Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
PENTINGNYA FOKUS GEREJA Pdt. Yung Tik Yuk
Artikel ini disarikan dari ceramah yang disampaikan dalam National Reformed Conference, 2-5 Agustus 1999
Dalam Injil Markus 3:7-8, kita langsung mendapatkan kesan bahwa segera setelah Tuhan Yesus melayani, Ia langsung terkenal di seantero dunia waktu itu, khususnya di daerah sekitar Palestina, dari: Galilea, Yudea, Yerusalem, Idumea, Yordan, Tirus, Sidon, dsb. Mungkin disebutnya daerah-daerah itu bagi kita kurang ada maknanya. Kalau saya mau mencoba mengindonesiasikan daerah-daerah itu, maka bunyinya adalah: dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai Talaud, Indonesia tanah airku. Artinya, pada waktu Tuhan Yesus mulai melayani, seluruh wilayah itu langsung mengenal Tuhan Yesus. Yesus sudah begitu terkenal pada saat itu. Ini dilatarbelakangi oleh hal yang sangat penting, yaitu bahwa: Dia menyampaikan Firman dengan kuasa. Kalau kita bandingkan dengan Injil Lukas 3 dikatakan: '... pada pemerintahan Kaisar Tiberius, pada waktu Pontius Pilatus menjadi wali negeri, pada waktu Herodes menjadi raja wilayah Galilea, ... pada waktu Kayafas dan Hanas menjadi imam besar; pada waktu itulah datang Firman Allah melalui Yohanes, anak Zakaria.' Kalimat ini mempunyai pengertian khusus. Orang Israel adalah umat pilihan Allah, yang mana mereka boleh menyebut dirinya sendiri anak Allah, umat Allah. Allah sendiri juga menyebut diri-Nya kepada mereka: Akulah Allahmu. Tetapi sekitar 400 tahun lamanya Tuhan memutuskan Page 1
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
hubungan perjanjian ltu, memutuskan hubungan ikatan antara Allah Yahweh dengan Israel sebagai umat pilihan. Seolah-olah Allah berkata melalui Nabi Yeremia maupun Hosea, kepada Israel maupun Yehuda bahwa sejak hari itu ketlka Tuhan mengijinkan mereka dibuang: Aku bukan lagi Allahmu, engkau bukan lagi umat-Ku. Empat ratus (400) tahun lamanya firman tidak ada. Itu berarti Allah juga tidak mengutus nabinabi. Maka ketika Lukas mengatakan: pada waktu Kaisar Tiberius menjadi raja, pada waktu Pontius Pilatus, pada waktu Herodes, pada. waktu Hanas, Kayafas; seolah-olah mau dikatakan bahwa 400 tahun lamanya boleh terus-menerus terjadi pergantian kuasa pemerintahan. Ada yang 32 tahun memerintah tanpa memberikan keteduhan, hanya mengeruk kekayaan. Ada yang baru 2-3 tahun, bahkan 2-3 bulan, lalu dikudeta. Terus-menerus terjadi pergantian pemerintah. Ada yang mulus, ada yang mencoba mempertahankan statusnya, ada yang didongkel, ada yang diangkat oleh rakyat, dsb. Bersamaan dengan kuasa pemerintahan yang boleh terus berlangsung juga ada lembaga agama resmi. Selama 400 tahun itu, tak ada Firman Tuhan, sampai akhirnya tampil Yohanes Pembaptis. Tetapi pada waktu Yohanes Pembaptis tampil dan melakukan suatu terobosan untuk masa 400 tahun yang diam itu, ia sama sekali tidak melakukan mujizat. Tidak melakukan mujizat, satu kalipun tidak. Yohanes pasal 10 menegaskan itu. Yohanes memang tidak membuat tanda satu kalipun. Ketika akhirnya masa pelayanan Yohanes Pembaptis diteruskan dan digantikan oleh Tuhan Yesus, di sinilah pertama kalinya Tuhan Yesus mengajar, baik di rumah sembahyang, di rumah ibadah. Pertama kali Ia mengajar, dicatat bahwa seorang yang kerasukan setan diusir. Mujizat mulai terjadi dan terus-menerus terjadi. Itulah sebabnya sejak awal pelayanan Tuhan Yesus, dengan sekejap mata Ia sudah tenar di seluruh wilayah Palestina waktu itu (Markus 3:7-8), 'dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai Talaud'. Semua mendengar kabar tentang Yesus. Mereka berbondong-bondong datang, rela menempuh jarak yang jauh, dengan waktu yang lama, untuk mendengarkan Yesus. Menjadi unik ketika kemudian kita mulai berpikir seperti demikian. Dalam pasal 3, Markus sudah begitu rupa mengungkapkan betapa tenarnya Tuhan Yesus.
Page 2
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
Namun mengapa dalam pasal 8, kita mendapatkan kesan yang sangat kuat bahwa pada waktu Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta, Ia justru takut menjadi tambah terkenal? Orang buta ini 'digandeng' keluar kampung. Setelah disembuhkan, ia 'diwanti-wanti', diberi pesan peringatan untuk cepat-cepat pulang, tidak perlu masuk kampung lagi supaya tidak bertambah gempar. Sebetulnya tambah satu mujizat lagi juga tidak akan bertambah gempar karena mereka sudah melihat. Yesus sudah begitu terkenal. Betul kan? Apalah artinya satu mujizat lagi untuk Tuhan Yesus yang pada pasal 3 dicatat begitu terkenal. Tidak ada masalah. Mungkin bagi kita tak ada masalah, tapi justru di sini ada masalah besar. Kenapa saya katakan masalah besar? Maaf Saudara, kalau sampai pada batas-batas tertentu saya seolah-olah mengecilkan mujkat Tuhan Yesus. Menurut konteks orang Yahudi waktu itu adalah betul bahwa 400 tahun lamanya orang Yahudi tidak mendapat Firman, dan asumsinya juga tidak ada nabi, tetapi bagaimanapun mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus bagi orang Yahudi tidak ada apa-apanya. Tuhan Yesus mengenyangkan 5000 orang dengan 5 ketul roti dan 2 ekor ikan. Maaf, Musa selama 40 tahun lamanya menurunkan roti dari langit. Bukan hanya untuk 5000 orang. Tuhan Yesus berjalan di atas air. Maaf, Musa membelah laut. Betul kan? Tuhan Yesus membangkitkan orang mati. Maaf, tidak perlu kaget, tulang-tulang Elisa membangkitkan orang mati! Sehingga di dalam pengertian ini, mujizat Tuhan Yesus bagi konsep pikir orang Yahudi tidak ada apa-apanya. Tetapi ketika Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta, Ia sengaja menarik orang ini agar tidak diketahui oleh siapapun juga. Mengapa? Karena pada waktu itu Tuhan Yesus melihat bahwa saatnya belum tepat untuk orang banyak mengetahui siapakah Dia sesungguhnya. Setelah Tuhan Yesus selesai menyembuhkan orang buta ini, ketika ada satu kesempatan dalam sekelompok kecil bersama murid-murid-Nya saja, Tuhan Yesus langsung mengadakan ujian mendadak, tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada murid-murid-Nya, "Menurut kata orang, siapakah Aku?" Mereka mulai berpikir, "Oh, ini menurut kata orang loh ya, jadi sembarang jawab tidak apa-apa. Tidak akan salah. Menurut kata orang kok." Mereka menjawab, "Guru, ada yang mengatakan: Engkau adalah Yohanes, ada yang mengatakan Engkau Elia, ada yang mengatakan Engkau salah seorang nabi." "Ok," sahut Yesus, "Itu menurut kata orang. Page 3
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
Menurut kamu sendiri, siapakah Aku?" Di sini Petrus langsung menjawab, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup." Kalau misalnya hari itu Petrus ditanya: menurut kamu siapa Aku, lalu Petrus menggaruk-garuk kepalanya, tidak bisa menjawab, saya percaya hari itu juga Tuhan Yesus berkata kepada Petrus, "Petrus pulang saja deh, jadi nelayan lagi. Saya drop-out tidak usah mengikuti sampai ujian akhir." Apa sebabnya? Karena keberadaan mujizat, kalau boleh dikatakan sebagai tanda yang memberikan keabsahan, kepada kemesiasan Kristus, mujizat itu adalah mencelikkan mata orang buta! Dalam masa Perjanjian Lama boleh terjadi mujizat apapun, tapi,tidak pernah dicantumkan ada orang buta bisa melihat. Hal ini dimengerti bahwa manusia yang berdosa, hidup dalam dosa dan kegelapan, sedangkan Allah adalah terang. Maka Allah yang adalah Terang, hanya Dialah yang dapat memberikan penglihatan kepada manusia yang berdosa. Ini menjadi semakin jelas jikalau kita bandingkan dengan Injil Yohanes. Injil Yohanes 8:12 menulis: Tuhan Yesus berkata pula kepada orang banyak, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Setelah Tuhan Yesus mengatakan kalimat itu, pasal 9 mencatat bahwa Yesus menyembuhkan orang buta. Ini seolah-olah menjadi satu bukti: 'Aku berani berkata, mengklaim bahwa Aku terang dunia, itu sebabnya orang buta dapat melihat.' Tetapi ketika Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta, Dia melihat saatnya belum tepat bagi semua orang untuk mengetahui bahwa Dialah Mesias yang dinantikan. Itulah yang menyebabkan Dia melakukan penyembuhan ini secara diam-diam. Akan tetapi Ia meminta ketegasan dari murid-murid-Nya tentang pengenalan mereka terhadap diri-Nya. Kalau kita baca bagian selanjutnya, jelas dikatakan: sejak saat itu Tuhan Yesus mulai berbicara bahwa Anak Manusia akan mati di Yerusalem. Ini berarti: menyembuhan mata orang buta mempunyai kepentingan yang amat sangat menurut konteks pada waktu itu.
Tetapi kita menjadi heran. Peristiwa ini, yang begitu penting, ternyata tidak diberi komentar apa-apa oleh Markus. Hanya berhenti sampai di Page 4
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
sana. Kita bandingkan dengan apa yang dicatat oleh Matius dalam pasal 16:13-20. Ini adalah perikop yang sama, tapi coba kita perhatikan, ayat 1720 tidak dicatat oleh Markus. Segera setelah Petrus mengatakan: 'Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup', Tuhan Yesus langsung berkata: 'Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku atau gereja-Ku.' Ini adalah sebuah pernyataan yang sangat penting yang menjadi alasan keberadaan gereja. Tetapi mengapa hal ini tidak dicatat oleh Markus? Bukankah ini aneh? Markus menuliskan Injilnya memang untuk orang-orang Roma, orang-orang non-Yahudi, orang-orang yang dulunya kafir. Sedangkan Matius menuliskan Injilnya secara khusus ditujukan untuk orang-orang Yahudi. Karena Injil Markus dan Matius ditujukan kepada alamat yang berbeda, maka terjadilah gaya penulisan yang berbeda. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Matius tidak menambahkan sesuatu yang tidak dikatakan oleh Tuhan Yesus. Sebaliknya, Markus yang menganggap tidak terlalu penting mencatat apa yang dicatat oleh Matius. Secara urutan waktu penulisan, semua cenderung lebih setuju kalau Markus menulis lebih dulu dari Matius. Tetapi justru kenapa kalau Markus menulis lebih dahulu dari Matius, dia tidak mencatumkan bagian ini? Sementara itu apakah Matius berpikir, "Wah, ini kekurangan sesuatu yang penting, sesuatu yang dilupakan' oleh Markus, maka sekarang aku harus mengkoreksi dan menambahkan." Saya kira tidak. Memang Markus mempunyai alasan mengapa ia tidak mencatumkan bagian itu, alasan yang berkaitkan dengan tujuan alamat surat ltu. Latar belakang kafir orang-orang Romawi pada waktu itu sebelum menjadi Kristen, sebetulnya bersifat politheisme, Dewa apapun mereka sembah. Bahkan bagi mereka yang mempunyai jiwa yang 'spiritual', hidup yang 'rohani', kalau mereka yang seorang pengusaha pergi ke suatu kota, maka mereka akan bertanya apa kuil yang terpenting di situ. Kemudian mereka masuk ke kuil itu menyembah dewa di sana. Sampai ke kota lain, mereka bertanya lagi, "Apa kuil yang terkenal di sini? Siapa dewanya?" Lalu mereka masuk ke kuil itu, pergi beribadah. Tidak jadi masalah. Dari latar belakang mereka yang politheisme, menyembah banyak dewa, sekarang.menyembah Kristus; Kalau mereka mempunyai konsep yang tidak benar mengenai monotheisme yang disodorkan oleh Page 5
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
kekristenan, mungkin mereka berpikir, "Ya, tambah satu dewa lagi, apa salahnya?" Betul kan? Itu sebabnya Paulus pernah menemukan banyak mezbah yang dipakai untuk memberikan korban kepada dewa-dewa yang ada, termasuk satu mezbah untuk 'Allah yang Tidak Dikenal'. Ya, sekarang tambah satu dewa, 'Dewa Yesus', tidak apa-apalah. Tidak ada masalah bagi orang-orang kafir untuk mempunyai satu tambahan pola hidup lagi, yaitu pola hidup bergereja. Itulah yang terjadi kalau konsep mereka tentang monotheisme Kristen tidak jelas. Memang mudah bagi orang kafir untuk beralih agama, Mereka mudah beralih dari menyembah ini kemudian menyembah Kristus. Dari menyembah dewa palsu - sudah dewa yang sebetulnya tidak ada, pppalsu lagi, ini salah dua kali - kemudian menyembah Allah yang benar. Ini tidak ada salahnya, tidak ada kesulitan, dan tidak ada yang melarang. Tetapi lain ceritanya bagi orang Yahudi. Sejak jaman Musa bagi orang Yahudi sudah ditegaskan: jangan beribadah kepada Allah lain selain Yahweh, Tuhan Allah yang telah menuntun mereka keluar dari perbudakan di Mesir. Memang dalam Perjanjian Lama mereka pernah mencoba mau menukar tuhan. Waktu itu panen orang Israel gagal, tetapi panen Bani Amon melimpah. Orang-orang Israel berpikir, "Wah, Allah kita kurang hebat dalam pertanian. Kalau soal perang mungkin hebat, tapi soal pertanian kalah canggih dengan dewanya Bani Amon. Ayo kita 'impor' dewanya Bani Amon, 'impor' baal." Itu terjadi pada orang Yahudi dalam jaman Perjanjian Lama. Tetapi setelah mereka dibuang selama 70 tahun, mereka betul-betul bertobat. Tidak pernah ada lagi satu usaha untuk menukar Allah, apalagi tidak beribadah. Sekalipun akhirnya perjalanan waktu menyebabkan mereka beribadah secara keliru, itu urusan lain, tetapi mereka betul-betul beribadah kepada Tuhan. Sampai pada jaman Tuhan Yesus, sebetulnya pola ibadah orang Yahudi terhadap Tuhan Allah itu sudah menyatu begitu rupa dengan budaya dan adat. Sebagai orang Yahudi, setiap hari mereka pergi ke synagoge, rumah sembahyang, rumah ibadah atau tahun demi tahun pergi ke Yerusalem - semacam naik haji - merayakan Paskah. Lalu tiba-tiba sekarang kenapa harus mengadakan suatu pola ibadah yang berbeda, hanya pada hari minggu, hari Tuhan, hari kebangkitan.Tuhan, bersekutu Page 6
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
bersama-sama, tidak beribadah di rumah sembahyang? Apa alasannya? Ini menjadi sesuatu yang serius sekali. Itu sebabnya Matius merasa perlu menegaskan kenapa.orang Kristen harus mempunyai pola ibadah yang berbeda dengan orang Yahudi yang masih memeluk agama Yahudi. Apakah sebabnya? Penyebab itu perlu dicatat. Jikalau tidak ada catatan yang ditulis oleh Matius ini, yang memang betul dikatakan oleh Tuhan Yesus, bagi orangYahudi meninggalkan kebiasaan beribadah di Bait Allah kemudian mengikuti persekutuan bersama-sama dengan orang Kristen itu merupakan suatu resiko besar. Maaf, saya bukannya mau membangkit-bangkitkan soal SARA, tetapi saya kira ini satu contoh yang paling konkrit dan faktual. Kalau misalnya di Aceh ada orang yang pada hari Jumat demi Jumat pergi ke mesjid, sembahyang. Suatu hari ia dijemput tetangganya, "Pak, ayo sembahyang jumat." Lalu ia menjawab, "Maaf, sekarang saya jumat tidak ke mesjid." Ditanya oleh tetangganya, "Loh, kenapa Pak?" Sahutnya, "Hari minggu saya ke gereja." Berani dia menjawab begitu? Menurut saya hari itu juga rumahnya rata dengan tanah. Saya pernah ke Aceh. Pada waktu saya melayani di Aceh, ketika akhirnya terjadi kebaktian seperti ini, yang beribadah di Aceh itu adalah orang-orang pendatang, bukan penduduk Aceh. Dalam perbincangan, saya ingin tahu siapakah di antara yang hadir itu betul-betul orang Aceh asli. Yang Aceh asli cuma ada satu, wanita. Saya mulai berpikir, "Kenapa wanita, ya? Oh, kalau laki-laki mungkin sudah mati dari dulu-dulu." Mungkin, loh ya! Kemudian saya mulai bertanya tentang berapa orang Kristen di sana. Dijawab mereka, "Pak, kok bertanya tentang data orang Kristen? Kami yang datang dari Jawa dan dari tempat lain, yang jelas-jelas agama Kristen, namun pada waktu memperpanjang KTP di sana ditulis agama Islam. Sewaktu kami memberitahu, kalau ini salah tulis, disahutnya: ah, tidak apa-apalah, tahu sama tahu. Ini untuk mempertahankan data di papan kecamatan tertulis penduduk: semua Islam." Itu jawabnya. Dengan contoh ini kita bisa memahami bagaimana sulitnya orang Yahudi meninggalkan pola ibadah di Bait Allah kemudian masuk ke dalam persekutuan Kristen. Saya kira dalam banyak hal orang Yahudi jauh lebih ketat memelihara tradisi daripada orang Islam sekarang. Sampai di sini Page 7
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
sebetulnya kita mulai melihat bahwa keberadaan gereja pada waktu itu, sebagaimana yang Alkitab katakan adalah suatu keberadaan yang bukan boleh ada, boleh tidak. Jikalau keberadaan gereja boleh ada boleh tidak, ya kalau tidak ada, tidak apa-apa, bukan? Tetapi karena justru mau tidak mau gereja harus ada, bahkan didasari oleh satu pengakuan iman yang sangat penting, yaitu: Yesus adalah Mesias, maka gereja harus ada. Mari kita mulai melihat pada konteks yang lebih luas. Apakah sebenarnya alasan keberadaan gereja, yang sekarang ini muncul dengan 'label' yang berbeda-beda, muncul dengan berbagai 'plang' yang berbeda? Kalau semua kepentingannya disederhanakan, diintisarikan hanya sematamata untuk mengabarkan Injil saja, kenapa harus berbeda-beda kalau begitu? Saya bukannya tidak setuju adanya perbedaan-perbedaan gereja. Tetapi jikalau ada perbedaan-perbedaan gereja dengan `label-label' tertentu, mestinya ada perbedaan-perbedaan hakiki, ada tekanan-tekanan hakiki yang ditekankan oleh gereja-gereja tertentu dan tidak ditekankan oleh gereja yang lain, dan demikian pula sebaliknya. Itu membuat perbedaan label gereja itu menjadi bisa dimengerti. Kalau perbedaan itu hanya soal corak atau perbedaan gaya menyanyinya, itu menjadi sesuatu yang saya kira dilebih-lebihkan.
Di kota Jakarta, misalnya sembarang sebut di Jalan Ketapang ada Gereja Kristus Ketapang. Tidak lebih dari seratus meter jaraknya, ada GPdI. Kalau misalnya dari kacamata awan, saya mencoba mempertanyakan: kenapa tidak jauh harus ada dua gereja? Pada hari minggu mungkin pengunjung ibadahnya sama banyak. Dan sekarang, untuk sementara ini Gereja Kristus Ketapang yang terbakar pindah ke sekolah. Jarak itu menjadi lebih dekat lagi. Mbok ya sudah, merger saja kalau begitu. Apakah pertahanan perbedaan itu hanya sekedar karena orang-orang Gereja Kristus Ketapang lebih suka nyanyian yang begini, sementara GPdI yang begitu? Saya kira visi ini kalau mau tetap dilaksanakan di kota Jakarta terlalu sulit mencari orang yang buta huruf. Akhirnya apa yang dilayani? Aktivitas! Ada suatu ilustrasi seperti ini. Ada seorang anak remaja yang setiap sore membuat telur rebus setengah matang untuk ayahnya. Sambil Page 8
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
menunggu telur rebus ini matang, dia menyanyi satu lagu: "Kasih-Nya seperti sungai, kasih-Nya seperti sungai, ...." itu ia lakukan setiap sore. Ayahnya biasanya menunggu telur rebus setengah matang itu disajikan sambil membaca koran. Suatu kali karena berita koran itu-itu juga, tidak ada yang menarik, akhirnya dia menikmati pujian anak remajanya ini. Pikir sang Ayah, "Ah, merdu juga sebetulnya suara anak saya." Dipanggil si Anak, "Anakku, sebetulnya suaramu cukup merdu, loh. Kenapa tidak ikut vokal grup remaja di gereja?" Anaknya marah, "Ayah ini ngaco." "Loh kenapa?" ayahnya bingung. "Tahu tidak, Yah, begitu aku selesai menyanyi lagu itu telur yang aku rebus pas setengah matang. Sekarang Ayah panggil, kan saya jadi bingung. Balik ke dapur saya tidak tahu telur ini sudah terlalu matang atau terialu mentah!" Artinya sekian lama, sekian hari, sore-sore, waktu-waktu tertentu, bagi yang mendengar sepertinya dia memuji Tuhan. Bagi dirinya dia bukan rnemuji Tuhan, tetapi telurnya! Saya kuatir, sama seperti gereja, jika tidak mempunyai mission statement Gereja menjadi terjebak dalam rutinitas, yang sebetulnya sampai pada batas-batas tertentu, pada waktu kita giat mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas gereja itu, kita sendiri mengerjakannya sambil mengomel, tetapi tidak bisa tidak dikerjakan. Sudah terbiasa dari kecil sih. Hari kedelapan, saya sudah dibaptis. Sebelum saya bisa berjalan, saya sudah digendong masuk gereja. Akhrinya menjadi seperti itu. Mari Saudara, kita mulai pikirkan bagaimana kita ini, khususnya dalam situasi yang seperti sekarang ini, marilah kita berani mengkaji ulang keberadaan gereja kita masing-masing. Sebetulnya diijinkan oleh Tuhan untuk tetap ada dengan maksud dan panggilan apa? Itu menjadi penting. Jikalau tidak, mungkin kita akan berada di dalam situasi yang terus-menerus seperti itu. Oleh karena itu Saudara-saudara, mari kita mulai bandingkan dengan apa yang tertulis dalam Injil Matius 10:16, yang berbunyi demikian: "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." Ayat ini disampaikan oleh Tuhan Yesus menjadi panggilan kepada setiap kita jauh sebelum Tuhan Yesus berbicara tentang akan didirikan gereja di atas pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias. Tetapi bagaimanapun, tidak bisa tidak, ini merupakan suatu konteks yang dijelaskan oleh Tuhan Yesus terlebih dahulu dimana gereja ditempatkan oleh Tuhan. Page 9
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
Mungkin sekitar hampir satu minggu yang lalu, ketika saya mendengar bahwa di Ambon terjadi kerusuhan lagi, spontan pada waktu itu saya berpikir, "Aduh celaka nih, kurang satu minggu lagi NRC-NYC diadakan. Kalau misalnya kerusuhan Ambon itu terus bergolak dan belum berhenti sampai sekarang, mungkin tidak semudah yang kita sangka kalau sekarang ini.kita tetap bisa mengadakan NRC-NYC di tempat ini. Dan misalnya pada waktu kita mengadakan, bagaimana kalau kemudian orangorang di sekitar sini, yang pada umumnya lebih suka warna hijau mulai berpikir, "Nah, ini kesempatan. Ada kelompok orang Kristen berkumpul, nih." Bagaimana? Terlepas dari setuju tidaknya mempercepat waktu penyelenggaraan, saya mulai berpikir kalau ini terjadi di NRC-NYC bagaimana? Waktu itu saya berpikir, "Apapun yang terjadi, yang harus berlangsung biarlah tetap berlangsung, tetapi ini kan kemauan panitia. Kalau pesertanya yang 'kabur' panitia bisa apa? Dalam hal ini paling tidak waktu itu kita langsung berpikir, "Aduh celaka nih, kalau tidak cepat-cepat selesai, gawat nih" Begitu kan? Saya tidak tahu gereja-gereja yang ada di Indonesia mempunyai perasaan seperti apa akhir-akhir ini. Ketakutan, cemas, gemetar atau apa? Saya tidak mengerti. Kalau gereja kita akhir-akhir ini, gereja-gereja di Indonesia banyak yang gelisah, takut dan sebagainya, justru saya pikir keliru. Keliru dalam arti apa? Keliru dalam arti belum mengerti hakekat dari keberadaan gereja! Atau karena selama ini Tuhan mengatakan kita ini seperti domba diutus ke tengah-tengah serigala, tetapi belum pernah sungguh-sungguh diutus. Dan baru sekarang, baru sungguh-sungguh diutus, kita ketakutan. Dalam Injil Matius 10:16 dikatakan: 'Tidak tahukah kamu bahwa kamu akan menjadi seperti domba diutus ke tengah-tengah serigala?' Apa arti ayat ini? Bagaimana kita menafsirkan ayat ini? Kadangkadang sulit kalau kita mau menafsirkan ayat ini berdasarkan gramatikanya, dari bahasa Yunaninya tensesnya apa, dst-nya, ... susah, saya kira tidak akan mendapat arti apa-apa. Tetapi kita mungkin justru lebih mudah menafsirkan ayat ini jikalau kita memakai perasaan. Bukan berarti pengetahuan teologia, sistematis pengetahuan pengertian tentang bahasa asli tidak perlu. Bukan itu yang saya katakan. Tetapi kalau saya boleh memakai satu contoh, kalau misalnya saya mengedit atau mengeluarkan, menerbitkan satu buku: ketawa sampai mati cara Kristen, Page 10
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
maka ayat ini harus dikutip: 'Aku mengutus kamu seperti domba di tengahtengah serigala.' Ini lucu Saudara, benar-benar lucu. Sekawanan domba kedatangan seekor serigala, itu sudah malapetaka besar. Betul kan? Tetapi oke deh, sekawanan domba kedatangan seekor serigala. Seekor domba 'rada' berdekatan dengan beberapa ekor serigala, itu sudah bahaya sekali! Si domba tidak perlu diutus, serigalanya yang akan datang kok! Apa tidak lucu ayat ini? Lucu sekali! Secara realita tidak akan ada kejadian ini. Tidak mungkin terjadi seekor domba diutus ke tengah-tengah serigala. Dombanya belum lagi datang, baru selesai pengutusan saja serigalanya langsung datang. Ini benar! Tetapi karena itu saya katakan ayat ini jangan ditafsir berdasarkan pendekatan gramatika. Kalau boleh memakai bahasa perasaan, Tuhan Yesus mengatakan begini, "Pokoknya kondisimu sebagai orang Kristen, ngeri deh." Itulah artinya. Ya, itu saja. Kalau mau mencoba memahami betapa ngerinya, berubahlah menjadi seekor domba lalu coba masuk ke tengah-tengah serigala. Baru tahu betapa ngerinya! Jadi dalam hal ini, jangan dimengerti secara susah-susah. Gunakan perasaan saja, "Wah, ini ngeri!" ]adi, kalau kita mau bayangkan realitanya itu terlalu abstrak. Rasanya tidak akan pernah terjadi seekor domba berlenggang-lenggang kangkung di tengah-tengah serigala. Tetapi di tengah-tengah situasi seperti ini, Tuhan Yesus juga memberikan suatu kiat bagaimana menghadapi situasi yang, pokoknya ngeri ini: jadilah cerdik seperti ular tulus seperti merpati. Namun artinya sama abstraknya. Apa itu cerdik seperti ular tulus seperti merpati? Yang lebih konkrit bagi kita: licik seperti ular, jinak-jinak merpati! Betul tidak? Tetapi itulah sesungguhnya panggilan kepada gereja di tengah-tengah jaman. Jaman apapun, baik dulu jaman orla, orba maupun nanti jaman reformasi. Saya tidak pernah melihat ada satu saat dimana gereja akan aman tentram, tidak, tidak akan pernah itu terjadi. Karena jikalau gereja berada dalam keadaan seperti, itu berarti gereja bukan diutus seperti seekor domba ke tengah-tengah serigala. Maka, bagaimana kita bisa menyadari, bagaimana kita bisa menemukan satu mission statement yang tepat untuk gereja kita masingPage 11
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
masing, semuanya ini harus terlebih dahulu didasari oleh sejauh mana kita menyadari konteks di mana gereja ditempatkan. Di dalam pengertian ini pula saya katakan: jikalau baru akhir-akhir ini kita merasa resah, kita sebagai gereja 'ketakutan', ini hanya membuktikan bahwa dulu kita belum diutus, tetapi baru diberi persiapan untuk diutus. Justru saya melihat bahwa masa-masa sekarang inilah masa-masa konkrit dimana gereja sedang diutus. Tetapi jikalau saat ini adalah saat-saat konkrit dimana gereja sedang diutus, saya ingin bertanya, "Sudahkan gereja mempunyai mission statemen?" Kalau belum, diutus ke manapun juga kita sendiri akan bingung. Biarlah selama beberapa hari di tempat ini kita terus berkesempatan berkumpul bersama-sama memikirkan Firman Tuhan; kita juga mau terusmenerus mulai mempertanyakan keberadaan gereja kita masing-masing dengan kekhasan/kekhususannya sendiri, entah itu gereja yang bersifat homogen, yaitu mungkin dari satu suku tertentu atau gereja yang heterogen, dari berbagai ras. Mari kita masing-masing mulai mempertanyakan apa statement of faith gereja kami? Kalau misalnya kita membuka sejarah gereja kita, lalu mendapat bahwa dulu ketika gereja kita didirikan dengan visi dan misi seperti demikian, apakah sekarang masih relevan? Penginjilannya pasti masih, tetapi hal-hal yang lain perlu dimodifikasi. Ini membuat gereja terus-menerus memiliki suatu kegairahan untuk berada di tengah-tengah dunia, menjadi terang dan garam bagi dunia. Jikalau tidak, maaf kata, kita harus cepat-cepat membuka Wahyu pasal 2, dimana kepada gereja di Efesus dikatakan: Aku tahu segala kegiatanmu, jerih lelahmu. Kata jerih lelah yang dipakai di sini adalah seperti usaha seorang kuli, bekerja giat bagi Tuhan. Disebut banyak: Aku tahu pengenalanmu akan doktrin begitu ketat. Pengenalan doktrin gereja Efesus benar-banar sangat ketat, karena di kota Efesuslah berdiri sekolah teologi reformed yang pertama. Rektornya tidak tanggung-tanggung, Paulus; dekannya mungkin Apolos, lalu bapak asramanya, Timodus, dosen honorernya: Aquilla dan Priskilla. Kira-kira seperti itu. Itulah sekolah teologia Tiranus, yang diadakan di Efesus selama tiga tahun. Di dalam pengertian seperti ini sangat bisa dimengerti kalau di Efesus mereka tahu persis doktrin secara benar seperti yang dikatakan dalam Wahyu: Aku tahu bagaimana kamu dapat membedakan mana ajaran benar mana ajaran yang Page 12
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
tidak benar. Tetapi, tidak enak di belakangnya: Tetapi betapa dalamnya engkau telah terjatuh, engkau telah kehilangan kasihmu yang semula! Kitab Wahyu mungkin ditulis sekitar akhir abad pertama, sekitar tahun 90-100. Di dalam penafsiran waktu penulisan ini, sebetulnya gereja Efesus adalah gereja yang sudah memasuki generasi kedua atau bahkan mungkin generasi ketiga, karena sudah berbeda 40 tahun dengan hari dimana Paulus dulu datang ke kota Efesus mengabarkan Injil dan gereja di sana berdiri. Jadi orang-orang yang ada di gereja Efesus ini adalah orangorang yang (kalau memakai bahasa modern) sejak kecil sudah ikut sekolah minggu, sehingga mereka sudah masuk ke dalam suatu rutinitas gereja. Memang yang namanya gereja ada persekutuan doa, ada paduan suara, ada angklung, ada kulintang dan macam-macam yang lain. Inilah gereja. Sejak kani dulu remaja seperti ini, sejak kami sekolah minggu, ya seperti ini juga. Tetapi itu menjadi satu aktivitas. Akhirnya kegiatan gereja adalah melayani aktivitas. Aktivitas tidak lagi menjadi suatu kendaraan untuk mencapai visi dan misi yang mau dituju. Aktivitas gereja semestinya adalah goal oriented. Tetapi banyak sekali gereja bersifat activity oriented, yang penting asal gereja jadi penuh dengan aktivitas-aktivitas. Nah, itu namanya gereja yang bergairah! Tidak, Saudara. Gereja boleh sepi dengan kegiatan dan aktivitas apapun, asal visi dan misinya terus-menerus semakin hari semakin dekat dan hampir tercapai. Gereja boleh tidak ada aktivitas, itu kalau memang bisa begitu. Tetapi gereja kita gereja yang mana? Maka kepada Efesus, Tuhan berkata, "Betapa dalamnya engkau telah terjatuh. Engkau kehilangan kasihmu yang semula." Artinya statement of faith gereja Efesus ketika pertama kali Paulus datang ke tempat itu sudah tidak lagi pernah dipikirkan oleh orang-orang Efesus. Mereka setiap kali melakukan rutinitas, begitu-begitu saja. Saya pernah melayani di satu gereja sebelum di GRII. Di sana satu bulan sekali ada persekutuan kaum pria. Persekutuan kaum pria ini menjadi sesuatu yang sangat membebani saya dan khususnya ketua kaum prianya. Tempat pelaksanaan persekutuan ini selalu diputar, kali ini di keluarga dia, bulan berikutnya di keluarga lainnya. Setiap hari H-nya, mulai pukul 9 sampai 11 siang, ketua persekutuan ini menghubungi anggotanya satu persatu, "langan lupa hari ini ada persekutuan." Ditelpon satu-satu. Setelah itu masih dijanjikan, "Nanti pukul 3 sore saya jemput, ya satu persatu." Sampai saatnya, pukul 5 sore, yang dihubungi via telepon Page 13
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
kira-kira 30-35 orang, yang bisa hadir dan dijemput itu 8-9 orang. Bulan demi bulan seperti itu. Sampai suatu saat saya mengatakan, "Saya tidak tahu ini melayani aktivitas atau aktivitas mau mencapai tujuan." Saya mengatakan, "Mari kita duduk bersama, pikirkan lagi aktivitas yang seperti ini masih mau diteruskan atau lebih balk dibubarkan saja karena saya sudah tidak melihat lagi ada tujuan yang mau dicapai melalui persekutuan ini." Terjadi pro dan kontra. Saya pikir, "Silahkan kontra, saya pro untuk meniadakan. Tunggu sampai betul-betul merasa persekutuan ini dibutuhkan lagi, ada gunanya, tidak menjadi beban, bukan karena sungkan sudah ditelepon dan sudah dijemput, barulah adakan lagi." Mari Saudara, kita mulai pikirkan: gereja kita sebetulnya sekarang ini sedang ke mana? Apa yang sudah gereja kita lihat dalam kondisi sekarang ini? Kalau gereja kita sekarang ini, 2 tahun terakhir ini, masih tetap melihat hal yang sama dengan yang 10 tahun sebelumnya, berarti gereja belum melihat apa-apa yang berubah di Indonesia sementara para mahasiswa sudah melihat suatu yang jauh berbeda, tetapi gereja belum melihat. Lucu sekali! Katanya gereja adalah nabi bagi jamannya. Mahasiswa melihat sesuatu yang berbeda, gereja tidak melihat. Yang dikejar, yang mau dicapai 10 tahun yang lalu dan sekarang masih persis sama. Saya pikir, pasti berbeda. Harus ada bedanya. Sehingga di dalam hal ini, Saudara-saudara, gereja yang bergairah, gereja yang sungguh-sungguh hidup ditandai dengan beberapa faktor yang penting. Satu yang tetap, yaitu: bagaimana Injil terus-menerus diberitakan, karena Injil adalah pemberitaan tentang Yesus adalah Mesias. Tetapi kecuali itu, hal-hal yang lain, yaitu gereja harus terus pikirkan kenapa gereja boleh ada dalam konteks yang khas seperti ini? Gereja yang ditempatkan Tuhan di wilayah Aceh bertanya, "Apa yang boleh diperbuat untuk Aceh?" Gereja yang ditempatkan Tuhan di Jakarta bertanya, "Apa yang boleh diperbuat untuk kota Jakarta?" Demikian seterusnya, dan seterusnya dan seterusnya. Sehingga masing-masing gereja, dengan 'labellabel' yang berbeda, mempunyai tujuan yang lebih unik dibandingkan dengan gereja-gereja yang lain. Sehingga keberbagai-ragaman.gereja ini boleh ada dan terus-menerus boleh memperjuangkan apa yang menjadi kekhususannya.
Page 14
Pentingnya Fokus Gereja – Pdt. Yung Tik Yuk
Kiranya Firman Tuhan boleh membuka mata kita untuk melihat lebih jelas. Kita terus berdoa dan memikirkan: sekembalinya kita ke tempat kita masing-masing, pembaharuan macam apa yang mau kita usahakan terjadi dalam gereja kita. Jikalau sewaktu 'membuka' mata kita belum melihat sesuatu yang harus dikerjakan, ada baiknya kita 'menutup' mata, karena ada kalanya pada waktu kita 'menutup' mata justru pada waktu itulah mata rohani kita dibukakan.
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 41 - November 1999 Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/fokgereja.html
Page 15