JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 152-162 ISSN: 2087-7706
PERAKITAN PUPUK ALAM BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN P DAN K SERTA HASIL KEDELAI DI TANAH MASAM Assembly of Natural Fertilizer Based on Local Resource to Improve Efficiency of P and K Fertilization and Yield of Soybean in Acid Soils M. TUFAILA*), SYAMSU ALAM Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari
ABSTRACT The research aimed to formulate a natural fertilizer based on local resources to improve the efficiency of fertilizer P and K and yield of soybean in acid soils of Southeast Sulawesi. The research involved natural fertilizer formulations with mica schist rock materials, harzburgite, and rock phosphate, and further testing of fertilizers. Laboratory fertilizer testing was performed by experimental methods to determine the slow release properties and the amelioration capabilities of fertilizer. Fertilizer treatments were fertilizer of mica schist and rock phosphate without coating harzburgite (L0), semifagit fertilizer with coatings harzburgite 1 time (L1), semifagit fertilizer with coatings harzburgite 2 times (L2), and semifagit fertilizer with coatings harzburgite 3 times (L3). Further testing was fertilizers test on acid soils, soybean yield and fertilizer efficiency with experimental methods. The treatments were fertilizer factors consisting of two levels: fertilizer of mica schist and rock phosphate without harsburgit coatings and semifagit coated fertilizers best harzburgite on experiments in the laboratory, and fertilizer factor of five levels: 0%, 40%, 60%, 80%, 100% P2O5 kg.ha-1 of the recommended dosage (100 kg.ha-1). The research concluded that the natural fertilizer was slow release, use of harsburgit as the outer layer of fertilizer increased fertility of acid soils, fertilizers of mica schist and rock phosphate with coatings harsburgit 3 time (L3) was the best to amelioration of acid soil, the higher dose of fertilizer was followed by the higher the pH, total N, available P, exchangeable K, Mg, and CEC and the lower content of Al-dd soil; the use of semifagit fertilizer dose of 80% of the recommendated dose (100 kg P2O5.ha-1) gave a better effect on plant height, wet weight, dry weight, number of pods, weight of 10 seeds and soybean yield per hectare (2.74 ton.ha -1). The higher the dose of fertilizer was followed by the higher uptake of P and K, and the highest efficiency of fertilizer P and K was at 19.32% and 15.26% for fertilizer using semifagit with a dose of 80% of the recommended dose (100 kg P2O5.ha-1).
Keywords: mica schist rocks, harsburgit, rock phosphate, soybean, natural fertilizer 1PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung karena merupakan sumber protein nabati (Nichols et al., 2006; Shapawi et al., 2013). Proyeksi kebutuhan kedelai pada tahun 2015 sebanyak 2,71 juta ton dan 3,35 juta ton pada tahun 2025 (Simatupang et al., 2005). Untuk mencukupi kebutuhan kedelai dengan sasaran menekan laju impor menjadi *) Alamat Korespondensi: E-mail:
[email protected]
40% dan menuju swasembada pada tahun 2015 diperlukan upaya peningkatan hasil kedelai dalam negeri rata-rata 9,72% per tahun, dan peningkatan areal tanam sebesar 7,25% per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif (Atman, 2009). Salah satu daerah potensial untuk pengembangan kedelai adalah Sulawesi
Vol. 3 No.3, 2013 Tenggara yang mempunyai total luas lahan untuk pengembangan kedelai sebanyak 669.069 ha (BBSDLP, 2008). Pada umumnya lahan tersebut adalah tanah-tanah marginal yang didominasi oleh tanah ultisol yang bereaksi masam (Santoso, 1991). Tanah masam mempunyai permasalahan kesuburan berkendala ganda (multifactors stres), seperti kandungan Al dan kemasaman tanah yang sangat tinggi, kahat hara P, K, Ca, Mg , Cu, Zn, Mo, B, mineralisasi dan nitrifikasi sangat lambat (Gruba and Mulder, 2008; Bougnom et al., 2009; Kanev, 2011). Peningkatan produksi tanaman kedelai di Sulawesi Tenggara tidak cukup hanya dengan memberikan pupuk karena pemupukkan tersebut tidak akan efektif bila pH tanah masih di bawah 4,5. Untuk itu sebelum pupuk diberikan maka perlu terlebih dahulu meningkatkan pH tanahnya dengan pemberian bahan pembenah tanah (amelioran) yang dapat memperbaiki sifatsifat tanah masam tersebut. Beberapa sumberdaya lokal yang dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan pembenah tanah dan banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah gambut, sekis mika, harsburgit dan fosfat alam. Gambut sebagai sumber bahan humat untuk pelarut batuan (Kpomblekou and Tabatabai, 1994; Li et al., 2003), sekis mika sebagai sumber K (Takeshita et al., 2004; Guelfi-Silva et al., 2013), harsburgit sebagai sumber Mg bersifat basis (Kadarusman et al., 2004; Tufaila et al., 2011), dan fosfat alam sebagai sumber P (Kasno et al., 1998; Kochian et al., 2004; Zwolicki et al., 2013). Kombinasi bahan humat dari ekstrak gambut dan batuan alam kaya hara tersebut (harsburgit, sekis mika dan fosfat alam) merupakan pupuk alam yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk kimia (Straaten, 2007), terutama untuk tanaman kedelai yang diusahakan pada tanah masam yang miskin hara. Bahan baku pupuk yang melimpah dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga dapat dihasilkan pupuk alam yang murah dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil kedelai di Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi pupuk alam berbasis sumberdaya lokal yang bersifat lepas terkendali (slow release) dan dapat berperan
Perakitan Pupuk Alam
153
sebagai amelioran sehingga mampu meningkatkan efisiensi pemupukan P, K dan memperbaiki kesuburan tanah masam, dan mendapatkan takaran pupuk alam berbasis sumberdaya lokal yang memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang paling tinggi.
BAHAN DAN METODE Penyiapan Bahan dan Formulasi Pupuk Alam. Batuan sekis mika dan fosfat alam dihaluskan, kemudian diayak dengan matasaring 100 mesh. Gambut sebanyak 5 g ditambah 20 ml KOH 0,5 N. Kemudian diaduk selama 15 menit, didiamkan selama 10 menit langkah ini diulangi 3 kali, lalu didiamkan semalam. Kemudian disaring dengan kertas saring sehingga didapatkan cairan yang berwarna coklat kehitaman (bahan humat) (Rocha et al., 1998; Eladia, 2005). Bubuk sekis mika dan fosfat alam dipanasi o pada suhu 300 C selama 4 jam. Setelah dingin, sekis mika dan fosfat alam ditambah dengan bahan humat dengan perbandingan 1 : 3, dibiarkan selama 24 jam, kemudian digojok selama 5 jam. Setelah sekis mika dan fosfat alam yang sudah terasidulasi dingin ditambahkan tanah vertisol halus lolos 100 mesh sebanyak 1% lalu dibuat granuler (ukuran ± 2 mm) dengan alat granulasi, kemudian dikeringanginkan sampai kering. Pada tahap ini akan didapatkan sekis mika dan fosfat alam yang sudah terasidulasi bahan humat berbentuk granuler. Batuan harsburgit dihaluskan dan disaring lolos 100 mesh sehingga didapatkan serbuk harsburgit, kemudian ditambah kanji 1 %. Selanjutnya sekis mika dan fosfat alam granuler dimasukkan kedalam campuran harsburgit-kanji dan diaduk-aduk hingga sekis mika dan fosfat alam granuler tersebut terlapisi secara merata. Selanjutnya pupuk alam ini disebut SEMIFAGIT (SEkis MIka fosFAt harsburGIT), kemudian dikeringanginkan. Pelapisan ada yang dilakukan sekali, dua kali dan tiga kali. Dari tahapan percobaan ini didapatkan 3 macam pupuk yaitu semifagit berlapis 1 kali (L1), 2 kali (L2) dan 3 kali (L3). Selanjutnya dianalisis pH, DHL, P, Ca, K, Mg, Na, Al dan Fe, dan bahan organik dan kadar air.
154 Tufaila dan Alam Pengujian sifat lepas terkendali hara P dan K dari Pupuk Semifagit. Pupuk semifagit sebanyak 2 g dicampur dengan tanah masam kering angin sebanyak 180 g. Tanah yang digunakan telah disaring dengan saring 2 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik yang tertutup dan diinkubasikan pada periode 1, 10, 20, dan 30 hari pada suhu ruangan. Kelembaban tanah dipertahankan pada 30 % dari kapasitas lapangan. Untuk kontrol menggunakan pupuk sekis mika dan fosfat alam biasa. Pada akhir masa inkubasi, pupuk diambil lalu dicuci dengan air destilasi dan dioven pada suhu 70oC. Selanjutnya dianalisis kandungan P dan K dari pupuk tersebut. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap yang diulang 3 kali. Perlakuannya : L0 = Pupuk sekis mika dan fosfat alam tanpa pelapis harsburgit; L1 = Pupuk semifagit pelapis harsburgit 1 kali; L2 = Pupuk semifagit pelapis harsburgit 2 kali; dan L3 = Pupuk semifagit pelapis harsburgit 3 kali. Pengujian Kemampuan Ameliorasi Pupuk Semifagit. Pupuk semifagit sebanyak 5 g dicampur dengan tanah masam kering angin sebanyak 500 g. Tanah yang digunakan telah disaring dengan saring 2 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik yang tertutup dan diinkubasikan selama 30 hari pada suhu ruangan. Kelembaban tanah dipertahankan pada kapasitas lapangan dengan menambahkan air destilasi secara periodik. Untuk kontrol menggunakan pupuk sekis mika dan fosfat alam biasa. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap yang diulang 3 kali. Perlakuannya adalah : L0, L1, L2, dan L3. Peubah yang diamati adalah pH H20, daya hantar listrik (DHL), kandungan Al-dd, H-dd dan kejenuhan Al diakhir percobaan (hari ke 30). Pengujian Efisiensi Pupuk Semifagit. Percobaan tanaman kedelai pada tanah masam disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan dua faktor perlakuan, yaitu 2 aras perlakuan pupuk dan 5 aras takaran pupuk yang diulang 3 kali. Faktor-faktor dan aras yang akan diteliti adalah (i) Perlakuan pupuk : Sekis mika dan fosfat alam tanpa pelapis harsburgit (PK), dan Semifagit berlapis harsbugit terbaik pada percobaan di Laboratorium (PKH), dan (ii) Pupuk dengan 5 aras takaran : 0 % P2O5 kg/ha (0), 40 % P2O5 kg/ha (1), 60 % P2O5 kg/ha (2),
J. Agroteknos 80 % P2O5 kg/ha (3), dan 100% P2O5 kg/ha dari dosis rekomendasi (4). Kebutuhan hara P per pot dihitung berdasarkan jumlah takaran rekomendasi hara P per hektar untuk tanaman kedelai di tanah masam yaitu 100 P2O5 kg /ha (Atman, 2009). Parameter yang diamati adalah analisis tanah awal, diakhir percobaan dianalisis pH, Al-dd, P, K, Mg, dan KPK, serapan dan efisiensi P dan K tanaman, tinggi tanaman, bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil kedelai ton. ha-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik fosfat alam, sekis mika, bahan humat, dan harsburgit. Fosfat alam yang digunakan adalah guano yang mempunyai pH (H2O) 4,15; DHL 4,19 µS, bahan organik 8,12%, N total 9,20%, P-total 9,73%, CaO 10,42%, MgO 0,76%, K2O 2,23%, Na2O 0,77%, Al2O3 0,19%, Fe2O3 0,15%, dan MnO 5 ppm. Batuan sekis mika mempunyai pH (H2O) 7,15; DHL 249 µS, SiO2 45,78%, CaO 3,50%, K2O 18,91%, Na2O 3,39%, MgO 2,02%, Al2O3 13,16%, Fe2O3 5,91%, dan MnO 0,16%. Batuan harsburgit yang digunakan mengandung Mg yang cukup tinggi yaitu 44,83% sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber magnesium dan termasuk batuan basis dengan pH (H2O) 8,48; DHL 193,10 µS, SiO2 37,15%, CaO 1,5%, K2O 0,01%, Na2O 0,77%, Al2O3 1,16%, Fe2O3 8,07%, dan MnO 0,12%. Bahan humat ekstrak gambut mengandung bahan humat 23,77%, kemasaman total 3,45 meq.g-1, gugus fungsional karboksil (-COOH) 0,67 meq.g-1, dan hidroksil fenolat (-OH) 2,78 meq.g-1. Hal ini menunjukkan bahwa bahan humat ekstrak gambut yang digunakan ternyata didominasi oleh gugus fungsional hidroksil fenolat. Karakteristik Tanah Mineral Masam. Tanah mineral masam yang digunakan pupuk mempunyai pH (H2O) 4,1 (sangat masam), pH (KCl) 3,2. Kandungan C-organik 0,28%, C/N 2,15, P total 10,62%, P tersedia 3,77 ppm, Cadd 0,15 cmol(+).kg-1, Mg-dd 0,19 cmol(+).kg-1, dan KB 2,95% tanah tersebut tergolong sangat rendah, kandungan N total 0,13%, K-dd 0,14 cmol(+).kg-1, dan Na-dd 0,25 cmol(+).kg-1 tergolong rendah, Al-dd 5,75 cmol(+).kg-1 dan kejenuhan Al 23,21% tergolong tinggi, dan KPK 24,77 cmol(+).kg-1 tergolong sedang.
Vol. 3 No.3, 2013
Perakitan Pupuk Alam
Bertekstur lempung pasiran dengan BV 1,23 g.cm-3. Karakteristik Pupuk Semifagit. Perakitan pupuk alam yang dihasilkan adalah pupuk sekis mika dan fosfat alam granuler tanpa pelapis
155
harsburgit (L0), dan semifagit pelapis harsburgit satu kali (L1), dua kali (L2), dan tiga kali (L3). Keempat jenis pupuk yang dihasilkan tersebut merupakan sumber hara P dan K.
Tabel 1. Karakteristik pupuk sekis mika dan fosfat alam granuler (L0) dan semifagit lapis satu (L1), dua (L2), dan tiga kali (L3) Karakteristik
Satuan
pH DHL P2O5 MgO CaO K2O Na2O Al2O3 Kadar air Bahan organik
µS % % % % % % % %
Kandungan L0 6,89 136,21 8,97 0,75 10,40 19,38 0,65 0,17 3,25 2,78
Sifat lepas terkendali hara P dan K Pupuk .Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 secara umum berpengaruh nyata terhadap kandungan P dan K total pupuk pada inkubasi 1, 10, 20, dan 30 hari tetapi tidak berpengaruh nyata
L1 7,04 149,17 8,65 6,20 11,25 18,35 0,56 0,14 3,69 2,33
L2 7,12 153,35 7,86 8,73 11,12 18,50 0,53 0,15 3,07 2,19
L3 7,51 165,67 7,34 10,67 11,03 17,27 0,56 0,18 4,08 2,08
terhadap P total pupuk pada inkubasi 20 hari. Hal ini diduga pada inkubasi 20 hari bahan pelapis pupuk (L1, L2, dan L3) telah terurai ke dalam tanah sehingga yang tersisa adalah hanya inti pupuk yang sama dengan pupuk Lo.
Tabel 2. Purata kandungan P dan K total pupuk Lo, L1, L2, dan L3 pada inkubasi 1, 10, 20, dan 30 hari Perlakuan
Lama inkubasi (hari) 10 20 30 P total K total P total K total P total K total P total K total (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) 8,96 d*) 19,36 c*) 7,25 b*) 16,94 d *) 5,05 a*) 12,15 a*) 2,75 a*) 6,25 a*) 8,63 c 18,30 b 7,28 b 17,28 c 5,09 a 14,09 b 3,11 b 7,11 b 7,80 b 18,49 b 7,15 b 18,28 b 5,16 a 14,46 b 3,08 b 7,59 c 7,33 a 17,25 a 6,80 a 16,29 a 5,12 a 14,52 b 3,13 b 7,23 bc Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5% 1
Lo L1 L2 L3 *)
Gambar 1 menunjukkan bahwa selama inkubasi berlangsung terjadi pelepasan hara P dan K pupuk secara berkala atau tidak terjadi pelepasan hara secara draktis. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk yang dibuat mempunyai sifat lepas terkendali (slow release) Penurunan kandungan P dan K pupuk atau pelepasan P dan K pupuk yang paling tajam terjadi pada pupuk Lo, kemudian menyusul L1, L2, dan L3. Hal ini dapat terjadi karena pupuk Lo tidak dilapisi harburgit sehingga langsung terjadi pelepasan P dan K pada waktu inkubasi, sedangkan pupuk L1, L2, dan L3 yang dilapisi harsburgit terlebih dahulu
melepaskan unsur yang terdapat pada bahan pelapis kemudian menyusul P dan K sebagai inti pupuk. Kemampuan Amelorasi Pupuk Semifagit. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 berpengaruh nyata terhadap pH (H2O), Al-dd, dan kejenuhan Al tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap H-dd tanah. Tanah mineral umumnya mempunyai kandungan H-dd yang sangat terbatas, sumber kemasaman terutama akibat reaksi protonasi Al atau Fe (Essington, 2004). .
156 Tufaila dan Alam
Gambar 1.
J. Agroteknos
Hubungan antara lama inkubasi dengan kadar P dan K total serta pelepasan P dan K pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin banyak pelapis bubuk harsburgit pada pupuk maka semakin tinggi pH tanah, semakin rendah Al-dd, dan kejenuhan Al. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi jumlah bubuk harsburgit sebagai pelapis pupuk semifagit maka semakin banyak kandungan
Mg, bubuk harsburgit mengandung Mg 44,83%. Mg yang terdapat dalam harsburgit melalui proses hidrolisis akan melepaskan ion OH-. Kehadiran hidroksida yang tinggi akan meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, dan kejenuahan Al (Lesovaya et al., 2012).
Tabel 3. Purata pH, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Perlakuan
pH(H2O)
Lo L1 L2 L3
4,27 a*) 5,28 b 5,75 c 6,68 d
Al-dd (cmol(+).kg-1) 5,05 c*) 4,72 b 2,34 a 2,28 a
Kejen. Al (%) 20,10 c*) 18,89 b 9,45 a 9,14 a
H-dd (cmol(+).kg-1) 0,07 a*) 0,08 a 0,10 a 0,08 a
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5%
Berdasarkan pengaruh pupuk terhadap pH, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 2, maka pupuk terbaik dari empat jenis pupuk yang diperlakukan tersebut adalah pupuk semifagit dengan pelapis harsburgit 3 kali (L3). Pengaruh pupuk terhadap tanah masam dan tanaman kedelai . Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap pH, Al-dd, N total, dan P tersedia. Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk cenderung diikuti dengan semakin tinggi pH, N total, dan P tersedia tanah tetapi untuk kandungan Al-dd terjadi
sebaliknya yaitu semakin tinggi dosis pupuk diikuti dengan semakin rendah Al-dd tanah. Hal ini dapat terjadi karena dengan semakin tinggi dosis kedua jenis pupuk maka jumlah hara (seperti P, K, dan bahan organik) yang mempengaruhi karakteristik tanah menjadi semakin tinggi sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan pH tanah, kandungan N total dan P tersedia tanah. Peningkatan pH tanah selanjutnya mengakibatkan semakin rendahnya kandungan Al-dd tanah setelah percobaan. Johnson and Richard (2006) dan Kpomblekou and Tabatabai (2003) menyebutkan bahwa bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P.
Vol. 3 No.3, 2013
Perakitan Pupuk Alam
157
Gambar 2. pH (H2O) tanah, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa peningkatan pH dan P tersedia cenderung lebih tinggi dan penurunan kandungan Al-dd tanah cenderung lebih rendah pada perlakuan pupuk semifagit berlapis harsburgit dibandingkan pupuk sekis mika dan fosfat alam tanpa pelapis harsburgit. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi dosis pupuk semifagit berlapis harsburgit, semakin tinggi kandungan harsburgit yang kaya dengan Mg. Harsburgit sebagai lapisan luar pupuk akan bereaksi terlebih dahulu menetralkan tanah sebelum terjadi pelepasan P dan K sebagai inti
pupuk. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa kehadiran Mg dalam jumlah yang tinggi sebagai lapisan luar pupuk, selama proses hidrolisis dalam tanah akan melepaskan hidroksil dalam jumlah yang tinggi pula sehingga mengakibatkan meningkatnya pH dan menurunnya Al-dd tanah. Kondisi seperti ini memungkinkan pada waktu pelepasan P dan K sebagai inti pupuk, jumlah P yang terfiksasi Al dan Fe dalam tanah menjadi berkurang sehingga mengakibatkan meningkatnya kandungan P tersedia tanah.
Tabel 4. Purata pH, Al-dd, N total, P tersedia tanah pada akhir percobaan
Perlakuan PK0 PK1 PK2 PK3 PK4 PKH0 PKH1 PKH2 PKH3 PKH4
pH (H2O) 4,13 a*) 4,50 b 4,80 c 5,17 d 5,60 e 4,17 a 4,90 c 5,57 e 6,20 f 6,67 g
Al-dd (cmol(+).kg-1) 5,74 g*) 5,42 f 5,17 f 4,61 e 3,55 d 5,75 g 3,52 d 3,09 c 2,21 b 1,27 a
N total (%) 0,14 a*) 0,15 a 0,18 cd 0,18 cd 0,19 cd 0,15 a 0,16 ab 0,17 bc 0,18 cd 0,20 d
P tersedia (ppm) 3,21 a*) 8,13 b 10,07 c 12,04 d 13,11 e 3,23 a 12,55 de 16,37 f 20,27 g 23,73 h
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5%
158 Tufaila dan Alam
Gambar 3.
J. Agroteknos
Hubungan antara dosis pupuk dengan pH (H2O), N total, P tersedia, dan Al-dd tanah setelah percobaan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap K-dd dan Mg-dd tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap KPK tanah, berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 28, 63, dan 88 HST tetapi tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kedelai 14 HST, berpengaruh nyata terhadap bobot basah, bobot kering, jumlah polong, dan hasil per hektar tanaman kedelai tetapi tidak berbeda nyata terhadap bobot 10 biji, berpengaruh nyata terhadap serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk sekis mika dan BFA tanpa pelapis harsburgit dan pupuk semifagit
pelapis harsburgit cenderung diikuti dengan semakin tinggi K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi dosis kedua jenis pupuk tersebut maka kandungan P dan K sebagai inti pupuk serta harsburgit yang kaya dengan Mg sebagai lapisan luar pupuk semifagit juga semakin banyak yang diberikan pada tanah sehingga mengakibatkan semakin banyak pula kandungan P, K, dan Mg tanah. Terjadinya peningkatan KPK tanah diduga akibat kandungan bahan organik yang terdapat pada kedua jenis pupuk tersebut tetapi peningkatannya dianggap tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5. Purata K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah pada akhir percobaan
Perlakuan PK0 PK1 PK2 PK3 PK4 PKH0 PKH1 PKH2 PKH3 PKH4
K-dd (cmol(+).kg-1) 0,09 a*) 0,26 bc 0,29 cd 0,34 e 0,45 f 0,09 a 0,25 b 0,27 bc 0,31 de 0,43 f
Mg-dd (cmol(+).kg-1) 0,14 a*) 0,18 a 0,19 a 0,21 a 0,21 a 0,15 a 0,57 b 0,74 c 0,90 d 1,10 e
KPK (cmol(+).kg-1) 24,78 25,37 26,37 26,23 26,27 24,73 25,98 26,43 26,85 26,90
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5%
Vol. 3 No.3, 2013
Perakitan Pupuk Alam
159
Gambar 4. Hubungan antara dosis pupuk dengan K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah setelah percobaan
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk cenderung diikuti dengan semakin tinggi tanaman kedelai pada 14 dan 28 HST sedangkan tinggi tanaman 63 dan 88 HST cenderung mengalami peningkatan sampai pada dosis 80% dari dosis rekomendasi. Hal ini disebabkan karena pada
dosis pupuk 100% dari dosis rekomendasi, jumlah hara yang terkandung dalam pupuk tersebut diduga melebihi kebutuhan tanaman sehingga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman pada 63 dan 88 HST.
Tabel 6. Purata tinggi tanaman kedelai pada 14, 28, 63, dan 88 HST Tinggi tanaman (cm) 14 HST 28 HST 63 HST 88 HST PK0 6,80 11,77 a*) 35,17 a*) 37,07 a*) PK1 7,33 12,70 abc 34,60 a 36,83 a PK2 7,47 13,63 cde 39,30 b 40,97 b PK3 7,37 13,13 bcd 41,53 bc 42,93 b PK4 7,30 14,53 e 40,50 bc 42,87 b PKH0 6,90 12,13 ab 36,13 a 37,53 a PKH1 7,23 14,23 de 39,30 b 42,53 b PKH2 7,70 13,93 cde 40,93 bc 43,50 b PKH3 7,60 14,87 e 42,03 c 43,67 b PKH4 7,73 14,83 e 41,30 bc 44,13 b *) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5% Perlakuan
Gambar 5. Hubungan antara dosis pupuk dengan tinggi tanaman kedelai 14, 28, 63, dan 88 HST
160 Tufaila dan Alam
J. Agroteknos
Tabel 7. Purata bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per hektar tanaman kedelai Bobot basah Bobot kering Bobot 10 biji Hasil (ton.haJumlah polong 1) (g) (g) (g) PK0 23,03 a*) 10,13 a*) 27,33 ab*) 0,93 1,60 a*) PK1 25,77 b 11,43 abc 28,67 abc 1,13 2,04 b PK2 25,90 b 11,70 bc 28,67 abc 1,10 1,98 ab PK3 28,67 c 12,10 c 30,33 bc 1,13 2,16 b PK4 28,27 bc 12,03 c 29,67 abc 1,07 1,99 ab PKH 22,47 a 10,40 ab 26,67 a 0,97 1,62 a PKH1 28,63 c 12,87 c 30,33 bc 1,13 2,16 b PKH2 28,50 c 12,83 c 31,00 c 1,10 2,13 b PKH3 29,90 c 14,37 d 37,33 d 1,17 2,74 c PKH4 29,73 c 14,20 d 35,33 d 1,03 2,29 b *) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5% Perlakuan
Gambar 6. Hubungan antara dosis pupuk dengan bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per hektar tanaman kedelai
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk sampai dosis 80% dari dosis rekomendasi cenderung diikuti dengan semakin tinggi bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per hektar tanaman kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai dapat dicapai pada dosis 80% dari dosis rekomendasi, pemberian dosis pupuk lebih dari itu diduga melebihi kebutuhan tanaman dan berdampak negatif terhadap hasil tanaman kedelai. Secara keseluruhan penggunaan pupuk semifagit berlapis harsburgit memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pupuk tanpa lapis harsburgit. Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk cenderung diikuti dengan semakin tinggi serapan P dan K. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi
dosis pupuk yang diberikan diduga mengakibatkan semakin tinggi kandungan P dan K tanah selanjutnya didikuti dengan semakin banyak kedua unsur tersebut diserap tanaman kedelai. Namun efisiensi serapan hara P dan K tertinggi dicapai pada dosis 80% dari dosis rekomendasi, sedangkan penggunaan pupuk melebih dosis tersebut adalah tidak efisien lagi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Secara keseluruhan penggunaan pupuk semifagit berlapis harsburgit memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap serapan dan efisiensi serapan P dan K daripada pupuk tanpa lapis harsburgit. Hal ini diduga karena pupuk semifagit yang berlapis harsburgit, pada waktu pelepasan hara, lapisan luar pupuk yang kaya Mg terlebih dahulu akan bereaksi menetralkan kondisi tanah masam sehingga pelepasan hara P dan K
Vol. 3 No.3, 2013
Perakitan Pupuk Alam
dari inti pupuk kedalam tanah memungkinkan sebagai besar dimanfaatkan oleh tanaman dan diduga sangat minim terfiksasi oleh Al atau Fe. Kondisi seperti ini mengakibatkan serapan
161
dan efisiensi pupuk P dan K lebih tinggi terjadi pada pupuk semifagit berlapis harsburgit dari pada pupuk tanpa pelapis harburgit.
Tabel 8. Purata serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai
Perlakuan PK0 PK1 PK2 PK3 PK4 PKH0 PKH1 PKH2 PKH3 PKH4
Serapan P (mg.tanaman-1) 7,37 a*) 15,34 b 22,52 c 27,28 d 32,39 e 7,03 a 18,34 b 24,39 cd 32,83 e 48,12 f
Serapan K (mg.tanaman-1) 280,27 a*) 296,96 b 304,44 bc 314,19 cd 322,53 d 274,78 a 292,54 b 301,26 bc 312,94cd 321,13 d
Efisiensi serapan P (%) 6,37 a*) 8,08 bc 7,96 b 8,01 b 9,05 bcd 9,26 bcd 10,32 d 9,53 cd
Efisiensi serapan K (%) 13,36 a*) 12,89 ab 13,57 ab 13,52 ab 14,21 abc 14,12 abc 15,26 c 14,83 bc
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan 5%
Gambar 7. Hubungan antara dosis pupuk dengan serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai
SIMPULAN Pupuk sekis mika dan fosfat alam terasidulasi bahan humat tanpa atau dengan pelapis harsburgit bersifat lepas terkendali. Kelarutan sekis mika dan fosfat alam terasidulasi bahan humat tanpa pelapis harsburgit lebih tinggi daripada yang dilapisi harsburgit. Penggunaan harsburgit sebagai lapisan luar pupuk dapat meningkatkan kesuburan tanah masam. Pupuk sekis mika dan fosfat alam dengan pelapis harsburgit tiga kali adalah pembenah tanah masam yang terbaik. Semakin tinggi dosis pupuk diikuti dengan semakin tinggi pH,
N total, P tersedia, K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah serta semakin rendah kandunga Al-dd tanah. Penggunaan pupuk semifagit dengan dosis 80% dari dosis rekomendasi (100 kg P 2O5.ha1) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji dan hasil per hektar tanaman kedelai (2,74 ton.ha-1). Semakin tinggi dosis pupuk diikuti dengan semakin tinggi serapan P dan K tanaman kedelai. Efisiensi pemupukan P dan K yang tertinggi yaitu sebesar 19,32% dan 15,26% terjadi pada penggunaan pupuk semifagit
162 Tufaila dan Alam dengan dosis 80% dari dosis rekomendasi (100 kg P2O5.ha-1).
DAFTAR PUSTAKA Atman, 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua, VIII(1):39-45. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Departemen Pertanian Indonesia. BBSDLP, 2008. Potensi dan ketersediaan lahan untuk pengembangan kedelai di Indonesia. Warta Litbang Pertanian. (30)1:3-5. Bougnom, B.P., J. Mair, F.X. Etoa, H. Insam, 2009. Composts withwood ash addition: A risk or a chance for ameliorating acid tropical soils. Geoderma. 153: 402-407. Eladia, M., Peña, M., Josef, H. and Jiří, P., 2005. Humic substances – compounds of still unknown structure: applications in agriculture, industry, environment, and biomedicine. J. Appl. Biomed. 3:13-24. Essington, M.E., 2004. Soil and water chemistry. CRC Press LLC, USA. 534 p. Gruba, P. and J. Mulder, 2008. Relationship between Aluminum in Soils and Soil Water in Mineral Horizons of a Range of Acid Forest Soils. Soil Sci. Soc. Am. J. 72(4):1150-1157. Guelfi-Silva, D.R., G. Marchi, C.R. Spehar, L.R.G. Guilherme, and V. Faquin, 2013. Agronomic Efficiency of Potassium Fertilization in Lettuce Fertilized with Alternative Nutrient Sources. Rev. Ciênc. Agron. 44(2):267-277. Johnson, S. E. and R.H. Loeppert, 2006. Role of organic acids in phosphate mobilization from iron oxide. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:222–234. Kadarusman, A., S. Miyashita, S. Maruyama, C.D. Parkinson and A. Ishikawa, 2004. Petrology, geochemistry and paleogeographyc reconstruction of the east Sulawesi ophiolite, Indonesia. Tectonophysics. 392: 55-83. Kanev, V.V., 2011. Dynamics of Acid-Soluble Iron Compounds in Soddy-Podzolic Soils of the Southern Komi Republic. Eur. Soil Sci. 44(11):1201-1214. Kasno, A., S. Adiningsih, dan M. Sediyarso, 1998. Keefektifan waktu pemberian dan jenis fosfat alam pada tanah plinthic kandiudults. J. Tanah Trop. 7:59-73. Kochian, L.V., Hoekenga, O.A., Pineros, M.A., 2004. How do crop plants tolerate acid soils. Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu. Rev.Plant Biol. 55:459-493. Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 1994. Effect of organic acids on release of phosphorus from phosphate rocks. Soil Sci. 158:443-453.
J. Agroteknos Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 2003. Effect of low-molecular weightorganic acids on phosphorus release and phyto availability of phosphorus in phosphate rocks added to soil. Agric. Ecosystem Environ. 100:275-284. Li, Li, W. Huang, P. Peng, G. Sheng, and J. Fu, 2003. Chemical and Molecular Heterogeneity of Humic Acids Repetitively Extracted from a Peat. Soil Sci. Soc. Am. J. 67(3): 740-746. Lesovaya, S. N., S. V. Goryachkin, and Yu. S. Polekhovskii, 2012. Soil Formation and Weathering on Ultramafic Rocks in the Mountainous Tundra of the Rai-Iz Massif, Polar Urals. Eurasian Soil Science. 45(1):33-44. Nichols, D.M., K.D. Glover, S.R. Carlson, J.E. Specht and B.W. Diers, 2006. Fine Mapping of a Seed Protein QTL on Soybean Linkage Group I and Its Correlated Effects on Agronomic Traits. Crop Sci. 46:834-839. Rocha, J. C., A.H. Rosa and M. Furlan, 1998. An alternative metodology for the extraction of humic substances from organic soils. J. Braz. Chem. Soc.,9(1):52-56. Rossita Shapawi, R., I. Ebi, and A. Yong, 2013. Soybean Meal as a Source of Protein in Formulated Diets for Tiger Grouper, Epinephelus Fuscoguttatus Juvenile. Part I: Effects on growth, survival, feed utilization and body compositions. Agricultural Sciences. 4(7):317-323. Santoso, D., 1991. Agricultural land of Indonesia. IARD, J. 13:33-36. Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika, 2005. Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub Optimal. Balitkabi Malang, 26 Juli 2005. Straaten, P.v., 2007. Agrogeology : The use of rocks for crops. Departemen of Land Resource Science University of Guelph, Ontario. Canada. 440 p. Takeshita, H., C. Gouzu and T. Itaya, 2004. Chemical features of white micas from The Piemonte Calcschist, Western Alps and Implications for K-Ar Ages of Metamorphism. Gondwana Research. 7(2):457-466. Tufaila, M., B.H. Sunarminto, D. Shiddieq, and A. Syukur, 2011. Characteristics of soil derived from ultramafic rocks for Extensification of Oil Palm in Langgikima, North Konawe, Southeast Sulawesi. J. Agrivita. 33(1):93-102. Zwolicki, A., K. M. Zmudczyn´ska-Skarbek, L. Iliszko, and L. Stempniewicz, 2013. Guano Deposition and Nutrient Enrichment in the Vicinity of Planktivorous and Piscivorous Seabird Colonies in Spitsberg. Polar Biol, 36:363-372.