KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi) DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA
JULIUS MARINUS BANGUN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Oktober 2005 Julius Marinus Bangun C24101053
ABSTRAK JULIUS MARINUS BANGUN. C24101053. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”Dibimbing oleh ETTY RIANI Sebagai Ketua dan ISDRADJAD SETYOBUDIANDI Sebagai Anggota”. Perkembangan industri yang ada di sekitar Teluk Jakarta menghasilkan buangan limbah dan menimbulkan pencemaran logam berat seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Cemaran tersebut dapat membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya. Hal ini karena keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme. Salah satunya terjadi penimbunan kandungan logam berat pada organ-organ tubuh ikan seperti yang terjadi pada ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Kandungan logam berat ini mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta. Pengumpulan data diambil dari data primer dan data sekunder. Metode analisa logam berat yang dilakukan menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom (AAS), lalu dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif dan korelasi peringkat Spearman. Kandungan logam berat Pb dan Cd di air masih berada di bawah baku mutu air laut berdasarkan Kep MenLH no. 51 tahun 2004 begitu pula yang terkandung di dalam sedimen masih berada dalam kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen menurut RNO tahun 1981. Kandungan logam berat Pb dalam daging ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) telah melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut Depkes RI tahun 1989 sehingga ikan ini tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam air dan sedimen masih berada dalam batas maksimum yang ditetapkan sedangkan kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan.
© Hak cipta milik Julius Marinus Bangun, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi) DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA
JULIUS MARINUS BANGUN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Skripsi
: Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi), di PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA Nama Mahasiswa : Julius Marinus Bangun NIM : C24101053
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Etty Riani. H, MS. NIP. 131 619 682
Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. NIP. 131 471 378
Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus : 03 Oktober 2005
PRAKATA Puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat, rahmat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”. Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Etty Riani. H, M.S dan bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan perbaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku wakil Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku penguji tamu dalam pelaksanaan ujian akhir. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumbanbatu, M.Agr selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menjalankan perkuliahan di IPB. 4. Bapak dan Ibu tercinta, B’Teger sekeluarga, K’Merry sekeluarga dan K’Menda atas kasih sayang, doa dan semangat selama menjalani penelitian dan perkuliahan di IPB. 5. B’Karyawan dan K’Clara di Cianjur atas masukan dan bantuannya selama penulis menjalankan perkuliahan di Bogor. 6. Wiradianti yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Rekan-rekan tim penelitian, teman-teman MSP, FPIK dan IPB atas segala saran, pendapat dan dukungan selama penelitian. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Oktober 2005 Julius Marinus Bangun
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sei Semayang pada tanggal 05 Juli 1983 dari ayah Drs. Daulat Bangun, S.Pd dan ibu Naik Br Sitepu. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 19891995 di SD RK Deli Murni Diski, melanjutkan pendidikan ke SLTP RK Deli Murni Diski pada tahun 1995-1998 dan SMU Negeri 1 Binjai pada tahun 19982001. Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama Katolik 2002/2003-2004/2005 dan asisten mata kuliah Biologi Perikanan 2003/2004 dan 2004/2005. Untuk menyelesaikan studi penulis melaksanakan penelitian dan skripsi yang berjudul “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta”.
DAFTAR ISI
Halaman x DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan ................................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... Logam Berat di Teluk Jakarta ............................................................. Karakteristik Logam Berat .................................................................. Timbal (Pb) ................................................................................. Kadmium (Cd) ............................................................................ Pencemaran Perairan oleh Logam Berat .............................................. Kandungan Logam Berat dalam Air ............................................ Kandungan Logam Berat dalam Sedimen .................................... Kandungan Logam Berat dalam Biota Air ................................... Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat ............................ Ikan Sokang ........................................................................................ Morfologi dan Klasifikasi ........................................................... Aspek Biologi dan Ekologi .........................................................
4 5 7 9 10 10 11 12 13 14 16 16 17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ............................................................................. Alat dan Bahan ................................................................................... Metode Kerja ...................................................................................... Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen ........................... Metode Pengambilan Ikan Contoh .............................................. Metode Pengambilan Organ Ikan ................................................ Metode Analisa .................................................................................. Analisa Logam Berat .................................................................. Analisa Deskriptif ....................................................................... Korelasi Peringkat Spearman ......................................................
18 18 19 19 19 20 20 20 20 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam Berat dalam Air .................................................... Kandungan Logam Berat dalam Sedimen ........................................... Logam Berat Pb .......................................................................... Logam Berat Cd ..........................................................................
22 23 23 24
Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan .............................. Daging ........................................................................................ Ginjal .......................................................................................... Hati ............................................................................................. Insang ......................................................................................... Kondisi Perairan ................................................................................. Suhu ........................................................................................... pH (Derajat Keasaman) ............................................................... Salinitas ...................................................................................... DO (Oksigen Terlarut) ................................................................ Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan ........
25 25 27 28 30 32 32 33 34 35 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
38 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
40
LAMPIRAN ...............................................................................................
43
DAFTAR TABEL Halaman 1. Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun terakhir ....................................................................................
6
2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa tahun terakhir ....................................................................................
7
3. Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan laut .................................................................................
11
4. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur ...............................
19
5. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004) .................................................................
20
6. Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam Hamidah, 1986) ..................................................
21
7. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI, 1989) .........................................................................
21
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991) ...............................................
8
2. Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852) .................................
17
3. Peta lokasi penelitian ........................................................................
18
4. Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% dalam sedimen ....................................................................
23
5. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ......................................................................
26
6. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ......................................................................
27
7. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ......................................................................
28
8. Histologi hati ikan normal (Noga, 2000) ...........................................
29
9. Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat.................
29
10. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ......................................................................
30
11. Histologi insang normal (Noga, 2000) ..............................................
31
12. Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat.............
31
13. Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ....................................
33
14. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta...
34
15. Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ........................
35
16. Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ................
36
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen ....................................
43
2. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ......................................................................
44
3. Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta .....................................
45
4. Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut ....................................... 46 5. Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang ....................................
47
6. Lokasi penelitian ..............................................................................
48
7. Prosedur analisa logam berat pada ikan .............................................
49
PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang lebih 33 kilometer dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter. Banyaknya pembangunan sepanjang pantai bagian hulu telah menyebabkan terjadinya banyak perubahan. Lahan rawa-rawa yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air telah berubah menjadi kawasan permukiman dan berbagai kegiatan industri maupun pergudangan yang menghasilkan limbah dan menimbulkan pencemaran pada teluk tersebut. Selain itu sampah dan limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta melalui 13 sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di teluk itu semakin menambah beban pencemaran karena volumenya yang terus bertambah. Salah satu pencemaran yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi di Teluk Jakarta adalah pencemaran logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Sn dan lain-lain. Unsur logam berat tersebut umumnya berasal dari kegiatan industri yang berada di sekitar Teluk Jakarta seperti industri kaca, industri makanan ternak, industri cat dan cool storage/gudang pendingin. Penggunaan timbal dikenal luas pada industri cat, tinta, pestisida, fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik sebagai bahan stabilizer dan kadmium (Cd) terakumulasi dalam air akibat masukan limbah yang berasal dari kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen atau zat warna lainnya dalam industri plastik, tekstil, dan industri kimia (Darmono, 1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme padahal logam berat seperti Pb dan Cd ini termasuk golongan logam berat yang berbahaya dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan (Darmono, 1995;2001). Keracunan logam berat Pb dan Cd dapat menyebabkan keracunan yang akut dan kronis. Keracunan akut logam Pb ditandai oleh rasa terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dengan disertai diare dan gejala keracunan kronis ditandai dengan rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001). Sedangkan efek kronis dari keracunan logam Cd, biasanya mengakibatkan
kerusakan ginjal, kerusakan sistem syaraf dan kerusakan pada sebagian renal tubules. Penyerapan Cd dalam tubuh cenderung terkonsentrasi di dalam hati dan ginjal. Terjadinya peningkatan kandungan logam berat pada perairan dapat membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah ikan. Ikan yang merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan cepat pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti sungai, danau, dan teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran seperti logam berat akan masuk ke dalam tubuh ikan (Darmono, 1995). Ikan Triacanthus nieuhofi atau yang dikenal dengan ikan sokang adalah ikan demersal yang terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur dan memakan invertebrata benthik. Terjadinya penimbunan logam berat pada organorgan tubuh ikan berakibat lama-kelamaan konsentrasinya akan bertambah besar yang dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan tersebut dan pada akhirnya dapat menimbulkan kematian
pada ikan. Apabila ikan tersebut
kemudian dikonsumsi oleh manusia hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang dapat menyebabkan keracunan yang bersifat kronis dan akut karena sifat logam berat yang mudah terakumulasi. Perumusan Masalah Meningkatnya kegiatan manusia di sekitar perairan laut dapat menyebabkan perubahan pada ekosistem perairan tersebut. Kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian yang ada menghasilkan buangan limbah yang kemudian masuk ke perairan laut baik melalui aliran run off maupun aliran sungai. Salah satu limbah yang sangat berbahaya adalah logam berat yang mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme dan pada jumlah tertentu akan sangat berbahaya.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta.
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta Luas perairan Teluk Jakarta sekitar 514 km² dan panjang garis pantai ± 80 km dengan 32 km merupakan garis pantai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di sebelah timur dibatasi oleh Tanjung Karawang (Nontji dan Permana, 1980). Perairan Teluk Jakarta terletak antara 05º 48’ 30’’ LS hingga 06º 10’ 30’’ LS dan 106º 33’ BT hingga 107º 03’ BT. Di perairannya mengalir beberapa sungai besar diantaranya Sungai Cisadane di bagian barat, Sungai Ciliwung di bagian tengah serta Sungai Citarum dan Bekasi di bagian timur. Pada dasar perairannya tumbuh pulau-pulau karang yang sebagian besar terletak di bagian barat, membujur dengan arah utara-selatan, seperti Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer dan Pulau Lancang. Pulaupulau itu muncul dari kedalaman 5 hingga 50 m (Suyarso, 1995). Praseno (1980) mengatakan bahwa perairan Teluk Jakarta dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian barat, bagian tengah dan bagian timur. Teluk bagian barat dipengaruhi oleh sungai-sungai yang sebelum bermuara di Teluk Jakarta terlebih dahulu mengalir melalui kota Metropolitan Jakarta. Bagian tengah teluk dipengaruhi oleh Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan minyak Jakarta sedangkan bagian timur Teluk Jakarta terutama dipengaruhi oleh suatu sungai besar dan sungai-sungai kecil yang tidak melalui kota Jakarta. Praseno dan Kastoro (1980) menyatakan bahwa perairan Teluk Jakarta mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain sebagai mata pencaharian nelayan, tempat lalu lintas kapal laut karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pintu gerbang Indonesia yang terbesar, sebagai tempat rekreasi dan pariwisata serta tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga. Seperti halnya Laut Jawa perairan Teluk Jakarta juga dipengaruhi oleh musim. Musim timur yang terjadi pada bulan Juni-Agustus biasanya kering dan arah arus utama menuju ke barat. Musim barat terjadi pada bulan DesemberFebruari merupakan musim hujan dan arah arus utama menuju timur. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan satu pada bulan Maret-Mei dan musim peralihan kedua pada bulan September-November. Pada musim peralihan
ini biasanya arah angin berubah-ubah tetapi pada umumnya memiliki kecepatan lemah. Arus barat dan arus timur banyak mempengaruhi pola arah arus. Adanya kecenderungan bahwa pengaruh arus barat berlangsung lebih lama (AprilNovember) daripada arus timur (Desember-Maret) dapat mempengaruhi penyebaran unsur hara di laut (Kastoro dan Birowo, 1977 dalam Anggraeni, 2002). Teluk Jakarta termasuk perairan yang relatif dangkal sehingga pengaruh kecepatan dan kekuatan angin yang bertiup akan sangat mempengaruhi tinggi gelombang di permukaan laut. Tinggi gelombang bervariasi dari 0.5-1.75 meter yang juga menunjukkan variasi musiman. Pada musim timur tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0.5-1 meter (Anna, 1999). Gerakan pasang surut Teluk Jakarta bersifat harian tunggal yaitu satu kali pasang dan satu kali surut setiap harinya (Pardjaman, 1977 dalam Anggraeni, 2002). Suhu di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 25.6-32.3ºC. Kisaran suhu ini adalah normal untuk perairan tropika dan perbedaan suhu antara lapisan permukaan dan lapisan dasar berkisar antara 0.2-0.5°C. Pada musim angin kuat (musim barat dan timur) suhu permukaan menjadi rendah sedangkan pada musim pancaroba suhu permukaan umumnya lebih tinggi (Praseno dan Kastoro, 1980). Seperti halnya suhu, salinitas di perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim. Secara umum salinitas menunjukkan kisaran antara 28-32‰. Pada musim barat kisaran salinitas bervariasi antara 16-30‰ dan pada musim timur bervariasi antara 31.4-32‰ (Ilahude dan Liasaputra, 1980). Untuk jumlah oksigen terlarut di perairan Teluk Jakarta mendekati jenuh, yaitu antara 3.2-5.6 mg/l dan di dekat muara-muara sungai kadarnya menurun sampai 2.0 mg/l. Hal ini kemungkinan besar disebabkan proses pembusukan yang memerlukan oksigen. Sedangkan keasaman (pH) air laut perairan Teluk Jakarta berkisar 6.9-8.5 dan pH yang rendah umumnya didapatkan di perairan dekat muara sunagi (Praseno dan Kastoro, 1980). Logam Berat di Teluk Jakarta Pemantauan logam berat di perairan Teluk Jakarta telah lama dilakukan. Beberapa hasil pengamatan terhadap konsentrasi logam berat di perairan tersebut
disajikan pada tabel 1. Sumber logam berat tersebut terkait dengan berbagai tingkat aktivitas seperti lalu lintas angkatan laut baik internasional, regional, nusantara dan lokal yang menuju pelabuhan Tanjung Priok (penumpang dan barang), pelabuhan kayu Sunda Kelapa, pelabuhan ikan Muara Baru, pelabuhan ikan Muara Angke, pelabuhan khusus Bogasari, Pertamina dan pelabuhan kecil lainnya termasuk marina Ancol potensial mencemari laut (KPPL DKI Jakarta, 1999 dalam Siantiningsih, 2005). Tabel 1 Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun terakhir Lokasi
Tahun
Pb (ppm)
Cd (ppm)
Teluk Jakarta ¹
1996
0,29-0,87
0,001-0,067
Teluk Jakarta ¹
1997
ttd-0,05
-
Bagian barat Teluk ² Jakarta
Juni, 2003
0,003-0,01
<0,001
September, 2003
0,002-0,005
<0,001
Juni, 2003
0,006-0,013
<0,001
September, 2003
0,004-0,007
<0,001
Juni, 2003
0,001-0,011
<0,001
September, 2003
0,002-0,005
<0,001
Bagian tengah Teluk ² Jakarta Bagian timur Teluk ² Jakarta
ttd: tidak terdeteksi. Sumber : 1. KPPL DKI Jakarta; 2. Razak, 2003
Konsentrasi logam berat dari hasil-hasil penelitian menunjukkan nilai yang bervariasi dari waktu ke waktu. Secara alami konsentrasi logam berat ada di dalam air laut, namun dalam konsentrasi yang sangat kecil, Pb di laut lepas memiliki konsentrasi 0.00003 ppm dan Cd 0.00011 ppm (Waldichuck. 1974). Dengan memperhatikan konsentrasi-konsentrasi tersebut diperkirakan kondisinya akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas khususnya industri yang menggunakan logam berat sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dengan limbah yang dihasilkan tidak diolah sebelum dibuang ke laut. (Razak, 2003). Menurut Rochyatun (1997) dalam Siantiningsih (2005) walaupun terjadi peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh
senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan tersuspensi total atau seston (Nanty, 1999). Dengan sendirinya interaksi dari faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi logam berat dalam air yang umumnya akan menurunkan konsentrasi logam berat dalam air, karena sebagian logam berat tersebut akan tersedimentasikan. Oleh karena itu konsentrasi logam berat di sedimen menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsentrasi yang ada di kolom air laut seperti disajikan pada Tabel 2. Peningkatan
nilai
salinitas
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
konsentrasi logam berat, semakin tinggi salinitas maka konsentrasi logam berat akan semakin rendah. Derajat keasaman suatu perairan sangat mempengaruhi kelarutan logam berat. Pada pH alami air laut, logam berat akan sukar larut dan hadir dalam bentuk partikel atau padatan tersuspensi (TSS). Tabel 2 Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa tahun terakhir Lokasi
Tahun
Pb (ppm)
Cd (ppm)
Teluk Jakarta ¹
Juni, 1990
80,1-175
0,90-2,66
November, 1990
79,5-165,5
0,95-2,53
Teluk Jakarta ²
1996
14,38-104,5
ttd-0,15
Teluk Jakarta ²
1997
12,35-215,75
ttd-0,15
Teluk Jakarta ³
2003
4,42-77,41
<0,001-0,47
ttd: tidak terdeteksi. Sumber: 1. Hutagalung, 1994; 2. KPPL DKI; 3. Razak, 2003
Karakteristik Logam Berat Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai daya hantar panas dan daya hantar listrik yang tinggi serta mempunyai densitas lebih dari 5 (Hutagalung, 1991). Logam berat biasanya bernomor atom 22-29 dan periode 3 sampai 7 dalam susunan berkala unsur-unsur kimia. Beberapa unsur logam berat tersebut antara lain Hg, Pb, Cd, Cr, Zn dan Cu. Pada umumnya semua logam berat tersebar di seluruh permukaan bumi baik di tanah, air dan udara. Logam berat ini dapat berbentuk organik, anorganik terlarut atau terikat dalam suatu partikel (Harahap, 1991).
Unsur logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh organisme sebagai akibat terjadinya interaksi antara logam berat dan sel atau jaringan tubuh organisme tersebut (Syahminan, 1996). Cu dan Zn dibutuhkan sebagai metal faktor dalam proses kerja enzim. Bila kadar logam berat yang terlalu rendah di suatu perairan dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi, namun bila unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun. Bila bahan cemaran masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan cemaran ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi (Hutagalung, 1991), yaitu proses fisik, kimia dan biologis (Gambar 1).
Zat Pencemar Diencerkan dan disebarkan oleh
Adukan Turbulensi
Masuk ke Ekosistem Laut
Arus Laut
Dipekatkan Oleh
Proses Biologis Diserap oleh ikan
Arus Laut
Biota beruaya
Proses Fisis dan Kimiawi
Diserap oleh plankton nabati
Avertebrata
Dibawa Oleh
Diserap oleh rumput laut dan tumbuhan
Absorpsi
Pengendapan
Mengendap di dasar
Plankton Hewani Ikan dan Mamalia
Gambar 1 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991).
Pertukaran Ion
Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota, sedimen, air dan sebagainya (Lu,1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981): 1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien yang bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co. 2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme perairan, seperti Hg, Cd, dan Pb. Selanjutnya Hutagalung (1984) menyatakan bahwa senyawa logam berat banyak digunakan untuk kegiatan industri sebagai bahan baku, katalisator, biosida maupun sebagai additive. Limbah yang mengandung logam berat ini akan terbawa oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber pencemar logam berat yang potensial bagi pencemaran laut. Dalam perairan, logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah, 1980): 1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik. 2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi. Timbal (Pb) Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA) 207.2 (Palar, 2004). Logam timbal Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering disebut galena (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995).
Kadmium (Cd) Logam kadmium mempunyai berat atom 112.41; titik cair 321 ºC dan massa jenis 8.65 gr/ml (Hutagalung, 1991). Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang dalam lingkungan (Palar, 2004). Kadmium digunakan sebagai pigmen dalam pembuatan keramik, penyepuhan listrik, pembuatan aloi dan baterai alkali (Lu, 1995). Pencemaran Laut oleh Logam Berat Definisi cemaran menurut Saeni (1989) adalah zat yang mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai lingkungan itu. Sedangkan kontaminan adalah zat yang menyebabkan perubahan dari susunan normal dari suatu lingkungan. Kontaminan tidak digolongkan sebagai cemaran bila tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Pencemaran adalah peristiwa adanya penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan itu. Logam berat merupakan salah satu unsur pencemar perairan yang bersifat toksik dan harus terus diwaspadai keberadaaannya. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Djuangsih dkk., 1982 dalam Pagoray 2001). Limbah industri merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi perairan laut. Sebagai contoh adalah pencemaran Hg (raksa) di Jepang yang terkenal dengan Tragedi Minamata. Industri kimia yang beroperasi di sekitar Teluk Minamata ini membuang limbah yang mengandung merkuri ke perairan teluk. Ibu-ibu yang mengkonsumsi makanan laut (sea food) yang diperoleh dari Teluk Minamata yang tercemar oleh merkuri melahirkan anak-anak cacat bawaan. Selain itu kasus keracunan kadmium juga terjadi di Jepang yang terkenal dengan
penyakit itai-itai dengan gejala sakit pada tulang dan keroposnya tulang (Effendi, 2000). Kandungan Logam Berat dalam Air Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air secara alamiah, yaitu kurang dari 1 µg/l. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut dapat meningkat. Beberapa macam logam biasanya lebih dominan daripada logam lainnya dan dalam air biasanya tergantung pada asal sumber air (air tanah dan air sungai). Disamping itu jenis air (air tawar, air payau dan air laut) juga mempengaruhi kandungan logam di dalamnya (Darmono 2001). Kadar ini dapat meningkat jika terjadi peningkatan limbah yang mengandung logam berat masuk ke dalam laut. Limbah ini dapat berasal dari aktivitas manusia di laut yang berasal dari pembuangan sampah kapal-kapal, penambangan logam di laut dan lain-lain dan yang berasal dari darat seperti limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian. Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan laut dapat di lihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan laut Unsur
Kadar (ppm) Normal (A)
Maksimum (B)
Kadmium (Cd)
0,00011
0,01
Timbal (Pb)
0,00003
0,01
Tembaga (Cu)
0,002
0,05
Sumber : (A) Waldichuk, 1974; (B) Hutagalung, 1991
Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2004), kelarutan dari unsurunsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol oleh : (1) pH badan air (2) Jenis dan konsentrasi logam dan khelat (3) Keadaan komponen mineral teroksidai dan sistem yang berlingkungan redoks.
Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air atau lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis (Bryan, 1976 dalam Connel dan Miller, 1995). Organisme laut lebih memiliki daya tahan dibandingkan dengan biota air tawar. Decapoda yang merupakan organisme laut paling sensitif mati pada konsentrasi kadmium di laut pada kisaran 14.8-420 ppb. Efek sublethal pada binatang laut dicatat pada konsentrasi kadmium 0.5-10 ppb termasuk penurunan pertumbuhan, gangguan pernafasan, mengubah sistem enzim dan kontraksi otot yang tidak normal. Pengaruh-pengaruh ini biasanya lebih nyata pada salinitas rendah dan temperatur tinggi (Eisler, 1985). Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau pengendapan dan Canadian Council of Resource and Environment Ministers (1987) dalam Effendi (2000) melaporkan kadar kadmium semakin besar dengan tingkat kesadahan yang semakin besar pula. Kelarutan timbal di air cukup rendah mengakibatkan kadarnya relatif sedikit. Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh: kesadahan, pH, alkalinitas dan kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tanaman relatif kecil (Effendi, 2000). Kandungan Logam Berat dalam Sedimen Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir dan pada dasarnya tidaklah bersifat toksik (Effendi, 2000). Menurut Waldichuck (1974) dalam Nanty (1999) meningkatnya kadar logam berat dalam lingkungan perairan hingga melebihi batas maksimum akan menyebabkan rusaknya lingkungan serta dapat membahayakan kehidupan organisme di dalamnya. Ia juga berpendapat mengendapnya logam berat bersamasama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan di sekitarnya. Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun di laut akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses, yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Connell dan Miller, 1995) . Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen
sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Timbal (Pb) masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung Timbal tetraetil, erosi dan limbah industri. Banyak reaksi biokimia dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh logam Pb. Konsentrasi Pb sebesar 50 ppb dapat menimbulkan bahaya pada lingkungan laut (Saeni, 1989). Kandungan Logam Berat dalam Biota Air Kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh organisme, menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun kumulatif (Darmono, 1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota. Logam berat yang terikat dalam tubuh organisme yaitu pada ikan akan mempengaruhi aktivitas organisme tersebut. Menurut Darmono (2001), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Dinata, (2004) mengatakan terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan. Pertama, pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang merupakan organ yang penting pada ikan, dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Dalam hal ini, logam-logam seperti Cd, Pb, Hg, Cu, Zn, dan Ni, sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam tersebut sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel. Di samping adanya gangguan biokimiawi tersebut, perubahan struktur morfologi insang juga terjadi. Pada spesies ikan Fundulus heteroclitus yang diekspose 50 mg/l Cd selama 20 jam, terjadi hipertrofi filamen insang. Di samping itu, terlihat hiperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel
filamen. Terjadinya hiperplasia tersebut juga diikuti gambaran nekrotik sel. Nekrotik sel epitel respirasi terjadi setelah 20 jam perlakuan. Perubahan tersebut ternyata hanya terjadi pada daerah sambungan filamen insang dan hanya terjadi fokal (lokal) saja, sedangkan bagian lain insang tidak terjadi perubahan (Gardner dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001). Kedua, pengaruh toksisitas logam pada alat pencernaan. Toksisitas logam dalam saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi logam. Toksisitas logam pada saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam. Gardner dan Yevich (1970) dalam Dinata (2004) melaporkan, ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologi terjadi setelah satu jam. Dalam waktu satu jam setelah ikan hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd dengan kadar garam 32/1.000, mukosa usus membengkak, aktivitas sel mukosa meningkat terutama usus bagian depan. Ketiga, pengaruh logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk bahan racun seperti logam berat. Hal ini menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan akibat daya toksik logam. Ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologik pada ginjal terjadi setelah 20 jam. Pada awalnya terjadi kerusakan pada tubulus bagian proksimal yang kemudian menyebar ke bagian distal. Setelah itu, terlihat degenerasi pada sel tubulus ginjal dan endapan dalam lumen yang berwarna eosin/pink/kemerahan (Gardner dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001). Keempat, pengaruh akumulasi logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses akumulasi ini terjadi setelah absorpsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Kondisi ini berpengaruh terhadap nilai ekonomi, terutama dalam sistem perikanan komersial, baik ikan air tawar maupun air laut. Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap organisme air pada batas konsentrasi tertentu. Pengaruh tersebut dipengaruhi oleh jenis logam, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan mekanisme
detoksikasi. Selain itu, faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu dan salinitas juga mempengaruhi toksisitas logam berat. Daya racun logam berat adalah sebagai berikut : Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+
> Zn2+ (Darmono, 1995). Daya toksik logam berat terhadap organisme perairan dapat diketahui dengan mengukur LC50 (Lethal Concentration). Besarnya konsentrasi logam berat dalam air yang dapat membunuh hewan percobaan sebanyak 50% dalam waktu tertentu didefinisikan sebagai LC50. Biasanya waktu yang digunakan adalah 48 atau 96 jam. Semakin kecil nilai LC50, semakin besar sifat toksik logam beratnya (Hutagalung, 1984). Nilai LC50 logam timbal dalam tes bioasai 48 jam untuk ikan adalah 0.34 ppm dan untuk kerang sebesar 2.45 ppm (Waldichuk, 1974 dalam Darmono, 1995) dan nilai LC50 kadmium terhadap Fundulus heteroclitus (12-20 mm) 18.2 µg/l (Lin dan Dunson, 1993 dalam EPA 2001). Toksisitas
timbal
terhadap
organisme
akuatik
berkurang
dengan
meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi (Fe) (Effendi, 2000). Batas maksimum timbal dalam makanan hasil laut yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 2,0 ppm. Konsumsi mingguan elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan (Barchan dkk., 1998 dalam Suhendrayatna, 2001). Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Keberadaan zinc dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Untuk melindungi kehidupan pada ekosistem akuatik, kadar kadmium sebaiknya sekitar 0.0002 mg/l (Moore, 1991 dalam Effendi, 2000). Departemen Kesehatan RI menetapkan batas aman kadmium dalam makanan (ikan) sebesar 1.0 ppm. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan (Barchan dkk., 1998 dalam Suhendrayatna, 2001). Pencemaran komoditas perairan oleh logam berat berkaitan erat dengan kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk tersebut. Bahaya-bahaya yang
disebabkan oleh logam-logam berat antara lain adalah : (1) Pb dapat menyebabkan gangguan biosintesis sel darah merah dan anemia, kenaikan tekanan darah, kerusakan ginjal dan otak serta gangguan sistem saraf (2) Cd dalam jangka pendek dapat menyebabkan mual-mual, kejang otot, muntah-muntah, gangguan panca indera, kerusakan hati dan gagal ginjal sedangkan dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan tulang (EPA, 2005). Ikan Sokang Morfologi dan Klasifikasi Ikan sokang memiliki jari-jari sirip punggung VI.22-26; jari-jari sirip dubur 18-21; sirip dada (termasuk bagian yang tidak berkembang atau kecil) 14-16. Gambaran kepala bagian punggung dari dasar jari-jari keras pertama sampai mata sedikit cembung di bagian depan jari-jari keras dan hampir berupa garis lurus atau sedikit cekung di sekitar mata. Setengah bagian badan bagian punggung berwarna coklat keperakan, di bagian perut berwarna putih keperakan, badan terdapat beberapa bercak kuning gelap yang tidak teratur; selaput sirip punggung jari-jari pertama dan kedua berwarna hitam, sedikit atau banyak berkurang diantara jarijari keras kedua dan ketiga, pucat diantara yang ketiga dan kelima; jari-jari keras sirip punggung berwarna putih; jari-jari lemah sirip dubur dan sirip dada berwarna pucat; sirip ekor berwarna putih dengan bercak kuning yang kurang jelas (Matsuura dan Peristiwady, 2001). Klasifikasi ikan sokang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Kelas : Actinopterygii Ordo : Tetraodontiformes Famili : Triacanthidae Genus : Triacanthus Spesies : Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852
Berikut ini adalah gambar ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852). (Sumber : www.fishbase.org.) Ikan sokang memiliki nama umum dan nama lokal sebagai berikut : Nama umum : Silver tripodfish (Australia), thinkari-mas (India) Nama lokal
: Sunjang langit, pahal-pahal dan sokang (Jawa)
Aspek Biologi dan Ekologi Ikan sokang merupakan ikan demersal yang hidup di perairan laut beriklim tropis dan terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur di kawasan pantai. Ikan ini memakan biota benthos; panjang total maksimum adalah 28 cm. Distribusi ikan ini terdapat pada khususnya dari Indonesia sampai Australia bagian barat; tercatat pula dari Teluk Bengal. (Matsuura dan Peristiwady, 2001).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2004 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Pengambilan contoh ikan dilakukan di sekitar perairan Pantai Marina Ancol, Teluk Jakarta. Analisis sampel kandungan logam berat di dalam organ tubuh ikan dilakukan di Laboratorium Terpadu FKHIPB, Bogor. Sedangkan sampel logam berat di air dan sedimen serta kualitas perairan Teluk Jakarta dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, DKI Jakarta.
U
Sumber : Peta jalan & indeks, CD ROM 2003 oleh Gunther W. H, Jakarta
Gambar 3 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cool box, plastik, alat bedah, kertas label, dan AAS untuk mengukur kandungan logam berat. Sedangkan bahan yang digunakan adalah contoh ikan, contoh air, sedimen, es, formalin untuk mengawetkan sampel dan HNO3 sebagai bahan pengawet air contoh.
Metoda Kerja Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen Contoh air dan sedimen menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dilakukan pada 4 stasiun pengamatan yang telah ditentukan berdasarkan adanya aktivitas daratan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan (Gambar 3). Parameter-parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur Parameter Fisika 1. Suhu 2. Salinitas Kimia
Satuan
Alat
Metode
Keterangan
C /oo
Termometer Refraktometer
Pemuaian Refraktometrik
In situ* Laboratorium*
1. pH
Unit
Kertas lakmus
In situ*
2. Oksigen terlarut
mg/l
Titrasi
Komparasi warna Titrimetrik
Laboratorium*
3. Timbal (Pb)
ppm
Spektrofotometer
AAS
Laboratorium*
4. Kadmium (Cd)
ppm
Spektrofotometer
AAS
Laboratorium*
o o
Ket : * = sumber data BPLHD Jakarta
Metode Pengambilan Ikan Contoh Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan purse seine atau masyarakat setempat menyebutnya jaring bondet. Kemudian ikan contoh yang terkumpul
diawetkan
dengan
es
batu
dalam
kotak
pendingin
untuk
mempertahankan tingkat kesegaran, sehingga diharapkan pada saat pengambilan contoh organ, organ masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat ditangkap. Setelah itu ikan contoh dibawa ke Laboratorium Ekobiologi Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk kemudian dibedah dan diambil organ ginjal, hati, insang, dan dagingnya.
Metode Pengambilan Organ Ikan Pengambilan organ ikan dilakukan dengan cara membedah ikan dengan menggunakan gunting. Pengguntingan dilakukan dari anus sampai tutup insang. Setelah itu dilakukan pengambilan organ ikan seperti hati, ginjal, insang dan daging dengan menggunakan bantuan pinset kemudian dimasukan ke dalam botol film. Sebagian untuk analisa logam berat dan sebagian lagi untuk analisa histologi yang ditambahkan formalin 4%. Metoda Analisa Analisa Logam Berat Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Oleh karena yang mengabsorpsi sinar adalah atom, maka ion atau senyawa logam berat harus diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom harus dilakukan dengan suhu tinggi (2000ºC) melalui pembakaran (Akbar, 2002). Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan formula : Konsentrasi sebenarnya =
Konsentras i AAS (ìg ml) × Volume Penetapan (ml) Berat Kering (g)
Analisa Deskriptif Hasil analisa logam berat pada perairan Ancol, Teluk Jakarta untuk melihat tingkat pencemaran logam berat Pb dan Cd dibandingkan dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut tahun 2004 pada Tebel 5. Tabel 5 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004) Logam Berat
Satuan
Baku Mutu
Timbal (Pb)
ppm
0,008
Kadmium (Cd)
ppm
0,001
Hasil analisis logam berat dalam sedimen dibandingkan dengan Kisaran Kadar Maksimum Logam Berat dalam Sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) pada Tabel 6. Tabel 6 Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam Hamidah, 1986) Logam Berat
Satuan
Batas Maksimum
Timbal (Pb)
ppm
10-70
Kadmium (Cd)
ppm
0.1-2
Hasil analisa logam berat dalam organ tubuh ikan dibandingkan dengan Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Makanan menurut Depkes RI (1989) dalam Fajri, 2001 pada Tabel 7. Tabel 7 Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI, 1989) Logam Berat
Satuan
Batas Maksimum
Timbal (Pb)
ppm
2
Kadmium (Cd)
ppm
1
Korelasi Peringkat Spearman Suatu ukuran nonparametrik bagi hubungan antara dua peubah yang diberikan oleh koefisien korelasi peringkat (Walpole, 1990). n
rs = 1 −
6 ∑ di 2 i =1
n(n − 1) 2
Keterangan : rs n di i peubah
: Koefisien korelasi peringkat Spearman : Banyaknya pasangan data : Selisih antara peringkat bagi xi dan yi : 1,2,3... : xi dan yi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam Berat dalam Air Dari hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd dalam air diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) dari setiap sampel yang diteliti pada setiap stasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb dan Cd dalam air pada perairan Ancol, Teluk Jakarta memiliki nilai yang kecil dan masih berada di bawah batas deteksi Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) yakni sebesar 0.0002 ppm untuk logam Pb dan 0.0003 ppm untuk logam Cd. Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kandungan logan berat Pb dan Cd di Teluk Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan nilai yang bervariasi. Pada tahun 1996 pengamatan yang dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta (KPPL) didapatkan kandungan Pb sebesar 0.29-0.87 mg/l dan untuk Cd sebesar 0.001-0.067 mg/l. Tahun 1997 hanya terdeteksi logam berat Pb yakni ttd-0.05 mg/l. Sedangkan yang dilakukan oleh Razak (2003) diperoleh kandungan Pb di bagian barat, tengah dan timur (Tabel 2) dengan kisaran 0.001-0.01 ppm dan untuk logam Cd <0.001 ppm. Berdasarkan data dari pengamatan yang pernah dilakukan di Teluk Jakarta memperlihatkan kandungan logam berat Pb dan Cd pada saat pengambilan contoh di perairan Ancol memiliki nilai yang lebih rendah. Kandungan logam Pb dan Cd yang rendah ini terkait dengan ketersediaan logam tersebut secara alami di perairan yang sangat rendah yaitu sebesar 0.00003 ppm untuk logam Pb dan 0.00011 ppm untuk logam Cd (Waldichuck, 1974). Di samping itu rendahnya nilai kandungan logam Pb dan Cd dalam kolom air dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklim, dalam hal ini curah hujan (pengambilan contoh yang dilakukan pada bulan Oktober) cukup besar. Darmono (1995) mengatakan kandungan logam dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi terkonsentrasi. Kandungan logam Pb dan Cd yang terukur masih berada dalam baku mutu air laut berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 yaitu sebesar 0.008 mg/l untuk Pb dan 0.001 mg/l untuk Cd.
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen Logam Berat Pb Hasil pengamatan kandungan logam berat Pb dalam sedimen di Perairan Ancol, Teluk Jakarta pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 32.2275 ± 5.6033 mg/kg dan pada stasiun 2 dengan nilai 30.9025 ± 4.9589 mg/kg. Sedangkan pada stasiun 3 diperoleh nilai 32.5825 ± 7.3947 mg/kg dan di stasiun 4 sebesar 13.6667 ± 0.3842 mg/kg. Dari nilai yang diperoleh dapat dilihat bahwa pada stasiun 1, 2, dan 3 kandungan Pb yang ada dalam sedimen nilainya tidak berbeda jauh, namun berbeda cukup jauh dibandingkan dengan kandungan Pb dalam sedimen di stasiun 4. Kecilnya nilai kandungan logam Pb di stasiun 4 ini dapat terjadi karena adanya perubahan keadaan redoks dimana terjadi penurunan potensial oksigen dalam sedimen akibat adanya peningkatan suhu yang mempengaruhi pelepasan logam Pb dari sedimen. Hal ini dapat terjadi karena suhu di stasiun 4 memiliki nilai rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan 3 stasiun lainnya yang diduga karena adanya pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang membuang limbahnya ke perairan. Kandungan Pb rata-rata yang tertinggi terdapat di stasiun 3. Di bawah ini adalah gambar kandungan ratarata logam berat Pb dalam sedimen.
45
Kandungan Pb (ppm)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 4 Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% dalam sedimen.
Menurut Forstner (1979b) dalam Connell dan Miller (1995) ada beberapa proses yang mempengaruhi pelepasan logam dari sedimen yaitu kepekatan garam yang tinggi, perubahan keadaan redoks, perubahan pH, kehadiran zat-zat pembentuk kompleks dan transformasi biokimiawi. Pengamatan terhadap kandungan logam Pb dalam sedimen di Teluk Jakarta antara lain pernah dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan, DKI Jakarta pada tahun 1996, yaitu sebesar 12.23-43.08 mg/l; pada tahun 1997 sebesar 12.35-215.75 mg/kg dan oleh Razak (2003) sebesar 4.42-77.41 ppm. Ini berarti kandungan logam Pb pada saat pengambilan contoh di perairan Ancol berada dalam kisaran kandungan Pb pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta dan memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh masukan limbah yang berasal dari industri dan rumah tangga ke Perairan Ancol tidak sebesar yang diterima oleh Teluk Jakarta. Adanya kandungan logam Pb dalam sedimen menunjukkan telah terjadi penumpukan kandungan Pb yang cukup tinggi di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya buangan limbah perkotaan dan dari berbagai industri di Jakarta dan sekitarnya yang umumnya banyak mengandung logam berat. Harahap (1991) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air. Di samping itu aktivitas kapal pesiar dan kapal tradisional yang digunakan sebagai alat transportasi dan rekreasi di sekitar Perairan Ancol dapat mempengaruhi nilai kandungan logam Pb. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar kapal yang mengandung logam Pb yang berpotensi tumpah maupun tercecer dan kemudian mengendap di dasar perairan. Kisaran kandungan logam Pb dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk Jakarta ini masih di bawah batas maksimum kadar alamiah logam Pb dalam sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) yaitu 70.000 ppb atau 70 ppm. Logam Berat Cd Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kandungan logam Cd di sedimen diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) disemua stasiun pengambilan contoh. Ini
menunjukkan bahwa kandungan logam Cd di sedimen pada saat pengambilan contoh masih berada di bawah batas deteksi alat yakni 0.0003 ppm. Nilai kandungan logam Cd dalam sedimen dari pengamatan yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan, DKI Jakarta pada tahun 1996 dan 1997 adalah ttd-0.15 mg/l. Dan oleh Razak (2003) <0.001-0.47 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam Cd pada saat pengambilan contoh di Perairan Ancol memiliki nilai yang lebih kecil. Nilai kandungan logam Cd dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk Jakarta yang tidak terdeteksi ini berarti masih jauh di bawah batas maksimum kadar alamiah logam Cd dalam sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) yaitu 2000 ppb atau 2 ppm. Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan Daging Kandungan logam Pb yang diperoleh dalam daging berkisar 3.2144-5.1653 ppm dan untuk logam Cd sebesar 0.0023-0.2368 ppm. Nilai tertinggi kandungan logam berat Pb dan Cd terdapat pada stasiun 4 dan paling kecil terdapat pada stasiun 2. Rendahnya nilai kandungan logam Pb dan Cd di stasiun 2, hal ini dapat terjadi karena posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dan pengaruh dari sumber pencemar tidak terlalu dekat sehingga logam berat yang masuk ke dalam jaringan tubuh baik melalui pernafasan, penetrasi melalui kulit dan dari makanan tidak terlalu besar pula. Hasil pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd di dalam daging ikan sokang, nilainya dapat dilihat pada Gambar 5.
Kandungan logam berat (ppm)
6,00 5,00 4,00 Pb
3,00
Cd
2,00 1,00 0,00 1
2
4
Stasiun
Gambar 5 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Kandungan logam Pb memiliki nilai yang lebih besar dari logam Cd dalam daging ikan sokang. Hal ini disebabkan kandungan logam Pb di sedimen ditemukan dalam jumlah yang cukup besar bila dibandingkan logam Cd. Kandungan logam Pb dan Cd di organ daging (otot) lebih rendah bila dibandingkan dengan organ ginjal tetapi tidak berbeda jauh dengan kandungan yang ada di organ insang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Darmono (2001) bahwa akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Selain itu menurut Suwirma dkk., (1980) dalam Kusumahadi (1998) logam Cd yang terakumulasi dalam organ daging memiliki konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan isi perut, insang dan tulang ikan kembung. Nilai kandungan logam Pb yang ada dalam daging ikan sokang telah melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut DEPKES RI, 1989 yaitu sebesar 2 ppm sedangkan kandungan logam Cd dalam daging ikan tersebut masih berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 1 ppm. Berdasarkan kandungan logam Pb yang sudah melampaui batas maksimum yang ditetapkan maka ikan ini sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena apabila dikonsumsi logam tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh manusia yang dapat mempengaruhi dan mengganggu kesehatan manusia, bahkan menyebabkan kematian.
Ginjal Kandungan logam Pb dalam ginjal berkisar 3.6684-22.9810 ppm dan untuk logam Cd sebesar 0.0376-1.1661 ppm. Nilai kandungan tertinggi untuk logam Pb terdapat pada stasiun 1 dan untuk logam Cd pada stasiun 2. Tingginya kandungan logam Pb di ginjal pada stasiun 1 terjadi karena kandungan logam Pb di sedimen pada stasiun 1 juga cukup besar. Prosi (1979) dalam Connell dan Miller (1995) mengatakan salah satu faktor yang berhubungan dengan akumulasi logam oleh makhluk hidup perairan adalah sedimen dan detritus. Hewan pemangsa sedimen dan detritus cenderung mengakumulasi logam dalam kepekatan yang tinggi. Hasil pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd dalam ginjal ikan sokang dapat
Kandungan logam berat (ppm)
dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
25,00 20,00 15,00
Pb Cd
10,00 5,00 0,00 1
2
4
Stasiun
Gambar 6 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Nilai kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan logam Pb dan Cd pada organ lainnya. Besarnya kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal dibandingkan dengan organ lainnya, dapat terjadi karena ginjal ikan merupakan organ yang berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk bahan beracun seperti logam berat (Dinata, 2004). Sehingga banyak bahan beracun seperti logam berat terdapat di dalam ginjal tersebut.
Hati Kandungan logam Pb yang diperoleh berkisar 1.2032-3.7760 ppm dan untuk logam Cd berkisar 0.0008-0.0589 ppm. Nilai tertinggi kandungan logam Pb dan Cd terdapat pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai kandungan logam Pb yang jauh lebih besar daripada logam Cd. Hal ini karena kandungan Pb yang ada di sedimen nilainya berbeda jauh dibandingkan logam Cd. Kandungan logam Pb dan Cd di hati memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan kandungan yang ada di daging, insang dan juga ginjal. Hal ini dapat terjadi karena logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari proses detoksifikasi. Salah satu mekanisme detoksifikasi adalah mengubah zat menjadi bentuk senyawa yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh (Purwanti, 1995 dalam Kusumahadi, 1998). Dari hasil pengamatan, kandungan logam Pb dan
Kandungan logam berat (ppm)
Cd dalam hati ikan sokang dapat dilihat pada Gambar 7.
4,00 3,50 3,00 2,50 Pb
2,00
Cd
1,50 1,00 0,50 0,00 1
2
4
Stasiun
Gambar 7 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Akumulasi logam Pb dan Cd di dalam hati dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan pada organ tersebut. Purwanti (1995) dalam Kusumahadi (1998) mengatakan logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari detoksifikasi.
Di samping adanya gangguan fisiologis pada hati akibat adanya akumulasi logam berat, kerusakan organ juga dapat terjadi seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Gambar 8 Histologi hati ikan normal (Noga, 2000). Ket: (P) Parenkim; (M) Makrofaga.
M DM
Gambar 9 Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x40). Ket: (M) Makrofaga; (DM) Degenerasi lemak. (Sumber : Balitvet) Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi bila kerusakan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat reversibel (bisa pulih kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat disebabkan oleh lukaluka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia maupun racun (Nabib dan Pasaribu, 1989). Degenerasi lemak merupakan kerusakan sel yang lebih parah setelah sebelumnya terjadi degenerasi granular (sel-sel membengkak sedang
sitoplasmanya berbutir-butir halus). Pada degenerasi lemak sitoplasmanya penuh dengan vakuol-vakuol. Organ hati yang mengakumulasi logam Pb akan mengalami kerusakan jaringan hati ikan, yaitu degenerasi lemak, hiperemi (pembengkakan) dan nekrosa. Semakin tinggi konsentrasi logam berat semakin tinggi kerusakannya (Hermansyah, 1995 dalam Kusumahadi 1998). Insang Hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd pada organ insang ikan sokang dapat dilihat pada gambar 10. Untuk logam Pb konsentrasinya berkisar 3.1162-6.5703 ppm sedangkan untuk logam Cd berkisar 0.0150-0.3753 ppm. Nilai tertinggi untuk kandungan logam Pb dan Cd didapat pada stasiun 1 dan
Kandungan logam berat (ppm)
terendah pada stasiun 4.
7,00 6,00 5,00 4,00
Pb
3,00
Cd
2,00 1,00 0,00 1
2
4
Stasiun
Gambar 10 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Kandungan logam Pb dan Cd di insang memiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang terdapat di ginjal sedangkan nilainya tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di daging. Menurut Darmono dan Arifin, (1989) dalam Kusumahadi (1998) dibandingkan dengan organ tubuh ikan yang lain, logam berat yang terakumulasi dalam insang lebih sedikit karena logam berat yang terabsorpsi dan terakumulasi di insang akan mengalami metabolisme dan
akan diekskresikan dari tubuh bersama-sama sisa metabolisme lainnya. Akumulasi logam Pb dan Cd pada insang dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan struktur morfologi insang seperti yang terlihat pada Gambar 12.
Gambar 11 Histologi insang normal (Noga, 2000). Ket: (P) Filamen insang; (S) Lamella insang.
DL
Gambar 12 Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x10). Ket: (DL) Degenerasi lamella (Sumber : Balitvet). Gambar histologi insang ikan sokang memperlihatkan kerusakan yang disebut degenerasi lamella. Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi bila kerusakan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat reversibel (bisa pulih kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat
disebabkan oleh luka-luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia maupun racun (Nabib dan Pasaribu, 1989). Dari gambar dapat kita lihat adanya kerusakan pada lamella insang dimana terjadi penurunan jumlah dan ukurannya. Di samping itu menurut Jones (1964) dalam Kusumahadi (1998), ikan yang mengakumulasi logam Pb, Zn dan Cu pada insangnya akan terbentuk lapisan mukus (lendir) sehingga ikan mengalami keadaan kekurangan oksigen. Pembentukan lapisan mukus tersebut disebabkan terjadinya reaksi penolakan dalam insang ikan terhadap logam berat yang diabsorpsi. Kondisi Perairan Suhu Hasil pengamatan terhadap suhu perairan dapat dilihat pada Gambar 13 yang memperlihatkan nilai yang tidak jauh berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya. Kisaran suhu yang diperoleh adalah 29-31 °C. Pada stasiun 1 diperoleh kisaran suhu sebesar 30.5 ± 0.5774 °C dan di stasiun 2 sebesar 30 ± 0.8165 °C sedangkan pada stasiun 3 adalah 29.75 ± 0.9574 °C dan stasiun 4 sebesar 31 ± 0.8165 °C. Dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan antara stasiun 2 dan 3 adalah sama. Hal ini dapat disebabkan karena posisi kedua stasiun ini sama-sama berada di tengah perairan. Nilai suhu di stasiun 4 paling tinggi dibandingkan 3 stasiun lainnya disebabkan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) didekat stasiun 4 tersebut. Thayib (1994) dalam Anggraeni, (2002) mengatakan bahwa kenaikan suhu perairan dapat disebabkan karena masukan limbah air panas. Limbah panas di Teluk Jakarta dihasilkan dari pusat-pusat tenaga listrik yang dapat menaikkan suhu air laut sebesar 3-4 °C. Apabila dibandingkan dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut maka nilai rata-rata suhu di perairan tersebut sedikit lebih besar dari yang ditetapkan yaitu 28-30 °C.
32,50 32,00
Suhu (oC)
31,50 31,00 30,50 30,00 29,50 29,00 28,50 28,00 27,50 27,00 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 13 Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
pH Hasil pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 14. Secara umum dapat dikatakan kisaran pH yang diperoleh tidak berbeda nilainya antara satu stasiun dengan stasiun yang lain. Kisaran nilai pH yang diperoleh adalah sebesar 7.8-8.1. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 8.05 ± 0.0577 dan yang terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata sebesar 7.9750 ± 0.1258. Berdasarkan nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan antara keempat stasiun tersebut tidak berbeda. Rendah dan cukup bervariasinya nilai pH yang diperoleh di stasiun 1 diduga karena letak stasiun 1 yang berdekatan dengan daratan, dimana buangan limbah dari daratan banyak mengandung bahan bahan organik (Lampiran 6). Bahan - bahan organik tersebut akan terurai menjadi bahan anorganik yang akan melepaskan CO2, sehingga mempengaruhi penurunan pH. Sedangkan homogennya nilai yang diperoleh di stasiun 2 dapat disebabkan oleh posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dimana pengaruh dari sumber pencemar tidak terlalu besar.
8,15 8,10 8,05
Nilai pH
8,00 7,95 7,90 7,85 7,80 7,75 7,70 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 14 Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Nilai rata-rata pH yang diperoleh dari masing-masing stasiun masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut sebesar 7-8.5. Keberadaan pH di perairan penting untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawasenyawa yang mengandung racun. Sebagian besar material-material yang bersifat racun akan meningkat toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Williams, 1979 dalam Anggraeni, 2002). Salinitas Berdasarkan hasil pengamatan terhadap salinitas perairan (Gambar 15) diperoleh nilai yang juga tidak berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya dan dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan keempat stasiun tersebut tidak berbeda. Nilai kisaran salinitas yang diperoleh adalah 30.1-31.2 ‰. Pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 30.4667 ± 0.3873 ‰ dan di stasiun 2 sebesar 30.475 ± 0.25 ‰ sedangkan pada stasiun 3 dan 4 adalah 30.6250 ± 0. 05 ‰ dan 30.4750 ± 0.2872 ‰.
31,00
Salinitas o/oo
30,80 30,60 30,40 30,20 30,00 29,80 29,60 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 15 Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Dari nilai salinitas rata-rata yang diperoleh pada tiap-tiap stasiun nilainya masih di bawah kisaran normal menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 33-34 ‰. Hal ini disebabkan oleh adanya curah hujan yang mempengaruhi nilai salinitas perairan akibat adanya masukan air tawar ke laut karena pengambilan contoh dilakukan pada saat musim penghujan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi nilai salinitas adalah jumlah sungai yang bermuara, intensitas penguapan, pasang surut, dan sebagainya. Banyaknya sungai yang bermuara ke perairan teluk Jakarta mengakibatkan menurunnya nilai salinitas. Oksigen Terlarut (DO) Konsentrasi oksigen terlarut yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16. Kisaran nilai oksigen terlarut yang diperoleh adalah 4.759.86 mg/l dengan rata-rata 7.22 ± 1.1488 mg/l pada stasiun 1 dan 8.4325 ± 1.0659 mg/l pada stasiun 2. Sedangkan pada stasiun 3 memiliki nilai rata-rata sebesar 9.4475 ± 0.3186 mg/l dan 5.6225 ± 0.9244 mg/l pada stasiun 4.
Oksigen terlarut (mg/l)
12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 16 Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Dari nilai rata-rata yang diperoleh pada tiap stasiun nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan yang terendah terdapat di stasiun 4. Hal ini karena posisi stasiun 4 yang berada dekat dengan sebuah PLTU yang menyebabkan suhu pada stasiun ini cukup tinggi sehingga mempengaruhi nilai oksigen terlarutnya. Dengan meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen di suatu perairan akan menurun. Kisaran nilai oksigen terlarut rata-rata pada masing-masing stasiun masih sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu >5 mg/l. Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan Hubungan antara kandungan logam berat di sedimen dengan di organ tubuh (daging, ginjal, hati dan insang) ikan sokang hanya dapat dilakukan pada logam Pb karena kandungan logam Cd di sedimen pada semua stasiun pengamatan tidak terdeteteksi. Dari nilai korelasi peringkat Spearman (rs) diperoleh bahwa hubungan antara kandungan logam Pb di sedimen dengan yang ada di daging memiliki nilai rs sebesar -1 dan nyata pada tingkat kepercayaan 99% (Lampiran 5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang tinggi dan tanda negatif menunjukkan arah yang berlawanan yaitu jika kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat maka kandungan logam Pb dalam daging akan menurun dan begitu pula sebaliknya. Untuk hubungan (korelasi) antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan yang ada di ginjal, hati dan insang diperoleh nilai korelasi (rs) yang sama yaitu sebesar 0.5 (Lampiran 5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang sedang dan tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama yaitu jika kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat maka kandungan logam Pb di ginjal, hati dan insang juga akan naik dan begitu pula sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh antara kandungan logam Pb dalam sedimen dengan organ ginjal, hati dan insang yang sedang dan bertanda positif lebih memiliki arti dibandingkan nilai korelasi antara kandungan logam Pb dalam sedimen dengan organ daging yang tinggi namun bertanda negatif. Hal ini karena tanda positif tersebut menunjukkan apabila terdapat kandungan logam Pb dalam organ ginjal, hati dan insang maka kandungan logam Pb terdapat juga di sedimen dan begitu pula sebaliknya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan logam Pb dan Cd di kolom air Perairan Ancol, Teluk Jakarta memiliki nilai yang tidak terdeteksi sedangkan di sedimen hanya kandungan logam Pb saja yang didapat karena kandungan logam Cd di sedimen juga tidak terdeteksi. Kandungan logam Pb di sedimen mempunyai kisaran tidak terdeteksi sampai 43.28 mg/kg. Kandungan logam Pb memiliki nilai yang jauh lebih tinggi di sedimen bila dibandingkan dengan yang ada di dalam air. Kandungan logam Pb dalam organ tubuh (daging, ginjal, hati dan insang) ikan sokang berkisar 1.2032 ppm – 22.9810 ppm sedangkan untuk logam Cd berkisar 0.0008 ppm – 1.1661 ppm. Dilihat dari kandungan logam Pb dan Cd yang diperoleh, kandungan tertinggi terdapat pada organ ginjal dan terendah pada organ hati. Kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas cemaran maksimum logam berat dalam makanan. Berdasarkan nilai korelasi peringkat Spearman (rs) antara kandungan logam Pb di sedimen dan organ tubuh ikan memiliki tingkat keeratan yang sedang dan bertanda positif yaitu pada organ ginjal, hati dan insang sedangkan pada daging memiliki tingkat keeratan yang tinggi namun bertanda negatif. Hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut memiliki kisaran nilai sebagai berikut: 29-31 ºC untuk suhu, 30.1-31.2 ‰ untuk salinitas, 7.8 -8.1 untuk pH dan 4.75-9.86 mg/l untuk oksigen terlarut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut nilai-nilai tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu (28-30 ºC; 33-34 ‰; 7 -8.5 dan >5 mg/l) kecuali parameter suhu yang memiliki nilai sedikit lebih besar.
Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Pb dan Cd terhadap daging, ginjal, hati dan insang terlebih pada ikan-ikan ekonomis penting. 2. Menghimbau kepada nelayan dan masyarakat agar tidak menangkap dan mengkonsumsi ikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Akbar HS. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn, dan Ni pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) ukuran >5 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anggraeni I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta selama Periode 1996-2002. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anna S. 1999. Analisis Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Jakarta. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Connell DW dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti Koestoer, penerjemah; Sahati, pendamping. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of Pollution. 520 hal. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press. Jakarta. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Dinata
A. 2004. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam pada Ikan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/12/cakrawala/lainnya02.htm [14 Mei 2005].
Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Eisler R. 1985. Cadmium Hazards to Fish, Wildlife and Invertebrates: A Synoptic Review. USA. www.pwrc.usgs.gov/infobase/eisler/CHR_2_Cadmium.pdf [24 November 2005] Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Update of Ambient Water Quality Criteria for Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [11 Oktober 2005] Environmental Protection Agency (EPA). 2005. Ground Water and Drinking Water: Consumer Factsheet on Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [14 Oktober 2005] Fajri NE. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb dalam Air Laut, Sedimen dan Tiram (Carassostrea cucullata) di Perairan Pesisir Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pewarta Oceana.6(2). Hamidah. 1986. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pusat Penelitian Ekologi, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.
Harahap S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung ditinjau dari Sifat FisikaKimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan Benthos Makro. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hutagalung HP. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX No.1 Tahun 1984. Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta. Ilahude AG dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk Jakarta. hlm 1-48. LON-LIPI. Jakarta. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1996. Studi Potensi Kawasan Perairan Teluk Jakarta. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan Prokasih PEMDA DKI Jakarta. Kusumahadi KS. 1998. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cr dan Hg dalam Badan Air dan Sedimen serta Hubungannya dengan Keanekaragaman Plankton, Benthos dan Ikan di Sungai Ciliwung. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons. New York. Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. UI-Presss, Jakarta. Matsuura K, Peristiwady T. Triacanthidae. 2001. http:research.kahaku.go.jp [25 Mei 2005]. Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Nanty I. H. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Badan Air dan Sedimen di Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Noga EJ. 2000. Fish Disease: diagnosis and treatment. First lowa state university Press edition. hlm 367. Nontji A dan Setiapermana D. 1980. Pengamatan Musiman Seston dan Klorofil Fitoplankton di Teluk Jakarta selama Periode November 1975-Juli 1979. LON-LIPI. Jakarta, h 15-22. Pagoray H. 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan Indutri Cilacap. Frontir. 33:1-9. Palar H. 2004. Pencemaran & toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta. Praseno DP dan Kastoro W. 1980. Evaluasi Hasil Pemonitoran Kondisi Perairan Teluk Jakarta 1975-1979. LON-LIPI. Jakarta, h 1-7.
Razak H. 2003. Penelitian Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta dan Sekitarnya. P2O-LIPI. Jakarta. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Cetakan ke-II. Bandung: Bina Cipta. 256 hal. Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor. Siantiningsih A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Institute for Science and Technology Studies. Japan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. 2004. Suyarso. 1995. Lingkungan Fisisk Pantai & Dasar Perairan Teluk Jakarta Dalam : Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. LP3O-LIPI, Jakarta. h 21-28. Syahminan. 1996. Studi Distribusi Pencemaran Logam Berat di Perairan Estuari Sungai Siak, Riau. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metal Pollution. Academic Press. London. Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika, Edisi ketiga. Terjemahan Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen Stasiun 1 Titik
Logam Pb
Logam Cd
1
32.64
*
2
26.13
*
3
30.56
*
4
39.58
*
Rata-rata
32.2275
*
Logam Pb
Logam Cd
5
23.91
*
6
32.82
*
7
35.48
*
8
31.4
*
Rata-rata
30.9025
*
Logam Pb
Logam Cd
9
27.13
*
10
31.71
*
11
43.28
*
12
28.21
*
Rata-rata
32.5825
*
Logam Pb
Logam Cd
13
13.34
*
14
14.09
*
15
*
*
16
13.57
*
Rata-rata
13.6667
*
Stasiun 2 Titik
Stasiun 3 Titik
Stasiun 4 Titik
Ket: * Tidak terdeteksi
Lampiran 2 Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) Jenis Organ
Logam
Berat Kering (g)
Konsentrasi AAS (ppm)
Konsentrasi Sebenarnya (ppm)
Daging stasiun 1
Pb
0.6124
0.03
4.8988
Daging stasiun 2
Pb
0.6222
0.02
3.2144
Daging stasiun 4
Pb
1.1616
0.06
5.1653
Ginjal stasiun 1
Pb
0.3046
0.07
22.9810
Ginjal stasiun 2
Pb
0.4468
0.05
11.1907
Ginjal stasiun 4
Pb
0.5452
0.02
3.6684
Hati stasiun 1
Pb
1.589
0.06
3.7760
Hati stasiun 2
Pb
1.6018
0.03
1.8729
Hati stasiun 4
Pb
1.6622
0.02
1.2032
Insang stasiun 1
Pb
0.4566
0.03
6.5703
Insang stasiun 2
Pb
0.5794
0.02
3.4518
Insang stasiun 4
Pb
0.6418
0.02
3.1162
Daging stasiun 1
Cd
0.6124
1.389
0.2268
Daging stasiun 2
Cd
0.6222
0.014
0.0023
Daging stasiun 4
Cd
1.1616
2.7505
0.2368
Ginjal stasiun 1
Cd
0.3046
1.3877
0.4556
Ginjal stasiun 2
Cd
0.4468
5.2101
1.1661
Ginjal stasiun 4
Cd
0.5452
0.2052
0.0376
Hati stasiun 1
Cd
1.589
0.9357
0.0589
Hati stasiun 2
Cd
1.6018
0.623
0.0389
Hati stasiun 4
Cd
1.6622
0.0126
0.0008
Insang stasiun 1
Cd
0.4566
1.7135
0.3753
Insang stasiun 2
Cd
0.5794
0.25
0.0431
Insang stasiun 4
Cd
0.6418
0.0962
0.0150
Lampiran 3 Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta Stasiun 1 Parameter pH DO Salinitas Suhu
Satuan mg/l ‰ 0 C
1 7.8 5.85 30.3 31
2 8 7.24 30.5 31
3 8 7.13 30.6 30
4 8.1 8.66 31.2 30
Rata-rata 7.98 7.22 3.07 30.5
13 8 6.91 30.5 30
14 8 9.4 30.4 29
15 8 8.7 30.2 30
16 8 8.72 30.8 31
Rata-rata 8.03 8.43 30.48 30
5 8.1 9.86 30.6 30
6 8.1 9.37 30.7 29
7 8 9.47 30.6 29
8 8 5.21 30.6 31
Rata-rata 8.05 8.48 30.6 29.75
9 8 5.63 30.5 31
10 8 4.75 30.1 31
11 8.1 6.9 30.5 32
12 8 9.09 30.8 30
Rata-rata 8.03 6.59 30.5 31
Stasiun 2 Parameter pH DO Salinitas Suhu
Satuan mg/l ‰ 0 C
Stasiun 3 Parameter pH DO Salinitas Suhu
Satuan mg/l ‰ 0 C
Stasiun 4 Parameter pH DO Salinitas Suhu
Satuan mg/l ‰ 0 C
Lampiran 4 Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut No.
Satuan
Baku Mutu
1.
Parameter FISIKA Kecerahan
m
2. 3. 4.
Kebauan Kekeruhan Padatan Tersuspensi Total
NTU mg/l
5. 6.
Sampah Suhu
°C
coral: >5 mangrove: lamun: >3 alami <5 coral: 20 mangrove: 80 lamun: 20 nihil coral: 28-30 mangrove: 28-32 lamun: 28-30
7. 8.
KIMIA pH Salinitas
‰
9. 10. 11. 12. 13.
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
7-8.5 coral: 33-34 mangrove: s/d 34 lamun: 33-34 >5 20 0.3 0.015 0.008
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0.001 0.005 0.012 0.001 0.008 0.008 0.05 0.05
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Oksigen Terlarut (DO) BOD5 Ammonia Total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N) Logam Terlarut Raksa (Hg) Kromium heksavalen (Cr(VI)) Arsen Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni)
22. 23. 24.
BIOLOGI Coliform (total) Patogen Plankton
MPN/100 ml Sel.100 ml Sel/100 ml
1000 nihil tidak bloom
25.
RADIO NUKLIDA Komposisi yang tidak diketahui
Bq/l
4
Lampiran 5 Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang Nonparametric Correlations SEDIMEN Spearman's rho
SEDIMEN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
DAGING
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
DAGING
1,000
-1,000(**)
.
,000
3
3
-1,000(**)
1,000
,000
.
3
3
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
SEDIMEN Spearman's rho
SEDIMEN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
GINJAL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
,500
.
,667
3
3
,500
1,000
,667
.
3
3
SEDIMEN Spearman's rho
SEDIMEN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
HATI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SEDIMEN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
INSANG
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
HATI
1,000
,500
.
,667
3
3
,500
1,000
,667
.
3
3
SEDIMEN Spearman's rho
GINJAL
INSANG
1,000
,500
.
,667
3
3
,500
1,000
,667
.
3
3
Lampiran 6 Lokasi penelitian Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Lampiran 7 Prosedur analisa logam berat pada ikan Prinsip Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar 5 gram. Kemudian ditimbang, dan dilakukan pengabuan kering. Sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang gelombang tertentu. Cara Kerja a. Larutan abu berasal dari pengabuan basah 1. Pindahkan larutan abu ke dalam labu takar. Pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya. 2. Tepatkan sampai tanda tera dengan air, campur merata b. Abu berasal dari pengabuan kering 1. Tambahkan 5-6 ml HCl 6N ke dalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian dengan hati-hati panaskan diatas hot plate (pemanas) dengan pemanasan rendah sampai kering. 2. Tambahkan 5 ml HCl 3N, panaskan cawan diatas pemanas sampai mulai mendidih. 3. Dinginkan dan saring melalui kertas saring, masukkan filtrat ke dalam labu takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin ke dalam cawan. 4. Tambahkan 10 ml HCl 3N ke dalam cawan, kemudian panaskan sampai larutan mulai mendidih. 5. Dinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam labu takar. 6. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu masukkan ke dalam labu takar. 7. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke dalam labu takar. c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel 1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut.
2. Ukur larutan standar logam dan blanko. 3. Ukur larutan sampel. Selama penetapan sampel, periksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan. 4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/ emisi vs konsentasi logam dalam µg/ml). Sumber : (Lab. Terpadu FKH IPB, 2004)