Penyediaan Fasilitas Ibadah Bagi Mahasiswa Muslim Sebagai Manifestasi Proses Globalisasi Di Universitas Chiba Lukman Hakim Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang penyedian fasilitas ibadah agama Islam di Universitas Chiba melalui konsep ethnoscape dalam teori globalisasi Arjun Appadurai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dan benturan antara nilai sekularisme dan kebutuhuan mahasiswa muslim yang muncul sebagai pemberian izin penggunaan fasilitas kampus untuk ibadah agama Islam meskipun hal tersebut tidak tertulis dan bersifat sementara. Kata kunci: penyediaan fasilitas ibadah, mahasiswa muslim, universitas chiba, ethnoscapes ABSTRACT
Focus of this study is accommodation of Islamic prayer facility at Chiba University described through the concept of ethnoscapes in Arjun Appadurai’s globalization theory. The study conducted using qualitative method and techniques of descriptive analysis. The results show that the shift occurred as shown in the temporary and unwritten permission of using campus facility as Moslem student’s prayer space which is considered as a collision between secularism ethics and Moslem’s need. Keywords: accomodation of prayer facility, Moslem’s student, chiba university, ethnoscapes
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
Pendahuluan Globalisasi merupakan kata yang sering kita dengar pada saat ini. Menurut Water, globalisasi memiliki karakterisitik sebagai sebuah proses sosial ketika keterbatasan geografi dalam kehidupan sosial semakin mengecil dan masyarakat pun semakin menyadari bahwa mereka semakin menyatu.1 Seorang teoritisi globalisasi, Giddens mendefinisikan globalisasi sebagai “the intensification of world-wide social relationship which link distant places in such way that local happening are shaped by events occurring many miles away and viceversa. 2 Dari pengertian Giddens tersebut, globalisasi adalah sebuah proses yang intensif antara satu tempat dengan tempat lainnya yang jauh dan menjadi saling terhubung satu sama lain. Dengan kata lain, globalisasi menurut Giddens merupakan proses dua arah. Dalam ruang lingkup Jepang, proses globalisasi dua arah terwujud dalam dua hal, yaitu terserapnya pengaruh dari luar ke dalam Jepang dan menyebarnya pengaruh Jepang ke seluruh dunia. Dalam artikel Newsweek Internasional, “Turning On Japanese”, Chrystian Caryl menuliskan contoh globalisasi yang terjadi di Jepang. Dia mengatakan bahwa proses terserapnya pengaruh dari luar Jepang, dapat dilihat dari meningkatnya jumlah imigran dan orang asing, serta banyaknya pebisnis Amerika yang menjadi chief executive officer (CEO) di perusahaan-perusahaan Jepang. Selain itu, penunjuk arah dan penunjuk tempat dalam ruang publik juga banyak menggunakan bahasa Inggris. Kata serapan 1
John, Beynon, Globalization the readers, (The Athlone Press, 2000), hal. 5 2 Ibid,. hal.4
yang diambil dari bahasa Inggris ke Jepang pun semakin banyak. Proses menyebarnya pengaruh Jepang ke seluruh dunia dapat dilihat dari populernya olahraga tradisional Sumo yang pemainnya tidak hanya berasal Jepang. Di bidang pendidikan, pengaruh globalisasi juga muncul dalam bentuk-bentuk yang beragam diantaranya adalah maraknya program berbahasa Inggris dan penyediaan fasilitas ibadah bagi mahasiswa muslim. Sebagai seorang muslim, kewajiban menjalankan ibadah wajib dilaksanakan kapanpun dan dimanapun selama ia mampu menjalankannya tak terkecuali di negara sekular seperti Jepang yang memisahkan antara urusan agama dan negara dengan prinsip yang dikenal sebagai seikyô bunri gensoku (政教分離原則). Prinsip sekularisme Jepang ditetapkan berdasarkan prinsip sekularisme yang ada di Amerika. Akan tetapi, prinsip sekularisme diterapkan di Jepang dengan tujuan (1) Penghapusan militerisme berbasis Shinto dan paham fasisme (2) Penghapusan pendidikan agama Shinto dari institusi pendidikan (Fujiwara, 2005: 3). Penerapan prinsip sekularisme di Jepang lebih besar ditujukan untuk mencegah Jepang menjadi sebuah negara fasis yang dikhawatirkan akan menjadikan Jepang sebagai negara imperialis di Asia berdasarkan ajaran agama Shinto. Dewasa ini masalah kebutuhan tempat salat bagi mahasiswa muslim di Jepang menjadi perhatian beberapa peneliti di Jepang diantaranya Kishida Yumi yang membahas mengenai tindakan yang diambil pihak universitas negeri Jepang dalam menanggapi kebutuhan bagi mahasiswa muslim yang ada di kampus mereka. Berikut ini adalah hasil penemuan Kishida (2009) mengenai bentuk-
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
bentuk bantuan universitas negeri Jepang terhadap mahasiswa muslim. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis. Yang dimaksud dengan deskriptif analisis adalah dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis dan dituangkan kembali ke dalam tulisan ini. Pembahasan dalam tulisan ini menekankan pada penjelasan globalisasi di Universitas Chiba ditinjau dari teori Globalisasi Appadurai (1990). Dengan kata lain, penelitian ini dilihat sebagai kajian yang menekankan pada pendekatan sosiologis, bukan sebagai kajian makna atau nilai yang ada dalam lingkup kesusastraan. Penulis melakukan angket pada mahasiswa muslim di Universitas Chiba. Angket tersebut dilaksanakan pada tanggal 14 – 25 Mei 2012. Jumlah responden yang dipilih sebanyak 20 orang dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pengumpulan data dengan cara menentukan sampel dengan kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.3 Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: (1) Mahasiswa S1 atau S2 yang beragama Islam; (2) Setidaknya sudah berada di Universitas Chiba selama satu tahun (3) Bukan mahasiswa pertukaran pelajar; (4) Bukan mahasiswa studi banding. Berikut adalah daftar pertanyaan angket yang diajukan: 3
E. Babbie. The Practice of Social Research: 9th Edition (Belmont: Wadsworth Thomson, 2001) hal. 34
(1) Di mana Anda biasa melakukan salat? (2) Mengapa Anda melakukan salat di tempat tersebut? (3) Pernahkah Anda dilarang untuk salat di tempat-tempat tertentu ? (4) Pernahkah mendiskusikan masalah ini ke pembimbing Anda? Landasan Teori Appadurai dalam Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy (1990) mengemukakan tentang inti pemikirannya bahwa proses globalisasi yang terjadi saat ini berbagi menjadi lima ruang yang berbeda, yaitu: ethnoscapes, technoscapes, financescapes, mediascapes, dan ideoscapes. Akhiran –scapes yang digunakan oleh Appadurai dalam penyebutan lima ruang globalisasi menurutnya mengarahkan kita menuju kepada sesuatu yang tidak tetap atau berubah-ubah (fluid). Istilah-istilah dengan akhiran –scapes ini juga menunjukkan bahwa belum tentu ada hubungan yang objektif, dilihat dari berbagai sudut pandang. Istilah-istilah tersebut dibangun dalam perspektif yang sangat dalam yang dapat berubah maknanya bergantung pada situasi sejarah, kebahasaan, dan pelaku yang berbeda dari politik yang ada. Selain itu, juga bergantung pada kelompok sub-nasional, berbagai gerakan (baik agama, politik, atau ekonomi). Appadurai (1996 : 297) dalam bukunya mendifinisikan ethnoscapes sebagai “ the landscape of persons who constitute the shifting world in which we live: tourists, immigrants, refugees, exiles, guestworkers, and other moving groups and persons constitute an essential feature of the world, and appear to affect the politics of and
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
between nations to a hitherto unprecedented degree” Pergeseran-pergeseran akibat pergerakan manusia tersebut membentuk perubahan yang dapat muncul dan berpengaruh baik pada level negara, antarbangsa, perusahaan multinasional, komunitas, desa, keluarga, dan individu. Pada penelitian ini perubahan tersebut dilihat dari yang terjadi pada universitas. Universitas Chiba dalam bentuk kedatangan mahasiswa mancanegara yang muslim. Perubahan atau pergeseran terjadi dalam bentuk akomodasi yaitu sebuah kompromi antara pihak Universitas Chiba dan mahasiswa muslim perihal perizinan penggunaan fasilitas kampus untuk tempat salat meskipun hal tersebut melanggar nilai – nilai sekularisme yang diatur dalam konstitusi. Hasil Penelitian Jepang merupakan salah satu negara yang aktif mempromosikan pendidikannya di luar negeri. Di Indonesia pameran pendidikan Jepang rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Pada tahun 2013, bertempat di Universitas Atmajaya, 16 universitas negeri Jepang ikut serta dalam pameran pendidikan ini. 4 Gencarnya promosi pendidikan Jepang tidak terlepas dari rencana Kementrian Pendidikan Jepang (monbushô) yang bernama ‘Global 30’. Program yang digagas sejak Juli tahun 2008 ini menargetkan penerimaan 300.000 mahasiswa dari seluruh dunia hingga tahun 2020. Mc Kinley dan Thompson (2011: 62) menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong program Global 30 adalah masalah 4
Citra Listya Rini “Jepang Ingin Mahasiswa Indonesia Makin Banyak Belajar ke Sana” http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-‐ kampus/13/01/26/mh8meu-‐jepang-‐ingin-‐mahasiswa-‐ indonesia-‐makin-‐banyak-‐belajar-‐ke-‐sana.html pada 14 May 2014 pukul 10.22
demografi di Jepang yaitu penurunan jumlah penduduk yang berakibat pada berkurangngya jumlah mahasiswa Jepang sehingga universitas perlu mendatangkan mahasiswa asing untuk mempertahankan keberlangsungan universitas. Salah satu dari akibat banyaknya mahasiswa mancanegara yang datang ke Jepang dari berbagai belahan dunia adalah munculnya kebutuhan akan fasilitas ibadah khususnya bagi mahasiswa muslim. Meskipun jumlah mahasiswa muslim relatif kecil dibandingkan dari Cina, dan Korea Selatan, di beberapa universitas negeri, fasilitas ibadah dan sebagainya telah disediakan oleh pihak kampus. Fasilitas bagi mahasiswa muslim meliputi pemakaian sementara bangunan kampus untuk ibadah salat. Selain itu, adapula universitas yang sudah menyediakan makanan halal di kantin-kantin dengan melakukan kerjasama dengan pihak organisasi muslim setempat sebagai pengelolanya. Berikut adalah tabel yang menggambarkan kebijakan beberapa universitas negeri Jepang untuk mahasiswa muslim yang diperoleh dari situs organisasi mahasiswa muslim di kota terkait. Hal ini dilakukan karena informasi yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan tidak tercantum dalam situs resmi universitas negeri terkait. Tabel 1 Kebijakan Beberapa Universitas bagi Mahasiswa Muslim Makanan Halal
Penyediaan Tempat Ibadah
x
√
√
x
Universitas Hokkaido5 Universitas Tohoku6
Lain-lain
5
http://www.hisociety.jp dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
Universitas Tokyo7 Universitas Nagoya8 Universitas Kyoto9 Universitas Osaka10 Universitas Kyushu11
√
√
√
√
√
√
x
√
x
√
Buku Panduan Mahasiswa Muslim
Acara Perkenalan Budaya Islam
Seperti yang telah diutarakan oleh Kishida (2009: 103) bahwa penyediaan fasilitas ibadah sementara dapat dilakukan di aula, dan ruang kelas kosong. Pemakaian aula umumnya digunakan untuk salat jumat yang memerlukan ruangan luas karena dilakukan secara berjamaah. Akan tetapi, penyediaan fasilitas ibadah bagi mahasiswa muslim bukannya tidak menemui hambatan. Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Kishida (2009: 103-104), secara umum ada empat hal yang menjadi pertimbangan bagi pihak universitas dalam penyediaan fasilitas ibadah yaitu: 1) Memberikan fasilitas bagi organisasi keagamaan tertentu akan menimbulkan ketidakadilan; 6
http://www.tumcaweb.org dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang 7 http://www.tuics.com/?q=taxonomy/term/5 dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang 8 『ムスリムの学生生活「ともに学ぶ教職員と学 生のために」』www.ecis.nagoya-‐ u.ac.jp/exchange/MStudentLife-‐jfeb2012.pdf dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang 9 http://kyotomuslim.net/ dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang 10
http://omah2002.tripod.com/main/activities/prayers/ prayers.htm dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang 11 http://www.lib.kyushu-‐ u.ac.jp/events/IWFF_2012.html/?skinid=9 dilihat pada 6 April 2012 pukul 10.22 Waktu Jepang
2) Ketidaktersediaan tempat yang memadai; 3) Sulitnya mentoleransi aktivitas keagamaan di kampus karena hal tersebut melanggar konstitusi; 4) Sekumpulan orang yang tengah melakukan ibadah salat dikhawatirkan menimbulkan kejanggalan bagi orangorang di sekitar. Oleh karena itu, meskipun di beberapa universitas penggunaan sarana kampus untuk beribadah diizinkan untuk penggunaan sementara, tidak sedikit pihak pemohon (mahasiswa muslim) yang menyembunyikan tujuan penggunaan fasilitas ibadah agar mendapatkan izin (Kishida, 2009: 103). Namun demikian ada pula universitas negeri yang tidak jelas-jelas menyediakan ruangan bernama ‘praying room’ yang dapat digunakan bagi mahasiswa muslim untuk salat lima waktu. Selain digunakan untuk salat, ruangan ini juga dapat digunakan bagi mahasiswa non-muslim untuk melepas kejenuhan sehabis kuliah.12 Sebagai bentuk Internasionalisasi Universitas Chiba, berbagai cara telah dan akan ditempuh diantaranya menjalin kerjasama dengan sister university di berbagai belahan dunia dan juga mendirikan kantor cabang di universitas terkait. 13 Universitas Chiba memulai kerjasama pertama kali dengan Universitas di luar Jepang adalah dengan Universitas Alabama, AS pada tahun 1984. Hingga saat ini tercatat sudah 49 universitas di Asia menjadi sister university dan masih banyak lagi universitas baik di Amerika, Eropa, Afrika dan Timur Tengah turut menjadi sister university. 12 13
MStudentLife-jfeb2012.pdf hal. 16
http://www.chiba-‐ u.ac.jp/e/about/exchange/guidelines.html dilihat pada 14 Mei 2014 pukul 16.47 WIB
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
Sebagai seorang yang memeluk agama Islam, setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan ternasuk dalam hal ibadah salat. Akan tetapi, kebutuhan sebagai seorang muslim tidak hanya terbatas pada kebutuhan salat saja, ada juga kebutuhan lainnya seperti makanan halal yang relatif sulit ditemui di negara nonmayoritas muslim. Penulis melakukan angket yang dilakukan pada tanggal 14 – 25 Mei 2012 terhadap 20 responden yang merupakan mahasiswa muslim dengan menggunakan metode purposive sampling mengenai aktivitas mereka selama di kampus dengan memfokuskan pertanyaan tentang ibadah salat. Hasil dari jawaban pertanyaan 14 nomor (1), (3), dan (4) akan dimunculkan dalam bentuk diagram di bawah ini. Sementara pertanyaan nomor (2) dijadikan keterangan tambahan pada penjelasan mengenai tempat-tempat yang digunakan untuk salat selama berada di kampus.
Tempat Salat
15 10 5 0 Ruang Salat
Ruangan Kelas PeneliSan Kosong
Lain-‐lain
Gambar 1. Tempat Salat Mahasiswa Muslim Di Universitas Chiba
14
Lihat metode penelitian untuk lebih lengkap tentang bunyi pertanyaan.
Teguran dari Atasan 30 20
Teguran dari Atasan
10 0 Ya
Tidak
Gambar 2. Larangan Melakukan Salat di Tempattempat di dalam Kampus
Konsultasi 15 10 Konsultasi
5 0 Ya
Tidak
Gambar 3. Konsultasi kepada Pembimbing
Berdasarkan ketiga data diatas, terlihat adanya beberapa fasilitas yang digunakan untuk salat yaitu ruangan salat, ruangan penelitian, kelas kosong, dan ruang lain (lainlain). Penjelasan mengenai keempat fasilitas tersebut akan dijelaskan berikut ini: 1) Ruang Salat Tempat ini terletak di fakultas teknik yang terletak di lantai dua gedung 10. Dari luar tidak ada tanda-tanda bahwa ruangan ini ada tempat yang biasa digunakan mahasiswa muslim salat. Pada bagian pintu hanya tertulis nomor ruangan dan tulisan ryuugakuseishitsu (留学生室). Ruangan ini digunakan untuk salat baik bagi laki-laki maupun perempuan yang digunakan secara bergantian. Selain itu, di ruangan ini juga terdapat semacam tempat yang digunakan untuk membasuh anggota badan tertentu sebelum salat (wudhu). Akan
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
tetapi, ruangan ini hanya dibuka hingga pukul 17.00 sehingga tidak dapat digunakan untuk melaksanakan salat maghrib dan isya khusunya pada musim semi dan musim ketika siang hari lebih panjang. Menurut hasil angket yang penulis lakukan, awalnya ruangan ini sengaja disediakan oleh salah satu dosen pembimbing yang memiliki beberapa mahasiswa muslim untuk melakukan salat di tempat khusus. Namun demikian, mahasiswa muslim dari fakultas lain juga dapat menggunakan ruangan ini untuk melakukan salat.
menjadi faktor untuk memilih salat di ruang kelas kosong daripada harus ke ruang salat yang berada di fakultas teknik 3) Lain-lain Selain ruangan-ruangan yang dijelaskan di atas, adapula mahasiswa yang melakukan salat di lorong ruangan. Lorong ruangan yang digunakan biasanya adalah lorong ruangan di lantai yang sepi. Alasan orang tersebut melakukannya di lorong adalah karena tidak ingin mengganggu teman penelitian sekitar dan enggan mendiskusikannya dengan dosen pembimbing.
2) Ruang Penelitian Ruang penelitian (研究室) juga merupakan salah satu tempat yang banyak digunakan oleh mahasiswa muslim selama berada di kampus (6 orang). Sebelumnya mereka telah mendapatkan izin terutama dari dosen pembimbing yang bertanggung jawab atas ruangan tersebut dan juga dari teman penelitian sekitar. Pada awalnya beberapa dari teman penelitian ada yang merasa terheranheran melihat orang yang sedang salat tetapi, setelah dijelaskan mereka jadi mengerti dan lama-lama terbiasa. Masalah yang mungkin muncul dari hal tersebut adalah kamar mandi dan ruangan yang menjadi basah akibat selesai mengambil wudhu. Adapula yang mendapat teguran dari petugas kebersihan karena hal tersebut. 3) Kelas Kosong Ruang kelas kosong juga merupakan salah satu tempat yang digunakan untuk salat (3 orang). Alasan mahasiswa muslim yang menggunakan ruangan ini adalah karena tidak ingin mengganggu dosen pembimbing dan teman penelitian lainnya ketika sedang bekerja. Selain itu, alasan kepraktisan juga
Selain itu, terlihat adanya keaktifan mahasiswa muslim untuk mendiskusikan perihal tempat salat kepada pembimbing mereka yaitu sebanyak 12 orang meskipun adapula yang enggan mendiskusikannya dengan pembimbing sebanyak 8 orang . Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa tidak ada pembimbing yang melarang aktivitas ibadah salat yang dilakukan oleh mahasiswa muslim pada beberapa fasilitas universitas. Penulis juga mendengarkan pendapat profesor Niikura Kyoko yang menjabat sebagai ketua International Student Division (ISD) Universitas Chiba yang bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan terkait mahasiswa asing dan pemelajaran bahasa Jepang. Pendapat ini dikemukakan beliau pada tanggal 26 Juli 2012 pada acara presentasi mahasiswa JPAC (2012 年度 日本語日本文化研修生・学部交換留学生 「特別研究」発表会) yang berlangsung sejak pukul 13.00 – 15.10 waktu Jepang. Berikut adalah cuplikan pendapat beliau. 一応、今のところ、かつも増えてきてい ますので、またこれをいろいろな形で、 考えていかなきゃならないとは思います
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
が、今のところは、教職員それから学生 が、彼らの宗教を尊重して、そして、こ この教室もそうです。空いているところ は、使ってよろしいだけれども、使って るときは、日本人学生が邪魔をしないと いうような配慮で、対応しているという のが今の千葉大学のやり方です。 Terjemahan: Untuk saat ini, dengan melihat pertambahan dari sebelumnya, kami berpikir untuk memikirkan cara lain. Saat ini, yang terpenting para staff pengajar dan mahasiswa menghormati agama mereka. Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa untuk saat ini belum ada kebijakan dari Universitas Chiba untuk menyediakan tempat khusus untuk ibadah salat yang resmi dan permanen. Sedangkan fasilitas-fasilitas kampus yang selama ini digunakan untuk salat tetap diperbolehkan digunakan untuk tujuan tersebut selama tidak saling mengganggu satu sama lain. Pihak Universitas Chiba pun telah berperan aktif dengan menjalin komunikasi dengan CICC untuk membahas persoalan ini agar mahasiswa muslim tidak mengalami kesulitan selama menjalani aktivitas perkuliahan di Universitas Chiba. Kesimpulan Dari hasil penjabaran di atas diketahui bahwa di Universitas Chiba terdapat tempattempat yang selama ini telah digunakan oleh mahasiswa muslim untuk melaksanakan salat diantaranya adalah ruang salat, ruang penelitian dan sebagainya. Penggunaan ruang tersebut merupakan hasil diskusi antara pihak dosen pembimbing dan mahasiswa muslim untuk melaksanakan salat selama berada di
kampus. Yang menarik adalah bahwa ruang salat yang merupakan ruang mahasiswa mancanegara secara khusus digunakan untuk tujuan tersebut atas inisiatif seorang dosen pembimbing yang memiliki beberapa mahasiswa muslim. Diskusi yang terjadi tidak hanya terjadi antara individu berupa dosen pembimbing dengan mahasiswa muslim saja melainkan antara Universitas Chiba yang diwakilkan oleh ISD dengan CICC, organisasi muslim di Chiba. Hasil diskusi tersebut menghasilkan pemberian izin aula untuk salat berjamaah seperti salat Jumat dan salat hari raya. Pemberian izin tersebut terjadi sebelum CICC berhasil menyewa tempat untuk kegiatan muslim di Chiba. Ditinjau dari segi hukum, yaitu konstitusi pasal 20 pasal 3 yang berbunyi “negara dan institusi negara tidak boleh melakukan pendidikan agama atau kegiatan agama apapun” maka, sesungguhnya pemberian izin penggunaan fasilitas kampus sebagai tempat salat merupakan tindakan yang melanggar hukum meskipun izin tersebut tidak tertulis dan bersifat sementara. Contoh kasus resiko pelanggaran pasal ini adalah yang terjadi pada Universitas Shinshu (Nagano) yang dituntut karena dianggap melanggar pasal tersebut dengan adanya kuil Shinto di lingkungan kampus. Hasil keputusan diatas lahir dari diskusi yang menghasilkan sebuah kompromi (jalan tengah) atas persoalan kebutuhan mahasiswa muslim akan tempat salat. Dari pernyataan ketua ISD terlihat bahwa usahausaha untuk mencari solusi selama ini telah dilakukan sehingga sampai pada kesimpulan atau keputusan di atas selama kedua belah pihak saling mengerti dan tidak mengganggu satu sama lain. Keputusan ini merupakan sesuatu yang berat bagi Universitas Chiba
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
mengingat prinsip sekularisme yang juga berlaku pada institusi pendidikan publik. Dengan demikian, pemberian izin tersebut sangat jelas merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan tentu memiliki konsekuensi yang mungkin terjadi. Namun demikian, dengan memerhatikan kenyamanan bagi mahasiswa muslim selama berada di kampus dalam melaksanakan salat tanpa harus keluar kampus. Keputusan tersebut merupakan winwin solution yaitu pihak Universitas Chiba tidak terbukti secara tertulis memberikan izin penggunaan dan tempat yang permanen sementara itu pihak mahasiswa muslim tetap bisa melaksanakan salat di dalam lingkungan kampus. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.3.b yang menggambarkan bahwa selama ini tidak ada dosen pembimbing yang melarang mahasiswa untuk salat di dalam fasilitas kampus Inilah yang disebut oleh Appadurai dalam konsep ethnoscapesnya yaitu pergeseran yang diakibatkan perpindahan manusia yang bisa berpengaruh pada kebijakan antar negara hingga tingkatan yang tidak terduga. Appadurai menjelaskan ethnoscapes sebagai berikut “ the landscape of person who constitutes the shifting world in which we live: tourists, immigrants, refugees, exiles, guestworkers, and other moving groups and person constitutes an essential feature of the world, and appear to affect the politics of and between nations to a hitherto unprecedented degree”. Dalam hal ini, pengaruh tersebut terjadi pada institusi pendidikan tentang kebijakannya memberikan izin penggunaan fasilitas kampus untuk salat meskipun tidak tertulis dan bersifat sementara. Pergeseran tersebut muncul dalam proses diskusi yang menghasilkan akomodasi dalam bentuk kompromi sebagai konsekuensi logis
kedatangan mahasiswa muslim di Universitas Chiba sehingga memengaruhi kebijakan universitas tersebut meskipun melanggar prinsip sekularisme yang berlaku pada institusi publik. Lebih jauh lagi, mengenai konsekuensi migrasi manusia, Appadurai dalam Nieswand Boris (2011 : 29-31) menjelaskan seperti berikut “one consequence is that migrants are no longer exclusively expected to adapt to the conditions of a nation-state, but also that the nation-state has to adjust to the conditions of migration”. Dengan kata lain, pada masamasa mendatang pihak imigran dalam hal ini mahasiswa muslim tidak lagi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang berlaku pada Universitas Chiba, melainkan Universitas Chiba juga harus menyesuaikan dengan kondisi mahasiswa muslim sebagai konsekuensi proses globalisasi. Hal ini tergambarkan pada gambar. 1-3 bahwa ada semacam keluhan dari mahasiswa muslim akan kebutuhan tempat salat sehingga mereka merasa perlu mendiskusikannya dengan dosen pembimbing dengan tujuan diberikan izin penggunaan fasilitas kampus tertentu. Daftar Acuan Sumber buku
1. Babbie, E. (2001) The Practice of Social Research: 9th Edition. Belmont: Wadsworth Thomson. 2. Hideo, Fujiwara. (2005) Sabakareta Kyanpasu no Jinja. Tokyo: Azusa Shoten 3. John, Beynon. (2000) Globalization The Readers. London: The Athlone Press. 4. Keiko, Sakurai (2003) Nihon no Musurimu Shakai. Tokyo: Chikuma Shinsho
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013
5. Nieswand, Boris (2011) Theorising Transnational Migration: The Status Paradox of Migration. New York: Routledge. 6. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. (2003) Teori Sosiologi Modern. Edisi keenam diterjemahkan oleh Alimanta. Jakarta : Kencana. 7. Soekanto, Soerjono. (1990) Sosiologi : Suatu Pengantar. Edisi ke-empat. Jakarta : Rajawali Pers. 8. Scott, John. (2006) Sociology: The Key Concepts. London : Routledge Jurnal 9. Yumi, Kishida. (2010) Daigaku Gurôbaruka to Shûkyôteki Tayôsei e no Taiô pada Ibunkakan Kyôiku 32 hal. 98107 Sumber internet 10. The Globalization of Japan Higher Education and the FLA Core (2011). 23 Juni 2014 http://fla-‐ sir.weebly.com/uploads/2/4/7/1/247112 1/sir33-‐mckinley_thompson.pdf
Penyediaan Fasilitas..., Lukman hakim, FIB UI, 2013