Jurnal Gradien Vol.1 No.1 Januari 2005 : 1-5
Penyelidikan daerah rawan gerakan tanah dengan metode geolistrik tahanan jenis (studi kasus : longsoran di desa cikukun) Suhendra Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia Diterima 1 Nopember 2004; direvisi 1 Januari 2005; disetujui 20 Januari 2005
Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menentukan geometri bidang gelicir di jalur jalan raya antara Wanareja – Majenang di Km. 90,4 Desa Cikukun Kecamatan Wanareja Banyumas Propinsi Jawa Tengah, dengan menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner–Schlumberger panjang lintasan pengukuran sejauh 115 m dan jarak spasi elektroda 5m. Berdasarkan nilai tahanan jenis yang diperoleh di Desa Cikukun yaitu 7,2 Ωm – 9,5 Ωm dari penampang 2D geolistrik terlihat ada tiga bidang gelincir dan di Desa Cirongge diperoleh nilai tahanan jenis dari 2,6 Ωm – 3,5 Ωm serta dari penampang 2-D geolistrik terlihat ada dua bidang gelincir yang mempengaruhi gerakan tanah dengan kedalaman yang bervariasi antara 2 sampai 9 m. Kata kunci : Tahanan jenis; Geometri bidang gelincir; Gerakan tanah
1. Pendahuluan Berdasarkan data longsor di Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Propinsi Jawa Barat paling sering dilanda bencana tanah longsor dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, sejak tahun 1990-2001 sedikitnya telah terjadi tanah longsor sebanyak 558 kali dengan korban jiwa 416 jiwa, 981 unit rumah hancur dan beberapa sarana mengalami kerusakan seperti jalan dan lahan pertanian. Jalur jalan raya di sebelah selatan P. Jawa yang dikenal dengan jalur lintas selatan yaitu yang menghubungkan antara Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, dimana jalur ini sangat vital yang dimulai dari kota Tasikmalaya, Banjar di Jawa Barat hingga kota Majenang, Wangon dan Cilacap di Jawa Tengah karena merupakan jalur kegiatan perekonomian dan jasa. Kondisi geologi dan morfologi di kabupaten tersebut berpotensi besar menimbulkan bencana gerakan tanah yang dapat menganggu pengguna jalur jalan.
Gerakan tanah yang bersekala besar hampir setiap tahun terjadi pada jalur jalan ini, antara lain di daerah Cikukun sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menyelidiki penyebab terjadinya gerakan tanah di daerah tersebut. Menurut [8] gerakan tanah adalah suatu produk dari proses gangguan kesetimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ketempat atau daerah yang lebih rendah. Gerakan masa ini dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat geser tanah / batuan lebih kecil dari berat masa tanah / batuan itu sendiri. Gerakannya lamban, pada umumnya berbentuk napal kuda dengan gerakan memutar. Gerakan yang lamban ini sering disebut rayapan tanah [1]. Contoh yang pernah terjadi di Cianjur Selatan dan Tomo di Sumedang serta Banjarnegara. 1.1. Metoda geolistrik tahanan jenis Metoda geolistrik tahanan jenis adalah salah satu metoda geofisika yang memanfaatkan sifat tahanan
2
jenis untuk menyelidiki permukaan bumi.
Suhendra / Jurnal Gradien Vol. 1 No. 1 Januari 2005 : 1-5
keadaan di bawah
Metoda ini dilakukan dengan menggunakan arus listrik searah yang diinjeksikan melalui dua buah elektroda arus ke dalam bumi, lalu mengamati potensial yang terbentuk melalui dua buah elektroda potensial yang berada ditempat lain. Perbedaan potensial yang terukur merefleksikan keadaan di bawah permukaan bumi. Pada dasarnya metoda ini didekati menggunakan konsep perambatan arus listrik di dalam medium homogen isotropis, dimana arus listrik bergerak kesegala arah dengan nilai yang sama besar. Berdasarkan asumsi tersebut, maka bila terdapat anomali yang membedakan jumlah rapat arus yang mengalir diasumsikan diakibatkan oleh adanya perbedaan akibat anomali tahanan jenis. Anomali ini nantinya digunakan untuk merekontruksi keadaan geologi bawah permukaan. Perbedaan konfigurasi elektroda, variasi tahanan jenis spesifik yang diselidiki, prosedur memperoleh data sangat menentukan dalam pemakaian metoda ini. Metoda tahanan jenis mempunyai dua macam pendekatan, yaitu pendekatan horizontal dan pendekatan vertikal, kedua pendekatan ini mempunyai prosedur kerja dan interpretasi yang berbeda antara satu sama lainnya. Metoda tahanan jenis pendekatan horizontal dimaksudkan sebagai eksplorasi metoda tahanan jenis untuk mendeteksi lapisan atau formasi batuan yang mempunyai kedudukan [7]. 1.2. Pemodelan ke depan dan inversi Pemodelan data geofisika terdiri dari dua yaitu pemodelan ke depan (forward) dan pemodelan kebelakang (inversi). Pemodelan ini dilakukan dengan mengambarkan data geofisika berdasarkan fungsi matematis yang berhubungan dengan struktur dan sifat fisika bumi.
Pemodelan ke depan adalah pemodelan yang dilakukan untuk menghitung respon (data) pengukuran jika sifat fisika dan struktur geologi bumi diketahui Untuk metoda tahanan jenis, pemodelan forward digunakan untuk menggambarkan nilai potensial pada tiap titik sebagai fungsi dari konduktivitas, geometri dan arus listrik [5]. Jika data dan model masing-masing dinyatakan oleh vektor (Oldenburg, 1998b) d = [d1, d 2 , d3 ,...., d N ]T ;
[
]
m = m1,m2,m3 ,...., mM T
(1)
maka secara umum hubungan antara data dan model dapat dinyatakan oleh, d = g(m) (2) dimana g merupakan fungsi pemodelan ke depan yang memetakan model menjadikan besaran dalam domain data. N adalah jumlah data dan M adalah jumlah parameter model, T menyatakan transposisi karena besaran dengan beberapa komponen tersebut umumnya dinyatakan dalam matrik kolom. Pemodelan inversi adalah pemodelan yang dilakukan untuk merekontruksi model bumi (distribusi parameter fisika) berdasarkan data hasil pengukuran. Pemodelan inversi dapat dilakukan jika terlebih dahulu telah dibuat pemodelan kedepannya [5]. 2. Metode penelitian Penyelidikan ini merupakan penelitian di lapangan yang dilakukan di daerah Cikukun yaitu untuk mengamati geometri bidang gelincir yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Pengolahan dan Analisa data dilakukan dengan menggunakan program Res2Dinv ver. 3.3. Lokasi dan latar Cikukun
belakang
geologi
daerah
Lokasi gerakan tanah terletak pada jalur jalan raya antara Wanareja – Majenang di Km. 90.40 yaitu di daerah Cikukun Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah secara geografis
Suhendra / Jurnal Gradien Vol. 1 No. 1 Januari 2005 : 1-5
terletak pada koordinat 108o 42’ 48’’ BT dan 07o 20’ 28’’ LS. Geologi daerah penelitian Cikukun secara morfologi terletak di lereng perbukitan sebelah Tenggara Gn. Gembonghilir dengan ketinggian antara 80 m sampai dengan 160 m di atas muka laut, dengan kemiringan lereng berkisar antara 15o – 35o. Kondisi batuan di daerah ini berdasarkan peta geologi lembar Majenang skala 1 : 100.000 [3], dibentuk oleh satuan batu pasir tufa, keras dan berlapis dari Formasi Tapak (Tpt),.
3
penampang 2-D yang terdiri dari tiga bagian yaitu pseudosection tahanan jenis yang terukur (measurement apparent resistivity pseudosection), pseudosection tahanan jenis terhitung (calculated apparent resistivity pseudosection) dan model tahanan jenis hasil inversi [3]. Pseudosection tahanan jenis semu terhitung merupakan hasil pemodelan kedepan oleh perangkat lunak RES2DINV dengan pendekatan beda hingga. Pseudosection tahanan jenis semu terhitung ini akan menjadi model awal untuk proses inversi [4].
3. Hasil dan pembahasan 3.1. Tata guna lahan dan keairan di desa Cikukun Daerah pemukiman di lokasi penelitian relatif jarang karena sebagian besar daerah sekitarnya merupakan daerah perkebunan karet. Ke arah lereng bagian bawah (Selatan daerah penelitian) terdapat jalur jalan lintas selatan antara Banjar – Wangon yaitu pada Km. 90.00 – 91.00. Berdasarkan data curah hujan tahunan dari tahun 2001 – 2002 yang diperoleh dari Stasion Penakar Perkebunan Karet di Wanareja menunjukkan intensitas curah hujan antara 1848 – 2555 mm / thn, sedangkan intensitas curah hujan bulanan tertinggi yang terjadi antara bulan November sampai dengan April yaitu antara 325 – 350 mm/bln.. Tata guna lahan di daerah penelitian umumnya perkebunan karet dalam usia peremajaan yang di selingi semak belukar dan topografi di lokasi ini merupakan suatu lembah yang terjal miring kearah jalur jalan sehingga massa tanah cenderung dapat bergerak dan menimbun badan jalan. Pengamatan terhadap muka air tanah bebas pada musim kering di daerah ini menunjukan tinggi muka air tanah berkisar antara 9 – 12 m, sedangkan pada musim hujan antara 6 – 7 m (informasi penduduk). 3.2. Hasil dan pembahasan di desa Cikukun Penampang hasil pengolahan data di Desa Cikukun yang diperlihatakan pada Gambar.1 untuk
Dalam proses inversi, respon model dibandingkan dengan respon data lapangan. Jika berbeda jauh maka model (parameter) diubah sampai mendekati data lapangan. Prose pengubahan model ini dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak. Nilai optimum dalam proses inversi dicapai jika error (RMS) yang dihasilkan sekecil mungkin. Pada Gambar 1 terlihat bahwa di daerah ini terdapat beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu antara 3,1 Ωm sampai 21,7 Ωm dengan kesalahan iterasi 5,3 % (pada iterasi ke-5). Adapun kedalaman yang dapat dicapai pada lintasan ini adalah 15,9 meter. Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik di Desa Cikukun menunjukkan bahwa di daerah ini terdapat beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan (Gambar 1). Mulai titik 0 sampai titik 70 terdapat beberapa lapisan penutup yang memberikan nilai tahanan jenis berkisar antara 12,5 Ωm sampai 21,7 Ωm. Penampang hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa kemiringan lereng sebesar 20o ke arah Selatan yaitu kearah badan jalan dan terlihat adanya tiga bidang gelincir (bidang lemah) yaitu pada daerah mahkota longsoran, ditengah-tengah dan di daerah kaki longsoran yang mempunyai nilai tahanan jenis berkisar antara 7,2 sampai 9,5 Ωm (ditunjukkan dengan warna hijau tua).
4
Suhendra / Jurnal Gradien Vol. 1 No. 1 Januari 2005 : 1-5
Pada titik 50 sampai titik 0 (pada bagian sebelah kiri gambar) diidenfikasikan sebagai bidang gelincir berbentuk tranlasi yang mengarah ke badan jalan, sedangkan disebelah kanan gambar terdapat bidang gelincir berbentuk rotasi yang kemudian dipotong oleh adanya retakan pada titik 70. Dari penampang geolistrik tersebut dapat dilihat bahwa mulai dari titik 50 sampai dengan titik 0 daerah tersebut masih labil dan cenderung akan bergerak kembali. Berdasarkan penampang lintasan geolistrik tersebut terlihat ada tiga bidang gelincir yang berbentuk tranlasi dan rotasi dimana yang berbentuk tranlasi mempunyai kedalaman pada 2 m dan 12 m yang terdalam dan yang terdangkal ≅ 2 m yang mengarah
ke arah selatan (kiri gambar) yang mengarah ke arah lembah yaitu jalur jalan antara Wanareja – Wangon sehingga dengan demikian diperkirakan dapat terjadi perulangan longsoran baru yang dapat mengancam pengguna jalan di sekitar Km. 90,40 tersebut. Tanah pelapukan di daerah Cikukun berupa lempung pasiran yang bersifat lunak dengan porositas tinggi sehingga sangat berpengaruh terhadap menyalurkan air sampai ke bidang gelilncir, dari penampang geolistrik terlihat bahwa bidang gelincir mempunyai kedalaman yang tidak terlalu dalam sehingga apabila curah hujan yang terjadi cukup tinggi ( di atas 100 mm/bln) maka daerah ini cukup rentan terhadap kejadian gerakan tanah.
Gambar 1. Penampang hasil Inversi 2-D di Desa Cikukun
4. Kesimpulan Berdasarkan penampang geolistrik di daerah Cikukun, terlihat ada tiga bidang gelincir yang relatif dangkal yaitu antara 2 m sampai 12 m dengan nilai tahanan jenis 7,2 Ωm – 9,5 Ωm, maka daerah ini sangat rawan terhadap bencana gerakan tanah terutama pada saat musim hujan. Lapisan batu lempung yang kedap air dapat bertindak sebagai bidang gelincir untuk terjadinya gerakan tanah dengan tanah pelapukan berupa lempung pasiran yang relatif tipis yang menumpang di atas
batu lempung sehingga pergerakannya relatif lambat (rayapan) Berdasarkan penampang geolistrik, geometri bidang gelincir di daerah Cikukun yang relatif dangkal yaitu antara 2 m sampai 5 m dengan nilai tahanan jenis antara 2,6 Ωm- 3,5 Ωm maka daerah ini sangat rawan terhadap bencana gerakan tanah terutama pada saat musim hujan. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi ini, secara umum dapat menunjukkan bahwa daerah Cikukun merupakan daerah rawan bencana gerakan tanah
Suhendra / Jurnal Gradien Vol. 1 No. 1 Januari 2005 : 1-5
daerah sehingga perlu diwaspadai karena merupakan jalur vital antara Wanareja – Wangon. Berdasarkan penampang geolistrik di lokasi penelitian ini menunjukan bahwa telah terjadi berulang-ulang peristiwa gerakan tanah, yang ditandai oleh bentuk bidang gelincir. Daftar pustaka [1] Abramson, L. W and Lee, T.,S, Slope stability and stabilization method, 1996, John Wiley &Son INC, New York. [2] Kastowo dan Suwarna, N., Peta geologi lembar Majenang, 1996, Direktorat Geologi Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi [3] Loke, M.H., R. D. Barker, Least-square deconvolution of apparent resistivity pseudosection, 1995, Geophysics, Vol. 60, pp 1682-1690.
5
[4] Loke, M.H., RES2DINV ver. 3.3 for windows 3.1, 95 and NT; Rapid 2D resistivity & IP inversion using the least-squares method (wenner, polepole,Schlumberger)., 1999, Penang, Malaysia. [5] Oldenburg, D., Y.Li and Jones F., a. TUTORIAL : Basics concepts of resistivity and IP profiling, 1998, The UBC Geophysics Inversion Facility, HTML : F.Jones@UBC-GIF. [6] Oldenburg, D., Y.Li and Jones F., b. TUTORIAL: Inversion methodology, 1998, The UBC Geophysics Inversion Facility, HTML : F. Jones@UBC-GIF. [7] Taib, M.I.T., Dasar Metoda Eksplorasi Tahanan Jenis Galvanik, 2000, Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB. Bandung, pp. 1-4. [8] Varnes, D., Slope movement type and process, landslide anaysis and control, ed. 1981, By R. Schuster & R. Krizek, Natural Academic and science special report 176, pp. 11.33.