PERAN STRATEGIS PUSTAKAWAN DALAM IMPLEMENTASI LITERASI INFORMASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI However, the volume of information being generated means no one will ever be "educated" for longwe will have to continually educate ourselves, searching, retrieving, and synthesizing information. It is no longer a college-going skill; it is a lifelong skill. (Lorenzo & Oblinger, 2006) ”... just being technologically savvy does not automatically lead to skillful use of information.” (Beyond Technical Competence: Literacy in Information and Communication Technology,2005)
Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis (UNESCO, 2005, hlm 4-5). Literasi Informasi adalah kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Dengan demikian, setiap orang, di sekolah, di pendidikan tinggi, di tempat kerja; dalam kegiatan sosial, politik, ekonomi, akademis, dan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, memerlukan kemampuan ini. Tanpa ini, mereka tidak dapat memanfaatkan informasi yang banyak tersedia di dunia ini yang dapat diakses, diolah dan dikomunikasikan dengan mudah dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). TIK dibutuhkan untuk membantu seseorang menguasai, mengendalikan, dan memanfaatkan informasi yang tidak terbatas jumlahnya dan bervariasi kualitasnya. Ini mengisyaratkan dua hal, yaitu: 1. penguasaan TIK tidak menjamin penguasaan literasi informasi, yaitu kemampuan untuk: a. menyadari kebutuhan informasi & saat informasi diperlukan, b. mengidentifikasi & menemukan lokasi dan mengakses informasi yang diperlukan, c. mengevaluasi informasi secara kritis, d. mengorganisasikan & mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada sehingga tercipta suatu karya e. mengevaluasi karya tersebut (termasuk dampaknya secara psikologis, fisik, sosial, politik, ekonomi, hukum, dsb. f. mengkomunikasikannya secara efektif, legal & etis g. menarik pelajaran dari setiap dan keseluruhan proses tersebut di atas 2. penguasaan TIK memudahkan implementasi literasi informasi. Dengan demikian pengertian literasi informasi berbasis TIK adalah kemampuan seseorang untuk mengimplementasi literasi informasi (point a-g tersebut di atas) dengan bantuan TIK. Ada yang menyebutkan kemampuan ini sebagai ICT proficiency (Stanford's Key to Information Literacy, 2010) atau
ICT Literacy (Katz, 2007). Namun, pengertian kedua istilah tersebut lebih menitikberatkan penguasaan TIK dan penerapannya pada literasi informasi. Taizo Nishimura sendiri, bekas presiden Toshiba Corporation sudah sejak tahun 1999 memasukkan aspek TIK ke dalam pengertian literasi informasi dan tetap menggunakan istilah literasi informasi “Information literacy is the ability to solve problems, taking advantage of information technology and networks.” (Nishimura, dalam Rockman, 2004). Dengan demikian, menurut Beliau pun TIK adalah alat untuk implementasi literasi informasi. Implementasi literasi informasi berbasis TIK ini merupakan hal yang penting bagi dan oleh siapa saja, termasuk perpustakaan. Apalagi pendidikan dasar sampai tinggi sudah harus melakukan kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada siswa, yang mengsyaratkan siswa belajar secara aktif sehingga mampu menjadi pembelajar yang mandiri dan seumur hidup. Di samping itu, siswa yang dihadapi para pendidik dan pustakawan saat ini merupakan generasi web, yang lahir di abad digital yang mandiri dan terbiasa dengan TIK dan penggunaan multimedia. Peranan perpustakaan di lembaga pendidikan menjadi penting dalam hal ini, karena para guru dan dosen tidak memiliki waktu lagi untuk mengajarkan literasi informasi apalagi dengan menggunakan TIK. Agar perpustakaan dapat berhasil menjalankan peranan yang strategis ini, maka berikut ini akan dijelaskan tentang TIK yang relevan untuk implementasi literasi informasi, sikap yang harus dikembangkan pustakawan dalam menerapkan literasi informasi berbasis TIK, kendala-kendala dalam implementasi LI berbasis TIK, dan peranan kepala perpustakaan dalam menghadapi ini.
A. Relevansi TIK dalam Implementasi Literasi Informasi Tidak semua implementasi literasi informasi dapat dibantu langsung oleh TIK. Di samping itu, TIK yang sama dapat bermanfaat untuk beberapa kegiatan yang ada dalam implementasi literasi informasi. Tabel berikut memperlihatkan hal tersebut. Sebagai catatan, table belum memuat semua jenis TIK, namun cukup untuk memberikan ilustrasi akan relevansi TIK dalam implementasi literasi informasi. LITERASI INFORMASI
a. menyadari kebutuhan informasi informasi diperlukan 1. Pengumpulan Info Awal 2. Brainstorming 3. Perumusan Masalah
TIK (DATABASE, SOFTWARES, PORTAL, dsb.) &
saat
b. mengidentifikasi & menemukan lokasi & mengakses informasi yang diperlukan 1. identifikasi Apa dan Siapa sumber informasi? 2. Identifikasi Alat Penelusuran yang Relevan 3. Susun Strategi Penelusuran (Kata kunci;
-
-
Search engines untuk mencari sponsor, call for papers, digital libraries, portal, dsb.; LMS; email, milis; social networking Mindmapping softwares Dsb. Search engines (Google, Exalead, CrossEngine, Quintur) untuk mencari digital libraries, portal, foto, jurnal, artikel, buku, dsb.; LMS; email, milis; social networking; RSS; social bookmarking
Boolean; dll.), pedoman wawancara, pedoman observasi, dsb. 4. Akses informasi
-
c. mengevaluasi informasi secara kritis 1. Evaluasi Sumber • Relevansi,kredibilitas, kemutakhiran 2. Evaluasi Informasi • Relevan, akurat, obyektif, kemutakhiran, kelengkapan/ kedalaman, dampak
Mindmapping softwares Consultation online; reference online YM, kamera, webcam Kuesioner elektronik (Form Field MDWord) Dsb.
Google scholars, scopus, database e-journals dsb.
d. mengorganisasikan & mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada sehingga tercipta suatu karya 1. Membuat pencatatan efisien bentuk pencatatan isi: • mengutip langsung / tidak langsung (paraphrasing)/ ringkasan (paragraf, artikel surat kabar, tulisan kompleks)/sintesa Pedoman catatan isi dan bibliografis • APA, MLA, sumber internet 2. Menciptakan karya
-
-
Softwares konversi image ke tex atau file converter (mis. zamzar.com atau www.freepdfconvert.com) Social bookmarking. Tagging content Pengolah data kuantitatif: SPSS, excel, dsb. Reference managers Word processor Software untuk editing, graphic softwares, flash, photoshop Proyektor, Dsb.
e. mengevaluasi karya tersebut. 1. plagiarism (plagiat) 2. dampaknya secara psikologis, fisik, sosial, politik, ekonomi, hukum, dsb
-
plagiarism detectors spell checker, thesaurus facility email, milis; social networking; Consultation online; reference online
f. mengkomunikasikannya secara efektif, legal & etis, sesuai dengan audience, waktu, sarana
-
social networking, social bookmarking digital libraries tele-conferencing
g. menarik pelajaran dari setiap dan keseluruhan proses tersebut di atas 1. mencatat pelajaran yang dipetik 2. memanfaatkan catatan tersebut
-
word processors tagging
-
B. Sikap yang Harus Dikembangkan oleh Pustakawan dalam Menerapkan Literasi Informasi Berbasis TI Literasi informasi harus dimiliki oleh semua orang termasuk pustakawan yang memegang peranan strategis dalam mengajarkan literasi informasi. Literasi informasi adalah suatu kemampuan, dan kemampuan itu sendiri terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Aiken (Sang, et al. 2009), sikap adalah “A learned predisposition or tendency on the part of an individual to respond positively or negatively with moderate intensity and reasonable intensity to some object, situation, concept, or other person.” Sikap yang positif akan memudahkan seseorang meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya mengenai literasi informasi, TIK, kebutuhan pengguna akan literasi informasi berbasis TIK. Sikap negatif akan memberi dampak yang sebaliknya. Untuk menjadi orang yang mampu mengembangkan literasi informasi diri-sendiri dan orang lain, pustakawan harus mengembangkan sikap positif terhadap literasi informasi, TIK, dan pekerjaan pelayanan, sebagai berikut: • • • • • • • • • • • • • •
terbuka, mau belajar terus-menerus (termasuk tentang TIK) kritis, mau yang terbaik mengutamakan kebenaran hati-hati, etis, peka terhadap dampak perbuatannya terhadap lingkungan objektif, transparan, terbuka jujur, tulus, murah hati hati lembut (mau berubah, sabar) positif terhadap manfaat literasi informasi dan TIK positif terhadap kemudahan penguasaan literasi informasi dan TIK positif terhadap dampak literasi informasi dan TIK positif terhadap biaya (keuangan dan sumberdaya lainnya) untuk literasi informasi dan TIK empati terhadap kebutuhan orang lain untuk menguasai literasi informasi berbasis TIK proaktif melakukan tuntas dan memberikan yang terbaik
Yang tidak boleh dikembangkan adalah sikap negative berikut: • • • • •
anggap remeh takut disaingi, egois, egosentris tidak peduli (dengan kebenaran, dengan kemajuan pengetahuan, dengan kualitas pekerjaan, dengan kepentingan users, dsb.) tidak mau susah (tidak mau repot, mau yang instant, mau jalan pintas) asal-asalan, tidak serius
C. Kendala-kendala dalam Implementasi Literasi Informasi Berbasis TIK Kendala dalam implementasi literasi informasi berbasis TIK dapat dikelompokkan ke dalam kendala dari sisi literasi informasi, dan dari sisi TIK. Dari sisi literasi informasi, kekurangan terjadi dalam hal sikap, pengetahuan, dan kebijakan literasi informasi. Masih belum banyak orang yang mengetahui tentang literasi informasi, menyadari pentingnya untuk meningkatkan inovasi dan keunggulan seseorang ataupun sebuah lembaga (termasuk lembaga pendidikan). Literasi informasi belum menjadi bagian yang integral dari kurikulum lembaga pendidikan di Indonesia, kecuali di beberapa sekolah internasional. Mungkin ada pelajaran literasi informasi dalam kurikulum, tetapi implementasinya belum termasuk bagian integral dari kegiatan akademik. Padahal kemampuan literasi informasi tidak cukup dikuasai hanya melalui training beberapa hari atau satu semester, tetapi harus dipelajari dan dipraktekkan terus-menerus. Hal ini tentu saja berdampak pada implementasi dan tingkat literasi informasi. Karena kesibukannya, para dosen tidak begitu peduli dengan kualitas informasi dan cara memanfaatkan informasi oleh mahasiswa. Plagiarisme dengan mudah dideteksi dalam tulisan-tulisan mahasiswa. Kendala kedua adalah dari segi TIK. Pustakawan saat ini menghadapi dua generasi pengguna, yaitu digital migrants dan digital natives atau Net Generation. Generasi tua yang tidak dilahirkan dalam lingkungan yang terbiasa menggunakan TIK mengalami kesukaran dalam menerima dan menguasai TIK. Penerimaan yang negatif terhadap TIK ini juga berdampak pada kebijakan yang dibuat. Misalnya, lebih melihat TIK sebagai biaya bukan investasi, sehingga sulit meloloskan permintaan peningkatan TIK (bandwidth, komputer, dan sistem dijital); melihat situs jaringan sosial sebagai ”pemakan bandwidth” dari pada manfaatnya sebagai sarana komunikasi dan informasi yang ampuh dan cepat, sehingg situs-situs tersebut ditutup aksesnya; kurangnya perhatian dan investasi untuk pengembangan kemampuan TIK. Padahal TIK berguna untuk mengimplementasikan literasi informasi, dan TIK berkembang terus dan semakin cepat. Sebaliknya, generasi muda yang dihadapi oleh para pendidik dan pustakawan adalah yang terbiasa menggunakan TIK. Mereka sangat terampil menggunakan segala fasilitas yang ada untuk berkomunikasi, mencari informasi, menyebarkan informasi, dsb. Namun demikian, meskipun menguasai dan terampil menggunakan TIK, generasi dijital ini tidak serta-merta mempunyai kemampuan literasi informasi. Lorenzo & Oblinger (2006) menyatakan sebagai berikut: Despite students’ skills and do-it-yourself confidence, however, concerns have arisen about their information gathering, technology use, and critical thinking approaches. When they download a resource, have they assessed the source quality? Do they understand the ethics surrounding use of others’ intellectual property? Did they conduct an effective search, or did they simply grab the first result from Google?
Mereka belum tentu memiliki kemampuan meneliti, merumuskan masalah, memilih informasi yang bermutu, melakukan sintesa, menghindari plagiarisme, membedakan informasi yang bias dan objektif, mengetahui bahaya menaruh informasi pribadi di situs jaringan sosial, dsb.
Kendala-kendala tersebut juga ditemukan di perpustakaan dan kalangan pustakawan. Kurangnya literasi berbasis TIK dan fasilitas TIK juga dialami oleh mereka. Akibatnya, pustakawan belum tentu menguasai literasi informasi dan/atau TIK yang terus dan cepat berkembang. Bagaimana akan mengajarkan pengguna mengenai hal ini kalau demikian? D. Peran Kepala Perpustakaan untuk Implementasi Literasi Informasi Berbasis TIK Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas, kepala perpustakaan harus terus-menerus menyadarkan diri-sendiri, pimpinan lembaga, para pustakawan dan pengguna tentang pentingnya literasi informasi berbasis TIK untuk meningkatkan keunggulan lembaga. Penelitian-penelitian yang menunjukkan hubungan antara literasi informasi dan prestasi individu dan lembaga perlu diadakan, juga penelitian tentang plagiarism dalam publikasi internal lembaga. Hal ini akan membuka wawasan tentang relevansi literasi informasi bagi peningkatan keunggulan dan daya saing individu dan lembaga. Kepala perpustakaan juga harus mendorong dan memberi kesempatan pada pustakawan untuk terus-menerus mengembangkan literasi informasi berbasis TIK, serta mengembangkan fasilitas TIK di perpustakaannya. Kepala perpustakaan harus memiliki semangat wiraswasta yaitu berani mengambil risiko untuk melakukan tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang beresiko dan inovatif untuk mengubah sikap negatif dan kebijakan yang tidak kondusif untuk implementasi literasi informasi berbasis TIK, dan melakukan terobosan di bidang ini. Kepala perpustakaan juga harus membentuk layanan literasi informasi yang dikelola oleh tim yang terdiri dari pustakawan, pengajar dan siswa yang bertugas mentraining dan memberikan konsultasi di bidang ini. PENUTUP Implementasi literasi informasi berbasis TIK memerlukan keterlibatan semua pihak di suatu lembaga. Pustakawan mempunyai peran strategis dalam hal ini karena mengelola pengetahuan merupakan pekerjaan utama perpustakaan, pustakawan merupakan unit yang paling computerized dibandingkan dengan unit lain di lembaga pendidikan, dan perpustakaan melayani dan mempunyai hubungan dengan semua unit di lembaga pendidikan. Itul;ah sebabnya, perpustakaan memiliki posisi strategis untuk berperan aktif menumbuhkan sikap positif terhadap dan meningkatkan literasi informasi berbasiskan TIK di seluruh organisasi secara partisipatif (yaitu bermitra dengan pengguna).
REFERENSI Katz, I.R. (2007). Testing Information Literacy in Digital Environments: ETS’s iSkills Assessment. Information Technology and Libraries, September, h. 1-12. Ditelusuri pada tanggal 22 November 2010 dari http://library.ias.edu/hs/ssstheme/20081218_ICT%20.pdf. Lorenzo, G. & Oblinger, D. (2006). Ensuring the Net Generation Is Net Savvy. ELI Paper 2. Ditelusuri 3 Desember 2011 dari http://net.educause.edu/ir/library/pdf/ELI3006.pdf Rockman, I.F. (2004). Introduction: The Importance of Information Literacy. Ditelusuri pada tanggal 22 November 2010 dari http://media.wiley.com/product_data/excerpt/78/07879652/0787965278.pdf Sang, G., Valcke, M., Braak, J.V., & Tondeur, J. (2009). Factors support or prevent teachers from integrating ICT into classroom teaching: A Chinese perspective. Ditelusuri anggal 7 Desember 2010 dari http://www.apsce.net/ICCE2009/pdf/C6/proceedings808-815.pdf Stanford's Key to Information Literacy http://skil.stanford.edu/intro/research.html
(2010).
Ditelusuri
tanggal
3
Desember
dari
[UNESCO] (2005). Development of information literacy: through school libraries in SouthEast Asia Countries. Bangkok: UNESCO.