PERANAN ARANG BATANG KELAPA SAWIT DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays, L.)
FEBRIANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERANAN ARANG BATANG KELAPA SAWIT DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays, L.)
FEBRIANTI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Dosen Penguji Luar Komisi :Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peranan Arang Batang Kelapa Sawit dalam Peningkatan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays, L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Febrianti NRP A152080041
ABSTRACT FEBRIANTI. Role of Charcoal from Oil Palm Trunks for Improving Plant Production of corn (Zea mays, L.). Under direction of Suwardi, Syaiful Anwar and Darmawan. The main problem of continuously cultivated land is decreasing land productivity. Improvement of land productivity can be done by application of suitable soil ameliorant. Charcoal is one of soil ameliorants that can be used for improving soil properties such as to stimulate plant growth by providing and maintaining nutrients in the soil due to improving soil physical and biological properties. Abundant availability of oil palm trunks when oil palm replanting is an opportunity to utilize oil palm trunks as charcoal raw material. This research aimed to study the effect of charcoal from oil palm trunks on corn growth and production as well as to study tendency of the movement and development of roots grown on media with and without of charcoal from oil palm trunks. Soil material was taken from Latosol at a depth of 0-20 cm. The soil material was treated by charcoal from oil palm trunks as much as 0%, 4%, 8%, 12%, 16% and 20% (w/w) of the soil. The soil also was addded by basic N, P, and K fertilizers and then corn was planted. The results showed that soil treated by 4% of charcoal from oil palm trunks increased significantly corn growth and production. Application of higher charcoal rates did not increase the growth and production of corn, and moreover tended to decrease at 20% charcoal treatment. Biomass production of corn increased significantly compared to untreated charcoal. The porous structure of charcoal improve the structure of soils which allows roots capable to utilize more available nutrients as indicated by the evidence of more roots in the soil containing charcoal and increasing corn production. Key words : charcoal, oil palm trunks, corn production, soil ameliorant
RINGKASAN FEBRIANTI. Peranan Arang Batang Kelapa Sawit dalam Peningkatan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays, L.). Dibimbing oleh SUWARDI, SYAIFUL ANWAR dan DARMAWAN. Penelitian ini didasari oleh fakta antropogenik tentang tanah hitam di daerah Amazon yang dikenal dengan terra preta. Secara morfologi terra preta terlihat berwarna hitam gelap dan cenderung lebih subur dari tanah mineral lainnya yang terdapat di sekitarnya. Setelah diteliti, ternyata warna hitam gelap tersebut berasal dari arang yang sengaja diberikan pada tanah tersebut. Pemberian arang pada tanah telah dicoba diterapkan pada budidaya tanaman pangan yang sudah banyak dilakukan di luar negeri. International Rice Research Institute (IRRI) pada tahun 2007 menguji pemberian arang pada padi gogo di Laos. Pemberian arang sebanyak 4 ton/ha terbukti dapat meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan meningkatkan hasil gabah padi gogo pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P). Pemberian arang juga dapat meningkatkan respon terhadap pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen (N). Penelitian lainnya tentang pemberian arang pada tanaman kedelai di Australia terbukti dapat meningkatkan biomassa tanaman. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa fakta tentang terra preta dan pemberian arang merupakan salah satu teknik perbaikan tanah yang menjanjikan. Dikaitkan dengan kondisi lahan di Indonesia yang terdiri dari banyak tanah marginal akibat pencucian hara karena diusahakan secara terus-menerus, maka prospek pemberian arang perlu diungkap lebih lanjut agar produktivitas tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat diperbaiki. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi bahan untuk pembuatan arang yang melimpah antara lain limbah batang kelapa sawit yang diperoleh pada saat replanting. Peremajaan pada batang kelapa sawit yang sudah tidak produktif lagi atau yang berumur 25 tahun terus dilakukan sehingga bahan baku pembuatan arang akan tetap tersedia. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian tentang pemberian arang batang kelapa sawit pada tanah yang diujicobakan pada tanaman jagung dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian arang batang kelapa sawit terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung serta mempelajari kecenderungan pergerakan dan perkembangan akar pada media tumbuh dengan dan tanpa arang batang kelapa sawit. Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan I untuk mempelajari pengaruh pemberian arang batang kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung serta percobaan II untuk mempelajari kecenderungan pergerakan dan perkembangan akar pada media tumbuh dengan dan tanpa arang batang kelapa sawit. Percobaan I terdiri atas 6 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali yaitu A0: kontrol (0 gram arang/pot), A1: 4% dari berat tanah (480 gram/pot), A2: 8% dari berat tanah (960 gram/pot), A3: 12% dari berat tanah (1440 gram/pot), A4: 16% dari berat tanah (1920 gram/pot) dan A5: 20% dari berat tanah (2400 gram/pot). Percobaan II terdiri atas 2 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali yaitu B0: arang dan tanah + tanpa pupuk dasar serta B1: arang dan tanah + pupuk dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian arang batang kelapa sawit sebanyak 4% (480 gram/pot) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi serta kadar hara tanaman jagung. Pemberian arang dengan dosis yang lebih tinggi, tidak menambah peningkatan pertumbuhan dan produksi, bahkan cenderung menurun pada perlakuan A5 atau pemberian arang sebanyak 20% (2400 gram/pot). Biomassa dan kadar hara tanaman jagung mengalami peningkatan dibandingkan tanaman yang tidak mendapat perlakuan arang batang kelapa sawit. Sifat arang yang porous meningkatkan kemampuan akar tanaman menjadi lebih optimal dalam penyerapan unsur hara. Hal ini terlihat pada bagian tanah yang mengandung arang terdapat akar tanaman yang lebih banyak. Pada kondisi ini, kemampuan akar untuk menyerap unsur hara lebih tinggi sehingga menghasilkan produksi jagung lebih tinggi. Untuk pengamatan perkembangan perakaran, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan perlakuan letak dan jumlah arang yang lebih bervariasi agar mekanisme arang dalam menyerap unsur hara yang ada di media tanam lebih mudah dideteksi.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Penelitian
:
Peranan Arang Batang Kelapa Sawit dalam Peningkatan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays, L.)
Nama
:
Febrianti, SP
NRP
:
A152080041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr
Tanggal Ujian : 27 Juli 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Pengesahan: 10 Agustus 2012
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Peranan Arang Batang Kelapa Sawit dalam Peningkatan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays, L.) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains (M.Si) pada PS Agroteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan tesis, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada: 1. Dr. Ir. Suwardi M.Agr, Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc dan Dr. Ir. Darmawan M.Sc yang telah membimbing, memberi ide, masukan, arahan serta motivasi kepada penulis selama penyelesaian tesis. 2. Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si selaku dosen penguji yang telah menguji, memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis. 3. Staf pengajar PS Agroteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan. 4. Sahabat-sahabat penulis di PS Agroteknologi Tanah, PS Ilmu Tanah, PS Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, PS PWL dan PS DAS atas dukungan dan persahabatannya selama perkuliahan. 5. Kedua orang tua tercinta, Ayah (Drs. Edison Halim) dan Mama (Puti Saedah), Abang (Soniwar Edi Putra, SE) serta kedua adikku tersayang (Tirta Mailinda, ST dan Febriko Pribadi) yang telah memberikan semangat, perhatian, nasehat, doa, kasih sayang dan pengorbanan yang tak terhingga. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu untuk doa dan dukungannya kepada penulis selama masa studi dan mengerjakan tesis. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 23 Februari 1985. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan Drs. Edison Halim dan Puti Saedah. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 010 Sidomulyo, Pekanbaru dan lulus tahun 1997. Penulis meneruskan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 21 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Pekanbaru dan diterima sebagai mahasiswa Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan Program S1 pada Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pada tahun 2008, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan program S2 di Program Studi Agroteknologi Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama perkuliahan, penulis berkesempatan mengikuti Praktek Kerja Profesi (PKP) di PTPN V Sei Rokan, Ujung Batu, Riau di bagian pembibitan tanaman kelapa sawit (pre nursery dan main nursery). Selain itu, penulis juga terpilih menjadi pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor tahun 2008-2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Penggunaan Arang dalam Bidang Pertanian ....................
5
Pembuatan Arang...........................................................................
7
Potensi Limbah Batang Kelapa Sawit ...........................................
10
METODE PENELITIAN Percobaan I ....................................................................................
17
Percobaan II ...................................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Arang .......................................................................
21
Pengaruh Arang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ..
24
Pengaruh Arang terhadap Kadar Hara Jaringan Tanaman ............
32
Pengaruh Arang terhadap Perkembangan Perakaran Tanaman.....
38
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
45
LAMPIRAN...........................................................................................
51
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit........................................................... 2. Hasil Analisis Sifat Fisika dan Kimia pada Arang Batang Kelapa Sawit....................................................................................... 3. Pengaruh Arang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung .......... 4. Pengaruh Arang terhadap Kadar Hara Jaringan Tanaman ................. 5. Pengaruh Arang terhadap Perkembangan Perakaran Tanaman Jagung.................................................................................
13 21 24 32 38
DAFTAR GAMBAR 1. Perbandingan Tanah yang tidak diberi Arang (terra preta) dengan Tanah yang diberi Arang (asli) .............................................. 2. Pembuatan Arang metode drum-kiln.................................................. 3. Pembuatan Arang Metode Lubang Tanah (earth pit-kiln) ................. 4. Pohon Kelapa Sawit yang sudah tidak Produktif ............................... 5. Percobaan II (B0 dan B1)................................................................... 6. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) Arang Batang Kelapa Sawit (a); Arang Sekam Padi (b)........................................................ 7. Pengaruh Arang Batang Kelapa Sawit terhadap Berat Buah Tanaman Jagung................................................................................................. 8. Pengaruh Arang Batang Kelapa Sawit terhadap Biomassa Tanaman Jagung................................................................................................. 9. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) Tanah+Arang..............
5 8 9 13 19 23 27 31 39
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel Anova dari berbagai parameter Pengamatan............................ Deskripsi Tanaman Jagung ................................................................ Foto Tanaman Jagung pada Pot Percobaan........................................ Foto Tanaman Jagung pada Kotak Plastik ......................................... Foto Akar Tanaman Jagung pada Kotak Plastik ................................ Nilai pH Tanah setelah diberi Perlakuan Arang Batang Kelapa sawit .......................................................................................
53 55 56 57 58 59
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan arang sebagai bahan amelioran tanah sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat pada masa lalu di berbagai kawasan. Tanah hitam di daerah Amazon yang disebut sebagai terra preta merupakan salah satu bukti tentang pemanfaatan arang. Terra preta merupakan tanah buatan yang banyak mengandung senyawa karbon dengan kadar dua puluh kali lebih tinggi dibandingkan tanah mineral lainnya serta mengandung kadar nitrogen dan fosfor tiga kali lebih tinggi (Glaser et al. 2002; Lehmann dan Rondon, 2006; Yamato et al. 2006). Keberadaan arang mampu memacu aktivitas kehidupan mikrobiologi tanah, terutama yang berasosiasi dengan akar tanaman, mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah karena adanya pori mikro di dalam struktur arang dan resin perekatnya, mampu meningkatkan konservasi unsur hara mudah larut sehingga pencucian hara menjadi kecil. Efek peningkatan kandungan karbon dalam tanah lebih bertahan lama pada penambahan arang dibandingkan penambahan pupuk lainnya (Erickson, 2003). Pemberian arang pada tanah saat ini sudah banyak diujicobakan untuk budidaya tanaman pangan. International Rice Research Institute (IRRI) pada tahun 2007 menguji pemberian arang pada produksi padi gogo di Laos. Pemberian arang sebanyak 4 ton/ha terbukti dapat meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan meningkatkan hasil gabah padi gogo pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P) (Asai et al. 2009). Pemberian arang juga dapat meningkatkan respon terhadap pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen (N) (Saito, et al. 2006). Penelitian lainnya tentang pemberian arang pada tanaman kedelai di Australia terbukti dapat meningkatkan biomassa tanaman (Glaser et al. 2001). Arang berperan sebagai soil ameliorant yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dengan menyediakan dan memelihara unsur hara dalam tanah dengan cara memperbaiki kondisi fisik dan biologi tanah (Lehmann et al. 2006). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, arang adalah bahan potensial yang dapat diberikan pada lahan-lahan marginal. Banyak lahan pertanian di Indonesia tergolong lahan-lahan marginal yang perlu mendapat tambahan bahan amelioran. Lahan pertanian yang diusahakan 1
secara terus-menerus yang diiringi dengan penggunaan pupuk anorganik tanpa diimbangi dengan usaha pengembalian bahan amelioran mengakibatkan produktivitas tanah menjadi semakin rendah. Permasalahan tersebut jika dibiarkan dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemberian arang pada lahan pertanian merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas. Jika arang dapat diproduksi dari limbah yang berada di sekitar lahan pertanian maka selain dapat digunakan sebagai bahan amelioran juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia serta memicu munculnya hama seperti Oryctes rhinoceros yang berkembang biak pada tumpukan limbah batang kelapa sawit yang secara alami proses penghancurannya berlangsung lambat. Lebih dari itu dari sisi lingkungan, proses pengarangan dapat mengurangi kehilangan C yang biasa terjadi akibat proses pembakaran aerob sehingga C tetap terkonservasi dalam tanah sebagai carbon sink. Potensi
limbah organik yang banyak terdapat di sekitar lingkungan
merupakan peluang yang besar sebagai sumber arang. Salah satu potensi limbah yang banyak terdapat di Indonesia adalah batang kelapa sawit yang diperoleh pada saat peremajaan tanaman. Perusahaan kelapa sawit melakukan penebangan pohon kelapa sawit yang sudah tidak produktif atau yang sudah berumur lebih kurang 25 tahun. Pengolahan batang kelapa sawit menjadi arang merupakan salah satu usaha dalam pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sebagai sumber bahan amelioran pada lahan pertanian di Indonesia. Mekanisme arang dalam melepaskan unsur hara yang membuat sifat-sifat tanah menjadi lebih baik serta memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik belum dapat diketahui dengan pasti. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini tidak membahas mengenai bagaimana mekanisme arang membuat tanah lebih subur atau menyediakan unsur hara bagi tanah dan tanaman. Untuk itu, maka dilakukan penelitian pemberian arang batang kelapa sawit pada tanah untuk tanaman jagung.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari pengaruh pemberian arang batang kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi serta kadar hara tanaman jagung. 2. Mempelajari kecenderungan pergerakan dan perkembangan akar pada media tumbuh dengan dan tanpa arang batang kelapa sawit.
3
4
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Penggunaan Arang dalam Bidang Pertanian Penggunaan arang ke dalam tanah bukan merupakan suatu konsep baru. Pemberian bahan arang sebagai sumber hara bagi tanah, sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Dalam buku kuno Jepang abad 17, arang disebut sebagai pupuk api. Di Indonesia, masyarakat pedesaan sudah sejak lama menggunakan arang kayu atau lainnya sebagai sumber energi dan perbaikan kesuburan tanah pada tingkat terbatas. Namun masyarakat modern baru menyadari benar manfaat dari arang setelah penemuan tanah hitam yang subur di lembah Amazon, Amerika Selatan (Glaser et al. 2001). Tanah hitam yang berada di lembah sungai Amazon yang disebut sebagai Amazonian Dark Eath atau terra preta memiliki material arang dalam jumlah besar yang berasal dari sisa pembakaran biomassa (Sombroek et al, 2003). Terra preta ini dibuat oleh penduduk asli di daerah Amazon sebelum kedatangan bangsa Eropa ke daerah tersebut (Erickson, 2003). Perbandingan antara kondisi tanah yang tidak diberi arang (asli) dengan tanah yang ditambahkan arang (terra preta) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Perbandingan kondisi tanah yang tidak diberi arang (asli) dengan tanah yang ditambahkan arang (terra preta), (Sumber:Yu, 2010) Senyawa karbon yang tahan terhadap dekomposisi dijumpai dalam terra preta. Para ilmuwan dunia menemukan unsur arang dalam kandungan tanah hitam di lembah Amazon tersebut dan diperkirakan merupakan hasil pengelolaan bangsa Ameridian sejak 500 tahun hingga 2.500 tahun silam yang terbentuk oleh 5
kebiasaan masyarakat membakar biomassa dan membenamkannya ke dalam tanah. Tanah yang dikelola bangsa Ameridian itu mempertahankan kandungan karbon organik dan kesuburan yang tinggi, bahkan beberapa ribu tahun setelah ditinggalkan penduduk setempat. Efek peningkatan kandungan karbon dalam tanah lebih permanen pada penambahan arang dibanding penambahan bentukbentuk bahan organik atau pemupukan lainnya (Erickson, 2003). Terra preta memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, kandungan nitrogen dan phospor tiga kali lebih tinggi dan kandungan karbon dua puluh kali lebih tinggi dari tanah mineral lainnya. Keberadaannya mampu memacu aktivitas kehidupan mikrobiologi tanah, terutama yang berasosiasi dengan akar tanaman, mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah karena adanya kisi-kisi mikro di dalam struktur dan resin perekatnya, mampu meningkatkan konservasi unsur hara serta mudah larut sehingga pencucian hara bisa ditekan menjadi lebih sedikit (Sombroek et al. 2003). Selain itu, arang berperan sebagai bahan amelioran tanah yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dengan menyediakan dan memelihara bebagai unsur hara dalam tanah dengan menyediakan dan mempertahankan hara dalam tanah dengan cara memperbaiki kondisi fisik dan biologi tanah (Lehmann et al. 2006). Hodgson (1981) menyatakan bahwa media yang ringan, komposisinya seragam, mempunyai kapasitas tukar kation dan kapasitas penangkapan air tinggi serta aerasi dan drainasenya baik, merupakan media yang baik untuk tanaman. Sifat arang yang porous akan mendukung kemampuan akar tanaman menjadi lebih optimal dalam memanfaatkan unsur-unsur hara yang tersedia sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dibandingkan dengan tanah yang tidak dicampur arang dan hanya menggunakan penambahan pupuk dasar saja. Distribusi dan penetrasi akar menjadi lebih luas sehingga serapan hara dan air menjadi lebih besar dan akan berdampak pada peningkatan produksi tanaman. Komposisi arang yang ideal di dalam tanah bergantung dari jenis bahan organiknya. Sebagai pembenah tanah, arang dapat menahan air dan nutrisi, kemudian
menjadikannya
sebagai
sumber
kebutuhan
tanaman
secara
berkelanjutan. Dari hasil suatu penelitian, kandungan arang di dalam tanah tidak akan terpengaruh selama 130 tahun lamanya (Krull et al. 2006).
6
Penelitian terhadap peran arang bagi pertumbuhan bibit padi sudah dikembangkan pada tahun 1915 (Falcao et al. 2003). Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI) menguji pemberian arang pada produksi padi gogo di Laos bagian utara. Arang terbukti meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan meningkatkan hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P) tersebut. Pemberian arang juga terbukti meningkatkan respons terhadap pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen (N) (Asai et al. 2009). Mekanisme arang dalam melepaskan unsur hara yang membuat sifat-sifat tanah menjadi lebih baik serta memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik belum dapat diketahui dengan pasti. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini tidak membahas mengenai bagaimana mekanisme arang dalam membuat tanah menjadi subur atau menyediakan unsur hara bagi tanah dan tanaman. Pembuatan Arang Di Indonesia banyak sekali limbah biomassa dan belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga menimbulkan masalah bagi lingkungan. Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku untuk pembuatan arang antara lain limbah–limbah pengolahan kayu, perkebunan, pertanian, rantingranting kayu, atau pohon perdu. Limbah pertanian ini dapat diolah menjadi arang secara konvensional dan tradisional. Arang dapat dibuat dengan berbagai cara. Metode yang dikenal serta umum digunakan oleh masyarakat di dalam pembuatan arang, yaitu metode lubang tanah (earth pit-kiln). Selain itu, juga dikenal metode lain yang sudah berkembang dengan pengaturan ventilasi udara yang lebih terkontrol serta penggunaan bahan lain sebagai media tungku. Pengembangan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembuatan serta hasil arang yang akan diperoleh. Beberapa metode tersebut antara lain adalah metode tungku drum (drum-kiln) seperti terlihat pada Gambar 2 serta tungku batu bata (flat-kiln) (Iskandar et al. 2005).
7
Gambar 2 Pembuatan arang metode drum-kiln Metode tradisional yang biasa dilakukan masyarakat adalah dengan mengarangkan batang kelapa sawit ke dalam lubang pembakaran atau dikenal dengan metode lubang tanah (earth pit-kiln) seperti terlihat pada Gambar 3. Pada pembuatan arang dengan menggunakan metode lubang tanah, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan lokasi pembuatan lubang tungku. Usahakan lokasi pembuatan lubang terletak relatif terlindung dari pengaruh hujan serta agak landai. Hal ini untuk memudahkan di dalam kegiatan pembuatan arang nantinya. Beberapa kelebihan pembuatan arang dengan menggunakan metode tungku lubang tanah, disamping volume kayu yang bisa dibuat, ukuran bahan baku dari kayu limbah yang digunakan bisa relatif lebih besar, dibandingkan dengan menggunakan tungku drum (Iskandar et al., 2005). Di dalam pembuatan lubang tanah sebagai tungku pembakaran arang perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: a. Dimensi tungku lubang Ukuran standar yang digunakan untuk lubang tungku adalah 2m x 1m, dengan kedalaman antara 1-1,5 m. Namun demikian, ketentuan ukuran ini tidak terlalu baku dan dapat dimodifikasi sesuai kondisi yang dijumpai di lapangan.
8
Perubahan erubahan tersebut akan berpengaruh terhadap lama waktu pembakaran, jumlah lubang udara, serta jumlah cerobong asap yang harus dibuat. b. Perlakuan bahan baku Sebelum bahan baku disusun, terlebih dahulu pada dasar lubang diberi ganjal batang pohon yang diletakkan secara membujur dari bagian atas lubang ke bagian bawah (Gambar 3b) 3b). Tujuan pemberian ganjal batang pohon adalah untuk menjaga sirkulasi udara di dalam lubang, sehingga proses pengarangan dapat berjalan baik. Selanjutnya bahan baku disusun melintang diatas ganjal batang pohon hingga memenuhi lubang (Gambar 3c).
a c b kiln) Gambar 3 Pembuatan arang metode lubang tanah (earth pit-kiln Pada batas bawah lubang, disediakan ruangan yang cukup untuk serasah dan daun kering sebagai umpan awal pembakaran. Pada batas atas lubang, disediakan tempat untuk meletakkan cerobong asap sebelum tumpukan kayu ditutup dengan serasah, daun, ranting kering, dan tanah. Setelah bahan disusun memenuhi lubang, di sela sela-sela antara bahan dengan dinding tanah diberi ranting, serasah, dan daun kering sebagai umpan awal pembakaran. Sebelum ditutup tanah, dilapisi dengan lembaran daun basah yang disusun saling menyilang untuk mengurangi suhu panas yang keluar. c. Cara pembakaran Sebelum dilakukan pembakaran, pertama masukkan ranting atau dahan kering ke dalam lubang tempat pembakaran awal. Kemudian beri sedikit minyak tanah untuk memudahkan penyalaan. Setelah api dinyalakan, jaga agar bara tetap menyala dan merembet ke dalam lubang. Apabila dari cerobong sudah keluar
9
asap, berarti di dalam lubang sudah ada proses pembakaran ranting dan daun. Selanjutnya ditunggu sampai asap yang keluar berwarna putih tebal. Setelah 5 sampai 6 hari proses pembakaran, asap dari cerobong mulai terlihat menipis dan berwarna tipis kebiru-biruan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengarangan sudah hampir selesai. d. Pendinginan Apabila permukaan lapisan tanah penutup terlihat kering, maka proses pendinginan bisa dilakukan dengan menutup lubang udara, mencabut cerobong asap dan menutup dengan tanah. Untuk mempercepat proses pendinginan bisa dilakukan penyiraman apabila tidak terdapat hujan. e. Pembongkaran Setelah 1 sampai 2 hari proses pendinginan berjalan dan suhu permukaan tanah tidak panas, lubang bisa dibongkar untuk mengeluarkan arang. Pembongkaran harus dilakukan hati-hati, agar arang tidak hancur dan dapat diambil dalam kondisi utuh. Potensi Limbah Batang Kelapa Sawit Purseglove (1972) mengatakan bahwa kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq) di Indonesia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor sebanyak 4 pohon pada tahun 1848 yang berasal dari Reunion dan Amsterdam. Menurut Tomlinson (1961), pohon kelapa sawit termasuk jenis tumbuhan Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angioepermae, Classis: Monocotyledone, Ordo: Palmales, Familia: Palmaceae, Genus: Elaeis, Species: E. Guineensis. Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Perkebunan menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi (Prayitno dan Darnoko (1994) dalam Refdi (2001)). Potensi perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1995-2005 luas arealnya bertambah dari 2,7 juta ha
10
sampai 4,5 juta ha. Apabila setiap 10% dari tanaman sawit ini harus diremajakan, maka dihasilkan limbah batang kelapa sawit 11,7 juta pohon/tahun setara dengan 5,85 juta ton kayu pertahun. Namun demikian, limbah tersebut hanya dibuang dan belum termanfaatkan secara optimal (BPS, 2009). Dari estimasi potensi limbah perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan bahwa di Indonesia limbah kelapa sawit mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan dengan batang karet, kelapa dan tebu. Potensi yang besar ini karena Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit sekitar 4 juta ha dengan total produksi 8 juta ton CPO dan kernel (Suwono, 2003). Batang pohon kelapa sawit hingga kini belum bisa dimanfaatkan sehingga bisa bernilai ekonomi. Sejumlah penelitian sudah mengkaji pemanfaatan batang ini. Sektor industri perlu memikirkannya karena pada tahun 2010, limbah batang sawit melimpah dalam jumlah besar. Pada tahun 2010 banyak tanaman kelapa sawit yang berusia 25 tahun atau dengan kata lain sudah tidak produktif. Terdapat minimal 10 juta batang kelapa sawit yang sudah tidak produktif. Angka ini berasal dari pembukaan lahan sawit pada 1985 seluas 100.000 ha. Setiap tahun, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan CPO dunia (BPS, 2009). Batang sawit pada dasarnya merupakan bahan berkayu yang memiliki struktur relatif tidak seragam dan memiliki kesan struktur seperti kayu kelapa dengan konfigurasi serat lebih pendek. Dalam keadaan segar kayu sawit berwarna putih cerah dengan penampakan permukaan cenderung berbulu (fuzzy grain) (Balfas, 2003). Sejak berkecambah pada tahun pertama tidak nampak pertumbuhan batang aktif. Mula-mula terbentuk poros batang, selanjutnya terbentuk daun yang bertambah besar yang saling tindih membentuk spiral. Poros batang diselubungi oleh pangkal-pangkal daun yang kelihatannya bertambah besar, karena jumlah daun yang bertambah banyak. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, tidak memiliki kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm atau tergantung pada keadaan lingkungan. Diameter batang dapat mencapai 90 cm. Selama beberapa tahun minimal 12 tahun, batang tertutup rapat oleh pelepah
11
daun. Tinggi batang bertambah kira-kira 75 cm/tahun, tetapi dalam kondisi yang sesuai dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan adalah 12 m, sedangkan di alam dapat mencapai lebih dari 20 m. Tanaman yang telah mencapai ketinggian dari 12 m sudah sulit untuk dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas 25 tahun sudah diremajakan (Bakar, 2003). Kelapa sawit terdiri dari batang, daun, tandan kosong mengandung holoselulosa yang cukup tinggi (batang 86,03%, daun 69,86 %, tandan kosong 73,85%, akar 67,89%) (Anderson dan Khalid, 2000). Kandungan holoselulosa ini akan berpengaruh pada kecepatan pembentukan produk, semakin tinggi kandungan selulosa maka pembentukan produk akan lebih tinggi (Song et al. 2000). Berdasarkan data BPS tahun 2004, dari 4 juta ha perkebunan tersebut, sekitar 1,23 juta ha berada di Provinsi Riau. Luasnya lahan kebun kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat sawit yang sangat banyak. Limbah padat sawit yang dihasilkan dapat berupa cangkang, batang, tandan kosong, pelepah dan lainlain yang merupakan sisa dari industri sawit yang belum dimanfaatkan secara optimal (Padil, 2005). Selama ini limbah padat sawit dibakar di lahan dan menghasilkan abu yang digunakan sebagai pupuk tanaman (Suwono, 2003). Selain itu, limbah padat seperti cangkang digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk pembangkit uap serta bahan baku karbon aktif. Namun pemanfaatan limbah dengan metode seperti ini hanya dapat menanggulangi limbah dalam skala kecil sedangkan limbah padat diproduksi dalam skala yang cukup besar (Miura et al. 2003). Untuk itu diperlukan suatu terobosan yang dapat mengolah limbah padat sawit. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengolah batang kelapa sawit menjadi arang. Menurut Prayitno (1995) dalam Santoso (2005), variasi kadar air (KA) batang kelapa sawit relatif besar seperti halnya variasi KA kayu daun lebar (hardwood) yang mempunyai berat jenis (BJ) rendah. Bagian dalam kayu umumnya mempunyai KA yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan bagian kulit. KA akan turun dari pangkal batang ke beberapa meter di atas pangkal dan kemudian naik menuju bagian ujung
12
(puncak). Bakar (2003) mengemukakan bahwa KA tertinggi berkisar antara 345– 500%, variasi ini cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Beberapa sifat penting dari setiap bagian batang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit Sifat-sifat Penting Berat Jenis Kadar Air (%) Kekuatan Lentur (kg/cm) Keteguhan Lentur (kg/cm) Susut Volume Kelas Awet Kelas Kuat
Tepi 0,35 156 29.996 295 26 V III-V
Bagian dalam Batang Tengah
Pusat
0,28 257 11.421 129 39 V V
0,20 365 6.980 67 48 V V
Sumber: Bakar (2003) Tanaman kelapa sawit yang tidak produktif seperti terlihat pada Gambar 4, akan memasuki masa replanting atau penanaman kembali. Batang sawit yang jumlahnya melimpah merupakan potensi yang sangat besar untuk diolah menjadi arang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik bagi tanah dan tanaman. Selama ini, batang kelapa sawit belum banyak dimanfaatkan dan dibiarkan terbuang begitu saja menjadi limbah pertanian tanpa penanganan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan limbah kelapa sawit yang jumlahnya terus meningkat serta menambah sumber bahan amelioran bagi tanah yang akan menunjang pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Gambar 4 Pohon kelapa sawit yang sudah tidak produktif
13
14
METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan I untuk mempelajari pengaruh penambahan arang batang kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung serta percobaan II untuk mempelajari kecenderungan pergerakan dan perkembangan akar pada media tumbuh dengan dan tanpa arang batang kelapa sawit. Proses pembuatan arang dilakukan di Pekanbaru, Riau pada bulan September 2010 sampai dengan Oktober 2010. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah batang kelapa sawit yang berumur 25 tahun yang berasal dari kebun kelapa sawit Sei Tapung PTPN V Provinsi Riau. Arang batang kelapa sawit dianalisa sifat fisik dan kimia untuk mengetahui karakteristiknya. Arang batang kelapa sawit pada penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode tradisional lubang tanah (earth pit-kiln). Langkah-langkah pembuatan arang kelapa sawit terdiri dari: a. Batang kelapa sawit ditebang menggunakan alat pemotong. Setelah itu, batang kelapa sawit dipotong dengan ketebalan 10-20 cm. b. Batang kelapa sawit yang sudah dipotong-potong dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari untuk menurunkan kadar air. Proses pengeringan dilakukan selama 10 hari. c. Potongan-potongan
batang
kelapa
sawit
disusun
dalam
lubang
pembakaran. Sebelum disusun, terlebih dahulu pada dasar lubang diberi ganjal batang pohon yang diletakkan secara membujur dari bagian atas lubang ke bagian bawah (Gambar 3b). Selanjutnya batang kelapa sawit yang tebalnya 10-20 cm disusun melintang diatas ganjal batang pohon hingga memenuhi lubang (Gambar 3c). Pada batas bawah lubang, disediakan ruangan yang cukup untuk serasah dan daun kering sebagai umpan awal pembakaran. Pada batas atas lubang, disediakan tempat untuk meletakkan cerobong asap sebelum tumpukan kayu ditutup dengan serasah, daun, ranting kering, dan tanah. Setelah batang kelapa sawit disusun memenuhi lubang, di sela-sela antara batang kelapa sawit dengan dinding tanah diberi ranting, serasah, dan daun kering sebagai umpan awal 15
pembakaran. Sebelum ditutup tanah, dilapisi dengan lembaran daun basah yang disusun saling menyilang untuk mengurangi suhu panas yang keluar. d. Proses pembakaran diawali dengan pemberian sedikit minyak tanah untuk memudahkan penyalaan. Setelah api dinyalakan, jaga agar bara tetap menyala dan merembet ke dalam lubang. Apabila dari cerobong sudah keluar asap, berarti di dalam lubang sudah ada proses pembakaran ranting dan daun. Selanjutnya ditunggu sampai asap yang keluar berwarna putih tebal. Selama proses pembakaran, perlu ada penambahan lapisan tanah agar tidak ada kebocoran lubang udara. Setelah proses pembakaran di dalam lubang sudah berjalan sempurna, kira-kira 5 sampai 6 jam akan ditandai dengan asap putih tebal dari cerobong, maka lubang udara di bagian depan perlu ditutup sebagian untuk membatasi suplai udara ke dalam tungku. Pada saat penutupan lubang udara, lapisan tanah penutup harus selalu ditambah pada bagian-bagian yang sudah mulai turun karena kayu di dalam tungku lubang sudah mulai terbakar. Lubang udara yang disisakan di bagian depan agar suplai udara dibatasi selama proses pengarangan berlangsung. e. Setelah satu hari proses pembakaran berjalan, asap yang dihasilkan akan semakin tebal dan berwarna putih. Ketebalan lapisan tanah penutup perlu selalu dikontrol untuk mengurangi kebocoran. Setelah 3 hari, ketebalan tanah penutup terlihat turun (harus tetap dijaga ketebalannya). Setelah 5 sampai 6 hari proses pembakaran, asap dari cerobong mulai terlihat menipis dan berwarna tipis kebiru-biruan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengarangan sudah hampir selesai. f. Apabila permukaan lapisan tanah penutup terlihat kering, maka proses pendinginan bisa dilakukan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menutup lubang udara, mencabut cerobong asap dan menutup dengan tanah. Untuk mempercepat proses pendinginan bisa dilakukan penyiraman apabila tidak terdapat hujan. Setelah 1 sampai 2 hari proses pendinginan berjalan dan suhu permukaan tanah tidak panas, lubang bisa dibongkar untuk mengeluarkan arang batang kelapa sawit.
16
Percobaan I Percobaan I dilaksanakan di rumah kaca University Farm Institut Pertanian Bogor, Cikabayan pada bulan Januari-Juni 2011. Percobaan I terdiri dari 6 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Perlakuan tersebut terdiri dari: A0 : kontrol (0 gram arang/pot percobaan) A1 : 4% dari berat tanah (480 gram/ pot percobaan) A2 : 8% dari berat tanah (960 gram/ pot percobaan) A3 : 12% dari berat tanah (1440 gram/ pot percobaan) A4 : 16% dari berat tanah (1920 gram/ pot percobaan) A5 : 20% dari berat tanah (2400 gram/ pot percobaan) Data pengamatan dianalisis secara statistika dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) model linier sebagai berikut: Yij = μ + αi + εij Dimana : Yij = Hasil pengamatan sampel ke-j pada dosis arang ke-i μ = Nilai tengah αi = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i εij = Galat percobaan Hasil ANOVA kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncans Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah arang dari batang kelapa sawit, tanah latosol yang diambil dari Cikabayan pada kedalaman 0-20 cm sebagai media tanam, benih jagung varietas Philippine Supersweet (Lampiran 2), pupuk dasar (urea, TSP dan KCl). Alat yang digunakan adalah pot percobaan. Tanah latosol dikeringudarakan kemudian ditumbuk dan disaring lolos ayakan 2 mm. Setelah itu, tanah sebanyak 12 kg BKM dimasukkan ke dalam pot, kemudian diberi arang sesuai dengan dosis perlakuan. Aplikasi pupuk dasar yaitu pupuk urea, TSP dan KCl masing-masing sebanyak 7,82 g, 3,34 g dan 1,2 g dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu 2 minggu sebelum tanam dengan cara mencampurkan pupuk ke dalam tanah sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Pemberian pupuk dasar tahap dua dilakukan pada 28 hari setelah tanam (HST).
17
Penanaman dilakukan setelah tanah yang diberi perlakuan diinkubasi selama 2 minggu. Setiap lubang tanam terdiri dari 2 tanaman jagung. Pemeliharaan tanaman terdiri dari pemberian air dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan mempertahankan kadar air di sekitar kapasitas lapang. Penyiangan untuk menekan pertumbuhan gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman dilakukan setiap saat dengan cara mencabut rumput dengan menggunakan tangan. Pengamatan dilakukan pada masa vegetatif, generatif serta pada saat panen. Parameter yang diamati pada masa vegetatif adalah tinggi tanaman, pada masa generatif adalah hari muncul malai, sementara pada saat panen (77 HST) dilakukan pengukuran panjang akar, berat buah, diameter buah dan biomassa tanaman jagung. Bagian tanaman jagung yang sudah selesai diukur kemudian di oven setelah itu dilakukan analisa kadar hara tanaman yang meliputi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Na, Cu dan Zn. Bagian tanaman jagung yang diukur kadar haranya adalah daun dekat bunga betina. Contoh tanaman dikeringkan, digiling, disaring kemudian dianalisis dengan metode pengabuan basah. Unsur N diukur dengan metode kjeldahl, unsur P diukur dengan spektrofotometer, unsur Na dan K diukur dengan flame photometer, unsur Ca, Mg, Cu dan Zn diukur dengan AAS. Percobaan II Percobaan II juga dilaksanakan di rumah kaca University Farm Institut Pertanian Bogor, Cikabayan pada bulan Mei-Juni 2011. Percobaan II terdiri dari 2 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan tersebut terdiri dari B0= arang dan tanah tanpa pupuk dasar serta B1= arang dan tanah+pupuk dasar. Persiapan media tanam yang digunakan pada percobaan II sama seperti pada percobaan I, yang membedakan adalah jumlah tanah yang digunakan dan wadah percobaan (Gambar 5). Tanah yang digunakan pada percobaan II sebanyak 18 kg BKM (bagian b dan c), kemudian diberi arang dengan dosis yang telah ditentukan. Arang yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 2,5 kg/kotak plastik. Arang sebanyak 2,5 kg/kotak plastik dicampur dengan tanah sebanyak 5 kg BKM (bagian a). Perlakuan B0 tidak diberi penambahan pupuk urea, TSP dan
18
KCl, sementara perlakuan B1 mendapat penambahan pupuk urea, TSP da dan KCl masing-masing masing sebanyak 11,72 g, 5 g dan 1,8 1, g.
a
b
c
a
Keterangan: = Arang+tanah (a)
= Tanah tanpa pupuk dasar (b)
= Tanah+pupuk dasar (c)
Gambar 5 Percobaan II (B0 dan B1) Penanaman dilakukan setelah tanah yang diberi perlakuan diinkubasi selama 2 minggu. Pada setiap lubang tanam disisakan 1 tanaman jagung. Kegiatan pemeliharaan tanaman sama seperti pada percobaan I. Pengamatan yang dilakukan adalah Berat Kering Udara (BKU) akar, Berat Kering Oven (BKO) akar, panjang akar dari tanaman jagung serta pengamatan struktur pori arang serta tanah+arang dengan menggunakan SEM.
19
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Arang Batang kelapa sawit yang diolah menjadi arang pada penelitian ini memiliki ketinggian 14 meter dari permukaan tanah hingga pangkal pelepah daun pertama dengan diameter batang 65 cm diukur 1,5 m dari permukaan tanah. Bagian batang kelapa sawit yang kadar airnya tinggi pada bagian atas tidak dimanfaatkan dalam proses pembuatan arang. Hasil analisis beberapa sifat fisika dan kimia pada arang dari batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Analisis Sifat Fisika dan Kimia pada Arang Batang Kelapa Sawit Sifat Arang Kadar Abu (%) Kadar air (%) pH H2O C-Total (%) N (%)
Kadar 3,36 9,33 7,51 50,64 0,14
Logam Berat (ppm) Ni Pb Cd Cr
5 2 0,3 1
Sifat Arang Basa-basa (%) P2O5 K2O CaO MgO Na Unsur Mikro (ppm) Fe Mn Cu Zn
Kadar 0,04 0,23 0,43 0,17 <0,01
1.981 55 9 14
Tabel 2 menunjukkan bahwa arang yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kandungan C-total yang tergolong sedang yaitu 50,64%. Kadar karbon yang diinginkan dalam pembuatan arang adalah setinggi mungkin karena dengan semakin tingginya kadar karbon terikat menunjukkan bahwa atom karbon yang bereaksi dengan uap air menghasilkan gas CO dan CO2 sehingga atom karbon yang tertata kembali membentuk struktur heksagonal lebih banyak. Besar kecilnya karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu, zat terbang, kandungan selulosa dan lignin yang dapat dikonversi menjadi atom karbon (Pari, 2004). Kandungan C-total dipengaruhi oleh proses dekomposisi hemiselulosa, selulosa serta lignin yang memiliki unsur penyusun utama C pada suhu tinggi. Kandungan C-total menggambarkan bahwa limbah biomassa dari batang kelapa sawit yang
21
berumur 25 tahun berpotensi dijadikan arang untuk tujuan perbaikan kondisi tanah. Keberadaan air di dalam karbon berkaitan dengan sifat higroskopis dari karbon. Unsur karbon mempunyai sifat afinitas yang tinggi terhadap air. Berdasarkan hasil uji, arang dari batang kelapa sawit memiliki persentase kadar air yang tergolong tidak terlalu tinggi atau sedang yaitu 9,33% (SNI, 1995). Kadar air dipengaruhi oleh volume dan banyaknya pori yang terbentuk pada proses pengarangan (Subadra et al., 2005). Semakin banyak pori arang yang terbentuk, maka akan semakin rendah kadar air dari arang yang dihasilkan. Hasil analisis pH pada arang batang kelapa sawit menunjukkan reaksi basa yaitu 7,51. Arang yang baik untuk kegiatan budidaya pertanian memiliki pH mendekati 7, sedangkan batasan pH arang yang dijadikan standar oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah berkisar antara 6,8-7,5. Arang batang kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini memiliki pH yang tergolong cukup baik (7,51), hanya lebih besar 0,01 dari standar yang ditetapkan. Kondisi pH yang terlalu tinggi (basa) akan merugikan tanaman, karena unsur hara mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Tingginya pH disebabkan oleh pengaruh campuran abu dalam arang yang dihasilkan dalam proses pengarangan. Kadar abu yang terkandung pada arang dari batang kelapa sawit yaitu 3,36%. Kandungan abu dalam bahan arang yang dihasilkan akan mempengaruhi kualitas dari arang tersebut. Semakin rendah kandungan abu, maka sifat arang yang dihasilkan akan lebih baik. Kandungan kadar abu dalam arang dipengaruhi oleh proses oksidasi yang terjadi selama proses pembuatan arang. Kandungan logam berat yang dianalisis terdiri dari Ni, Pb, Cd dan Cr. Hasil analisa menunjukkan bahwa kandungan logam berat arang batang kelapa sawit termasuk rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan arang yang digunakan tidak berpotensi untuk meracuni tanaman dan mencemari tanah sehingga aman untuk dimanfaatkan sebagai bahan amelioran. Secara mikromorfologi, arang memiliki pori pada permukaannya yang diduga berfungsi sebagai pengikat dan penyimpan hara tanah secara efektif seperti terlihat pada Gambar 6a. Perbesaran yang digunakan pada gambar dibawah ini 250 x dengan ukuran pori 20 µm. Analisis SEM pada arang batang kelapa sawit
22
menunjukkan bahwa proses pembakaran menyebabkan terbentuknya pori-pori pada permukaan struktur arang yang disebabkan oleh menguapnya sebagian dari senyawa hasil degradasi molekul-molekul besar seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa. Rongga tersebut pada awalnya merupakan bagian dari batang kelapa sawit yang mengandung air, tetapi setelah batang kelapa sawit diproses menjadi arang, terbentuklah rongga ini.
a
b
Gambar 6 Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) arang batang kelapa sawit (a); arang sekam padi (b), (Sumber: koleksi pribadi, 2011 (a); Alfianto, 2011 (b)) Jumlah pori pada arang batang kelapa sawit jauh lebih banyak dibandingkan arang sekam padi. Pori arang sekam padi belum terbuka karena masih ditutupi oleh silika berbentuk bulat dan tajam yang biasa disebut sebagai phytoliths (Gambar 6b). Pori pada arang menyebabkan luas permukaan menjadi lebih besar dan kemampuan adsorbennya juga meningkat. Penambahan arang ke dalam tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, daya simpan dan ketersediaan hara yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kapasitas tukar kation, luasan permukaan serta penambahan unsur hara secara langsung oleh arang (Glaser et al. 2002). Ogawa (1989) menyatakan bahwa pori arang dapat meningkatkan sirkulasi air dan udara dalam tanah, sehingga dapat memperluas sistem perakaran tanaman. Dalam kaitannya dengan arang batang kelapa sawit yang memiliki pori yang banyak dan besar, hal ini merupakan kelebihan dibandingkan arang dari bahan lain sehingga pemanfaatannya dalam bidang pertanian perlu diujicobakan pada berbagai macam tanaman budidaya.
23
Pengaruh Arang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pengaruh arang batang kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung disajikan pada Tabel 3. Pemberian arang batang kelapa sawit pada tanaman jagung secara umum meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Pemberian arang sebanyak 4% pada perlakuan A1 mampu meningkatkan parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Tabel 3 Pengaruh arang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
Hari Muncul Malai
Berat buah (g)
Diameter Buah (cm)
Panjang Akar (cm)
Biomassa tanaman (g)
A0
90,6a
59,3d
55,24a
3,1a
22,0a
121,85a
A1
163,3cd
41,8ab
249,72c
7,5cd
39,5bc
482,29c
A2
150,1bc
42,8b
271,92c
6,9c
43,8bc
484,73c
A3
147,6bc
44,8c
249,26c
7,8d
47,6c
445,38c
A4
171,3d
41,0ab
225,44c
5,3b
35,2b
429,77c
A5 136,2b 40,3a 158,19b 5,7b 42,4bc 295,64b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% berdasarkan uji Duncan. A0 = kontrol atau tanpa arang; A1 = 4% berat tanah; A2 = 8% berat tanah; A3 = 12% berat tanah; A4 = 16% berat tanah; A5 = 20% berat tanah (1% = 120 gram)
Tinggi Tanaman Tabel 3 menunjukkan tinggi tanaman jagung tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (16% berat tanah) yaitu 171,3 cm. Perlakuan A4 berbeda nyata terhadap perlakuan A0, A2, A3 dan A5, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1. Pemberian perlakuan arang sebanyak 4% pada perlakuan A1 sudah mampu memacu pertumbuhan tinggi tanaman jagung menjadi lebih baik. Tinggi merupakan parameter yang paling mudah diukur sebagai indikator pengaruh penambahan arang batang kelapa sawit terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Hasil
pengamatan
menunjukkan
bahwa
terjadi
kecenderungan
pertumbuhan yang meningkat seiring dengan peningkatan dosis arang yang diberikan kemudian menurun pada dosis arang paling tinggi (A5) yaitu 136,2 cm (Lampiran 3a). Menurut Sutoro et al. (1988) laju pertumbuhan tanaman jagung pada fase awal relatif lambat, tetapi tanaman tumbuh dengan cepat setelah berumur 4 minggu atau 28 HST. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman tidak berkorelasi dengan hasil. Tanaman yang lebih tinggi tidak
24
selalu produksinya tinggi. Tingginya hasil lebih ditentukan oleh ketahanan terhadap kerebahan serta efisiensi fotosintesis. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh unsur hara nitrogen yang tersedia di dalam tanah. Nitrogen yang terdapat dalam arang batang kelapa sawit tersedia perlahan-lahan bagi pertumbuhan tanaman yang diperlukan untuk pembentukan
atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman. Unsur N
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan batang, cabang dan daun, meningkatkan warna hijau daun karena merupakan bahan penyusun klorofil serta meningkatkan jumlah anakan (Hairiah et al. 2004). Media tumbuh memiliki peran yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Jenis
media
yang
digunakan
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dan air. Media yang baik adalah yang dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang seimbang dan memiliki sifat fisik yang baik (remah dan mampu menopang pertumbuhan). Arang batang kelapa sawit diduga dapat memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik (Gusmalina, 2009). Untuk memperoleh pertumbuhan awal yang baik pada fase vegetatif, tanaman memerlukan sejumlah hara yang tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Pemberian arang dari batang kelapa sawit mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman menjadi lebih baik karena arang batang kelapa sawit diduga mampu menahan unsur hara sehingga tidak mudah tercuci dan mampu dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Sugiyanta (2007), kebutuhan hara P dan K sangat bergantung pada suplai unsur hara N, dimana unsur N nyata meningkatkan tinggi tanaman. Syamsiah (2008), menambahkan bahwa peningkatan hara P meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman. Perlakuan A4 (16% berat tanah) ditambah dengan pupuk dasar (Urea, TSP dan KCl) mampu menyediakan hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman jagung. Unsur hara N, P dan K adalah hara esensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar untuk memenuhi proses fisiologi dan metabolisme tanaman. Bila unsur hara N, P dan K tersedia dalam jumlah terbatas dalam tanah maka akan
25
menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penyerapan hara oleh tanaman sifatnya selektif dan spesifik, yaitu tanaman hanya menyerap hara yang dibutuhkan dan sesuai dengan fungsi berdasarkan umur pertumbuhan tanaman (Marschner, 1995). Hari Muncul Malai Tabel 3 menunjukkan bahwa malai muncul pada 40 HST hingga 59 HST. Perlakuan A5 (20% berat tanah) berbeda nyata terhadap perlakuan A0, A2 dan A3 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1 dan A4. Apabila dibandingkan dengan deskripsi tanaman jagung yang digunakan untuk penelitian ini (Lampiran 2), hari muncul malai jauh lebih cepat. Umumnya malai muncul pada 56 HST. Pada perlakuan A5 (20% berat tanah), malai muncul lebih cepat yaitu pada 40 HST. Umur berbunga tanaman jagung yang lebih cepat dari biasanya diduga karena cukupnya unsur hara yang dibutuhkan untuk memasuki fase generatif pembentukan bunga dan buah. Pemberian arang batang kelapa sawit cenderung mempercepat hari muncul malai atau usia berbunga dari tanaman jagung. Arang batang kelapa sawit yang diberikan diduga mampu menahan NO3- sehingga tidak mudah tercuci dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman jagung secara maksimal untuk pertumbuhannya. Tanaman jagung mengambil unsur NO3- sesuai dengan kebutuhan dan umur tanaman tersebut. Unsur N yang berlebih akan memperpanjang fase vegetatif sehingga tanaman jagung lebih lama memasuki usia berbunga. Pemberian pupuk dasar yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada 2 minggu sebelum tanam serta pada 28 HST diduga juga mempengaruhi cepatnya tanaman jagung memasuki fase vegetatif. Pupuk N umumnya diaplikasikan pada atau dekat waktu tanam dan merupakan waktu dimana kebutuhan tanaman rendah dan terdapat kesempatan kehilangan N sebelum permintaan tanaman meningkat. Berat Buah Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman jagung yang diberi perlakuan A2 (8% berat tanah) mampu menghasilkan berat buah yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A0 dan A5, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A3 dan A4. Berat buah jagung 26
yang diberi perlakuan A1, A2, A3 dan A4 tidak berbeda terlalu jauh berkisar antara 225,44-271,72 g seperti terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan adanya trend data yang meningkat seiring penambahan dosis arang batang kelapa sawit yang digunakan kemudian mulai menurun perlahan pada perlakuan A5 (20% berat tanah). Tinginya berat buah dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang dibutuhkan dalam fase generatif pengisisan biji jagung. Arang yang diberikan diduga mampu menahan hara yang ada kemudian dilepas perlahan sesuai dengan laju kebutuhan tanaman jagung. Berat buah tanaman jagung yang tidak mendapat perlakuan arang batang kelapa sawit (A0) nilainya sangat rendah dibandingkan dengan perlakuan arang batang kelapa sawit lainnya yaitu 55,24 g. 300
Berat buah (g)
249.72
271.92
249.26
225.44
200
100
158.19
55.24
0 A0
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 7 Pengaruh arang batang kelapa sawit terhadap berat buah tanaman jagung Unsur hara P sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan tongkol dan pengisian biji jagung. Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk orthofosfat primer, H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Fosfat akan mempengaruhi waktu masaknya buah jagung (Leiwakabessy et al. 2003). Ketersediaan fosfat yang cukup akan membuat buah jagung terisi dengan sempurna dan mempengaruhi berat buah jagung yang dihasilkan seperti yang terlihat pada perlakuan A1, A2, A3 dan A4.
27
Diameter Buah Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman yang tidak diberi perlakuan arang (A0), diameter buahnya jauh tertinggal dibandingkan dengan 5 perlakuan lainnya. Perlakuan A3 (12% berat tanah) berbeda nyata terhadap perlakuan A0, A2, A4 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1 (4% berat tanah). Diameter buah jagung terendah terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) yaitu sebesar 3,1 cm. Diameter buah jagung yang mendapat perlakuan arang batang kelapa sawit berkisar antara 5,3-7,8 cm (Lampiran 3c). Ketersediaan hara merupakan faktor utama yang mempengaruhi produktivitas dari suatu tanaman. Pertambahan diameter buah jagung dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang cukup selama masa pembentukan tongkol dan pengisian biji. Pemberian arang batang kelapa sawit dapat meningkatkan diameter buah dari tanaman jagung. Tanaman jagung mampu memanfaatkan hara yang terkandung dalam media tanam yang berasal dari arang serta tanah dalam fase vegetatif. Tanaman memerlukan unsur hara P dalam pembentukan dan pengisian biji. Arang batang kelapa sawit menyimpan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kemudian melepasnya secara perlahan sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung selama fase-fase penting pertumbuhan. Kemampuan ini tidak terlepas dari banyaknya ruang pori yang terdapat pada arang batang kelapa sawit. Sifat arang yang porous akan mendukung kemampuan akar tanaman menjadi lebih optimal dalam memanfaatkan unsur-unsur hara yang tersedia sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dibandingkan dengan tanah yang tidak dicampur arang dan hanya menggunakan penambahan pupuk dasar saja. Kemampuan tanaman mengabsorbsi baik air ataupun unsur hara berkaitan dengan kapasitasnya untuk mengembangkan sistem perakarannya secara lebih luas (Taiz dan Zeiger, 1991). Distribusi dan penetrasi akar menjadi lebih luas sehingga serapan hara dan air menjadi lebih besar dan akan berdampak positif pada pembentukan tongkol dan pengisian biji dari buah jagung.
28
Panjang Akar Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian arang berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar dari tanaman jagung. Perlakuan A3 (12% berat tanah) berbeda nyata terhadap perlakuan A0 dan A4 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A2 dan A5. Akar terpanjang terdapat pada perlakuan A3 (12% berat tanah) yaitu 47,6 cm. Akar tanaman jagung yang tidak diberi perlakuan arang atau A0 cenderung jauh lebih pendek yaitu 22,0 cm dibandingkan perlakuan arang lainnya. Pemanfaatan arang batang kelapa sawit pada kegiatan budidaya tanaman dapat memperbaiki porositas dan aerasi tanah sehingga dapat menyokong perkembangan akar. Struktur perakaran yang terbentuk akan menentukan kelangsungan proses pertumbuhan tanaman karena akar memiliki fungsi penting sebagai penyerap air dan hara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa akar tanaman jagung yang diberi arang batang kelapa sawit memiliki pertumbuhan jauh lebih baik dibandingkan media tumbuh tanpa pemberian arang batang kelapa sawit (kontrol) (Lampiran 3b). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum penambahan arang batang kelapa sawit dapat mengurangi kepadatan media tumbuh dengan banyaknya ruang pori sehingga perkembangan akar tanaman menjadi lebih baik. Lingkungan sistem perakaran yang baik akan merangsang pembentukan akar menjadi lebih banyak dan panjang sehingga akan memperlancar penyerapan dan pengangkutan hara dari akar ke bagian atas tanaman. Panjang pendeknya akar tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan seperti keras lunaknya tanah, banyaknya air serta jauh dekatnya air tanah. Penambahan arang batang kelapa sawit pada media tumbuh akan menguntungkan dalam penyerapan air dan hara karena arang memiliki sifat higroskopis yang dapat membantu dalam menangkap unsur hara dan air serta menimpannya. Unsur hara dan air yang tersimpan dalam arang batang kelapa sawit dapat digunakan sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Hal ini berarti pemberian arang dapat membantu memperbaiki fungsi akar. Fungsi akar yang baik akan berpengaruh pada pertumbuhan yang baik pula.
29
Tanaman yang kekurangan air, pertumbuhannya akan terganggu sehingga biomassa yang dihasilkan menurun karena proses fotosintesis dan sintesis protein terhambat, dimana pertumbuhan tanaman bergantung pada penyerapan air oleh sel (Salisbury dan Ross, 1992). Jumlah unsur hara dan air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung pada kesempatan untuk mendapatkan air dan unsur hara tersebut di dalam tanah (Sitompul dan Guritno, 1995). Hubungan kondisi tanah dengan pertumbuhan sistem perakaran jagung telah banyak diteliti (Mengel dan Barber, 1974; Barber, 1971; Logsdon et al. 1987; Maizlish et al. 1980). Mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan akar dipengaruhi oleh bobot isi, suhu, oksigen, kelembaban tanah (Logsdon et al. 1987), dan hara N (Maizlish et al. 1980). Pada tanah tanpa pemupukan N, pencucian telah menyebabkan kekosongan N tersedia sehingga serapan N tanamannya juga lebih rendah. Biomassa Tanaman Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi biomassa dari tanaman jagung yang diberi perlakuan A0 atau tanpa arang terlihat sangat rendah yaitu 121,85 g dibandingkan dengan 5 perlakuan lainnya yang mendapat perlakuan arang batang kelapa sawit pada berbagai taraf dosis yang diberikan pada tanaman jagung. Perlakuan A2 (8% berat tanah) berbeda nyata terhadap perlakuan A0 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A3 dan A4. Perlakuan A2 mampu meningkatkan biomassa tanaman menjadi 484,73 g. Perbedaan biomassa tanaman jagung yang mendapat perlakuan arang dapat dilihat pada Gambar 8. Selisih biomassa tanaman yang mendapat perlakuan A1, A3 dan A4 dengan A2 tidak terpaut terlalu jauh berkisar pada 429,77-484,73 g. Pemberian dosis arang tertinggi yaitu perlakuan A5 cenderung menurunkan biomassa dari tanaman jagung sebesar 100% dibandingkan perlakuan arang batang kelapa sawit lainnya. Peningkatan dosis arang batang kelapa sawit yang diberikan pada tanah, menurunkan aksebilitas dari akar tanaman jagung. Hal ini diduga karena hara terakumulasi di akar tanaman dan tidak digunakan untuk pertumbuhan, dibuktikan dengan produksi biomassa yang lebih rendah dibandingkan perlakuan arang batang kelapa sawit yang lebih rendah dosisnya.
30
600
Biomassa tanaman (g)
482.29 484.73
445.38 429.77
400 295.64 200
121.85
0 A0
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 8 Pengaruh arang batang kelapa sawit terhadap biomassa tanaman jagung Tanaman memerlukan sejumlah unsur hara dalam takaran cukup, seimbang dan berkesinambungan untuk terus tumbuh dan berkembang menyelesaikan daur hidupnya. Tanaman mengabsorpsi hara mineral dan air dari tanah, CO2 dari udara untuk kegiatan fotosintesis, kemudian mengangkut asimilat yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan sebagian asimilat tersebut disimpan sebagai cadangan makanan (karbohidrat, protein dan lemak), maupun digunakan dalam fase reproduksi (Srivastava, 2002). Pertumbuhan tanaman tergantung pada aktivitas sistem fotosintesis sehingga tidak dapat dihindari bahwa pertumbuhan mengalami tekanan seleksi yang intensif baik pada kemampuan untuk menghasilkan bagian-bagian dimana fotosintesis terjadi maupun kemampuan agar fotosintesis berjalan lebih efisien (Soerianegara, 1990). Unsur hara yang tersedia bagi tanaman di dalam tanah merupakan salah satu faktor yang menunjang kegiatan fisiologis tanaman. Peningkatan kadar hara tanah terutama N karena adanya perbaikan sifat kimia dan fisik tanah sehingga menyebabkan tanaman dapat memanfaatkan hara yang tersedia untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama fase vegetatif dan generatif. Nitrogen merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Nitrogen di dalam tanaman diubah menjadi –N, NH- dan -NH2. Bentuk reduksi ini kemudian diubah menjadi senyawa yang lebih kompleks dan akhirnya menjadi protein (Leiwakabessy, 2003).
31
Peningkatan biomassa tanaman jagung sehubungan dengan peningkatan dosis arang yang digunakan akan meningkatkan berat dari batang, akar daun dan buah dari tanaman jagung. Persentase penambahan biomassa yang dihasilkan di suatu hari ke masing-masing organ tanaman sangat tergantung dari parameter koefisien partisi tiap organ. Sebagian biomassa di masing-masing organ ini akan berkurang oleh adanya respirasi pertumbuhan dan respirasi pemeliharaan (McCree dan Fernandez (1989) dalam Handoko (1994)). Pengaruh Arang terhadap Kadar Hara Jaringan Tanaman Pengaruh arang batang kelapa sawit terhadap kadar hara tanaman jagung disajikan
pada
Tabel
4.
Hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
terdapat
kecenderungan peningkatan kadar hara yang diserap tanaman seiring dengan meningkatnya dosis arang batang kelapa sawit yang diberikan. Tabel 4 Pengaruh arang dari batang kelapa sawit terhadap kadar hara jaringan tanaman Perlakuan
A0
Unsur Makro N (%) P(%)
K (%)
Ca(%)
Mg (%)
Na(%)
Unsur Mikro Cu (ppm) Zn (ppm)
1,39a
0,67a
1,88a
0,46b
0,14a
0,51a
0,28a
1,53b
A1 1,88b 0,31a 1,74b 2,51a 0,17a 0,24a 0,78b 0,24a A2 1,90b 0,33a 2,05b 2,29a 0,25ab 0,27a 0,94c 0,37a A3 1,85b 0,33a 1,49ab 2,01a 0,09a 0,21a 1,62e 0,37a A4 1,98b 0,32a 3,06c 2,19a 0,78c 0,31ab 1,98f 0,43a A5 2,01b 0,34a 3,44c 1,77a 0,94c 0,54b 1,43d 0,58a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% berdasarkan uji Duncan. A0 = kontrol atau tanpa arang; A1 = 4% berat tanah; A2 = 8% berat tanah; A3 = 12% berat tanah; A4 = 16% berat tanah; A5 = 20% berat tanah (1% = 120 gram)
Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar N tanaman jagung yang mendapat perlakuan A5 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan A5 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A2, A3 dan A4, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan A0. Kadar hara N cenderung meningkat dengan pemberian arang batang kelapa sawit. Pemberian arang batang kelapa sawit mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Tanaman jagung yang tidak mendapat perlakuan arang (A0) cenderung mengalami penurunan untuk semua parameter pengamatan. Perlakuan A0 membuat tanaman tumbuh kerdil atau tidak normal seperti tanaman jagung pada umumnya. Ketersediaan N pada 32
awal masa pertumbuhan tanaman sangat diperlukan untuk pembentukan daun tanaman sebagai tempat terjadinya fotosintesis serta proses metabolisme lainnya yang dilakukan tanaman selama siklus hidupnya. Kadar N yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit berkisar antara 1,39-2,01%. Meskipun terjadi peningkatan namun nilai ini masih rendah dibandingkan dengan kadar N yang cukup untuk tanaman jagung yaitu 2,704,00% (Jones et al. 1991). Rendahnya kadar N dapat disebabkan karena tidak semua N dapat ditahan oleh arang sehingga lebih mudah mengalami pencucian ataupun penguapan serta volatilisasi menyebabkan N hilang dan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanaman jagung nitrogen umumnya diserap dalam bentuk NO3-. Di dalam tanaman nitrogen diubah menjadi senyawa yang lebih kompleks dan akhirnya menjadi protein. Protein biasanya berupa enzim dan nukleoprotein yang keduanya dapat berperan sebagai katalisator sehingga sangat berperan dalam proses metabolisme. Nitrogen diperlukan untuk pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar (Sarief, 1986). Unsur N pada tanaman berfungsi untuk pertumbuhan vegetatif terutama untuk memperbesar dan mempertinggi tanaman (Yusuf, 2011). Salah satu unsur hara yang meningkat pada saat pemberian arang dari batang kelapa sawit adalah nitrogen. Nitrogen merupakan unsur yang cepat kelihatan pengaruhnya terhadap tanaman. Peran utama unsur ini adalah merangsang pertumbuhan vegetatif dan generatif (Wahid, 2011). Banyaknya N yang diserap tiap hari persatuan berat tanaman adalah maksimum pada saat masih muda dan berangsur-angsur menurun dengan bertambah usia tanaman. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara respon tanaman dengan dosis pupuk adalah pada tingkat mana terjadi akumulasi pada tanaman. Akumulasi N terjadi pada pertumbuhan satu bulan setelah masa kritis (Tisdale et al. 1985). Kadar P dalam tanaman yang cukup untuk jagung adalah sekitar 0,250,50% (Jones et al. 1991). Kadar P tanaman jagung yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit yaitu 0,28-0,34% tergolong cukup. Fosfor bersama-sama dengan nitrogen dan kalium digolongkan sebagai unsur-unsur utama dalam
33
tanaman. Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk orthofosfat primer, H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat. Fosfat juga mempercepat masaknya buah jagung. Fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar (Leiwakabessy et al. 2003). Kadar K yang cukup untuk tanaman jagung berkisar antara 1,70-3,00% (Jones et al. 1991). Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa seluruh perlakuan arang batang kelapa sawit yang diberikan memiliki kadar K yang cukup 1,743,44%. Kalium berperan dalam pembantukan pati, mengaktifkan enzim, unsur penyusun jaringan tanaman, pembukaan stomata (mengatur respirasi dan transpirasi), proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolisme dalam sel serta mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain (Hardjowigeno, 2003). Unsur hara N, P dan K adalah hara esensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar untuk memenuhi proses fisiologi dan metabolism tanaman. Bila unsur hara N P dan K tersedia dalam jumlah terbatas dalam tanah maka akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penyerapan hara oleh tanaman sifatnya selektif dan spesifik, yaitu tanaman hanya menyerap hara yang dibutuhkan dan sesuai dengan fungsi berdasarkan umur pertumbuhan tanaman (Marschner, 1995). Kadar Ca yang cukup untuk tanaman jagung berkisar antara 0,21-1,00% (Jones et al. 1991). Berdasarkan nilai tersebut kadar Ca tanaman jagung yang diberi perlakuan arang dari batang kelapa sawit tergolong tinggi yaitu berkisar 1,77-2,51%. Kalsium diambil tanaman dalam bentuk Ca2+. Kalsium diduga penting dalam pembentukan dan peningkatan kadar protein di dalam mitokondria. Tanpa kalsium di dalam tanaman maka akan menghambat pemanjangan akar tanaman (Leiwakabessy et al. 2003). Kadar Mg yang cukup untuk tanaman jagung berkisar antara 0,20-1,00% (Jones et al. 1991). Kadar Mg tanaman jagung yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit yaitu 0,17-0,94% tergolong cukup. Magnesium diserap dalam bentuk ion Mg2+ oleh tanaman dan merupakan unsur hara yang berfungsi dalam menyusun klorofil (Hardjowigeno, 2003). Walaupun sebagian besar magnesium
34
dijumpai dalam klorofil, tetapi Mg cukup banyak dijumpai di dalam biji. Manesium diduga mempunyai hubungan dengan metabolisme fosfat dan juga memegang peranan khusus dalam mengaktifkan beberapa sistem enzim. Magnesium juga berperan dalam sintesa protein dan mendorong pembentukan rantai polipeptida dari asam-asam amino. Oleh sebab itu, kekurangan Mg mengakibatkan jumlah N-protein menurun (Leiwakabessy et al. 2003). Kadar Na dalam tanaman berkisar antara 0,01-10% dalam daun kering. Sedangkan kadar Na tanaman yang diberi perlakuan berkisar antara 0,21-0,54%. Hal ini berarti kadar Na dalam tanaman jagung yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit telah mencukupi. Na diserap dalam bentuk Na+ oleh tanaman. Natrium esensial bagi tanaman-tanaman golongan C4 dan biasa digunakan sebagai pengganti peran kalium. Natrium mempengaruhi pengkitan air oleh tanaman dan menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan (Leiwakabessy et al. 2003). Kadar normal Cu dalam dalam jaringan tanaman jagung berkisar antara 620 ppm (Jones et al. 1991). Defisiensi muncul bila kadar Cu lebih rendah dari 4 ppm dalam bahan kering. Kadar Cu tanaman yang diberi perlakuan arang dari batang kelapa
sawit tergolong rendah yaitu 0,78-1,98%. Tembaga atau Cu
diambil tanaman dalam bentuk ion Cu2+ dan juga dalam bentuk molekul kompleks organik. Jagung termasuk tanaman yang respon terhadap pemupukan Cu. Tembaga atau Cu berfungsi sebagai aktivator untuk berbagai enzim yang meliputi tyrosinase, lactase, oksidase dan asam askorbat. Selain itu, Cu dibutuhkan dalam photosynthetic electron transport dan dalam pembentukan nodule secara tidak langsung (Leiwakabessy et al. 2003). Kadar normal Zn dalam dalam jaringan tanaman jagung berkisar antara 25-100 ppm (Jones et al. 1991). Kadar Zn pada tanaman jagung yang diberi perlakuan arang dari batang kelapa sawit berkisar antara 0,24-0,58 ppm. Dilihat dari data tersebut terlihat secara umum kadar Zn pada tanaman jagung setelah diberi perlakuan masih tergolong belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Unsur Zn diperlukan dalam metabolisme auksin, dehydrogenase, fosfodiseterase, carbonis anhydrase dan superoksida dismutase. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kekurangan Zn dapat menyebabkan sintesis
35
RNA terhambat. Gejala defisiensinya berupa nekrosis pada daun muda. Pada penelitian ini tidak terlihat gejala nekrosis walaupun Zn yang diserap tanaman tergolong rendah. Tanaman jagung mampu tumbuh dengan baik walaupun dalam kondisi kekurangan Zn. Secara umum unsur hara diserap terutama oleh sel-sel rizoderm, khususnya rambut akar (Leclerc, 2003). Pada bagian akar, kegiatan respirasi intensif diperlukan dalam proses penyerapan hara melalui transport aktif. Kemampuan tanaman mengabsorbsi baik air ataupun unsur hara berkaitan dengan kapasitasnya untuk mengembangkan sistem perakarannya secara lebih luas (Taiz dan Zeiger, 1991). Pemberian arang mampu meningkatkan kemampuan akar menjadi lebih optimal karena sifat arang yang porous. Selain itu, sifat arang yang higroskopis membuat hara dalam tanah tidak mudah tercuci sehingga pemanfaatan hara oleh akar tanaman bisa lebih efisien untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik (Lehmann dan Joseph, 2009). Tanaman memerlukan sejumlah unsur hara dalam takaran cukup, seimbang dan berkesinambungan untuk terus tumbuh dan berkembang menyelesaikan daur hidupnya. Tanaman mengabsorpsi hara mineral dan air dari tanah, CO2 dari udara untuk kegiatan fotosintesis, kemudian mengangkut asimilat yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan sebagian asimilat tersebut disimpan sebagai cadangan makanan (karbohidrat, protein dan lemak), maupun digunakan dalam fase reproduksi (Srivastava, 2002). Sumber unsur hara tanaman diperoleh melalui: a) atmosfir yang masuk melalui dedaunan dan batang; b) ion-ion yang dapat ditukar pada permukaan tekstur liat dan humus; c) mineral terlapuk (Mas’ud, 1992). Analisis jaringan tanaman dibutuhkan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan tanaman atau hasil dengan konsentrasi hara mineral dalam jaringannya. Apabila konsentrasi hara mineral dalam jaringan rendah, maka pertumbuhan menurun. Pada zona defisiensi (deficiency zone), peningkatan ketersediaan hara mineral secara langsung berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan atau hasil. Apabila ketersediaan hara mineral secara kontinyu meningkat, tidak selamanya berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan atau hasil, tetapi akan meningkatkan konsentrasi hara dalam jaringan, daerah tersebut
36
terkenal dengan zona berkecukupan (adequate zone). Transisi antara daerah defisiensi dan adequate disebut dengan konsentrasi kritis (critical concentration) dari hara mineral yang dapat diartikan sebagai kandungan hara minimum dalam jaringan yang berhubungan dengan pertumbuhan atau hasil maksimal. Setelah konsentrasi kritis menuju zona adequate terjadi peningkatan pertumbuhan atau hasil yang menyebabkan menurunnya konsentrasi hara dalam jaringan. Bila konsentrasi hara dalam jaringan meningkat setelah zona adequate, pertumbuhan atau hasil menurun dan hal ini disebabkan adanya keracunan hara yang disebut dengan zona meracun (toxic zone) (Graham dan Stangoulis, 2003). Siklus dan penggunaan nutrisi dari pupuk organik telah memberikan kontribusi pasti tentang penggunaan lahan dan pengembangan produksi pertanian yang berkelanjutan. Hasil penelitian kombinasi aplikasi pupuk organik dan anorganik telah dilakukan oleh Oad et al. (2004) terbukti nyata meningkatkan produksi tanaman jagung. Tanaman menyerap setiap jenis unsur hara dalam bentuk ion positif dan ion negatif yang terlarut didalam tanah (Foth, 1988 dalam Leiwakabessy et al. 2003). Hara mineral dikelompokkan menjadi hara makro dan mikro, bergantung pada kondisi relatif dalam jaringan tumbuhan. Nilai rata-rata konsentrasi hara mineral pada jaringan tumbuhan menunjukkan perbedaan jumlah kebutuhan hara mineral tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) menyatakan bahwa arang kayu dapat berperan dalam konservasi lingkungan sebagai bahan amelioran yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Teknik aplikasi arang kayu dapat dipergunakan untuk memperbaiki kondisi tanah pada pembangunan hutan tanaman ataupun penyediaan bibit. Menurut Dahlan dan Dwiani (2007), sumber dan komposisi bahan arang yang berbeda akan menyebabkan kemampuan penyediaan fosfor dan kalium tanah berbeda pula. Arang kayu memiliki pH yang bersifat alkalis selain itu mempunyai kandungan hara P dan K yang tinggi. Astika (2003) melaporkan bahwa pada media tanah baik sebelum atau sesudah ditambah pupuk NPK memiliki pH sebesar 4,3 sedangkan pH pada media tanah yang dicampur arang sekam sebesar 4,4 dan 4,6. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pH media sebesar 0,1-0,3. Pada penelitian ini, terjadi peningkatan pH
37
pada media tanam yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit sebesar 0,5, dimana pH tanah awal yang semula 5,2 meningkat menjadi 5,7 (Lampiran 6). Arang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penyerap dan pelepas unsur hara karena memiliki luas permukaan yang sangat besar, relatif sama dengan koloid tanah. Hasil penelitian Siregar (2005) mengenai pemanfaatan arang untuk memperbaiki kesuburan tanah dan pertumbuhan Acacia mangium pada dosis 10% mampu memperbaiki ketersediaan hara tanah dan juga berpengaruh secara nyata memperbaiki pertumbuhan tanaman. Walaupun pada dasarnya penambahan arang mampu meningkatkan kadar hara jaringan tanaman, namun penambahan arang yang terlalu berlebihan akan menyebabkan penurunan pertumbuhan tanaman jagung. Peningkatan dosis arang batang kelapa sawit yang diberikan pada tanah, menurunkan aksebilitas dari akar tanaman jagung. Pertumbuhan tanaman jagung yang diberi perlakuan A5 (20% berat tanah) cenderung menurun dibandingkan perlakuan lain yang mendapatkan
penambahan arang batang kelapa sawit. Pengaruh Arang terhadap Perkembangan Perakaran Tanaman Jagung Pengaruh arang batang kelapa sawit terhadap perkembangan perakaran tanaman jagung disajikan pada Tabel 5. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat indikasi akar tetap lebih dominan pada bagian tanah yang mengandung arang (a). Nilai BKU dan BKO akar perlakuan B1 lebih tinggi dari perlakuan B0. Tabel 5 Pengaruh arang terhadap perkembangan perakaran tanaman jagung Perlakuan
BKU Akar (g)
BKO Akar (g)
Panjang Akar (cm)
B0 (a)
16,07
5,42
30,0
B0 (b)
15,67
5,10
28,0
B1 (a)
23,93
7,89
21,7
B1 (c) 20,73 6,98 21,2 Keterangan: a = akar tanaman pada bagian tanah dan arang, b = akar tanaman pada bagian tanah tanpa pupuk, c = akar tanaman pada bagian tanah yang diberi pupuk
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai BKU, BKO dan panjang akar perlakuan B1 (a) lebih tinggi dibandingkan dengan B1 (c). Selisih nilai BKU, BKO dan panjang akar antara B1 (a) dan B1 (c) tidak terpaut terlalu jauh berturut-turut sebagai berikut 3,20 g, 0,91 g serta 0,5 cm. Sementara itu, nilai BKU, BKO akar serta panjang akar perlakuan B0 (a) lebih tinggi dibandingkan dengan B0 (b). 38
Selisih nilai BKU, BKO dan panjang akar antara B0 (a) dan B0 (b) berturut-turut sebagai berikut 0,40 g, 0,32 g serta 2,0 cm. Akar tanaman yang mendapat tambahan pupuk dasar (B1) cenderung lebih pendek dari akar tanaman yang tidak mendapat tambahan pupuk dasar (B0) (Lampiran 4b). Hara yang tersedia mampu dimanfaatkan oleh akar sehingga daya jangkau akar tidak terlalu jauh sampai ke dasar media tanam. Secara visualisasi, akar tanaman tidak terlihat mengarah pada bagian tanah yang diberi arang (Lampiran 5), tetapi setelah akar tanaman jagung ditimbang, baru diketahui bahwa terdapat indikasi akar tetap lebih dominan pada bagian tanah yang mengandung arang (a). Analisis SEM arang batang kelapa sawit dan tanah pada Gambar 9 menunjukkan penampakan ruang pori yang banyak. Ruang pori berfungsi sebagai pengikat dan penyimpan unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak mudah tercuci (Sombroek et al. 2003; Steiner et al. 2007).
Gambar 9 Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) tanah+arang Unsur hara yang tersimpan didalam ruang pori arang akan dilepaskan secara perlahan sesuai laju yang dikonsumsi atau yang dibutuhkan oleh tanaman (Komarayanti, 2003). Ruang pori arang batang kelapa sawit membuat kemampuan kerja akar tanaman menjadi lebih optimal dimana akar tanaman dapat memanfaatkan hara-hara yang tersedia sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dibandingkan dengan tanah yang tidak dicampur arang dan hanya mendapat penambahan pupuk dasar saja. Akar merupakan organ vital tanaman yang berperan sebagai pintu masuk air dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian kualitas akar 39
menentukan kualitas pertumbuhan tanaman bagian atasnya. Pertumbuhan akar menjadi lebih baik dan tanaman dapat tumbuh optimal karena memiliki akses yang lebih baik terhadap pengambilan air dan hara tanaman. Kadungan O2 dalam tanah berperan pada pembelahan dan pembesaran sel pada ujung akar. Pemanjangan akar akan terhambat dan bahkan terhenti ketika ketersediaan O2 sangat rendah (Yoshida, 1981). Absorpsi air dan zat-zat terlarut oleh tumbuhan berlangsung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorbsi terjadi pada daerah rambut akar yang terletak beberapa millimeter di atas ujung akar. Rambut akar adalah sel epidermis berbentuk tabung memanjang mepunyai vakuola lebar dan biasanya berdinding tipis, hanya beberapa tumbuhan yang memiliki rambut akar yang bercabang. Rambut akar panjangnya 80-1500 µm dengan diameter antara 5-20 µm dan dapat mencapai 200 lembar/mm2 (Hidayat, 1995). Rambut akar mulai dibentuk di luar daerah meristematik bagian akar muda yang epidermisnya masih dapat memanjang. Rambut akar biasanya pertama kali tampak sebagai gelembung kecil di dekat ujung apical sel epidermis. Jika sel epidermis terus memanjang setelah terlihat adanya gelembung, maka rambut akar ditemukan agak jauh dari ujung apical sel epidermis yang menjelang dewasa. Oussible et al. (1993) melaporkan bahwa perkembangan akar tanaman gandum akan berhenti pada lapisan tanah yang padat, demikian juga dengan pengambilan nitrogen oleh akar terhambat. Selanjutnya Ran et al. (1994) menyebutkan bahwa penyerapan nitrogen oleh akar tergantung dari volume akar tersebut, dimana semakin kecil volume akar maka akan semakin kecil pula kemampuan tanaman tersebut dalam menyerap nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen pada tanaman jagung akan merangsang pertumbuhan akar (Durieux et al. 1994). Barber (1984) melaporkan bahwa pertumbuhan akar tanaman sangat bergantung pada tekanan sifat fisik tanah, yaitu semakin besar tekanan fisik tersebut berarti semakin padat tanah tersebut dan pertumbuhan akar semakin terhambat atau sebaliknya semakin kecil tekanan fisik tanah berarti semakin longgar tanah tersebut dan pertumbuhan akarpun menjadi lebih baik. Penambahan arang dapat mengurangi kepadatan media tumbuh dengan banyaknya ruang pori sehingga perkembangan akar tanaman menjadi lebih baik.
40
Lingkungan sistem perakaran yang baik akan merangsang pembentukan akar menjadi lebih banyak dan panjang sehingga akan memperlancar penyerapan dan pengangkutan hara dari akar ke bagian atas tanaman. Volume akar yang melakukan kontak dengan hara tersedia semakin besar sehingga penyerapan hara melalui pergerakan pasif maupun aktif dari perakaran tanaman menjadi meningkat (Gusmalina, 2009). Hodgson (1981) menyatakan bahwa media yang ringan, komposisinya seragam, mempunyai kapasitas tukar kation dan kapasitas penangkapan air tinggi serta aerasi dan drainasenya baik, merupakan media yang baik untuk tanaman. Arang dalam tanah berbentuk senyawa karbon aromatik sehingga tetap stabil, tidak mudah terdekomposisi dan karbon tetap terkonservasi dalam tanah sebagai carbon sink. Pemanfaatan arang batang kelapa sawit pada kegiatan budidaya tanaman dapat memperbaiki porositas dan aerasi tanah sehingga dapat menyokong perkembangan akar. Struktur perakaran yang terbentuk akan menentukan kelangsungan proses pertumbuhan tanaman karena akar memiliki fungsi penting sebagai penyerap air dan hara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman jagung yang diberi arang batang kelapa sawit memiliki pertumbuhan jauh lebih baik dibandingkan media tumbuh tanpa pemberian arang batang kelapa sawit (A0 atau kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum penambahan arang batang kelapa sawit dapat meningkatkan perkembangan akar.
41
42
KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemberian arang batang kelapa sawit untuk meningkatkan produktifitas tanah sekaligus menjadikan tanah sebagai carbon sink memiliki prospek yang baik seperti terlihat pada: 1. Pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada tanah yang diberi arang batang kelapa sawit meningkat secara nyata. Peningkatan dosis hingga taraf tertentu menurunkan pertumbuhan dan produksi dari tanaman. 2. Pemberian arang batang kelapa sawit dapat meningkatkan kadar hara tanaman jagung. 3. Berdasarkan uji visual, perakaran tanaman jagung cenderung lebih berkembang pada bagian yang diberi arang batang kelapa sawit, yang secara teoritis dapat dikaitkan dengan perbaikan pada porositas dan aerasi tanah yang memungkinkan akar lebih berkembang dan mampu menjangkau serta menyerap unsur hara dan air lebih banyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka untuk penelitian yang akan datang dapat disarankan 2 hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih detil tentang mekanisme arang batang kelapa sawit dalam meningkatkan produksi tanaman dengan rancangan perlakuan letak dan jumlah arang yang lebih bervariasi agar mekanisme arang dalam menyerap unsur hara yang ada di media tanam lebih mudah dideteksi. 2. Perlu dilakukan penelitian jangka panjang untuk melihat kemampuan arang dalam meningkatkan produksi tanaman.
43
44
DAFTAR PUSTAKA Alfianto, R. 2011. Metode Baru Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi melalui Teknik Pelarutan Silika. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Anderson and Khalid. 2000. Decomposition processes and nutrient release patterns of oil palm residu. Journal of Oil Palm Research. 12:46-63. Asai, H., Samson, B.K., Stephan, H.M., Songyikhangsuthor, K., Homma, K., Kiyono, Y., Inoue, Y., Shiraiwa, T., and Horie, T. 2009. Biochar amandement techniques for upland rice production in Northen Laos: Soil physical properties, leaf SPAD and grain yield. Elsevier. 111:81-84. Astika, G. 2003. Pengaruh media arang sekam terhadap pertumbuhan semai Ficus callosa Willd. Skripsi. Departemen manajemen hutan. Fakultas kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Badan Pusat Statistik. 2009. Data jumlah produksi tanaman kelapa sawit 2008 di Indonesia. www.bps.go.id [ 23 Mei 2010]. Bakar, E.S. 2003. Kayu Sawit sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam. Forum Komunikasi dan Teknologi dan Industri Kayu. Bogor. 2:5-6. Balfas, J. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri Perkayuan. Seminar Nasional Himpunan Alumni IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera. Medan. Barber, S.A. 1971. Effect of tillage practice on corn root distribution and morphology. Agron. 63:724-726. Barber, S.A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability, A Mechanistic Approach, A Wiley-interscience Publication John Wiley and Sons. New York. Dahlan, M., dan Dwiani, N.W. 2007. Potensi Arang (Charcoal) sebagai bahan pupuk dan bahan pembenah tanah (soil amandemen). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas pertanian Unram. Mataram. Durieux, R. P., Kamprath, E.J., Jackson, W.A., and Moll, R.H. 1994. Root Distribution of Corn: the Effect of Nitrogen Fertilization. Agron. 86:530534. Erickson, C. 2003. Historical Ecology and Future Exploration. In J. Lehmann, D.C. Kern, B. Glaser and W.I. Woods (eds.). Amazonian Dark Earth: Origin, Properties, Management. Dordrecht. Kluwer Academis Publishers. p.455-500. Falcao, N.P.S., Comerford, N., and Lehmann, J. 2003. Determining nutrient bioavailability of Amazonian Dark Earth soils-methodological challenges. In: Lehmann, J., Kern, D., Glaser, B., and Woods, W.I. (eds). Amazonian Dark Earths: Origin, properties and management. Dordrecht: Kluwer. p. 255-270.
45
Foth, H.D. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Ed. ke-9. Purbayanti E.D., Lukiwati D.R., Trimulatsih, R., penerjemah: Hudoyo, S.A.B. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science. Gajah Mada University Perss. Yogyakarta. Glaser, B., Haumaier, L., Guggenberg, G., and Zech, W. 2001. The Terra preta Phenomenon-A model for sustainable agriculture in the humid tropics. Naturwissenschaften. 88:37-41. Glaser, B., Lehmann, J., and Zech, W. 2002. Ameliorating physical and chemical propertikes of highly weathered soils in the tropics with bio char. A review. Biology and Fertility of Soils. 35:219-230. Graham, R.D., and Stangoulis, C.J.R. 2003. Trace element uptake and distribution in plant. Nutr. 133:150-155. Gusmalina. 2009. Arang kompos Bioaktif Inovasi Teknologi untuk Menunjang Pembangunan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Hairiah, K., Sugiarto, C., Utami, S.R., Purnomosidhi, P., dan Roshetko, J.M. 2004. Diagnosis faktor penghambat pertumbuhan akar sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pada ultisol di Lampung Utara. Agrivita. 26 (1):89-97. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA IPB. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Presindo. Jakarta. Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit ITB Bandung. Hodgson, T.J. 1981. Growing media for container nurseries: An interim statement. South African Forestry. 117. Iskandar, H., Santosa, K.D., Kanninen, M., and Gunarso, P. 2005. The utilization of wood waste for community - research identification and its utilization challenges in Malinau District, East Kalimantan. Report - ITTO Project PD 39/00 Rev.3 (F). CIFOR. Bogor. Jones, J. B., Wolf, B., and Mills, H.A. 1991. Plant Analysis Handbook. MacroMicro Publishing, Inc. Georgia. Komarayanti, S., Pari, G., dan Gusmalina. 2003. Pengembangan penggunaan arang untuk rehabilitasi lahan dalam Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta. Krull, E.S., Swanston, C.W., Skjemstad, J.O., and McGowan, J.A. 2006. Importance of charcoalin determining the age and chemistry of organic carbon of surface soils. J Geophys Res. 111:G044001. Leclerc, J.C. 2003. Plant Ecophysiology. Science Publisher. New Hampshire. Lehmann, J., Gaunt, J., and Rondon, M. 2006. Bio-char Sequestration in Terrestrial Ecosystems- A Review. Journal of Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. 11:403-427.
46
Lehmann, J., and Rondon, M. 2006. Biochar soil management on highly weathered soils in the humid tropics. In: Uphoff, N., Ball, A.S., Palm, C., Fernandes, E., Pretty, J., Herren, H., Sanchez, P., Husson, O., Sanginga, N., Laing, M., and Thies, J. Biological Approaches to Sustainable Sol Systems. CRC Press. Boca Raton. FL. p.517-530. Lehmann, J., and Joseph, S. 2009. Biochar for environmental management. Science and Technology. Earthscan Ltd. London. UK. Leiwakabessy, F.M., Wahyudin, U.M., dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Logsdon, S.D., Reneau, Jr.R.B., and Parker, J.C. 1987. Corn seedling root growth as influenced by soil physical properties. Agron. 79:221-224. Maizlish, N.A., Fritton, D.D., and Kendall, W.A. 1980. Root morphology and early development of maize at varying level of N. Agron. 72:25-31. Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd Ed. Academic Press. Mas’ud, P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung. McCree, K.J., and Fernandez, C.J. 1989. Simulation model for studying physiological water stress responses of whole plants. Crop Sci. 29:353360. Mengel, D.B., and Barber, S.A. 1974. Development and distribution of corn root system under field conditions. Agron. 66:341-344. Miura, K., Masuda, T., Funazukuri, T., Suguwara, K., Shirai, Y., Hayashi, J., Karim, M. I. A., Ani, F. N., and Susanto, H. 2003. Efficient Use of Oil Palm as Renewable Resource for Energy and Chemical. Project Design Document. Oad, F.C., Buriro, U.A., dan Agha, S.K. 2004. Effect of organic and inorganic fertilizer application on maize fodder production. Asian J Plant Sci. 26:1591-1601. Ogawa, M. 1989. Mycorhizza and their utilization in forestry. Report on Short – termed Research Cooperation. The Tropical Rain Forest Research Project JTA (137). JICA. Japan. Oussible, M., Allmaras, R.R., Wych, R.D., and Crookston, R.K. 1993. Subsurface Compaction Effects on Tillering and Nirtogen Accumulation in Wheat. Agron. 85:619-625. Padil. 2005. Rancangan proses pengolahan limbah padat sawit menjadi asap cair (Liquid Smoke). Prosiding Seminar Teknik Kimia–Teknologi Oleo dan Petrokimia Indonesia (STK-TOPI). 21 Desember. Pekanbaru. Pari, G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu sebagai Adsorben Emisi Formaldehida Kayu Lapis. Disertasi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Prayitno, T.A., dan Darnoko. 1994. Karakteristik papan partikel dari pohon kelapa sawit. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Medan. 47
Purseglove, J.W. 1972. Tropical Crops Monocotyledons 2. Longman Groups Limited. London. Ran, Y., Habib, R., Baryosef, B., and Erez, A. 1994. Root Volume Effects on Nitrogen Uptake and Partioning in Peach Trees. Agron. 86:530-534. Refdi. 2001. Pemanfaatan Limbah Plastik Polyprophylene (PP) dan Serbuk Batang Kelapa Sawit sebagai Bahan Isolasi. Tesis Fakultas MIPA USU. Medan. [Tidak dipublikasikan]. Rosmarkam, R., dan Yuwono, N.V. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Saito, S., Okamoto, M., Shinoda, S., Kushiro, T., Koshiba, T., Kamiya, Y., Hirai, N., Todoroki, Y., Sakata, K., Nambara, E., and Mizutani. 2006. A plant growth retardant, uniconazole, is a potent inhibitor of ABA catabolism in Arabidopsis. Biosci. Biotechnol. Biochem. 70(7):1731-1739. Salisbury, F.B., and Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Lukman, DR dan Sumaryono: Penerjemah. Penerbit ITB. Bandung. Terjemahan dari: Plant Physiology. Santoso, T. 2005. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Terkompregnasi dengan Menggunakan Phenol Formaldehida. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Siregar, C.A. 2005. Pemanfaatan Arang untuk Memperbaiki Kesuburan Tanah dan Pertumbuhan Acacia mangium. Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. p.15-23. Sitompul, S.M., dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soerianegara, I. 1990. Pemanfaatan hutan mangroves secara rasional untuk berbagai tujuan. Di dalam: Potensi Sumberdaya Perikanan Pantai Sulawesi Tenggara. Prosiding Temu Karya. Balai Penelitian Budidaya Pantai Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. Sombroek, W., Ruivo, M.L., Fearnside, P.M., Glaser, B., and Lehmann, J. 2003. Amazonian Dark Earth as carbon stores and sink. In: Lehmann, J., Kern, D.C., Glaser, B., and Woods, W.I. (Eds.) Amazonian Dark Earth: Origin, properties, Management. Dordrecht. Kluwer Academis Publishers. p.125139. Song, C., Hu, H., Wang, G., and Chen, G. 2000. Liquefaction of biomass with water in sub and supercritical states. Scientific Research Fund For Doctoral Award Unit. Chinesse University. Srivastava, L.M. 2002. Plant Growth and Development; Hormones and Environment. Academic Press. London. Standar Nasional Indonesia. 1995. Arang aktif teknis. SNI 06-3730-1995. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
48
Steiner, C., Teixeira, W.G., Lehmann, J., Nehls, T., de Macedo, J.L.V., Blum, W.E.H., and Zech, W. 2007. Long term effects of manure, charcoal and mineral fertilization on crop production and fertility on a highly weathered Central Amazonian upland soil. Plant and Soil. 29(1):275-290. Subadra, I., Setiaji, B., dan Tahir, I. 2005. Activated Carbon Production from Coconut Shell with (NH4)HCO3 Activator as an Adsorbent in Virgin Coconut Oil Purfication. Prosiding Seminar Nasional DIES ke-50 FMIPA UGM : Yogyakarta, 17 September 2005. Physical Chemistry Gadjah Mada University. Yogyakarta. Sugiyanta. 2007. Peran jerami dan pupuk hijau terhadap efisiensi dan kecukupan hara lima varietas padi sawah. Disertasi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Sutoro, Y., Soelaeman dan Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung. Di dalam: Subandi, M. Syam dan A. Widjono (eds). Balitbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Suwono, A. 2003. Indonesia’s potential contribution of biomas in sustainable energy development. Thermodynamics Laboratory. IURC for Engineering Science. Bandung Institute of Technology. Bandung. Syamsiah, S. 2008. Respon tanaman padi gogo terhadap stress air dan inokulasi mikoriza. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Taiz,
L., and Zeiger, E. 1991. Plant Physiology. Benjamin/Cummings Publishing Company.
California:
The
Tisdale, S.L., Nelson, W.L., and Beaton, D.J. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4nd Ed.Publ. Co. New York. Tomlinson, P.B. 1961. Anatomy of Monocotyledone. University Press. London. Wahid, A. Peranan Pupuk NPK pada Tanaman Padi. http://agritek/ppua0160pdf. (Diakses 22 November 2011). Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshiori, S., and Ogawa, M. 2006. Effects of the application of charred bark of Acacia mangium on the yield of maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in South Sumatera, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition. 52:489-495. Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. IRRI. Los Banos. Philipines. Yu, M. 2010. Potensi Biochar sebagai Solusi Permasalahan Pemanasan Global dan Meningkatkan Produktivitas pada Budidaya Padi Gogo dan SRI. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Yusuf, T. 2011. Unsur Hara dan Fungsinya. http://tohariyusuf.wordpress.com/. (Diakses 22 November 2011).
49
50
LAMPIRAN
51
52
Lampiran 1 Tabel Anova dari berbagai Parameter Pengamatan a. Tinggi Tanaman
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 16303.003 3141.698 19444.702
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
3260.601 174.539
18.681
.000
b. Hari Muncul Malai
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1029.208 23.750 1052.958
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
205.842 1.319
156.006
.000
c. Berat Buah
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 133625.152 30955.255 164580.407
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
26725.030 1719.736
15.540
.000
d. Diameter Buah
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 247.677 12.713 260.390
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
49.535 .706
70.139
.000
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
327.445 39.933
8.200
.000
e. Panjang Akar Tanaman
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1637.225 718.795 2356.020
f. Biomassa Tanaman
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 407480.268 122441.416 529921.684
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
81496.054 6802.301
11.981
.000
g. Kadar Hara Nitrogen
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.004 1.535 2.538
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
.201 .085
2.355
.082
53
h. Kadar Hara Fosfor
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .010 .033 .043
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
.002 .002
1.116
.387
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
4.216 .335
12.597
.000
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
.301 .304
.990
.451
Df 5 18 23
Mean Square .476 .032
F 15.017
Sig. .000
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
.076 .023
3.292
.028
i. Kadar Hara Kalium (K)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 21.081 6.025 27.106
j. Kadar Hara Kalsium (Ca)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.504 5.465 6.969
k. Kadar Hara Magnesium (Mg)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.381 .571 2.952
l. Kadar Hara Natrium (Na)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .378 .413 .791
m. Kadar Hara Tembaga (Cu)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6.278 .007 6.285
Df
Mean Square
F
Sig.
5 18 23
1.256 .000
3424.582
.000
n. Kadar Hara Zn
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 3.993 1.403 5.396
Df Mean Square 5 18 23
.799 .078
F
Sig.
10.245
.000
54
Lampiran 2 Deskripsi Tanaman Jagung Philippine Supersweet Negara Asal Susunan Biji Jumlah Baris Bobot 300 biji Tinggi Tanaman Umur Berbunga Umur Panen Warna Batang Panjang Daun Lebar Daun Warna Daun Warna Urat Pusat Warna Pelepah Panjang Malai Panjang Tangkai Malai Jumlah Cabang Malai Susunan Malai Warna Sekam Tinggi Tongkol Panjang Tongkol Diameter Tongkol Jumlah Daun Tongkol Warna Rambut Tongkol
Filipina Lurus 13 50 gram 159 cm 56 HST 87 Hari Hijau 74,2 cm 7,8 cm Hijau Putih Hijau 37 cm 23,8 cm 15 Terbuka Krem 76 cm 15,4 cm 4,1 cm 5 Merah
Sumber: Plasma Nutfah Tanaman Jagung Kelompok Peneliti Pengelolaan Sumber Daya Genetik Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor 2008
55
Lampiran 3 Foto Tanaman Jagung pada Pot Percobaan a. Tinggi tanaman jagung yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit pada pot percobaan
A0
A1
A2
A3
A4
A5
b. Panjang akar tanaman jagung pada pot percobaan
56
c. Buah jagung pada pot percobaan
Lampiran 4 Foto Tanaman Jagung pada Kotak Plastik a. Tingi tanaman jagung yang diberi perlakuan arang batang kelapa sawit
57
b. Akar jagung dalam kotak plastik
Keterangan: a = akar tanaman pada bagian tanah dan arang b = akar tanaman pada bagian tanah tanpa pupuk c = akar tanaman pada bagian tanah yang diberi pupuk
Lampiran 5 Foto Akar Tanaman Jagung pada Kotak Plastik (28 HST) a. Perlakuan B0
a
b
58
b. Perlakuan B1
a
c
Lampiran 6 Nilai pH Tanah setelah diberi Perlakuan Arang Batang Kelapa Sawit Perlakuan
pH H2O
pH KCl
A0
5,2
4,5
A1
5,3
4,6
A2
5,3
4,6
A3
5,4
4,7
A4
5,6
4,8
A5
5,7
4,9
59
60