BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Peran Tutor Peran tutor pada program paket B, warga belajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian tutor, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan, dan lain–lain. Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar, untuk dapat merasakan manfaatnya tutor dapat mempergunakan dan mengembangkannya dalam proses pembelajaran baik di kelompok maupun di luar kelompok . Media yang dapat dimanfaatkan oleh tutor adalah
media yang sesuai dengan isi dan tujuan. Cara memanfaatkan media
tergantung dari jenis dan karakteristik sesuatu media, cara kerja media visual, tentu berbeda dengan cara kerja media audiovisual. Cara pemakaiannya tidak mesti harus tutor, tetapi warga belajar juga dapat menggunakan media tersebut, untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketika fungsi-fungsi media pembelajaran itu diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran, maka menurut Surakhmad (1984: 44) menegaskan bahwa terlihat peranannya sebagai berikut: (a) media yang digunakan tutor sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan
yang tutor
sampaikan; (b) media dapat
memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para warga belajar dalam proses belajarnya. Paling tidak tutor dapat memperoleh media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar warga belajar ; (c) media sebagai
sumber belajar bagi warga belajar. Media sebagai sumber bahan kongkret berisikan bahan–bahan yang harus dipelajari para warga belajar, baik individu maupun kelompok. Kekongkritan
sifat media itulah akan banyak membantu tugas tutor
dalam kegiatan pembelajaran. Bertolak dari peranan media pembelajaran ini diharapkan pemahaman tutor terhadap media jelas, sehingga tidak memanfaatkan secara kurang tepat. Sebagai alat bantu yang meletakkan cara berfikir kongkret dalam kegiatan belajar mengajar, pengembangannya diserahkan kepada tutor. Tutor
dapat mengembangkan media
sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait dengan kecermatan tutor memahami kondisi psikologis warga belajar, tujuan, metode dan kelengkapan alat bantu. Kesesuaian dan keterpaduan dari semua unsur ini sangat mendukung pengembangan media pembelajaran. Dalam memanfaatkan media salah satu karakterisitik yang perlu diperhatikan adalah media itu mudah diperoleh, atau setidak–tidaknya mudah dibuat oleh tutor pada waktu mengajar. Contoh media grafis, umumnya mudah dibuat oleh tutor tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya. Keterampilan tutor dalam menggunakan berbagai jenis media yang diperlukan, syarat utama adalah tutor dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaannya oleh tutor pada saat terjadi interaksi
belajar warga belajar dengan lingkungan. Adanya OHP,
proyektor film, komputer dan alat–alat canggih lainnya, bila digunakan dengan baik, maka dapat mempertinggi kualitas pengajaran.
Tersedianya waktu untuk menggunakannnya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi warga belajar selama pengajaran berlangsung. Seorang tutor dalam hal
memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf
berfikir warga belajar, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh warga belajar. Menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk persen bagi warga belajar. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi warga belajar yang telah memiliki kadar berfikir tinggi. Kriteria pemilihan media tersebut, tutor dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas–tugasnya. Kehadiran media dalam proses pembelajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas tutor, tetapi harus sebaliknya mempermudah tugas tutor
dan
pemahaman warga belajar terhadap materi yang diajarkan. Karena itu media bukanlah suatu keharusan bagi tutor,tetapi sebagai pelengkap jika dipandang perlu untuk mempertinggi kualitas mengajar. B.
Hakikat Motivasi a.
Pengertian Motivasi Kemampuan pimpinan untuk memotivasi, mempengaruhi mengarahkan, dan
berkomunikasi dengan bawahan akan menentukan efektitas kerja. Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara prilaku manusia. Hal ini merupakan subyek yang penting bagi pimpinan, karena menurut definisi pimpinan harus bekerja dengan dan melalui orang lain.
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai motivasi, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari motivasi. Menurut (Hasibuan, 2000 : 141) motivasi berasal dari kata latin, movere yang berarti dorongan mengerakkan. Motivasi dalam manajemen hanya ditunjukkan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan pada khususnya, motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengerahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi
karena motivasi
adalah hal
yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias dalam mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena pemimpin telah membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terinteraksi kepada tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, menurut (Mathis dan Jackson, 2001: 89) motivasi merupakan hasrat didalam seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan. Hal ini difokuskan pada nilai yang ditempatkan orang untuk suatu tujuan seperti juga pandangan seseorang terhadap kesamaan didalam tempat kerja dan keadilan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Menurut (Gomes, 1995 : 178) adalah kepuasan atau ketidakpuasan seseorang dengan pekerjaan merupakan keadaan yang sifatnya subyektif, yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan, diinginkan dan dipikirnya sebagai hal yang pantas, atau berhak baginya. Sementara setiap
pegawai secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memukan, kepuasan kerja dipengaruhi oleh suatu keadaan sosial (social frame of reference). Kepuasan kerja biasanya diketahui berdasarkan hasil penyelidikan terhadap pegawai. Seseorang bisa bertanya secara keseluruhan, “ apakah anda merasa puas dengan kerja anda ? “ jawaban terhadap pertanyaan ini dapat bermacam-macam, dimulai dengan “yang sangat memuaskan” hingga yang “sangat tidak memuaskan”. Tetapi pertanyaan yang sifatnya secara umum seperti ini lebih gagal memberikan informasi yang sifatnya diagnostik. Kepuasan merupakan suatu konsep yang multifacet (banyak dimensi).
Selanjutnya menurut (Handoko, 1995 : 251) mengemukakan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara prilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi pimpinan karena menurut definisi pimpinan harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Menurut Maslow (Handoko, 1995 : 256) Manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan
yang
paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang
bersangkutan mengikuti hirarki. Dalam tingkatan ini, kebutuhan pertama yang harus dipenuhi lebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis seperti balas jasa, istirahat dan sebagainya. Setelah kebutuhan pertama dipuaskan, kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama. Hirarki kebutuhan dari maslow, dalam teori dan penerapannya sebagai motivasi manajerial : 1. Kebutuhan Fisiologis (Phisiological needs) Teoritis
: makan, minum, perumahan, seks, istirahat.
Terapan
: Ruang istirahat, berhenti makan siang, udara bersih untuk bernapas, air untuk diminum, liburan, cuti, balas jasa, dan jaminan sosial.
2. Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs) Teoritis : Perlindungan dan stabilitas Terapan
: Pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana-rencana senioritas, serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, system penanganan keluhan.
3. Kebutuhan Sosial (social needs) Teoritis
: Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan, asosiasi.
Terapan
: Kelompok-kelompok kerja formal dan informal, kegiatan-kegiatan yang disponsori perusahaan, acara-acara peringatan.
4. Kebutuhan harga diri (Esteem needs) Teoritis : Status dan kedudukan, percaya diri, pengakuan, reputasi dan prestasi, apresiasi, kehormatan diri, penghargaan. Terapan
: Kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status simbol, pengakuan jabatan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self actualization needs) Teoritis
: Penggunaan potensi diri, pertumbuhan, pengembangan diri.
Terapan
: Menyelesaikan
penugasan-penugasan
yang
bersifat
menantang,
melakukan pekerjaan-pekerjaan kreatif, keterampilan. Proses diatas menunjukan bahwa kebutuhan – kebutuhan saling tergantung dan saling menopang. Kebutuhan yang telah terpuaskan akan berhenti menjadi
motivasi utama dari prilaku, diganti dengan kebutuhan – kebutuhan selanjutnya yang mendominasi. Tetapi
meskipun suatu kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan -
kebutuhan itu masih mempengaruhi prilaku dan tidak hilang, hanya intensitasnya kecil. Hal ini juga menunjukan bagaimana hirarki kebutuhan dapat digunakan dalam manajemen motivasi, teori ini harus dipandang sebagai pedoman umum bagi pimpinan, karena konsepnya relative dan bukan merupakan penjelasan mutlak tentang semua prilaku manusia. Bagaimana pun juga teori ini banyak berguna bagi pimpinan dalam usaha memotivasi bawahan paling tidak untuk memperjelas dan memperkirakan tidak hanya prilaku individual tetapi juga prilaku kelompok dengan melihat rata – rata kebutuhan yang menjadi motivasi mereka. b.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologiswarga belajar.(Dimiyati dan Mudjiono 1994:79) mengatakan bahwa:”Komponen utama yang mempengaruhi motivasi belajarwarga belajar adalah : (a) cita–cita dan aspirasiwarga belajar. (b) faktor kemampuan. (c) faktor minat. (d) faktor kesehatan mental. (e) faktor orang tua (f) faktor tutor sebagai pendidik dan (g) faktor lingkungan”. Keenam faktor yang mempengaruhi motivasi belajar warga belajar ini akan diuraikan sebagai berikut : a.
Faktor kemampuan,
Setiap warga belajar mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Warga belajar yang mempunyai kemampuan tinggi akan mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula, jika dibandingkan dengan warga belajar yang mempunyai kemampuan yang rendah. Oleh karena itu prestasi mereka dalam belajar nampak lebih meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh penegasan Monks (dalam Dimiyati 1994:103) bahwa: “ Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas.” b.
Faktor minat, Apabila seseorang anak mempunyai minat terhadap pelajaran tertentu,maka dapatlah dikatakan bahwa dia mempunyai motivasi yang tinggi. Oleh karena itu minat tidak dapat dipisahkan dengan motivasi. Walaupun tutor telah berusaha untuk membangkitkan motivasi belajar warga belajar, namun pada warga belajar tidak terdapat minat untuk belajar, maka usaha-usaha yanhg dilakukan akan siasia.
c.
Faktor kesehatan mental Kesehatan mental akan mempengaruhi motivasi belajar warga belajar, oleh karena kesehatan mental berhubungan dengan ketenangan hidup ketenteram jiwa, kebahagiaan batin. Menurut Yusuf (1994:15) bahwa : “Tercapainya tujuan yang dimaksud tidak hanya tergantung pada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dan sebagainya tetapi tergantung pada cara hidup dan dengan kata lain tergantung pada kesehatan mentalnya, karena
kesehatan mental itulah yang menentukan cara dan sikap seseorang dalam menghadapi faktor-faktor itu.” Inti dari pendapat di atas adalah apabila seseorang dalam hidupnya, sehat mental maka dia bebas untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, atau dia dapat membangkitkan motivasi secara sempurna. Kesehatan mental yang dimiliki para warga belajar akan memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, serta mereka akan bebas menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai. Kondisi warga belajar yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang warga belajar yang sedang sakit, lapar, atau marahmarah akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seseorang warga belajar yang sehat, kenyang, dan gembira akan mudah memusatkan perhatian. d.
Faktor orang tua Orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama yang menanamkan pada diri anak. Khususnya dalam pemberian motivasi orang tua sangat berpengaruh karena ada kecenderungan pada diri anak untuk mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang tuanya jika dibandingkan dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Dengan demikian bahwa, orang tua bertugas untuk memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat.
e.
Faktor tutor sebagai pendidik
Tutor sebagai pendidik berperan dalam menyusun disain pembelajaran, dan menerapkannya dalam proses belajar mengajar. Sebagai pendidik dalam membelajarkan warga belajar, tutor harus dapat menciptakan suasana yang baik agar warga belajar dapat termotivasi dan belajar secara aktif dalam proses belajar guna mencapi tujuan pengajaran yang inginj dicapai. Kemampuan tutor dalam mengelola kelas seperti kemampuan yang bersifat preventif, represif dan menanamkan kepada warga belajar disiplin kelas yang kondusif. f.
Faktor lingkungan masyarakat Lingkungan warga belajar berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat, maka warga belajar dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi motivasi belajar warga belajar, sebab di luar rumah warga belajar akan berkecimpung dengan masyarakat yang mempunyai keadaan yang berbeda-beda. Warga belajar memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Lingkungan warga belajar yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya warga belajar yang berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, dan sebagainya. Jika seorang berada
dalam lingkungan masyarakat yang baik, maka motivasi belajarnya akan tumbuh dengan baik. demikian sebaliknya. c.
Ciri – Ciri Warga belajar yang Memiliki Motivasi Menurut
Maslow dan Rogers (Dimiyati dan Mudjiono, 1994:173)
menegaskan bahwa :“ Pentingnya motivasi instrinsik dan ekstrinsik dari setiap warga belajar untuk mengaktualisasi diri dengan ciri-ciri: (a) berkemampuan mengamati suatu realitis secara efisien, apa adanya, dan terbatas dari subjektivitas. (b) dapat menerima diri sendiri, orang lain, secara sewajarnya. (c) berperilaku spontan, sederhana, dan wajar. (d) terpusat pada masalah atau tugasnya. (e) memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang tinggi. (f) memiliki kebebasan dan kemandirian terhadap lingkungan dan kebudayaannya. (g) dapat menghargai dengan rasa hormat dan penuh gairah. (h) dapat mengalami pengalaman puncak, seperti terwujud dalam kreativitas, penemuan, kegiatan intelektual, atau kegiatan persahabatan. (i) memiliki rasa keterikatan, solidaritas kemanusiaan yang tinggi. (j) dapat menjalin hubungan pribadi yang wajar. (k) memiliki watak terbuka dan bebas prasangka. (l) memiliki standar kesusialaan tinggi. (m) memiliki rasa humor terpelajar. (n) memiliki kreativitas dalam bidang kehidupan,
seperti dalam
pengetahuan, kesenian, atau keterampilan hidup tertentu. (o) memiliki otonomi tinggi. “ Untuk jelasnya ciri-ciri umum dari warga belajar yang memiliki motivasi dalam kegiatan akan diuraikan secara singkat seperti berikut.
a. Berkemampuan mengamati suatu realitis secara efisien, apa adanya, dan terbatas dari subjektivitas. Warga belajar yang memiliki motivasi dalam kegiatan belajar, memandang obyek yang telah dipelajarinya sesuai apa adanya, tanpa adanya rekayasa secara subyektifitas dalam dirinya. Dengan adanya kepemilikan pengetahuan sebagai produk kegiatan belajar dapat mengembangkan kreativitas dalam diri secara optimal. b. Menerima diri sendiri, orang lain, secara sewajarnya Salah satu wujud nyata dan kongkrit dari hasil belajar, adalah akan muncul rasa menerima dirinya sendiri, dan sadar akan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Selain itu, dalam setiap pergaulan dengan orang juga cenderung untuk berperilaku rendah diri dan menerima sesuai apa adanya. c. Berperilaku spontan, sederhana, dan wajar Ciri lain yang muncul dari seorang warga belajar yang memiliki motivasi dalam kegiatan belajar adalah kecendrungan untuk berprilaku spontan, responsif terhadap berbagai hal yang dapat mengembangkan dirinya. Baginya sikap seperti ini merupakan sebuah rangkaian dari aktivitas belajar untuk mengembangkan diri sehingga melahirkan mental warga belajar untuk dapat berprestasi. Tetapi walaupun demikian, sikap spontan dan responsif ini tetap berada pada hal-hal yang yang sederhana dan wajar, dan bukan untuk menunjukkan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki. d. Terpusat pada masalah atau tugasnya
Salah satu sasaran utama dari adanya motivasi belajar kemampuan dari warga belajar dalam menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Indikasi umum dari hal ini, yakni mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang dalam mata pelajaran tertentu diberikan oleh tutor, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. e. Memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang tinggi Perilaku kemandirian warga belajar ditunjukkan dengan tidak selalu mengharapkan bantuan dan ulur tangan dari orang lain dalam mengerjakan tugas yang menjadi beban tanggung jawabnya. Bagi warga belajar seperti ini berprinsip bahwa kemandirian dalam menyelesaikan suatu tugas adalah suatu hal yang mutlak. Oleh karena itu seorang tutor harus menghargai segala jerih payah dan usaha dari warga belajar dalam mengerjakan tugas, tanpa memandang berapapun hasil yang diperolehnya, karena hasil tersebut merupakan refleksi asli dari kemampuan yang dimiliki warga belajar. f. Memiliki kebebasan dan kemandirian terhadap lingkungan dan kebudayaannya. Indikasi dari warga belajar yang memiliki ciri seperti ini, adalah ia mampu mendisiplikan diri secara aktif, bertanggung jawab atas dirnya sendiri, dan bukan atas
pekasaaan dari orang, selalu mengambil langkah-langkah positif.
Penghormatan berlebihan, pemberian status, popularitas dianggap kurang penting dibandingkan dengan perkembangan diri. g. Mengalami pengalaman puncak
Aktivitas yang ditunjukkan oleh warga belajar yang mempunyai motivasi dalam kegiatan belajar umumnya mengarah pada hal-hal yang bersifat positif. Bentuk-bentuk kegiatan yang sering dilakukan biasanya bernuansa pengembangan kreativitas diri, kegiatan intelektual, atau mungkin kegiatan yang bersifat sosial seperti menjalin persahabatan yang baik dengan teman-teman sepergaulannya. Akumulasi dari aktivitas yang bersifat positif ini melahirkan suatu pengalaman yang berharga bagi dirinya sendiri. h. Memiliki rasa keterikatan dan solidaritas kemanusiaan yang tinggi Warga belajar yang memiliki motivasi belajar menyadari sepenuhnya bahwa dirinya tidak mungkin berhasil dengan sendiri tanpa bantuan dan uluran tangan dari orang. Oleh karena itu bila rasa kesetikawanan terhadap orang lain sering tertanam dalam dirinya, sehingga tidak jarang disenangi oleh semua orang yang bergaul bersamanya. i.
Menjalin hubungan pribadi yang wajar Hubungan pribadi yang ditunjukkan dalam pergaualan sehari senantiasa tetap sesuai dengan segala norma – norma yang berlaku. Baginya norma atau ajaran agama cenderung dijadikan pegangan dan segala bertindak dan berbuat. Warga belajar seperti ini menyakini dengan sepenuh hati, bahwa sekecil apapun perbuatan yang baik maupun akan tetap dipertanggungjawabkanya dihadapan Allah SWT.
j.
Memiliki watak terbuka dan bebas berprasangka
Dalam segala bertindak dan berbuat serta dalam memutuskan sesuatu, umumnya dilakukan secara cermat, hati-hati dan dianalisisi secara teliti dan rasionil, bukan dengan gegabah atau tergesa-gesa. Prinsip yang dipegang dalam segal aktivitas adalah menghindari atau memperkecil resiko sebagai akibat tindakan atau perbuatannya sendiri, sehingga terbebas dari adanya prasangka yang negatif dari orang lain.
k. Memiliki standar kesusilaan Standar kesusilaan yang dipegang oleh warga belajar yang memiliki ciri-ciri bermotivasi dalam belajar adalah segala ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, biasanya bahwa mereka taat untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Mereka menyadari dengan sepenuh hati bahwa apa yang telah dirasakan dan dimilikinya selama hidup, merupakan rahmat dari Allah SWT. Dan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah dilimpahkan pada dirinya, menjadikan ajaran agama sebagai patokan dan standar yang hakiki, untuk mengukur dan membedakan antara perbuatan dan tindakan yang benar dengan salah. l.
Memiliki rasa humor terpelajar Salah satu bentuk ekspresi dari warga belajar yang memiliki ciri bermotivasi dalam kegiatan belajar adalah sering melakukan humor-humor tetapi
tetap dalam batas-batas tertentu dan terkendali serta menggunakan akal atau bersifat rasionalitas. m. Memiliki kreativitas dalam bidang kehidupan Sisi lain dari warga belajar yang mempunyai motivasi adalah bukan saja ditujukan pada prestasi akademik, tetapi juga biasanya memiliki kreativitas dalam bidang vokasional seperti kesenian, atau keterampilan lain, sebagai bentuk dan wujud dari adanya imajinasi yang dimiliki. n. Memiliki otonomi yang tinggi Warga
belajar
yang
bermotivasi dalam
belajar
biasanya
akan
mengerahkan segala tenaga,waktu dan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya itu. Warga belajar tidak akan senang melihat sesuatu tugas yang tidak terselesaikan dengan baik, apalagi terbengkalai. Karena kesungguhan yang demikian, tidak jarang orang yang mempunyai motivasi keberhasilan yang tinggi dituduh sebagai orang yang suka menyendiri, dan memiliki otonomi yang tinggi dalam bertindak dan berbuat. Motivasi mengaktualisai diri tersebut berjalan sesuai dengan kemampuan tiap warga belajar. Upaya memuaskan kebutuhan aktualisasi diri tersebut tentu saja tidak mudah, tetapi memerlukan suatu ketekunan, perhatian dan keuletan dari para warga belajar. Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam (Damyati dan Mudjiono, 2002 : 44)
menegaskan
bahwa, “ Setiap individu memiliki motivasi utama berupa
kecenderungan aktualisasi diri. Ciri kecenderungan aktualisasi diri tersebut yakni : (a) berakar dari sifat bawaan, (b) perilaku bermotivasi mencapai perkembangan diri optimal, (c) pengaktualisasian diri juga bertindak sebagai evaluasi pengalaman.” Pendapat di atas mengindikasikan bahwa warga belajar yang memiliki pengalaman positif, dapat berkembang secara optimal kegiatan belajarnya. Pandangan positif yang datang dari orang lain, akan memperkuat kecenderungan aktualisasi diri. Memperkuat pernyataan di atas, maka warga belajar yang mempunyai kecenderungan beraktulisasi diri penuh memiliki ciri-ciri seperti yang ditegaskan oleh (Usman dan Setiowati, 2000: 120) yaitu, ” (a) terbuka terhadap segala pengalaman hidup. (b) menjalani kehidupan secara berkepribadian, ia tidak terpaku pada masa lampau, atau masa yang akan datang. (c) percaya pada diri sendiri. (d) memiliki rasa kebebasan. (e) memiliki kreativitas.” Berdasarkan teori-teori yang telah dikaji maka yang dimaksud dengan motivasi belajar warga belajar dalam penelitian ini adalah dorongan yang dimiliki oleh warga belajar untuk aktif dalam kegiatan belajar, dengan indikator yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. C. Konsep Dasar Program Paket B Salah satu program pendidikan luar paket B yang dikembangkan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia adalah program kesetaraan, antara lain program Paket B yang dirancang dan diarahkan untuk menunjang pelaksanaan pendidikan berkelanjutan.
Eksistensi program Paket B sebagai salah satu program kesetaraan yang dikembangkan melalui jalur pendidikan paket Bsangat diperlukan, mengingat masih banyak warga masyarakat yang karena berbagai alasan tidak berkesempatan untuk menyelesaikan pendidikan lewat jalur paket Bsetingkat SMP termasuk mereka yang putus SMP . Program paket B menurut Ditjen Diklusepora, (1994 : 2) adalah: “Salah satu program pendidikan luar paket Byang dikembangkan dengan tujuan memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang ingin memiliki pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi sehingga siap menghadapi persaingan di era ke depan. Pengertian dalam kaitannya dengan Kesetaraan Program Paket B dengan SMP, pada dasarnya berkaitan dengan kualitas lulusan satuan pendidikan tersebut. Kualitas lulusan berkaitan dengan berbagai input, misalnya isi program, lama belajar dan metoda penyampaian, kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan tersebut. Kesetaraan diartikan bahwa : (1) Materi pokok/inti yang diberikan di SMP juga diberikan pada program Paket B, (2) Kurikulum SMP menjadi sumber dasar dalam penyususnan modul program Paket B, (3) Lulusan program Paket B mendapat ijazah yang mempunyai pengakuan yang sama dengan lulusan SMP . Dalam penyelenggaraan program Paket B harus tersedia tenaga kependidikan yaitu pengajar untuk mata pelajaran yang sesuai dengan kurikulum SMP. Pelatih /instruktur untuk kegiatan belajar/ketrampilan dan kegiatan usaha. Untuk tenaga pengajar, persyaratannya adalah : (1) Tutor SMP atau Madrasah
Tsanawiyah (diutamakan), (2) tutor SMP yang memenuhi syarat, (3) Bukan sebagai tutor akan tetapi memiliki latar belakangf pendidikan setingkat D III/S1 pada bidang studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang akan diberikan. D. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran merupakan suatu aktivitas tutor dalam rangka pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Elizabeth Perrott, 1982 : 8) yaitu pengajaran yang mendukung fungsi ketrampilan meliputi menetapkan sasaran dan hasil untuk dievaluasi, dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk evaluasi tersebut, seperti perolehan, perekaman, menganalisa dan merekam informasi itu untuk memutuskan hasil. Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang membantu tutor mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi warga belajar membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. (Depdikbud, 2004 : 15). Mempertegas pendapat di atas, Nurhadi dkk (2004:4) mengatakan bahwa : “Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana tutor menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong warga belajar
membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.” Berdasarkan kedua pengertian di atas maka pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu perpaduan dari banyak praktek pengajaran dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan, yang bertujuan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional pendidikan bagi semua warga belajar. b. Manfaat Pembelajaran Kontekstual Menurut (Lili Nurlaili, 2003 : 12) bahwa : “Melalui pembelajaran kontekstual maka warga belajar dapat menghubungkan kemampuan yang diharapkan pada suatu mata pelajaran dengan pekerjaan atau kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka semakin akrab/dekat dengan lingkungannya, selain itu warga belajar akan memiliki kemampuan untuk selalu berusaha mencari dan menemukan sendiri dan menemukan pembuktiannya sendiri.” Kegunaan pembelajaran kontekstual bila dituangkan dalam silabus pembelajaran, sehingga warga belajar
akan meningkatkan motivasi belajar,
memahami konsep, meningkatkan keterampilan komunikasi
warga belajar,
dan
penguasaan materi yang memadai. Kesimpulan dari kedua pendapat di atas, bahwa manfaat pembelajaran kontekstual adalah warga belajar akan mampu untuk menguasai suatu konsep yang abstrak melalui pengalaman yang kongkrit melalui lingkungan, dan mereka bekerja dalam satu kelompok serta berusaha untuk bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan
akan tertanam nilai-nilai saling menghargai, percaya diri, kerja keras, dan sebagainya sehingga melahirkan kreativitas warga belajar yang tentunya akan sangat membangun harapan-harapan dimasa mendatang.. c. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pada prinsipnya ada enam unsur kunci CTL seperti berikut
(1)
Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi warga belajar
bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari, dan
pembelajaran dipersepsi dengan hidup warga belajar. (2) Penerapan pengetahuan yaitu kemampuan untuk melihat bagaimana, dan apa yang dipelajari, diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang. (3) Berpikir tingkat lebih tinggi, yakni para warga belajar dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu. (4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar yang telah ditetapkan sehingga konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang. (5) Responsive terhadap budaya, yaitu tutor
harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan warga belajar,
sesama rekan tutor dan
masyarakat tempat mereka mendidik. (6) Penilaian otentik artinya
pengunaan
berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari warga belajar. Dari berbagai bentuk dan karakteristik pembelajaran kontekstual, maka menurut(Nurlaila, 2003: 12) bahwa : “ Dalam pembelajaran kontekstual mengandung lima strategi umum bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontesktual di kelas mencakupi : (1) relating (menghubungkan) yaitu warga belajar akan belajar dengan menghubungkan pengetahuan yang
dia pelajari dengan pengalamannya sehari-hari, (2) experiencing (mengalami) yaituwarga belajar belajar dengan menemukan sendiri dengan daya kreasi, imajinasi dan inovasi yang mereka miliki, (3)applying (mengaplikasi),warga belajar yang belajar dengan pembelajaran kontekstual akan mampu mengaplikasikan pengetahuan atau informasi yang telah diperolehnya dalam siatuasi lain. (4) cooperating (bekerja sama) yaitu pembelajaran kontekstual akan membuat warga belajar mampu untuk bekerja sama dengan warga belajar lainnya dan akan saling menghargai perbedaan pendapat maupun menghargai hasil pekerjaan yang mereka lakukan bersama.(5) transfering (memindahkan) yaitu pembelajaran kontekstual akan membuat warga belajar untuk lebih mahir dengan kemampuan yang dia pelajari secara langsung tersebut dan mampu untuk memindahkannya dalam berbagai konteks lainnya.” Selanjutnya
(Dikdasmen,
2000:81-28)
bahwa
:“Apabilatutormelakukanpembelajarankontekstual maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mengajarkannya yaitu motivasi, pemahaman, kemahiran, dan penilaian”.Keempat tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut : (1) Motivasi yaitu sebelum memulai pembelajarantutor mengadakan tanya jawab padawarga belajar mengenai kegiatan yang akan mereka lakukan. Dalam tanya jawab atau diskusi kelas ini, tutor memberikan kebebasan padawargabelajar untuk menentukan kegiatan / aktivitas yang akan dilakukannyaberkenaan dengan tujuan yang hendak dicapai pada mata pelajaran tersebut.Selanjutnyatutor danwarga belajar menyediakan alat bantu yangmenunjang kegiatan yang akan mereka lakukan tersebut. dengan mencari sendiri alat bantunya, makawarga belajar akan mengalami sendiri bagaimana kesulitan– kesulitan yang mereka temukan untuk mendapatkan alat tersebut, (2) Pemahaman yaitu apabila sudah ditemukan oleh warga belajar berbagai aktivitas / kegiatan yang akan mereka lakukan, maka tugas tutor berikutnya adalah memperjelas kembali konsep yang akan dipelajari / ditemukan oleh warga belajar
tersebut. Apabila
memungkinkan tutor menyediakan tayangan video yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari, (3) Kemahiran warga belajar agar pembelajaran kontekstual lebih bermakna maka pengetahuan yang telah diperolehnya dapat diaplikasi dengan cara melakukan hands-on dan seterusnya dapat mencetuskan pemikiran murid (minds-on). Seandainya warga belajar sulit menyusun skenarionya dalam bermain peran, tutor dapat mengarahkan lagi atau memberi contoh sederhana, (4) Penilaiandalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara tertulis maupun observasi. Dengan penilaian yang bervariasi tersebut maka akan dapat dilihat secara terus menerus kemajuan warga belajar dalam melakukan kegiatannya. Senada dengan karakteristik di atas, maka The Washington State Consortium of Contextual Teaching and Learning (2001 : 47), telah mengidentifikasi tujuh unsur kunci CTL yaitu : (1) Inquiri (Inquiry), adalah siklus yang terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori, baik secara individu maupun secara bersama-sama dengan teman lainnya. Mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis. (2) Bertanya (Questioning), digunakan oleh tutor untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir warga belajar. Digunakan oleh warga belajar selama melakukan kegiatan berbasis inquiri. (3) Konstruktivisme (Constructivisme), membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalamanpengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna, (4) Masyarakat belajar (Learning Community), berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran adalah lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri. (5) Penilaian Otentik (Authentic Assessment) adalahmengukur pengetahuan dan keterampilan warga belajar. Mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang meliputi (a) penilaian produk atau kinerja, (b) tugas-tugas yang kontekstual dan relevan dan (c) proses dan produk duaduanya dapat diukur. (6) Refleksi (Reflection) adalah cara-cara berpikir tentang apa-apa yang telah kita pelajari. Merevisi dan merespons kepada kejadian, aktivitas, dan pengalaman. Mencatat apa yang telah kita pelajari, bagaimana kita merasakan ide-ide baru. Dapat merubah berbagai bentuk : jurnal, diskusi, maupun hasil karya/seni. (7) Pemodelan (Modelling) yaitu berpikir tentang proses pembelajaran secara mandiri, mendemostrasikan bagaimana Tutor menginginkan para warga belajar belajar, melakukan apa yang tutor inginkan agar warga belajar melakukan. d.
Fokus Pembelajaran Kontesktual
Pembelajaran kontesktual menempatkan warga belajar
di dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal warga belajar dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individu warga belajar dan peranan tutor. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pembelajaran kontesktual harus menekankan pada 7 (tujuh) hal pokok yaitu : 1.
Belajar berbasis Masalah (Problema Based Learning) yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi warga belajar untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Dalam hal ini warga belajar
terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang
mengintegrasikan
keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.
Pendekatan ini mencakupi pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempresentasekan pertemuannya kepada orang lain. 2.
Pengajaran Authentik (Authentic Instruction) yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan warga belajar untuk mempelajari konteks bermakna. Warga belajar mengembanbang keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3.
Belajar Berbasis Inquiri (Inquiri Learning Based )
yaitu aktivitas belajar yang
membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi pelajaran menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
dan
4.
Belajar berbasis Proyek/tugas (Project Based Learning) yaitu aktivitas belajar warga belajar
yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana
lingkungan belajar warga belajar (kelas) didesain agar warga belajar dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah authentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan warga belajar untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi (membentuk) pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam bentuk produk nyata. 5.
Belajar berbasis kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkin warga belajar menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan warga belajar.
6
Belajar Berbasis Jasa layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksi jenis layanan menekankan hubungan
antara pengalaman warga belajar
tersebut. Jadi
jasa layanan dan
pembelajaran akademis. Dengan kata lain pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatannya.
7.
Belajar kooperatif (cooperatif learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan
kelompok kecil warga belajar
untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Agar proses pengajaran kontekstual lebih efektif, maka (Nurhadi dkk, 2004 : 22) mengatakan bahwa : “ perlu melaksanakan beberapa hal sebagai berikut : (1) Mengkaji konsep dan kompotensi dasar yang akan dipelajari oleh warga belajar,
(2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup warga
belajar melalui proses pengkajian secara seksama, (3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal warga belajar, selanjutnya memilih dan mengaitkan dengan konsep dan kompotensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual, (4) Merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman belajar
dan
lingkungan kehidupan
mereka. (5)
yang dimiliki warga
Melaksanakan pengajaran
dengan selalu mendorong warga belajar untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari hari. (6) Melakukan penilaian terhadap pemahamanwarga belajar. hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya”. Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas, strategi pembelajaran yang dipilih tutor harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Menekankan pada pemecahan masalah (problem solving) Pengajaran kontekstual dapat dimulai dengan suatu simulasi atau masalah nyata. Dalam hal ini, warga belajar
menggunakan keterampilan berpikir kritis dan
pendekatan sistematik untuk menemukan dan mengungkapkan masalah atau isuisu, dan mungkin juga menggunakan berbagai isi materi pembelajaran untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang dimaksudkan adalah yang relevan dengan keluarga warga belajar, pengalaman, sekolah, tempat kerja dan masyarakat, yang memiliki arti penting bagi warga belajar. 2. Mengakui kebutuhan pembelajaran terjadi di berbagai konteks Pembelajaran kontekstual menyarankan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari fisik dan konteks sosial dimana ia berkembang. Bagaimana dan dimana warga belajar memperoleh dan memunculkan pengetahuan selanjutnya menjadi sangat berarti, dan pengalaman belajarnya akan diperkaya jika ia mempelajari keterampilan didalam konteks yang bervariasi (rumah, masyarakat, tempat kerja dan keluarga). 3. Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran warga belajar Warga belajar harus menjadi pembelajar yang sepanjang hayat yang mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi tanpa atau dengan sedikit bimbingan, dan semakin menyadari bagaimana mereka memproses informasi, menggunakan strategi pemecahan masalah, serta memanfaatkannya. Untuk mencapai itu, melalui pengajaran kontekstual warga belajar harus ditekankan melakukan uji coba (trial and error), menggunakan waktu dan struktur materi
untuk refleksi dan memperoleh dukungan yang cukup serta bantuan untuk berubah dari pembelajar dependen menjadi pembelajar yang independen. 4. Bermuara pada keragaman konteks hidup yang dimiliki warga belajar Secara menyeluruh ternyata populasi warga belajar sangatlah beragam ditinjau dari perbedaan dalam nilai, adat istiadat sosial dan perspektif. Di dalam proses pembelajaran kontekstual, perbedaan tersebut menjadi daya pendorong untuk belajar dan sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri. Kerja sama tim dan aktivitas kelompok belajar di dalam proses pembelajaran kontekstual sangatlah menghargai keragaman warga belajar, memperluas perspektif dan membangun keterampilan interpersonal (yaitu berpikir melalui berkomunikasi dengan orang lain) 5. Mendorong warga belajar untuk belajar dari sesamanya (inter dependent learning group) Warga belajar
akan dipengaruhi dan sekaligus berkontribusi terhadap
pengetahuan dan kepercayaan orang lain. Kelompok belajar atau komunitas pembelajaran akan terbentuk didalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama memakai pengetahuan, memusatkan pada tujuan pembelajaran dan memperkenankan semua orang untuk belajar dari sesamanya. Dalam hal ini, para pendidik harus bertindak sebagai fasilitator, pelatih dan pembimbing akademis. 6. Menggunakan penilaian autentik (autentic assesment).
Pembelajaran kontekstual diharapkan membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsertaan warga belajar
kedalam
kehidupan nyata atau konteks autentik. Untuk proses pembelajaran yang demikian itu, diperlukan suatu bentuk penilaian yang didasarkan kepada metodologi dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri, yang disebut dengan penilaian autentik. Penilaian autentik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi, menyatu kedalam proses belajar mengajar dan memberikan kesempatan dan arahan kepada warga belajar untuk maju dan sekaligus dipergunakan sebagai alat kontrol untuk melihat kemajuan warga belajar dan umpan balik bagi praktek pengajaran. Peningkatkan mutu prestasi belajar warga belajar pada mata pelajaran Pelajaran , perlu adanya minat belajar yang optimal dari warga belajar. Karena minat belajar adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Dengan belajar,
warga belajar
melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga
tingkah lakunya berkembang. Optimalnya pembelajaran kontekstual oleh tutor dapat memacu minat warga belajar untuk memiliki prestasi yang baik pada mata pelajaran Pelajaran.
Dengan demikian pembelajaran konstektual merupakan suatu kondisi yang
dirancang oleh tutor dalam rangka meningkatkan minat warga belajar untuk mempelajari materi pelajaran. Hubungan yang positif antara pembelajaran kontesktual dengan minat warga belajar pada mata pelajaran Pelajaran. Artinya makin tinggi kemampuan tutor dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran, maka dapat diduga makin tinggi pula hasil belajar warga belajar, sebaliknya makin rendah kemampuan tutor dalam
menerapkan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran, maka rendah pula hasil belajar warga belajar.
Sesuai pemaparan berbagai teori yang diuraikan di atas, maka pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini adalah konsep belajar dalam mata pelajaran Pelajaran yang membantu tutor mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan dunia nyata warga belajar dan mendorong warga belajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari. Melalui konsep pembelajaran kontekstual ini maka pengetahuan warga belajar pada mata pelajaran Pelajaran diharapkan lebih bermakna bagi warga belajar, karena mereka mengalami, dan berupaya untuk memperoleh pengetahuan
serta bukan
semata – mata transfer pengetahuan dari tutor ke warga belajar. Menurut Fima RosyidahbahwaAda beberapastrategipengajaranyang dapat dikembangkan olehtutor melalui pembelajaran kontekstual, antara lain pembelajaran berbasis masalah, memanfaatkan lingkunganwarga belajar
untuk memperoleh
pengalaman belajar, memberikan aktivitas kelompok, membuat aktivitas belajar mandiri,membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat dan menerapkan penilaian autentik. http://www.geocities.com/file/manContextual.html. Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, warga belajar terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian warga belajar diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas tutor adalah merangsang warga belajar untuk berpikir
kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas tutor adalah mengarahkan warga belajar untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. Tutor memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan warga belajar
antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh tutor memberikan kesempatan bagi warga belajar untuk belajar di luar kelas. Misalnya, warga belajar keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Warga belajar diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan warga belajar dalam rangka mencapai
penguasaan
standar
kompetensi,
kemampuan
dasar
dan
materi
pembelajaran. Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Tutor dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan warga belajar sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. Warga belajar tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan tutor. Supaya dapat melakukannya, warga belajar
harus lebih memperhatikan bagaimana mereka
memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus
mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan tutor supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning). Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu warga belajar untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi warga belajar untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Sistem penilaian seperti akan memberikan umpan balik yang sangat bermanfaat bagi tutor dan warga belajar. Berdasarkan kajian berbagai teoretis maka yang dimaksudkan dengan penerapan model pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini adalah penggunaan seperangkat kemampuan yang dimiliki oleh tutor dalam menciptakansituasi belajar yang efektif dalam kelas yang diindikasikan dengan yaitu pemecahan masalah, menciptakan masyarakat belajar dan menggunakan penilaian autentik.
E. Kerangka Berfikir Kebutuhan belajar adalah setiap keinginan yang dirasakan dan dinyatakan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap tertentu melalui kegiatan belajar. Pentingnya kebutuhan belajar ini didasarkan atas asumsi bahwa, warga belajar akan belajar efektif, apabila tutor memiliki kinerja yang memadai maka akan mampu menggerakan, dan membangkitkan motivasi belajar dari warga belajar dengan baik. Upaya untuk meningkatkan
motivasi belajar warga belajar inilah pangkal tolak penerapan sistem pembelajaran kooperatif bagi warga belajar program POKJAR paket B di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto. Proses kegiatan belajar pada program paket B yang berpusat pada warga belajar, mengandung makna bahwa, kegiatan belajar yang dilakukan itu didasarkan atas latar belakang kehidupan warga belajar. Latar belakang kehidupan ini akan menjadi dasar penyusunan tujuan kegiatan belajar yang mencakup antara lain langkah - langkah, materi, fasilitas dan evaluasi kegiatan belajar. Optimalnya kinerja tutor merupakan hal yang sangat mendasar, dalam mengelola aktivitas pembelajaran pada program paket B di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto. Kondisi ini merupakan modal dasar untuk memupuk motivasi berprestasi belajar, serta menanamkan perilaku sosial yang positif bagi warga belajar. Dengan demikian diharapkan warga belajar yang telah menyelesaikan studi pada program paket B ini, bukan saja memiliki prestasi akademik yang memadai, tetapi juga akan memiliki kestabilan emosional dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu dalam mewujudkan tujuan dan harapan di atas tutor selaku sumber belajar, dituntut untuk memiliki kinerja yang memadai, dalam mengelola proses pembelajaran yang berlangsung pada program belajar paket B.
Selain itu, para warga belajar sebaiknya harus diikutsertakan kegiatan
identifikasi
kebutuhan
belajar,
sumber–sumber
belajar,
dalam dan
kemungkinan hambatan serta dalam menentukan tujuan belajar. Hal ini mengingat identifikasi kebutuhan belajar, warga belajar tidak hanya bertindak sebagai responden, untuk menjawab pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan dengan kebutuhan belajar, tetapi merekapun dilibatkan dalam merumuskan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan itu.