1
PERAN LEMBAGA ADAT KEUJREUN BLANG DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI SAWAH DI KABUPATEN BIREUEUN Oleh: Drs. Abubakar, M. Si Staf Kopertis Wil. I Dpk pada USM Banda Aceh, Drs. Anwar Yusoef. M.Si Dosen Tetap pada FKIP Unsyiah Banda Aceh, Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd Staf Kop Wil I Dpk pada USM Banda Aceh ABSTRACT Utilization of an traditional institutions for their survival is very important in social development, one of the traditional institutions that are still active in the District of Bireuen is Keujreun Blang, which are at issue in this study were: What is the role Keujreun Blang in improving the welfare of farmers (rice ) in Bireuen District. The data collecting technique is observation and depth interviews. The results showed, theoretically in Bireuen District has tried to maximize the role of traditional institutions, i.e. Keujreun Blang, It is called P3AI (Perkumpulan Petani Petani Air Indonesia- Farmer Water User Association Khanduri Blang) grouping of farmers in this container is to harmonize the national association of farmers fields, but such associations its can reduce the meaning of Keujreun Blang as the traditional institutions. In line with the functions of law Keujreun Blang has undergone changes, including the provision of some stafs related role in the management of water such as Dams Doormen (Penjaga Pintu Bendungan) and the Guard Door Water (Penjaga Pintu Air ) and Farmer Liaison Workers (Tenaga Penghubung Petani) and Staff of Counselor Agriclutural. The Keujreun Blang roles today is more on the management of social values, with reference to the values of Allah SWT, by building on the concepts of 1). Water is life with the grace to be grateful. 2). The division of water into each crater, and Tertiary through the computation time and fair, 3). Develop their value - the value of togetherness, through some of the ceremonies: a. Abah Khenduri Lhueng. b.. c. Khanduri Rheut Bijeh, this ceremony is often called by the Prophet Adam Khanduri, that the origin of rice is a descendant of Prophet Adam. d. Khanduri When the rice pest attack. 4), the concept of environmental management through self-financing, on the basis of Qanun No. 10 of 2005, sources of funding can be sourced Keujreun Blang: a. Contributions, b. Donations or other assistance that is not binding, c. Other businesses which are allowed by law, d. Violations and fines fund, and other efforts, 5). Security and maintenance of waterways, done by several effort : a. Increased awareness along with a persuasive, b. Prevention of violations of water use through patrols, in the daytime and nighttime individually or in groups.
2
Key Words: Keujreun blang Management, local regulations
PENDAHULUAN Lembaga adat Keujreun Blang merupakan suatu wadah masyarakat petani sawah di Kabupaten Bireuen masih eksis dengan berbagai fungsinya, pemanfaatan suatu lembaga adat untuk kelangsungan hidupnya adalah suatu upaya meningkatkan kesejahteraan kelompok tersebut yang didasari pada akar budaya masyarakatnya, disamping itu pula pemanfaatan suatu lembaga adat dalam pembangunan merupakan upaya melibat masyarakat melalui lembaga adat untuk kelancaran pembangunan berbasis lokal untuk kesejahteraannya, untuk menciptakan keseimbangan sistem yang ada di setiap masyarakat secara sempurna.
Untuk itu perlu kiranya dilakukan
pengkajian yang mendalam dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana konsep pemanfaatan Lembaga Adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen.
2. Konsep apa saja yang telah dilakukan oleh Lembaga Adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen berdasarkan Qanun No. 10 Tahun 2005 tengtang Lembaga Adat Keujreun Blang di Kabupaten Bireuen 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh lembaga adat Keujruen Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen.
TINJAUAN PUSTAKA a. Tinjauan Sosiologis terhadap Peran Lembaga Adat dalam Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Dalam perspektif sosiologi peran adalah komponen dari struktur sosial. Peran menunjuk pada posisi yang ditampilkan oleh seseorang atau kelmpok dalam suatu situasi, berdasarkan norma sosial yang telah disepakati bersama. Dalam struktur sosial mengandung unsur seperti system, status, peran, interaksi, dan kelompok sebagaimana tertuang dalam pernyataan Beth. B. Hess Dkk
3
(1987 : 84) sebagai berikut: Social structure has several components: systems, norms, statuses, roles, interactions, and groups. Lembaga adat adalah suatu komponen dari struktur sosial yang berorientasi pada nilai-nilai kebudayaan yang diperankan, berkenaan dengan mempertahankan sumber daya alam dan kelestarian lingkungannya dalam peningkatan kesejahteraan dan kelangsungan hidupnya sesuai dengan bidangnya masing-masing, demi tercapainya tujuan pembangunan. Peran – peran tersebut telah terinternalisasi dalam kelompok masyarakat didasari pada pengetahuan, nilai dan normanya terhadap sesuatu objek kehidupan. Jadi lembaga adat adalah suatu institutional cultural masyarakat yang berperan untuk melestarikan, mengembangkan, mengelola sumber daya alam untuk kelangsungan hidupnya dan pembangunan di setiap wilayah. Pelaksanaan peran-peran lembaga adat merupakan salah satu bentuk interaksi sosial terempati
dalam
setiap
kelompok
dengan lingkungannya yang telah
masyarakat.
Masyarakat
akan
dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya apabila didasari struktur kehidupannya, baik struktur alam maupun struktur budaya.
b. Dasar Hukum Pemanfaatan Lembaga Adat Keujreun Blang Dalam Peningkatan Kesejahteraan Petani Sawah Untuk memperkuat lembaga adat tersebut telah dituangkan dalam beberapa peraturan seperti Qanun Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat di Provinsi Nad, Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 10 Tahun 2005, Tentang Pembentukan dan Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air Keujreun Blang. diperkuat kembali dengan lahirnya Qanun Nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat Provinsi Aceh yang merupakan perwujudan dari Undang-Undang PA tahun 2006. Namun beberapa kebijakan yang dikeluarkan nasional seperti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984, PP Nomor 23 tahun 1982 dan Pemberdayaan P3A Keujreun Blang,
Pedoman
Sumber Daya Air Propinsi Aceh 2007.
Kebijakan ini mempersempit wewenang dan fungsi lembaga tersebut dalam pengelolaan air di setiap kawasan, dengan alasan Keujreun Blang memiliki beberapa keterbatasan seperti dana dan tenaga, oleh sebab itu berdasarkan kebijakan tersebut
4
sebagaian besar pengelolaan pengairan sawah ditangani
oleh dinas-dinas terkait
termasuk penyediaan tenaga – tenaga lapangan.
c. Tugas Lembaga Adat Keujreun Blang Dalam beberapa dasar hukum seperti Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Cara Pengaturan Air dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembinaan Petani Pemakai Air.Keujreun Blang, Keujreun Blang disebut sebagai Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), implikasi dari sebutan memperlemah keberadaan Keujreun Blang sebagai salah kearifan lokal, meskipun demikan dalam beberapa dasar hukum tersebut tersebut beberapa tugas Keujreun Blang yang dapat dirangkumkan sebagai berikut ; 1. Mengelola air dan jaringan irigasi dalam petak tersier atau daerah irigasi pedesaan, daerah reklamasi rawa dan daerah irigasi pompa agar dapat diusahakan untuk dimanfaatkan oleh para anggotanya secara tepat guna dan berhasil guna dalam memenuhi kebutuhan pertanian dengan memperhatika unsur pemerataan diantara sesama anggota. 2. Membangun, merehabilitasi dan memelihara jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan, daerah reklamasi rawa dan daerah irigasi pompa sehingga jaringan tersebut dapat tetap terjaga kelangsungan fungsinya. 3. Menentukan dan mengatur iuran dari para anggota yang berupa uang, hasil panen
atau
tenaga
untuk
pendayagunaan
air
irigasi
dan
pemeliharaan j a ri n g an t e rsi e r at au j a r i n gan i ri ga si pe d es a an se rt a us ah a -u sa h a pengembangan perkumpulan sebagai suatu organisasi. 4. Membimbing dan mengawasi para anggotanya agar memenuhi semua peraturan yang ada hubungannya dengan memakai air yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dan P3A. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN a. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan tinjauan pustakan di atas,
5
maka yang menjadi fokus penelitian adalah : 1. Bagaimana konsep pemanfaatan Lembaga Adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen. 2. Konsep apa saja yang telah dilakukan oleh Lembaga Adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen berdasarkan Qanun No. 10 Tahun 2005 tengtang Lembaga Adat Keujreun Blang di Kabupaten Bireuen 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh lembaga adat Keujruen Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen. b. Manfaat Penelitian a) Melahirkan suatu konsep teori baru menyangkut dengan pengimplimentasian peran dan fungsi Lembaga adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani. b) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama sekali menyangkut dengan lembaga adat Keujreun Blang sebagai bentuk pemanfaatan kearifan local dalam menunjang pembangunan. c) Dapat dijadikan sebagai pedoman awal bagi mereka-mereka yang tertarik untuk meneliti secara lebih mendalam dalam masalah yang sama.
METODE PENELITIAN a. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Jeumpa Bireuen. Penentuan lokasi penelitian ini didasari atas keberadaan lembaga adat dan karakteristik wilayah Kabupaten Bireuen yang didominasi oleh pertanian persawahan yang di kenal subur, dan sebagai salah satu kabupaten yang kehidupan lembaga adat terutama Keujreun Blang dikenal telah berjalan dengan baik dan telah mendapat payung hukum.
b. Populasi dan Sampel Penelitian
6
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka
yang akan dijadikan sebagai
responden penelitian adalah Seluruh Lembaga Adat Keujreun Blang Kabupaten Bireuen yang tersebar dalam 18 kecamatan. Sampel penelitian akan diambil dari beberapa lembaga adat saja dimana karakteristik wilayahnya yang didominasi oleh lahan pertanian persawahan saja.
c. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer akan dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara (deeply interview) dan observasi (direct observation). Bentuk wawancara yang akan digunakan setengah terstruktur. Dimana peneliti terlebih dahulu mempersiapkan pedomana wawancara sebagai landasan melakukan wawancara, sehingga wawancara lebih tepat dan terarah sesuai dengan tujuan penelitian secara mendalam.
d. Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan diolah sesuai dengan topik-topik yang telah disusun sedemikian rupa. Oleh sebab itu, berbagai hasil catatan yang telah diwawancarai dan diamati di lapangan dan studi dokumentasi tadi dipersiapkan secara terperinci sesuai dengan masing-masing topik yang akan digali informasinya. Proses pengolahan dimulai dari editing, coding untuk memudahkan penajaman dan pengembangan katagoris secara lebih mendetil
dengan
menggunakan bantuan Fieldnotes secara sempurna ( Bogdan dan Biklen 1998 : 156157), dan tabulasi data.
e. Luaran Penelitian Pelaksanaan penelitian akan menghasilkan materi baru berupa substansi suatu konsep pemanfaatan
lembaga adat dari sumber aslinya. Substansi yang
7
diperoleh dari sumber aslinya akan sangat bermanfaat dalam merumuskan konsep dan system pengelolaan dan pemanfaatan lembaga adat tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawah yang baik sesuai dengan akar budaya masyarakat, hal ini akan berguna sekali dalam rangka perkembangan khasanah ilmu pengetahuan Indonesia, terutama sekali mengenai pemanfaatan lembaga adat masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan pengelolaannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan masalah dan rumusan tujuan penelitian, serta hasil pengelohan data lapangan, maka berikut ini akan dibahasa hasil penelitian secara berurut sebagai berikut : 1. Konsep pemanfaatan Lembaga Adat Keujreun Blang dalam meningkatkan kesejahteraan petani pemakai air (sawah) di Kabupaten Bireuen. Kabupaten Bireuen secara teoritis telah berusaha memaksimalkan peran lembaga adat, salah satunya adalah Keujreun Blang, lembaga adat ini disebut sebagai P3AI (yaitu Perkumpulan Petani Pemakai Air) pengelompokkan petani dalam wadah ini adalah untuk menyelaraskan perkumpulan petani sawah secara nasional, meskipun perkumpulan seperti ini dapat mengurangi makna lembaga adat, karena lembaga adat memilki makna yang lebih khusus bagi masyarakat Aceh, namun karena dasar pembentukan perkumpulan ini adalah penyelarasan dengan pandangan nasional yang memaknai Keujreun Blang sebagai perkumpulan atau sebagai lembaga perkumpulan petani sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984 dapat ditolerir serta harus menerima berbagai kebijakan yang tersurat dalam kebijakan tersebut, salah satunya adalah tanggungjawab pengelolaan air pada jaringan irigasi utamapun menjadi tanggungjawab pemerintah. 2. Pemberdayaan Keujreun Blang pada tingkat Provinsi yaitu para motivator P3A tingkat provinsi yang terdiri dari berbagai instansi terkait, LSM dan tokoh informal.
8
3. Pada tingkat kabupaten yaitu para motivator P3A terdiri dari berbagai instansi terkait, LSM dan tokoh informasl 4. Pada tingkat kecamatan P3A terdiri dari berbagai instansi terkait, LSM dan tokoh informal, Keujreun Blang Pada tingkat Kecamatan disebut Keujreun Blang Chik. Keujreun Blang Chik dibantu oleh Keujreun pada tingkat desa yang disebut dengan Keujreun blang Cut/muda. 5. Petandu yaitu petani pemandu yang berada dalam setiap P3A 6 .Duek Pakat P3A yaitu suatu badan musyawarah pada tingkat kecamatan dan. petandu, yang berfungsi menampung dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi petani, badan ini berada di tingkat kecamatan. Setelah Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984, dan PP Nomor 23 tahun 1982
serta surat Surat Keputusan Gubernur Nomor 1 tahun 1992 tentang
pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan P3A Keujreun Blang, maka Keujreun Blang paling tidak sudah menjadi salah unsure penting dalam peningkatan kesejahteraan petani dan Keujreun Blang dalam berbagai tingkatan daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang ada di setiap daerah pertanian, sehingga unit-unit tugas keujreun blang pun berada di bawah tanggung jawab pemerintah termasuk dalam memenuhi kebutuhan fisik dan non-fisiknya. Kebutuhan non-fisik dapat diklasifikasikan pada dua katagori pertama Penguatan kelembagaan P3A meliputi badan hokum serta pengembangan ekonomi petani pedesaan (Koperasi dll). Kedua kebutuhan peningkatan kemampuan managemen dan ketrampilan meliputi manajemen P3A serta manajemen irigasi misalnya meliputi. a. Pelatihan, Pemberdayan Keujreun dilakukan melalui pelatihan secara rutin, pada umumnya se tahun sekali, hal ini dipandang penting karena dapat memberikan berbagai pengalaman baru menyangkut berbagai hal pertanian sawah, maupun manajemen pengelolaan P3A di setiap masing – masing daerah.
9
b. Penyediaan tenaga pendamping, Keujreun Blang dalam memaksimalkan perannya pemerintah melalui dinas terkait menyediankan beberapa tenaga teknis. Meskipun demikian tidak ada garis komando terhadap petugas-petugas tersebut malalui Keujreun Blang, karena masing-masing tenaga tersebut bertanggungjawab kepada masing-masing dinasnya, sedangkan Keujreun Blang di SKkan dan diberi imbalan oleh bupati. Oleh sebab itu seringkali dalam pelaksanaan tugas-tugas di lapangan peran dan fungsi Keujreun Blang menjadi kurang jelas sebagai lembaga adat dan sering kali terabaikan. 2. Konsep Lembaga Adat dalam meningkatkan Kesejahteraan Petani Pemakai Air Sawah di Kabupaten Bireuen Di Kabupaten Bireuen lembaga Adat Keujruen
Blang di berbagai
kecamatan, pelaksanaan berbagai tugas dan fungsi-fungsi dalam mengatur segala hal yang menyangkut dengan pengelolaan lingkungan telah memiliki kekuatan hukum formal yang diatur dalam Qanun Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Pembentukan dan Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Keujruen Blang. Dalam qanun tersebut Keujruen Blang diindentikan dengan P3A, yang merupakan perkumpulan yang bersifat sosial dengan maksud menuju kearah pengelolaan air dan jaringan dalam satu atau lebih petak tersier daerah irigasi pedesaan dan irigasi pompa untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Lahirnya qanun tersebut dengan sebutan P3A adalah menindaklanjuti beberapa dasar hukum sebelumnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Cara Pengaturan Air dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembinaan Petani Pemakai Air sebagaimana yang telah disebutkan. P3A dimaksudkan dimana setiap petani persawahan dalam suatu wilayah diperlukan suatu perkumpulan dengan harapan sumber daya alam air, baik dari irigasi dan pompa dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan secara adil dan profesional dalam beberapa petak persawahan, yang dalam istilah 10
tradisionalnya disebut Keujreun Cut, Ditingkat kecamatan di ketuai oleh seseoran g yang disebut dengan Keujreun Blang Chik, penatapan Keujreun Blang Chik dewasa ini disahkan oleh Bupati Kabupaten Bireuen dengan suatu surat keputusan. Sebelum seseorang ditetapkan sebagai Keujruen Blang diawali oleh suatu proses pemilihan, pemelihan diawali oleh usulan dari desa-desa. Bagi Keujreun Blang, air adalah rahmat Allah yang harus disyukuri oleh sebab itu harus dapat dkelola dengan suatu konsep yang berkeadilan dan kebersamaan demi kesejahteraan anggotanya, konsep yang dikembangkan selama ini oleh Keujreun Blang adalah sebagai berikut : 1. Air adalah rahmat untuk kehidupan bersama yang harus disyukuri, oleh sebab itu harus dapat dkelola dengan suatu konsep yang berkeadilan dan kebersamaan demi kesejahteraan anggotanya sesuai dengan perintah agama meliputi hak dan kewajiban sebagai seorang muslim, bahwa air yang tersedia pada saluran Primer (induk) adalah milik bersama titipan Allah sehingga tidak seorangpun yang menguasainya diluar ketentuan yang telah ditentukan, misalnya : 1). Pembagian Air ke setiap Kwarter dan Tersier melalui perhitungan waktu, 2). Membangunan Nilai - nilai kebersamaan dan Gotong Royong di antara petani, ditempuh melalui pengelolaan beberapa upacara adat : A . Khenduri Abah Lhueng. dilakukan oleh para petani sawah setiap tahunnya, biasanya satu ekor lembu atau kerbau perkecamatan dalam suatu aliran irigasi., upacara adat ini memiliki fungsi antara lain : a) Meningkatkan kebersamaan para petani sawah dalam suatu kawasan irigasi yang sama. b) Dapat memberantas hama tikus, keong dan lain-lain dalam lahan persawahan secara lebih luas, c) Karena masa turun ke sawah secara bersamaan maka dapat mengurangi serangan hama burung ketika padi berbuah. B. Khanduri Blang. Adalah suatu upacara adat pada tingkat desa, biasanya upacara ini diselenggarakan
oleh para petani sawah setelah upacara
Khanduri Blang pada tingkat kecamatan, dikoordinir oleh Kejreun Cut. C. Khanduri Rheut Bijeh, Upacara ini sering di sebut dengan Khanduri Nabi Adam. D. Dalam proses pengelolaan lingkungan persawahan yang terakhir adalah Khanduri Bila padi diserang hama.
Tidak ada nama khusus untuk upacara ini,
11
Dalam upacara Khanduri terserang hama ini yang harus disembelih adalah biri-biri. Setelah daging biri-biri tersebut dimasak dan dimakan, kulit dari biri-biri tersebut di tempat pada setiap tersier air ke sawah-sawah petani dan di setiap petak sawah ditancap daun pinang tau yang warnanya kekunig-kuningan. 3), Konsep Pengelolaan
Lingkungan
Melalui
Pendanaan
Swadana,
dalam
rangka
meningkatkan sumber dana Keujreun dapat menempuh beberapa usaha sesuai dengan Qanun Nomor 10 tahun 2005. yaitu melalui : a.Iuran, yang diperoleh pada saat panen sesuai dengan luas lahan yang dikelola oleh masing – masing petani, b. Sumbangan atau bantuan lain yang tidak mengikat, c. Usaha-usaha lain yang sah menurut
hukum, d. Dan dana denda pelanggaran. Disamping itu dapat juga
ditempuh usaha-usaha tani atau koperasi, kegiatan terakhir ini belum diterapkan dihampir semua wilayah penelitian di Bireuen. Meskipun sumber-sumber dana sudah disebutkan dalam qanun tersebut namun tidak ada Keujreun Chik yang meminta dana kepada petani sesuai dengan poin-poin tersebut diatas, iuran yang diperoleh biasanya dari suka rela saja, 4). Konsep Pengamanan dan Perawatan Saluran, Pembangunan Saluran dan irigasi pada umum dilakukan oleh Dinas PU Perairan, namun pengamanan dan perawatannya khususnya saluran, tersier dan kwarter pada umumnya dilakukan melalui usaha bersama para anggota petani persawahan setempat dengan memperkuat semangat kebersamaan anggota.
3) Penerapan Sanksi melalui Adat dan Kebudayaan Setempat. Dasar hukum untuk itu telah dirumuskan dalam lampiran Qanun Nomor : 10 Tahun 2005 tentang Pembentukan dan Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Keujreun Blang Kabupaten Bireuen. Dalam Qanun tersebut pada Bab V, pasal 13 dalam kaitannya dengan pasal Pasal 9 tersirat yang dianggap pelanggaran adalah apabila para petani : a. Tidak mematuhi segala peraturan P3A Keujreun Blang dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. b. Tidak membayar iuran anggota dan dana-dana lainnya yang diputuskan oleh rapat anggota
12
c. Tidak melaksanakan dan mentaati hukum yang diputuskan oleh rapat anggota karena melanggar peraturan yang telah ditetapkan. d. Tidak menerima dan mentaati sistem pembagian air yang telah ditetapkan oleh P3A Keujreun Blang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku e. Tidak menghadiri dan tidak berperan aktif dalam rapat anggota Meskipun sudah memiliki dasar hukum yang kuat, namun apa bila memang ditemukan adanya pelanggaran Keujreun Blang tidak menggunakan dasar hukum tersebut, dan lebih cendrung menggunakan hukum adat, Ada beberapa faktor penyebab pemanfaatan adat dan kebiasaan setempat, antara lain: a. Keujreun Blang pada umumnya tokoh masyarakat yang telah mendiami dalam suatu wilayah dalam waktu yang lama, ketaatan anggotanya bukan didasari kekuasaan, namun ketaatan dan kepatuhan anggotanya telah terjadi sebelumnya dalam waktu yang lama, karena ketokohannya dalam kehidupan bermasyarakat. b. Keujreun Blang adalah keluarga menjadi bahagian dari dirinya dalam suatu wilayah, sehingga tidak mungkin bertindak dengan hukum formal, karena seluruh petani merupakan sebagai keluargannya. c. Pelaksanaan hukum formal akan menciptakan jurang pemisah sosial bagi Keujreun Blang dengan anggota petani, hal itu bisa saja akan menciptakan permusuhan dikalangan masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Kabupaten Bireuen secara teoritis telah berusaha memaksimalkan peran lembaga adat, salah satunya adalah Keujreun Blang, lembaga adat ini disebut sebagai P3AI (yaitu Perkumpulan Petani Pemakai Air) pengelompokkan petani dalam wadah ini adalah untuk menyelaraskan perkumpulan petani sawah secara nasional, meskipun perkumpulan seperti ini dapat mengurangi makna lembaga adat. Instruksi 13
Presiden Nomor 2 Tahun 1984 mengalami perombakan beberapa wewenang dan fungsinya, salah satunya adalah tanggungjawab pengelolaan air pada jaringan irigasi utama menjadi tanggungjawab pemerintah, perobahan itu diperkuat oleh PP Nomor 23 tahun 1982. sebagaimana terlihat dalam Pedoman Pemberdayaan P3A Keujreun Blang, (Dinas Sumber Daya Air Propinsi Aceh 2007. Hal 6) termasuk dengan penyediaan tenaga seperti Penjaga Pintu Bendungan (PPB) dan Penjaga Pintu Air (PPA) serta Tenaga Penghubung Petani (TPP) semua unsure ini pegawai resmi pemerintah melalui dinas terkait, untuk pengelolaan jaringan lainnya seperti tersier dan kwarter dibentuklah jaringan pengelolaan secara formal berjenjang mulai dari provinsi sampai dengan pedesaan yang sering disebut dengan Keujreun Blang/Perkumpulan Petani Pekamakai Air
secara berjenjang mulai dari tingkat
Provinsi sampai pada tingkat pedesaan dengan keterlibatan berbagai unsure. Setelah Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984, dan PP Nomor 23 tahun 1982 serta surat Surat Keputusan Gubernur Nomor 1 tahun 1992 tentang pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan P3A Keujreun Blang, beberapa tugas Keujreun Blang berubah, dan menjadi tanggung jawab pembinaan pemerintah, termasuk pembinaan dan pemenuhan kebutuhan fisik dan non-fisiknya.
Hanya Keujreun Blang Chik saja yang mendapat honorer setiap bulannya, hal ini dapat mengurangi semangat kerja bagi Keujreun Blang Muda dan Keujreun Cut yang ada dalam wilayah kerjanya. Pemeliharaan saluran memerlukan dana yang besar, sehingga memerlukan usaha yang maksimal dalam membangun pengertian kebersamaan diantara petani persawahan dalam memelihara salurannya dan memerlukan hubungan yang baik dengan Keujruen Cut – Keujreun Cut di setiap desa Belum adanya kesadaran yang baik diantara petani persawahan (P3A) dalam memanfaatkan air secara bersama, sehingga sering kali terjadi pencurian air terutama sekali pada musim kemarau.
14
Payung hukum untuk beberapa pasal masih terbuka peluang untuk berbagai penafsiran, sehingga pelaksanan kegiatan dilapangan
sering kali harus
kependekatan informal, maka kekuatan pasal-pasal tersebut menjadi lemah.
2. Saran – Saran Diperlukan payung hukum yang kuat untuk semua lembaga adat di tingkat kabupaten sesuai dengan Qanun Provinsi Nad. Nomor 7 tahun 2000 Tentang penyelenggaraan kehidupan adat dala wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan demikian setiap lembaga adat akan memiliki fungsi dan tugas yang jelas dan memiliki mekanisme yang baik dalam penetapan lembaga adat. Perlu adanya pembagian kerja dan tugas yang jelas antara lembaga Adat dengan dinas – dinas terkait, sehingga setiap tugas yang dilakukan memiliki tanggung jawab yang jelas pula. Perlu adanya koordinasi yang baik terhadap berbagai program kerja dengan dinas terkait dalam pemberdayaan ekonomi, sosial keagamaan, dan pembinaan kelembagaan masing-masing Keujeun Blang. Perlu adanya jenjang pembinaan yang jelas terhadap Keujreun Blang untuk menghidupkan dan mengembangkan lembaga adat dalam meningkatkan keterlibatan berbagai lembaga adat dalam pembangunan, karena dari pendalaman data ditemukan bahwa Keujreun Blang menganggap diri sebagai sasara pembinaan, pelatihan objek sebuah peraturan yang cukup lengkap namun pelaksanaan dilapangan sangat kabur, bahkan mereka merasa berdasarkan beberapa qanun dan kebijakan nasional justru mempersiat ruang peran dan fungsinya. Oleh sebab itu perlu pemberdayaan sesuai dengan amanat UUPA dan Qanun Provinsi Aceh Nomor 8 Tahun 2010
15
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1996. Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa. Buku Panduan Pembangunan Masyarakat Depdagri RI. Jakarta. Anonimous. 1990. Pedoman Umum Adat Aceh. Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) Provinsi Daerah Ist. Aceh. Anonimous. 2000. Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat Provinsi NAD. Dalam Himpunan UUD, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah/Qanun. Instruksi Gubernur Berkaitan degan Pelaksanaan Syariat Islam. Dinas Syariat Islam Prov. Nad. Anonimous. 2001. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dinas Informasi dan Komunikasi, Dista Aceh. Anonimous. 2007. Pedoman Pemberdayaan P3A Keujreun Blang. Dinas Sumber Daya Air Prov. Aceh Alasuutari, Pertti. 1999. Researching Culture, Qualitative Method and Culture Studies. Sage Publications. London Anwar Yusoef. 2002. Peranan Panglima Laot bagi Masyarakat Nelayan Lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lheu Banda Aceh, Seri Thesis S2. Universitas Padjajaran Bandung. Armi dan Abubakar, 2007. Kosep Pengelolaan Lingkungan oleh Lembaga Adat Panglima Laot, Keujreun Blang dan Haria Peukan di Kabupaten Bireuen. LP2M. USM Banda Aceh Bogdan Robert, C. 1982. Qualitative Research for Education : an intruduction to theory and Methods. Allyn and Bacon Inc: Boston, London, Sydney and Toronto Coleman, James dan Donald Cressey. 1984. Social Problem, Harper & Row Publishers Inc. USA Debert Miller, C. 1980. Handbook of Research Design and Social Measurement, David McKay Company, Inc: New York Denzim, N.K. 1994. Handbook of Qualitatif Reseach, Sage Publisher: London
16
Hastuti, Hesty. 1995 Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan. Dalam Bandan Pembinaan Hukum Nasional Depkeh. Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum. Jakarta Hess, Beth. B. Sociology. Second Edition. Macmillan Publishing Company. New York. Collier Macmillan Publishers. London Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif , Remaja Rosdakarya: Bandung Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III. Reke Sarasin. Yogyakarta Martono, 2008. Tugas dan Tanggung Jawab Operasi dan Pemeliharaan di Jajaran Ranting Dinas Pengairan. Dinas Pengairan Provinsi Aceh. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta. Kartodirdjo, Sartono. 1987. Transformasi Struktural di Pedesaan Beberapa Pokok Permasalahan. Dalam Prospek Pedesaan. P3PK UGM. Yokyakarta Rusdi Sufi Dkk. 2002. Adat Istiadat Masyarakat Aceh. Dinas Kebudayaan Prov. Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh Robert C. Bogdan. 1982. Qualitative Research For Education to Theory and Methods. Allyn and Bacopns, Inc. Boston, London, Sydney, Toronto Santosa, Mas Achmad, 1990. Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. ICEL, Jakarta Soemarwoto, Otto. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djembatan, Jakarta. Sandarman. 2008. Kegiatan Bimbingan Teknis Impliemntasi, Pemeliharaan Jaringan Utama. Dinas Pengairan, Provinsi Aceh Soetomo, 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan, Dunia Pustaka Jaya. Jakarta Soerjani, Mohamad, 1996. Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Filosofis Ekologis. Dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latief (Editor), Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan HIdup. CIDES
17
Soejatmoko. 1993. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. LP3ES. Yayasan Obor. Jakarta Sugihen, T. Bahren. 1996. Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta Smith dan Zopt. 1987. Principle of Inductive Rural Sociology. F.A Davis Company. USA Singarimbun, Masri, 1989. Metode Penelitian Survai, Pustaka LP3ES. Jakarta Usman, Sunyoto. 1999. Konsep Dasar Sosiologi. Diktat Kuliah Sosiologi FISIPOL UGM. Yokyakarta Untung, Kasumbogo, 1996. Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Aspek Koordinasi Kelembagaan. Dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latief (Editor) Yanis Rinaldi. 1996. Penguasaan Tanah Oleh Lembaga Sosial dan Badan-badan Keagamaan Di Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unsyiah. -------------- 2002. Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Di Kabupaten Aceh Barat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Unsyiah --------------- 2005. Kajian Sosial Ekonomi Budidaya Tambak Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ICRAF (Bogor).
18