Linguistika Akademia Vol.2, No.2, 2013, pp. 183~196 ISSN: 2089-3884
PENYESUAIAN MAKNA DALAM PENGURANGAN FONEM PADA PERCAKAPAN GEORGE & LENNIE DALAM NOVEL “OF MICE AND MEN” OLEH JOHN STEINBECK Laila Maisaroh e-mail:
[email protected] ABSTRACT Reduction in the use of words or phonemes of speech is language problem which is closely related to the understanding of the meaning. The problem of meaning in this case due to the lack of codification in writing or spelling. One form of phoneme reduction occurred in American society is to be found in a novel by John Steinbeck's "Of Mice and Men". In the novel there are many conversations that use non-standard English. It happened for several reasons, and one of them is due to circumstances that are very influential at the time. This study aims to reveal the relation of meaning even if there is a reduction in the writing that allows phonemes occur in raw conversations. The method used is the Delisi method where the analysis is focused on the words which have experienced in the non-standard written language. The results of the analysis indicate that there is a reduction in the level of morphoplogy and semantic, for example at the level of morphology with the process of contraction, which is oftenin the case of the case abbreviation or contraction of the phonemes in the word but in terms of semantics it doesn’t change the meaning. In addition, other analyzes also showed that people with low education greatly affects the language they use every day.
ABSTRAK Pengurangan fonem dalam penggunaan kata atau ujaran merupakan permasalahan bahasa yang erat kaitannya dengan pemahaman makna. Masalah pemaknaan dalam hal ini disebabkan oleh ketidakbakuan dalam penulisan atau spelling. Salah satu bentuk pengurangan fonem terjadi di kehidupan masyarakat Amerika yang terdapat di dalam sebuah novel karya John Steinbeck yang berjudul of Mice and Men. Pada novel tersebut terdapat banyak percakapan yang menggunakan bahasa Inggris tidak baku. Hal itu terjadi karena beberapa alasan, dan salah satunya adalah karena keadaan yang sangat berpengaruh pada masa itu. Kajian ini bertujuan untuk mengungkap relasi makna sekalipun terdapat pengurangan fonem dalam penulisan yang memungkinkan terjadi di dalam percakapan tidak baku tersebut. Metode yang digunakan yaitu metode delisi karena analisisnya difokuskan pada kata-kata yang mengalami pelesapan di dalam bahasa tidak baku yang tertulis. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengurangan fonem pada tataran morfologi dan semantik, misalnya pada tataran morfologi dengan terjadinya proses kontraksi,di mana sering terjadi penyingkatan atau penyusutan fonemfonem pada suatu kata namun dari segi semantiknya hal tersebut tidak merubah
184
maknanya. Selain itu, analisis lainnya juga menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan rendah sangat mempengaruhi bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Kata kunci: fonetik; bahasa standar, makna.
A. PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar (Kusno Budi Santoso, 1990: 1). Komunikasi sendiri ialah suatu proses dengan mana informasi individual ditukarkan melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku. Dari definisi di atas kita dapat menyimak bahwa komunikasi sebagai satu proses melibatkan (1) pihak yang berkomunikasi , (2) informasi yang dikomunikasikan dan (3) alat komunikasi (Chaedar Alwasilah, 1985: 9). Dalam hal ini terdapat jenis atau macam dari sebuah bahasa sebagai alat komunikasi yaitu bahasa baku atau bahasa formal dan bahasa tidak baku atau tidak formal, misalnya yang sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari di dalam sebuah masyarakat yaitu bahasa tidak baku. Bahasa tersebut sering terjadi karena beberapa sebab, salah satunya karena keadaan yang membuat seseorang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang tidak baku tersebut. Fenomena bahasa yang tidak baku bisa terjadi di manapun dan kapanpun. Seperti misalnya bahasa baku yang terjadi di kehidupan masyarakat Amerika di sekitar abad ke-19 yang salah satunya tertuang di dalam sebuah novel karya John Steinbeck yang berjudul “Of Mice and Men”. Di dalam novel tersebut diceritakan sedikit mengenai kehidupan sosial yang terjadi di masa itu. Karena begitu sangat pentingnya arti sebuah bahasa hingga hal tersebut bisa menunjukkan apa yang sedang terjadi pada sebuah masyarakat di negara tertentu. Namun sayangnya, negara Amerika yang mengakui bahasa inggrisnya sebagai bahasa nasionalnya, ternyata kebanyakan bahasa yang digunakan sehari-harinya adalah bahasa yang tidak baku. Dan hal tersebut sangat bertentangan dengan kaidah bahasa inggris yang sebenarnya. Contoh penggunaan bahasa yang tidak baku tersebut yang terdapat di dalam sebuah novel “Of Mice and Men” yaitu: “Gi’me that mouse!” Jika dilihat dari segi prinsip kesopanannya dalam pragmatik, si mitra tutur tersebut Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
185
masih bisa menerimanya. Atau dengan kata lain tuturan tersebut masih tergolong sopan karena si mitra tutur tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat dengan si penutur (George&Lennie). Akan tetapi secara grammatikal, hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Inggris Modern. Contoh tersebut tampak sederhana bilamana diucapkan, namun jika ditulis seperti yang terdapat di dalam “Of Mice and Men” akan sedekit sulit untuk dipahami. Sehubungan dengan hal tersebut, maka muncul pertanyaan yaitu, jenis-jenis pengurangan fonem apa sajakah yang menyebabkan beberapa percakapan antara George dan Lennie menjadi tidak baku? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka metode yang digunakan untuk mengkaji bahasan tersebut ialah dengan menggunakan metode delisi atau pelesapan. Dan, tujuan penulisan jurnal ini dimaksudkan agar para pembaca dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan dalam bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat tertentu. B. LANDASAN TEORI Teori Bahasa Baku pertama kali diperkenalkan oleh linguis aliran Praha yang bernama B. Havranek dan Mathesius. Bahasa baku atau formal ialah bentuk bahasa yang digunakan dalam suasana formal atau resmi atau dalam suasana pembicaraan yang sungguhsungguh (Kusno Budi Santoso, 1990: 121). Apabila dihubungkan dengan kaidah atau norma bahasa, maka bentuk formal adalah bentuk pemakaian bahasa (baik lisan maupun tulisan) yang senantiasa berdasar pada norma atau kaidah bahasa yang berlaku. Sedangkan bentuk tidak formal adalah bentuk bahasa yang digunakan dalam suasana tidak formal atau tidak resmi, atau dalam suasana pembicaraan yang tidak sungguh-sungguh, misalnya dalam pergaulan sehari-hari antarteman, dalam suasana santai, dan sejenisnya. Dalam bahasa tidak formal, unsur yang ditekankan adalah adanya saling mengerti, suasana keakraban, santai, dan bebas. Oleh karena itu, dalam bentuk bahasa tidak formal kaidah atau norma bahasa tidak sepenuhnya ditaati oleh para pemakainya, baik lisan maupun tulisan.
Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
186
Sehubungan dengan uraian di atas, maka dalam paper ini yang lebih banyak dibahas adalah bentuk bahasa tidak baku atau tidak formal. Sedangkan bentuk formalnya akan diuraikan sebagai kata imbangan, sekaligus sebagai bahan perbandingan analisis datanya. Menurut B. Havranek dan Mathesius ciri bahasa ada dua yaitu: 1. Flexible Stability (Kestabilan yang luwes): bahasa baku meski distabilkan dengan kodifikasi yang fleksibel seperti dalam kebudayaan. Hal ini diperoleh dengan grammar atau tata bahasa. 2. Intellectualization (intelektualisasi): bahasa baku berkecenderungan menuju sistemasi hubungan yang semakin meluas. Hal ini diperoleh dengan leksem (kosakata). Pembahasan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan beberapa disiplin ilmu linguistik, salah satunya yaitu pragmatik. Di dalam segi pragmatik ini yang akan lebih ditekankan yaitu tentang prinsip kesantunan di mana sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan (Kunajana Rahardi, 2005: 66). Ketiga skala kesantunan tersebut ialah: Skala Kesantunan Leech Di dalam skala kesantunan Leech yang dikutip oleh Kunjana melalui Leech (1983) terdapat lima poin penting di antaranya: - Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur, maka akan dianggap tidak santunlah tuturan itu. - Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap santunlah tutran itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
187
si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. - Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. - Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. - Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringakat sosial antara penutur dan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Skala Kesantunan Brown and Levinson Seperti yang dikutip Kunjana melalui Brown and Levinson (1987) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu: - Social distance between speaker and hearer (skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akan semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda lazimnya cenderung memiliki peringkat kesantunan yang rendah di dalam kegiatan bertutur. Kemudian jika dilihat dari jenis Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
188
-
-
kelaminnya, orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal tersebut karena lazimnya, ia banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya. Sedangkan jika dilihat dari segi latar belakang sosiokultural seseorang, maka orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat, cenderung memiliki tingkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang, seperti misalnya petani, pedagang, buruh dan lain-lain. Demikian pula, orang-orang kota cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa. Pada zaman dahulu, para punggawa kerajaan terkenal memiliki kesantunan bertutur relatif tinggi dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, seperti pedagang, petani, buruh dan sebagainya. The speaker and hearer relative power (peringkat status sosial atau peringkat kekuasaan antara penutur dan mitra tutur yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara si penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, dapat disampaikan bahwa di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter memiliki tingkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien. Sejalan dengan itu, di sebuah jalan raya seorang polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan lebih besar dibandingakan dengan seorang dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh di bawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit. The degree of imposition associated with the required expenditure of goods or services atau skala peringkat tindak tutur yang didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh,
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
189
dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di dalam rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan samapai pada waktu yang tidak ditentukan. Skala Kesantunan Robin Lakoff Seperti yang dikutip oleh Kunjana melalui Robin Lakoff (1973), terdapat tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan bertutur. Ketiga ketentuan tersebut yaitu: - Formality scale, yakni skala formalitas. Dinyatakan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh.. Di dalam kegiatan bertutur, masing-masing peserta tutur harus dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajarnya dan senatural-naturalnya antara yang satu dengan yang lainnya. - Hesitancy scale, yakni skala ketidaktegasan atau sering kali disebut dengan skala pilihan menunjukan agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun. - Equality scale, yakni peringkat kesekawanan atau kesamaan yang menunjukan bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Agar tercapai maksud yang demikian, maka penutur haruslah dapat menganggap mitra tutur sebagai sahabatnya. Dengan demikian, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai salah satu prasyarat kesantunan akan dapat tercapai. Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
190
Penelitian kesantunan mengkaji penggunaan bahasa (language use) dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahinya. Namun, dalam penelitian ini, si penulis jurnal membatasi dengan hanya memberi sedikit gambaran tentang disiplin pragmatik.
Dari teori-teori linguistik dan pendekatan-pendekatan berkaitan dengan pemaknaan kata dengan adanya pengurangan morfem atau ketidakbakuan bahasa dalam analisis ini ialah menggunakan theory Bahasa baku didukung oleh pendekatan pragmatik skala kesantunan oleh Robin Lakoff. C. PEMBAHASAN Berikut akan dibahas mengenai pengurangan fonem-fonem yang terdapat dalam percakapan antara George&Lennie di dalam novel l “Of Mice and Men”. 1. It’s on’y a mouse, George It is only a mouse, George Di dalam novel John Steinbeck yang berjudul “Of Mice and Men”, terdapat percakapan antara George dan Lennie yaitu it’s on’y a mouse, George. Kalimat tersebut memiliki makna bahwa Lennie hanya sekedar ingin memberi tahu George bahwa itu hanyalah seekor tikus. It di sini merujuk pada seekor tikus. Dalam percakapan tersebut terdapat penyimpangan pada tataran morfologi. Penyimpangan tersebut dapat dilihat pada kata on’y . Dalam hal ini, penyimpangan kaidah morfologi ini terjadi pada tataran kata dengan penghilangan fonem di tengah kata atau kata tersebut bisa dikatakan telah mengalami penyingkatan kata. Penyingkatan kata tersebut disebut dengan istilah sinkop. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan fonem di tengah-tengah kata tanpa perubahan makna kata (Henry Guntur Tarigan, 2009: 97). Berikut dapat dibandingkan dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang mengalami sinkop, misalnya seperti: tidak menjadi tak; cahaya menjadi cahya; tahu menjadi tau dan lain sebagainya. Hal demikian juga terjadi di dalam kosakata bahasa Inggris seperti yang terdapat dalam percakapan antara George dan Lennie yang ada di dalam Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
191
novel “Of Mice and Men” yaitu kata on’y dengan menghilangkan fonem “l” di dalam kata only yang menjadi on’y. Dalam hal ini sang penulis novel berupaya untuk menyederhanakan kata yang digunakan dalam novelnya dengan menghilangkan sebuah fonem di tengah kata. Selain terdapat penyimpangan dalam tataran morfologi, juga terdapat penyimpangan kalimat yang dilihat dari segi pragmatiknya, terdapat dua bahasan yaitu dari segi bentuk dan nilai komunikatif serta prinsip kesantunannya. Jika dilihat dari segi bentuk dan nilai komunikatifnya, kalimat yang dituturkan oleh Lennie kepada George merupakan kalimat deklaratif, yakni dalam bahasa Indonesia merupakan kalimat yang mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada si mitra tutur (Kunjana Rahardi, 200: 74). Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Sedangkan jika dilihat dari prinsip kesantunannya, kalimat yang diucapkan oleh Lennie kepada George merupakan kalimat yang tidak formal namun tetap santun, yaitu seperti yang telah diuraikan di atas yakni merujuk pada Equality scale yang dicetuskan oleh Robin Lakoff di mana tuturan tersebut bisa dikatakan santun, jika si penutur dan mitra tutur memiliki hubungan yang erat atau bersahabat erat satu sama lainnya. Hal tersebut juga terjadi pada hubungan antara George dengan Lennie, di mana di dalam novel tersebut mereka berdua merupakan sahabat yang saling melengkapi sejak mereka masih kecil. Gi’me that mouse ! Give me that mouse ! Pada percakapan berikutnya ini terdapat kalimat gi’me that mouse. Kalimat ini merupakan kalimat perintah yang bermakna bahwa George meminta Lennie untuk memberikan tikusnya kepada George. Dalam kalimat tersebut, terdapat penyimpangan pada tataran morfologinya, yaitu apokop, yakni proses penghilangan atau penanggalan fonem pada akhir kata tanpa perubahan makna kata tersebut. Berikut ini disertakan apokop dalam bahasa Indonesia, misalnya test menjadi tes; standard menjadi standar; dan kakak menjdai kaka. Sama halnya dengan kosakata bahasa Inggris yang terdapat dalam percakapan antara George dan Lennie tersebut yaitu dengan menghilangkan dua fonem “ve” pada kata give yang menjadi
2.
Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
192
gi’ saja. Sedangkan jika dilihat dari segi pragmatiknya, kalimat tersebut tergolong kalimat imperatif biasa, yaitu sebuah kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan oleh si penutur. Kalimat imperatif biasa, lazimnya memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) di dukung dengan kata kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras –lah (Kunjana Rahardi, 2005: 79). Dalam hal ini, kalimat yang digunakan sebagai pembandingnya misalnya adalah “Usir kucing itu ! “. Kalimat tersebut dituturkan misalnya dituturkan oleh seorang ibu yang sedang jengkel dengan kucing peliharaannya yang baru saja menghabiskan ikan goreng di meja makan. Sama halnya dengan kalimat yang diucapkan oleh George kepada Lennie. Kedua kalimat tersebut berintonas keras (tanda seru) dan didukung kata kerja dasar usir dan give meski kata give tersebut mengalami apokop dalam tataran morfologinya. Kendati demikian kata tersebut tidaklah merubah makna atau artinya. Kemudian selain dilihat dari segi bentuk kalimatnya, kalimat tersebut juga dapat dilihat dari segi prinsip kesantunannya. Jika dilihat dari segi kesantunannya, kalimat yang dituturkan oleh George kepada Lennie di dalam novel “Of Mice and Men” termasuk kalimat yang santun, mengingat dengan prinsip kesantunan yang dinyatakan oleh Lakoff, yakni equality scale (skala kesekawanan atau kesejajaran) yang telah kita tahu bahwa hubungan antara George dan Lennie begitu sangat dekat/ akrab. Jadi meskipun kalimat tersebut tidaklah formal/resmi, namun kalimat tersebut tetap santun ketika diucapakan oleh si penutur dan mitra tutur yang memiliki hubungan yang sangat erat, dekat dan akrab. You gonna be sick like you was last night You are going to be sick like you were last night Tuturan tersebut dituturkan oleh George kepada Lennie. Dalam tuturan tersebut, George ingin memberi tahu Lennie bahwa Lennie akan sakit seperti malam sebelumnya. Yang menjadi masalah dalam tuturan atau kalimat tersebut yaitu pada tataran morfologinya. Jika dilihat dari segi tataran morfologinya, kalimat tersebut mengalami penyimpangan dalam hal kontraksi. Kontraksi merupakan penyingkatan, penyusutan, atau penciuman fonem dalam kata, tanpa perubahan makna dari kata tersebut (Henry Guntur Tarigan,
3.
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
193
2009: 99). Pembandingnya dalam contoh kosakata bahasa Indonesia misalnya seperti tak ada menjadi tiada; matahari menjadi mentari; tidak akan menjadi takkan; dan bagai itu menjadi begitu. Dalam kalimat yang diucapkan oleh George You gonna be sick like you was last night, kata yang mengalami kontraksi yakni kata gonna yang seharusnya menjadi going to tersebut telah mengalami kontraksi. Namun ternyata kalimat tersebut juga mengalami penyimpangan grammatikal. Yang menjadi masalah dalam kalimat yang diucapkan oleh George tersebut dalam tataran sintaksisnya yaitu dihilangkannya kata kerja utama are yang seharusnya menjadi You are going to be sick like you were last night. Selain itu, setelah subjek you seharusnya kata kerja yang mengikutinya disesuaikan dengan subjeknya. Seperti yang kita tahu bahwa dalam kaidah bahasa Inggris, subjek you selalu diikuti oleh kata are (present tense) atau were (past tense). Jika kalimat tersebut menandakan kejadian di masa lampau, seharusnya setelah kata You kata kerja utamanya yaitu were. Namun si penulis novel John Steinbeck merubahnya menggantinya dengan kata was. Sehingga kalimat tersebut mengalami penyimpangan grammatikal pada tataran sintaksisnya. Kemudian, jika dilihat dari bentuk kalimat dalam segi pragmatiknya, kalimat tersebut merupakan kalimat deklaratif, yaitu kalimat yang mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada si mitra tutur. Dalam kalimat tersebut George berusaha memberitahu Lennie jika ia akan sakit seperti malam sebelumnya. Sehingga kalimat tersebut merupakan kalimat deklaratif. 4. And then you forget ‘em And then you forget them Dalam percakapan and then you forget ‘em yang dituturkan oleh George kepada Lennie, kalimat tersebut mengandung makna bahwa George memberi tahu kepada Lennie jika Lennie pasti akan melupakan kata-kata yang telah diuacapkan George sebelumnya. Dalam novel tersebut, Lennie merupakan tokoh yang memiliki karakter seperti anak kecil, meski badan Lennie begitu besar. Sehingga George sering menasihati Lennie dengan menyuruh Lennie untuk mengingat pesan yang telah diucapkan George kepadanya. Kemudian yang menjadi masalahnya dalam percakapan tersebut ialah adanya penyimpangan grammatikal pada tataran Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
194
morfologinya. Pada tataran morfologinya, kata yang terdapat dalam kalimat tersebut telah mengalami mengalami afresis, yaitu proses penghilangan fonem pada awal kata tanpa adanya perubahan dalam makna kata (Henry Guntur Tarigan, 2009: 95). Dengan kata lain, baik bentuk semula maupun bentuk sesudah penghilangan atau penanggalan fonem tersebut, mempunyai makna yang sama. Katakata yang mengalami afresis dalam kalimat tersebut yakni‘em yang seharusnya menjadi them.Kata tersebut mengalami afresis dengan dihilangkannya dua fonem pada awal kata, yakni fonem “t” dan fonem “h”. Contoh pembandingnya dalam kosakata bahasa Indonseia misalnya seperti ibunda menjadi bunda; engkau menjadi kau; dan besok menjadi esok. Kemudian jika dilihat dari bentuk dan nilai komunikatif kalimatnya dari segi pragmatiknya, kalimat tersebut tergolong ke dalam kalimat deklaratif, yakni bersifat informatif atau memberi informasi kepada si mitra tutur. What’d you take outa that pocket? What would you take out of that pocket? Pada tuturan selanjutnya what’d you take outa that pocket?, tuturan tersebut memiliki makna bahwa Gerorge bertanya kepada Lennie apa yang akan dia keluarkan dari kantongnya tersebut. Dalam kalimat ini, terjadi penyimpangan pada tataran grammatikal yaitu pada kata what’d dan kata outa. Kata what’d yang seharusnya ditulis menjadi what would telah mengalami kontraksi, yakni penyusutan atau penyingkatan fonem dalam kata tanpa merubah makna kata tersebut. Dalam kata what’d tersebut terdapat empat fonem yang mengalami penyusutan, yaitu fonem “w”, “o”, “u”, dan fonem “l”. Namun kata tersebut juga bisa dikatakan telah mengalami afresis, dengan hilangnya empat fonem yang berada di awal kata. Selain kata what’d, kata yang telah mengalami penyimpangan pada tataran morfologinya yaitu kata outa. Kata tersebut mengalami kontraksi dengan berubah menjadi kata outa yang seharusnya ditulis out of. Kemudian jika dilihat dari bentuk dan nilai komunikatif kalimatnya, kalimat tersebut tergolong ke dalam kalimat interogatif, yaitu kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. 5.
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
195
D. KESIMPULAN Dalam penelitian tentang beberapa percakapan antara George dan Lennie yang terdapat di dalam novel “Of Mice and Men”, telah ditemukan beberapa penyimpangan grammatikal yaitu penyimpangan grammatikal pada tataran morfologi dan penyimpangan grammatikal pada tataran sintaksis. Meskipun di dalam setiap percakapan penyimpangan grammatikalnya berbedabeda, namun kebanyakan penyimpangan tersebut terjadi pada tataran morfologinya, yakni dengan banyaknya kata-kata yang telah mengalami penyusutan atau penghilangan fonem baik di awal kata (afresis), atau di tengah kata (sinkop), maupun di akhir kata tersebut (apokop) namun meskipun demikian, penyimpangan tersebut tidak merubah makna kata tersebut. Selain afresis, sinkop, dan apokop, juga terdapat yang mengalami kontraksi, yaitu penyingkatan atau penyusustan fonem dalam kata tanpa merubah makna kata tersebut. Jika dilihat dari tataran sintaksisnya, hanya ada sedikit percakapan yang mengalami penyimpangan pada tataran sintaksisnya. Meski terdapat banyak penyimpangan yang terjadi dalam beberapa percakapan antara George dan Lennie di dalam novel “Of Mice and Men” karya novelist John Steinbeck ini, namun sang penulis memang sengaja melakukannya. Di dalam novel tersebut, sang penulis berusaha menggambarkan keadaan kehidupan yang sedang terjadi di tempatnya (Amerika) dengan mengilustrasikannya ke dalam beberapa percakapan di dalam novel tersebut. Jika dibaca sekilas oleh seorang pembaca, mungkin pembaca tersebut mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan makna-makna yang terdapat dalam setiap percakapan tersebut. Namun sang penulis memang sengaja menulis sedemikan rupa guna memperoleh nilai estetika dengan membuat percakapan-percakapn tersebut menjadi sulit untuk dipahami, karena jika suatu karya sastra semakin sulit dipahami atau diinterpretasikan, maka semakin tinggi nilai karya sastra tersebut. Mungkin sang penulis juga mempunyai tujuan agar karya sastranya tersebut dapat memiliki nilai sastra yang tinggi. Jadi, dalam penelitian ini sang penulis mampu mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan grammatikal dari beberapa percakapan sebuah novel yang terjadi pada tataran morfologi dan sintaksisnya. Peneliti lain diharapkan melakukan Penyesuaian Makna dalam Penggurangan Fonem pada … (Laila Maisaroh)
196
penelitian yang lebih dalam tentang penyimpangan-penyimpangan grammatikal pada tataran linguistik yang lain, khususnya penyimpangan-penyimpangan grammatikal yang terjadi di dalam karya-karya sastrawan lainnya. E. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.1985. Print. Brown, Penelope and S.C. Levinson. 1987.’Universal in Language Usage: Politeness Phenomena’, dalam Easther N, Goody 9ed) Question and Politeness. Canbridge: Canbridge and University Press. Leech, Geoffrey N. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman ____, 1983. Semantics. New York: Penguin Books L.td. Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. London: Canbridge Universuty Press. Palmer. Semantics (2nd Ed). New York: Cambridge University Press. 1981. Print. Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2005. Print. Santoso, Kusno Budi. Problematika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 1990. Print. Steinbeck, John. Of Mice and Men. New York: Penguin Book.1978. Print. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. 1985. Print.
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 183 – 196