PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI
Naskah Penulisan Karya ilmiah pada symposium Guru dan Tenaga Kependidikan Tahun 2016
Oleh Nyoman Sri Wulandari, S.Pd NUPTK 8654763664300082
SLB C NEGERI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI TAHUN 2016
1
2
Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmatnya penulis dapat menyelesaikan artikel yang berjudul “PERAN GPK DALAM
PELAYANAN
SISWA
ABK
DI
SEKOLAH
INKLUSI
PASCA
DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI” telah diselesaikan sesuai harapan penulis dalam rangka mengikuti Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan Tahun 2016. Dalam kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa 2. Dra. Wayan Sri Armini, selaku kepala sekolah SLB C Negeri Singaraja 3.Rekan-rekan guru yang telah membantu semua proses penyelesaian artikel ini 4.Keluarga atas doanya dan dukungannya Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses penyelesaian artikel ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya ini. Olehnya itu, kritik saran sangat penulis harapkan. Semoga artikel ini bermanfaat khususnya penulis dalam mengembangkan sekolah inklusi yang ideal dan kepada semua pembaca artikel ini. Singaraja, 14 Nopember 2016
Penulis Nyoman Sri Wulandari, S.Pd.
3
PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI Nyoman Sri Wulandari, S.Pd ( Guru Kelas di SLB C Negeri Singaraja, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali)
A. PENGANTAR Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.Dengan demikian berarti anak-anak yang dengan kebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, dan yang lainnya serta anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.Sehubungan dengan itu, salah satu langkah teknis yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah menyelenggarakan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus berdasarkan Permendiknas No. 70 tahun 2009. Sejak keluarnya Permendiknas No. 70 tahun 2009 tersebut, secara bertahap mulailah kota bahkan provinsi yang ada di Indonesia mencanangkan sebagai kota ataupun provinsi inklusif. Termasuk diantaranya provinsi Bali telah menjadi kota inklusif dan akan menuju provinsi inklusif. Pada penyelengggaraan sekolah inklusi dibutuhkan insrument input memadai sebagai penunjang keberhasilan program iklusifitas. Salah satu diantaranya adalah peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) atau Guru Pendidikan Khusus yang dikenal saat ini. GPK adalah guru yang bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang pernah mendapatkan pelatihan tentang penyelenggaraan sekolah inklusi. Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang memiliki kualifikasi /latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang bertugas
menjembatani
kesulitan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan guru kelas/mapel dalam 4
proses pembelajaran serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh guru pada umumnya. Keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi, sangat ditentukan oleh stekholder, pemangku tugas sebagai pelaksana sekolah inklusi. Maka merupakan suatu keharusan mereka adalah orangorang yang paham akan inklusi itu sendiri, dalam artian mereka adalah orang-orang yang ahli dibidangnya. Disamping itu, peran dari Guru Pembimbing Khusus juga merupakan faktor penentu keberhasilan dalam mewujudkan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan, Guru Pembimbing Khusus (GPK)
merupakan
guru
yang
terlibat
dan
berhadapan
langsung
dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah inklusi. Jika suatu sekolah telah menyelenggarakan sekolah inklusi, suatu yang mustahil akan berhasil jika tidak adanya GPK sebagai ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi.
B. MASALAH Permasalahan yang muncul adalah minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi. Hal ini menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar-benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi
keberadaan
anak-anak
yang
memiliki
perbedaan
kemampuan, sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para guru yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Di satu sisi para guru harus berjuang keras memenuhi tuntutan hati nuraninya untuk mencerdaskan seluruh siswanya, sementara di sisi lain para guru tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang difabel. Situasi kelas yang seperti ini bukannya menciptakan sistem belajar yang inklusi, namun justru dapat menciptakan kondisi eksklusifisme bagi siswa difabel dalam lingkungan kelas reguler.Jelas ini menjadi dilema tersendiri bagi para guru yang di dalam kelasnya ada siswa difabel. Permasalahan ini terjadi 5
juga pada GPK yang ada di provinsi Bali, minimnya GPK tentang pendidikan inklusi karena sebagian besar guru GPK yang ada di Bali tidak berlatar belakang PLB.
C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI Beberapa sistem pendukung yang diperlukan guna memperlancar model pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pendidikan yang diindividualisasikan, yaitu: 1. Sekolah dan Guru Ramah. Sekolah ramah (welcoming school) dan guru yang ramah (welcoming teacher) merupakan syarat utama dalam mengembangkan model layanan pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pembelajaran yang diindividualisasikan. Sekolah dan guru ramah adalah sekolah dan guru yang tidak diskriminatif terhadap kondisi kecerdasan, fisik, sosial, emosi, kepercayaan, ras atau suku, golongan keyakinan, serta memahami dan menerima kebegaraman, mengutamakan pengembangan potensi siswa sesuai dengan bakat, minat dan karakteristiknya. Sekolah dan guru ramah merupakan sekolah dan guru yang mengakui keberagam manusia sebagai anugerah Yang Maha Kuasa – sekolah dan guru yang mengakui eksistensi manusia, sekolah dan guru dan memiliki keyakinan bahwa semua individu manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan memahami bahwa setiap individu manusia memiliki harapan, bakat, minat yang berbeda-beda. Sekolah dan guru demikian akan melayani dan memperlakukan siswa dalam pembelajarannya sesuai dengan harapan, bakat, minatnya. 2. Pusat Sumber (Resource Center) dan sarpras. Sekolah ramah (welcoming school) dan guru ramah (welcoming teacher) sebagai syarat utama layanan pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pengajaran yang diindividualisasikan, pelayanan pembelajaran akan berjalan semakin mulus apabila didukung oleh pusat sumber yang dapat membantu memberikan bantuan teknis kepada sekolah yang didalamnya ada anak berkebutuhan khusus. 6
Tugas dan fungsi pusat sumber adalah menyediakan guru pendidikan kebutuhan khusus yang professional yang disebut sebagai guru kunjung (iteneran teacher). Tugas guru kunjung membantu guru sekolah reguler dalam membantu melakukan asesmen dan merancang pembelajaran serta memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, disamping itu, pusat sumber mempunyai tugas disamping menyediakan guru kunjung, juga menyediakan alat/media belajar yang diperlukan anak berkebutuhan khusus, seperti penyediaaan buku teks braille bagi tunanetra, memberikan pelatihan dan pendampingan tertentu bagi guru sekolah reguler, orangtua maupun anak berkebutuhan khusus. Pusat sumber merupakan tempat berkumpulnya para professional. Sekolah dan guru ramah adalah sekolah yang memiliki dan menyediakan prasarana asesibilitas yang memadai sehingga memudahkan anak dalam melakukan
mobilitas,
misalnya:
tersedia
jalan
untuk
anak
yang
menggunakan kursi roda, tersedia jalan yang tidak membahayakan anak yang mengalami gangguan penglihatan, penggunaan huruf-huruf braile pada setiap pintu ruangan. 3. Perluasan Peran dan Tugas SLB Dalam perspektif layanan pendidikan inklusif melalui model pembelajaran yang diindividualisasikan, peran dan tugas SLB adalah sebagai pusat sumber bagi sekolah-sekolah yang mengembangkan pendidikan inklusif. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, pemerintah propinsi atau kabupaten kota harus
dapat
mengkoordinasikan
antara
sekolah
reguler
yang
mengembangkan pendidikan inklusif dengan SLB. Misalnya, pembuatan SK guru SLB untuk melakukan sebagian waktu tugasnya di sekolah reguler yang mengembangkan pendidikan inklusif atau menugaskan untuk menjadi iteneran teacher. Perluasan peran dan tugas SLB dibangun melalui kemitraan dengan sekolah-sekolah yang mengembangkan pendidikan inklusif. Dengan demikian, tugas SLB tidak hanya melayani pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolahnya (SLB), tetapi juga melayani pendidikan di sekolah-sekolah reguler yang mengembangkan pendidikan inklusif.
7
1. Penyelenggaraan
pendidikan
inklusif
akan
semakin
mulus
dalam
pelaksanaannya apabila sekolah mengembangkan kemitraan dengan lembaga- lembaga berkait atau departemen-departemen terkait, misalnya dengan departemen kesehatan dalam pemeriksaan kesehatan fisik, depertemen sosial dalam bantuan asesibililitas, departemen perindustrian dalam mengembangkan kecakapan vokasional, departemen hukum dan HAM dalam perlindungan hukum.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif terhadap kondisi perbedaan-perbedaan anak, pendidikan yang ramah terhadap semua perbedaan anak, pendidikan yang merangkul semua perbedaan untuk belajar dalam komunitasnya. 2. Langkah-langkah operasional model pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pembelajaran yang diindividualisasikan dilakukan melalui tahapan pembentukan tim, penilaian kebutuhan pembelajaran peserta didik, menuentukan tujuan pembelajaran, merancang metode dan prosedur pembelajaran dan menetapkan evaluasi kemajuan. 3. Model pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pembelajaran yang diindividualisasikan akan berjalan dengan mulus apabila didukung oleh sekolah dan guru yang ramah, pusat sumber (reseource centre) dan sarana prasarana yang memadai, perluasan peran dan tugas SLB, kemitraan dengan berbagai lembaga berkait, orangtua, serta adanya kebijakan pemerintah pusat, propinsi dan memayungi
gerak
dan
langkah
mengembangkan program-programnya
8
sekolah
kabupaten/kota yang dan
guru
dalam
DAFTAR PUSTAKA
https://sdlbyplbbanjarmasin.wordpress.com/2013/01/22/optimalisasi-supportsystem-dalam-penyelenggaraan-pendidikan-inklusi/ (di akses tgl 14 November 2016) http://uin-suka.ac.id/page/berita/detail/679/optimalisasi-pemenuhan-hakpenyandang-difabilitas-melalui-kampus-inklusi (di akses tgl 14 November 2016) http://www.tkplb.org/index.php/11-warta/74-mendukung-implementasi-pendidikaninklusi-di-indonesia (di akses tgl 13 November 2016) http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20081205135531 (di akses tgl 12 November 2016)
9