Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015
TERAPI PENYAKIT KORUPSI: PERAN PKN Suroto PPKn, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin Alamat e-mail:
[email protected] Abstrak Korupsi di Indonesia sudah tergolong ke dalam extra ordinary crime karena telah merusak, tidak saja keuangan negara dan potensi ekonomi negara, tetapi juga telah meluluhlantakan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik, dan tatanan hukum serta keamanan nasional. PKn sebagai sebuah disiplin ilmu harus mampu menjembatani dan memberikan sebuah solusi dalam rangka meminimalisir persoalan korupsi di Indonesia. Solusi yang diberikan sebenarnya tidak hanya dan dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan atau akademik saja, melainkan melainkan juga melalui wadah resmi yang berupa organisasi resmi jelmaan PKn itu sendiri. A. Pendahuluan
lain
Korupsi merupakan penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan
kecuali
memperbaiki
sistem
penyelenggaraan negara sebagaimana yang sedang dilakukan oleh KPK. Bagi individu yang dalam kehidupan
merusak tatanan hidup bernegara. Korupsi di Indonesia sudah tergolong extra ordinary
sehari-harinya
crime karena telah merusak, tidak saja
uang
keuangan
korupsi, tak terkecuali kalangan akademisi,
negara
dan
potensi
ekonomi
selalu
sangatlah
berinteraksi
rentan
praktik
negara, tetapi juga telah meluluhlantakan
kaum intelektual,
pilar-pilar sosio budaya, moral, politik, dan
Buktinya, korupsi telah merebak di kalangan-
tatanan hukum dan keamanan nasional. Oleh
kalangan tersebut. Korupsi juga merebak di
karena itu, pola pemberantasannya tidak bisa
berbagai lembaga negara, pemerintah, dan
hanya oleh instansi tertentu dan tidak bisa
juga lembaga-lembaga swasta. Kasus korupsi
juga dengan pendekatan parsial. Hal tersebut
yang terjadi di Departemen Agama, KPU,
harus dilaksanakan secara komprehensif dan
Bank Mandiri, Pertamina, Mahkamah Agung,
bersama-sama,
penegak
dan lembaga negara lainnya adalah bukti
hukum, lembaga pemasyarakatan, dan setiap
nyata bahwa penyakit korupsi telah menjalar
individu sebagai anggota masyarakat.
ke mana-mana. Departemen Agama yang
oleh
lembaga
dan
terhadap
dengan
kaum agamawan.
Padahal, sekitar 90% KKN yang terjadi
notabene orang-orang didalamnya adalah
di Indonesia disebabkan oleh sistem yang ada
orang-orang yang mengerti agama, ternyata
sangat kondusif bagi setiap orang melakukan
juga
KKN sehingga korupsi sudah merupakan
korupsi.
tidak
terlepas
dari dugaan
praktik
sistemik. Oleh karena itu, tidak ada pilihan
766
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015 Bentuk korupsi di negara ini juga
mereka yang dekat dengannya, dengan
bermacam-macam, dimulai dari pungli di
menyalahgunakan kekuasaan publik yang
jalan-jalan, mark up proyek, mafia peradilan,
dipercayakan kepada mereka. Korupsi
illegal loging sampai kredit macet yang
adalah
merugikan negara triliunan rupiah. Maka tak
keuntungan pribadi atau golongan dengan
salah kalau ada yang mengatakan bahwa
merugikan kas negara.
penyakit
korupsi
di
negeri
ini
telah
perbuatan
untuk
mencari
2. PKn
berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis,
Pada hakikatnya PKn merupakan
endemic, dan sistemik. Pada tahap elitis,
suatu
korupsi masih menjadi patologi sosial yang
tupoksinya senantiasa berupaya melalui
khas di lingkungan para elit/pejabat. Pada
dunia pendidikan dalam bentuk mata
tahap
mewabah
pelajaran (tingkat sekolah) dan dalam
menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu
bentuk mata kuliah (tingkat perguruan
tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi
tinggi)
sistemik, setiap individu di dalam sistem
masyarakat mampu berfikir kritis dan
terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi
bertindak
penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai
mananamkan kesadaran kepada generasi
pada tahap sistemik. Praktek korupsi terjadi
baru untuk senantiasa bersikap kritis,
karena individu tidak mempunyai nilai-nilai
inovatis, ilmiah, dan religius.
endemic,
korupsi
disiplin
untuk
ilmu
yang
salah
mempersiapkan
demokratis
melalui
satu
warga
aktifitas
moral yang dapat mencegah korupsi yang akan dilakukannya. Hal situasional seperti adanya
peluang
korupsi
tidak
C. Penyebab Korupsi di Indonesia Berdasarkan pengalaman dan realita
akan
mendukung terjadinya korupsi apabila individu
yang
terjadi
setidaknya
ada
delapan
memiliki nilai-nilai moral yang terintegrasi
penyebab terjadinya korupsi di Indonesia:
menjadi kepribadian yang kokoh.
1. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru
B. Istilah Korupsi dan PKn
Sebagai
1. Korupsi
negara
yang
baru
merdeka atau negara baru berkembang, Latin
seharusnya
disebut corruptio yang berasal dari kata
seharusnya
kerja corrumpere yang bermakna busuk,
bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau
tahun mulai dari orde lama, orde baru
menyogok. Kalau secara harfiah korupsi
sampai orde reformasi, pembangunan
merupakan perilaku pejabat publik, baik
difokuskan di bidang ekonomi. Padahal
politikus politisi maupun pegawai negeri
setiap negara yang baru merdeka terbatas
yang secara tidak wajar dan tidak legal
dalam memiliki SDM, uang, manajemen
memperkaya
dan
Korupsi
dalam
diri
atau
bahasa
memperkaya
prioritas prioritas
teknologi.
pembangunan pembangunan
di
Konsekuensinya, 767
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015 semuanya didatangkan dari luar negeri
kehidupan, baik di instansi pemerintahan
yang pada gilirannya akan menghasilkan
maupun
atau munculnya perilaku atau penyakit
karena segala sesuatu diukur dengan
korupsi atau penyebab korupsi yang
uang. Lahirlah kebiasaan plesetan kata-
kedua.
kata seperti KUHP (Kasih Uang Habis
lembaga
kemasyarakatan
Perkara), Tin (Ten persen), Ketuhanan
2. Kompensasi PNS yang masih rendah Wajar
di
saja negara yang baru
merdeka belum memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi
Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Kuasa), dan sebagainya. 5. Hukuman yang ringan terhadap koruptor
kepada pegawainya. Tetapi disebabkan
Disebabkan law enforcement tidak
prioritas pembangunan di bidang ekonomi
berjalan di mana aparat penegak hukum
sehingga
kultural
bisa di bayar, mulai dari polisi, jaksa,
melahirkan pola konsumerisme, sehingga
hakim dan pengacara, maka hukuman
sekitar 90% PNS melakukan KKN. Baik
yang dijatuhkan kepada para koruptor
berupa
sangat
secara
korupsi
fisik
dan
waktu,
melakukan
ringan
sehingga
tidak
kegiatan pungli maupun mark up kecil-
menimbulkan efek jera bagi koruptor.
kecilan
menyeimbangkan
Bahkan tidak menimbulkan rasa takut
pengeluaran
dalam masyarakat sehingga pejabat dan
demi
pemasukan
dan
pengusaha tetap melakukan proses KKN.
pribadi/keluarga.
6. Pengawasan yang tidak efektif
3. Pejabat yang serakah
Dalam sistem manajemen yang
Pola hidup konsumerisme yang pembangunan
modern selalu ada instrumen yang disebut
seperti di atas mendorong pejabat untuk
internal control yang bersifat in build
menjadi kaya secara instant. Lahirlah
dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil
sikap
pejabat
apapun penyimpangan akan terdeteksi
dan
sejak dini dan secara otomatis pula
jabatannya, melakukan mark up proyek-
dilakukan perbaikan. Seperti kita masuk
proyek pembangunan, bahkan berbisnis
lift di mana tiba-tiba tedengar bunyi alarm.
dengan pengusaha, baik dalam bentuk
Itu berarti, penumpang melebihi kapasitas
menjadi komisaris maupun sebagai salah
lift sehingga harus ada yang keluar dari lift
seorang share holder dari perusahaan
baru pintu lift bisa tertutup. Internal control
tertentu.
di setiap unit tidak berfungsi karena
dilahirkan
oleh
serakah
menyalahgunakan
sistem
di
mana wewenang
4. Law Enforcement tidak berjalan Disebabkan para pejabat serakah
pejabat atau pegawai terkait ber-KKN. Konon, untuk mengatasinya dibentuklah
dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak
Irjen
dan
Bawasda
cukup, maka boleh dibilang penegakan
melakukan
hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini
sistem besar yang disebutkan di butir 1 di
internal
yang
audit.
bertugas Malangnya,
768
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015 perubahan,
Praktek korupsi terjadi karena adanya
sehingga Irjen dan Bawasda pun turut
motif-motif tertentu dari sipelaku. Beberapa
bergotong royong dalam menyuburkan
motif di bawah ini biasanya mendasari para
KKN.
pelakunya, antara lain:
atas
tidak
mengalami
1. Keinginan
Ketika resesi ekonomi tahun 1997 keadaan perekonomian Indonesia sedikit baik
dari
Thailand.
Namun,
pemimpin di Thailand memberi contoh kepada
rakyatnya
dalam
menumpuk
harta
sebanyak-banyaknya (materialisme).
7. Tidak ada keteladanan pemimpin
lebih
untuk
pola
2. Keinginan
untuk
memenuhi
seluruh
kebutuhannya (konsumerisme). 3. Takut terhadap kemiskinan. 4. Ingin cepat kaya dalam waktu cepat. Motif-motif
hidup
di
atas
timbul
karena
sederhana dan satunya kata dengan
pelaku tidak bisa memanajemen gejolak jiwa
perbuatan, sehingga lahir dukungan moral
yang ada padanya. Kondisi-kondisi jiwa di
dan material dari anggota masyarakat dan
bawah ini ditenggarai menjadi katalisator
pengusaha. Dalam waktu yang relatif
praktek-praktek korupsi, antara lain:
singkat,
1. Mengikuti
Thailand
telah
mengalami
recovery ekonominya. Di Indonesia, tidak
nafsu
keserakahan
(tamak)
terhadap harta.
ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan,
2. Mendewakan kehidupan dunia (hedonis).
maka bukan saja perekonomian negara
3. Panjang angan-angan.
yang belum recovery bahkan tatanan
4. Lalai dari pengawasan sang pencipta
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
makin mendekati jurang kehancuran. 8. Budaya masyarakat yang kondusif KKN Dalam Indonesia,
negara
agraris
masyaratakat
(ghaflah). 5. Hilangnya sifat jujur dan malu pada pelakunya. Korupsi yang terjadi di Indonesia
seperti
cenderung
dilihat
dari
modus
operandinya
dapat
paternalistic. Dengan demikian, mereka
digolongkan ke dalam beberapa kelompok
turut
sebagai berikut:
melakukan
KKN
dalam
urusan
sehari-hari, seperti pengurusan KTP, SIM,
1. Suap menyuap di berbagai sektor, antara
STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke
lain
sekolah atau universitas, melamar kerja,
menyuap
dan lain-lain. Karena meniru apa yang
Pegawai Negeri Sipil (PNS), tender, dan
dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh
lain-lain.
masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai perbuatan tidak salah.
berupa
mafia
dalam
peradilan, proses
suap
rekruitmen
2. Pungutan-pungutan liar (pungli) disegala sektor publik. 3. Mark up (penggelembungan) dana pada berbagai proyek.
D. Motif Perilaku Korupsi 769
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015 4. Kredit
macet
dan
pembobolan
pada
3. Pendekatan
Kombinasi
antara
Rasionalistik dan Spiritualistik
lembaga perbankan.
Pendekatan ini dilakukan dengan
5. Penggelapan uang negara. cara
menggabungkan
rasionalistik
E. Metode Pengintegrasian Nilai Moral
dengan
pendekatan pendekatan
Metode untuk mengintegrasikan moral
spiritualistik secara bersamaan, yakni di
pada tiap individu dapat dilakukan dengan
samping menggunakan cara-cara yang
tiga pendekatan, yaitu:
rasionalistik, juga menggunakan metode-
1. Pendekatan rasionalistik
metode spiritualistik.
Pendekatan ini dilakukan dengan
Dari tiga pendekatan di atas, menurut
cara menanamkan moral dengan konsep-
Rafi (2006) bahwa pendekatan rasionalistik
konsep yang bersifat rasional, misalnya
tidak cocok diterapkan pada sebagian individu
dengan menanamkan pola pikir bahwa
di
korupsi
yang
korupsi juga marak dilakukan oleh kalangan
diri,
akademisi dan cendikiawan yang banyak
Dengan
diantara mereka yang berpendidikan pasca
merupakan
merusak
dan
lingkungan,
perbuatan
menghancurkan
dan
negara.
Indonesia.
Hal
tersebut
dikarenakan
pada
sarjana. Padahal, kalangan-kalangan tersebut
merupakan
merupakan orang-orang yang mempunyai
perbuatan yang harus dihindarkan dalam
pola pikir yang rasional. Maraknya mafia
dirinya. Model pendekatan seperti ini ada
peradilan, serta kasus-kasus lainnya semakin
di
dan
membuktikan hal tersebut. Mereka yang
tidak
terlibat dalam kasus-kasus tersebut adalah
pendekatan individu
ini
akan
bahwa
negara-negara
bersitemkan
tertanam
korupsi
Barat
modern
demokrasi.
Mereka
melakukan praktek korupsi bukan karena
orang-orang
takut kepada Tuhan dan neraka, tetapi
Minimal pendidikan mereka adalah sarjana
secara rasional mereka menyadari bahwa
strata satu.
korupsi akan menghancurkan mereka dan
yang
berpendidikan
tinggi.
Penyebab maraknya praktik korupsi pada kalangan akademisi dan cendikiawan
negaranya. 2. Pendekatan Spiritualistik
menurut Rafi (2006) ada dua hal, yakni:
Pendekatan ini dilakukan dengan
1. Gagalnya sistem pendidikan nasional.
cara menanamkan moral dengan konsep-
Pendidikan
konsep
yaitu
membentuk individu-individu yang rasional
dengan menanamkan rasa takut kepada
yang mampu mencegah praktik korupsi
Tuhan dan azab-Nya. Dengan pendekatan
dalam dirinya.
yang
bersifat
spiritual,
ini akan diperoleh individu yang takut
nasional
belum
mampu
2. Karakter masyarakat Indonesia yang tidak
kepada Tuhan dan azab-Nya, sehingga
rasionalistik,
dirinya
ditanamkan pola pikir yang rasional tetap
dapat
menghindari
malakukan praktek korupsi.
untuk
sehingga
walaupun
saja mereka melakukan praktek korupsi. 770
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015
G. Peran PKn dalam Mewujudkan Negara
F. Terapi (Pengobatan) Penyakit Korupsi Terapi
atau
pengobatan
penyakit
yang Bersih dari Korupsi (Sebuah Filosofi
korupsi menurut Rafi (2006) dapat dilakukan
Pragmatis)
melalui beberapa cara sebagai berikut:
1. PKn harus memaksimalkan pendidikan
1. Memulai kehidupan dengan niat yang
2. PKn harus mampu keluar dari paradoks
ikhlas. 2. Menyikapi kehidupan dunia berdasarkan
yang membatasi diri hanya sebagai mata pelajaran dan mata kuliah di perguruan
ajaran Tuhan. 3. Mengendalikan nafsu syahwat terhadap
tinggi sehingga tidak mampu berbuat banyak dalam dunia praksis.
harta. 4. Menjaga pikiran
yang
terlintas
untuk
3. PKn juga harus mampu menjadi sebuah lembaga idealis dan smart yang mampu
bermaksiat.
didengar suaranya dan melaksanakan
5. Tawakal (berserah diri kepada Tuhan). 6. Mensyukuri
anti korupsi di setiap sekolah.
nikmat
harta
yang
ada
padanya. 7. Sabar menghadapi kemiskinan dan fitnah (ujian) harta. 8. Ridha terhadap ketetapan (qadha) dari Tuhan.
pembinaan terhadap qolbu / karakter bangsa. Secara kontinu dan berkelanjutan (rintisan Asosiasi PKn). 4. PKn, pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan harus saling bersinergi dalam rangka
melakukan
pembinaan
akhlak
9. Menumbuhkan rasa takut kepada Tuhan.
bangsa menuju Indonesia yang bersih dan
10. Membentuk sifat jujur dalam diri.
berwibawa secara kontinyu.
11. Menumbuhkan sifat malu untuk berbuat maksiat. 12. Muhasabah (introspeksi diri). 13. Maraqabbatullah (merasakan keagungan
H. Kesimpulan Peran
PKn
dalam
meminimalisir
penyakit korupsi yang terjadi di Indonesia
Tuhan YME di setiap waktu dan keadaan
dapat dilakukan melalui:
serta merasakan kebersamaan-Nya di
1. PKn harus memaksimalkan pendidikan
kala sepi maupun ramai, di kala sendiri maupun beramai-ramai).
anti korupsi di setiap sekolah. 2. PKn harus mampu keluar dari paradoks
14. Menumbuhkan kecintaan kepada Tuhan.
yang membatasi diri hanya sebagai mata
15. Taubat (bertaubat untuk tidak melakukan
pelajaran dan mata kuliah di perguruan
praktik korupsi).
tinggi sehingga tidak mampu berbuat banyak dalam dunia praksis. 3. PKn juga harus mampu menjadi sebuah lembaga idealis dan smart yang mampu didengar suaranya dan melaksanakan 771
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 10, November 2015 pembinaan
terhadap
qolbu/karakter
bangsa. Secara kontinu dan berkelanjutan (rintisan Asosiasi PKn). 4. PKn, pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan harus saling bersinergi dalam rangka
melakukan
pembinaan
akhlak
bangsa menuju Indonesia yang bersih dan berwibawa secara kontinyu. I.
Daftar Pustaka Budi, Johan, dkk. (2007). Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalidjernih, Freddy K. (2010). Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan: Edisi Kedua. Bandung: Widya Aksara Press.
Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya. (2011). Teori & Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta. Winataputra, Udin S. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis). Winataputra, Udin S. dan Budimansyah, Dasim. (2007). Civic Education Konteks Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan UPI Bandung. Winataputra, Udin S. dan Budimansyah, Dasim. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional: Konteks, Teori, dan Profil Pembelajaran. Bandung: Widya Aksara Press.
Lubis, Muchtar dan Scott, James C. (1987). Mafia dan Korupsi Birokratis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Rafi, Abu Fida Abdur. (2006). Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa). Jakarta: Republika. Sumantri, Endang. (1993). Pendidikan Moral: Suatu Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan Proposisi. Bandung: Tidak diterbitkan. Sumantri, Endang. (2008). An Outline Citizenship and Moral Education in Major Countries of Southeast Asia. Bandung: Bintang Warliartika. Suryadi, Ace. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Bandung: Widya Aksara Press. Sagala, Syaiful dan Gultom, Syawal (Editor). (2011). Praktik Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI: Langkah Utama Membasmi Sifat Korup dan Keterpurukan Bangsa Indonesia, Membangun Karakter Jujur, Disiplin dan Tanggung Jawab Generasi Muda. Bandung: Alfabeta. 772