KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN NASIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DIKAITKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA HUKUM
Disusun oleh: ANNISSA APRILIA FITRIANI 010108179 Bagian Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional dan Hukum Acara Administrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan Di bawah bimbingan : Dr. Sri Utari, S.H., M.H. Ari Wuisang, S.H., M.H.
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN Majelis Penguji Sidang Skripsi Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Majelis Penguji Sidang Skripsi pada hari Jumat, 4 Mei 2012
Mengetahui,
Penguji I
Penguji II
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
(R. M. Mihradi, S.H., M.H.)
Penguji III
(H. Edi Rohaedi, S.H., M.H.)
LEMBAR PENGESAHAN
Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Mempertahankan Negara
Skripsi ini telah diterima dan disahkan untuk diajukan dalam sidang skripsi oleh :
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan
Ketua Bagian H.T.N., H.A.N., H.I. dan Hukum Acara Administrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
(R. M. Mihradi, S.H., M.H.)
Pembimbing
Co. Pembimbing
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
(Ari Wuisang, S.H., M.H.)
Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11)
Kebangkitan Nasional terjadi 103 tahun lalu, Sumpah Pemuda 83 tahun lalu, dan Reformasi 13 tahun lalu. Ada kesamaannya, sama-sama dipelopori oleh pemuda. Menpora Andi Mallarangeng, 28 Oktober 2011 - Bandung
Untuk Bapak & Ibu yang telah tenang di sisi-Nya, para pemuda Indonesia yang inspiratif dengan gerakan-gerakan perubahannya dan orang-orang tersayang Skripsi ini setitik persembahanku untuk kalian.
Do not ask what your country can do for you, but ask what can you do for your country. (John F. Kennedy)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Sri Utari, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah menyetujui, memberikan petunjuk dan motivasi di dalam menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Iwan Darmawan, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Pakuan; 3. Bapak Arief Ussama, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Pakuan; 4. Ibu Hj. Tuti Susilawati K., S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan; 5. Bapak R. M. Mihradi, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian H.T.N., H.A.N., H.I. dan Hukum Acara Adminitrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan;
6. Bapak Ari Wuisang, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian H.T.N., H.A.N., H.I. dan Hukum Acara Adminitrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan sekaligus Dosen Co. Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya bagi penulis selama ini dan segala motivasi yang diberikan; 7. Bapak H. Abbas, S.H., selaku Dosen Wali penulis di Fakultas Hukum Universitas Pakuan; 8. Kepala dan Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang telah mengurus segala keperluan mengenai surat-surat yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini; 9. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang telah membantu dalam pencarian literatur terkait penulisan skripsi ini; 10. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, khususnya Deputi Bidang Pengembangan Pemuda - Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda; 11. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, khususnya Prof. Dr. N. Jenny M. T. Hardjatno sebagai staf ahli yang senantiasa mendukung dan membantu Penulis; 12. Keluargaku tercinta, yaitu Bapak (almarhum), Ibu (almarhumah), Eyang Lien Darlia, Bude Lita, Bunda Umike, Bu Yayi Bayu, sepupu-sepupuku, Teteh Nunung, terima kasih atas segala dukungan baik materiil maupun moral dalam penulisan skripsi ini;
13. Sahabat-sahabatku, yaitu Nara, Thata, Vita, Riskha, Linda, Fany, Zita, Echa, Rhiri, Luse, Sisri; keluarga besar Capoeira Cordão de Ouro Indonesia, keluarga besar Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda Republik Indonesia (TANNASDA RI) 2011 Angkatan V. Dukungan kalian semua sangatlah berarti; 14. Google as the best search engine ever! Twitter, Facebook, My Space as very helpful social networking sources to kill the boredom attack rapidly. And also Wikipedia as well. 15. Untuk seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu karena keterbatasan yang dimiliki penulis, terima kasih untuk segala bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, namun demikian semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya maupun bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Bogor, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT BAB I
BAB II
i iv vii viii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Identifikasi Masalah .........................................................
3
C. Maksud dan Tujuan ..........................................................
4
D. Kerangka Pemikiran .........................................................
4
E. Metode Penelitian .............................................................
11
F. Sistematika Penulisan .......................................................
12
TINJAUAN UMUM TENTANG KETAHANAN NASIONAL A. Konsepsi Ketahanan Nasional ..........................................
15
B. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ..............................
20
C. Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan Keamanan Nasional ............................................................................
36
D. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional ............................................................................
38
E. Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional .................
BAB III
42
KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA A. Dasar Hukum Kepemudaan dan Kewarganegaraan .........
46
B. Pengertian Pemuda dan Warga Negara ............................
51
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara ..................................
55
D. Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Mempertahankan Negara .............................................................................. E. Pengembangan Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional
66 80
F. Kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dalam Pembangunan Ketahanan Nasional........
BAB IV
89
ANALISIS A. Analisis Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Dikaitkan dengan
Tanggung Jawab Warga Negara Dalam Mempertahankan Negara ................................................................................ B. Analisis Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional berdasarkan
93
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan ............................................................................................ 108 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................ 121 B. Saran ................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENULIS LAMPIRAN
ABSTRAK Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional. Meliputi ketahanan di bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan. Mengingat setiap warga negara (termasuk pemuda) mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam membela dan mempertahankan negara. Seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah di amandemen yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Lalu dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan negara yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.” Lebih lanjut lagi dikatakan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah di amandemen: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Ketahanan nasional bukan hanya persoalan dan tanggung jawab negara saja, tetapi mencakup dan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, termasuk pemuda. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan disebutkan peran aktif pemuda, termasuk dalam rangka memantapkan ketahanan nasional yang berbunyi: “Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.” Tujuan penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Mempertahankan Negara. Bagaimana ketentuan peran pemuda sebagai bagian dari warga negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan nasional juga peran serta pemerintah yang saling bersinergi dalam memfasilitasi segala kegiatan kepemudaan demi terwujudnya ketahanan nasional.
ABSTRACT National Resilience is a dynamic state of a nation, contains tenacity and toughness, which contains the ability to develop a national power, in the face and fill all the challenges, threats, obstacles, and interference coming either from outside or from within, which directly or indirectly endanger the integrity , identity, survival of the nation and the struggle to pursue a national struggle. Which includes the resistance in the field of ideology, Political, Economic, Social, cultural and security defense. Given all citizens (including youth) have the right and obligation to participate in the defense and defending the country. As stated in Article 27 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia after the amendment, which reads: "Every citizen has the right and duty to participate in the defense effort." Then in Article 9 paragraph (1) of Law Number 3 Year 2002 on State Defense, which reads: "Every citizen has the right and duty to participate in efforts to defend the country are realised in the implementation of the state defense." Furthermore it says in Article 30 paragraph (1) of the Constitution of the Republic of Indonesia after the amendment: "Every citizen has the right and duty to participate in the defense and state security." National Resilience is not just a matter of national and state responsibility alone, but includes and is the responsibility of the entire people of Indonesia, including the youth. In Article 16 of Law Number 40 Year 2009 regarding the active role of youth referred to youth, including in the context of consolidating national resilience, which reads: "The youth take an active role as a moral power, social control, and agents of change in all aspects of national development." The purpose of this thesis in general is to provide insight to readers regarding the Status and Role of Youth in Establishing the Framework of National Resilience associated with The Citizen Responsibility in Maintaining the State. How the provisions of the role of youth as a part of Indonesian citizens in realising the national resilience and also the role of government in facilitating the synergy of all youth activities for the realisation of the national resilience.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemuda merupakan salah satu komponen penting bangsa ini. Angka pemuda yang mencapai 65 juta jiwa menunjukkan bahwa jumlah pemuda sangatlah signifikan dalam setiap dinamisasi perubahan bangsa. Pemuda selain menjadi aset ekonomi, karena tergolong dalam usia produktif (berdasarkan Undang-Undang Kepemudaan usia pemuda adalah 16 – 30 tahun), juga merupakan aset dalam bidang ideologi, politik, sosial dan budaya. Jadi selain secara kategori ekonomi, pemuda juga menjadi bagian dari kategori sosial. Dalam menjalankan berbagai peran pentingnya, selain menghadapi ancaman terhadap demokrasi, pemuda juga menghadapi tantangan bagaimana bisa bersaing dengan bangsa yang sudah mengglobal. Dalam praktiknya korupsi, anarkisme yang mengatasnamakan agama, dan berbagai pelanggaran hukum lainnya dapat menyebabkan kegagalan demokrasi di Indonesia. Oleh sebab itu, pemuda haruslah siap menghadapi ancaman dan siap pula menjawab tantangan yang ada. Salah satu nilai yang harus selalu ada pada pemuda adalah jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai salah satu soft skill, menjadi salah satu syarat eksistensi dan resistensi pemuda dalam menghadapi tantangan global. Menjadi sebuah agenda penting bagi kita bersama untuk kembali memupuk jiwa kepemimpinan pemuda mengingat globalisasi, yang ditandai dengan keterbukaan
arus informasi dan berbagai kesempatan kadang tidak disertai dengan kesiapan filtering masyarakat Indonesia menghadapi gelombang berbagai informasi, paham dan ideologi yang bisa merusak moral dan persatuan bangsa.1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemuda mempunyai peran penting sebagai salah satu penentu dan subjek bagi tercapainya tujuan nasional. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting pemuda yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966, sampai bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Hal ini membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa. Dalam proses pembangunan bangsa, pemuda merupakan kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran, karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi 1
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA), (Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda, 2011), hlm. 1.
pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis, keadilan, partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.2 Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru, yaitu UndangUndang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, mendorong penulis untuk mengangkat dalam bentuk skripsi dengan judul, ”Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Mempertahankan Negara”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menarik beberapa hal pokok yang dijadikan permasalahan, yaitu : 1.
Bagaimana tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam mempertahankan negara?
2.
Apakah Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah memadai? 2
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, (Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 27.
C. Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam kaitannya mempertahankan negara;
2.
Untuk mengetahui memadai atau tidaknya Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Adapun yang menjadi tujuannya adalah sebagai berikut :
1.
Memberikan gambaran kepada pemuda menyangkut peranannya dalam memantapkan Ketahanan Nasional dikaitkan dengan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam mempertahankan negara;
2.
Memberikan pemahaman kepada masyarakat menyangkut keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;
3.
Memberikan sumbang pikir kepada pemerintah dalam rangka lebih memantapkan kebijakan kepemudaan; dan
4.
Menambah kepustakaan di bidang Kepemudaan khususnya Pengembangan dan Kepemimpinan Pemuda.
D. Kerangka Pemikiran 1.
Kerangka Teoritis Negara Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis yang sangat strategis di Asia Tenggara. Oleh karena itu di kawasan Asia Tenggara Indonesia memiliki posisi yang sangat penting penting, sehngga tidak menutup kemugkinan di era global dewasa ini menjadi perhatian banyak negara di dunia. Berdasarkan peranan dan posisi negara Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan akan merupakan ajang perebutan kepentingan kekuatan transnasional. Oleh karena itu sebagai suatu negara, Indonesia harus memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.3 Ketahanan nasional sebagai istilah sebenarnya belum lama dikenal. Istilah ketahanan nasional mulai dikenal dan dipergunakan pada permulaan tahun 1960-an. Istilah ketahanan nasional untuk pertama kali dikemukakan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno. Kemudian pada tahun 1962 mulai diupayakan secara khusus untuk mengembangkan gagasan ketahanan nasional di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Bandung.4 Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari kepentingan nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan untuk mencermati perkembangan situasi yang mengancam perdamaian dunia dan
3
Kaelan & Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Paradigma, 2007), hlm. 145. 4 Armaedi Armawi, Geostrategi Indonesia, Makalah Pelatihan Dosen Kewarganegaraan (Surabaya: Dikti, 2006), hlm. 2.
stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global. Dinamika
lingkungan keamanan strategis tersebut mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi multidimensional, fisik dan nonfisik, serta berasal dari luar dan dari dalam negeri. Dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi
militer
negara
lain
terhadap
Indonesia
diperkirakan
kecil
kemungkinannya. Dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun akan datang belum terdapat indikasi suatu ancaman militer konvensional yang mengarah ke wilayah Indonesia. Namun, kondisi yang kondusif ini tidak lalu membuat Indonesia mengabaikan kesiapsiagaannya dalam membangun kemampuan bangsa untuk melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, di sektor pertahanan negara harus terus dipersiapkan dengan memadukan kemampuan pertahanan militer dan nirmiliter untuk menangkal setiap kemungkinan ancaman serta apabila kondisi memaksa, mampu
menghadapi segala perubahan situasi.5 Dalam bidang pertahanan, terdapat sejumlah isu yang menonjol, di antaranya adalah isu perbatasan dan pulaupulau kecil terluar, separatisme, terorisme, radikalisme yang anarkis, konflik komunal, bencana alam, dan kondisi politik pascareformasi.6 Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.7 Hal tersebut diatur dalam konstitusi negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dalam Amandemen Keempat : (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. (2) Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.8
5
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, (Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008), hlm. 6-7. 6 Ibid., hlm.18. 7 Ibid., hlm. 43. 8 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara.
Dalam penyelengaraannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengatur hal tersebut dalam Pasal 6 : Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. 9 Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan profesi.10 Pada dasarnya, pemuda dalam hal ini dapat menjadi bagian manapun sesuai dengan kemampuannya. Dapat dengan cara menjadi komponen utama melalui wajib militer, komponen cadangan, maupun komponen pendukung. Lebih khususnya lagi, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan diatur mengenai peran, tanggung jawab dan hak pemuda. Hal ini tercantum dalam Pasal 16: Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. 11
9
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 3 Tahun 2002, LN RI No.3, TLN RI No.4169, Pasal 6. 10 Ibid., Bagian Penjelasan. 11 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Pasal 16.
Lebih ditegaskan lagi mengenai tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam Pasal 19 : Pemuda bertanggungjawab dalam pembangunan nasional untuk: a. menjaga Pancasila sebagai ideologi negara; b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya hukum; e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat; f. meningkatkan ketahanan kebudayaan nasional; dan/atau g. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi bangsa.12
Mengenai pemantapan, dalam “Naskah Akademik Pedoman Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan” yang diterbitkan oleh Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, dicantumkan dasar umum penyelenggaraan
yang
memberikan
landasan
dan
arah
umum
penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai kebangsaan. Nilai‐nilai kebangsaan yang dimaksud adalah nilai‐nilai yang diangkat dari 4 (empat) konsensus nasional, yang mencakup: falsafah bangsa Pancasila, Konstitusi Negara Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika.13
12
Ibid., Pasal 19. Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Naskah Akademik Pedoman Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan, (Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2009), hlm. 50. 13
2.
Kerangka Konseptual Dalam kerangka konseptual ini dikemukakan atau diberikan perumusan, definisi atau pengertian yang menjadi batasan tentang suatu istilah, sehingga bila istilah tersebut ditemukan dalam skripsi ini, pengertian tidak boleh menyimpang dari pengertian yang sudah ditentukan dalam kerangka konseptual. Adapun pengertian atau definisi-definisi tersebut antara lain sebagai berikut : a.
Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.14
b.
Kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisai diri, dan cita-cita pemuda.15
c.
Pemantapan
merupakan
proses,
cara,
perbuatan
memantapkan
(meneguhkan, menjadikan stabil: Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990) dan lebih kokoh oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemantapan adalah suatu proses kegiatan yang mengedepankan upaya‐upaya untuk membuat seseorang atau keadaan menjadi teguh, stabil, sehingga dapat
14
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Pasal 1 butir 1. 15 Ibid., Pasal 1 butir 2.
berlangsung lebih baik dari sebelumnya untuk menunjang kehidupan sesorang atau kehidupan bersama sebagai suatu masyarakat.16 d.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia.17
e.
Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.18
f.
Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.19
16
Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 10. 17 Ermaya Suradinata, Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI, (Jakarta: Suara Bebas, 2005), hlm. 47. 18 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Pasal 1 butir 1. 19 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 3 Tahun 2002, LN RI No.3, TLN RI No.4169, Pasal 1 butir 1.
E. Metode Penelitian 1.
Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu deskriptif analitis, artinya bahwa pembahasan dilakukan dengan cara menyajikan dan menjelaskan data secara lengkap, terperinci dan sistematis yang didasarkan pada kerangka pemikiran dari hal-hal yang umum menjadi hal-hal yang bersifat khusus yang berkaitan dengan materi skripsi. Kemudian terhadap data tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan teori-teori ilmu hukum, khususnya Hukum Tata Negara, Peraturan Perundang-undangan dan juga pemikiran penulis.
2.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu pengumpulan data atau informasi dengan menelusuri literatur-literatur, peraturan perundangundangan, surat kabar nasional, majalah, media elektronik, hasil seminar dan materi-materi perkuliahan yang berhubungan dengan materi pokok skripsi.
3.
Pengolahan Data Data yang diperoleh dalam rangka penyusunan skripsi ini diolah secara kualitatif, yaitu dengan menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat dengan maksud agar tersusun suatu materi pembahasan yang sistematis dan mudah untuk dipahami. Namun demikian tidak menutup kemungkinan pula
untuk melakukan pengolahan secara kuantitatif manakala hal tersebut dibutuhkan.
F. Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini penulis membagi materi penulisan ke dalam lima Bab, dimana setiap Bab terbagi atas beberapa bagian. Untuk memberikan gambaran, berikut akan dijabarkan mengenai sistematika penulisan dari skripsi ini : BAB I
PENDAHULUAN Disajikan untuk mengetahui gambaran singkat mengenai apa yang akan diuraikan secara keseluruhan dalam skripsi ini, serta untuk mengetahui hubungan antara yang satu dengan yang lain, dimana terdiri dari Latar Belakang Pemilihan Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI KETAHANAN NASIONAL Pada Bab ini penulis membahas mengenai Konsepsi Ketahanan Nasional, Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan Keamanan Nasional, Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional, Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional
BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA Bab
ini
memuat
tentang
Dasar
Hukum
Kepemudaan
dan
Kewarganegaraan, Pengertian Pemuda dan Warga Negara, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Mempertahankan
Negara,
Pengembangan
Pemuda
dalam
Kepemimpinan Nasional, Kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dalam Pembangunan Ketahanan Nasional BAB IV ANALISIS Dalam Bab ini memuat tentang analisis mengenai Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Dikaitkan
dengan
Tanggung
Jawab
Warga
Negara
Dalam
Mempertahankan Negara, Analisis Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan BAB V
PENUTUP Dalam bagian penutup ini berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh penulis dari apa yang telah dibahas dalam Bab-Bab sebelumnya, serta saran-saran dari penulis sebagai masukan, pendapat dan ungkapan
kepedulian penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETAHANAN NASIONAL
A. Konsepsi Ketahanan Nasional Secara konseptual, ketahanan nasional suatu bangsa dilatarbelakangi oleh20 : 1.
Kekuatan apa yang ada pada suatu bangsa dan negara sehingga ia mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya;
2.
Kekuatan apa yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan negara sehingga ia selalu
mampu
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya,
meskipun
mengalami berbagai gangguan, hambatan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar; 3.
Ketahanan atau kemampuan bangsa untuk tetap jaya, mengandung makna keteraturan (regular) dan stabilitas, yang di dalamnya terkandung potensi untuk terjadinya perubahan (the stability idea of changes). Berdasarkan konsep pengertiannya maka yang dimaksud dengan
ketahanan adalah suatu kekuatan yang membuat suatu bangsa dan negara dapat bertahan, kuat menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Konsekuensinya suatu ketahanan harus disertai dengan keuletan, yaitu suatu usaha secara terus-menerus secara giat dan berkemauan keras menggunakan segala kemampuan dan kecakapan untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional. 20
Wan Usman, dkk., Daya Tahan Bangsa, (Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Pasacasarjana UI, 2003), hlm. 5.
Identitas merupakan ciri khas suatu negara dilihat sebagai suatu totalitas, yaitu suatu negara yang dibatasi oleh wilayah, penduduk, sejarah, pemerintahan dan tujuan nasionalnya, serta peranan yang dimainkan di dunia internasional. Adapun pengertian lain yang berkaitan dengan integritas adalah kesatuan yang menyeluruh dalam kehidupan bangsa, baik sosial maupun alamiah, potensial ataupun tidak potensial. Tantangan adalah suatu usaha yang bersifat menggugah kemampuan, adapun ancaman adalah suatu usaha untuk mengubah atau merombak kebijaksanaan atau keadaan secara konsepsional dari sudut kriminal maupun politis. Adapun hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual yang berasal dari dalam sendiri. Apabila hal tersebut berasal dari luar maka dapat disebut sebagai kategori gangguan. Berdasarkan pengertian sifat-sifat dasarnya maka ketahanan nasional adalah21 : 1. Integratif Hal itu mengandung pengertian segenap aspek kehidupan kebangsaan dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya, lingkungan alam dan suasana ke dalam saling mengadakan penyesuaian yang selaras dan serasi.
2. Mawas ke dalam 21
Ibid., hlm. 6.
Ketahanan nasional terutama diarahkan kepada diri bangsa dan negara itu sendiri, untuk mewujudkan hakikat dan sifat nasionalnya. Pengaruh luarnya adalah hasil yang wajar dari hubungan internasional dengan bangsa lain. 3. Menciptakan kewibawaan Ketahanan nasional sebagai hasil pandangan yang bersifat integratif mewujudkan suatu kewibawaan nasional serta memiliki deterrent effect yang harus diperhitungkan pihak lain. 4. Berubah menurut waktu Ketahanan nasional suatu bangsa pada hakikatnya tidak bersifat tetap, melainkan sangat dinamis. Ketahanan nasinal dapat meningkat atau bahkan dapat juga menurun, dan hal itu sangat tergantung kepada situasi dan kondisi. Konsepsi ketahanan nasional dapat juga dipandang sebagai suatu pilihan atau alternatif dan konsepsi tentang kekuatan nasional (national power), yang biasanya dianut oleh negara-negara besar di dunia. Konsepsi tentang kekuatan nasional bertumpu pada kekuatan, terutama bertumpu pada kekuatan fisik militer dengan politik kekuasaannya (power politics), sedangkan ketahanan nasional
tidak
semata-mata
mengutamakan
kekuatan
fisik,
melainkan
memanfaatkan daya dan kekuatan lainnya pada suatu bangsa. Ketahanan nasional pada
hakikatnya
merupakan
suatu
konsepsi
dalam
pengaturan
dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan kemakmuran serta pertahanan dan keamanan di dalam kehidupan nasional. Untuk dapat mencapai suatu tujuan nasional suatu bangsa harus mempunyai kekuatan, kemampuan, daya tahan dan keuletan. Dengan demikian jelaslah bahwa ketahanan nasional harus diwujudkan dengan mempergunakan baik pendekatan kesejahteraan, maupun pendekatan keamanan. Kehidupan nasional tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa aspek sebagai berikut : 1.
Aspek alamiah yang meliputi : a.
Letak geografis negara;
b.
Keadaan dan kekayaan alam;
c.
Keadaan dan kemampuan penduduk.
2. Aspek kemasyarakatan yang meliputi : a.
Ideologi;
b.
Politik;
c.
Ekonomi;
d.
Sosial budaya;
e.
Pertahanan dan keamanan. Unsur-unsur tersebut yang meliputi alamiah karena jumlahnya tiga,
maka disebut sebagai Tri Gatra; sedangkan aspek kemasyarakatan dinamakan Panca Gatra, karena jumlahnya lima. Keseluruhan unsur secara sistematik yang membagi kehidupan nasional dalam delapan aspek tersebut disebut Asta Gatra.
Konsepsi ketahanan nasional tidak memandang aspek-aspek alamiah dan kemasyarakatan secara terpisah-pisah melainkan meninjaunya secara korelatif, di mana aspek yang satu senantiasa berhubungan erat dengan lainnya, sedangkan keseluruhannya merupakan suatu konfigurasi yang menimbulkan daya tahan nasional.22 Ditinjau dari segi sifatnya maka sebenarnya konsepsi ketahanan nasional tersebut bersifat objektif dan umum, oleh karena itu secara teoretis dapat diterapkan di negara manapun juga. Dalam hubungan dengan penerapan konsepsi tersebut faktor situasi dan kondisi negara sangat menentukan. Oleh karena itu, meskipun secara konsepsional sama, namun karena situasi dan kondisi negara berbeda-beda, maka wujud ketahanan nasionalpun akan berbeda-beda pula. Oleh karena itu, berkaitan dengan kondisi ketahanan nasional Indonesia, adalah kondisi dinamis bangsa dan negara Indonesia. Sesuai dengan konsepsi ketahanan nasional, maka kondisi tersebut mengandung suatu kemampuan untuk menyusun kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman yang ditujukan terhadap bangsa dan negara Indonesia.23 Dalam hubungan dengan ketahanan nasional Indonesia dengan memperhatikan berbagai macam bahaya, gangguan yang mengancam, serta situasi dan kondisi dalam negara Indonesia, maka ditentukan strategi untuk
22 23
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 147-149. Ibid., hlm. 149-150.
mempertahankan kelangsungan hidup negara Indonesia. Bagi bangsa dan negara Indonesia bahaya yang mengancam dapat berupa subversi dan infiltrasi terhadap semua bidang kehidupan masyarakat, serta adanya kelemahan-kelemahan yang inheren dengan suatu masyarakat majemuk yang sedang membangun, maka strategi yang dipilih adalah strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, maka cara yang dipilih adalah dengan memantapkan
ketahanan
nasional.
Strategi
ini
ditentukan
berdasarkan
pengalaman sendiri, yang kemudian diolah dan disistematisasi hingga menjadi doktrin. Demikianlah maka ketahanan suatu bangsa adalah merupakan suatu persoalan universal, sedang cara dan strategi yang ditentukan berbeda-beda. Terdapat berbagai istilah, misalnya strategy of interdependence, strategy of limited war, sedangkan bagi bangsa Indonesia dikembangkan konsepsi strategi ketahanan nasional.24
B. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Konsepsi
Ketahanan Nasional sebagaimana dijelaskan sebelumnya
yang merupakan suatu gambaran dari kondisi sistem kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada suatu saat tertentu. Dengan sendirinya berbagai aspek tersebut memiliki sifat dinamis terutama dalam era global dewasa ini. Konsekuensinya tiap-tiap aspek senantiasa berubah sesuai dengan kondisi waktu, 24
Ermaya Suradinata, Op. Cit., hlm. 50.
ruang dan lingkungan sehingga interaksi dari kondisi tersebut sangat kompleks dan sulit dipantau. Dalam era reformasi dewasa ini dan dalam rangka bangsa Indonesia menyongsong era global, maka tidak mengherankan jikalau berbagai aspek akan mempengaruhi ketahanan nasional baik dalam aspek ideologi, politik, sosial, budaya serta aspek pertahanan dan keamanan. Sebagaimana dipahami bahwa dalam era global dewasa ini setiap bangsa tidak mungkin dapat menentukan kebijaksanaannya hanya berdasarkan kemampuan dan otoritas bangsa itu sendiri melainkan senantiasa berkaitan dengan kekuatan bangsa lain dalam pergaulan internasional. Sebagaimana dikemukakan oleh Rosenau bahwa pergeseran dari tahap industrial ke tahap pascaindustrial telah mengubah kondisi global manusia. Periode politik internasional di mana negara kebangsaan mendominasi skenario global, telah digantikan dengan periode politik pascainternasional, yaitu periode di mana negara kebangsaan harus membagi panggung pentasnya dengan berbagai organisasi internasional dan transnasional dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.25 Dunia mulai bergeser dari dunia yang berpusat pada negara (state centric world) kepada dunia yang berpusat majemuk (multi centric world) dan sebagaimana dilihat dalam panggung politik dunia negara adidaya sangat berperan dalam
25
Stuart Hall, David Held and Tony McGraw, (ed.), Modernity and Its Future, (Cambridge: Polity Press, 1990), hlm. 71.
segala aspek kebijakan negara, terutama negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Kondisi krisis yang melanda bangsa Indonesia pada era reformasi dewasa ini sangat mempengaruhi berbagai kebijakan dalam negeri maupun luar negeri Indonesia. Pengaruh ideologi dunia menjadi semakin kuat melalui isu demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam wujud kekuatan-kekuatan yang ada pada elemen-elemen masyarakat terutama Lembaga Swadaya Masyarakat yang banyak mendapat dukungan kekuatan internasional serta berbagai elemen infrastruktur politik. Hal inilah yang merupakan kendala bagi kokohnya ketahanan nasional yang berbasis pada ideologi bangsa dan negara, karena banyak elemen-elemen masyarakat lebih setia terhadap kekuatan asing daripada kepada filosofi bangsanya sendiri. Kenyataan inilah yang merupakan wujud penjajahan pada era pascamodern dewasa ini. Di lain pihak kondisi krisis yang melanda bangsa Indonesia menimbulkan berbagai pengangguran serta penderitaan rakyat, terlebih lagi kurangnya kepekaan moralitas politik kalangan elit politik Indonesia untuk mendahulukan perbaikan nasib bangsa dari pada mengembangkan sentimen politik, balas dendam serta kecurigaan dengan berebut predikat tokoh reformasi total. Kendala yang demikian ini menimbulkan gerakan di kalangan aktor politik yang sakit hati untuk berkiblat pada paham kiri yang bernafaskan komunisme dengan alasan membela kaum buruh, tani, nelayan, memperjuangkan tanah, rakyat miskin yang sekali lagi juga tidak mengindahkan
komitmen bangsa Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dan berasas kebersamaan.26 1.
Pengaruh Aspek Ideologi Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Kata ‘idea’ berasal dari bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti bentuk. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang berarti melihat. Karena itu, secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, kata ‘idea’ disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan suatu dasar, pandangan atau paham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.27 Bilamana ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan oleh seorang Perancis bernama Destutt de Tracy pada tahun 1976. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membangun sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “One great system of truth”, di mana tergabung segala
26 27
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 151-152. Ibid., hlm. 152.
cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “Ideologie”, yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian yang tidak akan menemukan kenyataan.28 Perhatian kepada konsep ideologi menjadi berkembang lagi antara lain karena pengaruh Karl Marx. Ideologi menjadi kosakata penting di dalam pemikiran politik maupun ekonomi. Karl Marx mengartikan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Dalam artian ini ideologi menjadi bagian dari apa yang disebutnya Uberbau atau suprastruktur (bangunan atas) yang didirikan di atas kekuatan-kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi yang menentukan coraknya, dan oleh karena itu kebenarannya bersifat relatif, dan semata-mata benar hanya untuk golongan tertentu. Dengan demikian maka ideologi merupakan keseluruhan ide yang relatif karena justru mencerminkan kekuatan lapisan. Seperti halnya filsafat, ideologipun memiliki pengertian yang berbeda-beda. Begitu pula dapat ditemukan berbagai definisi, batasan pengertian tentang ideologi. Hal itu antara lain disebabkan juga oleh dasar
28
hlm. 9.
A. W. M. Pranarka, Kesinambungan Penataan dan Ideologi, (Jakarta: CSIS, 1985),
filsafat apa yang dianut karena sesungguhnya ideologi itu bersumber kepada suatu filsafat tertentu.29 Menurut Soemargono, pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan
sebagai
kumpulan
gagasan-gagasan,
ide-ide,
keyakinan-
keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut30 : a.
Bidang politik;
b.
Bidang sosial;
c.
Bidang kebudayaan;
d.
Bidang keagamaan. Karena itu, ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita
yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri berikut31 : a.
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;
29
Kaelan & Achmad Zubaidi, Loc. Cit. Suyono Soemargono, Ideologi Pancasila sebagai Penjelmaan Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa Ini (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 2007), hlm. 8 31 Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1975), hlm. 2-3. 30
b.
Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan kepada generasi berikutnya. Dalam panggung politik dunia terdapat berbagai macam ideologi
namun yang sangat besar peranannya dewasa ini adalah ideologi Liberalisme, Komunisme serta ideologi Keagamaan. Dalam masalah inilah bangsa Indonesia menghadapi berbagai benturan kepentingan ideologis yang saling tarik-menarik sehingga agar bangsa Indonesia memiliki visi yang jelas bagi masa depan bangsa maka harus membangun ketahanan ideologi yang berbasis pada falsafah bangsa sendiri yaitu ideologi Pancasila yang bersifat demokratis, nasionalistis, religiusitas, humanistis dan berkeadilan sosial. Pada era reformasi dewasa ini yang sekaligus era global tarikmenarik kepentingan ideologi akan sangat mempengaruhi postur ketahanan nasional dalam bidang ideologi bangsa Indonesia, terutama banyak kalangan aktivis politik yang justru menjadi budak ideologi asing, sehingga berbagai aktivitasnya akan berpengaruh bahkan sering melakukan tekanan terhadap ketahanan ideologi bangsa Indonesia. 2.
Pengaruh Aspek Politik Sejalan dengan pengertian ketahanan nasional secara umum, maka pengertian ketahanan nasional bidang politik adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan nasional, sehingga dapat menangkal dan mengatasi segala kesulitan dan gangguan yang dihadapi oleh negara baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam kehidupan bernegara, istilah politik memiliki makna bermacam-macam, dan kesemuanya itu dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : a.
Politik sebagai sarana atau usaha untuk memperoleh kekuasaan dan dukungan dari masyarakat dalam melakukan kehidupan bersama. Dengan demikian politik dapat dikatakan menyangkut kekuatan hubungan (power relationship). Dengan kata lain, politik mengandung makna usaha dalam memperoleh, memperbesar, memperluas serta memertahankan kekuasaan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah politics;32
b.
Politik digunakan untuk menunjuk kepada suatu rangkaian kegiatan atau cara-cara yang dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan yang dianggap baik. Secara singkat politik dapat diartikan sebagai suatu kebijakan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah policy.33 Politik dalam arti kebijakan (policy) merupakan suatu proses alokasi
sistem nilai dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara, yang diyakini baik dan benar, dilakukan oleh suatu institusi yang berwenang, agar menjadi
32 33
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 172. R. Parmono, Ketahanan Nasional, (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1995), hlm. 5.
pedoman pelaksanaan dalam mewujudkan cita-citanya. Mengingat bangsa Indonesia sangat heterogen, maka di dalam kehidupan politik sering terjadi perbedaan persepsi, perbedaan skala prioritas, bahkan konflik kepentingan kelompok atau golongan. Namun yang harus selalu diingat, bahwa di dalam proses penentuan kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan tersebut terdapat rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar, yaitu kepentingan nasional, persatuan dan kesatuan bangsa, serta tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berdasar filsafat Pancasila. Sebagai suatu proses penentuan pilihan kebijakan yang diyakini baik dan benar (the quality of life) dalam hidup bernegara, tingkah laku seseorang atau sekelompok orang, berkaitan dengan tingkat kecerdasan, tingkat kemakmuran ekonomi, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keeratan sosial, integritas bangsa serta situasi keamanan. Sesuai dengan sistematisasi aspek kehidupan politik tersebut satu dengan lainnya saling mempengaruhi secara menyeluruh. Oleh karena itu adanya konotasi negatif terhadap pengertian politik perlu diluruskan. Di dalam makna politik tidak dapat diingkari, bahwa di dalamnya terdapat aspek kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Namun harus diperhatikan, bahwa kehidupan politik harus dibimbing oleh suatu sistem nilai, sehingga makna politik dititikberatkan kepada kebijakan dalam arti demi kesejahteraan seluruh rakyat. Jika tidak demikian bukannya tidak mungkin akan terjadi suatu
gangguan stabilitas baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik maupun pertahanan dan keamanan, bahkan dapat menjurus ke arah konflik kepentingan, pertikaian, isu negatif yang pada gilirannya akan memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Keadaan sebagaimana tersebut di atas merupakan suatu kerawanan yang dapat membahayakan kepentingan seluruh bangsa. Sebaliknya kondisi politik yang stabil dan dinamis dapat memberikan kesempatan yang luas kepada
segenap
warga
negara
bersama-sama
pemerintah
untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Stabilitas politik memberikan rasa aman, memperkokoh persatuan dan kesatuan, dan pada gilirannya akan memantapkan
ketahanan
nasional.
Dengan
demikian
hal-hal
yang
menyangkut ketahanan nasional bidang politik meliputi beberapa unsur, antara lain34 : a.
Menempatkan secara proporsional kedaulatan rakyat di dalam kehidupan
negara,
dalam
arti
kesempatan,
kebebasan
yang
menempatkan hak dan kewajiban, partisipasi rakyat yang menentukan kebijakan nasional; b.
Memfungsikan lembaga-lembaga negara sesuai dengan ketentuan konstitusi, yaitu kedudukan, peran, hubungan kerja, kewenangan dan produktivitas;
c. 34
Menegakkan keadilan sosial dan keadilan hukum; Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 173-176.
d.
Menciptakan situasi yang kondusif, dalam arti memelihara dan mengembangkan budaya politik;
e.
Meningkatkan budaya politik dalam arti luas, sehingga kekuatan sosial politik sebagai pilar demokrasi dapat melaksanakan hak dan kewajiban dengan semestinya;
f.
Memberikan kesempatan yang optimal kepada saluran-saluran politik untuk memperjuangkan aspirasinya secara proporsional. Saluran-saluran politik tersebut antara lain: partai politik, media massa, kelompok moral, kelompok kepentingan agar tumbuh rasa memiliki, partisipasi dari seluruh rakyat;
g.
Melaksanakan pemilihan umum secara demokratis, secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil;
h.
Melaksanakan kontrol sosial yang bertanggungjawab kepada jalannya pemerintahan negara walaupun tidak harus menjadi partai oposisi;
i.
Menegakkan hukum dan menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat;
3.
j.
Mengupayakan pertahanan dan keamanan nasional;
k.
Mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pengaruh Aspek Ekonomi Ketahanan ekonomi adalah merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan,
kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan dan dinamika perekonomian baik yang datang dari dalam maupun dari luar negara Indonesia, dan secara langsung maupun tidak langsung menjamin kelangsungan dan peningkatan perekonomian bangsa dan negara Republik Indonesia yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang secara adil dan merata. Dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui suatu iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta meningkatnya daya saing dalam lingkup perekonomian global.35 Pencapaian
tingkat
ketahanan
ekonomi
yang
diinginkan
memerlukan pembinaan berbagai hal, antara lain36 : a.
Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah negara Indonesia, melalui ekonomi kerakyatan serta menjamin
35
Ibid., hlm. 184-185 Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan Diktat SUSCADOSWAR, (Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2000), hlm. 7. 36
kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.
Ekonomi kerakyatan harus menghindarkan diri dari : 1) Sistem free fight liberalism yang hanya menguntungkan pelaku ekonomi
yang
bermodal
tinggi
dan
tidak
memungkinkan
berkembangnya ekonomi kerakyatan; 2) Sistem etatisme, dalam arti negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara; 3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial. c.
Struktur
ekonomi
dimantapkan
secara
seimbang
dan
saling
menguntungkan dalam keselarasan dan keterpaduan antara sektor pertanian perindustrian serta jasa; d.
Pembangunan ekonomi yang merupakan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan di bawah pengawasan anggota masyarakat, memotivasi dan mendorong peran serta masyarakat secara aktif. Keterkaitan dan kemitraan antar para pelaku dalam wadah kegiatan ekonomi, yaitu pemerintah, badan usaha milik negara, koperasi, badan usaha swasta dan
sektor informal harus diusahakan demi mewujudkan pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas ekonomi; e.
Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasil-hasilnya senantiasa dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan dan keserasian pembangunan antar wilayah dan antar sektor;
f.
Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan secara sehat dan dinamis untuk mempertahankan serta meningkatkan eksistensi dan kemandirian perekonomian nasional. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya nasional secara optimal serta sarana ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna dalam menghadapi setiap permasalahan dan dengan tetap memperhatikan kesempatan kerja.
4.
Pengaruh Aspek Sosial Budaya Ketahanan nasional bidang sosial budaya adalah suatu kondisi dinamis sosial budaya suatu bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan dari kemampuan suatu bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, permasalahan, gangguan, ancaman serta hambatan baik dari luar maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara Republik Indonesia. Berdasarkan batasan pengertian ketahanan bidang sosial budaya tersebut, maka dapat dipahami bahwa ketahanan pada aspek sosial budaya
merupakan salah satu pilar yang penting untuk menyangga kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Hal tersebut dipertegas secara yuridis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Amandemen Keempat Pasal 32 : (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya. (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. 37 Wujud ketahanan bidang sosial budaya tercermin dalam kehidupan sosial budaya bangsa yang mampu membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional. Esensi pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia dengan demikian adalah pengembangan kondisi sosial budaya di mana setiap warga masyarakat dapat merealisasikan pribadi dan segenap potensi manusiawinya berdasarkan pandangan hidup, filsafat hidup dan dasar nilai yang telah ada dan dimilikinya sejak zaman dahulu kala, yang tertuang dalam filsafat negara Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan suatu 37
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan.
asas kerohanian yang merupakan pedoman sikap bagi setiap tingkah laku setiap bangsa dan kehidupan kenegaraan Indonesia dan sekaligus akan merupakan sumber semangat, motivasi serta jiwa bagi akselerasi dalam setiap praktik kenegaraan, kemasyarakatan dan kebangsaan.38 5.
Pengaruh Aspek Pertahanan dan Keamanan Pertahanan mengandung makna suatu kemampuan bangsa untuk membina dan menggunakan kekuatan nasional guna menghadapi ataupun menangkal rongrongan, gangguan, ancaman maupun tekanan dari luar. Adapun keamanan mengandung arti kemampuan bangsa untuk membina dan menggunakan kekuatan nasional untuk menghadapi serta menangkal ancaman, gangguan dan tantangan yang datang dari dalam negeri. Dua macam tugas pertahanan dan keamanan tersebut berdasarkan teori maupun pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan unsur-unsur ketahanan nasional lainnya.39 Pertahanan dan keamanan Indonesia
adalah kesemestaan daya
upaya seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan negara demi kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan dengan menyusun, mengerahkan dan menggerakkan seluruh 38 39
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 192-193. R. Parmono, Op. Cit., hlm. 7.
potensi nasional secara terintegrasi dan terkoordinasi. Penyelenggaraan pertahanan dan keamanan secara nasional merupakan salah satu fungsi utama pemerintahan dan negara Republik Indonesia dengan TNI dan POLRI sebagai intinya. Tujuannya adalah untuk menciptakan keamanan bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional Indonesia.40 Dengan demikian ketahanan pertahanan dan keamanan yang diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa dilandasi oleh kesadaran bela negara seluruh rakyat dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan
dan
keamanan
negara
yang
dinamis,
mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta mempertahankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman.41
C. Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan Keamanan Nasional Pertahanan Indonesia diselenggarakan atas dasar keyakinan pada kekuatan sendiri. Indonesia tidak mungkin dapat menyandarkan keselamatan negara dan bangsa Indonesia kepada bangsa lain. Indonesia juga tidak berada dalam suatu pakta pertahanan dengan negara lain. Oleh karena itu, kemampuan penangkalan Indonesia menjadi tumpuan dalam mempertahankan diri di tengah dinamika lingkungan strategis. Pertahanan Indonesia dengan sistem pertahanan semesta dikembangkan dengan mengedepankan kemampuan penangkalan yang
40 41
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 195. Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 9.
bertumpu pada kekuatan TNI sebagai Komponen Utama dan didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Penangkalan Indonesia dibangun dalam strategi pertahanan berlapis yang memadukan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan. Lapis pertahanan militer mengandalkan kekuatan dan kemampuan TNI dengan Alutsista yang andal serta prajurit yang profesional untuk melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam rangka itu, TNI sebagai kekuatan bersenjata dibangun dan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan yang mencapai standar penangkalan. Ukuran standar penangkalan adalah standar kekuatan di atas kekuatan pokok minimum yang mampu menjaga NKRI serta disegani minimal pada lingkup regional. Upaya mewujudkan profesionalitas TNI diarahkan pada aspek pengetahuan, keterampilan dan jiwa juang prajurit TNI serta peningkatan Alutsista disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan revolusi di bidang militer. Pertahanan militer dilaksanakan TNI secara Tri-Matra Terpadu bersamasama pertahanan nirmiliter dengan pusat kekuatan berupa dukungan rakyat atas peran TNI sebagai satu kesatuan dan totalitas pertahanan Indonesia. Sebaliknya, lapis pertahanan nirmiliter mengandalkan kemampuan dan usaha pertahanan tidak bersenjata dengan mendayagunakan faktor-faktor diplomasi dan politik,
ekonomi, psikologi, sosial budaya, dan teknologi. Pemberdayaan dan pendayagunaan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter pada masa damai, selain untuk tujuan penangkalan, juga diarahkan untuk memberikan efek stabilitas yang memungkinkan pembangunan nasional dapat terselenggara untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang cukup tinggi.42 Keseluruhan strategi tersebut terangkum dalam Pasal 30 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Amandemen Keempat : (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.43
D. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan nasional dalam pergaulan antar bangsa. Politik luar negeri Indonesia yang berlandaskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta anti penjajahan bangsa
42 43
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 65-66. Republik Indonesia, Op. Cit., Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara.
satu terhadap bangsa lainnya karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.44 Berdasarkan ketentuan tersebut maka rincian politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut45 : 1.
Sebagai bagian integral dari strategi nasional. Politik luar negeri merupakan proyeksi kepentingan nasional dalam kehidupan antar bangsa. Hal tersebut dijiwai oleh filsafat negara Pancasila sebagai tuntutan moral dan etika, politik luar negeri Indonesia ditujukan pada kepentingan nasional terutama pembangunan nasional. Dengan demikian, politik luar negeri merupakan bagian integral dari strategi nasional dan secara keseluruhan merupakan salah satu sarana pencapaian tujuan nasional.
2.
Garis politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya bahwa negara Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif dalam pengertian peran Indonesia dalam percaturan dunia internasional tidak bersifat reaktif, dan Indonesia tidak menjadi objek percaturan dunia internasional. Indonesia
berperan serta atas dasar cita-cita bangsa yang
tercermin dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena heterogenitas kepentingan bangsa-
44 45
Republik Indonesia, Op. Cit., Bagian Penjelasan. Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 178.
bangsa di dunia, maka politik luar negeri Indonesia harus bersifat fleksibel dalam arti moderat dalam hal yang kurang prinsipal dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar seperti yang ditentukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Politik luar negeri juga harus lincah dalam menghadapi dinamika perubahan hubungan antar bangsa yang cepat dan tidak menentu. Daya penyesuaian yang tinggi diperlukan
dalam
menghadapi
dan
menanggapi
perkembangan-
perkembangan tersebut. Sedangkan menurut Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, ketahanan pada aspek politik luar negeri adalah sebagai berikut46 : 1.
Hubungan luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang atas dasar sikap saling menguntungkan, meningkatkan citra positif Indonesia di luar negeri dan memantapkan persatuan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2.
Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang serta antar negara berkembang dengan negara maju sesuai dengan kemampuan demi kepentingan nasional. Peran Indonesia dalam membina dan mempererat persahabatan dan kerjasama antar bangsa yang saling menguntungkan perlu terus ditingkatkan. Kerjasama dengan negara-negara ASEAN, terutama di bidang ekonomi, IPTEK dan sosial budaya harus terus dilanjutkan dan dikembangkan. 46
Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 11.
Peran aktif Indonesia dalam Gerakan Non Blok dan OKI serta mengembangkan hubungan demi kerjasama antar negara di kawasan Asia Pasifik perlu terus ditingkatkan; 3.
Citra positif Indonesia terus ditingkatkan dan diperluas antara lain melalui promosi, peningkatan diplomasi, lobi internasional, pertukaran pemuda, pelajar dan mahasiswa serta kegiatan olahraga;
4.
Perkembangan, perubahan dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji dengan seksama agar dampak negatif yang mungkin mempengaruhi stabilitas nasional dan menghambat kelancaran pembangunan dan pencapaian tujuan nasional dapat diperkirakan secara dini;
5.
Langkah bersama negara berkembang dengan industri negara maju untuk memperkecil ketimpanganan mengurangi ketidakadilan perlu ditingkatkan melalui perjanjian perdagangan internasional serta kerjasama lembaga-lembaga keuangan internasional;
6.
Perjuangan mewujudkan suatu tatanan dunia baru dan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penggalangan, pemupukan solidaritas, kesamaan sikap serta kerjasama internasional dalam berbagai forum internasional dan global. Peran aktif Indonesia dalam perlucutan sejata, pengiriman serta pelibatan pasukan perdamaian dan penyelesaian konflik antarbangsa perlu terus ditingkatkan. Upaya restrukturisasi dan demokratis harus terus dilaksanakan;
7.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu dilaksanakan dengan pembenahan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan calon diplomat secara menyeluruh agar mereka dapat menjawab tantangan tugas yang mereka hadapi. Selain itu, aspek-aspek kelembagaan dan sarana penunjang lainnya perlu ditingkatkan; dan
8.
Perjuangan bangsa Indonesia yang menyangkut kepentingan nasional, seperti melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan melindungi hak-hak warga negara Republik Indonesia di luar negeri perlu ditingkatkan.
E. Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya memiliki beraneka ragam budaya masing-masing. Selain itu, bangsa Indonesia juga tersusun atas golongan, agama dan adat istiadat yang beraneka ragam, keadaan yang demikian ini memiliki dua kemungkinan47 : Pertama, keanekaragaman itu dapat menimbulkan potensi perpecahan jikalau di antara unsur-unsur bangsa tidak memiliki wawasan kebersamaan sebagaimana terkandung dalam ideologi Pancasila. Oleh karena itu jikalau unsur bangsa memiliki wawasan yang sempit maka bukannya tidak mungkin akan 47
Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 166.
terjadi perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa. Hal ini nampak pada kondisi bangsa pada era reformasi dewasa ini yang salah memahami kebebasan serta otonomi daerah. Kedua, keanekaragaan itu justru merupakan suatu khasanah budaya bangsa yang dapat dikembangkan serta menguntungkan dalam pelbagai kepentingan, misalnya dalam bidang pariwisata, serta dapat menumbuhkan kebanggaan nasional serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan latar belakang keadaan tersebut, terlebih keadaan wilayah yang terdiri atas berbagai gugusan pulau dan kepulauan besar maupun kecil, maka diperlukan secara mutlak sarana penangkal ideologi untuk mempersatukan persepsi, mempersatukan bangsa, yaitu Pancasila. Pancasila sebagai suatu ideologi merupakan suatu sistem nilai yang telah diyakini kebenaran dan kesesuaiannya dengan pandangan hidup bangsa, sehingga merupakan suatu prinsip dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan demikian salah satu fungsi pokok Pancasila sebagai suatu ideologi bangsa dan negara adalah merupakan prinsip untuk mempersatukan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan mewujudkan tujuan bersama.48 Berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya, maka Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu ideologi yang bersifat komprehensif, artinya ideologi Pancasila bukan untuk dasar perjuangan kelas tertentu, golongan tertentu atau kelompok primordial tertentu. Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu 48
Ibid.
ideologi bagi seluruh lapisan, golongan, kelompok dan seluruh elemen bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara.49 Oleh karena itu, ideologi Pancasila bukan untuk memperjuangkan kelas tertentu atau golongan tertentu. Ideologi Pancasila secara ontologis berprinsip monopluralis atau majemuk tunggal yang bersumber pada hakikat manusia baik sebagai individu dan makhluk sosial. Bangsa indonesia pada prinsipnya tersusun atas individu-individu, keluarga-keluarga, kelompokkelompok, golongan-golongan, suku bangsa yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yaitu tanah tumpah darah Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya yang beranekaragam, keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun batin. Berdasarkan konsep tersebut, maka menurut Pancasila negara pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan integral dari unsur-unsur
yang
menyusunnya. Negara mengatasi semua golongan, bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan tertentu betapapun golongan itu paling besar. Negara dan bangsa adalah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut. Dalam kehidupan kemasyarakatan dan negara, ideologi Pancasila tidak mengenal dikotomi masyarakat dan negara. Negara adalah merupakan masyarakat hukum yang merupakan kesatuan organis sehingga setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok, maupun golongan yang ada yang membentuk negara, satu dengan lainnya saling berhubungan erat dan 49
Yusril Ihza Mahendra, Ideologi dan Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 41.
merupakan suatu kesatuan hidup. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan. Setiap bagian dalam negara memiliki tempat, kedudukan dan fungsi masing-masing yang harus diakui, dijamin, dihargai dan dihormati. Paham ini beranggapan bahwa setiap unsur merasa berkewajiban akan terciptanya keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Hal inilah yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.50
50
Kaelan & Achmad Zubaidi, Loc. Cit.
BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA
A. Dasar Hukum Kepemudaan dan Kewarganegaraan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemuda mempunyai peran penting sebagai salah satu penentu dan subjek bagi tercapainya tujuan nasional. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting pemuda yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966, sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang telah membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Hal ini membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa. Dalam proses pembangunan bangsa, pemuda merupakan kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran,
karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis, keadilan, partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian. Guna memenuhi harapan tersebut, diperlukan pengaturan dan penataan pembangunan
nasional
kepemudaan
yang
berorientasi
pada
pelayanan
kepemudaan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, dan berdaya saing. Dalam pelaksanaannya, memberdayakan,
pelayanan dan
kepemudaan
mengembangkan
potensi
berfungsi pemuda
menyadarkan, dalam
bidang
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.51 Dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27, Pasal 28C, dan Pasal 31 ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menjadi tolok ukur yang mengisyaratkan untuk adanya suatu
51
Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Bagian Penjelasan.
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepemudaan. Maka dari itu terbitlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.52 Selain itu, terdapat pula beberapa produk hukum terkait dengan Kepemudaan, misalnya53: 1.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka;
2.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional;
3.
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas;
4.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka;
5.
Dan lain sebagainya. Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok
suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Pada awal masa Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6
52
Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Bagian Konsideran. 53 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bagian Perundang-undangan, http://kemenpora.go.id/index/perundangan, diakses tanggal 19 Januari 2012.
Tahun 1947 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah
lagi
dengan
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1947
tentang
Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia. Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan diatur dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang- Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Secara filosofis,
Undang-Undang tersebut
masih
mengandung
ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antar warga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara. Secara sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang- Undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, Undang-Undang Kewarganegaraan perlu memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran.54 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menjadi tolok ukur yang mengisyaratkan untuk adanya suatu peraturan perundang-
54
Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Bagian Penjelasan.
undangan yang mengatur tentang Kewarganegaraan. Karena itu, terbitlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.55
B. Pengertian Pemuda dan Warga Negara Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki pengertian yang beragam. Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. World Health Organization menyebut sebagai ‘young people’ dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahu disebut ‘adolescenea’ atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.56 Secara harfiah, Oxford English Dictionary, mengartikan bahwa ‘youth’ yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah: 1. the period between childhood and adult age.
55
Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Bagian Konsideran. 56 Erlangga Masdiana, dkk., Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional, (Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 1-2.
2. [treated as singular or plural] young people.57 Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut: 1. periode antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. 2. [diperlakukan sebagai tunggal atau jamak] orang muda. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pemuda sebagai berikut: Orang yang masih muda; orang muda.58 Penjabaran lebih luas tentang definisi pemuda terdapat dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2009 Pasal 1 butir (1) yaitu: Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Warga berarti anggota; anggota dari sesuatu (anggota keluarga, anggota masyarakat, atau anggota dari suatu negara). Dede Rosyada mengartikan ‘warga negara’ sebagai peserta, anggota atau warga dari suatu negara, suatu persekutuan hidup bersama yang didirikan dengan kekuatan bersama atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. AS Hikam mendefinisikan ‘warga negara’ (citizenship) sebagai anggota dari sebuah
57
Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), (United Kingdom: Oxford University Press, 2003). 58 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 19 Januari 2012.
komunitas yang membentuk negara itu sendiri.59 Oxford English Dictionary mengartikan ‘citizen’ yaitu: 1. a legally recognized subject or national of a state or commonwealth. 2. an inhabitant of a town or city.60 Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut: 1. secara legal diakui sebagai subjek atau bangsa dari suatu negara atau persemakmuran. 2. seorang penduduk dari sebuah kota. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ‘warga negara’ sebagai berikut: Penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.61 Untuk Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 26 ayat (1) merumuskan ‘warga negara Indonesia’ sebagai berikut: Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 62 Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 1 butir (1) mendefinisikan warga negara sebagai berikut: 59
Mali Benyamin Mikhael, dkk., Civic Education: Upaya Mengembalikan Episteme Politik, (Jakarta: Fidei Press, 2011), hlm. 30. 60 Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit. 61 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc. Cit. 62 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Bab X Warga Negara dan Penduduk.
Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 63 Lebih lanjut lagi dalam Pasal 2 dijabarkan sebagai berikut: Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.64 Seorang warga negara Indonesia belum tentu menjadi penduduk di negaranya; mereka bisa saja tinggal menetap dan bekerja di negara lain. Sebaliknya, ada warga negara asing yang untuk jangka waktu tertentu tinggal dan bekerja di wilayah Indonesia. Penduduk yang WNA ini tidak memiliki hak maupun kewajiban seperti yang dipunyai warga negara Indonesia. Jadi ‘penduduk’ tidak identik ‘warga negara’. Penduduk adalah semua orang yang bertempat tinggal di wilayah negara Indonesia, baik yang warga negara maupun yang bukan warga negara (WNA) yang dalam jangka waktu tertentu (sesuai dengan peraturan perundang-undangan) tinggal di negara Indonesia.65 Rumusan Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 66 63
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Pasal 1 butir 1. 64 Ibid., Pasal 2. 65 Mali Benyamin Mikhael, dkk., Op. Cit., hlm. 31. 66 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Bab XA Hak Asasi Manusia.
Setiap orang yang tinggal di wilayah negara dapat diklasifikasikan ke dalam penduduk dan bukan-penduduk.67 Penduduk adalah semua orang yang berdomisili atau bertempat tinggal tetap di wilayah Indonesia. Penduduk ini dapat dibedakan atas warga negara (WNI) dan bukan warga negara (WNA). Orang bukan penduduk adalah orang-orang asing yang tinggal di wilayah Indonesia, namun bersifat sementara, sesuai dengan visa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia (dalam hal ini Kantor Imigrasi) dan tidak bermaksud tinggal menetap di Indonesia.68
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara Hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Hak selalu mengandung kewajiban. Sebaliknya, kewajiban selalu melahirkan hak. Untuk Indonesia, hakhak dan kewajiban-kewajiban warga negara Indonesia tercantum di dalam pasal-
67
Istilah ‘warga negara’ berkaitan erat dengan istilah ‘rakyat’. Rakyat adalah penduduk suatu negara; semua orang yang berada dan berdiam dalam suatu wilayah negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu. ‘Rakyat’ terdiri atas penduduk dan bukan penduduk. a) ‘Penduduk’: orang-orang yang mendiami suatu wilayah negara secara menetap. Seluruh kehidupannya sejak lahir berlangsung di wilayah negara itu. Terbagi lagi atas ‘warga negara’ dan ‘bukan warga negara’ (orang asing). ‘Warga negara’ adalah orang-orang secara hukum, menurut undang-undang negara atau suatu perjanjian, merupakan anggota dari suatu negara, atau diakui sebagai warga negara. Termasuk di dalamnya ‘orang asing’ yang melalui proses ‘naturalisasi’ menjadi warga negara. Sementara orang ‘bukan warga negara’ adalah orang-orang yang tinggal di suatu negara, tetapi secara hukum bukan anggota negara itu, tetapi mereka tunduk pada pemerrintah negara itu (para duta besar beserta keluarga dan staf, kontraktor asing, para misionaris asing, dan sebagainya). b) ‘Bukan penduduk’: orang-orang yang berada di suatu wilayah negara hanya selama suatu jangka waktu tertentu karena suatu kepentingan. Misalnya para turis asing, tamu-tamu instansi tertentu. (Sumber: Mali Benyamin Mikhael, dkk., Loc. Cit.) 68 Ibid.
pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang disahkan keberlakuannya pada tanggal 18 Agustus 1945. Ada hak, ada kewajiban. Keduanya memancar keluar dari ciri sosialitas manusia sebagai makhluk yang selalu hidup dalam kebersamaan dengan dan dalam kebergantungan pada orang lain. Keduanya juga saling memuat, saling mengandaikan. Artinya, di dalam hak ada kewajiban, dan kewajiban dengan sendirinya menuntut hak. Tidak ada kewajiban tanpa ada sesuatu yang mewajibkan, yaitu hak. Yang mewajibkan itu (hak) menuntut sesuatu dari yang berwajib, tetapi tuntutan itu ada apabila dilakukan atas dasar hak. Hak mengandung implikasi ‘tuntutan keras’ pada pihak lain. Tentang hal ihwal ‘hak dan kewajiban’ ini, di satu pihak memang benar bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tetapi di lain pihak benar juga bahwa hak dan kewajiban itu berbeda-beda pada setiap orang tergantung, misalnya, pada kedudukan atau jabatan seseorang dalam masyarakat. Seorang pejabat negara misalnya tentu saja mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dari seorang rakyat biasa, karena beban tugas dan taunggung jawabnya berbeda dengan beban tugas dan tanggung jawab seorang rakyat biasa.69
69
Asep Sahid Gatara & Subhan Sofian, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pendidikan Politik, Nasionalisme, dan Demokrasi, (Bandung: Fokusmedia, 2011), hlm. 48.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘hak’ adalah70: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Benar. Milik; kepunyaan. Kewenangan. Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya). Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Derajat atau martabat. Wewenang menurut hukum.
Sedangkan menurut Oxford English Dictionary hak dalam terminologi ‘right’71: A moral or legal entitlement to have or do something. Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut: Secara moral atau hukum untuk memiliki atau melakukan sesuatu. Di sini hak (rights), sebagai kata benda (hakku, haknya), menunjuk kepada ‘objek keadilan’. Bila seseorang menyatakan dia mempunyai hak atas sesuatu, itu berarti ia memiliki kuasa atau wewenang atas sesuatu itu, yang wajib orang lain akui dan hormati, dan bila ditagih, diminta, dan dituntut, harus dipenuhi. Hak pada dasarnya berbeda dari “kewajiban” (obligation); dalam kewajiban, kita ‘harus’, sedangkan dalam hak, kita ‘boleh’ melakukan atau mengabaikan sesuatu. Sekali lagi, hak adalah suatu otoritas moral atau legal. Otoritas ini berbeda dari ‘penguasaan’ secara fisik. Seorang pencuri (yang tak 70
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc.
71
Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit.
Cit.
terlacaki) secara fisik menguasai barang yang dicurinya, namun dia sesungguhnya tidak ‘punya hak’ sedikitpun atas barang itu. Sebaliknya, tindakannya itu merupakan suatu bentuk ‘ketidakadilan’ yang menyeretnya ke dalam pelanggaran hak (an injustice, a violation of right). Agar tidak terjerat sanksi hukum, ia mau tidak mau ‘harus’ mengembalikan barang yang dicurinya itu kepada pemiliknya. Disebut sebuah otoritas moral atau legal karena hak terpancar dari ‘hukum’ yang memberikan kepada seseorang kuasa atas sesuatu dan membebankan pada orang lain kewajiban untuk menghormati kuasa itu. Di dalam hak seseorang terdapat kewajiban (obligation) pada pihak lain sehingga hak dan kewajiban saling mempengaruhi. Tanpa kewajiban, hak menjadi suatu ilusi saja. Misalnya, jika saya mempunyai hak atas uang Rp. 1.000.000,- dari seseorang karena ia meminjamnya, seseorang itu berada dalam ‘kewajiban’ untuk mengembalikan uang itu kepada saya, ketika saya menagihnya. Klausul “memiliki, meminta, menagih, menuntut, dan menggunakan sesuatu sebagai milik sendiri” menunjuk kepada ‘objek’ dari hak. Keadilan menuntut setiap orang memberikan kepada orang lain ‘apa’ yang menjadi haknya (“tribuere ius suum cuique”). Ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu ‘miliknya’, ‘harta pribadinya’, atau ‘kepunyaannya’, itu berarti bahwa sesuatu itu berada dalam hubungan yang khusus dengan dirinya, dan dimaksudkan pertamatama untuk penggunaannya sendiri, dan bahwa ia dapat mengaturnya sesuai kehendaknya, tanpa peduli orang lain. Kata ‘sesuatu’ di sini tidak semata-mata
berarti barang materiil, tetapi juga yang immateriil dan tergolong ‘bergunabermanfaat’ (usefully) bagi manusia. Misalnya kegiatan-kegiatan (actions), hasilhasil karya cipta (misalnya penemuan-penemuan, buku, lagu, patung, ukiran dan lukisan, yang memberi ‘hak cipta’ atau ‘hak kekayaan intelektual’), dan sebagainya. Hubungan antara ‘sesuatu tertentu’ dengan ‘orang tertentu’, hingga orang itu bisa meyatakan bahwa sesuatu itu miliknya, harus berdasarkan faktafakta konkrit. Seseorang dapat saja memberikan atau mewariskan miliknya, tetapi apa yang merupakan miliknya ditentukan oleh fakta-fakta. Banyak hal secara fisik menjadi milik seseorang, sejak ia dikandung atau lahir – tubuh berserta organ-organnya dan ciri-cirinya, kesehatan, dan sebagainya. Kita mengakui bahwa, sejak dari penciptaannya, Sang Pencipta telah memberikan kepada setiap orang kemampuan-kemampuan fisik dan rohani: tubuh, akal budi, kehendak, bakat-bakat, pertama-tama untuk dirinya sendiri; semua pemberian itu dimaksudkan untuk menyanggupkan dan mendukung dia dalam mengambangkan potensi-potensi dirinya demi memenuhi tugas-tugas kehidupannya. Pemberian-pemberian itu adalah “barang” miliknya sendiri sejak awal keberadaannya, dan barang siapa dengan sengaja merongrong, merebut, merusak, atau mencabut pemberian-pemberian itu dari pemiliknya, ia melanggar hak sang pemilik. Kecuali itu, ada banyak hal lain lagi dihubungkan dengan pribadi manusia, tidak secara fisik, tetapi hanya secara moral. Dengan kata lain, dalam hubungan dengan kenyataan tertentu, setiap orang mengakui bahwa hal-hal
tertentu secara khusus diperuntukkan bagi penggunaan seseorang, dan semua orang lain harus mengakui itu. Orang-orang yang membangun sebuah rumah kediaman, membeli peralatan rumah tangga, menciptakan alat-alat permainan, dan sebagainya menjadi pemilik atas barang-barang ini, dan mereka mengklaim barang-barang ini sebagai barang-barang milik mereka. Orang-orang lain yang mencuri, mengambil, dan mengklaim barang-barang itu sebagai milik mereka, atau merusaknya, melakukan pelanggaran atas hak-hak pemiliknya. Orang yang secara sah memesan suatu produk, atau dihadiahi sesuatu oleh orang lain, boleh menganggap sesuatu itu sebagai miliknya yang sah secara hukum dan berhak atas barang itu, karena ia sudah menggantikan kedudukan orang lain itu sebagai pemilik.72 Jadi di sini unsur-unsur hak terdiri dari73: 1.
The holder, orang yang memiliki hak;
2.
The object, sesuatu yang menjadi sasaran hak;
3.
The title, kenyataan atas dasar mana seseorang boleh menganggap dan menuntut sesuatu sebagai miliknya; dan
4.
The terminus of the right, orang yang memiliki kewajiban yang berkaitan dengan hak tersebut. Di Indonesia hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai
72 73
Asep Sahid Gatara & Subhan Sofian, Op. Cit., hlm. 49-51. Ibid., hlm. 51.
peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di antaranya adalah74: 1.
Pasal 26 : Hak untuk menjadi warga negara. Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang;
2.
Pasal 27 : Ayat (1) Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, Ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Ayat (3) menegaskan bahwa tiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam upaya bela negara;
3.
Pasal 28 : Tiap warga negara berhak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan, berhak untuk berserikat atau berkumpul. Pasal-pasal 28 AI mengenai Hak Asasi Manusia;
4.
Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk (baik warga negara Indonesia atau bukan warga negara) untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu;
5.
Pasal 30 ayat (1) : Tiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara;
74
Ibid., hlm. 60.
6.
Pasal 31 ayat (1) : Tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan (juga layanan kesehatan);
7.
Pasal 34 : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara; dan
8.
Rakyat berhak atas pendampingan seorang pengacara jika ia dituduh terlibat dan/atau melakukan suatu tindak pidana kejahatan. Penerapan hak-hak yang diamanatkan dalam pasal-pasal di atas dalam
perikehidupan bernegara, berbangsa serta bermasyarakat dijabarkan dalam produk-produk hukum dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu75: 1. 2. 3.
(sesuatu) yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan. Pekerjaan; tugas. Tugas menurut hukum.
Sedangkan menurut Oxford English Dictionary kewajiban dalam terminologi ‘obligation’76: 1. 2.
An act or course of action to which a person is morally or legally bound. A debt of gratitude for a service or favour.
Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut: 1. 2.
Suatu perbuatan atau tindakan dimana seseorang secara moral atau secara hukum terikat. Suatu hutang budi untuk melayani atau membantu.
75
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc.
76
Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit.
Cit.
Kewajiban dibagi atas dua macam, yaitu ‘kewajiban sempurna’ yang selalu berkaitan dengan hak orang lain, dan ‘kewajiban tidak sempurna’ yang tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna berkaitan dengan tuntutan keadilan, sedangkan kewajiban tidak sempurna berkaian dengan tuntutan moral. Dalam konteks dua macam kewajiban itu, dikenal ‘kewajiban’77: 1.
Terhadap orang lain (secara perseorangan);
2.
Terhadap orang lain dalam masyarakat;
3.
Terhadap Tuhan; dan
4.
Terhadap diri sendiri. Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, kewajiban dasar warga
negara berupa ‘seperangkat kewajiban’ yang harus dilaksanakan demi tegaknya keluhuran pribadi warga negara sebagai manusia. Apabila tidak dilaksanakan, itu berarti melanggar hak-hak asasi manusia sebagai warga negara (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999). Berikut kewajiban dasar sebagai warga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194578: 1.
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J);
2.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud
77 78
I. R. Poedjawijatna, Etika, Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Penerbit Obor, 1977), hlm. 26. Ibid, hlm. 66-67.
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis; 3.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat (1));
4.
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar (9 tahun, SD sampai SLTP) dan pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2)); dan
5.
Tiap warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan, tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat (2)). Tiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya bela negara (Pasal 27 ayat (3)). Sementara Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menetapkan
kewajiban dasar manusia sebagai warga negara sebagai berikut79: 1.
Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
2.
Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 79
Ibid., hlm. 67.
4.
Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta
menjadi
tugas
pemerintah
untuk
menghormati,
melindungi,
menegakkan, dan memajukannya. 5.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Selain kewajiban-kewajiban di atas, rakyat juga mempunyai kewajiban
di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dalam bidang politik, rakyat mempunyai kewajiban, seperti ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta anggota parlemen, ikut serta mengawsai dan mengkritisi kinerja pemerintah dan ikut serta dalam proses pengambilan keputusankeputusan politik penting yang berkaitan dengan kelangsungan hidup negara. Dalam bidang ekonomi dan sosial, rakyat mempunyai kewajiban membayar pajak, menaati aturan-aturan hukkum yang berlaku, menjadi fundamental ekonomi negara dan menjadi fundamental sosial negara. Pemerintah sebagai
pelaksana undang-undang dapat memperluas kewajiban warga negara dengan cara membuat peraturan perundang-undangan.80
D. Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Mempertahankan Negara Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara. Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, 80
Ibid.
bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing. Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Di samping itu, setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia81: 1.
Pengalaman sejarah perjuangan Republik Indonesia;
2.
Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis;
3.
Keadaan penduduk (demografis) yang besar;
4.
Kekayaan sumber daya alam;
5.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan; dan 81
Ibid, hlm. 120-121.
6.
Kemungkinan timbulnya bencana perang. Bila melihat pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kiprah kaum
muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda selalu menjadi kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan, dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah pemuda yang terdidik. Mereka mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya. Angkatan 1908, Angkatan 1928, Angkatan 1945, Angkatan 1966, Angkatan 1974 dan Angkatan 1998 adalah sebutan bagi para pemuda di zamannya yang melakukan pembaharuan. Angkatan 1908 dan Angkatan 1928 merupakan angkatan pemuda yang melakukan pencerahan kepada rakyat atas penindasan kolonialisme. Angkatan 1908 mendapat ispirasi dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa Asia) akibat kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa.82 Perkumpulan Boedi Oetomo yang didirikan oleh Dokter Soepomo yang mendapat dukungan dari Dokter Wahidin menjadi penanda zaman pergerakan Indonesia. Dua puluh tahun kemudian, tunas kebangsaan ini menjelma menjadi tekad untuk bersatu dalam satu tanah air dan satu bangsa Indonesia. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda berikrar untuk mewujudkan bangsa Indonesia.83
82 83
Erlangga Masdiana, dkk., Op. Cit., hlm. 5-6. Bunyi Sumpah Pemuda (dalam teks asli):
Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong lahirnya negara baru bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Angkatan 1966 melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional yang dipicu oleh pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Angkatan 1966 juga dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan awal pemerintahan Orde Baru. Angkatan 1998 menjadi angkatan pendobrak otokrasi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto. Lewat gerakan reformasi inilah demmokrasi tumbuh bersemi di bumi pertiwi.84 Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa pada hakikatnya pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam 1. Kami poetra dan poetri indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air indonesia. 2. Kami poetra dan poetri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia. 3. Kami poetra dan poetri indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia. Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, pada waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong. Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya. Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang. Panitia Kongres Pemoeda terdiri dari 9 (sembilan) orang yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito (PPPI) dan peserta terdiri dari 71 (tujuh puluh satu) orang pemuda Indonesia. (Sumber: http://www.sumpahpemuda.org, diakses tanggal 19 Januari 2012) 84 Erlangga Masdiana, dkk., Loc. Cit.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, maka disusunlah suatu sistem pertahanan negara yang pada dasarnya adalah suatu sistem tentang cara-cara membangun kekuatan dan penggunaan kekuatan pertahanan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana serta sumber daya nasional yang tersedia untuk tujuan pertahanan negara. Saat ini penyelenggaraan negara masih dalam masa transisi dari doktrin dan produk hukum lama, yaitu Doktrin Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia Tahun 1991 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, menunju ke arah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam masa transisi ini telah dilakukan berbagai perubahan sesuai dengan paradigma baru TNI, namun terdapat beberapa hal yang masih dalam proses pembenahan, baik menyangkut doktrin, strategi, maupun postur pertahanan yang akan dibangun. Dihadapkan dengan kondisi negara yang masih mengalami
krisis
multidimensi,
maka
perubahan-perubahan
tersebut
mengakibatkan kurang optimalnya pelaksanaan pertahanan, sehingga peran serta masyarakat dalam Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta) belum dapat diwujudkan sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya berdampak kepada belum tangguhnya kondisi pertahanan negara.85 Pertahanan negara bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 85
Ibid., hlm. 83-85.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terhadap segala ancaman, dan tercapainya tujuan nasional. Faktor pelibatan rakyat dalam pertahanan negara walaupun terdapat alasan-alasan pembenar, namun kurang selaras dengan hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia, karena dalam suatu peperangan rakyat justru harus dilindungi. Untuk itu diperlukan payung hukum yang mengatur, yaitu Undang-Undang tentang Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung serta Undang-Undang tentang Pelatihan Kemiliteran Secara Wajib. Kedua undangundang tersebut diamanatkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.86 Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia pada perjuangan fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung nilai-nilai perjuangan bangsa yang menjadi landasan dalam mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa sesuai dinamika perjalanan kehidupan telah mengalami penurunan pada titik yang kritis, hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh globalisasi. Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global.
86
Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, Doktrin Pertahanan Keamanan Negara, (Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, 1991), hlm. 24.
Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-lembaga internasional. Di samping hal tersebut adanya isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan transformasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi demikian menciptakan struktur baru yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi juga dalam berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia. Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan diperlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing yang dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka perjuangan non fisik sesuai bidang profesi masingmasing diperlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan. Hakikat pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual)
dan
bermakna
(berkaitan
dengan
kemampuan
kognitif
dan
psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan nasionalnya. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan perubahan paradoksal dan ketakterdugaan, sehingga diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan agar memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seorang warga negara untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, sangat
memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai perjuangan bangsa. Nilai-nilai dasar negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara
dan
Ketahanan
Nasional
kepada
para
mahasiswa
calon
sarjana/ilmuwan warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan mengkaji dan
akan
menguasai
IPTEKS,
menjadi
tujuan
utama
Pendidikan
Kewarganegaraan. Kualitas warga negara akan ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara di samping derajat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya. Pembekalan kepada para pemuda di Indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai dan sikap dan kepribadian seperti tersebut di atas, diandalkan pada Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan termasuk Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, serta Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai latar aplikasi nilai dalam kehidupan, yang disebut kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian dan Komponen Kurikulum Perguruan Tinggi.
Untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antar bangsa, dan perdamaian dunia serta kesadaran bela negara, sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional kepada setiap warga negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang merupakan misi dan tanggung jawab
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
dilaksanakan
oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Diakui bahwa kualitas warga negara tergantung terutama pada keyakinan dan pegangan hidup mereka terutama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, di samping pada tingkat serta mutu penguasaannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Hak dan kewajiban warga negara terutama kesadaran bela negara, akan benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga negara bila mereka dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi, hak asasi manusia, sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupan kesehariannya. Rakyat Indonesia melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan bahwa Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.87 Selanjutnya dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke masa depan. Menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan di kalangan mahasiswa secara bersengaja hendak dipupuk melalui Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kehidupan
kampus
pendidikan
tinggi
dikembangkan sebagai lingkungan ilmiah yang dinamis, berwawasan budaya bangsa, bermoral keagamaan dan berkepribadian Indonesia.88 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan,
87 88
Ibid. Ibid.
terus ditingkatkan dan dikembangkan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Itu berarti Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus terus-menerus ditingkatkan ketetapan materi instruksionalnya dikembangkan kecocokan metodologi pengajarannya dan dibenahi pembelajarannya termasuk kualitas dan prospek karir. Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik dengan perilaku yang89: 1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilainilai falsafah bangsa. 2. Berbudipekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. 4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara. 5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti 89
Ibid., hlm. 91-97.
yang digariskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari uraian tersebut di atas, bahwa dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi pengaruh global, maka setiap warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umumnya dan mahasiswa calon sarjana/ilmuwan pada khususnya, harus memahami peranan dan kedudukannya dalam membela dan mempertahankan negara. Di masa depan, generasi muda ini akan menentukan arah, akan membawa bangsa dan negara ini kepada kondisi yang lebih baik, generasi yang akan mewujudkan bangsa ini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang kuat, bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, bangsa yang senantiasa diperhitungkan dan mampu membuat perhitungan dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia, oleh karenanya secara ini mereka harus disiapkan, dibentuk, dibina dan diarahkan untuk dapat menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini. Salah satu upaya yang harus dilaksanakan untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk mampu menerima tanggung jawab guna memajukan bangsa dan negara ini, dan dalam pelaksanaannya seyogyanya melibatkan semua komponen bangsa adalah meningkatkan Ketahanan Nasional, ketahanan yang tinggi terhadap semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Generasi muda adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan. Sebagai sumber insani pembangunan merekalah yang memiliki tanggung jawab untuk mengisi dan memberi arti kemerdekaan dan sebagai generasi penerus, merekalah yang kelak akan meneruskan perjuangan bangsa yang telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Mereka bukan sekedar objek, namun subjek pembangunan saat ini dan di masa mendatang yang potensial untuk diberdayakan serta dikembangkan karena jumlahnya yang besar dalam komposisi penduduk, memiliki kreativitas dan semangat tinggi dengan visi yang jauh membentang ke depan, sebagai generasi penerus bangsa. Melihat realitas di atas, generasi muda menjadi harapan dan tulang punggung bangsa yang saat ini tengah menghadapi problema yang sangat serius dan berpotensi pada hilangnya suatu generasi (the lost generation). Pembangunan menuntut bangsa Indonesia untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan secara utuh menyeluruh dan terpadu guna mewujudkan kesejahteraan dan keamanan nasional, masalah generasi muda yang menjadi dinamisator pembangunan nasional yang perlu mendapat perhatian secara serius. Hal mendasar yang harus dimiliki oleh generasi muda dalam kontribusinya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional, adalah semangat kebangsaan sebagai sinergi antara rasa kebangsaan dan paham kebangsaan yang menyatukan tekad untuk senantiasa menjaga martabat
bangsa serta pemahaman mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa ini mewujudkan masa depannya.90
E. Pengembangan Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata pemimpin, sehingga dapat diartikan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin. Banyak kajian dan pendapat dari tenaga ahli ilmu kepemimpinan di dalam memberi pengertian terhadap kepemimpinan yang dipacu dari berbagai aspek. Salah satunya adalah adalah menurut Harold Koontz dan Cyrill O’Donnel mengemukakan sebagai berikut91: (Leadership) may be defined as the ability to exert personal influence, by means of communication to word the achievement of a goal. Yang terjemahannya sebagai berikut: Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum pengertian dari Kepemimpinan adalah92:
90
Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Jurnal Kajian Edisi 6 dalam artikel Menumbuhkan Semangat Kebangsaan Bagi Generasi Muda dalam Rangka Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2008), hlm. 3233. 91 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Modul Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Nasional, (Jakarta: Pokja Kepemimpinan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2010), hlm. 3-4. 92 Ibid., hlm. 6.
Ilmu dan seni dalam mempengaruhi orang dan organisasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Pada prinsipnya pengertian kepemimpinan nasional tidak jauh berbeda dari pengertian kepemimpinan di atas, hanya luas cakupan dan landasan serta prioritasnya yang berbeda. Sementara ini kepemimpinan nasional diartikan sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Astra Gatra) pada bidang/sektor profesi, baik di suprastruktur, infrastruktur dan substruktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta
memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. Kepemimpinan nasional dapat pula diartikan sebagai seseorang atau sekelompok elit bangsa yang mampu melakukan proses kepemimpinan untuk empowerment all resources bangsa menuju tercapainya cita-cita nasional sesuai moral & etika Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di tengah perubahan dunia.93 Bangsa
ini
tidak
boleh
dipimpin
oleh
orang-orang
yang
berlatarbelakang buruk, orang-orang yang mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif, karena bila hal itu terjadi maka dapat dipastikan bangsa dan negara ini 93
Ibid., hlm. 7.
akan menjadi bangsa yang rusak dan menjadikan negara ini menjadi porak poranda. Kondisi yang demikian memang cukup memprihatinkan, namun keprihatinan itu tidak harus membuat bangsa Indonesia putus asa, tetapi pada setiap anak bangsa hendaknya peduli untuk bersama-sama menekan segala bentuk ancaman yang dilakukan pihak yang tidak menyenangi bangsa ini maju menjadi bangsa yang kuat. Tanpa disadari, sepertinya ada usaha-usaha pengrusakan secara sistematis untuk menempatkan generasi muda sebagai sasaran utama. Sebagai salah satu komponen bangsa Indonesia yang paling produktif dan memiliki idealisme yang tinggi tetapi rentan terhadap pengaruh lingkungan adalah generasi muda. Permasalahan yang dihadapi yaitu terpantau adanya kemerosotan semangat kebangsaan atau nasionalisme generasi muda dewasa ini lebih banyak disebabkan berbagai hal, antara lain94: 1.
Proses demokrasi yang tidak didasarkan pada budaya bangsa menimbulkan kecenderungan “euforia demokrasi” atau demokrasi kebablasan. Banyak masyarakat termasuk generasi muda yang menganut kebebasan yang berlebihan sehingga banyak hukum dan peraturan yang tidak dipatuhi.
2.
Sebagian generasi muda Indonesia yang memiliki potensi kepemimpinan yang kuat tidak memiliki harapan menjadi pemimpin di masa mendatang, karena keterbatasan, khususnya dana yang besar dan masih berlakunya hubungan primordial yang kuat. 94
Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Loc. Cit.
3.
Sebagian besar generasi muda Indonesia kurang memiliki harapan masa depan yang cerah akibat kurang mampu mengikuti pendidikan dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Beberapa pikiran berikut ini penting untuk dipertimbangkan dalam
rangka pemberdayaan generasi muda, antara lain95: 1.
Harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki pandangan yang positif dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi muda memiliki potensi, bakat dan minat masing-masing. Ada yang berpotensi di bidang ilmu pengetahuan, olahraga, politisi, kepemimpinan, dan lain-lainnya. Potensi inilah yang perlu diidentifikasikan dan kemudian disediakan wahana untuk dikembangkan sehingga menjadi aktual. Aktualisasi potensi ini memerlukan sarana, iklim, dan suasana yang kondusif. Kita tidak mungkin menciptakan generasi muda yang mandiri, kreatif, dan inovatif jika lingkungan eksternal justru bercorak paternalistis, feodalistis, tertutup dan represif.
2.
Pemberdayaan generasi muda membutuhkan suatu strategi kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan berarti kita harus menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai objek, melainkan sebagai
95
Erlangga Masdiana, dkk., Op. Cit., hlm. 59-60.
subjek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan. 3.
Pemberdayaan generasi muda daerah haruslah dipandang sebagai bagian integral dari kebijakan pemberdayaan daerah. Artinya, pemberdayaan daerah tidak mungkin berhasil manakala pemberdayaan generasi muda tidak dilakukan. Jika hal ini dilakukan secara terpadu maka diharapkan laju brain drain dapat dihentikan, atau malah terjadi gelombang balik secara besarbesaran. Arus balik brain drain niscaya akan mampu mengatasi dengan segera problem kelemahan sumber daya manusia di daerah.
4.
Memberikan kesempatan dan kebebasan kepada para generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik. Kecenderungan untuk menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan lama ternyata justru menumbuhkan semagat berkompetisi. Suasana kompetitif inilah yang kurang dimiliki selama ini. Masyarakat terbiasa dengan sikap hidup yang serba konformistis dan kolektivitis anak. Tampaknya semacam ada kekhasan dari generasi ke generasi dalam
pemuda Indonesia, yaitu bila bangsa ini mengalami kebuntuan, ketika masyarakat mengalami kebingungan dan kebimbangan maka pemudalah yang akan menjadi pendobrak kebuntuan tersebut. Selanjutnya masyarakat yang bingung dan bimbang akan berbaris di belakang pemudanya untuk memberikan pembelaan
dan dukungan atas agenda-agenda perubahan para pemuda tersebut. Tugas para pemimpin pada saat ini adalah menjaga nilai-nilai kepeloporan tersebut, melestarikan, menyesuaikan, memperkuat dan memperkayanya dengan tantangan zaman yang dihadapi bangsa pada hari ini. Saat ini yang paling penting dan yang ditunggu masyarakat dalah kepeloporan dan kepemimpinan dalam upaya memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat menurut cita-cita keadilan sosial. Pemuda harus dapat menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada pada masyarakat, termasuk dirinya sendiri, agar lebih berdaya dan berkemampuan meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu, pemuda harus mampu membangkitkan kembali semangat
kepeloporan
dan
kepemimpinannya,
kemudian
membangun
kemampuannya. Bagaimanapun semangat tanpa kemampuan pada akhirnya akan lebih banyak mengarah kepada hal yang kontraproduktif dan keputusasaan. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah kerjanya. Semangat dan kemampuan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk kerja. Tidak banyak gunanya pemuda hanya memiliki semangat dan kemampuan tetapi tidak pernah dibuktikan dalam kerja nyata yang mendatangkan kebaikan secara riil kepada masyarakat. Kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti sama yakni berada di muka dan diteladani oleh yang lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan,
dan memulai sesuatu untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan, dipikirkan oleh yang lain. Dalam kepeloporan ada unsur menhadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan. Dalam zaman modern dan global ini, seperti juga kehidupan makin kompleks, demikian pula makin penuh risiko. Modernitas dan globalisasi memang mengurangi risiko pada bidangbidang dan pada cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter risiko baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu, maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat itu ada dalam diri pemuda, karena tugas itu cocok bagi pemuda. Kepemimpinan bisa berada di muka, bisa di tengah, dan bisa di belakang, seperti ungkapan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Tidak semua orang juga bisa menjadi pemimpin. Pemimpin juga tidak dibatasi oleh usia, bahkan dengan bertambahnya usia makin banyak pengalaman, semakin arif pemimpin tersebut. Kepemimpinan
dalam
melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan
pembangunan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat, dalam berbagai kegiatan. Kepemimpinan serupa itu sangat sesuai untuk para pemuda, karena ciri pemuda yang dinamis. Kepemimpinan yang dinamis diperlukan oleh masyarakat yang sedang membangun. Apabila dengan bertambahnya usia, kepemimpinan menjadi lebih arif karena bertambahnya pengalaman, namun hal itu bisa diikuti dengan berkurangnya dinamika. Pada lapisan pemimpin-pemimpin muda itulah
masyarakat akan memperoleh sumber dinamika. Sumber dinamika yang dapat mengembangkan kreativitas, melahirkan gagasan baru, mendobrak hambatanhambatan, mencari pemecahan masalah, kalau perlu dengan menambus sekatsekat berpikir konvensional. Oleh karena itu, menjadi tugas para pemuda saat ini membangun semangat,
kemampuan,
dan
melakukan
kerja-kerja
kepeloporan
dan
kepemimpinan. Membangun semangat adalah membangun sikap, karena itu terkait erat dengan pembangunan budaya. Pendidikan merupakan wahana yang paling penting dan mendasar, di samping upaya lain untuk merangsang inisiatif dan membangkitkan motivasi. Keteladanan adalah pendekatan lain untuk membangkitkan
semangat.
Dorongan
masyarakat,
atau
tantangan
dari
masyarakat, juga merangsang bangkitnya semangat.96 Bagi para pemuda pemimpin bangsa menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management harus mempunyai sepuluh sifat yaitu sebagai berikut97: 1.
Kekuatan jasmani: merupakan syarat bagi pemimpin yang bekerja keras. Situasi yang tidak teratur menghendaki kemampuan jasmani untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
96
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Modul Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Indonesia Tingkat III Provinsi, (Jakarta: Deputi Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 285-286. 97 Pandu Dewanata & Chavchay Syaifullah, Rekonstruksi Pemuda, (Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 101-102.
2.
Stabilitas emosi: seorang pemimpin harus dapat diperhitungkan, artinya ia tidak mudah marah, berpikir jernih, dapat mengendalikan emosi dengan baik.
3.
Pengetahuan tentang potensi individu: yaitu kemampuan untuk mengerti aspirasi
bawahan,
mampu
menugaskan
seseorang
sesuai
dengan
kapasitasnya. 4.
Kejujuran: ia mampu jujur untuk dirinya dan untuk orang lain.
5.
Kecerdasan: seorang pemimpin harus mampu untuk melihat jauh ke depan, mengambil
langkah-langkah
strategis
yang
diperlukan,
dapat
memprediksikan bahwa sesuatu yang dilakukan akan menimbulkan dampak positif maupun negatif. 6.
Keterampilan membimbing: pemimpin yang baik juga berperilaku sebagai guru. Kemampuan memotivasi adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki, sehingga bawahannya memperoleh bimbingan yang diperlukan.
7.
Objektif: seorang pemimpin harus berpikir objektif, tidak mengada-ada, berbagai pertimbangan harus menjadi rujukan, mampu memberikan alasan yang masuk akal, rasional dan tidak subjektif.
8.
Keterampilan sosial: melingkupi kepekaan sosial, ramah, dan penuh pengertian dan secara tidak disadari dapat mempengaruhi orang lain.
9.
Kecakapan teknis/manajerial: seorang pemimpin harus unggul dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara teknis maupun kemampuan
manajerial. Ia mampu membuat rencana, mengelolanya dan bahkan ikut mengontrolnya dengan seksama. 10. Dorongan pribadi: seorang pemimpin tentunya harus memiliki hasrat yang kuat untuk menjadi pemimpin. Motivasi untuk maju sangat kuat, tidak takut pada rintangan yang menghadang. Bentuk kepemimpinan khas yang dikehendaki ada pada kaum muda adalah: kepemimpinan yang berorientasi pada kekaryaan. Artinya kepemimpinan tersebut mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut98: 1.
Bisa memberikan dan mengembangkan motivasi-motivasi untuk berkarya dan membangun. Yaitu menstimulasi segenap lapisan masyarakat untuk melakukan kekaryaan, yaitu kerja kreatif di tengah era pembangunan.
2.
Mampu menggerakkan orang lain, sehingga mereka mau dan rela secara bersama-sama mencapai satu tujuan, dengan berkarya secara kooperatif dan kolektif.
3.
Sanggup mempengaruhi dan meyakinkan orang lain sehingga mereka menyadari akan urgensi pembangunan. Bersedia menerima usaha-usaha pembangunan sebagai milik bersama, kewajiban bersama, dan tanggung jawab etis bersama.
4.
Tulus dan ikhlas melaksanakan usaha pembangunan melalui perbuatan konkrit dan keteladanan/keutamaan.
98
Ibid., hlm. 102-104.
F. Kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dalam Pembangunan Ketahanan Nasional Upaya memberikan pemahaman dan penguatan jiwa kepemimpinan bisa dilakukan baik secara formal, informal maupun non formal. Pendidikan non formal mengacu pada jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia sebagai salah satu leading sector pembangunan kepemudaan memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan non formal tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu agenda pengembangan pemuda dalam pembangunan jiwa kepemimpinan dan upaya penguatan ketahanan nasional maka Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda (Tannasda)99 dengan landasan hukum sebagai berikut100: 1.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;
2.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
3.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
99
Dalam hal ini Penulis merupakan salah satu peserta dari Tannasda angkatan ke-V dengan tema “Pengembangan Kepemimpinan Pemuda dalam Rangka Membangun Ketahanan Bangsa” yang diselenggarakan pada tanggal 19-30 April 2011 bertempat di PP-PON Cibubur dan melakukan studi banding ke Kuala Lumpur, Malaysia, dalam rangka memantapkan seluruh materi yang diperoleh bersama 37 (tiga puluh tujuh) peserta lainnya yang berasal dari pemuda seluruh Indonesia dengan komposisi pimpinan/anggota organisasi kepemudaan (OKP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 100 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA), Loc. Cit.
4.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; dan
5.
Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 193 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga. Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda (Tannasda) adalah
pelatihan yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas wawasan pemuda dalam Ketahanan Nasional dan kompetensi kepemimpinannya agar pemuda memiliki sikap yang terdepan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan Tannasda bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
terhadap
Ketahanan
Nasional,
meningkatkan
kualitas
kepemimpinan dan wawasan kebangsaan pemuda. Dengan program ini diharapkan akan lahir pemuda yang memiliki kualitas kepemimpinan yang handal untuk berkiprah dalam kepemimpinan nasional di masa mendatang sebagai pemimpin yang berwawasan kebangsaan dan memiliki ketahanan nasional yang tangguh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.101 Sebagai penjabaran dari maksud dan tujuan tersebut di atas, maka dikembangkan program dan bahasan yang mengacu pada kurikulum Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, dengan menerima masukan dari
101
Ibid., hlm. 2.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, serta instansi terkait. Kurikulum tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kelompok102: 1.
Kelompok
Dasar
Pembukaan/Penutupan,
(Orientasi),
yang
Seminar
Nasional,
terdiri
dari
Penjelasan
Upacara
Operasional,
Program dan Strategi Pelayanan Pemuda dan Penjelasan tentang Pelaksanaan Diskusi dan Penulisan Tugas Akhir; 2.
Kelompok Inti yang terdiri dari materi sajian Peranan Pancasila dalam Mendukung Ketahanan Nasional, Kewaspadaan Nasional, Dinamika Kelompok, Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah, Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional, Pengembangan Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional dan Sistem Demokrasi di Indonesia; dan
3.
Kelompok Penunjang (Pendukung), yakni Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan, Kebijakan Kemenpora di dalam Pembangunan Ketahanan Nasional, Diskusi, Penulisan Makalah dan Seminar, Kunjungan Kerja, dan Studi Lapangan.
102
Ibid., hlm. 3.
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara Dalam Mempertahankan Negara Pemuda
memiliki
peran
yang
strategis
dalam
mendukung
pembangunan masyarakat Indonesia yang berkualitas. Pemuda merupakan generasi penerus, penanggung jawab dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa di masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya pemuda saat ini. Selain itu, pemuda juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, salah satunya karena proporsi jumlah penduduk usia muda yang relatif lebih besar dibanding penduduk lain. Pemuda adalah masa di mana manusia sedang berada di dalam puncak potensinya. Berbagai potensi yang dimiliki pemuda adalah : Pertama, Potensi Spiritual. Pemuda sejati, ketika meyakini sesuatu, akan memberi sesuatu apapun yang dimiliki dan disanggupinya secara ikhlas tanpa mengharapkan pamrih apapun. Kedua, Potensi Intelektual. Daya analisis yang kuat didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan pemuda berbasis Intelektual. Ketiga, Potensi Emosional. Keberanian, semangat, dan kemauan keras yang dimilikinya senantiasa menggelora serta mampu menular ke dalam
jiwa bangsanya. Keempat, Potensi Fisikal. Secara fisik pemuda berada dalam puncak kekuatan. Akan tetapi apabila hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik maka akan menjadi bumerang bagi bangsa, karena bila jumlah yang besar ini tidak dapat terserap dalam pasar tenaga kerja maka akan menimbulkan penggangguran yang malah menjadi beban masyarakat. Untuk itu, pemuda harus disiapkan dan diberdayakan agar mampu memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna menghadapi tuntutan, kebutuhan serta tantangan dan persaingan di era global.103 Menurut pendapat penulis, dengan keempat potensi yang dimiliki oleh pemuda tersebut mengakibatkan pemuda rentan dengan konflik, baik vertikal maupun horizontal. Hipotesa ini didukung oleh pemikiran Shashi Taroor dalam makalahnya The Future of Civil Conflict, ada berbagai model yang menunjukkan pertentangan potensial sehingga memunculkan konflik sipil. Apa yang digambarkannya, terjadi di berbagai belahan dunia secara merata, dengan tingkat frekuensi dan kualitas yang berbeda di dalam suatu negara. Taroor mengungkapkan pengamatannya tentang model-model konflik sipil yang berkembang di dunia sebagai berikut104:
103
Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, EXECUTIVE SUMMARY Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang Pemuda, (Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009), hlm. 2. 104 Munawar Fuad Noeh, Pemuda Indonesia Menggugat, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2009), hlm. 31-33.
1.
Konflik Politik Seperti Kamboja yang menjurus pada perang saudara dan perpecahan umat, kendati bangsa Kamboja relatif homogen. Di Indonesia, kita sering menyebutnya dengan pertikaian antar elit politik dengan latar belakang konflik antar partai politik ataupun dalam Pemilihan Kepala Daerah.
2.
Rasialisme Seperti masalah minoritas Rusia di Latvia, minoritas Muslim di Prancis, atau seperti halnya minoritas Tionghoa di Indonesia.
3.
Sekretarianisme dan Chauvinisme Agama Berupa eksklusivisme agama dan sikap tidak toleran, semisal kasus India dan Al-Jazair, Palestina dan Israel. Kasus kerusuhan Ambon juga contoh yang paling tepat. Terkait dengan kasus itu, disimpulkan ketegangan etnis dan agama menjadi hambatan nyata bagi demokratisasi. Selain itu, ketegangan itu berisiko dimanipulasi demi kepentingan politik. Ketegangan agama berwujud dalam dua bentuk: antara mayoritas dan minoritas pemeluk agama; dan di antara komunitas seagama ada unsur yang bersifat ortodoks dan yang kurang ortodoks.
4.
Irredentialisme Etnis
Dapat berbentuk keinginan suatu kelompok etnis yang tersebar di beberapa negara untuk bersatu dan mendominasi bidang tertentu. Contohnya ambisi mendirikan “Greater Serbia”. Dalam hal ini, gerakan Melanesian Brotherhood yang dapat memicu konflik antar beberapa negara tetangga di Indonesia bagian Timur dengan wilayah Pasifik Selatan juga contoh tren ini. Contoh kasus lain adalah masyarakat Madura yang mulai tersebar di banyak wilayah dan menguasai sektor ekonomi informal yang memicu adanya kerusuhan lokal dengan warga pribumi. Keuletan dan etos kerja masyarakat Madura
mengalahkan
warga
setempat
dalam
berusaha
sehingga
memunculkan kesenjangan ekonomi. 5.
Peninggalan Era Kolonial Misalnya di Kashmir antara India dan Pakistan bekas jajahan Inggris menimbulkan gejolak. Masalah Timor Timur peninggalan Portugal merupakan pemicu konflik sipil di Indonesia yang masih dalam ingatan.
6.
Fragmentasi Suatu Negara dan Terbentuknya Kembali Negara Seperti bubarnya Uni Soviet dan Yugoslavia masih meninggalkan konflik politik di kawasan Eropa Timur, termasuk didalamnya fragmentasi daerah-daerah otonom yang ditandai berdirinya pemerintahan daerah baru.
7.
Kegagalan Negara atau The Crisis of Governance Ditandai
dengan
gagalnya
kepemimpinan
dan
kebijakan
pemerintahan dalam menangani masalah-masalah bangsanya. Akibatnya
bermunculan pro dan kontra di kalangan sipil yang kemudian melahirkan pertikaian antar dan di tengah masyarakat, termasuk runtuhnya legitimasi rakyat terhadap pemerintah yang sah akibat tidak adanya perubahan yang dirasakan oleh rakyat. 8.
Ideologi dan Pertentangan Kelas Berakhirnya
Perang
Dingin
tidak
dengan
serta-merta
menghilangkan masalah ideologi dan pertentangan kelas sebagai sumber konflik. Kelompok aliran dan kepentingan ideologi masih kental mewarnai ranah politik di Indonesia. 9.
Humanitarian Disasters Kelaparan dan bencana alam merupakan suatu kejadian alami yang memunculkan dampak kerusuhan sosial, kekerasan sampai pertikaian antar elit politik, termasuk kegagalan industri perekonomian yang mengakibatkan konflik dan kerugian di tengah masyarakat.
10. Masalah Ekonomi Sebagai faktor dominan yang menyulut adanya konflik di suatu negara. Sebut saja masalah kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi sampai kejatuhan mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Dalam hal ini ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. 11. Faktor-faktor Penunjang Konflik
Seperti intervensi pihak luar dan proliferasi senjata. Seperti dalam masalah keturunan Irlandia di Amerika Serikat terlibat dalam membiayai terorisme di Irish Republican Army. Banyaknya masyarakat Timor Timur di luar negeri mempertajam pertentangan antara Dilli dan Jakarta. Proses penyelesaian Aceh diwarnai peran masyarakat internasional. Dalam konflik sipil tidak hanya terjadi antara rakyat dan kekuasaan atau militer. Konflik sipil terjadi ketika rakyat berhadapan dengan dan antar rakyat. Bukan saja di negara yang heterogen dan majemuk, konflik sosial juga terjadi pada negara-negara yang masyarakatnya homogen. Bukan hanya pertimbangan minoritas dan mayoritas agama, dalam satu masyarakat dengan satu agama pun, konflik sipil tetap terus menjadi ancaman bagi negara-negara di dunia ketiga. Konflik-konflik itu hampir tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat pendek, karena tingkat kompleksitasnya dan terus berkembang. Konflik sosial bukan hanya terjadi dalam satu negara, bahkan sudah menembus batas-batas negara, agama, dan lintas budaya.105 Bangsa Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa yang masih dalam proses menjadi. Berbagai suku, ras, agama, kepercayaan, dan keberagaman lainnya merupakan sisi kemajemukan Bangsa Indonesia yang perlu dijaga keberlangsungannya. Keistimewaan dari kemajemukan Bangsa Indonesia tersebut dapat terlihat dari lahirnya Bangsa Indonesia pada tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda, yang notabene mendahului lahirnya tanah air Indonesia yang 105
Ibid., hlm. 33-34.
baru terwujud tujuh belas tahun kemudian, yaitu di tahun 1945. Menyadari bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, maka Bangsa Indonesia mempunyai empat pilar yang harus dipegang teguh karena dapat membuat Bangsa Indonesia untuk terus bersatu. Keempat pilar tersebut adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Salah satu risiko bagi Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk adalah lebih banyak menerima ancaman dari dalam negeri daripada ancaman dari luar negeri. Dalam hal ini, Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia menjelaskannya dalam kurva normal.106
Kurva normal digambarkan dengan kedua sisi yang menyempit, sedangkan di bagian tengahnya menggembung besar dan tinggi seperti gunung. 106
Andi Alfian Mallarangeng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang menjadi keynote speaker menyampaikan materi hasil pemikirannya kepada peserta Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda Republik Indonesia Angkatan V (TANNASDA RI V) pada Pembukaan Seminar Nasional tanggal 20 April 2011 di Wisma Pemuda dan Olahraga, Senayan, Jakarta, Indonesia.
Keadaan kurva seperti inilah yang dapat mengilustrasikan keadaan normal atau ideal dari hal apapun, termasuk dalam mengilustrasikan keadaan ideal suatu bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Dalam konteks bangsa yang majemuk, kurva normal di samping dapat dijelaskan bahwa kedua sisi yang menyempit merupakan representasi dari ekstrimis yang bersuara lantang dan dapat mengganggu kestabilan dari keberadaan kaum moderat (silent majority) yang berada di tengah. Pada bagian tengah ini atau kaum moderat ini biasanya adalah masyarakat awam. Pada umumnya, golongan ekstrim ingin mengajak masyarakat yang berada di tengah-tengah untuk bergeser ke arah luar (menuju ke daerah ekstrim), dan membuat masyarakat di tengah semakin berkurang. Dengan adanya hal seperti itu, tentunya, kurva normal dapat berubah bentuk dan karenanya merusak kestabilan bangsa yang majemuk.
Perubahan atau dinamika dari kurva normal terlihat jelas dari penomoran (1-4) yang tampak di gambar. Kurva nomor 1 merupakan kurva normal. Kurva nomor 2, 3, dan 4 merupakan perubahan kurva normal yang semakin menunjukkan ketidakstabilan karena area sisi kanan dan kiri (daerah ekstrimis) dari kurva normal (1) mengalami pembesaran, sedangkan area kaum moderat dari kurva nomor 1 semakin lama semakin mengecil seperti tampak pada kurva nomor 4. Jika area kaum ekstrimis yang ada di kanan dan kiri kurva semakin lebar, maka potensi kestabilan akan semakin besar pula – karena jumlah dari kaum ekstrimis yang juga semakin banyak. Pada hakikatnya para kaum ekstrimis tersebut berupaya mempengaruhi atau mengajak kaum moderat yang di tengah untuk mengarah ke kanan dan/atau ke kiri sehingga bagian yang di tengah semakin mengecil (kurva 2, 3, dan 4). Jika bagian tengah mengecil, maka bagian sisi kanan dan kiri akan membesar. Jika sisi kanan dan kiri membesar, hal itu menandakan bahwa kaum ekstrimis semakin banyak dan vokal, sedangkan kaum moderat yang silent majority itu semakin berkurang jumlahnya. Inilah indikasi dari ketidakstabilan tersebut.107 Andi Mallarangeng menerangkan bahwa kaum ekstrimis pada kurva normal jumlahnya kecil (ditandai dengan penyempitan kurva di sisi kanan dan
107
Dalam hal ini, Andi Mallarangeng menjelaskan pula selain dengan perubahan garis horizontal, juga terdapat cara lain untuk mengganggu stabilitas bangsa dengan menggeser garis vertikal yang terletak di tengah kurva (cara halus/soft). Misalnya anggapan rasial terhadap orang kulit hitam yang menyebabkan adanya perbudakan di Amerika Serikat. Untuk kurva dan rangkuman penjelasan dapat diakses di: http://ardaiyene.wordpress.com/Seminar-Nasional-Ketahanan-Nasionaluntuk-Pemuda-(Tannasda)-Angkatan-V-Tahun-2011.htm.
kiri kurva), tetapi mereka lebih vokal daripada kaum moderat yang di tengah. Dalam hal ini digunakan istilah ‘kaum ekstrimis kanan’ (EKA), ‘kaum ekstrimis kiri’ (EKI), atau ‘kaum ekstrimis lainnya’ (ELA). Kaum ekstrimislah yang sering melempar bola-bola panas di saat-saat kondusif, mencoba mempengaruhi kaum moderat untuk melakukan hal serupa sehingga keadaan menjadi jenuh, tidak stabil, dan kacau. Jika area kaum ekstrimis tersebut tambah lebar (kurva 2, 3, 4) dan bagian kaum moderat mengecil, maka ketidakstabilanlah yang terjadi. Terlebih jika tinggi sisi kanan/kiri kurva lebih tinggi dari tinggi bagian tengah kurva seperti pada kurva 4. Kurva 4 tersebut menunjukkan kejayaan atau dominasi dari kaum ekstrimis yang vokal dengan kepentingannya dan kemerosotan kaum moderat yang sejatinya bisa bersikap netral. Namun, ada beberapa cara untuk dapat mengembalikan kurva normal ke bentuknya semula (kurva nomor 1). Pertama, yaitu dengan membuat pasar bersama atau zona bersama di mana berbagai identitas ras, suku, agama, dan sebagainya dapat berinteraksi di dalamnya dengan damai seperti yang telah diupayakan dan berhasil dilakukan di Ambon dan Poso. Kedua, dengan mengubah titik tengah bergeser ke kanan atau kiri. Misalnya ada sesuatu yang tanpa disadari mendorong para kaum moderat untuk bergeser ke kanan atau ke kiri, bukan memperbesar area kaum ekstrimis ke atas. Berkaitan dengan dinamika tersebut, pemuda memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting. Hal ini diperkuat dari kuantitas pemuda Indonesia
(penduduk berusia 16-30 tahun) berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik yang mendata dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 230,87 juta jiwa sekitar 62,775 juta jiwa atau 27,31 persen adalah pemuda108; yang berarti bahwa seperempat dari penduduk Indonesia adalah pemuda. Jumlah pemuda yang relatif banyak, merupakan aset yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Pemuda akan menempati posisi strategis, baik sebagai pelaku pembangunan maupun penerus pembangunan di masa datang. N. Jenny M. T. Hardjatno memaparkan dalam seminar yang sama, bahwa pemuda sebagai subjek ketahanan nasional memiliki kedudukan dan peranan yang diemban dalam keseluruhan kegiatan pembangunan daya saing global, yaitu kemampuan untuk bertahan dan mengungguli negara-negara lain.109 Selain dari segi kuantitas, kualitas pemuda perlu dikembangkan dan ditingkatkan, di antaranya melalui melalui tingkat pendidikan dan pelatihan, kondisi kesehatan (harapan hidup), dan sebagainya.
108
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Tahun 2010, (Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. v. 109 N. Jenny M. T. Hardjatno merupakan salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Tannasda RI Angkatan V sebagai perwakilan staf ahli dari Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Materi yang disampaikan bertema ‘Peran Pemuda dalam Membangun Daya Saing Global dalam Rangka Ketahanan Nasional’. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa dunia yang dihadapi pemuda sebagai subjek ketahanan nasional adalah : 1. Dunia modern yang ditentukan oleh kemampuan ekonomi. 2. Beberapa faktor strategis : a. Jumlah perolehan hadiah nobel; b. Jumlah paten; c. dan lain sebagainya. Untuk membangun daya saing salah satu parameternya yaitu diukur dari tingkat produktivitas per jam. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang tingkat produktivitasnya tinggi, maka Indonesia masih menempati posisi di bawah negara-negara maju.
Seperti yang telah dipaparkan pada halaman 6 skripsi ini, ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan
keselamatan
bangsa
semakin
berkembang
menjadi
multidimensional, fisik dan non fisik. Hal ini selaras dengan pemaparan Laksamana TNI Ir. Leonardi dalam seminar yang sama, bahwa dengan globalisasi yang dihadapi saat ini maka terdapat istilah strategi perang asymetric warefare yang membangun paradigma untuk mengubah ideologi (perang ideologi) dari sutau bangsa dengan metode war by proxy, yaitu perang dengan menggunakan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang berada dalam negara sasaran dengan mempengaruhi cara berpikir untuk menggiring bangsa tersebut ke wilayah perang.110 Strategi ini melibatkan pemuda karena pemuda memiliki idealisme yang tinggi tapi di sisi lain juga penuh dengan kelabilan sehingga mudah terpengaruh. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi informasi yang mengakibatkan menjamurnya jejaring sosial dan keterbukaan serta kecepatan dalam mengakses berbagai informasi sebagai akibat dari globalisasi, sehingga memudahkan untuk melakukan penetrasi dari pihak asing. Selanjutnya adalah, pada halaman yang sama, Penulis telah mengemukakan sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen
110
Laksamana TNI Ir. Leonardi merupakan salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Tannasda RI Angkatan V sebagai perwakilan staf ahli dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Materi yang disampaikan bertema ‘Optimalisasi Potensi Bangsa dalam Membangun Ketahanan Nasional’.
pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Hal ini selaras dengan penjelasan dari Laksamana TNI Ir. Leonardi bahwa sistem pertahanan yang digunakan di Indonesia adalah Total Defence (National Defence) atau sistem pertahanan menyeluruh dengan komponen-komponen pertahanan yang dijelaskan melalui piramida di bawah ini111: KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA HADAPI ANC. MILITER TNI Latsarmil (kombatan) KOMP. CADANGAN
Latsarmil (kombatan setelah Mobilisasi)
KOMP. PENDUKUNG 5
4
3
2
TA / profesi Industri strategis SDA/B & Sarprasnas warga negara lainnya : . Veteran / Purn TNI . individu . organisasi masy. (LSM dsb.)
Mengenai
persoalan
tanggung
Latsar (non kombatan)
1
Paramiliter : B. Brimob A. Menwa/ Polisi PP/ Linmas/ S a t p a m/ Org Kepemudaan/ Org bela diri/ Satgas Partai, dll.
jawab
warga
negara
6
dalam
mempertahankan negara, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Bagian Penjelasan tertulis bahwa setiap warga negara berhak 111
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Kebijakan Potensi Pertahanan dan Strategi Pertahanan Negara, (Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2011). Disampaikan dalam Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda Republik Indonesia (Tannasda RI) Angkatan V oleh Ir. Bennyta Suryo Septanto, M.T.
dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan profesi.112 Karena saat ini Penulis masih aktif sebagai seorang mahasiswa, maka dikhususkan pemuda dalam konteks ini adalah para mahasiswa. Mahasiswa sebagai siswa di tingkat perguruan tinggi sesuai dengan kurikulum pendidikan tinggi yang wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
pasti
mendapatkan
pendidikan
kewarganegaraan yang mengandung materi ketahanan nasional,113namun demikian sebagian besar warga negara Indonesia terutama para pemuda belum dapat mengetahui dengan tepat dan akurat berapa luas wilayah kedaulatan yang harus dibangun dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan materi ketahanan nasional hanya bersifat suplementaris sehingga menurut Penulis kurang efektif. Ditambah lagi dengan statistik yang menunjukkan bahwa pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pemuda Indonesia sampai dengan Perguruan Tinggi hanya 6,18 persen dan presentase terbanyak adalah lulusan SMP sebesar 31,19 persen dan berbeda tipis dengan lulusan SMA sebesar 30,93 persen yang artinya masih banyak pemuda Indonesia yang belum terlalu memahami kedudukan dan 112
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, Loc. Cit. Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 20 Tahun 2003. LN RI No. 78, TLN RI No. 4301, Pasal 37 Ayat (2). 113
peranannya dalam ketahanan nasional dikaitkan dengan tanggung jawab warga negara dalam mempertahankan negara.114 Walaupun begitu, tingkat pendidikan tidak menjadi parameter satu-satunya dalam mengukur pemahaman pemuda akan kedudukan dan peranannya sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Penulis yang berkesempatan menjadi salah satu peserta dari Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda Republik Indonesia (Tannasda) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia merasakan manfaat dari pelatihan tersebut sebagai bagian dari program pengembangan dan kepemimpinan pemuda. Penulis berpikir bahwa program seperti inilah yang cukup efektif untuk membangkitkan kesadaran pemuda Indonesia akan kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan ketahanan nasional, terutama apabila diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi. Terlebih lagi lingkungan perguruan tinggi sarat akan dinamika karena berbagai pemuda dari berbagai daerah, etnis, kebudayaan, agama bercampur bersama-sama menuntut ilmu dan berorganisasi dalam berbagai wadah kegiatan sesuai dengan minat dan orientasi studinya masing-masing sehingga menjadi lingkungan yang membentuk karakter kepribadian dan ideologi dari para pemuda Indonesia.
114
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Tahun 2010, Op. Cit., hlm. 127.
B. Analisis Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Jimly Asshiddiqie dalam bukunya ‘Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia’ mengemukakan setelah berhasil melakukan constitutional reform (pembaharuan konstitusi) secara besar-besaran, yaitu empat kali perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu segera melanjutkan dengan agenda legal reform (pembentukan dan pembaruan hukum) yang juga besar-besaran. Bidang-bidang hukum yang memerlukan pembentukan dan pembaruan tersebut dapat dikelompokkan menurut bidangbidang yang dibutuhkan, yaitu115: 1.
Bidang politik dan pemerintahan.
2.
Bidang ekonomi dan dunia usaha.
3.
Bidang kesejahteraan sosial dan budaya.
4.
Bidang penataan sistem dan aparatur hukum. Berkaitan dengan hal tersebut Penulis menyimpulkan adanya
Rancangan Undang-Undang tentang Kepemudaan didasari oleh hal tersebut, dan hal ini bersinergi dengan substansinya yang menyatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut bukan mengatur tentang pemuda tapi memberikan jaminan kepastian hukum tentang apa yang harus dilakukan pemerintah dan
115
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 384-385.
masyarakat terhadap pemuda agar pemuda bisa memiliki kapasitas dan daya saing.116 Dalam dasar penyusunan Undang-Undang tentang Kepemudaan terdapat lima aspek, yaitu117: 1.
Filosofis a.
Pemuda adalah inisiator dan pelaku perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan;
b.
Pemuda adalah pewaris nilai luhur budaya dan penerus cita‐cita perjuangan bangsa;
c.
Pemuda memiliki peran strategis dalam perubahan yang fundamental dalam pembentukan karakter bangsa;
d.
Negara wajib menjamin kelangsungan estafet kepemimpinan bangsa dan negara;
e.
Negara wajib melindungi, memberdayakan dan mengembangkan pemuda.
2.
Yuridis a.
Pasal 28 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Menjamin hak warga negara untuk mengembangkan dan memajukan dirinya”;
b.
Rancangan
Pembangunan
Jangka
Panjang
Nasional
2005‐2026
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007) Bagian IV.1.2.A Butir 6: 116
Sakhyan Asmara, Argumen Rasional RUU tentang Kepemudaan, (Jakarta: Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2009), hlm. 19. 117 Ibid., hlm. A.1-A.5.
“Pembangunan kepemudaan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter bangsa dan partisipasi pemuda
dalam
pembangunan
ekonomi,
sosial,
budaya,
ilmu
pengetahuan dan teknologi, politik berwawasan kebangsaan dan etika bangsa Indonesia” (sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 : PROPENAS 2000‐2004); c.
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2005, 2006 dan 2007 tentang Penyusunan Rancangan Undang‐Undang tentang Kepemudaan serta Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2008 yang berbunyi: “Ditetapkannya Rancangan Undang-Undang Kepemudaan menjadi Undang‐Undang.”;
d.
Undang‐Undang yang mengatur tentang USIA antara lain UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta dokumen World Programme of Action for Youth to the Year 2000 and Beyond.
3.
Sosiologis a.
Jumlah pemuda Indonesia yang besar (±80 juta jiwa), sebagian besar hidup miskin dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah;
b.
Pemuda berada dalam lingkaran penyakit sosial akibat kurangnya pemberdayaan, pengembangan dan perlindungan;
c.
Demoralisasi dan dampak negatif arus globalisasi di kalangan pemuda;
d.
Minim sarana dan prasarana dalam pemberdayaan dan pengembangan pemuda.
4.
Psiko Politik Masyarakat a.
Tingginya
tuntutan
Undang‐Undang
masyarakat
yang
dan
pemuda
akan
adanya
khusus melindungi, memberdayakan dan
mengembangkan pemuda; b.
Masyarakat dan pemuda memandang bahwa Undang‐Undang Tentang Kepemudaan dapat dijadikan instrumen untuk menanggulangi masalah kepemudaan;
c.
Undang‐Undang Tentang Kepemudaan memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemuda dalam mengembangkan dan memajukan dirinya;
d.
Adanya dukungan MPR (Sidang Tahunan Tahun 2003), DPR (Komisi X) dan DPD (PAH III) terhadap upaya pemerintah membentuk Undang‐Undang Tentang Kepemudaan.
5.
Ekonomi a.
Pemuda berpotensi sebagai pelaku dan penggerak ekonomi nasional;
b.
Pembangunan
ekonomi
kewirausahaan pemuda;
nasional
memerlukan
tumbuhnya
jiwa
c.
Pembangunan sektor rill membutuhkan pengerahan potensi pemuda sekaligus sebagai upaya penciptaan lapangan pekerjaan bagi pemuda;
d.
Era globalisasi menuntut pemuda Indonesia yang memiliki kapasitas dan daya saing. Selanjutnya dijelaskan dalam Argumen Rasional Rancangan Undang-
Undang tentang Kepemudaan terdapat realitas kebijakan pembangunan kepemudaan yang menyatakan belum optimalnya pengembangan potensi kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda (pemuda cenderung sebagai objek bukan sebagai subjek).118 Dengan kedudukan dan peranan pemuda sebagai subjek, maka dalam hal ini Penulis berpendapat perlunya suatu aturan yang mengatur mengenai hal tersebut dan telah terjawab dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Berikut skema paradigma penataan hukum bidang Kepemudaan119:
118 119
Ibid., hlm. B.3. Ibid., hlm. C.
Dalam Bab V Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan terdapat enam buah pasal yang mengatur mengenai Peran, Tanggung Jawab, dan Hak Pemuda. Pada halaman 8 skripsi ini, Penulis telah memaparkan kedudukan dan peranan pemuda dalam segala aspek pembangunan nasional yang tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009: Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.120 Selanjutnya lebih diperinci lagi menjadi enam poin mengenai peran aktif pemuda sebagai kontrol sosial dalam Pasal 17 ayat (2) : Peran aktif pemuda sebagai kontrol sosial diwujudkan dengan: a. memperkuat wawasan kebangsaan; b. membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara; c. membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum; d. meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan publik; e. menjamin transparansi dan akuntabilitas publik; dan/atau f. memberikan kemudahan akses informasi.121 Menurut pendapat Penulis, dari poin a sampai dengan c merupakan tiga poin yang menjelaskan tentang kedudukan dan peranan pemuda dalam rangka memantapkan ketahanan nasional dan disinggung pula mengenai tanggung jawab, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara.
120 121
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, Op. Cit., Pasal 16. Ibid., Pasal 17 ayat (2).
Juga penegasan mengenai tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 yang berbunyi: Pemuda bertanggungjawab dalam pembangunan nasional untuk: a. menjaga Pancasila sebagai ideologi negara; b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya hukum; e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat; f. meningkatkan ketahanan budaya nasional; dan/atau g. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi bangsa122 Sedangkan Bab VI tentang Penyadaran lebih menguatkan kedudukan dan peranan pemuda dengan cara penyadaran kepemudaan melalui dua buah pasal yang menjelaskannya sebagai berikut123: Pasal 22 (1) Penyadaran kepemudaan berupa gerakan pemuda dalam aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan dalam memahami dan menyikapi perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun global serta mencegah dan menangani risiko. (2) Penyadaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi kepemudaan. Pasal 23 Penyadaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diwujudkan melalui: a. pendidikan agama dan akhlak mulia; b. pendidikan wawasan kebangsaan; c. penumbuhan kesadaran mengenai hak dan kewajiban dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; d. penumbuhan semangat bela negara; 122 123
Ibid., Pasal 19. Ibid., Pasal 22-23.
e. f. g.
pemantapan kebudayaan nasional yang berbasis kebudayaan lokal; pemahaman kemandirian ekonomi; dan/atau penyiapan proses regenerasi di berbagai bidang;
Penyadaran kepemudaan yang multidimensional ternyata mencakup bidang ideologi dan pertahanan dan keamanan negara dan pihak pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, serta masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga menurut Penulis terdapat tiga poin yang sangat ditekankan, yaitu: 1.
Pendidikan wawasan kebangsaan;
2.
Penumbuhan kesadaran mengenai hak dan kewajiban dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
3.
Penumbuhan semangat bela negara. Selanjutnya dalam Bab VII tentang Pemberdayaan dijelaskan melalui
dua buah pasal mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan berkaitan kedudukan dan peranan pemuda124: Pasal 24 (1) Pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental spiritual, pengetahuan, serta keterampilan diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda. (2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi kepemudaan.
124
Ibid., Pasal 24-25.
Pasal 25 Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan melalui: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi; c. penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan nasional; d. peneguhan kemandirian ekonomi pemuda; e. peningkatan kualitas jasmani, seni, dan budaya pemuda; dan/atau f. penyelenggaraan penelitian dan pendampingan kegiatan kepemudaan. Dalam Bagian Penjelasan Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa pemberdayaan dalam ketentuan ini mencakup bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Dalam Pasal 25 terdapat ketegasan mengenai langkah pemberdayaan pemuda dalam poin c, yaitu penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan nasional. Karena itu, sudah jelas pentingnya pendidikan bela negara dan ketahanan nasional bagi pemuda dalam konteks kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan ketahanan nasional. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia sejak tahun 2007 sudah terlebih dahulu melaksanakan Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda (Tannasda) dan dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan telah memperkuat dan menjadi salah satu dasar tentang pentingnya penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan nasional, disamping Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Mengenai pemikiran Penulis yang mengkhususkan mahasiswa dalam konteks kedudukan dan peranan pemuda, ternyata diatur pula dalam Bab XI tentang Organisasi Kepemudaan Pasal 40 ayat (3) yang berbunyi : Organisasi kepemudaan juga dapat dibentuk dalam ruang lingkup kepelajaran dan kemahasiswaan.125 Pada Bagian Penjelasan yang dimaksud dengan “ruang lingkup kepelajaran dan kemahasiswaan” adalah pelajar dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan pada satuan pendidikan masing-masing. Menurut pemikiran Penulis, dalam bab tersebut lebih mengerucutkan peranan pelajar dan mahasiswa sebagai
bagian
dari pemuda
Indonesia melalui
organisasi
kepemudaan sebagai wadah untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri di masa yang sangat produktif dengan berbagai pemikiran dan idealisme yang kuat. Dalam Pasal 41 ayat (1) dijelaskan mengenai fungsi dari Organisasi kepemudaan memiliki peranan yang penting dalam menampung berbagai aspirasi yang dimiliki pemuda Indonesia, dalam hal ini digunakan istilah ‘organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan’ yang berbunyi : Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) berfungsi untuk mendukung kesempurnaan pendidikan dan memperkaya kebudayaan nasional.126
125 126
Ibid., Pasal 40 ayat (3). Ibid., Pasal 41 ayat (1).
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, tujuan dari organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan tersebut dijelaskan dalam Pasal 42 yang berbunyi : Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan dimaksud dalam Pasal 41 ditujukan untuk: a. mengasah kematangan intelektual; b. meningkatkan kreativitas; c. menumbuhkan rasa percaya diri; d. meningkatkan daya inovasi; e. menyalurkan minat bakat; dan/atau f. menumbuhkan semangat kesetiakawanan pengabdian kepada masyarakat.127
sebagaimana
sosial
dan
Selain itu, yang tidak kalah penting selain kedudukan dan peranan pemuda sebagai subjek, adalah peranan pihak pemerintah dan institusi pendidikan yang tercantum dalam Pasal 45 yang berbunyi : (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi organisasi kepemudaan, organisasi kepelajaran, dan organisasi kemahasiswaan. (2) Satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan wajib memfasilitasi organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan sesuai dengan ruang lingkupnya.128 Pada Bagian Penjelasan Pasal 45 ayat (1) yang dimaksud dengan “wajib memfasilitasi” adalah bahwa pemerintah menyediakan prasarana dan sarana dan/atau dukungan dana kepada organisasi kepemudaan, organisasi kepelajaran, dan organisasi kemahasiswaan yang berbadan hukum dan/atau terdaftar pada lembaga pemerintah. Selain peran pemerintah, peran masyarakat dalam hal ini juga dibutuhkan. Hal tersebut tercantum dalam Bab XII tentang Peran Serta Masyarakat Pasal 47 yang berbunyi : 127 128
Ibid., Pasal 42. Ibid., Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2).
(1) Masyarakat mempunyai tanggungjawab, hak, dan kewajiban dalam berperan serta melaksanakan kegiatan untuk mewujudkan tujuan pelayanan kepemudaan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan: a. melakukan usaha pelindungan pemuda dari pengaruh buruk yang merusak; b. melakukan usaha pemberdayaan pemuda sesuai dengan tuntutan masyarakat; c. melatih pemuda dalam pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan; d. menyediakan prasarana dan sarana pengembangan diri pemuda; dan/atau e. menggiatkan gerakan cinta lingkungan hidup dan solidaritas sosial di kalangan pemuda.129 Penulis berpendapat, dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah seharusnya dapat mengakomodasi dari tujuan pembentukannya, yaitu130: 1.
Arah pembangunan kepemudaan;
2.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam melaksanakan pembangunan kepemudaan;
3.
Peran dan tanggung jawab pemuda;
4.
Perlindungan, pemberdayaan dan pengembangan pemuda;
5.
Kemitraan, prasarana dan sarana kepemudaan;
6.
Organisasi kepemudaan; dan
7.
Penghargaan dan pendanaan pembangunan kepemudaan.
129 130
Ibid., Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2). Sakhyan Asmara, Op. Cit., hlm. 18.
Meski undang-undang ini masih dalam proses transisi dan baru akan diberlakukan pada 2013, menurut Penulis sosialisasi lebih cepat perlu dilakukan agar isinya dapat dipahami. Sebagai implikasi amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Penulis mencermati selain kegiatan Tannasda, terdapat pula beberapa program sebagai hasil dari kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia bekerjasama dengan pusat, daerah dan swasta, seperti : 1.
Tannasda Tingkat Provinsi dan Tannasda Tingkat Kabupaten/Kota sebagai derivasi dari Tannasda Tingkat Nasional;
2.
Program S2 Ketahanan Nasional/Kepemimpinan di Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada;
3.
Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Indonesia;
4.
Pertukaran Pemuda Antar Provinsi dan Pertukaran Pemuda Antar Negara;
5.
Dan sebagainya. Selain itu, sebagai implikasi dari hal tersebut terdapat konsep
‘pengarusutamaan pemuda’, yang diartikan sebagai strategi yang dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan peran pemuda dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan memperhatikan serta melibatkan pemuda ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai kehidupan dan pembangunan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya maka dapatlah dibuat beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas identifikasi masalah sebagai berikut : 1.
Tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam mempertahankan negara dalam konstitusi Republik Indonesia terdapat di dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a.
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada intinya pemuda sebagai bagian dari warga negara Indonesia berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara;
b.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
c.
Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan yang pada intinya pemuda memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dan berperan aktif dalam mempertahankan negara.
2.
Menurut Penulis, Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah memadai. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bab yang khusus mengatur tentang Peran, Tanggung Jawab, dan Hak Pemuda. Ditambah dengan bab yang mengatur Pemberdayaan yang mengisyaratkan pendidikan bela negara dan ketahanan nasional sebagai salah satu langkah yang harus dilakukan dalam hal pemberdayaan pemuda.
B.
Saran 1.
Pemerintah secara konsisten menjabarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2009
tentang
Kepemudaan
ke
dalam
prioritas
program
pembangunan nasional di bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia generasi muda. 2.
Adanya penerapan konsep ‘pengarusutamaan pemuda’, strategi yang dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan peran pemuda dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan memperhatikan serta melibatkan pemuda ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai kehidupan dan pembangunan. Misalnya dalam partisipasi politik, dalam bidang ekonomi dengan menggiatkan kegiatan wirausaha muda dan merangkul mahasiswa dalam berbagai kegiatan usaha, dan lain sebagainya. Sudah banyak program seperti ini yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia, seperti berbagai lomba karya inovatif, wirausaha muda, dan sebagainya, namun menurut Penulis kurang memiliki gaung yang besar karena sosialisasinya yang juga kurang luas. 3.
Pengadaan Program Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (Tannasda) Republik Indonesia di
tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota sudah cukup bagus untuk menumbuhkan kesadaran para pemuda akan kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan ketahanan nasional dan tanggung jawabnya dalam mempertahankan negara. Akan tetapi Penulis berpendapat, untuk lebih memperkuat pemahaman tersebut, perlu juga diadakan Tannasda di tingkat Perguruan Tinggi karena dinamika yang terdapat di dalamnya cukup tinggi dan rentan akan benturan pemahaman maupun ideologi, sehingga diperlukan suatu pelatihan dan rangkaian diskusi untuk menyamakan perbedaan persepsi tersebut. 4.
Berkaitan dengan organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan, menurut Penulis keberadaan Resimen Mahasiswa sebagai salah satu organisasi kepemudaan di lingkungan Perguruan Tinggi harus dipertahankan dan perlu juga adanya semacam grup diskusi yang khusus membahas Ketahanan Nasional dan Kepemudaan.
5.
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia yang secara terusmenerus melakukan kajian tentang Ketahanan Nasional bekerjasama
dengan pihak perguruan tinggi menyediakan literatur mengenai ketahanan nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang bergerak di bidang kepemudaan yang baku dan senantiasa up to date mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat dijadikan bahan rujukan bagi para pihak yang memerlukannya dan mudah diakses oleh umum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat.
________________. Undang-Undang tentang Pertahanan Negara. UU Nomor 3 Tahun 2002. LN RI No.3 TLN RI No.4169.
________________. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 20 Tahun 2003. LN RI No. 78, TLN RI No. 4301
_________________. Undang-Undang tentang Kewarganegaraan. UU Nomor 12 Tahun 2006. LN RI No.63 TLN RI No.4634.
_________________. Undang-Undang tentang Kepemudaan. UU Nomor 40 Tahun 2009. LN RI No.148 TLN RI No.5067.
B. Buku Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2006. Departemen Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008. Dewanata, Pandu & Chavchay Syaifullah. Rekonstruksi Pemuda. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008.
Gatara, Asep Sahid & Subhan Sofian. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pendidikan Politik, Nasionalisme, dan Demokrasi. Bandung: Fokusmedia, 2011. Hall, Stuart. David Held and Tony McGraw. Modernity and Its Future. Cambridge: Polity Press, 1990. Kaelan & Achmad Zubaidi. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma, 2007. Mahendra, Yusril Ihza. Ideologi dan Negara. Jakarta: Rajawali Press, 1999. Masdiana,Erlangga dkk. Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008. Mikhael, Mali Benyamin dkk. Civic Education: Upaya Mengembalikan Episteme Politik. Jakarta: Fidei Press, 2011. Noeh, Munawar Fuad. Pemuda Indonesia Menggugat. Jakarta: Zikrul Hakim, 2009. Notonegoro. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1975. Parmono, R. Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1995. Pranarka, A.W. M. Kesinambungan Penataan dan Ideologi. Jakarta: CSIS, 1985. Soemargono, Suyono. Ideologi Pancasila sebagai Penjelmaan Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa Ini. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 2007. Suradinata, Ermaya. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI. Jakarta: Suara Bebas, 2005. Usman, Wan. dkk. Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003.
C. Lain-lain Armawi,
Armaedi. Geostrategi Indonesia. Makalah Kewarganegaraan. Surabaya: Dikti, 2006.
Pelatihan
Dosen
Asmara, Sakhyan. Argumen Rasional RUU tentang Kepemudaan. Jakarta: Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2009. Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition). United Kingdom: Oxford University Press, 2003. Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia. Naskah Akademik Pedoman Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan. Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2009. Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. EXECUTIVE SUMMARY Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang Pemuda. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan. Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010. Kementerian
Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA). Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda, 2011.
Lembaga
Pertahanan Nasional Republik Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan Diktat SUSCADOSWAR. Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2000.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 19 Januari 2012, 2008.
Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia. Doktrin Pertahanan Keamanan Negara. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, 1991. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Modul Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Indonesia Tingkat III Provinsi. Jakarta: Deputi Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Tahun 2010. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bagian Perundangundangan. http://kemenpora.go.id/index/perundangan, diakses tanggal 19 Januari 2012. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Kebijakan Potensi Pertahanan dan Strategi Pertahanan Negara. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2011. Lembaga Ketahanan Republik Indonesia. Jurnal Kajian Edisi 6 dalam artikel Menumbuhkan Semangat Kebangsaan Bagi Generasi Muda dalam Rangka Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2008. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Modul Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Nasional. Jakarta: Pokja Kepemimpinan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2010. http://ardaiyene.wordpress.com/Seminar-Nasional-Ketahanan-Nasional-untukPemuda-(Tannasda)-Angkatan-V-Tahun-2011.htm. http://www.sumpahpemuda.org, diakses tanggal 19 Januari 2012
BIODATA
Penulis bernama Annissa Aprilia Fitriani dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 April 1990, merupakan anak tunggal dari pasangan M. Irwan Romansyah (almarhum) dan Ria Kumalasari (almarhumah). Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan dasarnya di SD Amaliah Ciawi Kabupaten Bogor dan dilanjutkan di SMPN 5 Bogor dan selesai tahun 2005, SMAN 6 Bogor menjadi tempat menimba ilmu penulis selanjutnya dan lulus tahun 2008. Pada September 2008, penulis terdaftar di Fakultas Hukum Universitas Pakuan dan menyelesaikan program S1 pada tahun 2012. Di Fakultas Hukum Universitas Pakuan Penulis pernah terlibat di Badan Legislatif Mahasiswa selama periode 2010-2011 dan aktif di berbagai kegiatan diskusi, seminar dan pelatihan, termasuk Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda Republik Indonesia (TANNASDA RI) Angkatan V pada 19-30 April 2011 dan studi banding ke Kuala Lumpur yang mengubah perspektif Penulis mengenai Kepemudaan dan Ketahanan Nasional menjadi lebih positif. Kegiatan di luar perkuliahan Penulis adalah Capoeira (bela diri & kesenian dari Brazil), fotografi, dan travelling. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail :
[email protected] ataupun Twitter : @niniscurio dan blognya : http://niniscurio.tumblr.com “...beri aku sepuluh pemuda yang mencintai tanah air ini, dan akan kuguncang dunia...!” (Ir. Soekarno)