Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
PERAN TEKNOLOGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU MODEL SYSTEM DYNAMICS THE ROLE OF TECHNOLOGY IN THE INDONESIAN ECONOMY: A SYSTEM DYNAMICS MODEL Muhammad Tasrif Program Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB) INFO ARTIK EL Naskah Masuk : 28/05/2014 Naskah Revisi : 01/09/2014 Naskah Terima : 15/09/2014
Keywords: technology capital labor capital-labor ratio system dynamics
ABSTRACT It is an accepted view that technological progress is an extremely important, perhaps the most important, determinant in the growth in output per man. Therefore, the government's policies related to the R & D activities to spur the development of the technology in order to enhance economic growth in Indonesia are becoming very important to be analyzed. For this purpose, a process oriented model of technology-economy interactions (Technology-Economy Model) was developed; and through the simulation of the model a clear and distinct understanding of the role of the technology in the Indonesian economy can be obtained. In the model, the capital-labor ratio (KLR) is proposed as an indicator of the technology in an economic system. This implies that the development of technology will be strongly determined by the decisions those related to the development of capital (investment and depreciation) and the growing of labor (hire and fire). The structure of decision making process is naturally consists of the interdependent relationships among some components which constructing causal loops (feedback loops). Based on this thought, the system dynamics methodology is used in this study to develop the Technology-Economy Model. The growth behavior of the technology and the economy is obtained through simulating the model from year 2000 until year 2050 for some scenarios related to the R&D activities and the economic policies. The analysis of the model behavior provides some important policy directions those expected to produce the higher technology and economic growth and also the better performance of the economy, i.e.: policies to manage R&D activities becoming effective, R&D policies should have a linkage with the education and training policies (link and match), have also a linkage with the economic policies (investment, export, and import), and the development of industry (wage policies).
SARI KARANGAN Kata kunci: Teknologi Kapital Tenaga kerja Rasio kapital-tenaga kerja System Dynamics
Sudah menjadi pendapat umum bahwa kemajuan teknologi merupakan suatu faktor penentu yang sangat penting dalam pertumbuhan produksi per orang. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan kegiatan-kegiatan R&D, untuk memacu perkembangan teknologi di Indonesia yang kemudian diharapkan dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menjadi penting untuk dianalisis. Untuk itu dibangun suatu model keterkaitan antara teknologi dengan ekonomi yang berorientasi proses (Model Teknologi-Ekonomi) dan melalui simulasi model tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu pemahaman yang lebih jelas (clear dan distinct) tentang peran teknologi dalam perekonomian Indonesia. Dalam Model Teknologi-Ekonomi diajukan suatu proposisi (proposition) bahwa indikator teknologi dalam suatu sistem perekonomian adalah rasio kapital-tenaga kerja (Capital-
* Korespondensi Pengarang, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 – Indonesia Telp./Fax : 022-2504625/022-2500046, E-mail:
[email protected] ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
M. Tasrif (2014)
Labor Ratio, KLR). Penggunaan indikator teknologi ini mempunyai implikasi bahwa perkembangan teknologi akan sangat ditentukan oleh keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perkembangan kapital (investasi dan depresiasi) dan tenaga kerja (pengangkatan dan pemutusan hubungan kerja). Struktur proses pembuatan keputusan secara hakiki dibentuk oleh sejumlah unsur yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, membentuk suatu lingkar tertutup (causal loop atau feedback loop). Keberadaan feedback loop ini dijadikan dasar studi untuk menggunakan metodologi system dynamics (dinamika sistem) dalam membangun model peran teknologi dalam perekonomian Indonesia. Perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi diperoleh melalui simulasi Model Teknologi-Ekonomi dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2050 dengan mempertimbangkan adanya beberapa skenario perubahan yang berhubungan dengan teknologi (R&D) dan ekonomi. Hasil analisis perilaku simulasi model menyimpulkan bahwa untuk mencapai sasaran pertumbuhan teknologi dan ekonomi masa depan Indonesia yang diharapkan relatif lebih tinggi dan dapat menghasilkan unjuk kerja perekonomian yang lebih baik, diperlukan kebijakan yang dapat mengefektifkan kegiatan R&D, kebijakan pengembangan R&D harus saling terkait dengan pengembangan pendidikan dan pelatihan (link and match), terkait pula dengan pengembangan ekonomi (investasi, impor, dan ekspor) dan pengembangan industri (pengupahan). © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014: 119—138
1. PENDAHULUAN Sejak dipublikasikannya pemikiran Solow (1956), dalam suatu makalah berjudul “A Contribution to the Theory of Economic Growth”, diyakini bahwa teknologi (technical progress) sangat berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Berdasarkan keyakinan inilah, yang disertai pula oleh kajian terhadap fakta-fakta pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju (developed/industrial country) kemudian; perencanaan teknologi (pengembangan dan penerapan teknologi) menjadi fokus kebijakan perencanaan terpenting bagi negara-negara sedang berkembang (developing country), termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan dan penerapan teknologi dalam suatu sistem perekonomian tidak terlepas dari keberadaan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan (research & development, R&D). Implikasi-implikasi kebijakan itu dalam jangka panjang boleh jadi berbeda dengan implikasi jangka pendeknya (kompleksitas dinamik). Kebijakan-kebijakan (antara lain kebijakan insentif riset/penelitian Kemenristek) yang diberikan oleh pemerintah terkait dengan kegiatan-kegiatan R&D, untuk memacu perkembangan teknologi di Indonesia yang kemudian pada gilirannya akan lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menjadi penting untuk dianalisis. Analisis terhadap fenomena teknologi-ekonomi ini di-
120
harapkan dapat menjawab bagaimana kebijakan insentif itu, dalam konteks orientasi proses (process oriented), dapat mempengaruhi status teknologi (state of the art of technology) di Indonesia yang selanjutnya status teknologi ini dapat lebih meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan terpenting yang harus dijawab dalam konteks proses tersebut adalah: a) mengapa dinamika fenomena teknologiekonomi yang tejadi pada masa yang lampau (2000-2010) di Indonesia (perilaku historis) berperilaku seperti yang kita amati berdasarkan data makro pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode itu; dan b) sendainya perilaku historis itu tidak sesuai dengan yang kita harapkan, bagaimanakah caranya (melalui kebijakan-kebijakan apa saja) agar pada masa yang akan datang fenomena teknologi-ekonomi Indonesia berperilaku seperti yang kita harapkan (pertumbuhan teknologi lebih meningkat dan berdampak pula terhadap unjuk kerja ekonomi yang lebih baik lagi: lebih memacu pertumbuhan ekonomi, mengurangi impor, dan menekan tingkat pengangguran). Analisis untuk menjawab pertanyaan di atas dilakukan melalui suatu proses simulasi menggunakan suatu model komputer. Model simulasi ini memberikan pemahaman (understanding) tentang sebab terjadinya dinamika teknologi-ekonomi, dan
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
berdasarkan pemahaman ini dirancang kebijakankebijakan untuk mewujudkan kinerja teknologiekonomi (policy directions) yang lebih baik. Struktur model terdiri atas stuktur fisik dan struktur proses pembuatan keputusan aktor-aktor yang terdapat dalam fenomena teknologiekonomi, yang mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk fenomena tersebut beserta salingketerkaitannya. Kajian ini dimaksudkan untuk dapat menjelaskan pengaruh kebijakan-kebijakan ristek terhadap perkembangan teknologi di Indonesia dan kemudian bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat keberadaan model-model pertumbuhan ekonomi yang telah mempertimbangkan adanya peran teknologi dan kritik terhadap model-model ini. Berikutnya digagaskan suatu model fenomena teknologi-ekonomi yang relatif lebih baik dapat menjelaskan fenomena tersebut berbasiskan pendekatan yang berorientasi proses. Berdasarkan gagasan ini kemudian dikonstruksikan suatu model simulasi menggunakan metodologi System Dynamics (Sysdyn). Metodologi ini digunakan karena metodologi Sysdyn berorientasi proses, berkemampuan sangat memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata mengapa dan bagaimana tentang suatu fenomena; yang sangat diperlukan dalam suatu proses analisis kebijakan. Analisis kebijakan-kebijakan ristek kemudian dilakukan menggunakan model tersebut melalui pengembangan beberapa skenario.
2. MODEL TEKNOLOGI-EKONOMI BERBASISKAN MODEL SOLOW Dalam model pertumbuhan Solow, di samping ditentukan oleh pertumbuhan kapital (capital) dan pertumbuhan tenaga kerja (labor); tingkat pertumbuhan ekonomi (pendapatan atau Produk Domestik Bruto, PDB) suatu wilayah ditentukan pula oleh tingkat kemajuan teknologi, yang dianggap sebagai suatu besaran eksogen. Model Solow menggunakan fungsi produksi q = A(t) f(K,L) dengan q sebagai output, K sebagai kapital, L sebagai tenaga kerja, dan A(t) sebagai besaran teknologi atau technical progress yang dianggap sebagai suatu besaran eksogen. Dalam pembuktian empirisnya Solow mendapatkan laju kemajuan teknologi sebagai suatu faktor residual dari pengurangan laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan kapital K dan laju pertumbuhan tenaga kerja L. Oleh karena itulah technical progress lazim pula disebut sebagai faktor residual dalam suatu pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks analisis kebijakan, model Solow di atas tidak dapat digunakan. Oleh karena itulah teori pertumbuhan ekonomi dengan teknologi sebagai variabel endogen masih terus berkembang. Model tersebut berusaha menjelaskan keputusan-keputusan (kebijakan) yang akan menentukan kemajuan ilmu pengetahuan (science), melalui kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan (research & development, R&D), dalam pengaruhnya terhadap perkembangan teknologi yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan suatu perekonomian. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tjahjono dan Anugrah (2006), Peneliti Ekonomi di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia. Penelitian ini menghitung kembali kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menggunakan (i) Solow-Swan Model, (ii) perluasan Solow-Swan Model dengan menambahkan faktor human capital sesuai Model Mankiw-Romer-Weil (MRW), serta (iii) beberapa faktor yang menjadi sumber fluktuasi business cycle di Indonesia. Hasil perhitungan growth accounting menunjukkan pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity, sebagai suatu indikator teknologi) selama periode 1985-2004 mencapai 1,35 % per tahun. Bila fenomena teknologi-ekonomi dicermati secara seksama, unsur teknologi tidak secara eksplisit terlihat dalam fenomena tersebut. Tingkat produksi suatu produk (barang atau jasa) yang dapat dihasilkan oleh suatu perekonomian, pada kenyataannya, hanya ditentukan oleh keberadaan dua faktor produksi terpenting, yaitu kapital (capital) atau barang modal (mesin/peralatan dan bangunan/kostruksi) dan tenaga kerja (labor); baik dalam hal kuantitasnya maupun kualitasnya (mesin yang canggih, tenaga kerja yang sangat terampil). Unsur teknologi melekat (embedded) dalam kedua faktor produksi tersebut, kapital dan pekerja (tenaga kerja). Hal ini berarti bahwa kebijakan-kebijakan (intervesi-intervensi) yang dapat mempengaruhi fenomena teknologi-ekonomi hanya dapat dilakukan melalui kapital dan pekerja, antara lain kebijakan penelitian dan pengembangan (research and development, R&D) dan kebijakan pendidikan serta pelatihan. Kegiatan R&D akan membangun kemampuan bangsa untuk menciptakan (generation capacity), sedangkan tingkat pendidikan akan menentukan kemampuan bangsa untuk melakukan repetisi (repetition capacity). Dalam konteks ini dapat dinyatakan secara pasti bahwa, model pertumbuhan Solow tidak dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan kajian ini yang berfokus pada
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
121
M. Tasrif (2014)
kebijakan ristek (riset dan teknologi, R&D). Di samping itu, model yang memadai untuk keperluan analisis kebijakan (model kebijakan) haruslah mengakomodasi beberapa prinsip yang akan diuraikan berikut ini.
3. MODEL UNTUK ANALISIS KEBIJAKAN Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis untuk merumuskan (merancang) kebijakan haruslah merupakan suatu wahana untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem (fenomena). Melalui jalan dan cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat diperoleh (perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari). Dengan demikian, model yang dibentuk untuk tujuan seperti di atas haruslah memenuhi syaratsyarat berikut: a) karena efek suatu intervensi (kebijakan), dalam bentuk perilaku, merupakan suatu kejadian berikutnya; maka untuk melacaknya, unsur (elemen) waktu perlu ada (dynamic); b) mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut; c) memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik: (1) dalam konteks waktu (efek jangka pendek vs jangka panjang, trade offs in time), dan (2) dalam konteks sektoral (efek memperbaiki performance suatu sektor yang berakibat memperburuk performance sektor yang lain, trade offs between sectors); disebut dengan istilah dynamic complexity (kompleksitas dinamik); d) perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi); dan e) mampu menjelaskan mengapa (why) suatu perilaku tertentu (transisi yang sukar misalnya) dapat terjadi. Untuk mengkonstruksikan suatu model kebijakan yang mengakomodasi syarat-syarat di atas, Sterman (1981) mengajukan beberapa prinsip yang harus ada dalam suatu model dinamik: a) keadaan yang diinginkan dan keadaan yang terjadi harus secara eksplisit dinyatakan dan dibedakan di dalam model;
122
b) adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model; c) aliran-aliran yang secara konseptual berlainan cirinya harus secara tegas dibedakan di dalam menanganinya; d) hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusankeputusannya; e) struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktekpraktek manajerial; dan f) model haruslah robust dalam kondisi-kondisi ekstrim. Lebih lanjut, dalam hubungannya dengan kesahihan (validity) model, suatu model haruslah sesuai (cocok) dengan kenyataan empirik (realitas) yang ada. Model merupakan hasil dari suatu upaya untuk membuat tiruan kenyataan tersebut (Burger, 1966). Upaya pemodelan haruslah memenuhi (sesuai dengan) metode ilmiah. Saeed (1984) telah melukiskan metode ilmiah ini berdasarkan kepada konsep penyangkalan (refutation) Popper (1969). Metode ini menyaratkan bahwa suatu model haruslah mempunyai banyak titik kontak (points of contact) dengan kenyataan (reality) dan pembandingan yang berulang kali antara model dengan dunia nyata (real world) melalui titik-titik kontak tersebut haruslah membuat model menjadi robust.
4. METODOLOGI SYSTEM DYNAMICS (DINAMIKA SISTEM) Berbicara tentang proses pembuatan kebijakan (keputusan) dalam suatu fenomena sosial akan menyangkut hal-hal yang dinamis. Suatu fenomena dinamis dimunculkan oleh adanya struktur fisik dan struktur pembuatan keputusan yang saling berinteraksi. Struktur fisik dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran orang, barang, energi, dan bahan. Sedangkan struktur pembuatan keputusan dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor (manusia) dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan keputusannya. Kedua struktur inilah yang memunculkan adanya perilaku (behavior) suatu fenomena (sistem). Dalam paradigma system dynamics (systems thinking), struktur fisik ataupun struktur
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
pengambilan keputusan diyakini dibangun oleh unsur-unsur yang saling bergantung (interdependent) dan membentuk suatu lingkar tertutup (closed-loop atau feedback loop). Hubungan unsur-unsur yang saling bergantung itu merupakan hubungan sebab-akibat umpan-balik dan bukan hubungan sebab-akibat searah (Senge, 1990). Lingkar umpan-balik ini merupakan blok pembangun (building block) model yang utama. Model yang dibangun melalui suatu analisis struktural (structural analysis), berdasarkan pendekatan system dynamics (systems thinking), inilah yang memungkinkan model mempunyai titik kontak yang banyak dengan dunia nyata yang dimodelkannya; memenuhi metode ilmiah pembuatan suatu model yang digagaskan oleh Saeed yang telah diuraikan sebelumnya.
5. SUATU PENDEKATAN UNTUK MENJELASKAN FENOMENA TEKNOLOGI-EKONOMI Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, unsur teknologi tidak secara eksplisit terlihat dalam suatu sistem perekonomian. Tingkat produksi suatu produk (barang atau jasa) yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem perekonomian, pada kenyataannya, hanya ditentukan oleh keberadaan dua faktor produksi terpenting, yaitu kapital (capital) atau barang modal (mesin/peralatan dan bangunan/kostruksi) dan tenaga kerja (labor); baik dalam hal kuantitasnya maupun kualitasnya (mesin yang canggih, tenaga kerja yang sangat trampil). Unsur teknologi melekat (embedded) dalam kedua faktor produksi tersebut, kapital dan pekerja (tenaga kerja).
5.1 Proposisi Indikator Teknologi dalam Suatu Sistem Perekonomian Dalam konteks dua faktor produksi seperti yang dijelaskan di atas, yang teramati (dapat dilihat atau dirasakan) dalam fenomena perkembangan suatu sistem perekonomian antara lain adalah sebagai berikut ini. a) Sistem perekonomian masyarakat modern ‘memiliki’ artifak (artifact, benda atau barangbarang hasil ciptaan manusia) relatif banyak (bandingkan masyarakat modern di Pulau Jawa dengan masyarakat tradisional Suku Dani di Lembah Baliem-Papua). [Catatan: artifak dihasilkan oleh ‘pencampuran’ (mixing) barang modal (kapital, mesin) dan tenaga kerja
(labor) menggunakan ‘teknologi’ dalam suatu sistem produksi. Suatu barang dihasilkan oleh mesin (peralatan) tertentu dan pekerja dengan kualifikasi yang tertentu pula atau dihasilkan oleh pencampuran kedua faktor produksi itu menggunakan teknologi tertentu]. b) Barang modal (kapital) bertambah “canggih” (sophisticated atau kompleks atau rumit) dan volume serta ragamnya bertambah banyak pula. c) Tenaga kerja (labor) lebih produktif (barang/ hari/orang atau Rp/hari/orang yang dihasilkan meningkat) dan jumlah tenaga kerja bertambah banyak. Berdasarkan pengamatan di atas, dapat diajukan suatu proposisi bahwa indikator teknologi dalam suatu sistem perekonomian adalah rasio kapital-tenaga kerja (Capital-Labor Ratio, KLR). Teknologi melekat (embedded) dalam faktor input capital dan labor, tidak seperti dalam pendekatan konvensional melalui faktor sisa (residual). Jika “KLR” meningkat dapat dinyatakan bahwa perkembangan teknologi meningkat pula. Hal ini didukung oleh fakta pertumbuhan ekonomi Amerika tahun 1900-1965 (Sumber: Bach, George Leland (1968), Economics: An Introduction to Analysis and Policy, Prentice-Hall, Inc., hal: 209-211). Berdasarkan fakta tersebut, Bach menyatakan bahwa sejak tahun 1900 stok kapital tumbuh jauh lebih cepat dari tenaga kerja (berarti KLR meningkat), GNP tumbuh lebih cepat dari kombinasi tenaga kerja (labor) dan kapital (capital), dan upah riil (real wage) serta interest rate telah bergerak sesuai teori pertumbuhan. Dan berdasarkan pengamatan terhadap perekonomian Amerika pada periode pertumbuhan di atas terlihat dan dapat dirasakan bahwa ‘teknologi’ pun meningkat pula. Dengan menggunakan Capital-Labor Ratio (KLR) sebagai indikator teknologi dalam suatu sistem perekonomian, terdapat implikasi bahwa perkembangan teknologi akan sangat ditentukan oleh keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perkembangan kapital (capital) dan tenaga kerja (labor), baik dalam aspek kuantitasnya maupun dalam aspek kualitasnya. Untuk kapital, aspek kuantitasnya adalah keputusan investasi dan depresiasi; sedangkan aspek kualitasnya adalah tingkat produktivitasnya. Untuk tenaga kerja, aspek kuantitasnya adalah keputusan pengangkatan (hire) dan pemutusan hubungan kerja (fire) pekerja; sedangkan aspek kualitasnya adalah kualitas (pendidikan) pekerjanya. Oleh karena itu,
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
123
M. Tasrif (2014)
model teknologi dalam suatu sistem perekonomian haruslah mengakomodasi proses pembuatan keputusan-keputusan tersebut. Di samping itu perilaku (behavior) fenomena perekonomian, seperti diungkapkan oleh Bach yang telah diuraikan sebelumnya, memperlihatkan dalam jangka panjang bahwa suku bunga tetap (interest rate is roughly flat in trend) dan capital-output ratio (KOR, rasio kapital-output) juga tidak berubah (was also roughly flat in trend). Dalam model teknologi-ekonomi yang dikembangkan dua besaran ini suku bunga riil (real interest rate) dan rasio kapital-output (KOR) dianggap tetap (konstan).
5.2 Model Teknologi dalam Suatu Sistem Perekonomian (Model TeknologiEkonomi) Besaran produksi (Produk Domestik Bruto, PDB atau Gross Domestic Product, GDP) dipilih sebagai suatu besaran yang merepresentasikan fenomena (sistem) perekonomian. Tingkat produksi, disimbolkan dengan huruf q [unit/tahun], ditentukan oleh dua faktor produksi, yaitu: kapital (capital, mesin/peralatan dan bangunan/ konstruksi) dan tenaga kerja (labor). Kapital disimbolkan dengan huruf K [unit] dan tenaga kerja disimbolkan dengan huruf L [orang]. Penentuan tingkat produksi “q”, yang ditentukan oleh kapital “K” dan tenaga kerja “L”, dimodelkan melalui suatu fungsi produksi yang memenuhi syarat-syarat fungsi produksi dan dibuat sedemikian rupa sehingga dimensinya (satuannya) konsisten sebagai: q = qo * ( K/Ko )^α * ( L/Lo )^β
............(1)
α (alpha) sebagai eksponen kapital (intensitas kapital atau capital intensity) dan β (betha) sebagai eksponen tenaga kerja (intensitas tenaga kerja atau labor intensity) dianggap tidak konstan. Alpha (α) dan betha (β) tidak berdimensi (tidak mempunyai satuan, dimensionless), qo adalah tingkat produksi mula-mula (tingkat produksi pada suatu tahun awal, initial production), Ko adalah jumlah kapital mula-mula, dan Lo adalah jumlah tenaga kerja (pekerja, labor) mula-mula. Fungsi produksi yang dinyatakan oleh persamaan (2) di atas disebut sebagai fungsi produksi yang dinormalisasikan (normalized production function), disingkat sebagai fungsi produksi normal. Keputusan-keputusan industri (pengusaha) untuk menambah (mengurangi) faktor-faktor produksi kapital dan tenaga kerja (akuisisi faktorfaktor produksi), untuk memenuhi permintaan 124
akan produk (barang dan jasa) yang selalu berubah, dianggap rasional dengan menerapkan perilaku memaksimumkan keuntungan atau profit (profit maximizing behavior). Perlu dicatat bahwa perubahan permintaan dapat terjadi karena perubahan jumlah konsumennya atau karena ragam produknya yang berubah yang disebabkan oleh adanya upaya inovasi (inovasi membutuhkan sentuhan teknologi). Kondisi-kondisi tingkat (orde) pertama (first-order conditions) untuk perilaku memaksimumkan profit di atas adalah: (1) turunan parsial tingkat pertama profit terhadap kapital harus sama dengan nol dan turunan parsial tingkat pertama profit terhadap tenaga kerja juga harus sama dengan nol. Kondisi tersebut dapat ditulis sebagai berikut ini. δProfit/δK = 0 dan δ Profit/δL = 0……...(2), Profit = keuntungan [Rp/tahun]; K = jumlah kapital [unit]; dan L = jumlah tenaga kerja [orang]. Menyelesaikan kondisi-kondisi di atas untuk kapital K dan tenaga kerja L, serta fungsi produksi normalnya memenuhi fungsi produksi CobbDouglas (α + β = 1), diperoleh beberapa persamaan penting berikut ini. K = α*q/(1/alk+R) ……….(3) L = β*q/rw ……….(4) lk = KOR/[α-(R*KOR)] ……….(5) Α = 1-(KOR*rw/KLR) ……….(6) Β = 1-α .............(7) Gq=α*Gk+β*Gl+KOR*(rw/KLR)*ln(KLR/ KLRo) * (Gklr-Grw) ………..(8), q = output atau tingkat produksi [unit/tahun]; alk = umur kapital rata-rata atau average life of capital [tahun]; R = suku bunga riil atau real interest rate [1/ tahun]; dan rw = upah riil atau real wage [unit/orang/tahun]. Dalam persamaan-persamaan di atas α adalah eksponen kapital (elastisitas kapital terhadap output atau intensitas kapital), β adalah eksponen tenaga kerja (elastisitas tenaga kerja terhadap output atau intensitas tenaga kerja), KOR adalah rasio kapital terhadap output (capital-output ratio), KLR adalah rasio kapital terhadap tenaga kerja (capital-labor ratio), KLRo adalah KLR mula-mula, Gklr adalah laju pertumbuhan capitallabor ratio dalam %/tahun, Grw adalah laju per-
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
tumbuhan upah riil dalam %/tahun, dan ln adalah logarithma normal (lon). Persamaan (8) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi (output) Gq secara endogen ditentukan oleh pertumbuhan kapital Gk, pertumbuhan tenaga kerja Gl, dan selisih antara pertumbuhan capital-labor ratio Gklr dengan pertumbuhan upah riil Grw. Analogi dengan formula Solow, yang telah dijelaskan sebelumnya, persamaan (8) di atas dapat ditulis sebagai persamaan-persamaan berikut ini. Gq=Ga+α*Gk+β*Gl ………...(9) Ga = KOR*(rw/KLR)*ln( KLR/KLRo)* (Gklr- Grw) …………(10) Tidak seperti formula Solow bahwa pertumbuhan teknologi adalah sebagai suatu besaran sisa yang secara eksogen berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya persamaan (10) di atas menyatakan dengan sangat jelas bahwa kontribusi teknologi (capital-labor ratio KLR) dalam pertumbuhan ekonomi “Gq” ditentukan oleh dua faktor produksi kapital dan tenaga kerja melalui tingkat capital-labor ratio “KLR” dan laju pertumbuhannya Gklr (KLR adalah proposisi indikator teknologi dalam suatu sistem perekonomian). Perlu disimak pula bahwa pengaruh teknologi ini dipengaruhi atau dikoreksi oleh tingkat upah riil rw dan laju pertumbuhannya Grw. Dalam persamaan (10) di atas nilai Ga dapat bernilai positif (Ga>0), bernilai negatif (Ga<0), atau sama dengan nol (Ga=0). Ga bernilai positif, berarti Ga dapat berkontribusi lebih meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Gq, terjadi bila Gklr>Grw (pertumbuhan teknologi lebih besar dari pertumbuhan upah riil). Dalam kondisi ini dapat dimaknai bahwa, pertumbuhan teknologi dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bila Gklr
6. MENGGUNAKAN METODOLOGI DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Asumsi utama dalam paradigma system dynamics adalah bahwa struktur fenomena merupakan suatu kumpulan (assembly) dari strukturstruktur kausal yang melingkar dan tertutup (causal loop structure). Keberadaan struktur ini sebagai suatu konsekuensi logis dari adanya kendala-kendala fisik dan tujuan-tujuan sosial, penghargaan (pujian) dan tekanan yang menyebabkan manusia bertingkah laku dan membangkitkan secara kumulatif tendensi-tendensi dinamik yang dominan dari sistem secara keseluruhan. Oleh karena itulah model-model system dynamics diklasifikasikan ke dalam model matematika kausal (theory-like). Pengungkapan hubungan kausal model system dynamics dalam bentuk ekspresi matematik didasari oleh dalil hubungan-hubungan kausal (postulated causal relations) yang terdapat dalam fenomena yang diteliti. Di samping itu, model simulasi yang dibangun mengakomodasi beberapa prinsip yang harus ada dalam suatu model dinamik, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun prinsip-prinsip terpentingnya antara lain: (1) keadaan yang diinginkan (desired state) dan keadaan yang terjadi (actual state) harus secara eksplisit dinyatakan dan dibedakan di dalam model; (2) adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model; (3) hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusan-keputusannya; dan (4) struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktekpraktek manajerial.
6.1 Model System Dynamics untuk Model Teknologi-Ekonomi Model system dynamics untuk model teknologi-ekonomi dibangun dengan mengakomodasi prinsip-prinsip di atas berdasarkan persamaanpersamaan (3) sampai dengan (7) yang telah diuraikan sebelumnya (Subbab 5.2). Karena persamaan-persamaan itu diturunkan dari perilaku memaksimumkan keuntungan, persamaan (3) untuk kapital dan persamaan (4) untuk tenaga kerja mempunyai makna bahwa dalam keadaan optimal (keuntungan maksimum) jumlah kapital yang ada harus sama dengan persamaan (3) dan jumlah tenaga kerja yang ada harus sama dengan persamaan (4). Atau, dalam proses pembuatan kepu-
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
125
M. Tasrif (2014)
tusan, persamaan (3) dan persamaan (4) menyatakan jumlah kapital dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan (desired capital dan desired labor) untuk menghasilkan produk dalam rangka memenuhi permintaan dengan mendapatkan keuntungan yang maksimum. Dengan demikian persamaan (3) digunakan untuk menentukan kebutuhan kapital Dk menjadi persamaan (11) berikut ini. Dk=Dα*Eql/(1/alk+R)
………(11)
Besaran Dk adalah kebutuhan kapital [unit], Dα adalah intensitas kapital yang diinginkan [dimensionless], dan variabel Eql adalah ekspektasi (perkiraan) jangka panjang permintaan [unit/tahun]. Intensitas kapital yang diinginkan (Dα) dalam persamaan (11) di atas merepresentasikan pengaruh adanya inovasi-inovasi dalam suatu sistem perekonomian yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan R&D, yang dalam prosesnya membutuhkan kapital. Persamaan (11) tersebut menyatakan bahwa kapital yang dibutuhkan tidak ditentukan berdasarkan permintaan produk saja Eql, tetapi ditentukan juga oleh adanya inovasiinovasi. Dalam model yang dikembangkan, Dα dapat ditetapkan secara eksogen (pengembangan teknologi eksogen) atau ditetapkan secara endogen berdasarkan kapasitas R&D (pengembangan teknologi endogen). Pengembangan teknologi eksogen sangat berpotensi meningkatkan impor. Sedangkan pengembangan teknologi endogen dapat juga meningkatkan impor jika hasil-hasil kegiatan R&D tidak diarahkan kepada penurunan kebergantungan teknologi (kapital) dari luar. Sedangkan persamaan (4) digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja Dl menjadi persamaan (12) berikut ini. Dl=Dβ*Eqs/rw
……….(12)
Besaran Dl adalah kebutuhan tenaga kerja [orang], Dβ (= 1 – Dα, berdasarkan persamaan (7)) adalah intensitas tenaga kerja yang diinginkan [dimensionless], dan variabel Eqs adalah ekspektasi (perkiraan) jangka pendek permintaan. Kebutuhan faktor-faktor produksi tersebut pada gilirannya akan menentukan tingkat (level) kapital dan tenaga kerja yang terjadi, dan dengan demikian akan menentukan pula level KLR atau level perkembangan teknologi. Dengan mempertimbangkan kapital yang sudah ada (existing capital sebagai actual state) dan tingkat depresiasinya, variabel kebutuhan kapital itu (persamaan (11) ) akan menentukan kebutuhan investasi [unit/tahun]. Kebutuhan 126
investasi ini menjadi investasi sebenarnya (actual state), yang akan menambah kapital, ditentukan oleh tingkat ketersediaan dana investasi dan tingkat ketersediaan barang modalnya di pasar. Dalam model, kapital [unit] adalah variabel stok (stock atau level) yang akan bertambah melalui investasi [unit/tahun] dan berkurang karena depresiasi [unit/ tahun]. Karena keputusan investasi mempunyai risiko relatif tinggi, kebutuhan kapital ditetapkan berdasarkan perkiraan jangka panjang permintaan Eql; seperti yang diungkapkan dalam persamaan (11) di atas. Kebutuhan tenaga kerja (persamaan (12)), dengan mempertimbangkan tenaga kerja dan tingkat pengangguran yang ada serta tingkat kesesuaian teknologi dengan kualifikasi tenaga kerja yang ada; akan menentukan angka pengangkatan tenaga kerja (hire rate) dan tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK atau fire rate). Hire rate [orang/tahun] akan menambah tenaga kerja [orang], suatu variabel stok, serta mengurangi tingkat pengangguran [orang]. Sementara fire rate [orang/tahun] akan menambah tingkat pengangguran, suatu variabel stok, serta mengurangi jumlah tenaga kerja yang ada. Keputusan hire/fire rate ini tidak ditentukan oleh ekspektasi permintaan jangka panjang seperti dalam penentuan kebutuhan kapital, tetapi lebih ditentukan oleh perkiraan jangka pendek permintaan. Di samping tingkat pengangguran akan bertambah karena adanya pemutusan hubungan kerja, tingkat pengangguran akan bertambah karena adanya pertambahan angkatan kerja baru yang berasal dari penduduk. Stok kapital dan tenaga kerja yang terbentuk (terjadi) melalui mekanisme keputusan-keputusan di atas (investasi, depresiasi, dan hire/fire rate) akan menentukan level KLR. Dengan diketahuinya angka KLR ini, disertai pula dengan tingkat upah riil rw dan parameter capital-output ratio KOR; intensitas kapital α sebenarnya (actual α) dan intensitas tenaga kerja β sebenarnya (actual β) dapat dihitung menggunakan persaman (6) dan persamaan (7). Dengan demikian selanjutnya, melalui persamaan (5), umur kapital rata-rata alk (average life of capital) dapat ditentukan. Umur kapital rata-rata ini akan digunakan untuk menghitung besaran depresiasi kapital, dan angka depresiasi ini akan mempengaruhi keputusan besaran investasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setelah intensitas faktor-faktor produksi α dan β sudah diketahui angkanya, kedua parameter ini bersama-sama dengan level kapital dan tenaga kerja akan menentukan produksi potensial (potential production) atau kapasitas produksi (production capacity) siatem perekonomian yang
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
Kebijakan investasi
Submodel Penduduk
Kebijakan impor
Submodel Pendapatan (GDP,C,G,I,X, M,Inventory)
Target ekspor
Kbth kapital
Pertambahan angkatan kerja
Kbth impor
Dana R&D, pendapatan /kapita
Alpha ydi
Submodel Tenaga Kerja
Kbth tenaga kerja
Waktu tunggu
Tingkat pengangguran
Kebijakan upah
Betha ydi
Submodel Upah
Submodel Teknologi
Ekso alpha
Endo alpha
Kebijakan teknologi
Efektivitas R&D
Submodel R&D
Kebijakan R&D
Produktivitas tenaga kerja
Gambar 6.2.1 Struktur global model teknologi-ekonomi. dihitung menggunakan persamaan (1). Produksi potensial yang telah mempertimbangkan permintaan jangka pendek akan menentukan tingkat produksi atau output (PDB) sistem perekonomian tersebut. PDB atau pendapatan ini setelah dikurangi pajak akan menentukan pendapatan permanen (permanent income), dan pendapatan permanen inilah pada akhirnya akan menentukan tingkat konsumsi dalam sistem perekonomian tersebut.
6.2 Struktur Model Teknologi-Ekonomi Uraian yang telah disampaikan dalam Subbab 6.1 di atas membentuk suatu model teknologiekonomi seperti yang dilukiskan dalam Gambar 6.2.1 . Dalam Gambar 6.2.1 terlihat bahwa model Teknologi-Ekonomi dibentuk atas enam submodel: (1) Submodel Pendapatan, (2) Submodel Teknologi, (3) Submodel R&D, (4) Submodel Penduduk, (5) Submodel Tenaga Kerja, dan (6) Submodel Upah. Keenam submodel di atas saling terkait satu dengan yang lainnya. Dalam Submodel Pendapatan ditentukan besaran-besaran makro ekonomi seperti PDB, konsumsi, belanja pemeritah, investasi, ekspor, dan
impor. Submodel ini dilengkapi pula oleh inventory sebagai suatu stok agregat dalam perekonomian. Beberapa variabel terpenting yang ditentukan dalam Submodel Pendapatan ini dan terkait (mempengaruhi atau dipengaruhi) dengan submodel lainnya antara lain, kebutuhan kapital, kebutuhan tenaga kerja, dan kebutuhan impor. Di samping itu, tingkat PDB yang dihitung dalam submodel ini diasumsikan akan mempengaruhi besarnya dana R&D yang dialokasikan ke Submodel R&D. Dana R&D ini beserta tingkat pendapatan per kapita yang dihasilkan pula oleh Submodel Pendapatan akan menentukan dinamika kapasitas R&D yang dihitung dalam Submodel R&D. “Target ekspor” adalah besaran eksogen bagi Submodel Pendapatan, dan dinamika submodel ini dapat dipengaruhi oleh “Kebijakan investasi” (kebijakan yang berhubungan dengan ketersediaan dana investasi). Di samping kebijakan investasi ini, dinamika impor dalam Submodel Pendapatan dapat dipengaruhi oleh “Kebijakan impor” melalui besaran kebutuhan impor (“Kbth impor” dalam Gambar 6.2.1). Dalam Submodel Tenaga Kerja ditentukan jumlah tenaga kerja dan tingkat pengangguran yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan tenaga
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
127
M. Tasrif (2014)
kerja (“kbthn tenaga kerja” dalam Gambar 6.2.1) dari Submodel Pendapatan, “Pertambahan angkatan kerja” (dari Submodel Penduduk), dan “Waktu tunggu”. Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas tenaga kerja yang diinginkan (“Betha ydi” dalam Gambar 6.2.1) dari Submodel Teknologi, dan tingkat upah dari Submodel Upah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam Subbab 6.1. Dalam Submodel Upah ditentukan tingkat upah dan “produktivitas tenaga kerja” berdasarkan kebutuhan tenaga kerja, tingkat pengangguran, dan produktivitas tenaga kerja kembali. Dalam kajian ini variabel penduduk diberlakukan sebagai besaran eksogen. Dalam Submodel Teknologi ditentukan besaran-besaran “Alpha ydi” dan “Betha ydi”. Dua besaran intensitas (kapital dan tenaga kerja) ini akan menentukan level atau tingkat teknologi dalam perekonomian yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (PDB) dan impor yang ditentukan dalam Submodel Pendapatan. Pengembangan teknologi dapat dipilih berdasarkan target eksogen (“Ekso alpha” dalam Gambar 6.2.1) atau berdasarkan kemampuan mandiri (“Endo alpha” dalam Gambar 6.2.1) yang ditentukan oleh kapasitas R&D yang ada (besaran “Efektivitas R&D” dalam Gambar 6.2.1). Pemilihannya dapat ditetapkan melalui variabel
“Kebijakan teknologi” dalam Gambar 6.2.1. “Efektivitas R&D” ditentukan dalam Submodel R&D berdasarkan alokasi dana R&D dan tingkat pendapatan per kapita, yang telah diuraikan sebelumnya, dan dipengaruhi pula oleh variabel “Kebijakan R&D” dalam Gambar 6.2.1. 6.2.1 Submodel Pendapatan Gambar 6.2.1.1 melukiskan causal-loop diagram Submodel Pendapatan yang dikembangkan dengan mengintegrasikan dua model makroekonomik (Forrester, 1982): a) model multiplier-accelerator Samuelson (1939); dan b) model inventory adjustment Metzler (1941). Kedua model makroekonomik itu dimodifikasi mengikuti kebutuhan-kebutuhan pemodelan yang menggunakan metodologi system dynamics. Konsep terpenting pertama dalam model multiplier-accelerator adalah adanya saling kebergantungan antara output (PDB) dan konsumsi (multiplier loop). Permintaan untuk konsumsi (konsumsi) bergantung kepada level pendapatan (PDB atau output), dan output merespon tingkat permintaan (konsumsi); dalam metodologi system dynamics konsep ini membentuk suatu lingkar
+ + +
+
+
Short-run expected demand
-
Real wage
Alpha
+
+ Indicated domestic sales
+
+
+
+
+
Aggregate demand
-
+
+
-
A/+
Capital-labor ratio
+
+
-
-
Effectively R&D budget
+
+ + Domestic sales +
Kebijakan impor Desired export
Investment
+
+
Consumption
- -
Kebijakan investasi +
Capital Cap depr
+
-
M/+
Govt spending
-
Export +
Desired capital
Import
Inventory
+ + Desired alpha +
-
+ Desired govt spending +
+
Desired investment Labor
Desired consumption
GDP average
+
Long-run expected demand
Betha
GDP
Potential output
+
+
Permanent income
Average life of capital
-
Gambar 6.2.1.1 Causal-loop diagram Submodel Pendapatan.
128
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
kebergantungan (feedback loop) positif (partumbuhan atau growth). Dalam Gambar 6.2.1.1 lingkar kebergantungan ini digambarkan melalui suatu rantai yang panjang (lingkar M/+): “GDP” “Permanent income” – “Desired consumption” – “Consumption” – “Domestic sales” – “Aggregate demand” – “Short-run expected demand” – “GDP”. “Consumption” ditentukan berdasarkan “Desired consumption” yang kemudian dikoreksi oleh ketersediaan stok (“Inventory”). Selanjutnya, “Desired consumption” tidak langsung ditentukan oleh “GDP”, tetapi melalui “Permanent income”; mengakomodasi permanent-income hypothesis Friedman (1957): “Consumption is a fraction of permanent income. Permanent income is an exponential lag of current disposable income”. Dalam metodologi system dynamics, an exponential lag dimodelkan sebagai suatu proses yang mengandung delay (nilai rata-rata atau average), seperti yang terlihat dalam Gambar 6.2.1.1. Produk Domestik Bruto atau PDB (besaran “GDP” dalam Gambar 6.2.1.1) ditentukan berdasarkan “Potential output” dengan mempertimbangkan permintaan melalui besaran “Short-run expected demand”. Sedangkan “Potential output” ditentukan oleh besaran-besaran “Capital”, “Labor”, “Alpha”, dan “Betha” melalui suatu fungsi produksi Cobb-Douglas (Alpha + Betha = 1) yang dihitung menggunakan persamaan (1) dalam Subbab 5.2 terdahulu. Alpha (α) [demikian juga betha (β)], dalam model yang dikembangkan dianggap tidak konstan, dipengaruhi oleh besaran “Capital-labor ratio” (indikator tingkat teknologi dalam perekonomian) dan besaran “Real wage”; dihitung menggunakan persamaan (8) yang telah disampaikan dalam Subbab 5.2 terdahulu. “Capital-labor ratio” adalah rasio antara besaran “Capital” (kapital) dan besaran “Labor” (tenaga kerja). Konsep terpenting kedua dalam model multiplier-accelerator adalah adanya saling kebergantungan antara permintaan (besaran “Aggregate demand” dalam Gambar 6.2.1.1) dan investasi (besaran “Investment” dalam Gambar 6.2.1.1), disebut sebagai accelerator loop. Investasi bergantung kepada level permintaan, dan pada giliran berikutnya tingkat investasi itu akan menentukan permintaan; dalam metodologi system dynamics konsep ini membentuk suatu lingkar kebergantungan (feedback loop) positif (partumbuhan atau growth). Dalam Gambar 6.2.1.1 lingkar kebergantungan ini digambarkan melalui suatu rantai yang panjang (lingkar A/+): “Aggregate demand” – “Long-run expexted demand” – “Desited capital” – “Desired investment” – “Investment” – Domestic sales” – “Aggregate
demand”. “Investment” ditentukan berdasarkan “Desired investment” yang kemudian dikoreksi oleh ketersediaan stok (“Inventory”). Modifikasi accelerator loop ini adalah bahwa, di samping “Desired capital” ditentukan oleh permintaan (“Aggregate demand”); “Desired capital” dipengaruhi pula oleh besaran “Desired alpha”, besaran yang menyatakan tingkat perkembangan teknologi yang diinginkan (seperti yang telah diuraikan sebelumnya). Kedua multiplier dan accelerator loop yang bergandengan (couple) itu, berkarakteristik feedback positif (pertumbuhan), membentuk suatu mekanisme pertumbuhan dalam sistem perekonomian. Mekanisme pertumbuhan ini akan bertambah kuat lagi bila level teknologi dapat dipertahankan terus meningkat (“Desired alpha” yang meningkat). “Inventory” dalam Gambar 6.2.1.1 merepresentasikan stok agregat dalam sistem perekonomian. Tingkat ketersediaan stok ini akan mempengaruhi konsumsi (“Consumption”), belanja pemerintah (“Govt spending”), investasi (“Investment”), dan ekspor (“Export”). Produksi (“GDP”) dan impor (“Import”) akan menambah stok (“Inventory”); sementara konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan ekspor akan mengurangi inventory. Sebagian permintaan dalam negeri (“Domestic sales”) masih harus dipenuhi oleh impor, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 6.2.1.1; dan impor ini dipengaruhi pula oleh tingkat ketersediaan stok (“Inventory”). Di samping ditentukan berdasarkan permintaan dan stok tersebut, besar kecilnya impor sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan teknologi (“Desired alpha”) dan dapat dipengaruhi oleh “Kebijakan impor” seperti yang terlihat dalam Gambar 6.2.1.1. Kebutuhan kapital (“Desired capital”) dipengaruhi oleh intensitas kapital yang diinginkan (“Alpha ydi” dalam Gambar 6.2.1.1), seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam Subbab 6.1; sedangkan “Alpha ydi” ditentukan dalam Submodel Teknologi. Kebutuhan impor dipengaruhi oleh pola pengembangan teknologi yang dipilih, melalui besaran intensitas kapital yang diinginkan (“Alpha ydi” dalam Gambar 6.2.1) yang ditentukan dalam Submodel Teknologi; di samping itu dipengaruhi pula oleh tingkat efektivitas kegiatan R&D yang ditentukan dalam Submodel R&D. Selanjutnya kebutuhan tenaga kerja ini akan menjadi input bagi Submodel Tenaga Kerja. Dalam Submodel Tenaga Kerja kebutuhan tenaga kerja ini akan menentukan level tenaga kerja (yang menjadi masukan bagi Submodel Pendapatan)
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
129
M. Tasrif (2014)
Kebijakan teknologi
+ Desired alpha
-
Population
+
Endo alpha growth +
-
-
Endogenous alpha
-
GDP/capita +
+ + +
Attainable alpha from GDP/capita
Attainable alpha
+
GDP +
Exogenous alpha
Implemented R&D budget
Time to develop technology
Attainable alpha from R&D + + Effectively R&D budget
Indicated R&D budget
Kebijakan R&D
Gambar 6.2.2.1 Causal-loop diagram Submodel Teknologi dan Submodel R&D.
dengan mempertimbangkan level pengangguran serta pertambahan angkatan kerja baru dari Submodel Penduduk, dan waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan (“Waktu tunggu” dalam Gambar 6.2.1). Waktu tunggu ini dipengaruhi oleh tingkat atau level teknologi yang ditentukan dalam Submodel Teknologi. Kebutuhan impor yang ditentukan dalam Submodel Pendapatan dipengaruhi oleh pola pengembangan teknologi yang dipilih, melalui besaran intensitas kapital yang diinginkan (“Alpha ydi” dalam Gambar 6.2.1) yang ditentukan dalam Submodel Teknologi; di samping itu dipengaruhi pula oleh tingkat efektivitas kegiatan R&D yang ditentukan dalam Submodel R&D. Perkembangan teknologi secara eksogen (tidak berdasarkan kapasitas R&D yang ada) berpotensi akan meningkatkan impor. Sedangkan perkembangan teknologi yang berbasiskan kapasitas R&D yang ada (dengan kondisi R&D yang belum efektif) boleh jadi hanya dapat mempertahankan impor pada tingkat historisnya saja (masih relatif besar). Dana R&D akan menentukan kapasitas R&D, kemampuan bangsa untuk menciptakan (generation capacity); sedangkan pendapatan per kapita akan menentukan tingkat
130
pendidikan bangsa yang pada gilirannya akan menentukan kemampuan bangsa untuk melakukan repetisi (repetition capacity). 6.2.2 Submodel Teknologi dan Submodel R&D Gambar 6.2.2.1 berikut melukiskan causalloop diagram Submodel Teknologi dan Submodel R&D. Seperti yang diuraikan sebelumnya, intensitas kapital yang diinginkan (“Alpha ydi” dalam Gambar 6.2.1) ditentukan dalam submodel ini; disebut sebagai variabel “Desired alpha”. Dalam submodel ini penentuan “Desired alpha”, yang pada gilirannya akan menentukan level teknologi, dapat dipilih berdasarkan “Endogenous alpha” atau “Exogenous alpha” melalui suatu “Kebijakan teknologi”. “Endogenous alpha” merepresentasikan level teknologi yang dapat dicapai berdasarkan kemampuan diri sendiri (mandiri) sesuai dengan “Attainable alpha” yang dilukiskan dalam Gambar 6.2.2.1; melalui suatu proses pengembangan yang membutuhkan waktu (“Time to develop technology”). Sedangkan “Attainable alpha” ditentukan oleh tingkat pendidikan bangsa
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
Desired alpha + Desired betha
-
Kebijakan upah
Employment time Real wage
Labor
+ Desired labor Short-run expected demand
+
Hire rate
+ Alpha
-
+ Labor force +
+
+
Unemployment time
Fractional real wage change +
-
Unemployment
Population
+
+
Fire rate
+
Kebijakan teknologi
-
Unemployment rate + Labor productivity
Labor force increase +
Gambar 6.2.3.1 Causal-loop diagram Submodel Tenaga Kerja dan Submodel Upah.
(dalam submodel ini diwakili oleh besaran “GDP/ capita”) melalui variabel “Attainable alpha from GDP/capita” beserta variabel “Attainable alpha from R&D” yang menyatakan kemampuan bangsa dalam hal penciptaan; yang terakhir ini sangat ditentukan oleh efektivitas anggaran belanja (investasi) dalam kegiatan R&D (litbang), dalam model disebut sebagai “Effectively R&D budget”. Efektivitas dana R&D diperoleh dari implementasi anggaran R&D (“Implemented R&D budget”), dalam model ini besarannya diasumsikan proporsional terhadap PDB (GDP). Perkembangan tingkat pendidikan, implementasi dana litbang, dan efektivitas anggaran R&D dalam model ditentukan oleh kebijakan pemerintah (“Kebijakan R&D”). Dalam kajian ini perkembangan teknologi secara eksogen (tidak berdasarkan kapasitas R&D yang ada) berpotensi akan meningkatkan impor; sedangkan perkembangan teknologi yang berbasiskan kapasitas R&D yang ada (dengan kondisi R&D yang belum efektif) boleh jadi hanya dapat mempertahankan impor pada tingkat historisnya saja (masih relatif besar). 6.2.3 Submodel Tenaga Kerja dan Submodel Upah Gambar 6.2.3.1 melukiskan causal-loop dia-
gram Submodel Tenaga Kerja dan Submodel Upah. Seperti yang terlihat dalam gambar di atas, pengangkatan tenaga kerja (“Hire rate”) diperoleh dengan membagi jumlah penganggur (“Unemployment”) dengan waktu tunggu pengangkatan (“Unemployment time”). Jumlah penganggur akan bertambah karena adanya pemutusan hubungan kerja (“Fire rate”) dan pertambahan angkatan kerja baru (“Labor force increase”) yang berasal dari pertambahan penduduk (“Population”); dan akan berkurang karena adanya pengangkatan tenaga kerja. “Unemployment time” ditentukan oleh kebutuhan tenaga kerja (“Desired labor”) dalam arah negatif (berlawanan), peningkatan kebutuhan tenaga kerja akan memperpendek waktu tunggu. Sedangkan perkembangan level teknologi (“Alpha”) berpotensi akan meningkatkan waktu tunggu jika perkembangan pendidikan tidak sejalan (link and match) dengan perkembangan teknologi yang dipilih. Seperti yang tergambarkan dalam Gambar 6.2.3.1 di atas, keadaan link and match ini dipengaruhi oleh kebijakan teknologi (kaitannya dengan kebijakan pendidikan dan pelatihan) pemerintah. “Hire rate” akan menambah level tenaga kerja
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
131
M. Tasrif (2014)
(“Labor”); dan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK atau “Fire rate”) hal ini akan mengurangi tenaga kerja. “Fire rate” dihitung dengan cara membagi level tenaga kerja dengan waktu lamanya bekerja, (“Unemployment time”) yang dipengaruhi oleh besaran kebutuhan tenaga kerja (“Desired labor”) dalam arah yang berlawanan (negatif); meningkatnya kebutuhan tenaga kerja akan memperpendek waktu lamanya bekerja. Di samping mengurangi level tenaga kerja, adanya PHK akan menambah pengangguran (“Unemployment”) seperti yang terlihat dalam Gambar 6.2.3.1. Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas tenaga kerja yang diinginkan (“Desired betha” dalam Gambar 6.2.3.1), ekspektasi permintaan jangka pendek (“Short run expected demand”), dan upah riil (“Real wage”); merepresentasikan persamaan (14) seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam Subbab 6.1. “Desired betha” ditentukan oleh “Desired alpha” dalam arah yang berlawanan (“Desired alpha” yang meningkat akan mengurangi “Desired betha”); bermakna bahwa intensitas kapital dalam perekonomian yang meningkat karena meningkatnya level teknologi akan berimplikasi akan menurunkan intensitas tenaga kerja dalam perekonomian tersebut. Bila penurunan intensitas tenaga kerja ini diikuti pula dengan melemahnya permintaan dan meningkatnya upah, hal ini dapat berakibat menurunnya kebutuhan tenaga kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Sedangkan upah riil (“Real wage”) dipengaruhi oleh tingkat pengangguran (“Unemployment rate”) dan pro-duktivitas tenaga kerja (“Labor productivity”) seperti yang terlihat dalam Gambar 6.2.3.1. Pengangguran yang bertambah akan menurunkan upah, sebaliknya produktivitas yang meningkat akan meningkatkan pula upah. Perubahan upah ini dapat dikendalikan oleh pemerintah melalui “Kebijakan upah”.
7. SKENARIO PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Untuk mendapatkan perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi, Model TeknologiEkonomi yang telah diuraikan di atas (yang dikembangkan menggunakan metodologi dinamika sistem) disimulasikan menggunakan komputer dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2050. Tahun 2000 digunakan sebagai tahun awal simulasi dimaksudkan untuk menguji kemampuan model menirukan perilaku historis perekonomian Indonesia dalam periode 2000-2010. Kondisi awal model (tahun 2000) untuk variabel-variabel stok
132
(level) dan parameter-parameter dalam model ditetapkan berdasarkan data-data BPS, dihitung berdasarkan struktur (persamaan) model, atau menggunakan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Setelah tahun 2010, model disimulasikan menggunakan beberapa skenario yang berhubungan dengan teknologi kemudian diperlihatkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
7.1 Pengujian Perilaku Historis Model Model disimulasikan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 untuk mendapatkan perilaku historisnya, dan selanjutnya perilaku historis model ini dibandingkan dengan data historisnya untuk membangun kepercayaan bahwa model dapat menirukan data historisnya. Bila perbedaan perbandingannya relatif kecil, berarti struktur model sudah mendekati struktur perekonomian Indonesia sebenarnya; sehingga model dapat digunakan untuk melihat perkembangan perilakunya pada masa yang akan datang. Data historis yang digunakan adalah data BPS 2008 dan BPS 2009. Untuk menguji kesesuaian perilaku model mirip dengan dunia nyatanya (data historis), digunakan Uji Theil Statistics. Simpangan (error) didekomposisikan dalam tiga komponen/parameter: Um = bias; Us = varian; Uc = kovarian. Nilai Um yang relatif kecil (mendekati nol) menandakan tidak adanya kesalahan sistematik (systematic error) dan model dianggap cukup sahih (valid). Perbandingan hasil simulasi model dengan data historisnya untuk beberapa variabel utama menghasilkan kesalahan komponen bias Um relatif kecil sekali mendekati angka nol, sehingga dapat dinyatakan bahwa Model TeknologiEkonomi yang dikembangkan tidak memiliki kesalahan sistematik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model sudah sahih untuk digunakan mensimulasikan skenario perkembangan teknologi berikut dampaknya terhadap dinamika perekonomian Indonesia pada masa yang akan datang. Perilaku hasil simulasi model yang mendekati data historisnya di atas, dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, dihasilkan dalam kondisi: a) ketersediaan dana investasi meningkat dengan laju 6,67 %/tahun; b) pertumbuhan penduduk 1,285%/tahun; c) perkembangan teknologi (α) tidak memperhitungkan kapasitas R&D, α maksimum ditetapkan = 0,6 dicapai pada tahun 2050 (eksogen);
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
d) perkembangan teknologi tidak sesuai dengan kualifikasi tenaga kerja; e) target pertumbuhan ekspor 7,3%/tahun (angka historis); f) fraksi impor tidak dipengaruhi oleh kapasitas R&D; g) target fraksi belanja pemerintah terhadap PDB 10,6%; h) tidak ada kendala dalam ketersediaan “foreign exchange”; i) delay realisasi alokasi dana R&D dan delay pendidikan 5 tahun; j) efektivitas dana R&D relatif kecil 40%; dan k) upah dikendalikan sebesar 40%.
7.2 Skenario Perkembangan Teknologi dan Ekonomi Indonesia 2010-2050 Terlebih dahulu model disimulasikan dalam kondisi historis di atas yang terus berlanjut sampai dengan tahun 2050; skenario perkembangannya disebut sebagai Skenario Dasar (skenario 1) yang dijadikan referensi untuk dibandingkan dengan skenario-skenario perkembangan lainnya. Dalam skenario dasar ini, perkembangan teknologi ditetapkan secara eksogen (tidak berbasiskan kapasitas R&D), impor ditetapkan sesuai kebutuhan (dapat meningkat), perkembangan teknologi dalam kaitannya dengan pendidikan relatif tidak sesuai, dan kegiatan R&D tidak efektif. Adapun skenario lainnya berhubungan dengan dana investasi, teknologi, impor, ekspor, anggaran dan kualitas R&D, upah, dan pengangguran. Dalam skenario dasar, teknologi tumbuh dengan laju yang moderat dan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi (PDB) yang relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan historisnya (periode 2000—2010). Dalam pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi ini pertumbuhan ekspor lebih besar dari pertumbuhan impor (net ekspor bernilai positif) dengan kondisi persentaseimpor yang relatif besar juga. Di samping itu, tingkat pengangguran terus meningkat dalam kondisi produktivitas tenaga kerja yang meningkat pula. Meningkatnya tingkat pengangguran menyatakan bahwa tidak terjadinya link and match antara perkembangan teknologi dengan perkembangan pendidikan. Di sisi yang lain, persentase anggaran R&D terhadap PDB terus meningkat, tetapitetap belum bahkan tidak efektif. Pertumbuhan kapital di bawah kebutuhannya yang disebabkan oleh kurang tersedianya dana investasi jika didasarkan pada tren historisnya, yang pada kenyataannya dana investasi berdasarkan historis
ini tetap lebih kecil dari potensinya. Kondisi kurangnya dana investasi di atas pada gilirannya tidak dapat mendukung perkembangan teknologi eksogen tersebut. Oleh karena itu, dalam skenario berikut (skenario 2) struktur keputusan investasi setelah tahun 2015 diubah dengan menetapkan besaran ketersediaan dana investasi secara bertahap menuju potensinya (Skenario Investasi). Laju pertumbuhan teknologi dalam Skenario Investasi lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhannya dalam Skenario Dasar, demikian pula halnya dengan PDB (GDP). Akan tetapi, pertumbuhan yang tinggi ini dicapai dengan ekspor netto (net export) bernilai negatif (impor lebih besar dari ekspor) walaupun fraksi impor terhadap PDB menurun. Di samping itu, dinamika tingkat pengangguran dan produktivitas tenaga kerja relatif tidak berubah. Dengan menetapkan besaran ketersediaan dana investasi secara bertahap menuju potensinya (yang relatif besar dibandingkan dengan pertumbuhan historisnya), kapital aktual (Capital_K) dapat mendekati kebutuhannya (Desired capital) dan perilaku R&D menjadi lebih baik walaupun persentase efektivitasnya masih relatif rendah. Pertumbuhan kapital yang relatif tinggi ini menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan teknologi menjadi lebih besar, seperti yang diuraikan sebelumnya, yang pada gilirannya lebih meningkatkan laju pertumbuhan PDB; dan selanjutnya meningkatkan anggaran R&D. Karena dalam skenario investasi ini efektivitas R&D relatif masih kecil, dampaknya terhadap pengurangan impor pun relatif kecil yang berakibat ekspor netto menjadi negatif. Bila α maksimum sebesar 0,6 dalam Skenario Investasi yang pencapaiannya ditetapkan pada tahun 2050 dimajukan pencapaiannya menjadi tahun 2040, sebagai skenario 3 (Skenario Optimistik); ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam Skenario Dasar, Skenario Investasi, dan Skenario Optimistik, pengembangan teknologi ditetapkan secara eksogen yang tidak berdasarkan kepada kapasitas R&D. Laju pertumbuhan teknologi dan ekonomi yang relatif tinggi dapat dicapai dalam Skenario Investasi dan Skenario Optimistik, tetapi diikuti dengan ekspor net yang negatif. Dalam skenario berikut, skenario 4 (Skenario Endogen), pengembangan teknologi ditetapkan berdasarkan tingkat efektivitas R&D secara bertahap mulai tahun 2015 dengan delay 10 tahun walaupun tingkat efektivitasnya relatif masih rendah. Gambar-gambar berikut memper-
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
133
M. Tasrif (2014)
lihatkan dinamika teknologi-ekonomi Indonesia 2010-2050 untuk skenario endogen. Dalam Skenario Endogen terlihat dinamika perkembangan teknologi dan PDB lebih rendah bila dibandingkan dengan Skenario Investasi (2) dan Skenario Optimistik (3) (dalam dua skenario terakhir tersebut perkembangan teknologi ditetapkan secara eksogen). Walaupun demikian, laju pertumbuhannya masih di atas skenario dasar. Dinamika ekspor netto kembali bernilai positif, persentase impor turun; sedangkan tingkat pengangguran dan produktivitas tenaga kerja tidak banyak berubah. Di samping itu, dinamika anggaran R&D tetap meningkat walaupun tingkat efektivitasnya relatif rendah; dan investasi hanya dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan besarnya di bawah potensinya sehingga menghasilkan pertumbuhan teknologi dan ekonomi relatif rendah. Dalam skenario berikut, skenario 5 (Skenario Impor), Skenario Endogen disimulasikan kembali
Catatan: angka 1 = skenario dasar angka 2 = skenario investasi angka 3 = skenario optimistik angka 4 = skenario endogen
dengan menambahkan suatu kondisi adanya pengaruh kapasitas R&D terhadap penurunan impor walaupun dalam skenario ini R&D tetap belum efektif. Dinamika perkembangan teknologi dan PDB dalam skenario ini relatif lebih baik dari Skenario Endogen (skenario 4). Dinamika perkembangan ekspor net, persentase impor, tingkat pengangguran dan produktivitas tenaga kerja relatif sama dengan Skenario Endogen. Demikian pula halnya dengan dinamika R&D dan investasi relatif sama dengan Skenario Endogen. Ternyata dengan adanya tambahan kebijakan impor di atas (Skenario Impor), dapat dihasilkan dinamika pertumbuhan teknologi dan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan Skenario Endogen. Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas R&D sangat penting untuk diupayakan dalam hubungannya dengan dinamika perekonomian. Sebelum skenario efektivitas R&D disimulasikan, dalam skenario berikut, skenario 6
angka 5 = skenario impor angka 6 = skenario ekspor angka 7 = skenario R&D angka 8 = skenario upah angka 9 = skenario link and match
Gambar 7.2.1(a) Skenario pertumbuhan: teknologi dan PDB.
134
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
(Skenario Ekspor), Skenario Impor ditambahkan dengan kebijakan menaikkan target ekspor dari 7,3% per tahun menjadi 9% per tahun mulai tahun 2015 secara bertahap (delay 5 tahun). Dalam Skenario Ekspor ini perkembangan teknologi dan PDB lebih tinggi dari Skenario Impor yang dilengkapi dengan ekspor net yang lebih tinggi pula. Sedangkan dinamika persentase impor, tingkat pengangguran, dan produktivitas tenaga kerja relatif sama dengan perilakunya dalam Skenario Impor. Dalam skenario ini perkembangan R&D lebih baik dari Skenario Impor, dan investasi lebih besar mendekati potensi dananya. Dalam Skenario Ekspor di atas, kegiatan R&D masih belum efektif. Oleh karena itulah dalam skenario pertumbuhan berikut, skenario 7 (Skenario R&D), Skenario Ekspor sebelumnya diperkuat dengan kebijakan peningkatan efektivitas R&D (kebijakan yang terkait dengan implementasi dana R&D dan kualitas R&D). Dalam Skenario R&D kelambatan (delay) realisasi alokasi dana R&D diperpendek dari sebelumnya lima tahun (dalam skenario dasar sampai dengan skenario ekspor) menjadi dua tahun mulai tahun 2015 secara ber-
tahap (delay dua tahun). Di samping itu, kualitas penggunaan dana R&D ditingkatkan dari 40% menjadi 100% mulai tahun 2015 secara bertahap pula (delay lima tahun). Kebijakan R&D (Skenario R&D) berhasil meningkatkan perkembangan teknologi dan ekonomi yang lebih tinggi lagi yang diikuti dengan sedikit penurunan ekspor netto. Akan tetapi kebijakan ini belum dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara signifikan. Untuk itu dalam skenario pertumbuhan berikut, Skenario 8 (Skenario Upah), dalam skenario R&D ditambahkan kebijakan penetapan upah berdasarkan mekanisme pasar mulai tahun 2015 secara bertahap (delay 10 tahun). Upah ditetapkan berdasarkan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan dipengaruhi pula sepenuhnya oleh inflasi. Dalam skenario-skenario pertumbuhan sebelumnya, penetapan upah masih dikendalikan sebagiannya oleh pemerintah. Dengan kebijakan upah di atas (upah ditetapkan sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar), produktivitas tenaga kerja meningkat secara
Gambar 7.2.1(b) Skenario pertumbuhan: ekspor netto, persentase impor, tingkat pengangguran, dan produktivitas tenaga kerja.
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
135
M. Tasrif (2014)
Gambar 7.2.1(c) Skenario pertumbuhan: dana R&D, persentase dana R&D yang efektif, kapital dan kebutuhannya, dan dana investasi yang tersedia.
signifikan dengan perkembangan teknologi dan ekonomi relatif tidak berbeda dengan Skenario R&D sebelumnya. Namun demikian, tingkat pengangguran dalam Skenario Upah ini belum memperlihatkan suatu penurunan karena belum diberlakukannya kebijakan link and match. Dalam skenario-skenario pertumbuhan sebelumnya, mengikuti skenario dasar, perkembangan teknologi tidak sesuai dengan kualifikasi tenaga kerja yang ada. Hal ini berarti perkembangan teknologi yang terjadi dapat meningkatkan waktu tunggu pengangguran untuk diangkat menjadi tenaga kerja; yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat pengangguran seperti yang diperlihatkan dalam skenario-skenario pertumbuhan sebelumnya walaupun kebutuhan tenaga kerja relatif besar. Dalam skenario pertumbuhan berikut, skenario 9 (Skenario link and match) ketidaksesuaian kualifikasi tenaga kerja itu dapat dihindari. Hal ini berarti bahwa pengembangan program pendidikan dan pelatihan haruslah sesuai (link and match) dengan pengembangan teknologi yang dipilih. Gambar-gambar berikut memperlihatkan dinamika teknologi-ekonomi Indonesia 2010-2050 untuk semua skenario pertumbuhan yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam skenario terakhir ini, pertumbuhan teknologi dan ekonomi (PDB) relatif tinggi (Gambar 7.2.1(a)), tingkat pengangguran menurun
136
tajam, dan produktivitas tenaga kerja tetap meningkat cukup signifikan (Gambar 7.2.1 (b)). Di samping itu, kegiatan R&D dapat berkembang sesuai harapan; dan investasi sama dengan potensi dananya. Jika diamati secara seksama, skenario link and match ini mensimulasikan semua kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran pertumbuhan teknologi dan ekonomi yang diharapkan; yaitu pertumbuhan teknologi dan ekonomi relatif tinggi, produktivitas tenaga kerja meningkat dan terus berlanjut, tingkat pengangguran relatif rendah, potensi dana investasi dapat dimanfaatkan secara optimal, dan ekspor netto yang positif (ekspor lebih besar dari impor).
8. KESIMPULAN Setelah tahun 2010, model disimulasikan menggunakan beberapa skenario perubahan yang berhubungan dengan teknologi dan ekonomi, kemudian diperlihatkan dampaknya terhadap perilaku (performance) perekonomian Indonesia. Hasil analisis terhadap perilaku simulasi model ini menyimpulkan hal-hal penting sebagai berikut. 1. Perilaku hasil simulasi model yang mendekati data historisnya (2000-2010), dihasilkan dalam kondisi: a) ketersediaan dana investasi meningkat dengan laju 6,67 % per tahun;
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Peran Teknologi Dalam Perekonomian Indonesia: Suatu Model System Dynamics
b) pertumbuhan penduduk 1,285% per tahun; c) perkembangan teknologi tidak memperhitungkan kapasitas R&D dengan intensitas kapital maksimum sebesar 0,6 yang dicapai pada tahun 2050 (eksogen); d) perkembangan teknologi tidak sesuai dengan kualifikasi tenaga kerja; e) target pertumbuhan ekspor sebesar 7,3% per tahun; f) fraksi impor tidak dipengaruhi oleh kapasitas R&D; g) target fraksi belanja pemerintah terhadap PDB sebesar 10,6%; h) tidak ada kendala dalam ketersediaan “foriegn exchange”; i) delay realisasi alokasi dana R&D dan delay pendidikan lima tahun; j) efektivitas dana R&D relatif kecil (40%); dan k) upah dikendalikan sebesar 40%. 2. Bila kondisi historis di atas terus berlanjut tanpa ada perubahan, unjuk kerja perekonomian Indonesia memperlihatkan perkembangan teknologi relatif moderat dengan pertumbuhan PDB relatif tinggi. Ekspor netto terus meningkat dan bernilai positif (ekspor lebih besar dari impor), walaupun persentase impor terhadap PDB relatif tinggi dan sempat meningkat. Dalam skenario dasar perkembangan ini tingkat pengangguran terus meningkat dan produktivitas tenaga kerja meningkat secara moderat. 3. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan teknologi dan ekonomi masa depan Indonesia yang diharapkan relatif lebih tinggi dan dapat menghasilkan unjuk kerja perekonomian yang lebih baik dari skenario di atas (pertumbuhan teknologi dan ekonomi relatif tinggi, produktivitas tenaga kerja meningkat dan terus berlanjut, tingkat pengangguran relatif rendah, potensi dana investasi dapat dimanfaatkan secara optimal, dan ekspor netto yang positif), diperlukan kebijakan-kebijakan sebagai berikut. a) Efektivitas kegiatan R&D harus diupayakan semaksimal mungkin (tidak terjadi kelambatan anggaran, produk R&D berkualitas dan berdampak pada penurunan impor). b) Pengembangan R&D harus saling terkait dengan pengembangan pendidikan dan pelatihan (link and match), terkait pula
dengan pengembangan ekonomi (investasi, impor, dan ekspor) dan pengembangan industri (pengupahan).
CATATAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH Artikel ini adalah penyempurnaan dari makalah yang telah dipresentasikan dalam Forum Nasional IPTEKIN ke IV di Jakarta, tanggal 9 Oktober 2014, dengan penyelenggara Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, LIPI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para nara sumber yang telah memberikan masukan substansi untuk perbaikan makalah ini sehingga dapat diterbitkan dalam Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang.
DAFTAR PUSTAKA Bach, G.L. 1968. Economics: An Introduction to Analysis and Policy. 6th edition, Prentice Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey. Forrester, J.W. 1990. Principles of Systems. Press, Portland, Oregon.
Productivity
Forrester, N. 1982. A Dynamics Synthesis of Basic Macroeconomic Theory: Implications for Stabilization Policy Analysis. PhD Thesis, A.P. Sloan School of Management, Cambridge, MA. Graham, A.K., Senge, P.S. 1980. A Long-Wave Hypothesis of Innovation. In Technological Forecasting and Social Change 17. Kendrick, J.G. 1961. Productivity Trends in the United States. National Bureau of Economic Research, Princeton, N.J.: Princeton University Press. Mensch, G. 1979. Stalemate in Technology. Ballinger, Cambridge, Massachusetts. Metzler, L.A. 1941. The Nature and Stability of Inventory Cycles. In Review of Economics and Statistics. Nicholson, W. 1995. Microeconomic Theory : Basic Principles and Extensions. (6th ed). The Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers. Parayno, P., Saeed, K. 1991. The Dynamics of Indebtedness in Developing Countries : the Case of the Philippines. In Proceedings of the 1991 International System Dynamics Conference. Bangkok, Thailand, August 27-30 System Dynamics Society. Power, D. 2001. Advanced Macroeconomics. (2nded). McGraw-Hill International Editions. Richardson, G.P., Pugh III, A.L. 1981). Introduction to System Dynamics Modeling With Dynamo. MIT Press/Wright-Allen series in system dynamics. Saeed, K. 1994. Development Planning and Policy Design: A System Dynamics Approach. Avebury.
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
137
M. Tasrif (2014)
Samuelson, P.A. 1939. Interactions between the Multiplier Analysis and the Principle of Acceleration. In Review of Economic Statistics. 21 (May): 75-79.
Sterman, J.D. 1981. The Energy Transition and The Economy : A System Dynamics Approach. Ph.D. Dissertation, A.P. Sloan School of Management, Cambridge, MA.
Sasmojo, S., Tasrif, M., Soemintapoera, K. 1992. Technological Innovation for Productivity Improvement : A Developing Country Perspective. 10th Conference of Asean Federation of Engineering Organizations (CAFEO – 10), Manila, the Philippines, 5-6 November.
Stiglitz, J.E., Uzawa, H. 1969. Readings in the Modern Theory of Economic Growth. MIT Press.
Solow, R.M. 1956. A Contribution to The Theory of Economic Growth. In Quarterly Journal of Economics LXX: 65-94. Solow, R.M. 1957. Technical Change and the Aggregate Production Function. In Review of Economic Statistics 39 (August): 312-320.
138
Sumanth, D.J. 1985. Productivity Engineering and Management. McGraw-Hill Book Company. Tasrif, M., Saeed, K. 1989. Sustaining Economic Growth with A Nonrenewable Natural Resource: The Case of Oil -Dependent Indonesia. In System Dynamics Review 5 (1): 17-34. Tjahjono, E.D., Anugrah, D.F. 2006. Faktor-Faktor Determinan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. In Working Paper WP/08/2006 Bank Indonesia.
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,