LIPUTAN KHUSUS Jambore Sanitasi 2010 9
INFO BARU 2 Mendorong Pengembangan Daerah Melalui Desentralisasi 16
Penanganan Permukiman Di Daerah Rawan Gerakan Tanah
Edisi 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Menata Permukiman
Untuk Kota Hijau
daftar isi OKTOBER 2010
Berita Utama 4 Hari Habitat Dunia 2010: Better City, Better Life
http://ciptakarya.pu.go.id
5 Menata Permukiman untuk Kota Hijau
Pelindung Budi Yuwono P Penanggung Jawab Danny Sutjiono Dewan Redaksi Antonius Budiono, Tamin M. Zakaria Amin, Susmono, Guratno Hartono, Joessair Lubis, Budi Hidayat Pemimpin Redaksi Dwityo A. Soeranto, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan, Bukhori Bagian Produksi Djoko Karsono, Emah Sadjimah, Radja Mulana MP. Sibuea, Djati Waluyo Widodo, Aulia UI Fikri, Indah Raftiarty Bagian Administrasi & Distribusi Sri Murni Edi K, Ilham Muhargiady, Doddy Krispatmadi, A. Sihombing, Ahmad Gunawan, Didik Saukat Fuadi, Harni Widayanti, Deva Kurniawan, Mitha Aprini, Nurfhatiah Kontributor Panani Kesai, Rina Agustin Indriani, Nieke Nindyaputri, Hadi Sucahyono, Amiruddin, Handy B. Legowo, Endang Setyaningrum, Syamsul Hadi, Didiet. A. Akhdiat, Muhammad Abid, Siti Bellafolijani, Djoko Mursito, Ade Syaeful Rahman, Th. Srimulyatini Respati,Alex A.Chalik, Bambang Purwanto, Edward Abdurahman, Alfin B. Setiawan, Deddy Sumantri, M. Yasin Kurdi, Lini Tambajong Alamat Redaksi Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578 Email
[email protected] Redaksi menerima artikel, berita, karikatur yang terkait bidang cipta karya dan disertai gambar/foto serta identitas penulis. Naskah ditulis maksimal 5 halaman A4, Arial 12. Naskah yang dimuat akan mendapat insentif.
Liputan Khusus 9 Jambore Sanitasi 2010
4
Info Baru 13 PT PII, Komitmen
Pemerintah Menjamin Pembangunan Infrastruktur
16 Mendorong Pengembangan Daerah Melalui Desentralisasi (Laporan Hasil RED Steer Training di Jerman)
13
20 Permukiman Ramah
Lingkungan Ala Kampung Naga
Inovasi 23 Penanganan Permukiman
Di Daerah Rawan Gerakan Tanah
Pojok Hukum 27 UU No. 32/2009
Pemerintah Wajib Susun Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Resensi 29 Kilas Balik Perumahan Rakyat (1900-2000)
23
editorial
Hari Habitat Dunia Perlu Dipopulerkan
Foto Cover : Patung Christina Martha
Tiahahu berdiri kokoh di tengah Kota Ambon yang sedang bergeliat menghijau kan kotanya
Banyak peristiwa yang dianggap penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak dikukuhkan da lam sebuah peringatan, baik skala nasional maupun internasional. Hari-hari itu membentang panjang dari Januari hingga Desember. Sebagai contoh, tengoklah di Oktober, ada Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober), Hari Batik dan hari Susu Nasional (2 Oktober), Hari Arsitektur Dunia (3 Oktober), Hari Tentara Nasional (5 Oktober), dan seterusnya. Hari Habitat Dunia yang ditetapkan PBB sejak tahun 1985 tidak tercantum dalam wikipedia maupun buku pengetahuan umum seperti Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL). Tidak ada pretensi apa-apa tentang fakta populartias tersebut. Tapi setidaknya ada harapan, Hari Habitat Dunia yang diperingati setiap hari Senin di pekan pertama Oktober lebih dikenal luas lagi oleh masyarakat, bukan lingkungan sempit segelintir aparat pemerintah yang membidangi permukiman dan perumahan. Hari Habitat Dunia 2010 bertemakan Better City, Better Life, atau jika diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti Menuju Kota dan Kehidupan yang Lebih Baik. Di Indonesia, Kementerian Perumahan Rakyat didaulat menjadi penyelenggara dan didukung oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Setiap tahun, terutama sejak 2006, peringatan HHD selalu membawa beban tema yang maha berat. Tema perkotaan dengan seabrek problematikanya sejak 2006 selalu menjadi tema utama. Dengan tema yang di atas menara tersebut menantang penyelenggaranya agar di-breakdown menjadi hal-hal kecil yang populis di mata orang awam, karena toh masyarakat pula yang menjadi engine of growth perkotaan. Buletin Cipta Karya Edisi Oktober ini mencoba mengulas tema pembangunan permukiman perkotaan yang tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi butuh peran serta aktif dunia usaha dan masyarakat, serta perwujudan kota hijau. Tema ini diulas langsung oleh Wakil Ketua Harian Sekretaris Nasional Habitat Dunia. Dia menekankan bahwa pembangunan perkotaan diarahkan untuk dapat melayani kebutuhan penduduknya dan dapat menjamin kelayakan kehidupan di masa mendatang. Tema lain yang tidak kalah menarik adalah gelaran Jambore Sanitasi dalam rangka peringatan HHD 2010. Jambore ini diikuti oleh 128 peserta siswa tingkat pertama dari 32 provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut akan dipilih 3 Duta Sanitasi yang bertindak sebagai juru kampanye tingkat nasional. Anak biasanya memiliki semangat tinggi dalam menyerap pengetahuaan dan ide baru. Dengan mengikuti rangkaian kegiatan Jambore Sanitasi ini diharapkan ketika kembali ke daerah masing-masing, mereka dapat menjadi agen perubahan yang dapat mempersuasi keluarga dan masyarakat di sekitarnya untuk mewujudkan dan menjaga sanitasi yang berkualitas. Selamat membaca dan berkarya!
.....Suara Anda
Genangan Air di sekitar Tebet Ass. Wr.wb. Di sekitar Tebet kalau hujan banyak sekali genangan air. Mungkin banyaknya drainase yang tersumbat dan itu sudah ber langsung lama. Tolong dibersihkan drainasenya. Terima kasih. Rahmadi Kepada Yth. Saudara Rahmadi Menanggapi pertanyaan Saudara Rahmadi tentang genangan air di sekitar Tebet, bersama ini kami sampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007, Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten dijelaskan bahwa masalah pembangunan dan pemeiliharaan infrastruktur bidang Cipta Karya di daerah adalah
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat. Pemerintah pusat dalam hal ini Kemeterian Pekerjaan Umum hanya melaksanakan fungsinya sebagai TUBINWASBANG (Pengaturan, Pem binaan, Pengawasan dan Pembangunan). Pembangunan disini di maksudkan yaitu pembangunan untuk infrastruktur yang bersifat strategis seperti Banjir Kanal Timur, Jembatan, Waduk atau yang sifatnya lintas daerah. Terkait dengan masalah penyumbatan dan genangan di sekitar Tebet, saudara dapat mengadukannya ke pemerintah daerah setempat da lam hal ini Pemerintah Kota Jakarta Selatan c.q Suku Dinas Pekerjaan Umum. Demikian jawaban dari kami terima kasih.
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
3
Berita Utama
P
“Pada tahun 2010 penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 54%. Diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 68%. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak penduduk bermukim di perkotaan dan terkonsentrasi di Pulau Jawa,” menurut Menteri Pekerjaan Umum saat me-launching buku Kilas Balik Perumahan Rakyat 1900-2000 dan Mengusik Tata Penyelenggaraan Lingkungan Hidup dan Permukiman, Senin (18/10) di Jakarta. Permasalahan kota memang tak lekang menjadi pembicaraan seperti karakter kota itu sendiri yang terus bergerak maju. Masya rakat internasional pun akhirnya mau tidak mau harus sadar. Kesadaran itu terwujud dalam banyak hal, salah satunya menetapkan Senin pertama di bulan Oktober sebagai Hari Habitat Dunia. Sejak 2005 – 2009, te ma habitat selalu mengarah pada tema perkotaan. Sebut saja tahun 2005 dengan tema ‘Kota dan Tujuan Pembangunan Mille nium’, tahun 2007 dengan ‘Menuju Kota yang Aman dan Berkeadilan’, tahun 2008 dengan ‘Kota yang Harmonis’, tahun 2009 dengan ‘Merencanakan Masa Perkotaan Kita’.
4 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Sepeda Santai pada peringatan Hari Habitat Dunia 2010
Hari Habitat Dunia 2010:
Better City, Better Life Tahun 2010 ini, tema HHD adalah ‘Better City, Better Life’, atau bila diterjemahkan bebas akan bermakna Menuju Kota dan Kehidupan yang Lebih Baik. Secara global, HHD 2010 diperingati di Shanghai Expo, China. Dalam peringatan itu, UN Habitat memberikan penghargaan Habitat Scroll of Honours bagi individu/organisasi/proyek yang dianggap mempunyai kontribusi signifikan dalam bi dang permukiman. Salah satu putera terbaik Indonesia dari Surabaya, yaitu Prof. Johan Silas dan Bank Tabungan Negara berhasil me nerima penghargaan tersebut. Tahun ini Indonesia memperingati HHD 2010 di Jakarta dan Surabaya. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menjadi tuan rumah meluncurkan buku yang dise butkan di atas. Tema better city, better life mengimpilkasikan kota yang lebih cerdas. Untuk itu diperlukan upaya membangun
warga yang mempunyai pengetahuan yang memadai tentang bidang tersebut. Di Su rabaya, panitia HHD 2010 bekerjasama de ngan Institut Teknologi 10 November Sura baya (ITS) menyelenggarakan Youth Urban Forum dengan mengundang wakil mahasis wa beberapa perguruan tinggi untuk mem bahas isu permukiman dan peran pemuda dalam mencapai urbanisasi berkelanjutan. Kementerian Pekerjaan Umum juga tak luput berpartisipasi. Melalui Direktorat Jen deral Cipta Karya, kementerian yang tahun 2009 menjadi host peringatan HHD 2009 lalu di Palembang ini menyelenggarakan Jambore Sanitasi yang berlangsung 5 hari di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Anak-anak menjadi target dalam upaya memasyaratkan isu permukiman layak huni agar mereka peduli dan mulai berpikir tentang masa de (bcr) pan yang lebih baik.
www.flickr.com
Berita Utama
BERITAUTAMA
Tugu Adipura Kota Bau-Bau yang mencerminkan sebagai kota yang bersih.
Menata Permukiman
P
Untuk Kota Hijau
Peringatan Hari Habitat Dunia, 4 Oktober 2010 mengangkat tema “Better Cities, Better Life”. Tema ini diangkat United Nations Ha bitat agar negara-negara di dunia dapat me wujudkan kota-kota yang lebih baik untuk menciptakan kualitas kehidupan yang lebih layak dan manusiawi. Tema yang relevan dengan kondisi ber bagai kota di Tanah Air yang memerlukan perhatian untuk ditata. Peringatan Hari Ha bitat ini sangat penting untuk meningkatkan kepedulian semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang tekait dengan pemba ngunan permukiman dan perkotaan. Pembangunan permukiman dan perko
Hadi Sucahyono*) taan tidak hanya merupakan tugas peme rintah saja, tetapi juga membutuhkan pe ran serta aktif dunia usaha dan masyarakat. Apalagi saat ini ada beberapa isu strategis yang terkait dengan pembangunan permu kiman dan perkotaan di Indonesia saat ini. Isu strategis yang pentng salah satunya adalah semakin meningkatnya jumlah pen duduk yang bermukim di perkotaan. Pada tahun 2010 ini penduduk perkotaan di In donesia sudah mencapai 54%, dan diper kirakan pada tahun 2025 nanti penduduk Indonesia yang mendiami perkotaan men capai 68%. Hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010 juga menunjukkan bahwa pen
duduk yang tinggal di pulau Jawa saat ini mencapai 58%. Artinya, semakin banyak penduduk bermukim di perkotaan dan ter konsentrasi di pulau Jawa. Isu strategis lainnya adalah antisipasi ter hadap dampak negatif perubahan iklim (cli mate change) agar tidak mengganggu ling kungan permukiman. Salah satu dampak perubahan iklim yang semakin nyata adalah perubahan pola hujan dan meningkatnya permukaan air laut yang menimbulkan baha ya banjir di perkotaan. Berikutnya adalah tingginya angka kemis kinan penduduk di tanah air, seperti tercermin dalam Human Development Index (UNDP, Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
5
2010) yang menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 111 dari 181 negara. Posisi Indonesia ini jauh berada dibawah Singapura yang berada di urutan 23, Malaysia yang berada di urutan 66, dan Thailand di urutan 87. Tantangan penataan permukiman di per kotaan Meningkatnya penduduk yang bermukim di perkotaan telah menimbulkan dampak
6 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
terhadap desakan kebutuhan lahan untuk permukiman dan infrastruktur perkotaan. Salah satu tantangan yang ada adalah masih terbatasnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan di tanah air. Sebagai contoh, luasan RTH di Jakarta saat ini baru mencapai 9,6% dari total luas wilayah Jakarta. Hingga tahun 2030 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mentargetkan luas RTH di wilayah DKI Jakarta dapat mencapai 14%. Namun, target ini nampaknya akan sulit dicapai, mengingat
daerah hijau sebagai tangkapan air di Jakarta semakin menurun luas arealnya setiap tahun sebesar 10% hingga 15% (Republika, 28 September 2010). Keterbatasan luasan RTH tidak hanya dialami oleh Jakarta, namun juga dialami oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia. Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan saat ini baru mencapai 8% dari luas kotanya, RTH di Kota Bandung saat ini sebesar 9%, dan RTH di Kota Makassar sebesar 10%. Data ini
BERITAUTAMA
www.stat.kompasiana.com
Taman Ayodya di kawasan Blok M menjadi paru-paru hijau di tengah hiruk pikuk kota Jakarta
Taman Ganesha, Kota Bandung
Salah satu strategi untuk mewujudkan permukiman dan perkotaan yang lebih baik adalah dengan mengembangkan Kota Hijau (green city) yang dapat mendorong pembangunan kota secara berkelanjutan (sustainable city).
Permukiman di Jakarta yang makin padat perlu pengendalian agar tak kumuh.
menunjukkan bahwa kota-kota di Indonesia pada umumnya masih mempunyai Ruang Terbuka Hijau yang relatif kecil luasannya, apalagi dibandingkan dengan ketentuan yang digariskan dalam UU Nomor 26 Ta hun 2007 Tentang Penataan Ruang yang
mengarahkan agar setiap kota mempunyai total Ruang Terbuka Hijau minimal seluas 30% dari luas wilayah kotanya. Tantangan lainnya yang dihadapi kotakota di tanah air adalah pengendalian kawasan kumuh agar dapat diperbaiki kon disinya dan dicegah agar tidak semakin meluas. Saat ini kawasan kumuh di kota-kota di tanah air luasnya sudah lebih dari 55 ribu hektare. Disamping itu, tingkat pelayanan infrastruktur perkotaan juga saat ini masih terbatas cakupannya dan kualitasnya. Tantangan berikutnya bagi kota-kota di
Indonesia adalah mengatasi tingkat pen cemaran udara yang masih relatif tinggi. Hal ini misalnya tercermin dari posisi negara Indonesia yang masih dikategorikan sebagai negara yang belum menangani emisi CO2 dengan baik (Achieving the Millennium Deve lopment Goals in an Era of Global Uncertainty; Asia-Pacific Regional Report 2009/10; United Nations). Pengembangan Kota Hijau Untuk mewujudkan permukiman dan per kotaan yang lebih baik, salah satu strateginya Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
7
rejectgeneration.files.wordpress.com
BERITAUTAMA
Perilaku membuang sampah dengan benar dan penyediaan prasarana dan sarana persampahan yang memadai turut mewujudkan green city.
adalah dengan mengembangkan Kota Hijau (green city) yang dapat mendorong pem bangunan kota secara berkelanjutan (sus tainable city). Artinya, pembangunan kota diarahkan untuk dapat melayani kebutuhan penduduknya, sekaligus menjamin kelaya kan kehidupan penduduknya dimasa men datang. Filosofi Pareto yang mendorong terciptanya kondisi yang lebih baik tanpa merugikan pihak lain, patut menjadi jiwa dari pembangunan kota hijau. Dalam konteks penataan permukiman per kotaan dalam Kota Hijau, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh stakeholders terkait. Pertama, menggalakkan pelaksanaan Rencana Tata Ruang Ramah Lingkungan (Gre en Spatial Planning). Rencana Tata Ruang ini harus mampu mengakomodasikan propor si Ruang Terbuka Hijau dalam kota secara memadai. Acuan yang digariskan dalam Undang-Undang Penataan Ruang perlu di jadikan pedoman. Proporsi RTH yang me madai tentunya akan memperluas daerah tangkapan air di kota, yang pada akhirnya dapat mengurangi resiko banjir. Penyusunan Rencana Tata Ruang Ramah Lingkungan untuk setiap kota juga perlu di perhatikan keseimbangan kepentingan eko nomis maupun ekologis lahan kota. Prioritas perlu difokuskan untuk menerapkan Rencana
8 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Tata Ruang Ramah Lingkungan ini di kota metropolitan dan kota besar di Indonesia, khususnya di pulau Jawa yang padat pen duduknya. Pemerintah Daerah (kota dan ka bupaten) harus mengaplikasikan rencana tata ruang yang ramah lingkungan tersebut secara konsisten di lapangan. Kedua, menggalakkan pembangunan Infrastruktur Perkotaan Ramah Lingkungan (Green Urban Infrastructure). Intinya adalah merubah model pembangunan infrastruktur secara linear menjadi model siklus, yaitu mengoptimalkan penggunaan input sumber daya dan meminimalkan output tidak ter pakai (limbah). Beberapa contoh kota yang telah mengembangkan infrastruktur hijau ini adalah Curitiba (Brazil), Hammarby Sjostad (Swedia) dan Singapura. Kota-kota tersebut telah mengembangkan infrastruktur hijau yang mencakup penataan kawasan permukiman, bangunan gedung, pengelolaan air limbah, pengelolaan air mi num dan pengendalian pencemaran udara (Eco2 Cities: Ecological Cities as Economic Cities , TWB 2010). Penataan kawasan permukiman dilakukan dengan revitalisasi kawasan kota lama dan kawasan terbengkalai (brownfields) secara terpadu. Pembangunan gedung hi jau (green building) diupayakan untuk men ciptakan adanya ruang hijau dengan meman faatkan atap gedung atau balkon gedung
yang bermanfaat untuk mengurangi pema nasan global dan menyerap air hujan. Pengelolaan air limbah ditujukan untuk memanfaatkan kembali air limbah yang di daur ulang untuk menjadi air bersih. Contoh pengolahan air limbah menjadi air bersih di Singapura yang disebut sebagai NEWater merupakan salah satu contoh yang perlu ditiru. Bahkan air daur ulang ini menjadi andalan untuk mencukupi 30% kebutuhan air bersih di Singapura. Pembangunan infra struktur hijau seperti itu perlu ditingkatkan di tanah air, termasuk melalui efisiensi peng hematan penggunaan air dan memperluas konservasi sumber air baku. Sedangkan dalam pengelolaan persam pahan perlu ditujukan untuk mengurangi timbulan sampah, melakukan daur ulang sampah dan mengurangi emisi pembakaran sampah. Secara terpadu, pengurangan emi si juga termasuk pengurangan emisi gas buang dari alat transportasi kota, yaitu de ngan mengembangkan alat transportasi kota yang mempunyai emisi sedikit namun mempunyai daya angkut banyak, seperti Mass Rapid Transit (MRT) yang sekaligus dapat mengurangi kemacetan lalulintas. Ketiga, menggalakkan kampanye publik (public campaign) untuk mengajak masyarakat agar mengikuti pola hidup sehat di per kotaan, misalnya dengan meningkatkan ke sadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dan limbah sembarangan. Kampanye publik juga perlu ditujukan agar masyarakat dapat secara partisipatif memperbaiki kua litas kawasan permukimannya, terutama di kawasan kumuh. Kampanye publik ini juga dapat ditunjukkan melalui contoh nyata, se bagaimana yang dilakukan oleh komunitas Bike to Works dengan menggalakkan peng gunaan sepeda sebagai alat transportasi se hat yang mengurangi pencemaran udara. Keempat, meningkatkan kepedulian dunia usaha untuk turut meningkatkan kualitas permukiman dan infrastruktur per kotaan, misalnya melalui Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat memberikan kontribusi pendanaan untuk subsidi silang dalam pembangunan infrastruktur hijau bagi masyarakat miskin di perkotaan. Strategi penataan permukiman untuk kota hijau tersebut diharapkan dapat menciptakan kota yang lebih baik dan kualitas kehidupan yang lebih baik di tanah air secara terpadu. *) Wakil Ketua Harian Sekretaris Nasional Ha bitat Indonesia (Tulisan ini pernah dimuat di Harian Umum Republika, 6 Oktober 2010)
Liputan Khusus
LIPUTANKHUSUS
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono secara simbolik membuka Jambore Sanitasi 2010 di Wisma Hijau Mekarsari, Cimanggis
Jambore Sanitasi
K
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direk torat Jenderal Cipta Karya, menyelenggarakan kegiatan Jambore Sanitasi 2010 yang diikuti oleh 128 peserta dari 32 provinsi di seluruh Indonesia. Kegiatan yang berlangsung 12 – 16 Oktober 2010 di Wisma Hijau Mekarsari, Cimanggis, dibuka oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono. Djoko Kirmanto mengatakan, Jambore sanitasi ini merupakan kampanye nasional yang berfokus pada anak sebagai titik sentral. Anak biasanya memiliki semangat tinggi dalam menyerap pengetahuaan dan ide baru. Dengan mengikuti rangkaian kegiatan Jambore Sanitasi ini diharapkan ketika kem
2010
bali ke daerah masing-masing, mereka da pat menjadi agen perubahan yang dapat mempersuasi keluarga dan masyarakat di sekitarnya untuk mewujudkan dan menjaga sanitasi yang berkualitas. “Anak merupakan agen perubahan yang baik. Dari waktu ke waktu duta sanitasi akan semakin bertambah. Dengan semakin bertambahnya duta sanitasi maka tugas mereka dalam mendampingi guru maupun lurah dalam menyampaikan soal sanitasi akan semakin efektif,” kata Djoko Kirmanto Ia menambahkan, kondisi sanitasi yang tidak memadai dapat menyebabkan pence maran dan berakibat buruknya kualitas air. Buruknya kualitas air tersebut merupakan
sumber berbagai penyakit, seperti diare, kolera dan disentri. Hal ini, menurut Djoko, memberikan pengaruh negatif terhadap kon disi kesehatan dan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian masalah sa nitasi tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. “Melalui jambore sanitasi inilah peme rintah dengan didukung peran aktif masya rakat akan terus melanjutkan secara bahumembahu untuk mewujudkan sanitasi yang layak, demi meningkatkan kesejahteraan ma syarakat,” tambahnya. Hal senada juga dikatakan oleh Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono. Menurutnya, Jambore Sanitasi 2010 merupakan gerakan masyarakat untuk mengkampanyekan kepedulian ma Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
9
Foto Searah Jarum Jam : 1. Poto Bersama dengan para Duta Sanitasi Naisonal, 2. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto menyematkan Pin kepada salah satu Duta Sanitasi Naisonal, 3.Ibu Herawati Boediono memperlihatkan salah satu karya gambar dari juara peserta lomba, 4. Peserta Jambore Sanitasi 2010 mengunjungi Waste Water Treatment Plan Lippo Karawaci.
syarakat luas terhadap sanitasi melalui Du ta-duta Sanitasi. “Melalui kegiatan ini diha rapkan akan lahir Duta Sanitasi Nasional berkualitas, yang mampu menyampaikan pesan-pesan mengenai sanitasi dalam upaya meningkatkan kepedulian dan perubahan perilaku masyarakat dalam pembangunan sanitasi,” katanya. Selain para siswa tingkat pertama, kegiatan
10 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
ini semakin meriah karena diikuti juga oleh 40 orang Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 3R (Reuse-Reduce-Recycle). Para beserta akan bersama-sama belajar mengenai peran vital sanitasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan. Tahun ini, Jambore Sanitasi mengangkat tema Kita Peduli Kualitas Air. Tema ini me ngajak masyarakat berpartisipasi dalam me
LIPUTANKHUSUS wujudkan sanitasi yang layak dengan mela kukan perubahan perilaku untuk melindungi kualitas air. Jambore semacam ini merupakan yang kedua, setelah digelar untuk pertama kalinya pada tahun 2008. Jambore Sanitasi ini merupakan rangkaian acara peringatan Hari Habitat Dunia (HHD) Dalam Jambore Sanitasi tersebut, terdapat juga Pameran Sanitasi yang dibuka oleh Ibu Sylvi Agung Laksono selaku Ketua III Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Turut mendampingi dalam pembukaan tersebut Menteri PU Djoko Kirmanto, Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono dan beberapa anggota SIKIB. Pameran itu terdiri dari program-program, sasaran dan juga contoh kegiatan yang di lakukan oleh Ditjen Cipta Karya. Selain itu, juga terdapat cara menangani tanah longsor dari Ditjen Bina Marga dan Kondisi Sungai di Indonesia oleh Ditjen Sumber Daya Air. Dalam kesempatan itu, Adhika Hakam, Duta Sanitasi tahun 2008 berkesempatan menjelaskan beberapa hal yang dipamerkan terhadap Menteri PU. “Senang dan bangga bisa ketemu dengan bapak menteri, agak se dikit beban juga tadi,” kata siswa SMU kelas 1 asal Medan itu. Rangkaian Jambore Sanitasi Setelah pembukaan, hari kedua acara Jam bore para peserta jambore diajari teknik presentasi dan pengembangan diri oleh Loh jenawi Trinadi dan motivasi bagi anak-anak Duta Sanitasi yang dilakukan oleh SIKIB. Di hari kedua tersebut juga dilakukan penjurian untuk Duta Sanitasi Nasional 2010 untuk karya tulis maupun karya gambar. Tim juri terdiri dari perwakilan Kemenpu, Kemenkes, Kemendiknas, Kemenbudpar, SI KIB dan Pusat Bahasa. Dari 128 peserta, para juri menyaring menjadi 20 peserta untuk melakukan presentasi karya masing-masing. Dari 20 peserta tersebut kemudian dipilih tiga peserta sebagai Duta Sanitasi Nasional 2010. Pada hari ketiga, para peserta jambore berkesempatan melakukan audiensi dengan Ibu Herawati Boediono. Dalam kesempatan tersebut, diumumkan juara 1 Duta Sanitasi 2010. Pelajar SMP Islam Al-Azhar Kota Serang, Provinsi Banten, Rayyan Raima Zurriyyatina terpilih menjadi Duta Sanitasi Nasional tahun 2010. Setelah mengunjungi Istana Wapres, para peserta jambore berkesempatan me lakukan aksi simpatik di Kawasan Ancol Ja karta. Pada hari keempat, para peserta ber Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
11
LIPUTANKHUSUS
Foto Atas : Peserta Jambore Sanitasi 2010 mengunjungi Lokasi Pengelolaan Sampah 3R Perum Bermis Serpong Asri, Cisauk, Tangerang, Banten. Foto Bawah : Foto bersama peserta Jambore Sanitasi 2010 setelah mengunjungi Waste Water Treatment Plan Lippo Karawaci.
kesempatan untuk mengunjungi Lokasi Pengelolaan Sampah 3R Perum Bermis Ser pong Asri, Cisauk. Siangnya para peserta juga berkesempatan untuk mengunjungi Waste Water Treatment Plan Lippo Karawaci. Disini para peserta berkesempatan melihat langsung bagaimana proses pengelolaan air limbah di kawasan Lippo Karawaci.
12 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Dalam kunjungan ke Waste Water Tre atment Plan Lippo Karawaci ini, Ditjen Cip ta Karya juga mengudang anak –anak SD di sekitar Mekarsari Cimanggis dalam rangka mengenalkan secara dini pengelolaan air limbah kepada anak SD. Kasi Data Dan Informasi Ditjen Cipta Karya, Erwin Adhi Setyadhi mengatakan, acara ini
merupakan sarana edukasi bagi para Siswa SD. Para siswa ini diharapkan dapat menjadi sarana efektif untuk menginformasikan ten tang air limbah maupun lingkungan bersih. “Kunjungan seperti ini akan menambah wawasan para siswa SD. Saya harap, pu lang dari tempat ini, para siswa ini dapat bercerita kepada teman, keluarga ataupun tetangganya,” katanya saat memberi arahan kepada para siswa. Pada hari terakhir, peserta mengikuti workshop tentang keberlanjutan kampanye sanitasi dan workshop tentang proses daur ulang. Malam harinya terdapat malam ke akraban yang dihibur oleh artis sekaligus (dvt) musisi Nugie dan Tasya.
Info Baru 1
INFOBARU 1
Air baku dari Waduk Jatigede yang akan disadap sebesar 6.000 lpd dan direncanakan mampu memenuhi kebutuhan air minum sampai tahun proyeksi 2042.
PT PII, Komitmen Pemerintah
Menjamin Pembangunan Infrastruktur Prasetyo Budi Luhur *) Pemerintah menetapkan bahwa infrastruktur menjadi prioritas utama dan memerlukan partisipasi swasta untuk mengisi financing gap yang tidak bisa dipenuhi APBN. Pada tanggal 30 Desember 2009, Pemerintah Indonesia mendirikan sebuah lembaga penjaminan yang diberi nama PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia atau PT. PII. Pendirian perusahaan ini merupakan bagian dari implementasi komitmen pemerintah terhadap percepatan pembangunan infrastruktur.
K
Keberadaan PT. PII diharapkan dapat me lengkapi kerangka instrumen keuangan pendukung program Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS/PPP) di bidang infrastruktur yang sebelumnya telah dibentuk oleh Kementerian Keuangan seperti penyediaan dana land capping, penyediaan dana bergulir untuk pembebasan tanah (land revolving fund) dan pendirian PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI). Sebagai dasar pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Swasta/KPS (Public Private Part nership, PPP), Pemerintah mengeluarkan Per aturan Presiden Nomor 67/2005 tentang KPS dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah diubah dan disempurnakan dengan Perpres Nomor 13/2010. PT PII (Persero) dibentuk dengan maksud untuk memberi dukungan dalam pemba ngunan infrastruktur di Indonesia, yang ber
kenaan dengan; pertama, penyediaan pen jaminan pada proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha/Swasta (KPS) di bidang Infrastruktur. Kedua, peningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness) atas proyek-proyek KPS Infrastruktur melalui pemberian Pen jaminan atas risiko politik yang kredibel. Ketiga, meningkatkan governance dan pro ses yang transparan dalam pemberian Pen jaminan atas risiko politik. Dan keempat, ring-fencing eksposure kewajiban kontinjensi Pemerintah. Penjaminan untuk proyek KPS diperlukan untuk melindungi sektor swasta dari ketidak pastian implementasi Pemerintah atas komit men dalam kontrak KPS. Selain itu penting untuk memastikan alokasi resiko yang wajar antara pihak pemerintah dan swasta. Peranan yang dimiliki PT. PII adalah, per
tama, memutus interaksi langsung pihak swasta dengan Kementerian Keuangan (pe nanganan transaksi dilakukan oleh PT. PII, sedang Pemerintah lebih berperan sebagai Regulator dan Pembuat Kebijakan). Kedua, mengurangi resiko cross-default terhadap utang-utang Pemerintah Indonesia dan sud den shock terhadap APBN, dengan adanya perpanjangan waktu direct claim. Klaim di bayarkan oleh PT. PII terlebih dahulu, dan proses direct claim ke APBN lebih lama dari 45 hari. Ketiga, meningkatkan kemampuan perbankan proyek-proyek KPS kepada au dience yang lebih luas dengan adanya produk penjaminan yang lebih diterima pasar. Ke empat, mendorong market discipline atas proses penjaminan melalui single window. Kebijakan single window ini sangat penting untuk mewujudkan; (1) Konsistensi dalam proses evaluasi pemberian penjaminan; (2) Kebijakan satu pintu dalam pemrosesan klaim; (3) adanya suatu proses yang trans paran dan konsisten dalam pemberian pen jaminan. Dengan demikian kebijakan ini bisa berdampak terhadap peningkatan ke percayaan investor dalam berpartisipasi ikut membangun proyek infrastruktur di Indo nesia.
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
13
Modal PT. PII saat ini terdiri dari modal disetor sebesar Rp 1 Triliun, yang bersumber dari APBN 2009. APBN-P 2010 telah menetapkan tambahan modal Rp 1 Triliun. PT. PII menyediakan jaminan hanya untuk resiko yang menjadi tanggung jawab Contracting Agencies (Kementerian, Pemda, BUMN), sebagaimana terdapat dalam Perjanjian KPS dan didukung oleh komitmen Contracting Agencies dalam Perjanjian Regres. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1 berikut : Perjanjian Kontrak an Jamin tujuan Perse
Obligasi Pembayaran Klaim n ayara Pemb
Pers etuju an
Pem baya ran K emb ali
Gambar 1 Perjanjian Kontrak dan Obligasi Pembayaran Berikut adalah sektor-sektor yang dapat dijamin menurut Perpres No. 13/2010: 1. Transportasi – bandar udara, pelabuhan, kereta api; 2. Jalan – jalan tol dan jembatan tol; 3. Pengairan – saluran pembawa air baku; 4. Air minum – instalasi pengambilan air baku, jaringan transmisi, distribusi, dan pengolahan air minum; 5. Air limbah – instalasi pengolahan air limbah, jaringan pengumpul, jaringan utama, dan sarana perasampahan; 6. Telekomunikasi dan informatika – jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-gover ment; 7. Pembangkit listrik – pembangkit, transmisi dan distribusi; dan 8. Migas – transmisi dan/atau distribusi migas.
Model bisnis PT. PII dibuat konsisten, mudah, dan efisien, seperti tampak pada gambar 2 berikut
Gambar 2, Model Bisnis PT. PII Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi suatu proyek sebagai syarat untuk memperoleh penjaminan adalah sebagai berikut: • • • • • •
Sektor; sesuai Perpres 13/2010; Tipe kontrak; KPS yang dilakukan melalui proses lelang; Kelayakan proyek; dari segi ekonomi, finansial, teknis, dan manfaat sosial; Regulasi; memenuhi ketentuan perundangan sektor; Studi kelayakan; dilakukan oleh konsultan yang baik/bereputasi; Klausul arbitrasi; kesepakatan klausul arbitrasi dalam perjanjian konsesi.
14 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
INFOBARU 1 Kerjasama Pemerintah Swasta dalam pengembangan SPAM dari Waduk Jatiluhur akan membangun Intake 5000 l/det, IPA 5000 lpd, dan akan dimanfaatkan akan dimanfaatkan oleh 2 juta jiwa atau 400.000 SR.
PT PII (Persero) dibentuk dengan maksud untuk memberi dukungan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang berkenaan dengan; pertama, penyediaan penjaminan pada proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha/Swasta (KPS) di bidang Infrastruktur.
Berdirinya PT.PII memberikan banyak manfaat. Diantaranya manfaat bagi Contracting Ag encies yaitu, pertama, menarik pihak inves tor swasta untuk berpartisiasi dalam pro yek karena mengurangi resiko proyek di Indonesia. Kedua, meningkatkan kepastian tercapainya jadwal penyelesaian proyek. Ketiga, mengurangi resiko penambahan biaya operasional akibat terlambatnya pe nyelesaian proyek infrastruktur. Keempat, meningkatkan kompetisi dalam proses ten der untuk menghasikan peningkatan kualitas proposal tender dan harga yang sangat kom petitif. Sedangkan manfaat bagi sektor swasta antara lain, pertama, mitigasi resiko yang tidak dapat tercakup pada pasar. Kedua, meningkatkan transparansi, kejelasan, dan kepastian akan proses evaluasi dan pem berian penjaminan bagi proyek. Ketiga, me ningkatkan kemampuan perbankan proyek sehingga tidak terjadi over-run cost utama nya pada periode konstruksi. Keempat, me ngurangi biaya modal bagi pemilik proyek dan memperpanjang jangka waktu pinjaman. Dengan berbagai manfaat diatas diha rapkan berdirinya PT. PII dapat membawa manfaat bagi Indonesia secara umum yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi melalui KPS yang menghasilkan proyek infrastruktur yang tepat waktu. *) Staff Subdit Wilayah I Dit. Pengembangan Air Minum, DJCK Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
15
Info Baru 2 Pembangunan Kota di Jerman
Mendorong Pengembangan Daerah
Melalui Desentralisasi (Laporan Hasil RED Steer Training di Jerman)
Elkana Catur Hardiansah *) “Decentralization is an effective tool for promoting economic development through enhanced local autonomy and initiative, as well as democracy through the restoration of liberty at the base.” (Worldbank)
R
16 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Reformasi dan demokratisasi di Indonesia setelah tahun 1998 membawa perubahan baru bagi pembangunan di Indonesia. Pe rubahan yang dimaksud adalah desakan un tuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah di tingkat Daerah untuk melaksanakan roda pembangunan. Sesuai dengan amanat konstitusi (Pasal 1 UUD 1945), perubahan pendekatan tersebut tetap perlu diwujudkan. Desentralisasi dan otonomi daerah dibu tuhkan untuk mendorong insiatif dan pra karsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan keanekaragaman kon disinya masing-masing (Handbook Pemerin tahan Daerah tahun 2006, Bappenas). De ngan keragaman kondisi dan kemajuan serta bentang geografis Indonesia yang demikian besar, dan pengalaman pelaksanaan pem bangunan selama ini, menunjukkan bahwa
kebijakan yang bersifat seragam tidak dapat menjamin keberlanjutan pelaksanaannya. Salah satu implikasi dari desentralisasi ada lah Pemerintah Daerah diberikan keleluasaan dan kesempatan untuk mengembangkan wilayah melalui inisiatif dan inovasi kreatif yang datang dari bawah (bottom-up). Peran Pemerintah Pusat ditransformasi menjadi ‘enabler’ bagi Pemerintah Daerah dan Ma syarakat. Pelaksanaan desentralisasi yang hampir berjalan satu dekade menunjukkan beberapa Pemerintah Daerah mampu me manfaatkan momen desentralisasi sebagai ruang untuk mensejahterakan masyarakat, seperti; Kota Cimahi, Kabupaten Sragen, Kota Surabaya, Kabupaten Musi Banyuasin, Kota Bontang, Kabupaten Jembrana, dan lainnya. Di sisi lain, banyak Pemerintah Daerah yang belum mampu memanfaatkan momen desentralisasi dalam melaksanakan pemba
INFOBARU 2 ngunan daerah. Berbagai persoalan dasar, seperti kualitas layanan publik, kualitas SDM, supremasi hukum dan lain-lain, menghambat pelaksanaan pembangunan daerah. Ketidak mampuan dalam melaksanakan inovasi me nyebabkan pendekatan yang dilaksanakan dalam mengembangkan wilayah masih ter paku pada pendekatan-pendekatan lama yang tidak sesuai dengan jamannya. Tulisan ini mencoba mengangkat pem belajaran dan pengalaman pembangunan wilayah yang dilaksanakan di Republik Fe derasi Jerman. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran mengenai re levansi pelaksanaan pengembangan wilayah untuk konteks Indonesia. Regional Economic Development di Jer man Jerman merupakan salah satu negara yang memiliki kedudukan strategis di dunia, ter utama di bidang ekonomi. Negara anggota dari G20 dan G8 tersebut menunjukkan dirinya sebagai negara yang segera pulih perekonomianya setelah Perang Dunia II. Negara ini pun menduduki urutan keempat dalam Produk Domestik Bruto dan urutan kelima dalam Keseimbangan Kemampuan Berbelanja (2009), urutan kedua negara peng ekspor dan urutan kedua negara pengimpor barang (2009), dan menduduki urutan kedua di dunia dalam nilai bantuan pembangunan
Frankfurt airport-salah satu bandara terkemuka Eropa
dalam anggaran tahunannya (2008). Ekonomi Jerman sepanjang 2007 tumbuh solid 2,5 persen akibat kuatnya ekspor. Jerman terdiri dari 16 wilayah federal (lander) yang merupakan gabungan dari wilayah federal di Jerman Timur dan Barat, dimana unit administratif terkecil di Jerman adalah Pemerintah Kota. Sistem Pemerintahan Jerman adalah federasi dimana seluruh tugas pemerintahan telah diotonomikan kepada wilayah federal di bawahnya. Salah satu keberhasilan Jerman dalam mengembangkan wilayah adalah membe rikan porsi desentralisasi yang besar kepada Pemerintah Federal dan Pemerintah Kota. Karakter Jerman yang sejak dahulu kala menerapkan sistem desentralisasi, menye babkan tidak ditemuinya kesulitan yang sig nifikan dalam mengimplementasikan pola desentralisasi. Jerman hanya mengalami satu periode pemerintah terpusat yaitu pada saat dipimpin oleh Adolf Hitler sebelum tahun 1945. Tugas-tugas nasional didistribusikan ke berbagai level pemerintahan di bawahnya. Pemerintah lokal memiliki kewenangan di berbagai bidang seperti industrial policy, en vironmental protection, pendidikan, social ser vices, pembangunan, kebijakan energy dan public housing. Kebijakan semacam ini mengasumsikan dengan adanya desentralisasi maka kerja sama antar daerah akan terjadi karena adanya perbedaan kompetensi wilayah dalam mena ngani satu persoalan. Salah satu tugas yang masih melekat di Pemerintah Pusat terkait
dengan pengembangan wilayah adalah menarik pajak dari wilayah federal untuk kemudian dibagikan secara proporsional kepada seluruh wilayah federal. Dalam Konstitusi Jerman ditetapkan kon disi hidup yang sama harus terwujud dise luruh wilayah, sehingga wilayah federal me miliki kewajiban untuk menyeimbangkan antara kelemahan yang disebabkan faktor lokasi dengan penguatan struktur ekonomi wilayah dalam kontek sistem ekonomi pem bangunan. Peran masing-masing Pemerintah Lokal dalam mendukung pembangunan ekonomi wilayah adalah menjadi pendukung dan ini siator dalam beberapa hal seperti; pertama, pengembangan pedoman kebijakan yang jelas bagi para pelaku pengembangan eko nomi; kedua, fasilitasi perencanaan yang partisipatif dan efektif; ketiga, pelaksanaan komunikasi dan kerjasama yang efektif antar stakeholder. Keempat, menyelaraskan prog ram pemerintah dengan program lain yang dilakukan oleh lembaga diluar Pemerintah. Kelima, menyediakan pelayanan dalam ben tuk jasa dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendorong pengembangan wilayah. Salah satu instrumen yang digunakan Pe merintah Lokal untuk melaksanakan pemba ngunan di tingkat lokal adalah penggunaan dokumen Regional Development Plan (RDP). Dokumen RDP mencakup beberapa isu, se perti orientasi pembangunan wilayah, pri oritas pembangunan, daftar proyek pem bangunan, dll. Dokumen RDP menjadi syarat untuk
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
17
Kantor Regional Development Agency wilayah Bradenburg
mendapatkan dana pembangunan dari Pe merintah Pusat dan EU Commission. Jika wilayah tersebut tidak berkeinginan untuk mendapatkan dana dari kedua sumber ter sebut maka wilayah tersebut tidak wajib menyusun dokumen RDP. Pendekatan yang sama dikembangkan oleh Ditjen Cipta Karya dalam menggunakan dokumen Rencana Program dan Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Dokumen RDP disusun oleh Regional De velopment Agency dengan pendekatan par tisipatif. Regional Development Agency me rupakan badan yang terdiri dari perwakilan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat yang bertugas untuk mengorganisir penyusunan dokumen RDP. Regional Development Agency bisa diben tuk menjadi bagian dari pemerintah atau “badan usaha” dil uar Pemerintah dimana Pemerintah menjadi pemegang saham ber sama swasta dan kelompok masyarakat
18 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
lainnya. Di beberapa kota, Regional Deve lopment Agency juga memiliki tugas untuk fungsi promosi investasi dari kota tersebut. Proses penyusunan dokumen RDP yang dilaksanakan oleh Regional Development Agency memberikan kesempatan yang luas kepada kelompok-kelompok stakeholder un tuk dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam penyusunannya. Proses penyusunan RDP merupakan kombinasi dari proses tek nokrasi dan partisipasi . Peran pemerintah dalam penyusunan RDP hanya sebatas fa silitator dan penyedia informasi yang di butuhkan. Transformasi RDP ke Indonesia Mentransfromasikan pembelajaran yang di dapatkan dari Jerman untuk konteks Indo nesia tentunya tidak semata-mata mereplikasi secara utuh pendekatan yang digunakan di Jerman. Dalam melaksanakan Regional Economic Development (RED) di Jerman ter
dapat pra-kondisi yang tidak dimiliki oleh Indonesia, salah satunya adalah desentralisasi yang berjalan dengan baik disebabkan Jerman sejak ratusan tahun lalu telah terdiri dari daerah-daerah otonom yang memiliki kewenangan yang luas. Karakter demikian tidak dimiliki oleh Indonesia, sehingga pe laksanaan desentralisasi tidak memiliki ke majuan yang seragam antar wilayah. Selain itu, kualitas SDM yang baik memudahkan Pemerintah dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat baik dalam penyusunan doku men perencanaan ataupun pelaksanaan pembangunan. Terlepas dari beberapa pra-kondisi yang belum dapat dipenuhi, hal-hal yang pen ting untuk diperhatikan sebagai upaya pengembangan ekonomi wilayah di Indo nesia, antara lain; pertama, keberhasilan Jerman dalam mengembangkan wilayah yang mengalami restrukturisasi ekonomi. Restrukturisasi ekonomi adalah perubahan
INFOBARU2
Terowongan Mbah Suro, Bekas Tambang Batubara, Menjadi Objek Wisata di Kota Sawahlunto.
Saat ini beberapa wilayah sedang mengalami restrukturisasi ekonomi, seperti Kota Sawahlunto yang bertransformasi dari wilayah tambang menjadi wilayah pariwisata. ekonomi basis sebuah wilayah misal dari sektor pertambangan ke sektor perdagangan, dll. Perubahan struktur ekonomi biasanya disebabkan sektor yang tidak kompetitif lagi apabila dibandingkan negara-negara lain seperti Indonesia, Cina, dll. Perubahan struktur ekonomi pada suatu wilayah membutuhkan pembangunan in frastruktur pendukung, pelatihan SDM un tuk beraktivitas di sektor yang baru, pro mosi investasi untuk menarik investor baru ke dalam wilayah tersebut, dan lain-lain. Langkah-langkah strategis tersebut dirang kum dalam Regional Development Plan yang disusun masing-masing wilayah. Kedua, pelaksanaan desentralisasi men dorong wilayah-wilayah untuk berkompetisi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
menyerap tenaga kerja. Pendekatan yang umum dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah (i) melakukan promosi wi layah untuk meningkatkan investor baru; (ii) meningkatkan layanan untuk memper tahankan investor eksisting; dan (iii) me numbuhkan kegiatan ekonomi lokal melalui entrepreneur pemula (start-up). Ketiga pendekatan ini dilakukan melalui tools yang beragam seperti inkubator bis nis, paket investasi yang menarik, peng embangan business location centre dan lain sebagainya. Kompetisi melahirkan inovasiinovasi bagi masing-masing wilayah untuk melaksanakan ketiga pendekatan tersebut dengan semaksimal mungkin. Hal ini dise babkan masih terdapat persoalan kesenjang an di Jerman, terutama untuk pertumbuhan
ekonomi dan lapangan pekerjaan. Sedang kan untuk pelayanan dasar relatif tidak ada kesenjangan dikarenakan dijamin oleh kons titusi dasar. Inovasi dan kompetisi yang terjadi dimak sudkan untuk mengurangi kesenjangan eko nomi antar wilayah. Pendekatan dan tools yang dilaksanakan di Jerman telah di adap tasi oleh beberapa Kementerian untuk me ningkatkan perekonomian lokal. Ketiga, pengunaan dokumen RDP yang disusun dengan proses partisipasi yang luas kepada seluruh stakeholder menyebabkan dokumen tersebut berhasil menangkap ke butuhan masyarakat yang prioritas untuk diusulkan didanai oleh Pemerintah Pusat dan EU commission. Selain itu partisipasi juga menyebabkan “sense of belonging” kelompok masyarakat terhadap dokumen perencanaan menjadi tinggi. Keempat, kualitas dokumen RDP menjadi salah satu indikator bagi Pemerintah Jerman ataupun EU comission dalam menentukan jumlah dan jenis kegiatan yang akan di danai. Kualitas RDP yang di kompetisikan menyebabkan Pemerintah Kota menyusun RDP dengan pendekatan-pendekatan baru. Untuk mengalokasikan dana pembangu nan, Pemerintah Jerman dan EU commission tidak semata-mata bertumpu pada kualitas dari RDP masing-masing kota. Kriteria lain seperti Daerah yang relatif tertinggal dilihat dari GDP percapita dan jumlah pengang guran, daerah yang sedang melakukan res trukturisasi ekonomi, dan wilayah-wilayah melakukan kerjasama, menjadi pertimbang an juga dalam mengalokasikan sumber pen danaan. Pengalaman di Jerman, dapat direplikasi untuk konteks Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, teru tama untuk meningkatkan hubungan ku alitas RPIJM wilayah dengan alokasi pen danaan pembangunan bidang Cipta Karya. Dokumen RDP yang merefleksikan relevan si proyek yang diusulkan dengan strategi pengembangan wilayah merupakan pende katan yang dapat dioptimalkan untuk kon teks RPIJM. Mengalokasikan pendanaan de ngan tools RPIJM dapat menjadi perangkat ampuh bagi Pemerintah Pusat dalam menga rahkan pembangunan wilayah untuk menca pai tujuan nasional yang lebih luas. *) Wakil Ketua Central Project Management Unit (CPMU) Urban Sector Development Reform Project (USDRP), Kementerian Pekerjaan Umum
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
19
Ala Kampung Naga
B
www.flickr.com
Info Baru 3
Permukiman Ramah Lingkungan
20 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Bangsa kita, adalah bangsa yang sangat kaya akan keluhuran budaya dan tradisi. Beraneka ragam kebudayaan dan tradisi terbentang mulai dari sabang sampai merauke, dan ke semuanya itu memiliki keunikan dan kekhas an masing-masing. Kampung Naga merupa kan salah satu contoh perumahan tradisional yang juga merupakan kampung yang sangat unik, yang dihuni oleh sekelompok ma syarakat dengan keteguhannya dalam me megang adat istiadat dan tradisi peninggalan para leluhurnya. Kampung Naga berada di lembah subur yang dikelilingi perbukitan dengan luas are al yaitu 1,5 ha dan dibagi menjadi hutan, sungai, daerah persawahan, dan daerah perkampungan. Setiap area memiliki batasbatas yang tak boleh dilanggar. Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa pada batasbatas antar daerah tersebut apabila dilanggar, di kemudian hari kita akan mendapatkan suatu musibah yang tidak disangka-sangka. Kampung yang juga terkenal dengan ke ramahan khas sundanya ini berlokasi di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Ta sikmalaya, Prop. Jawa Barat. Awalnya nama Kampung Naga berasal dari bahasa sunda
Elvia Nasrul *) yaitu ‘Kampung dina gawir’ yang berarti sebuah kampung yang berada di lembah. Lokasi kampung ini memang berada di sebuah lembah yang dibagian dasarnya di lalui oleh sungai Ciwulan. Untuk mencapai Kampung Naga cukup sulit. Ada sekitar 300an anak tangga dari bahan semen dengan sudut yang curam yang harus dilewati, yaitu mencapai sekitar 45 derajat, hingga akhirnya bisa mencapai dataran di lembah, di tepi Sungai Ciwulan. Tidak ada pagar yang bisa dipakai untuk pegangan, membuat kita mesti lebih berhatihati menuruni anak tangga, karena tangga inilah satu-satunya jalur masuk paling layak menuju Kampung Naga. Setelah mencapai dataran kita akan melewati jalan setapak menyusuri Sungai Ciwulan yang mengalir di samping permukiman penduduk. Selain melewati tangga, akses keluar masuk kam pung bias juga dari lading di perbukitan, tapi hanya penduduk setempat yang bisa memanfaatkannya. Tata Bangunan dan Lingkungan Jika kita berkesempatan singgah ke Kampung Naga, kita akan disuguhi bentuk bangunan
INFOBARU 3 atau rumah khas Kampung Naga dengan tipe rumah panggung dengan umpak dari batu. Setiap rumah memiliki dua pintu utama, satu pintu menuju ruang tamu, dan satu pintunya lagi menuju dapur. Satu kamar yang luasnya tak lebih dari sepuluh meter persegi terdapat di bagian belakang rumah. Banyak aturan ketat yang diperuntukkan bagi rumah masyarakat Kampung Naga. Selain rumah yang berbentuk panggung, dinding rumah juga terbuat dari anyaman bambu atau bilah-bilah kayu, yang dibiarkan mentah begitu saja, atau dicat dengan meng gunakan kapur putih yang berguna untuk melindungi dinding dari serangan rayap. Khusus anyaman bambu pada pintu dapur memiliki banyak lubang yang berfungi sebagai ventilasi. Sementara atapnya terbuat dari daun nipah, ijuk dan alang-alang. Pem bangunan rumah dilaksanakan secara go tong royong yang didahului dengan upa cara adat. Di depan rumah biasanya terdapat semacam teras atau serambi kecil yang di gunakan untuk melakukan aktivitas dan ber interaksi dengan sesama penduduk. Keunikan lain dari Kampung Naga adalah semua rumah selalu menghadap utara atau selatan, untuk menghindari panas matahari dari barat dan timur yang masuk ke dalam rumah. Rumah-rumah tersebut berbaris berhadapan sehingga membentuk suatu lorong di depan masing-masing rumah. Le bar lorong di masing-masing kelompok pe rumahan bervariasi, tak kurang dari 3 meter. Setiap lorong memanjang kearah timur
dan barat memiliki kearah timur. Lorong ini memiliki dwi fungsi, selain untuk koridor tempat berjalan, juga berfungsi sebagai drainase kering. Di saat hujan air dari atap dan permukaan tanah akan turun ke tengah lorong yang elevasinya paling rendah, ke mudian mengalir ke arah timur melintasi lorong-lorong lainnya. Akhirnya air menuju sisi luar kampung dan masuk ke sungai Ciwulan. Setelah hujan berhenti permukaan lorong kembali kering tanpa ada genangan air.
Di setiap rumah tidak terdapat kamar mandi. Aktivitas MCK dilakukan di pemandian umum yang terdapat di bagian yang dekat dengan sungai. Kamar mandi dan WC yang bentuknya segi empat dengan dinding tapi tanpa atap, sengaja dibuat terpisah dan berada di luar area permukiman agar tak menimbulkan polusi. Terdapat kolam-kolam di sekitar pemandian yang digunakan untuk beternak ikan, seperti ikan gurame, ikan lele, dan ikan mas yang setiap waktu siap dipanen dan memberikan penghasilan lumayan buat
Foto Atas : Orientasi rumah memanjang barat timur, pintu masuk masing-masing rumah menghadap arah utara selatan. Foto Bawah : Dinding dapur menggunakan anyaman kayu agar terjadi Sirkulasi udara lebih lancar karena didalamnya dilakukan kegiatan memasak menggunakan kayu bakar yang menimbulkan asap.
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
21
INFOBARU 3 sampah organik dan anorganik. Meskipun tidak ada pengetahuan mengenai pemilahan sampah, masyarakat secara tidak biasa sudah melakukan pemilahan, sampah organik se ring dibuang ke kolam sebagai pakan ikan. Sampah anorganik berupa kertas, plastik atau botol dibuang ke keranjang sampah ditiap rumah, kemudian sampah itu akan dibuang ke bak sampah yang berada di tepi sungai Ciwulan. Jika sudah penuh, warga akan membakarnya. Merupakan kebiasaan penduduk setempat membakar sampah di pinggir sungai, agar sisa arang turut terbawa air. Dalam hal penanganan sampah khususnya sampah domestik masih dilakukan pola li near, diakhiri dengan dibakar. Namun untuk pengolahan padi menjadi beras, seluruh sisa proses dimanfaatkan. Sisa jerami digunakan untuk rambut, sisa kulit padi digunakan un tuk pakan ternak, dan jerami digunakan untuk atap dan sapu. Dalam hal ini penduduk memperlakukan sisa proses tersebut dengan sistem loop, tidak ada yang dibuang dan dimanfaatkan seluruhnya.
Foto Kanan Atas : Keranjang sampah didepan rumah Terbuat dari anyaman bambu. Foto Kiri Atas : Permukaan lahan diseluruh area perumahan berupa tanah sehingga memudahkan air menyerap kedalamnya (rain harvesting). Foto Bawah : Bak air dengan air yang berasal dari 2 sumber, mata air dan sungai ciwulan Mata air digunakan untuk memasak, air sungai digunakan untuk kegiatan mencuci. Air dibiarkan mengalir tanpa kran.
para penduduk. Selain itu tempat menumbuk padi dan kandang ternak juga diposisikan di luar area permukiman sehingga tidak mengganggu perkampungan. Air Minum Kampung Naga mempunyai dua sumber air minum, dengan mengandalkan air ba ku yang bersumber dari mata air di bukit yang berada di atas kampung, digunakan untuk kebutuhan masak dan minum dan air sungai Ciwulan yang digunakan untuk kegiatan mencuci. Air dari kedua sumber tersebut dialirkan melalui pipa PVC tidak ke masing-masing rumah tetapi ke tengah area perumahan agar dapat digunakan secara bersama-sama. Sebagian air juga dialirkan
22 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
ke area kamar mandi. Sumber air tersebut dialirkan melalui pipa dan dibiarkan terbuka mengalir seperti pancuran, tidak memerlukan kran air karena itu sepanjang waktu mengalir terus dari pegunungan yang tidak perlu buka tutup. Air yang tidak digunakan akan mengalir kembali ke sungai melalui saluran terbuka dan tertutup yang berada di tengah perkampungan. Persampahan Lingkungan perkampungan Kampung Naga secara umum terlihat bersih, tak ada sampah bertebaran. Secara berkala sampah yang telah dikumpulkan dibakar di tepi sungai Ciwulan. Sampah domestik dari masingmasing rumah dibagi dalam 2 jenis yaitu
Penggunaan Energi Adat istiadat di kampung Naga tidak mem perbolehkan warganya untuk menikmati aliran listrik, penerangan malam dirumahrumah hanya menggunakan petromaks dan cempor minyak tanah. Namun warga diijin kan untuk memiliki dan menonton TV atau mendengarkan radio dengan sumber listrik menggunakan accu. Kondisi ini membuat penghematan dalam hal penggunaan listrik, namun tetap diperlukan minyak tanah (non renewable) untuk menerangi kampung di malam hari. Kampung ini tidak memiliki akses yang dapat dilalui kendaraan baik roda dua atau roda empat, baik akses masuk maupun di dalam lingkungan kampung itu sendiri. Kon disi ini membuat kampung bebas polusi uda ra yang berasal dari kendaraan bermotor. Di luar semua itu, Kampung Naga pastinya akan menyuguhkan nuansa lain dari Wisata Budaya manapun, karena masing-masing tempat atau lokasi wisata yang dimiliki bangsa kita ini memiliki karakter yang ber beda dalam menyajikan keunikan dan ke khasannya. Untuk itu masyarakat setem pat, pemda dan seluruh pihak terkait harus menjaga salah satu kekayaan budaya Bangsa Indonesia ini. *) Staf Subdit Kebijakan dan Strategi, Dit. Bina Program Ditjen Cipta Karya
Inovasi 1
INOVASI 1
Bencana tanah longsor di Manyaran
Penanganan Permukiman
Di Daerah Rawan Gerakan Tanah Sugianto Tarigan *)
Dalam teori pengembangan kawasan di wilayah perkotaan, aspek politik seringkali mengalahkan aspek yang lain seperti fisik, sosial, maupun ekonomi. Secara keruangan, faktor fisik seharusnya menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Namun akibat beragamnya kepentingan yang mendasari suatu perencanaan pengembangan kota, faktor politik akhirnya mengalahkan aspek daya dukung fisik, dengan alasan bahwa hal tersebut dapat dijawab dengan peluang penggunaan teknologi dan adanya keuntungan ekonomi apabila proyek tersebut terlaksana.
P
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai de ngan penetapan dan fungsinya telah ba nyak terbukti menimbulkan dampak ben cana akhir-akhir ini. Hal itu antara lain berkaitan dengan tidak seimbangnya pe manfaatan sumber daya keruangan dari aspek pemanfaatannya dengan aspek ak tifitas penduduk (ekonomi). Sebagaimana diketahui, sumber daya lahan memiliki ke terbatasan dalam penyediaan lahan untuk pemanfaatannya bagi para pelaku pengguna ruang sehingga lahan terkadang berubah fungsinya dengan dialokasikan fungsi-fungsi lahan tersebut tidak secara proporsinya. Dengan sangat lantang kita bisa berteriak
bahwa saat ini pemenuhan keinginan dari masing-masing pihak secara proporsional terhadap pemenuhan fungsi ruang dan fungsi lahan belum bisa terpadu. Maka perlu adanya penataan ruang, yaitu suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pe rencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya. Dalam struktur dan pola pemanfaatan ruang sebenarnya telah tergambarkan alo kasi pemanfaataan ruang dengan memper
hatikan indikator yang berpengaruh dari aspek-aspek yang ada dalam ruang itu sendiri. Penetapan kawasan-kawasan yang meng gambarkan alokasi ruang bagi kepentingankepentingan sesuai dengan permasalahan, dimaksudkan secara tepat dicarikan upaya penanganannya. Namun kenyataannya, banyak lokasi yang telah dikategorikan rawan bencana memiliki posisi strategis dan ekonomis sehingga tidak jarang terjadi konfik pemanfaatan walaupun secara fisik terkategori rawan bencana, lokasi permukiman menempati lokasi tersebut dengan tujuan memaksimalkan keuntungan penghuninya. Argumentasi keterbatasanla han adalah salah satu pertimbangan peram bahan dimaksud. Dalam konteks ini per tumbuhan penduduk, trade off dengan penyediaan lahan untuk permukiman. Titik Rawan di Kota Semarang Kita bisa mengambil pelajaran dari ibukota Provinsi Jawa Tengah yang dikenal dengan julukan Kota Atlas, yaitu Kota Semarang.
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
23
Berdasarkan jenis tanah dan batuannya, Kota Semarang memiliki lokasi-lokasi rawan bencana gerakan tanah. Lokasi tersebut se cara tata ruang diperuntukkan sebagai da erah hijau atau vegetasi dan tidak terbangun. Pemanfaatan yang demikian itu didasarkan atas daya dukung lahan yang terbatas se bagai wadah aktivitas penduduk. Lokasilokasi pergerakan tanah yang teridentifikasi antara lain adalah Kecamatan Gunungpati 16 titik, Banyumanik 7 titik, Gajahmungkur 1 titik, Semarang Barat 1 titik, dan Ngaliyan 2 titik. Namun demikian, lokasi-lokasi yang se benarnya rawan terhadap bahaya pergerakan tanah tersebut - akibat keterbatasan lahan di Kota Semarang dan kurangnya konsistensi pelaku pembangunan-tetap dimanfaatkan untuk perumahan dan permukiman. Peru mahan Bukit Regency contohnya dikem bangkan di atas tanah rawan gerakan ta nah dengan prasarana sarana yang cukup memadai mengingat kawasan permukiman ini didesain untuk perumahan menengah atas. Berkenaan dengan perkembangan dan pertumbuhan permukiman, salah satu per masalahan yang ada adalah penyediaan sa rana dan prasarana permukiman disatu sisi, dan pertumbuhan penduduk disisi lain. Ham pir semua perubahan fungsi lahan terkait dengan peningkatan jumlah penduduk. Per tumbuhan penduduk mengakibatkan mun culnya kebutuhan-kebutuhan yang harus tersedia sesuai dengan kebutuhan. Selain me ngalami peningkatan yang cukup tajam, distribusi dan pertumbuhan tempat ting gal umumnya menunjukkan gejala ketidak seimbangan dari fungsi lahan itu sendiri. Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan permukiman diperlukan suatu alokasi lahan yang relatif sulit untuk dihindari. Hal lain yang tidak kalah penting dari munculnya di kotomi ini adalah implikasi finansial berupa pembiayaan yang timbul dalam penyediaan permukiman tersebut. Karenanya yang mengemuka adalah upaya sinergitas yang memadukan antara pencapaian tujuan pengelolaan kawasan rawan bencana gerakan tanah kawasan per mukiman yang optimal. Dengan menge tahui lokasi kawasan rawan bencana gerakan tanah, permasalahan dan dampak yang akan diakibatkan dari perubahan fungsi lahan dapat diperkecil dapat dicari alternatif pe nyelesaian masalahnya. Memahami lahan rawan bencana perlu
24 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Bencana tanah longsor di tepi sungai
membandingkan antara kondisi normatif yang ideal berdasarkan teoritis dengan kon disi di lapangan yang terjadi. Disamping itu pendapat para pakar mengenai kondisi bencana, akibat/dampak, dan penanggula ngannya juga menjadi pertimbangan da lam menentukan kelayakan lahan untuk pe rumahan dan permukiman di lokasi rawan bencana gerakan tanah. Dalam teori pengembangan kawasan di kenal berbagai pendekatan yang seharusnya menjadi hal yang saling terkait, namun dalam kenyataannya ada hal-hal yang dapat menjadi prioritas sehingga mengesampingkan aspekaspek penting lainnya. Aspek tersebut adalah politik, sosial, ekonomi dan fisik. Aspek politik biasanya lebih dikedepankan dalam pem bangunan di wilayah perkotaan. Secara keruangan faktor fisik seharusnya menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam kerangka pembangunan yang ber kelanjutan. Namun akibat beragamnya ke pentingan yang mendasari suatu peren canaan pengembangan kota, faktor politik akhirnya mengalahkan aspek daya dukung fisik, dengan alasan bahwa hal tersebut da pat dijawab dengan peluang penggunaan teknologi dan adanya keuntungan ekonomi apabila proyek tersebut terlaksana. Apabila dalam penerapan teknologi tersebut
Secara ideal ruang terbuka hijau yang harus tersedia dalam sebuah kawasan atau kota secara lebih luas minimal 30%. memang telah sesuai dengan kebutuhan (tepat guna), kekhawatiran terhadap dampak negatif dapat diminimalisasi. Sebaliknya apabila ternyata teknologi yang digunakan tersebut belum sepenuhnya memenuhi ketentuan teknis dan kelayakan lainnya, justru akan menimbulkan beban biaya penanggulangan akibat bencana yang terjadi. Permukiman Bukit Manyaran Permai (BMP) Perumahan Bukit Manyaran Permai (BMP) yang terletak di Kelurahan Sadeng Keca matan Gunungpati, Kota Semarang, me miliki ketinggian sekitar 300 m dpl. Kelu rahan yang dilintasi daerah aliran sungai (DAS) Kali Kreo dan memiliki kelerengan sekitar 30%, merupakan perumahan yang awalnya dikembangkan oleh pengembang. Pengembangan perumahan ini cenderung pada aspek politis, karena berdasarkan in formasi bahwa proyek tersebut sebenar nya belum layak dilaksanakan, namun ka
www.flickr.com
INOVASI 1
rena desakan penguasa proyek tersebut dilanjutkan. Akibat dipaksakan secara politis, pembangunan perumahan tersebut dibang un tanpa memperhatikan kondisi fisik lahan yang belum siap dibangun. Ini menunjukkan aspek politis lebih mendominasi dalam pe ngembangan perumahan dengan alasan ekonomi atau benefit lainnya. Perbandingan kondisi normatif dengan kondisi existing di lapangan, disertai juga pertimbangan aspek fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan serta pendapat pakar yang dapat dijabarkan yakni aspek fisik, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. Aspek Fisik; Struktur tanah di lokasi ini merupakan tanah hasil lapukan yang dikenal dengan formasi Damar. Secara teori, jenis tanah ini termasuk dalam kategori yang rawan terhadap gerakan tanah. Gerakan tanah dapat dipicu oleh berbagai faktor antara lain infiltrasi air ke dalam lereng, getaran dan aktivitas manusia. Gerakan tanah yang terjadi di Perumahan Bumi Manyaran Permai (BMP) merupakan gerakan tanah yang disebabkan oleh faktor hidrologi dan geologi. Lokasi perumahan tersebut terdapat Su ngai Kreo yang melintasi bagian utara pe rumahan. Sungai tersebut semula lurus, na mun karena ada pergerakan tanah longsor, sungai tersebut menjadi berbelok. Aliran air dari muara secara perlahan menggerus tanah
yang berbatasan dengan lokasi perumahan, sehingga menimbulkan longsor dengan tipe rotasi atau setengah rotasi. Hal lainnya yang menyebabkan perge rakan tanah adalah faktor hidrologi. Dengan kondisi tanah yang berupa tanah hasil la pukan dan lempung yang jenuh terhadap air, sehingga jika teraliri air, dengan daya kohesi rendah, tanah tersebut menjadi mudah ber gerak. Akibat longsor yang beberapa kali terjadi di daerah ini, saluran drainase yang semula dibangun dengan sistem pipa yang langsung dialirkan ke sungai, drainse tersebut jebol. Hal ini semakin memperparah sistem drainase, karena air hujan masuk ke dalam tanah yang labil, sehingga kemungkinan frekuensi gerakan tanah makin tinggi. Aspek Sosial; Dari 400 KK yang tinggal sebelum terjadi bencana pergerakan tanah, 200 KK yang tetap tinggal di BMP. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi warga untuk tinggal di Perumahan Bumi Manya ran Permai, salah satunya adalah faktor kenyamanan. Faktor ini sulit sekali diukur secara kuantitatif karena sangat relatif dari masing-masing warga. Meskipun lokasi ini rawan pergerakan tanah, namun warga tetap bersedia tinggal di lokasi tersebut. Kondisi lahan, kondisi prasarana sarana dan ternyata tidak mempengaruhi motivasi penduduk. Sebagian masyarakat masih tetap ber tahan di lokasi ini dengan alasan, suasana perumahan tenang dan membuat nyaman “homy”, meskipun dilihat dari kondisinya saat ini rawan terhadap bencana gerakan tanah dan resiko yang akan dialaminya. Selain me rasa nyaman di lingkungan perumahan ter sebut, sebagian warga percaya bahwa hoki keluarganya di rumah itu, sehingga keluarga enggan untuk pindah dari BMP. Sebagian kecil masyarakat merasa bahwa tinggal di BMP merupakan hal yang harus atau karena keterpaksaan, karena belum ada pilihan un tuk pindah ke daerah lain. Aspek Ekonomi; Dalam perencanaan perumahan dan permukiman seharusnya memperhatikan berbagai aspek yang ber pengaruh terhadap keberhasilan aktivitas permukiman antara lain adalah aspek spa sial, sumber daya alam, energi, sumber daya air, dan waste disposal. Sebelum terjadi ge rakan tanah, penghuni perumahan BMP me lakukan aktivitas dengan baik oleh adanya kelengkapan prasarana dan sarana yang menunjang perumahan ini. Namun akibat gerakan tanah, sebagian penduduk pindah meninggalkan BMP dan aktivitas penghuni
yang masih tinggal di kawasan ini agak terganggu. Aspek Lingkungan; Daerah rawan per gerakan tanah sesuai dengan kondisinya, sebenarnya hanya cocok untuk lokasi peng hijauan, bukan merupakan daerah budidaya. Sehingga jika digunakan untuk permukiman, amat tidak sesuai dan rawan terjadi bencana yang akan mengakibatkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Sebagaimana di jelaskan oleh beberapa pakar Geologi bahwa kawasan patahan sangat rawan terhadap gerakan tanah yang sewaktu-waktu dapat longsor. Apabila dikaitkan dengan kese imbangan lingkungan, pemanfaatan lahan yang rawan bencana gerakan tanah ini, selain mempunyai resiko yang dapat dirasakan saat ini, juga dalam jangka panjang. Secara ideal ruang terbuka hijau yang harus tersedia dalam sebuah kawasan atau kota secara lebih luas minimal 30%. Angka ini didasarkan atas kebutuhan daerah tang kapan air hujan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat pen duduk daerah tersebut. Kebijakan delta zero Q mensyaratkan keseimbangan antara kuantitas air yang mengalir di permukan dan air yang harus meresap dalam tanah. Dampak jangka panjang apabila hal ini dibiarkan berlanjut, keseimbangan air tanah dan daya dukung lahan akan semakin tergganggu. Pergerakan tanah, longsor dan banjir di mungkinkan dapat terjadi pada musim peng hujan, dan ini menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi masyarakat sendiri dan pemerintah sebagai penanggung jawab wilayah Pendapat Pakar; Dalam rangka penanga nan perumahan dan permukiman di daerah rawan gerakan tanah, pendapat para ahli di bidang geologi dan lingkungan sangat dibutuhkan. Sebagian kawasan Semarang atas, memiliki banyak patahan yang bisa mengakibatkan longsor. Hal itu diperparah oleh tindakan masyarakat yang seenaknya menggunakan lahan di atas kawasan patahan untuk pemukiman tanpa penimbunan yang sempurna. Tingkat kerentanan tanah di zona rawan longsor sulit diatasi dengan teknologi, sebab rekayasa untuk mengurangi pergerakan ta nah sangat mikro dan biayanya sangat besar. “Jadi, lebih baik kita yang mengalah pada alam,”. Mengingat bahaya longsor, zona rawan longsor harus dibebaskan dari pemukiman, sementara warga yang telanjur menetap di kawasan bahaya itu sebaiknya dipindah ke
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
25
www.flickr.com
INOVASI 1
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan penetapan dan fungsinya telah banyak terbukti menimbulkan dampak bencana.
lokasi yang aman. Begitu pula lokasi yang berpotensi longsor. Kendati proses longsor tidak secepat di zona rawan, daerah ini tetap berbahaya. Daerah gerakan tanah cukup berbahaya untuk ditinggali, perumahan BMP tersebut demi keselamatan penghuni dan keseim bangan lingkungan, agar tidak dikembali kan sesuai fungsinya semula yaitu daerah hijau. Apabila dipaksakan sebagai tempat bermukim, harus ada upaya-upaya yang cukup serius dengan memanfaatkan tek nologi yang tepat dan memperhatikan lingkungan sekitar serta dampak yang di timbulkan. Upaya Penanganan Permukiman Rawan Gerakan Tanah Ada beberapa upaya penanganan terhadap permukiman rawan gerakan tanah, yaitu pertama; mengubah Geometri Kelerengan; Perubahan geometri lereng ini pada prin sipnya bertujuan untuk mengurangi gaya pendorong dari masa tanah atau gaya-gaya yang menggerakan yang menyebabkan ge rakan lereng. Perbaikan dengan perubahan geometri lereng ini meliputi pelandaian kemiringan lereng dan pembuatan traptrap/bangku/teras (benching) dengan per hitungan yang tepat.
26 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Kedua, penguatan Tebing dari analisis sosial dan psikologis masyarakat, maka pembuatan talud / bronjong dan turap pe nahan tebing untuk sementara waktu akan membawa perasaan aman bagi warga, wa laupun hal tersebut tidak sama sekali meng hilangkan potensi kerawanan terhadap long sor. Ketiga, melalui penanaman vegetasi bu kan semusim, dengan melibatkan masya rakat setempat akan membawa mereka untuk merasa ikut serta bertanggung ja wab dalam pelestarian lingkungan hunian mereka. Langkah yang penting untuk jangka pendek adalah Normalisasi Sungai. Air me rupakan salah satu faktor penumbang ke tidakmantapan lereng, karena akan me ninggikan tekanan air pori. Pengendalian air ini dapat dilakukan dengan cara sistem pengaturan drainase lereng baik dengan drainase permukiman mapun bawah permu kaan. Pekerjaan normalisasi sungai ini sedikit banyak akan membawa rasa aman bagi warga yang bermukim di atas bukit tersebut, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan kekhawatiran masyarakat. Pemilihan metode ini cocok digunakan dalam upaya pence gahan tetapi jika pada sebelumnya telah terjadi gerakan tanah maka diperlukan bebe
rapa metode penanggulangan sebagai pen dukung. Untuk jangka pendek, proyek ini dinilai efektif karena akan mempu mengurangi re siko longsoran, namun untuk jangka panjang akan kurang efektif, karena kejadian longsoran ini disebabkan sifat dasar tanahnya yang labil dan perkembangan kehidupan masyarakat akan terus bertambah. Tumbuhan dapat digunakan untuk mengontrol erosi tanah yang tidak stabil. Metode penanaman ini bertujuan untuk melindungi lereng, karena akar-akar pohon akan menyerap air dan mencetak air berinfiltrasi ke dalam zona tanah tidak stabil. Akar-akaran dalam kelompoknya membetuk rakit yang menahan partikel tanah tetap di tempatnya. Dalam kondisi demikian umumnya akar-akar tumbuhan menambah kuat geser tanah. Keempat, sementasi. Ini merupakan me tode untuk memperkuat tanah/batuan atau memperkecil permeabilitas tanah/batuan dengan cara menyuntikan pasta semen atau bahan kimia ke dalam lapisan tanah/batuan. Kelima, Escaping dan Relokasi Warga. Ren cana relokasi warga dari daerah yang rawan bencana longsor ke derah lain yang dianggap aman tidak terlalu ditanggapi oleh warga BMP. Hal ini karena mereka sudah bermukim di sana sejak tahun 1980-an, dan sudah terbiasa dengan kejadian tanah longsor. Secara pribadi, penulis berpesan untuk mengurangi peningkatan resiko bahaya longsoran pada perumahan tersebut, hen daknya warga tidak melakukan penambahan bangunan baru yang akan menambah beban pada tanah, sebaliknya dianjurkan untuk menggunakan bahan-bahan dan struktur yang ringan dan kuat sehingga mampu ber tahan apabila terjadi pergerakan tanah, serta meminimalisir bidang-bidang resapan pada tanah untuk mengurangi tingkat kejenuhan air dalam tanah. Pemerintah hendaknya memberikan per hatian yang serius terhadap lokasi-loaksi yang memiliki kerawanan-kerawanan terhadap bencana, dan melakukan pengetatan dalam pengendalian tata ruang khususnya daerahdaerah yang memiliki kerawanan tinggi ter hadap bencana. Semua pihak hendaknya memberikan perhatian melalui langkah-lang kah kongkrit untuk menjaga kelestarian ling kungan demi pembangunan yang keberlan jutan. *) Staf Subdit Pengembangan Permukiman Baru, Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya
www.wallpapers-diq.net
Pojok Hukum
POJOKHUKUM
UU No. 32/2009 Pemerintah Wajib Susun
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
S
Secara geografis Indonesia terletak pada posisi yang strategis di silang antar dua benua dan dua samudera di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang bersahabat untuk kehidupan dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman hayati. Sesuai dengan Undang-Undang No mor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ling kungan Hidup (PPLH) mengamanatkan untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup dengan yang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh dalam wadah wawasan nusantara. Kegiatan pembangunan yang dilakukan dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional, tetap mengandung risiko
Aflin Budi Setiawan *) atau potensi dampak negatif yang mence mari dan merusak lingkungan. Pemanfaat an sumber daya alam dari kegiatan pemba ngunan di beberapa tempat dan kasus telah mengakibatkan menurunnya kualitas ling kungan atau bahkan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini dikarenakan ku rangnya perhatian pemangku kepentingan untuk menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan. Bila kegiatan pem bangunan dan aktivitas perkehidupan te lah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah barang tentu akan mengganggu keseimbangan alamiah ekosistem, atau bahkan akan mendorong ter jadinya bencana, yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang dan kese lamatan jiwa manusia sendiri.
Pembangunan fisik terjadi dengan ce pat, reklamasi pantai dan konversi lahan hijau DAS menjadi kawasan permukiman semakin sering terjadi, dan ekstraksi air ta nah perkotaan di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya sudah sangat berlebihan. Selain faktor perubahan iklim, factor-faktor di atas diyakini telah memberikan kontribusi ter hadap terjadinya land subsidence, serta me ningkatnya tingkat dan frekuensi kejadian banjir. Hal itu secara agregatif dan hubungan kasual kegiatan pembangunan telah me lampaui batas atau threshold daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kondisi ini menuntut upaya-upaya penanganan yang sudah barang tentu menuntut biaya pe mulihan lingkungan yang sangat mahal atau mungkin kondisi lingkungan tidak da
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
27
www.flickr.com
POJOKHUKUM
Foto Atas : Pemanfaatan sumber daya alam dari kegiatan pembangunan di beberapa tempat mengakibatkan menurunnya kualitas dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Foto Bawah : Banjir disalah satu kawasan di Jakarta salah satu akibatnya karena terganggunya keseimbangan alamiah ekosistem.
pat dipulihkan kembali seperti kondisi se belumnya. Pasal 15 ayat 1 UU No. 32/2009 men syaratkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib untuk membuat semacam Stra tegic Environmental Assessment (SAE) atau Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pemba ngunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pem bangunan wilayah, yang dituangkan dalam kebijakan, rencana, dan program (RKP) pem bangunan. Dengan kata lain, hasil KLHS harus dapat dijadikan dasar kegiatan pembangunan da lam suatu wilayah atau dari suatu eco-region yang disepakati. Bila hasil KLHS menyatakan bahwa RKP pembangunan telah melampaui
28 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
daya dukung dan daya dukung yang telah dihitung, maka RKP pembangunan tersebut wajib diperbaiki, atau bahkan dapat ditolak. Pertanyaaan yang sering muncul adalah perbedaan dan kedudukan KLHS terhadap AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Ling kungan). Dimana AMDAL dan KLHS adalah sesuatu yang berbeda tetapi keduanya saling melengkapi dan mengkait. AMDAL berada di aras hilir proses perencanaan kegiatan pembangunan, sedangkan KLHS di aras RKP pembangunan. AMDAL bersifat spesifik ter hadap lokasi dan kedalaman substansinya, sedangkan KLHS cenderung umum dan bermuatan substansi arahan strategis. Dari aspek tujuan, AMDAL bertujuan untuk me nilai kelayakan lingkungan dari kegiatan pembangunan yang direncanakan, sedang
kan KLHS menghasilkan formulasi RKP pem bangunan yang mempertimbangkan adanya prinsip (i) interdependency atau keterkaitan/ ketergantungan sejauhmana tingkat parti sipasi atau keterlibatan pemangku kepen tingan, (ii) sustainability atau keberlanjutan sejauhmana pembangunan telah memper timbangkan keamanan jangka panjang ter hadap daya dukung, daya tampung dan optimalisasi dan produktivitas dari peman fataan lingkungan sebagai sumber daya. Terakhir adalah adanya (iii) socio-economic justice atau keadilan sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya alam, yang mencegah meningkatnya marjinalisasi dan kemiskinan serta ketidakadilan dalam perolehan akses dan pemanfaatan infratruk tur dan SDAnya. Perbedaan yang mendasar dari UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Penge lolaan Lingkungan Hidup terhadap UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang lama adalah adanya penguatan yang terdapat dalam pelaksanaan prinsipprinsip perlindungan dan pengelolaan ling kungan hidup yang didasarkan atas Tata Ke lola Pemerintahan yang baik dalam setiap proses perumusan dan penerapan instru men pencegahan pencemaran dan/atau ke rusakan lingkungan hidup serta penanggu langan dan atau penegakan hukum, yang mewajibkan adanya penerapan prinsip-prin sip transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. UU No. 32/2009 mengatur pula konsepsi dan manajemen yang utuh dari unsur-unssur lingkungan hidup dan kejelasan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. UU No. 32/2009 memberikan pe nguatan pula terhadap instrumen pence gahan kerusakan lingkungan hidup, me lalui formulasi KLHS dan penataan ruang, penetapan baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, penyusunan AMDAL, UPL/ UKL. Penguatan instrumeninstrumen lain dari UU No. 32/2009 adalah hal yang terkait dengan perizinan, justifikasi ekonomi, pengaturan perundang-undangan, penganggaran yang berbasis lingkungan hi dup, analisis risiko lingkungan hidup, dan penerapan instrumen lain yang yang terkait dengan penerapan perkembangan IPTEK serta perkembangan lingkungan komunitas global. *) Kasi Wilayah I Subdit Pengembangan Per mukiman Baru, Direktorat Pengembangan Permukiman.
Resensi
RESENSI
Kilas Balik
Perumahan Rakyat (1900-2000)
A
Acara puncak peringatan Hari Habitat Dunia 2010 ditandai dengan peluncuran buku, salah satunya adalah buku dengan judul Kilas Balik Perumahan Rakyat 1900-2000. Buku setebal 201 halaman ini berisi tentang perjalanan selama satu abad perumahan di Indonesia. Buku ini terbagi dalam tiga Bab. Dalam Bab I diuraikan tentang perumahan di Indonesia di akhir era kolonialisasi Belanda, dengan perhatian khusus perihal tokoh-tokohnya dan peran dari pemerintah serta bagaimana keterpautan di antara keduanya. Dalam bab ini diceritakan bagaimana perkembangan perkotaan mulai tahun 1870-1930. Disitu diceritakan bagaimana berbagai atu ran seperti tanam paksa dan undang-undang desentralisasi mem pengaruhi urbanisasi penduduk yang mempengaruhi pembangunan permukiman perkotaan. Di bab II berisi berbagai artikel atau tulisan jaman dahulu. Penulis seperti Ir. Herman Thomas Karsten, Pakubuwono IX, Mohammad Hatta, Ir Thomas Nix sampai dengan Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Tulisan-tulisan tersebut dilengkapi dengan gambar–gambar do kumentasi zaman dahulu. Salah satunya adalah peta Kampung Mlaten Semarang tahun 1925. Di Bab terakhir berisi tentang perumahan rakyat di Indonesia setelah kemerdekaan. Seperti kita ketahui, memasuki tahun ke63 Indonesia Merdeka, masalah perumahan bagi rakyat yang
berpenghasilan rendah atau kelompok keluarga miskin, baik yang hidup di perkotaan maupun di pedesaan, belum pernah terpenuhi seperti yang diharapkan. Keadaan bertambah parah sejak Indonesia dilanda krisis politik dan krisis ekonomi di 1997-1998 an, di mana pembangunan perumahan rakyat benar-benar terhempas dan kalaupun kegiatan itu ada, hasilnya terkesan kurang memihak lagi bagi rakyat yang sungguh-sungguh membutuhkan hunian. Di lain sisi ada hal yang mungkin agak ironis, yaitu bagaimana sekarang melalui berbagai media massa, informasi mengenai pe ngembangan perumahan massal bersifat sangat komersial. Dita warkan rumah impian yang bergaya asing, apartemen yang mewah dan seterusnya, sangat gencar. Pemasaran yang demikian sah-sah saja hanya disayangkan tidak diimbangi dengan informasi bagaimana dengan perumahan yang terjangkau yang pernah diperankan oleh PERUMNAS. Berbagai isu dan perkembangan perumahan setelah kemerdekaan di kupas tuntas dalam bab ini. Terlepas dari masih belum lengkapnya data dan informasi yang disajikan tetapi sebagai upaya awal, buku ini sudah sangat membantu bagi pemangku kepentingan pembangunan perumahan. Banyak pembelajaran yang dapat dipetik, tidak hanya dari aspek desain tetapi juga dari aspek sosial budayanya. Pembagian era pembangunan pe rumahan menjadi dua yaitu sebelum dan setelah era kemerdekaan, serta tulisan tentang perkembangan rumah murah sangat membantu member gambaran keseluruhan pembangunan perumahan rakyat di Indonesia. Semoga keberadaan buku ini dapat memberi secercah pencerahan bagi kita semua dalam upaya kita meningkatkan kinerja pembangunan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. (dvt)
Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
29
Seputar Kita
SEPUTARKITA PU Tawarkan Hibah Air Minum Kepada 24 Daerah
Lagi, Pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tawarkan Program Hibah Air Minum untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kepada 24 kabupaten di Indonesia. Program hibah ini berasal dari bantuan pemerintah Amerika melalui United States Agency for Interna tional Development (USAID) dengan total bantuan hibah 10 juta USD. Jika 24 daerah ini berminat, maka total 59 daerah telah mendapatkan bantuan hibah air minum. Direktur Bina Program Antonius Budiono me ngatakan, program hibah ini merupakan terobosan yang dilakukan pemerintah. Terobosan seperti ini dilakukan untuk mencapai target Millenium Deve lopment Goals (MDGs) 2015, dimana sebanyak 68%
penduduk Indonesia terlayani air minum. “Hanya kota-kota yang siap akan kita berikan. Saya harap kerjasama yang baik antara pusat dan daerah. Pemda dapat mempersiapkan penyertaan modalnya, sementara pusat akan memproses penyaluran hibah dengan sebaik-baiknya,” katanya saat membuka Sosialisasi Program Air Minum di Jakarta, Jumat (22/10). (dvt)
Jambi Luncurkan RIS PNPM Tahap II Senilai Rp. 57,75 M
Ani Yudhoyono Tinjau Sanimas Desa Sejahtera Hargotirto Ibu Negara Ani Yudhoyono meninjau lokasi pembangunan Sanitasi Oleh Masyarakat (Sanimas plus++) di Dusun Segajih, Desa Hargotirto, Kokap, Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (29/9). Peninjauan itu merupakan rangkaian dari peresmian Desa Se jahtera Hargotirto yang dipusatkan di Waduk Sermo, DIY, kerjasama antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Tampak hadir mendamping Ani Yudhoyono dalam kesempatan tersebut, antara lain, Herawati Boediono, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, GKR Hemas, Wakil Rektor UGM Retno Sunarminingsih dan Ketua LPPM UGM yang juga Staf Ahli Menteri PU Danang Parikesit. Beberapa anggota SIKIB yang hadir antara lain, Ratna Djoko Suyanto, Okke Hatta Radjasa, Sylvi Agung Laksono dan Sri Hermanto Dardak dari Kementerian PU. (dvt)
30 Buletin Cipta Karya - 10/Tahun VIII/Oktober 2010
Pemerintah Provinsi Jambi meluncurkan program Rural Infra structure Support to PNPM Mandiri tahap II dan Program Pembanginan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Senin (11/10). Hal itu ditandai pe nyerahan dana BLM tahap pertama sebesar Rp 100 juta secara sim bolis kepada tujuh Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) di Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Muaro Bungo. Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar saat meluncurkan program ini mengatakan, total sebanyak 231 desa yang tersebar di 10 kabupaten/ kota terpilih akan menerima total Rp 57,75 miliar dengan masingmasing desa Rp 250 juta. ”BLM merupakan wujud nyata kepercayaan pemerintah kepada masyarakat desa sasaran untuk mengatasi per soalan kemiskinan dengan menentukan apa yang menjadi kebutuhan desanya, mereka yang merencanakan, melaksanakan, memelihara dan menikmati hasilnya,” kata Fachrori. (bcr)
dengan memperingati hari kesaktian pancasila 1 oktober 2010
kita perkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
Jambore Sanitasi 2010
Wisma Hijau, Cimanggis, Bogor 12-17 Oktober 2010