Peran CSR PT. Bluebird Group Jakarta Dalam Memperbaiki Tingkat Kehidupan Karyawan & Masyarakat Umum Muhammad Zilal Hamzah Firdaus Ahmadi Lembaga Penelitian STIE Bisnis Indonesia Jl. Raya kebayoran Lama No.46 Jakbar- 11560 e-mail:
[email protected]
Abstract: There is growing recognition of the significant effect the activities of the public or private sector have on employees, customers, communities, the environment, competitors, business partners, investors, shareholders, governments and others. It is also becoming increasingly clear that firms can contribute to their own wealth and to overall societal wealth by considering the effect they have on the world at large when making decisions. Business opinion polls and corporate behaviour (in case to develop their activities) both show increased levels of understanding of the link between responsible business and good business. Also, they are beginning to see that CSR activities that integrate broader societal concerns into business strategy and performance are evidence of good management. PT. Bluebird for example, already success to develop their business due to their commitment on CSR. Their commitment is to emerge the sustainable developing of communities and good business condition in effort to fulfill their employees’ welfare, through CSR. Abstraksi : CSR harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai suatu kewajiban walaupun dalam bingkai sosial karena sudah disertai dengan sanksi. Pengembangan bisnis tidak dibenarkan hanya untuk mencapai keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan pihak lain yang terkait. Pengembangan bisnis harus tunduk dan mentaati ketentuan CSR sebagai kewajiban hukum jika ingin berusaha di Indonesia. Hal ini juga berlaku bagi PT. Bluebird dalam pengembangan bisnisnya. PT.Bluebird berhasil dalam mengembangkan kegiatan usahanya berkat komitmen CSR. PT. Bluebird Group berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan kemanusiaan berkelanjutan dan menciptakan iklim usaha yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan karyawannya, melalui pelaksanaan CSR.
1. PENDAHULUAN Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang dianggap sangat mendasar dari sebuah Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahanmasyarakat, dan investasi sosial dari perusahaan (corporate philantrophy). Sebagaimana 1
yang dikatakan oleh Niall Fitzgerald, former CEO & Chairman, Unilever (lihat Hohnen. 2007): “We believe that the leading global companies of 2020 will be those that provide goods and services and reach new customers in ways that address the world’s major challenges—including poverty, climate change, resource depletion, globalization, and demographic shifts.” Pada lingkungan internal perusahaan, CSR harus dipandang seperti keselamatan kerja. Keselamatan kerja tidak lagi hanya diterapkan melalui pengawasan dan penyediaan alat keselamatan kerja belaka. Dengan CSR keselamatan kerja akan menjadi lebih efektif dan efisien. Berbagai unit kerja yang terkait dengan keselamatan kerja berpotensi mendapatkan manfaat bagi performancenya dari kegiatan CSR, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada lingkungan eksternal, CSR juga dapat dipandang sebagai Pengembangan Masyarakat. Dengan CSR, pengembangan masyarakat, terutama masyarakat disekitar kegiatan usaha, akan terbantu dan dapat berkembang, seiring dengan perkembangan dunia usaha itu sendiri. Dalam artikelnya Hamann dan Acutt (2003) menelaah motivasi yang mendasari kalangan pebisnis menerima konsep CSR. Ada dua motivasi utama; pertama, akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Singkatnya, realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya; dan kedua, legitimasi, yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. Indonesia merupakan bagian dari negara-negara di dunia yang peduli terhadap pembangunan lingkungan hidup. Dalam operasionalnya telah lahir beberapa peraturan yang mengatur tentang hal tersebut antara lain : Peraturan Menteri BUMN tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap BUMN wajib menyisihkan maksimal 3% dari laba bersih untuk UKM, pendidikan dan pelatihan, dan tempat ibadah. Peraturan tersebut merupakan operasionalisasi dari UU lingkungan hidup yaitu UU No 23 tahun 1997. Kemudian PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang isinya mengatakan bahwa ”Setiap usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting wajib memiliki AMDAL”.(Purwanto, 2007). Demikian juga halnya dengan PT. Bluebird. Seiring dengan pengembangan kegiatan yang mereka lakukan, maka perusahaan ini juga telah melaksanakan kegiatan CSR di lingkungan bisnisnya. Komitmen yang tinggi tentang keberhasilan CSR ini, mendorong mereka untuk senantiasa melaksanakan kegiatan ini. Tulisan ini mencoba meneliti apakah Program CSR berpengaruh dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan siapa saja yang berhak mendapatkan program CSR di lingkungan usaha PT.Bluebird? 2. LANDASAN TEORI Terdapat beberapa pengertian Corporate Social Responsibility (CSR), tafsiran yang lebih operasional adalah sebagai upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis dalam meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Lingkar study CSR Indonesia, 2009). Pengertian lainnya adalah sebagai upaya perusahaan (entitas bisnis) dalam memaksimalkan manfaat kehadirannya sebagai entitas sosial dalam masyarakat, baik saat ini maupun dimasa datang. Dari pengertian diatas dapat dimaknai bahwa : (i). CSR adalah 2
kewajiban seluruh perusahaan; baik perusahaan kecil, menengah maupun besar. Untuk perusahaan kecil atau UKM, CSR sering kelihatan tidak penting, karena memang dampak atau pengaruh kehadirannya secara individual juga kecil; (ii). Agar manfaat kehadirannya maksimal maka perusahaan harus berkembang; (iii). Manfaat kehadirannya adalah untuk pihak-pihak yang berkepentingan atau terpengaruh oleh kehadiran perusahaan, seperti pembeli, pemasok, karyawan, masyarakat disekitarnya atau lebih luas, termasuk pemegang saham; (iv). Manfaat kehadirannya juga untuk generasi berikutnya; dan (v). Tahap paling awal memberikan manfaat adalah dengan meniadakan dampak negatif perusahaan terhadap lingkungan. Satu hal yang sering disalahartikan adalah bahwa CSR adalah untuk membentuk citra perusahaan. Citra perusahaan memang benar akan lebih baik jika perusahaan melakukan CSR dengan benar, tetapi itu adalah akibat. CSR juga dipahami sebagai upaya untuk mengamankan oprasional perusahaan, itu juga adalah sebagai akibat. Penelitian yang pernah dibuat menunjukkan bahwa biaya untuk membentuk Citra Perusahaan dan atau mengamankan oprasional perusahaan dengan berpura-pura ber CSR ternyata lebih mahal (lihat www.interdev.co.id). Disamping itu, terdapat juga berbagai defenisi tentang CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan, namun yang paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal yang diharuskan oleh peraturan dan melebihi sekedar public relations. Hasil Survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) menunjukkan: diantara 25.000 responden di 23 negara, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggung-jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan pada citra perusahaan. Sedangkan bagi 40% sisanya, citra perusahaan akan dipengaruhi oleh brand image. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin menghukum (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Menurut Susanto (2009), seiring dengan kesadaran publik, CSR kini menjadi social license to operation (izin sosial untuk beroperasi). Perusahaan yang tidak menjalankan CSR, akan menemui kesulitan. Setidaknya ada sejumlah manfaat yang bisa dipetik oleh perusahaan yang memiliki program CSR, diantaranya tentu saja akan terbangunnya reputasi yang baik. Berangkat dari reputasi inilah, multiplier effects yang menguntungkan siap menanti. Antara lain: berdasarkan survei, 75% responden memberi nilai lebih kepada produk/jasa yang dihasilkan perusahaan yang memberi kontribusi nyata melalui CSR. Selanjutnya, 66% responden siap beralih merek produk atau jasa ke perusahaan yang terbangun reputasi positifnya melalui CSR; artinya, CSR sangat berkorelasi positif, tidak hanya terhadap kepuasan konsumen, tetapi juga loyalitas konsumen. Dari sinilah ruangruang keuntungan secara bisnis terbuka luas. Selanjutnya, penerapan CSR seharusnya tidak lagi dianggap sebagai cost semata, melainkan juga sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan mesti yakin bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan CSR dengan meningkatnya appresiasi dunia internasional maupun domestik terhadap perusahaan bersangkutan. “Dengan melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang, maka akan menumbuhkan rasa penerimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi 3
seperti itulah yang pada gilirannya dapat memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan (B.Tamam Achda, dalam Seminar “A Promise of gold rating: Sustainable CSR” yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup, Agustus 2006). Selanjutnya Rachmat Witoelar sebagai Menteri Negara Lingkungan menyatakan bahwa sampai sekarang belum satu pun perusahaan yang berhasil memperoleh peringkat emas. Itu dikarenakan adanya kesulitan menjabarkan kriteria dan indikator bagi komponen penilaian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang Berkelanjutan (Sustainable CSR). “Bila kita menyimak upaya yang dilakukan di tingkat internasional, tercatat berbagai inisiatif dalam tiga dekade terakhir untuk menjabarkan dan menerapkan konsep Sustainable CSR,” ungkap Witoelar. Salah satu konsep itu diantaranya adalah peluncuran Socially Responsible Investment (SRI) di pertengahan 1990-an. Konsep SRI telah berhasil mengalirkan pendanaan global, dimana di akhir tahun 2003 tercatat dana sebesar 34 Milyar Euro. Bila definisi SRI yang dipakai tidak terlalu ketat, misalnya hanya untuk perusahaan yang tidak beroperasi di negara yang banyak melanggar Hak Asasi Manusia, maka jumlah dana yang dikelola menggunakan prinsip SRI bias mencapai 218 Milyar Euro atau lebih dari 2000 Trilyun Rupiah. Konsep lain dari upaya menerapkan Sustainable CSR adalah EITI (Extractive Industry Transparency Initiative). EITI merupakan inisiatif yang diambil Pemerintah Inggris dan disambut baik oleh Pemerintah Indonesia dan belasan pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, untuk meningkatkan transparansi pembiayaan dan penerimaan dana pada sektor industri ekstraktif. Konsep ketiga adalah Global Reporting Initiative, yaitu salah satu usaha di tingkat internasional untuk memperoleh informasi yang lebih rinci dari sekedar kinerja keuangan perusahaan, termasuk dampak kegiatan bisnis mereka terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Di Indonesia sendiri, dalam proses perjalanannya, CSR menghadapi banyak masalah, diantaranya adalah : (i). Program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat; (ii). Masih terjadi perbedaan pandangan antara Departemen Hukum dan HAM dengan Departemen Perindustrian, mengenai CSR dikalangan perusahaan dan Industri; dan (iii). Belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR dikalangan perusahaan (Siregar, 2007 ) Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat e m a s . Dengan masih banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya, tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya "capital maintenance". Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang, memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. Kondisi itupun makin popular setelah DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausal CSR dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT ) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM ). Pasal 74 UUPT menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM dalam Pasal 15 huruf b disebutkan, 4
setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (Pasal 34 ayat (1) UU PM). Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundang polemik. Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dan pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban ? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan. (Sukarmi, www.legalitas.org ) Tiga Tingkat Kegiatan Program CSR Saat ini mulai dikampanyekan dan terjadi pergeseran dalam pengembangan program CSR yang berorientasi pada penguatan usaha kecil, di Indonesia program tersebut dipicu oleh kepres zaman Presiden Soeharto yang mewajibkan BUMN membantu UKM dengan penyisihan laba. Dalam perjalanannya, mulai terjadi pergeseran paradigma pelaksanaan CSR, yakni: (i). Kegiatan program CSR yang bersifat “charity”, dimana bentuk kegiatan seperti ini ternyata berdampak “menyelesaikan masalah sesaat” terhadap masyarakat. Hampir tidak ada dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain lebih mahal, dampak jangka panjang tidak optimal untuk membentuk citra perusahaan. Dari sisi biaya, promosi kegiatan sama mahalnya dengan biaya publikasi kegiatan. Walaupun saat ini masih relevan, tetapi untuk kepentingan perusahaan dan masyarakat dalam jangka panjang, lebih dibutuhkan pendekatan CSR yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan mendorong kemandirian masyarakat; (ii). Kegiatan program CSR yang membantu usaha kecil secara parsial. Saat ini makin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya pendekatan CSR yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan mendorong kemandirian masyarakat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah membantu usaha kecil. Tetapi bentuk kegiatan perkuatan tersebut masih parsial, masih memisahkan kegiatan program yang bersifat pendidikan, ekonomi, infrastruktur dan kesehatan. Walaupun lebih baik, ternyata pada tingkat masyarakat, kegiatan ini tidak dapat diharapkan berkelanjutan, bahkan cenderung meningkatkan kebergantungan masyarakat pada perusahaan. Sehingga efek pada pembentukan citra ataupun usaha untuk menggalang kerjasama dengan masyarakat tidak didapat secara optimal; dan (iii). Kegiatan program CSR yang beroreintasi membangun daya saing masyarakat. Program CSR ini akan memberi dampak ganda untuk perusahaan dan masyarakat karena : (a). Dari awal dirancang untuk meningkatkan produktifitas (sebagai ukuran data saing) guna meningkatkan daya beli sehingga meningkatkan akses pada pendidikan dan kesehatan jangka panjang; (b). Untuk memberikan pengaruh besar pada pendapatan masyarakat maka kegiatan penguatan dilakukan pada rumpun usaha spesifik yang saling terkait dalam rantai nilai. Setiap pelaku pada mata rantai nilai pada dasarnya adalah organ ekonomi yang hidup. Penguatan dilakukan untuk meningkatkan metabolisme (aliran barang, jasa, uang, informasi dan 5
pengetahuan) dalam sistem yang hidup, yang pada gilirannya akan meningkatkan performance setiap organ; dan (c). Program pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dirancang bersinergi dengan penguatan ekonomi, sehingga mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia pada tingkat lokal. (goodcsr.wordpress.com) Berapa komposisi CSR yang tidak memberatkan dunia usaha? Walau mengaku tak keberatan dengan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR), dunia usaha mengusulkan komposisi CSR tak lebih dari 5% dari keuntungan. Seperti yang disampaikan Corporate Secretary Pertamina Herman Bastari, pada acara Temu Nasional Forum Anggota Muda Persatuan Insinyur Indonesia (FAM PII), Jakarta , 21/7/2007. Sebagai perbandingan, kita dapat melihat program CSR yang telah dilakukan oleh Ancol Jakarta Baycity. Banyak program yang diberikan oleh Ancol khususnya untuk masyarakat sekitar lingkungan Ancol. Dalam bidang pendidikan, Ancol mempunyai Sekolah Rakyat Ancol 1 dan 2. Dalam bidang Lingkungan, Ancol mempunyai Ancol Sayang Lingkungan (ASL) dengan program pembuatan kompos serta daur ulang kertas. Ini merupakan bukti nyata bahwa Ancol peduli dengan lingkungan serta pendidikan di sekitar lingkungan Ancol. Kepedulian sosial memang harus dimiliki oleh setiap perusahaan apalagi sudah di wajibkan oleh pemerintah setiap perusahaan harus memiliki CSR (Corporate Soscial Responsibility). Di Indonesia perusahaan-perusahaan swasta telah mencoba merapatkan barisan, terbukti dengan dibentuknya CFCD (Corpotare Forum for Community Development) dengan ketua umum Ir. Thendri Supriatno, MBA yang hampir 200 Perusahaan lebih telah bergabung dengan CFCD Indonesia. (goodcsr.wordpress.com). Disisi lain, Orga Consultant, konsultan lingkungan, di Praha, Republik Ceko barubaru ini menganugerahkan European Corporate Responsibility Award 2008-2009 pada Grup Danone sebagai perusahaan terbaik yang menerapkan prinsip tanggung jawab sosial. Menyisihkan 21 perusahaan Eropa lain, Danone dinilai baik dalam menerapkan program inovatif dalam bidang CSR dan pembangunan berkelanjutan. Anugerah yang diberikan kepada Grup Danone itu tidak hanya prakarsa manajemen perusahaan yang berpusat di Prancis. Jejaring korporasi raksasa di seluruh dunia ikut berperan dalam pencapaian prestasi itu, termasuk di Indonesia. PT Tirta Investama Danone Aqua, produsen air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia ini menjadi bagian dari Danone sejak aliansi dua usaha ini pada 4 September 1998. Komitmen Danone dalam CSR, telah dituangkan ke dalam kebijakan perusahaan, yang memproduksi air minum dalam kemasan lebih dari 6 miliar liter per tahun melalui kerja 14 pabrik di seluruh Indonesia. Dengan dimensi usaha sebesar itu, Danone telah melaksanakan program-program CSR, antara lain: rehabilitasi daerah aliran sungai dan reboisasi, pengolahan sampah, dan memprioritaskan pengolahan air bersih di sekitar pabrik. Di Gunung Salak Sukabumi Jawa Barat, Danone Aqua telah menanam sedikitnya 36.000 pohon dari target per tahunnya untuk menanam 100.000 pohon. Program lain yang juga dilakukan oleh Danone adalah program air bersih dan penyehatan lingkungan. Setidaknya 66.000 jiwa ditargetkan akan menerima air bersih hingga 2012 melalui 25 program baru. Sejauh ini pihaknya sudah menjangkau 23.000 orang dalam 9 proyek di Nusa Tenggara Timur, Gunung Salak Sukabumi, Subang, Lampung, Klaten, dan Bekasi. (www.web.bisnis.com). Gurvy Kavei (lihat Teguh, 2006) mengatakan, bahwa praktek CSR dipercaya menjadi landasan fundamental bagi pembangunan berkelanjutan (sustainability development), bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi stakeholders dalam arti 6
keseluruhan. Hal tersebut terlihat dari berbagai rumusan CSR yaitu sebagai berikut : a. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) menyebutkan CSR sebagai "continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as wol as of the local community and society at large". b. John Elkingston's menegaskan "Corporate Social Responsibility is a concept that organisation especially Out not only) corporations, have an obligation to consider the interestts of costomers, employees, shareholders, communities, and ecological considerations in all aspectr of theiroperations. This obligation is been to extend beyond their statutory obligation to comply with legislq n ". (Elkinton, 2005) c. Penjelasan Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan" adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat". d. Pasal 1 angka 3 UUPT tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah suatu komitmen perseroan berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. 3. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian pada tulisan ini merupakan sebuah metode survey melalui wawancara terbuka yang dilakukan di PT. Bluebird Group di kantor pusatnya di Jalan Mampang Prapatan Raya No.60, Jakarta Selatan. PT. ini merupakan penyelenggara jasa transportasi swasta terbesar di Indonesia. Total Armadanya mencapai 20.000-an kendaraan transportasi berbagai jenis dari taxi, mobil-mobil angkut besar hingga mobil-mobil mewah seperti: Limousine, Mercedez Benz dan Alphard. Armada–armada tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data yang didapat adalah berupa data primer (melalui wawancara dan survey) dan data sekunder (melalui literatur–literature/majalah). Sampel penelitian ini diambil dari beberapa keluarga sopir dan karyawan di PT. Bluebird Group meliputi : (i). Anak sopir/karyawan pool taksi Warung Buncit dan Tanah kusir yang sekolah di SMA; (ii). Anak sopir/karyawan Warung Buncit dan Tanah Kusir yang kuliah D3/D2/D1; dan (iii). Anak sopir/karyawan Warung Buncit dan Tanah Kusir yang kuliah S1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dalam melaksanakan program CSR tersebut PT. Bluebird Group telah memiliki program CSR yang berbentuk Program Bluebird Peduli (PBP) yang terdiri dari program: (i). Beasiswa Umum untuk SMU, D1, D2, D3 dan S1; (ii). Beasiswa Khusus / Bantuan Khusus; (iii). Bantuan uang pangkal untuk Perguruan Tinggi; dan (iv). Bantuan keluar (exsternal). Bantuan beasiswa pada tahun 2008 masing–masing adalah : (i). Untuk program S1 sebanyak 191 orang; (ii). Program D3 sebanyak 173 orang; dan (iii). SMU sebanyak 94 orang. Sehingga total untuk penerima beasiswa untuk pendidikan berjumlah 358 anak. Sedangkan bantuan khusus yang telah dikeluarkan antara lain : (i). Korban musibah kebakaran; (ii). Korban bantuan angin puting beliung; (iii). Biaya pengobatan dan 7
therapy; (iv). Biaya perawatan untuk Rumah sakit; dan (v). Modal Usaha. Bantuan beasiswa khusus juga diberikan kepada anak–anak pengemudi yang memerlukan pendidikan luar biasa (cacat) atau orang tua yang meninggal dalam tugas, seperti korban bom Hotel J.W. Mariot ataupun yang masih sakit. Beberapa anak–anak tersebut sampai saat ini masih menerima beasiswa hingga pendidikannya selesai. Untuk bantuan keluar (exsternal) PBP mengadakan kerja sama dengan beberapa yayasan yang menyantuni anak yatim dan kaum dhuafa. Bantuan yang diberikan berupa sarana transportasi untuk menunjang kegiatan pendidikan, alat belajar, dan pembelian produk– produk hasil karya mereka, seperti produk sabun untuk kebutuhan kantor Bluebird. Pada tahun 2000, semenjak program Bluebird Peduli dicanangkan tercatat sekitar 75 anak menerima beasiswa D3 dan S1. Angka tersebut melonjak pada tahun 2001 menjadi 358 siswa untuk SMU, D3 dan S1, atau naik mencapai 400%. Data terakhir yang didapat, selama tahun 2008 lalu total penerima beasiswa mencapai 891 siswa, dimana kemungkinan akan tembus diangka 900 orang pada tahun 2009 ini. Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk beasiswa umum ini berjumlah Rp.550.300.000. Pada periode semester awal tahun 2009, melalui PBP, perusahaan menaikkan nilai nominal penerima beasiswa sebesar 50%. Bila ditotal secara rupiah, uang semester dan bonus bagi mereka yang berprestasi khusus untuk tingkat D3 dan S1, besarnya mencapai Rp.1,8 juta/orang. Koordinator BBP, Noni S.A Purnomo, menegaskan bahwa kenaikan ini bukan karena perusahaan untung besar, melainkan lebih kepada kepedulian perusahaan kepada kesejahteraan pengemudi dan karyawannya, khususnya masalah pendidikan. Lebih lanjut Noni juga melaporkan perkembangan jumlah penerima Program PBP pada tahun 2011 nanti, akan terus ditingkatkan. Sejalan dengan perjalanan waktu dan keadaan, PT.Bluebird mengembangkan bantuan khusus lagi yaitu:’Anak Asuh BlueBird’ (seperti anak asuh untuk korban bom hotel J.W Mariot tahun 2003) dan Bea Siswa Khusus. Program ini dicanangkan untuk memberikan penghargaan kepada keluarga besar Bluebird Group yang telah berjasa, sehingga pada saat meninggal, anak–anaknya diangkat sebagai Anak Asuh Bluebird. Pada saat ini Bluebird memiliki 21 anak asuh. Sedangkan beasiswa khusus diberikan bagi anggota keluarga besar BBP yang memiliki anak cacat. Diluar itu, ada juga bantuan tambahan untuk anak cacat dan asuh diluar biaya–biaya yang bersifat regular, baik internal maupun eksternal seperti: biaya sekolah akhir tahun dan biaya ujian. Selain bantuan dibidang pendidikan, PBP juga memberikan bantuan bagi anggota keluarga besar Bluebird Group yang tertimpa musibah, seperti kebakaran, banjir dan sebagainya, sebesar Rp.620.735.000,- untuk periode semester I (awal tahun 2009). 4.2. Pembahasan Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa terdapat tiga tingkat kegiatan program CSR dalam usaha memperbaiki kesejahteraan masyarakat, yakni: 1. Kegiatan program CSR yang bersifat “charity”. Bentuk kegiatan seperti ini telah dilakukan PT. Bluebird Group bukan atas dasar pertimbangan kegiatan amal saja namun juga lebih kepada usaha untuk memperbaiki dan membantu sopir dan karyawan yang sedang membutuhkan bantuan dan juga membantu korban-korban musibah bencana alam, seperti korban Situgintung, korban bom J.W Mariot dan lain–lain; 2. Kegiatan program CSR yang membantu usaha kecil secara parsial. Pada tingkatan 8
ini, PT.Bluebird juga telah melaksanakannya. Salah satu program bantuan yang diberikan PT. Bluebird Group adalah dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan/sopirnya, yaitu dengan memberikan modal usaha bagi sopir/karyawan yang telah pensiun dan telah memberikan pengabdian yang luar biasa kepada PT. Bluebird Group. 3. Kegiatan program CSR yang beroreintasi membangun daya saing masyarakat yang akan memberi dampak ganda untuk perusahaan dan masyarakat. PT. Bluebird Group telah membantu biaya pendidikan yang diperlukan oleh anak–anak sopir/karyawan berupa program beasiswa Bluebird Peduli dari tingkat pendidikan SMA dan hingga tingkat sarjana S1. Program ini pun diberikan tanpa pertimbangan prestasi yang didapat. Beasiswa diberikan dengan pertimbangan untuk peningkatan kesejahteraan para sopir dan karyawan PT. Bluebird Group. Disamping itu bentuk lain adalah pemberian akses pengobatan gratis secara berkala kepada segenap sopir dan karyawan agar mereka bisa semakin meningkatkan produktifitas. Lebih dari itu, setiap program: baik program pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur, dirancang sinergis dengan penguatan ekonomi, sehingga mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia pada lingkungan PT.Bluebird maupun lingkungan yang lebih luas. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. PT. BlueBird Group (BBG) telah melaksanakan Program Corporate Social Responsebility (CSR) melalui Program Blue Bird Peduli (PBP). 2. Program tersebut (BBG) mencakup program : - Beasiswa Umum untuk SMU, D1, D2, D3 dan S1 - Beasiswa Khusus / Bantuan Khusus - Bantuan uang pangkal untuk Perguruan Tinggi - Bantuan keluar (exsternal) 3. Program Blue Bird Peduli (PBP) dilakukan bukan semata–mata karena perusahaan mengalami keuntungan yang signifikan atau hanya sebagai lipservice agar nampak dikenal baik dalam masyarakat, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan untuk bisa mensejahterakan sopir dan karyawannya, yang diharapkan dapat menimbulkan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan. 4. Program tersebut pun ternyata tidak hanya diberikan kepada para karyawan dan sopir melainkan juga kepada yayasan – yayasan yatim dan dhuafa secara berkala. 5.2. Saran 1. Hendaknya agar diperluas lagi cakupan penerima beasiswa sampai pada tingkat dasar (SD) dan lanjutan pertama (SMP), mengingat pada tahap tersebut biaya pendidikannya masih tergolong tinggi. 2. PT. Bluebird Group hendaknya semakin mengekspos program CSRnya (Program Blue Bird Peduli) agar bisa semakin memperbaiki citra Bluebird di mata masyarakat.
9
Daftar Pustaka Hamann dan Acutt, 2003. How Should Civil Society (and The Government) Respond to Corporate Social Responsibility?. http://www.iisd.org/pdf/2003 Elkinton, John, 2005. Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business, dikutip dari Teguh Sri Pembudi, CSR, Sebuah Keharusan dalam Investasi Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (PUSENSOS) Departemen Sosial RI, Jakarta, La Tofi Enterprise. Hohnen, Paul. 2007. Corporate Social Responsibility An Implementation Guide for Business. International Institute for Sustainable Development (IIsd). http://www.iisd.org/pdf/2007/csr_guide.pdf. Desember 21. Teguh, 2006. Tanggung Jawab Sosial Harus Dilakukan, Makalah pada seminar " Corporate Social Responsibility ": Integrating Social Aspect into The Business, Yogyakarta. Siregar N. Chairil, 2007. Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Sosioteknologi, Edisi 12/Tahun 6. Purwanto, Yedi. 2007. Tinjauan Religi atas Manusia dan Tuhan“, Jurnal Sosioteknologi,, Edisi 12 Tahun 6. Sukarmi. 2008. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ( Corporate Social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal Indonesia “, Jurnal, www.legalitas.org/pdf/2008. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Majalah, Mutiara Biru, Jakarta, 2008. Susanto, AB. 2009, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility, Pendekatan Strategic Management dalam CSR, Esensi, Erlangga Group. Majalah, Mutiara Biru, Jakarta, 2009. www.goodcsr.wordpress.com, (13/11/2009) www.interdev.co.id (13/11/2009) www.web.bisnis.com (22/12/2009) Lingkar Study CSR Indonesia, 2009
10