di sisi yang pertama dan proses pemberian bantuan atau tindakan konsulti terhadap pihak ketiga pada sisi yang kedua, bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi pengentasan) Selanjutnya Nurihsan, (2007: 16) mengemukakan proses konsultasi ada lima, yaitu:
429 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 426-434
a. Menumbuhkan hubungan berdasarkan komunikasi dan perhatian pada konsulti b. Menentukan diagnosis atau sebuah hipotesis kerja sebagai rencana kegiatan c. Mengembangkan motivasi untuk melaksanakan kegiatan d. Melakukan pemecahan masalah e. Melakukan alternatif lain apabila masalah belum terpecahkan. Menurut Natalie Wilson Chidress (Prayitno, 1998: 389) pada King George Middle School di Virginia ada suatu program sehubungan dengan konsultasi yang dilakukan terhadap para guru-guru dan bagi guru-guru baru disediakan ban-tuan tentang teknik pengaturan kelas efektif dan cara membantu para siswa agar mencapai suatu transisi positif di sekolah tersebut. Sasaran hasil untuk program itu adalah: a. Untuk membantu para guru di dalam menciptakan suatu harapan/membesarkan hati siswanya, serta iklim yang produktif untuk belajar. b. Untuk membantu para guru di dalam menetapkan dan memelihara bentuk komunikasi yang positif dengan orang tua. c. Untuk meningkatkan pemahaman guru tentang peranan konselor dan mendorong penggunaan dari jasa bimbingan. d. Untuk menciptakan suatu jaringan dari komunikasi profesional dan mengusahakan terjadinya interaksi diantara para guru. Berdasarkan penjelasan di atas konsultasi tidak hanya digunakan terhadap siswa, namun juga harus dilakukan terhadap guru dan berbagai pihak yang ada di sekolah. Hal ini jelas menunjukkan betapa besar peranan konsultasi di sekolah. Schmidt dalam buku Counseling in Schools (W.S. Winkel, 1997: 697) mendiskrisikan proses konsultasi di sekolah dalam empat tahap, yaitu: a. Pada tahap introduksi persoalan terungkapkan dan dirumuskan, kemudian dihimpun data dan fakta yang dibutuhkan untuk dapat menemukan suatu penyelesaian. b. Pada tahap eksplorasi dan keputusan ditegaskan peranan dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses konsultasi, misalnya apa peranan dari konselor dan dari orang tua
yang sedang konsultasi, kemudian diadakan inventarisasi mengenai berbagai alternatif pemecahan yang pantas, dengan mengandakan data yang sudah terkumpul untuk akhirnya diambil pilihan yang paling realistis dan paling dapat diharapkan membawa hasil. c. Pada tahap implementasi, dikonkretkan dengan cara yang berbagai keputusan yang telah diambil akan direalisasikan, siapa akan berbuat apa dan pada waktu kapan? d. Pada tahap evaluasi yang diadakan sesudah beberapa waktu setelah implementasi dimulai, dicari informasi dari semua pihak yang terlibat dalam implementasi tentang keberhasilan rangkaian tindakan. Menurut W.S. Winkel (1997: 697-702) dalam rangkaian konsultasi ini konselor sekolah akan menghubungi sendiri atau dihubungi oleh berbagai pihak, yaitu sesama tenaga bimbingan, tenaga pengajar, pejabat struktural, dan orang tua siswa. Penjelasannya sebagaimana berikut: a. Sesama tenaga bimbingan Pada kasus-kasus yang tertentu konselor mungkin menganggap perlu menghubungi salah seorang diantara para rekan tenaga bimbingan, dimana rekan ini pada saat itu bertindak sebagai konsultan. Hal ini dapat terjadi, misalnya bila seorang konselor yang belum begitu berpengalaman dihadapkan pada kasus konseling yang rumit dn merasa ragu-ragu tentang jalan yang sebaiknya ditempuh dalam menangani kasus itu. Konselor ini dapat menghubungi konselor yang lain, yang lebih berpengalaman, dan sudah cukup lama bertugas di institusi pendidikan bersangkutan. Pembicaraan di antara kedua konselor ini berfokus pada kasus siswa tertentu untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: apakah lebih baik konselor yang dihadapkan pada kasus ini untuk selajutnya akan menangani sendiri ataukah lebih baik kasus itu diserahkan kepada konselor lain?, kalau diputuskan bahwa kasusnya akan ditangani sendiri, bagaimakah sebaiknya arah pembicaraan dengan siswa bersangkutan dan pendekatan mana sebaiknya diambil? atau apakah lebih baik kasus itu diserahkan kepada ahli di luar lingkungan sekolah, misalnya psikolog klinis atau psikiater?,
Asri Atuz Zeky: Peranan Konsultasi Konselor di Sekolah | 430
dalam konsultasi antara dua konselor ini dibicarakan hal-hal yang termasuk rahasia jabatan, dalam arti konselor yang bertindak sebagai konsultan tidak bebas membicarakan isi konsultasi dengan pihak ketiga. Supaya kasusnya menjadi jelas bagi konsultan, konselor yang menghubunginya harus menjelaskan apa yang didengar dari siswa ketika berwawancara dengan siswa itu; konsultan juga dapat menanyakan hal-hal tertentu untuk dapat mendapat gambaran yang lebih lengkap. Memberikan informasi dan menanyakan informasi dalam rangka konsultasi tidak melanggar kode etik jabatan, namun sebaiknya informasi itu dibatasi pada hal-hal yang pokok dan nama siswa yang bersangkutan tidak disebut kalau tidak mutlak perlu demi penanganan kasus yang lebih baik. Dalam hal ini berlakulah prinsip demi kepentingan siswa dan apa yang termasuk kepentingan siswa merupakan hasil pertimbangan serta kebijaksanaan profesional. Seandainya diputuskan bersama bahwa kasus yang bersangkutan sebaiknya diserahkan kepada ahli lain di luar lingkungan sekolah, konselor yang telah berkonsultasi dengan sesama rekan konselor harus menghubungi koordinator bimbingan untuk mengatur proses pengiriman. b. Tenaga pengajar Tenaga pengajar adalah guru bidang studi yang diserahi tanggung jawab mengelola bidang studi tertentu di sekolah dan guru wali kelas yang diserahi tanggung jawab terhadap pembinaan satuan kelas tertentu, lepas dari tugasnya sebagai guru BK harus dibedakan antara tugasnya sebagai konselor dan tugasnya sebagai wali. Banyak pakar di bidang bimbingan menunjukkan pada kekurangan dan kesulitan dalam komunikasi antara pengajar dan guru BK, sehingga untuk kedua belah pihak terasa kurang memuaskan. Akar kesulitan ini biasanya tidak terletak pada salah satu pihak saja, kedua belah pihak menunjukkan kekurangan dalam sikap dan tindakannya. Misalnya bila guru BK mengambil sikap akulah yang lebih berpengetahuan dari mereka, maka dia jarang akan dihubungi oleh tenaga pengajar untuk berkonsultasi, bila tenaga pengajar
c.
memandang konselor sekolah sebagai sumber ancaman terhadap rasa harga diri atau sebagai tukang ngobrol yang memanjakan siswa daripada menuntut yang wajar dari mereka, dia menempatkan konselor dalam posisi terjepit, biarpun konselor sama sekalin tidak berbuat hal-hal yang dituduhkan kepadanya. Pembicaraan konsultasi antara mereka asal konselor menghindari sikap serba tahu dan berusaha menciptakan hubungan yang bersifat kerja sama, dengan mengakui sepenuhnya keahlian guru dalam bidang yang dikelolanya. Ada kemungkinan guru cenderung untuk diberitahu saja apa yang sebaiknya mereka lakukan terhadap siswa tertentu, yang menimbulkan kesulitan baginya selama proses belajar-mengajar di dalam kelas, atau terhadap satua kelas yang menimbulkan masalah, namun konselor yang selalu berpegang pada tipe konsultasi memberikan resep maka lama kelamaan aan kehilangan kepercayaan dari tenaga pengajar. Pada gilirannya guru atau wali kelas dapat memberikan informasi kepada konselor tentang hal-hal yang sulit diketahuinya dari sumber lain. Misalnya tentang hasil belajar siswa tertentu atau kelas tertentu, tentang klik-klik yang terbentuk di satuan kelas tertentu atau tentang cara para siswa mengerjakan aneka tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahkan tidak mustahil konselor menghubungi seorang tenaga pengajar untuk membicarakan masalah siswa, misalnya menghubungi wali kelas tentang kerawanan satuan kelas tertentu. Dalam hal ini konselorlah yang menjadi konsulti dan gurulah yang menjadi konsultan. Pejabat struktural Pejabat struktural adalah orang yang telah diserahi tanggung jawab mengelola keseluruhan program pendidikan di institusi pendidikan dalam berbagai aspeknya, seperti kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi, wakil kepala sekolah bidang pengajaran, guru BK merupakan narasumber yang sangat berarti, karena guru BK mengetahui banyak tentang populasi siswa, misalnya alam pikiran dan perasaan mereka sebagai generasi muda, latar belakang sosial-ekonomis para siswa, suasana dalam
431 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 426-434
lingkungan keluarga siswa, harapan dan kekecewaan siswa, berbagai kesulitan yang dihadapi dalam mengerjakan tugas belajar, beraneka kesukaran dan tantangan yang terpaksa dihadapi di lingkungan sekolah sendiri yang mengurangi efesiensi serta efektivitas program pendidikan. Namun, peranan guru BK sebagai konselor bagi pejabat struktural tidak tinggal terbatas pada narasumber saja. Dalam kasus-kasus tertentu yang menyangkut jalannya kehidupan sekolah seorang pejabat struktural akan menghubungi guru BK untuk membicarakan permasalahan yang belum terselesaikan secara tuntas atau untuk membahas garis-garis besar kebijaksanaan yang sebaiknya diambil. Dalam konsultasi ini pejabat struktural biasanya tidak begitu terlibat secara pribadi, seperti kerap terjadi bila tenaga pengajar berkonsultasi dengan guru BK. Oleh karena itu pembicaraan antara pejabat struktural dan guru BK lebih berfokus pada permasalahan yang dihadapi, namun ini tidak berarti bahwa konselor dapat mengabaikan aspek komunikasi antar pribadi. Tipe konsultasi yang sesuai di sini adalah tipe kerjasama (collaboration mode) dengan menggunakan pendekatan tidak langsung. Hasil pembicaraan konsultatif antara pejabat struktural dan guru BK dapat mempunyai dampak yang sangat luas, karena setiap perubahan positif dalam lingkungan institusi sekolah mempengaruhi populasi siswa, bahkan staf tenaga kependidikan yang lain. Misalnya, peraturan disiplin yang diberlakukan di sekolah mewarnai suasana kehidupan sekolah dan menjadi alat pendidikan yang berpengaruh sekali. Salah satu faktor pokok yang menjadikan konsultasi sebagai bentuk pelayanan bimbingan yang cukup penting ialah kenyataan bahwa perubahan pada perilaku siswa kadang-kadang sebaiknya diusahakan dan dilestarikan melalui perubahan dalam lingkungan sekolah dimana para siswa bergerak setiap hari. Dalam hal ini institusi sekolah sendiri, perubahan positif ini mempunyai dampak yang luas yang akan ikut dihayati oleh para siswa. Sudah barang tentu bahwa guru BK dapat menghubungi seorang pejabat struk-
tural atas inisiatifnya sendiri, bila dia mengetahui ada permasalahan yang menyangkut suasana lingkungan sekolah dan menimbulkan efek yang sangat negatif. Dalam hal ini guru BK harus mengutarakan fakta yang diketahui secara objektif, tanpa membuka rahasia pribadi siswa, dan menyatakan kerelaannya untuk ikut memikirkan penyelesaiannya seandainya pejabat struktural minta sumbangan pikiran. Dengan demikian, guru BK tidak mengambil oper tanggung jawab dari pejabat struktural dan tidak ingin menggantikan kedudukan pejabat itu, tetapi hanya menyampaikan rasa keprihatinannya. Pembicaraan ini dapat menjadi titik awal dari proses perubahan terhadap sistem sosial sekolah dimana guru BK terlibat. d. Orang tua siswa Hubungan yang baik antara sekolah dengan para orang tua, para siswa, dan sekolah sendiri. Guru BK mendapat banyak kesempatan untuk membina hubungan dengan orang tua dalam kedudukannya sebagai konselor. Dalam hal ini guru BK dapat mengambil inisiatif dengan mengundang orang tua ke sekolah atau orang tua sendiri minta bertemu dengan guru BK. Hal yang dibicarakan antara guru BK dan orang tua menyangkut macam-macam hal misalnya kemajuan anak dalam belajar, pilihan sekolah lanjutan, perilaku anak di sekolah, sikap dan tingkah laku anak di rumah, kemungkinan mendapatkan bantuan finansial, alam pikiran dan generasi muda, pengiriman (referral) ke ahli lain di luar lingkungan sekolah, hubungan orang tua dengan anak remaja yang kurang memuaskan, corak pergaulan anak dengan kawan/teman di luar sekolah, atau interpretasi hasil testing. Berdasarkan uraian di atas sebenarnya dapat dilihat bahwa peranan konsultasi dalam pelayanan BK di sekolah tidak dapat dipisahkan dengan peranan guru BK dalam penyelenggaraan konsultasi, karena keduanya seperti dua sisi mata uang yang harus ada dan harus saling melengkapi.
Asri Atuz Zeky: Peranan Konsultasi Konselor di Sekolah | 432
3. Peranan Konselor dalam Penyelenggaraan Konsultasi Pengertian layanan konsultasi sangat dekat dengan pengertian layanan konseling perorangan. Menurut Prayitno (2004: 10) bahwa perbedaan pokok antara layanan konsultasi dengan layanan konseling perorangan adalah pada konsultasi penanganan masalah pihak ketiga (yaitu seorang atau sejumlah individu yang mengalami masalah) dilakukan oleh konsulti setelah berkonsultasi dengan konsultan (konselor), sedangkan pada konseling perorangan penanganan masalah klien langsung dilakukan oleh konselor. Peranan konselor dalam hal pelayanan konsultasi menurut Prayitno (2004: 10-12) adalah pengembangan diri konsulti, atau diistilahkan dengan WPKNS, dalam pengembangan WPKNS konsulti, tentu saja dikhususkan terhadap hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan pihak ketiga yang nantinya akan ditangani. WPKNS itu adalah: a. Wawasan Konsulti perlu memiliki wawasan secara umum tentang pihak ketiga, meliputi diri pihak ketiga itu sendiri, permasalahnnya dan hal-hal lain yang terkait didalamnya. b. Pengetahuan Konsulti perlu memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang hal-hal yang spesifik berkenaan dengan kaitan antara diri pihak ketiga, lingkungan dan permasalahannya (mungkin ada diantaranya yang terkait dengan diri konsulti sendiri). Sedikit lebih jauh, pembahasan hal-hal spesifik itu disertai dengan kaidah-kaidah pokok yang didasari atau melatarbelakanginya (missalnya menurut kaidah pendidikan, psikologi, sosiologi, budaya, dll) c. Keterampilan Untuk menangani permasalahan pihak ketiga, konsulti memerlukan sejumlah keterampilan. Keterampilan ini secara spesifik disesuaikan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga. d. Nilai Nilai-nilai yang perlu dikembangkan pada diri konsulti meliputi nilai-nilai kemanusiaan (bagaimana ia memandang diri pihak ketiga, dan manusia lainnya), nilai-nilai sosial dan moral (khususnya yang menyang-
e.
kut hubungan antar-individu, hubungan diri dengan lingkungan, nilai, hukum, moral, dan spiritual). Nilai-nilai tersebut khususnya berkenaan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga. Sikap Bagaimana konsulti menyikapi diri pihak ketiga dan pemasalahanya? Sikap yang positif dan dinamis perlu dikembangkan, sikap konsulti akan memberikan warna afektif terhadap penanganan pemasalahan pihak ketiga. Dengan nilai dan sikap demikian itu diharapkan dapat terbentuk hubungan yang kondusif antara konsulti dan pihak ketiga (hubungan ini setidak-tidaknya merupakan hubungan pendidikan dengan menerapkan alat-alat pendidikan/ high-touch).
Menurut Prayitno (2004: 13) sering kali konseling perorangan mewarnai layanan konsultasi, penjelasannya yaitu: “... arah layanan konsultasi adalah pengembangan diri konsulti untuk dapat mampu menangani permasalahan pihak ketiga. Namun, dalam proses layanan sering kali arah itu tidak langsung terarah kepada pihak ketiga, sering kali materi layanan justru tertuju kepada diri konsulti sendiri. Materi pengembangan WPKNS banyak diantaranya yang berguna bagi pengembangan pribadi konsulti. WPKNS konsulti yang semula belum lengkap dan/atau kurang tepat untuk menangani pihak ketiga, lingkungan dan permasalahannya, pertama-tama harus mengalami pengembangan melalui proses yang sedang dilaksanakan itu. Proses ini lebih bernuansa konseling perorangan daripada layanan konsultasi. Dengan demikian, dalam keseluruhan proses layanan konsultasi; warna konseling perorangan sering kali tidak dapat dihindarkan. Atau, lebih spesifik lagi, sebelum konsulti diarahkan mampu menangani masalah pihak ketiga, terlebih dahulu diri konsulti sendirilah yang perlu dibenahi. Hal ini mengingat, bahwa permasalahan yang timbul pada pihak ketiga ada kalanya justru berpangkal atau dilatarbelakangi oleh kondisi WPKNS konsulti sendiri. Apabila pihak ketiga (yang semula oleh konsulti dianggap bermasalah) tidak perlu lagi dilaksanakan. Dalam keadaan
433 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 426-434
seperti ini, layanan yang sedianya dimaksudkan sebagai layanan konsultasi, dalam kenyataannya berlangsung sebagai layanan konseling perorangan”. Penjelasan mengenai profesi konselor dan peranannya dalam penyelenggaraan konsultasi akan kurang lengkap tanpa mengerti tentang berbagai macam jenis profesi konselor itu. Merujuk buku Dasar Standarisasi Profesi Konseling (Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2004: 10) secara umum ada 7 macam jenis tenaga profesi konseling/ konselor, yaitu: a. Sarjana (S1) Konseling Sarjana Konseling merupakan program pendidikan akademik dan dasar bagi pendidikan profesional konseling berikutnya. b. Magister (S2) Konseling Magister Konseling lebih menekankan kemampuan analisis teoritik/keilmuan dalam bidang konseling. c. Konselor Umum Sarjana Konseling yang memenuhi persyaratan dapat menempuh program pendidikan profesi konselor, untuk mendapatkan gelar profesi konselor (Kons). Program pendidikan profesi tingkat pertama (Sp.1) ini menghasilkan konselor umum. d. Doktor (S3) Konseling Doktor Konseling merupakan lanjutan pendidikan akademik magister (S2) konseling. e. Konseling Spesialis Konseling Spesialis (Sp.2) merupakan lanjutan dari pendidikan konselor umum. f. Magister Konseling + Konselor Umum Pendidikan akademik magister (S2) konseling dapat dilaksanakan serempak/ terpisah dengan program pendidikan profesi konselor (Sp.1/ Sp.2) g. Doktor Konseling + Konselor Spesialis Doktor Konseling dapat dilaksanakan serempak/terpisah dengan program pendidikan profesi konselor (Sp.1/Sp.2). Menurut Joseph Konick (Prayitno, 1988: 402) merumuskan fungsi dan tanggung jawab konselor spesialis di sekolah adalah : a. Konseling 1) individual
2) kelompok b. Konsulting 1) para guru 2) administrator 3) para orang tua 4) staf pelayanan murid c. Pendidikan orang tua 1) program bagi orang tua 2) pertemuan 3) publikasi bimbingan d. Koordinasi 1) staf pelayanan murid 2) tokoh masyarakat 3) tenaga kependidikan khusus 4) staf pengembangan e. Anggota staff pengembangan 1) konselor umum 2) administrator/ pejabat struktural 3) anggota kelompok lainnya f. Evaluasi 1) penilaian kebutuhan 2) tujuan 3) test individu 4) penyimpulan Selanjutnya Joseph Konick, merumuskan juga fungsi dan tanggung jawab guru BK di sekolah yaitu: Perencanaan a. Aktifitas dalam kepandaian berbicara b. Pemilihan rangkaian mata pelajaran c. Penjelasan informasi tambahan: 1) perguruan tinggi 2) sekolah-sekolah teknik 3) magang Dunia kerja a. Perencanaan/ informasi karir b. Aplikasi pekerjaan c. Interview d. Pelayanan persiapan Pribadi-sosial a. Pemahaman diri b. Hubungan dengan teman sebaya Sumber daya di sekolah a. Alih tangan kepada konselor spesialis b. Konsultasi dengan ahli kurikulum c. Penggunaan staff administrasi Evaluasi a. Tujuan bahan-bahan pelajaran b. Test kelompok c. Laporan ringkas
Asri Atuz Zeky: Peranan Konsultasi Konselor di Sekolah | 434
C. Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan konsultasi konseling di sekolah ini sangat penting, baik itu oleh siswa, guru mata pelajaran/wali kelas, orang tua ataupun kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah. Konsultasi dilakukan seorang konsulti kepada konsultan (konselor) untuk menyelesaikan masalah pihak ketiga (klien). Referensi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenagan Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, Dasar Standarisasi Profesi Konseling, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademik, 2004 Marsudi, Saring, Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003 Nurihsan, Achmad Juntika, Strategi Layanan dan Bimbingan Konseling. Bandung: PT. Refika Aditama, 2007 Prayitno, Orientasi Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 _______, Seri Layanan Konseling (Layanan Konsultasi/L.8), Padang: Universitas Negeri Padang, 2004 _______, dan Erman Amti. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1997