Peran Ibu Asuh dalam Menangani Kenakalan Remaja (Studi Kasus pada 2 Ibu Asuh di SOS Children’s Village Jakarta) Saifullah Fil Ardhi1, Wisni Bantarti2 1 2
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi, Universitas Indonesia
[email protected] ,
[email protected]
Abstrak Masalah Kenakalan Remaja terus berkembang seiring berkembangnya waktu. Lemabaga Kesejahteraan Sosial Anak lebih berpotensi meningkatkan jumlah kenakalan remaja di Indonesia jika tidak di atasi dengan benar. Hanya sedikit yang dapat mengasuh remaja dengan berkualitas hingga dapat menangani kenakalan remaja. Penelitian ini mengkaji studi deskriptif pada dua ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja. Pertanyaan penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja dan apa saja faktor penghambat peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja. Hasilnya adalah ibu asuh menekankan pemenuhan kebutuhan biologis, psikolohis, dan sosiologis yang baik distertai dengan pola asuh otoritatif terhadap anak. Hambatannya adalah pengaruh yang besar dari faktor lingkungan dan disertai pergolakan psikologis remaja yang membuat kontrol diri yang lemah. Foster Mother Role in Dealing with Juvenile Delinquency (The Case Study 2 Foster Mother at The SOS Children's Village Jakarta) Abstract Delinquency problems continue to evolve as the development time. Foster Care more potentially increase the number of juvenile delinquency in Indonesia, if not addressed properly. Few are qualified to care for adolescents with juvenile delinquency to be able to handle. This study examines descriptive study in two foster mothers in dealing with juvenile delinquency. This research question was to see how the role of foster mother in addressing juvenile delinquency and what are the factors inhibiting the foster mother's role in dealing with juvenile delinquency. The result is a foster mother emphasized the biological needs, psychology needs, and good sociological needs with authoritative parenting on children. The obstacle is the great influence of environmental factors and psychological upheaval with teens who make a weak self-control. Keywords: juvenile delinquency, foster mother, Delinquency, Teen, Mother Role, Foster Care
1
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Kenakalan remaja adalah semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja yang berusia 13-18 tahun, dimana perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya (Haryanto, 2011). Penyebab kenakalan anak adalah karena kebutuhan psikologis dan sosiologis anak masih belum terpenuhi (Ida Nor Shanty, Suyahmo, Slaemt Sumarto, 2013). Sehingga jumlah 4.8 Juta anak terlantar di Indonesia akan menjadi masalah sosial karena berpotensi menjadi kenakalan remaja. Ilmu kesejahteraan sosial merupakan ilmu yang mengkaji dan mengembangkan kerangka pemikiran untuk meningkatan kualitas hidup (kondisi masyarakat) yang salah satunya berangkat dari masalah sosial (Adi, 2005, p. 17). Upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan berdasarkan masalah sosial adalah dengan membangun Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (berikutnya akan di singkat LKSA). LKSA sendiri merupakan lembaga pengasuhan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar anak. SOS Children's Villages Indonesia adalah LKSA yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan hak-hak anak berupa pengasuhan dan perkembangan anak yang berpotensi kehilangan pengasuhan orang tua. Oleh karenanya melihat bagaimana intervensi dari lembaga ini dalam memberika pola asuh menjadi menarik untuk dikaji lebih jauh. Disamping itu terdapat penelitian di lembaga yang sama dengan judul peran Ibu Pengasuh Di Panti Asuhan yang Menggunakan Pola Asuhan Keluarga, oleh Yulia Paramita, pada tahun 1992. Dalam penelitian tersebut baru sebatas menggambarkan bagaimana peran Ibu asuh dalam memenuhi kebutuhan anak (biologis dan sosial). Dalam penelitian tersebut menjelaskan peran ibu asuh dalam SOS Children Villages ini masih kurang optimal dalam pengasuhannya terhadap anak asuhnya, khususnya masih kurangnya pemenuhan kebutuhan secara psikologis dan sosiologis untuk anak–anak asush SOS Children Villages (Paramita, 1992). Tinjauan Teoritis Bagan 2.1 Alur Berfikir Peran Ibu Asuh dalam Menangani Kenakalan Remaja
2
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Kebutuhan Biologis Tindakan Preventif (pemenuhan Kebutuhan) Peran Ibu Asuh dalam Menangaki Kenakalan Remaja
Kebutuhan Sosiologi
Kebutuhan Psikologis Pola Asuh Ibu Kebutuhan Biologis Tindakan KuratifHukuman (Pemenuhan kebutuhan)
Kebutuhan Sosiologi
Kebutuhan Psikologis
Dalam Sosiologi, Keluarga merupakan unti sosial terkecil dari masyarakat. Sehingga dengan demikian jika membahas yang lebih luas yaitu negara, maka yang akan menjadi pembahasan adalah masyarakat, dan jika membahas masyarakat, maka akan membahas unit sosial yang terkecil, yaitu keluarga. Sehingga yang penting untuk di perhatikan adalah fungsi dari keluarga itu sendiri. Jika fungsi dari unit sosial terkecil itu baik, maka masyarakat bahkan negara pun akan baik. Jika memang demikian, maka harus membahas apa itu fungsi keluarga. Ada beberapa pembahasan menurut para ahli terkait dengan fungsi keluarga. Oleh (Muslich, 2013) dijelaskan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai berikut : a.
Keluarga sebagai pusat pendidikan. Pendidikan terhadap anak di keluarganya merupakan pendidikan pertama dan utama, yang nantinya akan membentuk kepribadian hingga dewasa.
b.
Keluarga sebagai pusat Rekreasi. Keluarga dijadikan tempat hiburan bagi anggota keluarga dan tempat melepas atau menghilangkan ketegangan, dan menggantikannya dengan ketenangan.
c.
Keluarga sebagai pusat pemenuhan kebutuhan lahiriyah dan batiniyah. Artinya pemenuhan kebutuhan lahiriah seperti makan, minum, dan kebutuhan batin berupa adanya anggota keluarga menjadi sangat penting.
d.
Keluarga sebagai pusat kasih sayang. Yaitu keluarga yang mendapatkan ketentraman hati, saling cinta-mencintai dan saling saying-menyayangi.
3
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Dilihat dari peran-peran ibu di atas, maka dapat disimpulkan pula ibu bertanggung jawab atas pendidikan, dan pembentukan sikap dan mental anak-anaknya. Sehingga dengan demikian pengasuhan menjadi hal yang penting. Diana Baurmind (1971) dalam (Santrock, p. 257) dijelaskan beberapa bentuk gaya pengasuhan, yaitu : a. Authoritarian Parenting (Pengasuhan yang otoriter) : ialah suatu gaya yang membatasi dan menghukum yang menunutut anak untuk mengikuti printah-printah-printah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Tidak memberikan peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara. b. Authoritative Parenting (Pengasuhan yang otoritatif) : pengasuhan dengan tujuan membuat anak-anak mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Tetap terdapat musyawarah di antaranya, orangtua pun memberikan kehangatan dan kasih sayang kepada anak. Pengasuhan otoritatif di asosiasikandengan kompetisi sosial anak-anak. Long Term Foster Homes, Specialized Foster Homes, dan Treatment Foster Homes (Kirst-Ashman, 2007): •
Shelter homes didefinisikan sebagai “ place provides a transitory haven for children during assesment and placement”. Maka Shelter home dapat didefinisikan sebagai tempat sementara untuk anak-anak selama masa Assessment dan penempatan.
•
Long term foster homes didefinisikan sebagai “ a place offer an ongoing residence for children unable to return to their family or parent’s home and unadoptable for various reason”. Maka dapat didefinisikan sebagai tempat tinggal berkelanjutan dan menjadi keluarga baru untuk jangka panjang bagi anak, dan tidak dapat di adopsi lagi. Santrock menjelaskan remaja adalah manusia yang berumur 12 hingga 20 tahun
(Santrock, Adolescence, 2003). Menurutnya, remaja dalam perkembangannya memiliki berbagai macam masalah identitas dan mencoba menemukan jati diri. Secara umur biologis dan psikologis, remaja dengan anak dibedakan dengan jelas. Namun pandangan umum masyarakat terkang remaja masih berada dalam status anak-anak. Kebutuhan dasar anak terbagi menjadi tiga hal. Yaitu asuh, asih, asah (Kusmiyati, 2014). dalam memenuhi kebutuhan dasar anak harus dibedakan antara pertumbuhan dan perkembangan anak. Asuh merupakan kebutuhan biomedis, mencakup asupan gizi anak dan perawatan anak, termasuk sandang, pangan papan, dari kandungan hinnga dewasa. Asih merupakan kebutuhan emosional dengan cara dihargai, kasih sayang, diperhatikan, pengalaman baru, tanggung jawab, dan kedekatan ibu dengan anak. Asah merupakan
4
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
kebutuhan akan stimulasi mental dini. Artinya asah lebih pada meningkatkan perkembangan mental psikologis anak seperti kecerdasan, kreativitas, kepribadian moral, dan etika. Menurut Santrock, remaja merupakan manusia dengan rentan umur 12 hingga 22 tahun. Istilah kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial (misalnya bersikap berlebih-lebihan di sekolah) sampai pelanggaran status (seperti melarikan diri) hingga tindakan kriminal (misalnya pencurian). Untuk alasan hukum dibedakan pembedaan antara pelanggaran indeks dan pelanggaran status. Pelanggaran Indeks (index offenses) adalah tindak kriminal, baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, seperti perampokan, tindak penyerangan perkosaan, pembunuhan. Pelanggaran Status (status offenses), Tindakan membolos, minum minuman keras di bawah usia yang diperbolehkan, hubungan seks bebas, dan anak yang tidak dapat dikendalikan. Tindakan ini dilakukan remaja di bawah usia tertentu, yang membuat mereka dapat digolongkan sebagai pelaku pelanggaran remaja menurut Dryfoos, (dalam Santrock, 2003). Santrock juga menambahkan kenakalan anak dapat digolongkan menjadi gangguang tingkah laku (Conduct disorder), sebuah istilah psikososial yang digunakan bila sejumlah tingkah laku, seperti membolos, melarikan diri, melakukan pembakaran, bersikap kejam terhadap binatang, membobol dan masuk tanpa izin, perkelahian yang berlebihan, dan lain lain muncul dalam kurun waktu 6 bulan. Bila tiga atau lebih tingkah laku tersebut muncul sebelum usia 15 tahun dan anak atau remaja tersebut dianggap tidak dapat diatur atau di luar kendali, diagnosis klinisnya adalah gangguan prilaku (Santrock, Adolescence, 2003, pp. 519522). Terdapat beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh John W. Santrock dalam pembahasan penyebab-penyebab terjadinya kenakalan anak. Menurutnya penyebab terjadinya kenakalan anak adalah karena identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan tentang pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya, status sosial ekonomi, dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (Santrock, Adolescence, 2003, pp. 525-526).
5
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Teori Sosiologis (Kartono)
Fakotr Kenakalan Remaja (Kartono)
Teori Biologis (Kartono) Teori Psikogenesis (Kartono)
Pengaruh teman Sebaya (Santrock) Pengaruh Orangtua (Santrock) Jenis Kelamin (Santrock) Umur (Santrock) Kontrol Diri (Santrock)
Namun sementara itu terdapat pendapat lain yang cukup terlihat berbeda mengenai penyebab kenakakalan anak oleh Kartono. Teori dari Kartono tersebut merupakan teori bilogis, teori psikogenis (psikologis dan psikiatris), teori sosiogenis, dan teori subkultur (Kartono, 2002, pp. 25-36). a. Teori Bilogis.
Teori ini menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab kenakalan anak
merupakan sebuah akibat dari struktur jasmaniah seseorang, dan dapat juga karena cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. b. Teori Psikogenesis. Teori ini menekankan sebab akibat perilaku kenakalan remaja dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah. c. Teori Sosiogenesis. Para sosiolog berpendapat penyebab perilaku kenakalan remaja adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. d. Teori Subkultur. Teori ini mengaitkan sistem nilai, kepercayaan / keyakinan, ambisimabisi tertentu (misalnya ambisi materiil, hidup santai, pola kriminal, relasi heteroseksual bebas, dan lain-lain) yang memotivasi timbulnya kelompok-kelompok remaja berandalan dan kriminal. Sedangkan perangsangnya bisa berupa hadian mendapatkan status sosial “terhormat” di tengah kelompoknya, prestise sosial, relasi sosial yang intim, dan hadiah materiil-materiil lainnya. Merujuk dari Kartono, penanganan kenakalan anak digolongkan menjadi tindakan preventif, tindakan hukuman, dan tindakan kuratif (Kartono, 2002, pp. 94-98). Berikut merupakan penjelasannya : a. Tindakan preventif. Tindakan Preventif merupakan tindakan berjaga-jaga agar remaja tidak melakukan kenakalan.
6
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
b. Tindakan Hukuman. Memberi hukuman kepada mereka yang melakukan kesalahan
atau kenakalan sesuai dengan perbuatan yang telah dia lakukan, sehingga dianggap adil, dan bisa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk Metode Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dengan SL, pembina SOS Children’s Village Jakarta, dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini terdapat dua ibu asuh yang berhasil merubah perilaku kenakalan remaja. Penanganan ini menarik untuk diteliti karena berdasarkan observasi selama praktikum yang berlangsung di SOS Children’s Village Jakarta, kedua ibu asuh ini memiliki cara yang unik dan berbeda dengan ibu asuh yang lain. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan SL, remaja yang mereka asuh merupakan remaja yang bermasalah. Dilihat dari kompleksnya permasalahan dan research gap yang dijabarkan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja di SOS Children’s Village Jakarta? Apa saja kendala yang dihadapi oleh ibu asuh dalam mengangani kenakalan remaja di SOS Children’s Village Jakarta Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini, akan menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Infroman dalam penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan latar belakang penelitian ini teknik pemilihan sampel informan menggunakan tipe purposive sampling secara non-probabilita karena ada karakteristik khusus dari informan yang ditentukan untuk dapat terlibat dalam penelitian (Neuman, 2013, pp. 297-304). Berdasarkan kondisi tersebut, maka informan dari penelitian ini adalah: •
Ibu asuh yang minimal berada di SOS Children’s Village Jakarta selama lima tahun sebagai waktu dasar terbentuknya hubungan sosial di antara informan, khususnya hubungannya dengan anak asuk (remaja). Ibu asuh memiliki keberhasilan dalam menangani kenakalan remaja.
•
Anak asuh adalah remaja yang sudah melakukan kenakalan minimal enam bulan dengan tiga jenis kenakalan. Kemudian indikator keberhasilannya adalah berhasil berhenti melakukan kenakalan hingga enam bulan lamanya.
•
Pembina adalah orang yang terdaftar oleh SOS Children’s Village Jakarta sebagai pembina bersama ibu asuh, melakukan pembinaan terhadap anak-anak asuh dan berfungsi selayaknya ayah hingga di SOS Children’s Village Jakarta.
7
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Cresswell (2012, p. 260-270) mengemukakan empat teknik dalam pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumen dan penggunaan materi audiovisual. Berdasarkan teknik tersebut, hanya dua teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Sedangkan proses pengumpulan data, baik sekunder maupun primer, yang dilakukan dalam penelitian berlangsung pada Juli 2013- Juni 2014. Data yang diperoleh dari lapangan disajikan secara deskriptif, yakni dengan menggambarkan temuan-temuan penelitian yang disertai dengan cuplikan hasil wawancara. Temuan yang dipaparkan dalam laporan penelitian ini terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan tahap-tahap berikut (Neuman, 1997, p. 417-443): a. Reduksi data. Data yang dikumpulkan pada tahap ini meliputi data-data mengenai peran keluarga dalam penanganan kenakalan Remaja dengan mengacu pada keutuhan dasar biologis, psikologis, dan sosiologis. b. Data yang telah direduksi tersebut selanjutnya diorganisir sesuai dengan tema-tema tertentu dan disajikan dalam teks. c. Selanjutnya data yang telah diorganisir diinterpretasikan dengan beberapa sumber lain atau dengan kenyataan yang ada. Setelah dianalisa, data-data temuan lapangan sebagaimana tahap-tahap tersebut diatas, kemudian dikembangkan dengan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan strategi Triangulasi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas penelitian serta keakuratan data. Menurut Neuman (Neuman, 2013, pp. 186187)Triangulasi merupakan proses melihat suatu hal dari beberapa sudut pandang untuk dapat meningkatkan keakuratan. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Peran Ibu Asuh dalam Menangani Kenakalan Remaja Sebelum informan anak asuh, ibu asuh sudah pernah mengasuh dan melepas anakanaknya hingga dewasa dan mandiri. SOS Children’s Village Jakarta dikategorikan menjadi pengasuhan jangka panjang (Long term foster homes), dimana pengasuhan tersebut membentuk keluarga tetap tersendiri menurut Krist-Ashman. Gangguan prilaku merupakan anak yang berusia di bawah 15 tahun dan melakukan kenakalan anak dengan paling sedikit tiga jenis yang berbeda dan hal itu berlangsung selama enam bulan. Faktanya informan dalam penelitian ini sudah terindikasi gangguan perilaku 8
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
kenakalan remaja. Pengalaman yang buruk dengan lingkungan yang buruk pada pertengahan masa kanak-kanak (Middle Childhood) yaitu umur enam hinggai duabelas tahun
dapat
mempengaruhi perilaku kedepannya hingga remaja dan dewasa. Upaya yang dilakukan oleh ibu asuh adalah upaya pencegahan (preventive) dan upaya penyembuhan (curative), serta pola asuh yang tepat bagi anak asuh. Ibu asuh melarang dengan memberikan peluang berdiskusi, menanyakan sebab akibat dan alasan mengapa anak asuh menginginkan melakukan pelanggaran. Hal itu di ulang tidak hanya sekali hingga ibu asuh pun bertindak dan melarang lebih tegas. Yang ibu asuh lakukan adalah sikap tegas dengan adanya batasan-batasan yang jelas untuk kemandirian anak asuh, dengan mengetahui yang mana yang diperbolehkan dan yang mana yan tidak diperbolehkan, yang mana yang baik dan yang mana yang buruk. Tindakan yang ibu asuh lakukan merupakan ciri-ciri pengasuhan otoritatif (Authoritative parenting) menurut Santrock. Semua ibu asuh mengupayakan menggunakan pola asuh otoritatif. Faktanya berdasarakan observasi temuan lapanga, ibu asuh yang lain kurang memperhatikan anak asuhnya dengan rinci. Batasan-batasannya memang jelas, namun pengawasan dan tidakannya kurang tepat. Terlihat pada salah satu ibu asuh yang menerapkan jam belajar di malam hari untuk anak asuhnya. Namun anak asuhnya meninggalkan rumah untuk bermain bersama teman-teman di malam hari. Ibu asuhnya menayadari hal itu merupakan pelanggaran bagi anak asuh, namun tidak ada kelanjutan dalam tindakannya seperti menghukum dan tindakan penyembuhan (curative) lainnya sebagaimana yang jelaskan oleh Kartono. Dan ini yang membedakan ibu asuh lain dengan ibu asuh dalam informan ini yang berhasil menangani kenakalan remaja. Secara umum, menangani kenakalan remaja dengan cara tindakan pencegahan (preventive) dan tindakan penyembuhan (curative). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan menjalakan fungsi keluarganya dengan baik, yaitu memenuhi kebutuhan dasar biologis, psikologis, dan sosiologis anak asuhnya. 4.2.1.1 Tindakan Pencegahan (Preventif) a. Kebutuhan Biologis Informan ibu selalu memastikan anak-anaknya terpenuhi kebutuhan biologisnya. Khususnya kebutuhan makan dan minum beserta gizinya. Bagi anak yang sulit makan, ibu asuh selalu memebrikan tambahan Vitamin. Mereka sebenarnya mampu untuk menghabiskan. Namun terkadang terdapat anak yang tidak mau menghabiskan makanan. Sifat tegas ibu asuh selalu menekan dan memaksa anak asuh untuk menghabiskan makanannya. Rasa takut dan 9
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
segannya anak asuh terhadap ibu asuh yang membuat anak asuh dapat makan sesuai dengan kebutuhannya. Karena jika anak asuh tidak dipaksakan, mereka tidak akan menghabiskan makanannya. Dari pihak lembaga, SOS Children’s Village juga memberikan asupan gizi tambahan yang bergilir di setiap rumah dalam setiap minggu. Memenuhi kebutuhan biologis dalam hal ini adalah kebutuhan dasar makan dan minium serta tempat tinggal dan pakaian yang layak. Rasa lapar dan kekurangan menimbulkan motifasi keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasara biologis dengan cara tindakan kriminal. Motivasi untuk memenuhi kebutuhan dasar biologis merupakan kebutuhan bagi semua manusia, tanpa memandang status vertikal dan status horizontal. Sehingga hal itu dapat terjadi pada anak asuh jika anak asuh merasa kurang terpenuhinya kebutuhan biologis, sehingga ibu asuh selalu mengupayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan biologis anak asuhnya. b. Kebutuhan Sosial Ibu asuh berupaya mendapatkan kepercayaan (trust) dari anak asuh sebagai syarat awal membangun relasi. Hal itu berlangsung selama berhari-hari hingga berbulan-bulan untuk mendapatkan kepercayaan (trust) dari anak asuh. Ibu asuh sendiri sebenarnya membangun relasi sesuai dengan tahapan-tahapan seperti yang dijelaskan oleh O'connor William, Smith Larry Lorenzo, Boyle Scott W terdapat tahapan-tahapan dalam membangun relasi. Keluarga yang terbentuk jika tidak ada hubungan relasi ibu asuh dengan anak asuh tentu dapat memungkinkan kenakalan remaja. Pengaruh terhadap anak asuh adalah adanya kasih sayang yang berbentuk kepercayaan dari ibu asuh sebagai benteng kontrol diri yang kuat sebagai mana yang dijelaskan oleh Santrock. Waktu lima tahun ini sangat cukup untuk membangun relasi dan mendapatkan kepercayaan dari ibu asuh. Anak asuh ketika itu sering melakukan kenakalan hingga ibu asuh selalu mengingatkan anak asuhnya. Kemudain pada titik tertentu ibu asuh mengabaikan anak asuh ini dengan cara tidak berkomunikasi. Walaupun ibu asuh masih merasa khawatir dan ingin melindungi dan mengingatkan anak asuh ini. Anak asuh yang melakukan kenakalan remaja anak asuh akan merasa tidak nyaman dan gelisah karena merasa seperti bukan anak dalam keluarga. Kemudian anak asuh mengurangi hingga menghentikan kenakalan yang ia perbuat. Anak asuh tersebut tetap memiliki keinginan untuk melakukan kenakalan, tetapi kontrol diri ini muncul sebagai bentuk menjaga dan membangun kepercayaan
dari ibu
asuhnya. Kasus tersebut menunjukkan membangun hubungan relasi dengan anak menjadi penting, sehingga tahapan-tahapannya harus di pahami.
10
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Kusmiati menjelaskan kebutuhan dasar sosial-emosional adalah adanya perhatian dari ibu asuh, diperhatikan, kasih sayang, dan kedekatan dari ibu. Fungsi rekreasi dalam pemenbuhan kebutuhan sosial merupakan hal yang penting dalam menangani kenakalan remaja. Tekanan yang anak asuh rasakan jika tidak diatasi dengan cepat dan jika tidak di atasi oleh ibu asuh, akan memiliki konfik batin yang akan berusaha memenuhi kebutuhan sosialnya dengan orang lain sebagaimana yang dijelaskan oleh Kartono. Dilihat dari faktor kenakalan yang memungkinkan adalah faktor psikogenesis, karena melampiaskan kebutuhan sosialnya dengan orang lain. Tetapi permasalahannya anak asuh akan melampiaskan kepada teman sebaya dan lingkungannya. Hubungan timbal balik merupakan hasil dan indikator dari kedekatan ibu asuh dengan anak asuh. Karena kedekatan ini yang menunjukkan adanya hubungan emosional ibu asuh dengan anak asuh sebagai syarat kekeluargaan menurut Mattessich dan Hill. Dengan begitu hasil akhir dari membangun relasi antara ibu asuh dengan anak asuh adalah hubungan emosional yang baik. Hubungan emosional dan adanya kepercayaan ini akan membentuk pengendalian diri dari keinginan melakukan kenakalan anak sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Memberikan tanggung jawab merupakan bagian dari kebutuhan sosial anak. Setiap anak memiliki tanggung jawab untuk membersihkan dan merawat rumah. Selain itu anggota keluarga juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan anggota keluarga yang lain. Anak dalam perkembangannya akan mempelajari hak dan kewajiban. Kewajiban ini kana berpangaruh terhadap perilaku anak asuh itu sendiri agar dapat seuai dengan perintah ibu asuhnya, bertanggung jawab atas kesalahannya, serta rasa tanggung jawab ini akan tumbuh hingga nanti dibutuhkan ketika sudah dewasa. Jika anak asuh tidak diberikan tanggung jawab sejak dini, maka memungkinkan terjadi kenakalan remaja di kemudian hari, karena belum terbiasa diberikan tanggung jawab oleh ibu asuhnya c. Kebutuhan Psikologis Menurut Kusmiyati, kebutuhan dasar psikologis merupakan kebutuhan akan stimulasi mental dini. Artinya asah lebih pada meningkatkan perkembangan mental psikologis anak seperti kecerdasan, kreativitas, kepribadian moral, dan etika. Singkatnya etika dan moral menjadi penting untuk perkembangan anak. Anak dapat tumbuh menjadi manusia dewasa, dan di masa remajanya yang secara biologis memiliki kekuatan yang hampir menyerupai kekuatan orang dewasa sehingga orangtua dapat dimungkinkan menjadi korban kenakalan remaja berupa kekerasan fisik. Serta anak ini memiliki kecerdasar berfikir untuk melakukan tindak kriminal dan kenakalan remaja. Faktanya, pada tahap ini kekuatan ibu untuk membatasi perilaku anak mulai berkurang. Jika anak di usia anak-anak awal, ibu masih bisa 11
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
membatasi dengan hukuman berupa kekerasan fisik seperti mencubit. Namun di usia anak memasuki tahap remaja, berdasarkan observasi, ibu asuh tidak ada yang melakukan kekerasan fisik seperti menjewer anak asuhnya, walau setiap ibu asuh mengatakan dalam wawancara membatasi dengan kekerasan fisik. Sehingga ibu asuh mengupayakan pendidikan formal dan informal khususnya etika dan moral sejak dini. Dalam sisi pendidikan formal, ibu asuh mengajarkan pendidikan formal dengan rutinitas hariannya di sore hari hingga malam hari. Buruknya nilai informan bertepatan juga dengan kenakalan yang muncul pada saat itu. Rendahnyan harapan anak terhadap prestasi di sekolah menyebabkan anak asuh merasa tidak di hargai dan di akui. Status tidak “terhormat” ini akan ada upaya kompensasi dimana anak asuh akan emncari status “terhormat” di lingkungan yang lain sebagaimana yang dijelaskan pada teori subkultur yang dikemukakan oleh Kartono. Hal ini sama seperti kasus yang dirasakan oleh anak asuh, yaitu melakukan tindak kenakalan berupa minum minuman keras karena ingin diakui dan mendapatkan status ”terhormat” dari teman sebayanya. Jika dilihat dari pendidikan etika dan moral, salah satu anggota keluarga juga menjadi contoh bagi anggota keluarga yang lain dalam berperilaku dan bersikap, termasuk ibu asuh. Sistem mendidik satu sama lain menjadi salah satu cara ibu asuh agar terdapat sustainability dalam pendidikan etika dan moral khususnya kedispilinan dan tanggung jawab. Selain sikap disiplin yang diajarkan, etika dan moral ibu asuh juga di ajarkan dalam bentuk komunikasi empat mata. Karena pada tahap komunikasi ini ibu asuh memberikan sebuah jawaban dari permasalahan yang anak asuh hadapi, berupa saran-saran yang membangun. Saran ini memang dapat dikategorikan sebagai etika berprilaku dan menyikapi permasalahan. Sehingga anak asuh dapat mengendalikan dirinya sebagaimana ibu asuh memberikan saran yang diberikan. 4.3.1.2 Tindakan Penyembuhan (Curative) dan Hukuman (Punishment) Jenis kenakalan yang muncul pada perilaku anak asuh adalah jenis kenakalan status offenses dimana kenakalannya masih dalam kenakalan ringan menurut Santrock. Jenis kenakalan yang muncul dari anak asuh adalah mencuri uang, minum minuman keras, merokok, dan sulit di atur oleh ibu asuhnya. Menurut Kartono, tindakan penyembuhan (curative) adalah dengan menghilangkan semua sebab-sebab timbulnya kenakalan remaja, baik yang berupa pribadi, sosial ekonomis, dan kultural. Sementara menurut Kartono, tindakan hukuman (punishment) juga merupakan memberikan dampak jera terhadap mereka yang melakukan kesalahan atau kenakalan sesuai 12
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
dengan perbuatan yang telah dia lakukan, sehingga dianggap adil, dan bisa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup mandiri dan bermasyarakat dengan baik. Tindakan penyembuhan yang dilakukan ibu asuh adalah dengan dipenuhi kebutuhan psikologisnya secara berulang hingga remaja dapat memahami betul sebab akibat, dampak buruk terkait kenakalan yang telah diperbuat oleh remaja. Sehingga remaja tidak akan mengulang kenakalannya lagi. Kakak tertua berperan penting dalam tindakan penyembuhan. Tindakan hukuman bagi remaja adalah kekerasan emosional dan kekerasan fisik, hingga diabaikan oleh ibu ibu asuh terhadap anak asuh dan juga anak-anak yang lain. Tindakan ini dilakukan setelah adanya musyawarah di awal dan umumnya hasil kesepakatan bersama antara ibu asuh dengan remaja. 1.3.2
Hambatan dalam Menangani Kenakalan remaja Penyebab kenakalan remaja sangatlah beragam. Sehingga dari penyebabnya itu sendiri
menjadi faktor penghambat bagi ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja. Terdapat dua ahli yang menjelaskan faktor munculnya kenakalan remaja, yakni Kartono dan Santrock. Kemudian digabung teori besar dari kedua ahli. Sehingga alur berfikir khusus hambatan dalam pengasuhan adalah berujung pada teori dari Kartono, yaitu teori biologis, sosiologis, dan psikologis. Kemudian teori-teori dari Santrock menjadi bagian dari teori dari Kartono. 1.3.2.1 Hambatan dalam Pengasuhan Menurut Santrock, faktor penyebab kenakalan remaja adalah kontrol diri yang rendah, fakotr usia, jenis kelamin, pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya. Faktor usia menjadi salah satu faktor utama dalam penyebab kenakalan remaja. Muncul tingkah laku antisosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja. Selain itu jenis kelamin juga merupakan faktor penyebab kenakalan remaja. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada anak perempuan, walaupun anak perempuan lebih banyak yang kabur sebagai bentuk kenakalan yang ia perbuat. Pengaruh orang tua juga menjadi faktor yang mempengaruhi. Para pelaku kenakalan seringkali berasal dari keluarga dimana orang tua jarang mengawasi anak-anak remajanya, memberikan mereka sedikit dukungan, dan menerapkan pola disiplin secara tidak efektif. Pengaruh teman sebaya, memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan remaja. Hal ini sesuai dengan informan remaja. Kenakalan remaja yang dilakukan pada usia kelas enam SD hingga SMP awal. Sehingga pada usia ini anak asuh akan mencoba mencari jati dirinya, dan anak asuh terpengaruh dengan lingkungan sosialnya yang buruk. Teman sebaya anak asuh sendiri yang mengajak melakukan kenakalan remaja berupa minum 13
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
minuman keras dan merokok. Sementara pada masa remaja, secara psikologis akan mencoba menagnggap dirinya dewasa sehingga tidak membutuhkan peran orangtua dalam dirinya. Diperkuat dengan kekecewaan remaja karena perliaku ibu asuh yang kurang tepat ketika mengalami tekanan (stress) akibat masalah-masalah dari ibu asuh. Kekerasan emosional dan verbal ibu asuh muncul tidak terarah ke anak-anak termasuk remaja. Ucapan dan pendidikan yang ibu asuh lakukan selama ini di acuhkan sehingga tidak ada kontrol diri yang kuat ketika remaja berhadapan dengan masyarakat yang beragam. Selain itu di masa remaja komunikasi dengan ibu asuh sedang merenggang, kemudian meningkat lagi ketika kenakalan remaja itu muncul. Kurangnya komunikasi dengan ibu asuh denagn anak asuh yang masih remaja ini membuat pengawasan dari ibu asuh menjadi berkurang, kurangnya dukungan, dan disiplin yang lemah. Kemudain pengaruh orang tua dikalahkan dengan pengaruh teman sebaya. Termasuk di antaranamya adalah teman-teman sepermainan di lingkungan SOS itu sendiri dan juga lingkungan sekolahnya. Remaja dan teman-temannya berinisitaif untuk membeli rokok dan minum minuman keras. Remaja sendiri merasa ingin diakui oleh teman-temannya agar tidak dikucilkan. Walaupun ibu sudah sudah melakukan yang terbaik untuk remaja, faktor kenakalan remaja menjadi hambatan yang tidak bisa lepas dari proses pendewasaan anak. Laki-laki cenderung memiliki sifat antisosial dibanding perempuan, hal itu terlihat di masa remaja ketika menginginkan kebebasan yang keliru dan tidak bertanggung jawab. Pengaruh orangtua yang kurang tepat bagi anak memicu lemahnya pengawasan dan kontrol diri anak hingga lebih terpengaruh pada lingkungan sosial pertemanan yang buruk. Faktor-faktor ini menjadi penghambat dan penyebab kenakalan remaja muncul pada informan remaja. 1.3.2.2 Hambatan dalam Kelembagaan Menurut Muslich, keluarga difungsikan sebagai pusat pendidikan, rekreasi, pemenuhan kebutuhan lahiriya dan batiniyah, dan sebagai pusat kasih sayang. Namun yang paling berpengaruh adalah orangtua. Dalam SOS Children’s Village Jakarta, yang paling berperan adalah ibu asuh sebagai pemimpin dalam keluarga sebagaimana tertera pada peraturan dan tanggung jawab SOS Children’s Villages. Namun ibu Ibu asuh merasa perlu adanya dukungan dari pembina yang menjadi sosok ayah bagi anak-anaknya. Sehingga ibu asuh SOS Children’s Village merasa terbantu dan tidak mendidik dan mengasuh delapan hingga sepuluh anak asuh seorang diri. Fungsi adanya peran pembina menjadi sosok ayah bagi anak-anak dan bagi ibu asuh adalah dapat menangani masalah-masalah anak yang lain ketika ibu asuh tidak mampu menangani beberapa anak asuh sekaligus. Keterlambatan penanganan masalah anak dapat menyebabkan kenakalan remaja. 14
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Permasalahan lain adalah Undang-Undang No.23 tentang perlindungan anak. Dalam undang-undang tersebut tercantum bahwa kekerasan terhadap anak adalah pelanggaran dan dapat terkena sanksi. Namun menurut ibu asuh, kekerasan emosional dan kekerasan fisik dibutuhkan dalam mendidik anak. Ketegasan sebagai ibu diaplikasikan dengan memunculkan kekerasan verbal dan kekerasan fisik dalam kadar tertentu. Namun undang-undang No.23 tidak mencantumkan secara rinci kekerasan seperti apa yang dilarang oleh negara. Sendainya ibu asuh tidak melakukan kekerasan verbal dan fisik yang dimasud ibu asuh, maka kenakalan remaja pun akan muncul akibat kurang tepatnya pengasuhan terhadap remaja. Menurut Settels, keluarga merupakan suatu komunitas kumpulan individu dan membentuk jaringan dengan tempat peristirahatan akhir, dimana tiap individunya tinggal bersama satu tempat tinggal, dan memiliki citra romantis di antara sesamanya. Namun dalam SOS Children’s Village Jakarta muncul permasalahan keluarga antara keluarga SOS dengan keluarga kandung dari anak asuh dan remaja. Dalam peraturan SOS Children’s Village dibatasi pertemuan anak asuh dengan keluarga menjadi dua kali dalam satu tahun dengan alasan kepentingan perkembangan anak. Namun dalam pelaksanaannya, pihak keluarga terlalu sering bertemu dengan anak asuh yang berada di SOS Children’s Village mengakibatkan hilangnya fungsi keluarga di SOS Children’s Village. Hilangnya citra romantis antara ibu asuh dengan anak dan remaja. Akibat dari ketidak disiplinan peraturan ini mengakibatkan anak asuh merasa angkuh dan tidak mengakui ibu asuhnya sebagai ibu dan cenderung menciptakan kenakalan remaja.
Kesimpulan Maraknya masalah kasus kenakalan remaja dan resahnya masyarakat menjadi sebuah masalah sosial di saat ini. Namun lembaga kesejahteraan sosial anak menjadi salah satu campurtangan untuk menambah masalah kenakalan remaja jika tidak di atasi dengan benar sesuai dengan latar belakang penelitian. Tetapi terdapat hal yang menarik untuk diteliti dari ibu asuh dalam lembaga kesejahteraan sosial anak yang bernama SOS Children’s Village Jakarta, yang mana lembaga ini berhasil mendidik anak-anaknya hingga masuk perguruan tinggi dengan sistem yang menyerupa keluarga. Sistem seperti ini masih jarang ditemukan di lembaga lain. Sehingga menjadi hal penting untuk di teliti bagaimana peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja, dan kendala apa saja yang menghambat peran ibu asuh menangani kenakalan remaja. 15
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
5.1.1 Peran Ibu Asuh dalam Menangani Kenakalan Remaja Peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja adalah suatu cara yang sangat kompleks dan berkaitan satu sama lain dan berpengarush satu sama lain. Namun berkaitan dengan hasil temuan lapangan dan juga analisis yang sudah di sajikan, peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja menjadi mudah untuk dikelompokkan. Peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja adalah dengan memenuhi kebutuhan anak itu sendiri sebagai tindakan pencegahan (preventive). Kemudian diiringi dengan membentuk hubungan sosial dengan anak. Setelah terbentuk hubungan sosial dengan anak dan terpenuhinya kebutuhan anak berupa kebutuhan sosial dan psikologis. Ibu asuh dapat menggunakann cara-caranya sendiri dalam menangani kenakalan remaja yang merupakan tindakan penyembuhan (curative) dan hukuman (punishment) berdasarkan kenakalan yang dilakukan oleh anak asuh remaja. Memenuhi kebutuhan dasar anak ini adalah dengan cara prinsip asuh, asih, dan asah. Maksud dari asuh, asih, dan asah adalah memberikan asupan gizi yang baik untuk anakanaknya tanpa terkecuali dan kebutuhan biologis yang mendasar. Selain itu juga adanya fungsi pendidikan dalam setiap keluarga. Hal terakhir adalah ibu asuh harus berperan sebagai ibu pada umumnya agar anak merasa nyaman dengana adanya keluarga berupa ibu dan adikkakak sebagai keluarga. Konsep yang menyerupai Family Based Service (FBS),
yang
digunakan oleh SOS Children Villages ini merupakan konsep yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan dasar anak dan juga untuk menangani kenakalan remaja. Dalam tahap membentuk hubungan sosial dengan anak asuh adalah tak jauh dari pemenuhan kebutuhan bapak asuh juga. Ini yang disebut sebagai keterkaitan antara hubungan sosial dengan pemenuhan kebutuhan dasar, namun memang kebutuhan dasar adalah dengan adanya hubungan sosial dengan ibu. Dilihat dari analisa dan kasus, semua ibu asuh memenuhi kebutuhan biologis melebihi cukup, sehingga yang paling penting dalam menangani kenakalan remaja adalah memenuhi kebutuhan sosiologis dan kebutuhan psikologis berupa fungsi pendidikan terhadap anak asuh remaja. Kemudian cara ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja adalah dengan pola asuh otoritatif (authoritarian parenting). Dimana ketegasan menjadi hal yang penting dengan diiringi dengan keterbukaannya dengan anak. Jika dijabarkan turunan dari peran ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja, perpaduan tindakan pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat penting. Cara-caranya adalah memberi asupan gizi yang lebih dari cukup, seringnya komunikasi dan membetuk kepercayaan dari anak asuh, adanya ikatan emosional, dan mendidik etika dan moral pada anak asuh di waktu di saat-saat tertentu. Kemudian ketika 16
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
anak asuh remaja melakukan kenakalan remaja, tindakan ibu asuh adalah membentuk relasi hubungan yang positif lagi dengan anak hingga pendapatkan kepercayaan dan diiringi dengan resosialisasi etika dan moral. Untuk kasus tertentu bagi anak asuh remaja yang sangat sulit merubah perilaku, ibu asuh menggunakan cara kekerasan fisik, kekerasan verbal, pengabaian (neglect) dan membuat peraturan dan kesepakatan bersama anak, serta hukuman yang mendidik untuk anak dan remaja. Hal yang unik adalah pengabaian (neglect) dari ibu bukan menjadi pemicu kenakalan, justru menjadi solusi terakhir yang dilakukan ibu asuh bagi ibu asuh yang menggunakan pola asuh otoritatif. Namun dapat disimpulkan bahwa anak adalah mahluk sosial yang unik, dimana penanganannya bisa berbeda-beda berdasarkan latar belakang dan kasus anak. Sehingga tidak bisa membetuk cara penanganan kenakalan remaja yang baku sifatnya. Semua itu tergantung dari bagaimana tahap assessment ibu asuh terhadap anak asuh untuk mengidentifikasi anak. Selain itu peran ibu asuh dalam menanganan kenakalan remaja adalah sebuah proses, bukan tahapan. 5.1.2 Kendala Ibu Asuh dalam Menangani Kenakalan Remaja Kendala atau hambatan ibu asuh dalam menangani kenakalan remaja dibedakan menjadi beberapa hal. Yaitu dari pengasuhan dan dari lembaga. Dari pengasuhan kendalanya adalah faktor-faktor munculnya kenakalan remaja. Upayan pencegahan sudah dilakukan oleh ibu asuh. Sehingga untuk melihat kendala ibu asuh menangani kenakalan remaja, upaya penyembuhan dan hukuman menjadi titik pengamatan. Hasil pengamatan tersebut adalah adanya faktor sosial berupa pengaruh teman sebaya yang buruk dan pengaruh pengasuhan orang tua yang kurang tepat terhadap anak asuh. Kendala pengasuhan orangtua menyebabkan lemahnya hubungan ibu asuh dengan remaja. Sehingga pengaruh buruk pertemanan menjadi lebih besar yang menyebabkan munculnya kenakalan remaja. Adanya faktor biologis berupa jenis kelamin sebagai laki-laki dan faktor umur. Remaja laki-laki cenderung lebih memungkinkan kenakalan dibandingkan dengan remaja perempuan, disertai dengan umur mereka yang memasuki tahap remaja. Dimana remaja merupakan usia mencari jati diri dan dan rentan terhadap lingkungan yang buruk. Dari kedua teori besar ini diperkuat dengan teori Psikogenesis, yaitu kontrol diri remaja yang kurang kuat sehingga memicu kenakalan remaja. Hambatan dari lembaga jika dilihat dari analisa dan temuan lapangan adalah kurangnya peran pembina dalam memenuhi kebutuhan dasar anak dan remaja. Fungsi pembina menjadi besar ketika anak yang ibu asuh tangani mencapai sepuluh anak. Pembina dapat mengingatkan ibu asuh ketika terdapat masalah dengan anak asuh sebelum 17
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
penangananya terlambat. Pembina juga dapat menangani kenakalan remaja dan remaja jika ibu asuh juga menangani anak yang lain. Peran pembina menjadi sosok pendidik bagi anak asuh selain dari ibu asuh dan sebagai fungsi penengah ketika terdapat masalah di antara ibu asuh dengan remaja. Identitas keluarga menjadi penghambat ketika keluarga kandung dari anak asuh terlalu sering menemui anak asuhnya. SOS Children’s Village sudah membatasi pertemuan anak asuh dan remaja dengan keluarga kandung untuk kepentingan perkembangan anak asuh dan remaja. Bukan memutus hubungan dengan keluarga kandung. Ketidak jelasan identitas keluarga memicu kenakalan remaja dan penanganan yang sulit karena ibu asuh tidak diakui oleh anak asuh dan remaja. Tidak ada undang-undang dan hukum yang jelas di Indonesia untuk mengawasi dan memiliki hak asuh yang kuat demi kepentingan perkembangan anak. Mendidik dan mengasuh anak dengan cara otoritarian yang tegas. Ketegasan ini membutuhkan kekerasan verbal dan fisik yang mendidik bagi anak. tetapi Undang-Undang No.23 tentang perlindungan anak yang kurang jelas membuat ibu asuh ragu untuk menjalani tugasnya sebagai ibu. Dalam satu sisi merupakan pelanggaran, di sisi lain merupakan pengasuhan yang paling tepat saat ini. Saran 1. Karena usia remaja dengan permasalahan pencarian identitas diri ini tidak bisa di hindari, maka dibutuhkan adanya perhatian khusus untuk masa usia remaja dari pihak ibu asuh dan juga dari pihak pembina maupun lembaga. Pembuatan program kegiatan dan organisasi sosial remaja. Dengan organisasi dan adanya kegiatan yang remaja lakukan, akan terbatas pergaulan lingkungan sosial yang buruk. Meningkatnya rasa tanggung jawab remaja akan tugas-tugasnya hingga membetuk remaja menjadi semakin dewasa. SOS Children’s Village juga dapat mengawasi dan membentuk hubungan yang baik dan membetuk kepercayaan anak dan remaja dalam oragnisasi tersebut. Selain itu dalam organisasi tersebut SOS Children’s Village dapat melihat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak dan remaja. 2. Karena tekanan masalah yang ibu asuh hadapi terlalu berat dan mempengaruhi sikap dan penanganan dan juga hubungan relasi dengan anak yang memburuk, diperlukan adanya program yang bertujuan melepas tekanan (stress) ibu asuh. Dalam kurun waktu tertentu ibu asuh diberi waktu untuk cuti dan adanya penyegaran berupa hiburan dan rekreasi yang dapat meringankan tekanan yang ibu asuh rasakan. Tingkat stress yang tinggi dapat 18
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
menyebabkan salahnya penanganan dan kejenuhan. Salahnya penanganan dan kejenuhan dapat menyebabkan munculnya kenakalan remaja atau memperburuk perlaku kenakalan remaja karena hubungan yang kurang harmonis antara ibu asuh dengan remaja. 3. Program peningkatan kualitas pengasuhan. Kedua ibu asuh ini dinilai berhasil dalam menangani kenakalan remaja. Temuan ini dijadikan refrensi bagi ibu asuh yang lain dalam menangani kenakalan remaja yang mereka asuh. Karena kedua informan ini yang memiliki indikasi keberhasilan menangai kenakalan remaja, sementara ibu asuh yang lain masih belum tepat. Disertai dengan evaluasi dengan kurun waktu yang ditentukan. Seperti evaluasi mingguan atau bulanan dari SOS Children’s Village. Dalam setiap evaluasi akan menemukan permasalhan dan solusi yang dihasilkan dari sesama ibu asuh dan pembina. 4. Karena peran pembina menjadi salah satu yang dibutuhkan oleh ibu asuh. sehingga dibuatkannya SOP yang jelas dan lebih rinci untuk tugas pembina maunpun Ibu asuh sebagai jabatan yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar remaja. Adanya evaluasi dan penilaian dari pihak external dan internal untuk menilai kualitas pengasuhan dan kerja Ibu Asuh dan pembina sehingga bisa dipertanggung jawabkan dan dapat dipertimbangkan kembali permasalahan yang muncul pada anak dan remaja. 5. Undang-Undang tidak bisa di ubah oleh hanya satu lembaga saja, sehingga dibutuhkan dan dibuatnya forum Ikatan Lemabaga Kesejahteraan Sosial Anak Indonesia untuk membahas isu-isu nasional mengenai pengasuhan. Sehingga permasalahan akan dapat dicarikan solusi bersama dan solusi dapat digunakan oleh anggota ikatan LKSAIndonesia. Dalam forum ikatan tersebut mengangkat masalah undang-undang dan hak pengasuhan anak yang kurang kuat di Indonesia. Masalah, solusi, dan saran akan diajukan ke kementrian agar solusi dapat terbentuk dari
pekerja lapakan LKSA terhadap
pembaruan dan perbaikan undang-undang yang lebih tepat bagi kebutuhan perkembangan anak.
Kepustakaan SOS Children's Villages. (2014, 3 18). Retrieved 3 18, 2014, from http://www.sos.or.id/: http://www.sos.or.id/what-we-do The Convention on the rights of the Child. (2014, 5 21). Retrieved 5 21, 2014, from UNICEF: http://www.unicef.org/crc/files/Guiding_Principles.pdf
19
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014
Adeney, E. (2010). An Introduction to Lifespan Development. An Introduction to Lifespan Development, 5. Adi, I. R. (2005). Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Depok: FISIP UI Press. Haryanto, S. (2011, 4 10). Kenakalan Remaja. Retrieved 3 3, 2014, from http://belajarpsikologi.com/kenakalan-remaja/ Ida Nor Shanty, Suyahmo, Slaemt Sumarto. (2013). FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA ANAK KELUARGA BURUH PABRIK ROKOK DJARUM DI KUDUS. Unnes Civic Education Jurnal, 1. Kartono, D. K. (2002). patologi Sosial 2, kenakalan remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kirst-Ashman, K. K. (2007). Introduction to Social Work and Social Welfare. Belmont, USA: Nelson Education,Ltd. Kusmiyati. (2014, 7 9). Tiga Kebutuhan Dasar Anak: Asuh, Asih, Asah. Retrieved 6 12, 2014, from Liputan6: http://health.liputan6.com/read/633397/tiga-kebutuhan-dasar-anakasuh-asih-asah Muslich, A. (2013, 5 15). Memahami Fungsi Keluarga. Retrieved 5 12, 2014, from lib.umpo.ac.id: http://lib.umpo.ac.id/index.php/baca/konten/151/memahami-fungsikeluarga--oleh-drs-ahmad-muslichmsi Neuman, W. L. (2013). Metodologi penelitian sosial; pendekatan kualitatif dan kuantitatif E7. Jakarta: PT.Index. Paramita, Y. (1992). Peran Ibu Asuh di Panti Asuhan Yang Menggunakan Pola Asuhan Keluarga. Suatu Studi Deskriptif di Panti Asuhan SOS Desa Taruna Karya Bhakti Ria Pembangunan, 100-104. R-15. (2011, 7 22). Anak Terlantar Indonesia Masih 4,8 Juta. Retrieved 3 10, 2014, from Suarapembaruan: http://www.suarapembaruan.com/home/anak-terlantar-indonesiamasih-48-juta/9288 Santrock, J. W. (1995). Life-Span Development, 5 E. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga. Sudrajat, T. (2008, 6 5). Kurangnya ''Pengasuhan'' di Panti Asuhan. Retrieved 5 8, 2013, from http://www.kemsos.go.id/: http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=674
20
Peran ibu asuh dalam..., Saifullah Fil Ardhi, FISIP UI, 2014