JURNAL
PERAN PERSONAL WORD OF MOUTH, ELECTRONIC WORD OF MOUTH, COMMUNICATION INNOVATION, DAN SERVICE INNOVATION DALAM MEMBANGUN KEKUATAN MEREK RUMAH MAKAN LOKAL DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2015
Oleh: ARTONO HASTODJAYA HANASTI D0211012
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
PERAN PERSONAL WORD OF MOUTH, ELECTRONIC WORD OF MOUTH, COMMUNICATION INNOVATION, DAN SERVICE INNOVATION DALAM MEMBANGUN KEKUATAN MEREK RUMAH MAKAN LOKAL DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2015
Artono Hastodjaya Hanasti Nora Nailul Amal
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Aspect of communications is not being considered by many local restaurant businesses. Nowadays intense communication plans to produce a powerful brand for customers. This study examines the availability of the model which is conceptually built through brand communication effects and users’ experiences. Brand existance can be used as a reference to measure brand performance in local restaurant businesses in Surakarta. This model shows the influence of brand communication and dimensions of user’s experience need to be considered or prioritized in facing the increasingly intense competition. Modifying David Aaker’s (1996) brand equity model, this research involved Brand Awareness, Percieve Quality and Brand Loyalty. Researcher added other variables that correspond to a growing phenomenon, i.e. Word of Mouth, Innovation, aspects Value, Trust, Satisfaction, and Brand Usage. The research population was Surakarta’s society with 200 respondents as a sample. This research employed multistage sampling technique using cluster sampling in districts stage, following simple random sampling used in every RW and RT. Last, kish grid was used in level UTK (Unit Tinggal Keluarga). The results of this research show that brand equity model is fit, with RMSEA 0,000 and P-Value 0,99781. The model shows that there are roles of the brand communication effects and user’s experiences which build brand equity. The most significant roles sequentially in brand equity of local restaurant business are Word of Mouth and Innovation by 0,95 and 1,03, respectively. These results showed that communications aspect should be prioritized to ensure brand equity in local restaurant business. Key words: Brand Awareness, Perceived Quality, Word of Mouth, Brand Usage, Brand Performance, Innovation, and Brand Equity.
1
Pendahuluan Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah membawa perubahan yang cepat di era globalisasi ini, termasuk cara kita berkomunikasi. Berbagai saluran media internet saat ini menjadi salah satu media yang digemari dalam berkomunikasi. Contohnya seperti media sosial facebook, twitter, dan instagram. Kemudahan akses dan kecepatan transfer pesan menjadikan media sosial banyak digunakan dalam berkomunikasi. Tidak hanya berkomunikasi saja, perubahan-perubahan aspek lainpun juga banyak terjadi. Mulai dari gaya hidup dan tuntutan konsumen akan suatu produk. Saat ini tidak hanya nilai dasar dari kegunaan produk itu sendiri, namun ada faktor-faktor lain yang menjadi begitu penting didalam penentuan seorang konsumen untuk akhirnya memilih produk tersebut sebagai merek terbaik. Sehingga para pemilik merek saat ini harus mulai memperhatikan faktor-faktor lain yang mampu meningkatkan kekuatan merek dari merek usahanya. Produk utama dari sebuah rumah makan adalah makanan. Rasa menjadi hal utama yang wajib diperhatikan dalam bisnis rumah makan, namun saat ini pengertian tersebut tidaklah benar seutuhnya. Ada faktor-faktor lain yang ikut berkembang seiring perkembangan zaman yang turut mempengaruhi kekuatan merek dari sebuah rumah makan. Faktor-faktor seperti brand awareness, word of mouth, brand percieve quality, brand usage, brand performance, innovation, dan social menjadi penting untuk diperhatikan dan diketahui kontribusi dari masingmasing faktor dalam membangun kekuatan merek rumah makan. Di era 2000-an pengaruh faktor-faktor lain selain rasa mulai begitu terasa di kota Surakarta dengan munculnya rumah makan yang tidak lagi menonjolkan rasa makanan tetapi lebih kepada desain interior dan gaya hidup kepada konsumennya. Penggunaan media konvensional dan media baru seperti internet juga menjadi sarana dalam membentuk kekuatan merek dari rumah makan lokal di kota Surakarta. Menurut data Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2013, perkembangan bisnis rumah makan di daerah Jawa Tengah dari tahun 2007 hingga 2011 telah berkembang 39%. Dengan perkembangan cukup pesat tentu
2
persaingan dalam membangun kekuatan merek semakin ketat. Bagaimana sebuah rumah makan lokal dapat mengkomunikasikan mereknya ke konsumen agar mempersesikan
bahwa
merek
rumah
makannya
adalah
merek
terbaik
dibandingkan dengan merek-merek yang lain. Rumah makan lokal di kota Surakarta Tahun 2015 menjadi subyek dalam penelitian ini. Banyak munculnya rumah makan - rumah makan baru yang menonjolkan faktor - faktor lain dalam komunikasi mereknya. Pengetahuan tentang model konseptual tentang faktor faktor yang membangun kekuatan rumah makan lokal di kota Surakarta akan memberikan gambaran mengenai kontribusi dari masing-masing faktor tersebut.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah model konseptual kekuatan merek yang dipengaruhi oleh Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, Service Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance sama dengan model populasi? 2. Apakah ada pengaruh positif faktor Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic
Word
of
Mouth,
Communication
Innovation,
Service
Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance secara stimultan dalam mempengaruhi kekuatan merek Rumah Makan Lokal di Kota Surakarta?
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah model konseptual minat beli yang dipengaruhi oleh Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, Service Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance sama dengan model populasi. 2. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi faktor Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, Service Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance secara stimultan
3
dalam mempengaruhi kekuatan merek rumah makan lokal di Kota Surakarta pada tahun 2015. Penelitian ini hanya untuk membangun model konseptual faktor-faktor yang membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta pada Tahun 2015.
Telaah Pustaka a. Komunikasi Dalam membangun awareness masyarakat terhadap mereknya rumah makan tentu tidak lepas dari proses komunikasi. Komunikasi yang tepat mampu meningkatkan awareness masyarakat yang kemudian mampu membangun kekuatan merek dari rumah makan di tengah masyarakat. Harrold Laswell dalam Ruslan (2006: 99) mengatakan cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Say, What, In Which Channel, To Whom, With What Effect?. Unsur-unsur dalam teori yang diungkapkan Laswell tersebut adalah: 1) Komunikator (communicator, source, sender) Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. 2) Pesan (message) Suatu gagasan maupun ide berupa pesan, informasi, pengetahuan, ajakan, bujukan, atau ungkapan bersifat pendidikan, emosi, dan lain sebagainya yang akan disampaikan komunikator kepada komunikan. 3) Media (channel) Berupa media, sarana atau saluran yang dipergunakan oleh komunikator dalam mekanisme penyampaian pesan-pesan kepada khalayaknya. 4) Komunikan (communicant, receiver, recipient) Komunikan adalah pihak yang menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. 5) Efek (effect, impact, influence) Suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan-pesan tersebut. Dapat berakibat positif maupun negatif tergantung dari
4
tanggapan, persepsi dan opini dari hasil komunikasi tersebut. Penelitian ini akan lebih fokus pada sisi komunikasi di bagian komunikan dan terlebih efek. Komunikasi yang telah dilakukan oleh rumah makan tentunya akan menimbulkan efek pada komunikan baik konsumen maupun non konsumen dari rumah makan tersebut. Efek yang timbul dari proses komunikasi yang telah dilakukan oleh rumah makan inilah yang akan menjadi salah satu fokus penelitian disamping faktor - faktor non komunikasi. Menurut Levidge dan Steiner dalam Severin dan Tankard, Jr. (1988: 4-5) ada enam langkah yang kesemuanya dikelompokkan pada tiga dimensi, yaitu: cognitive, affectuve, dan conative. Cognitive diuraikan sebagai pengetahuan kita tentang sesuatu, affective diuraikan sebagai sikap kita terhadap sesuatu, dan conative diuraikan sebagai tindakan yang kita ambil terhadap sesuatu tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati efek dari khalayak setelah terterpa oleh komunikasi dari merek rumah makan lokal. Penelitian khalayak terhadap aktivitas yang dilakukan rumah makan dalam membangun kekuatan merek rumah makannya.
b. Komunikasi dan Merek (Brand) Aaker menerangkan bahwa merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu (Aaker, 1995). Kemudian American Marketing Association (AMA) dalam (Kotler, 2002: 460) menyatakan bahwa merek adalah nama, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Brand yang kuat akan mampu meningkatkan dan mempertahankan pasar dari rumah makan lokal. Tanpa brand maka rumah makan akan cepat terhapus dari awareness masyarakat.
5
c. Kekuatan Merek (Brand Equity) Penelitian ini ingin membangun model kausalitas kekuatan merek rumah makan. Karena tidak hanya satu atau dua aspek saja yang membangun kekuatan merek, namun dari banyak aspek. Aaker (1995: 7) mendefinisikan brand equity sebagai serangkaian aset atau faktor-faktor yang berhubungan dengan nama atau simbol dari perusahaan yang mampu memberikan nilai lebih terhadap produk atau jasa yang diberikan kepada konsumen. Ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan. Lebih jauh Aaker mengemukakan bahwa ada lima komponen yang membentuk sebuah brand equity tersebut. Kelima komponen tersebut dikelompokkan (Durianto, Sugiarto, dan Stinjak, 2001: 4) sebagai berikut: 1) Brand Awareness (Kesadaran merek) - Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut. 2) Brand Association (Asosiasi merek) - Mencerminkan pencitraan seseorang terhdap kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. 3) Perceived Quality (Persepsi Kualitas) - Mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk/jasa; layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4) Brand Loyalty (loyalitas merek) - Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk/jasa. 5) Other Proprietary Brand Assets (Aset-aset merek lainnya), yakni assetaset lain yang dapat mempengaruhi brand equity. Brand awareness atau kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Brand awareness membutuhkan
6
continum ranging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini terwakili dalam suatu piramida tingkatan kesadaran merek yang berbeda (Duruianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001: 55). Tingkatan tersebut adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided call). Kemudian brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided call) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan selanjutnya adalah Top of Mind (kesadaran puncak pikiran), yakni merek disebutkan pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan. Top of mind adalah tingkatan tertinggi brand awareness yang berarti merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001, 55-56).
d. Word of Mouth Word of Mouth adalah komunikasi personal antara komunikator dan komunikan dimana komunikan tidak menganggap hal yang dikomunikasikan bersifat komersial atau persuasif terhadap suatu merek, produk atau jasa. (Balter, 2008: 5). Dimana merupakan komunikasi antara komunikator dan komunikan dengan adanya timbal balik diantara keduanya. Lebih jelas lagi Balter menerangkan bahwa word of mouth tidak diciptakan dengan sengaja oleh komunikator yang menceritakan sebuah merek kepada komunikannya dengan sebuah maksud untuk mempromosikan merek tersebut. Atau bisa dikatan bahwa word of mouth akan diutarakan secara spontan oleh komunikator yang secara tidak sadar membawa sifat komersial dari sebuah merek, begitupun komunikan juga tidak menyadarinya (Balter, 2008: 5). Posisi konsumen sebagai sumber informasi tentang merek kini menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pemilik merek rumah makan lokal, karena informasi yang disampaikan konsumen ke calon konsumen lain (word of mouth) dapat mempengaruhi persepsi konsumen dan calon konsumen lain
7
terhadap merek rumah makan lokal tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Severi, Ling, dan Nasermoadeli (2014: 84) mengenai word of mouth, konsumen mampu mempengaruhi nilai kekuatan merek melalui segala yang mereka katakan satu sama lain. Media sosial telah menjadi salah satu media yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi (Drury, 2008: 274). Kunci untuk mendekatkan konsumen pada brand itu sendiri adalah mencoba sebaik mungkin untuk menjadi seorang teman bagi mereka. Dan selanjutnya, branding di situs jejaring sosial akan mempengaruhi brand awareness, brand recall, dan jika sudah demikian maka akan membangun brand loyalty dan brand equity (Tracy I. Tuten, 2008: 47). Media sosial sebagai media baru perlu adanya pengamatan yang jelas untuk membagi siapa target dari pesan yang akan disampaikan, karena tidak semua dapat menerimanya dengan gaya yang sama, ataupun karakteristik dari komunikan itu sendiri. Sebuah survei menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penempatan iklan internet di antara gender yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan. Perempuan lebih menempatkan iklan internet mencari sumber informasi dibandingkan dengan laki-laki (Mahoney, 2000 dalam Straubhaar and Robert LaRose, 2002: 389-390). Bahkan terdapat perbedaan antar gender dalam menempatkan internet dalam kehidupan sosialnya. Dalam hubungannya dengan brand equity, electronic word of mouth dirasa menjadi salah satu komponen yang baru. Aaker melihat bahwa akan munculnya komponen lain dimasa depan yang akan mempengaruhi brand equity, maka dirinya menambahkan Other Proprietary Brand Assets untuk menampung komponen-komponen lain tersebut. Duan et al., mendefinisikan electronic word of mouth sebagai bentuk media internet untuk berbagi tanggapan positif dan negatif antara konsumen dan calon konsumen (Duan et al., 2008 dalam Severi, Ling, dan Nasemoadeli, 2014: 86). Social media awareness dalam penelitian ini fokus pada electronic word of mouth dimana dengan media sosial dalam menyebarkan informasi para konsumen membagikan informasi mengenai merek tanpa disadari ataupun
8
disadari oleh komunikator maupun komunikan. Dalam penelitian ini kesadaran konsumen terhadap merek yang menjadai perbincnagan adalah perbincangan yang positif orang-orang dalam media sosial.
e. Innovation Dalam perkembangan teknologi, persaingan usaha terus semakin ketat dan menuntut untuk adanya strategi - strategi baru agar suatu usaha bisa terus bertumbuh. Terkait dengan hal tersebut ada strategi yang umumnya digunakan perusahaaan yaitu orientasi pasar (Never dan Slater, 1995: 134) dan inovasi (Han, 1998: 35). Dalam bukunya "Inovasi atau Mati" Stephen Robbins mendefinisikan inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa. f. User Experience’s Dalam menggali pengetahuan konsumen mengenai merek atau produk, maka tidak dapat dikesampingkan faktor penggunaan atau usage. Menurut Romaniuk dan Gaillard (2007:271) salah satu kunci untuk dapat memahami performa dari sebuah merk adalah personal experience atau pengalaman pribadi dari konsumen atas penggunaan dari merek tersebut. Pendapat ini diperkuat oleh Alba dan Hutchinson (1987) dalam Romaniuk dan Gaillard (2007:271) yang menyatakan bahwa konsumen dari sebuah merek memiliki pengetahuan yang kuat mengenai sebuah merek. Pengetahuan ini bisa menjadi hal yang sangat berguna, terutama jika pengalaman yang timbul adalah pengalaman yang positif. Menurut Prakosa (2005: 124) menyatakan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja permasaran. Akan tetapi dalam penelitiannya tersebut dinyatakan bahwa orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran, melalui inovasi produk sebagai variabel intervening.
9
Metodologi Peneliti memilih untuk menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dalam penelitian ini dengan tujuan mengetahui gambaran mengenai faktor-faktor yang berkontribusi dalam membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta pada Tahun 2015, sehingga didapat deskripsi yang detail. Penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga berusaha mendapatkan dan menyampaiakan fakta-fakta dengan jelas, teliti, dan lengkap. Penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan (Silalahi, 2009: 28-29). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kota Surakarta dengan rentang usia antara 13 sampai 55 tahun, dengan Status Ekonomi Sosial (SES) minimal C, yaitu penduduk yang memeiliki rata-rata pengeluaran per-bulan Rp 900.001,00 – Rp 1.750.000,00. Pemilihan populasi ini dikarenakan masyarakat dengan kriteria tersebut dapat memberikan jawaban mengenai rumah makan lokal di kota Surakarta. Akan tetapi list populasi dengan karakteristik tersebut tidak disediakan secara resmi oleh Pemerintah Kota Surakarta, sehingga tidak memungkinkan bagi peneliti untuk mendapatkan data populasi. Kondisi tersebut menjadikan populasi dalam penelitian ini bersifat tak terhingga. Oleh karena populasinya tidak terhingga maka, pada penelitian ini digunakan teknik multistage sampling. Multistage sampling ialah teknik penarikan sample yang minimal memerlukan dua kali tahapan dalam teknik penarikan sample-nya. Kriyantoro (2005) mengatakan bahwa beberapa teknik sampling probabilitas dapat dilakukan jika tersedia kerangka sampling (daftar sampling). Akan tetapi seringkali dalam penelitian tidak ditemukan kerangka sampling ataupun kerangka sampling yang terlalu besar karena populasi yang luas. Salah satu alternatif dalam kondisi seperti ini adalah menyeleksi atau mengelompokkna populasi atau sampel ke dalam beberapa kategor atau kelompok yang disebut sebagai cluster sampling (Kriyantono, 2008: 155). Multistage sampling adalah model cluster sampling yang lebih kompleks. Langka pertama
10
dalam multistage sampling adalah menentukan sample minimal untuk populasi tidak terhingga. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah Margin of Error (MoE). MoE adalah elemen statistik yang merepresentasikan jumlah kesalahan dalam pengambilan sampel pada suatu survei. MoE mengukur seberapa dekat data yang didapat dari sampel dengan data yang ada pada populasi sesungguhnya. Rumus MoE yang digunakan sebagai berikut: MoE = Z / 2 p ( 1 - p ) n
Taylor (2013) menyebutkan bahwa dengan menggunakan total sampel yang semakin besar, MoE yang dihasilkan semakin kecil, sehingga semakin kecil angka MoE maka penarikan kesimpulan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dengan jumlah sampel 180, MoE penelitian ini pada selang kepercayaan 95% adalah 7,57. Setelah menentukan jumlah sampel, maka penelitian ini memasuki tahapan pengambilan sampel di lapangan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diapakai adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008: 142). Kuesioner yang digunkan dalam penelitian ini adalah kuesioner terbuka atau open ended questions yaitu pertanyaan yang diformulasi sedemikian rupa sehinggga responden mempunyai kebebasan untuk menjawab tanpa adanya alternatif jawaban yang diberikan peneliti (Kriyantono, 2008: 95), sehingga responden leluasa menyebutkan merek sesuai pengetahuan mereka. Interviewer dalam penelitian ini bertindak sebagai pembaca pertanyaan bagi responden. Ukuran goodness of fit statistic dalam penelitian ini menggunakan Root Mean
Square
Error
of
Approximation
(RMSEA).
RMSEA mengukur
penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 31). Nilai RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0,05 sampai 0,08 menyatakan bahwa model 11
memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32). McCallum et al., menyatakan bahwa RMSEA yang berkisar antara 0,08 sampai 0,1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup, sedangkan jika RMSEA memiliki nilai lebih dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek (McCallum et al., 1996 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32). Joreskog (1996) juga menganjurkan adanya pengukuran nilai probabilitas mengenai kedekatan terhadap model fit. Nilai P – value untuk model fit (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5. P – value yang mendekati 1.00 mengindikasikan bahwa model fit dan peluang kecocokan model bila diterapkan di penelitian sejenis dengan populasi yang berbeda semakin besar.
Sajian dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode persamaan struktural (Structural Equation Modelling / SEM). Teknik SEM dipilih karena merupakan teknik analisis bivariat yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran keseluruhan mengenai sebuah model (Ghozali dan Fuad, 2012:1). Selain itu, tidak seperti analisis multivariat biasa (regresi berganda atau analisis faktor), SEM mempunyai kemampuan untuk mengestimasi hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural (hubungan antara konstruk dependen dan independen), dan SEM juga mempunyai kemampuan untuk menggambarkan pola hubungan antara konstruk laten dan variabel manifes atau variabel indikator (Ghozali dan Fuad, 2012:1-2). Hasil uji model fit telah memenuhi indikator model fit dengan nilai RMSEA 0,000 dan P-value 0,99781. Nilai RMSEA 0,000 menunjukan bahwa model yang dibangun mampu menjelaskan dengan tepat persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) rumah makan lokal di Kota Surakarta yang dipengaruhi faktorfaktor brand awareness, word of mouth, percieve quality, brand performance, brand usage, dan innovation. Tingkat keeratan hubungan antar variabel model dapat dilihat dalam hasil estimasi berupa standart solution pada gambar berikut:
12
Gambar 1 Hasil estimasi model kekuatan merek rumah makan lokal di Kota Surakarta Tahun 2015
Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin kuat hubungan antar kedua variabel. Nilai muatan tiap variabel dalam model disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
13
Tabel 1 Nilai Muatan Faktor Variabel Laten Eksogen, Laten Endogen, dan Indikator Eksogen
Variabel Laten Eksogen
Brand Awareness Word of Mouth
Percieve
Usage
Brand Performance
Innovation
Variabel Indikator
TOM TOM AD PWoM EWoM Trust PWoM Trust EWoM PQ Trust AD Everuse BUMO BUMOBEF NEXTBR SATIS VALUE LOYAL REKO MANFAAT PRESTIS COM INOV SER INOV
Nilai Muatan Variabel Laten Eksogen ke Variabel Laten Endogen 0,93 1,03
0,48
0,94
0,08
0,95
Nilai Muatan Variabel Indikator Eksogen ke Variabel Laten Eksogen 0,94 0,69 0,94 0,85 0,28 0,35 0,11 0,77 1,00 0,98 0,97 0,97 0,96 0,61 0,24 0,76 0,96 0,59 0,82 0,93
Nilai Muatan Variabel Indikator Variabel Indikator Eksogen ke Variabel Laten Endogen 0,11 0,53 0,12 0,27 0,92 0,88 0,99 0,40 0,00 0,04 0,06 0,05 0,08 0,63 0,94 0,42 0,09 0,66 0,32 0,13
Seluruh koefisien muatan variabel laten eksogen ke variabel laten endogen menunjukkan nilai - nilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel laten eksogen berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek), namun dengan ukuran pengaruh yang berbeda. Word of mouth mempunyai pengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk rumah makan lokal di Kota Surakarta, nilai koefisien yang tinggi menunjukkan bahwa informasi yang berasal dari konsumen berpengaruh dalam
14
membangun kekuatan merek. Baik secara personal maupun menggunakan media internet yang dalam penelitian ini disebut sebagai personal word of mouth dan electronic word of mouth.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan uji statistik dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM), maka ditarik kesimpulan bahwa: 1. Model konseptual kekuatan merek rumah makan lokal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, dan Service Innovation dalam membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta Tahun 2015 sama dengan model populasi terbukti. 2. Ada pengaruh positif dari Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, dan Service Innovation dalam membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta Tahun 2015 terbukti. Faktor-faktor tersebut terbukti berpengaruh dalam membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta dengan nilai muatan Word of Mouth 1,03 dan Innovation 0,95 (lihat Tabel 1). Kemudian untuk variabel indikator dalam masing - masing variabel laten tersebut yaitu: Personal Word of Mouth 0,94; Electronic Word of Mouth 0,85; Trust terhadap Personal Word of Mouth 0,28; Trust terhadap Electronic Word of Mouth 0,35; Communication Innovation 0,82 dan Service Innovation 0,93. Dengan hasil ini dapat kita liat bahwa masyarakat Solo khususnya konsumen rumah makan lokal Solo memiliki kecenderungan untuk membagikan informasi tentang sebuah rumah makan lokal baik secara tatap muka atau personal maupun melalui media internet. Dapat kita lihat bahwa variabel Word of Mouth memliki muatan nilai paling tinggi. Selain Word of Mouth, faktor inovasi juga memiliki peran yang cukup penting dalam meningkatkan kekuuatan merek suatu rumah makan lokal Solo, dengan muatan nilai 0,95
15
Menarik bahwa faktor-faktor yang erat kaitannya dengan komunikasi merek seperti Brand Awareness, Word of Mouth, dan Innovation memiliki nilai muatan yang besar atau memiliki kontribusi yang besar dalam membangun kekuatan merek sebuah rumah makan lokal Solo, disertai dengan pengalaman konsumen terhadap rumah makan itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa komunikasi merek merupakan hal yang penting dalam membangun kekuatan merek rumah makan lokal Solo.
Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini terbatas pada responden wilayah Solo, yaitu masyarakat Solo yang selama minimal dalam kurun waktu 3 bulan berdomisili di Solo. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan model yang sama ataupun menambah beberapa variabel dan mengambil responden pada wilayah lain. 2. Jika melihat hasil penelitian dengan hasil faktorword of mouth yang memberikan kontribusi paling tinggi yaitu 1,03 terhadap kekuatan merek maka usaha rumah makan lokal Solo agar lebih memperhatikan aspek komunikasi merek, khususnya word of mouth ke masyarakat agar merek rumah makannya mampu berkembang. Baik word of mouth secara personal ataupun menggunakan media internet, karena keduanya memberikan kontribusi yang hampir sama kuat yaitu dengan nilai muatan terhadap word of mouth 0,94 dan 0,85. 3. Inovasi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, baik inovasi dalam mengkomunikasikan merek dengan berbagai media maupun inovasi dalam pelayanan rumah makan lokal. Nilai kontribusi keduanya cukup besar terhadap variabel inovasi (lihat tabel 3.4) yaitu 0,82 dan 0,93. Terlebih lagi kontribusi inovasi yang besar yaitu 0,95 terhadap kekuatan merek rumah makan lokal.
16
Daftar Pustaka Aaker, David A. (1995). Bulding Strong Brands. USA: The Free Press. Bagas Prakosa (2005). Pengaruh Orientasi Pasar, Inovasi Danorientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Perusahaan Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing (Studi Empiris Pada Industri Manufaktur Di Semarang). Jumal Studi Manajemen & Organisasl. Vol 2 No. 1 Januari 2005. Balter, Dave. (2008). The Word of Mouth Manual: Volume II. Boston: Print Matters, Inc. Boo, Huey Chern dan Anna S. Mattila. (2010). A Hotel Restaurant Brand Alliance Drury, Glen. 2008. Social Media: Should Marketers Engage and How Can it be Done Effectively. Journal of Direct Data and Digital Marketing Practice. Vol 9. hal 274-277. Durianto, Darmadi., Sugiarto & Tony Sitinjak. (2001). Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ghozali, Imam, and Fuad. (2008). Structural Equation Modeling: Teori, Konsep dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.0, Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Ghozali, Imam, dan Fuad. (2012). Structural Equation Modeling Dengan Program LISREL 8.8. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Han et al. (1998). Market Orientation, Innovativeness, Product Innovation and Performance in Smallfirm. Journal of Small Business Management. Vol 42 No. 2. Program Magister Managemen. Universitas Diponegoro. Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prehallindo. Kriyantoro, Rachmat. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Narver, J.C., dan Slater, S.F. (1995). Market Orientation and the Learning Organization. Journal of Marketing 59. Juli, hal 63-74. Rahmat, Kriyantono. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group. Romaniuk, J. dan Gaillard, E. (2007). The Relationship Between Unique Brand Associations, Brand Usage, and Brand Performance: Analysis Across Eight Categories. Journal of Marketing Management. Vol 23 (3/4) hal 237-284. Ruslan, Rosady. (2006). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Severi, Erfan; Kwek Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli. (2014). The Impacts of Electronic Word of Mouth on Brand Equity in the Context of Social Media. International Journal of Business and Management. Vol. 9: 8, hal. 84. Canadian Center of Science and Education. Severin, Werner J., & Tankard, James W.Jr., (1992). Communications theories: origins, methods, and uses in the mass media. London: Longman Publishing Group. Severin, Werner Joseph dan James, W. Tankard Jr. (1988). Communication Theories: origins, methods, uses in the mass media. New York: Longman. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
17
Straubhaar, Joseph, & LaRose, Robert. (2002). Media Now: Communications Media in the Information Age. United State of America: Thomson Learning, Inc. Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Tuten, L. Tracy. (2008). Advertising 2.0: Social Media Marketing in A Web 2.0 World. USA: Greenwood Publishing Group, Inc.
18