HAMBATAN KONTRAK MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI’AH Oleh: Ali Samsuri Konsep tolong menolong, taawun, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam1. Salah satu penerapan ini adalah prinsip dasar dari profit and loss sharing yakni hubungan saling menguntungkan antar pihak, hubungan itu melalui commenda partnership (mudharabah), dan aransemen jangka panjang (musyarokah) Agar optimal, penerapan konsep sharing harus dilakukan secara professional. Kata Kunci: Hambatan kontrak, Mudharabah A. Muqaddimah Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor yang given, sudah menjadi sunnatullah, sebagaimana Allah SWT bersabda : Konsep tolong menolong, taawun, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam2. Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan. Hal ini karena prinsip ketidaktentuan usaha sehingga hasil yang didapat bisa sangat bervariasi, dari mulai untung sampai rugi. Sebagai contoh, bunga adalah suatu hasil yang ditetapkan didepan, sebelum usaha, sehingga bunga seperti memastikan usaha pasti mendatangkan keuntungan, dan bisa jadi memberatkan salah satu pihak. Sedangkan prinsip dasar dari profit and loss sharing (pembagian keuntungan dan kerugian) adalah para bankir membentuk sebuah hubungan partnership dengan debitur, 1 2
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001),
57
membagi keuntungan dan kerugian usaha daripada meminjamkan uang dengan tarif return yang tetap. Hubungan itu bisa satu atau dua tipe yaitu : mudharabah (commenda partnership atau hubungan pengelolaan keuangan) dan musharakah (aransemen aransemen yang mirip ekuitas jangka panjang).3 Pada kedua tipe tersebut, bank menerima pembagian keuntungan yang dihasilkan oleh usaha bisnis dengan sebuah kesepakatn tertulis. Prinsip ini merupakan inti dari filosofi perbankan Islam. Prinsip ini merupakan bentuk ‘otentik’ dari keuangan Islam karena mereplikasi transaksi-transaksi yang umum terjadi pada periode awal Islam.4 Penerapan konsep sharing sesungguhnya mempunyai manfaat yang sangat besar, namun penerapan konsep sharing mempunyai beberapa kelemahan . Agar optimal, penerapan konsep sharing harus dilakukan dengan pengetahuan yang memadai agar mekanisme sharing yang memiliki tujuan yang baik ini tidak disalahgunakan pihak yang semata-mata ingin mengambil keuntungan.
Bank syariah di Indonesia ke depannya harus bisa memilki kekuatan tersendiri dalam menarik nasabah Indonesia dan masyarakat dunia, baik dari segi produk yang inovatif, profit margin kepada nasabah maupun bagi hasil yang bersaing. Untuk itulah, salah satu upaya bersaing dengan bank asing perlu adanya strategi-strategi khusus bank syariah Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan nantinya pangsa pasar akan lebih luas tidak hanya berkutat pada penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Untuk customer saja masih sangat sedikit, jadi perbankan syariah juga harus melakukan riset untuk melihat keinginan konsumen sehingga dapat menciptakan produk-produk yang sesuai. B. Sharing dan Permasalahannya a. Preferensi Muslim dan Pilihan Tipe Kontrak Pemilihan kontrak bagi muslim ditentukan oleh minimal dua faktor penentu, yaitu ekspektasi keuntungan yang diharapkan (tinggi) dan sesuai dengan syariah. Berbeda dari preferensi non muslim yang hanya berdasarkan keuntungan semata, preferensi muslim dalam memilih tipe kontrak harus sesuai dengan konsep maslahat yang sesuai dengan syariah. Kontrak yang walaupun mendatangkan keuntungan yang 3
Ibrahim Warde, Islamic Finance in the Global Economy (Edinburg : Edinburg University Press, 2000),288. 4 Abraham L. Udovicth, Partnership and Profit in Medieval Islam (TT; Princeton University Press, 1970)170.
58
sangat besar, namun jika tidak sesuai dengan syariah, tidak dapat diterima. Kontrak dengan bunga yang tinggi misalnya, memang mendatangkan keuntungan yang besar, namun tidak sesuai dengan syariah, maka kontrak itu ditolak. Sharing, merupakan suatu kontrak usaha yang dianjurkan dalam Islam, Konsep syariah sangat menganjurkan tolong menolong dalam menghadapi ketidakpastian dalam dunia usaha. Anjuran Islam tersebut ditambah lagi dengan petunjuk yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas transaksi kontrak. Anjuran tersebut misalnya perintah untuk berbuat jujur (Siddiq). Konsep kejujuran akan mendorong transparansi dalam berkontrak. Transaparansi dapat melahirkan kontrak usaha yang bermutu dan berkualitas. Islam juga mempunyai konsep penghargaan terhadap waktu dan dorongan untuk bekerja keras di dunia. Penghargaan terhadap waktu dan bekerja keras adalah syarat untuk keberhasilan suatu usaha. Islam juga mewajibkan amanah terhadap sesuatu yang dipercayakan orang kepada kita. Konsep amanah adalah konsep yang sangat diperlukan dalam sebuah kontrak usaha, apalagi sharing. Ketiga konsep Islam tesebut tentu sangat mendorong terjadinya kontrak yang berkulitas dalam sharing. Pembahasan konsep sharing secara empiris maupun teoritis sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para ekonom. Hal ini karena sharing memang dilakukan oleh berbagai
macam
masyarakat.
Dari
beberapa
pembahasan,
muncul
beberapa
permasalahan yang menjadikan sharing tidak optimal. Masalah yang menyebabkan tidak optimalnya sharing antara lain adalah level informasi yang berbeda yang dialami oleh pihak yang melakukan kontrak sharing, dan preferensi masing-masing individu pelaku sharing tersebut. Pembahasan dibawah ini berusaha menjelaskan permasalahan yang terjadi dalam sharing tersebut : a.1 Preferensi Individu Bagi individu, pemilihan jenis kontrak termasuk sharing, ssungguhnya ditentukan oleh faktor utama sejauh mana jenis usaha tersebut dapat memberikan ekspectasi pendapatan yang tinggi . Dalam prinsip ekonomi, manusia yang rasional adalah manusia yang berfikir margin yang didapat dan prinsip opportunity cost 5. Seseorang lebih suka mendapatkan lebih banyak daripada mendapatkan lebih sedikit. Namun dalam Islam, tentu saja terdapat perbedaan dari segi preferensi. Seorang Muslim tidak
5
hanya
sekedar
mengejar
hasil
yang
banyak
atau
Gregory Mankiw, Principle of Economic, (Orlando : Harcourt Inc, 2001).
59
keuntungan
tanpa
mempertimbangkan faktor etika dan moral. Faktor moral, halal dan haram, etika adalah hal yang juga sangat dipertimbangkan dalam preferensi individu. Kontrak sharing, pada prinsipnya memberikan keleluasaan bagi pengusaha (Fund User) untuk menentukan level optimal usaha yang dilakukannya. Pada kondisi seperti itu maka preferensi individu dari masing-masing pihak akan menentukan kontrak sharing. Dengan kata lain, seorang shahibul mal 6 ingin keuntungan yang besar, seorang mudharib pun menginginkan keuntungan yang besar pula . a.2 Asymmetric Information Kondisi tersebut adalah kondisi tersebut akan sangat ideal bila masing-masing pihak mendapatkan informasi yang lengkap dan berimbang (Symmetric Information). Pada keadaan ini, pilihan sharing adalah pilihan yang sangat ideal. Dalam prakteknya, sangat kecil kemungkinan didapatkan kondisi ideal, dimana informasi yang didapat simetrik. Ketidak jelasan atau ketidak seimbangan dalam informasi ini yang terjadi pada saat kontrak akan meningkatkan absolut risk aversion . Sebagai contoh misalnya, seorang shahibul mal ingin memberikan pinjaman kepada mudharib. Karena kurangnya informasi mengenai harapan tingkat return (expected return) dari suatu usaha, maka shahibul mal akan bertindak risk averse (menghindari resiko). Tindakan ini wajar sebagai perilaku melindungi investasinya. Tindakan risk averse ini akan mempengaruhi rp, sehingga sharing berjalan tidak optimal. Kondisi asymmetric information dalam sharing ini dapat terjadi karena dua hal yaitu : 1. Sulit untuk melihat level usaha dari mudharib 2. Terbatasnya informasi mengenai produktivitas suatu usaha Terbatasnya informasi mengenai produktifitas suatu usaha juga menjadi suatu permasalahan dalam optimalisasi sharing. Dalam usaha, mudharib seringkali mempunyai informasi yang lebih banyak daripada shahibul mal. Shahibul mal, walaupun memiliki data, namun biasanya tidak seakurat dan serinci mudharib sebagai pelaku usaha. Hal seperti ini bisa menyebabkan mudharib memiliki keuntungan informasi yang tidak dipunyai oleh shahibul mal, dan dapat digunakan dalam melakukan bargaining ketika menjalankan kotrak sharing. Sebagai contoh misalnya, industri rumah makan, atau restoran. Mudharib tahu bahwa margin keuntungan rata-rata untuk restoran misalnya 50%. Shahibul mal tidak tahu hal seperti ini, karena awam dalam bisnis
6
Disebut juga Rab al mal
60
tersebut. Ketika mudahrib melakukan bargaining sharing dengan shahibul mal, ia sudah dibekali dengan informasi mengenai expected return, sedangkan shahibul mal tidak. Hal ini memungkin kan shahibul mal kemudian mengenakan kontrak sharing yang jauh lebih rendah dari yang sebenarnya dapat dihasilkan. C. Sharing dan Mudharabah a. Pengertian Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama,7 dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu: a. Profit Sharing Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). b. Revenue Sharing Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
7
Namun, nisbah tidak boleh 100:0, karena para ahli fiqih sepakat berpendapat bahwa mudharabah tidak sah apabila shahib al mal membuat syarat agar keuntungan hanya untuk salah satu pihak saja. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal; tentu dapat saja bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar porsi setoran modal, dan nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal Rp tertentu. Lihat Asy – Syarbini, Mughni al Muhtaj, (tt, Vol 2. 116.tt)
61
Walaupun hampir seluruh ulama menanggapi bahwa profit and loss sharing sebagai bentuk yang paling otentik dan paling menjanjikan dalam kontrak-kontrak Islam, ada beberapa pendapat yang berbeda pula. Penolakan tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: (1) Profit and Loss Sharing (PLS) adalah kontrak jaman pertengahan, yang tidak perlu diadaptasi dengan kenyataan – kenyataan kontemporer; dan (2) Profit and Loss Sharing bisa jadi bertentangan dengan arti riba yang sebenarnya (dalam pengertian kurangnya persamaan partisipan dalam transaksi tersebut) dan juga menyebabkan salah satu pihak mengambil keuntungan dari pihak yang lain, yang dapat terjadi jika salah satu partisipan mempunyai pengetahuan yang tidak sempurna atau mempunyai posisi tawar yang lemah. 8 Selain itu, aransemen Profit and Loss Sharing menciptakan masalah manajerial dan regulasi yang belum sepenuhnya dikuasai. Misalnya, mudarib bisa meminta lebih banyak uang daripada yang dia butuhkan, atau dia bisa terlibat dalam usaha yang beresiko tinggi, dengan kesadaran bahwa dia tidak menjalankan uangnya sendiri. Bank juga bisa mendapatkan keuntungan dari seorang mudarib yang sangat membutuhkan uang, atau dari depositor yang hanya sedikit mengetahui apa yang disepakatinya. Profit and Loss Sharing juga bisa menstruktur suatu transaksi dan juga mentransfer resiko kepada partisipan lainnya.9 Untuk menghindari penyalahgunaan semacam itu, para bankir diharapkan untuk menerapkan kecermatan yang selayaknya dan semua operasi harus dikarakterisasikan dengan keterbukaan. Mudarib harus membuktikan bahwa dia dapat diandalkan dan berpengalaman serta mempunyai moral yang tinggi di dalam komunitas bisnis. Proyek yang dijalankan harus dapat berkembang dan diperhitungkan secara independen oleh bank yang terlibat atau konsultan-konsultan dai luar. Bank harus memastikan dananya dibelanjakan sepantasnya (sesuai kebutuhan) dan usaha yang dibiayai tersebut dimonitor secara baik dan tepat. 10 b.Jenis-jenis Akad Bagi Hasil Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi
8
Ibrahim Warde, Islamic........., 292 Ziaul Haque, Riba : The Moral Economy Of Usury, Interest, and Profit, (Lahore: Vanguard, 1985) 190. 10 Stepahnie Parigi, Des Banques Islamiques (Paris : Ramsay. 1989), 137 9
62
hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. 1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing) Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagihasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. i.
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
ii.
Filosofi dasar dari mudharabah adalah untuk menyatukan capital dengan labour (Skill dan enterpreneur) yang selama ini senantiasa terpisah dalam sistem konvensional. Dalam mudharabah akan tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti melalui kebersamaan dalam
63
menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan membagikan keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. 11 Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktif dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain melanggar peraturan perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah, namun fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah.12 D. Mudharabah dan Bank Syariah Secara teknis, mudharabah13 adalah akad kerja sama usaha antra dua pihak,dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Karena sifatnya itulah mudharabah lebih praktis untuk dijalankan pada perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah. Sesungguhnya, mudharabah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu Mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah adalah jenis mudharabah yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah mudharabah yang diikat oleh waktu, jenis usaha ataupun tempat usaha. Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat berupa : Pada sisi penghimpunan dana : •
Tabungan berjangka, dimaksudkan untuk tujuan umum, yang dapat dipakai untuk usaha apa saja yang tidak melanggar syariat. Misalnya deposito biasa.
•
Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk usaha tertentu saja.
Pada sisi pembiayaan : •
Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan, industri atau jasa
11
Karnaen Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam .(Jogyakarta : Dana Bakti Primayasa, 1999), 84 12 Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. (Jogjakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995)436 13 Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradhah. Makna keduanya sama. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan Qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz.
64
•
Investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
Manfaat Mudharabah : •
Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
•
Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak mengalami negative spread.
•
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak memberatkan nasabah.
•
Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik
E. Permasalahan Mudharabah Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal untuk perbankan Islam, dan mempunyai banyak keuntungan dan ” lebih baik” dibandingkan dengan siatem lainnya, namun ternyata mudharabah dalam kenyataaannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada bank syariah. Berdasarkan data dari Internatioanl Assosiation of Islamic Bank (1996), skema mudharabah hanya diapakai sebesar 20% secara rata-rata pada bank Islam seluruh dunia. Islamic Development bank juga hanya memakai mudharabah pada sedikit poyeknya yang kecil. Kondisi perbankan syariah dalam menjalankan Mudharaba juga tidak terlihat baik. Berdasar statistik perbankan syariah pada Bank Indonesia, akad murabahah sekitar 70 persen dari total kredit. Di BRI, hampir 96 persen pembiayaan masih murabahah. Sementara di BSM, pembiayaan mudharabah mencapai 12 persen.14 Beberapa permasalahan yang dihadapai sehingga mudharabah menjadi kurang berkembang, diidentifikasikan natara lain sebagai berikut : • Pertama, kontrak profit loss sharing dikaitkan dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari manager. Argumen ini berdasarkan ide bahwa 14
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), 205
65
pihak-pihak pada transaksi bisnis akan melalaikan jika mereka dikompensasi kurang dari kontribusi marginal pada proses produksi, dan manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing, kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing. Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ kemudian ia melaporkan keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya lebih rendah. Sehingga, tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada bank lebih rendah. Kedua, kontrak profit loss sharing membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya jaminan hak property pada kontrak profit loss sharing menyebabkan kegagalan adopsi karena tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di Indonesia, jaminan hak property atas profit-loss sharing belum diatur dengan tegas dan jelas. Ketiga, perbankan Islam menawarkan risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Keempat, batasan peran investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka tidak berbagi kontrak berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor hanya menikmati hasilnya. Kelima, pembiayaan ekuitas tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index.15 15
Humayon A. Dar and John R. Presley. 2001. Lack of Profit Loss Sharing in Islamic Banking: Management and Control Imbalances ..Loughborough University
66
Pada dataran teknis, kelemahan itu bisa jadi memang terjadi pada bank yang menerapkan mudharabah sehingga bank menjadi kurang serius menggarap mudharabah. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya kelemahan yang terjadi pada konsep mudharabah itu bisa dilihat dengan sebab sebagaimana kelemahan sharing yaitu preferensi dan asymmetric information. sebagai berikut Kelemahan yang pertama misalnya, terjadi karena adanya moral hazard dari pelaku usaha (Mudharib) yang cenderung untuk memaksimalkan keuntungan, sehingga return yang akan didapat oleh bank sebagai shahibul mal menjadi berkurang. Salah satu penyebab dari keengganan bank menerapkan mudharabah adalah faktor resikonya yang tinggi dan alasan kehatihatian (Prudential). Faktor resiko yang tinggi menyebabkan pihak shahibul mal akan meminta jaminan. Masalah resiko yang besar sebenarnya lagi-lagi terpulang dari informasi yang kurang lengkap atau preferensi dari pihak yang terlibat. Resiko biasanya diakibatkan oleh dua hal, yaitu resiko yang sudah menjadi sunnatullah dalam berusaha dan resiko moral hazard pelaku usaha (mudharib). Resiko yang menjadi sunantullah walau tidak dapat dipastikan, namun dapat diantisipasi dengan perencanaan usaha yang baik. Namun jika resiko itu adalah moral hazard dari pelaku usaha, maka hal itu tentu menjadi masalah lain. Sebab lain adalah informasi yang tidak transparant yang disampaikan oleh mudharib kepada shahibul mal, sehingga informasi menjadi tidak berimbang. permasalahan tersebut adalah permasalahan yang terjadi pada sharing, yaitu tidak terjadinya informasi yang berimbang antara shahibul mal dan mudharib (Asymmertik Information). Sebab lainnya adalah kinerja dari bank syariah sendiri. Ini menyangkut preferensi dari pihak shahibul mal.(Bank) Ada beberapa faktor yang menyebabkan keleman-kelemahan tersebut timbul ialah:
Standar Moral Terdapat anggapan bahawa standar moral yang berkembang dikomunitas muslim tidak memberikan kebebasan penggunaan bagi hasil sebagaimana mekanisme investasi. Hal ini berdasarkan argument yang monitoring bank untuk mengadakan pemantauan lebih intensif terhadap setiap investasi yang diberikan. Yang demikian itu membuat operasional perbankan berjalan tidak ekonomis dan tidak efisien.
Ketidak efektifan model pembiayaan bagi hasil Pembiayaan bagi hasil menyediakan berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi kontemporer. Walalupun pembiayan siterm muddharabah dan musyarakah merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi
67
pembiayaan jangka pendek. Namun kemungkinan untuk dilakasanakan kedalam pembiayaan institusional menjadi terlambat.
Berkaitan dengan para pengusaha Sistem bagi gasuk untuk membantu perkembangan usaha lebih bantak melibatkan pengusha secatra langsing dari pada sistem lainuyapada bangk konvensional, bank syari;ah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas bisnis yang dibiyai dan besar kemungkinan pihak bangk turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan bisnis mitranya.
Dari segi biaya Pemberian pinjaman berdasarkan sistem bagi hasil memerlukan kewsaspadaan yang lebih tinggi dari pihak bank, maka bank syari’ah kemungkiann besar meningkatkan kualitas pegawainya dengan cara mempekerjakan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengevaluasi proyek usaha yang dipinjami untuk mencermati lebih teliti dan lebih jeli daripada teknis peminjaman pada bank konvensional. Sehingga hal ini akan meningkatkan pengeluaran dan selanjutnya akan mempengaruhi pembiayaan.
Segi teknis Dalam segi teknisnya ada beberapa yang mengalami problem bahkan termasuk pada pihak bank sendiri, nasabah, dan perhitungan keuntungan. Kurangnya tenaga profesional dan keahliaan dalam pengatahuan bidang ini, serta dalam mengunakan sistem bagi hasil maka pihak bank haruslah mempunyai pengetahuan yang luas untuk mengenai prilaku aktifitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi dalam keuntungan yang akan diperoleh pada tiap-tiap sektor, serta tentang keadaan keuangan investor dan komitmennya dalam menjalankan proyek ini. Sedangkan dari sisi nasabah banyaknya ke butahurufan di kalangan masyarakat muslim, secara tidak disadari hal ini akan menyulitkan dalam pembuatan catatan akuntansi secara terperinci.
Kurang menariknya sistem bagi hasil dalam bisnis Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem bagi hasil tidak diketahui secara jelas dan pasti. Hal ini akan menimbulkan terbongkarnya rahasia keungan pengusaha oleh pihak bank dan juga investasi bank terhadap urusan manajemen pengusaha.
Permasalahan efisiensi. Tingkat investasi bagi hasil memungkin tinggi dibandingkan dengan sistem lainya. Karena dalam sistem bagi hasil ditawarkan apa-apa yang sesuai terhadap dana yang dipinjamkan. Oleh karena pengusaha dapat mengabaikan kepastian bagian hasil usaha
68
yang diberikan kepada pemberi pinjaman yang disebabkan ketidak tentuan hasil produksinya, serta tidak adanya kehawatiran bila ada penyelewengan dana pinjaman terhadap investasi riil.
G. Ihtitam Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
Sharing adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu dalam menanggung resiko usaha tentu yang sesuai dengan syariah
2.
Permasalahan kontrak sharing yang optimal adalah permasalahan preferensi dari masing-masing pihak yang terlibat, dan permasalahan Asymmetric information.
3.
Kontrak Sharing dapat optimal jika preferensi masing-masing pihak yang terlibat mencapai titik pareto optimum, dan informasi yang didapat masing-masing pihak berimbang.
4.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu keunggulan preferensi individu muslim.
5.
Mudharabah yang termasuk salah satu jenis sharing, yang saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.
69
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syafi’i, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Yogyakarta.
Haque, Ziaul. 1985. Riba : The Moral Economy Of Usury, Interest, and Profit, Vanguard, Lahore. Humayon A. Dar and John R. Presley. 2001.Lack of Profit Loss Sharing in Islamic Banking: Management and Control Imbalances ..Loughborough University http://www.ekonomisyariah.org/ Mankiw, Gregory, . 2001. Principle of Economic. Harcourt Inc. Orlando Muljawan, Dadang. 2001. Bank Syariah, Filosofi dan Operasi. Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia Perwataatmadja, Karnaen. 1999. Apa dan Bagaimana Bank Islam .Dana Bakti Primayasa , Jogjakarta Rahman, Afzalur.1995. Doktrin Ekonomi Islam. Dana Bakti Wakaf. Jogjakarta Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam. Dana Bakti Primayasa, Jogjakarta.
Warde, Ibrahim. 2000. Islamic Finance in the Global Economy. Edinburg University Press, Edinburg.
70