Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
LAPORAN AKHIR
i
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan
Kalipucang merupakan daerah otonom baru yang strategis di Jawa Barat, dan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Berdasarkan peraturan tersebut, dilakukan perlu disusun rencana kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya, dan mengoordinasikan serta mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah Kabupaten/Kota. Pendekatan yang digunakan secara kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Hasil menunjukkan, kondisi 4 sektor (kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri) di Pangandaran Raya sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Investasi untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali di Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh. Rencana investasi yang potensial bagi kepariwisataan yaitu wisata alam, budaya dan minat khusus berbasis ecotourism. Sektor kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, namun masih terbuka kesempatan untuk budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna serta budidaya rumput laut. Sektor Agrobisnis yang menjadi andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang merupakan mata pencaharian tipikal petani pesisir di Indonesia, dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Sementara itu, untuk agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya. Rencana investasi potensial dikembangkan bagi kepariwisataan yaitu pariwisata berbasis ecotourism, terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional, dan berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu, perlu program kolaborasi stake holder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media). Sektor kelautan dan perikanan andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, dan masih terbuka kesempatan budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, ikan tuna, serta budidaya rumput laut. Sektor agrobisnis andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang, dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, serta peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun untuk sektor agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi untuk pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya. ---agisu---
LAPORAN AKHIR
i
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
RANGKUMAN Latar belakang: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi daerah penting dan jadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya yang meliputi 5 Kecamatan (Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang). Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Pusat Pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Tujuan pekerjaan ini untuk 1) menyusun kajian Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya; 2) mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Landasan pekerjaan: aturan yang berlaku dan teori pemetaan pusat pertumbuhan perekonomian. Metode: menerapkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Pemetaan dilakukan untuk menggambarkan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, dan polarisasinya baik untuk pusat pertumbuhan primer, sekunder, maupun tersier bagi sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. Hasil pekerjaan: Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Kondisi investasi terkini untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh; Kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar; Agrobisnis unggulan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang bersifat tipikal mata pencaharian petani pesisir di Indonesia; Adapun agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang. Rencana investasi di Pangandaran Raya “titik pusatnya” adalah di Kecamatan Cijulang, karena merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah, dan berpotensi terbuka lebih luas untuk investasi baru daripada 4 kecamatan lainnya. Rencana investasi yang potensial dikembangkan dalam kepariwisataan mencakup wisata alam, budaya dan minat khusus. Rencana investasi atraksi wisata andalannya wisata alam pantai, pesisir, laut, sungai, dan alam pedesaan khususnya desa wisata. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi perlu dikembangkan berbasis ecotourism. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, jalan nasional jalur selatan, dan jalan tol Banjar Pangandaran sebagai lanjutan CIGATAS. Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangnadaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman, serta gastronomi, penginapan terutama homestay. Adapun layanan transfer atau transportasi lokal dapat menyediakan bus pariwisata. Investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan wisatawan berkelas dunia di Cijulang yang berdekatan dengan pantai dan Bandara Nusawiru. Rencana investasi ansilari (pengelolaan kepariwisataan) yang lebih baik untuk LAPORAN AKHIR
ii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang untuk Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi pembenihan ikan laut, KJAL, dan peralatan bagi nelayan, serta investasi budidaya rumput laut dan budidaya ikan tawar. Peran BPBAPLWS sebagai balai pengembangan sangat berperan penting untuk investasi sektor kelautan dan perikanan. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi berbasis budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, pisang. Di sisi lain perlu menggali budidaya “tanaman unggulan” lain di antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan setempat. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut, ikan tangkapan, dan pengolahan ikan tawar. Tindak lanjut: rencana investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan dan terpolarisasi secara optimal bagi daerah sekitarnya, jika kualitas dan kuantitas aksesibilitas ditingkatkan terutama realisasi jalan raya nasional lintas pantai selatan menjadi salah satu jalur utama di Pulau Jawa, reaktivasi jalur KA Banjar-Cijulang, penyiapan Bandara Nusawiru bagi pesawat berbadan lebar, pembangunan pelabuhan laut di Bojong Salawe, dan jalan tol dari CIGATAS hingga Pangandaran. Sektor Pariwisata Pangandaran Raya perlu dibangun secara terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional yang berkelanjutan (sustainable tourism). Diperlukan program kolaborasi stakeholder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media). Rencana investasi sektor kelautan perlu menghimpun pemilik modal lokal dan domestik. Adapun arah pengembangannya adalah budidaya ikan laut antara lain KJAL menggunakan pola investasi inti-plasma dengan penduduk setempat. Rencana investasi ikan tawar yang potensial adalah pembudidayaan ikan tawar yang diarahkan untuk swasembada pangan dan pemenuhan kebutuhan kepariwisataan. Sektor agrobisnis perlu peningkatan kuantitas dan kualitas varietas serta budidaya tanaman unggulan, karena budidaya tanaman selama ini masih terbatas pada kelapa, padi dan pisang. Satu di antara prospek budidaya unggulan penghasil gastronomi antara lain honje dan hata. Perlu meningkatkan investasi untuk peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun investasi sektor agroindustri perlu meningkatkan kreativitas dan kemampuan inovasi masyarakat lokal mengolah hasil pertanian setempat. Tindak lanjut implementasi rencana investasi tersebut dapat lebih terjamin keberhasilannya, jika dilengkapi “Perda” yang khusus mengatur investasi di Pusat Pertumbuhan.
LAPORAN AKHIR
iii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
KATA PENGANTAR TIM KAJIAN Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkahnya kepada kita semua. Satu di antara nikmat yang diberikan-NYA adalah kita dapat berkarya untuk melayani masyarakat melalui pengabdian di Pemprov Jabar. Buku ini adalah satu di antara output dari pekerjaan yang berjudul: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Buku laporan ini ditujukan untuk menyajikan hasil kajian. Adapun target pembaca dari buku ini adalah pihak internal BAPPEDA Pemprov Jabar. “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan danPencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya. Laporan ini memuat permasalahan, landasan pengerjaan, dan metode pemecahan pekerjaan hingga pembahasan tindak lanjut dari kajian. Isi dari Laporan ini mencakup 8 bab yang meliputi Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teori dan Landasan Normatif, Bab 3 Metode Penyelesaian Pekerjaan, Bab 4 Gambaran Umum Pangandaran Raya, Bab 5 Gambaran Investasi Terkini, Bab 6 Rencana Kebutuhan Investasi, Bab 7 Matriks Kebutuhan Investasi dan Bab 8 Kesimpulan serta Tindak Lanjut. Berdasarkan seluruh bab tersebut, laporan ini diharapkan dapat menjabarkan esensi dari kajian kebutuhan Penyusunan Rencana Kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sehingga dapat dicapai tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu. Tim kajian pekerjaan ini menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu, sehingga dapat dituntaskan pekerjaan ini.
Bandung, Oktober 2016 Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan Tim
LAPORAN AKHIR
iv
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... i RANGKUMAN .............................................................................................................................. ii KATA PENGANTAR TIM KAJIAN ......................................................................................... iv DAFTAR ISI.....................................................................................................................................v DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang Pekerjaan ........................................................................................ 1
1.2
Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 3
1.3
Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja .............................................................. 4
1.4
Batasan Kegiatan ..................................................................................................... 4
1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ............................................................. 5
BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN .............................................................. 6 2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah ...................... 6 2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah ................................ 8 2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah .................................................................... 8 2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal .............................................................. 11 2.2.3 Optimasi Aset ....................................................................................................... 12 2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................... 26 2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi................................................................................. 26 2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi .......................................... 28 2.3.3 Kelayakan Investasi .............................................................................................. 30 2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 33 2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah 38 2.4 Pembangunan Pariwisata ........................................................................................ 41 2.4.1 ..............Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat ................................................................................................................................... 43 2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri ............................................................ 44 LAPORAN AKHIR
v
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2.6 Pembangunan Industri Kelautan .............................................................................. 48 2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan .................................................................. 49 2.7 Landasan Normatif.................................................................................................... 51 BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN .................................................................. 55 3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan .............................................................. 55 3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan . 56 3.3 Prosedur Teknis Operasional .................................................................................... 56 3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah ....................................................................... 58 3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan ...................................................................... 70 BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA ..................................................... 71 4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya ............................................................................. 71 4.2 Demografi/Kependudukan ...................................................................................... 74 4.3. Sosial Budaya............................................................................................................ 77 4.4 Pendidikan................................................................................................................. 78 4.5 Kesehatan .................................................................................................................. 81 4.6 Peribadatan ................................................................................................................ 83 4.7 Transportasi ............................................................................................................... 84 4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan ........................................................ 85 4.7.2 Terminal ................................................................................................................ 86 4.7.3 Transportasi Udara ............................................................................................... 86 4.7.4 Transportasi Air .................................................................................................... 87 4.8 Jaringan Utilitas ......................................................................................................... 88 4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase ............................................................................... 88 4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum ........................................................................... 89 4.8.3 Persampahan ........................................................................................................ 91 4.8.4 Jaringan Listrik/Energi ........................................................................................ 91 4.8.5 Jaringan Telekomunikasi ...................................................................................... 92 4.8.6 Perekonomian ....................................................................................................... 92 4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan ............................................................................ 94
LAPORAN AKHIR
vi
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA .............................................................. 95 5.1 Sektor Pariwisata ....................................................................................................... 96 5.1.1 Atraksi Wisata ...................................................................................................... 96 5.1.2 Aksesibilitas ........................................................................................................ 100 5.1.3 Ameniti ............................................................................................................... 103 5.1.4 Ansilari ............................................................................................................... 105 5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata ...................................................................... 113 5.2 Kelautan dan Perikanan .......................................................................................... 114 5.2.1 Tangkapan .......................................................................................................... 117 5.2.2 Budidaya ............................................................................................................. 120 5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan ................................................ 124 5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran ...................................................................... 125 5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan................................................................................ 125 5.3.2 Perkebunan ......................................................................................................... 127 5.3.3 Peternakan .......................................................................................................... 132 5.3.4 Kehutanan........................................................................................................... 134 5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis ...................................................................... 136 5.4 Agroindustri ............................................................................................................ 139 5.4.1 Industri Makanan dan Minuman ....................................................................... 142 5.4.2 Industri Penggergajian Kayu .............................................................................. 147 5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri .................................................................. 147 BAB
6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA .............................................................................................. 149
6.1 Kepariwisataan ........................................................................................................ 149 6.2 Kelautan dan Perikanan .......................................................................................... 151 6.3 Agrobisnis................................................................................................................ 154 6.4 Agroindustri ............................................................................................................ 156 6.5 Sektor Pendukung Lainnya ..................................................................................... 158 LAPORAN AKHIR
vii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAB
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA .............................................................................................. 165
7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................... 166 7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan .............................. 169 7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ................................................... 170 7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ................................................ 171 7.5
Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya............................................................................................... 173
BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ............................................................ 177 8.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 177 8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya ................................................... 181
LAPORAN AKHIR
viii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur .......................................................... 60 Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya .................................. 73 Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran ............................................ 74 Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran .................. 75 Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk ................................................................................. 76 Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk ................................................................................................. 77 Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya ............................................ 77 Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ............................. 79 Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan ................................................................... 80 Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ................................ 81 Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan ................................................................... 82 Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013 ............ 83 Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya ............................. 84 Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya ............... 85 Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran ....................................... 88 Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 20112012 .......................................................................................................................................... 90 Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013 .................................................................. 92 Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013 ........... 92 Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012 atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ............................................................. 93 Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran Tahun 2012 ............................................................................................................................... 93 Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun 2013 .......................................................................................................................................... 94 Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam ............................................................................................... 97 Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya .............. 99 Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya ................................... 99 Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata ............................................................................. 101 Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015 ......................................................................................... 102 LAPORAN AKHIR
ix
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035 ......................................................................................... 102 Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata .................................................................................... 114 Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015 ................................................. 114 Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya ................................................... 115 Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015 ..................................... 116 Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015 ................................................................................................................................................ 117 Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan ............................. 117 Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015 ..................................................................................................................................... 119 Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014 ......... 121 Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 .................. 122 Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015 .................. 123 Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan ..................................... 124 Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan ................................................ 124 Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran ............................................ 126 Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013 ........................................................................................ 126 Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran Raya ....................................................................................................................................... 127 Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet, Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya ......................................................... 128 Tabel 5.23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 ........................................................................... 129 Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 .......................................................... 132 Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran ................................ 132 Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya................................................................. 133 Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013 ........................ 133 Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ................................................................................................................................................ 135 LAPORAN AKHIR
x
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ........ 135 Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ................................................................................................................................................ 136 Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis .................................................................................. 137 Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya .................................. 139 Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013 ................................................................................................................................................ 143 Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ....................................................................................................... 145 Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten Pangandaran .......................................................................................................................... 145 Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center Kabupaten Pangandaran ....................................................................................................... 146 Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten Pangandaran .......................................................................................................................... 146 Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ........................................................................................... 147 Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri .............................................................................. 148 Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................. 150 Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ............................ 151 Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis .................................................. 154 Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri .............................................. 157 Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya .................................. 159 Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................. 166 Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ............................ 169 Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ................................................. 170 Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri .............................................. 171 Tabel 7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ..........................................................................................................174
LAPORAN AKHIR
xi
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset Tertinggi dan Terbaik .............................................................................................................. 15 Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning ................................................................. 17 Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah (BMD) .................................................................................................... 24 Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana 26 Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ............................................... 29 Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen ............................................................. 38 Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges ...................................................................... 39 Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept).................................... 40 Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata.............................................................................. 42 Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model........................................................................................................................ 43 Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Setempat .................................................................................................................................. 44 Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis .............................................................................................. 45 Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya ............................................................................ 49 Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK .......... 57 Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran...................................................... 72 Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ............................... 73 Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya .................................................. 75 Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk .............................................................................. 75 Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran ........................................... 89 Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya .............................................................. 98 Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari ............................................ 113 Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015 ........... 115
LAPORAN AKHIR
xii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2015 ............................................................................................................................. 120 Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya ....................................... 121 Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ...... 123 Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya . 128 Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya .................... 134 Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya ................................................ 142 Gambar 5. 10Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje .............................................................. 144 Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata ....................... 161 Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan ... 162 Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis ...................... 163 Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri ................... 164 Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata....................................................................... 183 Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya ............................................................. 184 Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan............................................... 186 Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan ................................................... 187 Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis ...................................................................... 189 Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis .......................................................................... 190 Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri .................................................................. 191 Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri ...................................................................... 192
LAPORAN AKHIR
xiii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pekerjaan Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya. Perencanaan dimaskud guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan (RPJMD Jabar, 2014). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, ditetapkan WP Priatim – Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, pertambangan mineral. Berdasarkan pada Perda tersebut, Kabupaten Pangandaran menjadi 1 di antara 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP). Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat.
LAPORAN AKHIR
1
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Hal tersebut dapat diketahui dari kebijakan penataan ruang yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjelaskan bahwa Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kewilayahan (PKW). Sementara berdasarkan Peraturan Daerah No 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2029, Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) masuk kedalam wilayah pengembangan Priangan Timur, dan Pangandaran ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) penanganan ekonomi. Kabupaten Pangandaran yang berada di Jawa Barat bagian selatan, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah Pangandaran ini didominasi oleh kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Barat disebutkan bahwa, Pusat Pertumbuhan merupakan wilayah yang memiliki keunggulan karena lokasi, sejarah dan/atau kebijakan pemerintah yang dimilikinya, sehingga mempunyai wilayah pengaruh yang luas dan dapat dimanfaatkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di seluruh wilayah daerah. Berbeda dengan pendekatan delineasi Wilayah Metropolitan yang dilakukan berdasarkan jumlah penduduk perkotaan, persentase kawasan terbangun dan kondisi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya, maka delineasi Wilayah Growth Center Pangandaran dilakukan dengan melihat potensi perkembangan sektor ekonomi lokal (dalam hal ini pariwisata) yang sudah berkumpul pada suatu lokasi tertentu. Dengan adanya suntikan investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah ini, sektor pariwisata dan perikanan diharapkan dapat berkembang lebih cepat serta menarik berbagai aktivitas ekonomi lainnya untuk bersama-sama mendorong terwujudnya Growth Center Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang sangat potensial. Potensi yang dimiliki adalah di bidang pertanian yaitu kelapa, peternakan
LAPORAN AKHIR
2
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
yakni sapi dan domba. Kemudian perikanan tangkap dan kelautan, serta Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan wisata pantai. Pangandaran memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dipandang mampu untuk merangsang daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada maka, Pemerintah Jawa Barat mengambil langkah dan inisiatif untuk mengelola pembangunan dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan kewilayahannya, dan menurut potensi untuk pusat pertumbuhannya, ada beberapa kawasan potensial untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Pangandaran Raya adalah sebuah kawasan yang di antaranya berpotensi tinggi dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah, perlu kajian mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi: 1. Menyusun kajian tentang “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya” yang mencakup: a. Gambaran umum wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; b. Kondisi perekonomian Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; c. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur penunjang di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; d. Rencana kebutuhan nilai investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; e. Skema investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; dan f.
Strategi penciptaan minat investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
2. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
LAPORAN AKHIR
3
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Adapun tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu.
1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja Kajian ini memiliki indikator keluaran yang diharapkan sebagai berikut: 1. Indikator Keluaran (output yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaat) adalah “Tersusunnya dokumen perencanaan kebutuhan investasi pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam pembangunan di Jabar Selatan.” 2. Keluaran (jumlah/volume output yang dihasilkan dan satuan output) adalah berupa dokumen “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” Adapun indikator kinerja pekerjaan ini adalah: “Tersusunnya dokumen perencanaan pembangunan Pangandaran Raya, rencana kebutuhan, serta strategi investasi dalam pengembangan Pangandaran Raya.”
1.4 Batasan Kegiatan “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan dan Pencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya. Batasan kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat lebih difokuskan kepada: 1. Penyusunan dokumen berupa kajian “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.” 2. Koordinasi dan sinergi antar stakehoders terkait perencanaan kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. 3. Melakukan pengumpulan data berupa data sekunder dan primer, serta menghimpun informasi dari berbagai stakeholders terkait kajian tersebut melalui survey lapangan. LAPORAN AKHIR
4
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan dari mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016 atau selama 4 bulan. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi dilaksanakan pada bulan Agustus 2016. Adapun matriks jadwal kegiatan sebagai berikut: Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan URAIAN 1.
Persiapan
2.
Pembahasan Draf Awal
3.
Pembahasan Draf Akhir
4.
Diseminasi
5.
Persiapan Monitoring
6.
Rapat Monitoring
Agustus 1
2
3
September 4
1
2
3
Oktober 4
1
2
3
November 4
1
2
3
4
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi di Jawa Barat dilaksanakan 1. Survey lapangan di daerah Kabupaten Pangandaran, dan pengumpulan dokumen terkait pekerjaan di kantor Kabupaten Pangandaran, serta di beberapa Kantor Kecamatan maupun Kantor Desa di Pangandaran. Data yang dikumpulkan dari Pangandaran mengenai agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun potensi investasi di masa datang. 2. Pengumpulan dokumen di Kantor Provinsi Jawa Barat yang berkenaan dengan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun berupa potensi investasi di masa datang. 3. Survey lapangan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di Bappeda Bali, Bappeda Buleleng, dan di lokasi pengembangan serta pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di daerah bersangkutan. ---agisu--
LAPORAN AKHIR
5
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
Pada Bab 2 ini disajikan landasan penyelesaian pekerjaan. Isi dari bab ini mencakup dua bagian besar yang keduanya merupakan landasan pekerjaan dimaksud. Kedua landasan tersebut adalah landasan teori, dan landasan normatif untuk kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”
2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah Setiap daerah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya tentu memerlukan perhitungan dasar terutama untuk kebutuhan investasi. Besarnya kebutuhan investasi ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan, dengan pertimbangan untuk mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang harus dicapai. Analisis yang umum dan tepat digunakan untuk menentukan kebutuhan atau rencana investasi pembangunan adalah konsep “Incremental Capital Output Ratio (ICOR).” ICOR ini memiliki manfaat sangat penting dalam teori ekonomi. Rasio ini disebut rasio kenaikan ouput akibat kenaikan kapital yang berarti indikator ekonomi makro yang digunakan untuk menilai kinerja investasi di suatu negara. Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukkan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Angka ini dihitung untuk prakiraan kebutuhan secara menyeluruh maupun sektoral. Dengan angka ICOR ini, akan dapat dihitung prakiraan kebutuhan investasi secara total serta alokasi sektoral. Sebuah perencanaan dan khususnya prakiraan kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan pembangunan dapat digunakan beragam alat analisis di antaranya: K I Y
= Angka ICOR = Investasi pada tahun t = Peningkatan PDRB pada tahun t + 1
Jumlah kebutuhan investasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini: I = k*g*Y LAPORAN AKHIR
6
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
dimana : I = Jumlah investasi k = Angka ICOR g = Laju pertumbuhan ekonomi Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Khususnya untuk menghitung kebutuhan investasi di sebuah Pemerintahan Daerah, maka sangat bergantung pada kondisi keuangan yang tersedia. Pembangunan daerah yang sejalan dengan era otonomi di Indonesia, membuka peluang bagi setiap daerah untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang, industri dan sektor sesuai potensi yang dimiliki daerah tersebut. Permasalahannya antara lain, bagaimana upaya meningkatkan investasi di daerah bersangkutan agar dapat meningkatkan PADS, pendapatan masyarakat setempat yang akhirnya bermuara pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Karena itulah, jika Pemda merencanakan investasinya, maka perlu menghitung prakiraan jumlah pendapatan dari investasi tersebut. Banyak teori yang populer dalam teori perkembangan wilayah. Secara umum dikenal ada 4 kategori teori dalam perkembangan wilayah. 1.
Kelompok yang menitikberatkan pada kemakmuran wilayah.
2.
Fokus pada sumberdaya alam dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan produksi atau sustainable development.
3.
Menitikberatkan pada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan.
4.
Memberikan perhatian pada kesejahteraan masyarakat didalam daerah tersebut.
Masing-masing kelompok dalam 4 golongan tersebut di atas, ternyata muncul beberapa teori yang popular mengenai pembangunan wilayah di antaranya dikenal: 1.
Teori Keynes
2.
Teori Neoklasik
3.
Teori Inter dan Intra Wilayah
4.
Teori Trickle Down Effect
5.
Teori Tempat Sentral
6.
Teori Von Thunen
7.
Teori Biaya Lokasi Minimum
LAPORAN AKHIR
7
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
8.
Teori Pendekatan Pasar
9.
Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
10. Teori Pusat Pertumbuhan 11. Teori Ir. Sutami 12. Teori Kutub Pertumbuhan Pada bahasan dalam bab 2 ini hanya akan disajikan teori yang menjadi landasan dalam kajian pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu menjadi fokus bahasan sesuai dengan judul kajian dalam pekerjaan ini berjudul: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”
2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah Pusat pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah pada dasarnya dapat dibangun secara sengaja melalui perencanaan dan program pertumbuhan, namun ada pula pusat pertumbuhan itu dapat terjadi secara alami. Pusat pertumbuhan yang sesuai kehendak tentu perlu perencanaan dan program yang terarah.
2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah Berkenaan dengan perencanaan dan program pertumbuhan dimaksud, berikut ini disajikan landasan teori pusat pertumbuhan. 1. Teori Polarisasi Ekonomi Teori polarisasi ekonomi ini dikemukakan Gunar Myrdal yang secara tegas ia berpendapat bahwa, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran di sekitar daerah bersangkutan. Pusat pertumbuhan tersebut bukan saja terbuka bagi para tenaga profesional terdidik, namun juga menimbulkan daya tarik bagi tenaga terampil, investor, dan beragam barang yang diperdagangkan, sehingga pada tahap selanjutnya mendorong secara terus menerus pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Pertumbuhan tersebut terus makin meningkat dari waktu ke waktu, dan lama-kelamaan semakin pesat, sehingga menjadi “polarisasi pertumbuhan ekonomi” atau “polarization of economic growth”. Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan, akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang kemudian akan LAPORAN AKHIR
8
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain, suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya ikut berkembang Pada dasarnya teori polarisasi ekonomi dari Gunar Myrdal adalah berupa penyusunan “konsep pusat-pinggiran atau coreperiphery.” Konsep ini memiliki keistimewaan terutama pertumbuhan sebuah daerah akan sangat cepat. Di sisi lain, ada kelemahan yang sangat sulit diatasi yakni, konsep pusat-pinggiran ini merugikan daerah pinggiran itu sendiri. Ada upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi perpindahan penduduk dari pinggiran ke perkotaan (urbanisasi), misal upaya pembatasan migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan. Rangkaian upaya tersebut umumnya tidak mudah dilakukan karena beragam faktor turut mempengaruhinya. Setiap pusat pertumbuhan ekonomi yang dirancang tentu diharapkan dapat berdampak dan berpengaruh signifikan pada daerah yang ada di sekitarnya. Dampak dan pengaruh pusat pertumbuhan ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak dan pengaruh positif pada perkembangan daerah di sekitarnya disebut spread effect atau efek menyebar. Umpama terciptanya kesempatan kerja baru bagi penduduk setempat, makin meningkatnya investasi, upah buruk semakin naik, distribusi barang makin cepat, pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi makin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Adapun dampak dan pengaruh negative disebut backwash effect atau efek sampingan. Umpama terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah terutama wilayah kota dengan pedesaan, makin meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan alam dan budaya yang terus menurus meningkat, dan tentu masih banyak lagi potensi efek negatif lainnya. 2. Teori Kutub Pertumbuhan Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950) mengajukan sebuah konsep “kutub pertumbuhan” atau growth pole concept.” Ia berpendapat bahwa, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pada teori dan konsep ini, proses pembangunan tidak terjadi secara serentak, namun muncul di tempat-tempat LAPORAN AKHIR
9
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda antar satu tempat dengan lainnya. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor ekonomi yang terbentuk. Menurutnya pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat. Teori Kutub Pertumbuhan dapat menarik kegiatan lain karena ada tarikan dari industri yang dikembangkan. Sebagai contoh pembangunan industri pariwisata di sebuah daerah dapat memiliki kemampuan menarik atau sentripental pada yang lainnya, di antaranya dapat menarik bahan makanan dan minuman atau restaurant, tumbuhnya sektor perhotelan. Selain itu, pembangunan kepariwisataan secara tidak langsung atau sentrifugal akan mendorong tumbuhnya sektor lain misal sektor pertanian masyarakat setempat. Contoh lain pembangunan industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatankegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja. Jika dibandingkan dengan teori Polarisasi Ekonomi tentu memiliki perbedaan terutama pusat pertumbuhan dalam polarisasi lebih cepat, sedangkan dalam teori Kutub Pertumbuhan proses bertumbuh ekonominya lebih lamban. 3. Teori Pusat Pertumbuhan Industri Populasi dari Boudeville Seorang ahli ekonomi dari Francis bernama Boudeville mengemukakan Teori Pusat Pertumbuhan “Industri Populasi”. Menurut Boudeville, pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat LAPORAN AKHIR
10
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar, pengaruh tersebut baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan lainnya di sekitar populasi bersangkutan. 4. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpulsimpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempattempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal memiliki ciri khas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halena Norberg dan Hodge (dalam Kusumastanto, 2003) sebagai berikut: 1. Terlokalisasi (localized) dengan tujuan untuk mengurangi biaya transportasi 2. Terjadi proses diversifikasi produk yang tinggi (highly diversified) yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar satu daerah dengan yang lain karena keragaman produk
LAPORAN AKHIR
11
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3. Berbasis masyarakat (community based) yang di dalamnya termasuk budaya masyarakat (community culture), jati diri, dan pengetahuan lokal (indogenous knowledge). Wilayah pesisir memiliki pilar-pilar penting yang menjadi kekuatan untuk mebangun wilayah tersebut berdasarkan perspektif ekonomi regional. Kekuatan tersebut meliputi (Kusumastanto, 2003): 1. Natural resources advantages atau imperfectfactor mobility Wilayah pesisir memiliki pusat keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah lainnya, yaitu: a. Keunggulan sumber daya alam contohnya mangrove, terumbu karang, dan padan lamun b. Ciri egaliter, inward looking, dan dinamis pada karakteristik kultural c. Terdapat keterkaitan masyarakat dengan sumber daya wilayah pesisir 2. Economicof concentralion atau imperfect diversibility Pengelompokan industri sejenis (cluster of industry) dilakukan secara spasial berdasarkan skala ekonomi. Pengelompokan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor: a. Biaya produksi yang meliputi biaya buruh dan biaya bahan baku b. Biaya transaksi c. Kenyamanan berusaha 3. Mobilitas adalah korban Setiap pergerakan barang dan jasa di asumsikan sebagai “korban”, karena memunculkan biaya transportasi dan komunikasi. Berdasarkan perspektif ekonomi wilayah pergerakan barang dan jasa serta sumber ekonomi lainnya dicerminkan oleh jarak. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan di wilayah pesisir diupayakan untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses sehingga memerlukan dukungan infrastruktur.
2.2.3 Optimasi Aset Setiap aset yang direncanakan perlu memperhitungkan optimasi aset bersangkutan. “Optimasi aset adalah rangkaian kegiatan, tindakan, proses, atau cara-cara agar sebuah rancangan, sistem, atau keputusan yang telah ditentukan berfungsi sempurna, lengkap, atau efektif sesuai rencana atau harapan” (Sugiama, 2013:227). Sedangkan menurut Siregar (2004:519) optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk LAPORAN AKHIR
12
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa optimasi aset adalah salah satu proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi aset yang ada baik itu potensi fisik, legal, maupun ekonomi dari suatu aset sehingga aset tersebut dapat memberikan profit dan benefit bagi perusahaan, serta dapat meminimalkan risiko atas kepemilikan aset tersebut. Analisis optimasi suatu aset dapat dilakukan dengan Highest and Best Use Analysis (Siregar, 2004). Berdasarkan tujuannya, optimasi aset ditujukan untuk memaksimalkan potensi aset sehingga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan.
2.2.3.1 Highest and Best Use Analysis Analisis Highest and Best Use penting untuk dilakukan terutama untuk mengestimasi nilai pasar yang digunakan dalam penilaian properti. Berdasarkan The Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (Hidayati dan Harjanto, 2014), definisi Highest and Best Use sebagai berikut: “the reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is physically possible, appropiately supported, financially feasible, and that results in the highest value.” Sebuah analisis HBU adalah upaya untuk mencari keyakinan yang paling memungkinkan atas penggunaan tanah atau bangunan yang paling memungkinkan secara fisik, diijinkan secara legal, layak secara keuangan, dan menghasilkan nilai yang paling tinggi. HBU juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) (MAPPI, 2013). Tujuan analisis Highest and Best Use adalah untuk mengetahui pengembangan yang tepat atas suatu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun tujuan analisis Highest and Best Use akan berbeda pada properti berupa tanah kosong dan properti yang telah dibangun (Hidayati dan Harjanto, 2014) yang ditujukan untuk mengetahui: 1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Tanah Kosong Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus memperhatikan hubungan antara kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya. Penggunaan aset saat ini terkait dengan tupoksi suatu organisasi. Dengan demikian, analisis Highest and Best LAPORAN AKHIR
13
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Use pada tanah kosong bertujuan mengembangkan potensi tanah kosong tersebut agar dapat dibangun menjadi aset penunjang organisasi untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya. 2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Properti yang telah Terbangun Tujuan analisis Highest and Best Use untuk properti yang telah dibangun adalah untuk mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui tingkat pengembalian dari investasi diperlukan estimasi atas penggunaan tertinggi dan terbaik atas properti tersebut. Kriteria analisis HBU sebagaimana dinyatakan dalam KEPI & SPI (MAPPI, 2013) secara umum dikaji berdasarkan empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik. Keempat aspek tersebut yaitu aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan aspek produkivitas maksimal. Analisis HBU mencakup 5 aspek yang perlu dikaji. Kelima aspek tersebut: 1. Aspek Legal Aset; 2. Aspek Fisik Aset; 3. Aspek Pemasaran; 4. Aspek Keuangan; 5. Aspek Produktivitas Maksimum. Rangkaian detail pekerjaan tersebut di atas dapat dirangkum secara skematik sebagaimana dicerminkan dalam Gambar 2.10 berikut:
LAPORAN AKHIR
14
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
PENINJAUAN UMUMPOTENSI ASET
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Analisis aspek Legal
Legally permissible Physically possible
Analisis aspek fisik ANALISISKRITIS ASPEK-ASPEK DALAM HBU_PLUS
Analisis aspek pemasaran/ pengguna
TINGKAT PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK
Marketable
Analisis aspek Keuangan Financially feasible
Maximally productive
Sumber: Sugiama, 2013 Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset
Tertinggi dan Terbaik 1. Analisis Aspek Legal Secara Hukum Diizinkan (Aspek Legal) yaitu mempertimbangkan batasan/retriks hukum dari penggunaan aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata kota, maka penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain: a. Peruntukkan (zoning) b. Retriksi/ Batasan c. Peraturan Bangunan d. Kontrak/ Perjanjian e. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan f.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
g. Distrik/ Area Bersejarah h. Peraturan Lingkungan LAPORAN AKHIR
15
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
i.
Kemungkinan Perubahan Dimasa Depan
j.
Atribut Legal (perizinan)
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Analisis Aspek Fisik Secara Fisik Dimungkinkan (Aspek Fisik) yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan dalam aspek fisik sebagai berikut: a. Ukuran aset; b. Bentuk dan Kegunaan aset; c. Lebar Hadap Jalan (Frontage) dan dimensi; d. Kemudahan Akses; e. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas; f.
Lokasi dalam Market Area;
g. Topografi; h. Water Frontage; i.
Kondisi Tanah dan Lapisan Bawah Tanah;
j.
Banjir dan Kemungkinan Tanah Longsor.
3. Aspek Pemasaran Pasar adalah semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa, dan pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong; 2008:6). Pada analisis kelayakan aspek pemasaran (Sugiama, 2013), aspek pemasaran secara umum dapat mencakup analisis unsur STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) serta analisis bauran pemasaran. a. STP (Segmenting, Targeting, and Positioning) Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan membagi pasar kedalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua bahkan lebih segmen, dan mengembangkan produk serta program pemasaran yang dirancang khusus bagi masing-masing LAPORAN AKHIR
16
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
segmen. Guna melakukan segmentasi pasar, penentuan target dan menentukan posisi pasar, ada tiga langkah utama sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Sumber: Kotler, P. & Amstrong, G., 2003
Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning Penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut disajikan sebagaimana di bawah ini: 1)
Segmentasi Pasar (Segmenting) Menurut Kotler dan Armstrong (2003, 285), segmenting (segmentasi pasar) adalah “membagi
suatu pasar menjadi kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda”. Pada dasarnya, pasar dapat dibagi menjadi pasar konsumen dan pasar bisnis. Adapun variabel segmentasi untuk pasar konsumen mencakup segmentasi geografis, demografis dan fsikografis (Kotler dan Armstrong; 2003),: Selanjutnya, segmentasi pasar bisnis menurut Kotler dan Keller (2013) didasarkan pada: a) Demografis (industri, ukuran, dan lokasi); b) Variabel operasi (teknologi, status pengguna dan non pengguna); c) Pendekatan pembelian (organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat dan hubungan eksisting, kebijakan pembelian umum, dan kriteria pembelian); d) Faktor situasional (urgensi, aplikasi spesifik, ukuran atau pesanan); e) Karakteristik pribadi (kemiripan pembeli dan penjual, sikap terhadap risiko, dan loyalitas); Jadi untuk analisis STP ini harus dipetakan untuk segmentasi pasar konsumen dan juga pasar bisnis untuk produk MICE yang akan dipasarkan. 2)
Penentuan Target Pasar (Targeting)
LAPORAN AKHIR
17
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Segmentasi pasar mengungkap segmen pasar yang berpeluang bagi suatu perusahaan. Selanjutnya, perusahaan harus mengevaluasi berbagai segmen dan memutuskan berapa banyak dan menuntaskan segmen yang mana yang akan menjadi sasaran. Menurut Munandar (dalam Pradipta, 2014), dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria berikut: a) Responsif Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang dikembangkan. b) Potensi penjualan Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut. c) Pertumbuhan yang memadai Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan. d) Jangkauan media Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya. 3)
Penetapan Posisi Pasar (Positioning) Menurut Kotler dan Armstrong (2003) penetapan posisi pasar (positioning) adalah
perumusan pemosisian bersaing dan produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih rinci. Menurut Kotler dan Armstong (2003) tugas dalam positioning terdiri dari tiga langkah: a) Mengidentifikasi keunggulan bersaing Suatu keunggulan di atas pesaing dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen, baik melalui harga yang rendah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang mendukung penetapan harga lebih mahal. b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat Secara umum, perusahaan perlu menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah under positioning yaitu gagal dalam memposisikan perusahaan sesungguhnya. Maksudnya LAPORAN AKHIR
18
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
adalah pembeli tidak tahu dengan tegas sesuatu yang khusus dari perusahaan. Kesalahan kedua adalah over positioning yaitu memberikan gambaran yang sempit tentang perusahaan. Kesalahan ketiga, confused positioning yaitu menghindari pembeli mendapatkan citra perusahaan yang membingungkan. c) Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar Setelah menetapkan satu posisi yang akan dipergunakan, perusahaan harus membuat gerakan yang tegas dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan posisi yang diinginkan kepada pasar sasaran. Pada intinya adalah menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci, seperti mendesain bauran pemasaran produk, harga, distribusi, dan promosi. b. Bauran Pemasaran Beberapa ahli memberikan bermacam-macam definisi tentang pemasaran. Menurut Stanton (dalam Umar, 2005:31) pemasaran adalah “keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
usaha,
yang
bertujuan
merencanakan,
menentukan
harga,
hingga
mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli baik yang aktual maupun yang potensial”. Dari definisi tersebut, dapat diketahui pengertian pemasaran adalah kegiatan usaha yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian barang/jasa kepada pembeli aktual maupun potensial. Adapun ruang lingkup bauran pemasaran menurut Morrison dalam Sugiama (2013) terdiri dari 8P yakni product, pricing, place, promotion, people, physical evidence, process dan packaging. Berikut ini penjelasan bauran pemasaran. Produk Produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa produk adalah pemahaman subyektif produsen mengenai jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pengembangan suatu produk melibatkan pendefinisian manfaat yang akan ditawarkan produk tersebut. Manfaat yang dikomunikasikan dan dihantarkan dapat berupa atribut produk yang meliputi kualitas, fitur, serta gaya dan desain (Kotler dan Amstrong, 2003). LAPORAN AKHIR
19
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2003), harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk memperoleh produk. Adapun menurut Suliyanto (dalam Pradipta, 2014) bahwa harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Dapat disimpulkan bahwa harga merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk disertai pemberian jasa. Beberapa pendekatan penetapan harga di antaranya biaya, laba dan persaingan (Kotler dan Amstrong; 2003). Tempat Tempat adalah tugas untuk membawa barang ke pasar. Kemajuan dalam pemesanan tempat secara elektronik dan sistem komunikasi sedang mengubah cara distribusi. Distribusi termasuk saluran distribusi, pemerataan distribusi, lokasi gerai, wilayah penjualan, tingkat inventaris, serta lokasi dan transportasi. Promosi Promosi terdiri atas seluruh metode pengkomunikasian produk jasa yang ditawarkan pada pasar yang ditargetkan. Peralatan promosi termasuk pemasangan iklan above-the-line yang biayanya telah dibayar seperti televisi, radio, iklan pers, iklan di bioskop dan poster kampanye; pemasangan iklan below-the-line mengacu pada promosi penjualan yang meliputi memberikan contoh produk jasa secara cuma-cuma, kupon diskon, persaingan, titik penjualan, dan pengiriman bahan promosi secara langsung (direct mailing), penjualan pribadi, dan publisitas. Sumber Daya Manusia People atau manusia berarti memusatkan pada mutu sumber data manusia yang terlibat dengan produk, keterampilan, pengetahuan, motivasi, serta kepedulian mereka pada pelanggan. Sifat-sifat karyawan termasuk keramahan, bagaimana menampilkan diri, kesediaan membantu, kemampuan pendekatan, sopan santun, pengetahuan, dan kompetensi. Bukti Fisik Physical evidence atau bukti fisik maksudnya adalah perhatian dipusatkan pada dekor, lingkungan, dan suasana produk atau dimana produk akan dikonsumsi. Bentuk bukti fisik LAPORAN AKHIR
20
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
termasuk ukuran, gedung, citra perusahaan, suasana, kenyamanan, fasilitas, dan kebersihan. Proses Process atau proses berkaitan dengan efisiensi dan kinerja proses yang dinilai. Sifat proses adalah kecepatan, efisiensi, waktu pelayanan, sistem pembuatan janji, dan formulir serta dokumen. Berkenaan dengan proses, perlu kemudian dikembangkan standar-standar pelayanan dalam bentuk Operations Process Chart (OPC), Flow Process Chart (FPC), dan Standard Operating Procedure (SOP). Paket Packaging atau merancang paket berarti para pemasar dalam kepariwisataan perlu memiliki kemampuan merancangpaket wisata yang didalamnya mencakup layanan transportasi, akomodasi dan lainnya (Morrison dalam Sugiama, 2013). 4. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial yaitu mempertimbangkan hasil pendapatan yang memadai atau arus kas untuk menghasilkan pengembalian investasi yang dilakukan terhadap alternatif penggunaan aset yang secara hukum diizinkan dan secara fisik dimungkinkan. Untuk properti penghasil pendapatan, uji finansial berfokus pada analisis tingkat balikan modal investasi dibandingkan dengan tingkat balikan pasar yang disyaratkan untuk mengetahui penggunaan yang layak secara finansial. Asumsi yang digunakan dalam uji finansial harus berdasarkan hasil analisis lokasi, permintaan dan penawaran, serta analisis risiko. Hal-hal yang dilakukan dalam mengkaji aspek finansial antara lain: a. Partisipan pasar yang melakukan pembelian di lingkungan properti atau area pasar. b. Lama waktu pemasaran atau penjualan yang dibutuhkan. c. Fasilitas pembiayaan yang tersedia. d. Efektivitas kekuatan daya beli yang memadai di lingkungan properti atau area pasar. e. Keuntungan yang didapatkan. Analisis kelayakan keuangan, kegunaan yang memungkinkan perlu dianalisis lebih lanjut dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang diekspektasikan dapat LAPORAN AKHIR
21
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan, seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima(future gross income) yang diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut. Analisis finansial dimulai dengan analisa biaya pengembangan, analisa penjualan dan pendapatan, biaya operasional, proyeksi cash flow, analisa kelayakan investasi. Berdasarkan pada penjelasan mengenai aspek finansial dalam kajian HBU, dapat disimpulkan bahwa kelayakan finansial dari alternatif pengembangan yang dianalisis dapat dilihat dari faktor-faktor kelayakan finansial suatu proyek yang meliputi net operating income (NOI), payback period (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan return on investment (ROI).
5. Analisis Aspek Produktivitas Maksimal Aspek produktivitas maksimum mengkaji kegunaan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan produktivitas yang maksimum/nilai tertinggi. Menurut (Hidayati dan Harjanto, 2014:58) nilai tertinggi yang dimaksud yaitu nilai yang konsisten dengan tingkat pengembalian (rate of return). Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial, ada beberapa alat analisis sebagai tolok ukur yang digunakan. Alat analisis tersebut meliputi Net Operating Income (NOI), Payback Period (PB), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI). Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria penggunaan tertinggi dan terbaik atas suatu aset.
2.2.3.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Salah satu bentuk dari optimasi aset dalam ruang lingkup Pemerintah adalah dengan cara memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pengertian penggunaan dan pemanfaatan adalah sebagai berikut: 1.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
LAPORAN AKHIR
22
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
2.
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan
adalah kegiatan pengelolaan dan penatausahaan aset sesuai tugas pokok dan fungsi serta pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi, sehingga aset dapat digunakan secara optimal selama masa ekonomisnya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dapat diuraikan mengenai penggunaan dan pemanfaatan suatu aset. Dalam penggunaan aset ditentukan terlebih dahulu mengenai peruntukkan aset, kemudian dari peruntukkan aset dapat diketahui mengenai penggunaan aset tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari aset tersebut, jangan sampai penggunaan yang dilakukan keluar dari tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Setelah penggunaan aset terpenuhi, maka aset dapat di dayagunakan diluar tugas pokok dan fungsinya tersebut. Kegiatan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi ini disebut pemanfaatan. Berikut adalah gambaran mengenai operasi/pemakaian aset yang) diadopsi dari PP Nomor 27 Tahun 2014 mengenai pemakaian aset: Penggunaan Aset Sewa Aset Operasi/Pemakaian Pinjam Pakai Aset
Pemanfaatan Aset
Kerja Sama Pemanfaatan Aset Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Sumber: PP Nomor 27 Tahun 2014 dalam Sugiama (2013)
LAPORAN AKHIR
23
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah (BMD) Berdasarkan Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa terdapat bentuk-bentuk pemanfaatan aset meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah guna dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dalam paparan di bawah ini: 1. Sewa Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan. 2. Pinjam Pakai Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. 3. Kerjasama Pemanfaatan Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara. 4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati. Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah LAPORAN AKHIR
24
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 5. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
2.2.3.3 MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) Industri pariwisata memiliki beragam sektor layanan yang dapat dijadikan sebagai layanan bisnis. Ladkin dan Julie Spiller (2000) menyatakan bahwa, khususnya untuk layanan pertunjukkan ada beberapa bentuk layanan yang dapat dilakukan, namun yang paling populer adalah penyediaan layanan MICE yakni Meeting, Incentives, Convention, dan Exhibition. Berdasarkan konsep produk di atas selanjutnya produk yang berbasis MICE perlu diidentifikasi dan dikembangkan mana yang berpotensi untuk dipasarkan. Dalam hal jasa MICE sudah jelas delivery produk akan dilakukan di tempat di mana akan terjadi interaksi antara penjual (pihak penyelenggara MICE) dan pembeli seperti tamu, undangan, ataupun penonton. Setiap layanan MICE memerlukan prasarana dan sarana, serta layanan pendukung yang menjadi prasyarat penyelenggaraan MICE tersebut. Prasarana yang harus disediakan berupa: 1. infrastruktur transportasi untuk mempermudah aksesibilitas menuju area MICE, 2. lahan dan bangunan (termasuk di dalamnya tempat parkir, gedung dan lainnya) di mana MICE akan diselenggarakan. Adapun sarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan MICE antara lain berupa: 1. peralatan dan perlengkapan 2. makanan dan minuman Setiap penyelenggaraan MICE tentu memiliki multiplier effect pada beragam sektor usaha, dan mendorong perluasan kesempatan kerja baik untuk lingkungan lokal bahkan secara nasional. Tinggi rendahnya pengaruh tersebut sangat bergantung pada beragam faktor, di antaranya pengaruh faktor skala MICE yang diselenggarakan. Penyelenggaraan MICE berskala
LAPORAN AKHIR
25
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
nasional tentu berefek lebih luas daripada berskala lokal. Demikian pula MICE berskala internasional jauh berbeda efeknya secara positif daripada berskala lokal. Penyedia (provider) Penyelenggaraan MICE
Prasarana dan Sarana Penyelenggaraan MICE PrasaranaPenyelen ggaraan MICE
PrasaranaTranspor tasi menuju tempat MICE
SaranaPenyelengga raan MICE
Prasarana gedung dan bangunan lainnya di tempat MICE
Sarana kebutuhan peralatan di tempat MICE
Kebutuhan makanan dan minuman di tempat MICE
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana
2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Investasi menurut teori ekonomi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi yang akan digunakan di masa depan. Investasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menyatakan bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah hal yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan, karena pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi. Semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai maka semakin besar investasi yang dibutuhkan.
2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah; 2003:4). Investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha LAPORAN AKHIR
26
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan (Taswan dan Soliha; 2002:168). Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Investasi menjadi dua bagian utama, yaitu (Sunariyah; 2004): 1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asset) meliputi aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate. 2. Investasi dalam surat berharga (financial asset) meliputi surat-surat berharga yang dikuasai oleh entitas. Aktiva finansial dalam investasi pada sebuah entitas dapat dipilih dengan dua cara, yaitu: a. Investasi langsung (direct investment) yang dapat diartikan sebagai pemilihan surat-surat berharga secara langsung untuk suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains. b. Investasi tidak langsung (indirect investment) terjadi apabila surat-surat berharga milik suatu entitas diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi sebagai perantara. Irawan dan Suparmoko (1992) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah dapat dilakukan dengan mengusahakan besaran tingkat investasi yang dijelaskan melalui beberapa teori sebagai berikut: 1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory) Teknik-teknik produksi dan investasi dipilih berdasarkan biaya-biaya relatif. Industrialisasi dilakukan secara perlahan untuk mengurangi risiko kekeliruan. Injeksi kapital dilakukan sesuai dengan daya serap perekonomian. Kemajuan industri kecil dan pembangunan masyarakat desa menjadi prioritas yang harus diusahakan. Kegiatan yang membutuhkan modal banyak diusahakan bila keuntungan melebihi kegiatan padat karya. 2. Teori Dorongan Besar (Big Push) Teori ini menyatakan bahwa investasi harus dilakukan secara besar-besaran untuk menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output melalui teknik yang paling produktif. Investasi dipusatkan pada alat-alat modal untuk mempertahankan pertambahan dan pertumbuhan output. Konsumsi diminimalkan agar investasi dapat selalu ada. Skala ekonomi (economic of scale) dititikberatkan pada produksi massa dan membutuhkan modal yang banyak.
LAPORAN AKHIR
27
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth) Perkembangan perekonomian dimungkinkan bila ada perimbangan yang baik antara berbagai sektor di dalam perekonomian (Rosenstein-Rodan; 1953). Arti dari pertumbuhan seimbang adalah perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas “titik pertumbuhan” (growing point) sektor-sektor yang sedang berkembang saja. Investasi sebaiknya dilakukan secara merata pada setiap sektor yang ada sehingga dapat memperluas dan memperkuat ketergantuan pasar antara satu sektor dengan sektor yang lainnya. 4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth) Hirschman (1992) mengkritik teori pembangunan seimbang, pendapatnya bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah belum dapat mengubah perekonomian tradisional menjadi perekonomian modern. Modal yang besar akan menjadi hambatan bagi negara berkembang. Ketidakseimbangan pada suatu sektor tertentu akan mendorong kemajuan ekonomi secara lebih cepat karena biaya ekspansi akan diminimumkan. Sektor yang memiliki permintaan tinggi akan dapat menutup kekurangan pada sektor lain yang memiliki output rendah.
2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi Tingkat investasi atau pembentukan modal yang dilakukan dalam perekonomian ditentukan berdasarkan faktor-faktor utama sebagai berikut (Sukirno, 2011): 1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) Perencanaan investasi hanya akan dilakukan bila tingkat keuntungan yang diperoleh lebih besar dari suku bunga yang dibayarkan. Investasi memberikan keuntungan apabila nilai sekarang (present value) dari pendapatan di masa yang akan datang lebih besar dari nilai sekarang (present value) modal yang diinvestasikan. Nilai sekarang (present value) pendapatan di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Sukirno (2011), yaitu: Keterangan: NS = nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1 hingga tahun n Y1, Y2, ..., Yn = pendapatan netto (keuntungan) perusahaan yang diperoleh antara tahun ke 1 sampai dengan tahun ke n r = suku bunga Misal nilai sekarang (present value) yang diinvestasikan adalah M, maka investasi tersebut LAPORAN AKHIR
28
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
disebut menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS > M). 2. Suku Bunga Suku bunga memberikan pengaruh yang besar pada investasi. Hal tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan tingginya biaya investasi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan. Sebaliknya, apabila suku bunga rendah maka biaya investasi akan turun sehingga keuntungan atau pengembalian investasi tersebut akan tinggi. Sukirno (2011) menyatakan hubungan suku bunga dengan investasi dalam grafik sebagai berikut:
Sumber: Sukirno, 2011
Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga Gambar 2.5 menunjukkan bahwa suku bunga sebesar r0 memiliki investasi yang bernilai Io. Ketika suku bunga menurun menjadi r1 maka terjadi kenaikan nilai investasi sebesar I1. Demikian juga apabila suku bunga lebih rendah yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi menjadi I2. 3. Kemajuan Teknologi Penemuan teknologi baru dalam kegiatan produksi akan memicu inovasi pada pembelian barang modal dan bangunan/industri yang baru. Maka, semakin banyak inovasi yang dilakukan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat investasi yang dicapai.
LAPORAN AKHIR
29
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2.3.3 Kelayakan Investasi Kelayakan investasi merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari konsep menajemen keuangan yang ditujukan untuk menemukan inovasi baru pada suatu perusahaan (Sofyan, 2003). Afandi (2015) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan, yaitu: 1. Ruang lingkup proyek 2. Cara kegiatan melakukan kegiatan proyek 3. Evaluasi aspek-aspek keberhasilan proyek 4. Sarana yang diperlukan proyek 5. Hasil kegiatan proyek serta estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil 6. Perhitungan dampak positif dan negatif dari proyek yang akan dilaksanakan 7. Memperhitungkan langkah-langkah awal untuk memulai proyek Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang meliputi aspek non discounting yang terdiri dari break even point dan payback period serta aspek discounting yang terdiri dari net present value, benefit/cost ratio, daninternal rate of return. 1. Non Discounting Non discounting merupakan adalah “analisis kelayakan investasi yang tidak mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120).” Perhitungan non discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Break Even Point (BEP) Titik impas adalah suatu keadaan perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita kerugian. Perhitungan titik impas dilakukan apabila telah disusun laba rugi pada suatu keadaan tertentu. BEP berarti bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Hubungan antar variabel di dalam kegiatan perusahaan seperti tingkat produksi, biaya dan pendapatan dapat diketahui dengan perhitungan Break Even Point. Penentuan Break Even Point didasarkan pada persamaan LAPORAN AKHIR
30
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
penjualan dengan total biaya dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Anwar dan Asmawarn, 2013): BEP Harga Jual:
R = FC + VC P x Q = FC + VC P* = P* = AFC + AVC
BEP Kuantitas:
R = FC + VC P x Q = FC + VC P x Q = FC + AVC x Q P x Q – (AVC x Q) = FC Q(P - AVC) = FC Q* =
Dimana: FC = Biaya tetap VC = Biaya variabel total P = Harga jual P* = Harga pada saat break even point AFC = Rata-rata biaya tetap AVC = Rata-rata biaya variabel Q = Kuantitas penjualan Q* = Kuantitas pada saat break even point Apabila: a) P*< Ppasar maka usaha menguntungkan. b) P*> Ppasar maka usaha mengalami kerugian. c) P* = Ppasar maka usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.
b. Payback Period (PP) Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar/ investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009: 205). Menurut Sofyan (2005) teknik payback period menentukan jangka waktu modal akan kembali jika alternatif aliran kas (cash flow) yang didapat dari usaha diusulkan kembali. 2. Rumus payback period sebagai berikut (Sofyan, 2002): 𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡
Payback Period =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑖𝑛 𝑓𝑙𝑜𝑤
3. Discounting Discounting merupakan analisis kelayakan investasi yang mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemeuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya LAPORAN AKHIR
31
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120). Kategori perhitungan discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Net Present Value (NPV) Net Present Value digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa yang akan datang setelah dikurangi arus keluar atau investasi awal. Berikut adalah rumus NPV (Mardiyanto; 2009: 205),: Berikut adalah rumus NPV: n
NPV = ∑ i=1
CFn − I0 (1 + k)n
Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow) I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay) k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n = umur proyek
b. Benefit Cost Ratio Benefit Cost Ratio atau B/C ratio disebut juga dengan istilah “profitability index”. Menurut Mardiyanto (2009: 205), Profitability Index (PI) adalah metode kelayakan investasi yang mengukur tingkat kelayakan investasi berdasarkan rasio antara nilai sekarang arus kas masuk total (TPV) dengan arus kas keluar. Rumus benefit cost ratio/profitability index (Mardiyanto, 2009) sebagai berikut: PI =
∑nt=1
CFn (1+k)n
I0
Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow) I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay) k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n = umur proyek Kriteria Penilaian PI: Terima jika PI>1; tolak jika PI<1 (mutually exclusive) Terima jika PI>1; dan dana mencukupi (independent)
LAPORAN AKHIR
32
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
c. Internal Rate of Return Menurut Sofyan (2002) Internal Rate of Return menggambarkan besarnya suku bunga tingkat pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Kriteria investasi IRR harus lebih besar dari OCC (Opportunity Cost of Capital) agar rencana atau usulan investasi dapat layak dilaksanakan. Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR adalah sebagai berikut: sebagai berikut: 𝑛
𝐼0 = ∑ 𝑖=1
𝐶𝐹𝑛 (1 + 𝑘)𝑛
Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto, 2009).
2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi. Dinamika pertumbuhan ekonomi dikembangkan berdasarkan aliran teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith, pertumbuhan ekonomi David Ricardo, teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes), dan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik).
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) mengemukakan proses pertumbuhan ekonomi secara sistematis dalam jangka panjang. Satu diantara proses pertumbuhan Adam Smith adalah Pertumbuhan Output Total. Menurut Smith ada 3 macam unsur pokok dari sistem produksi suatu negara, yaitu: b. Sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya alam menjadi wadah dan merupakan batas dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sumber daya alam belum digunakan LAPORAN AKHIR
33
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
secara optimal, maka pertumbuhan output masih bergantung kepada jumlah penduduk dan stok modal. Pertumbuhan
output akan berhenti jika sumber daya alam telah digunakan
secara penuh. c. Sumber daya insani (jumlah penduduk) berperan pasif dalam proses pertumbuhan output, yang berarti jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja dari suatu masyarakat. d. Stok barang modal yang besar dapat meningkatkan produktivitas per kapita dengan melakukan spesialisasi dan pembagian kerja. Spesialisasi dapat meningkatkan keterampilan setiap pekerja dalam bidang tertentu dan pembagian kerja dapat mengurangi waktu yang hilang pada saat peralihan macam pekerjaan. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan output. 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi David Ricardo Menurut Ricardo laju pertumbuhan merupakan perpaduan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu, jumlah faktor produksi tanah tidak bisa bertambah sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat. Ricardo dalam bukunya yang berjudul The Principles of
Political Economy and
Taxation(1917) mengungkapkan bahwa akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi. Peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat memperlambat the law of deminishing returns. Hal tersebut berarti bahwa terdapat perlambatan penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup minimal. Menurut Ricardo (dalam Arsyad, 1992) inti dari proses pertumbuhan ekonomi kapitalis adalah proses tarik menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu the law of deminishing return dan kemajuan teknologi yang dimenangkan oleh the law of deminishing return. 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes) Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod – Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). LAPORAN AKHIR
34
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat agar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dapat bertahan secara jangka panjang. Teori Harrod-Domar memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Arsyad, 1999): a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh. b. Perekonomian yang terdiri dari dua sektor yakni rumah tangga dan sektor perusahaan. c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol. d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-outputratio = COR) dan rasio pertambahan modaloutput (incremental capital- outputratio = ICOR). Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod–Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut: g=K=n Dimana: g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output). 4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik) Inti dari teori ini adalah pengembangan dari formulasi Harrod–Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta variabel teknologi,
ke
independen
ketiga,
yakni
dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Model Pertumbuhan Neo-
Klasik dari Solow memberikan analisis tentang keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya LAPORAN AKHIR
35
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
terhadap tingkat produksi output. Fungsi produksi yang dikemukakan oleh Solow sebagai berikut: Y = f (K,L) Keterangan Y = Jumlah output yang dihasilkan f = Fungsi K = Modal atau Capital L = Tenaga kerja
Fungsi di atas menjelaskan bahwa output bergantung pada modal dan tenaga kerja. Jika ingin menyatakan variabel fungsi produksi dalam per tenaga kerja maka fungsi produksi menjadi sebagai berikut: Y = f (K) Jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari jumlah modal per tenaga kerja. Dalam model pertumbuhan neo-klasik dari Solow, akumulasi modal merupakan faktor terpenting yang berkontribusi kedalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan produktivitas ditunjukan dengan peningkatan modal per tenaga kerja atau disimbolkan Y (Fagerberg,1994). 5. Teori Basis Ekspor Richardson Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah Tiebout melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri (Tarigan, 2007) yakni: 1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi; 2. Ada efek pengganda (multiplier effect); LAPORAN AKHIR
36
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3. Adanya konsentrasi geografis; 4. Bersifat mendorong wilayah belakangnya. Beberapa hal yang dapat dicapai melalui konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (Samsudin dalam Danastri, 2011) antara lain: a. Pendapatan daerah secara keseluruhan akan meningkat dan merata seperti yang dikatakan Richardson bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan akan mencapai maksimal apabila pembangunan dipusatkan di pusat-pusat pertumbuhan daripada pembangunan itu dipencarpencar secara terpisah di seluruh daerah. b. Penyediaan prasarana dan perumahan lebih mudah dan murah apabila dipusatkan pada titiktitik pertumbuhan daripada terpencar. c. Yang terpenting adalah titik pertumbuhan baru dapat menampung tenaga kerja sehingga persoalan pengangguran di pusat utama maupun daerah sekitarnya dapat ditanggulangi. d. Titik-titik pertumbuhan dapat berfungsi sebagai pembendung arus pendatang ke pusat utama karena umumnya pendorong arus migrasi adalah rendahnya tingkat kehidupan. Dengan demikian arus migrasi ke pusat utama dapat dibendung di titik ini. e. Konsentrasi penduduk tidak terjadi pada pusat utama saja sehingga beban kota utama dalam penyediaan fasilitas dan lapangan kerja dapat dikurangi. Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hierarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde sebagaimana dinyatakan Friedman (dalam Danasatri, 2011): 1. Pusat pertumbuhan primer (utama). Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Bisanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesbilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya. 2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua). Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari
LAPORAN AKHIR
37
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya dapat dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini. 3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga). Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya. 2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada dasarnya untuk melihat apakah daerah itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Dalam pola penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah ada beberapa teori yang mendasarinya seperti yang dikemukakan berikut ini (Rustiadi, 2009), yaitu: 1. Pola penggunaan lahan von Thunen. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota. Von Thunen memberi gambaran pola penggunaan lahan yang didasarkan pada “economic rent”, dimana setiap penggunaan lahan akan menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda, sehingga modelnya disusun berupa seri zona-zona konsentrik.
Sumber: Rustiadi, 2009
Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen Gambar penggunaan lahan model Von Thunen dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama setengah lingkaran sebelah kiri, merupakan zona-zona konsentris yang LAPORAN AKHIR
38
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
memenuhi asumsi-asumsi ideal, sedangkan gambar bagian kedua setengah lingkaran sebelah kanan merupakan zona-zona nyata dimana terdapat sungai yang memotong lahan pertanian dan terdapat sebuah kota kecil (subcenter) yang memiliki wilayahnya sendiri. 2. Model Burges (1925) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturutturut dalam kawasan dari pusat ke arah hinterland. Hipotesis Burges menyatakan bahwa zona-zona penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, tetapi karena kota tumbuh dan berkembang maka setiap zona harus menyebar dan berkembang keluar, menggeser zona berikutnya dan menciptakan zona transisi penggunaan tanah.
Sumber: Rustiadi, 2009
Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges
3. Teori pusat lipat ganda (Multiple Nucleiconcept) menurut Harris (Harvey dalam Rustiadi, 2009) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-turut dalam kawasan kota, dengan pola yang ditunjukan dalam Gambar 2.8.
LAPORAN AKHIR
39
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Rustiadi, 2009
Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept)
Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang. Penataan ruang merupakan proses untuk mewujudkan tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Chapin (1995) mengemukakan ada dua hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan perekonomian serta pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang wilayah kota, dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai kegiatan perkotaan. Rencana pola ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil analisis serta dengan mempertimbangkan arahan kebijakan dari stakeholders Kota. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). LAPORAN AKHIR
40
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Perencanaan struktur ruang menggambarkan mengenai hubungan keterkaitan (linkage) antara aspek-aspek aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi, 2009). Dimana diarahkan untuk menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan fisik, ekonomi dan sosial yang diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu kota pada dasarnya terbentuk dari pusatpusat kegiatan yang membentuk hirarki dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu rencana sistem pusat kegiatan dirumuskan dengan menentukan hierarki serta fungsi setiap pusat kegiatan berdasarkan pertimbangan tertentu Menurut Rustiadi (2009) ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya arti dari perencanaan dan penataan struktur ruang, yaitu: 1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat, karena itu perencanaan tata ruang dianggap perlu. 2. Salah satu faktor dari ruang yaitu atmosfer merupakan suatu sumber daya yang bersifat public goods. 3. Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi-fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.
2.4 Pembangunan Pariwisata Pariwisata diyakini menjadi industri terbesar dan yang paling cepat pertumbuhannya di dunia (Esmailzade, 2013, Matiza and Olabanji, 2014, Sugiama, 2014b). Pada umumnya di negaranegara sedang berkembang, industri pariwisata menjadi upaya penting dan sangat strategis untuk mendorong perekonomiannya sebagaimana di Indonesia (Lietaer and Stephen, 2003., Matiza and Olabanji, 2014., Mir, 2014., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Karena itulah, industri pariwisata menjadi isu populer di berbagai negara sebagai penggerak perekonomian (Esmailzade, 2013., Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Mir, 2014). Setiap pengembangan kepariwisataan memerlukan penyediaan empat (4) komponen kepariwisataan yang perlu di elaborasi yakni 4A: Attraction, Accessibility, Amenities, and Ancillary (Cooper, 2000., Sugiama, 2014a., Sugiama, 2013., Sugiama, 2014c). Pengelolaan seluruh komponen tersebut perlu dukungan oleh berbagai pihak (stakeholders) yang di dalamnya terutama: masyarakat setempat, pemerintah, pengelola desa wisata, dan perguruan tinggi LAPORAN AKHIR
41
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
sebagaimana dikenal dalam model triple helix (Sugiama, 2014). Perkembangan kolaborasi antar pihak dalam sebuah stakeholders terus meningkat dan kini dikenal Penta Helix Model. Berdasarkan Penta Helix Model pihak yang mendukung pengembangan desa wisata: pengelola desa wisata, publik, bisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan Bjork, 2013., Nano-technology, 2012., Noorul, 2014). Berkenaan dengan upaya integrasi para pemangku kepentingan dan pihak yang berkolaborasi dalam pengembangan serta pemasaran desa wisata dirancang model sebagaimana Pentahelix Model yang dicerminkan Gambar 2.9.
Sumber: Sugiama, 2016
Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata Pada dasarnya integrasi pengembangan dan pemasaran pariwisata perlu dibangun dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Peran serta dalam berkolaborasi perlu dirancang agar masing-masing berkontribusi bagi kepariwisataan. Masing-masing pihak menjadi pilar kokoh untuk membangun kepariwisataan, baik untuk skala kawasan wisata (KW), Satuan Kawasan Wisata (SKW), maupun Destinasi Tujuan Wisata (DTW). Keterlibatan masingmasing stakeholder sebagaimana dicerminkan Gambar 2.10.
LAPORAN AKHIR
42
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Adaptasi dari Yahya, 2015., Sugiama, 2016
Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model Pengembangan pariwisata dapat dibangun di berbagai tempat, baik di perkotaan maupun di kawasan pedesaan. Pengembangan kawasan wisata pedesaan yang disebut desa wisata untuk membangun ekonomi masyarakat setempat sangat penting dibangun, karena sangat besar manfaatnya terutama bagi kehidupan masyarakat setempat (Guo and others, 2014., Mutana, 2013., Sugiama, 2013). Desa wisata dapat berkontribusi positif bagi pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan distribusi barang, menekan serendah mungkin tingkat urbanisasi, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Esmailzade, 2013., Mir, 2014). Di sisi lain desa wisata juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan konservasi alam dan budaya masyarakat setempat (Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Sugiama, 2009).
2.4.1 Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat Pengembangan destinasi wisata berkelanjutan, termasuk pengembangan sebuah desa wisata yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung, adalah pengembangan kepariwisataan yang dirancang sesuai prinsip ecotourism dan berkelanjutan, sehingga akan berdampak positif pada kehidupan masyarakat setempat di antaranya pada pengurangan pengangguran (Adamowicz, 2010., Guo and others, 2014., Sugiama, 2009., Sugiama, 2014c Sugiama, 2014a). Setiap desa wisata yang telah dikembangkan perlu dijaga keberlanjutannya, agar dampak positif tersebut juga berkelanjutan, untuk itulah penting diterapkan prinsip dan LAPORAN AKHIR
43
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
konsep konservasi alam dan budaya sesuai prinsip ecotourism atau pariwisata berwawasan ekologi (Dorobantu et al., 2012., Sugiama, 2014c). Studi menujukkan bahwa, khususnya di pedesaan tidak semua tempat wisata di kawasan pedesaan dapat dikembangkan sebagai desa wisata yang dapat meningkatkan kunjungan dan pendapatan masyarakat setempat, sebagaimana hasil studi Sugiama di Kawasan pantai Selatan Cipatujah (2014c), dan hasil studi Boscovic et al. (2013). Beberapa tempat wisata di kawasan pedesaan yang dikembangkan tidak berbasis pada labor intensive yang berasal dari desa setempat, namun mengutamakan capital intensive yang berasal dari para investor. Pengembangan desa wisata yang ideal bagi kesejahteraan masyarakat setempat adalah yang berbasis pada potensi aset kepariwisataan setempat. Untuk itu, perlu rangkaian tahapan yang perlu di elaborasi, mulai dari menggali potensi hingga pengendalian dampak kepariwisataan tersebut (Boskovic et al., 2013., Sugiama, 2014a).
Pengembangan Aset destinasi wisata (Atraksi, aksesibilitas, ameniti, ansilari)
Kepuasan wisatawan Jumlah Kunjungan Wisatawan
Pendapatan Penduduk setempat
Loyalitas wisatawan
Daya dukung: Pengelola, Pemerintah, Publik, Pebisnis, & Masyarakat setempat (Penta Helix) Sumber: Sugiama,2016
Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Setempat
2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri Soekartawi (2001) meyatakan bahwa agrobisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan memiliki ikatan dengan kegiatan lainnya, mulai dari proses produksi, pengolahan, hasil, pemasaran dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan pertanian. Pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang dan ditunjang oleh kegiatan pertanian LAPORAN AKHIR
44
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
(Soekartawi, 2005). Agrobisnis merupakan sistem yang meliputi beberapa subsistem. Hubungan dan keterkaitan antar subsistem agrobisnis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Subsistem Agrobisnis Hulu • Industri perbenihan/ pembibitan tanaman • Industri agrikimia • Agrootomotif (al. mesin perontok padi, mesin pengering, mesin penggiling)
Subsistem Usaha tani aspek • Usaha tanaman pangan dan holtikultura • Usaha perkebunan • Usaha peternakan • Analisis aspek keuangan
Subsistem Pengolahan • Industri makanan • Industri minuman • Industri rokok • Industri barang serat alam • Industri biofarma • Industri agrowisata dan estetika
Subsistem Pemasaran • Distribusi • Promosi • Informasi pasar • Kebijakan perdagangan • Struktur pasar • Analisis aspek legal
Subsistem Jasa dan Penunjang • Perkreditan dan asuransi • Penelitian dan pengembangan • Pendidikan dan penyuluhan • Transportasi dan pergudangan Sumber: Badan Agrobisnis , 1995 Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis
Kegiatan agrobisnis akan menciptakan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Hubungan tersebut merupakan upaya memanfaatkan dan menata lingkungan sesuai dengan kegunaan yang diinginkan. Siagian (2003) menyatakan bahwa maksud dari memanfaatkan meliputi memberi pupuk, irigasi dan perlindungan lahan. Menata memiliki arti sebagai kegiatan menanam pada musim hujan, memanen dalam musim kering atau menanam perennial crops pada tanah miring/lereng dan sebagainya.
LAPORAN AKHIR
45
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Agrobisnis adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agrobisnis hulu), subsistem usaha tani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran serta subsistem jasa dan penunjang (Badan Agrobisnis , 1995). Subsistem agrobisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agrobisnis
hulu untuk
menghasilkan produk pertanian primer. Subsistem usaha tani meliputi usaha tanaman pangan, usaha tanaman hortikultura, usaha perkebunan, dan usaha peternakan. Subsistem agrobisnis pengolahan adalah ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agrobisnis pengolahan meliputi industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat alam (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, industri biofarma dan industri agrowisata serta estetika.
Subsistem
pemasaran meliputi distribusi, promosi, informasi pasar, kebijakan perdagangan dan struktur pasar. Disamping keempat subsistem tersebut, diperlukan subsistem kelima sebagai bagian dari pembangunan sistem agrobisnis . Subsistem jasa dan penunjang adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agrobisnis , yang meliputi perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan pendidikan dan penyuluhan, serta transportasi dan pergudangan. Hasyim dan Zakaria (1995) mengemukakan, agroindustri merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan melalui proses transformasi dengan menggunakan perlakuan fisik, kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Ciri penting agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan manajemen usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien, serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Pengolahan agroindustri memiliki tujuan agar produk mudah diangkut, diterima konsumen dan tahan lama (Udayana, 2011). LAPORAN AKHIR
46
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Agroindustri memiliki kelebihan karakteristik jika dibandingkan dengan industri lain, antara lain (Udayana, 2011): 1. Memiliki keterkaitan yang kuat dengan industri hulu maupun industri hilir 2. Sumber daya alam yang digunakan adalah yang dapat diperbaharui 3. Memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada pasar domestik maupun internasional 4. Daya tampung tenaga kerja memiliki jumlah yang besar 5. Produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik Secara garis besar agrobisnis digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi (Udayana, 2011): 1. Agroindustri pengolahan hasil pertanian 2. Agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian 3. Agroindustri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) 4. Agroindustri jasa sektor pertanian(supporting services) Pendapatan dalam agroindustri satu diantaranya adalah penerimaan dari hasil usaha tani. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga produksi (Soekartawi, 1986). Penerimaan tunai usaha tani dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang diterima dari penjualan produk usaha tani. Pengeluaran usaha tani dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha tani. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha yang akan datang melalui pembuatan perencanaan usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1986): = TR – TC = Y. PY – (X . Px ) – BTT Keterangan = Keuntungan (pendapatan) TR = Total penerimaan TC = Total biaya Y = Produksi Py = Harga satuan produksi X = Faktor produksi Px = Harga faktor produksi
LAPORAN AKHIR
47
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BTT = Biaya tetap total Kriteria pengambilan keputusan: 1.Jika R/C < 1 , maka usaha tani yang dilakukan belum menguntungkan 2.Jika R/C >1 , maka usaha tani yang dilakukan menguntungkan 3.Jika R/C = 1 , maka usaha tani yang dilakukan berada pada titik impas
2.6 Pembangunan Industri Kelautan Makna dari pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1983:3). Maritim bukan hanya mencakup perikanan dan kelautan, akan tetapi maritim adalah segala kegiatan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kelautan atau kemaritiman (Alexander,1998). Contoh industri maritim meliputi manufaktur dan pemeliharaan kapal, teknologi perkapalan, kegiatan ekspor dan impor, jasa pelabuhan dan angkutan, pariwisata pantai, dan budidaya perikanan (Bergheim dkk, 2015). Industri maritim meliputi industri perkapalan, industri jasa pelabuhan, industri pelayaran dilakukan guna mengelola sumber daya kelautan dan sumber daya alam lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Didit, 2015). Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan meliputi (Kusumastanto, 2003): 1. Sumber daya yang dapat diperbaharui seperti: perikanan (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulaupulau kecil. 2. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti: minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya serta harta karun. 3. Energi kelautan seperti: pasang-surut, gelombang, angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). 4. Jasa-jasa lingkungan seperti: pariwisata, perhubungan dan pelabuhan serta penampung (penetralisir) limbah.
LAPORAN AKHIR
48
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan Kusumastanto (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa isu strategis dalam pembangunan sumber daya kelautan nasional yang meliputi: 1. Diversifikasi Sumber daya Pertambangan Potensi eksplorasi sumber daya pertambangan memerlukan tindak lanjut, karena merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Di era otonomi daerah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya pertambangan harus memberikan manfaat kepada masyarakat lokal guna menghindari terjadinya konflik. Selain itu, peningkatan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya pertambangan sedapat mungkin meminimalkan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan serta mempertimbangkan koeksistensi sumber daya lainnya terutama sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable). 2. Pembangunan Perikanan Lemahnya akurasi data statistik perikanan menjadi satu diantara persoalan ayang paling mendasar dalam pembangunan perikanan. Kebijakan pengembangan perikanan akan dapat didukung oleh data-data yang akurat. Kebijakan memperbolehkan kapal asing menangkap ikan pada ZEE mengandung berbagai kelemahan. Berdasarkan perspektif rente ekonomi (economic rent) kebijakan tersebut memberikan keuntungan pada pengusaha nasional dan asing. Nilai manfaat bersih dari pemanfaatan sumber daya perikanan setelah seluruh komponen biaya yang diperhitungkan dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Sumber: PKSPL-IPB, 2000
Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya
LAPORAN AKHIR
49
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Aksis horizontal menggambarkan tingkat upaya sedangkan aksis vertikal menggambarkan nilai moneter dari harga dan biaya. Kurva AR adalah kurva permintaan yang ditunjukkan dengan kurva penerimaan rata-rata, sedangkan kurva MR digambarkan marjinal terhadap AR. Dengan asumsi fungsi biaya yang linier terhadap effort, maka kurva C menggambarkan biaya rata-rata dan biaya marjinal. Kebijakan tersebut tidak dapat memberikan multiplier effect terhadap masyarakat. 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Pembangunan usaha perikanan masyarakat pesisir memiliki persoalan mikro dan makro. Permasalahan mikro meliputi persoalan internal masyarakat nelayan dan petani ikan menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Hal tersebut mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat nelayan dan petani ikan. Permasalahan makro yaitu persoalan sosial menyangkut ketergantungan sosial (patron client). Karakter sebagian besar masyarakat pesisir tergantung pada faktor-faktor berikut: a. Kehidupan masyarakat nelayan dan petani ikan menjadi sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan. b. Kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung pada musim. c. Ketergantungan kepada pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan. 4. Armada Angkutan Laut Ekspor dan impor produk memerlukan transportasi yang prima. Namun, terdapat beragam keterbatasan pada sektor armada angkutan laut yang meliputi terbatasnya armada kapal yang andal, lemahnya dukungan lembaga keuangan, kemampuan manajemen dalam persaingan internasional, sehingga armada angkutan laut seperti menjadi tamu di negeri sendiri karena aktivitas transportasi lebih banyak ditangani perusahaan asing. LAPORAN AKHIR
50
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
5. Pelabuhan Umum dan Perikanan Pembangunan kelautan berpusat pada keberadaan pelabuhan sebagai pusat aktivitas perekonomian kelautan. Pengembangan pelabuhan umum dan perikanan memiliki keterbatasan dalam fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Kinerja pengelolaan pelabuhan harus dapat ditingkatkan dan biaya pengelolaan harus dapat ditekan agar dapat mencapai tingkat efisiensi nasional dan bisnis. 6. Pengembangan Industri Maritim Industri maritim meliputi industri galangan kapal dan jasa perbaikan (docking), industri mesin kapal dan perlengkapannya, industri pengolahan minyak dan gas bumi sangat menentukan kemampuan nasional dalam memanfaatkan potensi laut. Permasalahan pada pengembangan industri maritim disebabkan oleh tingginya nilai investasi yang harus ditanamkan, masih terbatasnya kemampuan teknologi, dan kualitas sumber daya manusia yang andal sehingga produk industri maritim kita secara umum tidak bisa menyaingi produk impor. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang komprehensif dalam mengembangkan industri maritim 7 . Bangunan Kelautan Pesisir dan laut memiliki ekosistem dan fisik yang berbeda dengan daratan sehingga pembangunan konstruksi di pesisir dan laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (Design with the Nature). 8. Jasa Kelautan Jasa kelautan meliputi segala jenis kegiatan yang bersifat menunjang dan mempelancar kegiatan sektor kelautan seperti jasa pelayan pelabuhan, keselamatan pelayaran, perdagangan, pengembangan sumberdaya kelautan seperti pendidikan, pelatihan dan penelitian. Karakteristik bisnis jasa kelautan memerlukan kualifikasi sumber daya manusia yang prima, dukungan sarana informasi, komunikasi dan dukungan teknologi maju.
2.7 Landasan Normatif Kajian ini disusun dengan memperhatikan landasan normatif yang berlaku. Adapun landasan normatif yang diacu untuk kajian ini sebagai berikut. LAPORAN AKHIR
51
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
LAPORAN AKHIR
52
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 15. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014; 16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46); 19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47); 20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 64); 21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kesehatan; 22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029; LAPORAN AKHIR
53
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
23. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025; 24. Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013; 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010 tentang Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan Tahun 2010-2029; 26. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 79 Seri E). Keseluruhan sumber aturan di atas menjadi dasar dalam analisis khususnya berkenaan dengan rencana kebutuhan investasi di daerah, sehingga dalam tahap akhir diperoleh penyimpulan mengenai Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.
---agisu---
LAPORAN AKHIR
54
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN
3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan Sebagaimana dinyatakan dalam KAK Pekerjaan ini bahwa, Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan melalui: 1. Metode Pelaksanaan Penyusunan dokumen kebutuhan investasi Pangandaran Raya dilakukan secara swakelola dengan Narasumber dari Lembaga/ Institusi yang berkompeten dalam bidangnya. 2. Tahapan Kegiatan - Rapat persiapan - Survey lokasi Kawasan Pangandaran Raya - Penyusunan Draft Awal - Focus Group Discussion (FGD) - Pembahasan Draft Awal - Penyusunan Draft Akhir - Pembahasan Draft Akhir - Finalisasi, dan - Diseminasi Berkenaan dengan hal tersebut di atas, berikut ini disajikan secara rinci mengeni metode dan teknik pelaksanaan pekerjaan. Metode yang diterapkan dalam melaksanakan dan menuntaskan pekerjaan ini adalah metode deskriptif eksplanatori. Berdasarkan metode tersebut, data dikumpulkan untuk kemudian dipaparkan dan dianalisis berdasarkan kondisi pada saat pengumpulan data dilakukan, dan pada tahap akhir disimpulkan (Sugiama, 2008). Penelitian lapangan dilakukan pada masa selama 2 bulan. Khususnya untuk data primer dari lapangan, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi di Pangandaran Raya. Adapun data sekunder diperoleh dari kumpulan dokumen mengenai perekonomian, investasi, dan kebutuhan investasi yang ada di Pangandaran Raya, dan dokumen di BAPPEDA Pemprov Jabar.
LAPORAN AKHIR
55
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Pekerjaan ini juga memerlukan dasar aturan yang berlaku yakni aturan untuk analisis perencanaan pengembangan investasi yang dapat dijadikan Pusat Pertumbuhan Wilayah.
3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Variabel dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kekuatan Interaksi pusat pertumbuhan: daya tarik antar kabupaten di wilayah Pangandaran Raya. 2. Ketersediaan Fasilitas: kelengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat, dari mulai sarana kesehatan, sarana pendidikan, dan pendukung kegiatan ekonomi. 3. Potensi ekonomi: sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan potensi yang dimiliki
3.3 Prosedur Teknis Operasional Prosedur teknis pekerjaan secara operasional dalam lingkup pekerjaan dinyatakan dalam Kerangka Acuan Kerja, dan disesuaikan dengan lingkup pekerjaan sebagaimana dirinci dalam KAK: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan runtutan proses teknis operasional pekerjaan dimaksud sebagaimana dicerminkan gambar Alur Pekerjaan yang mencakup Lingkup Pekerjaan dan Output berdasarkan KAK. Adapun proses umum dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Identifikasi Peraturan perundangan yang terkait dengan “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan. Pada rangkaian kegiatan ini perlu dilakukan pengidentifikasian berbagai aturan yang berkenaan dengan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” sebuah wilayah. Pada kegiatan awal tersebut diperoleh landasan normatif yang absolut diacu dalam upaya “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.”
LAPORAN AKHIR
56
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Lingkup Pekerjaan 1. Identifikasi aturan terkait “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.” 2. Studi komparatif (desk study & field study) pelaksanaan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” di daerah lain, dan melakukan testimony books; 3. Mengkaji empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya yang mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan terpadu yang meliputi: a. agrobisnis , b. agroindustri, c. industrikelautan dan d. pariwisata terpadu 4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.
Output/luaran Pekerjaan Buku besar hasil kajian
Rencana Pembangunan Pangandaran Raya
Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Strategi Investasi dalam Pengembangan Pangandaran Raya
Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya: • Pusat pertumbuhan primer • Pusat pertumbuhan sekunder • Pusat pertumbuhan tersier
1. Sektor Pariwisata terpadu
2. Sektor Kelautan dan Perikanan
3. Sektor Agrobisnis
4.Sektor Agroindustri
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK 2. Studi komparatif dalam bentuk desk study terhadap Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” di daerah lain; dan melakukan testimony books;. Desk study ini dimaksudkan untuk memperoleh berbagai data sekunder, dan informasi berkenaan dengan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan. LAPORAN AKHIR
57
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3. Pengkajian empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya yang mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan terpadu yang meliputi: a. agrobisnis, b. agroindustri, c. industrikelautan dan d. pariwisata terpadu 4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.
3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah Kajian ini dilatarbelakangi oleh central issue: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar) Pangandaran berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dapat merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah Jabar mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah perlu dikaji mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Berdasarkan central issue dan judul di atas, kajian ini difokuskan untuk mendapatkan gambaran empirik mengenai potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan yakni di Pangandaran Raya sebagai Pusat Pertumbuhan dan menjadikannya kawasan terpadu yang meliputi: 1. agrobisnis , 2. agroindustri, 3. kelautan dan perikanan 4. pariwisata terpadu Fokus kajian diarahkan pada 4 sektor di atas, dan untuk itu diperlukan data primer serta data sekunder.
Teknik
pengumpulan
data
menggunakan
teknik
triangulasi.
Disamping
mengumpulkan data, teknik ini sekaligus menguji kredibilitas data dari berbagai teknik LAPORAN AKHIR
58
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
pengumpulan data dan berbagai sumber data. Teknik pengumpulan data melalui triangulasi meliputi observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak yang secara teknis sebagai berikut: 1. Observasi Observasi ditujukan untuk memperoleh gambaran empirik di lapangan mengenai kondisi pertumbuhan terkini, dan potensi pertumbuhan yang dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya. 2. Wawancara Wawancara dilakukan melalui face-to-face (tatap muka) dengan para pelaku (stake holders) ekonomi masyarakat di Pangandaran Raya. Para pemangku kepentingan yang diwawancarai terutama pihak pemerintah, pengusaha, investor, dan masyarakat umum sebagai local communities. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa data internal terutama dari Pemprov Jabar dan Pemkab Pangandaran. Selain itu, studi dokumentasi diperoleh dengan cara membaca buku atau jurnal ilmiah berkenaan dengan analisis Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan. 4. FGD atau Focus Group Discussion adalah kegiatan untuk mencari solusi dalam Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya. Proses teknis kajian dalam pekerjaan ini mencakup empat (4) sektor yang selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah laten untuk kemudian dielaborasi. Adapun keempat sektor dimaksud: 1. agrobisnis , 2. agroindustri, 3. kelautan dan perikanan 4. pariwisata terpadu Proses penjabaran yang bermula dari masing-masing sektor hingga butir pertanyaan dicerminkan sebagaimana dalam tabel operasionalisasi dan pemetaan alat ukur di bawah ini.
LAPORAN AKHIR
59
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Variabel dan Definisi Operasional
Sub Variabel dan Definisi Operasional
Indikator
Pertanyaan
Sumber Data
1. PUSAT PERTUMBUHAN AGROBISNIS Gambaran “kondisi terkini dan potensi agrobisnis ” sebagai pusat-pusat/keruangan tempat titik menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan (centrifugal) dan tertariknya kekuatankekuatan (centripetal) yang tercermin dalam sekumpulan fakta serta fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di Pangandaran Raya (Kombinasi dan adaptasi dari teori polarisasi, kutub pertumbuhan dan industri populasi).
1. Kondisi agrobisnis masa sekarang di Pangandaran Raya
2. Potensi agrobisnis masa datang sebagai pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya
1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Bisnis/usaha pertanian apa sajakah saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat 1.2 Jumlah usaha dalam saat ini tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha 1.3 Tempat usaha saat ini agrobisnis /usaha pertanian yang 1.4 Penyerapan tenaga dilaksanakan oleh masyarakat saat kerja ini. 1.5 Rata-rata pendapatan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha 1.6 Total pendapatan mereka (Kec. Dan Desa) saat ini. 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha pertanian. 1.1.5 Berapa besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha pertanian tsb. 1.1.6 Berapakah jumlah pendapatan dari usaha pertanian di masing-masing desa tsb. 1.7 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Potensi bisnis/usaha pertanian apa utk masa datang sajakah yang dilaksanakan oleh 1.8 Jumlah usaha dalam masyarakat di masa yad. tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha 1.9 Tempat usaha masa agrobisnis /usaha pertanian yang datang potensial dilaksanakan oleh 1.10 Penyerapan tenaga masyarakat di masa yad. kerja 1.11 Rata-rata pendapatan
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran
LAPORAN AKHIR
60
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sub Variabel dan Definisi Operasional
Indikator 1.12 Total pendapatan
Pertanyaan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha mereka (kelurahan dan Kec.) yang potensial dilakukan di masa yad. 1.1.4 Berapa potensi jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha pertanian tsb di masa yad. 1.1.5 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha pertanian tsb. 1.1.6 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari usaha pertanian di masing-masing desa tsb.
Sumber Data ✓ Kantor Pemprov Jabar
2. PUSAT PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI Gambaran “kondisi terkini dan potensi agroindustri” agroindustri sebagai pusat-pusat/keruangan tempat titik menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan (centrifugal) dan tertariknya kekuatankekuatan (centripetal) yang tercermin dalam sekumpulan fakta serta fenomena geografis dari semua kegiatan yang
1. Kondisi agroindustri masa sekarang di Pangandaran Raya
1.1 Jenis usaha yang ada saat ini 1.2 Jumlah usaha dalam tiap jenis usaha 1.3 Tempat usaha saat ini 1.4 Penyerapan tenaga kerja 1.5 Total biaya 1.6 Rata-rata pendapatan 1.7 Total pendapatan
1.1.1 Kegiatan agroindustri apa sajakah yang dilaksanakan oleh masyarakat saat ini 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha agroindustri yang dilaksanakan oleh masyarakat saat ini. 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha mereka (kecamatan dan desa) saat ini. 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha agroindustri. 1.1.5 Berapakah jumlah biaya dari usaha agroindustri di masing-masing desa 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha pertanian tsb.
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar
LAPORAN AKHIR
61
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional ada di Pangandaran Raya (Kombinasi dan adaptasi dari teori polarisasi, kutub pertumbuhan dan industri populasi).
Sub Variabel dan Definisi Operasional
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator
Pertanyaan
Sumber Data
1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari usaha agroindustri di masingmasing desa tsb.
2. Potensi agroindustri masa datang sebagai pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya
2.1 Jenis usaha yang ada utk masa datang 2.2 Jumlah usaha dalam tiap jenis usaha 2.3 Tempat usaha masa datang 2.4 Penyerapan tenaga kerja 2.5 Total biaya 2.6 Rata-rata pendapatan 2.7 Total pendapatan
2.1.1 Potensi agroindustri apa sajakah yang dilaksanakan oleh masyarakat di masa yad. 2.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha agroindustri yang potensial dialaksanakan oleh masyarakat di masa yad. 2.1.3 Di mana sajakah tempat usaha mereka (kecamatan dan desa) yang potensial dilakukan di masa yad. 2.1.4 Berapa potensi jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha agroindustri tsb di masa yad. 2.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk pengembangan usaha agroindustri pada setiap desa 2.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha agroindustri tsb. 2.1.7 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari usaha agroindustri di masing-masing desa tsb.
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar
3. PUSAT PERTUMBUHAN KELAUTAN LAPORAN AKHIR
62
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional Gambaran “kondisi terkini dan potensi kelautan” industri kelautan sebagai pusatpusat/keruangan sebagai tempat titik menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan (centrifugal) dan tertariknya kekuatankekuatan (centripetal) yang tercermin dalam sekumpulan fakta serta fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di Pangandaran Raya (Kombinasi dan adaptasi dari teori polarisasi, kutub pertumbuhan dan industri populasi).
Sub Variabel dan Definisi Operasional 1. Kondisi industri kelautan masa sekarang di Pangandaran Raya
2. Potensi industri kelautan masa datang sebagai pusat pertumbuhan
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator
Pertanyaan
1.1 Jenis usaha yang ada saat ini 1.2 Jumlah usaha dalam tiap jenis usaha 1.3 Ketersediaan infrastruktur penunjang 1.4 Penyerapan tenaga kerja 1.5 Rata-rata pendapatan 1.6 Total pendapatan
1.1.1 Jenis usaha/bisnis kelautan apa sajakah yang dilaksanakan oleh masyarakat saat ini 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha usaha/bisnis kelautan yang ilaksanakan oleh masyarakat saat ini. 1.1.3 Bagaimanakah kondisi ketersediaan infrastruktur penunjang industri kelautan yang ada saat ini 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing unit industri kelautan. 1.1.5 Berapakah jumlah biaya unit industri kelautan.di masingmasing desa 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan per kapita dari unit industri kelautan tsb. 1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari dari unit industri kelautan di masing-masing desa tsb. 3.1.1 Potensi industri kelautan apa sajakah yang dilaksanakan oleh masyarakat di masa yad. 3.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha industri kelautan yang potensial dialaksanakan oleh masyarakat di masa yad.
2.1 Jenis usaha yang ada utk masa datangJumlah usaha dalam tiap jenis usaha 2.2 Infrastruktur penunjang masa datang 2.3 Penyerapan tenaga kerja 2.4 Total biaya
Sumber Data
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran
LAPORAN AKHIR
63
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
Sub Variabel dan Definisi Operasional
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator
Pertanyaan
2.5 Rata-rata pendapatan 2.6 Total pendapatan
3.1.3 Bagaimana kebutuhan infrastruktur penunjang industri kelautan yang potensial dilakukan di masa yad. 3.1.4 Berapa potensi jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha di bidang kelautan tsb di masa yad. 3.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk pengembangan industri kelautan pada setiap desa 3.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari industri kelautan tsb 3.1.7 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari industri kelautan di masing-masing desa tsb.
Kondisi yang ada (existing): 4.1.1 Atraksi alam 4.1.2 Atraksi budaya 4.1.3 Atraksi minat khusus
5.1.1 Bagaimana gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas atraksi wisata alam yang ada dan telah jadi objek wisata saat ini 5.1.2 Bagaimana gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas atraksi wisata budaya yang ada dan telah jadi objek wisata saat ini 5.1.3 Bagaimana gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas atraksi wisata minat khusus yang ada dan telah jadi objek wisata saat ini
Sumber Data ✓ Kantor Pemprov Jabar
4. PUSAT PERTUMBUHAN PARIWISATA Gambaran “kondisi terkini dan potensi industri pariwisata” sebagai pusatpusat/keruangan sebagai tempat titik menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan (centrifugal) dan tertariknya kekuatankekuatan (centripetal) yang tercermin dalam sekumpulan fakta serta
4.1 Ketersediaan atraksi wisata (Attraction) gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas atraksi wisata yang ada (eksisting) dan potensi di masingmasing SKW baik berupa atraksi wisata alam, budaya maupun
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat
LAPORAN AKHIR
64
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di Pangandaran Raya (Kombinasi dan adaptasi dari teori polarisasi, kutub pertumbuhan dan industri populasi).
Sub Variabel dan Definisi Operasional minat khusus di Pangandaran Raya
4.2 Ketersediaan aksesibilitas (Accessibility) gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas prasarana dan sarana (Sarpras) transportasi untuk menuju tempat wisata yang ada (eksisting) dan potensi di maingmasing SKW baik berupa Sarpras
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator Potensi utk pusat pertumbuhan: 4.1.4 Atraksi alam 4.1.5 Atraksi budaya 4.1.6 Atrakasi minat khusus
Pertanyaan
5.1.4 Atraksi alam apa sajakah yang memenuhi kualitas dan keragaman, serta kuantitas untuk dijadikan sebagai pendukung pusat pertumbuhan 5.1.5 Atraksi budaya apa sajakah yang memenuhi kualitas dan keragaman, serta kuantitas untuk dijadikan sebagai pendukung pusat pertumbuhan 5.1.6 Atraksi minat khusus apa sajakah yang memenuhi kualitas dan keragaman, serta kuantitas untuk dijadikan sebagai pendukung pusat pertumbuhan Kondisi yang ada (existing): 4.2.1 Bagaimana gambaran kualitas, 4.2.1 Kualitas, keragaman, keragaman, dan kuantitas Sarpras dan kuantitas Sarpras transportasi darat yang telah tersedia transportasi darat saat ini 4.2.2 Kualitas, keragaman, 4.2.2 Bagaimana gambaran kualitas, dan kuantitas Sarpras keragaman, dan kuantitas Sarpras transportasi laut transportasi laut yang telah tersedia 4.2.3 Kualitas, keragaman, saat ini dan kuantitas Sarpras 4.2.3 Bagaimana gambaran kualitas, transportasi udara keragaman, dan kuantitas Sarpras transportasi udara yang telah tersedia saat ini
Sumber Data ✓ Wisatawan ✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan ✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan
LAPORAN AKHIR
65
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
Sub Variabel dan Definisi Operasional transportasi darat, laut maupun udara di Pangandaran Raya
4.3 Ketersediaan layanan ameniti (Amenity) gambaran kualitas dan keragaman, serta kuantitas prasarana dan sarana (Sarpras) yang ada (eksisting) dan potensi di maingmasing SKW untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama berada di tempat wisata (overnight
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator
Pertanyaan
Potensi utk pusat 4.2.4 Bagaimana potensi kualitas, pertumbuhan: keragaman, dan kuantitas Sarpras 4.2.4 Kualitas prasarana transportasi darat yang dapat transportasi mendukung pusat pertumbuhan 4.2.5 Kualitas sarana 4.2.5 Bagaimana potensi kualitas, transportasi keragaman, dan kuantitas Sarpras 4.2.6 Keragaman prasarana transportasi laut yang dapat transportasi mendukung pusat pertumbuhan 4.2.6 Bagaimana potensi kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras transportasi udara yang dapat mendukung pusat pertumbuhan
Kondisi yang ada (existing): 4.3.1 Kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras makanan dan minuman yang telah tersedia saat ini 4.3.2 Kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras penginapan yang telah tersedia saat ini 4.3.3 Kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras pendukung lainnya (ansilari) yang telah tersedia saat ini Potensi utk pusat pertumbuhan:
4.3.1 Bagaimana kKualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras makanan dan minuman yang telah tersedia saat ini 4.3.2 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras penginapan yang telah tersedia saat ini 4.3.3 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras pendukung lainnya (ansilari) yang telah tersedia saat ini
4.3.4 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras makanan dan
Sumber Data ✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan ✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan ✓ Penduduk setempat
LAPORAN AKHIR
66
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sub Variabel dan Indikator Definisi Operasional tourist) baik utk 4.3.4 Kualitas, keragaman, kebutuhan, dan kuantitas Sarpras penginapan, makanan dan makanan dan minuman yang minuman, serta potensial untuk pusat kebutuhan lainnya pertumbuhan di Pangandaran 4.3.5 Kualitas, keragaman, Raya dan kuantitas Sarpras penginapan yang potensial untuk pusat pertumbuhan 4.3.6 Kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras pendukung ansilari yang potensial untuk pusat pertumbuhan 4.4 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): pengelola 4.4.1 Kualitas pengelolaan pariwisata pariwisata (Ancilary) 4.4.2 Keterlibatan gambaran penduduk setempat kualifikasi 4.4.3 Intensitas hubungan pengelolaan pengelola dg sektor pariwisata yang terkait telah ada 4.4.4 Keberlanjutan (eksisting) dan pengelolaan potensi di masingpariwisata setempat masing SKW untuk memenuhi tuntutan profesionlisme
Pertanyaan
Sumber Data
minuman yang potensial untuk pusat pertumbuhan 4.3.5 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras penginapan yang potensial untuk pusat pertumbuhan 4.3.6 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kuantitas Sarpras pendukung ansilari yang potensial untuk pusat pertumbuhan
✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan
4.4.5 Bagaimana gambaran kualifikasi pengelolaan pariwisata yang telah ada di masing-masing SKW selama ini 4.4.6 Seberapa banyak (inten) keterlibatan penduduk setempat dalam pengelolaan pariwisata di masingmasing SKW selama ini 4.4.1 Bagaimana sustainabilitas pengelolaan pariwisata setempat di di masingmasing SKW selama ini
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan
LAPORAN AKHIR
67
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
Sub Variabel dan Definisi Operasional pengelolaan pariwisata di Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator Potensi utk pusat pertumbuhan: 4.4.5 Kualitas pengelolaan 4.4.6 Keterlibatan penduduk setempat 4.4.7 Intensitas hubungan dg sektor terkait 4.4.8 Keberlanjutan pengelolaan
5 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN Rencana Kebutuhan 1.1 Investasi untuk 1.1.1 Besarnya kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan investasi primer Pertumbuhan adalah primer untuk pertumbuhan prakiraan jumlah dana ✓ agrobisnis , yang diperlukan untuk ✓ agroindustri, mengembangkan pusat ✓ industri kelautan, pertumbuhan primer, dan sekunder dan tersier ✓ pariwisata terpadu untuk agrobisnis , 1.2 Investasi untuk 1.2.1 Besarnya kebutuhan agroindustri, industri Pertumbuhan investasi sekunder kelautan, dan sekunder untuk pertumbuhan pariwisata terpadu di ✓ agrobisnis , Pangandaran Raya. ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan
Pertanyaan
Sumber Data
4.4.5 Bagaimana potensi kualifikasi pengelolaan pariwisata yang telah ada di masing-masing SKW untuk mendukung pusat pertumbuhan 4.4.6 Seberapa banyak (inten) potensi keterlibatan penduduk setempat dalam pengelolaan pariwisata di masing-masing SKW untuk mendukung pusat pertumbuhan 4.4.2 Bagaimana potensi sustainabilitas pengelolaan pariwisata setempat di di masing-masing SKW untuk mendukung pusat pertumbuhan
✓ Penduduk setempat ✓ Kantor Desa/ kelurahan ✓ Kantor Kecamatan ✓ Kantor Pemkab Pangandaran ✓ Kantor Pemprov Jabar ✓ Operator Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan
1.1.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi primer untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan ✓ pariwisata terpadu
1.2.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi sekunder untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan ✓ pariwisata terpadu
✓ Dokumen dan data sekunder untuk analisis proyeksi kebutuhan
✓ Dokumen dan data sekunder untuk analisis proyeksi kebutuhan
LAPORAN AKHIR
68
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Variabel dan Definisi Operasional
Sub Variabel dan Definisi Operasional 1.3 Investasi untuk Pertumbuhan tersier
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Indikator ✓ pariwisata terpadu 1.3.1 Besarnya kebutuhan investasi tersier untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan ✓ pariwisata terpadu
Pertanyaan 1.3.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi tersier untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan ✓ pariwisata terpadu
Sumber Data
✓ Dokumen dan data sekunder untuk analisis proyeksi kebutuhan
LAPORAN AKHIR
69
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan Pada dasarnya laporan hasil kajian ini dapat dijadikan salah satu dasar dalam keputusan pemanfaatan aset BMD lahan dan bangunan yang berada dalam kondisi menganggur (idle). Judul pekerjaan ini adalah: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.” Setiap kajian tentu memerlukan asumsi dasar, sehubungan dengan hal tersebut, kajian ini memiliki asumsi sebagai berikut: 1. Kondisi ekonomi diasumsikan given atau tetap untuk selama masa tiga tahunan 2. Diasumsikan bahwa aksesibilitas meningkat 3. Aturan pemerintah masih tetap memberikan kesempatan dan mendorong pemanfaatan BMD untuk bentuk Kerja sama Pemanfaatan (KSP) 4. Pihak swasta sebagai mitra yang menjadi provider mentaati semua tuntutan sebagaimana dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD Beberapa faktor tersebut tentu menjadi asumsi dasar dalam melaksanakan kajian ini dan aplikasi hasil kajian dimaksud. Adapun batasan yang digunakan dalam penyusunan rencana kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi empat (4) sektor. Keempat sektor yang dielaborasi tersebut: 1. Agrobisnis ; 2. Agroindustri; 3. Kelautan dan perikanan 4. Pariwisata terpadu ---agisu---
LAPORAN AKHIR
70
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA
4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya Gambaran umum berikut ini didasarkan pada data hasil survey dan data dari Renip Pangandaran
Raya
tahun
2016.
Kabupaten
Pangandaran
adalah
satu
di
antara
kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat. Kabupaten
Pangandaran
adalah
sebuah kabupaten di Provinsi
Jawa
Barat
yang
ibukotanya di Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara,
Kabupaten
Cilacap di
timur,
Samudera
Hindia di
selatan,
serta Kabupaten
Tasikmalaya di sebelah barat. Lahirnya Kabupaten Pangandaran didasari oleh Undang-undang nomor 21 tahun 2012 yakni sebagai kabupaten baru (DOB), yang ditandatangani Presiden RI tanggal 16 November 2012. Kemudian diundangkan oleh Menhukkam dan HAM tanggal 17 November 2012, maka Pangandaran resmi menjadi Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dalam UU No. 21/2012 disebutkan, Kabupaten Pangandaran berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Ciamis. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha.
Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Adapun jumlah penduduk menurut jenis kelamin pada tahun 2014, perempuan berjumlah 212.022 jiwa dan laki-laki berjumlah 210.564 jiwa. Adapun pemerintahannya mencakup: 1. 2. 3. 4.
Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cigugur,
LAPORAN AKHIR
71
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
5. 6. 7. 8. 9. 10.
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Kecamatan Langkaplancar, Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan Padaherang, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih.
Sebaran seluruh kecamatan dalam peta Kabupaten Pangandaran dapat dicerminkan sebagaimana dalam gambar di bawah ini.
Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016
Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya. Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran terdiri dari 5 (lima) kecamatan di Kabupaten
LAPORAN AKHIR
72
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Pangandaran yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Pangandaran, dan Kecamatan Kalipucang. Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya No
Kecamatan
Luas (Km2)
Jumlah Desa
1
Cijulang
93,42
7
2
Parigi
83,00
10
3
Sidamulih
90,02
7
4
Pangandaran
52,39
8
5
Kalipucang
107,43
9
Jumlah
426,26
41
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014
Adapun sebaran kelima kecamatan tersebut lebih jelasnya dapat digambarkan sebagaimana dalam gambar di bawah ini.
Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016
Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
LAPORAN AKHIR
73
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
4.2 Demografi/Kependudukan Demografi berhubungan dengan dinamika kependudukan manusia. Demografi yang dibahas dalam hal ini adalah mengenai Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk, Proyeksi Penduduk Kawasan Pengembangan di Pangandaran Raya. 1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebanyak 198.931 jiwa yang tersebar di 5 kecamatan yakni di Pangandaran Raya. Jumlah ini mencakup penduduk yang bertempat tinggal tetap maupun penduduk tidak bertempat tinggal tetap. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pangandaran dengan jumlah 59.998 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Cijulang dengan jumlah 25.825 jiwa. Penyebaran penduduk di Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran di tiap-tiap kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran No Kecamatan Laki laki Perempuan Jumlah Penduduk (Jiwa) 1 Cijulang 12.875 13.340 26.215 2 Parigi 21.932 22.847 44.806 3 Sidamulih 14.947 15.171 30.145 4 Pangandaran 28.598 28.400 57.200 5 Kalipucang 18.535 17.752 36.287 Jumlah 78.352 79.758 194.653
Jumlah Desa 7 10 7 8 9 41
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2015
Keseluruhan jumlah penduduk di masing-masing 5 kecamatan tersebut cukup variatif. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Pangandaran yakni sebanyak 30% dari jumlah penduduk di Pangandaran Raya. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Cijulang yakni hanya 13% dari jumlah penduduk Pangandaran Raya.
LAPORAN AKHIR
74
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Jumlah Penduduk (%) 13%
20%
Cijulang Parigi
22%
Sidamulih Pangandaran
30% 15%
Kalipucang
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya Untuk kepadatan penduduk di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran memiliki rata-rata kepadatan penduduk 4,67 jiwa/Ha dengan kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pangandaran dengan jumlah kepadatan 11,45 jiwa/Ha Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran No Kecamatan 1 Cijulang 2 Parigi 3 Sidamulih 4 Pangandaran 5 Kalipucang Jumlah
Jumlah Penduduk (Jiwa) 26.215 44.806 30.145 57.200 36.287 194.653
Luas (Ha) 9.342 8.300 9.002 5.239 10.743 42.626
Kepadatan Penduduk 2.81 5.40 3.35 10.92 3.38 4,67
Sumber: Kabupaten Pangandan dalam Angka, 2015
Mengacu pada data kepadatan penduduk, Kecamatan Pangandran menjadi kecamatan dengan tingkat kepdatan tertinggi, sedangkan paling rendah kepadatannya di Cijulang. 15
Kepadatan Penduduk Cijulang
10
Parigi Sidamulih
5
Pangandaran
0
Kalipucang Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk LAPORAN AKHIR
75
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk Perkembangan penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya relatif cepat dari tahun ke tahun. Dari tahun 2010 ke tahun 2011, penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya bertambah sebanyak 16.018 jiwa, dengan pertumbuhan paling banyak dialami oleh Kecamatan Kalipucang sebanyak 5.392 jiwa. Di tahun 2012, jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran cenderung meningkat yaitu menjadi 205.901 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk yang positif namun terjadi penurunan penduduk pada tahun 2013 yang terjadi pada 4 kecamatan lainnya, hanya Kecamatan Pangandaran yang mengalami kenaikan penduduk. Hal ini tidak lepas dari fungsi Pangandaran sebagai destinasi wisata untuk wisatawan regional dan internasional. Faktor ini menjadi penarik utama dari pertumbuhan penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Berikut ini merupakan gambaran jumlah penduduk dan persebarannya di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Pada tahun 2014 terjadi kenaikan penduduk pada hampr tiap kecamatan kecuali Kecamatan Pangandaran dan Kalipucang, hal ini disebabkan adanya penyebaran distribusi penduduk untuk mengurangi kepadatan di kedua kecamatan tersebut sehingga terjadi penurunan pertumbuhan penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk No Kecamatan
2010
2011
2012
1 Cijulang 26.390 27.621 28.432 2 Parigi 42.014 45.070 46.442 3 Sidamulih 26.681 29.117 30.273 4 Pangandaran 52.034 55.937 58.696 5 Kalipucang 35.354 40.746 42.058 182.473 198.491 205.901 Jumlah
2013 25.825 44.511 29.777 59.998 38.820 198.931
2014 26.215 44.806 30.145 57.200 36.287 194.653
Laju Pertumbuhan - 0.29 1.01 1.41 0.74 - 0.89 1.99
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016
Untuk proyeksi penduduk hingga tahun 2035 jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya adalah sebanyak 340.478 jiwa. Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Parigi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak hal ini dapat dikarenakan sebagai implikasi dari arahan pengembangan yang ditetapkan di Kecamatan Parigi dan Pangandaran.
LAPORAN AKHIR
76
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk
2016 2020 2025 No Kecamatan 1 Cijulang 27,005 28,662 30,877 2 Parigi 32,255 35,882 40,995 3 Sidamulih 47,933 52,910 59,862 4 Pangandaran 60,523 65,512 72,330 5 Kalipucang 43,290 50,062 60,034 Jumlah 233,027 220.678 264,099
2030 33,263 46,836 67,729 79,859 71,994 299,680
2035 35,834 53,509 76,629 88,170 86,335 340.478
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016
4.3. Sosial Budaya Peran manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bias lepas dari kehidupan manusia itu sendiri. Aspek sosial dari Kawasan Pertumbuhan Pangandaran yang akan diulas meliputi mata pencaharian. Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran dominan bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 50.139 jiwa atau 66% dari jumlah penduduk bekerja. Selanjutnya, penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan sebanyak 9.466 jiwa atau 12% dari total penduduk bekerja. Selanjutnya, peternak dan pelayan merupakan lapangan usaha terbanyak berikutnya yaitu 4.200 jiwa dan 4.141 jiwa atau 5% dari jumlah seluruh penduduk bekerja di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Jumlah penduduk terbanyak yang bekerja sebagai petani terdapat di Kecamatan Pangandaran, yaitu 12.543 jiwa, kemudian Kalipucang yaitu sebanyak 10.248 jiwa. Sedangkan di sektor pedagangan terbanyak berada di Kecamatan Kalipucang sebanyak 2.936 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Jumlah
Lainnya
Jasa Lainnya
Polri
TNI
PNS
Trans-portasi
Pedagang
Konstruksi
Industri
Nelayan
Peternak
Petani
Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya
No
Kecamatan
1
Cijulang
9.537
660
226
1
190
512
191
428
13
12
172
0
11.942
2
Parigi
9.941
902
850
300
107
2.003
234
886
20
23
117
53
15.436
3
Sidamulih
7.870
1.313
40
154
96
1.636
89
279
19
12
12
0
11.520
4
Pangandaran
12.543
960
2.395
199
1.548
2.379
188
635
78
60
196
98
21.279
5
Kalipucang
10.248
365
630
995
134
2.936
249
248
21
30
149
318
16.323
LAPORAN AKHIR
77
TNI
Polri
1.649
2.075
9.466
951
2.476
151
137
646
469
76.500
65,54
5,49
5,41
2,16
2,71
12,37
1,24
3,24
0,20
0,18
0,84
0,61
100,00
Jumlah
PNS
4.141
Lainnya
Pedagang
4.200
Jasa Lainnya
Konstruksi
50.139
Trans-portasi
Industri
Pusat Pertumbuhan Pangandaran % terhadap penduduk bekerja
Peternak
Kecamatan
Petani
No
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Nelayan
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014
4.4 Pendidikan Tersedianya fasilitas pendidikan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran merupakan salah satu wujud di bidang pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk meningkatkan pembangunan dimana negara-negara berkembang mencurahkan perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu dewasa ini masyarakat sudah menganggap pendidikan sebagai suatu kebutuhan dan sudah menjadi simbol status sosial dan merupakan sarana yang diharapkan mampu menyelesaikan banyak permasalahan. Dalam sebaran sarana pendidikan tidak semua fasilitas pendidikan (TK, SD, SMP dan SMA) baik itu pendidikan negeri maupun swasta. Semua kecamatan belum memiliki fasilitas taman kanak - kanak untuk pendidikan negeri tetapi untuk fasilitas pendidikan lainnya seperti SD, SMP dan SMA sudah tersebar di semua kecamatan tetapi untuk Kecamatan Kalipucang tidak memiliki sarana pendidikan SMA. Sedangkan untuk pendidikan swasta jumlah sarana pendidikan taman kanak kanak lebih banyak dan tersebar di semua kecamatan dibandingkan negeri, Kecamatan Parigi memiliki taman kanak-kanan dengan jumlah paling tinggi yaitu 21 unit dengan total 5 kecamatan yaitu 58 unit. Lokasi sarana pendidikan pada kawasan ini cukup baik karena ditempatkan di sekitar permukiman warga sehingga terdapat aksesibilitas atau keterjangkauan dalam menuju sarana pendidikan.
LAPORAN AKHIR
78
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013 No
Kecamatan
Pendidikan Negeri TK SD SLTP SMU
1 2 3 4 5
Cijulang 0 20 2 1 Parigi 0 36 4 2 Sidamulih 0 19 3 1 Pangandaran 0 30 4 2 Kalipucang 0 31 3 0 Jumlah 0 136 16 6 Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014 dan 2015
Pendidikan Swasta TK SD SLTP SMU 11 21 0 14 12 58
0 0 0 5 3 8
0 1 0 4 6 11
1 3 0 1 3 8
Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Sarana pendidikan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU dan SMK. Kebutuhan ruang dan jumlah fasilitas pendidikan dihitung mengacu kepada Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan kota (Standar SNI 03-6981-2004). -
Fasilitas pendidikan Taman Kanak-Kanak dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 1250 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 500 m2/unit.
-
Fasilitas pendidikan Sekolah Dasar dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 1.600 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 2.000 m2/unit.
-
Fasilitas pendidikan tingkat menengah dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 9.000 m2/unit.
-
Fasilitas pendidikan tingkat menengah atas serta sederajat dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit dengan luas lahan 12.500 m2/unit.
Untuk mengetahui jenis sarana pendidikan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004 yang dapat dilihat pada tabel 4.8.
LAPORAN AKHIR
79
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan Sarana Pendidikan ( UNIT) Tahun 2035 No
Kecamatan
TK ST
1 2 3 4 5
Cijulang 21 Parigi 36 Sidamulih 24 Pangandaran 46 Kalipucang 29 Jumlah 156 Sumber: Hasil Analisis, 2016
SD
SMP
SMA
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
0 0 0 0 0 0
K K K K K K
16 28 19 36 23 122
20 36 19 30 31 136
B B B B B B
5 9 5 12 8 39
2 4 3 4 3 16
K K K K K K
5 9 5 12 8 39
1 2 1 2 0 6
K K K K K K
a. Taman Kanak-kanak (TK) Tingkat pelayanan TK di seluruh kelurahan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran tahun 2016 masih belum memadai bahkan tidak terdapat sarana TK untuk mencukupi kebutuhan penduduknya. Untuk kebutuhan tahun rencana 20 tahun kedepan dan membutuhkan sebanyak 156 unit. b. Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan hasil analisis, pada tahun rencana Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran telah dapat melayani kebutuhan masyarakat terhadap sarana pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah eksisting 136 unit hal ini telah memenuhi standar pad tahun proyeksi yaitu kebutuhan SD sebanyak 122 unit. c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMP tahun 2016 belum memadai karena hanya berjumlah 16 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit. Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMP sebanyak 15 unit. d. Sekolah Menengah Umum (SMU) Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMA tahun 2016 belum memadai karena hanya berjumlah 6 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit. Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMA sebanyak 23 unit. Berdasarkan standar sarana pendidikan memang perlu adanya penambahan sarana pendidikan, namun dengan mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan tata ruang lainnya dengan kebutuhan lahan untuk membangun unit sarana tersebut tidak dapat LAPORAN AKHIR
80
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
dilakukan secara maksimal dikarenakan ketersediaan daya tampung lahan yang terbatas seiring bertambahnya pembangunan, maka yang perlu di lakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan fasilitas pendidikan atau merehabilitasi lingkungan sekolah. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kualitas masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kualitas yang dimilikinya, maka sarana pendidikan ini harus lebih ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas agar nantinya
dapat
memberdayakan
keahlian,keterampilan
dan
wawasan
sumber yang
daya luas
manusia
dalam
yang
memiliki
mengembangkan
Pusat
Pertumbuhan Pangandaran.
4.5 Kesehatan Sarana kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat setempat. Tingkat kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh besar dan jumlah sarana kesehatan yang ada. Ketersediaan sarana yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sudah cukup lengkap untuk menunjang masyarakat yang ada di dalamnya seperti posyandu sudah sangat banyak dan tersebar di 5 kecamatan dengan total 229 unit tetapi untuk rumah sakit tidak tersedia di 5 kecamatan pusat pertumbuhan Pangandaran akan tetapi sudah cukup didukung oleh Puskesmas yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 7 unit. Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013 Kesehatan UPTD No Kecamatan Rumah Puskesmas Kesehatan Sakit Pembantu 1 Cijulang 0 1 3 2 Parigi 0 2 3 3 Sidamulih 0 2 3 4 Pangandaran 0 1 2 5 Kalipucang 0 1 5 Jumlah 0 7 16 Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 201
Posyandu
Pos KB
Pos Kesdes
Balai Pengobatan
37 58 42 50 42 229
7 10 3 0 0 20
6 5 0 0 3 14
0 0 0 0 0 0
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana kesehatan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdiri atas Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit Bersalin, Posyandu dan Apotik. Perhitungan dilakukan
LAPORAN AKHIR
81
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
mengacu kepada Peraturan Menteri No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman, yaitu sebagai berikut : 1. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 240.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 86.400 m2/unit. 2. Fasilitas kesehatan Puskesmas dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 120.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 1.000 m2/unit. 3. Fasilitas kesehatan Pustu dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 300 m2/unit. 4. Fasilitas kesehatan klinik bersalin dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 3.000 m2/unit. 5. Fasilitas kesehatan posyandu dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 1.250 jiwa/unit dengan luas lahan 60 m2/unit. 6. Fasiltas kesehatan apotik dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan 250 m2/unit Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan No
Desa
Rumah Sakit
Puskesmas
Balai Pengobatan
Posyandu
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
1
Cijulang
0
0
K
0
1
B
10
0
K
21
10
B
2
Parigi
0
0
K
0
2
B
18
0
K
36
7
K
3
Sidamulih
0
0
K
0
2
B
12
0
K
24
9
K
4
Pangandaran
1
0
K
0
1
C
23
0
K
46
7
K
5
Kalipucang
0
0
K
0
1
B
15
0
K
29
13
K
1
0
K
0
7
B
78
0
K
156
46
K
Jumlah
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016
Sarana kesehatan seperti Rumah sakit, balai pengobatan dan posyandu belum mampu melayani kebutuhan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat melalui standar dan ketesediaan sarana yang ada. Sedangkan untuk sarana kesehatan puskesmas telah mampu mencukupi kebutuhan masyarakat dengan tingkat pelayanan yang baik.
LAPORAN AKHIR
82
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
4.6 Peribadatan Beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat menggambarkan toleransi kehidupan beragama dan indikator makin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya adalah semakin mudahnya masyarakat melakukan ibadah menurut agama yang dianutnya. Untuk kemudahan tersebut diantaranya tersedia tempat dalam hal melakukan ibadah. Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Total sarana peribadatan di wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran sebanyak 1.213 unit yang didominasi oleh mushola yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 816 unit dan masjid yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 382 unit yang dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mayoritas beragama Islam akan tetapi terdapat sarana peribadatan gereja untuk beragama Kristen dengan total 12 unit. Sarana peribadatan pura dan wihara tidak tersedia di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran.
Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013 No
1 2 3 4 5
Kecamatan Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Jumlah
Masjid 65 95 57 86 79 382
Mushola 264 205 70 145 132 816
Peribadatan Gereja 0 0 7 4 1 12
Pura 0 0 0 0 0 0
Wihara 0 0 0 0 0 0
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
Untuk mengetahui jenis sarana peribadatan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004.
LAPORAN AKHIR
83
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya Sarana Peribadatan (Unit ) No
Kecamatan
Masjid
Langgar
Gereja
Pura
Vihara
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
ST
EK
TP
1
Cijulang
1
65
B
105
264
B
0
0
K
0
0
K
0
0
K
2
Sidamulih
1
95
B
179
205
B
0
0
K
0
0
K
0
0
K
3
Parigi
1
57
B
121
70
K
0
7
K
0
0
K
0
0
K
4
Pangandaran
2
86
B
229
145
K
0
4
K
0
0
K
0
0
K
5
Kalipucang
1
79
B
145
132
B
0
1
K
0
0
K
0
0
K
6
382
B
779
816
C
0
12
K
0
0
K
0
0
K
Jumlah
Sumber: Renip, 2016 Keterangan : ST: STANDAR; EK: EKSISTING; TP: TINGKAT PELAYANAN; K: KURANG; C: CUKUP; B: BAIK
Berdasarkan standar diatas, perlu diadakan penambahan sarana. Penambahan sarana yang perlu diperhatikan adalah langgar karena sarana masjid sudah mencukupi kebutuhan masyarakat hingga tahun 2035 (Renip, 2016) hal ini mengingat mayoritas penduduk di Kecamatan ini beragama muslim. Penambahan sarana bisa saja dilakukan karena keterjangkauan pelayanan peribadatan yang harus dipenuhi, namun mengingat ketersediaan lahan yang terbatas hal tersebut sulit dilakukan, sehingga kemungkinan solusi yang didapatkan adalah merubah fungsi atau menghibahkan lahan bagi warga yang ingin menjadikan lahan mereka untuk dijadikan tempat ibadah.
4.7 Transportasi Transportasi berfungsi untuk mendorong, merangsang pertumbuhan daerah dalam menikmati pembangunan sekaligus untuk mendukung tercapainya struktur tata ruang yang dituju (to initiate development) dan mendukung pertumbuhan dan pembangunan wilayah dalam rangka meningkatkan kinerja dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelayanan (to answer development). Jaringan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencakup jaringan transportasi darat, laut/sungai dan udara.
LAPORAN AKHIR
84
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan Beberapa potensi dan persoalan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebagai berikut: •
Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki ruas jalan relatif banyak yang dapat menghubungkan antar kecamatan dan desa. Ruas jalan yang ada dapat dijadikan sebagai pembentuk struktur ruang Pusat Pertumbuhan Pangandaran tanpa harus membangun jalan baru. Kendala yang dihadapi dimensi jalan relatif kecil, banyaknya ruas jalan berkondisi buruk, diantaranya beberapa ruas jalan alternatif antar kecamatan dan beberapa ruas jalan di kawasan perbatasan.
•
Pusat Pertumbuhan Pangandaran terlalui oleh ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan Kabupaten. Ruas jalan nasional melintasi Kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran dan Kalipucang. Ruas-ruas jalan tersebut berfungsi ganda, yaitu sebagai jalan antar provinsi (regional) sekaligus sebagai jalan utama antar kecamatan (lokal). Jalan Kabupaten di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki panjang sekitar
179,8 km yang terdiri dari 22 ruas jalan, dengan ruas jalan terpanjang untuk jalan kabupaten adalah ruas Jalan Cikembulan-Kalijati yaitu mencapai 16,8 km yang berada di Kecamatan Pangandaran, sedangkan ruas jalan terpendek untuk jalan kabupaten adalah ruas Jalan Kertamukti-Cikondang yang hanya mencapai 4,8 km. Adapun untuk jalan desa yang terdapat di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sedikitnya terdiri dari 16 ruas jalan, dengan ruas jalan terpanjang untuk jalan desa adalah ruas Jalan Cibanten-Cimindi yaitu mencapai 8,7 km yang berada di Kecamatan Cijulang, sedangkan ruas jalan terpendek adalah ruas Jalan Kalipucang-Santolo yang hanya mencapai 0,5 km. Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya Volume
No.
No. Ruas
1
62
Prapat
2
72
Babakan
3
74
4
75
Nama Pangkal Ruas
Nama Ujung Ruas
Kecamatan
Panjang km
Lebar m
Pananjung
3.0
6.0
Pangandaran
Pagergunung
7.0
3.0
Pangandaran
Pantai Barat Batu Karas
Pantai Timur Batu Karas
3.1
3.0
Cijulang
Prapat
Pantai Barat Pangandaran
1.1
4.0
Pangandaran
LAPORAN AKHIR
85
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 Volume
No.
No. Ruas
5
76
Cibanten
6
78
Kalipucang
7
938
8 9
Nama Pangkal Ruas
Nama Ujung Ruas
Kecamatan
Panjang km
Lebar m
Cimindi
8.7
3.0
Cijulang
Santolo
0.5
3.5
Kalipucang
Karangkedawung
Bantardawa
2.3
3.0
Kalipucang
942
Tiwar
Pagergunung
7.4
3.5
Pangandaran
943
Karapyak
Bagolo
1.1
3.5
Kalipucang
10
944
Cibenda
Bontos
2.6
3.0
Parigi
11
945
Cijulang
Nusawiru
2.5
3.0
Cijulang
12
946
Batuhiu
Bojongsalawe
5.0
3.0
Parigi
13
947
Parigi
Cibenda
4.3
3.0
Parigi
14
948
Parigi
Bojongsalawe
0.9
3.0
Parigi
15
965
Pelebaran Jalan Masuk
Batuhiu
0.8
6.0
Parigi
Sumber: SK Gubernur Jawa Barat Nomor 620/74 Tahun 1998, disesuaikan dengan data pemekaran
4.7.2 Terminal Terminal yang ada di Pusat Pertumbuhan terdapat di Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Cijulang. Terminal Cijulang telah menunjukkan fungsi sebagai terminal tipe B yang cukup signifikan, sedangkan dilihat dari fasilitas yang ada berstatus sebagai terminal tipe C (salah satu indikasi terminal tipe C tidak tersedianya fasilitas ruang tunggu penumpang). Terminal tipe C (terminal lokal) terdapat di kawasan perkotaan Kecamatan Parigi dan Kalipucang. Begitupun terminal yang ada di Kecamatan Pangandaran.
4.7.3 Transportasi Udara Bandar Udara Nusawiru bertempat di Kecamatan Cijulang dengan kondisi sebagai berikut: •
Jenis pesawat yang ada pada kondisi eksisting sejenis CN-235 (produksi Indonesia).
•
Rute penerbangan kondisi eksisting adalah Jakarta-Bandung-Nusawiru-Cilacap
•
Panjang Landasan Pacu 1.400 meter
•
Lebar Landasan Pacu 30 meter
•
Taxiway 20 meter. Secara operasional ruang udara Bandar Udara Nusawiru direncanakan adalah ruang udara
dikendalikan (controlled airspace) dengan klasifikasi B, yang direncanakan terdapat Pendidikan Penerbangan, untuk itu ruang udara Bandar Udara Nusawiru dikembangkan menjadi ADC dan
LAPORAN AKHIR
86
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
dilengkapi dengan ruang udara dan training diluar ruang udara bandar udara untuk mengadakan pelatihan, dimensi ruang udara tersebut sebagai berikut : Aerodrome Controlled (ADC) Nusawiru Lateral limit
: Area dalam lingkaran dengan r=10 NM berpusat di “NWR” VOR.
Vertikal limit
: Permukaan bumi/air sampai ketinggian 2500 ft.
Kelas ruang udara
:B
Altitude transisi
: 11.000 ft
Level transisi
: FL. 130
Kriteria ruang udara Bandar Udara Nusawiru dengan klasifikasi “ B ” adalah sebagai berikut : 1. Digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual; 2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara; 3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan; 4. Tidak ada batas kecepatan; 5. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan 6. Pemberian izin oleh Air Traffic Control (ATC Clearance). Pesawat komersial yang direncanakan melayani Bandara Nusawiru adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama sejenis pesawat penumpang 12 orang , sejenis Cessa B208B. 2. Tahap Kedua sejenis pesawat dengan penumpang 50 orang, sejenis F-50, ATR-42, Dash8, dan MA-60.
4.7.4 Transportasi Air Jenis transportasi air yang terdapat di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebagai berikut : •
Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga Santolo).
•
Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga Majingklak).
LAPORAN AKHIR
87
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
•
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Kedua dermaga tersebut di atas melayani pergerakan yang menghubungkan Kalipucang dengan kota Cilacap (Jawa Tengah).
•
Dermaga Santolo melayani rute angkutan pariwisata, selain melayani pelayanan komersial. Pendangkalan sungai Citanduy yang terjadi berimplikasi tidak dapat berfungsinya dermaga Santolo secara optimal.
4.8 Jaringan Utilitas Jaringan utilitas merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di suatu wilayah. Jaringan utilitas dalam hal ini meliputi jaringan irigasi/drainase, jaringan air bersih, persampahan, listrik/energi dan telekomunikasi.
4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase Kabupaten Pangandaran memiliki 22 daerah irigasi pemerintah yang mampu mengaliri areal seluas 8.555,41 Ha. Diantaranya merupakan daerah irigasi yang melintasi Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran, yaitu di Cibeureum dan Merjan. Daerah irigasi yang berada di Kabupaten Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran No
DAERAH IRIGASI
1
Ciputrapinggan
403,00
Ciputrapinggan
Babakan
Kabupaten
2
Cikembulan
620,25
Cikembulan
Sidamulih
Kabupaten
3
Cibeureum
520,00
Cibeureum
Sidamulih
Kabupaten
4
Citumang
641,00
Citumang
Bojong
Kabupaten
5
Lakbok Selatan
4.071,66
Lakbok Selatan
Sindangangi n
Pusat
6
Merjan
1.631,00
Merjan
Kertayasa
Provinsi
7
Ciputrahaji
Ciputrahaji
Sukasari
Provinsi
AREA (HA)
668,50
SUNGAI
LOKASI
KEWENANGAN
DAERAH YANG DIALIRI KECAMATAN DESA Babakan, Sukahurip, Pangandaran Pananjung Sidomulyo, Pangandaran Purbahayu, Wonoharjo Sidamlih, Sukaresik, Sidamulih Cikalong, Pajaten Cibenda, Bojong, Parigi Cintaratu Maruyungsari, Paledan, Sukanagara, Cibogo, Kedungwuluh, Padaherang Karangpawitan, Padaherang, Karangsari, Sindangwangi Mangunjaya, Mangunjaya Kertajaya, Sukamaju Kertayasa, Cijulang, Cijulang Margacinta Parigi, Karangbenda, Parigi Karangjaladri, Cintakarya Mangunjaya, Mangunjaya Sindangjaya
LAPORAN AKHIR
88
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya DAERAH AREA (HA) SUNGAI IRIGASI 8.555,41 Jumlah Sumber : Dinas PSDA Kabupaten Pangandaran, 2014 No
LOKASI
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
KEWENANGAN
DAERAH YANG DIALIRI KECAMATAN DESA
Berikut merupakan DAS yang terkait dengan wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran.
Sumber : Penyusunan Masterplan Air Baku di Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran
4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum Pengolahan air baku PDAM Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran masih bergabung dengan Kabupaten Ciamis yang memiliki dua jenis tipe pengolahan, yaitu tipe Pengolahan Lengkap (IPA lengkap) dan tipe pengolahan sederhana (Saringan Pasir Lambat). Total kapasitas terpasang dari unit-unit pengolahan tersebut yang tersebar di 6 wilayah pelayanan dan 11 instalasi pengolahan sebesar 191,10 l/dt, air yang di produksi dari masing-masing unit pengolahan tersebut menurut data PDAM bulan Agustus tahun 2009 adalah sekitar 189,01 l/dt. LAPORAN AKHIR
89
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran fasilitas produksi yang ada di PDAM Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 2011-2012 2011 No
Kategori Pelanggan
1
Sosial Umum
2
Sosial Khusus
3
Rumah Tangga Pemerintah, Badan/Lembaga Pemerintah, Lembaga Pendidikan Tinggi
4
Jumlah Pelanggan (SL)
2012 Jumlah Konsumsi (m3)
316
Jumlah Pelanggan (SL)
80.072
Jumlah Konsumsi (m3)
368
77.212
288
104.245
223
97.993
18.917
1.085.084
18.815
3.083.299
222
158.974
218
116.954
880
199.812
890
193.747
5
Niaga (Niaga Besar & Niaga Kecil)
6
Industri
0
0
0
0
7
Pelabuhan
0
0
0
0
20.623
1.628.187
20.514
3.569.205
Jumlah
Sumber: Kabupaten Ciamis Dalam Angka, Tahun 2013
Unit Kerja Cabang Pangandaran (unit Pangandaran, unit Parigi dan unit Kalipucang) •
Kehilangan air tinggi 31,20 %;
•
Instalasi pengolahan kurang berfungsi dengan baik.
Unit Kerja Cabang Banjarsari (unit Banjarsari, unit Pamarican, unit Padaherang) a. Cakupan pelayanan baru mencapai 5 %; b. Tingkat kehilangan air cukup tinggi sebesar 34 % (>dari standar nasional= 20%); c. Tingginya biaya produksi, operasional, pemeliharaan untuk IPA Banjarsari dibandingkan dengan harga jual ke konsumen. Pada penyusunan masterplan air baku akan direncanakan pembangunan waduk di wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran yaitu Waduk Sukahurip di Kecamatan Kalipucang dan juga akan direncanakan bendungan di Kecamatan Parigi yang sesuai dengan arahan master plan air baku.
LAPORAN AKHIR
90
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
4.8.3 Persampahan TPA adalah salah satu komponen penting dalam sistem pembuangan sampah. TPA yang ada di Kabupaten Pangandaran saat ini masih diartikan tempat pembuangan akhir sampah yang menggunakan model pembuangan sampah open dumping yang secara teoretis tidak baik. Beberapa lokasi TPA yang mendukung terhadap Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah TPA Purbahayu Pangandaran, termasuk dalam wilayah Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran. Luas lahan TPA ini kurang lebih 3 Ha dengan status lahan milik Pemerintah Kabupaten Pangandaran namun akan dilakukan perluasan TPA menjadi 10 Ha dengan pengelolaan TPS 3R yang lokasinya tidak jauh dari TPA. Volume sampah yang masuk di TPA ini kurang lebih 48 m3/hari. Sistem pengelolaan sampah bersifat open dumping. TPA ini mempunyai wilayah pelayanan meliputi Kawasan Wisata Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Parigi dan tempat–tempat komersial sekitarnya.
4.8.4 Jaringan Listrik/Energi PT PLN yang melayani Kabupaten Pangandaran merupakan distribusi Jawa Barat Cabang Tasikmalaya, yang meliputi: 1.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 1
2.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 2
3.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 3
4.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 1
5.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 2
6.
Gardu Induk Ciamis Penyulang Cikoneng/CKND
7.
Gardu induk Ciamis Penyulang Benteng/BNTG8.
8.
Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 1
9.
Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 2
Pelanggan listrik di Pusat Pertumbuhan Pangandaran berjumlah 47.476 pelangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
LAPORAN AKHIR
91
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013 No
Kecamatan
Jumlah Pelanggan
1
Cijulang
-
2
Parigi
3
Sidamulih
4
Pangandaran
16.644
5
Kalipucang
6.960 47.476
14.145 9.727
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
4.8.5 Jaringan Telekomunikasi Untuk menyongsong era globalisasi informasi, PT Telekomunikasi Indonesia berusaha meningkatkan kualitas arus informasi serta memperluas jangkauan jasa telekomunikasi ke seluruh pelosok tanah air. Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap jasa telekomunikasi yang kian menurun. Pada tahun 2013 jumlah pelanggan jasa telekomunikasi di 5 (Lima) Kecamatan Pengembangan Pangandaran adalah sejumlah 20 pelanggan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013 No
Kecamatan
Jumlah Pelanggan
1
Cijulang
2
Parigi
-
3
Sidamulih
-
4
Pangandaran
-
5
Kalipucang
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
20
20
4.8.6 Perekonomian Sektor ekonomi unggulan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kontribusi sektor ini terhadap total PDRB (atas harga konstan tahun 2000) di 5 (lima) kecamatan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencapai 35,96% dengan nilai ekonomi mencapai Rp 431 Milyar, dimana konsentrasi aktivitas sektor perdagangan terdapat di Kecamatan Pangandaran. LAPORAN AKHIR
92
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012 atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) NO
LAPANGAN USAHA
1. 2.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengelolaan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Konstruksi Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah
KECAMATAN SIDAMULIH PANGANDARAN 42.141,134 76.013,185 4.634,646 924,046
CIJULANG 93.493,408 0
PARIGI 90.266,988 1.604,886
KALIPUCANG 50.675,934 2.891,566
201,547 0
2.033,652 0
13.285,328 0
38.476,998 16.268,857
1.157,227 0
4.892,889 40.727,307
14.692,190 73.823,061
4.356,222 48.462,832
10.396,643 206.314,850
6.766,527 62.151,700
2.181,711
2.781,149
1.271,468
18.059,487
1.989,970
8.449,694
21.942,342
7.349,678
12.264,460
7.105,616
26.833,211
54.505,594
31.519,297
50.598,731
46.741,830
176.325,037
261.649,861
153.194,604
429.315,257
179.480,369
Sumber: Kecamatan-Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
Perdagangan
merupakan
penggerak
ekonomi
tertinggi
di
Pusat
Pertumbuhan
Pangandaran. Berdasarkan data yang didapat, jumlah perusahaan perdagangan menurut status permodalannya sebanyak 242 perusahaan, dengan dominasi perusahaan kecil, dan 2 perusahaan sedang. Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran Tahun 2012 Perusahaan Menengah
No
Kecamatan
Perusahaan Besar
Perusahaan Kecil
1
Cijulang
0
1
28
2
Parigi
0
0
70
3
Sidamulih
0
0
32
4
Pangandaran
0
0
84
5 Kalipucang Pusat Pertumbuhan Pangandaran
0 0
1 2
28 242
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2013
Adanya pasar dan kegiatan perdagangan lainnya mendukung terlaksananya kegiatan perekonomian masyarakat. Tidak hanya bagi pendorong roda perekonomian tapi juga bagi ketersediaan bahan pokok yang diperlukan bagi masyarakat sekitar. Pemda Kabupaten Pangandaran mengelola 13 pasar yang tersebar di beberapa kecamatan. Kios terbanyak terdapat di Kecamatan Kalipucang sebanyak 874 unit, juga terdapat bank sebanyak 22 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan Wilayah Pertumbuhan Pusat Pangandaran. Fasilitas Perdagangan dan jasa LAPORAN AKHIR
93
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
yang tersedia di Pusat Pertumbuhan Pangandaran beraneka ragam, kondisi ini menunjukkan ragam kegiatan usaha penduduk yang ada. Kegiatan usaha yang banyak berkembang di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah warung. Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun 2013 No
Kecamatan
Warung/ Kios/ Toko 391 59 0 760 874
Pasar Permanen
Pasar Tidak Permanen
1 Cijulang 3 2 Parigi 3 3 Sidamulih 2 4 Pangandaran 3 5 Kalipucang 2 Pusat Pertumbuhan 2084 13 Pangandaran Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
Minimarket
Bank
KUD
Non KUD
0 0 0 0 0
0 0 3 0 0
5 5 1 9 2
2 2 1 1 0
1 3 0 10 2
0
3
22
6
16
4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan Sektor kelautan dan perikanan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya menjadi sector yang paling utama dalam pengembangan wilayah. Dalam hal ini akan dibahas mengenai potensi meliputi skema, produksi dan sebaran perikanan. ---agisu---
LAPORAN AKHIR
94
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA
Kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” tentu sangat penting, karena Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar). Pangandaran berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dapat merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah Jabar mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan. Berkenaan dengan laporan awal kajian ini, telah disiapkan instrumen untuk pengumpulan data primer dan data sekunder. Secara teknis operasional, pengumpulan data dilakukan melalui kunjungan ke lapangan (field research), dan penelitian dokumentasi. Data dari lapangan dikumpulkan melalui triangulasi. Tempat penelitian yang utama meliputi Daerah Pangandaran Raya dan sekitarnya, serta pusat data yang ada baik di Pemkab Pangandaran maupun di Pemprov Jabar. Adapun fokus kajian diarahkan pada pengembangan industri sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Pangandaran Raya, yang mencakup 4 sektor: Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, pada akhir dari pekerjaan ini, dapat digambarkan kondisi terkini investasi yang terjadi di Pangandaran Raya, dan potensi yang dapat dibangun untuk pusat pertumbuhan ke-empat fokus kajian tersebut. Berdasarkan rangkaian langkah tersebut di atas, dapat diketahui polarisasi “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” baik untuk pusat pertumbuhan primer, pusat pertumbuhan sekunder, maupun pusat pertumbuhan tersier bagi Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Pada tahap akhir Bab 5 ini,
disajikan pula analisis masalah yang disajikan dalam model SWOT untuk masingmasing sektor. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap sektor dapat diketahui kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman. LAPORAN AKHIR
95
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
5.1 Sektor Pariwisata Berdasarkan pada potensi dan perkembangannya selama ini, maka Pangandaran bagi masyarakat umum dikenal sebagai tempat tujuan wisata pantai, namun sesungguhnya selain pantai, Pangandaran memiliki beragam potensi alam, baik untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata (ODTW), maupun dikembangkan menjadi kelautan dan perikanan, agrobisnis, serta agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan gambaran umum mengenai kondisi pada sektor Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah pariwisata baik objek wisata pantai maupun sungai. Terdapat banyak objek wisata populer baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Pangandaran yaitu : pantai pangandaran, taman wisata alam (Cagar Alam Pananjung), Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas, Pantai Madasari, Pantai Karapyak, dan wisata sungai yaitu Cukang Taneuh (green canyon), Citumang, Santirah. Tersedia fasilitas hotel dengan kelas yang bervariasi dan cukup lengkap, restoran dan tempat hiburan lainnya. Dengan potensi yang besar dibidang pariwisata maka misi Kabupaten Pangandaran yaitu “Kabupaten Pangandaran Pada tahun 2025 menjadi kabupaten pariwisata yang mendunia, tempat tinggal yang aman dan nyaman berlandaskan norma agama.” Sesuai dengan wilayah yang dikaji adalah mencakup 5 Kecamatan dalam Pangandaran Raya, maka pada bahasan mengenai gambaran umum kepariwisataan fokus pada kondisi terkini kepariwisataan di Pangandaran Raya. Keragaman fasilitas kepariwisataan yang ada di Pangandaran Raya secara umum telah dilengkapi semua komponen kepariwisataan. Adapun komponen tersebut dikenal dengan 4A, yakni: 1. 2. 3. 4.
Atraksi wisata Aksesibilatas Ameniti Ansilari
5.1.1 Atraksi Wisata Atraksi wisata yang kini telah berkembang di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi wisata alam (pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa), wisata budaya dan wisata atraksi minat khusus. LAPORAN AKHIR
96
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
1. Wisata Alam Atraksi wisata alam terdiri dari pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa. Di bawah ini, disajikan tabel mengenai atraksi wisata alam yang di kelompokan berdasarkan kecamatan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4
Atraksi Wisata Alam I. Kecamatan Cijulang Cijulang Rafting Goa Muarabengang Puncak Muntuk Wareng Mangrove Pantai Batukaras Green Canyon Situ Cisamping Curug Tringgul/Green Coral Pondok Patra Taman Wisata Alam Laut Cijulang II. Kecamatan Kalipucang Goa Donan Pelabuhan Majingklak Pantai Palatar Agung Pantai Solok Timun Pantai Karapyak Patai Karang Nini Pantai Lembang Putri III. Kecamatan Pangandaran Pantai Barat Pangandaran Pantai Timur Pangadaran Kawasan Cagar Alam Pananjung Kawasan Mangrove Bulak Setra Curug Bojong Goa Badak Paeh Goa Bojong Lekor Curug Jambe Enum Sungai Pingit IV. Kecamatan Parigi Santirah Goa Lanang Goa Regregan Jogjogan
LAPORAN AKHIR
97
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
5 6 7 1 2 3 4 5 6
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Mangrove Bojongsalawe Citumang Pantai Batu Hiu V. Kecamatan Sidamulih Curug luhur Curug pule Komplek Sodong Panjang Curug Kurung Curug Bebek Mangrove Karangtirta
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015
Di Kecamatan Cijulang terdapat 10 wisata alam dan sekaligus sebagai jumlah wisata alam terbanyak di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Gambar 5.1 disajikan peta sebaran wisata di pusat pertumbuhan Pangandaran Raya.
Sumber: Hasil Analisi, 2016
Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya LAPORAN AKHIR
98
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Wisata Budaya Pada Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdapat wisata budaya berupa hasil kebudayaan dari masyarakat setempat. Pada Tabel 5.2 disajikan daftar wisata budaya pada kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya. Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya NO 1 2 3 1
Daya Tarik Wisata Budaya I. Kecamatan Cijulang Kampung Badud Saing Angklung Mang Koko Bengkel Seni Kang Didin II. Kecamatan Kalipucang Terowongan Wilhelmina III. Kecamatan Pangandaran IV. Kecamatan Parigi V. Sidamulih
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015
3. Wisata Atraksi Minat Khusus Pada tabel 5.3 Disajikan daftar wisata buatan/minat khusus yang terdapat di pusat pertumbuhan pangandaran raya. Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya
NO 1 2 3 4
1
Daya Tarik Wisata Buatan/Minat Khusus I. Kecamatan Cijulang Sirkuit Metrojaya Agrowisata Margacinta Saung Panireman Nusawiru II. Kecamatan Kalipucang III. Kecamatan Pangandaran IV. Kecamatan Parigi Penangkaran Penyu Batu Hiu V. Kecamatan Sidamulih
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015
LAPORAN AKHIR
99
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gambar 5.1 menunjukkan gambaran terkini sebaran tempat wisata yang ada di masingmasing kecamatan di Pangandaran Raya. 4. Event pariwisata Pariwisata dalam layanan Event di Kabupaten Pangandaran akan dapat menarik minat wisatawan. Event yang ada di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya di antaranya: 1. Event wisata Rally Foto pariwisata Pangandaran 2. Event wisata Pangandaran Fair (carnival dan pameran pembangunan) 3. Event wisata Orari Fox Hunting 4. Event wisata Ngarung Bareng Green Canyon 5. Event wisata Hajat Laut 6. Event wisata Pesona Purnama Pesisir Pangandaran 7. Event wisata Aksi Sapta Pesona 8. Event KITE Festival
5.1.2 Aksesibilitas Kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas umum lainnya. Artinya dalam mencapai suatu tujuan terdapat kemudahan dan jangkauan yang dicapai oleh orang. Untuk mencapai Kabupaten Pangandaran khususnya Pusat Pertumbuhan Pangandaran sudah terdapat akses yang dapat dijangkau berupa fasilitas umum seperti bangunan masjid, pertokoan juga akses dimudahkan dengan adanya 1 terminal penumpang tipe B dan 4 terminal tipe C Bandar Udara Nusawiru, dan juga 3 Pelabuhan serta terdapat rencana reaktivasi rel kereta api yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sehingga meskipun dengan adanya fasilitas diatas belum dirasakannya akses yang tinggi karena belum optimalnya pengoperasian masing-masing fasilitas transportasi. Dan juga yang menjadi kendala aksesibilitas ini hanya kondisi jalan yang sebagian besar dalam keadaan rusak khususnya untuk mencapai destinasi wisata.
LAPORAN AKHIR
100
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
1. Kondisi Jalan
Akses jalan menuju objek pariwisata cukup penting untuk memudahkan wisatawan dalam mengunjungi objek-objek wisata yang ada Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Berikut akan dijelaskan kondisi akses jalan menuju objek pariwisata yang ada di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata No
Objek Wisata Pantai Barat Pantai Timur Hutan Cagar Budaya
Lokasi
Kondisi
Akses jalan menuju objek wisata pantai barat kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Akses jalan menuju objek wisata pantai timur kondisinya 2 sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Akses jalan menuju objek wisata hutan cagar budaya Kec. 3 kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Pangandaran diaspal. Akses jalan menuju objek wisata pantai karang nini Pantai kondisinya cukup buruk walaupun kondisi jalan yang Kec. 4 Karang sudah diaspal tetapi banyak jalan yang masih berlubang Kalipucang Nini yang sangat mengganggu wisatawan dalam melakukan wisata. Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak Pantai Kec. 5 kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Karapyak Kalipucang diaspal. Pantai Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak 6 Karang Kec. Sidamulih kondisinya cukup baik dengan kondisi jalan yang sudah Tirta diaspal tetapi masih terdapat jalan yang berlubang. Akses jalan menuju objek wisata pantai batu hiu Pantai 7 Kec. Parigi kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Batu Hiu diaspal. Akses jalan menuju objek wisata pantai batu karas Pantai 8 Kec. Cijulang kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Batu Karas diaspal. Green Akses jalan menuju objek wisata green canyon kondisinya 9 Kec. Cijulang Canyon sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016 1
Kec. Pangandaran Kec. Pangandaran
Capaian bidang transportasi di Pangandaran Raya pada tahun 2015 capaian indikator untuk kemantapan jalan, pengaturan antar moda, dan keterhubungan dicerminkan sebagaimana dalam Tabel 5.5. Ternyata kemantapan jalan baru mencapai 56,68% dari tingkat optimasi yang
LAPORAN AKHIR
101
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
diharapkan. Sedangkan kemantapan antar moda belum tersedia dan keterhubungan belum terintegrasi. Khususnya tingkat keterhubungan dalam transportasi belum terintegrasi. Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015 CAPAIAN 2015 Indikator
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
Kemantapan Jalan
56,68% mantap
Pengaturan Antarmoda
Belum Tersedia
Keterhubungan Belum Terintegrasi Sumber : Hasil Analisis dan Pusdalitbang, 2016
Adapun capaian indikator tahun 2035 bidang transportasi di Pangandaran Raya, indikator untuk kemantapan jalan ditargetkan mencapai 100%, pengaturan antar moda, dan keterhubungan sudah terintegrasi, dan pengaturan antar moda sudah tersedia sepenuhnya sesuai kebutuhan. Capaian tersebut dicerminkan sebagaimana dalam Tabel 5.6. Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035 TARGET CAPAIAN 2035 Pusat Pertumbuhan Indikator Pangandaran Raya Kemantapan Jalan Pengaturan Antar moda Keterhubungan
100% mantap Tersedia Terintegrasi
Sumber : Indikator Kunci Prov Jabar
Berdasarkan Renip 2016, untuk mencapai indikator Infrastruktur Utama perlu beberapa hal yang harus dilakukan yaitu melalui upaya: 1. Memperbaiki akses jaringan jalan agar terdapat kemudahan dan kenyamanan dalam mencapai tujuan. 2. Meningkatkan pelayanan transportasi umum dengan memberikan kenyamanan kepada penumpang. 3. Meningkatkan pelayanan fasilitas transportasi umum seperti ruang tunggu, halte. 4. Pengelolaan berkelanjutan pada fasilitas terminal, dermaga, dan bandara.
LAPORAN AKHIR
102
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
5. Dibentuk suatu sistem transportasi antar moda yang memudahkan masyarakat memilih alternatif moda untuk mencapai tujuan pergerakan.
5.1.3 Ameniti Fasilitas pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan. Karena pariwisata tidak akan pernah berkembang tanpa penginapan. Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata. 1. Perhotelan Data Dinas Parperindagkop dan UMKM Kabupaten Pangandaran (2013) mencatat bahwa di seluruh destinasi Pangandaran (termasuk Pangandaran, Batu Hiu, dan Batu Karas) terdapat 119 fasilitas akomodasi, yang terdiri dari 1 unit dengan klasifikasi bintang dan 118 unit dengan klasifikasi Melati. Data ini menunjukkan penurunan dari data 2008, yang mencatat 129 fasilitas akomodasi. Pangandaran, 2009; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011). Sementara itu, PHRI Kabupaten Pangandaran mempunyai 111 anggota di kawasan Pangandaran; yang terdiri dari 100 anggota di Pangandaran dan 11 anggota di Batukaras. Survey fasilitas akomodasi pada tahun 2011 berhasil mendata 173 fasilitas akomodasi di Pangandaran atau sekitar 73% lebih banyak dari data resmi saat ini. Walaupun berdasarkan klasifikasi resmi hanya terdapat 2 jenis fasilitas akomodasi di Pangandaran, tetapi sesungguhnya akomodasi di Pangandaran sangat beragam. Jika ditinjau dari aspek kualitas kamar, fasilitas pendukung, pelayanan, dan pengelolaan; maka didapatkan beberapa klasifikasi akomodasi; yaitu: 1. Klasifikasi 1, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi, mempunyai fasilitas kolam renang, restoran, ruang pertemuan, dan lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi 2. Klasifikasi 2, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi, mempunyai fasilitas salah satu atau dua dari kolam renang, restoran, ruang pertemuan, lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi.
LAPORAN AKHIR
103
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3. Klasifikasi 3, dengan karakter: penginapan, sebagian kamar dilengkapi dengan AC dan televisi, sementara sebagian hanya dilengkapi dengan kipas angin dan televisi, hanya mempunyai fasilitas lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan tidak memberikan pelayanan apapun 4. Klasifikasi 4, dengan karakter: penginapan, kamar dilengkapi dengan kipas angin, sebagian kamar dilengkapi dengan kipas angin, tidak mempunyai fasilitas penunjang, dan tidak memberikan pelayanan apapun 5. Klasifikasi 5, dengan karakter rumah penduduk yang disewakan sebagian (kamar) atau seluruh unit rumah. Secara fisik, rumah-rumah ini seringkali tidak terlihat berbeda dengan rumah normal. Hanya saja, terdapat papan bertuliskan “Kosong” didepan rumah. Pada musim ramai seperti lebaran dna tahun baru, hampir sebagian besar rumah penduduk di sekitar pantai Pangandaran menjelma menjadi klasifikasi ini. Berdasarkan jumlah unit usaha, akomodasi didominasi oleh hotel klasifikasi 4 dengan jumlah 92 unit atau sekitar 53% dari seluruh hotel yang ditemukan; sekaligus menyediakan jumlah kamar terbanyak dibanding akomodasi lain (38.87%). Akan tetapi karena harga kamar yang jauh lebih murah; maka nilai bisnis untuk hotel-hotel klasifikasi 1 masih jauh lebih besar. Total kapasitas kamar yang tersedia di Pangandaran cukup tinggi, yaitu 2979 unit kamar dari berbagai tipe. Sebagian besar terdiri dari kamar di hotel klasifikasi 4 dan klasifikasi 2. Interior dan kelengkapan kamar hotel di Pangandaran sebagian besar disesuaikan dengan minat wisatawan domestik atau wisatawan mancanegara. Sebagian besar hotel di Pangandaran masih dimiliki oleh masyarakat lokal. Terlihat dari temuan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran yaitu sekitar 31,79% dari pemilik hotel berasal dari masyarakat setempat. Jika pemilik hotel sekitar Pangandaran juga dianggap masyarakat lokal, maka kepemilikan hotel lokal adalah 47,98%; sementara kepemilikan non lokal adalah 52,02%. 2. Restoran Fasilitas restoran di Pangandaran sangat memadai dan merupakan salah satu kekuatan destinasi ini. Dari hasil survey, tercatat setidaknya 57 unit restoran yang dapat melayani wisatawan. Jumlah ini diluar warung-warung makan sederhana yang lebih banyak melayani masyarakat setempat. Varian menu makanan yang ditawarkan pun cukup beragam, yaitu: menu LAPORAN AKHIR
104
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
lokal (makanan tradisional Indonesia), menu makanan laut (seafood), serta masakan cina (Chinese food). Restoran menu makanan laut cukup mendominasi dan merupakan favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran. Harga makanan di Pangandaran pun cukup terjangkau. Untuk restoran yang paling baik rata-rata harga adalah Rp 50.000 – 70.000 per kepala (termasuk minum); sementara restoran-restoran yang lebih sederhana sekitar Rp 20.000 – 40.000 per kepala. Warung makan menawarkan makanan dengan kisaran harga Rp 10.000 – 20.000 per kepala. Usaha Jasa makanan yang ada I Pangandaran berjumlah 57 restoran antara lain sate galunggung, karya bahari, tunas rejeki, UNI, lestari, laksana, kidang mas, kidang mas putra, dita, risma, sanyunan, sari melatih, berkah, mitra bahari, bitang timur, karya putra, yans, cibanjer, karya bahari 2, RM pananjung pantai timur, warung jambu bandra, bu surman, erlin, holiday, murasakhi, Mambo Jalan Jaga Lautan, Rasa Sayang, RM Chez Mama Resto, Mutya's, Sarimbit, RM 33, A & R, Holiday Ayam, Pak Jaja Jalan, Lonely Planet, Sunrise Bgs Resto, Kedai Ulin, Pujasera Nanjung, Christie, Rumah Makan Mina Bahari, Salero Mande, Sawargi, Bakso Cemplang, Zurqa, Sate Bundaran, Bamboo, Mungil, Jacko, Number One, Diam Cafe, Warung Nasi Butut, Mie Baso Podo Moro, Warung Ellis, Mas Yanto.
5.1.4 Ansilari Ansilari adalah penyedia layanan kepada wisatawan. Adanya lembaga pariwisata, wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari daerah wisata apabila wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi. Hal yang termasuk ansilari yaitu pemandu wisata dan pelayanan kurir, agen periklanan, konsultan, pendidikan dan penyedia pelatihan dan koordinasi kegiatan oleh dewan kepariwisataan lokal. 1. Usaha Jasa Biro/Agen Perjalanan Wisata Walaupun kegiatan pariwisata di Pangandaran telah berlangsung sejak tahun 1970-an, akan tetapi tidak banyak biro perjalanan wisata yang beroperasi di kawasan ini. Biro perjalanan wisata nasional seringkali mengoperasikan tournya dari kantor pusat; tanpa bekerja sama dengan biro perjalanan wisata lokal. Sebagian besar pemandu juga menjual paket wisata secara otodidak; sehingga fungsi biro perjalanan wisata sangat kecil. Biro perjalanan wisata yang beroperasi di Pangandaran, yaitu: LAPORAN AKHIR
105
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
a. PT. Lotus Wisata Pangandaran BPW ini beralamat di jalan Bulak Laut dan merupakan satu-satunya BPW yang berbadan Hukum di Pangandaran. Dengan tenaga kerja sebanyak 5 orang, perusahaan ini melayani paket tour (Pangandaran, Jawa, dan Bali), reservasi penerbangan, serta reservasi transport bus. BPW telah pula menjalin kerja sama dengan beberapa BPW asing dan nasional, seperti Asia Link. b. Dan’s Tourist Service and Money Changer BPW ini beralamat di jalan Kidang Pananjung dan tidak berbadan hukum. Dan’s memliki 4 orang tenaga kerja. Selain melayani paket perjalanan Pangandaran dan sekitarnya; Dan’s juga memberikan jasa reservasi penerbangan, reservasi transport bus, dan penukaran mata uang asing. c. Kangkareng Tour BPW ini beralamat di jalan Pamugaran dan tidak berbadan hukum. Hal ini karena dirinya mengkhususkan untuk menjual paket wisata alternatif di Pangandaran dan sekitarnya, seperti wisata sepeda, wisata tarian daerah, kelas memasak, adopsi karang, dan sebagainya. 2. Organisasi dan Asosiasi Pariwisata Kabupaten Pangandaran a. Kompepar Kabupaten Pangandaran Sebagai kabupaten yang memiliki potensi daya tarik wisata yang tersebar di sepuluh kecamatan, Kabupaten Pangandaran memiliki Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata (Kompepar) yang mengelola beberapa kawasan wisata, diantaranya: b. Kompepar Curug Bojong Kompepar Curug Bojong merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang mengelola kawasan daya tarik wisata Curug Bojong yang terletak di Desa Sukahurip, Kecamatan Pangandaran. Adapun rencana pengembangan kawasan yang akan dilakukan oleh kompepar ini diantaranya: 1) Mengembangkan daya tarik wisata yang berakar pada alam dan budaya Jawa Barat, sehingga pengembangan pariwisata juga merupakan upaya pelestarian alam dan budaya, serta sekaligus pembangunan jati diri dan pemberdayaan masyarakat Jawa Barat.
LAPORAN AKHIR
106
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2) Mengembangkan kerangka sumber daya tarik wisata dengan tema umum budaya sunda, berupa rangkaian simpul-simpul aspek sejarah, alam, seni, dan budaya Jawa Barat. 3) Mengembangkan dan meng-enforce tema yang jelas di setiap simpul yang mengakar pada alam dan budaya sunda, sehingga membentuk suatu produk wisata yang spesifik, unik, khas Jawa Barat. 4) Memanfaatkan sumber daya tarik wisata provinsi sebagai gerbang pendorong/penarik wisatawan ke produk wisata yang dikembangkan di kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat. 5) Secara
Keruangan,
pengembangan
pariwisata
diarahkan
untuk
mendorong
perkembangan wilayah di seluruh Jawa Barat, khususnya ke wilayah-wilayah yang belum berkembang seperti, Jawa Barat bagian selatan dan Jawa Barat bagian timur. Kemudian dari sisi kelembagaan Kompepar Curug Bojong ini juga memiliki strategi pengembangannya, yaitu: 1) Mengembangkan perangkat kelembagaan yang memungkinkan pengembangan pariwisata antar wilayah administrasi kota/kabupaten. 2) Peningkatan koordinasi dan konsolidasi antar lembaga pemerintah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, antar lembaga pemerintah dengan swasta, dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata Provinsi Jawa Barat. 3) Pengembangan lembaga pendidikan pariwisata sebagai pencetak sumber daya manusia pariwisata yang kompeten/berkualitas dan sesuai dengan tuntutan pasar. c. Kompepar Margacinta Kompepar Margacinta merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang mengelola Desa Margacinta yang merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Cijulang. Adapun potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Margacinta ini beberapa diantaranya Cijulang Rafting, Wisata Mangrove, Sirkuit Metro Jaya, dan Kampung Badud untuk jenis wisata alamnya. Sedangkan, untuk wisata budaya desa ini memiliki potensi seni dan budaya berupa, Seni Badud, Seni Gondang, Seni Beluk, Seni Angklung, Seni Degung, Kecapi Suling, Seni Pongdut, Seni Wayang Golek, Seni Reog, Seni Qosidah LAPORAN AKHIR
107
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
dan Pengrajin Angklung. Seiring dengan diketahuinya kekuatan, peluang dan ancaman serta tantangan maka pihak kompepar mengajukan permohonan bantuan dana guna membangun panggung pagelaran yang dilengkapi oleh museum/galeri tentang sejarah arsitektur dan budaya tradisional seni sunda. Adapun maksud dan tujuan dalam kegiatan tersebut adalah untuk mengembangkan potensi kepariwisataan terutama di bidang potensi alam, seni dan budaya secara umum dan mempertahankan serta menjaga kearifan lokal Desa Margacinta. Sedangkan yang menjadi tujuan diantaranya: 1) Pembangunan TIC (Tourist Information Center), 2) Pembangunan gedung Padepokan Agung, 3) Pembangunan prasarana Desa Wisata dan Budaya (Akses), 4) Permodalan pengrajin/pengembangan ekonomi kreatif masyarakat pengrajin, 5) Pengembangan sarana dan prasarana atraksi wisata Cijulang Rafting, 6) Pembangunan homestay tradisional, dan 7) Pembangunan wahana atraksi wisata outbound. Di samping itu ada juga sasaran dari kegiatan ini yaitu seluruh stakeholders kepariwisataan dengan menitik beratkan kepada pengunjung, sehingga mereka bisa merasa nyaman dan kembali berkunjung ke Desa Margacinta. d. Kompepar Pangandaran Kompepar Pangandaran merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata di kawasan Pantai Pangandaran. Kompepar Pangandaran ini terbentuk dengan tujuan sebagai berikut: 1) Meningkatkan peran serta pelaku usaha pariwisata dan masyarakat dalam menata pelayanan dan kebutuhan wisatawan di Objek dan Daya Tarik Wisata. 2) Meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan. 3) Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berwisata. 4) Meningkatkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona bagi masyarakat di sekitar objek dan Daya Tarik Wisata. 5) Memanfaatkan dan meningkatkan potensi Objek Wisata dan peningkatan mutu pelayanan bagi wisatawan. LAPORAN AKHIR
108
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
6) Menciptakan Pangandaran sebagai Daerah Tujuan Budaya dan Wisata andalan. Adapun sasaran dari pembentukan kompepar ini yaitu: 1) Tumbuhnya sadar wisata di kalangan masyarakat sehingga timbul rasa memiliki, rasa turut bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata. 2) Tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dan meningkatkan kesadaran pengusaha jasa usaha pariwisata untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung dan atau wisatawan. 3) Tersedianya sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai sesuai dengan upaya peningkatan kegiatan kepariwisataan. 4) Terciptanya citra kepariwisataan yang serasi dengan lingkungan. 5) Terpeliharanya kebersihan dan ketertiban dalam rangka pelestarian lingkungan. 6) Meningkatnya
pemerataan
pembangunan
dan
pendapatan
masyarakat
serta
memperluas kesempatan kerja. 7) Peningkatan arus kunjungan wisatawan. 8) Adanya hubungan timbal balik antara pihak Pembina dan yang dibina sehingga diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis. e. PHRI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau sering di singkat PHRI, adalah sebuah himpunan yang beranggotakan Hotel - Hotel, Penginapan, Restoran ataupun Rumah Makan yang memiliki Visi dan Misi yang sama. Adapun Visi dan Misi PHRI sebagai berikut: VISI: 1) Bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan mengisi pembangunan nasional di segala bidang kehidupan dan berkesinambungan. 2) Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang meliputi juga pembangunan pariwisata, dan hanya dapat diwujudkan dengan peran aktif para pelakunya termasuk badan usaha, perhotelan, restoran, jasa pangan, lembaga pendidikan pariwisata serta jasa boga yang bersatu dalam satu wadah. MISI: LAPORAN AKHIR
109
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Beragam misi penting diemban PHRI sebagai organisasi yang memayungi anggotaanggotanya yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga serta lembaga pendidikan pariwisata, diantaranya mengembangkan potensi anggota, bimbingan, konsultasi, penggalangan kerja sama & solidaritas, memberikan perlindungan, promosi dalam & luar negeri, serta penelitian, perencanaan pengembangan usaha. Adapun misimisinya sebagai berikut: 1) Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. 2) Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional. 3) Membantu dan membina para anggota, memberikan perlindungan, menerima masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan mutu hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan, serta lembaga pendidikan pariwisata. 4) Menggalang kerja sama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur serta potensi kepariwisataan nasional maupun internasional. 5) Berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan diluar negeri, untuk meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan. 6) Melakukan kegiatan penelitian, perencanaan dan pengembangan usaha. 7) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai asosiasi profesi bidang hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. Dengan jumlah hotel yang terdaftar sebanyak 188 hotel di Kabupaten Pangandaran, PHRI berusaha untuk selalu menjaga kualitas pelayanan dengan memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja pariwisata di Kabupaten Pangandaran. f. ASITA Untuk organisasi terkait dengan agen atau biro perjalanan atau yang dikenal dengan ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) di Kabupaten Pangandaran sendiri berdasarkan pada hasil wawancara di lapangan diketahui bahwa di Kabupaten Pangandaran belum ada organisasi ASITA, agen dan biro perjalanan yang ada di Kabupaten ini. LAPORAN AKHIR
110
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
g. HPI Himpunan Pramuwisata Pangandaran merupakan organisasi yang mewadahi para pramuwisata di Kabupaten Pangandaran. Kepengurusan HPI Pangandaran sendiri sudah terbentuk sejak tahun 1990-an. hingga saat ini keanggotaan HPI Pangandaran berjumlah 58 orang anggota aktif. Pihak HPI sangat terbuka kepada siapa saja, terutama masyarakat Pangandaran yang ingin bergabung dengan organisasi ini. Walaupun terbuka kepada siapa saja, tetapi pihak HPI sendiri memiliki regulasi/aturan yang menjadi acuan bagi mereka yang ingin bergabung. Berikut beberapa syarat yang diberikan oleh pihak HPI bagi masyarakat yang ingin bergabung di organisasi ini. 1) Harus mengikuti pelatihan yang diadakan selam 14 hari dengan materi guiding. Dimana para calon peserta akan diberi pelatihan mengenai bagai mana cara memandu tamu, memberikan pelayanan kepada tamu dengan mempresentasikan setiap daya tarik atau atraksi wisata di dalam sebuah kawasan. Sehingga wisatawan yang menjadi tamu bagi pemandu dapat mendapatkan pengalaman yang menarik pada saat mereka melakukan aktivitas wisata. 2) Kemudian yang kedua adalah harus menguasai salah satu bahasa asing baik itu Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, Bahasa Perancis, Bahasa German, Maupun Mandarin. Hal tersebut untuk mempermudah penyampaian informasi kepada wisatawan yang dipandu oleh anggota HPI. 3) Dan harus memiliki KTA Nasional. h. Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran ( OP3 ) Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran adalah organisasi yang menghimpun para pelaku perahu wisata yang berada di Kawasan Pantai Barat Pangandaran. Sedikitnya ada lima kelompok yang tergabung dalam OP3 yang mempunyai anggota sekitar 40 perahu pesiar per kelompok. OP3 sendiri mengatur mengenai standar keamanan bagi para pelaku usaha perahu pesiar untuk menjaga keamanan para wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Adapun standar yang ditetapkan sebagai berikut: 1) Maksimal penumpang perahu pesiar adalah 10 (sepuluh) orang 2) Setiap Penumpang diwajibkan menggunakan pelampung (life jacket) LAPORAN AKHIR
111
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3) Penetapan denda sebesar Rp. 500,000 kepada pelaku perahu wisata yang melanggar aturan keselamatan OP3 sendiri menetapkan uang kas kepada anggotanya sebesar Rp. 10,000 per minggu untuk kegiatan anggota dan asuransi kecelakaan. HPP adalah Himpunan Pengrajin Pangandaran. Himpunan ini dikelola oleh warga masyarakat Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Para pengrajin ini membuat kerajinan dengan bahan baku dari laut, seperti pasir, kerang, dan lain sebagainya. Adapun hiasan yang diambil dari hewan laut seperti kuda laut yang sudah diawetkan, lobster yang sudah diawetkan, ikan buntal yang sudah diawetkan, penyu yang sudah diawetkan. Selain menghimpun para pengrajin di Kabupaten Pangandaran, HPP sendiri mempunyai kegiatan rutin operasi kebersihan (opsih) yang dilakukan setiap hari jumat di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Pangandaran. i.
Organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan pariwisata lainnya Selain organisasi dan himpunan yang skala kepengurusannya sudah hingga tingkat nasional
seperti
PHRI
dan
HPI,
Kabupaten
Pangandaran
juga
memiliki
organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan terkait dengan pariwisata lainnya, diantaranya: 1) Organisasi Pemotret Wisata Pangandaran (OPWP) 2) Pengusaha Bugie dan Ban Renang Pangandaran (PPBRP) 3) Himpunan Pengemudi Pariwisata Pangandaran (HPPP) 4) Kelompok Sewaan Sepeda Wisata Pangandaran (KSSWP) 5) Himpunan Pengrajin Pangandaran (HPP) 6) Himpunan Pedagang Aksesoris dan Tatto ( HPAT ) 7) Himpunan Pedagang Asongan
j.
Kelompok/himpunan pengelola Desawisata 1) BUMDES Desa Kertayasa antara lain dalam pengelolaan Desa wisata Kertayasa dan body rafting Guha Bau 2) Kelompok pemuda pengelola body rafting Santirah di Desa Selasari
LAPORAN AKHIR
112
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Dokumentasi Tim, 2016 Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari
5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata Sebagai dasar pertimbangan investasi sektor pariwisata di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya maka diperlukan analisis terkait kondisi pariwisata di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Analisis tersebut dapat dilihat dari analisis SWOT berikut ini.
LAPORAN AKHIR
113
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata Unsur Strength Weakness
• • • • • • • •
Opportunity
• • •
Threat
Deskripsi Pangandaran sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata Hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik Sadar wisata masyarakat masih rendah Pantai kecamatan Pangandaran sudah dalam keadaan jenuh Atraksi seni dan budaya masih sangat terbatas Kondisi aksesibilitas rendah. Tidak meratanya sebaran wisatawan di pusat pertumbuahn Pangandaran Raya. Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun bandara, pelabuhan kereta api Jalan nasional lintas pantai selatan, Terdapat beberapa tempat wisata alam yang belum dikembangkan menjadi kawasan wisata dan satuan kawasan wisata Memiliki lapangan pacuan kuda Cimerak Struktur dan karakteristik pantai Pangandaran memiliki kemiripan sebagaimana pantai – pantai lain di Indonesia.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
5.2 Kelautan dan Perikanan Sebagai salah satu daerah otonom baru, Pangandaran Raya yang merupakan wilayah Kabupaten Pangandaran memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hingga tahun 2015, jumlah penduduk di Pangandaran Raya mencapai 205.883 jiwa. Adapun gambaran
pertumbuhan penduduk di Pangandaran Raya dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 Total
Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang
2011 27621 45070 29117 55937 40746 198.491
Jumlah Penduduk 2012 2013 2014 28432 25825 26215 46442 44511 44806 30273 29777 30145 58696 59998 57200 42058 38820 36287 205.901 198.931 194.653
2015 26945 31391 47020 60450 40077 205.883
Sumber: Hasil analisis 2014
Berdasarkan data pada tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Pangandaran yaitu sebesar 29.36% yang diikuti oleh Sidamulih sebagai LAPORAN AKHIR
114
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
kecamatan terpadat kedua di Pangandaran Raya. Pertumbuhan ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga 20 tahun ke depan. Menurut hasil proyeksi, Kecamatan Sidamulih diperkirakan akan menjadi Kecamatan dengan penduduk terbanyak di Pangandaran Raya pada tahun 2035. Selain itu, Kecamatan Pangandaran menjadi wilayah dengan penduduk terbanyak kedua seperti yang tertera pada tabel 5.9.
19,46% 13,09% 15,25% 29,36% 22,84%
Cijulang
Parigi
Sidamulih
Pangandaran
Kalipucang
Sumber: Hasil Analisis 2014
Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015
Struktur geografis Pangandaran Raya yang merupakan wilayah pesisir dan pantai membuat banyak masyarakat memilih profesi sebagai nelayan. Berdasarkan aplikasi ke nelayan, jumlah nelayan yang ada di Kabupaten Pangandaran Per 30 Agustus 2016 adalah 4.411 orang. Adapun jumlah nelayan di wilayah Pangandaran Raya mencapai 4.141 orang per tahun 2015. Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya No
Kecamatan
1
Tahun 2020
2025
2030
2035
Cijulang
29688
32487
35287
38087
2
Parigi
35281
39316
43352
47388
3
Sidamulih
52971
59243
65514
71786
4
Pangandaran
60572
61701
62831
63960
LAPORAN AKHIR
115
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Kalipucang
5
Total
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
42167
45311
48454
51598
220.678
238.058
255.438
272.818
Sumber : Hasil Analisis, 2016
Dari data jumlah nelayan di Kabupaten Pangandaran, kita dapat melihat bahwa 93% nelayan berada di kawasan Pangandaran Raya. Hal ini menjadi pertimbangan penting untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di kawasan tersebut terutama Kecamatan Pangandaran dengan masyarakat berprofesi nelayan terbanyak. Lebih dari 50% nelayan berasal dari kecamatan Pangandaran. Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang TOTAL
Jumlah 226 850 40 2395 630 4.141
Sumber: Ciamis dalam angka 2011, 2012, 2013, 2014 dan Hasil analisis 2014
Hingga saat ini, para nelayan di daerah Pangandaran Raya mampu menghasilkan jumlah produksi yang besar meskipun dengan menggunakan peralatan penangkapan yang minim dan belum berteknologi canggih. Sebagian besar nelayan menggunakan mesin motor tempel 2 GT untuk menangkap ikan karena biaya operasional yang dibutuhkan lebih terjangkau dibandingkan dengan penggunaan kapal yang berkapasitas lebih besar. Adapun jumlah armada penangkapan ikan yang ada di daerah Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.11. Dalam rangka menganalisis potensi yang ada di kawasan Pangandaran Raya dalam sektor kelautan dan perikanan, kita perlu melihat nilai dan hasil produksi existing terlebih dahulu. Jumlah dan nilai produksi dari sektor kelautan dan perikanan dibagi menjadi 2 sub bab yaitu nilai dari hasil tangkapan di laut dan budidaya.
LAPORAN AKHIR
116
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015 No
Kecamatan
1
Cijulang
2. 3 4 5
Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang TOTAL
Armada Penangkapan Ikan Tahun 2015 < 5 GT 5 – 30 GT > 30 GT 284 1 1 304 1.079 154 1.821
2 3
1 6 8
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
5.2.1 Tangkapan Nilai produksi ikan terbanyak dari hasil tangkapan tahun 2015 berada di wilayah Kecamatan Pangandaran. Apabila dibandingkan dengan tahun 2014, penangkapan hasil laut di kecamatan Pangandaran mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1,881,080.40 kg menjadi 1,447,556.00 kg karena pengaruh kekeringan yang terjadi pada tahun tersebut. Namun, secara nilai keseluruhan hasil penangkapan ikan di Pangandaran Raya mengalami peningkatan. Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan Kecamatan
TAHUN 2014 Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.)
TAHUN 2015 Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.)
Cijulang
367,353.68
11,209.63
792,669.89
18,302,744.05
Parigi
186,236.65
6,996.29
483,289.30
12,497,823.58
Sidamulih
-
-
-
-
Pangandaran
1,881,080.40
34,394.24
1,447,556.00
42,302,386.42
Kalipucang
757.50
16.68
-
-
2,483,370.0
54,881.39
2,846,068.05
76,981,858.49
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Penangkapan hasil perikanan laut menjadi primadona di wilayah Pangandaran Raya dengan kecamatan Pangandaran sebagai daerah penghasil perikanan laut terbanyak. Adapun produk ikan unggulan di kawasan Pangandaran Raya adalah udang, kakap merah, kakap putih, kerapu, cucut, bawal hitam, bawal putih, tenggiri, layur dan tongkol. Dari ke 10 produk unggulan penangkapan di laut, jumlah produksi terbanyak adalah ikan layur mencapai 691.46 ton. Ikan layur menjadi ikan yang jumlah produksinya terbanyak dari tahun 2007 hingga tahun LAPORAN AKHIR
117
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2015 kecuali pada tahun 2013. Pada tahun 2013, udang menjadi produk dengan jumlah produksi tangkapan terbanyak di kawasan Pangandaran Raya hingga 674.35 ton. Untuk rincian data yang lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 5.13
LAPORAN AKHIR
118
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015 No
Jenis Ikan
Tahun (Ton) 2007
1 2 3 4
Udang Kakap Merah Kerapu Kakap Putih Cucut Bawal Hitam Bawal Putih Tenggiri
200.43 9.21
2008 145.84 23.89
2009 29.05 15.77
2010
2011
8.68 14.62
12.01 12.89
2013 674.35
2014
2015
6.27
507.20 14.63
372.52 10.28
2.91 10.05
10.54 21.42
7.08 15.08
8.67 10.96
7.64 11.86
5.21 6.50
12.92 13.31
6.64 17.43
7.95 35.37
8.91 30.47
21.08 33.45
4.22 7.14
5.38 4.22
5.56 5.58
7.88 5.16
4.1 1.54
62.16
65.31
32.29
4.80
2.59
43.19
48.11
39.11
26.40
62.96
89.56
Layur 717.12 540.69 238.24 Tongkol 28.89 48.27 57.99 Jumlah 1,117.28 943.45 489.14 Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
42.47 67.24 195.20
78.95 116.84 315.34
541.30 26.29 1,438.48
5 6 7 8 9 10
77.86
109.89
33.52
85.60
94.02
513.37 44.46 1,314.42
691.46 41.51 1,273.02
LAPORAN AKHIR
119
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Pada tahun 2015, udang menjadi produk hasil tangkapan laut terbanyak kedua setelah ikan layur. Adapun jumlah produksi udang adalah sekitar 54% lebih banyak apabila dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan layur. Untuk data yang lebih jelas mengenai hasil tangkapan di laut pada tahun 2015 dapat kita lihat pada gambar 5.3.
60 50 40 30 20 10 0
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab. Pangandaran Tahun 2015
5.2.2 Budidaya Selain dari hasil tangkapan laut, produksi ikan juga diperoleh dari hasil budidaya seperti tambak dan kolam. Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan terbanyak dengan tambak dan kolam adalah masing-masing di Kecamatan Cijulang dan Parigi sebesar 366.74 ton dan 419.36 ton. Sedangkan produksi ikan dari sawah hanya dihasilkan dari Kecamatan Cijulang sebanyak 3.62 ton. Peta sebaran produksi kelautan Pangandaran Raya dapat dilihat pada Gambar 5.6 LAPORAN AKHIR
120
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya Tabel 5.14 menyajikan jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan pada tahun 2014 di Pangandaran Raya. Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014 Kecamatan
Cijulang Parigi Sidamulih
Tempat Pemeliharaan ( Ton ) Perikanan Laut 575.54
Tambak
Kolam
Sawah
366.74
3.62
289.53
228.89
305.86 419.36
-
36.62
164.69
-
-
LAPORAN AKHIR
121
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Pangandaran Kalipucang
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
1,351.20
148.26
94.35
-
185.20
25.61
208.64
-
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Kawasan Pangandaran Raya belum memiliki budidaya perikanan laut. Budidaya yang saat ini berjalan adalah budidaya air tawar dan budidaya air payau. Budidaya air tawar meliputi beberapa jenis ikan seperti ikan mas, tawes, nila, gurame, udang galah, patin dan jenis ikan lain. Jumlah produksi ikan terbanyak dalam budidaya air tawar pada tahun 2015 adalah ikan nila dengan nilai 225 juta. Rincian lebih jelas dari nilai produksi ikan budidaya air tawar dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 No
Jenis Ikan
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
1
Ikan Mas
2000
60,000,000
2
Tawes
1000
20,000,000
3
Nila
9000
225,000,000
4
Gurame
4000
200,000,000
5
Udang Galah
1000
50,000,000
6
Patin
2000
90,000,000
7
Ikan Lainnya
8000
160,000,000
27000
805,000,000
TOTAL
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Produksi ikan nila mencapai 34.88% dari total hasil produksi budidaya air tawar. Adapun jumlah produksi budidaya air tawar terbanyak kedua adalah ikan gurame sebanyak 31.01% dari total produksi. Adapun persentase gambaran jumlah produksi ikan pada budidaya air tawar dapat dilihat pada gambar 5.5.
LAPORAN AKHIR
122
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3,10%
9,30%
24,80%
13,95%
34,88% 31,01%
7,75%
Ikan Mas Udang Galah
Tawes Patin
Nila Lainnya
Gurame
Sumber : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015
Berbeda dengan budidaya air tawar yang terdiri dari berbagai jenis ikan, budidaya air payau saat ini hanya dilakukan pada udang vaname. Nilai produksi ikan udang vaname pada tahun 2015 mencapai 6 miliar rupiah. Adapun jumlah dan nilai produksi ikan budidaya air payau dapat dilihat pada tabel 5.16. Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015 No 1
Jenis Ikan Udang Vaname TOTAL
Produksi (Kg) 100.000
Nilai (Rp) 6,000,000,000
100.000
6,000,000,000
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Berdasarkan Rencana Induk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, luas lahan yang cocok dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya adalah seluas 41.497 hektare. Sedangkan hingga tahun 2015, luas areal tempat penangkapan yang digunakan untuk budidaya seperti LAPORAN AKHIR
123
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
tambak, kolam dan minapadi hanya sekitar 0.6% atau seluas 250.71 hektare. Hal ini menunjukkan bahwa Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya memiliki potensi yang sangat besar dalam budidaya. Untuk lebih rinci, luas areal tempat penangkapan menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan No.
Kecamatan
Luas Areal Tempat Pemeliharaan Tambak (Ha)
Kolam (Ha)
Minapadi (Ha)
2014
2015
2014
2015
2014
2015
Kolam Air Deras (unit) 2014 2015
1
Cijulang
35.25
30
44.6
44.6
2
1
0
0
2 3
Parigi Sidamulih
22 14.25
22 7
79.26 20
79.26 20
0 0
0 0
0 2
0 0
4
Pangandaran
6.5
3
20.35
20.35
0
0
0
0
5
Kalipucang
1.5
1.5
22
22
0
0
0
0
TOTAL
79.5
63.5
186.21
186.21
2
1
2
0
Sumbe : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan alternative investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang kelautan dan perikanan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut. Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan Strength
1. Terdapat himpunan profesi nelayan yang solid 2. Koordinasi yang baik antara himpunan nelayan, lembaga masyarakat dan pemerintahan setempat 3. Masa transisi memungkinkan pemerintah lebih mudah mengambil kebijakan
Weakness
1. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat mengurangi produksi hasil tangkapan rumah tangga perikanan nelayan kecil
LAPORAN AKHIR
124
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Pangkalan Pendaratan Ikan belum optimal sehingga pendaratan ikan belum maksimal Opportunity
1. Belum terdapat budidaya perikanan laut 2. Perikanan budidaya darat belum banyak dikembangkan 3. Pengembangan hasil tangkapan ikan bernilai ekonomis tinggi seperti bawal putih dan produk ikan layur untuk komersial ekspor 4. Pengembangan perikanan tangkap dengan armada 5 GT dan 10 GT (perairan lepas pantai) 5. Budidaya Ikan Sidat 6. Penangkapan ikan pelagis besar (tuna, cakalang) 7. Konservasi Penyu 8. Pengolahan ikan masih terbatas pada ikan asin sehingga memungkinkan untuk diversifikasi produk
Threat
1. Musim kemarau sangat mempengaruhi produktivitas 2. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat menimbulkan konflik karena mengurangi produksi hasil tangkapan rumah tangga perikanan para nelayan kecil 3. Pengadaan armada kapal lebih dari 10 GT membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi atau kurang terjangkau oleh para nelayan Sumber: Hasil Analisis, 2016
5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran Sektor Agribisnis di Kabupaten Pangandaran menjadi salah satu penggerak roda perekonomian, cakupan sektor Agrobisnis ini meliputi Pertanian tanaman pangan, Perikanan Air Tawar, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan.
5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan Selain potensi pariwisata ternyata Kabupaten Pangandaran juga memiliki potensi pertanian yang cukup memadai. Luas sawah di Kabupaten Ciamis berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis pada Tahun 2012 tercatat 51.903 Ha dan 26 persen ada di Kabupaten Pangandaran atau sekitar 13 ribu Ha dengan sawah irigasi dan tadah hujan.
LAPORAN AKHIR
125
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran Kondisi Sektor Pertanian
2013
2014
Luas Sawah (ha)
16.426,00
16.376
Luas Perkebunan (ha)
56.978,83
40.247
27.764,17
17.019
Luas Kehutanan [*kesesuaian land cover terhadap rencana KL Hutan] (ha) Sumber: Dinas KPK Kabupaten Pangandaran
Pertanian tanaman padi (sawah dan ladang) merupakan komoditas utama di sektor pertanian. Luas Panen padi sawah dan padi ladang di seluruh Kecamatan yang ada di Pangandaran Raya berjumlah 13.323 hektare. Dari keseluruhan jumlah tersebut kecamatan yang paling banyak memproduksi padi sawah maupun padi ladang yaitu Kecamatan Parigi, dengan jumlah produksi sebanyak 27.260 ton dengan luas panen 4.290 Ha. Sedangkan, kecamatan yang jumlah produksinya paling sedikit adalah Kecamatan Kalipucang dengan hasil produksi sebanyak 11.609 ton dengan luas panen 1.900 Ha. Untuk melihat data yang lebih rinci mengenai luas panen dan produksi panen di setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.20. Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang Total Pangandaran Raya
Luas Panen (Ha) 1.900 1.978 2.159 4.290 2.996 13.323
Produksi (Ton) 11.609 13.282 14.043 27.260 20.104 86.298
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
Produksi padi di atas terbagi kedalam komoditas pertanian dan ternak yang juga tersebar pada setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya. Adapun komoditas tersebut diantaranya kayu sengon, karet, kelapa, dan keledai untuk komoditas pertanian, sedangkan untuk komoditas LAPORAN AKHIR
126
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
ternak diantaranya domba dan sapi. Dari berbagai komoditas tersebut dihasilkan dari kelompok tani yang ada di setiap kecamatan. Untuk rincian data mengenai jumlah kelompok tani dapat dilihat pada tabel 5.21. Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran Raya No.
1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan
Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang Jumlah
Komoditas Pertanian Kayu Sengon, Keledai Karet, Kelapa 16 7 13 24 13 9 15 16 8 2 65 58
Ternak
Jumlah
Domba
Sapi
9 5 6 10 9 39
3 3 5 4 5 20
35 45 33 45 24 182
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015
Berdasarkan tabel 5.20 terlihat bahwa jumlah kelompok tani di Pangandaran Raya berjumlah 182 kelompok dan mayoritas adalah kelompok tani dengan jenis komoditas pertanian Kayu Sengon, Karet, Kelapa dengan jumlah 65 kelompok, sedangkan jumlah kelompok tani paling sedikit yaitu dengan komoditas sapi yang berjumlah 20 kelompok. Berdasarkan jumlah pada setiap kecamatan, kelompok tani paling banyak terdapat di Kecamatan Pangandaran dan Parigi yaitu dengan jumlah 45 kelompok. Sedangkan, kecamatan yang paling sedikit memiliki kelompok tani adalah Kecamatan Cijulang, yaitu dengan jumlah 24 kelompok.
5.3.2 Perkebunan Lahan panen tanaman budidaya yang ada di Pangandaran Raya pada data Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan tahun 2015 didominasi oleh jenis tanaman kelapa, dimana luas lahan panen tanaman kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92 Ha. Dari jumlah luas lahan tersebut yang menjadi lokasi terluas berdasarkan kecamatan adalah Kecamatan Parigi yang memiliki luas 5.019,12 Ha.
LAPORAN AKHIR
127
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet, Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya NO 1. 2. 3. 4. 5.
Lokasi Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang JUMLAH
Karet 17,5 17,5
Luas Lahan (Ha) Kelapa Sengon 4.858,41 2.992,35 2.597,84 5.019,12 4.927,2 20.394,92 -
Kedelai 45 500 170 300 25 1040
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
LAPORAN AKHIR
128
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Penentuan rencana kebutuhan untuk investasi produk unggulan perlu didahului analisis existing yang menunjukkan produktivitas masing-masing produk. Produktivitas tanaman padi, palawija dan perkebunan di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012-2013 menunjukkan hasil yang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan satu sama lain. Gambaran tingkat produktivitas tanaman padi, palawija dan perkebunan dapat dilihat pada Tabel 5.23 berikut. Tabel 5. 23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 Kecamat an
Jenis Tanaman Padi/
2012
Palawija/
Luas Panen
Perkebunan
(Ha)
Produksi (Ton)
2013 Produkti vitas (Ton/Ha)
Luas Pane n
+/-
Produks i
Produk tivitas
Produk tivitas
(Ton)
(Ton/H a)
(%)
(Ha) Padi Sawah
Cijulang
2.808
21.916,91
7,81
Padi Ladang/Gogo
65
83.297
1,28
Jagung
25
203,39
8,14
Ubi kayu
35
200,6
5,73
Ubi Jalar
25
162,7
6,51
Kacang Tanah
18
20,6
1,14
Kacang Kedelai
45
47,15
1,05
Kacang Hijau
1
0,3
0,30
Pisang
-
-
-
Kelapa
-
-
-
Padi Sawah
Parigi
3.988
27.358,16
6,86
4.190
28.827,20
6,88
0,29
Padi Ladang/Gogo
135
650
4,81
100
476,00
4,76
(1,04)
Jagung
120
642
5,35
60
295,80
4,93
(7,85)
Ubi kayu
36
845,64
23,49
59
660,90
11,20
(52,32)
Ubi Jalar
21
385,98
18,38
21
142,5
67,9
269,4
175
33,75
0,19
175
330,75
1,89
894,7
Kacang Tanah LAPORAN AKHIR
129
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Kacang Kedelai
110
66
0,6
110
66
0,6
0
0
0
0
0
0
0
0
Pisang
970
7.275
7,48
970
7.275
7,48
0
Kelapa
4.734
3.6357,12
7,68
4.734
36.357,12
7,68
0
3
10,5
3,5
3
10,5
3,5
0
Kopi
20
8
0,4
20
8
0,4
0
Kapolaga
15
70
4.67
25
70
4,67
0
Kacang Hijau
Cengkeh
Padi Sawah
2.050
12.933
6,31
2.050
14.007
6,83
8,24
100
365
3,65
100
365
3,65
0
45
231
5,13
25
231
9,24
80,12
Ubi kayu
120
961
8,00
110
853
7,75
(3,13)
Ubi Jalar
36
240
6,67
55
369,5
6,72
0,75
Kacang Tanah
94
117
1,24
110
119,36
1,09
(12,10)
Kacang Kedelai
150
165
1,10
50
50,75
1,02
(7,27)
60
45
0,75
65
8,3
0,13
(82,67)
9.307.200 butir
4.800 butir/ha
2.054
9.307.200 butir
4.532 butir/h a
(6) btr/ha
31
37
1,19
33
39
1,18
(0,84)
100
315
3,15
100
315
3,15
0
121
0,51
239
121
0,51
0
Padi Ladang/Gogo Jagung
Sidamuli h
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Kacang Hijau Pisang Kelapa
Kopi Kakao Kapolaga
1.939
239
Padi Sawah Padi Ladang/Gogo Jagung Pangand aran
Ubi kayu Ubi Jalar
LAPORAN AKHIR
130
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau Pisang Kelapa Padi Sawah
Kalipuca ng
1.396
8.642,7
6,19
1.396
8.624,7
6,19
0
Padi Ladang/Gogo
225
765
3,4
225
765
3,4
0
Jagung
100
480,6
4,81
100
480,6
4,81
0
Ubi kayu
44
426,8
9,7
44
426,8
9,7
0
Ubi Jalar
2
17,2
8,6
2
17,2
8,6
0
8
10,16
1,27
8
10,16
1,27
0
125
87,5
0,7
125
87,5
0,7
0
-
-
-
-
-
-
-
3.230.000 butir
2 butir/ha
1.695
3.230.000 butir
2 butir/h a
0
Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau Pisang Kelapa
1.695
Kopi
24
1,2 ton biji kering
0,05
24
1,2 ton biji kering
0,05
0
Kakao
11
2,75 ton biji kering
0,25
11
2,75 ton biji kering
0,25
0
Cengkeh
3,0
0,15 ton biji kering
0,05
3,0
0,15 ton biji kering
0,05
0
Sumber: BPS, 2014
Berdasarkan Tabel 5.24 tanaman budidaya kelapa memiliki luas lahan tanaman budidaya yang paling besar. Luas lahan panen tanaman budidaya kelapa yang terbesar berada di Kecamatan Parigi. Sedangkan lahan panen tanaman budidaya kelapa yang paling besar berada di Kecamatan Parigi. LAPORAN AKHIR
131
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 NO
Lokasi
1. 2. 3. 4. 5.
Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang JUMLAH
Karet 17,5 689,9
Luas Lahan (Ha) Kelapa Sengon 4.858,41 2.992,35 2.597,84 5.019,12 4.927,2 34.639,24 -
Kedelai 45 500 170 300 25 3.390
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025
Adapun jumlah produksi tanaman budidaya di Kabupaten Pangandaran mengalami pertumbuhan dan penurunan setiap tahunnya, terlihat pada tahun 2014 jumlah produksi menurun drastis dengan persentase 99,9%, tetapi pada tahun 2015 jumlah produksi mengalami kenaikan sebesar 2,1 %. Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran No.
Jenis Komoditas
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kayu Sengon Salak Karet Kelapa Kacang Tanah Keledai JUMLAH Pertumbuhan (%)
2013 115.291.568 19.301 115.310.869 -
Produksi (TON) 2014 302 18.579 18.881 (99,9 %)
2015 288,02 19.000 19.288,02 2,1%
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025
5.3.3 Peternakan Jumlah ternak di Kabupaten Pangandaran dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terus mengalami pertumbuhan, baik untuk jenis ternak domba maupun sapi. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini bahwa jumlah ternak domba dan sapi mengalami pertumbuhan hampir tiap tahun. Adapun jumlah ternak domba tertinggi pada tahun 2015 berada di Kecamatan Sidamulih dengan jumlah ternak sebanyak 7.303 ekor. Sedangkan untuk ternak sapi, kecamatan yang paling mendominasi adalah Kecamatan Cijulang yaitu dengan jumlah ternak sebanyak 4.186 ekor. LAPORAN AKHIR
132
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang JUMLAH
2013 2.308 1.780 2.478 5.385 4.898 16.849
Domba (Ekor) 2014 4.598 3.560 4.956 6.770 3.796 23.680
2015 6.817 6.297 7.303 6.994 6.415 33.826
2013 306 855 840 2.656 3.523 8.180
Sapi (Ekor) 2014 842 1.394 1.378 3.202 4.072 10.888
2015 1.057 1.516 3.316 1.501 4.186 11.576
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015
Selain ternak domba dan sapi terdapat pula ternak unggas yang terdapat di Kabupaten Pangandaran. Adapun jenis unggas yang diternakkan oleh penduduk Kabupaten Pangandaran terdiri dari ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik. Berdasarkan jenis unggas tersebut mayoritas unggas yang terdapat di Pangandaran Raya adalah jenis ayam buras yang pada data tahun 2013 jumlahnya mencapai 319.034 ekor. Sedangkan unggas dengan jenis itik hanya berjumlah 21.879 ekor atau menjadi jenis unggas yang paling sedikit di Pangandaran Raya. Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang Total Pangandaran Raya
Ayam Buras 33446 62751 133465 43696 45676 319034
Ayam Ras Petelur 60000 450 18000 78450
Ayam Ras Pedaging 40000 2500 11962 54462
Itik 9362 4680 3786 2617 1434 21879
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
LAPORAN AKHIR
133
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
5.3.4 Kehutanan Berdasarkan Data Utama Kabupaten Pangandaran tahun 2014 luas hutan Kabupaten Pangandaran tersebar di beberapa BKPH/RPH meliputi Pangandaran (Madati, Cikoneng, Panjalu, Kawali); Banjar Utara (Gadung, Bunter, Rancah); Banjar Selatan (Pamarican, Cicapar, Banjarsari); Pangandaran (Kalipucang, Pangandaran, Cisaladah) dan Cijulang (Parigi, Cigugur, Langkap). Luas kawasan hutan baik yang sudah dikukuhkan maupun yang belum seluas 28.327.92 Ha. PKPH/RPH wilayah Cijulang memiliki luas hutan terluas yaitu sebesar 9.299,28 Ha yang tersebar di Kecamatan Cijulang, Parigi, Cigugur dan Langkaplancar. Hutan terluas LAPORAN AKHIR
134
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
berada di Gn. Gadung, Cigugur yang mencapai 3.168,9 Ha. Selain hutan yang dikelola oleh BKPH/RPH. Ada pula hutan rakyat yang memiliki luas 1.033.728 Ha yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Pangandaran. Salah satu kecamatan yang memiliki luas hutan rakyat terbesar adalah Kecamatan Kalipucang dengan luas 3.599 Ha. Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Kalipucang Pangandaran Sidamulih Parigi Cijulang Total Pangandaran Raya
Luas (Ha) 3559 45 490 355 308 4757
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
Selain hutan rakyat terdapat pula kawasan pelestarian alam yang terdapat di Kabupaten Pangandaran. Adapun nama dari kawasan pelestarian alam tersebut adalah Taman Wisata Alam Pangandaran yang memiliki luas 34.321 Ha dengan panjang batas 2.834,69 Km yang memiliki tipe ekosistem hutan pantai. Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
Selain memiliki potensi sumber daya alam laut dan pantai, Wilayah Pangandaran Raya juga memiliki potensi sumber daya alam yang berasal dari hutan rakyat. Salah satu produksi dari hutan rakyat diantaranya kayu. Berdasarkan pada data dalam tabel di bawah terlihat bahwa jumlah produksi kayu pada tahun 2013 mencapai 79.075.528 m3 yang terdiri dari jenis kayu mahoni, jati, ricam, dan albasia. Dari keempat jenis kayu tersebut yang paling tinggi produksinya LAPORAN AKHIR
135
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
adalah jenis kayu albasia yaitu sebanyak 63.806.674 m3 dan yang produksinya paling rendah yaitu dari jenis kayu ricam dengan besar produksi 4.168.614 m3. Sedangkan dilihat dari total produksi per kecamatan, yang total produksinya paling tinggi adalah Kecamatan Parigi, yaitu dengan total produksi 51.106.431 m3. Dan Kecamatan Pangandaran merupakan kecamatan yang memiliki total produksi kayu paling rendah yaitu sebesar 3.293.616 m3. Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 No.
Kecamatan Mahoni 281.858 1.822.127 899.080 1.149.238 1.082.383 5.234.686
1 2 3 4 5
Jenis Kayu (m3) Jati Ricam Albasia 986.514 0 8.573.560 1.342.578 525.903 47.415.823 876.047 725.188 5.782.975 2.126.465 17.913 0 533.950 2.899.610 2.034.316 5.865.554 4.168.614 63.806.674
Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Kabupaten Pangandaran Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
Total 9.841.932 51.106.431 8.283.290 3.293.616 6.550.259 79.075.528
5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis Investasi merupakan motor pertumbuhan ekonomi, yang sekaligus menjadi motor modernisasi pertanian. Dalam kajian investasi sektor agrobisnis ini akan dilihat dari kondisi, prospek dan arah pengembangan agrobisnis, sebagai informasi bagi para pemangku kepentingan tentang peluang investasi dari hulu hingga hilir dari sektor agribisnis maupun aktivitas bisnis penunjangnya. Untuk melihat investasi agrobisnis di kawasan pertumbuhan Pangandaran raya maka akan dilihat dari analisis SWOT pada Tabel 3.10
LAPORAN AKHIR
136
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis Unsur Strength
•
•
•
•
Weakness
•
•
•
•
•
Opportunity
•
Deskripsi Agribisnis di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya komoditas terbesar dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu; 1) Tanaman pangan (Padi, Kayu, Sengon, dan Kelapa, 2) Peternakan yaitu Domba, dan Sapi Semua Komoditas Agribisnis terdapat di seluruh kecamatan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran raya dengan produksi yang sangat luas dan merata hal ini terlihat dari jumlah kelompok tani semua komoditas yang ada di semua kecamatan. Untuk Tanaman Pangan Komoditas Tanaman Kelapa mempunyai jumlah dan produksi yang sangat dominan dimana luas lahan panen Tanaman Kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92 Ha. Untuk peternakan, komoditas yang dominan adalah domba dan sapi dengan tren pertumbuhan yang selalu naik terbukti dari jumlah ternak dari tahun 2013 sampai 2015 yang selalu naik signifikan. Umumnya kelemahan dari pelaksanaan sistem agribisnis ini terletak pada lemahnya keterkaitan antar sub-sistem. Apa yang terjadi di lapangan adalah bahwa sub-sistem tersebut bekerja sendiri-sendiri. Masih minimnya SMK Pertanian Terpadu, sehingga kurangnya tenaga dan kapasitas SDM pertanian menjadi kendala karena terbatasnya penduduk usia muda yang mau terjun ke sektor pertanian, apalagi dengan pemahaman pertanian modern di sekitar Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sebagian besar skala usaha pertanian yang dilakukan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya masih belum optimal seperti halnya untuk pertanian tanaman pangan dimana pengadaan sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, dan lainnya masih minim. Dalam bidang peternakan belum adanya laboratorium kesehatan hewan khususnya dalam memberikan pelayanan laboratorium dan diagnosa penyakit hewan secara benar dan akurat sesuai standar nasional. Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan belum diikuti dengan adanya pabrik pakan yang bisa menyuplai kebutuhan pakan ternak di Pusat pertumbuhan pangandaran raya terutama pakan untuk peternakan sapi. Beberapa komoditas Agribisnis yang ada di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya seperti Kelapa mempunyai potensi pasar yang sangat luas dengan turunan pengolahan yang sangat beragam
LAPORAN AKHIR
137
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
Threat
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
•
Sebagai komoditas pangan terbesar di Pangandaran Raya, kelapa bisa menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu, lidi, dan nira), dan aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi, transportasi, perdagangan, dll).
•
Daya saing produk kelapa di Pangandaran Raya potensi saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, dimana nilai tambah dalam negeri yang potensial pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, menengah, maupun besar. Pada gilirannya industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.
•
Kelapa sebagai komoditas unggulan agrobisnis di Pangandaran Raya mempunyai potensi yang besar dimana permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar Kelapa parut Indonesia terhadap ekspor dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada hasil olahan lain.
•
Dalam sektor peternakan potensi terbesar adalah pada Peternakan Sapi dimana saat ini kebutuhan daging sapi di Indonesia yang terus menerus meningkat dan belum terpenuhi secara optimal
•
Wilayah Pangandaran dengan luasan perkebunan yang sangat luas mempunyai potensi untuk pengembangan peternakan Sapi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
•
Mengacu kepada karakteristik usaha ternak sapi dan kondisi riil yang dihadapi, maka strategi yang dinilai tepat adalah mendorong peran swasta, tetapi tetap memberi peran dan keterlibatan masyarakat peternak.
•
Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan dari tahun ke tahun memerlukan fasilitas kandang dengan kapasitas besar di masa yang akan datang sehingga peternakan bisa lebih luas. Dukungan kebijakan yang diperlukan untuk usaha tani masih banyak menemui kendala seperti penyediaan kredit modal untuk intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan; pembinaan teknis dan kelembagaan produksi; penyediaan informasi teknologi dan pasar; peningkatan status hukum atas kepemilikan lahan usaha; dan pengembangan infrastruktur.
•
LAPORAN AKHIR
138
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
•
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Dukungan kebijakan industri pengolahan saat ini belum banyak membantu antara lain penyederhanaan birokrasi perizinan usaha dan investasi; pembukaan akses pembiayaan dengan pemberian skim kredit khusus untuk berbagai skala usaha; promosi kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan pemasaran.
Sumber : Hasil Analisis, 2016
5.4 Agroindustri Sebagaimana umumnya pertanian yang berada di pesisir daerah tropis, Pangandaran Raya juga dipenuhi oleh beragam usaha penduduk dalam mengolah hasil pertanian setempat. Tabel 5.31 merupakan pengolahan hasil pertanian (produksi) yang ada di Pangandaran Raya tepatnya di lima kecamatan yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi, Pangandaran, dan Kalipucang. Gambar 5.8 disajikan peta sebaran Agroindustri Pangandaran Raya. Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Industri Olahan Minyak Sawit Olahan Minyak Kelapa Olahan Minyak VCO Kopra Tepung Tapioka Roti Sopia Gula Kelapa Nata De Coco Pengolahan Kelapa Ikan Asin Pembekuan Ikan/Udang Udang Beku Udang dan Ikan Asin Industri Tempe Industri Tahu Kembang Tahu Industri Kecap
Kecamatan Cijulang 1 1 1 18 4 2 4 4 -
Sidamulih 1 1 1 1 1 1
Parigi 2 2 3 12 8 6 1 2
Pangandaran 1 1 2 1 2 2 1 1 7 1 2
Kalipucang 4 2 11 -
LAPORAN AKHIR
139
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
No
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Jenis Industri Industri Kerupuk Kerupuk Singkong Makanan Ringan Opak Sale Gudril Simping Sale Pisang Kue Kue Lapis Kue Kering Rengginang Aneka Kue Kue Kaldu Telor Asin Sekoteng Opak Singkong Cimpring Singkong Kerupuk Selondok Kerupuk Ikan Semprong Opak Bolu Cocorot Cilok Comet Sorabi Kue Basah Kawungsari Kripik Kripik Pisang Terasi Opak Bakar Opak Oven Mie Jepang Air Minum Isi Ulang Jamu Godok Industri Es Balok Minuman Limun Es Sitrun
Kecamatan Cijulang 6 7 18 5 5 1 1 1 1 1 10 8 1 3 1 1
Sidamulih 1 1 1 1 -
Parigi 2 4 1 1 1 1 3 2 2 2 1 4 1 1 1 3 10 2 10
Pangandaran 2 2 -1 -
6 1 -
6 1 -
Kalipucang 4 3 1 1 2 -
LAPORAN AKHIR
140
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
No
57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Jenis Industri Industri Gula Merah Huler Penggergajian Kayu Industri Meubel Industri Ijuk Industri Sapu Ijuk Kapur Bata Pipiti Bengkel Meubel/Ukiran Kayu Pengolahan Sabut Kelapa Pengrajin Sabut Kelapa Pabrik Sabut Kelapa Tambang Batu Industri Batako Pemasok dan Jasa Anyaman Sapu Lidi Anyaman Bambu Anyaman Sangkar Burung Bengkel Konveksi Kusen Cor
Kecamatan Cijulang 83 47 3 1 3 4 -
Sidamulih 25 2 4 2 2 -
Parigi 113 141 9 2 3 4 -
Pangandaran 2 28 22 14 1 1 10 17 1
Kalipucang 6 36 39 2 2 10 20 1 1 1 -
Sumber: Rakor Pangandaran, 2016
LAPORAN AKHIR
141
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya
5.4.1 Industri Makanan dan Minuman Usaha makanan dan minuman yang tersedia di Kabupaten Pangandaran berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Perindagkop dan UMKM pada tahun 2013 berjumlah 97unit yang terdiri dari jenis rumah makan, restoran, kafe, dan kantin. Adapun lokasi usaha tersebut tersebar di 6 (enam) kecamatan yang ada, diantaranya di Kecamatan Pangandaran, Padaherang, Mangunjaya, LAPORAN AKHIR
142
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sidamulih, Kalipucang, dan Cijulang. Dari keenam kecamatan tersebut yang paling banyak terdapat jasa usaha makanan dan minuman yaitu Kecamatan Pangandaran dengan mayoritas usaha rumah makan yang berjumlah 39 unit. Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013 No
Jenis Usaha Makanan dan Minuman Padaherang 1
Kecamatan Mangunjaya Sidamulih 0 0
Kalipucang 0
Cijulang 11
1
Rumah Makan
Pangandaran 39
2
Restoran
2
0
0
0
0
0
3
Kafe
2
0
0
0
0
0
4
Kantin
18
9
3
5
7
0
Jumlah
61
10
3
5
7
11
Total
97
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025
1.
Industri Rumahan Jus Honje Bu ooy Merupakan sebuah industri rumahan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Ooy memproduksi jus
honje, dikarenakan sulitnya pasokan buah honje membuat pengunjung yang datang ke tempat ini sementara ini belum dapat menyaksikan dan ikut mengolah buah honje hingga akhirnya menjadi jus honje, melainkan baru hanya dapat membeli jus honje yang memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan. Berada di daerah Desa Mangunjaya, tempat ini digerakkan oleh ibu-ibu PKK yang terwadahi oleh koperasi serba usaha. Tempat ini memiliki letak koordinat S7 29.684 E108 41.966. Seluruh bentuk pengelolaan masih dengan metode tradisional guna mempertahankan kealamian dari jus honje tersebut namun rumah produksi jus honje Bu Ooy ini masih banyak sekali memiliki kekurangan dikarenakan promosi, fasilitas pendukung kegiatan pariwisata masih belum tersedia serta tempat ini juga harus dilakukan penataan ulang.
LAPORAN AKHIR
143
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Jus Honje Bu Ooy (Honjeku) Kondisi Lingkungan 3,13
Daya Tarik dan Aktivitas Wisata
Informasi DTW 2,58
2,50
Dukungan Masyarakat3,93
1,50
Sarana dan Fasilitas Wisata
3,10 4,09 Prasarana
Aksesibilitas
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025
Gambar 5. 10 Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje Daya tarik wisata Kuliner Jus Honje memiliki bobot nilai tertinggi pada aspek kondisi prasarana yaitu dengan bobot nilai 4,09, sedangkan untuk bobot nilai terendah berada pada aspek sarana dan fasilitas yang memiliki bobot nilai 1,50. Dimana dengan perolehan bobot nilai tersebut terlihat bahwa daya tarik wisata Kuliner Jus Honje dari aspek prasarana sudah baik, tetapi masih perlu dilakukan pembangunan terhadap sarana dan fasilitas wisata untuk menunjang aktivitas wisata di kawasan ini. Namun, pengembangan agroindustri honje masih menghadapi kendala sangat mendasar yakni, sangat sulit dalam membudidayakan honje tersebut. Oleh karena itu perlu bantuan riset dan pengembangan untuk pembudidayaan honje bahan juice tersebut.
LAPORAN AKHIR
144
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Pengolahan Keripik pisang Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center Kabupaten Pangandaran
Kecamatan
Jumlah Industri
Kalipucang Cijulang Parigi Pangandaran Sidamulih
192 13 83 -
Jumlah Rata-Rata Produksi (per hr/kg)
Biaya RataRata Produksi (per hr/kg)
5.426 104 664 -
Rp 28.800.000 Rp 1.950.000 Rp 12.450.000 -
Jumlah Rata-Rata Daerah Penjualan Pemasaran (per hr/kg) 5.426 Dalam Negeri 104 Dalam Negeri 664 Dalam Negeri -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016
3.
Pengolahan Kopra
Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten Pangandaran
Kecamatan Kalipucang
Jumlah Industri
Biaya RataRata Produksi (per hr/kg) Rp 5.900.000
1
600
Rp 2.950.000
1
500
Rp 2.500.000
-
Cijulang Parigi Pangandaran Sidamulih
2
Jumlah Rata-Rata Produksi (per hr/kg) 1.200
-
-
-
Jumlah Daerah Rata-Rata Pemasaran Penjualan (per hr/kg) 1.200 Dalam Negeri 600 Dalam Negeri 500 Dalam Negeri -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016
LAPORAN AKHIR
145
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
4.
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gula Kelapa Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center Kabupaten Pangandaran Jumlah Industri
Jumlah Rata-Rata Produksi (per hr/kg)
Biaya RataRata Produksi (per hr/kg)
192
5.426
Rp 28.800.000
13
104
Rp 1.950.000
83
664
Rp 12.450.000
-
-
-
Kecamatan
Kalipucang Cijulang Parigi Pangandaran Sidamulih
Jumlah Daerah Rata-Rata Pemasaran Penjualan (per hr/kg) 5.426 Dalam Negeri 104 Dalam Negeri 664 Dalam Negeri -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016
5.
Pengolahan Ikan Asin Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten Pangandaran Jumlah Industri
Jumlah Rata-Rata Produksi (per hr/kg)
Kecamatan Kalipucang Cijulang Parigi Pangandaran Sidamulih
14 8 28 -
Biaya RataJumlah Daerah Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran (per hr/kg) Penjualan (per hr/kg) 350 Rp 17.500.000 350 Dalam Negeri 240 Rp 7.700.000 240 Dalam Negeri 840 Rp 26.700.000 840 Dalam Negeri -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016
LAPORAN AKHIR
146
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
6. Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth Center Kabupaten Pangandaran Jumlah Industri
Jumlah Rata-Rata Produksi (per hr/kg)
Kecamatan Kalipucang Cijulang Parigi
4
1.500
-
-
Pangandaran Sidamulih
Biaya RataRata Produksi (per hr/kg)
Jumlah Daerah Rata-Rata Pemasaran Penjualan (per hr/kg) Rp 225.150.000 1.500 Dalam Daerah/Luar Negeri -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016
5.4.2 Industri Penggergajian Kayu Industri penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di wilayah Pangandaran Raya. Pada tahun 2013 hasil hutan di wilayah Pangandaran Raya terdiri dari beberapa jenis kayu yaitu kayu albazia dengan jumlah produksi mencapai 104.962, 915 M, kayu mahoni dengan jumlah produksi mencapai 17.436 M, kayu jati dengan jumlah produksi 11.264,790 M dan jenis kayu lainnya dengan jumlah produksi 5.442, 716 M. Sementara itu jumlah hutan yang memproduksi kayu juga cukup besar yaitu mencapai 27.269, 47 Ha. Kondisi ini cukup menunjang untuk pengembangan industri penggergajian kayu. Menurut humas Sekretariat daerah Kabupaten Pangandaran, industri penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang cukup menonjol nilai investasinya, namun masih kurang berkembang di Kabupaten Pangandaran.
5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan alternatif
LAPORAN AKHIR
147
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang Agroindustri pada pusat pertumbuhan Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.38. Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri Unsur Strength
Weaknes
Opportunity
Threat
Deskripsi 1. Pangandaran Raya termasuk kedalam rencana pengembangan sektor agroindustri wilayah jawa barat bagian selatan tahun 2010-2035. 2. Tanaman kelapa, padi dan pisang menjadi komoditas andalan yang dapat diolah menjadi berbagai varian produk. 3. Hasil tangkapan laut yang melimpah dapat dijadikan aneka produk olahan. 1. Kurangnya kreativitas masyarakat dalam mengolah hasil pertanian dan perikanan. 2. Tidak memiliki gastronomi (makanan khas Pangandaran) 3. Kondisi terkini aksesibilitas masih rendah. 4. Adanya keterbatasan IPTEK untuk mengolah hasil pertanian. 1. Pangadaran banyak dikunjungi oleh wisatawan sehingga produk agroindustri berpeluang dibeli oleh wisatawan. 2. Target pemerintah dalam melakukan akselerasi sektor pariwisata membuka peluang bagi berkembangan industri hasil olahan makanan dan minuman. 3. Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun Bandara, Pelabuhan, Rel Kereta Api dan Jalan Nasional. 4. Perkembangan teknologi dapat membuka peluang pasar yang semakin luas. 5. Semakin terbukanya pasar global 1. Agroindustri yang ada di pangandaran merupakan hasil yang umum diproduksi oleh daerah lain di pesisir. 2. Alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan ke bentuk pembangunan properti.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
---agisu---
LAPORAN AKHIR
148
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA Bab 6 ini menyajikan rencana kebutuhan investasi untuk setiap sektor yang dielaborasi. Berkenaan dengan penyusunan rencana investasi tersebut, digunakan asumsi umum untuk semua sektor, dan asumsi dasar untuk setiap sektor yang berbeda-beda. Berikut ini asumsi umum yang dijadikan dasar dalam perencanaan investasi: 1. Menjadikan grand design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat sebagai acuan dalam membuat rencana kebutuhan investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (Bappeda, 2014) 2. Menggunakan Renip (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (Bappeda, 2016) 3. Kondisi sosial budaya, ekonomi dan politik stabil 4. Tanpa adanya gangguan bencana alam 5. Semua fasilitas transportasi darat, laut dan udara telah terbangun (Renip Pangandaran Raya, 2016) a.
Bandara Nusawiru sudah dapat digunakan untuk pesawat berbadan lebar
b.
Pelabuhan Nusawiru sudah menjadi Pelabuhan Samudera dan sudah dapat digunakan
c.
Pelabuhan Bojongsalawe sudah dapat digunakan
d.
Reaktivasi transportasi kereta api dari banjar ke Cijulang
e.
Jalan darat pantai selatan menjadi jalan nasional lintas pantai selatan
6. Perhitungan rencana kebutuhan investasi tidak didasarkan pada hasil feasibility study bisnis yang bersangkutan
6.1 Kepariwisataan Investasi pada sektor Kepariwisataan mempunyai potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan. Tren perkembangan wisata yang akan datang adalah sustainable tourism. Pada Tabel 6.1 disajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata
LAPORAN AKHIR
149
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata No 1
Sumber: Hasil Analisis, 2016 Komponen Jenis Kepariwisataan Layanan Atraksi Wisata
2
Aksesibilitas
3
Ameniti
4
Ansilari
Aktor investasi
Lokasi
Nilai Investasi (Juta Rp) 5.500
Wisata alam Desa Kertayasa Wisata alam Desa Selasari Wisata Seni Budaya
Masyarakat Setempat
Desa Kertayasa
Masyarakat Setempat
Desa Selasari
5.500
Masyarakat setempat
5.000
Wisata Minat Khusus
Masyarakat setempat
Pangandaran raya (5 Kec @1M) Pangandaran Raya
7.500
Bis khusus Swasta wisata (koach) EcoMasyarakat Homestay lokal
Pangandaran Raya
135.000
Desa kertayasa dan Selasari
20.000
sentra kuliner (Food and beverage local community) Convention Hall (MICE) Hotel bintang lima Pengelolaan kepariwisat aan
Masyarakat lokal
Pangandaran Raya
swasta
Kecamatan Cijulang
200.000
Swasta
Kecamatan Cijulang
250.000
pemerintah
Pangandaran Raya (5 kec)
10.000
5000
Keterangan Body rafting, camping ground, off road, cross country, flying fox, dll. Body rafting, camping ground, off road, cross country, flying fox, dll Pelatihan, costume, promosi, dll. Diving, climbing, hiking, parasailing, kite festival, banana boat, snorkeling, dll. (5 kecamatan *10 bis*2.7M) Masing – masing daerah wisata didirikan 20 unit eco-homestay yang dirancang dengan arsitektur adat. Setiap kecamatan didirikan satu sentra kuliner untuk memacu pertumbuhan gastronomi. Kapasitas 1000 orang: Lahan, gedung (bangunan) Hotel dekat dengan bandara. Penyediaan fasilitas perkantoran, pelatihan,
LAPORAN AKHIR
150
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
6.2 Kelautan dan Perikanan Investasi sektor kelautan dan perikanan meliputi investasi untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan laut dan juga budidaya. Budidaya selain ikan laut cocok dilakukan di Kecamatan Sidamulih. Sedangkan budidaya perikanan hasil laut cocok dilakukan di Kecamatan Pangandaran dan Cijulang. Disamping itu, investasi ini juga mempertimbangkan kondisi, lokasi dan sarana prasarana untuk pengembangan aktivitas bisnis penunjangnya. Nilai investasi untuk sektor kelautan dan perikanan akan disajikan dalam tabel 6.2. Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan
No
Jenis Investasi
Aktor investasi
Lokasi
1
Keramba Jaring Apung ( KJA )
Pemerintah
Kecamatan Pangandaran (digunakan untuk pembibitan atau budidaya ikan laut di perairan yang tenang/tahan ombak)
2
Pengadaan sarana Pemerintah prasarana produksi perikanan (tempat ikan, blong, cool box)
Kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan Kecamatan Kalipucang
3
Armada kapal 10 Pemerintah GT
Kecamatan Cijulang
Nilai Investasi (juta Rp) 78,000
85
15,435
Keterangan Berdasarkan hasil interview, 1 KJA digunakan untuk 10 orang nelayan maka Kecamatan Pangandaran dengan jumlah nelayan 2395 jiwa membutuhkan 240 KJA. Harga KJA modern yaitu 325 juta/unit. Sarana prasarana dibutuhkan untuk melengkapi 5 TPI. Harga sarpras produksi perikanan per TPI adalah 5 juta untuk tempat ikan dan 6 juta untuk blong. Selain itu, dibutuhkan 30 coolbox dengan kapasitas 1 kuintal dengan total 30 juta untuk semua kecamatan. (asumsi produksi ikan terbanyak hampir 3000 ton) Armada kapal diperuntukkan bagi
LAPORAN AKHIR
151
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
(mempertimba ngkan lokasi pelabuhan)
nelayan dalam KUB. Terdapat 13 KUB di Kecamatan Pangandaran yang berarti asumsi untuk kecamatan lain bahwa 1 KUB dikelola oleh hampir 200 nelayan maka jumlah 4.101 nelayan (dikurangi oleh Kecamatan Sidamulih yang lebih cocok untuk budidaya) dibagi 200 adalah 21 KUB. Harga satuan kapal 10 GT adalah 735 juta
4
Armada kapal 30 Pemerintah GT
Kecamatan Cijulang (mempertimba ngkan lokasi pelabuhan)
208,500
Pengelolaan kapal 30 GT diperuntukkan bagi 30 orang nelayan/unit. Jumlah nelayan di Pangandaran Raya adalah 4.141 orang. Sehingga dibutuhkan 139 kapal. Harga satuan kapal adalah 1,5 miliar rupiah.
5
Pembangunan atau Swasta renovasi Tempat Pelelangan Ikan
Kecamatan Cijulang, Parigi, Pangandaran dan Kecamatan Kalipucang
500,000
Persyaratan Tempat Pelelangan Ikan diatur dalam No. KEP.01/MEN/2007 (DKP 2007). Anggaran untuk tempat pelelangan ikan yaitu sebesar 100 miliar.
LAPORAN AKHIR
152
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Gambar diatas adalah contoh tempat pelelangan ikan di Tsukiji Market di Jepang 6
Pabrik es curah
Swasta
7
Mesin Potong Ikan
Swasta
Kecamatan Cijulang, Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kalipucang, Parigi Kecamatan Cijulang, Parigi, Pangandaran dan Kecamatan Kalipucang
7,500
260
Jumlah produksi es yang telah ditetapkan adalah maksimal 10 ton/hari. Harga analisis usaha per unit adalah 1,5 Miliar (Alumniaps.com) dikali dengan 5 kecamatan. Harga mesin otomatis untuk potong ikan adalah sekitar 4000 US (Alibaba.com). Asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah 13.000. Mesin ini Digunakan untuk 5 TPI. Berikut adalah contoh mesin potong ikan di Tsukiji Market, Jepang.
LAPORAN AKHIR
153
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
6.3 Agrobisnis Dalam investasi Agribisnis terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam pengembangan agribisnis yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT maka pengembangan investasi di bidang agribisnis akan dijabarkan melalui berbagai aspek seperti jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih lengkap akan dijabarkan dalam Tabel 6.3. Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis
No
1
Jenis Investasi
Aktor investasi
A. Tanaman Pangan Pengadaan Pemerinta sarana produksi h (bibit, pupuk, pestisida, dll)
Lokasi
Nilai Investasi (juta Rp)
Kecamatan 2.000 Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandara n, dan Kecamatan Kalipucang
Keterangan
Tahun investasi
Meliputi 2017 / tiap pengadaan sarana tahun produksi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-
LAPORAN AKHIR
154
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian.
1
2
B. Peterna kan Pembangunan laboratorium kesehatan hewan,
Pemerinta h
Kecamatan Cijulang atau Kecamatan Parigi
Pabrik Pakan
Swasta
Lokasi 20.500 investasi yang direkomend asikan adalah yang berdekatan dengan sentra usaha peternakan dan juga dekat dengan sentra bahan baku utama, selain itu aksesibilitas lokasi serta kondisi lingkungan sekitar Pabrik menjadi pertimbanga
10.000
Meliputi sarana dan prasarana Bangunan Utama dan Penunjang seperti Laboratoriumlaboratorium, Ruang Sterilisasi, Ruang data, Ruang Staf, Mushala, Ruang Parkir dan sebagainya.
2018
1. Perizinan : 2020 Rp. 0.3 M 2. Investasi Tanah (1Ha) &Bangunan: Rp. 7.0 M 3. Mesin: Rp. 8.5 M 4. Modal Kerja: Rp. 4.7 M (Bahan Baku, Tenaga Kerja Operasional)
LAPORAN AKHIR
155
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
3
Penyediaan sapi Swasta calon induk dengan kapasitas 200 ekor/tahun (Jenis Sapi Limosin)
4
Fasilitas kandang dengan kapasitas ekor
Swasta
1000
n utama pemilihan lokasi. Wilayah Pangandara n yang memenuhi aspek ini adalah Kecamatan Cijulang Kecamatan 4.000 Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandara n, dan Kecamatan Kalipucang Kecamatan 2.000 Cijulang, Kecamatan Sidamulih
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Jenis Sapi Limosin 2018 /tiap 200 x 20 juta tahun (ekor) = 4 miliar /tahun
Asumsi kandang 2018, 2019, seluas 100 m2 2020 atau berukuran 10m x 10m, jumlah sapi ideal atau kapasitas ideal kandang tersebut paling banyak mencapai 25 ekor (4m2 x 25 ekor = 100m2)
Sumber : Hasil Analisis, 2016
6.4 Agroindustri Dalam investasi Agroindustri terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam pengembangan agroindustri yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT maka pengembangan investasi di bidang agroindustri akan dijabarkan melalui berbagai aspek seperti jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih lengkap akan dijabarkan dalam Tabel 6.4.
LAPORAN AKHIR
156
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri
No
1
Jenis Investasi A. Industri Pengolahan Kelapa Produksi Minyak Kelapa VCO
Aktor investasi
Lokasi
Masyarakat Setempat
Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Kalipucang
2
Produksi Minuman Sari Kelapa Nata De Coco
Masyarakat Setempat
Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Kalipucang
3
Produksi Gula Semut
Masyarakat Setempat
Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Kalipucang
Nilai Investasi (juta Rp)
Keterangan
7.986 1. Perizinan Rp 300.000 2. Lahan dan Bangunan 1 Ha. Rp 7 M 3. Peralatan dan Mesin Produksi Rp 109.570.000 @3 Paket Rp 328.710.000 @3 Kecamatan Rp 986.130.000. 9.024 1. Perizinan Rp 3.300.000 2. Lahan dan Bangunan 1 Ha. Rp 7 M 3. Peralatan dan Mesin Produksi Rp 224.570.000 @3 Paket Rp 673.710.000 @3 Kecamatan Rp 2.021.130.000 21.597 1. Perizinan : Rp. 3.300.000 Jt. 2. Investasi Tanah (1Ha) &Bangunan: Rp. 7.0 M. satu paket mesin produksi terdiri dari: mesin/alat pencacah gula merah-gula aren, mesin pemasak gula semut, oven, mesin penepung, mesin pengayak seharga Rp. 66 Jt. (diasumsikan untuk setiap kegiatan produksi memerlukan masing-masing 3 unit
LAPORAN AKHIR
157
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
mesin, kalikan dengan 3 kecamatan Rp 594 Jt.
4
Produksi Coco Vinegar
Masyarakat Setempat
Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Kalipucang
7.288 1. Perizinan Rp 3.300.000. 2. lahan dan bangunan 1 Ha Rp 7 M. 3. Peralatan produksi ; Nampan plastik 5000 pcs @Rp5000, Drum plastik (200 lt) 100 buah @Rp2.000.000, Jerigen plastik 100 buah @Rp300.000, Ember plastik (50 lt) 50 pcs @Rp200.000, botol sirup (630ml) 1000 buah @Rp2.500, Timbangan 1000 gram 5 buah @Rp100.000, Rak 50 buah @Rp350.000
1
Produksi Pisang
Sale Masyarakat Setempat
Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Kalipucang
1.380 Meliputi pelatihan dan pengembangan SDM, sarana dan prasarana bangunan pabrik, serta peralatan dan mesin produksi
2
Industri Pengolahan Kering
Masyarakat Ikan Setempat
Kecamatan Pangandaran, Parigi
132 Waring, Keranjang, Terpal, Timbangan, Sekop, Plastik, Bak dan Karung Rp 3.307.476. diasumsikan satu kecamatan terdapat 20 Home Industry.
Sumber: Hasil Analisis 2016
6.5 Sektor Pendukung Lainnya Sektor pendukung merpakan sektor penunjang dan sektor yang mendukung segala investasi dari keempat sektor yaitu meliputi sektor pariwisata, perikanan dan kelautan, LAPORAN AKHIR
158
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
agrobisnis dan agroindustri. Jika faktor pendukung ini dalam keadaan baik maka dukungan terhadap keempat sektor akan mudah terealisasi. Faktor pendukung dalam hal ini dibagi kedalam sub sektor yakni kelistrikan, kesehatan, pendidikan, perekonomian, transportasi dan jaringan utilitas. Investasi dalam hal sektor pendukung lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya
No
Jenis Investasi
Pendidikan 1 Pembangunan SMK terpadu dan Politeknik
Aktor investasi Pemerintah
Transportasi 1 Pelebaran jalan Pemerintah yang tidak sesuai dengan kelas dan statusnya (150,83) 2 Penambahan Pemerintah Moda pada rute yang dibutuhkan
3
Reaktivasi kereta
4
Pembangunan Pemerintah Runway Nusawiru Peningkatan Pemerintah Pelabuhan Nusawiru menjadi pelabuhan samudera Pembangunan Pemerintah jalan tol
5
6
jalur Pemerintah
Lokasi
Nilai Investasi (juta Rp)
Keterangan
Kecamatan parigi/ Kecamatan sidamulih/ Kecamatan Kalipucang
1.600 Jurusan meliputi pariwisata, perikanan, kelautan dan pertanian
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Kecamatan Pangandaran Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Kecamatan Cijulang Kecamatan Cijulang
7.500 Ruas Jalan Kabupaten
Jalur CileunyiNagreg-
1.000
150.000 Banjar-Cijulang (83 km)
40.000 8 km 20.000
5.500.000
LAPORAN AKHIR
159
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
TasikmalayaCiamis-Banjar Jaringan Utilitas 1
Pengembangan ketenagalistrikan
Pemerintah
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
700.000 Penambahan kapasitas, penyaluran listrik, pembangunan prasarana listrik tenaga angin arus bawah laut, penerangan jalan umum
2
Peningkatan sanitasi lingkungan
Pemerintah
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
1.422 Pemisahan limbah, perbaikan dan perawatan saluran, penyediaan sumur resapan, penyediaan unit pengolahan tinja
3
Pengelolaan sampah terpadu
Pemerintah
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
10.000 Penyediaan lahan TPS3R, container, bak sampah, sosialisasi teknologi pengelolaan sampah
4
Penyediaan bersih
air Pemerintah
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
700.550,5 Distribusi air bersih, Pembangunan waduk & bendungan, pembangunan SPAM, baik penampungan dan kran umum
5
Pengembangan jaringan komunikasi
Pemerintah
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
30.000 Penempatan menara bersama, pembangunan jaringan fiber optik, fasilitas komunikasi umum,
LAPORAN AKHIR
160
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata LAPORAN AKHIR
161
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan LAPORAN AKHIR
162
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis
LAPORAN AKHIR
163
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis 2016
Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri LAPORAN AKHIR
164
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA Sektor yang dikaji dalam hal kebutuhan investasi meliputi 4 sektor yakni kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri yang terletak di 5 kecamatan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Kelima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dimaksud adalah Cijulang, Parigi, Pangandaran, Kalipucang, dan Sidamulih. Dalam sektor pariwisata, kebutuhan investasi berdasar pada komponen pariwisata meliputi atraksi wisata, aksesibilitas, ansilari dan amenity. Untuk sektor kelautan dan perikanan rencana investasi yang dibutuhkan meliputi keramba jaring apung, tempat ikan, blong, cool box, armada kapal, pembangunan/renovasi tempat pelelangan ikan, pabrik es curah dan mesin potong ikan. Sektor agrobisnis membutuhkan investasi pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dll), laboratorium kesehatan hewan, pabrik pakan, penyedia sapi calon induk dengan kapasitas 200 ekor/tahun dan fasilitas kandang dengan kapasitas 1000 ekor. Sektor terakhir adalah sektor agroindustri dimana sektor ini membutuhkan investasi dalam hal industri pengolahan kelapa dan industri pengolahan pisang. Untuk lebih rinci mengenai tempat perencanaan investasi, tahun rencana, prospek investor, strategi dan total investasi dapat dilihat pada tabel 7.1 sampai dengan tabel 7.5.
LAPORAN AKHIR
165
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata Tabel 7.1 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata.
1
a b c d e
a b
Atraksi Wisata DESA KERTAYA SA Body Rafting camping Ground Off Road Cross Country Flying Fox DESA SELASARI Body Rafting camping Ground
Maslok
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Swasta
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
KOMPON EN PARIWIS ATA
Cijulang
NO
KECAMATAN
STRATEGI
Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
5,500
5,500
LAPORAN AKHIR
166
c d e 2 a 3 a b c d 4
Off Road Cross Country Flying Fox Aksesibilita s Bus Khusus Wisata Ameniti Eco Homestay Centra Kuliner Convention Hall Hotel Bintang 5 Ansileri
Maslok
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
2022
2021
2019
2018
2020
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
KOMPON EN PARIWIS ATA
Cijulang
NO
KECAMATAN
STRATEGI
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
135,00 0
20,000
5,000 200,00 0 250,00 0
LAPORAN AKHIR
167
Maslok
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Pemerintah
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
a
Pengelolaa n Kepariwisa taan (Penyediaa n fasilitas perkantora n, dan pelatihan)
Sidamulih
KOMPON EN PARIWIS ATA
Cijulang
NO
KECAMATAN
STRATEGI
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
10,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
LAPORAN AKHIR
168
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Tabel 7.2 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor kelautan dan perikanan.
1 2 3 4 5 6 7
Maslok
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
78,000
85
15,435 208,50 0
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Swasta
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Kelautan Keramba Jaring Apung Tempat Ikan, Blong, Cool Box Armada Kapal 10 GT Armada Kapal 30 GT Pembangunan/Re novasi Tempat Pelelangan Ikan Pabrik Es Curah Mesin Potong Ikan
Pangandaran
II
Parigi
KOMPONEN PARIWISATA
Sidamulih
N O
Cijulang
KECAMATAN
STRATEGI
Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan
500,00 0 7,500 260
Sumber: Hasil Analisis, 2016
LAPORAN AKHIR
169
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis Tabel 7.3 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agrobisnis.
II I 1 2 3 4
5
Agrobisnis Pengadaan Sarana Produksi (bibit, pupuk, pestisida dll) Laboratorium Kesehatan Hewan Pabrik Pakan Penyedia Sapi calon Induk Dengan Kapasitas 200 Ekor/Tahun Fasilitas Kandang Dengan Kapasitas 1000 ekor
Maslok
Swasta
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Pemerintah
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
KOMPONEN PARIWISATA
Cijulang
NO
KECAMATAN
STRATEGI
Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
2,000
10,000
20,500
4,000
2,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
LAPORAN AKHIR
170
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri Tabel 7.4 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agroindutri.
I V 1
a
b
c d 2
Agroindustri Industri Pengolahan Kelapa Produksi Minyak Kelapa VCO Produksi Minuman Sari Kelapa Nata De Coco Produksi Gula Semut Produksi Coco Vinegar Industri Pengolahan Pisang
Maslok
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Swasta
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
KOMPONEN PARIWISATA
Cijulang
NO
KECAMATAN
STRATEGI
Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
7,986
9,024
21,597
7,288
LAPORAN AKHIR
171
Maslok
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
b
Produksi Pengolahan Ikan Kering
2020
2019
2018
Kalipucang
Produksi Sale
Parigi
a
Sidamulih
KOMPONEN PARIWISATA
Cijulang
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
NO
Pangandaran
KECAMATAN
STRATEGI
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
1,380
132
Sumber: Hasil Analisis, 2016
LAPORAN AKHIR
172
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Tabel 7.5 adalah rekapitulasi matriks pencana kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya untuk setiap kecamatan dalam setiap sektor masing-masing. Tabel 7. 5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
STRATEGI
Maslok
Pemerintah
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Swasta
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
JENIS KOMPONEN
Cijulang
NO
KECAMATAN
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
Komponen Pariwisata 1
a b c d e a b c d
Atraksi Wisata DESA KERTAYASA Body Rafting camping Ground Off Road Cross Country Flying Fox DESA SELASARI Body Rafting camping Ground Off Road Cross Country
5,500
5,500
LAPORAN AKHIR
173
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
e 2 a 3 a b c d 4
a
1 2
Flying Fox Aksesibilitas Bus Khusus Wisata Ameniti Eco Homestay Centra Kuliner Convention Hall Hotel Bintang 5 Ansileri Pengelolaan Kepariwisataan (Penyediaan fasilitas perkantoran, dan pelatihan) Komponen Sektor Kelautan dan Perikanan Keramba Jaring Apung Tempat Ikan, Blong, Cool Box
STRATEGI
Maslok
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Pemerintah
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
JENIS KOMPONEN
Cijulang
NO
KECAMATAN
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
135,000 20,000 5,000 200,000 250,000
10,000
78,000
85
LAPORAN AKHIR
174
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
3 4 5 6 7
1 2 3 4
Armada Kapal 10 GT Armada Kapal 30 GT Pembangunan/Ren ovasi Tempat Pelelangan Ikan Pabrik Es Curah Mesin Potong Ikan Kompone n sektor Agrobisni s Pengadaan Sarana Produksi (bibit, pupk, pestisida dll) Laboratorium Kesehatan Hewan Pabrik Pakan Penyedia Sapi calon Induk Dengan Kapasitas 200 Ekor/Tahun
STRATEGI
Maslok
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Pemerintah
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
JENIS KOMPONEN
Cijulang
NO
KECAMATAN
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
15,435 208,500
500,000 7,500 260
2,000
10,000
20,500
4,000
LAPORAN AKHIR
175
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Fasilitas Kandang 5 Dengan Kapasitas 1000 ekor Komponen Sektor Agroindustri Industri Pengolahan 1 Kelapa Produksi Minyak a Kelapa VCO Produksi Minuman b Sari Kelapa Nata De Coco Produksi Gula c Semut Produksi Coco d Vinegar Industri Pengolahan 2 Pisang a Produksi Sale Produksi b Pengolahan Ikan Kering Sumber: Hasil Analisis, 201
STRATEGI
Maslok
2035
2034
2033
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
Pemerintah
PROSPEK INVESTOR
TAHUN
Kalipucang
Pangandaran
Parigi
Sidamulih
JENIS KOMPONEN
Cijulang
NO
KECAMATAN
Swasta
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
TOTAL INVEST ASI (Juta Rp)
2,000
7,986
9,024
21,597
7,288
1,380
132
LAPORAN AKHIR
176
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA
8.1 Kesimpulan Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi yakni 1) kepariwisataan, 2) kelautan dan perikanan, 3) agrobisnis, serta 4) agroindustri di 5 kecamatan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya memasuki siklus awal pengenalan atau “introduksi” investasi. Kelima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dimaksud adalah 1) Cijulang, 2) Parigi, 3) Pangandaran, 4) Kalipucang, dan 5) Sidamulih. Berikut ini kesimpulan gambaran kondisi investasi terkini dan rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya: 1.
Kondisi 4 sektor strategis terkini di Pangandaran Raya: a. Kepariwisataan di Pangandaran Raya telah memiliki komponen kepariwisataan baik atraksi wisata, aksesibilitas, ameniti maupun ansilari khususnya untuk wisatawan domestik. Keseluruhan komponen tersebut masih sangat terbatas untuk menyambut kedatangan wisatawan mancanegara. Kepariwisataan telah menjadi tumpuan kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Atraksi wisata yang jadi andalan adalah pariwisata pantai, sungai, dan panorama alam pedesaan. Pangandaran Raya masih memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata lokal, domestik dan mancanegara. Namun demikian, perlu penataan fasilitas yang telah tersedia, dan perlu pengembangan potensi yang ada. b. Agrobisnis yang menjadi pencaharian masyarakat adalah bercocok tanaman rakyat sebagaimana umumnya di daerah pesisir (tipikal). Pertanian rakyat yang dijalankan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, peternakan dan perikanan masyarakat setempat, namun sebagian besar masih bersifat subsisten (gurem). c. Kelautan dan perikanan yang menjadi andalan masyarakat setempat adalah ikan laut tangkapan dan tambak, serta perikanan air tawar milik penduduk setempat. Budidaya
LAPORAN AKHIR
177
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
ikan laut dan tambak ikan menjadi potensi besar untuk dikembangkan untuk sub sektor ikan laut. d. Agrobisnis yang menjadi unggulan di Pangandaran Raya adalah hasil budidaya kelapa, padi dan pisang. Budidaya dan hasil tanaman tersebut merupakan produk yang serupa dan tipikal untuk daerah pesisir sebagaimana dihasilkan daerah lainnya di Indonesia sebagai negara tropis. Budidaya produk pertanian dikembangkan oleh masyarakat lokal dan masih bersifat budidaya subsisten (gurem). e. Agroindustri yang jadi pencaharian masyarakat berupa pengolahan hasil pertanian setempat dan masih berskala kecil; f. Agroindustri yang jadi andalan penduduk lokal adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, pisang dan padi untuk makanan dan minuman. Skala usaha di Pangandaran Raya tersebut masih berupa industri rumahan (home industry). Namun demikian produkproduk yang dihasilkan tersebut bukan berupa gastronomi (makanan khas daerah setempat). Penduduk di Pangandaran Raya juga mengolah produk aneka industri rumahan. 2.
Mengacu pada RENIP (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (2016) bahwa, Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya titik sentralnya adalah di Kecamatan Cijulang. Berdasarkan pemetaan pusat pertumbuhan, pusat pertumbuhan primer untuk pariwisata membentang sepanjang pantai di Pangandaran Raya. Adapun pusat pertumbuhan sekunder menyebar hingga ke ujung Pusat Pertumbuhan di tiap kecamatan di Pangandaran Raya. Demikian pula untuk sektor kelautan dan perikanan berpusat dari sepanjang pantai sebagaimana dalam kepariwisataan. Berbeda dengan sektor agrobisnis dan agroindustri, pusat pertumbuhan primer berada membentang di ujung daerah kecamatan di Pangandaran Raya, seterusnya disusul oleh pertumbuhan sekunder dan tersier, hingga mencapai bentangan pantai di Pangandaran Raya. Polarisasi pertumbuhan akan menyebar dari 5 kecamatan di Pangandaran Raya ke daerah lain di sekitarnya.
3.
Rencana Investasi di Pangandaran Raya yang potensial dikembangkan sebagai berikut:
LAPORAN AKHIR
178
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
a. Kepariwisataan Pangandaran Raya masih memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan, baik untuk wisata alam, budaya maupun minat khusus. Potensi investasi akan makin terbuka, jika Pangandaran dibenahi dan ditempatkan dalam posisi destinasi wisata untuk wisatawan mancanegara. i.
Pengembangan investasi kepariwisataan adalah kepariwisataan yang terpadu dan terintegrasi serta berkelanjutan berkelas dunia. Pengembangan kepariwisataan tersebut berbasis pada kolaborasi sebagaimana dalam Penta Helix Model yang dalam implikasinya dapat dikembangkan menjadi Hexa Helix Model.
ii.
Rencana investasi untuk atraksi wisata yang jadi unggulan adalah wisata alam laut dan alam pedesaan. Wisata kelautan yang dikembangkan secara terintegrasi dengan pengembangan budidaya ikan laut dan wisata pantai. Adapun investasi untuk wisata alam dan budaya pedesaan adalah berupa pengembangan Desa wisata. Ada 2 desa wisata yang memasuki siklus introduksi yakni di Desa wisata Kertayasa dan Selasari. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi tersebut dapat dikonsentrasikan kepada masyarakat lokal.
iii.
Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, dan jalan nasional jalur selatan yang melintasi Kabupaten Pangandaran.
iv.
Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangandaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman untuk wisatawan, penginapan antara lain berupa homestay. Adapun untuk layanan transfer atau transportasi di lingkungan wisata Kabupaten Pangandaran dapat menyediakan bis pariwisata. Adapun investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan wisatawan berkelas dunia ditempatkan di “pantai yang terdekat ke Bandara Nusawiru.”
LAPORAN AKHIR
179
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
v.
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Rencana investasi layanan ansilari yakni pengelolaan kepariwisataan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Baik kepariwisataan laut, pantai maupun di kawasan pedesaan, pengelolaan perlu diorientasikan pada kemampuan masyarakat lokal.
b. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang sebagai berikut: i.
Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Satu di antara contoh budidaya ikan laut adalah di Gondol Kab. Buleleng Bali yang berada di bawah binaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Bali. Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Pengembangan investasi tersebut memerlukan investasi relatif besar, sehingga peran serta investor swasta berskala besar sangat penting. Pola investasi dan pengembangannya dapat mengadopsi program inti-plasma. Selain itu, ikan tangkap yang sebagai pencaharian nelayan masih tetap akan menjadi tumpuan sebagian masyarakat di Pangandaran Raya. Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi nelayan. Selain itu untuk kelautan juga dapat mengembangkan budidaya rumput laut.
ii.
Budidaya ikan tawar di Pangandaran Raya adalah ikan yang pada umumnya dikembangkan di tepat lain (tipikal) di Jawa Barat. Beberapa spesies ikan yang terus dibudidayakan dan jadi komoditas andalan masyarakat di antaranya ikan mas, nila, gurame dan budidaya ikan sawah. Investasi yang potensial di perikanan ini dapat diarahkan pada investasi yang berbasis untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
c. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi yang berbasis pada budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, dan pisang. Budidaya yang ada saat ini masih dikembangkan dalam pola tradisional dan konvensional. Untuk itu, investasi yang dapat dikembangkan adalah menggali budidaya “tanaman unggulan” lainnya di antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata.
LAPORAN AKHIR
180
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
d. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan di Pangandaran Raya. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut, dan ikan tangkapan, serta pengolahan hasil panen budidaya ikan tawar.
8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya Rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan secara maksimal jika dilakukan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Perlu upaya merealisasi peningkatan kualitas dan kuantitas aksesibilitas ke Kabupaten Pangandaran: a. Peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru yang dapat digunakan sebagai landasan pesawat berbadan lebar. b. Reaktivasi jalur kereta api dari Banjar hingga Cijulang c. Optimasi jalan nasional jalur atau lintas selatan Pulau Jawa d. Optimasi penggunaan dan pemanfaatan Pelabuhan Laut di Bojong Salawe e. Realisasi
jalan
tol
lanjutan
CIGATAS
(Cileunyi-Garut-Tasikmalaya)
menjadi
CIGATASBAPA (Cileunyi-Garut-Tasikmalaya-Banjar-Pangandaran). 2.
Menyiapkan sadar wisata dan umumnya sadar pembangunan Sosekbud bagi masyarakat setempat. Program yang dapat dilakukan di antaranya: a. Memberikan pelatihan bagi masyarakat setempat khususnya untuk kewirausahaan dan keterampilan sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. b. Kampanye dan propaganda sadar wisata khususnya dan dan sadar pembangunan Sosekbud bagi masyarakat setempat. c. Menyediakan fasilitas pendidikan tingkat menengah atas dan perguruan tinggi berbasis vokasi yakni SMK, Politeknik dan Universitas Terapan antara lain yang berkonsentrasi pada bidang studi kepariwisataan, kelautan, agrobisnis dan agroindustri.
3.
Membangun BUMD dan BUMDES, serta mengembangkan kolaborasi para pemangku kepentingan dalam sebuah model antara lain penta helix model, yang berkenaan dengan
LAPORAN AKHIR
181
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
potensi investasi kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri di Pangandaran Raya. 4.
Mengadakan promosi potensi investasi pada prospek investor baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Berkenaan dengan upaya rencana investasi di Pangandaran Raya untuk empat sektor
strategis, berikut ini gambaran Roadmap dan Kerangka Kerja rencana kebutuhan investasi pusat pengembangan Pangandaran Raya.
1. Sektor Pariwisataan Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan Dan Pengembangan Metropolitan Dan Pusat Pertumbuhan Di Jawa Barat, salah satu Pusat Pertumbuhan Pangandaran yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor pariwisata. Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya dimulai dari pengelolaan kepariwisataan yakni penyediaan fasilitas perkantoran, pelatihan, dan penyediaan bus khusus wisata. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menunjang kepariwisataan Pangandaran Raya. Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya sebaiknya dilakukan pada tahun 2018-2020. Sasaran berikutnya adalah menjadi destinasi wisata berkelas internasional pada tahun 2021-2025. Menjadikan Pangandaran Raya sebagai destinasi wisata berkelas internasional perlu membangun produk pariwisata ameniti mulai dari Eco Homestay, Sentra Kuliner, Convention Hall, dan Hotel Bintang 5. Selain Ameniti, pendekatan pengembangan destinasi wisata berikutnya yaitu atraksi wisata. Atraksi wisata yang diperlukan adalah Body Rafting, Camping Ground, Off Road, Cross Country, dan Flying Fox. Sasaran berikutnya yaitu konektivitas pusat pertumbuhan Pangandaran Raya dengan Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Pada tahun 2026-2030 merupakan target pencapaian kebutuhan produk pertanian khususnya untuk kebutuhan pangan yang di pasok dari Rancabuaya. Selanjutnya adalah penguatan positioning di pasar internasional yang perlu dilakukan melalui sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan) sehingga dapat tercapai tujuan Destinasi Wisata Berkelas Internasional dengan Positioning Pariwisata dan Kelautan yang Berkelanjutan. Gambar 8.1 adalah roadmap investasi sektor Pariwisata. LAPORAN AKHIR
182
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat, bahwa arah kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan Pangandaran Raya berfokus pada sektor pariwisata, kelautan dan perikanan. Pengembangan sektor kepariwisataan Pangandaran Raya perlu dilengkapi oleh komponen kepariwisataan yaitu atraksi wisata, aksesibilitas, ameniti dan ansileri. Diharapkan dengan bertumbuhnya pariwisata di Pangandaran Raya dapat memberikan dampak terhadap daerah lain, khususnya terhadap tiga pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada kerangka kerja Gambar 8.2 berikut ini
LAPORAN AKHIR
183
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Tempat yang Prospektif dijadikan Kawasan dan Satuan Kawasan Wisata Aset alam
Aset seni dan budaya
Konservasi alam
Konservasi seni dan budaya
Atraksi wisata
Ameniti
Pengembangan aset kepariwisataan
Ansilari
Aksesibilitas
Organisasi kepariwi-
Penyedia Atraksi wisata
sataan Penyedia paket perjalanan wisata
Integrasi pemasaran aset kepariwisataan
Penyedia layanan penginapan
Penyedia Layanan transportas i Penyedia makanan dan minuman
Destinasi wisata sebagai pusat pertumbuhan
Polarisasi Dampak Kepariwisataan terhadap Daerah Lain
Dampak kepariwisataan
Ekonomi
Lingkungan fisik
Sosial & budaya
Pengendalian dampak kepariwisataan
Sumber: Hasil Adaptasi Dari Kerangka Kerja Umum Pengembangan Desawisata dan Integrasi Pemasaran Berbasis Potensi Aset Kepariwisataan Masyarakat Setempat (Sugiama, 2014)
Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya LAPORAN AKHIR
184
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
2. Sektor Kelautan dan Perikanan Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor kelautan dan perikanan. Penguatan sektor kelautan dan perikanan perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui persiapan kebijakan bidang kelautan dan perikanan, pengembangan sistem pengelolaan sanitasi dan mutu ikan, serta peningkatan fasilitas dan kualitas Sumber Daya Manusia. Sasaran pencapaian selanjutnya yaitu pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Hal tersebut perlu dilakukan melalui sertifikasi hasil tangkap ikan, pengembangan unit pengolahan ikan, peningkatan kapasitas sistem peningkatan mutu sesuai standar internasional, pengembangan kerja sama dan diversifikasi pasar ekspor dengan capaian target dari tahun 20212025. Capaian target berikutnya yaitu menjadi pusat pengembangan wisata bahari berkelas internasional pada tahun 2026-2030. Pengembangan wisata bahari berkelas internasional menjadi pendukung pusat pertumbuhan lainnya di Jawa Barat yakni wilayah mendukung pertumbuhan antara lain untuk di Pelabuhan Ratu. Sasaran berikutnya adalah peningkatan sumber daya perikanan dan kelautan dengan positioning kelautan dan perikanan berbasis lingkungan berkelas internasional dengan capaian target tahun 2031-2035. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai dukungan terhadap sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan) sehingga dapat tercapai tujuan Pusat Perkembangan Wisata Bahari Berbasis Lingkungan Dan Berkelas Internasional. Gambar 8.3 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Kelautan dan Perikanan.
LAPORAN AKHIR
185
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Potensi pengembangan sektor kelautan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat berupa hasil tangkapan laut dan budidaya. Potensi yang dihasilkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas infrastruktur serta sumberdaya perikanan dan kelautan jika ditunjang dengan penyediaan layanan transportasi dan sarana prasarana dengan beberapa program yaitu pengembangan SDM, pengelolaan sektor kelautan dan perikanan berbasis lingkungan dan pengembangan sistem pengelolaan dan sanitasi mutu ikan sehingga akan beralih mennjadi pusat pengembangan wisata bahari berkelas internasional. Untuk mengawasi keberlanjutan, maka perlu dilakukan pengendalian dampak pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya seperti yang dijelaskan dalam Gambar 8.6.
LAPORAN AKHIR
186
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan
3. Sektor Agrobisnis Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agrobisnis seperti halnya peternakan dan perkebunan yang merupakan penguat sektor agroindustri. Penguatan komoditas andalan di Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan sarana produksi dan pembangunan lab kesehatan hewan. Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki komoditas unggulan dengan capaian target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan adalah pembangunan pabrik pakan, penyediaan calon induk dan fasilitas kandang kapasitas 1.000 ekor. Khusus terkait pembangunan pabrik pakan hal ini penting mengingat komponen terbesar untuk memperoleh produk yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini LAPORAN AKHIR
187
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri peternakan.. Mengingat populasi peternakan yang rata-rata meningkat cukup tinggi setiap tahunnya maka pengembangan peternakan ke depan harus mulai dipikirkan di Pangandaran Raya dan sekitarnya, dengan pertimbangan ketersediaan pasokan bahan pakan. Sasaran berikutnya adalah agrobisnis Pangandaran Raya berbasis pada potensi masyarakat lokal dan memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal ini didukung dengan pengembangan budidaya ternak melalui peningkatan populasi dan kualitas ternak khususnya pada pengembangan kapasitas besar memlalui penyediaan kapsistas 1000 ekor, karena dalam 1020 tahun mendatang diperkirakan ada tambahan permintaan yang sangat signifikan setiap tahunnya, baik untuk tujuan konsumsi, maupun kebutuhan tujuan ekspor. Pengembangan ternak ini diharapkan dapat menjawab permintaan khusus yang cukup potensil. Usaha untuk mendorong pengembangan ternak untuk tujuan ekspor merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan, dengan resiko pasokan di dalam negeri telah terpenuhi. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai pendukung pemenuhan kebutuhan agrobisnis di kawasan pertumbuhan Jawa Barat lainnya yakni khususnya untuk pertumbuhan di Rancabuaya. Selanjutnya peningkatan kualitas agrobisnis dengan positioning agrobisnis berbasis masyarakat lokal tahun 2031-2035. Hal tersebut menjadi dukungan terhadap sustainable tourism dalam hal agrobisnis dengan berbasis masyarakat lokal sehingga tujuan Agrobisnis Berbasis Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.5 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Agrobisnis.
LAPORAN AKHIR
188
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis Di dalam kerangka kerja agrobisnis, langkah awal yaitu penentuan lokasi yang prospektif untuk pengembangan agrobisnis. Penentuan tersebut berdasarkan pada potensi alam dan masyarakat hingga sampai pada pengembangan sektor agrobisnis yang terdapat masukan berupa komoditas andalan. Dalam mendukung pengembangan sector agrobisnis tersebut perlu adanya penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung meliputi sarana untuk pendidikan, pelatihan, laboratorium, sarana produksi, bibit dan calon anakan sehingga dapat menjadi komoditas unggulan yang berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat lokal. Untuk mengawasi keberlangsungan proses pengembangan sektor agrobisnis perlu dilakukan pengendalian dampak agrobisnis. Gambar 8.6 menjelaskan mengenai kerangka kerja untuk sektor agrobisnis. LAPORAN AKHIR
189
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis
4. Sektor Agroindustri Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agroindustri yang merupakan penguat sektor pariwisata. Penguatan produk andalan di Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan fasilitas produksi turunan kelapa, pisang, dan produksi pengolahan ikan. Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki produk unggulan dengan capaian target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan adalah pengolahan produk turunan kelapa meliputi minyak kelapa VCO, Nata De Coco, Gula Semut, Coco Vinegar dan pengolahan produk turunan pisang yaitu Sale serta Pengolahan Ikan. Sasaran berikutnya yaitu agroindustri Pangandaran Raya berbasis masyarakat lokal dan LAPORAN AKHIR
190
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai pendukung pemenuhan kebutuhan agroindustri di kawasan pertumbuhan Jawa Barat lainnya yakni Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Selanjutnya adalah peningkatan kualitas agroindustri dengan positioning agroindustri berbasis masyarakat lokal. Hal tersebut menjadi dukungan terhadap sustainable tourism dalam hal agroindustri dengan berbasis masyarakat lokal sehingga tujuan Agroindustri Berbasis Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.4 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Agroindustri.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri Produk prospektif untuk pengembangan agroindustri didukung oleh hasil agrobisnis berupa industri pengolahan kelapa, pisang dan ikan juga didukung oleh aspek kepariwisataan yaitu pembangunan pusat oleh—oleh sebagai tindak lanjut hasil produksi agroindustri sehingga akan terjadi pengembangan pada sector agroindustri. Pengembangan tersebut juga didukung LAPORAN AKHIR
191
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
oleh penyediaan sarana prasarana dengan program-program terkait meliputi pelatihan, penguatan organisasi, penguatan posisi pasar dan pembangunan sarana prasarana sehingga akan mendukung kegiatan kepariwisataan yang ada. Selanjutnya, akan berdampak pada perekonomian masyarakat lokal. Untuk mengawasi keberlangsungan pengembangan tersebut juga haris dilakukan pengendalian dampak industri. Kerangka kerja Agroindustri dijelaskan dalam Gambar 8.8.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri LAPORAN AKHIR
192
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
DAFTAR RUJUKAN Boshoff, Louis., Rob Childs., dan Lisa Roberts, (2009), Guidelines for Infrastructure Asset Management In Local Government, Department of Provincial and Local Government, Department Provincial and Local Government Republic of South Africa, Pretoria Brinkman, Richard (1999), Strategic Asset Management Framework: Achieving better value for South Australians from our investment in State Assets, Second Edition, Government of South Australia, Published by Government of South Australia, Produce by Treasury and Finance Campbell, John D., Andrew K. S. Jardine, dan Joel McGlynn (2011), Asset Management: Excellence Optimizing Equipment Life-Cycle Decisions, second Edition, Taylor & Francis Group, Boca Raton Chapin, F.S. (1995), Urban Land Use Planning, University of Illinois, Urbana Christiawan, Y. J. dan J. Tarigan (2007), Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1. Mei 2007. Hal:1 8 Danastri, Sasha (2011). Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru Di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan. Semarang : Universitas Diponegoro Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London Irawan, dan Suparmoko M. (1992), Ekonomi Pembangunan, Edisi kelima, Yogyakarta: BPFE Mitchell, John S (2006), Physical Asset Management Handbook, Edisi ke empat, Penerjemah: Hendro Purwanto, PT MTS Indonesia Hidayati, dan Harjanto.(2014). Konsep dasar penilaian properti.Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Hindrawan, I., Hariyono, A., dan Murtaji. (2006). Manajemen Properti:Tinjauan atas Real Properti dan Aset Publik (Buku Digital). Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Keuangan Publik dan Akuntan. Keown, Arthur J &et al.(2005). Financial management. New Jersey: Pearson Prentice Hall Kusumasanto, Tridoyo, (2016), Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Ladkin, Adele and Julie Spiller (2000), Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition Industry, Cornell University Mardiyanto, Handono. (2009). Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia MAPPI, (2013). KEPI & SPI 2013: Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013. Jakarta: CV Gelora Karya Bharata Kotler, Philip dan Gary, Armstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. LAPORAN AKHIR
193
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya
BAPPEDA Pemprov Jabar 2016
Pradipta, Faisal Rahman. (2014).Analisis Potensi Pasar Dan Keuangan Dalam Pengembangan Bisnis Perumahan Aset Lahan PT Taman Kuling Raya. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. RPJMD Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, (2014), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, Pemrpov Jawa Barat, Bandung Rustiadi, Ernan., Sunsun Saefulhakim dan Dyah R Panuju. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta : Crestpent Press dan yayasan Obor Indonesia Siregar, Doli. (2004). Manajemen aset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Samsudin, Didin. 2003. “Penentuan Pusat-pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten Tangerang” Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Sumber: http://www.digilib.ui..ac.idopacthemeslibri 2detail.jspid=74983 Sugiama, Gima. (2013). Manajemen aset pariwisata: pelayanan berkualitas agar wisatawan puas st dan loyal (1 ed.). Bandung:Guardaya Intimarta Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Andi Sukirno, Sadono (2005), Mikro Ekonomi Teori: Pengantar, Edisi ketiga, Raja Grafindo. Persada. Jakarta Sunariyah (2006), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM, YKPN, Yogyakarta Todaro, Michael, (2014), The Urban Employment Problem in Less Developed Countries – An Analysis of Demand and Supply", ProQuest., Retrieved January 14, 2014 Umar, Husein. (2005). Riset pemasaran dan perilaku konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Vellas, Francois dan Becherel, Lionel. (2008). The international marketing and tourism: a strategic approach. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia (YOI). Sumber Lainnya: BI (2016), Data BI Rate, Bank Indonesia, Retrived 2 Februari 2016; Sumber : www.bi.go.id/id/moneter/bi-rate/data ICCA (2007), "Definition of "MICE"". International Congress & Convention Association. Retrieved 2007-05-30. Retrived 12 Dec 2015; Sumber: http://www.iccaworld.com/aeps/aeitem.cfm?aeid=29 Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
LAPORAN AKHIR
194