Editor: Nuhrison M. Nuh
PEMIMPIN GEREJA MORATORIUM ORGANISASI GEREJA DAN HAM
Tim Penulis: Wakhid Sugiyarto, Suhanah, Reslawati, Nuhrison M. Nuh, Syaiful Arif, Asnawati, Sony Dandel
KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT Kementerian Agama RI PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Badan Litbang dan Diklat TAHUN 2015 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta, 2015
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM ISBN : 978-602-8739-49-8 xviii + 263 hlm; 14,8 x 21 cm. Cetakan ke-2 November 2015
Hak cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit.
Penulis: Wakhid Sugiyarto•Suhanah•Reslawati•Nuhrison M. Nuh • Syaiful Arif •Asnawati•Sony Dandel Editor: Drs. H. Nuhrison M. Nuh, MA
Desain cover dan Layout oleh : Suka, SE
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No.6 Jakarta 10340 Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421 http://puslitbang1.kemenag.go.id
ii
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah swt, atas rahmat dan karunianya pengeditan naskah buku ini dapat diselesaikan dengan baik. Solawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan pengikutnya. Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang berjudul “Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi gereja”, yang dilakukan pada tahun 2014. Setelah pengeditan, judul diubah menjadi “ Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM” Dalam penelitian dilapangan banyak dilakukan wawancara pada pemimpin gereja dari berbagai denominasi. Untuk itu kami ucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan. Semoga informasi tersebut bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Buku ini memuat empat hal, yaitu: Pandangan Pemimpin Gereja Tentang Pengaturan Organisasi Gereja, Pelayanan Kementerian Agama dalam hal ini Pembimas Kristen; Relasi Sosial Antara Pemimpin Gereja dengan Masyarakat Sekitar dan Pembimas Kristen, dan Saran Pemimpin Gereja Tentang Cara Menciptakan Kerukunan Internal Umat Kristen. Kepada para peneliti yang telah bersusah payah mengumpulkan data di lapangan, kemudian menuliskannya menjadi sebuah laporan penelitian, kami juga mengucapkan terimakasih. Terakhir kami mengucapkan terimakasih kepada
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
iii
saudara editor yang telah menyelesaikan pengeditan buku ini, sehingga dapat dihidangkan kepada para pembaca. Akhirnya kami berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat dan dapat digunakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tak ada gading yang tak retak, maka saran perbaikan para pembaca sangat kami harapkan.
Jakarta, November 2015 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
H. Muharam Marzuki, Ph.D NIP. 19630204 199403 1 002
iv
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa, atas penerbitan buku ini. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan pengikutnya. Kami juga mengucapkan selamat kepada Puslitbang Kehidupan Keagamaaan yang secara kontinyu dan terseleksi melakukan penerbitan hasil-hasil penelitian. Hal ini penting karena bagaimanapun penelitian dilakukan, harus tersosialisasikan, meskipun kadang-kadang kurang teraplikasi dengan baik. Tetapi setidaknya sosialisasi hasil penelitian melalui penerbitan merupakan langkah yang cukup progresif dan perlu dibudayakan di lingkungan institusi pemerintah, khususnya di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Buku berjudul Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM merupakan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang dilaksanakan pada tahun 2014. Kami menyambut baik penerbitan buku ini paling tidak karena tiga hal. Pertama, dengan diterbitkannya buku ini sekurang-kurangnya dapat memberikan gambaran bagaimana pandangan para pemuka agama terhadap kebijakan moratorium pendirian organisasi gereja yang baru yang dikeluarkan oleh Ditjen Bimas Kristen, pandangan tentang pelayanan yang diberikan oleh Pembimas Kristen dan tentang relasi sosial antara pemimpin gereja dengan Pembimas Kristen dan masyarakat sekitar. Kedua, penerbitan hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana sosialisasi hasil-hasil kelitbangan sehingga diharapkan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
v
dapat dijadikan bahan acuan bagi Dirjen Bimas Kristen dalam memberikan pelayanan dan pengaturan terhadap organisasi gereja. Pada umumnya para pemimpin gereja memberikan dukungan terhadap kebijakan Dirjen Bimas Kristen yang mengambil kebijakan untuk mengadakan moratorium pendirian organisasi gereja yang baru, walaupun untuk sebagian pemimpin gereja kebijakan tersebut dianggap melanggar konstitusi dan HAM. Ketiga publikasi hasil penelitian merupakan tanggung jawab akademis para peneliti. Selain itu dengan didiseminasikannya hasil penelitian ini, diharapkaan akan mendapat kritik dan masukan dari para pembaca, dan hasil penelitian ini akan semakin teruji. Kedepan hasil-hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan akan semakin dapat dipertanggung jawabkan, baik secara metodologis maupun substansinya. Kami berharap buku ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya, dan selebihnya dapat memperkaya informasi tentang pandangan pimpinan gereja tentang substansi yang diteliti. Akhirnya, kepada semua pihak yang terlibat dalam penerbitan buku ini, kami ucapkan banyak terima kasih. Jakarta, November 2015 Kepala Badan Litbang dan Diklat
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005
vi
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KRISTEN KEMENTERIAN AGAMA RI Pertama-tama marilah kita menaikkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kasih Kerunia-Nya yang telah kita terima, teristimewa pada hari ini telah terlaksana penerbitan buku Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM boleh terlaksana dengan baik. Penelitian merupakan kebutuhan penting yang sangat mendukung umat dalam meningkatkan kinerja pelayanan serta memacu kita untuk tetap giat dalam merencanakan kinerja kita. Penelitian ini akan dirasakan lebih efektif dan membawa dampak signifikan bagi perwujudan kelembagaan suatu organisasi jika dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dengan hadirnya buku Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM ini diharapkan pencapaian dalam penanganan permasalahan dalam pelayanan umat dapat tercapai dengan sebaik-baiknya serta relasi umat dengan sesama boleh berjalan lebih lancar dan tepat. Penerbitan buku Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM adalah salah satu buku yang sangat penting karena banyak memberikan masukan kepada gereja-gereja lain yang sangat mendambakannya serta ingin memiliki program kerja dalam Kementerian Agama khususnya Badan Litbang dan Diklat. Oleh karenanya melalui penerbitan buku ini maka kita harus bertanggung jawab atas kemurahan Allah melalui sikap, perilaku yang senantiasa mencerminkan hidup kita. Selain memiliki buku ini maka kegunaannya diperuntukkan sesuai dengan kebutuhan para pembaca untuk penyelarasan organisasi dan peningkatan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
vii
pelayanan kepada umat secara kontinyu karena merupakan langkah strategis dalam memberikan landasan yang kokoh untuk proses peningkatan kualitas iman yang secara berkesinambungan menuju operational excellent service sebagai tuntutan kinerja Kementerian Agama RI. Saudara hadirin yang berbahagia, Pada akhirnya sekali lagi kami menyampaikan selamat atas keberhasilan penulisan dan penelitian ini berharap agar seluruh umat dapat berkontribusi lebih maksimal lagi, masyarakat, bangsa, negara dan bagi dunia. Sekaligus saya mengucapkan selamat atas diterbitkannya buku Pemimpin Gereja Moratorium Oganisasi Gereja dan HAM. Sekian dan terima kasih. Jakarta, 17 November 2015 Direktur Jenderal,
Oditha R. Hutabarat, M.Th. NIP. 19560831 198703 2 001
viii
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
PRAKATA EDITOR PEMIMPIN GEREJA MORATORIUM ORGANISASI GEREJA DAN HAM Oleh: Nuhrison M. Nuh
A
gama merupakan kekuatan kolektif masyarakat di atas semua individu, dipahami sebagai jalan menuju kehidupan sejati dan pedoman bagi penganutnya. Tujuanya adalah memproses realitas kehidupan yang ada (das sein) kepada kehidupan seharusnya (das sollen). Proses sosiologis seperti inilah yang mendorong sifat missioner agama, termasuk Kristen. Di Indonesia, agama Kristen tumbuh pesat setelah Indonesia merdeka Kini organisasi gereja induk telah mencapai 323 buah, puluhan ribu gereja jemaat, yayasan sosial, sekolah dan penginjilan. Melihat sudah semakin banyaknya organisasi gereja maka Dirjen Bimas Kristen mengeluarkan kebijakan moratorium, untuk membatasi pertumbuhan organisasi gereja. Namun kebijakan moratorium tersebut tidak menyurutkan gereja untuk tumbuh, karena watak protestantisme Luther, Evangelis, Kharismatik dan Injili, terus tumbuh kapan saja dan dimana saja. Dengan kasih, pengharapan, penebusan dosa, church planting dan presensia, penginjil terus berkarya menyelamatkan domba-domba tersesat, dan memberdayakan si miskin, gerejapun terus tumbuh sesuai kebutuhan. Organisasi gereja yang terus tumbuh itu memerlukan pembatasan, pengaturan dan pelayanan, untuk menjaga Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
ix
masyarakat agar tetap damai, rukun, dan oikumenis dalam kerangka NKRI. Ledakan organisasi gereja, di satu sisi dapat dinyatakan sebagai keberhasilan misionaris, tetapi di sisi lain mengkhawatirkan terjadinya konflik internal maupun eksternal kekristenan, apalagi dengan lahirnya UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Menurut undang-undang tersebut dalam membentuk organisasi kemasyarakatan yang penting memenuhi syarat-syarat yang termuat dalam undang-undang tersebut, tidak ada pembatasan, apalagi moratorium, sehingga melahirkan perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin gereja. Latar belakang di atas ini menjadi salah satu pendorong dilakukan penelitian dengan harapan dapat menemukan realitas yang sebenarnya yang terjadi dilapangan sehingga dapat melahirkan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai bahan dalam menetapkan kebijakan dalam rangka mendorong berhasilnya pembangunan dibidang agama. Permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah; Bagaimana pandangan pemimpin gereja tentang pengaturan organisasi gereja? Bagaimana kebijakan Kementerian Agama dalam pengaturan organisasi gereja? Pemikiran visioner seperti apa yang disumbangkan pemimpin gereja yang menjamin keharmonisan, dan kedamaian beragama? Dan bagaimana relasi gereja dengan masyarakat sekitar dan Kementerian Agama? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data yang digali bersifat naturalistik dari para pemimpin gereja, Pembimas Kristen, dan masyarakat. Narasumber yang diutamakan berasal dari gereja-gereja besar, kemudian gerejax
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
gereja yang sudah teerdaftar dan yang belum terdaftar, sehingga dapat ditemukan nuansa sosiologis, bagaimana pandangan mereka terhadap semua pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dalam bentuk studi kasus. Tehnik pengumpulan data yang digunakan wawancara, observasi, kajian dokumen, dan Focus Group Discussion (FGD). Wilayah yang menjadi obyek penelitian adalah Kota Medan, Jakarta, Bandung Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, Surabaya Jawa Timur, Manado Sulawesi Utara dan Jayapura Papua. Penelitian ini memberikan informasi sebagai berikut: Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan cukup mengkhawatirkan, karena dimungkinkan terjadinya pendaftaran denominasi baru kepada Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan UU Ormas tersebut, sebuah denominasi bisa disahkan selama berasas Pancasila, tidak peduli apa paham keagamaannya. Kementerian Dalam Negeri hanya melakukan seleksi paham kebangsaan, bukan keagamaan. Berdasarkan hasil penelitian dan seminar hampir semua informan dan pembicara sepakat bahwa organisasi gereja yang akan mendaftar ke Kementerian DalamNegeri harus mengantongi surat rekomendasi dari Dirjen Bimas Kristen. Ditjen Bimas Kristen tidak akan memproses pendaftaran organisasi gereja baru berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen No: DJ.III/ BA/330/6319/2006 tanggal 29 Desember 2006, kepada Kabid dan Kabimas Kristen. Dalam surat edaran tersebut diinstruksikan agar Pembimas Kristen tidak memproses pendaftaran organisasi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
xi
gereja baru. Namun demikian ada yang berbeda, misalnya di Papua. Kemenag Papua mengeluarkan SK pemberian rekomendasi layanan tetap kepada sinode baru, karena adanya otonomi khusus. Meskipun ada moratorium, ternyata tetap ada jalan keluarnya yaitu meminta surat keterangan telah lapor (SKTL). Syarat untuk memperoleh SKTL antara lain, telah memiliki SK Dirjen Bimas Kristen; ada rekomendasi dari tiga (3) denominasi besar di provinsi itu; telah mempunyai jemaat sebanyak 40 KK; diketahui oleh pemerintah setempat (Lurah dan Kepala Lingkungan); dan ada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), serta susunan pengurus. Dengan adanya SKTL ini, organisasi gereja secara tidak langsung dikontrol, baik kegiatannya maupun arah misinya, yang oleh sebagian pimpinan gereja dianggap menciderai prinsip kebebasan beragama. Dalam hal pelayanan terhadap denominasi gereja, pelayanan Pembimas Kristen diberikan sesuai anggaran yang tersedia. Pelayanan yang bersifat rutin baru dalam bentuk pelayanan administratif, honor penyuluh Non PNS, renovasi gedung gereja, dan rekomendasi pembangunan rumah ibadah. Dalam pengaturan organisasi gereja, dilakukan sesuai dengan surat edaran Dirjen Bimas Kristen yang melarang menerima pendaftaran organisasi gereja baru. Di berbagai wilayah penelitian, kinerja Bimas Kristen dianggap cukup baik, meskipun masih terdapat catatan perbaikan. Para pimpinan gereja sering bersinergi dengan Kementerian Agama, terutama ketika terjadi permasalahan di internal gereja. Bila terjadi masalah dalam internal denominasi xii
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kementerian Agama mampu memerankan diri sebagai mediasi. Sayangnya, bagi mereka yang belum mendapatkan bantuan dana dari Kemenag, merasa belum mendapatkan pelayanan. Dalam hal kerukunan umat beragama, setiap daerah memiliki nilai kearifan lokal yang mendukung kerukunan. Buah dari kebersamaan ini, terjadilah kerjasama antar penganut dan tokoh agama yang kuat, sehingga ada kewajiban setiap umat beragama untuk mewujudkan perdamaian. Pimpinan gereja dan jemaatnya harus menghargai doktrin teologis masing-masing; menjunjung tinggi kesepakatan yang telah dibuat bersama, saling menghormati terhadap perbedaan yang ada, mengaktifkan forum-forum yang sudah ada seperti Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) dan Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA). Perlu kejelasan definisi lembaga keagamaan dan lembaga keormasan biasa, sehingga tidak semua ormas harus mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam Negeri. Jika dia merupakan ormas keagamaan, maka sebelum mendaftar di Kementerian Dalam Negeri harus mengantongi dulu surat rekomendasi dari Kementerian Agama. Hal lain yang perlu dikembangkan adalah, etika pelayanan para gembala dan pendeta dari berbagai aliran gereja agar sepakat untuk tidak melakukan pencurian domba dari jemaat lain. Pemerintah perlu melakukan pertemuanpertemuan rutin dengan para gembala/pendeta agar ada kesapakatan bersama dalam pelayanan jemaat, sehingga kehadiran gereja sungguh-sunggguh menjadi berkat di manapun ia tumbuh, bukan konflik antar gereja. Hanya saja perlu dipahami bahwa beban kerja Kementerian Agama Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
xiii
terlalu berat dibandingkan dengan anggaran yang tersedia, sehingga banyak tugas-tugas yang terkadang tidak tuntas. Tetapi dibanding dengan berbagai instansi lain, dengan anggaran yang tersedia, maka kinerja Kementerian Agama secara umum cukup baik. Secara umum, hubungan antara pihak gereja dengan Bimas Kristen baik di level Kantor Wilayah maupun kota, berjalan dengan baik. Hal ini diwujudkan dengan adanya dukungan Kanwil dalam hal ini pembimas Kristen terhadap gereja, seperti dalam hal administrasi dan beberapa kegiatan Kemenag yang mengundang beberapa gereja untuk terlibat. Namun beberapa gereja sangat mengharapkan Pembimas Kristen yang selama ini hanya mengundang melalui lembaga keagamaan seperti BAMAG, PGKP, PGI, dll, bisa mensosialisasikan program kepada gereja lokal yang menginduk ke organisasi gereja induk secara langsung. Relasi juga terlihat pada Pembimas Kristen yang sering mengundang dan memfasilitasi gereja-gereja berkaitan dengan kegiatan Pembimas. Bagi gereja-gereja yang mengalami permasalahan, dianjurkan menyelesaikan terlebih dahulu proses administrasinya baik di pemerintahan, ijin pendirian bangunan gereja dan pihak-pihak yang terkait sampai prosesnya betul-betul final. Hal ini agar dapat mengurangi terjadinya konflik baik internal maupun antar umat beragama dilingkungan sekitarnya ataupun masyarakat luas. Berdasarkan deskripsi di atas, merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
xiv
penelitian
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
ini
Perlu sosialisasi kepada umat Kristen, mengapa perlu dilakukan moratorium pendirian organisasi atau denominasi gereja baru bagi keberlangsungan oikumene. Perlu pula dijelaskan bahwa yang dibatasi adalah pembentukan organisasi gereja bukan pendirian gedung gereja yang baru, sebab pendirian gedung gereja telah diatur melalui Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Perlu ada penertiban terhadap organisasi gereja yang belum terdaftar, atau sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen tetapi belum melapor kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, karena belum dapat memenuhi persyaratan yang disyaratkan. Kementerian Agama perlu melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, agar dalam menerima pendaftaran organisasi keagamaan termasuk organisasi gereja, ada komunikasi dan informasi kepada Kementerian Agama. Bila mungkin dalam PP-nya nanti diatur bahwa organisasi keagamaan mendaftarnya di Kementerian Agama terlebih dahulu, baru kemudian di Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Hukum dan HAM. Perlu dialog untuk merumuskan kebijakan lintas sektoral, yang melibatkan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kemenkumham, beserta para pimpinan gereja terkait persoalan pengaturan organisasi gereja. Dialog perumusan kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari penelitian ini sebagai realisasi fungsi penelitian dan pengembangan (research and development) dari Badan Litbang Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
xv
dan Diklat Kementerian Agama RI. Dialog dimaksud diharapkan dapat menghasilkan draf kebijakan yang dapat digunakan oleh Ditjen Bimas Kristen untuk pengaturan gereja mulai sejak pendaftaran gereja baru hingga mediasi konflik dan kerukunan di internal umat Kristen. Semoga informasi yang terdapat dalam buku ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijakan. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kritik dan saran untuk perbaikan buku ini sangat kami harapkan. Wabillahi taufik wal hidayah.
xvi
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN .......................................
iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI ........................
v
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KRISTEN KEMENTERIAN AGAMA RI .........................................................................
vii
PRAKATA EDITOR .........................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................... xvii PENDAHULUAN .............................................................
1
1. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Medan Sumatera Utara Wakhid Sugiyarto....................................................
31
2. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di DKI Jakarta Suhanah ..................................................................
73
3. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Reslawati ................................................................ 107 4. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Nuhrison M. Nuh .................................................. 141
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
xvii
5. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Semarang Jawa Tengah Syaiful Arif ............................................................. 167 6. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Jayapura Provinsi Papua Asnawati ................................................................ 207 7. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur Sony Dandel ........................................................... 233 INDEKS .............................................................................. 261
xviii
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sasaran pembangunan bidang agama adalah peningkatan kualitas kehidupan beragama yang ditandai dengan meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan agama pada masyarakat, serta terwujudnya kehidupan sosial yang harmonis, rukun dan damai semua umat beragama.1 Sebagaimana dijelaskan oleh Emile Durkheim, bahwa agama adalah merupakan suatu kekuatan kolektif masyarakat yang berada di atas individu-individu, sehingga para pemeluknya harus tunduk dan bergantung pada kekuatan moral serta menerima segala yang baik dan meninggalkan laranganya.2 Dalam konteks kekristenan, maka agama harus dipahami sebagai jalan menuju atau mencapai kehidupan sejati, seperti diyakini setiap agama dan menjadi pedoman bagi para pengikutnya, karena itu tujuan agama adalah menggiring realitas kehidupan masyarakat yang ada (das sein) kepada kehidupan masyarakat tertentu yang seharusnya (das sollen). Proses sosial menuju kehidupan masyarakat yang seharusnya dan diinginkan inilah yang menjadi pendorong kuatnya sifat dan semangat missioner dari agama untuk menyebarkan semua ajaranya agar kehidupan masyarakat tersebut sesuai dengan petunjuk al-Kitab.
1RPJMN 2010 -2014, Peraturan Presiden No. 5 th 2010 bab II tentang Pembangunan Sosial dan Kehidupan Beragama. 2Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit Obor, Jakarta, Januari 2013, hal. 44
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
1
Agama Kristen merupakan agama dengan kepercayaan yang monoteistik yang mendasarkan ajarannya pada hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru serta meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Mesias, sang juru selamat bagi seluruh umat manusia, dengan menebus dosa melalui tiang salib. Agama Kristen (Nasrani) termasuk agama Smit, sebagaimana juga Islam dan Yahudi, yang sama-sama turun di Timur Tengah. Yesus mulai menyampaikan kebenaran-Nya ketika ia berumur 30 tahun, dan hanya beberapa tahun saja. Meskipun demikian gaung ajaran Yesus sungguh luar biasa di masa itu, bahkan sampai sekarang dan menjadi komunitas keagamaan terbesar di dunia. Bermula dari pengajaran Yesus Kristus yang sejak umur tiga puluh tahun itu, selama tiga tahun berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas muridnya. Yesus pun semakin populer yang akhirnya dibenci oleh para pemimpin Yahudi, dan berkomplot untuk menyalib Yesus. Yesus pun, disalib pada usia 33 tahun dan bangkit dari kuburnya pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Dalam keyakinan umat Kristen, setelah empat puluh hari menjalani hidup sebagai manusia, kemudian diambil Bapa di Surga (paskah). Agama Kristenpun setelah Yesus dilanjutkan oleh Petrus yang ditunjuk-Nya, dan kemudian agama Kristen berkembang ke seluruh dunia melalui berbagai saluran sosial, ekonomi, politik, kolonialisme dan imperalisme, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Untuk sampai pada kondisi seperti sekarang ini, umat Kristen telah mengalami berbagai peristiwa yang luar biasa di sepanjang sejarahnya. Pada masa lalu telah terjadi saling menyesatkan, konflik, perpecahan (skisma), perang salib dan 2
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
perang agama yang sangat dahsyat hampir selama 1 abad di Eropa tidak lama setelah Martin Luther melakukan reformasi kekristenan. Konflik berabad-abad di antara para pemimpin Gereja Roma, termasuk pembangkangan terhadap tahta suci Paus di Vatikan, telah menjadikan kalangan elit agama Kristen di seluruh dunia dewasa ini lebih bijaksana menyikapi perbedaan apapun di dalamnya dan tidak pernah lagi terjadi perang fisik berdarah-darah antar aliran, sekte dan denominasi. Krisis teologi dan ajaran saat munculnya Martin Luther yang mengkritik keras penyimpangan Gereja waktu itu, telah usai, dan mereka semua saling mengakui keberadaanya. Dengan jatidiri mapan seperti itulah agama Kristen masuk Indonesia melalui saluran kolonial dan tumbuh pesat paska Indonesia merdeka. Paska G. 30 S. PKI tahun 1965, secara tersirat Pemerintah Orde Baru telah mengeluarkan dan memberlakukan kebijakan yang sangat anti komunis, yaitu rakyat Indonesia harus beragama, ditengah agama-agama lokal yang masih sangat kuat diberbagai daerah, seperti; mayoritas etnis Batak Toba utamanya masih menganut agama Parmalim (ugamo Malim)3; mayoritas etnis Dayak di Kalimantan masih menganut agama Kaharingan4; mayoritas masyarakat Papua5, Timor6, Maluku, Tana Toraja masih 3
Keterangan dari anggota MUI dan Kasi Bimas Kristen di Kota Medan, Maret
2014 Dituturkan seorang kawan yang pernah menjadi aktifis sosial kemasyarakatan di Palangkaraya dan Kabupaten Berau (sekarang Kalimantan Utara) tahun 1983 - 2005. 5 Gereja pertama didirikan 1955 di Manokwari setelah 1 abad para misionaris bekerja (1885) mulai dari pulau Mensinan, memperkenalkan cocok tanam, cara berpakaian, mengenal baca tulis, mengurus kesehatan diri dan lingkungan, cara mengolah hasil alam dan sebagainya. 6Menurut Kepala Kemenag Sumba Barat yang lahir di pedesaan Timor dan pernah bertugas di Flores selama 9 tahun di beberapa kabupaten, sampai sekarang 4
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
3
animisme dan etnis Cina masih beragama Tri Darma7; mayoritas etnis Sumba masih beragama Marapu8; sebagian etnis Jawa di Karesidenan Semarang, Surakarta, Magelang, Pati, Madiun dan Karesidenan Kediri masih menganut kejawen (agama Islam Jawa/Abangan)9. Ketika rakyat Indonesia wajib beragama, para penganut agama lokal ini berhamburan menganut Kristen dan Katolik. Etnis Cina, Dayak, Sumba, Flores, Timor, Maluku dan Papua tidak masuk Islam karena minuman keras dan makan babi haram dalam Islam. Di beberapa Karesidenan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikenal sebagai penganut kejawen banyak memilih Kristen atau Katolik karena pengalaman deritanya dengan kaum santri, dimana mereka banyak yang menjadi korban pembantaian dan membuatnya enggan masuk Islam (Soegiarso Soeroyo, 1997). Kebijakan Orde Baru yang menguntungkan umat Kristiani itu telah mendorong ledakan penganut Kristen dan Katolik serta mendorong pertumbuhan gereja menjadi luar biasa sampai hari ini. Karena itu dapat dianalisis misalnya, berapa umat Kristen di Indonesia, berapa gedung gereja dan organisasi gereja ketika meletus G. 30 S. PKI 1965, dan bandingkan dengan berapa umat Kristen, gedung gereja dan organisasi gereja atau denominasi Kristen pada hari ini jika agama lokal masih sangat kuat. Masyarakat umumnya ber-KTP Kristen atau Katolik, tetapi jarang ke gereja, kecuali Natal dan pemberkatan perkawinan, sehingga gerejapun sepi jemaat (Kristen Abangan), karena ia memang masih menganut agama local atau tinggalan nenek moyang mereka.. 7 Lihat catatan sejarah yang membicarakan integrasi Papua ke pangkuan ibu pertiwi, dan Dakwah Islam di Tnah Papua. 8 Masyarakat Sumba Barat 85% ber KTP Kristen atau Katolik, tetapi gedung gerejanya tetap sepi di hari sabtu dan minggu, karena memang masyarakatnya masih menganut agama Marapu atau Bhara Marapu). 9 Bagi pengamat sosial keagamaan pasti tahu, bagaimana Kristen dan Katolik sukses paska G.30 S. PKI di bebereapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
4
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
organisasi gereja tidak dimoratorium. Semua akan menunjukan bahwa umat Kristiani sukses membuat ledakan penganut, sukses menambah gedung gereja, dan sukses menumbuhkan organisasi gereja yang sangat spektakuler hanya dalam waktu 50 tahun. Kini organisasi gereja induk telah mencapai 323 buah, ribuan gereja lokal, sekolah dan yayasan Kristen gerejawi. Di luar itu, ada sekitar 400 organisasi gereja sedang antri di Dirjen Bimas Kristen, tetapi tidak diproses dan cukup di data saja (kata Kabid Kelembagaan). Kebijakan moratorium lisan ternyata tidak menyurutkan gereja untuk terus tumbuh dan berkembang. Hal ini karena watak protestantisme dalam semangat Luther adalah gereja yang terus tumbuh dan berkembang kapan saja dan dimana saja, merembes seperti air dan berkembang mirip multi level marketing (MLM). Dengan kasih, pengharapan, penebusan dosa, church planting dan presensia, para penginjil terus berkarya menyelamatkan domba-domba tersesat, mengurus si miskin, memberdayakan si lemah, harga diri, gengsi dan kekuasaan, gereja terus tumbuh sesuai kebutuhan, situasi dan kondisinya (JS Aritonang, 1995; Direktori, 2010, Wakhid S. 2013). Itulah sebabnya dengan semangat reformasi Martin Luther, Kristen di Indonesia mengalami pertumbuhan organisasi atau denominasi gereja yang sangat pesat, tetapi tidak memunculkan pertumpahan darah, karena perbedaan telah disikapi dengan kearifan dan kebijaksanaan. Sampai dengan tahun 2010 di samping telah memiliki 323 organisasi gereja dan ratusan organisasi gereja baru antri untuk didaftar oleh Keenterian Agama, terdapat ratusan yayasan Kristen yang bersifat gerejawi atau menjalankan aktifitas fungsifungsi mirip organisasi gereja, seperti; kebaktian minggu Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
5
secara reguler, pembabtisan, perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan, pemakaman, penggembalaan (pelayanan pastoral) dan sebagainya. Kitapun kesulitan membedakan mana organisasi gereja dan mana yang yayasan Kristen, karena keduanya sering melakukan fungsi-fungsi yang sama. Dalam kekritenan sebenarnya telah dibangun semangat oikumene sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M di Kota Nicea – berabad-abad sebelum munculnya Martin Luther- meskipun realtasnya gagal mencapai tujuan itu, yang dilaksanakan atas prakarsa Kaisar Constantinnus Agung. Gerakan Oikumene lahir dari kesadaran penggerak organisasi atau denominasi gereja untuk menjawab ajakan seperti yang terungkap dalam doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17: 21: “…supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus Aku.” Dalam sejarah gerakan oikumene, ayat ini dipahami sebagai petunjuk bahwa keesaan gereja itu mempunyai kaitan langsung dengan kesaksian. 10 Keesaan gereja merupakan wujud dari kasih antar gereja, tatkala gereja-gereja yang satu mau menganggap gereja yang lain sebagai saudara, dan bukan sebagai musuh. Sementara itu, dalam realitas, nampaknya semangat oikumene itu masih harus terus didorong, sebab masyarakat masih disuguhi pertunjukan permusuhan antar gereja-gereja sendiri. Pola pekabaran injil (planting church) yang dilakukan banyak gereja sekarang telah meresahkan gereja lainya (khususnya mainstream) dan umat
10 Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di Indonesia Suatu Upaya Berteologi Secara Kontekstual” dalam, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila.BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.
6
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
non Kritiani, sebab pola itu juga dipakai untuk mengambil anggota jemaat yang telah menjadi anggota gereja lainya. Perpecahan umat Kristen dalam bentuk keragaman organisasi atau denominasi gereja di seluruh dunia itu telah mendorong hadirnya payung bersama untuk wahana bersilaturahmi dan musyawarah bagi berbagai denominasi dalam membangun gereja sebagai tubuh Kristus. Salah satunya adalah World Church Conference (WCC) yang fungsinya sebagai wadah bersama kalangan Kristen di seluruh dunia, dan dikenal sebagai gerakan oikumene. Di Indonesia, wadah oikumenis itu bernama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI); Persekutuan Gereja-gereja Penthakosta Indonesia (PGPI), Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Bala Keselamatan (BK), Gabungan Gereja Advent Hari Ketujuh (GMAHK), Gereja Ortodox Indonesia (GOI), Persekutuan-persekutuan Gereja Indonesia (PPGI), dan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI)11. Setiap wadah ekumenis ini memiliki anggota sinode-sinode yang secara teologis memiliki aliran dan paham yang sama. Tetapi dalam peraktiknya, banyak sinode yang menjadi anggota beberapa persekutuan gereja aras nasional itu sekaligus. Misalnya, Gereja Bethel Indonesia (apapun nama belakangnya), disamping menjadi anggota PGI, ia juga anggota PGPI, PGLII, dan PPGI. Pada saat ini anggota PGI hanya 89 sinode gereja, sementara sinode gereja telah mencapai 323 buah.12 Jika ditambah gereja-gereja tingkat daerah atau lokal, jumlahnya 11 Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011:247 12 Ibid, hal. 248-250
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
7
telah mencapai 400-an13, belum lagi yayasan-yayasan Kristen yang memiliki fungsi-fungsi seperti organisasi gereja yang jumlahnya mencapai ribuan, pada tahun 1989 saja sudah mencapai 450-an yayasan Kristen14. JS Aritonang mensinyalir bahwa di tahun 1989 muncul surat edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen yang berisi imbauan agar umat Kristen tidak membentuk organisasi atau denominasi gereja baru, karena organisasi gereja atau denominasi Kristen sudah terlalu banyak. Tetapi karena sifat protestantisme dalam kekristenan yang terus berkembang sebagai gereja yang hidup, sehingga tetap saja tumbuh organisasi gereja atau yayasan Kristen bersifat gerejawi di seluruh Indonesia, baik disebabkan perpecahan (skisma) dari organisasi gereja atau yayasan Kristen sebelumnya, maupun kreasi anggota gereja karena kebutuhan di suatu daerah tertentu.15 Dalam surat edaran yang dikatakan oleh JS Aritonang itu ternyata hanya himbauan belaka, di mana Dirjen Bimas Kristen tidak memproses pendaftaran bagi organisasi atau denominasi baru, tetapi cukup mendata saja. Jika tidak ada moratorium, dikhawatirkan terjadi ledakan denominasi yang dapat mengganggu gerakan oikumene dan kerukunan beragama. Direktorat Jenderal Bimas Kristen melihat bahwa organisasi atau denominasi gereja baru yang muncul, seringkali bukan karena perbedaan teologis, tetapi karena 13 Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI dalam diskusi awal pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari 2014. 14 Lihat lagi Jan S. Aritonang, 15 Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995); lihat pula direktori organisasi gereja, Bimas Kristen Kementerian Agama RI
8
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
disemangati paham missionari church planting dan persoalanpersoalan duniawi semata. Padahal pendirian organisasi atau denominasi baru itu, akan diikuti pendirian gedung gereja baru yang prosesnya juga tidak mudah. Banyaknya aliran, kelompok, organisasi keagamaan gereja atau denominasi, memerlukan pengaturan oleh pemerintah. Pengaturan ini dalam upaya menjaga kehidupan masyarakat yang tertib, damai, rukun, dalam semangat oikumene dan tetap dalam kerangka NKRI. Wacana yang dibangun atau kondisi yang diharapkan adalah bagi organisasi atau denominasi gereja yang secara teologis memiliki kesamaan disarankan bergabung dan diatur cara pelaksanaan fungsi-fungsi gerejanya. Banyaknya organisasi yang harus diatur sebenarnya merupakan kelanjutan dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu itu semua organisasi sosial politik dan keagamaan harus terdaftar di Kantor Gubernur Jenderal. Pendaftaran ini dimaksudkan sebagai media kontrol agar organisasi tidak melakukan kegiatan yang menentang pemerintah atau mengganggu ketertiban umum. Setelah Indonesia merdeka, maka organisasi politik dan keagamaan itu harus didaftarkan ke Presiden, yang kewenanganya dilimpahkan kepada Kementerian Dalam Negeri dan sebagian lagi kepada Kementerian Agama. Semua organisasi harus terdaftar itu adalah sebagai bentuk kendali dan kontrol, agar organisasi tidak melakukan kegiatan-kegiatan diluar yang telah diatur dalam AD/ART organisasi itu sendiri.16
16Penjelasan Melius (Kabid Kelembagaan Bimas Keristen Kementerian Agama) dan Marvel dalam diskusi awal untuk melengkapi bahan penyusunan desain operasional penelitian, 11 Februari 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
9
Berkaitan dengan pengaturan organisasi atau denominasi gereja maupun yayasan Kristen itu, semuanya harus diatur dan dilayani pemerintah. Jika jumlah organisasi atau denominasi gereja tidak diatur, maka pemerintah akan kesulitan mengatasi masalah yang muncul di kalangan organisasi atau denominasi maupun yayasan yang bermasalah. Selama ini terdapat kesalahan semantik di semua lapisan masyarakat, bahkan terjadi di kalangan penyusun undang-undang. Kesalahan semantik itu adalah bahwa agama yang ”diakui” oleh pemerintah ada 6 yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghuchu, padahal istilah yang benar dan lazim digunakan secara resmi oleh Kementerian Agama adalah ”dilayani”. Kesalahan istilah berakibat fatal bagi agama-agama yang belum ”dilayani” pemerintah, seperti Malim, Kaharingan, agama Marapu dan sebagainya. Paradigma baru kebijakan keagamaan Kementerian Agama adalah pemerintah harus ”melayani” semua agama, apapun agamanya dan bukan ”mengakui”. Jika suatu agama tidak dapat dilayani di pusat, maka cukup dilayani di tingkat daerah, sehingga semua mendapatkan pelayanan yang sama dari negara. Pemberlakuan UU No 17 Tahun 2013 yang belum ada Peraturan Pemerintahnya (PP), Petunjuk Pelaksanaanya (Juklak) dan Petunjuk Teknisnya (Juknisnya) berdampak mengkhawatirkan jika semua pihak tidak hati-hati menterjemahkanya. Pada saat ini dampak itu belum terasa, karena undang-undang itu belum tersosialisasikan secara merata, tetapi pada saatnya, pasti akan dipahami oleh semua komponen bangsa. Selama ini semua organisasi atau denominasi, yayasan dan ormas keagamaan yang dilayani pasti terdaftar di Kementerian Agama, di kalangan umat Kristen dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bimas Kristen 10
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kementerian Agama. Dengan adanya undang-undang baru, dikhawatirkan berbagai organisasi dan yayasan merasa cukup mendaftar di Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Jika seperti itu memahami semangat atau filosofi dari UU No 17 tahun 2013, maka sangat berbahaya bagi semangat oikumenis (keesaan gereja) dan kerukunan hidup antar umat beragama.17 Secara teknis Undang-Undang No 17 Tahun 2013, tidak menjelaskan apakah organisasi, denominasi, LSM, yayasan keagamaan dan sebagainya harus terdaftar di Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama atau cukup di Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Undang-undang ini lahir untuk menggantikan UU sebelumnya yakni UU No 8 Tahun1985 tentang keormasan karena dipandang sudah tidak memadai lagi bagi pengaturan berbagai lembaga/organisasi kemasyarakatan yang ada. Dari aspek substansi, UU No. 17 Tahun 2013 tentang ormas ini berpotensi menimbulkan dampak kerancuan kerangka hukum, yaitu apakah semua denoinasi, yayasan, perkumpulan, serta semua perkumpulan yang tidak berbadan hukum akan disebut ormas, karena dalam undang-undang itu tidak ada pembedaan definisinya. Di samping itu, pengaturan berlebihan dan multi tafsir bagi organisasi tidak berbadan hukum sebagaimana ditunjukan bahasa hukum dalam undang-undang itu.18 Lahirnya Undang-Undang No 17 Tahun 2013, jika tidak segera disusul lahirnya PP. Juklak dan Juknisnya, dipastikan dapat menganulir moratorium tidak resmi itu dan rawan gugatan. Jika gugatan berhasil, maka jumlah organisasi atau 17 Pengarahan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam diskusi untuk menambah kelengkapan bahan persiapan penyusunan desain dan judul penelitian ini, 11 Februari 2014 18 Eryanto, Makalah "Seminar Potensi Dampak UU No. 17 Tentang Ormas" di Hotel Santika Jakarta, Senin (23/9/2013).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
11
denominasi akan bertambah tak terkendali yang dapat mengganggu keharmonisan dan kedamaian intern umat Kristen dan antar umat beragama. Kementerian Agama, utamanya Dirjen Bimas Kristen berkepentingan untuk berharap adanya kebijakan keagamaan yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berbasis penelitian mendalam. Itulah pula sebabnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2014 perlu melakukan penelitian agar ditemukan cara pelayanan, dan pengaturan kehidupan beragama yang mendukung munculnya masyarakat yang harmonis, dan mendorong berhasilnya pembangunan bidang agama. Penelitian ini akan mendeskripsikan pandangan tokoh-tokoh agama Kristen di berbagai daerah tentang pelayanan dan pengaturan kehidupan keagamaan sesuai (HAM). Masalah Penelitian Dari latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut; Bagaimana pandangan tokoh agama Kristen tentang pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini? Bagaimana kebijakan Kementerian Agama di daerah berkaitan dengan pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja yang telah ada selama ini? Pemikiran visioner seperti apa yang dapat disumbangkan oleh para tokoh Kristen di berbagai daerah untuk menjamin keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama, berkaitan dengan semakin banyaknya 12
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari pemerintah? Bagaimana relasi sosial pemuka agama dengan pembimas Kristen dan masyarakat sekitar.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk mengumpulkan bahan dalam rangka penyusunan kebijakan dalam mengatur organisasi gereja bagi pimpinan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI. Secara khusus adalah untuk mendiskripsikan pandangan tokoh agama Kristen di berbagai daerah berkaitan dengan pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi maupun yayasan Kristen yang bersifat gerejawi; mendeskripsikan model pelayanan, dan pengaturan oranisasi atau denominasi gereja maupun yayasan-yayasan Kristen yang bersifat gerejawi oleh Kanwil maupun Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota; mendekrisipkan sumbangan pemikiran yang visioner dari para tokoh agama Kristen di berbagai daerah untuk menjamin keberlangsungan keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama, berkaitan dengan semakin banyaknya denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari pemerintah pasca lahirnya Undang-undang No 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Dan ingin mengetahui relasi social antara pemuka agama dengan pembimas Kristen dan msyarakat sekitar.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
13
Obyek Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab masalah penelitian, maka obyek penelitian ini ada dua sasaran utama yaitu pertama, pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama dan Kantor Kementerian Agama; dan kedua, adalah gembala sidang atau pendeta dari organisasi gereja terbesar di lokasi wilayah penelitian dan empat organisasi gereja lainya. Empat gereja lainya dimaksud adalah dua dari organisasi gereja yang sudah terdaftar dan dua organisasi gereja yang belum terdaftar. Penjelasan Konsep Agama Kristen Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Agama menjadi bagian dan inti dari sistem nilai dalam kebudayaan dari masyarakat, dan pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai
14
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.19 Agama akan terus berkembang sesuai dengan dedikasi para tokoh dan kuasa Ilahi untuk berkembang, stagnan atau kemudian ditinggalkan penganutnya. Kristen termasuk agama semitik atau Abraham, dengan kepercayaan monoteistik berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru serta meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Mesias, Sang Juru Selamat bagi seluruh umat manusia, dengan menebus dosa melalui tiang salib. Bermula dari pengajaran Yesus (Nabi Isa menurut Islam) yang sejak umur tiga puluh tahun, selama tiga tahun berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas muridnya. Yesus semakin populer sehingga dibenci para pemimpin Yahudi dan berkomplot untuk membinasakanya dengan cara menyalib Yesus di tiang salib pada usia 33 tahun. Yesus bangkit dari kuburnya pada hari ketiga setelah kematiannya. Dalam keyakinan umat Kristen, setelah empat puluh hari menjalani hidup sebagai manusia, Yesus diangkat Bapa/Allah ke Surga. Monoteistik dalam Kekristenan ini tidaklah sama sebagaimana Islam dan Yahudi, tetapi didasarkan kepercayaan adanya tiga pribadi atau Tritunggal yang dipertegas dalam Konsili Nicea Pertama (325) oleh Kaisar Romawi Konstantin I. Umat Kristenpun yakin dan percaya bahwa Yesus pasti datang lagi sebagai Raja dan Hakim paling adil di dunia ini di akhir jaman. Kata Kristen sendiri memiliki arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus" yang pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di
19 Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. "Agama: Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis", pp. v-xvi. Jakarta: CV Rajawali. Lihat pula Bernard Raho SVD di latar belakang desain penelitian ini.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
15
Antiokia.20 Kepemimpinan Kristen setelah Yesus adalah Petrus yang ditunjuk-Nya, kemudian para uskup yang dipimpin oleh uskup Roma. Pengakuan imannya menyebutkan kepercayaan Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik, pengampunan dosa, kebangkitan badan, dan adanya kehidupan yang kekal. Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan (skisma) besar yaitu, pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma dengan Gereja Timur berpusat di Konstantinopel dan pada tahun 1517 ketika Martin Luther memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran, sehingga lahirlah Gereja Protestan. Pada masa-masa berikutnya dengan semangat reformasi Martin Luther (protestantisme) itu, munculah berbagai organsiasi dan denominasi gereja di seluruh dunia, termasuk sebagian (ratusan) di Indonesia. Pemimpin Gereja Dalam konteks Kekristenan, pemimpin gereja adalah pimpinan organisasi gereja tertentu, yang biasanya seorang pendeta. Pemimpin tertinggi gereja ada yang disebut Bishop, Ephorus dan ada yang disebut Ketua. Ketiga sebutan pemimpin organisasi gereja itu hanya diakui di komunitasnya sendiri. Misalnya, Ephorus dalam HKBP belum tentu diakui gereja lainya. Bishop dalam GTDI belum tentu diakui sebagai pemimpin oleh organisasi gereja lainya, begitu seterusnya. Jika ada Ephorus, Bishop dan Ketua diakui oleh organisasi 20Lihat
16
kisah Para Rasul 11:26b
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
gereja lainya (lintas kelompok denominasi atau organisasi), pastilah ia memiliki keistimewaan. Tugas pokok dan fungsi para pemimpin gereja adalah melayani Tuhan dan umatnya sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Meskipun banyak diantaranya yang melayani Tuhan dan umatnya dengan setengah hati dan setengah jiwa, hingga ia sibuk luar biasa di luar tugas pokoknya, seperti; menghadiri berbagai undangan, seminar, workshop, lokakarya dan sebagainya, yang ujung-ujungnya hanyalah melayani diri sendiri. Mereka lebih mementingkan kesibukan diri, megahnya gedung gereja dan nama harum, dari pada hidup berhimpitan melayani masyarakat tertindas dan dombadomba yang tersesat. Menurut Paulus Lie, Gereja seperti ini perlu direformasi, agar fungsional seperti pesan Yesus, karena kebenaran kitab suci saja tidak cukup atau hanya baik dan benar di atas kertas, sementara dalam kehidupan tidak fungsional. (Paulus Lies: 2010; 16-30) Organisasi Gereja Harus dipahami bahwa kekristenan telah melewati perjalanan sejarah dan mengalami berbagai perdebatan dan pergumulan teologis untuk menjadi seperti sekarang ini. Saking fanatiknya para pemimpin agama Kristen, hingga pernah melahirkan perang agama di Eropa yang sangat dahsyat untuk mempertahankan kebenaran teologi dan ajaran masing-masing. Perdebatan dan pergumulan teologis ini juga menyangkut cara menterjemahkan wahyu Ilahi dalam realitas kehidupan manusia dalam dunia yang konkret. Sebelum munculnya Martin Luther, perdebatan pergumulan teologis tersebut telah melahirkan aliran-aliran dalam tubuh gereja Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
17
seperti gereja Katolik dan gereja Ortodok. Dari gereja Katolik muncul gereja Katolik Roma dan Katolik Timur. Dari Gereja ortodok muncul gereja ortodok Timur (seperti: Konstantinopel Patriark, Antiokia Partriark, Jerusalem Patriark, Alexandria Patriark dan Rusia Partriark) dan gereja ortodok orang-orang timur (Armenia, Koptik, Ethiopia, Suriah). Dalam perspektif gereja Katolik Roma inilah munculnya gereja Protestan atau gerakan reformasi Martin Luther (protestantisme) yang diawali dengan menempelkan 90 kecaman kepada Paus di dinding gedung gerejanya sekaligus tempat dikucilkannya oleh para imam gereja Katolik di Wettenberg. Luther dalam gerakan reformasinya dibantu para imam-imam dan teolog-teolog yang kritis terhadap gereja. Oleh karena itu kalangan Kristenpun sejatinya dapat dinyatakan sebagai Katolik juga, karena merupakan protes saja terhadap Paus. Tetapi dari Martin Luther yang melakukan gerakan reformasi di Gereja Katolik ini kemudian memunculkan istilah Gereja Protestan (protes kepada Paus) yang disusul oleh Zwingli (Jenewa, Swis), Johanes Calvin (Perancis Selatan), Martin Bucer dan Heinrich Bullinger (Zurich, Jerman Selatan).21 Hasil dari gerakan reformasi Martin Luther (protestantisme) yang kemudian disebut dengan Kristen Protestan ini adalah munculnya aliran-aliran baru dalam Kristen Protestan sendiri, yaitu kelompok reformasi radikal (anggota aliran/sekte/kelompoknya; Hutterite, Anababtis, dan Menonit), Lutheran (anggota aliran/sekte/kelompoknya; Monrovian, Pietist dan Evalengical Injili), Anglikan (anggota aliran/sekte/kelompoknya; Methodist, Advent, Penthakosta, Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009, hal. 22-32 21
18
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Nazarene, Methodis, Allience, Bala Keselamatan, Puritan, Quaker, Baptis dan Kongregasional), dan Calvin (anggota aliran/sekte/kelompoknya; Nesthorian, Reform dan Kristen Reform). Kita akhirnya mengenal Kristen Katholik, Kristen Protestant, Kristen Orthodoks dan aliran-aliran lainnya.22 Jadi singkatnya, gerakan reformasi Martin Luther atau dikenal Protestantisme, telah memiliki beragam denominasi, seperti Calvinis, Lutheran, Injili, Kharismatik, Anglikan, Bala Keselamatan, Quaker, dan lain-lain.23 Dalam Protestantisme, kesadaran keragaman denominasi atau organisasi gereja telah mendorong hadirnya payung bersama (kesatuan gereja atau gerakan oikuminis) untuk ajang rembug (bersilaturahmi dan musyawarah) berbagai denominasi dalam membangun gereja sebagai tubuh Kristus yang satu. Gerakan oikumenis ini sebenarnya sudah dimulai sejak masa konsili Nicea pada tahun 325 M di Kota Nicea yang dilaksanakan atas prakarsa Kaisar Constantinnus Agung. Tujuanya adalah untuk menyelesaikan suatu pertikaian yang mengancam keesaan gereja. Dalam konsili itu masalah yang dibahas secara serius adalah masalah ke ilahian Kristus, apakah Kristus itu Ilahi penuh atau tidak dan dikemudian hari diperdebatkan pula bagaimana hubunganya Allah, Kristus dengan Roh Kudus. Pendeta yang menjelaskan secara gamblang tentang hubungan Allah, Kristus dan Roh Kudus itu adalah Justinus Martyr (165 M) dan Origenes (185 – 254 M). Dengan filsafat Yunani keduanya menjelaskan bahwa Allah telah memberi tugas kepada Yesus untuk mengatur seluruh dunia. Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi 22 Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) 23 Bdk. Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: Word Visi Indonesia, 2008).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
19
manusia (berkinosis), walaupun derajatnya lebih rendah dari Allah sendiri, tetapi ke-Ilahian-Nya terjamin karena sebab Logos berasal dari Allah, dan sekaligus membenarkan bahwa ke-Ilahian-Nya terjamin sebagai Allah monoteisme Kristen. Tetapi pertikaian ini semakin parah ketika Arius mengatakan bahwa Allah harus bersih dari sifat ciptaanya. Sementara Yesus adalah ciptaan-Nya, sehingga tidak layak disetarakan dengan Allah. Tafsir Arius ini ditentang hebat oleh sebagaian besar ahli filsafat Kristen dalam Konsili Nicea berikutnya, dan Arius harus dihukum gantung. Konsili Nicea pun memutuskan Tuhan Allah, Yesus dan Roh Kudus dalam bahasa kristologi disebut dengan Trinitas atau Tritunggal. Bahkan Konsili Constantinopel tahun 381 memperkokoh teologi Trinitas ini, agar mudah dipahami oleh manusia (umat Kristen).24 Perpecahanpun secara teologispun terus berlanjut hingga terjadinya perang salib, munculnya berbagai sekte baru, kecaman Martin Luther dan kemudian perang agama yang dahsyat di Eropa, bersamaan dengan kolonialisme Barat ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Dengan semangat reformasi Martin Luther (protestantisme), Kristen Protestan di Indonesia mengalami pertumbuhan organisasi gereja sangat pesat, yang, secara umum dibagi dalam organisasi atau persekutuan gereja aras nasional yang beranggotakan berbagai sinode, gereja lokal dan denominasi atau organisasi gereja yang disemangat oleh gerakan ekomumenisme. Persekutuan gereja itu adalah ditingkat internasional disebut World Church Conference (WCC) yang fungsinya sebagai wadah bersama Kristen Protestan di seluruh dunia, atau dikenal Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009, hal. 1 – 3. 24
20
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
sebagai gerakan oikumene. Di Indonesia, wadah oikumenis itu bernama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), meskipun ada wadah lain seperti; Persekutuan Gereja-gereja Penthakosta Indonesia (PGPI), Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Bala Keselamatan (BK), Gabungan Gereja Advent Hari Ketujuh (GMAHK), Gereja Ortodox Indonesia (GOI), Persekutuan-persekutuan Gereja Indonesia (PPGI), dan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI)25. Setiap wadah ekumenis ini memiliki anggota sinodesinode yang secara teologis memiliki aliran dan paham yang sama. Tetapi dalam peraktiknya, banyak sinode yang menjadi anggota beberapa persekutuan gereja aras nasional itu sekaligus. Misalnya, Gereja Bethel Indonesia (apapun nama belakangnya), disamping menjadi anggota PGI, ia juga anggota PGPI, PGLII, dan PPGI. Organisasi atau denominasi gereja itu telah menyadari bahwa perpecahan organisasi dan denominasi itu menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya, sehingga melahirkan semangat atau dorongan kesatuan gereja atau ekumenisme di seluruh dunia sejak awal abad 20. Doa itu adalah "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."26
25 Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011:247 26 Lihat Injil Yohanes 17: 20 - 21
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
21
Pada tahun 1992, terdapat sekitar 275 organisasi atau denominasi gereja Kristen Protestan disamping terdapat sekitar 400 yayasan Kristen Protestan yang bersifat gerejawi atau menjalankan aktifitas fungsi-fungsi seperti organisasi gereja, yaitu kebaktian minggu secara reguler, pembabtisan, perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan, pemakaman, penggembalaan (pelayanan pastoral) dan sebagainya. Akhirnya agak kesulitan membedakan mana organisasi gereja dan mana yang yayasan. Pada tahun 1989 ada surat edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen yang berisi imbauan agar umat Kristen tidak membentuk organisasi gereja baru. Surat edaran itu ternyata tidak memiliki kekuatan hukum yang handal, sehingga tetap saja tumbuh organisasi gereja atau yayasan Kristen bersifat gerejawi di seluruh Indonesia, baik disebabkan oleh perpecahan (skisma) dari organisasi gereja atau yayasan Kristen sebelumnya, maupun kreasi anggota gereja karena kebutuhan di suatu daerah tertentu.27 Tetapi pada tahun 2010, organisasi gereja atau denominasi telah mencapai 323 yang tergabung dalam 8 persekutuan gereja aras nasional dan 1 persekutuan yayasan Kristen. Persekutuan-persekutuan gereja aras nasional itu membawahi sinode-sinode yang secara theologis sealiran di seluruh Indonesia. Banyak diantara sinode-sinode gereja itu bergabung dalam beberapa persekutuan sekaligus, sekalipun mereka ini tetapi memiliki otonomi sendiri. HKBP misalnya adalah sinode suku atau lokal, meskipun sudah tersebar di seluruh Indonesia dan berbagai perwakilan di luar negeri. HKBP ini disamping menjadi anggota PGI, ia juga menjadi anggota PGPI dan PPGI. Seluruh gereja HKBP di dalam dan Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) 27
22
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
luar negeri menginduk ke HKBP Pusat berikut semua aktifitas kekristenanya, maupun pendanaanya, termasuk persepuluhan dan persembahanya. Kantor Pusat HKBP adalah di Tarutung, Sumatra Utara. Oleh karena itu dalam HKBP, seorang pendeta adalah petugas atau pegawai gereja yang memimpin atau menggembala di sebuah gereja yang kemudian digaji oleh HKBP. Contoh lainya adalah sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI), dimana sinode GBI itu banyak macamnya dan bahkan ada yang sudah berubah namanya yang masing-masing itu memiliki independensi sendiri. Independen dimaksud adalah bahwa secara organisatoris GBI dengan segala namanya itu menjadi anggota PGI, PGPI, PGLII, PPGI dan sebagainya, tetapi ia memiliki kebebasan memiliki anggaran dasar sendiri dan mengelola anggaran rumah tinggi sendiri sebagai sinode, terutama dalam pengelolaan persepuluhan dan persembahan oleh anggotanya. Para gembala atau pendeta gereja digaji oleh organisasi gereja dari GBI masing-masing. Semakin banyak jumlah persepuluhan dan persembahan, semakin banyaklah penghasilan para gembala dan pendetanya. Sifat independensi gereja seperti GBI inilah yang mendorong semangat pekabaran injil yang luar biasa, baik untuk menambah umatnya menjadi lebih banyak maupun kerja-kerja sosial untuk memberdayakan orang lemah siapapun dan dari penganut agama apapun. Ini berarti dalam pandangan Dhurkheim, GBI brusaha semaksimal mungkin menjadi agama yang fungsional bagi umat manusia, baik untuk penyelamatan hidupnya secara fisik maupun keselamatan di akhirat yang abadi yang disemangati oleh Yesus untuk pengabaran Injil ke seluruh umat manusia. Pekabaran Injil atau penyebaran Kristen sebenrnya merupakan tanggung jawab semua Kristen sebagai ekspresi “panggilan” menjadi murid Kristus dan menghadirkan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
23
kerajaan Allah. Kehadiran Yesus Kristus di dunia dihayati sebagai usaha untuk memberitakan Injil, sebagaimana dijelaskan dalam Markus 1: 38 “Aku memberitakan injil karena itu aku datang..”. Injil diartikan sebagai kabar baik tentang kerajaan Allah, sebagaimana tersirat dalam perkataanNya dalam Lukas 4: 18-19, “ Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan “tahun rahmat” Tuhan telah datang. Dengan demikian menurut Yesus, Pekabaran Injil adalah upaya untuk memberitakan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah dengan segala tanda-tandanya kepada dunia. Untuk melaksanakan tugas pemuridan yang akan menuai sukses adalah dengan cara membentuk organisasi gereja yang rasional (modern). Organisasi yang rasional pasti dikelola secara modern dengan memaksimalkan sumberdaya yang dimilikinya, baik visi (cita-cita) dan misi organisasi (kegiatan organisasi), sumber daya manusia (SDM) inspiratif dan inovatif, politik, persepuluhan, persembahan, do’a dan sebagainya agar cita-citanya dapat tercapai. Penyebaran Kristen seperti ini oleh Yesus Kristus dinubuatkan sebagai “keharusan” sejarah untuk diberitakan sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana dalam Markus 13: 10, “Tetapi injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa”. Dalam rangka mengisi masa antara kedatangan Yesus Kristus sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah Pemberitaan Injil yang dituliskan dalam Matius 28: 19-20,“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadaMu”. Perintah ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah 24
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
untuk “memuridkan” (mengajar melakukan perintah Yesus Kristus) dan membaptiskan (sebagaimana yang dilakukan Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya) agar orang dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan “Kerajaan Allah” dalam hidupnya. Dengan demikian konsep dan pemahaman Kristus tentang Pekabaran Injil adalah bagian dari misi Allah (Missio Dei) untuk memperluas Kerajaann-Nya. Kerajaan Allah tidaklah indentik dengan gereja. Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan dimana Allah menjadi Raja di atas segala raja. Gereja sebagai umat Allah dipanggil untuk berperan dalam mewujudkan tandatanda Kerajaan Allah dengan melakukan pekabaran injil sesuai dengan talenta yang dikaruniakan-Nya. Dalil-dalil diatas telah mendorong semangat penyebaran Injil ke seluruh dunia dengan segala daya dan upaya, agar kerajaan-Nya segera terwujud, sehingga munculah denominasi-denominasi atau organisasi-organisasi baru di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sebagian denominasi dalam Kristen yang sedang antri di Bimas Kristen untuk didaftar dan mereka yang memiliki sifat independen memaknai tugasnya sebagai gereja lebih mementingkan penambahan umat dari pada kerja-kerja sosial yang dahulu pernah berjaya di Indonesia. Gereja-gereja independen seperti ini pula yang sering memiliki semangat perpecahan, dan sering mendapat tuduhan churh planting atau ambisi rekruitmen anggota sebanyak-banyaknya, karena nanti hasil persepuluhan dan persembahan juga akan semakin besar. Gereja-gereja ini sekaligus juga melakukan presensia secara spektakuler karena pesan Yesus sebagaimana tersirat dalam perkataan-Nya dalam Lukas 4: 18-19 diatas. Chruch planting yang sekaligus presensia yang spektakuler ini sebagaimana dilakukan oleh Gereja Bethel Indonesia ”Keluarga Allah” di Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
25
Surakarta yang memiliki strategi rekruitmen anggota yang canggih yaitu seperti multi level marketing (MLM) dan pelayanan masyarakat yang sangat diperlukan oleh semua kalangan.28 Prosedur Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena data yang akan digali secara naturalistik atau alamiah dari para tokoh Kristen baik yang memimpin organisasi atau denominasi gereja maupun yang tidak memimpin, gembala, pendeta, penatua, anggota jema’at, akademisi, pemuka agama dan masyarakat yang bersifat kualitatif dan mendalam, yang tidak mungkin diperoleh dengan pendekatan kuantitatif. Metode Penelitian dan Penggalian Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam bentuk studi kasus untuk mendalami, menjelaskan dan mendeskripsikan tentang pandangan tokoh agama Kristen (Gembala dan pendeta) tentang pengaturan oganisasi atau denominasi gereja dan yayasan-yayasan Kristen bersifat gerejawi. Pandangan para tokoh ini perlu digali karena Undang-Undang No 17 Tahun 2013 secara nyata mempermudah semua perorangan dan kelompok untuk membentuk organisasi apapaun dengan cara cukup mendaftarkan diri ke Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri, 28 Lihat Wakhid Sugiyarto, Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja Bethel Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan Implementasinya Bagi Gerakan Oikumene serta Kemajemukan Indonesia di Surakarta (Solo) Jawa Tengah, Jakarta, 2013.
26
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
sementara selama ini semua organisasi atau denominasi gereja dan yayasan-yayasan Kristen bersifat gerejawi baru dapat bekerja secara efektif ketika telah mendapatkan legalitas dari Bimas Kristen Kementerian Agama. Dampak lahirnya Undang-Undang No 17 Tahun 2013 terhadap peran Bimas Kristen Kementerian Agama dalam melayani, membina dan mengatur masyarakat Kristen; dan gagasan-gagasan visioner yang dapat disumbangkan oleh para tokoh Kristen di daerah untuk mengatur organisasi gereja yang semakin banyak yang dapat mengganggu kedamaian, keharmonisan dan kerukunan intern umat Kristen maupun antara umat Kristen dengan umat beragama lainya. Hasil penggalian data itu kemudian di-crosceck sehingga didapatkan seperangkat pengetahuan tentang pandangan tokoh Gereja sesuai dengan masalah yang dicari jawabnya dalam penelitian ini, kemudian dianalisis secara teoritis. Datadata yang diperoleh itu diklasifikasi dan diinterpretasi (bukan ditranskripsi) agar didapatkan dekskripsi yang cukup dan memudahkan penyusunan laporan. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah sebagai berikut; Wawancara. Wawancara dilakukan dengan informan (“key informan”) yang dianggap memahami pokok persoalan, yaitu pertama, Pejabat Bimas Kristen Kementerian Agama di daerah; dan kedua, gembala, pengurus gereja/pendeta, penatua dan sebagainya. Observasi. Observasi sebagai metode yang digunakan adalah untuk menghimpun data tentang kegiatan obyek Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
27
penelitian baik secara terlibat (participant) maupun observasi tidak terlibat (non participant). Observasi ditujukan untuk melihat nuansa kekristenan di lingkungan sebuah gereja jemaat yang dipimpin seorang gembala dengan segala aktifitasnya. Dengan demikian, peneliti dapat memiliki pemahaman berdasarkan pengamatan itu untuk menjadi dasar tafsir terhadap data-data yang diperoleh melalui wawancara, kajian dokumen dan FGD. Kajian dokumen. Kajian dokumen merupakan cara untuk memahami landscap dari kekristenan dan berbagai hal yang berkaitan denganya, seperti; organisasi atau denominasi, sinode, theologi, ibadah, sosial, dan sebagainya. FGD. FGD adalah salah satu cara penggalian informasi atau data yang dilakukan dengan mengumpulkan para tokoh agama yang mungkin (5 gembala sidang bersama 5 pendeta), sehingga dalam waktu relatif singkat dapat ditemukan informasi atau data yang diperlukan untuk menjawab penelitian yang dilakukan ini. Semua dokumen berupa tulisan, baik itu dokumen resmi, hasil wawancara dan dokumen pribadi, kajian dokumen, observasi dan FGD yang berkaitan dengan aspek-aspek penelitian itu kemudian dihimpun sebagai sumber data primer. Data diolah, dan diinterpretasi sehingga dapat disajikan secara deskriptif analitis dan komparatif. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan menginterpretasi dan menganalisis hasil wawancara, dokumen, observasi mendalam berdasarkan data yang terkait dengan fokus penelitian.
28
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Data yang Dihimpun dan Lokasi Penelitian Adapun data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah 1) Data demografi berdasarkan agama; 2) Kehidupan sosial dan kehidupan keagamaan (Kondisi sosial ekonomi, jumlah sinode, jumlah organisasi atau denominasi Kristen yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di Kementerian Agama; jumlah yayasan-yayasan Kristen yang bersifat gerejawi, dan lembaga pendidikan dasar hingga perguruan tingi Kristen; 3) pandangan tokoh agama Kristen tentang pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja maupun yayasan Kristen yang bersifat gerejawi oleh Kementerian Agama; 4) Model pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja, dan yayasan-yayasan Kristen yang bersifat gerejawi yang telah dilakukan oleh Kementerian Agama; 5) Sumbangan pemikiran yang visioner dari para tokoh agama Kristen di berbagai daerah untuk menjamin keberlangsungan keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama., berkaitan dengan semakin banyaknya denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari pemerintah pasca lahirnya Undang-undang No 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Relasi antara pemuka agama dengan Pembimas Kristen dan masyarakat sekitar. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan Sumatra Utara, DKI Jakarta, Bandung Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, Surabaya Jawa Timur, Manado Sulawesi Utara, dan Di Jayapura Papua. Dipilhnya daerah tersebut dengan pertimbangan bahwa jumlah denominasi gereja, jumlah umat Kristen dan pluralitas masyarakat cukup tinggi yang sangat mungkin terjadi dinamika sosial keagamaan yang tinggi pula, sehinga layak dijadikan sebagai lokasi penelitian.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
29
30
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
1 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Kota Medan Sumatera Utara
Oleh: Wakhid Sugiyarto
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
31
BAB I DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL KEAGAMAAN Kondisi Demografi dan Dinamika Sosial Keagamaan Kondisi Demografi Berdasarkan Etnisitas Kota Medan adalah kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya yang menjadi ibukota dari Provinsi Sumatra Utara. Jumlah penduduknya 2.295.956 jiwa pada tahun 2010.29 Kota Medan mempuyai luas wilayah sekitar 4.000 ha. Wilayah Kota Medan dan sekitarnya merupakan hamparan dataran rendah, rawa-rawa dan subur karena dilewati oleh beberapa sungai. Seluruh sungai di Kota Medan mengalir ke Selat Malaka, seperti; Sei Deli, Sei Babura, Sei Kambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dn Sei Sulang atau Sei Kera. Pada masa pemerintahan Belanda, Kota Medan menjadi sala satu wilayah penghasil komoditas perkebunan yang penting di Nusantara, sehingga para pengusaha Belanda bersama dengan kompeninya menempatkan kantor dagangnya di Tanah Deli tersebut. Tanah Deli yang kemudian disebut dengan Kota Medan ini, karena kesuburan, keindahan dan tata ruang wilayahnya yag bagus sehingga pernah disebut dengan sebutan Paris van Sumatra, sebagaimana Bandung sebagai Paris van Java.. Pembuka hamparan dataran rendah dan rawa-rawa menjadi kampung yang kemudian disebut “Tanah Deli” , 29 Kota Medan Dalam Angka 2012. Lihat pula Basyaruddin, Peta Dakwah Kota Medan, Bank Muamalat Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia Kota Medan, Perdana Publising, Medan, 2012, hal. 49
32
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Medan Deli dan kemudian Kota Medan itu adalah Guru Patimpus. Setelah Indonesia merdeka istilah Tanah Deli dan Medan Deli lenyap dari peristilahan dunia sosial kemasyarakatan dan kemudian terkenalah sebagai Kota Medan sebagaimana dikenal sekarang. Pertumbuhan penduduk Kota Medan sangat pesat bersamaan dengan perkembangan Kampung Medan Putri, Tanah Deli, Medan Deli dan kemudian menjadi Kota Medan semakin penting dalam dunia perdagangan. Pembukaan perkampungan, persawahan dan perkebunan, terus terjadi sehingga Kampung Medan Putri banar-benar menjadi wilayah yang ramai sejak akhir abad 18. Kampung Medan Putri yang ketika dibuka guru Patimpus sekitar akhir tahun 1600-an, hanya berpenduduk sekitar 2.000 orang telah menjadi sekitar 11.000 jiwa pada tahun 1890-an, menjadi sekitar 76.5844 jiwa pada tahun 1930 dan menjadi sekitar 2.295.956 jiwa pada tahun 2012. Pertumbuhan penduduk Kota Medan menjadi sangat pesat, yaitu ketika dimulai pembukaan tanah hutan menjadi perkebunan tembakau oleh pengusaha Belanda bernama Nehim Heusz yang mendapat konsesi tanah dari Kesultanan Deli 1860-an.Pertumuhan itu karena datangnya beribu-ribu kuli kontrak dari Jawa (termasuk Sunda), Tapanuli Selatan dan Tionghoa. Oleh karena itu pada awalawal pertumbuhan Kota Medan dan bahkan hingga sekarang ketiga etnis itu menjadi etnis dominan di Kota Medan dan sekitarnya. Produksi tembakau yang sangat melimpah dari dataran rendah di Medan ini sangat terkenal di Eropa dengan sebutan tembakau Deli. Semakin ramainya perdagangan komoditas pertanian dan perkebunan telah mendorong pengusaha berkantor dagang di Kota Medan (terutama di sekitar stasiun Kereta Api pusat Kota Medan sekarang).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
33
Perkebunan-perkebunan tembakau itu maupun lahanlahan pertanian itu pada hari ini telah berubah menjadi perkampungan, perkebunan kelapa sawit, dan coklat. Sementara itu tembakau Deli yang sangat terkenal di Eropa di akhir abad 19 dan awal abad 20 itu tinggal kenangan sejarah yang telah menorehkan kejayaan perdagangan masyarakat Medan Putri di masa lalu dan telah pula membuat rakyat makmur waktu itu. Dampak dari pembukaan perkebunan itu telah mendorong munculnya areal persawahan di Medan dan sekitarnya. Lahan-lahan persawahan itu pada hari ini merupakan lahan penghasil padi dan komoditas lainnya yang sangat penting yang sekaligus menjadi penyebab mobilitas penduduk yang tinggi, sehingga komposisi pendudukpun berubah. Komunitas Melayu yang secara adat pemilik sah dari wilayah Medan dan sekitarnya harus menerima kenyataan untuk menjadi minoritas di wilayahnya sendiri. Perannya dalam dunia politikpun juga semakin menurun, karena tidak mampu beradaptasi dan mengatasi dinamika sosial yang terjadi di sekitarnya. Komunitas Melayu pernah memiliki kesultanan yang disebut Kesultanan Deli yang bekasbekasnya masih berdiri megah hingga hari ini. Tetapi peran sebagai kesultanan semakin menurun sejak kedatangan pengusaha Belanda di Tanah Deli. Kesultanan Deli hanya menerima royalti saja dari Belanda atas konsesi tanah yang diberikan kepada pengusaha Belanda dan belakangan kepada pemerintah kolonial Belanda. Menjelang pemilu April 2014 ini, semua nama calon-calon anggota lagislatif hampir tidak ada yang berbau nama Melayu lagi, semua nama sudah berbau marga Batak, seperti; Hutasoit, Simangunsong, Hutapea, Nasution, Lubis, Siregar, Nainggolan, Tarigan, Silalahi, Nababan, Manurung dan sebagainya. Pada tahun 34
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
1930-an komposisi penduduk antar etnis dapat dilihat sebagaimana pada tabel berikut ini. Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Etnis di Kota Medan Tahun 193030 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Etnis Cina Jawa Minangkabau Melayu Mandailing Eropah Sunda Betawi Batak Toba Batak lainya Indonesia lainya Asia lainya
Jumlah jiwa 27.287 19.069 5.590 5.408 4.688 4.293 1.208 1.118 820 2.587 1.798 3.737
% 35.63 24,90 7.30 7.06 6,12 5.60 1.58 1.46 1.07 3.04 2.35 4.88
Bila memperhatikan tabel di atas, maka etnis Cina sangat mendominasi penduduk Kota Medan dengan jumlah 27.287 atau 35.63 % di tahun 1930-an, baru kemudian migran dari Jawa, Minangkabau, dan Mandailing pada urutan berikutnya. Tetapi etnis Batak Toba yang baru mulai melakukan migrasi di Kota Medan sejak tahun 1930-an baru terdapat sekitar 820 30 O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi, Penerbit Monora, Medan, 1998, hal. 102. Lihat pula Disertasi Chalida Fachruddin, Labuhan Deli: Organisasi sebuah Komuniti Melayu di Sumatra Utara, Indonesia, Fakultas Sain Kemasyarakatan dan Kemanusiaan Universitas Kebangsaan Malaysia, Bangi, 1998, hal. 33
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
35
jiwa segera dominan di Kota Medan di masa-masa berikutnya. Etnis Batak Toba ini pada awalnya sering mengalami kesulitan dan susah payah untuk dapat beradaptasi dengan masyarakat lokal yang waktu itu masih didominasi etnis lain dan muslim. Tetapi begitu migrasi ke tanah Deli dimulai, segeralah mereka berpartisipasi membuka lahan-lahan persawahan dari rawa-rawa yang selama itu tidak dipandang bernilai oleh masyarakat sekitarnya. Merekapun sering mengalami kesulitan beradaptasi dengan masyarakat setempat karena perbedaan agamnaya. Migran Batak Toba saat itu merupakan penganut agama Kristen dan agama suku (Parmalim). Tetapi dengan keuletan, kesabaran dan motivasi keberhasilan, mereka segera menguasai lahan-lahan yang selama ini tidak diperhitungkan oleh kesultanan maupun Nehim Heuzs, karena berwujud rawa-rawa yang luas yang kemudian disulap menjadi tanah-tanah pertanian. Migran Batak Toba ini dikenal sebagai petani yang suka bekerja keras dan disiplin atau taat kepada para pendetanya. Di Medanpun mereka tetap sebagai penganut Kristen dan Parmalim yang fanatik, dan terus berupaya menjaga hubungan kekristenan di antara mereka dengan kunjungan para pendeta yang rutin kerumah-rumah penduduk etnis Batak Toba. Sejak saat itulah etnis Toba mulai membanjiri Kota Medan, karena ada semacam penampungan sementara meskipun tidak resmi dari saudara-saudaranya yang sudah datang terlebih dahulu sampai mendapatkan pekerjaan. Jika di tahun 1930-an etnis Batak Toba baru berjumlah sekitar 820 orang, tetapi pada tahun 1981, etnis Batak Toba sudah menjadi salah satu etnis dominan di Kota Medan setelah etnis Jawa dan meningkat tajam di ta hun 198831. 31
36
Ibid hal.103
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kebiasaan memelihara babi dan anjing telah menjadi strategi tidak sengaja untuk mengusir etnis lain dari lingkunganya. Strategi tak sengaja itu kemudian dijadikan strategi yang baku yaitu dengan memelihara anjing dan babi dengan cara diliarkan. Bagi umat Islam dua jenis binatang itu merupakan binatang yang menjijikan. Strategi ini sangat jitu untuk membuat kaum muslim Melayu, Jawa dan Minangkabau tidak betah serta tidak nyaman, sehingga mulai menyingkir ke wilayah yang belum ada komunitas etnis Bataknya. Kaum muslim sendiri ternyata tidak mau ribut-ribut dengan saudaranya dari Batak Toba, meskipun di beberapa tempat sempat terjadi ketegangan, tetapi tidak sampai terjadi konfrontasi komunal antar etnis hingga dewasa ini. Oleh karena itu dengan cepat komposisi penduduk berdasarkan etnis segera berubah dan etnis Batak Toba menjadi semakin dominan di atas semua etnis lainnya di Kota Medan kecuali dengan etnis Jawa. Perimbangan penduduk ini juga terjadi segera berubah cepat ketika di tahun 1960-an, Presiden Sukarno mewajibkan etnis Tionghoa memilih untuk menjadi warga negara Indonesia atau tetap menjadi warga RRC di Cina daratan. Akhirnya beribu-ribu orang Tionghoa pulang ke Daratan Cina di tahun 1960-an, hingga komposisi penduduk pada tahun 1981 etmis Cina tidak lagi dominan seperti tahun 1930-an yang mencapai 35,63 % atau 27.287 jiwa, dan posisinya pada urutan ketiga setelah Jawa dan Batak Toba. Perimbangan etnis di Kota Medan secara prosentase tahun 1981 – 1988 sebagai berikut;
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
37
Tabel 2 Prosentase Penduduk Kota Medan Berdasarkan Etnis pada Tahun 1981 dan 198832 No 1. 2. 3. 4. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Etnis Jawa Toba Cina Mandailing Minangkabau Melayu Karo Aceh Simalungun,Sunda, Dairi dan Nias Lain-lain
1981 29.41 14.11 12.84 11.91 10.93 10.9 3.99 2.10 3.3
1998 27.50 14.70 13.98 13.26 8.62 7.93 4.59 1.91 2.5
3.04
3.91
Pada tahun 1988 perimbangan etnis Batak Toba dengan Batak Mandailing mulai mendekat selisihnya, yaitu Batak Toba sebesar 14.70 % dan Batak Mandailing sebesar 13.98%. Etnis Melayu yang secara adat adalah pemilik tanah Kota Medan dalam komposisi penduduknya turun drastis dan hanya tinggal berjumlah 7.93% dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Padahal di tahun 1981 etnis Melayu ini masih berjumlah 10.93% dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Pada tahun 1931 ketika sensus penduduk pertama dilakukan Belanda, etnis Batak Toba belumlah menjadi etnis yang diperhitungkan karena masih terlalu sedikit (di bawah 1%), tetapi di tahun 1988 sudah menjadi etnis dominan kedua setelah Jawa, yaitu 14.70% dari keseluruhan jumlah penduduk
32
38
Ibid, hal. 111
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kota Medan waktu itu. Itu artinya pertumbuhan penduduk etnis Batak Toba di Kota Medan sangat pesat, baik karena kelahiran maupun karena migrasi dari dataran tinggi Toba untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. Di Kota Medan kemudian muncul banyak perguruan tinggi Kristen maupun teologi, yang jumlahnya cukup banyak (8 buah) dan mahasiswa yang berasal dari etnis Batak Toba menguasai hampir semua perguruan tinggi negeri maupun swasta33. Di masa-masa mendatang perimbangan antar etnis itu dipastikan akan terus berubah, sebagai akibat dinamika penduduk dengan mobilitas yang tinggi di Kota Medan dan sekitarnya. Menurut beberapa informan, dominasi etnis Jawa dan jumlah etnis Melayu di Kota Medan semakin menurun karena harus minggir ke wilayah sekitar Kota Medan yang memungkinkan mereka dapat terus eksis dengan dunia pertanian dan nelayan yang selama ini menjadi mata pencaharianya. Oleh karena itu wilayah kabupaten di sekitar Kota Medan, pada saat ini hampir didominasi oleh etnis Jawa. Dengan kondisi sosial sedemikian rupa, pertarungan politikpun menjadi semakin seru karena akhirnya ada 3 (tiga) etnis dominan di Provinsi Sumatra Utara, yaitu etnis Jawa (sebagian besar muslim), etnis Batak Mandailing (sebagian besar muslim), dan etnis Batak Toba (sebagian besar Kristen), baru kemudian disusul etnis Tionghoa (sebagian besar Kristen, Buddha dan Khonghucu), Minangkabau dan Melayu (sebagian besar muslim), dan etnis Batak lainya (muslim dan Kristen berimbang).
33
Ibid, hal. 109 - 110
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
39
Dinamika Sosial Keagamaan Demografi Keagamaan Penduduk Berdasarkan administrasi pemerintahan, Kota Medan terbagi menjadi 21 kecamatan, 151 kelurahan, 2001 lingkungan dengan luas lahan 265 265 km2 dan jumlah penduduk 2.295.956 jiwa.34 Secara demografis, dinamika penduduk Kota Medan sangat tinggi, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Dinamika kependudukan secara etnis itu ternyata juga diikuti oleh adanya dinamika sosial keagamaan bagi penduduknya. Jika wilayah Kota Medan sejak berdirinya di tahun 1600-an sampai pembukaan lahan perkebunan sekitar akhir tahun 1800-an hampir didominasi mutlak oleh kaum muslim dan bercokolnya Kesultanan Deli sampai hari ini, maka secara berangsur-angsur setelah pembukaan lahan perkebunan itu terjadi dinamika perimbangan penduduk berdasarkan agama. Perimbangan penduduk berdasarkan agama adalah sebagai berikut; Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Per Kecamatan di Kota Medan35 No 1 2 3 4 5 6
Kecamaatan M. Kota M. Timur M. Barat M. Baru M. Belawan M. Labuhan 34 35
40
Penduduk
Muslim Protestan 47.062 83.098 58.987 30.353 73.859 98.323
23.443 24.060 23.875 22.244 34.052 46.258
Katolik 10.075 10.501 5.718 7.067 15.426 4.093
Hindu 3.392 1.145 3.979 1.779 972 1.075
Kota Medan Dalam Angka 2010 Kota Medan Dalam Angka 2010.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Budha 5.323 3.437 2.387 4.444 4.864 3.227
Kong hucu 242 147 157 97 134 156
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
M. Deli M. Sunggal M. Tuntungan M. Denai M. Johor M. Amplas M. Tembung M. Helvetia M. Petisah M. Polonia M. Maimun M. Selayang M. Perjuangn M. Marelan Medan Area JUMLAH
78.564 25.670 87.986 17.819 27.496 30.316 89.870 57.728 87.567 24.639 78.462 30.120 98.678 37.099 72.897 43.881 42.795 22.620 27.881 17.201 37.253 5.821 46.750 37.872 68.453 32.969 99.369 12.739 66.473 8.745 1.402.176 579.171 (61.07%) (25.23%)
17.100 8.632 13.491 9.921 9.508 12.067 20.100 12.099 2.470 11.004 4.062 2.904 13.096 10.000 9.105 208.439 (9.08%)
2.140 4.532 185 1.447 2.226 132 352 705 102 411 2.406 105 116 1.052 56 1.158 3.476 37 1.746 4.279 106 1.494 3.114 69 6.168 2.741 135 1.612 3.225 57 1.746 5.567 132 1.764 882 56 1.063 3.191 106 5.095 2.547 134 1.092 4.752 125 39.746 68.377 2.470 (2.80%) (1.72%) (0,11%)
Memperhatikan tabel di atas, nyata bahwa jumlah umat Islam di Kota Medan hanya mencapai 1.402.176 (61.07%) dari jumlah penduduk sebanyak 2.295.956 jiwa. Hal ini sekaligus memperlihatkan perlombaan dalam usaha fungsionalisasi agama atau dalam bahasa Islamnya adalah “berlomba-lomba dalam kebaikan” menjadi sangat seru. Faktor urbanisasi akan cukup berpengaruh terhadap perimbangan jumlah penduduk menurut agamanya, tetapi tidak mungkin mengalahkan pertumbuhannya berdasarkan kelahiran, yang situasinya berbeda dengan kondisi tahun 1930. Karena itu pimpinan umat Islam misalnya, harus merubah metode dakwah dari model lisan dan bicara amal shaleh, surge dan neraka harus merubah dengan memfungsionalkan agama sebagai jalan keluar dari semua kesulitan dan penderitaan umat Islam di Kota Medan. Jika tidak, maka masa depan umat Islam secara prosentase dapat diramalkan akan semakin menurun.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
41
Tabel 4 Perimbangan jumlah penduduk muslim dan non muslim perkecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kecamaatan Medan Kota Medan Timur Medan Barat Medan Baru Medan Belawan Medan Labuhan Medan Deli Medan Sunggal M. Tuntungan Medan Denai Medan Johor Medan Amplas M. Tembung Medan Helvetia Medan Petisah Medan Polonia Medan Maimun Medan Selayang M. Perjuangan Medan Marelan Medan Area JUMLAH
Muslim
Non Muslim
47.062 83.098 58.987 30.353 73.859 98.323 78.564 87.986 27.496 89.870 87.567 78.462 98.678 72.897 42.795 27.881 37.253 46.750 68.453 99.369 66.473 1.402.176 (61.07%)
42.475 39.290 36.116 35.631 55.448 54.809 49.627 30.256 44.966 70.571 35.371 46.858 63.330 60.657 34.134 33.099 17.328 43.478 50.425 30.515 23.819 898.203 (38,93%)
Dari table di atas, terlihat bahwa perimbangan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut semakin dekat jika dibandingkan tahun 1930-an, 1980-an dan pada saat data ini diperoleh (tahun 2014).
42
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kehidupan sosial ekonomi dan kehidupan keagamaan Kondisi _Sosial Ekonomi. Medan sebagai ibukota provinsi memiliki luas wilayah terbentang dari selat Malaka sampai Samudra Hindia. Kota Medan menjadi sangat penting dalam proses distribusi sosial ekonomi bagi daerah lainnya di Provinsi itu. Bahkan juga sangat penting peranya dalam distribusi ekonomi bagi wilayah Aceh Selatan, Aceh Timur dan Aceh Tengah, karena tidak semua kebutuhan komoditas ekonomi di darah tersebut dapat dipenuhi oleh daerah Aceh sendiri, hampir seluruhnya dipasok dari Medan dan sekitarnya. Sementara Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi NAD hanya berfungsi secara administratif saja bagi penduduk ketiga wilayah Aceh yang disebutkan di atas. Mobilitas ekonomi dan sosialpun lebih dekat dengan Kota Medan dan sekitarnya daripada dengan Banda Aceh sendiri. Kota Medan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik bahkan hampir selalu di atas pertumbuhan ratarata ekonomi tingkat nasional, sehinga pendapatan perkapita penduduk Kota Medan juga cukup tinggi yaitu 12,5 juta per tahun. Tingkat laju inflasi rata-rata hanya 2,69% pertahun, dibawah rata-rata inflasi ekonomi nasional yang mencapai di atas 6% pertahun dalam beberapa tahun terakhir. Kontribusi ekonomi terbesar berasal dari sektor tersier yaitu 66,84%, kemudian sektor sekunder 29,06% dan sektor primer hanya menyumbangkan distribusi ekonomi sebesar 4,18%. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan tertinggi bila dibandingkan dengan semua daerah Kabupaten/Kota lain di Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
43
Provinsi Sumatra Utara. Sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadikan Kota Medan sebagai kota generator ekonomi bagi Provinsi Sumatra Utara dan wilayah Aceh yang disebut di atas, yaitu Aceh Tenggara, Aceh Timur dan Aceh Tengah. Para pengusaha dan pedagang di 3 wilayah Aceh diatas lebih banyak melakukan bisnis dengan Provinsi Sumatra Utara khususnya dengan Kota Medan dari pada dengan Kota Banda Aceh sebagai ibukota Nanggroe Aceh Darrussalam (NAD). Posisi Kota Medan menjadi strategis bukan hanya karena menjadi generator atau penggerak ekonomi wilayah sekitarnya, tetapi juga karena telah didukung oleh infrastruktur yang menghubungkan berbagai wilayah di Provinsi Sumatra Utara maupun wilayah Aceh yang cukup bagus. Bahkan infrastruktur penunjang lainya cukup baik ketersedian maupun fungsionalisasinya, seperti; adanya jalan tol, terminal-terminal antar kota yang cukup berfungsi dengan baik, bandara internasional yang luas dan baru diresmikan bulan Maret 2014 yang merupakan pemindahan dari bandar udara yang lama yaitu di Polonia, adanya pelabuhan untuk bongkar muat komoditas eksport dan import komuditas bagi komunitas internasional yang cukup besar di Medan Belawan dan adanya jalan-jalan lingkar kota maupun dalam kota yang lebar dan rapi karena jarang ada pedagang asongan kaki lima yang biasanya mengganggu arus lalu lintas di berbagai kota Indonesia yang tidak tertib. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan dengan segala kelebihan dan kekuranganya itu memiliki dampak atau efek domino bagi rotasi ekonomi dan sosialnya. Sektor yang paling terkena dampak dari pertumbuhan ekonomi di Kota Medan adalah 44
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
menggelembungnya harga-harga di sektor property, seperti harga tanah, harga sewa kontrakan, rumah, pertokoan dan perkantoran serta mahalnya biaya ongkos kerja bangunan. Sementara itu sektor riil, seperti rumah makan, pertokoan kurang terkena dampaknya, karena stabilitas pertumbuhan ekonominya.
Kehidupan Sosiokultural dan Sosial Keagamaan Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa secara demografis, penduduk Kota Medan sangat plural dalam dilihat daeri apek etnis, kultural, dan keagamaan. Secara sosiokultural, masyarakat Kota Medan benar-benar merupakan masyarakat majemuk, dimana hamper semua etnis dan budaya terdapat di kota tersebut. Etnis Jawa yang sebenarya cukup dominan, tetapi dalam kehidupan sosial kebudayaan bukanlah masyarakat yang dominan, begitu pula masyarakat dari etnis Batak Mandailing, Toba, Tionghoa dan lainya. Justru yang terjadi adanya sikap saling menjaga budaya masing-masing, sehingga semua budaya berjalan seperti apa adanya yang dalam dinamikanya justru berhadapan dengan perubahan budaya dari luar. Oleh karena itu secara etnis dan budaya sebagaimana disebutkan sebelumnya, Kota Medan Menjadi miniatur Indonesia yang sesungguhnya karena keragamannya. Dalam kehidupan sosial keagamaan, masyarakat Kota Medan juga menunjukan adanya keragaman keberagamaan. Namun demikian toleransi kehidupan beragama sangat baik, sehingga selama ini tidak pernah terdengar terjadinya konflik keagamaan, utamanya antar umat beragama. Kalaupun ada, hanyalah konflik intern umat beragama, utamanya di Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
45
kalangan umat Kristen akibat persoalan-persoalan intern yang memang sudah lazim terjadi, seperti kasus dualisme kepemimpinan organisasi atau lainya. Dalam kehidupan sosial keagamaan, masyarakat Medan dapat dikatakan cukup dipengaruhi oleh nilai-nilai agama atau setidaknya terdapat semangat keagamaan yang cukup tinggi. Hal ini dapat ditunjukan oleh jumlah rumah ibadah yang cukup banyak di Kota Medan. Tabel rumah ibadah berikut dapat menjadi petunjuk bahwa masyarakat Kota Medan memiliki semangat keagamaan yang tinggi, meski mungkin secara rasio masih kurang. Hal ini karena sebagian belum sepenuhnya menjalankan peribadatan sesuai dengan agamanya. Tetapi jelas bahwa dari semua rumah ibadah yang ada, ketika waktu peribadatan utama tidak pernah sepi. Tabel 5 Jumlah Rumah Ibadah Di Kota Medan Menurut Kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
46
Kecamaatan Medan Kota Medan Timur Medan Barat Medan Baru Medan Belawan Medan Labuhan Medan Deli Medan Sunggal Medan Tuntungan Medan Denai Medan Johor Medan Amplas Medan Tembung Medan Helvetia
Masjid 53 51 47 19 26 45 44 69 46 73 73 69 76 85
Rumah Ibadah Musholla Gereja Pura 24 36 33 33 35 19 31 27 71 47 48 43 57 15 18 26 17 65 31 56 27 16 34 33 26 36 29 49
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Wihara 2 2 1 0 0 2 3 1 0 1 1 1 2 1
15 16 17 18 19 20 21
Medan Petisah Medan Polonia Medan Maimun Medan Selayang Medan Perjuangan Medan Marelan Medan Area JUMLAH
35 22 21 46 59 29 51 1039
20 9 21 12 19 52 55 669
30 15 8 32 35 4 9 634
2 1 1 1 1 0 2 25
Adapun jumlah Organisasi atau Denominasi Agama Kristen yang terdaftar pada Pembimas Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatra Utara sebanyak 47.
Tabel 6 Organisasi/Denominasi Kristen Sumatra Utara No.
Mana gereja
1
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Gereja Luther Indonesia (GKLI) Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) Gereja Angorahua Fa”awasa Geheha (AFG) Gereja Angwuloa Fa Awasa Kho Yesus Nias (AFY) Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias (AMIN) Orahua Niha Keriro Protestan Nias (ONKP) Banua Keriso Protestan Nias (BKPN) Gereja Niha Keriso Protestan Indonesia (GNKPI)
2 3 4 5 6 7 8 9
Pengurus Ketua Sekretaris Pdt. WTP Simarmata, Pdt. Mori MA Sihombing Pdt. Aladin Sitio Pdt. J.A. Saragih, M.Th. Pdt. Ar Geya, S.Th. Pdt. Y.S. Harefa, S.Th. Pdt. Osara”O Gea Pdt. Air Hulu, S,Th. Pdt. Sab. Waruhu Pdt. Samali Hura Pdt. S.S. Gea, S.Th. Pdt. BL Hia, S.Th. Pdt. S. Manao, Sm.Th. Pdt. M. A. Lase, S.Th.
Pdt. Larosa, S.Th.,M.Min. Pdt. S. D. Waruwu, S.Th. Pdt. Faat Zebua, S.Th.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
47
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
48
Gereja Kristen Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD) Gereja Batak Karo Proestan (GBKP) Gereja Bethel Rohul Kudus (GBR) Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara (GKI Sumut) Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Gereja Pentakosta
Pdt. Elias J. Solin, S,Th. Pdt. Matius P. Barus,M.Th. Pdt. M. Nainggolan, S.Th. Pdt. R. Saragih, MA
Pdt. Johnson Anakampun, S.Th. Pdt. Simon Tarigan,S.Th. Pdt. P. Silalahi
Pdt. Patut Sipahutar,M.Th. Pdt. SH Siburian, S.Th.
Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) Huria Kristen Indonesia (HKI) Gereja Mission Batak (GMB)
Pdt. Dr. Jaharianson Saragih Pdt. SM Tampubolon, D.Th. Rev. Dr. MH. Siburian
Pdt. O. Pasaribu, M.Th. Pdt. M. Hutabarat, SH, S.Th. Pdt. M. Rumanja Purba, M.Si. Pdt. R. Nababan, M.Div. Pdt. Drs. J. Manurung
Gereja Alkitab Presbiterian Protestan Indonesia (GAPPI) Gereja Allah di Indonesia (GADI) Gereja Elim Kristen Indonesia (GEKI) Gereja Injili Karo Indonesia
Pdt. Haposan S.
Gereja Jemaat Allah Indonesia Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII) Gereja Kristen Filadelfia Indonesia (GKFI) Gereja Kristen Pentakosta (GKP) Gereja Merdeka Protestan
Pdt. Dr. Langsung Sitorus Pdt. P. Panjaitan
Pdt. K. E. Nainggolan, M.Th. Pdt. Natanael Mariven, S.Th. Pdt. Aswin Peranginangin Pdt. S. Sitepu
Pdt. JMP Siregar
Pdt. RHP Nababan, M.Th. Pdt. H. Siregar Pdt. B. Pardede Pdt. Octavianus, B.Th. Pdt. I Munthe
Pdt. Benyamin Munthe Pdt.Dr.Kamsyah Sembiring Pdt. E, Hutahayan Pdt. Lusi Koitololly
Drs. Bahary Sembiring Pdm. Tambunan, S.Pd. Pdt. John Lado
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Indonesia Gereja Methodis Merdeka Indonesia (GMMI) Gereja Methodis Indonesia (GMI) Gereja Methodis Wesley (GMW) Gereja Misi Eklesia Gereja Pantekosta Kudus Indonesia (GEPKIN) Gereja Pantekosta Sumatera Utara Finsterkerk (GPSU) Gereja Pekabaran Injil Sungai Air Hidup (GPISAH) Gereja Pentakosta Kristus (GPK) Gereja Persekutuan Kristen (CCA) Gereja Protestan Persekutuan (GPP) Gereja Sidang Rohul Kudus Indonesia (GSRI) Gereja Siloam Injili (GSI) Gereja Tuhan di Indonesia (GTdI) Gereja Pentakosta Sion Indonesia (GPSI) Gereja Injil Sepenuh Indinesia (GISI) Gereja Kristen Jerusalem Baru (GKJB) Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) Gereja Jemaat Kristus Rasuli (GJKR)
Pdr. Drs. B.T. Hutasoit Pdt. Darwis Manurung Pdt. R.Sitompul Pdt. Sampit Ginting Pdt. Sadikun Lie, SE Pdt. M. Saragih Pdt. Dr. J. S. Nababan Pdt. Drs.Solider Siringoringo Pdt. Rulhana Tanzil Pdt. J.H.Manurung,M.Div. Pdt. RT Tarigan Pdt. Dr. S.M. Pasaribu Pdt. P. Zebua, MA Pdt. Robinson Nainggolan Rev. Drs. J.M. Situmorang Pdt. Filipus Purba Pdt. A.L. Hutasoit, S.Th. Pdt. J. Siahaan
Pdt. Mjr Situmorang Pdt. Edward K. Tarigan Pdt. E. Situmorang, S.Th. Pdt. UP Simaremare Pdt. F.M. Simanjuntak Pdt. J. Sembiring Pdt. Daniel Tanzil, S.Th. Pdt. J. Lumbangaol,S.Th. Pdt. SY Sembiring,S.Pd. Pdt. Selamat Siagian, S.Th. Pdt.Jan L. Simanjuntak Pdm. A. Josua Purba Pdt. P.H. Harahap,S.Th. Pdt. Amson Ambarita
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
49
Sementara itu denominasi yang tidak didaftar tetapi mendapat surat keterangan telah melapor (SKTL) adalah sebagaimana tabel berikut. Tabel 7 Organisasi/Denominasi Gereja di Sumatra Utara No.
Mana gereja
1. 2.
Gereja Injil Kristus Indonesia Gereja Iman Pengharapan Kasih Indonesia Gereja Penuai Indonesia Gereja Kebangkitan Iman Indonesia Gereja Angilikan Holy Trinity Gereja Laskar Kristus Indonesia (GLKRI) Gereja Elim Kairos Gereja Pentakosta Kudus Immanuel (Gepkim)
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengurus Ketua Sekretaris Pdt. Domianus, S.Th Pdt. Yefta Maulana Sembiring Rachel F. Sembiring Pdt. Johnny Seragig, S.Th. Pdt. Philip N. Surbakti, S.Th. Pdt. Moses Alegesan Sembiring Pdt. Kunaraz Pdt. T. Sitanggang
Jurudame Ginting Pdt. S. Simanjuntak
Adapun jumlah Yayasan-yayasan Kristen di Sumatra Utara sebanyak 68 buah, sebagaimana table berikut: Tabel 8 Yayasan Pendidikan dan Penginjilan di Sumatra Utara No
Nama Yayasan
1. 2.
Yayasan Kalvari Medan Yayasan Perguruan Emmanuel Agung Yayasan Injil Soli Deo Gloria
3. 4.
50
Yayasan Pekabaran Injil Maranatha (YPI Maranatha)
Alamat & No. Telp. Jl. Kawi No.4 Medan Jl. Melati Gunung Sitoli Jl. Iskandar Muda No. 24 Medan Jl. Gereja No. 5 Sei Agul Medan
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Jenis Pelayanan Penginjilan Pendidikan Penginjilan Penginjilan
5.
Yayasan Abdi Sabda
6. 7.
Yayasan Berkat Kasih Hermina Yayasan Bethesda Indonesia
8.
Yayasan Samaria
9.
Yayasan Trinitas Sumatera Utara Yayasan Bukit Doa Taman Getsemane
10. 11.
Yayasan Sangkakala Nubuatan
12.
Yayasan Misi Amanat Agung
13.
Yayasan Samdebfris
14.
Yayasan Sahabat Iman Orthodox Indonesia
15.
Yayasan Mitra Sumatera Cemerlang (YMSC)
16.
Yayasan Pekabaran Injil Iman
17.
Yayasan Soteria
18.
Yayasan Pekabaran Injil Agave Menara Plaza Yayasan Sola Gratia Yayasan Pekabaran Injil Bukit Sion Yayasan Medan Praise Center
19. 20. 21.
Jl. Binjai Khilafatul Muslimin 103 Medan Jl. A. B. Lubis No. 5 Medan Komp. Villa Palem Kenca-na Pinang Mas III Jl.Binjai KM 12 No. 7 Medan Jl. T. Amir Hamzah Blok A No. 84-86 Medan Telp.061-8468505 Jl. Damai No. 16 Tromol Pos 02 Stabat-Langkat Jl. Tuntungan Golf No. 20 Pancur Batu Telp.0618360637 Jl. Turi 172 B Medan 20228 Jl. Guru Sinumba No. 2-A Karya Agung Jl. Binjey KM 7,5 Jl. Puskesmas No. 10 B Kel. Lalang, Kec. Medan Sunggal, Medan 20127 Jl. Rinte Raya No. 140 Komp. Kejaksaan Simpang Selayang Medan 20135 Tlp. 061-8363229 Jl. Baru No. 8 Pasar III Sunggal, Medan 20133 Tlp.061-77913771, 8215319 Jl. Pemuda No.20 Medan, Sumut Jl. Bunga Mawar No. 11 Medan Selayang, Medan Jl. Guru Patimpus Medan
Pendidikan Pendidikan
Penginjilan
Penginjilan
Jl. Bantam No.2 Medan Penginjilan Jl. Cemara Psr I Lorong 2 Penginjilan Baru No. 95 Medan Jl. H.Z.Arifin No.163 Medan
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
51
22. 23. 24.
Yayasan Pekabaran Injil dan Persekutuan Doa Nazaret Yayasan Pelita Sejahtera Yayasan Imamat Rajani
25.
Yayasan Anugerah Allah
26. 27.
Yayasan Pekabaran Injil Hermina Yayasan Wahana Anak Muda
28.
Yayasan Pemberitaan Alkitab
29.
Yayasan Iman Indonesia
30.
Yayasan Pekabaran Injil
31.
Yayasan Medan Ceria
32.
Yayasan Pekabaran Injil Tubuh Kristus Persekutuan Pengusaha
33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.
52
Persekutuan Doa dan Penelaahan Alkitabiah Yayasan Advent Peduli Indonesia Persekutuan Kristen Antar Universitas Yayasan Qadosh Bless Nias (YQBN) Yayasan Imanuel Ministry El Shadday Persekutuan Penyandang Cacat Imanuel Yayasan Ekonusa Marturia Yayasan Pekabaran Injil Putri Sion
Jl. Sei Mencirim No. 14 Medan Jl. Aksara No. 30 Medan Jl. Diponegoro No. 273 Gn Sitoli Nias Jl. Bambu Runcing No. 30 Medan Jl. Jend. Gatot Subroto KM 10,8 Medan Jl. Ski Gg. Bersama No.1 P. Siantar Jl. Belibis 13 No. 100 P. Mandala,Medan Jl. Ladang No. 20 KM 9 Medan Jl. Pahae I B Pematang Siantar Jl. Setia Budi No.32 Simpang Selayang, Medan Jl. Gaharu No. 2 D Medan Jl. Nibung Raya No.18 Medan Jl. Sei Mencirim No. 14 Medan Jl. Air Bersih No. 98 Medan Jl. Sei Merah No. 6 Medan
Penginjilan
Penginjilan
Penginjilan
Penginjilan
Penginjilan
Sosial
Jl. Golkar No. 15 Desa Iraono Geba G. Sitoli Jl. Binjai Kuala KM 7 Sungai Sekala Selesai Kab. Langkat Jl. Sei Batu Gingging Psr. Sosial X No. 45 Medan Selayang Jl. Jend. Sudirman KM 6,5 T. Balai Asahan Sumut Jl. Kapten Upah Tendi Penginjilan Sebayang No. 58 Kabanjahe
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
42.
Yayasan Kudus Mandiri (YKM)
43.
Yayasan Syalom Nias
44.
Yayasan Eliezer Ministry
45.
Yayasan Mutiara Suara Nafiri
46.
Panti Asuhan Gelora Kasih
47.
PA Mamre GKPI
48.
Yayasan Persekutuan Doa Matius 5 Yayasan Rapha-El Yayasan Amanat Agung Medan
49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Jl. Golkar No. 15 Gunung Sitoli P. Nias Jl. Diponegoro No.418 A G. Sitoli P. Nias Jl. Cermai Lk V Km 5,5 Sijambi Datuk Bandar T Balai Jl. K.H. Wahid Hasyim No.86 Medan Tlp.0614515905 Kab. Deli Serdang Telp.0628-97265 P. Siantar Tlp.06227550443 Medan Telp.061-8364958
Medan Tlp.061-77836028 Medan Tlp. 061-8367455 HP.08126516263 Yayasan Minar Christ Kab. Deli Serdang Tlp.0617031882 HP.081380014253 Yayasan Anugerah Terindah Kab. Deli Serdang LKSA Sion Sibolga Sibolga Tlp.0631-25432 Yayasan Kasih Anugerah Binjai HP.081375165306 Panti Asuhan Elim HKBP P. Siantar Tlp.0622430486 LKSA Sion Aek Horsik Badiri Tapanuli Tengah Panti Karya Hephata HKBP Kab. Toba Samosir Panti Asuhan Bait Allah Medan Tlp.061-8465654 BPPP Bibelvrouw Pensiun P. Siantar Tlp.0622HKBP 7439153 Yayasan Kesejahteraan Penyan- Kab. Karo Tlp.0628-20968 dang Cacat GBKP Alpha Omega Yayasan Pendidikan Tunanetra Kab. Deli Serdang Tlp.061Sumatera 7940467 Yayasan Keluarga Bunga Kab. Karo Tlp. Bakung 081361566598 Panti Asuhan Bethlehem HKBP Kab. Deli Serdang Distrik X Medan Aceh
Sosial Penginjilan Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
53
Lembaga pendidikan Menengah adalah sebagai berikut; Tabel 9 Jumlah Lembaga Pendidikan No. 1
Nama Sekolah SMTK Bethel Tj. Anom
2
SMTK Agia Sophia
3
SMTK Mulia Sidikalang
4
SMTK Setia Narumonda
5
SMTK Yasuka
6
SMTK BNKP
7
SMTK Oikumene Emmanuel Agung SMTK Setia Moale
8 9
54
SMTK Swasta Kristen BNKP
Alamat & No. Telp. Jl. Tanjung Anom, Durin Jangak Pancurbatu, Deli Serdang HP. 08126444855 Jl. Sembahe Baru Pancurbatu, Deli Serdang HP. 085270529214 Jl. Pahlawan No.70 Panji Siburabura Sidikalang, Dairi HP. 085296340777 Desa Namuronda III Kec. Siantar Narumonda, Kab. Tobasa HP.081375958556 Jl. Cornel Simanjuntak No.14 Sihorbo Kec. Barus Utara, Tapanuli Tengah HP.081265162138 Jl. Pendidikan No.15 B Tohia G. Sitoli, Nias HP. 081362150757 Jl. Melati No. 158-161 Nias HP.081370951054 Desa Samadaya-Hilisimaetano, Kec. Maniamolo, Nias Selatan HP.081376818216 Jl. Saonigeho No. 1 Kel. Psr. Teluk Dalam, Nias Selatan HP.085358180717
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB II TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISISNYA Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Dalam banyak definisi tentang organisasi dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah perkumpulan beberapa orang atau banyak orang, dalam rangka mencapai tujuan atau cita-cita bersama demi kemaslahatan bersama dengan cara, proses, dan aturan-aturan yang sudah disepakati bersama, yang dalam organisasi modern disebut AD/ART (disini bukan sedang training keorganisasian). Organisasi banyak macamnya sesuai dengan keinginan masyarakat sendiri, seperti organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan, alumni, lembaga swdaya masyarakat (LSM) dan sebagainya. Organisasi keagamaan, misalnya organisasi sinode gereja atau gereja induk, gereja lokal dan sebagainya. Organisasi keagamaan ini kemudian sering disebut dengan organisasi masa keagamaan atau ormas keagamaan, dan sesuai dengan undang-undang No 17 Tahun 2013, disebut dengan organisasi kemasyarakatan. Sayangnya dalam UU ini sama sekali tidak didefinisikan perbedaanya antara organisasi keagamaan dengan organisasi kemasyarakatan.. Apalagi di dalamnya tidak jelas tata aturan pendaftaran organisasi keagamaan, semua diperlakukan sama di hadapan undang-undang. Sehingga dimana posisi Kementerian Agama dalam melakukan pelayanan, pembinaan dan pengaturan organisasi menjadi tidak jelas. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dalam hal menimbang dijelaskan bahwa; ”kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
55
pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam NKRI yang dijamin oleh UUD ’45. Dalam menjalankan hak dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap orang wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai wadah dalam menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, organisasi kemasyarakatan berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila. Meskipun Undang-undang Dasar ’45 menyatakan sebagaimana dijadikan pertimbangan dalam menyusun UU No 17 Tahun 2013, dan berkaitan dengan organisasi keagamaan juga belum jelas, PP, juklak, dan juknisnya, tetapi secara umum informan dari gereja induk dan gereja lokal mengatakan bahwa pengaturan organisasi gereja sangat perlu. Legalitas organisasi akan menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melayani, membina dan mengontrol agar tidak ada organisasi gereja liar. Menurutnya, organisasi gereja yang tidak mau diatur haruslah dipertanyakan nasionalisme kebangsaannya, karena negeri ini adalah miliki seluruh bangsa Indonesia, apapun etnis, agama, budaya dan aliran politiknya. Di samping itu pengaturan organisasi gereja oleh pemerintah tidak pernah masuk ke ranah privat dari organisasi gereja, tetapi hanya melayani secara administrasi, melayani organisasi gereja pada batas-batas tertentu, seperti; bantuan renovasi gedung gereja, bantuan penyuluh honorer, bantuan pendidikan, bantuan guru honorer Pemda, bantuan kegiatan sidang raya, pembinaan organisasi gereja jika memang diperlukan, seperti kegiatan-kegiatan Kementerian 56
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Agama yang melibatkan berbagai denominasi gereja atau persekutuan gereja aras nasional maupun geeja induk. Semangatnya adalah termasuk untuk membangun dan mengobarkan semangat oikumenis atau gereja yang satu. Gereja yang satu tidak boleh diartikan hanya ada satu persekutuan gereja saja, yang penting adalah semangat membangun kesepahaman, keselarasan yang dinamik dalam misi dan pelayanan Tuhan. Terlalu sombong jika ada organisasi gereja di Indonesia merasa tidak butuh pemerintah dan mereka rugi sudah membayar pajak kepada negara untuk APBN, tetapi tidak ikut menikmati secara langsung, ketika ada peluang. Pajak adalah uang rakyat untuk pembangunan dan untuk kepentingan rakyat. Mungkin saja bagi organisasi gereja yang ingin bergerak bebas sebebas-bebasnya, tidak mau diatur karena akan menggganggu sepak terjangnya dalam kerja-kerja misionaris.36 Organisasi merupakan kumpulan dari banyak orang yang bergerak sesuai dengan tujuannya didirikan, di mana pemerintah berhak tahu dalam kerangka menjaga ketertiban, kedamaian, keharmonisan hubungan antar umat beragama dan menjaga NKRI. Memang ordonantie pengaturan organisasi gereja merupakan peninggalan kolonial Belanda untuk mengontrol semua organisasi agar tidak beraktifitas di luar AD/ART yang dimilikinya. Organisasi harus mendaftar di Kantor Gubernur Jenderal atau Residen yang diserahi untuk itu di berbagai daerah. Setelah Indonesia merdeka, organisasi mendaftar kepada Presiden yang kewenanganya diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri dan sebagian juga ke
36 Diolah dari hasil wawancara dengan Pdt. Sitorus (GTDI), Pdt. Y. Silaban (HKBP), Pdt. Aliasa Lawolo (GKRI) dan Paulus Siahaan dari Gereja Metodhis Merdeka Indonesia (GMMI)
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
57
Kementerian Agama. Jika organisasi tidak ada legalitasnya, dapat menimbulkan kerawanan, penyalahgunaan tujuan dan dapat merusak kehidupn sosial kemasyarakatan. Jika organisasi gereja tidak memiliki legalitas dari pemerintah (liar) dipastikan menimbulkan kerawanan sosial dalam masyarakat dan dapat merusak gerakan oikumene. Oleh karena itu saran yang pernah diberikan oleh Dirjen Bimas Kristen sejak tahun 90-an,-sebagaimana tertulis dalam makalah FGD- agar semua organisasi gereja yang secara teologis sama sebaiknya bergabung dan mengatur dirinya sedemikian rupa agar cita-cita gerakan oikumene tidak semakin jauh sudah sangat tepat. Menurut Pdt. Yeleber Silaban, organisasi gereja atau denominasi gereja adalah organisasi gereja induk yang memiliki kekhususan tersendiri di tengah-tengah berbagai organisasi yang ada, yaitu menaungi berbagai gereja lokal yang sealiran, seteologis dan sepaham dalam menjalankan fungsi-fungsi gereja agar agama Kristen menjadi fungsional bagi masyarakat apapun agamanya, begitu pula saran yang disampaikan oleh Ka Pembimas Kanwil Sumatra Utara, dan beberapa pimpinan gereja di Medan. Saran yang disampaikanya adalah agar semua gereja lokal sebaiknya masuk dahulu ke dalam gereja induk yang jumlah ada 8 itu, baru kemudian gereja induk inilah yang akan melakukan kordinasi dan pembinaan organisasi, jadi tidak semua organisasi gereja lokal didaftar oleh Bimas Kristen. Semua urusan berkaitan dengan gereja lokal harus diselesaikan terlebih dahulu di tingkat gereja induk itu, baru kemudian jika terjadi dead look, barulah pemerintah turun tangan, sehingga pemerintah tidak hanya mengurusi organisasi gereja lokal yang jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pengaturanya bukan dalam bentuk membatasi munculnya gereja lokal, tetapi 58
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
mendorong organisasi lokal masuk ke dalam organisasi induk aras nasional.37 Meskipun demikian, ketidaksetujuan muncul terhadap pengaturan gereja ini ketika dilakukan FGD, yang sebagian besar adalah pendeta dan gembala dari gereja-gereja kharismatik dan Injili. Dalam FGD itu terungkap bahwa organisasi gereja tidak perlu diatur oleh pemerintah, apalagi harus dibatasi, karena itu bertentangan dengan UndangUndang Dasar ’45. Harap dipahami bahwa munculnya Kristen Protestan adalah hasil skisma dari Gereja Katolik Roma yang telah melakukan berbagai penyimpangan dalam gereja. Munculnya banyak organisasi gereja harus dipandang secara positif, bahwa kemunculanya merupakan keberhasilan misionaris Kristen. Oleh karena itu, pembatasan kemunculan organisasi gereja adalah bertentangan dengan semangat protestantisme. Tugas pemerintah adalah melakukan pembinaan organisasi agar semua organisasi gereja mematuhi undang-undang yang berlaku dan tetap dalam kerangka NKRI38. Masalah pendirian organisasi tidak boleh dibatasi, tetapi perlu bimbingan dari Direktorat Jenderal Bimas Kristen agar ia menjadi organisasi yang baik dan benar menjalankan aktifitas keagamaanya sesuai dengan AD/ART dan tetap dalam kerangka NKRI. 37 Diolah dari hasil wawancara dengan Pdt. Ostar Pasaribu dari GKPI; Pdt. N.P. Sitorus dan Pdt. Paulus Nababan dari GTDI; Pdt Yeleber Silaban dari HKBP, Pdt. JMP. Siregar dari GKI, dan Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka Protestan Indonesia (GMPI). Marbun (Pembimas Kanwil Kemenag Sumatra Utara, 38 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt. Riawati Nainggolan dari Gereja Bethel Penthakosta Indonesia, Pdt. Jan Alpon Saragih dari Gereja Bethel Sepenuh, dan Pdt. Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS; Pdt. Benyamin Munthe dan Pdt. Yusmin Batubara dari Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII); Pdt Pdt. S. Sitepu dari Gereja Jemaat Allah Indonesia (GJAI), ;
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
59
Jika dipandang secara negatif, benar bahwa munculnya organisasi baru adalah sebagai perpecahan, tetapi secara positif sebagai keberhasilan. Sekarang ini, pendeta lulusan STT HKBP banyak yang nganggur, karena sistem kependetaan yang diterapkan oleh HKBP, sementara di pihak lain banyak gereja yang tidak memakai tingkatan kependetaan, sebagaimana terjadi di Gereja Bethel Indonesia. Pada Gereja Bethel Indonesia (apapun nama belakangnya) hampir selalu dimulai oleh seorang tokoh yang mendirikan persekutuan do’a atau pembinaan iman, dan ketika sudah cukup banyak jemaatnya siap menjadi gereja lokal, maka berdirilah organissi gereja yang secara teologis dan aliran tetap berafiliasi ke Gereja Bethel Indonesia. Bila perlu membuat gereja baru tersendiri yang tidak menginduk ke gereja induk yang telah ada, dan itu bukan masalah, karena semua gereja kharismatik memiliki otonomi dalam mengelola organisasinyai. Sistem perekrutan kependetaan dilakukan melalui keberhasilan seseorang dalam melakukan pembinaan iman, kemudian di training pendeta, dan kemudian masuk lingkaran kependetaan GBI. Seorang pendeta lulusan STT memang baik dan perlu, tetapi itu bukan jaminan keberhasilan. Persis dalam Islam, siapakah yang mengangkat seseorang menjadi kyai? Pastilah komunitasnya yang memandang bahwa orang tersebut layak dipanggil guru agama atau kyai. 39 Di Sumatra Utara terdapat banyak yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan penginjilan. Banyak juga di antaranya yang melakukan tugas pokok dan Pdt. Riawati Nainggolan dari Gereja Bethel Penthakosta Indonesia; Pdt. Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS; Pdt. Baginda Nainggolan Gembala/Pembina dari Gereja TDI; Pdt Boimin Sirait Pendeta dri GSJA; dan Pdt. Yohanes Purba, S. Th Pendeta/Gembala GBI 39
60
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
fungsi seperti gereja, sebagaimana disinyalir oleh Jan Aritonang sejak lama. Keberadaan yayasan penginjilan yang berfungsi seperti gereja cukup banyak, biasanya bergerak di rumah-rumah, ruko-ruko dan mall, yang hal ini cukup memusingkan Marbun sebagai Pembimas Kristen.. Mereka ini melakukan kebaktian minggu secara reguler, pembabtisan, perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan, pemakaman, penggembalaan (pelayanan pastoral) dan sebagainya. Pembimas Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara kesulitan melakukan pemantauan, pelayanan dan pembinaan terhadap yayasan, karena tidak jelas apakah ia merupakan yayasan Kristen ataukah organisasi gereja, karena keduanya sering melakukan fungsi-fungsi yang sama, dan perbedaanya hanyalah pada nama yayasan atau organisasi gereja. Mereka melakukan berbagai kegitan kegerejaan itu di ruko-ruko, rumah-rumah dan bahkan ada yang dilakukan di ruang serbaguna sekolah. Dalam hal ini Pdt. Sitorus (mantan Bishof dari GTDI) dan Pdt Yelesber Silaban (HKBP/bermasadepan menjadi Ephorus) menyatakan bahwa pemerintah harus tegas terhadap yayasan yang bergerak tidak sesuai dengan tujuan ketika didaftarkan. Menurutnya, sebagaimana disampaikan juga oleh Kasi Pendidikan Agama Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama (Marbun), yayasan-yayasan seperti inilah yang sesungguhnya sering melahirkan ketidak harmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan ada yang memang bertujuan menambah umat bagaimanapun caranya (church planting) dan tanpa pandang bulu mempengaruhi semua orang yang ditemui, meskipun diikuti dengan kerja-kerja sosial (presensia) sebagaimana pesan Yesus di berbagai ayat dalam Al Kitab. Tetapi karena tujuanya memang church planting, maka presensia yang Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
61
dilaksanakanpun juga dalam kerangka tujuan itu pula, yaitu menambah umat sebanyak-banyaknya. Bukankah semakin banyak umat akan semakin memakmurkan gereja? Kenyataan seperti ini sebagaimana penelitian yang telah berkali-kali dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan, memang nyata adanya, terutama di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua40. Kebijakan Kemenag tentang Pengaturan Organisasi Gereja Dari serangkaian wawancara yang dilakukan, baik wawancara maupun FGD dapat diperoleh gambaran bahwa pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja yang dilakukan oleh Kementerian Agama selama ini sudah cukup baik, dengan segala keterbatasanya. Pada umumnya mereka mengetahui banyak organisasi gereja mendapat bantuan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, meskipun belum semuanya dapat. Beberapa gereja pernah mendapat bantuan finansial untuk renovasi gedung, honorer penyuluh non PNS, merekomendasi berdirinya rumah ibadah dan berbagai pertemuan dalam kerangka pembinaan gereja sebagai organisasi dan sebagainya. Manurut beberapa pendeta, justru yang kurang baik seringkali adalah Pemerintah Kota Medan. Misalnya sebuah rekomendasi pendirian gereja telah diberikan Kementerian Agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tetapi IMB tidak 40 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt. Ostar Pasaribu dari Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI); Pdt. N.P. Sitorus dan Pdt. Paulus Nababan dari Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI) di Jl. Bambu Runcing, 30 Medan; Pdt Yelibar Silaban dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Komplek Perumahan Helvitia Medan; Pdt. JMP. Siregar dan GH Simorangkir dari Gereja Kristen Indonesia Sumatra Utara, Jl. Gatot Subroto, Medan; dan Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka Protestan Indonesia (GMPI)
62
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
diproses oleh Pemerintah Kota, karena protes dan intimidasi kelompok masyarakat tertentu yang tidak ada kaitan dengan masyarakat sekitar wilayah di mana akan dibangun gedung gereja, sehingga nasib pendirian rumah ibadah menjadi terkatung-katung. Oleh karena itu peraturan bersama Menteri (PBM) menyangkut pendirian rumah ibadah perlu ditingkatkan menjadi undang-undang, dilaksanakan secara tegas, dan ada saknsi hukum bagi yang melanggar, sehingga ada kepastian hukum bagi semua umat beragama untuk dapat menjalankan perintah agamanya, termasuk mendirikan rumah ibadah.41 Kebijakan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatra Utara berkaitan dengan pengaturan organisasi adalah mendaftar organisasi gereja lokal tersebut dengan persyaratan jumlah jema’at minimal 40 KK dan ada yang mengusulkan seperti kepengurusan partai, sebagaimana juga disebut dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu; untuk dapat daftar ditingkat nasional harus memiliki kepengurusan sekurangkurangnya 25 % provinsi di seluruh Indonesia. Kemudian untuk dapat didaftar di tingkat provinsi, organisasi harus memiliki pengurusan di tingkat kabupaten/kota sebanyak 25% dari kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut, dan untuk dapat didaftar ditingkat kabupaten/kota, organisasi sekurangkurangnya memiliki 1 kepengurusan tingkat kecamatan. Dengan demikian menurut informan tersebut, organisasi gereja tidak seenaknya sendiri, misalnya baru memiliki gereja lokal di beberapa provinsi sudah ingin didaftar di pusat yang berrarti sebagai gereja induk. Persyaratan lainya adalah 41
Disimpulkan dari hasil wawancara dan FGD di Kantor Kemenag Kota
Medan
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
63
organisasi gereja tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari gereja induknya; melampirkan surat keterangan domisili; ada susunan pengurus dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi gereja; Kebijakan Kementerian Agama seperti ini pada umumnya dinilai sudah sangat baik oleh para pemimpin gereja yang diwawancarai. Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja Dari wawancara yang dilakukan tentang pemikiran visioner pimpinan gereja di Medan yang dapat menjamin keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama dapat disimpulkan, antara lain; pemerintah harus menjamin kepastian hukum bagi organisasi atau denominasi gereja yang mencari legalitas. Jika memang tidak boleh lagi mendaftarkan organisasi atau denominasi gereja baru, sebaiknya dinyatakan secara tegas dan jalan keluarnya juga tegas. Misalnya, jika mereka tidak boleh lagi mendaftar mestinya diharuskan saja bergabung dengan gereja induk aras nasional, sehingga ia tetap dapat beroperasi dengan rekomendasi dari gereja induknya. Tidak diproses setelah mendaftar dan tidak diharuskan bergabung itu merupakan salah satu tindakan kurang bijaksana dan ketidaktegasan pemerintah yang harus dievaluasi. Pemerintah tidak boleh menggantung sebuah organisasi gereja tanpa kejelasan, karena jika beroperasi dan kemudian ada masalah dan kegaduhan sosial pemerintah pasti akan kesulitan menyelesaikanya secara beradab karena tidak memiliki pintu masuknya42. Sementara itu menurut salah seorang Pdt GKPI (Pdt. Y. Seregar), masalah yang sering Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt Sitorus dari GTDI dan Pdt. Y. Silaban dari HKBP Wilayah Medan 42
64
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
mengganggu perdamaian dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat adalah ketidaktegasan pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Kompromi-kompromi yang dilakukan pemerintah dengan kelompok-kelompok tertentu di masyarakat berkaitan dengan eksekusi suatu tindak kriminal atau pelanggaran hukum telah mendorong kelompok-kelompok tertentu berani menekan pemerintah. Bagaimana mungkin pemerintah dapat ditekan oleh kelompok-kelompok kepentingan, jika ingin menegakan hukum. Kasus paling riil dan sering muncul adalah bahwa pemerintah sering takluk terhadap tuntutan kelompok tertentu yang tidak terkait dengan pembangunan sebuah rumah ibadah. Maksudnya, kelompok yang menghalang-halangi pendirian rumah ibadat itu ternyata seringkali bukan merupakan masyarakat setempat, tetapi entah masyarakat dari mana yang mengatasnamakan masyarakat setempat, sementara dalam kenyataanya persyaratan pendirian rumah ibadah sebagaimana diatur dalam PBM sudah terpenuhi. Akhirnya pembangunan rumah ibadah banyak terkatung-katung di berbagai daerah dan hal ini menimpa semua agama di Indonesia. Soal pendirian rumah ibadah yang utama adalah harus baik-baik dengan masyarakat setempat, utamanya tokoh agama lain dan para preman serta sering bersosialisasi dengan berbagai bentuknya di masyarakat, gotongroyong atau acara lainya.43 Oleh karena itu pemerintah memiliki kewajiban mempermudah, membantu dan mengayomi semua kelompok umat beragama agar dapat menjalankan aktifitasnya dengan sebaik-baiknya, termasuk mendirikan rumah ibadah dan mendirikan organisasi gereja. 43
Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt Yusman Seregar dari GKPI
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
65
Relasi Gereja dengan Kementerian Agama dan masyarakat Mengenai relasi gereja dengan kementerian agama dan masyarakat, berdasarkan wawancara dengan para pimpinan organisasi gereja adalah sebagai berikut:. Pdt Jeleber Silaban (HKBP) dan Pdt Sitorus (GTDI) menyatakan bawa Kementerian Agama secara umum telah melakukan tugasnya dengan baik dan proporsional sesuai dengan kemampuanya. Menurutnya, Kementerian Agama ini sering diberi beban kerja yang terlalu berat dibandingkan dengan anggaran yang tersedia, sehingga banyak tugas-tugas yang terkadang tidak tuntas. Tetapi dibanding dengan berbagai instansi lain, dengan anggaran yang tersedia, maka kinerja Kementerian Agama secara umum cukup baik. HKBP-pun sangat berkepentingan membantu Kementerian Agama agar dapat melakukan tugas-tugas kementerian secara proporsional. Misalnya, jika ada bantuan keuangan kepada gereja, HKBP sering menyarankan agar diberikan kepada gereja lokal yang masih membutuhkan. Bukan HKBP tidak membutuhkan anggaran itu, tetapi secara umum HKBP merasa tidak layak menerima bantuan pemerintah. Contoh lainya adalah HKBP menyediakan tenaga-tenaga penyuluh honorer, agar pemerintah secara tidak langsung ikut melayani dan membina umat Kristen. Penyedian honor bagi penyuluh agama Kristen jelas memberi keuntungan timbalbalik yang luar biasa bagi pelayanan keagamaan. Sebab tenaga penyuluh honorer di samping umumnya memang guru jemaat, yang berarti memang tugas pokok dan fungsinya, ia juga mendapat honor dari pemerintah, sehingga ia dapat melakukan pelayanan dan pembinaan umat dengan lebih baik dan tenang. Sebagaimana diketahui, bahwa kemampuan pemerintah mengangkat penyuluh agama PNS sampai saat ini sangat terbatas. Karena itu penyediaan tenaga penyuluh honorer adalah jalan keluar 66
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
yang sangat baik, agar pemerintah secara tidak langsung melayani umat beragama. Dalam FGD-pun juga terungkap bahwa beban kerja Kementerian Agama terlalu berat jika dibandingkan dengan anggaran yang tersedia. Beberapa peserta juga mempertanyakan tentang kecilnya anggaran yang dimiliki oleh Kementerian Agama. Beberapa peserta FGD, pernah mendapatkan bantuan untuk merenovasi gedung gerejanya, sehingga lebih representative.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
67
BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan deskripsi diatas maka dapat disimpulkan; 1. Dalam kehidupan sosial keagamaan, masyarakat Kota Medan sangat dinamis dan toleran dengan kecenderungan meningkatnya jumlah umat Kristen, yang saat ini telah memiliki 47 organisasi atau denominasi gereja, 8 (delapan) denominasi mendapat surat keterangan telah lapor; 63 yayasan (26 yayasan sosial, 8 yayasan pendidikan dan 32 yayasan penginjilan). Sementara rumah ibadah yang tidak didata oleh Kemenag sekitar 200 gereja, karena berada di ruko-ruko dan mall yang dengan masa kontrak rata-rata antara 5 – 10 tahun, serta di rumah-rumah pemimpin jema’at; 2. Pada umumnya para pimpinan organisasi gereja mendukung adanya peraturan organisasi gereja agar tercipta ketertiban umum dan terpeliharanya kerukunan intern dan antar umat beragama. 3. Pengaturan dalam bentuk pembatasan lahirnya organisasi gereja baru tidak konstitusional, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ’45. Tugas pemerintah adalah membina organisasi gereja agar tidak menggangu ketertiban umum dan menjaga kerukunan umat beragama, agar bekerja lebih baik dan persyaratan lengkap menurut undang-undang terpenuhi, sehingga berapapun jumlah organisasi gereja tidak menjadi persoalan;
68
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
4. Kebijakan Kementerian Agama Kanwil Sumatra Utara dan Kemenag Kota Medan sudah baik, pendaftaran organissi tidak dilayani tetapi mendapatkan surat keterangan tandah lapor dengan berbagai persyaratan administratif yang harus dipenuhi; 5. Pemerintah dianggap kurang tegas. Kalau memang tidak boleh mendaftar harus segera diberi jawaban yang pasti, bukan diambangkan atau tidak ada keterangan apa-apa; 6. Relasi antara gereja masyarakat dan Kementerian Agama selama ini sudah terjalin dengan baik, terutama gerejagereja yang telah mapan. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan diatas direkomendasikan : Karena penduduk Kota Medan yang sangat plural dan dinamis dalam kehidupan sosialnya itu, maka hal penting yang harus dilakukan adalah tetap menjaga kerukunan antar umat bergama. Kemudian berkaitan dengan pengaturan organisasi gereja, pemerintah hendaknya tetap pada prinsip semula yaitu bahwa organisasi gereja harus tetap diatur seperti biasanya, sebagaimana saran hampir semua pimpinan organisasi gereja yang dijadikan fokus penelitian ini. Mengatur bukan berarti membatasi, tetapi agar tetap terjaga kerukunan intern ke kristenan. Pembatasan munculnya organisasi gereja baru mungkin dianggap melanggar konstitusi, tetapi pemerintah dapat membuat persyaratan-persyaratan tertentu yang lebih ketat, agar semua kelompok tidak semaunya mendaftarkan diri sebagai sebuah organisasi.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
69
DAFTAR PUSTAKA Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: Word Visi Indonesia, 2008). Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009. Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011 Injil Yohanes 17: 20 - 21 Kisah Para Rasul 11:26b Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI dalam diskusi awal pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari 2014. Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. "Agama: Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis", pp. v-xvi. Jakarta: CV Rajawali. Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010 Wakhid Sugiyarto (Ed), Direktori Aliran, Paham dan Gerakan Keagamaan, Buku II, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2013.
70
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
_________Laporan Penelitian tentang Jaringan Kerja Penginjilan GBI Horif dan Philadelphia Makassar,Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2010; _________Laporan Penelitian tentang Jaringan Kerja Penginjilan GPdI Gunung Dieng Malang, Puslitbang Kehiduan Keagamaan, Jakarta, 2 Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja Bethel Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan Implementasinya Bagi _____________Gerakan Oikumene serta Kemajemukan Indonesia di Surakarta (Solo) Jawa Tengah, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2013. Daftar Informan 1.
Pdt. Aliasa Lawolo dari Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
2.
Pdt. Paulus Siahaan dari Gereja Methodis Merdeka Indonesia (GMMI)
3.
Pdt. Ostar Pasaribu dari Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
4.
Pdt. N.P. Sitorus dari Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI)
5.
Pdt Yelesber Silaban dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Medan
6.
Pdt. JMP. Siregar dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumatra Utara,
7.
Pdt. S. Sitepu dari Gereja Jemaat Allah Indonesia (GJAI);
8.
Pdt. Benyamin Munthe dari Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII)
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
71
9.
Pdt. Aswin Paranginangin dari Gereja Injili Karo Indonesia (GIKI)
10. Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka Protestan Indonesia (GMPI) 11. Pdt. Riawati Nainggolan dari Gereja Bethel Penthakosta Indonesia 12. Pdt. Jan Alpon Saragih dari Gereja Bethel Sepenuh 13. Pdt. Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS 14. Pdt. Baginda Nainggolan Gembala/Pembina dari Gereja TD 15. Pdt. Boimin Sirait Pendeta dri GSJA 16. Pdt. Yohanes Purba, S. Th Pendeta/Gembala GBI 17. Pdt. Rizal Tampubolon Gembala GPI 18. Pdt. Drs. P. Aritonang, Pembantu Gembala Gepkin 19. St. M. Sihombing dari Oikumene Medan 20. Pdt. Ance Sihotang, Dosen Agama Kristen di Universitas Sumatra Utara 21. Drs. Marbun sebagai Pembimas Kristen Kanwil Kemenag Medan.
72
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
2 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di DKI Jakarta
Oleh: Suhanah
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
73
BAB I GAMBARAN UMUM WILAYAH Wilayah Kota Jakarta Jakarta yang merupakan ibu kota Negara Republik Indonesia, memiliki status istimewa dan menyandang status khusus. Dalam struktur wilayah administrasi, Jakarta mengalami pemekaran wilayah, dari lima (5) kotamadya menjadi lima (5) kota administrative dan satu (1) kabupaten administrative. Dilihat dari segi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin: a) di Jakarta Selatan laki-laki 1.784.044 jiwa dan perempuan 2.062.232 jiwa; b) di Jakarta Timur laki-laki 2.347.917 jiwa dan perempuan 2. 693.896 jiwa; c) di Jakkarta Pusat laki-laki 874.595 jiwa dan perempuan 905.973 jiwa; d) di Jakarta Barat laki-laki 1.904.191 jiwa dan perempuan 2.281.945 jiwa; e) di Jakarta Utara laki-laki 1.419.091 jiwa dan perempuan 2.281.945 jiwa; f) di Kepulauan seribu laki-laki 17.245 jiwa dan perempuan 21.082 jiwa. Wilayah DKI Jakarta berdasarkan posisi geografisnya sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Bekasi; sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor; dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Tangerang. Adapun luas wilayah Jakarta adalah: Jakarta Selatan 141,27 Km2; Jakarta Timur 188,03 Km2; Jakarta Pusat 48,13 Km2; Jakarta Barat 129,54 Km2; dan Jakarta Utara 146,66 Km2.
74
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan Agama adalah: Agama Islam (87,80%); Agama Kristen Protestan (6,0 %); Agama Katolik (2,7 %); AgamaBudha (3,13 %); Agama Hindu (0,21 %); Agama Konghucu (0,06 %); dan lainnya ( 0,10 % ). (Sumber: BPS, DKI Jakkarta dalam Angka, 2011). Etnis yang ada di DKI Jakarta meliputi: Jawa 35,16 %; Betawi 27,65 % ; Sunda 15, 27 %; Batak 3,61 %; Tionghoa 5,53 %; Minang 3,18 %; dan Melayu 1,62 % . Tabel 1 Daftar Nama Yayasan Kristen Jakarta Pusat Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 NO 1
2
3
4
NAMA YAYASAN
ALAMAT
KELENGKAPAN BERKAS SK
Yayasan Pekabaran Injil El.Roi
Jl.Pegangsaa n Barat No.32
SK.Depag R.I No.F/ Ket / 27 / 2495 / 91
Yayasan Gospel Overseas Studio Nasional Yayasan Setia Bakti
Jl.Jend. Achmad yani Kav.65
SK.Dirjen No.DJ III/Kep/HK.00. 5/285/2007
Jl.R.P.Soeros o No.24
Yayasan Karya Alpha Omega
Jl.R.P Soeroso No.24
SK.Dirjen No.III/Kep/HK .00.5/122/192 3/2007 Dalam Urusan
AKTE NOTARIS Sigit Siswanto, No.17 Tanggal 22 juni 2009 Dr.Irawan S.SH, Msi.No.855 Tanggal 15.8.207 Jana Hanna W. No.05 Tanggal13. 10.2006 Chandra Lim SH No.22 Tanggal10 Mei 2011
DOMISILI Kel. Menteng Kec.Menteng Jakarta Pusat. Kel.Cmpk Putih Timur Kec.Cmpk Putih Jakarta Pusat Kel.Cikini Kec.Menteng Jakarta Pusat Kel.Cikini Kec.Menteng Jakarta Pusat
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
75
5
Yayasan Marturia Indonesia
Jl.Garuda no.31-M
SK.Dirjen No.112 Tahun 1989
6
Yayasan Harpazo Parakeltos Indonesia
7
Yayasan Appolos
Jl.Landas Pacu Utara Selatan Blok A1 Kav.No.2 Kemayoran Jl.MinangKab au No.8
Kumham No.AHU2518. AH.01.04 Tahun2009 Dirjen Bimas Kristen No.5 Tahun 1994
8
Yayasan Baptis Indonesia
Jl.RP Soeroso 5(Gondangdia Lama)
9
Yayasan Cahaya Karismatik
Jl.Kwini I Blok B.8
10
Yayasan GBI Basilea
11
Yayasan Karunia Agape Yakana
Jl.Cimahi No.23 Menteng Jl.Komp.Ruko ITC Cempaka Mas Blok I No.29
Dirjen Bimas Kristen No.184 Thn1991, l7 Juli 1991 Humham AHU-4214 AH.01.04Thn 209 -
12
Yayasan Komunikasi Bina Kasih Yayasan Sidang Jemaat Kristus
Jl.LletJen Suprapto 28 Cmpk Putih Jl.Abdul Muis No.24-26 Lt.2 Gdng Graha Motor City
Yayasan Misi Masyarakat di Pedalaman
Jl.Arief rachman Hakim No.54 Menteng
13
14
76
Dirjen Bimas Kristen No.DJIII/Kep/ HK.00.5/169/ 1745/2005 Dirjen Bimas Kristen No.91 Thn 1989 KumHam No.C-600.HT. 01.02 Thn 2005 -
Winanto W.SH No.12 Tanggal13 Juli 2007 Ny.Nieltje T Patinama,S H No.41 Tanggal17 Juni 2009. Dorothea Samola SH.No.2 11-11 - 002 Samuel Hadi,SH No.101 30.08.1991
Kel.Kemayoran Kec.Gunung Sahari Selatan Jakarta Pusat
Ermon SH No.4, 13 – 3 – 2009
Kel.Senen Kec.Senen Jakarta Pusat
Kristin Halim SH
Jakarta Pusat
Henny Kurnia Tjahya,SH No.9, 10 Maret 2009 -
Kel.Sumur Batu Kec.Kemayora n Jakarta Pusat
Milly Karmila Sareal SH No.2, 18.07.2005 No.102, l24Apr-89
Kel.Cmpk Putih Timur Kec.Cmpk Putih Jakarta Pusat
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kel.Kebon Ksng Kec.Kemayora n Jakarta Pusat -
Kel.Menteng Kec.Cikini Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
15
Yayasan Pelayanan Anak Calvary Nasional Yayasan Perkumpulan Usahawan Injil Sepenuh Internasional Yayasan Pekabaran Kidung Agung
Jl.Cempaka Sari Gg.VII No.5 Cempaka Putih Jl.Letjen Suprapto Rukan Graha Cempaka Mas Blok E No.11 Jl.Salemba Raya No.49
18
Yayasan Hudam Minisrty
jl.Sumur Batu Gg.Kramat No.15
19
Yayasan Penginjilan Oikumene Baitlahim Yayasan Persekutuan Kristen Indonesia
Jl.Sayuti II No.18 Rawa sari
21
Yayasan Lembaga Alkitab Indonesia
Jl.Salemba raya No.12
22
Yayasan Natanael Indonesia
23
Yayasan Bina Dunia
Jl.Jend Sudirman Kav.70 Miracel Centre Jl.Murdai I/16 Cempaka putih
16
17
20
Jl.Letjen Suprapto 28
PNJakarta Pusat No.59/2002
No.5, 12 Maret 2002
Jakarta Pusat
Kumham AHU.73.AH.0 1.06 Tahun 2008
Evendy Troy H Sitourus,SH No.I, 10.06.2009 Drajat darmaji SH.No.211 22.02.05 Yulina Sianipar SH.No.03, 13 . 01.2009 -
Kel.Sumur Batu Kec.Kemayora n Jakarta Pusat
No.35, 3.03.1989
Jakarta Pusat
DJ.III/Kep/HK . 00.5/350/ 11 No.2506.01 Tahun 2008 KumHam No.AHU429.02.4/200 9 Dirjen Bimas Kristen No.F/Kep/161/2 745/1989 Dirjen Bimas Kristen No.F/Kep/299/9 66/1980 Perubahan No.140/1989 Dirjen Bimas Kristen No.F/Kep/HK.0 05/108/4282/20 02 KumHam No.C451.HT.01.03 /2005 HT. 01.02/2007 SK KumHam
-
Kel.Sumur batu Kec. Kemayoran Jakarta Pusat Kel.Sumur Batu Kec. Kemayoran Jakarata Pusat -
Jakarta Pusat
Yenni Himawan SH.No.01, 04- 8 - 2006
Kel.Kebon Klp Kec.Gambir Jakarta Pusat
Winter S,SH No.I, 01-8- 2006
Kel.Cmpk P.Brt Kec. Cmpk Putih Jakarta Pusat
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
77
24
Yayasan Laksa bala Injil Yayasan Berkati Indonesia
Jl.Perkantoran Menara Era Lt.7 Senen raya 135-137 Unit 01 Jl.Gunung Sahari XI Blok B 12
Dirjen Bimas Kristen Dj.III/Kep/HK.0 0.5/206/4811/2 004 -
25
26
Yayasan Media Buana Indonesia
Jl.Gunung Sahari XI Blok B 23
27
Yayasan Harapan Bangsa Yayasan Pelayanaan Kasih Batu Penjuru
Jl.Komp.Spee d Gng.Sahari Xi Jl.Proklamasi No.44 Menteng
Dirjen Bimas No.31 Kristen No.DJ 22.04.2004 III/Kep/HK00.5/ 1682/2007 No.06 31.08.2004
Yayasan Cahaya Multi Media Nusantara Yayasan Pelayanan Anak-Anak Indonesia
Jl.Bendungan Hilir Raya No.74
31
Yayasan Marturia Indonesia
32
Yayasan Balai Pelayanan Kristen Kesembuhan Konseling Yayasan Ekkaleo
28
29
30
33
78
FK. Makahanap - No. 3 8/7/2004
Kel.senen Kec.Senen Jakarta Pusat
No.20 Tanggal17. 09.2001
Kel.Gng Sahari U Kec.SawahBes ar Kel. Galur Kec. Senen Jakarta Pusat Jakarta Pusat
Dirjen Bimas Kristen No.F/Kep/HK. 005/13/836/2 000 Dirjen Bimas No.DJ.III/Kep/ HK.00.5/21/4 10/207 Dirjen Bimas K No.94 Thn 1989
No.75 29.09.2006
Kel.Pisangan B Kec.Matraman Jakarta Pusat
Fatma Agung B. SH.No.12, 22 -9 -2008 Winanto Wiryo M, SH,M.Hum
Kel.Benhil Kec.T.Abang Jakarta Pusat
Jl.Garuda No.31-M
Dirjen Bimas K No.112 Thn 1989
Winanto Wiryo M, SH,M.Hum
Jl.Garuda No.31-F
Dalam Urusan
Endang Irawati,SH.
Jl.Thamrin City Lt.Dasar Blok H 56 No.6
Dalam Urusan
SugitoTedja mulja
Jl.Cmpk Putih Tengah II/1 Blok D-12
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kel.Cmpk P.Tmr Kec.Cmpk Putih Jakarta Pusat Kel.Gng Sahari S Kec.Kemayora n Jakarta Pusat Kel.Gng Sahari S Kec.Kemayora n Jakarta Pusat Kel.Kebon Melati Kec.Tnh Abang Jakarta Pusat
34
Yayasan Pondok Sentosa
Jl.Garuda No.31-F
35
Yayasan Misi Pelaut Kristen Indonesia
Jl.Cikini II No.10 Lt.3
Dirjen Bimas Jana Hanna Kristen No.DJ Waturangi, III/Kep/HK.00.5 SH /163/2831/2007 Kanwil Depag No.219/1986 DKI No.WJ/ 7/2533/86, 15 -7- 1986
Kel.Gg Sahari Kec.Kemayora n Jakarta Pusat -
Tabel 2 Data Yayasan Kristen Di Jakarta Timur NO
NAMA YAYASAN
ALAMAT
1
Yayasan Cahaya Kasih Bangsa
2
Yayasan Betania Indonesia
3
Yayasan Awana Indonesia
4
Yayasan Musik Jl.Wisma Jaya Gereja No.11 (Yamuger) Rawamangun
5
Yayasan Tabura Indonesia
6
Yayasan Pendidikan dan Pek. Injil Efrata
Jl.Jatinegara Barat No.195 Gdng LPK.Tiranus lt.2 No.8-9 Jl.Cipinang Baru I,Komp. Haji Sidik No.18F Rawamanggun. Jl.Jatinegara Timur Gg.Limo No105/62
Jl.H.Husin No.33 Rt.09/04 Susukan Ciracas Jl.Taman Jelita Blok C.11 Rawamangun
KELENGKAPAN BERKAS AKTE NOTARIS KumHam Daniel No.CPerganda 316.HT.03. Marpaung 1.2006 Sh. No.75 20.02.2006 Dirjen Bimas K Dirhamdan, DJIII/Kep/ SH No.6 HK.00.5/240/2 5.02.1999 008 SK
Dirjen Bimas F.K.Makahana K No.C-2763-P SH. No .5 16 HT.01.02 Thn1 - 2006 2006 Dirjen Bimas KH.Zamry No.OJ/III/Kep/Gimon, HK.00.05/67/2SH.No.58 008, 19 – 2- 12.04.1991 2008 KumHam Achmad No.AHUzainudin 368.AH01,04 SH.No.02 l Thn 2009 2.12.2008 H.Azra Alia,SH No.41 7.03.1991
DOMISILI Jakarta Timur
Jakarta Timur
Kel.Bali Mester Kec. Jatinegara Jakarta Timur Kel.Rwmanggu n Kec.Pulo Gdng Jakarta Timur Kel.Susukan Kec. Ciracas jakarta Timur Jakarta Timur
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
79
7
Yayasan Parapatan
Jl.Panti Asuhan No.23 Otista III Jkt
8
Yayasan Agape Indonesia Yayasan Pendidikan Rohani Indonesia Yayasan Bersinar Bagi Bangsa
Jl.Otista No.125-127
9
10
KumHam No.AHU558.AH. 01.06 Thn 2008 KumHam F/Kep/HK.00 5/3948/2000 No.177/Thn 1990
Dr.Fransiis kus X Arsin,SH No.2 l9.10.2007 No.39 13.09.1996
Swadaya raya Jl.Pebangunan No.18/38 Kelapa dua Jl.Otista 82/23
KumHam No.C.1817.H T.012.2006
R.Simajuta k
Kel.Klp.2.Weta n Kec.Ciracas Jakarta Timur
-
Elly Halida,SH.
Dirjen Bimas K No.94 Thn 1989
Kel.Bidara Cina Kec.Jatinegara Jakarta Timur Kel.Bidara Cina Kec.Jatinegara Jakarta Timur
Jl.Pemuda No.61 Rawamanggun
11
Yayasan Philadelphia Mission
12
Badan Kerjasama Pelayanan Antar Kampus
Jl.Otista No.127
13
Yayasan House Of Sarepta
Jl.Pulo Gebang Permai Blok G4 No. 24
-
14
Perhimpunan Oikumene Pelayanan Immanuel Yayasan Samuel Elizabeth Tobing
Jl.P.Bambu Asri Raya No.4
-
Jl.Kamp.Jemb atan Rt.015/01 Blok C No.15 Penggilingan
-
Yayasan Pelayanan Kasih Batu Penjuru
Jl.Pisangan Baru Timur VIII No.I
15
17
80
Dirjen Bimas KNo.F/Kep/H K.00.5/13/83 6/2000
-
Evendy Troy Hasudngan S, ,S.H No.3 22.09.2008 Drajat Darmadji, S.H. No.191 23.02.2011 Afrizal,SH No.10 20.01.2012 Ivonne B.Sinyal,S H No.68 Tgl 14.08.2007 N.T. Pattinama No.75 29.09.2006
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kel.CpngCmpd ak Kec.Jatinegara Jakarta Timur Kel.Bidaracina Kec.Jatinegara Jakarta Timur Jakarta Timur
Kel.P.Gebang Kec.Cakung Jakarta Timur Kel.P.Bambu Kec.Duren Sawit Jakarta Timur Kel.Penggiling an Kec.Cakung Jakarta Timur Kel.Pisangan Br Kec.Matraman Jakarta Timur
18
Yayasan Efata Marturia
Jl.Jatinegara Barat No.195
-
19
Yayasan Josua Bangun Bangsa Yay.Pendidik an Rohani Indonesia Yayasan Bersinar Tunas Bangsa Yayasan Suara Kebenaran Akhir Zaman
Jl.Puskesmas No.10 Rt.007/06 Otista Jl.Pemuda 61 Rawamanggun Jl. Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur
-
20 21
22
Jl. Nanas I Blok E/10 Utan Kayu Selatan Jakarta Timur
Irene Yovita Lumban Tobing,SH No.24 28.02.2011 Lasma Batubara,S H.MH
Dirjen Bimas K No.177/1990
-
Kel.Balimester Kec.Jatinegara Jakarta Timur
Kel.Bidaracina Kec.Jatinegara Jakarta Timur Jakarta Timur
SK Kemenkumh am AHU791.AH.01.04 2011
Tabel 3 Data Yayasan Kristen Di Jakarta Selatan NO 1
2
3
NAMA YAYASAN
ALAMAT
Yayasan Lembaga Reformed Indonesia Yayasan Taman Firdaus Tebet
Jl.Kemang Utara IX/10 Jakrta
Yayasan Pelayanan Halleluya
Jl.Wijaya I No.41 Rt 9/5 Petogogan
Jl.Tebet Raya No.11 rt.02/02
KELENGKAPAN BERKAS SK KumHam AHU-499. AH.01.04 Thn 2010 -
Dirjen Bimas K No.51 Thn 1992
AKTE NOTARIS R.Ningsi .SH No.28 23.04.2010 Haryanti .S Tanubrata,S H No.2 14.04.2009 Maria Kristiana
DOMISILI Kel.Duren Tiga Kec.Pancoran Jakarta Selatan Kel.Tebet Barat Kec.Tebet Barat Jakarta Selatan Kel.Petogogan
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
81
4
Yayasan Internasional Christian Fellowship
5
Yayasan Nathania Ministry
6
Yayasan Suara Nafiri Sejahtera
7
Yayasan Maria Magdalena Ministri
Gdng.Graha Niaga Lt.2 Jl.Jend Sudirman Kav.58 Jl.M.Kahfi I No.24 Rt.08/06 Jagakarsa Jl.Prof.Dr.Satri o Kav.10 Karet Kuningan Setia Budi Jl.Kuningan Utara Lot 15
Dirjen Bimas K No.DJ.III/Ke p/HK005/48/ 1776/202 Dirjen Bimas K No.DJ.III/Ke p/HK00.5/15 9/4740/2003 -
-
Soeharyo,S H No.59 27.06.1984 Ny.Judy K.H Sentana SH No.12 28.03.2002
Kel.Kebyran Br Jakarta Selatan
Yulia Sianipar SH No.4 17.07.2006.
Kel.Jagakarsa Kec.Jagakarsa Jakarta Selatan
-
-
-
Kel.Menteng ats Kec.Setibudi Jakarta Selatan
Kel.Senayan Kec.Kebyran Br Jakarta Selatan
Tabel 4 Data Yayasan Kristen Jakarta Utara NO
NAMA YAYASAN
ALAMAT
1
Yayasan Domba Jl.Pluit Murni Cerdas VI No.48 Indonesia
2
Yayasan Dong Bu
Jl.Gading Kirana Timur H-13/33
3
Yayasan Suara Pentakosta Indonesia
Jl.Muncang 7 No.1Rt.014/00 8 Koja
82
KELENGKAPAN BERKAS SK KumHam AHUAH.01.08. 365 Thn 2008 KumHam NoAHU5098.AH.01. 04 Thn 2010 -
AKTE NOTARIS H.M.Afdal,G azali SH. No.207 7.5.1997 Rusman,SH No.17 26.02.2009 -
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
DOMISILI Kel.Pluit Kec.Penjaringa n Jakarta Utara Kel.Klp.Gading Kec. Klp.Gadin Jakarta Utara -
4
Yayasan Gregoreo Ministry
5
Yayasan Misi Kristiani Untuk Pelaut Yayasan Peduli Bangsa
6
7
Yayasan Media Lestari Cinta Bangsa
8
Yayasan Jangkar Kehidupan
Jl.Sunter Agung Niaga VI Blok G-6 No.28 Jl.Enim II No.67 Tj.Priok Jl.Malaka II No.64.66 Wisma Mitra Sunter Jl.Boulevard Mitra Sunter No.K C2 Sunter Jaya Kompl. MOI Kelapa Gading Jakarta Utara
PN Jakarta Utara45/LE G/2011
Inggraini Yamin SH No.50 21.03.2001 -
Dirjen Bimas K No.134 Thn 1989 Karlita Rusiyanti,S H No.5 Tgl 20.04.2004 Diah Agraini No.20 29.08.2010
-
Kel.Pademanga n Barat Kec. Penjaringan Jakarta Utara
Tabel 5 Data Yayasan Kristen Jakarta Barat NO
NAMA YAYASAN
1
Yayasan Iman Indonesia
2
Yayasan STT Amanat Agung
3
Yayasan Suara Nafiri Kemenangan
4
Yayasan Baptis Independent Indonesia
ALAMAT Jl.Lapangan Bola,Kbn Jeruk Jl.Green Ville Blok C3 No.1 Jl.Komp.Green Ville Masisonette Blok.FA No.4-7 Jl.Pal Merah UtaraI,Rt02/16 N0.26
KELENGKAPAN BERKAS AKTE NOTARIS Dirjen Bimas No.182/30.6.7 K No.E / Ket / 6 79/ 0369 / 77 Dirjen PPTK S.Siswadi Kep05683/P Aswin.SH PTK/PTA/20 08 KumHam Drs.Wijanto No.CSuwongso,S 316HT.03.0 H 1Thn 2001 Dirjen No.23 Bimas 4.4.1987 kDJ.III/Kep/ HK.00. 5/272/ SK
DOMISILI Jakarta Barat Jakarta Barat
Jakarta Barat
Kel.Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
83
5
6
7
8
Yayasan Radio Berita Cahaya Indonesia Yayasan Obor Cemerlang Indonesia
Jl.Taman Sentana Indah BlokNQ/17
Yayasan Persekutuan UntukPekabar an Injil Yayasan Cahaya Kasih Kristus
Jl.Green Velle Blok AX No.29-30
Jl.Green Velle Blok AX No.29-30
Jl.Tanjung Duren Utara VII/Gg 2 No.316 Green Ville Maisonete Blok FC-20
9
Yayasan Sumber Sejahtera
10
Yayasan Domba Kecil
Jl.Tanjung Duren Utara III/E No.235 237 Rt.006/06
11
Yayasan Anugerah Sejahtera Indonesia (YASINDO) Yayasan Pengembanga n Apologetika Indonesia Yayasan Kasih Anugerah Pelopor
Jl.Duri Nirmala 1/2 Duri Kepa
12
13
Jl.Surya Mandal I No.8D Jl.Pelopor Blok P1 No.10 Rt.04/05
-
M. K Soeharyo No.49 21.10.1998 Dirjen Bimas No.107 K DI.III/Kep/ 10.5.2001 HK.00. 5/08/ 1282/2002 Dirjen Bimas K No.162 Thn 1999 Menkeh Linda No.C.HT.03. Ibrahim,SH 02/1993 No.5 16 .11.2006 Dirjen Bimas Jana Hanna K No.DJ W, SH No.07 III/Kep/ 3.3.2006 HK.00.5/196/ 3243/2006 Dirjen Bimas K No.96 Thn 1991 Dirjen Bimas KNo.F/Kep/ HK.00.5/105 /3505/2001 -
-
Emmy Halim SH,Mkn No.4 Tgl17.01.2006 Esther Mercia Sulaiman,S.H . No.57 24.10.2007 -
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Kel.Duri Kepa Kec. Kebon Jeruk Jakarta Barat Kel.Tjng Drn Utr Kec.Grogol Ptbrn Jakarta Barat Kel.Duri Kepa Kec. Kebon Jeruk Jakarta Barat Kel.Kedya Utara Kec. Kebon Jeruk Jakarta Barat Kel.Tegal Alur Kec. Kalideres Jakarta Barat
Berdasarkan data diatas maka jumlah yayasan Kristen yang bersifat gerejawi yang ada di wilayah DKI Jakarta adalah: 84
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
a. b. c. d. e.
Jakarta Pusat 36 buah; Jakarta Timur 23 buah; Jakarta Selatan 9 buah; Jakarta Utara 8 buah; Jakarta Barat 15 buah. (Sumber: Brosur Pembimas Kristen).
Sekilas tentang Gereja Gereja Bala Keselamatan Gereja Bala Keselamatan, didirikan oleh William Booth yang lahir pada tanggal 10 April 1829 di Kota Hottingham Inggris. Sejak berusia 15 tahun William Booth bertobat dan terpanggil untuk mencari orang miskin yang tidak mampu ke gereja, kemudian menjadi penghotbah setempat di gereja Methodis. William Booth mengenal Catherine Mumford yang lahir di kota Ashborne London pada tanggal 17 Januari 1829, pada usia 12 tahun, ia sudah pandai membaca Alkitab Kejadian sampai mendapatkan wahyu sebanyak 8 kali. William Booth dan Catherine menikah di London pada tanggal 16 Juni 1855, keduanya berjanji menyerahkan diri sepenuhnya bagi pekerjaan Tuhan. Bertahun-tahun pelayanan yang dilakukan adalah melayani orang miskin dan berkhotbah. Bala Keselamatan atau perkumpulannya menggunakan seragam khusus dan bendera warna merah kuning dan biru dengan tulisan di tengah “Darah dan Api”. Keanggotaannya disebut pengikut, rekrut dan prajurit, mereka dilatih dan diperlengkapi dalam menjalankan tugas. Perjuangannya melawan dosa dan kejahatan. Tugas mereka pergi mencari jiwa-jiwa yang terhilang. (Brosur yang sumbernya dari Gedion Rangi, Opsir Bala Keselamatan). Bala keselamatan adalah Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
85
sebuah organisasi internasional yang bernama “ The Salvation Army”. Secara internasional Gereja Bala Keselamatan telah melayani kurang lebih di 146 negara. Pada tanggal 24 November 1894, Jenderal William Booth, pembangun bala keselamatan mengutus para opsir perintis dari Negara Belanda untuk membuka pekerjaan Bala Keselamatan di Indonesia. Asal mulanya perintah itu terjadi pada musim panas tahun 1894. Pada waktu itu seorang opsir Bala Keselamatan berkebangsaan Belanda bernama Esign Adolf van Emmerik mengunjungi London dan memberikan keterangan yang sangat berharga yaitu Bala Keselamatan akan memulai pekerjaannya di Indonesia. Sebelum menjadi opsir ia pernah beberapa tahun menetap di pulau Jawa. Pada tahun 1894 di Pulau Jawa ada 24 orang misionari dan pendeta Protestan, 151 orang pembantu misionari dari penduduk setempat dan 142.000 orang Kristen dari jumlah 24 juta penduduk. Dalam bulan September 1895, datanglah bantuan beberapa orang opsir dari Inggris dan pada akhir tahun ini juga pekerjaan BK dimulai dari Semarang. Pada tahun 1899 tercatat sebanyak 15 opsir. Sedangkan pada tahun 1900 dimulailah penerbitan pertama majalah resmi Bala Keselamatan yang diberi nama “Kabar Selamat” dengan tiga halaman berbahasa Melayu dan satu halaman berbahasa Belanda. Melihat pekerjaan yang makin meluas ini memerlukan tenaga-tenaga dari penduduk pribumi. Oleh karena itu diadakan suatu kursus yang dimaksudkan untuk melatih serta mendidik pemuda-pemudi bangsa Indonesia untuk menjadi opsir. Demikianlah Pusat Latihan Bala Kesematan yang pertama didirikan pada tahun 1903 di Kedung Pani Semarang. Selama 7 tahun pekerjaan Bala Keselamatan di Indonesia berada di bawah territorial 86
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Australia dan pada masa-masa permulaan banyak opsir dari Australia dengan suka rela menyumbangkan pikiran mereka demi kelanjutan pekerjaan Bala Keselamatan. Baru pada tahun 1905 dengan diangkatnya Letnan Kolonel P. Van Rossum sebagai Komandan Teritorial yang pertama, di Pulau Jawa dijadikan Teritorial tersendiri. Sampai sekarang ini tercatat 22 orang Komandan Teritorial yang memimpin Teritorial Indonesia. Doktrin Bala Keselamatan 1. Kami percaya, bahwa Alkitab yang terdiri dari perjanjian lama dan baru ditulis dengan ilham Allah; dan bahwa kedua-duanya itu sajalah yang merupakan peraturan Ilahi mengenai iman dan praktik kehidupan Kristen; 2. Kami percaya, bahwa Allah itu Esa dan Mahasempurna, Pencipta, Pemelihara, dan pemerintah alam semesta dan hanya kepada Dia sajalah patut manusia berbakti; 3. Kami percaya, bahwa ada tiga pribadi dalam Allah yakni Allah Bapak,Anak dan Roh Kudus, yang tak terpisahkan dalam intinya dan yang sama kuasa dan kemuliaanNya; 4. Kami percaya, bahwa nenek moyang kita yang pertama diciptakan Allah dalam keadaan tidak berdosa, tetapi karena melanggar perintah Allah, mereka kehilangan kesucian dan kebahagiaan mereka; dan bahwa kejatuhan mereka menyebabkan semua manusia juga jadi berdosa, rusak sama sekali batinnya, oleh karena itu patut mendapat murka Allah; 5. Kami percaya, bahwa Tuhan Yesus Kristus, oleh sengsara dan kematianNya sudah mengadakan perdamaian bagi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
87
segenap dunia, sehingga barang siapa yang mau dapat diselamatkan; 6. Kami percaya, bahwa penyesalan dihadapan Allah, kepercayaan kepada Tuhan kami Yesus Kristus dan hal dilahirkankembali oleh Roh Kudus adalah perlu untuk memperolah keselamatan; 7. Kami percaya, bahwa kami dibenarkan oleh kasih karunia Allah melalui iman kepada Tuhan kami Yesus Kristus dan bahwa setiap orang percaya memiliki kesaksian tentang hal itu di dalam dirinya; 8. Kami percaya, bahwa keberlangsungan keadaan diselamatkan tergantung pada ketetap taatan iman kepada Kristus; 9. Kami percaya, bahwa semua orang yang beriman diberi hak istimewa untuk dikuduskan secara keseluruhan dan bahwa segenap roh dan jiwa serta tubuh dapat terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kami; 10. Kami percaya pada kekekalan jiwa manusia, kebangkitan tubuh, hari pengadilan pada akhir zaman, kebahagiaan kekal bagi orang saleh, dan hukuman kekal bagi orang durjana. (Sumber: Gedion Rangi, Pendeta BK, 18 Maret 2013). Dari sekian butir doktrin yang ada, dapat diringkas menjadi 3 (tiga) doktrin Gereja Bala Keselamatan (BK), yakni: 1) Doktrin Teologis; 2) Doktrin Etika; 3) Doktrin kehidupan sesudah mati. ( Nahar Nahrawi, dalam buku Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran, Paham Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009 : 329). Di samping doktrin dasar tersebut yang 88
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
menjadi pegangan setiap anggota, ada pula doktrindoktrin lain yang telah dibakukan antara lain: 1) Penyucian, dalam arti meninggalkan perbuatan yang buruk, dan pengabdian diri serta iman sepenuhnya kepada Tuhan; 2) Baptisan Roh Kudus yang dilakukan pada waktu seseorang dilahirkan kembali dan diilhami oleh kasih Allah; 3) perjamuan suci yang tidak harus melalui upacara formal tetapi yang lebih utama adalah persekutuan langsung dengan Allah melalui roh kudus; 4) Lambang Bala Keselamatan adalah “Darah dan Api” yang artinya bahwa setiap orang yang beriman telah diselamatkan oleh darah Kristus dan akan memperoleh kesucian hidup oleh kuasa Roh Suci. (Nahar Nahrawi, dalam buku Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran, Paham Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009 : 329).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
89
BAB II TEMUAN HASIL PENELITIAN Aliran yang ada dalam Kristen meliputi: a. Calvinisme dan Luter; b. Baptisme; c. Advent; d. Pentakosta (Bethel Karismatik) e. Ortodoks; f. Metodis; g. Bala Keselamatan. Sedangkan Saksi Yehova dan Mormon merupakan sempalan yang bagian dari binaan Pembimas Kristen. (Wawancara dengan Pdt. Adieli dkk, 2 April 2014). Adapun Jumlah Gereja, Sinode danYayasan Kristen serta nama-namanya adalah: jumlah gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta sekitar 3000 lebih, tetapi yang memiliki IMB baru hanya 1059 gereja, hal ini disebabkan sulitnya membuat IMB, terkadang gereja yang belum memiliki IMB, tapi tidak ada masalah, namun demikian ketika ingin membuat IMB malah timbul masalah, ada yang demo dan didatangi preman-preman (Wawancara dengan Pdt. Adieli Zendrato). Jumlah Sinode yang ada di seluruh Indonesia mencapai 323 buah, dan yang ada di DKI Jakarta baru mencapai 97 (206) Sinode gereja. Sedangkan jumlah sinode yang tidak terdaftar ada satu yaitu GKMI Bintaro. Nama-nama Gereja/Sinode yang ada di DKI Jakarta meliputi: 90
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Jumlah Sinode PGPI (Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia) ada 27 gereja. Jumlah Sinode PGI (Persekutuan -Gereja gerejadi Indonesia) ada 61 nama gereja. Jumlah Sinode PGLII(Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia) ada 34 gereja. Jumlah Sinode PGTI ( Persekutuan Gereja Tionghoa Indonesia) ada 11gereja. Jumlah Sinode PBI (Persekutuan Baptis Indonesia) ada 5 Gereja. Jumlah Sinode BK (Bala Keselamatan) ada 5 gereja. Jumlah Sinode GMAHK (Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh) ada 63 gereja. (Sumber: Brosur Pembimas Kristen Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta). Selain itu bentukbentuk gereja yang ada di DKI Jakarta adalah: a. Gereja permanen, gedungnya mewah dan memiliki IMB; b. Gereja Semi permanen, tempatnya di mall-mall dan rukoruko, biasanya tidak memiliki IMB; c. Gereja darurat, tempatnya di kantor-kantor dan di rumahrumah. Dengan banyaknya jumlah gereja bisa berakibat terjadinya perpecahan diantara masing-masing gereja itu, baik antar sinode maupun di luar sinode tersebut. Faktor-faktor terjadinya perpecahan gereja antara lain adalah: 1) karena dilihat dari sudut pandang doktrin ajaran yang berbeda pemahaman, misalnya jemaat dari gereja tertentu memisahkan diri disebabkan ada hal yang penting menurutnya merupakan suatu ibadah, tetapi gereja tersebut Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
91
tidak merayakannya, sehingga jemaat itu memisahkan diri dan membuat gereja baru; 2) perebutan kekuasaan/ kepemimpinan gereja; 3) karena faktor ekonomi, dan 4) ada juga karena perebutan jemaat atau domba. Berkaitan dengan masalah Undang-Undang ormas, karena baru muncul tahun 2013, maka sebagian besar dari pemimpin gereja menyatakan belum mengetahui apa isi dari undang-undang itu dan belum pernah melihat dan mendengarnya. Terkecuali Pembimas Kristen yang telah mengetahui dan membacanya, sehingga dapat mengatakan bahwa isi dari Undang-Undang tersebut terdapat kejanggalan, dimana ormas-ormas mainstream bisa saja dibubarkan bila melakukan suatu pelanggaran. Oleh karena itu PGI, Muhammadiyah dan NU menolaknya. Pandangan Pemimpin Gereja Mengenai pelayanan dan pengaturan organisasi gereja atau denominasi gereja yang dilakukan selama ini, Dirjen Bimas Kristen dengan tegas tidak menerima lagi pendaftaran organisasi gereja baru. Hal ini karena pada tahun 1989 sudah ada surat edaran dari Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan yang berisi himbauan agar tidak dibentuk lagi organisasi gereja baru. (Wawancara dengan Pdt. Adieli, 27 Maret 2014). Pdt. Ir. Bunyamin berpandangan bahwa memang Dirjen Bimas Kristen sangat ketat sekali dalam hal pendirian gereja baru, dimana ketika kami mau mendaftar organisasi gereja baru yang saya pimpin, lalu mereka katakan sudah tidak bisa lagi dan sudah tertutup untuk pendaftaran gereja yang baru muncul. Padahal menurut yang saya ketahui bahwa, 92
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu sebaiknya gerejagereja baru yang mau berkembang diwadahi dan difasilitasi dengan diberi izin yang tentunya melalui prosedur-prosedur yang dibina Kanwil Agama dalam hal ini Pembimas Kristen. Memang sebetulnya pemerintah perlu membuat aturanaturan yang ketat demi ketertiban, tetapi jangan ditutup, karena umat Kristen ingin pengembangan-pengembangan, sebaiknya diwadahi saja. (Wawancara dengan Pemimpin Gereja Kehilat Mesianik Indonesia (GKMI), 28 Maret 2014). Lain halnya dengan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) yang beralamat di Kompleks Widuri Blok B 7-8 Jl. Palmerah Barat Jakarta Selatan. Gereja ini berdiri pada Tahun 1992 dan sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen. Gereja GMII ini walaupun sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI, tetapi rumah ibadatnya belum dalam bentuk gereja melainkan dalam bentuk ruko sebagai tempat pembinaan rohani, yang dibeli oleh salah seorang pengusaha yang dihibahkan untuk kebutuhan umat Kristen Protestan dalam melakukan ibadatnya. Ketika penulis melakukan penelitian dan melakukan wawancara dengan salah seorang yang bernama Ponis Bukit, beliau mengatakan ia sebagai pimpinannya. Awal mula ruko ini dijadikan tempat ibadat untuk jemaat Kristen adalah atas ide bapak Alex Supit (selah seorang pengusaha). Jemaat yang datang ke gereja ini ada yang dari Bekasi dan Jakarta. Menurut Ponis Bukit jemaatnya, sekarang ini berjumlah 160 orang yang pada awalnya hanya ada 6 keluarga. Dari pengamatan peneliti gereja ini tidak nampak sebagai tempat ibadat bagi umat Kristen melainkan terlihat hanya sebagai Ruko, selain itu tidak tampak ada Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
93
tulisan nama gereja atau tempat pembinaan rohani bagi umat Kristiani. Etnisnya berasal dari kebanyakan Tionghoa, tetapi ada dari Jawa, Batak, NTT dan Manado. Ruko ini selain digunakan sebagai tempat ibadat, juga digunakan untuk kegiatan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang ketika peneliti melakukan observasi di Ruko tersebut, anak didiknya baru berjumlah 14 orang dan hampir semuanya beretnis Tionghoa. (Sumber : Hasil wawancara dengan Ponis Bukit dan pengamatan di lokasi GMII). Pelayanan dan pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Direktorat Jenderal Bimas Kristen selama ini, Pdt. Ponis bukit berpandangan bahwa pelayanan yang diberikan dari pemerintah selama ini baru sebatas dalam masalah adminitratif, karena Dirjen Bimas Kristen bukan sebagai atasan gereja, melainkan sebagai mitra kerja. Namun dalam pengaturan gereja, ia setuju dengan kebijakan pemerintah yang menutup pendaftaran gereja-gereja baru, karena hal ini sesuai dengan himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang isinya agar tidak membentuk lagi organisasi gereja baru. Oleh karena itu bagi gereja-gereja yang sudah ada sebaiknya diberikan pembinaan-pembinaan secara aktif, dan sebaiknya bagi gereja-gereja yang sudah tidak eksis dibubarkan saja. (Wawancara dengan Pdt. Ponis Bukit, 31 Maret 2014). Bagi pemimpin Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB Shalom), yang beralamat di Jl. Anggrek Cendrawasih II Kompleks Slipi Blok J. 11 Slipi Jakarta Barat, Gereja ini induknya ke GPIB Jakarta Pusat Jl. Medan Merdeka Selatan. Gereja GPIB Salom ini berdiri sejak Jaman Gubernur Ali Sadikin sudah kurang lebih 40 tahun atau berdiri sejak 2 Nopember tahun 1969. Pendeta yang ada di GPIB ini selalu diadakan mutasi lima tahun sekali, dan usia pensiunnya 94
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
berkisar umur 60 s/d 65 tahun. Rumah pendetanya selalu berpindah-pindah tergantung pimpinnan pusat yang menentukannya. Jumlah jemaat GPIB ini sangat banyak, etnisnya heterogin mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika. Jemaatnya kebanyakan tempat tinggalnya jauh-jauh, ada yang dari Tanggerang, Banten, Bandung, Bekasi Palmerah, Kebayoran dan Slipi. GPIB ini memiliki sebuah Klinik yang beroperasi mulai jam 13.00 s/d sore hari pada setiap hari Jum’at dan Sabtu. Bagi yang berobat tidak dipungut biaya (gratis), kecuali bila ada yang mengidap penyakit berat, maka dirujuk ke rumah sakit dengan biaya sendiri. Dokternya ada dua orang dan keduanya beragama Islam. Perawatnya dari jemaat GPIB. Selain itu GPIB suka memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak yang orang tuanya tidak mampu, dari mulai sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Sampai penelitian ini dilakukan menurut salah seorang pendeta mengatakan jumlah anak yang dibantu ada 60 orang anak didik. Pendeta GPIB ( Nestor Mananohas, S. Th) berpandangan bahwa pelayanan yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini baru sebatas administratif bagi gereja-gereja induk, sedangkan bagi organisasi gereja cabang, seperti GPIB Shalom ini, pelayanan administrasinya dilakukan oleh pembimas Kristen di Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta. Terkait masalah pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini berpedoman pada buku sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Bagi yang mendirikan gerejagereja baru, harus kembali kepada induknya dan menutup pendaftaran organisasi-organisasi gereja baru. Jadi bagi yang membentuk denominasi baru supaya kembali kepada induknya.(wawancara dengan Pdt. Nestor, 30 Maret 2014).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
95
Begitu juga Gereja Bala Keselamatan yang beralamat di Jl. Kramat Raya No. 55 Jakarta Pusat. Gereja Bala Keselamatan ini induk nasionalnya di Bandung dan induk internasionalnya di London. Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya ini berdiri sejak bulan Maret tahun 1907. Pimpinan Gereja Bala Keselamatan ini bernama Pdt. Mayor Gedion, atau disebut juga Opsir (Pendeta) Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya. Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya ini merupakan system komando, dimana kebijakan strategis tergantung keputusan dari pimpinan pusat (Bandung). Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya ini memiliki Sekolah Tinggi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bala Keselamatan, sekolah ini siswanya tinggal atau menetap di Kramat Raya, yang terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, namun ada juga yang sudah berkeluarga. Menurut ibu Sintiya sebagai staf pimpinan bagian Sekolah Tinggi Pusdiklat mengatakan bahwa Siswa sekolah ini khusus bagi orang-orang yang telah menjadi anggota dari gereja Bala Keselamatan. Misi dari Gereja Bala Keselamatan ini adalah menolong orang-orang miskin. Visinya kepada Allah, tangan terulur kepada sesama. Awalnya dari kegiatan social (kesehatan dan pendidikan) baru kemudian rohaninya. (Menurut Sintiya).Gereja Bala Kesematan ini memiliki 4 (empat) bidang pelayanan sosial yaitu: 1) Panti social anakanak ( di Tanggerang, Bandung dan Surabaya); 2) Lansia (Panti Werda Lanjut Usia) di (Bandung dan Semarang); 3) Rumah Sakit (di Bandung, Surabaya, Semarang, Palu dan Makassar); 4) Pendidikan dari TK s/d Perguruan Tinggi dan Akper. Dari seluru kegiatan ini ada donator dari luar Australia dan Amerika. (Wawancara denga Sintiya dan Gedion, 18 Maret 2014). Selain itu dikatakan bahwa Gereja Bala Keselamatan ini di Indonesia telah memiliki gedung Gereja sebanyak 400 buah. Namun bagi jemaat yang rumah 96
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
tinggalnya jauh dan banyak memiliki jemaat, boleh membuka pos pelayanan. Misalnya Depok, namanya Pos luar Depok, ini berarti cabang dari Gereja Bala Keselamatan. Bala Keselamatan artinya tentara yang menyelamatkan umat. Pimpinan Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya, berpandangan bahwa pelayanan dan pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini baru hanya sebatas administratif, sedangkan pengaturan gereja dilakukan sesuai himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang isinya tidak boleh lagi membentuk organisasi gereja baru. Selain berdasarkan buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 dan dengan tegas beliau mengatakan tidak boleh lagi membentuk denominasi baru, karena pendaftaran denominasi baru sudah tertutup. Bagi yang mendirikan gereja baru harus kembali kepada induknya. Dan memperketat kriteria-kriteria dalam pendirian gereja baru, seperti: berapa banyak jemaatnya, berasal dari mana saja jemaat tersebut dan bagaimana situasi lingkungannya, memungkinkan atau tidak untuk pendirian sebuah gereja. (Wawancara dengan pemimpin gereja Bala Keselamatan Kramat Raya, 1 April 2014). Pemimpin Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) berpandangan bahwa masalah pelayanan dan pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini adalah masalah pelayanan yang diberikan baru sebatas admintratif, karena kita sama-sama sudah mengetahui bahwa antara Dirjen Bimas Kristen dengan organisasi gereja, hubungannya hanya bersifat mitra kerja dan bukan sebagai atasan dengan bawahan. Sedangkan dalam masalah pengaturan gereja kan sudah diatur dengan adanya himbauan dari Dirjen Bimas Kristen, yang mengatakan tidak ada lagi pembentukan denominasi atau organisasi gereja baru. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
97
Nah, pernyataan tersebut sebenarnya perlu menjadi perhatian bagi semua umat atau jemaat gereja untuk dijadikan sebagai pedoman. Namun demikian bila jemaat berkeinginan sangat, sesuai kebutuhan untuk mendirikan gereja baru, maka kembalilah kepada induknya. Dan memang pemerintah perlu membuat aturan-aturan dalam pendirian denominasi atau organisasi gereja baru. (Wawancara dengan Pdt. Eddy Pongok, 2 April 2014). Badan Musyawarah Antar Gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta (Pdt. Rusdyslat) berpendapat bahwa masalah pengaturan gereja memang sudah diatur dalam buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 tahun 2006, walaupun jemaat Kristen sangat membutuh kan sebuah rumah ibadat, namun pelu kita melihat aturan-aturan yang ada dalam buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8 Tahun 2006, apakah di wilayah yang akan dijadikan tempat ibadat itu, memungkinkan tidak dengan situasi dan kondisi masyarakatnya dan persyaratanpersyaratan yang ada dalam buku PBM tersebut, terpenuhi atau tidak. Kalau memang tidak bisa terpenuhi, lebih baik kita musyawarahkan dulu dengan pembimas Kristen, BAMAG DKI dan BKSAG DKI Kecamatan Tanah Abang. Kebijakan Kementerian Agama Kebijakan Pembimas Kristen di Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta, dalam hal pelayanan terhadap denominasi gereja diberikan sesuai anggaran yang diterima dari Dirjen Bimas Kristen dan tidak lebih dari itu. Pelayanan yang diberikan secara rutin baru dalam bentuk administratif. Sedangkan dalam hal pengaturan organisasi gereja kami lakukan sesuai himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang 98
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
isinya tidak boleh lagi membentuk organisasi gereja baru. Selain itu kami melakukannya berpedoman pada Buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8 Tahun 2006. Pemikiran Para Pemimpin Gereja Pdt. Adieli mengatakan bahwa Pemerintah perlu memberikan pembinaan secara aktif terhadap gereja-gereja yang sudah ada dan menutup pendaftaran adanya denominasi gereja yang muncul, hal ini berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan pada tahun 1989, yang berisi himbauan agar tidak dibentuk lagi organisasi gereja yang baru, karena sekarang ini jumlah sinodenya yang terdaftar di Dirjen Bimas Kristen telah mencapai 323 untuk seluruh Indonesia. Selain itu juga pembimas Kristen mengatakan bahwa sebaiknya Dirjen Bimas Kristen melakukan evaluasi terhadap gereja-gereja yang ada, dan kalau memang gereja-gereja tersebut sudah tidak eksis, sebaiknya SK nya dicabut saja. Pdt.Gedion Rangi (Pimpinan Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya) mengatakan bahwa pihak Dirjen Bimas Kristen harus memberikan persyaratan ketat dalam pendirian gerejagereja baru, dan harus memenuhi kriteria-kriterianya, seperti: berapa banyak jemaatnya, jemaatnya berasal dari mana saja, Status tanahnya bagaimana, terpenuhi atau tidak dengan aturan yang ada dalam buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 9 Tahun 2006. Pdt. Bunyamin berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya mengakomodasi dengan memberikan izin gerejagereja baru tetapi dengan prosedur dibina Kanwil, karena bagaimanapun umat ingin berkembang; Sebenarnya Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
99
kebebasan beragama dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena sebaiknya pemerintah mewadahi dan memfasilitasi gereja-gereja yang muncul dan sebaiknya mengakui adanya sinode-sinode baru yang mau berkembang, jangan ditutup pendaftarannya tetapi diatur dengan ketentuan yang jelas. Pdt. Ponis Bukit menyatakan bahwa Pemerintah perlu mengatur pendirian rumah ibadat, dan harus mengikuti aturannya, dan kalau mau mendirikan gereja baru, harus mengikuti induk/sinodenya. Selain itu menyetujui aturan yang ditetapkan pemerintah, namun ada keberatan dengan penentuan 90 orang jemaat yang mau ibadat di gereja itu dan 60 orang yang mendukung atau menyetujuinya. Ketetapan 60 orang itu sulit, bagaimana mungkin orang yang berbeda agama dengan kita mau menyetujui keberadaan rumah ibadat orang lain, jangan-jangan mereka juga takut dosa. Pdt. Nestor mengatakan bahwa pemerintah perlu mengatur pendirian rumah ibadat, dan harus mengikuti aturan yang ada dalam Buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8 Tahun 2006, Jadi kalau mau bikin gereja baru, sebaiknya mengikuti induknya. Setuju dengan himbauan pemerintah yang menutup pembentukan organisasi gereja baru. Relasi antara Dirjen Bimas Kristen dengan Pimpinan Gereja Hubungan antara Dirjen Bimas Kristen dengan pimpinan gereja sangat baik, dimana antara keduanya bukan sebagai atasan dengan bawahan melainkan hanya sebatas mitra kerja. Sebagaimana dikatakan bahwa kemitraan sebagai suatu kerjasama untuk tujuan tertentu di mana pihak-pihak terkait dapat menyatukan kekuatan, mempererat hubungan, 100
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
menghimpun sumber daya dan mendukung pertumbuhan dari setiap pihak yang terlibat. Kerjasama itu perlu didasarkan atas pemahaman bahwa keberadaan suatu kemitraan dapat mendukung pencapaian visi atau harapan dari setiap pihak.(Daru Marhaendhy dan Favor A. Bancin, 2008 : 33).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
101
BAB III PENUTUP Kesimpulan Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Para pemimpin gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta, berpandangan bahwa pelayanan dan pengaturan organisasi gereja atau denominasi gereja yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Kristen terhadap organisasi gereja, selama ini baru bersifat administratif karena gereja itu merupakan mitra kerja dan bukan sebagai atasan, tetapi juga Dirjen Bimas Kristen memberdayakan keberadaan lembaga tersebut, namun demikian pengaturan tentang keberadaan Sinode gereja atau denominasi gereja baru, Dirjen Bimas Kristen dengan tegas sudah menutup dan tidak bisa lagi ada pendaftaran baru. Karena di Indonesia hingga sekarang ini sudah mencapai 323 Sinode bahkan sesuai dokumen yang ada jumlahnya mencapai 338 sinode; 2. Para pemimpin gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta, berpandangan bahwa Kebijakan Kementerian Agama dalam hal ini pembimas Kristen tentang pelayanan dan pengaturan organisasi gereja atau denominasi gereja yang telah ada selama ini , pembimas Kristen di Wilayah DKI Jakarta berpedoman kepada buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Gereja yang tidak memenuhi persyaratan seperti tidak memiliki surat IMB gereja dan lain sebagainya, maka dikategorikan gereja yang tidak 102
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
terdaftar, tetapi dibuatkan Surat Keterangan Lapor (SKTL) yang ditandatangani oleh Pembimas Kristen. 3. Pemikiran ke depan yang dapat disumbangkaAA oleh para pemimpin gereja yang ada di Wilayah DKI Jakarta untuk menjamin keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama , terkait dengan semakin banyaknya denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari pemerintah adalah : a. pembimas merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen, oleh karena pembimas harus dapat melayani gereja-gereja yang berusaha mengurus surat izin; b. pembimas Kristen yang ada di wilayah DKI Jakarta saat ini cukup tegas dalam urusan pendirian Sinode/gereja baru, mereka taat pada aturan yang ada dalam buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006; c. Untuk gereja-gereja yang baru muncul hanya dibuatkan Surat Keterangan Lapor (SKTL) gereja yang ditandatangani oleh Pembimas Kristen. 4. Pemimpin gereja berkeberatan bila mendaftarkan ormas/organisasi gerejanya ke Kesbangpol karena gereja itu ormas keagamaan dan bukan LSM, sehingga mereka mengatakan yang paling tepat adalah terdaftar di Kementerian Agama; 5. Relasi sosial antara pimpinan gereja dengan Pembimas Kristen yang ada di Kanwil Kementerian Agama, selama ini berjalan baik-baik saja, hal tersebut dapat dibuktikan bila ada masalah, diselesaikan secara bersama. Rekomendasi 1. Pemerintah dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen sebaiknya melakukan pendataan ulang sejak kapan jumlah Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
103
denominasi yang ada di seluruh Indonesia itu mencapai 323/338 dan dimana keberadaannya, apakah semuanya itu masih eksis; 2. Dengan banyaknya sinode gereja baru yang mau minta dilegalisasi oleh pemerintah, sebaiknya Dirjen Bimas Kristen perlu memikirkan atau memperhatikan kembali masalah tidak bolehnya membentuk organisasi gereja baru; 3. Relasi antara pimpinan gereja dengan Pembimas Kristen yang menjadi kepanjangtanganan dari Dirjen Bimas Kristen, yang selama ini sudah berjalan dengan baik, perlu dipertahankan;
104
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
DAFTAR PUSTAKA Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Obor, Jakarta, 2013. Daru Marhendhy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, Departemen Strategic Initiatives, World Vision Indonesia, Jakarta, 2008. Aritonang, Jan S. Dr. Pdt., Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, 2000, Jakarta. Robertson Roland,ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Rajawali Pers, Jakarta, 1992. David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2011. Kementerian Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Direktori Kasus-Kasus Keagamaan Aliran, Paham Gerakan Keagamaan, Jakarta, 2010. Brosur Gereja Bala Keselamatan. Nahar Nahrawi, Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran, Paham Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2009
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
105
106
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
3 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Provinsi Jawa Barat
Oleh: Reslawati
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
107
BAB I GAMBARAN UMUM WILAYAH Kondisi Demografi Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat heterogenitas yang cukup kompleks, baik dari segi suku, agama, ras, golongan maupun bahasa. Heterogenitas ini menjadi salah satu tantangan dalam membangun tata kehidupan yang harmonis untuk mendukung keberlangsungan pembangunan baik daerah maupun nasional. Provinsi Jawa Barat, dengan luas 35.377,76 Km2 didiami penduduk sebanyak 46.169.600 Jiwa. Penduduk ini tersebar di 17 Kabupaten, 9 Kota, 625 Kecamatan dan 5.899 Desa/ Kelurahan. Jawa Barat mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki komposisi pemeluk agama sekitar 93,67% Muslim, 1,11% Katolik, 4,53% Kristen, 0,24% Hindu dan 0,45 % Budha(data Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat Tahun 2010.
Dinamika Sosial Keagamaan Secara umum kehidupan keagamaan di Provinsi Jawa Barat cukukp rukun, terutama di Kota Bandung. Namun bukan berarti tidak ada riak-riak diantara hubungan intern maupun antarumat beragama. Kasus yang sangat menonjol terkait pendirian izin rumah ibadat di beberapa wilayah Provinsi Jawa Barat, seperti di Ranca Ecek Bandung, Tasikmalaya, Bekasi, Depok dan Bogor telah mewarnai 108
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dinamika kehidupan keagamaan disana. Begitu juga dengan maraknya tumbuh kembang gereja-gereja di beberapa tempat di wilayah Bandung dan sekitarnya. Bahkan beberapa pengembangan tempat ibadah dirumah-rumah penduduk dan mall-mall serta terjadinya “numpang ibadah” (red) atau “perpindahan” anggota jemaat gereja satu dengan yang lainnya, yang menambah semarak kehidupan keberagamaan umat Kristiani disana. Berdasarkan data Pembimas Kristen Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat jumlah pemeluk Agama Kristen di Jawa Barat sebanyak 2.178.002 jiwa tersebar di 26 Kabupaten/kota, dengan pelayan umat (pendeta 2.276 orang, pendeta muda sebanyak 1.306 orang, pendeta pemula sebanyak 1.331 orang, majelis/penatua sebanyak 16.873 orang, guru sekolah menengah sebanyak 42.964 orang, penginjil sebanyak 5.207 orang, dan tenaga asing sebanyak 48 orang), sedangkan status bangunan gereja (permanen sebanyak 1.196 buah, semi permanen 458 buah, darurat/sewa/kontrak sebanyak 452 buah), adapun jumlah Sinode sebanyak 41 buah dan yayasan Kristen sebanyak 108 buah. Dalam pengamatan peneliti, kalau dilihat dari banyaknya jumlah gereja/yayasan dan tempat ibadah yang ada di Jawa Barat menunjukan begitu maraknya keberadaan kehidupan umat Kristiani di Jawa Barat, namun disayangkan belum ada data yg di update ulang untuk data terbaru terkait pertumbuhan dan perkembangan data penganut agama Kristen dalam 5 tahun terakhir, sehingga secara statistik atau datatif tidak dapat di justifikasi bahwa semakin bertumbuh Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
109
atau semakin berkurang keberadaan penganut Kristiani di Jawa Barat, begitu juga keberadaan tempat ibadah disana apakah semakin bertumbuh kembang atau bahkan semakin berkurang. Walaupun secara kasat mata kita dapat melihat dan mengatakan bahwa banyaknya jemaat melakukan kegiatan-kegiatan peribadatan di mall-mall, di rumah-rumah, dan pengakuan pemimpin gereja adanya jemaat yang melakukan ibadat dari satu gereja ke gereja lainnya.
110
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB II HASIL TEMUAN DAN ANALISISNYA Pandangan Pemimpin Gereja Pandangan Pemimpin Gereja Tentang Pelayanan Pembimas Kristen Dari hasil silaturrahmi, pembelajaran dalam bentuk penggalian informasi peneliti terhadap beberapa pemimpin gereja di Wilayah Provinsi Jawa Barat terkait dengan pelayanan terhadap gereja oleh Penyelenggara Pembimas Kristen, terungkap beragam pendapat. Namun secara umum para pemimpin gereja mengungkapkan bahwa pelayanan Penyelenggara Pembimas Kristen selama ini cukup baik, walaupun ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan. Pelayanan terhadap gereja yang dilakukan pembimas selama ini hanya sebatas pelayanan administrasi saja, seperti: ketika meminta surat perkawinan, kematian, surat kependetaan, Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) yang dikeluarkan oleh Pembimas Kristen, demikian diungkapkan oleh pendeta Philip dari gereja Rohoboth. Hal sama juga diungkapkan oleh pendeta Lasma dari Gereja Pentakosta Antapani Bandung, pendeta Frederik dari Gereja Kristen Jawa, Ferly David dari Gereja Kristen Pasundan dan Opsir Made Petrus dari Gereja Bala Keselamatan. Menurut pendeta Ferly David dari Gereja Kristen Pasundan bahwa Selama ini kami belum mengetahui pola pelayanan Pembimas Kristen Kementerian Agama terhadap gereja, namun adanya jalinan kerjasama yang baik dengan Kementerian Agama jika ada program Kementerian Agama, dimana Gereja Kristen Pasundan ikut dalam rangka pendirian rumah ibadat, inisiatif untuk dialog, pengadaan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
111
guru agama, mendapatkan bantuan untuk rumah pendeta atau untuk menambah kekurangan renovasi gedung gereja. Pdt Frederik dari Gereja Kristen Jawa menyampaikan bahwa selama ini hubungan antara Gereja dengan Pembimas Kristen merupakan kemitraan. Apalagi kehadiran Pembimas Kristen merupakan refresentasi kehadiran pemerintah, sehingga ketika gereja membutuhkan legalisasi akta atau apapun yang terkait persoalan admintrasi keagamaan, dengan sikap sigap dan simpati memberikan pelayanan dengan mudah, selama ini gereja merasa terbantukan. Komunikasi yang dibangun antara pembimas Kristen dengan gereja cukup positif dan kondusif, walaupun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, misalnya pembimas harus mempunyai data yang lebih valid sehubungan maraknya kasus-kasus tentang pelarangan pendirian gereja, sehingga ketika dalam menyelesaikan persoalan dapat menjembatani kepentingan pihak gereja. Pembimas harus menelusuri lebih dalam apa yang menjadi faktor-faktor penolakan terhadap gereja tersebut, sehingga ada sikap antisipatif yang bisa dilakukan pembimas, sebelum persoalan mencuat kepermukaan, yang terjadi sebaliknya, pembimas justru bertanya dengan pihak gereja yang bermasalah, bukan melakukan penelusuran dan investigasi lebih awal, sehingga konflik yang seharusnya bisa dicegah namun terlanjur mencuat kepermukaan, yang harus diantisipasi adalah baik kasus permasalahan intern atau antar umat beragama. Hal senada juga disampaikan oleh pendeta Philip dari Gereja Rohoboth Syahlom, bahwa pelayanan pembimas Kristen terhadap gereja-gereja hanya bersifat administrative saja, tidak memasuki wilayah ibadat. Sangat disayangkan terjadinya penutupan 9 rumah ibadat yang ada di Rancah Ecek, seharusnya sebelum mencuat kepermukaan pembimas sudah mengantisipasi keadaan tersebut, Gereja 112
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Rohoboth tadinya berharap dengan adanya pembimas Kristen yang seharusnya mengatur izin gereja layak atau tidak dan harus diakreditasi oleh pembimas karena mereka yang mengeluarkan surat keterangan tanda lapor yang dimiliki gereja, walaupun diakui bahwa gereja Rohoboth Syahlom di Ranca Ecek tersebut izin bangunannya bukan merupakan izin pendirian gereja, tetapi izin bangunan rumah, dimana jemaat gereja Rohoboth Syalom sudah 28 tahun beribadat di rumah tersebut, demikian diungkapkan pendeta Philip. Dalam hal lain, gereja Rohoboth diundang melalui sinodenya dalam kegiatan-kegiatan Pembimas Kristen Kanwil Kemenag, setelah itu disampaikan ke gereja-gereja yang ada dalam naungan sinode Rehoboth. Menurut Pdt Lasma dari Gereja Pentakosta Antapani Bandung, komunikasi yang dilakukan selama ini cukup baik. Pembimas tidak pernah ikut campur dalam internal gereja dan pembimas tidak ada kerjasama dalam hal pendampingan/ advocasi secara langsung, pelayanan yang dilakukan sebatas mengundang dan memfasilitasi gereja-gereja terutama berkaitan dengan program kegiatan yang dilaksanakan oleh pembimas, seperti diberikannya kartu kerohanian kependetaan untuk pendeta Lasma yang dikeluarkan oleh Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, wajib lapor keberadaan dan kegiatan setiap 2 tahun sekali (SKTL), dana bantuan renovasi gereja sebesar 20 juta pada tahun 2010, sosialisasi tidak boleh lagi ada penambahan sinode baru, jika ada beberapa gereja sebaiknya di merger, seminar, trainingtraining, sosialisasi SK 2 menteri tentang PBM, dll. Adapun terhadap gereja-gereja yang mengalami permasalahan rumah ibadat, sebaiknya gereja-gereja menyelesaikan terlebih dahulu proses administrasinya baik di pemerintahan, dalam hal ini pembimas Kristen Kementerian Agama, administrasi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
113
pendirian izin bangunan gereja dan pihak-pihak yang terkait sampai prosesnya betul-betul mendapatkan izin pendirian bangunan gereja, hal ini agar dapat mengurangi terjadinya konflik baik intern maupun antar umat Bergama dilingkungan sekitarnya ataupun masyarakat luas lainnya, demikian disampaikan pendeta Lasma. Sedangkan menurut Opsir Made Petrus dari Gereja Bala Keselamatan terkait masalah pelayanan Pembimas Kristen terhadap gereja belum mengetahui persis seperti apa, namun selama ini gereja merasa dapat dukungan penuh dari pembimas Kristen walaupun tidak secara langsung, dukungan penuh itu diwujudkan dalam bentuk Gereja Bala Keselamatan memberikan laporan tahunan kepada pembimas, dilanjutkan oleh Opsir Hanny Tuhumury, Gereja Bala Keselamatan selama ini tidak pernah mendapatkan informasi langsung terkait dengan berbagai hal mengenai sosialisasi ataupun kegiatan pembimas selain melalui Persatuan Gereja dan Pendidikan Kristen (PGPK) yang merupakan mitra dari pembimas Kristen, sebaiknya pembimas mengundang langsung ke Gereja Bala Keselamatan, apalagi posisi Gereja Bala Keselamtan yang ada di Jalan Jawa merupakan Pusat Gereja Bala Keselamatan yang ada di Indonesia. Selama ini kami mendapatkan informasi melalui PGKP saja, seperti; sosialisasi tenaga kerja asing yang saya hadiri, di laksanakan di puncak. Apa yang diungkapkan para pemimpin gereja berkenaan dengan pelayanan dan pembinaan terhadap gereja senada yang disampikan oleh Ruminda, Kepala Penyelenggara Pembimas Kristen Kementerian Agama. Dimana selama ini pembimas Kristen telah berupaya untuk melakukan berbagai pelayanan dan pembinaan keagamaan terhadap gereja-gereja di wilayah Provinsi Jawa Barat sesuai 114
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dengan tupoksi (tugas, pokok dan fungsinya) yang telah di gariskan sesuai yang ada. Adapun terkait dengan pelayanan dan pembinaan gereja, Pembimas Kristen tidak dalam ranah pelayanan ibadah. Pelayanan ibadah dilakukan oleh pendeta masing-masing dengan tata aturan organisasi yang sesuai dengan yang sudah diatur oleh gereja masing-masing. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa Selain itu, gereja mempunyai tatacara ibadah atau liturgi berbeda-beda sesuai dengan aturan gereja masing-masing. Adapun pelayanan dan pembinaan terhadap gerejagereja berupa kemitraan saja yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan program kegiatan yang sudah dirancang oleh Pembimas Kristen Kanwil Jawa Barat. Menurutnya, kata-kata pelayanan menurut birokrasi tidak dapat disamakan dengan kata-kata pelayanan yang ada di gereja. Pelayanan birokrasi hanya sebatas adminstrasi saja, misalnya ketika gereja membutuhkan perizinan dan atau pelaporan keberadaan mereka, butuh rekomendasi pendirian rumah ibadat. Sedangkan pembinaan diwujudkan dalam bentuk melakukan kerjasama kepada gereja dalam melaksanakan kegiatan berupa sosialisasi persiapan pasparawi ataupun pelaksanaan pasparawi, memberikan bantuan terhadap gereja, mengundang seminar/workshop yang diselenggarakan oleh pembimas Kristen Kanwil Kemenag Jawa Barat, mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) untuk gereja yang melaporkan keberadaannya serta menjembatani beberapa gereja yang mempunyai permasalahan dalam mendirikan rumah ibadat. Pembimas sebagai fasillitator di antara pihak-pihak yang bermasalah, dalam rangka menjaga kerukunan intern maupun antarumat beragama. Permasalahan intern misalnya, jika kita perhatikan seakanakan Kristen itu kelihatan sepertinya satu, padahal secara Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
115
intern tidak juga mereka satu, hal ini disebabkan adanya perbedaan pemahaman dalam beribadat/liturginya, adanya kepentingan tertentu oleh kelompok-kelompok tertentu, dll. Padahal keinginan besar dari umat Kristiani adalah menyatukan mereka dalam satu gerakan keesaan (ouekumene). Pembimas berupaya untuk mengambil peran tersebut, namun tidak segampang apa yang direncanakan. Melihat keadaan seperti ini kita anggap saja bahwa begitu kayanya berkat Tuhan diberikan kepada umat Kristiani dengan perbedaannya itu. Adanya aliran yang berbeda-beda dalam Kristen justru memberi warna tersendiri bagi perjalanan kekristenan di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Pembimas Kristen Kanwil Jawa Barat juga melakukan kerjasama dengan Badan Kerjasama Gereja-gereja (BKSG), Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia Wilayah Jawa Barat (PGIW), BAMAG, BKSAG, Sinode-sinode Gereja dan Gereja-gereja induk, dll untuk mensosialisasikan berbagai program kegiatan yang sudah dirancang sebelumnya. Kalau kita amati apa yang diungkapkan sebagian besar para pemimpin gereja dan pembimas Kristen Kanwil Kemenag Jawa Barat tentang makna pelayanan yang dipahami secara birokrasi dan pemahaman pelayanan dalam konteks gerejawi sangat berbeda. Pemerintah dalam hal ini Kanwil Kemenag Jawa Barat melakukan pelayanan terprogram sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai birokrasi pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk program kegiatan yang sudah terencana berdasarkan kegiatan-kegiatan yang melibatkan stakeholder, baik itu gereja, LSM, instansi terkait lainnya tidak dalam kerangka ritual keagamaan atau peribadatan. Melakukan pelayanan dalam bentuk menjembatani dan membantu gereja dalam menyelesaikan berbagai persoalan baik intern maupun 116
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
antarumat beragama yang mereka butuhkan baik secara admistratif maupun dalam hal pembinaan fisikly jika dibutuhkan oleh pihak gereja, karena pembimas Kristen Kanwil Kementerian Agama Prov. Jawa Barat tidak melakukan jemput bola seperti yang diinginkan beberapa gereja. Keterbatasan tenaga pegawai para pembimas Kristen yang hanya berjumlah 5 orang tidak cukup untuk menangani pelayanan diwilayahnya yang begitu luas. Sehingga pembimas memanfaatkan tenaga beberapa pihak didaerah untuk memberikan informasi terkait dengan kebutuhan umat Kristiani di beberapa wilayah kerja mereka. Sementera itu pihak gereja selama ini memahami tugas-tugas pembimas terhadap gereja adalah sebagai fasilitator dan sebagai refresentasi kehadiran mereka di pemerintahan, sebagai jembatan bagi gereja di pemerintahan, merekam aspirasi umat Kristiani untuk dapat hidup dan beribadat lebih tenang dan damai, sehingga mereka menyebutnya sebagai kemitraan, bukan antara atasan dan bawahan.. Menurut Lehtinen ((1983:21) pemerintah harus melakukan pelayanan yang sangat baik atau terbaik untuk menyediakan kepuasan konsumen,dalam hal ini stakeholder (gereja-red). Pemerintah wajib menjawab kegalauan umat jika umat dalam kebimbangan dalam kehidupan bernegara dalam bidang keagamaan. Sedangkan gereja memahami pelayanan adalah yang dilakukan para rohaniawan dalam menjalankan misi peribadatan dalam menghadap keimanan kepada Allah dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh gereja. Pengaturan Organisasi Gereja Dari hasil diskusi yang berkembang bersama pimpinan gereja, dapat dihimpun berbagai hal terkait pengaturan gereja Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
117
yang dilakukan oleh pembimas Kristen Kanwil Kementerian Agama, sebagai berikut: Menurut pendeta Lasma, adanya gereja yang muncul dan bertumbuh kembang tidak dapat dicegah karena kita tidak bisa membatasi orang untuk beribadah, sebaiknya gereja yang bertumbuh kembang tersebut yang sealiran atau satu denominasi beribadah dalam satu gereja saja, bila belum memiliki izin pembangunan gedung gereja, hal ini untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat dan sekaligus menjaga kerukunan baik intern maupun antarumat beragama, untuk pengaturan ini diperlukan peran pembimas Kristen Kementerian Agama sebagai fasilitator, selama ini yang kami ketahui pembimas tidak pernah mengatur gereja-gereja, karena gereja punya tata aturan organisasi sendiri. Sehubungan maraknya tumbuh kembang gereja-gereja baru, dan terjadinya perpindahan anggota jemaat satu dengan lainnya silahkan saja, sepanjang mereka jadi benar, prinsipnya jiwa-jiwa hidup jadi benar dan bagus, jika pembinaan kita benar terhadap anggota jemaat gereja maka mereka juga akan tumbuh kembang jadi benar. Bagi Gereja Pentakosta tidak perlu mengkhawatirkan tumbuh kembangnya gereja baru karena tidak berpengaruh terhadap Gereja Pentakosta, mungkin saja bagi gereja-gereja besar akan terganggu. Menurut pendeta Ferly David, selama ini belum mengetahui pengaturan organisasi gereja yang dilakukan oleh Pembimas Kristen Kanwil Jawa Barat, apalagi terkait dengan maraknya bermunculan gereja-gereja baru. GKP selama ini tidak merasa terganggu dengan munculnya gereja-gereja baru tersebut, karena keyakinan itu sudah menjadi hak mereka, asal saja tertib, jika saja kelompok ini menjadi militan dan berdampak pada gereja-gereja yang sudah mapan sebelumnya karena proses panjang adanya gereja, ini yang harus 118
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
ditertibkan, sepanjang mereka tidak berdampak negative terhadap gereja lainnya, silahkan saja. Lebih lanjut pendeta Ferli David mengungkapkan bahwa di Gereja Kristen Pasundan jika ada anggota yang pindah agama atau pindah ke gereja lain maka keanggotaannya akan di cabut. Jika antar anggota PGI, kita saling menghargai dan saling menghormati, jika ada perpindahan anggota gereja ke gereja lainnya karena sesuatu hal, akan diberikan surat pengantar kepindahan anggota (surat atestasi), karena sudah pindah maka keanggotaannya di Gereja Kristen Pasundan akan di cabut. Kami tidak bisa melarang orang untuk pindah gereja atau pindah keyakinan, selama ini yang kami ketahui belum ada anggota GKP pindah agama atau pindah gereja, mungkin karena selama ini mereka tumbuh kembang secara bersama, sehingga walaupun ada GKP dekat rumahnya, dia belum tentu beribadat di gereja tersebut, walaupun jauh gerejanya, karena dia biasa beribadat disanah maka tetap akan didatanginya, jadi tidak ada kekhawatiran bagi GKP adanya tumbuh kembang gereja-gereja baru tersebut, karena kami menanamkan keimanan kepada anggota jemaat kami, demikian pendeta Ferly David menyampaikan. Fenomena gereja-gereja tumbuh tidak bisa dihalangi karena terkait kebebasan beragama, bahkan jika ada anggota kami tidak nyaman di gereja kami, dan merasa nyaman ke gereja lain, kami akan mendorong nyaman terhadap gereja yang membuat mereka nyaman. Sepanjang anggota kami tidak disesatkan kami mempersilahkan, hal ini jangan dihambat karena tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kekristenan, harus saling menghargai dan tidak boleh saling jelek, tidak boleh saling menghina satu sama lainnya, demikian ungkap pendeta Frederik.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
119
Kami turut prihatin terhadap gereja-gereja yang tumbuh kembang saling melakukan perpindahan gereja seperti yang diberitakan di media. Kalau di Gereja Bala Keselamatan hal itu tidak mungkn terjadi, karena orang tidak gampang untuk keluar masuk menjadi anggota gereja, hal ini terkait dengan kepangkatan seorang Opsir (pemimpin kerohaniawanan/ pendeta/pengembala/elder). Kepangkatan yang ada di Gereja Bala Keselamatan merupakan tingkatan kerohaniawanan. Setelah melalui pendidikan teologi mereka ditempatkan berdasarkan pendidikan, skill, kesenioritasan, dll. Kami bisa memakai jubah pendeta lain, tetapi pendeta lain tidak bisa memakai jaket uni form yang kami pakai, karena ada tanda kepangkatannya di baju kami diatas pundak kanan dan kiri. Pimpinana tertinggi kami dengan pangkat Jenderal berdomisili di London Timur. Sedangkan di pusat Gereja Bala Keselamatan di Indonesia yang berada di Bandung dipimpin oleh seorang Opsir Komandan Teritorial berpangkat Komisioner, yang ditempatkan oleh Pimpinan Pusat Bala Keselamatan Internasional yang berada di London, demikian diungkapkan Opsir Made Petrus. Dari deskripsi yang terurai berdasarkan pendapat para pemimpin gereja bahwa tidak ada kekhawatiran dengan adanya tumbuh kembang gereja-gereja baru atau bahkan adanya perpindahan antara anggota jemaat gereja satu dengan yang lainya sepanjang jemaat tersebut menjadi lebih baik ditempatnya yang baru. Dan juga para pemimpin gereja belum mengetahui pengaturan terhadap gereja seperti apa yang telah dilakukan oleh pembimas Kristen selama ini. Pembimas Kristen Kanwil kementerian Agama tidak pernah mengintervensi intern gereja. Sementara itu gereja punya aturan organisasi masing-masing, baik struktur organisasinya sampai ke liturginya yang berbeda antargereja. Tumbuh 120
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
kembangnya gereja ditengah-tengah masyarakat membuktikan betapa dinamika di internal umat Kristiani dan antar gereja sangat positif, namun jika tumbuh kembang gereja-gereja sampai mengganggu hubungan intern apalagi antar umat beragama hal ini perlu ditertibkan. Selama ini ada ke khawatiran dipihak gereja bahwa anggota jemaatnya berpindah ke gerejayang lain, bahkan anggota jemaat baru merupakan perpindahan dari umat diluar Kristiani. Kekhawatiran seperti inilah yang terus harus di jawab. Jika dari wawancara yang peneliti lakukan tidak adanya kekhawatiran seperti itu, namaun pada faktanya dilapangan terjadi kegalauan dipihak-pihak tertentu maka hal ini perlu dicarikan solusinya. Dalam pengamatan peneliti, ada beberapa alasan yang mengakibatkan perpindahan anggota jemaat dari satu gereja ke gereja lainnya atau dari satu agama ke agama Kristiani, diantaranya adalah pertama karena yang bersangkutan merasa lebih nyaman berada dikomunitasnya yang baru, mereka lebih menemukan ketenangan bathinnya. Kedua, karena faktor perhatian dan ekonomi, dimana pada komunitas barunya mereka merasa mendapatkan perhatian dan fasilitas secara ekonomi, sehingga mereka beranggapan bahwa semua kebutuhan hidup mereka bisa teratasi. Adapun tumbuh kembangnya gereja di rumah-rumah atau di mall-mall disebabkan ada beberapa alasan, Antara lain, pertama, ada rasa ketidak puasan jemaat atas kepemimpinan pimpinan gereja, beda pemahaman secara teologis dan organisatoris, sehingga aspirasi mereka tidak tersalurkan. Ketidak puasan ini berakibat pada mereka memisahkan diri dari gereja tempat mereka selama ini beribadat dan membentuk konunitas baru sehingga mereka mendirikan gereja sendiri dengan struktur organisasi baru, pengurus baru, namun demikian tata aturan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
121
gerejanya biasanya tidak jauh berbeda dari gereja mereka selama ini, namun ada beberapa liturgy yang sedikit berbeda. Kedua, gereja tempat mereka beribadat mereka selama ini sudah tidak mampu lagi menampung jemaat yang semakin bertumbuh kembang, misalnya dalam sebuah gereja persekutuan doa remaja, mahasiswa, kebaktian umum, seni dan budaya yang semakin membeludak mengakibatkan gereja yang mempunyai kapasitas kebaktian 900 jemaat setiap minggunya menjadi 2000 jemaat bahkan sampai 5000 jemaat, sehingga diperlukan tempat untuk menampung mereka. Sementara untuk mendirikan gereja baru dengan syarat-syarat tertentu tidak gampang dipenuhi baik oleh pihak gereja sendiri maupun dari pihak pemerintah atau pihak-pihak yang terkait dalam persoalan tersebut. Hal inilah yang dialami oleh Gereja Rohobot Imanuel Syaloam yang melakukan ibadat di rumah jemaat lebih dari 26 tahun, dan Gereja Fajar Pengharapan yang mengembangkan unit-unit kegiatan gereja di mall-mall, seperti di Bandung Trade Center mengunakan 3 lanta, yang gereja induknya ada di jalan Pasir Koja Bandung. Serta beberapa gereja lainnya yang ada di mall tersebut. Namun kegiatan gereja di mall tersebut tidak membuat para pengunjung lainnya merasa terganggu, seperti yang peneliti amati langsung aktifitas digereja tersebut selama 2 hari. Kebijakan Kementerian Agama Berdasarkan diskusi yang dilakukan dengan pimpinana gereja-gereja tersebut diatas, bahwa mereka belum banyak mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang sudah dikeluarkan secara tertulis tentang pelayanan dan pengaturan organisasi gereja-geraja yang ada di Provinsi Jawa Barat. Para pemimpin gereja mengetahui bahwa ada kebijakan untuk 122
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
melakukan pelaporan ulang terhadap pembimas Kristen untuk sekedar sebagai pendataan bahwa keberadaan mereka di ketahui Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Penyelenggara Pembimas Kristen. Seperti diungakpkan oleh Hanna Siahaan, Bagian Tata Usaha Sinode Gereja Rohoboth, bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Sinode Gereja untuk mendapatkan Surat Keterangan Tanda lapor (SKTL) dari Pembimas Kristen Kanwil Kemenag, Walaupun Sinode Gereja Rohoboth terdaftar di Dirjen Bimas Kristen dengan nomor. 180 th 1990, tgl 16-10-1990, namun juga tetap melaporkan ke Pembimas Kristen, saat ini telah mendapatkan Surat Keterangan Tanda Lapor Nomor: Kw.10.8/ BA.01.1/2038/2013. Menurut pendeta Lasma, bahwa pada tahun 2010 Kepala Pembimas Kristen menyatakan tidak ada lagi pendirian sinode baru, kalau yang baru lebih baik merger. Hal tersebut disampaikan melalui surat tertulis, namun saat ini saya lupa mengarsipkannya dimana, harus dicari terlebih dahulu, karena sudah 4 tahun yang lalu. Namun untuk gereja Pentakosta sendiri sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen melalui Sinode Gereja Pentakosta Pusat yang ada di Medan. Dengan melampirkan surat dari Sinode, kami mendapatkan SKTL dari Pembimas Kristen disini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi gereja untuk mendapatkan SKTL tersebut. Sementara itu gereja-gereja tua seperti Gereja Kristen Pasundan, Gereja Bala Keselamatan, Gereja Kristen Jawa belum mengetahui adanya SKTL tersebut. Pendeta Ferly David mengungkapkan, bahwa untuk SKTL tersebut saya belum mengetahui persis ada atau tidak, harus dicek kembali dibagian tata usaha gereja. Keanggotaan GKP terdaftar di Kementerian Agama dengan Keputusan Dirjen Bimas Kristen No. 9 Tahun 1988 tentang Pernyataan gereja Kristen Pasundan sebagai lembaga keagamaan yang Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
123
bersifat gereja. Begitu juga dengan pendeta Made Petrus menyampaikan belum mengetahui SKTL itu, namun kami selalu melaporkan kegiatan kami setiap setahun sekali ke pembimas Kristen. Berbeda denga yang lainnya pendeta Frederik mengungkapkan bahwa informasi kebijakan tentang kerukunan SKB PBM tentang pendirian rumah ibadat oleh pembimas belum tersosialisasi secara langsung kepada kami. Sehubungan dengan SKTL, kami tidak melakukan ke pembimas Kristen, tapi kami melakukan pelaporan ke PGI, tembusnnya ke Sinode kami, karena Sinode sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen. Apalagi kami merupakan gereja tua yang selama ini keberadaannya tidak diragukan lagi. Jika kami terus-terusan melakukan pelaporan kepada pemerintah, kami menganggap peran pemerintah tidak maksimal, sekanakan pemerintah “mencurigai” kami, padahal kami selama ini telah melakukan kerja-kerja kerohanian dan kemanusiaan dalam rangka membantu pemerintah dalam pembinaan dan pelayanan umat. Sebagai mitra pemerintah. Gereja-gereja “dicurigai.” Ruminda, Kepala Penyelenggaraan Pembimas Kristen Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat beranggapan bahwa kewenangan untuk menerima pendaftaran gereja adalah di Dirjen Bimas Kristen di Jakarata. Pembimas Kristen hanya melakukan pendataan saja terhadap gereja-gereja di Jawa Barat, sehingga pembimas Kristen hanya mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) bagi gereja dan yayasan yang ada di Jawa Barat, SKTL ini bukan pendaftaran tetapi hanya bersifat pendataan saja. Mereka meminta SKTL dengan melaporkan keberadaannya agar mereka tidak dianggap liar, karena pembimas tidak melakukan jemput bola terhadap gereja dan yayasan kristen yang ada untuk melapor ke pembimas, jadi yang terpantau hanya yang melaporkan saja, 124
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
bagi yang tidak melaporkan tidak terpantau. SKTL ini berlaku 2 tahun, jika habis masanya mereka harus memperpanjang lagi. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan pengurus gereja untuk mendapatkan SKTL ini, yaitu: 1.
Mereka melaporkan dan membuat dari Sinodenya tentang keberadaan mereka.
2.
Melampirkan surat pendaftaran yang dikeluarkan oleh Disrej Bimas Kristen Kementerian Agama RI.
3.
Harus ada surat keputusan (SK) penggembala dari Sinodenya bahwa dia menggembali di gerejanya.
4.
KTP dan Foto penggembala
Selanjutnya Ruminda menyampaikan bahwa untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan umat beragama baik intern gereja maupaun antarumat beragama, dan untuk keberlangsungan beribadat umat Kristiani agar bisa beribadat secara tenang, kedepan harus dipikirkan untuk dibuatkan satu gedung serbaguna atau gereja bagi gereja-gereja atau persekutuan doa yang belum mempunyai izin bangunan gereja atau yang berada di ruko dan mall apalagi yang jemaatnya sedikit tapi mereka sealiran, sebaiknya bergabung dalam satu gereja/gedung saja, untuk jadwal ibadahnya silahkan dimusyawarahkan untuk diatur sebaik dan sebijaksana mungkin diantara pengguna gedung gereja atau bangunan tersebut. Lebih lanjut disampikannya, bahwa di Cianjur saat ini ada 4 denominasi gereja yang dilarang mendirikan gereja, rata-rata satu denominasi mempunyai jemaat lebih dari 50-100 orang. Demi keberlangsungan peribadatan jemaat gereja, maka Pembimas Kristen menjembatani mereka untuk mendapatkan fasilitas lahan dan bangunan, dengan melakukan konsolidasi dan koordinasi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
125
dengan Pemkab setempat. Untuk saat ini Pemkab setempat sudah menyiapkan lahan dan bangunan gerejanya, namun pembimas Kristen masih perlu mempertimbangkan lokasi tempat pendirian gereja yang disiapkan Pemkab dengan segala pertimbangannya, agar jangan sampai adanya gereja baru justeru akan membuat persoalan baru lagi di masyarakat. Dari ungkapan tersebut diatas dapat kita cermati bahwa Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Pembimas Kristen belum banyak mengeluarkan kebijakan terkait masalah pelayanan dan pengaturan organisasi kepada gerejagereja yang ada di wilayah kerjanya. Dalam rangka pembinaan terhadap gereja-geraja pembimas Kristen hanya mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) yang bersifat pendataan keberadaan adanya gereja tersebut. Namun SKTL ini sering disalah interpretasikan atau dimultitafsirkan oleh beberapa kalangan gereja. SKTL dianggap tidak sekedar pendataan saja tetapi lebih dari itu dianggap sudah mempunyai kekuatan hukum untuk melaksanakan kegiatan peribadatan di mall-mall atau di rumah, bahkan dianggap mempunyai kedekatan yang kuat terhadap pemerintah. Apalagi format SKTL bentuknya seperti sertifikat sehingga SKTL dibingkai dan ditempel di dinding gereja, ini menunjukan betapa seakan-akan SKTL mempunyai kekuatan hokum yang kuat, apalagi format SKTL yang berupa sertifikat. Selaku Kepala pembimas, Minda kurang sependapat dengan format tersebut, beliau lebih menginginkan kalau SKTL hanya berupa surat keterangan biasa saja, tidak seperti format sertifikat atau ijazah. Beliau bahkan mempertanyakan dasar hukum dibuatnya SKTL itu harus lebih jelas, rujukan perundang-undangannya seperti apa, sehingga SKTL itu posisinya bisa kuat dan bisa dipertanggung jawabkan secara
126
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
hukum. Setiap membuat sesuatu kebijakan sebaiknya didasarkan pada hukum. Demikian Minda mempertegaskan. Selain SKTL pembimas juga mengeluarkan Kartu Kerohanian bagi rohaniawan, kartu ini bisa diperoleh siapapun yang melaporkan ke Pembimas Kristen, tidak hanya untuk para pendeta, karena kartu tersebut bukan legitimasi kependetaan, legitimasi kependetaan hanya dikeluarkan oleh pihak gereja sendiri yang punya aturan tersendiri dalam mekanisme pengangkatan seorang pendeta. Kebijakan lainnya yang dilakukan pembimas berupa sosialisasi peraturanperaturan terkait dengan umat beragama. Adapun kebijakan untuk pendaftaran pembimas tidak melakukan pendaftaran terhadap gereja-gereja baru, pendaftaran dilakukan di Dirjen Bimas Kristen di Jakarta, namun ada hal yang unik dilakukan oleh beberapa gereja di Jawa Barat. Gereja-gereja hanya melakukan pendaftaran oleh sinodenya saja, sehingga ada beberapa gereja di bawah sinode yang tidak melakukan pendaftaran karena mereka beragnggapan pendaftaran cukup dilakukan oleh sinode saja, sehingga mereka cukup beroperasi dengan surat pendaftaran yang dilakukan oleh sinode untuk semua gereja-gereja yang ada didalam sinode tersebut. Sehingga Minda mengharapkan kepada gereja-gereja yang ada didalam sinode sebaiknya melakukan pendaftaran langsung ke Dirjen Bimas Kristen di Jakarta agar posisi mereka lebih kuat baik secara legalitas maupun keberadaannya ditengah-tengah masyarakat tidak dipertanyakan lagi. Adapun terkait gereja-gereja yang tumbuh kembang yang jumlah jemaatnya masih sedikit dan masih sealiran lebih baik bergabung saja dengan gereja lainnya. Bagi gereja yang jemaatnya yang tidak sealiran sebaiknya menghimpun diri Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
127
dalam satu gedung serba guna atau gereja dan bermusyawarah untuk pemakaian jadwal peribatan masingmasing secara bergantian, sembari mengurus dan memenuhi syarat-syarat izin pendirian rumah ibadat, agar gereja-gereja mempunyai legalitas dan umat beribadat di rumah ibadat lebih tenang. Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja Beragam pemikiran pemimpin gereja menyampaikan visi mereka tentang keharmonisan dan kedamaian, terutama pasca adanya UU tentang ormas tersebut. Menurut pendeta Ferly David, belum begitu mengetahui tentang adanya UU tersebut, namun pada prinsipnya Gereja Kristen Pasundan sebagai gereja terbuka, menyadari kalau kami tinggal ditengah-tengah masyarakat mayoritas Islam, maka kami saling belajar dengan mereka, juga dengan agama lainnya seperti Hindu, Buddha, Khonghucu, Katolik dan sebaliknya mereka juga demikian terhadap kami. Hal ini diwujudkan dalam berbagai keterlibatan GKP pada kegiatan seperti camp pemuda lintas iman dan kerja-kerja kemanusiaan. Sebagai gereja tua yang didirikan pada tahun 1934 dan berbadan hukum setelah diperbaharui beberapa kali, terakhir terdaftar dengan SK Dirjen Bimas Kristen No. 9, tgl 27-02-1988. Secara internal gereja melakukan penguatan keimanan. Sedangkan secara eksternal melakukan kerjasama kerja-kerja sosial dan pendidikan melalui yayasan-yayasan milik GKP. Demkian juga dengan pendeta Lasma yang tidak begitu mengetahui tentang UU tersebut, namun jika mendaftarkan diri kepada Kesbangpol dapat menfasilitasi kebutuhan gereja lebih baik, silahkan saja, tetapi apabila justru mempersulit ruang gerak gereja, maka sebaiknya cukup didaftarkan di Kementerian 128
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Agama saja. Adapun dalam rangka menciptakan kerukunan intern dan antarumat beragama Gereja Pentakosata menjalin kerjasama kegiatan dengan masyarakat sekitar, saling toleransi, bahkan dikomplek perumahan seperti saudara, apalagi jumlah umat Kristen dan Islam yang tinggal di sekitar gereja berimbang. Menurut pendeta Frederik, sehubungan dengan adanya UU tersebut belum menelaahnya secara mendalam, namun dari diskusi-diskusi yang berkembang dengan rekan-rekan di media maya dan Jaringan Kerja Antarumat Beragama di Bandung yang anggotanya terdiri dari NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, dll. Bahwa ada keresahan di kalangan ormas agama/ keagamaan, tidak hanya di Kristen saja tapi semua agama. Dengan adanya UU tersebut ada lanprogresif dari pemerintah intervensi terlalu jauh terhadap agama. Kelompok agama dapat di ormaskan, padahal kelompok keagamaan terutama gereja merupakan bukan ormas. Sehingga ada ketakutan dimana ada wakilwakil pemerintah yang tidak mengenal bangunan agama sehingga menerjemahkan regulasi yang kaku. Ada upaya Negara untuk melemahkan ormas keagamaan. Dimana ada regulasi pasti ada sanksi, padahal agama tidak harus diberi disanksi. Jika agama dibuatkan sanksi-sanksi maka orang beragama akan normative, bukan kontemplasi kebathinan, karena kalau normative itu bukan agama. dengan UU No. 17 tahun 2013 tentang Ormas Keagamaan tersebut pemerintah salah langkah. Seharusnya diklasifikasi terlebih dahulu mana organisasi keagamaan, organisasi kebudayaan, organisasi profesi, dll, jadi harus dibedakan terlebih dahulu definisi ormas itu sendiri. Jika pemerintah mempunyai terminologi yang pas untuk yang berbeda-beda tersebut, kehadiran UU tersebut lebih baik. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
129
Lebih lanjut pendeta Frederik menyampaikan bahwa dalam rangka menciptakan kerukunan, keharmonisan dan kedamaian, perlu pengejewantahan nilai-nilai gereja kedalam masyarakat dengan melakukan kerjasama terbuka dalam banyak hal. Misalnya kerjasama dengan Forum Silaturrahmi Kecamatan melakukan pertemuan diantara umat beragama untuk membicarakan masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat, tidak hanya keagamaan saja, tetapi juga seni dan budaya. Kerjasama dengan Masjid menyediakan snack buka puasa untuk Masjid at Taqwa yang disediakan oleh gereja, silaturrahmi antara ibu-ibu gereja dengan majelis taklim, memberikan bantuan di Balai Endah. Kerjasama dengan PD kebersihan pada bulan April ini berbagi berkat kepada 1600 pegawai PD Kebersihan. Sementara kedalam kami memberdayakan jemaat agar mereka punya tanggung jawab humanis, agar mereka mengembangkan kegiatan kedalam maupun keluar. Penguatan kerohanian. Harapan kami kepada pembimas Kristen maksimal menjadi konsultatif bagi gereja-gereja dan juga sebagai corong bagi regulasiregulasi dari pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah dapat tersosialisasi ke gereja, saat ini banyak media yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesanpesan regulasi yang terbaru terkait gereja, bisa melalui Surat resmi atau melalui sms. Kami juga berharap pemerintah berperan aktif dalam mendorong gereja menciptakan dan memelihara ketertiban, keamanan agar lebih kondusif, jika sudah lintas aliran antar gereja, apabila tidak ada arahan akan bersifat destruktif. Menurut Opsir Made Petrus, Gereja Bala Keselamtan selama ini sudah diterima masyrakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia. Sebagai salah satu gereja tua di Indonesia, Gereja Bala keselamatan secara internal tidak mengalami 130
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
banyak kendala di masyarakat, karena sistem gereja yang unik dengan angkatan membuat internal gereja lebih solid. Dalam rangka menciptakan kerukunan intern maupun antar umat beragama, Gereja Bala Keselamatan telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan melalui bidang-bidang pelayanan yang ada di Gereja Bala Keselamatan, baik dibidang pelayanan kerohanian, panti asuhan, pemberantasan buta huruf melaui pembelajaran paket A, B, C, dan PAUD, life skill menjahit bagi ibu-ibu, adanya panti jompo, panti asuhan, dan perumahan ibu dan anak bagi mereka yang ingin mengadopsi keturunan. Di Indonesia rumah adopsi anak satusatunya yang dilegalkan pemerintah. Melalui 8 rumah sakit yang dimiliki Gereja Bala Keselamatan (di Makssar, Semarang, Bandung, Malang, Mando, Turen) serta 20 buah klinik telah banyak membantu masyarakat terutama masyarakat miskin yang termarjinal, membantu mendirikan 500 ribu rumah di Malaboah akibat tsunami. Sehubungan dengan adanya UU tentang ormas, pemahaman kami ormas itu adalah LSM, sementara gereja bukan LSM walaupun kerja-kerja nyatanya adalah kerja-kerja sosial kemanusiaan. Karena hal ini dilakukan untuk mengimplementasikan nilai-nilai ajaran gereja. Jadi harus dibedakan mana ormas bersifat umum dengan gereja. Opsir Made Petrus berharap pemerintah juga harus menciptakan kerukunan diantara intern gereja-gereja dengan menerapkan hukum yang sama tidak hanya berpihak pada satu golongan saja. Selama ini pemerintah hanya menganggap lembaga Kristen yang mereka akui hanya PGI saja, semua informasi hanya melibatkan PGI, padahal PGI “pelit” untuk berbagi informasi kepada yang diluar PGI. Beberapa kebijakan pemerintah yang dihadiri PGI tidak disampaikan oleh PGI kepada lembaga-lembaga aras nasional lainnya, kadangPemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
131
kadang kami dilupakan. Saat ini memang PGI sudah merangkul kharismatik dan Pentakosta, namun mereka juga tidak ingin terus diatur PGI. Pemerintah dalam hal ini pembimas Kristen jika di daerah dan jika di pusat Dirjen Bimas Kristen di Jakarta harus memfasilitasi atau membentuk suatu wadah diluar PGI atau diatas PGI secara nasional, sehingga dapat mewakili dan menaungi semua umat Kristiani, wadah ini didalamnya terdiri dari semua gereja aras nasional yang ada di Indonesia, termasuk kelompok gereja Independen. Karena selama ini PGI tidak cukup mewakili para Kristiani di pemerintahan, PGI hanya mewakili gerejagereja yang bergabung dengannya saja. Dengan adanya wadah baru bagi umat Kristiani ini, maka wadah inilah yang nantinya dapat menjembatani untuk meminimalisir terjadinya kasus-kasus seperti pendirian rumah ibadat bagi gerej-geraja di Indonesia. karena wadah ini sangat refresentatif untuk mewakili umat kristiani secara keselutuhan dari berbagai aliran dalam Kristen yang ada di Indonesia. Dari ungkapan para pemimpin gereja tersebut menunjukan bahwa semua pemimpin gereja berkomitmen untuk menciptakan kerukunan umat beragama baik diintern gereja masing-masing ataupun antarumat beragama. secara intern beberapa pimpinan gereja melakukan penguatan keimanan atau kerohanian terhadap jamaat mereka, sedangkan secara eksternal mereka melakukan berbagai kegiatan-kegiatan kerjasama kemanusiaan melalui beberapa program kegiatan yang mereka miliki, melalui yayasanyasasan milik gereja. Sehubungan dengan adanya UU No. 17 tahun 2013 tentang ormas keagamaan semua pimpinan gereja belum mengetahui persis adanya undang-undang tersebut. UU tersebut jika membawa manfaat bagi gereja kenapa tidak gereja melakukan pendaftaran ke Kesbangpol, namun jika itu 132
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
adalah bentuk intervensi pemerintah untuk mempersulit ruang gerak aktifitas gereja, sebaiknya tidak dilakukan pendaftaran ke Kesbangpol, cukup dilakukan di Kementerian Agama saja. Sebaiknya pemerintah juga membuat klasifikasi tehadap ormas, apakah rumah ibadat seperti gereja, masjid, pure, vihara dapat dikatagorikan sebuah ormas keagamaan, sekalipun dalam gereja, masjid, pure, dll terdapat struktur organisasi seperti organisasi masyarakat pada umumnya seperti PGI, KWI, NU, Muhammadiyah, dll. Karena organisasi dalam rumah ibadat secara internal mengatur tentang peribadatan/kerohanian, tidak semata-mata mengurusi kelembagaan semata. Untuk itu pemerintah harus membuat beberapa criteria terkait syarat-syarat sebuah organisasi yang disebutkan sebagai sebuah organisasi masyarakat dengan organisasi rumah ibadat. Sehingga tidak menimbulkan debat table diantara pemerintah dan ormas keagamaan seperti respon beberapa ormas keagamaan yg tidak mendukung adanya UU tersebut. Jika terjadi debat berkepanjangan dapat mengakibatkan hubungan kurang positif antara pemerintah dan ormas keagamaan, akan muncul saling kecurigaan tanpa alasan diantara kedua belah pihak. Hal ini dapat menciptakan ketidak rukunan antara ormas keagamaan dengan pihak pemerintah. Sementara pemerintah punya niatan baik dengan adanya UU tersebut. Agar ormas dapat mempunyai legalitasnya dalam melakukan aktifitasnya serta pemerintah mempunyai peta data adanya ormas-ormas di masyarakat. Apabila pemerintah akan melakukan kerjasama dan membutuhkan ormas setiap saat dapat dihubungi. Oleh karena itu niatan baik tersebut harus disosialisasikan ke ormas-ormas pada umumnya maupun ormas keagamaan, sehingga mempunyai kesepahaman dalam memahami tujuan dan isi dari UU No. 17 tahun 2013 tersebut. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
133
Relasi Sosial Gereja dengan Masyarakat dan Kemenag Semua para pimpinan gereja mengungkapkan bahwa hubungan sosial antara pihak gereja dengan Kanwil baik-baik saja, hal ini diwujudkan dengan adanya dukungan Knwil dalam hal ini pembimas Kristen terhadap gereja cukup baik, seperti dalam hal administrasi dan beberapa kegiatan Kemenag yang mengundang beberapa gereja untuk terlibat dalam berpartisipasi memenuhi undangan tersebut. Namun beberapa gereja sangat mengharapkan bahwa Pembimas Kristen yang selama ini hanya mengundang melalui sinode atau lembaga keagamaan seperti BAMAG, PGKP (Persatuan Gereja-gereja dan Pendidikan Kristen), PGI, dll. Tetapi langsung mensosialisasikan kepada gereja-gereja bersangkutan secara langsung, karena informasi dari Kanwil Kemenag terkadang tidak sampai ke gereja. Adapun hubungan sosial antara gereja yang peneliti datangi dengan masyarakat sekitar pada umumnya baik saja. Apalagi keberadaan gereja-gereja tersebut lokasinya kebanyakan berada ditengah-tengah kota dan dipinggir jalan raya, dilingkungan sekolah negeri, dekat pasar bahkan disekitar wilayah perkantoran seperti Gereja Rohobot, Gereja Kristen Pasundan, Gereja Kristen Jawa, Gereja Imanuel Hosanah, Gereja Bala Keselamatan. Dengan lokasi seperti tersebut masyarakat sekitar yang notabenya orang-orang bekerja tidak merasa terganggu dan tidak saling peduli karena tempatnya bukan dilingkungan tempat tinggal penduduk, selain itu juga pihak gereja tidak melakukan hal-hal yang menggangu ketertiban umum. Sedangkan gereja Pentakosta yang berada di lokasi bekas pasum di perumahan penduduk di dalam komplek perumahan Antapani tidak dipersoalkan masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan gereja dilokasi tersebut lebih dulu berdiri dan saat itu belum ada perumahan 134
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
sehingga gereja lebih dahulu menempati lahan/wilayah tersebut, beberapa tahun kemudian baru dibangun perumahan disana. Dan lahan tersebutpun adalah ganti lahan atas diambil alihya lahan Gereja Pentakosta ditempat lain yang dijadikan jalan oleh pemerintah. Sehingga izin bangunan gereja tersebutpun dalam pengurusan pemerintah setempat. Selain itu masyarakat perumahan jumlah penduduk Muslim dan Kristenya seimbang, ditambah lagi pihak gereja jika mengadakan kegiatan-kegiatan gereja sering melibatkan tokoh masyarakat setempat, dan masyarakat yang ada di perumahan tersebut.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
135
BAB III PENUTUP Kesimpulan Hasil dari pengumpulan data tersebut dapat di simpulkan sebagai berikut:: 1. Sebagian besar pemimpin gereja berpandangan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh Pembimas Kristen Kanwil Kementerian Agama hanya bersifat administrative yang diwujudkan dalam program kegiatannya berupa pelayanan pembuatan SKTL, memfasilitasi gerej-gereja jika ada permasalah baik intern maupun antarumat beragama, melibatkan gereja dalam kegiatan seperti seminar, training, dll. Dalam hal pengaturan gereja, pembimas tidak intervensi dalam pengaturan organisasi gereja, karena gereja memiliki tata aturan sendiri sesuai degan aturan gereja masing-masing. 2. Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini pembimas Kristen belum banyak mengeluarkan kebijakan terkait dengan pelayanan dan pengaturan organisasi gereja. Hanya melakukan pendataan bagi gereja-gereja yang melaporkan dirinya ke pembimas dengan mengeluarka Surat Keterangan Tanda Lapor ((SKTL) kepada gerejagereja dan melaporkan kegiatannya 2 tahun sekali ke pembimas Kristen. Adapun kebijakan pendaftaran gereja yang mempunyai kewenangan adalah pada Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama di Pusat. Pemerintah dalam hal ini pembimas Kristen sebagai refresentasi gereja,
136
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
belum mensosialisasikan secara maksimal regulasi terkait masalaha gereja sampai ke gereja-gereja. 3. Gereja-gereja tidak merasa terganggu dengan tumbuh kembangnya gereja-gereja baru, sepanjang tertib dan tidak mengganggu kerukunan intern maupun antarumat beragama. Para pemimpin gereja dalam menjaga kerukunan umat beragama secara internal melakukan penguatan kerohanian jemaatnya, sedangkan secara ekternal melakukan kerjasama kepada berbagai stakeholder dalam kerja-kerja sosial, kemanusiaan dan kegiatan keagamaan . Terkait dengan UU No. 17 tahun 2013 tentang Ormas, sepanjang pendaftaran yang dilakukan ke Kesbangpol dapat memfasilitasi gereja membawa kebaikan tidak menjadi masalah, jangan saja UU tersebut menjadikan alat pemerintah untuk mengintervensi ormas keagamaan, dalam hal ini gereja. Gereja tidak perlu diatur pemerintah secara kaku, harus melihat ke pluralitasan oragnisasi gereja itu sendiri, biarkanlah gereja tumbuh kembang asal tidak menggangu kerukunan baik intern maupun antar umat beragama. Rekomendasi 1. Kanwil Kemenag Jawa Barat perlum membuat aturan yang baku terkait bentuk pelayanan dan pengaturan organisasi dengan versi birokrasi, karena pelayanan dan pengaturan organisasi versi gereja dalam konteks peribadatan yang diatur berdasarkan tata aturan gereja sangat berbeda makna dan terjemahan pelayanan dan pengaturan organisasi menurut pandangan pemerintah.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
137
2. Kanwil Kementerian Agama perlu mensosialisasikan secara intensif beberapa kebijakan pemerintah terkait masalah kebijakan dibidang keagamaan kepada pihak gereja secara langsung kepada gereja-gereja, tidak hanya melalui sinode atau lembaga keagamaan lainnya. Misalnya kebijakan tentang PBM, adanya motorium tentang tidak boleh ditambahnya sinode/gereja baru, UU No. 17 tahun 2013 3. Dirjen Bimas Kristen Perlu memfasilitasi dalam pembentukan suatu wadah diluar PGI atau diatas PGI secara nasional, dengan anggota didalamnya terdiri dari semua gereja aras nasional yang ada di Indonesia, termasuk kelompok gereja Independen. Wadah ini yang nantinya dapat mewakili dan menaungi semua umat Kristiani di Indonesia. Wadah baru inilah yang nantinya dapat menjembatani untuk meminimalisir terjadinya kasus-kasus seperti pendirian rumah ibadat bagi gerejgeraja di Indonesia. karena wadah ini sangat refresentatif untuk mewakili umat kristiani secara keselutuhan dari berbagai aliran dalam Kristen yang ada di Indonesia.
138
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
DAFTAR PUSTAKA
Bdk, Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: Word Visi Indonesia, 2008) Bdk, Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit Obor, Jakarta , 2013. Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009. Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011. Eryanto, Makalah Seminar Potensi Dampak UU No. 17 Tentang Ormas, di Hotel Santika Jakarta. Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, Cet. 6, 2003. Pengarahan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam diskusi untuk menambah kelengkapan bahan persiapan penyusunan desain penelitian dan menetapkan judul penelitian ini, 11 Februari 2014. Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI dalam diskusi awal pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari 2014.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
139
Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. “Agama dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis” pp. v-xvi. Jakarta CV Rajawali. Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010. RPJMN 2010-2014, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Bab II tentang Pembangunan Sosial dan Kehidupan Beragama. Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di Indonesia Suatu Upaya Berteologi Secara Kontekstual, dalam buku, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.
140
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
5 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Provinsi Sulawesi Utara
Oleh: Nuhrison M. Nuh
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
141
BAB I KEHIDUPAN KEAGAMAAN UMAT KRISTEN DI SULAWESI UTARA Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Urusan Agama Kristen jumlah denominasi yang terdapat di Sulawesi Utara berjumlah 76 denominasi/organisasi gereja. Denominasi tersebut tersebar pada semua kabupaten dan kota di Sulawesi Utara. Denominasi tersebut adalah: Gereja Nasehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Masehei Injili Sangihe Talaud (GMIST), Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIBM), Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM), Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Kereapatan Gereja Baptis Indonesia ( KGBI ), Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI), Gereja Cahaya Roh Kudus, (GCRK), Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU), Gereja Kegerakan Roh Suci (GKRS), Gereja Iman Sejati Kaum Immanuel (GISKI), Gereja Kristen Menara Injil Indonesia (GKMII), Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI), Gereja Bala Keselamatan (GBK), Majelis Pusat Gereja Pimpinan Rohul Kudus ( ( GPRK), Gereja Persekutuan Pekabaran Injil Rahmat Ilahi (GPPRI), Gereja Sidang Pantekosta Indonesia (GSPI), Gereja Gerakan Pantekosta 9GGP), Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Pantekosta Serikat di Indonesia (GPSDI), Gereja Bethel Tabernakel (GBT), Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT), Gereja Pantekosta (GP), Gereja Penyebaran Injil (GP), Gereja Pantekosta Isa Almasih 142
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
(GKIA), Gereja Segala Bangsa (GESBA), Gereja Pantekosta Rahmat (GPR), Gereja Zending Prostentan Timur, (GZPT), Gereja Pantekosta Merdeka Indonesia (GPMI), Gereja Alkitab Anugerah (GAA), Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK), Gereja Kristen Sangkakala Manado (GKSM), Gereja Pantekosta Kharismatik di Indonesia (GPKdI), Gereja Kristen di Indonesia (GKDI), Gereja Pantekosta Serikat Indonesia (GPSI), Gereja Kerasulan Baru Indonesia (GKBI), Gereja Kerapatan Injil Bangsa Indonesia (GKIBI), Gereja Kristen Bahtera Injil ( GKBI), Gereja Adven Hari Ketujuh Gerakan Pembaruan (GAHKGP), Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Gereja Tuhan Di Indonesia, Gereja Injil Seutuh Indonesia, (GISI), Gereja Isa Almasih (GIA), Gereja Kristen Baitani (GKB), Gereja Kristen Kalam Kudus, Gereja Kalvari Pantekosta Missi Indonesia, Gereja Injil Kasih Karunia Indonesia (GIKKI), Gereja Kristen Protestan Injil Indonesia (GKPII), Gereja Jemaat Kristus Indonesia,(GJKI). Gereja Kasih Anugerah ( City Blessing), Gereja Masehi Injili Talaud (GERMITA), Gereja Pekabaran Injili Jalan Suci, Gereja Bethani Indonesia (GBI), Gereja Mawar Sharon (GMS), Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK), Saksi-Saksi Yehowa Indonesia, Gereja Pekabaran Injil Sungai Air Hidup ( GPI-SAH), Gereja Sungai Yordan Sulawesi Utara, Gereja Tiberias Indonesia (GTI), Gereja Kasih Karunia Indonesia, (GEKARI), Gereja Kristus di Indonesia, Gereja Yesus Kristus dari Orang Orang Suci Zaman Akhir, Gereja Pemberita Injil, Gereja Kegerakan Pantekosta, Gereja Missi Injili Indonesia, Gereja Methodis, Gereja Pantekosta Internasional Indonesia, Gereja Kemanangan Iman Indonesia, Gereja Morning Star, Gereja Yesus Hidup Sejati (GYHS), Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK), Gereja Kristen Yesus Tuhan.(Wawancara dengan Anggraini N.Paat).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
143
Diantara gereja-gereja tersebut ada dua denominasi baru yaitu: Gereja Yesus Hidup Sejati (GYHS), dan Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK). Kedua denominasi baru ini baru melapor pada tahun 2013, dan sinodenya terdaftar di Pusat pada tahun 2012. Sebuah denominasi yang pecah kemudian dibentuk sebuah sinode am, yaitu Gereja Pimpinan Rohul Kudus Yahwe dan Gereja Kristen Pimpinan Rohul Kudus berada dibawah sinode am Majelis Pusat Gereja Pimpinan Rohul Kudus. Sedangkan denominasi yang belum terdaftar tapi sudah beroperasi adalah Gereja Sinar Kemuliaan pimpinan Pdt Jhon Mewo, dan Gereja Kharismatik Siloam (GKS), dipimpin oleh Pdt Simon. Gereja Kharismatik mengaku memiliki jemaat sebanyak 700 orang,sedangkan Gereja Sinar Kemuliaan memiliki jemaat sebanyak 86 orang. Sedangkan jumlah yayasan yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara berjumlah sebanyak 49 buah, yang tersebar di Kota Manado 40 buah, di Kabupaten Minahasa 2 buah, Kabupaten Minahasa Utara sebanyak 3 buah dan Kota Bitung sebanyak 5 buah. Kebanayakan yayasan tersebut bergerak dalam bidang pekabaran injil. Di bidang pendidikan organisasi gereja Kristen di Sulawesi Utara, sangat banyak mempunyai lembaga pendidikan. Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 823 buah sekolah, tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), berjumlah 130 buah, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 99 buah. Bandingkan umlah tersebut dengan Sekolah Dasar Negeri yang berjumlah 993 buah, Sekolah Menengah Pertama, 380 buah dan Sekolah Menengah Atas 144 buah. Data ini menunjukkan bahwa sekolah sekolah milik gereja jumlahnya tidak terlalu jauh bedanya dengan sekolah 144
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
milik gereja. Dengan demikian sumbangan gereja dalam masalah pendidikan di Sulawesi Utara sangat signifikan. Sekolah-sekolah tersebut tersebar pada 11 kabupaten dan 5 kota (Wawancara dengan Jeffry Kawung). Untuk mendidik calon pendeta di Sulawesi Utara terdapat 14 buah Sekolah Menengah Theologi Kristen (SMTK). Sekolah-sekolah tersebut adalah: SMTK Nusa Utara Bulude milik Yayasan Pendidikan Kristen Imanuel; SMTK Baitani Pulutan milik Yayasan Syalom Germita; SMTK Manalu milik GMIST Resort Tabukan; SMTK Sinai Baramuli, milik Yayasan Baramuli; SMTK Kristo Manado, milik Sinode AM Gerejagereja Sulutteng; SMTK Berea Tondano milik Yayasan BAPKRISPA, SMTK Tumaratas Langowan milik Majelis Daerah 1 Sulawesi Utara GGP; SMTK Kawangkoan milik Yayasan Pendidikan KGPM; SMTK Mariri, milik Yayasan Lembaga Pengembangan Pendidikan Mariri; SMTK Lolak milik Yayasan Pendidikan Pembangunan Kemah; SMTK Kosio milik Yayasan Pendidikan GMIBM; SMTK Kotamobagu milik Yayasan Pendidikan GMIBM;SMTK ElSHADDAI Mooat, milik Majelis Darah II Sulawesi Utara BOLMONG, GGP; dan SMTK MOKODITEK milik Yayasan Pendidikan GMIBM. Sedangkan untuk tingkat sekolah tinggi, di Sulawesi Utara terdapat 14 buah sekolah tinggi teologi. Adapun sekolah-sekolah tinggi tersebut adalah; STT SETIA di Sitaro; STT Anderson di Lembean Minahasa Utara; STT Ginosko di Airmadidi Minahasa Utara; STAKAM Apolos di Winangun Manado, STTI Baptis di Teling Manado; STT EL-Shaddai di Sario Manado; STT STEMAKOS di Manado; STT EKKLESIA di Manado; STT Missio Dei di Manado; STT Paraklitos di Tomohon; STAKN di Manado; STT Bahtera di Langowan; STT Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
145
Filadelfia di Langowan dan STT Seapin di Bitung. Kesemua sekolah tinggi teologi tersebut semuanya sudah terakreditasi oleh Dirjen Bimas Kristen. Jumlah penganut agama Kristen di Sulawesi Utara berjumlah 1.615.820 orang. Untuk menampung jumlah jemaat sebanyak itu tersedia 4290 buah gereja, berarti setiap gereja dapat menampung 300 orang jemaat. Mengingat gereja-gereja yang terdapat di Sulawesi Utara umumnya bangunannya terbilang besar, maka keberadaan gereja tersebut sudah cukup menampung jumlah jemaat yang ada. Untuk melayani umat terdapat 9975 orang pendeta, dengan demikian setiap pendeta dapat melayani 150 orang jemaat. Selain itu juga terdapat 1422 pendeta muda, 332 pendeta pembantu, 51760 Majelis Penatua, 571 orang guru injil, 27280 orang guru sekolah minggu dan 52 orang penginjil. Dalam rangka memberikan surat tanda lapor kepada organisasi gereja, Kepala Bidang Urusan Agama Kristen sudah membuat suatu kebijakan yaitu, organisasi gereja bisa melapor kalau sudah tanda terdaftar di Dirjen Bimas Kristen, kalau belum terdaftar di Dirjen Bimas Kristen Jakarta, maka tanda lapor tidak bisa diberikan. Untuk itu mereka disuruh untuk mendaftar ke Jakarta, Kepala Bidang Urusan Agama Kristen akan memberikan surat pengantar. Sebab berdasarkan pengalaman ada beberapa gereja baru yang mengurus ke Jakarta, berhasil memperoleh pendaftaran sinode baru dengan bergabung dengan sinode yang sudah tidak mempunyai aktivitas lagi. Walaupun mereka sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen untuk dapat memperoleh surat tanda lapor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
146
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
1. Membawa surat tanda terdaftar di Dirjen Bimas Kristen 2. Mempunyai jemaat sebanyak 40 KK 3. Mendapat rekomendasi dari tiga denomasi besar (GMIM, GPdI dan KGPM) 4. Susunan pengurus 5. Surat keterangan dari pemerintah setempat (Lurah dan Ketua Lingkungan), terutama tentang nama-nama jemaat yang 40 KK, status gedung 6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Setelah mereka menerima surat tanda lapor, maka setiap tahun mereka harus melaporkan kegiatan mereka. Selain itu mereka dalam menjalankan kegiatannya harus : (a) menjaga kerukunan intern dalam jemaat, (b) melaksanakan kerjasama dalam menciptakan kerukunan antar Denominasi dan Yayasan, (c) mengadakan kerjasama dalam rangka pembinaan antar umat beragama. Untuk menjaga ketertiban lingkungan, (d) diwajibkan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat (RT,RW, Keluarahan, Kecamatan) dan pihak-pihak terkait untuk menjaga ketertiban lingkungan, € wajib melaksanakan kegiatan sesuai dengan AD/ART, (f) agar berusaha aktif dalam persekutuan keesaan gereja yang sudah ada, (g) tidak menimbulkan keresahan pada masyarakat dalam bentuk apapun, (h) setiap akhir tahun memberikan laporan tertulis kepada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara, (i) surat keterangan ini akan diperbaharui setiap 2 (dua) tahun sekali, (j) apabila dikemudian hari pihak gereja tidak memenuhi ketentuan tersebut pada point 1 sampai dengan 9, maka tanda lapor ini akan dicabut dan tidak berlaku lagi.(Lihat Contoh Surat Tanda Lapor)
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
147
Berdasarkan hasil pembicaraan dengan Kabid Urusan Agama Kristen maka organisasi gereja yang dijadikan sasaran penelitian adalah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) sebagai gereja utama, ditambah dengan Kerapatan Gereja Masehi Minahasa (KGPM), dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), dua buah gereja yang baru daftar adalah Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS) dan Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK), kemudian gereja yang belum daftar tetapi telah mengadakan kegiatan adalah Gereja Sinar Kemuliaan dan Gereja Kharismatik Siloam, serta satu yayasan yaitu Yayasan Kemuliaan Allah yang dipimpin oleh Evangelis Herman Kamala. Karena banyaknya denominasi gereja di Sulawesi Utara, maka dinamika internal umat Kristen di Sulawesi Utara sangat tinggi, meskipun demikian tingkatan kerukunan mereka baik internal maupun antar umat beragama sangat tinggi. Memang terdapat dua kasus yang berkaitan dengan internal umat kristiani. Berdasarkan informasi dari para pendeta dan pejabat kementerian agama, terjadinya kasus tersebut lebih disebabkan karena perbedaan dalam memahami ajaran kristiani, dan karena factor kepemimpinan dan materi.
148
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB II TEMUAN PENELITIAN Profil Ringkas Gereja Yang di Teliti. Gereja Masehi Injili di Minahasa GMIM merupakan singkatan dari Gereja Masehi Injili di Minahasa, kata “di” menunjukkan bahwa GMIM adalah gereja yang berada di tanah Minahasa yang terdiri atas jemaatjemaatnya dan tetap konsisten dengan pendiriannya, mengusahakan terwujudnya gereja yang Esa di Indonesia dan pada sifat serta pengakuannya sebagai gereja yang universal. Ketika berdiri tidak terdapat kata “di”, sehingga pada waktu itu GMIM juga terdapat diluar daerah Minahasa, karena ia merupakan gereja suku. Tetapi sejak tahun 1990 kata “di” dipakai sehingga dia menunjukkan wilayah, maka anggota GMIM yang berada diluar Minahasa dianjurkan bergabung dengan gereja setempat.(A.F. Parengkuan: 2004, hal 4-5). GMIM berdiri pada tanggal 30 September 1934. Salah satu alas an penting berdirinya GMIM adalah munculnya rasa nasionalisme dikalangan masyarakat. Selain itu alasan lahirnya GMIM adanya kerinduan orang Kristen Minahasa membebaskan diri dari perwalian gereja colonial dan secara khusus dicatat bagaimana peran guru-guru sekolah Kristen yang mulai mengorganisasikan diri dalam organisasi Pangkal Setia tahun 1917 dan adanya usaha Pemerintah Belanda dan Gereja Protestan mengakhiri ikatan-ikatan yang sudah ada sejak VOC. (Josep M.Saruan: 1999, hal 36).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
149
Sekarang GMIM terdiri dari 110 wilayah, 918 jemaat (pada tahun 2006 terdapat 88 wilayah dan 808 jemaat), dan 800.000 anggota jemaat (sama dengan data tahun 2006). Melalui Sidang Majelis Sinode ke 77 yang berlangsung dari tanggal 24 s,d 28 Maret 2014 terpilih sebagai Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM periode 2014-2018 Pdt Dr. Henni Sumakul, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode (MPS) Dr. Albert Supit, dan Ketua Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode (BPPS), Prof. Dr. Joice Sondakh Lapian SE.MEc. (Manado Post, 01 April 2014, hal 8). Alamat Sinode Jl Raya Kakaskasen, Bukit Inspirasi, Tomohon, Sulawesi Utara. No telp 351036, 351162. Adappun pendeta yang diwawancarai adalah Pdt Yudi Tonari, pimpinan Majelis Jemaat, Diaspora Manado, karena pada waktu itu masih berlangsung Sidang Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM ke 77 di Tomohon untuk memilih pimpinan sinode yang baru. Gereja Pentakosta di Indonesia. Mejelis Sinode Pusat GPdI terdapat di Jakarta, dengan Ketua Dr. Wakare. Jumlah wilayah yang bergabung dengan GPdI sebanyak 120 majelis wilayah, dan 1640 gembala sidang jemaat. Sedangkan Majelis Wilayah /Daerah Sulawesi Utara mempunyai 10 jemaat lokal, dengan anggota jemaat sebanyak 400.000 jemaat. Pimpinan Daerah GPdI Sulawesi Utara adalah Gembala H.O.H. Awuy dengan alamat sinode: Jl Samratulangi No 38 Manado, atau Jl Yos Sudarso No 56, ManadoTelp 862265. Pendeta yang diwawancarai adalah Dr. Revly Pesak, Kepala Biro External GPdI Sulawesi Utara, dan Kepala Biro Pemuda dan Remaja, Persekutuan Gereja-Gereja Pantekosta Indonesia (PGPI).
150
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kerapatan Gereja Kristen Minahasa (KGPM). Gereja ini menganggap dirinya sebagai gereja perjuangan, karena berdirinya pada masa perjuangan menjelang kemerdekaan. KGPM lahir pada tahun 1933, lebih awal satu tahun dari gereja GMIM. Bahkan cikal bakal berdirinya sejak masa Samratulangi. KGPM didirikan oleh BW Lapian. Sekarang KGPM dipimpin oleh Gembala Teddius Batasina, membawahi 245 jemaat, dengan jumlah anggota sebanyak 250.000 orang. Alamat sinode KGPM di Jl 5 September, Sea Malalayang 1 Manado, Telp 865941. Yang diwawancarai adalah Gembala Teddius Batasina, Ketua Sinode KGPM. Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK). Gereja ini berawal dari perkumpulan doa Charismatik Whorship Service (CWS) yang pada awalnya bergabung dengan Gereja Sidang Jemaat Allah. Kemudian karena perbedaan dalam masalah ajaran mereka keluar dari Gereja Sidang Jemaat Allah, dan bergabung dengan Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK) yang berpusat di Subang. Gereja GSJK dianggap sudah tidak aktif lagi, maka SK Dirjennya diambil alih. Gereja ini diberi tanda lapor oleh Bidang Urusan Agama Kristen tahun 2012. Pimpinan Kordinator Wilayah IV membawahi majelis daerah Ambon, Papua, Sulawesi Utara dan Kalimantan. Majelis Daerah Sulawesi Utara membawah jemaat di Bitung (3), Manado (3) dan Minahasa (1). Pimpinan Jemaat, Mejelis Daerah dan Kordinator Wilayah dipegang oleh Pdt Esther Tulenan, yang beralamat di Jl Lumimuut No 30 Mahakeret Manado. Jumlah jemaat sebanyak 300 orang. Yang diwawancarai adalah Pdt Esther Tulenan, Ketua Jemaat GPPK. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
151
Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS). Gereja ini mempunyai semboyan Yakin Hidup Sukses (YHS). Sinode ini berdiri di Pusat pada tahun 2011 di Surabaya, karena memisahkan diri dari Gereja Bethani Indonesia. Yaqub seorang staf sekretariat Gereja YHS, juga surprise begitu cepatnya gereja mereka diterima ketika mendaftar ke Dirjen Bimas Kristen mengingat sejak tahun 1995, pendaftaran tersebut sudah ditutup. Tetapi menurut informasi, mereka mengambil SK yang dimiliki oleh sebuah sinode yang sudah tidak aktif lagi. Pada tahun 2012 akhir mereka memperoleh surat tanda lapor dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara. Ketua Majelis YHS Manado adalah Gembala Yusac Permana, sedangkan sebagai gembala jemaat adalah gembala Hanna Hadi Sumantoro. Jumlah jemaatnya sebanyak 200 orang, menyewa gedung ex Bank Pinaesaan, di Jl Samratulangi No 62 Manado. Yang diwawancarai adalah Yakub, Sekretaris gereja YHS. Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI). Sebuah sinode gereja Tionghoa berdiri tahun 1951 di Majalengka. Karena tidak berkembang dan tidak mempunyai aktifitas, maka pada tahun 1989 diambil alih oleh Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI), dengan surat pengesahan Menteri Kehakiman No JA.8/126/8, tanggal 21 November 1951; SK Departemen Agama RI No 153, 10 Juli 1989, anggota PGI. Tahun 1991 GKSI berdiri di Manado. Pada Tahun 1992 berdiri Majelis Wilayah GKSI Sulawesi Utara, yang membawahi Minahasa Utara, Bitung, Amurang, Manado (6), dan Minahasa Selatan (3). Gereja ini dipimpin oleh Pdt Max 152
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Tombuku, beralamat di Sarongsong 1 Lingkungan II Air Madidi, Telp 891215. Jumlah jemaat gereja ini masih belum begitu banyak karena se Sulawesi Utara hanya berjumlah 300 KK, atau sekitar 1000 orang anggota jemaat. Yang diwawancarai adalah Pdt Max Tombuku, Ketua Majelis Daerah GKSI wilayah Sulawesi Utara. Kebijakan Dirjen Bimas Kristen Dinamika pertumbuhan denominasi gereja sangat cepat, sehingga pada tahun 2010 telah terdapat 323 organisasi gereja, sedangkan di Sulawesi Utara terdapat 75 denominasi, dan 49 buah yayasan yang bersifat gerejawi. Pertumbuhan yang demikian itu, kadang-kadang menimbulkan ekses negative dalam hubungan internal gereja. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Dirjen Bimas kRisten mengeluarkan kebijakan moratorium pendirian sinode/denominasi baru di Indonesia. Terhadap kebijakan tersebut tanggapan pimpinan gereja setelah dilakukan wawancara terbagi dalam tiga pendapat. Pendapat pertama mendukung sepenuhnya terhadap kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh Dirjen Bimas Kristen, sebab menganggap jumlah denominasi gereja yang ada sudah terlau banyak, seperti di Sulawesi Utara sudah terdapat 75 organisasi gerja. Pendapat kedua mendukung kebijakan tersebut diberlakukan terhadap daerah tertentu, tetapi untuk daerah yang masih sedikit jumlah sinode atau organisasi gerejanya, perlu diberi kelonggaran untuk mendirikan sinode atau organisasi gereja baru. Pendapat ketiga, karena hak berserikat dan berkumpul dijamin oleh undang-undang, maka kebijakan tersebut bertentagan dengan Undang- Undang Dasar 1945, oleh sebab itu pembentukan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
153
sinode baru tetap harus diberi kesempatan. Sebagian besar pimpinan gereja yang diwawancarai mendukung pendapat yang pertama. Bahkan hampir seluruhnya menolak kehadiran sinode yang baru. Berkaitan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), sebagian besar pimpinan gereja mengharuskan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM melakukan kordinasi dengan Kementerian Agama sebelum mengesahkan sebuah organisasi gereja. Sebaiknya organisasi yang mau mendaftar ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, membawa surat rekomendasi dari Kementerian Agama, sebab yang mengetahui kebenaran ajaran/teologi dari agama Kristen adalah Kementerian Agama dalam hal ini Dirjen Bimbingan Agama Kristen (Bimas Kristen). Kebijakan Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara. Setiap Bimas Kristen Provinsi mempunyai kewenangan untuk mengatur organisasi gereja di daerahnya, sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Kementerian Agama Wilayah Provinsi Sulawesi Utara dalam hal ini Bidang Urusan Agama Kristen telah mengeluarkan persyaratan bagi gereja yang akan memperoleh tanda lapor yaitu: a) Telah memiliki SK Dirjen Bimas Kristen, b) Ada rekomendasi dari tiga (3) denominasi besar (GMIM, GPdI, dan KGPM), c) Telah mempunyai jemaat sebanyak 40 KK,
154
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
d) Diketahui oleh pemerintah setempat (Lurah dan Kepala Lingkungan), e) Ada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), serta susunan pengurus. Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan gereja, sebagian besar menganggap persyaratan itu masih relevan, agar terdapat ketertiban dalam kehidupan internal umat kristiani. Mereka beralasan kalau sudah memenuhi persyaratan akan memperoleh perlindungan hukum, lebih mudah beradaftasi karena sudah diakui oleh tiga sinode besar, selain itu akan lebih dikenal oleh masyarakat. Terhadap pertanyaan apakah organisasi gereja yang sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen masih perlu melapor dan memenuhi persayaratan yang dibuat oleh Kemeneian Agama di daerah. Sebagaian besar informan menganggap masih perlu melapor, agar aktifitasnya dapat diketahui. Orang yang bertamu ke suatu daerah saja dalam 1 kali 24 jam harus melapor pada pemerintah setempat, apalagi organisasi gereja yang mempunyai aktifitas ditengah-tengah masyarakat, yang kemungkinan dapat mengganggu masyarakat sekitarnya sangat perlu untuk melapor. Lapor itu penting dalam rangka kordinasi, konsolidasi dan control. Selain itu karena Kementerian Agama juga berfungsi sebagai mediasi dan fasilitasi bagi semua kegiatan antar gereja. Ada sebagian pimpinan gereja yang menganggap kalau sudah terdaftar di pusat, cukup melapor saja, tidak perlu memenuhi persyaratan seperti yang ada sekarang ini. Mengenai pelayanan Kementerian Agama, semua pemimpin gereja menganggap sudah baik. Pelayanan yang diberikan antara lain berupa pembinaan, pemberian bantuan, dan diikutkan dalam berbagai kegiatan (seminar, workshop). Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
155
Mengenai pemberian rekomendasi dari tiga sinode besar, pimpinan sinode GPdI menyatakan: “keputusan mengeluarkan rekomendasi dibicarakan dalam siding pleno majelis daerah, dengan memperhatikan doktrinnya, persyaratannya sudah dipenuhi atau belum, tidak menganggu masyarakatsekitar, menanyakan maksud pelayanannya untuk apa? dan yang penting sudah melayani (Wawancara dengan Dr. Revli Pesak, 29 Maret 2014). Sedangkan menurut pimpinan gereja KGPM sebelum rekomendasi dikeluarkan di diskusikan dahulu, kemudian ditanya mengapa dia menginjil di Sulawesi Utara? Umatnya dari mana? Rekomendasi dikeluarkan melalui siding sinode (Pdt Teddius Batasina). Demikian pula GMIM menetapkan rekomendasi setelah melalui pengkajian khusus oleh Bidang Ajaran, Pembinaan dan Penggembalaan, dan dengan memperhatikan syarat-syarat yang dibuat oleh Kementerian Agama (Wawancara dengan Pdt Yudi Tonari, tanggal 29 Maret 2014). Visi Pimpinan Gereja tentang Keharmonisan Beragama. Dalam masyarakat yang majemuk, sangat rentan terjadinya konflik dalam hubungan internal maupun antar umat beragama. Di tengah masyarakat yang dinamika pertumbuhan organisasi gerejanya sangat tinggi perlu menggali berbagai pemikiran yang visioner untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Pemikiran tersebut antara lain: Pdt Dr. Revli Pesak berpendapat untuk mewujudkan kerukunan internal umat kristiani, masing-masing denominasi menghargai doktrin masing-masing; menjunjung tinggi rasa 156
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
saling menghormati; memposisikan GPdI senetral mungkin. Selain itu mengaktifkan forum-forum yang sudah ada seperti Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) dan Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA). Perlu diusulkan agar BKSAUA dibuatkan Perdanya, selain itu dibuat perbedaan antara lembaga keagamaan gereja dengan lembaga-lembaga keormasan biasa, sehingga tidak semua ormas harus mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam Negeri.(Wawancara tanggal 29 Maret 2014) Menurut Pdt Yudi Tonari berpendapat: Baik-baiklah beribadah; jangan mengganggu masyarakat sekitar; penerapan peraturan harus konsisten; harus lapor kepada pemerintah setempat; kalau Pusat mengeluarkan SK harus berdasarkan Bottom Up ( Wawancara tanggal 29 Maret 2014) Sedangkan Evangelis Herman Kemala berpendapat : gereja tidak boleh berpolitik; gereja bertumbuh tetapi kurang berkualitas, maka perlu dikembangkan Iman – Jemaat – dan ekonomi, selain itu gereja jangan selalu merasa benar dan besar sendiri. Kemajuan jangan dicegah, tetapi eksesnya harus dibenahi. Menurutnya gereja kaya tapi miskin fungsi, maka gereja harus terdiri dari lima (5) komponen yaitu: Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala dan Guru.(Wawancara 30 Maret 2014) Berdasarkan pimpinan Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI), Pdt Max Tombuku melapor itu penting agar kegiatan gereja tersebut diketahui; perlu ada ketegasan dari Kementerian Agama, jangan terpengaruh oleh keputusan BAMAG; harus dibuat ketentuan tertulis tentang penyetopan pembentukan sinode baru; munculnya denominasi baru bukan karena missi dari Tuhan, tapi karena missi pribadi; denominasi baru muncul karena perbedaan paham dan perebutan kekuasaan; bagi gereja yang belum lapor tapi sudah Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
157
melayani perlu dilakukan penertiban. Selain itu pejabat Kementerian Agama harus bersifat proporsional, professional dan netral.(Wawancara tanggal 31 Maret 2014) Pdt Teddius Batasina (KGPM), gereja tidak pernah menyelamatkan, yang menyelamatkan adalah iman, maka tidak perlu mendirikan banyak organisasi gereja, pilih saja yang sudah ada; kalau sudah ada medianya tinggal pilih saja media mana yang dianggap cocok dan sesuai dengan hati nurani; jangan saling mengganggu; jangan mengembangkan perbedaan theologies; membangun sinergisitas dan ke esaan dalam gerakan oikeumene; perlu didirikan Sinode Am, dimana semua organisasi gereja bergabung, sehingga menjadi : “ Gereja Kristen Yang Esa: Jemaat KGPM; semakin mempererat konsolidasi, untuk itu setiap kegiatan yang diadakan Kementerian Agama undangan langsung ditujukan kepada pimpinan sinode. Pendirian sinode-sinode baru sangat mengganggu sinode yang sudah lama berdiri. Banyak jemaat GMIM dan KGPM yang pindah ke sinode baru tersebut, mereka pindah karena melihat kreatifitas ibadah dan isi khutbah membangkitkan dari sonode baru tersebut, maka hal tersebut harus dijadikan introspeksi diri.(Wawancara tanggal 1 April 2014). Relasi Kemenag Sulawesi Utara dan Pimpinan Gereja Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pimpinan gereja (10 orng) umumnya menganggap relasi antara pimpinan gereja dengan Kementerian Agama Provinsi d.h.i Bidang Urusan Agama Kristen berjalan dengan baik dan
158
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
intensip. Hal itu dapat dilihat dari pendapat mereka dibawah ini. Menurut Pdt Teddius Batasina, relasi Kementerian Agama dengan pimpinan gereja berlangsung sangat baik terutama dalam masalah konsolidasi, komunikasi dan kordinasi. Kalau ada issu-issu krusial selalu melakukan komunikasi dengan pimpinan gereja.(Wawancara, tangal 1 April 2014). Pdt Max Tombuku berpendapat, gereja kecil merasa lebih dekat dengan pejabat Kementerian Agama, kalau mereka dating kita sangat senang, untuk itu kalau mereka dating kita anggap sebagai pejabat pemerintah, sedangkan kalau gereja besar kunjungan itu dianggap biasa. Menurutnya relasi terjadi dalam dua arah, kadang-kadang gereja yang mengundang, kadang-kadang Kementerian Agama yang mengundang. (Wawancara tanggal 31 Maret 2014). Evangelis Herman Kemala berpendapat:” Relasi sangat baik, karena Kementerian Agama memberikan pembinaan, memberitahukan tentang berbagai peraturan, memberikan contoh keteladanan, mengajar dan bekerjasama, member tahu yang belum diketahui.(Wawancara tanggal 30 Maret 2014). Pdt Yudi Tonari berpendapat: selalu ada komunikasi yang intensif, Kementerian Agama merupakan mitra dalam pelayanan gereja, tempat menyampaikan sesuatu, membina dan mengarahkan gereja, banyak melengkapi pemahaman pimpinan gereja, membekali para pimpinan gereja dengan pengetahuan baru (Wawancara, tanggal 29 Maret 2014). Pdt Dr. Revli Pesak berpendapat:” sangat berterima kasih kepada Kementerian Agama, sebab tanpa Kementerian Agama gedung Pantekosta Center tidak akan selesai; terjadi relasi yang baik antara sinode dan Kementerian Agama; Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
159
komunikasi berjalan baik antara GPdI dengan Bidang Urusan Agama Kristen.( Wawancara, tanggal 29 Maret 2014). Sedangkan Pdt Esther Telenan berpendapat, pelayanan Kementerian Agama sangat baik, terbukti kita dilayani dengan baik ketika lapor tentang keberadaan Gereja Pelayanan Penyembahan Karismatik (GPPK). Pelayanan tersebut berupa petunjuk dan pengarahan-pengarahan yang harus dilakukan agar dapat diterima oleh sinode besar. (wawancara, tanggal 28 Maret 2014).
160
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian disimpulkan sebagai berikut:
sebelumnya,
maka
dapat
1. Pada umumnya pemimpin gereja di Sulawesi Utara mendukung sepenuhnya kebijakan Dirjen Bimas Kristen yang mengeluarkan kebijakan moratorium terhadap pendaftaran organisasi atau denominasi gereja baru. Mereka beralasan sekarang sudah terlalu banyak organisasi atau denominasi gereja, sebaiknya bagi yang baru mau mendaftar bergabung saja dengan organisasi atau gereja yang sudah ada. Berkaitan dengan keluarnya UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, para pemimpin gereja berpendapat tetap pendaftaran tersebut di Kementerian Agama, karena organisasi keagamaan berada dalam binaan Kementerian Agama. Untuk itu sebelum di syahkan oleh Kemenkum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri tetap harus kordinasi dengan Kementerian Agama. 2. Kebijakan Kementerian Agama Provinsi mengenai syaratsyarat yang harus dipenuhi ketika sebuah organisasi atau denominasi gereja akan melapor, masih dianggap relevan dipertahankan karena untuk menjaga ketertiban dan mencegah konflik dalam masyarakat. Bagi organisasi atau denominasi gereja yang sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen masih tetap diharuskan melapor ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dengan memenuhi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
161
persyaratan yang sudah ditetapkan. Menyangkut pelayanan Kementerian Agama Provinsi, sebagian besar pimpinan gereja menganggapnya sudah baik, dan sangat diperlukan keberadaannya. 3. Banyak pemikiran yang dikemukakan oleh pimpinan gereja agar terdapat keharmonisan dalam kehidupan umat beragama, diantaranya yang menyelamatkan manusia adalah iman bukan organisasi gereja, maka tidak perlu mendirikan gereja yang baru. Perlu dibentuk Sinode Am yang membawahi semua denominasi yang ada, sebagai contoh: Gereja Kristen Yang Esa: Jemaat KGPM. Agar pimpinan denominasi menghargai perbedaan doktrin masing-masing. Meningkatkan aktifitas forum-forum yang sudah ada seperti Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) dan Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA). Aturan harus ditegakkan secara konsisten, untuk itu gereja yang belum terdaftar tetapi sudah menjalankan aktifitasnya harus ditertibkan. Sebagian kecil dari pendeta ada yang berpendapat Kementerian Agama perlu membuat kebijakan tertulis tentang penyetopan pembentukan sinode baru, sebagian yang lain mengusulkan agar Kementerian Agama mengadakan pendekatan kepada pimpinan gereja aras nasional agar masing-masing dari mereka membuat aturan memperketat penerimaan anggota baru. 4. Pada umumnya para pimpinan gereja berpendapat bahwa relasi antara pimpinan gereja dan Kementerian Agama Provinsi (Bidang Urusan Agama Kristen) terjalin dengan baik, ada komunikasi dua arah kadang-kadang Kementerian Agama yang mengundang, kadang-kadang gereja yang mengundang. Dalam situasi tersebut kedua 162
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
belah pihak berusaha untuk selalu memenuhi undangan tersebut. Kementerian Agama selalu memberikan bimbingan, pengarahan, memberikan contoh, memberitahu berbagai peraturan dan bekerjasama dalam berbagai kegiatan. Saran – Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan halhal sebagai berikut: 1. Perlu di sosialisasikan kepada umat Kristen, mengapa perlu dilakukan moratorium pendirian organisasi atau denominasi gereja baru bagi keberlangsungan oikumene. Perlu pula dijelaskan bahwa yang dibatasi adalah pembentukan organisasi gereja bukan pendirian gedung gereja yang baru, sebab masih terdapat pemahaman adanya pembatasan pendirian gedung gereja yang baru. 2. Perlu ada penertiban terhadap organisasi gereja yang belum terdaftar, atau sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen tetapi belum melapor kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, karena belum dapat memenuhi persyaratan yang disyaratkan. 3. Kementerian Agama perlu melakukan kordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, agar dalam menerima pendaftaran organisasi keagamaan termasuk organisasi gereja, selalu mengadakan komunikasi dan meminta informasi kepada Kementerian Agama. Bila mungkin dalam PP-nya nanti diatur bahwa organisasi keagamaan mendaftarnya di Kementerian Agama, bukan di Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Hukum Dan HAM. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
163
DAFTAR KEPUSTAKAAN A.F. Parengkuan, MTh, GMIM dan Pekabaran Injil, Catatan Historis Mengenai Gereja di Minahasa Yang Masehi dan Injili, dalam buku Menggali Harta Terpendam: Penelusuran Jejak Sejarah Pekabaran Injil dan Kelembagaan GMIM, Panitya Perayaan HUT ke-70 GMIM Bersinode, Tomohon, 2004. Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit Obor, Jakarta, 2013. Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009. Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011. Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta: World Visi Indonesia, 2008. Eryanto, Makalah :disampaikan dalam seminar” Potensi Dampak UU No 17 tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Hotel Santika, Jakarta, 23 September 2013. Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, cet 6, 2003. Josef M.Saruan, Gereja dan Masyarakat, (1930 – 1945), Masa Awal Pertumbuhan GMIM, BPS-GMIM, Tomohon, 1999.
164
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Nuhrison M.Nuh, Mengenal Gereja Lokal: Studi Kasus Gereja Masehi Injili di Minahasa, Jurnal Harmoni, Volume V, Nomor 19, Juli-September 2006. Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). "Agama: Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis", Jakarta: CV Rajawali, 1988. Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010. RPJMN 2010 – 2014, Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 Bab II tentang Pembangunan Sosial dan Kehidupan Beragama. Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di Indonesia Suatu Upaya Berteologi Secara Kontekstual, dalam buku, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993. Wakhid Sugiyarto, Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja Bethel Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan Implementasinya Bagi Gerakan Oikumene serta Kemajemukan Indonesia di Surakarta (Solo) Jawa Tengah, Jakarta, 2013. DAFTAR INFORMAN 1. Pdt Dr. Revli Pesak dari Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI). 2. Pdt Yudi Tonari dari Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). 3. Gembala Teddius Batasina dari Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) 4. Pdt Esther Telenan, dari Gereja Pelayanan Penyembahan Karismatik(GPPK).
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
165
5.
Pdt Max Tombuku dari Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI). 6. Yakub dari Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS). 7. Pdt Jon Mewo dari Gereja Sinar Kemuliaan. 8. Pdt Simon dari Gereja Karismatik Siloam 9. Ev Herman Kemala, dari Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah 10. Dra. Anggraini. N.Paat, MSi, Kabid Urusan Agama Kristen 11. Pdt Sonia N. Tampaguma, MTh, Kasi Kelembagaan 12. Olty.R. Paila, STh, Kasi Sistem Informasi.
166
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
5 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Kota Semarang, Jawa Tengah
Oleh: Syaiful Arif
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
167
BAB I GAMBARAN UMUM WILAYAH Demografi Keagamaan Kota Semarang terletak antara garis 650’ – 710’ Lintang Selatan dan garis 10935 – 11050’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 sampai 348,00 di atas garis pantai. Secara administratif, kota ini terbagi atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang tercatat 373,70 Km-2. Luas yang ada, terdiri dari 39,56 Km-2 (10,59%) tanah sawah dan 334,14 (89,41%) bukan lahan sawah. Menurut penggunaannya, luas tanah sawah terbesar merupakan tanah sawah tanadh hujan (53,12%) dan hanya sekitar 19,97%-nya saja yang dapat ditanami dua kali. Lahan kering sebagian besar digunakan untuk tanah pekarangan atau tanah bangunan dan halaman sekitar, yaitu 42,17% dari total lahan bukan sawah. Secara umum penduduk Kota Semarang terdiri dari umat beragama yang memeluk agama Islam, Katholik, Kristen dan Buddha. Pada tahun 2012, jumlah pemeluk agama-agama secara total meliputi; Islam (1.302.349), Katholik (115.355), Kristen (110.232) dan Buddha (18.457). Dengan demikian, warga Kota Semarang yang beragama Kristen menempati
168
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
urutan ketiga terbanyak setelah Islam dan Katolik. Berikut data pemeluk agama perkecamatan: Tabel 1 Pemeluk Agama di Kota Semarang Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kecamatan Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Smg. Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Smg. Timur Smg. Utara Smg. Tengah Smg. Barat Tugu Ngaliyan
Islam 53.249 72.117 104.841 55.022 66.635 65.265 123.558 145.313 86.522 65.812 53.976 103.402 43.588 125.029 30.565 107.454
Katholik 1.448 1.264 11.929 4.389 7.425 6.785 9.225 13.111 2.429 3.478 11.280 11.466 10.373 14.819 146 5.787
Kristen 1.809 1.338 10.491 3.690 6.720 6.667 9.432 13.663 2.349 3.102 9.937 10.216 9.715 14.932 174 5.996
Budha
14 199 653 172 649 504 372 1.577 116 745 2.298 2.399 6.340 1.593 12 813
Sementara itu, tempat ibadah di Kota Semarang meliputi Masjid (1.129), Musholla (1.931), Gereja/Kapel (289) dan Vihara (38). Berikut data tempat ibadah secara rinci perkecamatan pada tahun 201144:
44
Semarang dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2012, h., 3,
164, 342
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
169
Tabel 2 Data Tempat Ibadah Tahun 2011 No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Smg. Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Smg. Timur Smg. Utara Smg. Tengah Smg. Barat Tugu Ngaliyan
Masjid
Musholla
69 94 115 57 59 50 110 123 54 53 39 54 28 111 17 96
140 223 121 61 53 44 196 203 240 62 87 106 71 87 86 151
Gereja/ Kapel 15 4 33 17 21 12 20 17 6 9 22 29 18 51 1 14
Vihara 1 2 1 1 2 1 0 3 0 0 6 0 17 4 0 0
Dalam kerangka kehidupan keagamaan Kristen, Kota Semarang memiliki 55 sinode dan 224 gereja di dalamnya. Berdasarkan data Penyelenggara Bimas Kristen Kementerian Agama Kota Semarang pada tahun 2013, terdapat beberapa sinode dengan jumlah gereja terbesar, meliputi; Gereja Baptis Indonesia (GBI) 26 gereja, Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI) 26 gereja, Gereja Isa Almasih (GIA) 23 gereja, Gereja Kristen Jawa (GKJ) 18 gereja, Gereja Bethel Indonesia (GBI) 16 gereja, Gereja Bethel Tabernakel (GBT) 11 gereja, dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) sebanyak 8 gereja. Disamping itu terdapat pula sinode dengan jumlah gereja minimum 1 buah, seperti Gereja Kristen Getsimani, Gereja Kristen Ketulusan Hati, Gereja Kristen Perjanjian Baru, Gereja Katolik Bebas, dll. Berikut ini data lengkap sinode dan gereja di Kota Semarang:
170
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Tabel 3 Data Sinode dan Gereja Kota Semarang Tahun 201345 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU) Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Gereja Injili Di Tanah Jawa (GITJ) Gereja Isa Almasih (GIA) Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Gereja Kristen Indonesia Injili (GKII) Gereja Bala Keselamatan (GKB) Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Gereja Baptis Indonesia (GBI) Gereja Bethel Tabernakel (GBT) Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI) Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Gereja Jemaat Kristen Indonesia (JKI) Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN) Gereja Kristen Baithani (GKB) Gereja Sidang Jemaat Pantekosta (GSJP) Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK) Gereja Pantekosta Serikat Indonesia (GPSI) Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia (GPSDI) Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT) Gereja Gerakan Pantekosta (GGP) Gereja Kristus Tuhan (GKT) Gereja Kristus Tuhan Indonesia (GKTI) Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII) Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Jumlah Gereja 18 buah 8 buah 6 buah 6 buah 1 buah 23 buah 4 buah 2 buah 5 buah 3 buah 3 buah 3 buah 26 buah 11 buah 26 buah 16 buah 7 buah 3 buah 6 buah 3 buah 4 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 3 buah 1 buah 1 buah 3 buah 1 buah 1 buah
45 Data Gereja Di bawah Sinode Kota Semarang Tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah, h., 1-11, Data Sekolah Tinggi Theologia Kristen Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013, h., xlii
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
171
33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53.
Gereja Kerasulan Baru Indonesia (GKBI) Gereja Kristen Anugerah (GKA) Gereja Kristen Nazarene (GKN) Gereja Santapan Rohani Indonesia (GSRI) Gereja Penyebaran Injil (GPI) Gereja Anugerah Injil Sepenuh (GAIS) Gereja Injil Seutuh Indonesia (GISI) Gereja Segala Bangsa (GSB) Gereja Methodist Indonesia (GMI) Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) Gereja Kristen Getsimani (GKG) Gereja Kristen Ketulusan Hati Gereja Kristen Perjanjian Baru Gereja Katolik Bebas Gereja Baptis Indonesia Independen Gereja Kristus Rahmani Indonesia Gereja Pimpinan Rohul Kudus Gereja Orthodox Indonesia Semarang Gereja Saksi Yehova Gereja Orang Suci Zaman Akhir Gereja Yesus Sejati
1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 3 buah 1 buah 1 buah
Tabel 4 Pendidikan Tinggi Theologia Kristen Kota Semarang Tahun 2013 No.
Nama
1.
Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia Akademi Theologia Kristus Alfa Omega Sekolah Tinggi Theologia Aliansi Sekolah Tinggi Theologia Eklesia Sekolah Tinggi Theologia Harvest
2. 3. 4. 5.
172
Tahun Berdiri 1954 -
Lembaga Sponsor Yayasan Baptis -
Alamat Jl. Simongan No. 1
1996
-
Jl. Puri Anjasmoro B1 J-1/104 Jl. Gunung Talang 24
1994
-
Jl. Srinindito 1 No. 7
1999
World Harvest
Ruko Mutiara Mariana No. 40
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB II TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Semarang memiliki 55 denominasi gereja dan 224 gereja. Dengan demikian, semua denominasi telah diakui sebagai bagian dari keluarga besar Kristen. Dengan jumlah yang lumayan besar tersebut, akan terlihat dinamika yang menyimpan perbedaan laten meskipun tidak menimbulkan konflik di permukaan. Hal ini tidak lepas dari berkembangnya forum-forum kerukunan antar-denominasi, seperti Persekutuan Gereja-gereja Kota Semarang (PGKS), Jaringan Doa Sekota (JDS), Garis Depan (Garda) dan Badan Musyawarah Antar Gereja (Bamag). Forum kerukunan yang bersifat sukarela ini memerankan peran signifikan dalam menjembatani perbedaan paham keagamaan di antara umat Kristiani. Hanya saja, masih terdapat “duri dalam daging”. Yakni terdapatnya tiga denominasi gereja yang memiliki paham keagamaan di luar mainstream kekristenan. Paham nonmainstream ini merujuk pada penolakan mereka atas trinitas, yakni dogma kesatuan tiga antara Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Ketiga denominasi tersebut ialah; Saksi Yehova, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (OSZA), dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI). Saksi Yehova menekankan pusat keimanan kepada Yahweh (Allah), bukan Yesus. Namun dalam konteks ini, mereka tetap mengimani keilahian Yesus, meskipun Yesus
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
173
bukanlah Yahweh.46 Sementara itu, Gereja OSZA menekankan pada keterpisahan tiga pribadi Allah, Yesus dan Roh Kudus serta mengimani kenabian yang hingga hari ini masih berjalan. Maka pimpinan pusat Gereja OSZA merupakan nabi yang masih mendapatkan wahyu hingga hari ini. Sedangkan JAGI merupakan denominasi baru –disahkan pada tahun 2000- yang memiliki paham tauhid (Unitarian). Mereka menolak ketuhanan Yesus dan mengimaninya sebagai nabi dari Allah. Mereka mengajak kembali pada ketuhanan Abrahamik yang Esa, yang merupakan kesinambungan antara Yahudi, Kristen dan Islam.47 Ketidakaktifan tiga denominasi ini di dalam PGKS menyiratkan konflik laten tersebut, sebab dengan demikian, mereka membedakan diri dengan mainstream kekristenan, demikian sebaliknya. Hanya saja akibat kebijakan Pembimas Kristen Jawa Tengah, ketiga denominasi tersebut dimasukkan ke dalam BAMAG, sehingga relatif terjadi komunikasi antar gereja mainstream dan non-mainstream. Menariknya para pejabat Kementrian Agama kekristenan, sejak Pembimas Kristen Jateng hingga Penyelenggara Bimas Kristen Kota Semarang, tidak sepenuhnya sepakat dengan ketiga denominasi di atas. Artinya, persetujuan dan perizinan mereka atas Yehova, OSZA dan JAGI, murni ketaatan struktural sebab Dirjen. Bimas Kristen telah mengesahkan ketiga denominasi tersebut. Ada suatu keterpaksaan untuk menerima keputusan itu, sebab sebagai umat Kristen, para pejabat Bimas Kristen Semarang tentu menolak pandangan teologis dari Yehova, OSZA dan JAGI. Ini menimbulkan 46 Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarakan? Jakarta: Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia, 2012, h., 8 47 Tjahjadi Nugroho, Manusia Yesus Kristus, Menguak Misteri, Melihat Keunikan, Memperoleh Kuasa Iman, Masuk Kodrat Ilahi, Semarang: Yayasan SADAR, 1995, h., 17
174
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
pelayanan yang tidak maksimal, dari Bimas Kristen kepada tiga denominasi yang dianggap menyimpang tersebut. Persoalan penelitian ini, yakni Pandangan Pimpinan Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja mendapatkan konteksnya di dalam persoalan di atas. Bukan bagaimana pimpinan gereja dan Kemenag mengatur gereja yang dilarang, sebab tidak ada gereja atau organisasi gerejawi yang dilarang. Melainkan bagaimana pimpinan gereja dan Bimas Kristen menanggapi berbagai denominasi gereja yang memiliki paham Kristologis di luar mainstream. UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bisa menjadi kerangka diskursif bagi persoalan ini. Sebab secara implisit, UU tersebut memberikan celah kepada organisasi keagamaan untuk mengesampingkan perdebatan serta perbedaan teologis di bawah naungan kesamaan pandangan kebangsaan. Artinya, bisa saja UU tersebut memperkuat legitimasi organisasi gereja non-mainstream karena persyaratan organisasi kemasyarakatan hanya terletak di dalam pandangan kebangsaannya, bukan keagamaannya. Pandangan Regulasi Gereja Untuk kepentingan ini, penelitian ini akan memaparkan keragaman pandangan pimpinan gereja di Kota Semarang. Keragaman ini sengaja digambarkan apa adanya terlebih dahulu, untuk dibuat kesimpulan setelahnya. Dalam menanggapi persoalan regulasi organisasi gereja, sebagai konsekuensi dari UU No. 17/2013, para pimpinan gereja memiliki beragam pendapat. Berikut ini adalah ragam pendapat tersebut:
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
175
1.
Pdt. Djoko Sukono, M.Th, Dosen Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STTBI) dan pendeta Gereja Baptis Indonesia (GBI).
Di Jawa Tengah terdapat 96 denominasi Kristen dan 2010 gereja. Sementara di Semarang terdapat 55 denominasi dan 235 gereja. Ini menggambarkan kemajemukan internal kekristenan. Untuk merawat kemajemukan ini, terdapat forum kerukunan berupa; Persekutuan Gereja Kota Semarang, Garis Depan (Garda), Asosiasi Pendeta Indonesia (API), LPPD, Jaringan Doa Sekota (JDS), dan Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Kota Semarang. Hanya saja baru Bamag yang telah terdaftar di Kemenag dan Kesbanglimaspol Kota Semarang. Yang lain belum terdaftar sebab belum merambah hingga ke level kecamatan, sesuai dengan batasan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33/2012. Dalam kaitan ini, pengaturan atas organisasi gereja memang diatur oleh dua lembaga sekaligus, yakni Kemenag dan Kesbanglimaspol. Dalam hal ini, Kemenag hanya bisa mengeluarkan “Surat Izin Operasional” setelah sebelumnya mendapat “Surat Keteranggan Terdaftar” (SKT) dari Kesbanglimaspol. SKT ini harus diperbarui tiap lima tahun sekali. Oleh karenanya, menanggapi persoalan regulasi organisasi gereja, maka baiknya terdapat pembagian wewenang yang proporsional. Pembagian ini merujuk pada pemilahan wilayah kerohanian yang menjadi wewenang Kemenag dan wilayah kemasyarakatan-kebangsaan yang menjadi wewenang Kesbanglimaspol. Dengan adanya pembagian ini, kedua otoritas tersebut tidak bisa sendiri176
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
sendiri, melainkan harus saling mensyaratkan. Artinya, pengesahan oleh Kesbangpol harus didukung oleh pengesahan Kemenag, demikian sebaliknya.48
2.
Pdt. Rahmat, PR, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Pengurus PGKS
Yang perlu dirumuskan adalah batasan pengaturan, antara wilayah Kemenag dan Kesbangpol dalam regulasi organisasi gereja. Untuk aktivitas ibadah, ritual dan sakramen yang merupakan keyakinan terstruktur, merupakan wewenang Kemenag. Sementara ketika menyangkut perkumpulan, persekutuan, sosialisasi dan kemanusiaan, menjadi wewenang Kesbangpol. Inilah yang menjadi esensi dari UU No. 17/2013 tentang Ormas. Hal sama terjadi ketika gereja mendirikan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan kemanusiaan. Yayasannya tentu terkait dengan UU Yayasan, namun gereja tetap menaungi aktivitas yayasan tersebut, meskipun di bawah badan hukum yang berbeda. Dalam rangka perawatan kemajemukan, PGKS telah mengembangkan kegiatan bersama lintas denominasi. Seperti, merayakan perayaan Gerejawi secara kolektif, anjang sana antar gereja, melakukan aksi kemanusiaan bersama, misalnya peduli banjir Semarang, serta mendukung program pemerintah dengan melakukan sosialisasi kebijakan kepada jemaat. Sayangnya, kegiatan kerukunan PGKS tidak sepenuhnya didukung Penyelenggara Bimas Kristen. Sebab 48 Pandangan ini disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) pimpinan gereja Kota Semarang di Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STTBI) Semarang, 3 April 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
177
Penyelenggara hanya mengakui status gereja, namun tidak melibatkannya di dalam program Bimas Kristen. Hanya saja terkait dengan kerukunan intern umat Kristiani, dibutuhkan penetapan standar baku teologia Kristen sebagai prasyarat disahkannya suatu organisasi gereja. Standar baku ini tentu merujuk pada trinitas sebagai inti dari Kristologi. Maka, pembatasan terhadap hak mendirikan gereja tidak bisa dilakukan selama gereja tersebut tetap menganut trinitas.49 3.
Aryanto Nugroho, pendeta Gereja JAGI
Berangkat dari kesepahaman dengan pemikiran KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bahwa agama merupakan urusan pribadi antara manusia dengan Sang Khaliq. Sehingga pengaturan negara atas kehidupan beragama tidak seharusnya seperti pengaturan negara atas partai politik, sekolah atau perusahaan. Pengaturan tersebut tidak bisa bersifat mekanis, melainkan humanis. Hal ini penting sebab di Indonesia, pengaturan negara atas agama Kristen lebih rumit daripada pengaturan negara atas agama Islam. Sebab ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah misalnya, tidak harus melaporkan diri setiap saat kepada Bimas Islam. Sedangkan Kristen memang memiliki sejarah berbeda, di mana Kristen di Eropa pada saat itu memang berada di bawah kondisi totalitarian, yakni under pressure di bawah Katolik, sehingga muncul secara sporadis dengan berbagai konsep yang berbeda di
49
Hasil FDG Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April
2014
178
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Eropa. Sehingga Kristen memunculkan persoalan eksklusif yang berbeda dengan agama-agama lain. Hal ini berbeda dengan kalangan muslim. Orang Muhammadiyah misalnya, tidak mencari masjid Muhammadiyah untuk sholat, melainkan hanya mencari masjid terdekat. Demikian juga NU. Terkecuali organisasi eksklusif seperti LDII yang tidak mau melebur dengan muslim lain. Sehingga mereka tak perlu repot-repot mencatatkan diri sebagai orang NU atau Muhammadiyah. Maka dalam keluarga muslim, sangat mungkin terjadi perbedaan paham keagamaan di satu keluarga. Sementara di Kristen memiliki konteks sejarah yang unik, sehingga gereja terbentuk perdenominasi. Jika yang terjadi demikian, maka negara bisa melakukan dua kemungkinan tindakan. Pertama, menambah kerumitan tersebut. Atau kedua, memperhalus kerumitan tersebut. Kalau ingin menambah kerumitan, maka negara akan mengatur Kristen seperti mengatur partai, sekolah dan perusahaan. Yakni melakukan standarisasi atau meminta laporan mekanis sehingga agama akhirnya menjadi angka. Misalnya ada kasus yang unik. Di Semarang ini terdapat orang-orang Kristen yang beribadah di banyak gereja. Lalu yang mencatat siapa? Jika masing gereja mencatat orang tersebut, maka seolah jumlah umat Kristen di Semarang meledak begitu besar. Maka statistiknya menjadi kacau. Oleh karena itu, pencatatan jemaat dibatasi saja sebagai bagian dari absensi kehadiran, tidak harus diikat menjadi bagian keanggotaan denominasi. Yang perlu dicatat adalah laporan yang bersifat kualitatif. Misalnya laporan tentang persoalan moral di kalangan jemaat, seperti maraknya perceraian di masyarakat Semarang yang sebagian besar ternyata orang Kristen. Gereja Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
179
sebaiknya berbicara tentang krisis ini sebagai upaya untuk membumikan larangan Yesus atas perceraian. Jika pelaporan mekanis yang ditekankan, sama dengan perebutan ikan oleh nelayan Pekalongan dan Tegal, padahal ikan yang diperebutkan tersebut selalu bergerak. Demikian juga jemaat gereja yang selalu bergerak. Oleh karena itu, berdasarkan diskusi dengan Gus Dur ketika masih hidup; maka negara semestinya hanya menjalankan fungsi pembinaan dan pencatatan. Bukan standarisasi dan pendaftaran. Jadi dalam pencatatan yang dilakukan hanyalah infentarisasi kondisi lapangan serta pembinaan kerukunan berupa dialog dan tatap muka antara pemerintah dan Pembina umat, serta aktivitas bersama yang menjembatani perbedaan paham keagamaan. Sehingga ketika umat Kristen berkumpul, tidak ada lagi benturan tafsir. Dalam hal ini umat Kristen patut belajar dari kalangan muslim yang mampu mendamaikan perbedaan. Misalnya, Gus Dur yang menyebut Muhammadiyah sebagai “NU modern”, dan menyebut NU sebagai “Muhammadiyah kuno”.50 Dalam kaitan ini pimpinan Gereja JAGI, Tjahjadi Nugroho menambahkan bahwa pemerintah tidak bisa membatasi hak umat beragama untuk mengembangkan keyakinannya selama pengembangan tersebut tidak mengandung tindakan kriminal dan oleh karenanya melanggar UU. Hal ini terkait dengan prinsip umum pemerintahan dan masyarakat modern yang harus menganut transparansi, demokrasi dan HAM. Pembatasan atas denominasi gereja akan menciderai prinsip-prinsip tersebut
50
Hasil FGD Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April
2014
180
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dan oleh karenanya akan mendapatkan penentangan baik dari masyarakat maupun dunia internasional.51 4.
Pdt. Djoko Poernomo, S.Th, Gereja Isa Almasih (GIA)
Pada dasarnya keyakinan beragama itu masalah pribadi yang tidak bisa dibatasi, bahkan hingga titik ekstrim. Artinya, setiap orang berhak berkeyakinan hingga satu titik yang dianggap orang lain, ekstrim. Hanya saja fakta di Indonesia memperlihatkan adanya pembatasan oleh negara, sehingga keyakinan-keyakinan yang keluar dari batasan tersebut mengalami kesulitan berkembang. Hal ini adalah kebijakan politik dari pemerintah Indonesia. Misalnya, di dunia ini terdapat banyak sekali agama. Namun di Indonesia hanya enam agama yang diakui, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Sehingga akan terjadi pendaftaran oleh aliran keagamaan kepada Kesbangpol, sebab ia tidak diakui oleh Kemenag. Padahal dasar dari kedua lembaga ini berbeda. Yang dikhawatirkan adalah munculnya aliran-aliran di luar pakem. Misalnya, aliran kekristenan yang tidak mengakui Kristus sebagai Tuhan, namun ia tetap dimasukkan sebagai bagian dari agama Kristen. Di Islam juga ada aliran Ahmadiyah yang mengimani adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad. Oleh karenanya, pendaftaran organisasi keagamaan baiknya melalui “satu pintu”, yakni pintu Kemenag. Sebab Kesbangpol tidak memiliki kompetensi dalam persoalan keagamaan. Nah apakah UU No. 17/2013 ini hendak menciptakan kesamarataan antara organisasi keagamaan dan organisasi kemasyarakatan? Padahal selama ini kedua model organisasi tersebut bisa dibedakan. Hal ini 51
Wawancara pada 31 Maret 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
181
memiliki resiko, sebab Ormas memiliki keterbukaan yang lebih inklusif daripada organisasi keagamaan. Sementara organisasi keagamaan memiliki batasan-batasan keagamaan yang lebih eksklusif. Terkait dengan organisasi gereja yang memiliki paham keagamaan non-mainstream, telah menciptakan dilema di kalangan kekristenan Semarang. Misalnya keberadaan Saksi Yehova. Di satu sisi, pelarangan terhadap organisasi tersebut telah dicabut di masa Presiden Gus Dur. Sehingga Bimas Kristen mau tak mau mengakuinya sebagai organisasi gereja yang menjadi bagian dari kekristenan. Namun di Semarang, kami sebagai pimpinan gereja tidak bisa sepenuhnya menerima keberadaan Saksi Yehova ini. Ini terbukti dari ketidaksepakatan saya, sebagai wakil Kristen di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang untuk menandatangani rekomendasi pendirian Yehova di Semarang. Saya dan Dr. Eko Wahyuningsih, Wakil Sekretaris FKUB, tidak menandatangi rekomendasi tersebut. Meskipun akhirnya rekomendasi pendirian Yehova tetap dikeluarkan oleh FKUB secara kelembagaan, pada tahun 2013. Alasan penolakan atas aliran ini bukan hanya terkait dengan paham teologisnya yang menolak ketuhanan Kristus. Melainkan metode misi yang mendakwahi orang-orang yang sudah beragama Kristen secara door to door. Hal ini tentu melanggar aturan bersama tentang kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, negara tidak bisa bersikap netral di dalam menghadapi aliran-aliran keagamaan yang dianggap menyimpang. Ia harus menyediakan semacam standar umum dogma keagamaan yang merupakan panduan umum umat beragama. Jika sebuah organisasi gereja tidak menganut 182
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
panduan umum tersebut, resikonya ia tidak bisa diterima sebagai bagian dari umat Kristiani. Solusinya, ia dimandirikan sebagai bagian dari agama baru sehingga tidak mencemari agama Kristen.52 5.
Pdt. Stefanus Supai, GBT Alfa Omega
Regulasi atas organisasi gerejawi baiknya merujuk pada penjagaan atas trinitas. Artinya, selama sebuah organisasi gereja tetap mengimani trinitas, ia tidak bisa dilarang meskipun memiliki liturgi yang berbeda. Misalnya, Gereja Advent, Bale Keselamatan maupun Protestan yang berbeda secara liturgis dengan tradisi Gereja Bathel Tabernakel (GBT) yang kharismatik, mereka tidak bisa dilarang karena tetap mengimani trinitas. Akan tetapi untuk gereja yang tidak mengimani trinitas, seperti Saksi Yehova, pemerintah harus tegas untuk tidak memasukkannya dalam kekristenan. Di Semarang memang terdapat perbedaan dogma kekristenan, tetapi tidak sampai menimbulkan konflik. Karena terdapat forum kerukunan seperti Jaringan Doa Sekota (JDS) yang menjadi wahana kerukunan dan jembatan perbedaan dogma. JDS merupakan forum doa bersama khususnya antarpendeta yang sebulan sekali mengadakan doa untuk bangsa, masyarakat dan pemimpin.Dalam kasus tertentu, banyak sinode yang memiliki doktrin agak sama, misalnya Gereja Bathel Tabernakel (GBT) Gereja Bathel Indonesia (GBI) dan Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI).Kesamaan dogmatisnya merujuk pada tradisi kharismatik, yakni menekankan kondisi ruhani. Sebagaimana titah Yesus pasca kebangkitan yang menyatakan bahwa akan ada Roh Kudus 52
Wawancara pada 2 April 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
183
yang mengelola kehidupan manusia. Tradisi kharismatik menekankan pada pergerakan Roh Kudus dalam kehidupan ruhani manusia. Dalam hal ini, tradisi kharismatik tidak berbenturan dengan pemahaman kekristenan lain. Misalnya dengan Bale Keselamatan yang lebih mengarah pada tradisi Protestan. Ketika doa bersama Jaringan Doa Sekota diadakan di gereja Bale Keselamatan misalnya, kita menggunakan liturgi mereka dalam rangka penghargaan terhadap tradisi mereka. Oleh karena itu, pengaturan organisasi gereja oleh pemerintah haruslah dilakukan dalam kerangka pemantapan dan peneguhan trinitas sebagai dogma baku kekristenan. Dalam kaitan ini, pengaturan tersebut diarahkan pada perkembangan internal Kristen itu sendiri yang telah memiliki tiga tradisi besar; Protestantisme murni, Pentakosta dan Kharismatik. Dua tradisi terakhir merupakan perkembangan penafsiran atas Kristen yang menekankan sisi ruhaniah Kristus berupa Roh Kudus. Dengan demikian, selama organisasi gereja baru masih menginduk pada tiga tradisi besar di atas, ia masih merupakan bagian dari Kristen dan oleh karenanya tidak bisa dilarang.53 6.
Pdt. Joko Nathanel Kriswanto, M.Min, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Karangayu
Dalam rangka hak-hak dasar beragama, menolak pembatasan pendirian organisasi gereja tetapi harus diatur secara selektif. Sebab tanpa aturan bisa menjadi kekacauan. Apalagi pertumbuhan gereja di Semarang begitu pesat. Salah satu persoalan yang muncul misalnya kasus “pencurian domba” sebuah gereja oleh gereja lain atau pembaptisan di 53
184
Wawancara pada 19 Maret 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
gereja tertentu dianggap tidak sah, sehingga perlu dilakukan pembaptisan ulang. Pendeta Joko Nathanel sering menyampaikan pentingnya kerukunan dan saling menghargai antar umat Kristiani di Forum Komunikasi Gereja-gereja Sekecamatan Mijen (FKGKM) di Mijen, Semarang. Mereka memiliki komitmen untuk tidak melakukan “pencurian domba” gereja lain. Setiap bulan juga terdapat aktivitas doa bersama yang diadakan secara bergilir dari gereja ke gereja. Baik pemerintah maupun pimpinan gereja tidak bisa membatasi pemahaman atas dogma sebab hal tersebut terkait dengan akidah. Namun tetap harus ada pengaturan, khususnya dalam hal misi, sesuai dengan dokumen keesaan gereja seperti yang telah ditetapkan oleh PGI. Dalam hal ini keesaan gereja tidak harus dimaknai secara kelembagaan, misalnya menyatu dalam satu lembaga. Namun biarkanlah denominasi atau aliran gereja berkembang dalam sikap saling menghargai, agar ajaran Yesus tentang kasih, damai, membawa keadilan dan kebenaran. Terkait dengan Bimas Kristen, GKJ Karangayu tidak pernah dilibatkan dalam program-program pembinaan. Hal ini terjadi karena Penyelenggara Bimas Kristen kurang memiliki dana. Namun di setiap event gereja, Kepala Penyelenggara selalu hadir dan memberikan pengarahan. Dengan demikian, relasi dengan Bimas Kristen bukan dalam kerangka program institusional melainkan sebatas personal, yakni relasi dengan Penyelenggara Bimas, Ibu Tentrem. Oleh karenanya, pelayanan dan pembinaan Bimas Kristen masih sangat kurang maksimal.54
54
Hasil FGD Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April
2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
185
Kristanto Budi Santoso, Saksi Yehova Pada prinsipnya Saksi Yehova tunduk kepada peraturan dari yang berwenang, sebagaimana kitab suci memerintahkan taat kepada yang berwenang. Selama ini kita juga berkoordinasi dan melapor kepada Pembimas Kristen, Penyelenggara dan Kesbanglimas di Semarang. Termasuk semua kegiatan Saksi Yehova Semarang pasti dikoordinasikan dengan Pembimas maupun Saksi Yehova di Jakarta. Terkait dengan konsekuensi dari UU No. 17/2013 tentang Ormas, baiknya organisasi keagamaan memang berada di bawah binaan Kemenag. Seperti yang dilakukan Saksi Yehova selama ini yang secara prosedural selalu meminta rekomendasi dari Kemenag terkait aktivitas Yehova. Baru setelah itu ke Polsek, Polrestabes dan Polda. Dari semua lembaga itu, rekomendasi dikeluarkan. Demikian pula setelah selesai, laporan kegiatan dilaporkan kepada Penyelenggara. Di acara kebaktian Kepala Penyelenggara, Polrestabes dan orang asing diundang untuk melakukan evaluasi. Dalam kaitan ini, Saksi Yehova tidak mencampuri aturan pembatasan organisasi gereja sebab hal tersebut merupakan hak orang beriman dan gereja-gereja untuk mengembangkan diri. Di dalam sikap seperti ini, Yehova taat dengan regulasi pemerintah yang ada.55 7.
Pembimas Kristen dan Penyelenggara Kota Semarang
Gultom, M.Th, (Pembimas Kristen Jawa Tengah): UU No. 17/2013 tentang Ormas hanya mengatur organisasi kemasyarakatan. Bukan organisasi kerohanian. Jadi 55
186
Wawancara pada 28 Maret 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
kesbangpol baiknya hanya berurusan dengan organisasi kemasyarakatan, sementara wewenang atas organisasi kegerejaan berada di tangan Kemenag. Persoalannya negara sedang dalam masa transisi politik. Pertanyananya, di dalam pemerintahan baru nanti masih adakah Kementerian Agama? Jika pengelolaan haji diserahkan kepada swasta, dan pendidikan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan; maka Kemenag bisa kehilangan ruang kerjanya. Karena selama ini terjadi ketimpangan dalam alokasi sumber daya. Umat Kristen yang lebih besar jumlahnya misalnya, mendapatkan lebih sedikit sumber dana dan aparat penyelenggara daripada umat Katolik yang lebih sedikit. Jika seperti ini di mana letak keadilan NKRI? Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya ada 8 Penyelenggara Bimas Kristen. Ini sungguh tidak mencukupi. Sehingga pelaksanaan ibadah menjadi terkendala, misalnya sulitnya pendirian gereja di beberapa tempat. Demikian juga terbatasnya pendanaan untuk Penyelenggara, sehingga mungkin program pembinaan di kota dan kabupaten kurang maksimal. Dalam hal ini, Pembimas Kristen sepakat dengan pengelolaan kebebasan berdenominasi yang bersifat protektif. Artinya di satu sisi, kebebasan beragama wajib dilindungi sebagai bagian dari hak makhluk hidup. Namun pada saat bersamaan, kebebasan tersebut harus diterapkan dalam rangka aturan yang berlaku. Oleh karenanya, pihaknya sepakat dengan adanya standar baku teologia Kristen sebagai rujukan utama umat Kristiani. Untuk keperluan ini, pihaknya telah menggagas terbentuknya Komisi Fatwa di dalam Badan Musyawarah Antar-Gereja (Bamag). Komisi Fatwa ini nantinya berisi tim ahli teologia yang bertugas menyeleksi, Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
187
mana teologi yang lurus dan menyimpang sehingga bisa dikeluarkan fatwa atasnya. Terkait dengan keberadaan gereja yang memiliki paham keagamaan non-mainstream di Semarang, Pembimas mengakui dan mengesahkannya karena sudah disahkan oleh Dirjen Bimas Kristen. Dalam kaitan ini Pembimas telah mengupayakan kerukunan antar-gereja, dengan menarik gereja-gereja non-mainstream seperti Gereja Mormon, Yehova dan JAGI ke dalam forum kerukunan seperti BAMAG. Hanya saja Pembimas juga memiliki kendala sebab ketidaksepakatan gereja mainstream atas gereja-gereja yang dianggap menyimpang tersebut. Mereka membuat ilustrasi kemustahilan bersatunya gereja mainstream dan nonmainstream dengan ilustrasi “air dan minyak” yang tak bisa bersatu. Namun Pembimas tetap berusaha menyatukan “air dan minyak” itu di dalam satu gelas. Jadi meskipun tak bisa menyatu, namun “air dan minyak” tersebut tetap tertampung dalam satu wadah. Dan inilah peran dari Pembimas sebagai perekat kerukunan.56 Ibu Tentrem, M.Th. (Penyelenggara Bimas Kristen Semarang): Di Kota Semarang tidak ada denominasi yang dilarang. Semua disahkan setelah mendapatkan legalitas oleh Dirjen Bimas Kristen. Yang terakhir adalah Saksi Yehova yang disahkan oleh Dirjen dan Pembimas Jawa Tengah. Sementara peran Penyelenggara hanya melaksanakan regulasi yang telah ada. Karena anggaran dana tidak mencukupi, maka Penyelenggara tidak menciptakan program pembinaan tersendiri. Biasanya Penyelenggara hanya menghadiri undangan kegiatan kebaktian gereja-gereja untuk memberi sambutan. Di dalam sambutan itulah, diserukan pentingnya 56
188
Wawancara pada 4 April 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
kerukunan antar-gereja. Di Semarang terdapat banyak forum kerukunan, seperti Persekutuan Hamba Tuhan dan Persekutuan Gereja-gereja Kota Semarang. Terkait dengan gereja non-mainstream, Penyelenggara memang mengalami dilema. Di satu sisi harus melaksanakan ketetapan pemerintah yang telah meresmikan suatu denominasi tertentu. Di sisi lain sebagai bagian dari umat Kristen tentu tidak bisa menerima paham Kristologi dari gereja non-mainstream tersebut.57 8.
Immanuel Basuki, Gereja Yesus Kristus dari OSZA
Pembatasan denominasi gereja tidak boleh dilakukan sebab penilaian atas agama tidak dilakukan oleh manusia melainkan oleh wahyu. Maka negara tidak berhak untuk melarang suatu paham keagamaan, sebab hanya Tuhan (melalui wahyu) yang berhak melakukannya. Terkait dengan regulasi organisasi gereja, pihaknya sepakat dengan pengaturan oleh dua otoritas sekaligus. Yakni Kemenag untuk wilayah keagamaan dan Kesbangpol untuk wilayah kemasyarakatan. Sebab di dalam negara nasional dan bukan negara teokrasi, persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi adalah persyaratan kenegaraan; apakah ia bertentangan dengan dasar negara atau tidak? Sementara untuk paham keagamaan, merupakan hak dari setiap umat beragama untuk mengembangkan paham tersebut. Hanya saja memang masih terdapat perbedaan paham antara Gereja OSZA atau sering disebut Gereja Mormon, dengan umat Kristen mainstream. Hal ini yang 57
Wawancara pada 1 April 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
189
melahirkan klaim penyesatan akibat beberapa ajaran yang pahamnya tidak sama dengan gereja pada umumnya. Pertama, tidak ada ajaran trinitas atau tritunggal. Semuanya berdiri sendiri. Yesus sendiri, Allah Bapa sendiri dan Roh Kudus itu sendiri. Mereka adalah pribadi yang berbeda tetapi memiliki satu tujuan yaitu menyelamatkan umat manusia. Kedua, Kitab Mormon. Mereka mendasarkannya pada Kitab Wahyu (Jangan menambahi dan mengurangi kitab wahyu yang terakhir). Dalam pemahaman Gereja Mormon, yang dimaksud menambahi dan mengurangi itu adalah apa yang dilihat Yohannes di Pulau Padmos tentang ramalan akhir zaman itulah yang dimaksudkan mengurangi dan menambahi. Dalam pengertian Gereja Mormon, pemahamannya tidak demikian. Karena kalau merujuk pada Perjanjian Baru, di Kitab Ulangan Perjanjian lama, kata menambahi dan mengurangi itu juga ada. Tetapi itu konteksnya Musa bukan masa yang akan datang. Itu yang membuat orang lain menganggap ajaran ini sesat. Tentang menambahi dan mengurangi ayat dalam Alkitab, Gilbert Lumoindong menganggap bahwa itulah sebenarnya ciri dasar dari ajaran sesat. Menurutnya ada tiga ciri dasar dari ajaran sesat. Pertama, sama sekali sesat (bandingkan dengan Galatia 1: 6-10). Karena pengajaran yang benar bukan mencari kesenangan manusiawi. Kedua, menambahi ayat. Ketiga, mengurangkan ayat. Ketiga, kenabian Joseph Smith. Soal konsep kenabian itu sebenarnya banyak yang tidak memahami. Mereka kebanyakan memahami konsep tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Pendeta, tidak memahaminya sendiri. Pemahaman inilah yang kerap disalahartikan.58 58
190
Wawancara pada 4 April 2014
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Pengalaman penyesatan itu dirasakan saat ada siswa SMA Masehi Tanah Mas Semarang menulis karya tulis tentang Mormon. Siswa tersebut lalu bertanya, apakah Sakramen di Gereja Mormon menggunakan darah bayi. Lalu ada juga yang menuduh sakramen kami dilakukan dengan free sex karena banyak kamar. Pengalaman tentang penyesatan atau perlakuan kurang baik juga pernah dirasakan oleh Budi, Penasehat Gereja Mormon Distrik Surakarta. Puterinya yang bersekolah di SMU N 1 Semarang, suatu ketika mengadakan retret yang diselenggarakan sekolahnya. Ketika guru agama mengetahui bahwa Puteri Budi ini jemaat Gereja Mormon, ia kemudian memanggilnya. Saat itu juga ia berdoa agar si anak tersebut kembali kepada ajaran yang benar dan diselamatkan dari dogma yang sesat. Pengalaman ini juga dialami oleh Mardiyono, jemaaat Gereja Mormon. Satu waktu ia pernah diundang ke PGKS (Persekutuan Gereja Kota Semarang). Sejak awal ia merasakan ada gelagat yang kurang mengenakkan dirinya. Ketika rehat dan makan, ia kemudian ditanya salah seorang peserta pertemuan tersebut, ”Di mana Gerejanya?” Mardiyono kemudian menjawab Gereja A.Yani 30 (alamat Gereja Mormon di Semarang). Dari raut mukanya, Mardiyono melihat ada perasaaan yang tidak senang dan sepertinya tidak mau membahas lebih lanjut. Dalam pergaulan di kampungnya, Mardiyono sebenarnya tidak memiliki masalah krusial dengan jemaat Kristen lainnya. Ia biasa diundang untuk mengikuti persekutuan oleh Jemaat Kristen dari Gereja lain. Jemaatjemaat itu biasanya melihat bahwa semua gereja itu sama saja. Tetapi justru ketika Pendetanya datang lalu mereka meminta Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
191
saya berkenalan, dan ketika mereka tahu bahwa ia dari Gereja Mormon, besoknya ia tidak diundang lagi. Meski ada pembatasan, tetapi persoalan mengenai eksistensi Gereja Mormon itu dilihatnya bukan sebuah masalah yang krusial. Dalam pergaulan di masyarakat dimana ia menetap, masalah tidak terlalu banyak muncul, apalagi hingga taraf eksklusi. Masyarakat hanya melihat bahwa ia memiliki ajaran berbeda dengan yang lain, karena tidak minum teh dan kopi. Justru dengan begitulah ia memiliki kesempatan untuk menjelaskan secara bijak kepada masyarakat. Dalam prakteknya, meski ada yang belum bisa menerima kehadiran Gereja Mormon, banyak yang sudah memahaminya, bahkan mempelajari ajarannya. Biasanya yang bisa menerima itu adalah mahasiswa Teologi, kemudian level yang paling bawah, yakni jemaat biasa yang tingkat pengetahuannya tidak terlalu tinggi, tentang ajaran gereja. Karena masyarakat itu biasanya melihat kalau semua gereja itu sama.59 Visi Pimpinan Gereja Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan bagi Dirjen. Bimas Kristen. Pasalnya, dimungkinkan terjadi pendaftaran oleh denominasi Kristen kepada Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Padahal, bisa saja denominasi ini awalnya tidak disahkan oleh Kementerian Agama sebab paham keagamaannya dianggap menyimpang. 59 Tedi Kholiludin, Laporan Penelitian, Yang Sesat Yang Berkembang Pesat, Identitas Gereja Mormon dalam Ruang Publik Semarang, the Wahid Institute, 2008, h., 1718
192
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Berdasarkan UU Ormas tersebut, sebuah denominasi bisa disahkan selama berasas Pancasila, tidak perduli paham keagamaannya seperti apa. Hal ini terjadi karena Kesbangpol hanya melakukan seleksi atas paham kebangsaan, bukan keagamaan. Menanggapi persoalan penelitian ini, nara sumber penelitian terbelah ke dalam dua pihak. Pertama, pihak yang taat dengan aturan yang ada. Pihak ini merupakan unsur pemerintah, baik Pembimas Kristen Kanwil. Jawa Tengah maupun Pelaksana Bimas Kristen Kota Semarang. Karena menjadi bagian dari pemerintah, mereka taat dengan aturan UU yang berlaku. Hanya saja patut dilakukan sinergi antara Kesbangpol dan Kemenag dalam mengesahkan sebuah denominasi. Artinya, ranah keagamaan yang menjadi wewenang dari Kemenag harus diserahkan kepada Kemenag. Sementara ranah kemasyarakatan dan kenegaraan, memang merupakan wewenang Kesbangpol. Dalam hal ini menarik sikap Saksi Yehova Semarang yang siap menaati peraturan yang ada. Hal ini berbeda dengan gereja-gereja lain yang bersikap kritis. Pihak kedua adalah kalangan pimpinan gereja yang tidak sepakat jika pendaftaran sebuah organisasi keagamaan hanya melalui Kesbangpol. Ia harus tetap melalui pintu Kemenag sebab organisasi keagamaan memiliki paham keagamaan yang perlu diseleksi. Seleksi atas paham kenegaraan saja akan menciderai sifat dasar organisasi keagamaan yang memiliki paham keagamaan tertentu. Persoalan ini menimbulkan pertanyaan tersendiri: haruskah negara atau Bimas Kristen membatasi perkembangan denominasi Kristen? Dalam hal ini terdapat tiga pandangan yang menjawab pertanyaan tersebut.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
193
Pertama, “kebebasan total”. Pandangan ini disampaikan oleh Pdt. Tjahjadi Nugroho, pimpinan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI). Menurutnya, negara tidak berhak membatasi dan melarang umat beragama dalam berorganisasi, beribadah dan mengembangkan keyakinannya. Sebab hal ini merupakan hak warga negara untuk berkeyakinan dan berserikat yang dilindungi oleh UUD 45. Sebagai negara modern, pemerintah Indonesia harus mengedepankan prinsip transparansi (good governance), demokrasi dan HAM. Jika melanggar prinsip tersebut, negara RI akan runtuh ditelan kemajuan masyarakat global yang pesat. Lebih jauh putranya, Pdt. Aryanto Nugroho menyatakan bahwa negara semestinya hanya melakukan fungsi pencatatan dan pembinaan. Pencatatan artinya mengakomodir semua organisasi gereja tanpa melakukan seleksi atau bahkan pelarangan. Pembinaan artinya menciptakan situasi kondusif bagi terciptanya kerukunan. Dalam kaitan ini, negara tidak berhak menjadi selektor dan otoritas yang menentukan mana yang benar dan mana yang menyimpang. Gereja Yesus Kristus dari OSZA juga memiliki pandangan serupa, sebab negara dan manusia tidak berhak menghakimi keyakinan agama. Yang berhak hanyalah Tuhan melalui kitab suci. Pandangan kedua, “kebebasan selektif”. Artinya, umat beragama berhak bebas untuk mendirikan organisasi gereja asalkan tetap di dalam tiga tradisi besar kekristenan, yakni Protestan Murni, Pentakosta dan Kharismatik. Tentu tiga tradisi besar Kristen ini merujuk pada ukuran baku teologia Kristen, yakni trinitas. Dengan demikian, pandangan ini menetapkan trinitas sebagai standar keabsahan sebuah gereja di dalam tiga tradisi besar, Protestan murni, Pentakosta dan 194
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kharismatik. Pandangan ini disampaikan oleh GBT Alfa Omega (Pdt. Stefanus Supai). Pandangan ketiga, dan merupakan pandangan mainstream pimpinan gereja Kota Semarang adalah “kebebasan protektif”. Yakni penghargaan atas kebebasan beragama dan bergereja, namun tetap dalam proteksi negara. Artinya, Kemenag harus menetapkan "persyaratan teologis" yang merupakan standar teologi Kristen baku, sebagai ukuran dalam mengesahkan suatu gereja. Jika gereja tersebut tidak memiliki standar teologi baku, maka ia bisa dilarang. Pandangan ini disampaikan oleh Gereja Isa Almasih, Gereja Kristen Jawa, Gereja Kristen Indonesia, serta Pembimas Kristen Jawa Tengah, Drs. Gultom. Bahkan lebih lanjut, Pembimas Kristen telah menggagas terbentuknya Komisi Fatwa di dalam BAMAG yang bertugas untuk menyeleksi pandangan Kristologis gereja-gereja agar sesuai dengan ukuran baku teologia Kristen. Konsekuensinya, pandangan ketiga ini bisa menoleransi perbedaan furu'iyah di kalangan gereja, seperti yang telah terjadi selama ini. Namun tidak bisa menerima perbedaan ushuliyah pada level teologis. Hal ini terkait dengan tiga gereja non-mainstream di Semarang, yakni Saksi Yehova, Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (OSZA) dan JAGI. Ketiga gereja ini menolak trinitas dengan cara masing-masing. Saksi Yehova menekankan YHWH atau Allah sebagai pusat, bukan Yesus. Gereja OSZA meyakini Allah, Yesus dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi terpisah. Sedangkan JAGI mengimani tauhid dan menempatkan Yesus sebagai nabi, bukan Allah. Atas ketiga gereja ini, gereja mainstream tidak sepenuhnya bisa menerima, meskipun secara personal tidak Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
195
memusuhi pendeta dan jemaatnya. Hal ini terlihat pada penolakan perwakilan Kristen di FKUB untuk menerima Saksi Yehova pada tahun 2013. Wakil Kristen di FKUB, Pdt. Djoko Poernomo tidak menandatangani rekomendasi pendirian Yehova di Semarang, meskipun rekomendasi tersebut tetap dikeluarkan oleh FKUB secara kolektif. Secara kategoris, pandangan-pandangan tersebut bisa dirumuskan dalam skema berikut: Pandangan Pimpinan Gereja Semarang tentang Regulasi Organisasi Gereja Kebebasan Total: Gereja JAGI, Gereja Mormon
Kebebasan Selektif: GBT Alfa Omega
Kebebasan Protektif: GIA, GKI, GKJ, GBI, Pembimas Kristen
Argumentasi: JAGI: Prinsip demokrasi, transparansi, HAM Gereja Mormon: Otoritas hanya Alkitab
Argumentasi: Menjaga Trinitas dalam tiga tradisi besar; Protestan murni, Pantekosta dan Kharismatik
Argumentasi: Trinitas sebagai ukuran baku teologia Kristen
Regulasi Negara: Negara sebagai agen pencatatan dan mediasi kerukunan, bukan otoritas yang menyeleksi apalagi melarang.
Regulasi Negara: Negara sebagai otoritas penyeleksi berdasarkan standar 3 tradisi besar Kristen di atas.
196
Regulasi Negara: Negara sebagai otoritas penjaga kemurnian Trinitas dan oleh karenanya berhak mengekslusi “yang menyimpang”.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Dari skema di atas terlihat model-model kebebasan dalam regulasi organisasi gereja dipengaruhi oleh pandangan dan tentunya kepentingan dari masing-masing gereja. Pandangan ini pada akhirnya menentukan pendapat tentang regulasi negara atas organisasi gereja. Bagi Gereja JAGI dan Mormon, kebebasan total merupakan model terbaik sebab ia tidak hanya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, transparansi HAM dan kitab suci, melainkan karena ia sesuai dengan kebutuhan dua gereja ini akan kebebasan yang terbuka lebar. Hal ini terkait dengan paham teologisnya yang bersifat non-mainstream. Namun di saat bersamaan, kedua gereja ini juga memiliki corak argumentasi yang berbeda yang mewakili pemikiran keagamaan yang khas. Karena JAGI lahir dari refleksi rasional atas Kristologi, maka pendekatan keagamaannya selalu mengedepankan rasional. Rasionalitas inilah yang mengritisi Trinitas, dan menempatkannya tidak semata sebagai doktrin melainkan konsep teologis yang dibentuk oleh sejarah. Dari sini rasionalitas keagamaan bertemu dengan pandangan rasional atas kenegaraan. Maka sistem terbaik bagi negara modern adalah demokrasi yang mengedepankan transparansi dan HAM. Dalam naungan negara demokratis inilah, paham rasional JAGI bisa terlindungi. Sementara itu, karena Gereja Mormon berpusat pada kitab suci, yakni Mormon, maka argumentasinya selalu dilandaskan pada otoritas kitab suci. Oleh karenanya, wewenang menyeleksi ajaran agama tidak di tangan manusia, baik dalam bentuk otoritas pendeta, gereja maupun negara. Melainkan berada di kitab suci melalui otoritas para Nabi Mormon. Dengan demikian konsekuensi logis dari pandangan ini adalah tuntutan adanya kebebasan total sebab wilayah ini
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
197
berada di ranah kemanusiaan yang tidak memiliki otoritas keagamaan. Kesepakatan atas model kebebasan total inilah yang menempatkan negara tidak sebagai selektor yang mengesahkan atau melarang sebuah organisasi gereja. Melainkan sebatas agen administratif yang melakukan pencatatan atas realitas gereja apa adanya. Pada saat bersamaan, negara harus memainkan peran sebagai perekat kerukunan. Inilah peran yang harus dilakukan dalam rangka fungsi pembinaan. Pada titik ini, antara model kebebasan selektif dan protektif memiliki kesamaan misi, yakni penjagaan atas trinitas sebagai standar baku teologia Kristen. Hanya saja turunan praktisnya agak berbeda. Bagi kebebasan selektif yang ditawarkan oleh GBT Alfa Omega, negara harus melakukan seleksi dalam rangka tiga tradisi besar Kristen, yakni Protestan murni, Pantekosta dan Kharismatik. Jika organisasi gereja yang baru masih berada di dalam salah satu tiga tradisi besar tersebut, maka tak boleh dilarang. Secara eksplisit, Pendeta Stefanus Supai tidak menyebutkan kewajiban negara untuk melarang organisasi yang di luar tiga tradisi besar di atas. Sedangkan bagi pimpinan gereja GIA, GKI, GKJ, GBI dan Pembimas Kristen; negara memang harus bersifat protektif. Baik dalam rangka proteksi atas kemurnian agama Kristen (trinitas), maupun proteksi perkembangan organisasi gereja yang bersifat non-mainstream. Disahkannya beberepa gereja seperti JAGI, Saksi Yehova dan Mormon merupakan dilema. Di satu sisi sebagai umat Kristen tidak bisa menerima, karena gereja-gereja tersebut dianggap menodai kemurnian Kristen. 198
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Namun secara faktual harus diterima karena negara telah mengesahkan berdasarkan prinsip demokrasi dan HAM, sesuai dengan harapan model kebebasan total. Kebijakan dan Relasi Bimas Kristen Secara umum, Bimas Kristen, baik di level Pembimas Kanwil. Jawa Tengah dan Penyelenggara Kota Semarang menaati aturan pemerintah yang ada. Yakni aturan, jika pendaftaran organisasi gereja harus melalui Kesbangpol. Kementerian Dalam Negeri, selain melalui Bimas Kristen. Liniearitas dan hirarki kelembagaan pemerintah menjadi alasan utamanya, sebab Pembimas dan Penyelenggara merupakan bagian dari aparat pemerintah. Hanya saja Pembimas Kristen memberi catatan terkait kewenangan Kesbangpol. yang merupakan lembaga politik, dalam mewenangi organisasi gereja. Artinya, lembaga ini sebenarnya tidak otoritatif sebagai pintu pendaftaran gereja sebab sebagai organisasi keagamaan, gereja memiliki struktur yang berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang merupakan wilayah Kesbangpol. Misalnya, Kesbangpol. tidak akan mengetahui dasar teologi dari organisasi gereja yang akan mendaftar, padahal dasar teologis itu penting bagi umat Kristen dan Bimas Kristen. Artinya, bisa saja Kesbangpol. meloloskan organisasi gereja berteologi menyimpang, sementara mayoritas umat dan Bimas Kristen menolaknya. Dalam kaitan ini kebijakan Pembimas dan Penyelenggara Kota Semarang cukup terbuka dengan organisasi-organisasi gereja. Hal ini terlihat dari pengabsahan gereja yang memiliki teologi non-trinitas, seperti Gereja JAGI, Saksi Yehova dan OSZA, sebagai bagian dari gereja yang Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
199
terdaftar di Pembimas dan Penyelenggara Bimas Kristen. Dengan demikian, ketiga gereja ini mendapatkan pelayanan yang sama dengan gereja-gereja mainstream di Kota Semarang. Dalam rangka ini, Pembimas dan Penyelenggara telah melakukan pembinaan meskipun masih terbatas. Untuk Pembimas, pembinaan yang dilakukan terkait dengan penciptaan kerukunan antar-gereja, melalui perekrutan JAGI, Yehova dan Mormon ke dalam forum kerukunan antar-gereja seperti BAMAG. Pembimas juga aktif dalam memaksimalkan forum kerukunan lain, seperti Jaringan Doa Sekota. Meskipun tidak secara otomatis menghilangkan ketegangan antara gereja mainstream dan non-mainstream, namun BAMAG cukup efektif dalam menciptakan kondisi interaksi antargereja. Hal sama dilakukan oleh Penyelenggara Bimas Kristen Kota Semarang yang melakukan pembinaan kebangsaan kepada gereja, khususnya Saksi Yehova. Hal ini dilakukan mengingat gereja ini tidak melakukan penghormatan terhadap bendera Merah-Putih sebagaimana lazimnya warga negara Indonesia. Setelah dilakukan pembinaan kebangsaan, Yehova Semarang kini melakukan penghormatan terhadap Sang Saka secara wajar. Pada titik ini relasi Pembimas dan Penyelenggara dengan gereja cukup baik. Artinya tidak ada konflik antara umat, pimpinan gereja dan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh sikap Pembimas dan Penyelenggara yang cukup terbuka, mengayomi dan aktif dalam merawat kerukunan antar-gereja. Baik Drs. Gultom dan Ibu Tentrem cukup akrab dengan pimpinan-pimpinan gereja, termasuk dengan pimpinan JAGI, Yehova dan Mormon. Hanya saja keterlibatan keduanya di dalam kegiatan gereja-gereja tersebut tidak terlalu maksimal 200
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dibandingkan dengan gereja-gereja mainstream. Hal ini diperlihatkan dengan ketidaktahuan Ibu Tentrem (Penyelenggara Bimas Kristen) terhadap Gereja JAGI, padahal gereja ini telah terdaftar di Penyelenggara. Ibu Tentrem baru mengetahui tentang JAGI dari peneliti. Hanya saja keaktifan Pembimas dan Penyelenggara ini lebih bersifat personal daripada institusional. Artinya, keaktifannya berbasis pada keaktifan pribadi-pribadi Drs. Gultom dan Ibu Tentrem sebagai pimpinan Bimas Kristen. Keaktifan inipun lebih sering bersifat seremonial daripada programatik, yakni melalui kehadiran mereka untuk memberikan sambutan di acara-acara gereja. Selepas itu, tidak ada program terstruktur yang terencana. Inilah yang dikritik oleh para pimpinan gereja Kota Semarang yang kurang dilibatkan dalam program pelayanan dan pembinaan Pembimas dan Penyelenggara, karena program tersebut memang kurang tersedia. Pada level Penyelenggara, kekurangan dana menjadi penyebab kurangnya program ini.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
201
BAB III PENUTUP Kesimpulan Secara umum, pimpinan gereja di Kota Semarang tidak keberatan dengan regulasi organisasi gereja sebagai konsekuensi dari UU No.17/2013 tentang Ormas. Hanya saja diperlukan pembagian yang proporsional antara Kemenag dan Kesbangpol. Untuk wilayah keagamaan, khususnya terkait dengan paham dogmatik, Kemenag harus mendapatkan porsi untuk melakukan regulasi. Hal ini terkait dengan panduan umum kekristenan yang memiliki doktrin baku. Sementara untuk ranah kemasyarakatan dan kenegaraan, Kesbangpol bisa berperan dalam melakukan seleksi. Kesimpulan ini peneliti dapatkan secara implisit dari dilema yang dihadapi oleh pimpinan gereja mainstream di Semarang. Dilema ini akhirnya menimbulkan konflik laten akibat ketidaksetujuan atas paham teologis dari gereja-gereja non-mainstream, seperti JAGI, Saksi Yehova dan Mormon. Percikan konflik tersebut terlihat pada ketidakmauan wakil Kristen di dalam FKUB Semarang untuk menandatangani rekomendasi FKUB untuk pendirian Saksi Yehova di Semarang. Dari sini terlihat bahwa secara laten, para pimpinan gereja mainstream tetap tidak mau menerima kehadiran gereja-gereja yang dianggap menyimpang tersebut. Hanya saja, berkat keaktifan Pembimas Kristen Jawa Tengah dalam mengupayakan kerukunan antar-denominasi gereja Kota Semarang, konflik laten tersebut tidak mencuat 202
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
menjadi konflik manifes. Upaya kerukunan ini diselenggarakan melalui BAMAG di mana JAGI, Yehova dan Mormon dimasukkan ke dalam organisasi kerukunan antargereja tersebut. Di samping itu, banyaknya forum kerukunan seperti PGKS, Garda, JDS, dll semakin memperkuat kerukunan manifest walaupun tentu ketiga gereja nonmainstream tidak aktif di dalam asosiasi gereja yang terbatas di kalangan mainstream. Rekomendasi 1. Dibutuhkan sosialisasi lebih luas tentang UU No. 17/2013 tentang Ormas kepada pimpinan gereja khususnya terkait dampak yang ditimbulkan bagi organisasi gereja. Pimpinan gereja belum memahami perbedaan kategorial antara organisasi gereja sebagai organisasi keagamaan dengan organisasi kemasyarakatan. 2. Dibutuhkan alokasi dana yang lebih besar kepada Pembimas Kristen khususnya dalam rangka pembinaan kerukunan antar-gereja. Di level Penyelenggara Kota, persoalan dana menjadi penyebab utama bagi belum maksimalnya program pembinaan. 3. Dibutuhkan program kerukunan antar-gereja yang lebih massif. Terutama antara gereja mainstream dan nonmainstream. Kerukunan ini diletakkan dalam rangka kehidupan bangsa yang majemuk, sehingga mampu meredam perbedaan teologis yang tetap konfliktual secara laten. 4. Dibutuhkan riset lanjutan tentang relasi sosial antara gereja mainstream dan non-mainstream dalam rangka pengarusutamaan kerukunan inter umat Kristen Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
203
DAFTAR PUSTAKA
Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarakan? Jakarta: Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia, 2012 Data Gereja Di bawah Sinode Kota Semarang Tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah, 2013 Data Sekolah Tinggi Theologia Kristen Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Semarang dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2012 Nugroho, Tjahjadi. Manusia Yesus Kristus, Menguak Misteri, Melihat Keunikan, Memperoleh Kuasa Iman, Masuk Kodrat Ilahi, Semarang: Yayasan SADAR, 1995 Daftar Informan 1. Pdt. Joko Sukono, M.Th, Dosen Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STTBI) dan pendeta Gereja Baptis Indonesia (GBI). 2. Pdt. Rahmat PR, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Pengurus PGKS 3. Aryanto Nugroho, pendeta Gereja JAGI 4. Tjahjadi Nugroho, pimpinan Gereja JAGI 5. Pdt. Djoko Poernomo, S.Th, Gereja Isa Almasih (GIA) 6. Pdt. Stefanus Supai, GBT Alfa Omega
204
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
7. Pdt. Joko Nathanel Kriswanto, M.Min, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Karangayu 8. Kristanto Budi Santoso, Saksi Yehova 9. Drs. Gultom, M.Th, Pembimas Kristen Jateng 10. Tentrem, M.Th, Penyelenggara Bimas Kristen Semarang
Kota
11. Immanuel Basuki, Gereja Mormon
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
205
206
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
6 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Provinsi Papua
Oleh: Asnawati
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
207
BAB I GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Kondisi Demografi Secara historis, pada tahun 1545 Ortis de Retes memberi nama Papua dengan Nova Guinea, yang dalam bahasa Spanyol Nova artinya baru dan Guinea artinya tanah atau tempat. Kemudian pada waktu pemerintahan Belanda diberi nama Nederland New Guine, yang kemudian berubah menjadi Papua Barat. Pada masa integrasi dengan Indonesia dirubah menjadi Irian Barat, kemudian Irian Jaya dan pada tanggal 26 Desember 2001 diganti lagi dengan nama Provinsi Papua sehubungan dengan diberlakukannya Otonomi Khusus bagi Provinsi ini. Provinsi Papua yang beribukota Jayapura terletak antara 20.25’ – 90 Lintang Selatan dan 1300 -1410 Bujur Timur. Provinsi Papua merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia, yang memiliki luas 316.553,07 km2 atau 16,70 persen dari luas Indonesia. Pada tahun 2012, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke merupakan kabupaten terluas (14,98 persen) dan Kabupaten Supiori merupakan kabupaten/kota terkecil di Provinsi Papua (0,20 persen dari luas Papua). Papua di bagian utara berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Laut Arafura. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat dan sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea. Wilayah Papua terletak pada ketinggian antara 0 – 3.000 meter di atas permukaan laut. Propinsi Papua terdiri 208
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dari 28 kabupaten dan 1 (satu) Kota, dimana kabupaten Puncakjaya merupakan kabupaten tertinggi dengan ketinggian 2.980 mdpl, sedangkan Kota Jayapura merupakan kabupaten terendah, yaitu 4 mdpl (BPS Papua, 2013: 3). Jumlah penduduk Papua dari tahun ke tahun terus meningkat, baik karena faktor keturunan atau pun migrasi penduduk dari luar Papua. Dan karena migrasi tersebut, penduduk Papua menjadi multi etnis, yang terdiri dari etnis melanesia (penduduk asli Papua) merupakan penduduk mayoritas, etnis Bugis dan Jawa. Berdasarkan data tahun 2012, jumlah penduduk Papua adalah 3.144.581 jiwa. Dilihat menurut jenis kelamin, jumlah penduduk Papua tahun 2012 lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (1.664.076 jiwa) dibandingkan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan (1.480.505 jiwa). Dengan luas wilayah 316.553,10 km2, kepadatan penduduk di Papua sebanyak 9 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 288 jiwa per km2, diikuti Kabupaten Jayawijaya (96 jiwa per km2) dan Kabupaten Mimika (88 jiwa per km2). Sedangkan kepadatan terendah terjadi di Kabupaten Mamberamo Raya, yakni kurang dari 1 jiwa per km2 (BPS Papua, 2013: 83). Penduduk Papua sebagian besar bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 72,83 persen. Dominasi sektor pertanian ini semakin besar pada kabupaten-kabupaten di daerah pegunungan (BPS Papua, 2013: 85). Terdapat beberapa model mata pencaharian penduduk Papua; Pertama, penduduk pesisir pantai mata pencaharian utama sebagai nelayan di samping berkebun dan meramu sagu yang disesuaikan dengan lingkungan pemukiman itu. Kedua, penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah juga termasuk peramu sagu, berkebun, dan ditambah dengan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
209
menangkap ikan disungai, berburu dihutan di sekeliling lingkungannya. Ketiga, penduduk pegunungan biasanya bercocok tanam dan memelihara babi sebagai ternak utama, kadang kala mereka berburu dan memetik hasil dari hutan. Peternakan babi merupakan prestise dan melambangkan status sosial seseorang. Jumlah pemeluk agama Kristen di Propinsi Papua adalah terbesar (64,30%) dibanding jumlah pemeluk agama lain. Jumlah terbesar kedua adalah pemeluk agama Katholik kemudian disusul agama Islam, Hindu dan Budha. Sedangkan jumlah pemeluk agama Konghucu saat penelitian dilakukan belum diketahui secara pasti, karena belum dilakukan pendataan. Adapun jumlah pemeluk masing-masing agama di Papua berdasarkan data Kemenag Papua tahun 2013 adalah: Kristen sebanyak 2.321.914 orang (64,30%), Katolik sebanyak 623.060 orang (23,29%), Islam 380.523 orang (12,56%), Hindu 4.817 orang (0,17%), dan Budha 3.117 orang (0,11%). . Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan pada masingmasing umat beragama selalu berpusat pada tempat ibadat. Jumlah tempat ibadat di Papua terbanyak adalah tempat ibadat umat Kristen dibanding rumah ibadat agama lain. Ini sangat wajar karena umat Kristiani jauh lebih banyak dibanding jumlah umat agama lain. Gereja Katholik merupakan jumlah tempat ibadat terbanyak kedua, kemudian disusul tempat ibadat umat Islam, Hindu dan Budha. Jumlah tempat ibadat masing-masing umat beragama di Provinsi Papua adalah sebagai berikut: umat Kristen memiliki gereja sebanyak 5.263 buah, gereja Katholik sebanyak 1.170 buah, umat Islam memiliki tempat ibadah (masjid/musholla/ Langgar) sebanyak 1.032 buah, tempat ibadah umat Hindu
210
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
(Pura) sebanyak 25 buah dan tempat ibadah umat Budha (Wihara) sebanyak 14 buah (BPS Papua, 2013: 122). Berdasarkan data Kemenag Provinsi Papua, masingmasing agama memiliki rohaniawan/pemimpin agama yang jumlahnya di setiap agama adalah: Kristen memiliki rohaniawan sebanyak 28.847 orang, Katholik 863 orang, Islam 40 orang, Hindu 34 orang, dan Budha 20 orang. Selain itu, masing-masing agama mendapatkan tenaga penyuluh agama dari Kemenag yang statusnya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah mereka di masing-masing agama adalah: Kristen memiliki tenaga penyuluh agama 44 orang, Katholik 11 orang, Islam 9 orang, dan Hindu 1 orang. Selain tenaga penyuluh agama, juga terdapat guru pendidikan agama yang berstatus PNS. Jumlah mereka di masing-masing agama adalah: Kristen memiliki guru pendidikan agama sebanyak 13.247 orang, Katholik 630 orang, Islam 855 orang, Hindu 25 orang, dan Budha 14 orang (Data Kanwil Kemenag Papua, 2013). Dinamika Sosial Keagamaan Secara geografis, komunitas Kristiani di Indonesia banyak terkonsentrasi di dua tempat, yaitu Flores dan Papua. Sekalipun di Maluku, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, dan Timor Barat juga terdapat komunitas Kristiani yang cukup besar. Di Papua, mayoritas penduduknya adalah umat Kristiani yang terbagi-bagi atas bermacam-macam denominasi Kristen (SKP Jayapura, 2006: 78). Berdasarkan data dari Kanwil Kemenag Propinsi Papua, di Papua terdapat 39 sinode/denominasi yang sudah terdaftar. Dari 39 sinode tersebut, 9 sinode merupakan sinode asli Papua (lahir dari hasil penginjilan misionaris Eropa/Amerika), yaitu: Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
211
Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah papua, Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Sinode Gereja Kemah Injil di Tanah Papua (KINGMI/GKIP), Sinode Persekutuan GerejaGereja Babtis Papua (PGBP), Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP), Sinode Gereja Pentakosta di Papua (GPDP), Sinode Gereja Jemaat Protestan Indonesia (GJPI) di Tanah Papua, Sinode Gereja-Gereja Reformasi di Papua (GGRP), Sinode Gereja Misi Kristus (GMK) di Tanah Papua. Selain 9 sinode tersebut merupakan sinode dari luar Papua yang membuka layanan di Papua, seperti Gereja Bethel Indonesia (GBI) Wilayah Papua, Gereja Penyebaran Injil (GPI) Wilayah Papua, Gereja Kerapatan Pentakosta (GKP) Wilayah Papua, Gereja Rasuli Indonesia (GRI) Wilayah Papua, dan lain-lain (Kemenag Papua, 2014). Menurut penuturan Agustina Gala (Kasi Urusan Agama Kristen Kemenang Papua) bahwa gereja-gereja yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) di Kanwil Kementerian Agama Papua, dan belum mendapat SKTL adalah Sinode di luar Papua yang ingin membuka pelayanan di Papua. Di antara gereja-gereja tersebut adalah: 1. Gereja Kristen Kabernaung Indonesia. Gereja ini sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, tapi di Pembimas Kristen Kemenag Papua belum terdaftar. 2. Gereja Ortodoks Indonesia (GOI). Gereja ini sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, belum terdaftar di Pembimas Kanwil Papua. 3. Sinode Gereja Kristen Injili Nusantara. Sudah dapat izin dari Ditjen Bimas Kristen, dan belum terdaftar di Kanwil Kemenag Papua. 212
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
4. Gereja Pentakosta Maluku. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kemenag Pusat, belum ada izin dari Kanwil Kemenag Papua. 5. Gereja Injil Seutuh Internasional Jemaat Batu Karang Wamena. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag Pusat dan Kankemenag Kabupaten Wamena, belum terdaftar di Kanwil Kemenag Papua. 6. Gereja Misi Injili Indonesia (GMII). Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag Pusat, belum terdaftar di Kanwil Kemenag Papua. 7. Gereja Kristen Nasarene (GKN) Wilayah Papua. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag Pusat, belum terdaftar di Kanwil Kemenag Papua. 8. Gereja Metodis di Papua. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemang RI, belum terdaftar di Kemenag Papua (wawancara dengan Agustina Gala). Selain itu, terdapat beberapa gereja yang mengajukan pendaftaran sinode baru, yaitu; 1. Mejelis Sinode Messianik Netzarin Tujuh Kaki Dian di Serui, Yapen, Papua. Permohonan gereja ini ditolak karena Ditjen Bimas Kristen tidak memberikan izin gereja baru. 2. Persekutuan Gereja Faktori Melanik Indonesia. Gereja ini berasal dari Papua Niugini. Sama halnya dengan Sinode Mesianik, permohonan gereja Faktori juga ditolak karena Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI tidak memberikan izin gereja baru. 3. Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua. Pengajuan pendaftaran Sinode Gereja KINGMI ini sudah diproses sampai ke Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, dan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
213
Ditjen Bimas Kristen tidak mengkabulkan permohonan tersebut. Karena permohonan tidak dikabulkan, kemudian Kanwil Kemenag Papua pada tahun 2007 memberikan Rekomendasi Pendaftaran Pelayanan Sementara, dan pada tahun 2010 Kanwil Kemenag Papua memberikan Rekomendasi Pendaftaran Pelayanan Tetap berdasarkan SK Nomor: Kw.26.4/1/BA.01.1/1554/2010 tertanggal 20 Oktober 2010. 4. Sinode Gereja Messianik Indonesia (GMI) di Tanah Papua. Sinode ini telah beroperasi di Papua secara resmi dengan berdasarkan Ijin Pelayanan Tetap dari Kanwil Kemenag Papua dengan Nomor : Kw.26.1/2/KP.01.1/2396/2013, tertanggal 25 Oktober 2013. Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua tahun 2014, jumlah Yayasan Kristen di Propinsi Papua sebanyak 66 yayasan yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Diantara yayasan-yayasan tersebut adalah: Yayasan Eklesia Christou Irian Jaya, Yayasan Amal Kasih Jayapura, Yayasan Pendidikan Kesejahteraan dan Pekabaran Injil, Yayasan Pendidikan Kristen (YAPKI) Merauke, Yayasan Pendidikan Kristen Bethel Pentakosta Pelangit Kasih di Tanah Papua, Yayasan Pendidikan Filadelfia, Yayasan Suara Kalvari, Yayasan Penginjilan Oikumene Victory, dan lain-lain. Terkait dengan data lembaga pendidikan Kristen di Papua hingga penelitian ini dilakukan tidak ditemukan datanya, karena belum pernah dilakukan pendataan secara resmi terkait jumlah lembaga pendidikan Kristen yang ada di bawah naungan yayasan pendidikan gerejawi. Namun Kementerian Agama Papua telah melakukan pembinaan terhadap 41 Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) yang 214
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dikelola oleh yayasan gerejawi. Dari 41 SMTK tersebut jumlah siswanya sebanyak 2.204 siswa dan jumlah gurunya sebanyak 478 orang. Di antara SMTK tersebut adalah: SMTK AMPARI Jayapura, SMTK Pelita, SMTK Firdaus, SMTK Rulland Lesnussa, SMTK YPAA Tunas Harapan, SMTK Marturia, dan SMTK YPPGI Yonime. Selain itu, di Papua juga terdapat beberapa Sekolah Tinggi Teologi (STT) Kristen, yang di antaranya adalah: STT GKI IS Kijne Jayapura, STT Babtis, STT Bethel, STT Setia, STT Gereja Reformasi, STAKN Burereh Sentani, STT Walter Post, dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir ini, terutama pasca diberlakukannya UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, dinamika organisasi/lembaga keagamaan Kristen di Papua cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya beberapa kasus perpecahan di internal gereja yang kemudian ingin membentuk sinode sendiri. Di antara kasus tersebut adalah: 1. Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) mengalami perpecahan, sehingga berdirilah Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua. Sinode Gereja KINGMI ini telah mengajukan pendaftaran ke Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI, dan pengajuan pendaftaran tersebut ditolak oleh Dirjen Bimas Kristen. Kemudian, Kanwil Kemenag Propinsi Papua mengeluarkan Surat Izin Pelayanan Tetap Gereja KINGMI tersebut. 2. Sinode Gereja-Gereja Reformasi Indonesia (GGRI) juga mengalami perpecahan, sehingga berdiri Sinode Gereja Gereja Reformasi di Papua (GGRP). Sinode ini telah mendapatkan SK pendaftaran dari Dirjen Bimas Kristen pada tahun 2012. SK tersebut keluar karena permohonan GGRP adalah perubahan nama dari GGRI menjadi GGRP. Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
215
3. Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) juga mengalami konflik internal karena masalah kepemimpinan antara pimpinan Pdt. Warikar dan Pdt. Samuel K. Waromi. Namun setelah konferensi GBGP pada Februari 2014 lalu, sudah ada upaya rekonsiliasi yangmenyepakati Pdt. Samuel K. Waromi sebagai Ketua Sinode GBGP. 4. Persekutuan Gereja-Gereja Babtis Papua (PGGBP) juga mengalami konflik internal sehingga terdapat dualisme kepemimpinan. 5. Gereja Pimpinan Rohulkudus (GPR) mengalami perpecahan sehingga berdiri Sinode Gereja Messianik Indonesia (GMI) di Tanah Papua. Sinode ini telah beroperasi di Papua secara resmi dengan berdasarkan Ijin Pelayanan Tetap dari Kanwil Kemenag Prov. Papua dengan Nomor : Kw.26.1/2/KP.01.1/2396/2013. Tanggal 25 Oktober 2013. Sebab terjadinya perpecahan internal gereja-gereja tersebut, menurut Melias Adii, S.Th, MM adalah lebih dikarenakan masalah kepemimpinan. Pemimpin Gereja yang tidak taat pada AD/ART gereja-nya sendiri, misalnya sudah dua periode menjadi ketua sinode masih ingin jadi ketua untuk periode ketiga (berebut menjadi pemimpin). Selain itu, dalam UU Nomer 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Pasal 54, di Papua bisa membentuk Sinodal sendiri, karena adanya otonomi lembaga keagamaan. Oleh sebab itu, gereja KINGMI membentuk sinodal di Papua. Namun, Pemerintah Pusat (Kemenag RI/Ditjen Bimas Kristen) mempunyai tafsiran lain, sehingga Kemenag tidak memberikan rekomendasi/SK pendaftaran. Padahal, masing-masing denominasi mempunyai sejarah sendiri-sendiri sehingga antara satu dan lainnya berbeda, dan tidak bisa disatukan. Menurut Klemens 216
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Taran, George Rumi, dan Pdt. Carol Maniani bahwa salah satu pemicu perpecahan gereja di Papua adalah karena adanya UU Nomer 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Pasal 55 yang mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan keagamaan, sehingga beberapa pemimpin gereja ingin mendirikan Sinode baru untuk mendapatkan bantusan keagamaan tersebut. Selain internal sinode, konflik juga terjadi antar sinode yang biasanya diakibatkan oleh cara penginjilan yang dilakukan oleh Gereja Pertaubatan atau Gereja Karismatik. Sedangkan konflik antara agama Kristen dengan agama lain, menurut tokoh-tokoh agama Kristen tidak ada masalah berarti di tengah penduduk yang pluralis ini. Memang terdapat sejumlah kasu-kasus khusus dimana peristiwa kecil antar individu berkembang melibatkan banyak orang, sehingga tidak terelakkan tercipta konflik antar etnis dan agama. Namun kondisi tersebut dapat segera teratasi dengan baik. Oleh karena itu, secara umum kondisi kerukunan hidup antarumat beragama di Bumi Cenderawasih terjaga dengan baik. Ini dikarenakan sikap saling menghargai, menghormati dan saling mengakui perbedaan yang merupakan kunci sukses kerukunan umat beragama.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
217
BAB II TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISISNYA Pandangan Pemimpin Gereja Pengaturan Organisasi Di atas telah dijelaskan bahwa jumlah sinode atau organisasi gereja di propinsi Papua sudah cukup banyak, 39 sinode. Dan potensi terjadinya pertambahan jumlah sinode tersebut cukup tinggi, apalagi pasca berlakunya UU Otonomi Khusus yang mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk menganggarkan dana bantuan keagamaan. Melihat kondisi tersebut jelas memerlukan pengaturan yang baik dari pemerintah guna menjaga kehidupan masyarakat yang damai, rukun, dan semangat oikumene. Lalu bagaimana pandangan pemimpin gereja di Papua tentang pengaturan tersebut? Menurut Pdt. Carol Maniani (GKII), pengaturan Kementerian Agama Papua terhadap gereja sebenarnya sudah mengikuti peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen Bimas Kristen, yaitu sementara ini pendaftaran sinode baru dimoratorium (pemberhentian sementara), karena sudah cukup banyak sinode di Indonesia. Tetapi Kementerian Agama Provinsi Papua justru mengeluarkan SK yang bertentangan dengan peraturan Ditjen Bimas Kristen, dengan memberikan rekomendasi layanan tetap kepada sinode Baru. Ini menunjukkan bahwa pengaturan Kementerian Agama Provinsi Papua terhadap gereja terbukti tidak sesuia dengan Kebijakan Kementerian Agama Pusat..
218
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Berbeda dengan Pdt. Carol Maniani, Pdt. Rolling Gasperz (GOI) menuturkan bahwa pengaturan gereja di Kementerian Agama Provinsi Papua sudah cukup baik dan sangat arif serta tidak menghalang-halangi gereja dari luar Papua yang ingin membuka layanan di Papua (mengajukan SKTL), akan tetapi Kementerian Agama Provinsi Papua memberikan persyaratan kepada gereja tersebut agar tidak membuat gesekan-gesekan dengan gereja yang lain. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Pdt. Samuel K. Waromi (GBGP) bahwa pengaturan yang dilakukan Kementerian Agama Provinsi Papua terhadap organisasi gereja sangat baik dan Kemenag sudah memposisikan dirinya sebagai wadah untuk setiap gereja dan bahkan setiap agama, sehingga ketika terjadi konflik Kementerian Agama selalu berperan sebagai mediasi. Hal yang sama juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi (GGRP) bahwa pengaturan gereja yang dilakukan Kementerian Agama cukup baik. Ini telah dibuktikan ketika GGRP mengajukan perubahan nama dari GGRI menjadi GGRP prosesnya cukup mudah. Selain itu, Kementerian Agama juga pernah menyelenggarakan pertemuan bagi Ketua Sinode/Wilayah/Daerah seluruh denominasi gereja seProvinsi Papua untuk mendengarkan serta mendapat data tentang kemajuan yang telah dicapai gereja serta apa-apa kendala yang dihadapi gereja dalam pelaksanaan visi, misi gereja. Pengakuan Pdt. Arjon Pakurante, bahwa dia belum tahu pengaturan pemerintah tentang gereja. Jika memang harus izin untuk mendirikan denominasi atau membuka pelayanan baru dan bila tidak mendapatkan izin, maka gereja harus taat
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
219
pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah, meskipun sudah terdaftar di Kemenag Pusat. Dari pandangan yang dikemukakan di atas nampak bahwa pengaturan organisasi yang dilakukan Kementerian Agama Provinsi Papua secara umum sudah berjalan dengan baik. Hanya saja masih terdapat pandangan Pdt. Carol Maniani yang memandang ‘negatif’ pengaturan gereja di Papua. Hal ini dapat dimaklumi kerena dia sebagai Ketua GKII Wilayah Papua merasa dirugikan oleh kebijakan Kementerian Agama Provinsi Papua yang mengeluarkan SK tentang Rekomendasi Pelayanan Tetap bagi gereja KINGMI (yang memisahkan diri dari GKII). Berdasarkan penelusuran peneliti, kenapa rekomendasi tersebut bisa keluar? Karena Kabid Urusan Agama Kristen yang sekarang menjabat Plt. Kakanwil Kemenag Provinsi Papua yang menandatangani rekomendasi tersebut merupakan salah satu tokoh di gereja KINGMI. Pelayanan Organisasi/Denominasi Pandangan pemuka agama terhadap pelayanan Kementerian Agama Provinsi Papua kepada gereja, menurut Pdt. A. Yoku, selama ini belum ada sinergitas antara Kementerian Agama dan Gereja, termasuk dalam pelayanan dan pembinaan. Ia sebagai pemimpin Gereja GKI di Tanah Papua mengharapkan ad anya pertemuan antara gereja dengan Kementerian Agama. Ketika gereja mengadakan kegiatan seharusnya Pembimas Kristen memberikan perhatian. Pdt. Carol Maniani (Ketua GKII) juga berpandangan bahwa seharusnya Kementerian Agama secara berkala 220
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
mengadakan pertemuan (seminar, penataran atau kegiatan lainnya) untuk perbaikan kehidupan keagamaan yang menjadi tugasnya. Sampai sekarang ia juga tidak tahu, apakah di Kementerian Agama terdapat bantuan, dukungan, pembinaan untuk Gereja di Papua atau tidak. Berbeda dengan kedua tokoh di atas, Pdt. Samuel K. Waromi berpandangan bahwa sejak ia memberikan pelayanan dari tingkat jemaat, kemudian tingkat klasis dan sekarang tingkat sinode sering bersinergi dengan Kementerian Agama. Terutama ketika terjadi permasalahan di internal Gerejanya, karena masalahnya semakin rumit, sehingga pernah terjadi konflik, maka Kementerian Agama berperan sebagai mediasi. Pandangan yang sama juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi bahwa GGRP merasakan telah dapat pelayanan yang baik dari Kementeri Agama, tertama ketika GGRP mengajuka perubahan nama dan bantuan pengelolaan SMTK. Dari pandangan para pemimpin gereja di atas terdapat pandangan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah berupa bantuan dana. Bagi mereka yang merasa tidak mendapatkan bantuan dana dari Kementerian Agama, merasa belum mendapatkan pelayanan. Berbeda dengan pemimpin gereja yang menyadari bahwa pelayanan itu tidak harus berbentuk bantuan dana, tapi ketika mereka butuh seperti surat rekomendasi oleh Kementerian Agama dan dilayani dengan baik, maka mereka sudah merasakan cukup mendapatkan pelayanan. Pendaftaran Organisasi/Denominasi di Kesbangpol Terkait ‘peluang’ gereja untuk mendaftar ke Kesbangpol berdasarkan UU Ormas, para pemimpin gereja mayoritas Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
221
tidak sependapat. Menurut Pdt. Carol Maniani, pendafatran organisasi gereja di Kesbangpol tidak benar, karena itu sudah masuk ranah politik. Jika pendaftaran Gereja bisa di Kesbangpol, maka fungsi dari Kementerian Agama akan hilang, karena semua organisasi keagamaan akan ke Kesbangpol dan mereka tidak peduli lagi dengan Kementerian Agama. Pdt. Samuel K. Waromi juga berpendapat bahwasannya harus dibedakan antara Gereja dengan Ormas, karena lembaga keagamaan ini bukan Ormas. Oleh karenanya, pendaftaran Gereja ke Kebangpol itu tidak tepat. Negara ini ada karena ada kekuatan iman dan takwa manusia, kalau manusia moralnya tidak baik maka rusaklah negara ini, sehingga dalam pandangan Mukaddimah UU 45 itu sebagai tanda orang Indonesia mempunyai jiwa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Dan jangan disamakan lembaga keagamaan dengan ormas yang berada di bawah kendali Kesbangpol, itu sangat keliru dalam penempatan posisi. Menurut Pdt. A. Yoku, penafsiran UU Ormas tentang pendafatarn gereja harus di Kebangpol adalah salah. Agama jangan dipolitikkan, dan Kesbangpol jangan mengeluarkan sesuatu yang bisa membahayakan keutuhan bangsa. Karena soal-soal keagamaan, kalau salah dimanfaatkan maka akan sangat berat sekali untuk diperbaiki. Orang lebih baik bertikai karena masalah politik, dan jangan masalah ajaran. Kalau bertikai masalah ajaran maka akan rusak parah, sebab orang akan berani mati demi ajaran. Karena itu sebaiknya harus berketetapan hati pada aturan, sudah ada Kementerian Agama yang menangani semua hal yang menyangkut agama, diambil keputusan dilingkup agama, jangan dipolitiskan.
222
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Pandangan yang sama juga disampaikan Rolling Gasperz, bahwa organisasi gereja, bukan organisasi politik, tetapi organisasi keagamaan, sehingga hubungan dengan pemerintah alangkah baiknya kalau berhubungan dengan Kementerian Agama, bukan Kesbangpol (Kemendagri). Dari pandangan para pemimpin gereja di atas, semua sepakat bahwa mereka tidak setuju pendaftaran gereja dilakukan di Kesbangpol. Kebijakan Kementerian Agama Pandangan pemuka agama mengenai Kebijakan Kementerian Agama Provinsi Papua tentang pengaturan dan pelayanan gereja di Papua menurut Melias Adii, S.Th, MM, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Papua selalu mengikuti kebijakan yang dibuat Kementerian Agama Pusat, karena Kementerian Agama merupakan lembaga pemerintah yang bersifat vertikal. Sehingga bentuk pengaturan dan pelayanan yang dilakukan Kementerian Agama kepada gereja-gereja di Papua meliputi; menerima pendaftaran Gereja, memberikan surat keterangan, dan memberikan penyuluhan/tenaga penyuluh agama Kristen di daerah-daerah. Sedangkan bentuk pembinaan Kementerian Agama terhadap gereja-gereja biasanya dalam bentuk bantuan dana renovasi bangunan Gereja dan melakukan penyuluhan agama Kristen. Dalam hal pendaftaran gereja, berdasarkan peraturan dari Ditjen Bimas Kristen yang tidak membuka pendaftaran gereja/sinode baru, maka Pembimas Kristen Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua fokus melayani (memberi pengantar) pendaftaran ulang gereja dan memberikan Surat Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
223
Keterangan Tanda Lapor (SKTL) untuk gereja di luar Papua yang membuka pelayanan di Papua. Menurut Klemens Taran, Kementerian Agama juga memberikan pelayanan/bantuan berupa tenaga penyuluhan agama. Dalam hal ini Kementerian Agama menyiapkan tenaga penyuluh agama Kristen yang digaji oleh Kementerian Agama. Penyuluh biasanya ada 3 tingkatan, yaitu: penyuluh utama yang pemimpin sinode/dosen teologia), penyuluh madya (pendeta tingkat klasis/jemaat), dan penyuluh muda (pengajar sekolah minggu). Terkait dengan pengajuan perpanjangan SK gereja (daftar ulang) dan untuk mendapatkan SKTL, menurut Agustina Gala, Pembimas Kristen Kementerian Agama Papua memberikan persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Ditjen Bimas Kristen yaitu: Surat permohonan dari gereja yang bersangkutan, Fotocopy surat pendaftaran dari Kanwil Kementerian Agama, Surat pengantar/usul dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi setempat c.q Pembimbing Masyarakat Kristen yang menyatakan bahwa organisasi tersebut telah hidup selama 2 (dua) tahun dan berkembang dengan baik. Sejarah singkat berdirinya gereja, Susunan pengurus, Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gereja, Akte notaris tentang pendirian gereja, Rekomendasi dari 3 (tiga) gereja yang telah terdaftar pada Ditjen Bimas Kristen, Program kerja gereja, Surat pernyataan tidak mengarah ke pembentukan gereja baru, Surat pernyataan kesediaan membuat laporan tahunan, notulen rapat berdirinya gereja, dan Laporan kegiatan gereja 2 (dua) tahun terakhir Untuk rekomendasi dari 3 (tiga) gereja yang telah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen, Pembimas Kristen 224
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Kementerian Agama Provinsi Papua mensyaratkan rekomendasi dari 3 (tiga) gereja tertua, seperti GKI di Tanah Papua, Gereja KINGMI, dan GBGP. Namun, peneliti menemukan bahwa Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua telah mengeluarkan beberapa surat keterangan izin pelayanan tetap bagi gereja yang belum mendapatkan SK pendaftaran dari Ditjen Bimas Kristen. Di antara SK tersebut adalah SK pelayanan tetap untuk Gereja KINGMI di Papua dan Gereja Messianik Indonesia di Tanah Papua. Adapun terkait kebijakan Kemenag Provinsi Papua tentang pelayanan dan pengaturan yayasan Kristen di Papua, Pembimas Kristen Kementerian Agama di Papua lebih pada menerima pendaftaran yayasan. Seperti halnya perpanjangan SK gereja (daftar ulang), pendaftaran yayasan Kristen juga mengacu pada syarat yang telah ditetapkan oleh Ditjen Bimas Kristen yaitu; Surat permohonan dari yayasan yang bersangkutan, Fotocopy surat pendaftaran dari Kanwil Kementerian Agama, Surat pengantar/usul dari Kanwil Kementerian Agama Propinsi setempat c.q Pembimbing Masyarakat Kristen yang menyatakan bahwa organisasi yayasan tersebut telah hidup selama 2 (dua) tahun dan berkembang dengan baik, Sejarah singkat berdirinya yayasan, Susunan pengurus, Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yayasan (harus spesifik Kristen), Akte notaris tentang pendirian yayasan (harus spesifik Kristen), rekomendasi dari 3 (tiga) yayasan/gereja yang telah terdaftar pada Ditjen Bimas Kristen, Program kerja yayasan, Surat pernyataan tidak mengarah ke pembentukan gereja baru, Surat pernyataan kesedian membuat laporan tahunan, notulen rapat berdirinya
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
225
gereja yayasan, laporan kegiatan gereja 2 (dua) tahun terakhir, dan Rekomendasi Kementerian Hukum dan HAM. Seperti halnya gereja, untuk rekomendasi dari 3 (tiga) yayasan gerejawi yang telah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen, Pembimas Kriten Kementerian Agama Papua juga mensyaratkan rekomendasi dari 3 (tiga) yayasan gerejawi tertua. Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja Dalam hal kerukunan umat beragama, Papua memiliki pengalaman yang sangat bagus. Kerukunan di wilayah ini berlangsung kondusif, terjadi hubungan yang baik antara umat beragama. Umat beragama berpandangan sama, yaitu sepakat dalam perbedaan untuk menjunjung tinggi motto “satu tungku tiga batu”. Buah dari kebersamaan ini, terjadilah kerjasama antar penganut dan tokoh agama yang kuat (Achmad Rosidi, 2010). Oleh sebab itu, pandangan para pemimpin gereja di Papua tentang keberlangsungan kerukunan umat beragama juga seirama dengan motto tersebut. Misalnya saja pandangan Pdt. Samuel K. Waromi yang menyatakan bahwa Papua adalah Tanah Damai, sehingga ada kewajiban bagi setiap umat beragama untuk mewujudkan perdamaian tersebut. Selain itu, di Papua juga ada FKUB dan PGGP yang mempunyai kebulatan tekat untuk menjaga kedamaian, toleransi, saling menghormati dan menghargai kepada agama yang lain. Sehingga dalam kaitannya dengan izin mendirikan sinode baru, menurutnya lebih baik tidak usah ada penambahan sinode baru, dan sinode yang ada dikembangkan dengan aturan-aturan yang ada. 226
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Pdt. A. Yoku, yang menyampaikan bahwa terkait izin gereja baru, Kementerian Agama harus sinergi dengan sinode yang sudah ada, dan sebaiknya pengajuan pendaftaran sinode baru tersebut tidak usah dijawaba. Tetapi mereka disarankan untuk bergabung dengan gereja yang sudah ada yang masih satu aliran. Misalnya, aliran Pentakosta maka bergabung dengan Pentakosta yang ada, jangan membentuk Pentakosta baru. Hal senada juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi yang berpandangan pendaftaran sinode baru lebih baik ditutup daripada membuka konflik. Walaupun mereka punya hak hidup dijamin oleh undang-undang. Tapi kita harus lihat kondisi Papua yang sudah banyak denominasinya. Jadi jumlah gereja harus dibatasi. Selain itu, Kementerian Agama harus tegas, walaupun ia mempunyai wewenang untuk memberi rekomendasi, tetapi Kemenag juga perlu memberikan suatu pendidikan keagamaan yang baik kepada mereka, yaitu bagi gereja baru sebaiknya bergabung dengan yang se-aliran. Bagi yang berkonflik sebaiknya berdamai. Bisa dibicarakan dan bukan untuk diributkan. Menurut Pdt. Rolling Gasperz, untuk mencapai kerukunan hidup antarumat beragama dan juga internal agama di Bumi Cenderawasih harus ada sikap saling menghargai, menghormati dan saling mengakui perbedaan yang merupakan kunci sukses kerukunan umat beragama. Menurut Klemens Taran, perlu memberdayakan Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) untuk membangun kerukunan antar gereja. Dan para pimpinan lembaga keagamaan juga sudah sepakat untuk menjalin hubungan damai dan mewujudkan Papua Tanah Damai.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
227
Relasi Sosial Gereja dengan Masyarakat dan Kemenag Di kalangan umat Kristiani, pemimpin gereja merupakan sosok yang sangat terkenal dan dikenal dalam konteks kehidupan sosial masyarakat. Pendeta sebagaimananyahal dengan kyai atau ulama bagi kalangan Islam, dikenal karena kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki di bidang agama (Horiko Horishoki, 1987: 1-2). Oleh sebab itu, pemimpin gereja lah yang menjadi nahkoda bagaimana hubungan gereja dengan masyarakat dan juga dengan pemerintah. Secara umum relasi gereja-gereja yang ada di Papua dengan masyarakat sekitar berjalan sangat baik. Dan hubungan gereja dengan Kementerian Agama juga terjalin dengan baik. Hanya saja ada gereja, yaitu GKII yang merasa hubungannya dengan Kementerian Agama Papua kurang harmonis dikarenakan Kementerian Agama Papua meberikan rekomendasi pelayanan tetap kepada KINGMI yang sedang berkonflik dengannya. Selain itu, Kakanwil Kemenag Papua juga sangat berpihak pada gereja KINGMI.
228
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Dari hasil temuan di lapangan, berikut;
disimpulkan sebagai
1. Dalam hal pengaturan organisasi gereja oleh Kementerian Agama Provinsi Papua, para pemimpin gereja berpandangan bahwa secara umum pengaturan tersebut sudah berjalan dengan baik. Hanya seorang pemimpin geraja (Pdt. Carol Maniani) yang menganggap pengaturan tidak baik, karena dia sebagai Ketua GKII Wilayah Papua merasa dirugikan oleh kebijakan Kemenag Papua yang mengeluarkan SK tentang Rekomendasi Pelayanan Tetap bagi gereja KINGMI (yang memisahkan diri dari GKII). 2. Para pemimpin gereja memiliki pandangan yang sama bahwa mereka tidak setuju pendaftaran gereja dilakukan di Kesbangpol, sebab organisasi gereja bukan ormas tetapi lembaga keagamaan. 3. Dalam hal visi keberlangsungan kerukunan umat beragama, para pemimpin gereja memiliki pandangan yang sama, yaitu pentingnya menjalin hubungan yang harmonis untuk mewujudkan Papua Tanah Damai, dan menjunjung tinggi motto “satu tungku tiga batu”, agar tetap terjalin kerjasama antar penganut dan tokoh agama yang kuat.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
229
4. Secara umum relasi gereja-gereja yang ada di Papua dengan masyarakat sekitar berjalan sangat baik. Dan hubungan gereja dengan Kementerian Agama juga terjalin dengan baik. Hanya saja ada gereja, yaitu GKII yang sedang berkonflik dengan gereja KINGMI. 5. Umumnya para pemuka pemuka agama setuju terhadap kebijakan Dirjen Bimas Kristen melakukan moratorium terhadap pembentukan organisasi gereja yang baru. Rekomendasi Berkaitan dengan kesimpulan diatas, maka disampaikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Dalam melakukan pengaturan organisasi gereja, Kementerian Agama Provinsi Papua, dalam memberikan izin operasional organisasi gereja yang baru harus benarbenar mengikuti peraturan yang berlaku, agar tidak ada yang merasa dirugikan. 2. Pegawai/pejabat Kementerian Agama harus bersikap netral ketika menangani pendaftaran gereja. Saat berada di kantor mereka tidak boleh membawa bendera gerajanya masing-masing, dan jika terjadi konflik di internal gereja, Kementerian Agama hanya sebagai mediasi, sedangkan penyelesainnya tetap harus diserahkan kepada internal gereja yang bersangkutan. 3. Dalam hal pendaftaran gereja baru, Kementerian Agama harus membuat peraturan yang tegas dan jelas, dan dijalankan dengan konsekwen.
230
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Jan Sihar, 1995, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Badan Pusat Statistik Propinsi Papua, 2013, Papua dalam Angka 2013, Jayapura: BPS Propinsi Papua. Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, 2011, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta. Majelis Rakyat Papua, 2013, Implementasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dalam Pandangan Cendikiawan Orang Asli Papua, Jayapura: MRP. Pilon, P. K., 1972, Oikumenika: Bagian Sejarah, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Raho SVD, Bernard, 2013, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit Obor, Jakarta. Rumainum, F.J.S., t.th, Sesudah Seratus Satu Tahun Zending di Irian Barat, Jayapura: Kantor Pusat GKI. Tim Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Jayapura, 2006, Membangun Budaya Damai dan Rekonsiliasi: Dasar Menangani Konflik di Papua, Jayapura: SKP Jayapura. http://cloud.papua.go.id/id/budaya/artikel/Pages/KeadaanSosial-Budaya-Papua.aspx diunduh pada 7 April 2014 Informan: Agustin Nagala, Kasi Urusan Agama Kristen Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
231
Klemens Taran, Kasi Pendidikan Agama Kristen Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua. Melias Adii, Plt Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Papua Pdt. George Rumi, Penasehat GGRP) Pdt. Carol Maniani, Ketua GKII Papua. Pdt. A. Yoku, S.Th, Ketua Sinode GKI Arjon Pakurante, Gembala Bala Keselamatan Pdt. Samuel K. Waromi, Ketua Sinode GBGP Romo Rolling Gasperz, Pendeta GOI Papua Pdt. Harun H, Ketua Sinode Gereja Messianik Indonesia
232
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
4 PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG PENGATURAN ORGANISASI GEREJA Di Surabaya, Jawa Timur
Oleh: Sony Dandel
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
233
BAB I PENDAHULUAN
Selintas Peta Denominasi Kekristenan Gereja perdana lahir setelah peristiwa Pentakosta (Kis. 2:1-47) pada mulanya adalah gereja yang tidak ada struktur organisasi dan non-denominasi. Hanya dipersatukan oleh pengakuan, yaitu “Yesus Kristus adalah Tuhan” (Flp. 2:11). Tetapi karena perjumpaan dengan banyak budaya, filsafat serta agama setempat, gereja yang mulai menyebar itu mulai serius mempertahankan kemurnian ajarannya. Itu sebabnya gereja mula-mula mulai mempertahankan diri melalui tiga cara utama:Kanonisasi Alkitab, Perumusan pengakuan iman dan Penetapan jabatan gerejawi.Dengan perkembangan ini kredo fundamental gereja mulai dirumuskan secara sistematis. Sementara itu persinggungan dengan konteks yang beragam makin mendorong gereja-gereja untuk membuat ajarannya relevan. Itu sebabnya kepelbagaian mulai muncul, entah secara alami maupun akibat konflik dan pertikaian. Perpecahan Pertama: Kasus Gereja Ortodoks Oriental Pertikaian pertama muncul karena alasan yang amat teologis, yaitu perdebatan mengenai hakikat Kristus yang didahului dengan pertikaian mengenai doktrin tritunggal. Berkenaan dengan debat tritunggal kita mencatat adanya dua aliran utama. Aliran pertama diwakili oleh Ireneus –yang berwatak agama misteri– yang beranggapan bahwa Kristus adalah Allah sepenuhnya. Aliran kedua diwakili oleh 234
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Origenes–yang berwatak Yunani– yang menyatakan bahwa Kristus lebih rendah dari Allah Bapa. Pertikaian dilanjutkan oleh Athanasius yang mempertahankan pandangan Ireneus dan Arius yang mempertahankan pandangan Origenes. Pada tahun 381 dicapai kesepakatan kompromistis dalam konsili Kontantinopel yang merumuskan, “Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Esa menurut hakikatnya namun merupakan tiga pribadi.” (una substantia, tres personae). Pertikaian tentang trinitas dilanjutkan dengan pertikaian teologis lain mengenai hakikat Kristus. Lagi-lagi muncul dua kelompok. Kelompok pertama, diwakili oleh Nestorius yang memandang bahwa kemanusiaan dan keilahian Kristus tidak bercampur (seperti minyak dan air); karena itu pandangannya disebut duofisit. Kelompok kedua, diwakili oleh Cyrillus yang menganggap bahwa kemanusiaan dan keilahian Kristus bercampur menjadi satu tabiat baru (seperti air dan susu); karena itu pandangan ini disebut juga monofisit. Lagi-lagi muncul kompromi teologis dalam konsili Chalcedon (451) yang menegaskan bahwa tabiat Kristus “tak terbagi, tak terpisah” (melawan Nestorius) sekaligus “tak bercampur, tak berubah” (melawan Cyrillus).Akibatnya, baik kelompok monofisit maupun duofisit (Nestorian) memisahkan diri dari Gereja yang esa. Kaum monofisit mendirikan gereja di Mesir (Gereja koptis) dan Siria, sedang kaum nestorian mendirikan gereja di Persia. Kedua kelompok ini kemudian dikategorikan sebagai Gereja-gereja Ortodoks Oriental. Perpecahan Kedua: Gereja Timur & Gereja Barat Pertikaian kedua muncul sekali lagi karena persoalan teologis, yang dibarengi dengan masalah dan latar belakang Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
235
politis. Pada abad ke-4 gereja-gereja yang berada di wilayah kekaisaran Romawi membentuk dua corak yang berbeda berdasarkan dua wilayah, yaitu Timur dan Barat. Perbedaana corak ini kemudian menghasilkan perpecahan besar yang mengakibatkan munculkan Gereja Ortodoks Timurdan Gereja Katolik Roma. Pencetus perpecahan ini ada dua: teologis dan politis. Secara teologis kita mencatat munculnya pertikaian mengenai filioque (artinya: dan Sang Anak), yang awalnya muncul dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel (325), “Kami percaya kepada Roh Kudus, yang menjadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak …” Inti persoalannya, gereja-gereja di timur menganggap bahwa Roh Kudus hanya keluar dari Sang Bapa dan kalimat fillioque tersebut ditambahkan oleh para uskup dari wilayah barat. Sebaliknya, gereja-gereja barat tetap mempertahankan anak kalimat fillioque tersebut.Perpecahan sebenarnya juga didorong oleh faktor politis. Muncul persaingan antara patriarkh Roma di barat dan patriarkh Konstantinopel di timur. Akhirnya Gereja Barat dan Timur mengalami proses perpecahan yang panjang yang baru secara final ditegaskan perpisahannya sekitar tahun 1200-an. Dalam proses yang panjang kemudian menjadi nyata bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur.
236
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Gereja Gereja Katolik Barat Ortodoks Timur Yunani Latin
Bahasa Cara berpikir Pokok teologi
intuitifkontemplatif fana-tidak fana
Tokoh Alkitab
Yohanes
rasional-yuridis kebenaran: rahmat Paulus
dosa-
Patriarkh
simbol Otoritas kehormatan (Tabel - Catatan Kuliah thn. 2000- Yoas Adisaputra)
Perpecahan Ketiga: Gereja Katolik Roma & Gereja Protestan Pertikaian dan perpecahan ketiga muncul dalam kubu Gereja Barat. Dari sini Gereja Barat terbagi menjadi dua: Gereja Katolik Roma dan Gereja(-gereja) Protestan. Tadinya Luther tidak bermaksud mendirikan gereja yang baru, namun hanya ingin memperbarui ajaran gereja Barat. Namun karena penolakan keras dari Katolik (kontra-reformasi), maka perlahan-lahan Gerakan Reformasi ini memunculkan gerejanya sendiri. Munculnya Gerakan Reformasi bisa kita lihat dari berbagai sudut pandang. Masalah tradisi dan Alkitab. Gereja Katolik Roma Abad Pertengahan cenderung menyejajarkan tradisi dan Alkitab, bahkan dalam praktiknya tradisi lebih diutamakan ketimbang Alkitab. Luther dan kawan-kawan berusaha menempatkan kembali Alkitab sebagai otoritas tertinggi (sola scriptura).Masalah keselamatan. Gereja Katolik Roma Abad Pertengahan cenderung menempatkan gereja sebagai institusi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
237
keselamatan. Apa yang dicanangkan gereja dapat menyelamatkan umat. Luther dan kawan-kawan ingin menegaskan bahwa keselamatan hanya didapat karena anugerah Allah (sola gratia) dalam Kristus (solus Christum) yang diterima melalui iman (sola fide). Masalah imamat. Gereja Katolik Roma Abad Pertengahan cenderung menempatkan otoritas pada imam yang berjabatan. Luther kemudian mengetengahkan prinsip bahwa semua orang percaya memegang status imamat am orang percaya.Masalah surat penghapus siksa. Pemicu perpecahan dimulai ketika Paus Leo X ingin mendirikan gereja St. Petrus dan mengumpulkan dana dengan cara menjual surat penghapus siksa (aflat). Kegiatan ini dikoordinir oleh Johann Tetzel. Menentang propaganda ini Luther kemudian menyusun 95 dalil di pintu gereja Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517.
Perkembangan Selanjutnya dalam Gereja Protestan Karena prinsipnya yang amat menekankan imamat am dan kembali ke Alkitab (back tothe Bible), maka gerakan Reformasi mendapat dukungan luas dari umat. Dua prinsip ini kemudian memunculkan suasana rohani yang baru. Umat diizinkan membaca sendiri Alkitabnya dan proses interpretasi populer pun berjalan. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa hingga kini penyebaran –yang kebanyakan akibat pertikaian paham– banyak bermunculan di kalangan gereja Protestan. Selain itu penyebaran juga ditopang oleh kenyataan bahwa gereja-gereja Protestan amat menekankan pentingnya gereja lokal, ketimbang hirarki. 238
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Selintas Berbagai Denominasi Protestan di Indonesia Kenyataannya, keberagaman denominasi protestan yang ada di Indonesia apalagi di dunia sudah sedemikian kompleks, sehingga identifikasi setiap denominasi yang ada nyaris tak mungkin sempurna. Para ahli sejarah gereja Indonesia biasanya memilah semua denominasi gereja di Indonesia menjadi dua berdasarkan asalnya. Denominasi-denominasi dari Eropa Presbiterian. Presbiterian sebenarnya menunjuk pada sistem pemerintahan gerejawi tertentu, yang biasanya dikenakan pada gereja-gereja Calvinis, Hervormd/Reformed, atau Gereformeerd. Ada beberapa ciri penting dari aliran ini: a) Non-hirarkis. Penatua dan diaken setingkat dengan pendeta. Kesetaraan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dari sini bermuasal banyak prinsip gerejawi lainnya, misalnya, baptis anak, ide perjanjian, teokrasi dll.Denominasi ini masuk ke Indonesia melalui dua jalur penting, yaitu jalur gereja-negara (sejak 1605) dan jalur badan zending (sejak 1814). Gereja kelompok ini misalnya, GMIM, GMIT, GPIB; GKI (w) Jabar, GKI (w) Jatim, GMIST, GKT, GKI Irja, GKP, GBKP, GKJW; GKI (w) Jateng, GKJ, GKS, Gereja Toraja, Gereja Toraja Mamasa, dll. b) Uniert.Uniert di sini dimaksudkan penggabungan gereja Lutheran dan Calvinis. Di Indonesia gereja uniert muncul sebagai akibat penginjilan yang dilakukan oleh RMG. Gereja kelompok ini misalnya, HKBP.
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
239
c) Menonit. Gereja-gereja menonit merupakan sayap radikal dari Calvinisme abad ke-16. Ciri khasnya, mereka menolak ikatan gereja-negara serta menolak keikutsertaan orang kristen dalam urusan duniawi. Gereja kelompok ini misalnya, GITJ dan GKMI. Denominasi-denominasi dari Anglosaks (khususnya Amerika) Sementara gereja-gereja yang berasal dari Eropa mendominasi kekeristenan Indonesia abad ke-16 sampai dengan abad ke-19, abad ke-20 ditandai dengan banjir penginjilan besar-besaran dari Amerika Serikat. Beberapa denominasi penting yang perlu dicatat adalah: Baptis, Metodis, Pentakosta, Advent, Bala Keselamatan dan gerejagereja lainnya. Selain itu dari Amerika berdatangan pula beberapa aliran yang selama ini dicap sebagai “sekte” (Saksi Yehovah, Mormonisme, dan Christian Science). Menarik jika kita memperhatikan adanya perbedaanperbedaan yang tegas antara gereja-gereja yang berasal dari Eropa dan yang berasal dari Amerika. Asal Eropa
Asal Amerika
Eksklusif/Inklusif
Inklusif
Eksklusif
Comity/rasa hormat Penyebaran
Baik
Kurang
teritorial/regional
non-teritorial
Tradisi teologis
rasional-ilmiah
Emosional
Afiliasi
PGI
non-PGI
Ekumene
Stabil
mudah pecah
240
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Eskatologi
Kini
Kelak
Dimensi sosio- Struktural Personal politis (*Tabel- Catatan kuliah thn. 2000-Joas Adisaputra) Tidak dapat dipungkiri pertumbuhan kekristenan di Indonesia sampai tahun 2010 telah mencapai 323 organisasi gereja, belum lagi ditambah dengan jumlah yayasan-yayasan Kristen Protestan yang bersifat gerejawi. Menurut JS Aritonang, pada tahun 1989 ada surat edaran yang diterbitkan oleh Dirjen Bimas Kristen yang berisi himbauan agar umat Kristen tidak membentuk organisasi atau denominasi baru. Namun karena semangat protestantisme, tetap saja tumbuh organisasi/ denominasi atau yayasan di seluruh Indonesia baik karena perpecahan (skisma) dari organisasi gereja atau yayasan Kristen sebelumnya, maupun karena kreasi anggota gereja karena kebutuhan di suatu daerah tertentu. Pada tahun 2008, muncul moratorium “tidak resmi” tetapi berlaku secara resmi, bahwa Dirjen Bimas Kristen tidak lagi memproses pendaftaran bagi organisasi atau denominasi baru, tetapi cukup mendata saja. Hal ini diberlakukan dengan tujuan agar tidak terjadi ledakan denominasi yang akan berdampak pada gereakan oikumene dan kerukunan antar umat beragama. Direktorat Jenderal Bimas Kristen melihat bahwa organisasi/denominasi baru muncul seringkali bukan karena perbedaan teologis, tetapi karena disemangati paham missionary church planting dan duniawi semata. Dan seiring pertumbuhan denominasi baru akan diikuti dengan pendirian gedung gereja baru yang prosesnya tidak mudah. Banyaknya Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
241
aliran, kelompok, organisasi keagamaan/denominasi memerlukan pengaturan dari pemerintah. Dalam upaya menjaga kehidupan masyarakat yang damai dan rukun dalam semanagat oikumene dan NKRI.
242
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB II KONDISI DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL KEAGAMAAN Kondisi Demografi Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, merupakan Kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Sedangkan wilayah Gerbangkertosusila (Wilayah Metropolitan Surabaya) merupakan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek.60 Merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia bagian. timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan Hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya budaya; seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara pun dapat dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Maluku, Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya adalah orang Surabaya asli dan orang Madura. Ciri khas masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul. Gaya bicaranya sangat terbuka. Walaupun tampak seperti bertemperamen kasar, masyarakat Surabaya sangat demokratis, toleran dan senang menolong orang lain. Jumlah 60http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya#Geografi
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
243
penduduknya mencapai sekitar 3,110,187 Orang di Tahun 201261. Agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa dan merupakan basis warga Nahdatul Ulama yang beraliran moderat. Agama lain yang dianut sebagian warga adalah Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Posisi strategis Kota Surabaya sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat membuatnya selalu dinamis. Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan. Tabel. 1 Jumlah Pemeluk Agama Islam, Protestan dan Katholik di Kota Surabaya- BPS Tahun 2013 No Agama
Jumlah Jiwa
1
Islam
2.576.576
2
Protestan
1.722.000
3
Katholik Total
122.787 4.421.363
61http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=22
244
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Tabel. 2 Jumlah Tempat Ibadah di Kota SurabayaBPS Tahun 201362 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tempat Ibadah Masjid Langgar Gedung Gereja Protestan Gedung Gereja Katolik Pura Vihara
Jumlah 1.247 1.470 680 17 8 45
Tabel.3 Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 201463
62
No Jenis Kelamin
Jumlah Jiwa
1. 2.
Laki-laki Perempuan
1.413.452 1.397.585
Total
2.811.037
Surabaya Dalam Angka Tahun 2013, hlm 201-202.
63http://dispendukcapil.surabaya.go.id/berita/304-sms-gateway
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
245
Tabel.4 Jumlah Penduduk Surabaya Menurut Pemeluk Agama 201464 No Agama
Jumlah Jiwa
1. 2. 3. 4.
Islam Protestan Katholik Hindu
2.377.121 264.500 115.573 8.573
5. 6. 7.
Budha Konghucu Kepercayaan Total
44.688 334 158 2.811.037
Tabel.5 Jumlah Gereja di Surabaya Sumber BAMAG 2014 No Daerah
Jumlah Gereja
1.
Surabaya Barat
117
2. 3. 4 5.
Surabaya Utara Surabaya Pusat Surabaya Timur Surabaya Selatan Total
214 90 221 83 725
64Ibid.
246
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Dari table-tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Menurut data BPS Surabaya tahun 2012 (data real tahun 2011) jumlah penduduk kota Surabaya mencapai sekitar 3,110,187 jiwa. Sedangkan tahun 2013 (data real tahun 2012) mencatat jumlah pemeluk agama Islam, Protestan dan Katholik 4.421.363jiwa (lihat Tabel.1). Dari data ini menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.311.176 jiwa dalam satu tahun, yang bisa saja disebabkan oleh migrasi atau perpindahan peduduk dari kota lain ke Surabaya dan angka kelahiran. Dari data ini belum dipastikan secara real berapa peningkatan jumlah jiwa pemeluk agama Kristen yang signifikan. 1. Dari Tabel.2 data BPS Surabaya tahun 2013 (data real tahun 2012) jumlah tempat ibadah Kristen Protestan dan Katolik berjumlah 697 gedung. 2. Tabel. 3 jumlah penduduk kota Surabaya tahun 2014 menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2.811.037 Jiwa. 3. Tabel. 4 jumlah Penduduk Kota Surabaya Menurut Pemeluk Agama Tahun 2014 menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2.811.037 4. Tabel.5 jumlah gereja/denominasi di Surabaya menurut data Bamag Jawa Timur tahun 2014 adalah 725 buah gereja. Dinamika sosial keagamaan Ormas dan denominasi gereja. Di Jawa Timur terdapat 29 Sinode Gereja/Induk Gereja yang lahir di Jawa Timur, sedangkan jumlah Gereja di Jawa Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
247
Timur; 2.514. Majelis Daerah (perwakilan dari Sinode) atau Gereja Cabang kurang lebih ada 92 buah. Selain itu terdapat Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Tingkat Provinsi dan BAMAG di 38 Kabupaten/Kota di Wilayah Jatim. Di Jawa Timur terdapat 74 Yayasan, sedangkan Lembaga pendidikan Kristen terdiri: a. Perguruan Tinggi Teologi di Jawa Timur berjumlah: 33 dan 1 Institut Teologi; b. Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) di Malang, Kabupaten Madiun dan Nganjuk ada 3 SMTK. c. SDTK dan SMPTK sesuai dengan PMA No. 7 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Kristen d. Persekutuan STT se-Surabaya, dan Persekutuan STT seJawaTimur Dinamika/Perkembangan Kristen Hampir semua denominasi gereja ada di Surabaya. Mulai dari Calvinis, Lutheran, Methodis, Bala Keselamatan, Pentakostal, Kharismatik, hingga gereja Orthodok. Banyaknya denominasi disatu sisi merupakan sebuah kemunduran, karena semakin banyaknya denominasi gereja menunjukkan semakin rentannya kekristenan dengan perpecahan. Namun di sisi lain, perserakan gereja-gereja tersebut dapat secara positif dilihat sebagai warna-warni yang bisa saling memperkaya. Maka, sikap yang harus diambil adalah: Menghentikan perpecahan gereja. Harus diakui. Pertama, semakin maraknya kepelbagaian komunitas keagamaan - dengan beragam ajaran, cara hidup 248
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
dan ritual. Contoh; Gereja satu Jam Saja yang beribadah 5 kali dalam satu minggu, awalnya hanya dihadiri oleh keluarganya saja kini memiliki anggota jemaat yang tercatat melalui layanan SMS sekitar 4.000 jiwa, beribadah di MALL GRAND CITY SURABAYA, merupakan kreatifitas dari seorang pendeta yang dengan “jernih” melihat kejenuhan jemaat dalam hal lamanya beribadah. Jadi setiap Ibadah hanya satu jam saja! 15 menit pujian, 5 menit doa, dan 40 menit khotbah. Amin! Pdt. Sam sebagai pendiri menjelaskan bahwa, ia awalnya dikecam dan dikatakan sesat oleh banyak pihak termasuk para pendeta di Surabaya. Namun dengan pergumulan doa, Ia mendapatkan kekuatan untuk terus memperjuangkan persekutuannya. Mengapa menjumpai Tuhan harus dibatasi ! itu pertanyaan yang selalu dilontarkan sejak awal. Ia mengambil nama satu jam saja dari konteks: Matius 26:41. Agar setiap jemaat berjaga-jaga… . Kehadiran Gereja Satu Jam saja, merupakan satu contoh dari kasus yang sangat menarik untuk ditulis. Gereja ini lahir tidak begitu saja , Pdt. Sam Gunawan sebagai gembala sidang berasal dari aliran/denominasi yang bercirikan menekankan kesalehanhidup yang benar. Kini mentransformasikan diri menjadi gereja yang tidak lagi: dibatasi oleh baptisan selam (duaduanya ia akui: selam dan percik). Dalam beribadah tidak lagi wajib berbahasa lidah, tidak lagi harus menangis ketika sedang berdoa. Menyalurkan bantuan setiap bulan kepada 400 pendeta yang ada di seluruh daerah Surabaya dan Jawa Timur. Membantu Para yatim dan dan 300 janda. Kedua, gejala di atas secara alamiah memunculkan tandingan, yang biasanya hadir dari komunitas agama tradisional yang enggan kehilangan domba atau takut Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
249
kehilangan jatidiri, atau dari komunitas baru yang kecewa dengan komunitas lama yang kurang kokoh berjuang memerangi perkembangan pertama di atas dan tampil dengan semangat back to the past atas nama membersihkan kesuaman gereja tradisional. Gejala kedua biasanya bermuara pada suatu bentuk keagamaan yang fundamentalistis dan berpusat pada kelurusan ajaran. Dengan demikian, tidak mengherankan jika factor ajaran jadi amat dominan. Sebagaimana tampak dalam gerakan dan persekutuan kharismatik, lebih menekankan kesalehan , yang ditandai dengan berbagai gejala iman yang tampil: bahasa roh, tertawa kudus, sikap beribadah tertentu, pujian yang bersemangat dan sebagainya. Sebaliknya, sebagaimana tampak dalam kelompok-kelompok reformed dan/atau injili, lebih menekankan ajaran , yang ditandai dengan intensitas pendidikan doktrin yang ketat. Mungkin harus dipikirkan kembali bahwa ternyata Alkitab ditulis pertama-tama bukan sebagai sebuah buku dogmatika atau bunga-rampai doktrin gereja, walau di dalamnya kita mendapati rangkaian ajaran iman kristen yang kita pegang hingga kini.
250
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN Pandangan pemimpin gereja berkaitan dengan pengaturan organisasi atau denominasi dan pelayanan keagamaan oleh Kementerian Agama. Hampir seluruh narasumber yang diwawancarai ketika ditanya tentang pelayanan yang dilakukan oleh Pembimas Kristen Jawa Timur terhadap gerejanya masing-masing, mengatakan baik-baik saja, yang pertama adalah Pdt. Sewi Ketua Sinode GPPS (Gereja Pusat Pantekosta Surabaya) memiliki jemaat lokal di seluruh Indonesia sebanyak 451 jemaat. Sementara di Surabaya terdiri dari 5 Jemaat lokal, yaitu GPPS Sawahan, GPPS Bibis, GPPS Sungai Sukacita, GPPS El Bethel, dan GPPS Efrata.Untuk GPPS Sawahan saja memiliki 45 cabang di Surabaya, 40 persekutuan doa, dan 56 RKK (Rukun Keluarga Kristen). Sedangkan Pejabat Gerejawi yang mereka miliki ada 1.216 orang yang terdiri dari Pendeta, Pendeta Muda dan Pendeta Pendamping. Namun ungkapan kedekatan baik-baik dari Pdt Sewi justru berbeda dengan Sekum GPPS Pdt. Bpk.Effendi, justru Selama ia bertugas sebagai Sekum GPPS, ia tidak pernah berjumpa dengan Pembimas Kristen Jawa Timur (Yunus Doloe). Rupanya relasi yang dibangun oleh Pdt. Sewi selama kurang lebih 3 tahun itu terjadi saat ada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan GPPS dan selalu dilakukan oleh Pak. Sewi Sendiri baik pribadi maupun kelembagaan. Maka tak heran jika Sekum belum pernah bertemu. Relasi yang terputus di satu sisi disebabkan oleh sikap atau gaya kepemimpinan mengurus segala hal, di sisi yang lain tidak Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
251
ada upaya untuk membangun komunikasi. Padahal komunikasi merupakan hal yang strategis dalam membangun kerjasama baik secara personal maupun komunal dalam bidang atau organisasi apapun. Dalam hal pertumbuhan organisasi gereja/denominasi yang ada di Surabaya Pdt. Sewi menjelaskan bahwa kepemimpinan Pembimas saat ini sangat tegas, berbeda dengan para pendahulunya dalam urusan ijin pendirian gereja/denominasi baru. Ia menyebutkan bahwa Pembimas sangat taat aturan, tidak ada tawar menawar. Tetapi di dalam kebakuan itu, ada upaya yang cukup bijak dalam menangani gereja-gereja/denominasi yang tumbuh di Surabaya. Khususnya bagi gereja ruko dan rumah, Pembimas memberikan Surat Tempat Pembinaan Rohani (surat ini telah disepakati bersama diberikan atas pertemuan di Raker Pejabat Pusat dan Daerah Bimas Kristen yang dihadiri oleh Pembimas Kristen dari seluruh Indonesia). Senada dengan kenyataan di lapangan bahwa selama hampir kurang 3 tahun Pembimas Kristen bertugas tidak pernah mengeluarkan ijin/rekomendasi untuk pendirian induk organisasi gereja/sinode gereja yang baru. Bahkan di mejanya sampai saat ini tidak ada daftar antrian untuk itu. Pemberian Surat Tempat Pembinaan Rohani yang diberikan sebenarnya merupakan upaya bermakna ganda; disatu sisi seolah olah memberi harapan tetapi di sisi yang lain sebenarnya menutup harapan itu. Sebab untuk mendirikan gereja saat ini harus memenuhi syarat yang sangat panjang (PBM No.9 dan No.8 tahun 2006) disamping itu membutuhkan biaya yang cukup mahal.Lain halnya dengan Pdt. Steven yang memimpin 200 jiwa di Jl. Kebraun Utama Do No. 2 (Gereja Pentakosta Di Indonesia Kebraun-belum berijin) danPdt. Octavianus (Gereja Bethel Indonesia Ebenhaezer) yang memimpin 100 jiwa di Jl.Kalikepiting Pompa II No. 24. 252
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Mereka membandingkan gaya kepemimpinan Pembimas Kristen yang sekarang (Yunus Doloe) dengan Pembimas yang lalu. Mereka mengatakan bahwa Saat ini gereja/denominasi yang kecil di pinggiran-pinggiran Surabaya semakin sulit untuk berjuang mendirikan gereja. Mereka mengatakan bahwa dulu Pembimas dengan mudah membantu gerejagereja kecil untuk mengurus ijinnya. Tetapi sekarang jelasjelas dipersulit dengan daftar panjang aturan yang harus dipenuhi. Terlalu birokratis! Itu yang mereka ungkapkan. Pdt. Octavianus (gerejanya sejak tahun 1976 s/d 1978 sudah berpindah tempat empat kali. Menjelaskan bahwa, Pembimas kurang turun kebawah, ia menjelaskan bahwa di Surabaya Timur ada 221 gereja/denominasi sekitar 50% belum mempunyai ijin ( di rumah dan ruko). Ia menjelaskan pula bahwa saat ini ia melakukan advokasi untuk gereja-gereja tersebut. Sebagai jalan pintas menurutnya untuk mengantisipasi jika ada tantangan dilapangan atau resolusi warga ia saat ini sedang mendaftarkan gereja-gereja tersebut ke Kesbangpol, yang penting kami memiliki surat ijin tandasnya. Memang diakuinya sebenarnya urusan agama seharusnya ditangani oleh Kementrian Agama. Hampir sama dengan Pdt. Sewi dari GPPS, Rudolf F. Polimpung Pendeta di Gereja Bethel Tabernakel Jemaat Air Hayat Jl. Demak 165 Surabaya memimpin 350 jiwa. Mengatakan bahwa hubungan gereja dan pribadinya baik, bahkan menjelaskan beberapa kali memberikan kesempatan kepada Pembimas untuk menjelaskan kepada warga jemaatnya tentang syarat-syarat pendirian gereja dan kebijakan lain yang sesuai dengan pelayanan negara bagi warganya. Ia membela Pembimas katanya: “jika ada yang merasa jauh dari Pembimas” itu karena tidak aktif untuk mencari dan membangun komunikasi. Bahkan ia menegaskan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
253
bahwa Pembimas merupakan wakil Negara yang harus dihormati, dia juga seorang pelayan bagi Negara dan gerejaNya semua yang merasa diri pelayan harus saling mendahului untuk saling melayani. Mengenai sumbangan pemikiran yang visioner dari pimpinan gereja untuk menjamin keberlangsungan keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama antara lain: 1. Perlu dibuat etika berpelayanan dari para gembala dan pendeta dari berbagai aliran gereja 2. Perlu dibuat kesepakatan bersama dari para gembala dan pendeta dalam melayani warga jemaat untuk tidak melakukan pencurian domba dari jemaat lain. 3. Harus ada standar pelayanan yang disepakati oleh para gembala atau pendeta secara menyeluruh di kota Surabaya. 4. Pemerintah dalam hal ini Pembimas perlu melakukan pertemuan-pertemuan yang rutin dengan para gembala/pendeta agar ada kesapakatan bersama dalam memberikan pelayanan terhadap jemaat, sehingga kehadiran gereja sungguh-sunggguh menjadi berkat di manapun ia tumbuh.
254
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
BAB IV PENUTUP Kesimpulan Mencari atau mencuri domba, merupakan masalah antarumat kristiani yang paling sering muncul. Ia berupa perpindahan anggota dari satu gereja ke gereja lain, yang terkadang terjadi tidak secara natural, namun karena tindakan “penginjilan-kembali”. Proselitisme semu semacam ini kerap dikeluhkan oleh gereja-gereja arus utama terhadap gerejagereja pentakostal dan kharismatik.Hal ini terjadi juga karena gereja-gereja asal Amerika ini bekerja bukan berdasarkan teritori tertentu, seperti halnya pada gereja-gereja arus utama asal Eropa. Lagipula Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM) yang dilansir oleh PGI memang tidak diterima oleh gereja-gereja non-PGI. Pertikaian doktrin atau ajaran secara mudah bisa kita bedakan berdasarkan bobot teologisnya, menjadi doktrin primer (keselamatan), sekunder (perjamuan kudus, baptisan, dll) dan tertier (eskatologi, karunia Roh). Dalam hal doktrin primer, agaknya secara umum gereja-gereja di Indonesia, termasuk juga Gereja Katolik, sudah memiliki kesepakatan dan kesamaan pendapat. Masalah seringkali muncul dengan persoalan doktrin sekunder dan tertier. Perbedaan teologi seringkali dibarengi dengan sikap menyalahkan dan memberi stereotip sesat dari satu gereja ke gereja lain. Akhir-akhir ini muncul banyak gerakan antargereja yang menyebut diri “interdenominasi.” Gerakan semacam ini makin marak setelah munculnya rentetan peristiwa kekerasan Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
255
(perusakan, pelemparan dan pembakaran) yang dialami gereja-gereja di Indonesia. Ujung tombak gerakan ini diletakkan pada doa dan puasa bersama, sebagaimana yang diorganisir oleh Gerakan Doa Nasional (GDN). Sekilas, gerakan semacam ini memunculkan kembali optimisme kebersamaan antarumat kristiani yang sudah begitu lama saling bertikai dan saling berdiam diri. Namun kekhawatiran lain muncul ketika menyadari bahwa klaim “interdenominasi” yang didengungkan ternyata sering tak sesuai dengan praktiknya. Dalam kenyataannya yang terjadi adalah hegemoni atau pengunggulan satu denominasi atas denominasi lain. Umat dari denominasi lain diterima dalam acara-acara yang melulu mempergunakan warna dan tatacara denominasi tertentu. Berbagai Peluang Membina Hubungan Antarumat Kristiani, sudah saatnya bagi gereja-gereja di Indonesia untuk menggerakkan roda dialog, khususnya dalam hal ajaran. Perbedaan dan pertikaian ajaran yang terjadi di gereja induk di negara asal masing-masing gereja seringkali tidak relevan di Indonesia, karena amat banyak faktor non-teologis yang terlibat di dalamnya. Karena itu hubungan antarumat kristiani harus diisi dengan kesadaran untuk mendialogkan perbedaan-perbedaan yang ada, supaya sedapat mungkin tercapai konvergensi dan kesepakatan-kesepakatan teologis. Hubungan antarumat kristiani yang sehat harus dilandasi kesadaran akan perbedaan dan kemajemukan (ajaran dan tradisi). Cita-cita kebersamaan gereja bukan diletakkan pada penyeragaman ajaran dan tradisi, namun pengakuan akan kepelbagaian dan keberagaman. Perbedaan harus dilihat sebagai kekayaan dan bukan kecelakaan. Di atas, kita melihat bahwa retaknya hubungan antarumat sering 256
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
terjadi karena penekanan yang berat sebelah atas beberapa aspek hidup gereja (emosi-rasio, iman-perbuatan, tekskonteks, sakramen-firman, dan lainnya.). Sudah saatnya mengembangkan diri ke arah sebuah bentuk keseimbangan dan keutuhan. Dalam hal ini hubungan antarumat harus digalakkan dengan cara dimunculkannya proses saling-belajar antar denominasi. Prinsip ekumenis secara mendasar diletakkan oleh Yesus sendiri dalam doanya (Yoh. 17). Dalam doa dan spiritualitas kita bersatu. Untuk itu perlu terus dikembangkan moment-moment kebersamaan pada aras spiritual, melalui ibadah, doa, persekutuan bersama; sambil tetap mengakui dan menghargai perbedaan dan keberagaman yang ada. Akhirnya memang jemaat lokal yang harus menjadi ujung tombak keesaan gereja. Sedapat mungkin semua usaha dialogis terjadi pada aras lokal, serta melihatkan semua unsur jemaat (anak sampai dewasa, anggota dan pejabat). Kesadaran keesaan juga harus menjadi materi sentral dalam pembinaan kepada umat. Dengan cara itu umat diberi dorongan, pengertian dan motivasi untuk mengupayakan keesaan dan kesatuan dalam konteks hidup mereka masing-masing. Di jemaat lokal pulalah eksperimentasi keesaan bisa dikerjakan, misalnya, pemberkatan nikah bersama, perjamuan kudus bersama, pelayanan kasih bersama, persekutuan bersama dan sebagainya. Dalam hal ini menarik apa yang dikemukakan oleh Martin Conway, bahwa hubungan antarumat kristiani akan melewati lima tahapan kritis: 1. Kompetisi, di mana setiap gereja melihat dirinya sendiri sebagai pemegang kebenaran yang penuh dan pihak lain sebagai rival yang keliru;
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
257
2. Koeksistensi, di mana pengakuan mulai muncul, secara tersurat maupun tersirat, bahwa gereja lain juga menjadi wahana karya Allah; 3. Koperasi, di mana mulai bersama, walau terbatas;
tercipta
kegiatan-kegiatan
4. Komitmen, di mana pengakuan timbal-balik sebagai mitra dalam karya Allah berkembang serta munculnya cita-cita dan tekad bersama untuk melangkah ke aras keesaan; 5. Persekutuan, di mana perbedaan dirayakan, pertikaian dipulihkan, kesamaan paham diterima dengan baik. Saran/Rekomendasi Perserakan gereja-gereja tersebut dapat secara positif dilihat sebagai warna-warni yang bisa saling memperkaya. Maka, sikap yang harus diambil adalah: 1. Menghentikan perpecahan gereja. 2. Menghargai perbedaan yang sudah terlanjur ada. 3. Mengusahakan keesaan gereja; a. Pembelajaran sikap ekumenis; b. Partisipasi dalam gerakan keesaan, c. Kerjasama dalam berbagai level (lokal, regional, nasional, internasional). 4. Gereja yang hadir di dunia agar mampu mengatur dirinya sendiri. Dalam rangka pengaturan diri tersebut gereja membutuhkan organisasi dan kepemimpinan. 5. Gereja yang Belajar: (a) gereja yang memusatkan diri pada lain, dunia); (e) Gereja yang kritis, menyuarakan keyakinan dan kebenaran secara tepat dan baik. Visi dan misi ke 258
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
depan (visioner dan misioner). (b) Gereja yang menghargai perbedaan (intra dan ekstra); (c) Gereja yang menghargai diri sendiri; (d) Gereja yang terbuka, mau belajar dari yang lain (agama lain, denominasi lain). 6. Gereja yang mengutuhkan aksi, spiritualitas dan ajaran. a) Ortodoksi: ajaran yang benar Gereja yang berteologi secara benar b) Orotopraksis: tindakan yang benar Gereja yang beraksi secara benar c) Ortopietas: kesalehan yang benar Gereja yang beribadah secara benar d) Liturgi (ortopraksis dan ortopietas) mendahului doktrin (ortodoksi). e) Ortopraksis (liturgi hidup) terkait dengan Orotopietas (liturgi ritual). 7. Gereja yang mendunia a) Bukan gereja yang lari dari masalah b) Bukan gereja yang asing dari lingkungan c) Bukan gereja yang berorientasi ke atas d) Tapi, gereja yang terlibat dalam masalah, yang akrab dengan lingkungan, yang berorientasi ke masa depan. e) Pembinaan semua elemen f) Penghargaan terhadap pelayan (umat maupun pejabat) g) Manajemen pembagian tugas yang rapih dan merata 8. Gereja yang kreatif dalam membuka bentuk pelayanan baru sesuai kebutuhan internal dan eksternal Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
259
9. Gereja yang berpola sentralistis-desentralistis (paradigma Bait Allah-rumah tangga) 10. Gereja yang partisipatif (melibatkan seluruh umat). Gereja milik umat, bukan gereja milik pejabat. ***
260
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
INDEKS
A Agama, 1, 2, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 21, 27, 29, 41, 48, 57, 59, 60, 63, 64, 65, 68, 69, 72, 73, 75, 80, 96, 98, 100, 103, 107, 108, 111, 116, 119, 121, 122, 125, 126, 128, 130, 131, 133, 134, 137, 141, 145, 147, 149, 150, 153, 157, 158, 159, 163, 164, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 177, 178, 179, 184, 185, 190, 203, 208, 229, 231, 235, 236, 237, 238, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 247, 248, 249, 250, 264, 266, 267, 271, 273
B Bala Keselamatan, 7, 19, 21, 90, 91, 92, 93, 95, 96, 101, 102, 104, 111, 119, 122, 128, 131, 139, 142, 153, 186, 250, 259, 268 BAMAG, 103, 124, 142, 169, 174, 190, 192, 204, 211, 216, 220, 266, 268 Bishop, 16
Demografi, 33, 41, 115, 183, 225, 263 Denominasi, 48, 51, 153, 158, 237, 238, 253, 258, 259 Dirjen Bimas Kristen, 5, 7, 8, 12, 21, 60, 73, 81, 82, 83, 84, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 104, 105, 107, 108, 109, 131, 132, 135, 136, 140, 145, 147, 149, 157, 158, 164, 165, 166, 167, 173, 175, 177, 204, 232, 248, 249, 260
E Ephorus, 16, 63 Etnis, 4, 36, 37, 39, 46, 80, 263
F FKUB, 64, 198, 212, 219, 243
G Gereja Ortodox Indonesia, 7, 21 GIDI, 229
C Calvinis, 19, 258, 268 Church, 7, 20
D
GMAHK, 7, 21, 96, 153, 186 GMIM, 153, 158, 159, 161, 162, 163, 166, 168, 170, 177, 178, 258
I Informan, 74, 221, 249
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
261
J JAGI, 187, 189, 190, 194, 196, 204, 210, 211, 213, 214, 215, 216, 219, 220, 221
K Kebijakan, 4, 5, 64, 65, 72, 103, 107, 130, 135, 165, 166, 173, 215, 235, 240 Kesbangpol, 11, 26, 108, 136, 140, 146, 193, 197, 205, 208, 209, 215, 219, 238, 239, 240, 247, 273 KGPM, 153, 156, 158, 159, 163, 166, 168, 170, 174, 178 KINGMI, 229, 230, 232, 233, 237, 242, 245, 247, 248 Kristen, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 37, 40, 47, 48, 49, 50, 51, 53, 55, 60, 61, 63, 64, 68, 71, 73, 74, 75, 80, 82, 83, 84, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 104, 107, 108, 109, 111, 115, 116, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 126, 128, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 142, 145, 147, 149, 153, 155, 156, 157, 159, 161, 163, 164, 166, 169, 170, 172, 174, 175, 177, 179, 183, 184, 185, 186, 187, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 214, 215, 216, 217, 219, 220, 221, 222, 227, 228, 229, 230, 231, 232,
262
233, 234, 235, 237, 240, 241, 242, 243, 249, 250, 260, 264, 267, 268, 271, 272
L Lutheran, 18, 258, 268
M Mormon, 95, 204, 205, 206, 207, 208, 213, 214, 216, 219, 220, 222
O Oikumene, 6, 26, 55, 74, 75, 82, 85, 150, 178, 231
P Papua, 3, 4, 29, 64, 163, 223, 225, 226, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 233, 235, 236, 237, 238, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 247, 248, 249, 250 Pembimas, 29, 48, 60, 61, 63, 75, 90, 95, 96, 97, 98, 103, 108, 109, 116, 119, 120, 121, 122, 123, 126, 128, 131, 132, 133, 134, 135, 142, 145, 190, 202, 203, 204, 209, 211, 214, 215, 216, 217, 219, 220, 222, 229, 237, 240, 241, 242, 243, 271, 272, 273, 274 Pemimpin gereja, 108 Pendeta, 19, 62, 75, 93, 99, 100, 101, 131, 162, 192, 201, 206, 214, 245, 250, 271, 273
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
Pentakosta, 49, 50, 51, 87, 95, 96, 102, 119, 121, 126, 131, 140, 142, 162, 178, 200, 210, 229, 230, 231, 233, 244, 253, 259, 272 PGI, 7, 21, 22, 96, 97, 127, 132, 139, 141, 142, 147, 164, 201, 259, 275 PGLII, 7, 21, 23, 96 PGPI, 7, 21, 22, 96, 102, 162
R Relasi, 29, 68, 72, 105, 108, 109, 142, 170, 171, 215, 245, 271 Relasi sosial, 108
174, 186, 221, 229, 230, 231, 232, 233, 234, 236, 250, 267, 271 SKTL, 51, 108, 119, 121, 123, 131, 132, 134, 135, 145, 229, 236, 241 STT, 62, 88, 156, 232, 268
T Trinitas, 20, 52, 213
U UU No. 17 Tahun 2013, 11
V
S
Visioner, 66, 136, 243
Sinode, 95, 96, 107, 108, 116, 124, 131, 132, 156, 162, 163, 164, 170,
Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
263