Peran Terapi Medikal dalam Penanganganan Fibroid
Pengertian Fibroid Uteri Fibroid uteri (leiomioma uteri/ uterine fibroids (UFs)) merupakan tumor jinak uterus yang berasal dari otot polos uterus dan merupakan tumor yang paling sering ditemukan pada saluran reproduksi wanita. 1 Lesi ini mengganggu fungsi uterus dan menyebabkan perdarahan uterus, anemia, implantasi embrio yang terganggu, nyeri panggul, keguguran berulang, kelahiran premature, partus macet, dan inkontinensia urin, dan dapat juga mirip dengan tumor malignan. Pada waktu wanita mencapai usia 50 tahun, hampir 70% wanita kulit putih dan lebih dari 80% wanita kulit hitam akan memiliki setidaknya satu fibroid; gejala yang berat berkembang pada 15-30% wanita ini.3
Anatomi Uterus Uterus merupakan organ berbentuk buah pir, berukuran panjang 3 inchi (7,5 cm) yang terdiri atas fundus, korpus, dan serviks. Tuba Fallopi (tuba uterine) memasuki tiap sudut superolateral (kornu) yang terletak di atas fundus. Korpus uterus akan menyempit ke suatu pinggang yang disebut isthmus, yang lebarnya sekitar 1,5 mm. Isthmus merupakan bagian uterus yang menjadi segmen bawah dalam kehamilan.2 Rongga korpus uterus berbentuk segitiga pada potongan koronal, tetapi pada potongan sagital hanya berupa belahan biasa. Pada wanita yang tidak hamil, serviks memiliki konsistensi yang keras seperti pada hidung, dan pada wanita hamil memiliki konsistensi yang lembut seperti pada bibir.2
Pembagian Uterus a.
Fundus uteri
: Uterus bagian atas dan berbentuk kubah; disana
b.
kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Korpus uteri : Bagian uterus terbesar yang berbentuk segitiga. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri
c.
(rongga rahim). Serviks uteri
: Berbentuk silinder yang terdiri atas pars vaginalis
servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina.2
Klasifikasi Fibroid Uteri Fibroid uteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga subkelompok berdasarkan lokasi mereka di dalam lapisan uterus: intramural (di dalam myometrium), subserosal (merujuk ke sisi luar uterus, di bawah serosa uterus), dan submukosal (merujuk ke rongga dalam uterus, yang berlokasi di bawah endometrium). Sistem klasifikasi yang lebih jelas atas fibroid uterus berdasarkan lokasi tumor ditunjukkan pada gambar 1 berikut.4
Gambar 1. Letak Dan Subklasifikasi Fibroid Uteri dalam Sistem Klasifikasi FIGO4 Epidemiologi Fibroid Uteri
a. Distribusi Frekuensi Fibroid Uteri
Banyak wanita mengalami tumor fibroid uterus (misalnya leiomioma) sejalan dengan bertambahnya usia mereka. Dalam suatu studi, prevalensi USG yang mengidentifikasi tumor berkisar dari 4% pada wanita usia 20-30 tahun menjadi 11-18% pada wanita usia 30 hingga 40 tahun dan sebesar 33% pada wanita usia 40-60 tahun.1 Fibroid uteri biasanya akan menunjukkan gejala klinis pada umur 40 tahun keatas. Insidens fibroid uteri lebih tinggi pada wanita kulit hitam jika dibandingkan dengan wanita kulit putih, karena wanita kulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen, dari seluruh wanita yang berumur 50 tahun yang menderita fibroid uteri 50% adalah kulit hitam dan 25% adalah kulit putih.5 Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa wanita kulit hitam memiliki tumor yang lebih besar dan simptomatik pada saat terapi dibandingkan dengan wanita kulit putih.1 Penelitian Okezie O (2006) di Nigeria (Departement of Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan fibroid uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan proporsi 9.8%.6 Penelitian Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus fibroid uteri, dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan proporsi 51%, dan 45 kasus terjadi b.
pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan proporsi 30%.7 Determinan Fibroid Uteri Fibroid uteri berasal dari sel monoclonal, muncul dari sel neoplastik di dalam miometrium. Tahap awal dalam perkembangan fibroid uteri masih belum dimengerti. Sebagaimana seperti yang digambarkan pada gambar 2, mutasi pada gen-gen tertentu umum dijumpai pada jaringan fibroid uteri, perubahan epigenetic juga berperan, juga hormone seks dan faktor larut lainnya, serta perubahan biokimia yang terjadi di dalam matriks ekstraseluar pada fibroid uteri.4
Gambar 2. Faktor-faktor yang terlibat dalam perkembangan dan pembentukan fibroid uteri4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fibroid uteri: i. Estrogen Estrogen memegang peranan penting
untuk
terjadinya fibroid uteri, hal ini dikaitkan dengan: fibroid tidak pernah ditemukan sebelum menarche, banyak ditemukan pada masa reproduksi, pertumbuhan fibroid lebih cepat pada wanita hamil dan akan mengecil pada masa menopause. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya fibroid uteri harus terdapat dua komponen penting yaitu: sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus). 9 Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci
percobaan
ternyata
menimbulkan
tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Hormon estrogen dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi hormonal (Pil KB, Suntikan KB dan susuk KB). Alat kontrsepsi hormonal mengandung estrogen, progesteron dan kombinasi ii.
estrogen dan
progesteron. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan
dua
cara
yaitu:
mengaktifkan
17β
hidroxydehidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen
pada
tumor.
Dalam
Enviromental
Health
Perspectives, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
sebagai faktor risiko terjadinya fibroid uteri, yaitu: umur, ras, genetik, paritas, dan diet/makanan.
Faktor Risiko Faktor risiko perkembangan fibroid uteri dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Faktor risiko fibroid uteri4
Prevalensi fibroid uteri meningkat sejalan dengan usia, dan berpuncak pada usia 30an dan 40an tahun. Wanita AfroAmerika dua hingga tiga kali lebih mungkin mengembangkan fibroid uteri daripada wanita kaukasia. Wanita keturunan Afrika juga menunjukkan jumlah fibroid yang lebih banyal, durasi ratarata penyakit yang lebih lama, dan mengalami gejala yang lebih parah. Wanita nullipara juga berada pada peningkatan risiko mengembangkan fibroid uteri, juga pada mereka dengan menarche yang lebih muda atau adanya riwayat keluarga dan pada kondisi klinis tertentu seperti hipertensi ataupun diabetes.4 Tabel 2. Faktor yang dapat menurunkan dan meningkatkan risiko1
Adapun tabel 2 menunjukkan daftar faktor-faktor yang dihubungkan dengan perkembangan fibroid uteri. Bukti terbaru menunjukkan bawa wanita dengan hipertensi memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami fibroid uteri, dimungkinkan karena adanya kerusakan otot polos ataupun pelepasan sitokin.1
Gejala Klinis Kebanyakan wanita dengan fibroid uteri tidak merasakan gejala, ataupun gejala tersebut berkembang bertahap sehingga mereka merasa tidak perlu untuk menemui dokter. Di antara wanita yang mengembangkan komplikasi yang berakibat dari fibroid uteri, gejalanya dipengaruhi oleh ukuran, jumlah dan lokasi tumor.4 Perdarahan uterus abnormal dan tekanan pada panggul merupakan dua gejala paling umum yang menyebabkan wanita datang menemui dokter. Fibroid uteri sering dijumpai pada wanita yang mengalami menorrhagia, nyeri panggul, gejala obstruktif, infertilitas, ataupun keguguran.1,4 Lesi ini mengganggu fungsi uterus dan menyebabkan perdarahan uterus, anemia, implantasi embrio yang terganggu, nyeri panggul, keguguran berulang, kelahiran premature, partus macet, dan inkontinensia urin, dan dapat juga mirip dengan tumor malignan.3
Penanganan Medikal Fibroid Uteri Pilihan terapi fibroid sangat beragam bergantung keparahan gejala, ukuran, dan lokasinya,
serta keinginan pasien untuk mempertahankan
fertilitasnya, namun, tujuan utama terapi ini adalah untuk meredakan gejalanya. Sebagaimana yang kita pelajari mengenai dampak fibroid terhadap kesuburan, penting bagi pasien dan dokternya untuk memiliki berbagai macam pilihan terapeutik atas obat-obatan yang dapat digunakan.14 1. Kontrasepsi Kombinasi Oral (Combination Oral Contraception/COC) dan Progestin Hormon kontrasepsi kombinasi oral telah secara luas diuji coba oleh para dokter untuk mengurangi kehilangan darah yang terkait dengan fibroid uteri. Suatu penelitian besar yang melibatkan 3.000 pasien dengan fibroid menemukan hubungan yang positif antara penggunaan COC (sebelum 17 tahun) dengan kejadian fibroid. 23
2. Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG) Levonorgestrel-releasing intrauterine system merupakan terapi paling efektif dalam mengurangi menorrhagia. Dalam suatu RCT kecil; LNG menurunkan kehilangan darah secara signifikan setelah 6 minggu penggunaan pada wanita dengan menorraghia dan fibroid. Namun, obat ini tidak mengecilkan ukuran fibroid.23 3. Terapi GnRH Agonis
Sintesis GnRH agonis dilakukan dengan mengganti susunan asam amino ke-6 dengan gugus asam amino isomer-D yang membuat GnRH agonis lebih tahan terhadap endopeptidase, dan asam amino ke-10 dengan gugusan etilamid yang membuat GnRH agonis mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor GnRH. Melalui proses tersebut dapat diperoleh berbagai macam turunan GnRH agonis.12,13 GnRH agonis dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, atau nasal spray. Waktu paruh pada pemberian GnRH agonis secara intramuskular dan intranasal adalah 3 jam. GnRH agonis mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor GnRH yang menyebabkan penurunan kemungkinan proses degradasi GnRH di dalam tubuh.12 GnRh analog, yang mensupresi aktivitas ovarium dan mengurangi kadar estrogen dan progesterone yang bersirkulasi, mengecilkan fibroid dan mengurangi yang berhubungan dengan perdarahan uterus.3 GnRHa dapat secara bermakna mengurangi reaksi inflamasi dan angiogenesis dan untuk menginduksi apoptosis secara signifikan pada jaringan yang berasal dari fibroid uteri. Efek biologis pada tingkat jaringan ini dapat terlibat dalam mengurangi keparahan fibroid uteri.19 GnRH merupakan obat yang paling efektif dan dapat diterima dan paling sering digunakan dalam penatalaksanaan fibroid uterus. Obat ini merupakan analog dari GnRH endogen dan melekat pada reseptor Gnrh pituitari, menghasilkan sintesis dan pengeluaran dari LH dan FSH. 17 Sekresi GnRH berlangsung secara pulsatil. Cara perangsangan pulsatil dengan interval antara 6090 menit akan menghasilkan peningkatan sekresi hormon gonadotropin. Sedangkan cara perangsangan yang bersifat terus-menerus (nonpulsatil) akan menyebabkan terhentinya produksi gonadotropin, setelah terlebih dahulu mengalami periode perangsangan awal (initial stimulation/flare- up effect).
Gambar 2. Mekanisme GnRH agonis.18 Sebagai akibatnya, dijumpai keadaan hipogonadotropik hipogonadism akibat rusaknya sejumlah reseptor GnRH di hipofisis anterior. Mekanisme ini dikenal sebagai peristiwa desensitisasi dan down regulation. Hal ini dipergunakan sebagai
dasar
pengobatan
pada
fibroid
uterus
di
mana
terjadi down
regulation setelah 1-3 minggu pemberian GnRH agonis.12,13 Pada umumnya, pengobatan fibroid uterus dilakukan secara operatif (miomektomi, histerektomi) karena dahulu memang belum ditemukan pengobatan medikamentosa yang efektif untuk fibroid uterus. Pemberian GnRH agonis bukan untuk menghilangkan fibroid, namun lebih bersifat untuk memudahkan tindakan operasi dan untuk mengurangi tindakan histerektomi. Oleh karena itu, GnRH agonis diberikan sebelum tindakan operasi dilakukan.13,15,22 Gejala seperti perdarahan dan nyeri dilaporkan telah hilang pada saat 3 bulan pertama pengobatan, karena hal tersebut dianggap sebagai pengurangan daripada ukuran uterus dan pengurangan besar dari fibroid. 17 Selain itu, dalam keadaan seperti menorrhagia dapat berkurang dengan pemberian GnRH agonis setelah menjalani terapi 1 bulan.17 Di sisi lain, beberapa hari setelah pemberian GnRH agonis akan terjadi perdarahan, hal tersebut berlangsung sekitar 5 – 10 minggu setelah inisiasi daripada medikasi. Hal ini terjadi akibat pengeluaran FSH dan LH serta pengeluaran estrogen dan progesteron. Jadi, di sini terlihat bahwa permulaan pemberian agonis GnRH tidak terjadi penekanan fungsi hipofisis, justru memicu pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis (flare- up effect). Setelah
beberapa hari keadaan seperti ini terjadi maka sensitivitas hipofisis terhadap rangsangan GnRH agonis terus berkurang. Pengeluaran LH, FSH, serta estrogen dan progesteron berkurang (down regulation, desensititation).16,18 Ada 3 GnRH agonis yang diterima oleh FDA untuk penatalaksanaan endometriosis di Amerika Serikat yaitu leuprolide asetat, goserelin asetat, dan nafarelin asetat.18Adapun GnRH agonis yang digunakan untuk terapi fibroid uterus antara lain: Leuprolide tersedia dalam bentuk vial yang diberikan intramuskular dengan dosis 3,75 mg (setiap bulan) atau 11,5 mg (setiap 3 bulan); Nafarelin tersedia dalam bentuk nasal spray dengan dosis 50-400 µg intranasal dua kali sehari selama 3-6 bulan. Dalam penatalaksanaan menggunakan GnRH agonis pada fibroid uteri akan memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian GnRH agonis. Fibroid uterus yang kromosomnya menunjukkan kelainan dari yang normal merupakan fibroid yang paling tidak respons terhadap pemberian GnRH agonis. Fibroid subserosum merupakan fibroid yang paling banyak mengalami penyimpangan kromosom sehingga fibroid jenis ini paling tidak memberikan respons terhadap pemberian GnRH agonis. Fibroid submukosum dan fibroid intramural tidak banyak mengalami aberasi kromosom.16,21 Dawood dkk., mendapatkan penurunan densitas kandungan mineral tulang sebesar 7,4% selama pengobatan dengan menggunakan GnRH agonis akibat penurunan kadar hormon estrogen. Selain itu, keadaan hipoestrogen ini dapat menimbulkan keluhan lain seperti hot flushes, vagina yang kering, sakit kepala, dan gangguan tidur. Profil lipid darah sedikit berubah dengan meningkatnya VLDL dan trigliserida serum. Perubahan yang cukup nyata dengan meningkatnya enzim alkali fosfatase yang diduga berhubungan erat dengan peningkatan metabolisme tulang. Setelah pemberian GnRH agonis dihentikan maka sintesis steroid yang tadinya terhambat akan muncul kembali, sehingga 4 bulan setelah penghentian pengobatan, fibroid akan kembali membesar hampir seperti besar semula dan keluhan akibat fibroid akan muncul kembali. Sehubungan dengan hal
ini, penggunaan GnRH agonis sebagai terapi tunggal untuk mengobati fibroid uteri sangat diragukan.12,15 Efek samping yang sering pada GnRH agonis adalah hipoestrogenemia dan termasuk gejala vasomotor, iritabilitas, faitgue, dan pengurangan elasitas daripada kulit.18,20 Selain itu efek yang paling ditakutkan adalah hilangya densitas dati mineral tulang. Dikarenakan penurunan densitas kandungan mineral tulang dan gejala lain yang timbul akibat keadaan hipoestrogen karena penggunaan GnRH agonis, dibutuhkan terapi tambahan “addback therapy” berupa pemberian hormon estrogen dan progesteron. Efek samping jangka panjang daripada GnRH agonis dapat di minimalkan atau dieleminasi dengan menambahkan sejumlah kecil dari pada steroid. GnRH agonis sering sekali digunakan untuk persiapan untuk terapi bedah dalam fibroid uteri.18,22
Tabel 1. Efek samping GnRH agonis.18,20 Sering > 60% dari pasien Hot Flashes Kurang sering (20 – 60% dari pasien) Sakit kepala, insomnia, gangguan ingatan, dan significant temporary bone mineral density loss ( jika digunakan 6 bulan atau kurang) Jarang (2 – 19% dari pasien) Significant and persistent bone mineral density loss, cemas, pusing, asthenia, depresi, vaginal dryness, dispareunia, perubahan berat badan, sakit sendi, sakit otot, alopesia, edema perifer, breast tenderness, iritabilitas dan fatigue, pengurangan elasitas kulit, pengurangan libido, mual, altered bowel disfunction, dan perdarahan vaginal yang irreguler. Langka (< 2% dari pasien) Vaginal hemorrhage, reaksi alergi Pada dasarnya, pilihan terapi tergantung pada usia psien, alasan terapi, masalah kesuburan, dan pilihan pasien sendiri. Terapi medis fibroid uteri
merupakan pilihan bagi wanita dengan fibroid simptomatik yang memilih terapi non bedah, mempertimbangkan masalah kesuburan, ataupun memikirkan operasi yang tidak besar dalam mengecilkan volume uterusnya.10 Pemberian GnRH agonis dapat dijadikan sebagai pilihan dalam terapi medis fibroid uteri dalam wanita perimenopausal, untuk mengurangi tindakan pembedahan yang lebih invasif.17 Pada suatu penelitian yang meneliti efek GnRH,8 menemukan bahwa volume uterus dan fibroid uterus menurun secara signifikan setelah pengobatan dengan dua dosis konsekutif (diberikan sebulan terpisah) GnRHa. Doppler 3D termasuk parameter histogram dan aliran darah menunjukkan suatu alat yang berguna dalam mengevaluasi terapi fibroid uteri.8 4. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs) Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs) merupakan ligand reseptor estrogen non steroid yang memperlihatkan aksi tissue-specific agonist– antagonist estrogenic. SERMs sering digunakan untuk terapi dan pencegahan karsinoma payudara ER+ sebagai tambahan terhadap penggunaannya sebagai agen penginduksi ovulasi. Tamoxifen merupakan SERMs yang dikenal paling lama, namun dapat menyebabkan karsinoma endometrium karena efek agonis parsialnya terhadap endometrium. Raloxifene adaah SERMs lainnya yang dapat menjadi kandidat untuk terapi fibroid. Raloxifene hanya sedikit mempengaruhi biosintesis kolagen dalam mengontrol sel-sel miometrium, namun, ia secara signifikan menghambat biosintesis kolagen pada sel-sel leiomioma.23 Mekanisme aksi SERMs yang paling mungkin dihipotesiskan adalah bahwa mereka menginduksi perubahan reseptor estrogen yang mengakibatkan ekspresi berbeda dari gen-gen yang diregulasikan oleh estrogen pada jaringan yang berbeda. SERMs dapat secara potensial menguntungkan karena memiliki efek antagonis pada miometrium uterus dan dengan mencegah stimulasi ovarium seperti yang didapatkan pada penelitian dengan tikus.23
Semua SERMs secara teori dapat diperkirakan memiliki setidaknya beberapa efek terapi pada fibroid uteri. Raloxifene menunjukkan peningkatan pengecilan ukuran fibroid pada wanita pasca menopause.23 SERMs juga memiliki efek samping. Tamoxifene tidak dianjurkan bagi wanita dengan riwayat DVT, emboli paru, stroke, atau TIA karena ia meningkatkan risiko stroke iskemik, khusunya bagi wanita berusia 50 tahun atau lebih. Selain itu, risiko kanker uterus atau endometrium juga diperkirakan berlipat ganda dan risiko thrombophlebitis superficial meningkat tiga kali lipat. Hal ini dijelaskan sebagai efek dari inhibisi uptake glutamine selular, stress oksidatif dan induksi apoptosis. Oleh sebab itu, SERMs masih sangat jarang digunakan dalam terapi fibroid.23 5. Inhibitor Aromatase (IA) Inhibitor aromatase (IA) secara signifikan menghambat produksi estrogen ovarium dan perifer dalam 1 hari terapi. Mekanisme yang mendasarinya adalah inhibisi enzim aromatase yang mana merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan substansi androgenic menjadi estrogen. Laporan terbaru telah menyebutkan bahwa aromatase diekspresikan lebih banyak pada jaringan leiomioma uteri wanita Afro-Amerika dibandingkan pada wanita Kaukasia. IA diperlihatkan efektif melawan fibroid dengan pemberian 2,5 mg letrozole per hari dan 1 mg anastrozole per hari. Salah satu perhatian utama dalam penggunaan IA adalah adanya laporan pengeroposan tulang dengan penggunaan jangka panjang, yang mana perlu digunakan bersama pil kontrasepsi oral atau progesterone. Suatu studi yang membandingkan penggunaan 3 bulan IA dengan 3 bulan GnRH menunjukkan keuntungan akan onset aksi yang cepat pada penggunaan IA dan tiadanya flare up yang awalnya terjadi dengan penggunaan GnRHa. Kedua terapi menunjukkan pengecilan ukuran yang signifikan dan perbaikan gejala fibroid dan pengurangan rata-rata dengan IA adalah 55,7%.23 6. Antiprogesteron
Estrogen dulunya dianggap sebagai stimulus yang paling penting dalam pertumbuhan leiomioma dan berbagai studi yang melakukan kultur sel dan model hewan mendukung konsep ini. Secara mengejutkan, temuan terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan dan volume fibroid juga sangat bergantung terhadap progesterone, dan oleh sebab itu anti-progesteron dapat memberikan efek terhadap pertumbuhan leiomioma. Satu hubungan penting antara efek dua hormone steroid penting pada fibroid dalah estradiol yang meginduksi ekspresi reseptor progesterone dan mendukung aksi progesterone pada jaringan leiomioma.23 Sediaan antiprogesterone antara lain mifeproitone, asoprisnil,20 telapristone dan ulipristal. Setelah penggunaan 12 minggu asoprisnil, suatu studi 20 menunjukkan asoprisnil mengontrol perdarahan uterus dan mengurangi volume leiomioma dan gejala-gejala yang terkait. Asoprisnil juga ditoleransi dengan baik.20
7. Analog Somatostatin Bukti menunjukkan adanya peran faktor pertumbuhan seperti IGF-I dan IGF-II dalam inisiasi dan progresi fibroid uteri. Jaringan leiomioma mengekspresikan kadar reseptor IGF-I/II yang lebih tinggi dibandingkan pada miometrium normal. Selain itu, jaringan ini juga mensekresikan IGF-1-nya sendiri, mungkin sebagai efek autokrin atau parakrin. Dari perspektif klinis, pasien dengan kadar tinggi akan hormon pertumbuhan memiliki prevalensi fibroid yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Lanreotide, analog somatostatin long-acting menunjukkan pengurangan sekresi hormon pertumbuhan, dan menunjukkan pengurangan volume fibroid sebesar 42% pada 7 wanita dengan fibroid yang dievaluasi di Itali dalam 3 bulan. Namun, kurangnya uji klinis penggunaan jangka panjang somatostatin analog serta adanya dampak berat terhadap kesehatan seperti penurunan harapan hidup karena percepatan penyakit jantung yang diamati pada
orang dewasa dengan defisiensi hormone pertumbuhan dapat menghambat penggunaannya sebagai terapi leiomioma di masa depan.23 8. Cabergoline Cabergoline merupakan agonis dopamine yang sudah dikenal yang efektif dalam mengobati prolaktinoma dan untuk menginhibisi laktasi. Suatu penelitian terbaru mengevaluasi cabergoline untuk terapi fibroid dan menunjukkan efeknya sebagai agen penginhibisi pelepasan GnRH. Suatu penelitian di Iran melaporkan pengurangan volume sekitar 50% dalam 6 minggu penggunaan.23 9. Danazol Danazol merupakan steroid sintetik yang menghambat steroidogenesis melalui aksi multi-enzimatik selain efek supresinya nya pada sex hormone binding globulin. Telah dilaporkan pengurangan volume fibroid yang signifikan sebesar 24%. Namun, suatu penelitian Cochrane terbaru gagal mengidentifikasi RCT yang membandingkan danazol dengan placebo ataupun terapi medical lainnya pada wanita dengan leiomioma uteri.23 10. Gestrinone Gestrinone merupakan steroid yang memiliki aksi sebagai anti reseptor estrogen dan anti progesterone resepto pada berbagai jaringan, termasuk endometrium. Gestrinone menunjukkan pengurangan volume 32% ± 10% pada studi yang dilakukan di Itali. Studi selanjutnya bahkan melaporkan pengurangan volume hingga 60%. Efek samping gestrinone antara lain androgenisitas ringan, naik berat badan, jerawatm hirsutism, dan suara serak.23 11. Vitamin D Vitamin D merupakan suatu faktor antifibrotik dan menhambat pertumbuhan dan menginduksi apoptosis sel-sel leiomioma yang dikultur melalui
down-regulation PCNA, CDK-1 dan BCL-2 dan mensupresi ekspresi COMT serta aktivitas sel-sel leiomioma.23 Korelasi antara kadar serum rendah VitD dan peningkatan risiko memiliki fibroid yang bergejala dievaluasi pada suatu studi. Kami mengukur baik 1,25 dihidroksivitamin D3 dan prekursor 25-hydroxyvitamin D3 dalam serum dari Afro-Amerika dan wanita kulit putih dengan fibroid dengan kontrol yang sehat normal. Menariknya, ditemui bahwa 1,25 dihidroksivitamin D3 secara signifikan lebih rendah pada wanita dengan fibroid dibandingkan dengan kontrol yang sehat normal; selain itu, telah dideteksi bahwa tingkat dari serum total 25hydroxyvitamin D3 pada wanita dengan fibroid lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Temuan ini diamati baik pada wanita Afro-Amerika dan pada wanita Kaukasia.23 Secara keseluruhan, hasil awal penelitian tersebut menunjukkan korelasi bergantung dosis yang kuat antara serum rendah Vit D tingkat dan peningkatan keparahan fibroid. Ini memberikan kesempatan bagi potensi penggunaan Vit D sebagai pilihan pengobatan baru atau untuk pencegahan fibroid. Sampai saat ini tidak ada uji coba terkontrol secara acak telah dilaksanakan secara prospektif secara prospektif untuk menilai efikasi Vit D dalam penanganan fibroid uteri.23 Peran Terapi Medikal dalam Penanganan Fibroid Kebanyakan wanita dengan fibroid tidak menunjukkan gejala. Oleh karena itu, pengamatan ekspektan dan tindak lanjut sering direkomendasikan untuk pasien fibroid tersebut. Namun, fibroid dapat menyebabkan gejala menstruasi, nyeri panggul, keluhan tekanan, subfertilitas atau komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, dan kondisi jarang yang mengancam, yang akhirnya membutuhkan
pengobatan
definitif.
Penanganan
fibroid
telah
menjadi
multidisiplin dalam 20 tahun terakhir. Pada dasarnya, pilihan pengobatan tergantung pada usia pasien, alasan untuk pengobatan, masalah kesuburan, dan pilihan pasien.10
Pembedahan secara tradisional telah menjadi standar emas untuk pengobatan leiomioma uteri dan biasanya terdiri dari histerektomi atau miomektomi. Terapi medikal digunakan pada wanita dengan fibroid uteri yang bergejala yang lebih memilih terapi konservatif dibandingkan terapi pembedahan, mempertimbangkan kesuburan, atau yang memikirkan untuk operasi yang kurang agresif setelah pengecilan volume fibroid.1,8,24 Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa uji klinis telah mengevaluasi efektivitas obat oral untuk penanganan gejala yang terkait leiomioma.24 Semua obat-obatan yang tersedia saat ini untuk menangani fibroid termasuk GnRH agonis dan hormone steroid seks tidak sesuai untuk penggunaan jangka panjang oleh karena efek samping jangka panjangnya.25 Terapi medikal untuk fibroid telah lama diinginkan dan dipertimbangkan. Namun, kurangnya pemahaman tentang biologis dan biokimia dari fibroid, serta kurangnya data dari beberapa percobaan pengobatan yang tersedia menyebabkan antusiasme sedikit untuk membahas hal ini. Untungnya, ilmu kita tentang mekanisme pertumbuhan fibroid uteri telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Terapi medikal untuk fibroid sering digunakan untuk meredakan gejala jangka pendek. Perdarahan uterus abnormal sering dapat diobati secara efektif untuk jangka waktu sampai menopause terjadi atau untuk pengobatan yang lebih permanen. Efek dari fibroid yang bermassa besar, seperti sembelit, inkontinensia, atau obstruksi saluran kemih dan hidronefrosis, juga bisa diredakan untuk sementara waktu.16 Penggunaan utama untuk pendekatan ini saat ini adalah pada pasien sebelum operasi. Pengurangan gejala sebelum operasi dapat meningkatkan keluaran pasien; contoh umum adalah penghentian atau pengurangan perdarahan pada pasien anemia. Selain itu, penanganan praoperasi memungkinkan untuk mengubah prosedur dengan teknis sulit menjadi operasi yang lebih mudah dengan mengurangi ukuran tumor. Terapi jangka panjang, meskipun jarang digunakan, memiliki potensi yang signifikan. Peran pengobatan tersebut telah jarang sampai saat ini, karena kurangnya data untuk mendukung penggunaannya serta kekhawatiran tentang efek samping dan biaya.16
Peran akhir yang diketahui untuk terapi medikal leiomyomata yaitu sebagai profilaksis terhadap perkembangan tumor pada mereka yang berisiko tinggi, atau kekambuhan pada wanita yang diobati sebelumnya. Profilaksis mungkin mulai memiliki peran penting dalam penelitian dan praktik klinis.16 Hal ini mengejutkan bahwa tumor yang paling umum pada wanita, fibroid, sampai saat ini memiliki pilihan terapi medical yang tidak banyak. Walaupun demikian, sejumlah besar upaya ke pengembangan intervensi tersebut telah menghasilkan sejumlah obat seperti yang telah dibahas sebelumnya. Penanganan pra operasi jelas memberikan manfaat pada pasien anemia yang akan menjalani histerektomi atau miomektomi; namun, kegunaannya pada pasien nonanemis masih kurang jelas. Terapi jangka panjang untuk menghindari atau secara signifikan menunda operasi adalah tanda tanya yang tersisa untuk pendekatan medikal untuk penyakit ini. Sejumlah obat tampaknya memiliki potensi untuk digunakan dengan cara ini, tapi studi yang mengevaluasi efek jangka panjang sangat dibutuhkan. Penyelidikan tersebut tidak hanya akan perlu untuk menentukan efek pada volume dan gejala fibroid, tetapi juga efek samping dari waktu
ke
waktu,
mutu
kehidupan,
dan
efektivitas
biaya.
Perkembangan molekul yang sangat khusus untuk menyerang target-target tertentu yang terlibat dalam jalur pertumbuhan fibroid semakin kompleks akan menambah
secara substansial
kapasitas
masa
depan
kita
untuk
mengendalikan tumor ini dengan cara non-bedah.16 Perlu diingat bahwa terapi medikal hanya dapat meredakan gejala fibroid untuk sementara waktu. Dan begitu setelah pengobatan dihentikan, fibroid sering tumbuh kembali dan gejala akan muncul kembali. Obat-obatan memang umumnya aman, tetapi tetap saja dapat memiliki efek samping, yang mana beberapa di antaranya mungkin serius, terlebih jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Daftar Pustaka
1. Evans P, Brunsell S. Uterine fibroid tumors: diagnosis and treatment. Am Fam Physician 2007;75:1503-8 2. Ellis H. Clinical Anatomy 11th Edition. 2006, Blackwell Publishing Ltd. 3. Bulun SE. Uterine Fibroid. N Engl J Med 2013;369:1344-55. 4. Singh SS, Belland L. Review: Contemporary Management of Uterine Fibroids: focus on emerging medical treatment. Curr Med Res Opin 2015; 31:1–12 5. Benson, Ralph dkk., 2008. Buku Saku Obsteteri dan Ginekologi. Edisi 9. Cetakan I. Jakarta: Penerbit EGC. 6. O, Okezie et al., 2006. Management of Uterine Fibroids in Enugu, Nigeria. Journal Obsteteric Gynaecology. Volume 26, No.4:363-5, May 2006, Nigeria.
7. Bhat, Rani Akhil et al., 2006. Experience with Uterine Leiomyomas at Teaching Referral Hospital in India. Journal of Gynecology Surgery. Volume 22, No.4:143-150. Winter 2006. 8. Chia CC, Huang SC, Chen SS, Kang JY, Lin JC, Lin YS, Huang KF, Lee HJ, Zheng CC. Ultrasonographic Evaluation of The Change In Uterine Fibroids Induced by Treatment with A GnRH Analog. Taiwanese J Obstet Gynecol 2006;45(2):124–128. 9. Manuaba, I. B.G., 2007. Pengantar kuliah Obsteteri. Jakarta: Penerbit EGC. 10. Cheng MH, Chao HT, Wang PH. Medical Treatment for Uterine Myomas. Taiwan J Obstet Gynecol 2008;47(1):18–23. 11. Cunningham et al. Pelvic Mass. Available at : Williams Gynecology 1st ed. United States: Barbara L. Hoffman, MD. United States: McGraw-Hill 2008. Ch. 9 12. Bertram G. Katzung. Basic & Clinical Pharmacology 10th ed. 2007. 13. Henry M. Kronenberg et al. Reproductive Functions Of Hypothalamus. Available at: Williams Textbook of Endocrinology 11th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008 Ch. 8Sf 14. Taylor, D.K. and Leppert, P.C. Treatment for uterine fibroids: Searching for effective drug therapies, Drug Discov Today: Ther Strategies (2012), http://dx.doi.org/10.1016/j.ddstr.2012.06.001. 15. An Evidence Based Guideline for the Management of Uterine Fibroids Working Party of The New Zealand Guidelines Group. Available at: http://www.nzgg.org.nz/ guidelines/0063/Uterine_Fibroids.pdf. Access at: November 14
16. John A. Rock, Howard W. Jones et al. Leiomyomata Uteri and Myomectomy. Available at: Te Linde’s Operative Gynecology 10th ed. United States: Lippincott Williams & Wilkins. 2008 Ch. 31. 17. Wang PH, et al. Use of a Gonadotropin – Releasing Hormone Agonist to Manage Perimenopausal Woman with Symptomatic Uterine Myomas. 2013. 18. Olive DL. The Medical Treatment of Uterine Fibroids. 2013 19. Khan KN, Kitajima1 M, Hiraki K, Fujishita A, Sekine, Ishimaru T, Masuzaki H. Changes in tissue inflammation, angiogenesis and apoptosis in endometriosis, adenomyosis and uterine myoma after GnRH agonist therapy. Human Reproduction, 2009 Vol.00, No.0 pp. 1–12. 20. Chwalisz K, Larsen L, Goldberg CM, Edmonds A, Elger W, dan Winkel CA. A randomized, controlled trial of asoprisnil, a novel selective progesterone receptor modulator, in women with uterine leiomyomata. Fertility and Sterility 2007; 87: 6. 21. Viswanathan M, Hartmann K, McKoy N, Stuart G, Rankins N, Thueda P, Lux LJ, Lohr KN. Management of Uterine Fibroids: An Update of the Evidence. AHRQ Publication 2007; 07-E011. 22. Lethaby A, Vollenhoven B, Sowter MC. Pre-operative GnRH analogue therapy before hysterectomy or myomectomy for uterine fibroids (Review). 2011 The Cochrane Collaboration, Published by JohnWiley & Sons, Ltd. 23. Abdel-Rahman MY, Sabry M, Al-Hendy A. Medical Treatment of Fibroid to Decrease Rate of Hysterectomy. http://cdn.intechopen.com/pdfswm/35352.pdf diakses 27 Januari 2015. 24. Sabry M, Al-Hendy A. Medical Treatment of Uterine Leiomyoma. 2012 Reproductive Sciences; 19(4) 339-353.
25. Tropeano G, Amoroso S, Scambia G. Non-surgical management of uterine fibroids. Human Reproduction Update, 2008;Vol.14(3) pp. 259–274.