Peran mediator dalam menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja di kabupaten sukoharjo
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Surya Sri Wulandari NIM . E.1104075
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
i
PERSETUJUAN
Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dosen Pembimbing Skripsi Pembimbing
Pius Triwahyudi,S.H. MSi. NIP. 131 472 201
ii
PENGESAHAN
Penulisan Hukum (skripsi) ini telah diterima dan dipertahankan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
:
Hari
: Kamis
Tanggal
: 10 Juli 2008
DEWAN PENGUJI
(1) Purwono SR, S.H : ........................................................ Ketua (2) Wasis Sugandha, S.H, M.H : ........................................................ Sekretaris (3) Pius Tri Wahyudi, S.H, M.Si : ........................................................ Anggota
MENGETAHUI : Dekan,
( Moh. Jamin, S.H., M.H) NIP. 131 570 154
iii
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Maidah : 8)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati karya kecil ini hendak penulis persembahkan kepada : ·
Kedua orangtuaku, atas segala restu dan kasih sayangnya yang tak pernah berhenti
·
Adik-adikku (Nina dan Riefka) yang selalu menghiasi kebahagiaan dalam hidup
·
Almamater Fakultas Hukum UNS
·
Untuk pembaca yang budiman.
.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik. Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya. Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak M Najib Imanullah, SH, MH selaku Pembimbing Kaademik yang telah memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan kepada penulis 3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H. MSi selaku Pembimbing penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis. 5. Bapak Drs. Sugiyanto, MM selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian 6. Ibu Indah Kartika Sari, SE selaku KASI Perindustrian dan pejabat terkait yang telah membantu penulis dalam proses penulisan hukum
vi
7. Kedua orangtuaku yang memberiku semangat dan adik-adikku tersayang (dek Nina dan dek riefka) yang selalu membuatku tertawa dan ceria 8. Mas Dwiyanto terima kasih atas semua kebaikan dan pengorbanan yang telah kamu berikan kepada penulis tetap semangat dan jelang hari-hari indahmu dengan tetap tersenyum 9. Sahabat-sahabatku, Rusdiyanto, Hendra, Maya, Gugun, M ivul, Fi’ah, Salasa, M Andi, M Dodik, M Pandu, Deni dan semua teman-teman Angkatan ’04 Fakultas Hukum UNS 10. Mas Joko dan Mbak Yuni terima kasih atas bantuannya dalam menyelesaikan penulisan hukum ini 11. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga amal budi baik yang disumbangkan kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini. Akhir kata semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta ilmu pengetahuan hukum.
Surakarta, Juli 2008 Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ...........................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR BAGAN ...............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xi
ABSTRAK ............................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Pembatasan Masalah ...................................................................
6
C. Perumusan Masalah......................................................................
7
D. Tujuan Penelitian..........................................................................
7
E. Manfaat Penelitian........................................................................
8
F. Metode Penelitian.........................................................................
8
G. Sistematika Skripsi.......................................................................
12
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
14
A. Kerangka Teori.............................................................................
14
1. Tinjauan Tentang Mediator.....................................................
14
2. Perjanjian Kerja.......................................................................
20
3. Tinjauan Pemutusan HubunganKerja..................... ................
32
B. Kerangka Pemikiran.....................................................................
36
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................
38
A Hasil Penelitian ……………………………………………………....................... 38
viii
1. Sejarah Singkat Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo ............................................
38
2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi ...............................................
39
3. Perencanaan Strategis ............................................................
40
4. Kebijakan yang di Terapkan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo ............................
44
5. Pelaksanaan Program Kegiatan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo.............................
45
6. Struktur Organisasi ...............................................................
45
7. Uraian Tugas ..........................................................................
48
8. Data Perselisihan Hubungan Industrial terutama Kasus PHK.........................................................................................
51
9. Peran Mediator dalam Memfasilitasi Perselisihan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Kabupaten Sukoharjo ...........
59
10. Tugas dan Fungsi Mediator dalam Memfasilitasi Perselisihan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Kabupaten Sukoharjo.............................................................. 59 B Hasil Pembahasan................................................................................... 72 1. Peranan Mediator dalam Memfasilitasi Perselisihan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Kabupaten Sukoharjo ...............................................................................
72
2. Tugas dan Fungsi Mediator dalam Memfasilitasi Perselisihan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Kabupaten Sukoharjo.............................................................. 73 BAB IV
PENUTUP .........................................................................................
75
A. Kesimpulan...................................................................................
75
B. Saran-Saran ..................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Bagan Model Analisis Interaktif................................................................
12
Bagan 2 : Bagan Kerangka Pemikiran .......................................................................
36
Bagan 3 : Bagan Struktur Organisasi ........................................................................
47
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
I.
Surat Ijin Penelitian
Lampiran
II.
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran
III
Risalah Perjajian Bipartite
Lampiran
IV
KEPMEN NO.92 TH.2004
xi
ABSTRAK Surya Sri Wulandari. 2008. PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI KABUPATEN SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS. Penulis merumuskan masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo ? dan Bagaimana tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo? sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo dan untuk mengetahui tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empirik yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer merupakan data utama dalam penelitian ini sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Cara memperoleh data adalah dengan cara membaca dan mempelajari obyek penelitian lalu mencatat hal-hal yang penting sehingga data dapat terkumpul. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan dokumentasi dan wawancara. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan dengan menganalisa data-data, keterangan dan penjelasan yang penulis peroleh maka dapat disimpulkan sebagai berikut Peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo adalah adanya perselisihan antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja menyebabkan kasus tersebut diajukan ke Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo sehingga diangkat mediator sebagai penengah perselisihan tersebut. Peranan mediator dalam kasus perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah sebagai pendamai yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihak-pihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat yang kemudian akan dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih. Tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 : Menerima surat pengaduan, membuat surat undangan, membuat daftar hadir, memberikan mediasi.
xii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sedang berkembang, sedang giat melaksanakan pembangunan, bangkit dari keterpurukannya akibat krisis multi dimensi yang menghantam bangsa Indonesia. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk melakukan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan pembangunan nasional tersebut dalam GBHN telah digariskan adalah sebagai berikut : Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila didalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Pembangunan di sektor perekonomian dilaksanakan berdasarkan jiwa dari pasal 33 Undang-undang Dasar 1945sebagai berikut : 1.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
2.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut dikembangkan suatu sistem perekonomian yang kemudian dikenal dengan istilah demokrasi ekonomi, dimana dalam demokrasi ekonomi ini tidak dikenal adanya penguasaan perekonomian oleh negara sepenuhnya ataupun sebaliknya rakyat mempunyai kebebasan untuk mengusahakan seluruh cabangcabang produksi yang ada di Indonesia. Disini pelaku ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi terdiri dari tiga unsur yaitu negara, koperasi dan swsata. Negara menjalankan fungsi perekonomian melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menguasai cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan bentuk usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dapat diusahakan serta dikelola oleh orang perorangan atau badan swasta. Masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tangapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan yang nyata. Peran serta masyarakat dalam pembangunan perekonomian berbentuk koperasi dan usaha-usaha swasta. Jika kita perhatikan, usaha-usaha yang dilakukan swasta lebih berkembang dan memberikan konstribusi yang besar bagi pembangunan perekonomian. Usaha swasta berkembang sejalan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat yang semakin banyak jenis dan ragamnya. Perusahaan swasta lebih mudah berkembang dari pada perusahaan negara dan koperasi, karena dapat dikelola dan dimiliki perorangan. Suatu perusahaan swasta pada dasarnya terdapat dua unsur di dalamnya yaitu pengusaha sebagai pemilik usaha dan pekerja yang melakukan pekerjaan atas perintah pengusaha. Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja terjalin setelah diadakan perjanjian kerja yaitu : “Suatu perjanjian
xiii 1
dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah“ (Imam Soepomo, 1994 : 1). Dalam usaha memberikan pengarahan, bimbingan terhadap dunia usaha serta penciptaan iklim yang sehat bagi perkembangan usaha, maka peran aktif pemerintah tercermin dari usaha-usaha pemerintah mengarahkan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha sehingga terjalin Hubungan Industrial yang menempatkan pekerja sebagai partner kerja dan duduk sejajar dengan pengusaha di dalam proses barang dan jasa. Seperti dikemukakan Sendjun H. Manulang (1995:147) : “Bahwa antara pekerja dan pengusaha/pimpinan perusahaan wajib bekerja sama serta membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan dan menaikkan produksi”. Untuk mewujudkan Hubungan Industrial secara riil diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan dan kesatuan, sikap kegotongroyongan, harga menghargai, tenggang rasa, keterbukaan, bantu membantu serta mampu mengendalikan diri. Selain daripada sikap sosial diperlukan sikap mental di mana pelaku Hubungan Indusrial dituntut untuk saling menghormati dan saling mengerti kedudukannya serta peranannya dan memahami hak dan kewajiban di dalam keseluruhan proses produksi. Sikap sosial serta sikap mental tersebut diharapkan akan menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang menggairahkan yang mampu menstabilkan jalannya roda perusahaan sehingga pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Dalam Hubungan Industrial tidak ada tempat bagi tindakan-tindakan di luar batas kemanusiaan dalam konteks hubungan kerja dan selalu dengan adanya pemerasan atau yang kuat akan memakan yang lemah. Akan tetapi dalam praktek pelaksanaannya, ternyata masih sering terjadi pergesekan nilai-nilai Hubungan Industrial yang memungkinkan menjadi sebab timbulnya pertentangan di dalam pelaksanaan hubungan kerja. Suatu pertentangan antara pengusaha dan pekerja adalah sesuatu yang wajar mengingat latar belakang kepentingan yang berbeda-beda. Di satu pihak pengusaha akan selalu membuat pertimbangan-pertimbangan rasional demi efisiensi produksi. Sedangkan di pihak pekerja mempunyai kepentingan mensejahterakan kehidupan diri dan keluarga. Pertentangan tersebut secara alamiah dapat muncul suatu ketika. Pertentangan antara pengusaha dan pekerja dapat dikatakan wajar apabila pertentangan tersebut masih berada dalam batas toleransi kedua belah pihak yang berselisih. Lain halnya apabila tejadi kemacetan komunikasi dalam penyelesaian pertentangan. Dampak yang akan timbul akibat tidak lancarnya komunikasi tersebut adalah meruncingnya pertentangan antara pihak pengusaha dan pihak pekerja. Pertentangan antara pengusaha dan pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja disebut dengan perselisihan hubungan industrial. Perselisihan yang terjadi dapat bersifat perorangan serta dapat pula bersifat kolektif yang melibatkan banyak pekerja. Perselisihan dapat dibedakan menjadi perselisihan mengenai hak (recht geschilin) dan perselisihan mengenai kepentingan (belangen geschilen). (Zainal Asikin, 1994 : 166). Menurut Undang-Undang No 2 tahun 2004, pengertian perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. Akibat perselisihan hubungan industrial akan menimbulkan banyak kerugian. Pihak perusahaan akan mengalami kerugian, karena dampak perselisihan hubungan industrial akan menyebabkan produksi tidak stabil sebagai akibat hilangnya jam kerja serta suasana kerja yang tidak menguntungkan. Pihak pekerja juga akan mengalami kerugian karena hilangnya jam kerja berkaitan dengan penurunan upah yang seharusnya mereka terima, bahkan jika pada akhirnya perselisihan semakin memuncak dan tidak terselesaikan, tidak tertutup kemungkinan perusahaan tersebut kemudian gulung tikar dan terpaksa menjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seluruh buruh. Pemutusan hubungan kerja menurut Pasal 1Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa : “Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
xiv
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Dalam proses pemutusan hubungan kerja meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik swasta maupun pemerintah maupun badan usaha lain yang mempekerjakan orang dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik, pekerja yang sering tidak masuk, tidak mentaati peraturan perusahaan, melakukan tindakan kriminal, menciptakan suasna yang tidak harmonis dalam perusahaan serta hubungan yang tidak harmonis antara pekerja dengan pengusaha dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja. Proses pemutusan hubungan kerja dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dengankewajiban pengusaha untuk memberikan hak-hak pegawai berupa membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima Berdasarkan kenyataan tersebut maka pemutusan hubungan kerja perlu diupayakan penyelesaiannya secara baik dan memenuhi rasa keadilan pihak-pihak yang bersengketa. Perlu dihindari dan dicegah terjadinya pertarungan bebas (free fight liberalism) yang biasanya dilakukan dengan mogok (strike), memperlambat pekerjaan (slow down) dan usaha penutupan perusahaan untuk menekan pihak pekerja (lock out). Karena bentuk pertarungan bebas bukan pemecahan yang baik, bahkan cenderung mengarah pada tindakan yang akan memperkeruh suasana sehinggga dapat merugikan banyak pihak. Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Pasal 8 Undang-undang No 2 tahun 2004 menyebutkan: “penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota”. Menurut Undang-undang Pasal 1 No 2 tahun 2004 menyebutkan : “ Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”. Pemilihan lokasi di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dipilih dengan pertimbangan : 1.
Belum pernah dilakukan penelitian tentang topik ini
2.
Di Sukoharjo bayank terdapat industri besar dan menengah yang sangat potensial terjadi perselisihan hubungan industrial, khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja dan pernah dilakukan penyelesaian ini melalui mediasi dengan melibatkan mediator
Berdasarkan pertimbangan diatas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai : Peran Mediator Dalam Menyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Di Kabupaten Sukoharjo
Pembatasan Masalah Mengingat kemampuan penyusun dan agar terhindar dari kesimpangsiuran dan supaya skripsi lebih terarah serta sekaligus untuk menghindari kemungkinan pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan yang hendak diteliti, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah. Adapun permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini terbatas pada peran mediator yang telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial untuk periode setelah berlakunya Undang – undang No 2 Tahun 2004 Di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo.
xv
Perumusan Masalah Dalam penyusunan skripsi ini penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo ?
2.
Bagaimana tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo?
Tujuan Penelitian Adanya penelitian tentunya mempunyai maksud dan tujuan berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka peneliti mempunyai tujuan :
1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan
tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo b. Untuk mengetahui tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi
perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan penulis mengenai
cara-cara penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan teori-teori hukum lain yang didapat selama kuliah b. Sebagai sarana menambah pengetahuan di bidang pengembangan
kemampuan penelitian bagi penulis dan dapatlah memberikan sumbangan pengetahuan dan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum.
xvi
Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Diharapkan
dalam
penelitian
ini
dapat
bermanfaat
sebagai
sumbangan pemikiran dalam dunia ilmu hukum pada umumnya dan khususnya Hukum Ketenagakerjaan. b. Untuk mengembangkan Ilmu Hukum Administrasi Negara khususnya yang menyangkut hukum ketenagakerjaan dan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan kita. 2. Manfaat Praktis a. Dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat sekaligus sebagai referensi pada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan penyelesaian pemutusan hubungan kerja. b. Dalam penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyelesaian pemutusan hubungan kerja.
Metode Penelitian Sebuah penelitian yang dilakukan, tidak terlepas dari berbagai macam metode yang digunakan. Metode ini merupakan cara untuk mendapatkan atau mencapai tujuan penelitian. Metode berasal dari dua kata yaitu : metode dan logi. Metode berarti cara atau prosedur (langkah-langkah) yang ditempuh untuk mencapai tujuan, sedangkan logi berasal dari kata logos yang berarti ilmu. (Sumadi Suryabrata, 2000 : 12). Jadi metodologi adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara atau prosedur atau langkah-langah yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian diartikan “suatu cara untuk memahami sesuatu dengan melalui penyelidikan atau melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah-masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahan” (Sumadi Suryabrata, 2000 : 13). Berdasarkan pengertian metode dan penelitian oleh para ahli tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah suatu ilmu yang mempelajari atau membicarakan cara-cara yang digunakan dalam usaha
xvii
menemukan,
mengembangkan
dan
menguji
kebenaran
suatu
ilmu
pengetahuan dalam rangka mencapai suatu tujuan penelitian. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empirik yaitu penelitian yang mengkaji hukum dalam realitas/kenyataan di dalam masyarakat 2. Sifat penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian hukum dengan menggunakan metode-metode dan teknik-teknik yang lazim dipergunakan di dalam penelitian sosial kemudian dilakukan penyusunan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap dan sistematis keadaan obyek yang diteliti. Jenis penelitian yang bersifat diskriptif, artinya penelitian yang dimaksudkan untuk memberi data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto, 1986:10) Dalam penelitian peneliti dapat menemukan, memahami gejalagejala yang diteliti dengan cara menggambarkan dan menjelaskan masalah-maslah yang ada dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan, menganalisis, dan menginterprestasikan, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahanpermasalahan efektivitas fungsi mediator dalam menyelesaikan pemutusan hubungan kerja. 3. Lokasi Penelitian Penelitian yang akan dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo 4. Jenis dan sumber Data a. Jenis Data 1) Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dalam hal ini penulis mendapatkan data primer dari pejabat yang memiliki informasi langsung dengan masalah
xviii
penelitian, khususnya Mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo. 2) Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu dari dokumen atau arsip, bahan pustaka, laporan dan sebagainya terutama yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Sumber Data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Sumber Data Primer Sumber data primer dalam hal ini adalah narasumber yaitu mediator pada kantor Dinas tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo yang pernah menangani danmenyelesaikan perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di wilayah kerjanya dan juga responden penelitian ini adalah pengusaha, wakil pengusaha, pekerja, wakil pekerja yang pernah menyelesaikan perselisihan PHK melalui cara mediasi. 2) Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sejumlah data yang diperoleh melalui studi pustaka termasuk di dalamnya literatur, peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen berupa catatan, berita acara masalah persidangan dan hasil kesepakatan para pihak yang pernah menggunakan jasa mediator. 5. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini meruakan penelitian lapangan sedangkan cara memperoleh data adalah dengan cara membaca dan mempelajari obyek penelitian lalu mencatat hal-hal yang penting sehingga dapat terkumpul. Dalam memperoleh data yang lengkap untuk penelitian ini menggunakan data yang bersifat primer maupun sekunder dengan cara : a. Wawancara mendalam dengan pedoman wawancara secara terbuka dengan menyiapkan pertanyaanbuat mediator
xix
b. Menggunakan kuisioner tertutup yang ditujukan kepada para pihak yang menempuh jalur mediasi 6. Teknik Analisa Data Data primer dan data sekunder yang telah terkumpul disusun kembali secara teratur kemudian dianalisa, analisa yang dilakukan secara kualitatif dengan dasar ilmu hukum dilengkapi kajian pustaka memperjelas serta melengkapi kajian yang komplit dan mendalam. Ketepatan dari sebuah analisis data ditentukan oleh jenis data yang diperoleh oleh peneliti. Jika data itu valid maka penelitian akan valid juga, demikian sebaliknya. Adapun teknik yang digunakan : a. Trianggulation, dimana peneliti menggunakan beberapa data untuk mengumpulkan data yang sama. Data yang digunakan dari sumber primer dan sekunder diharapkan diperoleh hasil penelitian yang valid serta mendekati kesempurnaan. (Soerjono Soekamto, 2004 : 56). b. Data yang telah terkumpul yang merupakan bukti penelitian disusun dengan harapan memudahkan review kembali jika diperlukan. Data dapat berupa diskripsi, gambar, skema, rekaman dan lain-lain. c. Memelihara rantai kaitan dari semua bukti penelitian, hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai penelitian dan beberapa informasi dalam penelitian serta kejelasan bukti sehingga penelitian ini sesuai dengan konsep, teori atau kaidah yang berlaku dalam persoalan ini.
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap yang berikutnya adalah tahap analisa data. Tahap ini merupakan tahap yang penting dan menentukan. Dalam teknik analisa data ini tidak dapat dipisahkan dari jenis data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian. Untuk lebih memudahkan mempelajari konsep analisis interaksi penelitian ini dibuat bagan sebagai berikut :
xx
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
SAJIAN DATA PENARIKAN SIMPULAN /VERIFIKASI DATA
Gambar. 1 Skema bagan model analisis (HB. Sutopo, 1998 : 34)
Keterangan : Dari bagan dapat dilihat bahwa proses analisis model interaktif bersifat berputar dan saling melengkapi. Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan sebagai suatu yang jalin menjalin pada saat dan setelah pengolahan data. Dengan cara ini kesimpulan yang didapat sebagai hasil akhir benarbenar
merupakan
hasil
kesimpulan
yang
dipertanggungjawabkan.
Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya pada sub bab ini akan diuraikan secara
xxi
sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan
masalah,
perumusan
masalah,
tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dikemukakan teori-teori yang mendasari masalah yang akan dibahas.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisis data yang terdiri dari jawaban dari permasalahan yang diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, serta pembahasan sesuai dengan kajian teori maupun dalam praktek pelaksanaan.
BAB V
PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dan saran.
xxii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Mediator a. Pengertian Mediator Istilah mediator sudah dipergunakan sehari-hari dalam dunia ketenagakerjaan hal ini sehubungan dengan tugas mediator dalam penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja. Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2004 mediator merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:640) mediator diartikan sebagai : “Penengah, perantara, pihak ketiga yang bertindak sebagai pemisah antara pihak-pihak yang bersengketa”. Suyud Margono (2004 : 59) mendefinisikan : “mediasi mengandung unsur – unsur : 1) 2) 3) 4) 5)
Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak – pihak yangbersengketa guna mengakhiri sengketa”. Dari pengertian diatas maka untuk menjadi seorang mediator tidak semua orang dapat dipilih karena untuk menjadi seorang mediator itu selain ditunjuk oleh Menteri, juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2004 .
b. Syarat-Syarat Mediator Seorang pegawai dapat diangkat sebagai mediator harus mempunyai syarat-syarat menurut Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 adalah : 1) Pegawai Negeri Sipil pada instansi/dinas yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
xxiii
2) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3) Warga Negara Indonesia 4) Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter 5) Menguasai
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
ketenagakerjaan
11 6) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela 7) Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1) 8) Memiliki legitimasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Syarat-syarat tersebut merupakan syarat-syarat perspektif, disamping itu juga terdapat syarat yang merupakan syarat subyektif yaitu pegawai mediator harus mempunyai pengabdian dan rasa tanggungjawab yang besar serta mempunyai pengetahuan yang luas mengenai ketenagakerjaan.
xxiv
c. Tipologi Mediator Tipe – tipe mediator menurut Moore dalam Suyud Margono (2004 : 61) mediator dapat dibedakan menjadi 3 tipe : 1) Tipologi pertama : mediator berperan dalam sebuah sengketa atas adanya hubungan sosial antara mediator dan pihak yang bersengketa. 2) Tipologi kedua : mediator adalah mereka – mereka yang berusaha membantu pihak – pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan – perbedaan dan memiliki posisi yang kuat sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi. Tipe ini dapat dibedakan menjadi : a) Tipe benovaelent mempunyai ciri sebagai berikut : (1) Dapat memiliki atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak (2) Mencari penyelesaian yang baik bagi para pihak (3) Tidak berpihak dalam hal subtantif (4) Kemungkinan
memiliki
sumber
daya
untuk
membantu pemntauan dan implementasi kesepakatan . b) Tipe manajerial mempunyai ciri sebagai berikut : (1) Memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak sebelum dan sesudah sengketa berakhir (2) Mencari peyelesaian yang diupayakan bersama – sama dengan
para
pihak
dalam
ruang
lingkup
kewenangannya (3) Berwenang untuk memberi nasihat dan saran jika para pihak tidak mencapai kesepakatan (4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan (5) Memiliki kewenangan membuat keputusan.
xxv
c) Tipe Vested interest memiliki ciri sebagai berikut : (1) Memiliki
hubungan
dengan
para
pihak
atau
diharapkan memiliki hubungan masa depan dengan para pihak (2) Memiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir (3) Mencari
penyelesaian
yang
dapat
memenuhi
kepentingan mediator atau kepentingan pihak yang disukai (4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan (5) Kemungkinan dapat menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakan. 3) Tipologi ketiga : Independent,mediator dapat menjaga jarak antar pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi. Mediator
tipologi
ini
lebih
banyak
ditemukan
dalam
masyarakat. Budaya yang mengembangkan tradisi kemandirian akan menghasilkan mediator-mediator professional. d. Kedudukan, Tugas, Kewajiban dan Wewenang Mediator Bagi suatu lembaga pemerintah yang bertugas menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka kedudukan, status, tugas, kewajiban serta wewenang merupakan bagian yang esensial dalam melaksanakan kewajibannya. Mengenai kedudukan mediator seperti yang diatur dalam Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 menyebutkan mediator berkedudukan di : 1)
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
2)
Kantor/Dinas/Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi
3)
Kantor/Dinas/Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota . Sedangkan wilayah kerja yang menjadi tanggungjawab mediator menurut Pasal 11 Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 menyebutkan : 1)
Mediator yang berkedudukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan mediasi perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi pada lebih dari satu wilayah Provinsi
2)
Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi, melakukan mediasi perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi pada lebih dari satu wilayah Kabupaten/kota
xxvi
3)
Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota, melakukan mediasi perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi di Kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja
4)
Dalam hal satu wilayah kerja Kabupaten/kota tidak mempunyai mediator atau mediator yang ada tidak mencukupi jumlahnya, maka untuk menyelesaikan perselisihan Hubungan Industrial, Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota yang bersangkutan dapat meminta bantuan tenaga mediator kepada kepala instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang terdekat dalam 1(satu) Provinsi Mengenai status mediator dalam tugasnya sebagai mediasi itu, maka mediator itu dapat bertindak :
1)
Sebagai penengah yaitu apabila ia membantu para pihak yang berselisih mengatasi kesulitan-kesulitan disetiap tingkat perundingan sebelum pihak-pihak yang bersangkutan memberitahukan secara resmi kepada mediator mengenai kegagalannya untuk berunding dan tidak mencapai persetujuan dalam batas waktu tertentu
2)
Sebagai pendamai yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihakpihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat yang kemudian akan dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih
3)
Sebagai pemisah yaitu apabila telah ada kata sepakat antara pihak yang berselisih untuk menunjuknya sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan dengan syarat keputusannya bersifat mengikat Dalam Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004
menyebutkan bahwa mediator bertugas melakukan mediasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan. Dalam menjalankan peranannya mediator mempunyai tugas menurut Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 menyebutkan : 1)
Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan
2)
Mengatur dan memimpin mediasi
3)
Membantu perjanjian bersama, apabila tercapai kesepakatan
4)
Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian
5)
Membuat risalah penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial
6)
Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan industrial Dalam menjalankan tugasnya mediator menurut Pasal 9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 mempunyai kewenangan yaitu : 3)
Menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan itikad baik sebelum dilaksanakan mediasi
4)
Meminta keterangan, dokumen dan surat-surat yang berkaitan dengan perselisihan
5)
Mendatangkan saksi atau saksi ahli dalam mediasi apabila diperlukan
6)
Membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak dan instansi atau lembaga terkait
7)
Menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa.
2. Perjanjian Kerja a.
Pengertian Perjanjian Pengertian dari perjanjian ini ada bermacam-macam yang bersumber dari para ahli hukum, untuk itu harus dapat ditelaah satu persatu agar diperoleh suatu pemahaman yang benar mengenai perjanjian.
xxvii
Menurut M. Yahya Harahap (1996:6) : Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian: “Suatu hubungan hukum kekayaan / harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam perjanjian di dalamnya mengandung beberapa unsur antara lain: hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya yaitu setuju untuk melakukan sesuatu atau mengikatkan diri pada sesuatu. Sedangkan menurut R. Subekti (1984:1) menyatakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1996:97) mengartikan perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sehingga Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum kekayaan. Berdasarkan pengertian yang diberikan para sarjana dapat disimpulkan bahwa, timbul suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang dinamakan perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang ditulis maupun yang diucapkan. Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa perjanjian berhubungan dengan perikatan. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Jadi hubungan antara perikatan dan perjanjian yaitu bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perjanjian itu adalah bersifat konsensual yang berarti kesepakatan dua belah pihak. Konsensual berasal dari perkataan “konsensus” yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan “setuju, oke, dan lain-lain”, atau bersama-sama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda atau bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu.
b. Perjanjian Kerja
xxviii
Yang dimaksud dengan perjanjian kerja menurut Darwan Prinst (2000:67) : “ suatu perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan majikan/pengusaha dengan obyeknya adalah pekerjaan “. Kiranya perlu dibedakan tentang pengertian perjanjian kerja dengan perjanjian ketenagakerjaan/pekerjaan, karena perjanjian kerja bersifat individual sedangkan perjanjian ketenagakerjaan bersifat kelompok atau kolektif. Adapun yang dimaksud perjanjian ketenagakerjaan menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 ialah perjanjian antar pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Macam perjanjian kerja menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tidak secara tegas ditentukan macamnya perjanjian kerja. Namun demikian dari dalam pasal 56 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dapat diketahui ada dua macam perjanjian kerja : 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu Menurut Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menjelaskan, perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu baik yang didasarkan atas jangka waktu tertentu maupun didasarkan atas pekerjaan tertentu, batas maksimal jangka waktunya adalah hanya 3 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu Berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Syarat ini harus dicantumkan dalam perjanjian kerja, apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus
xxix
diberitahukan
kepada
pekerja
yang
bersangkutan
dan
dicantumkan dalam surat pengangkatan. Sehingga apabila hal masa percobaan tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Mengenai
berakhirnya
perjanjian
kerja
berarti
juga
berakhirnya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Hal ini dapat terjadi karena sudah tidak ada lagi kesesuaian antara pengusaha dengan pekerja tentang syarat-syarat kerja pada perjanjian kerja yang semula disepakati. Keadaan ini sebenarnya merupakan peristiwa biasa atau wajar, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa pihak pekerja bagaimanapun juga ingin lebih meningkatkan lagi taraf hidup dan kesejahteraannya yaitu dengan jalan berusaha mengubah isi dari perjanjian kerja yang ada. Menurut Pasal 61 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 perjanjian kerja berakhir apabila : Pekerja meninggal dunia 1) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja 2) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penempatan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum 3) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. c. Hubungan Kerja Pengertian ketenagakerjaan menurut Pasal 1 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan : Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sedangkan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu untuk
xxx
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sedangkan pengertian hubungan kerja menurut Pasal 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempuyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Tenaga kerja bisa dikategorikan di dalam tenaga kerja produktif dan non-produktif. Tenaga kerja produktif adalah individu yang benar-benar dapat melakukan pekerjaan dengan efisien dan efektif. Yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang berusia dari 15 – 45 tahun. Sedangkan yang di luar kelompok itu adalah tenaga kerja non produktif. Sedangkan ditinjau dari sisi pendidikannya, maka tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Tenaga kerja terampil/terlatih Mereka adalah tenaga kerja yang mendapatkan keterampilan praktis yang mampu mereka terapkan di dalam kehidupan contohnya tukang las, bengkel, penjahit dan lain-lain 2) Tenaga kerja terdidik Mereka adalah tenaga kerja yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari bangku pendidikan formal. Yang termasuk di dalam kategori ini adalah guru, dokter, dan lain-lain.
3) Tenaga kerja tak terdidik dan tak terlatih Mereka adalah kelompok tenaga kerja yang hanya mengandalkan kemampuan alam, bakat dari sejak lahir yang berupa tenaga. Isi perjanjian kerja yang merupakan pula isi dari hubungan kerja dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tidak diatur tentang isi perjanjian kerja. Pada pokoknya isi dari
xxxi
perjanjian kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau kesusilaan. Dalam praktek, pada umumnya isi perjanjian kerja biasanya mengenai besarnya upah, macam pekerjaan dan jangka waktunya. Dengan terjadinya perjanjian kerja maka menimbulkan hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Adapun kewajiban dari pengusaha adalah sebagai berikut : 1) Membayar upah pekerja 2) Memberi istirahat mingguan dan hari libur 3) Mengatur tempat kerja dan alat-alat kerja yang bertujuan menghindari kecelakaan kerja pada pekerja-pekerjanya 4) Memberi surat keterangan atas dasar permintaan dari pekerja pada waktu berakhirnya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja 5) Bertindak sebagai pengusaha/majikan yang baik 6) Memberi pengobatan dan perawatan kepada pekerja yang sakit atau mendapat kecelakaan Sedangkan kewajiban dari pekerja antara lain : 1) Melakukan
pekerjaan
yang
diperjanjikan
sesuai
dengan
kemampuannya 2) Mentaati tata tertib perusahaan sesuai yang tercantum dalam peraturan perusahaan 3) Wajib membayar denda atau ganti rugi, terbatas pada kerugian yang terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya 4) Bertindak sebagai pekerja yang baik yaitu melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh pekerja yang baik dalam keadaan sama Karena tenaga kerja mempunyai peranan dan arti yang penting sebagai suatu unsur penunjang untuk berhasilnya pembangunan
xxxii
nasional, sehingga sudah sewajarnya kepada mereka diberikan perlindungan,
pemeliharaan
dan
pengembangan
terhadap
kesejahteraannya. Pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja telah berusaha melindungi kepentingan pekerja. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya adalah melalui program jaminan sosial tenaga kerja, yaitu jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang, palayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia dan menganggur. (Sendjun H Manulang, 1995:131) d. Hubungan Industrial Pengertian Hubungan Industrial dapat dilihat pada Pasal 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yang menyebutkan, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsur-unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah dalam Hubungan Industrial menurut Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 mempunyai fungsi : 1)
Menetapkan kebijakan
2)
Memberikan pelayanan
3)
Melaksanakan pengawasan
4)
Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Sedangkan fungsi dari pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 adalah : 1)
Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya
2)
Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi
3)
Menyalurkan aspirasi secara demokratis
4)
Mengembangkan kelangsungan produksi
5)
Menyalurkan aspirasi secara demokratis
6)
Mengembangkan keterampilan dan keahliannya
7)
Ikut memajukan perusahaan
8)
Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya
Menurut Pasal 103 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Hubungan Industrial dapat dilaksanakan melalui :
xxxiii
1) Serikat pekerja/serikat buruh 2) Organisasi pengusaha 3) Lembaga kerja sama bipartite 4) Lembaga kerja sama tripartite 5) Peraturan perusahaan 6) Perjanjian kerja bersama 7) Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan 8) Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial . e.
Perselisihan Hubungan Industrial Bilamana suatu hubungan kerja yang ada antara pengusaha dengan pekerjaannya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sedangkan penyelesaian keluh kesah yang diusahakan antara kedua belah pihak tanpa melibatkan pihak luar tidak menampakkan hasil yang diharapkan maka hal inilah awal timbulnya perselisihan Hubungan Industrial.
Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2004, pengertian perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Adanya pertentangan atau ketidaksesuaian paham antara pekerja secara individu atau kelompok pekerja yang tidak terorganisasi secara permanen dalam serikat pekerja, tidak dapat dimasukkan ke dalam pengertian perselisihan Hubungan Industrial menurut hukum kecuali mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jenis-jenis perselisihan Hubungan Industrial menurut Pasal 2 Undang-Undang No 2 Tahun 2004 meliputi :
1) Perselisihan hak Perselisihan hak merupakan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 2) Perselisihan kepentingan Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan
xxxiv
dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 3) Perselisihan pemutusan hubungan kerja Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja oleh salah satu pihak 4) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak
adanya
persesuaian
paham
mengenai
keanggotaan,
pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat/pekerja f.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Penyelesaian perselisihan hubungan industri secara mediasi berdasarkan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1)
Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan sidang mediasi
2)
Mediator dapat memanggil saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya
3)
Jika dalam penyelesaian melalui mediasi mencapai kesepakatan, harus dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran
4)
Namun jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian melalui mediasi,maka : a)
Mediator mengeluarkan anjuran
b)
Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (spuluh) hari sejak sidang mediasi pertama harus disampaikan kepada para pihak
c)
Para pihak dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuat mediator
d)
Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, mereka dianggap menolak anjuran tertulis
e)
Jika anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus usdah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak megadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan bukti pendaftaran
5)
Apabila Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
xxxv
Industrial pada pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi 6)
Jika pemohon ekskusi bedomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yangberkompeten melaksanan eksekusi
7)
Jika anjuran yang dibuat oleh mediator ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
8)
Mediator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Proses penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2004 dapat melalui :
1) Penyelesaian di Luar Pengadilan Penyelesaian di luar Pengadilan dapat dilakukan melalui : a) Penyelesaian melalui Bipartite Penyelesaian
bipartite
merupakan
penyelesaian
dengan
mengadakan perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh
dengan
pengusaha
untuk
menyelesaikan
perselisihan Hubungan Industrial b) Penyelesaian melalui mediasi Penyelesaian melalui mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak,
perselisihan
kepentingan,
perselisihan
pemutusan
hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. c) Penyelesaian melalui konsiliasi Penyelesaian perselisihan pemutusan
melalui hak,
konsiliasi
perselisihan
hubungan
kerja,
adalah
kepentingan, perselisihan
penyelesaian perselisihan antar
serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral d) Penyelesaian melalui arbitrase
xxxvi
Penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar
serikat
pekerja/serikat
buruh
hanya
dalam
satu
perusahaan, di Luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan
tertulis
dari
pihak
yang
berselisih
untuk
menyerahkan penyelesaian kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. 2) Penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial Penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan apabila penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. 3.
Tinjauan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No 2 Tahun 2004 adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Sedangkan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 03 tahun 1996 adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Pusat.
Berdasarkan perselisihan
pengertian
Pemutusan
diatas
Hubungan
disimpulkan Kerja
(PHK)
bahwa adalah
pengakhiran hubungan kerja oleh salah satu pihak, baik oleh pengusaha maupun oleh pekerja. Bagi perusahaan ataupun organisasi yang melakukan kebijakan PHK ini, ada beberapa faktor penyebab yang mendorong mereka melakukan hal ini, yaitu : a. Faktor Utama Dengan alasan perampingan organisasi, banyak perusahaan melakukan PHK dengan alasan tingginya biaya operasi perusahaan di dalam tekanan ekonomi yang sedang porakporanda
akibat
krisis
yang
berkepanjangan.
Kondisi
lingkungan ekonomi yang tidak kondusif membuat perusahaan
xxxvii
mengalami kontraksi yang besar, hingga perusahaan sulit untuk berkembang dan tumbuh. Dengan perhitungan untuk menekan pengeluaran akhirnya satu demi satu perusahaan di Indonesia mulai melakukan perampingan dengan jalan merumahkan karyawannya, baik secara serentak ataupun sebagian. Sebagian perusahaan malah melakukan PHK tadi dan menutup usahannya sementara, sambil menunggu keadaan membaik. b. Faktor Penunjang Selain krisis ekonomi yang mempersulit operasional dan keuangan perusahaan yang menjadi faktor utama terjadinya PHK, ada beberapa faktor lain yang menunjang tindakan ini menjadi kebijakan suatu perusahaan di dalam rangka memperamping organisasinya, yaitu 1) Keadaan keamanan negara Indonesia yang akhir-akhir ini cenderung kurang kondusif buat mengembangkan bisnis, sehingga banyak investor asing maupun domestik yang menarik kembali atau berusaha menempatkan modal mereka secara berhati-hati dengan jumlah yang semakin berkurang
dan
mereka
juga
berusaha
untuk
tidak
menanggung resiko yang besar. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan juga melakukan kebijakan perampingan organisasi – salah satunya PHK. 2) Kebijakan Pemerintah di dalam Perundang-undangan masalah buruh dan tenaga kerja. Perundang-undangan yang ada di Indonesia dalam hal ini kurang menguntungkan
xxxviii
pihak pekerja di mana perlindungan dan kesejahteraan para pekerja tidak sepenuhnya terakomodasi di dalamnya, terutama sehubungan dengan masalah PHK ini Perselisihan mengenai PHK selama ini paling banyak terjadi karena tindakan PHK yang dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak dapat menerimanya. PHK dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun pekerja/buruh. Dari pengusaha dilakukan karena
buruh/pekerja
melakukan
berbagai
tindakan
atau
pelanggaran. Demikian sebaliknya, PHK juga dapat dilakukan atas permohonan
buruh/pekerja
karena
pihak
pengusaha
tidak
melaksanakan kewajiban yang telah disepakati atau berbuat sewenang-wenang kepada buruh/pekerja. Meskipun dalam undang-undang sudah menetapkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, secara bersama – sama dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Namun demikian, PHK seringkali tidak dapat dihindari. Hal ini dapat dipahami karena hubungan antara buruh/pekerja dengan pengusaha didasarkan atas kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Jika salah satu pihak sudah tidak menghendaki lagi untuk terikat atau diteruskan dalam hubungan kerja, sulit untuk mempertahankan hubungan kerja yang harmonis diantara kedua belah pihak. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai tata cara PHK serta dasar-dasar yang
xxxix
dapat dijadikan alasan PHK termasuk larangan bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alas an : a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karea sakit enurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus b. Pekerja/buruh
berhalangan
menjalankan
pekerjaannya
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku c. Pekerja/buruh
menjalankan
ibadah
yang
diperintahkan
agamanya d. Pekerja/buruh menikah e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyususi bayinya. f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darh dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan.atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh, di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakata pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. h. Pekerja/buruh
yang
megadukan
pengusaha
kepada
yangberwajib mengeni perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
xl
i. Karena perbuatan paham, agama, aliran politik, suku warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut
surat
keterangan
dokter
yang
jangka
waktu
dengan
alasan
penyembuhannya belum dapat dipastikan Pemutusan
hubungan
kerja
dilakukan
sebagaimana dimaksud diatas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. Dalam
Undang-Undang
Ketenagakerjaan juga
No
13
Tahun
2003
tentang
mengatur alasan yang memberikan
kewenangan kepada pengusaha untuk melakukan PHK terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, yaitu : a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang atau uang milik pengusaha atau milik teman sekerja dan atau milik teman pengusaha. b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugika perusahaan c. Mabuk, minum-minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zatadiktif lainnya di lingkungan kerja d. Malakukan perbuatan asusila atau perjudian di tempat kerja e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja
xli
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untukmelakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan berbahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempak kerja i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih Terhadap pekerja yang tebukti melakukan kesalahan berat tersebut, kepadanya tidk diberikan uang pesangon. Namun demikian, pekerja yang bersangkutan berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian. Selain kewenangan PHK yang datang dari pengusaha, pekerja/buruh dapat mengajukan permohoan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut : a. Menganiaya,
menghina
secara
kasar
atau
mengancam
pekerja/buruh b. Mebujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang – undangan
xlii
c. Tidak membayar upah tept pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut – turut atau lebih d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh e. Memrintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanijikan f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak tercantum dalam perjanjian kerja. Dalam hal pemutusan hubungan kerja terjadi berdasarkan alasan sebagaimana disebutkan diatas, pekerja berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah : Sepakat
PB
Tidak
PeHI
Perselisihan Bipartite
Mediat
Hubungan
Sepakat
Keterangan : PB : Perjanjian Bersama PeHi : Pengadilan Hubungan Industrial
xliii
Bagan tersebut mengambarkan perselihan perselihan berupa PHK yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh diselesaikan secara bipartite, apabila tidak terjadi kesepakatan maka permasalah diselesaikan melalui suatu perundingan yang diperantai oleh mediator, apabila berhasil mencapai kesepakatan maka setelah musyawarah dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh mediator. Apabila
musyawarah
tidak
tercapai,
maka
medator
akan
mengeluarkan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak. Namun apabila anjuran tersebut masih ditolak ke dua belah pihak maka perselisihan tersebut bias digugat melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
xliv
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Sejarah Singkat Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Dinas Tenaga Kerja pada tahun 1950 bernama Kementrian Perburuhan Republik Indonesia. Di setiap tingkat karesidenan terdapat kementrian perburuhan, demikian juga di Karesidenan Surakarta, terdapat Kementrian perburuhan yang terdiri : a. Kantor Jawatan Penempatan Perburuhan b. Kantor Jawatan Hubungan Perburuhan c. Kantor Jawatan Pengawasan Perburuhan dan d. Kantor Jawatan Keselamatan Kerja Pada tahun 1967 Kementrian Perburuhan berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja. Perubahan ini diikuti di setiap tingkat karesidenan yang namanya menjadi Kantor Resort Tenaga kerja. Di setiap Kantor Resort Tenaga Kerja terdiri Dari 4 seksi yaitu : a. Kantor Penempatan Tenaga Kerja, disebut seksi I b. Kantor Hubungan Perburuhan, disebut seksi II c. Kantor Pengawasan, disebut seksi III d. Kantor Keselamatanan Kerja, disebut seksi IV
xlv
Berdasarkan keputusan Presiden RI No.25 Th 1973, maka pada tahun 1973 seksi-seksi tersebut digabung menjadi : a. Kantor Resort Tenaga Kerja Bina Guna, dari seksi I b. Kantor Resort Tenaga Kerja Perawatan (Perlindungan dan Perawatan), dari seksi II, III, IV. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1975 dengan berdasar pada Keputusan Menteri No. 100/MEN/1975.berdiri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi yang terdiri dari empat Direktorat Jendral . a. Ditjen Binaguna
33
b. Ditjen Perawatan c. Ditjen Transmigrasi d. Ditjen Koperasi Setelah Kabinet Pembangunan III terbentuk, Direktorat
Jenderal
Koperasi diintegrasikan dengan Departemen Perdagangan, sehingga pada tahun tersebut Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi berubah nama menjadi Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi. bersamaan dengan itu Ditjen Perawatan diganti namanya menjadi Ditjen Bina Lindung. Sehingga di ex Karesidenan Surakarta tinggal 3 ditjen saja, yaitu : a. Ditjen Binaguna b. Ditjen Bina Lindung c. Ditjen Transmigrasi Dengan adanya pemisahan Ditjen Koperasi dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka antara tahun 1977-1983. Pemerintah telah mengambil
kebijaksanaan
pada
setiap
Daerah
Tingkat
II
(Kodya/Kabupaten). Pada masa-masa itulah setiap daerah tingkat II se eks Karesidenan Surakarta mulai mendirikan satu demi satu kantor Depnakertrans. Namun akhirnya pada tahun 1983 terjadi perubahan lagi, yaitu Ditjen Transmigrasi memisahkan diri dari Departemen Depnakertrans dan berdiri sendiri menjadi Departemen Transmigrasi.perubahan tersebut dengan
xlvi
berdasar pada KEPMEN No 199/MEN/1983, sehingga dengan demikian Departemen Tenaga Kerja terdiri dari Ditjen Bina Penta (berasal dari Ditjen Bina Guna) dan Ditjen Binawas (berasal dari Ditjen Bina Lindung). Untuk setiap daerah tingkat II, antara Kantor Bina Penta dan Kantor Binawas tidak dipisahkan akan tetapi digabung menjadi satu dengan satu nama yaitu Kantor Departemen Tenaga Kerja Kodya/Kabupaten. Demikian juga di Kodya Surakarta, sedang wilayah Kandepnaker Kodya Surakarta meliputi dua daerah yaitu Dati II Kodya Surakarta dan Dati II Kabupaten Sukoharjo. Tetapi dengan adanya otonomi daerah maka sekarang ini antara Kodya Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo telah terpisah. Dan untuk Sukoharjo namanya telah berubah menjadi Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk
Kabupaten
Sukoharjo
yaitu
instansi
pemerintah
yang
menangani bidang ketenagakerjaan yang berkedudukan di daerah tingkat II Kabupaten Sukoharjo yang bertanggungjawab kepada Bupati setempat.
2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi a. Kedudukan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Secara struktural Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai penyelenggara tugas dan fungsi di
bidang
ketenagakerjaan
di
Kabupaten
Sukoharjo
yang
bertanggungjawab langsung kepada Bupati Sukoharjo. b. Tugas dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Fungsi dari Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai penyelenggara tugas-tugas di bidang ketenagakerjaan di tingkat Kabupaten Sukoharjo. Adapun tugas dari Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo di bidang ketenagakerjaan meliputi :
1) Bidang penempatan tenaga kerja dan perluasan kerja serta pembinaan dan pelatihan tenaga kerja 2) Bidang hubungan industrial dan kesejahteraan pekerja
xlvii
3) Bidang pengawas ketenagakerjaan
3. Perencanaan Strategis a. Pernyataan Visi Dalam penyelenggaraan pemerintah dituntut adanya upaya terus menerus untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan, perubahan tersebut merupakan gambaran pada tujuan ideal yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan etos kerja yang tinggi dari aparatur yang melaksanakan dan komitmen bersama serta konsistensi. Bahwa
dalam
mengantisipasi
meningkatnya
persaingan,
tantangan dan tuntutan masyarakat dan berkembangnya masalah ketenagakerjaan yang semakin kompleks dan multi dimensi maka Dinas
Tenaga
Kerja
mempersiapkan
diri
agar
tetap
eksis
berkesinambungan dan senantiasa mengadakan upaya perubahan menuju arah perbaikan, untuk itu Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo menetapkan Visinya adalah : “Terwujudnya tenaga kerja yang profesional, berdaya saing tinggi dan hubungan industrial yang harmonis serta perlindungan tenaga kerja”. Dari visi tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Terwujudnya tenaga kerja yang profesional berdaya saing tinggi Artinya : a) Menguasai
kemampuan
dibidangnya
serta
mempunyai
mobilitas, sikap dan etos kerja yang tinggi b) Berdaya
saing
tinggi
artinya
selalu
berusaha
untuk
mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan 2) Terwujudnya Hubungan Industrial yang harmonis Artinya :
xlviii
Menumbuh kembangkan budaya kerja yang didasari pola kemitraan dengan memperhatikan hak dan kewajiban masingmasing 3) Terwujudnya Perlindungan Tenaga Kerja Artinya : Adanya jaminan kesejahteraan dan perlindungan dalam hubungan kerja baik yang bersifat normatif maupun keselamatan dan kesehatan kerja b. Pernyataan Misi Misi merupakan suatu pernyataan atau pedoman dalam mencapai
tujuan
yang
diinginkan
sesuai
Visi
yang
telah
ditetapkan.adanya pernyataan Misi diharapkan seluruh aparatur di jajaran Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dan pihak lain yang berkepentingan mengetahui programprogram dan proyeksi yang akan dihasilkan dimasa yang akan mendatang. Sebagai perwujudan Visi dapat diterapkanlah Misi : 1) Menciptakan kualitas (profesionalisme) aparatur dan perencanaan tenaga kerja daerah 2) Perluasan kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja 3) Menciptakan tenaga kerja yang terampil, mandiri serta profesional 4) Menciptakan mewujudkan
hubungan
industrial
ketenangan
kerja
dan
yang usaha
harmonis agar
guna tercipta
kesejahteraan pekerja dan keluarga. c. Tujuan dan Sasaran Tujuan merupakan penjabaran dari misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu tertentu 1 sampai 5 tahun. Sedangkan sasaran adalah implementasi dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu bulanan, sementara atau tahunan. Sasaran merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dalam proses penyusunan perencanaan strategis.
xlix
Berdasarkan visi dan misi tersebut diatas, Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo menetapkan tujuan dan sasarannya sebagai berikut : 1) Misi I (Kesatu) Meningkatkan kualitas (profesionalisme) aparatur dan perencanaan tenaga kerja Tujuan Pertama : Tersedianya data ketenagakerjaan guna penyusunan perencanaan tenaga kerja Sasaran : a) Tersedianya data ketenagakerjaan yang akurat b) Tersedianya data jumlah tenaga kerja perkecamatan yang akurat c) Tersusunnya
pedoman
dalam
menyelesaikan
urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan Tujuan Kedua : Mewujudkan informasi ketenagakerjaan yang handal melalui pelayanan informasi dan pemanfaatan teknologi informasi Sasaran : Terwujudnya informasi yang kualified bagi masyarakat pengguna 2) Misi 2 (Kedua) : Perluasan kesempatan kerja dan penempatan kerja Tujuan : a) Meningkatkan perluasan dan pengembangan kesempatan kerja/mengurangi pengangguran Sasaran : 1) Meningkatkan perluasan dan pengembangan kesempatan kerja 2) Terselenggaranya perijinan BKK (Bursa Kerja Khusus) dan rekomendasi terhadap TKWNAP (Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang)
l
b) Terbukanya wacana sehingga menumbuhkan minat untuk bekerja Sasaran : Terciptanya siswa SMU/SMK/Generasi muda yang memiliki kesiapan penuh untuk memasuki persaingan di dunia kerja sehingga mampu menentukan pilihan kariernya secara mantap dan berdaya guna c) Masyarakat dapat dilayani dan memahami tentang kesempatan kerja dan penempatan kerja sehingga tidak mudah diperdaya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Sasaran : Terlayaninya masyarakat pencari kerja sesuai lowongan dan sektornya 3) Misi 3 (Ketiga) Menciptakan tenaga kerja yang terampil, mandiri serta profesional Tujuan : Melaksanakan peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan sehingga terwujudnya tenaga kerja yang terampil untuk dapat meningkatkan produktifitas kerja serta kesejahteraan tenaga kerja Sasaran : a) Terwujudnya kebutuhan latihan b) Terwujudnya LLKS (Lembaga Latihan Kerja Swasta) yang berorientasi pasar kerja c) Terwujudnya LLKS baru d) Terbitnya legalitas sertifikasi latihan kerja swasta dari LLKS e) Meningkatkan sumber daya manusia di bidang ketrampilan 4) Misi 4 (Keempat) Menciptakan
Hubungan
Industrial
mewujudkan
ketenangan
kerja
dan
yang usaha
harmonis agar
kesejahteraan pekerja dan keluarga Tujuan : Mewujudkan UMK (Upah Minimum Kota) yang ideal
li
guna tercipta
Sasaran : a) Terwujudnya
salah
satu
dasar
pertimbangan
dalam
merumuskan rencana usulan UMK b) Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya Menciptakan
Hubungan
Industrial
yang
harmonis
untuk
menciptakan kesejahteraan pekerja Sasaran : a) Terwujudnya kesepakatan antara APINDO, Serikat Pekerja dan Pemerintah
dalam
merumuskan
usulan
UMK
dan
mengantisipasi masalah ketenagakerjaan b) Membantu terwujudnya ketenangan kerja dan kemajuan usaha serta kesejahteraan pekerja dan keluarganya c) Terwujudnya Hubungan Industrial yang selaras, serasi dan harmonis antara pekerja dan pengusaha d) Berdaya gunanya LK (Lembaga Kerja) Bipartite, dan organisasi pekerja di Perusahaan e) Terbentuknya dan tercatatnya Serikat Pekerja (SP) yang telah memenuhi syarat-syarat pencatatan f) Meningkatkan
kualitas
Peraturan
Perusahaan
(PP),
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), dan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu 5) Misi 5 (Kelima) Meningkatkan Pengawasan Norma Kerja serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Perlindungan Kerja Tujuan : Terpenuhinya hak-hak normatif pekerja Sasaran : a) Ditaatinya norma kerja di perusahaan b) Terwujudnya pengesahan wajib lapor c) Meningkatkan jumlah peserta Jamsostek d) Terwujudnya perlindungan terhadap tenaga kerja
lii
e) Terciptanya tempat kerja yang sehat dan nyaman f) Terbentuknya poliklinik di setiap perusahaan/tempat kerja g) Terwujudnya jaminan sosial bagi semua tenaga kerja h) Terjaganya kondisi kesehatan tenaga kerja i) Terwujudnya P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) j) Terciptanya kondisi tempat kerja yang aman, nyaman dan kondusif di semua perusahaan
4. Kebijakan yang diterapkan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam mencapai tujuan dan sasarannya, diantaranya yaitu : a. Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian kerja dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penempatan tenaga kerja ke luar negeri
dengan
memperhatikan
kompetensi,
perlindungan
dan
pembelaan tenaga kerja yang dikelola secara terpadu c. Melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses mengurangi pengangguran d. Mendorong menciptakan lapangan kerja yang selaras dengan kebijakan ekonomi
mikro
dan
berlandaskan
pada
upaya
pengurangan
pengangguran di berbagai sektor atau wilayah e. Menciptakan lapangan kerja langsung yang mewadahi kepentingan masyarakat f. Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja g. Menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis, serasi serta dinamis
liii
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan dan keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan pemerintah, perusahaan dan pekerja i. Perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan yang berwawasan gender
5. Pelaksanaan program kegiatan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam mencapai tujuan dan sasarannya, diantaranya yaitu : a. Penyusunan Tenaga Kerja Daerah b. Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja c. Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja d. Pembinaan Hubungan Industrial e. Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan
6. Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dipimpin oleh seorang kepala dinas. Sedangkan susunan organisasi Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo terdiri dari : a. Kepala Dinas b. Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari : 1) Sub Bagian Umum 2) Sub Bagian Kepegawaian 3) Sub Bagian Keuangan
c. Sub Dinas Bina Program, yang terdiri dari : 1) Seksi Perencanaan 2) Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan
liv
d. Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, yang terdiri dari : 1) Seksi Penempatan Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja 2) Seksi Pembinaan dan Pelatihan Tenaga Kerja e. Sub Dinas Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja, yang terdiri dari : 1) Seksi Bina Pengusaha dan Organisasi Pekerja 2) Seksi Penyelesaian Perselisihan 3) Seksi Perumusan Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja f. Sub Dinas Pengawasan, yang terdiri dari 1) Seksi Norma Kerja 2) Seksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja g. Kelompok Jabatan Fungsional Untuk lebih jelasnya tentang gambaran struktur organisasi Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo bisa dilihat dalam bagan berikut ini :
lv
lvi
7. Uraian Tugas Adapun tugas pokok dari masing-masing bagian atau sub dinas secara umum adalah sebagai berikut : a. Kepala Dinas Kepala dinas membawahi bagian tata usaha, sub dinas bina program, sub dinas penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, sub dinas hubungan industrial dan kesejahteraan pekerja dan sub dinas pengawasan. Adapun tugas dari Kepala Dinas secara garis besar adalah : 1) Menyusun program kerja berdasarkan rencana strategis dan program kerja tahunan 2) Melakukan
pembinaan
tentang
teknis
administratif
dan
ketatalaksanaan di lingkungan kantor 3) Memberikan petunjuk dan bimbingan tentang pelaksanaan antar kerja padat karya, perijinan tenaga asing serta kursus latihan kerja 4) Memberikan petunjuk dan bimbingan tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja b. Bagian Tata Usaha Bagian tata usaha membawahi sub bagian umum, sub bagian kepegawaian dan sub bagian keuangan. Adapun tugas dari bagian tata usaha adalah : 1) Menyusun rencana kegiatan di lingkungan bagian tata usaha 2) Mengelola perlengkapan
administrasi kantor,
surat
rumah
menyurat, tangga
peralatan
dan
dokumen
dan
serta
perpustakaan 3) Menyiapkan dan menyediakan sarana administrasi perijinan serta mekanisme pemberiannya 4) Mengelola administrasi kepegawaian dan keuangan 5) Menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan berkala dan tahunan
lvii
6) Menginventarisasi permasalahan-permasalahan guna menyiapkan bahan petunjuk pemecahan masalah c. Sub Dinas Bina Program Sub Dinas Bina Program membawahi seksi perencanaan dan seksi pengendalian evaluasi dan pelaporan. Adapun tugasnya adalah : 1) Menghimpun, mengelola dan menyajikan data dan informasi untuk menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan 2) Melaksanakan monitoring dan pengendalian pelaksanaan rencana strategis dan program kerja tahunan dinas guna evaluasi dan pelaporan 3) Melaksanakan evaluasi dan analisa kerja guna pembuatan rencana strategis dan program kerja tahunan dinas d. Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja membawahi seksi penempatan kerja & perluasan kesempatan kerja dan seksi pembinaan & pelatihan tenaga kerja. Adapun tugasnya adalah : 1) Melaksanakan dan menempatkan tenaga kerja melalui program Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD), Antar Kerja Antar Negara (AKAN), dan Antar Kerja Khusus (AKSUS) 2) Menciptakan peluang dan perluasan kesempatan kerja 3) Melaksanakan pembinaan pelatihan kerja 4) Menyusun dan melaksanakan sistem informasi pasar kerja di tingkat regional, nasional dan internasional 5) Mendata dan memantau tenaga kerja asing 6) Melaksanakan kegiatan Analisa Penggolongan Jabatan (APJ) 7) Memberikan rekomendasi persetujuan pelayanan tes Psikologi e. Sub Dinas Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Sub
Dinas
Hubungan
Industrial
dan
Kesejahteraan
Pekerja
membawahi seksi bina pengusaha & organisasi pekerja, seksi
lviii
penyelesaian perselisihan, dan seksi perumusan pengupahan & kesejahteraan pekerja. Adapun tugasnya adalah : 1) Menyelenggarakan pendaftaran dan pencatatan organisasi pekerja, Peraturan Perusahaan (PP) dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) 2) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data perusahaan, pekerja dan organisasi pekerja 3) Menyiapkan petunjuk dan pedoman pembinaan Hubungan Industrial dan kesejahteraan pekerja 4) Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi pekerja, organisasi pengusaha, dan organisasi profesi 5) Merumuskan standar upah dan mengupayakan kesejahteraan pekerja 6) Menyelenggarakan kegiatan lembaga kerjasama tripartite dan bipartite 7) Menjembatani penyelesaian perselisihan kerja antar pekerja
f. Sub Dinas Pengawasan Sub Dinas Pengawasan membawahi seksi norma kerja dan seksi keselamatan & kesehatan kerja. Adapun tugasnya adalah : 1) Mengawasi pelaksanaan normatif ketenagakerjaan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku 2) Mengawasi pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja 3) Menyelenggarakan
pembinaan,
monitoring,
evaluasi
dan
pengawasan terhadap tenaga kerja wanita dan anak-anak yang terpaksa bekerja 4) Memberikan teguran dengan pemberian nota pemeriksaan tahap I dan II terhadap pelanggaran pelaksanaan normatif ketenagakerjaan serta kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan 5) Melaksanakan penindakan hukum terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan normatif ketenagakerjaan g. Kelompok Jabatan Fungsional
lix
Kelompok jabatan fungsional di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjoterdiri dari : 1) Pengawas Ketenagakerjaan Pengawas Ketenagakerjaan mempunyai tugas : a) Mengawasi
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan b) Memberi penerangan teknis serta nasihat kepada pengusaha atau pelaksanaan efektif daripada peraturan perundangundangan ketenagakerjaan c) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas guna pembentukan
dan
penyempurnaan
peraturan
perundang-
undangan ketenagakerjaan 2) Perantara Hubungan Industrial Perantara Hubungan Industrial mempunyai tugas : a) Sebagai penengah yaitu membantu pihak-pihak yang berselisih mengatasi kesulitan-kesulitan di setiap tingkat perundingan sebelum pihak-pihak yang bersangkutan memberitahukan secara resmi kepada pegawai perantara mengenai kegagalannya untuk berunding sendiri dan tidak mencapai persetujuan dalam batas waktu tertentu b) Sebagai
pendamai,
apabila
ia
telah
resmi
menerima
pemberitahuan dari salah satu pihak atau pihak-pihak yang berselisih dan mempertemukan mereka dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat kemudian dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih c) Sebagai pemisah, apabila telah ada kesepakatan antara para pihak yang berselisih untuk menunjuknya sebagai perantara dalam menyelesaikan perselisihan dengan syarat keputusannya bersifat mengikat kedua belah pihak .
lx
3) Pengantar Kerja Pengantar Kerja mempunyai tugas pokok yaitu melakukan pelayanan dan konsultasi antar kerja dan pengembangan antar kerja. Adapun tugas penunjang pengantar kerja meliputi : a) Mengajar atau melatih b) Mengikuti seminar atau lokakarya c) Menjadi pengurus organisasi profesi d) Menjadi anggota Tim Penilai Jabatan Pengantar Kerja e) Menjadi anggota delegasi misi ketenagakerjaan
8. Data perselisihan hubungan industrial terutama kasus PHK yang terdaftar pada bulan Januari 2007 – Maret 2008 Data penelitian diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo berupa data perselisihan hubungan industrial terutama kasus PHK yang terdaftar pada bulan Januari 2007 – Maret 2008 yaitu :
Tabel 1. Data Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Bulan Januari 2007 - April 2007
No
Nama Perusahaan
Nama
Jumlah
Alamat & Waktu
Pekerja/SP/SB
lxi
TK
Permasalahan
Penyelesaian
1.
PT Diana Sari
Pomo WS
1
Plastik
PHK
Usia Perjanjian
pensiun
Bersama (PB)
PHK
Perjanjian
mengundurkan
Bersama (PB)
3 Peb 2007 2
PT
Heru S
1
Bengawan
diri
Abadi Motor 7 Peb 2007 3
Borobudur
Eko Yulianto
1
PHK
Loundry
Perjanjian Bersama (PB)
20 Maret 2007
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo
Tabel 2. Data Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Bulan Mei 2007 – Agustus 2007
No
Nama Perusahaan
Nama
Jumlah
lxii
Permasalahan
Penyelesaian
1.
Alamat & Waktu
Pekerja/SP/SB
PT BPR Guna
Mulyono
TK 1
PHK
Sejahtera
Perjanjian Bersama (PB)
7 Juli 2007 2
PT Tyfountex
Sri Kuatri
1
PHK
Indonesia
Perjanjian Bersama (PB)
Agustus 2007 3
PT Tyfountex
Lina
Indonesia
Listyorini
1
PHK
Perjanjian Bersama (PB)
Agustus 2007 4
PT Tyfountex
Muwanti
1
PHK
Indonesia
Perjanjian Bersama (PB)
Agustus 2007 5
CV Yudhistira
Budi Wiryono
23 Agustus 2007
1
PHK
Perjanjian Bersama (PB)
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo
Tabel 3. Data Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Bulan September 2007 – Desember 2007
lxiii
No
1.
Nama Perusahaan
Nama
Jumlah
Alamat & Waktu
Pekerja/SP/SB
Adi Wraksa
Suliyem
Permasalahan
Penyelesaian
PHK
Perjanjian
TK 1
Furniture
Bersama (PB)
4 Okt 2007 2
PT Bengawan
Boediono
1
PHK
Abadi Motor
Perjanjian Bersama (PB)
9 Okt 2007 3
PT Tyfountex
Eko Alfianto
1
PHK
Indonesia
Perjanjian Bersama (PB)
20 Nov 2007 4
PT Tyfountex
Muwanti
1
PHK
Indonesia
Perjanjian Bersama (PB)
Agustus 2007
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo
Tabel 4. Data Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo Bulan Januari 2008 – Maret 2008
No
Nama Perusahaan
Nama
Jumlah
lxiv
Permasalahan
Penyelesaian
1.
Alamat & Waktu
Pekerja/SP/SB
PT Sirat
Suwarji (dkk)
TK 6
PHK
Adiwarna
Perjanjian Bersama (PB)
30 Jan 2008 2
PT Tyfountek
Boediono
1
PHK
Idonesia
Perjanjian Bersama (PB)
9 Peb 2008
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo
Data selanjutnya yang berhasil dikumpulkan untuk pembahasan ini diperoleh dari pihak mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo yaitu berkas pengaduan dan surat perjanjian bersama antara PT Sirat Adiwarna dengan Pekerja (Suwarji, Kristianto, Yulianto, Darmanto, Heri Winarto dan Siswanto), surat pengaduan dan berkas perjanjian bersama yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan pekerja dengan uraian sebagai berikut : Surat Pengaduan : Yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama
: Suwarji
Karyawan 2. Nama
: Kristanto
Karyawan 3. Nama
: Yulianto
Karyawan 4. Nama
: Darmanto
Karyawan 5. Nama
: Heri Winarto
Karyawan 6. Nama
: Siswanto
Karyawan
lxv
Sehubungan dengan permasalahan kami dengan perusahaan, bahwa pertama kami bekerja sebagai karyawan harian tetap kemudian diubah menjadi borongan tetap dan sekarang perusahaan menganggap kami sebagai karyawan borongan lepas dengan
mengeluarkan
surat
penghentian
kerja
dengan
N0.
001/Pers/SAW/XII/2007 tertanggal 10 Desember 2007, maka dengan ini kami mohon penyelesaian agar status kami tidak dianggap oleh perusahaan sebagai borongan lepas. Kronologi permasalahan : 1. Bahwa pertama kami masuk adalah sebagai karyawan harian tetap 2. Pada tanggal 15 September 2007 Perusahaan membuat Surat Perjanjian Kerja Borongan Tetap kepada kami, yang kemudian kami tanda tangani 3. Bahwa dalam salah satu klausal Surat Perjanjian tersebut adalah target akan diadakan evaluasi selama 2 mingguan sejak perjanjian ini ditandatangani bersama 4. Bahwa apabila ternyata hasil evaluasi kerja memenuhi target yang ditetapkan maka hubungan kerja dapat dilanjutkan lagi dengan diadakan evaluasi rutin selama minimal 4 tahun kecuali perusahaan dalam keadaan terpaksa (force Majeur) yang tidak dapat dihindari hinga perlu diadakan tindakan pemutusan hubungan kerja 5. Bahwa setela 2 minggu kami mencapai target produksi sesuai dengan surat perjanjian 6. Bahwa pada tanggal 10 Desember 2007 perusahaan mengeluarkan surat penghentian hubungan kerja borongan tetap dan menjadi borongan lepas dengan No.001/Pers/SAW/XII/2007 7. Bahwa melihat konsider surat tersebut yang tidak jelas, bahwa surat tersebut ditujukan kepada siapa dan sifat surat tersebut berimbas kepada kami, dan status kami sekarang masih bekerja tetapi pihak perusahaan telah menganggap kami sebagai borongan lepas sehingga pendapatan kami hanya sebesar total upah dari hasil kerja kami hari dan apabila total hasil pekerjaan kami kurng UMK maka perushaan tidak menutup kekurangan
lxvi
upah kami tersebut, hal ini tidak sesuai dengan pasal 163 ayat 2 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 8. Bahwa pada tanggal 7 Januari 2008 kami telah berunding lagi dengan pihak perusahaan, namun pihak perusahaan tetap pada putusannya. Maka oleh sebab tersebut diatas kami mohon kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo agar status kami tetap menjadi karyawan tetap.
Risalah Perundingan Bipartite Yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama
: Suwarji
Karyawan 2. Nama
: Kristanto
Karyawan 3. Nama
: Yulianto
Karyawan 4. Nama
: Darmanto
Karyawan 5. Nama
: Heri Winarto
Karyawan 6. Nama
: Siswanto
Karyawan Selanjutnya disebut sebagai ……………………Pihak Pekerja
Nama Jabatan Selanjutnya disebut sebagai ……………………Pihak Pengusaha
Pihak Pekerja dan Pihak Pengusaha mengadakan perundingan Bipartite : 1. Perundingan I pada tanggal 10 Desember 2007
lxvii
Tempat perundingan Hasil perundingan Pihak pekerja bersikukuh menjadi karyawan borongan dengan status pekerja tetap karena telah mencapai target pada hasil evaluasi 2 minggu dari penandatanganan surat kerja borongan tetap 2. Perundingan II : Pada tanggal 7 Januari Tempat perundingan Hasil perundingan
Kesimpulan
Perjanjian Bersama Pada hari Kamis tanggal dua puluh satu Pebruari Tahun Dua ribu Delapan kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama
: Nanang Dwi Wanta
Jabatan Alamat Yang selanjutnya disebut PIHAK KESATU 2. Nama
: Suwarji, Kristanto, Yulianto, Siswanto, Darmanto dan
Heri Winarto Jabatan Alamat
: PT Sirat Adi Warno, Desa Jamur, Trangsan, Gatak, Skh
Yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 pasal 13 ayat (1) ANTARA Pihak Kesatu dan Pihak Kedua telah tercapai kesepakatan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediasi sebagai berikut : 1. Bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk mengakhiri Hubungan Kerja terhitung tanggal 21 Pebruari 2008 2. Bahwa sehubungan dengan Pengakhiran Hubungan Kerja tersebut Pihak Kesatu memberikan kepada Pihak Kedua berupa Uang Pesangon sebesar sebagai berikut : i.
Suwarji
: Rp. 1.000.000,-
lxviii
ii.
Kristanto
: Rp. 1.588.000,-
iii.
Yuliyanto
: Rp. 1.566.000,-
iv.
Siswanto
: Rp. 1.588.000,-
v.
Darmanto
: Rp. 1.544.000,-
vi.
Heri Winarto
: Rp. 1.703.500,-
3. Bahwa pihak Kedua dapat menerima dan menyetujui pemberian Pihak Kesatu sebagaimana pada point 2 (dua) diatas 4. Bahwa pembayaran Uang Pesangon pada point 2 (dua) tersebut diatas dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo 5. Bahwa dengan telah diterimanya Uang Pesangon sebagaimana pada point 2 (dua) tersebut diatas dan dengan ditandatanganinya Perjanjian Bersama ini, maka permasalahan ketenagakerjaan antara Pihak Kesatu dengan Pihak Kedua telah slesai, dan kedua pihak tidak akan mengajukan berupa apapun lagi. Kesepakatan ini merupakan perjanjian Besama yang berlaku sejak ditandatangani diatas materai cukup. 9. Peranan mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo Perselisihan PHK yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo yang mencpai 13 kasus dalam kurun waktu Januari 2007 sampai Maret 2008 terjadi 13 kasus yang diadukan pada Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Penduduk secara umum terjadi akibat pertentangan pendapat terhadap du hal, yaitu sah atau tidaknya PHK dan atau besarnya jumlah pesangon. Apabila PHK dilakukan dengan alasan yang jelas dan kuat, maka beban pengusaha untuk membayar pesangon akan semakin rendah atau bahkan tidak ada. Sebaliknya apabila PHK tersebut dilakukan secara sewenang-wenang, maka beban tersebut akan semakin besar karena undang-undang memberi hak kepada pekerja/buruh untuk meminta pesangon yang tinggi. PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
lxix
pengusaha. Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka. Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya. Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu: a. Selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) b. Pekerja melakukan kesalahan berat c. Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan d. Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha e. Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya f. Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) g. PHK Massal - karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi. h. Peleburan, penggabungan, perubahan status i. Perusahaan pailit
lxx
j. Pekerja meninggal dunia k. Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut l. Pekerja sakit berkepanjangan m. Pekerja memasuki usia pensiun Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK. Undang-undang No 2 Tahun 2004 mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan tepat membentuk sistem penyelesaian-penyelesaian diluar pengadilan yang terdiri dari perundingan bipartite, penyelesaian diluar pengadilan dan penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial. Mekanisme
perselisihan
PHK
beragam
dan
berjenjang.Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja
lxxi
dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit. Hubungan industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara
pekerja/buruh
dengan
pengusaha,
berpotensi
menimbulkan
perbedaan pendapat bahkan dapat menimbulkan perselisihan antar kedua belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapakan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan. Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang PHK Perusahaan swasta dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ternyata tidak efektif untuk menanggulangi
kasus-kasus
pemutusan
hubungan
kerja.
Hal
ini
disebabkan karena hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak dalam mengikatkan diri dalam hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian. Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntugkan kedua belah pihak. Penyelesaian bipartite dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak tanpa dicampuri oleh pihak manapun. Namun demikian pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarkat pekerja/buruh dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian hubungan industrial
lxxii
tersebut. Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga mediator untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih. Aparatur pemerintah tersebut adalah pegawai dinas tenaga kerja khususnya yang ada di hubungan industrial yang terdiri dari : a. Mediator b. Pegawai penyelenggara pembinaan syarat kerja c. Pegawai penyelenggara pembinaan jaminan sosial d. Pegawai penyelenggara pembiaa organisasi pekerja dan pengusaha Profesionalisme pegawai yang menangani masalah hubungan industrial merupakan kebutuhan yang mendesak yang perlu segera diberdayakan, mengingat mediator hubungan industrial memiliki peran yang sangat strategis dalam pembinaan hubungan industrial, peningkatan kesejahteraan pekerja serta penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pemberdayaan
mediator
hubungan
industrial
baik
dalam
pembinaan karier dan prestasi kerja dapat diarahkan melalui pengangkatan jabatan fungsional. Hal ini tidak saja untuk meningkatkan profesionalisme mediator tersebut dalam menjalankan tugasnya tetapi juga untuk menumbuhkan motivasi, semangat dan kinerja yang didasarkan pada penilaian kerja. Disini terjadi kontradiktif yang mestinya menjadi mediator adalah siapa saja yang dikehendaki oleh para pihak yang memiliki keahlian dan kemampuan utuk itu termasuk kemungkinan dipilihnya pegawai instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan. Sedangkan kewajiban mediator untuk memberikan anjuran tertulis masih dalam batas kewenangan mediator guna membantu para pihak mencari format penyelesaian serta anjuran bukan merupakan keputusan yang bersifat mengikat. Dalam kaitannya dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial khususnya dalam kasus PHK mediator berperan sebagai :
lxxiii
a. Katalisator Sebagai katalisator kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi b. Pendidik Sebagai pendidik, mediator berarti seseorang yang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, mediator harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara pihak c. Penerjemah Sebagai penerjemah, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul d. Nara sumber Seorang mediator harus mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia e. Penyandang berita jelek Mediator harus menyadari bawa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untukitu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan f. Agen realitas Mediator harus berusaha memberikan pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/tidak masuk akal tercapai melalui perundingan g. Kambing hitam Seorang mediator harus siap untuk disalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan Dalam kasus perselisihan hubungan industrial khususnya PHK yang ditangani oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten
Sukoharjo
yaitu
antara PT Sirat
lxxiv
Adi
Warno
yang
beralamatakan di Desa Jamur, Trangsan, Gatak, Kabupaten Sukoharjo dengan pihak pekerja (Suwarji, Kristanto, Yulianto, Siswanto, Darmanto dan Heri Winarto). Perselisihan terjadi karena pihak pengusaha memPHK pekerjanya dengan alasan perubahan status dari borogan tetap menjadi borongan lepas tetapi pihak perusahaan tidak memberikan kompensasi yang menjadi tanggungjawabnya sehingga pihak pekerja mengajukan tuntutan kepada pengusaha untuk membayar pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1). Dalam wawancara dengan pengusaha yang diwakili oleh Nanang Dwi Nanta adanya PHK disebabkan oleh karena perusahaan mengalami kemunduran dalam usaha sehingga perlu memaksimalkan sumber daya manusia yang ada, tetapi pihak perusahaan tidak dapat memberikan kompensasi yang menjadi hak para pekerjanya. Sedangkan dalam wawancara dengan pihak pekerja yang diwakili Siswanto, menyebutkan pekerja menuntut adanya kompensasi terhadap PHK yang dilakukan oleh pengusaha dengan nilai kompensasi sesuai dengan Undang-Undang, Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut : Masa Kerja Uang Pesangon Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah; Masa kerja 1 - 2 tahun, 2 (dua) bulan upah; Masa kerja 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah; Masa kerja 3 - 4 tahun 4 (empat) bulan upah; Masa kerja 4 - 5 tahun 5 (lima) bulan upah; Masa kerja 5 - 6 tahun 6 (enam) bulan upah; Masa kerja 6 - 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah. Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah; Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. b. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut : 1) Masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua) bulan upah;
lxxv
2) Masa kerja 6 - 9 tahun 3 (tiga) bulan upah; 3) Masa kerja 9 - 12 tahun 4 (empat) bulan upah; 4) Masa kerja 12 - 15 tahun 5 (lima) bulan upah; 5) Masa kerja 15 - 18 tahun 6 (enam) bulan upah; 6) Masa kerja 18 - 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah; 7) Masa kerja 21 - 24 tahun 8 (delapan) bulan upah; 8) Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah c. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi : 1) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; 2) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; 3) Penggantian
perumahan
serta
pengobatan
dan
perawatan
ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; 4) Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dalam kasus PHK yang terjadi di PT Sirat Adi Warno PHK massal yang terjadi karena Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan Perusahaan 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH. Maka dengan gaji antara Rp. 400.000,- sampai dengan Rp. 500.000,- per bulan, maka perhitungan pesangon adalah antara Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.703.500,- sesuai dengan masa kerjanya. Adanya perselisihan antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja menyebabkan kasus tersebut diajukan ke Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo sehingga diangkat mediator sebagai penengah perselisihan tersebut. Peranan mediator dalam kasus ini adalah sebagai pendamai yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihak-pihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat yang kemudian
lxxvi
akan dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih. Dalam wawancara dengan Ibu Indah Kartika Sari, SE sebagai mediator Dinas tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo menjelaskan bahwa mediator banyak berperan dalam membantu penyelesaian perselisihan sekaligus sebagai penyusun proses verbal berita acara. Dalam hal perselisihan hak tidak dapat diselesaikan maka mediator bersikap : a. Terbuka dan tidak larut terhadap salah satu pihak b. Dapat melepaskan diri dari keinginan untuk menjadi solver c. Mendorong proses problem solver dan mencegah berkembangnya proses bargaining Sedangkan perilaku dan tanggung jawab mediator adalah : a. Mediator harus bertindak dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial untuk tidak terjadi kegelisahan yang meluas di kalangan karyawan dan pengusaha b. Mediator mempunyai pengabdian dan tanggungjawab yang besar dan memiliki perilaku yang dilandsi sikap sosial dan sikap mental dan jujur, adil dan tidak memihak, tenggangrasa, sopan santun, menghargai pendapat orang lain dan mempunyai itikad baik c. Mediator
harus
Yurisprudensi,
mengetahui
Kesepakatan
peraturan
Kerja
Bersama
perundang-undangan (KKB),
peraturan
perusahaan yang bersangkutan dan memiliki latar belakang pendidikan tertentu serta berpengalaman luas menangani masalah perselisihan hubungan industrial d. Mediator
berkewajiban
merahasiakan
segala
sesuatu
yang
berhubungan dengan tugas dan jabatannya serta neraca perusahaan, tingkat
pemasaran
produksi
dan
sebagainya
kecuali
dalam
melaksanakan tugas kewajiban perlu memberitahukan. Berdasakan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian sengketa yang dilakukan mediator tidak terdapat unsur paksaan antar pihak
lxxvii
danmediator, para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Oleh karena itu peranan mediator hanya membantu para pihak agar dapat mencapai keesepakatan yang hanya dilakukan oleh pihak yang berselisih. Sebagai pihak yang berada diluar pihak yang berselisih, meditor tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu,
mempertemukan para pihak
mengetahui
duduk
perkara
mediator
yang bersengketa. dapat
menyusun
Setelah proposal
penyelesaian yang ditawarkan kepada para pihak yangberselisih. Mediator juga harus mampu menciptakan konsidi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang sama-sama menguntungkan. Jika proposal yang ditawarkan mediator disetujui, mediator menyusun kesepakatan itu secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak.
10. Tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo Berkaitan
dengan
upaya
menciptakan
hubungan
industrial
sebagaimana dimaksud apabila terjadi perselisihan hubungan tersebut maka mediator di dinas tenaga kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo mempunyai tugas sesuai Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 : a. Menerima Surat Pengaduan Apabila pengaduan telah disertai penyelesaian seara bipartite yang hasilnya tidak tercapai kesepakatan, maka mediator memberikan blangko pengaduan yang diisi oleh pihak yang mengadukan masalah perselisihan hubungan industrial untuk ke kantor Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Penduduk Kabupaten Sukoharjo. Tetapi apabila tidak disertai bukti penyelesaian secara bipartite maka akan dikembalikan, untuk memberikan kesempatan agar diselesaikan dahulu secara bipartite. Jadi pada dasarnya pengaduan masalah hubungan
lxxviii
industrial ke Dinas Tenaga Kerja harus disertai bukti penyelesaian secara bipartite.
lxxix
Dalam kasus perselisihan antara PT Sirat Adi Warno dengan pekerja
pengaduan dilakukan oleh kedua belah setelah dua kali
diadakan perundingan bipartite bersama tetapi tidak ada pertemuan antara kedua kepentingan (pengusaha dan pekerja) sehingga diperlukan pihak ketiga yang memfasilitasinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang ketenagakerjaan. b. Membuat Surat Undangan Setelah blangko diisi oleh pihak pengadu maka dalam waktu kurang dari satu minggu mediator sudah membuat surat undangan kepada kedua belah pihak baik pengusaha maupun pihak pekerja/buruh untuk hadir dalam proses mediasi. c. Membuat Daftar Hadir Dalam mediasi kasus perselisihan hubungan industrial belum tentu satu kali pertemuan dapat menyelesaikan masalah namun dalam setiap pertemuan pihak-pihak yang hadir wajib mengisi daftar hadir yang berisi nama pihak yang hadir, unsur organisasi dan tanda tangan pihak yang hadir. d. Memberikan Mediasi Setelah para pihak yang hadir dalam hal ini boleh diwakilkan dengan syarat disertai surat kuasa dari pihak yang diwakili maka mediator berhak mendengarkan keterangan dari masing-masing pihak serta mengeluarkan pendapat sebagai penengah masalah yang bersifat adil. Mediator tersebut tidak bersifat memaksa, para pihak berhak untuk menerima atau menolak pendapat mediator. Mediator
dalam
menyelesaikan
perselisihan
hubungan
industrial pada tahap mediasi hasil yang dapat dicapai ada 2 kemungkinan yaitu : 1) Surat Persetujuan Bersama Jika penyelesaian kasus hubungan indutrial di tingkat mediasi maka mediator membuat persetujuan bersama yang ditandatangani oleh para pihak yaitu pihak pengusaha, pihak pekerja/buruh, serikat
lxxx
pekerja dan mediator itu sediri. Persetujuan bersama ini apabila disetujui mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya, jika salah satu pihak mengingkari dapat diajukan ke Pengadilan Negeri setempat.
2) Surat Anjuran Jika penyelesaian masalah hubungan industrial tidak dapat diselesaikan di tingkat mediasi maka mediator membuat surat anjuran secara tertulis dan harus dijawab oleh kedua belah pihak paling lambat tujuh hari setelah menerima anjuran. Sifat ajuran yang diberikan oleh mediator tidak mengikat bagi para pihak, boleh diterima boleh tidak. Dalam surat anjuran tertulis mediator memuat : keterangan pekerja/buruh atau keteranga serikat pekerja/serikat buruh, keterangan pegusaha, keterangan saksi/saksi ahli, pertimbangan hukum dan kesimpulan mediator dan isi anjuran e. Membuat, menyerahkan laporan hasil Penyelesaian Hubungan Industrial kepada Bupati/Walikota yang diselesaikannya ditingkat kabupaten/kota, kepada Gubernur apabila yang diselesaikannya ditingkat
Provinsi,
diselesaikannya
kepada
Diejen
PHI
dan
Jamsos
yang
pada tingkat pusat dan tindasannya kepada
Manakertrans RI . Langkah-langkah
yang
dilakukan
oleh
mediator
dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah : a. Penelitian Berkas perselisihan Setelah
mediator
menerima
pelimpahan
penyelesaian
perselisihan dari kepala atau pejabat yang ditunjuk pada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dan mediator yang
lxxxi
menerima
penunjukan
dari
pihak-pihak
utuk
menyelesaikan
perselisihannya, maka dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja harus sudah melakukan penelitian berkas perselisihan sebagai berikut: 1) Surat permintaan dari salah satupihak atau dari para pihak 2) Risalah perundingan bipartite 3) Surat kuasa dari para pihak 4) Memeriksa jenis perselisihan yang dihadapi sebagai berikut : a) Perselisihan kepentingan, misalnya berhubungan dengan penyusunan syarat kerja dan kondisi kerja baru, tuntutan/usulan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh mengenai jaminan kerja, kenaikan upah tunjangan atau perbaikan perbaikan syarat kerja dan kondisi kerja lainnya b) Perselisihan hak, misalnya berhubungan dengan hak-hak pekerja yang sudah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk ditetapkan oleh pegawai pengawas pada instansi bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan mediator menyelesaikan hak-hak yang diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama. c) Perselisihan pemutusan hubugan kerja, misalnya alas an apenyebab PHK, Kompensasi akibat PHK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku d) Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan, dalam kasus ini di dinas Tenaga Kerja Kora Surakarta belum pernah terjadi kasus. b. Pemanggilan Para Pihak c. Setelah selesai meneliti berkas dan menggolongkan perselisihan yang terjadi maka langkah yang diambil mediator selanjutnya adalah : 1) Menetapkan jadwal sidang mediasi 2) Menyampaikan panggilan tertulis kepada pihak-pihak yang berselisih.
lxxxii
d. Langkah
selanjutnya
yang
dilakukan
oleh
mediator
adalah
mengadakan sidang mediasi . 1) Persiapan sebelum sidang Sebelum mengadakan sidang mediasi dilakukan persiapan sebagai berikut : Memahami permasalahan atau esensi perselisihan sesuai dengan berkas yang diterima Meneliti latar belakang perselisihan antara lain mengenai hal-hal yang menyebabkan perselisiha terjadi, baik sebab-sebab intern ataupun sebab-sebab ekstern Mencari informasi apakah perselisihan tersebut pernah terjadi di perusahaan sejenis dan bagaimana hasil penyelesaian serta dasar-dasar dan bentuk penyelesaiannya Mempersiapkan dokumen dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang perselisihan Mempersiapkan ruangan tempat sidang . Pelaksanaan Sidang Mediasi Mediator dalam melaksanakan sidang mediasi dengan langkahlangkah :
Membuka sidang Membaca surat kuasa dari para pihak jika para pihak menguasakan Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan penjelasan/keterangan Jika diperlukan mediator dapat memanggil saksi/saksi ahli Mengupayakan kepada kedua belah pihak dapat menyelesaikan perselisihan secara musyawarah untuk mufakat Bila mencapai kesepakatan dibuat perjanjian bersama oleh kedua belah pihak yang disaksikan oleh mediator Perjanjian bersama didaftarkan kepada pengadilan hubungan industrial oleh para pihak
lxxxiii
Penyelesaian perselisihan tidak tercapai kesepakatan kepada pihakpihak disarankan untuk tetap melaksanakan kewajibannya Dalam hal tidak tercapai kesepakatan Mediator dalam waktu selambat-lambatnya
10
(sepuluh)
hari
kerja
harus
mengeluarkan anjuran tertulis sejak sidang pertama Sejak menerima anjuran tersebut para pihak harus memberikan jawaban menerima atau menolak paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja Anjuran bila diterima kedua belah pihak dibuat perjanjian bersama dan apabila salah satu pihak menolak atau tidak memberikan tanggapan
Mediator
berkewajiban
membuat
risalah
penyelesaian perselisihan Risalah penyelesaian perselisihan merupakan lampiran para pihak atau salah satu pihak untuk melakukan upaya hukum gugatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Setempat. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh mediator dalam hal tercapainya atau tidak tercapainya perundingan persetujuan a. Langkah – langkah dalam tercapainya persetujuan Dalam
hal
tercapainya
kesepakatan
penyelesaian
perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran b. Langkah dalam hal tidak tercapainya penyelesaian perselisihan hubungan industrial Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi maka langkah yang diambil adalah : 1) mediator mengeluarkan anjuran tertulis
lxxxiv
2) anjuran tertulis dikeluarkan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak 3) Para pihak yang sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis 4) Pihak yang tidak memberikan pendapat dianggap menolak anjuran tertulis 5) Dalam hal pihak menyetujui anjuran tertulis maka slanjutnya mediator membantu membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri utuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 6) Perjanjian bersama yang telah didaftarkan kemudian diberikan akta bukti pendaftaran Sedangkan
apabila
terdapat
pengaduan
menyangkut
perselisihan perseorangan yang diterima oleh mediator maka penyelesaiannya hanya dengan jasa baik mediator. Kalau dapat diselesaikan dibuat kesepakatan bersama, kalau penyelesaiannya tidak ada kesepakatan maka persoalan dikembalikan ke pihak-pihak yang berselisih untuk diselesaikan melalui pengadilan negeri. Tugas dan Fungsi mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam kasus perselisihan hubungan industrial antara PT Sirat Adiwarno dengan Pekerja adalah memfasilitasi perundingan bersama yang akan menghasilkan Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berselisih. Hal ini sesuai dengan pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan yang dapat diselesaikan dengan mediasi dibuat suatu perjanjian bersama.
lxxxv
B. Pembahasan 1. Peranan mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo Didalam setiap bagian atau sub bagian di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan pedoman uraian tugas masing-masing. Sebagaimana diketahui mediator juga mempunyai peranan sesuai dengan tugas dan peranan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep 92/MEN/VI/2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi Dengan landasan
adanya
hukum
Undang-undang/peraturan
dalam
melaksanakan
peranan
yang
merupakan
mediator
dalam
memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo maka mediator mempunyai
peranan sebagai
katalisator. Mediator akan membantu pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan permasalahannya dengan membuat perjanjian bersama. Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenaga kerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuat perjanjian bersama dengan disaksikan oleh
mediator.
Bila
tidak
dicapai
kesepakatan,
mediator
akan
mengeluarkan anjuran Dalam Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 menyebutkan bahwa mediator bertugas melakukan
mediasi
kepada
para
pihak
yang
berselisih
untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan. Dari pasal tersebut mediator di Dinas
lxxxvi
Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo telah melaksanakan peranannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan tersebut tetapi dalam pelaksanaannya mediator seringkali
tidak dapat
bersifat netral karena lebih memihak pada kepentingan pengusaha dibandingkan kepentingan pekerja
2. Tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo Dalam menjalankan peranannya mediator mempunyai tugas menurut Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 menyebutkan : (a). Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan, (b) Mengatur dan memimpin mediasi, (c) Membantu perjanjian bersama, apabila tercapai kesepakatan, (d) Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian, (e) Membuat risalah penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, (f) Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan industrial Mengenai status mediator dalam tugasnya sebagai mediasi itu, sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 maka mediator itu dapat bertindak : (a) Sebagai penengah yaitu apabila ia membantu para pihak yang berselisih mengatasi kesulitan-kesulitan disetiap tingkat perundingan sebelum pihak-pihak yang bersangkutan memberitahukan secara resmi kepada mediator mengenai kegagalannya untuk berunding dan tidak mencapai persetujuan dalam batas waktu tertentu, (b) Sebagai pendamai yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihak-pihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat yang kemudian akan dituangkan
ke dalam suatu persetujuan bersama yang
ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih dan (c) Sebagai pemisah yaitu apabila telah ada kata sepakat antara pihak yang berselisih untuk menunjuknya sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan dengan syarat keputusannya bersifat mengikat Dari pasal-pasal tersebut diatas apabila dianalisis dengan tugas dan fungsi mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo telah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik dan telah sesuai dengan mekanisme pelaksanaannya, hal ini dilihat dari kegiatan yang telah dilakukan mediator yaitu melaksanakan mediasi perselisihan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha PT Sirat Adiwarno dengan mekanisme penelitian berkas yang telah disampaikan oleh kedua belah pihak, kemudian dilanjutkan pada pemanggilan kepada para pihak yang berselisih yaitu pihak pekerja (Suwarji, Kristanto, Yulianto, Siswanto, Darmanto dan Heri) dan pihak pengusaha (diwakili oleh Nanang Dwi Wanta), kemudian langkah selanjutnya adalah meneliti berkas dan menggolongkannya dan menetapkan jadwal sidang mediasi, langkah selanjutnya adalah sidang mediasi dan langkah terakhir adalah membantu membuat surat perjanjian bersama antara kedua belah pihak untuk disepakati. Dalam hal penyelesaian kasus ini mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo mempunyai fungsi sebagai penengah karena mediator hanya membantu pihak yang berselisih dalam membuat surat perjanjian bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang telah terjadi.
lxxxvii
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan dengan menganalisa data-data, keterangan dan penjelasan yang penulis peroleh maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Sukoharjo Sesuai dengan Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 yang menyebutkan bahwa mediator bertugas melakukan
mediasi
kepada
para
pihak
yang
berselisih
untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan, maka mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo telah melaksanakan peranannya sebagai sebagai pendamai yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihak-pihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat yang kemudian akan dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berselisih dengan baik tetapi dalam pelaksanaannya
lxxxviii
mediator seringkali tidak dapat bersifat netral karena lebih memihak pada kepentingan pengusaha dibandingkan kepentingan pekerja
2. Tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Sukoharjo Dalam menjalankan peranannya mediator di dinas tenaga kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-92/Men/VI/2004 yaitu : (a). Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan, (b) Mengatur dan memimpin mediasi, (c) Membantu perjanjian bersama, apabila tercapai kesepakatan, (d) Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian, (e) Membuat risalah penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, (f) Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan industrial sedangkan mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo
74
mempunyai fungsi sebagai penengah karena mediator hanya membantu pihak yang berselisih dalam membuat surat perjanjian bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang telah terjadi
Saran Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah : 1. Untuk lebih meningkatkan peranan mediator hendaknya Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo sebaiknya perlu adanya pelatihan-pelatihan untuk meningkatan kemampuan mediator sehingga dalam penyelesaian masalah hubungan industrial lebih baik 2. Mengadakan kerjasama yang baik dengan pekerja, serikat pekerja dan pengusaha sehingga dalam menangani permasalahan perselisihan hubungan industrial akan lebih adil dan tidak berpihak kepada salah satu pihak.
lxxxix
xc
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. FX. Djumialdji. Wihono Sorjono. 1987. Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila. Jakarta : Bina Aksara. HB, Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. Imam Soepomo.1994. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta : Djambatan. Imam Soepomo.1999. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta : Djambatan. Lalu Husni. 2005. Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada M. Yahya Harahap.1996. Hukum Perjanjian. Jakarta : Citra Aditya Bakti Poerwadarminta. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradnya Paramita. Sehat Damanik. 2005. Hukum Acara Perburuhan. Jakarta : Dss Publising Sendjun H Manulang.1995. Pokok-Pokok Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Hukum
Ketenagakerjaan
Soerjono Soekamto. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Subekti. 2005. Kamus Istilah Hukum. Jakarta : Pramudya Paramita. Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum (suatu pengantar). Yogyakarta : Liberty Suyud Margono, S.H. 2004. ADR Alternative Dispute Resolution & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor : Ghalia Indonesia
xci
Zainal Asikin, 1994. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Penjelasannya, Al-Hikmah. Surakarta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep 92/MEN/VI/2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi
xcii
xciii