PERAN UMARA DAN ULAMA DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARI’AH DI SULAWESI SELATAN (Kasus Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
Siradjuddin*) Abstract : This study aimed to determine the role umara and scholars in the development of SRB in South Sulawesi . This research is a field research (field studies) by using several approaches namely syar'i approach , historical , juridical and sociological approaches . The data used by the researchers is the source of primary data collected from 88 respondents and secondary data obtained through observation , questionnaires , documentation and interviews . Techniques of data analysis using descriptive analysis outlined deductively and inductively . Results of this study showed , umara very significant role , plays his role as a regulator with perfecting policies and oversight for the development of SRB , both in terms of banking regulation and compliance with the provisions of the Sharia and still socialize the SRB to the public although umara not only oversees the SRB . While scholars still significant role , both in giving fatwas , supervision and socialization development of SRB , although scholars have a very strategic position compared umara to engage in the development of SRB in South Sulawesi . Keywords : Development of Islamic Banking
PENDAHULUAN Era globalisasi,telah terbentuk paradigma baru bagi masyarakat Indonesia yang tampak-nya mengarah pada asalnya back to nature atau back to basic. Bahwa masyarakat semakin mengalami peningkatansemangat keberagamaan (religiosity),artinya masyarakat akan kembali memberikan perhatian kepada ajaran agamanya yang selama ini tampaknya ditinggalkan. Semangat keberagamaan bagi umat Islam muncul atas beberapa faktor antara lain: Pertama, adanya sebuah kekuatan ekonomi petro dollar di negara-negara Islam yang memiliki sumber minyak dunia; Kedua, adanya kesadaran umat Islam pada dasawarsa 1970-an yang dikenal dengan istilah “kebangkitan Islam pada abad ke-14 Hijriyah”; dan Ketiga, tampilnya generasi intelektual muslim dari berbagai kedisiplinan ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi yang didapatkan di negara Barat maupun di negara-negara berbasis Islam
Munculnya generasi baru melahirkan beberapa pemikiranpemikiran seperti ide pendirian bank Islam yang kemudian dianggap sebuah fenomenal oleh beberapa kalangan, gagasan itu sendiri sudah terbaca sejak awal tahun 1940-an. Mewujudkan pendirian bank Islam belum men-dapat titik terang karena belum stabilnya kondisi sosial politik dan ekonomi dunia Islam. Perkembangan konsep ekonomi banyak menarik pemikir atau intelektual muslim untuk angkat bicara hingga melahirkan beberapa pola pemikiran yang berbeda-beda. Ada pola pemikir-an yang bersifat teoritis, dengan memberikan alternatif konsep dan pola pemikiran bersifat pragmatis dengan upaya mendirikan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan berdasarkan prinsip Islam. Dan perkembangan selanjutnya, ternyata pola pemikiran pragmatislah yang tampak dominan Seiring semangat keberagamaan, kebutuhan sebagian besar masyarakat 373
terhadap perekonomian syariah, bergejolak dan akhirnya dapat terjawab dengan diselenggarakannya lokakarya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor yang berlangsung tanggal 18-20 Agustus 1990 kemudian dipertegas kembali untuk menindaklanjutinya pada acara Munas MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990 yang menghasilkan tim kerja untuk mendirikan bank syariah yang dikenal dengan tim Perbankan MUI yang mempunyai tugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak. Dalam Islamic Banking Statistics 2010, jumlah BPRS pada Maret terdapat 105 kantor dan Desember telah mencapai 114 kantor. Dari total asset mencapai Rp. 1.202.898,-(Juta Rupiah) pada Desember 2007 dari Rp. 945.005,(Juta Rupiah) pada Maret tahun yang sama. Skala nasional perkembangan BPRS telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dari jumlah kelembagaan atau jaringan kantornya dan asetnya. Gambaran ini pertanda BPRS mendapat respon positif dari masyarakat sebagai lembaga keuangan perbankan yang dapat memberikan kontribusi perbaikan perekonomian Indonesia. Namun perkembangan tersebut masih sangat minim jika dibandingkan dengan total asset perbankan secara nasional. Selain itu, pada ke-nyataannya masih banyak UMK dan masyarakat pedesaan yang belum terlayani jasa perbankan sehingga tuntutan terhadap peran BPRS juga semakin besar. Secara politis dalam pengembangnnya tidak mendapat hambatan apa-apa, kebijakan dari umara dan fatwa ulama, memberikan peluang pergembang-an BPRS menjadi sangat terbuka. Namun, khusus di Sulawesi Selatan perkembangan jumlah BPRS belum signifikan untuk dapat memberikan kontribusi apalagi jika disandingkan denganperbankan konvensional dimana jumlah BPRS hanya 6 sementara BPR jumlahnya
mencapai 20, walaupun keduanya mempunyai market share yang sama. Perkembangan BPRS dengan keikutsertaan umara dan ulamasecara pragmatis dan praktis telah mendampingi sejak lahirnya bank syariah. Keikutsertaan umara dapat dilihat dengan keluarnya kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan bank syariah khususnya BPRS, sedangkan keikutsertaan ulama yang mempunyai kedudukan tersendiri secara struktural di BPRS yakni sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Namun sungguh ironis pada perkembangannya, ternyata terdapat pelanggaran aspek syariah yang dilakukan perbankan syariah misalnya sistem murabahahyang diwakilkan kepada nasabah untuk melakukan transaksi dengan pihak ketiga (distributor) yang seharusnya diurus oleh pihak BPRS. Bahkan seringkali kasus yang menyimpang lebih dahulu diketahui oleh Bank Indonesia daripada DPS, sehingga DPS baru mengetahui adanya penyimpangan syariah setelah mendapat informasi dari Bank Indonesia. Demikian pertanda lemahnya pengawasan yang dilakukan DPS yang notabene terdiri dari ulama dan pakar ekonom yang diberi “insentif” oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, keberadaan industri BPRS yang selama ini telah melayani usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dirasakan penting, khususnya sebagai lembaga keuangan yang memberi jasa pelayanan. Namun dilihat peran dalam pembiayaan BPRS masih menempati porsi yang relatif kecil dibanding-kan dengan pembiayaan UMKM oleh bank umum. Hal ini tidak lepas dari kondisi BPR yang secara umum masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan seperti struktur pendanaan, kualitas sumber daya manusia, perilaku nasabah, lemahnya pengendalian dan inefesiensi kegiatan operasional, tingkat konsentrasi antara 374
BPR dan BPRS yang tidak merata serta infrastruktur pendukung. Kendala mengembangkan BPRS tersebut harus diatasi oleh semua pihak baik pihak perbankan, umara, ulama serta secara luas masyarakat umum. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti menitik beratkan rumusan pokok masalah: “bagaimanperanan umara dan ulama dalam pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan” Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: a) mengetahui peran umara dalam pengembangan BPRS Sulawesi Selatan, b) mengetahui peran ulama dalam pengembangan BPRS Sulawesi Selatan, dan c) mengetahui hubungan antara umara dan ulama dalam pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah diharapkan: a) Dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ekonomi Islam, b) Dapat memberikan kontribusi pemikiran yang akan dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia perbankan khususnya yang berbasis Syariah, c) Peran umara dan ulama dapat lebih ditingkatkan dalam mendukung pengembangan BPRS dimasa yang akan datang, dan d) Dapat memberikan pemahaman dengan pencerahan kepada semua pihak dan khususnya umat Islam untuk menabung di bank-bank syariah termasuk BPRS sebagai pilihan terbaik. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Umum Tentang Umara a.
Pengertian Umara Umara berasal dari kata amaraamran-imaara yang berarti memerintahkan, menjadi penguasa. Umara sendiri
merupakan jamak dari kata al-amiru yang berarti amir, pangeran, putera mahkota. Sepadan dengan arti al-malik (raja), al-rais (kepala, pemimpin, penguasa) atau qaidul a’maa (penuntun/ penunjuk jalan orang buta) atau berarti pemimpin pemerintahan. Umara yang berarti pemimpin, dalam al-Qur’an disinggung akan keharusan umat menaati pemimpin yang disebut sebagai ulil amri, sebagaimana dalam QS.AnNisa (4): 59
َيَآأَيَهَا َالَذََينَ َآمَنَوَا َأَطََيعَوَا َاللهَ َوَأَطََيعَوَا ََالرَسَوَلَََوَأَولىََاَلَمَرََمَنَكَمَََفَإَنََتَنَازَعَتَم َ َفَىََشََيئََفَرَدَوَهََاَلَيَاللهََوَالرَسَوَل Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (sunnahnya).” Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, ulil Amri berarti pemimpin dalam negara. Sedangkan menurut ulama tafsir membuat defenisi ulil amri bahwa:1) Raja dan kepala pemerintahan yang patuh dan taat kepada Allah dan Rasulullah saw, 2) Para raja dan ulama, 3) Amir di zaman Rasulullah saw, setelah ia wafat, kemudian jabatan itu berpindah kepada Qadi, komanda militer, dan mereka yang meminta anggota masyarakat untuk taat atas dasar kebenaran, 4)Para mujtahid atau orang memiliki otoritas dalam menetapkan hukum. Ada juga yang mengartikan umara adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara dan bagian-bagiannya atau sekelompok orang (penguasa) secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan atau pemimpin pemerintahan. Dalam 375
pembahasan ini, umara yang dimaksudkan adalah pemerintah. Pemerintah yang berwenang dalam menentukan kebijakan tentang perbankan dalam hal ini adalah Bank Indonesia sebagai bank Sentral atau dikenal banker’s bank. Bank Indonesia sendiri mempunyai status lembaga negara independen dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan menjalankan setiap tugas dan wewenangnya. b.
Posisi dan Tugas Umara dalam BPRS Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai posisi sebagai pengatur, pembina dan pengawas terhadap perbankan baik bank yang bersistem syariah maupun bersistem bunga. Selanjutnya, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya yakni: 1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, 2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan 3) serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Secara sektoral Bank Indonesia membidangi masalah moneter, perbankan, manajemen intern dan sistem pembayaran. Namun dalam penelitian ini dikhususkan kepada sektoral perbankan. Dalam sektor BPRS atau perbankan, Bank Indonesia hanya sebatas mengatur dan meng-awasi. Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari BPRS, melaksanakan pengawasan atas BPRS, dan mengenakan sanksi terhadap BPRS sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang
menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehati-hatian. Dalam melaksanakan tugasnya Bank Indonesia bersifat independen sebagaimana dalam UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 1 ayat 2 bahwa: “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas campur tangan pemerintah dan atau pihak lain kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam undangundang ini.” 1.
Konsep Umum Tentang Ulama Kata ulama berasal dari akar kata ‘alima-ya‘lamu-‘ilman; artinya pengetahuan; lawan dari kebodohan (dhiddu al-jahl). Isim fâ‘il-nya ‘âlim dan bentuk jamaknya ‘âlimûn, ‘ullâm atau ‘ulamâ’; maknanya adalah orang yang berilmu, terpelajar, sarjana, cendekiawan. Kata ‘ulamâ’ dalam al-Quran kata dinyatakan sebanyak dua kali. Pertama, kata ulama terdapat dalam QS. al-Fathir (35): 28
َإنماَيخشىَاللهَمنَعبادهَالعلماء Terjemahnya:“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama.(QS al-Fathir [35]: 28).” Selanjutnya, kata ulama terdapat pula di QS asy-Syuara’ (26): 197 yang terjemahnya: “Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?. Berujuk dari kata ulama di atas, maka konteks pertama mengindikasikan bahwa yang dimaksud ulama adalah orang yang mempunyai pengetahuan untuk dapat membaca ayat-ayat kauniyah (fenomena alam) dan takut kepada Allah swt. Dalam firman-firman Allah swt. terdapat ajakan untuk memperhatikan alam semesta, hujan dari langit, buah-buahan, gunung-gunung, binatang yang kesemuanya merupakan 376
konsumsibagi manusia maupun makhluk hidup lainnya. Karena itu, ulama harus mempunyai pengetahuan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Konteks kedua, pembicaraan alQur’an yang kebenaran kandungannya telah diakui (diketahui) oleh ulama bani Israil. Dari ayat ini dipahami bahwa seorang ulama, selain pengetahuan kauniyyah juga pengetahuan Qur’aniyyah sebagaimana kebenarankebenaran yang disampaikan al-Qur’an yang telah diketahui oleh ulama bani Israil. Jadi ulama tidak hanya sebatas mengetahui tentang pengetahuan agama tetapi juga pengetahuan umum. a.
Posisi Ulama pada BPRS Ulama mempunyai posisi strategi di BPRS, karena secara structural setiap BPRS harus mempunyai DPS. Sementara pihak yang duduk dalam DPS adalah orang yang mempunyai pemahaman tentang syariah secara sempurna khususnya mengenai perbankan syariah/muamalah. Apalagi DPS merupakan bentukan DSN yang berada di bawah naungan MUI. DPS merupakan pihak yang ditempatkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank. Anggota DPS ditetapkan oleh Rapat Pemegang Saham dari calon yang yang telah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional yang singkat DSN. Namun perjalanannya, bahwa setiap anggota DPS tidak mensyaratkan harus dari kalangan ulama yang selama ini berlangsung, akan tetapi setiap rang yang mempunyai keilmuan yang sempurna Lembaga DSN tidak bertugas seperti DPS pada BPRS atau perbankan, tetapi dibentuk untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas LKS seperti rekasadana syariah, modal ventura, asuransi syariah. Sebagaimana dalam Keputusan DSN No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan MUI bahwa: “DSN adalah
dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah”. DSN juga yang merekomendir para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota DPS. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian syariah, yang ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti empat tahun. Berbeda DSN, DPS diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakomodasi DPS sebagai lembaga pengawas syariah terhadap bank yang menerapkan prinsip syariah karena DPS sebagai lembaga pengawas syariah yang bertugas mengawasi operasional dan praktik lembaga keuangan syariah agar tetap konsisten dan berpegang teguh pada prinsip syariah. b.
Tugas Ulama pada BPRS Adapun tugas Menurut Muhammad Quraish Shihab, ada empat tugas utama yang harus dijalankan oleh ulama sesuai dengan tugas kenabian dalam mengembangkan kitab suci, dengan menggunakan “selempang” pewaris para Nabi, yakni: 1) Menyampaikan (tabligh) ajaranajaran-Nya, sesuai dengan perintah. Sebagaimana dalam QS. al-Maidah (5): 67
َيآأيها َالرسول َبلغ َمآأنزل َإليك َمن َ َ...ربك Terjemahnya:“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu..” 2) Menjelaskan ajaran-ajaran-Nya berdasarkan ayat QS an-Nahl (16): 44
َوأنزلنا َإليك َالذكر َلتبين َللناس َمانزلَإليهمَولعلهمَيتفكرون 377
Terjemahnya:“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan” 3) Memutuskan perkara atau problema yang dihadapi masyarakat berdasarkan ayat. Sebagaimana QS.al-Baqarah (2): 213
َوأنزل َمعهم َالكتاب َبالحق َليحكم َبينَالناسَفيماَاختلفواَفيه Terjemahnya:“Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan ” Dalam PBI Nomor: 6/17PBI/2004 Tentang BPRS Berdasarkan Prinsip Syariah pasal 29 disebutkan tugas, wewenang dan tanggungjawab DPS antara lain, meliputi: 1) memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional BPRS terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN, 2) menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN dan Bank Indonesia, 3) menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan BPRS, 4) memberikan opini dari aspek terhadap pelaksanaan operasional BPRS secara keseluruhan dalam laporan publikasi BPRS, 5) mengkaji produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan oleh BPRS untuk dimintakan fatwa kepada DSN, dan 6) bila perlu dapat meminta dokumen dan penjelasan langsung dari satuan kerja BPRS serta ikut dalam pembahasan intern termasuk dalam pembahasan komite pembiayaan DPS pada bank dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada Pengawasan syariah dan tata cara
Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah bagi DPS yang telah ditetapkan oleh peraturan Bank Indonesia.
2. Konsep Umumdan Landasan Hukum BPRS Dictionary of Economics, memberikan pengertian bank sebagai berikut: “Bank adalah suatu lembaga simpan-pinjam yang mempunyai izin dari pemerintah yang bertindak sebagai tempat penyimpan uang oleh masyarakat, perusahaan dan lembaga-lembaga yang dapat diambil kembali setiap saat berdasarkan permintaan (Current Account) atau setelah jatuh tempo yang ditetapkan sebelumnya (Deposit Account)”. Secara akademik, istilah Islam dan syariah mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis atau operasionalnya, penyebutan bank Islam dan bank syariah mempunyai pengertian yang sama. Jadi, istilah lain dari bank Islam adalah bank syariah ataupun sebaliknya seperti BPRS Indo Timur, BPRS Dana Moneter, BPRS Niaga Madani, Bank Muamalat Indonesia, BNI Syariah, BSM, BRI Syariah.Sedangkan menurut Karnaen A. Perwataatmadja bahwa bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan hadis. Secara spesifik pengertian BPRS sebagaimana dalam pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:“BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Dari berbagai defenisi dapat disimpulkan bahwa BPRS adalah suatu lembaga keuangan atau bank yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip muamalah yang mengacu pada syariat
378
Islam, yang memiliki prinsip operasional yang berbeda dengan pengelolaan BPR sebagaimana yang tercantum dalam peraturan Bank Indonesia tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah.Adapun landasan hukum BPRS adalah UU No 10 tahun 1998, kemudian lebih dipertegas dalam UU No 21Tahun 2008 Tentang Perbankan Syarian. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPRS sebagai salah satu jenis bank yang kegiatan usahanya ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan yang berprinsip syariah. a. Prinsip dan Produk Operasional BPRS. Dalam menjalankan produkproduknya menganut prinsip-prinsip moral sebagai berikut:1) Prinsip keadilan. Adil me-rupakan norma paling utama dalam seluruh aspek termasuk perekonomian. Demikian pula halnya dalam muamalah, di larang mengadakan muamalah yang terdapat unsur ketidakadilan terlebih jika sudah ada unsur penipuan. Seperti yang diungkapkan oleh Marxisme keadilan itu bertumpu pada kepemilikan, bahwa kepemilikan oleh individu adalah suatu kedzaliman dan menjadikan harta sebagai sarana produk milik negara, itulah keadilan. Sebaliknya, Kapitalis membuat konsep keadilan dengan tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak manapun kecuali batas-batas sangat prinsip yang ditetapkan oleh hukum, Aplikasi perbankan syariah tercermin suatu keadilan dimana penerapan imbalan atas dasar bagi hasi dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama, 2) Prinsip Kesederajatan. Pada prinsipnya kesederajatan menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank yang berkedudukan sama dan sederajat.
Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko, dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah, dan 3) Prinsip Ketentraman. Produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah muamalah Islam (halal) antara lain tidak ada unsur riba. Dengan demikian baik pihak bank maupun nasabah merasa mendapatkan ketentraman lahir dan batin. Ketiga prinsip moral tersebut tercermin dalam penyaluran dana, penghimpunan dana serta pelayanan jasa. Ketiga prinsip moral akan teraplikasi dalam prinsip-prinsip pengelolaan BPRS baik untuk menghimpun dana maupun menyalurkan dana serta jasa-jasa perbankan, yakni: (1) Prinsip Titipan (Depository/alWadiah).Firman Allah swt. dalam QS.an-Nisaa (4) : 58
َ إنَاللهههَيههرمركمَأنَتهه دواَالمانهها ....إلىَأهلها Terjemahnya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah (titipan) kepada ahlinya (yang berhak menerimanya)…...” (2) Prinsip Bagi hasil (Profit Sharing). a) al-Musyarakah (Patnership, Project Financing Participation). Prinsip bagi hasil yang sangat memudahkan mengdentifikasi bank sistem syariah yakni sistem Musyarakah. Sistem Musyarakah telah dilegalkan dalam QS. AnNisaa (4) : 12 :
...َفَهَمََشَرَكَاءََفَىَالثَلَث..... Terjemahnya:..Maka mereka berserikat pada sepertiga…. “
379
b) al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment). Dalam alQur’an kata Dharb sepadan dengan firman Allah swt. Dalam QS. Al-Muzammil ( 73 ): 20
b.
َ…َوءاخهههههههرونَيْهههههههربونَفهههههههى. َ ….َالرضَيبتغونَمنَفْلَالله Terjemahnya:“...dan dari orangorang yang berjalan dimuka bumi men-cari sebagian karunia Allah swt....” (al-Muzammmil:20) c) Al-Muzara’ah (HarvestYield Profit Sharing).kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarapan, aplikasinya pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen Al-Musaqah. Lebih sederhana daripada alMuzaraah,dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dan sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Adapun produk-produk BPRS yang beroperasi di Sulawesi Selatan antara lain: 1) Produk penghimpunan dana, yakni: Tabungan Mudharabah, Tabungan Wadiah, Tabungan Pendidikan, Tabungan Haji, dan Deposito Mudharabah; 2) Produk penyaluran, yakni: Murabahah (jual beli), Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan Ijarah wa Iqtina, Piutang Bai Bithaman Ajil (BBA), Pinjaman
Qardh, dan Pinjaman al-Qardhul Hasan; dan 3) Produk Jasa, yakni produk ar-Rahn. Jual Beli (Bai’/ Sale and Purchase). Salah satu sistem transaksi dalam al-Qur’an dan hadis yakni jual beli. Dalam dunia perbankan syariah bentuk jual beli telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi.Aktivitas jual beli jelas dihalalkan oleh Allah swt. sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah (2): 275
َ ...وَأَحَلََاللهََالَبَيَعََوَحَرَمََالرَبَوا... Terjemahan:“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….” (QS. AlBaqarah : 275).
c.
Ayat di atas memberikan legitimasi kehalalan jual beli dan legitimasi keharaman riba. Karena itu, konsep ditawarkan dalam dunia perbankan mengenai jual beli terdiri dari beberapa bentuk yakni Bai’ alMurabahah, Bai’ as-Salam, dan Bai’ al-Isthisna. Produk Sewa (Ijarah/ Operational Lease and Financial Lease). Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pihak bank sebagai perantara terhadap barang yang disewakan kepada nasabah baik berupa barang maupun jasa yang meliputi: Al-Ijarah (Operational Lease) danAl-Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik (Financial Lease with Purchase Option).
METODE PENELITIAN 1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian pada tesis ini yakni Field Research dengan mengumpulkan data di lapangan secara langsung ke objek penelitian. Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah: a) Pendekatan Syar’i, suatu pendekatan yang berdasar-kan 380
ketentuan-ketentuan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadishadis nabi serta pandangan diantara para ulama mengenai bunga bank, b) Pendekatan Historis, suatu pendekatan dengan menelusuri latar belakang dan sejarah berdirinya BPRS termasuk sejarah terbentuknya BPR di Indonesia secara umum dan khususnya di Sulawesi Selatan, c)Pendekatan Yuridis, menelusuri perundang-undangan yang berlaku mengenai BPRS yang ditetapkan oleh umara (legislatif dan Bank Indonesia) sebagai wujud mengembangkan BPRS, d) Pendekatan Sosiologis, suatu pendekatan menganalisa tanggapan karyawan BPRS terhadap keikutsertaan umara dan ulama terhadap pengembangan BPRS khususnya di Sulawesi Selatan. Dalam No. 1 2 3 4 5
Nama BPRS PT. BPRS Niaga Madani PT. BPRS Dana Moneter PT. BPRS Indo Timur PT. BPRS Gowata PT. BPRS al-Ittihad Jumlah
penelitian ini lebih didominasi pendekatan sosial dengan menggunakan persfektif struktural (structural persfectives) sebagai perangkat asumsi dasar untuk memahami prilaku sosial dengan landasan persfektif struktural yakni teori peran (role theory) dan teori pernyataan-harapan (expectation-state theory) yang mencakup posisi, persepsi, behavior. 2. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini, yakni seluruh karyawan BPRS di Sulawesi Selatan yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun dengan jumlah karyawan sebanyak 88 orang yang tersebar pada 5 BPRS di Sulawesi Selatan sebagai berikut: Kota Makassar Makassar Makassar Sungguminasa Sengkang
Jumlah Populasi/Sampel 50 14 8 8 8 88
Sumber: Data Primer diolah 2010
3.
Teknik Pengumpulan Data Penggunaan prosedur pengumpulan data ini sifatnya lebih disesuaikan dengan analisis kebutuhan dan kemampuan peneliti. Peneliti melakukan studi eksploratif, menjaring berbagai informasi tentang BPRS sebagai bahan menemukan berbagai masalah penelitian.Untuk men-dapatkan jawaban responden, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: Observasi. Dilakukan oleh peneliti dengan secara langsung mengamati dan mempertanyakan kinerja operasional stakeholders BPRS tersebut. Observasi itu sendiri dilakukan dengan cara observasi murni, Observasi Murni dengan mengamati objek secara langsung
tapi tidak mengubah keadaan objek akan kedatangan peneliti. Kuesioner. Daftar pertanyaan yag didistribuskan oleh peneliti ke responden. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan distribusi pernyataan dengan angket kombinasi (antara angket terbuka dan angket tertutup). Dokumentasi. Dokumen-dokumen tertulis yang menunjukkan adanya kontibusi umara dan ulama dalam upaya mengembangkan BPRS. Wawancara/Interview. Wawancara mendalam dengan bertanya kepada key informan untuk menggali sebanyak mungkin data yang berkaitan dengan pokok masalah tesis ini. Wawancara dibantu dengan camera digital untuk mendapat-kan informasi seutuhnya. Sebagai penunjang penelitian, peneliti melakukan 381
konfirmasi beberapa pihak dengan melakukan wawancara seperti pihak top executive pada BPRS, Dewan pengawas perbankan pada Bank Indonesia, ulama di lembaga Islam (MUI, Nahdatul Ulama, Muhammadiyah) dan masyarakat. 4.
Teknik Analisis Data Pengolahan data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis hasil survey mengenai persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yakni kontribusi umara dan ulama dalam pengembangan BPRS dengan menggunakan Skala Likert, hal ini dikenal pula Summated Ratings atau rating yang jumlahkan. Pilihan-pilihan kategori untuk memperoleh jawaban responden dengan menggunakan pernyataan atau pertanyaan dengan tanggapan kesetujuan dan ketidaksetujuan atau tinggi dan tidak tinggi responden terhadap pernyatan-pernyataan yang diajukan. Dalam penyataan yang peneliti distribusikan setiap topik diberi nilai kategori secara ordinal untuk mengukur masing-masing indikator. Kategori tersebut masing-masing: (1) tidak tinggi (2) cukup tinggi (3) tinggi (4) sangat tinggi, (1) tidak aktif (2) cukup aktif (3) aktif (4) sangat aktif dan (1) tidak sesuai (2) cukup sesuai (3) sesuai (4) sangat sesuai. Pilihan-pilihan tersebut bermodel hierarki sehingga memudahkan setiap responden untuk memahami. Penggunaan skala Likert dengan empat alternatif tersebut lebih memungkinkan penyebaran nilai-nilai jawaban responden. Dengan bentuk positif dari alternatife jawaban, maka diharapkan responden yang merasa raguragu atau netral terakomodir dalam pengukuran variabel yang diamati, meskipun tetap disadari, bahwa salah satu kelemahan data ini adalah responden melakukan penilaian tentang dirinya sendiri. Dengan pengukuran
skala Likert, peneliti dapat mengetahui keterlibatan ulama dan umara dalam mengembangkan BPRS. Selanjutnya, data yang sudah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN 1.
a.
DAN
Peran Umara dalam Pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan. Kebijakan Hasil penelitian peran umara dalam pengembangan perbankan syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan kebijakan menunjukkan bahwa 15,9% sangat aktif dan 52.3% aktif. Tingginya persentase responden yang mengatakan umara aktif dalam pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan menggambarkan bahwa umara selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan aturanaturan yang sangat mendukung dan memberikan ruang bagi BPRS untuk mengembangkan dirinya agar bisa eksis dalam persaingan bisnis dibidang keuangan. Adapun kebijakan-kebijakan dan aturanaturan yang diterbitkan, antara lain: (1) Mengukuhkan posisi BPRS dalam sistem keuangan di Indonesia Sebagaimana landasan hukum BPRS dalam UU No. 10/tahun 1998 tentang Perbankan Syariah. (2) Peraturan Bank Indonesia No.6/17/PBI/2004 Tentang BPR berdasar-kan Syariah (3) Terbitnya Pokok-pokok Ketentuan Pendirian BPR/BPRS. (4) Terbitnya Peraturan Mengenai Transparansi Kondisi Keuangan BPRS No 7/47/PBI2005 (5) Penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). 382
b.
(6) Mengeluarkan Paket kebijakan Perbaikan iklim Investasi. (7) Meningkatkan efektifitas sistem pengawasan (8) Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimun BPRS. Permodalan yang kuat sangat diperlukan dalam rangka melakukan pengembangan usaha. Karena itu, untuk proses perkembangan BPRS yang sehat umara mengeluarkan peraturan sebagaimana dalam PBI No. 8/22/BI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimun BPR Berdasarkan Syariah. (9) Terbentuknya RUU UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pengawasan Hasil analisis dan pengujian peran umara dalam pengembangan perbank-an syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan kebijakan menunjukkan bahwa keaktifan umara dalam pengawasan berdasarkan tanggapan responden sangat bervariasi. Yang dominan adalah persentase responden yang mengatakan sangat aktif dan aktif masing-masing sebesar 61,4% dan 31,8%. Tingginya tanggapan responden yang mengatakan umara aktif melakukan peng-awasan dalam rangka pengembangan BPRS terlihat dari banyaknya kebijakankebijakan yang diluncurkan dan semuanya berpihak ke BPRS, baik menyangkut pengawasan dalam perbaikan produk maupun pengawasan dalam pengembangan kelembagaan BPRS di Sulawesi Selatan. Selain itu, pihak pengelola BPRS secara rutin diwajibkan memberikan laporan tentang perkembangannya.
c.
Pengawasan bagi bank sangat diperlukan, hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa prinsip-prinsip prudensial yang masih belum diterapkan secara baik, kordinasi pengawasan yang masih perlu ditingkatkan, kemampuan SDM pengawasan yang belum optimal, dengan menerapkan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision, yang termasuk menigkatnya sarana teknologi pengawasan. Sistem pengawasan yang dilakukan oleh umara menyangkut kepatuhan BPRS terhadap operasional syariah dan kepatuhan terhadap aturan-aturan perbankan secara umum,walaupun terdapat DPS secara struktural di setiap BPRS karena Bank Indonesia masih menemukan di operasional BPRS belum menerapkan sistem syariah. Namun Hal itu senada dengan yang diungkapkan oleh pihak Bank Indonesia, Saevitri Lihanara, Pengawas Bank Muda Senior bahwa Bank Indonesia menemukan ketidakpatuhan syariah di bawah pengawasan BI lebih dahulu daripada DPS karena Bank Indonesia setiap waktu melakukan pengawasan dan masuk keseluruhan operasional perbankan. Sehingga pengawasan yang dilakukan oleh umara tersebut lebih diintensifkan karena selain sebagai pengawas juga sebagai pembina. Sosialisasi Hasil analisis dan pengujian peran umara dalam pengembangan perbankan syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan Sosialisasi menunjukkan bahwa keaktifan umara dalam pengawasan berdasarkan tanggapan responden sangat bervariasi. Yang dominan adalah persentase responden yang mengatakancukup aktif dan aktif
383
masing-masing sebesar43,1% dan 38,6%. Tingginya persentase responden yang mengatakancukup aktif dalam mensosialisasi-kan pengembangan BPRS disebabkan karena menurut responden umara hanya sebatas sebagai fasilitator sekaligus sebagai mediator, sehingga yang harus aktif adalah para pengelola BPRS itu sendiri, karena mereka lebih memahami apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukan sosialisasi yang baik dan menguntungkan. Sosialisasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang keberadaan . Bentuk upaya yang dilakukan umara dalam membantu mensosialisasikan BPRS adalah melalui promosi edukasi untuk nasabah yang di mulai tahun 2004. Wujud dari edukasi dari umara untuk masyarakat, seperti: pamplet ayo ke bank, melalui media dan sebagainya. Selain itu, dalam mensosialisasikan BPRS, umara juga melakukan Festival Ekonomi Syariah (FES) bekerjasama dengan berbagai pihak seperti perbankan syariah, media cetak, praktisi perbankan dan akademis, melakukan seminar, talk show dan cerdas cermat tingkat SLTA dan pameran tentang perbankan syariah. Memasyarakatkan kegiatan tersebut, umara menyelenggarakan di lokasi strategis seperti di Mall dan tempat yang ramai dikunjungi oleh khalayak.
2. Peran Ulama dalam Pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan a.
Fatwa Hasil analisis dan pengujian peran ulama dalam pengembangan perbank-an syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan Fatwa
menunjukkan bahwa 45,5% responden menyatakan cukup aktif, sedangkan yang menyatakan aktif dan sangat aktif masing-masing hanya sebesar 22,7% dan 11,4%. Tingginya persentase yang menyatakan cukup aktif disebabkan karena terjadi perbedaan pandangan dikalangan para ulama mengenai persoalan muamalah diantaranya persoalan bunga bank, misalnya: (1) Mustafa Ahmad Az-Zaqra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata, Syria, menge-mukakan praktek riba yang diharamkan adalah praktek riba yang mengandung unsur pemerasan orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin yang berhubungan dengan hutang piutang bersifat komsumtif, bukan hutang piutang yang bersifat produktif. Tegasnya sistem bunga yang bersifat komsumtif diharamkan dan bunga bersifat produktifboleh meng-ambilnya, (2) Arifuddin Ahmad bahwa bunga yang tidak diperbolehkan ketika terdapat unsur Adha’afan Mudhaafan. Senada dengan A. Hasan, seorang ahli tafsir menganalisa ayat-ayat alQur’an dan hadis bahwa riba secara harfiah adalah “tambahan” atas uang yang dipinjam. Tambahan yang ditetapkan dan diambil oleh debitur dikategorikan riba apabila tambahannya mencapai Adha’afan Mudha’afan (berlipat ganda), sedangkan yang tidak berlipat ganda atau wajar tidak haram karena wajar-wajar saja; 3) Abu Zahra secara tegas menyatakan bahwa bank yang bermodus sama kedudukannya dengan riba nasiah yang dilarang oleh Islam, tetapi umat 384
(3)
(4)
(5)
(6)
Islam boleh mengadakan transaksi melalui bank yang berbasis bunga karena bunga merupakan tempat alternatif dan dalam keadaan daruriah (terpaksa) untuk mempergunakan fasilitas kemudahan tersebut. A. Chotib bahwa hukum bunga bank haram kecuali keadaan darurat. Syarifuddin Prawinagera, memuat arti riba yakni segala keuntungan yang di peroleh berdasarkan transaksi atau perjanjian, di mana salah satu pihak menyalahgunakan ekonominya yang kuat untuk mengambil keuntungan yang melewati batas dari pihak lawannya dengan tarif bunga yang tinggi. H.M. Bustani Ibrahim mengharamkan dan menolak secara tegas hal berkaitan dengan bunga, bahkan berkata:“Kita tidak usah berkelah disini dan kemari untuk mencari jalan. Sebab Allah Maha Tahu apa yang tersembunyi yang sama sekali di luar kemampuan manusia. Kita sudah melihat dengan mata kepala sendiri tentang apa manfaat dan kemudharatan bank. Maka walau bagaimana pun keadaan yang memaksanya, yang haram itu tetap haram. Sejalan dengan itu, dalam hal bank, sedikit dan banyak, dengan langsung atau perantara tetap hukumnya haram”. Majelis Ulama Indonesia akhir tahun 2003 tepatnya 22 Syawal 1424 H/16 Desember berijtima dengan mengenai status bunga (intersat/fa’idah) dengan pertimbangan bahwa umat Islam di Indonesia masih mempertanyakan status hukum
b.
bunga. Status bunga bank merupakan riba. (7) Keputusan Lajnah Bathsul Masa’il dalam Munas Alim Ulama terdapat perbedaan pendapat mengenai bunga bank, pendapat tersebut adalah: a) Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya riba, b) Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya boleh, dan c) Ada pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat (tidak identik dengan riba). (8) Muhammadiyah dalam keputusan Majelis Tarjih pada tahun 1968 memutuskan bahwa: Riba hukumnya haram dengan nash al-Qur’an dan asSunnah a) Bank dengan sistem riba hukumnya dan bank tanpa riba hukumnya halal, b) Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat, dan c) Menyarankan kepada PP Muhamadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam. Pengawasan Hasil analisis dan pengujian peran ulama dalam pengembangan perbankan syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan Pengawasan menunjukkan bahwa 68,25% responden menyatakan cukup aktif, sedangkan yang menyatakan tidak aktif sebesar 27,3%. Rendahnya tingkat keaktifan ulama melakukan pengawasan disebabkan karena: (1) 385
saat ini banyak anggota dewan pengawasan bukan dari unsur ulama, walaupun dalam ketentuan DPS berada dibawah koordinasi MUI; (2) ada diantara ulama diangkat sebagai anggota dewan pengawas syariah tidak memiliki pengetahuan tentang perbankan; dan (3) anggota DPS kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan Pengawasan merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dalam mendukung aktivitas dan operasional organisasi. Hal ini terjadi karena pengawasan adalah salah satu alat ukur untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.Dalam peraturan Bank Indonesia, DPS di BPRS mempunyai tugas, wewenang dan tanggungjawab antara lain: (1) memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional BPRS terhadap fatwa yang dikeluarkan DSN, (2) menyampaiakan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN, dan BI, (3) menilai aspek syariah terhadap pedoman operaional dan produk yang dikeluarkan BPRS, (4) memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operaional secara keseluruhan, (5) mengkaji produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan oleh BPRS untuk dimintakan fatwa pada DSN, dan (6) bila perlu meminta dokumen dan penjelasan langsung dari satuan kerja serta ikut dalam pembahasana intern. Berkaitan dengan pengawasan tersebut, khususnya BPRS di Sulawesi Selatan, ulama mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan BPRS sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mempunyai tugas pengawasan kesyariahan.
c.
Sosialisasi Hasil analisis dan pengujian peran ulama dalam pengembangan perbankan syariah di Sulawesi Selatan terkait dengan Sosialisasi menunjukkan bahwa 54,5% responden menyata-kan tidak aktif, sedangkan yang menyatakan cukup aktif sebesar 34,1%. Rendahnya tingkat keaktifan ulama melakukan sosialisasi disebabkan karena: (1) ulama tidak termasuk dalam struktural perbankan kecuali ulama menjadi anggota DPS; (2) ulama mempunyai agenda tidak hanya mengenai perbankan syariah; dan (3) ulama tidak mempunyai dana untuk khusus mensosilisasikan BPRS.Kendala lain bagi MUI Sulawesi Selatan untuk mensosialisasikan BPRS atau fatwa bunga bank adalah berkaitan dana. Menurut H.M.Ghalib bahwa MUI tidak mempunyai anggaran khusus untuk men-sosialisasikan, namun MUI mempunyai “kekuatan” untuk mensosia-lisasikan fatwa tersebut dengan mengundang para mubaligh untuk menceramah-kan pada khutbah jum’at dan majelis ta’lim. Oleh karena itu, diharapkan kerjasama antara bank syariah dan ulama dengan fasilitas dari bank syariah. Komitmen ulama untuk mengembangkan BPRS di Sulawesi Selatan menurut Arifuddin Ahmad bahwa MUI Sulawesi Selatan mengusulkan ada program bulletin dengan inti setiap fatwa disosialisasikan oleh penceramah. Menurut Antonio Syafii bahwa dalam mensosialisasikan perbankan syariah kepada masyarakat, setidaknya ada empat peran penting ulama yakni: (a) Menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah penerapan fiqh muamalah maaliyah, yang menjelaskan bagaimana sesama manusia berhubungan dalam bidang 386
harta, ekonomi, bisnis dan keuangan, (b) mengembalikan masyarakat pada fitrah alam dan fitrah usaha yang telah terkontaminasi dengan liberalisasi perbankan oleh bunga, (c) Menyarankan kepada pengusaha agar mengikuti langkah yang ditempuh oleh bank syariah dalam berbagihasil dan berbagi resiko, dan (4) Membantu menyelamatkan perekonomian bangsa melalui pengembangan sosialisasi perbankan syariah. PENUTUP Kesimpulan Peran umara dalam pengembangan BPRS secara umum tergolong aktif. Namun jika dilihat peran yang dimainkan umara tersebut bahwa umara aktif dalam menanggapi hal-hal yang berkaitan dengan BPRS terlihat dalam peraturan-peraturan yang tertuang dalam kebijakan-kebijakan BI untuk lebih memperbaiki keadaan operasional BPRS. Bahkan umara sangat aktif dalam mengawasi operasional BPRS demi kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan BI dan kepatuhan kesyariahan. Selain itu, umara cukup aktif dalam melakukan sosialisasi, walaupun bukan hanya BPRS yang menjadi konsentrasi untuk disosilisasikan. Peran ulama dalam pengembangan BPRS di Sulawesi Selatan secara umum belum maksimal. Dalam memberi fatwa, ulama masih kategori cukup aktif sehingga terdapat BPRS beroperasi belum sesuai syariah. Hal ini berindikasi pula bahwa pengawasan ulama (DPS) untuk beropersi sesuai syariah pun cukup aktif. Demikian pula dalam sosialisasi, ulama tidak aktif men-sosilisasikan ke masyarakat tentang BPRS. Saran Umara harus benar-benar cermat membuat kebijakan-kebijakan dalam
pengembangan BPRS terlebih terdapatnya lembaga-lembaga keuangan baik perbankan umum maupun non bank yang turut membuka unit sistem syariah. Belum beroperasinya BPRS sesuai syariah memberikan dampak buruk bagi perkembang-an bank syariah, sehingga perlu ketegasan dalam pengawasan oleh umara dan ulama (DPS). Kurangnya sosialisasi tentang BPRS ke masyarakat diperlukan peran aktif ulama untuk memberikan pemahaman baik melalui media seminar, buku, diskusi, ceramah agar BPRS dapat diterima keberadaannya oleh semua lapisan masyarakat Umara semestinya melakukan konsentrasi penuh terhadap pengembangan BPRS secara umum dengan mendirikan suatu lembaga khusus menangani bank syariah (memisahkan diri dari bank Indonesia) sehingga akselerasi pengembangan perbankan syariah dapat secepatnya dirasakan masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: UGM Press, 2004. Agustianto. Optimalisasi Dewan Pengawas Perbankan Syariah. www.pesantrenvirtual. com. Akses 24 September 2007. Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta : UI-Press, 1998. Antonio, M. Syafii. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan Jakarta : Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999.
387
---------. “Bisnis dan Perbankan Dalam Persfektif Islam” Jurnal Syariah, Edisi IV; Ujung Pandang: Fak. Syariah, 1998M/1419H. Arifin,
al-Ayni,
Zainul.“Dewan Pengawas Syariah,” www.shariahlife.wordpress.co m, Akses 27 Mei 2008. Syekh Imam Alamatul Badarudin Iby Muhammad Mahmud bin Ahmad. Shahih Bukhari. Juz ke-11, tt.: Daar Fikr, t.th.
al-Azday, Abu Daud Sulaiman bin Asyatsi al-Jasnany. Sunan Abu Daud, Juz ke-3. Suria: Daar alHadis, 1164 M. Badan Pusat Statistik. Sulawesi Selatan dalam Angka 2007. Makassar: BPS, 2007. Bank Indoensia. Arsitektur Perbankan Indoensia. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. _______. Islamic Banking Statistics 2007. Jakarta: Bank Indonesia, 2007. _______. PBI No 6/17PBI/2004 Tentang BPRS Berdasarkan Prinsip Syariah, www.bi.go.id, Akses 27 Mei 2008 _______.
PBI No. 8/22/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimun BPRS,http://www.bi.go.id/, Akses 27 Mei 2008.
_______. Peraturan Bank Indonesia Tentang Transparansi Kondisi
Keuangan BPRS. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Bungin, Heru Irianto dan Burhan. Pokok-Pokok Penting Tentang Wawancara. Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2006. Departeman Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2004. DSN MUI dan BI. Himpunan Fatwa DSN. ed. ke-2, Jakarta: Pt Intemesa, 2003. Glasse, Cyril. The Concise Ensyclopedia of Islam, diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi dengan judul Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2002. Gusman,
Irman “Perlu Akseleri Perbankan Syariah” [Bisnis Syariah], Republik, No. 219 Tahun ke-11, 21 Agustus 2003.
Hooker, MB. Islam Mazhab Indonesia; Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial. cet. II; Jakarta: Teraju, 2003. Janwari, A. Djazuli dan Yadi. Lembagalembaga Perekonomian Umat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Kara, Muslimin. “Reformasi Kebijakan Perbankan Islam di Indonesia”, Makalah, Makassar 10 September 2003. Karim Business Consulting. Produk Perbankan Syariah. Jakarta: Biro Perbankan Syariah BI, 2001.
388
Muljawan, Ahmad Soerko Tratmono dan Dadang. Penilaian Mengenai Penerapan 25 Basle Core Principle dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Mustafa,
Hasan. Persfektif Dalam Psikologi Sosial. ttp: tp, 2007.
Najamuddin. “Aplikasi Musyarakah dan Mudharabah dalam Perbankan Syariah.” Jurnal ekonomi Islam, diakses 27 Mei 2008 Naysabury, Imam Abu Husain Muslim bin al-Hallaj al-Qusyairy anSahih Muslim, Juz ke-3. Bairut : Daar Kutub Ilmiyah, t.th. Prayogo, Imam. Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai Malang: UIN Malang Press, 2007. Qazwiny, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Juz ke-2; tt:tp,tth. Qurays, Abu Fidaal ibnu Katsir. alTafsir al-Qur’an al-Adzhim. Juz III; Madinah: MaktabatUlulm wal al Hakim, 1413H/1993M. Ridjal,
Tadjoer. Metode Bricolage dalam Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Rumadi. “Perda Syariat Islam: Jalan Lain Menuju Negara Islam?,” Tashwir, Edisi No. 20. Jakarta: LAKPESDAM Nahdatul Ulama, 2006.
Siradjuddin. Analisis Pengaruh Karakteristik Pribadi, Kompetensi Individu, Sikap Dan Kemampuan Komunikasi Pemimpin Terhadap Kinerja Karyawan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Sulawesi Selatan, Disertasi, Makassar: Unhas, 2008. Sugiyono. Metode penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta, 2005. Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMI dan Takaful di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Tanjung, Hendri.“Akselerasi Sosialisasi Bisnis Syariah” dalam Wan Andy dan Ikhwan, “Prospek Bank Syariah: Pasca Fatwa MUI”. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, t.th. Tim Penulis DSN MUI. Himpunan Fatwa DSN. Jakarta: PT Intermasa, 2003. Zada,
Khamami. ”Perda Syariat: Proyeksi Syariatisasi yang Sedang Berlangsug, Riset Redaksi, Edisi No. 20, Jakarta: LAKPESDAM Nahdatul Ulama, 2006.
Zaky, Abu. “Peran DSN,” www.pakendal.net, Akses 27 Mei 2008. *) Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin
389