PROYEK PENYELIDIKAN GEOLOGI KELAUTAN TAHUN ANGGARAN 2003
PENYELIDIKAN MINERAL LEPAS PANTAI PERAIRAN PULAU SELAT BATAM DAN BINTAN PROPINSI RIAU OLEH: TIM BATAM
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 2003
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mineral lepas pantai merupakan endapan ekonomis ataupun tidak ekonomis pada saat ini namun suatu saat tidak menutup kemungkinan akan menjadi berpotensi sedangkan pada saat yang lain tingkat potensinya akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan yang dilakukan di Perairan P. Karimun (C. Purwanto1998), Perairan P.Kundur (D. Setiady, drr. 1999) serta Perairan Mendol dan Kuala Kampar (A. Sianipar drr. 2000) memperlihatkan bahwa pasir di sekitar perairan Riau banyak mengandung mineral yang ekonomis seperti kuarsa, kasiterit, magnetit, ilmenit dan unsur tanah jarang (Zirkonium, ytrium, dll), sehingga apabila kandungan mineral pada pasir tersebut dapat diperhitungkan, maka harga jual dari pasir tersebut tidak hanya sebagai pasir urug tetapi mempunyai nilai tambah berupa mineral-mineral ekonomis Batuan asal dari pasir laut di sekitar Kepulauan Riau adalah batuan yang termasuk klan granit yang banyak tersebar di sekitar Kepulauan Riau. Granit di jalur timah Asia Tenggara termasuk Kepulauan Riau ditemukan di sepanjang zone sekitar 4000 Km dari Burma (Myanmar) sampai ke kepulauan Indonesia. Granit di Asia Tenggara merupakan lapisan keras yang dapat dibandingkan dengan Cordillera Batholiths sedangkan granit dari pasifik timur memiliki struktur frame jalur timah yang rumit karena terdiri dari beberapa campuran mandala yang diintrusi granit dengan umur yang berbeda. Hutchison (1973) membagi jalur granit Asia Tenggara menjadi 3 jalur utama: Jalur Timur lazimnya diatas umur Carbon Jalur Tengah merupakan umur Triassic Jalur Barat merupakan umur Cretaceous - Tertiary PENDAHULUAN
1
1.2. Maksud Penyelidikan Maksud penyelidikan potensi sumberdaya mineral perairan Batam - Bintan, Riau adalah untuk inventarisasi data kandungan mineral dan unsur tanah jarang yang terdapat pada sedimen pasir yang banyak ditambang di sekitar perairan Pulau Batam, sehingga nilai pasir tersebut tidak hanya sebagai pasir urug saja. 1.3 Tujuan Penyelidikan Adapun tujuan dari kegiatan kajian ini adalah: Membuat sebaran sedimen permukaan dasar laut. Identifikasi kandungan mineral . Identifikasi kandungan unsur tanah jarang . Pengukuran kedalaman dan morfologi dasar laut. Hubungan mineral lepas pantai dengan batuan granit Mengetahui lingkungan laut dan pantai sekitar Perairan Batam Bintan 1.4 Sasaran Penyelidikan Untuk mengetahui hubungan antara pasir laut dan batuan granit serta meneliti kandungan mineral dalam sedimen pasir, sehingga bernilai ekonomis, serta lingkungan laut di sekitar perairan tersebut. 1.5 Lokasi Daerah Penyelidikan dan waktu penyelidikan Daerah penyelidkian terletak di perairan Selat antara Pulau Batam dan Pulau Bintan, yang meliputi P. Batam, dan P. Bintan (Gambar 1). Dengan waktu penyelidikan 4 - 18 Juli. 1.6 Rangkuman hasil yang diharapkan Dari berbagai penyelidikan tersebut di atas akan dihasilkan peta-peta yaitu: sebaran sedimen permukaan dasar laut Grafik kandungan mineral – mineral di permukaan dasar laut dan pantai Grafik kandungan unsur tanah jarang di pantai dan permukaan dasar laut
PENDAHULUAN
2
Kedalaman dasar laut (Batimetri) Hasil pengukuran analisa lingkungan . Kemudian juga akan dihasilkan foto serta hasil deskripsi berupa grafik dari hasil analisa: Mineral Berat Unsur utama Penyusun batuan (Major Elemen) Kandungan unsure jarang Analisis petrografis Foto hasil karakteristik Pantai
PENDAHULUAN
3
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN GRANIT
2.1 Geologi Regional Daerah selidikan terletak antara 1o00’ - 0o12’ LU dan 104o05’- 104o18’ merupakan bagian dari perairan Selat Malaka dan juga merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Tengah Kenampakan yang dominan pada bagian selatan Selat Malaka merupakan punggungan-punggungan kecil berarah Timur - Laut Barat Daya dan saluransaluran lebar
(broad channel yang sejajar sepanjang pantai (Kudrass &
Schlueter, 1983) Punggungan-punggungan ini muncul 10 meter - 30 meter di atas dasar laut dan beberapa tempat kurang dari 10 meter dan menerus hingga ke arah timur laut. Morfologi dasar laut Selat Malaka, pada umumnya banyak terbentuk
struktur sedimen antara lain sand waves, ripples (gelembur)
dengan tinggi 0,2 - 5 m dan linier furrows dengan lebar 15 m yang mempunyai arah sejajar dengan punggungan dan sumbu selat Malaka. Secara stratigrafis batuan tertua Selat Malaka adalah sekuen arenaceaous dan argillaceaous serpih berumur Trias - Jura serta intrusi granit. Sedimensedimen berumur mesozoik lebih banyak dijumpai di Selatan Selat Malaka. Terrain
(mandala)
terdiri
dari
sedimen
bawah
palaeozoic
dan
metesediment dimana sebagian besar pelitic dan terdapat spesies yang hidup di sediment air dalam. Tingkatan metamorphism umumnya rendah, intermediat
dan
volcanic asam. Tak selamanya semua ditemukan
bersamaan. Tapi dapat ditemukan di barat laut di daerah Grik, Paninsular Malaysia (Jones, 1970). Granit-granit yang terdapat dipulau-pulau timah di Indonesia merupakan penyebaran ke arah selatan dari granit yang terdapat di Peninsular Malaysia. Padahal terdapat 2 daerah granit dalam peninsular, yaitu penyebaran wilayah dimana secara geografi dipisahkan oleh garis Bentong – Raub. GEOLOGI REGIONAL DAN GRANIT
4
2.2. Granit 2.2.1. Petrologi Granit Batuan beku yang merupakan hasil pemadatan magma berdasarkan tempat pembekuannya dikelompokkan menjadi batuan beku dalam dan batuan beku luar. Oleh para ahli petrologi telah banyak menghasilkan pengelompokan batuan beku yang terkadang berlainan tergantung pada dasar penggolongannya. Secara umum mereka membedakan batuan beku berdasarkan tekstur dan komposisi, baik komposisi mineral maupun komposisi kimia. Batuan beku granit adalah batuan beku dalam yang berbutir kasar dengan kandungan mineral-mineral yang bersifat asam. Sifat karakteristik dari granit adalah kandungan mineral silikanya lebih besar dari 70 % (Whitten dan Brooks, 1972). Mineral-mineral yang biasanya terdapat dalam granit adalah feldspar (ortoklas dan mikroklin), kuarsa, plagioklas (albit dan oligoklas), dan biotit. Tekstur khas yang sering dijumpai dalam granit adalah
tekstur
granitik yaitu suatu bentuk ketidakteraturan
butiran mineral dalam granit holokristalin (Simon & Schusters, 1978). 2.2.2. Tipology Granit Berdasarkan Chappel dan White (1974, 1983) dimodifikasi oleh Pitcher (1983). Granit Tipe – I mempunyai sifat petrografis dan karakteristik di lapangan: Equigranular atau in equigranular K-Felspar biasanya pink, umumnya perthic alkali-felspar, tidak pernah mikroklin Mempunyai mafic enclaves biasanya dalam variasi hornblenda Kemungkinan berupa dike mafik Kemungkinan terdapat sphene Biotit selalu hadir, umumnya coklat gelap atai hijau dalam sayatan GEOLOGI REGIONAL DAN GRANIT
5
tipis tetapi kadang merah kecoklatan. Biasanya jarang/ tidak mempunyai aluminasilikat Mempunyai nilai relatif dari harga magnetik suceptibility di atas 1,0 S.I. Magnetit dan ilmenit series dari Ishihara, 1977. Biasanya dibentuk oleh tektur primer. Textur homogenous. Umumnya kisaran dari diorit, tonalit, dan granodiorit sampai monzogranit K-Felspar dalam masadasar pada 2 fase variants Muskovit hadir dalam 2 fase variant Garnet kemungkinan hadir dalam aplites, pegmatit dan mikrogranit
Granit Tipe S: K-Felspar sebagai Megakristal K-felspar biasanya abu-abu atau putih, perthik alkali felspar, umumnya mikroklin. Tidak ada mafic enclaves, tetapi kemungkinan granit sangat mafik yang
membawa
hornblenda.
Metasedimentari
enclaves
kemungkinan hadir Tidak pernak mafik dike yang berhubungan dengan kejadian magmatik yang sama. Jarang ditemukan hornblenda, kalaupun hadir berupa aktinolit hijau pucat. Biotit selalu hadir umumnya merah foxi dalam sayatan, juga kecoklatan atau hijau gelap. Kemungkinan
aluminosilikat
seperti
kordierit,
silimanit
dan
almandin. Magnetit suceftibility sangat rendah (Ilmenit seri dr Ishihara, 1977)
GEOLOGI REGIONAL DAN GRANIT
6
Biasanya monzogranit sampai granodiorit Muskovit umumnya hadir dalam 2 fase variant Garnet, silimanit dan aluminosilikat kemungkinan hadir dalam 2 fase variant
Gambar 2. Peta geologi Pulau Batam dan Bintan
GEOLOGI REGIONAL DAN GRANIT
7
BAB III METODA PENYELIDIKAN Metoda penyelidikan meliputi penyelidikan pendahuluan (persiapan lapangan), Kegiatan lapangan yang meliputi: penentuan posisi, pengamatan oseanografi (pasang surut, arus, jejak arus dan Gelombang), perekaman data geofisika (pemeruman dan seismik) diskriptif Geologi (karakteristik pantai dan percontohan sedimen) serta kegiatan pemrosesan data dan analisa laboratorium. 3.1. Penyelidikan Pendahuluan Penyelidikan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui secara lengkap kondisi daerah penyelidikan, antara lain kondisi lingkungan laut seperti gelombang, pasang surut, arus laut, arah angin, kedalaman laut, dan kondisi endapan pasir yang mengandung sumberdaya mineral serta hubungannya dengan batuan asal yaitu granit. Cuaca di perairan Selat Malaka secara umum di pengaruhi oleh angin musim, dimana musim utara terjadi bulan Desember hingga Februari dan musim selatan terjadi pada bulan Mei hingga September, Musim transisi terjadi pada bulan Maret - April dan Oktober-November. Selama musim Utara, angin bertiup dari Utara dengan curah hujan tinggi, sedang pada musim Selatan curah hujan relatif berkurang. Adanya curah hujan yang tinggi memungkinkan sungai-sungai yang ada di daerah selidikan membawa endapan fraksi kasar ke arah pantai laut. Dari hasil ini selanjutnya direncanakan kegiatan pemetaan dan pengambilan contoh sedimen yang akan dilakukan pada daerah yang dianggap prospek dengan mempertimbangkan kedalaman laut, kondisi arus laut dan gelombang. lalulintas pelayaran, penangkapan ikan dan kondisi endapan pasir yang mengandung mineral.
METODA PENYELIDIKAN
8
3.2 Kegiatan Lapangan 3.2.1 Penentuan Posisi Operasional lapangan menggunakan kapal motor yang dilengkapi dengan penuntun arah (kompas). Penentuan posisi data geologi dan geofisika
dilakukan
dengan
menggunakan
perangkat
"global
positioning system (GPS)" jenis GPS Map. Garmin / 235 dan GPS Garmin 75. Alat ini bekerja dengan dukungan Satelit, setelah diaktifkan dan diprogram maka akan terlihat posisi titik-titik koordinat dalam bentuk lintang dan bujur geografis atau bidang proyeksi (UTM) yang dapat disimpan atau langsung dibaca pada layar monitor. 3.2.2 Oseanografi 3.2.2.1 Pasang Surut Metoda penyelidikan yang dilakukan yaitu pengukuran pasang surut, menggunakan periode pengamatan selama 15 hari yang dilakukan secara simultan dan selama melaksanakan pengukuran batimetri. Penentuan konstanta harmonik dan tipe pasang surut dipakai pendekatan Metoda Admiralty (1946). Adanya perbedaan ketinggian air saat pasang dan surut serta tipe
pasang
surut
cukup
berperan
dalam
mengontrol
sedimentasi di perairan tersebut. 3.2.2.2 Gelombang Angin merupakan salah satu faktor pembangkit gelombang laut, dengan batasan bahwa angin yang bertiup berkecepatan konstan dan melalui lintasan yang berupa garis lurus. Kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang laut secara teoritis adalah di atas 10 knot. Analisa data angin permukaan dilakukan melalui pemisahan frekuensi angin kuat (>10 knot) pada setiap arah dalam setiap bulan, kemudian dihitung persentase untuk setiap bulan dan untuk setiap tahun. METODA PENYELIDIKAN
9
Data angin yang digunakan adalah data angin stasion pengamatan selama 5 (lima) tahun. Pada pengolahan analisa data angin ini yang diperhitungkan hanyalah data angin kuat (>10 knot). Berdasarkan data angin tersebut terlihat arah angin dominan. Kamudian dari tabel
data angin dibuat
diagram
bunga
bunga.
menunjukan
Gambaran
bahwa
diagram
pembentukan
angin
gelombang
ini
yang
membangkitkan energi fluks sepanjang pantai cenderung dipacu oleh energi gelombang 3.2.2.3. Pengukuran Arus Pengukuran arus dengan menggunakan “Current Meter” Valevort/106,
untuk
melihat
arah
arus
dan
kemana
kemungkinan arah sedimentasi. 3.2.3 Geofisika 3.2.3.1. Pemeruman Posisi koordinat data pemeruman dibaca dalam selang waktu 2 menit, kemudian didigit dan di plot ke dalam peta kerja skala peta 1:50.000. Data diambil secara terpadu dengan maksud dan tujuan antara lain : Data kedalaman laut sebagai bahan pembuatan peta batimetri
guna mengetahui keadaan morfologi dan
kemantapan lereng dasar laut, Data kedalaman laut sebagai pengontrol hasil rekaman seismik dan pengambilan contoh sedimen. Pemeruman dilakukan dengan menggunakan perangkat Echosounder 230 KHz, Raytheon /DE719. bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang suara dari permukaan laut melalui "transmitting transduser" secara vertikal ke dasar laut. Kemudian gelombang suara akan dipantulkan dari dasar laut dan diterima oleh "receiver
METODA PENYELIDIKAN
10
transduser".
Gelombang
suara
yang
diterima
akan
ditransformasikan menjadi pulsa energi listrik ke "receiver". Sinyal-sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada "recorder" dalam bentuk grafis maupun digital. 3.2.3.2 Seismik Pendugaan seismik pantul dangkal dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran keadaan geologi dasar laut dalam bentuk penampang 2-dimensi yang bersifat menerus. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya. Dengan hasil yang diperoleh merupakan penampang seismik yang bersifat menerus sepanjang lintasan. Terdapat 2 signal yang dilepaskan oleh Sparker, yaitu gelombang langsung (direct signal) dan gelombang akan dibiaskan dan dipantulkan ke bawah permukaan. Ke-2 signal tersebut akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 812 meter di belakang buritan kapal, dan dikirim melalui kabel hydrophone sepanjang 3 meter untuk direkam oleh graphic recorder Filter dibuka antara 800 hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan kecepatan firing ½ second, dan kecepatan sweep ¼ second, kemudian direkam menggunakan graphic recorder EPC-4800. Kecepatan kapal diatur pada 4 knot atau disesuaikan dengan kedalaman dasar laut. Kualitas yang meliputi tingkat salinitas, kekeruhan atau komposisi dan kandungan fraksi lempung yang
melayang
didalam
menentukan/berpengaruh
air
ternyata
sangatlah
terhadap
penetrasi
gelombang
seismik ke lapisan sedimen dibawah sedimen dasar laut dan penerimaan gelombang seismik oleh transduser setelah
METODA PENYELIDIKAN
11
dipantulkan. Perekaman
data
seismik
tidak
bisa
dilakukan
karena
gangguan cuaca (alam) serta waktu survei yang pendek, sehingga kehabisan waktu untuk melakukan survei seismik. 3.3. Geologi Metoda
penelitian
geologi
selain
diskriptif
karakteristik
pantai
dan
pengambilan percontohan sedimen (Pemercontoh comot), juga melakukan pengambilan contoh dengan bor tangan di pantai 3.3.1. Pemetaan Karakteristik Pantai Karakteristik Pantai dilakukan secara diskriptif kualitatif menggunakan metoda seperti diusulkan oleh Doland, dkk (1972) yaitu berdasarkan gabungan geologi, relief, karakteristik garis pantai dan proses dominan dengan beberapa modifikasi pada legenda dan skala peta. Pengeplotan data dipandu oleh alat penentu posisi MAGELLAN GPS Garmin 75 dan orientasi lapangan dengan menggunakan peta dasar skala 1: 50.000. 3.3.2. Pengambilan Contoh Sedimen Pengambilan sedimen Laut menggunakan pemercontoh comot ("grab sampler)
sedangkan pengambilan contoh sedimen pantai dengan
menggunakan bor tangan Hand Auger Eijelkamp dengan interval contoh sedimen yang dapat mewakili ("refresentative) serta hand specimen. 3.4. Analisa Laboratorium Petrogenesis adalah suatu cara penentuan tentang asal mula terbentuknya batuan di alam dengan bantuan dari pengamatan petrografis dan analisis kimia. Perkembangan pengetahuan petrogenesis batuan beku telah dimulai sejak awal abad ke-20. Bowen dan Daly, 1930
merupakan ahli yang
pertama kali meneliti petrogenesis batuan beku berdasarkan penelitian METODA PENYELIDIKAN
12
laboratorium terhadap larutan silikat. Ahli ini berkesimpulan bahwa magma basaltik berasal dari selubung atas bumi yang terbentuk dari proses kristalisasi dan fraksinasi. Sejak munculnya teori tersebut, pengetahuan petrogenesis batuan beku terus berkembang yang memunculkan berbagai macam teori dari para ahli petrologi, seperti W.Q. Kennedy, (1933), Kuno (1960), serta Green dan Ringwood, (1967). Salah satu batuan beku yang bersifat asam dan sangat menarik kejadiannya adalah granit. Pembentukan batuan ini menjadi sangat menarik karena berasal dari magma basaltik yang berada dibawah permukaan bumi yang bergenerasi ke atas lalu bercampur dengan material kerak kontinen, sehingga menghasilkan magma yang bersifat lebih asam dari magma asal. Kemudian terjadi proses partial melting pada kerak kontinen disertai dengan timbulnya tekanan sehingga magma terinjeksi ke atas dan membentuk suatu dapur magma, selanjutnya akan membentuk batuan beku
yang bersifat asam seperti
granit dan
riolit. Kejadian yang biasa menyertai proses injeksi magma diatas adalah metamorfisme pada batuan samping yang tidak sempat mengalami partial melting, (Middlemost, 1985). Analisa laboratorium dilakukan terhadap beberapa contoh sedimen berupa: analisa besar butir, sebanyak 88 sampel analisa Kimia (unsure utama 25 sampel dan unsure jarang 25 sampel ) analisa mineral berat (53 sampel) Analisa Petrografis ( 6 sampel) serta analisa sayatan oles.(57 sampel) Analisa Lingkungan dilakukan terhadap 3 lokasi pengamatan 3.5 Pengumpulan Data Pendukung Pengumpulan data pendukung dari instansi terkait meliputi Data Geologi Regional, data angin tahunan.
METODA PENYELIDIKAN
13
BAB IV HASIL PENYELIDIKAN
4.1 Penentuan Posisi Penentuan posisi dilakukan dalam melakukan penelitian: Pengambilan percontoh sedimen Dasar Laut, Pantai dan Bor Tangan Perekaman data kedalaman Menentukan Posisi Pengukuran arus dan jejak arus Pengambilan percontoh air 4.2. Oceanografi 4.2.1 Pasang Surut Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik menarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Pengamatan pasang surut dilakukan selama 15 hari di daerah Telaga Punggur dengan menggunakan rambu ukur (Peilscale) dengan pengamatan setiap interval 1 jam. Pemilihan lokasi pengamatan pasang surut adalah disekitar pantai terdekat dengan lokasi survei. Prinsip kerja pengamatan pasang surut adalah pencatatan angka ketinggian air laut setiap 1 jam pada rambu pasang surut yang ditempatkan dilaut. (Tabel-1) Pengamatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan koreksi terhadap hasil surveri batimetri. Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini adalah metode harmonis British Admiralty yaitu untuk menghitung konstanta harmonis yang terdiri atas : muka laut rata-rata (mean sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan) komponen utama pasang surut (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1). Hasil akhir perhitungan konstanta harmonis ini adalah sbb:
HASIL PENYELIDIKAN
14
FINAL RESULT A cm
So
M2
S2
N2
K2
K1
O1
P1
M4
MS4
235.0
56.5
18.6
18.6
4.3
28.5
29.5
9.4
1.5
0.6
-60.9
14.2
266.6
14.2
-89.8
-108.2
-89.8
67.1
-159.7
g F = 0.772275
Dimana: M2 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan S2 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh matahari N2 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak bulan K2 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak matahari O1 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari K1 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari dan bulan P1 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari M4 = Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh pengaruh ganda M2 MS4=Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh interaksi antara M2 & S2 Untuk mendapatkan tipe pasang surut dapat diketahui dengan menghitung harga indeks Formzal yang diperoleh dari harga-harga konstanta harmonik dengan menggunakan persamaan: A(01) + A(K1) F = ----------------------A(M2) + A(S2)
HASIL PENYELIDIKAN
15
Gambar 3. Kurva pasang surut 15 hari di daerah sekitar Perairan Batam
Gambar 4. Kurva tinggi pasut dengan kecepatan arus Di Perairan Batam
HASIL PENYELIDIKAN
16
Dari hasil koreksi tersebut akan diperoleh angka kedalaman laut yang sesungguhnya. Hasil pengamatan pasang surut menunjukan bahwa tunggang air maksimum selama pengamatan adalah 2.72 meter dengan harga bilangan Formzal (F) sebesar 0.7722 yang berarti tipe pasang surut di daerah ini adalah campuran condong ke harian ganda, yaitu terjadi pasang/surut penuh dan pasang/surut tidak penuh
sekali dalam
sehari. Hasil perhitungan dengan metode admiralty diperoleh harga MSL sebesar 2.35 meter. Harga ini selanjutnya digunakan untuk angka koreksi kedalaman laut. (Gambar-3) Pasang surut di daerah ini sangat berpengaruh terhadap pola pergerakan massa air, dimana gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan arus pasang surut. 4.2.2 Pengamatan Arus Pengamatan arus di sekitar perairan Batam ini dilakukan pada tgl 1415 Juli di satu titik (stationer) dengan 3 kedalaman laut yg berbeda , yaitu kedalaman permukaan, menengah dan dasar laut (2m, 6m, 12 m). Pengamatan arus ini dilakukan selama 26 jam dengan interval pengukuran tiap 1 jam. Hasil dari pengamatan arus ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara pola arus dengan pasang surutnya Kisaran hasil kecepatan pengukuran arus di lokasi pengukuran (tabel 2) adalah: Kedalaman permukaan : 0.1 m/det - 1.6 m/det Kedalaman menengah : 0 – 1.5 m/det Kedalaman dasar laut : 0 – 1.5 m/det Dari kurva perbandingan tinggi pasut dan kecepatan arus (gambar 4) terlihat bahwa kecepatan air relative naik pada pada saat kondisi air menuju pasang tidak penuh dan saat kondisi air menuju surut penuh (setelah pasang penuh). Kecepatan relative menurun pada saat surut
HASIL PENYELIDIKAN
17
tidak penuh dan pada saat menuju surut minimum. Pasang dan surut penuh (maksimum) sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kecepatan arus. Dari
hasil
pengamatan
dapat
disimpulkan
bahwa
kecepatan-
kecepatan maksimum terjadi pada saat: pasang tidak penuh 5 jam setelah pasang penuh/2 jam sebelum surut minimum. Sedangkan kecepatan-kecepatan minumum terjadi pada saat: Satu s/d dua jam setelah surut tdk penuh Tiga jam setelah surut penuh. Kecepatan arus nol (arus diam) terjadi pada kedalaman menengah dan dasar laut, yaitu pada jam 18.00 dan 19.00 yaitu pada saat perubahan dari surut tdk penuh menuju pasang penuh. Sedangkan arah dominan arus di daerah penelitian ini adalah arah Utara – Selatan. Pada saat air pasang dan surut tidak penuh, arah arus dominan ke Selatan. Sedangkan pada saat air menuju pasang dan surut penuh (maksimal), arus dominan ke arah Utara (Gambar 5,). Jadi perubahan arah arus terjadi pada kondisi air dari surut menuju pasang. Data arus umum yang meliputi arah dan kecepatan arus selanjutnya dianalisa menjadi komponen arus pasang surut dan arus non-pasang surut menggunakan pemisahan arus komponen utara dan timur. Perhitungan arus pasang surut dengan cara memisahkan komponen arus utara dan komponen arus timur menggunakan data lokal pada tiga kedalaman berbeda menghasilkan :
HASIL PENYELIDIKAN
18
Gambar 5. Hubungan pasang surut dengan pola arus di sekitar daerah pengamatan dan penelitian
HASIL PENYELIDIKAN
19
a. Arus non-pasut Kecepatan dan arah arus non-pasang surut hasil pengamatan adalah sebagai berikut : Arus permukaan (2 m)
: 0.026 m/detik dan 22o
Arus menengah (6 m)
: 0.018 m/detik dan 61o
Arus bawah (12 m)
: 0.014 m/detik dan 56o
b. Arus pasang surut Kecepatan arus pasang surut hasil pengamatan berdasarkan pemisahan komponen arus utara rata-rata dan arus timur rata-rata adalah sebagai berikut : Arus permukaan (2 m)
: arus utara 0.024 m/detik arus timur
0.010 m/detik Arus menengah (6 m)
: arus utara 0.008 m/detik
arus timur
0.015 m/detik Arus bawah (12 m)
: arus utara 0.008 m/detik arus timur
0.012 m/detik (arah ke barat) Hasil lengkap data dan perhitungan arus untuk arus permukaan, arus menengah dan arus bawah dapat dilihat pada Tabel-3 a,b,c) Hasil pengeplotan data kecepatan dan arah arus pada Diagram Bunga Arus (Current rose Diagram) untuk arus permukaan (Gb-6a), arus menengah (Gb-6b) dan arus bawah (Gb-6c) menunjukkan bahwa secara
statistik
arus
permukaan
pada
saat
yang
sama
memperlihatkan kecenderungan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan arus menengah dan arus bawah, namun mempunyai arah yang hampir sama. Hasil plot antara kecepatan dan arah arus pada diagram bunga arus menunjukkan bahwa :
HASIL PENYELIDIKAN
20
Gambar 6a. Diagram bunga angina arus bawah tanggal 14-15 Juli 2003 Perairan Batam
HASIL PENYELIDIKAN
21
Gambar 6b. Diagram bunga arus menengah tanggal 14-15 Juli 2003 Perairan Batam
HASIL PENYELIDIKAN
22
Gambar 6c. Diagram bunga arus permukaan tanggal 14-15 Juli 2003 Perairan Batam
HASIL PENYELIDIKAN
23
Kecepatan maksimum arus permukaan pada saat menuju surut penuh mencapai 1.6 m/detik dengan arah dominan 5o, sedangkan arus maksimum pada saat pasang tidak penuh 1.6 m/detik menuju ke arah 189o. Kecepatan maksimum arus menengah pada saat menuju surut penuh mencapai 1.5 m/detik dengan arah dominan 7o, sedangkan arus maksimum pada saat pasang tidak penuh 1.5 m/detik menuju ke arah 184o. Kecepatan maksimum arus bawah pada saat menuju surut penuh mencapai 1.5 m/detik dengan arah dominan 5o, sedangkan arus maksimum pada saat pasang tidak penuh 1.5 m/detik menuju ke arah 184o. Secara keseluruhan karakteristik arus permukaan, menengah dan bawah memperlihatkan pola yang seragam yaitu dominan ke arah utara pada saat pasang dan surut penuh dan dominan ke arah selatan pada saat pasang tidak penuh dan surut tdk penuh. Gambar 6-b, c, dan d, menunjukkan diagram bunga arus hasil pengamatan. Sedangkan kecepatan maksimum terjadi pada saat kondisi air menuju pasang tidak penuh dan surut penuh. Jadi dari data arus stationer tersebut menunjukkan bahwa kecepatan dan arah arus didominasi oleh fluktuasi pasang surut. 4.2.3 Float Tracking Jejak partikel air yang digerakkan oleh arus diamati menggunakan “float tracking” dilengkapi dengan 3 buah cruciform untuk kedalaman permukaan, menengah, dan kedalaman dasar. Pengamatan masingmasing “float” diamati menggunakan GPS. Pada saat pelepasan “float” akan dilakukan penentuan posisi awal, kemudian setelah beberapa waktu dilakukan lagi pencatatan posisi dari “float-float” yg bergerak sampai dengan posisi akhir pelampung, sehingga dengan
HASIL PENYELIDIKAN
24
menarik garis titik titik pengukuran (dari titik awal sampai titik akhir) cruciform, akan diketahui arah arus. Pada peta diplot berupa titik-titik (garis) sehingga merupakan lintasan gerak atau trayektori (gambar 7.) masing-masing float sehingga kecepatan dan arah masing-masing gerakan massa air utk kedalaman-kedalaman tersebut dapat ditentukan. Dari arah arus tersebut dapat pula diketahui arah arus umum yang menggerakan berdasarkan prosentase terbesar. Dari arah jejak partikel air tersebut dapat pula diketahui arah arus umum yang menggerakan berdasarkan prosentase terbesar. Dari hasil plot jejak partikel air selama pengamatan (gambar 7-a.) terlihat arah dominan sejajar dengan garis pantai yaitu berarah Utara– Selatan. Gambar 7-b, Waktu pengamatan dan kondisi air 1. Pada saat kondisi air menuju pasang tidak penuh berarah dominan ke selatan dengan kecepatan : Permukaan
: 1.167 m/dt – 1.69 m/dt Menengah
Bawah
: 1.13 m/dt – 1.62 m/dt
: 1.058 m/dt – 1.618 m/dt
2. Pada saat kondisi air pasang tidak penuh, berarah dominan ke Selatan dengan kecepatan: Permukaan
: 1.31 m/dt
Menengah
: 1.31 m/dt
Bawah
: 1.31 m/dt
3. Pada saat kondisi air menuju surut tidak penuh, berarah ke Selatan dengan kecepatan: Permukaan
: 0.868 m/dt
Menengah
: 0.832 m/dt
Bawah
: 0.822 m/dt
4. Pada saat kondisi air surut tidak penuh, berarah ke Selatan dengan kecepatan: Permukaan
HASIL PENYELIDIKAN
: 0.156 m/dt
25
Menengah
: 0.158 m/dt
Bawah
: 0.167 m/dt
Gambar 7. Peta jejak arus Perairan Batam – Bintan Riau
5. Pada saat kondisi air menuju pasang penuh, berarah ke Barat Laut dengan kecepatan: Permukaan
: 0.352 m/dt
Menengah
: 0.287 m/dt
Bawah
: 0.232 m/dt
6. Pada saat kondisi air menuju surut penuh, berarah ke Utara dengan kecepatan: Permukaan
: 0.883 m/dt - 2.120m/dt
Menengah
: 0.862 m/dt - 2.019 m/dt
Bawah
: 0.836m/dt - 1.903 m/dt
HASIL PENYELIDIKAN
26
7. Pada saat kondisi air surut penuh, berarah ke Utara dengan kecepatan: Permukaan
: 1.468 m/dt
Menengah
: 1.416 m/dt
Bawah
: 1.385 m/dt
Dari hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa kecepatan pada kedalaman permukaan relatif lebih besar dibandingkan kecepatan jejak partikel air di bawahnya. Hal ini disebabkan arus permukaan sangat dipengaruhi oleh angin permukaan disamping adanya gesekan arus dengan dasar laut. Pada saat surut tidak penuh menuju pasang penuh terjadi perubahan arah arus (jejak arus) yaitu dari Selatan menuju Utara. Hal ini menyebabkan kecepatan permukaan relatif lebih kecil dari arus di bawahnya. Sampai suatu saat kecepatannya mencapai nol (kecil sekali). Secara keseluruhan arah dominan pola pergerakan massa air daerah ini sejajar dengan garis pantai yaitu berarah Utara – Selatan. hasil ini sama dengan data yang diperoleh dari pengukuran arus secara stasioner. Kecepatan jejak arus disekitar lokasi pengamatan berkisar dari 0.156 m/det – 2.019 m/det dan kecepatan maksimum terjadi pada saat kondisi air menuju pasang tidak penuh dan saat kondisi air menuju surut penuh. 4.2.4. Angin Permukaan Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan faktor utama penyebab timbulnya gelombang laut. Gelombang yg ditimbulkan angin ini merupakan suatu model yang dikenal sebagai gelombang oscillatory dan dapat didefinisikan parameter gelombangnya. Menurut teori Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB) kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang adalah sekitar 10 knot.
HASIL PENYELIDIKAN
27
Gambar 8. Diagram bunga angina daerah Batam dan sekitarnya tahun 1992-1996 Data yang digunakan dalam laporan ini adalah data kecepatan angin maksimum (dalam satuan knot). Data ini diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi selama 5 tahun pengamatan yaitu tahun 1992 sampai tahun 1995. Data diambil dari stasiun yang terletak di Kijang, Tanjung Pinang, Bintan yang berada 56 feet diatas permukaan air dengan letak geografisnya 00°35’N dan 104°32E. Dari keseluruhan data angin tersebut dilakukan pemisahan untuk angin kuat (>10 knot) dan dihitung frekuensi kecepatan angin untuk masing-masing interval pengelompokan, yaitu
interval kecepatan
angina 11-16 knot, 17-21 knot, 22-27 knot, 28-33 knot, >33 knot. Arah angin dipisahkan menjadi 8 arah angin dominan berdasarkan interval HASIL PENYELIDIKAN
28
sudut 2 x 22.5o dari arah angin utama yaitu : utara, timurlaut, timur, tenggara, selatan, baratdaya, barat dan baratlaut.
Pembuatan
diagram bunga angin dilakukan dengan cara “spreading” yaitu memisahkan arah dan kecepatan angin berdasarkan frekuensi kejadian atau prosentase frekuensi kejadian gambar 8. Prakiraan gelombang signifikasi dan gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan data angin dari tiap arah dominan dan panjang fetch (jarak pengaruh angin). Pemisahan angin kuat (lebih besar dari 10 knot) yang dilakukan sebagai langkah awal dalam pengolahan data, menghasilkan frekuensi terbesar pada kelompok bilangan Beaufort 11-16 knot. Berdasarkan arah angin yang bertiup di pantai Kijang Bintan dan sekitarnya ini dominan berasal dari Timur Laut. Hal ini dapat dilihat pada table 4. Frekuensi angin kuat dari arah Timur laut ini sebanyak 114 disusul dengan angin Selatan sebanyak 102 dan angin Utara 69 yang terjadi selama 5 tahun pengamatan yaitu tahun 1992 sampai dengan 1995. Jika diprosentasekan terhadap seluruh jumlah angin kuat selama 5 tahun, maka prosentase angin Timur Laut adalah 30.69%, angin Selatan 26.24% sedang angin Utara 18.07%. Dilihat dari presentase besarnya angin di atas terlihat bahwa angin yg berpengaruh dalam proses dinamika pantai timur P. Batam adalah angin Timur Laut, Selatan dan Utara. Sedangkan bagian barat P. Bintan adalah angin Selatan dan Utara dan utara p. Bintan adalah angina Utara, Timur Laut dan Barat Laut. Ditinjau dari letak geografis pulau Batam dan Bintan, arah angin dominan yang mempunyai kemungkinan membangkitkan gelombang yang merambat sampai ke pantai P.Batam adalah dari arah utara, timurlaut, dan sebagian dari Timur dimana ketiga arah mata angin tersebut untuk sebagian besar titik-titik amat mempunyai fetch sangat besar (>200 km), Sedangkan sebagian angin dari arah Timur, Tenggara, Selatan terhalang oleh P, Bintan dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Sedangkan untuk P. Bintan, arah angin dominan yang mempunyai HASIL PENYELIDIKAN
29
kemungkinan membangkitkan gelombang sampai ke P. Bintan adalah angin Utara, Timur Laut, Barat Laut (utk titik amat 9 s/d 13). Sebagian besar titik amat sepanjang Pantai Barat P. Bintan mempunyai fetch yang relalif kecil krn terhalang oleh P. Batam dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Energi fluks gelombang dihitung sepanjang pantai timur P. Batam dengan 17 titik tinjau. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dari tabel 5-a. Nilai energi fluks yang didapat untuk setiap titik sangatlah bervariasi, hal ini disebabkan oleh karena energi gelombang yang tiba disuatu titik juga bervariasi tergantung pada panjang fetch di titik tersebut, perbedaan morfologi pantai, dan pengaruh angin yang diterima oleh masing-masing titik tinjau. Variasi besarnya energi fluks gelombang dapat lebih jelas dilihat pada grafik 8-a dan 8-b.
Gambar 8a. rafik energi fluks terhadap titik tinjau P. Batam
HASIL PENYELIDIKAN
30
Gambar 8b. Grafik energi fluks terhadap titik tinjau P. Bintan
Daerah yang diperkirakan akan mengalami proses abrasi untuk pantai Timur P. Batam adalah: antara titik tinjau 1-2, 4-5, 8-9, 12-13, 15-16. Daerah yang diperkirakan mengalami proses sedimentasi adalah : antara titik tinjau 2-4, 5-6, 10-12, 13-15. Sedangkan untuk P. Bintan (pantai Barat P. Bintan dan sebagian Pantai Utara) dilakukan sebanyak 13 titik tinjau. Daerah yang diperkirakan mengalami proses abrasi adalah: sepanjang titik tinjau 5 sampai dengan 10, dan 12-13. Daerah yang diperkirakan mengalami proses sedimentasi adalah antara titik tinjau 4-5 dan 10-12. Untuk titik tinjau1,2 pengaruh angin sangat kecil sekali karena terhalang oleh tanjung dan pulau-pulau disekitarnya dan diantara titik tinjau 3-4 terdapat Pelabuhan/dermaga Tanjung Uban. Karena banyaknya distribusi pulau-pulau yang ada di sekitar perairan P. Batam dan P. Bintan sehingga panjang fetch relatif kecil, Hal ini mengakibatkan gelombang yang timbul relative kecil. Padahal salah satu penyebab utama perubahan pantai adalah gelombang yg cukup besar disamping besarnya angin yang bertiup di daerah titik tinjau. HASIL PENYELIDIKAN
31
Jadi pengaruh angin pada proses perubahan pantai di sekitar perairan P. Batam dan P. Bintan ini relative kecil. 4.3. Geofisika Pemeruman (Survei Batimetri) Metoda pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman permukaan dasar laut yang hasilnya dapat memberikan gambaran morfologi dasar laut. Prinsip kerja pemeruman adalah pengiriman pulsa energi gelombang suara dari permukaan laut melalui sinyal suara vertikal ke dasar laut yang akan dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima sebagai pulsa energi listrik. Selanjutnya oleh penerima akan diubah menjadi grafik dan data digital.
Gambar 9. Peta Batimetri Perairan Batam - Bintan Riau
HASIL PENYELIDIKAN
32
Gambar 10. Peta energi fluks, pergerakan sediment Selat Batam dan Bintan Propinsi Riau Pengambilan data batimetri dilakukan sepanjang lintasan kapal survei yang dipandu oleh GPS. Panjang lintasan sounding pada survey di Perairan Batam ini sekitar 265 kiloline. Kedalaman dasar laut diperoleh sepanjang lintasan pemeruman yang dikoreksi dengan hasil analisis pasang surut dan kedalaman tranduser sehingga diperoleh kedalaman sesungguhnya. Dari data yg sudah dikoreksi didapatkan kedalaman laut berkisar dari 0.8 m sampai dengan 58 m yang kemudian dihubungkan oleh garis kontur dengan interval 5 m. Dari hasil peta kontur kedalaman laut (gambar 9) terlihat bahwa kedalaman laut disekitar Perairan P. Bintan (bagian Barat daerah penelitian) relatif lebih dalam dibandingkan dengan perairan sekitar P. Batam, sehingga dijadikan alur pelayaran kapal/ferry dan kedalaman laut yg relatif dangkal disekitar pantai. Disekitar P. Bintan kedalaman relatif dalam dan dijumpainya cekungan yang berarah Utara-Selatan. HASIL PENYELIDIKAN
33
4.4 Geologi 4.4.1 Pemetaan Karakteristik Pantai Pemetaan karakteristik pantai dilakukan sekitar barat pulau Batam dan timur pulau Bintan di daerah Selat antar P. Batam dan P. Bintan, yang diarahkan kepada studi ciri litologi, sifat fisik (morfologi pantai), relief, vegetasi, kondisi geologi dan karakteristik garis pantai (Dolan, 1975) (Lampiran2), ragam dan tata ruang pantai tersebut merupakan hasil hubungan secara interaksi antara proses geologi, aktifitas manusia dan aspek oseanografi fisika seperti : angin, gelombang, arus, daya tahan litologi, geologi struktur dan topografi Geometri
pantai primer sangat dipengaruhi oleh tatanan
struktur
geologi regional seperti adanya subduksi (subduction). Pantai curam (cliff/rocky head land, steep-slope beaches), pantai berpasir
yang
terdiri atas pantai kantong pasir (sandy pocket beaches), pantai Perairan (embayment
beaches) merupakan ciri umum pantai di
Perairan Riau. Salah satu kegiatan survei pantai di daerah ini adalah memetakan karakteristik elemen-elemen pantai yang meliputi pengukuran dan pengamatan penampang pantai (beach profile) serta pengambilan contoh sedimen pantai (beach sediment). baik secara hand speciment maupun dengan menggunakan bor tangan. Berdasarkan hasil studi di lapangan dan pengklasifikasian kategori tipe pantai yang didasarkan pada klasifikasi Dolan (1975), variasi dari karakteristik pantai di daerah selidikan dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe pantai (Gambar-10) yaitu : Type I : tipe ini dapat dicirikan dengan singkapan granit dan endapan alluvial (pasir), ke arah pantai granit sebagian tertutup oleh terumbu karang. Topografi umumnya mempunyai relief sedang sampai tinggi. Garis pantai sepanjang barat Pulau Batam dibangun oleh singkapan granit, dengan morfologi pantai bertebing (“beach cliff”) dan sebagian berupa pantai berbatu yaitu pada PBT-01, PBT-02, PBT-04, PBT-05, HASIL PENYELIDIKAN
34
PBT-7, PBT-8, PBT-12, PBT-14, pasir pantai (“beach sand”), terumbu karang (“coral reef”) dan sedikit vegetasi (“cocunut plantation”). Daerah ini dikembangkan sebagian sebagai daerah pemukiman (“settlement”), industri (Pabrik-pabrik), galangan kapal (pembuatan dermaga). Ciri pantai ini ditemukan mulai dari daerah Telagapunggur sampai Pangkalan Api (pesisir pantai barat Pulau Batam), pulau-pulau kecil di sekitar perairan Selat Riau seperti Pulau Todat, . Pulau Lepang, Pulau Gondo, Pulau Kubang, Pulau Kasem (PKS-01), Pulau Raja, sebagian di Pulau Tanjung Sau (PGB-01, PGB-02) dan juga di Pulau Buau. Pulau Sukerah (PBN-01 dan PBN-03 (Daerah pesisir timur Pulau Bintan). Type II : tipe ini dapat dicirikan dengan keterdapatannya yang sangat dominan
dari seluruh daerah selidikan terutama di daerah Pulau
Seribu sampai Batu besar (Pualau Batam). Pulau Mangkil (Pesisir Pulau Bintan bagian selatan). Litologi didominasi oleh batupasir resistansi menengah dengan interkelasi batulempung dan endapan alluvial, ke arah garis pantai batupasir tertutup oleh terumbu karang (coral reef). Topografi dari garis pantai ini terutama mempunyai relief rendah sampai menengah. Pada garis pantai terdapat singkapan pedataran lumpur (“mud flat”) dan mangroves. Garis pantai ini dikembangkan sebagai pusat aktifitas urbanisasi (“built up areas”), dan pemukiman (settlement). 4.4.2. Pengambilan Contoh Sedimen Pengambilan percontoh sedimen terdiri dari (Gambar-11), Percontoh sedimen pantai sebanyak 15 lokasi dengan menggunakan bor tangan dan hand specimen, percontoh laut sebanyak 76 lokasi dengan menggunakan pemercontoh comot 4.4.2.1 Percontoh pantai Bor tangan dilakukan untuk mengetahui kedalaman dari sedimen dalam hal ini untuk mengetahui jenis serta ketebalan
HASIL PENYELIDIKAN
35
dari pasir pantai serta kaolin atau pelapukan granit. Berdasarkan data dari 7 lokasi pemboran tangan (Tabel 6) yaitu 4 lokasi di pantai P. Batam (Gambar 12) dan 3 lokasi di Pantai P. Bintan. (Gambar13)
Gambar 11. Peta Lintasan dan Pengambilan Percontoh Sedimen Perairan Selat Batam dan Bintan, Propinsi Riau Percontoh pantai yang diambil secara hand specimen sebanyak 18 lokasi contoh (Tabel 7) yang terdiri dari 13 lokasi percontoh sedimen dari selatan ke utara di Pulau Batam dan 5 lokasi utara ke selatan di Pulau Bintan 4.4.2.2. Percontoh Sedimen Dasar Laut Sebanyak
76
menggunakan
percontoh pemercontoh
laut
telah
comot,
diambil
dengan
sedangkan
dengan
penginti gaya berat tidak dapat menghasilkan sedimen, karena sedimennya lepas. Berdasarkan deskripsi megaskopis (Tabel 8), sedimen di daerah selidikan terdiri dari: Pasir, Terumbu pasir, lempung, pasir lumpuran dan Terumbu karang. HASIL PENYELIDIKAN
36
Gambar 12. Korelasi bor tangan di Pantai Pulau Batam
Gambar 13. Korelasi bor tangan di Pantai Pulau Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
37
Pasir terdiri dari pasir hitam dan pasir coklat. Pasir hitam, ukuran butir halus – sedang, lepas, mengandung mineral hitam dan sedikit pecahan cangkang moluska. Pasir coklat ukuran butir halus-sedang, lepas, mengandung pecahan cangkang moluska dan sedikit mineral hitam. Terumbu karang, putih mengandung sedikit pasir pada bagian atasnya.
Gambar 14. Peta sebaran sediment permukaan dasar laut Perairan Selat Batam dan Bintan Propinsi Riau
4.5. Analisa Laboratorium Analisa laboratorium yang dilaukan terdiri dari analisa besar butir, analisa mineral berat, analisa oles, analisa petrografi dan analisa kimia. 4.5.1. Analisa besar butir, sebanyak 8 sampel Berdasarkan data analisa besar butir sebanyak 88 percontoh sedimen terdiri dari 61 percontoh laut dan 27 percontoh sedimen pantai dari hasil bor tangan (Tabel 9), sedimen permukaan dasar laut daerah
HASIL PENYELIDIKAN
38
selidikan dapat dikelompokkan menjadi 5 satuan tekstur sedimen yaitu pasir, pasir kerikilan, kerikil pasiran, lumpur dan Pasir Biogenik (Gambar 14). Satuan pasir tersebar sekitar 40% di daerah selidikan yaitu daerah utara dan selatan, sedangkan di bagian tengah pasir umumnya sebagai pengisi rekahan atau cekungan-cekungan pada terumbu karang. Ukuran butir pasirnya adalah antara –0.5 phi sampai 4 phi atau 14 mesh dan 200 mesh. Prosentase pasirnya bervariasi 30% 80%. Secara megaskopis pasir ini berukuran halus-sedang sampai kasar, bahkan di bagian tepi dekat pantai pasir ini berukuran kerikil. Kerikil pasiran (3%) ditemukan hanya setempat – setempat terutama dekat pantai di Pulau Bintan, sedangkan pasir kerikilan (7%)terdapat sepanjang pantai timur pulau Batam. Terumbu tersebar hampir 50% di daerah selidikan, terutama pada bagian tengah daerah selidikan, dimana arusnya kuat pada kedalaman laut antara 10 m dan 40 m. Karena arusnya kuat, maka sedimen pasir terbawa arus sehingga tinggal terumbu karangnya. 4.5.2 Analisa mineral berat Metoda pemisahan mineral berat dilakukan dengan menggunakan larutan berat bromoform (BJ 2,88). Jadi mineral berat yang diperoleh mempunyai berat jenis sama dan atau lebih besar dari 2,88 (Breiinmeyer, 1978). Adapun kandungan tiap mineral berat (dalam persen) tiap lokasi didapat berdasarkan hasil perkalian antara perbandingan jumlah mineral yang bersangkutan terhadap jumlah keseluruhan mineral berat yang ada dengan persen total mineral berat. Yang sebelumnya persen total mineral berat ini, diperoleh dengan membandingkan berat mineral berat dengan berat asal kering dan kemudian mengalikannya dengan perbandingan antara berat mineral 3 phi terhadap berat mineral hasil bromoform, tentu saja setelah dikurangi berat mineral yang bersifat magnet (dengan menggunakan hand magnet). HASIL PENYELIDIKAN
39
Gambar 15. Kandungan Mineral Berat dari Selatan ke Utara Selat Batam dan Bintan
Sebanyak 53 percontoh sedimen telah dilakukan analisis mineral Berat yang terdiri dari 34 percontoh sedimen permukaan dasar laut dan 19 percontoh sedimen pantai. Berdasarkan Gambar 15 Grafik Kandungan Mineral Berat dari selatan ke utara terlihat bahwa Mineral magnetit dan kasiterit mempunyai nilai yang tinggi pada BT-34 dan kandungan yang terkecil pada BT-19, yaitu di tengah-tengah hal ini kemungkinan akibat arus yang sangat besar di tengah-tengah. Pada gambar.16 grafik kandungan mineral berat dari pantai Pulau Batam Timur ke arah lepas pantai, kandungan magnetitnya sangat tinggi pada BT-12 dan BT-53, sedangkan kasiteritnya relatif stabil.
HASIL PENYELIDIKAN
40
Gambar 16. Kandungan Mineral Berat dari Pulau Batam ke arah Lepas Pantai
Sedangkan di Selatan P. Bintan dengan P. Sauh dari utara ke selatan, Gambar 17 Kandungan Mineral Berat nya terdiri dari magnetit dengan kandungan yang besar kemudian kaseterit, hematit, zirkon, leokosen, dolomit, augit dan ilmenit. Gambar 18, Kandungan Mineral Berat dekat pantai Bintan timur, memperlihatkan kandungan magnetit yang tinggi terutama pada BT-12 dan BT-53, sedangkan pada BT-6, 17 dan 29.
HASIL PENYELIDIKAN
41
Gambar 17. Kandungan mineral berat di Selat P. Bintan dengan P. Sauh dari Utara ke Selatan
Gambar 19. Kandungan mineral berat secara vertikal dari atas ke bawah di Pulau Batam, memperlihatkan kandungan maghetit yang semakin menurun dari atas ke bawah, sedangkan untuk mineral kasiterit dan mineral lainnya tidak menunjukkan arah yang berkurang. Gambar 20. menunjukkan kandungan mineral berat secara vertikal dari atas ke bawah di P. Bintan kandungan magnetit dan dolomit yang sangat besar di permukaan sdangkan di bawah permukaan sangat kecil di bawah 0,01 %. Didapatkan 15 jenis mineral (Tabel-10) terdiri dari 12 mineral berat dan 3 non mineral berat yaitu kuarsa, biotit dan dolomit yang tebawa pada waktu proses pemisahan mineral berat. Ke dua belas mineral berat
tersebut
adalah:
Magnetit,
Kasiterit,
Zirkon,
Monasit,
Hornblenda, Tourmalin, Pirit, Ilmenit, Hematit, leokosen, augit, diopsid. HASIL PENYELIDIKAN
42
Magnetit (Fe3O4), termasuk group oksida, Hitam agak kebiruan, membulat, kilap
submetalik, sepintas mirip ilmenit , tetapi agak
buram, magnetit terbentuk dibawah kondisi yang agak lemah dibanding hematit dan terjadi berupa endapan bijih. terjadi pada beberapa tipe batuan magmatik, pegmatit, kontak metasomatik Magnetit digunakan sebagai campuran pada besi, dan baja.
Gambar 18. Kandungan Mineral Berat dari Utara ke selatan sepanjang lepas pantai Batam Timur
Didaerah selidikan magnetit terdapat pada seluruh contoh sedimen permukaan dasar laut yang dianalisa dengan kandungan terbesar pada BT-12 sebesar 0,4585% dan kandungan terkecil pada BT6sebesar 0,0014 % serta dibawah permukaan terdapat pada BTB_- 2, BTB –3, BTB-4, BTN-1, BTN-2 dan BTN-3. Kasiterit (SnO2),termasuk group oksida, merah kecoklatan, prismatik, identik dengan rutil, kekerasan 6 - 7, berat jenis 6,8 - 7,0. sinonim dengan bijih timah, endapan Kasiterit genesanya berasosiasi dengan batu beku asam terutama granit. terbentuk pada akumulasi pegmatit, HASIL PENYELIDIKAN
43
endapan kontak metasomatik dan hydrothermal. Kasiterit digunakan untuk solder, untuk keramik, timah pada campuran tembaga.
Gambr 19. Kandungan mineral berat secara vertical di P. Batam
Gambr 20. Kandungan mineral berat secara vertical hasil bor tangan di P. Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
44
Didaerah selidikan kasiterit terdapat pada 30 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-34 sebesar 0,06343% dan kandungan terkecil pada BT-41sebesar 0,0005% dan dibawah permukaan pada contoh sedimen pada BTB-1 (100 120 cm), BTB-2 ( 0 – 60 cm), BTB-3 (20 – 60 cm), BTB-4 (20 – 120 cm), BTN-1 (60 – 100 cm), BTN-2 (60 – 80), BTN-3 (20 – 160 cm) Zirkon (ZrSiO4), termasuk group silikat Putih/bening, prismatik, permukaan datar kekerasan 7 - 8, berat jenis 4,68 - 4,7. merupakan unsur radioaktiv, terjadi pada daerah yang kecil pada batuan intrusi magmatik, nephelin, syenit, granit, diorit. Zirkon karena bentuknya yang bagus digunakan untuk batu perhiasan, Didaerah selidikan zirkon
terdapat pada 21 contoh sedimen
permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-11 sebesar 0,01454% dan kandungan terkecil pada BT-29 sebesar 0,000009% dan
dibawah permukaan dasar sedimen pada BT-34
sebesar 0,06343% dan kandungan terkecil pada BT-41sebesar 0,0005% dan dibawah permukaan pada contoh sedimen pada BTB-3 (20 – 60 cm), BTB-4 (20 –120 cm), BTN-1 (60 – 100 cm), BTN-3 (80 – 100 cm) Monasit (Ce La Nd Th)PO4, termasuk group Posfat, biasanya terjadi sebagai kristal tersendiri, Putih agak kekuningan, bentuk segienam bagian pinggir hitam permukaan datar kekerasan 5 - 5,5, berat jenis 4,9 - 5,5. merupakan unsur radioaktiv, terjadi pada pegmatit granit dan gneiss. Monasit merupakan sumber unsur tanah jarang dari thorium, cerium, lanthanum dan neodimium, Didaerah
selidikan
Monasit
terdapat
pada
contoh
sedimen
permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-11 sebesar 0,00291% dan kandungan terkecil pada BT27 sebesar 0,00008% Hornblenda
Ca2(MgFe)4Al(Si17Al)O22(OH,F),
termasuk
group
silikat, hijau kecoklatan bentuk prismatik memanjang, kekerasan 5,5 -
HASIL PENYELIDIKAN
45
6, berat jenis 3,1 - 3,3., umumnya terjadi pada batuan beku medium basa seperti syenit, diorit, granodiorit. Didaerah selidikan Hornblenda terdapat pada 3 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-21 sebesar 0,0003% dan kandungan terkecil pada BT-34 sebesar 0,00064% . Tourmalin
Na(Mg
Fe
Li
Mn
Al)3Al6(Bo3)3Si16O18(OH,F)4,
termasuk group silikat, merah kecoklatan bentuk prismatik, kekerasan 7 - 7,5, berat jenis 2,9 - 3,25., umumnya terjadi pada batuan pegmatit berasosiasi dengan mineral yang mengandung lithium, cesium, rubidium dan elemen unsur jarang lainnya., pada granit berasosiasi dengan kuarsa, topas, kasiterit. Warna yang bagus dari tourmalin dipotong untuk dijadikan batu perhiasan, juga untuk kontrol frekuensi radio transmiter. Didaerah selidikan Tourmalin terdapat pada 3 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-11 sebesar 0,00291% dan kandungan terkecil pada BT-21 sebesar 0,0002% . Pirit FeS2, termasuk group sulfida, kuning kecoklatan,
bentuk
membulat, kilap metalik kekerasan 6 - 6,5, berat jenis 4,29 - 5,2., komposisi
kimia
terkadang
berasosiasi
dengan
emas,
perak.
umumnya terjadi pada kontak metasomatik, proses metamorf, hydrothermal dan berupa bijih dari hasil sedimentasi, biasanya berasosiasi dengan tembaga, seng kadang emas. Pirit digunakan sebagai pewarna atau sumber dari pada besi (Fe) Didaerah selidikan Pirit terdapat pada 6 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-22 sebesar 0,00285% dan kandungan terkecil pada BT-6 sebesar 0,00015% , secara vertikal Pirit terdapat pada BTB-3 (20 – 40 cm) Ilmenit FeTiO3, termasuk group oksida, hitam kecoklatan, kekerasan 5 - 6, berat jenis 4,72,. umumnya terjadi pada batuan beku basa HASIL PENYELIDIKAN
46
biasanya berasosiasi dengan magnetit. Ilmenit dalam akumulasi yang besar digunakan sebagai sumber titanomagnetit, pigmen putih dan industri baja, karena tahan terhadap korosi, maka digunakan dalam industri kapal. Didaerah selidikan Ilmenit terdapat pada 27 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-11 sebesar 0,01745 % dan kandungan terkecil pada BT-24 sebesar 0,00019% , secara vertikal pada BTB-1 (80 120 cm), BTB-2 ( 0 – 60 cm), BTB-3 (20 – 60 cm), BTN-1 (60 – 100 cm), BTN-3 (20 – 160 cm) Hematit (Fe2O3), termasuk group oksida, hitam kecoklatan, bentuk membulat, kilap submetalik kekerasan 5,5 - 6, berat jenis 5 - 5,2. umumnya terjadi dibawah kondisi oksida dengan temperatur yang tinggi, pada batuan beku asam seperti granit syenit. Hematit digunakan dalam proses peleburan besi dan baja dan digunakan sebagai pewarna pada pensil merah. Didaerah selidikan Hematit terdapat pada 22 contoh sedimen permukaan dasar laut dengan kandungan terbesar pada BT-34 sebesar 0,0062% dan kandungan terkecil pada BT-71 sebesar 0,00011% , secara vertikal pada BTB-1 (80 100 cm), BTB-2 ( 20 – 60 cm), BTB-3 (40 – 60 cm), BTN-1 (60 – 100 cm), BTN-2 (60 – 80 cm) 4.5.3 Analisa Petrografis Analisa petrografis dilakukan pada 6 lokasi batuan granit yang segar yaitu 3 lokasi di P. Bintan (PBN-1A, PBN-1B dan PBN-2) dan 3 lokasi di P. Batam (PBt-12, 13 dan 14). Deskripsi pada tabel 11. Foto-1 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBN-1A, yaitu batuan beku granit yang terdiri dari plagioklas (20%), orthoklas (30%), kuarsa (25%), biotit (20%) dan mineral opak (5%). Foto-2 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBN-1B, yaitu batuan beku granit yang terdiri dari plagioklas (20%), orthoklas (25%), kuarsa (25%), biotit (25%) dan mineral opak (5%). HASIL PENYELIDIKAN
47
Foto-3 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBN-2, yaitu ubahan batuann beku granit yang terdiri dari kuarsa (20%), dan mineral opak (5%), oksida besi (15%) dan mineral lempung (60%). Foto-4 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBt-12, yaitu batuan beku granitoid yang terdiri dari plagioklas (15%), orthoklas (5%), kuarsa (20%), biotit (3%) mineral lempung (40%)dan mineral opak (15%). Foto-5 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBt-13, yaitu batuan beku granit yang terdiri dari plagioklas (15%), orthoklas (20%), kuarsa (20%), biotit (25%) dan mineral opak (5%). Foto-6 memperlihatkan hasil sayatan tipis analisa petrografis lokasi PBt-14, yaitu batuan beku granit yang terdiri dari plagioklas (20%), orthoklas (30%), kuarsa (20%), biotit (25%) dan mineral opak (5%). Granitoid di pantai timur sebelah Utara Pulau Batam (PBT-14) berwarna abu-abu terdiri dari orthoklas (45%), Kuarsa (20), Biotit (15), Hornblenda
(5%)
dan
Plagioklas
(10%).
Granitoid
(PBT-13),
kemerahan, sedang – kasar, Orthoklas, Kuarsa, Plagiklas. Granitoid (PBT-12 )berwarna abu-abu, afanitik, Kuarsa (20%), Biotit (25%), Hornblenda (10 %)
Plagioklas (15%) dan mafik mineral
(30 %).
Sedangkan Granitoid di P. Bintan, Berwarna kemerahan, tekstur fanerik, mengandung Orthoklase (40%), Kuarsa (20%), Biotit (20%), Hornblende (10%), Plagioklas (5%), mineral mafik (5%). 4.5.4. Analisa Oles Endapan yang bertekstur halus seperti lempung, lanau, Lumpur, lempung lanauan, lempung pasiran, dsb. Sangat sulit untuk diamati komposisi mineral secara megaskopis karena ukurannya terlalu kecil. Untuk mengatasi hal tersebut telah dianalisa contoh dari contoh comot di bawah mikroskop polarisasi menggunakan metoda sayatan oles (“smear slide”) pada 76 lokasi sebanyak 57 buah.
HASIL PENYELIDIKAN
48
Hasil yang diperoleh berguna untuk membantu interpretasi penentuan jenis endapan/lingkungan pengendapannya. Karena sering dijumpai bermacam-macam fasies dengan berbagai tekstur, maka bila dipadukan dengan hasil interpretasi fraksi kasar, mineral berat dan foraminifera
akan
memberikan
lingkungan
pengendapan
yang
sempurna. Percontohan inti bertektur halus diambil sedikit dan kemudian dioleskan
pada
kaca
sayatan,
kemudian
digunakan
larutan
entelan/canada balsam, sebagai media pelekat dan ditutup oleh penutup kaca. Diusahakan agar preparasi pengolesan disempurnakan dengan cara pengolesan merata (tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis) sehingga memudahkan pengamatan di bawah mikroskop. Contoh yang di analisis sebanyak 57 buah berasal dari 76
lokasi
(Gambar 11). Contoh ini sebagian besar diambil dari bagian percontohan comot (grab sampler). Komposisi dan materi penyusunan endapan dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu biogenic, non-biogenik dan autigenik (Tabel 12). Unsur biogenik dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat gampingan dan silikatan; sedangkan yang bukan biogenik (terrigenous) dibagi atas tektur kasar (pasir dan lanau) dan halus (lempung). Komposisi autigenik termasuk ziolit, dolomite, gypsum, glaukonit. Mineral Biogenik Material biogenik, didominasi oleh fragmen gampingan sekitar (175%), terdiri dari fosil foraminifera (plankton dan bentonik), berkisar (15%), pecahan cangkang (moluska dan bivalve), berkisar (1-75%) dan mikrit (mikrokristalin kalsit), sekitar 1-75%. Mineral Non Biogenik Mineral non
biogenic didominasi oleh fragmen detritus kuarsa
berkisar antara (1—75%), sedangkan mineral lain seperti mika (klorit), mineral berat dan fragmen yang teroksidasi dalam jumlah yang sedikit berkisar antara (1-5%), khusus untuk feldspar (umumnya plagioklas) HASIL PENYELIDIKAN
49
sangat jarang, hanya pada lokasi tertentu dengan prosentase (1%). Kuarsa terdistribusi pada contoh pasir (5-75%) dan contoh lempung berkisar antara (5-50%). Mineral lempung pada beberapa tempat mengalami gejala oksidasi dan kaolinitisasi. Mineral berat yang teramati pada analisis sayatan oles ini terdiri dari pirit, tourmaline, limonit dan mineral berat lainnya. Untuk mineral authigenik terdiri dari dolomite (1-50%). 4.5.5. Analisa Kimia Unsur-unsur tanah jarang terdapat pada lebih dari 110 jenis mineral, akan tetapi hanya beberapa mineral saja yang kandungan unsurunsur ini cukup tinggi sehingga bisa dikategorikan sebagai bijih (ore) unsur tanah jarang. Monazit (Ce, La, Nd, Th)PO4, bastanit dan xenotim adalah mineralmineral utama yang mengandung unsur-unsur tanah jarang. Di Indonesia monazit dan xenotim merupakan hasil samping (by product) dari proses pengolahan mineral timah kasiterit. Unsur-unsur tanah jarang atau juga disebut seri lanthanida terdiri dari 15 unsur yang mempunyai sifat-sifat kimia hampir sama, dengan nomor atom antara 57 sampai dengan nomor atom 71. Unsur-unsur ini adalah lanthanum (La), Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promethium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), gadolinium (Gd), Terbium (Tb), dysprosium (dy), holmium (Ho), erbium (Er), Thullium (Tm), Yterbium (Yb) dan luthetium (Lu). Promethium (Pm), merupakan hasil pembelahan (fission) uranium, di alam tidak terdapat sebagai isotop stabil. Unsur tanah jarang ini diklasifikasikan ke dalam dua sub group unsur yakni: Sub group cerium atau juga disebut light rare earth elements, terdiri
dari
lanthanum,
cerium, praseodymium, neodymium,
promethium, samarium dan europium. HASIL PENYELIDIKAN
50
sub group ytrium atau heavy rare earth elements terdiri dari gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, thullium, yterbium, luthetium, dan juga ytrium. Pemakaian unsur tanah jarang yang terpenting ialah sebagai pengaktif dalam katalis. Campuran khlorida dari lanthanium, neodymium dan praseodymium dipergunakan pada katalis pemurnian minyak dengan konsentrasi antara 1% - 5%. Campuran khlorida logam tanah jarang ini ditambahkan pada katalis zeolit untuk menaikkan efisiensi perubahan minyak mentah (crude oil) menjadi bahan-bahan hasil dari minyak. Diproyeksikan bahwa pemakaian katalis dari logam tanah jarang ini dalam industri perminyakan akan lebih meningkat lagi dimasa mendatang. Mischmetal, yang dihasilkan dari elektrolis campuran khlorida-khlorida tanah jarang, dipergunakan dalam industri besi dan baja untuk meningkatkan sifat-sifat fisika dari besi dan baja yang dihasilkan. Logam-logam
tanah
jarang
seperti
cerium,
praseodymium,
neodymium, samarium, dysprosium dan mischmetal juga digunakan dalam industri magnet tetap seperti tabung-tabung pipa penghantar, ilne printer, motor listrik dan generator. Pemanfaatan dan tren pasar tanah jarang Bahan
Imbuhan
Kegunaan
Kaca
Nd, Sm
Laser
Kaca
Nd2O3 dan oksida
kaca berwarna untuk
Er dan Pr
filter TV
Y2Fe5O12
La
Kristal Mikrowave
Zr-B-O
La
Lensa kamera
Fe
Nd, Sm
Magnet permanen
Al
La, Nd
Katalis polimerisasi
Mineral yang kemungkinan besar mengandung unsur mineral jarang adalah Zirkon (Zr, Th, Y, Ce), Monazit (Ce, La, Nd, Th). Berdasarkan data tersebut maka dipilih unsur-unsur untuk analisa kimia sebagai HASIL PENYELIDIKAN
51
berikut Barium, Zirkonium, Stronsium. Barium dan Stanum (unsure utama 25 sampel dan unsure jarang 25 sampel ) Berdasarkan Hasil Analisa Kimia di daerah selidikan (Tabel 13-a) unsur utama SiO2 (63,55% - 81,09%), Al2O3 (10,1% - 14,34%), Fe2O3 (0,25% - 6,99%), MgO (0,08 % - 1,29%), CaO (0,17%15,72%), Na2O (0,09% - 3,33%), K2O (0,1% - 6,22%), TiO2 (0,03 – 0,58%), P2O5 (0,09% - 0,31%). Sedangkan Unsur Jarang (Trace elemen) terdiri (Tabel-13b)dari Nb ( (3ppm – 480 ppm), Zr (104 ppm – 376 ppm), Sr (4 ppm – 200 ppm), Ba (250 ppm – 761) Berdasarkan gambar 21, grafik kandungan unsure tanah sepanjang pantai Batam, Kandungan unsure Ba mempunyai nilai yang paling tinggi terutama pada PBT-05 dan PBT-09, sedangkan kandungan Zirkonium lebih tinggi dibandingkan unsure Nb, Sr dan Sn, dan mempunyai nilai terendah pada PBT-09. sedangkan di pantai Pulau Bintan kandungan unsure Ba, Sr, dan Zr paling tinggi pada PBN-1. Berdasarkan Gambar 22 Grafik kandungan unsure tanah jarang di permukaan dasar laut kandungan Ba sangat tinggi terutama pada BT29 dan BT-42, yang terendah pada BT-04, demikian juga Zr mempunyai kandungan yang relatif sama hanya pada BT-29 mempunyai kandungan yang paling rendah kebalikan dengan unsure Ba. Sedangkan kandungan unsure Nb, Sr dan Sn mempunyai kandungan yang hampir rata Geokimia Daerah Telitian Berdasarkan analisa dengan menggunakan metoda ICP terhadap 9 contoh granit Batam dan 4 contoh granit Bintan terhadap unsur-unsur seperti barium (Ba), niobium (Nb), stronsium (Sr) dan zirkonium (Zr) memberikan kenampakan spider diagram dari unsur tanah jarang tersebut yang kemudian dinormalisasikan dengan nilai chondrite untuk menghindarkan angka yang melonjak-lonjak (Gambar 1) memberikan kenampakan pola yang relatif sama diperlihatkan dengan anomali HASIL PENYELIDIKAN
52
yang tinggi dari unsur Ba (walaupun memang ada beberapa contoh seperti PBT-01 dan PBT-02 yang berbeda) namun secara umum memberikan kecenderungan yang relatif sama.
Gambar 21. Peta Grafik Kandungan Mineral Berat Sepanjang Pantai Batam dan Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
53
Gambar 22. Kandungan unsur tanah jarang sepanjag pantai Pantai Batam dan Bintan
Gambar 23. Kandungan unsur tanah jarang di permukaan dasar laut Perairan Selat Batam dan Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
54
Gambar 24. Spider diagram REE dari granit Batam dan Bintan
Gambar 25. Karakteristik granit Batam dan Bintan berdasarkan kandungan unsur Zr terhadap TiO2
HASIL PENYELIDIKAN
55
Gambar 26. Variasi komposisi potassium dan sodium granit Batam dan Bintan
Ini diperlihatkan dari unsur-unsur seperti Nb, Sr dan Zr yang memiliki pola umum yang sama, dimana unsur Nb dan Sr mengalami depletion sedangkan Zr sama-sama mengalami enrichment. Kecenderungan ini membuktikan bahwa secara kandungan REE dan keterjadian antara Granit Batam dan Bintan memiliki jenis dan sumber asal yang sama. Namun demikian apabila dicermati berdasarkan hasil plot antara unsur Zr dan kandungan TiO2 (Gambar 2), yang diperoleh berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metoda XRF masih pada contohcontoh yang sama, granit Bintan memiliki kandungan yang relatif lebih besar (lebih enrichment) dibandingkan granit Batam. Ini berarti untuk unsur Zr pada granit Bintan pada saat kejadian pelelehan (partial melting) memiliki kemampuan lebih cepat keluar dari batuan atau mineral dibandingkan garanit Batam demikian pula pada saat HASIL PENYELIDIKAN
56
pembentukan kristal (kristalisasi) terjadi, granit Bintan relatif lebih lama tinggal dalam larutan magmanya terhadap granit Batam. Masih berdasarkan analisa yang sama (XRF) untuk mengetahui kandungan unsur utama dalam hal ini kandungan unsur aluminanya yang merupakan kombinasi potasium-sodium secara umum granit Batam
memperlihatkan
kombinasi
yang
relatif
lebih
tinggi
dibandingkan garanit Bintan (Gambar 25) namun demikian ada satu cotoh
dari
granit
Bintan
(PBN-01)
yang
memperlihatkan
kecenderungan yang berbeda yang tiada lain disebabkan contoh yang bersangkutan telah mengalami tingkat alterasi tahap lanjut
4.5.6. ANALISA LINGKUNGAN DI PERAIRAN BATAM-BINTAN Setiap kegiatan manusia di alam ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejaheraan
manusia. Kegiatan manusia yang
meningkat dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah juga akan memanfaatkan penggunaan sumberdaya alam sebagai sumber energi dan hara yang dapat mengganggu sistem energi dan sistem hara dalam lingkungan. Lingkungan yang tercemar akan mengurangi kemanfaatannya bagi kehidupan makhluk, terutama manusia. Untuk itu sumber pencemaran harus dikenali dan kemudian dikendalikan. Definisi yang panjang ini dapat di sederhanakan dengan melihat adanya tiga unsur dalam masalah pencemaran yaitu sumber perubahan akibat kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan dalam lingkungan dan merosotnya fungsi lingkungan untuk menunjang kehidupan. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Undang-undang Nomor HASIL PENYELIDIKAN
57
23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan yaitu air. Secara alami sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan yang mempunyai daya regenerasi mengikuti suatu daur ulang yang disebut daur hydrologi (Suryani, 1987). Air yang sangat terbatas ini pada umumnya oleh manusia dipergunakan untuk kebutuhan domestik, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, perikanan, rekreasi. 4.5.6.1 SUMBER PENCEMARAN AIR Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang dibuang kesungai, baik limbah padat maupun cair. Berdasarkan jenis kegiatannya maka sumber pencemaran air dibedakan menjadi : a. Effluent industri pengolahan Effluent adalah pencurahan limbah cair yang masuk kedalam air bersumber dari pembuangan sisa produksi, lahan pertanian, peternakan dan kegiatan domestik. b. Sumber domestik/buangan rumah tangga Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang dimaksud dengan buangan rumah tangga adalah buangan yang berasal bukan dari industri melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit. HASIL PENYELIDIKAN
58
4.5.6.2 PARAMETER YANG DIPERIKSA Sampel yang akan diperiksa adalah air laut. Pelaksanaan penilaian
terhadap
kualitas
air,
yaitu
membandingkan
beberapa ukuran/parameter kunci dengan bakumutu yang ditetapkan. Berikut adalah beberapa parameter yang dijadikan parameter utama dalam pemeriksaam air, diantaranya: 1. Kebutuhan oksigen untuk proses biologi (BOD) Dalam air buangan terdapat zat organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen, belerang, dll dimana unsur-unsur
tersebut
cenderung
menyerap
oksigen.
Oksigen itu dibutuhkan bagi mikroba untuk kehidupannya dan untuk menguraikan senyawaan organik tersebut sehingga
kadar
oksigen
akan
menurun
yang
menyebabkan air menjadi keruh dan berbau. Zat organik merupakan indikator umum bagi pencemaran. Zat organik ini identik dengan pengukuran BOD (Biological Oxygen Demand)
karena
apabila
zat
organik
yang
dapat
dioksidasi (BOD) besar maka ia menunjukkan adanya pencemaran. Makin besar BOD makin besar pencemaran. Karena adanya proses biologi maka ada beberapa parameter yang berhubungan dengan pengukuran BOD, yaitu : warna, bau, Ammonium (pengukuran amonium dapat juga merupakan pengukuran parameter air terhadap bau air tersebut. Makin besar kandungan amoniumnya maka masik bau dan efek terhadap kesehatan sangat banyak
diantaranya
bisa
menyebabkan
gangguan
pernapasan, iritasi kulit, dan selaput lendir).
2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi Bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen adalah ukuran COD atau kebutuhan oksigen kimiawi. Nilai COD HASIL PENYELIDIKAN
59
ini akan menunjukan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan kandungan bahan organik dalam air secara kimiawi khususnya bagi senyawaan organik yang tidak dapat teruraikan karena proses biologis, sehingga dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator sebagai sumber oksigen. 3. Total Disolved Solid (TDS) Padatan terlarut dalam air (TDS) banyak ditemukan dalam air adalah golongan senyawa alkali seperti karbonat, bikarbonat, dan hidroksida. TDS diukur untuk mengukur kandungan zat padat terlarut di dalam air. Zat terlarut ini dapat berupa zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Efek TDS terhadap kesehatan tergantung dari besarnya dan spesies kimia penyebab masalah tersebut. Terdapat parameter yang berhubungan dengan adanya pemeriksaan parameter tersuspensi ini, yaitu kekeruhan karena pengukuran kekeruhan dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya yang dipendarkan oleh zatzat tersuspensi dalam air 4. Bacteri E. Coli (Coliform) Digunakan sebagai indikator kelompok microbiologis. Sampai saat ini bakteri coli digunakan sebagai bakteri indikator, artinya setiap air mengandung coli maka air tersebut tercemar bakteri patogen (bakteri yang dapat menyebabkan penyakit). Bakteri ini biasanya berasal dari tinja. Sedangkan penduduk pantai memiliki kebiasaan buang air besar langsung ke laut. Makin besar jumlah coli berarti makin besar pencemaran yang terjadi
5. Kesadahan (Hardness) Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk
HASIL PENYELIDIKAN
60
membentuk busa apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan rendah, air akan dapat membentuk busa apabila dicampur dengan sabun, sedangkan pada air berkesadahan
tinggi
tidak
akan
terbentuk
busa.
Kesadahan sangat penting artinya bagi para akuaris karena kesadahan merupakan salah satu petunjuk kualitas air yang diperlukan bagi ikan. Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain, setiap jenis ikan memerlukan prasarat nilai kesadahan pada selang tertentu untuk hidupnya. 6. Asiditas/Alkalinitas Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH. 7. pH pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka.
Metoda yang digunakan pada saat pengukuran di
HASIL PENYELIDIKAN
61
lapangan yaitu langsung menggunakan alat pengukur. Alat
ukur
yang
digunakan
Conductivity/TDS
yaitu
termometer
Meter+PH
(20.03.303.10.1023.2002;
dan Meter
2.08.01.11.085.002/P3GL).
Hanya saja alat tersebut tidak dapat membaca nilai yang terkandung pada saat pengukuran Conductivity dan TDS. Hal ini disebabkan karena daya baca alat tersebut terbatas sehingga jika ingin mengetahui nilai yang terkandung
dalam
sampel
maka
harus
melakukan
pengenceran terlebih dahulu dan hal ini hanya dapat dilakukan di laboratorium. Sehingga pengukuran hanya dilakukan pada pH dan suhu sampel. Sedangkan untuk memeriksa sampel di laboratorium menggunakan metodametoda yang berbeda, disesuaikan dengan parameter apa yang akan diperiksa. Metoda-metoda tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Pengukuran di lapangan dilakukan secara langsung terhadap air laut permukaan (± 1 meter) dan tidak langsung yaitu dengan melakukan pengukuran air laut permukaan di dalam ember. Adapun hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 27, Gambar 28, Gambar 29, Gambar 30, dan Gambar 31. Terdapat 3 sampel yang diambil untuk diperiksa di laboratorium,
yaitu
:1
sampel
yang
diperkirakan
mengandung pencemar yang berasal dari rembesan air TPA (nomor sampel 77).
HASIL PENYELIDIKAN
62
Tabel 14. Metoda yang digunakan dalam pemeriksaan sampel air laut. No.
Parameter
yang
Metoda
akan diukur 1
Warna
Colorimetri
2
Kekeruhan
Turbidimetri
3
Daya Hantar Listrik
4
Zat Organik
5
BOD5
6
COD
7
Ammonium
8
Nitrat
9
Nitrit
10
Kesadahan total
11
Asiditas
12
TDS
13
Total Coliform
dengan
alat
Turbidimeter Helliege Conductivimetri Titrasi Permanganometri Titrasi Permanganat, Winkler, dan Titrasi Iodometri Titrimetric dengan Closed Reflux Nessler - Spectrofotometri Brucin - Spectrofotometri Reaksi
Diazotasi
-
Spectrofotometri Titrasi
kompleksometri
dengan
EDTA Titrasi asam - basa Gravimetri Coliform
HASIL PENYELIDIKAN
63
Gambar 27. Kontur pH Air Laut Di Perairan Batam-Bintan
Gambar 28. Titik Pengukuran pH Air Laut Di Perairan Batam-Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
64
Gambar 29. Titik Pengukuran Suhu (oC) Air Laut Permukaan (diukur di ember) Di Perairan Batam-Bintan
Gambar 30. Titik Pengukuran Suhu (oC) Air Laut Permukaan Di Perairan Batam-Bintan
HASIL PENYELIDIKAN
65
2 sampel yang diperkirakan mengandung kandungan limbah dari Pabrik Kelapa Sawit (nomor sampel 79 (PKS1) dan 80 (PKS2)) Tabel 15. Hasil pemeriksaan sampel Kep02/MENKLH/198
KONSENTRASI
8 NO
PARAMETER
Unit
1
Warna
2
Kekeruhan
3
Daya
SATUAN
Pt-
Budida
Taman
ya
Laut
Perika
Konserv
nan
asi
< 50
< 50
< 30
< 30
Co
Hantar
Listrik
mg/L SiO2 mS/cm
LIMBAH
LIMBAH
PABRIK 1
PABRIK 2
10
45.45
10
0.42
1.40
0.43
59.9
65.0
53.7
223.6
230.7
218.0
BT TPA 77
4
Zat Organik
mg/L
5
BOD5
mg/L O2
< 45
< 80
9.50
15.21
3.72
6
COD
mg/L O2
< 80
< 80
672.0
783.2
752.0
7
Ammonium
mg/L
<1
< 0,3
10.04
10.04
14.96
8
Nitrat
mg/L
Nihil
Nihil
0.15
0
0.06
9
Nitrit
mg/L
Nihil
Nihil
0.16
0
0
186.72
169.02
204.99
10
Kesadahan Total
0D
mg/L 11
Asiditas
CO2
± 10 %
± 10 %
CO2 =
CO2 =
CO2 =
Alami
Alami
88.00
88.00
88.00
HCO3- =
HCO3- =
HCO3- =
48.80
48.80
48.80
5240
6770
0
15
290
290
& HCO312
TDS
13
Total Coliform
mg/L JPT/100
< 80
< 80
< 1000
< 1000
ml
Pada Gambar 27 terlihat bahwa nilai pH yang terkandung diperairan Batam-Bintan berkisar antara 7.36 sampai 7.52. Dimana pH terendah terdapat di sekitar pabrik Kelapa Sawit sedangkan pH tertinggi terletak di ujung survei (mendekati laut lepas ke arah timur laut). HASIL PENYELIDIKAN
66
Perbedaan suhu yang terukur pada air laut (langsung) dengan suhu air laut pada ember tidak terlalu jauh, hal ini mungkin disebabkan
kerena
waktu
yang
diperlukan
dari
mulai
mengambil air sampai dengan mengukur suhu air laut dalam ember tidak lama. Tidak menjadi patokan bahwa suhu air di ember lebih besar dari suhu air di laut. Hal ini terjadi karena ada pengaruh dari cuaca pada saat itu (hujan) sehingga hal ini mempengaruhi suhu udara sekitar.
HASIL PENYELIDIKAN
67
Tabel 16. Hasil banding pemeriksaan dengan baku mutu air laut (Kep. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988) Kep02/MENKLH/198
KONSENTRASI
8 N
PARAMETE
SATU
Budida
Taman
O
R
AN
ya
Laut
BT
Hasil
AH
Hasil
AH
Hasil
Perika
Konse
TPA
Band
PAB
Band
PAB
Band
nan
rvasi
77
ing
RIK
ing
RIK
ing
LIMB
LIMB
1 1
Warna
2
Kekeruhan
3
Daya Hantar Listrik
4
Zat Organik
5
BOD5
6
COD
7
Ammonium
8
Unit
< 50
< 50
< 30
< 30
Pt-Co mg/L SiO2
45.45
-
10
-
0.42
-
1.40
-
0.43
-
65.0
53.7
mg/L
223.6
230.7
218.0
< 80
< 80
mg/L
<1
Nitrat
mg/L
9
Nitrit
mg/L
1
Kesadahan
0
0
Total
mg/L
9.50
-
15.21
-
3.72
-
672.0
√
783.2
√
752.0
√
< 0,3
10.04
√
10.04
√
14.96
√
Nihil
Nihil
0.15
√
0
-
0.06
√
Nihil
Nihil
0.16
√
0
-
0
-
O2 mg/L O2
D
mg/L
± 10 %
± 10 %
CO2
Alami
Alami
& -
HCO3
1
-
59.9
< 80
1
10
mS/cm
< 45
Asiditas
186.7
169.0
204.9
2
2
9
CO2
CO2
CO2
=
=
=
88.00
88.00
88.00
HCO
HCO
HCO
3
3
=
48.80 1
TDS
mg/L
1
Total
JPT/10
3
Coliform
0 ml
2
2
< 80
< 80
< 1000
< 1000
3
=
48.80
=
48.80
5240
√
6770
√
0
-
15
-
290
-
290
-
Catatan: Masih di bawah baku mutu (bagus) HASIL PENYELIDIKAN
68
KESIMPULAN Dengan adanya karakter pasang surut (dua kali pasang dan dua kali surut) maka proses
pengikisan
maupun
pengendapan
sedimen
di
sepanjang
pantai
disebabkan oleh frekuensi “tidal wave” yang terjadi 2 kali sehari. Dari data arus stationer dan float tracking, terlihat bahwa kecepatan maksimum terjadi pada saat pasang tidak penuh dan surut penuh yg berarah Utara-Selatan, maka proses pengendapan sedimen di sepanjang pantai relatif kecil karena terbawa lagi oleh arus pada saat kondisi air surut penuh dan pasang tidak penuh yg mempunyai kecepatan relatif besar menuju ke Utara-Selatan. Mekanisme proses erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh parameter oseanografi sangat bergantung kepada kondisi daerahnya, seperti bentuk pantai, karakterisitik gelombang dan tatanan geologi di pantai tersebut. Dari data kedalaman yang sudah dikoreksi didapatkan kedalaman laut berkisar dari 0.8 m sampai dengan 58 m yang kemudian dihubungkan oleh garis kontur dengan interval 5 m. Dari hasil peta kontur kedalaman laut terlihat
bahwa
kedalaman laut disekitar Perairan P. Bintan (bagian Barat daerah penelitian) relatif lebih dalam dibandingkan dengan perairan sekitar P. Batam, sehingga dijadikan alur pelayaran kapal/ferry dan kedalaman laut yg relatif dangkal disekitar pantai. Disekitar P. Bintan kedalaman relatif dalam dan dijumpainya cekungan yang berarah Utara-Selatan. Karakteristik pantai di daerah selidikan ada 2 tipe yaitu: Type I : dicirikan dengan singkapan granit dan endapan alluvial (pasir), ke arah pantai granit sebagian tertutup oleh terumbu karang. Topografi umumnya mempunyai relief
sedang sampai tinggi. Garis pantai sepanjang barat Pulau
Batam dibangun oleh singkapan granit, dengan morfologi pantai bertebing (“beach cliff”) dan berupa pantai berbatu, pasir pantai (“beach sand”), terumbu karang (“coral reef”) dan sedikit vegetasi (“cocunut plantation”). Type II : dicirikan dengan keterdapatannya yang sangat dominan dari seluruh daerah selidikan terutama di daerah Pulau Seribu sampai Batu besar (Pualau Batam). Pulau Mangkil (Pesisir Pulau Bintan bagian selatan). Litologi didominasi KESIMPULAN
69
oleh batupasir resistansi menengah dengan interkelasi
batulempung dan
endapan alluvial, ke arah garis pantai batupasir tertutup oleh terumbu karang (coral reef). Topografi dari garis pantai ini terutama mempunyai relief rendah sampai menengah. Pada garis pantai terdapat singkapan pedataran lumpur (“mud flat”) dan mangroves. Garis pantai ini dikembangkan sebagai pusat aktifitas urbanisasi (“built up areas”), dan pemukiman (settlement). Berdasarkan data analisa besar butir sedimen permukaan dasar laut daerah selidikan dapat dikelompokkan menjadi 5 satuan tekstur sedimen yaitu pasir, pasir kerikilan, kerikil pasiran, lumpur dan terumbu karang. Terumbu karang pelamparannya cukup luas, dimana pada arus yang kuat banyak tersingkap terutama di bagian tengah daerah selidikan, sedangkan pada daerah tepi karena arusnya tidak bgitu kuat tertutup oleh sedimen pasir. Didapatkan 15 jenis mineral terdiri dari 13 mineral berat dan 2 non mineral berat yaitu kuarsa, biotit dan dolomit yang terbawa pada waktu proses pemisahan mineral berat. Ke tiga belas mineral berat tersebut adalah: Magnetit, Kasiterit, Zirkon, Monasit, Hornblenda, Tourmalin, Pirit, Ilmenit, Hematit, leokosen, augit, diopsid. Magnetit, dolomit dan kasiterit adalah mineral yang mempunyai kandungan terbesar di daerah ini. Dari hasil analisa Petrografis batuan segar di sepanjang pantai daerah selidikan terdiri dari, Granit di pantai timur sebelah Utara Pulau Batam (PBT-14) yang terdiri dari plagioklas, orthoklas, kuarsa, biotit dan mineral opak . Granitoid (PBT-13), Granitoid (PBT-12 ) Granitoid di P. Bintan, Berwarna kemerahan, tekstur fanerik, mengandung Orthoklase Kuarsa Biotit Hornblende Plagioklas mineral mafik Dari hasil sayatan oles tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melimpahnya kuarsa dan mineral detritus lainnya pada contoh yang didapat, maka mineral penyusun utama berasal dari darat dengan bentuk butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung menunjukkan bahwa material belum tertranspor jauh dari sumbernya. Disamping itu di beberapa tempat ditentukan gejala kaolinitisasi pada lempung yang merupakan hasil dari lapukan feldspar, yang terdistribusi secara tidak merata. Hal ini diduga sumber batuannya merupakan batuan beku intrusif.
KESIMPULAN
70
Berdasarkan Hasil Analisa Kimia di daerah selidikan unsur utama SiO2 (63,55% 81,09%), Al2O3 (10,1% - 14,34%), Fe2O3 (0,25% - 6,99%), MgO (0,08 % 1,29%), CaO (0,17%- 15,72%), Na2O (0,09% - 3,33%), K2O (0,1% - 6,22%), TiO2 (0,03 – 0,58%), P2O5 (0,09% - 0,31%). Sedangkan Unsur Jarang (Trace elemen) terdiri (Tabel-13b)dari Nb ( (3ppm – 480 ppm), Zr (104 ppm – 376 ppm), Sr (4 ppm – 200 ppm), Ba (250 ppm – 761)
KESIMPULAN
71
DAFTAR PUSTAKA A.Betkhtin, A Course of Mineralogy, Moscow Peace Publisher Asparini, M. 2000, Studi abrasi dan akrasi berdasarkan Energi Flux Gelombang di Sepanjang Pantai Bengkulu, ITB. A. P. Jones, 1984, Rare earth Element Chemistry , Origin ore Deposits, Dept. of Geological sciences, London. Bachelor, B.C., 1983, Sundaland Tin Placer and Late CaenozoicCoastal
and
Offshore Stratigraphy in Western Malaysia and Indonesia. Unpubl. Cameron, N.R., Ghazali, S.A dan Thompson, S.J., 1982, Peta Geologi Lembar Siaksriindrapura dan Tg. Pinang, Sumatera,
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi. Emery, K.O., Uchupi, E., Sunderland, J., Uktolseja, H.L., and Young, E.M., 1972, Geological structure and some water characteristics of the Java
Sea and Adjacent Continental Shelf,
CCOP
Technical
Bulletin vol.6. Dolan, R., Hayden, B.P., and Vincent, M.K., 1972, Classification of Coastal Land form of the America, Zeithschr Geomorfology, Encyclopedia of Beaches and Coastal Environment Faul F. Kerr, 1959, Optical Mineralogy, Mc. Graw Hill Book Company Inc. Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks, Hamphill Publishing Company Austin, Texas. 170 P. Gretchen Luepke, 1984, Stability of Heavy Minerals in Sediment. U.S. Geologocal Survey Menlo, California. Herbert S. Zim, Rocks and Minerals, Western Publishing Company. Inc. Ijima, T. & Tang, F.L.W., 1967, Numerical Calculation of Wind Wafe in Shallow
DAFTAR PUSTAKA
72
Water, POC. 10th Cont Coastal Eng. P38-45. Komar, P.D., 1974, Beach Processes and Sedimentation, Prentice Hall, Inc.,Englewood Cliffs, New Jersy, p.38-45 P. Henderson, 1984, Rare Earth Element Geochemistry, Department of Minerlogy, British Museum London. Susilohadi., 1985, Perangkat lunak program nomenklatur sedimen dan moment, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan.(laporan intern)
DAFTAR PUSTAKA
73
DAFTAR TABEL
DAFTAR PUSTAKA
74
Tabel -1. Hasil pengamatan Pasang Surut 15 Piantan Telaga Punggur, Batam Tanggal 4 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 319 1:00 311 2:00 295 3:00 272 4:00 223 5:00 186 6:00 130 7:00 112 8:00 104 9:00 124 10:00 175 11:00 218 12:00 245 13:00 274 14:00 290 15:00 280 16:00 265 17:00 247 18:00 220 19:00 205 20:00 210 21:00 231 22:00 255 23:00 287
Tanggal 5 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 312 1:00 320 2:00 308 3:00 278 4:00 241 5:00 196 6:00 147 7:00 120 8:00 115 9:00 129 10:00 149 11:00 200 12:00 241 13:00 280 14:00 295 15:00 305 16:00 300 17:00 278 18:00 250 19:00 224 20:00 206 21:00 203 22:00 228 23:00 250
Tanggal 6 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 283 1:00 296 2:00 299 3:00 294 4:00 278 5:00 242 6:00 203 7:00 172 8:00 136 9:00 128 10:00 130 11:00 170 12:00 209 13:00 245 14:00 270 15:00 286 16:00 283 17:00 272 18:00 249 19:00 216 20:00 198 21:00 184 22:00 180 23:00 201
Tanggal 7 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 242 1:00 265 2:00 284 3:00 295 4:00 289 5:00 267 6:00 240 7:00 204 8:00 172 9:00 150 10:00 146 11:00 158 12:00 189 13:00 225 14:00 260 15:00 279 16:00 289 17:00 287 18:00 278 19:00 250 20:00 221 21:00 198 22:00 184 23:00 180
Tanggal 8 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 196 1:00 226 2:00 250 3:00 274 4:00 280 5:00 268 6:00 254 7:00 236 8:00 212 9:00 186 10:00 176 11:00 172 12:00 192 13:00 216 14:00 240 15:00 271 16:00 287 17:00 293 18:00 286 19:00 273 20:00 247 21:00 209 22:00 189 23:00 183
Tanggal 9 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 181 1:00 190 2:00 219 3:00 242 4:00 260 5:00 277 6:00 280 7:00 268 8:00 255 9:00 239 10:00 205 11:00 190 12:00 189 13:00 205 14:00 230 15:00 258 16:00 285 17:00 295 18:00 307 19:00 306 20:00 284 21:00 245 22:00 213 23:00 185
Tabel -1. Hasil pengamatan Pasang Surut 15 Piantan
Telaga Punggur, Batam Tanggal 10 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 164 1:00 160 2:00 172 3:00 195 4:00 223 5:00 250 6:00 274 7:00 286 8:00 283 9:00 275 10:00 257 11:00 228 12:00 214 13:00 217 14:00 223 15:00 240 16:00 258 17:00 289 18:00 307 19:00 315 20:00 303 21:00 276 22:00 239 23:00 200
Tanggal 11 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 162 1:00 138 2:00 133 3:00 147 4:00 171 5:00 211 6:00 248 7:00 265 8:00 285 9:00 285 10:00 283 11:00 266 12:00 249 13:00 229 14:00 223 15:00 230 16:00 246 17:00 268 18:00 293 19:00 313 20:00 309 21:00 301 22:00 271 23:00 235
Tanggal 12 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 187 1:00 145 2:00 117 3:00 113 4:00 128 5:00 151 6:00 215 7:00 251 8:00 275 9:00 288 10:00 300 11:00 303 12:00 285 13:00 262 14:00 243 15:00 226 16:00 233 17:00 246 18:00 272 19:00 298 20:00 317 21:00 316 22:00 292 23:00 260
Tanggal 13 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 218 1:00 181 2:00 125 3:00 96 4:00 91 5:00 109 6:00 150 7:00 197 8:00 234 9:00 272 10:00 302 11:00 306 12:00 305 13:00 302 14:00 262 15:00 246 16:00 239 17:00 250 18:00 268 19:00 297 20:00 316 21:00 329 22:00 326 23:00 302
Tanggal 14 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 267 1:00 216 2:00 168 3:00 113 4:00 89 5:00 73 6:00 100 7:00 147 8:00 197 9:00 237 10:00 274 11:00 297 12:00 308 13:00 306 14:00 294 15:00 264 16:00 243 17:00 237 18:00 252 19:00 273 20:00 303 21:00 325 22:00 336 23:00 326
Tanggal 15 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 301 1:00 265 2:00 213 3:00 155 4:00 109 5:00 81 6:00 84 7:00 110 8:00 157 9:00 201 10:00 251 11:00 281 12:00 301 13:00 312 14:00 310 15:00 288 16:00 259 17:00 245 18:00 240 19:00 259 20:00 284 21:00 310 22:00 333 23:00 345
Tabel -1. Hasil pengamatan Pasang Surut 15 Piantan Telaga Punggur, Batam
Tanggal 16 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 330 1:00 302 2:00 263 3:00 208 4:00 151 5:00 109 6:00 87 7:00 94 8:00 125 9:00 167 10:00 215 11:00 255 12:00 287 13:00 303 14:00 305 15:00 295 16:00 269 17:00 243 18:00 232 19:00 228 20:00 250 21:00 278 22:00 308 23:00 326
Tanggal 17 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 340 1:00 328 2:00 300 3:00 264 4:00 202 5:00 146 6:00 105 7:00 90 8:00 102 9:00 130 10:00 172 11:00 218 12:00 260 13:00 284 14:00 288 15:00 274 16:00 256 17:00 243 18:00 226 19:00 218 20:00 228 21:00 250 22:00 284 23:00 313
Tanggal 18 Juli
Jam Tinggi Air (dm) 0:00 324 1:00 319 2:00 300 3:00 280 4:00 242 5:00 190 6:00 141 7:00 114 8:00 108 9:00 128 10:00 168 11:00 214 12:00 251 13:00 268 14:00 280 15:00 276 16:00 262 17:00 241 18:00 218 19:00 208 20:00 201 21:00 218 22:00 244 23:00 278
Tabel-2. DATA PENGUKURAN ARUS PERALATAN LOKASI KEDALAMAN TANGGAL NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
: CURRENT METER NDC-3 VALEPORT : Telaga Punggur, Batam : : 14 Juli 2003 JAM 07,00 08,00 09,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00 16,00 17,00 18,00 19,00 20,00 21,00 22,00 23,00 00,00 01,00 02,00 03,00 04,00 05,00 06,00 07,00 08,00 09,00
KEDALAMAN 2 m KECEPATAN (m/det) 0,14 0,91 1,48 1,47 1,48 1,57 1,27 0,81 0,64 0,39 0,17 0,11 0,07 0,28 0,45 0,52 0,68 0,72 1,02 1,37 1,58 1,51 1,43 0,88 0,48 0,05 0,92
ARAH (°) 92 181 186 179 188 189 185 186 180 173 164 237 281 343 352 352 1 359 4 8 5 3 12 14 23 135 184
KEDALAMAN 6 m KECEPATAN (m/det) 0,2 0,9 1,4 1,4 1,5 1,5 1,3 0,7 0,6 0,3 0,2 0,1 0,0 0,2 0,3 0,4 0,6 0,7 1,0 1,4 1,5 1,5 1,3 0,8 0,4 0,1 0,9
ARAH (°) 122 180 185 189 184 189 179 176 191 186 187 247 250 5 358 348 2 4 5 4 7 4 9 16 23 260 188
KEDALAMAN 12 m KECEPATAN (m/det) ARAH (°) 0,1 50 0,8 183 1,2 183 1,4 182 1,5 184 1,4 183 1,1 185 0,7 191 0,6 203 0,3 193 0,2 197 0,0 259 0,0 29 0,1 27 0,2 2 0,3 345 0,5 10 0,8 1 1,0 4 1,4 7 1,5 12 1,5 5 1,1 18 0,7 13 0,3 352 0,2 248 0,7 194
Tabel 3-a PERHITUNGAN ARUS PASUT (2 meter) Nama Station Posisi Tanggal
: Telaga Punggur, Batam : sta. 1 : 14 - 15 Juli 2003
Jam
Arah
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00
(o) 92 181 186 179 188 189 185 186 180 173 164 237 281 343 352 352 1 359 4 8 5 3 12 14 23
Kecepatan (m/det) ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
0,1 0,9 1,5 1,5 1,5 1,6 1,3 0,8 0,6 0,4 0,2 0,1 0,1 0,3 0,4 0,5 0,7 0,7 1,0 1,4 1,6 1,5 1,4 0,9 0,5
Alat Kedalaman Alat Kedalaman Sta.
Komponen Arus Utara Timur -0,004 0,145 -0,905 -0,017 -1,466 -0,161 -1,470 0,033 -1,466 -0,210 -1,553 -0,232 -1,266 -0,109 -0,805 -0,081 -0,644 -0,002 -0,388 0,049 -0,165 0,047 -0,058 -0,091 0,014 -0,073 0,266 -0,081 0,445 -0,065 0,519 -0,071 0,681 0,008 0,700 -0,012 1,022 0,071 1,359 0,181 1,579 0,132 1,511 0,088 1,403 0,298 0,850 0,211 0,439 0,183
Jumlah Komponen
0,598634106 0,24310332
Arus Pasut Utara rata-rata: Timur rata-rata:
0,023945364 0,009724133
Arus Non Pasut Arah : Kec. :
Komponen Arus Pasut Utara Timur -0,028 0,135 -0,929 -0,027 -1,490 -0,171 -1,494 0,024 -1,490 -0,219 -1,577 -0,242 -1,290 -0,119 -0,829 -0,091 -0,668 -0,012 -0,412 0,039 -0,189 0,038 -0,082 -0,100 -0,010 -0,083 0,243 -0,091 0,421 -0,074 0,495 -0,081 0,657 -0,002 0,676 -0,022 0,998 0,062 1,335 0,172 1,555 0,122 1,487 0,078 1,379 0,289 0,826 0,202 0,415 0,174
22 ø 0,026
: Valeport : 2 m : 20 m
Pasang Surut Arah 102 182 187 179 188 189 185 186 181 175 169 231 263 339 350 351 360 358 4 7 4 3 12 14 23
ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
Kec. 0,138 0,930 1,500 1,494 1,506 1,596 1,295 0,833 0,668 0,413 0,192 0,130 0,083 0,259 0,428 0,502 0,657 0,676 1,000 1,346 1,560 1,489 1,409 0,850 0,449
Tabel 3-b PERHITUNGAN ARUS PASUT (6 meter) Nama Station Posisi Tanggal
: Telaga Punggur, Batam : sta. 1 : 14 - 15 Juli 2003
Jam
Arah
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00
(o) 122 180 185 189 184 189 179 176 191 186 187 247 250 5 358 348 2 4 5 4 7 4 9 16 23
Kecepatan (m/det) ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
0,2 0,9 1,4 1,4 1,5 1,5 1,3 0,7 0,6 0,3 0,2 0,1 0,0 0,2 0,3 0,4 0,6 0,7 1,0 1,4 1,5 1,5 1,3 0,8 0,4
Alat Kedalaman Alat Kedalaman Sta.
Komponen Arus Utara Timur -0,103 0,167 -0,880 0,003 -1,381 -0,110 -1,348 -0,209 -1,501 -0,106 -1,442 -0,224 -1,327 0,025 -0,710 0,054 -0,590 -0,118 -0,348 -0,038 -0,173 -0,020 -0,021 -0,049 -0,015 -0,041 0,175 0,015 0,313 -0,009 0,395 -0,087 0,641 0,024 0,679 0,050 0,968 0,077 1,393 0,085 1,504 0,189 1,491 0,115 1,298 0,203 0,789 0,220 0,401 0,171
Jumlah Komponen
0,209990952 0,38601163
Arus Pasut Utara rata-rata: Timur rata-rata:
0,008399638 0,015440465
Arus Non Pasut Arah : Kec. :
Komponen Arus Pasut Utara Timur -0,111 0,152 -0,889 -0,013 -1,389 -0,126 -1,357 -0,224 -1,510 -0,121 -1,450 -0,239 -1,335 0,010 -0,718 0,039 -0,598 -0,134 -0,356 -0,054 -0,182 -0,036 -0,029 -0,065 -0,023 -0,057 0,167 0,000 0,304 -0,025 0,387 -0,102 0,632 0,009 0,671 0,035 0,959 0,061 1,385 0,070 1,495 0,174 1,483 0,099 1,290 0,187 0,780 0,204 0,393 0,156
61 ø 0,018
: Valeport : 6 m : 20 m
Pasang Surut Arah 126 181 185 189 185 189 180 177 193 189 191 246 248 360 355 345 1 3 4 3 7 4 8 15 22
ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
Kec. 0,188 0,889 1,395 1,375 1,515 1,470 1,335 0,719 0,613 0,360 0,185 0,071 0,061 0,167 0,305 0,400 0,633 0,672 0,961 1,387 1,505 1,486 1,303 0,807 0,423
Tabel 3-c. PERHITUNGAN ARUS PASUT (12 meter) Nama Station Posisi Tanggal
: Telaga Punggur, Batam : sta. 1 : 14 - 15 Juli 2003
Jam
Arah
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00
(o) 50 183 183 182 184 183 185 191 203 193 197 259 29 27 2 345 10 1 4 7 12 5 18 13 352
Jumlah Komponen Arus Pasut Utara rata-rata: Timur rata-rata:
Kecepatan (m/det) ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
0,1 0,8 1,2 1,4 1,5 1,4 1,1 0,7 0,6 0,3 0,2 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,5 0,8 1,0 1,4 1,5 1,5 1,1 0,7 0,3
Alat Kedalaman Alat Kedalaman Sta.
Komponen Arus Utara Timur 0,037 0,044 -0,826 -0,037 -1,177 -0,057 -1,359 -0,059 -1,476 -0,101 -1,402 -0,071 -1,111 -0,100 -0,687 -0,136 -0,588 -0,251 -0,285 -0,067 -0,169 -0,051 -0,007 -0,034 0,041 0,023 0,069 0,035 0,168 0,007 0,291 -0,079 0,482 0,081 0,775 0,014 0,998 0,069 1,400 0,160 1,497 0,320 1,444 0,127 1,026 0,338 0,720 0,161 0,332 -0,045
Komponen Arus Pasut Utara Timur 0,029 0,032 -0,834 -0,049 -1,185 -0,068 -1,367 -0,070 -1,483 -0,113 -1,409 -0,083 -1,119 -0,111 -0,695 -0,148 -0,596 -0,262 -0,292 -0,078 -0,177 -0,063 -0,014 -0,046 0,033 0,011 0,061 0,023 0,160 -0,005 0,283 -0,091 0,474 0,070 0,767 0,002 0,990 0,057 1,392 0,149 1,489 0,308 1,437 0,116 1,019 0,327 0,712 0,149 0,324 -0,057
0,19427797 0,29013221
0,007771119 0,011605288
Arus Non Pasut Arah : Kec. :
56 ø 0,014
: Valeport : 12 m : 20 m
Pasang Surut Arah 47 183 183 183 184 183 186 192 204 195 200 253 19 21 358 342 8 0 3 6 12 5 18 12 350
ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø ø
Kec. 0,043 0,835 1,187 1,369 1,488 1,412 1,124 0,710 0,651 0,303 0,187 0,048 0,035 0,065 0,160 0,298 0,479 0,767 0,992 1,400 1,521 1,441 1,070 0,728 0,329
Tabel-5. Data Frekuensi Kecepatan Angin (>10 knot) Daerah Batam dan Sekitarnya Tahun 1992 - 1996 Bulan Januari 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 22 Timurlaut 30 1 Timur Tenggara Selatan Baratdaya Barat Baratlaut -
> 34 -
Bulan Februari 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 17 2 Timurlaut 40 5 Timur 1 Tenggara Selatan Baratdaya Barat Baratlaut -
> 34 -
Bulan Maret 1992 - 1996 ARAH
KECEPATAN (knot) 17 - 21 22 - 27 28 - 33 2 1 3 -
> 34 -
Bulan April 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 2 Timurlaut 7 1 Timur 1 Tenggara 2 Selatan 1 Baratdaya 1 Barat 3 Baratlaut 1 -
> 34 -
Utara Timurlaut Timur Tenggara Selatan Baratdaya Barat Baratlaut
11 - 16 6 22 1 1 -
Tabel-5. Data Frekuensi Kecepatan Angin (>10 knot) Daerah Batam dan Sekitarnya Tahun 1992 - 1996 Bulan Mei 1992 - 1996 ARAH 11 - 16 Utara 1 Timurlaut Timur 2 Tenggara 1 Selatan 5 Baratdaya Barat 1 Baratlaut -
KECEPATAN (knot) 17 - 21 22 - 27 28 - 33 1 -
> 34 -
Bulan Juni 1992 - 1996 ARAH 11 - 16 Utara Timurlaut Timur Tenggara 4 Selatan 17 Baratdaya 2 Barat 1 Baratlaut 1
KECEPATAN (knot) 17 - 21 22 - 27 28 - 33 1 -
> 34 -
Bulan Juli 1992 - 1996 ARAH 11 - 16 Utara Timurlaut Timur Tenggara 4 Selatan 7 Baratdaya 1 Barat Baratlaut -
KECEPATAN (knot) 17 - 21 22 - 27 28 - 33 1 -
> 34 -
Bulan Agustus 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara Timurlaut Timur 2 Tenggara 15 Selatan 35 2 Baratdaya 1 Barat 2 Baratlaut -
> 34 -
Tabel-5. Data Frekuensi Kecepatan Angin (>10 knot) Daerah Batam dan Sekitarnya Tahun 1992 - 1996 Bulan September 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 > 34 Utara 2 Timurlaut Timur 1 Tenggara 5 Selatan 31 1 1 Baratdaya 6 Barat 1 1 Baratlaut 1 -
Bulan Oktober 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 1 Timurlaut 2 1 Timur 1 1 Tenggara 2 Selatan 6 Baratdaya 6 3 Barat 7 2 Baratlaut 2 1 -
> 34 -
Bulan Nopember 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 3 Timurlaut 3 Timur Tenggara Selatan Baratdaya 2 Barat 2 1 Baratlaut -
> 34 -
Bulan Desember 1992 - 1996 ARAH KECEPATAN (knot) 11 - 16 17 - 21 22 - 27 28 - 33 Utara 15 Timurlaut 10 Timur Tenggara Selatan Baratdaya Barat 1 Baratlaut 2 -
> 34 -
Tabel-2. Perhitungan Energi Fluks P. Batam KECEPATAN ANGIN (KNOT) LOKASI
ARAH
PANJANG
ANGIN
FETCH
11 - 16 n
(km) M1
M2
M3
M5
M7
M8
M9
M10
M12
M15
M16
M17
T
(m)
(det)
1,096
3,875
22 - 27 Wo 1,9
n 0
28 - 33
H
T
(m)
(det)
0,000
0,000
Wo 0,0
n 0
> 34
H
T
(m)
(det)
0,00
0,00
Wo 0,0
n 0
H
T
(m)
(det)
0,00
0,00
Wo
(sudut)
Wo
Total
(°)
WoL
69
3,750
16,1
4
0,0
17,92
-90
0,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-45
-15,59
25,00
7
0,490
2,780
0,5
7
0,700
3,250
1,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,57
0
0,00
TG
1,50
33
0,180
1,350
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,14
45
0,07
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
26
7,06
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-19
-9,60 -0,60
T
24,00
7
0,488
2,750
0,5
7
0,689
3,214
1,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,52
-64
BL
18,40
7
0,438
2,596
0,3
1
0,601
3,000
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,45
71
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-90
0,00
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-45
-15,59
0,4
1,28
0
0,14
20,00
7
0,463
2,670
7
0,644
3,068
0,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
TG
12,50
33
0,375
2,390
1,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,10
45
0,55
U
200,00
0,790
3,750
16,1
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
20,70
-85
-1,80
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-40
-15,36
T
20,00
7
0,463
2,670
0,4
7
0,644
3,068
0,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,28
5
0,11
Tg
24,00
33
0,375
2,390
1,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,10
50
0,54
69
U
0,35
69
0,094
0,851
0,1
4
0,143
0,947
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,06
-87
0,00
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-42
-15,51
7
0,463
2,670
0,4
7
0,644
3,068
0,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,28
3
16,51
33
0,425
2,538
1,5
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,51
48
0,75
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-87
-0,94
TL
200,00
114
3,750
26,6
10
0,0
31,18
-42
-15,51
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
T
19,00
7
0,450
2,615
0,4
7
0,630
3,034
0,8
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,21
3
0,06
TG
10,25
33
0,354
2,293
0,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,94
48
0,47
S
0,25
102
0,078
0,770
0,0
3
0,125
0,872
0,0
1
0,148
0,926
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,05
81
0,01
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-45
-15,59
T
14,60
7
0,407
2,497
0,3
7
0,558
2,819
0,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,90
0
0,00
TG
5,70
33
0,253
1,968
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,41
45
0,21
U
1,00
69
0,156
1,167
0,2
4
0,199
1,333
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,22
-90
0,00
TL
200,00
114
3,750
26,6
10
0,0
31,18
-45
-15,59
0,790
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
T
10,00
7
0,350
2,281
0,2
7
0,488
2,615
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,63
0
0,00
TG
14,00
33
0,400
2,469
1,3
0
0,550
2,796
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,30
45
0,65
S
12,00
102
0,370
2,375
3,3
3
0,519
2,706
0,2
1
0,654
2,962
0,1
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
3,64
90
0,00
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-85
-2,71
T
11,25
7
0,369
2,344
0,2
7
0,507
2,672
0,5
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,70
-40
-0,35
TG
13,80
33
0,397
2,460
1,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,27
5
0,11
S
6,00
102
0,256
1,975
1,3
3
0,400
2,258
0,1
1
0,481
2,438
0,1
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,48
50
0,73
TL
200,00
114
0,050
3,750
0,1
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
4,74
-48
-2,36
T
10,20
7
0,353
2,263
0,2
7
0,491
2,626
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,64
-3
-0,03
0,244
5,00
33
S
1,90
102
0,193
1,417
0,5
3
0,236
1,625
0,0
1
0,325
1,525
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,58
87
0,03
U
2,00
69
0,195
1,425
0,4
4
0,238
1,650
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,41
-80
-0,07
TL
200,00
114
3,750
26,6
10
0,0
31,18
-35
-14,65
0,790
1,900
0,4
0
0,000
1,096
0,000
3,875
0,0
4,6
0
0
0,000
0,000
0,000
0,000
0,0
0,0
0
0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,0
0,0
0
0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,0
0,37
42
T
9,00
7
0,331
2,203
0,2
7
0,463
2,519
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,54
10
0,09
4,80
33
0,240
1,850
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,35
55
0,16
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-42
-15,51
T
4,70
7
0,241
1,850
0,1
7
0,356
2,129
0,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,26
3
0,01
33
0,233
1,764
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,31
48
U
4,50
69
0,238
1,825
0,7
4
0,350
2,097
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,81
-72
-0,24
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-27
-12,61
3,00
7
0,217
1,625
0,3
0,1
7
0,279
1,703
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,15
18
0,16
3,30
33
0,222
1,167
0,2
0
0,293
1,765
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,19
63
0,08
U
5,80
69
0,254
1,978
0,9
4
0,392
2,211
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,01
-81
-0,16
TL
200,00
114
3,750
26,6
10
0,0
31,18
-36
-14,83
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
T
3,10
7
0,219
1,640
0,1
7
1,096
3,875
3,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
3,30
9
TG
4,00
33
0,234
1,775
0,3
0
0,400
2,100
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,32
54
0,15
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-57
-14,24
T
2,25
7
0,199
1,463
0,0
7
0,249
1,564
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,11
-12
-0,02
TG
-16,50
-14,69
-15,90
-15,39
-14,94
-2,21
-2,17
-14,46
-15,34
0,04
TG
0,790
-15,04
0,18
TG
4,00
-3,00
0,07
TG
0,790
-15,52
0,00
TL
20,00
Wo di lokasi
200,00
T M14
0,790
H
200,00
TG M13
(det)
n
T
TG M11
(m)
17 - 21 Wo
U
T M6
T
TL
T M4
H
-12,73
0,51
3,00
33
0,217
1,625
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,25
32
0,11
S
0,80
102
0,145
1,113
0,2
3
0,181
1,214
0,0
1
0,212
1,391
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,25
77
0,06
T
0,60
7
0,090
0,979
0,0
7
0,163
1,096
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,03
-90
0,00
TG
0,40
33
0,066
0,813
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,01
-45
-0,01
S
0,35
102
0,061
0,771
0,0
3
0,143
0,947
0,0
1
0,160
1,010
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,04
0
0,00
BD
2,30
20
0,203
1,500
0,1
3
0,253
1,580
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,15
45
0,08
B
1,40
19
0,175
1,316
0,1
4
0,215
1,407
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,10
90
0,00
S
3,75
102
0,230
1,738
0,9
3
0,310
1,842
0,1
1
0,402
2,115
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,02
-31
-0,45
BD
2,60
20
0,209
1,554
0,1
3
0,266
1,641
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,17
14
0,04
B
0,10
19
0,031
0,564
0,0
4
0,074
0,659
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,00
59
0,00
-14,32
-14,10
0,07
-0,41
Tabel-5b.Perhitungan Energi Fluks P. Bintan KECEPATAN ANGIN (KNOT) LOKASI
ARAH
PANJANG
ANGIN
FETCH
11 - 16 n
(km) N1
N2
N3
N6
N7
N8
N10
N11
T
(m)
(det)
22 - 27 Wo
n
28 - 33
H
T
(m)
(det)
Wo
n
> 34
H
T
(m)
(det)
Wo
n
H
T
(m)
(det)
Wo
(sudut)
Wo
Total
(°)
69
0,027
0,723
0,0
4
0,113
0,819
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,01
90
114
0,089
0,819
0,1
10
0,134
0,910
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,09
45
WoL
0,00 0,04
T
0,70
7
0,137
1,028
0,0
7
0,180
1,185
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,04
0
0,00
0,60
33
0,129
0,984
0,1
0
0,172
1,130
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,05
-45
-0,03
S
2,10
102
0,199
1,454
0,6
3
0,242
1,675
0,0
1
0,300
1,800
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,63
-90
T
0,85
7
0,145
1,111
0,0
7
0,190
1,269
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,05
-85
0,00
Tg
1,70
33
0,184
1,380
0,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,15
-40
-0,08
0,00
S
1,30
102
0,172
1,258
0,4
3
0,215
1,444
0,0
1
0,240
1,563
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,41
5
BD
6,00
20
0,263
1,975
0,3
3
0,400
2,266
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,38
50
0,19
B
4,70
19
0,241
1,851
0,2
4
0,356
2,109
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,31
95
-0,03
S
200,00
102
0,790
3,750
23,8
3
1,096
3,875
1,4
1
1,280
4,900
0,8
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
25,95
-51
-12,69
BD
6,20
20
0,264
2,009
0,3
3
0,409
2,288
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,39
-6
-0,04
4,80
19
0,242
1,863
0,2
4
0,360
2,125
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,32
39
7
0,359
2,294
0,2
1
0,495
2,638
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,27
84
0,03
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
85
1,56
5,20
20
0,248
1,918
0,2
3
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,33
-50
-0,16
B
9,20
19
0,331
2,219
0,5
4
0,363
2,285
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,58
-5
-0,05
BL
12,00
7
0,375
2,375
0,2
1
0,520
2,731
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,31
40
0,15
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-51
-8,77
TL
2,00
114
0,195
1,425
0,6
10
0,238
1,650
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,71
-96
0,07
B
9,50
7
0,344
2,231
0,2
4
0,410
2,409
0,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,34
39
BD
5,90
20
0,254
1,987
0,3
3
0,397
2,255
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,36
84
0,04
BL
7,00
7
0,288
2,063
0,1
1
0,444
2,375
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,17
-6
-0,02
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-43
-8,94
B
10,20
19
0,353
2,263
0,5
4
0,490
2,621
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,78
47
0,39
43,75
7
0,591
3,109
0,8
1
0,845
3,638
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,01
2
0,04
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-34
-8,31
B
10,60
19
0,358
2,288
0,6
4
0,494
2,634
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,81
56
0,37
BL
43,75
7
0,591
3,109
0,8
1
0,845
3,638
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,01
11
0,19
U
0,35
69
0,098
0,771
0,1
4
0,143
0,947
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,06
-58
-0,03
BL
43,70
7
0,591
3,109
0,8
1
0,591
3,109
0,1
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,86
-13
-0,19
20
0,129
0,875
0,0
3
0,172
1,130
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,04
77
11,20
19
0,365
2,325
0,6
4
0,500
2,654
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,85
32
0,38
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-61
-7,60
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-106
8,26
1,09
-16
-0,29
0,610
BL
47,00
B
10,00
19
0,350
2,250
0,5
4
0,488
2,615
0,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,77
29
BD
9,80
20
0,348
2,242
0,5
3
0,457
2,533
0,2
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,70
74
0,18
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-5
-1,56
114
3,750
26,6
10
0,0
15,36
0,790
3,150
0,8
1
0,860
1,096
3,696
3,875
0,3
4,6
0
0
0,000
0,000
0,000
0,000
0,0
0,0
0
0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,0
0,0
0
0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,0
TL
200,00
31,18
40
47,50
7
0,612
3,154
0,8
1
0,863
3,705
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,10
-50
T
0,30
7
0,089
0,771
0,0
7
0,134
0,910
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,02
85
0,00
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-2
-0,63
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-47
-15,55
0,65
7
0,133
0,956
0,0
7
0,176
1,157
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,04
-92
0,00
B
0,35
19
0,098
0,771
0,0
4
0,143
0,947
0,0
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,02
88
0,00
50,00
7
0,620
3,175
0,9
1
0,875
3,750
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,14
43
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-16
-4,75
TL
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-61
-13,22
2,480
0,8
4
0,565
2,850
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0,57
1,13
74
BL
50,00
7
0,620
3,175
0,9
1
0,875
3,750
0,3
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,14
29
0,48
U
200,00
69
0,790
3,750
16,1
4
1,096
3,875
1,9
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
17,92
-7
-2,17
TL
0,404
-8,51
-7,74
0,17
0,89
-0,54
BL
19
-8,50
0,33
BL
14,30
1,50
0,01
B U
7
-12,55
0,17
BL
0,60
0,12
0,15
10,70
U
2,178
0,02
0,04
BL
0,375
Wo di lokasi
Tg
B N13
H
0,30
T
N12
(det)
n
0,20
BD N9
(m)
17 - 21 Wo
U
BD
N5
T
TL
B N4
H
13,26
-15,61
0,30
200,00
114
0,790
3,750
26,6
10
1,096
3,875
4,6
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
31,18
-52
-15,13
B
15,50
19
0,425
2,500
0,9
4
0,596
2,944
0,4
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
1,27
83
0,15
BL
200,00
7
0,790
3,750
1,6
1
1,096
3,875
0,5
0
0,000
0,000
0,0
0
0,00
0,00
0,0
0
0,00
0,00
0,0
2,09
38
1,02
-17,19
-16,13