POLA PENANGANAN PERKARA
PENTING
E'I ll
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
Nomor
B.441lElEJP106/2005
Sifat Lampiran Perihal
Segera 1 (satu) eksemplar tnitrukii Presiden Rl Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara lllegal di Kawasan Huian dan PeredarannYa di Seluruh Wilavah R.l
Jakarta,2T Juni2OOS KEPADAYTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Dt-
SELURUH INDONESIA
Bersama ini disampaikan kepada Saudara lnstruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 tanggal '18 Maret 2005 tentang Pemberantiasan Penebangan
Kayu secara illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di seluruh wilayah R.l, yang secara substansial mengintruksikan Jaksa Agung
Republik lndonesia beserta segenap jajarannya, agar:
1.
2.
Melakukan tuntutan yang tegas dan berat terhadap para pelaku tindak pidana dibidang Kehutanan berdasarkan semua peraturan perundangan yang berlaku, terkait dengan tindak pidana di bidang kehutanan. Mempercepat proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana yang berhubungan dengan penebangan kayu secara itlegal dan peredarannya disetiap tahap, penyidikan, penuntutan maupun eksekusi PutusannYa.
3.
Melakukan pencegahan dan penangkalan terhadap para
pelaku/oknum yang diduga terlibat kegiatan penebangan kayu seGlra
iltegat didalam Kawasan Hutan dan Peredarannya, atas usul dari Menteri Kehutanan. Selanjutnya guna melaksanakan dan menindak lanjuti lnstruksi Presiden tersebut, maka diberikan petunjuk sebagai berikut:
1. Agar para Kajati segera menyebarluaskan dan memerintahkan
para
Jaksa diwilayah masing-masing untuk melaksanakan
I;;-I II
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
lnstruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 secara konsisten, profesional dan
proporsional.
2.
Bahwa. perkara lllegalLogging dan perkara tindak pidana kehutanan
lainnya dinyatakan sebagai perkara penting (pK.Ting) seperti
ditetapkan dalam berbagai petunjuk Jaksa Agung Republik tndonesia
maupun Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum antara lain: 2.1 surat Edaran Jaksa Agung R.l No. sE-oo2/JA/4/199s tentang Perkara penting Tindak pidana Umum.
2.2
surat Jaksa Agung Muda Tindak pidana umum No. B06/E/EJP/0sr2o|i tanggar 15 Mei 2001, perihar Laporan Penanganan/penyelesaian perkara penting ( pK.Ting).
2-3
surat Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum No. B08/E/EJP/0st2001tanggal 15 Mei 2001, perihat rindak pidana
Kehutanan sebagai perkara penting (pK.Ting).
2-4
surat Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum No. B13rErEJpro6r2001 tanggar 2r Juni 2001, perihar Upaya Memperberat runtutan pidana terhadap Kejahatan Kehutanan.
2-5
surat Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum No. R417lElEJpr0sr2002 tanggar 25 Juni 2002, perihar Laporan Perkara penting Tindak pidana Umum Lain.
2.6
surat Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum No. B117lElEJplo3l200g tanggar 20 Maret 2003 perihar penerapan Ketentuan pidana daram pasar 7g UU No. 41 Tahun 1gg9 tentang Kehutanan.
3.
Bahwa pola penanganan dan penyelesaian perkara Tindak pidana Kehutanan/lllegal Logging agar tetap mengacu pada petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak pidana Umum No. B-1agtEtst199s ianggat 3 Mei 1995 perihal pola penanganan dan penyelesaian perkara Kehutanan, berkaitan :
POLA PENANGANAN PERKARA
-
PEilTING
E
Tahap Prapenuntutan meliPuti: a. Penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan. (sPDP). b. Penerimaan Berkas Perkara tahap pertama. c. Pemberitahuan Hasil Penyidikan belum Lengkap. d. Penerbitan Surat Pemberitrahuan Hasil Penyidikan sudah lengkap (P.21).
e.
-
Penyerahan Tanggung Jawab atas Tersangka dan Barang Bukti.
Tahap Penuntutan meliputi: f. Penyusunan Surat Dakwaan g. Pembuktian Dakwaan / Pembuktian Unsur-Unsur' h. Pengendalian dan Pedoman Tuntutan Pidana. Sistem Pelaporan, dll
4. Kepada seluruh Kajati supaya segera melaporkan jumlah perkara ilegal
logging yang sedang ditangani di wilayah masing-masing sejak tahap penerimaan SPDP, Prapenuntutan, Penuntutan, Upaya Hukum dan Eksekusi, yang meliputi keadaan perkara tahun 2004 dan 2005 (sampai dengan bulan April 2005). 5. Dengan berlakunya INSTRUKSI PRESIDEN No. 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu llegal (illegal logging) dan Peredarannya di Seluruh Wilayah R.l, maka INPRES No. 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu llegal (illegal logging) dan Peredaran Hasil Hutan llegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman NasionalTanjung Putting dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga dengan demikian petunjuk Jaksa Agung R.l Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum yang didasarkan kepada INPRES No. 5 Tahun 2001 disesuaikan dengan INPRES No. 4 Tahun 2005.
Perlu pula menjadi perhatian bersama bahwa dalam hal ditemukannya bukti awal yang cukup tentang adanya indikasi korupsi atas berkas perkara tindak pidana kehutanan/illegal logging (vide UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) yang sedang dilakukan penelitian pada tahap
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
pra penuntutan, maka hendaknya segera mengkoordinasikan hal tersebut kepada pihak kompeten terkait penanganan perkara dimaksud, agar selanjutnya dapat dikenakan Undang - Undang Nomor. 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Demikian untuk menjadi maklum dan laporan dari Saudara dapat kamiterima dalam waktu yang tidak terlalu lama.
JAKSA
H.H. PRASETYO, SH.
femOusan:_ Disampaikan kepada Yth : 1. JaksaAgung R.l; 2. Wakil Jaksa Agung R.l; (no. 1 dan 2 sebagai laporan) 3. Para Jaksa Agung Muda 4. Arsip.
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
ffi PRESIOEX
REPUBLIX ITDOIESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN H UTAN DAN PEREDARAN NYA DI SELU RU H WI LAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dalam rangka pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik lndonesia dengan ini menginstruksikan : Kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang Polilik, Hukum, dan Keamanan; 2. MenteriKehutanan;
3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Dalam Negeri; 5. Menteri Perhubungan; 6. Menteri Hukum dan HakAsasi Manusia; 7. Menteri Luar Negeri; 8. Menteri Pertahanan; L MenteriPerindustrian; 1
0. Menteri Perdagangan;
11. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
12. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 13. Jaksa Agung;
14.Kepala Kepolisian Negara Republik lndonesia; 15. Panglima Tentara Nasional lndonesia; 16. Kepala Badan lntelijen Negara;
II,-l
POLA PENANGAilAN PERKARA PENTING
Untuk
:
PERTAMA
:
1.
Melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegaldi kawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah Republik lndonesia, melalui penindakan terhadap setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan:
a.
Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil
hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang beruvenang.
b.
Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki dan menggunakan hasil hutan kayu yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah:
c.
Mengangkut, menguasai, atiau memilikihasilhutan kayu
yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu.
d.
Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang
lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
e.
Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau rnembelah pohon didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang benvenang.
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
ffi
PRE3IDET REPUBLIX IXDOXE'IA
2.
Menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap oknum petugas dilingkup instansinya yang terlibat dengan kegiatan penebangan kayu secara iiegal di dalam kawasan hutan dan peredarannya.
3.
Melakukan kerjasama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pemberantasan penebangan kayu secara ilegaldikawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah Republik lndonesia.
4.
Memanfaatkan informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan adanya kegiatan penebangan kayu secara ilegal dan peredarannya.
5.
Melakukan penanganan sesegera mungkin terhadap barang bukti hasil operasi pemberantasan penebangan kayu secara ilegaldi kawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah
Republik lndonesia dan atau alat-alat bukti lain yang digunakan dalam kejahatan dan atau alat angkutnya untuk penyelamatan nilai ekonomisnya.
KEDUA
:
Khusus kepada:
1
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan:
a.
Mengkoordinasikan seluruh instansi terkait sebagaimana dalam lnstruksi Presiden inidalam rangka pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah
T::--
I 'r1n
lt
POLA PENANGANAN PERKARA PENTXNG
I
ffi PRESIOEX
REPUBLIK IXOO}'ESIA
b.
Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik lndonesia.
c.
2.
Melaporkan kepada Presiden Republik lndonesia atas pelaksanaan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal dan peredarannya secara periodik setiap 3 (tiga) bulan, kecuali pada kasus-kasus yang mendesak.
Menteri Kehutanan:
Meningkatkan penegakan hukum bekerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan serta aparat terkait terhadap pelaku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui kegiatan-operasi intelijen, preventif, represif, dan yustisi. Menetapkan dan memberikan insentif bagi pihak-pihak yang berjasa dalam kegiatan pemberantasan penebangan kayu
secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya' Mengusulkan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan pencegahan dan penangkalan terhadap oknum yang diduga terlibat kegiatan penebangan kayu secara ilegal di dalam kawasan hutan dan PeredarannYa, 3. Kepala Kepolisian Negara Republik lndonesia:
a.
Menindak tegas dan melakukan penyidikan terhadap para pelaku kegiatan penebangan kayu secara ilegal di dalam kawasan hutan dan PeredarannYa.
POLA PENANGAI{AN PERKARA PENTING
ffi PRESIDEX
b. rvrerinoungi;;"mpingi
aparat kehutanan yang melaksanakan kegiatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik lndonesia.
c.
Menempatkan petugas Kepolisian Republik lndonesia di lokasi rawan penebangan kayu secara ilegal dan peredarannya sesuai kebutuhan.
4. Jaksa Agung:
a.
Melakukan tuntutan yang tegas dan berat terhadap pelaku
tindak pidana dibidang kehutanan berdasarkan semua peraturan perundangan yang berlaku dan terkait dengan tindak pidana dibidang kehutanan.
b.
5.
Mempercepat proses penyelesaian perkara tindak pidana yang berhubungan dengan penebangan kayu secara ilegal dan peredarannya pada setiap tahap penanganan baik pada tahap penyidikan, tahap penuntutan maupun tahap eksekusi.
Panglima Tentara Nasional lndonesia:
a.
Menangkap setiap pelaku yang tertangkap tangan melakukan penebangan dan peredaran kayu ilegalserta penyelundupan
kayu yang berasal dan atau masuk ke wilayah Republik lndonesia melalui darat atau perairan berdasarkan bukti awal
yang cukup dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Meningkatkan pengamanan terhadap batas wilayah negara yang rawan kegiatan penebangan kayu secara ilegal.
I
-:)
POI.A PENANGANAN PERKARA PENTING
tt
4f.>:.
#,?)y =}sH
"."rllfii'*orTn=",^
6.
Menteri Keuangan:
a.
Mengalokasikan biaya yang digunakan untuk pelaksanaan lnstraksi Presiden ini melaluiAnggaran Pendapatan dan Belanja
Negara pada masing-masing instansi untuk, kegiatan ; operasional maupun insentif bagi pihak yang berjasa.
b. 7.
Menginstruksikan kepada aparat Bea Cukai untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap lalu lintas kayu di daerah pabean.
Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap Peraturan Daerah yang berkaitan dengan bidang kehutanan dan mempercepat
penyampaian rekomendasi pencabutan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. 8.
Menteri Perhubungan:
a.
Meningkatkan pengawasan perizinan di bidang angkutan yang mengangkut kayu
b. Menginstruksikan
kepada seluruh Administrator Pelabuhan dan Kepala Kantor Pelabuhan agar tidak memberikan izin pelayaran
kepada kapal yang mengangkut kayu ilegal.
c. Menindak tegas perusahaan pengangkutan dan pelayaran
yang mengangkut kayu ilegal dengan mencabut izin usaha pelayaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d.
Membina organisasi angkutan dalam rangka mendukung pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan
dan peredarannya di seluruh wilaya Republik lndonesia.
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
ffi PRESIOEN
REPUBLIK IXDOXESIA
9.
Para Gubernur:
a.
Mencabut dan merevisi Peraturan Daerah/Keputusan
Gubernur yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
b.
Membentuk dan memerintahkan Satuan Tugas Provinsi dalam rangka pemberantasan penebangan kayu secara ilegaldidalam kawasan hutan dan peredarannya melalui operasi preventif dan represif.
c.
Mencabut izin usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan kayu yang telah dikeluarkan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Mencabut izin usaha industri pengolahan kayu yang memanfaatkan kayu ilegal dan memproses sesuai kewenangannya.
e.
Meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya diwilayahnya.
f.
Mengalokasikan biaya untuk pelaksanaan operasi melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masingmasing.
g.
Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan
peredarannya
di wilayahnya kepada
Menteri.
POLA PENANGANAN PERKARA PENTING
10. BupatiMalikota:
a.
Mencabut atau merevisi Peraturan Daerah/Keputusan Bupati/Keputusan Walikota yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan.
b. Membentuk dan memerintahkan Satuan Tugas Kabupaten/Kota dalam rangka pemberantasan
penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di wilayahnya melalui operasi preventif dan represif.
c.
Mencabut izin usaha yang berkaitian dengan pemanfaatian hasil hutan kayu yang telah dikeluarkan dan bertentangan
dengah peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Mencabut izin usaha industri pengolahan kayu yang memanfaatkan kayu ilegal dan memproses sesuai kewenangannya.
e.
Mengawasi secara lebih intensif kinerja pejabat penerbit dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)
diwilayahnya.
f.
Mengalokasikan biaya untuk pelaksanaan operasi melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masingmasing.
g.
Menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur peredaran kepemilikan dan penggunaan gergaji rantai (chainsaw) dan sejenisnya.
h.
Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di wilayahnya kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melaluiGubernur.