UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN HIPOTERMIA TERHADAP PROGRESIVITAS KERUSAKAN SEL OTOT TUNGKAI KELINCI SEBELUM, SELAMA DAN SESUDAH GOLDEN PERIODE PADA ISKEMIA TUNGKAI AKUT
TESIS
M ALI SHODIQ 1106142532
PROGRAM STUDI ILMU BEDAH TORAKS KARDIO VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA NOVEMBER 2014
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN HIPOTERMIA TERHADAP PROGRESIVITAS KERUSAKAN SEL OTOT TUNGKAI KELINCI SEBELUM, SELAMA DAN SESUDAH GOLDEN PERIODE PADA ISKEMIA TUNGKAI AKUT
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular
M ALI SHODIQ 1106142532
PROGRAM STUDI ILMU BEDAH TORAKS KARDIO VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA NOVEMBER 2014
ii
iii Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
iv Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur dan pujian alhamdulillah kepada Allah SWT atas berkat rahmatNya penulis telah menyelesaikan tesis ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Spesialis pada Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, ingin menyampaikan hormat dan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. dr. Jusuf Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV(K), MARS, selaku pembimbing materi dan Dr. dr. Fathema D Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV(K) selaku pembimbing metodologi, yang senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk yang sangat berarti sehingga tesis ini dapat diselesaikan, dan penulis dapat mendalami dan memahami materi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dr. Dicky Fachri, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Budi Rahmat, Sp.BTKV(K), dr. Muhammad Arza P, Sp.BTKV(K), selaku dewan penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan demi penyempurnaan tesis ini. 2. dr. Evelina, Sp.PA dari laboratorium patologi anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo yang memberikan pendampingan saat pemeriksaan histopatologi preparat dalam penelitian ini. 3. drh. Wien Winarno dari bagian LITBANGKES departemen kesahatan hewan percobaan dan toksikologi yang memberikan pendampingan saat perawatan dan perlakuan hewan percobaan dalam penelitian ini. 4.
Rektor Universitas Indonesia, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan dokter Spesialis dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan dokter Spesialis dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
v Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
6.
Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, atas kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat bekerja sekaligus menimba ilmu di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo.
7.
Direktur Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta, atas kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat bekerja sekaligus menimba ilmu di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
8.
Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, atas kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat bekerja sekaligus menimba ilmu di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.
9.
Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta, atas kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat bekerja sekaligus menimba ilmu di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta.
10. Kepala Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusuma Jakarta atas kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat bekerja sekaligus menimba ilmu di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusuma Jakarta khususnya di bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular. 11. Dr. dr. Jusuf Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV, MARS selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan dokter spesialis bedah toraks kardio vaskular. 12. dr. Tarmizi Hakim, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Maizul Anwar, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arinto Bono Adjie, Sp.BTKV(K), dr. Dudy A Hanafy, Sp.BTKV(K), dr. Sugisman, Sp.BTKV(K) dan dr. Dicky A Wartono, Sp.BTKV(K), dr. Amin Tjubandi, Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang
vi Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah jantung dewasa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS PJN Harapan Kita Jakarta 13. dr. Dicky Fachri, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Pribadi W Busroh, Sp.BTKV(K), dr. Budi Rahmat, Sp.BTKV(K) dan dr. Salomo Purba, Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu Bedah Jantung Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS PJN Harapan Kita Jakarta. 14. dr. Agung Wibawanto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Frans Barna Busro, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Muhammad Arman, Sp.BTKV(K) dan dr. Susan H Meity, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks dan bedah pembuluh darah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS Pusat Persahabatan Jakarta. 15. dr. Wuryantoro, Sp.B, Sp.BTKV(K), dan dr. Suprayitno, Sp.BTKV(K), dr. Dhama Shinta, Sp.BTKV(K), dr. Muhammad Arza P, SpBTKV(K), yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 16. dr. Marsono Tabrani, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Andreas A Lensoen, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Wijoyo Hadi Mursito, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arief Widya Taufiq, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS Pusat Angkatan Darat Jakarta. 17. Prof. Dr med. Puruhito, dr, Sp.BTKV(K), Prof. Dr. Dr med. Paul Tahalele, dr, Sp.BTKV(K), dr. Agung Prasmono, Sp.BTKV(K), dr. Heroe Soebroto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Yan Efrata Sembiring, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Oky Revianto, Sp.BTKV(K) dan dr. Arief Rakhman Hakim, Sp.BTKV(K) selaku
vii Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
guru yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 18. Istri tercinta Eko Retno P. SE yang selalu setia mendampingi dalam suka dan duka, dan selalu berdo’a agar penelitian ini dapat terselesaikan dan berjalan lancar. 19. Anak-anakku tersayang, Daniswara Laksmi BR, Isna Ya Habibah BR, dan Mohammad Azzam Mas’udi yang menjadi inspirasi dan motivasi dalam mengerjakan tesis ini. 20. Seluruh rekan residen dan karyawan di lingkungan bedah toraks kardio vaskular RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, RS Pusat Persahabatan, RSUD Dr Soetomo Surabaya dan RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, yang telah banyak membantu selama masa pendidikan ini 21. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
Jakarta, Desember 2014
M Ali Shodiq
viii Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
ix Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
ABSTRAK Nama : M Ali Shodiq Program studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular Judul : Peran Hipotermi Terhadap Progresivitas Kerusakan Sel Otot Kelinci Sebelum, Selama dan Sesudah Golden Periode pada Iskemia Tungkai Akut.
Latar belakang : Iskemia tungkai akut merupakan salah satu kegawatan yang dapat dihadapi oleh setiap ahli bedah, dimana perlu pananganan segera untuk menghentikan ancaman kerusakan jaringan yang terus berjalan sampai kejadian iskemik dapat teratasi. Hipotermia dapat mempengaruhi langkah-langkah awal dalam proses apoptosis termasuk menghambat aktivasi enzim caspase, mempertahankan fungsi mitokondria, menurunkan rangsangan neurotransmitter, dan menurunkan metabolisme. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kerusakan sel jaringan otot pada iskemia tungkai akut yang diberikan perlakuan hipotermi dan yang tidak diberikan perlakuan hipotermi sebelum, selama dan sesudah golden periode iskemia. Metode : Penelitian ini merupakan experimental cohort study untuk melihat efek pemberian hipotermi terhadap kematian sel otot tungkai kelinci jenis New Zealand White (NZW) yang dilakukan ligasi pada arteri iliaca comunis (iskemia akut). Hasil : Pada penelitian ini bahwa iskemia otot tungkai kelinci pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 telah terjadi kerusakan sel sebanyak 48,8%, 74,4% dan 93.3%, dengan perbandingan jam ke 4 dengan jam ke 6 dan jam ke 6 dengan jam ke 12 menunjukkan hasil signifikan (p = 0.024) dan (p = 0.027). Perlakuan hipotermia dapat menghambat laju kerusakan sel pada iskemia tungkai akut, pada penelitian ini perbandingan antara kelompok iskemi saja dengan iskemi dan hipotermi pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 menunjukkan hasil yang signifikan ( p < 0.005) Simpulan : Semakin lama waktu iskemi pada iskemia tungkai akut, semakin banyak kerusakan sel terjadi. Hipotermi dapat mengahambat laju kerusakan sel pada iskemia tungkai akut. Kata kunci : Iskemia tungkai akut, hipotermi, kematian sel.
x Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
ABSTRACT
Name: M Ali Shodiq Study program: Cardiovascular Thoracic Surgical Residency Title: THE ROLE OF HYPOTHERMIA IN THE PROGRESSION OF MUSCLE CELL DAMAGE OF THE RABBIT LIMB BEFORE, DURING, AND AFTER THE GOLDEN PERIOD OF ACUTE LIMB ISCHEMIA. Background: Acute limb ischemia is one of the emergency cases that every surgeon must face. These cases require urgent management in stopping the threat of ongoing tissue damage before appropriate treatments can be done to resolve the ischemic events. Hypothermia may affect the early processes of apoptosis, including maintaining mitochondrial function, lowering the neurotransmitter stimulation, and decreasing metabolism rate. Objective: This paper is aimed to determine the differences between muscle tissue cell damage in acute limb ischemia that is given the treatment of hypothermia and that is not. The effect of hypothermia given before, during, and after the golden period of ischemia is also observed. Methods: This study is an experimental cohort study to see the effects of hypothermia on the muscle cell death types of the limb conducted on New Zealand White rabbits (NZW) with the ligation of the common iliac artery (acute ischemia). Results: Cell damage due to muscle ischemia in the rabbit leg was observed at 4 hours, 6 hours, and 12 hours with cell damage occurring as much as 48.8%, 74.4%, and 93.3%, respectively, with differences in the 4th hour to the 6th hour and 6th hour to 12th hour showing significant results (p = 0.024) and (p = 0.027). Treatments using hypothermia showed that it has an effect on inhibiting the rate of cell damage in acute limb ischemia. In this study, the comparison between groups experiencing ischemia without hypothermic interventions and the groups with hypothermic interventions showed significant results at the 4 th hour, 6th hour, and 12th hour (p <0.005). Conclusion: The longer period of ischemia that is experienced in acute limb ischemia, the more cells that are damaged. Hypothermia can inhibit the rate of cell damage in acute limb ischemia. Keywords: acute limb ischemia, hypothermia, cell death.
xi Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
DAFTAR ISI Halaman Judul……………………………………………………............ i Halaman Pernyataan Orisinalitas……………………………………......... ii Surat Pernyataan……………………………………………………........... iii Halaman pengesahan…………………………………………………........ iv Ucapan Terima Kasih…………………………………………………....... v Pernyataan Persetujuan Publikasi………………………………………..... vi Abstrak…………………………………………………………………….. vii Abstract…………………………………………………………………..... viii Daftar isi …………………………………………………………………... xii Daftar Tabel………………………………………………………………... xiv Daftar Gambar……………………………………………………………... xv Daftar Lampiran.................................................................................. xvi BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………... 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………...... 1 1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………..... 2 1.3. Hipotesis…………………………………………………………….... 3 1.4. Tujuan Penelitian…………………………………………………...... 3 1.4.1. Tujuan umum………………………………………………........ 3 1.4.2. Tujuan khusus………………………………………………....... 3 1.5. Manfaat Penelitian………………………………………………......... 3 1.6. Keaslian Penelitian………………………………………………........ 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….... 6 2.1. Iskemia Tungkai Akut……………………………………………........ 6 2.1.1. Patofisiologi iskemia tungkai akut……………………………....7 2.1.2. Klasifikasi iskemia tungkai akut……………………………....... 8 2.1.3. Komplikasi iskemia tungkai akut……………………………..... 9 2.1.3.1. Respon inflamasi lokal………………………………..... 9 2.1.3.2. Respon inflamasi sistemik…………………………........ 11 2.2. Mekanisme Kematian Sel Otot…………………………………........... 12 2.2.1. Apoptosis……………………………………………………...... 12 2.2.2. Autofagi……………………………………………………........ 13 2.2.3. Nekrosis……………………………………………………….... 14 2.3. Hipotermi…………………………………………………………….... 15 2.4. Kerangka Teori……………………………………………………....... 18 2.5. Kerangka Konsep…………………………………………………........ 18 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN……………………………........ 19 3.1. Desain Penelitian…………………………………………………........ 19 3.2. Populasi dan Sampel………………………………………………...... 19 3.2.1. Populasi……………………………………………………….....19 3.2.2. Besar Sampel………………………………………………….... 20 3.3. Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………………….......... 20 3.4. Variabel Penelitian…………………………………………………...... 21 3.4.1. Variabel bebas……………………………………………….......21
xii Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
3.4.2. Variabel tergantung………………………………………….......21 3.5. Alat dan Bahan Penelitian…………………………………………....... 21 3.6. Bagan dan Alur Penelitian…………………………………………...... 23 3.7. Definisi Operasional………………………………………………....... 23 3.7.1. Kelinci New Zealand White…………………………………...... 23 3.7.2. Iskemia tungkai akut…………………………………………..... 24 3.7.3. Hipotermi……………………………………………………...... 24 3.7.4. Kematian sel…………………………………………………..... 24 3.7.5. Kriteria skor…………………………………………………...... 24 3.7.5.1. Nekrosis……………………………………………….... 24 3.7.5.2. Peradangan jaringan otot……………………………...... 24 3.8. Analisis Statistik……………………………………………………..... 25 3.9. Etika Penelitian……………………………………………………....... 26 BAB 4. HASIL PENELITIAN………………………………………….... 27 BAB 5. PEMBAHASAN………………………………………………...... 33 5.1. Pembahasan………………………………………………………….....33 BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….... 36 6.1. Simpulan……………………………………………………………..... 36 6.2. Saran………………………………………………………………....... 36 Kepustakaan……………………………………………………………....... 37
xiii Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Waktu kritis iskemia jaringan………………………….......................
8
Tabel 2.2 Klasifikasi iskemia tungkai akut………………………………............. 9 Tabel 2.3. Klasifikasi hipotermi berdasarkan penurunan suhu tubuh ..................
16
Tabel 4.1. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Kontrol sel nekrosis dan sel radang/makrofag meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum……............................................................................... 28 Tabel 4.2. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Perlakuan I sel nekrosis dan makrofag meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum…………........................................................................ 28 Tabel 4.3. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Perlakuan II sel nekrosis dan sel radang meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum……………..................................................................... 28 Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas data sel nekrosis dan sel radang……………….... 29 Tabel 4.5. Hasil Analisa Statistika Perbandingan Kelompok Kontrol antara iskemi jam ke 4 dan jam ke 6, jam ke 4 dan jam ke 12……………….. 30 Tabel 4.6. Hasil Analisa Statistika Perbandingan pada Kelompok Perlakuan I antara jam ke 4 dan jam ke 6, jam ke 4 dan jam ke 12……………...... 30 Tabel 4.7. Hasil Analisa Statistika Perbandingan pada Kelompok Perlakuan II jam ke 4 dan jam 6, jam ke 4 dan jam ke 12…………………….….... 30 Tabel 4.8. Hasil Analisa Perbandingan sel nekrosis dan sel radang antar kelompok, yaitu Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan I pada jam ke 4, pada jam ke 6 dan pada jam ke 12………………….... 31 Tabel 4.9. Hasil Analisa Statistika Perbandingan sel nekrosis dan sel radang antar kelompok, yaitu Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan II pada jam ke 4, pada jam ke 6 dan pada jam ke 12……… 31 Tabel 4.10. Prosentase kerusakan sel pada masing-masing kelompok pada jam ke 4, jam ke 6, dan jam ke 12………………………………………..... 32
xiv Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob…………………………....
10
Gambar 2. Apoptosis melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik……………………..
13
Gambar 3. Proses autofagi…………………………………………………….....
14
Gambar 4. Proses nekrosis……………………………………………………….
15
Gambar 5. Grafik kebutuhan oksigen terhadap penurunan suhu tubuh……….....
16
Gambar 6. Jaringan otot nekrosis dan sel radang………………………………..
25
xv Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar hasil sediaan otot masing-masing kelompok perlakuan. Lampiran 2. Foto penelitian. Lampiran 3. Ethical Clearence
xvi Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Iskemia tungkai merupakan kejadian dimana ekstremitas kekurangan aliran darah. Gejala yang timbul dipengaruhi oleh beratnya hipoperfusi yang terjadi, bisa bersifat akut maupun kronis.1 Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Trans Atlantic Inter-Society Consensus (TASC) tahun 2011 pada populasi masyarakat umum usia 55-60 tahun didapatkan prevalensi Peripheral Artery Disease (PAD) sebesar 10% dan meningkat 5% setelah usia diatas 60 tahun.2,3 Iskemia tungkai akut/Acute limb ischemia (ALI) merupakan salah satu kegawatan yang dapat dihadapi oleh setiap ahli bedah, dimana perlu pananganan segera untuk menghentikan ancaman kerusakan jaringan yang terus berjalan sampai kejadian iskemik dapat teratasi. Penyebab ALI meliputi emboli, trombosis, diseksi dan trauma. 4,5 Penatalaksanaan yang terpenting untuk penyakit ini adalah ketepatan mulai dari mengenali penyebab, penegakan diagnosis, dilanjutkan dengan pemulihan segera aliran darah ke ekstremitas yang mengalami iskemia untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan ektremitas, resiko amputasi dan cedera reperfusi pada organ lain sebagai akibat lanjutan yang bersifat sistemik.6 Gejala yang muncul akibat iskemia pada kasus-kasus oklusi parsial biasanya diawali oleh gejala claudicasio intermitten, apabila proses ini berjalan terus menerus maka gejala iskemia akan makin berat dan selanjutnya terjadi iskemia kritikal yang ditandai munculnya gejala 5P, yang merupakan tanda adanya ancaman oklusi total. Akibat yang terjadi dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan kerusakan reversible atau irreversible pada otot rangka, saraf perifer dan jaringan lain yang terdapat pada kompartemen organ
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
2
tersebut. Kerusakan irreversible pada masing-masing organ dapat berbeda-beda, mulai dari 4 jam sampai dengan 4 hari setelah iskemia akut.7 Derajat sumbatan pembuluh darah dan lamanya iskemi merupakan faktor penting, sehingga disebutkan ada periode emas (golden periode) yaitu 6 sampai 8 jam pada iskemia berat/oklusi total, setelah itu terjadi kematian seluler yang bersifat irreversible. Angka amputasi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah pada tungkai telah dilaporkan sebanyak 15% sampai 40% kasus dari seluruh kasus kelainan kardiovaskuler, dengan tingkat kematian 25% sampai 50%.7,8 Hipotermia dapat mempengaruhi langkah-langkah awal dalam proses apoptosis termasuk menghambat
aktivasi
enzim
caspase,
mempertahankan
fungsi
mitokondria dan menurunkan rangsangan neurotransmiter. Pada penelitian Michael Frink, hipotermia dapat menurunkan cedera jaringan, namun demikian proses apoptosis tetap berlanjut perlahan hingga 3 hari. Karena keterlambatan proses apoptosis, modulasi kaskade apoptosis dapat berfungsi sebagai target terapi pada tahap awal manajemen trauma dengan tujuan untuk mencegah kerusakan tambahan.9 Besarnya konsumsi oksigen suatu jaringan merupakan indeks dari status metabolisme total jaringan tersebut yang digambarkan dengan besarnya aliran sirkulasi. Pada kondisi hipotermi, metabolisme suatu jaringan dapat terjadi penurunan, hal ini terjadi karena adanya penghambatan enzym heksokinase, penurunan transfer substrat transmembran sel dan penurunan aktivitas reseptor insulin dijaringan tersebut.10 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui lebih lanjut manfaat hipotermia untuk menghambat kematian sel serta kaitannya terhadap kematian jaringan pada percobaan iskemia tungkai akut. 1.2 RUMUSAN MASALAH Apakah ada perbedaan kerusakan sel jaringan otot pada iskemia tungkai akut yang diberikan perlakuan hipotermi dan yang tidak dilakukan perlakuan hipotermi sebelum, selama dan sesudah golden periode iskemia.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
3
1. 3 HIPOTESIS 1. Semakin lama waktu iskemia otot tungkai semakin tinggi kerusakan sel jaringan otot terjadi. 2. Hipotermi dapat menurunkan kerusakan sel jaringan otot yang mengalami iskemia akut. 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan kerusakan sel jaringan otot pada iskemia tungkai akut yang diberikan perlakuan hipotermi dan yang tidak diberikan perlakuan hipotermi sebelum, selama dan sesudah golden periode iskemia. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui apakah ada perbedaan jumlah kematian sel otot tungkai yang terjadi iskemia saja sebelum, selama dan sesudah golden periode. 2. Mengetahui apakah ada perbedaan jumlah kematian sel otot tungkai yang terjadi iskemia yang diberikan hipotermia sebelum, selama dan sesudah golden periode. 3. Mengetahui apakah ada perbedaan banyaknya kematian sel otot tungkai yang terjadi iskemia saja dibandingkan dengan iskemia dan hipotermi sebelum, selama dan sesudah golden periode. 1.5 MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi ilmu pengetahuan : Menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang bedah thoraks kardio dan vaskular. 2. Bagi Peneliti : Dapat menambah pengetahuan dalam bidang bedah thoraks kardio dan vaskular, dan keterampilan dalam menyusun suatu karya ilmiah, serta dapat memenuhi persyaratan dalam pendidikan spesialis bedah thoraks kardio dan vaskular.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
4
3. Bagi pelayanan masyarakat : Dapat ditingkatkannya kualitas pelayanan tatalaksana iskemia tungkai akut oleh bedah thoraks kardio dan vaskular. 1.6 KEASLIAN PENELITIAN Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan antara lain : Penulis
Judul/Penerbit
Hasil
Michael
The Impact of Hypothermia on
Protective molecular
Frink et al.
Molecular Mechanisms
mechanisms of
Review
following Major Challenge.
hypothermia on apoptosis and
Article
Department for Experimental
the posttraumatic immune
Trauma Surgery, Technical
response
University of Munich, Munchen, Germany. 2 January 2012.9 Lijun Xu et
Mild Hypothermia Reduces
Mild hypothermia (33°C)
all.
Apoptosis of Mouse Neurons In significantly reduced the
experimental Vitro Early in the Cascade.
number of morphologically
study in vitro Neurology and Neurological
apoptotic neurons to less than
Sciences, and the Stroke Center, half the number seen in University School of Medicine, normothermic culture Stanford, California, U.S.A. 11
Hananto A
temperatures (37°C) after 48
2002.
hours.
Alternatif Baru Mekanisme
Pada iskemia tungkai akut, ET-1
Kematian Sel pada Iskemia
diduga mempunyai peran
Tungkai Akut : Peran endotelin- penting dalam mengatur 1 dalam regulasi terhadap
MCPIP, Beclin-1 dan caspase 3.
monocyte chemoattractant
Jalur tersebut merupakan suatu
protein induced protein, beclin-1 alternatif baru suatu mekanisme dan caspase 3.12
kematian sel.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
5
Mirto N.
Mild Hypothermia Reduces
Prandini et
Polymorphonuclear Leukocytes
all.
Infiltration in Induced Brain
Hipothermi dapat menghambat infiltrasi polymorphonuclear leukocytes (PMNL), mild
Inflamation. June 2005.13
hipotermi mempunyai efek neuroprotektif dengan menghambat proses reaksi inflamasi.
Dari penelitian sebelumnya yang sudah dicari peneliti sejauh ini, tidak ditemukan penelitian yang sama dengan yang dilakukan oleh peneliti, sehingga penelitian ini merupakan penelitian pertama.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISKEMIA TUNGKAI AKUT Iskemia tungkai akut (ALI) didefinisikan sebagai penurunan cepat atau tiba-tiba perfusi ekstremitas yang mengancam kelangsungan hidup tungkai.13 ALI merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer ini ditandai dengan adanya penyempitan, obstruksi lumen atau putusnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah menuju organ yang berada dibagian distal pembuluh darah akan berkurang atau berhenti sehingga terjadi iskemia.14 Penyebab ALI meliputi emboli, trombosis, deseksi dan trauma.4,5 Setiap tahun jumlah penderita PAD semakin meningkat. Survei yang dilakukan di Amerika Utara, diperkirakan terdapat 27 juta orang yang menderita PAD. Sekitar 100.000 orang setiap tahun detemukan kasus baru PAD di Inggris. Hanya 40% yang bermanifestasi secara klinis pada seluruh kasus PAD, seperti gejala klaudikasio intermiten sampai iskemia tungkai kritis (CLI).15 Angka prevalensi PAD meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada pasien yang berusia kurang dari 60 tahun, prevalensi PAD adalah 10%, sedangkan pada pasien diatas 70 tahun prevalensinya meningkat lebih dari 15%.2,3 Salah satu gejala klinis oleh karena adanya gangguan aliran darah ke bagian distal adalah klaudikasio intermiten, berupa rasa tidak nyaman, nyeri, pegal atau kram yang dialami oleh penderita saat melakukan aktifitas, keluhan ini akan berkurang atau menghilang bila penderita istirahat.4 Gejala lain yang muncul pada pasien PAD selain klaudikasio intermiten adalah critical limb ischemic (CLI), bisa berupa akut maupun kronik. CLI yang kronik ditandai dengan adanya gejala nyeri tungkai yang tidak menghilang walaupun dalam keadaan istirahat (rest pain), biasanya pada tahap ini oleh karena pembuluh darah yang terganggu terdapat diperifer, sering didapatkan adanya tanda lesi pada tungkai pasien berupa ulkus maupun gangren.12,13 CLI akut terjadi akibat adanya
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
7
oklusi pembuluh darah arteri yang berat, sehingga menyebabkan aliran darah menuju ke ekstremitas menurun. Jika oklusi telah terjadi secara total, keadaan ini disebut sebagai ALI. Akibat yang terjadi adalah kebutuhan oksigenasi untuk metabolisme jaringan tidak terpenuhi oleh jumlah perfusi, akibatnya dapat mengancam viabilitas ekstremitas.17 Iskemia tungkai akut memiliki gejala klinis yang berkaitan dengan lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah dan penurunan aliran darah. Tanda klinis yang dapat ditemukan antara lain nyeri, denyut nadi hilang pada bagian distal oklusi, kulit dingin atau pucat, waktu pengisian pembuluh darah kapiler memanjang, persepsi sensoris menurun atau hilang, serta kelemahan otot atau paralisis. Gejala dan tanda klinis ini disebut sebagai
“five P” : pain, pulse-lesness, pallor,
paresthesia, dan paralysis.12,16 Terapi ALI adalah revaskularisasi, dengan operasi bedah pintas (by-pass), embolektomi atau trombektomi yang merupakan prosedur pilihan untuk menyelamatkan tungkai (limb saving) dan memperbaiki kesintasan.16 2.1.1 Patofisiologi Iskemia Tungkai Akut Patofisiologi ALI adalah karena terhentinya suplai oksigen serta nutrisi pada organ yang terdapat dalam kompartemen secara akut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aliran darah menuju tungkai pada ALI, seperti adanya trombus yang menghambat aliran darah, emboli pada pasien-pasien penyakit jantung (atrial fibrilasi, endokarditis), trauma (tumpul atau tajam), deseksi arteri (pasien hipertensi).8,12 Saat ALI terjadi, penurunan aliran darah terjadi secara progresif sehingga gradien tekanan meningkat, selanjutnya perfusi pada bagian distal tidak dapat dipertahankan karena tekanan menurun. Setelah perfusi menurun mengakibatkan metabolisme otot tidak tercukupi, sehingga terjadi penumpukan metabolit lokal seperti nitrit oxide (NO), adenosin, ion hidrogen dan elektrolit. NO menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer dan menurunkan tekanan mikrosirkulasi. Selain itu tekanan intramuskular pada saat aktivitas meningkat dan besarnya peningkatan tekanan ini melebihi tekanan arteri dibagian distal dari oklusi UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
8
sehingga aliran darah berkurang. Jika aliran darah yang melalui kolateral dapat memenuhi kebutuhan metabolisme, maka gejala ALI mirip dengan kaludikasio intermitten walaupun pada arteri utama sudah terjadi oklusi total.7,12,13 Progresivitas kerusakan jaringan yang mengalami iskemia akan terus berlangsung sampai dengan terjadinya kematian sel yang berakhir pada nekrosis jaringan. Toleransi lamanya iskemia terhadap kerusakan suatu jaringan bervariasi, tergantung pada jenis jaringan berdasarkan tingkat metabolisme dan adanya kolateral pembuluh darah. Secara umum masing-masing jaringan mempunyai toleransi terhadap lamanya iskemia (tabel 1).7,16 Tabel 1. Waktu kritis iskemia jaringan.7
(The pathophysiology of skeletal muscle ischemia and the reperfusion syndrome. Cardiovascular Surgery. 2002; Vol. 10; No. 6; pp. 620–630.)
2.1.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut Klasifikasi ALI menurut Intenational Society for Cardiovascular Surgery (ISCVS) menjadi tiga kelas : Kelas I. Tungkai masih viable dan masih akan tetap hidup walaupun tanpa adanya intervensi, kelas II. Tungkai dalam kondisi terancam (iskemik) dan memerlukan revaskularisasi untuk menyelamatkan viabilitas tungkai, kelas III. Tungkai dalam keadaan iskemia yang irreversible dan infark yang mana tungkai tidak dapat diselamatkan kembali (tabel 2).4
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
9
Tabel 2. Klasifikasi iskemia tungkai akut.4
(From Rutherford RB, Baker JD et al, Recomended standards for reports dealing with lower extremity ischemia revised version, J Vasc Surg, 1997;26-517-538)
Klasifikasi ALI ditetapkan berdasarkan tingkat kegawatan dari derajat iskemia, sehingga dapat membantu menentukan waktu dan pilihan terapi yang mempengaruhi terhadap keberhasilan terapi.4,7 2.1.3 KOMPLIKASI ISKEMIA TUNGKAI AKUT 2.1.3.1 Respon Inflamasi Lokal Jaringan yang mengalami iskemik akan diikuti respon inflamasi yang dapat memperburuk cedera lokal. Namun, Belkin et al. dengan menggunakan model tourniquet mereka menyimpulkan bahwa yang menyebabkan kematian otot adalah lamanya iskemia, bukan akibat cedera reperfusi. Mereka mengamati pada otot anjing yang dilakukan ligasi hingga iskemia, setelah 0-24 jam pasca-reperfusi tidak menemukan perkembangan apapun pada jaringan otot selama periode ini. Pernyataan ini mirip dengan temuan lain pada hewan yang dilakukan pemasangan tourniquet.7,17 Pemicu respon inflamasi adalah kerusakan sel pada jaringan, kemungkinan besar berasal dari lisisnya sel otot. Reaksi inflamasi ini diperlukan oleh tubuh untuk membersihkan jaringan yang rusak dan memulai penyembuhan. Produk jaringan yang rusak akan mengaktifkan sistem pembekuan intrinsik, sehingga dapat menghambat trombosis vena dan spasme pembuluh darah di arteriol. Aktivasi sistem koagulasi ini dapat memperburuk kerusakan mikrovaskuler yang sudah ada, sehingga memperberat tingkat kerusakan otot. Akibat lain adalah kebocoran kapiler dan peningkatan tekanan interstitial. Jika peningkatan tekanan interstitial melebihi tekanan mikrosirkulasi, maka aliran darah akan terhambat. Data
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
10
penelitian eksperimental dan klinis membuktikan bahwa pengaruh aktivasi mediator inflamasi terhadap sistem koagulasi terbukti pada pemberian heparin dosis tinggi akan menurunkan perubahan permeabilitas, meningkatkan aliran kolateral dan menurunkan tingkat demarkasi iskemik.18-20 Penelitian yang dilakukan Hayes et al. iskemia otot gracilis anjing menunjukkan hubungan erat antara nekrosis pada otot dan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP). Mereka menemukan bahwa pada awalnya glikogen miosit dan kreatin fosfat akan menipis karena dibutuhkan untuk pembuatan ATP, setelah interval iskemik berlanjut, penurunan jumlah ATP berkorelasi erat dengan memburuknya nekrosis otot. Setelah 6 jam iskemia, jumlah ATP yang tersisa sebanyak 20% dari preischemic, tetapi otot telah mengalami nekrosis secara lengkap.21 Peneliti lain telah menegaskan yang sama bahwa setelah 4-6 jam iskemia otot terjadi perubahan yang ireversibel.22-24 Labbe et al. menggunakan model yang mirip dengan Hayes mencatat bahwa nekrosis otot lebih besar pada bagian tengah otot.25 Petrasek dkk. berpendapat bahwa durasi iskemia dan jenis jaringan adalah penentu beratnya kerusakan anatomi dari cedera iskemik. Selain itu, mereka menyimpulkan bahwa hipotermi memiliki efek perlindungan kerusakan yang lebih berat dari pada suhu kamar (Gambar 1).26 Gambar 1. Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob.
(The Journal of Experimental Biology 204, 3171–3181. 2001)
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
11
2.1.3.2 Respon Inflamasi Sistemik Ada kesepakatan yang sama oleh hampir semua peneliti bahwa perubahan mikrosirkulasi berkorelasi dengan durasi iskemia. Semakin lama durasi iskemia, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan edema interstitial semakin progresif.24 Studi tentang perubahan mikrosirkulasi oleh Hammersen et al, ketika otot rangka mengalami iskemia selama 3 jam, terjadi edema endothel yang berat, penurunan jumlah leukosit dan trombosit, serta ditemukan sel darah merah yang terjepit erat dalam lumen kapiler.7,25 Respon inflamasi sistemik telah diamati pada tahun 1960 oleh Haimovici, akibat kematian pasiennya setelah reperfusi iskemik tungkai. Dia menyatakan bahwa gagal ginjal yang mengakibatkan kematian adalah karena mioglobin yang dilepaskan dari jaringan iskemik atau, jika tidak mioglobin maka faktor beracun lain yang terkait dengan kematian otot.6 Kajian literatur ditemukan tingkat kematian akibat reperfusi iskemik tungkai bawah rata-rata 25% dan kematian terutama terkait dengan kegagalan paru. Hal ini yang memberi penjelasan bahwa pasien dengan iskemia berat pada kaki menyebabkan respon inflamasi sistemik setelah reperfusi, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah secara keseluruhan dan tidak terlokalisasi pada satu organ, sehingga menyebabkan hilangnya cairan ke ruang ketiga.27 Proses pembekuan yang dipercaya bertanggung jawab terhadap perubahan sistemik, ternyata jauh lebih kompleks daripada aspek mekanik sederhana fibrinplatelet agregasi.28,29 Procoagulan, sebagai produk dari jaringan yang mati masuk kedalam sirkulasi sistemik, menghasilkan koagulopati sistemik. Aktivasi faktor XII akan mengaktifkan mediator inflamasi paralel seperti histamin, komplemen, tromboksan dan bradikinin. Kebocoran pada endotelium pembuluh darah mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga cairan masuk ke ruang ketiga dan menyebabkan gagal organ multiple.30
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
12
2.2 MEKANISME KEMATIAN SEL OTOT Klasifikasi yang sering digunakan mengenai mekanisme kematian sel ada dua, yaitu : apoptosis dan necrosis.31,32 Autofagi, yang telah diusulkan sebagai model kematian sel ketiga, adalah proses dimana sel-sel menghasilkan energi dengan mencerna organel dan makromolekulnya sendiri. Autofagi dapat terjadi pada selsel yang tidak menerima nutrisi dalam waktu yang lama dan akhirnya mencerna substrat yang tersedia dan mati. Perbedaan antara apoptosis, nekrosis, dan autofagi meliputi cara kematian, morfologis, biokimia, dan keterlibatan molekuler.33 Kematian sel terprogram merupakan konsep penting yang dikendalikan secara genetik. Apoptosis dan autofagi adalah dua jenis dasar kematian sel yang terprogram. Sementara itu nekrosis, secara tradisional dianggap sebagai bentuk kematian sel yang disengaja.31,34 2.2.1. Apoptosis Morfologi sel yang mengalami apoptosis terlihat sebagai penyusutan sel dan intinya. Perbedaan antara nekrosis dan apoptosis adalah keterlibatan membran plasma dalam proses ini. Nekrosis ditandai adanya kerusakan membran plasma, sehingga cairan dan ion ekstraseluler masuk kedalam sel, sel lisis dan akhirnya mati.34 Pada apoptosis, membran plasma tetap utuh sampai akhir proses, dengan ciri utama terjadi pemecahan protein cytoskeletal oleh aspartat-spesifik protease, sehingga komponen subselular mengkerut. Karakteristik lainnya adalah kondensasi kromatin, fragmentasi inti, dan pembentukan blebs plasma membran.35 Aktivasi caspase pada apoptosis melalui dua jalur, yaitu melalui jalur reseptor yang berada dipermukaan sel dan jalur mitokondria. Pertama jalur reseptor diaktifkan oleh anggota tumor necrosis factor (TNF) yang berikatan dengan "reseptor kematian" pada membran sel, selanjutnya merangsang agregasi multiprotein, agregasi kompleks ini memicu aktivitas katalitik caspase 8. Kedua jalur mitokondria, interaksi antara anggota proapoptotik dan antiapoptotik dari keluarga Bcl2 setelah menerima sensor kerusakan intraseluler, inisiator dari jalur
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
13
ini termasuk peningkatan spesies oksigen reaktif, kerusakan DNA, denaturasi protein, dan hilangnya growth factor. Pada akhirnya menyebabkan permeabilitas mitokondria meningkat, sehingga terjadi pelepasan protein proapoptotic yang berakibat aktivasi caspase 8 dan caspase 9 yang memberi sinyal pembongkaran sel dengan denaturasi protein dan mengaktifkan DNA-se (Gambar 2).36,37 Gambar 2. Apoptosis melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik.
(Cell Injury, Cell Death, and Adaptations. Abbas AK, Philadelphia: Saunders, 2005p: 21)
2.2.2. Autofagi Kata autofagi berasal dari bahasa Yunani "phagy” (makan) "auto" (diri sendiri), pertama kali diamati dengan mikroskop elektron dimana terdapat struktur membran lisosom ada yang single dan ada yang ganda (berupa vesikel) yang mengandung partikel sitoplasma dan organela dalam berbagai tahap disintegration (Gambar 3).38 Kita sekarang memahami autofagi merupakan proses recycle sel terhadap kerusakan organela atau komponen makromolekul, hal ini merupakan respon adaptif sel terhadap stres subletal, seperti kekurangan gizi, sehingga sel memperoleh energi untuk bahan bakar.39 Tiga bentuk autofagi telah diketahui atas dasar bagaimana lisosom menerima materi untuk di degradasi. Pertama macroautophagy, kedua struktur double membrane (autophagosome) dan ketiga fusi dengan lisosom (opsonisasi).
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
14
Meskipun peran autofagi dalam kematian sel masih kontroversial, karena diakui sebagai respon adaptif, tetapi autofagi yang tak terkendali dapat menguras protein penting dan organel sel, seperti menghilangkan mitokondria yang rusak (yang dapat memicu apoptosis dengan menghasilkan spesies oksigen reaktif yang berlebihan), tanda-tanda kematian sel cara ini tidak ditemukan pada apoptosis.40 Gambar 3. Proses autofagi
(A Textbook of Histology, 11th ed. Philadelphia, WB Saunders,1986, p 17.)
2.2.3 Nekrosis Nekrosis biasanya dianggap sebagai bentuk kematian sel disengaja (tidak terprogram) yang terjadi akibat respon sel terhadap hipoksia akut atau cedera iskemik, seperti infark miokard dan stroke. Sel nekrosis dapat diamati dengan menggunakan mikroskopis cahaya atau elektron, dimana permukaan sel dan organelanya mengalami pembengkakan dan lisis, sehingga isi intraseluler keluar (Gambar 4). Nekrosis biasanya terjadi karena kegagalan metabolisme akibat menipisnya jumlah ATP, yang secara klasik terjadi karena ischemia. Proses yang sama dapat terjadi pada neoplasma ketika proliferasi sel melebihi angiogenesis, akibatnya terdapat kelompok sel yang iskemi dan akhirnya terjadi nekrosis. 41,42
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
15
Gambar 4. Proses nekrosis
(Cell Injury, Cell Death, and Adaptations. Abbas AK, Philadelphia: Saunders, 2005p: 9)
Mediator yang berhubungan dengan kejadian nekrosis adalah reaktif oksigen spesies (ROS), ion kalsium, poli-ADP-ribose polymerase (PARP), calpain dan cathepsins.42 PARP adalah enzim yang dibutuhkan untuk perbaikan DNA, yang dapat menguras cadangan ATP seluler. Dalam apoptosis, PARP mengalami pemecahan cepat sehingga cadangan ATP berkurang. ATP ini diperlukan untuk berbagai proses apoptosis, sehingga kekurangan ATP dapat menggeser proses apoptosis sel menjadi nekrosis. Pada cedera iskemia, penghambatan PARP dapat mengurangi nekrosis.5,42 2.3 HIPOTERMI Hipotermi didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh dibawah 35°C, hipotermi bukan merupakan suatu terapi, tetapi dapat membantu merubah status metabolisme organ tubuh. Peran hipotermi dibidang bedah kardiovaskular diamati oleh Mc Quiston dan Bigelow, dimana hipotermi dapat menurunkan kebutuhan oksigen suatu jaringan (jantung) sehingga sirkulasi dapat dihentikan secara aman dalam suatu rentang waktu. Lewis dan Tauffic pada tahun 1953 sukses melakukan operasi jantung terbuka dengan hipotermi melalui colling surface, yang
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
16
selanjutnya disempurnakan oleh Swan dan Lewis. Gollan berhasil melakukan percobaan hipotermi tubuh melalui perfusi extracorporeal.9 Klasifikasi hipotermi dibagi menjadi empat, yaitu : mild, moderate, severe dan profound (Tabel 3), pembagian ini berdasarkan pada besarnya hipotermi dapat menurunkan kebutuhan metabolisme pada kondisi normal suatu organ. 44 Tabel 3. Klasifikasi hipotermi berdasarkan penurunan suhu tubuh.44
(Protection and treatment of hypothermia in prehospital trauma care. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2011)
Konsumsi oksigen merupakan ukuran aktivitas metabolisme, sehingga besarnya penurunan hipotermi sebanding dengan tingkat penurunan kebutuhan oksigen (Gambar 5).44 Gambar 5. Grafik kebutuhan oksigen terhadap penurunan suhu tubuh.
(Kirklin JK., Hanley FL, at al. Morphology, diagnostic criteria, natural history, techniques, results, and indications in: Cardiac Surgery. Philadelphia: Saunders Elsivier; 2013)
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
17
Iskemia adalah salah satu penyebab utama hipoksia jaringan. Telah dilaporkan iskemia dapat menginduksi hipoxia inducible factor-1α (HIF-1α) diberbagai organ, termasuk otak, otot jantung, dan otot skeletal. Peran HIF-1α menurunkan sintesis protein selama hipoksia. Selain itu penurunan suhu juga menekan sintesis protein dalam sel pada kondisi hipotermia ringan seperti pada suhu 32-33°C, mekanisme ini memberikan kontribusi pada HIF-1α terhadap akumulasi protein selama hipoksia.44 Hipotermia adalah salah satu strategi yang paling efektif untuk memperpanjang toleransi kematian sel terhadap hipoksia. Efek perlindungan tersebut diberikan tidak hanya untuk mengurangi metabolisme, tetapi juga menghambat apoptosis, menurunkan disfungsi mitokondria, dan menurunkan radikal bebas.9 Bukti eksperimental menunjukkan keterlibatan HIF-1 dalam toleransi hipoksia sangat penting untuk preconditioning ischemic myocard, dan penurunan jumlah HIF-1 mengakibatkan hilangnya efek preconditioning iskemik pada tikus.44
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
18
2.4 KERANGKA TEORI Arteri : Trombosis, Obstruksi mekanik (ligasi arteri), Deseksi, Emboli.
Aliran darah ke ekstremitas ↓
Iskemia tungkai akut Nutrisi ↓ Hipoksia jaringan
Stress retikulum endoplasma
Autofagi
Metabolisme anaerob
(↓)
(↓)
Mediator inflamasi
Kerusakan mitokondria
Hipotermia
Kerusakan membran dan organela sel
Caspase 9
HIF-1α ↑
Apoptosis
Nekrosis sel otot Kematian sel ↓
2.5 Kerangka Konsep
Iskemia tungkai akut
Mediator inflamasi ↓ Caspase 9 ↓ HIF-1α ↑
+
Kematian sel otot ↓
Hipotermia
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan experimental cohort study untuk melihat efek pemberian hipotermi terhadap kematian sel otot tungkai kelinci jenis New Zealand White (NZW) yang dilakukan ligasi pada arteri iliaca comunis (iskemia akut). Kelinci dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol yang dilakukan iskemi saja (KK) dan kelompok kelinci perlakuan (KP) yang dilakukan iskemi dan diberikan hipotermia. Masing-masing kelompok kelinci akan dilakukan biopsi otot tungkainya pada jam ke empat, ke enam dan ke duabelas setelah iskemi. KK
Kelompok kontrol, kelinci NZW yang hanya dilakukan ligasi arteri iliaca comunis, selanjutnya digunakan sebagai kontrol dan dilakukan biopsi otot tungkainya pada jam ke empat, ke enam dan ke duabelas.
KP1
Kelompok perlakuan 1, kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri iliaca comunis dan dilakukan hipotermi 32°C, selanjutnya dilakukan biopsi otot tungkainya pada jam ke empat, ke enam dan ke duabelas.
KP2
Kelompok perlakuan 2, kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri iliaca comunis dan dilakukan hipotermi 28°C, selanjutnya dilakukan biopsi otot tungkainya pada jam ke empat, ke enam dan ke duabelas.
3.2 POPULASI dan SAMPEL 3.2.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah hewan coba kelinci jantan jenis NZW satu galur yang diperoleh, dipelihara dan disertifikasi dari balai penelitian ternak (BALITNAK) Departemen Pertanian Bogor. Hewan coba yang dipilih berusia 5 bulan, dengan berat badan 2 kg sampai 2,5 kg. Secara umum hewan diamati apakah ada gejala anoreksia, saliva berlebihan, sekret mata dan sekret nasal mukopurulen.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
20
Sebelum digunakan dalam penelitian, 21 ekor kelinci NZW diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu. Selama dalam pemeliharaan kelinci diberi makan dan minum secara ad libitum. Untuk menghindari bias terhadap berat badan maka dilakukan penimbangan kelinci NZW sebelum mendapat perlakuan. 3.2.2. Besar Sampel Besar sampel (n) pada penelitian ini menggunakan pendekatan rumus Federer, sebagai berikut : T (n-1) ≥ 15 = 3 (n-1) ≥15 = 3n ≥ 18 n=6 Keterangan: T = Jumlah perlakuan =3 Kemudian dengan adanya kemungkinan kelinci yang sakit dan mati selama penelitian, diperkirakan besarnya 10% maka besar sampel dengan koreksi drop out adalah : Ndo
= n/ (1-do) = 6/ (1- 0,1) = 6,66 ≈ 7
Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut, karena dalam penelitian ini terdiri dari 3 perlakukan ( kelompok iskemik saja dan iskemik+hipotermi pada suhu 32°C dan 28°C ) maka jumlah minimal N sampel adalah 21 binatang percobaan. 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari s/d Maret 2014 di LITBANGKES Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
21
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1.Variabel Bebas Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah : 1. Waktu lamanya iskemi. 2. Pemberian hipotermi. 3.4.2. Variabel Tergantung Variabel tergantung adalah jumlah sel otot tungkai kelinci yang mati dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. 3.5 ALAT dan BAHAN PENELITIAN Model KK dan KP pada percobaan iskemia tungkai akut : 1. Kelinci dibius dengan ketamin dosis 15-20mg/kgBB, diinjeksikan intra muskular ditambah dengan diazepam 0,5mg/kgBB, setelah 1 jam efek sedasinya dapat dipertahankan dengan ketamin 10mg/kgBB intramuskular. 2. Lokasi tungkai kanan atas tempat insisi dibersihkan dari bulu-bulu dan dilakukan desinfeksi dengan povidon iodin dan alkohol 70%. 3. Insisi kulit dilakukan secara longitudinal pada pertengahan paha mulai dari setinggi ligamentum inguinale sampai sebelum proksimal genu. 4. Dibebaskan jaringan sekitar arteri iliaca comunis dan cabang-cabangnya, lalu diligasi. 5. Luka insisi kulit dijahit dengan benang silk 3/0 secara jelujur. 6. Dilakukan penutupan luka dengan kasa tipis dan diplester. 7. Setelah ligasi arteri tungkai, hewan coba dibagi tiga kelompok, satu kelompok kontrol (KK) tanpa hipotermi dan dua kelompok yang diberikan perlakuan hipotermi (KP1 32°C dan KP2 28°C) dengan cara dipasang pendingin cooling pad mengelilingi tungkai, dipantau dengan termometer dan dipertahankan selama 12 jam. 8. Dilakukan biopsi otot tungkai pada bagian tengah dan sedistal mungkin dari ligasi pada jam ke empat, ke enam dan ke dua belas, lalu disimpan dengan formalin 10%.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
22
9. Setelah biopsi otot tungkai jam ke 12, hewan coba dilakukan eutanasia dengan menggunakan barbiturat jenis sodium pentobarbital dengan dosis 100-150 mg/kgBB secara injeksi intrakardiak. 10. Jaringan otot dibuat blok parafin. 11. Sediaan dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin eosin. 12. Penghitungan jumlah sel otot yang mati dengan melihat menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 100X pada 5 lapangan pandang, dilihat jumlah sel otot yang mati secara berurutan dari kiri ke kanan. Penghitungan dilakukan oleh 2 orang yaitu peneliti dan ahli Patologi Anatomi.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
23
3.6 BAGAN dan ALUR PENELITIAN 21 ekor kelinci NZW
Adaptasi 1 minggu
Random alokasi
Ligasi arteri iliaca comunis
KP1
KK
KP2
Biopsi musculus gastrocnemeus jam ke 4, ke 6 dan ke 12
Blok parafin
Pewarnaan HE
Hitung kamatian sel
3.7 DEFINISI OPERASIONAL 3.7.1 Kelinci New Zealand White Kelinci NZW awalnya merupakan varietas merah yang merupakan hasil perkawinan silang antara Belgian Hare dan kelinci putih. Varietas putih berasal dari perkawinan silang dengan beberapa keturunan seperti Flemish, American Whites dan Agoras.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
24
3.7.2 Iskemia Tungkai Akut Iskemia tungkai akut pada hewan coba adalah keadaan hipoksia jaringan yang terjadi karena berkurangnya aliran darah pada salah satu tungkai hewan coba yang dilakukan ligasi arteri iliaca comunis. 3.7.3 Hipotermi Hipotermi adalah menurunkan suhu tungkai kelinci yang iskemi melalui permukaan kulit sampai pada suhu yang diinginkan dan dipertahankan selama penelitian. 3.7.4 Kematian Sel Kematian sel otot tungkai yang disebabkan oleh karena iskemia, pada pewarnaan HE tampak adanya sel yang membengkak, kerusakan membran dan organela sel. Gambaran histologis jaringan otot yang mengalami iskemia dalam jangka waktu tertentu tampak gambaran nekrosis dan peradangan jaringan otot : Nekrosis : Perubahan bentuk yang disebabkan kematian sel atau sebagian jaringan atau sebagian dari organ tubuh akibat cidera, penyakit, atau kekurangan oksigen ke dalam jaringan tersebut. Peradangan : Adanya gambaran sel inti interna yang merupakan gambaran fagositosis dari makrofag, yang disebut juga sel radang, diantara jaringan otot normal.48 3.7.5. Kriteria Skor 3.7.5.1. Nekrosis - Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya perubahan - Skor 1 = jika ditemukan adanya nekrosis fokal pada satu lapangan pandang - Skor 2 = jika ditemukan nekrosis multifocal (lebih dari satu) pada satu lapangan pandang - Skor 3 = jika ditemukan nekrosis menyebar pada satu lapangan pandang 3.7.5.2. Peradangan Jaringan Otot - Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya perubahan. UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
25
- Skor 1 = jika ditemukan adanya Sel radang fokal pada satu lapangan pandang. - Skor 2 = jika ditemukan Sel radang multifocal pada satu lapangan pandang. - Skor 3 = jika ditemukan sel radang menyebar pada satu lapangan pandang.48 (gambar 6) Gambar 6. Jaringan otot nekrosis dan sel radang Serat otot dengan peradangan : makrofag (Sel radang)
Serat otot nekrotik (hiperkontaksi)
Sel Otot normal
3.8 ANALISIS STATISTIK 1. Data yang terkumpul akan di-edit, di-koding dan di-entry ke dalam file komputer. 2. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 13 sebagai berikut : - Pertama dilakukan analisis deskriptif dengan menghitung ukuran kecenderungan sentral (mean dan median) serta sebaran data (SD) variabel menurut kelompok perlakuan. -
Data jumlah sel nekrosis dan makrofag dari ketiga kelompok, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk untuk melihat sebaran dan varian data. Kemudian uji hipotesis dilakukan pada data yang saling berhubungan (satu kelompok) menggunakan uji Wicoxon Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk membandingkan antar kelompok menggunakan Mann-Whitney Test dengan tingkat kepercayaan
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
26
95% untuk mengetahui perbandingan kerusakan jaringan dari masingmasing kelompok tersebut.32 3.9 ETIKA PENELITIAN Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara lain perawatan dalam kandang, pemberian makan minum (ad libitum), aliran udara dalam ruang kandang, perlakuan saat penelitian, menghilangkan rasa sakit, pengambilan unit analisis penelitian, dan pemusnahannya. Penelitian ini adalah penelitian experimental cohort study yang berjudul “Peran Hipotermi Terhadap Progresivitas Kerusakan Sel Otot Tungkai Sebelum, Selama dan Sesudah Golden Periode pada Iskemia Tungkai Akut” yang telah mendapatkan persetujuan komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Nomor 145/H2.F1/ETIK/2014.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
27
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan didahului pembuatan model hewan coba kelinci. Semua hewan coba sebanyak 18 ekor kelinci NZW diberikan perlakuan dengan membuat iskemi pada tungkai. Sebelum kelinci dilakukan ligasi, kelinci dibius dengan pemberian injeksi ketamine intra muskular dengan dosis 10mg/kgBB, onset tercapai 5-10 menit. Setelah efek obat bekerja, kaki kanan kelinci dicukur pada daerah inguinal, dilakukan drapping dan dilanjutkan anastesi local dengan infiltrasi lidocain, incisi dibawah garis inguinal, identifikasi arteri femoralis, diteugel dengan benang silk 2.0 lalu disusuri ke arah proksimal sampai arteri iliaca communis lalu dilakukan ligasi dengan benang silk 3.0. Sebagai kelompok kontrol sebanyak 6 ekor hewan coba diberikan perlakuan iskemi saja dan dilakukan biopsi otot gastrocnemeus pada jam ke 4, 6 dan 12. Untuk kelompok perlakuan I dan II, tungkai hewan coba yang iskemik didinginkan dengan bantuan cooling pad yang dialiri air dingin pada suhu yang diinginkan dan suhu dipertahankan dengan memonitor memakai termometer air raksa pada tungkai dan air pendingin, selanjutnya dilakukan biopsi otot gastrocnemeus pada jam ke 4, 6 dan 12. Pemakaian termometer digital tidak digunakan disini karena dalam aplikasi memerlukan waktu 1 menit untuk mengukur sehingga angka suhu pada alat muncul, dan tidak bisa digunakan mengukur pada suhu < 34°C. Hasil biopsi otot dimasukkan ke dalam tabung yang berisi formalin 10% yang berguna untuk memfiksasi jaringan, selanjutnya dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat dengan pewarnaan hematoksilin eosin. Masing-masing preparat diamati dengan mikroskop pembesaran 100X dan dinilai skor nekrosis dan skor sel radang (makrofag) sebanyak 5 lapangan pandang. Hasil analisa data statistik sebagai berikut :
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
28
Tabel 4.1. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Kontrol sel nekrosis dan sel radang/makrofag meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum. Kelompok Kontrol Nekrosis Makrofag Mean Median Minimum Maximum
N4 7 8 5 10
N6 11 12 8 14
N12 14 15 9 15
M4 3 3 0 4
M6 4 4 3 5
M12 6 7 3 9
Tabel 4.2. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Perlakuan I sel nekrosis dan makrofag meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum.
Mean Median Minimum Maximum
N4 4 5 0 6
Kelompok Perlakuan I Nekrosis Makrofag N6 N12 M4 M6 M12 7 10 1 3 4 7 9 1 2 5 6 8 1 2 2 7 15 3 4 5
Tabel 4.3. Hasil analisa deskriptif data Kelompok Perlakuan II sel nekrosis dan sel radang meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum.
Mean Median Minimum Maximum
Kelompok Perlakuan II Nekrosis Makrofag N4 N6 N12 M4 M6 M12 2 4 8 1 2 3 1 4 9 1 2 3 0 0 5 0 1 2 5 7 10 2 4 5
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
29
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas data sel nekrosis dan sel radang Kelompok Subjek Nekrosis Kontrol Jam ke 4 Nekrosis Kontrol Jam ke 6 Nekrosis Kontrol Jam ke 12 Nekrosis Perlakuan I jam ke 4 Nekrosis Perlakuan I jam ke 6 Nekrosis Perlakuan I jam ke 12 Nekrosis Perlakuan II jam ke 4 Nekrosis Perlakuan II jam ke 6 Nekrosis Perlakuan II jam ke 12 Sel Radang Kontrol Jam ke 4 Sel Radang Kontrol Jam ke 6 Sel Radang Kontrol Jam ke 12 Sel Radang Perlakuan I Jam ke 4 Sel Radang Perlakuan I Jam ke 6 Sel Radang Perlakuan I Jam ke 12 Sel Radang Perlakuan II Jam ke 4 Sel Radang Perlakuan II Jam ke 6 Sel Radang Perlakuan II Jam ke 12
n 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
p 0.493 0.277 0.080 0.801 0.001 0.484 0.001 0.039 0.452 0.035 0.001 0.091 0.091 0.006 0.421 0.926 0.110 0.110
Keterangan Normal Normal Normal Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal Tidak Normal Normal Normal Tidak Normal Normal Normal Normal Normal
Data nekrosis dan sel radang pada masing-masing kelompok dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Analisa statistik uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Karena distribusi data tidak normal, maka uji hepotesa perbandingan kerusakan sel nekrosis dan makrofag yang dilakukan pada satu kelompok (dependent) mengunakan analisa statistik Wilcoxon Signed Rank Test (Weisstein, 2008) dan perbandingan antar kelompok (independent) menggunakan Mann-Whitney (Schoonjans, 2008).
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
30
Tabel 4.5. Hasil Analisa Statistika Perbandingan Kelompok Kontrol antara iskemi jam ke 4 dan jam ke 6, jam ke 4 dan jam ke 12. Waktu Iskemi
Nekrosis
Makrofag
Jam ke 4 – Jam ke 6
0.042
0.026
Jam ke 6 – Jam ke 12
0.027
0.041
Analisa statistik perbandingan nekrosis dan makrofag pada kelompok kontrol antara jam ke 4 dengan jam ke 6 menunjukkan hasil yang signifikan p = 0.042 dan p = 0.026, demikian juga perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 menunjukkan nilai yang signifikan p = 0.027 dan p = 0.041, nilai p signifikan jika (p<0.05). Tabel 4.6. Hasil Analisa Statistika Perbandingan pada Kelompok Perlakuan I antara jam ke 4 dan jam ke 6, jam ke 4 dan jam ke 12. Waktu Iskemi
Nekrosis
Makrofag
Jam ke 4 – Jam ke 6
0.027
0.024
Jam ke 6 – Jam ke 12
0.026
0.129
Analisa statistik perbandingan nekrosis dan sel radang pada kelompok perlakuan I antara jam ke 4 dengan jam ke 6 menunjukkan hasil yang signifikan p = 0.027 dan p = 0.024, sedangkan pada perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12, sel nekrosis menunjukkan nilai yang signifikan p = 0.026 dan pada el radang tidak signifikan p = 0.129, nilai p signifikan jika (p<0.05). Tabel 4.7. Hasil Analisa Statistika Perbandingan pada Kelompok Perlakuan II jam ke 4 dan jam 6, jam ke 4 dan jam ke 12. Waktu Iskemi
Nekrosis
Makrofag
Jam ke 4 – Jam ke 6
0.113
0.194
Jam ke 6 – Jam ke 12
0.046
0.074
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
31
Analisa statistik perbandingan nekrosis dan sel radang pada kelompok perlakuan II antara jam ke 4 dengan jam ke 6 menunjukkan hasil yang tidak signifikan p = 0.113 dan p = 0.194, sedangkan perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 pada sel nekrosis menunjukkan nilai yang signifikan p = 0.046 dan pada sel radang tidak signifikan p = 0.074, nilai p signifikan jika (p<0.05). Uji hipotesa perbandingan kerusakan sel nekrosis dan makrofag yang dilakukan pada dua kelompok (independent) mengunakan analisa statistik Mann-Whitney Test. Tabel 4.8. Hasil Perbandingan sel nekrosis dan sel radang antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan I pada jam ke 4, ke 6 dan ke 12. Waktu Iskemi
Nekrosis
Makrofag
Jam ke 4
0.036
0.015
Jam ke 6
0.003
0.010
Jam ke 12
0.036
0.050
Analisa statistik perbandingan nekrosis dan sel radang antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan I pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 menunjukkan hasil, pada nekrosis jam ke 4 (p = 0.036), nekrosis jam ke 6 (p = 0.003) dan pada nekrosis jam ke 12 (p = 0.036). Pada sel radang jam ke 4 (p = 0.015), sel radang jam ke 6 (p = 0.010) dan pada sel radang jam ke 12 (p = 0.050). Nilai p signifikan jika p < 0.05. Tabel 4.9. Hasil Perbandingan sel nekrosis dan sel radang antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan II pada jam ke 4, ke 6 dan ke 12. Waktu Iskemi
Nekrosis
Makrofag
Jam ke 4
0.006
0.021
Jam ke 6
0.004
0.011
Jam ke 12
0.007
0.015
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
32
Analisa statistik perbandingan nekrosis dan sel radang antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 menunjukkan hasil, pada nekrosis jam ke 4 (p = 0.006), nekrosis jam ke 6 (p = 0.004) dan pada nekrosis jam ke 12 (p = 0.007). Pada sel radang jam ke 4 (p = 0.021), sel radang jam ke 6 (p = 0.011) dan pada sel radang jam ke 12 (p = 0.015). Nilai p signifikan jika p < 0.05. Tabel 4.10 Prosentase kerusakan sel pada masing-masing kelompok pada jam ke 4, jam ke 6, dan jam ke 12. Waktu Iskemi
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan I
Kelompok Perlakuan 2
Jam ke 4
48.88%
26.66%
10.00%
Jam ke 6
74.44%
44.44%
23.33%
Jam ke 12
93.33%
67.77%
52.22%
Hasil pemeriksaan jumlah prosentase kerusakan sel secara histopatologi yang mengalami iskemi, tanpa adanya perlakuan pada kelompok kontrol pada jam ke 4 hampir 50% sel otot mengalami nekrosis, pada jam ke 6 hampir 75% dan pada jam ke 12 sel tampak mengalami nekrosis sebnyak 93%. Sementara pada kelompok perlakuan I dan II lebih rendah disbanding kelompok control, yang dalam analisa statistic menghasilkan perbedaan yang signifikan.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
33
BAB 5 PEMBAHASAN
5. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan hewan coba kelinci New Zealand White sebanyak 18 ekor yang terbagi dalam 3 kelompok, semua hewan coba diberikan perlakuan iskemi pada tungkai dengan melakukan ligasi pada arteri iliaca communis, setelah ligasi dilakukan pemeriksaan perfusi jaringan dengan menggunakan alat Pulse Oximeter yang telah dinyatakan kebenarannya untuk menilai perfusi jaringan yang digunakan mengkonfirmasi keberhasilan ligasi.45 Perlakuan pada kelompok kontrol, setelah kelinci diperlakukan iskemi pada tungkai, selama perlakuan kelinci dibius dengan menggunakan ketamin yang dipertahankan sampai penelitian selesai ( 12 jam ), demikian juga perlakuan yang sama diberikan terhadap kelinci kelompok perlakuan yang diberikan hipotermi. Hal ini berguna untuk memudahkan peneliti saat melakukan biopsi terhadap otot gastrocnemius serta menghindari adanya perbedaan perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Perlakuan pada kelompok hipotermi, terdiri dari KP I yaitu hipotermi 32°C dan KP II yaitu hipotermi 28°C. Untuk mempertahankan suhu yang diharapakan saat penelitian, peneliti menggunakan air yang sudah didinginkan dengan es yang ditampung dalam bak ukuran 100L, air ini dialirkan ke cooling pad dengan bantuan water pump yang disambungkan dengan selang pengirim air dingin dan selang pengembalian sehingga membentuk sirkuit. Sirkuit ini sebelum digunakan dihitung gradient suhu antara suhu di cooling pad dengan suhu air di bak penampung dengan menggunakan termometer air raksa, dan terdapat perbedaan suhu di cooling pad lebih tinggi 6-7°C. Secara berkala suhu di cooling pad dan di bak penampung ini diukur saat penelitian berjalan, sehingga peneliti dapat mempertahankan suhu yang dikehendaki di cooling pad.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
34
Hasil pemeriksaan histopatologi pada kelompok kontrol, setelah dilakukan analisa statistika perbandingan kerusakan sel otot tungkai antara jam ke 4 dengan jam ke 6 menunjukkan hasil yang signifikan (p = 0.024), selanjutnya dilakukan perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 menunjukkan hasil yang signifikan juga (p = 0.027), dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa semakin lama waktu iskemia otot tungkai kelinci, semakin banyak kerusakan sel otot yang terjadi. Seperti pendapat Petrasek dkk. bahwa durasi iskemia dan jenis jaringan adalah penentu beratnya kerusakan anatomi dari cedera iskemik.26 Pada pemeriksaan sel radang antara jam ke 4 dan jam ke 6 didapatkan nilai signifikan (p = 0.026), pada jam ke 6 dan jam ke 12 juga sinifikan (p = 0.041), peningkatan jumlah sel radang ini mengikuti besarnya kerusakan sel. 35 Analisa statistika selanjutnya pada kelompok perlakuan, apakah kerusakan sel otot dan banyaknya sel radang juga terjadi pada kelompok perlakuan hipotermia. Perlakuan hipotermi ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan I hipotermi 32°C dan kelompok perlakuan II hipotermi 28°C. Pada kelompok perlakuan I, perbandingan kerusakan sel otot antara jam ke 4 dengan jam ke 6 menunjukkan hasil signifikan (p = 0.027), dan pada perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 menunjukkan hasil signifikan (p = 0.026). Kesimpulan yang sama seperti pada kelompok kontrol juga terjadi pada kelompok perlakuan I, yaitu semakin lama waktu tejadinya iskemi semakin banyak kerusakan sel otot. Pada pemeriksaan sel radang antara jam ke 4 dengan jam ke 6 terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.024), sementara perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 didapatkan hasil yang tidak signifikan (p = 0.129) Selanjutnya pada pemeriksaan kelompok perlakuan II, perbandingan kerusakan sel antara jam ke 4 dangan jam ke 6 menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p = 0.113), dan pada perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 menunjukkan hasil yang signifikan ( p = 0.046). Pada kelompok perlakuan II ini ternyata antara jam ke 4 dengan jam ke 6 tidak terdapat perbedaan yang signifikan, hal ini terjadi karena adanya perlakuan hipotermi dapat menghambat laju banyaknya kerusakan sel yang mengalami iskemi, dan terbukti ketika pada perbandingan antara jam ke 6 dengan jam ke 12 masih terdapat perbedaan kerusakan sel yang signifikan.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
35
Selanjutnya pada pemeriksaan jumlah sel radang, baik pada perbandingan jam ke 4 dengan jam ke 6 maupun perbedaan jam ke 6 dengan jam ke 12 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.194) dan p = 0.074). Pada pemeriksaan sel radang ini, hipotermi dapat menghambat melalui dua mekanisme, yaitu menurunnya jumlah kerusakan sel yang iskemi sehingga jumlah metabolit menurun dan yang ke dua secara langsung menghambat aktifitas mediator inflamasi. Sampai pada tahapan ini, kesimpulan peneliti bahwa hipotesa semakin lama kejadian iskemi pada sel otot berlangsung semakin banyak jumlah kerusakan sel otot yang terjadi telah terbukti. Dan perlakuan hipotermi yang diberikan hanya dapat menghambat laju kerusakan sel, tetapi tidak dapat menghentikan proses kerusakan sel jaringan selama iskemi pada jaringan tersebut masih berlangsung. Hasil analisa statistik selanjutnya membandingkan antar kelompok pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12, pada perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan I, baik pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 menunjukkan hasil yang signifikan (p = 0.036), (p = 0.003), dan (p = 0.036). Hal ini terjadi karena hipotermi dapat menurunkan kebutuhan metabolisme sel, kebutuhan ATP menurun, sehingga kerusakan sel juga menurun.43 Sementara pada pemeriksaan sel radang didapatkan hasil pada jam ke 4 dan jam ke 6 signifikan (p = 0.015), (p = 0.010), dan pada jam ke 12 tidak signifikan (p = 0.050). Pada perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II pada jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu (p = 0.006), (p = 0,004), dan (p = 0.007). Dan pada pemeriksaan sel radang ditemukan perbedaan yang signifikan (p = 0.021), (p = 0.011), dan (p = 0.015). Pada hasil perbandingan antar kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan ini menunjukkan bahwa nekrosis sel otot dapat dihambat oleh perlakuan hipotermi, dimana hipotermi dapat menurunkan laju metabolisme, mempertahankan kerusakan
mitokondria,
menurunkan
jumlah
mediator
inflamasi
dan
meningkatkan HIF-1 sehingga kebutuhan protein sel menurun.44
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
36
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian iskemia tungkai akut pada kelinci
yang
membandingkan antara ikemia saja dengan iskemia yang diberikan perlakuan hipotermi dapat disimpulkan : 1. Iskemia pada jaringan otot tungkai kelinci, jam ke 12 lebih banyak disbanding jam ke 6, dan jam ke 6 lebih banyak disbanding jam ke 4. Sehingga semakin lama waktu iskemi terjadi pada jaringan otot, semakin banyak kerusakan sel otot terjadi. 2. Jumlah kerusakan sel otot tungkai kelinci yang mengalami iskemia saja lebih tinggi dibandingkan iskemia yang diberikan perlakuan hipotermi. 6.2. Saran 1. Perlunya diciptakan alat cooling pad yang lebih praktis dan terukur, sehingga memudahkan dalam aplikasi saat penelitian dan hasilnya bisa lebih baik. 2. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk aplikasi alat cooling pad pada pasienpasien yang menderita iskemia tungkai akut.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
37
DAFTAR PUSTAKA 1. Ouriel K. (2007). Acute Arterial Occlusion In: Libby P BR, Mann DL, Zipes DP ed. Braunwald’s Heart Disease: A textbook of cardiovascular medicine (669). Philadelphia: Saunders Elsivier; 2. Garcia LA. (2006). Epidemiology and Pathophysiology of Lower Extremity Peripheral Arterial Disease. J Endovasc Ther;13 3. Shammas NW. (2007). Epidemiology, classification, and modifiable risk factors of peripheral arterial disease In: Vascular Health and Risk Management:3(2) 229– 234 4. Armstrong PA, Bandyk DF. (2010). Arterial Physiologic Assessment In: Cronenwett JL, Johnston KW, Cambria R. Rutherford’s vascular surgery. Philadelphia: Saunders Elsivier;247 5. Hotchkiss RS, Strasser A. (2009). Mechanisms of Disease Cell Death. N Engl J Med;361:1570-83. 6. Haimovici H. (2004). Muscular, renal and metabolic complications of acute arterial occlusions; myonephropathic metabolic syndrome. Surgery;85:461–468. 7. Blaisdell FW. (2002). The pathophysiology of skeletal muscle ischemia and the reperfusion syndrome. Cardiovascular Surgery; Vol. 10; No. 6; pp. 620–630. 8. Lin M. (2007). Acute Limb Ischemia: What are the Newest Diagnostic Treatment Options. Hospital Emergency Services. San Francisco, California; 9. Frink M., Floh´e S. (2012). The Impact of Hypothermia on Molecular mechanism following major challenge. Germany;:2-13 10. Blair E. (2004). Clinical hypothermia. Baltimore: McGraw-Hill;:21-25 11. Xu L., Yenari MA., Steinberg GK., Giffard RG. (2002).Mild Hypothermia Reduces Apoptosis of Mouse Neurons InVitro Early in the Cascade. Lippincott Williams & Wilkins, Inc. Philadelphia; 22:21–28 12. Hananto A. (2013). Alternatif baru mekanisme kematian sel pada iskemia tungkai akut:peran endotelin-1 dalam regulasi terhadap monocyte chemoattractant protein induced protein, beclin-1, dan caspase [desertasi]. Universitas Indonesia;. 13. Prandini MN., Filho AN., (2005). Mild hypothermia reduces polymorphonuclear leukocytes infiltration in induced brain inflammation. University Federal de Sao Paulo Brasil. 14. Creager MA., Kaufman JA., Conte MS. (2012). Acute Limb Ischemia. N Engl J Med;366:2198-206. 15. Norgren L., Hiatt WR., Dormandy JA. (2007). Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). Eur J Vasc Endovasc Surg;33S1-S75. 16. Belch J., Stansby G., Shearman C., Brittenden J. (2007). Peripheral Arterial Disease: A Cardiovascular Time Bomb. Br J Diabetes Vase Dis;7(5):236-239. 17. Hirsch AT., Haskal J., Hertzer NR. (2006). Guidelines for the Management of Patients With Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric, and Abdominal Aortic). JACC; 0735-1097/06. 18. Meier GH. (2009). Management of Acute Lower Extremity Ischemia In: Bosiers M, Schneider PA, ed. Critical Limb Ischemia. New York; 209-228
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
38
19. Hammersen F. (1989). The ultrastructure of microvessels and their contents following ischemia on reperfusion. Prog Appl Microcirc, 13, 1–26. 20. Becker M., Menger MD., Lehr HA. (1994). Heparin released superoxide dismutase inhibits postischemic leukocyte adhesion to venular endothelium. Am J Physiol, 267, H925–30. 21. Lorensen E, Ascer A. (1996). Ischemia and reperfusion injury of skeletal muscle. In Tissue Injury and Organ Function: Ischemia/Reperfusion Injury, ed. T. Kamada. Elsevier, New York. 22. Blaisdell FW., Steele M., Allen RE. (1978). Management of acute lower extremity arterial ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 84, 822– 834. 23. Hayes G., Liauw S., Romaschin AD., Walker PM., (1988) Separation of reperfusion injury from ischemia-induced necrosis. Surg Forum, , 39, 306–308. 24. Steinau HU., (1988). Major Limb Replantation and Postischemia Syndrome: Investigation of Acute Ischemia-induced Myopathy and Reperfusion Injury. New York: Springer Verlag, pp 9-22,23, 26, 33. 25. Messina LM., Faulkner JA., (1990). The skeletal muscle In: Clinical Ischemic Syndromes, ed. G. B. Zelenock. CV Mosby Co, Philadelphia, pp. 457–481Chap 24. 26. Hickey MJ., Hurley JV., Angel MF., (1992). The response of the rabbit rectus femoris muscle to ischemia and reperfusion. J Surg Res, 53, 369–377. 27. Kurose I., Anderson DC., Miyasaka M., (1994). Molecular determinants of reperfusion-induced leukocyte adhesion and vascular protein leakage. Circ Res, 74, 336–343. 28. Labbe R., Lindsay T., Walker P M., (1987). The extent and distribution of skeletal muscle necrosis after graded periods of complete ischemia. J Vasc Surg, , 6, 152– 157. 29. Petrasek PF., Homer VS., Walker PM., (1994). Determinants of ischemic injury to skeletal muscle. J Vasc Surg, 19, 623–631. 30. Blaisdell FW., Steele M., Allen RE., (1978). Management of acute lower extremity arterial ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 84, 822– 834. 31. Cafferata HT., Robinson AJ., Blaisdell FW., (1968). Coagulation changes in regional ischemia. Surg Forum, 19(31), 1–26. 32. Cafferata HT., Aggeler PM., Robinson AF., (1969). Intravascular coagulation in the surgical patient: its significance and diagnosis. Am J Surg, 118, 281–291. 33. Kroemer G., Galluzzi L., Vandenabeele P., (2009). Classification of cell death: recommendations of the Nomenclature Committee on Cell Death 2009. Cell Death Differ;16:3-11. 34. Majno G., Joris I., (1995). Apoptosis, oncosis, and necrosis: an overview of cell death. Am J Pathol;146:3-15
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
39
35. Kroemer G., Jaattela M., (2005). Lysosomes and autophagy in cell death control. Nat Rev Cancer;5:886-97. 36. Zong WX., Thompson CB., (2006). Necrotic death as a cell fate. Genes Dev;20:115. 37. Sexton WL., Korthuis RJ., Laughlin MH., (1990). Ischemia reperfusion injury in isolated rat hindquarters. J Appl Physiol, 68, 387–392. 38. Sheridan C., Martin SJ., (2008). Commitment in apoptosis: slightly dead but mostly alive. Trends Cell Biol;18:353-7. 39. Watanabe E., Muenzer JT., Hawkins WG., (2009). Sepsis induces extensive autophagic vacuolization in hepatocytes: a clinical and laboratory-based study. Lab Invest;89:549-61. 40. Levine B., Yuan J., (2005). Autophagy in cell death: an innocent convict? J Clin Invest;115:2679-88. 41. Amaravadi RK., Thompson CB., (2007). The roles of therapy-induced autophagy and necrosis in cancer treatment. Clin Cancer Res;13:7271-9. 42. Malhi H., Gores GJ., Lemasters JJ., (2006). Apoptosis and necrosis in the liver: a tale of two deaths? Hepatology;43:S31-44. 43. Kumar V., Abbas AK., Fausto N., (2005). Cellular adaptation, cell injury, and cell death. In pathologic basis of disease. Philadelphia: Saunders,:4-46. 44. Lundgren P., Henriksson O., Naredi P., Bjornstig U., (2011). Protection and treatment of hypothermia in prehospital trauma care. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 45. Kirklin JK., Hanley FL., (2013). Morphology, diagnostic criteria, natural history, techniques,results, and indications in: Cardiac Surgery. Philadelphia: Saunders Elsivier; PA 19103-2899. 46. Tanaka T., Wakamatsu T., Daijo H., (2010). Persisting mild hypothermia suppresses hypoxia inducible factor-1 proteinsynthesis and hypoxia inducible factor-1-mediated gene expression. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol; R661–R671. 47. Carpi A., Rossi M., (2004). Skin microcirculation in peripheral arterial obliterative disease. Biomedicine & pharmacotherapy; 58:427-31. 48. Darmawan R, (2012). Astaxanthin mencegah efek nekrosis dan peradangan otot pada tikus yang mengalami overtraining [desertasi]. Universitas Udayana.
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
40
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
1
Lampiran 1. Foto penelitian Foto sirkuit Cooling pad yang digunakan untuk menurunkan suhu kaki kelinci.
Cooling pad
Sirkuit
Foto pelaksanaan penelitian.
Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
Water cooler
4 Lanjutan
Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok kontrol jam ke 4 Sel Nekrosis (Hiperkontraksi)
Sel radang
Sel Normal
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok kontrol jam ke 6 Sel Nekrosis
Sel radang
Sel Normal
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok kontrol jam ke 12 Sel Normal
Sel Nekrosis
Sel Radang
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 32°C jam ke 4 UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
4 Lanjutan
Sel Normal
Sel Nekrosis
Sel Radang
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 32°C jam ke 6 Sel Nekrosis
Sel Normal
Sel Radang
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 32°C jam ke 12 Sel Nekrosis Sel Radang
Sel Normal
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014
4 Lanjutan
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 28°C jam ke 4 Sel Radang
Sel Normal
Sel Nekrosis (0)
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 28°C jam ke 6 Sel Normal
Sel Radang
Sel Nekrosis
Gambar : Hasil Pemeriksaan Histopatologi kelompok hipotermi 28°C jam ke 12 Sel Radang
Sel Normal
Sel Nekrosis
UNIVERSITAS INDONESIA Peran hipotermia…, M Ali Shodiq, FK UI, 2014