Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi A.A. Miftah Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: This paper explains the existence of Shariah financial institutions, as an alternative and in solving economic problems being faced by Muslims today. In the contemporary Indonesia, the number of Shariah financial institutions has increased. The evaluation of the practice of shariah economy is believed to be able to answer a number of economic problems of Muslims in Sumatra in general and in Jambi is casuistic. Jambi society strongly supports the forms of economic cooperation and Shariah-based business. Keywords: perbankan syari’ah, Jambi
I. Pendahuluan “Krisis ekonomi yang melanda belakangan ini adalah sebagai bukti karena penerapan konsep ekonomi yang salah dan sangat bertentangan dengan sifatnya yang asli. Resep-resep yang ditawarkan para ekonom tidak lain hanyalah bersifat pain killer yang hanya berfungsi sesaat dan sektoral tanpa menyentuh akar permasalahan....Masalah demi masalah yang terjadi dari waktu ke waktu diobati dengan mengutak-atik tingkat suku bunga. Mereka nampaknya sudah sampai pada point of no where dan mereka tidak yakin dengan semua teori dan resepnya sendiri hal ini tercermin dari ungkapan yang mereka akui sendiri yaitu death economics.”1
Institusi keuangan syari’ah sebagai icon sistem ekonomi Islam2 Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah (Jakarta: Djambatan, 1
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
225
A.A. Miftah
merupakan institusi keuangan yang beroperasi menurut ketentuanketentuan Islam. Kelahiran institusi keuangan syari’ah ini didorong oleh sebuah keinginan untuk melepaskan diri dari praktik-praktik perekonomian yang berbasis pada ribawi yang di dalam Islam diharamkan secara syar’i dan upaya untuk memakmurkan umat secara empiris. Selain itu, sistem ekonomi yang ada selama ini yakni ekonomi kapitalis dan sosialis, oleh sebagian ekonom, dianggap gagal dalam mensejahterakan umat, khususnya umat Islam.3 Dalam pandangan Umer Chapra, kegagalan itu tampak secara kentara dalam mewujudkan sasaran materiil yang diinginkan seperti ketidakstabilan ekonomi dan ketidakseimbangan makro ekonomi. Bagi negara-negara berkembang, persoalan cicilan utang luar negeri telah mengancam masa depan pembangunan mereka. Negara-negara muslimpun tampaknya tidak bisa dikecualikan dalam konteks kegagalan ini. Kemiskinan dan ketidakmerataan menjadi lebih kentara di negara-negara tersebut. Kebutuhan-kebutuhan pokok masih belum terjangkau oleh sebagian besar penduduknya.4 Keberadaan institusi keuangan syari’ah, dengan demikian, menjadi alternatif dan harapan dalam memecahkan 2003), h.18 2 Bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal, yakni tauhid (keimanan), adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Tiga prinsip ekonomi Islam, yakni multitype ownership, freedom ta act, dan social justice terbangun dari lima nilai universal di atas. Tiga prinsip tersebut menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h. 52 3 Beberapa ekonom yang berpandangan seperti ini adalah Sofyan Syafri Harahap (Universitas Trisakti Jakarta, dan Mustafa Edwin Nasution (Universitas Indonesia). Said Sa’ad Marthon dalam bukunya yang berjudul al-Madkhal li al-Fikr al-Iqtishaad fi al-Islam menyatakan secara tegas bahwa sepanjang abad 20 sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme dianggap kurang valid dalam mengatasi problem kehidupan sehingga diharapkan adanya sebuah sistem ekonomi alternatif yang dianggap capable. Lihat Said Sa’ad Marthon. Terj., Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h. xi 4 Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 2 226
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
persoalan-persoalan ekonomi yang sedang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini. Selain itu keberadaan institusi keuangan syari’ah juga merupakan bukti bahwa ajaran agama Islam selalu bisa disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Provinsi Jambi, yang berpenduduk mayoritas muslim, telah membuka diri bagi perkembangan dan pengembangan institusi keuangan syari’ah. Saat ini terdapat lima Bank Syari’ah (Bank Muamalat, Bank Syari’ah Mandiri, Bank Mega Syari’ah, BRI Syari’ah, dan BNI Syari’ah) dan satu Unit Usaha Syari’ah pada Bank Pembangunan Daerah Jambi di Provinsi Jambi yang telah soft-launching pada tanggal 16 Agustus 2011. Jumlah ini belum ditambah dengan beberapa BMT (Baitul Mal wa Tamwil), sebuah usaha mikro syariah sejenis koperasi.5 Perkembangan institusi keuangan syari’ah tersebut jelas sangat berpengaruh bagi percepatan transformasi ekonomi masyarakat Jambi masa kini dan masa depan.
II. Peranan Institusi Keuangan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian Berbagai studi menunjukkan bahwa keberadaan institusi keuangan memainkan peranan vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Institusi keuangan, terutama perbankan, menjadi penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, jumlah institusi keuangan syari’ah mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, jumlah perbankan syari ’ah baru ada tiga lembaga. Pada tahun 2010, jumlahnya meningkat menjadi 11 lembaga.6 Perbankan yang berbasis Syari’ah memiliki nilai lebih dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini, karena perbankan 5 BMT mulai berdiri di provinsi pada tahun 1996. Pada tahun 2006, telah terbentuk BMT sebanyak 14 buah. Usaha kecil mikro yang dibiayai oleh BMT sekitar 2000. Khusus di kota Jambi, ada 10 BMT. Rizqi Sari Anggraini, “FaktorFaktor yang Mempengaruhi Komposisi Pembiayaan Bagi Hasil di Baitul Maal Wattamwil Kota Jambi”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007, h. 4. 6 Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah” , Desember 2010, h. 1. 7 Janu Dewandaru, “Apa yang Sebenarnya Ditawarkan oleh Ekonomi Islam”, dalam Islam and Contemporary Issues, ed. Ahmad Syukri Shaleh dan
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
227
A.A. Miftah
yang berbasis Syari’ah memberi penekanan kuat pada penghidupan sektor-sektor riil. Penekanan ini sebagai konsekwensi prinsif dasar sistem ekonomi Islam yang mengharmoniskan antara sektor keuangan dengan sektor riil. Harmonisasi antara sektor keuangan dengan sektor riil tersebut menurut Janu Dewandaru, peneliti senior di Biro Penelitian Pengembangan dan Pengaturan Perbankan Syari’ah pada Direktorat Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, memberikan model proyeksi kebutuhan likuiditas lebih akurat oleh otoritas moneter. Akurasi kebutuhan likuiditas akan menunjukkan besarnya likuiditas yang dibutuhkan untuk membiayai produksi dan konsumsi yang pada gilirannya menciptakan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, stabilitas harga, dan lain sebagainya.7 Penekanan yang kuat pada upaya untuk menghidupkan sektorsektor riil tersebut dapat dilihat dalam pola penghimpunan dan penyaluran dana pada perbankan syari’ah. Pola penghimpunan dana yang menggunakan skim akad mudharabah dan wadi’ah menunjukkan bahwa return untuk tabungan ataupun deposito nasabah berasal dari pengembangan dana nasabah tersebut pada sektor riil. Demikian pula dengan pola penyaluran dananya. Pola penyaluran dana dalam skim akad murabahah, mudharabah, dan musyarakah juga sangat terkait langsung dengan sektor-sektor riil. Dengan demikian, peran perbankan atau institusi keuangan syari’ah untuk menggerakan sektor riil sangat besar. Sektor riil yang bergerak menandakan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Penghimpunan dan penyaluran dana perbankan syari’ah secara nasional cenderung mengalami peningkatan. Data statistik Bank Indonesia tahun 2006-2010 menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan penghimpunan dana di perbankan syari’ah mengalami peningkatan sebesar 2% pada tahun 2010 jika dibandingkan pada tahun 2009. Kemudian penyaluran dana mengalami peningkatan sebesar 14 %.8 Ahmad Syukri Baharuddin. Jambi: PPs IAIN Jambi, 2009, h. 161. 8 Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada tabel berikut ini. Dikutip dari proposal pembukaan unit usaha syari’ah Bank Jambi 228
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
Sektor-sektor ekonomi yang dibiayai oleh perbankan syari’ah meliputi: 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian. 2. Pertambangan. 3. Perindustriaan. 4. Listrik, gas, dan air. 5. Konstruksi. 6. Perdagangan, restoran, dan hotel. 7. Pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi. 8. Jasa dunia usaha. 9. Jasa sosial. 10. Lain-lain.9 Pada tahun 2005, jumlah dana yang dikeluarkan oleh perbankan syari’ah untuk membiayai sektor-sektor ekonomi di atas baru mencapai Rp.15.232. milliar. Jumlah ini kemudian meningkat pada tahun 2009 menjadi Rp. 46. 886. milliar dan meningkat lagi di tahun 2010 menjadi 62. 995. milliar.10 Artinya telah terjadi peningkatan sebesar empat kali sejak tahun 2005. Peningkatan pada sisi penyaluran dana ini jelas sangat berpengaruh secara nyata bagi peningkatan perekonomian, apalagi pembiayaan yang dibiayai oleh perbankan syari’ah lebih besar diarahkan pada sektor modal kerja dan investasi dan lebih kecil diarahkan pada sektor konsumsi. Data statistik perbankan syari’ah menunjukkan bahwa pada 2005 sektor modal kerja memperoleh pem9
Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syari’ah”, Desember 2010, h.
10
Ibid. Ibid, h. 22
22. 11
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
229
A.A. Miftah
biayaan sebesar 52, 4% dari total pembiayaan, investasi sebesar 28,1%, dan konsumsi 19, 4% dari total pembiayaan. Pada 2010, meskipun terjadi penurunan untuk pembiayaan sektor modal kerja dan investasi serta penambahan pada sektor konsumsi, akan tetapi sektor modal kerja dan investasi masih tetap memperoleh pembiayaan yang lebih besar ketimbang konsumsi. Modal kerja memperoleh pembiayaan sebesar 46,7%, investasi sebesar 19,7 %, dan konsumsi sebesar 33, 6 % dari seluruh total pembiayaan11. Kemudian jika dilihat segmen pengusaha yang dibiayai oleh perbankan syari’ah, maka pengusaha kecil dan menengah memper oleh pembiayaan yang lebih banyak ketimbang selain mereka. Pada tahun 2005, pengusaha kecil dan menengah memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 10. 195. milliar, sedangkan selain mereka memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 5.039. milliar. Pada tahun 2010, pengusaha kecil dan menengah memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 52.570 mil liar, naik sekitar 5 kali dari tahun 2005 dan selain mereka memperoleh pembiayaan sebesar 15.611 milliar.12 Peningkatan pembiayaan untuk sektor-sektor ekonomi seperti yang terlihat di atas jelas dan dapat dipastikan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi percepatan transformasi masyarakat.
III. Tranformasi Ekonomi Dunia Melayu Jambi Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, sebagaimana dikutip oleh Kadir Sobur, bahwa bangsa Melayu terdiri dari bangsa-bangsa yang hidup di Asia Tenggara yaitu negara Thailand bagian Selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei dan Filipina Selatan.13 Jambi, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, jelas merupakan bahagian dunia me layu. Kenyataan ini diperkuat lagi dengan adanya kerajaan Melayu di Jambi. Kerajaan Melayu II lahir pada tahun 1460 dengan raja pertama bernama Datuk Paduko Berhala merupakan kerajaan Islam yang berada di Jambi. Kerajaan ini memerintah selama hampir setengah abad 12 13
216 14
230
Ibid, h. 24 Kadir Sobur, Teologi Progresif (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2008), h. Sofyan Syafri Harahap, Kenapa Blue Print Pengembangan Ekonomi Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
yaitu 500 tahun sampai 1907.14 Sebelum dijajah oleh Belanda, Jambi merupakan daerah yang sudah maju dan telah banyak melakukan kegiatan perdagangan di daerah Selat Melaka. Kesultanan Jambi telah melakukan kontak dagang dengan Belanda tidak kurang dari 60 tahun. Sejak tahun 1906, Jambi sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Provinsi Jambi berdiri pada tahun 1957 melalui Undang-undang Darurat no 19 tahun 1957.15 Tentang Transformasi perekonomian Jambi bisa dilihat sejak 1969 hingga 2010. Dilihat dari sisi PDRB Perkapita, terjadi peningkatan. PDRB Perkapita dari Rp. 29.710 pertahun pada tahun 1969 kemudian meningkat menjadi Rp. 729.390 pada tahun 1990 dan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp. 1.857.000,- berdasarkan harga konstan.16 Pada tahun 2010 PDRB Perkapita provinsi Jambi telah mencapai angka Rp. 4.519.574.17 Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1999, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi hanya sebesar 2,90 persen tetapi tahun 2003 telah mencapai laju pertumbuhan sebesar 4,47 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,42 persen sehingga rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode 1999-2004 sebesar 4,72 persen.18 Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Jambi telah mencapai angka 7,6 %.19 Dilihat dari struktur ekonomi, struktur perekonomian Jambi pada awal Pelita I sangat didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi lebih dari 55 persen. Memasuki tahun 1989, awal Pelita V, peran sektor pertanian mulai menurun hingga 35 persen. Dalam era tahun 1990-an, dominasi sektor pertanian cenderung menurun. Syari’ah Jambi Sangat Perlu, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Nasional “Potret dan Kontribusi Ekonomi Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional dan Daerah” tahun 2006, h. 3 15 Ibid. 16 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025, h. 6 17 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan I 2011”, Tabel Indikator Ekonomi Terpilih, Inflasi dan PDRB 18 BPS Provinsi Jambi 19 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
231
A.A. Miftah
Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB pada tahun 1997 sebesar 26,27 persen. Sebagian besar perannya mulai diambil alih oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan yang meningkat cukup tajam pada periode tersebut. Sejak tahun 1998 sektor pertanian kembali memberikan kontribusi yang meningkat yaitu dari 27,33 persen menjadi 27,65 persen tahun 1999 dan menjadi 28,15 persen tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 28,29 persen pada tahun 2004. Hal ini mengindikasikan bahwa setor pertanian masih merupakan tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi, dimana sektor pertanian selama ini mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang telah melanda Indonesia.20 Perkembangan PDRB Provinsi Jambi pada tahun 2010 menun jukkan bahwa sektor-sektor yang masih memberikan kontribusi cukup besar adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 0,46% (q-tq), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (0,19)%/q-t-q). Nominal PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 15, 31 triliun yang secara sektoral masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 30, 05 %, sektor perdagangan dan penggalian sebesar 17, 68 serta sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,06 %.21 Perkembangan ekonomi dunia Melayu Jambi seperti terlihat di atas khususnya setelah tahun 2004-2010 ikut digerakkan oleh institusi keuangan syari’ah, betapapun kecilnya andil yang diberikan. Pada triwulan I tahun 2010 tercatat bahwa perbankan syari’ah telah menya lurkan kredit/pembiayaan sebesar Rp. 14, 46 miliar (3,52%), lebih tinggi dari bank swasta konvensional sebesar Rp. 7, 49 milliar (0,33 %). Sedangkan bank pemerintah justeru mengalami penurunan dalam penyaluran kredit ini, walaupun secara nominal jumlahnya masih I 2011”, h. 3 20 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005 – 2025, h. 6 21 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan I 2011”, h. 7 22 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan 232
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
lebih besar dari perbankan syari’ah di atas yakni sebesar 15,03 miliar (turun 0,23% dari triwulan sebelumnya).22 Pada triwulan I tahun 2011 tercatat peningkatan kredit/pembiayaan perbankan syari’ah sebesar Rp. 69,44 miliar (9,75%).23 Angka-angka ini menunjukkan bahwa keterlibatan institusi keuangan syari’ah dalam mendorong percepatan perkembangan ekonomi dunia Melayu Jambi pada masa mendatang semakin menjadi penting. Ada beberapa alasan mengapa keterlibatan institusi keuangan syari’ah menjadi penting dalam konteks transformasi ekonomi dunia melayu Jambi tersebut. 1. Sistem ekonomi yang ada (ekonomi konvensional) selama ini belum sepenuhnya sejalan dengan world view kita selaku seorang muslim. Hampir 90% masyarakat melayu Jambi beragama Islam. Sebuah sistem ekonomi dirancang dalam upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau kesejahteraan bersama. Definisi atau konsep kesejahteraan yang dianut oleh sistem ekonomi konvensional tersebut sangat jauh berbeda dengan definisi atau konsep kesejahteraan dalam versi Islam. Dalam Islam, kesejah teraan itu tidak hanya terbatas pada terpenuhinya aspek-aspek materiil saja, tetapi mencakup pula pada aspek spritualitas. Karenanya, dalam Islam beragama merupakan kebutuhan primer yang wajib dipenuhi oleh setiap individu. Sistem ekonomi Islam, dengan demikian, lebih mudah diterima oleh masyarakat melayu Jambi. Bahkan sebelum pembukaan perbankan syari’ah di Jambi, telah diadakan sebuah survey tentang respon masyarakat terhadap perbankan syari’ah. Sekitar 50% responden memberi respon secara positif terhadap perbankan syari’ah dan sekitar 65, 4% dari pelaku ekonomi memberi respon yang sama.24 2. Sistem ekonomi Islam hadir bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau ekonomi sosialis. Ia hadir dalam rangka untuk menutupi kekurangan-kekurangan sistem ekonomi tersebut. Meskipun sistem ekonomi kapitalis ini telah berhasil memajukan I 2010”, h. 50 23 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan I 2011”, h. 44 24 Amri Amir, Perkembangan Sistem Ekonomi Syari’ah dan Kondisinya di Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
233
A.A. Miftah
perekonomian secara pesat di banyak negara seperti Amerika, Inggris, Prancis, Jerman, dan lain-lain akan tetapi ia gagal dalam mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Jurang antara yang kaya dan miskin tetap besar dan semakin melebar di negara-negara yang menganut sistem kapitalis tersebut. Sebagian besar negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim, termasuk dunia melayu Jambi, masih dihadapkan dengan persoalan kesenjangan tersebut. Selama persoalan kesenjangan itu belum teratasi dengan baik, maka sangat sulit untuk bisa memajukan peradaban dunia Melayu. 3. Sistem ekonomi Islam bisa menjadi perekat sosial antara dunia Melayu. Kerjasama dalam bidang ekonomi antara dunia Melayu dan dunia Islam lainnya bisa dibangun. Ada bahasa dan konsep yang sama dalam membangun kerjasama ekonomi tersebut. Sebagai contoh tentang penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran di dunia Melayu dan di dunia Islam lainnya dalam perdagangan antar negara. Ikatan sosial yang kuat antar sesama dunia Melayu diyakini akan mempercepat kemajuan dunia Melayu itu sendiri dikemudian hari. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa dunia Melayu akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru di dunia ini untuk beberapa tahun kemudian. 4. Secara empiris pun ekonomi Islam ternyata tahan terhadap badai krisis ekonomi dan ini telah terbukti pada tahun 1997 dan 2008. Beberapa alasan pentingnya keterlibatan institusi keuangan syari’ah dalam mendorong percepatan transformasi ekonomi dunia melayu Jambi di atas memberikan sebuah isyarat bahwa ada kesamaan visi dari dunia melayu Jambi dengan dunia melayu lainnya dalam upaya keikutsertaannya untuk mengembangkan institusi keuangan syari’ah itu sendiri.
IV. Perkembangan dan Peran Institusi Keuangan Syari’ah di Provinsi Jambi, makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional “Potret dan Kontribusi Ekonomi Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional dan Daerah tahun 2006”, tt, h. 12 25 Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia terlambat jika 234
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
Jambi Perkembangan institusi keuangan syari’ah di Jambi tidak terlepas dari perkembangan institusi keuangan syari’ah di Indonesia yang telah dimulai pada tahun 1990-an dengan berdirinya bank Muamalat.25 Di Jambi institusi keuangan syari’ah baru berdiri pada tahun 2003 dengan berdirinya Bank Syari’ah Mandiri. Kemudian diikuti oleh Bank Muamalat pada tahun 2004, Bank BRI Syari’ah pada tahun 2006, Bank Syari’ah Mega tahun 2008, Bank BNI Syari’ah tahun 2010, dan Unit Usaha Syari’ah pada Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2011. Perkembangan perbankan syari’ah ini menunjukkan respon positif masyarakat Jambi terhadap perbankan syari’ah. Selain itu perkembangan ini juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi Jambi cukup tinggi. Pada tahun 2006, total asset yang dimiliki oleh ketiga bank syari’ah (Bank Syari’ah Mandiri, Bank Muamalat, dan BRI Syari’ah) baru mencapai Rp. 90.612 juta, dana yang dihimpun sebesar Rp.69.672 juta, dan dana yang disalurkan (pembiayaan) sebesar Rp. 98.552 juta. Jika dibandingkan dengan dana yang dihimpun dan dana yang disalurkan oleh perbankan konvensional pada saat itu memang masih sangat jauh, yaitu 1,7 % dari total kredit dan sekitar 1,3 % dari total dana yang dihimpun perbankan konvensional yang ada di Jambi.26 Jika dilihat masing-masing peran perbankan syari’ah tersebut dalam memajukan perekonomian Jambi, maka terlihat dengan jelas adanya kontribusi positif dari perbankan tersebut. Sebagai contoh bank Syari’ah Mandiri cabang (BSM) Jambi. Pada tahun 2003, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh BSM Jambi dalam bentuk pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan murabahah baru mencapai Rp. 185.534.132,377. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2007 dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Perbankan syari’ah telah berdiri di Turki dan Iran pada tahun 1984, Mesir pada tahun 1978, Pakistan pada tahun 1979, Siprus pada tahun 1983, Kuwait pada tahun 1977, Uni Emirat Arab pada tahun 1975, dan Malaysia pada tahun 1983. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 22-25 26 Amri Amir, Perkembangan Sistem Ekonomi Syari’ah dan Kondisinya di Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
235
A.A. Miftah
menjadi Rp. 1.254.995.710,629.27 Dana pihak ketiga juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun adalah sebesar Rp. 194.821.996, 329. Pada tahun 2007, dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BSM cabang Jambi mencapai Rp. 960.135.374,947.28 Bank Muamalat juga memberikan peran dalam memajukan perekonomian Jambi. Hal ini dapat dilihat dari penyaluran pembiayaan modal kerja kepada masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah modal kerja yang disalurkan adalah sebesar Rp. 37. 465.000.000. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2007 dengan jumlah Rp. 39. 730.000.000.29 Peran dalam memajukan perekonomian Jambi seperti yang ditunjukkan oleh kedua perbankan di atas juga diperlihatkan oleh Bank BRI Syari’ah Cabang Jambi melalui pembiayaan yang disalurkannya. Pada tahun 2006, BRI Syari’ah Cab. Jambi telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp. 107.828.000.000. Jumlah ini meningkat pada tahun 2008 sebesar Rp. 544.806.000.000.30 Hingga tahun 2010, total pembiayaan yang telah diberikan oleh perbankan syari’ah di Jambi adalah sebesar Rp. 712 miliar.31 Sektor ekonomi yang dibiayai meliputi: 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian. 2. Pertambangan. 3. Konstruksi. 4. Perdagangan, restoran, dan hotel. 5. Jasa dunia usaha. 6. Jasa sosial. 7. Lain-lain.32 Sektor yang mendapat porsi terbesar dalam pembiayaan adalah Provinsi Jambi, makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional “Potret dan Kontribusi Ekonomi Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional dan Daerah tahun 2006”, tt, h. 12-13 27 Habriyanto, “Analisis Fungsi Intermediasi Lembaga Perbankan Syari’ah Pada Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007, h. 92-93 28 Ibid 29 Azhari, “Pengaruh Pembiayaan Modal Kerja Terhadap Tingkat Pendapatan Usaha Kecil di Kota Jambi: Studi Kasus di Bank Muamalat”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007, h. 115 236
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
jasa dunia usaha dan lain-lain. Jasa dunia usaha memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 191 miliar, lain-lain memperoleh Rp. 302 miliar. Kemudian disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yang memperoleh porsi pembiayaan sebesar Rp. 155 miliar. Sektor pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 34 miliar.33 Dilihat dari jenis penggunaan pembiayaan, maka sektor modal kerja dan investasi memperoleh pembiayaan lebih banyak ketimbang sektor konsumsi. Modal kerja memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 320 miliar, investasi memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 90 miliar dan konsumsi memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 302 miliar. 34 Sedangkan bila dilihat dari kelompok usaha yang mendapatkan pem biayaan, maka kelompok usaha kecil dan menengah memperoleh pembiayaan terbesar yakni sebesar Rp. 704 miliar. Kelompok usaha selain usaha kecil dan menengah hanya memperoleh pembiayaan sebesar Rp. 8 miliar.35 Data-data di atas cukup memberikan penjelasan bahwa per bankan syari’ah di dunia melayu Jambi telah memberikan peran yang amat penting dalam memajukan perekonomian Jambi. Dalam koneks inilah maka Pemerintah Daerah Jambi telah mendorong pembukaan unit usaha syari’ah pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi yang merupakan satu-satunya Bank milik Pemda Provinsi Jambi. Ada beberapa alasan di balik pendirian ini. 1. Selama tiga tahun terakhir ini, kinerja keuangan Bank Jambi menunjukkan perkembangan yang baik dan menggembirakan sehingga kondisi ini sangat mendukung pembukaan Unit Usaha Syari’ah tersebut. 30 Masnidar, “Analisis Cost-Plus Financing dalam Pembiayaan Murabaha Pada Bank Syari’ah (Studi Kasus di Jambi)”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2009, h. 115 31 Bank Indonesi, “Statistik Perbankan Syari’ah Desember 2010”, h. 43 32 Ibid, h. 45 33 Ibid 34 Ibid, h. 47 35 Ibid, h. 49
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
237
A.A. Miftah
2. Sejak tahun 2008 hingga 2010, aset perseroan meningkat rata-rata 19% pertahun. 3. Minat masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa perbankan syari’ah semakin meningkat. Rata-rata pertumbuhan aset perbankan syari’ah pertahun sebesar 37%. 4. Potensi ekonomi wiliayah Jambi yang besar yang dapat dilihat dari petumbuhan PDRB-nya.36
V. Penutup Dari diskusi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa pertama institusi keuangan syari’ah telah memberikan kontribusi penting dalam memajukan perekonomian Indonesia secara umum dan perekonomian dunia Melayu Jambi secara khusus. Kedua, dunia melayu Jambi sangat terbuka dan merupakan pasar yang potensial bagi pengembangan ekonomi dan bisnis yang berbasis syari’ah. Dan terakhir pemerintah daerah Provinsi Jambi selalu mendukung bentukbentuk kerjasama ekonomi dan bisnis yang berbasis syari’ah. Semoga makalah ini bisa membuka diskusi kita dalam rangka mempercepat akselerasi transformasi perekonomian Islam di dunia Melayu.
36 Bank Jambi, “Proposal Pembukaan Unit Usaha Syari’ah Bank Jambi”, 13 Juli 2011, h. 6-7
238
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
239
A.A. Miftah
BIBLIOGRAFI Amir, Amri, Perkembangan Sistem Ekonomi Syari’ah dan Kondisinya di Provinsi Jambi, makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional “Potret dan Kontribusi Ekonomi Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional dan Daerah tahun 2006”, tt, Anggraini, Rizqi Sari, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi Pembiayaan Bagi Hasil di Baitul Maal Wattamwil Kota Jambi”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007 Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) Azhari, “Pengaruh Pembiayaan Modal Kerja Terhadap Tingkat Pendapatan Usaha Kecil di Kota Jambi: Studi Kasus di Bank Muamalat”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007 Bank Indonesia, “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi Triwulan I 2011”, Tabel Indikator Ekonomi Terpilih, Inflasi dan PDRB Bank Jambi, “Proposal Pembukaan Unit Usaha Syari’ah Bank Jambi”, 13 Juli 2011 Chapra, Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000) Dewandaru, Janu, “Apa yang Sebenarnya Ditawarkan oleh Ekonomi Islam”, dalam Islam and Contemporary Issues, ed. Ahmad Syukri Shaleh dan Ahmad Syukri Baharuddin. Jambi: PPs IAIN Jambi, 2009 Habriyanto, “Analisis Fungsi Intermediasi Lembaga Perbankan Syari’ah Pada Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2007 Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003) Marthon, Said Sa’ad Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, terj. (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004) Masnidar, “Analisis Cost-Plus Financing dalam Pembiayaan Murabaha Pada Bank Syari’ah (Studi Kasus di Jambi)”, Tesis Magister, PPs IAIN STS Jambi, 2009 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005 – 2025 Sobur, Kadir, Teologi Progresif (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2008) Syafri Harahap, Sofyan, Kenapa Blue Print Pengembangan Ekonomi Syari’ah Jambi Sangat Perlu, Makalah yang Disampaikan pada 240
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Peranan Perbankan Syari’ah dalam Memajukan Perekonomian di Jambi
Seminar Nasional “Potret dan Kontribusi Ekonomi Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional dan Daerah” tahun 2006 Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah (Jakarta: Djambatan, 2003)
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
241