Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
PENTINGNYA PENDIDIKAN AKIDAH UNTUK MENUNJANG REALISASI KURIKULUM 2013
SUSIBA Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau
Abstrak Banyak pandangan yang mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal dalam membentuk karakter anak bangsa. Kurikulum 2013 memberikan solusi untuk mengatasi kegagalan tersebut, dengan meletakkan kemampuan afektif (akhlak) sebagai dasar dari kemampuan kognitif dan psikomotor. Untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut, diperlukan suatu pendidikan yang mengarahkan siswa memiliki perilaku terpuji dalam kehidupannnya sehari-hari. Pedidikan akidah merupakan salah satu solusi dalam merealisasikan tujuan dari kurikulum 2013 tersebut, karena setiap tindakan seseorang dipengaruhi dan dikendalikan oleh akidah yang dimilikinya. Akidah yang kokoh tentu akan melahirkan akhlak yang mulia. Dengan demikian pendidikan akidah harus dikemas sedemikian rupa, sehigga diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan kurikulum 2013. Kata Kuci: Kurikulum 2013, Pendidikan Akidah, Akhlak
A. Pendahuluan Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Perubahan-perubahan tersebut antara lain: perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat global, perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis, dan perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan. Untuk melaksanakan perubahan dalam bidang pendidikan tersebut, sejak tahun 1998, UNESCO telah mengemukakan dua basis landasan: pertama, pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu; belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua, belajar seumur hidup (life long
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|201
learning).1 Hal tersebut harus dikembangkan dalam pendidikan. Terutama aspek yang berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap lebih penting dari pada pertumbuhan ekonomi. Pendidikan nilai dan sikap,yang sekarang llebih dikenal dengan istilah pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak didik baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Oleh karena itu pembangunan nasional tidak dapat dilakukan dengan hanya melihat kebutuhan internnal masyarakat dan bangsa, tetapi pandanga itu juga perlu dijalin dengan pandangan ke luar dan ke depan, karena masyarakat dan bangsa kita merupakan bagian dari masyarakat dunia yang semakin menyatu. Namun demikian, perubahan apapun dalam bidang pendidikan harus dilandasi oleh semangat membentuk nilai-nilai karakter bangsa. Sementara itu, banyak pandangan yang mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal dalam membentuk karakter anak bangsa. Hal ini terbukti dengan maraknya kasus-kasus korupsi, banyak terjadi tawuran antar pelajar, pelecehan seksual, genk motor, dan sebagainya, ada yang mengatakan hal tersebut terjadi karena orientasi pendidikan kita selama ini lebih terfokus pada ranah kognitif, itupun pengembangannya tidak utuh, tetapi hanya pada ranah kognitif tingkat rendah; disamping itu juga disebabkan oleh kondisi politik negara yang kurang stabil yang berpengaruh buruk pada pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Menghadapi berbagai masalah dan tantangan di atas, perlu dilakukan kembali penataan terhadap sistem pendidikan secara utuh dan menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Perubahan terhadap sistem pendidikan secara mendasar berkaitan dengan perubahan kurikulum yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain. Perubahan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter dianggap perlu, agar dapat membekali peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi, hal ini dianggap perlu untuk menjawab tantangan arus globalisasi. Oleh karena itu, lahirlah kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, Prof. Dr. H.E. Mulyasa, M.Pd. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, hal. 2 1
202|
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi, diharapkan dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value) dan nilai jual yang bisa ditawarkan pada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga kita bisa bersaing, bersanding bahkan bertanding dengan bangsa lain dalam percaturan global. Hal ini dimungkinkan, kalu implementasi kurikulum 2013 betul-betul dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. Untuk dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai pada kurikulum 2013, perlu ditunjang dengan pemberian pendidikan akidah pada peserta didik, karena pada dasarnya pendidikan akidah adalah untuk pembentukan akhlak (karakter). Bagaimana pendidikan akidah dalam membentuk karakter seseorang, dapat disimak pada pembahasan berikut. B. Pengertian Pendidikan Akidah Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia secara sadar untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.2 Sardiman A. M. mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain bahwa kegiatan pendidikan dan pengajaran itu suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan.3 Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang terencana, terprogram, sistimatis dan terukur dalam rangka membina kepribadian anak bangsa sehingga mereka memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Sementara itu perkataan akidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu "aqada” yang berarti ikatan atau simpulan. Perkataan ini juga digunakan pada sesuatu yang maknawi seperti akad nikah dan akad jual beli. Dari ikatan atau simpulan yang maknawi ini maka lahirlah akidah yaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara dari segi istilah, akidah bermakna kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai. Akidah menurut istilah syara’ pula bermakna kepercayaan atau keimanan kepada 2 3
TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1980, h. 2 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990, h. 57
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|203
hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh syara’ yaitu beriman kepada Allah swt, rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkara ghaibiyyat.4 Akidah ialah sesuatu yang mengharuskan hati seseorang membenarkannya, yang membuat jiwa seseorang tenang, tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan seseorang yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.5 Akidah di dalamnya juga mencakup rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, para malaikat Allah, Rasul-rasul Allah, beriman kepada Hari Akhir dan beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.6 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang yag tidak ada keraguan pada keyakinannya tersebut.
Maka
dapat disimpulkan bahwa pendidikan akidah adalah Usaha sadar yang terencana dan tersusun secara sistematis, yang dilakukan untuk menumbuhkan keyakinan, kesadaran dan tanggung jawab seseorang terhadap agamanya. Agama Islam menganjurkan supaya kita selalu menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan Manusia. Oleh karena itu orang yang berakidah disamping beribadah kepada Allah, juga menunjukkan integritas sosial dengan lingkungannya. Inilah yang menjadi sasaran dari pendidikan akidah tersebut. C. Sekilas Tentang Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi dan berbasis karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi kurikulum 2013 dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan msenggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.7
http://Blog.re. Id/Bahaya Laten Penyimpangan Akidah.htm. Al-Banna, Hasan, Akidah Islam, Bandung : Al- Ma’arif, 1983, h. 9 6 Matdawam, Noor, Akidah Dan Ilmu Pengetahuan Dalam Lintasan Sejarah Dinamika Budaya bangsa,Yogyakarta : Yayasan Bina Karier LP5BIP, 1995, h. 1 7 Prof. Dr. H.E. Mulyasa, M.Pd., Op. Cit, h. 7 4 5
204|
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
Dalam implementasi kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.8 Dengan demikian, pendidikan nilai dan pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi yang terpenting pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Stadar Kompetensi Lulusan (SKL) kurikulum 2013 disebutkan bahwa ada tiga sikap yag diharapkan dimiliki lulusan, yaitu sikap individu, sikap social dan sikap alam. Terminologi “akhlak mulia” yang tercantum dalam di pasal 3 UU No 20/2003 tujuan pendidikan nasional dijabarkan dalam SKL sebagai sikap individu jujur, disiplin, taggung jawab, peduli, santun.9 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya pembentukan karakter yang menjadi tujuan dari kurikulum 2013, sehingga meletakkan kemampuan afektif sebagai dasar dari kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor. Disamping itu, pendidikan nilai dan pembentukan karakter diharapkan tidak hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya sikap jujur, siswa diharapkan bukan hanya sekedar mengetahui pegertian jujur, contoh sikap jujur, manfaat perilaku jujur, tetapi siswa mampu meginteralisasikan sikap jujur dalam kehidupannya dengan menunjukkan perilaku yang tidak menyontek, tidak berbohong kepada guru, dan sebagainya. Untuk mengukur pecapaian tujuan perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi sebenarnya juga termasuk proses memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan megambil keputusan.10 Proses evaluasi harus tepat sesuai dengan tipe tujuan yang biasanya dinyatakan dalam bahasa perilaku. Beberapa perilaku yag serig muncul dan sering menjadi perhatian guru dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu pegetahuan intelektual
Ibid. Muhammad Nuh, Menyambut Kurikulum 2013, Jakarta: Kompas, 2013, h. 193 10 Safan Amri, S. Pd., Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013, Jakarta: PT.Prestasi Pustakaraya, 2013, h. 207 8 9
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|205
(cognitives), keterampilan (skills) yang menghasilkan tindakan, dan bentuk lain adalah values dan attitudes atau yang dikategorikan ke dalam affective domain.11 Demikian pentingnya evaluasi dalam mengukur pencapaian, sebaiknya evaluasi dilakukan secara kontinyu, sistematis dan terencana, sehingga diperoleh hasil yang akurat. Disamping itu evaluasi juga harus menggambarkan pegukuran sikap dan keterampilan, artinya evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa dari segi kognitif saja, tetapi juga mengukur sikap dan keterampila siswa. D. Hubungan Akidah Dengan Akhlak Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap sesuatu, tanpa ada keraguan sedikitpun. Keyakinan yang kokoh mampu menciptakan kesadaran diri untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai yang mulia, karena iman tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik.12 Akhlak merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari akidah Islam, karena misi utama Rasul adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah Saw; Artinya: “Aku diutus utuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Salah satu fungsi akhlak adalah untuk menopang keimanan.Agar iman seseorang relative stabil, perlu ditopang oleh pelaksanaan akhlak yang konsisten. 13 Akhlak merupakan keadaan batin seseorang menjadi sumber lahirnya perbuatan, dimana perbuatan itu lahir dengan mudah dan spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.14 Akidah memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perilaku atau akhlak seseorang karena manusia dikendalikan dan diarahkan oleh akidah (ideologiya).15 Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah.
11 12 13 14 15
206|
Ibid, h. 207 - 208 DR. Rosihan Anwar, M.Ag, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2008, h. 201 Alwan Khaoiri, dkk. Akhlaq/Tasawuf. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005, h. Abudinnata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008, h. 4 - 5 DR. Rosihan Anwar, Op. Cit, h. 26 Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
Akhlak merupakan mata rantai akidah (keimanan) seseorang. Iman tidak hanya cukup disimpan dalam hati, melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata, yakni dalam bentuk akhlak (tingkah laku) yang baik. Jika iman melahirkan amal shaleh, barulah dikatakan iman itu sempurna.
16
Sebagaimana hadis Rasulullah saw, yang artinya : “Orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”. (H.R at-Turmidzi). Pada dasarnya, setiap tindakan manusia dipengaruhi dan dikendalikan oleh akidah yang dimilikinya. Sesungguhnya penyimpangan dalam perilaku dan akhlak dan mu’amalah merupakan akibat dari penyimpangan akidah. Karena perilaku pada dasarnya adalah buah dari akidah yang diyakini seseorang dan efek dari agama yang dianutnya.17 Oleh karena itu, usaha yang paling penting dan utama yang dilakukan agar dapat memiliki akhlak yang mulia adalah memantapkan, menguatkan dan mengokohkan akidah yang ada dalam diri seseorang. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan itu adalah melalui pedidikan, karena pendidikan adalah usaha yang terencana, terprogram dan terukur sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan tersebut. Jika siswa sudah memiliki akidah yang kuat, kokoh dan mantap, jiwanya akan selalu stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali. Keimanan kepada Allah dengan segala sifat-Nya akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perilaku seseorang. Contohnya; seseorang yag meyakini Allah Maha melihat, maka dia berkeyakinan bahwa Allah selalu mengawasi segala gerak geriknya baik ketika berada di tempat ramai maupun sendirian di tempat sunyi, sehingga ia akan selalu menampilka perilaku yang diridhai oleh Allah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Afif; Seorang mukmin yang beriman merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah dan patuh serta taat kepada perintah dan larangan-Nya, baik ketika berada di tempat ramai maupun sendirian di tempat sunyi. 18 Sebagaimana juga terdapat pada Firman Allah yang artinya : “…Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu”(Q.S. Al-Ahzab : 52). 16 Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), Bandung : C.V. Diponegoro, 1988, h. 18 17 Nurasmawi, Akidah Aklak, Pekanbaru : Yayasan Pustaka Riau, 2011, h. 33 18 Afif Muhammad, Tauhid , Bandung : Dunia Ilmu, 1986, h. 35
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|207
Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan dua jenis tingkah laku yang berlawanan dan terpancar daripada dua sistem nilai yang berbeda. Kedua-duanya memberi kesan secara langsung kepada kualitas individu dan masyarakat. lndividu dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkahlaku yang buruk, akan porak peranda dan kacau balau. Sebagaimana dijelaskan oleh Drs. Asmaran, As.,M.A. bahwa jika dalam setiap pribadi tertanam empat dasar akhlak yag luhur, sehingga menjadi sifat dan tabiat dari pribadi dalam masyarakat dan bangsa, maka bangsa itu akan hidup tenang, damai da sejahtera. Adapun empat dasar akhlak itu ialah: 1) Orag yang beriman sebenarnya kepada Allah 2) Orang yang melaksanakan amal shaleh, orag yang melaksanakan tugas da kewajibannya dengan baik dan benar 3) Orang yang suka menolog, berpesa terhadap yag hak da kebenaran 4)Orang yang suka berpesa mewujudkan kesabaran pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.19 Al-Quran juga menggambarkan bagaimana aqidah orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan mereka yang penuh tertib, adil, luhur dan mulia. Berbanding dengan perwatakan orang-orang kafir dan munafiq yang jelek. Gambaran mengenai akhlak mulia dan akhlak tercela begitu jelas dalam perilaku manusia sepanjang sejarah. Al-Quran juga menggambarkan bagaimana perjuangan para rasul untuk menegakkan nilai-niai mulia dan murni di dalam kehidupan dan bagaimana mereka ditentang oleh kefasikan, kekufuran dan kemunafikan yang coba menggagalkan tertegaknya dengan kukuh akhlak yang mulia sebagai teras kehidupan yang luhur dan murni itu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingya akidah bagi seseorang Untuk mengarahkan perilaku dan hidupnya ke jalan yang lurus yang diridhai oleh Allah dan meghindarkannya dari jalan yang menyimpang. Karena orang beriman yang tidak didasari oleh akhlak yang baik, maka imannya hanya sekedar kata-kata tanpa dibuktikan dengan amal perbuatanya. Padahal unsur terpenting dari keimanan itu adalah dibuktikan dengan amal perbuatan.
19
208|
Drs. Asmaran As., MA, Pengantar Studi Akhlak, tt.,tt, h. 56 - 57
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
Demikian petingnya akidah untuk membentuk akhlak seseorang, maka diperlukan usaha untuk memperkokoh akidah dengan cara memberikan
pendidikan
akidah yang baik, intensif dan benar. E. Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi dan berbasis karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi kurikulum 2013 dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan msenggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.20 Akhlak mulia yag menjadi dasar tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum 2013, merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari akidah Islam. Akidah memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perilaku atau akhlak seseorang karena manusia dikendalikan dan diarahkan oleh akidah (ideologiya). 21 Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Setiap akidah mempunyai pengaruh terhadap jiwa orang yang berakidah yang mendorongnyauntuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya. Keyakinan terhadap Allah mempunyai efek yang dalam pada jiwa remaja yang mempunyai hasil secara riil dalam kehidupan social mereka sehari-hari. Hal itu dijelaskan sebagai berikut : 1) Memiliki pribadi yang seimbang Manusia yang beragama akan memperoleh ketenangan dalam akidahnya dan membuat jiwanya selalu seimbang meskipun berbagai badai peristiwa yang bergejolak di sekitarnya. Akidah akan menjaganya dari kecemasan dan ketegangan, dan menciptakan suasana kejiwaan yang seimbang yang penuh dengan ketenangan dan harapan walaupun ia hidup dalam lingkungan yang tidak tenang dan berbahaya. 22 20 21 22
Prof. Dr. H.E. Mulyasa, M.Pd., Op. Cit, h. 7 DR. Rosihan Anwar, Op. Cit, h. 26 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2007), h. 5
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|209
Sejarah Islam menjelaskan kepada kita berbagai contoh yang tidak terhitung jumlahnya tentang hal itu. Kaum muslimin pada zaman dahulu hidup dalam kondisi yang sangat sulit dimana peperangan yang dipicu oleh kaum Qureisy dan sekutunya, embargo ekonomi, keterasingan social serta tekanan moral yang berkelanjutan, namun karena mereka memiliki spiritual yang tinggi, hal itu mampu mendorong mereka untuk berjuang menghadapi itu semua dengan jiwa yang tenangdan seimbang guna memperoleh pahala dari Allah dan rahmat-Nya. Keteguhan akidah yang dimiliki umat muslim terdahulu, kiranya bisa kita jadikan I’tibar untuk menghadapi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh para remaja pada zaman sekarang dan bisa menambah keyakinan kita kepada Allah Swt. Suatu akidah hanya akan sempurna bila cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cinta kepada diri sendiri, anak ataupun orang lain; menghadapkan wajah kepada Allah, berbuat baik dan berbakti setiap saat; melaksanakan semua yang diperintahkan oleh akidahnya itu. Al-Qur’an selalu menanamkan semangat tersebut di dalam jiwa setiap mukmin. Allah Swt berfirman yang artinya : “Dan boleh jadi kamu kurang menyukai sesuatu sedang ia berguna kepadamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu sedang ia merusakmu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqarah : 216). Maka berbahagialah ketika kamu dapat memperoleh sesuatu yang dapat kamu manfaatkan untuk akhiratmu dan bersedihlah ketika kamu tidak dapat meraihnya untuk akhiratmu. 2) Berpengaruh terhadap perilaku , akhlak (moralitas) dan mu’amalah (interaksi social) Setiap tindakan seseorang dipengaruhi dan dikendalikan oleh akidah yang dimilikinya. Sesungguhnya penyimpangan dalam perilaku dan akhlak serta mu’amalah merupakan akibat dari penyimpangan akidah. Karena perilaku pada dasarnya adalah buah dari akidah yang diyakini seseorang da efek dari agama yang dianutnya.23
23
210|
Nurasmawi, Akidah Akhlak, (Pekanbaru: Yayasa Pustaka Riau, 2011), h. 33
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
Sebagaimana diketahui bahwa akidah yang dimiliki seseorang akan mampu mengendalikan perasaan yang dimilikinya; cinta, benci dan perasaan-perasaan lainnya,
yang
membuat
seseorang
penuh
pertimbangan
di
dalam
tindakan-tindakannya, bersikap bijaksana dalam perilaku dan interaksi sosialnya. Hal ini terjadi karena ia sudah ditanamkan keyakinan bahwa Allah melihatnya, mengamatinya dan akan memperhitungkan
apa yang pernah dilakukannya.
Sehingga ia tidak mau mencintai kecuali karena Allah, tidak mau membenci kecuali karena Allah, tidak mau memberi kecuali karena Allah, tidak mau menahan kecuali karena Allah, dan tidak akan pernah melakukan suatu tindakan moral yang melampaui batas-batas ketentuan Allah walaupun tidak ada orang yang melihat dan mengetahuinya, karena ia berkeyakinan bahwa Allah selalu mengawasi gerak geriknya. Sebagaimana juga terdapat pada firman Allah yang artinya : “….. Dan Allah Maha mengawasi segala sesuatu” (Q.S Al-Ahzab : 52). 3) Menghilangkan keresahan dan perasaan takut Adanya keresahan yang selalu menghiasi kehidupan manusia timbul sebagai akibat dari penyelewengan terhadap akhlak-akhlak yang telah diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya. Penyelewengan ini tidak mungkin terjadi jika tidak ada kesalahan dalam berakidah, baik kepada Allah, malaikat, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari kiamat serta qadha dan qadarnya Allah Swt. Keresahan dan ketakutan sellau merintangi segala aktivitas seseorang dan melumpuhkan daya berpikir dan jasmaninya. Dahulu kala, manusia selalu takut kepada saudara sesamanya dan segala tipu dayanya. Takut terhadap lingkungan yang mengitarinya dan bencananya. Takut terhadap kematian yang tiada jalan untuk menolaknya. Takut akan kekafiran dan kelaparan, penyakit dan penderitaan. Akidah mampu memperingan perasaan takut yang melumpuhkan daya manusia untuk bergerak dan berproduksi, dan menjadikannya selalu sedih dan merasa cemas. Seseorang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu akan menyerahkan diri kepada-Nya dengan selalu berbuat baik. Ia akan mengakui bahwa Allah sebagai penguasa segala persoalan, ditangan-Nya terletak kekuasaan langit dan bumi, dan Dia juga yang dapat menyelamatkan dan menghancurkan, memberi dan menahan. Tidak seorangpun, bagaimanapun besar kekuasaannya, akan punya
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|211
pengaruh di samping-Nya. Sesuatu akan terjadi dengan titah-Nya, maka saat inilah seorang remaja tidak takut kepada seorangpun. Segala peribadatannya tidak akan disuguhkan kecuali hanya untuk hadirat-Nya, dan ia akan percaya kepada pertolongan Allah selama ia berada di jalan yang benar. Sebagaimana firman Allah : “….mengapa kamu takut kepada mereka, padaha allahlah yang berhak untuk ditakuti jika kamu benar-benar beriman”. (Q.S At-Taubah: 13) Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa akidah melahirkan perasaan takut kepada Allah, baik secara nyata maupun dalam hatinya, dan dalam setiap yang dikerjakan. Terbuktilah bahwa seorang yang beriman akan selalu berbuat baik dan tidak mengharapkan balasan dari siapapun. Seseorang tidak akan berbuat jahat walaupun tidak diketahui oleh polisi atau jaksa karena merasa selalu diawasi oleh Allah. Jika keyakinan tentang hal ini sudah tertanam dengan mantap maka menyebabkan perilaku seseorang selalu megarah pada kebaikan yang diridhai oleh agama. 4) Memiliki jiwa yang kokoh Untuk dapat melahirkan orang yang memiliki jiwa yang kuat dan kokoh sesuai dengan tingkat kesadarannya akan dunia dan dirinya, maka hal pertama yag harus dilakukan adalah megenali diri manusia itu sendiri. Di dalam akidah Islam sendiri selalu mendorong insan muslim untuk mengenal dirinya. Karena tidak mungkin baginya untuk mengangkat dirinya ke puncak piramida kesempurnaan kecuali dengan mengenal kriteria dirinya. Ada hubungan yang kuat antara mengenal Allah dan mengenal diri. Melalui pengenalan terhadap diri , kriteria dan kemampuannya, manusia dapat mengenal penciptanya dan mengagungkan kebesaran-Nya. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa :”Orang yang bersungguh-sungguh adalah orang yang bersungguh-sungguh mengenal dirinya untuk mengenal Allah”.24 Seseorang yang mengenal dan sadar akan dirinya akan mengalami perkembangan dari segala aspek kehidupannya. Dengan kata lain, jiwa manusia menentukan kesadaran dan kesadaran akan menentukan jiwa manusia. Makin tinggi
24
212|
Al-Baihaqy, Sunan Kubra, (Kairo: Darul Sunnah, 1996), h. 3 Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
kesadaran, makin mulia dunia.25 Karena itu, seorang yang beriman akan memiliki jiwa yang lebih kuat dan kokoh sesuai tingkat kesadarannya akan dunia dan dirinya. Ia hanya berharap kepada Allah dan selalu ridha terhadap seggala ketentuan Allah. Sehingga apapun yang terjadi padanya, ia akan selalu bersabar dan bertawakal kepada Allah. F. Metode Akidah Dalam Membentuk Manusia Berakhlak Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang medorongnya utuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikira dan pertimbangan.26 Sementara itu Imam al-Ghazali mengatakan, akhlak adalah sifat yag tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.27 Lebih lajut Prof. Dr. Amril M.,MA, mengatakan bahwa akhlak adalah perilaku yang sangat terkait dengan ke-ilahi-an dan perilaku akhlak merupakan manifestasi dari sifat-sifat Allah SWTdalam diri mausia menurut kemampuan maksimal yang diusahakannya.28 Dari pegertian di atas, dapat dipahami bahwa perilaku akhlak adalah keadaan jiwa yang melahirkan perilaku yang berusaha megaktualisasika sifat-sifat tuhan dalam kehidupan mausia. Jiwa merupakan sumber dari suatu perilaku. Jadi, jika kita mengiginkan seseorang yang berperilaku baik, maka yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah jiwanya. Membenahi jiwa agar menjadi suci sehingga selalu merasa dekat dengan sang khalik bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan akidah, karena akidah akan mengenalkan seseorang dengan Allah yang suci da hanya akan bisa didekati oleh orang yag suci. Jiwa seseorang akan tenang dan tentram apabila mempuyai keyakinan yang teguh pada Allah dan melaksanakan ajaran-ajara-Nya degan penuh kesadaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, Kebahagiaan (sa’adah) itu merupakan tingkatan keadaan yang muncul bersamaan dengan keyakinan seseorang terhadap Allah
26
25 Muthahari, Murthada, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1990), h. 156 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq Wa Tathiral-A’raq, (Mesir: al-Mathba’ah al-Mishriyah, 1934) 27 Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum a-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), h. 56 28 DR. Amril M., MA, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru: UIN Suska Riau da LSFK2P, 2007, h. 7
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|213
di dalam usaha pemenuhan hati, yakni pengetahuannya tentang Allah melalui kepandaian dan pengalaman terhadap hukum-hukum Allah di dalam ciptaan-Nya.29 Demikian pentingnya pedidikan akidah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia dan terselamatkan dari dekadensi moral, akidah mengikuti metode yang bermacam-macam untuk mencapai tujuan tersebut. Metode-metode tersebut antara lain: 1. Menanamkan keyakinan kepada Allah dengan segala syari’at-Nya Keimanan kepada Allah merupakan kunci yang akan melahirkan keimanan dan keyakinan terhadap rukun iman yang lainnya. Oleh karena itu seseorang perlu ditanamkan keyakinan terhadap Allah sebagai sang khalik yang berkuasa atas segala sesuatu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad al-Ghazali: apabila akidah sudah tumbuh pada jiwa seorang mukmin, maka tertanamlah dalam jiwanya rasa bahwa hanya Allah sajalah yang paling berkuasa, segala maujud yang ada ini hanyalah makhluk belaka.
30
Dengan cara mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya
dan Asma’-Nya. Melalui sifat-sifat Allah dan asma’ Allah, seseorang bisa mengenal Allah secara terperinci sehingga melahirkan keyakinan yang kokoh, yang tidak mudah goyah walau bagaimanapun keadaan yang terjadi di sekelilingnya, seseorang akan tetap menjaga tindak tanduk dan perilakunya sesuai dengan keridhaan Allah. Sebagaimana yag dikemukakan oleh Drs. Asmaran As., MA, bahwa dengan iman, seseorang akan merasa berkewajiban berbuat baik sesuai dengan ajaran yang diterimanya.31 Keimanan kepada Allah juga akan melahirkan sifat qana’ah pada diri seseorang. Dengan iman, seseorang akan menyadari bahwa apa yang terjadi di alam ini dan terhadap dirinya adalah atas kehendak Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Dengan keyakinan bahwa Allah berbuat sesuai degan Ilmu dan kebijakasanaan-Nya, maka ia yakin bahwa apa yag terjadi pada dirinya adalah yang terbaik baginya menurut Allah yang menciptakannya. Jika sifat qana’ah sudah tertanam dalam diri seseorang, maka ia tidak akan berkeluh kesah jika ditimpa kesulitan dan musibah, karena ia yakin semua itu adalah terbaik menurut Allah baginya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 29 30 31
214|
Ali Isa Othman, Manusia Meurut al-Ghazali, (Badung: Pustaka, 1981), h. 120 Muhammad al-Ghazali, Khuluk al Muslim, Dar al Bayan, Kuwait, 1970, h. 117 Drs. Asmaran As., MA, Op. Cit, 144 Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
Artinya: “Berbahagiahlah orang yang mendapat petujuk masuk Islam, sedang hidupya sederhana da mempunyai sifat qana’ah”. (H.R. At-Turmudzy)
2. Memotivasi orang untuk berbuat baik dengan janji dan ancaman Islam memandang bahwa pendorong yang paling dalam dan paling kuat untuk melakukan amal perbuatan baik adalah iman yang terpatri dalam hati. Iman itulah yang membuat seorang muslim ikhlas beramal, mau bekerja keras bahkan rela berkorban. Iman itu merupakan motivasi dan kekuatan penggerak yang paling ampuh dalam pribadi seseorang yang membuatnya tidak bisa diam dan melakukan kegiatan, kebaikan dan amal saleh. Dengan demikian hanya jiwa yag dipenuhi oleh iman yang dapat diharapkan dapat memancarkan amal saleh dan ahlakul karimah. Namun, untuk mencari manusia yang secara sadar dengan iman yang telah diikrarkannya melahirkan perbuatan baik, rasanya masih terlalu sukar ditemukan. Kebanyakan manusia baru mau mengerjakan yang baik setelah diberitakan bahwa ia akan menerima ganjaran dari perbuatannya. Jika ia berbuat baik, akan diberi pahala dengan sorga dan jika dia berbuat jahat (dosa), maka dia akan menerima siksa, denga masuk neraka. Oleh karena itu, untuk tahap awal pembinaan akhlak perlu dimotivasi dengan balasan sorga bagi yang berperilaku baik, sebaliknya neraka bagi yang berbuat jahat. Hal ini diantaranya dijelaskan dalam Q.S An-Nahl ayat 97: Artiya: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesugguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. 16:97) Artiya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”. (Q.S Ar-Ra’d: 28 – 29) Selanjutnya, Islam juga mengajarkan bahwa berbuat baik pada orang lain pada dasarnya adalah untuk kebaikan dirinya sendiri. Karena dengan berbuat baik
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|215
pada orang lain, maka orang lainpun akan senang berbuat baik pada kita. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah: Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (Q.S Al-Isra’: 7) 3. Menampilkan suri tauladan yang ideal Untuk mendidik dan membina manusia menjadi seorang yang berakhlak terpuji, diperlukan satu suri teladan yang ideal dan sempurna, yang secara tidak lansung akan memberikan pengaruh terhadap akhlak dan perilakunya. Di dalam Islam, Rasulullah SAW merupakan cerminan sejati dan sempurna dari risalah yang telah beliau emban. Rasulullah SAW telah menampilkan perilaku terpuji dan meghindari perilaku tercela dalam kehidupannya sehari-hari, disamping itu juga mengajak manusia untuk selalu menghiasi diri dengan perilaku terpuji dan mencegah dari perilaku yang tidak terpuji. Oleh Karena itu, Rasulullah pantas dijadikan contoh dan suri tauladan dalam mewujudkan perilaku terpuji dalam diri seseorang. Hal ini juga dijelaskan dalam al-Qur’an: Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”. (Q.S Al-Ahzab: 21) Artinya: “Dan sesugguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S Al-Qalam: 4) 4. Memberikan nasehat diiringi dengan perbuatan nyata Metode nasehat sangat penting dilakukan dalam mendidik dan membina manusia menjadi seorang yang berakhlak mulia, karena nasehat yang berguna dapat menanamkan benih-benih akhlak mulia dalam diri seseorang dan dapat membasmi segala perilaku tidak terpuji dari sanubarinya. Namun yang perlu diingat, dalam memberikan nasehat untuk dapat menciptakan manusia yag berakhlak mulia tidak cukup dengan pernyataan perintah atau larangan, tetapi harus diiringi dengan perbuatan nyata oleh orang yang memberikan nasehat itu. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa pengaruh yang baik hanya bisa diharapkan dari orang-orang yang memperlihatkan pribadinya, hingga orang-orang di sekelilingnya bisa jatuh hati dan tertarik pada perilakunya,
216|
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
Susiba : Pentingnya Pendidikan Akidah Untuk Menunjang…
kseopanannya dan tertawan dengan kemuliaannya. Dengan demikian mengambil sifat-sifat baiknya dan mengikuti jejaknya karena cinta kepadanya. 32 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa nasehat tanpa berbuat tidak akan memberikan pengaruh apa-apa terhadap pembinaan akhlak pada seseorang. Seperti ungkapan “anak lebih senang melakukan apa yang dilihatnya daripada melakukan apa yang disuruh”.
G. Kesimpulan Meletakkan kemampuan afektif sebagai dasar dari kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor, merupakan tujuan dari kurikulum 2013. Memberikan pendidikan akidah merupakan salah satu solusi untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut, karena setiap tindakan seseorang dipengaruhi dan dikendalikan oleh akidah yang dimilikinya. Dengan demikian, jika ingin menjadikan orang berakhlak, maka yang dibenahi terlebih dahulu adalah akidahnya. Diantara metode yang bisa dilakukan dalam pendidikan akidah adalah: pertama, menanamkan keyakinan kepada Allah yang merupakan kunci dari keimanan yang menimbulkan pengaruh yang sangat besar dalam perilaku seseorang. Kedua, memotivasi orang berbuat baik dengan janji berupa surga dan ancaman berupa neraka. Ketiga, menampilkan suri tauladan, baik keteladanan yang lansung dari seorang guru atau keteladanan dari kisah-kisah nabi, para sahabat nabi dan sebagainya. Keempat, metode nasehat diiringi dengan contoh perbuatan.
32
Muhammad al-Ghazali, Op. Cit, h. 16
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014
|217
H. Daftar Pustaka Abudinnata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008 Afif Muhammad, Tauhid , Bandung : Dunia Ilmu, 1986 Al-Banna, Hasan, Akidah Islam, Bandung : Al- Ma’arif, 1983 Alwan Khaoiri, dkk. Akhlaq/Tasawuf, Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005 Asmaran Drs.,As., MA, Pengantar Studi Akhlak, tt.,tt Al-Baihaqy, Sunan Kubra, Kairo: Darul Sunnah, 1996 DR. Amril M., MA, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru: UIN Suska Riau dan LSFK2P, 2007 Ali Isa Othman, Manusia Meurut al-Ghazali, Badung: Pustaka, 1981 Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), Bandung : C.V. Diponegoro, 1988 http://Blog.re. Id/Bahaya Laten Penyimpangan Akidah.htm. Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq Wa Tathiral-A’raq, Mesir: al-Mathba’ah al-Mishriyah, 1934 Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum a-Din, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr,t.t Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2007 Muthahari, Murthada, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung: Mizan, 1990 Muhammad al-Ghazali, Khuluk al Muslim, Dar al Bayan, Kuwait, 1970 Mulyasa, Prof. Dr.,M.Pd. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Matdawam, Noor, Akidah Dan Ilmu Pengetahuan Dalam Lintasan Sejarah Dinamika Budaya bangsa,Yogyakarta : Yayasan Bina Karier LP5BIP, 1995 Muhammad Nuh, Menyambut Kurikulum 2013, Jakarta: Kompas, 2013 Nurasmawi, Akidah Akhlak, Pekanbaru: Yayasa Pustaka Riau, 2011 Rosihan Anwar, Dr.,M.Ag, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2008 Safan Amri, S. Pd., Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013, Jakarta: PT.Prestasi Pustakaraya, 2013 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990 TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1980
218|
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 2 Juli – Desember 2014