PERANAN ADVOKAT DALAM MENANGANI PERKARA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA (TINJAUAN UU NO 18 TAHUN 2003 DAN KODE ETIK TENTANG ADVOKAT)
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban Dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh: MUSTHOFIAH 211 06 007 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Musthofiah
NIM
: 21106007
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Al Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 26 Januari 2011 Penulis
MUSTHOFIAH NIM: 21106007
MOTTO
DO’A DAN USAHA ADALAH KUNCI UTAMA DALAM MENUJU SEBUAH KEBERHASILAN
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan ibu (Purnomo dan Tasmiyah) tercinta yang telah memerah pengorbanan baik jasmani maupun rohani sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi di STAIN Salatiga dengan lancar. 2. Ibu Heni Satar Nurhaida, M.Si selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan kesabaran dan ketelatenannya sejak awal hingga akhir sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak dan ibu dossen yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis 4. MazQ yang selalu memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini 5. Teman-teman AHS 06 yang tersayang khususnya Titik, Ema, Hanik, Fahrudin, dan lainlain yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman kos Sitol, Pipit, Sari, Lutfi, Mb Evi dan Eki yang selalu memberikan semangat dalam penulisan ini
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan umat Nabi Muhammad SAW yang memberikan rahmat dan syafa’atnya. Berkat rahmat dan pertolongan dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana hukum islam di STAIN Salatiga. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari para pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Illya Muhsin, M.Si selaku ketua program studi Al-Ahwal Al Syakhsiyah 3. Ibu Heni Satar Nurhaida, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan dalam penulisan skipsi ini. 4. Bapak dan ibu dossen yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis 5. Kedua orang tuaku yang telah memberikan segenap perhatian dan kasih sayangnya sehingga penulisan skipsi ini berjalan dengan lancar. 6. MazQ yang selalu setia menemani dan memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan kekeliruan yang perlu untuk diperbaiki. Semua itu terjadi dikarenakan keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu bimbingan, kritik dan saran sangat penulis
harapkan. Akhirnya, atas segala keikhlasan dan jasa-jasa beliau di atas penulis hanya bisa berdo’a kepada Allah SWT supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin
Penulis
Musthofiah
ABSTRAK
Musthofiah. 2011. Peranan Advokat Dalam Menangani Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga (Tinjauan UU No 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Al-Ahwal Al Syakhsiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Heni Star Nurhaida, M.Si
Kata Kunci: Peranan, Advokat, Perkara dan Pengadilan Agama.
Penelitian ini merupakan upaya untuk meminimalkan pendapat negatif masyarakat tentang peranan Advokat. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah peranan Advokat dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan Agama Salatiga? dan (2) Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masyarakat menggunakan dan tidak menggunakan jasa Advokat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan pendekatan sosiologis. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Peranan Advokat dalam memberikan jasa hukum untuk kepentingan kliennya sangat penting dalam penegakan hukum, kebenaran dan keadilan. Peranan tersebut berupa mewakili klien jika berhalangan hadir, mendampingi di dalam persidangan, dan juga memberikan pemahaman hukum yang berkaitan dengan perkara yang dihadapi. Pemakaian jasa Advokat lebih sedikit dari pada yang tidak menggunakan jasa Advokat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mendorong penggunaan jasa Advokat adalah karena ketidaktahuan masyarakat tentang hukum, malu datang ke pengadilan secara
mendiri, sibuk dengan pekerjaan, dan masalah yang dihadapi terlalu berat. Faktor yang mendorong masyarakat tidak menggunakan jasa Advokat adalah biaya untuk jasa advokat sangatlah mahal, masalah yang dihadapi adalah perceraian bukan perkara pidana, memakai jasa Advokat akan menambah rumit masalah dan Advokat adalah calo perkara.
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .....................................................
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
6
C. Tujuan Penetilian ..................................................................
7
D. Kegunaan Penelitian ..............................................................
7
E. Penegasan Istilah ...................................................................
7
F.
Metode Penelitian .................................................................
8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................
8
2. Lokasi Penelitian .............................................................
9
3. Sumber Data ....................................................................
9
4. Prosedur Pengumpulan Data ............................................
10
5. Analisis Data ...................................................................
11
6. Pengecekan Keabsahan Data ............................................
12
BAB II
7. Tahap-tahap Penelitian .....................................................
12
G. Sistematika Penulisan ............................................................
13
KAJIAN TENTANG PERANAN ADVOKAT A. Devinisi Advokat ..................................................................
15
B. Advokat Dalam Perspektif Islam ...........................................
16
C. Peranan Advokat Dalam UU No 18 Tahun 2003 ..................
21
D. Peranan Advokat Dalam Kode Etik Advokat .........................
25
E. Peranan Advokat Di Pengadilan Agama Salatiga ...................
28
BAB III PERANAN ADVOKAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Profil Pengadilan Agama Salatiga ........................................
34
B. Data perkara Pengadilan Agama Salatiga ..............................
37
C. Peranan Advokat Dalam Menangani Perkara ........................
47
D. Faktor Penggunaan Jasa Advokat ..........................................
58
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN ADVOKAT DALAM MENANGANI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Analisis Terhadap Peranan Advokat Dalam Menangani
BAB V
Perkara di Pengadilan Agama Salatiga ..................................
62
B. Analisis Terhadap Faktor-Faktor Penggunaan Jasa Advokat ..
66
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................
70
B. Saran .....................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….
73
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 perkara bulan September tahun 2010 Tabel 1.2 perkara bulan Oktober tahun 2010 Tabel 1.3 perkara yang menggunakan jasa advokat di bulan September tahun 2010 Tabel 1.4 perkara yang menggunakan jasa advokat di bulan Oktober tahun 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkara merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari, karena sering kali datang secara tak diduga dan akhirnya memang harus menjadi bagian dalam kehidupan manusia yang selalu penuh dengan sengketa. Perkara dapat timbul dari berbagai sebab dan alasan, mulai dari hubungan antar individu, kelompok, masyarakat, bahkan sampai antar negara. Untuk menyelesaikan suatu perkara, ada beberapa cara dan proses yang dapat digunakan, tetapi tentunya dengan pertimbangan yang baik dan harus hati-hati. Cara dan proses yang digunakan dalam suatu penyelesaian perkara sering kali meninggalkan trauma, pengalaman bahkan mimpi buruk bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Hal ini disebabkan tidak tepatnya cara atau proses yang digunakan dalam penyelesaian perkara tersebut. Telah banyak pengalaman yang mengakibatkan seseorang menerima suatu putusan perkara di Pengadilan, dinilaikan tidak sesuai dengan rasa keadilan khususnya dalam perkara perceraian. Hal tersebut sering terjadi disebabkan ia tidak mampu mendapatkan seseorang yang dapat memberikan bantuan hukum terhadap keadilan yang diperjuangkan atau tidak memiliki kecakapan dalam membela suatu perkara. Meskipun ia mempunyai bukti dan fakta yang dapat menunjukkan kebenaran dalam perkara itu. Diketahui
bahwa keadilan yang hakiki sulit dicapai. Meski demikian dalam
kehidupan sehari-hari semua orang harus selalu mencoba secara maksimal untuk mencapainya. Sebagai suatu negara hukum yang berdasarkan konstitusi kita tentunya
mendambakan bahwa segala aspek kehidupan di dalam masyarakat dapat diatur dengan Undang-Undang dan persoalan-persoalan yang timbul dapat diselesaikan secara hukum baik melalui Pengadilan maupun melalui Negosiasi dan Mediasi sehingga semua persoalan diharapkan dapat diselesaikan secara adil berdasarkan landasan hukum yang menyertainya (Rambe, 2001:8). Manusia memang mempunyai keterbatasan dan kelemahan seperti kekhilafan, kekeliruan, dan kesalahan. Maka dari itu, tidak mustahil bila terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib dan tidak stabil yang perlu dipulihkan kembali. Untuk menegakkan ketertiban dan kestabilan keadaan diperlukan sebuah sarana pendukung seperti organisasi masyarakat dan organisasi negara. Melalui organisasi tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan dalam masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat membuat kebutuhan akan jasa hukum semakin meningkat khususnya jasa hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Notaris, dan Advokat. Dalam hal ini, peran seorang Advokat sangatlah penting dalam memberikan bantuan hukum di dalam Pengadilan seperti mendampingi, mewakili, membela/menjalankan kuasa demi kepentingan kliennya. Selain itu, Advokat juga memberikan bantuan hukum di luar Pengadilan seperti konsultasi hukum kepada orang yang membutuhkannya. Peranan Advokat diatur dalam UU No 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat. Dalam ketentuan UU No 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien yang diatur dalam pasal 1 ayat 2. Dalam pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa dalam
menjalankan profesi Advokat dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, rasa tau latar belakang, sosial dan budaya. Hal ini diperkuat oleh Kode Etik Advokat dalam pasal 3 (a) yang berbunyi: “Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan/ bantuan hukum dengan pertimbangan karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.” Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat harus memperjuangkan Hak Asasi Manusia dalam negara hukum Indonesia seperti yang tertuang dalam pasal 3 (c). Dalam pasal 7 (h) disebutkan bahwa Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu. Dikaitkan dengan realita yang terjadi sekarang, ternyata di Jakarta, ada Advokat yang mengucapkan kata “bangsat kamu!” dalam persidangan kasus korupsi Dana Nonbujuter Badan Urusan Logistik. Padahal dalam Kode Etik Advokat pasal 5 (b) disebutkan bahwa Advokat jika membicarakan teman sejawat/jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata tidak sopan baik secara lisan maupun tulisan. (www. fashionprivate.com, diakses tanggal 2 agustus 2010) Ada seorang Advokat yang melakukan penyuapan terhadap dua orang saksi dalam kasus kepemilikan senjata api agar mencabut keterangan mereka dalam berita acara pemeriksaan. Selain itu, ada juga Advokat yang mencak-mencak karena rekan seprofesinya diduga menyerobot kuasa yang diberikan mantan kliennya. Palmer Situmorang mengatakan bahwa etika moral para Advokat sudah bangkrut. Beliau juga menambahkan proses
pengadilan di Indonesia harus lebih terbuka, sehingga seorang Advokat yang curang dalam proses peradilan bisa diketahui oleh masyarakat. (www. fashionprivate.com, diakses tanggal 2 agustus 2010) Dalam penelitian awal di Pengadilan Agama Salatiga, peneliti menemukan bahwa ada Advokat yang dalam persidangan hanya diam saja saat para klien saling ngotot dan tidak mau mengalah dalam perkara pembagian harta bersama. Kedua Advokat dari Penggugat dan Tergugat itu ditegur oleh majlis hakim. Hakim tersebut berkata “ kalian itu dibayar mahalmahal untuk membantu kliennya malah diam saja, kalau begini caranya persidangan tidak akan selesai-selesai”. Akan tetapi setelah ditegur oleh majlis hakim, kedua Advokat itu hanya diam dan keduanya hanya tersenyum saja sehingga sidang harus ditunda lagi. Selama ini memang banyak sekali kesan pro dan kontra dalam masyarakat terhadap peran Advokat yang berpraktek di Pengadilan. Bagi yang kontra memberi kesan yang negatif dan yang pro memberikan kesan positif. Kesan negatif itu menyatakan bahwa untuk mendapatkan jasa hukum sekarang memerlukan biaya yang tinggi dan membuat rumit masalah yang dianggap sederhana, sehingga penyelesaiannya lambat. Akan tetapi, kesan positif masyarakat menyatakan bahwa untuk berperkara di Pengadilan dengan menggunakan jasa Advokat, dapat memudahkan pengurusan administratif dan juga memberikan kepuasan serta dapat memenuhi rasa keadilan sekalipun dalam posisi kalah. (Rosyadi, 2003:63) Kejujuran adalah kunci utama dalam hubungan antara klien dan Advokat. Suatu dosa terbesar yang dilakukan oleh seorang Advokat apabila melakukan persengkokolan dengan pihak lawan, dan sengaja mengalah dalam pengadilan. (Soebekti, 1997:103) Memilih seorang Advokat itu hampir sama dengan proses memilih Dokter, Notaris, Arsitek dan pekerja profesional lainnya. Tentu dengan menjamin profesionalisme dalam
pekerjaannya. Seorang Advokat harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi kliennya, sehingga klien dapat menilai dan percaya akan kwalitas kerja si Advokat. Akan tetapi, perlu kehati-hatian dan ketelitian klien dalam memilih dan menentukan jasa Advokat. Melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, penulis ingin mengkaji tentang Peranan Advokat Dalam Menangani Perkara Khususnya Perceraian Di Pengadilan Agama Salatiga, dengan harapan penulisan ini dapat memberikan jalan keluar bagi orang-orang yang akan menggunakan jasa Advokat. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah 1. Bagaimanakah peranan Advokat dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan Agama Salatiga? 2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masyarakat
menggunakan dan tidak
menggunakan jasa advokat? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dimaksudkan untuk memberikan arah yang tepat dalam proses dan pelaksanaan penelitian, agar penelitian tersebut berjalan sesuai dengan apa yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan Advokat dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan Agama Salatiga? 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat menggunakan dan tidak menggunakan jasa advokat? D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritik
Kegunaan teoritik yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai peran advokat yang berkaitan dengan UU NO 18 Tahun 2003 dan juga Kode Etik Advokat. Selain itu, agar masyarakat tahu tentang penggunaan Advokat secara nyata dan sekaligus dapat dijadikan sebagai pedoman jika terjadi calo perkara. 2.
Kegunaan Praktis a. Bagi Progdi AHS Sebagai masukan agar progdi dapat memilih tenaga pengajar dalam mata kuliah advokasi yang benar-benar mahir dalam bidang advokasi. b. Bagi Pengadilan Membantu memberikan masukan bagi pengadilan khususnya Pengadilan Agama agar berhati-hati terhadap calo perkara dan mafia peradilan demi menegakkan hukum. c. Bagi Advokat Dapat dipergunakan sebagai masukan, karena betapa penting jasanya bagi masyarakat dalam menemukan keadilan. d. Bagi Masyarakat untuk membantu dalam pemilihan jasa Advokat yang benar-benar dapat memberikan jasanya sesuai dengan ketentuan UU No 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat.
E. Penegasan Istilah Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh suatu organisasi dalam suatu lembaga. (Fajri, hal:641) Advokat adalah pembela, seorang (ahli hukum) yang pekerjaannya mengajukan dan membela perkara dalam/luar sidang pengadilan. (Simorangkir, 2000:4)
Perkara adalah urusan yang harus dikerjakan. (Poerwadarmita, 2006:8777) Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk menyelesaikan, memutuskan perkara-perkara antara orang-orang islam di bidang kewarisan, perkawinan, wasiat, hibah, wakaf, shodaqoh berdasarkan hukum islam (Depag RI, 1996:119). Di Pengadilan Agama ini peneliti mencoba menggali tentang peranan Advokat dalam proses beracara dalam perkara perceraian, dari pengurusan administrasi hingga mendampingi klien dalam ruang sidang sampai putusan majelis hakim di Pengadilan. F. Metodologi Penelitian Suatu penelitian agar menghasilkan data-data yang akurat dan tidak meragukan mesti dilakukan secara sistematis, sehingga penentuan metode yang akan dipakai merupakan langkah awal dalam penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Pendekatan dan jenis penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan sosiologis. Pendekatan normatif yaitu cara mendekati masalah yang sedang diteliti apakah sesuatu itu baik/buruk, benar/salah berdasarkan norma yang berlaku (Sumitro, 1990:54). Pendekatan sosiologis adalah melakukan penyelidikan dengan cara melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial, politik dan budaya untuk memahami hukum yang berlaku di masyarakat. (Soekanto,1988:4-5) Jenis penelian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku dan tindakan (Moleong, 2007:6) 2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga tepatnya di Jalan Lingkar Selatan Desa Cebongan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer yakni bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru/mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan/ide, yakni mencakup undang-undang, buku, dll (Soekanto & Namudji, 1985:13). Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah UU No 18 tahun 2003 tentang advokat, kode etik advokat, serta buku-buku yang berhubungan dengan advokat. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dll (Soekanto & Namudji, 1985:13). Penulis menjadikan hasil wawancara terhadap advokat, hakim, panitera serta klien sebagai sumber data sekunder, karena wawancara tersebut yang menjadi pendukung/penjelas dari sumber data primer. 4. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya secara langsung. Wawancara yang digunakan ialah wawancara terarah (directive interview),
yaitu wawancara yang di dalamnya terdapat pengarahan atau struktur tertentu, yaitu : rencana pelaksanaan, mengatur daftar pertanyaan dan membatasi jawaban, memperhatikan karakteristik yang diwawancarai, membatasi aspek-aspek yang di periksa. Biasanya wawancara terarah mempergunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan (Soemitro, 1988:60). Wawancara dilakukan terhadap para responden/subjek penelitian yaitu beberapa hakim, beberapa panitera, para pihak yang berperkara dan advokat yang berpraktek di Pengadilan Agama Salatiga. Metode ini digunakan untuk menggali data tentang peranan advokat di Pengadilan Agama Salatiga dalam membantu klien menemukan keadilan. b. Observasi Observasi adalah melihat dan mengamati kondisi kasus dan orang-orang yang terlibat di dalamnya tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Sumanto, 1995:88-90). Observasi ini digunakan untuk menggali data yang berhubungan dengan peranan para Advokat dengan melihat tingkah laku Advokat saat berada di Pengadilan. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan suatu alat pengumpulan data melalui data tertulis (Soekanto, 1984:21). Data tertulis tersebut berupa buku-buku, surat kabar, jurnal, dan buku register pengadilan baik bulana maupun tahunan. 5. Analisis Data Dalam sebuah penelitian setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan penganalisisan terhadap data yang diperoleh. Analisis data merupakan hal
yang penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat memberikan arti dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penyelidikan yang menuturkan, menggambarkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik survey, interview dan observasi. (Surakhmad, 1990:139) Kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan statistik (Moleong, 2007:6). Dalam melaksanakan analisa, peneliti bergerak diantara tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam menyusun data, penulis tidak menggunakan rumus-rumus statistik, akan tetapi menggunakan bentuk tabulasi yaitu penyusunan dalam bentuk tabel. Lewat tabulasi data lapangan akan tampak ringkas dan tersusun ke dalam satu tabel yang baik, data dapat dibaca dengan mudah serta makna akan mudah dipahami. (Kuentjaraningrat, 1994:280) 6.
Pengecekan Keabsahan Data Setelah semua data terkumpul baik dari buku-buku maupun hasil dari wawancara, maka langkah selanjutnya adalah pengecekan keabsahan data. Pengecekan keabsahan data berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan hasil wawancara dari orang satu dengan yang lainnya, membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan membandingkan hasil wawancara
dengan buku yang berhubungan dengan penelitian (Moleong,1989:195). Tujuan dari pengecekan keabsahan data tersebut yaitu supaya memperoleh data yang valid. 7. Tahap-Tahap Penelitian Sebelum melakukan penelitian, penulis menentukan tema yang cocok untuk diteliti serta mengumpulkan data-data yang sesuai dengan tema. Setelah itu, penulis mencari permasalahan yang menarik untuk diteliti dan menentukan judul yang sesuai dengan permasalahan. Kemudian penulis melakukan observasi yang dilanjutkan dengan wawancara kepada subjek penelitian yang bersangkutan di lapangan. Hasil dari observasi dan wawancara dibandingkan dengan data-data lain, supaya tahu sesuai tidaknya data-data yang ada dengan kenyataan yang telah terjadi di lapangan. Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah penyusunan hasil penelitian ke dalam sebuah laporan penelitian. G. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam rangka mempermudah proses pembahasan dan pencapaian ide dan tema dalam penelitian ini, maka penulis merangkai dan merancang sistematika pembahasan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka yang meliputi kajian Advokat dalam perspektif islam, kajian tentang peranan Advokat dalam UU No 18 tahun 2003 dan Kode Etik Advokat dan kajian tentang peranan Advokat dalam pemberian jasa hukum di Pengadilan Agama
Bab III berisi tentang profil Pengadilan Agama Salatiga, data-data para klien yang menggunakan Advokat dan yang tidak menggunakan Advokat, peranan Advokat di Pengadilan Agama Salatiga dan faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
masyarakat
menggunakan dan tidak menggunakan jasa Advokat. Bab IV Analisis Terhadap peranan Advokat di Pengadilan Agama Salatiga dan analisis terhadap faktor yang melatarbelakangi masyarakat menggunakan dan tidak menggunakan jasa Advokat. Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dari penelitian ini dan saran.
BAB II KAJIAN TENTANG PERANAN ADVOKAT
Advokat sebagai pemberi bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum keberadaannya sangat dibutuhkan. Masalah pemberian jasa hukum oleh Advokat ternyata bukan sesuatu yang baru sekarang dilakukan. Pemberian jasa hukum merupakan kebutuhan masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Advokat dapat berperan sebagai pendamping, pemberi nasehat hukum, atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya (Rosyadi, 2003:17). Kajian tentang peranan Advokat adalah sebagai berikut: A.
Definisi Advokat Kegiatan advokasi adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh seorang Advokat atau penasehat hukum yang melaksanakan asas kebenaran, persamaan dihadapan hukum, asas kepastian berdasarkan hukum, guna memperjuangkan hak-hak dan kewajiban pihak yang didampingi dalam rangka mewujudkan kesetaraan hak-hak kewajiban masingmasing pihak (Gofar, 2003:13). Advokat berasal dari bahasa Latin yaitu “Advocatus” mengandung arti seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum. Bantuan atau pertolongan ini bersifat memberi nasehat-nasehat sebagai jasa-jasa baik, dalam perkembangannya
kemudian
dapat
diminta
oleh
siapapun
yang
memerlukan,
membutuhkannya untuk beracara dalam hukum (Wlas, 1989:2). Berkaitan
dengan
penggunaan
jasa
Advokat,
dijelaskan
bahwa
Advokat/Pengacara adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan
hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di Pengadilan atau beracara di Pengadilan. Advokat adalah termasuk Penasehat Hukum, Pengacara dan para konsultan hukum (Pandu, 2001: 76). Secara etimologi, Advokat berasal dari kata Advocate yang artinya penyokong atau penganjur. Sedangkan secara terminologi tugas Advokat adalah melaksanakan kegiatan advokasi yaitu suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk menfasilitasi dan memperjuangkan hak-hak maupun kewajiban klien seseorang atau kelompok berdasarkan aturan hukum yang berlaku (Mimbar hukum, 2003:13). Di dalam UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat diterangkan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
B.
Advokat Dalam Perspektif Islam 1. Sejarah Pemberian Jasa Hukum Dalam Islam Pada dasarnya, pemberian jasa hukum kepada para pihak yang bersengketa telah berlangsung sejak lama. Dalam catatan sejarah peradilan Islam, praktek pemberian jasa hukum telah dikenal sejak zaman pra-Islam. Pada saat itu, meskipun belum terdapat system peradilan yang terorganisir, setiap ada perssengketaan mengenai hak milik, hak waris, dan hak-hak lainnya sering kali diselesaikan melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselisih. Pada masa pra-Islam pemberi bantuan jasa hukum itu harus memenuhi beberapa kualifikasi. Di antara syarat yang terpenting bagi mereka adalah harus cakap
dan memiliki kekuatan supranatural. Atas dasar persyaratan tadi, pada umumnya pemberi jasa hukum itu terdiri atas ahli nujum. Karena itu dalam pemeriksaan dan penyelesaian persengketaan dikalangan mereka lebih banyak menggunakan kekuatan firasat daripada alat-alat bukti, seperti saksi atau pengakuan. (Rosyadi, 2003:36) Pada waktu Islam datang dan berkembang yang dibawa oleh Nabi Muhammad, praktek pemberian jasa hukum terus berjalan dan dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada masa pra-Islam. Hal-hal yang bersifat takhayul dan syirik mulai dieliminir secara bertahap dan disesuaikan dengan al-qur’an dan as-sunah. Pada awal perkembangan Islam, tradisi pemberian bantuan jasa hukum lebih berkembang pada masyarakat Makkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan sengketa bisnis diantara mereka (Rosyadi, 2003:37). Perkembangan pemberian jasa hukum lebih berkembang pada masa Umar bin Khattab yang mulai melimpahkan wewenang peradilan kepada pihak lain yang memiliki otoritas. Umar bin Khattab mulai membenahi lembaga peradilan untuk memulihkan kepercayaan umat terhadap lembaga peradilan. Pembicaraan Advokat dalam perspektif sejarah Islam tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan hukum Islam itu sendiri yang mengikuti geraknya masyarakat pada waktu itu. Nabi Muhammad SAW, sebagai figure tunggal yang sangat dipercaya telah memberikan contoh bagi umat, tentang bagaimana beliau menyelesaikan sengketa dengan cara yang dapat diterima oleh semua pihak tanpa menimbulkan keraguan dan penyesalan (Rosyadi, 2003:38). 2. Profesi Jasa Hukum Dalam Perspektif Islam
Profesi jasa hukum dalam perspektif Islam ada tiga kategori yaitu hakam, mufti, dan mashalaih-alaih. Fungsi mereka sama halnya seperti advokat, pengacara, konsultan hukum atau penasehat hukum yang berperan sebagai pemberi jasa hukum (Rosyadi, 2003: 39). a. Hakam Hakam
adalah
orang
yang
ditunjuk
sebagai
penengah
dalam
menyelesaikan sengketa. Sumber hukumnya adalah firman Allah QS. An-Nisa’: 35 yaitu :
Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. Tugas dan Fungsi Hakam: 1. Tugas hakam yaitu memberikan bantuan, nasehat mengenai perkara yang ditanganinya sesuai dengan hukum yang ada. 2. Fungsi hakam adalah berusaha mendamaikan para pihak yang bersengketa, supaya menyelesaikan masalahnya secara damai atau kekeluargaan. b. Mufti Mufti adalah orang yang memberi fatwa. Fatwa pada dasarnya sama dengan memberikan nasehat kepada seseorang yang belum mengetahui tentang sesuatu. Sumber hukum mufti adalah QS. An-Nisa’ ayat 176 yaitu :
Artinya : mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang lakilaki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Tugas dan fungsi Mufti yaitu memberikan putusan hukum dalam masalah tertentu, tetapi bersifat tidak mengikat bagi yang meminta fatwa. (Rosyadi, 2003:47) c.
Mushalih-Alaih Mushalih-Alaih adalah suatu jenis aqad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan
antara dua orang yang berlawanan. (Rosyadi, 2003:51) Sumber hukum Mushalih-Alaih yaitu QS.AL-Hujarat ayat 9 yaitu:
Artinya: ”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.
C.
Peranan Advokat Dalam UU No 18 Tahun 2003 Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah agung dan mahkamah konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi Advokat yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab yang selanjutnya diatur dalam UU No 18 Tahun 2003. Dalam menjalankan profesinya, peranan yang harus diberikan seorang Advokat adalah 1. Memberikan konsultasi hukum 2. Memberikan bantuan hukum 3. Menjalankan kuasa atas nama klien 4. Mewakili klien 5. Mendampingi klien
6. Membela klien 7. Melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan baik di dalam maupun di luar Peradilan (UU Advokat, 2003:23). Dalam UU ini diatur secara komprehensif
berbagai ketentuan penting yang
melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat dimasa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsipprinsip negara hukum pada umumnya. Dalam pasal 4 ayat (1) sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau janji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Ketentuan dalam pasal 5 ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian profesi Advokat mempunyai peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum baik pidana, perdata, tata usaha negara bahkan tata negara selalu melibatkan profesi Advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Misalnya dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, Advokat dapat berperan besar dalam mengatur mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan
atau tidak tergantung kepada profesi Advokat dan organisasi Advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam Undang-Undang Advokat. Untuk mewujudkan profesinya, Advokat juga berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh Organisasi Advokat. Undang-Undang Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian Advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Advokat. Dalam pasal 6 UU No 18 Tahun 2003 seorang Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan: a. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya b. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya c. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau peradilan d. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya e. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela f. Melanggar sumpah atau janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat Dalam pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai (12 dua belas) bulan, dan pemberhentian tetap dari profesinya. Dalm pasal 18 (1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Dalam bab VI tentang bantuan hukum cuma-cuma pada pasal 22 dijelaskan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan
mengenai persyaratan dan tatacara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam menjalankan peranannya, seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan Ketentuan Kehormatan Organisasi Advokat.
D.
Peranan Advokat Dalam Kode Etik Advokat Kode Etik ini bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya) maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat (www.makalahdanskripsi, diakses tanggal 7 oktober 2010). Kode etik pada pokoknya mengatur tentang hal kepribadian Advokat, hubungan dengan klien, hubungan dengan teman sejawat, cara bertindak dalam menangani perkara dan memuat ketentuan-ketentuan lainnya (Wlas, 1989:12). Dalam pasal 3 (b) disebutkan bahwa Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata
untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan
tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan. Selain itu dalam pasal 3 (c) disebutkan bahwa Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam Negara Hukum
Indonesia. Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman sejawat. Hubungan antara Advokat dengan klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu: a.
Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b.
Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c.
Advokat
tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang. d.
Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e.
Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f.
Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g.
Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h.
Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a). Hubungan antara Advokat dengan klien sangat erat kaitannya dengan pekerjaan utama Advokat sebagai profesi seperti: pemberian nasihat hukum kepada masyarakat yang memerlukannya, pembelaan kepentingan masyarakat, membuat draf kontrak (perjanjian) bagi kepentingan para pihak yang berminat untuk mengadakan hubungan dagang atau hubungan kerja, memfasilitasi kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya dalam suatu proses perundingan guna menyelesaikan perselisihan hukum dan lain-lain. Adapun bentuk peranan Advokat yang tertian dalam Kode Etik Advokat yaitu 1. Memperjuangkan Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Indonesia 2. Melaksanakan Kode Etik Advokat 3. Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran 4. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat 5. Menangani perkara-perkara sesuai Kode Etik Advokat 6. Membela klien dengan cara jujur dan bertanggung jawab 7. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat antara sesama Advokat yang didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan serta saling menghargai dan mempercayai 8. Memberikan nasehat hukum 9. Memberikan konsultasi hukum
10. Membela kepentingan hukum 11. Mewakili klien dimuka pengadilan 12. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada rakyat yang lemah dan tidak mampu (Rambe, 2001:29). Di dalam pelaksanaan Kode Etik Advokat, sering sekali terjadi pelanggaranpelanggaran terhadap Kode Etik yang dilakukan oleh para Advokat. Terhadap pelanggaranpelanggaran Kode Etik Advokat tersebut, Kode Etik Advokat telah mengatur mengenai hukum acara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat. Dengan adanya pelanggaran-pelanggaran, seorang Advokat dapat dikenai sanksi seperti yang tertuang dalam pasal 16 ayat 1 yaitu hukuman yang diberikan dalam keputusan Majelis Dewan Kehormatan dapat berupa: 1. Peringatan biasa 2. Peringatan keras 3. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu 4. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi
E.
Peranan Advokat Di Pengadilan Agama Peran Advokat dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien dengan tujuan untuk melakukan islah bagi para pihak yang bersengketa sangat menentukan. Maksudnya dengan peran di sini adalah bagaimana ia dapat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Kode Etik dan sumpah Advokat. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemberian jasa hukum yang dilakukan Advokat adalah mendampingi, menjadi kuasa, memberikan bantuan hukum kepada kliennya bersifat sosial. (Rosyadi, 2003:64) Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat harus memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum , keadilan, dan kebenaran. Advokat adalah profesi yang bebas, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi Advokat dan tidak tunduk pada kekuasaan publik (Rambe, 2001:33). Selama ini terdapat kesan pro dan kontra di masyarakat terhadap peran Advokat yang berpraktek di Pengadilan. Oleh karena itu, seorang Advokat yang akan melakukan praktek di Pengadilan Agama untuk mendampingi kliennya atau menjadi kuasa atas nama kliennya agar mendapat simpatik dari masyarakat tentu harus mengikuti hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama. Dengan mengikuti aturan ini dapat meminimalkan praktek yang menyimpang, sehingga dapat dipertanggungjawabkan prosedurnya. Prosedur mendapatkan jasa hukum Advokat adalah berkaitan dengan aturan baku yang ditetapkan hukum acara di lingkungan Peradilan Agama maupun aturan kepengacaraan yang berlaku (Rosyadi, 2003:65). Hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama diatur dalam Bab IV UU No. 7 Tahun 1989 mulai pasal 54-105. pasal 54 menyatakan: “Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata (Projodikoro, 1978:13). Perkara perdata yang menjadi kekuasaan absolut peradilan agama mengenai perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam adalah seperti yang diatur pada pasal 49 yaitu perkawinan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam, wakaf dan shadaqoh. Perkara-perkara yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa kepada pihak Pengadilan Agama, bagian terbesar adalah masalah perkawinan yang berkaitan dengan perceraian dengan segala akibat hukumnya. Prosedur acara bidang perkawinan, bila terjadi persengketaan atau masalah yang timbul dari para pihak untuk mengajukan gugatan: perkara cerai talak diatur melalui pasal 66-72, perkara cerai gugat diatur melalui pasal 73-86 dan perkara cerai dengan alasan zina diatur melalui pasal 87-88. Keberadaan Advokat untuk berperan dalam memberikan jasa hukum kepada pihakpihak yang bersengketa dalam perkawinan, khususnya perceraian diatur melalui pasal 73 ayat 1 yaitu: “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.” Pasal ini mengatur gugatan cerai yang dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya, baik secara langsung ke pengadilan agama maupun melalui jasa seorang Advokat dengan menggunakan surat kuasa kepada advokat untuk melakukan tindakan hukum. Surat kuasa adalah suatu dokumen penting yang melahirkan perjanjian antara pihak
klien dan advokat. Tanpa surat kuasa dari para pihak, maka Advokat tidak mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan hukum apapun yang mengatasnamakan para pihak dalam menyelesaikan perkara. Surat kuasa dilakukan dalam bentuk kontrak antara pihak pemberi kuasa (klien) kepada yang menerima kuasa (Advokat). (rosyadi, 2003:66) Peran Advokat dalam memberi jasa hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa, terlebih dahulu mendamaikan melalui berbagai cara. Misalnya dengan menhubungi pihak suami-istri, pihak keluarga masing-masing,dan lain-lain. Apabila perceraian sudah terjadi di Pengadilan, maka para pihak harus siap menerima segala putusan pengadilan dengan segala resiko. Peran Advokat dalam hal ini adalah memberikan kekuatan moril dengan menjelaskan segala kesalahan, kekurangan dan kelemahan kliennya agar dapat menerima putusan itu secara ikhlas (Rosyadi, 2003:68). Peran Advokat yang berpraktek di Pengadilan Agama dalam memberikan jasa hukum dianggap positif bagi pencari kebenaran dan penegakan keadilan. Peran positif Advokat berupa: 1) Mempercepat penyelesaian administrasi, baik permohonan cerai talak maupun gugatan cerai bagi kelancaran persidangan di pengadilan 2) Membantu menghadirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai dengan jadual persidangan 3) Memberikan pemahaman hukumyang berkaitan dengan duduk perkara dan posisinya, terhadap para pihak dalam menyampaikan permohonan atau gugatan atau menerima putusan pengadilan agama 4) Mendampingi para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama, sehingga merasa terayomi keadilannya
5) Mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangannya 6) Dalam memberikan bantuan hukum, sebagai Advokat professional, tetap menjunjung tinggi sumpah Advokat, kode etik profesi dalam menjalankan peran sesuai dengan tugas dan fungsinya. (Rosyadi, 2003:70) Keuntungan menggunakan Advokat ini, mulai dari proses administrasi sampai pendaftaran pengajuan gugatan pihak penggugat selalu didampingi Advokat. Kemudian di dalam persidangan mereka hanya mengikuti satu kali saja pada saat persidangan pendahuluan. Setelah itu mereka tidak mengikuti lagi, karena proses selanjutnya diserahkan kepada pengacaranya sampai selesai dan terjadi putusan oleh pihak pengadilan mereka datang lagi untuk mendengarkan langsung dan terkadang hanya menerima surat putusan saja. Dalam proses ini dapat dikatakan selama persidangan yang banyak terlibat justru antara pihak Advokat dengan Advokat bersama hakim di Pengadilan. Peran yang harus diperhatikan adalah dalam proses penegakan keadilan dan suplemasi hukum yang mesti dikedepankan, karena proses mencari keadilan bukan masalah menang atau kalah, tetapi bagaimana keadilan itu dapat dicapai sesuai dengan hukum dan fakta yang mendukungnya (Rosyadi, 2003:71).
BAB III PERAN ADVOKAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA
A. Profil Pengadilan Agama Salatiga Pengadilan Agama memiliki peran penting dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan umat muslim, khususnya masalah Perdata Islam. Jadi segala perkara Perdata Islam yang menyangkut kehidupan umat muslim, penyelesaiannya adalah menjadi wewenang Pengadilan Agama. Ketentuan ini tertulis dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 63 ayat 1 yang berbunyi: “Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-Undang ini adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam, Pengadilan Umum bagi lainnya.”. Wewenang Pengadilan Agama tersebut dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Kewenangan Absolut Kewenangan Absolut yaitu kewenangan Pengadilan untuk mengadili berdasarkan materi hukum (hukum materiil). (Musthofa,2005:9). perkara-perkara yang boleh ditangani Pengadilan Agama, yaitu: a. Pencegahan Perkawinan b. Perwalian c. Cerai Talak d. Pengesahan anak e. Dispensasi Kawin f. Waris g. Izin Poligami
h. Harta Bersama i.
Hibah
j.
Cerai Gugat
k. Wakaf l.
Wasiat
m. Penguasaan Anak 2. Kewenangan Relatif Kewenangan Relatif yaitu yaitu kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau daerah. Kewenangan ini berdasarkan tempat atau kedudukannya. Pengadilan Agama berkedudukan di kota atau di ibu kota kabupaten maka daerah hukumnya meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. (Musthofa,2005:11) Pengadilan Agama Salatiga membawahi daerah hukum meliputi seluruh wilayah Kota Salatiga dan beberapa Kecamatan yang secara adiministrasi termasuk wilayah Kabupaten. Wilayah tersebut meliputi: a. Wilayah Kota Salatiga 1)
Kecamatan Sidorejo
2)
Kecamatan Sidomukti
3)
Kecamatan Tingkir
4)
Kecamatan Argomulyo
b. Kabupaten Semarang. 1)
Kecamatan Tuntang
2)
Kecamatan Tengaran
3)
Kecamatan Susukan
4)
Kecamatan Pabelan
5)
Kecamatan Suruh
6)
Kecamatan Beringin
7)
Kecamatan Getasan
Pengadilan Agama Salatiga dilaksanakan melalui lembaga-lembaga di bawah pimpinan Ketua. Berikut ini struktur organisasi Pengadilan Agama Salatiga: Ketua Drs. H. Masruhan MS, SH. Wakil Ketua Dra. Hj. Erni Zurnilah, MH Hakim
Hakim
Drs. H.Noer Hadi, MH
Panitera/Sekretaris
Dra. Hj.Muhlisoh, MH
Drs. H. Mahmud, SH
Sakir, SH.,SHI
H. Suyanto, SH
Dra. Hj. Farida, SH. Wakil Panitera Drs.Supangat Hj.Robikah Maskimayah,SH.
Muhsin SH Wakil Sekretaris M.Nur Agus Achmadi, SH.
PanMud Gugatan
Ka Ur Keuangan
Mamnukhin, SH. PanMud Permohonan
Siti Hindunyati Ka Ur Kepegawaian
Handayani, SH. PanMud Hukum
Pujiyati Ka Ur Umum
Dra.Widad
M. Azim Rozi.
Panitera Pengganti
Jurusita
1. M.N. Agus Achmadi, SH Khalim Mudrik Masruhan 2. Imam Yasykur, BA. Jurusita Penganti 3. Fadlan Hasyim, S.Ag Danang prasetyo 4. Miftah Jauhhara, SH. B. Data Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga 5. Handayani, SH. M. Nawal Annaji 6. Wasilatun, SH. Seperti telah ditulis 7. Fitri Ambarwati, SH. sebelumnya, bahwa kewenangan Pengadilan Agama sangat banyak, namun kebanyakan perkara yang masuk adalah perkara perceraian. Oleh karena itu,
penggunaan jasa Advokat hanya terjadi dalam perkara perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Di bawah ini penulis akan menyajikan data perkara yang telah masuk ke Pengadilan Agama Salatiga dari bulan september sampai bulan oktober tahun 2010. perkara tersebut meliputi perkara gugatan maupun permohonan. Jumlah perkara yang masuk dari bulan sebtember hingga Oktober tahun 2010 adalah 166 perkara. Perkara yang menggunakan jasa Advokat dari bulan September hingga Oktober tahun 2010 adalah 20 perkara. Di bawah ini penulis menyajikan data dalam bentuk tabel. Tabel 1.1 Perkara Bulan September Tahun 2010
NO
NOMOR
JENIS
PERKARA
PERKARA
1
0638/G/2010
Cerai Gugat
2
0639/G/2010
Cerai Gugat
3
0640/G/2010
Cerai Gugat
4
0641/G/2010
Cerai Gugat
5
0642/G/2010
Cerai Gugat
6
0643/G/2010
Cerai Gugat
7
0644/G/2010
Cerai Talak
8
0645/G/2010
Cerai Gugat
9
0646/G/2010
Cerai Gugat
10
0647/G/2010
Cerai Gugat
11
0648/G/2010
Cerai Gugat
12
0649/G/2010
Cerai Talak
13
0650/G/2010
Cerai Gugat
14
0651/G/2010
Cerai Gugat
15
0630/G/2010
Dispensasi Nikah
16
0652/G/2010
Cerai Gugat
17
0653/G/2010
Cerai Talak
18
0654/G/2010
Cerai Talak
19
0655/G/2010
Cerai Talak
20
0656/G/2010
Cerai Gugat
21
0631/G/2010
Penetapan Waris
22
0632/G/2010
Pengangkatan Anak
23
0657/G/2010
Cerai Gugat
24
0658/G/2010
Cerai Talak
25
0659/G/2010
Cerai Gugat
26
0660/G/2010
Cerai Gugat
27
0661/G/2010
Cerai Gugat
28
0662/G/2010
Cerai Talak
29
0663/G/2010
Cerai Gugat
30
0664/G/2010
Cerai Gugat
31
0665/G/2010
Cerai Gugat
32
0666/G/2010
Cerai Talak
33
0667/G/2010
Cerai Talak
34
0668/G/2010
Cerai Talak
35
0669/G/2010
Cerai Talak
36
0670/G/2010
Cerai Gugat
37
0671/G/2010
Cerai Talak
38
0672/G/2010
Cerai Talak
39
0673/G/2010
Cerai Gugat
40
0674/G/2010
Cerai Talak
41
0675/G/2010
Cerai Gugat
42
0676/G/2010
Cerai Talak
43
0677/G/2010
Cerai Gugat
44
0678/G/2010
Cerai Talak
45
0679/G/2010
Cerai Gugat
46
0680/G/2010
Cerai Gugat
47
0681/G/2010
Cerai Talak
48
0682/G/2010
Cerai Gugat
49
0683/G/2010
Cerai Gugat
50
0684/G/2010
Cerai Gugat
51
0685/G/2010
Cerai Talak
52
0686/G/2010
Cerai Gugat
53
0687/G/2010
Cerai Gugat
54
0688/G/2010
Cerai Gugat
55
0689/G/2010
Cerai Gugat
56
0690/G/2010
Cerai Gugat
57
0691/G/2010
Cerai Talak
58
0692/G/2010
Cerai Talak
59
0693/G/2010
Cerai Talak
60
0694/G/2010
Cerai Gugat
61
0695/G/2010
Cerai Gugat
62
0696/G/2010
Cerai Talak
63
0697/G/2010
Cerai Gugat
64
0698/G/2010
Cerai Gugat
65
0699/G/2010
Cerai Talak
66
0700/G/2010
Cerai Gugat
67
0701/G/2010
Cerai Talak
68
0702/G/2010
Cerai Gugat
69
0703/G/2010
Cerai Gugat
70
0704/G/2010
Cerai Gugat
71
0033/G/2010
Dispensasi Nikah
72
0705/G/2010
Cerai Talak
73
0706/G/2010
Cerai Gugat
74
0707/G/2010
Cerai Gugat
75
0708/G/2010
Cerai Talak
76
0709/G/2010
Cerai Gugat
77
0710/G/2010
Cerai Gugat
78
0711/G/2010
Cerai Gugat
79
0712/G/2010
Cerai Talak
Tabel 1.2 Perkara Bulan Oktober Tahun 2010
NO
NOMOR
JENIS
PERKARA
PERKARA
1
0713/G/2010
Cerai Talak
2
0714/G/2010
Cerai Talak
3
0715/G/2010
Cerai Gugat
4
0716/G/2010
Cerai Talak
5
0717/G/2010
Cerai Gugat
6
0718/G/2010
Cerai Talak
7
0719/G/2010
Cerai Talak
8
0720/G/2010
Cerai Gugat
9
0721/G/2010
Cerai Talak
10
0722/G/2010
Cerai Gugat
11
0723/G/2010
Cerai Gugat
12
0724/G/2010
Cerai Gugat
13
0034/G/2010
Pengasuhan Anak
14
0725/G/2010
Cerai Gugat
15
0726/G/2010
Cerai Gugat
16
0727/G/2010
Cerai Talak
17
0728/G/2010
Cerai Gugat
18
0729/G/2010
Cerai Gugat
19
0730/G/2010
Cerai Gugat
20
0731/G/2010
Cerai Gugat
21
0732/G/2010
Cerai Talak
22
0733/G/2010
Cerai Gugat
23
0734/G/2010
Cerai Gugat
24
0735/G/2010
Cerai Gugat
25
0736/G/2010
Cerai Talak
26
0737/G/2010
Cerai Talak
27
0738/G/2010
Cerai Gugat
28
0739/G/2010
Cerai Gugat
29
0740/G/2010
Cerai Gugat
30
0741/G/2010
Cerai Gugat
31
0742/G/2010
Cerai Talak
32
0743/G/2010
Cerai Gugat
33
0744/G/2010
Cerai Talak
34
0745/G/2010
Cerai Talak
35
0746/G/2010
Cerai Talak
36
0747/G/2010
Cerai Talak
37
0748/G/2010
Cerai Gugat
38
0749/G/2010
Cerai Talak
39
0750/G/2010
Cerai Gugat
40
0751/G/2010
Cerai Talak
41
0752/G/2010
Cerai Gugat
42
0753/G/2010
Cerai Gugat
43
0754/G/2010
Cerai Talak
44
0755/G/2010
Cerai Gugat
45
0756/G/2010
Cerai Gugat
46
0757/G/2010
Cerai Gugat
47
0758/G/2010
Cerai Gugat
48
0759/G/2010
Cerai Gugat
49
0760/G/2010
Cerai Gugat
50
0761/G/2010
Poligami
51
0762/G/2010
Cerai Gugat
52
0763/G/2010
Cerai Talak
53
0764/G/2010
Cerai Talak
54
0765/G/2010
Cerai Talak
55
0766/G/2010
Cerai Gugat
56
0767/G/2010
Cerai Gugat
57
0768/G/2010
Cerai Gugat
58
0769/G/2010
Cerai Talak
59
0770/G/2010
Cerai Talak
60
0771/G/2010
Cerai Talak
61
0772/G/2010
Cerai Talak
62
0773/G/2010
Cerai Gugat
63
0774/G/2010
Cerai Talak
64
0775/G/2010
Cerai Gugat
65
0776/G/2010
Cerai Gugat
66
0777/G/2010
Cerai Talak
67
0778/G/2010
Cerai Gugat
68
0779/G/2010
Cerai Gugat
69
0780/G/2010
Cerai Gugat
70
0781/G/2010
Cerai Gugat
71
0782/G/2010
Cerai Gugat
72
0783/G/2010
Cerai Talak
73
0784/G/2010
Cerai Talak
74
0785/G/2010
Cerai Talak
75
0786/G/2010
Cerai Talak
76
0787/G/2010
Cerai Talak
77
0788/G/2010
Cerai Gugat
78
0789/G/2010
Cerai Gugat
79
0790/G/2010
Cerai Talak
80
0791/G/2010
Cerai Talak
81
0792/G/2010
Cerai Talak
82
0793/G/2010
Cerai Gugat
83
0794/G/2010
Cerai Talak
84
0795/G/2010
Cerai Gugat
85
0796/G/2010
Cerai Talak
86
0797/G/2010
Cerai Talak
87
0798/G/2010
Cerai Talak
Tabel 1.3 Perkara Yang Menggunakan Jasa Advokat di Bulan Sebtember Tahun 2010
NO
NOMOR
JENIS
PERKARA
PERKARA
1
0642/G/2010
Cerai Gugat
2
0650/G/2010
Cerai Gugat
3
0651/G/2010
Cerai Gugat
4
0683/G/2010
Cerai Gugat
5
0694/G/2010
Cerai Gugat
6
0697/G/2010
Cerai Gugat
7
0698/G/2010
Cerai Gugat
8
0709/G/2010
Cerai Gugat
Tabel 1.4 Perkara Yang Menggunakan Jasa Advokat di Bulan Oktober Tahun 2010
NO
NOMOR
JENIS
PERKARA
PERKARA
1
0721/G/2010
Cerai Talak
2
0722/G/2010
Cerai Gugat
3
0723/G/2010
Cerai Gugat
4
0728/G/2010
Cerai Gugat
5
0730/G/2010
Cerai Gugat
6
0744/G/2010
Cerai Talak
7
0746/G/2010
Cerai Talak
8
0751/G/2010
Cerai Talak
9
0753/G/2010
Cerai Gugat
10
0758/G/2010
Cerai Gugat
11
0767/G/2010
Cerai Gugat
12
0768/G/2010
Cerai Gugat
C. Peranan Advokat Dalam Menangani Perkara Di Pengadilan Agama Salatiga 1. Prosedur Berperkara (Perceraian) Di Pengadilan Agama Salatiga a. Prosedur Berperkara Tanpa Menggunakan Jasa Advokat Prosedur
berperkara
di
Pengadilan
Agama
adalah
pertama-tama
Penggugat/Pemohon yang belum bisa membuat surat gugatan/permohonan diterima oleh petugas di bagian Prameja untuk dibantu membuat surat gugatan/permohonan, bagi yang sudah memiliki surat gugatan/permohonan sesuai dengan ketentuan tidak perlu melewati prameja. Surat gugatan/permohonan diserahkan ke meja 1 untuk ditaksir biaya perkaranya dan dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) rangkap tiga yang sudah dipertimbangkan jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para
pihak,
kemudian
Penggugat/Pemohon
membayar
dikembalikan panjar
biaya
kepada perkara
Penggugat/Pemohon. dibagian kasir
dan
menyerahkan berkas gugatan/permohonan yang sudah dilengkapi SKUM. Bagian kasir menerakan nomor perkara sesuai nomor SKUM, menandatangani SKUM, memberi cap pembayaran, memasukkan perkara ke dalam jurnal dan menyerahkan ke meja II.
Kemudian di meja II petugas memasukkan berkas perkara ke buku register, memberikan salinan berkas kepada Penggugat/Pemohon dan Wakil Panitera. Wakil Panitera mencatat berkas ke buku pantauan dan menyerahkan kepada Panitera. Panitera menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Pengadilan. Selanjunya Ketua Pengadilan menunjuk Hakim Ketua Majlis dan anggotanya untuk menangani perkara tersebut dan mengembalikan berkas kepada Panitera, lalu Panitera menunjuk Panitera Pengganti dan menyerahkan berkas kepada Hakim Ketua Majlis yang telah ditunjuk Ketua Pengadilan. Setelah berkas perkara diterima, Hakim Ketua Majlis menetapkan hari
sidang
dan
memberitahu
hakim
anggotanya,
kemudian
memerintahkan Juru Sita untuk memanggil para pihak. Pemanggilan oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti dilakukan sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari sidang. Pada hari yang telah ditentukan yaitu sidang pertama, ketua majlis terlebih dahulu memeriksa para pihak yang berperkara dan menganjurkan upaya damai/mediasi,
jika
gagal
sidang
dilanjutkan
dengan
pembacaan
gugatan/permohonan pada sidang kedua dan pada sidang ketiga dilanjutkan dengan pemberian jawaban dari Tergugat/Termohon secara langsung. Pada sidang keempat Penggugat/Pemohon menyampaikan alasan-alasan gugatan/permohonan yang kemudian disusul pada sidang kelima dengan jawaban dari Tergugat/Termohon secara langsung. Sidang keenam, dilanjutkan dengan pembuktian dari para pihak yang bersengketa. Pembuktian dapat berupa pembuktian surat maupun saksi yang minimal dua orang. Kemudian pemeriksaan dan menyumpah para saksi oleh Hakim. Setelah itu, sidang ditunda untuk kesimpulan
oleh Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon secara langsung. Setelah kesimpulan pada sidang ketujuh, sidang dilanjutkan dengan musyawarah Hakim dan pembacaan putusan oleh Majlis Hakim. b. Prosedur Berperkara Dengan Menggunakan Jasa Advokat Prosedur
berperkara
di
Pengadilan
Agama
adalah
pertama-tama
Penggugat/Pemohon atau melalui kuasa hukumnya (Advokat) mengajukan surat gugatan/permohonan yang dilengkapi dengan Surat Kuasa Advokat yang sudah dilegalisir ke meja I untuk ditaksir biaya perkaranya dan dibuatkan SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) rangkap tiga yang sudah dipertimbangkan jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para pihak, kemudian dikembalikan kepada penggugat/pemohon atau kuasanya. Penggugat/Pwemohon atau kuasa hukumnya membayar panjar biaya perkara dibagian kasir dan menyerahkan berkas gugatan/permohonan yang sudah dilengkapi SKUM dan juga surat kuasa Advokat yang mendampinginya. Bagian kasir menerakan nomor perkara sesuai nomor SKUM, menandatangani SKUM, memberi cap pembayaran, memasukkan perkara ke dalam jurnal dan menyerahkan kepada meja II. Kemudian di meja II petugas memasukkan berkas perkara ke buku register, memberikan salinan berkas kepada Penggugat/Pemohon atau Advokat yang mendampinginya dan Wakil Panitera. Wakil Panitera mencatat berkas ke buku pantauan dan menyerahkan kepada Panitera. Panitera menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Pengadilan. Ketua Pengadilan menunjuk Hakim Ketua Majlis dan anggotanya untuk menangani perkara tersebut dan mengembalikan berkas kepada Panitera lalu Panitera menunjuk Panitera Pengganti dan menyerahkan berkas kepada
Hakim Ketua Majlis yang telah ditunjuk Ketua Pengadilan. Setelah berkas diterima, Hakim Ketua Majlis menetapkan hari sidang dan memberitahu hakim anggotanya yang kemudian memerintahkan Juru Sita untuk memanggil para pihak. Pemanggilan oleh Juru Sita/Juru Sita pengganti dilakukan sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari sidang. Pada hari yang telah ditentukan yaitu pada sidang pertama, Ketua Majlis terlebih dahulu memeriksa para pihak beserta Advokat yang mendampinginya dan menganjurkan upaya damai/mediasi. Jika mediasi gagal, dilanjutkan dengan sidang kedua yaitu pembacaan gugatan/permohonan oleh Penggugat/pemohon oleh Advokat yang mendampinginya. Pada persidangan ketiga, dilanjutkan dengan pemberian jawaban dari Tergugat/Termohon atau replik dari Advokat yang mendampinginya secara tertulis yang dibuat oleh Advokat tersebut. Jawaban yang berupa tulisan yang dibuat oleh Advokat diserahkan kepada Ketua Majlis dan Penggugat/Pemohon atau kuasa hukumnya akan mendapatkan satu kopian jawaban tersebut. Sebelum jawaban diajukan ke persidangan, maka dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pemberi kuasa. Pada
sidang
keempat,
Penggugat/pemohon
atau
Advokat
yang
mendampinginya menyampaikan alasan-alasan gugatan/permohonan (replik) secara tertulis. Sidang kelima disusul dengan jawaban dari Tergugat/Termohon atau Advokat yang mendampinginya (duplik) secara tertulis. Setelah jawaban dari tergugat/termohon, pada sidang keenam dilanjutkan dengan pembuktian dari para pihak yang bersengketa. Pembuktian dapat berupa pembuktian surat maupun saksi yang minimal dua orang. Sebelum pemeriksaan, para saksi yang akan memberikan
keterangan disumpah oleh Hakim. Setelah itu, sidang ditunda untuk kesimpulan oleh Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon atau Advokat yang mendampinginya secara tertulis di sidang ketujuh. Setelah kesimpulan, sidang dilanjutkan dengan pembacaan putusan oleh Majlis Hakim. 2. Peranan Advokat Di Pengadilan Agama Salatiga Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat harus memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran. Banyak orang yang membutuhkan jasa Advokat, akan tetapi tidak semua bisa membayar jasanya/memberikan honorarium atas jasa tersebut. Peranan para Advokat dalam membantu kliennya telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan juga dalam Kode Etik Advokat. Peraturan tersebut meliputi Sumpah, Penindakan, Pemberhentian, Hak dan Kewajiban Advokat, Honorarium, Bantuan Hukum Cuma-Cuma, Organisasi Advokat, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan peranannya di Pengadilan Agama Salatiga Advokat harus memenuhi persyaratannya seperti yang diutarakan oleh bapak Sakir, SH.SHI selaku ketua panitera di Pengadilan Agama Salatiga, beliau menerangkan bahwa seorang Advokat yang beracara di Pengadilan Agama Salatiga mempunyai 2 (dua) syarat yaitu: a. Seorang Advokat harus mempunyai SIM yang sudah diambil sumpahnya dan jika tanggal dan tahunnya yang tertera dalam SIM sudah melampoi batas (kadaluarsa) maka tidak
boleh berprakter
di Pengadilan Agama Salatiga.
memperpanjang SIM (Tanda Pengenal Advokat) tersebut.
Dia harus
b. Harus membawa surat kuasa yang telah ditandatangani oleh para pihak dan kemudian ditandatangani oleh panitera dan harus ada materai sebesar Rp. 6.000,00 dan distempel oleh Pengadilan (Wawancara panitera, Tanggal 25 oktober 2010). Bapak Nur Hadi selaku hakim di Pengadilan Agama Salatiga, beliau mengutarakan bahwa seorang Advokat harus sepenuhnya menjiwai permasalahan yang diajukan. Di Pengadilan Agama Salatiga pernah ada kasus yaitu klien dari seorang Advokat mau diajak oleh suaminya melakukan hubungan suami istri yang dilakukan pada salah satu hotel di Kopeng, padahal mereka dalam tahap perceraian. Saat dalam persidangan, suaminya itu mengutarakan semua kejadian yang ia lakukan dengan istrinya. Akan tetapi istrinya yang tidak lain adalah klien dari Advokat tersebut tidak hadir waktu persidangan. Hakim menanyakan kebenaran itu, tetapi Advokat itu tidak tahu dan berkata kepada hakim bahwa “Coba nanti saya tanyakan dengan klien saya”. Seharusnya Advokat itu harus menjiwai permasalahan untuk menemukan kebenaran, karena Advokat adalah patner hakim dalam menemukan kebenaran dan keadilan. Selain itu Advokat juga harus menguasai hukum formil sehingga membantu menemukan kebenaran dan keadilan (Wawancara Hakim, Tanggal 19 Oktober 2010). Peran Advokat dalam memberikan jasa hukum di Pengadilan, pada dasarnya harus diartikan sebagai upaya memberikan bantuan hukum kapada orang yang sedang beracara di Pengadilan. Hal itu dimaksudkan agar pemeriksaan dan peradilan dapat berjalan dengan tertib, baik dan lancar sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Dimaksudkan juga untuk mewujudkan keadilan secara nyata berdasarkan hukum materiil yang berlaku, sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa. Bapak Agus Pramono selaku Advokat yang beralamat di Jl. Jendral Sudirman
Salatiga, beliau mengutarakan bahwa jika ada klien yang membutuhkan jasanya, tetapi ia tidak mampu memberikan honorarium maka dia akan membantunya tanpa biaya (gratis). Beliau juga menjelaskan bahwa di dalam UU No 18 Tahun 2003 pasal 22 ayat 1 dan 2 tentang bantuan hukum cuma-cuma yang wajib diberikan Advokat kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Kemudian diterangkan bahwa untuk melakukan pembelaan secara hukum sekalipun tidak ada uang, apabila sudah menerima kuasa maka harus dijalankan sebagaimana mestinya. Advokat membantu kliennya menangani perkara perceraian dilakukan dengan cara mendampingi klien dipersidangan dan memberikan nasehat secara hukum (Wawancara Advokat, Tanggal 15 November 2010). Peran Advokat juga dijelaskan oleh Bapak Soetopo dan bapak Muhammad Sofyan yang berprofesi sebagai Advokat mengutarakan bahwa dalam membela dan membantu kliennya dalam perkara perceraian, hal yang paling utama dilakukan yaitu memberi nasehat agar klien menggagalkan perceraiannya. Advokat akan membantu menyelesaikan perkara-perkara kliennya semaksimal mungkin sesuai dengan Kode Etik dan UU No. 18 Tahun 2003 (Wawancara Advokat, Tanggal 21 Oktober 2010). Peranan Advokat yang berpraktek di Pengadilan Agama dalam memberikan jasa hukum dapat juga dianggap negatif bagi pencari kebenaran dan penegakan keadilan. Peran negatif Advokat itu berupa upah atas jasanya sangat mahal dan menambah masalah menjadi rumit selain itu juga Advokat adalah makelar hukum atau calo perkara. Hal tersebut sesuai dengan penuturan ibu Sri Mulyani yang menganggap bahwa jasa Advokat itu mahal dan harus mengeluarkan uang berjuta-juta.(Wawancara klien, Tanggal 1 November 2010) Pendapat tersebut terbukti bahwa honorarium Advokat memang mahal, seperti yang
telah diutarakan oleh bapak Agus Pramono bahwa dia menerima honorarium dari kliennya dari awal menjalankan profesinya hingga sekarang sebesar Rp. 3.000.000,00. hal tersebut diperkuat pendapat dari bapak Khomaruddin Nur yang mengutarakan bahwa beliau menerima honorarium paling sedikit 2 juta, bahkan terkadang beliau mendapatkan honorarium sebanyak 7,5 juta (Wawancara Advokat, Tanggal 21 Oktober 2010). Ibu Masruroh tidak menggunakan jasa Advokat selain honorariumnya mahal juga karena adanya anggapan Advokat adalah makelar hukum/calo perkara (Wawancara Klien, Tanggal 21 Oktober 2010. )Hal itu terbukti dengan penuturan seorang Advokat yang berinisial D. dia menawari suatu pekerjaan yang mana jika bisa membawakan suatu kasus atau perkara baik itu perkara perdata maupun perkara pidana kepadanya, maka akan mendapat 30% dari honorarium yang diberikan kliennya dan jika klien itu kaya maka honornya akan tinggi. (Wawancara Advokat, 22 Oktober 2010) Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat mempunyai tujuan tertentu dalam membantu kliennya, seperti yang diutarakan oleh bapak Agus Pramono dan M Sofyan yang menyatakan bahwa tujuan mereka membantu kliennya selain karena profesinya adalah untuk menyenangkan hati para klien dan agar permasalahan yang dihadapi klien dapat terselesaikan secara tuntas. Tujuan-tujuan tersebut diperkuat oleh bapak Komaruddin bahwa tujuan beliau membantu kliennya adalah karena amanat dari UU yang harus dilaksanakan dan membantu orang merupakan profesi yang mulia (Wawancara Advokat, Tanggal 21 Oktober 2010). Cara para Advokat membantu kliennya dalam menangani perkara perceraian adalah a. Klien datang ke kantor Advokat b. Konsultasi tentang masalah yang dihadapi kepada Advokat
c. Memberi nasehat dan solusi tentang masalah yang dihadapi d. Biaya tergantung kesepakatan dan kemampuan klien e. Tanda tangan surat kuasa f. Membuat surat gugatan untuk diajukan ke Pengadilan Agama g. Membantu dan mendampingi klien di Pengadilan. (Wawancara Advokat, 21 Oktober 2010) Peranan seorang Advokat yang berpraktek di Pengadilan Agama dalam memberikan jasa hukum dianggap positif bagi pencari kebenaran dan penegakan keadilan khususnya dalam perkara perceraian. Peran positif Advokat itu adalah a. Perkara yang dihadapi menjadi lebih ringan b. Memberikan pemahaman hukum yang berkaitan dengan perkara yang dihadapi c. Mewakili pihak-pihak jika berhalangan hadir d. Mendampingi para pihak dalam persidangan sehingga rasa takut dan malu dapat berkurang. (Wawancara Klien, 1 November 2010) Keuntungan menggunakan Advokat ini, mulai dari proses administrasi sampai pendaftaran pengajuan gugatan pihak Penggugat selalu didampingi Advokat. Kemudian di dalam persidangan mereka hanya mengikuti satu kali saja pada saat persidangan pendahuluan. Setelah itu mereka tidak mengikuti lagi, karena proses selanjutnya diserahkan kepada pengacaranya sampai selesai dan terjadi putusan oleh pihak pengadilan mereka datang lagi untuk mendengarkan langsung dan terkadang hanya menerima surat putusan saja. Dalam proses ini dapat dikatakan selama persidangan yang banyak terlibat justru antara pihak Advokat dengan Advokat bersama Hakim di Pengadilan (Rosyadi, 2003:71).
Hal ini diperkuat dengan pendapat dari ibu Saltami bahwa ia merasa tenang kalau didampingi oleh Advokat saat persidangan. Masalah yang dihadapi menjadi tidak begitu sulit, karena Advokat yang mendampinginya selalu memberikan pemahaman hukum tentang perkara yang dihadapinya dan juga selalu diberi nasehat-nasehat. Bapak Bejo Slamet juga berpendapat bahwa menggunakan jasa Advokat dapat meringankan beban yang dihadapinya, karena jika dia sibuk dengan pekerjaannya maka dapat diwakilkan oleh Advokat yang mendampinginya (Wawancara Klien, Tanggal 1 November 2010). Namun ada juga yang berpendapat lain mengenai efektifitas penggunaan jasa Advokat seperti ibu Sri Mulyani dan
bapak Agus Joko P yang mengemukakan
mengemukakan bahwa pemakaian jasa Advokat
hanya akan membuat masalah
perceraiannya menjadi ruwet dan panjang. (Wawancara Klien, Tanggal 20 Oktober 2010) D. Faktor Penggunaan Jasa Advokat 1. Faktor-faktor Para Klien Tidak Menggunakan Jasa Advokat Dari 166 perkara dari tanggal 1 september hingga 31 oktober 2010, tidak semua perkara di Pengadilan Agama Salatiga menggunakan jasa Advokat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa Advokat. Hal tersebut disampaikan oleh ibu Sri Mulyani selaku Tergugat dan bapak Agus Joko P, mereka tidak menggunakan jasa Advokat karena tidak ada biaya untuk membayar jasa tersebut. Mereka beranggapan bahwa menghadapi persidangan secara mandiri itu lebih baik dan tidak membikin masalah perceraiannya menjadi sulit dan panjang. Apalagi ketika perceraian yang dilakukan itu secara damai, karena kedua belah pihak sepakat untuk bercerai (Wawancara Klien, Tanggal 20 oktober 2010).
Sepaham dengan pendapat tersebut ialah bapak Heru selaku Penggugat yang beralamat di Pengilon Kota Salatiga, dia tidak menggunakan jasa Advokat karena perkara perceraian itu perkara yang gampang diatasi tidak seperti perkara pidana misalnya korupsi, pembunuhan, asusila, dan lain sebagainya. Selain itu juga memakai jasa Advokat malah membuat masalah tambah panjang (Wawancara Klien, Tanggal 21 Oktober 2010). Mayoritas dari orang yang berperkara di Pengadilan Agama tidak menggunakan jasa Advokat karena ketidakmampuan untuk memberikan honorarium atas jasa Advokat tersebut. Ibu Lilik Rahmawati, dia tidak menggunakan jasa Advokat karena uang yang dia miliki hanya cukup untuk membayar biaya perkara. Dia mengatakan bahwa “biaya cerai saja sudah mahal apa lagi kalau memakai jasa Advokat, pasti biayanya mahal sekali”. Penggunaan jasa advokat dapat membuat ribet dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan perkara perceraian seperti yang disampaikan oleh ibu Silvia dan bapak Nahrowi (Wawancara Klien, Tanggal 1 November 2010). Alasan-alasan para pihak yang tidak menggunakan jasa Advokat, diperjelas dengan pendapat dari Bapak Nur Hadi selaku Hakim Pengadilan Agama Salatiga, beliau menerangkan bahwa memakai jasa Advokat relatife panjang/lama karena setiap tahapan baik Replik (alasan gugatan) maupun Duplik (jawaban gugatan) harus dibuat secara tertulis dan harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pemberi kuasa. Selain itu ada uang yang harus dibayarkan kepada Advokat yang tidak ada standarnya (Wawancara Hakim, tanggal 19 Oktober 2010). Padahal, sebenarnya bantuan Advokat dapat diberikan secara cuma-cuma seperti yang tertuang dalam UU No 18 Tahun 2003 dan juga Kode Etik Advokat. Bapak Agus
Pramono selaku Advokat yang beralamat di Jl. Jendral Sudirman 286 Salatiga, menjelaskan bahwa ada bantuan cuma-cuma yang ia berikan kepada klien yang benarbenar tidak mampu memberikan honorarium demi mencari kebenaran dan keadilan. Adanya bantuan hukum cuma-cuma yang dikemukakan oleh bapak Khomaruddin Nur yang juga sebagai Advokat, asalkan klien mampu membayar administrasi Pengadilan Agama meskipun tidak mampu memberikan honorarium atas jasa Advokat, beliau mampu membantunya (Wawancara Advokat, Tanggal 21 Oktober 2010). 2. Faktor-Faktor Para Klien Menggunakan Jasa Advokat Penggunaan jasa Advokat oleh masyarakat disebabkan karena tidak paham tentang hukum, karena malu datang ke persidangan secara mandiri, karena kesibukan dan masalah yang dihadapi terlalu berat sehingga tidak mampu untuk mengatasinya sendiri. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari ibu Marsiyem yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dia menjelaskan bahwa dia memakai jasa Advokat karena disuruh oleh majikannya yang anaknya tidak lain adalah seorang Advokat. Karena dia tidak tau tentang masalah hukum khususnya dalam perceraian yang dihadapinya, maka dia menggunakan jasa Advokat tersebut (Wawancara Klien, 20 Oktober 2010). Menggunakan jasa Advokat seperti yang diungkapkan oleh ibu Saltami, disebabkan karena masalah yang dihadapi terlalu berat untuk mengatasinya sendiri. Karena suaminya tidak mau mengakui anaknya sebagai buah hati mereka selama 6 tahun. Suaminya beranggapan bahwa anak itu bukanlah hasil dari pernikahan mereka, karena dia sering melihat istrinya berboncengan dengan pria lain yang bukan muhrimnya. Akan tetapi ibu Saltami yakin bahwa anak yang dilahirkannya adalah hasil
dari pernikahan mereka, karena dia tidak melakukan perselingkuhan di belakang suaminya dan menganggap orang yang memboncengkannya hanya sebatas teman biasa. (Wawancara Klien, Tanggal 25 Oktober 2010). Malu datang ke Pengadilan Agama Salatiga dan tidak berani memasuki ruang persidangan termasuk salah satu faktor ibu Titik menggunakan jasa Advokat.. Selain ibu Titik, bapak Jarwo dan bapak Bejo Slamet juga menggunakan jasa Advokat karena dia sibuk dengan pekerjaan yang dijalaninya. Sehingga jika dia tidak ada waktu untuk datang ke persidangan bisa diwakilkan oleh Advokat. Pemakaian jasa Advokat juga dilakukan oleh ibu Siswanti. Dia menggunakan jasa Advokat karena tidak tahu tentang hukum. Dia beranggapan bahwa jika tidak tahu tentang masalah yang ia hadapi, maka Advokat yang mendampinginya akan menjelaskan apa yang harus dia lakukan (Wawancara Klien, Tanggal 1 November 2010).
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN ADVOKAT DALAM MENANGANI PERKARA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Analisis Terhadap Peranan Advokat Di Pengadilan Agama Salatiga Peranan Advokat dalam memberikan jasa hukum untuk kepentingan klien dengan tujuan untuk melakukan islah bagi para pihak yang bersengketa sangat menentukan. Maksudnya dengan peran disini adalah bagaimana ia dapat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Kode Etik dan Sumpah Advokat. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberian jasa hukum yang dilakukan Advokat adalah mendampingi, menjadi kuasa, memberikan bantuan hukum kepada kliennya (Rosyadi, 2003:64). Selama ini terdapat kesan yang pro dan kontra dimasyarakat terhadap peran Advokat yang berpraktek di Pengadilan Agama. Bagi yang kontra memberikan kesan negatif dan yang pro memberikan kesan positif terhadap peran Advokat di Pengadilan Agama. Sehingga seorang Advokat yang akan menjalankan profesinya di Pengadilan Agama baik untuk mendampingi ataupun menjadi kuasa atas nama kliennya harus mengikuti hukum acara Peradilan Agama yang berlaku, agar mendapat simpatik dari masyarakat. Dengan mengikuti peraturan Pengadilan Agama, akan dapat meminimalkan praktek yang menyimpang dan dapat dipertanggungjawabkan prosedurnya. Di Pengadilan Agama Salatiga terdapat 2 (dua) syarat utama seorang Advokat dapat menjalankan profesinya, yaitu: 1. Advokat harus mempunyai tanda pengenal yang sudah diambil sumpahnya di Pengadilan Tinggi
2. Advokat harus membawa surat kuasa yang telah ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan disetujui oleh Panitera (wawancara Panitera, Tanggal 25 oktober 2010). Tanpa kedua syarat diatas, Advokat tidak dapat menjalankan profesinya. Maka Advokat harus mempunyai kedua syarat tersebut di atas. Seorang Advokat harus memperpanjang tanda pengenalnya jika sudah habis masa berlakunya, karena jika sudah habis masa berlakunya Advokat tersebut tidak akan bisa menjalankan profesinya di Pengadilan Agama. Dengan mengetahui hukum acara yang ditetapkan lingkungan pengadilan agama, maka Advokat dapat menjalnkan peranannya sesuai tugas dan fungsinya berdasarkan sumpah jabatan dan kode etik. Peran utama Advokat dalam menerima dan mengajukan gugatan atas nama klien dalam perkara perceraian terlebih dahulu harus mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa.
Sebelum
berperkara
di
Pengadilan
Agama,
Advokat
harus
memberitahukan duduk perkara, asper hukum dan akibat hukum dari persengketaan, agar disaat perkaranya dikalahkan atau dimenangkan di Pengadilan Agama, para pihak dapat bersikap terbuka dan ikhlas dalam menerima putusan Pengadilan Agama (Rosyadi, 2003:69). Dalam menjalankan tugasnya seorang Advokat tidak hanya harus memiliki sikap profesionalisme, akan tetapi juga harus memiliki sikap moralitas yang tinggi. Moralitas seorang Advokat ditentukan oleh komitmennya terhadap nilai-nilai keadilan dan kebenaran, bukan termotifasi oleh sejumlah materi yang telah dijanjikan. Motifasi awal yang perlu ditanamkan dalam lubuk hati seorang Advokat adalah menjadikan dirinya seorang pengabdi dan pejuang hukum, penegak keadilan dan kebenaran serta pejuang nilai-nilai kemanusiaan. Dunia profesi Advokat jangan semata-mata dijadikan lahan mencari keuntungan dan
kekayaan, sebab jika hal itu terjadi maka motifasi utama patut dikhawatirkan akan meluncur kedunia bisnis dan perdagangan hukum melalui tangan kotor para Advokat. Menegakkan hukum dan keadilan merupakan tuntutan dan tanggung jawab seorang Advokat yang menjadi motifasi dalam melaksanakan profesinya, karena itu seorang Advokat harus proposional dalan menentukan pilihan untuk menerima atau menolak mengerjakan suatu perkara. Seorang Advokat tidak boleh menerima atau menolak mengerjakan suatu perkara atas pertimbangan yang bersifat komersil atau untung rugi, karena hal itu lazimnya dilakukan oleh seorang pedagang. Advokat boleh menolak suatu perkara jika menurut keyakinannya tidak ada dasar seperti yang dijelaskan dalam Kode Etik Advokat pada pasal 4 poin G. Jadi, jika ada orang yang membutuhkan jasa Advokat akan tetapi tidak mampu memberikan honorarium, maka Advokat itu harus membantunya karena sudah diatur dalam UU No 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat Tentang bantuan hukum cuma-cuma. Peran Advokat di Pengadilan Agama dalam memberikan bantuan hukum dianggap positif bagi pencari kebenaran dan keadilan. Peran positif itu dapat digambarkan dalam beberapa hal, yaitu: 1. Perkara yang dihadapi menjadi lebih ringan 2. Memberikan bantuan hukum yang berkaitan dengan perkara yang dihadapi 3. Mewakili pihak jika berhalangan hadir 4. Mendampingi pihak yang berperkara dalam persidangan Keuntungan menggunakan jasa Advokat, yang dimulai dengan proses administrasi sampai dengan pengajuan gugatan/permohonan. Di dalam persidangan para pengguna jasa Advokat dapat mengikuti satu kali saja saat persidangan pertama, setelah itu mereka tidak
mengikuti lagi, karena proses persidangan selanjutnya telah diserahkan kepada Advokat yang mendampinginya. Ada juga karena kesibukan para pengguna jasa Advokat hanya datang diawal dan akhir persidangan untuk mendengarkan langsung putusan dari majlis hakim. Dalam proses ini yang banyak terlibat adalah Advokat dengan Hakim Pengadilan bukan para pihak yang berperkara. Dalam menjalankan profesinya, seorang Advokat selain dianggap profesinya dengan tanggapan positif juga dianggap negatif . Timbulnya citra negatif terhadap dunia profesi Advokat dewasa ini disebabkan karena rendahnya kualitas para Advokat. Artinya para Advokat kurang memiliki sikap profesionalisme dalam melakukan pekerjaanya. Sikap profesionalisme tidak saja mensyaratkan secara teknis, akan tetapi memiliki kemahiran dalam hukum dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu perkara juga harus dimiliki. Untuk meminimalkan anggapan negatif masyarakat, seorang Advokat dalam membela, mendampingi, mewakili, bertindak dan melaksanakan tugas dan fungsinya harus selalu mempertimbangan kewajiban terhadap klien, pengabdian terhadap hukum dan Negara, dan yang paling penting kepada Allah SWT untuk mencari kebenaran dan keadilan. Dengan hal yang demikian, maka profesi Advokat akan dipandang mulia dihadapan masyarakat, apabila para Advokat dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemberi jasa hukum kepada masyarakat yang membutuhkan. B. Analisis Terhadap Faktor-Faktor Penyebab Penggunaan Jasa Advokat Setelah melihat dan mendengar langsung dari para pihak yang berperkara dengan menggunakan jasa Advokat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peranan Advokat di Pengadilan Agama Salatiga dapat membantu penyelesaian perkara baik itu dalam hal
mendampingi, mewakili dan memberikan nasehat hukum. Adapun faktor-faktor penyebab klien menggunakan jasa Advokat yaitu: 1. Faktor pendidikan yaitu ketidaktahuan tentang hukum. Faktor pendidikan ini terjadi pada ibu Marsiyem dan ibu Siswanti 2. Faktor psikologi yaitu malu datang ke pengadilan secara mandiri. Hal ini terjadi pada ibu Titik. 3. Sibuk dengan pekerjaan. Faktor ini diutarakan oleh bapak Jarwo dan bapak Bejo Slamet 4. Masalah yang dihadapi terlalu berat. Faktor ini dialami oleh ibu Saltami. Dengan faktor-faktor di atas, maka betapa pentingnya peran Advokat dalam membantu masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Orang yang tidak tahu tentang masalah hukum
disebabkan karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat
khususnya klien yang didampinginya. Advokat harus memberikan solusi dan nasehat-nasehat yang berkaitan dengan hukum. Advokat harus mendampingi dan mewakili kliennya saat di Persidangan dan memberikan nasehat saat di luar Persidangan. Sehingga saat klien malu datang ke Pengadilan secara mandiri, Advokat siap mendampingi kliennya agar klien merasa terayomi keberadaannya. Kesibukan dengan pekerjaan juga menjadi faktor penggunaan jasa Advokat, sehingga Advokat harus mewakili kliennya datang ke Persidangan. Seorang Advokat wajib memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi kliennya, agar beban yang dihadapi klien tidak terlalu berat. Tidak semua perkara di Pengadilan Agama menggunakan jasa Advokat untuk menyelesaikan perkaranya, hal tersebut disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi yaitu biaya untuk mendapatkan jasa Advokat sangat mahal. Hal ini diungkapkan oleh pada ibu Sri Mulyani, Bapak Joko P, Ibu Lilik Rahmawati dan Khusnul Arifin 2. Masalah yang dihadapi adalah perceraian bukan perkara pidana. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Heru 3. Memakai jasa Advokat akan menambah rumit. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Silvia dan Bapak Nahrowi 4. Advokat adalah calo perkara. Hal ini diutarakan oleh Masruroh Dengan adanya faktor-faktor di atas, maka masyarakat enggan menggunakan jasa Advokat. Kenyataan ini terbukti bahwa di Pengadilan Agama Salatiga perkara tanpa jasa Advokat lebih banyak dari yang menggunaka jasa Advokat. Dari hasil wawancara dan data yang diperoleh faktor utama masyarakat tidak menggunakan jasa Advokat adalah biaya yang cukup mahal. Padahal dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat sudah diatur tentang bantuan hukum cuma-cuma. Akan tetapi masyarakat awam tidak tahu tentang Undang-Undang dan Kode Etik tersebut. Dengan adanya hal tersebut, maka perlu diadakannya penyuluhan tentang bantuan hukum dimasyarakat yang dilakukan langsung oleh Advokat, agar masyarakat percaya dan tahu tentang tugas dan fungsi Advokat yang berkaitan Undang-Undang dan Kode Etik tersebut. Kebanyakan dari masyarakat tidak tahu kalau Advokat itu bisa membantu dalam menyelesaikan perkara perceraian. Hal tersebut terjadi karena masyarakat memang benarbenar tidak tahu tentang keberadaan dan tugas seorang Advokat. Maka Advokat itu perlu mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat yang awam akan hukum, agar masyarakat tahu
tugas dan kewajiban Advokat. Karena Advokat itu tidak hanya membantu dalam perkara pidana tetapi juga perkara perdata. Memakai jasa Advokat akan menambah rumit, karena orang yang berperkara harus mencari-cari keberadaan Advokat yang benar-benar berhatinurani baik. Sehingga orang tersebut enggan menggunakan jasa Advokat. Advokat adalah calo perkara yang sering menjadi anggapan masyarakat. Maka dari itu, Advokat harus professional dalam menjalankan profesinya dan menghilangkan tujuan untuk mencari keuntungan dari para pencari keadilan.
BAB 1V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1.
Advokat di Pengadilan Agama Salatiga dapat berperan sebagai seseorang yang dapat memberikan bantuan hukum seperti memberikan penjelasan tentang hukum, mendampingi klien jika tidak berani dan malu datang ke Pengadilan Agama dan juga mewakili klien jika berhalangan hadir karena sakit ataupun karena sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga, mereka yang menggunakan jasa Advokat menganggap bahwa peran seorang Advokat sangatlah penting. Dari 166 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Salatiga pada bulan September hingga bulan Oktober, yang menggunakan jasa Advokat ada 20 perkara, itupun karena mereka tidak paham dengan apa yang harus dilakukan di Pengadilan Agama ketika menyelesaikan prosedur berperkara. Sehingga mereka menggunakan jasa Advokat untuk menyelesaikan perkaranya. Padahal dari mereka yang menggunakan dan tidak menggunakan jasa Advokat, prosedur dan hasil dari persidangan adalah sama. Maka peran dari Advokat tidaklah penting, karena tanpa bantuan dari Advokat mereka dapat menyelesaikan perkaranya.
2.
Terdapat faktor-faktor penyebab orang berperkara menggunakan dan tidak menggunakan jasa Advokat. faktor penyebab orang berperkara tanpa menggunakan jasa Advokat antara lain faktor ekonomi yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk honorarium sangat mahal, kurang profesionalnya Advokat dalam menangani perkara sehingga muncul anggapan bahwa memakai jasa Advokat akan menambah masalah dan
Advokat adalah calo perkara karena mengambil keuntungan dari perkara yang dihadapi kliennya. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi, karena Advokat adalah penegak hukum, pembela kebenaran dan keadilan. Sehingga seorang Advokat harus melakukan sosialisasi akan bantuan hukum dimasyarakat, agar mereka tahu tentang peranan Advokat yang sesuai dengan UU Advokat dan Kode Etik Advokat. Faktor penyebab orang menggunakan jasa Advokat adalah faktor pendidikan yaitu ketidaktahuan tentang hukum, faktor psikologis yaitu malu datang ke persidangan secara mandiri, sibuk dengan pekerjaan dan perkara yang dihadapi sangat berat sehingga tidak mampu menyelesaikannya sendiri. B.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan data-data di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Pengadilan Agama Salatiga a. Hendaklah berhati-hati terhadap calo perkara dan mafia peradilan demi menegakkan hukum. b. Hendaklah lebih professional dalam memberikan pelayanan terhadap orang yang berperkara. c. Berikanlah tindakan terhadap Advokat yang menyalahgunakan peranannya di Pengadilan. 2. Bagi Advokat a. Hendaklah lebih professional dalam membantu klien menemukan keadilan agar agar citra Advokat dimasyarakat itu positif.
b. Bantulah para pencari keadilan yang tidak mampu tanpa mengharapkan honorarium demi tegaknya kebenaran dan keadilan. c. Janganlah memberikan standar honorarium kepada klien, karena kemampuan para klien itu berbeda. 3. Bagi masyarakat a. Pilihlah jasa Advokat yang benar-benar membantu dengan sepenuh hati karena tingkat profesionalisme Advokat itu berbeda. b. Pilihlah Advokat yang berkepribadian baik dimata masyarakat. c. Mintalah nasehat dan solusi kepada Advokat jika menghadapi masalah yang sulit.
DAFTAR PUSTAKA
Dekdikbud. 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Gofar, Abdullah. 2003. mimbar hukum (aktualisasi hukum islam). Jakarta: Ditbinpera. Kode Etik Advokat Indonesia tahun 2002 Koentjaraningrat. 1994. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Mamudji, Sri dan Soerjono Soekanto. 1985. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: PT Raja Grafindo Pusada. Miller, Valerie, Jane Covey. 2005. Pedoman Advokasi (Perencanaan, Tindakan, Dan Refleksi). Terjemahan oleh Hermoyo. Jakarta: yayasan obor Indonesia. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remadja Karya CV. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remadja Karya CV. Musthofa, 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media Pandu, Yudha. 2001. Klien & Penasehat Hukum (Dalam Perspektif Masa Kini). Jakarta: PT Abadi. Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Projodikoro, Wirjono. 1978. Hukum acara perdata di indonesia. Bandung: Sumur. Rambe, Ropaun. 2001. Teknik Praktek Advokat. Jakarta: PT Grasindo. Rosyadi, Rahmad & Sri Hartini. 2003. Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sharma, Ritu R. 2004. Pengantar Advokasi. Terjemahan Oleh Soemitro. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Shihab, Umar. 2005. Kontekstualitas Al-Qur’an. Jakarta: PT Penamadani. Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. Soemitro, Ronni Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum Dan Juru Metri. Jakarta: ghalia Indonesia. Subekti. 1977. Bunga Ranpai Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Iilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: CV Tarsito. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. 2003. Bandung: PT Citra Umbara. Winarto, Frans Hendra. 1995. Advokat Indonesia (Citra, Idealisme, Dan Keprihatinan). Jakarta: PT Penebar Swadaya. 2000. Bantuan Hukum (Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wlas Lasdin. 1989. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta. Liberty. Wawancara di Pengadilan Agama Salatiga www.fashionprivate.com : The Private Sales Club http://www.makalahdanskripsi.blogspot.com http//www.pa-wonosari.net/asset/uu no 50 tahun 2009.pdf www.niriah.com/dl.php?uu-3-Th-2006.pdf