PENYEDERHANAAN PROSES PEMBUATAN TEMPE KEDELAI UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA Ngusman & Rina Oktyfia Dasiati (Dosen PLB Fip Unesa, e-mail:
[email protected] & Guru SMALB/C AKW Kumara II Surabaya, e-mail:
[email protected]) Abstract; Vocational skill is needed job skill as a preparation for life sustaining needs to be independence. Mentally retarded student require vocational skills because their intelligences are below the average, so it is less likely to be working in the field of intelligence that requires intelligence. It means that vocational skill is needed by those students, especially those mild mentally retarded students who still can be given vocational skills. The purpose of this research is to simplify the process of making tempe kedelai to improve vocational skill on mild mentally retarded students of class XI SMALB / C AKW Kumara II Surabaya. So simplifying the learning process of making tempe kedelai can be used as motivation for teachers to improve skill of mild mentally retarded students. The results showed that simplifying the process of making tempe kedelai can increase the vocational skill of mild mentally retarded students of increased acquisition value after learning held in balance with the demonstrated the students’ independent. Abstrak; Kecakapan vokasional merupakan keterampilan kerja yang dibutuhkan sebagai bekal untuk menopang kebutuhan hidup mencapai kemandirian. Anak tunagrahita membutuhkan kecakapan vokasional sebab anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sehingga kurang memungkinkan untuk dapat bekerja dibidang yang membutuhkan kecerdasan intelegensi. Maka kecakapan vokasional sangat diperlukan oleh anak tunagrahita khususnya anak tunagrahita ringan yang mampu diberikan kecakapan vokasional. Tujuan penelitian ini adalah penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai untuk meningkatkan kecakapan vokasional bagi anak tunagrahita ringan kelas XI di SMALB/C AKW Kumara II Surabaya. Maka pembelajaran penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai dapat dijadikan motivasi bagi guru untuk meningkatkan keterampilan bagi anak tunagrahita ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyederhanan proses pembuatan tempe kedelai dapat meningkatkan kecakapan vokasional anak tunagrahita ringan berupa peningkatan perolehan nilai setelah diadakan pembelajaran seimbang dengan ditunjukkannya kemandirian siswa. Kata Kunci : penyederhanaan proses pembuatan tempe, kecakapan vokasional, anak tunagrahita ringan.
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan dibawah ratarata(Amin, 1995:11). Hal ini menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan terhadap hal-hal yang bersifat abstrak. Adapun anak tunagrahita ringan masih dapat mengikuti pelajaran akademik dan kemampuan anak tunagrahita ringan lebih banyak pada kegiatan non-akademik baik itu berupa keterampilan karena secara empirik bahwa kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak tunagrahita ringan.
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
Anak tunagrahita sering menemui kendala dalam menjalani hidup termasuk ketika berhubungan masyarakat maupun dunia kerja. Meskipun dalam pendidikan tingkat menengah anak tunagrahita ringan dibekali berbagai kecakapan vokasional untuk mempersiapkannya ke dunia kerja. Namun keterbatasan intelegensi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini. Guru yang kurang tanggap terhadap permasalahan tersebut cenderung kurang sabar dalam memberikan bimbingan proses pelatihan tersebut sehingga proses pengerjaan kecakapan vokasional lebih banyak dilakukan oleh guru sehingga diperoleh hasil yang baik meskipun pada kenyataannya siswa belum mampu melakukannya. Hal tersebut nampak pada nilai yang tinggi pada rapot yang berbanding terbalik dengan kemampuan nyata siswa. Demikian hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 31 Desember 2009 sampai dengan 20 Januari 2010 di SMALB/C AKW Kumara II Surabaya pada siswa kelas XI. Kecakapan vokasional yang rendah menyebabkan harapan untuk menumbuhkan kemandirian pada diri anak tunagrahita semakin sulit diwujudkan. Salah satu yang menyebabkan kesulitan pada anak tunagrahita dalam pencapaian hasil optimal dari pembelajaran. Menurut Iswari mega, 2007:19 Kecakapan vokasional disebut juga kecakapan kejuruan artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat dimasyarakat. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa kecerdasan intelegensi yang rendahlah yang menyebabkan hal tersebut. Kecakapan vokasional dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunagrahita sebagaimana tercantum pada PP 72/1991 bab 2 pasal 2 tujuan pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Sesuai dengan permasalahan di atas maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan cara meningkatkan kecakapan vokasional anak tunagrahita ringan melalui penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai. Dalam hal ini diberikan kecakapan vokasional membuat tempe kedelai dengan menggunakan ragi daun waru. Pembuatan tempe kedelai dengan menggunakan daun waru tidak memerlukan wadah khusus sebagaimana pembuatan tempe menggunakan ragi instant serta tidak membutuhkan pengawasan khusus dalam hal penyimpanan. Pembuatan tempe kedelai dengan menggunakan ragi daun waru lebih mudah dibanding dengan ragi instant. Tempe yang menggunakan ragi daun waru pada saat pemberian ragi kedelai dalam keadaan kering dan sebaliknya ragi instant saat pemberian ragi kedelai dalam air kemudian disaring dan menunggu setengah basah kering. Proses pembuatan tempe menggunakan ragi daun waru membutuhkan waktu dua hari sedangkan jika menggunakan ragi instant yang membutuhkan waktu empat hari. Sehingga pembuatan tempe kedelai dengan menggunakan ragi daun waru akan lebih menghemat waktu dan tenaga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana ketercapaian kecakapan vokasional pada anak tunagrahita ringan setelah dilakukan upaya penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai untuk meningkatkan kecakapan vokasional bagi anak tunagrahita ringan kelas XI di SMALB/C AKW KUMARA II Surabaya. Alternatif pemecahan masalah dapat dilaksanakan antara lain; (1) Penerapan pengajaran penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut; menggunakan mata pelajaran keterampilan dengan materi tempe kedelai berupa proses pembuatan tempe kedelai, proses pembuatan tempe kedelai yang telah disederhanakan; (2) Meningkatkan kemampuan kecakapan vokasional dengan cara; siswa melakukan proses pembuatan tempe kedelai
72
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
sesuai dengan cara pembuatan yang telah disederhanakan, siswa menggunakan peralatan dan bahan dalam pembuatan tempe kedelai sesuai dengan teknik pembuatan tempe, dan mengulang - ulang proses pembuatan tempe kedelai. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator ialah 75 %, sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ) ditegaskan bahwa batas kriteria ideal minimum ketuntasan belajar setiap indikator adalah 75% ( BSNP: 2006, 189). METODE Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas.Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif yakni suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha untuk memahami apa yang sedang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Hopkins dalam Wiriaatmadja Rochiati 2009:11). Sehingga penelitian ini adalah upaya perbaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam kelas untuk mencapai tujuan. Rapoport (Wiriaatmadja Rochiati 2009:11) penelitian tindakan kelas adalah upaya untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu. Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan model spiral (Kemmis & Mc Taggart, 1988). Tahapan desain penelitian sebagai berikut : Siklus Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan meliputi rencana tindakan yang akan dilakukan penelitian. Tindakan merupakan rentetan kegiatan yang dilakukan dalam proses intervensi atau pembelajaran. Observasi Kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan mencapai sasaran. Refleksi Kegiatan mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi (a) pada siswa, (b) suasana kelas, dan (c) guru. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek adalah anak tunagrahita ringan IQ antara 50-70 dengan karakteristik mengalami kesukaran berfikir abstrak dan kecerdasan berfikir tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun tetapi masih mampu mengikuti pelajaran akademik. Di SMALB/C AKW Kumara II Jalan Kalibokor Timur No.165 Surabaya meneliti siswa kelas XI berjumlah 11 siswa dengan mata pelajaran keterampilan materi pembuatan tempe kedelai. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yakni, siswa, guru kelas, guru teman sejawat. Teknik pengumpulan datanya observasi, tes, dan studi dokumenter. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis refleksi berdasarkan siklus yang berkelanjutan. Dalam refleksi, peneliti melibatkan guru kelas untuk ikut andil dalam menganalisis data (guru kelas merupakan mitra peneliti). Untuk mengukur adanya penyederhanaan proses pembuatan tempe untuk meningkatkan kecakapan vokasional dengan mengolah data yang telah terkumpul diperlukan suatu metode analisis data yang sesuai dengan data yang didapat yaitu naratif.
73
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain tindakan kelas model Kemnis dan MCTaggart 1998 berdasarkan siklus-siklus. Sehingga pada penyajian data dipaparkan hasil tindakan yang telah dilakukan berdasarkan siklus, setelah itu dilakukan pembahasan yang mengacu pada rumusan masalah yang telah diajukan. Berdasarkan temuan peneliti dan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti melaksanakan tindakan sebanyak IV siklus, pada siklus ke IV telah terdapat peningkatan kecakapan vokasional sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Pada penelitian ini peningkatan kemampuan vokasional dilakukan dengan kegiatan penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai. Sehingga pada pembelajarannya siswa dilatih untuk membuat tempe kedelai secara sederhana. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 1. Penjelasan Hasil Pembuatan Tempe Persiswa Berdasarkan Indikator No Nama Siklus Nilai Kuali Indikator fikasi Siswa Ratarata 1. NK Siklus 37,5 E - Siswa belum mampu mandiri dalam 1 melakukan kegiatan proses pembuatan (Sang tempe kedelai karena siswa masih dibantu at dan di perintah. Kuran Siswa kurang dapat memahami materi g) proses pembuatan tempe yang telah disederhanakan peneliti. - Siswa sebelumnya belum pernah diajarkan keterampilan pembuatan tempe maka siswa belum mampu melakukannya dengan benar setiap tahap proses pembuatan tempe tetapi secara keseluruhan dengan bantuan peneliti siswa telah dapat membuat tempe dengan bentuk dan rasa yang enak. - Siswa belum mampu membuat proses pembuatan tempe kedelai pada setiap tahap karena siswa cenderung mudah lupa dan siswa belum mampu menghafal urutan cara pembuatan tempe. - Siswa belum mampu melakukan dengan baik penjemuran daun waru siswa cenderung bermain lempar-lemparan biji kedelai, dalam penyiapan bahan siswa belum memahami bahan dan alat yang dibutuhkan karena siswa cenderung mudah lupa, siswa belum dapat dengan benar menimbang kedelai. - Siswa dalam pengupasan kedelai dengan cara mengupas satu persatu biji kedelai, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Siklus 50,32 D - Siswa masih kurang mampu dalam (Kura melakukan proses pembuatan tempe
74
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
2
ng) -
Siklus 3
73,45
B (Baik)
-
Siklus 4
80,24
B (Baik)
-
2.
AWN
Siklus 1
25
E (Sang at Kuran g) -
Siklus 2
39,9
E (Sang at Kuran g)
-
C (Cuku p)
-
Siklus 3
66,89
-
-
kedelai, siswa belum mampu melakukan pembuangan kulit kedelai dengan benar. Siswa sudah memahami proses pembuatan tempe tetapi siswa masih mudah lupa dan sering bertanya kepada peneliti Siswa sudah dapat menghafal tahap-tahap pembuatan tempe Siswa mampu melakukan dengan baik tetapi siswa belum dapat pembuangan kulit kedelai karena saat proses pembersihan kurang bersih, saat pengupasan kedelai banyak yang terjatuh karena siswa tidak mengikuti instruksi peneliti dengan benar. Siswa mengenal peralatan dan bahan yang dibutuhkan saat proses pembuatan tempe kedelai Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan Siswa masih belum mampu melakukan kegiatan proses pembuatan tempe kedelai karena siswa masih dibantu penuh oleh peneliti. Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, kurang memahami setiap tahap proses pembuatan tempe. Siswa kurang memahami proses pembuatan tempe dengan baik Siswa kurang mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe Siswa kurang mampu dalam melakukan proses pembuatan tempe kedelai sehingga masih membutuhkan bantuan peneliti. Terdapat peningkatan proses pembuatan tempe kedelai yang ditunjukkan dengan hasil kerja siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa terkadang lupa dalam proses pembuatan tempe kedelai dan selalu bertanya kepada peneliti Siswa kurang dapat dalam menimbang kedelai, pengupasan kedelai, pembuangan kulit kedelai, pencucian kulit kedelai, melubangi plastik dengan lidi, melilitkan
75
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
3.
4.
76
WR
RTH
Siklus 4
72,22
Siklus 1
39,6
Siklus 2
55,72
Siklus 3
72,22
Siklus 4
78,31
Siklus 1
25
Siklus 2
42,63
plastik kelilin, mencuci peralatan, maka siswa membutuhkan bimbingan tetapi siswa memiliki minat berusaha lebih baik. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe tetapi siswa masih terdapat kekurangan - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E Siswa tergolong memiliki kemampuan kurang (Sang karena siswa kurang memperhatikan at penjelasan peneliti saat dijelaskan. Kuran g) C - Siswa dalam melakukan proses pembuatan (Cuku tempe mengalami peningkatan dari p) pertemuan sebelumnya - Siswa belum mampu melakukan proses pembuatan tempe dengan optimal. - Siswa sering membantu temannya dalam menyelesaikan padahal tugasnya sendiri belum selesai. B (Baik)
- Siswa dapat mengenal macam-macam peralatan dan bahan beserta kegunaannya dalam proses pembuatan tempe kedelai. - Siswa selalu membantu temannya dengan mengajarinya dengan benar - Siswa masih terdapat kesalahan dalam melakukan proses pembuatan tempe kedelai. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan (Sang pembelajaran, kurang memahami setiap tahap at proses pembuatan tempe. Kuran g) E - Siswa kurang tanggap dalam memahami (Sang proses pembuatan tempe kedelai
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
at Kuran g)
5.
ATN
Siklus 3
70,3
Siklus 4
72,22
Siklus 1
25
Siklus 2
45,35
Siklus 3
68,86
Siklus 4
72,86
- Siswa masih belum dapat mengupas dengan baik karena siswa dalam mengupas kedelai satu persatu - Siswa kurang dapat melakukan proses pembuatan tempe B - Siswa memerlukan bimbingan dalam (Baik) proses pembuatan tempe kedelai karena siswa mudah lupa dan terkadang mudah beralih tetapi siswa mengalami kemajuan meskipun hanya sedikit. - Semangat belajar siswa meningkat dari pertemuan sebelumnya. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe tetapi siswa masih terdapat kesulitan - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan (Sang pembelajaran, kurang memahami setiap tahap at proses pembuatan tempe. Kuran g) E - Siswa kurang tanggap dalam memahami (Sang proses pembuatan tempe kedelai at - Siswa masih belum mampu mengupas Kuran kedelai karena siswa dalam mengupas g) kedelai satu persatu - Siswa kurang dapat melakukan proses pembuatan tempe dengan benar. C - Siswa sudah memahami tahap-tahap (Cuku proses pembuatan tempe kedelai p) - Semangat belajar siswa meningkat yang ditunjukkan dengan skor yang diperoleh siswa - Siswa dapat melakukan proses pembuatan tempe kedelai masih terdapat perintah peneliti. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe tetapi siswa masih terdapat kekurangan - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan
77
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
6.
7.
78
DBR
RZK
Siklus 1
25
Siklus 2
45,35
Siklus 3
64,69
Siklus 4
72,22
Siklus 1
32,53
Siklus 2
46,9
Siklus 3
72,01
E (Sang at Kuran g) E (Sang at Kuran g)
- Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, kurang memahami setiap tahap proses pembuatan tempe. Siswa cenderung semaunya sendiri dan membutuhkan bantuan penuh peneliti. - Siswa kurang tanggap dalam memahami proses pembuatan tempe kedelai - Siswa masih belum mampu memasukkan kedelai ke dalam plastik. - Siswa kurang dapat melakukan proses pembuatan tempe dengan benar. C - Siswa masih memerlukan bimbingan (Cuku dalam proses pembuatan tempe tetapi p) siswa berusaha melakukan dengan baik - Siswa memiliki semangat belajar yang tinggi - Siswa melakukan proses pembuatan tempe kedelai dengan baik sesuai cara pembuatan tempe kedelai yang benar. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe tetapi siswa masih terdapat kekurangan - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E Siswa tergolong belum mampu melakukan (Sang proses pembuatan tempe terbukti siswa belum at memahami materi yang telah diajarkan. Kuran Tetapi secara keseluruhan dengan bantuan g) peneliti siswa dapat membuat tempe dengan bentuk yang baik dan enak. Membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikan tugas. E - Siswa tergolong cukup mampu dalam (Sang melakukan proses pembuatan tempe at kedelai tetapi belum optimal. Kuran - Siswa belum dapat memahami cara g) pembuatan tempe kedelai dengan benar. - Siswa terdapat peningkatan dari pertemuan sebelumnya B - Siswa mulai nampak hasil peningkatan (Baik) proses pembelajaran berlangsung karena siswa mulai paham dalam pembuatan tempe kedelai. - Semangat belajar siswa meningkat - Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe kedelai.
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
8.
9.
RF
MK
Siklus 4
79,59
Siklus 1
27,77
Siklus 2
47,92
Siklus 3
66,77
Siklus 4
77,67
Siklus 1
33,3
Siklus 2
47,76
B (Baik)
- Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E Siswa tergolong belum mampu melakukan (Sang proses pembuatan tempe terbukti siswa belum at memahami materi yang telah diajarkan. Kuran Tetapi siswa memiliki kemauan untuk dapat g) membuat tempe. E - Siswa memperhatikan penjelasan peneliti (Sang - Siswa masih mengalami kesulitan dalam at melakukan proses pembuatan tempe Kuran kedelai terutama dalam menimbang g) kedelai, pembuatan ragi daun waru, pengupasan, waktu perebusan, serta pembuangan kulit kedelai. - Siswa memiliki kemauan untuk berusaha memperbaiki kesalahan yang dilakukan dalam proses pembuatan tempe kedelai C - Siswa dapat mengenal macam-macam (Cuku peralatan dan bahan beserta kegunaannya p) dalam proses pembuatan tempe kedelai. - Siswa selalu membantu temannya dengan mengajarinya dengan benar - Siswa masih terdapat kesalahan dalam melakukan proses pembuatan tempe kedelai. B - Siswa mampu mandiri dalam melakukan (Baik) proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan E - Siswa tergolong belum mampu melakukan (Sang proses pembuatan tempe terbukti siswa at belum memahami materi yang telah Kuran diajarkan. Secara keseluruhan dengan g) bantuan peneliti dapat membuat tempe kedelai. Siswa kurang mampu memahami tahap-tahap pembuatan tempe. E - Siswa memiliki kemauan yang besar untuk (Sang dapat membuat tempe kedelai. at - Siswa belum mampu membuang kulit Kuran kedelai dengan benar sehingga hasilnya
79
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
g)
10.
80
EN
Siklus 3
71,58
B (Baik)
Siklus 4
78,95
B (Baik)
Siklus 1
27,7
Siklus 2
43,75
E (Sang at Kuran g) E (Sang at Kuran g)
Siklus 3
69,50
B (Baik)
Siklus 4
75,59
B (Baik)
kurang bersih. - Siswa sering lupa tahapan membuat tempe kedelai. - Secara keseluruhan dengan bantuan peneliti, siswa dapat membuat tempe kedelai. - Siswa dapat melakukan dengan baik proses pembuatan tempe kedelai tetapi siswa sedikit kesalahan dan dibenarkan oleh peneliti. - Siswa lebih mandiri dalam melakukan pembuatan tempe kedelai - Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan Siswa tergolong belum mampu melakukan proses pembuatan tempe terbukti siswa belum memahami materi yang telah diajarkan. Namun ada kemauan dalam diri siswa untuk dapat membuat tempe kedelai. - Siswa kurang memahami proses pembuatan tempe kedelai - Siswa belum dapat mandiri ditunjukkan denga selalu bertanya bagaiman proses pembuatan tempe selanjutnya - Siswa belum dapat melakukan pengupasan kedelai dengan benar yang ditunjukkan dengan hasil seperti bubur siswa terlalu kencang dalam meremas. - Siswa dapat melakukan dengan baik proses pembuatan tempe kedelai tetapi siswa sedikit kesalahan dan dibenarkan oleh peneliti. - Siswa lebih mandiri dalam melakukan pembuatan tempe kedelai tetapi sedikit perintah peneliti - Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
11.
SPT
Siklus 1
25
E (Sang at Kuran g) E (Sang at Kuran g)
Siklus 2
43,11
Siklus 3
68,86
C (Cuku p)
Siklus 4
73,5
B (Baik)
Siswa tergolong belum mampu melakukan proses pembuatan tempe terbukti siswa belum memahami materi yang telah diajarkan dan semaunya sendiri. - Siswa terdapat kesulitan dalam melakukan proses pembuatan tempe kedelai - Siswa berusaha memperbaiki kesalahan yang dilakukan dalam proses pembuatan tempe kedelai - Siswa kurang memperhatikan contoh yang benar dalam proses pembuatan tempe kedelai - Siswa belum mampu melilitkan plastik pada lilin. - Siswa sudah memahami tahap-tahap proses pembuatan tempe kedelai - Semangat belajar siswa meningkat yang ditunjukkan dengan skor yang diperoleh siswa - Siswa dapat melakukan proses pembuatan tempe kedelai masih terdapat perintah peneliti. - Siswa mampu mandiri dalam melakukan proses pembuatan tempe - Siswa mampu mengerti tahap-tahap proses pembuatan tempe dengan benar - Siswa mampu memahami penggunaan peralatan dan bahan yang benar - Siswa mampu mengahasilkan tempe kedelai dengan hasil yang memuaskan
Kemampuan rata-rata indikator 1 nilai 81,25.Selanjutnya pada indikator 2 nilai 79,37 . Pada indikator 3 yaitu 66,67 dan rata-rata akhir siklus 4 skor yang diperoleh 75,76% artinya telah mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yaitu 75%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata dari keseluruhan siklus 1- 4 diperoleh nilai B (baik). Temuan hasil penelitian siklus I kelebihannya; siswa memperoleh skor ratarata 29,4% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa sangat kurang atau sangat jauh dari kriteria indikator keberhasilan. Menurut peneliti, keberhasilan siswa dalam meningkatkan hasil proses pembuatan tempe kedelai karena ditunjang peningkatan pembelajaran. Melalui penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai, siswa lebih mudah memahami proses pembuatan tempe kedelai. Memotivasi siswa untuk semangat dalam pembelajaran dengan memberikan reward dapat menjadikan siswa antusias dalam melakukan proses pembuatan tempe dengan baik. Kenyataan di atas sesuai dengan pernyataan Marno (2009:85) bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mendorong perhatian dan minatnya terkonsentrasi pada hal-hal yang harus dipelajari, sehingga dapat mencapai tujuan belajar secara maksimal. Adanya motivasi belajar yang tinggi, akan mempermudah proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Berdasarkan penelitian
81
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian dapat berhasil apabila ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan proses pembuatan tempe kedelai untuk mencapai kecakapan vokasional yang diharapkan. Pada siklus ini hasil proses pembelajaran tempe belum mencapai indikator keberhasil yang ditunjukkan dengan skor yang diperoleh maka dilanjutkan pada siklus berikutnya.Sedangkan kelemahannya, siswa memperoleh skor rata-rata 29,4% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa sangat kurang atau sangat jauh dari kriteria indikator keberhasilan. Dalam proses pembelajaran proses pembuatan tempe kedelai. Pada siklus ini siswa kurang memperhatikan penjelasan peneliti disebabkan kurangnya alat bantu mengajar. Marno (2009:84) menyatakan jika guru hanya berbicara terus tanpa menulis di papan atau menunjukkan sesuatu pada siswa, maka siswa akan menjadi bosan. Agar siswa tertarik, hendaknya menggunakan alat bantu seperti gambar, model, skema, surat kabar, dan sebagainya. Maka sesuai dengan pernyataan di atas Amin (1995:37) sebagaimana yang tertulis dalam The New American Webster (1956:301) bahwa kecerdasan berfikir seseorang tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun. Maka tunagrahita ringan dalam proses pembuatan tempe kedelai belum mampu melakukan dengan baik dan belum mampu mengerti tahap-tahapnya yang disebabkan tunagrahita ringan mengalami kesukaran berfikir abstrak sehingga memerlukan bimbingan yang optimal secara berulang-ulang sampai siswa mampu melakukan kegiatan yang diharapkan. Adapun kekurangan dalam proses pembelajaran dapat diminimalisir sehingga tercipta pembelajaran yang diharapkan dalam meningkatkan kualitas yang optimal bagi anak tunagrahita ringan. Peneliti memperhatikan siswa yang aktif sedangkan siswa kurang aktif kurang diperhatikan peneliti. Peneliti juga kurang efektif dalam penggunaan waktu pembelajaran karena melebihi batas waktu yang ditentukan. Kutipan diatas memang sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2008:82) bahwa keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan ataupun melakukan kegiatan remedial. Tabel 2. Pembahasan Hasil Pembuatan Tempe Berdasarkan Indikator No
Nama
Indikator III 66,67
1
NK
2 3
AWN WR
75 87,5
75 80,77
66,67 66,67
4 5
RTH ATN
75 75
75 76,92
66,67 66,67
6 7
DBR RZK
75 87,5
75 84,61
66,67 66,67
87,5 87,5 81,25 75 81,25
78,85 82,69 78,85 78,85 79,37 75,76 %
66,67 66,67 66,67 66,67 66,67
8 RF 9 MK 10 EN 11 SPT Rata-rata per indikator Rata-rata akhir
82
Indikator I 87,5
Kemampuan Indikator II 86,54
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
Temuan hasil penelitian siklus II kelebihannya; siswa memperoleh skor ratarata 46,25% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa sangat kurang atau sangat jauh dari kriteria indikator keberhasilan. Menurut peneliti, pada siklus ini terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam pembuatan tempe kedelai setelah dilakukan upaya perbaikan melalui refleksi yang telah dilakukan pada siklus I. Kenyataanya sesuai dengan pernyataan Oemar Hamalik (2009:64) bahwa perbaikan dan penyesuaian program merupakan tindak lanjut setelah dilaksanakannya uji coba dan pengukuran. Perbaikan dan adaptasi program barangkali diperlukan guna menjamin konsistensi koherensi, dan monitoring sistem, dan selanjutnya memberikan umpan balik kepada organisasi sumber-sumber, strategi pengajaran, dan motivasi belajar. Demikian halnya, pelaksanaan program dirancang dan dianalisis langkahlangkah yang perlu ditempuh dalam rangka pelaksanaan program. Langkah ini didasari oleh suatu asumsi, bahwa rancangan program yang telah didesain secara cermat dan telah mengalami uji coba serta perbaikan dapat dipublikasikan dan dilaksanakan dalam sampel yang lebih luas. Kekurangannya; siswa memperoleh skor rata-rata 46,25% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa sangat kurang atau sangat jauh dari kriteria indikator keberhasilan. Pada siklus ini siswa belum dapat menghafal tahap-tahap pembuatan tempe. Kenyataannya sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2008:62) bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respons dari seseorang yang dikenai. Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir. Temuan hasil penelitian siklus III, kelebihannya; siswa memperoleh skor ratarata 69,24% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa baik atau menunjukkan peningakatan tetapi masih belum mencapai kriteria indikator keberhasilan. Pada siklus ini siswa memberikan minat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai aktivitas siswa serta hasil belajar saat pelaksanaan pembelajaranDemikian halnya hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya. (Oemar Hamalik 2009:155). Kekurangannya; siswa memperoleh skor rata-rata 69,24% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa baik atau menunjukkan peningkatan tetapi masih belum mencapai kriteria indikator keberhasilan. Kenyataan di atas sesuai dengan ketuntasan belajar yang diharapkan yaitu 75%. Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75%. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap (BSNP:2006,189). Sedangkan penilaian aktivitas siswa menunjukkan perhatian siswa lebih terkonsentrasi dengan hasil pekerjaan siswa lain. Kenyataan di atas sesuai dengan pernyataan Amin (1995:36) mereka yang mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Dengan demikian perhatian siswa berpengaruh pada keberhasilan dalam pembelajaran. Sehingga penilaian siswa belum mencapai indikator keberhasilan 75% dilanjutkan pada siklus IV. Temuan hasil penelitian siklus IV kelebihannya; siswa memperoleh skor ratarata 75,76% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa baik atau menunjukkan peningkatan dan mencapai kriteria indikator keberhasilan. Pada siklus ini adanya reinforcement menyebabkan siswa lebih bersemangat. Kenyataan diatas sesuai dengan pernyataan Sardiman (2010:145) bahwa peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan
83
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika didalam proses belajar-mengajar. Demikian halnya menurut Hasibuan dan Moedjiono (2008:59) memberikan penguatan diartikan dengan tingkah laku guru dalam merespons secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. Adapun penguatan berupa tanda atau benda merupakan usaha guru dalam menggunakan bermacam-macam simbol penguatan untuk menunjang tingkah laku siswa yang positif. (Hasibuan dan Moedjiono 2008:59). Dengan demikian adanya reinforcement dan reward bagi siswa memberikan semangat bagi siswa sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Kenyataan di atas sesuai dengan pernyataan Badura dan Walters dalam (Slameto, 1995:21) bahwa penguasaan tingkah laku atau response baru, pertama-tama adalah hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan yang diamati. Kuat lemahnya response itu bergantung pada penguatan (reinforcement). Maka dalam hal ini siswa memberikan kinerja yang telah dihasilkan selama proses pembelajaran pembuatan tempe kedelai. hal ini diwujudkan dengan siswa mampu melakukan dengan mandiri proses pembuatan tempe kedelai. Siswa lebih mengerti dan hafal dengan kalimat yang sederhana tahap-tahap proses pembuatan tempe kedelai. Pembuatan tempe dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan waktu yang direncanakan. Siswa memberikan minat yang optimal ditunjukkan dengan nilai aktivitas siswa dan hasil belajar saat pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam pembuatan tempe kedelai membuat mereka antusias dalam mengerjakannya. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan sehingga pengembangan potensi anak tunagrahita dapat dikembangkan melalui pembelajaran keterampilan untuk meningkatkan kecakapan vokasional. Kecakapan vokasional pada akhirnya mengembangkan potensi tunagrahita untuk dapat hidup mandiri. Kekurangannya; Siswa memperoleh skor rata-rata 75,76% hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa baik atau menunjukkan peningkatan dan mencapai kriteria indikator keberhasilan. Pada siklus ini siswa yang mendapatkan nilai terendah masih membutuhkan bimbingan guru dikarenakan siswa kurang mandiri. Kenyataannya sesuai dengan pernyataan Sardiman (2010:142) menyatakan sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru. Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan. Didalam mengajar akan lebih berhasil kalau disertai dengan kegiatan bimbingan yang banyak berpusat pada kemampuan intelektual, guru perlu memiliki pengetahuan yang memungkinkan dapat menetapkan tingkat-tingkat perkembangan setiap anak didiknya, baik perkembangan emosi, minat dan kecakapan khusus, maupun dalam prestasi-prestasi ekolastik, fisik dan sosial. Dengan mengetahui taraf-taraf perkembangan dalam berbagai aspek itu, maka guru akan dapat menetapkan rencana yang lebih sesuai sehingga anak didik akan mengalami pengajaran yang menyeluruh dan integral. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa penelitian ini berhasil meningkatkan kecakapan vokasional siswa tunagrahita. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam proses pembuatan tempe kedelai yang telah disederhanakan. Mengacu pada hasil dan pembahasan penelitian tersebut, temuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar keterampilan untuk meningkatkan kecakapan vokasional siswa tunagrahita ringan kelas XI di SMALB/C AKW Kumara II Surabaya meningkat setelah menggunakan penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai dalam pembelajaran keterampilan untuk meningkatkan kecakapan vokasional dapat menimbulkan minat, motivasi, lebih
84
Harsono & Dasiati, Penyederhanaan Proses Pembuatan ….(71-86 )
mudah memahami dan siswa dapat melakukannya dengan mandiri. Sehingga siswa tunagrahita ringan dapat memperoleh manfaat yang maksimal, baik dari proses maupun hasilnya. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan dan pelaksanaan penelitian dapat disimpulkan bahwa kecakapan vokasional dapat ditingkatkan melalui penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai. Setelah dilakukan tindakan yang berupa program yang telah disederhanakan dalam proses pembuatan tempe kedelai ternyata 75,76% program yang diajukan dengan demikian penyederhanaan program dalam proses pembuatan tempe kedelai yang telah disederhanakan adalah efektif dalam meningkatkan kemampuan vokasional bagi anak tunagrahita ringan kelas XI di SMALB/C AKW KUMARA II Surabaya. Melihat dari hasil simpulan tersebut peneliti menyampaikan saran sebagai berikut; penyederhanaan proses pembuatan tempe kedelai dapat memberikan manfaat yang sangat besar khususnya bagi anak tunagrahita ringan dan sekolah berkebutuhan khusus yang mampu latih; agar guru lebih termotivasi dalam mengajar kewirausahaan, keterampilan untuk meningkatkan kecakapan vokasional sangat dibutuhkan anak berkebutukan khusus khususnya anak tunagrahita ringan untuk dapat hidup mandiri. Guru diharapkan dapat mengembangkan keterampilan tersebut secara kreatif dan sederhana sehingga materi dapat diterapkan oleh anak tunagrahita ringan dengan keterbatasan intelegensi yang dimilikinya, peran orang tua sangat penting dalam upaya ikut berkerjasama dengan guru dalam membimbing siswa tunagrahita ringan dirumah dalam hal praktek keterampilan dan selalu berkomunikasi dengan anak. DAFTAR ACUAN Aak. 1989. Kedelai. Yogyakarta: Kanisius. Amin, Moh. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Astati. 1996. Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita Dewasa. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Astawan, Made. 2008. Sehat Dengan Tempe. Bogor: Dian Rakyat. Barowi, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia BSNP. 2006. Standar Isi, Standar Kompetensi Kelulusan Dan Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta : Depdiknas. BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tunagrahita Ringan. Jakarta : Depdiknas. Combs, P &Ahmed, M. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal. Jakarta: CV Rajawali. Djamarah, S.1997. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta. Elyas, Nurdin. 2008. Jurus Cepat Menjadi Jutawan Melalui Home Industri. Yogyakarta : Absolut. Hamalik, Oemar. 2009. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : PT Bumi Aksara. Haryoto. 2000. Tempe Benguk. Yogyakarta: Kanisius. Hasibuan, dkk. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
85
3URNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
Iswari, Mega. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Marno, M. &Idris, M. 2009. Strategi dan Metode Pengajaran. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. Masnur, Muslich. 2009. Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas Itu Mudah. Jakarta : PT Bumi Aksara. 106 Nurseha. 2006. Pendidikan Vokasional Memacu Kreatifitas (Online). http://www.sukabumikota.go.id/artikel/pendidikan_vokasional.pdf. (diakses 10 November 2010, pukul 15.00 WIB) Rochyadi, Endang dan Alimin, Zaenal. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama. Sri Ambar, Wahyu. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa Dan Implikasinya Bagi Penyiapan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia Syaodih, Nana. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya UNESA. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi. Surabaya: Universitas Press. Wiriaatmadja, Rochiati. 2009. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
86