PERANAN DAN KINERJA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
ABDUL KOHAR MUDZAKIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi, Peranan dan Kinerja Sektor Perikanan pada Perekonomian Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun melalui perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini Bogor, Februari 2009
Abdul Kohar Mudzakir NIM C561040011
ABSTRACT ABDUL KOHAR MUDZAKIR. Role and Performance of Fishery Sector to Central Java Economics. Under direction of MULYONO S. BASKORO, BUNASOR SANIM, SOEPANTO SOEMOKARYO, and SUGENG HARI WISUDO. The objectives of the research are to analyze the role of fishery sector at Central Java economics, to analyze the influence between environment of fishery effort (LUP), central government policy (KEBIJ_PUS), local government policy (KEBIJ_DAE), performance of captured fishery effort (KUP_TANG), performance of processing industry (KI_PROS), and the development target of Central Java fisheries (TUJ_PEM_PI), and dominant factors. The analysis was carried out by using input output analysis (IO) from Central Java IO table 2007 up dating, on the basis of price to 19 sectors and processed with GRIMP Version 7.1 software. The complex relation among the variables of fishery effort environment, central government policy, local government policy, performance of capture fishery effort, performance of processing industry, and development target of Central Java fisheries were analyzed using structural equation modelling (SEM) with AMOS version 6 software. Data for SEM analysis were collected from 228 respondents to identity their opinions which were measured in scale number which have 1-5 likert scale. The role of fishery sector at Central Java economics is still minimum , which is posed from lowering related value forward and backward linkage and multiplier effect value of output, income and employment, so fishery sector were more influenced by other sector in forming of input and output which are yielded. The SEM full model equation of the SEM showed chi-square value (1128,994), probability (0,000), CMIN/df (1,634), GFI (0,805), AGFI (0,769), TLI (0,912) and RMSEA (0,053), at recommended value gyration, so the model have fit and can be accepted. Only six from the 15 hypothesis were rejected; these were the effect of KEBIJ_PUS to KI_PROS, the effect of KEBIJ_PUS to KEBIJ_DAE, the effect of KEBIJ_PUS on TUJ_PEM_PI, the effect of KEBIJ _DAE on TUJ_PEM_PI, and the effect of KUP_TANG on TUJ_PEM_PI, while influence of LUP on KUP_TANG, LUP on KI_PROS, LUP on TUJ_PEM_PI, KEBIJ_PUS on LUP, KEBIJ_PUS on KUP_TANG, KEBIJ_DAE on LUP, KEBIJ_DAE to KUP_TANG, KUP_TANG on KI_PROS, and the effect of KI_PROS on TUJ_PEM_PI were not significant. This finding indicate that central government policy was dominant factor in realizing efficacy of fishery development of Central Java with the policy component that is training and tuition which can be accessed. Keywords : role, performance, fishery sector, economic, Central Java
RINGKASAN ABDUL KOHAR MUDZAKIR. Peranan dan Kinerja Sektor Perikanan pada Perekonomian Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO, BUNASOR SANIM, SOEPANTO SOEMOKARYO, dan SUGENG H. WISUDO. Perubahan orientasi pembangunan suatu negara dapat menyebabkan aspek lingkungan strategis (internal dan eksternal) mengalami perubahan antar lain terhadap kebijakan pemerintah (pusat maupun daerah), kinerja dan tujuan pembangunan. Penelitian ini bertujuan ; 1) menganalisis peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, 2) menganalisis keterkaitan hubungan dan faktor-faktor dominan antara lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) dan kinerja industri pengolahan (KI_PROS) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi), dan 3) merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Analisis dilakukan untuk menguji hipotesis: a) pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, b) pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja industri pengolahan, c) pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, d) pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap lingkungan usaha perikanan, e) pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, f) pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja industri pengolahan, g) pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kebijakan pemerintah daerah, h) pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, i) pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap lingkungan usaha perikanan, j) pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, k) pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja industri pengolahan, l) pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, m) pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja industri pengolahan, n) pengaruh kinerja industri pengolahan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, o) pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada dua. Pertama analisis input output untuk mengetahui peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, dengan data yang digunakan merupakan data sekunder yang digunakan yaitu Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2007 atas dasar harga konsumen dengan 19 sektor hasil up dating tabel IO tahun 2004 yang selanjutnya diolah menjadi tabel IO versi IO Miyazawa, dengan bantuan piranti lunak Excel, GAMS, dan GRIMP Versi 7.1. Kedua, model persamaan struktural (Structural Equation Modelling (SEM)), dengan data yang digunakan merupakan data primer. Data primer tersebut dikumpulkan melalui survai secara langsung ke lapangan kepada responden pilihan yang berjumlah 228 responden, pada daerah pengembangan sektor perikanan Jawa Tengah yaitu: Kota Pekalongan, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Penggunaan Model SEM ini untuk menganalisis keterkaitan hubungan dan faktor-faktor dominan antara lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KEBIJ_DAE), kinerja industri pengolahan (KEBIJ_DAE) dan
tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi), dengan bantuan piranti lunak AMOS Versi 6. Hasil analisis dengan pendekatan model input output (IO) menunjukkan bahwa peranan sektor perikanan masih rendah antara lain perananya terhadap perekonomian Jawa Tengah, yang ditunjukkan dari nilai input (0,61%) maupun output (0,61%) yang masih kecil. Analisis Keterkaitan (linkage), yaitu keterkaitan ke depan sektor perikanan sebesar 1,0214 (urutan ke-15) lebih kecil daripada ke belakang sebesar 1,1401 (urutan ke-5). Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan lebih mampu menarik sektor hulu, dibandingkan sektor hilir atau lebih banyak menyediakan input untuk proses produksi sektor yang lain (yaitu: ke sektor industri makanan, minuman dan tembakau (4,50%), industri pengilangan minyak (2,43%), dan sektor perdagangan (2,04%), sedangkan untuk keterkaitan ke depan sektor perikanan lebih banyak digunakan untuk sektor perikanan sendiri yang ditunjukkan dengan nilai own multiplier sebesar 98,76%. Dari hasil perhitungan analisis dampak pengganda (multiplier effect) baik multiplier output (urutan ke-13), pendapatan (urutan ke-10), maupun tenaga kerja (urutan ke-10) masih pada urutan terbawah dari 19 sektor perekonomian. Dari kecilnya peranan sektor perikanan tersebut mengakibatkan sektor perikanan lebih banyak dipengaruhi oleh sektor yang lain dalam pembentukan input maupun output pada perekonomian Jawa tengah. Untuk perhitungan proporsi pendapatan dari tabel IO versi Miyazawa yang digunakan untuk mengetahui distribusi pendapatan, menunjukkan bahwa penyumbang terbesar dari distribusi pendapatan adalah dari kelompok pendapatan sedang (33,97%), rendah (35,88%), dan tinggi (30,15%). Dari uji model Unidimensional dengan piranti lunak AMOS Versi 6 terhadap 6 variabel laten menunjukkan bahwa variabel telah fit, keenam variabel tersebut adalah lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), kinerja industri pengolahan (KI_PROS) dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Dengan confirmatory factor analysis (CFA) maupun estimasi persamaan full model dengan membandingkan nilai criteria goodness of fit (chi-square=1128,994, Probabilitas =0,000, CMIN/df =1,634, GFI=0,805, AGFI=0,769, TLI=0,912 dan RMSEA=0,053) hasil yang diperoleh model telah fit, sehingga model tersebut dapat diterima. Pengujian terhadap 15 hipotesis, menunjukkan enam hipotesis signifikan yaitu pengaruh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS) (hipotesis 6), pengaruh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) terhadap kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) (hipotesis 7), pengaruh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) (hipotesis 8), pengaruh kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) (hipotesis 11), pengaruh kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) (hipotesis 12) dan pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) (hipotesis 15). Dengan diterimanya hipotesis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang dibangun. Sedangkan sembilan hipotesis tidak signifikan yaitu pengaruh lingkungan usaha perikanan (LUP) terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) (hipotesis 1), pengaruh lingkungan
usaha perikanan (LUP) terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS) (hipotesis 2), pengaruh lingkungan usaha perikanan (LUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) (hipotesis 3), pengaruh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP) (hipotesis 4), pengaruh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) (hipotesis 5), pengaruh kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) (hipotesis 9), pengaruh kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS) (hipotesis 10), pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS) (hipotesis 13), dan pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS) (hipotesis 14). Hal ini membuktikan bahwa diantara ke-6 (enam) faktor laten lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), kinerja industri pengolahan (KI_PROS) dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) akan saling berhubungan dan mempengaruhi secara positif atau negatif. Dengan demikian setiap perubahan yang semakin positif atau negatif dari salah satu faktor mempengaruhi kinerja faktor berikutnya dan besar kecilnya pengaruh tergantung dari besaran hasil nilai signifikansi yang dihasilkan. Simulasi model merupakan simulasi dilakukan untuk mendapatkan pola hubungan yang optimal dari ke-enam variabel laten, simulasi ini dilakukan pada model konseptual awal, dimana variabel, dimensi dan indikator tidak mengalami perubahan, tetapi memiliki pola hubungan hipotesis yang hasilkan untuk simulasi dibalik dari awal model, yaitu simulasi 1 dengan membalik pola hubungan hipotesis 1, simulasi 2 dengan membalik pola hubungan hipotesis 13, dan simulasi 3 meupakan gabungan simulasi 1 dan simulasi 2. Dari ketiga simulasi model menunjukkan bahwa dari uji estimasi persamaan full model dengan membandingkan nilai hasil criteria goodness of fit (Chi-square, probability, CMIN/DF, GFI, AGFI, TLI dan RMSEA) dari ke-3 simulasi yang dilakukan menunjukkan ketiga simulasi model yang diperoleh model telah fit, sehingga dapat diterima. Sementara itu, dari hipotesis penelitian yang diuji penerimaan atau ditolaknya suatu hipotesis tidak mengalami perubahan dari model awalnya, akan tetapi pada simulasi model 3 untuk pengujian hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3 tidak muncul dari hasil pengolahan dengan AMOS versi 6. Model tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan strategi pembangunan perikanan daerah antara lain, dengan menambah variabel pembentuk faktor pada lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap, serta kinerja industri pengolahan, maupun menambah variabel laten yang membentuknya, seperti variabel laten kinerja budidaya maupun variabel-variabel yang lain serta bagaimana tujuan pembangunan akan dilakukan. Penambahan variabel laten maupun indikatornya tentu saja harus tetap didasarkan pada telaah pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi. Kata kunci :peranan, kinerja, sektor perikanan, perekonomian, Jawa Tengah
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis tanpa bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERANAN DAN KINERJA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
ABDUL KOHAR MUDZAKIR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si Dr. Ir. H. Fedi M. Sondita, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Lachmuddin Sya’rani Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
Judul Disertasi Nama NIM
: Peranan dan Kinerja Sektor Perekonomian Jawa Tengah : Abdul Kohar Mudzakir : C561040011
Perikanan
pada
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemokaryo, MBA Anggota
Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si. Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 19 Februari 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan Rahmad dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan disertasi ini dengan baik dan tepat waktu. Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan sektor unggulan dan dijadikan sebagai arus utama pembangunan nasional, tetapi pada saat yang lain diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector), dan berimplikasi bukan merupakan sektor unggulan, di mana pada era pasar bebas dan globalisasi tantangan dan persaingan dengan berbagai bentuk permasalahan semakin komplek. Disertasi ini berjudul “Peranan dan Kinerja Sektor Perikanan pada Perekonomian Jawa Tengah. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada; Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, Prof. Dr.Ir. Bunasor Sanim, MSc, Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemokaryo MBA dan Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc, yang penuh dengan perhatian dan kesabaran mengarahkan penulis dalam perkuliahan, penyusunan disertasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Jurusan Perikanan, Dekan FPIK, dan Rektor Universitas Diponegoro, yang memberikan kesempatan penulis untuk menempuh S3 di Sekolah Pascasarjana IPB, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional yang telah menfasilitasi Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) pada tahun 2004, dan beasiswa bantuan penulisan Disertasi Program Mitra Bahari-COREMAP T.A 2008. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Ibu Hj. Muzayanah, dan Bapak Drs. H. Mudzakir Muhsin (Almarhum, 2006), Bp dan Ibu mertua, istri tercinta dr. Afiana Rohmani, dan kedua anak Muhammad Fikri Maulana Kofi dan Naila Ramadhani Kofi, dan Staf pengajar Laboratorium Sosek, PS PSP dan Jurusan Perikanan, FPIK, Undip. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada beberapa kekurangan, yang akan ditemui oleh pembaca. Harapan penulis disertasi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, dan atas kritikan yang membangun kami ucapkan terima kasih. Bogor, Februari 2009 Abdul Kohar Mudzakir
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Abdul Kohar Mudzakir, dilahirkan di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 22 Januari
1974, putra ke enam dari tujuh
bersaudara dari pasangan Drs. H Mudzakir Muhsin (Almarhum, 2006) dan Hj Muzayanah. Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui Jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), dan pada tahun 1998, penulis manamatkan jenjang S1. Selama kuliah penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan, mulai dari tingkat Jurusan Perikanan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Perikanan (HMJ) periode 1997/1998, tingkat fakultas, di Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan, di tingkat universitas pada Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi
(SMPT) UNDIP, dan ditingkat nasional pada Himpunan Mahasiswa
Perikanan se Indonesia (HIMAPIKANI). Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai dosen tetap di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Undip, dengan konsentrasi pada sosial ekonomi perikanan (sosek). Pada tahun 2000 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dengan beasiswa dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN),
Program Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2003, dengan judul tesis “Dampak Pengembangan Sektor Perikanan terhadap Perekonomian Jawa Tengah”.
Pada
Agustus 2004 penulis memperoleh kesempatan untuk
melanjutkan studi ke Jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), dengan beasiswa BPPS. Selama menempuh jenjang S3 penulis telah mempresentasikan beberapa makalah hasil penelitian pada seminar nasional antara lain di Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Universitas Brawijaya, Malang, serta menulis beberapa tulisan yang diterbitkan di jurnal ilmiah antara lain; Jurnal Dinamika Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Jurnal Penelitian Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya Malang, dan Buletin PSP, FPIK, IPB. Penulis telah menikah dengan dr. Afiana Rohmani pada tahun 2003 dan telah dikarunia dua orang anak, satu putra bernama Muhammad Fikri Maulana Kofi (4 tahun, 4 bulan) dan seorang putri Naila Ramadhani Kofi (4 bulan).
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv 1
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ....................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 12 2.1 Model Input Output ............................................................................. 2.1.1 Konsep model input output ...................................................... 2.1.2 Model dasar input output ........................................................... 2.1.3 Pengembangan model input output versi Miyazawa .............. 2.1.4 Pemuktahiran matrik input-output dengan metode RAS ........... 2.2 Model Persamaan Struktural ............................................................. 2.2.1 Spesifikasi model ....................................................................... 2.2.2 Identifikasi .................................................................................. 2.2.3 Matriks input ............................................................................... 2.2.4 Estimasi model ........................................................................... 2.2.5 Evaluasi model ........................................................................... 2.3 Lingkungan Usaha .............................................................................. 2.3.1 Lingkungan internal ................................................................... 2.3.2 Lingkungan industri ................................................................... 2.3.3 Lingkungan eksternal .................................................................. 2.4 Kebijakan Pemerintah ........................................................................ 2.5 Kinerja ................................................................................................ 2.6 Tujuan Pembangunan Perikanan ....................................................... 2.7 Penelitian Terdahulu yang Terkait .....................................................
3
1 5 10 10 12 13 13 18 19 26 27 28 30 31 31 32 34 35 38 40 43 45 47
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 54 3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 3.4 Teknik Pengambilan Sampel .............................................................. 3.5 Metode Analisis .................................................................................... 3.5.1 Model input output ..................................................................... 3.5.2 Model persamaan struktural .....................................................
54 55 55 56 57 57 60
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 74 4.1 Kondisi Umum Jawa Tengah ............................................................. 4.1.1 Perekonomian ........................................................................... 4.1.2 Perikanan ................................................................................... 4.1.3 Peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah .. 4.2 Kondisi Umum Responden ................................................................ 4.2.1 Karakteristik responden ............................................................ 4.2.2 Deskripsi variabel penelitian .....................................................
iv
74 74 76 85 94 94 99
4.3 Analisis SEM (Structural Equation Modelling) .................................... 4.3.1 Uji model Unidimensional masing-masing variabel laten dengan confirmatory factor analysis (CFA) ............................................ 4.3.2 Estimasi persamaan full model ................................................. 4.4 Pengujian Hipotesis ........................................................................... 4.5 Simulasi Model ................................................................................... 4.5.1 Simulasi 1 ................................................................................... 4.5.2 Simulasi 2 ................................................................................... 4.5.3 Simulasi 3 ................................................................................... 4.6 Pembahasan ...................................................................................... 4.6.1 Peranan sektor perikanan dalam pembangunan ekonomi ........ 4.6.2 Faktor-faktor dalam pembangunan perikanan Jawa Tengah ... 5
133 133 184 193 199 200 202 204 208 208 214
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 224 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 224 5.2 Saran .................................................................................................. 227
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 230 LAMPIRAN ..................................................................................................... 238
v
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kerangka dasar Tabel I-O untuk tiga sektor .......................................... 15
2
Matriks-matriks structural equation model ............................................. 30
3
Goodness of Fit Creation Index pada structural equation model........... 32
4
Distribusi responden berdasarkan lokasi penelitian ............................. 55
5
Variabel dan indikator penelitian pada analisis model persamaan struktural ................................................................................................. 64
6
Goodness of fit statistics ....................................................................... 71
7
PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 1993 serta perkembangannya di Jawa Tengah, tahun 2001-2005 .... 75
8
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, tahun 2002-2006 ..................... 76
9
Pendapatan per kapita Jawa Tengah, tahun 2002-2006 ..................... 76
10 Luas daerah dan potensi sumberdaya ikan di perairan utara dan selatan Jawa ...................................................................................................... 77 11 Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan (RTP) di kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah, tahun 1999-2006 ...................................... 79 12 Perkembangan jumlah perahu di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2006 ........................................................... 80 13 Perkembangan jumlah unit penangkapan di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1998-2006 ............................................. 81 14 Fluktuasi volume dan nilai produksi perikanan laut di Jawa Tengah, tahun 1998-2006 ..................................................................................... 84 15 Keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang perekonomian Jawa Tengah, tahun 2007 ..................................................................... 86 16 Distribusi multiplier keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, tahun 2007 .................. 88 17 Dampak pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja sektor pada perekonomian jawa tengah, tahun 2007 ............................................... 89 18 Komposisi responden berdasarkan kisaran umur, tahun 2008 ............. 95 19 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin, tahun 2008 ............. 95 20 Komposisi responden berdasarkan status pernikahan, tahun 2008 ...... 96 21 Komposisi responden berdasarkan jumlah responden, tahun 2008...... 96 22 Komposisi responden berdasarkan pendidikan terakhir, tahun 2008 .... 97 23 Komposisi responden berdasarkan jenis pekerjaan, tahun 2008 .......... 98 24 Komposisi responden berdasarkan lama bekerja, tahun 2008 ............. 99 25 Komposisi responden berdasarkan pendapatan per Bulan, tahun 2002 99 26 Penentuan kategori skor berdasarkan skala jawaban responden pada skala likert .............................................................................................. 100
vi
27 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator skill dan knowledge sumberdaya manusia ......................................................... 101 28 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna .............................................................................. 102 29 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator modal kerja yang cukup ..................................................................................................... 102 30 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan ............................................. 103 31 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator perijinan sesuai potensi ................................................................................................... 103 32 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya logistik .................................................................................................... 104 33 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penguasaan akses ke pasar yang kompetitif ............................................................. 105 34 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat suku bunga yang murah ................................................................................ 105 35 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kredit yang dapat di akses ..................................................................................................... 106 36 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator perijinan yang cepat dan biaya yang murah ................................................................. 106 37 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pendidikan yang dapat di akses dan bermutu .................................................................. 107 38 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator permodalan dengan tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses................. 108 39 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses ............................................................ 109 40 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas sekolah yang memadai ............................................................ 109 41 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai ....................................................... 110 42 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu ...................................... 111 43 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelabuhan dan tempat pelelangan ikan yang baik ......................................................... 111 44 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar ................................................... 112 45 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kelembagaan koperasi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berjalan dengan baik ........................................................................................................ 113 46 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing ...................................................... 113 47 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses ............................................................ 114
vii
48 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani ............................................. 115 49 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas sekolah yang memadai ............................................................ 115 50 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai ...................................................... 116 51 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator laba dan rugi.. 117 52 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat pengembalian investasi ........................................................................ 117 53 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator informasi daerah penangkapan ikan .................................................................... 118 54 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator peningkatan pendapatan anak buah kapal ................................................................. 118 55 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ikut menciptakan keamanan .............................................................................................. 119 56 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kebersihan lingkungan ............................................................................................. 120 57 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya sarana dan prasarana pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ................. 120 58 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ketersediaan es atau garam ............................................................................................ 121 59 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator laba dan rugi ... 122 60 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat pengembalian investasi ........................................................................ 122 61 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator peningkatan pendapatan pekerja ................................................................................ 123 62 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator peningkatan pendapatan pekerja ............................................................................... 123 63 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator informasi harga ikan .............................................................................................. 124 64 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator teknologi dan nilai tambah ........................................................................................... 125 65 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ketahanan pangan ................................................................................................... 126 66 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator devisa .............. 126 67 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pendapatan daerah ................................................................................................... 127 68 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kenaikan pendapatan masyarakat ....................................................................... 127 69 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penyerapan tenaga kerja ........................................................................................... 128
viii
70 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis ................................................. 128 71 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pemerataan konsumsi ikan ......................................................................................... 129 72 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kelestarian lingkungan ............................................................................................. 130 73 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator plasma nutfah .. 130 74 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator menumbuhkan bisnis yang lain ...................................................................................... 131 75 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator menurunkan eksternalitas negatif .............................................................................. 131 76 Regression weights (loading factor) measurement model awal lingkungan usaha perikanan .................................................................................... 134 77 Modification index model awal lingkungan usaha perikanan ................ 134 78 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 lingkungan usaha perikanan ................................................................. 136 79 Modification index model revisi 1 lingkungan usaha perikanan ........... 136 80 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 lingkungan usaha perikanan ................................................................. 138 81 Modification index model revisi 2 lingkungan usaha perikanan ............. 138 82 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 lingkungan usaha perikanan ................................................................. 139 83 Modification index model revisi 3 Lingkungan Usaha Perikanan........... 140 84 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 lingkungan usaha perikanan ................................................................. 141 85 Modification index model revisi 4 lingkungan usaha perikanan ............. 142 86 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 5 lingkungan usaha perikanan .................................................................. 143 87 Modification index model revisi 5 lingkungan usaha perikanan ............ 144 88 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model lingkungan usaha perikanan ............................................................................................... 145 89 Regression weights (loading factor) measurement model kebijakan pemerintah pusat .................................................................................... 146 90 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kebijakan pemerintah pusat ...................................................................................................... 147 91 Regression weights (loading factor) measurement model awal kebijakan pemerintah daerah ................................................................................ 149 92 Modification index model awal kebijakan pemerintah daerah ............... 149 93 Regression weights (loading factor) measurement model revisi1 kebijakan pemerintah daerah ................................................................ 151 94 Modification index model revisi 1 kebijakan pemerintah daerah ........... 151
ix
95 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah ................................................................ 153 96 Modification index model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah ........... 153 97 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah ................................................................. 155 98 Modification index model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah ........... 155 99
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah .............................................................. 156
100 Modification index model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah ........ 157 101 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah .............................................................. 158 102 Modification index model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah ........ 159 103 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah .............................................................. 160 104 Modification index model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah ........ 161 105 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah .............................................................. 163 106 Modification index model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah ........ 163 107 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah ............................................................. 164 108 Modification index model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah ........ 165 109 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kebijakan pemerintah daerah ................................................................................................ 166 110 Regression weights (loading factor) measurement model awal kinerja usaha perikanan tangkap .................................................................... 167 111 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap ........................................................ 169 112 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kinerja usaha perikanan tangkap .............................................................................. 170 113 Regression weights (loading factor) measurement model awal kinerja industri pengolahan ............................................................................ 170 114 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja industri pengolahan ................................................................. 172 115 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kinerja industri pengolahan ................................................................ 173 116 Modification index model revisi 2 kinerja industri pengolahan .......... 174 117 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kinerja industri pengolahan ......................................................................................... 175 118 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kinerja industri pengolahan ......................................................................................... 176
x
119 Regression weights (loading factor) measurement model awal tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ............................................ 177 120 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap ........................................................ 178 121 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kinerja usaha perikanan tangkap ........................................................ 179 122 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 kinerja usaha perikanan tangkap ........................................................ 180 123 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah .................................. 182 124 Modification index model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ....................................................................................... 182 125 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah .................................................................... 183 126 Hasil uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA)) dari indikator yang membentuk suatu variabel laten pada full model . 185 127 Evaluasi model tiap variabel laten penelitian terhadap nilai reliabilitas dan variance extracted ....................................................................... 186 128 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian full model awal penelitian .. 188 129 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian full model revisi 18 penelitian 189 130 Variabel indikator yang paling berpengaruh terhadap variabel laten pada penelitian ................................................................................... 191 131 Hasil pengujian hipotesis penelitian ................................................... 194 132 Pengujian pengaruh langsung dan tidak langsung ............................ 198 133 Pola hubungan dan tingkat penerimaan pada hipotesis penelitian ... 199 134 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 1........ 202 135 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 1 ............... 202 136 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 2 ...... 204 137 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 2 ............... 204 138 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 3........ 206 139 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 3 .............. 206 140 Pengaruh simulasi terhadap pola hubungan dan tingkat penerimaan pada hipotesis .................................................................................... 207
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Model sederhana Input-Output .......................................................... 14
2
Modifikasi agro based industry cluster (ABIC) (Porter 1990 dan Kotler 1997) ........................................................................................ 39
3
Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990) ....................................................................................... 42
4
Kerangka pemikiran penelitian .......................................................... 54
5
Hubungan antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, kinerja sektor perikanan dan tujuan pembangunan Jawa Tengah ... 61
6
Model path diagram tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah .. 63
7
Perkembangan jumlah nelayan perikanan laut di Jawa Tengah tahun 2001–2005............................................................................................ 78
8
Perkembangan volume produksi perikanan tangkap di pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah, tahun 1998-2006 .................................. 82
9
Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap di pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah, tahun 1998-2006 .................................. 83
10
Keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang perekonomian Jawa Tengah, hasil up dating tahun 2007 .......................................... 92
11
Keterkaitan output langsung dan tidak langsung sektor perikanan pada perekonomian jawa tengah, Tahun 2004 ........................................... 93
12
Output path diagram model awal lingkungan usaha perikanan ......... 133
13
Output path diagram model revisi 1 lingkungan usaha perikanan ...... 135
14
Output path diagram model revisi 2 lingkungan usaha perikanan ...... 137
15
Output path diagram model revisi 3 lingkungan usaha perikanan ...... 139
16
Output path diagram model revisi 4 lingkungan usaha perikanan ..... 141
17
Output path diagram model revisi 5 lingkungan usaha perikanan ...... 142
18
Output path diagram model revisi 6 lingkungan usaha perikanan ..... 144
19
Output path diagram model kebijakan pemerintah pusat ................... 146
20
Output path diagram model awal kebijakan pemerintah daerah ........ 148
21
Output path diagram model revisi 1 kebijakan pemerintah daerah ... 150
22
Output path diagram model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah ... 152
23
Output path diagram model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah ... 154
24
Output path diagram model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah ... 156
25
Output path diagram model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah ... 158
26
Modification index model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah......... 160
27
Output path diagram model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah ... 162
xii
28
Output path diagram model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah ... 164
29
Output path diagram model revisi 9 kebijakan pemerintah daerah ... 166
30
Output path diagram model awal kinerja usaha perikanan tangkap .. 168
31
Output path diagram model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap 169
32
Output path diagram model awal kinerja industri pengolahan .......... 171
33
Output path diagram model revisi 1 kinerja industri pengolahan ...... 173
34
Output path diagram model revisi 2 kinerja industri pengolahan ...... 174
35
Output path diagram model revisi 3 kinerja industri pengolahan ...... 175
36
Output path diagram model awal tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ....................................................................................... 177
37
Output path diagram model revisi 1 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ...................................................................................... 178
38
Output path diagram model revisi 2 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ...................................................................................... 179
39
Output path diagram model revisi 3 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ...................................................................................... 180
40
Output path diagram model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ...................................................................................... 181
41
Output path diagram model revisi 5 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah ...................................................................................... 183
42
Output path diagram full model awal penelitian ................................ 187
43
Output path diagram full model revisi ke-18 penelitian ..................... 189
44
Output path diagram penelitian pada uji model simulasi 1 ................ 201
45
Output path diagram penelitian pada uji model simulasi 2 ................ 203
46
Output path diagram penelitian pada uji model simulasi 3 ................ 205
47
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian (Stringer 2001) ....... 211
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Klasifikasi 19 Sektor, 38 Sektor, dan 85 Sektor Tabel Input Output Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 ....................................................... 239
2
Sektor kelautan dan perikanan dalam Tabel IO Indonesia 172x172..... 243
3
Hasil penggabungan dan modifikasi untuk sektor-sektor yang kemungkinan masuk dalam kelompok sektor kelautan dan perikanan dalam Tabel Input Output 172 sektor .................................................... 244
4
Tabel transaksi domestik atas harga produsen klasifikasi 19 sektor hasil up dating Tabel IO Jawa Tengah tahun 2007 .............................. 246
5
Hasil perhitungan proporsi pendapatan pada kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi pada perekonomian Jawa Tengah, hasil olahan dari Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2004 dan data Susenas tahun 2004 ............................................................................... 250
6
Perkembangan jumlah produksi di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1998-2006 ............................................ 251
7
Perkembangan nilai produksi di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1998-2006 ............................................ 252
8
Kuisioner penelitian peranan dan kinerja sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah ................................................................. 253
9
Data primer dari hasil kuesioner yang disebarkan untuk menganalisis model persamaan stuktural .................................................................. 259
10 Output path diagram full model dari revisi ke-1 sampai ke-18 .............. 273 11 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model dari simulasi ke-1 sampai dengan ke-18 ............................................................................ 291 12 Hasil perhitungan normalitas full model ................................................. 292 13 Evaluasi outlier full model penelitian ...................................................... 293 14 Hasil analisis uji normalitas dengan tehnik bootstrap ........................... 295
xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan sektor unggulan dan dijadikan sebagai arus utama pembangunan nasional (Dahuri 2003), tetapi pada saat yang lain diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) (Kusumastanto 2002 dan 2003), dan memiliki implikasi bukan merupakan sektor unggulan (Fauzi 2005), di mana pada era pasar bebas dan globalisasi tantangan dan persaingan dengan berbagai bentuk permasalahan tersebut semakin komplek. Ditandai dengan perubahan lingkungan yang cepat dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, menuntut kepekaan sektor perikanan untuk merespon perubahan, sehingga mampu menghadapi persaingan. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, akan berdampak pada kebijakan pemerintah, antara lain pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah yang terhitung sejak 1 Januari 2000 dengan didasarkan pada keluarnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang
otonomi daerah yang sebelumnya hal tersebut
belum terjadi. Wacana otonomi daerah mengemuka dengan berbagai dilema baru
yang perlu pula memperoleh solusi baru, yang sejalan dengan
perkembangan politik dalam era reformasi serta sekaligus sebagai pelaksanaan terhadap UUD 45 yang didalamnya disebutkan bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Salah satu bagian dari kebijakan pemberian otonomi daerah tersebut adalah adanya pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah, yang diharapkan akan mempengaruhi target-target pembangunan secara nasional, seperti antara lain : penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, peningkatan daya saing dan pertumbuhan sektorsektor primer dan sekunder. Pemberian kewenangan kepada daerah tersebut juga memiliki potensi dalam pengelolaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang akan menjadikan suatu daerah menjadi lebih efisien dan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, yang semua itu akan berujung pada peningkatan kinerja perusahaan,
2
kinerja sektor, bahkan kinerja pemerintah daerah. Dengan meningkatnya kinerja tersebut, akan berdampak luas pada masyarakat dengan semakin meningkatnya tujuan pembangunan, antara lain; tujuan secara ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas. Perubahan di tingkat global tersebut salah satunya disebabkan adanya tekanan ekonomi baik internal maupun eksternal (seperti saat ini krisis ekonomi glabal yang terjadi di Amerika Serikat, dengan ambruknya perbankan dan pembiayaan investasi lainnya), tekanan informasi, dan tekanan isu lingkungan hidup, tekanan isu hak asasi manusia, yang berimbas semakin berkurangnya ekspor ke negara-negara tersebut, akan mendorong suatu sektor untuk dapat meningkatkan kinerja sektor dan perannya baik dalam skala nasional maupun internasional. Hal tersebut akan menuntut peran sumber daya manusia untuk dapat mengadopsi perubahan yang terjadi, seperti dengan lebih meningkatkan skill dan knowledge, sehingga akan menciptakan daya saing yang tinggi melalui produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Sumberdaya manusia yang ada harus selalu dikembangkan secara kontinyu guna meningkatkan kemampuan sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan lingkungan ini akan berdampak pada perubahan kebijakan secara nasional, yang secara simultan akan berdampak terhadap pembangunan di daerah dan pembangunan sektor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah. Kinerja pembangunan di daerah merupakan refleksi dari kumpulan kinerja-kinerja sektor dalam perekonomian yang membangun fondasi perekonomian daerah. Sektor-sektor yang menopang suatu
perekonomian dan pembangunan
daerah yang ada selama ini antara lain sektor tanaman bahan makanan, sektor tanaman perkebunan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor pertambangan dan bahan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan transportasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Ke-13 sektor tersebut merupakan perincian lapangan usaha dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada suatu daerah. Keberadaan sektor- sektor ini menjadi penting, antar lain untuk mengetahui sejauh mana peran masing-masing sektor pada perekonomian daerah seperti distribusi input, output, struktur ekspor-impor, keterkaitan antar
3
sektor dan dampak pengganda. Dengan diketahuinya peran suatu sektor, akan dapat menentukan arah kebijakan sektor tersebut dalam pembangunan daerah. Salah satu kebijakan pembangunan sektor adalah pada sektor perikanan dan kelautan Jawa Tengah yang diarahkan untuk keseimbangan pembangunan perikanan dan kelautan di daerah pengembangan perikanan pantai utara (Pantura) dan pantai selatan (Pansela), yang ditekankan pada : 1) Peningkatan produksi melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, baik sumberdaya
pulih,
maupun
sumberdaya
tidak
pulih
untuk
menunjang
pembangunan ekonomi nasional, melalui: peningkatan sarana dan prasarana aparatur serta kualitas sumberdaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan; pengembangan penangkapan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di laut dan perairan pedalaman; pengembangan kawasan budidaya laut, payau, dan air tawar yang menerapkan sistem usaha yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan; pemberdayaan pembudidaya ikan dan nelayan dalam meningkatkan produktivitas usaha disertai peningkatan kelembagaan pendukungnya; peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil, terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam; (2) Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang belum termanfaatkan secara optimal, melalui: Peningkatan kapasitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan; peningkatan penyediaan pangan dan konsumsi masyarakat terhadap sumber protein ikan dan bahan baku industri di dalam negeri serta ekspor. Salah satu bagian pengembangan pada sektor perikanan adalah usaha perikanan tangkap dan industri perikanan, bagaimana perannya dalam pembangunan Jateng, seperti distribusi input, output,
struktur ekspor-impor,
keterkaitan antar sektor dan dampak pengganda. Bagaimana kebijakan pemerintah pada sektor perikanan Jawa Tengah, yaitu kebijakan pusat dan daerah dengan skala kebijakan mikro, meso, dan makro, memiliki hubungan yang terkait dengan lingkungan usaha perikanan, kinerja, akan memiliki pengaruh dalam peningkatan tujuan pembangunan perikanan. Analisis peranan sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah, dengan menerapkan model Input Output (IO). Model input output ini didasarkan pada Tabel Input Output (IO), yaitu suatu perangkat data atau tabel transaksi yang komprehensif, konsisten dan terinci yang menggambarkan hubungan
4
supply dan demand antar berbagai sektor dalam suatu wilayah perekonomian baik negara, wilayah maupun daerah yang lebih kecil (Arief 1993; BPS 1995; Nazara 1997; Arsyad 1999; Mangiri 2000). Dengan digunakan Tabel Input Output Jawa Tengah tahun 2007 hasil up dating sebagai basis analisis, diharapkan dapat memberikan gambaran aktivitas perekonomian Jawa Tengah secara menyeluruh, serta hubungan antara satu sektor dengan sektor yang lain dapat tertangkap. Secara umum Tabel Input Output ini dapat digunakan sebagai kerangka data yang dapat menjelaskan berbagai hubungan kuantitatif antara lain : 1. Kinerja pembangunan ekonomi negara dalam bentuk Produk Domestik Bruto (atau Produk Domestik Regional Bruto untuk kinerja perekonomian daerah), konsumsi masyarakat, tabungan dan keperluan input sektor produksi dan output yang dihasilkan termasuk perdagangan internasionalnya. 2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor produksinya. Didalamnya termasuk distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga (modifikasi Tabel IO dari Miyazawa yang digolongkan menjadi pendapatan golongan rendah, menengah dan atas pada kuadran I atau transaksi antara (Sonis dan Hewing 2003 ), dan 3. Pola pengeluaran rumah tangga per sektor perekonomian. Sebagai bagian dari sistem neraca nasional atau regional, maka tabel IO mempunyai keterkaitan dengan perangkat data ekonomi makro lainnya seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB menunjukkan nilai tambah atau pendapatan yang diciptakan oleh berbagai unit (sektor) ekonomi produksi atau dikenal sebagai lapangan usaha. Pada akhirnya sebagian besar dari nilai tambah tersebut akan menjadi sumber pendapatan masyarakat, baik rumah tangga, pemerintah maupun unit usaha itu sendiri. Selain itu pada sisi yang berbeda
data
PDRB
menurut
penggunaan
atau
pengeluaran
mampu
menjelaskan tentang struktur konsumsi akhir rumah tangga secara agregat total, konsumsi akhir lembaga non profit yang melayani rumah tangga, konsumsi akhir pemerintah, pembentukan modal tetap (investasi fisik) serta ekspor dan impor. Ukuran
nonpendapatan
yang
saat
ini
tergolong
baru
adalah
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Ada 3 komponen pokok yang dipakai untuk mengukur besarnya angka IPM, yaitu (1) angka harapan hidup, (2) angka melek
5
huruf dan rata-rata lama sekolah, dan (3) angka pengeluaran perkapita atau daya beli masyarakat. Dalam sistem dunia nyata, dengan aktivitas ekonomi yang begitu luas dan saling kait mengkait, pengukuran peranan sektor pada suatu perekonomian harus didukung oleh instrumen pengukuran dan analisis yang bersifat menyeluruh, dan model IO mampu menjawab hal tersebut. Sementara itu model IO modifikasi dari Miyazawa untuk mengukur aspek distribusi kesejahteraan, yang selama ini belum mampu dianalisis dari tabel IO yang ada. Penelitian ini akan mencoba menggunakan tabel modifikasi dari Miyazawa dengan dasar tabel IO Jawa Tengah tahun 2007 yang merupakan hasil up dating, untuk menganalisis peranan sektor perikanan dari aspek pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan pada perekonomian Jawa Tengah. Selain analisis dilakukan terhadap peranan sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah, maka perlu diketahui bagaimana hubungan antara faktor lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, tujuan pembangunan perikanan dalam meningkatkan kinerja sektor perikanan dan diperlukan juga faktor dominan apa yang paling berpengaruh peningkatan kinerja sektor perikanan tersebut dalam pembangunan sektor perikanan di Jawa Tengah. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian yang menyangkut peranan dan kinerja sektor perikanan di Jawa Tengah, diharapkan dengan kajian tersebut kita dapat mengetahui peranan sektor perikanan pada perekonomian dan bagaimana hubungan yang rumit antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan, dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dapat mengetahui faktor yang dominan, sehingga ke depan dapat ditentukan skala prioritas dalam pembangunan perikanan di Jawa Tengah. 1.2 Perumusan Masalah Menurut
Soemokaryo
(2001)
pembangunan
perikanan
disamping
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan devisa, maka peningkatan kesejahteraan bagi nelayan dan petani ikan haruslah menjadi prioritas utama disamping aspek kelestarian. Lebih lanjut Soemokaryo (2001) menjelaskan bahwa peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan dipengaruhi oleh faktor internal seperti pendidikan, pengalaman dan penguasaan
6
teknologi dan faktor eksternal, seperti potensi sumberdaya, mekanisme pasar, pola
penentuan
harga,
proses
pengakumulasian
modal
dan
keadaan
infrastruktur. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil pembangunan sektor perikanan di Jawa Tengah, paling tidak ada 8 indikator yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain : produksi perikanan, armada perikanan, volume dan nilai ekspor produk perikanan terhadap PDRB, konsumsi ikan perkapita, tenaga kerja, pendapatan nelayan, pendidikan nelayan serta peraturan dan perundangundangan (Dahuri 2003). Selama ini, gambaran dari ke-8 indikator pada sektor perikanan cenderung mengalami penurunan, seperti pada total volume produksi perikanan Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 16,15%, yaitu dari 339 319,1 ton pada
tahun 2003 menjadi 292 148 ton pada tahun 2004 (Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah 2005), demikian juga pada indikator yang lain. Jawa Tengah memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tergolong besar, antara lain ditunjukkan dengan garis pantai sepanjang 791,76 km, yang membentang di pantai utara 502,69 km dan pantai selatan 289,07 km dan 34 pulau-pulau kecil (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah 2005). Potensi yang besar tersebut secara empiris selama ini belum sebanding dengan peranan yang dimiliki oleh sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, antara lain pada pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan. Kondisi ini menimbulkan suatu pertanyaan “sebesar apa peranan sektor perikanan dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan pada perekonomian Jawa Tengah?” Jika dilihat dari data BPS Jawa Tengah tahun 2005, kontribusi pertumbuhan
ekonomi
sektor
perikanan
terhadap
perekonomian
yang
ditunjukkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diindikasikan sebagai nilai tambah dari sektor perikanan untuk data tahun 2001 sampai 2004 Jawa Tengah masih dibawah 1,5% yaitu berkisar antara 1,18% sampai 1,47%. Demikian juga kontribusi tenaga kerja yang terbentuk dari kegiatan
sektor
perikanan hanya mampu menyumbangkan jumlah tenaga kerja di sektor perikanan kurang 2%. Untuk data distribusi pendapatan berdasarkan data BPS Jawa Tengah (2004), secara umum perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2003 yang didasarkan pada perhitungan dengan kriteria Gini Ratio menunjukkan nilai
7
sebesar 0.24, sehingga dari nilai ini Jawa Tengah memiliki kategori pemerataan tinggi atau dengan kata lain ketimpangannya rendah. Sementara itu, menurut perhitungan distribusi pendapatan dari kriteria Bank Dunia menunjukkan bahwa 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah distribusi pendapatannya sebesar 25,31 persen, pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan menengah distribusi pendapatan sebesar 38,37 persen, dan pada kelompok 20 persen penduduk berpendapatan tinggi distribusi pendapatan sebesar 36,32 persen. Dari ketimpangan pendapatan dengan kriteria Bank Dunia tersebut, tingkat ketimpangan pembagian pendapatan diukur dengan bagian pendapatan yang dinikmati oleh 40 persen penduduk berpenghasilan rendah, dan di Jawa Tengah dari nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangannya dikategorikan rendah. Dari perhitungan dengan dua kriteria tersebut, pemerataan pendapatan di Jawa Tengah dapat dikatakan merata atau
tidak mengalami
ketimpangan. Bagaimana dengan kondisi ketimpangan pendapatan pada sektor perikanan, apakah dengan data-data tersebut telah terjawab?. Selama ini masih belum banyak data yang menyajikan bagaimana distribusi pendapatan pada pelaku di sektor perikanan, seperti nelayan, pengusaha perikanan maupun stakeholders lainnya. Dari pencapaian kinerja sektor perikanan pada perekonomian yang tercermin dari tingkat pertumbuhan perekonomian, ketenagakerjaan dan distribusi pendapatan tersebut, dapat dijadikan sebagai suatu indikator sejauh mana peran sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah. Dengan diketahuinya kontribusi tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk pengembangan sektor perikanan ke depan. Menurut merupakan
Mudzakir sektor
(2003),
unggulan
sektor yang
perikanan akan
Jawa
meningkatkan
Tengah
belum
pertumbuhan
perekonomian, walaupun sumberdaya yang dimilikinya berpotensi besar. Kondisi ini menjadi perhatian, karena selama ini keterkaitan sektor perikanan baik ke depan maupun ke belakang masing kecil (Mudzakir 2003 dan Mudzakir 2006a), sehingga belum mampu untuk menarik sektor hulu (sebagai penyedia input bagi sektor perikanan) maupun mendorong sektor hilir (sebagai pengguna hasil dari sektor perikanan). Kondisi ini semakin diperparah dengan masih rendahnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor perikanan, akibatnya nilai PDRB, ekspor, pajak tak langsung serta upah dan gaji relatif masih kecil, sehingga menjadikan
8
rendahnya kontribusi sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah (Mudzakir 2003 dan 2006b). Upaya peningkatan produksi perikanan masih dihadapkan pada kendalakendala yaitu : (1) masih terbatasnya sarana dan prasarana yang memadai seperti Pelabuhan Perikanan, PPI dan TPI; (2) masih rendahnya kemampuan SDM nelayan, baik dibidang penangkapan, pasca panen, manajemen usaha dan mengadopsi penerapan teknologi penangkapan; (3) masih terbatasnya sistem informasi perikanan tangkap untuk mendukung perencanaan program dan pengendalian
kegiatan
perikanan
tangkap;
(4)
terdapat
kecenderungan
kemerosotan produktivitas dan mutu lingkungan yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan yang melewati kapasitas daya dukung lingkungan; (5) masih terbatasnya sarana dan prasarana pembenihan dan budidaya ikan baik air payau maupun air tawar, menurunnya kualitas ekosistem sumberdaya perikanan dan kelautan; (6) masih terbatasnya sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kesehatan ikan maupun lingkungan; (7) masih rendahnya kemampuan dan ketrampilan SDM pembudidaya ikan maupun manajemen usaha; (8) masih terbatasnya ketersediaan induk ki an unggul dan benih ikan yang berkualitas dalam pengembangan usaha budidaya ikan; (9) masih terbatasnya
system
informasi
perikanan
budidaya
untuk
mendukung
perencanaan program dan pengendalian kegiatan perikanan budidaya; (10) belum berkembangnya kawasan pengembangan sentra pengolahan dan pemasaran produk-produk hasil perikanan yang berdaya saing dipasar domestik dan ekspor; (11) masih rendahnya kesadaran nelayan maupun para pelaku usaha perikanan tentang perijinan usaha Perikanan; (12) masih rendahnya mutu produk hasil perikanan akibat kesalahan dalam penanganan hasil perikanan; (13) kurangnya sarana dan prasarana LPPMHP sebagai laboratorium pengujian dan pengawasan mutu hasil perikanan; dan (14) masih rendahnya kemampuan dan ketrampilan pengolah hasil perikanan. Pertanyaan yang dapat ditujukan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah yaitu terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB), sosial, ekologi, eksternalitas, tenaga kerja dan distribusi pendapatan. 2. Bagaimana
keterkaitan
hubungan
dan
faktor-faktor
dominan
antara
lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap dan kinerja industri
9
perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, yang dirumuskan antara lain bagaimana : (1). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (2). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja industri pengolahan, (3). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (4). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap lingkungan usaha perikanan, (5). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (6). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja industri pengolahan, (7). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kebijakan pemerintah daerah, (8). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (9). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap lingkungan usaha perikanan, (10). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (11). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja industri pengolahan, (12). Pengaruh
kebijakan
pemerintah
daerah
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah, (13). Pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja kinerja industri pengolahan, (14). Pengaruh kinerja industri pengolahan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (15). Pengaruh
kinerja
usaha
perikanan
tangkap
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah, 3. Bagaimana kebijakan yang tepat dalam usaha untuk meningkatkan tujuan pembangunan sektor perikanan dari aspek ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas pada perekonomian Jawa Tengah.
10
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan dan kinerja sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, sedangkan secara khusus, tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Menganalisis peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah. 2. Menganalisis pengaruh antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 3. Menganalisis faktor-faktor dominan yang berpengaruh pada hubungan antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap dan kinerja industri pengolahan dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 4. Merumuskan kebijakan yang tepat dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan perikanan di Jawa Tengah. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi wilayah Provinsi Jawa Tengah secara agregat dengan fokus penelitian pada peranan sektor perikanan dan menganalisis hubungan yang terbentuk antara
lingkungan usaha perikanan
(internal, industri dan eksternal), kebijakan pemerintah (pusat dan daerah), kinerja sektor perikanan (kinerja usaha perikanan tangkap, dan kinerja industri pengolahan) dan tujuan pembangunan perikanan, serta faktor-faktor yang dominan dalam pembentukan hubungan tersebut. Untuk menjawab bagaimana peranan sektor perikanan digunakan Model Input Output yang mendasarkan analisisnya pada Tabel Input Output Jawa Tengah hasil up dating tahun 2007, sedangkan model
Structural Equation Model (SEM),
digunakan
untuk
mengetahui hubungan yang rumit serta faktor yang dominan antara lain pada kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan, lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah pusat dan tujuan pembangunan perikanan. Untuk kebutuhan analisis Input Output dengan memasukkan unsur distribusi pendapatan (yang selama ini Model dasar IO tidak mampu menjawab bagaimana distribusi pendapatan terjadi), maka digunakan Tabel Input Output hasil modifikasi dari Miyazawa (Sonis dan Hewing 2003 ). Adapun Tabel Input
11
Output yang digunakan adalah 19x19 sektor tahun 2007 yang merupakan tabel IO hasil up dating dengan metode RAS dengan dasar Tabel IO tahun 2004. Model Input output ini memiliki keterbatasan dalam analisis, antara lain (1) mengabaikan adanya substitusi input, (2) adanya anggapan hubungan inputoutput yang linear, (3) perekonomian dianggap statis, dan (3) harga dianggap konstan dan (4) Model IO Jawa Tengah tahun 2004 merupakan IO wilayah tunggal, sehingga tidak dapat memotret bagaimana terjadinya keterkaitan antara wilayah Jawa Tengah dan wilayah yang lain. Walaupun tabel IO memiliki keterbatasan, nilai kelebihan dari model IO yang menjadi pertimbangan utama mengapa model tersebut di pilih dalam studi ini, yakni : (1) model IO mampu menggambarkan secara komperhensif perekonomian suatu daerah, (2) Model IO memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah, dan (3) IO dapat menjelaskan keterkaitan ekonomi diantara seluruh kegiatan pembangunan hanya dalam satu kesatuan model matriks yang terintegrasi. Penggunaan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model /SEM), digunakan untuk menganalisis hubungan antar Faktor yang dominan yang
mempengaruhi
tujuan
pembangunan
sektor
perikanan
pada
perekonomian Jawa Tengah. Adapun faktor-faktor dominan tersebut didasarkan pada modifikasi dari pendapat Soemokaryo (2006), yang menyebutkan bahwa dalam path diagram sistem pembangunan perikanan Indonesia terdapat faktorfaktor yang saling terkait antar lingkungan usaha perikanan (internal, industri dan eksternal), kebijakan pemerintah (pusat dan daerah), kinerja sektor perikanan (kinerja usaha perikanan tangkap, dan kinerja industri pengolahan) dan tujuan pembangunan perikanan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Input Output Adanya integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antara semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam ekonomi pasar, integrasi ekonomi dapat dilihat ketika terjadi interaksi antara pelaku ekonomi yang saling jual beli input produksi. Misalkan perusahaan pengalengan ikan tuna membutuhkan input ikan tuna sebagai bahan bakunya, untuk itu ia harus membelinya dari nelayan di TPI atau tempat lainnya. Adapun nelayan jika ingin meningkatkan outputnya sangat membutuhkan sarana kapal yang diproduksi oleh perusahaan pembuat kapal maupun alat tangkap. Sementara itu perusahaan pembuat kapal maupun pembuat alat tangkap tersebut membutuhkan bahan baku berupa kayu, besi maupun modal dari perbankan. Begitu seterusnya, sehingga sulit bagi kita untuk menemukan ujung pangkal dari cerita interaksi ekonomi semacam itu. Namun yang pasti, tidak mungkin suatu sektor ekonomi tersebut bisa berkembang hanya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. 2.1.1 Konsep model input output Salah satu model yang bisa memaparkan dengan jelas bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi itu terjadi adalah model input-output yang pertama kali diperkenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an, yang kemudian mendapat hadiah Nobel pada tahun 1973 (Miller dan Blair 1985). Tabel input output sebagai suatu perangkat data atau tabel transaksi yang komprehensif, konsisten dan terinci yang menggambarkan hubungan supply dan demand antar berbagai sektor dalam suatu wilayah perekonomian baik negara, wilayah maupun daerah yang lebih kecil (Arief 1993; BPS 1995; Nazara 1997; Arsyad 1999; Mangiri 2000). Dengan digunakan Tabel Input Output Jawa Tengah tahun 2007 hasil up dating sebagai basis analisis, diharapkan dapat memberikan gambaran aktivitas perekonomian Jawa Tengah secara menyeluruh dapat diketahui, serta hubungan antara satu sektor dengan sektor yang lain dapat tertangkap. Tabel input output ini, berguna antara lain untuk melihat (Arsyad 1999; Budiharsono 2001) ; (1) struktur ekonomi suatu negara atau wilayah, (2) derajat keterkaitan antar sektor (depan atau belakang), (3) prospek investasi suatu sektor dan dampaknya dari satu sektor kepada
13
sektor yang lain dan secara keseluruhan, (4) perubahan struktur perekonomian antar waktu, dan (5) penentuan sektor-sektor unggulan pada daerah tertentu . Model I-O (input-output) ini dapat menunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian. Input produksi dari sektor 1 merupakan output dari sektor 2, dan sebaliknya input dari sektor 2 merupakan output dari sektor 1, yang pada akhirnya keterkaitan antar sektor akan menyebabkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian tersebut. Dari hubungan ekonomi yang sederhana ini menunjukkan pengaruh yang bersifat timbal balik antara dua sektor tersebut. Hubungan inilah yang dikatakan hubungan inputoutput. 2.1.2 Model Dasar Input Output Melalui model I-O kita bisa menelusuri kemana saja output dari suatu sektor itu didistribusikan, dan input apa saja yang digunakan oleh sektor tersebut. Dengan memodifikasi model input-output West (1995) kita bisa membentuk alur distribusi terbentuknya suatu model I-O secara sederhana, khususnya jika dilihat dari sisi permintaan (demand-driven), seperti yang disajikan dalam Gambar 1. Output dari suatu sektor produksi i, akan didistribusikan kepada dua konsumen. Pertama, konsumen yang menggunakan output
tersebut
sebagai input untuk proses produksi lanjutan, tentunya konsumen disini disebut produsen. Kedua, konsumen yang menggunakan output tersebut untuk dikonsumsi langsung, dimana dalam model I-O yang tergolong sebagai konsumen akhir ini adalah rumah tangga, pemerintah, swasta (investasi), dan konsumen luar negeri (ekspor). Bagi konsumen pertama, output sektor i tersebut merupakan input antara (intermediate input) dalam proses produksinya, sedangkan pada konsumen kedua, output-nya merupakan permintaan akhir (final demand).
14
Teknologi Permintaan Akhir Lainnya
Permintaan Antara
Permintaan Akhir
Konsumen Rumah Tangga
Total Permintaan
Input Primer Lainnya
Tenaga Kerja
Gambar 1 Model sederhana input output (West 1995)
Dalam hubungannya dengan input perpindahan barang antar sektor seperti output dari sektor i akan terdistribusi ke sektor j yang digunakan sebagai input antara. Selain itu bisa juga distribusi input antara tersebut dari sektor i ke sektor i itu sendiri, yang disebut perpindahan intrasektor. Namun demikian, input yang digunakan dalam suatu proses produksi bukan hanya berupa input antara. Ada pula input-input lainnya yang digunakan seperti faktor produksi tenaga kerja, modal, tanah, dan lainlain, dimana semuanya ini digolongkan sebagai input primer. Pada model I-O biasanya input primer ini direfleksikan melalui upah dan gaji, surplus usaha, pajak tak langsung, dan subsidi. Selain input yang berasal dari dalam negeri, ada juga input yang berasal dari luar negeri. Karena itu model I-O juga memasukkan komoditi impor dalam distribusi input-nya. Seperti nilai uang arus barang dari sektor i ke sektor j kita notasikan zij, kemudian total output dari sektor i dinotasikan Xi, sedangkan total permintaan akhir dari sektor i adalah Yi, maka dapat kita tuliskan total output dari sektor i sebagai berikut : Xi = z i1 + z i2 + z i3 + . . . + z in + Y1 ....................................................... [1]
15
Oleh karena dalam perekonomian terdapat n sektor produksi, maka secara keseluruhan kita bisa tuliskan total output semua sektor adalah : X1 = z 11 + z 12 + z 13 + . . . + z 1n + Y1 X2 = z 21 + z 22 + z 23 + . . . + z 2n + Y2 : Xi = z i1 + z i2 + z i3 + . . . + z in + Yi
………………………………..[2]
: Xn = z n1 + z n2 + z n3 + . . . + z nn + Yn Dalam bentuk umum persamaan [2] dapat ditulis sebagai berikut : n
∑z j =1
ij
+ Yi = X i
untuk i = 1, 2,3
............................................ [3]
Misalkan dalam suatu perekonomian terdapat tiga sektor produksi saja yaitu sektor 1, sektor 2 dan sektor 3, ini berarti berdasarkan persamaan [2] di atas kita bisa membuat suatu kerangka dasar tabel I-O sebagai berikut. Tabel 1 Kerangka dasar tabel I-O untuk tiga sektor
Output Input
Sektor Produksi
Sektor Produksi
1 2 3
1 z 11 z 21 z 31
2 z 12 z 22 z 32
3 z 13 z 23 z 33
Input Primer
V
V1
V2
V3
Total Input
X
X1
X2
X3
Permintaan Akhir Y1 Y2 Y3
Total Output X1 X2 X3
Sumber : Miller dan Blair (1985) Bila dilihat secara horisontal (baris), setiap isi sel total output menunjukkan bagaimana output suatu sektor itu dialokasikan, yang mana sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate input) pada sektor produksi, dan sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir (final demand) yang terdiri atas permintaan untuk konsumsi rumah tangga (C), pemerintah (G), investasi (I), dan ekspor (X).
16
Untuk baris pertama pada sektor produksi 1, kita bisa membacanya secara horisontal bahwa besarnya output sektor produksi 1 adalah X1 dimana dari total output tersebut sebagian dialokasikan untuk memenuhi permintaan input antara pada sektor 1 sebesar z11, sektor 2 sebesar z12, dan sektor 3 sebesar z 13, selain itu sebagian juga untuk memenuhi permintaan akhir sebesar Y1. Demikian pula untuk baris-baris lainnya, dibaca demikian. Secara keseluruhan distribusi output tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut : z 11 + z 12 + z 13 + Y1 =
X1
z 21 + z 22 + z 23 + Y2 =
X2
z 31 + z 32 + z 33 + Y3 =
X3
.. ...............................[4]
Secara umum persamaan-persamaan di atas dapat dituliskan kembali menjadi : 3
∑z j =1
ij
+ Yi = X i
untuk i = 1, 2,3
.............................................. [5]
dimana zij adalah banyaknya output sektor i yang dialokasikan sebagai input antara pada sektor j, Yi adalah jumlah permintaan akhir terhadap sektor i. Sedangkan isi sel menurut garis vertikal (kolom) menggambarkan distribusi pemakaian input antara dan input primer pada suatu sektor produksi. Sebagai contoh total input X1 jika dibaca secara kolom menunjukkan bahwa jumlah input yang digunakan oleh sektor produksi 1 adalah sebanyak X1 yang terdiri atas pemakaian input dari sektor 1 sebesar z 11, sektor 2 sebesar z 21, dan sektor 3 sebesar z 31, serta pemakaian input primer sebesar V1. Semua distribusi input ini bisa juga dibuat dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut : z 11 + z 21 + z 31 + V1 =
X1
z 12 + z 22 + z 32 + V2 = X2 z 13 + z 23 + z 33 + V3 =
……………………………
[6]
X3
atau secara umum persamaan-persamaan di atas diubah menjadi : 3
∑z i= 1
ij
+ Vj = X j
untuk j = 1, 2,3 ....................................... [7]
17
dimana zij adalah banyaknya input antara yang berasal dari sektor i yang digunakan oleh sektor j, sedangkan Vj menunjukkan jumlah input primer yang digunakan oleh sektor j. Dari persamaan [7] kita bisa mengintroduksikan suatu koefisien input teknik a ij dengan rumus :
a ij =
z ij ................................................................................... [8]
Xj
Koefisien ini dapat diterjemahkan sebagai jumlah input sektor i yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor j. Untuk jumlah sektor sebanyak n, seluruh koefisien input aij dapat dinyatakan dalam sebuah matriks A sebagai berikut :
a 11 a A = 21 M a n1
a 12 a 22 M a n2
K a 1n K a 2n O M .......................................................... [9] K a nn
Matriks A sering disebut matriks koefisien input atau matriks teknologi. Selanjutnya, karena persamaan [9] bisa diubah menjadi : zij = aij Xj , serta dengan ketentuan bahwa Xj = Xi , maka persamaan [2] dapat ditulis kembali dalam sistem persamaan berikut ini. X1 = a11 X1 + a1 2 X2 + a13 X3 + . . . + a1n Xn + Y1 X2 = a21 X1 + a22 X2 + a23 X3 + . . . + a2n Xn + Y2 :
................ [10]
: Xn = an1 X1 + an2 X2 + an3 X3 + . . . + an n Xn + Yn Kemudian, jika sisi kanan dalam persamaan [10] semuanya dipindahkan ke kiri, kecuali Y, diperoleh sebuah sistem persamaan : X1 - a1 1 X1 - a12 X2 - a13 X3 - . . . - a 1n Xn = Y1 X2 - a2 1 X1 - a22 X2 - a23 X3 - . . . - a2n Xn = Y2 : : Xn - an 1 X1 - an2 X2 - an3 X3 - . . . - ann Xn = Yn atau disederhanakan menjadi :
............... [11]
18
(1 - a11 )X1 - a12 X2 - a13 X3 - . . . - a1 n Xn
= Y1
- a21 X1 + (1 - a22 )X2 - a2 3 X3 - . . . - a2n Xn = Y2 :
............ [12]
: - an1 X1 - an2 X2 - an3 X3 - . . . + (1 - ann )Xn = Yn Sistem persamaan [12] dapat dituliskan dalam notasi matriks yang lebih sederhana lagi sebagai berikut : (I – A) X = Y ……………………………………………………………….[13] yang mana I adalah matriks identitas berukuran n x n, A merupakan matriks koefisien input, sedangkan X dan Y masing-masing menunjukkan vektor kolom matriks output dan permintaan akhir. Persamaan matriks [13] dapat kita ubah bentuknya menjadi : X = (I–A)- 1 Y ....................................................................................... [14] dimana matriks (I – A)-1 dikenal dengan nama matriks invers Leontief. Kekuatan peramalan model input output adalah terletak pada matriks invers Leontief ini. Dengan matriks tersebut kita dapat meramalkan perubahan setiap variabel eksogen dalam permintaan akhir, seperti pengeluaran pemerintah, terhadap sistem perekonomian secara simultan. Matriks invers Leontief (I – A)-1 juga banyak memberikan banyak informasi tentang dampak keterkaitan antar sektor produksi, diantaranya backward linkage effect (dampak keterkaitan ke belakang) dan forward linkage effect (dampak keterkaitan ke depan). 2.1.3 Pengembangan model input output versi Miyazawa Model Input output selama ini belum mampu untuk menganalisis distribusi pendapatan, dan biasanya untuk kepentingan analisis tersebut digunakan model Sosial Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Untuk kepentingan analisis distribusi pendapatan yang belum dapat dianalisis dengan Tabel IO dasar, maka digunakan Tabel Input Output hasil pengembangan dari Miyazawa (Sonis dan Hewing 2003), yang memasukkan pendapatan sebagai bagian dari sektor ekonomi dan berada pada kuadran I baik pada sisi kolom maupun baris pada tabel input output tersebut, dan membaginya menjadi pendapatan rendah, pendapatan menengah dan pendapatan tinggi. Masuknya
19
pendapatan yang merupakan bagian dari upah dan gaji (yang masuk pada tabel IO di kuadran II atau input primer) akan membutuhkan keseimbangan baru pada tabel IO hasil modifikasi tersebut. Dengan masuknya nilai pendapatan tersebut pada analisis nantinya akan dapat diketahui distribusi pendapatan per sektor ekonomi, termasuk sektor perikanan. Matriks Miyazawa dirumuskan sebagai berikut :
X A C X f = = ............................................................. [15] Y V 0 Y g Untuk blok matriks ukuran 2x2 dari Matriks Miyazawa sebagai berikut :
A C .......................................................................................... [16] V 0 Sehingga invers matriks Miyazawa dapat dirumuskan : B (M) = (I – M)-1
I BC I 0 B 0 B + BCKVB BCK = = K 0 I 0 K VB I KVB
=
I 0 ∆ 0 I C ∆ ∆C = ............................ .[17] V I 0 I 0 I VB I + V∆C
=
Dimana B= ( I-A)-1 adalah invers matriks Leontief antar industri, dan L = VBC adalah koefisien matriks antar golongan pendapatan. K adalah hubungan pada multiplier pendapatan Miyazawa atau secara umum Multiplier Keynesian, dirumuskan sebagai berikut : K = (I –L)-1 = (I – VBC)-1 = I + V ? C Untuk ? adalah perluasan inverse Leontief . ? = ( I – A - CV) - 1 = B + BCKVB ................................................... [18] Sehingga persamaan dasar dari persamaan pendapatan pada pemegang modal adalah : V ? = KVB ...................................................................................... [19] ? C = BCK ................................................................................... [20] 2.1.4 Pemuktahiran matriks input-output dengan metode RAS Dalam anatomi tabel I-O, matriks koefisien input memegang peranan yang sangat penting, melalui matriks tersebut berbagai analisis IO dapat
20
dilakukan, seperti backward linkage, forward linkage, dan multiplier sebagaimana yang telah disampaikan di atas. Satu-satunya cara untuk membuat matriks koefisien input hanyalah melalui matriks transaksi ekonomi, dengan kata lain matriks koefisien input hanya bisa dibuat apabila telah tersedia matriks transaksi ekonomi. Untuk mendapatkan matriks transaksi ekonomi diperlukan survei yang besar yang melibatkan semua aspek kegiatan ekonomi, seperti survei rumah tangga, survei tenaga kerja, survei industri, survei pasar, survei produksi, survei perdagangan, dan sebagainya dengan biaya yang besar. Demikian pula dengan sumberdaya manusia yang mengerjakannya, haruslah memadai dan memenuhi syarat baik itu dari sisi jumlah maupun kualitas. Dari berbagai macam kegiatan survei yang harus dilakukan di atas, bisa dikatakan bahwa pembuatan matriks transaksi ekonomi untuk kepentingan analisis I-O tidak dapat dilakukan dengan mudah dalam suatu perekonomian. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempublikasikan tabel transaksi ekonomi atau tabel I-O hasil survei secara nasional maupun regional dalam jangka waktu yang sangat pendek, misalkan tahunan. Contohnya untuk negara Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) selama ini hanya bisa mempublikasikan tabel I-O nasional dalam interval waktu lima tahunan. Sama halnya dengan tabel I-O regional yang dikeluarkan oleh setiap daerah, jarak waktu publikasi tabel -IO hasil survei juga setiap lima tahun sekali. Bahkan untuk sebagian daerah tingkat kabupaten, banyak yang belum pernah membuat tabel I-O. Oleh karena adanya faktor-faktor kendala yang dihadapi, menyebabkan analisis I-O sering dilakukan dengan asumsi yang statis. Asumsi inilah yang akhirnya menambah lagi satu kelemahan dari analisis -IO. Sifat statis yang dipakai dalam analisis I-O ini direfleksikan dengan menganggap teknologi tidak berubah sepanjang waktu perencanaan. Guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat membuat tabel I-O melalui survei,
akhirnya dikembangkan sebuah metode
pembuatan tabel I-O yang dapat dilakukan tanpa perlu melaksanakan survei yang besar. Tabel I-O ini dibuat berdasarkan matriks koefisien teknologi (koefisien input) pada tahun sebelumnya, dan ditambah dengan beberapa informasi mengenai total penjualan output antar sektor, total pembelian input antar sektor, dan total output secara keseluruhan. Ahli ekonomi yang pertama kali memperkenalkan cara pembuatan tabel I-O seperti ini adalah Richard Stone
21
dari Cambridge University pada tahun 1961 (Miller dan Blair, 1985). Metodenya dikenal dengan nama RAS. RAS adalah sebuah nama rumus matriks yang dikembangkan oleh Richard Stone, dimana R dan S adalah matriks diagonal berukuran n x n, dan A adalah matriks berukuran n x n yang menunjukkan banyaknya sektor industri. Andaikan kita ingin menaksir elemen matriks A pada periode t, atau At , serta diketahui elemen matriks A pada periode t = 0, atau A(0), maka A(t) dapat ditaksir dengan menggunakan rumus : A(t) = R . A(0) . S
............................................................................ [21]
Elemen matriks A disebut sebagai koefisien teknologi (koefisien input). Tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode
yang berbeda diwakili oleh
elemen matriks R dan S. Elemen matriks diagonal R mewakili efek subsitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Kemudian elemen matriks diagonal S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri (Miller dan Blair, 1985). Berdasarkan persamaan [8] sebelumnya bisa ditunjukkan bahwa matriks koefisien teknologi A dapat ditentukan dengan persamaan matriks :
A=
Z −1 = Z ( X ) ................................................................................. [22] X
sedangkan matriks transaksi : Z = AX
......................................................................................... [23]
Oleh karena untuk suatu perekonomian yang terdiri atas n sektor produksi mempunyai matriks transaksi Z berdimensi n x n, dan matriks vektor X berdimensi n x 1, maka untuk dapat menghitung matriks teknologi A dibutuhkan informasi sebanyak n2+n. Miller dan Blair (1985) menjelaskan pada prinsipnya prosedur RAS tersebut berupaya menghasilkan matriks koefisien teknologi pada tahun ke-1 [A(1)], berdasarkan informasi matriks koefisien teknologi pada tahun ke-0 [A(0)], tanpa harus memiliki informasi sebanyak n2+n = n(n+1). Informasi yang dibutuhkan pada tahun ke-1 untuk mendapatkan matriks koefisien teknologi A(1) hanyalah sebanyak 3n informasi, yaitu :
(1) total gross output Xi, (2) total
penjualan output antar sektor Vj, dan (3) total pembelian input antar sektor Ui.
22
Dalam bentuk matriks ketiga informasi ini masing-masing dapat dijabarkan sebagai berikut.
x1 (1) u1 (1) x (1) u (1) 2 2 ; X (1) = ; U (1) = M M x n (1) u n (1)
V (1) = [v1 (1) v 2 (1) K v n (1) ] [24]
Dengan demikian, bila dalam suatu perekonomian terdapat n = 40 sektor, maka untuk mengestimasi matriks koefisien teknologi A(1) yang memiliki elemen sebanyak nxn = 1600 melalui prosedur RAS hanya dibutuhkan informasi pada tahun ke-1 sebanyak 3n = 120. Dari sini kita bisa melihat metode RAS meminta jumlah data yang lebih sedikit dibandingkan metode survei yang lengkap. Pada contoh kita ini bila dilakukan survei yang lengkap untuk mendapatkan matriks koefisien teknologi pada tahun ke-1 [A(1)] harus disediakan informasi sebanyak n2 + n = n (n + 1) = 1640. Sebagai teladan terapan, Miller dan Blair (1985) memberikan contoh penggunaan prosedur RAS untuk suatu perekonomian yang memiliki 3 sektor, yang dapat disampaikan sebagai berikut. Kita telah memiliki sebuah matriks koefisien teknologi pada tahun ke-0, yaitu :
a11 ( 0) a12 ( 0) a13 (0) A( 0) = a 21 (0) a 22 (0) a 23 ( 0) ............................................................ [25] a 31 (0) a 32 ( 0) a33 (0) Kemudian kita akan mengestimasi matriks koefisien teknologi pada tahun ke-1, yaitu :
a11 (1) a12 (1) a13 (1) A(1) = a 21 (1) a 22 (1) a 23 (1) ................................................................ [26] a 31 (1) a 32 (1) a 33 (1) Untuk
melengkapi
informasi-informasi
pendukungnya,
kita
juga
sudah
menyediakan 3 buah matriks vektor yaitu Xi (gross output), Ui (total pembelian input antar sektor), dan Vj (total penjualan output antar sektor) yang diperoleh melalui survei secara parsial pada tahun ke-1. Ketiga matriks tersebut adalah :
23
x1 (1) u1 (1) X (1) = x 2 (1) , U (1) = u 2 (1) , V (1) = v1 (1) v 2 (1) v 3 (1) x3 (1) u 3 (1)
[
]
... [27]
Jika kita membuat dari tahun ke-0 sampai tahun ke-1 dan teknologi dianggap stabil, maka matriks teknologi pada tahun ke-0 sama persis dengan tahun ke-1, atau, A(0) = A(1). Dengan demikian matriks transaksi pada tahun ke-1 dapat dibuat dengan cara :
ˆ (1)] Z(1) = A(0) [ X
a11 (0) a12 (0) a13 ( 0) x1 (1) 0 0 = a 21 ( 0) a 22 ( 0) a 23 (0) 0 x 2 (1) 0 a 31 ( 0) a32 ( 0) a 33 (0) 0 0 x 3 (1) a11 (0 ) x1 (1) a12 (0) x 2 (1) a13 (0) x3 (1) = a 21 ( 0) x1 (1) a 22 ( 0) x 2 (1) a 23 ( 0) x 3 (1) ............................... [28] a 31 ( 0) x1 (1) a 32 (0) x 2 (1) a33 ( 0) x 3 (1) Pada persamaan [28] di atas matriks vektor X(1) telah diubah menjadi matriks diagonal yang berdimensi 3 x 3. Selanjutnya, karena matriks teknologi pada tahun ke-1 sama dengan matriks teknologi tahun ke-0, ini berarti penjumlahan setiap baris pada persamaan [28] akan menghasilkan vektor matriks yang sama persis dengan U(1), demikian pula untuk penjumlahan setiap kolom akan menghasilkan vektor matriks yang sama dengan V(1). Kalau asumsi ini yang kita pakai, berarti proses pencarian updating tabel I-O telah selesai, dan kita mendapatkan sebuah matriks transaksi seperti pada persamaan [28]. Permasalahannya sekarang adalah jika teknologi itu tidak stabil atau berubah dari waktu ke waktu (asumsi ini lebih realistis dibandingkan yang pertama), yang artinya matriks teknologi tahun ke-0 tidak akan sama dengan matriks teknologi tahun ke-1, atau A(0) ≠ A(1). Dalam kondisi ini apakah Z(1) pada persamaan [38] masih bisa dihitung? Jawabannya, bisa dihitung. Namun kini, penjumlahan setiap baris dan setiap kolom pada matriks Z(1) masingmasing tidak akan sama lagi dengan U(1) dan V(1). Ide dasar dari metode RAS adalah untuk menyamakan hasil kali pada matriks Z(1) sedemikian rupa sehingga nilai U(1) dan V(1) tersebut terpenuhi.
24
Misalkan, jumlah setiap baris dari persamaan [28] dinotasikan U1 sedangkan jumlah setiap kolom dinotasikan V1. Karena pada kasus kita sekarang A(0) ≠ A(1), konsekwensinya adalah, U1 ≠ U(1) dan V1 ≠ V(1). Dengan kata lain, bila dilihat secara baris :
a11 ( 0) x1 (1) + a12 ( 0) x 2 (1) +
a13 ( 0) x 3 (1) = U 11 =/ U 1 (1) a 22 (0) x 2 (1) + a 23 (0) x3 (1) = U 12 =/ U 2 (1) a 32 (0) x 2 (1) + a 33 ( 0) x 3 (1) = U 13 =/ U 3 (1)
a 21 ( 0) x1 (1) + a 31 (0) x1 (1) +
......... [29]
Jika U1 > U(1), berarti nilai setiap baris di dalam matriks [28] terlalu besar dibandingkan seharusnya. Sebaliknya, bila U1 < U(1), menandakan bahwa nilai setiap baris dalam persamaan matriks [28] terlalu kecil dibandingkan seharusnya. Sekarang, katakanlah rasio antara Ui(1) dengan Ui1 kita notasikan ri1 atau :
ri1 =
U i (1) U i1
............................................................................................. [30]
Nilai ri1 bisa saja lebih besar atau lebih kecil dari satu, tergantung dari pertidaksamaan antara U1 dengan U(1). Anggap saja dalam kasus ini U1 > U(1), yang berarti seluruh nilai ri1 < 1. Persamaan [30] jika dituliskan dalam bentuk matriks :
[ ]( )
R1 = Uˆ (1) Uˆ 1
−1
................................................................................. [31]
atau :
r11 1 R = 0 0
0 1 2
r 0
0 0 r31
................................................................................ [32]
Kalikan matriks R dengan Z(1) pada persamaan [28], maka hasilnya akan sama dengan matriks vektor U1, atau :
ˆ (1) ]i U1 = [ R1 . A(0) . X
..................................................................... [33]
Dimana i adalah matriks vektor baris [1 1 1]. Dengan demikian hasil survei di tahun ke-1 telah terpenuhi sebagian. Berdasarkan persamaan [33] kita juga memperoleh hasil estimasi sementara dari matriks teknologi di tahun ke-1, yakni : A1 = R1 A(0)
......................................................................................... [34]
25
Bukan berarti saat ini kita telah selesai melakukan prosedur RAS. Masih ada informasi lain yang belum terpakai, yaitu V(1) yang merupakan total penjualan input antar sektor pada tahun ke-1. Dari persamaan [34] kita sudah mendapatkan matriks teknologi A1 yang telah memenuhi U(1). Kalau kita kalikan
ˆ (1), maka akan didapat jumlah kolom untuk V1 , yakni : A1 ini dengan X ˆ (1) ] ............................................................................ [35] V1 = i’ [ A(1) . X Dimana i’ adalah matriks [1 1 1] yang di-transpose. Kita berharap V1 = V(1), agar prosedur RAS bisa dihentikan, dan
A1 pada persamaan [34] bisa menjadi
matriks teknologi hasil updating untuk tahun ke-1. Akan tetapi untuk kasus kita sekarang, dianggap V1 ≠ V(1), yang berarti perlu diadakan penyesuaian sedemikian rupa sehingga V1 = V(1). Caranya, kita harus menghitung rasio antara V(1) dengan V1 terlebih dahulu, yaitu :
s 1i =
Vi (1) Vi 1
.............................................................................................. [36]
Persamaan [36] jika dituliskan dalam bentuk matriks :
[ ]( )
S 1 = Vˆ (1) Vˆ 1
−1
.................................................................................. [37]
atau :
s11 1 S = 0 0
0 1
s2 0
0 0 s 13
................................................................................ [38]
ˆ (1) ] hasilnya akan sama persis Kalikan matriks S1 dengan matriks [ A(1) . X dengan V(1) yang merupakan hasil survei. Perkalian ini dapat dinyatakan :
ˆ (1) . S1 ] V(1) = i’ [ A(1) . X
.................................................................. [39]
Sedangkan matriks teknologi yang baru dari hasil penyesuaian V(1), misalkan A2, adalah : A2 = A1 S1
.......................................................................................... [40]
Subtitusikan persamaan [34] ke persamaan [40], sehingga : A2 = R1 . A(0) . S1
................................................................................. [41]
26
Apabila sisi kanan pada persamaan [41] semua subscript dihilangkan, akan tersisa sebuah tulisan RAS, yang merupakan asal usul nama metode ini. Sekiranya hasil perhitungan sampai pada persamaan [41] bisa memenuhi U(1) dan V(1) hasil survei kita, maka prosedur RAS bisa dihentikan. Namun, jika hal itu belum terpenuhi, berarti prosedur RAS harus dilakukan terus sampai didapat sebuah matriks teknologi yang bisa memenuhi persyaratan. Secara umum prosedur RAS ini dapat dinyatakan dengan beberapa iterasi (tahapan) sebagai berikut : A1 = R1 . A(0) A2
= R1 . A(0) . S1
A3
= R2 . A2
A4
= [R2 R1] . A(0) . [S1 S2]
: : A2n = [Rn .......... R3 R2 R1] . A(0) . [S1 S2 S3 ........... Sn ] .......................... [42] Tahapan atau iterasi dari prosedur RAS ini dapat juga dibatasi, sehingga pada batasan tertentu prosedur RAS dihentikan. Umumnya kriteria yang dipakai untuk membatasi tahapan prosedur RAS adalah dengan melihat selisih U(1)U1 atau
V(1)-V1 dimana jika selisih dari kedua persamaan tersebut sama
atau lebih kecil dari nilai yang sudah ditentukan (biasanya merupakan bilangan yang sangat kecil sekali misalnya 0,0005) maka prosedur RAS untuk penyesuaian U(1) dan V(1) bisa dihentikan, dan matriks teknologi yang didapat merupakan matriks teknologi hasil estimasi untuk tahun yang sudah ditetapkan. 2.2 Model Persamaan Struktural Analisis persamaan struktural sering disebut juga sebagai latent variable analysis, covariance structural analysis, linear structural relationships (LISREL), dan structural equation modeling (SEM) atau model persamaan struktural (Bachrudin dan Tobing 2003; Ghozali 2004; Ferdinand 2006). SEM merupakan teknik multivariate yang menggabungkan aspek multiple regression dan analisa faktor untuk meramalkan serangkaian hubungan secara simultan. SEM dicirikan oleh dua komponen dasar yaitu : model struktural dan model pengukuran. Model pengukuran adalah model jalur (path) yang menghubungkan variabel bebas
27
terhadap variabel tidak bebas (Hair et.al 2006). Selanjutnya, Joreskog dan Sorbom (1993) menjelaskan bahwa model pengukuran menjelaskan sifat pengukuran (reliability dan validity). Model pengukuran menjelaskan tentang variabel laten yang dipengaruhi oleh variabel yang bisa diukur. Model persamaan struktural menjelaskan hubungan kausal diantara variabel laten, menjelaskan efek hubungan, dan menentukan keragaman. Dalam kaitannya dengan pembuktian hipotesis penelitian, SEM merupakan salah satu metode analisis yang berkenaan dengan model struktural dan analisis jalur. Di dalam pengumpulan data, SEM berkenaan dengan pemeriksaan seberapa valid dan reliabel instrumen penelitian (diantaranya berupa kuesioner yang dipakai untuk koleksi data). Pendekatan yang digunakan untuk memeriksa hal tersebut adalah faktor analisis konfirmatori, sehingga di dalamnya juga tercakup measurement model (Solimun 2002). Agar interpretasi hubungan struktural variabel-variabel yang dibangun dalam sebuah model SEM dapat dilakukan dengan sistematis dan dapat dipahami secara sederhana, maka ada beberapa tahapan yang mendasari pembentukan permodalan SEM tersebut, yaitu : spesifikasi model, identifikasi, matriks input, estimasi, dan evaluasi model (Joreskog dan Sorborn 1993; Bachrudin dan Tobing 2003; Ghozali 2004; Ferdinand 2006). 2.2.1 Spesifikasi model Model persamaan struktural mendasarkan pada hubungan kausalitas, yaitu hubungan sebab-akibat dua atau lebih variabel dan sekurangkurangnya terdapat satu variabel kriteria (dependent) dan satu variabel bebas (independent). Kuat atau lemahnya hubungan kausalitas antara dua variabel tersebut bukan terletak pada metode analisis yang dipilih, melainkan pada pertimbangan teoritis untuk mendukung analisis (Ghozali 2004; Joreskog dan Sorbom 1993). Langkah pertama dalam pengembangan SEM adalah pencarian sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis. Untuk pengembangan model teoritis, harus dilakukan kajian deduksi teori dan eksplorasi ilmiah dari telaah sejumlah pustaka maupun hasil penelitian empiris terdahulu untuk memperkuat pembenaran hubungan kausalitas variabel yang diasumsikan dalam model. Tanpa pertimbangan teori yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan
28
untuk
menghasilkan
sebuah
model,
melainkan
digunakan
untuk
mengkomfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik (Ferdinand 2006). Keyakinan untuk mengajukan sebuah model kausalitas dengan menganggap adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, bukan didasarkan pada metode analisis yang digunakan, tetapi haruslah berdasarkan pada pertimbangan teoritis yang mapan (Hair et.al 2006). Dengan terbangunnya dasar teori yang menjelaskan hubunganhubungan variabel, selanjutnya dibuat hubungan kausalitas antar variabel tersebut ke dalam diagram jalur (path diagram) dan persamaan strukturalnya, sehingga lebih menarik dan mudah dipahami. Dalam hal ini, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu : pertama, menyusun model struktural yang menghubungkan antar konstruk latent baik endogen maupun eksogen, dan kedua menyusun model pengukuran yaitu menghubungkan konstruk latent endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest (Ghozali 2004). Apabila pengembangan diagram dirasakan cukup maka dilakukan perumusan diagram ke dalam simbol dan persamaan matematika. 2.2.2 Identifikasi Identifikasi berhubungan dengan pertanyaan apakah model yang dikembangkan dapat menghasilkan suatu dugaan yang tepat dan unik atau sebaliknya. Syarat perlu agar dapat mengidentifikasi taksiran parameter adalah banyaknya korelasi antara variabel yang diukur lebih besar atau sama dengan jumlah parameter yang diidentifikasi. Jika banyaknya variabel yang diukur adalah p, maka banyaknya korelasi adalah (1/2)p(p-1). Menurut Saris dan Stronkhorst (1984) yang diacu oleh Bachrudin dan Tobing (2003), memberikan arahan dalam melakukan identifikasi model : 1. Persamaan model tunggal dengan korelasi antara error dan variabel eksogen sama dengan nol, maka model persamaan tersebut selalu dapat diidentifikasi. Model-model demikian dikenal sebagai modelmodel regresi. 2. Model-model persamaan simultan tanpa hubungan kausal reciprocal dan asumsi-asumsi standar selalu dapat diidentifikasi. Jenis modelmodel demikian dikenal sebagai recursive.
29
3. Model-model tunggal atau persamaan simultan kekeliruan dan variabel eksogen tidak sama dengan nol, tidak termasuk dapat diidentifikasi. 4. Model-model persamaan simultan dengan hubungan kausal reciprocal tidak termasuk dapat diidentifikasi. Jenis-jenis model seperti ini disebut nonrecursive. Setelah mengestimasi model pengukuran secara terpisah, sekarang mengestimasi suatu joint model (model bersama) yang mencakup dimensi secara simultan dengan melakukan beberapa analisis preliminary confirmatory, menggunakan pendekatan chi-square yang berbeda dalam estimasi ML dari model restricted dan unrestricted, untuk menguji level signifikasi dari korelasi antara faktor yang menemukan bahwa faktor-faktor tersebut sangat signifikan. Ada bukti kuat yang bertentangan dengan solusi orthogonal dan asumsi yang bersifat orthogonal dalam analisis exploratory factor dengan
tipe data pembangunan regional. Dalam persamaan
identifikasi dapat dilakukan secara matematik dengan pemecahan masingmasing
parameter θ
dalam
kaitan
dengan
elemen-elemen
yang
diidentifikasi. Jumlah persamaan dalam model struktur kovarians adalah (1/2) (p + q) (p + q + 1), dimana p adalah jumlah variabel y dan q adalah jumlah
variabel
x.
Jika
parameter-parameter
dalam
model
yang
diekspresikan sebagai fungsi satu atau lebih elemen-elemen yang dikenal dalam sistem, maka model tersebut dikatakan teridentifikasi. Hal ini adalah kasus untuk semua elemen-elemen dalam model dari keseluruhan model teridentifikasi (Bollen 1989). Dalam studi ini, identifikasi model mengacu pada metode dua tahap seperti yang dianjurkan oleh Rigdon dan Ferguson (1991). Pertama, modelmodel pengukuran untuk variabel laten dibangun dan diuji secara terpisah dalam membangun analisis data cross-sectional. Kedua, identifikasi struktural kemudian dibuktikan berdasarkan pada aturan simultan atau menggunakan petunjuk untuk model-model blok persamaan simultan atau rekursif. Hair et al. (2006) menyatakan bahwa dalam menggunakan SEM pada suatu persamaan simultan lebih mudah ditelusuri apabila disajikan dalam bentuk matriks. Matriks-matriks tersebut dapat dikelompokkan sebagai matriks-matriks pada model persamaan struktural dan matriks-matriks pada
30
model pengukuran. Terdapat sejumlah matriks dalam SEM seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Matriks-matriks structural equation model Matriks Model Struktural Beta (β ) Gamma (Γ) Phi (φ ) Psi (ψ )
Deskripsi
Unsur
Hubungan antara konstruk endogen
βηη
Hubungan antara konstruk eksogen dan endogen Korelasi antara konstruk eksogen
γ ηm
Korelasi persamaan konstruk eksogen
struktural
atau
φ mm ψn
Model Pengukuran Koefisien jalur indikator eksogen Lamda-x ( Λ x )
λxpn
Lamda-y ( Λ y )
Koefisien jalur indikator endogen
y λqn
Theta-delta ( Θδ )
Matriks error indikator konstruk eksogen
δ pp
Theta-epsilon ( Θδ )
Matriks error indikator konstruk endogen
ε qq
Sumber: Hair et.al (2006) 2.2.3 Matriks input Model persamaan struktural pada umumnya menggunakan matriks kovarians (matriks dispersi) dan matriks korelasi sebagai dasar analisis atau data masukan dalam paket-paket program statistik. Kedua matriks tersebut pada dasarnya sama. Matriks kovarians merupakan matriks dimana unsur-unsur diagonal utama adalah ukuran varians dan unsurunsur di luar diagonal utama merupakan ukuran kovarians. Matriks input yang ideal digunakan adalah matriks kovarians sample bersifat kontinu dan variabel-variabel normal multivariate. Ada permasalahan dengan setiap kondisi ideal ini untuk permodalan persamaan struktural dalam kaitan dengan karakteristik data yang ada (Kiiskinen 2002), yaitu variabel-variabel yang diukur secara ordinal dan skala interval. Dalam hal skala interval akan menyebabkan perbedaan yang besar dalam unit dan perbedaan yang besar dalam kovarians dan kovarians penduga. Begitu juga skala dari variabel-variabel ordinal selalu ditetapkan secara arbitrary. Oleh karenanya dalam praktek secara umum menggunakan matriks korelasi sample (R) sebagai ganti matriks kovarians (S).
31
2.2.4 Estimasi model Model persamaan struktural menggunakan koefisien struktur, matriks kovarians dari variabel laten independen, dan matriks kovarians dari kesalahan
persamaan
struktural.
Kemudian
model
pengukuran
menggunakan faktor loading variabel x dan y, dan matriks kovarians dari kesalahan pengukuran. Estimasi model dilakukan untuk memperoleh estimasi setiap parameter seakurat mungkin dengan kovarians dari variabel yang diamati. Proses estimasi menggunakan fungsi kecocokan untuk mengurangi perbedaan antara parameter di dalam model dengan variabel pengukuran. Beberapa metode yang lama untuk melakukan estimasi antara lain teknik kemampuan maksimum (maximum likelihood/ML), kuadrat terkecil biasa (ordinary least square/OLS), dan kuadrat terkecil umum (generalized least square/GLS), dan sebagainya. Pada perkembangan saat ini, prosedur estimasi telah dikembangkan dengan analisa kovarians model struktural dengan perangkat lunak program LISREL. Salah satu kelemahan penggunaan model persamaan struktural umumnya akan sesuai untuk ukuran sample sangat besar. Kebutuhan teoritis metode penaksiran kemungkinan maksimum dan uji kesesuaian (fit) model didasarkan kepada asumsi sample besar. Secara umum, ukuran sample untuk model persamaan struktural paling sedikit 200-800 pengamatan (Ghozali 2006). 2.2.5 Evaluasi model Ukuran kesesuaian dalam model persamaan struktural bisa dilakukan secara deskriptif atau inferensial. Statistik khi-kuadrat dapat digunakan untuk menguji kesesuaian model secara inferensial, sedangkan ukuran kesesuaian secara deskriptif yang dinyatakan dalam suatu indeks, misalnya yang sering digunakan adalah goodness of fit Indices (GFI), dan adjusted goodness of fit Indices (AGFI). Ada
banyak
ukuran
tersedia
untuk
menilai
validitas secara
menyeluruh dari model. Pada dasarnya, semua statistik tersebut diperoleh dari nilai minimum fungsi. Ketika chi-square didefinisikan dengan cara yang tergantung pada ukuran sample, hal tersebut cenderung menghasilkan nilai-nilai yang tinggi dalam sample besar. Sebagaimana telah disebut dimuka
bahwa
model
SEM
merupakan
model
pendekatan
yang
32
mengintegrasikan sekaligus teknis analisis faktor, model struktural, dan analisis jalur. Tabel 3 Goodness of fit creation index pada structural equation model No. Goodness of fit creation index Cut off Value 1. Chi Square Statistic Diharapkan kecil 2. Significant Probability (P) ≥ 0,05 3. CMIN/DF ≤ 2,00 4. GFI ≥ 0,90 5. AGFI ≥ 0,90 6. NFI ≥ 0,90 7. CFI ≥ 0,95 8. RFI ≥ 0,90 9. IFI ≥ 0,90 10. TLI ≥ 0,95 11. RMSEA ≤ 0,08 Sumber: Ghozali (2004); Ghozali dan Fuad (2005); Ferdinand (2006) Oleh karena itu, dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Ferdinand 2006). Untuk mengukur derajat kesesuaian
antara model yang dihipotesiskan
dengan data yang disajikan maka perlu dilakukan uji kesesuaian model. Beberapa teknik sebagai alat pengujian hipotesis-hipotesis parameter dalam model antara lain yaitu; Chi Square Statistic (χ 2), The Root Means Square Error of Approximation (RMSEA), Goodness of Fit Index (AGFI), the minimum sample discrepancy function dibagi dengan degree of freedomnya (CMIN/DF), Normed Fit Index (NFI), dan Tuker-Lewis Index (TLI). Adapun batas nilai (Cut off Value) dari indek kriteria untuk tiap-tiap teknik uji kesesuaian tersebut disajikan pada Tabel 3 (Ghozali 2004; Ferdinand 2006). 2.3 Lingkungan usaha Lingkungan usaha atau bisnis merupakan lingkungan yang dihadapi organisasi dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan bisnis (perusahaan). Aktivitas keseharian organisasi mencakup interaksi dengan lingkungan kerja (Dill 1958 dalam Brooks 1997). Hal ini termasuk hubungannya dengan pelanggan, suplier, serikat dagang dan pemegang saham. Lingkungan bisnis berperan dalam mempengaruhi penetapan strategi organisasi.
33
Lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan perlu dianalisis, yaitu untuk mencoba mengidentifikasi peluang (opportunities) bisnis yang perlu dengan segera mendapat tanggapan dan perhatian eksekutif, dan di saat yang sama diarahkan untuk mengetahui ancaman (threats) bisnis yang perlu mendapatkan antisipasi. Untuk itu dalam analisis lingkungan bisnis, manajemen berusaha untuk mengidentifikasi sejumlah variabel pokok yang berada diluar kendali perusahaan yang diperkirakan memiliki pengaruh nyata. Analisis lingkungan bisnis berusaha mengetahui implikasi manajerial (managerial implications) yang ditimbulkan baik langsung maupun tak langsung
dari
berpengaruh
berbagai
pada
faktor
prospek
eksternal
perusahaan.
yang
telah
Dengan
ini
diidentifikasi diharapkan
manajemen akan memiliki gambaran yang jelas dalam menyiapkan strategi bisnis yang diperlukan untuk mengantisipasi implikasi manajerial yang ditimbulkan oleh lingkungan bisnis. Teori manajemen mengatakan analisis lingkungan bisnis terdiri dari dua
komponen
environment)
pokok,
dan
yakni
analisis
lingkungan
lingkungan
industri
(competitive
makro
(macro
environment).
Lingkungan makro terdiri dari kekuatan ekonomi, kekuatan politik dan hukum, kekuatan teknologi dan kekuatan sosial dan budaya (Wheelen dan Hunger 1992). Keseluruhan kekuatan yang ada dalam lingkungan makro ini memiliki pengaruh yang langsung terhadap prospek perusahaan. Pengaruh tidak langsung ini dapat terjadi jika masing-masing komponen lingkungan makro berpengaruh terlebih dahulu pada lingkungan industri sebelum gilirannya berpengaruh pada perusahaan. Jadi disini lingkungan makro sebagai variabel bebas (independent variabel), prospek perusahaan sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel), sementara lingkungan industri sebagai intervening variabel. Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset).
34
2.3.1 Lingkungan internal Lingkungan internal terdiri dari struktur (structure), budaya (culture), sumber daya (resources ) (Wheelen dan Hunger 1992). Lingkungan internal perlu dianalisis untuk mengetahui kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) yang ada dalam perusahaan. Struktur adalah bagaimana perusahaan
diorganisasikan
yang
berkenaan
dengan
komunikasi,
wewenang dan arus kerja. Struktur sering juga disebut rantai perintah dan digambarkan secara grafis dengan menggunakan bagan organisasi. Budaya merupakan pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Norma-norma organisasi secara khusus memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima anggota dari manajemen puncak sampai karyawan operatif. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi. Aset ini dapat meliputi keahlian seseorang, kemampuan, dan bakat manajerial seperti aset keuangan dan fasilitas pabrik dalam wilayah fungsional. Lingkungan internal perusahaan merupakan sumberdaya perusahaan (the firm’s resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumberdaya perusahaan ini meliputi sumberdaya manusia (human resources ) seperti pengalaman (experiences), kemampuan (capabilities), pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan pertimbangan (judgment) dari seluruh pegawai perusahaan, sumberdaya perusahaan (organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk strategi perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material, produksi/operasi, keuangan, riset dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem pengendalian), dan sumberdaya phisik seperti (pabrik dan peralatan, lokasi geografis, akses terhadap material, jaringan distribusi dan teknologi). Jika perusahaan dapat
mengoptimalkan penggunaan
sumberdaya tersebut maka, ketiga sumber daya diatas memberikan perusahaan sustained competitive advantage. Dengan demikian dari uraian diatas kontruk internal dapat diukur dari indikator antara lain sumberdaya manusia (human resources) seperti pengalaman
(experiences),
kemampuan
(capabilities),
pengetahuan
(knowledge), keahlian (skill), dan pertimbangan (judgment) dari seluruh
35
pegawai perusahaan, sumberdaya perusahaan (organizational resources); teknologi, modal (kapital), kondisi sosial dan budaya. Untuk kebutuhan penelitian ini yang dimasukkan indikator kelompok internal (INTER) antara lain: skill dan knowledge Sumberdaya manusia (SDM) (X1), penggunaan teknologi tepat guna (X2), kapital working yang cukup (X3), dan Budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan (X4). 2.3.2 Lingkungan industri Menurut Porter (1990), ada 5 kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industri: (1) ancaman masuknya pendatang baru, (2) kekuatan tawar menawar pemasok, (3) kekuatan tawar menawar pembeli, (4) Ancaman produk subsitusi, dan (5) persaingan dalam industri. Untuk menyusun rancangan strategi yang baik dan agar dapat menduduki posisi yang kompetitif dalam industrinya maka perusahaan harus dapat meminimalkan dampak kelima kekuatan tersebut. Kelima kekuatan persaingan
tersebut
secara
bersama-sama
menentukan
intensitas
persaingan dan kemampulabaan dalam industri. Kekuatan persaingan akan menjadi dasar bagi penyusun strategi dalam perumusan strategi perusahaan yang tujuannya adalah agar perusahaan mendapatkan posisi dalam industri yang membuat mereka survive. Berikut akan dibahas masing-masing kekuatan persaingan diatas. 1. Ancaman masuknya pendatang baru Adanya Pendatang baru dalam suatu industri akan membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar (market share), dan seringkali sumberdaya yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan harga dapat turun atau biaya membengkak yang akhirnya mengurangi kemampulabaan. Perusahaan yang melakukan diversifikasi melalui akuisisi kedalam industri dari pasar lain seringkali memanfaatkan sumber daya mereka untuk dapat berkembang. Besar ancaman masuknya pendatang baru tergantung pada hambatan masuk yang ada dan reaksi dari peserta persaingan yang ada menurut perkiraan calon pendatang baru. Jika hambatan masuk tinggi dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini jelas tidak
36
merupakan ancaman yang serius. Ada enam sumber utama hambatan masuk (Porter 1980): a) Skala ekonomis (economies of scale). b) Diferensiasi produk (product differentiation). c) ? Kebutuhan modal (capital requirements). d) Hambatan biaya bukan karena skala (cost disadvantages independent of size). e) Akses ke saluran distribusi (access to distribution channels). f) ? Kebijakan pemerintah (government policy). 2. Kekuatan tawar menawar pemasok Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawar menawarnya atas para anggota industri dengan menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa yang dijualnya. Pemasok yang kuat karenanya dapat menekan kemampulabaan industri yang tidak mampu mengimbangi kenaikan biaya dengan menaikkan harganya sendiri. Kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat pembeli kuat. Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut: a) Didominasi oleh sedikit perusahaan. b) ? Produk pemasok bersifat unik atau setidak-tidaknya terdiferensiasi, atau jika terdapat biaya pengalihan (switching cost). c) ? Pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri d) ? Pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi maju ke industri pembelinya. e) Industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok. 3. Kekuatan tawar menawar pembeli Pembeli atau pelanggan dapat juga bersaing dalam industri dengan cara menekan harga, menuntut kualitas yang lebih baik/tinggi atau layanan yang lebih memuaskan serta dapat berperan sebagai pesaing satu sama lain, yang mana semua ini dapat menurunkan laba industri. Kelompok pembeli dikatakan kuat jika: a) Pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah (volume) besar. b) ? Produk
yang
terdiferensiasi.
dibeli
dari
industri
bersifat
standar
atau
tidak
37
c) ? Produk yang dibeli dari industri merupakan komponen penting dari produk pembeli dan merupakan komponen biaya yang cukup besar. d) ? Pembeli menerima laba yang rendah. Ini akan mendorong pembeli untuk menekan biaya pembeliannya. e) Produk industri tidak merupakan bagian penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli. f) Produk industri tidak menghasilkan penghematan bagi pembeli. g) ? Pembeli memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi balik. 4. Ancaman produk subsitusi Dengan menetapkan batas harga tertinggi (ceiling price), produk atau jasa subsitusi membatasi potensi suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya, laba dan pertumbuhan industri dapat terancam. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba industri. Sebagai contoh komersialisasi besar-besaran sirup jagung berkadar fruktosa tinggi, subsitusi bagi gula, telah merepotkan para produsen gula saat ini. Produk subsitusi tidak hanya membatasi laba dalam masa-masa normal, melainkan juga mengurangi “tambang emas” yang dapat diraih industri dalam masa keemasan. Produk pengganti yang secara strategik layak menjadi pusat perhatian adalah, (1) kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri atau (2) dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi. 5. Intensitas persaingan Persaingan di kalangan anggota industri terjadi karena mereka berebut posisi dengan menggunakan taktik seperti, persaingan harga, introduksi produk, dan perang iklan. Persaingan tajam seperti ini bersumber pada sejumlah faktor: a) ? Jumlah peserta persaingan banyak dan seimbang dalam hal ukuran dan kekuatan. b) ? Pertumbuhan industri yang lamban. c) ? Produk atau jasa tidak terdiferensiasi atau tidak membutuhkan biaya pengalihan.. d) ? Biaya tetap (fixed cost) tinggi atau produk bersifat mudah rusak (perishable), mengundang keinginan kuat untuk menurunkan harga. e) Penambahan kapasitas dalam jumlah besar.
38
f) ? Hambatan keluar yang tinggi. g) ? Taruhan strategis yang besar. Dengan menyesuaikan kondisi di sektor perikanan, maka indikator yang masuk dalam kelompok industri (INDUS), antara lain : perijinan sesuai potensi (X5), Tersedianya logistik (X6), dan penguasaan/adanya akses ke pasar yang kompetitif (X7). 2.3.3 Lingkungan eksternal Lingkungan eksternal disebut juga lingkungan sosial (Wheelen 2000), lingkungan jauh (Pearce et.al 2000), lingkungan makro (Hill et al. 1997). Lingkungan sosial termasuk kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali mempengaruhi keputusan jangka panjang. Lingkungan sosial yang dimaksud yaitu (Wheelen 2000): 1. Kekuatan ekonomi 2. Kekuatan teknologi 3. Kekuatan hukum-politik 4. Kekuatan sosial budaya Penulis lain seperti Pearce et.al (2000) membagi lingkungan sosial (jauh) atas 5 yaitu; (1) ekonomi, (2) sosial , (3) politik, (4) teknologi, dan (5) faktor ekologi. Istilah ekologi mengacu pada hubungan antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan udara, tanah, dan air yang mendukung kehidupan mereka. Wheelen (2003) memasukkan faktor ekologi dari Pearce sebagai bagian dari kekuatan sosial dan budaya. Hill (1998) membagi lingkungan makro atas (1) lingkungan politik dan hukum (political and legal environment), (2) lingkungan ekonomi makro (macroeconomic ), (3) lingkungan teknologi (technological environment), (4) lingkungan kependudukan (demographic environment), (5) lingkungan sosial (social environment). Ada enam kecenderungan sosial budaya yang dapat membantu menentukan masa yang akan datang. (1) Kepedulian terhadap lingkungan yang semakin meningkat, (2) Pertumbuhan pasar senior, (3) Ledakan kecil bayi baru, (4) Penurunan pasar massal, (5) Jarak dan lokasi tempat hidup, (6) Perubahan pada rumah tangga.
39
Sementara itu Hitt dan Ireland (1997) membagi unsur-unsur lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum dan lingkungan industri. Lingkungan umum dibagi atas kekuatan ekonomi, sosial budaya, teknologi, politik/ hukum dan demografis. Saat ini pengenalan lingkungan eksternal secara tepat semakin penting karena (Siagian 2001): 1. Jumlah faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu berubah, 2. Intensitas dampaknya beraneka ragam, 3. Adanya faktor eksternal yang merupakan “kejutan” yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya betapapun cermatnya analisis “SWOT” dilakukan, 4. Kondisi eksternal berada diluar kemampuan organisasi untuk mengendalikannya. INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU) KONDISI EKONOMI FAKTOR- FAKTOR
BAHAN BAKU
BAHAN PROCESSING
MESIN & PERLENGKAPAN
- TEKNOLOGI -R & D INDUSTRI
- INFORMASI GLOBAL
INDUSTRI
INDUSTRI
FOKAL
HILIR
PENDUKUNG
- LINGKUNGAN
HULU
- ENERGI NILAI TAMBAH PERTENAGA KERJA
- SDM - MODAL
R&D
EKSPOR
MARKET
R&D
MARKET
R&D
- PEMBIAYAN
MARKET VALUE ADDED
- SUMBER AIR PRODUKTIVITAS
- DLL
PASAR
PRODUKSI BAHAN
PROCESSING
BAKU
PRIMAIR
PER UNIT
PROCESSING SEKUNDER/
DOMESTIK
TERTIER
INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
BANK
R&D
TRAINING
PEMELIHARAAN
TRANSPORT
DISTRIBUSI
EKSPOR
Gambar 2 Modifikasi agro based industry cluster (ABIC) (Porter 1990 dan Kotler 1997) Faktor
lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat
didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan
40
industri adalah perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 2).Untuk kepentingan penelitian ini, indikator yang
masuk
dalam
kelompok
eksternal
(EKSTER)
antara
lain:
interest/tingkat suku bunga yang murah (X8), kredit yang dapat di akses (X9), dan regulasi/perijinan/aturan yang cepat dan biaya yang murah (X10). 2.4 Kebijakan Pemerintah Kebijakan adalah kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir namun dapat diatasi melalui tindakan publik. Dan tindakan publik dipacu, didorong, dan dikondisikan oleh aksi kebijakan pemerintah. Namun secara substansial,
masalah
kebijakan
itu
sendiri
pada
dasarnya
merupakan
serangkaian konstruksi mental atau konseptual yang diabstraksikan dari situasi masalah oleh para pelaku kebijakan. Kebijakan dapat dibedakan menjadi kebijakan publik dan kebijakan privat. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan private (individu atau lembaga swasta). Kebijakan publik memiliki dua ciri pokok. Pertama, dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Kedua, bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan privat masyarakat luas (publik) (Dunn 2000). Sebagai contoh, kebijakan harga BBM adalah kebijakan publik karena dibuat oleh pemerintah bersifat memaksa dan dapat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi penduduk, konsumen maupun pengusaha. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Misalnya, keputusan suatu perusahaan swasta untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkannya merupakan contoh kebijakan privat. Perusahaan swasta adalah lembaga privat dan keputusannya tidak mengikat atau bersifat memaksa bagi perusahaan lain atau masyarakat luas. Kebijakan privat hanya berlaku internal, bagi lembaga atau individu itu saja. Kebijakan pembangunan perikanan
ialah keputusan dan tindakan
pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan perikanan
haruslah
dipandang
dalam
konteks
41
pembangunan nasional yang tujuannya tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan saja tetapi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, kebijakan pembangunan perikanan termasuk dalam kategori kebijakan publik, dilakukan oleh pemerintah dan berpengaruh terhadap kehidupan orang banyak. Dalam perekonomian modern, seperti perekonomian Indonesia saat ini, keragaan sektor-sektor ekonomi saling mempengaruhi dan keragaan perekonomian dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian internasional. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang dibuat pada sektor nonperikanan berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan perikanan, dan demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh, kebijakan perkreditan dan kurs mata uang yang merupakan Kebijakan moneter jelas berpengaruh terhadap keragaan pembangunan sektor perikanan. Kebijakan investasi industri perkapalan, yang merupakan kebijakan pembangunan sektor industri, yang sangat berpengaruh terhadap keragaan sektor perikanan, sementara kebijakan harga pupuk, yang merupakan kebijakan sektor perikanan, jelas sangat berpengaruh terhadap keragaan industri pupuk, yang berarti pula keragaan pembangunan sektor industri. Dengan demikian, cakupan kebijakan pembangunan perikanan tidak dapat dibatasi berdasarkan delineasi sektoral maupun secara jenjang organisasi pemerintahan. Dasar delineasi yang lebih tepat dalam menentukan cakupan kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan ialah pendekatan fungsional. Secara umum dapat dikatakan bahwa semua keputusan dan tindakan pemerintah yang secara fungsional berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan perikanan termasuk dalam kategori kebijakan pembangunan perikanan. Kebijakan perkreditan, kurs mata uang, dan bahkan pembangunan jalan raya, pelabuhan, kelistrikan, maupun jaringan telekomunikasi termasuk dalam kebijakan pembangunan perikanan. Jelaslah, cakupan kebijakan pembangunan perikanan sangatlah luas, yang dapat dikelompokkan ke dalam tujuh bidang atau "tujuh inti" pembangunan perikanan: inovasi input, investasi dan modal kerja, insentif, infrastruktur, institusi dan industri. Dalam mewujudkan penerapan kebijakan di bidang perikanan, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu
42
pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yang efisien. PELUANG -KEJADIAN TIDAK DAPAT DIPREDIKSI -HAMBATAN EKSTERNAL -TEKNOLOGI
STRATEGI PERUSAHAAN / STRUKTUR PERSAINGAN - STRUKTUR, LOKASI - PERSAINGAN, RESIKO
PENENTUAN PERMINTAAN
FAKTOR KONDISI - SUMBER DAYA ALAM
- BESAR PERMINTAAN - SEGMEN USAHA - PERMINTAAN GLOBAL - SALING KETERGANTUNGAN
- SDM - PENGETAHUAN - MODAL - INFRA STRUKTUR - TEKNOLOGI
INDUSTRI PERIKANAN & TERKAIT
PEMERINTAH
- PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG - PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT
-FASILITAS & KENDALA KEBIJAKAN -INVESTASI UNTUK UMUM
Gambar 3 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter 1990) Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen, industri
perikanan
perlu
mendapat
suplai
dari
dukungan
infrastruktur,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau dengan resiko yang paling kecil. Pada kebijakan pemerintah, antara lain kebijakan pemerintah pusat dan daerah, dengan indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan kebijakan tersebut dapat diukur dari bagaimana pada kebijakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan apakah perikanan
dan
telah memiliki peran dalam meningkatkan kinerja sektor
mampu
mendorong
tujuan
pembangunan
yang
telah
direncanakan. Selain kebijakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, kebijakan
43
pada infrastruktur, perijinan, permodalan, kelembagaan dan teknologi juga memiliki peranan dalam pembangunan perikanan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) dalam penelitian ini antara lain : pendidikan yang dapat di akses dan bermutu(X11), permodalan dengan interest/tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses(X12), pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses, (X13) tersedianya fasilitas sekolah yang memadai(X14), dan
tersedianya fasilitas
puskesmas yang memadai (X15). Untuk mengukur variabel kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) indikator yang digunakan antara lain: pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu (X16), pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik(X17), proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar(X18), Kelembagaan koperasi, LSM yang berjalan dengan baik(X19), teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing (X20), pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses(X21), pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani (X22), tersedianya fasilitas sekolah yang memadai(X23), dan tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai(X24). 2.5 Kinerja Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai: “ ... as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period” (...adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu). Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pencapaian kinerja yang tinggi merupakan suatu prestasi bagi setiap organisasi dan bagian (unit) organisasi yang oleh karenanya setiap organisasi dituntut untuk dapat selalu meningkatkan kinerjanya. Semakin tinggi kinerja organisasi, semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. Konsep kinerja itu sendiri menurut Rummler dan Brache yang diacu
44
dalam Salusu (1998) dapat diterapkan pada tiga tingkatan dalam organisasi, yaitu tingkatan organisasi (organization level), tingkat proses (process level), dan tingkat tugas atau pelaksana tugas (job performer level). Tingkat organisasi menekankan pada hubungan organisasi dengan pasar dan fungsi-fungsi utamanya yang tergambar dalam kerangka dasar struktur organisasi serta mekanisme kerja yang ada. Variabel yang mempengaruhi kinerja pada tingkat ini antara lain adalah strategi-strategi tujuan yang meliputi kerja keseluruhan organisasi dimana pengukurannya perlu memperhatikan struktur organisasi dan penggunaan sumberdaya yang ada secara tepat. Tingkat proses menekankan pada proses kegiatan antara fungsi. Variabel kinerja pada tingkat ini menyangkut kesesuaian proses kegiatan dengan kebutuhan konsumen, efisiensi dan efektivitas proses, kesesuaian pengukuran dan tujuan proses dengan persyaratan-persyaratan yang diinginkan organisasi maupun konsumen. Sedangkan tingkat tugas atau pelaksana tugas menekankan pada individu-individu yang melaksanakan proses pekerjaan. Variabel kinerja pada tingkat ini antara lain mencakup sistem penggajian dan promosi. Secara otomatis tingkat efektivitas pelaksanaan tugas berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh organisasi secara keseluruhan. Secara umum kinerja akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Faktor personel/individual antara lain : pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen. 2. Faktor kepemimpinan antara lain : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang di berikan manager dan team leader. 3. Faktor tim antara lain : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 4. Faktor sistem antara lain : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur dalam organisasi. 5. Faktor kontekstual (situasional) antara lain : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Menurut Kotler (1997) variabel keberhasilan kinerja suatu perusahaan antara lain dapat diukur dari kinerja keuangan yang diukur dari 1) tingkat laba ( dan rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari industri.
45
Selain kinerja keuangan, variabel kinerja yang lain adalah dalam pemasaran, antara lain 4) informasi pasar 5) mutu produk, dan 6) harga produk. 7) volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan. Disamping kinerja keuangan dan kinerja pemasaran, peranan kinerja sumberdaya manusia untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dengan indikator antara lain penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Dengan demikian dari penjelasan diatas secara umum untuk mengukur kinerja industri perikanan dan kinerja usaha perikanan tangkap dalam penelitian ini indikator yang digunakan antara lain : 1. Peningkatan kinerja keuangan, dengan indikator antara lain : laba dan rugi, ROI dan ROE. 2. Pemasaran dengan indikator antara lain : informasi pasar, diversifikasi produk, mutu produk, harga produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan). 3. Sumberdaya manusia dengan indikator antara lain : penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja, kesejahteraan tenaga kerja). Untuk menyesuaikan kepentingan penelitian, variabel kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), diukur dengan indikator antara lain : laba dan rugi (R/L) (X25), return on investment (ROI) (X26), informasi Fishing Ground (FG) (X27), peningkatan pendapatan anak buah kapal (ABK) (X28), ikut menciptakan keamanan(X29), kebersihan lingkungan(X30), sarana dan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (X31), dan ketersediaan es atau garam (X32). Untuk variabel kinerja industri
pengolahan (KI_PROS) indikator yang
digunakan antara lain : laba dan rugi (R/L) (X33), return on investment (ROI) (X34), peningkatan pendapatan pekerja (X35), penyediaan pangan yang bergizi (X36), informasi harga ikan (X37), dan teknologi dan nilai tambah (X38). 2.6 Tujuan Pembangunan Perikanan Perikanan merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang sangat kompleks. Tantangan untuk memelihara sumberdaya yang sehat menjadi isu yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan (Fauzi dan Anna 2002). Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Walaupun konsep keberlanjutan dalam perikanan itu sudah mulai
46
dapat dipahami, sampai sekarang kita masih menghadapi kesulitan dalam menganalisis atau mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri, khususnya ketika kita dihadapkan pada permasalahan mengintegrasikan informasi/data dari keseluruhan komponen (secara holistik), baik aspek ekologi, sosial, ekonomi, maupun etik (Fauzi dan Anna 2002). Menurut Charles (1994), pandangan pembangunan perikanan yang berkelanjutan haruslah mengakomodasikan ketiga aspek yaitu biologi, ekonomi dan
sosial
(masyarakat).
Maka
konsep
pembangunan
perikanan
yang
berkelanjutan mengandung aspek : 1. Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stok/biomas sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi perhatian utama. 2. Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial ekonomi). Konsep ini mengandung
makna
bahwa
pembangunan
perikanan
harus
memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Dengan kata lain, mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan perhatian kerangka keberlanjutan ini. 3. Community sustainability (keberlanjutan masyarakat), mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan. 4. Institusional
sustainability
(keberlanjutan
kelembagaan),
maka
keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut pemeliharaan aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat ketiga pembangunan keberlanjutan di atas. Sementara itu, menurut Soemokaryo (2006), tujuan pembangunan perikanan dikelompokkan ke dalam tujuan ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas, dengan indikator antara lain : 1. Pertumbuhan dengan indikator sasarannya antar lain : pertumbuhan produksi yang memiliki daya saing, dan peningkatan input price, 2. Pemerataan dengan indikator sasarannya antara lain : pemerataan pembangunan wilayah, pemerataan kesempatan berusaha antar pelaku
47
bisnis, pemerataan income antar para pelaku, dan pemerataan dalam konsumsi ikan. 3. Kelestarian lingkungan dan bebas isu Hak Asasi Manusia (HAM) dengan indikator sasarannya antara lain: kelestarian sumberdaya ikan, kelestarian usaha bagi para pelaku bisnis, dan perlindungan tenaga kerja. 4. Eksternality. Menurut Timbergen (1956), yang diacu oleh Soemokaryo (2006), menyatakan bahwa goal dari suatu pembangunan ialah memaksimalkan social welfare dengan variabelnya ialah pertumbuhan, pemerataan, dan kelestarian. Dari penjelasan diatas tujuan pembangunan sektor perikanan, ditentukan keberhasilannya pada : 1. Aspek ekonomi, antara lain ; peningkatan ketahanan pangan (Y1), devisa (Y2), pendapatan daerah (Y3), dan pendapatan masyarakat (Y4). 2. Aspek sosial antara lain ; penyerapan tenaga kerja (Y5), pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis (Y6), dan pemerataan konsumsi ikan (Y7). 3. Aspek ekologi antara lain; kelestarian lingkungan (Y8) dan terpeliharanya plasma nutfah (Y9). 4. Aspek eksternalitas antara lain; menumbuhkan bisnis yang lain (Y10), dan menurunkan eksternalitas negatif seperti, keadaan yang kumuh limbah logam berat, asam dan basa kuat limbah organik (Y11). 2.7 Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian ekonomi perikanan dengan menggunakan alat analisis tabel input output, dilakukan antara lain oleh Razali (1996), yang melakukan penelitian di Kabupaten Sabang, dengan melihat sejauh mana peran sektor perikanan dalam perekonomian Sabang, penelitian tersebut
menggunakan beberapa
metode analisis antar lain: (1) metode input output (non survey-metode RAS), (2) analisis perubahan struktur perekonomian, yaitu melihat perubahan sumbangan relatif sektor perikanan dibandingkan dengan sektor lainnya dalam kurun waktu tertentu, (3) analisis komponen utama, dan (4) metode deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan, bahwa kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian Kabupaten Sabang masih kecil, baik dari nilai output, nilai tambah bruto, nilai ekspor dan penyerapan tenaga kerja, serta sektor perikanan belum termasuk salah satu sektor yang memimpin (leading sector), karena memiliki nilai
48
keterkaitan (linkages) dan multiplier effect yang kecil dibandingkan sektor yang lain dan bukan merupakan sektor unggulan. O’Callaghan et.al (2000) melakukan pengamatan tentang keterkaitan antar sektor dan sektor-sektor kunci dalam perekonomian China selama periode 19871997, dengan memakai sekaligus metode tradisional yang dikembangkan oleh Chenery-Watanabe dan Rasmussen, serta metode ekstrasi dari Cella dan Dietzenbacher. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa selama periode 1987-1997 setiap sektor memiliki kecenderungan angka rasio backward linkage dan forward linkage yang terus meningkat sepanjang tahun. Ini berarti ada indikasi terdapat suatu hubungan yang positif antar pertumbuhan aktifitas produksi dan peningkatan di dalam keterkaitan antar sektor selama periode tersebut. Selain itu, mereka juga memperlihatkan bahwa sektor-sektor yang mendominasi perekonomian China sepanjang periode 1987-1997 adalah sektor kontruksi, industri dan pertambangan, karena dari hasil analisis I-O menunjukkan ketiga sektor tersebut mempunyai rasio backward linkage dan forward linkage yang paling tinggi diantara semua sektor. Penerapan ukuran backward dan forward linkage ratio dalam analisis IO dengan metode tradisional dan ekstrasi juga pernah dilakukan oleh Pfajfar dan Dolinar (2000), yang melakukan studi tentang keterkaitan antar sektor di negara Slovania dalam periode 1990-1995. Dari hasil studinya ini menunjukkan bahwa sektor perikanan dan kehutanan, serta sektor industri baja, merupakan sektorsektor kunci di negara Slovania selama periode 1990-1995. Masih dengan menggunakan ukuran backward dan forward linkage juga dilakukan oleh Guilhoto dan Fortuoso (2000). Mereka mencoba melukiskan keberadaan agribisnis dalam pembangunan sektor-sektor produksi di negara Brazil. Dalam studinya ini komposisi sektor agribisnis dalam GDP (gross domestic product) dilihat pada dua kelompok sektor yang sangat kompleks, yaitu produksi tanaman pangan dan peternakan. Masing-masing sektor agribisnis tersebut kemudian diderivasi kedalam empat komponen agregat yang meliputi, (1) input, (2) sektor perikanan itu sendiri, (3) proses industri, dan (4) distribusi dan jasa-jasa. Sektor-sektor industri dan jasa yang dapat dikelompokkan dalam agribisnis tanaman pangan dan peternakan menurut mereka adalah : wood and wood products pulp, paper and printing, chemical elements (alcohol), textile industry, clothing industry, footwear industry, coffee industry, vegetal products, processing animal slaughtering, dairy
industry, sugar industry, vegetal oil
49
processing, dan other food products. Berdasarkan semua derivasi ini diperoleh hasil bahwa dalam struktur input-output, sektor agribisnis rata-rata mampu menyumbang 29% terhadap penciptaan GDP Brazil selama periode 1994-1995, yang kemudian menurun menjadi 27% pada tahun 1997, dan menurun lagi menjadi 26% sepanjang periode 1998-1999. Penggunaan model I-O tidak hanya sebatas menggambarkan keterkaitan antar sektor saja. Model I-O juga bisa dipakai untuk menganalisis bagaimana terjadinya perubahan struktur perekonomian di suatu negara atau wilayah, seperti yang dilakukan oleh Guo dan Planting (2000). Studinya dilakukan untuk perekonomian Amerika Serikat dengan menggunakan analisis Multiplier Product Matrix (MPM). MPM ini merupakan suatu instrumen yang dikembangkan untuk melihat dampak suatu sektor secara keseluruhan dalam suatu perekonomian. Selain itu MPM ini bisa juga memotret pengaruh suatu sektor berdasarkan backward linkage dan forward linkage, yang sekaligus pula bisa menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Dari hasil pengamatannya, kelihatan bahwa terjadinya perubahan struktur perekonomian di Amerika Serikat selama periode 1972-1996 lebih banyak disebabkan karena (1) ketergantungan antarindustri domestik semakin menurun, (2) kenaikan impor input-input produksi lebih tinggi dibandingkan produksi domestik, dan (3) peranan sektor
industri
non-manufacturing
semakin
bertambah,
dengan
tingkat
pertumbuhan yang sangat cepat. Analisis tentang perubahan struktur perekonomian melalui model I-O juga dilakukan Okuyama et.al (2002) yang mengamati seberapa jauh perubahan struktur perekonomian itu terjadi di negara bagian Chicago selama periode 19801997. Alat analisisnya adalah Temporal Leontief Inverse, yang pernah dibangun sebelumnya oleh Sonis dan Hewings (1998). Salah satu keuntungan dari penggunaan alat tersebut adalah mampu menyelidiki perubahan-perubahan struktural dalam tabel input-output secara time series. Selain itu, yang paling penting juga alat ini bisa memberikan satu set teknik explorasi dari sifat-sifat dasar time series dan
membantu menggali hal-hal mendasar mengenai
perubahan teknologi dan perubahan-perubahan dalam trading-patter, khususnya dalam kasus sistem regional dan antar regional. Dengan menggunakan alat ini, pengaruh dan perbedaan-perbedaan dari efek hollowing-out antar sektor bisa ditampilkan dan dianalisis. Dengan menggunakan rumus temporal inverse, dampak dari kenaikan permintaan akhir (final demand) pada tahun 1997
50
terhadap beberapa sektor, dapat didekomposisi menjadi dampak temporal, yang selanjutnya dapat dilihat perubahan-perubahan struktur setiap tahun, dalam kaitannya dengan hubungan antar sektor. Untuk hal ini Okuyama mengamatinya pada sektor-sektor perdagangan, konstruksi, industri mesin dan perlengkapan, jasa transportasi, jasa-jasa perumahan, bisnis, engineering, management. Dari hasil pengamatannya Okuyama menemukan bahwa dalam proses hollowing-out pada perekonomian Chicago, sektor industri merupakan sektor yang mempunyai perubahan struktural paling besar diantara periode 1980-1997, sementara sektor yang lebih stabil dan relatif meningkat secara signifikan dalam hubungan antar sektor adalah sektor-sektor jasa. Idenburg dan Harry (2000), dengan menggunakan Dynamic Input-Output Model mencoba menjelaskan dampak dari inovasi teknologi terhadap produksi sektoral di negara Belanda yang menggunakan natural resources dan emissions terhadap lingkungan. Pemilihan analisis input-output secara nyata dianggap bisa menjelaskan hubungan struktur ekonomi, penggunaan energi dan sumber daya lingkungan. Selain itu, analisis input-output juga dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pencarian teknologiteknologi baru. Studi ini mencoba menganalisis secara tentative dampak perubahan-perubahan teknologi terhadap permintaan energi pada perekonomian Belanda selama periode 1980-1997. Untuk Indonesia sendiri, boleh dikatakan Kaneko (1985) merupakan pelopor yang melakukan analisis keterkaitan antar sektor di negara kita ini. Ia memperkenalkan konsep (1) derajad ketergantungan kegiatan tiap sektor terhadap setiap unsur permintaan akhir, (2) pengganda reaksi (repercussion multiplier) pada kegiatan ekonomi yang diakibatkan oleh setiap unsur permintaan akhir, (3) rasio give and take sebagai koefisien keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sebagaimana dirumuskan oleh Hirschman. Dengan mengolah tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980, dan 1983, ia menyimpulkan. Pertama, selama periode 1971-1980, derajad ketergantungan kegiatan ekonomi pada konsumen cenderung menurun pada sektor primer dan tersier, namun meningkat pada sektor industri. Kedua, derajad ketergantungan ekspor pada industri logam mengalami penurunan pada tahun 1980 dan 1983, terutama karena kebijakan subsitusi impor dan kebijakan pemanfaatan produk dalam negeri yang telah dianut sejak awal dekade 1980. Ketiga, dalam tahun 1970-an, pengganda reaksi yang diakibatkan oleh pembentukan modal tetap telah
51
menurun. Keempat, orientasi pembangunan industri Indonesia selama periode 1971-1980 lebih memiliki ciri kepada industri subsitusi impor. Kelima, besarnya kebocoron impor menyebabkan produksi barang-barang modal tetap sangat kurang bersifat padat karya (Kuncoro et.al 1997). Studi lainnya tentang keterkaitan antar sektor di Indonesia juga pernah dilakukan oleh Poot et.al (1991). Berdasarkan data input-ouput Indonesia tahun 1971, 1975, dan 1980, mereka menunjukkan keterkaitan antar industri pada perekonomian Indonesia yang dilihatnya melalui koefisien backward linkage dan forward linkage. Dari hasil pengamatannya menunjukkan sektor-sektor industri yang mempunyai backward linkage tinggi terutama adalah sektor industri makanan. Sedangkan sektor yang memiliki forward linkage paling tinggi adalah industri kimia, peralatan kertas, pupuk dan pestisida. Berdasarkan analisis I-O, mereka juga memaparkan bahwa pembangunan industri di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap komponen impor, terutama sekali bagi sektor-sektor industri non makanan seperti industri baja, kertas, kendaraan bermotor, elektronik, perkapalan dan pesawat terbang, dimana semua industri ini umumnya memiliki rasio ketergantungan impor di atas 50%, dan yang paling tinggi adalah industri baja dengan rasionya sebesar 0,73. Selain dua studi di atas, studi lainnya tentang analisis IO di Indonesia juga dilakukan oleh Kuncoro et.al (1997). Dimana dengan menggunakan tabel -IO Indonesia tahun 1980, 1990, dan 1995, mereka melakukan pengamatan tentang struktur, perilaku, dan kinerja dari sektor agroindustri. Dalam studinya ini mereka mengklasifikasikan sektor agroindustri di Indonesia kedalam tujuh kelompok, yang kemudian didisagregasi menjadi 47 sektor. Beberapa kesimpulan penting yang dapat disampaikan dari hasil penelitiannya ini adalah : (1) agroindustri yang mempunyai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan yang tinggi adalah karet, industri pemintalan, industri barang dari kertas, industri pupuk dan pestisida, industri barang dari karet dan plastik, dan industri barang dari logam, (2) dilihat dari angka pengganda pendapatan dan tenaga kerja, hampir semua subsektor industri pengolah hasil perikanan memiliki angka pengganda yang tinggi, dan (3) analisis kinerja membuktikan bahwa derajad ketergantungan ekspor bagi agroindustri menunjukkan perubahan yang amat substansial. Pada tahun 1980, peringkat sepuluh besar dalam derajad ketergantungan ekspor didominasi oleh sektor perikanan primer. Sepuluh tahun kemudian, selain produk
52
sektor perikanan primer, dua subsektor industri pengolah perikanan mulai masuk sepuluh besar, yaitu industru kayu-bambu-rotan dan industri tekstil. Untuk studi I-O Indonesia yang cakupannya regional pernah dilakukan oleh Imansyah (2000) dan Muchdie (1999 dan 2000). Studi yang dilakukan Imansyah lebih menitikberatkan pada metodologinya, dimana ia mencoba memperkenalkan proses pembuatan I-O Regional Indonesia dengan metode hibrida (hybrid method), yang beranjak dari ide pemikiran West (1990), Van der Westhuizen (1992), dan Lahr (1998).
Menurut Imansyah metode hibrida ini merupakan
metode yang paling menguntungkan untuk membangun tabel input-output regional. Karena biaya pembuatan tabel input-output dengan metode hibrida kelihatan lebih efisien dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Metode hibrida ini berada ditengah-tengah antara metode input-output survei dan nonsurvei, dimana tingkat akurasinya hampir sama dengan metode survei, sedangkan biaya pembuatannya sama rendahnya dengan metode nonsurvei. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam metode hibrida yaitu, (1) pendekatan top-down, (2) pendekatan bottom-up, dan (3) pendekatan horisontal. Imansyah lebih menitikberatkan pada pendekatan horisontal, dengan penekanan terhadap identifikasi fundamental economic structure (FES). Dalam studinya ia dapat membuat I-O Regional melalui pendekatan tersebut untuk 10 propinsi di Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, Bali, Lampung, Sulawesi Selatan , Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dengan menggunakan model input-output antardaerah (IOAD) yang dibuatnya melalui metode hibrida, Muchdie (1999) telah membahas struktur ruang perekonomian Indonesia yang dirinci menurut lima kelompok pulau besar, yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Sulawesi, serta Irian Jaya. Pembahasan struktur ruang difokuskan kepada angka pengganda spasial, dampak bersih spasial, serta dampak luberan dan dampak balik spasial. Dari studinya ini ia memberi kesimpulan. Pertama, analisis pengganda menurut sektor menunjukkan bahwa secara umum pengganda yang terjadi pada sektor sendiri mencapai lebih dari 60% terhadap total karena besarnya dampak awal, selain itu analisis pengganda spasial juga menunjukkan bahwa secara umum pengganda yang terjadi di pulau sendiri lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di pulau lain. Kedua, dengan menggunakan analisis dampak luberan dan dampak balik kondisi di atas dapat pula dijelaskan. Sumatra dan Jawa memiliki dampak luberan yang relatif kecil yang berarti bahwa dampak yang terjadi di pulau sendiri
53
jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak luberan yang terjadi di pulau lain. Ini menunjukkan bahwa Sumatra dan Jawa relatif lebih mandiri. Nilai dampak balik yang cukup besar untuk Jawa dan Sumatra menggambarkan bahwa hasil pembangunan yang mengalir dari Jawa, setelah beberapa saat, akan kembali lagi ke Jawa. Peneder et al. (2000) menyatakan bahwa indikator kinerja industri adalah produktivitas tenaga kerja dan nilai tambah. Sedangkan Annacker and Hildebrandt (1998) menggunakan peubah return on investment untuk menyatakan kinerja industri. Dengan menggunakan model persamaan simultan Annacker dan Hildebrandt (1998) menyatakan return on investment merupakan fungsi dari variable-variabel strategis kualitas produk (QUA) dan pangsa pasar (MS) serta biaya langsung relative (COST). Ray (2004) menyebutkan bahwa penetapan kinerja industri dan kinerja perekonomian selalu bersifat kontroversial karena banyak sekali ukuran yang dapat digunakan. Mereka menggunakan structural equation model untuk menganalisis yang menghubungkan beragam dimensi strategi perusahaan dan kinerja perusahaan. Ada lima dimensi kunci dari strategi perusahaan, yaitu cakupan bisnis, cakupan geografi, skala operasi, diversitas
operasi,
dan
pangsa
sumberdaya.
Kelima
dimensi
tersebut
mempengaruhi kinerja perusahaan, yang dalam hal ini kinerja perusahaan diukur berdasarkan indikator return on sales, return on assets, dan return on net worth. Selanjutnya
Audretsch
et
al.
(2005)
menyatakan
bahwa
kinerja
perekonomian mengacu pada dimensi produktivitas yang diukur berdasarkan indikator produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal (kapita). Dalam model yang lengkap dinyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh dimensi pengetahuan (knowledge) dan kewirausahaan (entrepreneurship). Dimensi pengetahuan dan kewirausahaan dipengaruhi pula oleh dimensi R&D. Dimensi pengetahuan diukur berdasarkan indikator patent tahun 1995 dan patent tahun 1996. Sementara itu dimensi kewirausahaan diukur berdasarkan indicator hightech start ups dan ict start ups . Selanjutnya dimensi diukur berdasarkan indikator intensitas R&D tahun 1987, intensitas R&D tahun 1991, dan intensitas R&D tahun 1995.
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam pembangunan ekonomi secara umum dan pembangunan pada sektor perikanan dan kelautan yang dilaksanakan ada skala prioritas yang ditentukan antara lain ; untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan pendapatan, memeratakan distribusi pendapatan. Agar skala prioritas ini dapat lebih menyentuh kepada kebutuhan masyarakat, maka sebaiknya penentuan skala prioritas tersebut ditentukan oleh rakyat dengan lebih mementingkan kepentingan rakyat. Setelah adanya skala prioritas pada sektor perikanan dan kelautan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menentukan adanya skala prioritas, yaitu prioritas sektor untuk jangka pendek dan jangka panjang, untuk menentukan prioritas jangka pendek dan panjang salah satu alat analisis yang digunakan adalah model input output (IO) yang lebih menitikberatkan pada prioritas sektor pada perekonomian. Penentuan prioritas sektor dengan menggunakan model input output ini akan dijabarkan melalui perhitungan pada pengganda input (input multiplier) dan pengganda output (output multiplier) serta keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Dari prioritas sektor tersebut akan ditentukan apakah prioritas pada kepentingan ekonomi atau bisnis dengan menggunakan pengukuran tingkat pengembalian investasi (return on investment) dan ICOR (investment capital on ratio). Skala Prioritas
Tentukan rakyat
Prioritas Sektor IO Ekonomi/ Bisnis
Perikanan dan Kelautan
Jangka Pendek Jangka Panjang
IM / OM FL / BL
ROI ICOR
Kebijakan Perencanaan Pembangunan
1. Komoditas Unggulan sektor 2. Struktur Industri
- Makro - Meso - Mikro
Eksekusi Realisasi proyek
Tujuan Pembangunan Perikanan/Ekonomi
Integrasi SEM
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian
55
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini berlangsung mulai bulan Agustus 2007 s.d Nopember 2008, yang meliputi pengumpulan data sekunder, data primer, entry data, dan analisis data, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dan pelaporan hasil penelitian, seminar, ujian tertutup, ujian terbuka, dan laporan akhir yang berupa Disertasi program Doktor. Dipilihanya lokasi penelitian di Jawa Tengah, dengan pertimbangan antara lain; pertama, letak Jawa Tengah yang berada di tengah dan merupakan persimpangan arus barang dan jasa (termasuk dari sektor perikanan) yang menuju ke Jakarta, sebagai pintu ekspor Indonesia. Kedua, adanya prioritas pembangunan Jawa Tengah, yaitu dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada potensi sumberdaya alam, termasuk potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang cukup besar di Jawa Tengah. Ketiga, belum termanfaatkannya Tabel Input Output Jawa Tengah untuk menganalisis peran sektor perikanan, sehingga dapat diketahui bagaimana dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan pembangunan pada sektor perikanan (seperti peningkatan konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada responden pilihan, yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor dominan yang mempengaruhi terhadap pembangunan sektor perikanan Jawa Tengah dengan pendekatan Structural Equation Model (SEM). Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan lokasi penelitian No.
Responden
Awal
1 2 3 4
Jawa Tengah Pati Pekalongan Rembang Total
4 84 99 90 277
Jumlah responden 4 61 88 75 228
Dapat diolah (%) 100 72,62 88,89 83,33 82,31
Prosentase (%) 1,75 26,75 38,60 32,89 100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Adapun responden yang dijadikan sebagai sasaran untuk sampel yang berdasarkan lokasi penelitian terdiri dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa
56
Tengah 4 responden dan dapat diolah semuanya, Kabupaten Pati didistribusikan kepada 84 responden dan dari jumlah tersebut yang dapat diolah 61 responden (72,62%),
Kota Pekalongan didistribusikan kepada 99 responden dan dari
jumlah tersebut yang dapat diolah 88 responden (88,89%), dan Kabupaten Rembang didistribusikan kepada 90 responden dan dari jumlah tersebut yang dapat diolah 75 responden (83,33%), sehingga secara keseluruhan dari semua lokasi tingkat response rate yang cukup baik. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel Sumber data primer ini berupa pendapat dan persepsi stakeholder pada sektor perikanan, terhadap faktor-faktor dominan yang mempengaruhi terhadap kinerja dan pembangunan sektor perikanan Jawa Tengah, lebih dikhususkan pada perikanan tangkap dan industri pengolahan yang ada di Pantura dengan metode sampling multi stage sampling (sampling secara bertahap). Untuk mendapatkan stakeholder tersebut digunakan stratifikasi sampling yang diharapkan telah melakukan kegiatan pada sektor perikanan, terutama untuk sektor pengolahan ikan dan penangkapan dan mengetahui lebih dalam terhadap usaha untuk meningkatkan kinerja dan tujuan pembangunan sektor perikanan. Karena metode penelitian ini merupakan metode deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Travers 1978 yang diacu Umar 2005), yaitu
dengan pendekatan studi kasus, maka metode
sampling yang digunakan adalah pemilihan sampling yang bertujuan (purposive sampling) (Umar 2005), yaitu pengambilan sampel di tiga daerah pengembangan sektor perikanan Jawa Tengah meliputi Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang yang ditunjukkan dari jumlah dan nilai produksi hasil ikan (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Pemilihan ketiga Kabupaten tersebut dengan mempertimbangkan karakteristik populasi, antara lain : 1). Pengalaman dalam sektor perikanan minimal 5 tahun, 2) mempresentasikan wilayah pengembangan sektor perikanan Jawa Tengah. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah Data Input Output (IO) Jawa Tengah tahun 2007 hasil up dating dengan tahun dasar 2004 yang berbentuk matriks 19×19 sektor. Untuk memperoleh data primer, digunakan penelitian lapangan (field research) dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
57
a. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan pada responden yang terpilih sebagai sampel. Adapun model kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup dan terbuka. Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan perusahaan atau manajer yang mewakili, atau pejabat dinas perikanan dan kelautan. b. Wawancara, dilakukan pada pimpinan perusahaan atau manajer dan dari Dinas Perikanan dan Kelautan yang mengetahui bagaimana tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 3.5 Metode Analisis 3.5.1 Model input output Dari Tabel IO Jawa Tengah tahun 2007 yang merupakan hasil pemuktahiran (up dating) dengan metode RAS, hasil analisis ini diharapkan bisa menggambarkan peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah. Pada Tabel input output Jawa Tengah tahun 2007, tabel yang digunakan adalah tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen Matriks 19x19, dengan harapan dari tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen ini dapat menggambarkan transaksi sektor yang tidak dipengaruhi oleh komponen impor baik dari luar negeri maupun dari luar Provinsi Jawa Tengah dan dapat memberikan kestabilan pada koefisien input yang dihasilkan karena hubungan langsung antar sektor yang tidak dipengaruhi lagi oleh unsur margin distribusi. Untuk kepentingan analisis distribusi pendapatan yang belum dapat dianalisis dengan Tabel IO dasar, maka digunakan Tabel Input Output hasil pengembangan dari Miyazawa, yang memasukkan pendapatan sebagai bagian dari sektor ekonomi dan berada pada kuadran I baik pada sisi kolom maupun baris pada tabel input output tersebut, dan membaginya menjadi pendapatan rendah, pendapatan menengah dan pendapatan tinggi. Masuknya pendapatan yang merupakan bagian dari upah dan gaji (yang masuk pada tabel IO di kuadran II atau input primer) akan membutuhkan keseimbangan baru pada tabel IO hasil modifikasi tersebut. Dengan masuknya nilai pendapatan tersebut pada analisis nantinya akan dapat diketahui distribusi pendapatan per sektor ekonomi, termasuk sektor perikanan.
58
Analisis I-O ini terdiri atas tiga bagian meliputi : (1) analisis struktur, (2) analisis kinerja, dan (3) analisis multiplier. Analisis struktur pada intinya untuk mengamati seberapa jauh keterkaitan antar sektor, yang kemudian berdasarkan hasil analisis tersebut bisa ditunjukkan sektor-sektor mana yang bisa dijadikan sebagai leader dalam perekonomian Jawa Tengah dimasa mendatang. Dan bagaimana posisi sektor perikanan, apakah merupakan sektor kunci atau bukan. Ukuran-ukuran yang dipakai dalam analisis struktur ini adalah : 1]. Forward Linkage Ratio n
aj =
∑g ∑∑ g ij
i =1
1 n
i
.......................................................[43] ij
j
2]. Backward Linkage Ratio n
ßi =
∑g
ij
j=1
1 n
∑∑ g i
.........................................................[44] ij
j
3]. Indeks Derajat Penyebaran
1 n g ij − 1n ∑ gij ∑ n − 1 i=1 i Vj = 1 ∑∑ g ij n i j
2
.....................................[45
4]. Indeks Derajat Kepekaan
Vi =
1 n g ij − 1n ∑ g ij ∑ n − 1 j=1 j 1 ∑∑ g ij n i j
2
.......................................[46]
dimana : α j : forward linkage ratio untuk sektor j βi : backward linkage ratio untuk sektor i Vi : indeks derajat penyebaran untuk sektor i Vj : indeks derajat kepekaan untuk sektor j gij : elemen matriks invers leontief
59
Untuk menganalisis seberapa besar kinerja sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah digunakan ukuran dari derajat ketergantungan ekspor dan impor. 1]. Derajat Ketergantungan Ekspor
ei =
Ei Xi
................................... ...........................[47]
2]. Derajat Ketergantungan Impor
mi =
Mi …………………………………[48] X i + [M i − Ei ]
dimana ei : derajat ketergantungan ekspor dari sektor i m i : derajat ketergantungan impor dari sektor i Mi : nilai impor sektor i Ei : nilai ekspor sektor i Xi : gross output sektor i Analisis I-O yang terakhir adalah analisis multiplier. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari perubahan variabel-variabel eksogen pada suatu sektor terhadap pendapatan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis ini digunakan tiga ukuran multiplier, yaitu : 1]. Multiplier Pendapatan Type I n
Yj =
∑P ⋅g i
ij
i =1
Pi
.....................................................[49]
2]. Multiplier Pendapatan Type II n
Yj =
∑P ⋅g i
i =1
Pi
ij
.....................................................[50]
3]. Multiplier Product Matrix (MPM)
M=
1 g g Q i• • j
g 1• 1 g 2• (g = Q M •1 g n•
g •2 K g •n )
............[51]
dimana : Yj
Yj
: angka pengganda pendapatan tipe I pada sektor j : angka pengganda pendapatan tipe II
60
M Pi gi
gj
: multiplier product matrix : koefisien input upah/gaji rumah tangga pada sektor i : unsur matrik invers Leontief untuk model I-O terbuka : unsur matrik invers Leontief untuk model I-O tertutup
Analisis dampak Adapun variabel-variabel eksogen yang akan disimulasi berdasarkan skenario-skenario tertentu adalah pengeluaran pemerintah (G), penerimaan pajak (T), ekspor (E) dan kebutuhan impor (M). Hasil dari simulasi ini kemudian akan disesuaikan dengan tujuan ataupun visi pembangunan Jawa Tengah. Apabila hasilnya sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut, maka sektor yang menjadi leading tersebut dapat dituangkan langsung dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah Jawa Tengah, tetapi kalau hasilnya tidak sesuai, perlu dilakukan koreksi atau revisi simulasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan matematika ekonomi dan analisis lebih lanjut dari model input output tersebut dibantu program Excel dan Lotus 123 for windows serta GRIMP 7.1.
(Generation of
Regional Input-Output Model Program) (West 1993). 3.5.2 Model persamaan struktural Dari kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 5, untuk mengetahui integrasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tujuan pembangunan perikanan, digunakan analisis structural equation modelling (SEM) sebagaimana teori yang ada bahwa Lingkungan Usaha Perikanan (LUP), Kinerja Perikanan Jawa Tengah (KIN_PI_JATENG) (yaitu Kinerja Industri Pengolahan (KI_PROS) dan Kinerja Usaha Perikanan Tangkap (KUP_TANG) dan Kebijakan Pemerintah (pusat (KEBIJ_PUS) dan daerah (KEBIJ_DAE)) akan mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan (TUJPEM_PI) (Gambar 5).
61
KIN_PI_JATENG 1. KUP_TANG 2. KI_PROS
LUP
KEBIJ_PEM 1. KEBIJ_PUS 2. KEBIJ_DAE
Gambar 5
TUJ_PEM_PI
Hubungan antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, kinerja sektor perikanan dan tujuan pembangunan Jawa Tengah
Langkah-langkah Penggunaan SEM Langkah ke (1) : Pengembangan model berbasis konsep dan teori Langkah pertama dalam pengembangan SEM adalah pencarian sebuah model yang mempunyai justifikasi teori. Untuk pengembangan model teoritis, harus dilakukan kajian deduksi teori dan eksplorasi ilmiah dari telaah sejumlah pustaka maupun hasil penelitian empiris terdahulu untuk memperkuat pembenaran hubungan kausalitas variabel yang diasumsikan dalam model. Tanpa pertimbangan teori yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk
menghasilkan
sebuah
model,
melainkan
digunakan
untuk
mengkomfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik (Ferdinand 2005). Keyakinan untuk mengajukan sebuah model kausalitas dengan menganggap adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, bukan didasarkan pada metode analisis yang digunakan, tetapi haruslah berdasarkan pada pertimbangan teoritis yang mapan (Hair et.al 2006). Dari teori yang dikembangkan dalam penelitian ini untuk menganalisis kinerja sektor perikanan dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan menggunakan pendekatan management strategi, bahwa kinerja suatu perusahaan yang mencari keuntungan (yaitu usaha perikanan
62
tangkap dan industri pengolahan), akan dipengaruhi oleh lingkungan bisnis atau lingkungan usaha yang terdiri dari faktor internal, industri dan eksternal). Selain lingkungan bisnis kebijakan pemerintah yang mendorong atau menghambat terhadap usaha tersebut juga akan mempengaruhinya, terlebih pemerintah sebagai regulator, dan dalam hal ini ada kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Dan dari faktor lingkungan usaha, kebijakan pemerintah dan kinerja sektor perikanan, baik secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan akan mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang lebih diperinci menjadi tujuan ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas. Langkah ke ( 2 ) : Menyusun path diagram Dengan terbangunnya dasar teori yang menjelaskan hubunganhubungan variabel, selanjutnya dibuat hubungan kausalitas antar variabel tersebut ke dalam diagram jalur (path diagram) dan persamaan strukturalnya, sehingga lebih menarik dan mudah dipahami. Dalam hal ini, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu : pertama, menyusun model struktural yang menghubungkan antar konstruk latent baik endogen maupun eksogen, dan kedua menyusun model pengukuran yaitu menghubungkan konstruk latent endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest (Ghozali 2004). Apabila pengembangan diagram dirasakan cukup maka dilakukan perumusan diagram ke dalam simbol dan persamaan matematika.
63
e25
e1 e2 e3 e4 e5 e6 e7 e8 e9
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
e10
e11 e12 e13 e14
1 1 1 1 1
X11 X12 X13 X14 X15
e15
e26
e27
e28
e29
e30
e31
X26
X27
X28
X29
X30
X31
1
X25
1
1
1
1
1
1
1
e32
1
1
X32
KUP_TANG z5
1
1
z4 z1
KI_PROS
1
LUP
X33 X34 X35 X36 X37 x38
1 1 1 1 1
e33 e34 e35 e36
1
e37 e38
1
1
1
z6
KEBIJ_PUS 1
1 TUJ_PEM_PI
z2
1
z3
1
KEBIJ_DAE 1X16 e16
1X17 e17
1X18 e18
1X19 e19
1X20
1X21
e20
e21
1X22 e22
1X23
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
e39 e40 e41 e42 e43 e44
1 1 1 1
e45 e46 e47 e48 e49
1X24
e23
e24
Gambar 6 Model path diagram tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Berdasarkan model path diagram (Gambar 6), ada 15 (lima belas) hipotesis penelitian yang di uji dalam penelitian ini, yaitu: H1
Lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG)
H2
Lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS)
H3
Lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ-PEMPI)
H4
Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP)
H5
Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG)
H6
Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS)
H7
Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE)
H8
Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ-PEM_PI)
64
H9
Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP)
H10
Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG)
H11
Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS)
H12
Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJPEM_PI)
H13
Kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS)
H14
Kinerja industri pengolahan (KI_PROS) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJPEM_PI)
H15
Kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJPEM_PI) Untuk menjelaskan lebih terinci maka dari model path diagram pada
Gambar 5, maka disusunlah indikator yang merupakan pengembangan dari dasar teori yang ada pada Bab II, yang dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5 Variabel dan indikator penelitian pada analisis model persamaan struktural No.
Variabel
Indikator
I.
Variabel lingkungan usaha perikanan (LUP)
1.
Kelompok internal (INTER)
• (X1) Skill dan knowledge Sumberdaya manusia (SDM) • (X2) Penggunaan teknologi tepat guna • (X3) Kapital working yang cukup • (X4) Budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan
2.
Kelompok industri (INDUS)
• (X5) Perijinan sesuai potensi • (X6) Tersedianya logistik • (X7) Penguasaan/adanya akses ke pasar yang kompetitif
3.
Kelompok eksternal (EKSTER)
• (X8) Interest/tingkat suku bunga yang murah • (X9) Kredit yang dapat di akses • (X10) Regulasi/ijin/aturan yang cepat dan biaya yang murah
65
II.
Variabel kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) • (X11) Pendidikan yang dapat di akses dan bermutu • (X12) Permodalan dengan interest/tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses • (X13) Pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses • (X14) Tersedianya fasilitas sekolah yang memadai • (X15)Tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai
III.
Variabel kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) • (X16) Pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu • (X17) Pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik • (X18) Proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar • (X19) Kelembagaan koperasi, LSM yang berjalan dengan baik • (X20) Teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing • (X21) Pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses • (X22) Pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani • (X23) Tersedianya fasilitas sekolah yang memadai • (X24) Tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai
IV.
Variabel kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) • • • • • • • •
V.
(X25) Laba dan rugi (R/L) (X26) Return on investment (ROI) (X27) Informasi Fishing Ground (FG) (X28) Peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) (X29) Ikut menciptakan keamanan (X30) Kebersihan lingkungan (X31) Sarana dan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (X32) Ketersediaan es atau garam
Variabel kinerja industri pengolahan (KI_PROS) • • • • • •
(X33) Laba dan rugi (R/L) (X34) Return on investment (ROI) (X35) Peningkatan pendapatan pekerja (X36) Penyediaan pangan yang bergizi (X37) informasi harga ikan (X38) Teknologi dan nilai tambah
66
IV. Variabel tujuan pembangunan Perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi) 1. Kelompok • (Y1) Ketahanan pangan ekonomi (EKON) • (Y2) GDP atau Devisa • (Y3) Income/pendapatan daerah • (Y4) Kenaikan Income/pendapatan masyarakat 2. Kelompok sosial • (Y5) Penyerapan tenaga kerja (SOS) • (Y6)Pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis • (Y7) Pemerataan konsumsi ikan 3. Kelompok • (Y8) Kelestarian lingkungan ekologi (EKOL) • (Y9) Plasma nutfah 4. Kelompok • (Y10) Menumbuhkan bisnis yang lain eksternalitas • (Y11)Menurunkan eksternalitas negatif (keadaan (EKSTERNL) yang kumuh limbah logam berat, asam dan basa kuat limbah organik) Langkah ke (3) : Konversi diagram alir kedalam persamaan Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam ; 1) Persamaan struktural Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk sebagai berikut : Variabel endogen = variabel eksogen + variabel endogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Y 1 = ßi Y 2 + ßiY 2 + ßi Y2+ ßi Y2+ z i...................................[52] dimana :- Y 1 = Variabel endogen -ßi = Bobot Regresi (regression weight) -Y 2 = Variabel eksogen - zi = Disturbance Term (error) Dari Gambar 6 Model Path Diagram Tujuan Pembangunan Perikanan Jawa Tengah, dapat dijelaskan persamaan strukturalnya sebagai berikut : LUP = ß1 KEBIJ_PUS + ß2 KEBIJ_DAE + z1 ................................[53] KEBIJ_DAE = ß3 KEBIJ_PUS + z3 ...............................................[54] KUP_TANG = ß4 LUP + ß5 KEBIJ_PUS + ß6 KEBIJ_DAE + z4 ....[55] KI_PROS = ß1 LUP +ß2 KEBIJ_PUS+ß3 KEBIJ_DAE + ß4 KUP_TANG+ z5 ............................................[56] TUJ_PEM_PI = ß1 LUP + ß2 KEBIJ_PUS + ß3 KEBIJ_DAE + ß4 KUP_TANG + ß5 KI_PROS + z6 ..................[57]
67
2) Persamaan spesifikasi model pengukuran Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur konstruk mana serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel. Persamaan untuk model pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel = variabel eksogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Variabel 1 (X1)
= ? 1 Y 1 + e 1 ......................................[58]
Variabel 2 (X2)
= ? 2 Y 2 + e 2 .......................................[59]
Variabel 3 (X3)
= ? 3 Y 3+ e 3 ........................................[60]
Dimana : X1, X2, X3
= Variabel yang di survei
?
= Loading Factor
e
= Error Dari Gambar 6 Model Path Diagram Tujuan Pembangunan Perikanan
Jawa Tengah, dapat dijelaskan persamaan spesifikasi model sebagai berikut : X1= ? 1 LUP + e 1
X18= ?18KEBIJ_DAE+e18
X35= ?35KI_PROS+e35
X2= ? 2 LUP + e 2
X19= ?19KEBIJ_DAE+e19
X36= ?36KI_PROS+e36
X3= ? 3 LUP + e 3
X20= ?20KEBIJ_DAE+e20
X37= ?37KI_PROS+e37
X4= ? 4LUP + e 4
X21= ?21KEBIJ_DAE+e21
X38= ?38KI_PROS+e38
X5= ? 5 LUP + e 5
X22= ?22KEBIJ_DAE+e22
Y1= ?39TUJ_PEM_PI+e39
X6= ? 6 LUP + e 6
X23= ?23KEBIJ_DAE+e23
Y2= ?40TUJ_PEM_PI+e40
X7= ? 7 LUP + e 7
X24= ?24KEBIJ_DAE+e24
Y3= ?41TUJ_PEM_PI+e41
X8= ? 8 LUP + e 8
X25= ?25KUP_TANG+e2 5
Y4= ?42TUJ_PEM_PI+e42
X9= ? 9LUP + e 9
X26= ?26KUP_TANG+e2 6
Y5= ?43TUJ_PEM_PI+e43
X10= ?10 LUP + e10
X27= ?27KUP_TANG+e2 7
Y6= ?44TUJ_PEM_PI+e44
X11= ?11KEBIJ_PUS+e11 X28= ?28KUP_TANG+e2 8
Y7= ?45TUJ_PEM_PI+e45
X12= ?12KEBIJ_PUS+e12 X29= ?29KUP_TANG+e2 9
Y8= ?46TUJ_PEM_PI+e46
X13= ?13KEBIJ_PUS+e13 X30= ?30KUP_TANG+e3 0
Y9= ?47TUJ_PEM_PI+e47
X14= ?14KEBIJ_PUS+e14 X31= ?31KUP_TANG+e3 1
Y10= ?48TUJ_PEM_PI+e48
X15= ?15KEBIJ_PUS+e15 X32= ?32KUP_TANG+e3 2
Y11= ?49TUJ_PEM_PI+e49
X16= ?16KEBIJ_DAE+e16 X33= ?33KI_PROS+e33 X17= ?17KEBIJ_DAE+e17 X34= ?34KI_PROS+e34
……………………..[61]
68
Langkah ke ( 4 ) : memilih matrik input dan estimasi model Pada SEM hanya menggunakan matrik kovarians/matrik korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM ini pada mulanya sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sempel yang berbeda, hal ini tidak dapat digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg (1996), yang dikutip dalam Ferdinand (2005), menyarankan agar menggunakan matrik kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi assumsi metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas. Kemudian ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel yang harus digunakan menurut Hair et al. yang paling sesuai adalah antara 100-200. Apabila ukuran sampel lebih dari 400 maka metode menjadi lebih sensitif sehingga sulit mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik. Ukuran sampel minimum 510 observasi untuk setiap estimasi parameter (Imam Ghozali dan Fuad, 2006, dan Ferdinand 2006) sehingga dari jumlah indikator penelitian 49 maka jumlah sampel minimal 245 s.d 490, akan tetapi setelah mengalami revisi dari beberapa variabel laten didapatkan jumlah indikator penelitian menjadi 43, maka kisaran jumlah sampel antara 215-430. Dalam penelitian ini jumlah sampel telah memenuhi syarat yaitu 228 responden, sehingga teknik estimasi yang digunakan Maximum Likelihood (ML). Langkah ke ( 5 ) : Kemungkinan munculnya masalah identifikasi Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model kausal ini adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah
masalah
mengenai
ketidakmampuan
dari
model
yang
dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul gejala sebagai berikut : 1) Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. 2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan 3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif
69
4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat (dapat lebih dari 0,9) Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi adalah sebagai berikut : 1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya adalah model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali reestimasi dilakukan. 2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sasuatu yang fix pada faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari sebelumnya diduga terdapat problem identifikasi. Disarankan apabila setiap estimasi muncul problem identifikasi ini, model ini sebaiknya dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk. Langkah ke ( 6 ) : Evaluasi kriteria goodness of fit Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai fit suatu model. Peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu indeks atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut disajikan beberapa indeks sebagai kriteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005): 1) Chi-Square dan Probability Nilai probabilitas chi-square adalah signifikan (p = 0,00). Apabila hasil analisis didapatkan lebih besar dari p = 0,00 , model dikatakan tidak fit. 2) ?²/df Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom (X²/df). Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model sebesar 5 disarankan oleh Wheaton (1977)
atau Byrne (1988)
mengusulkan nilai ratio <2, yang diacu Ghozali (2004) serta Ghozali dan Fuad (2005). 3)RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) Hipotesis dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka RMSEA yang jauh lebih kecil dari 0,05 (Joreskog dan Sorbom 2005).
70
4) NFI (Normed Fit Index) Nilai ini ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005) merupakan salah satu untuk menentukan model fit. Hasil analisis suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI mendekati atau lebih besar dari pada 0,9. Jika tidak fit diduga model terlalu komplek. 5) NNFI (Non – Normed Fit Index) Nilai NNFI ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model dalam perhitungan NFI, nilai untuk NNFI lebih besar 0.9. 6) CFI (Comparative Fit Index) Suatu model dikatakan fit (baik) apabila hasil analisis memiliki nilai mendekati 1 dan 0,9 adalah batas model fit (Bentler 1990 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 7) IFI (Incremental Fit Index) Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 (Byrne 1998 diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 8) RFI (Relative Fit Index (RFI) Nilai RFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana nilai semakin mendekati 1, maka model dikatakan Fit. 9) GFI (Goodness of Fit Indices) Goodness of fit indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar dari 0,9 (Diamantopaulus dan Siguaw 2000 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 10) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model. 11) PGFI (parsimony goodness of fit index) Nilai batasan lebih besar 0,6 model dikatakan baik (Byrne 1998). Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas maka suatu model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 6)
71
Tabel 6 Goodness of fit statistics No Goodness of Fit Index Cut-Off Value 1 Chi –square Statistic Diharapkan kecil 2 Significant Probability ≥ 0,05 3 ?²/ df < 2,00 4 RMSEA 0,06 – 0,08 5 NFI = 0,90 6 NNFI = 0,90 7 CFI = 0,95 8 IFI = 0,90 9 RFI = 0,90 10 GFI = 0,90 11 AGFI = 0,90 12 PGFI = 0,60 13 TLI = 0,95 Sumber: Ghozali (2004), Ghozali dan Fuad (2005) dan Ferdinand 2006 Selain itu perlu diuji pula nilai analisis dengan melihat nilai : 1) ECVI (Expected Cross Validation Index) Hasil analisis mengharuskan nilai ECVI penelitian lebih rendah dari nilai ECVI for saturated ataupun nilai ECVI for independence model, artinya model baik untuk direplikasikan pada penelitian berikutnya. 2) AIC dan CAIC (Akaike’s Information Criterion ) Digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian model fit. Nilai AIC sensitive terhadap jumlah sampel sedang Caic tidak (Bandalos 1993 dalam Ghozali dan Fuad 2005). Hasil analisis nilai AIC dan CAIC harus lebih kecil dari AIC model saturated dan independence untuk membuktikan bahwa model dikatakan fit. Reliabilitas konstruk dan variance extracted Pengukuran model fit untuk nilai reliabilitas konstruk dan variance extracted, setiap variabel laten digunakan untuk menilai apakah indikatorindikator tersebut cukup dapat menggambarkan kontruknya (Ghozali 2004).
Pendekatan untuk menilai measurement model adalah dengan
mengukur composite reliability dan variance extracted untuk setiap konstruk. Hasil reliabilitas yang tinggi memberikan keyakinan bahwa indikator individu semua konsisten dengan pengukurannya. Tingkat reliabilitas yang diterima secara umum adalah = 0,70, sedangkan reliabilitas < 0,07 dapat diterima untuk penelitian yang masih bersifat eksploratori (Ghozali 2004 dan Ferdinand 2006).
72
Validitas adalah ukuran sampai sejauh mana suatu indikator secara akurat mengukur apa yang hendak ingin diukur. Ukuran reliabilitas yang lain adalah variance extracted sebagai pelengkap ukuran construct reliability, yang menunjukkan jumlah variance yang dari indikator-indikator yang diekstraksi oleh konstruk laten yang dikembangkan (Ferdinand 2006). Angka yang direkomendasikan untuk nilai variance extracted >0,50 (Ghozali 2004 dan Ferdinand 2006). Rumus untuk menghitung Reliabilitas konstruk dan variance extracted adalah sebagai berikut (Ghozali 2004 dan Ferdinand 2006) : Reliabilitas konstruk =
( jumlah dari stan da rd loading ) 2 ..[40] ( jumlah dari s tan dard loading ) 2 + ( Jumlah kesalahan Pengukuran) Variance extracted =
Jumlah kwadrat s tan dard loading ….[41] Jumlah kwadrat stndard loading + jumlah kesalahan pengukuran
dimana : -
Standard loading
= standardized regression weight
-
Kesalahan pengukuran = 1- (standar loading)2
Langkah ke ( 7 ) : Interpretasi dan modifikasi model Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi. 1) Interpretasi Tujuan SEM adalah bukan menghasilkan teori, tetapi menguji model yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan. Dengan menggunakan standardized residual covariance matrik akan dihasilkan nilai residual standard. Apabila interpretasi terhadap residual yang dihasilkan model melalui pengamatan variabel mempunyai nilai
73
residual standard lebih besar dari besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi model. 2) Indeks modifikasi Apabila model belum baik perlu diadakan modifikasi dan di dalam penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Jawa Tengah Jawa Tengah terletak di antara tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Letak Geografisnya berada antara 50401 dan 80301 Lintang Selatan dan antara 108o30’ dan 111o30’ Bujur Timur. Jarak terjauh dari Barat ke Timur 263 km dan dari Utara ke Selatan sejauh 226 km. Secara administratif Jawa Tengah terbagi atas 29 Kabupaten dan 6 kota dengan luas wilayah sebesar 3,25 juta hektar. Wilayah tersebut terdiri dari 553 kecamatan dan 8.550 desa/kelurahan. Jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebanyak 31.06 juta jiwa atau sekitar 15 % dari penduduk Indonesia dengan kepadatan sekitar 11 ribu orang per kilometer persegi. 4.1.1
Perekonomian Perekonomian nasional secara umum telah mengarah pada kondisi yang lebih baik. Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan pemerintah khususnya di bidang ekonomi telah mulai membuahkan hasil, walaupun diakui belum sebagaimana yang diharapkan. Sejalan dengan kondisi ekonomi nasional, kinerja ekonomi Jawa Tengah tahun 2005 mengalami peningkatan yaitu sebesar 5,35 persen, lebih baik dibandingkan tahun 2004 (5,13%). Bagaimana kondisi sektor perikanan di Jawa Tengah dapat dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi, dukungan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia serta prospek pengembangan sektor tersebut. Dengan diketahui potensi yang ada, akan dapat diketahui sejauh mana pengembangan sektor tersebut akan dilakukan, dan langkah apa yang dilakukan, agar pengembangan lebih optimal.
4.1.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perbandingan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 1993 selama tahun 20012004, terlihat bahwa nilai PDRB atas dasar harga berlaku lebih besar dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993, dengan perkembangan nilai atas dasar harga berlaku mengalami
75
peningkatan rata-rata 154,30% tiap tahun, dari Rp. 113 227 558,11 juta pada tahun 2001 menjadi Rp. 334 435 323,31 juta pada tahun 2005. Untuk PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 mengalami penurunan sebesar 113,32%, dari sebesar Rp. 118 816 400,29 juta pada tahun 2001 menjadi Rp. 143 051 213,88 juta pada tahun 2005. Peningkatan tertinggi (204,38%) PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 maupun pada harga berlaku terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 131,37. Tabel 7.
No. Tahun
PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 1993 serta perkembangannya di Jawa Tengah, tahun 2001-2006
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan Perkembangan Perkembangan Jumlah (Juta Rp) Jumlah (Juta Rp) (%) (%)
1 2001 113 227 558,11 116,15 2 2002 151 968 852,74 132,49 3 2003 171 881 877,04 149,85 4 2004 193 435 263,05 168,64 5 2005 234 435 323,31 204,38 6 2006 281 996 709,11 245,85 Sumber : Jawa Tengah dalam Angka, 2006
118 816 400,29 123 038 541,13 129 166 462,45 135 789 872,31 143 051 213,88 150 682 654,74
103,59 107,27 112,61 118,39 124,72 131,37
PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 281 996,71 milyar rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar Rp. 150 682,65 milyar rupiah, sehingga pada tahun 2006 besaran PDRB Jawa Tengah atas dasar harga berlaku menjadi 2,49 kali dari tahun 2001 dan PDRB atas dasar harga konstan meningkat 1,27 kali. Sementara itu dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, PDRB berdasarkan share per sektor, dari 9 sektor perekonomian, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan sumbangan
terbesar yaitu 30% bagi
perekonomian Jawa Tengah, kemudian sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) sebesar 20,34% dan sektor perdagangan hotel dan pengolahan sebesar 19,63%. Sementara itu kontribusi sektor perikanan pada PDRB Jawa Tengah berturut-turut tahun 2002 (1,42%), 2003 (1,33%), 2004 (1,29%), 2005 (1,18%) dan 2006(1,22%). 4.1.1.2 Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2006 secara agragat cukup dinamis yaitu diatas 5 persen. Selama periode 2002 sampai 2006, perekonomian Jawa Tengah menunjukkan adanya peningkatan dari tahun
76
ke tahun tumbuh 3,5 – 5,5 persen, dengan pertumbuhan terbesar pada tahun 2005 sebesar 5,35 persen (Tabel 8). Tabel 8. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, tahun 2002-2006 No. Tahun Pertumbuhan ekonomi (%) 1 2002 3,55 2 2003 4,98 3 2004 5,13 4 2005 5,35 5 2006 5,33 Sumber : Jawa Tengah dalam Angka, 2006 Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini, dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran, sehingga diharapkan perekonomian
semakin
bergairah
akan
meningkat
kesejahteraan
kesejahteraan masyarakat. 4.1.1.3 Pendapatan per kapita Pendapatan perkapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. Perkembangan pendapatan perkapita di Jawa Tengah atas dasar harga berlaku, menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 pendapatan perkapita Jawa Tengah sebesar Rp. 7 527 487,12 juta rupiah atau naik sebesar 20,03 persen dari tahun 2005. Demikian juga pendapatan perkapita atas dasar harga konstan, dalam kurun waktu empat tahun terakhir selalu mengalami kenaikan, meskipun kenaikannya tidak sebesar berdasarkan harga konstan. Tabel 9. Pendapatan per kapita Jawa Tengah, tahun 2002-2006 Pendapatan per kapita (Rp) Harga Harga berlaku konstan 1 2002 4 154 163,03 3 365 590,06 2 2003 4 669 568,92 3 517 661,94 3 2004 5 217 344,20 3 683 196,94 4 2005 6 271 193,36 3 853 012,68 5 2006 7 527 487,12 4 030 376,58 Sumber : PDRB Jawa Tengah, tahun 2006 No.
4.1.2
Tahun
Perikanan
Pertumbuhan (%) Harga Harga berlaku konstan 13,10 2,52 12,41 4,52 11,73 4,71 20,20 4,61 20,03 4,60
77
Sektor
perikanan
memegang
peran
yang
penting
dalam
perekonomian Propinsi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan Jawa Tengah sebagian besar wilayah berbatasan langsung dengan laut, dari 35 Daerah Tingkat II di Jawa Tengah, ada 17 Daerah Tingkat II yang berbatasan langsung dengan laut sehingga sumberdaya perikanan yang ada di daerah tersebut mempunyai kontribusi dalam perekonomian di daerahnya 4.1.2.1 Potensi sumberdaya ikan Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perikanan (1991), luas, potensi dan penyebaran sumberdaya Ikan laut di Perairan Indonesia luas daerah penangkapan ikan di perairan utara jawa dan selatan jawa tersaji pada Tabel 10. Pada daerah perairan utara jawa, tercatat potensi terluas adalah ikan pelagis kecil sebesar 385 000 km 2 dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 250 000 ton/th. Tabel 10 Luas daerah dan potensi sumberdaya ikan di perairan utara dan selatan jawa No
Daerah Perairan
1
Utara Jawa
2
Selatan Jawa
3
ZEEI
Jenis Ikan Pelagis kecil Damersal Udang penaid Udang barong Pelagis kecil Damersal Udang penaid Udang barong Pelagis kecil Tuna Cakalang
Luas 2 (km ) 384 000 72 000 173 000 34 000 34 000 34 000 389,49 495 000 1 600 420
Sumberdaya Ikan (Ton/th) 250 000 185 000 24 000 1 059,2 122 000 187 000 11 000 468 704 000 64 000 30 660
Potensi LestarI (Ton/Th) 125 000 94 700 12 000 529,6 61 000 93 500 5 500 234 352 000 32 000 15 330
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan, 1991 Sumberdaya ikan pelagis kecil meliputi ikan-ikan yang hidup di permukaan laut atau di dekatnya, yang pada umumnya terdiri dari ikan-ikan yang berukuran relatif kecil seperti ikan Kembung, Selar, Bentong, Lemuru, Tembang
dan lain-lain, namun tidak termasuk jenis ikan Tuna dan
sejenisnya. Sedangkan kelompok ikan demersal atau jenis-jenis ikan yang hidup di dasar perairan, seperti : ikan kerapu, bambangan, bawal, kakap, manyung, kuwe, Gerot-gerot, Baronang, Layur, Pari, Cucut, Petek, sebelah, ikan Lidah, dan lain-lain. 4.1.2.2 Kondisi sumberdaya manusia
78
Jumlah nelayan Sumberdaya manusia yang bergerak di bidang penangkapan ikan dilaut pada tahun 2006 terdiri dari nelayan sebanyak 88.547 orang, dan bakul ikan sebanyak 10.391 orang, dengan infrastruktur pendukungnya yang meliputi tiga buah pelabuhan perikanan, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap, dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karimunjawa-Jepara. Disamping itu masih terdapat 74 buah Pusat Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa Tengah. Nelayan merupakan orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya /tanaman air. Perkembangan nelayan Jawa Tengah sejalan dengan menurunnya armada penangkapan. Menurunya jumlah nelayan diakibatkan oleh over fishing disebagian perairan Jawa Tengah. Nelayan sebagai pelaku utama kegiatan usaha penangkapan ikan di Jawa Tengah pada tahun 2005 berjumlah 168.113 orang, meningkat sebesar 38,44% dari 103.484 pada tahun 2001. 200000 180000 Jumlah Nelayan
172418
167072
160000
168113
140000 120957
120000 100000
103484
80000 60000 40000 20000 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun Jumlah Nelayan
Gambar 7 Perkembangan jumlah nelayan perikanan laut di Jawa Tengah, tahun 2001–2005 Rumah Tangga Perikanan (RTP) Rumah tangga perikanan atau perusahaan yang berusaha di sektor perikanan di Jawa Tengah, dari perkembangan selama delapan tahun terakhir tahun 1999 sampai 2006, dari 17 kabupaten/kota menunjukkan
79
fluktuasi naik dan menurun. Dengan kenaikan tertinggi hampir disemua kabupaten/kota terjadi pada tahun 2003, pada daerah Pantura berjumlah 21 572 RTP dan di Pansela 3 681 RTP, dan di tahun yang sama Kabupaten Rembang memiliki jumlah RTP terbesar yaitu 4 258 RTP, kemudian Kabupaten Demak (3 527 RTP) dan Kabupaten Jepara (3 433). Kenaikan tertinggi dari tahun 1999 sampai tahun 2006 adalah Kabupaten Jepara sebesar 47,12% atau meningkat 1,89 kali, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada Kabupaten Demak (-234,85%) atau turun 0,30 kali, sementara itu Kabupaten Wonogiri baru secara
statistik tercatat pada
tahun 2004 dan Kabupaten Purworejo dimulai tahun 2000. Tabel 11 Perkembangan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah, tahun 1999-2006 No. Kabupaten/Kota
1999
2000
2001
2002
2003
2004
1 Kab. Brebes 2 Kab.Tegal
1 874 1 880 1 880 1 880 2 671 2 657 348 352 356 448 422 404 3 Kota Tegal 879 990 1 206 1 238 957 617 4 Kab.Pemalang 1 265 1 272 1 272 1 272 1 197 1 231 5 Kab.Pekalongan 361 445 448 482 477 480 6 Kota Pekalongan 274 265 455 386 276 276 7 Kab.Batang 577 584 584 563 651 651 8 Kab.Kendal 992 992 1 664 1 664 1 776 1 776 9 Kota Semarang 493 528 528 493 866 866 10 Kab.Demak 1 614 1 614 1 614 1 614 3 080 3 527 11 Kab.Jepara 1 793 2 094 2 061 2 061 3 425 3 433 12 Kab.Pati 1 636 1 636 1 751 2 032 1 516 1 712 13 Kab.Rembang 2 499 3 797 3 301 3 259 4 258 4 209 Pantai Utara 14 605 16 449 17 120 17 392 21 572 21 839 14 Kab.Wonogiri 15 Kab.Purworejo 16 Kab.Kebumen 17 Kab.Cilacap Pantai Selatan Jumlah Total
0 0 461 1 182 1 643
0 198 581 1 821 2 600
0 198 794 1 823 2 815
0 62 824 1 809 2 695
0 61 871 2 749 3 681
30 61 759 2 427 3 277
16 248 19 049 19 935 20 087 25 253 25 116
2005
2006
2 387 2 024 417 393 581 685 1 231 1 195 484 463 272 272 651 656 1 776 778 866 926 3 527 482 3 436 3 391 2 533 2 135 3 238 1 392 21 399 14 792 30 61 782 2 427 3 300
5 79 460 1 931 2 475
24 699 17 267
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007 4.1.2.3 Perahu dan unit penangkapan Dari potensi sektor perikanan yang dimiliki Jawa Tengah dalam penjelasan berikut akan dijelaskan secara agregat atau total jumlah perahu dan jumlah unit penangkapan per kota/Kabupaten.
80
Jumlah perahu Perahu yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan merupakan armada penangkapan yang memiliki peran yang penting, disamping alat tangkap. Dari perkembangan jumlah perahu di kabupaten dan kota Jawa Tengah tahun 1999-2006, kenaikan tertinggi (24 066 unit) di pantai utara Jawa Tengah terjadi pada tahun 2004, sedangkan di pantai selatan Jawa Tengah terjadi pada tahun 2002 sebesar 4 546 unit. Kabupaten Kendal merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan jumlah perahu terbesar (85,78) atau meningkat 7,03 kali dari tahun 1999 ke tahun 2006, sedangkan Kabupaten Demak mengalami penurunan terbesar (turun 197,86%) atau menurun 0,34 kali. Tabel 12 Perkembangan jumlah perahu di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, tahun 1999-2006 No. Kabupaten/Kota 1 Kab. Brebes 2 Kab.Tegal 3 Kota Tegal 4 Kab.Pemalang 5 Kab.Pekalongan 6 Kota Pekalongan 7 Kab.Batang 8 Kab.Kendal 9 Kota Semarang 10 Kab.Demak 11 Kab.Jepara 12 Kab.Pati 13 Kab.Rembang Pantai Utara 14 Kab.Wonogiri 15 Kab.Purworejo 16 Kab.Kebumen 17 Kab.Cilacap Pantai Selatan Jumlah Total
1999
2000
2001 2002
1 874 1 880 1 880 1 880 352 365 450 472 903 965 1 222 1 252 1 269 1 276 1 276 1 276 402 472 472 498 596 696 696 696 681 688 688 616 121 1 022 1 664 1 664 559 611 611 645 1 668 1 668 1 668 1 668 1 993 2 011 1 973 1 964 1 740 1 753 1 759 2 082 2 499 3 228 3 228 3 336 14 657 16 635 17 587 18 049 0 0 490 2 208 2 698
0 236 610 2 208 3 054
2003
2004 2005
2006
2 671 2 671 2 621 2 038 428 414 428 412 1 158 1 084 1 034 1 032 1 263 1 313 1 313 1 277 499 505 508 487 782 782 782 670 758 758 733 741 1 776 1 776 1 776 851 866 866 866 926 3 131 3 594 3 594 560 3 501 3 509 3 512 3 467 1 549 2 311 2 578 2.403 4 177 4 483 3 500 1 439 22 559 24 066 23 245 16 303
0 0 0 0 37 61 879 889 958 2 208 3 620 3 315 3 087 4 546 4 334
30 30 5 61 61 79 809 834 899 2 427 2 427 1 931 3 327 3 352 2 914
17 355 19 689 20 674 22 595 26 893 27 393 26 597 19 217
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007
Jumlah unit penangkapan Jumlah unit penangkapan yang tersaji pada Tabel 13, merupakan total unit penangkapan yang dimiliki kabupaten atau kota tanpa merinci lebih lanjut per unit penangkapan, seperti beberapa jenis alat tangkap pada tahun 2005 yaitu pukat tarik, pukat kantong (10 298 unit), pukat cincin (666
81
unit), jaring insang (20 001 unit), jaring angkat (2 402 unit), pancing (2 398 unit), perangkap (2 466 unit), alat pengumpul (25 unit) dan alat perangkap lainnya (1 151 unit) (Buku Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2005). Pada
tahun
2006,
Kabupaten
Jepara
memiliki
jumlah
unit
penangkapan terbesar (7 410 unit) sedangkan Kabupaten Purworejo hanya memiliki 118 unit. Dari perkembangan jumlah unit penangkapan dari tahun 1998 – 2006, Kabupaten Jepara merupakan Kabupaten yang memiliki kenaikan pertumbuhan tertinggi (62,4%) atau meningkat 1,84 kali, sedangkan Kabupaten Rembang mengalami penurunan terendah (- 576 %) atau turun 0,15 kali. Tabel 13 Perkembangan jumlah unit penangkapan di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, tahun 1998-2006 No. Kabupaten/Kota 1 Kab. Brebes 2 Kab.Tegal 3 Kota Tegal 4 Kab.Pemalang
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2 173 448
2 336 2 416 687 687
2 434 965
2 434 619
3 209 717
3 996 2 761 2 065 597 650 477
743
932 1 015
1 239
1 291
1 657
1 085 1 034 1 075
1 725
1 835 1 890
1 916
1 916
2 186
2 418 2 346 1 985
594
611
617
5 Kab.Pekalongan
306
6 Kota Pekalongan
603
7 Kab.Batang
995
8 Kab.Kendal
1 001
1 153 1 291
9 Kota Semarang
2006
402
563
596
705
807
722
827
1 542 1 461
1 622
1 508
1 965
1 447
1 984
1 984
1 984 1 984
851
567
623
632
672
782
782
670
1 543 1 576
999
607
701
885
1 038
1 038 1 038 1 023
10 Kab.Demak
1 804
1 866 1 866
1 872
1 887
4 056
4 058 4 058
11 Kab.Jepara
2 786
3 529 4 073
4 378
4 142
7 117
7 501 6 871 7 410
12 Kab.Pati
1 692
3 295 3 295
3 755
2 720
2 894
2 960 3 033 3 121
13 Kab.Rembang
9 891 11 399 14 726 14 827 14 231 11 081
6 896 5 807 1 463
Pantai Utara
567
2005
560
24 734 30 139 34 595 36 557 34 950 39 348 35 481 32 572 22 371
14 Kab.Wonogiri
0
0
0
236
0
0
0
180
180
151
61
61
118
15 Kab.Purworejo
230
236
244
96
61
16 Kab.Kebumen
1 138
1 192 1 251
1 383
2 290
2 198
1 440 2 148 2 143
17 Kab.Cilacap
3 891
2 652 2 652
3 450
4 101
6 490
4 446 5 006 3 837
5 259
4 080 4 139
5 077
6 487
8 749
6 127 7 395 6 249
Pantai Selatan Jumlah Total
29 993 34 219 38 734 41 634 41 437 48 097 41 608 39 967 28 620
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007 4.1.2.4 Produksi dan nilai produksi Produksi perikanan laut Propinsi Jawa Tengah bersumber dari wilayah utara (Pantura) dan wilayah selatan (Pansela) Jawa Tengah. Kedua wilayah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, baik dalam perspektif
geografis,
sumberdaya,
nelayan
maupun
teknologi
82
penangkapannya. Secara umum produksi dan nilai produksi ikan laut di Jawa Tengah sejak tahun 1999 sampai dengan 2006 cenderung menurun. Produksi perikanan dari perairan wilayah Pantai Selatan (Pansela) Jawa Tengah sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 cenderung menurun, demikian juga nilai produksinya (Tabel 14 dan Gambar 8 dan 9). Namun pada tahun 2006 terjadi peningkatan yang cukup besar, yaitu sebesar 32,12% untuk produksi dan pada tahun 2005 sebesar 34,48% untuk nilai produksi. 300000
Produksi (ton)
250000
200000
150000
100000
50000
0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun Pantura
Pansela
Gambar 8 Perkembangan volume produksi perikanan tangkap di pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah, tahun 1998-2006 Hal ini berbeda dengan kondisi di Pantura Jawa Tengah, yang sejak tahun 1999 cenderung menurun sampai dengan tahun 2000, kemudian mengalami kenaikan sampai tahun 2002, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2003, kemudian naik pada tahun 2004, setelah itu menurun cukup besar sampai tahun 2006, kondisi ini terjadi baik pada produksi maupun nilai produksinya. Jika dicermati lebih lanjut terlihat pula bahwa laju penurunan produksi di Pansela relatif lebih besar dibanding Pantura. Hal ini dapat pula diartikan bahwa perikanan tangkap di Pantura benar-benar telah pada tingkat sangat jenuh, sedangkan di Pansela masih
83
fluktuatif dan ada indikasi masih dapat dikembangkan, tahun 1998 dan 1999, persediaan stok ikan relatif banyak dibandingkan tahun berikutnya. 1200000000
Nilai Produksi (Rp. 1000)
1000000000
800000000
600000000
400000000
200000000
0 1998 1999 2000
2001 2002 2003
2004 2005 2006
Tahun Pantura
Pansela
Gambar 9 Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap di pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah, tahun 1998-2006 Melihat data diatas maka sumberdaya perikanan yang ada di Jawa Tengah ini perlu dilakukan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Pengelolaan
perikanan
ini
pada
dasarnya
bertujuan
agar
tingkat
penangkapan terhadap sumberdaya ikan (ikan dalam arti luas) diupayakan agar seimbang dengan kemampuan sumberdaya ikan tersebut untuk pulih kembali. Dalam rangka mendukung kegiatan ini diperlukan analisis keterkaitan antara tingkat penangkapan dengan sumberdaya ikannya melalui kegiatan pengkajian stok. Secara sederhana data dasar minimal yang diperlukan dalam kegiatan pengkajian stok adalah data tentang kegiatan penangkapan yang meliputi jumlah, jenis dan ukuran alat tangkap dan jumlah serta jenis hasil tangkapan. Pengaruh penangkapan terhadap stok ikan spesies tertentu dan hasil tangkapan yang diperoleh dari stok sebenarnya. Pada awal usaha penangkapan, stok ikan cukup melimpah dan hasil tangkapan yang diambil oleh nelayan cukup tinggi, meskipun secara keseluruhan total hasil tangkapan biasanya relative rendah. Sejalan dengan perkembangan perikanan dimana jumlah nelayan bertambah banyak, maka total hasil
84
tangkapan juga akan meningkat sesuai dengan tingginya jumlah kegiatan penangkapan. Keadaan ini tentunya tidak akan berlangsung selamanya. Akhirnya akan sampai pada suatu titik dimana hasil tangkapan tidak akan meningkat, bahkan penambahan jumlah unit alat penangkap dapat mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh segera turun. Tabel 14 Fluktuasi volume dan nilai produksi perikanan laut di Jawa Tengah, tahun 1998-2006 Tahun
volume produksi (ton)
Pertumbuhan (%)
Nilai Produksi (Rp.1000)
Pertumbuhan (%)
Pansela 1998 20 463,4 111 967 289 1999 22 195,2 7,80 124 257 607 9,89 2000 16 650,3 -33,30 122 101 309 -1,77 2001 15 592,7 -6,78 117 212 532 -4,17 2002 14 357,50 -8,60 82 314 063 -42,40 2003 12 521,70 -14,66 60 719 918 -35,56 2004 9 894,10 -26,56 59 362 058 -2,29 2005 8 572,30 -15,42 90 607 794 34,48 2006 12 628,30 32,12 79 691 078 -13,70 Pantura 1998 283 436,1 618 267 733 1999 255 068,7 -11,12 754 585 025 18,07 2000 244 619,5 -4,27 949 393 300 20,52 2001 259 216,4 5,63 918 772 331 -3,33 2002 266 909,5 2,88 1 040 216 109 11,67 2003 223 713,3 -19,31 712 901 199 -45,91 2004 234 495,4 4,60 777 299 577 8,28 2005 184 014,3 -27,43 727 843 433 -6,79 2006 165 353,7 -11,29 671 289 965 -8,42 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007 Penyebab utama menurunnya hasil tangkapan ikan dari suatu perikanan tertentu dapat dikelompokkan ke dalam dua hal. Pertama, ikan yang tertangkap berukuran relative kecil (ikan muda) dimana mereka tidak mempunyai kesempatan untuk tumbuh besar sampai ukuran dewasa. Meskipun
peningkatan
kegiatan
penangkapan
akan
meningkatkan
banyaknya ikan yang tertangkap, rata-rata berat individu ikan secara perlahan-lahan akan menurun, yang pada akhirnya hasil tangkapan secara keseluruhannya akan menurun, dikenal dengan istilah “growth overfishing”. Penyebab kedua yang secara potensial lebih berbahaya dari menurunnya hasil tangkapan akibat intensitas penangkapan yang tinggi adalah berkurangnya ikan induk (Spawning Stock), sehingga ikan dapat menjamin
85
secara cukup memadai jumlah rekruitmen pada masa mendatang. Keadaan ini dikenal dengan istilah “fekunditas”, suatu jenis ikan dimana ikan betinanya mampu menghasilkan berjuta-juta telur yang siap dipijahkan dan jika hidup (survive) cukup memadai, maka r‘ ecruitment overfishing’ biasanya tidak dapat dideteksi secara jelas. 4.1.3
Peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah
4.1.3.1 Struktur perekonomian Hasil yang didapatkan dari tabel input output transaksi domestik atas dasar harga produsen Jawa Tengah tahun 2007 dari hasil updating (Lampiran 2) menunjukkan bahwa; total output maupun input secara keseluruhan sebesar Rp. 648 541,23 milyar (naik 61,76% dari tahun 2004). Dari total input sebesar Rp. 648 541,23 milyar dialokasikan antara lain untuk memenuhi input antara sebesar Rp. 344 767,74 milyar (53,16%), dan input primer sebesar Rp. 303 773,50 milyar (46,85%). Dari total input tersebut, sektor perikanan mempunyai kontribusi sebesar Rp. 3 529,41 milyar (0,54%), dengan distribusi pada permintaan antara sebesar
Rp. 1 389,35 milyar (0,4%), dan input
primer sebesar Rp 2 140,06 milyar (0,7%), dengan demikian secara keseluruhan sektor perikanan tersebut input yang digunakan oleh seluruh sektor sebesar Rp. 2 456 ,46 milyar. Sedangkan dari total output sebesar Rp. 648 541,23 milyar dialokasikan antara lain untuk memenuhi permintaan akhir sebesar Rp. 303 773,50 milyar (46,85%), dan permintaan antara sebesar Rp. 344 767,74 milyar (53,16%). Dari total output tersebut, sektor perikanan mempunyai kontribusi sebesar Rp. 3 529,41 milyar (0,54%), dengan distribusi pada permintaan antara sebesar Rp. 1 517,54 milyar (0,44%) dan permintaan akhir sebesar Rp 2 011,87 milyar (0,66%), dengan demikian secara keseluruhan sektor perikanan tersebut yang outputnya digunakan sebagai input oleh seluruh sektor sebesar Rp. 3 529,41 milyar. Output tersebut dikategorikan masih rendah, sehingga jika secara ekonomi kontribusi sektor perikanan kecil. 4.1.3.2 Analisis keterkaitan Secara umum sektor perikanan mempunyai nilai keterikatan ke belakang lebih besar dibandingkan dengan ke depan. Sektor perikanan mempunyai nilai keterkaitan ke depan sebesar 1,0214 dan menempati peringkat 15 dari 19 sektor. Dari nilai keterkaitan output ke depan sektor perikanan sebesar
86
1,0214, bahwa pada setiap satu satuan nilai output sektor 1,0214 akan dialokasikan kepada sektor-sektor lainnya maupun pada sektor perikanan itu sendiri sebesar 1,0214 satuan atau dengan kata lain setiap ada peningkatan dalam permintaan akhir sebesar seribu rupiah, peningkatan
maka akan terjadi
pada permintaan output baik terhadap sektor perikanan itu
sendiri maupun terhadap perekonomian secara keseluruhan sebesar Rp 1,0214. Tabel 15 Keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang perekonomian Jawa Tengah, tahun 2007
Sektor Padi Tanaman Bahan Makanan Tanaman Pertanian lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan, Minuman & Tembakau Industri lainnya Industri Penggilingan Minyak Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-Jasa Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya
Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan Ke Belakang Nilai Rank
Nilai
Rank
1,0535 1,0354 1,0103 1,0239 1,0123 1,0214 1,0530
9 13 18 14 17 15 10
1,0496 1,0550 1,0260 1,1849 1,2009 1,1401 1,0113
13 10 14 2 1 5 16
1,2776
1
1,0521
11
1,1917 1,1285 1,0469 1,1203 1,1969 1,1135 1,1074
3 4 11 5 2 6 7
1,0245 1,0088 1,0111 1,0674 1,1833 1,1202 1,0973
15 18 17 9 3 6 7
1,0619
8
1,1467
4
1,0187
16
1,0826
8
1,0408
12
1,0520
12
0,0000
19
0,0000
19
Sumber: Tabel IO Jawa Tengah hasil up dating, tahun 2007 Sektor perikanan mempunyai nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 1,1401, dan menempati peringkat ke-5. Hal ini menunjukkan, jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor perikanan, maka sektor ini akan membutuhkan input tambahan untuk proses produksi dari sektor lainnya pada perekonomian Jawa Tengah, termasuk sektor perikanan sendiri sebesar 1,1401 satuan secara langsung.
87
Dari hasil analisis keterkaitan langsung baik ke depan maupun ke belakang sektor perikanan menunjukkan nilai yang masih kecil dibandingkan dengan sektor yang lain, hal ini karena nilai input maupun output sektor perikanan masih kecil, akan tetapi sektor perikanan berpotensi untuk dikembangkan. Penyebab lain kecilnya nilai keterkaitan tersebut adalah sub sektor yang masuk dalam sektor perikanan masih terbatas pada sektor primer seperti penangkapan dan budidaya, sedangkan sektor sekunder dan tersier belum masuk dalam kategori sektor perikanan seperti, pada sektor industri makanan dan minuman, sektor perbaikan kapal, dan sektor perdagangan. Untuk mengetahui kemana distribusi dari nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah digunakan perhitungan distribusi multiplier keterkaitan (Tabel 16). Pada analisis keterkaitan ke depan sektor perikanan terhadap masing-masing sektor pada perekonomian
Jawa
Tengah
berdasarkan
klasifikasi
19
sektor,
memperlihatkan dari nilai keterkaitan ke depan sektor perikanan sebesar 1,0214 akan dialokasikan pada seluruh sektor perekonomian termasuk sektor perikanan sebanyak 13 sektor, dimana sektor yang memiliki nilai keterkaitan terbesar terjadi pada sektor perikanan sebesar 1,0087 (98,76%), sektor kehutanan sebesar 0,0066 (0,64%) dan sektor restoran sebesar 0,0025 (0,24%), nilai tersebut mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor perikanan sebesar satu satuan, maka kenaikan output sektor perikanan yang dialokasikan pada sektor perikanan sendiri secara langsung sebesar 1,0087 satuan, untuk sektor kehutanan sebesar 0,0066 satuan dan untuk sektor hotel dan restoran sebesar 0,0025 satuan, demikian juga nilai-nilai untuk sektor-sektor yang lain. Dengan demikian, sektor yang mempunyai kemampuan untuk menampung hasil produksi dari hasil sektor perikanan, seperti ikan laut adalah sektor perikanan, sektor kehutanan dan sektor industri hotel dan restoran. Sedangkan pada nilai keterkaitan ke belakang sektor perikanan sebesar 1,1401 terhadap sektor perekonomian Jawa Tengah, tiga sektor yang mempunyai nilai keterkaitan tertinggi jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor perikanan, maka sektor perikanan tersebut membutuhkan input tambahan untuk proses produksi antara lain dari sektor perikanan sendiri sebesar nilai keterkaitan tertinggi antara lain: sektor perikanan sendiri sebesar 1,0087 satuan (88,47%), ke sektor industri
88
makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,0513 (4,50%), dan sektor industri penggilingan minyak sebesar 0,0277 (2,43%), demikian juga untuk sektor yang lain Tabel 16 Distribusi multiplier keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, tahun 2007
Sektor Padi Tanaman Bahan Makanan Tanaman Pertanian lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan, Minuman & Tembakau Industri lainnya Industri Penggilingan Minyak Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-Jasa Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya Own Multiplier Other Linkage Multiplier Total Multiplier
Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan Ke Belakang Nilai %
Nilai
%
0,0016 0,0001 0,0004 0,0002 0,0066 1,0087 0,0000 0,0006
0,16 0,01 0,04 0,02 0,64 98,76 0,00 0,06
0,0013 0,0006 0,0003 0,0009 0,0002 1,0087 0,0005 0,0513
0,12 0,06 0,02 0,08 0,01 88,47 0,04 4,50
0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0025 0,0001 0,0001
0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,24 0,01 0,01
0,0106 0,0277 0,0007 0,0011 0,0232 0,0047 0,0058 0,0018
0,93 2,43 0,07 0,10 2,04 0,42 0,51 0,16
0,0003
0,03
0,0002
0,02
0,0001 0,0000
0,01 0,00
0,0004 0,0000
0,04 0,00
1,0087 0,0127 1,0214
98,76 1,24 100,00
1,0087 0,1315 1,1401
88,47 11,53 100,00
Sumber: Tabel IO Jawa Tengah hasil up dating, tahun 2007 4.1.1.3 Analisis dampak pengganda Analisis dampak pengganda (multiplier effect), digunakan untuk mengetahui perubahan permintaan akhir terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja. Menurut Muchdie (2002) dengan analisis pengganda ini lebih lengkap dibandingkan analisis keterkaitan, karena analisis keterkaitan hanya memperhatikan rangkaian pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya, sedangkan analisis dampak pengganda (multiplier effect) mampu menelusuri rentetan pengaruh suatu sektor baik secara langsung, tidak
89
langsung, maupun terimbas, terhadap sektor lainnya pada perekonomian secara keseluruhan. Secara umum dari hasil analisis data didapatkan bahwa sektor perikanan pada nilai pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja memiliki nilai tipe I sama dengan tipe II. Melalui analisis IO, dapat dilihat pengaruh investasi terhadap semua sektor
pada
Tabel
IO,
terutama
pada
sektor
perikanan.
Untuk
mengestimasi antara pertumbuhan total produksi (total pengeluaran seluruh sektor produksi) dengan investasi di sektor perikanan serta melihat peranan kegiatan perikanan terhadap perekonomian Jawa Tengah, digunakan Pengganda output (Resosudarmo et.al 2002). Pengganda output tersebut adalah kenaikan nilai total produksi semua sektor perekonomian akibat kenaikan satu unit final demand suatu sektor. Tabel 17
Dampak pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja sektor pada perekonomian jawa tengah, tahun 2007 Sektor
Padi Tanaman Bahan Makanan Tanaman Pertanian lainnya Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan,Minuman & Tembakau Industri lainnya Industri Penggilingan Minyak Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-Jasa Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya
Output Type I Type II 1,2215 1,2215 1,2341 1,2341 1,3758 1,3758
Pendapatan Type I Type II 1,2363 1,2363 1,2418 1,2418 1,2518 1,2518
Tenaga Type I 1,1613 1,1298 1,1261
kerja Type II 1,1613 1,1298 1,1261
2,2037
2,2037
1,7549
1,7549
1,2020
1,2020
2,2907 1,8552
2,2907 1,8552
3,0610 1,9067
3,0610 1,9067
1,2968 1,2204
1,2968 1,2204
1,1526
1,1526
1,0635
1,0635
4,4694
4,4694
2,4997
2,4997
8,5971
8,5971
6,6811
6,6811
2,1450 2,0555 1,9756 2,7196 1,8398 2,0975
2,1450 2,0555 1,9756 2,7196 1,8398 2,0975
2,6993 16,9355 4,0253 6,8820 1,8774 1,9282
2,6993 16,9355 4,0253 6,8820 1,8774 1,9282
2,9229 1,3052 4,4443 2,3879 1,2802 55,3585
2,9229 1,3052 4,4443 2,3879 1,2802 55,3585
2,0273
2,0273
2,2176
2,2176
1,9844
1,9844
2,0305
2,0305
3,9108
3,9108
3,7949
3,7949
2,1078
2,1078
1,3520
1,3520
40,9639
40,9639
1,9629
1,9629
1,5000
1,5000
1,1407
1,1407
1,0000
1,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Sumber: Tabel IO Jawa Tengah hasil up dating tahun 2007 Dari hasil analisis nilai pengganda output tipe I maupun tipe II sektor perikanan mempunyai nilai pengganda sebesar 1,8552 dan menempati
90
pada urutan ke-13 dari 19 sektor perekonomian Jawa Tengah, sehingga jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor perikanan sebesar satu rupiah baik dengan memasukkan atau tidak rumah tangga ke dalam model, maka output pada semua sektor pada perekonomian Jawa Tengah akan meningkat sebesar Rp 1,8552. Selanjutnya untuk melihat karakteristik sektor perikanan berdasarkan kontribusinya dalam meningkatkan nilai tambahnya, terutama pada pendapatan masyarakat, digunakan pengganda pendapatan rumah tangga. Pengganda pendapatan rumah tangga dari Tabel IO mengindikasikan dampak dari peningkatan permintaan sebesar satu unit dari sebuah sektor tertentu pada total pendapatan rumah tangga (Resosudarmo et.al 2002). Dari hasil analisis nilai pendapatan tipe I maupun tipe II sektor perikanan sebesar 1,9067 dan menempati pada urutan ke-10 dari 19 sektor perekonomian Jawa Tengah, yang menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor perikanan baik dengan memasukkan rumah tangga dalam model maupun tidak, karena terjadinya kenaikan permintaan akhir di sektor perikanan sebesar satu satuan,
akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua
sektor masing-masing sebesar 1,9067 atau yang dibelanjakan ke semua sektor akan meningkat Rp. 1,9067 satuan secara langsung maupun tidak langsung. Dari hasil analisis nilai pengganda tenaga kerja sektor perikanan baik tipe I maupun tipe II sebesar 1,2204, maka jika terjadi peningkatan output di perikanan sebesar satu satuan baik dengan memasukkan rumah tangga dalam model maupun tidak, maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja bekerja semua sektor sebesar 1,2204 satuan baik langsung maupun tidak langsung. Masih kecilnya peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah yang ditunjukkan dengan nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang maupun dampak pengganda (multiplier effect). Kecilnya peranan tersebut, menurut Resosudarmo et. al. (2002), Kusumastanto (2002 dan 2003), dan Mudzakir (2006) salah satu penyebabnya adalah masih banyaknya potensi yang dapat dikategorikan merupakan bagian dari sektor perikanan dan kelautan yang masuk dan menjadi bagian dari sektor yang lain seperti di sektor pertambangan, industri maritim, pariwisata bahari,
91
angkutan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan (lampiran 1,2 dan 3). Dari Lampiran 1, 2 dan 3, tersebut sektor perikanan pada Tabel IO tahun 2007 sebagai hasil up dating dari Tabel IO tahun 2004, klasifikasi sektor perikanan hanya dari ikan laut dan hasil laut lainnya, ikan darat dan hasil perairan darat, dan jasa pertanian, sedangkan ada beberapa sektor seperti udang, Ikan kering dan ikan asin, Ikan olahan dan awetan, kapal dan jasa perbaikannya masuk dalam kelompok sektor industri maritime, jasa restoran, jalan, jembatan dan pelabuhan, tidak masuk dalam sektor perikanan. Dengan demikian, selama ini di Jawa Tengah, kontribusi sektor perikanan dalam PDRB dari tahun 2002 sampai 2007 hanya sebesar 1,22 % sampai 1,42%, menurut hasil simulasi dari Kusumastanto (2002) kontribuasi PDB tingkat nasional untuk data tahun 1995 sampai dengan 1998 pada sektor perikanan laut dan payau menjadi 6,47% sampai 20,35%, Dengan kondisi ini, dengan mengacu pada pendapat untuk sektor perikanan di Jawa Tengah Kusumastanto (2002), kontribusi sektor perikanan akan meningkat 2 sampai 3 kali lipat, dari hasil sebelum sektor perikanan disagregasinya dari 19 sektor menjadi lebih terinci, seperti 38 sektor, 85 sektor bahkan 172 sektor perekonomian. 4.1.3.4
Proporsi dan distribusi perekonomian Sebelum menguraikan lebih lanjut hasil analisis input output versi
miyazawa terlebih dahulu harus diketahui hasil perhitungan proporsi pendapatan sektor pada perekonomian Jawa Tengah.
Dari hasil
perhitungan dari data Susenas tahun 2004 dan Tabel Input Output Jawa Tengah tahun 2007 hasil up dating, didapatkan bahwa proporsi pendapatan pada kelompok pendapatan rendah, sedang, dan tinggi masing-masing sebesar 33,88%, 37,97% dan 30,15% (Lampiran 3). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa penyumbang terbesar dari pendapatan pada perekonomian Jawa Tengah adalah dari kelompok pendapatan rendah, akan tetapi jika kita hitung proporsi pendapatan per kapita justru kelompok pendapatan tinggi memiliki sumbangan yang lebih besar di bandingkan dengan kelompok pendapatan rendah, hal ini karena jumlah rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah rumah tangga pada kelompok pendapatan tinggi.
92
4.1.3.5
Keterkaitan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah Sebelum menjabarkan bagaimana distribusi pendapatan, terlebih
dahulu perlu dikaji keterkaitan antar sektor perikanan, kelompok pendapatan rendah, pendapatan sedang dan pendapatan tinggi serta sektor-sektor lainnya yang terdapat dalam Tabel Input output Jawa Tengah tahun 2007 versi Miyazawa. Dengan adanya keterkaitan antar sektor ini akan membantu dalam menganalisis pengaruh pengembangan sektor
Sektor
perikanan terhadap perekonomian. 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000
2,5000
3,0000
3,5000
4,0000
4,5000
Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Perekonomian Jawa Tengah Depan
Belakang
Gambar 10 Keterkaitan output langsung ke depan dan ke perekonomian Jawa Tengah, hasil up dating tahun 2007
belakang
Sektor perikanan mempunyai nilai koefisien keterkaitan langsung ke depan sebesar 1,1664, maka pada setiap satu satuan nilai output sektor perikanan akan dialokasikan kepada sektor-sektor lainnya maupun pada sektor perikanan itu sendiri sebesar 1,1664 satuan atau dengan kata lain setiap ada peningkatan dalam permintaan akhir sebesar satu rupiah, maka akan terjadi peningkatan
pada permintaan output baik terhadap sektor
perikanan itu sendiri maupun terhadap sektor yang lain sebesar Rp 1,1664. Sedangkan nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,8092, hal ini menunjukkan, jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor perikanan, maka sektor ini akan membutuhkan input tambahan untuk proses produksi dari sektor lainnya pada perekonomian
93
Jawa Tengah, termasuk sektor perikanan sendiri sebesar 0,8092 satuan
Sektor
secara langsung. 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000
2,5000
Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Perekonomian Jawa Tengah Depan
Belakang
Gambar 11 Keterkaitan output langsung dan tidak langsung pada perekonomian Jawa Tengah hasil up dating, tahun 2007 Nilai keterkaitan langsung sektor perikanan baik ke depan maupun ke belakang masih relatif kecil dibandingkan dengan sektor yang lain, sedangkan pada kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi merupakan tiga sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang tinggi. Dari nilai keterkaitan sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang lebih besar dari ke depan, hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengembangan sektor perikanan lebih menyediakan input, dibandingkan output. Maka, hasil output dari kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi lebih banyak digunakan sebagai input bagi sektor yang lain. Sektor perikanan mempunyai nilai koefisien keterkaitan ke depan 1,1919, maka setiap satu satuan nilai output sektor perikanan akan dialokasikan kepada sektor-sektor lainnya maupun pada sektor perikanan itu sendiri sebesar 1,1919 satuan. Sedangkan nilai keterkaitan tidak langsung ke belakang sektor perikanan sebesar 0,8552, maka jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor perikanan, maka sektor ini akan membutuhkan input tambahan untuk proses produksi dari sektor lainnya
94
secara pada perekonomian Jawa Tengah, termasuk sektor perikanan sendiri sebesar 0,8552 satuan secara tidak langsung.
94
4.2 Kondisi Umum Responden Pada sub bab ini akan dibahas analisis secara deskriptif, analisis akan disajikan dalam dua bagian yaitu karakteristik responden dan deskripsi variabel penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara secara langsung dengan dipandu kuesioner dengan pertanyaan secara tertutup kepada 277 responden dan hanya ada 228 responden yang bisa diolah, dikarenakan jawaban responden yang tidak komplit. Adapun dari jumlah responden tersebut, tingkat ketepatan dan kesempurnaan jawaban tergolong tinggi yaitu sebesar 82,31 %, jumlah tersebut sekaligus merupakan jumlah responden yang akan diolah. 4.2.1
Karakteristik responden Karakteristik individu ialah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan
dengan
semua
aspek
kehidupannya
didunia
atau
lingkungannya sendiri (Reksowardoyo 1983). Dari kuesioner yang disebarkan kepada 228
responden didapatkan beberapa karakteristik
responden antara lain : Umur, Jenis Kelamin, Status perkawinan, Jumlah Keluarga, Pendidikan terakhir, Jenis Pekerjaan, Lama bekerja dan Pendapatan per bulan. Untuk membahas lebih lanjut dari karakteristik responden dijelaskan dibawah ini: 4.2.1.1
Umur Umur mempengaruhi perilaku seseorang, dimana dengan umur yang
muda dan sehat jasmaninya mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar dibandingkan yang telah berumur lebih tua. Disamping itu dengan usia yang lebih muda mampu untuk menerima ide-ide baru, karena mereka lebih berani menanggung resiko walau terkadang kurang memiliki pengalaman dibandingkan dengan seseorang yang berumur lebih tua. Seseorang yang berumur relatif lebih tua mempunyai kapasitas dan lebih matang serta memiliki pengalaman, sehingga mereka lebih sering berhati-hati dalam bertindak dan lebih sulit untuk mengadopsi suatu inovasi baru. Dari responden yang di survai, prosentase terbesar (42,54%) umur responden antara 30-40 tahun dan terkecil (1,32%) adalah diatas 60 tahun, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kisaran usia yang produktif seperti pendapatan Bakir dan Manning (1984) yang
95
menyatakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya antara 15-55 tahun, sehingga memiliki potensi untuk dapat meningkatkan produktivitas yang diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat. Tabel 18 Komposisi responden berdasarkan kisaran umur, tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran Umur Jumlah Prosentase < 30 tahun 16 7,02 30 – 40 tahun 97 42,54 41 – 50 tahun 71 31,14 51 – 60 tahun 41 17,98 > 60 tahun 3 1,32 Jumlah 228 100 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.1.2
Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi seseorang dalam
pengambilan keputusan untuk sesuatu perkara, seseorang dengan berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih terbuka dan cepat dalam mengambil keputusan,
sedangkan
seorang
wanita
lebih
berhati-hati
dalam
memutuskan sesuatu. Selain hal tersebut, pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan fisik yang lebih banyak akan berpengaruh terhadap komposisi jenis kelamin yang bekerja yaitu dari kaum laki-laki. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (84,65%) responden yang di survai adalah laki-laki, hal ini mengindikasikan bahwa dari kegiatan di sektor perikanan tenaga kerja didominasi oleh kaum lakilaki, sedangkan perempuan hanya 15,35% persen yang sebagian bergerak di pengolahan hasil perikanan, sebagai mata pencaharian sampingan disamping sebagai nelayan. Tabel 19 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin, tahun 2008 No. Jenis Kelamin Jumlah Prosentase 1 Laki-laki 193 84,65 2 Perempuan 35 15,35 Total 228 100 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.1.3
Status pernikahan Dari responden yang di survai sebagian besar (94,74%) responden
telah menikah, sedangkan yang belum menikah hanya 5,26%, hal ini
96
menunjukkan bahwa dengan status pernikahan tersebut diharapkan memiliki keputusan yang lebih matang saat mengambil suatu keputusan, dan memiliki sikap yang lebih dewasa dan mempertimbangkan suatu jawaban dengan lebih baik. Dari status yang telah menikah tersebut, jawaban-jawaban responden
lebih didasarkan pada perimbangan yang
lebih matang, dan tidak tergesa-gesa dan asal-asalan. Tabel 20 Komposisi responden berdasarkan status pernikahan, tahun 2008 No. Status Jumlah Prosentase 1 Menikah 216 94,74 2 Belum Menikah 12 5,26 Total 228 100 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.1.4
Jumlah keluarga Jumlah keluarga akan berpengaruh terhadap kegiatan operasional
nelayan, karena dengan jumlah keluarga yang relatif besar dan produktif merupakan sumber tenaga kerja yang potensil dalam keluarga tersebut. Namun demikian besar kecilnya jumlah keluarga turut pula berpengaruh terhadap beban hidup nelayan karena keluarga dalam jumlah yang besar tentunya akan membutuhkan biaya hidup yang besar pula. Dari responden yang disurvai sebagian besar (46,49%) memiliki jumlah keluarga antara 2 sampai 4 orang yang terdiri dari suami, istri dan anak, sedangkan jumlah keluarga yang lebih dari 8 orang hanya 2,63%. Kondisi ini menunjukkan telah berhasilnya program keluarga berencana yaitu dengan hanya dua orang anak, Tabel 21 Komposisi responden berdasarkan jumlah responden, tahun 2008 No. 1 2 3 4
Jumlah Keluarga Kurang dari 1 2 s.d 4 5 s.d 7 Lebih dari 8 Jumlah
Jumlah Prosentase 12 5,26 106 46,49 104 45,61 6 2,63 228 100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
97
4.2.1.5
Pendidikan Pendidikan berpengaruh terhadap cara dan pola berpikir seseorang
dalam pengambilan keputusan Soeharjo dan Patong (1973), dengan tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi dan umur yang muda dapat meningkatkan produktivitas dan mutu kerja yang dilakukan, tetapi sekaligus mempercepat proses penyelesaian kerja yang diusahakan, sehingga akan lebih dinamis dalam menerima inovasi dan teknologi baru. Dengan karakteristik kuesioner yang membutuhkan jawaban responden yang memerlukan pemikiran yang lebih mendalam seperti pada kuesioner penelitian ini, maka pendidikan responden sangat mempengaruhi data tersebut dapat diolah atau tidak dengan program AMOS versi 6, karena dari program AMOS versi 6 tersebut jika jawaban responden banyak mengalami pengulangan lebih dari yang ditentukan, maka AMOS tidak bisa mengolah, karena matrik kovarian yang dihasilkan jelek. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan responden terbesar (34,65%) adalah dari lulusan SMP atau sederajat, dan terkecil dari lulusan Diploma III dan atau Tidak sekolah atau tidak tamat SD sebesar 0,88%, sedangkan dari lulusan SD atau sederajat sebesar 32,89%, lulusan SMA atau sederajat sebesar 20,61%, sarjana 7,89%, bahkan yang lulusan pascasrjana sebesar 2,19%. Tabel 22 Komposisi responden berdasarkan pendidikan terakhir, tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7
Pendidkan Terakhir Tidak sekolah atau Tidak Tamat SD SD atau sederajat SMP atau sederajat SMA atau sederajat Diploma III Sarjana Pascasarjana Total
Jumlah Prosentase 2 0,88 75 32,89 79 34,65 47 20,61 2 0,88 18 7,89 5 2,19 228 100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Hal ini dikarenakan dalam penentuan responden yang didasarkan pada stratifikasi sampling, salah satunya penelitian ini responden diutamakan bagi mereka yang telah memiliki pengalaman bekerja di sektor perikanan, dan memiliki pendidikan yang lebih baik, yaitu antara lain pemilik kapal, pengusaha pengolah ikan, dan dari instansi pemerintah yaitu
98
pegawai dinas kelautan dan perikanan dengan pertimbangan mereka menguasai bidang perikanan terutama pada usaha perikanan tangkap dan pengolahan ikan. 4.2.1.6
Jenis pekerjaan Dari pekerjaan responden, jenis pekerjaan terbesar dari kegiatan
perikanan tangkap berjumlah 162 responden (71,05%) yang terdiri dari pemilik kapal (88 responden), pengurus kapal (52 responden), anak buah kapal (15 responden), nahkoda (5 responden), dan motoris (2 responden). Dari kegiatan pengolahan ikan berjumlah 45 responden (19,74%) terdiri dari pemilik industri pengolahan (17 responden), pengolah ikan (14 responden), pemilik pengolah ikan (11 responden), dan mandor industri pengolahan (3 responden). Sementara itu dari jenis pekerjaan pegawai negeri sipil ada 18 responden, antara dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pekalongan, dan kepala Tempat Pelelangan Ikan di tiga lokasi tersebut. Tabel 23 Komposisi responden berdasarkan jenis pekerjaan, tahun 2008 No. 1 2 3 4
Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase Pegawai Negeri Sipil 18 7,89 Perikanan Tangkap 162 71,05 Pengolah Ikan 45 19,74 Pengurus Koperasi 3 1,32 Total 228 100 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.1.7
Lama bekerja Dari lama bekerja seseorang di suatu jenis pekerjaan tertentu akan
berpengaruh terhadap pengalaman bekerja dan tingkat pemahaman serta pengetahuan terhadap pekerjaan, sehingga akan memiliki pengetahuan seperti terhadap kebutuhan yang dibutuhkan untuk pengembangan pekerjaan tersebut. Dari lamanya responden bekerja, terlama responden bekerja selama 5-10 tahun berjumlah 87 responden (38,16%), akan tetapi jika pengalaman diatas 5 tahun
dikatakan telah berpengalaman dalam bekerja dan
diasumsikan memiliki tingkat pengalaman yang lebih baik, maka komposisi
99
responden menjadi 80,70%, dan hanya 44 responden (19,30%) yang belum berpengalaman. Sehingga dari penelitian ini responden dalam menjawab pertanyaan telah memiliki pengetahuan yang baik. Tabel 24 komposisi responden berdasarkan lama bekerja, tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Lama Bekerja < 5 tahun 5 – 10 tahun 11 – 15 tahun 16 – 20 tahun > 20 tahun Total
Jumlah Prosentase 44 19,30 87 38,16 41 17,98 26 11,40 30 13,16 228 100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.1.8
Pendapatan Dari responden yang ada, sebagian besar (60,96%) responden
memiliki pendapatan per bulan lebih dari Rp. 2.000.000,-, dan hanya 3 responden (1,32%) dengan pendapatan per bulan kurang dari Rp. 500.000,-. Kondisi ini terjadi, karena dari komposisi responden pada penelitian ini lebih didominasi oleh pemilik kapal atau pemilik usaha pengolahan ikan atau pegawai negeri sipil, dan anak buah kapal atau nelayan pandega yang merupakan kelompok nelayan dengan pendapatan rendah lebih sedikit jumlahnya. Tabel 25 Komposisi responden berdasarkan pendapatan per bulan, Tahun 2008 No. 1 2 3 4
Pendapatan per bulan Kurang dari Rp. 500.000,Rp. 500.000,- s.d Rp. 1.000.000,Rp. 1.000.000,- s.d Rp. 2.000.000,Lebih dari Rp. 2.000.000,Total
Jumlah Prosentase 3 1,32 27 11,84 59 25,88 139 60,96 228 100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.2
Deskripsi variabel penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari 6 (enam) variabel laten , yaitu : variable lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah
pusat
(KEBIJ_PUS),
kebijakan
pemerintah
daerah
(KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), kinerja industri
pengolahan (KUP_PROS) dan tujuan pembangunan perikanan
100
Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi). Jawaban responden dikategorikan dalam 5 kategori berdasarkan skala likert
dimana
masing-masing jawaban
mempunyai gradasi dari sangat negatif (tidak setuju) ke sangat positif (setuju) yang dituangkan dalam pilihan jawaban kuesioner sebagai berikut: 1. sangat tidak setuju 2.
tidak setuju
3. ragu-ragu 4. setuju 5. sangat setuju Dengan demikian dari jawaban responden tersebut, jawaban responden berkisar antara skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju sampai skor 5 untuk jawaban sangat setuju. Selanjutnya untuk membuat tingkatan persepsi responden terhadap setiap pertanyaan pada setiap indikator, yang mempunyai rentang jawaban 1 sampai 5 dengan jumlah respon 228, akan dihitung dengan menggunakan perhitungan skala interval. Perhitungan skala interval dihitung dengan cara mengurangi skor jawaban tertinggi (5) dengan skor jawaban terendah (1) dan dibagi lima yang merupakan jumlah kategori jawaban (4:5= 0,8), maka diperoleh interval untuk setiap kategori sebesar 0,8. Dengan demikian kategori jawaban ditentukan berdasarkan skala sebagai berikut: Tabel 26 Penentuan kategori skor berdasarkan skala jawaban responden pada skala likert No. Skala Kategori Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 4.2.2.1
1,00 - 1,79 1,80 – 2,59 2,60 – 3,39 3,40 – 4,19 4,20 – 5,00
Kategori Skor
Nilai
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Variabel lingkungan usaha perikanan (LUP) Lingkungan Usaha Perikanan (LUP) dalam penelitian ini dikaji melalui
sepuluh (10) indikator antara lain : a). skill dan knowledge sumberdaya manusia (SDM) (X1), b). penggunaan teknologi tepat guna (X2), c). kapital working yang cukup (X3), d). budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan (X4), e). perijinan sesuai potensi (X5), f). tersedianya logistik (X6), g). penguasaan/adanya akses ke pasar yang kompetitif (X7), h).
101
Interest/tingkat suku bunga yang murah (X8), i). kredit yang dapat di akses (X9), dan j). regulasi / perijinan yang cepat dan biaya yang murah (X10). a. Skill dan knowledge sumberdaya manusia (SDM) (X1) Indikator Skill dan knowledge sumberdaya manusia (SDM) diajukan kepada 228 responden, diperoleh rata-rata skor sebesar 2,34. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh skill dan knowledge SDM terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab sangat rendah, 42 responden atau 18,42% menjawab masih rendah , 58 responden atau 25,44% menjawab cukup, 60 responden atau 26,32% menjawab sudah tinggi dan 67 responden atau 29,39% menyatakan sangat tinggi. Tabel 27 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator skill dan knowledge sumberdaya manusia No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kategori Skor Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah 5 4 3 2 1
1 42 58 60 67 228
Skor
Persentase (%)
5 168 174 120 67 534 2,34
0,44 18,42 25,44 26,32 29,39
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 b. Penggunaan teknologi tepat guna (X2) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata jawaban responden sebesar 2,06, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan
pengaruh
penggunaan
teknologi
tepat
guna
terhadap
lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab sangat rendah, 28 responden atau 12,28% menjawab masih rendah , 44 responden atau 19,30% menjawab cukup, 66 responden atau 28,95% menjawab sudah tinggi dan 89 responden atau 39,04% menyatakan sangat tinggi.
102
Tabel 28 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
5 4 3 2 1
1 28 44 66 89 228
5 112 132 132 89 470 2,06
0,44 12,28 19,30 28,95 39,04
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 c. Kapital working (modal kerja) yang cukup (X3) Dari pertanyaan terhadap indikator “modal kerja yang cukup” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,48. hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh modal kerja yang rendah terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 63 responden atau 27,63% menjawab masih rendah , 47 responden atau 20,61% menjawab cukup, 55 responden atau 24,12% menjawab sudah tinggi dan 63 responden atau 27,63% menyatakan sangat tinggi. Tabel 29 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator modal kerja yang cukup No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 63 47 55 63 228
0 252 141 110 63 566 2,48 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 27,63 20,61 24,12 27,63
d. Budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan (X4) Dari pertanyaan terhadap indikator
“budaya sebagai nelayan dan
pedagang yang dilestarikan” yang diajukan kepada 228 responden. Dari Tabel 30
menggambarkan rata-rata skor jawaban responden diperoleh
sebesar 2,38, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “budaya sebagai nelayan dan pedagang yang
103
dilestarikan” terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu 58
responden atau 25,44% menjawab masih
rendah , 51 responden atau 22,37% menjawab cukup, 39 responden atau 17,11% menjawab sudah tinggi dan 80 responden atau 35,09% menyatakan sangat tinggi. Tabel 30
Rata-rata Skor Jawaban Responden terhadap Indikator Budaya Sebagai Nelayan dan Pedagang yang Dilestarikan
No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 58 51 39 80 228
0 232 153 78 80 543 2,38 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 25,44 22,37 17,11 35,09
e. Perijinan sesuai potensi (X5) Dari pertanyaan terhadap indikator
perijinan sesuai potensi yang
diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator perijinan sesuai potensi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 35 140 Cukup 3 37 111 Tinggi 2 58 116 Sangat tinggi 1 98 98 Jumlah 228 465 Rata-rata skor 2,04 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Pada Tabel 31
0,00 15,35 16,23 25,44 42,98
menunjukkan rata-rata skor jawaban responden
sebesar 2,04, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh perijinan sesuai potensi terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 35 responden atau 15,35% menjawab masih rendah , 37 responden atau
104
16,23% menjawab cukup, 58 responden atau 25,44% menjawab sudah tinggi dan 98 responden atau 42,98% menyatakan sangat tinggi. f. Tersedianya logistik (X6) Dari pertanyaan terhadap indikator tersedianya logistik yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,15. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tersedianya logistik” terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 51 responden atau 22,37% menjawab masih rendah , 33 responden atau 14,47% menjawab cukup, 43 responden atau 18,86% menjawab sudah tinggi dan 101 responden atau 44,30% menyatakan sangat tinggi. Tabel 32 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya logistik No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase 5 4 3 2 1
0 51 33 43 101 228
0 204 99 86 101 490 2,15 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 22,37 14,47 18,86 44,30
g. Penguasaan/adanya akses ke pasar yang kompetitif (X7) Dari pertanyaan terhadap indikator
“penguasaan akses ke pasar
yang kompetitif” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,47, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “penguasaan akses ke pasar yang kompetitif” terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 52 responden atau 22,81% menjawab masih rendah ,
51 responden atau 22,37% menjawab cukup, 77
responden atau 33,77% menjawab sudah tinggi dan 48 responden atau 21,05% menyatakan sangat tinggi.
105
Tabel 33 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penguasaan akses ke pasar yang kompetitif No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah 5 4 3 2 1
Skor Persentase
0 52 51 77 48 228
0 208 153 154 48 563 2,47
0,00 22,81 22,37 33,77 21,05
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 h. Interest/tingkat suku bunga yang murah (X8) Dari pertanyaan terhadap indikator “tingkat suku bunga yang murah” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,31. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tingkat suku bunga yang murah” terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, 48 responden atau 21,05% menjawab masih rendah , 56 responden atau 24,56% menjawab cukup, 76 responden atau 33,33% menjawab sudah tinggi dan 28 responden atau 12,28% menyatakan sangat tinggi. Tabel 34 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat suku bunga yang murah No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase 5 4 3 2 1
1 48 47 56 76 228
5 192 141 112 76 526 2,31
0,44 21,05 20,61 24,56 33,33
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 i. Kredit yang dapat di akses (X9) Dari pertanyaan terhadap indikator “kredit yang dapat di akses” yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 35.
106
Tabel 35 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kredit yang dapat di akses No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
5 4 3 2 1
1 50 33 68 76 228
5 200 99 136 76 516 2,26 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,44 21,93 14,47 29,82 33,33
Pada Tabel 35 rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,26, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “kredit yang dapat di akses” terhadap lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, 50 responden atau 21,93% menjawab masih rendah , 33 responden atau 14,47% menjawab cukup, 68 responden atau 29,82% menjawab sudah tinggi dan 76 responden atau 33,33% menyatakan sangat tinggi. j. Regulasi/ perijinan yang cepat dan biaya yang murah (X10) Dari pertanyaan terhadap indikator “perijinan yang cepat dan biaya yang murah” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,25. Tabel 36 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator perijinan yang cepat dan biaya yang murah No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase 5 4 3 2 1
1 50 28 76 73 228
5 200 84 152 73 514 2,25 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,44 21,93 12,28 33,33 32,02
Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “perijinan yang cepat dan biaya yang murah” terhadap
107
lingkungan usaha perikanan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, 50 responden atau 21,93% menjawab masih rendah , 28 responden atau 12,28% menjawab cukup, 76 responden atau 33,33% menjawab sudah tinggi dan 73 responden atau 32,02% menyatakan sangat tinggi. 4.2.2.2
Variabel kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) Untuk mengetahui kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) dalam
penelitian melalui lima (5) indikator antara lain ; a). pendidikan yang dapat di akses dan bermutu (X11), b). permodalan dengan interest/tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses (X12), c). pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses (X13), d). tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X14), dan e). tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X15). a. Pendidikan yang dapat di akses dan bermutu (X11) Dari pertanyaan terhadap indikator “pendidikan yang dapat di akses dan bermutu” yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pendidikan yang dapat di akses dan bermutu No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase 5 4 3 2 1
0 128 5 87 8 228
0 512 15 174 8 709 3,11
0,00 56,14 2,19 38,16 3,51
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Pada Tabel 37
menunjukkan rata-rata skor jawaban responden
sebesar 3,11, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “Pendidikan yang dapat di akses dan bermutu” terhadap kebijakan pemerintah pusat termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 128 responden atau 56,14% menjawab masih rendah , 5 responden atau 2,19% menjawab cukup, 87 responden atau 38,16% menjawab sudah tinggi dan 8 responden atau 3,51% menyatakan sangat tinggi.
108
b. Permodalan dengan interest/tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses (X12) Dari pertanyaan terhadap indikator “permodalan dengan tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses” yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Rata-rata Skor Jawaban Responden terhadap Indikator Permodalan dengan Tingkat Suku Bunga yang Murah dan dapat di akses No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 82 6 126 14 228
0 328 18 252 14 612 2,68 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 35,96 2,63 55,26 6,14
Pada Tabel 38 rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,68, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “permodalan dengan tingkat suku bunga yang murah dan dapat di akses” terhadap kebijakan pemerintah pusat termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 82 responden atau 35,96% menjawab masih rendah , 6 responden atau 2,63% menjawab cukup, 126 responden atau 55,26% menjawab sudah tinggi dan 14 responden atau 6,14% menyatakan sangat tinggi. c. Pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses (X13) Dari pertanyaan terhadap indikator “pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses” terhadap kebijakan pemerintah pusat termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 94 responden atau 41,23% menjawab masih rendah , 6 responden atau 2,63% menjawab cukup, 48 responden atau 21,05% menjawab sudah tinggi dan 80 responden atau 35,09% menyatakan sangat tinggi.
109
Tabel 39 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 94 6 48 80 228
0 376 18 96 80 570 2,50 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 41,23 2,63 21,05 35,09
d. Tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X14) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,62,. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tersedianya fasilitas sekolah yang memadai” terhadap kebijakan pemerintah pusat termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 90 responden atau 39,47% menjawab masih rendah , empat responden atau 1,75% menjawab cukup, 92 responden atau 40,35% menjawab sudah tinggi dan 42 responden atau 18,42% menyatakan sangat tinggi. Tabel 40 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas sekolah yang memadai No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 90 4 92 42 228
0 360 12 184 42 598 2,62
0,00 39,47 1,75 40,35 18,42
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 e. Tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X15) Dari pertanyaan terhadap indikator tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,48 Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tersedianya fasilitas puskesmas
110
yang memadai” terhadap kebijakan pemerintah pusat termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 90 responden atau 39,47% menjawab masih rendah , 4 responden atau 1,75% menjawab cukup, 60 responden atau 26,32% menjawab sudah tinggi dan 74 responden atau 32,46% menyatakan sangat tinggi. Tabel 41 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 90 4 60 74 228
0 360 12 120 74 566 2,48 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 39,47 1,75 26,32 32,46
4.2.2.3. Variabel kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) Untuk mengukur variabel kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) dengan menggunakan sembilan (9) indikator, antara lain : a). pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu (X16), b). pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik (X17), c). proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar (X18), d). kelembagaan koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berjalan dengan baik (X19), e). teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing (X20), f). pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses (X21), g). pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani (X22), h). tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X23), dan i). tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X24). a. Pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu (X16) Dari pertanyaan terhadap indikator pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu yang diajukan kepada 228 responden, ratarata skor jawaban responden sebesar 2,21, dengan demikian responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 58 responden atau 25,44% menjawab masih rendah ,
5 responden atau 2,19%
111
menjawab cukup, 92 responden atau 40,35% menjawab sudah tinggi dan 73 responden atau 32,02% menyatakan sangat tinggi. Tabel 42 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan penyuluhan yang dapat di akses dan bermutu No. Kategori Skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 58 232 Cukup 3 5 15 Tinggi 2 92 184 Sangat tinggi 1 73 73 Jumlah 228 504 Rata-rata skor 2,21 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 25,44 2,19 40,35 32,02
b. Pelabuhan dan Tempat Pelelangan Ikan yang baik (X17) Dari pertanyaan terhadap indikator Pelelangan Ikan yang baik”
“pelabuhan dan Tempat
yang diajukan kepada 228 responden, rata-
rata skor jawaban responden sebesar 1,67. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori sangat rendah yaitu dengan perincian : delapan responden atau 3,51% menjawab masih rendah , dua responden atau 0,88% menjawab cukup, 124 responden atau 54,39% menjawab sudah tinggi dan 94 responden atau 41,23% menyatakan sangat tinggi. Tabel 43 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelabuhan dan tempat pelelangan ikan yang baik No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 8 2 124 94 228
0 32 6 248 94 380 1,67
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 3,51 0,88 54,39 41,23
112
c. Proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar (X18) Dari pertanyaan terhadap indikator
“proses perizinan yang cepat
dengan biaya yang wajar” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 38 responden atau 16,67% menjawab masih rendah , empat responden atau 1,75% menjawab cukup, 108 responden atau 47,37% menjawab sudah tinggi dan 78 responden atau 34,21% menyatakan sangat tinggi. Tabel 44 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 38 4 108 78 228
0 152 12 216 78 458 2,01 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 16,67 1,75 47,37 34,21
d. Kelembagaan koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berjalan dengan baik (X19) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,75. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “kelembagaan koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berjalan dengan baik” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 88 responden atau 38,60% menjawab masih rendah , enam responden atau 2,63% menjawab cukup, 124 responden atau 54,39% menjawab sudah tinggi dan 10 responden atau 4,39% menyatakan sangat tinggi.
113
Tabel 45 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kelembagaan koperasi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berjalan dengan baik No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
5 4 3 2 1
0 88 6 124 10 228
0 352 18 248 10 628 2,75 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 38,60 2,63 54,39 4,39
e. Teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing (X20) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, maka rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,54. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : dua responden atau 0,88% menjawab masih sangat rendah, 76 responden atau 33,33% menjawab masih rendah , delapan responden atau 3,51% menjawab cukup, 100 responden atau 43,86% menjawab sudah tinggi dan 42 responden atau 18,42% menyatakan sangat tinggi. Tabel 46 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 2 10 Rendah 4 76 304 Cukup 3 8 24 Tinggi 2 100 200 Sangat tinggi 1 42 42 Jumlah 228 580 Rata-rata skor 2,54 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,88 33,33 3,51 43,86 18,42
114
f. Pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses (X21) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,54. Jawaban ini menunjukkan bahwa responden
dalam
menjawab
pertanyaan
pengaruh
“pelatihan
dan
bimbingan yang dapat di akses” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 65 responden atau 28,51% menjawab masih rendah , tiga responden atau 1,32% menjawab cukup, 149 responden atau 65,35% menjawab sudah tinggi dan 11 responden atau 4,82% menyatakan sangat tinggi. Tabel 47 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pelatihan dan bimbingan yang dapat di akses No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 65 3 149 11 228
0 260 9 298 11 578 2,54 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 28,51 1,32 65,35 4,82
g. Pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani (X22) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,36, hal ini dapat dijelaskan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : dua responden atau 0,88% menjawab masih sangat rendah, 38 responden atau 16,67% menjawab masih rendah , 4 responden atau 1,75% menjawab cukup, 181 responden atau 79,39% menjawab sudah tinggi dan tiga responden atau 1,32% menyatakan sangat tinggi.
115
Tabel 48 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
2 38 4 181 3 228
10 152 12 362 3 539 2,36 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,88 16,67 1,75 79,39 1,32
h. Tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X23) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas sekolah yang memadai No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 168 29 27 4 228
0 672 87 54 4 817 3,58 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 73,68 12,72 11,84 1,75
Dari Tabel 48 rata-rata skor jawaban responden sebesar 3,58, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tersedianya
fasilitas
sekolah
yang
memadai”
terhadap
kebijakan
pemerintah daerah termasuk dalam kategori tinggi yaitu dengan perincian : 168 responden atau 73,68% menjawab masih rendah , 29 responden atau 12,72% menjawab cukup, 27 responden atau 11,84% menjawab sudah tinggi dan empat responden atau 1,75% menyatakan sangat tinggi. i. Tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X24) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden
116
sebesar 3,12. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai” terhadap kebijakan pemerintah daerah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 132 responden atau 57,89% menjawab masih rendah , lima responden atau 2,19% menjawab cukup, 77 responden atau 33,77% menjawab sudah tinggi dan 14 responden atau 6,14% menyatakan sangat tinggi. Tabel 50 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
5 4 3 2 1
0 132 5 77 14 228
0 528 15 154 14 711 3,12 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 57,89 2,19 33,77 6,14
4.2.2.4. Variabel kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) Untuk
mengukur
variabel
kinerja
usaha
perikanan
tangkap
(KUP_TANG) dengan menggunakan delapan (8) indikator antara lain : a). Laba dan Rugi (R/L) (X25), b). Return on Investment (ROI) (X26), c). informasi Fishing Ground (FG) (X27), d). peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) (X28), e). Ikut menciptakan keamanan (X29), f). kebersihan lingkungan (X30), g). tersedianya sarana dan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (X31), dan h). ketersediaan es atau garam (X32). a. laba dan rugi (R/L) (X25) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,16. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “laba dan rugi” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 22 responden atau 9,65% menjawab masih rendah , 28 responden atau
117
12,28% menjawab cukup, 142 responden atau 62,28% menjawab sudah tinggi dan 36 responden atau 15,79% menyatakan sangat tinggi. Tabel 51 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator laba dan rugi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 22 28 142 36 228
0 88 84 284 36 492 2,16 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 9,65 12,28 62,28 15,79
b. Return on Investment / tingkat pengembalian investasi (ROI) (X26) Dari pertanyaan terhadap indikator “tingkat pengembalian investasi” yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,04. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tingkat pengembalian investasi” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 33 responden atau 14,47% menjawab masih rendah , 20 responden atau 8,77% menjawab cukup, 99 responden atau 43,42% menjawab sudah tinggi dan 76 responden atau 33,33% menyatakan sangat tinggi. Tabel 52 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat pengembalian investasi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 33 132 Cukup 3 20 60 Tinggi 2 99 198 Sangat tinggi 1 76 76 Jumlah 228 466 Rata-rata skor 2,04 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 14,47 8,77 43,42 33,33
c. Informasi daerah penangkapan ikan/fishing ground (FG) (X27) Dari pertanyaan terhadap informasi daerah penangkapan ikan yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar
118
1,87, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “informasi daerah penangkapan ikan” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori sangat rendah yaitu dengan perincian : 15 responden atau 6,58% menjawab masih rendah , 14 responden atau 6,58% menjawab cukup, 126 responden atau 55,26% menjawab sudah tinggi dan 73 responden atau 32,02% menyatakan sangat tinggi. Tabel 53 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator informasi daerah penangkapan ikan No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 15 14 126 73 228
0 60 42 252 73 427 1,87 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 6,58 6,14 55,26 32,02
d. Peningkatan pendapatan anak buah kapal (ABK) (X28) Dari pertanyaan terhadap indikator
peningkatan pendapatan Anak
Buah Kapal (ABK) yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 54. Tabel 54 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator peningkatan pendapatan anak buah kapal No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 2 8 Cukup 3 4 12 Tinggi 2 150 300 Sangat tinggi 1 72 72 Jumlah 228 392 Rata-rata skor 1,72 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 0,88 1,75 65,79 31,58
Pada Tabel 54 rata-rata skor jawaban responden sebesar 1,72, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal” terhadap kinerja usaha
119
perikanan tangkap termasuk dalam kategori sangat rendah yaitu dengan perincian : dua responden atau 0,88% menjawab masih rendah , empat responden atau 1,75% menjawab cukup, 150 responden atau 65,79% menjawab sudah tinggi dan 72 responden atau 31,58% menyatakan sangat tinggi. e. Ikut menciptakan keamanan (X29) Dari pertanyaan terhadap indikator ikut menciptakan keamanan yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ikut menciptakan keamanan No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 19 55 144 10 228
0 76 165 288 10 539 2,36 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 8,33 24,12 63,16 4,39
Dari Tabel 55 rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,36, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “Ikut menciptakan keamanan” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 19 responden atau 8,33% menjawab masih rendah ,
55 responden atau 24,12%
menjawab cukup, 144 responden atau 63,16% menjawab sudah tinggi dan 10 responden atau 4,39% menyatakan sangat tinggi. f. Kebersihan lingkungan (X30) Dari pertanyaan terhadap indikator
kebersihan lingkungan yang
diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,36,
hal ini menunjukkan responden dalam menjawab pertanyaan
pengaruh “kebersihan lingkungan” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 19 responden atau 8,33% menjawab masih rendah , 55 responden atau
120
24,12% menjawab cukup, 144 responden atau 63,16% menjawab sudah tinggi dan 10 responden atau 4,39% menyatakan sangat tinggi. Tabel 56 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kebersihan lingkungan No. Kategori Skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 19 76 Cukup 3 55 165 Tinggi 2 144 288 Sangat tinggi 1 10 10 Jumlah 228 539 Rata-rata skor 2,36 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 8,33 24,12 63,16 4,39
g. Tersedianya sarana dan prasarana pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (X31) Dari pertanyaan terhadap indikator
tersedianya sarana dan
prasarana pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tersedianya sarana dan prasarana pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 4 34 153 37 228
0 16 102 306 37 461 2,02 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 1,75 14,91 67,11 16,23
Pada Tabel 57 rata-rata skor jawaban responden diperoleh sebesar 2,02, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam
kategori rendah yaitu dengan perincian : empat responden atau 1,75% menjawab rendah, 34 responden atau 14,91% menjawab cukup, 153
121
responden atau 67,11 menjawab sudah tinggi dan 37 responden atau 16,23% menyatakan sangat tinggi. h. Ketersediaan es atau garam (X32) Dari pertanyaan terhadap indikator ketersediaan es atau garam yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 58. Tabel 58 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ketersediaan es atau garam No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
1 4 7 176 40 228
5 16 21 352 40 434 1,90
0,44 1,75 3,07 77,19 17,54
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Pada Tabel 58 rata-rata skor jawaban responden sebesar 1,91, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “ketersediaan es atau garam” terhadap kinerja usaha perikanan tangkap termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, empat responden atau 1,75% menjawab masih rendah , tujuh responden atau 3,07% menjawab cukup, 176 responden atau 77,19% menjawab sudah tinggi dan 40 responden atau 17,54% menyatakan sangat tinggi. 4.2.2.5. Variabel kinerja industri pengolahan (KI_PROS) Untuk mengukur variabel Kinerja Industri
Pengolahan (KI_PROS)
dengan menggunakan enam (6) indikator, antara lain : a). Laba dan Rugi (R/L) (X33),
b). Return on Investment (ROI) (X34), c). peningkatan
pendapatan pekerja (X35), d). penyediaan pangan yang bergizi (X36), e). informasi harga ikan (X37), dan f). teknologi dan nilai tambah (X38). a. laba dan rugi (R/L) (X33) Dari pertanyaan terhadap indikator
penggunaan teknologi tepat
guna yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data ratarata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 59.
122
Tabel 59 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator laba dan rugi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 71 29 121 7 228
0 284 87 242 7 620 2,72
0,00 31,14 12,72 53,07 3,07
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Pada Tabel 59 rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,72, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “laba dan rugi” terhadap kinerja industri
pengolahan termasuk dalam
kategori cukup yaitu dengan perincian : 71 responden atau 31,14% menjawab masih rendah , 29 responden atau 12,72% menjawab cukup, 121 responden atau 53,07% menjawab sudah tinggi dan tujuh responden atau 3,07% menyatakan sangat tinggi. b. Return on Investment (ROI)/ tingkat pengembalian investasi (X34) Dari pertanyaan terhadap indikator tingkat pengembalian investasi yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,83, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “tingkat pengembalian investasi” terhadap kinerja industri pengolahan termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 68 responden atau 29,82% menjawab masih rendah , 60 responden atau 26,32% menjawab cukup, 93 responden atau 40,79% menjawab sudah tinggi dan tujuh responden atau 3,51% menyatakan sangat tinggi. Tabel 60 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator tingkat pengembalian investasi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 68 272 Cukup 3 60 180 Tinggi 2 93 186 Sangat tinggi 1 7 7 Jumlah 228 645 Rata-rata skor 2,83 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 29,82 26,32 40,79 3,07
123
c. Peningkatan pendapatan pekerja (X35) Dari pertanyaan terhadap indikator peningkatan pendapatan pekerja yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,93. Tabel 61 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator peningkatan pendapatan pekerja No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 87 44 90 7 228
0 348 132 180 7 667 2,93 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 38,16 19,30 39,47 3,07
Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “peningkatan pendapatan pekerja” terhadap kinerja industri pengolahan termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 87 responden atau 38,16% menjawab masih rendah , 44 responden atau 19,30% menjawab cukup, 90 responden atau 39,47% menjawab sudah tinggi dan tujuh responden atau 3,07% menyatakan sangat tinggi d. Penyediaan pangan yang bergizi (X36) Dari pertanyaan terhadap indikator penggunaan teknologi tepat guna yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,16. Tabel 62 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penyediaan pangan yang bergizi No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
1 48 20 77 82 228
5 192 60 154 82 493 2,16 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,44 21,05 8,77 33,77 35,96
124
Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “penyediaan pangan yang bergizi” terhadap kinerja industri pengolahan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, 48 responden atau 21,05% menjawab masih rendah , 20 responden atau 8,77% menjawab cukup, 77 responden atau 33,77% menjawab sudah tinggi dan 82 responden atau 35,96% menyatakan sangat tinggi. e. Informasi harga ikan (X37) Dari pertanyaan terhadap indikator
informasi harga ikan yang
diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,77, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “informasi harga ikan” terhadap kinerja industri pengolahan termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : satu responden atau 0,44% menjawab masih sangat rendah, 87 responden atau 38,16% menjawab masih rendah , 13 responden atau 5,70% menjawab cukup, 113 responden atau 49,56% menjawab sudah tinggi dan 14 responden atau 6,14% menyatakan sangat tinggi. Tabel 63 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator informasi harga ikan No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
1 87 13 113 14 228
5 348 39 226 14 632 2,77 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,44 38,16 5,70 49,56 6,14
f. Teknologi dan nilai tambah (X38) Dari pertanyaan terhadap indikator teknologi dan nilai tambah yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,05. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “teknologi dan nilai tambah” terhadap kinerja industri pengolahan termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 23 responden atau 10,09% menjawab masih rendah ,
9 responden atau 3,95%
125
menjawab cukup, 152 responden atau 66,67% menjawab sudah tinggi dan 44 responden atau 19,30% menyatakan sangat tinggi. Tabel 64 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator teknologi dan nilai tambah No. Kategori Skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 23 92 Cukup 3 9 27 Tinggi 2 152 304 Sangat tinggi 1 44 44 Jumlah 228 467 Rata-rata skor 2,05 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 4.2.2.6. Variabel tujuan (TUJ_PEM_Pi)
pembangunan
perikanan
0,00 10,09 3,95 66,67 19,30
Jawa
Tengah
Untuk mengetahui variabel Tujuan Pembangunan Perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi) dengan menggunakan sebelas (11) indikator, antara lain : a). ketahanan pangan (Y1), b). Gross Domestic Product (GDP) atau Devisa (Y2), c). Income/ pendapatan daerah (Y3), d). kenaikan Income/pendapatan masyarakat (Y4), e). Penyerapan tenaga kerja (Y5), f). Pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis (Y6), g). Pemerataan konsumsi ikan (Y7), h). Kelestarian lingkungan (Y8), i). Plasma nutfah (Y9), j). Menumbuhkan bisnis yang lain (Y10) dan k). Menurunkan eksternalitas negatif seperti, keadaan yang kumuh, limbah logam berat, asam dan basa kuat limbah organik (Y11). a. Ketahanan pangan (Y1) Dari pertanyaan terhadap indikator
ketahanan pangan yang
diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 65. Dimana, menggambarkan ratarata skor jawaban responden sebesar 2,50, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “ketahanan pangan” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 69 responden atau 30,26% menjawab masih rendah , 29 responden atau 12,72% menjawab cukup, 78 responden atau 34,21% menjawab sudah tinggi dan 52 responden atau 22,81% menyatakan sangat tinggi.
126
Tabel 65 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator ketahanan pangan No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 69 29 78 52 228
0 276 87 156 52 571 2,5
0,00 30,26 12,72 34,21 22,81
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 b. Gross Domestic Product (GDP) atau devisa (Y2) Dari pertanyaan terhadap indikator devisa yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,96. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh devisa terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 101 responden atau 44,30% menjawab masih rendah , 28 responden atau 12,28% menjawab cukup, 89 responden atau 39,04% menjawab sudah tinggi dan 10 responden atau 4,39% menyatakan sangat tinggi. Tabel 66 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator devisa No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 101 28 89 10 228
0 404 84 178 10 676 2,96 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 44,30 12,28 39,04 4,39
c. Income/pendapatan daerah (Y3) Dari pertanyaan terhadap indikator pendapatan daerah yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 3,18, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pendapatan daerah” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 122 responden atau 53,51% menjawab masih
127
rendah , 33 responden atau 14,47% menjawab cukup, 65 responden atau 28,51% menjawab sudah tinggi dan 8 responden atau 3,51% menyatakan sangat tinggi. Tabel 67 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pendapatan daerah No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah 5 4 3 2 1
0 122 33 65 8 228
Skor Persentase (%) 0 488 99 130 8 725
0,00 53,51 14,47 28,51 3,51
3,18
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 d. Kenaikan Income/pendapatan masyarakat (Y4) Dari pertanyaan terhadap indikator kenaikan pendapatan masyarakat yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,79, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “kenaikan pendapatan masyarakat” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 75 responden atau 32,89% menjawab masih rendah , 43 responden atau 18,86% menjawab cukup, 98 responden atau 42,98% menjawab sudah tinggi dan 12 responden atau 5,26% menyatakan sangat tinggi. Tabel 68 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kenaikan pendapatan masyarakat No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 75 300 Cukup 3 43 129 Tinggi 2 98 196 Sangat tinggi 1 12 12 Jumlah 228 637 Rata-rata skor 2,79 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 32,89 18,86 42,98 5,26
128
e. Penyerapan tenaga kerja (Y5) Dari pertanyaan terhadap indikator penyerapan tenaga kerja yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 1,93, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “penyerapan tenaga kerja” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 26 responden atau 11,40% menjawab masih rendah ,
tujuh responden atau 3,07% menjawab cukup, 119
responden atau 52,19% menjawab sudah tinggi dan 76 responden atau 33,33% menyatakan sangat tinggi. Tabel 69
Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator penyerapan tenaga kerja
No. Kategori Skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 26 104 Cukup 3 7 21 Tinggi 2 119 238 Sangat tinggi 1 76 76 Jumlah 228 439 Rata-rata skor 1,93 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 11,40 3,07 52,19 33,33
f. Pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis (Y6) Dari pertanyaan terhadap indikator Pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,07. Tabel 70 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 22 88 Cukup 3 13 39 Tinggi 2 153 306 Sangat tinggi 1 40 40 Jumlah 228 473 Rata-rata skor 2,07 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 9,65 5,70 67,11 17,54
129
Dari jawaban ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “Pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 22 responden atau 9,65% menjawab masih rendah , 13 responden atau 5,70% menjawab cukup, 153 responden atau 67,11% menjawab sudah tinggi dan 40 responden atau 17,54% menyatakan sangat tinggi. g. Pemerataan konsumsi ikan (Y7) Dari pertanyaan terhadap indikator pemerataan konsumsi ikan yang diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 71. Tabel 71 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator pemerataan konsumsi ikan No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 20 15 138 55 228
0 80 45 276 55 456 2,00 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 8,77 6,58 60,53 24,12
Dari Tabel 71 rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,00, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “pemerataan konsumsi ikan” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 20 responden atau 8,77% menjawab masih rendah , 15 responden atau 6,58% menjawab cukup, 138 responden atau 60,53% menjawab sudah tinggi dan 55 responden atau 24,12% menyatakan sangat tinggi. h. Kelestarian lingkungan (Y8) Dari pertanyaan terhadap indikator
kelestarian lingkungan yang
diajukan kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “kelestarian lingkungan” terhadap
130
tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori sangat rendah yaitu dengan perincian : sembilan responden atau 3,95% menjawab masih rendah , 12 responden atau 5,26% menjawab cukup, 121 responden atau 53,07% menjawab sudah tinggi dan 86 responden atau 37,72% menyatakan sangat tinggi. Tabel 72 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator kelestarian lingkungan No. Kategori Skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah 5 0 0 Rendah 4 9 36 Cukup 3 12 36 Tinggi 2 121 242 Sangat tinggi 1 86 86 Jumlah 228 400 Rata-rata skor 1,75 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 3,95 5,26 53,07 37,72
i. Plasma nutfah (Y9) Dari pertanyaan terhadap indikator
plasma nutfah yang diajukan
kepada 228 responden, maka hasil tabulasi data rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,60, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab
pertanyaan
pengaruh
“plasma
nutfah”
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 44 responden atau 19,30% menjawab masih rendah , 66 responden atau 28,95% menjawab cukup, 101 responden atau 44,30% menjawab sudah tinggi dan 17 responden atau 7,46% menyatakan sangat tinggi. Tabel 73 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator plasma nutfah No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 44 66 101 17 228
0 176 198 202 17 593 2,60
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 19,30 28,95 44,30 7,46
131
j. Menumbuhkan bisnis yang lain (Y10) Dari pertanyaan terhadap indikator menumbuhkan bisnis yang lain yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 2,12. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh “menumbuhkan bisnis yang lain” terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan perincian : 16 responden atau 7,02% menjawab masih rendah , 29 responden atau 12,72% menjawab cukup, 150 responden atau 65,79% menjawab sudah tinggi dan 33 responden atau 14,47% menyatakan sangat tinggi. Tabel 74 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator menumbuhkan bisnis yang lain No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Jumlah Skor Persentase (%)
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
5 4 3 2 1
0 16 29 150 33 228
0 64 87 300 33 484 2,12 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 7,02 12,72 65,79 14,47
k. Menurunkan eksternalitas negatif (Y11) Dari pertanyaan terhadap indikator menurunkan eksternalitas negatif yang diajukan kepada 228 responden, rata-rata skor jawaban responden sebesar 1,97. Tabel 75 Rata-rata skor jawaban responden terhadap indikator menurunkan eksternalitas negatif No. Kategori Skor 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Jumlah Rata-rata skor
Nilai Jumlah Skor Persentase (%) 5 4 3 2 1
0 24 15 120 69 228
0 96 45 240 69 450 1,97 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,00 10,53 6,58 52,63 30,26
132
Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam menjawab pertanyaan pengaruh
“menurunkan
eksternalitas
negatif”
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah termasuk dalam kategori rendah yaitu dengan perincian : 24 responden atau 10,09% menjawab masih rendah , 15 responden atau 6,58% menjawab cukup, 120 responden atau 52,63% menjawab sudah tinggi dan 69 responden atau 30,26% menyatakan sangat tinggi.
133
4.3 Analisis SEM (Structural Equation Modelling) 4.3.1 Uji model unidimensional masing-masing variabel laten dengan confirmatory factor analysis (CFA) Uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA) ) adalah suatu analisa untuk menguji unidimensionalitas dari suatu indikator yang membentuk suatu variabel laten tertentu (Ghozali 2004). 4.3.1.1 Variabel laten lingkungan usaha perikanan (LUP) Dari hasil awal analisis uji model undimensional pada variabel laten lingkungan usaha perikanan menunjukkan nilai Chi-square sebagai kriteria model fit menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square
(335,599),
probabilitas
(0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (9,589), AGFI (0,586), GFI (0,737), TLI (0,575) dan RMSEA (0,195) (Gambar 12). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. ,10 LUP
2,50 2,65 2,16 2,67 X1
1 ,55
e1
X2
1
X3
1 ,87
,38 e2
e3
X4 e4
2,73
1 ,70
2,44
X5
1 ,42
e5
,79 ,81 ,70 1,00
X6
1
,84 e6
X7
X8
X9
e7
e8
e9
1
1,06 1
1,26 1
X10
1,27 1
1,19
e10
Chi-square= 335,599 Df = 35 Probabilitas = ,000 AGFI = ,586 GFI = ,737 TLI = ,575 RMSEA = ,195
Gambar 12 Output path diagram model awal lingkungan usaha perikanan Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator menunjukkan bahwa semua indikator dapat diterima. indikator skill dan knowledge sumberdaya manusia (SDM) (X1), penggunaan teknologi tepat guna (X2), Kapital working yang cukup (X3), budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan (X4), perijinan sesuai potensi (X5), tersedianya logistik (X6), penguasaan/adanya
134
akses ke pasar yang kompetitif (X7), interest/tingkat suku bunga yang murah (X8), kredit yang dapat diakses (X9), dan regulasi/ijin/aturan yang cepat dan biaya yang murah (X10), dimana
semua variabel indikator
(Tabel 76) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 35 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan signifikan dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Tabel 76
Regression weights (loading factor) measurement model awal lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate S.E. 1,000 ,704 ,292 ,812 ,303 ,792 ,289 2,436 ,617 2,730 ,674 2,672 ,681 2,160 ,569 2,647 ,651 2,497 ,624
C.R.
P
Label
2,414 ,016 par_1 2,684 ,007 par_2 2,744 ,006 par_3 3,951 *** par_4 4,049 *** par_5 3,921 *** par_6 3,793 *** par_7 4,065 *** par_8 4,003 *** par_9
Setelah diketahui bahwa semua variabel signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Tabel 77 Modification index model awal lingkungan usaha perikanan
e3 e4 e5 e5 e6 e7 e7
<-->e2 <-->e3 <-->e2 <-->e3 <-->e5 <-->e3 <-->e4
M.I. Par Change 6,133 -,109 74,189 ,489 4,840 ,072 6,526 -,119 4,145 ,094 6,825 -,172 8,020 -,173
135
e8 <-->e3 e8 <-->e4 e8 <-->e7 e9 <-->e3 e9 <-->e4 e9 <-->e7 e9 <-->e8 e10 <-->e3 e10 <-->e4 e10 <-->e7 e10 <-->e8 e10 <-->e9
M.I. Par Change 9,001 -,216 7,212 -,179 41,469 ,497 7,250 -,195 8,492 -,195 49,116 ,544 59,508 ,652 4,568 -,150 13,935 -,242 16,209 ,303 57,966 ,623 33,431 ,476
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 74,189 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 3 (kapital working yang cukup) dengan item 4 (budaya sebagai nelayan dan pedagang yang dilestarikan) dengan nilai statistik 0,489. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 3 dengan error 4, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 74,189. Hasil revisi 1 model sebagai berikut : ,12 LUP
2,27 2,48 1,71 2,26 X1
1 ,57
e1
1
X2
X3
1 ,99
,35 e2
e3
X4
2,57
1 ,81
e4
2,27
X5
1,39
e5
X6
1
,81 ,84 ,73 1,00 X7
,82
1
e6
e7
1,05 1
X8 e8
1,24 1
X9 e9
X10
1,26 1
1,17 e10
,53
Chi-square= 250,307 Df = 34 Probabilitas = ,000 AGFI = ,654 GFI = ,786 TLI = ,685 RMSEA = ,167
Gambar 13 Output path diagram model revisi 1 lingkungan usaha perikanan Dari hasil model revisi 1 analisis uji model undimensional pada variabel laten
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (250,307) dan probabilitas (0,000),
nilai fit yang lain masih dibawah nilai yang direkomendasikan
antara lain; nilai CMIN/Df (7,362), AGFI (0,654), GFI (0,786), TLI (0,685)
136
dan RMSEA (0,167) (Gambar 13). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Tabel 78
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate S.E. 1,000 ,733 ,271 ,837 ,281 ,807 ,267 2,270 ,532 2,571 ,587 2,262 ,540 1,710 ,434 2,483 ,564 2,265 ,524
C.R.
P
Label
2,702 ,007 par_1 2,984 ,003 par_2 3,024 ,002 par_3 4,267 *** par_4 4,382 *** par_5 4,187 *** par_6 3,943 *** par_7 4,404 *** par_8 4,321 *** par_9
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 78) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 34 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Tabel 79 Modification index model revisi 1 lingkungan usaha perikanan e8 <-->e5 e8 <-->e7 e9 <-->e5 e9 <-->e7 e9 <-->e8 e10 <-->e4 e10 <-->e7 e10 <-->e8 e10 <-->e9
M.I. Par Change 5,073 -,121 40,066 ,483 7,156 -,144 47,859 ,531 58,287 ,638 8,054 -,153 14,954 ,287 56,471 ,608 32,086 ,461
137
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 58,287 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 8 (interest/tingkat suku bunga yang murah) dengan item 9 (kredit yang dapat diakses) dengan nilai statistik 0,638. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 8 dengan error 9, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 58,287. Hasil revisi 2 model sebagai berikut : ,11 LUP
2,36 2,58 1,79 2,37 X1
1 ,57
e1
X2
1
X3
1 ,99
,35 e2
e3
X4
2,68
1 ,81
e4
2,35
X5
1,38
e5
X6
1
,83
,78 ,81 ,71 1,00 X7
X8
X9
e7
e8
e9
1 1,06 1 1,25 1
e6
,52
X10
1,27 1
1,18 e10
,49
Chi-square= 206,403 Df = 33 Probabilitas = ,000 AGFI = ,732 GFI = ,839 TLI = ,740 RMSEA = ,152
Gambar 14 Output path diagram model revisi 2 lingkungan usaha perikanan Dari hasil model revisi 2 analisis uji model undimensional pada variabel laten
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
belum fit, yaitu dari nilai Chi-square (206,403) dan probabilitas (0,000), nilai fit yang lain juga masih di bawah nilai yang direkomendasikan antara lain; CMIN/df (6,255), AGFI (0,732), GFI (0,839), TLI (0,740) dan RMSEA (0,152) (Gambar 14). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 80) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau
138
koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 33 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Tabel 80
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate S.E. 1,000 ,691 ,279 ,809 ,290 ,802 ,279 2,368 ,576 2,697 ,639 2,377 ,588 1,800 ,470 2,589 ,612 2,363 ,568
C.R.
P
Label
2,479 ,013 par_1 2,789 ,005 par_2 2,878 ,004 par_3 4,110 *** par_4 4,218 *** par_5 4,045 *** par_6 3,830 *** par_7 4,233 *** par_8 4,157 *** par_9
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Tabel 81 Modification index model revisi 2 lingkungan usaha perikanan
e8 <-->e5 e9 <-->e5 e9 <-->e7 e9 <-->e8 e10 <-->e4 e10 <-->e8 e10 <-->e9
M.I. Par Change 5,027 -,109 5,449 -,126 16,844 ,287 27,249 ,397 7,516 -,148 42,277 ,479 32,828 ,469
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 42,277 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 8 (interest/tingkat suku bunga yang murah) dengan item 10
139
(regulasi/ijin/aturan yang cepat dan biaya yang murah) dengan nilai statistik 0,479. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 8 dengan error 10, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 42,277. Hasil revisi 3 model sebagai berikut : ,11 LUP
2,43 2,66 1,86 2,45 X1
1 ,57
e1
X2
1
X3
1 ,98
,35 e2
e3
2,78
X4
2,43
X5
1 ,80
1,38
e4
X6
1
e5
,83
,81 ,78 ,71 1,00 X7
1
e6
X8
1,06
1
e7
,52
X9
1,17 1
e8
X10
1,27 1
e9
1,19 e10
,36 ,51
Chi-square= 156,174 Df = 32 Probabilitas = ,000 AGFI = ,787 GFI = ,876 TLI = ,808 RMSEA = ,131
Gambar 15 Output path diagram model revisi 3 lingkungan usaha perikanan Dari hasil model revisi 3 analisis uji model undimensional pada variabel laten
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
belum fit yang ditunjukkan dari nilai Chi-square (156,174) dan probabilitas (0,000) nilai fit lainnya juga masih dibawah nilai yang direkomendasikan, antara lain; CMIN/Df (4,880) AGFI (0,787), GFI (0,876), TLI (0,808) dan RMSEA (0,131) (Gambar 15). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Tabel 82
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP
Estimate 1,000 ,710 ,779 ,807 2,433 2,777 2,453 1,861
S.E. ,289 ,226 ,288 ,608 ,676 ,621 ,496
C.R.
P
Label
2,452 ,014 par_1 3,448 *** par_2 2,804 ,005 par_3 4,005 *** par_4 4,107 *** par_5 3,947 *** par_6 3,750 *** par_7
140
X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate 2,665 2,433
S.E. C.R. ,647 4,122 ,601 4,050
P Label *** par_8 *** par_9
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 82) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 32 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Tabel 83 Modification index model revisi 3 lingkungan usaha perikanan
e9 <-->e5 e9 <-->e7 e9 <-->e8 e10 <-->e4 e10 <-->e7 e10 <-->e9
M.I. Par Change 4,735 -,117 26,265 ,370 14,614 ,261 7,611 -,133 10,599 ,199 11,203 ,244
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 26,265 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 7 (penguasaan/adanya akses ke pasar yang kompetitif) dengan item 9 (kredit yang dapat diakses) dengan nilai statistik 0,370. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 7 dengan error 9, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 26,265. Hasil revisi 4 model sebagai berikut :
141
,10 LUP
2,49 2,73 1,92 2,52 X1
1 ,57
e1
X2
1
X3
1 ,98
,35 e2
e3
2,85
X4
1 ,80
e4
2,49
X5
1,37
e5
X6
1
,80 ,78 ,68 1,00 X7
,83
1
e6
1,00 1
e7
,52
X8
X9
1,23 1
1,28
e8
e9
,45
,59
X10
1
1,19 e10
,20
Chi-square= 121,533 Df = 31 Probabilitas = ,000 AGFI = ,833 GFI = ,906 TLI = ,855 RMSEA = ,113
Gambar 16 Output path diagram model revisi4 lingkungan usaha perikanan Dari hasil model revisi 4 analisis uji model undimensional pada variabel laten
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
belum fit yang ditunjukkan dari nilai Chi-square (121,533) dan probabilitas (0,000), nilai fit lainnya juga masih dibawah yang di tetapkan antara lain; CMIN/Df (3,920) AGFI (0,833), TLI (0,855) dan RMSEA (0,113) (Gambar 16). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Tabel 84
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate S.E. 1,000 ,679 ,293 ,776 ,226 ,795 ,289 2,492 ,637 2,851 ,711 2,524 ,653 1,916 ,521 2,730 ,678 2,492 ,630
C.R.
P
Label
2,315 ,021 par_1 3,429 *** par_2 2,749 ,006 par_3 3,914 *** par_4 4,011 *** par_5 3,864 *** par_6 3,680 *** par_7 4,025 *** par_8 3,957 *** par_9
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 84) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar
142
dari t tabel pada level 5% dengan df 31 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Tabel 85 Modification index model revisi 4 lingkungan usaha perikanan
e7 e9 e9 e10
<--> e5 <--> e5 <--> e8 <--> e4
M.I. Par Change 4,207 ,087 6,324 -,123 25,705 ,328 6,875 -,124
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 25,705 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 8 (interest/tingkat suku bunga yang murah) dengan item 9 (kredit yang dapat diakses) dengan nilai statistik 0,328. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 8 dengan error 9, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 25,705 Hasil revisi 5 model sebagai berikut : ,10 LUP
2,51 2,74 1,93 2,54 X1
1 ,57
e1
X2
1
X3
1 ,98
,35 e2
e3
X4
2,87
1 ,79
e4
2,51
X5
1,37
e5
X6
1
,83 e6
,51
,79 ,76 ,66 1,00 X7
X8
X9
e7
e8
e9
1 1,06 1 1,13 1
,39 ,54
X10
1,28 1
1,19 e10
,49 ,42
Chi-square= 80,041 Df = 30 Probabilitas = ,000 AGFI = ,879 GFI = ,934 TLI = ,917 RMSEA = ,086
Gambar 17 Output path diagram model revisi 5 lingkungan usaha perikanan
143
Dari hasil model revisi 5 analisis uji model undimensional pada variabel laten
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (80,041) dan probabilitas (0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (2,668), AGFI (0,879), dan RMSEA (0,086) (Gambar
17). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda
(signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 86) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 30 sebesar 1,69, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten lingkungan usaha perikanan. Tabel 86
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 5 lingkungan usaha perikanan
X10 <--- LUP X9 <--- LUP X8 <--- LUP X7 <--- LUP X6 <--- LUP X5 <--- LUP X4 <--- LUP X3 <--- LUP X2 <--- LUP X1 <--- LUP
Estimate S.E. 1,000 ,664 ,293 ,760 ,240 ,787 ,294 2,506 ,643 2,869 ,719 2,540 ,661 1,930 ,527 2,744 ,685 2,505 ,637
C.R.
P
Label
2,267 ,023 par_1 3,165 ,002 par_2 2,672 ,008 par_3 3,894 *** par_4 3,990 *** par_5 3,845 *** par_6 3,666 *** par_7 4,003 *** par_8 3,936 *** par_9
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) .
144
Tabel 87 Modification index model revisi 5 lingkungan usaha perikanan e7 <-->e5 e9 <-->e5 e10 <-->e4 e10 <-->e9
M.I. Par Change 4,401 ,089 4,310 -,094 7,590 -,137 14,718 ,241
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 14,718 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 9 (kredit yang dapat diakses) dengan item 10 (regulasi/ijin/aturan yang cepat dan biaya yang murah) dengan nilai statistik 0,328. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 9 dengan error 10, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 14,718. Hasil revisi 6 model sebagai berikut : ,10 LUP
2,54 2,77 1,96 2,58 X1
1 ,57
e1
X2
1
X3
1 ,98
,35 e2
e3
X4
2,91
1 ,79
e4
2,54
X5
1 ,37
e5
X6
1
,83 e6
,51
,80 ,75 ,64 1,00 X7
1
X8
1,06 e7
1
X9
1,18 e8
,37
1
X10
1,21 e9
Chi-square= 57,682 Df = 29 Probabilitas = ,001 AGFI = ,907 GFI = ,951 TLI = ,951 RMSEA = ,066
1,20 e10
,35
,57 ,46
1
,52
Gambar 18 Output path diagram model revisi 6 lingkungan usaha perikanan Dari hasil model revisi 6 analisis uji model undimensional pada variabel laten telah
lingkungan usaha perikanan menunjukkan bahwa model
fit, yang ditunjukkan dari nilai Chi-square (57,682), probabilitas
(0,001), CMIN/Df (1,989), AGFI (0,907), GFI (0,951), TLI (0,951) dan RMSEA (0,066) yang telah memenuhi syarat (Gambar 18). Menurut Ghozali (2004), dan Ferdinand (2006) untuk menilai sebuah model fit, dari 11 kriteria tersebut 7 kriteria sudah cukup untuk menilainya, yaitu Chi-square, Significance probability, CMIN/DF, GFI (goodness-of-fit index), AGFI (adjusted goodness-of- fit index), TLI (Tucker-Lewis Index),
145
dan RMSEA (adjusted goodness-of- fit index). Untuk lebih jelasnya dari hasil analisis setelah model mengalami 6 revisi dijelaskan pada Tabel 88. Tabel 88
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model lingkungan usaha perikanan Goodness of Fit Creation Index
Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 29 adalah 42,557 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
57,682 0,001 1,989 0,951 0,907
Baik Baik Baik Baik
0,951 0,066
Baik Baik
Dari sepuluh indikator yang membentuk variabel laten lingkungan usaha perikanan di Jawa Tengah, ternyata yang berpengaruh terbesar terhadap lingkungan bisnis sektor perikanan adalah pada indikator X5 (perijinan sesuai potensi) dengan nilai statistik sebesar 2,913. Besarnya pengaruh perijinan sesuai potensi terhadap lingkungan bisnis sektor perikanan, karena kondisi sumberdaya perikanan, antara lain, sumberdaya stok ikan, hutan mangrove, sumberdaya karang sebagai salah satu sumber pemasok ikan hasil tangkap telah mengalami degradasi, apalagi kondisi sumberdaya di pantai utara jawa, yang diindikasikan dengan semakin menurunnya ikan hasil tangkapan selama 10
tahun terakhir, dengan
demikian sumberdaya ikan akan semakin menipis. Dengan semakin sedikitnya sumberdaya ikan, dibutuhkan “kearifan pengambil kebijakan” yaitu pemerintah daerah maupun pusat dalam mengeluarkan ijin penangkapan yang harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya ikan yang ada. Ijin yang dikeluarkan tersebut tidak terbatas dari pemerintah daerah (kota maupun provinsi) yang mengurusi ijin kapal dibawah 100 GT, akan tetapi juga untuk pemerintah pusat (yaitu Departemen Kelautan RI)
146
harus lebih selektif mengeluarkan ijin kapal-kapal yang home base nya di Pantai Utara Jawa Tengah. 4.3.1.2 Variabel laten kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) Dari hasil analisis uji model undimensional atau confimatory factor analysis pada measurement model pada variabel laten
kebijakan
pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) menunjukkan bahwa model sudah fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (7,117), CMIN/Df (1,423) probabilitas (0,212), AGFI (0,963), GFI (0,988), TLI (0,997) dan RMSEA (0,043) (Gambar 19). 1,58 ,55 X11
KEBIJ_PUS ,68 X12
1 ,60
1 ,33
e11
,90
1,00
e12
X13
1
,20
e13
X14
1
,11
e14
1,00 X15
1
,10
e15
Chi-square = 7,117 Df = 5 Probabilitas = ,212 AGFI = ,963 GFI = ,988 TLI = ,997 RMSEA = ,043
Gambar 19 Output path diagram model kebijakan pemerintah pusat Tabel 89
Regression weights (loading factor) measurement model kebijakan pemerintah pusat
X15 <--- KEBIJ_PUS X14 <--- KEBIJ_PUS X13 <--- KEBIJ_PUS X12 <--- KEBIJ_PUS X11 <--- KEBIJ_PUS
Estimate S.E. C.R. P Label 1,000 ,899 ,024 37,024 *** par_1 ,999 ,030 33,543 *** par_2 ,679 ,033 20,568 *** par_3 ,548 ,042 12,909 *** par_4
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Hal tersebut juga didukung oleh hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 89) menunjukkan bahwa semua indikator dapat diterima. indikator pendidikan yang dapat diakses dan bermutu (X11), permodalan dengan interest/tingkat suku bunga yang murah dan dapat diakses (X12),
147
pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses (X13), tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X14), dan tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X15). Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator
(Tabel 89) sudah
signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 5 sebesar 2,02, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah pusat. Tabel 90
No. 1.
2. 3. 4. 5.
Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kebijakan pemerintah pusat Goodness of Fit Creation Index
Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 5 adalah 11,0705 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
7,117
Baik
0,212 1,989 0,988 0,963
Kurang Baik Baik Baik
0,997 0,043
Baik Baik
Sehingga dari pengujian model goodness of fit creation index semua kriteria evaluasi model dinyatakan baik (Tabel 89), walaupun dengan catatan nilai probabilitias diatas nilai yang di persyaratkan, dan indikator yang ada dapat digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah pusat. Dari sepuluh indikator yang membentuk variabel laten kebijakan pemerintah pusat di Jawa Tengah, ternyata yang berpengaruh terbesar terhadap lingkungan bisnis sektor perikanan adalah pada indikator X15 (Tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai) dengan nilai statistik
148
sebesar 1,000. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan fasilitas untuk kesehatan bagi nelayan maupun pengolah ikan atau keluarganya sangat mempengaruhi mereka untuk dalam berpartisipasi dalam pembangunan perikanan Jawa Tengah. Kondisi ini
bisa dimengerti, karena selama ini
fasilitas kesehatan bagi nelayan sangat minim, bahkan bisa dikatakan dibeberapa daerah tidak ada, sehingga diharapkan dengan tersedianya fasilitas kesehatan ini dapat meningkatkan peran nelayan lebih baik dalam pembangunan. Untuk itu pemerintah pusat sewajarnya menyediakan fasilitas kesehatan bagi nelayan maupun pengolah ikan dan keluarganya di dekat wilayah mereka. 4.3.1.3 Variabel laten kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) Dari hasil awal analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (159,463) dan probabilitas (0,000), nilai fit yang lain menunjukkan masih dibawah nilai yang direkomendasikan, yaitu CMIN/Df (5,906) AGFI (0,753), GFI (0,852), TLI (0,798) dan RMSEA (0,147) (Gambar 20). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masingmasing indikator yang dianalisis. ,28 1,96 X16
1 ,25
e16
X17
1 ,23
e17
,89 1,26 X18
1 ,59
e18
KEBIJ_DAE 1,54
,74 X19
1 ,89
e19
X20
1
,68
e20
1,45 ,39 X21
1
,33
e21
,46 X22
1
e22
,60
1,00 X23
1
,53
e23
X24
1
,87
e24
Chi-square = 159,463 Df = 27 Probabilitas = ,000 AGFI= ,753 GFI = ,852 TLI = ,770 RMSEA = ,147
Gambar 20 Output path diagram model awal kebijakan pemerintah daerah Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis (Tabel 90) menunjukkan bahwa semua indikator dapat diterima, yaitu indikator
149
pelatihan dan penyuluhan yang dapat diakses dan bermutu (X16), pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik (X17), proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar (X18), kelembagaan koperasi, LSM yang berjalan dengan baik (X19), teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing (X20), pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses (X21), pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani (X22), tersedianya fasilitas sekolah yang memadai (X23), dan tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X24), semuanya mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 27 sebesar 1,70, oleh karena itu variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan signifikan dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Tabel 91
Regression weights (loading factor) measurement model awal kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,462 ,111 ,392 ,115 1,451 ,198 1,537 ,220 ,739 ,158 1,262 ,189 ,890 ,130 1,961 ,262
C.R. 4,168 3,407 7,337 6,999 4,683 6,679 6,860 7,476
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Tabel 92 Modification index model awal kebijakan pemerintah daerah
e18 e19 e19 e20 e20 e21 e21 e21
<--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <-->
e17 e17 e18 e18 e19 e17 e18 e19
M.I. Par Change 10,771 ,087 6,134 -,079 16,351 -,203 12,832 ,163 8,289 -,158 5,626 -,050 13,270 -,121 21,133 ,184
150
e22 e23 e23 e23 e23 e24 e24 e24
<--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <-->
e17 e16 e19 e21 e22 e16 e20 e23
M.I. Par Change 12,122 ,091 5,812 -,076 6,519 ,118 9,320 ,094 20,122 -,169 7,073 -,108 7,676 ,151 20,203 ,206
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 21,133 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 19 (kelembagaan koperasi, LSM yang berjalan dengan baik) dengan item 21 (pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses) dengan nilai statistik 0,184. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 19 dengan error 21, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 21,133. Hasil revisi 1 model sebagai berikut : ,28 1,92 X16
1 ,28
e16
X17
1 ,22
e17
,90 1,28 X18
1 ,56
e18
KEBIJ_DAE 1,55
,62 X19
1 ,93
e19
X20
1
,65
e20
,45
1,41 ,39 X21
1
,36
e21
X22
1
,60
e22
1,00 X23
1
,53
e23
X24
1
,87
e24
,20
Chi-square = 136,623 Df = 26 Probabilitas = ,000 AGFI= ,792 GFI = ,880 TLI = ,801 RMSEA = ,137 Gambar 21 Output path diagram model revisi 1 kebijakan pemerintah daerah
Dari hasil model revisi 1 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (136,623) dan probabilitas
151
(0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (5,251) AGFI (0,792), GFI (0,880), TLI (0,801) dan RMSEA (0,137) (Gambar 21). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Tabel 93
Regression weights (loading factor) measurement model revisi1 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE Tabel 94
e18 <--> e19 <--> e19 <--> e20 <--> e21 <--> e22 <--> e23 <--> e23 <--> e24 <--> e24 <--> e24 <--> e18 <-->
Estimate S.E. 1,000 ,445 ,109 ,392 ,114 1,408 ,192 1,554 ,218 ,624 ,153 1,285 ,188 ,896 ,129 1,917 ,256
C.R.
P
Label
4,079 3,434 7,314 7,121 4,072 6,816 6,954 7,500
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Modification index model revisi 1 kebijakan pemerintah daerah
e17 e16 e18 e18 e18 e17 e21 e22 e16 e20 e23 e17
M.I. Par Change 7,730 ,072 8,222 ,116 5,271 -,108 9,247 ,134 7,152 -,084 11,901 ,089 5,405 ,068 19,852 -,168 5,984 -,102 6,591 ,138 20,708 ,209 7,730 ,072
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 93) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 26 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
152
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 20,708 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 23 (tersedianya fasilitas sekolah yang memadai) dengan item 24 (tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai)
dengan nilai statistik
0,209. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 19 dengan error 21, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 20,708. Hasil revisi 2 model sebagai berikut : ,27 1,98 ,92 1,32 X16
1 ,27
e16
X17
KEBIJ_DAE ,64
X18
1 ,22
X19
1 ,56
e17
1 ,94
e18
e19
X20
1
,66
e20
,42 1,00
1,44 ,41
1,59
X21
1
,36
e21
X22
1
,60
e22
X23
1
X24
,54
e23
1
,88
e24
,21 ,20
Chi-square = 114,935 Df = 25 Probabilitas = ,000 AGFI= ,819 GFI = ,900 TLI = ,831 RMSEA = ,126
Gambar 22 Output path diagram model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil model revisi 2 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (114,935) dan probabilitas (0,000)
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (4,597), AGFI (0,819), TLI (0,831) dan RMSEA (0,126) (Gambar 22).
153
Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 94) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 25 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan signifikan dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Tabel 95
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,425 ,098 ,413 ,118 1,437 ,202 1,588 ,229 ,635 ,159 1,321 ,198 ,923 ,135 1,978 ,270
C.R.
P
Label
4,352 3,499 7,115 6,939 4,004 6,679 6,814 7,313
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 96
Modification index model revisi 2 kebijakan pemerintah daerah
e18 <-->e17 e19 <-->e16 e19 <-->e18 e20 <-->e18 e21 <-->e18 e22 <-->e17 e23 <-->e19 e23 <-->e21 e23 <-->e22 e24 <-->e20
M.I. Par Change 7,319 ,069 9,141 ,122 5,220 -,108 9,373 ,135 6,705 -,081 11,129 ,086 4,369 ,088 5,246 ,065 17,798 -,152 6,852 ,134
154
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 17,798 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 22 (pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani) dengan item 23 (tersedianya fasilitas sekolah yang memadai) dengan nilai statistik 0,152. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 22 dengan error 23, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 17,798. Hasil revisi 3 model sebagai berikut : ,27 1,97 X16
1 ,27
e16
X17
1 ,22
e17
,92 1,32 X18
1 ,56
e18
KEBIJ_DAE 1,59
,64 X19
1 ,93
e19
X20
1
,66
e20
,44
1,44 ,42 X21
1
,36
e21
1,00
X22
1
X23
1
,60
e22
X24
,53
e23
-,15
1
,88
e24
,19
,20
Chi-square = 96,135 Df = 24 Probabilitas = ,000 AGFI= ,837 GFI = ,913 TLI = ,859 RMSEA = ,115
Gambar 23 Output path diagram model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil model revisi 3 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (96,135) dan probabilitas (0,000)
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain; CMIN/Df (4,006), AGFI (0,837), TLI (0,859) dan RMSEA (0,115) (Gambar 23). Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 97) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 24 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan
155
nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Tabel 97
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,440 ,099 ,420 ,118 1,441 ,202 1,586 ,229 ,641 ,159 1,316 ,197 ,922 ,135 1,975 ,270
C.R. 4,466 3,551 7,133 6,940 4,041 6,668 6,819 7,323
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 98
e18 e19 e19 e20 e21 e22 e22 e23 e23 e24
Modification index model revisi 3 kebijakan pemerintah daerah
<--> e17 <--> e16 <--> e18 <--> e18 <--> e18 <--> e17 <--> e18 <--> e19 <--> e21 <--> e20
M.I. Par Change 7,562 ,071 8,589 ,118 5,357 -,109 9,724 ,138 6,676 -,081 9,240 ,075 5,988 -,095 4,132 ,082 4,795 ,059 7,534 ,141
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 9,724 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 18 (Proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar) dengan item 20 (Teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing) dengan nilai statistik 0,138. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 18 dengan error 20, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 9,724. Hasil revisi 4 model sebagai berikut :
156
,26 2,04 ,93 1,28 X16
1 ,23
e16
X17
KEBIJ_DAE ,69
X18
1 ,23
X19
1 ,60
e17
1 ,92
e18
X20
1
,71
e19
e20
,16
,18
,45 1,00
1,49 ,43
1,55
X21
1
X22
,34
e21
1
X23
1
,59
e22
X24
,53
e23
1
,89
e24
,20
-,15
Chi-square = 85,201 Df = 23 Probabilitas = ,000 AGFI= ,853 GFI = ,925 TLI = ,873 RMSEA = ,109
Gambar 24 Output path diagram model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil model revisi 4 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (85,201) dan probabilitas (0,000)
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (3,704), AGFI (0,853), TLI (0,873) dan RMSEA (0,109)(Gambar 24). Tabel 99
Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,448 ,101 ,435 ,121 1,488 ,211 1,554 ,232 ,694 ,165 1,283 ,200 ,927 ,139 2,045 ,286
C.R. 4,457 3,587 7,046 6,704 4,216 6,416 6,667 7,141
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 99) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar
157
dari t tabel pada level 5% dengan df 26 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 100 Modification index model revisi 4 kebijakan pemerintah daerah
e18 e19 e19 e21 e22 e22 e23 e23 e24
<--> e17 <--> e16 <--> e18 <--> e18 <--> e17 <--> e18 <--> e19 <--> e21 <--> e20
M.I. Par Change 10,063 ,081 7,185 ,107 4,445 -,098 4,203 -,063 8,848 ,074 4,193 -,077 4,111 ,082 4,798 ,059 8,161 ,145
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 10,063 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 17 (pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik) dengan item 18 (proses perizinan yang cepat dengan biaya yang wajar) dengan nilai statistik 0,081. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 17 dengan error 18, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 10,063. Hasil revisi 5 model sebagai berikut :
158
,26 2,05 ,91 1,24 X16
1 ,23
e16
X17
X18
1 ,24
1 ,62
e17
KEBIJ_DAE ,71 X19
1 ,91
e18
X20
1
,72
e19
e20
,17
,17
,45 1,00
1,50 ,43
1,54
X21
1
X22
1
,33
e21
X23
,60
1
e22
,09
X24
,53
e23
1
,89
e24
,19
-,16
Chi-square = 74,687 Df = 22 Probabilitas = ,000 AGFI= ,865 GFI = ,934 TLI = ,888 RMSEA = ,103
Gambar 25 Output path diagram model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil model revisi 5 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (74,687) dan probabilitas (0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain; CMIN/Df (3,395) AGFI (0,865), TLI (0,888) dan RMSEA (0,103) (Gambar 25). Tabel 101 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,454 ,101 ,433 ,121 1,500 ,212 1,545 ,231 ,714 ,165 1,235 ,197 ,905 ,137 2,046 ,288
C.R. 4,512 3,578 7,091 6,699 4,327 6,276 6,592 7,099
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 101) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar
159
dari t tabel pada level 5% dengan df 22 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 102 Modification index model revisi 5 kebijakan pemerintah daerah
e18 <--> e16 e19 <--> e16 e22 <--> e17 e22 <--> e18 e23 <--> e19 e23 <--> e21 e24 <--> e20
M.I. Par Change 4,695 ,071 5,876 ,097 12,231 ,085 6,572 -,095 4,103 ,082 4,625 ,057 7,822 ,143
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 12,231 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 17 (Pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang baik) dengan item 22 (Pungutan pajak, biaya operasi, retribusi yang membebani) dengan nilai statistik 0,085. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 17 dengan error 22, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 12,231. Hasil revisi 5 model sebagai berikut :
160
,26 2,05 ,89 1,24 X16
1,22
e16
X17
X18
1 ,25
1 ,62
e17
e18
KEBIJ_DAE 1,54
,72 X19
1 ,91
X20
1
,72
e19
e20
,16
,17
1,50 ,40 ,45 1,00 X21
1
X22
,33
e21
1
X23
,60
e22
,10
1
X24
,53
e23
-,15
1
,89
e24
,20
,09
Chi-square = 61,758 Df = 21 Probabilitas = ,000 AGFI= ,880 GFI = ,944 TLI = ,909 RMSEA = ,092
Gambar 26 Output path diagram model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil revisi 6 model analisis uji model undimensional pada variabel laten
kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model
belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (61,758) probabilitas (0,000)
nilai fit lainnya juga menghasilkan nilai dibawah yang
direkomendasikan yaitu; CMIN/Df (2,940) AGFI (0,880), dan RMSEA (0,092) (Gambar 26). Tabel 103 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,453 ,100 ,397 ,119 1,499 ,211 1,543 ,230 ,718 ,165 1,237 ,197 ,892 ,136 2,051 ,291
C.R. 4,519 3,327 7,093 6,704 4,340 6,287 6,533 7,056
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 103) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau
161
koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 21 sebesar 1,72, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 104 Modification index model revisi 6 kebijakan pemerintah daerah
e19 e23 e23 e24 e24
<--> e16 <--> e19 <--> e21 <--> e16 <--> e20
M.I. Par Change 5,817 ,097 4,317 ,084 5,532 ,062 4,611 -,085 8,063 ,145
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 8,063 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 20 (teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing) dengan item 24 (tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai) dengan nilai statistik 0,145. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 20 dengan error 24, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 8,063. Hasil revisi 7 model sebagai berikut :
162
,24 2,17 ,93 1,29 X16
1,19
e16
X17
X18
1 ,25
1 ,62
e17
e18
KEBIJ_DAE ,76
1,56 ,42 ,46 1,00
1,58
X19
1 ,91
X20
1 ,73
e19
e20
,16
,16
X21
1
,34
e21
X22
1
X23
1
,60
e22
,10
X24
1
,53
e23
,90
e24
,20
-,15
,15 ,09
Chi-square = 53,270 Df = 20 Probabilitas = ,000 AGFI= ,892 GFI = ,952 TLI = ,922 RMSEA = ,086
Gambar 27 Output path diagram model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil revisi 7 model analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (53,270) probabilitas (0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan yaitu; CMIN/Df (2,664) AGFI (0,892), dan RMSEA (0,086) (Gambar 27). Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 104) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 20 sebesar 1,72, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah.
163
Tabel 105 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,434 ,107 ,423 ,127 1,566 ,233 1,589 ,231 ,773 ,178 1,307 ,216 ,938 ,150 2,214 ,332
C.R. 4,067 3,318 6,736 6,880 4,335 6,062 6,270 6,673
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 106 Modification index model revisi 7 kebijakan pemerintah daerah
e19 <-->e16 e19 <-->e18 e23 <-->e21
M.I. Par Change 5,282 ,091 4,091 -,091 5,489 ,063
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 5,489 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 21 (Pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses) dengan item 23 (Tersedianya fasilitas sekolah yang memadai) dengan nilai statistik 0,063. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 21 dengan error 23, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 5,489. Hasil revisi 8 model sebagai berikut :
164
,23 2,21 X16
1,17
e16
X17
1 ,25
e17
,94 1,31 X18
1 ,62
e18
KEBIJ_DAE ,77
1,57 ,42 ,43 1,00
1,59
X19
1 ,91
X20
1 ,74
e19
e20
,16
,15
X21
1
,34
e21
X22
1
X23
1
,60
e22
X24
,53
e23
,10
1
,91
e24
,19
-,15 ,07 ,16 ,09
Chi-square = 47,241 Df = 19 Probabilitas = ,000 AGFI= ,899 GFI = ,957 TLI = ,930 RMSEA = ,081
Gambar 28 Output path diagram model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil revisi 8 model analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (47,241) dan probabilitas (0,000)
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan yaitu; CMIN/Df (2,486), AGFI (0,899), dan RMSEA (0,081) (Gambar 28). Tabel 107 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate 1,000 ,434 ,423 1,566 1,589 ,773 1,307 ,938 2,214
S.E.
C.R.
,107 ,127 ,233 ,231 ,178 ,216 ,150 ,332
4,067 3,318 6,736 6,880 4,335 6,062 6,270 6,673
P *** *** *** *** *** *** *** ***
Label par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 107) sudah signifikan
165
yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 26 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 108 Modification index model revisi 8 kebijakan pemerintah daerah
e19 <-->e16 e19 <-->e18 e23 <-->e19 e24 <-->e21
M.I. Par Change 4,953 ,088 4,600 -,097 7,402 ,109 4,849 ,078
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 7,402 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 19 (kelembagaan koperasi, LSM yang berjalan dengan baik) dengan item 23 (tersedianya fasilitas sekolah yang memadai) dengan nilai statistik 0,109. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 19 dengan error 23, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 7,402. Hasil revisi 9 model sebagai berikut :
166
,23 KEBIJ_DAE 1,59
2,21 ,94 1,31 ,76 X16
1,17
e16
X17
1 ,25
e17
X18
1 ,62
e18
X19
1 ,91
X20
1
,74
e19
e20
,16
,17
1,56 ,42 ,42 1,00 X21
1
,35
e21
X22
1
X23
1
,60
e22
,09
X24
,53
e23
-,14
1
,90
e24
,19
,09 ,13
,15
,09
Chi-square = 38,602 Df = 18 Probabilitas = ,003 AGFI= ,912 GFI = ,965 TLI = ,946 RMSEA = ,071
Gambar 29 Output path diagram model revisi 9 kebijakan pemerintah daerah Dari hasil model revisi 9 analisis uji model undimensional pada variabel laten kebijakan pemerintah daerah menunjukkan bahwa model sudah fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (38,603), df (18), CMIN/Df (2,145) probabilitas (0,003), AGFI (0,912), GFI (0,965), TLI (0,946) dan RMSEA (0,071) yang telah memenuhi syarat (Gambar 29). Tabel 109 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 9 kebijakan pemerintah daerah
X24 <--- KEBIJ_DAE X23 <--- KEBIJ_DAE X22 <--- KEBIJ_DAE X21 <--- KEBIJ_DAE X20 <--- KEBIJ_DAE X19 <--- KEBIJ_DAE X18 <--- KEBIJ_DAE X17 <--- KEBIJ_DAE X16 <--- KEBIJ_DAE
Estimate S.E. 1,000 ,421 ,106 ,422 ,127 1,562 ,232 1,588 ,231 ,762 ,178 1,310 ,216 ,940 ,150 2,213 ,332
C.R. 3,965 3,313 6,723 6,864 4,279 6,076 6,281 6,663
P
Label
*** *** *** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7 par_8
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator (Tabel 109) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau
167
koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 26 sebesar 1,71, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut
dapat
dinyatakan
signifikan
dan
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kebijakan pemerintah daerah. Atau dapat disimpulkan dari perhitungan untuk menilai model fit ditunjukkan dari Tabel 110. Tabel 110 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kebijakan pemerintah daerah No. 1. 2. 3. 4. 5.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 18 adalah 28,869 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
38,602
Baik
0,003 2,145 0,965 0,912
Baik Baik Baik Baik
0,946 0,071
Baik Baik
Dari sembilan indikator yang membentuk variabel laten kebijakan pemerintah daerah di Jawa Tengah, ternyata yang berpengaruh terbesar terhadap kebijakan daerah dalam rangka peningkatan pembangunan perikanan adalah indikator X16 (pelatihan dan penyuluhan yang dapat diakses dan bermutu) dengan nilai statistik sebesar 2,213. Dengan adanya pelatihan dan penyuluhan yang dapat diakses dan bermutu akan dapat meningkatkan kemampuan stakeholder di sektor perikanan, seperti nelayan, pengolah ikan, pengambil kebijakan di sektor perikanan atau birokrasi sehingga dengan pelatihan secara kontinyu dan terus menerus akan mampu meningkatkan skill dan pengetahuan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pembangunan di Jawa Tengah, seperti salah satu indikator pembangunan nasional yaitu diukur dari nilai IPM Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang salah satunya dari angka melek huruf.
168
4.3.1.4 Variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) Dari hasil awal analisis uji model undimensional pada variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (600,333) dan probabilitas (0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain; CMIN/Df (30,017) AGFI (0,550), GFI (0,750), TLI (0,034) dan RMSEA (0,034) yang belum memenuhi syarat (Gambar 30). ,62
,29
e25
e26
X25
X26
1
1
,30
,15
e27
e28
X27
X28
1
1,00 6,21 4,25
1
,43
,43
e29
e30
X29
X30
1
1
2,78 -1,78,02-1,80 -,05 ,42
,38
,30
e31
e32
X31
X32
1
1
KUP_TANG
Chi-square = 600,333 Df = 20 Probabilitas = ,000 AGFI = ,550 GFI = ,750 TLI = ,034 RMSEA = ,358 Gambar 30 Output path diagram model awal kinerja usaha perikanan tangkap Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. menunjukkan bahwa tidak semua indikator dapat diterima. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari indikator X25, X26, X27
dan X28 (Tabel 111) sudah signifikan yaitu
mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 20 sebesar 1,72, oleh karena itu variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan signifikan dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator indikator laba dan rugi (R/L) (X25), return on investment (ROI) (X26), informasi fishing ground (FG)
169
(X27), dan peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) (X28) secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap. Sedangkan indikator kebersihan lingkungan (X30), sarana dan prasarana TPI (X31) dan ketersediaan es / garam
(X32),
harus
dihilangkan dari variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap. Tabel 111 Regression weights (loading factor) measurement model awal kinerja usaha perikanan tangkap
X25 <--- KUP_TANG X26 <--- KUP_TANG X27 <--- KUP_TANG X28 <--- KUP_TANG X29 <--- KUP_TANG X30 <--- KUP_TANG X31 <--- KUP_TANG X32 <--- KUP_TANG
Estimate 1,000 6,213 4,252 2,784 -1,780 -1,802 -,052 ,416
S.E.
C.R.
2,706 1,851 1,214 ,889 ,896 ,335 ,350
2,296 2,297 2,293 -2,002 -2,011 -,156 1,189
P
Label
,022 ,022 ,022 ,045 ,044 ,876 ,234
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6 par_7
Adapun hasil revisi 1 model adalah sebagai berikut : ,61 e25
,34 e26
1
X25
1
X26
1,00
,28 e27
1
X27
4,50 3,27,032,22
,13 e28
1
X28
KUP_TANG
Chi-square = ,844 Df = 2 Probabilitas = ,656 AGFI = ,991 GFI = ,998 TLI = 1,015 RMSEA = ,000 Gambar 31 Output path diagram model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Pada Tabel 104 menunjukkan bahwa semua indikator dapat diterima, hal ini ditunjukkan dengan nilai CR yang lebih kecil dari 1,96, yaitu indikator laba
170
dan rugi (R/L) (X25), return on investment (ROI) (X26), dan informasi Fishing Ground (FG) (X27), peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) (X28), dan, dapat diterima karena mempunyai nilai t-hitung (CR) lebih besar dari nilai kritisnya 1,96 pada taraf signifikan 5 %. Tabel 112 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap
X25 <--- KUP_TANG X26 <--- KUP_TANG X27 <--- KUP_TANG X28 <--- KUP_TANG
Estimate S.E. 1,000 4,504 1,486 3,268 1,070 2,215 ,729
C.R. 3,031 3,055 3,038
P
Label
,002 par_1 ,002 par_2 ,002 par_3
Dari hasil model revisi 9 analisis uji model undimensional pada variabel laten
kinerja usaha perikanan tangkap menunjukkan bahwa
model sudah fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (0,844), probabilitas (0,656) , CMIN/Df (0,656), AGFI (0,998), GFI (0,965), TLI (1,015) dan RMSEA (0,000) yang telah memenuhi syarat (Gambar 31). Atau dapat ditunjukkan dengan Tabel 113. Tabel 113 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kinerja usaha perikanan tangkap No. 1. 2. 3. 4.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 2 adalah 5,991 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) 5. AGFI (adjusted goodness- ≥ 0,90 of- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis 0,844
Evaluasi model
0,656 0,422 0,965
kurang Baik Baik
0,998
Baik
1,015 0,000
Baik Baik
Dari empat indikator yang membentuk variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap di Jawa Tengah, ternyata yang berpengaruh terbesar terhadap kinerja adalah indikator X26 (return on investment (ROI)) atau
171
tingkat pengembalian modal, hal ini karena selama ini investasi di sektor perikanan terutama perikanan tangkap membutuhkan modal yang besar antara lain, dari harga kapal dan harga alat tangkap yang mahal, sementara hasil tangkapan tidak bisa di harapkan. Hasil penelitian ini memperkuat pendapat dari Kusumastanto (2002), bahwa sektor perikanan dibutuhkan investasi yang besar, baik dari kapal maupun alat tangkap, sedangkan hasil tangkapan cenderung turun, dengan kondisi ini kecenderungan kepemilikan alat tangkap terbesar dari alat tangkap dengan “armada semut”. Mahalnya investasi ini diperparah dengan kondisi minimnya modal yang didapatkan nelayan dari kredit pihak penyalur kredit seperti perbankan, maupun pemerintah (Dahuri 2003; Mulyadi 2005; Fauzi 2006). Dengan demikian, dari hasil analisis ini tingkat pengembalian modal sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja usaha perikanan tangkap. 4.3.1.5 Variabel laten kinerja industri pengolahan (KI_PROS) Dari hasil awal analisis uji model undimensional pada variabel laten kinerja industri pengolahan (KI_PROS) menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (52,391) dan probabilitas (0,000),
nilai
fit
lainnya
juga
menghasilkan
nilai
dibawah
yang
direkomendasikan antara lain; CMIN/Df (5,82) AGFI (0,824), GFI (0,924), TLI (0,659) dan RMSEA (0,146) (Gambar 32). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis.
172
,18
,69
,59
,89
1,09
,61
e33
e34
e35
e36
e37
e38
X33
X34
X35
X36
X37
X38
1
1
1
1,00 ,40
1
1
1
,65 -,77,71 -,01 -,17
KI_PROS
Chi-square = 52,391 Df = 9 Probabilitas = ,000 AGFI = ,824 GFI = ,924 TLI = ,659 RMSEA = ,146 Gambar 32 Output path diagram model awal kinerja industri pengolahan Tabel 114 Regression weights (loading factor) measurement model awal kinerja industri pengolahan
X33 <--- KI_PROS X34 <--- KI_PROS X35 <--- KI_PROS X36 <--- KI_PROS X37 <--- KI_PROS X38 <--- KI_PROS
Estimate S.E. 1,000 ,402 ,083 ,654 ,101 -,768 ,114 -,013 ,092 -,167 ,072
C.R.
P
Label
4,857 *** par_1 6,450 *** par_2 -6,749 *** par_3 -,146 ,884 par_4 -2,329 ,020 par_5
Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. menunjukkan bahwa tidak semua indikator dapat diterima. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari indikator X33, X34, X35, X37 dan X38 (Tabel 114) sudah signifikan yaitu mempunyai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 5 sebesar ±2,01, oleh karena itu variabel-variabel tersebut signifikan dan disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan loading factor sama dengan nol dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator indikator laba dan rugi (R/L) (X33), return on investment (ROI) (X34), peningkatan pendapatan pekerja (X35), informasi harga ikan
173
(X37), dan teknologi dan nilai tambah (X38) secara signifikan berhubungan dengan variabel laten kinerja industri pengolahan. Sedangkan indikator penyediaan pangan yang bergizi (X36), harus dihilangkan dari variabel laten kinerja industri pengolahan. Karena loading factor atau koefisien lamda dari indikator penyediaan pangan yang bergizi (X36) terbukti paling tidak efisien dalam membentuk undimensional pada variabel laten kinerja industri pengolahan yang ditunjukkan dengan nilai CR lebih kecil dari 1,96 pada taraf 5% dan paling kecil yaitu sebesar -6,749, maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator X36 tersebut. Adapun hasil revisi 1 model adalah:
,38 e33
1
X33
,64
,48
1,08
,62
e34
e35
e37
1
e38
X34
X35
X37
X38
1
1
1,00 ,57
,90,51 ,08 -,17
1
KI_PROS
Chi-square = 28,656 Df = 5 Probabilitas = ,000 AGFI = ,853 GFI = ,951 TLI = ,628 RMSEA = ,144 Gambar 33 Output path diagram model revisi 1 kinerja industri pengolahan Tabel 115 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja industri pengolahan
X33 <--- KI_PROS X34 <--- KI_PROS X35 <--- KI_PROS X37 <--- KI_PROS X38 <--- KI_PROS
Estimate S.E. C.R. P Label 1,000 ,566 ,121 4,666 *** par_1 ,896 ,177 5,070 *** par_2 ,082 ,119 ,695 ,487 par_3 -,169 ,088 -1,923 ,054 par_4
Dari hasil pengujian nilai standardized estimate atau regression weight atau koefisien lamda ( ? coefficient) dan CR (critical ratio) t-hitung lebih besar dari t tabel pada level 5% dengan df 5 sebesar ±2,01, nilai
174
lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator
(Tabel 115) menunjukkan bahwa tidak semua indikator dapat
diterima. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CR yang lebih kecil dari 1,96, yaitu indikator informasi harga ikan (X37), dan Teknologi dan nilai tambah (X38). Karena loading factor atau koefisien lamda dari indikator teknologi dan nilai tambah (X38) terbukti paling tidak efisien dalam membentuk undimensional pada variabel laten kinerja industri
pengolahan yang
ditunjukkan dengan nilai CR lebih kecil dari 1,96 pada taraf 5% dan paling kecil yaitu sebesar -1,923, maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator X38 tersebut. Adapun hasil revisi 2 model adalah:
,40 e33
,63 e34
1
X33
1
X34
1,00
,47
1,08
e35
e37
X35
X37
1
,59 ,93,49 ,11
1
KI_PROS
Chi-square = 21,483 Df = 2 Probabilitas = ,000 AGFI = ,782 GFI = ,956 TLI = ,514 RMSEA = ,207 Gambar 34 Output path diagram model revisi 2 kinerja industri pengolahan Tabel 116 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kinerja industri pengolahan
X33 <--- KI_PROS X34 <--- KI_PROS X35 <--- KI_PROS X37 <--- KI_PROS
Estimate S.E. 1,000 ,594 ,122 ,927 ,176 ,105 ,122
C.R.
P
Label
4,851 *** par_1 5,282 *** par_2 ,861 ,389 par_3
Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator
(Tabel 115) menunjukkan
175
bahwa semua indikator dapat diterima, yang ditunjukkan dengan nilai CR yang lebih besar dari nilai kritisnya 2,01 pada taraf signifikan 5%. Setelah diketahui bahwa semua indikator signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI) . Tabel 117 Modification index model revisi 2 kinerja industri pengolahan M.I. Par Change e34 <-->e37 19,778 ,254 Dari tabel modification index tersebut nilai modification index (MI) sebesar 19,778 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 34 (return on investment (ROI)) dengan item 37 (informasi harga ikan) dengan nilai statistik 0,254. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 34 dengan error 37, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 19,778. Hasil revisi 3 model sebagai berikut : ,26 ,40
,63
e33
e34
1
X33
1
X34
1,00
,46
1,09
e35
e37
X35
X37
1
,58 ,94,48 ,00
1
KI_PROS
Chi-square = ,130 Df = 1 Probabilitas = ,719 AGFI = ,997 GFI = 1,000 TLI = 1,043 RMSEA = ,000
Gambar 35 Output path diagram model revisi 3 kinerja industri pengolahan Dari hasil model revisi 3 analisis uji model undimensional pada variabel laten
kinerja industri
pengolahan menunjukkan bahwa model
telah fit, walaupun dengan catatan, yang ditunjukkan dari nilai Chi-square (0,130), probabilitas (0,719), CMIN/Df (0,130), , AGFI (0,997), GFI (1,000), TLI (1,043) dan RMSEA (0,000) yang telah memenuhi syarat (Gambar 35).
176
Tabel 118 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model kinerja industri pengolahan No. 1.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
2. 3. 4. 5.
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 1 adalah 3,841 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (p) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil akhir analisis 0,130
Evaluasi model
0,719 0,130 0,997 1,000
kurang Baik Baik Baik
1,043 0,000
Baik Baik
Dari empat indikator yang membentuk variabel laten kinerja usaha perikanan tangkap di Jawa Tengah, ternyata yang berpengaruh terbesar terhadap kinerja industri pengolahan adalah indikator X33 (Laba dan Rugi (R/L)) atau tingkat laba dan rugi. Pentingnya penilaian laba dan rugi dalam industri pengolahan ikan ini disebabkan karena industri pengolahan di Jawa Tengah yang ada lebih banyak merupakan industri sampingan dari nelayan yang melaut, sehingga potensi untuk mendapatkan laba dan rugi sangat diutamakan bagi keluarga nelayan, bahkan jika kondisi paceklik terjadi industri pengolahan dijadikan sebagai mata pencaharian utama di nelayan. 4.3.1.6 Variabel laten
tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah
(TUJ_PEM_Pi) Dari hasil awal analisis uji model undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi) menunjukkan nilai Chi-square dan probabilitas sebagai kriteria model fit menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (307,955), probabilitas (0,000), nilai fit lainnya juga menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (6,999), AGFI (0,664), GFI (0,776), TLI (0,620) dan RMSEA (0,163) (Gambar 36). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis.
177
,25 1,31
1
Y1
,88 e39
Y2
Y3
e40
e41
11,00
,18 -,26
1,91
,08 1,43
Y4
1,93
e42
Y5
1 ,30 e43
TUJ_PEM_Pi 1,30 Y6
1 ,19 e44
1,35 ,97 Y7
1 ,20 e45
-,26 ,50 Y8
1 ,29 e46
1,00 Y9
1 ,76 e47
Y10
1 ,47 e48
Y11
1 ,54 e49
Chi-square = 307,955 Df = 44 Probabilitas = ,000 AGFI = ,664 GFI = ,776 TLI = ,620 RMSEA = ,163
Gambar 36 Output path diagram model awal tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Tabel 119 Regression weights (loading factor) measurement model awal tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah
Y11 <--- TUJ_PEM_Pi Y10 <--- TUJ_PEM_Pi Y9 <--- TUJ_PEM_Pi Y8 <--- TUJ_PEM_Pi Y7 <--- TUJ_PEM_Pi Y6 <--- TUJ_PEM_Pi Y5 <--- TUJ_PEM_Pi Y4 <--- TUJ_PEM_Pi Y3 <--- TUJ_PEM_Pi Y2 <--- TUJ_PEM_Pi Y1 <--- TUJ_PEM_Pi
Estimate S.E. C.R. P Label 1,000 ,500 ,109 4,597 *** par_1 -,256 ,125 -2,044 ,041 par_2 ,969 ,125 7,750 *** par_3 1,346 ,159 8,449 *** par_4 1,303 ,154 8,461 *** par_5 1,433 ,167 8,564 *** par_6 ,078 ,136 ,574 ,566 par_7 -,256 ,137 -1,861 ,063 par_8 ,177 ,143 1,239 ,215 par_9 1,307 ,187 6,972 *** par_10
Pada Tabel 119 menunjukkan bahwa tidak semua indikator dapat diterima, yang ditunjukkan dengan CR (critical ratio) t-hitung lebih kecil dari t tabel pada level 5% dengan df 44 sebesar 1,68 nilai CR yang lebih dari 1,68, yaitu indikator GDP atau devisa (Y2), income/pendapatan daerah (Y3), kenaikan income/pendapatan masyarakat (Y4) dan plasma nutfah (Y9). Adapun indikator ketahanan pangan (Y1), penyerapan tenaga kerja (Y5), pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis (Y6), pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis (Y7), kelestarian lingkungan (Y8), menumbuhkan bisnis yang lain (Y10) dan menumbuhkan bisnis yang lain
178
(Y11), dapat diterima karena mempunyai nilai t-hitung (CR) lebih besar dari nilai kritisnya 1,96 pada taraf signifikan 5 %. Karena loading factor atau koefisien lamda dari indikator ikut plasma nutfah (Y9) tidak efisien dalam membentuk undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah yang ditunjukkan lebih kecil dari nilai CR (-2,044) dengan df 44 pada taraf 5% yaitu sebesar 1,68 maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator plasma nutfah (Y9) dari model. Adapun hasil revisi 1 model adalah sebagai berikut : ,25 1,30 Y1
1 ,89
e39
1
Y2
,19 -,24 Y3
1 ,91
1,00 e40
e41
,09 Y4
1
TUJ_PEM_Pi 1,31
Y5
,92 e42
1,43
1 ,30 e43
1,35 ,97
Y6
Y7
1 ,18
1
e44
Y8
,20 e45
,51
1,00
1 ,29 e46
Y10
Y11
1 ,47
1 ,54
e48
e49
Chi-square = 246,146 Df = 35 Probabilitas = ,000 AGFI = ,704 GFI = ,812 TLI = ,666 RMSEA = ,163
Gambar 37 Output path diagram model revisi 1 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Tabel 120 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 1 kinerja usaha perikanan tangkap
Y11 <--- TUJ_PEM_Pi Y10 <--- TUJ_PEM_Pi Y8 <--- TUJ_PEM_Pi Y7 <--- TUJ_PEM_Pi Y6 <--- TUJ_PEM_Pi Y5 <--- TUJ_PEM_Pi Y4 <--- TUJ_PEM_Pi Y3 <--- TUJ_PEM_Pi Y2 <--- TUJ_PEM_Pi Y1 <--- TUJ_PEM_Pi
Estimate S.E. C.R. P Label 1,000 ,509 ,109 4,659 *** par_1 ,973 ,126 7,737 *** par_2 1,352 ,160 8,428 *** par_3 1,310 ,155 8,441 *** par_4 1,432 ,168 8,522 *** par_5 ,088 ,136 ,650 ,516 par_6 -,239 ,137 -1,741 ,082 par_7 ,190 ,143 1,326 ,185 par_8 1,305 ,188 6,936 *** par_9
Dari hasil revisi 1 model analisis uji model undimensional pada variabel
laten
tujuan
pembangunan
perikanan
Jawa
Tengah
(TUJ_PEM_Pi) menunjukkan nilai Chi-square dan probabilitas sebagai
179
kriteria model fit menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (246,146), probabilitas (0,000), nilai fit lainnya menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (7,033), AGFI (0,704), GFI (0,812), TLI (0,666) dan RMSEA (0,163) (Gambar 37). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Karena
loading
income/pendapatan
factor
daerah
atau (Y3)
koefisien tidak
lamda
efisien
dari
dalam
indikator
membentuk
undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah yang ditunjukkan lebih kecil dari nilai CR (-1,741) dan p=0,082 dengan df 35 pada taraf 5% yaitu sebesar 1,68, maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator income/pendapatan daerah (Y3) dari model. Adapun hasil revisi 2 model adalah sebagai berikut : ,25 1,30
,21
,11 1,43
Y1
Y2
Y4
e39
e40
e42
1 ,89
1 1,00
1 ,92
Y5
1 ,31 e43
TUJ_PEM_Pi 1,32 Y6
1 ,18 e44
1,36 ,98 Y7
1 ,20 e45
,52 Y8
1 ,29 e46
1,00 Y10
1 ,47 e48
Y11
1 ,54 e49
Chi-square = 111,138 Df = 27 Probabilitas = ,000 AGFI = ,822 GFI = ,893 TLI = ,836 RMSEA = ,117 Gambar 38 Output path diagram model revisi 2 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Tabel 121 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 2 kinerja usaha perikanan tangkap
Y11 <--- TUJ_PEM_Pi Y10 <--- TUJ_PEM_Pi Y8 <--- TUJ_PEM_Pi Y7 <--- TUJ_PEM_Pi Y6 <--- TUJ_PEM_Pi Y5 <--- TUJ_PEM_Pi Y4 <--- TUJ_PEM_Pi
Estimate S.E. 1,000 ,516 ,110 ,976 ,127 1,363 ,162 1,319 ,157 1,432 ,169 ,107 ,136
C.R.
P
Label
4,687 *** 7,699 *** 8,406 *** 8,418 *** 8,461 *** ,782 ,434
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6
180
Estimate S.E. C.R. P Label ,206 ,144 1,433 ,152 par_7 1,305 ,189 6,892 *** par_8
Y2 <--- TUJ_PEM_Pi Y1 <--- TUJ_PEM_Pi
Karena loading factor atau koefisien lamda dari indikator kenaikan Income/pendapatan masyarakat (Y4) tidak efisien dalam membentuk undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah yang ditunjukkan lebih kecil dari nilai CR (0,782) dan p=0,434 dengan df 27 atau pada taraf 5% yaitu sebesar 1,70, maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator kenaikan Income/pendapatan masyarakat (Y4) dari model. Adapun hasil revisi 3 model adalah sebagai berikut : ,25 1,30
1
Y1
Y2
1 1,00
,89 e39
TUJ_PEM_Pi
,20 1,43
e40
Y5
1,32
1 ,31 e43
1,36
Y6
1 ,18 e44
Y7
1 ,20
,98
1
e45
,51
Y8
1,00 Y10
1 ,47
,29 e46
e48
Y11
1 ,54 e49
Chi-square = 82,354 Df = 20 Probabilitas = ,000 AGFI = ,834 GFI = ,908 TLI = ,868 RMSEA = ,117 Gambar 39 Output path diagram model revisi 3 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Tabel 122 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 3 kinerja usaha perikanan tangkap
Y11 <--- TUJ_PEM_Pi Y10 <--- TUJ_PEM_Pi Y8 <--- TUJ_PEM_Pi Y7 <--- TUJ_PEM_Pi Y6 <--- TUJ_PEM_Pi Y5 <--- TUJ_PEM_Pi Y2 <--- TUJ_PEM_Pi Y1 <--- TUJ_PEM_Pi
Estimate S.E. 1,000 ,514 ,110 ,976 ,127 1,364 ,162 1,320 ,157 1,433 ,169 ,202 ,143 1,304 ,189
C.R.
P
Label
4,673 *** par_1 7,695 *** par_2 8,404 *** par_3 8,416 *** par_4 8,461 *** par_5 1,406 ,160 par_6 6,887 *** par_7
181
Dari hasil revisi 3 model analisis uji model undimensional pada variabel
laten
tujuan
pembangunan
perikanan
Jawa
Tengah
(TUJ_PEM_Pi) menunjukkan nilai Chi-square dan probabilitas sebagai kriteria model fit menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (82,354), probabilitas (0,000), nilai fit lainnya menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (4,118), AGFI (0,834), TLI (0,868) dan RMSEA (0,117) (Gambar 39). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Karena loading factor atau koefisien lamda dari indikator GDP atau devisa (Y2) tidak efisien dalam membentuk undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah yang ditunjukkan dengan lebih kecilnya nilai CR (1,406) atau setara dengan t tabel dengan df 20 atau pada taraf 5% yaitu sebesar 1,72, maka model direvisi dengan mengeluarkan indikator GDP atau Devisa (Y2) dari model. Adapun hasil revisi 4 model adalah sebagai berikut : ,25 1,30 1,43 Y1
1 ,89
e39
Y5
1 ,30
e43
TUJ_PEM_Pi 1,36
1,31 Y6
1
e44
Y7
,18
1
,20 e45
,97 Y8
1
,29 e46
1,00
,51
Y10
1
e48
,47
Y11
1
,54 e49
Chi-square = 62,466 Df = 14 Probabilitas = ,000 AGFI = ,830 GFI = ,915 TLI = ,888 RMSEA = ,123
Gambar 40 Output path diagram model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Dari hasil revisi 4 model analisis uji model undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah menunjukkan bahwa model belum fit yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square (62,466) probabilitas (0,000), nilai fit lainnya juga menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan yaitu; CMIN/Df (2,462) AGFI (0,830), TLI (0,888) dan RMSEA (0,123) (Gambar 40). Selanjutnya dilakukan pengujian nilai lamda
182
(signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator yang dianalisis. Dari hasil pengujian nilai lamda (signifikansi nilai loading factor) terhadap bobot dari masing-masing indikator
(Tabel 123) menunjukkan
bahwa semua indikator dapat diterima, yang ditunjukkan dengan nilai CR yang lebih besar dari nilai kritisnya 1,76 pada taraf signifikan 5%., yang menunjukkan bahwa indikator Y1, Y5, Y6, Y7, Y8, Y10 dan Y11 mempunyai nilai CR diatas 1,76. Sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut secara signifikan berhubungan dengan variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Setelah diketahui bahwa semua indiktor tersebut signifikan, akan tetapi model masih belum fit (misfit), kemudian mencari penyebab model misfit tersebut dengan melihat nilai modification indexes (MI). Tabel 123 Regression weights (loading factor) measurement model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah
Y11 <--- TUJ_PEM_Pi Y10 <--- TUJ_PEM_Pi Y8 <--- TUJ_PEM_Pi Y7 <--- TUJ_PEM_Pi Y6 <--- TUJ_PEM_Pi Y5 <--- TUJ_PEM_Pi Y1 <--- TUJ_PEM_Pi
Tabel 124
e5 <-->e1 e6 <-->e1 e7 <-->e6 e8 <-->e1 e8 <-->e6 e10 <-->e6 e10 <-->e8 e11 <-->e1 e11 <-->e6 e11 <-->e10
Estimate S.E. 1,000 ,509 ,109 ,971 ,126 1,356 ,161 1,314 ,156 1,431 ,168 1,302 ,188
C.R. 4,661 7,719 8,432 8,444 8,503 6,915
P
Label
*** *** *** *** *** ***
par_1 par_2 par_3 par_4 par_5 par_6
Modification index model revisi 4 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah
M.I. Par Change 4,337 ,081 8,480 -,092 21,636 ,074 7,158 ,097 5,003 -,041 4,658 -,049 8,663 ,076 4,404 ,101 4,363 -,051 8,636 ,102
183
Dari tabel modification index tersebut dicari nilai modification index (MI) terbesar yaitu 21,636 yang berhubungan dengan error kovarian antara item 6 (pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis) dengan item 7 (pemerataan konsumsi ikan) dengan nilai statistik 0,074. Berdasarkan informasi ini jika model akan direvisi dengan mengkorelasikan error 6 dengan error 7, maka nilai chi-square akan turun paling sedikit sebesar 21,636. Hasil revisi 5 model sebagai berikut : ,29 TUJ_PEM_Pi 1,11
1,32 1,38 1,08 Y1
1 ,81
e39
Y5
1 ,26
e43
Y6
1
1
,28 e44
Y7
,30 e45
,96 1
1,00
,52
Y8
,26 e46
Y10
1
,46 e48
Y11
1
,50 e49
,15
Chi-square = 23,874 Df = 13 Probabilitas = ,032 AGFI = ,935 GFI = ,970 TLI = ,973 RMSEA = ,061 Gambar 41 Output path diagram model revisi 5 tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Tabel 125 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah No. 1.
2. 3. 4. 5.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 13 adalah 22,362 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
23,362
0,032 1,836 0,970 0,935
Baik Baik Baik Baik
0,973 0,061
Baik Baik
184
Dari hasil model revisi 5 analisis uji model undimensional pada variabel laten tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah menunjukkan bahwa model telah
fit, yang ditunjukkan dari nilai Chi-square (23,874),
probabilitas (0,032), CMIN/Df (1,836), AGFI (0,935), GF I (0,970), TLI (0,973) dan RMSEA (0,061) yang telah memenuhi syarat (Gambar 41). Dari
tujuh
indikator
yang
membentuk
variabel
laten
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah, yang berpengaruh terbesar terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah adalah indikator Y5 (penyerapan tenaga kerja). Dengan besarnya pengaruh
penyerapan
tenaga kerja mengindikasikan bahwa sektor perikanan di Jawa Tengah 4.3.2
Estimasi persamaan full model Sebelum menganalisis full model lebih lanjut, perlu dijelaskan bahwa dari uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA)) dari suatu indikator yang membentuk suatu variabel laten dari awal model sejumlah 49 indikator, ada sepuluh (10) indikator yang dihilangkan dari variabel laten yang membentuknya, antara lain X29, X30, X31, X32, X36, X38 Y2, Y3, Y4 dan Y9. Seperti pada Tabel 118 dijelaskan bahwa untuk variabel laten lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), dan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), semua indikator sesuai dengan variabel laten yang membentuknya, sedangkan pada variabel laten (KUP_TANG), kinerja industri
kinerja usaha perikanan tangkap
pengolahan (KUP_PROS), dan tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi), tidak semua indikator mampu menjelaskan variabel yang dibentuknya. Untuk menilai pengukuran reliabilitas dan variance konstruk tiap variabel laten disajikan pada Tabel 126. Dari evaluasi model tiap variabel laten penelitian terhadap nilai reliabilitas dan variance extracted pada Tabel 119, didapatkan pada kontruk
lingkungan usaha perikanan (LUP),
kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAER), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), kinerja industri pengolahan (KI_PROS), dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), dapat diterima karena memiliki nilai lebih besar dari 0,7 yang merupakan syarat indikator-indikator yang mengukur variabel
185
laten tersebut cukup dapat menggambarkan kontruknya. Akan tetapi, dari nilai variance extracted ada dua variabel laten yaitu LUP dan KEBIJ_DAE, dibawah nilai yang disyaratkan yaitu 0,5, walaupun demikian menurut Ferdinand (2006) nilai tersebut bukanlah harga mati, dan selisihnya tidak terlalu besar dari syarat nilai yang ditentukan. Tabel 126
Hasil uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA)) dari indikator yang membentuk suatu variabel laten pada full model
No.
Variabel
Indikator
1
Lingkungan usaha perikanan (LUP) Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) Kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) Kinerja industri pengolahan (KUP_PROS)
X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, dan X10 X11, X12, X13, X14, dan X15
2
3
4
5
X16, X17, X18, X19, X20, X21, X22, X23, dan X24 X25, X26, X27, X28, X29, X30, X31 dan X32 X33, X34, X35, X36, X37, dan X38
Hasil akhir CFA X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, dan X10 X11, X12, X13, X14, dan X15
Catatan
X16, X17, X18, X19, X20, X21, X22, X23, dan X24 X25, X26, X27, dan X28
Terjadi korelasi antar error (e)
Terjadi korelasi antar error (e) -
Indikator X29, X30, X31 dan X32 dikeluarkan
X33, X34, X35 Indikator X36 dan X37 dan X38 dikeluarkan, serta adanya korelasi antar error (e) 6 Tujuan Y1, Y2, Y3, Y4, Y1, Y5, Y6, Y7, Indikator Y2, pembangunan Y5, Y6, Y7, Y8, Y8, Y10, dan Y3, Y4 dan Y9 perikanan Jawa Y9, Y10 dan Y11 dikeluarkan Tengah Y11 serta adanya (TUJ_PEM_Pi) korelasi antar error (e) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
186
Tabel 127
Evaluasi model tiap variabel laten penelitian terhadap nilai reliabilitas dan variance extracted
1 LUP
Evaluasi Model 0,845 Diterima
2 KEBIJ_PUS
0,968 Diterima
0,860
Diterima
3 KEBIJ_DAER
0,864 Diterima
0,450
-
4 KUP_TANG
0,810 Diterima
0,548
Diterima
5 KI_PROS
0,763 Diterima
0,527
Diterima
6 TUJ_PEM_PI
0,899 Diterima
0,570
Diterima
No
Variabel
Variance Evaluasi Extracted Model 0,403 -
Reliabilitas
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Sementara itu pengukuran model fit untuk nilai reliabilitas konstruk dan variance extracted, setiap variabel laten digunakan untuk menilai apakah
indikator-indikator
kontruknya (Ghozali keyakinan
bahwa
tersebut
cukup
dapat
menggambarkan
2004). Hasil reliabilitas yang tinggi memberikan indikator
individu
semua
konsisten
dengan
pengukurannya. Tingkat reliabilitas yang diterima secara umum adalah lebih besar dari 0,70, dan dari hasil perhitungan reliabilitas yang disajikan pada Tabel 119, menunjukkan bahwa semua variabel penelitian telah memiliki nilai lebih besar dari 0,07, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator individu semuanya konsisten dengan pengukurannya. Sementara itu, untuk pengukuran nilai variance extracted ada 2 variabel yang memiliki nilai yang lebih rendah dari ukuran yang direkomendasikan yaitu lingkungan usaha perikanan (LUP) (0,403) dan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAER) (0,450). Walaupun ada nilai variance extracted tersebut lebih rendah dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0,50, akan tetapi menurut Ferdinand (2006), nilai tersebut dapat diterima sepanjang disertai dengan alasan empirik yang terlihat dalam proses eksplorasi. Kemudian dari informasi pada Tabel 125, setelah dilakukannya uji akhir pada uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA)), kemudian terbentuk Gambar 44 yang merupakan full model setelah diuji analisis faktor konfirmatori. Dari full Model awal tersebut merupakan model struktur hubungan secara rumit antara lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah
187
daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), kinerja industri
pengolahan (KI_PROS), dan tujuan pembangunan
perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi). Adapun indikator atau dimensi yang dikeluarkan dari model antara lain : ikut menciptakan keamanan (X29), kebersihan lingkungan (X30), sarana dan prasarana TPI (X31), ketersediaan es atau garam (X32), penyediaan pangan yang bergizi (X36), teknologi
dan
nilai
income/pendapatan masyarakat
tambah
daerah
(X38), (Y3),
GDP
atau
kenaikan
(Y4) dan plasma nutfah
devisa
income/
(Y2),
pendapatan
(Y9). Dikeluarkannya indikator-
indikator tersebut, menunjukkan bahwa indikator itu bukanlah merupakan indikator yang membentuk masing-masing variabel laten. ,63 e25
X25
,581 ,351 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 1 ,36 1,21 ,45 e8 1 ,57 e9 1,19 ,52 1 ,35 e1
e10
,601 e11,331 e12,16 1 e13,14 1 ,11 e14 1 e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,47 ,80 X6 ,77 ,66 X7 1,00 X8 X9 X10
,25
1
1
e26
,14
1
1
e28
X266,75 4,40X273,00 1,00
1 ,09 -,02
2,46 2,70 1,89 2,49 2,83
,31 e27
X28
,37
KUP_TANG ,01
,89
z5
1
1,00 ,39 ,68
z4 z1
KI_PROS
,40
1
LUP
X33 X34 -,04 X35 -,17 X37 X38
1 1 1 1 1
,20 ,69 e34,58 e351,09 ,28 e37,61 e33
e38
,10 2,10
-,37 -,02
,08
-,04-,09 -,22
X11 ,55 X12 1,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 1 X15 1,58
-,15
,12
,46 -,49
,02 1 z3 1,59 ,79 1,28 ,33 1X17,23 e17
1X18,45 e18
1,00 1 Y5 ,94 ,72 Y6 ,76 ,73 TUJ_PEM_PI ,33 Y7 ,73 Y8
,60
z2
Chi-Square=1644,598 Df=709 CMIN/DF=2,320 1X16,43 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,700 GFI=,741 TLI=,817 RMSEA=,076
Y1
z6
Y10 Y11
KEBIJ_DAE 1,54
1X191,01 1X20,50 e19
e20
-,01
,30
1,07,33 ,37 1,00 1X21,50 e21
1X22,60 e22
,04
1X23,53 e23
-,15 ,07 ,01 ,09
Gambar 42 Output path diagram full model awal penelitian
1X24,80 e24
,18
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,31 e43,32 e44,33 ,18 e45,22 e46,47 e48,48 e39
e49
188
Tabel 128 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian full model awal penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 709 adalah 772,055 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Hasil analisis
Evaluasi model
1664,598
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
0,000 2,320 0,741 0,700
Baik Marginal Marginal Marginal
0,817 0,076
Baik Baik
Dari hasil awal full model menunjukkan nilai Chi-square sebagai kriteria model fit menunjukkan bahwa model belum fit, hal ini ditunjukkan oleh nilai Chi-square (1664,598), probabilitas (0,000), nilai fit lainnya juga menghasilkan nilai dibawah yang direkomendasikan antara lain, CMIN/Df (2,320), AGFI (0,700), GFI (0,741), dan TLI (0,817), sedangkan nilai RMSEA (0,076) telah fit (Gambar 42). Sehingga disimpulkan model awal full model masih marginal dan belum fit (Tabel 127). Dari uji tersebut, jika kita uji lebih lanjut untuk merevisi model yaitu dengan melihat nilai modification index (MI), maka setelah dilakukan revisi yang ke-18 (Lampiran 10), dengan jalan mencari nilai modification index terbesar pada setiap revisi dan dilakukan korelasi antar MI yang terbesar tersebut sampai terjadi nilai yang mendekati fit, dimana hal ini terjadi pada revisi ke-18. Dari nilai uji indeks pengujian kelayakan kesesuaian model dari revisi 1 sampai ke-17 tidak mengalami banyak perubahan (Lampiran 11) Hasil revisi ke-18 full model penelitian sebagai berikut :
189
,15 ,19
,63 e25
X25
,581 ,351 e2 ,981 e3 ,80 ,52 e4 ,371 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 1 ,36 e8 1,21 ,45 1 ,52,57 e9 1,19 1 ,35 e1
e10
,08
,621 e11,331 e12,181 e13,13 1 e14,101 e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
1
,09 -,02
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,34
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,74 -,15 X35 KI_PROS -,20 ,11 X37 X38
z4 z1
,20
1
-,12
LUP
,08 1 1 1 1 1
,23 ,68 e34,54 e351,05 ,13 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,99
2,05
-,16 ,04-,08 ,06 -5,47
,21
X11 ,53 X12 1,01 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,08 1,59
,06 2,25
,43
1X18,45 e18
-4,54
,00 1
1,65 ,86 1,41 ,27
e17
Y1 1,00 1 Y5 ,90 ,66 Y6 ,72 ,73 Y7 TUJ_PEM_PI ,21 ,75 Y8 Y10 Y11 z6
z3
1X17,23
-,16
-,03
-,68
z2
Chi-Square=1128,994 Df=691 CMIN/DF=1,634 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,769 ,13 GFI=,805 TLI=,912 RMSEA=,053
,14 e28
1
X267,00 4,66X273,21 1,00
1 2,46 2,71 1,89 2,48 2,82
,31 e27
1
KEBIJ_DAE 1,62
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,02
,35
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 e45,22 ,62 e46,47 e48,46 e39
e49
1,06 ,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
1X24,79
e23
-,13
e24
,10
,06
,32 ,03 ,29
,07 -,13
Gambar 43 Output path diagram full model revisi ke-18 penelitian Tabel 129 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian full model revisi 18 penelitian No. 1.
2. 3. 4. 5.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 691 adalah 753,264 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
1128,994
0,000 1,634 0,805 0,769
Baik Baik Cukup baik Cukup baik
0,912 0,053
Baik Baik
190
Pada Tabel 128, hasil pengolahan data dengan beberapa indikator kesesuaian memiliki nilai chi-square (X2) sebesar 1141,481 dengan 691 degrees of freedom. Probabilitas chi-square adalah signifikan (P = 0,000) yang berarti bahwa model telah fit. Untuk penilaian yang lain juga belum fit artinya masih marginal, antara lain, GFI (0,805) dan AGFI (0,769), sedangkan untuk nilai CMIN/DF (1,634), TLI (0,912) dan RMSEA (0,053) sudah baik. Dari data hasil pengolahan pada model revisi 18 menunjukkan nilai sudah fit dan baik, walaupun catatan bahwa nilai GFI dan AGFI sedikit dibawah nilai yang dipersyaratkan. GFI (Goodness of Fit Index) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarian. Nilai GFI yang diperoleh sebesar 0,805. Hal ini menunjukkan bahwa model cukup baik karena batas untuk nilai GFI berkisar dari 0 (poor fir) sampai 1 (perfect fit) atau lebih dari 0,90. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degrees of freedom pada suatu model. Nilai AGFI yang diperoleh sebesar 0,769 mengindikasikan nilai yang cukup baik. Nilai yang direkomendasikan adalah ≥0,90. CMIN/DF merupakan rasio perbandingan antara nilai CMIN (The Minimum Sample Discrepancy Function) dengan degrees of freedom, yang tidak lain adalah nilai chi-square dibagi dengan degrees of freedom (X2/df). Rasio X2/df model ini adalah 1,634. Nilai tersebut lebih kecil dari cut of value sebesar 2,00, sehingga model dapat dikatakan berada pada kisaran baik. Nilai TLI (Tucker-Lewis Index) atau NNFI (Non normed Fit Index) berkisar dari 0 sampai 1 dan nilai yang direkomendasikan adalah ≥0,90. Nilai TLI pada model sebesar 0,912, mengindikasikan bahwa model baik. RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Nilai RMSEA pada model adalah 0,053 yang menunjukkan bahwa model baik. Setelah model dinyatakan baik, walaupun ada catatan adanya perhitungan model yang kurang baik, maka dari model revisi ke-18 ini akan
191
dijadikan sebagai dasar untuk menguji hipotesis Selanjutnya berdasarkan model fit ini akan dilakukan pengujian terhadap lima belas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maupun akan melakukan simulasi, sesuai dengan kepentingan penelitian. Tabel 130 Variabel indikator yang paling berpengaruh terhadap variabel laten pada penelitian No. 1 2
Variabel Laten Lingkungan usaha perikanan(LUP) Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS)
3
Kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE)
4
Kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) Kinerja industri pengolahan (KI_PROS) Tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi)
5 6
Analisis CFA Full Model X5=perijinan sesuai potensi X5=perijinan sesuai potensi (2,91) (2,824) X15=Tersedianya fasilitas X13=Pelatihan dan puskesmas yang bimbingan yang dapat memadai (1,000) diakses (1,006) X16=pelatihan dan X20=Teknologi yang penyuluhan yang dapat memberi nilai tambah diakses dan bermutu ke prosesing (1,613) (2,213) X26= Return on investment X26=Return on Investment (ROI) (4,504) (ROI) (6,990) X33=Laba dan Rugi (R/L) X33= Laba dan Rugi (R/L) (1,000) (1,000) Y5=penyerapan tenaga kerja Y1= Ketahanan pangan (1,381) (1,000)
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Pada Tabel 130 didapatkan bahwa dari hasil uji analisis konfirmatori faktor dan measurement full model dari tiap-tiap variabel laten, mana indikator-indikator yang berpengaruh terhadap masing-masing variabel laten. Dari lingkungan usaha perikanan didapatkan bahwa indikator yang paling berpengaruh baik pada uji analisis konfirmatori faktor maupun measurement full model adalah perijinan sesuai potensi (X5). Dari hasil ini menjelaskan bahwa jika perijinan sesuai potensi ditingkatkan
sebesar 1
satuan akan meningkatkan peran lingkungan usaha perikanan sebesar 2,91 pada uji CFA dan 2,824 pada uji full model. Pada variabel kebijakan pemerintah pusat indikator yang paling berpengaruh pada hasil uji analisis konfirmatori faktor adalah tersedianya fasilitas puskesmas yang memadai (X15) dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,000, sedangkan pada uji measurement full model faktor yang paling berpengaruh adalah pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses (X13). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan pelatihan dan
192
bimbingan yang dapat diakses dari pemerintah pusat merupakan kebijakan yang dapat meningkatkan pembangunan perikanan di Jawa Tengah. Dari variabel kebijakan pemerintah daerah faktor yang paling berpengaruh pada hasil uji analisis konfirmatori faktor adalah pelatihan dan penyuluhan yang dapat diakses dan bermutu (X16), dengan nilai koefisien regresi sebesar 2,213, sedangkan pada uji measurement full model faktor yang paling berpengaruh adalah teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing (X20), dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,613. Dengan demikian secara simultan kebijakan pemerintah dalam upaya untuk peningkatan teknologi yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada industri pengolahan hasil perikanan akan dapat meningkatkan peran sektor perikanan yang lebih besar pada pembangunan Jawa Tengah. Dari usaha untuk peningkatan teknologi tersebut diharapkan terjadi peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi dan nilai tambah hasil perikanan, sehingga mampu tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri akan tetapi dapat dilakukan usaha untuk ekspor. Dengan meningkatnya ekspor dari produk perikanan ini akan meningkatkan devisa negara, mengurangi tingkat kemiskinan, menambah lapangan kerja dan lain-lain. Untuk kinerja usaha perikanan tangkap dari hasil uji analisis konfirmatori faktor maupun uji measurement full model, faktor yang paling berpengaruh adalah tingkat pengembalian modal (Return on investment). Dengan nilai koefisien regresi sebesar 4,504 untuk uji analisis konfirmatori faktor dan 6,990 untuk uji measurement full. Dengan demikian, dengan lebih cepatnya modal yang diinvestasikan pada usaha perikanan tangkap kembali, maka akan dapat meningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap lebih baik. Cepatnya modal yang kembali tersebut, diperlukan karena menurut Kusumastanto (2002) dan Fauzi (2006), pada usaha yang dilakukan di perikanan tangkap memiliki karakteristik bermodalkan besar, akan tetapi tingkat pengembalian modal tersebut cenderung lama, karena tidak pastiannya hasil tangkapan ikan yang didapatkan. Kondisi ini diperparah dengan semakin menurunnya hasil tangkapan ikan dari tahun ke tahun, atau sumberdaya ikan di beberapa wilayah telah mengalami over fishing, salah satunya di daerah pantai utara jawa.
193
Pada variabel kinerja industri pengolahan, dari hasil
uji analisis
konfirmatori faktor maupun uji measurement full model, faktor yang paling berpengaruh adalah tingkat laba dan rugi (R/L) yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan. Dari kondisi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa tingkat laba dan rugi merupakan faktor utama untuk meningkatkan kinerja industri pengolahan ikan di Jawa Tengah. Untuk variabel tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dari hasil uji analisis konfirmatori penyerapan tenaga kerja (Y5) merupakan faktor yang paling berpengaruh, sedangkan indikator ketahanan pangan (Y1) merupakan faktor yang berpengaruh pada hasil uji measurement full model. Dari kondisi ini dapat dijelaskan, bahwa salah satu keberhasilan pembangunan perikanan di Jawa Tengah adalah terpenuhinya lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan ketercukupinya ketahanan pangan bagi masyarakat. Kebijakan ketahanan pangan ini semakin mengemukan dan merupakan kebijakan yang akan dikedepankan dari Gubernur yang baru terpilih pada Agustus 2008 ini. 4.4 Pengujian Hipotesis Analisis tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) dalam penelitian ini merupakan hubungan yang rumit dengan variabel lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah
daerah
(KUP_TANG), dan
(KEBIJ_DAE),
kinerja
usaha
perikanan
tangkap
kinerja industri pengolahan (KI_PROS). Seluruh hipotesis
dalam penelitian ini diuji secara simultan dengan model persamaan struktural dibantu dengan program AMOS versi 6. Dalam pengujian ini, ada enam hipotesis yang signifikan yaitu, hipotesis 6, hipotesis 7, hipotesis 8, hipotesis 11, hipotesis 12 dan hipotesis 15, sedangkan hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3, hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 9, hipotesis 10, hipotesis 13, dan hipotesis 14, terbukti tidak signifikan. Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa lingkungan usaha perikanan (LUP) akan
berpengaruh
positif
terhadap
kinerja
usaha
perikanan
tangkap
(KUP_TANG). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koefisien regresi sebesar -0,018 dengan nilai t hitung sebesar -0,795 dan probabilitas sebesar 0,427, nilai ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar -1,65, dengan demikian penelitian ini tidak
194
berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, atau dapat disimpulkan bahwa lingkungan usaha berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap. Tabel 131 Hasil pengujian hipotesis penelitian Direct t Prob Ket. effect hitung H1 LUP? KUP_TANG -0,018 -0,795 0,427 Tdk signifikan H2 LUP? KI_PROS 0,198 1,099 0,272 Tdk signifikan H3 LUP? TUJ_PEM_PI -0,084 -0,715 0,475 Tdk signifikan H4 KEBIJ_PUS ? LUP 0,202 0,887 0,375 Tdk signifikan H5 KEBIJ_PUS ? KUP_TANG 0,059 0,944 0,345 Tdk signifikan H6 KEBIJ_PUS ? KI_PROS 1,873 2,211 0,027 Signifikan H7 KEBIJ_PUS ? KEBIJ_DAE 0,433 10,247 fix Signifikan H8 KEBIJ_PUS ? TUJ_PEM_PI 2,140 2,620 0,009 Signifikan H9 KEBIJ_DAE? LUP -0,658 -1,219 0,223 Tdk signifikan H10 KEBIJ_DAE? KUP_TANG 0,035 0, 258 0,797 Tdk signifikan H11 KEBIJ_DAE? KI_PROS -5,190 -2,604 0,009 Signifikan H12 KEBIJ_DAE? TUJ_PEM_PI -4,294 -2,184 0,029 Signifikan H13 KUP_TANG? KI_PROS -0,360 -0,417 0,676 Tdk signifikan H14 KI_PROS? TUJ_PEM_PI -0,168 -1,177 0,239 Tdk signifikan H15 KUP_TANG? TUJ_PEM_PI 2,010 1,824 0,068 signifikan Ket : Nilai t tabel (a=5%) pada df= 692 adalah sebesar ± 1,65 atau nilai p> 0,05 H
Jenis Hubungan
Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,198 dengan nilai t hitung yang diperoleh sebesar 1,099 atau tingkat probabilitas sebesar 0,272, nilai yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja industri pengolahan. Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,084 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar -0,715 atau
tingkat probabilitas sebesar 0,475, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan
195
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,202 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar
0,887 atau tingkat
probabilitas sebesar 0,375, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah pusat berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap lingkungan usaha perikanan. Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar dengan nilai t hitung yang diperoleh
0,059
sebesar 0,944 atau tingkat probabilitas
sebesar 0,345, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap. Hipotesis 6 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 1,873 dengan nilai t hitung yang diperoleh sebesar -2,211atau tingkat probabilitas sebesar 0,027, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah pusat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja industri pengolahan. Hipotesis 7 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,433 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar -10,247 atau
tingkat probabilitas yang sudah fix, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih besar
dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan
demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah pusat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
196
Hipotesis 8 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 2,140 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar
2,620 atau tingkat probabilitas sebesar 0,009, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih besar
dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%,
dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah
pusat
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah. Hipotesis 9 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,658 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar
-1,219 atau tingkat
probabilitas sebesar 0,223, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah daerah berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap lingkungan usaha perikanan. Hipotesis 10 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,035 dengan nilai t hitung yang diperoleh sebesar 0,258 atau tingkat probabilitas sebesar 0,797, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah daerah berpengaruh, positif akan tetapi tidak signifikan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap. Hipotesis 11 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -5,190 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar -2,604 atau
tingkat probabilitas sebesar 0,009, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih besar
dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan
demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah
197
daerah berpengaruh positif atau dengan kata lain kebijakan pemerintah daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja industri pengolahan. Hipotesis 12 yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -4,294 dengan nilai t hitung yang diperoleh sebesar 2,184 atau tingkat probabilitas sebesar 0,029, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih besar
dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%,
dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa kebijakan pemerintah daerah berpengaruh positif, atau dengan kata lain
kebijakan
pemerintah daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Hipotesis 13 yang menyatakan bahwa kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,360 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar -0,417 atau
tingkat probabilitas sebesar 0,676, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja industri pengolahan. Hipotesis 14 yang menyatakan bahwa kinerja industri pengolahan (KI_PROS) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,168 dengan nilai t hitung yang diperoleh sebesar 1,177 atau tingkat probabilitas sebesar 0,239, nilai perhitungan yang dihasilkan ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%, dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa kinerja industri pengolahan
berpengaruh
positif
dan
tidak
signifikan
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah. Hipotesis 15 yang menyatakan bahwa kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 2,010 dengan nilai t hitung yang diperoleh
sebesar
1,824 atau tingkat probabilitas sebesar 0,068, nilai perhitungan yang dihasilkan
198
ini lebih besar
dari nilai t tabel sebesar 1,65 pada tingkat probabilitas 5%,
dengan demikian penelitian ini berhasil membuktikan bahwa lingkungan usaha perikanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. Tabel 132 Pengujian pengaruh langsung dan tidak langsung variabel Independen LUP LUP LUP KEBIJ_PUS KEBIJ_PUS KEBIJ_PUS KEBIJ_PUS KEBIJ_PUS KEBIJ_DAE KEBIJ_DAE KEBIJ_DAE KEBIJ_DAE KUP_TANG KI_PROS KUP_TANG
variabel Dependen Direct KUP_TANG -0,018 KI_PROS 0,198 TUJ_PEM_PI -0,084 LUP 0,202 KUP_TANG 0,059 KI_PROS 1,873 KEBIJ_DAE 0,433 TUJ_PEM_PI 2,140 LUP -0,658 KUP_TANG 0,035 KI_PROS -5,190 TUJ_PEM_PI -4,294 KI_PROS -0,360 TUJ_PEM_PI -0,168 TUJ_PEM_PI 2,010
effect Indirect -0,049 0,080 -0,037 0,788 0,621 2,934 0,994 3,671 -1,116 0,157 -3,538 -3,206 -0,054 -0,184 0,330
Total -0,067 0,278 -0,121 0,990 0,680 4,807 1,427 5,811 -1,774 0,192 -8,728 -7,500 -0,414 -0,352 2,340
Perbandingan Effect TE
DE TEDE TE>DE TE>DE TE>DE TE>DE TEDE TEDE
Analisis pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect) dan pengaruh total (total effect) antar variabel dalam model, digunakan untuk membandingkan besarnya pengaruh setiap variabel laten. Pengaruh langsung adalah koefisien dari semua garis koefisien dengan anak panah satu ujung, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah efek yang muncul melalui sebuah variabel antara (intervening variabel) sedangkan pengaruh total adalah pengaruh dari berbagai hubungan (Ferdinand 2006). Dari hasil pengujian pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel independen dan dependen menunjukkan bahwa pengaruh total (TE) lebih besar dari pada pengaruh langsung (DE), ada delapan, sedangkan pengaruh total (TE) lebih kecil dari pada pengaruh langsung (DE) terdapat tujuh pola hubungan (Tabel 132).
199
4.5 Simulasi Model Dari hasil pengujian hipotesis penelitian, yang berdasarkan nilai critical ratio (CR) atau setara dengan t hitung dengan tingkat probabilitas 5%, terdapat pola hubungan yang dapat digambarkan dengan matrik pada Tabel 133. Dari Tabel 132 terdapat empat pola hubungan yang terjadi antar lain: a. nilai loading faktor atau koefisien regresi yang positif dan signifikan, terdapat pada hipotesis H6, H7, H8 dan H15. b. nilai loading faktor atau koefisien regresi yang negatif dan signifikan, terdapat pada hipotesis H11 dan H12. c. nilai loading faktor atau koefisien regresi yang negatif dan tidak signifikan, terdapat pada hipotesis H6, H7, H8 dan H15. d. nilai loading faktor atau koefisien regresi yang negatif dan tidak signifikan, terdapat pada hipotesis H1, H3, H9, H13 dan H14. Tabel 133 Pola hubungan dan tingkat penerimaan pada hipotesis penelitian Probabilitas 5% Loading Factor
Signifikan
Tidak Signifikan
Positif
H6, H7, H8 dan H15
H2, H4, H5 dan H10
Negatif
H11 dan H12
H1, H3, H9, H13 dan H14
Simulasi model yang akan dilakukan, merupakan simulasi dari model konseptual yang mempunyai variabel, dimensi dan indikator yang sama dengan model konseptual, tetapi memiliki pola hubungan yang berbeda (Sandjojo 2004). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pola hubungan antar variabel yang optimal. Dari Tabel 133, untuk kepentingan penelitian ini akan dilakukan uji simulasi model yang didasarkan pada pertimbangan antara lain : a. pola hubungan yang negatif yang ditunjukkan dari nilai loading factor yang negatif, b. tidak signifikan yang ditunjukkan dari nilai probabilitas yang lebih besar dari tingkat probabilitas yang ditentukan, yaitu 5% (0,05), serta c. teori yang ada, apakah dimungkinkan hipotesis tersebut dibalik arah pola hubungannya.
200
Dari tiga pertimbangan tersebut, disimpulkan ada lima hipotesis yang memungkinkan untuk dilakukan simulasi, antara lain : pola hubungan antara lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (H1), lingkungan usaha perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan (H3), kebijakan pemerintah daerah terhadap lingkungan usaha perikanan (H9), kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja industri pengolahan (H13), dan kinerja industri pengolahan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (H14). Dari kemungkinan lima hipotesis tersebut, hanya ada 2 pola hubungan yang dapat dilakukan uji simulasi, yaitu pola hubungan antara lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (H1), dan kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja industri pengolahan (H13). Sehingga dari penelitian ini uji simulasi yang akan dilakukan adalah : a. Simulas 1 : Kinerja usaha perikanan tangkap berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (pola hubungan dari H1 yang dibalik arah hubungannya), sedangkan untuk hipotesis yang lain tidak mengalami perubahan. b. Simulasi 2 : Kinerja industri pengolahan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap Kinerja usaha perikanan tangkap (pola hubungan dari H13 yang dibalik arah hubungannya), sedangkan untuk hipotesis yang lain tidak mengalami perubahan. c. Simulasi 3 : gabungan dari simulasi 1 dan simulasi 2, pola hubungan yang dibalik dari H1 dan H13 4.5.1 Simulasi 1 Simulasi 1 merupakan simulasi yang mencoba untuk merubah pola hubungan dari hipotesis pertama (H1) menjadi kinerja usaha perikanan tangkap akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan, sedangkan hipotesis yang lain yaitu H2, H3, H4, H5, H6, H7, H8, H9, H10, H11, H12, H13, H14, dan H15 tidak mengalami perubahan arah hubungan. Hasil analisis SEM dengan bantuan AMOS Versi 6, dijelaskan dalam gambar berikut:
201
,15 ,19
,63 e25
X25
,58 1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,37 1 e4 1 e5 ,83 1 1,06 e6 1 1,18 e7 1 ,36 e81,21 ,45 1 ,57 ,52 e91,19 1 ,35 e1
e10
,621 ,331 e12 ,181 e13 ,131 e14 ,10 1 e11
,08
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26
1
e26
1
e27
X266,99 4,65X27 1,00 3,21
1 ,09 -,32
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
,32
1
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,36
z5
1,00 ,40 ,74
1
z4 z1
KI_PROS ,11
,20
1
LUP
X33 X34 -,16 X35 -,18 X37 X38
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34,54 e351,05 ,13 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,87
2,01
-,15 ,05-,08 ,06 -5,19
,22
X11 ,53 X12 1,01 ,67 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,08 1,59
,05 z6
,43
1,64 ,861,39 ,27
e17
1,00 1 ,90 ,66 ,72 ,74 TUJ_PEM_PI ,21 ,75
2,14
-4,29
,00 1 z3
1X17,23
-,17
-,03
-,64
z2
Chi-Square=1141,481 Df=692 CMIN/DF=1,650 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,766 ,13 GFI=,803 TLI=,910 RMSEA=,053
,14 e28
1X18,46 e18
KEBIJ_DAE 1,61
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,01
,35
Y1 Y5 Y6 Y7 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 e45,22 ,62 e46,47 e48,46 e39
e49
1,06,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13
1X24,79 e24
,10
,06
,32 ,03 ,29
,07 -,14
Gambar 44 Output path diagram pada penelitian uji model simulasi 1 Hasil uji model pada Gambar 46 di atas yang dievaluasi berdasarkan good of fit indices (Tabel 134). Pada Tabel 133, hasil pengolahan pada model simulasi 1, dihasilkan bahwa beberapa indikator kesesuaian memiliki nilai antar lain: chi-square (X2) sebesar 1141,481 dengan 692 degrees of freedom. Probabilitas chi-square adalah signifikan (P = 0,000) yang berarti bahwa model telah fit. Untuk penilaian yang belum fit artinya masih marginal, antara lain, GFI (0,805) dan AGFI (0,766), sedangkan untuk nilai CMIN/DF (1,634), TLI (0,910) dan RMSEA (0,053) sudah baik.
202
Tabel 134 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 1 Goodness of Fit Creation Index
No. 1.
Chi Square Statistic
2. 3. 4. 5.
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) TLI (Tucker-Lewis Index) RMSEA (adjusted goodness-of- fit index)
6. 7.
Syarat sebuah model fit 2
Kecil, ? dengan df= 692 adalah 754,308
Hasil analisis
Evaluasi model
1141,481
≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
0,000 1,634 0,805 0,766
Baik Baik Cukup baik Cukup baik
≥ 0,95 ≤ 0,08
0,910 0,053
Baik Baik
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 Tabel 135 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 1 Direct t Prob Ket. effect hitung H1 KUP_TANG ? LUP -0,316 -0,774 0,439 Tdk signifikan H2 LUP? KI_PROS 0,198 1,099 0,272 Tdk signifikan H3 LUP? TUJ_PEM_PI -0,084 -0,715 0,475 Tdk signifikan H4 KEBIJ_PUS ? LUP 0,220 0,960 0,337 Tdk signifikan H5 KEBIJ_PUS ? KUP_TANG 0,056 0,897 0,370 Tdk signifikan H6 KEBIJ_PUS ? KI_PROS 1,873 2,211 0,027 Signifikan H7 KEBIJ_PUS ? KEBIJ_DAE 0,433 10,247 fix Signifikan H8 KEBIJ_PUS ? TUJ_PEM_PI 2,140 2,620 0,009 Signifikan H9 KEBIJ_DAE? LUP -0,643 -1,198 0,231 Tdk signifikan H10 KEBIJ_DAE? KUP_TANG 0,047 0,348 0,728 Tdk signifikan H11 KEBIJ_DAE? KI_PROS -5,190 -2,604 0,009 Signifikan H12 KEBIJ_DAE? TUJ_PEM_PI -4,294 -2,184 0,029 Signifikan H13 KUP_TANG? KI_PROS -0,360 -0,417 0,676 Tdk signifikan H14 KI_PROS? TUJ_PEM_PI -0,168 -1,177 0,239 Tdk signifikan H15 KUP_TANG? TUJ_PEM_PI 2,010 1,824 0,068 signifikan Ket : Nilai t tabel (a=5%) pada df= 692 adalah sebesar ± 1,65 atau nilai p> 0,05 H
Jenis Hubungan
Dari 15 hipotesis yang dibangun pada model simulasi 1, ada 4 hipotesis yang mengalami perubahan nilai direct effect/ loading factor atau koefisien regresinya yaitu hipotesis 1, hipotesis 5, hipotesis 9, dan hipotesis 10. 4.5.2 Simulasi 2 Simulasi 2 merupakan simulasi yang mencoba untuk merubah pola hubungan dari hipotesis 13 (H13) menjadi kinerja industri pengolahan akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, sedangkan
203
hipotesis yang lain yaitu H1, H2, H3, H4, H5, H6, H7, H8, H9, H10, H11, H12, H14, dan H15 tidak mengalami perubahan arah hubungan. Hasil analisis SEM dengan bantuan AMOS Versi 6, dijelaskan dalam gambar berikut: ,15 ,19
,63
,26
1
1
e25
X25
,581 ,351 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 e4 ,371 1 e5 ,83 1 1,06 e6 1 e7 1,18 1 ,36 ,45 e8 1,21 1 ,57 ,52 e9 1,19 1 ,35 e1
e10
,08
,621 e11,331 e12,181 e13,131 e14,10 1 e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
e26
1
X266,99 1,00 4,65X27 3,21
1 ,09-,02
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
,32 e27
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,01
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,74 -,16 KI_PROS -,18 X35 ,11 X37 X38
z4 z1
,20
1
LUP
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34,54 e351,05 ,13 e37,61 e33
e38
,07 ,16 1,85
2,01
-,15 ,00-,08 ,06 -5,20
,20
,05 z6
,43 -4,29
,00 z3
1,64 ,861,39 ,27
e17
1,00 1 ,90 ,66 ,72 ,74 TUJ_PEM_PI ,21 ,75
2,14
z2
1X17,23
-,17
-,03
-,66
X11 ,53 X12 1,01 ,67 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 ,08 1,59
Chi-Square=1141,481 Df=692 CMIN/DF=1,650 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,766 ,13 GFI=,803 TLI=,910 RMSEA=,053
,14 e28
1X18,46 e18
1 KEBIJ_DAE 1,61
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,01
,35
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 e45,22 e39
,47 ,46
e46
,62
e48 e49
1,06,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13
,32
Y1 Y5 Y6 Y7 Y8 Y10 Y11
1X24,79 e24
,10
,06 ,03
,29
,07 -,14
Gambar 45 Output path diagram penelitian pada uji model simulasi 2 Hasil uji model yang dievaluasi berdasarkan good of fit indices pada Tabel 136, menunjukkan bahwa beberapa indikator kesesuaian memiliki nilai chi-square (X2) sebesar 1141,481 dengan 692 degrees of freedom. Probabilitas chi-square adalah signifikan (P = 0,000) yang berarti bahwa model telah fit. Untuk penilaian yang belum fit antara lain, GFI (0,803) dan AGFI (0,766), sedangkan untuk nilai CMIN/DF (1,634), TLI (0,910) dan RMSEA (0,053) memenuhi nilai yang di persayaratkan artinya sudah baik.
204
Tabel 136 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 2 Goodness of Fit Creation Index
No. 1.
Chi Square Statistic
Syarat sebuah model fit 2
Kecil, ? dengan df= 692 adalah 754,308
Significant Probability (P) ≤ 0,05 CMIN/DF ≤ 2,00 GFI (goodness-of-fit index) ≥ 0,90 AGFI (adjusted goodness≥ 0,90 of- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008 2. 3. 4. 5.
Hasil analisis
Evaluasi model
1141,481 0,000 1,650 0,803 0,766
Baik Baik Cukup baik Cukup baik
0,910 0,053
Baik Baik
Tabel 137 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 2 Direct t Prob Ket. effect hitung H1 LUP? KUP_TANG -0,017 -0,731 0,465 Tdk signifikan H2 LUP? KI_PROS 0,205 1,140 0,254 Tdk signifikan H3 LUP? TUJ_PEM_PI -0,084 -0,715 0,475 Tdk signifikan H4 KEBIJ_PUS ? LUP 0,202 0,887 0,375 Tdk signifikan H5 KEBIJ_PUS ? KUP_TANG 0,073 0,954 0,340 Tdk signifikan H6 KEBIJ_PUS ? KI_PROS 1,852 2,190 0,029 Signifikan H7 KEBIJ_PUS ? KEBIJ_DAE 0,433 10,247 fix Signifikan H8 KEBIJ_PUS ? TUJ_PEM_PI 2,140 2,620 0,009 Signifikan H9 KEBIJ_DAE? LUP -0,658 -1,219 0,223 Tdk signifikan H10 KEBIJ_DAE? KUP_TANG -0,003 -0,016 0,987 Tdk signifikan H11 KEBIJ_DAE? KI_PROS -5,202 -2,608 0,009 Signifikan H12 KEBIJ_DAE? TUJ_PEM_PI -4,294 -2,184 0,029 Signifikan H13 KI_PROS ? KUP_TANG -0,007 -0,429 0,668 Tdk signifikan H14 KI_PROS? TUJ_PEM_PI -0,168 -1,177 0,239 Tdk signifikan H15 KUP_TANG? TUJ_PEM_PI 2,010 1,824 0,068 signifikan Ket : Nilai t tabel (a=5%) pada df= 692 adalah sebesar ± 1,65 atau nilai p> 0,05 H
Jenis Hubungan
Dari 15 hipotesis yang dibangun pada model simulasi 2, ada 7 hipotesis yang mengalami perubahan nilai direct effect/ loading factor atau koefisien regresinya yaitu hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 9, hipotesis 10, dan hipotesis 13. 4.5.3 Simulasi 3 Simulasi 3 merupakan gabungan simulasi 1 dan simulasi 2, dimana yang mengalami perubahan adalah hipoteisis 1 dan hipoteisis 13, sedangkan
205
hipotesis yang lain yaitu H2, H3, H4, H5, H6, H7, H8, H9, H10, H11, H12, H14, dan H15 tidak mengalami perubahan arah hubungan. Hasil analisis SEM dengan bantuan AMOS Versi 6, dijelaskan dalam gambar berikut: ,15 ,19
,63 e25
X25
,58 1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 e4 ,37 1 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 1 ,36 ,45 e8 1,21 1 ,57e9 1,19 ,52 ,35e10 1 e1
,08
,621 e11 ,33 1 e12 ,18 1 e13 ,13 1 ,10 e14 1 e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
1
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
z1
-,29
1
4,65X27 1,00X266,99 3,21 1
,09
,32 e27
1
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,01
z5
X33 1,00 ,40 X34 ,74 -,16 X35 KI_PROS -,18 ,11 X37
z4
1
,20
1
,08 1 1 1 1 1
X38
LUP
,24 ,68 ,54 e35 1,05 ,13 e37 ,61 e33 e34
e38
,07 ,16 1,85
2,01
-,15 ,01-,08 ,06 -5,21
,22
X11 ,53 X12 1,01 ,67 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,08 1,59
,05 1,00 1 Y5 ,90 ,66 Y6 ,72 ,74 TUJ_PEM_PI ,21 Y7 ,75 Y8
2,14 ,43
1,64 ,86 1,39 ,27
e17
Y1
z6
-4,29
,00 1 z3
1X17,23
-,17
-,03
-,64
z2
Chi-Square=1141,481 Df=692 CMIN/DF=1,650 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,766 ,13 GFI=,803 TLI=,910 RMSEA=,053
,14 e28
1X18,46 e18
Y10 Y11
KEBIJ_DAE 1,61
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,01
,35
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 ,22 e39
e45
,47 ,46
e46
,62
e48 e49
1,06 ,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13
,32
1 1 1 1 1 1 1
1X24,79 e24
,10
,06 ,03
,29
,07 -,14
Gambar 46 Output path diagram penelitian pada uji model simulasi 3 Hasil uji model pada Gambar 48 di atas dievaluasi berdasarkan good of fit indices hasil pengolahan data pada model simulasi 2, dihasilkan bahwa beberapa indikator kesesuaian memiliki nilai chi-square (X2) sebesar 1141,481 dengan 692 degrees of freedom. Probabilitas chi-square adalah signifikan (P = 0,000) yang berarti bahwa model telah fit. Untuk penilaian yang belum fit artinya masih marginal, antara lain, GFI (0,803) dan AGFI (0,766), sedangkan untuk nilai CMIN/DF (1,634), TLI (0,910) dan RMSEA (0,053) sudah baik.
206
Tabel 138 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model pada simulasi 3 No. 1.
Goodness of Fit Creation Index Chi Square Statistic
2. 3. 4. 5.
Syarat sebuah model fit Kecil, ?2 dengan df= 692 adalah 754,308 ≤ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90
Significant Probability (P) CMIN/DF GFI (goodness-of-fit index) AGFI (adjusted goodnessof- fit index) 6. TLI (Tucker-Lewis Index) ≥ 0,95 7. RMSEA (adjusted ≤ 0,08 goodness-of- fit index) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2008
Hasil analisis
Evaluasi model
1141,481
0,000 1,650 0,803 0,766
Baik Baik Cukup baik Cukup baik
0,910 0,053
Baik Baik
Dari 15 hipotesis yang dibangun pada simulasi model 3, ada 3 hipotesis yang tidak muncul dalam pengolahan dengan AMOS Versi 6, yaitu hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 13, serta adanya 6 hipotesis yang mengalami perubahan nilai direct effect/ loading factor atau koefisien regresinya yaitu hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 9, hipotesis 10, dan hipotesis 11. Tabel 139 Hasil pengujian hipotesis penelitian pada simulasi model 3 Direct t Prob Ket. effect hitung H3 LUP? TUJ_PEM_PI -0,084 -0,715 0,475 Tdk signifikan H4 KEBIJ_PUS ? LUP 0,218 0,953 0,341 Tdk signifikan H5 KEBIJ_PUS ? KUP_TANG 0,069 0,915 0,360 Tdk signifikan H6 KEBIJ_PUS ? KI_PROS 1,853 2,190 0,029 Signifikan H7 KEBIJ_PUS ? KEBIJ_DAE 0,433 10,247 fix Signifikan H8 KEBIJ_PUS ? TUJ_PEM_PI 2,140 2,620 0,009 Signifikan H9 KEBIJ_DAE? LUP -0,644 -1,200 0,230 Tdk signifikan H10 KEBIJ_DAE? KUP_TANG 0,008 0,047 0,962 Tdk signifikan H11 KEBIJ_DAE? KI_PROS -5,206 -2,609 0,009 Signifikan H12 KEBIJ_DAE? TUJ_PEM_PI -4,294 -2,184 0,029 Signifikan H14 KI_PROS? TUJ_PEM_PI -0,168 -1,177 0,239 Tdk signifikan H15 KUP_TANG? TUJ_PEM_PI 2,010 1,824 0,068 Signifikan Ket : Nilai t tabel (a=5%) pada df= 692 adalah sebesar ± 1,65 atau nilai p> 0,05 Hip
Jenis Hubungan
207
Tabel 140 Pengaruh simulasi terhadap pola hubungan dan tingkat penerimaan pada hipotesis Probabilitas 5%
Signifikan
Tidak Signifikan
Loading Factor Positif Model Awal
H6, H7, H8 dan H15
H2, H4, H5 dan H10
Model Simulasi 1
H6, H7, H8 dan H15
H2, H4, (H5) dan (H10)
Model Simulasi 2
(H6), H7, H8 dan H15
(H2), H4, (H5) dan (H10)
Model Simulasi 3
H6, H7, H8 dan H15
(H4), (H5) dan (H10)
Model Awal
H11 dan H12
H1, H3, H9, H13 dan H14
Model Simulasi 1
H11 dan H12
(H1), H3, (H9), H13 dan H14
Model Simulasi 2
(H11) dan H12
(H1), H3, H9, (H13) dan H14
Negatif
Model Simulasi 3 (H11) dan H12 (H3), (H9) dan H14 Ket : - Hipotesis dengan tanda kurung ( ) pada model simulasi mengalami perubahan nilai (naik atau turun) dari nilai pada model awal - Terdapat hasil hipotesis yang tidak muncul dari hasil pengolahan dengan AMOS versi 6, antara lain H1, H2 dan H3 pada model simulasi 3
208
4.6 Pembahasan 4.6.1 Peranan sektor perikanan dalam pembangunan ekonomi Masih sedikit penelitian yang mengulas bagaimana peran sektor perikanan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah atau daerah atau suatu negara, salah satunya adalah Razali (1996). Tetapi, kalau kita berbicara tentang sektor perikanan, sektor ini sama-sama merupakan bagian sektor primer (Fauzi 2005) disamping sektor pertanian, peternakan, tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan.
Dengan demikian, penjelasan berikut ini akan lebih banyak
menjelaskan peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi, yang akan dikaitkan dan dinalogikan dengan sektor perikanan. Hircshman (1958) dalam Stringer (2001) bahkan menunjukkan pertanian itu mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang antar sektor paling tinggi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi. Demikian juga pendapat dari Dahuri (2003), yang menyatakan bahwa sektor perikanan memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang yang tinggi. Johnston dan Mellor (1961) yang diacu dalam Daryanto (2001) mengidentifikasikan
lima
kontribusi
penting
sektor
pertanian
dalam
pembangunan ekonomi. Pertama, sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Hal ini juga terjadi di sektor perikanan, jika kita merujuk pada pendapat Johnston dan Mellor (1961) yang diacu dalam Daryanto (2001) ini yang kita analogikan pada sektor perikanan, maka sektor perikanan hasil utamanya adalah ikan yang merupakan bahan pangan, bahkan sebagai bahan alternatif pangan untuk masa depan dengan memiliki kandungan protein yang tinggi dengan harga yang terjangkau (Dahuri 2003; Fauzi 2005). Jika peningkatan pangan tersebut dapat dipenuhi secara domestik, maka peningkatan suplai ini akan mendorong penurunan laju inflasi dan tingkat upah tenaga kerja, yang pada akhirnya diyakini dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kebutuhan pangan yang berasal dari sumber-sumber domestik dapat menghemat devisa yang langka. Disamping itu, banyak sektor industri di negara berkembang yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung kepada suplai bahan baku yang berasal dari sektor pertanian. Kondisi ini menjadikan ikan menjadi komoditas penting bagi dunia (Fauzi 2005), yang didukung dengan meningkatnya permintaan terhadap produk perikanan
209
meningkat dua kali lipat selama 30 tahun terakhir dan diproyeksikan akan terus meningkat rata-rata 1,5% per tahun sampai tahun 2020 yang akan datang. Kedua, sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor. Demikian juga produk perikanan seperti Ikan tuna, udang selama ini merupakan salah satu andalan ekspor di beberapa negara (Soemokaryo 2001; Dahuri 2003; Mulyadi 2005). Perolehan devisa dari ekspor ikan dapat juga membantu negara berkembang untuk membayar kebutuhan impor barang-barang kapital dan teknologi untuk memodernisasikan dan memperluas sektor perikanan maupun non perikanan. Melalui kontribusi ini, pembangunan sektor pertanian dapat memfasilitasi proses struktural transformasi. Ketiga, sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produkproduk industri. Demikian juga dari sektor perikanan merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk industri, dengan demikian sektor perikanan yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dapat menstimulasi permintaan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri. Dalam hal ini, sektor perikanan menawarkan potensi konsumsi atau permintaan yang besar terhadap produk-produk sektor industri dan juga input-input perikanan yang dihasilkan oleh sektor industri, seperti misalnya pakan ikan, kapal ikan, mesin kapal, BBM, kayu, bahan pembuatan jaring dan pengalengan ikan. Menurut Dahuri (2003), setidaknya ada delapan jenis industri dan jasa kelautan utama yang dapat dikembangkan untuk mendukung pembangunan ekonomi, antara lain : perikanan,
bioteknologi,
pariwisata
bahari,
pertambangan
dan
energi,
transportasi/perhubungan laut, industri maritime dan bangunan kelautan, pulaupulau kecil, dan benda-benda berharga (the sunken treasures). Keempat, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Perekonomian yang tumbuh dengan cepat dapat menstimulasi terjadinya pemindahan tenaga kerja dalam jumlah besar dan kontinyu dari sektor pertanian ke sektor industri yang umumnya berlokasi di perkotaan. Hal ini juga terjadi pada sektor perikanan, saat terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi pada sektor-sektor selain sektor primer mengalami minus pertumbuhan, akan justru di sektor pertanian secara umum termasuk didalamnya sektor perikanan mengalami pertumbuhan yang masih positif. Kondisi ini memungkinkan terjadinya pemindahan tenaga
210
kerja dari sektor industri maupun sektor informal ke sektor perikanan, terutama penangkapan ikan, berpindahnya tenaga kerja ini karena bekerja di sektor perikanan tidak membutuhkan skill dan knowledge yang tinggi. Kondisi ini terjadi antara tahun 2002 sampai 2004, dimana menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) jumlah total nelayan pada tahun 2002 berjumlah 2,5 juta jiwa, kemudian naik menjadi 3,3 juta pada tahun 2003 dan akhirnya menurun menjadi 2,3 juta jiwa, kenaikan dan penurunan jumlah nelayan yang mencapai 1 juta ini menurut Dault (2008), diduga karena kesulitan ekonomi yang begitu parah yang membuat terjadi pemutusan hubungan kerja di banyak sektor ekonomi di darat yang memaksa tenaga kerja sementara beralih ke sektor perikanan sebagai nelayan. Kelima, sektor pertanian dapat menyediakan modal bagi pengembangan sektor-sektor lain (a net outflow of capital for investment in other sector). Bagi negara-negara yang ingin mengindustrialisasikan perekonomiannya, sektor pertanian dapat berfungsi sebagai sumber utama modal investasi. Oleh karena itu industrialisasi yang berhasil memerlukan dukungan yang kuat dari surplus yang dihasilkan oleh sektor pertanian. Hasil penelitian Gemmell (1994) di beberapa negara sedang berkembang juga menunjukkan sektor pertanian memberi dampak positif bagi pembangunan ekonomi karena, (1) dapat menjaga tingkat inflasi dan biaya upah dalam perekonomian tetap rendah, (2) menyediakan pasokan bahan mentah bagi sektor-sektor industri yang terkait dengan pertanian, (3) menyediakan tenaga kerja bagi pertumbuhan sektor perekonomian non-pertanian melalui transfer tenaga kerja, (4) meningkatkan laju pemupukan modal, (5) membantu perbaikan neraca pembayaran, (6) memperluas atau memekarkan pasar dalam negeri. Dengan demikian, pertanian dapat memberi kontribusi terhadap (1) sumbangan produk, misalnya pangan dan bahan mentah, (2) sumbangan faktor, misalnya tenaga kerja, (3) sumbangan pasar, dengan memperbesar permintaan dalam negeri, dan (4) sumbangan devisa. Menurut Stringer (2001) dampak pembangunan sektor pertanian itu lebih banyak dan lebih beragam dalam suatu pembangunan. Kontribusi sektor pertanian dijabarkan oleh Stringer kedalam dua bagian, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pada kontribusinya secara langsung peranan pertanian (termasuk sektor perikanan) itu dapat dilihat secara tradisional dan non-
211
tradisional. Pada Gambar 49 tampak jelas peranan pertanian (termasuk sektor perikanan) dalam pembangunan, seperti kontribusinya terhadap tenaga kerja, pangan, ekspor, transfer modal dan pasar, tergolong sebagai peranan tradisionalnya. Sedangkan jika pertanian dikaitkan dengan agroindustri, ekspansi lahan bagi perluasan kota, pariwisata, dan ketahanan pangan, maka peranan yang dimaksud tergolong sebagai peranan non tradisional.
Agriculture’s Economic Roles
Joint Products Direct Use Contributions
Nontradition
Traditional
Food Surplus labour Exports Capital/Saving transfers Consumer markets
Produce agroindustrial goods Produce agroindustrial services Produce agroindustrial jobs Provide land for urban expansion Provide safe food Tourism
Food Security Enviromental goods and services
Indirect Use Contributions
Externalities
Provide food Tourism
Public Goods
Provide safe food More productive work force Welfare system subtitute Productivity growth Rural viability Recreational amenities Cultural and heritage values Landscape values Equity contribution Enhanced learning capacity Provide community space Harbour unique ecosystems
Increasingly less tangible values to society; and increasingly more difficult to measure contributions
Gambar 47 Peranan sektor pertanian dalam perekonomian (Stringer 2001) Disisi lain, pertanian dapat pula secara tidak langsung memberi kontribusinya terhadap pembangunan. Dalam hal ini sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) dapat memberi manfaat eksternalitas dan barang-barang publik, setelah melalui proses joint product. Untuk manfaat eksternalitas dapat kita lihat salah satunya adalah peranan pertanian yang menghasilkan atau menumbuhkan kepariwisataan (tourism). Pada sektor perikanan memberikan kontribusi pada pariwisata terutama wisata bahari telah banyak dikembangkan dibeberapa
daerah seperti di Jawa Tengah wisata bahari di Kepulauan
212
Karimunjawa, segara anakan, di Sulawesi Utara ada Taman laut Bumaken, di Bali ada wisata bawah air dan masih banyak daerah lain yang dikenal dengan keindahan taman lautnya. Semua ini merupakan produk-produk pariwisata yang dihasilkan dari sektor perikanan. Sekiranya potensi-potensi ini terus digali lebih banyak dan lebih luas lagi sehingga langsung menyentuh kehidupan nelayan di wilayah pesisir, maka hasil pembangunan perikanan akan terlihat lebih optimal lagi, terutama didalam pengentasan kemiskinan penduduk wilayah pesisir, dengan kemiskinan nelayan yang termasuk tinggi. Sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) telah membuktikan sebagai sektor yang sangat esensial dalam konteks pembangunan ekonomi yang handal. Paling tidak ada empat karakteristik yang dapat disampaikan untuk menunjukkan hal tersebut (Simatupang et al. 2000). Pertama, sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) merupakan penyedia lapangan pekerjaan terbesar dan penghasil pangan yang merupakan kebutuhan dasar penduduk sehingga sangat berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sebagian besar penduduk dan pengentasan kemiskinan yang merupakan tujuan pembangunan. Oleh karena itu dengan dipacunya pembangunan pertanian (termasuk sektor perikanan) merupakan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan utama pembangunan sehingga mestinya dijadikan prioritas. Kedua, usaha pertanian (termasuk perikanan) berbasis pada sumberdaya domestik, dan permintaan terhadap produknya tidak elastis terhadap pendapatan maupun harga, sehingga tangguh menghadapi gejolak ekonomi. Oleh karena itu, sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) merupakan andalan yang tepat dalam rangka kemandirian dan ketahanan ekonomi yang esensial agar pembangunan dapat berkelanjutan dalam era globalisasi. Ketiga, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) sangat fleksibel, sehingga dapat berfungsi sebagai jaring pengaman (survival sector) dalam keadaan darurat. Adanya sistem pengaman dalam menghadapi resiko (risk coping mechanism) sangat esensial dalam tatanan perekonomian persaingan bebas yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Keempat, produksi relatif stabil, memiliki keterkaitan antar sektoral yang luas dan sangat penting untuk pemantapan ketahanan pangan, pengendalian inflasi dan peningkatan penerimaan devisa, sehingga dengan dipacunya pembangunan pertanian (termasuk sektor perikanan) merupakan kunci bagi
213
pemulihan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, sektor
pertanian (termasuk sektor perikanan) patut dipertimbangkan sebagai alternatif andalan pembangunan ekonomi menggantikan sektor industri yang telah terbukti tidak sesuai untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan. Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh World Bank (1990) menunjukkan bahwa GDP per kapita atau pertumbuhan Gros Domestic Product (GDP) di sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) lebih efektif dalam penurunan jumlah penduduk miskin atau memeratakan pendapatan. Jumlah penduduk miskin dan tingkat pemerataan tidak hanya ditentukan tingkat pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi. Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan pada nilai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang didominasi oleh kebutuhan pangan. Dari penjelasan diatas dan merujuk pada hasil penelitian di Jawa Tengah, bahwa sektor perikanan memiliki peranan yang kecil, akan tetapi peranan yang kecil ini dapat ditingkatkan perannya melalui pentingnya sektor perikanan dalam pembangunan ekonomi terutama keberadaan sektor perikanan sebagai sektor primer. Nilai penting sektor perikanan tersebut tercermin antara lain (Gemmell 1994; Stringer 2001; Dahuri 2003; Johnston dan Mellor (1961) yang diacu dalam Daryanto 2001; Soemokaryo 2001) : 1. Menghasilkan pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. 2. Dapat menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor. 3. Pasar yang potensial bagi produk-produk industri. 4. Transfer surplus tenaga kerja ke sektor yang lain maupun sektor industri, karena penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian (termasuk sektor perikanan) sangat fleksibel, sehingga dapat berfungsi sebagai jaring pengaman (survival sector) dalam keadaan darurat 5. Penyediaan modal bagi pengembangan sektor-sektor lain. 6. Dapat menjaga tingkat inflasi dan biaya upah dalam perekonomian tetap rendah. 7. Meningkatkan laju pemupukan modal. 8. Memperluas atau memekarkan pasar dalam negeri. 9. Permintaan terhadap produk perikanan tidak elastis terhadap pendapatan maupun harga, sehingga tangguh menghadapi gejolak ekonomi.
214
10. Pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) pada sektor perikanan lebih efektif dalam penurunan jumlah penduduk miskin dan memeratakan pendapatan. 4.6.2 Faktor-faktor dalam pembangunan perikanan Jawa Tengah Dalam membahas faktor-faktor yang berpengaruh pada pembangunan perikanan Jawa Tengah dalam penelitian ini dijelaskan melalui hubungan yang saling terkait antara faktor lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah daerah, kebijakan pemerintah pusat, kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan dan tujuan pembangunan Jawa Tengah. Dari ke-enam variabel tersebut, dengan menggunakan model persamaan struktural akan dapat diketahui faktor yang paling dominan dari enam variabel tersebut serta indikator yang
dominan
pada
masing-masing
variabel,
sehingga
mampu
untuk
merumuskan kebijakan yang tepat dalam pembangunan perikanan di Jawa Tengah. 4.6.2.1
Lingkungan usaha perikanan
Dari persamaan struktural yang membentuk lingkungan usaha perikanan, dari hasil analisis dengan bantuan Amos versi 6 didapatkan : LUP = 0,202 KEBIJ_PUS – 0,650 KEBIJ_DAE + 0,092 Dari persamaan ini variabel laten yang mempengaruhi terhadap lingkungan usaha
perikanan
(LUP)
adalah
variabel
kebijakan
pemerintah
pusat
(KEBIJ_PUS) dan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kebijakan pemerintah pusat memiliki pengaruh terbesar terhadap lingkungan usaha perikanan. Analisis terhadap lingkungan usaha perikanan adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi sejumlah variabel pokok yang berada diluar kendali yang diperkirakan akan memiliki pengaruh nyata terhadap sektor perikanan, dalam penelitian ini sektor perikanan dipengaruhi oleh kebijakan yang dihasilkan dari pemerintah pusat dan daerah. 1.
Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap lingkungan usaha perikanan Menurut Wahab (2004), kebijakan suatu pemerintah memiliki implikasi antara lain; pertama, kebijakan pemerintah pusat lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai
215
perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan, kedua kebijakan terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berkait, dan ketiga, kebijakan mungkin bersifat positif mungkin pula negatif. Sehingga dari pendapat Wahab (20004) bahwa kebijakan pemerintah pusat yang berkaitan untuk meningkatkan lingkungan bisnis pada sektor perikanan diharapkan secara positif berpengaruh terhadap masyarakat, disamping kebijakan tersebut bukan suatu kebetulan akan tetapi memiliki tujuan yang jelas. Akan tetapi, dari implikasi kebijakan tersebut belum diikuti dengan suatu proses yang mendukung terhadap keberhasilannya, dengan demikian dari kebijakan tersebut dapat berimplikasi negatif. Dari hasil hipotesis 4, yang menyatakan kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP), dengan nilai signifikan 0,375 diatas nilai signifikan yang ditetapkan
sebesar
0,05,
sehingga
disimpulkan
tidak
signifikan.
Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0,202, nilai positif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah pusat seperti kebijakan terhadap pendidikan, permodalan, dan pelatihan akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah pusat dilaksanakan akan meningkatkan lingkungan usaha perikanan (seperti peningkatan SDM, penggunaan teknologi maupun yang lain) justru akan menurunkan peran lingkungan usaha perikanan. 2
Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap lingkungan usaha perikanan Dari hasil hipotesis 9, yang menyatakan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan (LUP), dengan nilai signifikan 0,223 diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,658, nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah daerah akan berpengaruh negatif terhadap lingkungan usaha perikanan, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah daerah yang dihasilkan untuk meningkatkan indikator yang
ada pada lingkungan
216
usaha perikanan (seperti misal peningkatan SDM, penggunaan teknologi maupun yang lain) justru akan menurunkan peran lingkungan usaha perikanan. Kondisi ini bertolak belakang dengan pesan terhadap suatu kebijakan pemerintah yang dihasilkan, dimana menurut Dunn (2000), bahwa kebijakan pemerintah bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan privat masyarakat luas (publik), serta kebijakan ini ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan masyarakat dalam rangka meningkatkan kehidupannya (Dwijowinoto 2003). Dengan demikian, kebijakan-kebijakan daerah yang dihasilkan dari sikap kompromi politik antara lembaga eksekutif lembaga legislatif
(pemerintah daerah) dan
(DPRD) terkait persetujuan penetapan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Tengah yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan proyek, seperti peningkatan skill nelayan, akses kredit, regulasi yang mendukung dan lain-lain, belum mampu untuk meningkatkan lingkungan usaha perikanan tersebut. Justru dari hasil penelitian ini mengalami penurunan atau koefisien regresinya bernilai negatif. Kondisi ini dapat terjadi karena ada beberapa hal, antara lain : a. Kegiatan-kegiatan yang dihasilkan dari program pemerintah tersebut belum menyentuh inti kebutuhan nelayan secara spesifik, sehingga tujuan akhir yang diharapkan belum tercapai. b. Terjadinya gab antara kebutuhan pemerintah di satu sisi dan nelayan di lain pihak. c. Nelayan yang merasakan terhadap program pemerintah tersebut salah sasaran, justru nelayan yang membutuhkannya belum tersentuh. 4.6.2.2
Kebijakan pemerintah daerah Dari persamaan struktural yang membentuk kebijakan pemerintah daerah, hasil analisis dengan bantuan Amos versi 6 didapatkan : KEBIJ_DAE = 0,433 KEBIJ_PUS + 0,04 Sehingga dari persamaan struktural tersebut kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) hanya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS).
217
Dari hipotesis 7, yang menyatakan kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), didapatkan nilai signifikan sebesar 0,375 diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tersebut tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi atau loading factor yang diperoleh bernilai positif sebesar 0,433, hal ini memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah pusat seperti kebijakan terhadap pendidikan, permodalan, dan pelatihan akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha perikanan, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah pusat dilaksanakan akan meningkatkan lingkungan usaha perikanan (seperti misal peningkatan SDM, penggunaan teknologi maupun yang lain) akan menurunkan lingkungan usaha perikanan 4.6.2.3
Kinerja usaha perikanan tangkap Dari persamaan struktural yang membentuk kinerja usaha perikanan tangkap, hasil analisis dengan bantuan Amos versi 6 didapatkan : KUP_TANG = -0,018 LUP + 0,059 KEBIJ_PUS + 0,035 KEBIJ_DAE + 0,005 Sehingga dari
persamaan struktural tersebut lingkungan usaha
perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), dan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) berpengaruh terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG). Dari ketiga pengaruh tersebut kebijakan pemerintah pusat memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja usaha perikanan tangkap. 1
Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap Dari hipotesis 1, yang menyatakan lingkungan usaha perikanan (LUP)
akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan
tangkap (KUP_TANG), didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,427, nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi diperoleh sebesar -0,018, nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa lingkungan usaha perikanan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, dengan kata lain apabila
218
kinerja usaha perikanan tangkap ditingkatkan satu satuan, maka akan menurunkan lingkungan usaha perikanan sebesar 0,018. Penurunan kinerja ini tidak sejalan dengan harapan bahwa dengan meningkatnya lingkungan usaha perikanan akan meningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap. 2
Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja usaha perikanan tangkap Dari hasil hipotesis 4, yang menyatakan kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,375 , nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi diperoleh sebesar
0,059, dan nilai positif yang dihasilkan ini
memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah pusat seperti kebijakan terhadap pendidikan, permodalan, dan pelatihan akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah pusat dilaksanakan akan meningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap. 3
Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja usaha perikanan tangkap Dari hasil hipotesis 10, yang menyatakan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), dengan nilai signifikan 0,797 diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tersebut tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar
0,035, nilai positif yang dihasilkan ini memiliki arti
bahwa kebijakan pemerintah daerah akan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, dengan kata lain apabila kinerja usaha perikanan tangkap ditingkatkan sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan kebijakan pemerintah daerah sebesar 0,035.
219
4.6.2.4
Kinerja industri pengolahan Dari persamaan struktural yang membentuk kinerja usaha perikanan tangkap, hasil analisis dengan bantuan Amos versi 6 didapatkan : KI_PROS = 0,198 LUP + 1,873 KEBIJ_PUS – 5,190 KEBIJ_DAE - 0,360 KUP_TANG+ 0,268 Sehingga dari persamaan struktural tersebut didapatkan bahwa kinerja industri pengolahan (KI_PROS) akan dipengaruhi oleh lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), dan kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG), dengan terbesar yang mempengaruhi kinerja industri pengolahan adalah kebijakan pemerintah pusat.
1
Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja industri pengolahan Dari hipotesis 2, yang menyatakan lingkungan usaha perikanan (LUP) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS), didapatkan hasil penelitian nilai signifikan sebesar 0,272, nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0,198, nilai positif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa lingkungan usaha perikanan akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan, dengan kata lain apabila lingkungan
usaha
perikanan
ditingkatkan
akan
secara
positif
meningkatkan kinerja industri pengolahan. 2
Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja industri pengolahan Dari hipotesis 6, yang menyatakan kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS), didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,027, nilai ini dibawah nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi diperoleh sebesar 1,873 dan nilai positif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa peningkatan kebijakan pemerintah pusat akan meningkatkan kinerja industri pengolahan.
220
3
Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja industri pengolahan Dari hipotesis 11, yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS), dengan nilai signifikan sebesar 0,009 dibawah nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar -5,190, dan nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah daerah akan berpengaruh negatif terhadap kinerja industri pengolahan, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah daerah diterapkan akan menurunkan kinerja industri pengolahan
4
Pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja industri pengolahan Dari hasil hipotesis 13, yang menyatakan kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) akan berpengaruh positif terhadap kinerja industri pengolahan (KI_PROS), diperoleh hasil analisis nilai signifikan 0,676, nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar
-0,360, nilai negatif yang
dihasilkan ini memiliki arti bahwa kinerja usaha perikanan tangkap akan berpengaruh negatif terhadap kinerja industri pengolahan, dengan kata lain apabila kinerja usaha perikanan tangkap ditingkatkan justru akan menurunkan peran kinerja industri pengolahan 4.6.2.5
Tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Dari persamaan struktural yang membentuk variabel dependen tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, hasil analisis dengan bantuan Amos versi 6 didapatkan : TUJ_PEM_PI = -0,084 LUP + 2,140 KEBIJ_PUS – 4,294 KEBIJ_DAE + 2,01 KUP_TANG -0,168 KI_PROS + 0,054 Sehingga dari
persamaan struktural tersebut dapat dijelaskan
bahwa tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) akan dipengaruhi oleh lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan
221
pemerintah
pusat
(KEBIJ_PUS),
kebijakan
pemerintah
daerah
(KEBIJ_DAE), dan kinerja industri pengolahan (KI_PROS), dan dari kelima variabel laten tersebut, pengaruh terbesar pada penerapan kebijakan pemerintah pusat. Menurut Mulyadi (2005), ada lima tujuan yang harus dicapai oleh pembangunan perikanan nasional, yaitu : pemenuhan kebutuhan konsumsi produk perikanan untuk dalam negeri, peningkatan perolehan devisa, peningkatan produksi perikanan sesuai dengan potensi lestari dan daya dukung lingkungan, pemeliharaan kelestarian stok ikan dan daya dukung lingkungannya dan peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan 1.
Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap tujuan pembangunan Perikanan Jawa Tengah Dari hipotesis 3, yang menyatakan lingkungan usaha perikanan (LUP)
akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan
perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), dengan hasil analisis nilai signifikan sebesar 0,475, nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar
0,05,
sehingga
disimpulkan
hipotesis
tidak
signifikan.
Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,084, dan nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa lingkungan usaha
perikanan
akan
berpengaruh
negatif
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan kata lain apabila terjadi peningkatan
terhadap
akan
menurunkan
tujuan
pembangunan
perikanan Jawa Tengah. 2.
Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap tujuan pembangunan Perikanan Jawa Tengah Dari hipotesis 8, yang menyatakan kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), didapatkan nilai signifikan sebesar 0,009, nilai ini dibawah nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar
2,140, nilai positif yang
dihasilkan ini memiliki arti apabila kebijakan pemerintah pusat diterapkan akan berpengaruh positif terhadap lingkungan usaha
222
perikanan, dengan kata lain apabila kebijakan pemerintah pusat dilaksanakan akan meningkatkan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 3.
Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap tujuan pembangunan Perikanan Jawa Tengah Dari hasil hipotesis 12, yang menyatakan kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), dengan nilai signifikan sebesar 0,029, nilai dibawah nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar -4,294, nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kebijakan pemerintah daerah akan berpengaruh negatif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan kata lain adanya kebijakan pemerintah daerah dilaksanakan justru akan menurunkan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah.
4.
Pengaruh kinerja usaha perikanan pembangunan Perikanan Jawa Tengah
tangkap
terhadap
tujuan
Dari hasil hipotesis 15, yang menyatakan kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG)
akan berpengaruh positif terhadap tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), dengan nilai signifikan 0,068, dan nilai ini diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar
0,05,
sehingga
disimpulkan
hipotesis
tidak
signifikan.
Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar 2,01, nilai positif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kinerja usaha perikanan
tangkap
akan
berpengaruh
positif
terhadap
tujuan
pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan kata lain apabila kinerja usaha perikanan tangkap ditingkatkan akan meningkatkan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 5.
Pengaruh kinerja industri pengolahan terhadap tujuan pembangunan Perikanan Jawa Tengah Dari hipotesis 14, yang menyatakan kinerja industri pengolahan (KI_PROS) akan berpengaruh positif terhadap tujuan pembangunan
223
perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), dengan nilai signifikan sebesar 0,239 diatas nilai signifikan yang ditetapkan sebesar 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis tidak signifikan. Sedangkan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,168, nilai negatif yang dihasilkan ini memiliki arti bahwa kinerja industri pengolahan akan memiliki pengaruh negatif terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan kata lain apabila kinerja industri pengolahan dinaikkan justru akan menurunkan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah.
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian “Peranan dan Kinerja Sektor Perikanan pada
Perekonomian Jawa Tengah” dapat disimpulkan antara lain: 1. Peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, yang tercermin pada kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), input, output, nilai keterkaitan dan dampak pengganda menunjukkan sektor perikanan masih kecil, sehingga pertumbuhan sektor perikanan lebih banyak dipengaruhi oleh sektor yang lain dari pada mempengaruhi. Kecilnya peranan sektor perikanan ini dapat diminimalkan antara lain : a. Dengan lebih menampilkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor primer dalam suatu perekonomian wilayah atau negara, dimana keberadaan sektor primer tersebut menjadi penting dan menentukan dalam pembangunan, antara lain : sebagai bahan pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa, dapat menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subsitusi impor, sebagai Pasar yang potensial bagi produk-produk industri, mampu menapung migrasi tenaga kerja dari sektor yang lain, dan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor perikanan lebih efektif dalam penurunan jumlah penduduk miskin dan memeratakan pendapatan. b. Pengklasifikasian lebih terinci dari sektor perikanan, yaitu dengan menarik sektor-sektor yang selama ini dapat dikelompokkan sebagai sektor perikanan, akan tetapi selama ini menjadi bagian sektor yang lain, seperti industri ikan kering dan ikan asin, ikan olahan dan awetan, kapal dan jasa perbaikannya, jasa restoran, dan udang 2. Dari Analisis dari keterkaitan hubungan yang rumit dan pengaruh antara variabel laten lingkungan usaha perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah daerah (KEBIJ_DAE), kinerja usaha perikanan tangkap (KUP_TANG) kinerja industri pengolahan (KI_PROS) dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI), setelah dianalisis dengan structural equation modelling (SEM) dengan bantuan AMOS Versi 6, dapat disimpulkan sebagai berikut:
225
a. Dari uji analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis (CFA)) dari suatu indikator yang membentuk ke-enam variabel laten dari awal model berjumlah 49 indikator, ada sepuluh indikator yang dihilangkan dari variabel yang membentuknya, antara lain indikator X29, X30, X31, X32, X36, X38, Y2, Y3, Y4 dan Y9, sehingga untuk analisis full model lebih lanjut hanya dibentuk oleh 39 indikator yang telah memenuhi syarat untuk dilakukan analisis lebih lanjut dengan model SEM. Dengan hasil analisis faktor konfimatori ini, model yang terbentuk telah memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut. b. Dari uji nilai reliabilitas konstruk dan variance extracted, semua indikator secara individu telah konsisten dengan alat yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut. Sedangkan
untuk uji asumsi klasik
normalitas, multikolinieritas, dan outlier data, telah memenuhi syarat, dari suatu model, dengan demikian data lebih lanjut dapat dianalisis. c. Model keterkaitan ke enam variabel laten tersebut setelah diuji dengan membandingkan criteria goodness of fit (antara lain: nilai Chi-square, probability, CMIN/DF, GFI, AGFI, TLI dan RMSEA) hasil yang didapatkan masih dalam batas yang direkomendasikan, sehingga model telah fit atau dapat diterima. d. Dari 15 hipotesis yang dibangun, enam hipotesis signifikan yaitu pengaruh KEBIJ_PUS terhadap KI_PROS (hipotesis 6), pengaruh KEBIJ_PUS terhadap KEBIJ_DAE (hipotesis 7), pengaruh KEBIJ_PUS terhadap TUJ_PEM_PI (hipotesis 8), pengaruh KEBIJ_DAE terhadap TUJ_PEM_PI
(hipotesis
11),
pengaruh
KEBIJ_DAE
terhadap
TUJ_PEM_PI (hipotesis 12) dan pengaruh KUP_TANG terhadap TUJ_PEM_PI (hipotesis 15), sedangkan sembilan hipotesis dinyatakan tidak signifikan yaitu pengaruh LUP terhadap KUP_TANG (hipotesis 1), pengaruh LUP terhadap KI_PROS (hipotesis 2), pengaruh LUP terhadap TUJ_PEM_PI (hipotesis 3), pengaruh KEBIJ_PUS terhadap LUP (hipotesis 4), pengaruh KEBIJ_PUS terhadap KUP_TANG (hipotesis 5), pengaruh KEBIJ_DAE terhadap KUP_TANG (hipotesis 9), pengaruh KEBIJ_DAE terhadap KI_PROS (hipotesis 10), pengaruh KUP_TANG terhadap KI_PROS (hipotesis 13), dan pengaruh KUP_TANG terhadap KI_PROS (hipotesis 14). Hal ini membuktikan bahwa diantara ke-6
226
(enam) faktor laten LUP, KI_PROS,
dan
KEBIJ_PUS, KEBIJ_DAE,
TUJ_PEM_PI
akan
saling
KUP_TANG,
berhubungan
dan
mempengaruhi secara positif atau negatif. Dengan demikian setiap perubahan yang semakin positif atau negatif dari salah satu faktor akan mempengaruhi terhadap kinerja faktor berikutnya dan besar kecilnya pengaruh tergantung dari besaran signifikansi dari tiap variabel. e. Lingkungan usaha perikanan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah pusat , sedangkan kebijakan pemerintah daerah memberikan pengaruh yang negatif, dengan demikian kebijakan pemerintah daerah bertolak belakang terhadap peningkatan lingkungan usaha perikanan, seperti terhadap peningkatan skill dan knowledge, teknologi, kapital working, perijinan maupun indikator yang lain. f.
Kebijakan pemerintah pusat berpengaruh secara positif terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan perikanan Jawa Tengah, dengan semakin meningkat keberhasilan kebijakan pemerintah pusat terhadap pembangunan di Jawa Tengah akan secara signifikan meningkatkan keberhasilan pembangunan perikanan.
g. Dengan semakin meningkat keberhasilan peningkatan lingkungan usaha perikanan seperti SDM, teknologi, kapital working, dan perijinan akan menurunkan keberhasilan kinerja usaha perikanan tangkap, sedangkan secara positif dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan daerah. Dengan demikian, h. Kinerja industri pengolahan secara positif dipengaruhi oleh lingkungan usaha perikanan dan kebijakan pemerintah pusat, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah dan kinerja usaha perikanan tangkap. i.
Tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah secara positif dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat dan kinerja usaha perikanan tangkap, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah dan kinerja industri pengolahan.
j.
Indikator yang paling berpengaruh terhadap masing-masing variabel laten antara lain; untuk lingkungan usaha perikanan perijinan yang sesuai dengan potensi merupakan faktor yang dominan, untuk variabel laten yang lain antara lain; kebijakan pemerintah pusat adalah pelatihan dan
227
bimbingan yang dapat diakses, kebijakan pemerintah daerah adalah teknologi yang memberi nilai tambah ke prosesing, kinerja usaha perikanan tangkap adalah tingkat pengembalian modal, kinerja industri pengolahan adalah tingkat laba dan rugi yang didapatkan, dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah adalah ketahanan pangan. k. Simulasi model merupakan simulasi dari model konseptual yang mempunyai variabel, dimensi dan indikator yang sama dengan model konseptual, tetapi memiliki pola hubungan yang berbeda dan dilakukan untuk mendapatkan pola hubungan antar variabel yang optimal, antara lain simulasi model 1, model 2 dan model 3. Dari 3 model simulasi didapatkan bahwa dari ke-3 simulasi tersebut terjadi perubahan nilai koefisien regresi atau pola hubungan, yang sebelumnya berpengaruh positif berubah menjadi pola hubungan yang negatif. Akan tetapi, untuk penerimaan atau ditolaknya hipotesis, tidak mengalami perubahan dari model tersebut sebelum disimulasi. akan tetapi pada simulasi model 3 untuk pengujian hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3 tidak muncul dari hasil pengolahan dengan AMOS versi 6. 3. Dari hasil analisis terhadap hubungan pada variabel laten penelitian terhadap model tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, kebijakan pemerintah pusat merupakan faktor yang dominan terhadap tingkat keberhasilan tujuan pembangunan
perikanan,
sehingga
diharapkan
dengan
posisi
yang
menentukan ini kebijakan-kebijakan pemerintah pusat (yaitu Departemen Kelautan
dan
Perikanan)
dapat
mendukung
terhadap
kemajuan
pembangunan perikanan di daerah, dengan menerapkan kebijakan yang mengakomodir terhadap kepentingan daerah yang bersangkutan. 6.2
Saran Dari hasil penelitian terhadap peranan dan kinerja sektor perikanan pada
perekonomian Jawa Tengah, dapat direkomendasikan beberapa saran antara lain : 1. Dalam pembuatan Tabel IO versi Miyazawa agar lebih terinci terutama pendefinisian dari sektor perikanan, sehingga sektor perikanan yang selama ini masuk pada sektor yang lain, dapat disatukan kedalam kelompok sektor perikanan, dan pengelompokan sektor perikanan tidak hanya dari sektor
228
primer saja, tetapi juga mencakup sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa). 2. Pengembangan lebih lanjut dari Tabel input output dengan memasukkan faktor lingkungan ke dalam Tabel IO, yang disebut sebagai Tabel IO lingkungan. Masuknya faktor lingkungan ini menjadi penting karena aktivitas produksi dan industri dari sektor perikanan akan bersentuhan dengan lingkungan, terutama perhitungan eksternalitas lingkungan, sehingga akan lebih mendekati kondisi nyata untuk pembangunan sektor perikanan, dan menghadapi globalisasi saat yang mengedepankan isu hak asasi manusia, lingkungan dan demokrasi. 3. Penggunaan dari pengembangan alat analisis dengan dasar dari Tabel input output (IO), seperti analisis Social Accounting Matrix (SAM) atau model computable general equilibrium (CGE), yaitu satu model ekonomi yang dapat menganalisis secara bersama-sama perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional,
sehingga akan
diketahui dampak dari kebijakan perdagangan dan perubahan ekonomi dari berbagai paket kebijakan pemerintah, seperti dampak pengurangan subsidi BBM terhadap pendapatan nelayan. 4. Model tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_PI) yang memiliki hubungan yang rumit dan dipengaruhi oleh
lingkungan usaha
perikanan (LUP), kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS), kebijakan pemerintah
daerah
(KEBIJ_DAE),
kinerja
usaha
perikanan
tangkap
(KUP_TANG), dan kinerja industri pengolahan (KI_PROS), dapat digunakan untuk
menilai keberhasilan pembangunan perikanan di suatu daerah,
dengan memperhatikan kondisi dan situasi yang ada. 5. Penelitian ini hanya membatasi model tujuan pembangunan perikanan di daerah hanya dibatasi pada hubungan enam variabel laten tersebut, sehingga diharapkan dapat dilakukan modifikasi model. Modifikasi model ini dapat dilakukan dengan cara menambah beberapa variabel laten maupun beberapa indikator yang membentuknya, responden yang lebih luas tidak hanya dari nelayan, pengolah ikan, pemilik kapal, pengurus kapal, instansi pemerintah, tapi juga bisa melibatkan masyarakat maupun kalangan perguruan tinggi, sehingga model dapat diterapkan di daerah yang lain, baik untuk provinsi lain maupun untuk kota maupun Kabupaten, akan tetapi harus
229
tetap didasarkan pada telaah pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi. 6. Untuk keperluan simulasi model, dapat dilakukan dengan tidak hanya merubah pola hubungan antar variabel laten, akan tetapi dapat dengan mengurangi hipotesis penelitian, sehingga tujuan akhir dari simulasi ini untuk mendapatkan uji model yang paling optimal dapat tercapai. 7. Dari hasil hubungan antar variabel laten tersebut didapatkan bahwa variabel laten kebijakan pemerintah pusat merupakan faktor yang dominan dalam membentuk model pembangunan perikanan, sehingga diharapkan kebijakan pemerintah pusat dapat mendukung keberhasilan pembangunan perikanan dengan membuat aturan yang kondusif dan operasional bagi daerah. Disamping itu pemerintah sebagai fasilitator dan dinamisator, terutama penyediaan dalam fasilitas dan ketentuan investasi.
230
DAFTAR PUSTAKA Annacker, D., L. Hildebrandt. 1998. Unobservable Effects in Structural Equation Models of Business Performance. http://www.Skylla.wzberlin.de/pdf/1998/iv98-9.pdfArief S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta. 318 hlm. Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE-UGM, Yogyakarta. 374 hlm. Audretsch, DB , W. Bönte, M. Keilbach. 2005. Regional Entrepreneurship Capital and its Impact on Knowledge Diffusion and Economic Performance. http://www.econ.mpg.de/english/news/workshops/india_workshop/papers/A udretschBoenteKeilbach.pdf. http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=&q=
related:www.econ.mpg.de/english/news/workshops/india_workshop/papers/ AudretschBoenteKeilbach.pdf Bachrudin, A, HL. Tobing. 2003. Analisis Data untuk Penelitian Survai dengan Menggunakan LISREL 8. Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, Bandung. 96 Halaman. Bandalos, DL. 1983. Factors influencing cross valication of confimatory factor analysis models. Multivariate Behavioral Research, 28 : 351-374. Bentler, PM. 1990. Comparative Fit Indexes in Structural Models. Pyshological Bulletin. 107 : 238-246 Bernardin, H. J,. and J.E.A, Russell. 1993. Human Resource Management : An Experiental Approach, McGraw-Hill, New York. Bentler, PM, Bonnet, DG. 1980. Significace Tests and Googness of Fit in the Analysis of Cavariance Structures . Pyshological Bulletin, 88 : 588-606 Bollen, K A . 1989. Structural Equations with Latent Variables. First Edition. Wiley, New York. 513 pp. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1995. Tabel Input-Output Indonesia 1995. CV. Nario Sari, Jakarta. . 2000. Pendapatan Regional Jawa Tengah Tahun 2000. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. . 2000. Tabel Input Output Jawa Tengah 2000. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. . 2004. Tabel Input Output Jawa Tengah 2004. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
230
231
. 2006. Jawa Tengah dalam Angka 2006. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Brooks, I, Jamie Wheatherson, 1997. The Business Environment: Challenges and Changes. Prentice- Hall, Europe. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 159 hlm. Byrne, BM. 1998. Structural Equation Mpdelling with LISREL, PRELIS and SIMPLIS: Basic cocepts, application and programming. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Chenery HB, Watanabe. 1958. International Comparasions of the Structure of Production. Econometrica, 26(4), October, pp. 487-521. Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 233 hlm. Daryanto A, JB Morison. 1992. Structural Interdependence In The Indonesian Economy With Emphasis on The Agriculture Sector 1971-1985 : An Input Output Analysis. Mimbar Sosek, 6 (6) : 74-99. Daryanto A. 1995. Application of Input Output Analysis. Department of Socio Economic Sciences, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, Bogor. Daryanto, A. 2001. Peranan Sektor Pertanian dalam Pemulihan Ekonomi. Agrimedia, 6(3): 42-46. Dault, A. 2008. Pemuda dan Kelautan. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 222 hlm. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah. 1999. Buku Tahunan 1997. Statistik Perikanan Tingkat Provinsi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan. Semarang. . 2000. Buku Tahunan 1998 Statistik Perikanan Tingkat Provinsi. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan. Semarang. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah. 2001. Buku Tahunan 1999. Statistik Perikanan Tingkat Provinsi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan. Semarang. . 2002a. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2000. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang.
231
232
. 2002b. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2001. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. . 2003. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2002. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. . 2004. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2003. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. . 2005a. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2004. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. . 2005b. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah. Semarang .2006a. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2005. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. .2006b. Profil Perikanan Tangkap Jawa Tengah. Dinas Perikanan dan Kelautan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Semarang. .2007. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah 2006. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Semarang. Dunn WN. 2000. Pengantar Analysis Kebijakan Publik. Edisi kedua Gajahmada University Press. 687 hlm Fauzi, A . 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan (Isu, Sintesis dan Gagasan). PT. Gramedia. Jakarta. 185 hlm. Fauzi A, S Anna. 2004. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. PT. Gramedia. Jakarta. 343 hlm. Ferdinand, A . 2006. Structural Equation Modeling (SEM) Dalam penelitian Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 390 hlm. Gemmell, N. 1994. Ilmu Ekonomi Pembangunan (Terjemahan). Pustaka, LP3ES, Jakarta.
:
Beberapa
Survai
Ghozali, I. 2004. Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS Ver. 5.0 Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 152 hlm.
232
233
Ghozali I, Fuad SET. 2005. Structural Equation Modeling. Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 376 hlm Ghozali I. 2006. Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 214 hlm. Ghozali I, K Yusfaningrum . 2006. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap kinerja managerial melalui komitmen tujuan anggaran dan Job information sebagai variabel intervening. Usahawan 24(7), Juli, pp. 7-13 Hair. JF, Anderson RE, Tatham R L, Black W C 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. Prentice Hall-International . INC. Printed in The United States Of America Page 577. Chapter 11 Structural Equation Modeling. Hirschman A O . 1958. The Strategy of Economic Development. Yale University Press, New York. Hill, MA, RD Ireland, RE Hoskisson. 1997. Manajemen Strategis: Menyongsong Era Persaingan Bebas dan Globalisasi ( terjemahan Armand Hediyanto ) Jakarta: Erlangga. Idenburg, A.M, Harry CW. 2000. DIMITRI : a Dynamic Input-output Model to study the Impacts of Technology Related Innovations. Paper Presented at the 13TH International Conference on Input-Output Techniques Macerata, Italy. Imansyah, M.H. 2000. An Efficient Method for Constructing Regional InputOutput Table: A Horizontal Approach in Indonesia. Jhingan ML . 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Di terjemahkan oleh D. Guritno,. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jöreskog, K. G, Sörbom, D.1993. LISREL 8 User’s Reference Guide. Scientific Software International Inc., Chicago. Kim, J. 2005. The Performance Indicator of Industrial Property Market based on the Location Factors. Paper to be submitted to the 11th PRRES Annual Conference 23-27 January 2005, Melbourne, Australia. Kotler, 1997. Manajemen Produktifitas. Terjemahan Marketing Ninth Edition. Prentice hall Inc.
Management.
Kuncoro, M, Artidiatun A, Rimawan P. 1997. Ekonomi Industri. Widya Sarana Informatika, Yogyakarta. Kusumastanto, T. 2002. Reposisi “Ocean Policy” Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
233
234
. 2003. Ocean Policy dalam Membangun negeri bahari di Era Otonomi Daerah. Gramedia. Jakarta. 160 hlm. Lahr, M L. 1998. A Strategy For Producing Hybrid Regional Input-Output Tables. Paper was presented at 12th International Conference on Input-Output Techniques, New York City. Leontief W. 1986. Input-Output Economics. Second Edition, Oxford University Press, Oxford. Mangiri K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom (Pendekatan Model Input Output). Edisi Kedua. Badan Pusat Statistik. CV Nasional Indah, Jakarta. 225 hlm. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogjakarta. 334 hlm. Marzali A, A Achadiat, A I Mahar, B Widiyanto, A.M.G Pramaribo, J Anwar, J Purba , T Hendrawati, Z Hidayah. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor. Jakarta. 156 hlm. Miller RE, dan PD Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundation and Extensions. Printice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Muchdie. 1999. Struktur Ruang Perekonomian Indonesia: Analisis Model InputOutput antar Daerah. Makalah Intern, Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah, Jakarta. . 2000. Teknik Hibrida Dalam Penyusunan Tabel Input-Output Antar Daerah: Sebuah Prosedur untuk Ekonomi Kepulauan. Ekonomi dan Keuangan, Vol. XLVI, No. 1 : 117-145, FE-UI, Jakarta. Mudzakir A K . 2003. Dampak Pengembangan Sektor Perikanan terhadap Perekonomian Jawa Tengah. Tesis Magister Sains (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor, Bogor. 166 hlm. . 2006a. Analisis Keterkaitan dan Dampak Pengganda Sektor Perikanan pada Perekonomian Jawa Tengah : Analisis Input Output, Makalah diseminarkan pada Work Shop Nasional Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Bogor 2-3 Agustus 2006. . 2006b. Peranan Sektor Perikanan Pada Perekonomian Jawa Tengah : Analisis Input Output. Proseding Seminar Nasional Perikanan Tangkap “Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan. hlm 359371. Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 223 hlm. Nazara S. 1997. Analisis Input-Output. LPFE-UI, Jakarta. 131 hlm. Nuitja N S . 1998. Ekologi Kelautan. Suatu Tantangan Besar Negara Bahari. Analisis CSIS EKOINFO. Majalah Tiga Bulanan. Hal: 5-8.
234
235
O’Callaghan, B., Andreosso, G Yue. 2000. Intersectoral Linkages and Key Sectors in China 1987-1997 : An Application of Input-Output Linkages Analysis. Okuyama, Y, M Sonis, G.J.D. Hewings. 2002. Structural Change of the Chicago Economy: A Temporal Inverse Analysis. Paper Presented at the Fourteenth International Conference on Input-Output Techniques, Montreal, Canada. [PBB] Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1988. Tabel Input Output dan Analisis. UI Press. Jakarta. 265 hlm. Pearce H, John A., Richard B. R, JR., 2000. Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control . International Edition. McGraw-Hill, New York. Peneder, M, S Kaniovsky, B Dachs. 2000. External Services, Structural Change and Industrial Performance. Working Paper, Australian Institute of Economic Research WIFO. Poot, H, Arie K, Jaap J. 1992. Industrialistion and Trade in Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta Porter M E. 1980. Competitive Strategy, Techniques for Analysing industries and Competitor. With a New introduction The Free Press. Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press Ltd. London Ray, S. 2004. Performance Implications of Corporate Strategic Behaviour of Firms in an Emerging Economy during Economic Liberalization. http:\\www.iimcal.ac.in.www.businessperspectives.org/files/ppm/PPM_EN_ 2004_02_Ray.pdf Rasmussen P N . 1958. Studies in Intersectoral Relations. Amsterdam, NorthHolland PC. Razali. 1996. Dampak Ekonomi Sektor Perikanan terhadap Pengembangan Wilayah Kotamadya Sabang Daerah Istimewa Aceh. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [RI] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 118. Sekretariat Negara. Jakarta Rigdon, E.E, Ferguson, Carl E., J. 1991. The Performance of the Polychromic Correlation Coefficient and Selected Fitting Functions in Confirmatory Factor Analysis with Ordinal Data. Journal of Marketing Research, 28: 491– 497. Salusu, J,. 1998. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, Petunjuk Teknis untuk Staf Manajemen, PT. Grasindo /Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
235
236
Sandjojo, I. 2004. Pengaruh Lingkungan Usaha, Sifat Wirausaha dan Motivasi Usaha terhadap PembelajaranWirausaha, Kompetensi Wirausaha dan Pertumbuhan Usaha Kecil di Jawa Timur. Disertasi Program Studi Ilmu Ekonomi. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang Satria A, A Umbari, A Fauzi, A Purbayanto, E Sutarto, I Muchsin, I Muflikhali, M Karim, S Saad, W Oktariza, Z Imran. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Kerjasama Pusat Kajian Agraria IPB, Partnerships for Governance Reform in Indonesia dan PT Cidesindo. Jakarta. 201 hlm. Soehardjo, A., D Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soemokaryo S. 2001. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia Analisis dan Simulasi Kebijakan Pada Era Liberalisasi Perdagangan. Penerbit Agritek. Malang. 392 halaman. . 2006. Manajemen Industri Perikanan Indonesia dalam Era Liberalisasi Perdagangan dan Otonomi Daerah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Luar Biasa dalam Bidang Ilmu Manajemen Industri Perikanan pada Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. 53 halaman. Sonya, H.Y., H. Siva, and K. Balasubramanian. 2002. Telecommunication Infrastructure Investments and Firm Performance. Proceedings of the 36th Hawaii International Conference on System Sciences, 3 May 2002. Sonis, M, GJD Hewings . 1998. A Miyazawa Analysis of interaction between Polluting and Non Polluting Sectors. Structural Change and Economic Dynamics. page 289-305. . 2000. On The Sraffa-Leontief Model. The Regional Economics Applications Laboratory (REAL), Chicago. . 2003. Miyazawa Meet Christaller : Spatial Multiplier within a Triple Decomposition of Input Output Central Place System. The Regional Economics Application Laboratory. December 2003. pg 21 Solimun 2002. Multivariate Analysis Structural Equation Modeling (SEM) LISREL dan AMOS. Aplikasi dibidang Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psykologi, Sosial, Kedokteran, Agrokompleks. Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Malang. 132 hlm. Stringer, R. 2001. How important are the Non-traditional Economic Roles of Agriculture in Development. Centre for International Economic Studies, Discussion Paper No. 0118, Adelaide University, Adelaide. Todaro M. 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 2 (Alih Bahasa : Burhanuddin Abdullah). Erlangga. Jakarta. 299 halaman. Umar H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT Gramedia bekerjasama dengan Jakarta Business Research Center. Jakarta. 509 hlm.
236
237
Vamvakidis, A. Regional Integration And Economic Growth. The World Bank Economic Review, Vol. 12, No. 2: 251–70. Wheelen T L., David H J. 1992. Strategic Management and Business Policy. Fourth Edition, New York: Addison Wesley Publishing Company. West G R . 1993. Input Output Analysis for Practitioners Grimp Versi 7.1. User’s Guide. Department of Economics, University of Queensland Australia. Page 79. . 1995. Comparison of input-output Econometric and Computable General Equilibrium Impact Models at the Regional Level. Economic System Research, VII (2) pp. 212-234. Yonggui, W., Z. Yuli, H. P LO. 2002. The Key Factors Distinguishing High-Growth Small and Medium Enterprises from those of Poor Performance: Evidence from China. NSFC of China, Project No. 79970044. Wahab, A, S. 2004. Analisis Kebijakan dari Formula ke Implementasi Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. 123 hlm.
237
Lampiran- 239
Lampiran 1 Klasifikasi 19 Sektor, 38 Sektor, dan 85 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 NO.
19 x 19 ( 19 sektor ) Kode
Nama Sektor
38 x 38 ( 38 sektor ) Kode
Nama Sektor
85 x 85 ( 85 sektor ) Kode
Nama Sektor
1
1
Padi
1
Padi
1
Padi
2
2
Tanaman bahan makanan lainnya
2
Tanaman bahan makanan lainnya
2 3 4 5 6 7 8 9 10
3
3
Tanaman pertanian lainnya
3
Tanaman pertanian lainnya
11 12 13 14 15 16 17
Jagung Ketela pohon Umbi lainnya Bawang merah Sayur-sayuran Pisang Buah-buahan Kacang-kacangan Bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Tembakau Kopi Cengkeh Hasil tanaman serat
18
4
4
Peternakan dan hasil-hasilnya
4
Peternakan dan hasilhasilnya
19 20 21
5
5
Kehutanan dan hasil-hasilnya
5
Kehutanan dan hasilhasilnya
6
6
Perikanan
6
Ikan laut dan hasil laut lainnya Ikan darat dan hasil perairan darat Jasa pertanian Pertambangan dan penggalian
7
7
7
Pertambangan dan penggalian
8
8
Industri makanan, minuman & tembakau
8 9
22 23 24 25 26 27 28 29 30
10
Industri pengolahan dan pengawetan makanan
31
11
Industri minyak dan lemak Industri penggilingan padi Industri tepung, roti dan kue
32
12 13
33 34 35
14
Industri kopi dan makanan lainnya
36
Tanaman perkebunan lainnya Hasil pertanian lainnya Peternakan dan hasilhasilnya Unggas dan hasilhasilnya Kayu Hasil hutan lainnya Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan darat dan hasil perairan darat Jasa pertanian Garam kasar Pasar besi Pertambangan lainnya Barang galian segala jenis Industri pengolahan dan pengawetan makanan Industri minyak dan lemak Industri penggilingan padi Industri tepung terigu dan tepung lainnya Industri roti dan kue kering lainnya Industri kopi giling dan kupasan
Lampiran- 243
Lampiran 2 Sektor kelautan dan perikanan dalam Tabel IO Indonesia 172x172 No. Kelompok 1
Perikanan
2
Pertambangan
3
Industri maritim
4
Angkutan laut
5
Pariwisata bahari
6
Bangunan kelautan
7
Jasa kelautan
Sumber : BPS diolah, 2000
Sektor • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan darat dan hasil perairan darat Udang Jasa Pertanian Minyak bumi Gas bumi dan panas bumi Bijih timah Barang logam lainnya Garam kasar Barang galian segala jenis Ikan kering dan ikan asin Ikan olahan dan awetan Barang-barang hasil kilang minyak Gas alam cair Bahan bangunan dari logam Kapal dan jasa perbaikannya Jasa angkutan laut Jasa angkutan sungai dan danau Jasa restoran Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan asing Jasa perhotelan Jalan, jembatan dan pelabuhan Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi Jasa penunjang angkutan Jasa perdagangan Jasa perusahaan Jasa pemerintahan umum Jasa pendidikan swasta
Lampiran- 244
Lampiran 3 Hasil penggabungan dan modifikasi untuk sektor-sektor yang kemungkinan masuk dalam kelompok sektor kelautan dan perikanan dalam Tabel Input Output 172 sektor No.
Kelompok
Sektor Ikan laut dan hasil laut lainnya Ikan darat dan hasil laut lainnya Udang Jasa perikanan Penambangan migas lepas pantai dan pengilangannya
8
Ikan laut dan hasil laut lainnya Ikan darat dan hasil laut lainnya Udang Jasa perikanan • Minyak bumi • Gas bumi dan panas bumi • Gas alam cair • Barang-barang hasil kilang minyak • Bijih timah • Barang tambang logam lainnya • Garam kasar • Ikan kering dan ikan asin • Ikan olahan dan awetan Bahan bangunan dari logam
9
Kapal dan jasa perbaikannya
10
• Jasa angkutan laut • Jasa penunjang angkutan Jasa angkutan sungai dan danau • Jasa restoran • Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta • Jasa perhotelan • Jalan, jembatan dan pelabuhan • Bangunan & instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi Jasa perdagangan
1 2 3 4 5
6
7
11 12
13
14
• Jasa perusahaan • Jasa pemerintah umum • Jasa pendidikan pemerintah • Jasa pendidikan swasta Sumber : BPS diolah, 2000 15
Tambang lepas pantai lainnya
Industri pengolahan dan pengawetan ikan Bahan bangunan kelautan dari logam Industri kapal dan jasa perbaikannya Jasa angkutan laut dan penunjang Jasa angkutan sungai dan danau Pariwisata bahari
Penunjang kegiatan kelautan dan perikanan Jasa perdagangan hasil perikanan dan maritim Jasa pendidikan dan penelitian kelautan dan perikanan
Lampiran- 240 Lanjutan. 37 15
Industri bumbu masak dan penyedap makanan
38
16
Industri makanan ternak
39
17 8
8
9
9
Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya
18 19 20
Industri gula tebu dan gula kelapa Industri minuman Industri rokok dan pengolahan tembakau
40
Industri pemintalan, tekstil, dan pakaian
43 44 45
41 42
46 47 21
Industri dari kayu, dari kertas dan penerbitan dan percetakan
48
49 50 51 22
Industri farmasi, jamu tradisional, kimia dan pupuk
52
24
Industri karet dan barang dari karet
55
25
Industri plastik dan barang dari plastik Industri barang mineral bukan logam Industri semen, kapur dan barang dari semen
56
26 27
28
Industri dasar baja, besi, logam, mesin, dan alat angkutan
53
57 58 59 60 61
62 63
10
10
11
11
Industri pengilangan minyak Listrik, gas dan air minum
29 23
Industri barang lainnya Industri pengilangan minyak
64 54
30
Listrik, gas dan air minum
65
Industri makanan lainnya Industri bumbu masak dan penyedap makanan Industri makanan ternak Industri gula tebu dan gula kelapa Industri minuman Industri rokok dan pengolahan tembakau Industri pemintalan Industri tekstil Industri tekstil jadi dan tekstil lainnya. Industri pakaian jadi Industri kulit dan alas kaki Industri kayu dan bahan bangunan dari kayu Industri perabot rumahtangga dari kayu Industri kertas dan barang dari kertas Penerbitan dan percetakan Industri farmasi dan jamu tradisional Industri kimia dan pupuk Industri karet dan barang dari karet Industri plastik dan barang dari plastik Industri barang mineral bukan logam Industri kapur dan barang dari semen Industri semen Industri dasar baja dan besi Industri logam bukan besi dan barang dari logam Industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik Industri alat angkutan dan perbaikannya Industri barang lainnya Industri pengilangan minyak Listrik, gas dan air minum
Lampiran- 241 Lanjutan. 12 12
Bangunan
31
Bangunan
13 14
13 14
Perdagangan Restoran dan hotel
32 33
Perdagangan Restoran dan hotel
15
15
Pengangkutan dan komunikasi
34
Pengangkutan dan komunikasi
66
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
16
16
17
17
18
18
19
19
20
190
21 22
200 201
23 24 25
202 203 204
26 27
205 209
28 29
210 180
30
301
31
302
32
303
Lembaga keuangan, real estate dan jasa perusahaan
35
Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa-jasa
36
Pemerintahan umum dan pertahanan
80
37
Jasa-jasa
81
Kegiatan yang tidak jelas batasannya Jumlah input antara Impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Jumlah permintaan antara Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukan modal tetap
Lembaga keuangan, real estate dan jasa perusahaan
77 78 79
82 83 84 85
Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal Bangunan lainnya Perdagangan Jasa restoran Jasa perhotelan Jasa angkutan kereta api Jasa angkutan jalan raya Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Jasa komunikasi Jasa bank Lembaga keuangan selain bank Real estate dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa pendidikan swasta Jasa kesehatan swasta Jasa hiburan Jasa lainnya Kegiatan yang tidak jelas batasannya
38
Kegiatan yang tidak jelas batasannya
190
Jumlah input antara
190
Jumlah input antara
200 201
Impor Upah dan gaji
200 201
Impor Upah dan gaji
202 203 204
Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung
202 203 204
Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung
205 209
Subsidi Nilai tambah bruto
205 209
Subsidi Nilai tambah bruto
210 180
Jumlah input Jumlah permintaan antara
210 180
Jumlah input Jumlah permintaan antara
301
Pengeluaran konsumsi rumah tangga
301
302
Pengeluaran konsumsi pemerintah
302
Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah
303
Pembentukan modal tetap
303
Pembentukan modal tetap
Lampiran- 242 Lanjutan. 33 304 34 305 35
309
36
310
37
401
38
402
39 40 41
403 409 501
42
502
43
503
44
509
45 46
600 700
Perubahan stok Ekspor barang dagangan Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan Impor barang dagangan Pajak penjualan Impor Bea masuk Jumlah impor Margin perdagangan besar Margin perdagangan eceran Biaya pengangkutan Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan Jumlah output Jumlah penyediaan
304 305
304 305
309
Perubahan stok Ekspor barang dagangan Jumlah permintaan akhir
310
Jumlah permintaan
310
401
Impor barang dagangan
401
402
Pajak penjualan Impor
402
403 409 501
Bea masuk Jumlah impor Margin perdagangan besar
403 409 501
502
Margin perdagangan eceran
502
Margin perdagangan eceran
503
Biaya pengangkutan
503
Biaya pengangkutan
509
Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan
509
Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan
600 700
Jumlah output Jumlah penyediaan
600 700
Jumlah output Jumlah penyediaan
Sumber : Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2004, 2004
309
Perubahan stok Ekspor barang dagangan Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan Impor barang dagangan Pajak penjualan Impor Bea masuk Jumlah impor Margin perdagangan besar
Lampiran-246 Lampiran 4 Tabel transaksi domestik atas harga produsen klasifikasi 19 sektor hasil up dating Tabel IO Jawa Tengah tahun 2007 (Jutaan Rupiah) No Sektor 1 2 3 4 5 1 Padi 2177829,17 0,00 8568,00 278712,83 0,00 2 Tanaman Bahan Makanan Lainnya 0,00 1123010,64 1098,46 79604,16 0,00 3 Tanaman Pertanian Lainnya 5588,19 2578,94 162132,92 1965,53 0,00 4 Peternakan dan Hasil-Hasilnya 86505,17 444280,83 107759,08 33512,37 0,00 5 Kehutanan 0,00 703,35 4174,15 786,21 39726,40 6 Perikanan 107293,24 8205,71 32075,08 3537,96 25010,23 7 Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 98,28 0,00 8 Industri Makanan, Minuman & Tembakau 0,00 0,00 31965,23 4035242,94 0,00 9 Industri Lainnya 635935,95 491873,97 987187,38 14741,51 70125,31 10 Industri Pengilangan Minyak 670,58 9143,51 53934,46 3537,96 134741,12 11 Listrik, Gas & Air Minum 0,00 234,45 6590,77 2260,37 13326,71 12 Bangunan 17211,62 36808,49 180257,54 3341,41 171736,93 13 Perdagangan 126293,08 904738,64 249900,00 502194,14 66802,69 14 Restoran & Hotel 17583,67 33393,23 393,11 84056,13 15 Pengangkutan & Komunikasi 74881,74 87918,37 116546,77 78424,84 53790,12 Lembaga Keuangan, Real Estate & Js. 16 Persh. 26376,25 5392,33 11094,46 2653,47 22158,82 17 Pemerintahan Umum & Pertahanan 0,00 468,90 3954,46 393,11 0,00 18 Jasa-jasa 5811,72 3985,63 17685,23 982,77 44474,72 19 Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 190 Jumlah Input Antara 3264396,72 3136927,43 2008317,22 5042382,98 725949,18 200 Impor 47351924,42 39735242,71 71496263,67 19256147,58 2699285,13 201 Upah dan Gaji 2815079,86 3106698,25 2368957,72 1622361,29 99822,64 202 Surplus Usaha 15627414,50 16921441,21 6100714,44 3015008,68 345926,87 203 Penyusutan 356221,03 88043,47 332052,28 96635,38 26767,11 204 Pajak Tak Langsung 289645,47 191788,20 174573,66 51285,68 9757,99 205 Subsidi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 210 Total input 69704681,99 63180141,27 82480878,99 29083821,58 3907508,93 TK Tenaga kerja 2014305 3586856 1300686 2474354 211174
6 8768,90 4469,75 34,12 8564,18 1569,53 83492,26 0,00 489489,13 92158,80 261838,81 1262,45 7404,09 215844,71 35348,58 46471,78 11839,73 1467,17 1944,85 0,00 1271968,86 6344064,71 409070,39 1600831,16 88151,47 42003,27 0,00 9756089,86 519893
Lampiran-247 Lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 190 200 201 202 203 204 205 210 TK
7 8 9 0,00 11956836,93 19741,81 0,00 3909750,58 4935,45 0,00 7989963,38 1615126,54 0,00 273827,61 102410,62 0,00 0,00 410876,35 0,00 923941,52 8637,04 294761,94 4176324,48 26862429,26 0,00 9608447,79 2209848,46 102145,23 10261281,83 33458660,34 151758,62 3010290,33 1636102,21 2918,44 526800,81 2499806,24 195535,15 76163,97 132023,33 89498,68 10769041,65 6805987,77 152731,44 6628079,01 1005598,27 132302,39 4953378,34 2915618,04 16537,80 1069922,47 458997,00 972,81 87951,25 56757,69 26265,92 1125232,02 148063,55 0,00 0,00 0,00 1165428,41 77347233,97 80351619,96 12006368,45 1499376547,44 3285223170,26 32575539,28 2399852,32 14692623,47 51337795,63 4367664,29 21221760,52 9185935,92 1142702,75 5006968,79 3016470,11 5413942,21 2215798,08 0,00 0,00 -102480,53 109287537,80 1590047942,98 3408609460,55 135902 1185133 1668466
10 11 12 13 14 0,00 0,00 0,00 4844,48 0,00 0,00 0,00 0,00 14533,43 718316,74 0,00 0,00 0,00 2422,24 81584,28 0,00 0,00 0,00 0,00 1026836,59 0,00 0,00 649024,18 605,56 1172,19 0,00 0,00 0,00 0,00 260694,59 53020160,61 6769033,43 6291435,45 5450,04 0,00 0,00 0,00 0,00 56317,03 5224910,28 0,00 81957,32 12945299,66 3290004,84 34227,89 0,00 339619,22 3049388,87 2436771,48 37510,01 0,00 368922,39 63877,64 4049982,03 56265,02 0,00 29074,24 41332,59 1417009,26 9611,94 579,24 274373,87 4462895,22 1513293,22 3904088,97 0,00 3548,43 843389,84 5714665,13 14300,69 11584,80 81842,85 1015210,45 5063083,09 192238,81 0,00 17513,23 523318,44 3586729,00 16176,19 0,00 915,72 86081,10 15138,99 13831,82 0,00 13278,00 307432,51 802971,92 14535,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 53032324,66 7980078,70 30278685,97 27973821,73 11606301,14 6041286506,59 720030895,04 440029390,55 104470834,14 83752815,98 1111234,75 939943,26 1815181,60 7283354,49 3340773,16 2700647,06 2035401,26 1330274,26 21255330,77 6814157,93 989038,79 1820605,59 447227,97 1809373,34 797191,23 90761,79 93681,46 287797,59 2234071,02 885334,26 0,00 -1423157,54 0,00 0,00 0,00 6099210513,64 731477447,77 474188557,93 165026785,50 107196573,70 1021097 44910 1332563 4866210 27689
Lampiran-248 Lanjutan No 15 16 17 18 1 0,00 0,00 10090,96 1517,37 2 8550,10 0,00 539586,02 43245,18 3 1379,05 0,00 12053,09 20105,22 4 27029,35 0,00 130341,56 20200,05 5 275,81 0,00 840,91 1327,70 6 4688,76 1735,21 50735,10 7492,04 7 36406,88 0,00 304410,61 123381,53 8 540311,18 194610,09 1551204,69 265066,40 9 2033544,84 220638,18 3039901,50 1960258,47 10 3601247,11 139483,91 829981,41 57375,73 11 280498,45 121464,46 586677,16 203423,05 12 562927,57 1425538,90 1202505,99 41063,95 13 2158486,62 224775,98 2228700,49 1063490,01 14 954025,71 247467,15 4208490,65 159798,53 15 1986657,19 380677,62 1013300,50 210061,56 16 547482,23 568079,92 171826,61 118165,56 17 238575,38 423523,87 257039,16 35658,31 18 1097170,94 209693,04 623677,35 252358,38 19 0,00 0,00 0,00 0,00 190 14079257,18 4157688,32 16761363,77 4583989,04 200 127634078,5 17384909,5 191813270,9 85361359,41 201 3386672,15 818785,50 10727843,98 2662246,88 202 5482734,64 7218147,37 0,00 1644997,34 203 4190018,51 754065,10 541234,86 436937,61 204 453957,47 399056,25 0,00 155421,15 205 -11671,07 0,00 0,00 0,00 210 155215047,40 30732652,04 219843713,52 94844951,43 TK 1082895 207063 27341 2494978
19 180 0,00 14466910,46 0,00 6447100,51 0,00 9894933,49 0,00 2261267,41 0,00 1111082,34 0,00 1517538,74 0,00 97883892,50 0,00 24207413,22 0,00 69719943,02 0,00 15753395,35 0,00 8784310,43 0,00 5549547,00 0,00 35560984,99 0,00 20102869,57 0,00 18413989,27 0,00 7174263,52 0,00 1222729,74 0,00 4695563,66 0,00 0,00 0,00 344767735,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0
301 302 303 0,00 0,00 0,00 16524930,42 0,00 0,00 2612035,94 0,00 0,00 7168351,24 0,00 735848,75 -746637,37 0,00 0,00 1894486,42 0,00 0,00 1054,16 0,00 0,00 73310556,84 0,00 0,00 44837577,16 0,00 1446576,05 27536862,19 0,00 0,00 2662242,30 0,00 0,00 0,00 0,00 7885847,12 28768467,42 0,00 623082,28 3340888,15 0,00 0,00 9701812,83 0,00 199312,40 6173479,02 0,00 0,00 5721055,33 6202922,21 0,00 4384047,39 0,00 665353,64 0,00 0,00 0,00
304 7885847,12 219379,11 -11017024,77 -320988,19 68497132,19 0,00 7899639,44 -812335,31 -149257,80 2736491,29 0,00 0,00 -1813612,08 0,00 -659399,94 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran-249 Lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 190 200 201 202 203 204 205 210 TK
305 901512,55 676782273,07 37096684,24 244536852,73 7541531,44 38349293,67 32180480,74 4124229541,69 3374465417,01 3515635733,68 0,00 0,00 2228052419,05 0,00 338994282,14 0,00 0,00 0,00 0,00
310 23254270,13 699973683,10 38586628,89 254381331,94 76403108,61 41761318,82 137965066,84 4220935176,44 3490320255,43 3561662482,50 11446552,74 13435394,12 2291191341,65 23443757,73 366649996,70 13347742,54 13146707,29 9744964,70 0,00 344767735,22 610417268,47
Lampiran-250
Lampiran 5 Hasil perhitungan proporsi pendapatan pada kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi pada perekonomian Jawa Tengah, hasil olahan dari Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2007 hasil up dating dan data Susenas tahun 2004 Konsumsi No.
Sektor Ci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Padi Tanaman Bahan Makanan Tanaman Pertanian lainnya Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan,Minuman dan Tembakau Industri lainnya Industri Penggilingan Minyak Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Reak Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-Jasa Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya Total
Upah dan Gaji
Surplus Usaha
Surplus Usaha Parsial
Surplus Usaha Sisa
Pendapatan
Wj
Sj
Sj (P)
Sj (S)
Wj + Sj(P)
Proporsi
Pendapatan Rendah (35,88%)
Pendapatan Sedang (33,97%)
Pendapatan Tinggi (30,15%)
7885847,12
2815079,86
15627414,50
21444899,54
-5817485,04
24259979,40
0,0748
8705060,35
8241191,03
7313728,02
16744309,53
3106698,25
16921441,21
23220642,60
-6299201,39
26327340,85
0,0812
9446879,04
8943480,19
7936981,61
-8404988,83
2368957,72
6100714,44
8371775,66
-2271061,22
10740733,38
0,0331
3854031,81
3648660,79
3238040,78
7583211,79
1622361,29
3015008,68
4137380,38
-1122371,71
5759741,67
0,0178
2066732,95
1956602,30
1736406,42
67750494,83
99822,64
345926,87
474702,14
-128775,26
574524,78
0,0018
206153,22
195167,87
173203,69
1894486,42
409070,39
1600831,16
2196758,99
-595927,84
2605829,38
0,0080
935033,85
885208,41
785587,12
7900693,60
32575539,28
51337795,63
70448881,34
-19111085,71
103024420,62
0,3179
36967624,09
34997718,56
31059077,97
72498221,52
2399852,32
4367664,29
5993577,63
-1625913,34
8393429,95
0,0259
3011763,24
2851274,46
2530392,25
46134895,40
14692623,47
21221760,52
29121805,30
-7900044,78
43814428,77
0,1352
15721664,07
14883898,77
13208865,93
30273353,47
1111234,75
2700647,06
3705994,03
-1005346,97
4817228,78
0,0149
1728536,80
1636427,71
1452264,26
2662242,30
939943,26
2035401,26
2793102,82
-757701,56
3733046,09
0,0115
1339506,14
1268127,45
1125412,49
7885847,12
1815181,60
1330274,26
1825484,18
-495209,92
3640665,78
0,0112
1306357,88
1236745,57
1097562,32
27577937,61
7283354,49
21255330,77
29167872,46
-7912541,69
36451226,95
0,1125
13079571,30
12382596,03
10989059,62
3340888,15
3340773,16
6814157,93
9350806,71
-2536648,77
12691579,87
0,0392
4554042,15
4311369,46
3826168,27
9241725,29
3386672,15
5482734,64
7523745,76
-2041011,12
10910417,91
0,0337
3914918,67
3706303,16
3289196,08
6173479,02
818785,50
7218147,37
9905185,87
-2687038,50
10723971,37
0,0331
3848017,20
3642966,68
3232987,49
11923977,55
10727843,98
0,00
0,00
0,00
10727843,98
0,0331
3849406,78
3644282,22
3234154,98
5049401,04
2662246,88
1644997,34
2257366,54
-612369,21
4919613,42
0,0152
1765274,86
1671208,10
1483130,46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,0000
0,00
0,00
0,00
324116022,94
92176040,99
169020247,94
231939981,95
-62919734,01
324116022,94
1,0000
116300574,42
110103228,76
97712219,75
Lampiran 250
Lampiran 6 Perkembangan jumlah Produksi di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1998-2006 No.
Kabupaten/Kota
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kab. Brebes Kab.Tegal Kota Tegal Kab.Pemalang Kab.Pekalongan Kota Pekalongan Kab.Batang Kab.Kendal Kota Semarang Kab.Demak Kab.Jepara Kab.Pati Kab.Rembang Pantai Utara
2.970,8 746,7 32.490,2 8.583,0 1.915,3 82.637,0 24.137,3 2.142,1 959,1 3.148,8 3.977,2 65.120,0 54.608,6 283.436,1
2.443,6 624,6 46.196,7 8.502,1 2.042,7 66.330,8 25.659,4 1.888,6 722,2 2.925,4 3.910,9 49.471,9 44.349,8 255.068,7
2.403,9 649,6 44.819,1 7.226,4 1.438,2 66.628,7 19.036,1 1.601,9 652,0 2.264,2 2.147,0 44.969,1 50.783,3 244.619,5
2.568,9 723,9 36.849,0 8.592,1 1.973,2 73.124,1 20.452,7 1.245,2 466,0 1.598,7 1.798,3 49.624,2 60.200,1 259.216,4
3.742,8 845,3 34.513,3 11.279,8 2.163,9 53.161,9 17.656,9 1.111,4 331,6 1.181,5 2.206,1 59.889,3 78.825,7 266.909,5
5.269,6 1.106,9 29.564,4 9.925,2 1.978,9 62.008,9 11.863,6 1.055,2 174,3 1.208,6 3.729,8 63.457,2 32.370,7 223.713,3
3.794,8 554,7 28.893,9 11.465,3 2.062,3 65.478,2 12.468,1 1.270,4 125,5 2.300,7 4.454,2 62.941,8 38.685,5 234.495,4
4.376,0 341,1 23.519,0 12.821,0 1.751,7 47.695,2 12.048,9 1.569,4 36,8 1.918,1 5.813,1 34.895,1 37.228,9 184.014,3
1.774, 4 493,9 20.816,1 14.471,8 1.842,7 34.641,9 20.293,4 1.064,3 67,8 1.091,3 5.740,8 22.479,8 40.575,5 165.353,7
14 15 16 17
Kab.Wonogiri Kab.Purworejo Kab.Kebumen Kab.Cilacap Pantai Selatan
0,0 23,4 948,6 19.491,4 20.463,4
0,0 23,8 3.336,8 18.834,6 22.195,2
0,0 26,3 1.470,8 15.153,2 16.650,3
0,0 29,5 2.017,4 13.545,8 15.592,7
0,0 63,1 5.349,8 8.944,6 14.357,5
0,0 201,6 4.180,0 8.140,1 12.521,7
19,6 26,4 1.168,4 8.679,7 9.894,1
19,3 19,0 918,0 7.616,0 8.572,3
20,0 30,6 1.397,6 11.180,1 12.628,3
303.899,5
277.263,9
261.269,8
274.809,1
281.267,0
236.235,0
244.389,5
192.586,6
177.982,0
Jumlah Total
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007
Lampiran- 251
Lampiran 7 Perkembangan nilai produksi di kabupaten dan kota pada Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1998-2006
No.
Kabupaten/Kota
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
1 2
Kab. Brebes Kab.Tegal
5.773.540 2.084.669
9.907.232 3.056.526
5.089.832 2.633.554
7.710.996 6.210.741
9.289.336 13.032.766
11.705.094 7.772.305
6.197.356 4.448.094
14.135.530 2.979.592
5.644.545 3.711.324
3
Kota Tegal
64.197.947
107.710.082
158.993.632
109.357.400
97.325.563
87.960.978
94.966.258
93.333.550
94.798.749
4
Kab.Pemalang
29.676.205
37.059.330
29.328.120
26.657.405
43.602.694
32.391.414
39.005.920
46.203.912
54.395.320
5
Kab.Pekalongan
4.730.086
5.414.652
3.589.977
5.493.037
4.727.595
5.040.226
7.034.454
6.813.940
8.628.195
6
Kota Pekalongan
177.728.269
170.486.853
167.265.863
214.343.474
180.851.510
195.827.879
209.163.988
211.256.452
168.609.442
7
Kab.Batang
43.813.572
55.316.157
56.370.917
59.798.230
47.736.320
26.449.334
30.462.545
36.293.122
59.854.112
8
Kab.Kendal
11.304.572
9.608.406
9.062.645
5.543.319
8.494.697
5.519.755
5.496.366
5.978.751
5.228.516
9
Kota Semarang
1.117.845
1.217.195
1.507.760
835.600
616.470
477.763
351.840
9.307.300
405.645
10.579.995
7.053.698
7.266.715
7.726.159
4.479.921
3.609.825
6.349.038
6.849.060
5.763.110
10
Kab.Demak
11
Kab.Jepara
12
Kab.Pati
13
Kab.Rembang
8.227.107
10.444.787
7.086.163
8.010.818
12.297.916
13.100.075
17.790.585
24.766.253
30.644.292
160.434.191
152.687.452
214.494.140
180.937.802
208.467.971
210.048.925
203.487.498
130.749.185
80.649.065
98.599.735
184.622.655
286.703.982
286.147.350
409.293.350
112.997.626
152.545.635
139.176.786
152.957.650
Pantai Utara
618.267.733
754.585.025
949.393.300
918.772.331
1.040.216.109
712.901.199
777.299.577
727.843.433
671.289.965
14
Kab.Wonogiri
0
0
0
0
0
0
241.600
230.400
244.300
15
Kab.Purworejo
118.575
157.000
184.500
214.300
218.801
2.350.805
192.400
90.980
238.933
16
Kab.Kebumen
11.809.214
15.540.705
10.205.657
11.456.664
18.289.578
17.208.997
12.436.598
11.356.688
20.057.202
17
Kab.Cilacap
100.039.500
108.559.902
111.711.152
105.541.568
63.805.684
41.160.116
46.491.460
78.929.726
59.150.643
Pantai Selatan
111.967.289
124.257.607
122.101.309
117.212.532
82.314.063
60.719.918
59.362.058
90.607.794
79.691.078
Jumlah Total
730.235.022
878.842.632
1.071.494.609
1.035.984.863
1.122.530.172
773.621.117
836.661.635
818.451.227
750.981.043
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2000-2007
Lampiran- 252
Lampiran 8 Kuisioner penelitian peranan dan kinerja sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah
PERANAN DAN KINERJA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
Nama Responden : Jabatan Responden :
Tanggal Pengisian : Tanda Tangan
:
Data ini akan digunakan sebagai bahan penyusunan Disertasi Atas nama Abdul Kohar Mudzakir NRP. P561040011 Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Teknologi Kelautan
PRO GR AM PAS CA S ARJA NA INST IT UT PE RTA NIA N BO G OR 2008
Lampiran- 253
Lanjutan
KUISIONER 1. No. Responden
: ......................................
2. Kabupaten/Kota
: ......................................
IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Responden Umur Jenis Kelamin Status pernikahan Jumlah keluarga Pendidikan Terakhir
7. 8.
Pekerjaan Responden sebagai
9.
Jenis Perusahaan
10. Jumlah karyawan 11. Instansi pemerintah
12. Jabatan 13 Lama Bekerja 14. Pendapatan Per bulan
………….Tahun a). Laki-laki b). Perempuan a). belum menikah b). Sudah menikah ................ orang a. SD b. SMP c. SMA d. Diploma III e. Sarjana f. Pascasarjana a. Perusahaan/Industri Perikanan (langsung ke No.6, dan 7) b. Instansi Pemerintah (langsung ke No.8) a. Usaha Perikanan Tangkap (Penangkapan Ikan) dengan:: • Alat tangkap : ..................................................... • Ukuran kapal : ............ GT • Hasil tangkapan : ............................................... b. Industri Pengolahan Ikan (pengolah), : • Jenis olahan ikan : ............................................ • Bahan baku : Ikan .............................................. ................... orang a. Dinas Kelauatan dan Perikanan b. Bappeda (Badan Pembangunan Daerah) c. Asisten Daerah III (Pertanian, perikanan dll) d. Dinas Perindustrian e. Yang lain............................................................... ...........Tahun...........Bulan a. Kurang dari Rp.500.000,b. Rp. 500.000 s.d Rp. 1.000.000,c. Rp. 1.000.000 s.d Rp. 2.000.000,d. Lebih besar dari Rp. 2.000.000,-
Lampiran- 254
Lanjutan Bagian II. Analisis untuk SEM Petunjuk : Dimohon Bapak/Ibu/Sdr/Sdri mengisi pertanyaan berikut dengan memilih jawaban sesuai dengan keadaan/kondisi yang dialami dalam mengelola perusahaan yang dipimpinnya, dengan cara memberi tanda silang (X) pilihan jawaban yang ada antara lain: 1. STS : Sangat Tidak Setuju 2. TS : Tidak Setuju 3. R : Ragu-ragu 4. S : Setuju 5. SS : Sangat Setuju I. Variabel Lingkungan Usaha Perikanan (LUP) 1. Kelompok Internal (INTER) No.
Pernyataan
1
Apakah keahlian dan pengetahuan Sumberdaya manusia (SDM) dapat meningkatkan kinerja sektor perikanan? Apakah penggunaan dan penerapan teknologi yang tepat guna dapat meningkatkan produksi dan nilai tambah sektor perikanan? Apakah Modal/Kapital working yang cukup akan berperan dalam peningkatan jumlah dan nilai produksi? Apakah Nilai Budaya sebagai nelayan atau pedagang yang ada dan dilestarikan mampu meningkatkan kinerja sektor perikanan?
2 3 4
Skala Pengukuran STS TS R S SS STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
2. Kelompok Industri (INDUS) No. 5 6. 7
Pernyataan
Skala Pengukuran STS TS R S SS
Apakah perijinan yang dikeluarkan instansi Pemerintah (Daerah/pusat) telah sesuai antara potensi SDA dan STS TS R jumlah perusahaan yang memanfaatkannya? Apakah usaha di sektor perikanan selama ini tidak STS TS R mengalami kesulitan penyediaan logistik? Apakah perusahaan dsektor perikanan selama ini memiliki kemampuan penguasaan dan akses ke pasar yang STS TS R kompetitif atau bersaing?
S
SS
S
SS
S
SS
3. Kelompok Eksternal (EKSTER) No. 8
9 10
Pernyataan
Skala Pengukuran STS TS R S SS
Apakah selama ini dalam upaya untuk mendapatkan modal usaha, telah mendapatkan tingkat suku bunga atau STS TS R Interest murah dan terjangkau? Apakah kredit usaha sektor perikanan yang ada selama ini STS TS R mudah diakses oleh masyarakat/nelayan/ pengusaha? Apakah pengurusan perijinan usaha sektor perikanan selama ini dari pemerintah daerah maupun pusat, memiliki STS TS R pelayanan yang cepat dan biaya yang murah/terjangkau?
S
SS
S
SS
S
SS
Lampiran- 255
Lanjutan II. Variabel Laten Kebijakan pemerintah pusat (KEBIJ_PUS) No.
Pernyataan
11
Apakah dalam upaya untuk meningkatkan SDM, pemerintah pusat telah melaksanakan program pendidikan formal/informal yang dapat diakses dan bermutu? Apakah Pemerintah pusat memiliki program untuk membantu permodalan bagi usaha perikanan dengan tingkat suku bunga/interest yang murah dan dapat diakses oleh masyarakat/nelayan/pengusaha? Apakah Pemerintah pusat pernah mengadakan pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses dengan baik? Apakah Pemerintah pusat telah menyediakan fasilitas sekolah (SD inpres dll) yang memadai untuk masyarakat? Apakah pemerintah pusat telah menyediakan fasilitas puskesmas/kesehatan/klinik yang memadai untuk masyarakat?
12
13 14 15
Skala Pengukuran STS TS R S SS STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
III. Variabel Laten Kebijakan pemerintah Daerah (KEBIJ_DAE) No.
Pernyataan
16
Apakah pemerintah daerah telah melaksanakan penyuluhan yang dapat diakses masyarakat dan bermutu? Apakah Pemerintah daerah menyediakan sarana dan prasarana Pelabuhan Perikanan dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berkualifikasi baik Apakah pemerintah daerah selama ini dalam pengurusan proses perizinan usaha perikanan prosesnya cepat dengan biaya yang wajar Apakah selama ini pemerintah daerah telah melakukan pembinaan terhadap koperasi, atau HNSI atau kelompok pengusaha industri perikanan yang berjalan dengan baik? Apakah Pemerintah daerah memberikan fasilitas teknologi kepada masyarakat/nelayan/perusahaan perikanan yang dapat memberikan nilai tambah produk (seperti harga produk yang lebih tinggi, mutu produk yang baik)? Apakah Pemerintah daerah pernah mengadakan pelatihan dan bimbingan yang dapat diakses dengan baik Apakah Pemerintah daerah pengadakan pungutan antara lain: pajak, biaya operasi, dan retribusi yang membebani? Apakah fasilitas sekolah yang memadai telah disediakan Pemerintah daerah untuk masyarakat Apakah fasilitas puskesmas dari pemerintah daerah telah memadai untuk masyarakat
17 18 19
20
21 22 23 24
Skala Pengukuran STS TS R S SS STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
Lampiran- 256
Lanjutan IV. Variabel Laten Kinerja Usaha Perikanan Tangkap (KUP_TANG) No.
Pernyataan
25
Apakah tingkat laba dan rugi (R/L) perusahaan dapat meningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap? Apakah tingkat Return on Investment (ROI)/ tingkat pengembalian investasi merupakan komponen untuk mengukur kinerja usaha perikanan tangkap? Apakah dengan adanya Informasi Daerah penangkapan ikan/ fishing ground (FG) dapat meningkatkan hasil tangkapan? Apakah tujuan peningkatan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK), merupakan komponen yang dapat meningkatkan kinerja? Apakah upaya untuk menciptakan keamanan seperti mengurangi tingkat pencurian dapat meningkatkan kinerja? Apakah kebersihan lingkungan dapat meningkatkan kinerja? Apakah sarana dan prasarana perikanan tangkap yang tersedia seperti TPI, Pelabuhan Perikanan dapat meningkatkan kinerja? Apakah dengan tersedianya Es atau garam atau yang lain untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan dapat meningkatkan mutu ikan?
26 27 28 29 30 31 32
Skala Pengukuran STS TS R S SS STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
V. Variabel Laten Kinerja Industri Pengolahan (KUP_PROS) No.
Pernyataan
33
Apakah tingkat laba dan rugi (R/L) merupakan salah satu komponen untuk dapat meningkatkan kinerja industri pengolahan ikan? Apakah tingkat Return on Investment (ROI)/ tingkat pengembalian investasi merupakan komponen yang digunakan untuk meningkatkan kinerja industri pengolahan ikan? Apakah selama ini industri pengolahan ikan yang ada dapat meningkatkan pendapatan pekerja? Apakah industri perikanan selama ini telah berhasil dalam upaya untuk penyediaan pangan yang bergizi bagi masyarakat dan dalam rangka ketahanan pangan nasional? Apakah dengan adanya Informasi terhadap harga jual dan beli ikan dapat meningkatkan penjualan hasil olahan ikan? Apakah dengan tersedianya teknologi peningkatan mutu dan nilai tambah dapat meningkatkan kinerja industri perikanan?
34
35 36
37 38
Skala Pengukuran STS TS R S SS STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
STS TS R
S
SS
Lampiran- 257
Lanjutan IV. Variabel Laten Tujuan Pembangunan Perikanan Jawa Tengah (TUJ_PEM_Pi) 1. Kelompok Ekonomi (EKON) Skala Pengukuran No. Pernyataan STS TS R S SS 1 Apakah Pemerintah Jawa Tengah memiliki tujuan STS TS R S SS pembangunan untuk mencapai ketahanan pangan? 2 Apakah Tujuan pencapaian Gross Domestic Product (GDP) atau peningkatan Devisa memiliki peran yang besar STS TS R S SS dalam pembangunan perikanan di Jawa Tengah? 3 Apakah tujuan peningkatan pendapatan daerah (Income daerah) merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor STS TS R S SS perikanan? 4 Apakah tujuan peningkatan pendapatan masyarakat merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor STS TS R S SS perikanan? 2. Kelompok Sosial (SOS) No. 5 6 7
Pernyataan
Skala Pengukuran STS TS R S SS
Apakah tujuan penyerapan tenaga kerja merupakan salah STS TS R satu tujuan pembangunan sektor perikanan Jawa Tengah? Apakah tujuan pemerataan kesempatan usaha antar pelaku bisnis merupakan komponen yang penting dalam STS TS R tujuan pembangunan Jawa Tengah? Apakah tujuan peningkatan konsumsi ikan masyarakat merupakan salah satu tujuan pembangunan perikanan STS TS R Jawa Tengah?
S
SS
S
SS
S
SS
3. Kelompok Ekologi (EKOL) No. 8 9
Pernyataan
Skala Pengukuran STS TS R S SS
Apakah tujuan kelestarian lingkungan perlu dijabarkan STS TS R dalam tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah Apakah tujuan melestarikan plasma nutfah diperlukan STS TS R dalam pembangunan perikanan Jawa Tengah?
S
SS
S
SS
4. Kelompok Eksternalitas (EKSTERNL) No. 10 11
Pernyataan
Skala Pengukuran STS TS R S SS
Apakah tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah STS TS R perlu untuk menumbuhkan bisnis atau usaha yang lain? Apakah penurunan eksternalitas negatif (a.l keadaan kumuh, limbah logam berat, dan limbah organik diperlukan STS TS R dalam tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah?
S
SS
S
SS
III. PENUTUP Saya peneliti mengucapkan terima kasih atas segala kontribusi pemikiran Bapak/Ibu/Sdr/i didalam pengisian kuesioner ini, yang nantinya akan dijadikan sebagai salah satu sumber konseptual untuk menyusun Disertasi di Sekolah Pascasarjana IPB BOGOR. TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA DALAM PENELITIAN INI MUDAH-MUDAHAN MENJADI AM AL KEBAIKAN BAPAK/IBU/Sdr/Sdri AMIN.................
Lampiran-259 Lampiran 9 Data primer dari hasil kuesioner yang disebarkan untuk menganalisis model persamaan struktural Responden
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
X25
X26
X27
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
4 4 3 4 5 2 5 3 3 2 5 5 5 5 4 3 4 2 4 4 5 5 5 4 4 5 2 5 4 3 4 4 4 5
5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 2 4 4 4 5 5 2 5 5 4 3 5 4 3 5 4 5 5
4 3 4 3 2 2 5 2 2 3 4 5 2 2 2 2 3 5 4 5 4 4 4 5 2 5 3 5 4 4 5 3 4 4
3 5 3 3 3 2 5 2 2 3 5 4 3 3 2 2 3 5 5 5 5 4 4 5 2 4 3 4 4 3 5 3 5 5
5 5 5 5 5 4 5 3 4 2 5 5 5 5 5 3 2 4 5 5 5 5 4 5 5 4 3 4 5 4 5 2 5 5
5 5 5 5 5 4 5 3 4 2 5 5 5 5 5 2 2 3 4 5 5 5 5 5 5 4 3 5 3 2 5 4 5 4
5 5 3 4 4 5 4 5 5 2 5 4 2 4 2 3 5 3 2 4 2 4 3 3 3 2 5 3 4 4 3 3 3 5
2 5 5 5 4 4 3 5 4 5 5 5 5 3 5 4 5 4 3 3 2 5 4 5 4 5 5 2 5 3 2 4 5 4
3 5 4 4 3 5 5 4 5 5 4 5 5 2 5 5 5 5 2 5 3 4 5 4 5 3 5 5 4 4 4 5 4 5
5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 4 5 5 4 2 4 5 2 2 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 2 4 5 3
3 2 2 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 2 3 3 4 4 4 4 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 4 4
3 4 3 4 5 5 4 2 2 2 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 4 4 5 4 4 4 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 4 4 5 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 4 4 4 5 4 4 4 2 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 2 4 4 2 2 2
4 5 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 5 4 4 5 4 4 2 2 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 2 4 4 4 4
4 5 4 4 4 2 4 4 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 2 4 2
3 4 4 4 4 4 4 2 2 2 3 1 3 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4
4 5 4 4 4 2 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 4 2 4 2 4 2 4 4 2 4 4 2 2 2
3 1 2 2 4 4 2 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 2 4 2 2 4 4 2 2
4 4 3 4 2 2 4 4 4 2 4 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 2 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4
3 3 3 4 5 4 4 4 4 4 3 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 2 2 2 3 2 2 4 4 4
3 3 3 3 5 4 5 4 4 4 3 3 3 4 2 4 4 3 4 4 2 4 2 5 4 4 4 3 4 4 2 4 4 2
Lampiran-260 Lanjutan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
X28 3 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4
X29 4 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
X30 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
X31 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
X32 4 2 3 4 5 4 4 2 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
X33 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 5 3 4 2 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4
X34 3 3 3 4 2 4 4 4 2 4 3 3 3 2 2 2 3 3 4 4 4 4 3 4 3 2 2 2 3 3 4 4 2 4
X35 3 5 4 4 2 2 4 2 2 3 4 5 4 3 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 4 3 4 3 3 4 4 4 4
X36 3 4 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 4 4 4 4 3 2 4 2 2 2 4 4 2 2 4 2 3 4 3 2 2 2
X37 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 2 2 4 2 2 2 4 4 3 4 3 2 2 4 2 4 2 2 2 4
X38 3 3 3 4 5 5 4 4 4 4 3 3 4 4 2 4 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Y1 3 4 3 4 3 3 5 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 3 3 2 4 2 2 4 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2
Y2 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 2 2 2 4 2 4 2 4 2 4 2 2 2 3 4 4 2 4
Y3 3 3 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 2 2 4 2 4 2 4 2 4 2 2 2 4 4 4 3 4
Y4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 4 2 4 2 4 2 4 2 2 3 4 4 4 4 4
Y5 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 2 3 2 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 4 2 2 2 4
Y6 3 3 4 4 5 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 3 4 4 2 4 2 4
Y7 3 3 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 3 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 3 4
Y8 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 2 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 2 4 4 4 4
Y9 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3 3 4 2 4 2 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4
Y10 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 2 2 4 2 4 3 4 4 4 4 2 2 2 3 2 4 4
Y11 4 5 4 2 2 3 3 4 4 4 4 2 4 4 2 2 2 2 2 4 2 4 2 4 4 2 4 2 4 4 2 2 3 4
Lampiran-261 Lanjutan Responden
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
X25
X26
X27
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
5 4 2 5 2 5 4 5 4 4 5 3 5 5 4 4 4 4 2 5 5 4 4 2 4 5 3 3 3 5 4 5 5 3
5 4 2 5 3 5 5 4 4 3 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 3 4 2 5 4 4 3 5 5 5 4 3 4
5 5 3 5 2 4 4 5 5 3 5 5 5 5 4 4 5 5 2 5 5 2 5 2 3 2 2 2 4 4 5 5 2 2
5 5 3 5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 3 5 5 2 5 2 3 2 2 2 4 5 4 5 2 2
5 5 2 5 2 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 3 5 2 5 5 5 4 4 5 5 5 4 3
5 5 2 5 2 5 5 5 4 3 5 5 5 5 4 4 5 5 5 3 5 2 5 2 4 3 3 4 5 5 5 5 5 2
4 5 2 2 5 4 4 3 4 5 2 4 5 4 4 2 2 4 3 2 3 5 5 4 4 4 5 2 4 3 4 4 4 5
4 5 5 4 4 3 4 4 2 4 3 2 3 3 5 3 4 5 4 3 1 5 4 5 3 5 4 2 5 4 3 3 5 5
3 2 4 3 2 4 5 2 5 5 2 2 5 4 4 4 2 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 3 5 2 2 4 4 5
4 4 5 5 2 4 4 4 3 2 2 4 4 4 5 4 4 3 5 4 5 5 5 5 4 2 5 5 4 4 5 2 5 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2
4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 4 2 2 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 4 4 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2
4 4 4 2 2 4 4 4 2 2 2 4 2 4 2 4 4 2 2 2 4 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 2 4 4 2 4 2 2 4 2 4 2 2 2 4 4 4 2 4 2 3 3 2 2 4 2 4 3 4 4 2 4 3 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 2 2 4 2 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
Lampiran-262 Lanjutan Responden 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 4 4 4 4 4 4 3 2 2 4 4 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 4 4 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 4 3 3 2 2 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 3 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 4 2 4 4 2 4 4 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 2 2 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 2 2 2 4 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 2 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 3 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 4 2 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 3 4 5 2 3 3 2 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 5 2 3 3 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 2 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 3 2 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 2 2 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 4 2 2 2 4 2 2 2 3 3 2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 2 4 3 3 3 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 2 4 2 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 3 4 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 2 3 2 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 4 2 4 3 3 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Lampiran-263 Lanjutan Responden 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 3 4 5 5 3 5 4 5 4 5 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 5 4 3 2 4 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 4 5 5 4 5 4 2 4 3 5 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 2 2 4 4 4 4 5 5 5 5 5 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 3 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 3 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 2 4 2 2 3 3 2 2 5 4 5 5 2 4 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 2 2 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 2 4 5 4 2 2 4 4 4 3 5 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 4 5 5 5 2 2 2 2 2 3 4 4 3 2 3 4 2 2 4 2 4 3 4 2 2 4 2 5 5 5 5 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 4 4 3 2 4 3 3 5 4 5 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 2 4 2 2 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 2 4 2 2 2 4 2 2 4 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 3 4 5 5 4 4 4 5 5 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 5 4 2 4 4 5 5 4 5 5 2 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 4 2 2 4 4 5 4 4 5 3 4 2 4 5 5 5 2 2 4 2 2 4 4 2 4 2 4 4 2 2 4 4 4 1 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 4 2 3 2 4 4 2 2 4 4 4 2 5 5 5 5 5 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 3 2 5 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 2 4 2 5 5 4 5 5 2 3 2 4 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 5 2 2 4 2 4 3 5 3 2 4 2 4 5 4 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 4 2 2 4 2 4 4 3 4 5 5 2 4 5 5 4 2 4 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 5 5 4 2 4 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 5 5 5 5 5 5 5 2 4 3 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 3 4 4 4 5 5 5 5 5 3 5 4 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 2 2 4 3 3 4 5 3 3 5 5 4 5 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 2 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 5 4 4 4 3 2 4 5 5 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 5 4 2 5 5 3 5 5 4 5 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 5 4 5 5 5 5 5 3 4 2 3 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 3 5 4 5 5 5 5 4 2 2 5 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 1 4 4 5 5 4 4 5 2 3 5 5 5 4 5 5 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 5 3 3 5 5 4 5 4 3 5 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 2 4 2 5 5 4
Lampiran-264 Lanjutan Responden 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 4 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 3 3 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 2 4 3 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 2 2 3 4 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 2 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 2 4 3 3 2 2 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 2 5 5 4 5 5 5 5 5
Lampiran-265 Lanjutan Responden 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 5 5 2 3 5 5 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 2 3 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 3 5 4 4 3 3 4 5 4 5 4 4 3 4 4 3 4 4 3 5 3 4 2 2 3 3 5 5 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 2 2 4 4 5 4 5 4 4 2 2 2 4 2 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 3 3 2 2 2 5 5 4 5 4 5 3 3 5 5 5 5 4 5 2 3 3 3 3 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 2 5 4 4 4 5 5 5 2 3 5 5 2 5 5 5 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 4 4 5 5 2 3 5 5 4 3 2 5 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 2 2 5 3 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 4 4 4 3 3 2 2 4 4 2 2 3 5 2 2 2 4 3 2 2 4 4 3 2 2 3 3 4 4 5 3 5 4 4 4 5 4 5 5 4 2 2 2 2 2 2 5 2 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 3 4 2 4 2 4 2 2 4 2 4 2 2 3 2 4 3 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 3 2 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 2 4 5 3 3 3 5 4 5 5 5 5 4 3 4 2 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 2 4 5 5 5 3 5 3 2 2 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 5 3 4 2 2 3 2 5 5 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5 4 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 4 2 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 3 2 5 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 4 4 5 5 4 5 4 2 4 3 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 3 2 4 3 4 5 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 2 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 3 2 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 2 4 5 5 5 2 1 3 3 3 3 5 4 5 5 2 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 2 2 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 2 4 4 4 5 3 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 3 5 5 5 4 5 2 2 5 5 3 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 2 5 3 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 5 2 3 3 3 3 3 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 3 3 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 5 5 5 4 4 4 4 5 3 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 3 2 5 5 5 3 3 4 3 4 2 4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 3 2 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 2 4 1 2 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 2 2 5 5 5
Lampiran-266 Lanjutan Responden 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 3 5 5 5 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 5 5 2 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 3 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 1 1 5 5 2 5 5 5 2 2 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 3 3 4 5 3 2 2 4 4 5 3 4 2 4 4 5 4 5 3 3 5 4 4 4 3 5 3 3 2 5 4 5 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 5 3 3 4 4 3 2 2 5 2 4 4 4 4 3 4 5 4 5 3 3 5 4 4 4 3 4 2 3 2 5 4 5 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 3 2 2 2 4 4 4 5 4 4 4 5 3 3 3 4 2 3 2 5 4 4 4 2 2 3 4 5 4 5 3 3 5 5 4 4 4 4 2 2 2 5 4 5 4 4 2 2 5 4 4 4 3 3 4 5 4 4 2 4 2 2 2 4 2 5 3 2 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 3 2 2 5 4 5 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 5 5 3 3 4 4 3 3 2 5 4 4 4 4 2 2 5 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 3 2 2 5 3 5 2 4 2 4 5 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 2 2 2 5 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 3 4 5 5 3 3 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 2 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 3 4 2 2 2 5 4 4 4 4 2 2 5 4 4 4 3 4 5 5 3 3 2 4 3 2 2 5 2 4 5 2 2 2 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 3 4 2 3 2 5 2 5 5 2 2 2 5 4 4 4 3 4 5 5 3 3 3 4 3 3 2 5 2 2 4 2 2 2 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 2 2 2 5 2 5 2 2 2 2 5 4 5 5 2 4 5
Lampiran-267 Lanjutan Responden 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 4 4 3 3 2 4 3 4 5 4 2 4 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 2 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 2 2 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 3 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 2 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 3 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 2 2 3 4 4 2 4 3 3 2 2 2 5 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 2 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 3 4 5 5 5 3 4 3 2 5 3 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 2 4 4 4 4 3 3 2 2 4 4 2 3 3 5 4 4 4 4 4 2 5 4 4 5 4 4 2 4 4 5 5 3 5 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 3 4 2 4 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 2 2 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 3 2 5 2 4 5 4 5 4 5 5 2 4 4 4 2 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 3 2 3 2 5 5 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 5 5 3 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 2 4 4 4 2 4 4 5 5 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 2 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 3 3 1 2 4 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 2 2 3 3 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 5 5 5 5 2 2 2 2 2 3 3 2 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 3 5 5 3 3 3 3 5 3 4 2 2 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 3 2 4 5 5 3 3 3 3 4 3 4 3 4 5 2 4 5 4 5 5 5 5 2 2 4 4 4 5 3 5 5 2 2 2 2 2 3 4 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 3 2 2 2 4 4 5 5 5 4 5 5 2 4 4 4 2 4 5 5 5 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 4 5 4 2 2 2 2 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 2 4 4 4 2 2 2 5 5 3 3 3 3 4 2 3 2 3 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 5 4 5 5 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4 5 4 5 5 5 5 2 4 4 4 2 2 4 5 4 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 2 5 2 3 2 2 2 3 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 2 2 3 5 4 2 3 2 2 3 4 4 4 5 2 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 2 2 4 4 4
Lampiran-268 Lanjutan Responden 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 5 3 3 4 4 2 2 2 5 4 4 2 2 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 3 5 2 4 2 5 2 4 2 4 2 4 5 4 5 5 2 4 5 4 3 3 4 2 3 4 4 5 5 4 4 5 2 4 5 5 5 5 4 5 4 4 2 2 5 5 3 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 2 3 4 2 3 3 5 2 5 5 2 2 3 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 2 2 2 4 4 5 5 2 2 2 4 4 4 4 3 4 5 4 3 3 3 4 2 2 2 4 2 5 2 5 4 4 4 4 4 4 2 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 5 3 3 2 5 4 4 3 2 2 2 4 4 4 4 2 3 5 5 4 4 5 5 2 2 2 5 4 4 4 4 2 2 5 4 5 5 3 4 5 4 4 4 3 4 4 2 2 5 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 5 4 4 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 2 2 3 2 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 2 2 5 2 2 4 4 2 2 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 3 3 3 2 2 5 4 4 5 2 2 2 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 2 4 2 5 4 5 5 4 2 2 4 4 4 4 2 2 5 4 4 4 3 4 2 3 2 5 2 5 4 4 2 2 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 5 5 5 5 2 5 5 5 2 2 4 4 3 4 4 5 5 2 2 5 3 3 4 4 4 5 2 4 5 5 3 3 3 4 2 4 2 5 5 2 5 3 2 4 5 4 4 5 2 2 5 5 4 4 5 5 4 2 2 5 5 4 4 4 2 2 5 4 5 5 3 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 2 4 4 3 2 2 4 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 3 3 2 5 2 4 4 4 2 2 5 4 4 5 3 3 4 5 4 4 4 4 2 2 2 5 2 4 2 2 2 2 5 4 5 5 3 3 4 5 4 4 4 4 2 2 2 5 5 5 2 3 2 2 5 5 5 5 3 4 5 4 2 2 5 5 2 2 2 5 4 5 2 2 3 2 4 4 4 4 2 4 4 5 2 2 5 5 2 3 3 5 4 2 3 2 2 2 4 4 5 5 2 3 4 5 3 3 4 4 2 3 3 5 2 5 4 2 2 2 5 4 4 5 5 5 5 5 2 2 5 4 2 3 3 5 2 4 4 2 4 2 4 5 5 5 3 2 4 5 4 4 4 4 2 2 3 5 5 5 5 3 2 2 5 5 5 5 2 4 4 5 4 4 3 4 2 3 3 5 2 2 4 4 4 3 5 5 5 5 2 4 4 5 3 3 5 5 2 2 2 5 4 4 4 2 2 4 5 5 5 5 3 4 5 5 3 3 3 4 2 2 2 5 2 4 4 2 2 4 5 5 5 5 2 4 5 5 3 3 4 4 2 3 2 5 2 4 4 2 2 3 5 4 4 4 3 4 5
Lampiran-269 Lanjutan Responden 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 3 4 4 5 4 2 2 2 2 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 4 5 4 3 4 2 5 2 3 2 2 3 2 2 4 5 4 4 5 5 5 2 4 4 4 2 2 4 4 5 3 4 2 5 4 4 3 3 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 3 4 2 4 5 3 3 3 5 2 2 2 2 2 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 3 4 3 5 5 2 2 2 2 4 5 4 4 4 3 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 2 2 5 5 2 2 2 2 5 2 2 2 3 2 2 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 3 2 3 5 5 3 3 3 4 4 3 2 3 2 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 2 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 5 4 5 5 5 5 2 5 5 4 2 4 2 5 4 2 2 2 2 3 4 4 4 3 3 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 3 4 4 5 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 3 2 4 5 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 5 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 5 5 5 5 2 4 4 4 2 2 4 5 5 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 4 5 4 5 5 5 5 2 4 2 4 2 4 4 5 5 3 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 5 5 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 2 3 2 2 4 5 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 5 3 2 3 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 4 3 2 2 2 3 2 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 5 5 5 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 2 2 5 5 4 3 3 2 2 2 4 3 3 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 2 5 4 4 3 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 2 4 5 4 5 5 5 5 2 2 4 4 2 4 3 5 5 4 5 4 5 5 3 3 2 2 2 3 4 5 4 5 5 5 5 2 4 4 2 4 2 2 5 5 4 5 2 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 2 2 3 4 4 2 3 3 3 3 5 5 5 5 5 3 5 4 4 5 5 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 3 5 2 5 5 3 2 3 2 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 5 2 3 3 3 3 4 3 2 2 2 2 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 2 4 2 2 4 3 2 2 2 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 3 2 4 2 2 4 3 2 2 2 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 3 5 5 2 3 4 3 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 2 3 5 3 3 4 2 3 2 4 2 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 2 2 5 5 5 3 5 2 5 5 4 3 4 4 4 2 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 2 4 2 5 5 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 2 2 2 5 5 3 3 5 3 3 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 2 4 2 5 4
Lampiran-270 Lanjutan Responden 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 5 3 3 4 3 2 3 2 5 4 4 4 2 2 3 5 4 5 5 2 4 4 5 3 3 3 4 2 3 3 5 2 4 4 2 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 3 5 4 4 4 4 2 2 5 4 5 5 2 4 5 4 4 4 4 4 2 2 3 5 4 5 5 2 2 2 5 5 5 5 2 5 5 5 4 4 4 4 2 3 2 5 2 5 5 4 2 3 5 5 5 5 4 5 4 5 3 3 4 4 2 3 2 5 2 4 4 2 2 4 5 4 5 5 3 5 5 4 3 3 3 4 2 3 3 4 4 4 5 2 2 3 5 5 5 5 2 5 5 4 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 2 3 5 5 4 5 3 5 5 5 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 2 2 3 5 5 5 5 3 4 5 5 3 3 3 4 4 4 3 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 5 5 4 4 5 5 2 3 4 4 4 5 5 4 2 2 5 5 5 5 2 4 4 5 4 4 4 4 2 2 2 4 2 2 5 2 2 3 5 5 5 5 3 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 5 5 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 5 2 2 4 5 5 5 5 3 4 4 5 4 4 4 4 2 2 2 4 2 2 5 2 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 2 2 2 4 2 5 4 2 2 3 5 4 4 5 2 4 4 5 4 4 5 5 4 3 3 5 4 4 5 4 2 4 5 4 4 5 2 4 5 4 3 3 4 4 2 3 2 5 4 5 5 2 2 4 4 4 4 5 3 4 5 5 3 3 3 3 2 4 2 5 2 4 5 2 2 2 5 4 4 5 2 4 5 4 3 3 4 4 2 2 2 5 2 4 5 2 2 4 5 4 4 5 3 3 5 4 2 2 4 4 2 4 2 5 4 4 4 4 2 3 5 4 4 5 3 3 4 5 3 3 5 5 2 3 3 5 4 5 5 4 2 2 4 4 5 5 3 4 5 5 3 3 3 4 2 2 4 4 2 5 5 2 4 2 5 4 5 5 3 3 5 4 2 2 4 4 2 3 3 4 2 5 5 4 2 4 5 5 5 5 3 4 5 4 3 3 4 4 2 2 2 5 4 4 5 4 2 4 5 4 5 4 4 5 4 5 2 2 4 4 2 4 2 5 2 4 5 2 2 4 4 4 4 4 2 3 5 4 3 3 3 4 2 2 2 5 2 4 5 4 2 2 5 4 4 5 2 3 4 4 2 2 4 4 2 2 2 5 4 4 4 2 2 3 5 4 4 5 3 3 4 5 3 3 4 4 2 4 2 5 4 4 5 2 3 3 5 5 5 5 3 3 4 4 4 4 5 5 2 4 2 5 5 4 4 3 3 5 4 4 4 4 2 3 5 5 4 4 4 4 2 4 4 4 2 5 5 2 3 2 5 5 5 5 4 5 5 5 2 2 4 4 2 2 4 4 4 4 5 4 2 3 5 4 5 5 2 5 5 5 3 3 4 4 4 4 3 4 2 4 5 2 2 2 5 4 4 5 2 5 4 4 2 2 5 5 2 3 2 5 4 4 5 4 2 3 5 5 5 5 2 5 4
Lampiran-271 Lanjutan Responden 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 2 2 2 2 2 2 2 4 3 2 4 4 5 5 5 4 5 5 2 5 4 4 2 4 3 5 5 3 4 2 4 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 2 3 5 5 4 3 3 4 3 3 2 2 2 2 4 4 5 4 4 5 5 4 2 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 2 2 2 4 2 2 4 5 2 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 4 2 4 3 4 4 2 3 3 3 2 2 4 2 4 2 4 4 5 5 5 4 5 5 2 4 4 4 2 2 2 5 5 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 2 2 2 2 2 5 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 5 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 5 4 2 5 4 4 3 2 3 4 4 2 2 2 2 2 5 2 3 2 2 4 5 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 5 3 3 2 3 3 3 5 4 5 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 2 4 2 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 3 4 2 5 5 3 3 3 3 3 4 5 4 4 4 2 4 5 5 5 4 5 5 2 4 4 4 2 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 2 2 5 5 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 2 4 4 4 3 2 4 5 5 4 4 4 4 4 4 2 2 3 3 4 4 5 5 4 4 5 5 2 4 4 4 3 4 3 5 4 5 5 5 5 5 2 2 2 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 5 5 5 5 2 3 4 2 2 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 3 5 3 5 5 3 3 3 4 2 3 2 5 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 2 2 4 4 4 5 3 2 2 2 4 3 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 5 3 4 2 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 5 5 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 5 3 4 4
Lampiran-272 Lanjutan Responden 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228
X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 5 3 3 3 4 4 2 2 5 4 4 5 4 2 2 5 4 4 5 3 5 4 5 3 3 5 4 2 3 3 5 2 4 5 2 2 2 5 4 4 5 3 5 5 4 3 3 4 4 2 4 2 4 2 5 5 2 2 3 5 4 4 5 3 3 4 4 2 2 3 4 2 3 3 4 4 4 5 2 2 4 5 4 4 5 2 3 5 5 3 3 4 4 2 4 4 4 2 5 5 2 2 4 5 4 4 5 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2 5 4 4 5 4 2 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 5 5 4 2 4 5 2 4 5 2 2 4 5 4 4 5 2 4 5 4 4 4 5 5 4 3 3 5 2 4 5 2 2 3 4 4 4 4 3 3 5 4 3 3 3 4 2 4 2 5 4 5 5 2 4 4 4 4 4 4 3 3 5 4 2 2 4 4 2 3 2 4 4 4 5 2 2 4 5 5 5 5 3 4 4 4 3 3 4 4 2 4 2 5 4 4 5 2 2 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 3 5 5 2 4 4 4 4 4 5 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 5 5 5 5 3 5 5 5 2 2 5 5 4 3 2 5 4 4 5 2 2 4 5 5 5 5 2 5 5 5 3 3 4 4 4 4 3 4 4 5 3 2 2 3 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 4 2 2 2 5 2 4 4 4 4 5 5 5 5 5 3 5 5 5 3 3 5 5 4 4 3 5 2 4 4 2 3 4 5 5 5 5 3 4 4 4 3 3 5 5 4 4 3 5 4 2 5 4 2 5 5 4 4 5 3 4 4 4 4 4 5 2 4 4 4 5 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 5 5 3 3 5 4 3 4 2 5 5 3 5 2 2 2 4 4 4 5 3 4 4 4 3 3 4 4 4 2 4 5 2 2 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 5 3 4 2 5 4 2 3 2 4 4 4 4 4 4 2 4 5 5 3 3 5 5 2 4 3 5 4 4 5 2 2 3 5 4 5 5 3 4 5 4 4 4 4 4 2 3 3 5 5 5 4 2 2 2 4 4 4 3 4 4 5
Lampiran- 273
Lampiran 10 Output path diagram full model dari revisi ke-1 sampai ke-18 Revisi 1 : korelasi e37 dan e24 ,63 e25
,581 ,351 e2 ,98 1 e3 ,801 ,52 ,37 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 1 ,36 ,45 e8 1,211 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e10
,601 ,331 e12,161 e13,14 1 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,66 X7 1,00 X8 X9 X10
e26
1
X25
e1
,25 1
e27
1
X266,76 4,41X27
1,00 1
3,00
,14 e28
1
X28
,37
KUP_TANG
,09 -,02
2,46 2,70 1,89 2,49 2,82
,31
,81
,01
z5
X33 1 1,00 ,39 X34 ,69 -,10 X35 KI_PROS -,17
z4 z1
,40
1
X37 X38
LUP
1 1 1 1 1
,20 e33,69 e34,57 e351,04 ,19 e37,61 e38
,10 2,09
-,36 ,00
,08
-,05-,10 -,23
X11 ,55 X12 1,01 ,68 ,89 X13 1,00 KEBIJ_PUS X14 1 X15 1,58
-,19
,12 z6
,43
z2
Chi-Square=1498,814 Df=708 CMIN/DF=2,117 1X16,43 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,714 GFI=,753 TLI=,845 RMSEA=,070
1,00 ,94 ,72 ,76 TUJ_PEM_PI ,73 ,33 ,73 1
,61
-,57
,02 1 z3
1,70 ,85 1,38 ,36 KEBIJ_DAE 1,15 ,36 ,39 1,00 1,65 1X17,23 1X18,45 1X191,00 1X20,50 1X21,50 1X22,60 1X23,53 1X24,77 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,04
e23
-,14 -,02
,30
,07 ,02
,09
e24
,12
Y1 Y5 Y6 Y7 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 e39,31 e43,32 e44,33 ,18 e45,22 ,61 e46,47 e48,48 e49
Lampiran- 274
Lanjutan Revisi 2 : korelasi e16 dan e21 ,63 e25
,25
1
1
e26
,31 e27
1
,14 1
e28
X25 1,00X266,76 4,41X273,00 X28
,581 ,351 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1 ,45 e8 1,211 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e1
e10
,601 ,321 e12,16 1 e13,14 1 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,66 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09-,02
2,46 2,70 1,89 2,49 2,82
,37
KUP_TANG ,01
,81
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,69 -,11 X35 KI_PROS -,17 X37 X38
z4 z1
,40
1
LUP
1 1 1 1 1
,21 ,69 e34 ,57 e35 1,04 ,19 e37 ,61 e33
e38
,13 1,96
-,37 ,09
,08
-,12-,12 -,21
X11 ,55 X12 1,01 ,68 ,89 KEBIJ_PUS X13 1,00 X14 1 X15 1,58
-,39
,11 z6
,43
z2
Chi-Square=1460,347 Df=707 CMIN/DF=2,066 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,718 GFI=,756 TLI=,852 RMSEA=,069
1,00 ,94 ,72 ,76 TUJ_PEM_PI 1
,98
-1,39
,01 1 z3
1,65 ,83 1,37 ,32 KEBIJ_DAE 1,07,35 ,39 1,00 1,64 1X17,24 1X18,45 1X191,01 1X20,51 1X21,50 1X22,60 1X23,52 1X24,77 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,05
e23
-,14 -,01
,20
,07 ,02
,21
,09
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,73 Y7 ,33 ,73 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,31 e43,32 e44,33 ,18 e45,22 ,60 e46,47 e48,48 e39
e49
Lampiran- 275
Lanjutan Revisi 3 : korelasi e16 dan e19 ,63 e25
1
X25
,58 1 e1,35 1 e2,98 1 e3,80 ,52 ,37 1 e4 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e91,191 ,35 e10
,601 ,321 e12 ,151 e13 ,14 1 e14 ,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,66 X7 1,00 X8 X9 X10
,25 e26
1
1,00
,08 -,04
3,01
,14 e28
1
X28
,33
KUP_TANG ,01
,24
z5
X33 1 1,00 ,39 X34 ,68 -,11 X35 KI_PROS -,17 X37 X38
z4 z1
,12
1
LUP
1 1 1 1 1
,20 ,69 e34,57 e351,04 ,19 e37,61 e33
e38
,26 1,29
1,89 1,07
-,12
-,41-,50 -5,37 -2,65
X11 ,55 X121,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 1 X15 1,58
,01 Y1
z6
1,00 Y5 ,94 ,72 Y6 ,76 TUJ_PEM_PI ,73 ,33 Y7 ,73 Y8 1
4,34 ,43
z2
-9,29
,00
Chi-Square=1418,581 Df=706 CMIN/DF=2,009 1X16,50 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,721 GFI=,760 TLI=,860 RMSEA=,067
1
X266,77 4,41X27
1 2,46 2,70 1,89 2,48 2,82
,31 e27
Y10 Y11
1
z3
1,65 ,83 1,38 ,27 KEBIJ_DAE 1,06,37 ,38 1,00 1,65 1X17,25 1X18,45 1X191,02 1X20,53 1X21,57 1X22,60 1X23,53 1X24,78 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,05
e23
-,14 ,00
,34
,07
,30 ,03 ,28
,09
e24
,11
1 1 1 1 1 1 1
,74 e39,31 e43,32 e44,33 ,18 e45,22 ,60 e46,47 ,48 e48 e49
Lampiran- 276
Lanjutan Revisi 4 : korelasi e48 dan z3 ,62 e25
1
X25
,581 ,351 e2 ,98 1 e3 ,801 ,52 ,37 e4 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1 ,45 e8 1,211 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e1
e10
,601 ,321 e12,161 e13,14 1 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,25 e26
1
,09 -,02
1
,28
KUP_TANG ,01
,90
z5
X33 1 1,00 ,39 X34 ,72 -,13 X35 KI_PROS -,18 X37 X38
z4 z1
,30
1
LUP
1 1 1 1 1
,23 ,70 e34,55 e351,05 ,20 e37,61 e33
e38
,05 2,41
1,66 ,21
,07-,09 -4,93
-,08
-,03
-,69
X11 ,55 X121,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 1 X15 1,58
,08 Y1
z6
1,00 Y5 ,93 ,70 Y6 ,75 TUJ_PEM_PI ,75 ,23 Y7 ,76 Y8 1
1,83 ,43
z2
Chi-Square=1374,940 Df=705 CMIN/DF=1,950 1X16,49 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,729 GFI=,767 TLI=,868 RMSEA=,065
1
,14 e28
4,25X272,89 X28 1,00X266,53 1
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,31 e27
-3,60
,00 1 z3
Y10 Y11
1,67 ,841,38 ,27 KEBIJ_DAE 1,06,38 ,38 1,00 1,64 1X17,24 1X18,46 1X191,02 1X20,53 1X21,56 1X22,60 1X23,53 1X24,78 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,05
e23
-,14 ,00
,34
,07
,30 ,04 ,28
,09
e24
,11
1 1 1 1 1 1 1
,75 e39,33 e43,34 e44,35 ,20 e45,22 ,60 e46,47 ,47 e48 e49
Lampiran- 277
Lanjutan Revisi 5 : korelasi e16 dan e19 ,16
,62
,26
1
1
e25
e26
,30 e27
1
,14 e28
1
X25 1,00X266,18 4,23X272,87 X28
,581 ,351 e2,98 1 e3,80 1 ,52 ,37 e4 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 1 ,36 ,45 e81,211 ,57 ,52 e91,191 ,35 e1
e10
,601 e11 ,321 e12 ,161 e13 ,14 1 e14 ,11 1 e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,78 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09 -,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,34
,01
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,72 -,13 X35 KI_PROS -,17
z4 z1
,29
1
X37 X38
LUP
1 1 1 1 1
,23 ,68 e34,55 e351,05 ,18 e37,61 e33
e38
,05 1,94
1,70 ,22
,07-,11 -4,96
X11 ,55 X12 1,01 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 1 X15 1,58
-,04
-,03
-,69
,09 z6
1,00 ,93 ,71 ,75 TUJ_PEM_PI 1
1,78 ,43
z2
Chi-Square=1354,335 Df=704 CMIN/DF=1,924 1X16,49 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,731 GFI=,769 TLI=,872 RMSEA=,064
,29
KUP_TANG
-3,38
,00 1 z3
1,68 ,851,39 ,27 KEBIJ_DAE 1,07,38 ,38 1,00 1,65 1X17,24 1X18,46 1X191,02 1X20,53 1X21,56 1X22,60 1X23,53 1X24,78 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,05
e23
-,14 ,00
,34
,07
,30 ,04 ,28
,09
e24
,12
Y1 Y5 Y6 ,75 Y7 ,23 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,75 ,33 e43,33 e44,34 ,19 e45,22 ,60 e46,47 e48,47 e39
e49
Lampiran- 278
Lanjutan Revisi 6 : korelasi e12 dan e20 ,16
,62 e25
,26
1
e26
1
,30 e27
1
,14 1
e28
X25 1,00X266,18 4,23X272,88 X28
,581 ,351 e2,98 1 e3,80 ,52 e4,371 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 ,36 e81,211 ,45 1 ,57 ,52 e91,191 ,35 e1
e10
,601 ,331 e12,161 e13,14 1 e14,10 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,78 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09-,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,36
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,72 -,13 X35 KI_PROS -,17 X37 X38
z4 z1
,28
1
LUP
1 1 1 1 1
,23 ,68 e34,55 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,05 1,95
1,84 ,24
,07-,12 -5,30
X11 ,55 X12 1,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 1 X15 1,58
-,05
-,03
-,75
,09 z6
1,00 ,93 ,71 ,75 TUJ_PEM_PI 1
1,91 ,43
z2
Chi-Square=1333,540 Df=703 CMIN/DF=1,897 1X16,49 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,736 ,13 GFI=,774 TLI=,875 RMSEA=,063
,29
KUP_TANG ,01
-3,72
,00 1 z3
1,68 ,85 1,39 ,27 KEBIJ_DAE 1,07,38 ,38 1,00 1,63 1X17,24 1X18,46 1X191,02 1X20,55 1X21,56 1X22,60 1X23,53 1X24,78 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,05
e23
-,14 ,00
,34
,07
,30 ,03 ,28
,09
e24
,12
Y1 Y5 Y6 ,75 Y7 ,23 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,75 ,33 e43,33 e44,34 ,19 e45,22 ,60 e46,47 e48,47 e39
e49
Lampiran- 279
Lanjutan Revisi 7 : korelasi e14 dan e17 ,16
,62 e25
,26 e26
1
,30 e27
1
1
X25 1,00 X266,19 4,23X272,88
,58 1 ,35 1 e2,98 1 e3,80 1 ,52 ,37 e4 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e91,191 ,35 e1
e10
,601 ,331 e12 ,15 1 e13 ,14 1 e14 ,111 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,78 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1
,29 ,36
,01
z5
X33 1 1,00 ,42 X34 ,72 -,13 X35 KI_PROS -,17
z4 z1
,29
1
X37 X38
LUP
1 1 1 1 1
,23 ,68 e34,55 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,06 1,90
1,77 ,22
,06-,12 -5,14
X11 ,54 X121,02 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
,09 z6
1,00 ,93 ,71 ,75 TUJ_PEM_PI 1
1,89 ,43 -3,67
,00 1
z3
1,69 ,88 1,39 ,28 KEBIJ_DAE 1,64
1,08,38 ,38 1,00
1X17,23 1X18,46 1X191,02 1X20,55 1X21,56 e17
-,05
-,03
-,72
z2
Chi-Square=1311,341 Df=702 CMIN/DF=1,868 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,741 ,13 GFI=,778 TLI=,879 RMSEA=,062
1
X28
KUP_TANG
,09 -,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,14 e28
e18
e19
e20
,00
,33
e21
1X22,60 1X23,53 e22
,04
e23
-,14
,30
,07 ,03
,27
,07
1X24,79 e24
,12
Y1 Y5 Y6 ,75 Y7 ,22 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,76 ,33 e43,33 e44,34 ,20 e45,22 ,61 e46,47 ,47 e48 e39
e49
Lampiran- 280
Lanjutan Revisi 8 : korelasi e11 dan e23 ,16
,62 e25
,26
1
,30
1
1
e26
e27
,14 1
e28
X25 1,00X266,18 4,23X272,87 X28
,581 ,351 e2 ,981 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 1 ,36 ,45 e8 1,211 ,57e9 1,19 ,52 ,35 1 e1
e10
,601 ,331 e12,151 e13,141 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,78 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09-,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,35
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,72 -,14 X35 KI_PROS -,17
z4 z1
,29
1
X37 X38
LUP
1 1 1 1 1
,23 ,68 e34 ,55 e35 1,05 ,17 e37 ,61 e33
e38
,06 ,16 1,76 ,22
1,90
,06-,12 -5,09
X11 ,54 X12 1,02 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
-,05
-,03
-,71
,09 z6
1,00 ,93 ,71 ,75 TUJ_PEM_PI 1
1,88 ,43
z2
Chi-Square=1290,444 Df=701 CMIN/DF=1,841 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,746 ,13 GFI=,783 TLI=,883 RMSEA=,061
,29
KUP_TANG ,01
-3,63
,00 1 z3
1,68 ,87 1,39 ,27 KEBIJ_DAE 1,08,38 ,38 1,00 1,63 1X17,23 1X18,46 1X191,02 1X20,55 1X21,56 1X22,60 1X23,51 1X24,80 e17
e18
e19
e20
,00
,34
e21
e22
,03
e23
-,13 ,06
,30 ,03 ,27
,08
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,75 Y7 ,22 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,76 ,33 e43,33 e44,34 ,20 e45,22 ,62 ,47 e46 e48,47 e39
e49
Lampiran- 281
Lanjutan Revisi 9 : korelasi e27 dan e46 ,17
,62 e25
,26 e26
1
,31 e27
1
1
X25 1,00 X266,25 4,16X272,89
,58 1 e1,35 1 e2,98 1 e3,80 ,52 e4,37 1 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 ,36 e81,211 ,45 1 ,57 ,52 e91,191 ,35 e10
,601 ,331 e12 ,151 e13 ,14 1 e14 ,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,78 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,29 ,17
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,73 -,14 X35 KI_PROS -,17 X37 X38
z4 z1
,30
1
LUP
,09 1 1 1 1 1
,23 ,68 e34,55 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,05 ,16 1,77 ,21
1,67
,07-,11 -5,06
X11 ,54 X121,02 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 1,58
-,02
-,03
-,69
,09 z6
1,00 ,93 ,70 ,74 TUJ_PEM_PI 1
1,84 ,43
z2
-3,42
,00
Chi-Square=1270,972 Df=700 CMIN/DF=1,816 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,747 ,13 GFI=,784 TLI=,887 RMSEA=,060
1
X28
KUP_TANG 1 ,01
,09 -,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,14 e28
1
z3
1,68 ,87 1,38 ,28 KEBIJ_DAE 1,08,38 ,38 1,00 1,63 1X17,23 1X18,46 1X191,02 1X20,55 1X21,56 1X22,60 1X23,51 1X24,80 e17
e18
e19
e20
e21
e22
,04
e23
-,13 ,00
,34
,30
,06 ,03
,27
,08
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,22 ,74 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,75 ,33 e43,34 e44,35 ,20 e45,22 ,62 e46,47 ,48 e48 e39
e49
Lampiran- 282
Lanjutan Revisi 10 : korelasi e25 dan e33 ,16 ,17
,62 e25
X25
,581 e1 ,351 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e10
,601 ,331 e12,151 e13,141 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e27
1
,09 -,02
,14 e28
1
,29
KUP_TANG ,01
-,34
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,76 -,15 X35 KI_PROS -,18
z4 z1
,23
1
X37 X38
LUP
,09 1 1 1 1 1
,25 ,69 e34,53 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,05 ,16 1,98 ,21
,00
-,03
-,68
,09 z6
1,00 ,93 ,70 ,74 TUJ_PEM_PI 1
1,79 ,43
z2
-3,30
,00 1 z3 1,68 ,87 1,38 ,28 1X17,23 1X18,46 e17
1,72
,06-,11 -5,43
X11 ,54 X12 1,02 ,68 ,89 X13 1,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
Chi-Square=1250,747 Df=699 CMIN/DF=1,789 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,752 ,13 GFI=,788 TLI=,890 RMSEA=,059
1
4,26X272,95 X28 1,00X266,39 1
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,31
e26
1
e18
KEBIJ_DAE 1,07,37 ,38 1,00 1,63
1X191,02 1X20,55 1X21,56 1X22,60 e19
e20
e21
e22
,04
e23
-,13 ,00
,34
,06
,30 ,03 ,27
,08
1X23,51 1X24,80 e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,22 ,74 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,75 ,33 e43,34 e44,35 ,20 e45,22 ,62 e46,47 e48,48 e39
e49
Lampiran- 283
Lanjutan Revisi 11 : korelasi e18 dan e49 ,16 ,17
,63 e25
X25
,581 e1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e91,191 ,35 e10
,601 ,331 e12,151 e13,141 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
1
,09-,02
1
X28
,29
KUP_TANG ,01
-,33
z5
1
1,00 ,41 ,76
z4 z1
KI_PROS
,23
1
LUP
X33 X34 -,15 X35 -,18 X37 X38
,09 1 1 1 1 1
,25 ,69 e34,53 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,05 ,16 2,12 ,23
1,68
,06-,11 -5,75
X11 ,54 X12 1,02 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 1,58
,08 z6
1,00 ,93 ,70 ,74 TUJ_PEM_PI 1
1,91 ,43 -3,57
,00 1 z3 1,68 ,87 1,38 ,27 1X17,23 1X18,46 e17
-,01
-,03
-,72
z2
Chi-Square=1235,318 Df=698 CMIN/DF=1,770 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,753 ,13 GFI=,790 TLI=,893 RMSEA=,058
,14 e28
1
4,28X272,96 1,00X266,41 1
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
,31 e27
1
e18
KEBIJ_DAE 1,07,37 ,38 1,00 1,63
1X191,02 1X20,54 e19
e20
1X21,56 e21
1X22,60
1X23,51
e22
,03
e23
-,13 ,02
,34
,06
,30 ,03 ,28
,08 -,13
1X24,79 e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,75 Y7 ,22 ,74 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,76 ,34 e43,34 e44,35 ,20 e45,22 ,62 e46,47 e48,48 e39
e49
Lampiran- 284
Lanjutan Revisi 12 : korelasi e17 dan e46 ,16 ,17
,62 e25
,26 e26
1
,31 e27
1
1
X25 1,00X266,42 4,30X272,97
,581 e1,35 1 e2,99 1 e3,80 ,52 ,371 e4 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 1 ,36 ,45 e81,211 ,57 1,19 ,52 e9 1 ,35 e10
,611 ,331 e12,151 e13,14 1 e14,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09-,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,29
z4 z1
,19
1
z5
X33 1 1,00 ,41 X34 ,75 -,15 X35 KI_PROS -,18 X37 X38
LUP
,08 1 1 1 1 1
,25 ,69 e34,54 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,06 ,16 2,06 ,23
1,54
,05-,13 ,06 -5,64
X11 ,54 X12 1,01 ,68 ,89 X13 1,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
-,07
-,03
-,73
,07 z6
1,00 ,92 ,69 ,74 TUJ_PEM_PI 1
2,07 ,43
z2
Chi-Square=1219,916 Df=697 CMIN/DF=1,750 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,755 ,13 GFI=,792 TLI=,896 RMSEA=,057
,14 e28
-3,97
,00 1 z3
1,68 ,87 1,38 ,27 KEBIJ_DAE 1,07,38 ,37 1,00 1,63 1X17,23 1X18,46 1X191,02 1X20,54 1X21,56 1X22,60 1X23,52 1X24,80 e17
e18
e19
e20
,02
,35
e21
e22
,02
e23
-,13 ,06
,30 ,03 ,28
,08 -,13
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,73 Y7 ,22 ,74 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,75 ,34 e43,34 e44,35 ,20 e45,22 ,62 e46,47 e48,47 e39
e49
Lampiran- 285
Lanjutan Revisi 13 : korelasi e18 dan e39 ,16 ,17
,63 e25
,26 e26
1
,31 e27
1
1
X25 1,00 X266,47 4,33X272,99
,58 1 e1,35 1 e2,99 1 e3,80 1 ,52 e4,37 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 1 ,36 ,45 e81,211 ,57 e91,19 ,52 ,35e10 1 ,611 ,331 e12 ,151 e13 ,141 e14 ,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09 -,02
2,45 2,70 1,88 2,48 2,82
1
X28
,28
KUP_TANG ,01
-,32
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,75 -,15 X35 KI_PROS -,18
z4 z1
,21
1
X37 X38
LUP
,09 1 1 1 1 1
,25 ,69 e34,54 e351,05 ,17 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,91
1,47
-,16 ,05-,13 ,06 -5,29
,21
X11 ,54 X121,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
,08 z6
1,00 ,92 ,69 ,74 TUJ_PEM_PI 1
1,89 ,43 -3,52
,00 1
z3
1,68 ,87 1,41 ,27 KEBIJ_DAE 1,63
1,07,38 ,38 1,00
1X17,23 1X18,45 1X191,02 1X20,54 1X21,56 e17
-,04
-,03
-,68
z2
Chi-Square=1203,418 Df=696 CMIN/DF=1,729 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,758 ,13 GFI=,795 TLI=,899 RMSEA=,057
,14 e28
e18
e19
e20
,01
,34
e21
1X22,60 1X23,52 e22
,01
e23
-,13 ,06
,30 ,03 ,27
,08 -,14
1X24,80 e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,22 ,74 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,35 e43,35 e44,36 ,21 e45,22 ,62 ,47 e46 e48,47 e39
e49
Lampiran- 286
Lanjutan Revisi 14 : korelasi e34 dan z6 ,15 ,19
,63
,26
e25
e26
1
,32 e27
1
1
X25 1,00X266,92 4,60X273,17
,581 e1,35 1 e2,98 1 e3,80 ,52 ,371 e4 1 e5,83 1 e61,06 1 e71,18 1 ,36 ,45 e81,211 ,57 1,19 ,52 e9 1 ,35 e10
,611 ,331 e12 ,161 e13 ,141 e14 ,11 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1
,27 -,39
,01
z4 z1
,20
1
LUP
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,75 -,16 X35 KI_PROS -,18 ,10 X37 X38
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34,54 e351,05 ,14 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,89
1,99
-,15 ,04-,10 ,06 -5,25
,21
X11 ,54 X12 1,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 1,58
-,16
-,03
-,68
,06 z6
1,00 ,92 ,68 ,73 TUJ_PEM_PI 1
2,08 ,43
z2
Chi-Square=1185,324 Df=695 CMIN/DF=1,706 1X16,48 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,761 ,13 GFI=,797 TLI=,902 RMSEA=,056
1
X28
KUP_TANG
,09 -,02
2,45 2,71 1,88 2,48 2,82
,14 e28
-4,18
,00 1 z3
1,68 ,871,40 ,27 KEBIJ_DAE 1,07,38 ,37 1,00 1,63 1X17,22 1X18,45 e17
e18
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,01
,34
1X21,56 1X22,60 1X23,52 1X24,80 e21
e22
,01
e23
-,13
,30
,06 ,03
,27
,07 -,14
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,21 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,35 e43,35 e44,36 ,21 e45,22 ,62 e46,47 e48,46 e39
e49
Lampiran- 287
Lanjutan Revisi 15 : korelasi e 13 dan e 16 ,15 ,19
,63 e25
,26
1
,32
1
1
e26
e27
X25 1,00X266,94 4,61X273,17
,581 e1 ,351 e2 ,981 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 e8 1,211 ,45 1 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e10
,601 ,331 e12,171 e13,131 e14,10 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
1 ,09-,02
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
X28
,26
KUP_TANG ,01
-,42
z5
1
1,00 ,40 ,75
z4 z1
KI_PROS ,11
,19
1
LUP
X33 X34 -,16 X35 -,18 X37 X38
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34 ,54 e35 1,05 ,14 e37 ,61 e33
e38
,06 ,16 1,85
2,01
-,15 ,04-,10 ,06 -5,11
,21
X11 ,54 X12 1,01 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,07 1,58
-,18
-,03
-,66
,06 z6
1,00 ,92 ,68 ,73 TUJ_PEM_PI 1
2,07 ,43
z2
Chi-Square=1170,154 Df=694 CMIN/DF=1,686 1X16,50 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,763 ,13 GFI=,799 TLI=,905 RMSEA=,055
,14 1
e28
-4,14
,00 1 z3
1,65 ,86 1,39 ,27 KEBIJ_DAE 1,06,38 ,37 1,00 1,62 1X17,23 1X18,46 1X191,02 1X20,55 1X21,56 1X22,60 e17
e18
e19
e20
,01
,35
e21
1X23,52 1X24,79
e22
,01
e23
-,13
,31
,06 ,02
,28
,08 -,14
e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,21 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,35 e43,35 e44,36 ,21 ,22 e39
e45
,47 ,62 ,46
e46 e48 e49
Lampiran- 288
Lanjutan Revisi 16 : korelasi e43 dan e44 ,15 ,19
,63 e25
X25
,581 e1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,831 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e9 1,191 ,35e10 ,601 ,331 e12,171 e13,131 e14,10 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
1
1
4,65X273,20 1,00X266,99
1
X28
,27 -,40
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,74 -,15 X35 KI_PROS -,18 ,11 X37 X38
z4 z1
,19
1
LUP
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34,54 e351,05 ,14 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,84
2,02
-,15 ,04-,09 ,06 -5,10
,20
X11 ,54 X12 1,01 ,68 ,89 X131,00 KEBIJ_PUS X14 -,061 X15 ,07 1,58
,05 z6
,43 -4,22
z3
1
1,65 ,861,39 ,27 KEBIJ_DAE 1,62
e17
1,00 ,90 ,66 ,72 TUJ_PEM_PI 1
2,11
,00
1X17,23
-,18
-,03
-,66
z2
Chi-Square=1154,847 Df=693 CMIN/DF=1,666 1X16,50 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,765 ,13 GFI=,802 TLI=,907 RMSEA=,054
,14 e28
KUP_TANG 1 ,01
,09 -,02
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
,32 e27
1
1X18,46 1X191,02 1X20,55 e18
e19
e20
,01
,35
1,07,38 ,37 1,00 1X21,56 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13
,31
,06 ,02
,28
,08 -,14
1X24,79 e24
,11
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,21 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43 ,35 ,08 e44 ,36 ,20 e45 ,22 ,62 e46 ,47 e48 ,46 e39
e49
Lampiran- 289
Lanjutan Revisi 17 : korelasi e 11 dan e 13 ,15 ,19
,63 e25
X25
,581 e1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 ,371 e4 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 1,211 ,45 e8 1 ,57 ,52 e9 1,191 ,35 e10
,621 ,331 ,08 e12,181 e13,131 e14,10 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
1
1
X266,99 4,65X27
1,00 1
3,21
1
X28
,27 -,36
,01
z5
1,00 ,40 ,74
1
z4 z1
KI_PROS ,11
,20
1
LUP
X33 X34 -,16 X35 -,18 X37 X38
,08 1 1 1 1 1
,24 ,68 e34,54 e351,05 ,13 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,87
2,01
-,15 ,03-,08 ,06 -5,19
,20
X11 ,53 X121,01 ,67 ,89 X13 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,08 1,59
,05 z6
,43
1,64 ,861,39 ,27
e17
1,00 ,90 ,66 ,72 TUJ_PEM_PI 1
2,14
-4,29
,00 1 z3
1X17,23
-,17
-,03
-,66
z2
Chi-Square=1141,481 Df=692 CMIN/DF=1,650 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,766 ,13 GFI=,803 TLI=,910 RMSEA=,053
,14 e28
KUP_TANG
,09 -,02
2,46 2,71 1,88 2,48 2,82
,32 e27
1
1X18,46 e18
KEBIJ_DAE 1,61
1X191,02 1X20,55 e19
e20
1,06,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13 ,01
,35
,06
,32 ,03 ,29
,07 -,14
1X24,79 e24
,10
Y1 Y5 Y6 ,74 Y7 ,21 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 ,22 e39
e45
,47 ,62 ,46
e46 e48 e49
Lampiran- 290
Lanjutan Revisi 18 : korelasi e 18 dan e 34 ,15 ,19
,63 e25
1
X25
,581 e1 ,35 1 e2 ,98 1 e3 ,80 ,52 e4 ,371 1 e5 ,83 1 e6 1,06 1 e7 1,18 ,36 e8 1,211 ,45 1 ,57 ,52 e9 1,191 ,35e10 ,621 ,331 ,08 e12,181 e13,13 1 e14,10 1 e11
e15
X1 X2 X3 X4 X5 2,46 ,80 X6 ,77 ,67 X7 1,00 X8 X9 X10
,26 e26
,09-,02
e28
1
X28
,27
KUP_TANG ,01
-,34
z5
X33 1 1,00 ,40 X34 ,74 -,15 X35 KI_PROS -,20 ,11 X37
z4 z1
,20
1
-,12
LUP
,08 1 1 1 1 1
X38
,23 ,68 e34,54 e351,05 ,13 e37,61 e33
e38
,06 ,16 1,99
2,05
-,16 ,04-,08 ,06 -5,47
,21
X11 ,53 X121,01 ,68 X13 ,89 KEBIJ_PUS 1,00 X14 -,061 X15 ,08 1,59
,06 z6
,43
z3
1,65 ,86 1,41 ,27
e17
1,00 ,90 ,66 ,72 TUJ_PEM_PI 1
2,25
-4,54
,00
1X17,23
-,16
-,03
-,68
z2
Chi-Square=1128,994 Df=691 CMIN/DF=1,634 1X16,51 Probabilitas=,000 e16 AGFI=,769 ,13 GFI=,805 TLI=,912 RMSEA=,053
,14
1
4,66X273,21 1,00X267,00 1
2,46 2,71 1,89 2,48 2,82
1
,31 e27
1X18,45 e18
1 KEBIJ_DAE 1,62
1X191,02 1X20,55 e19
e20
,02
,35
1,06 ,38 ,37 1,00 1X21,57 e21
1X22,60
1X23,52
e22
,01
e23
-,13 ,06
,32 ,03 ,29
,07 -,13
1X24,79 e24
,10
Y1 Y5 Y6 ,73 Y7 ,21 ,75 Y8 Y10 Y11
1 1 1 1 1 1 1
,74 ,36 e43,35 ,08 e44,36 ,20 e45,22 e39
,47 ,62 ,46
e46 e48 e49
Lampiran- 291
Lampiran 11 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model dari simulasi ke-1 sampai dengan ke-18
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Goodness of Fit Creation Index
Syarat
awal
Revisi 1
Revisi 2
Revisi 3
Chi Square Statistic Significant Probability (P) df CMIN/DF AGFI (adjusted goodness-of- fit index) GFI (goodness-of-fit index) TLI (Tucker-Lewis Index) RMSEA (adjusted goodness-of- fit index) Hubungan korelasi
Kecil = 0,05 = 2,00 = 0,90
1644,598 0,000 709 2,320 0,700
1498,814 0,000 708 2,117 0,753
1460,347 0,000 707 2,066 0,718
1418,581 0,000 706 2,009 0,721
1374,940 0,000 705 1,950 0,729
1354,335 0,000 704 1,924 0,731
1335,340 0,000 703 1,899 0,736
1311,341 0,000 702 1,868 0,741
= 0,90 = 0,95 = 0,08
0,741 0,817 0,076
0,714 0,845 0,070
0,756 0,852 0,069
0,760 0,860 0,067
0,767 0,868 0,065
0,769 0,872 0,064
0,774 0,875 0,063
0,778 0,879 0,062
e24<->e37
e16<->e21
e16<->e19
Revisi 8
Revisi 13
Revisi 14
Revisi 4
Revisi 5
Revisi 6
Revisi 7
e48<->z3
e16<->e19
e12<->e20
e14<->e17
Revisi 15
Revisi 16
Revisi 17
Revisi18
Lanjutan No
Goodness of Fit Creation Index
1 2 3 4 5
Chi Square Statistic Significant Probability (P) df CMIN/DF AGFI (adjusted goodness-of- fit index) GFI (goodness-of-fit index) TLI (Tucker-Lewis Index) RMSEA (adjusted goodness-of- fit index) Hubungan korelasi
6 7 8
Syarat
awal
Kecil = 0,05 = 2,00 = 0,90
1644,598 0,000 709 2,320 0,700
1290,444 0,000 701 1,841 0,746
1203,418 0,000 696 1,729 0,758
1185,324 0,000 695 1,706 0,761
1170,154 0,000 694 1,686 0,763
1154,847 0,000 693 1,666 0,765
1141,481 0,000 692 1,650 0,766
1128,994 0,000 691 1,634 0,769
= 0,90 = 0,95 = 0,08
0,741 0,817 0,076
0,783 0,883 0,061
0,795 0,899 0,057
0,797 0,902 0,056
0,799 0,905 0,055
0,802 0,907 0,054
0,803 0,910 0,053
0,805 0,912 0,053
e11<->e23
e18<->e39
e34<->z6
e13<->e16
e43<->e44
e24<->e53
e18<->e34
Lampiran- 292
Lampiran 12 Hasil perhitungan normalitas full model Variable X28 X27 X26 X25 X38 X37 X35 X34 X33 Y11 Y10 Y8 Y7 Y6 Y5 Y1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 Multivariate
min 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 1,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 1,000 1,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 1,000 1,000 1,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 1,000 2,000 1,000 2,000 2,000
max 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000
skew -,243 -1,022 -,783 -,834 -1,114 -,164 ,069 -,084 -,364 -,953 -,873 -1,030 -,986 -1,076 -1,078 -,138 -,206 -,597 -,042 -,113 -,619 -,473 -,124 -,278 -,406 -,455 ,410 -,321 -,078 -,090 -,134 -,594 -1,206 -,944 -,258 -,268 -,711 -1,594 1,663 ,536
c.r. -1,501 -6,302 -4,828 -5,143 -6,865 -1,012 ,427 -,518 -2,242 -5,874 -5,380 -6,352 -6,080 -6,630 -6,643 -,852 -1,270 -3,682 -,262 -,696 -3,813 -2,916 -,767 -1,712 -2,503 -2,806 2,527 -1,981 -,480 -,552 -,829 -3,665 -7,437 -5,821 -1,593 -1,653 -4,384 -9,824 10,252 3,305
kurtosis 1,448 1,131 -,402 ,538 1,307 -1,516 -1,472 -1,284 -1,409 ,407 1,073 1,511 ,952 1,265 ,613 -1,423 -1,206 -,804 -1,460 -1,538 -,996 -1,371 -1,212 -1,306 -1,216 -1,141 -1,583 -1,488 -1,771 -1,578 -1,710 -1,089 2,701 -,160 -1,607 -1,372 -1,049 1,053 1,563 -1,396 116,051
c.r. 4,464 3,486 -1,238 1,658 4,028 -4,673 -4,536 -3,958 -4,344 1,254 3,307 4,656 2,934 3,899 1,890 -4,386 -3,718 -2,479 -4,499 -4,739 -3,070 -4,226 -3,737 -4,024 -3,748 -3,516 -4,879 -4,585 -5,458 -4,864 -5,271 -3,358 8,325 -,492 -4,953 -4,230 -3,233 3,244 4,818 -4,303 15,115
Lampiran- 293
Lampiran 13 Evaluasi outlier full model penelitian Observation number Mahalanobis d-squared 115 116,321 43 83,983 5 83,433 102 75,456 48 73,241 114 72,742 2 70,118 46 69,746 15 69,075 7 68,903 39 68,281 8 67,252 12 66,477 107 66,231 195 65,959 108 65,924 105 64,876 141 63,846 116 62,431 88 61,009 76 60,660 117 60,487 156 58,575 69 58,160 30 57,316 118 56,460 44 56,404 161 56,087 40 55,241 196 54,338 193 53,142 186 52,003 100 51,126 16 50,989 28 50,409 165 50,387 80 50,263 58 50,095 21 49,460 47 49,443 55 48,934 84 48,852 163 48,584 26 48,198 53 48,186 14 47,906 96 47,663 32 47,560 54 47,087
p1 ,000 ,000 ,000 ,001 ,001 ,001 ,002 ,002 ,003 ,003 ,004 ,004 ,005 ,006 ,006 ,006 ,008 ,010 ,013 ,018 ,019 ,020 ,029 ,032 ,037 ,044 ,044 ,047 ,055 ,065 ,080 ,097 ,112 ,114 ,125 ,126 ,128 ,132 ,145 ,146 ,157 ,159 ,166 ,175 ,175 ,183 ,189 ,192 ,205
p2 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,021 ,074 ,064 ,119 ,089 ,078 ,074 ,155 ,119 ,196 ,171 ,197 ,264 ,215 ,252 ,281 ,262 ,383
Lampiran- 294
Lanjutan 110 52 23 160 111 104 9 18 6 121 148 140 185 225 79 172 33 176 17 201 128 27 202 112 211 181 169 183 150 41 29 57 209 90 61 13 38 123 175 113 173 151 34 60 119 87 208 192 199 218 174
47,083 46,806 46,693 46,631 46,623 46,587 46,441 45,498 45,211 45,139 44,907 44,768 44,247 44,239 43,896 43,583 43,451 43,389 43,169 42,923 42,923 42,738 42,711 42,662 42,651 42,518 42,317 42,028 41,885 41,669 41,350 41,305 41,175 40,952 40,867 40,858 40,717 40,125 39,960 39,860 39,803 39,762 39,702 39,576 39,240 39,087 39,074 38,909 38,803 38,783 38,557
,205 ,213 ,217 ,218 ,219 ,220 ,224 ,254 ,263 ,266 ,274 ,279 ,297 ,297 ,310 ,322 ,327 ,329 ,337 ,347 ,347 ,354 ,355 ,357 ,358 ,363 ,371 ,383 ,389 ,398 ,411 ,413 ,419 ,429 ,432 ,433 ,439 ,465 ,472 ,476 ,479 ,481 ,484 ,489 ,504 ,511 ,512 ,519 ,524 ,525 ,535
,324 ,375 ,361 ,328 ,276 ,238 ,240 ,578 ,646 ,620 ,664 ,669 ,816 ,777 ,847 ,895 ,898 ,885 ,908 ,931 ,911 ,924 ,907 ,893 ,868 ,874 ,896 ,931 ,937 ,952 ,974 ,969 ,971 ,980 ,978 ,971 ,974 ,995 ,996 ,996 ,996 ,995 ,994 ,994 ,998 ,998 ,998 ,998 ,998 ,998 ,999
Lampiran- 295
Lampiran 14 Hasil analisis uji normalitas dengan tehnik Bootstrap Bollen-Stine Bootstrap (Default model) The model fit better in 500 bootstrap samples. It fit about equally well in 0 bootstrap samples. It fit worse or failed to fit in 0 bootstrap samples. Testing the null hypothesis that the model is correct, Bollen-Stine bootstrap p =,002 Summary of Bootstrap Iterations (Default model) (Default model) Iterations Method 0 Method 1 Method 2 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 2 10 0 0 6 11 0 0 10 12 0 0 12 13 0 0 7 14 0 0 6 15 0 0 12 16 0 0 14 17 0 0 9 18 0 0 7 19 0 353 62 Total 0 353 147 0 bootstrap samples were unused because of a singular covariance matrix. 23 bootstrap samples were unused because a solution was not found. 500 usable bootstrap samples were obtained.
Lampiran- 296
Lanjutan Summary of Bootstrap Iterations (Default model) (Default model)
N = 500 Mean = 814,411 S. e. = 4,355
569,110 609,203 649,297 689,391 729,484 769,578 809,672 849,765 889,859 929,953 970,046 1010,140 1050,234 1090,328 1130,421
|-------------------|* |** |***** |******** |************* |************** |***************** |*************** |*********** |******** |****** |** |** |* |* |--------------------
bootstrap samples were unused because of a singular covariance matrix. 23 bootstrap samples were unused because a solution was not found. 500 usable bootstrap samples were obtained.