PERAN PEER COUNSELOR DALAM REHABILITASI KORBAN NAPZA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA “GALIH PAKUAN” BOGOR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Disusun Oleh:
Nurjanah NIM. 1110052000026
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Agustus 2014
Nurjanah NIM. 1110052000026
ABSTRAK Nama: Nurjanah NIM.1110052000026 Peran Peer Counselor dalam Rehabilitasi Korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. Proses rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA merupakan upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Dalam mencapai tujuan dari proses tersebut dibutuhkan suatu layanan bantuan berupa peran peer counselor. Hal ini didasari bahwa tidak semua klien yang mengikuti program rehabilitasi memiliki masalah yang sama (walaupun samasama pengguna). Adanya peer counseling tersebut tentunya memiliki beberapa tujuan yang hendak dicapai, dasar komunikasi dalam peran peer counselor, dan keberhasilan yang dicapai dalam peer counselor. Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor merupakan panti sosial yang mengadakan program TC rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan NAPZA. Dari uraian di atas, maka penulis dalam penelitian ini mengkaji mengenai peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di PSPP “Galih Pakuan” Bogor. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan pengamatan. Sedangkan analisis data menggunakan teknik triagulasi. Hasil dari penelitian ini yaitu peran peer counselor dalam proses rehabilitasi korban NAPZA merupakan bagian integral dalam program pemulihan bagi residen di PSPP “Galih Pakuan” Bogor. Dalam proses rehabilitasi kebanyakan residen tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan mereka tidak mengetahui kelemahan dan kekuatan/ kelebihan mereka sendiri. Sehingga diperlukanlah suatu upaya bantuan guna membantu residen dalam proses pemulihannya, yaitu salah satunya dengan mereka memiliki peran peer counselor. Hal ini dapat terlihat dari harapan dan tujuan peran peer counselor yang sejalan dengan upaya rehabilitasi terutama mengarah pada aspek psikologis dan sosial. Peran peer counselor juga disediakan sesuai dengan kebutuhan residen selama mengikuti rehabilitasi sehingga mempermudah residen dalam menyampaikan masalah yang dialaminya kepada konselor setiap saat. Sedangkan pada pendekatan peer counseling yang digunakan adalah peran peer counselor. Kata Kunci: Peran Peer Counselor, Korban NAPZA, Rehabilitasi Korban NAPZA
KATA PENGANTAR Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah membimbing saya dengan petunjuk-petunjuk-Nya, sebagaimana terkandung dalam Al-Qur‟an dan sunnah. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, dan kepada seluruh pengikutnya sampai akhir zaman. Skripsi ini berhasil saya selesaikan, bukan dengan tidak melibatkan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnya saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak. Dr. Arief Subhan, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Untuk kedua orang tua ku, aku bersyukur telah dilahirkan kedunia ini. Terima kasih telah memberikan semuanya, merawat, membesarkan, menyayangi, mendidik,
menyekolahkan, memotivasi, memberi
masukan, dan lain sebagainya yang tak terhingga sampai-sampai tidak bisa terucapkan oleh kata-kata. Suatu saat pasti akan aku buktikan, aku bisa berdiri tegak dengan kedua kakiku sendiri, dengan segala apa
i
yang telah engkau ajarkan kepadaku, semoga bapak umi selalu diberkahi oleh Allah SWT dan bahagia dunia akhirat. 6. Ibu H. Dr. Elidar Husein, MA selaku pembimbing skripsi peneliti yang tanpa beliau mungkin skripsi ini hanya menjadi setumpuk kertas yang tidak berharga. Betapa beliau sungguh bersabar, rendah hati, terbuka, mendidik peneliti dengan baik, membimbing dengan bijaksana, memberikan segudang ilmunya, menyediakan waktunya, memberikan peneliti kesempatan untuk mencoba hal-hal baru, dan segala halnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa memberikan Ibu yang terbaik, seperti ibu memberikannya kepada saya. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi
umumnya dan khususnya dosen dan staff pengajar pada jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Juga kepada Civitas Akademik FIDKOM yang telah berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman selama saya menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Bapak Iwan selaku Sekretaris PSPP. Terima kasih untuk kesan pertama yang terbuka, untuk pintu PSPP yang selalu terbuka lebar untuk saya, untuk semua pengalaman, ilmu, kesabaran, bapak dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang kadang membingungkan. Terimakasih ya pak. Semoga Allah senantiasa memudahkan segala urusan bapak dan selalu Allah jaga keluarga bapak menjadi keluarga yang selalu harmonis. 9. Bapak Ahmadin S.Pd.i.M.Si, Ibu Sumi, Bapak Supri, Ustad Asep dan seluruh pihak Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”-Bogor yang
ii
telah memberikan izin dan banyak membantu penulis dalam penelitian ini hingga dapat berjalan baik dan lancar. 10. Sahabat-sahabat saya, Juayriah, Siti Choirunnisa, Elva Ristiawan, Dewi Haneh dan Meylia Cahyaningrum. Terimakasih untuk segalanya, bahagia itu sederhana “aku dan sahabatku” saling berbagi cerita dan kita
berbuat
kekonyolan.
Teruntuk
Syarif
Hidayatullah
saya
sebenarnya bingung memanggil dia teman atau sahabat, mungkin bisa dikatakan lebih dari kedua-dua nya hehe, terimakasih banyak atas support yang diberikan, selalu menyisihkan waktumu, telah menemani selama penelitian berlangsung. Tiada kata yang bisa terucap selain syukron katsiran ya habibi. 11. Temen-temen BPI seperjuangan Siti Nurlaila Awaliyah, Haula Sofiana, Sabatini Ayu Sentani, Sri Mulyanti dkk, terimakasih kalian sudah menjadi teman-teman seperjuangan yang solid, canda tawa telah kita lakukan di dalam kelas yang ramai dengan suara-suara emas meskipun jika sedang terhening disaat diskusi karna bingung mau ngomong apa hehe.. sukses terus untuk kita semua. 12. Untuk keluarga besarku Mang Arip, Umi Uhah, Umi Titim, K.H. Adit, Umi Euroh, Umi „Ae, yang memberikan motivasi, do‟a dan kasih sayang kepada saya. dan Adeku Rifqi Anshori, Syahrul Hidayat yang selalu membuat saya termotivasi untuk bisa mandiri dan terus melangkah menggapai masa depan. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah ikut berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini.
iii
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada kalian semua, saya mengucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua. Akhirnya kepada-Nyalah saya serahkan segala urusan ini. Saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum sepenuhnya sempurna.
Jakarta, 22 Agustus 2014
Nurjanah NIM. 1110052000026
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATAPENGANTAR..................................................................................... ............
i
DAFTAR ISI................................................................................................... ............
v
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar Belakang......................................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................
9
D. Metodologi Penelitian ..........................................................................
10
E. Teknik Penulisan ..................................................................................
15
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................
15
G. Sistematika Penulisan ...........................................................................
17
BAB II
LANDASAN TEORI A. Konsep Peran.................................................. .....................................
19
1. Pengertian Peran ............................................................................
19
2. Bentuk dan Macam-macam Peran.................................................
20
3. Tujuan dan Manfaat Peran ............................................................
23
B. Peran Peer Counselor dan Peer Counseling ... ....................................
23
1. Peer Counselor ..............................................................................
23
v
BAB III
2. Peer counseling .............................................................................
25
3. Komunikasi Dalam Peer Counseling ............................................
27
C. Rehabilitasi Sosial ...............................................................................
30
1. Pengertian rehabilitasi ...................................................................
30
2. Tujuan dan sasaran rehabilitasi sosial ...........................................
31
3. Proses rehabilitasi sosial................................................................
32
D. Korban NAPZA...................................................................................
36
1. Pengertian korban NAPZA ...........................................................
36
2. Pengertian NAPZA .......................................................................
41
GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Sejarah Berdirinya ..............................................................................
52
B. Visi, Misi, Moto .................................................................................
52
1. Visi ...............................................................................................
52
2. Misi ..............................................................................................
53
3. Motto ............................................................................................
53
C. Tugas Pokok Panti Sosial Pamardi Putra”Galih Pakuan” Bogor .......
53
1. SDM (Sumber Daya Manusia) pelaksanaan dan peserta .............
54
2. Tujuan, waktu pelaksanaan kegiatan, maklumat, pelayanan
dan indikator.................................................................................
55
D. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial di PSPP “Galih Pakuan” Bogor ..................................................................................................
57
1. Tahap penerimaan ..................................................................
57
2. Tahap klasifikasi ....................................................................
57
vi
BAB IV
3. Tahap pembinaan dan pembimbing .......................................
58
4. Pembinaan lanjut ....................................................................
59
TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Identitas Informan dan Subjek Penelitian ..........................................
66
1. Informan penelitian ......................................................................
66
2. Terbimbing/ subjek penelitian .....................................................
68
B. Analisis Hasil Temuan .......................................................................
74
1. Peran Peer Counseling terhadap korban NAPZA ........................
74
2. Komunikasi dalam peer counseling .............................................
84
3. Manfaat
yang
di
dapatkan
peer
counselor
setelah
melaksanakan perannya di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor ............................................................................. BAB V
88
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................................
92
B. Saran .....................................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
95
DAFTAR TABEL Tabel 1
Interaksi triadik antara konselor ahli dengan konseli ................................
28
Tabel 2
Subjek pekerja PSPP “Galih Pakuan” Bogor ............................................
66
Tabel 3
Subjek berdasarkan agama ........................................................................
68
Tabel 4
Terbimbing berdasarkan usia ....................................................................
68
vii
Tabel 5
Terbimbing berdasarkan jenis NAPZA .....................................................
69
Tabel 6
Terbimbing berdasarkan pendidikan .........................................................
69
Tabel 7
Subjek penelitian .......................................................................................
70
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Proses Pelayanan dan Rehabilitasi Korban NAPZA di dalam PSPP
“Galih Pakuan”-Bogor .................................................................................................
60
Gambar 2
Proses pelayanan .....................................................................................
61
Gambar 3
Lanjutan ..................................................................................................
62
Gambar 4
Lanjutan ..................................................................................................
63
Gambar 5
Lanjutan ..................................................................................................
64
Gambar 6
Struktur organisasi PSPP “Galih Pakuan” Bogor ...................................
65
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Transkip Wawancara 2. Surat Izin Penelitian 3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 4. Dokumentasi
viii
BAB I A. Latar Belakang Pada zaman sekarang, bangsa-bangsa di dunia sedang berada dalam alam modernisasi. Tentu saja hal tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi perjalanan kehidupan hampir seluruh negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia. Sebagaimana dampaknya dapat dilihat dari pola kehidupan masyarakat sehari-hari.1 Perubahan yang terjadi di masyarakat modern ditandai dengan perkembangannya kapitalisasi di berbagai bidang kehidupan. Terjadi pergeseran nilai, selera, dan gaya hidup kearah yang lebih beorientasi pada sifat konsumeris, individualis, keduniawian yang mudah menimbulkan frustasi, ketegangan jiwa, stress dan kecemasan diri. Dalam suasana ketegangan, konflik dan tekanan pikiran batin yang tidak terdamaikan seringkali penyelesaian yang ditempuh adalah dengan jalan pintas, yakni dengan mengkonsumsi adiksi obat. Dan dimulai dengan menggunakan pil tidur sebagai obat penenang sampai mengkonsumsi NAPZA.
Di tengah-tengah kegalauan itu remaja, mereka menginginkan lari dari masalah dan hidup nikmat maka dengan cara yang instant, mereka terperangkap oleh NARKOBA. Narkoba adalah bagian dari khamr yang telah banyak dinyatakan dalam al-Qur’an yakni: 1
Agoes Dariyo, Psikologi Perkrmbangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet-
1, h. 14
1
2
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. (QS. Al-Baqara: 219)2 Beberapa masalah yang menjadi masalah putra-putri generasi muda kita sekarang ini. Masalah-masalah tersebut adalah :3
1. Ketidakpastian masa depan.
Sebagian besar putra-putri kita tidak memiliki kejelasan masa
depan.
Akan
menjadi
apa
besok
tidak
dapat
mengetahuinya. Tak ada sekolah yang menjamin kerja alumninya kecuali sejumlah lembaga pendidikan tertentu yang jumlahnya sangat sedikit.
2. Persaingan hidup yang semakin ketat
Kita lihat fenomena ketika dibuka lowonga kerja. Satu peluang bisa diperebutkan oleh ratusan bahkan ribuan orang.
3. Beban seksual dan narkoba.
Maksud hati pengin menikah tetapi belum bekerja, akibatnya tertunda. Padahal seiring dengan meningkatnya nilai gizi dan berbagai rangsangan seksual, putra-putri kita semakin 2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, ( Jakarta: CV. Bayan Qur’an, 2009), h. 34 3 Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: cv. Mandar Maju, 2007), h.232-233
3
cepat dewasa secara seksual, tetapi untuk melampiaskannya harus menanti punya pekerjaan lebih dulu. Umur 9 tahun sudah mimpi basah/haid pertama, untuk melampiaskannya menanti sampai umur 30 tahun karena baru dapat pekerjaan. Bayangkan 21 tahun harus ngempet. Mana tahan, amat berat.
4. Iseng-iseng sebagai remaja
Banyak anak puber dan adolesens yang menggunakan bahan narkotika oleh keisengan. Anak-anak muda tersebut mencoba-coba memakainya, didorong oleh rasa ingin tahu; atau karena diolok-olok kawan sebaya, sehingga ikut-ikutan meniru. Dari langkah permulaan yang iseng, kemudian jadi kebiasaan dan kecanduan yang kronis.4
5. Salah satu cara pemberontakkan (jiwa remaja)
Ketika pada usia puberitas dan adolesenis mereka dihadapkan pada macam-macam kesulitan hidup dan konflikkonflik jiwani, maka hati pengecutnya mendorong mereka untuk melarikan diri dari setiap kesulitan hidup. Mereka lalu menggunakan ganja, morphine, dan bahan narkotika lainnya sebagai alat “penenang” bagi ketakutan dan kerisauan hatinya. Lebih-lebih jika mental yang labil dan lemah pada saat kritis semasa puberitas dan adolesensi itu mendapatkan stimuli ekstern 4
Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: cv. Mandar Maju, 2007), h.232-233
4
yang buruk. Atau mendapatkan tekanan dan paksaan-paksaan dari luar yang bertujuan dengan sengaja merusak moral dan jasmani generasi anak muda, dengan tujuan subversive dan kriminal. Maka korban-korban dari narkotika ini bertambah dengan cepat sekali; dan dibanyak negara diperkirakan pertambahannya bergerak diantara 30%-100% setiap tahunnya.
Siswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian siswa yang menyukai tantangan (bagi siswa yang akan berperan sebagai konselor), karena siswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa mendapatkan
kepercayaan
dan
perhatian
sehingga
merasa
lebih
diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.5
Anak yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
5
http://raneebk.blogspot.com/2011/06/konselor-sebaya-peer-counseling-untuk.html, Dikutip pada hari kamis 01-09-2014
5
Manusia mengaggap bahwa hubungan dengan teman sebaya (peer counselor) menjadi bertambah penting dan selanjutnya lebih banyak memberikan pengaruh dalam berbagai aspek perkembangannya. Pada masa remaja, mereka membentuk kelompok-kelompok dengan efektifitas yang lebih terarah dan bertujuan. Misalnya Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), olah raga, seni dan sebagainya. Pada saat remaja berinteraksi dengan kelompok ini, mereka dapat melihat sejauh mana nilai-nilai yang ada didalam kelompok dapat diikuti. Selain itu, remaja juga mendapatkan kesempatan untuk memainkan berbagai macam peranan, yaitu sebagai pemimpin, anggota, deviant, ataupun sebagai conformist. Adanya nilai dan norma tingkah laku dalam kelompok dapat memberikan kesempatan kepada remaja untuk dapat memperoleh berbagai perspektif mengenai nilai dan sikapnya sendiri. Pada prinsipnya hubungan teman sebaya, sangatlah berarti penting bagi kehidupan. Selaras dengan uraian diatas, Piaget dan Sullivan (1976) menyatakan bahwa melalui hubungan teman sebaya remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya, mereka juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya (peer counselor) dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh anak yang bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak
6
bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya. Kelompok sebaya, bagi anak sebagai individu, penting sekali untuk membantu anak belajar menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok sebaya, akan membantu anak sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar tujuan anak yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur kehidupan yang positif. Peran peer counselor adalah langkah awal residen mendapatkan kesempatan untuk memainkan berbagai macam peranan, yaitu sebagai pemimpin, anggota, deviant, ataupun sebagai conformist. Adanya nilai dan norma tingkah laku dalam kelompok dapat memberikan kesempatan kepada remaja untuk dapat memperoleh berbagai perspektif mengenai nilai dan sikapnya sendiri. Itu semua dapat membantu perubahan tingkah laku residen korban NAPZA, serta untuk menentukan keberhasilan dari program
rehabilitasi
guna memberikan kesembuhan korban dari
ketergantungan obat, karena dengan residen punya peran untuk menjadi konseling teman sebayanya (peer counseling) yang baik, dan seseorang mampu memposisikan dirinya untuk menjalani segala tahap-tahap dalam program rehabilitasi. Penyesuaian diri korban NAPZA dalam rehabilitasi juga dapat menjadi tinjauan untuk melakukan proses bimbingan dan penyuluhan dalam tahap-tahap rehabilitasi, dimana seorang penyuluh atau pembimbing harus bisa melihat korban dapat merespon dengan baik atau tidak ketika mereka menjalani pembinaan fisik, mental, sosial, agama, dan keterampilan. Maka peer counselor (konseling teman sebaya) dalam
7
rehabilitasi korban NAPZA sangat perlu diperhatikan demi keberhasilan proses rehabilitasi. Oleh karena itu, banyak masyarakat mendirikan panti-panti rehabilitas, seperti Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan-Bogor”, disamping dapat mendatangkan pendapatan dan disisi lain juga merupakan upaya rehabilitasi terhadap pemakai NAPZA. Sebagaimana langkahlangkah
para
penanggulangan
ahli
psikologi.
korban
Mencoba
penyalahgunaan
mencari NAPZA
solusi yang
dalam akhirnya
memerlukan suatu pemikiran dalam menetapkan upaya-upaya mengatasi berbagai permasalahan remaja korban penyalahgunaan NAPZA. Untuk mengantisipasi lebih parahnya kasus penyalahgunaan NAPZA, dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara institusi pendidikan, aparat penegak hukum, lingkungan, termasuk disini orang tua dan generasi muda. Untuk itulah berdasarkan pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis proposal penelitian dengan judul “Peran Peer Counselor Dalam Rehabilitasi Korban NAPZA Di Panti Sosial Pamaradi Putra “Galih Pakuan” Bogor. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut: Batasan masalah dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada peer counselor kepada teman sebayanya agar saling
8
mendukung untuk bertingkah laku lebih baik dan aktif berbicara serta mendukung proses pemulihan korban NAPZA dengan bentuk saling memahami masalah teman sebayanya pada korban NAPZA akan tetapi tidak lepas dari bimbingan pekerja sosial (PEKSOS) di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan-Bogor, Putat Nutug” agar tidak melebar jauh dan penelitian ini dapat difokuskan untuk memperoleh data-data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang ini sebagaimana yang diuraikan diatas, dalam pembahasan selanjutnya agar lebih mengarah dan mencapai hasil yang maksimal, maka penulis mengambil alternatif dari rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di PSPP “Galih Pakuan-Bogor? b. Apa sajakah dasar-dasar komunikasi yang di terapkan oleh peer counselor dalam rehabilitasi korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor? c. Manfaat apa yang di dapatkan peer counselor setelah melaksanakan perannya di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan a. Untuk mengetahui peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih pakuan” Putat Nutug-Bogor. b. Untuk mengetahui dasar komunikasi dalam peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. c. Untuk mengetahui manfaat apa sajakah yang di dapatkan peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. 2. Manfaat a. Secara
akademis,
hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan
pengalaman dan menambah pelajaran atau pengetahuan dan menambah wawasan mengenai peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor. b. Secara peraktis hasil penlitian ini diharapkan bisa menjadi acuan mendasar khususnya bagi pihak lembaga Panti Sosial Pamardi Putra dan umumnya untuk seluruh panti sosial terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai bimbingan kelompok terhadap pasien penyalahgunaan NAPZA sehingga dapat membantu mereka sembuh dari ketergantungan.
10
c. Terhadap jurusan, penelitian ini agar dapat bermanfaat menjadi bahan
referensi
dan
memberi
masukan
kepada
Prodi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam mengenai peran peer counseling (konseling teman sebaya) terhadap korban NAPZA dalam rehabilitasi sosial. D. Metodologi penelitian 1. Metode penelitian Dalam
menentukan
metode
penelitian
ini,
penulis
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan dekriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan menggambarkan apa adanya suatu peristiwa. Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Meleong bahwa penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, menggambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, isi laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.6 Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh, yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian. seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa setiap penelitian memiliki langkah-langkah yang perlu dilalui secara bertahap, maka langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut: 6
J Moleong Lexsy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bndung: PT Remaja Rosda Karya 1922, h. 11
11
2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah di Lembaga PSPP “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor”. Alasan peneliti mengambil penelitian di lembaga tersebut karena lembaga ini merupakan tempat rehabilitasi korban NAPZA dengan mengadakan kegiatan Peer Counselor. Disini juga merupakan lembaga milik pemerintah yang bernaung di bawah Kementrian Sosial. b. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari 27 Februari 2014 sampai dengan 05 Juni 2014. 3. Subjek dan Oubjek Penelitian a. Subjek Penelitian Sujek penelitian adalah pelaku yang memberi informasi atau data dalam suatu penelitian.7 Subjek penelitian ini adalah 3 residen, 2 peksos/Pembina dan 1 kepala seksi program dan advokasi sosial di panti lembaga PSPP “Galih Pakuan”. Kemudian objek penelitian adalah peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA pada residen. 4.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut:
7
Prof. Dr. Hamidi, M.Si. Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010), h. 74.
12
a. Observasi atau pengamatan Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.8 Model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pertama, Obsevasi secara langsung dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan obyek observasi. Dan kedua, observasi non partisipan, yakni pembimbing berada di luar obyek atau peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauh.Artinya, pihak observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati sesuatu.9 Peneliti menggunakan observasi sebagai teknik pengumpulan data. Adapun observasi itu adalah penelitian melakukan proses penanggulangi korban NAPZA di PSPP (Panti Sosial Pamardi Putra) Galih Pkuan Putat NutugBogor. Dalam hal ini penulis akan mengobservasi
8
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,( Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983), h. 62. 9 M. Lutfi. MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 124.
13
pembimbing dan klien korban NAPZA di PSPP (Panti Sosial Pamardi Putra) Galih Pkuan Putat Nutug-Bogor. b. Wawancara Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, antara interviewer mengajukan pertanyaaan dan interviewee memberiksn jawaban atas pertanyaan itu.10 Wawancara juga merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.Dalam penelitian kualitatif yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam, dimana seorang responden atau kelompok responden
mengkomunikasikan
bahan-bahan
dan
mendorong untuk didiskusikan secara bebas.11 Wawancara dilakukan dengan residen dan peksos/Pembina untuk menggali informasi mengenali peer counsor dalam rehabilitasi korban NAPZA. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.12
dokumen-dokumen
berupa
Data
catatan
diperoleh formal,
dari
literature,
majalah, Koran dan arsip lain yang berhubungan dengan
10
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 186 11 Elvinaro Ardianto, M.Si, Metodologi Penelitian untuk Public Relation, ( Bandung: SIMBIOSA REKATAMA MEDIA, 2010), cet. Ke-1, h. 61. 12 Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 73.
14
administrasi dan data-data PSPP (Panti Sosial Pamardi Putra) “Galih Pkuan” Bogor.sebagai pendukung dari hasil wawancara. 5. Sumber data Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari penelitian dimaksud.
13
Sumber data yaitu subjek
utama dalam proses penelitian masalah di atas. Adapun sumbersumber data dari penelitian ini adalah: a. Sumber data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari informan, dalam bentuk wawancara dengan 3 Residen, 1 Pekerja Sosial/ Pembina dan 1 kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bukubuku, literatur, brosur dan artikel yang memiliki relevansi terhadap objek penelitian ini. 6. Analisi Data Teknik analisis data yaitu proses penyederhanaan data kedalam
bentuk
yang
lebih
mudah
untuk
dibaca
dan
di
interprestasikan.14 Data-data yang dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara dan diolah dengan menggunakan penelitian kualitatif.
13
M. Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 115. Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. Ke-1, h. 263 14
15
E. Teknik penulisan Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertai) yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh CeQDA Center for Quality Development and Assurance) tahun 2007. F. Tinjauan Pustaka Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka diperpustakaan umum Universitas Islam Negri Jakarta dan di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Menurut pengamatan penulis dari hasil observasi yang dilakukan, sampai saat ini, penulistidak menemukan skripsi yang membahas tentang “Peran Peer Counseling Terhadap Korban Napza Di Panti Sosial Paramadi Putra Galih Pakuan-Bogor” Putat Nutug”, hanya saja, sebelumnya ada beberapa skripsi yang membahas mengenai korban napzayang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk mengetahui materi penelitiannya, dibawah ini diuraikan sebagai berikut; 1. Judul skripsi “Interaksi sosial para pengguna napza dalam mengikuti metode therapeautic community di PSPP (Panti Sosial Paramadi Putra” Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor)” Penulis Nina Riyanti Januarita, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 2. Judul skripsi: “evaluasi program penyuluhan sosial dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten” Penulis Siti Soviatul
16
Muquomah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 3. Judul skripsi “Peranan KH.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ienSawangan Depok”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan diatas adalah bahwa, penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah: Pertama, ingin mencari tahu bagaimana interaksi sosial para pengguna napza dalam metode therapeautic community di PSPP “Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor. Kedua, seperti apa evaluasi program penyuluhan sosial dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten. Ketiga, ingin mengetahui bagaimana peranan KH,Muhammad Djuandi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ienSawangan Depok. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis ingin mencari tahu “Peran Peer Counseling Terhadap Korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Putat Nutug-Bogor”. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk menelitinya dan apa yang penulis lakukan pada dasarnya tidak ada
17
tulisan yang dijaadikan pembanding terhadap skripsi ini, sehingga skripsi yang ada ini murni hasil karya penulis. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam skripsi ini, maka penulis membuat rancangan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I:
Pendahuluan. Meliputi, penegasan judul, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian
BAB II:
Landasan Teori. Meliputi pengertian peran, selain itu juga membahas pengertian peer counseling, pengertian NAPZA dan korban NAPZA.
BAB III:
Gambaran Umum Panti Sosial Paramadi Putra Galih Pakuan-Bogor” Putat Nutug”, gambaran umum ini meliputi tentang profil lembaga, sejarah berdirinya, visi dan misi, Tujuan, Tugas Pokok, dan Fungsi Panti, landasan hukum, Struktur Organisasi, mekanisme kerja, komposisi pegawai, sasaran dan garapan lembaga, Persyaratan Calon Keluarga Panti Sosial, Prosedur Pelayanan, Proses layanan, Jenis Pembinaan,
pembiayaan operasional, Mitra Kerja
Sama, sarana dan prasarana, jumlah W a r ga
Binaan
tahun 2011. BAB VI:
Temuan dan Analisis Data, bab ini akan menguraikan analisa hasil penelitian mengenai proses bimbingan keterampilan dalam meningkatkan perubahan tingkah laku
18
terhadap korban napza di Panti Sosial Paramadi Putra Galih Pakuan-Bogor” Putat Nutug” BAB VI:
Penutup, dalam penutup ini penulis akan berusaha memberikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan skripsi ini serta Saran terhadap tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Peran 1.
Pengertian Peran Dalam kamus bahasa Indonesia kata peran yang berarti tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.1 Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.2 Kata “peran”, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama”.3 Peran menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, sebagai berikut: Peran adalah “suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan
yang
membimbing
seseorang
dalam
kehidupan
kemasyarakatan”.4 Menurut Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang dikutip
oleh David Berry mendefinisikan
“peran sebagai
1
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2,
2
Pius.A.Pratanto dan M.Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), h.
3
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985),
4
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 238
h. 854 585 h. 73
19
20
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu”.5 masih menurut David Berry, harapan-harapan merupakan hubungan dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peran itu ditentukan oleh
norma-norma
didalam
masyarakat,
artinya
seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat didalam pekerjaannya”. Dalam ilmu Psikologi sosial peran diartikan sebagai suatu prilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang memiliki suatu status didalam kelompok tertentu.6 Dari penjelasan mengenai pengertian peran diatas penulis dapat simpulkan bahwa peran adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang, yang memiliki harapan-harapan penting bagi residen korban NAPZA dan mempunyai fungsi bagi struktur kehidupan masyarakat. 2. Bentuk dan macam-macam peran a.
Bentuk peran Melihat dari pengertian mengenai peran maka bentuk peran bisa dilihat dalam bentuk individu, norma atau aturan, intisusi atau lembaga dan lain sebagainya tergantung fungsi dan kegunaan serta harapan-harapan yang
5
N. Gress W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, dikutip oleh Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. ke 3, h. 99 6 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT.Eresco, 1988), h. 135
21
diinginkan oleh masyarakat itu sendiri, misalkan seorang pemain sepak bola yang kawakan akan berbeda dengan seorang pemain music yang bermain music untuk mengisi waktu luang saja. b.
Macam-macam peran Peran
yang
ada
dalam
masyarakat
dapat
diklasifikasikan menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai macam peran dapat disebutkan sebagai berikut: 1) Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: a) Peranan yang diharapkan (exected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. masyarakat menghendaki peran yang diharapkan
secermat-cermatnya
dan
peran ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peran jenis ini antara lain peran hakim, peran
protokoler
diplomatic,
dan
sebagainya. b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu
cara
bagaimana
sebenarnya
22
peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya
lebih
luas,
dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
peran
yang
disesuaikan
mungkin tidak cocok dengan situasi setempat,
tetapi
kekurangan
yang
muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.7 2) Berdasarkan cara memperolehnya Sementar itu berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat dibedakan menjadi: a. Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha misalnya peranan sebagai nenek, anak, bupati dan lain sebagainya. b. Peranan pilihan (achives role), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri, misalnya seseorang yang menentukan untuk memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial, Politik, Universitas Airlangga dan menjadi mahasiswa progran studi sosiologi.8
7
J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ke-3, h. 160 8 Ibid. h. 160
23
3. Tujuan dan Manfaat Peran Setiap
peran
bertujuan
agar
antar
individu
yang
melaksanakan peranan dengan orang-orang sekitarnya yang berhubungan dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan di taati oleh kedua belah pihak.9 Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku, karena manfaat peran sendiri adalah sebagai berikut: a. Memberi arah pada proses sosialisasi. b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, normanorma dan pengetahuan. c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. d. Menghidupkan
sistem
pengendali
dan
kontrol,
melestarikan kehidupan masyarakat.10 B. Pengertian Peer Counselor dan peer counseling 1.
Peer Counselor Menurut Sudarsono, teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok pra puberitas yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis. Sedangkan kelompok sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri, dimana persahabatan dalam periode sebaya penting sekali karena merupakan dasar
9
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet.Ke-1, h. 64 J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Op.cit, h. 160
10
24
pokok mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak sosial. Jadi teman sebaya merupakan media bagi remaja untuk mewujudkan nilai-nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetisi. Peer konselor adalah siswa yang berasal dari sekolah (SMP/SMA/Sederajat),
karang
taruna,
poskestren,
pemuda
masjid/greja/keagamaan lainnya, pekerja industri, anak jalanan, penyalahguna NAPZA dan lain-lain yang dilatih dengan materi tertentu sehingga mampu memberikan informasi dan membantu menyelesaikan masalah kesehatan pada teman sebayanya. Peer counselor merupakan strategi yang efektif untuk menyelesaikan masalah
remaja
dengan
resiko
penyalahgunaan
NAPZA.
Kelompok sebaya dapat menurunkan remaja/siswa terhadap resiko penyalahgunaan zat adiktif sehingga siswa yang berprilaku negatif akan berkurang.11 Menurut irma ada tiga alasan peer counselor merupakan strategi yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA pada remaja/dewasa yaitu pertama; mendiskusikan masalah dengan teman sebaya dirasakan lebih enak dan aman, kedua; teman sebaya memiliki cara pandang dan gaya hidup yang mirip sehingga dianggap lebih memahami, ketiga; situasi diskusi bisa lebih bebas atau curhat (express feeling). Keefektifan peer counselor telah dibuktikan oleh Barker dan Geller melalui studi kasus di Zambia 11
Hitchcock, Schobert, dan Thomas, Community Health Nursing: Caring in Action, USA: Delmar Publisher, SA 1999, h. 45
25
tentang perilaku siswa terkait kekerasan dan penyalahgunaan obat terlarang menyimpulkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan terhadap perilaku kekerasan dan penyalahgunaan obat terlarang di sekolah.12 Dari beberapa teori diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa peer counselor dapat membangun hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka sehingga mendorong siswa/remaja dan dewasa untuk berprilaku positif dan mencegah remaja/dewasa untuk menyalahgunakan NAPZA. 2.
Peer counseling Pada awalnya Peer Counseling muncul dengan konsep peer support yang dimulai pada tahun 1939 untuk membantu para penderita alkoholik.13 Dalam konsep tersebut diyakini bahwa individu yang pernah kecanduan alkohol dan memiliki pengalaman berhasil mengatasi kecanduan tersebut akan lebih efektif dalam membantu individu lain yang sedang mencoba mengatasi kecanduan alkohol. Dari tahun ke tahun konsep Peer Counseling (konseling teman sebaya) terus merambah ke sejumlah setting dan issue. Pada dasarnya Peer Counseling (konseling teman sebaya) merupakan suatu cara bagi para siswa belajar bagaimana
12 13
2
Irma, Konseling pada Remaja, Jakarta: Pustaka Imam, 2009, h. 33 T. D,Carter, Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU Program, 2005, h.
26
memperhatikan
dan
membantu
anak-anak
lain,
serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.14 Menurut Tindall & Gray, konseling teman sebaya mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong.15 Menurut (Corey1986, Herman Nirwana 1997, Shertzer & Stone, 1981), peer counseling (konseling teman sebaya), untuk ini diperlukan adanya hubungan yang saling percaya diantara konselor dan konseli, Terciptanya komunikasi yang saling terbuka dan terjadinya
pemberdayaan
konseli
agar
mampu
mengambil
keputusan. Penciptaan hubungan diantara keduanya (konselor dan konseli) sangat penting, sebab hubungan konselor dengan konseli merupakan
“jantung”
dari
keseluruhan
proses
konseling.
Hubungan konselor dengan konseli menjadi dasar dalam keseluruhan proses konseling. Bahkan, menurut pendekatan eksistensialis, dalam keseluruhan proses konseling yang paling utama adalah hubungan konselor dengan konseli, karena situasi hubungan tersebut merupakan stimulus untuk tercapainya tujuan
14
R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and Immigration Commission, 1981) h. 3 15 J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer Helpers, (Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5
27
konseling yang diharapkan, yaitu terjadinya perubahan ke arah yang positif, dan terciptanya satu kondisi agar konseli merasa bebas melakukan eksplorasi diri, penyesuaian diri daan kesehatan mental,
kebabasan
secara
psikologis
tanpa
mengabaikan
tanggungjawab sosial. Dengan sederhana penulis dapat mendefinisikan bahwa peer counseling adalah layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya (biasanya seusia/tingkatan pendidikannya hampir sama) yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihanpelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga diharapkan dapat memberikan bantuan baik secara individual maupun kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun mengalami
berbagai
hambatan
dalam
perkembangan
kepribadiannya. 3. Dasar-dasar komunikasi dalam Peer Counselor Dasar-dasar komunikasi tersebut meliputi:16 a. Acceptance, merupakan teknik yang digunakan konselor untuk menunjukkan minat, pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli dan sikap menerima
pribadi
konseli sebagai suatu keseluruhan b. Attending, yaitu perilaku yang secara langsung berhubungan dengan respek, yang ditunjukan ketika konselor/helper
16
R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and Immigration Commission, 1981) h. 5-12
28
memberikan perhatian penuh pada konseli/helpee, melalui komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai komitmen untuk fokus pada konseli c. Summarizing, ketrampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli d. Questioning, yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan kesempatan pada konseli uniuk mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli dan bersifat mendalam e. Genuineness, adalah mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua atau lebih individu f. Assertiveness, kemampuan mengekspresikan pemikiran dan perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara berterus terang, dan respek pada orang lain g. Confrontation,
adalah
ekspresi
konselor
tentang
ketidakcocokannya dengan perilaku konseli. Dengan kata lain,
konfrontasi adalah
ketrampilan konselor untuk
menunjukkan adanya kesenjangan dan inkongruensi dalam diri konseli h. Problem Solving, adalah proses perubahan sesorang dari fase mengeksplorasi satu masalah, memahami sebab-sebab
29
masalah,
dan
mengevaluasi
tingkah
laku
yang
mempengaruhi penyelesaian masalah itu Dengan paparan diatas penulis mendefinisikan, konseling teman sebaya secara kuat menempatkan keterampilan-keterampilan komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. “Konselor” sebaya bukanlah konselor profesional atau ahli terapi. “Konselor” sebaya adalah para siswa yang memberikan bantuan kepada siswa lain di bawah bimbingan konselor ahli. Dalam konseling sebaya, peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan. Pada hakekatnya peer counseling adalah counseling through peers. Dalam model konseling teman sebaya, terdapat hubungan Triadik antara Konselor ahli, “konselor” sebaya dan konseli. Hubungan Triadik tersebut dapat digambarkan melalui gambar: Tabel 1 Interaksi Triadik antara Konselor Ahli, ”Konselor” Teman Sebaya, dengan ”Konseli” Teman Sebaya.17 Konselor Ahli
Konselor Teman Sebaya
Konseli Teman Sebaya
Keterangan: -
Interaksi antara konselor ahli dengan konseli melalui “konselor” teman sebaya.
17
Suwarjo, Suwarjo, Model Konseling Teman Sebaya Untuk Pengembangan Daya (Yogyakarta: 2008), h. 83
30
Interaksi langsung antara konselor ahli dengan konseli atas rujukan “konselor” teman sebaya. “Konselor” sebaya terlatih yang direkrut dari jaringan kerja sosial memungkinkan terjadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal. Kontak-kontak yang demikian memiliki multiplying impact pada berbagai aspek dari remaja lainnya. Kontak-kontak tersebut juga dapat memperbaiki atau meningkatkan iklim sosial dan dapat menjadi jembatan penghubung antara konselor profesional dengan para siswa (remaja) yang tidak sempat atau tidak bersedia berjumpa dengan konselor. C. Rehabilitasi Sosial 1. Pengertian Rehabilitasi Sosial Dalam Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 5/ HUK/2009 tetang pelayanan dan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan
Zat
Adiktif lainnya, pengertian
rehabilitasi sosial tertulis pada pasal 10 yaitu: Rehabilitasi Sosial merupakan serangkaian kegiatan profesional yang meliputi aspek fisik, mental, spritual, mental, dan vokasional untuk mengembangkan kemampuan dan memulihkan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya agar dapat melaksankan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.18 Rehabilitasi juga dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses pelayanan yang ditujukan untuk pemulihan kepercayaan diri, harga diri, kesadaran peranan serta tanggung jawab sosial korban 18
Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 5/ HUK/2009. Tetang Pelayanan dan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, bagian ke dua pasal 10.
31
penyalahgunaan narkotika terhadap masa depannya, baik bagi dirinya, keluarganya, maupun masyarakat dan lingkungannya.19 2. Tujuan dan Sasaran Rehabilitasi Sosial a. Tujuan Rehabilitasi Sosial: Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial korban NAPZA bertujuan untuk dapat dipulihkannya kondisi fisik, mental, psikologi dan kondisi sosial serta fungsi dan kualitas sosial korban NAPZA sehingga mereka dapat hidup secara wajar dimasyarak serta menjadi SDM (sumber daya manusia) yang berguna dan produktif.20 b. Sasaran Rehabilitasi Sosial Sasaran program rehabilitasi sosial korban NAPZA adalah: 1. Korban Penyalahgunaan NAPZA, usia disesuiakan dengan persyaratan yang berlaku dalam panti/ lembaga penyelenggara dan telah bebas dari ketergantungan fisik terhadap NAPZA. 2. Orang tua/keluarga korban 3. Lingkungan social
19
Lingkungan sebaya
Lingkungan sekolah/pekerjaan
Lingkungan masyarakat sekitar korban.21
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003) h. 5 20 Ibid., h.7 21 Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003). h. 7
32
3. Proses Rehabilitasi Sosial Keseluruhan rangkaian proses rehabilitasi sosial terdiri atas beberapa tahap kegiatan yang dilaksanakan secara beraturan, sejak perkenalan program sampai dengan klien kembali ke lingkungan keluarganya/lingkungan masyarakat. Proses rehabilitasi sosial tersebut terdiri atas 6 (enam tahapan yang meliputi berbagai kegiatan yaitu: a) Tahap pendekatan awal/tahap persiapan rehabilitasi yaitu tahap kegiatan rehabilitasi
dan
yang mengawali keseluruhan proses dilaksanakan
di
masyarakat,
untuk
mempersiapkan pelaksanakan kegiatan rehabilitasi baik yang diselenggarakan didalam panti maupun diluar panti. b) Tahap penerimaan (intake) Pada tahap ini terjadi proses pertukaran informasi mengenai apa yang dibutuhkan oleh calon klien dan pelayan apa yang ada pada panti/ lembaga dalam membantu memenuhi kebutuhan klien atau memecahkan masalah yang dialaminya. c)
Tahap assessment Assessment merupakan penilaian atau penafsiran terhadap situasi dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Sebagai suatu proses pengungkapan dan pemahaman masalah, assessment akan membantu pekerja sosial
33
mendefinisikan masalah, membuat keputusan tentang aspek-aspek mana dari situasi itu yang akan dihadapi, merumuskan tujuan perubahan, dan menetapkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. d)
Tahap pembinaan dan bimbingan Salah satu prinsip dasar philosophi utama pelayanan manusia adalah bahwa “yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi kekuatan-kekutan dari luar dapat membantu
untuk
mewujudkan
terjadinya
perubahan
tersebut”. Tahap pembinaan dan bimbingan adalah inti dari proses pelayanan dan rehabilitasi sosial korban NAPZA, pelibatan klien secara aktif (working with clien) merupakan hal yang sangan penting sesuai dengan prinsip di atas untuk mengoptimalkan hasil-hasil yang ingin dicapai. e)
Tahap resosialisasi/reintegrasi Hasil akhir dari proses pelayan dan rehabilitasi sosial
korban
penyalahgunaan
NAPZA
adalah
mengembalikan dan meningkatkan keberfungsian sosial klien. f)
Tahap pembinaan lanjut Tahap pembinaan lanjut adalah usaha yang sangat penting dalam rangka memelihara dan memantapkan
34
kondisi
kesembuhan
dan
kepulihan
klien
dari
ketrgantungan terhadap NAPZA.22 Secara umum ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Masing-masing tahapan tersebut memakan waktu bervariasi: ada yang seminggu, sebulan dan bahkan berbulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat korban, dan juga dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam seluruh proses tersebut. Setiap tahapan tersebut disusun dan dibuat untuk mengantar pasien secara bertahap melepaskan dari ketergantungan narkoba. Beberapa tahapan rehabilitasi ini disajikan berikut sudah teruji dapat menyembuhkan/ memulihkan korban narkoba secara maksimal. a. Tahap Transisi Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang korban seperti: latar belakang korban, lama ketergantungan, jenis obat yang dipakai, akibat-akibat ketergantungan dan informasi lainnya. b. Tahap Intensif Setelah melewati masa transisi (pengumpulan informasi tentang keadaan korban dan latar belakangnya) baru
22
masuk
pada
fase
berikutnya
yakni
proses
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003), h. 7-30
35
penyembuhan secara psikis. Motivasi dan potensi dirinya dibangun dalam tahap ini. c. Tahap Rekonsiliasi Tahap berikut yang harus dilewati dan sangat vital adalah tahap rekonsilitas. Para korban tidak langsung berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi terlebih dahulu ditampung disebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu sampai pasien benar-benar siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. d. Pemeliharaan Lanjut Pada tahap ini walaupun secara fisik yang bersangkutan sudah dinyatakan sehat dan secara psikis pun sudah pulih, namun masih ada kemungkinan mereka akan
tergelincir
kembali,
lebih-lebih
saat
mereka
bernostalgia dengan kenikmatan narkoba. Saat ini juga rawan. Karena itu setiap korban yang memasuki tahap ini dipersiapkan sungguh-sungguh agar dapat melewati dan mengatasi situasi rawan ini dengan melewati tiga titik ini yakni: 1) Mengubah, menghilangkan, atau menjauhi hal-hal yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba. 2) Setia mengikuti program-program dan acara-acara aftercere (pemelihara lanjut).
36
3) Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau kelompok
bersih
narkoba
dan
peduli
penanggulangannya.23 D. Korban NAPZA 1)
Pengertian korban NAPZA Pembahasan tentang korban penting
diberikan untuk
membantu menentukan secara jelas batas-batas yang dimaksud oleh pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan pandangan. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli maupun yang bersumber
dari
peraturan-peraturan
hukum
nasional
dan
internasional mengenai korban kejahatan. a. Menurut Arief Gosita, korban adalah: “mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan
orang
kepentingan
diri
lain
yang
sendiri
mencari
atau
pemenuhan
orang
lain
yang
bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.24 b. Mulai di menyatakan bahwa korban (victims) adalah: Orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, 23
EM. Giri Prastomo, Rehabilitasi bagi Korban Narkoba, (Tangerang: Visimedia, 2006),
24
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 63
h. 28-34
37
melalui suatu perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.25 c. Dalam perspektif viktimologi, pada fase new victimolog Zvonimir Paul Separovic dalam bukunya yang berjudul “victimology,
Studies
Of
Victims”
memberikan
pengertian tentang korban sebagai berikut: …those person who are threatened, injured or destroyed by an act or omission of another (man, structure, organization, or institution) and consequently, a victim would be any one who has suffered from or been threatened by punishable act (ot only criminal act but also other punisable acts as misdemeanors, economic offenses, non-fulfilment of work duties) or from an accident (accident at work, at home, trafict accident, etc). Suffering may be caused by another man (man made victim) or another structure where people are also involved.26 d. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mendefinisikan korban: “orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk ahli warisnya”. e. Definisi korban menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah: “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”. Dari pengertian diatas, jelas bahwa korban adalah orang yang mengalami penderitaan karena sesuatu hal. Yang dimaksud
25
Muladi, “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam Muladi (ed) Hak Asasi Manusia, hakekat konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan masyarakat, Refika Aditama, Bandung: 2005, h. 108 26 J.E. Sahetapy, (ed), Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h.204
38
dengan sesuatu hal disini adalah meliputi orang, institusi atau lembaga, struktur.
Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatanperbuatan
yang
menimbulkan
kerugian/penderitaan
bagi
diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orangorang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi.27
a. Korban NAPZA dalam Perspektif Vitimologi
Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai tipologi korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum mengenai
korban
penyalahgunaan
narkotika
dan
psikotropika.
Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul Fateh, adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri’. Dari perspektif tanggungjawab
korban,
menurut
Stephen
menyatakan:
27
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 48
Schafer
39
Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban, akan tetapi, pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu penjahat dan korban. Sebagai contoh dari selfvictimizing victims adalah: pecandu obat bius (koersif-penulis), alkoholisme, homoseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban terletak penuh pada si pelaku, yang juga sekaligus merupakan korban.28
Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan narkotika
dan
psikotropika
adalah
merupakan:
“mutual
victimization yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika.29
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan, bahwa pecandu narkotika dan psikotropika adalah merupakan self-victimizing victims, yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokannya dalam victimless crime atau kejahatan
28 29
E. Sahetapy, (ed), Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h. 14-125 Ibid, 206-207
40
tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran korban, semua pihak terlibat. 30
Hal ini senada dengan Rumusan teoritis Savitz bahwa suatu perbuatan dinyatakan jahat haruslah menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain. Di sini timbul pertanyaan, bagaimana bila korban tersebut adalah diri sendiri? Dalam criteria Savitz, apabila hanya diri sendiri yang menjadi korban bukan sebagai
kejahatan.
Apabila
seorang
pengguna
narkoba
menggkonsumsi barang haram itu, hanya untuk dirinya sendiri, dalam konteks criteria Savitz, pengguna tersebut bukan pelaku tindak pidana.
Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak pidana NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain adalah pelaku kejahatan juga adalah sebagai korban:
Dalam konteks UU no. 5/1997 tentang psikotropika dan UU no. 22/1997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut: a) pasal 37 ayat 1 UU no. 5/1997 menyatakan: “pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau perawatan”.
30
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 49-51
41
b) pasal 44 ayat 1 UU no. 22/1997 tentang Narkotika, intinya
menegaskan
bahwa
untuk
kepentingan
pengobatan dan atau perawatan pengguna narkotika dapat memiliki, menyimpan dan membawa narkotika, dengan syarat narkotika tersebut diperoleh secara sah. Pada pasal 45 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pecandu wajib menjalani perawatan dan pengobatan.(kursif: penulis). 2)
Pengertian NAPZA a. Narkotika
Narkoba
berasal
dari
bahasa
inggris
narcotics yang berarti obat yang menidurkan atau obat bius,31 sedangkan menurut istilah menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 pasal 1 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis atau bukan sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. adalah zat yang apabila digunakan sesuai dengan fungsinya yaitu untuk kepentingan medis dan kepentingan ilmiah akan memberikan manfaat kepada umat manusia. Ada beberapa jenis zat 31
S Warjowarsito dan Tito W, Kamus LengkapBahasa Inggris- Indonesia, IndonesiaInggris, (Bandung 1980), h.122
42
sebagai
sarana
kebutuhan
medis
yang
penggunaannya secara terukur dibawah kendali ahli medis. Baik untuk kepentingan penelitian maupun pertolongan kesehatan. Namun demikian, dalam perkembangannya menjadi barang yang berbahaya karena
telah
diedarkan
secara
gelap
dan
disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis dan berdampak terhadap gangguan kesehatan. Sebelum tahun 1976 istilah narkotika belum dikenal dalam perundang-undangan Indonesia. Peraturan yang berlaku
waktu
itu,
yaitu
“Verdovende
Middelen
Ordonnantie” (Staatsblad 1927 No. 278 jo. No. 536), yang diubah terakhir tahun 1949 (L.N 1949 No. 337), bukan menggunakan istilah “narkotika”, melainkan “obat yang membiuskan” (Verdovende middelen), oleh karena itu peraturan iersebut dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius. Namun dalam rangka pencegahan kejahatan dan pembinaan para pelanggar hukum narkotika, istilah “narkotika” sudah mulai dikenal sekitar akhir decade 60-an. Boleh dikatakan baik “obat bius” maupun “narkotika” tidaklah berbeda, merupakan obat yang diperlukan dalam dunia penelitian. oleh karena itu tidak dilarang penggunaan obat bius (narkotika) untuk kepentingan kedokteran dan ilmu pengetahuan.
43
Dampaknya sangat membahayakan kesehatan dan bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Dan tidak hanya itu, kini nyata-nyata telah semakin berdampak dahsyat. Membuat hancur dan matinya karakter bangsa. Yang diawali dengan rusaknya sel-sel syaraf otak sebagai dampak menggunakan Narkoba illegal. Kerusakan syaraf otak ini akan berpengaruh buruk pada kepribadian, tempramen dan karakter manusia. Jadi, pada hakekatnya Narkoba memiliki dua dampak yakni positif dan negative. Positif adalah demi kepentingan medis, sedangkan negative adalah untuk kepentingan bisnis illegal oleh kalangan mafia yang tidak bertanggung jawab. Menghancurkan kehidupan manusia dan menjadi musuh bersama seluruh bangsa beradab dimuka bumi ini. Terkait dengan ini maka perlunya membangun karakter manusia sebagai embiro karakter bangsa. Karakter bangsa yang kuat akan mampu memiliki daya imunitas yang lebih baik untuk menghadapi peredaran gelap Narkoba. Dengan daya tahan yang handal, maka pengaruh negative Narkoba dapat di cegahnya.32
32
Drs. V. Sambudiyono, MM, Peran Serta Masyarakat Di Bidang P4GN, (Jakarta: 2012), h. 5-6
44
Di dalam pasal 6 undang-undang No 35tahun 2009 Narkotika dikelompokan kedalam tiga golongan yaitu :33 1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi,
serta
mempunyai
potensi
sangat
tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja dan lain sebagainya. 2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin. 3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu
pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein. b. Psikotropika Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
33
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), h.159
45
menyebabkan
perubahan
khas
pada
aktifitas
mental
dan
perilaku.Psikotropika terdiri dari 4 golongan :34
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi. 2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai
potensi
kuat
mengakibatkan
sindroma
ketergantungan. Contoh : Amphetamine. 3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. 4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
c. Zat Adiktif
Zat Adiktif
adalah : bahan /zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi : 34
DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004), h. 13-16
46
1) Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol a) Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ). b) Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur ) c) Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker).
2) Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin. 3) Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
47
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
a) Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas ). b) Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain. c) Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ).35
d. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor:
35
DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004), h. 3-10
48
1) Faktor individual :
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri–ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA :
a) Cenderung memberontak b) Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas. c) Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada. d) Kurang percaya diri. e) Mudah kecewa, agresif dan destruktif. f) Murung, pemalu, pendiam. g) Merasa bosan dan jenuh. h) Keinginan untuk bersenang–senang yang berlebihan. i) Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode. j) Identitas diri kabur. k) Kemampuan komunikasi yang rendah. l) Putus sekolah. m) Kurang menghayati iman dan kepercayaan.
49
2) Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.
- Lingkungan Keluarga :
a) Komunikasi orang tua dan anak kurang baik b) Hubungan kurang harmonis c) Orang tua yang bercerai, kawin lagi d) Orang tua terlampau sibuk, acuh e) Orang tua otoriter f) Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya g) Kurangnya kehidupan beragama.
- Lingkungan Sekolah :
a) Sekolah yang kurang disiplin b) Sekolah terletak dekat tempat hiburan c) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif d) Adanya murid pengguna NAPZA.
- Lingkungan Teman Sebaya :
a) Berteman dengan penyalahguna
50
b) Tekanan atau ancaman dari teman.
- Lingkungan Masyrakat / Sosial :
a) Lemahnya penegak hokum b) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
3) Faktor Ketersediaan
Antara lain: tersedia dimana-mana dan mudah diperoleh karena maraknya peredaran narkoba, bahkan Indonesia sudah sebagai produsen narkoba, karena bisnis narkoba yang menjanjikan keuntungan besar , lalu penegakan hokum di Indonesia yang belum tegas dan konsisten.36 Faktor – faktor tersebut diatas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor–faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
36
BNN RI, Pedoman Pelaksanaan P4GN Melalu Peran Serta Kepala Desa/Lurah, (Jakarta: 2007), h. 30-31
BAB III GAMBARAN UMUN LEMBAGA A. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor berdiri sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor : KEP.007/RPS-4/1983, dengan nama Panti Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika “Putat Nutug”. Tanggal 28 Februari 1989 panti ini ditetapkan sebagai panti tipe “A” berdasarkan KEPMENSOS Nomor: 06/HUK/1989. Dan sejak tanggal 26 April 1994 dengan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor: 06/KEP/BRS/IV/1994 panti ini dinamakan Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”. PSPP “Galih Pakuan-Bogor sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Sosial RI, melaksanakan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA, mempunyai visi dan misi sebagai berikut: B. Visi, Misi, dan Moto 1. Visi: Panti sebagai pusat Pelayanan, Perlindungan dan Rehabilitasi sosial
korban
penyalahgunaan
Profesional, Berkualitas, Tahun 2014
52
NAPZA
berstandar
Nasional,
53
2. Misi:
a. Menyelenggarakan
pelayanan
dan
rehabilitasi
sosial
penyalahgunaan NAPZA dalam sistem panti menggunakan pendekatan multi disipliner, teknik pelayanan yang unggul dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. b. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan dan rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA. c. Memfasilitasi tumbuh kembangnya motivasi dan usaha masyarakat dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM dalam rangka meningkatkan
pelayanan
Rehabilitasi
Sosial
korban
Penyalahgunaan NAPZA yang berkualitas.
3.
Motto“kami Peduli. Anda Pulih dan Dunia Indah Tanpa Narkoba”
C. Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor
Memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial yang bersifat
kuratif, rehabiltatif, promotif dalam
membentuk
bimbingan
pengetahuan dasar, pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi eks korban Napza dan pengguna Psikotropika Sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
54
1. SDM (Sumber Daya Manusia) Pelaksana dan Peserta 1) Pelaksana a. Pejabat Struktural
: 4 orang
b. Fungsional Pekerja Sosial
: 15 orang
c. Fungsional Arsiparis
: 2 orang
d. Instruktur
: 3 orang
e. Pelaksanaan Sub.Bag.TU
:11orang
f. Pelaksana Rensos
: 4 orang
g. Pelaksana PAS
: 4 orang
2) Peserta PSPP “Galih Pkuan”-Bogor menyelenggarakan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna NAPZA dari semua golongan sosial maupun ekonomi. Adapun persyaratan peserta adalah sebagai berikut:
a. Remaja laki-laki b. Usia 14 tahun keatas dan diutamakan belum menikah c. Menyerahkan pas photo berwarna ukuran 4x6 cm 2 lembar d. Foto kopi ijazah/STTB terakhir e. Mengisi formulir pendaftaran, surat permohonan dan surat pernyataan f. Surat keterangan dokter yang menyatakan informasi tentang kesehatan klien
55
g. Pernyataan
orang
tua/wali
klien
atas
kesediaannya
menitipkan anaknya untuk dibina di PSPP “Galih Pakuan”Bogor
2. Tujuan, waktu pelaksanaan kegiatan, maklumat pelayanan dan indikator
a. Tujuan
Tujuan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan di PSPP “Galih Pkuan”-Bogor yaitu pemulihan kondisi fisik, mental psikis, sosial, sikap dan perilaku penyalahguna NAPZA, agar mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam keluarga maupun masyarakat.
b. Waktu pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial di PSPP “Galih Pakuan”-Bogor disusun untuk waktu 12-24 bulan, tetapi dalam
proses
pelaksanaan
pelayanannya
perkembangan dan performa klien. c. Maklumat pelayanan dan indikator 1) Maklumat pelayanan
bergantug
pada
56
“DENGAN
INI
KAMI
MENYATAKAN
SANGGUP
MENYELENGGARAKAN REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN DENGAN
PENYALAHGUNAAN STANDAR
NAPZA
PELAYANAN
SESUAI
YANG
TELAH
DITETAPKAN DAN APABILA TIDAK MENEPATI JANJI INI,
KAMI
SIAP
PERATURAN
MENERIMA
SANKSI
SESUAI
PERUNDANG-UNDANGAN
YANG
BERLAKU” 2) Indikator a. Melakukan
pelayanan
dengan
segera,
benar
dan
memuaskan. b. Memberikan pelayanan secara terpadu dan tuntas. c. Berorientasi pada pemenuhan harapan penerima pelayanan. d. Peduli, perhatian dan memahami kebutuhan penerima pelayanan. e. Sopan,
ramah
dan
pofesional
dalam
memberikan
pelayanan. f. Memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap penerima manfaat. g. .Mempersiapkan kemandirian penerima mafaat.
57
D. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial di PSPP Galih Pakuan Bogor 1. Tahap Penerimaan Tahap penerimaan yang meliputi suatu bentuk prosedur penerimaan dan seleksi klien yang dianggap cocok untuk diberi pelayanan sesuai standar yang diterapkan oleh organisasi. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan awal untuk pemeriksaan fisik atau gejala-gejala klinis. Pra rehabilitasi tahap ini merupakan persiapan bagi klien untuk memasuki program rehabilitasi, persiapan meliputi:
Persiapan kesehatan
Persiapan kestabilan mental dan emosinal
Membangkitkan motivasi untuk mengikut program
Pengenalan program
Pengenalan program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
2. Tahap klasifikasi Tahap ini dimaksudkan untuk menentukan sifat dari perubahan klien yang menjadi tujuan panti dalam membantu proses perubahan diri klien kearah yang lebih baik. Kegiatan yang dilakukan adalah: wawancara, observasi. Review data personal, penggalihan dan pemahaman masalah, penggalian potensi dan sumber-sumber internal dan eksternal klien, tes psikologis dan konsultasi kasus, kegiatan ini
58
diakhiri dengan perumusan rencana intervensi yang dilakukan oleh pekerja sosial fungsional bersama-sama klien. 3. Tahap pembinaan dan bimbingan Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan proses pertolongan sesuai rencana intervensi yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan adalah:
Bimbingan fisik (olahraga dan musik, probe, perawatan kesehatan)
Bimbingan Mental (konseling individual, kelompok, budi pekerti dan keagamaan)
Bimbingan Sosial ( sesi/terapi kelompok dll)
Bimbingan Keterampilan (monir mobil dan motor, elektrik, serta komputer)
Dalam tahap ini dilakukan konseling keluarga, kunjungan rumah dan dukungan keluarga (FSG), resosialisasi/ reintegrasi sosial dan bimbingan lanjut. Untuk melakukan upaya perubahan yang telah, sedang dan akan dicapai hasil akhirnya adalah kepulihan klien yang didukung oleh lingkungan sosial yang kondusif sehingga klien dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan perubahan perilaku yang telah dicapai. Resosialisasi (Reintegrasi), tahap ini dilakukan untuk menyiapkan klien, keluarga dan lingkungan sosial dimana klien tinggal, hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan untuk menerima klien dan diharapkan klien dapat berintegrasi di tengah kehidupan keluarga dan
59
lingkungan masyarkat setelah melaksanakan pemulihan dan rehabilitasi sosial dan mencegah kekambuan (relapse). Terminasi, tahap dilakukan setelah selesai proses pemulihan dengan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan yang telah dicapai. 4. Pembinaan lanjut Merupakan tahapan pembinaan lanjut setelah selesai mengikuti rehabilitasi sosial, untuk memelihara dan memantapkan kondisi kepulihan klien dari ketergantungan terhadap Napza. 1. Monitoring dan Evaluasi Hal dini dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan kondisi klien setelah selesai melaksankan program rehabilitasi sosial, serta untuk mengetahui sejauhmana klien tersebut dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.1
1
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
60
Gambar 1 Proses pelayanan dan rehabilitasi korban NAPZA di dalam PSPP “Galih Pakuan” Bogor2
2
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
61
Gambar 2 Proses pelayanan3
3
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
62
Gambar 3 Lanjutan4
4
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
63
Gambar 4 Lanjutan5
5
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
64
Gambar 5 Lanjutan6
6
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
65
Gambar 6 Struktur organisasi PSPP “Galih Pakuan” Bogor7 Kepala Panti
Beni Sujanto AKS., M.Si. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Iwan Nurcandra S., S.Sos M.Si. Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial
Ahmadin, S.Pd.I., M.Si. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Drs. Alam Fajar Ahmadi., M.Si. Kordinator Pekerja Sosial
Sutrisno, S.Pd. I
7
Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA Dalam Bab ini hasil penelitian akan dipaparkan secara sistematis. Bab ini terbagi dalam beberapa bagian, yaitu: identitas informan penelitian, gambaran umum terbimbing/residen, temuan dan analisis intra subjek, temuan dan analisis inter subjek, temuan dan analisis informan, serta analisis integratif. Seluruh subjek dalam penelitian ini terdiri dari lima orang, dua orang dari kepala seksi program advokasi sosial dan pekerja sosial serta tiga orang dari klien yang sedang menjalani rehabilitasi sosial di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor. Klasifikasi ini diambil berdasarkan pertimbangan dan hasil pengamatan penulis selama dilapangan karena klien dengan klasifikasi lainnya tidak dapat dijadikan objek penelitian karena keterbatasan waktu atau mental dari klien itu sendiri. Adapun terbimbing yang ada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”-Bogor yang telah penulis wawancarai diantaranya : A. Identitas Informan dan Subjek Penelitian 1. Informan penelitian Tabel 2 Subjek Pekerja PSPP “Galih Pakuan” Bogor.1 No
Nama
Usia
Jabatan
1
Ahmadin S.Pd.I.,M.Si
50 tahun
Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial
1
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmadin Spdi;Msi dan Bro Robby, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial/ Pekerja Sosial Bogor, 30 April 2014
66
67
2
Robby Rudiansyah
58 tahun
Pekerja Sosial
Adapun deskripsi mengenai informan adalah sebagai berikut: a. Bapak Ahmadin S.Pd.I.,M.Si Bapak Ahmadin adalah salah satu pekerja di PSPP Galih PkuanBogor. Pak Ahmadin lahir di sukabumi tanggal 28 November 1964 berusia 50 tahun. Sekarang menjabat di PSPP Galih Pakuan sebagai kepala seksi program dan advokasi sosial. Beliau bekerja di PSPP ini sudah hampir 23 tahun dan diangkat menjadi Pekerja Nasional (PNS) sejak tahun 1991, pak ahmadin di percaya untuk menjadi kepala seksi program dan advokasi sosial di PSPP ini sejak awal masuk ke panti rehabilitas tersebut. b. Bapak Robby Rudiansyah Pak Robby adalah salah satu staf Pekerja Sosial dan di percaya untuk membimbing langsung residen-residen yang berada di lapangan. Beliau di panggil akrab baik oleh residen-residen maupun rekan-rekan kerja di PSPP dengan sebutan “Bro Robby” . Bro Robby lahir di Jakarta, 22 Januari tahun 1961 dan sekarang sudah menginjak usia 53 tahun. Bro Robby masuk ke PSPP Galih Pakuan pada tahun 2013 dan bekerja sebagai staf Peksos di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan “Putst NutugBogor”.
68
2. Terbimbing/ subjek penelitian Tabel 3 Terbimbing Berdasarkan Agama.2 Agama Islam Kristen Jumlah
Jumlah 269 3 272
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas agama yang di anut oleh terbimbing di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor adalah agama islam, yakni kisaran agama islam 269 orang dan agama kristen sebanyak 3 orang. Tabel 4 Terbimbing Berdasarkan Usia.3 Usia 10-14 15-20 21-25 26-40 41-50 Jumlah
Tingkatan Anak-anak Remaja Dewasa awal Dewasa Manula
Jumlah 3 orang 150 orang 102 orang 10 orang 7 orang 272 orang
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas terimbing berada di kisaran usia 15-20 tahun yaitu pada fase remaja, yang mana pada usia ini dapat dikatakan sebagai usia produktif.
2 3
Data Base Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor, Tahun 2014 Ibid
69
Tabel 5 Terbimbing Berdasarkan Klasifikasi Jenis NAPZA.4 Klasifikasi Residen Narkotika Psikotropika Zat Adiktif Jumlah Dari
tabel
di
atas
dapat
Jumlah 94 0rang 10 orang 168 orang 272 orang dilihat
bahwa
mayoritas
terbimbing/residen menggunakan zat adiktif, yang mana zat adiktif ini adalah bahan /zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi: minuman alkohol, inhalasi (gas yang dihirup), solven (zat pelarut) dan tembakau.
Tabel 6 Terbimbing Berdasarkan Pendidikan.5 Klasifikasi Residen SD SMP sederajat SMA sederajat Paket B,C D III PT Jumlah
Jumlah 73 orang 82 orang 108 orang 2 orang 2 orang 5 orang 272 orang
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas pendidikan pada terbimbing/residen yang di gapai adalah pendidikan SMA sederajat, yang mana pada masa ini lah terbimbing mengkonsumsi NAPZA,
4 5
Data Base Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor, Tahun 2014 Ibid
70
Tabel 7 Subjek Penelitian.6 Nama Tempat & Tgl Lahir Jabatan Pendidikan Agama Tgl saat masuk Usia mengenal NAPZA Asal mula mengenal NAPZA Jenis NAPZA Masa rehabilitasi
Rio Winaldi Jakarta, 24 -101996 Spacial Funtion SMP Islam Oktober 2013 9 tahun
Beni Palembang, 16-011985 Spacial Funtion SMA Islam Februari 2014 10 tahun
Sukma Supriadi Jakarta, 06-021980 Spacial Funtion SMA Islam Juni 2013 16 tahun
Teman sebaya
Sepupu
Teman sebaya
Miras, ganja, somadril, trihex 7 bulan
Miras, sabu-sabu, putau 7 bulan
Ganja 2
Bulan
Pembimbing/ informan yang menjadi sampel penelitian penulis adalah 2 informan yakni dari Pekerja Sosial dan Kepala Seksi Program & Advokasi Sosial. Terbimbing/subjek yang menjadi sample penelitian adalah yang aktif mengikuti kegiatan peer counseling berjumlah 3 orang. Dengan jenis klasifikasi
(Penyalahguna Krban NAPZA), yaitu Miras,
sabu-sabu, putau, ganja, somadril dan trihex. Klasifikasi ini diambil berdasarkan pertimbangan dan hasil pengamatan penulis selama dilapangan karena residen dengan klasifikasi lainnya tidak dapat dijadikan objek penelitian karena keterbatasan waktu atau mental dari residen itu sendiri. Adapun terbimbing yang ada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor yang telah penulis wawancarai diantaranya :
6
Wawancara Langsung dengan Residen , Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. Di Bogor pada Jumat, 16 Mei 2014.
71
a. Rio winaldi Rio winaldi dilahirkan di Jakarta, 24 Oktober 1996. Alamat tempat tinggal Jl. Tipar Cakung Kp. Baru Rt. 11/08 Ds. Cakung Barat Kec. Cakung Jakarta Timur, Rio merupakan residen yang di tempatkan primary 3. Rio mengenal NAPZA Dari tahun 2009 sampai 2013 kalo untuk ganja dari tahun 2012 sampai 2013 kalo obat-obatan dari tahun 2009 sampai 2013. Jenis NAPZA yang sering dipakai biasanya miras, obat-obatan, ganja dan sabu. Semua itu di dapatkan dari teman sebaya, kalo untuk obat Rio membeli di toko, obat tersebut biasanya ada di tukang kosmetik di sampingnya obat. Rio mengaku penyebab lain dari penyalahgunaan NAPZA yang ia alami adalah karena kurangnya pengawasan dari orang tua serta kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama. Dampak yang dirasakan rio ketika mengkonsumsi ganja itu happy, percaya diri (PD), setelah memakai itu bawaannya lapar, jika mengkonsumsi obat lebih sering mandi, biasanya jika ingin memakai ganja itu minum obat terlebih dahulu, setelah sudah merasa naik baru rio mandi lagi kalo sabu itu hanya sekali-sekali isep saja sudah tidak ada rasa pusing. Respon keluarga merasa kecewa, sangat kecewa, keluarganya merasa sedih mengetahui rio mengkonsumsi NAPZA, keluarganya merasa menyesel karna sudah lengah mengawasi Rio begitupun dengan Rio sendiri. Rio masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Bogor pada 11 September 2013. Keluarganya tidak menyangka rio akan
72
terjerumus ke dalam hal tersebut karna rio mengaku rio jika sedang berada di rumah itu rajin shalat juga mengaji tapi beriringan dengan itu Rio juga mengkonsumsi narkoba jalan shalat pun juga jalan, jadi tidak bisa ketinggalan, Rio berasal dari keluarga yang utuh, Rio termasuk mengkonsumsi NAPZA tipe rumahan dan pengaruh ekonomi sangat labil. Rio mengaku pernah merasakan jeruji besi/masuk penjara dan keluarga Rio sangat kaget karna keluarganya tak menyangka rio sampai bisa masuk jeruji besi, Rio masuk ke PSPP Galih Pakuan-Bogor melalui LAPAZ, dan Rio pun mengaku bahwa pengalaman dia di penjara itu sangat tidak nyaman tapi ketika masuk ke PSPP Galih Pakuan-Bogor dia merasakan kenyamanan, bimbingan, masukan dari teman-teman sebayanya dan juga di berikan motivasi oleh semua pihak yang bekerja di PSPP ini. b. Beni Beni dilahirkan di Palembang, 16 Januari 1985, Beni merupakan residen di primary 1. Mulai rutin mengkonsumsi NAPZA dari kelas 2 SMA, mulai umur 15 tahun dan mengenal dari kelas 4 SD sampai bulan Februari 2014, dia berasal dari keluarga yang Broken home dan berkecukupan. Beni termasuk pemakai NAPZA tipe klub-klub dan hotel. Jenis NAPZA yang di pakai sabu, sasi, kokain, ganja, alkohol dan mulai mengenal dan mendapatkan NAPZA dari link nya, pada awalnya menjadi bandar NAPZA di bukakan usahanya oleh temen tetapi setelah itu usaha
73
ini semakin besar yang di bukakan pacarnya, pacarnya memakai NAPZA di palembang dan di julukinnya ratu sabu oleh tementeman sebayanya. Alasan pertama mengkonsumsi NAPZA adalah bapak nya menderita sakit parah sehingga meninggal, beni merasa sangat terpuruk dan saudara-saudara kandungnya sangat acuh terhadap beni sehingga dia tidak mendapatkan perhatian yang di inginkannya sehingga dia mengkonsumsi NAPZA sebagai bentuk pelarian, meskipun pada awalnya Cuma coba-coba dan iseng-iseng. Beni masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Bogor pada 12 Februari 2014. Respon keluarga, pertama kedua ketiga dia masih dikasih kesempatan, untuk yang ke empat untuk bisnis keluarga dia sudah di blok, nama dia dikeluarin dari kartu keluarga (KK) dihadapan notaris dan nama dia di surat kabarkan di kota tempat dia dilahirkan selama tiga hari termasuk di TV lokal, karna saking sangat kecewa akan tetapi dia menyadari yang namanya perbuatan yang sudah sangat melanggar menurut keluarganya, beni harus siap menerima apapun resikonya. c. Sukma Supriyadi Sukma dilahirkan di Jakarta, 06 Februari 1980. Alamat tempat tinggal Depsos XV Bawah Rt. 008/009 No. 10 Kelurahan Bintaro
Kecamatan
Pesanggrahan
Jakarta
Selatan.
Sukma
merupakan residen di primary 1. Sukma masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor pada 09 Juli 2013. Sukma mengenal NAPZA sejak lulus STM dari
74
mulai tahun 1998-2013 awalnya dia hanya mencoba-coba, jenis NAPZA yang di pakai minum alkohol, ganja dan putau, dia mengenal dan mendapatkan dari temen. Alasan mengenal NAPZA karna ada beberapa faktor, pertama faktor lingkungan, keluarga dan teman. Respon keluarga ketika mengetahui bahwa sukma mengkonsumsi NAPZA sangat sedih dan kecewa. Langkah keluarga setelah mengetahui mengkonsumsi NAPZA adalah menyuruh sukma tinggal bersama saudara dan sebisa mungkin jauh-jauh dari rumah tempat dia dilahirkan. B. Analisis Hasil Temuan Analisis hasil temuan dalam penelitian kualitatif subjektif yang tidak terlepas dari-nilai objektifitas kecenderungan subjektif yang tidak terlepas dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa yang digunakan selain
pengamatan
dan
penelitian
menggunakan
referensi
untuk
memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan. Selanjutnya, hasil dari penelitian menjelaskan deskriptif analisis terkait dengan hasil temuan dilapangan. Fokus analisanya terletak pada peer counselor yang teman-teman sebayanya jalani peer counselor baik secara verbal maupun non-verbal yang terjadi di PSPP “Galih Pakuan” Bogor. 1. Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
75
Pada penelitian kali ini penulis fokus untuk membahas mengenai peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA, peran peer counselor merupakan suatu cara bagi para residen belajar bagaimana memperhatikan dan membantu anak-anak lain, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.7 Dalam membantu teman sebaya korban NAPZA pada residen secara individual (one-to-one
helping relationship), kepemimpinan
kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong.8 Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan-kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.9 Sehingga pada penelitian ini bisa kita lihat sejauh mana peer counselor berperan memberikan motivasi serta dorongandorongan kepada teman sebayanya yaitu korban NAPZA melalui bahasa-bahasa
sehari-hari,
sehingga
peer
counselor
dalam
rehabilitasi korban NAPZA bisa termotivasi untuk segera pulih.. Peer konselor adalah siswa yang berasal dari sekolah (SMP/SMA/Sederajat),
karang
taruna,
poskestren,
pemuda
masjid/greja/keagamaan lainnya, pekerja industri, anak jalanan,
7
R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and Immigration Commission, 1981) h. 3 8 J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer Helpers, (Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5 9 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, Cet. 36, 2003), h. 243
76
penyalahguna NAPZA dan lain-lain yang dilatih dengan materi tertentu sehingga mampu memberikan informasi dan membantu menyelesaikan masalah kesehatan pada teman sebayanya. Peer counselor merupakan strategi yang efektif untuk menyelesaikan masalah
remaja
dengan
resiko
penyalahgunaan
NAPZA.
Kelompok sebaya dapat menurunkan remaja/siswa terhadap resiko penyalahgunaan zat adiktif sehingga siswa yang berprilaku negatif akan berkurang. Peer counselor itu sendiri merupakan aspek teknik dan pendekatan dalam kehidupan. Sehingga diharapkan setelah residen berperan sebagai peer counselor di panti, dari teknik dan pendekatan dari sikap masing-masing residen mengenai peer counselor dapat berjalan baik dan bisa membantu teman sebayanya untuk pulih dengan motivasi dan masukan yang mereka berikan. Setidaknya mereka terbuka pemikirannya dan selalu belajar dari kesalahan yang telah menjerumuskan mereka kepada jalan yang buruk, menjadi lebih semangat kembali untuk menyongsong masa depan dan terpenting dapat di terima baik di masyarakat maupun keluarganya. Dari hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan penulis menemukan bahwa peer counselor di panti sangat di butuhkan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh temanteman
sebayanya.
Ahmadin:
Sebagaimana
yang
diungkapkan
Bapak
77
“Peer counselor dikita ini kan ada beberapa grup, grup itu dalam TC sebenernya ada konseling individu ada konseling kelompok itu yang dikatakan peer counseling artinya static group nah static group itu adalah seorang konselor atau pekerja sosial mempunyai anak binaan misalkan ada 10 orang nah disitu nanti akan terjadi konseling artinya peer mereka misalkan si konselor sebagai komda menyampaikan silahkan misalkan kita ada rool nya gitu kan ada sircle nya disitu setelah sircle nanti baru si komdak memandu acara ada rusnya/ada aturannya setelah itu nanti diserahkan siapa yang punya isu dalam artian masalah biasanya kan mereka kan mengangkat tangan itu nanti mereka menyampaikan masalahnya ditanggapi oleh temannya, dikasih solusi pendapat feed back istilahnya, ada tanggapan ada feedback kalo udah selesai tanggapan dan feed back oleh tementemennya baru si komdak ini menyimpulkan, ini satu kasus satu orang teruus sampai ada beberapa orang menyampaikan itu sehingga nanti penyelesaian kelompok konselingitu di bahas bersama dan hasilnya kita bersama, kalo memang belum tuntas itu mungkin di lanjut minggu depan lagi, jadi setiap minggu grup sketing itu namanya peer counselor sebetulnya , ada peer static group ada juga yang mungkin pake pic juga ada menggunakan sircle itu disebutnya dinamika kelompok. Peer counselor disini menjadi suatu treetmen.10 Dari ungkapan Bapak Ahmadin diatas terlihat bahwa peer counselor dapat membantu residen yang lain menjadi lebih baik melalui masalah yang disampaikan kemudian ditanggapi oleh temannya, diberikan solusi, pendapat, feed back, menyimpulkan yang di sampaikan oleh teman-teman sebayanya beserta Pekerja Sosial PSPP. Hal lain diungkapkan oleh Bapak Robby; “Pengaruhnya sih tinggi, artinya dari mereka untuk mereka gitu loh, Cuma memang saya bilang itu relatif ya, kadangkadang ada juga pada saat di luar circle itu pengaruh negatif itu tinggi cepet juga, memang tergantung mutnya dia, feelingnya mereka pada saat itu but apa bet nah kalo bet pasti karakter negatif itu cepet, kalo dia lagi feeling good 10
Wawancara Pribadi dengan Bapak Ahmadin, Spdi.Msi, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial, Bogor, 06 Mei 2014
78
nah itulah disitu makanya kenapa kejelian seorang konselor atau pekerja sosial itu, pada saat dia feeling dia lagi good disitulah kita berperan seorang konselor edik maupun itu psikolog disitu artinya kita mendampingi gitu loh, kita bisa jadi apa pendamping, nah ini yang harus kita inikan gitu loh jadi yang namanya body pada saat dia duduk yah ada kita, pada saat dia jalan kemana ada kita gitu loh, jadi nanti dia akan berfikir gitu loh pada hal yang positif gitu loh.11
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pekerja sosial selalu dapat mendampingi residen melalui peran pekerja sosial yang diharapakan seorang pekerja sosial bisa menyampaikan, memberi contoh dan mendampingi residen korban NAPZA yang sesuai dengan
bahasa-bahasa
yang
bisa
dimengerti
teman-teman
sebayanya. Sehingga mereka tidak begitu saja putus asa untuk dapat kembali pulih bahkan berharap untuk bisa benar-benar sembuh dari ketergantungan NAPZA. Awal mula munculnya Peer Counselor, penulis melakukan analisa dan ikut serta kegiatan yang ada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” ini , peer counselor ini muncul dengan adanya kegiatan-kegiatan diantaranya: a. Moring Meeting Pertemuan yang merupakan komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi hari pukul 08.00 untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen yang dipimpin oleh chief yaitu residen yang bertugas memimpin teman-temannya.
11
Wawancara Pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 20 April 2014
79
1) Tujuan a) Mengawali hari agar menjadi lebih baik b) Image
breaking
(membangkitkan
kepercayaan diri), melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain c) Mengidentifikasi perasaan d) Membahas
isue
keseluruhan
rumah/asrama yang harus diselesaikan oleh komunitas. Di dalam kegiatan morning meeting selalu diawali doa menurut agama dan kepercayaan mereka masing-masing dengan cara melingkar dan berpegangan pundak, lalu membaca the creed kemudian setiap individu maju kedepan untuk memberikan info-info atau masukan untuk residen yang lainnya. Di dalamnya terdapat beberapa sesi yaitu: a. Awarness yaitu, peringatan ringan. b. Motivation
yaitu, memberikan motivasi
untuk sesama residen. c. Anknowledge yaitu, ucapkan terimakasih kepada residen di depan forum. d. Announcement
yaitu,
mengungkapkan
pengumuman yang akan dilakukan bersamasama.
80
e. Quotes yaitu, kamut (kata-kata mutiara) yang diberikan salah satu residen
untuk
residen lainnya. f. Reading yaitu, membacakan/menginfokan berita ke sesama residen. 2) Proses a) Perkenalan anggota. b) Pembacaan filosofi yang tertulis (written philosophy). c) Pengumuman yang berkaitan dengan kepentingan bersama. d) Pull up (peringatan dan nasehat). e) Pernyataan pribadi atau penghargaan f) Pembacaan berita aktual. g) Konsep hari ini. h) Permainan. i) Pernyataan observer dan di tutup dengan ucapan selamat pagi serta jabat tangan. 3) Aturan a) Setiap residen wajib aktif. b) Setiap residen mendengarkan dengan baik. c) Setiap residen menjadi bagian daripada permasalahan.
81
d) Mengidentifikasi keadaan seluruh rumah (asrama). Dalam kegiatan morning meeting ini hanya sebagian residen yang berperan aktif untuk ikut berpartisipasi mengisi bagian-bagian diatas pada sebuah lembaran yang telah diberikan oleh ceef. Hanya residen tertentu yang selalu aktif untuk memberikan pendapatnya.12 b. Morning briefing Pertemuan seluruh residen yang dilaksanakan pada hari sabtu dan minggu pukul 08.00 kegiatan ini dilakukan pada akhir pekan untuk membahas masalahmasalah yang terjadi didalam rumah atau setiap asrama dan membahas perasaan yang sedang mereka alami pada hari itu dan memfollow up kegiatan yang mereka lakukan selama seminggu. Tidak jauh beda dengan kegiatan morning meeting bahwasanya hanya sebagian residen yang aktif untuk
mengungkapkan
segala
permasalahn
yang
mereka alami pada hari itu.13
12
2014
13
Hasil temuan lapangan pada saat penelitian mulai dari bulan Oktober 2013 s/d Mei Ibid
82
c. Sharing circle Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari , terutama setelahkegiatan moring meeting dan morning briefing. kegiatan ini diikuti oleh seluruh residen untuk membahas masalah yang terjadi pada diri masingmasing individu, kemudian membiasakan diri untuk memberikan masukan dan menanyakan secara jelas masalah yang dialami oleh familinya (family adalah sebutan akrab residen PSPP “Galih Pakuan” Bogor) Kegiatan dimonitoring
ini
oleh
dipimpin pembina.
oleh
Chief
Namun,
dan
terkadang
memberikan tanggung jawab untuk memonitoring kegiatan ini dan memberikan nasehat, motivasi dan pengetahuan.
90%
residen
aktif
menguraikan
permasalahan yang dihadapinya dan residen yang lainnya juga aktif untuk memberikan nasehat dan motivasi
untuk
sama-sama
ingin
pulih
dari
ketergantungan NAPZA.14 Dari uraian diatas bisa penulis simpulkan, bahwa residen berperan penting terhadap teman sebayanya untuk saling mengingatkan, memotivasi, mendorong, menegur, menasehati serta mengkritik teman-teman sebayanya, maka dinamakanlah dengan Peer Counselor.
14
2014
Hasil temuan lapangan pada saat penelitian mulai dari bulan Oktober 2013 s/d Mei
83
Selain itu dari hasil observasi dan wawancara langsung selama dilapangan peran peer counselor memiliki manfaat yaitu agar residen mendapatkan motivasi, feed back, pengalaman, dan dorongan untuk pulih. Sebagaimana yang diungkapkan oleh saudara Beni; “Pertama posisi saya sebagai pendengar disini kita sebenernya jatoh dari segi mental dan pikiran, iya kan kita jatoh tetapi kita sharing kita diberi motivasi gitu diberi pemikiran yang bagus yang lurus dan positif, jadi yang kita ubah disini mainset kita sudut pandang kita pola pikir. Kalo sebagai posisi kita pendengar yaa sebenernya kita mendengar banyak kisah lah itu juga sudah bisa terjadi di diri kita atau belum pernah terjadi itu saya jadikan sebagai pembelajaran gitu loh pengalaman tetapi kalo untuk motivasi kita tetep kasih dia motivasi yang membangun.15 Dari ungkapan saudara Beni diatas meskipun kita sudah jatuh di lubang yang salah akan tetapi kita masih bisa ubah mainset dari sudut pandang dan pola pikir. Jadikanlah semua hal menjadi pembelajaran dan pengalaman serta tetap kita selalu memberi motivasi terhadap diri kita dan teman-teman sebaya yang lain. Hal lain diungkapkan oleh saudara Rio dan Sukma; “Kita bisa saling mengetahui satu sama lain masalah dia di luar apa dan saya juga apa, bisa ngambil dampak yang positifnya dari dia, memberi feed back kita kasih. “Suatu tritment ya.16 Dari ungkapan Rio dan Sukma dapat terlihat bahwa peer counselor dapat dikatakan sebagai suatu treament, dapat saling mengetahui masalah teman-teman sebayanya yang lain dan bisa
15
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014 16 Wawancara Pribadi dengan Saudara Sukma, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
84
memberikan feed back terhadap teman-teman sebayanya di panti ini. 2. Dasar-dasar komunikasi dalam Peer Counselor 1) Acceptance yaitu merupakan teknik yang digunakan konselor untuk menunjukkan minat, pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli dan sikap menerima pribadi konseli sebagai suatu keseluruhan. Sebagaimana diungkapkan oleh saudara Beni; “Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya kan, kalo semua itu gak bisa kita punya tritmenttritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah pokonya tritment ini mengarahkan mereka ke kebersamaan karna kita semua disini punya gimana ya bisa dibilang motto ya kan all for one one for all disini”.17 2) Attending, yaitu perilaku yang secara langsung berhubungan dengan respek, yang ditunjukan ketika konselor/helper
memberikan
perhatian
penuh
pada
konseli/helpee, melalui komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai komitmen untuk fokus pada konseli. Sebagaimana diungkapkan oleh saudara Sukma; “Mendorong dirinya biar lebih peduli lagi dengan family nya disini”. 3) Summarizing yaitu ketrampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli. Diungkapkan oleh saudara Beni;
17
Wawancara Pribadi dengan Saudara Sukma, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
85
Sebenernya kalo saya bilang bukan kearah keterampilan yah, tapi saya berkaca dengan pengalaman hidup saya kemarin dan saya bagi ke mereka, karna kita disini balik lagi kita merubah mainset mereka, pola pikir mereka, karna pola pikir kita bisa dapet dari pengalaman ya kan, pengalaman kan guru yang paling baik.18 4) Questioning yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan
kesempatan
pada
konseli
uniuk
mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli dan bersifat mendalam genuineness adalah mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua atau lebih individu. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Robby; “Pada saat di di grup kan itu kan pada saat dia memberikan motivasi, jadi temennya sharing kita kembalikan lagi ke mereka artiannya motivation, feed back, entar mereka angkat tangan itu lah disitu, jadi keterampilan dia berbicara memberikan suatu motivasi yang maslahat ama temennya itu seperti apa, nah yapi pada saat dia memberikan suatu motivasi ke temennya itu sama dengan dia memberikan suatu motivasi ke dirinya sendiri gitu loh, dan peranan seorang konselor edik pada saat di grup terapi itu dari 10% itu Cuma 1% selebihnya dari mereka semua, nah gitu loh, kita hanya memberikan suatu support jadi tambahan gitu loh, pada saat diberikan suatu motivasi temennya, nah kita selaku konselor edik atau pekerja sosial ini harus milih pada saat itu temen-temennya memberikan suatu motivasi apa nih terhadap mereka , yang tidak ada sama mereka itu, itulah kita yang nambahin gitu loh, dari misalnya mereka memberikan suatu motivasi cuma lima kata gitu loh,
18
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
86
tapi kita bisa menambahkan satu atau dua kata nah itu kita harus nambahin.19 5) Questioning, yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan
kesempatan
pada
konseli
untuk
mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli dan bersifat mendalam. Seperti diungkapkan oleh pak Ahmadin Spdi;M.Si “Saya hanya memberikan arahan saja setelah itu residen lah yang mengeksplor serta memberi jawaban terhadap masalah yang mereka alami”.20 6) Genuineness, adalah mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua atau lebih individu. Seperti di ungkapkan oleh saudara Beni; “Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya kan, kalo semua itu gak bisa kita punya tritmenttritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah pokonya tritment ini mengarahkan mereka ke kebersamaan karna kita semua disini punya gimana ya bisa dibilang motto ya kan all for one one for all disini”.21
7) Assertiveness, kemampuan mengekspresikan pemikiran dan perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara berterus terang, dan respek pada orang lain. Saudara Beni mengungkapkan;
19
Wawancara pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 16 Mei 2014 Wawancara pribadi dengan Bapak Ahmadin Spdi;M.Si, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial, Bogor, 30 April 2014 21 Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014 20
87
“Kalo untuk saya, karna saya udah merasa bagaimana paitnya karna kena narkoba ya kan, ya saya gak mau mereka lama gitu loh mumpung mereka belom parah seperti saya, ya saya kasih sudut pandang pola pikir yang menurut saya yang baik untuk mereka, jadi tetep balik lagi disini ke mainset tapi ya tiap orang kan penyampaiannya berbeda-beda ke bewah, kalo saya bisa di bilang secara pedas sampe saya di julukin kiler disini karna gimana ya disini jangki, jangki itu punya pemikiran yang batu jadi susah berubah karna egonya tinggi, karna pola pikirnya sempit ya, jadi kita harus pecahin tuh batu gimana caranya ga bisa dengan cara yang pelan, yah tetep semuanya butuh proses karna kita untuk mencapai proses kenyamanan harus ngelewatin yang ngga nyaman dulu.22 8) Confrontation,
adalah
ekspresi
konselor
tentang
ketidakcocokannya dengan perilaku konseli. Dengan kata lain,
konfrontasi adalah
ketrampilan konselor untuk
menunjukkan adanya kesenjangan dan inkongruensi dalam diri konseli, dan problem Solving adalah proses perubahan sesorang
dari
fase
mengeksplorasi
satu
masalah,
memahami sebab-sebab masalah, dan mengevaluasi tingkah laku yang mempengaruhi penyelesaian masalah itu. Saudara Rio mengungkapkan; “Kalo untuk konseling sih kalo disitu ada back up nya itu berjalan dengan baik tapi kalo misalnya kita lagi gak emut yang satunya terlalu egois pengen dia sendiri sedangkan curahan hati kita itu gak di dengerin ama dia, biasa kalo disaat lagi sama residen ya lagi sport sore suka bilang kalo make ini begini rasanya-make ini begini rasanya, trus mereka ngasih masukan intinya gini yang udah berlalu biarlah berlalu kita belajar aja disini gak usah mikirin pulang semua pasti pulang disini kalo belup pulih ngapain kita pulang.Setelah saya sharing sama 22
Ibid
88
teman-teman sebaya yang lain saya merasa plong aja sedikit demi sedikit kita bisa lupa masalah.23 9) Problem Solving, adalah proses perubahan sesorang dari fase mengeksplorasi satu masalah, memahami sebab-sebab masalah,
dan
mengevaluasi
tingkah
laku
yang
mempengaruhi penyelesaian masalah itu. Seperti di ungkapkan oleh Bro Robby; “Saya sebagai pembimbing menentukan sejauh mana para residen disini berubah dari fase-fase yang ada, setelah itu barulah kami mengadakan evaluasi yang sekiranya sudah memiliki perubahan dalam kelompok kita akan naikan pangkat yang tadinya menjadi pendengar saja karena dia aktif dalam group maka kita naikan tingkat mereka menjadi special fungtion misalnya”.24 3. Manfaat yang didapatkan peer counselor setelah melaksanakan perannya di PSPP “Galih Pakuan” Bogor. Dari hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan penulis menemukan bahwa keberhasilan dari peer counselor dalam rehabilitasi
korban
NAPZA
di
panti.
Sebagaimana
yang
diungkapkan saudara Rio; “Manfaat yang saya dapet bisa memberikan contoh yang baik, trus orang tua udah mulai percaya sama saya karna kepercayaan itu susah ka untuk di dapat.25 Selama mengikuti Peer Counselor, tidak ada keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA, tapi kalau untuk lebih lanjutnya Rio tidak tahu akan seperti apa nantinya, akan tetapi kalau dalam diri residen berkata tidak untuk mengkonsumsi NAPZA kembali, 23
Wawancara pribadi dengan Rio, PSSP “Galih Pakuan”, Bogor 15 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 30 April 2014 25 Wawancara pribadi dengan saudara Rio, PSSP “Galih Pakuan”, Bogor 15 April 2014 24
89
residen mengaku banyak godaan di luar sana yang tidak bisa residen duga kedepannya. Hal lain diungkapkan oleh saudara Beni; ”Yang bisa kita dapet disini sebenernya kepercayaan, kepercayaan dari luar sana baik itu dari keluarga atau di lingkungan masyarakat karna dalam note gimana ya karna dalam pola pikir orang kalo kita udah di rehab berarti kita udah bener, itu kan salah satu cara kita buka jalan kita untuk kembali ke mereka dengan baik kepercayaan keluarga ataupun masyarakat karena dalam note gimana ya dalam pola pikiran orang kalo kita udah di rehab, berarti kita ga bener itu kan salah satu cara kita buka jalan kita kembali ke mereka.26 Hal lain diungkapkan oleh saudara Sukma; ”Lebih ke apa ya, bisa merasa lebih baik aja” Dari ungkapan informan dan subjek yang sudah dipaparkan di atas dapat terlihat bahwa setelah mengikuti Rehabilitasi dengan memiliki peer counselor dalam rehabilitasi
korban NAPZA, maka residen dapat
membantu dan menolong teman teman sebayanya baik dilakukan secara dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship) maupun kelompok, kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong,27 memperbaiki hidup dan tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Peran yang sangat penting bagi residen PSPP “Galih Pakuan” untuk dapat membantu proses rehabilitasi untuk segera pulih dari ketergantungan NAPZA. Mereka berniat untuk pulih dan 26
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014 27 J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer Helpers, (Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5
90
ingin di terima oleh masyarakat serta keluarga yang mereka kecewakan sebelumnya. Hasil dari wawancara tersebut tidak ada perbedaan antara subjek 1 dan 2 dan 3. Dimana semua subjek merasa yakin akan merubah kebiasaan dia mengkonsumsi NAPZA, dan ingin pulih meski masih banyak kemungkinan akan terjerumus kedalam dunia gelap kembali seperti mengkonsumsi NAPZA, akan tetapi semua informan mengaku dengan mengikuti program yang ada di PSPP ini akan membuka mainset yang pada awalnya mereka merasa sudah dianggap sampah oleh masyarakat dan keluarganya tapi mereka meyakini dengan beradanya mereka di panti ini bisa memperbaiki kesalahan hidup yang pernah dialaminya setidaknya sadar bahwa NAPZA itu sangat membahayakan dirinya. Peer counselor sangat bermanfaat untuk para residen yang ada di PSPP “Galih Pakuan” karena dengan adanya peran bagi residen itu sendiri mereka dapat mewujudkan harapan-harapan mereka untuk pulih dari ketergantungan NAPZA. Subjek yang peneliti wawancarai merasa dengan adanya peran peer counseling, mereka merasa terbantu untuk dapat mendorong, menegur, meperhatikan, mengkoreksi dirinya sendiri dari pengalaman teman-teman sebayanya yang lain serta memotivasi antar residen korban NAPZA, meskipun para residen pun tidak bisa menjamin dengan adanya peran peer counseling mereka bisa tidak terjerumus kembali kepada NAPZA, karena menurut residen sendiri kehidupan di luar sana sangat kejan dan bermacam-macam pergaulan jika mereka terjerus kedalam pergaulan bebas kembali tidak menutup kemungkinan mereka
91
akan mengkonsumsi NAPZA kembali, tapi untu saat ini residen merasa lebih baik berada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor dan besar harapan mereka untuk bisa benar-benar pulih dari ketergantungan NAPZA.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor tentang peran peer counseling terhadap korban NAPZA pada residen di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor adalah sebagai berikut: 1. Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA menurut Sudarsono, teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok pra puberitas yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis. Sedangkan kelompok sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri, dimana persahabatan dalam periode sebaya penting sekali karena merupakan dasar pokok mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak
sosial.
Jadi
teman
sebaya
merupakan
media
bagi
remaja/dewasa untuk mewujudkan nilai-nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetisi. Sedangkan peer counseling yaitu hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong, untuk ini diperlukan adanya hubungan yang saling percaya diantara konselor dan konseli, Terciptanya komunikasi yang saling
92
93
terbuka dan terjadinya pemberdayaan konseli agar mampu mengambil keputusan. Penciptaan hubungan diantara keduanya (konselor dan konseli) sangat penting, sebab hubungan konselor dengan konseli merupakan “jantung” dari keseluruhan proses konseling. Hubungan konselor dengan konseli menjadi dasar dalam keseluruhan proses konseling.
Bahkan,
menurut
pendekatan
eksistensialis,
dalam
keseluruhan proses konseling yang paling utama adalah hubungan konselor dengan konseli, karena situasi hubungan tersebut merupakan stimulus untuk tercapainya tujuan konseling yang diharapkan, yaitu terjadinya perubahan ke arah yang positif, dan terciptanya satu kondisi agar konseli merasa bebas melakukan eksplorasi diri, penyesuaian diri daan
kesehatan
mental,
kebabasan
secara
psikologis
tanpa
mengabaikan tanggungjawab sosial. 2. Komunikasi dalam peer counseling di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor ini diantaranya: Acceptance, attending, summarizing, questioning, genuineness, assertiveness, confrontation, dan problem solving. 3. Dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan tentang manfaat yang diperoleh dari peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di PSPP “Galih Pakuan” Bogor adalah residen dapat memberikan contoh yang baik terhadap teman-teman sebayanya maupun terhadap orang lain, dapat mendapatkan pengalaman dari teman-teman sebayanya yang lain, dapat saling memotivasi teman sebaya yang lain, kedua orang tua pun sudah mulai percaya kepada anak-anak yang
94
mereka titipkan di PSPP “Galih Pakuan” Bogor, karena residen merasa kepercayaan itu sangat sulit untuk di dapatkan setelah mereka menyadari bahwa
menjadi penyalahguna
NAPZA
itu sangat
merugikan dirinya. B. Saran Dari hasil pengamatan penulis mengenai peran peer counseling terhadap korban NAPZA pada residen di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor, penulis memberikan saran sebagai berikut: a. Materi yang di sampaikan sebaiknya memperhatikan residen berdasarkan kebutuhan yang mereka harapkan di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor dan b. Pelaksanaan peer counselor lebih di perjelas kembali untuk kedepannya dan menjadi pacuan untuk para residen, karena peer counselorbaik untuk para residen di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. c. Residen harus meyakini bahwa perannya bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. d. Diharapkan kepada Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor memberikan pelatihan lebih kepada Residen PSPP untuk menambah pengetahuan guna menunjang pemulihan pada residen PSPP “Galih Pakuan” Bogor”.
95
DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Adi, Kusno. Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika
Oleh Anak, Umm Press, 2009.
Agoes, ADariyo. Psikologi Perkrmbangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) Cet1 Andi , Hamzah dan Surachman RM, Kejahatan Narkotika dan Psiotropika, Jakarta: PT. karya Unipress, 1994 BNN RI. Pedoman Pelaksanaan P4GN Melalu Peran Serta Kepala Desa/Lurah,, Jakarta: 2007 Carter, T. D. Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU 2005,
Program.
[Online].
Tersedia:
http://www.peercounseling.com. Akses 12 September 2006. Dadang , Hawari. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif), (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, ( Jakarta: CV. Bayan Qur’an, 2009) Elvinaro, Ardianto. Metodologi Penelitian untuk Public Relation, cet. Ke-1 ( Bandung: SIMBIOSA REKATAMA MEDIA, 2010), Gatot, Supramono. Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2007 Glading, S.T. Group Work : A Counseling Specialty. Englewood Cliffs : Prentice-Hall,1995
96
Gosita, Arief. Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressisndo, 1993 Gunarsa Singgih D., Konseling dan Psikotropika, Jakarta: Gunung Mulia, Cet 7, 2007 H, Cowie dan Wallace, P . Peer Support in Action, From Bystanding to Standing By. London : Sage Publications, 2000 Hamidi, Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010) Husaini , Husman. Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000) J.E. Sahetapy, (ed). Bunga Rampai Viktimisasi, Cet.I, Eresco, Bandung, 1995, (selanjutnya disingkat J.E. Sahetapy I), h. 204 dikutip dari Zvonimir Paul Separovic. Victimology, Studies of Victims, Zagreb, 1985 Kartini, Kartono.
Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan),
Bandung: CV. Mandar Maju, 2007 Kristi, Poerwandari E. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,( Jakarta: Lembaga Kusno,
Adi.
2009,
Diversi
Sebagai
Upaya
Alternative
Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm Press, Malang L.F. Winfield, NCREL Monograph : Developing Resilience in Urban Youth, 1994 Lexy , J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000)
97
Lutfi. M, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008) Masri, Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei, Cet. Ke-1 (Jakarta: LP3ES, 1995), Middle Schools : A Practical approach. Madison : Brown & Benchmark.Partodiharjo Subagyo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004 Muladi, “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam Muladi (ed)
Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan
Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, 2005 Munir, Amin Samsul. Bimbingan dan Konseling Isla, Jakarta: Amzah, 2010 Muro, J.J., and Kottman, T. (1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Pasal 103 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983). R.A, Carr. Theory and Practice of Peer Counseling. Ottawa : Canada Employment and Immigration Commission, 1981. Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills for Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York : Broadway Books. Rena, Yulia. Viktimologi, Graha ilmu,Yogyakarta, 2010.
98
Santrock, J.W. (2004). Life-Span Development. Ninth Edition. Boston : McGrawHill Companies. Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei, cet. Ke-1 (Jakarta: LP3ES, 1995), Siregar, Juke R. Mengembangkan Daya Lentur Pada Anak dan Remaja, Buletin Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia Volume 3, Maret 2003. Subana.M, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005). Tindall, J.D. and Gray, H.D. (1985). Peer Counseling: In-Depth Look At
Training Peer
Helpers,
Muncie :
Accelerated
Development Inc. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika V. Sambudiyono, MM, Peran Serta Masyarakat Di Bidang P4GN, Jakarta: 2012 Warjowarsito dan Tito W, Kamus LengkapBahasa Inggris- Indonesia, Indonesia-Inggris, Bandung 1980 Winfield, L.F. (1994). NCREL Monograph : Developing Resilience in Zahrotun dan fadhilah Suralaga, Psikologi Perkembangan, Cet-1 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006). B. Website: http://raneebk.blogspot.com/2011/06/konselor-sebaya-peer counseling-untuk.html.
Wawancara Untuk Residen Nama
: Rio
Jabatan
: Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014 Pukul
: 10.30-11.28 WIB
Tempat Wawancara : Saung primary 1 1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA? Itu awalnya sih kita main, nongkrong, awalnya itu kita minum pas minum jadi efeknya lari ke obat dapet dari temen, pas tahun 2012 itu baru kita kenal ganja 2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA? Dari tahun 2009 sampai 2013 kalo untuk ganja dari tahun 2012 sampai 2013 kalo obat-obatan dari tahun 2009 sampai 2013 3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai? Itu biasanya obat-obatan sama ganja sabu juga pernah make 4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana respon anda? Setelah saya sharing sama dia merasa plong aja sedikit demi sedikit kita bisa lupa masalah 5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima? Untuk negativnya kadang-kadang ini juga si dongkol aja, ceritanya kadang-kadang dia itu ceritanya narkoba lah kita make gini-gini jadi kita males gitu terlalu norak kalo gitu mah ga usah di ceritain. Kalo positifnya banyak kaya semacem dia berbagi juga
6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain? Saya sih awalnya ngasih motivasi, ya saya bilang lebih dewasa dikit ga usah malu disini jangan takut salah kita semuapun disini salah gak ada yang bener, berusaha untuk menjadi sampah yang bener sanpah yang berharga biar nanti di masyarakat gak dianggap sampah terus. 7. Bagaimana usaha anda bertingkah laku dengan tujuan untuk membantu teman sebaya anda? Kalo untuk menghibur ya saya juga sering menghibur juga ka, misalnya ada yang lagi bad dia ngelamun aja disitu saya hibur saya bercandain saya humoris biar dia tuh hatinya ini juga terhibur, motivasi, feed back, memberikan yang saya dapet selama disini 8. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal berkomunikasi? Kalo disini baik, harmonis seperti keluarga sendiri 9. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap teman sebaya anda yang lain? Berusaha berbicara yang baik sama teman-teman sebaya yang lain, tapi kalo saya ngasih motivasi ke dia pasti kalo masalah agama itu pasti ada ka 10. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya) ini? Pengen merubah hidup yang sebelumnya sudah hancur udah pengen kalo sekarang kan kalo menurut saya bukan zamannya penyesalan karna manusia itu suatu saat akan nyesel juga ka 11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya?
Mendorong dirinya biar lebih peduli lagi dengan family nya disini 12. Selama mengikuti Peer Counselor, ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA? Engga, tapi kalo untuk lebih ininya saya gak tau ya tapi kalo dalam diri saya saya berkata engga, banyak godaan di luar sana kan 13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling (konseling teman sebaya) atau rehabilitasi? Saya sebelum saya kesini itu saya merasa penegn disini aja dulu, gimana sih mikirin orang tua tap setelah saya sharing ke temen saya itu udah plong sedikit demi sedikit, saya bisa senyum, lebih baik, tenang gitu diri saya 14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya)? Satu untuk pulih dua untuk meminimase berpikir negativ trus pengen ngebahagian orang tua 15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini? Nah itu saya kadang-kadang suka malu sendiri ka ntah apa yang ada di pikran saya tuh gak ada emang dari dulu saya emang gitu sih kalo saya lagi bed nood saya bengong bengong aja udah diem gak banyak ngomong gitu 16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih PakuanBogor”? Manfaat yang saya dapet bisa memberikan contoh yang baik, trus orang tua udah mulai percaya sama saya karna kepercayaan itu susah ka untuk di dapat
Nama
: Beni
Jabatan
: Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014 WIB Pukul
: 13.45-14.45
Tempat Wawancara : Saung primary 1 1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA? Jawab: Wah panjang, baru pertama kali gw make itu di kasih sama sepupu gue kelas 4 SD, iya dikasih sabu, itu kelas 4 SD abis itu udah sekali doang ya kan, abis itu pas gue SMA, bokap gua sakit dan posisinya gak bisa tidur secara terlentang dari posisi duduk sampe ada yang mijetin, sedangkan posisi gue empat bersaudara, tiga saudara gua udah ngurus usaha keluarga, tinggal gua dong yang masih sekolah jadi gua curhat sama temen sharing, sharing sama temen gimana ya gini gini gini? Dia bilang yaudah nyabu aja, ga bisa tidur kan lw bisa jagain bokap, itu pertamanya. Niatnya buat jagain bokap padahal salah jalan sebenernya. Pas SD tau dari sepupu pas SMA tau dari temen, setelah itu kelang dua tahun bokap gue meninggal karna sakit komplikasi, setelah meninggal jadinya gue mengenal yang namanya alkohol ekstasi, setelah itu gue ke jakarta, di jakarta gue clins sekitar dua bulan abis itu gue gabung lagi, gabung kerja sama keponakannya tomy winata, saya bagian entertime player boladi, jadi tiap hari keseharian gue Cuma servis-servis player-player bola ajah, ya kalo kita servis player pola itu identik dengan kehidupan malam, ketahuan tuh ama nyokap, ketauan ama nyokap gue di lever lagi ke bandung, lever ke bandung gue fakum sekitar dua tahun lah, abis pakum dua tahun gue maen ama propos-propos kopasus disana gue make lagi dan gue ditarik ke belitung pindah lagi ke bangka baru pulang lagi ke palembang, di palembang paling dua bulan lah gue ngurus sorum mobil punya nyokap, dari sekian sorum mobil gue pegang dua bulan ngerasa duit udah enak
gue ngelekit/meroket lagi, jadi posisi gue di palembang gue jembatan semua BD di palembang gue yang masukin barang, gu jembatan jadi dari 01 mau ke 02,03 itu gak mau tatap muka karna kan takut saling tusuk itu semua mediasinya lewat saya, ga ada rasa takut untuk ketangkep karena kita link udah kuat dan itu udah kebukti kita ke gape dua kali dan semua lolos gak ada yang ketangkep satupun, kalo mati kita semua takut cuma karna kita udah yakin kita punya jaringannya gimana jadi yaudah lewatlewar aja, karna bos kitapun nyetor ko, polisi mana sih yang nggak make? Cuma dua polisi yang benar polisi tidur ama patung polisi yang lain semua bulsit, 2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA? Jawab: Mulai rutin dari kelas 2 SMA, mulai umur 15 tahun dan mengenal dari kelas 4 SD sampai bulan Februari 2014 3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai? Jawab: Yang saya konsumsi sabu, sasi, kokain, ganja, alkohol itu aja si. 4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana respon anda? Pertama posisi saya sebagai pendengar disini kita sebenernya jatoh dari segi mental dan pikiran, iya kan kita jatoh tetapi kita sharing kita diberi motivasi gitu diberi pemikiran yang bagus yang lurus dan positif, jadi yang kita ubah disini mainset kita sudut pandang kita pola pikir. Kalo sebagai posisi kita pendengar yaa sebenernya kita mendengar banyak kisah lah itu jyga sudah bisa terjadi di diri kita atau belum pernah terjadi itu saya jadikan sebagai pembelajaran gitu loh pengalaman tetapi kalo untuk motivasi kita tetep kasih dia motivasi yang membangun. 5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?
Kalo positifnya yah kalo positifnya kita selama konseling ya kaya tadi saya bilang kita mendapat pengalaman baru lagi walaupun belum kita alamin, itu teruus kita bisa tukar pikiran juga sama tuh orang, bagaimana cara dia menyikapi masalah dan bagaimana cara saya menyikapi masalah kan berbeda jadi dari sana kita bisa mengambil suatu garis kesimpulan langkah yang baik langkah yang tepat. Ya kalo negativnya ya sebenernya kita disini kita sharing jujur aja siapa sih yang mau di rehabilitasi ya ngga, kalo negativnya kebanyakan juga gimana sih caranya kabur karna sebagian besar sebenernya basicling rehabilitasi mereka karna faktor keterpaksaan. 6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain? Kalo untuk saya, karna saya udah merasa bagaimana paitnya karna kena narkoba ya kan, ya saya gak mau mereka lama gitu loh mumpung mereka belom parah seperti saya, ya saya kasih sudut pandang pola pikir yang menurut saya yang baik untuk mereka, jadi tetep balik lagi disini ke mainset tapi ya tiap orang kan penyampaiannya berbeda-beda ke bewah, kalo saya bisa di bilang secara pedas sampe saya di julukin kiler disini karna gimana ya disini jangki, jangki itu punya pemikiran yang batu jadi susah berubah karna egonya tinggi, karna pola pikirnya sempit ya, jadi kita harus pecahin tuh batu gimana caranya ga bisa dengan cara yang pelan, yah tetep semuanya butuh proses karna kita untuk mencapai proses kenyamanan harus ngelewatin yang ngga nyaman dulu. 7. Bagaimana usaha anda bertingkah laku dengan tujuan untuk membantu teman sebaya anda? Tujuannya saya ingin mereka pulih, saya ingin mereka bisa kembali lagi ke shircle mereka ke kehidupan nyata mereka dan mempertanggungjawabkan segala kesalahan yang udah di bikin mereka kemarin-kemarin.
8. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal berkomunikasi? Baik-baik aja sih, 9. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap teman sebaya anda yang lain? Sebenernya kalo gue bilang bukan kearah keterampilan yah, tapi saya berkaca dengan pengalaman hidup saya kemarin dan saya bagi ke mereka, karna kita disini balik lagi kita merubah mainset mereka pola pikir mereka karna pola pikir kita bisa dapet dari pengalaman ya kan, pengalaman kan guru yang paling baik. 10. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya) ini? Motivasi saya, ya saya bisa berbagi trik dan intrik bagaimana menyikapi suatu masalah dengan cara yang baik positif dan benar, kita yang disini cari kan winwin solution 11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya? Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya kan, kalo semua itu gak bisa kita punya tritment-tritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah pokonya tritment ini mengarahkan mereka ke kebersamaan karna kita semua disini punya gimana ya bisa dibilang motto ya kan all for one one for all disini
12. Selama mengikuti Peer Counselor (konseling teman sebaya), ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA? Eeee itu sebenernya balik lagi suggesti ya namanya suggesti ngga bisa ilang tetep ada.
13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling (konseling teman sebaya) atau rehabilitasi? Kalo saya sih banyak yang udah saya dapet disini, bagaimana caranya kita menghindari gitu loh, bagaimana caranya kabur istilahnya kan, kalo ada yang begitugitu disini diajarin semua trik intriknya. 14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya)? Jawab: tujuan saya untuk pulih 15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini? Jawab: engga ada 16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih PakuanBogor”? Yang bisa kita dapat disini sebenarnya kepercayaan, kepercayaan dari luar sana baik itu dari keluarga atau di lingkungan masyarakat karna dalam note gimana ya karna dalam pola pikir orang kalau kita udah di rehab berarti kita udah bener, itu kan salah satu cara kita buka jalan kita untuk kembali ke mereka dengan baik.
Nama
: sukma
Jabatan
: Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014 Pukul
: 13.00-13.44 WIB
Tempat Wawancara : Saung primary 1 1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA? Awalnya saya coba-coba aja gitu 2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA? Pas lulus STM dari mulai tahun 1998-2013 3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai? Minum alkohol, ganja, putau 4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana respon anda? Yaaa memberi feed back, motivasi-motivasi aja gitu 5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima? Positif-positif aja 6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain? Yaa lebih perhatian aja kalo engga ya di tegor aja gitu untuk menjadi lebih baik 7. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal berkomunikasi? Awal ada, sekarang sih baik-baik aja ya 8. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap teman sebaya anda yang lain? Ga ada yang di dapat di sini yang kita kasih
9. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya) ini? Untuk pulih 10. Selama mengikuti Peer Counseling (konseling teman sebaya), ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA? Kadang masih ada 11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya? Untuk membangun diri, membangun untuk maju 12. Selama mengikuti Peer Counselor, ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA? Kadang masih ada 13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling (konseling teman sebaya) atau rehabilitasi? Sebelum itu ngerasa gundah, susah tidur ya gitu aja, dan kalo sesudahnya jadi merasa lebih baik aja sama membuka pikiran juga 14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya)? Line up 15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini? Mau home life, dan membahagiakan orang tua 16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih PakuanBogor”? Lebih ke apa ya, bisa merasa lebih baik aja