Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6
PENYAKIT BUSUK AKAR DAN MAHKOTA PADA STROBERI (Fragaria x ananassa Dutch.) DAN AGENS HAYATINYA 1*
Mutia Erti Dwiastuti dan Melysa, N.Fajrin
2
1
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Tlekung, Batu 2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang *e-mail:
[email protected] ABSTRACT
The cultivation of strawberries (Fragaria x ananassa Dutch) in Batu city began to develop concurrentlywith the development of agrotourism. One of the obstacles of strawberries cultivating are symptoms of plant death due to root rot which it is often complaints by strawberry farmer. The study was conducted in two varieties of strawberry plants( Valifornia and Brastagi varieties) in Batu observed on therainy season. The samples were taken from healthy and diseased plants wereidentified its pathogen and potential biological agents to control it.the results showed that the incidence of root rot disease in symptomatic Stone of 0 to 33.3 % , the highest in symptoms Sumberbrantas the California varieties . the percentage of crown rot disease symptoms between 6.6 % - 26.6 % depending on varieties . the identification of several types of fungi found that Fusarium sp . , Phythopthora sp . , and Coletotrichum sp . Of the three pathogens were found and transmitted back on the healthy strawberry plants in the screen house , the results showed that the Fusarium sp that the most numerous and dominant re- infected . Found 2 isolates of Trichoderma spp as a potential biological agent in risosfer plant Keywords : Fragaria x ananassa Dutch, Fusarium sp., Phythopthora sp., dan Coletotrichum sp Trichoderma spp. ABSTRAK Budidaya stroberi (Fragaria x ananassa Dutch di Batu mulai berkembang seiiring dengan berkembangnya agrowisatanya. Salah satu kendala budidaya stroberi adalah munculnya gejala kematian tanaman akibat busuk pangkal akar yang sering menjadi keluhan petani stroberi. Penelitian dilakukan pada dua varietas tanaman stroberi (Var. California dan Brastagi) di Batu yang diamati pada musim penghujan. Sampel diambil dari tanaman sakit dan sehat yang diidentifikasi patogen penyebabnya serta diidentifikasi potensi agens hayati untuk mengendalikannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Insiden penyakit bergejala busuk akar di Batu sebesar 0 – 33,3%, gejala terbanyak di Sumberbrantas pada varietas California. Persentase gejala penyakit busuk mahkota antara 6,6% - 26,6% tergantung varietasnya. Hasil identifikasi ditemukan beberapa jenis jamur yaitu Fusarium sp., Phythopthora sp., dan Coletotrichum sp. Dari ke tiga patogen yang ditemukan dan ditularkan ulang pada tanaman stroberi sehat di screen house , hasilnya menunjukkan bahwa yang bahwa Fusarium spyang paling banyak dan dominan tertular ulang.Ditemukan 2 isolat Trichoderma spp yang berpotensi sebagai agens hayati di risosfer tanaman Kata kunci : Fragaria x ananassa Dutch, Fusarium sp., Phythopthora sp., dan Coletotrichum sp Trichoderma sp. PENDAHULUAN Stroberi (Fragaria x ananassa Dutch) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berdasarkan data base FAO, produksi stroberi menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Di Korea tercatat menyumbangkan pendapatan sebesar US$ 680.000.000 pada tahun 2006, dari 6480 ha pertanaman (Anonymous, 2007). Namun ditengah kegairahan pengembangan stroberi, dilaporkan terjadi penurunan produksi akibat penyakit busuk akar dan mahkota. Di pusat pertanaman stroberi Australia insiden penyakit dilaporkan sebesar 50% (Phillips & Golza 2008; Fangetal., 2011a). Laporan lainnya menyebutkan bahwa penyakit ini endemikdi Amerika Utara (Urena- Padillaetal., 200.; Mertelyetal.,2005), Amerika Selatan (Tanaka & Passos, 2002; Latorre &Viertel, 2004), Eropa (Cal etal., 2004), Asia (Zhao etal., 2009) dan Australia Barat (Golzar etal,2007.; Fangetal.,2011a). Penyebab penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi tunggal atau kombinasi beberapa cendawan. Cendawan-cendawan tersebut adalah satu atau lebihspesies Fusarium (Golzar etal., 2007, Wink & Williams , 1965 ,Wilhelm, (1984), Rhizoctonia (Martin, 2002), Cyclindrocarpon (Manici, 2005), Macrophomina (Mertely etal., 2005), Pythium (Martin, 2002), Gnomonia dan Phoma (Morocko, 2006), Phytophthora (Duncan, 2002) dan Colletotrichum (Urena-Padilla etal.,2001,), Sedang Nam et al. (2009) melaporkan penyebabnya lebih spesifik sebagai Fusarium oxysporum P.f. sp. Fragariae Winks & Williams.
128
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 Di pusat produksi Batu, Jawa Timur merupakan daerah pengembangan baru stroberi dibandingkan Jawa Barat , Bali dan Jawa Tengah yang sudah berkembang lebih dulu. Budidaya stroberi mulai berkembang, seiiring dengan berkembang nya lokasi agrowisata. Pada musim hujan , kendala produksi mulai dirasakan petani, terutama akibat gangguan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diidentifikasi ada 5 penyakit yang disebabkan cendawan yaitu Mycosphaerella sp, Phomopsis sp., Rhizoctonia solani, Colletotrichum sp. dan Phytophthora sp.(Dwiastuti, 2013). Ternyata di samping penyakit yang sudah dilaporkan, ditemukan penyakit lain yang mengarah pada gejala busuk akar, layu dan kematian tanaman. Dikawatirkan pertanaman stroberi di Batu terkontaminasi penyakit busuk akar dan mahkota seperti yang telah banyak dilaporkan di luar negeri. Untuk mengantisipasi terjadinya epidemi penyakit ini dilakukan studi terhadap penyebab penyakit dan agens hayati endogenous di lapang. Penularan Fusarium melalui akar dan tanah terinfeksi mempercepat penyebaran di lapang. Strategi pengendalian dengan memproduksi tanaman bebas penyakit sangat tepat , namun memerlukan waktu produksi, skill, fasilitas serta padat karya. Pengendalian hayati mempunyai prospek untuk mengendalikan penyakit tular tanah. Cendawan tanah Trichoderma harzianum telah dilaporkan efektif untuk kontrol biologis layu Fusarium stroberi Moon, et al.(1995), dilaporkan juga F. Oxysporum non patogenik (Harimoto, 1993) , vesikular arbuscular mikoriza (VAM) ( Datnoff et al.. 1995) dan bakteri antagonis (De Boer et al., 2003 ) juga berpotensi mengendalikan penyakit ini. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penyebab penyakit busuk akar dan mahkota pada stroberi dan agens hayati endogeonus yang berpotensi untuk mengendalikan penyakit. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan mulai November 2012 – Mei 2013 di Laboratorium Mikologi, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika. Pengambilan sampel dan pengamatan lapang dilakukan di Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu (± 1600 m dpl), kebun strawberry petani di Desa Pandan Rejo, Kota Batu (± 1200 m dpl), kebun percobaan Kliran-Kota Batu (± 950 m dpl) dan kebun percobaan Tlekung. Varietas yangdiamati adalah California dan Brastagi. Survei pengamatan penyakit Survey pengamatan penyakit dilakukan secara random (acak) berdasarkan gejala visual layu, akar dan mahkota akar busuk. Persentase tanaman sakit dihitung dengan membandingkannya dengan tanaman sehat.Jumlah tanaman yang diamati pada tiap lokasi 5 persen dari populasi antara 10 sampai 50 tanaman. Isolasi, pemurnian, karakterisasi dan postulat kock cendawan patogen Patogen cendawan diisolasi dari bagian tanaman stroberi yang mengalami gejala Layu, busuk akar dan mahkota. Bagian tanaman tersebut dipotong ±1cm dengan batas 50 % bagian yang sehat dan 50 % bagian bergejala sakit. Potongan tanaman dimasukkan ke dalam 3 gelas yang secara berurutan berisi aquades; alkohol 70 %; aquades (masing-masing selama satu menit), diletakkan pada media PDA yang sudah mengandung antibiotik streptomisin 50 mg/ L, di bagian tepi cawan petri o dibungkus plastik, diberi label dan diinkubasi dengan suhu 25 ± 2 C. Pemurnian biakan Fusarium oxysporum dilakukan dengan metode biakan tunggal (monospora) modifikasi dari metode Yuliarni et al., (2010). Koloni patogen dimurnikan dan kemudian disuspensikan pada aquades steril. Suspensi konidia digoreskan zikzak pada media PDA baru dan diinkubasi selama 10- 18 jam dengan suhu ruang. Konidia yang berkecambah diamati dengan mikroskop stereo binokuler. Koloni tunggal yang berkecambah diambil dengan enten untuk dipindahkan dapa media PDA baru yang mengandung 50 mg/L antibiotik streptomisin. Biakan tunggal yang tumbuh diinkubasi dan disimpan untuk dijadikan sebagai stok patogen . Metode baiting dengan tanaman jeruk dilakukan untuk mengisolasi patogen Phythopthora. Karakterisasi patogendilakukan secara mikroskopis dengan pembuatan preparat apus. Pembuatan preparat apus dilakukan dengan mengambil sebagian biakan cendawan dengan jarum enten dan diletakkan pada slide glass bersih yang telah ditetesi MB (Methilen Blue). Biakan cendawan yang telah ditetesi MB pada slide glass ditutup dengan cover glass. Hasil preparat difiksasi dengan cara dilewatkan api dengan cepat hingga media yang ikut terambil hilang/mencair. Preparat apus yang dibuat, diamati dengan mikroskop pada perbesaran lemah hingga tinggi.Hasil pengamatan difoto sebagai hasil dokumentasi. Tingkat similaritas dari hasil pengamatan agens hayati danpatogen stok monospora yang didapat, dibandingkan dengan karakter isolat acuan. Postulat kock dilakukan untuk membuktikan penyebab penyakit yang dominan, dilakukan pada benih stroberi di screen house, menggunakan isolat murni patogen dengan cara menyiramkan pada media didaerah perakaran. Indikator gejala yang muncul dibatasi pada busuk akar dan busuk mahkota. 129
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 Isolasi, pemurnian, karakterisasi agens hayati Agens hayati diisolasi dari rhizosfer tanaman stroberi pada 3 tempat. Sampel tanah diambil dengan cetok kecil dari tiga spot area rhizosfer yang berbeda, tetapi tetap dalam pot penanaman stroberi yang sama, kemudian dimasukkan dalam plastik yang telah diberi label. Sampel tanah didilusi -5 hingga 10 . Serial dilusi dilakukan dengan perbandingan sampel tanah dan garam fisiologis 1:9, -1 kemudian dihomogenkan. Homogenat 10 yang dihasilkan diambil 1 ml dan dimasukkan dalam garam fisiologis 9ml, kemudian dihomogenkan lagi untuk mendapatkan serial dilusi Cara yang sama -5 dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil dilusi hingga 10 . Hasil dilusi diambil 0,1 ml dan diinokulasikan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) yang telah diberi antibiotik Streptomisin 50 mg/l pada cawan petri, di bagian tepi cawan dibungkus dengan plastik. Setelah tumbuh, dilakukan karakterisasi koloni, dan pemurnian koloni dengan cara monospora hingga didapatkan biakan tunggal dari isolat agens hayati. Pemurnian isolat dengan metode monospora dimodifikasi dari metode yang dilakukan oleh Yuliarni et al., (2010) biakan tunggal dimurnikan dengan cara mengambil 1 oose biakan cendawan hasil isolasi yang disuspensikan dengan aqudest pada object glass. Suspensi konidia distreak pada media PDA di cawan petri pada suhu ruang selama 10-18 jam. Biakan konidia yang tumbuh diamati dengan mikroskop stereo binokuler dan setiap konidia tunggal yang berkecambah diambil dengan jarum enten untuk dipindahkan pada media PDA yang baru yang mengandung antibiotik streptomisin 50 mg/ l untuk dijadikan sebagai stok biakan agens hayati. Karakterisasi agens hayati secara mikroskopis dilakukan dengan metode yang sama dengan patogennya. HASIL DAN PEMBAHASAN Survei pengamatan penyakit Hasil survei pengamatan dan koleksi patogen penyebab penyakit di 3 lokasi, Sumber Brantas, Kliran dan Tleku, ditemukan beberapa gejala visual yang tampak yaitu layu tanaman, busuk mahkota dan busuk akar (Gambar 1). Masing-masing gejala tersebut bisa terlihat sendiri atau menyatu dan kompleks pada 1 tanaman. Hasil survey terhadap penyakit ini di 4 lokasi penanaman stroberi Batu menunjukkan bahwa gejala layu yang terlihat dari jauh selalu menyertai gejala busuk akar dan busuk mahkota. Persentase gejala penyakit busuk akar antara 0 – 33,3%, dan yang paling tinggi pada lokasi di Sumberbrantas pada varietas California dan pada varietas Brastagi di Kliran , tidak ditemukan gejala busuk akar. Persentase gejala penyakit busuk mahkota antara 6,6% - 26,6% bervariasi seimbang antara varietas California dan Brastagi. Persentase gejala terbanyak ditemukan di Tlekung (tabel 1).
Gambar 1. Gejala penyakit busuk akar dan mahkota. a) Busuk pada pangkal batang dan akar, b) layu, c) busuk mahkota / bonggol akar
Tabel 1. Gejala penyakit dan persentase serangannya pada 3 varietas stroberi di 4 lokasi di batu. Lokasi Sumberbrantas Sumberbrantas Pandan rejo 1 Pandan rejo 1 Pandan rejo 2 Pandan rejo 2 Pandan rejo 2 Kebun Kliran Kebun Kliran Tlekung
Varietas
Busuk akar
California Brastagi California Brastagi California Santung Brastagi California Brastagi California
v v v v v v v v v v
Gejala Busuk mahkota v v v v v v v v v v
130
Persentase penyakit (%) Busuk akar Busuk mahkota 3/10 (33,3%) 1/15 (6,66%) 3/30 (10%) 7/25 (28%) 0/50(0%) 8/50 (16%) 4/50(8%) 3/15 (20%) 0/15 (0%) 1/15(6,66%)
1/10(10%) 3/15(20%) 2/30 (6,67%) 4/25(16%) 6/50(12%) 5/50(10%) 9/50(18%) 1/15(6,67%) 2/15(13,3%) 4/15(26.6%)
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 Isolasi, pemurnian, karakterisasi dan postulat kock cendawan patogen Dari hasil isolasi, dan pemurnian kultur pada media PDA dan V8, kemudian diidentifikasi karakter mikroskopisnya di laboratorium, ditemukan ada 3 jenis cendawanpenyebab penyakit yaitu Fusarium sp., Phythopthora sp., dan Coletotrichum sp.(Gambar 2). Ciri morfologi bentuk koloni Isolat Fusarium sp. melingkar menuju ke arah pusat (Consentric), margin koloni seperti benang (Tread-like) dengan tipe elevasi menaik (Raised). Warna koloni terlihat dominan ungu dengan garis radial pada koloni dengan warna yang semakin gelap ke arah dalam. Ciri mikroskopis dari isolat Fusarium yang diamati dengan mikroskop binokuler olympus tipe CX21FS1 perbesaran 400 kali mamiliki bentuk konidia tiga macam, yaitu bentuk bulat (blastokonidia), lonjong (Mikrokonidia) dan bulan sabit (Makrokonidia). Mikrokonidia pada isolat ini memiliki satu sekat (Septa), sedangkan makroknidia memiliki lebih dari satu septa. Ukuran konidia berkisar antara 4-19 µm. Hifa yang dimiliki oleh isolat ini bersekat tipis dan bercabang serta memiliki konidiofor yang sederhana (simple) (Gambar 3a, 3b)Isolat SFA dapat membentuk struktur klamidospora yang berbentuk bulat dengan dinding yang tebal. Menurut Nurasiah (2011) isolat cendawan Fusarium yang ditumbuhkan pda media PDA memiliki ciri midelium berwarna putih dan semakin tua akan berubah menguning bahkan hingga membentuk warna krem. Beberapa isolat Fusarium juga dapat membentuk pigmen warna merahmuda agak ungu, biru, merah ataupun ungu dalam keadaan tertentu. Berdasarkan pengamatan tersebut ke 3 isolat Fusarium yang ditemukan menyerang stroberi di Batu tidak identik 100% dengan isolat acuan Fusarium oxysporum , ada sekitar 4 karakter yang berbeda, yang paling mirip adalah isolat SFA (Tabel 2) Karakteristik mikroskopis Colletotrichum menunjukkan bahwa konidia berbentukobovate, lurus dengan ukuran panjang antara 38,7-43,9 µm x 4-5 µm untuk ukuran lebar sedangkan konidia yang muncul dari konidiofor berukuran antara 17-18 µm x 4-5,1 µm (Gambar 3c, 3d). Hifa cendawan patogen memiliki karakteristik hialin, bersekat tebal dan hifa bercabang. Bentuk konidia dari Colletotrichum menurut Gunnell & Gubler (1992) yaitu untuk C. fragariae konidianya berbentuk obovate, lurus atau kadangkala sedikit melengkung. Konidia C. acutatum berbentuk elliptic atau bulat panjang sampai bentuk fusiform. Konidia C. gloeosporioides membujur (oblong) dengan ujung yang tumpul, lurus, lebih pendek dan lebih luas jika dibandingkan dengan konidia pada dua isolat pembanding, Hifa C. fragariae, C. acutatum, dan C. gloeosporioides adalah bersekat, bercabang dan hialin (Tabel 3).
a
d
c
b
f e
o
Gambar 2.Koloni dan karakter mikroskopis cendawan patogen pada media PDA dan V8 umur 7 hari, pada 28 C a) koloni SFA , b) Koloni KFA, c). Koloni TFA, d). Isolat SFA mikroskopis, septa hifa (panah merah), sel basal (panah orange), makrokonidia Fusarium sp. blastokonidia (panah kuning), mikrokonidia (panah ungu), makrokonidia (panah merah); e) konidia dan hifa Colletotrichum sp.,f) Isolat KPA makrokonidia Phytophthora sp.
131
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 Tabel 2. Karakteristik 3 Isolat cendawan patogen Fusarium sp.pada stroberi dibanding isolat acuan Isolat Patogen
Karakteristik Isolat
SFA
Isolat Acuan
KFA
TFA
Fusarium oxysporum Concentric
Bentuk Koloni
Concentric
Concentric
Concentric
Margin
Thread-Like
Thread-Like
Thread-Like
Cilliate
Elevasi
Raised
Convex
Convex
Raised
Garis Radial
Ada
Ada, tidak jelas
Ada, tidak jelas
Ada
Warna/ pigmentasi
Ungu
Putih keunguan
Putih keunguan
Ungu tua
Bentuk konidia
Bulat, lonjong, Bulan sabit
Bulat, lonjong, Bulan sabit
Bulat, lonjong, Bulan sabit
Bulat, lonjong,Bulan sabit
Ukuran konidia
4-19 µm
3-15 µm
3-15 µm
3-30 µm
Ada
Ada
Ada
Ada
Hifa
Bercabang
Bercabang
Bercabang
Bercabang
Konidiofor
sederhana
sederhana
sederhana
sederhana
Klamikonidia
Keterangan : SFA = isolat Fusarium asal Sumberbrantas, KFA= isolat Fusarium asal Kliran , TFA= = isolat Fusarium asal Tlekung, Isolat acuan sebagai pembanding
Pengamatan mikroskopis isolat patogenPhytophthora sp. pada perbesaran 400x menunjukkan adanya sporangia beserta sporangifornya. Sporangium tampak berwarna hialin, berbentuk seperti buah pir. Hifa hialin dan bersekat. Sporangia berukuran 32 – 90 x 22 – 52 μm, tidak berpapila . Ukuran dan bentuk sporangia bermacam-macam (ovoid, obovoid, ellipsoid, limoniform (seperti lemon) dan pyriform (seperti buah pir).Pengamatan mikroskopis untuk cendawan ini tidak menyertakan isolat acuan. Untuk membuktikan bahwa cendawan yang telah diisolasi dan dimurnikan dapat menyebabkan gejala yang sama seperti di lapang, maka dilakukan postulat kock pada tanaman stroberi sehat di screen house, hasilnya menunjukkan bahwa ke tiga cendawan tersebut dapat menimbulkan gejala busuk akar maupun busuk mahkota, namun dengan persentase yang berbeda . Persentase tanaman terinfeksi busuk akar yang paling banyak adalah karena infeksi akibat cendawan Fusarium sp. yaitu sebesar 74% kemudian diikuti dengan penyebab Phytophthora sp (21%) dan yang paling sedikit menimbulkan gejala sama adalah cendawan Colletotrichum sp (Tabel 4). Gejala busuk mahkota yang dapat teramati dari uji ini lebih kecil dari busuk mahkota. Tabel 3. Karakteristik 6 isolat patogen Colletotrichumsp pada tanaman stroberi dibanding 3 isolat acuan a Karakteristik pada media PDA Morfologi konidia Isolat diameter bentuk panjang (µm) lebar (µm) warna koloni (cm) 40,3 4,9 b c Obovate TLT1 17-18 4-5,1 Putih,oranye kecoklatan 5,9 TLT2
Obovate
40,6
5
Putih,oranye kecoklatan
5,9
PRD2
Obovate
39,7
5,3
Putih,oranye kecoklatan
6,2
TLD1
Obovate
41,1
4,9
Putih,oranye kecoklatan
6,5
PRB1
Obovate
38,7
4,5
Putih,oranye kecoklatan
5,8
Obovate
43,9
4,1
Putih,oranye kecoklatan
6,1
Obovate Elliptic , fusiform Oblong , cylindrical
18
4
Beige
6,9
15,5
3,7
Putih, coklat keabuan
6,3
15
4,3
Abu-abu gelap
6,3
PRB3 C. fragariae
d
d
C. acutatum
C.gloeosporioides a.
d
b.
e
e
e
c.
Pengamatan pada hari ketujuh; Ukuran panjang konidia yang muncul pada konidiofor; Ukuran lebar; konidia d. e. yang muncul pada konidiofor; Colletotrichum acuan menurut Gunnell & Gubler (1992) ; Diameter koloni pada hari kelima inkubasi (Gunnell & Gubler, 1992)
132
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 Tabel 4. Uji postulatkock pada benih stroberi di screen house Hasil uji penularan Fusarium sp Phytophthora sp Colletotrichum sp
Persentase tanaman Terinfeksi (%) Busuk akar Busuk mahkota 74.0 20 21.0 5.0 1.5 1.0
Isolasi, pemurnian, karakterisasi agens hayati Hasil isolasi , pemurnian dan karakterisasi agens hayati yang dikoleksi dari risosfer pertanaman stroberi terinfeksi busuk akar dan busuk mahkota, menunjukkan 2 isolat yang mempunyai bentuk dan warna koloni hampir sama yaitu isolat PTH dan PTC. Karakteristik isolat PTH pada media PDA mempunyai bentuk koloni berserabut (Filamentous), margin bercabang (Branching), elevasi koloni berlekuk (Crateriform), koloni terlihat tipis dangan jumlah konidia yang sangat banyak dan koloni terlihat dengan warna dominan hijau kekuningan, mempunyai dua macam bentuk konidia yang berwarna hijau gelap kekuningan, yaitu konidia berbentuk bulat dan oval dengan ukuran 3- 5 µm. Hifa bercabang, bersekat tipis dan memiliki tangkai kondia (Konidiofor) bercabang. Klamidospora yang dimiliki oleh isolat PTH ini berbentuk agak oval dengan ujung agak meruncing dan memiliki dua jenis yaitu klamidospora berlapis satu dan berlapis dua. Isolat PTC memiliki morfologi koloni dengan bentuk koloni berserabut (Filamentous), margin koloni bercabang (Branching), elevasi cembung (Convax), koloni tebal dan jumlah konidia cukup banyak. Warna koloni dominan berwarna hijau tua. Ukuran konidia isolat ini rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan konidia isolat PTH, yaitu berkisar antara 34 µm. Hifa bercabang dengan sekat hifa yang tipis, memiliki tangkai konidia (Konidiofor) yang bercabang. Klamidospora yang dimiliki isolat ini berbentuk dua jenis, yaitu bulat dan oval dengan ujung agak meruncing. Klamidospora yang berbentuk bulat memiliki dua lapis, sedangkan bentuk klamidospora lainnya berlapis satu.(Gambar 4)
d
a
b
e
c
f
o
Gambar 4. Isolat Trichoderma sp. hasil isolasi berumur 7 hari, media PDA, 28 C a) Koloni isolat PTH;; b) konidia Isolat PTH bulat (panah merah), konidia oval (panah hitam), konidiofor (panah hitam);c).Klamidospora lapis satu (panah kuning) dan klamidospora lapis dua (panah merah)Isolat PTH d) Koloni Isolat PTC, e). konidia bulat (panah ungu), konidia oval (panah biru), konidiofor (panah hitam) isolat; f). Klamidospora lapis satu (panah kuning), klamidospora lapis dua (panah merah) sioat PTC . (b-f) perbesaran 1000 x. bar = 10 µm.
Bila dilihat dari diskripsi morfologi, Isolat PTH dan PTC merupakan isolat yang memiliki ciri morfologi koloni dan mikroskopis serupa dengan genus Trichoderma, berdasarkan pengamatan
133
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 morfologi dengan pembanding isolat acuan T. Viridae,T. Koningii,T. Harzianum(tabel 5). Dari data tersebut kemudian digambarkan dalam bentuk dendrogram (gambar 5). Konstruksi dendogram atau matriks similaritas dibuat untuk memperlihatkan hubungan individual antarisolat berdasarkan koefisien persentase similaritas di antara isolat-isolat tersebut (Priest, 1993). Nilai similaritas memiliki kisaran tertentu sehingga antarisolat dapat dikelompokkan dalam tingkatan spesies, genus maupun famili berdasarkan persentase kemiripannya.Nilai similaritas fenotipik antarisolat lebih dari 80 % menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut berada dalam satu genus, sedangkan nilai similaritas fenotipik kurang dari 80 % menunjukan bahwa antarisolat tidak berada dalam satu genus (Prescott et al., 2002). Rahayu (2009) menyebutkan bahwa satu genus memiliki nilai similaritas sebesar 89-99 %, sedangkan pada satu spesies nilai similaritasnya sebesar 99 % dan nilai similaritas 100 % dapat dinyatakan sebagai satu strain. Konstruksi dendogram pada kedua isolat Trichoderma (Gambar 5) menunjukkan bahwa isolat PTH (Trichoderma 1)memiliki nilai similaritas sebesar 76 % dengan T. Harzianum, dan 70% dengan T. viridesedangkan isolat PTC memiliki nilai similaritas sebesar 64 % dengan T. Koningii. Berdasarkan teori Prescott et al., 2002nilai similaritas antara isolate PTH dengan isolat acuan T. viride dan T. harzianum sebesar 70% dan 76%maka diasumsikan bahwa isolat tersebut tidak berada dalam satu genus. Demikian juga nilai similaritas antara isolat acuan T. koningii dengan T. viride dan T. harzianum sekitar 57 % sehingga kurang memenuhi asumsi bahwa ketiga isolat acuan tersebut berada dalam satu Genus. Padahal seharusnya masuk dalam satu GenusTrichoderma. Hal ini terjadi kemungkinan karena karakter yang digunakan kurang banyak dan kurang spesifik. Menurut Priest (1993) diperlukan kurang lebih 50-200 karakter yang meliputi karakteristik biokimia (termasuk sensitivitas terhadap antibiotik), morfologi, dan karakter koloni untuk menentukan derajat similaritas diantara beberapa organisme dalam pembuatan taksonomi numerik (taksonomi fenetik). Tabel 5. Karakteristik Isolat agens hayati cendawan antagonis Trichoderma spp., dibandingkan dengan isolat acuan Karakteristi k Isolat
Bentuk Koloni Margin Elevasi Garis Radial Warna/pig mentasi Bentuk konidia Ukuran konidia Klamikonid ia Hifa Konidiofor
Isolat Antagonis PTH PTC Trichoderma (Trichoderm 1 a 2) Filamentous Filamentous
T. viridae
Isolat Acuan T. koningii
T. harzianum
Filamentous
Filamentous
Filamentous
Erose Crateriform Tidak ada
Undulate Crateriform Ada, jelas
Hijau muda oval
Hijau gelap kekuningan oval
Branching Crateriform Ada, jelas
Branching Convex Tidak ada
Hijau gelap kekuningan Bulat, oval
Hijau gelap Bulat, oval
Undulate Crateriform Ada, tidak jelas Hijau gelap kekuningan bulat
3- 5 µm
3- 4 µm
3,5 µm
4,1 µm
3,74 µm
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Bercabang Bercabang
Bercabang Bercabang
Bercabang Bercabang
Bercabang Bercabang
Bercabang Bercabang
Gambar 5. Konstruksi dendogram antar isolat Trichoderma spp. dengan isolat acuan
134
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014, Malang 5-7 November 2014 ISBN 978-979-508-017-6 KESIMPULAN 1.
2. 3.
Survey insiden penyakit busuk akar antara 0 – 33,3%, paling tinggi di Sumberbrantas pada varietas California. Persentase gejala penyakit busuk mahkota antara 6,6% - 26,6% bervariasi pada varietas California dan Brastagi Patogen penyebab penyakit busuk akar dan busuk mahkota ada 3 jenis cendawanpenyebab penyakit yaitu Fusarium sp., Phythopthora sp., dan Coletotrichum sp. Agens hayati yang ditemukan merupakan isolat yang memiliki ciri morfologi koloni dan mikroskopis serupa dengan genus Trichoderma DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2007. Vegetable Production Results. Ministry of Agriculture and Forestry of Korea Cal A., A. Martinez-Treceno, J.M. Lopez-Aranda and P. Melgarejo,2004. Chemical alternatives to methyl bromide inSpanish strawberry nurseries. Plant Disease 88, 210–214. Datnoff, L. E., S. Nemec, and K. Pernezny. 1995. Biological control of Fusarium crown and root rot of tomato in Florida using Trichoderma harzianum and Glomus intraradices. Biol.Contr. 5: 427431. de Boer, M., P. Bom, F. Kindt, J. J. B. Keurentjes, I. van der Sluis, L. C. van Loon, and P. A. H. M. Bakker. 2003. Control of Fusarium wilt of radish by combining Pseudomonas putida strains that have different disease-suppressive mechanisms. Phytopathology 93: 626-632 Duncan J.M., 2002. Prospects for integrated control of Phytophthora diseases of strawberry. Acta Horticultura 567, 603–610. Fang X.L, D. Phillips, H. Li, K. Sivasithamparam and M.J.Barbetti, 2011. Severity of crown and root diseases of strawberry and associated fungal and oomycete pathogens in Western Australia. Golzar H., D. Phillips and S. Mack, 2007. Occurrence of strawberry root and crown rot in Western Australia. Australasian Plant Disease Note 2, 145–147 Horimoto, K. 1993. Biological control of Fusarium wilt of strawberry by non-pathogenic Fusarium and bacteria associated with the mycelia. Ann. Phytopathol. Soc. Japan 59: 278. Latorre B.A. and S. Viertel, 2004. Presence of Phytophthora cactorum in cold storage of strawberry (Fragaria × ananassa) plants. Cienciae Investigacion Agraria 31, 111–117. Manici L.M. and P. Bonora, 2007. Molecular genetic variabilityof Italian binucleate Rhizoctonia spp. isolates from strawberry.European Journal of Plant Pathology 118, 31–42. Martin F.N. and Bull C.T., 2002. Biological approaches for control of root pathogens of strawberry. Phytopathology 92, 1356–1362 Mertely J., T. Seijo and N. Peres, 2005. First report of Macrophomina phaseolina causing a crown rot of strawberry in Florida. Plant Disease 89, 434. Moon, B. J., H. S. Chung, and H. C. Park. 1995. Studies on antagonism of Trichoderma species to Fusarium oxysporum f.sp. fragariae. V. Biological control of Fusarium wilt ofstrawberry by a mycoparasite, Trichoderma harzianum. Korean J. Plant Pathol. 11: 298-303. Morocko I., 2006. Characterization of the strawberry pathogen Gnomonia fragariae and biocontrol possibilities. PhD Dissertation, Swedish University of Agricultural Sciences,Uppsala, Sweden. Nam, Myeong Hyeon, Myung Soo Park, Hong Gi Kim, and Sung Joon Yoo. 2009. Biological Control of Stroberi Fusarium Wilt Caused by Fusarium oxysporum f. sp. fragariae Using Bacillus velezensis BS87 and RK1 Formulation. J. Microbiol. Biotechnol. (2009), 19(5): 520–524 , doi: 10.4014/jmb.0805.333.First published online 30 October 2008 Phillips D. and H. Golzar, 2008. Strawberry root and crown rot disease survey. Bulletin No. 4747, Department of Agriculture and Food Western Australia, W.A.. Tanaka M.A.S. and F.A. Passos, 2002. Pathogenic characterization of Colletotrichum acutatum and C. fragariae associated with strawberry anthracnose. Fitopatologia Brasileira 27,484–488. Urena-Padilla A.R., D.J. Mitchell and D.E. Legard, 2001. Oversummer survival of inoculum for Colletotrichum crown rot in buried strawberry crown tissue. Plant Disease 85, 750–754 Wink & Williams , 1965Winks, B. L. and Williams, Y. N. 1965. A wilt of strawberry caused by a new form of Fusarium oxysporum. Queensland J.Agric. Animal Sci. 22:475-479. Wilhelm, S. 1984. Fusarium wilt (Yellows). In Compendium of strawberry disease. (J. L. Maas, Ed): 97- 98, APS Press, St.Paul. Yuliarni F.F., Suharjono, Bagyo Y. dan Otto E. 2010. Patogenisitas Kapang Entomopatogen Isolat Kalimantan Barat Terhadap Lepidoshapes beckii Newman Hama Tanaman Jeruk. http://biologi.ub.ac.id/. tanggal akses 20 November 2012 Zhao X.H., W.C. Zhen, Y.Z. Qi, X.I. Liu and B.Z. Yin, 2009. Coordinatedeffects of root autotoxic substances and Fusariumoxysporum Schl. f. sp. fragariae on the growth and replantdisease of strawberry. Frontiers of Agriculture in China(3), 34–39. 135