PERAN KEGIATAN KEAGAMAAN DALAM KEBAHAGIAAN WANITA LANSIA PASCA GEMPA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Choirul Anam Ahmad Muhammad Diponegoro Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Abstract Various services for older people in order to make them live in happiness should keep to develop. This research tried to find out whether or not role of religious activity on older people’s life happiness. Religious activity included religious knowledge and religious acts. Life happiness included affect and satisfaction on life. This research will benefit if it is found proper service in older people to achieve life happiness. Sample was randomly obtained from praying groups in five villages and four regencies and one city of Special Province of Yogyakarta. It was expected to be able to describe condition in older people at Special Province of Yogyakarta. Using questionnaire and scale delivered individually, it was obtained data on level activity and religious knowledge and happiness from 131 older women. Quantitative data analysis used canonic correlation, it will be obtained separated or joint correlation between two independent and dependent variable. Conclusion of this research was that there was significant role level of activity and happiness and there was significant roel between religious knowledge level and happiness. As well as it could be concluded that axctive older women in religious activity were happier than those that has inactive religious activity. Keyword: religious activity, religious kwowledge, affect, life happiness, happiness.
Abstrak Berbagai kegiatan yang bertujuan untuk membuat mereka hidup lebih kebahagiaan perlu terus dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan ada tidaknya peran aktivitas religius dengan kebahagiaan hidup para lansia. Aktivitas religius mencakup pengetahuan religius dan perilaku religius. Kebahagiaan hidup mencakup kesejahteraan subjektif dan kepuasan hidup. Sampel diambil secara acak yang diperoleh melalui kelompok-kelompok pengajian di lima desa, empat kabupaten dan satu kotamadya Yogyakarta. Hal ini diharapkan agar mampu menguraikan kondisi sesungguhnya dari para lansia di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan daftar pertanyaan dan skala yang diberikan secara individual. Sebanyak 131 wanita lanjut usia terlibat dalam penelitian ini. Analisa data menggunakan korelasi kanonik, untuk memperoleh korelasi antara dua variabel bebas dan dua variabel tergantung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya peran penting tingkat aktivitas religius dengan kebahagiaan. dan juga ada hubungan antara tingkatan pengetahuan religius dengan kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa wanita-wanita lansia yang aktif di dalam kegiatan \ 126[ [
HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006
religius ternyata lebih bahagia dibanding mereka yang tidak banyak terlibat dalam aktivitas religius. Kata kunci : aktivitas religius, pengetahuan religius, afek positif, kebahagiaan hidup, dan kebahagiaan.
Pendahuluan Gempa yang terjadi pada 27 Mei 2006 telah memakan ribuan orang meninggal di Daerah Istimewa Yogykarta terutama yang tersebar di Bantul, Sleman dan kota Yogyakarta. Situasi bencana seperti itu, pertolongan yang utama terhadap korban diberikan kepada anak-anak, wanita dan lansia. Namun sesungguhnya dari ketiga kategori itu, yang paling tidak mendapat perhatian adalah lansia. Sedangkan anak-anak dan wanita biasanya masih memiliki orang dekat yang dapat memberi pertolongan. Anak ditolong oleh orang tuanya. Jika wanita muda ditolong oleh suami atau saudaranya. Bagi lansia, karena ketuaannya, cenderung tidak punya saudara, tidak lagi punya suami atau istri, atau bahkan tidak punya anak lagi. Wanita lansia menjadi orang yang sangat tidak diperhatikan, dan tersingkir dalam situasi pasca bencana. Partodimulyo (2001) menyebutkan bahwa Daerah Istimewa Yog yakarta merupakan daerah dengan penduduk lansia terbesar di Indonesia, sedangkan terendah berada di wilayah Irian Jaya. Berdasar data Biro Pusat Statistik (2002) komposisi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta didominasi oleh kelompok usia dewasa yaitu umur 20- 24 tahun sebesar 10, 39 % dan kelompok umur lanjut usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 14, 52 %. Besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk DIY.
Seligman (1998; 2002), dalam berbagai pernyataannya mengemukakan bahwa nilainilai yang terkandung dalam ajaran berbagai agama merupakan hal yang cukup penting dalam mengatasi berbagai masalah psikologi, yaitu dengan cara membangun emosi positif yang erat hubungannya dengan moral afek. Hal ini dikuatkan dengan berbagai temuan empiris (contoh:Emmons dan McCullough, 2003; Myers, 2000). Nenek moyang bangsa Amerika khususnya dan bangsa-bangsa lain dahulu memiliki perabot spiritual untuk duduk dengan nyaman tatkala mereka mengalami kegagalan, yaitu kedekatan dengan Tuhan (Seligman, 1998; Seligman, 1999; Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Lansia di DIY cukup banyak dan akan cenderung meningkat di masa depan. Sebagian besar dari lansia tersebut adalah wanita. Keluhan-keluhan baik yang berasal dari para lansia itu sendiri maupun dari keluarga dan orang yang berusaha memberikan pelayanan, menandai adanya persolaan yang menyangkut kebahagiaan hidup mereka. Persoalan ini akan makin meningkat di masa depan, disebabkan antara lain oleh jumlah para lansia yang makin banyak dan kehidupan masyarakat yang cenderung tidak peduli pada mereka. Ini membutuhkan banyak perhatian dan pelayanan bagi kebahagiaan hidup mereka di akhir usia. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk dan pola pelayanan yang tepat agar tujuan tersebut dapat dicapai. Mencari pola dan bentuk pelayanan yang tepat bagi kebahagiaan
Peran Kegiatan Keagamaan........ (Choiurl Anam, AM. Diponegoro)
\ 127[ [
lansia, terutama wanitanya, dibutuhkan informasi tentang berbagai sumber yang berperan dalam menentukan kebahagiaan hidup para wanita lansia. Sumber kebahagian dapat berasal dari berbagai hal, namun banyak peneliitian yang lalu mengindikasikan pentingnya kegiatan agama sebagai sumber kebahagiaan hidup para lansia. Fenomena di Indonesia umumnya, dan DIY khususnya, kegiatan keagamaan sangat banyak diminati oleh orang tua. Ini terlihat dari membanjirnya pengajian-pengajian, dhikir akbar dan kegiatan lain yang sejenis, termasuk jamaah masjid umumnya juga didominasi oleh lansia. Mungkin kegiatan keagamaan inilah, yang dapat diajukan sebagai bentuk pelayanan yang tepat bagi para wanita lansia pada masa pasca gempa. Saat setelah terjadi gempa, apakah model kebahagiaan wanita lansia dapat dijelaskan dari aktivitas keagamaan, pengetahuan agama wanita lansia? Apakah pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan wanita lansia berperan terhadap kebahagiaan wanita lansia ? Apakah ada perbedaan dalam kebahagiaan antara wanita lansia yang aktif dalam kegiatan agama dengan wanita lansia yang kurang aktif dalam kegiatan lain? Tinjauan Pustaka Kebahagiaan, Indikator dan Sumbersumbernya Banyak istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan keadaan bahagia. Kepuasan (satisfaction) sering dipakai untuk menunjukkan suatu perasaan senang dan menyenangkan terhadap sesuatu. Ada yang menggunakan istilah ini untuk kebahagiaan dalam rumah tangga, dan untuk mengukur kualitas hidup (quality life). Rupanya istilah kepuasan, selalu memiliki arti terbatas dalam suatu hal. Jika kepuasan itu menyangkut seluruh hidup, maka disebutnya kepuasan hidup. Bahagia tidak \ 128[ [
khusus menunjuk kepada dalam hal apa seseorang itu bahagia. Ini berarti sama dengan kepuasan hidup, yang artinya menunjukkan puas dalam semua aspek hidup. Persis seperti yang dilukiskan oleh David G Myers (1999), bahwa kebahagiaan itu tidak berkaitan dengan suatu hal yang spesifik: bahagia merupakan perasaan gembira atas sesuatu apapun dalam kehidupannya. Kebahagiaan menurut Myers (1999) merupakan bagian dari hidup dan perilaku sehat, lawan dari gangguan dan kesehatan mental. Bahagia (happy) sering digambarkan sebagai kondisi perasaan yang berlawanan dengan sedih (sad) atau depresi. Orang tidak mungkin bahagia jika ia mengalami ketegangan, ada rasa takut, atau mengalami kecemasan. Kebahagiaan berarti suatu keadaan perasaan yang terbebas dari emosi negatif, seperti takut, sedih, cemas dan tegang. Tidak mungkin ada kebahagiaan jika masih ada rasa takut, cemas, sedih dan tegang. Bahagia tidak dapat bercampur dengan emosi negatif. Hilangnya emosi negatif, akan memunculkan kebahagiaan. Banyak ahli, diantaranya Baron dan Byrne (1994), David G Myers (994), David Sears dkk (1993), menggambarkan kebahagian sebagai munculnya perasaan positif, karena seseorang telah bebas dari ketakutan , ketegangan, dan kesusahan. Kesimpulan dari uraian tersebut di atas adalah bahwa kebahagiaan itu merupakan tingkat kondisi emosioanl positif yang dirasakan secara subjektif baik yang menyangkut dirinya (fisik dan psikis) dan lingkungan (sosial dan non sosial). Diener (2000) dan Myers (2000), menyebut subjective well being sebagai “ilmu pengetahuan tentang kebahagiaan “ (science of happiness). Mereka menyatakan bahwa kebahagiaan adalah evaluasi manusia secara kognitif dan afektif terhadap kehidupan mereka. Oleh karena itu, setidaknya kebahagiaan itu memiliki dua komponen: HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006
kognitif dan afektif. Komponen kognitif mer upakan pandangan terhadap kehidupannya, sehinga disebut juga sebagai kepuasan hidup. Menurut Diener dan Scollon (2003) ada dua komponen utama kebahagiaan, yaitu kepuasan hidup (kognitif) dan afektif. Terdapat berbagai pendapat mengenai pengertian kepuasan hidup. Hurlock (1997) menyatakan bahwa kepuasan hidup adalah keadaan bahagia dan adanya kepuasan hati. Keadaan ini menggambarkan adanya terpenuhinya kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi. Kesesuaian itu dapat menyangkut prestasi atau dimensi lain dalam kehidupan ini. Komponen afeksi, mencakup kondisi umum dari perasaan (feeling) dan emosi (emotion). Menurut Myers (2003) afek dapat dibagi dua, afek positif dan afek negatif. Afek positif menunjuk pada pengertian bahwa seseoang merasa bersemangat, aktif, dan waspada. Afek positif yang tinggi ditandai oleh energi yang tinggi, penuh konsentrasi dan kenyamanan; sedangkan afek positif yang rendah ditandai oleh kesedihan dan keletihan. Afek, dengan demikian adalah gambaran perasaan, suasana hati dan emosi secara keseluruhan yang menyertai kesadaran dan bervariasi antara sangat menyenangkan sampai sangat tidak menyenangkan. Afek yang menyenangkan sering disebut dengan afek positif dan afek yang tidak menyenangkan disebut afek negatif. Afek dalam keadaan tertentu dapat mempengaruhi individu dalam memberikan penilaian terhadap kepuasan hidupnya. Jenis kelamin merupakan faktor yang dilihat membawa pengaruh terhadap kesehatan sekalipun dengan cara yang masih sulit diketahui. Menurut Pramantara (2001) ada per ubahan yang nyata dalam status kesehatan usia lanjut berdasarkan jenis kelamin (gender differences). Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam umur
harapan hidup, mortalitas, morbiditas fisik maupun mental, kondisi kronik dan keterbatasan serta pengalaman subyektif terhadap kesehatan. Banyak data yang menunjukkan adanya perbedaan umur harapan hidup antara laki- laki dan perempuan. Hal tersebut tergambar baik Umur Harapan Hidup Penduduk Amerika Serikat antara tahun 1900- 1997, maupun di Indonesia. Agka harapan hidup menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dan perempuan selalu lebih besar daripada angka harapan hidup laki- laki. Data tentang Umur Harapan Hidup penduduk di DIY, DKI Jakarta dan di Indonesia secara keseluruhan dan angka harapan hidup terlihat perbedaannya antara kedua jenis kelamin, angka harapan hidup perempuan lebih besar daripada angka harapan hidup laki- laki. Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari- hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapat keragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetap aktif. Infokes. Com (2000) mengambil contoh figur Titik Puspa sebagai lansia yang masih tetap aktif, cantik dan ceria di usia yang semakin tua. Lansia yang lain mungkin akan menghadapi masa tua dengan sakit- sakitan sehingga mengganggu aktivitasnya sehari- hari. Hung (2003) menyatakan bahwa kondisi mental dan emosi yang baik berpengaruh positif pada kesehatan dan kebahagiaan lansia; jika terserang penyakit maka penyembuhan akan cepat tercapai. Infokes. com (2000) juga memberikan resep agar tetap prima di usia tua adalah dengan tertawa dan menghindari stres. Tertawa membantu untuk memandang hidup lebih positif dan memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Sarafino (1998) mengemukakan bahwa emosi yang positif seperti kegembiraan menjadikan
Peran Kegiatan Keagamaan........ (Choiurl Anam, AM. Diponegoro)
\ 129[ [
individu kurang mudah terserang penyakit dan kalau sakitpun akan sembuh lebih cepat dari pada yang beremosi negatif. Sebenarnya penelitian agama dalam psikologi cukup penting (McCrae, 1999). American Psychology Assosiation (APA) mempunyai devisi khusus yang berkaitan dengan agama. Penelitian agama dan kesejahteraan subjektif untuk agama-agama tertentu pernah dilakukan (Diener et al., 1999). Myers (in press) menyatakan bahwa agamaagama yang bersifat komunal seperti Nasrani, Yahudi dan Islam berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif individu. Ketiga agama ini mempunyai kegiatan keagamaan yang mempunyai kesamaan. Mereka mempunyai tempat ibadah tertentu dan pada saat-saat tertentu melakukan acara-acara yang dihadiri oleh pemeluknya. Beberapa ajaran lain yang berasal dari agama-agama tersebut yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif adalah kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati, adanya surga dan takdir (segala sesuatu yang telah ditentukan terhadap seseorang mempunyai arti yang positif bagi individu tersebut) (Diener et al., 1999). Agama-agama ini juga mempunyai kitab suci yang dianggap sebagai petunjuk untuk hidup secara positif. Nilai-nilai ajaran agama yang terkandung dalam berbagai kitab suci menurut Seligman (1999) berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif, karena mengandung nilai hidup yang positif. Studi yang dilakukan McCullough et al. (2000) menemukan bahwa di antara kaum lelaki hubungan aktivitas keagamaan dan umur panjang berkorelasi kuat, dan bahkan lebih kuat pada wanita. Oman dan Reed (1998) yang meneliti 5286 orang Kalifornia selama lebih dari 28 tahun menemukan bahwa individu yang sering menghadiri upacara peribadatan mempunyai angka kematian \ 130[ [
kurang dari 36 persen dibanding mereka yang tidak sering hadir. Dalam penelitian ini umur, jenis kelamin, suku, dan pendidikan dikontrol. Kegiatan Keagamaan, Pengetahauan Agama dan Pengaruhnya. Suatu agama, di dalamnya pastilah terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pemeluknya, baik secara bersama (jamaah) maupun sendiri-sendiri. Kegiatan semacam itu merupakan bagian ritual dari suatu agama. Demkianlah juga dalam agama Islam. Banyak kegiatan agama yang dilakukan oleh para pemeluknya. Kegiatan ini muncul sebagai tanda ketaatan bagi pemelukpemeluknya. Sehingga aktivitas keagamaan merupakan kegiatan yang didasarkan oleh ajaran-ajaran agama Islam. Aktivitas bersama merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang di suatu tempat dan di antara pelaku ada saling berhubungan. Dalam sholat misalnya, ada yang menjadi imam dan ada yang menjadi makmum. Kegiatan bersama ini misalnya sholat berjamaah di masjid, di lapangan (pada waktu Hari Raya), pengajian atau istighosah dan dhikir. Aktivitas semacam disamping bersifat terbuka, mudah diketahui, juga mereka saling mengetahui satu sama lain. Aktivitas keagamaan dalam Islam ada bersifat wajib, harus dilakukan oleh setiap pemeluknya, namun ada juga yang bersifat anjuran (sunat) saja. Meskipun diwajibkan oleh agama tetapi tidak jarang pemeluknya tidak melakukannya. Apalagi aktivitas keagamaan yang bersifat sunat, pastilah lebih sering tidak dilakukan oleh pemelukpemeluknya. Misalnya Sholat Lima Waktu adalah wajib, tetapi tidak semua orang Islam melakukan aktivitas ini. Jadi, tingkat ketaantan seseorang terhadap agamanya, terlihat pada ketaatan untuk melaksanakan kegiatan kegamaan. Ada tingkatan dalam aktivitas keagamaan. Telah lama diketahui bahwa suatu HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006
perilaku atau kegiatan berpengaruh terhadap pelakunya. Disamping memang pelaku menentukan perilaku, tetapi juga sebaliknya perilaku mempengaruhi pelakunya. Tidak bisa ditolak kebenarnya, jika seseorang yang tadinya tidak suka merokok, akan menjadi suka merokok jika ia suatu saat merokok. Myers (1999) menggambarkan secara jelas bagimana hubungan timbal balik antara sikap dan perilaku. Sikap memicu perilaku, tetapi perilakupun mempengaruhi terjadinya perubahan sikap. Jadi suatu kegiatan agama memang menandai suatu ketaatan seseorang, tetapi juga memiliki pengaruh terhadap kembali kepada si pelaku kegiatan tersebut. Menurut Diener (1984), kebahagiaan merupakan hasil samping (by product) kegiatan seseorang. Kegiatan itu sendiri akan membuat secara langsung seseorang yang melakukan kegiatan itu menjadi berbahagia. Maka menjadi masuk akal studi yang dilakukan McCullough dkk. (2000) yang menemukan bahwa ada hubungan yang lebih kuat antara aktivitas keagamaan dengan umur panjang pada wanita dibandingkan hubungan itu pada laki-laki. Oman dan Reed (1998) yang meneliti 5286 orang Kalifornia selama lebih dari 28 tahun menemukan bahwa individu yang sering menghadiri upacara peribadatan mempunyai angka kematian kurang dari 36 persen dibanding mereka yang tidak sering hadir. Dalam penelitian ini umur, jenis kelamin, suku, dan pendidikan dikontrol. Penelitianpenelitian tersebut jelas akan dapat menunjukkan betapa besar peran kegiatan keagamaan dalam kebahagiaan hidup seseorang, terutama wanita. Pengetahuan ajaran Islam dalam penelitian ini merupakan pengetahuan tentang Akhlaqul karimah (Perilaku yang mulia) nabi Muhammad. Pengetahuan akhlaqul karimah tentang perilaku lahir dan batin Muhammad yang harus diteladani individu muslim yang mengharapkan kehidupan yang bahagia di
dunia dan di akhirat (Diponegoro, 2000). Pengetahuan ini menjadi pedoman bagaimana sebaiknya seseorang bersikap dan berperilaku terhadap seluruh komponen kehidupan ini. Sehingga isi dari pengetahuan ajaran Islam adalah mencakup seluruh akhlaqul karimah Nabi Muhammad mengenai lima dimensi : akhlaq terhadap Allah, akhlaq terhadap sesama manusia, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga, dan akhlaq terhadap lingkungan. Banyak penelitian yang dapat menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan terhadap kebahagiaan seseorang. Diantaranya Suh dkk (1998) berdasar penelitian mereka, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang mempunyai pengetahuan yang lebih banyak, lebih berbahagia dibandingkan dengan mahasiswa mempunyai pengetahuan yang sedikit. Crocker dkk (2003) menemukan bahwa skor rendah dalam mata pelajaran di universitas ternyata berhubungan dengan ketidakbahagiaan seseorang. Pengetahuan mengenai agama Islam, membuat seseorang melihat ke masa lampau ketika ia masih kecil atau bahkan sebelum itu. Ini menurut Diponegoro (2004) akan membuat seseorang merasa bersyukur terhadap keadaannya sekarang, sehingga akan mudah untuk bersyukur, dan pada akhirnya akan merasa puas dan membahagiaakan. Sesungguhnya telah jelas hubungan antara aspek kognitif dan afektif. Pengetahuan agama adalah aspek kogntif, yang tentu memiliki pengaruh terhadap aspek afeksi (kebahagiaan). Memang dapat saja pengaruhnya negatif. Artinya suatu pengetahuan menjadikan seseorang sedih dan susah atau tidak bahagia. Tetapi pengetahuan yang seperti ini pastilah pengetahuan yang tidak diharapkan dan cenderung tidak dipedulikan. Lebih umum terjadi bahwa pengetahuan itu akan memperjelas sesuatu apalagi jika suatu pengetahuan itu dibutuhkan
Peran Kegiatan Keagamaan........ (Choiurl Anam, AM. Diponegoro)
\ 131[ [
untuk memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Sehingga pengetahuan itu senderung membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Penelitian Diponegoro (2003) menemukan peran yang signifikan pengetahuan ajaran agama Islam dengan kepuasaan hidup dan kebahagiaan. Metode Penelitian Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling. Terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap ciri-ciri sosiologis populasi, seperti demografi dan geografis untuk mendapatkan sejumlah desa atau kalurahan dari tiga kabupaten/kota yang terkena gempa di DIY. Sejumlah desa yang telah masuk nominasi akan dirandom untuk ditentukan lima desa sebagai sampel. Skala digunakann untuk mengukur pengtahuan agama, tingkat keaktifan dan tiangkat kebahagiaan seorang subjek. Hasil analisis terhadap skala afek, menunjukkan bahwa 40 butir aitem tersebut ada 25 butir valid dan 15 butir gugur. Sedang hasil analisis terhadap 16 aitem skala kepuasan hidup, ada sembilan butir soal yang sahih, sisanya gugur. Hasil analisis terhadap skala pengetahuan agama, menunjukkan bahwa dari 27 butir item, ada 19 butir valid dan 8 butir gugur. Pada skala aktivitas keagamaan, hasil analisis nya menunjukan dari 85 butir aitem tersebut ada 79 butir sahih dan 6 butir lainnya gugur.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Ada dua variabel terikat (kepuasan hidup dan afek) dan dua variabel bebas (pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan) dalam korelasi ini. Jika diambil jumlah terkecil, terdapat angka dua yang akan membentuk dua fungsi kanonik sebagaimana terlihat dalam tabel 1. Tabel 1. Korelasi kanonik fungsi 1 dan fungsi 2. Oleh karena ada dua variabel dependen dan dua variabel independent, maka jika diambil jumlah terkecil, terdapat angka dua. Dengan demikian, akan terbentuk dua CANONICAL FUNCTION. Dua CANONICAL FUNCTION terlihat pada bagian ROOT NO, dengan angka korelasi kanonik (CANON COR) untuk Function 1 adalah 0,778 dan untuk function 2 adalah 0,117. Terlihat angka signifikan (SIG OF F) untuk ketiga prosedur semuanya di bawah 0,05 (yakni 0,00, 0,00 dan 0,00). Dengan demikian, jika digabung secara bersama-sama, canonical function 1 dan canonical function 2 akan signifikan dan bisa diproses lebih lanjut. ada perbedaan antara pengujian individu dan bersama (kolektif). Untuk itu, bisa dilihat pada angka CANONICAL CORRELATION yang ada di table pertama, dengan angka : function 1 adalah 0,778 dan function 2 adalah 0,117. Dengan batas angka 0,5 untuk kekuatan korelasi dua variable, maka function 2 mempunyai angka korelasi kenonik yang
Tabel 1. Eigenvalues and Canonical Correlations Root No. Eigenvalue
\ 132[ [
Pct.
Cum. Pct
Cannon Cor
Sg. Cor
1
1,530
99,104
99,104
0,778
0,605
2
0,014
00,896
100,000
0,117
0,014
HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006
Tabel 2. Dimension Reduction Analysis Roots
Wilks L
F Hypoth
DF
Error DF
1 TO 2
,38983
38,20303
4,00
254,00
,00
2 TO 2
,98636
1,77029
1,00
128,00
,186
rendah sehingga bisa dikeluarkan untuk analisis selanjutnya. Dengan demikian, hanya function 1 yang akan dianalisis lebih lanjut, karena selain signifikan secara individu dan bersama-sama, juga mempunyai angka korelasi kanonik yang tinggi. Setelah diketahui Canonical Function 1 signifikan, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap hasil Canonical Variates yang ada pada function 1 tersebut. Canonical Variates adalah kumpulan dari beberapa variabel yang membentuk sebuah variat. Dalam kasus ini, ada dua canonical variates, yakni dependen canonical variates kepuasan hidup dan afek, serta independent canonical variates, yang berisi sepuluh variable independent (pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan). Memang ada hubungan yang signifikan antara dependent variates dengan independent variates. Atau, pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan memang berkorelasi secara bersama-sama dengan kepuasan dan afek atau kebahagiaan yang dimiliki wanita lansia (kedua variabel independent). Semakin tinggi kegiataan keagamaan (pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan), semakin tinggi pula kebahagiaan (kepuasan hidup dan afeknya). Sehingga hipotesis-hipotesis dalam penenlitian ini diterima. Pembahasan Pengembangan kajian-kajian psikologi positif untuk meningkatkan kepuasan hidup dan afek individu banyak mengambil dari
Sig of F
ajaran-ajaran agama besar dunia, seperti Islam, Nasrani, Yahudi, Budha, dan Hindu (Emmons dan McCullough, 2003; Tsang et al., 2004 ). Emosi positif yang sekarang ini sedang dikembangkan sebagai bagian dari psikologi positif cukup banyak, seperti rasa takjub (awe), elevasi (elevation), maaf, perhatian, kasih sayang (mercy), dan terima kasih (gratitude; syukur) (Watkins, 2004 ). Emosi-emosi tersebut sebagai variabel psikologis jarang dikaji dalam psikologi beberapa dasawarsa yang lalu, tetapi sekarang menjadi kajian penting di kalangan ahli psikologi pada akhir abad 20 dan awal abad 21, terutama yang termasuk sebagai anggota kelompok gerakan psikologi positif. Contoh penelitian emosi positif dalam psikologi positif tentang kekaguman dan ketakjuban. Kekaguman terhadap ciptaan Tuhan dapat meningkatkan kebahagiaan individu melalui munculnya rasa lapang (dilation) dan merangsang aktivitas akal budi manusia. Agama Islam merupakan salah satu agama yang diakui mengandung di dalamnya emosi positif tentang kekaguman dan ketakjuban (Haidt, 2003). Individu yang memiliki nilai hidup yang positif, akan mampu memuaskan kebutuhan dasar (basic needs) dengan cara mengatur tujuan hidup. Misalnya dengan melakukan perbandingan ke bawah (downward comparison), atau menikmati aktivitas yang ia lakukan yaitu dengan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya (flow). Manfaat yang diperoleh individu di antaranya pemberian rasa tenang tatkala mengingat Allah, khusus
Peran Kegiatan Keagamaan........ (Choiurl Anam, AM. Diponegoro)
\ 133[ [
mengenai ibadah berjamaah, dapat diperoleh dukungan sosial dan rasa senang. Kesejahteraan yang diperoleh dari aktivitas keagamaan tidak memerlukan biaya yang terlalu banyak. Menurut eksperimen yang dilakukan Nozick, umumnya individu lebih senang memperoleh kebahagiaan dari sesuatu yang diusahakan dengan kekuatan, bukan yang artifisial, seperti dengan Napza (Diener dan Scollon, 2003). Semakin aktif individu melakukan aktivitas agama, semakin tinggi kepuasan hidup dan afeknya, dan semakin panjang umurnya. (Comstock, 1999). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kendler et al. (2003) bahwa aktivitas keagamaan berpengaruh positif terhadap kepuasan hidup dan afek. Hasil penelitian ini secara otomatis mendukung hipotesis yang menyatakan terdapat peran pengetahuan agama dan aktivitas keagamaan terhadap kepuasan hidup dan afek secara bersama-sama (kebahagiaan). Dalam komunitas yang mempunyai kepercayaan yang sama, bahan pembicaraan dapat menjadi lebih intim dan dukungan sosialpun dapat lebih besar (Myers, 2003). Argyle dan Lu (dalam Argyle, 2001) yang menggunakan faktor analisis menemukan bahwa aktivitas-aktivitas bersama individu lain dapat menumbuhkan afek positif. Argyle menemukan pula bahwa hubungan sosial yang paling sering meningkatkan afek adalah tersenyum dan nada suara yang bersahabat. Menjadi mudah dipahami bila wanita lansia yang aktif dalam kegiatan keagamaan akan lebih bahagia dibandingkan dengan wanita lansia yang tidak aktif dalam kegiatan keagamaan. Kesimpulan a. Tingkat aktivitas keagamaan memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan hidup kebahagiaan wanita lansia pada masa pasca bencana. Semakin tinggi \ 134[ [
aktivitas keagamaan, maka akan membuat semakin bahagia wanita lansia. b. Tingkat pengetahuan agama memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan kebahagiaan hidup wanita lansia. Semakin tinggi pengetahuan agama wanita lansia, semakin tinggi pula kebahagiaan mereka. c. Tingkat aktivitas keagamaan dan pengetahuan agama memberikan andil dalam kebahagiaan hidup wanita lansia. Secara bersama, aktivitas kegamaan dan pengetahuan agama yang semakin tinggi, akan membuat kebahagiaan para wanita lansia semakin tinggi pula. Para wanita lansia yang aktif, memiliki kebahagiaan yang lebih tinggi dari pada pra wanita yang kurang aktif. Daftar Pustaka Argyle, M. (2001). The Psychology of Happiness. New York: Taylor & Francis. Boedhi-Darmodjo R. (1994). Sifat dan Pola Penyakit pada Golongan Lanjut usia. Dalam Boedhi-Darmodjo, R., Martono, H.dan Pranarka, K.(eds.) Simposium Geatri untuk Meneganatar Purna Bhakti Prof. Dr. R. Boedhi Darmodjo. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP. _______,. (2001). Problema Kesehatan Para Lanjut Usia Di Indonesia. dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Successful Aging. Jogja Aging Center (JAC). Jogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM. BPS. (1997). Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi: Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995. Jakarta: Biro Pusat Statistik. BPS. (2002). Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Yog yakarta: Biro Pusat Statistik. HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006
Cloninger, S.S. (1996). Personality: Description, Dynamics and Development. New York: Freeman and Company. Crocker, J., Quinn, D.M., Karpinski, A., & Chase, S.K. (2003). When Grades determine self-worth: Consequences of contingent welf-worth for male and female engineering and psychology majors. Journal of Personality and Social Psychology, 85, 507-516. Danner, D. D., Snowdon, D.A. dan Friesen, W.V. (2001). Positive Emotion in Early Life and Longevity: Findings From the Nun Study. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 80, No. 5, 804- 813. Diener, E. (2000). Subjective well-being: The science of happiness and a proposal for a national index. American Psychologist, 55, 34-43. Diponegoro, M. (2000). Manajemen Pengetahuan dan Modal Sosial dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Psikologika, 9, 17-20.
Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta : Penerbit Erlangga. Infokes.com. (2003). Tetap Prima Di Usia Senja. Tanggal akses 13 September 2003.http://www.infokes.com/today/ artikelview.html?item_ID=187 & topic=usia lanjut McCullough, M.E., David B., Larson, D.B., William T., Hoyt, W.T., Koenig, H.G., & Thoresen. C. E. (2000). Religious Involvement and Mortality: A MetaAnalytic Review, Health Psychology, 19, 211-222. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R. (1992). Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Myers, D.G. (2000). Funds, friends, and faith of happy people. American Psychologist, 55, 56-67 Myers, D.G. (2003). Social Psychology. Boston: McGraw-Hill.
———————, (2004). Peran Nilai Ajaran Islam Dalam Kesejahteraan Subjektif Remaja, Disertasi, UGM..
Oman, D. & Reed, D. (1998). Religion and mortality among the communitydwelling elderly. American Journal of Public Health, 88, 1469-1475.
Diener, E. & Scollon, C. (2003). Subjective well being is desirable, but not the summun bonum. Paper delivered at the University of Minnesota interdisciplinary Workshop on Well-Being, October 23 - 25, 2003, Minneapolis.
Partodimulyo, S. (2001). Prospek Rumah Sakit Lansia Di Indonesia. dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Succesfull Aging. Jogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM.
Feldman, R.S. (1999). Understanding Psychology. Fifth- edition. McGraw- Hill Companies Inc.
Pramantara, I. P. D. (2001). Kesehatan Pada Usia Lanjut. dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Succesfull Aging. Jog yakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM.
Ferdinand, A. (2000). Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hurlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Sarafino, E. P. (1998). Health PsychologyBiopsychosocial Interactions. third edition. John Wiley & Sons, Inc.
Peran Kegiatan Keagamaan........ (Choiurl Anam, AM. Diponegoro)
\ 135[ [
Sears. D. (1995). Psikologi Sosial . Terjemahan, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Suh, E., Diener, E., Oishi, S., & Triandis, H. C. (1998). The shifting basis of life satisfaction judgments across cultures: Emotions versus norms. Journal of Personality and Social Psychology, 74, 482-493. Turner, B. S. (2000). The History of The Changing Concept of Health and Illness: Outline of A General Model of Ilness Categories. dalam Albrecht, G.L, Fitzpatrick, R. dan Scrimshaw, S.S. (eds.). Handbook of Social Studies in Health and Medicine. London, California, New Delhi: Sage Publications, Ltd.
\ 136[ [
HUMANITAS Vol. 3 No. 2 Agustus 2006