IMPLEMENTASI FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL DALAM PRAKTEK PERBANKAN (STUDI KASUS PERBANKAN SYARI’AH DI PROVINSI JAMBI)
ABDUL MANAF PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN
ISLAM
NEGERI
Abstract: The National Shariah Council opinion was a reference that should be guided by shariah banking in operating the shariah banking system. To ensure that all of the products in accordance with the shariah banking principles, then each shariah banking should had Shariah Supervisory Board (DPS). Shariah Supervisory Board did monitoring periodic on shariah financial institutions under its supervision and obliged submit suggestions to the leadership of shari'ah financial institutions and the Sharia Board Nasional. This research found that the product of the National Sharia Board opinion especially relating directly funding and financing process, the shariah banking in Jambi Province in principle had been applied but technically been developed in such a way into a wide range of banking products as the main characteristics of the bank concerned. Implementation of the National Shariah Council opinion at bank syariah in Jambi Province significantly been implemented in shariah banking and has been implemented in accordance with the provisions and principles of shari'ah. The mechanism of supervision by the Board of Shariah depend on the material object, for effective supervision by DPS then forward should forming the regional syariah supervisory board. Key words: Shariah supervisory board, syariah banking, regional syariah supervisory board
I.
PENDAHULUAN
Kehadiran Bank Syari’ah, berupaya untuk menjembatani nilai normative agama dengan nilai budaya masyarakat modern. Nilai normative agama, adalah nilai yang diacu oleh komunitas tradisional muslim Indonesia yang memandang bahwa sistem bunga adalah sistem yang termasuk dalam kategori riba, sementara riba tergolong ke dalam aturan yang diharamkan bagi umat Islam. Sedangkan nilai budaya bagi masyarakat modern adalah sebuah sistem pengembangan perbankan
1
yang dikelola manejemen modern melalui teknologi dan informasi yang canggih. Bank Konvensional, yang dilandasi dengan sistem bunga dan di kelola dengan manejemen modern ternyata telah menyisakan sebuah persoalan, yakni benturan nilai normative agama. Benturan antara kebolehan dan ketidakbolehan (antara halal dan haram). Persoalan fundamentalnya terkonsentrasi pada sistem bunga sebagai basis utama yang diterapkan oleh bank konvensional. Mencermati fenomena demikia, serta didukung dengan adanya peluang besar untukk mendirikan Bank Syari’ah di Indonesia, maka pada tahun 1992 berdirilah Bank Syari’ah di Indonesia, yakni Bank Mu’amalah dengan sistem bagi hasil. Pada tahapan selanjutnya, ternyata Bank Syari’ah bisa diandalkan. Ini terbukti dengan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997, di mana eksistensi Bank Syari’ah di tengah Bank konvendsional justru tak tergoyahkan, sementara Bank konvensional banyak yang harus dilikuidasi. Bank Syari’ah dikatakan sebagai sebuah lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasional berdasarkan syari’ah Islam. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa, prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyaraqah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqna). Struktur organisasi bank syari’ah secara khusus memiliki Dewan Pengawas Syari’ah yang mengawasi pemenuhan prinsip syari’ah dalam sistem operasionalisasi Bank Syari’ah. Perbankan syari’ah dalam operasionalisasi bisnisnya tidak hanya mementingkan keuntungan material semata, tapi juga mengedepankan kemaslahatan material dan spiritual secara seimbang. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syari’ah tersebut, tidak terlepas dari kaitannya untuk menjaga konsistensi perbankan agar tetap
2
senantiasa menerapkan sistem syari’ah dalam prakteknya. Dewan Syari’ah Nasional adalah institusi di bawah Majelis Ulama Indonesia yang dibentuk pada awal tahun 1999, lembaga ini memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah.1 Anggota Dewan Syari’ah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun, setelah jangka waktu tersebut, yang bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk diangkat kembali selama-lamanya dua periode. Dewan Syari’ah Nasional berwenang untuk: -
Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada suatu lembaga keuangan syari’ah, dengan memperhatikan pertimbangan PBH-DSN.
-
Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syari’ah di setiap lembaga keuangan syari’ah dan menjadi dasar tindakan hukum yang terkait.
-
Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.
-
Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syari’ah untuk menghentikan penyimpanan dari fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional.2
Menururt Ma’ruf Amin, secara umum, fatwa-fatwa tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: pertama, kelompok fatwa untuk kegiatan transaksi yang dilakukan oleh perbankan syari’ah, baik dalam penghimpunan dana, penyaluran dana (pembiayaan) maupun jasa-jasa perbankan. Kedua,
1
Pasal 1 ayt 9 Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2014 tentang Bank Umum yang melaksanakan usaha berdasarkan prinsip syari’ah 2 Ibid, pasal 2 ayat 6
3
kelompok fatwa untuk kegiatan akuntansi pada perbankan syari’ah. Ketiga, kelompok fatwa untuk investasi syari’ah.3 Untuk memastikan bahwa semua produk bank syari’ah sesuai dengan prinsip syari’ah, maka setiap bank syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). Bagaimanakah penerapannya dalam praktek perbankan di Indonesia? Apakah hasil-hasil fatwa tersebut benar-benar telah diterapkan dalam system perbankan? Dan sejauh mana peran Dewan Pengawas Syari’ah dalam mengawasi praktek perbankan di Indonesia? Dan bagaimana pula pengawasan dilakukan? Dalam keputusan DSN No. 03 Tahun 2000 tentang petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syari’ah Pada Lembaga Keuangan Syari’ah, dijelaskan tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh seorang DPS diantaranya: 1. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan uasaha lembaga keuangan syari’ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari’ah yang telah difatwakan oleh DSN. 2. Fungsi utama DPS adalah: a. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang syari’ah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syari’ah. b. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syari’ah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
Sebenarnya, efektif atau tidaknya pengawasan maupun penerapannya implementasi pada perbankan syari’ah menurut Abdel Hamid el-Gazali5 berkaitan erat dengan sumber daya manusia dan nilai agama. Di samping itu, lembagalembaga akademik dan pelatihan di bidang ini sangat terbatas sehingga tenaga
3
Ma’ruf Amin, dalam Kata Pengantar “Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syari’ah”, diterbitkan atas kerjasama Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Edisi pertama Tahun 2001. hlm. IV
4
terdidik dan berpengalaman di bidang perbankan syari’ah, baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral, pengawas dan peneliti bank, masih sangat sedikit. Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana Implementasi Fatwa Dewan Syari’ah Nasional dalam Praktek Perbankan Syari’ah di Provinsi Jambi. Tujuan dan Kegunaan PenelitianApakah prakteknya tersebut, benar-benar diaplikasikan sesuai dengan kerangka yang telah digariskan oleh Dewan Syari’ah Nasional. Sedangkan secara pragmatis, tulisan ini bertujuan sebagai salah satu media pembelajaran penulis untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Magister Ekonomi Syari’ah pada sebuah institusi Islam. Yakni institute Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.Apabila tujuan tersebut bisa tercapai dengan baik, setidaknya tulisan ini bisa dijadikan sebagai bahan pengetahuan sekaligus sebagai kerangka acu bagi masyarakat yang ingin mengenal dan mengetahui tentang implementasi Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.
II.
Bank Syari’ah dan Latar Belakang Kemunculannya
Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’aah Islam.4 Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Syari’ah berarti Bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadis. Di antaranya: QS. Al-Baqarah: 276:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” (QS. AlBaqarah: 276).
4
WARKUM Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait; BMI DAN Takaful di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). hlm. 5.
5
Ali Imron: 130:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Ali Imron: 130). Dalam Al-Hadis dinyatakan seperti yang diinformasikan oleh Abu Sa’ad, ia mengatakan bahwa suatu ketika, Bilal datang kepada Rasululluah SAW, membawa kurma barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya,”kurma dari mana ini? Jawab Bilal “kurma kita rendah mutunya karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW. Maka bersabda Rasulullah SAW, “inilah yang disebut ria, jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmanya (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus. Selain mendasarkan pada ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah, munculnya bank Islam juga dilatarbelakangi dengan fakta-fakta berikut: Pertama, penerapan sistem bunga oleh bank konvensional berdampak negatif kepada masyarakat. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidaksiapan, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti. Kemudian, penerapan sistem bunga juga mengakibatkan eksplotasi “(pemerasan) oleh orang kaya terhadap orang miskin. Selain itu penerapan sistem bunga akan mengakibatkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bisa mengakibatkan keretakan rumah tangga, jika peminjaman tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya. Kedua, sistem bunga menyebabkan terkonsentrasinya kekuatan ekonomi di tangan elit, sebab, yang terjadi adalah bahwa kekuatan pokok ekonomi bukan terletak pada keahlian, melainkan pemulihan dan kendali atas modal abstrak yaitu kekuatan pokok yang berada di tangan banker sebagai pemegang saham utama pada perusahaan besar modern.
6
Ketiga, sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebih-lebihan. Keempat, sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pedapatan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. Akhirnya, secara realistis, gagasan berdirinya Bank Islam tanpa bunga adalah didasarkan pada konsep hukum shirkah dan mudarabah yang secara bertahap telah berevolusi selama tiga puluh tahun atau sebelumnya yang kemudian menimbulkan modal perbankan yang cukup lengkap di awal decade tujuh puluhan.5 Dalam hubungan inilah terbentuknya organisasi lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam merupakan modal bagi pertumbuhan sistem ekonomi menuju kea rah sistem Ekonomi Islam.
III.
Prinsip Dasar Transaksi, Investasi, dan Kerjasama
Dari prinsip-prinsip umum Al-Qur’an di atas, lebih jauh dikembangkan oleh Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud untuk mencari identitas perbankan Islam, di mana mereka mengatakan, ada lima segi religious, yang berkedudukan kuat dalam literature, harus diterapkan dalam perilaku investasi. Lima segi tersebut adalah, pertama tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba). Kedua, pengenalan pajak religious atau pemberian sedekah, zakat. Ketiga, pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram). Keempat, penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan mayshir (judi) dan gharar (ketidakpastian). Kelima, penyediaan takhful; (asuransi Islam).6 Dalam kaitannya dengan perbankan syari’ah, Al-Qur’an maupun Sunnah sebagai ‘peran’ otoritatif secara eksplisit tidak menjelaskan secara detail bagaimana mekanisme perbankan dalam Islam. Al-Qur’an maupun Sunnah sebagai sumber syari’ah, hanyalah memberikan acuan pokok bagaimana seorang 5
Muhammad najatullah Siddiqi, banking with interest. (The Islamic Foundition: 1981). hlm. 23-37 6 Mervyn K. lewis dan Latifa M. algoud. Perbankan syari’ah; Prinsip, Praktek dan Prospek. (Jakarta: Serambi, 2003). hlm. 48.
7
individu harus bertingkah laku atau bersikap, baik bersikap pada Tuhan nya (hablum minallah) maupun bersikap terhadap orang lain (hablum minannas). Berdasarkan acuan pokok itulah yang selanjutnya dikembangkan oleh para pakar ekonomi Islam untuk membangun kerangka dasar perbankan syari’ah untuk dijadikan sebagai the rule of law. Menurut W. Friedman, the rule of law mengandung dua pengertian yakni in the formal sense dan in the ideological sense. Dalam pengertian formal, ditetapkanmelalui kekuatan publik yang diorganisir. Sementara dalam pengertian ideologis merupakan suatu sistem norma yang dilandasi pada keteraturan hirarkis.7 Peraturan-peraturan Bank Syari’ah, direalisasikan dengan undang-undang Perbankan No 7 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian dijabarkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993 yang pada pokoknya menetapkan hal-hal yang antara lain sebagai berikut: a. bahwa bank berdasarkan bagi hasil adalah bank dan BPR yang melakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil; b. prinsip bagi hasil dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syari’ah; c. bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syari’ah; d. bank Umum atau BPR yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, bank umum atau BPR yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan kepada prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
Selanjutnya, the rule of law dalam pengertian ideologis, mengacu pada AlQur’an dan Sunnah sebagai dasar utamanya. Sejak kurun waktu tahun 2000 7
W. friedman. Law is a Changing Society. (t.tp., t.p, 1959).hlm. 489.
8
hingga 2003 telah hadir sejumlah fatwa Dewan Syari’ah Nasional untuk kebutuhan perbankan syari’ah di Indonesia. Fatwa mana oleh Ma’ruf Amin, dikatakan bahwa fatwa-fatwa tersebut dapat dikelompokkan dengan: pertama, kelompok fatwa untuk kegiatan transaksi yang dilakukan oleh perbankan syari’ah, baik dalam penghimpunan dana, penyaluran dana (pembiayaan) maupun jasa-jasa perbankan. Kedua, kelompok fatwa untuk kegiatan akuntansi pada perbankan syari’ah. Ketiga, kelompok fatwa untuk investasi syari’ah.
IV.
Produk-produk Bank Syari’ah a)
Produk Penyaluran Dana
Secara garis besar produk pembiayaan syari’ah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya: pertama, pembiayaan dengan prinsip jual beli; Ada tiga jenis jual beli yang banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari’ah yaitu -
Bai’al-Murabahah Dalam Bai’al-Murabahah, penjual harus member tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Kalangan perbankan syari’ah di Indonesia banyak menggunakan Bai’alMurabahah secara berkelanjutan seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, al-Murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad.
-
Bai’al-Salam Dalam perbankan, Bai’al-Salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relative pendek yakni 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad Bai’al-Salam kepada pembeli kedua, misalnya bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah dalam perbankan Islam dikenal dengan salam parallel.
9
Bai’al-Istishna
-
Bai’al-Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayarannya dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Pembiayaan dengan prinsip sewa(Al-Ijarah)
-
Merupakan akad pemindahan hak guna atau barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atau barang itu sendiri. Menurut al-Sarakhsi, ijarah merupakan hak untuk memanfaatkan barang jasa dengan membayar imbalan tertentu.8 Karena itu dalam perbankan syari’ah dikenai ijarah muntahiyah bittamlik (sewa yang ikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil(Musharakah)
-
Al-Musharakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.9 Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak yang berkerjasama dapat berupa
dana,
perdagangan
(tanding
asset),
kewiraswastaan
(entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Ketentuan umum pembiayaan musharakah adalah sebagai berikut: 8 9
Al-Sarakhsi, Al-Mabsuth Jild. 15. (Kairo: al-Mathbaah al- Salafiyyah, t.t.), hal. 74. Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd, bidayah al-mujtahid…, hal. 253.
10
o semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musharakah dan sikelola bersama-sama; o biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama; o proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.10 Mudarabah
-
al-Mudarabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (sahid al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudhrabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Ketentuan umum pembiayaan mudarabah adalah sebagai berikut: o jumlah modal diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang; o hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudarabah dapat diperhitungkan dengan cara, perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing), perhitungan dari keuntungan peroyek (profit sharing); o hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati; o bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah, jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau
10
Adiwarman Karim. Bank Islam…, hlm. 102-103
11
membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi administrasi.11 Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap(Hiwalah)
-
Al-Hiwalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut: Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Rahn
-
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan semacam jaminan piutang atau gadai.12 Al-Qard
-
Al-Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu: o sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji; o sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syari’ah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM; o sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah atau bagi hasil;
11 12
Ibid. Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah. (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1987),. Jild. III. hlm 169.
12
o sebagai pinjaman kepada pengurus bank, di mana bank menyediakan
fasilitas
ini
untuk
memastikan
terpenuhinya
kebutuhan pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya. Wakalah
-
Wakalah adalah wakilah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Namun yang dimaksud dengan wakalah dalam pembahasan ini adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Kafalah
-
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.13
Produk penghimpunan dana 1.
Wadi’ah Wadi’ah yad al-amanah memiliki karakteristik sebagai berikut: -
harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan;
-
penerima titipan haya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfatkannya;
-
mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box.14 Wadi’ah yad al-damanah memiliki karakteris sebagai berikut:
13
Abu Bkar Ibn Mas’ud al-Kasani, Al-Bada’I wa al-Sana’I fi Tartib al-Syara’i. (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, t.th.), Jild. VI. hlm. 2. 14 M. syafii Antonio. Bank Syari’ah…, hlm. 148.
13
-
harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan;
-
karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan;
-
bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalam yang dihitung berdasarkan persentase yang telah ditetapkan;
-
jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syari’ah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.
2.
Mudarabah Tujuan dari mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana (sahib almal) dan pengelola dana (mudarib), dalam hal ini bank. -
Mudarabah mutlaqah Dari penerapan Mudarabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposit, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu tabungan Mudarabah dan deposit Mudarabah.
-
Mudarabah muqayyadah
-
Mudarabah muqayyadah ini ada dua jenis: pertama Mudarabah muqayyadah on balance sheet yakni merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Kedua, Mudarabah muqayyadah of balance sheet yakni merupakan penyaluran dana Mudarabah langsung kepada pelaksana usahanya di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.
PRODUK JASA 1. Sarf Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sarf jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
14
2. Ijarah Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian).
V.
Pengawasan dan Rentang Kendali
Pengawasan diperlukan dilandasi dengan asumsi, pertama bahwa perbankan syari’ah merupakan sebuah sistem perbankan yang dilakukan dengan prinsip syari’ah bahwa peraturan-peraturan prinsip syari’ah Islam dalam hukum mu’amalah melarang dan memerintahkan untuk tidak melibatkan praktek-praktek usaha yang mengandung unsur riba. Kedua dengan tingginya resiko aktivitas bidang lembaga keuangan syari’ah selalu berurusan dengan uang dalam jumlah besar, serta dapat menimbulkan niat orang-orang yang terlibat didalamnya untuk melakukan kecurangan untuk menghindari hal-hal negatif seperti itu maka sekali lagi dibutuhkan adanya pengawasan. Pengawasan bank syari’ah pada dasarnya memiliki dua sistem yaitu: 1. pengendalian diri sendiri (self control) Pengendalian diri sendiri (self control) merupakan lapisan pertama dan utama dalam diri setipa karyawan bank syari’ah sehingga peran bagian sumber daya insane dalam memilih karyawan yang tepat merupakan syarat mutlak adanya peran lapisan control yang pertama ini secara optimal; 2. pengendalian menyatu (built in control) Dalam system dan prosedur yang yang diciptakan secara tidak disadari oleh setiap karyawan dimasukkan unsure-unsur control yang menyatu dengan prosedur tersebut (built in control); 3. auditor Internal Selain itu, manajemen juga harus mempunyai kemampuan dalam menganalisis efektivitas fungsi-fungsi yang ada melalui suatu auditor yang dibuat berlapis-lapis.
15
Dasar pemikiran dibentuk Dewan Syari’ah Nasional ini dilandasi dengan: Pertama, dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syari’ah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengurus Syari’ah pada setiap lembaga di pandang perlu didirikan Dewan Syari’ah Nasional yang akan menampung berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syari’ah yang ada di lembaga keuangan syari’ah. Kedua, pembentukan Dewan Syari’ah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubung dengan masalah ekonomi atau keuangan. Ketiga, Dewan Syari’ah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi. Keempat, Dewan Syari’ah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.15
VI.
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syari’ah di tanah air, berkembang pulalah lembaga Dewa Pengawas Syari’ah yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya Dewan Pengawas Syari’ah di masing-masing Lembaga Keuangan Syari’ah adalah suatu hal yang disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Setelah dibentuknya Dewan Syari’ah Nasional pada Februari 1999, telah melakukan berbagai program kerja sesuai dengan tugas dan wewenang yang diberikan. Program tersebut di antaranya: 1. mengeluarkan fatwa; 2. mengeluarkan surat-surat keputusan; 3. memberikan rekomendasi kepada Lembaga Keuangan Syari’ah.
Produk-produk Fatwa Dewan Syari’ah Nasional a. Fatwa tentang giro 15
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Keputusan Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.1 Tahun 200 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI).
16
Secaar jelas dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional ini memutuskan bahwa giro ada dua jenis: 1. giro
yang tidak dibenarkan secara syari’ah yaitu giro yang
berdasarkan perhitungan bunga; 2. giro yang dibenarkan secara syari’ah yaitu giro yang berdasarkan prinsip mdarabah dan wadi’ah.
b. Fatwa tentang tabungan Secara tegas fatwa ini memutuskan bahwa tabungan ada dua jenis: 1. tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah yaitu tabungan yang bedasarkan perhitungan bunga; 2. tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudarabah dan wadi’ah; c. fatwa tentang deposito. Secara tegas fatwa ini memutuskan bahwa deposito ada dua jenis: 1. deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah yaitu tabungan yang bedasarkan perhitungan bunga; 2. deposito yang dibenarkan yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudarabah dan wadi’ah.
d. fatwa tentang Mudarabah fatwa ini dikeluarkan atas dasar pertimbangan bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank syari’ah dengan prinsip jual beli; e. fatwa tentang pembiayaan mudarabah fatwa tentan mudarabah ini memutuskanbahwa mudarabah dibolehkan dalam sistem perbankan syari’ah; f. fatwa tentang pembiayaan musharakah fatwa tentang musharakah ini memutuskan bahwa musharakah dibolehkan dalam sistem perbankan syariah; g. fatwa tentang pembiayaan ijarah
17
fatwa tentang ijarah ini memutuskan bahwa musharakah dibolehkan dalam sistem perbankan syariah; h. fatwa tentang al qard Fatwa ini memutuskan bahwa al-qard dibolehkan dalam system perbankan syari’ah yang merupakan pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan.
Peran dan fungsi dewan syariah nasional adalah 1. membantu sosialisasi perbankan institusi keuangan syari’ah kepada maysarakat; 2. memberikan masukan bagi pengembangan dan keajuan institusi keuangan syariah; 3. dewan
pengawas
syariah
wajib
membuat
laporan
tentang
perkembangan dan aplikasi system keuangan syariah yang berada dalam pengawasannya sekurang kurangnya enam bulan sekali.
Dalam rangka memberikan pedoman bagi Dewan Pengawas Syari’ah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab dimaksud, dipandang perlu dibuat ketentuan pelaksanaan dalam suatu surat edaran Ekstern yang mencakup hal-hal sebagai berikut: -
dewan Pengawas Syari’ah pada bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab berpedoman pada Pedoman Pengawas Syari’ah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syari’ah bagi Dewan Pengawas Syari’ah;
-
pedoman Pengawas Syari’ah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syari’ah adalah merupakan standar minimal yang disusun dalam rangka memberikan kesamaan pandang dan sikap bagi Dewan Pengawas Syari’ah pada bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dalam melaksanakan tugas pengawasan syari’ah;
18
-
laporan hasil pengawasan syari’ah beserta kerta kerja pengawasan disampaikan oleh Dewan Penngawas Syari’ah kepada Direksi, Komisaris, DSN dan Bank Indonesia dengan menggunakan format laporan sebagaimana diatur dalam Bab IV Pedoman Pengawasan Syari’ah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syari’ah;
-
pedoman Pengawasan Syari’ah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syari’ah bafi Dewan Pengawas Syari’ah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.16
VII.
Kesimpulan
Setelah memaparkan kajian ini secara bertahap, akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Produk hasil fatwa Dewan Syari’ah Nasional terutama yang berkaitan langsung proses pendanaan dan pembiayaan pada Bank Syari’ah seperti gim, tabungan, deposit, pembiayaan murabahah, pembiayaan mudarabah, pembiayaan musharakah, pembiayaan ijarah dan al-qard, dalam perbankan syari’ah di Provinsi Jambi pada prinsipnya telah dikembangkan sedemikian namun dalam teknis perbankan syari’ah di Provinsi Jambi telah dikembangkan sedemikian rupa menjadi produk perbankan sebagai karakteristik dari bank yang bersangkutan. Implementasi fatwa Dewan Syari’ah Nasional pada bank syari’ah yang ada di Provinsi Jambi secara nyata telah implementasikan dalam perbankan syari’ah dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari’ah, hal ini telah dinyatakan pula dalam laporan Dewan Pengawas Syari’ah yang menyatakan bahwa Pelaksanaan produk dan jasa telah sesuai dengan fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta Keputusan Dewan Pengawas Syari’ah, demikian pula pedoman operasional dan produk yang meliputi penghimpunan dan penyaluran dana telah sesuai fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta keputusan Dewan Pengawas Syari’ah.
16
Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/19/DPbS tentang Pedoman Pengawasan Syari’ah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syari’ah.
19
Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syari’ah tergantung pada objek materialnya. Pada produk-produk pendanaan dan pembiayaan seperti giro, tabungan deposito, pembiayaan murabahah, pembiayaan mudarabah, pembiayaan musharakah, pembiayaan ijarah dan al-qard, harus diteliti dan dipastikan telah sesuai dengan prosedur dan telah diterapkan sesuai prinsip yang telah digariskan.
BIBLIOGRAFI Abdullah, Irwan, Metode Penelitian; suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1998. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. 1998. Algud, Mervyn K. lewis dan Latifa M. Perbankan Syari’ah; Prinsip, Praktek dan Prospek. Jakarta: Serambi. 2003. Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UIPress. 1998. Al-Kasani, Abu Bakar Ibn Mas’ud, Al-Bada’I wa al-Sana’I fi Tartiib al-Syara’I. Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi. Jild. VI. Al-Sarakhsi. Al-Mabsuth. Jild. 15. Kairo: al-Mathbaah al-Salafiyyah, t.t. Al-Syarbini, Khatib. Mughni Muhtaj Syarh al-Minhaj. Kairo: al-Babi al-Halabi, Jild. II. Antoni, M. syaafi’I, Bank Syari’ah; dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press dengan Tazkia Cendikia. 2002. Bank Muamalat, Laporan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance Implementation Report).2009. Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Keputusan Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 1 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PD DSNMUI). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Mudharabah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh.
20
21