1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Syari’at Islam memerintahkan manusia agar saling tolong menolong. Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”(Qs. Al-Maidah: 2)1 . Tolong menolong bisa berbentuk pemberian barang dan bisa juga berbentuk pinjaman. Salah satu bentuk pertolongan adalah melepaskan kesulitan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dengan cara memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan termasuk akhlak mulia dan terpuji, karena berarti melepaskan kesusahan orang lain. Islam mengajarkan prinsip tolong menolong dalam hal kebaikan. Rasulullah Saw., bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah:
ِ ب يوِم ِ ِ ِ ِ ٍِ القيَ َامةِ (رواه ْ َ س اهللُ َعْن ُو ُك ْربَ ًة م ْن ُك َر َ س َع ْن ُم ْؤمن ُك ْربَ ًة م ْن ُك َرب الدُّنْيَا نَ َّف َ َم ْن نَ َّف )١٥.ص/مسلم
1
Soenarjo, dkk, 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI, Jakarta, hlm. 157.
2
“Barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahan di hari kiamat”. Praktek tolong-menolong bisa dilakukan secara lembaga dan bisa juga secara individu. Diantara lembaga yang menyelenggarakan praktek pinjaman adalah bank. Bank secara umum ada lembaga bank konvensional dan lembaga bank syariah. Bank syari’ah merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian keseluruhan dari sistem sosial. Oleh
karena
itu,
keberadaannya
dipandang
sebagai konteks
keseluruhan
keberadaan masyarakat, serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan2 . Salah satu kegiatan Bank
Syari’ah adalah menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas pembiayaan3 . Kegiatan ini dilakukan salah satunya oleh Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung melakukan kegiatan pembiayaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha menengah dan kecil. Pembiayaan adalah penyediaan
2 3
Muhammad, 2009, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, hlm. 2. Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 40.
3
dana atau tagihan yang dipersamakan salah satunya berupa transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna4 . Lembaga Keuangan Syariah jika pembiayaan yang disalurkan mengalami kemacetan,
maka
langkah-langkah
yang
dilakukan
untuk
penyelamatan
pembiayaan tersebut beragam. Dikatakan beragam karena dilihat terlebih dahulu penyebabnya. Jika memang masih bisa dibantu, maka bentuknya bisa dengan menambah jumlah pembiayaan atau dengan memperpanjang jangka waktunya. Namun jika memang tidak dapat diselamatkam kembali, maka tindakan terakhir bagi lembaga keuangan adalah melelang barang jaminan yang telah dijaminkan oleh nasabah5 . Penelitian ini didasarkan pada pengamatan yang dilakukan oleh penulis di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. Ada berbagai macam produk pembiayaan yang ditawarkan di Bank Syariah Mandiri, salah satunya adalah jenis produk pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif6 .
Adapun pembiayaan yang diteliti oleh penulis adalah produk
pembiayaan Produktif. Pembiayaan ini adalah pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas atau untuk peningkatan usaha seperti usaha produksi, perdagangan maupun investasi7 .
4
Afnil Guza, 2008, Undang-undang Perbankan Syariah, Asa Mandiri, Jakarta, hlm. 57.
5
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 03 Januari 2013, jam. 10-12 WIB.
6
Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan. Adiwarman Karim, 2010, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 224.
7
4
Proses angsuran di Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut: pihak bank menerapkan berdasarkan Anuitas yaitu pokok yang dibayarkan semakin lama semakin besar sedangkan marginnya semakin lama semakin kecil. Namun yang terlihat adalah angsurannya tetap. Misalnya Bank memberikan pinjaman kepada nasabah sebesar Rp. 12.000.000,- dan Margin sebesar 12 % jadi jumlah yang harus dibayar Rp. 13.800.000,- dengan angsuran per bulan Rp. 920.000,dengan barang jaminan utama berupa usaha warung yang sedang dijalani dan jaminan tambahan berupa BPKB Motor, dengan jangka waktu 1 tahun dan setelah di Restrukturisasi jangka waktu berubah yang tadinya 1 tahun atau 12 bulan menjadi 1 tahun 3 bulan atau 15 bulan. Pada bulan ke 9 Nasabah di Restrukturisasi karena benar-benar tidak bisa membayar/pailit segala cara sudah dilakukan yang pada akhirnya barang jaminan nasabah dilelang dijual oleh pihak Bank dimana apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka Lembaga Keuangan Syariah mengembalikan sisanya kepada nasabah, sebaliknya apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah8 . Jika lebih diperhatikan ada kesenjangan antara materi dan prakteknya dimana seseorang dinyatakan jatuh pailit hanya berdasarkan ketetapan hakim, sehingga apabila belum ada putusan hakim tentang statusnya sebagai orang pailit, maka segala bentuk tindakan hukumnya tidak sah9 .
8
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 03 Januari 2013, jam. 10-12 WIB.
9
Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 193.
5
Adapun ketentuan tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah yang tidak mampu membayar dalam fatwa DSN MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005 diantaranya yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Objek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat membebaskannya10 . Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk untuk
membahasnya dalam bentuk Skripsi sebagai penyelesaian Tugas akhir Studi S1 di Fakultas Syari’ah dan Hukum.
B. Rumusan Masalah Kasus di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung
seharusnya
nasabah yang dikatakan pailit/benar-benar tidak
bisa
melunasi sisa utangnya, meskipun ia sudah dinyatakan pailit dan barangnya sudah dilelang,
sebaiknya
pihak
Lembaga
Keuangan
Syariah
membebaskannya.
Senyatanya pihak Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung tetap menagihnya, nasabah harus melunasi sisa utangnya padahal seseorang dinyatakan jatuh pailit hanya berdasarkan ketetapan hakim, sehingga apabila belum ada putusan hakim tentang statusnya sebagai orang pailit,
maka
segala bentuk tindakan hukumnya tidak sah. Begitu juga dalam Fatwa DSN No.
10
Fatwa DSN MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005.
6
47/DSN-MUI/II/2005 point e yaitu apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Lembaga Keuangan Syariah dapat membebaskannya. Berdasarkan Rumusan Masalah di atas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa latar belakang dilakukannya lelang barang jaminan terhadap Nasabah yang mengalami pailit di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung ? 2. Bagaimana mekanisme restrukturisai utang melalui lelang barang jaminan pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung ? 3. Bagaimana Kesesuaian antara Restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dengan Fatwa DSN MUI No. 47 Point e tentang apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui latar belakang dilakukannya lelang barang jaminan terhadap Nasabah yang mengalami pailit di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. 2. Mengetahui jaminan
mekanisme
pada
Bank
Ujungberung Bandung.
restrukturisasi Syariah
utang
Mandiri
melalui
Kantor
lelang
Cabang
barang
Pembantu
7
3. Mengetahui Kesesuaian antara restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dengan Fatwa DSN MUI No. 47 Point e tentang apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya.
D. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua macam kegunaan: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha mengembangkan dan memperkaya akan teori Perbankan syariah. 2. Kegunaan Praktis: a. Akademisi. pengetahuan
Memberikan
sekaligus
menambah
wawasan
dan
bagi penulis
mengenai Restrukturisasi utang melalui
lelang barang jaminan. Beserta permasalahan yang ada. b. Perusahaan. Memberikan masukan yang sangat berharga bagi pihakpihak terkait, kepada Bank Syariah Mandiri Ujungberung. c. Peneliti. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan perbandingan bagi pihak lain antara teori dengan kenyataan dan untuk menambah pengetahuan bagi pihak lain khususnya calon nasabah yang akan mengajukan Pembiayaan di Bank Syariah Mandiri dan proses pelaksanaanya seperti apa.
8
E. Kerangka Pemikiran Allah Swt., menjadikan manusia saling membutuhkan satu sama lain, supaya
mereka
tolong-menolong,
tukar-menukar
keperluan
dalam
urusan
kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual-beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, perusahaan, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum11 . Secara historis perjalanan kehidupan manusia, masalah utang piutang sudah ada sejak zaman dahulu dan akan terus ada selama umat manusia ada. Hal ini karena dinamika kehidupan manusia menuntut adanya interaksi antara yang satu dengan yang lainnya dengan tingkat tantangan dan rintangan yang berbeda. Adakalanya proses yang dihadapi berjalan mulus, mudah dan menguntungkan, tetapi terkadang sebaliknya, bahkan mengalami “kerugian” baik skalanya bersifat individu, masyarakat atau negara. Sehingga realitas sosial dimana pun menilai utang piutang sebagai suatu kewajaran. Ajaran Islam mengajarkan beberapa etika ketika melakukan transaksi utang piutang di antara sesama manusia. Adapun beberapa prinsip etika bagi orang yang berpiutang adalah: 1. Menepati janji
Apabila telah diperjanjikan utang untuk jangka waktu tertentu, maka wajiblah ditepati dan pihak yang berutang perlu menyelesaikan utangnya menurut
11
Sulaiman Rasyid, 2001, Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung, hlm. 278.
9
perjanjian
itu.
“Menepati janji adalah wajib
bagi setiap
orang yang
bertanggung jawab terhadap janji-janjinya”(Qs. Al-Isra: 34)12 . 2. Menyegerakan pembayaran utang. 3. Di larang menunda-nunda pembayaran hutang. Berdasarkan hadist Rasul yang
berbunyi:
ِ َّ أ: َع ْن أ َِِب ُى َرْي َرةَ َر ِض َي اهللُ َعنْ ُو َمطْ ُل الغَِ ِِّن ظُْل ٌم:ال َ َصلَّى اهللُ َعلَْيوِ َو َسلَّ َم ق َ َن َر ُس ْو َل اهلل )َح ُد ُك ْم َعلَى َملِ ِّي فَلْيَتْبَ ُع (رواه البخارى َ َو إِذَا أُتْبِ َع أ “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a Nabi Saw., bersabda, Penundaan pembayaran utang bagi orang yang kaya adalah kezaliman. Karenanya apabila hutang mu dialihkan darimu kepada orang yang kaya, maka kamu harus menyetujuinya”13 . 4. Melarang menunda-nunda pembayaran utang. 5. Lapang dada ketika membayar hutang. 6. Tolong menolong dan memberi kemudahan.
Sikap
tolong-menolong
dan
membantu
melepaskan
kesusahan
dan
kesulitannya yang diterima oleh orang lain. Islam menilai termasuk akhlak mulia/terpuji14 . Islam mengakui dan membolehkan utang piutang, walaupun kebolehan tersebut ditekankan kepada kebutuhan yang mendesak dan berupaya sesegera mungkin untuk membayarnya. Menunda-nunda pembayaran utang di anggap sebagai suatu perbuatan tercela, apalagi dalam keadaan mampu. Itu semua dilandasi oleh keyakinan bahwa dalam utang piutang terdapat unsur saling tolong menolong (ta’awun) dan tidak boleh berlaku dzalim. 12
Soenarjo, dkk., 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI., Jakarta, hlm. 285. Ahmad Mudjab Mahali, Ahmad Rodli Hasbullah, 2004, Hadis-Hadis Muttafaq’ Alaih Bagian Munakahat dan Mu’amalat, Kencana, Jakarta, hlm. 108. 14 Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 78. 13
10
Ketika seseorang mengadakan perjanjian utang piutang, maka didalamnya menimbulkan suatu akibat hukum yang mana pihak yang mengadakan perjanjian tersebut terikat oleh suatu hak dan kewajiban. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya
maka
pihak
tersebut
melakukan
wanprestasi.
Wanprestasi merupakan perjanjian yang telah terbentuk kemudian dilaksanakan oleh para pihak15 . Wanprestasi adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melaksanakan prestasinya karena kesalahannya dan si debitur telah ditegur (disomatie)16 . Bank Syariah Mandiri kantor cabang pembantu Ujungberung Bandung. Dimana Nasabah meminjam uang
kepada bank kemudian bank memberikannya
dengan syarat harus ada jaminan dari pihak nasabah, ketika nasabah sudah dilakukan Restrukturisasi maka nasabah belum bisa membayar juga maka barang jaminannya dilelang dan dijual oleh pihak bank dimana kalau lebih maka dikembalikan lagi ke nasabah, sebaliknya kalau kurang maka nasabah harus tetap membayar kepada bank karena itu merupakan utang17 . Utang piutang atau kredit dalam istilah lembaga keuangan, merupakan suatu tanggungan yang harus di bayar secara berangsur-angsur baik itu jual beli maupun pinjam meminjam. Kredit bisa terjadi pada seseorang yang meminjam uang ke bank atau ke koperasi, kemudian pinjaman tersebut dibayar secara
15
Edy Widodo dan Untung Hendy, 2005, Mengapa memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia. Jakarta, hlm. 70. 16 Dewi Nurul Musjtari, 2012, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, Parama Fublishing, Yogyakarta, hlm. 186. 17 Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 03 Januari 2013, jam. 10-12 WIB.
11
berangsur-angsur, ada yang di bayar tiap hari, mingguan dan ada pula yang di bayar satu kali sebulan18 . Pada kehidupan sehari-hari,
seringkali yang berutang (debitur) lalai
memenuhi utang (kewajibannya) kepada kreditur. Adapun kelalaian (wanprestasi) yang berutang (debitur) tersebut terkadang disebabkan oleh keadaan sulit yang mengakibatkan debitur tidak dapat membayar utangnya. Dalam hal ini debitur membutuhkan
waktu
tambahan
untuk
memperbaiki
keadaan
ekonominya.
Menghadapi situasi ini, maka hukum telah menyiapkan pintu darurat untuk menyelesaikan
persoalan
tersebut
dengan
dua
cara
yaitu
dengan
cara
penyelamatan pembiayaan seperti penundaan pembayaran dan dengan cara kepailitan. Kepailitan berarti suatu keadaan debitur berhenti membayar, karena keadaan tidak mampu membayar. Debitur sebagai pihak yang dinyatakan pailit akan kehilangan hak pengusaan atas harta bendanya dan akan diserahkan pengusaannya kepada kurator dengan pengawasan seorang hakim pengadilan yang ditunjuk19 .
ِ ِ َ َالر ْْحَ ِن َعن اَِِب ىري رَة ر ِضي اهلل تَع َاَل ق َّ َع ْن اَِِب بَ ْك ِرْب ِن َعْب ِد ُصلَّى اهلل َ ال ََس ْعنَا َر ُس ْو َل اهلل َ ُ َ َ َ َْ ُ ْ ْ ِِ ِ َّ ِ )س فَ ُه َو بِوِ ِم ْن َغ ِْْيهِ (متفق عليو َ ََعلَْيو َو َسل َم يَ ُق ْو ُل َم ْن اَ َد َارَك َمالَ ُو ب َعْينو َع ْن َر ُجل قَ ْد اَْف ل “Dari Abu Bakar bin Abdur Rahman dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata:Kami mendengar Rasulullah Saw., bersabda: Barang siapa yang mendapati hartanya seutuhnya pada seseorang yang sudah bangkrut
18 19
Hendi Suhendi, 2005, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 229. Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 159.
12
(failit), maka dialah yang lebih berhak terhadap barang itu daripada orang lain”20 . Secara etimologi, at-taflis berarti pailit (muflis) atau jatuh miskin. Dalam hukum positif, kata pailit mengacu kepada keadaan yang terlilit oleh utang. Dalam bahasa fiqh, kata yang digunakan untuk pailit adalah iflas (berarti tidak memiliki harta/fulus), sedang orang yang mengalami pailit disebut pailit dan putusan hakim yang menetapkan bahwa seseorang jatuh pailit disebut taflis21 .
Secara
terminologi, at-taflis (penetapan pailit) didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan Keputusan hakim yang melarang seseorang bertindak hukum atas hartanya. Seseorang dinyatakan jatuh pailit hanya berdasarkan ketetapan hakim, sehingga apabila belum ada putusan hakim tentang statusnya sebagai orang pailit, maka segala bentuk tindakan hukumnya dinyatakan telah sah. Sebaliknya, apabila yang berutang itu telah dinyatakan jatuh pailit, maka hakim berhak melarangnya untuk tidak bertindak hukum terhadap sisa hartanya, apabila perbuatannya itu akan membawa mudharat pada hak-hak orang yang memberinya utang, dan hakim juga
berhak
menjadikannya
di bawah
pengampuan,
serta hakim berhak
menahannya22 . Contoh Kasus di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. Nasabah benar-benar tidak bisa membayar/pailit segala cara sudah dilakukan yang pada akhirnya barang Jaminan Nasabah dilelang dijual oleh pihak Bank dimana apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka Lembaga Keuangan Syariah mengembalikan sisanya kepada Nasabah, sebaliknya
20
Abubakar Muhammad, 1995, Terjemahan Subulus Salam III, Al-Ikhlas, Surabaya-Indonesia, hlm. 186. 21 Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah. Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 191. 22 Ibid., hlm. 193.
13
apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah dan apabila nasabah tidak mampu membayar walaupun nasabah benar-benar
tidak
mampu membayar sisa hutangnya dikarnakan usahanya
bangkrut, rumahnya kebakaran, keluargapun tidak ada maka nasabah tetap harus membayarnya walaupun nasabah itu telah dinyatakan pailit23 . Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui proses:
a. Penjadwalan Kembali (Resheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. b. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu perubabahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. c. Penataan Kembali (Restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: 1) Penambahan dana fasilitas pembiayaan Bank. 2) Konversi akad pembiayaan. 3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah.
23
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 03 Januari 2013, jam. 10-12 WIB.
14
4) Konversi
pembiayaan
menjadi
penyertaan
modal
sementara
pada
perusahaan nasabah24 . Nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan Mikro Murabahah di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung hal pertama yang dilakukan adalah nasabah bisa datang langsung ke bank yang diinginkan nasabah. Jika nasabah langsung ke bank maka nasabah langsung mengajukan permohonan pembiayaan, kemudian pihak bank menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan produk Pembiayaan. Nasabah dikatakan pailit/tidak punya apa-apa hanya berdasarkan ketetapan hakim dan seharusnya pihak Bank membebaskannya karena hakim berhak melarangnya untuk tidak bertindak hukum terhadap sisa hartanya/sisa utang pembayarannya.
F. Langkah-langkahPenelitian Untuk memperoleh data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, maka dalam penelitian ini penulis melakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: 1. Penentuan Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriftif,
yaitu
suatu
bentuk
penelitian
yang
bertujuan
menggambarkan,
memaparkan suatu satuan analisis secara utuh sebagai suatu kesatuan terintegrasi
24
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 84.
15
keadaan,
terutama yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas,
kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan25 . Dalam hal ini, peneliti menggambarkan serta mengungkapkan tentang Latar belakang dilakukannya lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit, mekanisme restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan dan Kesesuaian antara restrukturisasi utang di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dengan fatwa DSN No.47 secara sistematis dari hasil pengamatan secara langsung melalui magang dan wawancara. 2. Lokasi dan Waktu Kegiatan Untuk
mendapatkan data-data yang kongkrit menyempurnakan hasil
penelitian, peneliti melakukan pengamatan, wawancara (interview) dan magang di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung. Tepatnya di Ruko Bandung Timur Plaza Blok A No. 12-15 Jl. A. H. Nasution No. 46A Ujungberung Bandung 40600. 3. Sumber Data Sumber data yang dihimpun dalam penelitian ini disesuaikan dengan objek penelitian
memperoleh
data
serta
fakta
yang
akurat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan keberadaannya. Sesuai dengan jenis data yang telah ditentukan, sumber data yang menjadi rujukan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari sumber data primer dan sumber sekunder, yaitu:
25
Cik Hasan Bisri, 2001, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi: Bidang Ilmu Agama Islam, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarrta, hlm. 57.
16
a. Sumber data primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya26 . Dalam hal ini sumber data primernya adalah hasil wawancara dan observasi di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. b. Sumber data sekunder Sumber
data
pengumpulannya,
sekunder
adalah
data
yang
bukan
diusahakan
sendiri
sumber data penunjang yang diperoleh dari berbagai
referensi sebagai penguat, antara lain didapat dari arsip-arsip, dokumen dari Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung serta berbagai sumber literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti serta buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dianalisis seperti buku tentang Bank Syari’ah dari teori ke praktik karya Muh. Syafi’i Antonio, Penyelesaian Pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Karya Faturrahman Djamil, Fiqh Muamalah karya Hendi Suhendi, Fiqh Perbankan Syariah karya Atang Abd. Hakim dan yang lainnya. 4. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dengan menggunakan tehnik wawancara (interview), observasi, serta studi kepustakaan. Jenis data yang didapatkan dari lokasi penelitian diantaranya mengenai: a. Latar belakang dilakukannya lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit.
26
Marzuki, 2005, Metodologi Riset (Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial) , Ekonisia, Jakarta, hlm. 60.
17
b. Mekanisme restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan pada pembiayaan mikro murabahah. c. Kesesuaian antara restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dengan Fatwa DSN MUI No. 47 Point e tentang apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya. 5. Tehnik Pengumpulan Data Agar dapat diperoleh data-data yang dapat diuji kebenarannya, relevan dan lengkap, maka peneliti menggunakan instrument sebagai berikut: a. Observasi Yaitu tahapan pengumpulan data,
dimana dalam penelitian ini, penulis
melakukan penelitian, pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap kondisi dan fenomena yang diteliti supaya memperoleh data yang diharapkan dan mengetahui lebih jauh tentang restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan dalam pembiayaan mikro murabahah. b. Wawancara (Interview) Wawancara (Interview) merupakan suatu bentuk informasi bentuk verbal yang dimaksudkan untuk mendapatan data dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti atau merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab secara langsung kepada pihak Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung tentang Pembiayaan Bermasalah yang terkait dengan prosedur pelaksanaan, tujuan, pengendalian, resiko, prinsip-prinsip
pembiayaan,
Restrukturisasi
utang
melalui
lelang
barang
18
jaminan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung27 . c. Kepustakaan Yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari dan meneliti sebagai bahan acuan bagi penulis dalam dalam mengKesesuaiankan data empirik dengan data-data dan teori-teori atau buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Teknik ini penulis gunakan sebagai sarana untuk mengumpulkan teori-teori ilmu yang ada hubungannya dengan restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung. 6. Analisis Data
Analisis data merupakan penguraian data melalui tahapan kategorisasi dan klasifikasi, perbandingan, dan pencarian hubungan antar data yang spesifik tentang hubungan antar peubah. Setelah semua data yang diperlukan terkumpul secara lengkap dan disusun secara sistematis, selanjutnya akan di analisis. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para pihak yang bersangkutan dalam pihak pembiayaan. b. Menelaah seluruh data yang telah diperoleh dari nara sumber. c. Menarik kesimpulan dari data yang dianalisa dengan memperhatikan rumusan masalah dan kaidah-kaidah yang berlaku dalam penelitian.
27
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 03 Januari 2013, jam. 10-12 WIB.
19
BAB II KERANGKA TEORI RESTRUKTURISASI UTANG MELALUI LELANG BARANG JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN MIKRO MURABAHAH
A. Restrukturisasi Utang 1. Restrukturisasi a. Pengertian Restrukturisasi Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, terdapat beberapa ketentuan Bank Indonesia yang memberikan pengertian tentang restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui proses28 : a. Penjadwalan Kembali (Resheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. b. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi: 1) Perubahan jadwal pembayaran. 2) Perubahan jumlah anggsuran.
28
Peraturan Bank Indonesia, Nomor 13/9/PBI/2011, Pasal 1.
20
3) Perubahan jangka waktu. 4) Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah. 5) Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah. 6) Pemberian potongan. c. Penataan Kembali (Restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: 1) Penambahan dana fasilitas pembiayaan Bank. 2) Konversi akad pembiayaan. 3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah. 4) Konversi
pembiayaan
menjadi
penyertaan
modal
sementara
pada
perusahaan nasabah29 , yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning. d. Kombinasi Merupakan kombinasi ketiga jenis yang di atas. e. Penyitaan jaminan Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah benar-benar tidak punya etiket, baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua utang-utangnya30 . Restructuring
(penataan
kembali),
yaitu
upaya
berupa
melakukan
perubahan syarat-syarat perjanjian pembiayaan berupa pemberian tambahan 29
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 84. 30 Kasmir, 2012, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 111.
21
pembiayaan, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian pembiayaan menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan/atau reconditioning31 . Restrukturisasi
merupakan
upaya
penyelamatan
pembiayaan
yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah terhadap nasabah yang menunjukkan itikad baik untuk bekerja sama (kooperatif) dan usahanya masih berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga nasabah dapat memenuhi kewajibannya. b. Jenis-jenis Restrukturisasi Jenis restrukturisasi pembiayaan yang dilakukan antara lain melalui: 1) Penurunan tingkat imbalan/margin pembiayaan. 2) Pengurangan tunggakan margin/imbalan dan atau penalty. 3) Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan. 4) Perpanjangan jangka waktu pembiayaan. 5) Penambahan fasilitas pembiayaan. 6) Pengambilalihan asset nasabah sesuai ketentuan yang berlaku. 7) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara LKS pada perusahaan nasabah. Restukturisasi pembiayaan dengan cara pengurangan tunggakan pokok pembiayaan baru dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
31
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 77.
22
Restrukturisasi pembiayaan dengan cara konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara LKS pada perusahaan nasabah, hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penyertaan wajib ditarik kembali, apabila: a. Telah melebihi jangka wajib paling lama 5 (lima) tahun b. Perusahaan nasabah tempat penyertaan telah memperoleh laba kumulatif. 2) Penyertaan wajib dihapusbukukan dari neraca LKS apabila telah melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun. c. Syarat dan Ketentuan Restrukturisasi Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan terhadap nasabah sebagai berikut: 1) Masih memiliki prospek usaha yang baik. 2) Nasabah telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran pokok dan atau imbalan pembiayaan. 3) Nasabah menunjukkan itikad yang positif untuk bekerja sama (kooperatif) terhadap upaya restrukturisasi yang akan dijalankan. Dilarang melakukan restrukturisai pembiayaan dengan tujuan hanya untuk menghindari: 1) Setinggi-tingginya kurang lancar untuk pembiayaan yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau macet. 2) Kualitas pembiayaan tidak berubah untuk pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong kurang lancar.
23
3) Kualitas pembiayaan yang direstrukturisasi dapat menjadi lancar apabila tidak terdapat tunggakan angsuran pokok atau imbalan selama 3 (tiga) kali pembayaran dan secepat-cepatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan. d. Kriteria Kualitas Pembiayaan yang Direstrukturisasi 1) Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi meliputi pembiayaan dengan kualitas L, DPK, KL, D dan M. 2) Restrukturisasi dengan pengurangan tunggakan imbalan pembiayaan dan/atau penalty hanya dapat dilakukan untuk kualitas D dan M. 3) Restrukturisasi melalui penyertaan hanya dapat dilakukan untuk kualitas KL, D dan M. Tabel 1 Kolektibilitas Pembiayaan Jumlah Hari Tunggakan
No
Penggolongan Kolektibilitas
Kategori
1
0
Kolektibilitas 1
Lancar
2
1 s.d. 90 Hari
Kolektibilitas 2
Kurang Lancar
3
91 s.d. 180 Hari
Kolektibilitas 3
Di Ragukan
4
181 s.d. 270 Hari
Kolektibilitas 4
Dalam Perhatian Khusus
5
> 270 Hari
Kolektibilitas 5
Macet
Sumber: Faturrahman Djamil, 2012: 70 2. Utang a. Pengertian Utang-piutang Utang-piutang dalam bahasa Arab adalah kegiatan muamalah (transaksi keperdataan) seperti jual beli,
pinjam-meminjam dan sewa-menyewa yang
24
dilakukan tidak secara tunai atau dengan sistem utang disebut mudayah atau tadayun32 . Secara etimologi, Qardh berarti
اَل َق ْط ُع
potongan. Harta yang dibayarkan
kepada muqtarid (yang diajak akaq Qardh) dinamakan Qardh. Sebab merupakan potongan dari harta muqrid (orang yang membayar). Sedangkan Qardh menurut terminologi, antara lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah adalah sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhannya. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan33 . Qardh adalah penerimaan dan penyaluran dana, yaitu penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dengan tujuan untuk menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa di minta imbalan, kecuali pengembalian pokok utang34 . b. Bentuk Utang-piutang Muhammad bin Salih (ahli fiqh kontemporer Mesir) mengemukakan beberapa bentuk utang-piutang yang berkembang: 1) Seseorang yang membeli suatu benda tetapi tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayar harganya secara tunai, lalu membayarnya melalui secara cicilan. 32
Habib Nazir & Muhammas Hasanuddin, 2004, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah. Kafa Publishing, Bandung, hlm. 657. 33 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Perbankan Syariah di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 146. 34 Muhammad Ghafur, 2007, Potret Perbankan Syariah Terkini (Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah), Biruni Press, Yogyakarta, hlm. 12.
25
2) Seseorang yang membeli suatu benda melalui sistem cicilan dengan tujuan untuk diperdagangkan di tempat lain ketika harga sudah naik. 3) Seseorang yang memerlukan sejumlah uang lalu meminjamnya kepada orang lain dengan menjanjikan barang itu akan diserahkan satu tahun kemudian. 4) Seseorang yang memerlukan sejumlah uang dan tidak menemukan orangorang yang meminjamnya35 . c. Dasar Hukum Utang Qardh dibolehkan dalam Islam yang didasarkan pada As-Sunah dan Ijma’ 1. Al-Qur’an “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”(Al-Hadiid: 11)36 . 2. As-Sunah
ِ ِ ٍ ِ َ ََِّب صلَّى اهلل َعلَيوِ وسلَّم ق ض ُم ْسلِ ًما ُ َمام ْن ُم ْسل ٍم يُ ْق ِر:ال َ َّ َِع ْن اْب ُن َم ْس ُع ْود اَ َّن الن َ ََ ْ ُ ِ ِ قَرضا م َّرت )ص َدقَةٍ َم َّرًة (رواه ابن ماجو وان جبان َْ َ ً ْ َ ْي االَّ َكا َن َك “Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw., bersabda, “ Tidak ada seorang muslim yang menukarkan kepada seorang muslim Qardh dua kali, maka seperti sedekah sekali”. 3. Ijma’ Kaum muslimin sepakat bahwa Qardh dibolehkan dalam Islam. Hukum Qardh adalah dianjurkan (mandhub) bagi muqrid dan mubah bagi muqtarid. 35 36
Ibid., hlm. 658. Soenarjo, dkk., 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI., Jakarta, hlm. 538.
26
d. Khiyar dalam Penangguhan Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa dalam Qardh tidak ada khiyar sebab maksud dari khiyar adalah membatalkan akad, sedangkan dalam Qardh, masing- masing boleh membatalkan akad kapan saja dia mau. Jumhur ulama melarang penangguhan pembayaran Qardh sampai waktu tertentu sebab dikhawatirkan akad menjadi riba nasi’ah. Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan bahwa Qardh adalah derma, muqrid berhak meminta penggantinya waktu itu. Selain itu, Qardh pun termasuk akad yang wajib diganti dengan harta mitsil, sehingga wajib membayarnya pada waktu itu, seperti harta yang rusak37 . Namun
demikian,
ulama
Hanafiyah
menetapkan
keharusan
untuk
menangguhkan Qardh pada empat keadaan: 1. Wasiat,
seperti
mewasiatkan
untuk
penangguhan
sejumlah
harta
dan
ditangguhkan pembayarannya selama setahun, maka ahli waris tidak boleh mengambil penggantinya dari muqtarid sebelum habis waktu setahun. 2. Diasingkan, Qardh diasingkan kemudian pemiliknya menangguhkannya sebab penangguhan pada waktu itu diharuskan. 3. Berdasarkan keputusan hakim. 4. Hiwalah, yaitu pemindahan utang. e. Implementasi Akad Qardh dalam Perbankan Syariah Qardh sebagai salah satu produk pembiayaan dari bank syariah merupakan salah satu produk untuk tujuan sosial, bukan untuk mencari keuntungan. Untuk dengan melalui mekanisme qardh seorang nasabah hanya diwajibkan pokok 37
Rachmat Syafei, 2001, Fiqih Muamalah, Cv. Pustaka Setia, Bandung, hlm. 153.
27
pinjamannya saja. Bahkan untuk akad qardh al hasan pada dasarnya seorang berhutang tidak berkewajiban untuk mengembalikan hutangnya, karena memang ditunjukkan untuk orang-orang yang tidak mampu. a. Sebagai produk pelengkap terhadap nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa mengambil dananya karena misalkan tersimpan dalam bentuk deposito. c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah di kenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan. Secara umum, aplikasi perbankan dari al-qardh dapat digambarkan dalam skema berikut : Gambar 1 Skema al-Qardh Perjanjian Qardh Nasabah
Tenaga Kerja
Bank
Modal 100% Modal
100 %
Proyek Usaha
Kembali
Keuntungan Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:134
28
Keterangan: 1) Nasabah dengan pihak bank mengadakan perjanjian Al-Qardh 2) Bank mengkontribusikan dana sebesar 100% untuk suatu usaha tertentu sedangkan nasabah sebagai pengelola dari dana tersebut. 3) Setelah
mendapatkan
keuntungan,
maka
kewajiban
nasabah
adalah
mengembalikan pokok modal kepada pihak bank. Adapun keuntungannya menjadi milik nasabah. f. Manfaat Qardh Ulama Malikiyah berpendapat bahwa muqrid tidak boleh memanfaatkan harta muqtarid, seperti naik kendaraan atau makan dirumah muqtarid, jika dimaksudkan untuk membayar utang muqrid, bukan sebagai penghormatan. Begitu pula dilarang memberikan hadiah kepada muqrid, jika dimaksudkan untuk menyicil utang. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah melarang Qardh terhadap sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan, seperti memberikan Qardh agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak sebab Qardh dimaksudkan sebagai akad kasih sayang, kemanfaatan, atau mendekatkan hubungan kekeluargaan. Selain itu, Rasulullah Saw., pun melarangnya. a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek. b. al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syari’ah dan bank konvensional yang di dalamnya terkandung misi sosial, di samping misi komersial.
29
c. Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syari’ah. Dari pemaparan diatas maka dapat mudah dipahami bahwa yang dimaksud restrukturisasi utang
adalah
penyelamatan
pembiayaan
bagi nasabah
yang
mengalami penurun dalam pembiayaan atau penerimaan dan penyaluran dana, yaitu penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dengan tujuan untuk menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa di minta imbalan, kecuali pengembalian pokok utang.
B. Lelang Barang Jaminan 1. Lelang (Muzayadah) a. Pengertian Lelang Penjualan dengan cara lelang disebut muzayadah. Penjualan seperti ini dibolehkan oleh agama Islam karena dijelaskan dalam satu keterangan:
ٍال من ي ْش ََِتى ى َذااحل ِ َِّب ص م ِ س َر ٍ ََع ْن أَن س ل ق ا ح د ق و ا س ل ح ْ ْ َ َ َض ق َ َ َ ُّ ِاع الن َ َال ب َ َ ْ َ ً َ ً َ ِ ْ َيد فَأ َْعطَ ُاه ر ُجل ِد ْرََه ْي َ ال َر ُج ٌل اَ َخ ْذ تُ ُه َما بِ ِد ْر َى ٍم فَ َق َ َو ال َق َد َح فَ َق ُ َِّب َم ْن يَ ِز ُّ ِال الن ٌ َ ) اع ُه َما ِمْن ُو(رواه الَتمذى َ َفَب “Dari Anas r.a., ia berkata, Rasulullah Saw., menjual sebuah pelana dan sebuah mangkok air dengan berkata siapa yang mau membeli pelana dan mangkok ini? Seorang laki-laki menyatut; aku bersedia membelinya seharga satu dirham. Lalu Nabi berkata lagi, siapa yang berani menambahi? Maka diberi dua dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau, maka dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki tadi (Riwayat Tirmidzi)”38 .
38
Ahmad Mudjab Mahali, Ahmad Rodli Hasbullah, 2004, Hadis-Hadis Muttafaq’ Alaih Bagian Munakahat dan Mu’amalat, Kencana, Jakarta, hlm. 121.
30
Hadits di atas menunjukkan kebolehan jual beli dilakukan dengan cara lelang. Namun dalam transaksi tersebut disyaratkan tidak adanya unsur gharar (ketidak jelasan dari barang ditransaksikan) dan saling mendzholimi antara para pihak yang melakukan transaksi39 .
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang40 . Lelang adalah proses membeli dan menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar, menawarkan kepada penawar, menawarkan harga lebih tinggi dan kemudian menjual barang kepada penawar harga tinggi. b. Jenis-jenis Lelang 1) Lelang
Eksekusi,
yaitu
lelang
yang
melaksanakan
putusan/penetapan
pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. 2) Lelang Noneksekusi Wajib,
yaitu lelang untuk melaksanakan penjualan
barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang. c. Asas-asas Lelang 1) Adanya
keterbukaan
menghendaki
agar
seluruh
lapisan
masyarakat
mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang-undang.
39
Habib Nazir & Muhammas Hasanuddin, 2004, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kafa Publishing, Bandung, hlm. 474. 40 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/ PMK/ 06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
31
2) Asas keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. 3) Asas kepastian hukum menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. 4) Asas efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang relatif murah
karena lelang dilakukan pada tempat dan
waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada saat itu juga. 5) Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat lelang
dapat
dipertanggungjawabkan
kepada
semua
pihak
yang
berkepentingan. d. Kelebihan Penjualan Lelang Kelebihan penjualan Lelang sebagai berikut: 1) Adil, karena lelang dilaksanakan secara terbuka (transparan), tidak ada prioritas di antara peserta lelang, kesamaan hak dan kewajiban antara peserta akan menghasilkan pelaksanan lelang yang objektif. 2) Aman, karena disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh pejabat lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen. Karena itu pembeli lelang pada dasarnya cukup terlindungi. Sistem lelang mengharuskan pejabat lelang meneliti lebih dulu secara formal tentang keabsahan penjual dan barang yang akan dijual (subjek dan objek lelang).
32
3) Cepat dan Efisien, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang, sehingga peserta lelang dapat terkumpul pada saat hari lelang dan pada saat itu pula ditentukan pembelinya, serta pembayarannya secara tunai. 4) Mewujudkan harga yang wajar, karena pembentukan harga lelang pada dasarnya menggunakan system penawaran yang kompetitif. 5) Memberikan
kepastian
hukum,
karena
dari setiap
pelaksanaan
lelang
diterbitkan risalah lelang yang merupakan akta otentik, yang mempunyai pembuktian sempurna.
2. Barang Jaminan a. Pengertian Barang Jaminan Menurut kamus Perbankan Barang jaminan ialah barang jaminan yang diberikan oleh bank, barang jaminan tersebut dapat berupa fisik atau non fisik. Jaminan fisik berbentuk barang sedangkan non fisik berupa avalist. Sedangkan menurut istilah Fiqih Barang jaminan ialah Agunan yang berarti barang berharga yang dijadikan penguat
kepercayaan dalam memperoleh utang, bisa disebut juga
Makful Anhu yang berarti objek yang dijadikan barang jaminan. Menurut Undang-undang ialah Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah
pelaksanaannya
yang bank
diberikan harus
oleh
bank
memperhatikan
mengandung asas-asas
risiko,
sehingga
perkreditan
atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah debitur untuk melunasi kewajibanya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting
33
yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha nasabah debitur.41 ” Begitu juga pada penjelasan42 , menegaskan bahwa “Penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS”. Untuk itu “Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dan kepada Nasabah Penerima Fasilitas. Dan untuk memperoleh keyakinan tersebut. Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas”43 . Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa: a. Yang dimaksud dengan barang jaminan kredit atau pembiayaan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. b. Barang Jaminan kredit atau pembiayaan dalam arti luas meliputi watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah debitur. Dalam arti sempit jaminan kredit atau pembiayaan adalah agunan.
41
Tim Citra Umbara, 2009, UU RI No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia & UU RI No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah, Citra Umbara, Bandung, hlm. 165.
42
Ibid., hlm. 443. Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 42.
43
34
c. Jenis Agunan kredit/pembiayaan terdiri dari: Bank konvensional maupun bank syariah harus memperoleh agunan dari nasabah debitur/Penerima fasilitas sebagai jaminan/kredit/pembiayaan yang diberikannya. Ketentuan ini bersifat legal mandatory, sehingga wajib diatasi. b. Jenis-jenis Barang Jaminan Dalam tata hukum Indonesia, barang jaminan dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Dilihat dari kelahirannya, barang jaminan ada yang lahir karena undangundang dan barang jaminan yang lahir karena perjanjian; Barang Jaminan yang lahir karena undang-undang adalah jaminan umum yang
ditunjuk
oleh
undang-undang,
tanpa diperjanjikan oleh para pihak.
Sedangkan barang Jaminan yang lahir karena undang-undang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan 44 . Berdasarkan ketentuan tersebut, seorang kreditor telah diberikan jaminan berupa harta benda milik si debitur tanpa harus diperjanjikan terlebih dahulu. Namun jaminan semacam ini tidak memberikan hak utama untuk didahulukan (preferent) kepada kreditor, melainkan kedudukan kreditor hanyalah merupakan kreditor yang bersaing dengan kreditor linnya terhadap seluruh harta kekeyaan debitur.
44
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 291.
35
Sedangkan barang jaminan yang timbul karena adanya perjanjian adalah barang jaminan yang secara yuridis baru timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara kreditur (bank) dengan debitur pemilik agunan45 . 2. Dilihat dari sifatnya, barang jaminan ada yang bersifat kebendaan dan barang jaminan bersifat perorangan; Hukum perdata mengenal barang jaminan yang bersifat kebendaan dan barang
jaminan
yang
bersifat
perorangan.
Barang
Jaminan
yang bersifat
kebendaan adalah barang jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri:
Adanya hubungan langsung antara pemilik dengan bendanya;
Dapat dipertahankan terhadap siapapun;
Selalu mengikuti bendanya (droit to suite);
Dapat dilakukan. Barang jaminan kebendaan terdiri dari benda bergerak dan benda tak
bergerak (misalnya tanah dan bangunan diatasnya). Barang jaminan benda bergerak terdiri dari benda bergerak bertubuh (misalnya kendaraan, mesin-mesin dan sebagainya) dan benda bertubuh (misalnya surat berharga, piutang dagang). Sedangkan barang jaminan yang bersifat perorangan (penanggungan/borgtocht) ialah barang jaminan yang menimbulkan hubungan langsung terhadap perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan penanggung secara keseluruhan.
45
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 42.
36
3. Dilihat dari wujud objeknya, barang jaminan ada yang berwujud (materiil) dan yang tidak berwujud (immaterial); Barang jaminan berwujud (materiil) seperti barang agunan, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan dapat diikat dengan Hak Tanggungan, Hipotik, Fidusia atau Gadai. Sedangkan barang tak berwujud (immaterial) menurut ketentuan tersebut meliputi watak, kemampuan, modal dan prospek usaha debitur. 4. Dikaitkan dengan objek yang dibiayai fasilitas kredit, barang
dalam bentuk
agunan ada yang berupa agunan pokok dan agunan tambahan. Barang jaminan bergerak adalah agunan berupa kebendaan yang dapat berpindah maupun dipindahkan. Sedangkan barang jaminan benda tidak bergerak adalah agunan berupa: 1) Tanah tanah dengan atau tanpa bangunan/tanaman di atasnya. 2) Mesin-mesin yang melekat pada tanah/bangunan yang merupakan satu kesatuan. 3) Bangunan rumah susun berikut tanah tempat bangunan berdiri serta bendabenda lainnya. 5. Agunan Pokok dan Agunan Tambahan Yang dimaksud agunan pokok adalah benda milik debitur yang dibiayai dengan
fasilitas
pembiayaan
sekaligus
dijadikan
pelunasan
pembiayaan.
Sedangkan yang dimaksud agunan tambahan adalah benda yang dijadikan jaminan pelunasan pembiayaan milik debitur atau pihak ketiga yang dibiayai dengan fasilitas pembiayaan.
37
c. Fungsi Barang Jaminan Barang
jaminan secara umum berfungsi sebagai jaminan pelunasan
pembiayaan. Jaminan pembiayaan berupa watak, kemampuan, modal dan prospek usaha yang dimilki debitur merupakan jaminan immaterial tersebut diharapkan debitur dapat mengelola perusahaannya dengan baik sehingga memperoleh pendapatan (revenue) bisnis guna dapat melunasi kredit/pembiayaan berupa agunan bersifat materiil/kebendaan berfungsi sebagai second way out. Sebagai second way out, pelaksanaan penjualan/eksekusi agunan baru dilakukan apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya melalui first way out. d. Konsep Barang Jaminan dalam Hukum Islam Dalam Hukum Islam berkaitan dengan jaminan utang dikenal 2 (dua) istilah yaitu kafalah46 dan rahn. Kafalah adalah pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful)47 . Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000 bahwa yang dimaksud dengan Kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil)48 . Sedangkan Rahn, secara terminologi yaitu menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut ajaran Islam sebagai jaminan utang utang, hingga 46
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’ anhu, ashil). Menurut Bank Indonesia, kafalah adalah akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan (kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
47
SOP Pembiayaan. Fatwa Dewan Syariah Nasional/DSN No. 11/DSN-MUI/IV/ 2004.
48
38
orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian manfaat barang itu. Menurut Dewan Syariah, Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atas hutang. Sedangakan menurut Bank Indonesia, Rahn adalah akad penyerahan barang/harta (marhun) kepada Bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. e. Pengikatan Barang Jaminan Pembiayaan Pengikatan
barang
jaminan
pembiayaan
dilakukan dengan membuat
perjanjian jaminan pembiayaan yaitu perjanjian antara kreditur dengan debitur atau pihak ketiga yang isinya menjamin pelunasan utang yang timbul dari pemberian
pembiayaan
keberadaannya
menurut
senantiasa
hukum merupakan perjanjian ikutan yang
mengikuti
perjanjian
pokoknya
yaitu
perjanjian
pembiayaan. Perjanjian jaminan pembiayaan dibuat berdasarkan ketentuan mengenai lembaga jaminan yang meliputi lembaga Hak Tanggungan, Hipotik, Gadai, Fidusia. f. Kedudukan Barang Jaminan dalam Perbankan Syariah Di dalam Undang-undang Perbankan Syariah telah diatur mengenai ketentuan
jaminan
yang
diterapkan
perbankan
syariah
dalam
transaksi
pembiayaan antara bank dengan nasabahny. Pasal 1 angka 26 mendefinisikan jaminan (agunan) yaitu Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas. Ketentuan jaminan diperbankan syariah tidaklah berbeda dengan jaminan (agunan) yang di terapakan di bank konvensional, di mana di
39
bank konvensional jaminan yang digunakan pun adalah benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Dalam praktik perbankan salah satu dari usaha bank adalah memberikan Bank Garansi. Dalam perjanjian Bank Garansi, bank mengikatkan diri untuk menjamin akan membayar setiap saat kepada pemegang jaminan sejumlah uang, atas dasar tagihan tertulis yang diajukan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan
dalam
Garansi
Bank,
apabila
pihak
dijamin
tidak
memenuhi
kewajibannya kepada pemegang jaminan. Kewajiban pihak yang dijamin dengan Garansi Bank tergantung dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak yang dijamin dengan pemegang jaminan, antara lain ikut serta dalam tender, pembayaran bea masuk, tagihan uang, dan lain sebagainya. Melihat karakteristik dari Bank Garansi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Bank Garansi dalam praktik perbankan tersebut di atas adalah identik dengan kafalah dengan harta (kafalah bi al-mal) sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Dari beberapa pemaparan di atas maka dapat mudah dipahami bahwa Lelang barang jaminan merupakan penjualan barang milik kreditur oleh pihak debitur dilelang karena tidak mampu membayar utangnya. Dimana apabila ada lebih dalam hasil penjualannya maka dikembalikan, sebaliknya apabila kurang maka itu tetap menjadi hutang kreditur kepada debitur. Lelang barang jaminan hanya dilakukan terhadap nasabah yang bermasalah dalam pembiayaaan dan sebelumnya pun ada tahapan-tahapannya sebelum dilakukannya leleng barang jaminan.
40
C. Pembiayaan Mikro Murabahah 1. Pembiayaan Mikro a. Pengertian Pembiayaan Mikro Yang di maksud dengan pembiayaan Pasal 1 butir 12 yang berbunyi49 : “Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Kemudian definisi pembiayaan disempurnakan dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah yang berbunyi: “Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah; b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, Istishna; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh dan, e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multi jasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakan antara Bank Syariah dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau di beri fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil”. Dari definisi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembiayaan berdasarkan syariah terdapat 5 (lima) unsur penting yang membentuknya, yaitu:
49
Afrir Guna, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992.
41
1) Adanya unsur dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang transaksi penyerahannya harus didasarkan kepada ketentuan syariah seperti pada point a s/d e diatas. 2) Adanya unsur persetujuan atau kesepakatan antara kedua belah pihak, dimana pihak bank syariah setuju untuk menyediakan dan menyerahkan sejumlah dana, dan pihak lainnya atau nasabah sepakat menerima dana tersebut dengan janji akan mengembalikan dana tersebut pada waktu yang telah disepakati dan diperjanjikan. 3) Adanya unsur para pihak yang terdiri dari pihak penyedia dana dalam hal ini adalah bank syariah dan pihak lainnya yaitu nasabah penerima dana. 4) Adanya unsur jangka waktu, unsur waktu ini adalah sesuatu yang esensi dalam pembiayaan dikarenakan hanya dengan adanya perbedaan waktu inilah (yaitu waktu pada saat penerimaan dana dan pada saat pengembalian dana), maka pembiayaan menjadi ada. 5) Adanya unsur imbalan, ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil yang diterima pihak penyedia dana dari penerima dana. Pada konsep bank syari’ah, pembiayaan memiliki arti pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan dana pihak-pihak yang merupakan defisit
unit.
berdasarkan
digambarkan sebagai berikut:
sifat
penggunaannya,
maka
pembiayaan
dapat
42
Gambar 2 Jenis Pembiayaan Berdasarkan Sifat Pegunaannya Pembiayaan
Konsumtif
Produktif
Modal
Investasi
Kerja Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:160
Pembiayaan berdasarkan sifat penggunaannya terdiri dari : 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha
produksi,
perdagangan,
maupun investasi.
Menurut keperluannya,
pembiayaan produktif dapat di bagi menjadi dua hal berikut: a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. b. Pembiayaan
investasi,
yaitu
pembiayaan
yang
dimaksudkan
untuk
melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif50 . 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi,
yang
akan
habis
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan51 . Pembiayaan selalu berkaitan dengan
masalah bisnis. Untuk itu, sebelum
masuk ke masalah pengertian pembiayaan, perlu diketahui apa itu bisnis. Bisnis 50
Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta, hlm. 22.
51
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 160.
43
adalah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui prosese penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya ssangat membunuh sumber modal. Jika pelaku tidak memiliki modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk mendapatkan suntikan dana, dengan melakukan pembiayaan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang dua kata yang berkaitan dengan pembiayaan dan bisnis, maka perlu dibahas secara singkat sebagai berikut: Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. pendanaan
yang
dikeluarkan
Dengan kata lain, pembiayaan adalah
untuk
mendukung
investasi
yang
telah
direncanakan52 . b. Tujuan Pembiayaan Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk: 1) Peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi,
dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya. 2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dan tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan. 52
Muhammad, Op. Cit., hlm. 17.
44
3) Meningkatkan
produktivitasnya,
artinya: adanya
pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana. 4) Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sector-sektor melalui penambahan dana pembiayaan, maka sekor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru. 5) Terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja , berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan53 . Adapun secara Mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk: 1) Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan
tertinggi,
yaitu
menghasilkan
laba
usaha.
Setiap
pengusaha
menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang cukup. 2) Upaya meminjamkan resiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan. 3) Pendayagunaan sumber ekonomi,
artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan 53
Ibid., hlm. 18.
45
sumber daya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak ada. Maka dipastikan
diperlukan
pembiayaan.
Dengan demikian,
pembiayaan pada
dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi. 4) Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memilki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kekurangan (minus) dana. Sehubungan dengan aktivitas bank syari’ah, maka pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syari’ah. Oleh karena itu, tujuan pembiayaan yang dilaksanakan bank syari’ah adalah untuk memenuhi kepentingan stakeholder, yakni: 1) Pemilik Dari
sumber
pendapatan
di atas,
para
pemilik
mengharapkan
akan
memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut. 2) Pegawai Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya. 3) Masyarakat a. Pemilik dana Sebagaimana
pemilik,
mereka
mengharapkan
diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil. b. Debitur yang bersangkutan
dari
dana
yang
46
Para debitur, dengan penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif). c. Masyarakat umumnya atau konsumen Mereka dapat memperoleh barang-barang dibutuhkannya. 4) Pemerintah Akibat
penyediaan pembiayaan,
pemerintah terbantu dalam pembiayaan
pembangunan Negara, di samping itu akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atau keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaanperusahaan). 5) Bank Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanaya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya. c. Fungsi Pembiayaan Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagaimana di atas, pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk: 1) Meningkatkan daya guna uang Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaanya oleh bank guan suatu usaha peningkatan produktivitas. Para penguasa menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha
47
rehabilitas atau memulai usaha baru. Secara mendasar melalui pembiayaan terdapat suatu usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat,
baik
kemanfaatan bagi pengusaha maupun kemanfaatan bagi
masyarakat. 2) Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat.
Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat.
3) Meningkatkan peredaran uang Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet, giro, wesel, promes dan sebagainya. 4) Menimbulkan keinginan berusaha Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu
diimbangi dengan
peningkatan
kemampuannya
yang berhubungan
dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.
48
5) Stabilitas ekonomi Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain:
Pengendalian inflasi
Peningkatan ekspor
Rehabilitasi prasarana
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting.
6) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan
ini
secara
komulatif
dikembangkan
lagi dalam arti kata
dikembalikan lagi ke dalam struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung
terus-menerus.
Dengan
earnings
(pendapatan)
yang
terus
modal
dan
meningkat berarti pajak perusahaanpun akan terus bertambah. Apabila
rata-rata
buruh/karyawan
pengusaha,
mengalami
pemilik
peningkatan
tanah,
pemilik
pendapatan,
maka
pendapatan
Negara melalui pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan pengunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang, sehingga langsung atau tidak, melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah54 .
54
Ibid., hlm. 21.
49
d. Jenis Pembiayaan Jenis-jenis Financing
pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut
beberapa aspek, diantaranya: 1) Pembiayaan menurut tujuan dibedakan menjadi:
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha 55 .
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan untuk penambahan modal guna mengadakan rehabilitas perluasan usaha untuk mendirikan proyek baru56 .
2) Pembiayaan menurut sifat pengunaannya dibagi menjadi dua hal sebagai berikut57 :
Pembiayaan
Produktif
adalah
pembiayaan
yang
ditunjukan
untuk
memenuhi kebutuhan produksi, perdagangan, maupun investasi.
Pembiayaan
Konsumtif
memenuhi kebutuhan
adalah konsumsi,
pembiayaan
yang
yang
habis digunakan untuk
akan
digunakan
untuk
memenuhi kebutuhan. e. Penetapan Kualitas Pembiayaan Berdasarkan ketentuan Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/ 2006 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum yang melaksanakan kegiatau usaha. Berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diubah dengan PBI No. 9/24/PBI berdasarkan aspek-aspek: 1) Prospek usaha; 2) Kinerja (performance) nasabah; dan 55 56
Ibid., hlm. 22.
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 167. 57 Ibid., hlm. 160.
50
3) Kemampuan membayar, kemampuan menyerahkan barang pesanan. Atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet58 . Selanjutnya masing-masing
untuk
menetapkan golongan kualitas pembiayaan,
komponen
masing kelompok
ditetapkan
produk
kriteria-kriteria tertentu untuk
pembiayaan,
dari aspek
maka masing-
kemampuan membayar
angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada: 1) Lancar Apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat,
serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan
pengikatan agunan kuat59 . a. Potensi pertumbuhan kegiatan usaha nasabah baik. b. Pasar
yang
stabil dan
tidak
dipengaruhi oleh
perubahan
kondisi
perekonomian. c. Manajemen sangat baik (manajemen independen, berpengalaman dan memiliki kemampuan). 2) Dalam Perhatian Khusus Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin sampai dengan 90 (Sembilan puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian piutang lengkap
58
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 67. 59 Ibid., hlm. 69.
51
dan pengikatan aguanan kuat, serta pelanggaran terhadap persyartan perjanjian piutang yang tidak prinsipil. Dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria antara lain: a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari. b. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan. c. Mutasi rekening relatif aktif. d. Didukung dengan pinjaman baru60 . 3) Kurang Lancar Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 90 (Sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari,
penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan
meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat, piutang,
dan
terjadi pelanggaran terhadap persyartan pokok perjanjian berupaya
melakukan
perpanjangan
piutang
untuk
menyembunyikan kesulitan keuangan. a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari. b. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah. c. Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari. d. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur. e. Dokumentasi pinjaman lemah.
60
Kasmir, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 107.
52
4) Diragukan Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 hari (dua ratus tujuh puuh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran pokok perjanjian piutang. 5) Macet Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, atau dokumentasi perjanjian piutang dan atau pengikatan agunan tidak ada. Tabel 2 Kriteria Penilaian Kualitas Pembiayaan dan Segi Kemampuan Bayar Berdasarkan Kelompok Produk Pembiayaan Jenis Pembiaya an Mudharab ah & Musyarak ah
Murabaha h, Istishna, Qardh,
Lancar
DPK
Kurang Lancar
Pembayara n angsuran pokok bembiayaa n tepat waktu; dan atau RP sama atau lebih dari 80 % PP
Terdapat tunggakan angsuran pokok pembiayaa n samapai dengan 90 hari; dan atau RP sama atau lebih dari 80% PP
Terdapat tunggakan angsuran pokok pembiayaa n yang telah melampaui 90 hari; dan atau RP diatas 30% PPs.d 80% PP (30% PP
Diraguka n
Terdapat tunggakan angsuran pokok pembiayaa n yang telah melampau i 120 hari s/d 180 hari; dan atau RP<30%P P s.d 3 periode pembayar an Pembayara Terdapat Terdapat Terdapat n angsuran tunggakan tunggakan tunggakan tepat waktu pembayara pembayara pembayar dan tidak n angsuran n angsuran an
Macet
Terdapat tunggakan angsuran pokok pembiayaa n yang telah melampau i 180 hari; dan atau RP< 30% PP lebih dari 3 periode pembayar an Terdapat tunggakan pembayar an
53
Multijasa
atau tunggakan serta sesuai dengan persyartan akad
pokok dan pokok dan atau atau margin s.d margin 90 hari yang telah melewati 90 hari s.d 180 hari
Ijarah
Pembayara Terdapat n sewa tunggakan tepat waktu sewa s.d 90 hari
Terdapat tunggakan sewa yang telah melewati 90 hari s.d 180 hari
Salam
Piutang Piutang salam salam telah belum jatu jatuh tempo tempo s.d 90 hari
Piutang salam telah jatuh tempo s.d 60 hari
angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 180 hari s.d 270 hari Terdapat tunggakan sewa yang telah melewati 180 hari s.d 270 hari Piutang salam telah jatuh tempo s.d 90 hari
angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 270 hari.
Terdapatb tunggakan sewa yang telah melampau i 270 hari
Piutang salam telah jatuh tempo melebihi 90 hari
Sumber : Faturrahman Djamil, 2012: 71
2. Murabahah a. Pengertian Murabahah Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba 61 . Akad
murabahah
adalah Akad
Pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keutungan yang disepakati62 .
61 62
Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000. Tim Citra Umbara, 2009, UU RI No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia & UU RI No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah. Citra Umbara, Bandung, hlm. 431.
54
Murabahah adalah akad penyediaan barang berdasarkan sistem jual-beli, dimana Bank sebagai penjual yang menyediakan kebutuhan nasabah dan menjual kepada nasabah dengan harga perolehan ditambah keuntungan (margin) yang disepakati. Pembayaran dapat dilakukan sekaligus saat jatuh tempo atau cicilan dalam jangka waktu yang disepakati63 . Al-murabahah berasal dari kata Bahasa Arab al-ribh (keuntungan). Ia dibentuk dengan wazan (pola pembentukan kata) mufa’alat yang mengandung arti saling. Oleh karenanya, secara bahasa ia berarti saling memberi keuntungan, secara terminologi, ai diartikan dan didefinisikan dengan redaksi yang variatif64 .
ِاِ ْشتَرى بِو السلْ َع َة َو يُ ْشتَ َر ُط ِرَْبًا َما لِ ِدْينَار ُ َ
ِ ِ ِ لم ْش ََِتى الثَ َم َن الَّ ِذْي َن ُ املَُر َاَبَ ُة ى َي يُ ْذ َك ُر البَائ ُع ل 65 ِ ِ اَْو الد ْرَىم
Murabahah adalah seorang penjual memberitahukan kepada si pembeli harga barang yang dibelinya dengan mengambil keuntungan yang telah disepakati baik dinar atau dirham. Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jualbeli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan harga yang diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama 66 .
63
SOP Pembiayaan. Atang Abd. Hakim, 2011, Fiqih Perbankan Syariah, Refika Aditama, Bandung, hlm. 225. 65 Sahir Ibnu Rusdul Hafid, T. Tahun, Bidayatul Mujtahid, K. Putra, Semarang, hlm. 161. 64
66
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Bandung, Hlm. 265.
Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
55
Murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan tersebut juga meliputi cara pembayaran sekaligus67 . Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. Perbedaan yang tampak pada jual beli murabahah adalah penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang dan kemudian terjadi negosiasi keuntungan yang akhirnya disepakati kedua belah pihak. Pada prinsipnya, kerelaan kedua belah pihak merupakan unsur yang penting dalam proses murabahah68 . Pembiayaan Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah di mana Bank Syari’ah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan marjin/keuntungan yang disepakati antara Bank Syari’ah dan nasabah69 . Pembiayaan Murabahah yaitu Pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul mal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai kesepakatan70 .
67
Herman Darmawi, 2006, Pasar Financial dan Lembaga-lembaga Financial, PT. Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 82. 68 Rifky Muhammad, 2008, Akuntansi Keuangan Syariah, P3EI Press, Yogyakarta, hlm. 157. 69
Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Jakarta, hlm. 23.
70
Karnaen A. Perwataatmadja Hendri Tanjung, 2007, Bank Syariah (Teori, Praktik, dan Peranannya, PT. Senayan Abadi, Jakarta, hlm. 77.
56
Syafe’i Antonio mengutip kembali definisi murabahah yang dikemukan Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd, dengan pengertian bahwa Ba’i al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dan
Syafi’i menambahkan argument bahwasannya
penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya71 . Murabahah adalah jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli72 . Dalam aplikasinya diperbankan, murabahah
memiliki pengertian seperti
dituturkan Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio Yakni suatu perjanjian yang disepakati antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo)73 . Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan
harga
pokok
yang
ia
beli ditamabah
keuntungan
yang
diinginkan74 . Adiwarman A. menyatakan
bahwa
Karim dengan mengutip dari A. Dawsk Hasheite,
ulama
mazhab
maliki membolehkan
biaya-biaya
yang
langsung terkait dengan transaksi jual beli itu dan biaya-biaya yang tidak 71
M.Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 101.
72
Adiwarman Karim, 2010, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan,, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 113.
73
M. Syafi’i Antonio, 2001, Op. Cit., hlm. 106. Kasmir, 2012, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 173.
74
57
langsung terkait dengan transaksi jual beli dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu. Lalu, mazhab Syafi’i yang dikutip dari Al-Syarbini, membolehkan adanya beban biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya. Juga pendapat ulama mazhab Hanafi yang dikutip dari Al-Kasani, yang membolehkan adanya beban biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual dan pendapat ulama mazhab Hanafi yang dikutip dari Al-Bahuti, yakni bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual. Dari beberapa pengertian di atas dapat mudah dipahami bahwa murabahah merupakan sebuah transaksi yang mengedepankan transparansi dan antaradin. Dari prinsip ini, jenis dan harga barang yang diperjualbelikan harus diketahui bersama, kemudian dengan kesepakatan akan menghasilkan harga jual setelah ditambah margin yang disepakati. b. Dasar Hukum Pembiayaan Murabahah Islam sebagai agama yang komprehensif,
dalam arti bahwa Islam
merangkum seluruh sendi kehidupan manusia. Hal ini ini terbukti bahwa Islam mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap masalah social, tak terkecuali dalam masalah yang berhubungan dengan ekonomi yang didalamnya membahas masalah jual-beli.
58
Mengenai dasar hukum mengenai murabahah, al-Qur’an sendiri tidak secara langsung menjelaskan tentang murabahah meskipun di dalamnya ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Murabahah merupakan suatu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk pada kaidah dan hokum umum jual-beli yang berlaku dalam muamalah islamiyah
75
.
Pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSNMUI/IV/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000, yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu dari kesejahteraan dan berbagai kegiata, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah
bagi yang memmerlukannya, yaitu menjual
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada kepada pembayarannya dengan harga yang lebih sebagai laba. Aturan-aturan tersebut menjadi dalil keabsahan murabahah yang akar landasannya tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits serta Ijma dan kaidah fiqh yang berkaitan dengan jual-beli, dengan dalil-dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual-beli yang berlaku dalam muamalah islamiyah antara lain: a. Al-Qur’an 1. Al-Baqarah: 275 “…. Allah telah menghalalkan jul-beli dan mengharamkan riba…”76 .
75
Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta, hlm. 22.
76
Soenarjo, dkk., 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI., Jakarta, hlm. 47.
59
2. An-Nissa: 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”77 . Jaminan merupakan salah satu unsur dalam analisis pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan harus berhati-hati dalam menilai barangbarang tersebut karena harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menunjukkan harta yang sesungguhnya. Dengan kata lain, nasabah kadangkadang menaksir barang-barang yang diagunkannya di atas harga sesungguhnya (over value). Penilaian yang terlalu tinggi bisa berakibat lembaga keuangan berada pada posisi yang lemah. Jika likuidasi/penjulan barang agunan tidak dapat dihindarkan, keadaan tersebut tidak dapat membawa lembaga keuangan kepada kerugian karena hasil penjualan agunan biasanya akan lebih rendah dari harga semula. b. Al-Hadits 1. Hadits nabi riwayat Al-Bazzar seperti dikutip dari tarjamah Bulughul Maram
ِ َّ اع َة ْبن َرافِ ِع أ ال َ َب ؟ ق ُّ أ: َِّب ص م ُسئِ َل َّ َِن الن َ ََع ْن ِرف ُ ََي ال َك ْسب اَطْي
) الر ُجل بِيَ ِدهِ َو ُك َّل بَْيع َمْب ُروٍر (رواه البزارو صححو احلكم َّ َع َم ُل
77
Ibid., hlm. 83.
60
“Dari Rifa’ah bin Rafi sesungguhnya Nabi pernah ditanya: “Apakah pencaharian yang terbaik itu?” Sabdanya: “Seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang jujur”(HR. Al-Bazzar, Imam Hakim menyahihkan dari Rifa’ah Ibn Rafi’)78 . c. Ijma Jumhur ulama sepakat tentang kebolehan jual beli dengan cara murabahah. d. Kaidah Fiqh
ِ َّ َّ ِ َ َاألَ ْص ُل ِِف امل َع َاملَةِ ا ِإلب لى ََْت ِرْْيِو َ اح ُة إال أَ ْن يَ ُدل َدلْي ٌل َع ُ
“Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan samapai ada dalil yang membolehkannya”79 . Dengan landasan-landasan hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh syari’ah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi bisnis). c. Rukun dan Syarat Murabahah Sebelum kepada prosedur pembiayaan murabahah, hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat serta rukun-rukun yang harus dipenuhi sebelum melakukan pembiayaan murabahah. Jual beli dalam Islam akan dapat dikatakan halal, jika jual beli telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam a-Qur’an, as-Sunnah dan pendapat para ulama. Salah satunya adalah bahwa dalam islam terdapat batasan-batasan atas barang apa saja yang diperjual belikan, karena itu semua barang yang dijual dan menghaasilkan keuntungan itu dapat dibenarkan dalam jual beli menurut islam telah ditetapkan pula rukun dan syarat jual beli dalam
78 79
A. Hasan, 2002, Tarjamah Bulughul Maram, Cv. Penerbit Diponogoro, Bandung, hlm. 398. A. Djazuli, 2006, Kaidah-kaidah Figh: Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah masalah Praktis, Ed.1. Cet.1,Kencana, Bandung, hlm. 10.
61
menjadi landasan apakah jual beli tersebut adalah halal dan tidak halal menurut pandangan islam. Ba’i al- Murabahah merupakan salah satu dari akad jual-beli sehingga rukun yang digunakan pun adalah sesuai dengan rukun jual-beli, antara lain: 1) Ada orang yang berakad/al-muta’aqiddain (penjual dan pembeli), Ada Shighat (lafal) ijab dan qabul. 2) Ada barang yang dibeli. 3) Ada nilai tukar pengganti barang. Hendi Suhendi berpendapat Rukun jual beli ada 3, yaitu: 1) Akad (ijab Kabul) 2) Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli) 3) Ma’akud alaih (objek akad)80 . Nasrun Haroen berpendapat rukun murabahah adalah sebagai berikut81 : 1) Dua pihak pembuiat akad (al-mut’aqidain); Ba’i yaitu Penjual (pihak yang memiliki barang) dan Musytari yaitu Pembeli (Pihak yang akan membeli barang). 2) Objek jual beli, Mabi’ yaitu Barang yang akan diperjualbelikan dan Tsaman adalah Harga. 3) Adanya Shighat (lapal) ijab dan qabul. Adapun syarat ba’i al-Murabahah antara lain: 1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. 2) Kontak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 80 81
Hendi Suhendi, 2005, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 70. Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 115.
62
3) Kontrak harus bebas dari riba. 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. 5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: 1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya 2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual 3) Membatalkan kontrak82 . Syarat Ba’i al-murabahah adalah: 1) Penjual harus membeli tahu biaya modal kepada nasabah 2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 3) Kontrak harus bebas riba 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian 5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian. Ba’i al-murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual
82
M.Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 102.
63
dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, system ini juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penangannan administrasinya di bank syariah83 . d. Akad dan Mekanisme Jual beli Murabahah Dalam kitab-kitab fiqh muamalah diterangkan bahwa untuk memiliki suatu barang (tammaluk) yang sah menurut syara’ memiliki beberapa sebab, diantaranya: 1) Ikhrajul
Murabahah
memiliki
benda-benda
yang
boleh
dimilki atau
menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki di suatu tempat yang boleh dimiliki. Misalnya: air yang mengalir, binatang buruan dan ikan dilaut. 2) Khafalah; memperoleh benda atau barang atau barang atas jasa waris. 3) At-Twadu Minal Mamluk; memperoleh benda karena beranak pinak. Segala yang lahir dari barang yang dimilki menjadi hak bagi yang memilki benda trersebut.
Misalnya: anak
binatang yang lahir dari induknya dan lain
sebagainya. 4) Uqud atau aqad; perikatan atau kesempatan yang diperoleh melalui transaksi jual-beli, tukar-menukar, hibah dan lain sebagainya. Permasalahan akad inilah yang menjadi perbincangan menarik karena akad ini sendiri merupakan salah satu rukun dan transaksi jual beli. Adapun pengertian akad ditinjau dari segi bahasa adalah mencakup dari beberapa kata, yaitu:
83
M. Nur rianto, 2010, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, Alfabeta, Jakarta, hlm. 45.
64
1) بطلراberarti mengikat yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satu ujungnya dengan yang lain, sehingga bersambung kemudian keduanya menjadi sebagai pemotong benda. 2) العقدyang berarti sambungan yaitu sambungan yang memegang keduanya. 3) العهدyang berarti janji. Pengertian ini dalam firman Allah Swt., dalam al-Maidah: 1, yaitu:
.……… “Hai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janjimu……….”84 e. Prosedur Pembiayaan Murabahah Dalam murabahah ini kedua belah pihak memiliki tanggung jawab yang besar, sehingga tidak dapat melakukan penipuan bangkan pembatalan di akhir perjanjian. Oleh karena itu, apabila ada salah satu pihak yang melanggar, maka itu akan mengakibatkan pembiayaan bermasalah. Setelah mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak, maka dalam proses pembiayaan murabahah harus mengikuti peraturan yang telah ditentukan oleh syar’i. Secara
umum,
aplikasi perbankan
dari bai’ al-murabahah
digambarkan dalam skema sebagai berikut:
84
Soenarjo, dkk., 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI., Jakarta, hlm. 106.
dapat
65
Gambar 3 Skema Bai’ al-Murabahah 1. Negosiasi & Persyaratan
Bank
Nasabah
2. Akad Jual Beli 6. Bayar
5. Terima Barang & Dokumen
3. Terima Barang
Suplier Penjual
4.Kirim Barang
Sumber : Muh. Syafi’i Antonio, 2001:107 Keterangan: 1) Nasabah bernegosiasi dengan pihak bank untuk mengadakan pembiayaan bai’al-murabahah
dengan
melengkapi berbagai persyaratan yang telah
ditentukan oleh pihak bank. 2) Setelah semua persyaratan yang dibutuhkan lengkap, kemudian diadakan akad jual beli murabahah antara pihak bank dengan nasabah. 3) Bank membeli barang yang dibutuhkan nasabah secara tunai kepada suplier. 4) Suplier kirim barang dan dokumen kepada nasabah tersebut. 5) Nasabah terima barang dan dokumen dari suplier. 6) Setelah barang dan dokumen di terima nasabah, kemudian nasabah membayar angsuran ke pihak bank dengan waktu dan jumlah yang telah disepakati bersama antara pihak bank dengan nasabah. Dari beberapa pemaparan di atas maka dapat mudah dipahami bahwa Pembiayaan Mikro Murabahah merupakan Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
66
dengan harga yang lebih sebagai keutungan yang disepakati diantara kedua belah pihak. Pembiayaan Mikro Murabahah adalah pembiayaan berdasarkan akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan ketentuan margin yang disepakati. Suatu perjanjian yang disepakati antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank.
67
BAB III PENYELESAIAN RESTRUKTURISASI UTANG MELALUI LELANG BARANG JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN MIKRO MURABAHAH
A. Latar belakang dilakukannya Lelang Barang Jaminan terhadap Nasabah yang mengalami pailit di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung 1. Kondisi Objektif Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung a. Sejarah Berdirinya
Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Ujung Berung Bandung Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak tahun 1999, merupakan hikmah dari krisis. Di Indonesia krisis ekonomi dan moneter terjadi mulai tahun 1997 yang disusul dengan krisis politik nasional. Krisis ini menimbulkan dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan di Indonesia yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah Indonesia
akhirnya
mengambil
tindakan
dengan
merestrukturisasi
dan
merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. PT. Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat
68
bersamaan, pemerintah tengah melakukan merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Akibat dari merger keempat bank ke dalam Bank Mandiri, PT Bank Mandiri (Persero) menjadi pemilik mayoritas baru BSB. Dalam proses merger, Bank Mandiri sambil melakukan konsolidasi juga membentuk
Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah.
Pembentukan tim ini
bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di group Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system)85 . Dalam kondisi seperti itulah, Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah menemukan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT. Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Setelah Tim Pengembangan Perbankan Syariah mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, maka kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH. No. 23 tanggal 8 September 1999. Gubernur Bank Indonesia mengukuhkan perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT. Bank Syariah Mandiri.
85
SOP Pembiayan
69
Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beroperasinya PT. Bank Syariah Mandiri. Bank ini hadir sebagai bank yang mengombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank
Syariah Mandiri dalam
kiprahnya di perbankan Indonesia. b. Profil
Bank
Syariah
Mandiri
Kantor
Cabang
Pembantu
Ujungberung Bandung Adapun
Profil
Bank
Syariah
Mandiri
Kantor
Cabang
Pembantu
:
Bank
Syari’ah
Mandiri Kantor
Cabang
Pembantu
Mandiri Kantor
Cabang
Pembantu
Ujungberung: Nama
Ujungberung. Alamat
:
Bank
Syari’ah
Ujungberung. Tepatnya di Ruko Bandung Timur Plaza Blok A No. 12-15 Jl. A. H. Nasution No. 46A Ujungberung Bandung 40600 Telepon
: (022) 87880001, 87880002
Fax
: (022) 87880004
Situs Web
: www. Syariahmandiri. Co.id
Tanggal berdiri
: 31 Agustus 2010.
70
c. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung Gambar 4 Struktur Organisasi Kepala Cabang Pembantu Tantan Ruhiyat
Account Offiser
Kw. Mikro
Officer Gadai
O. Officer
Fitri Kurnia
Dicky Permadi
Hendrianto. M
Akhmad Yani
PMS
Ass. Analisis Mikro
Arieza Prima
Adminis tasi
Penaksir
Mikro
Okky. R
Luthfi
SFE
CFE
Gadai
CS
Teller
Irma Afra
Rini Julia
Fitri
Pelaksana M. Mikro
Back Office
Ade. S
Guruh
Gina. S
Yuniawan
Asep. S
Sumber: Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung
71
d. Tugas, Fungsi, Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi a. Kepala Cabang 1) Memimpin dan mengelola perusahaan sehingga tercapai tujuan perusahaan. 2) Bertanggung
jawab
terhadap
operasional perusahaan
khususnya
dalam
hubungan ekstern perusahaan. 3) Bertanggung jawab atas/kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 4) Menciptakan strategi pemasaran yang dapat menghadapi tingkat persaingan. 5) Memutuskan kebijakan didalam internalya. 6) Mengontrol operasional perusahaan di BSM KCP Ujungberung. b. Manajer Operasional (Operational Officer) Fungsi bidang Operasional sebagai aparat menegement yang ditugaskan untuk membantu Direksi dalam melakukan tugas-tugas dibidang operasional Bank. Fungsi tersebut meliputi aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif secara efisien dan efektif dalam rangka pelaksanaan dan pengamanan pelayanan jasa-jasa perbankan berdasarkan system dan prosedur operasional perusahaan yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kebijaksanaan manajemen serta peraturanperaturan pemerintah (Bank Indonesia). Tugas-tugas Bidang Operasi, yaitu: 1) Melaksanakan supervisi terhadap setiap pelayanan dan pengamanan jasa-jasa perbankan setiap unit/bagian yang berada dibawah tanggung jawabnya. 2) Melakukan monitoring, evaluasi, review, dan kondisi terhadap pelaksanaan tugas-tugas pelayanan dibidang operasional. 3) Turut membantu pelayanan secara aktif atas tugas-tugas harian setiap unit/bagian yang berada dibawah tanggung jawabnya.
72
4) Aktif memberikan saran, pendapat keapada Direksi mengenai masalahmasalah yang berkaitan dengan tugasnya sehari-hari termasuk mengusulkan produk-produk perbankan yang diperlukan nasabah. 5) Turut memelihara dan membina hubungan baik dengan pihak nasabah serta intern/antar
unit/bagian
maupun
bidang
dilingkungan
perusahaan
dalam
rangka menjaga mutu pelayanan kepada nasabah sehingga berada ketingkat yang memuaskan serta tercipta suasana kerja yang sehat dilingkungan perusahaan. 6) Berkewajiban untuk menciptakan mutu pengetahuan dan keterampilan, baik pribadi maupun bawahannya untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya. 7) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direksi sepanjang tugastugas tersebut masih dalam ruang lingkup dan fungsinya Kepala Operasional. c. Teller Kas selaku kuasa bank untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penarikan pembayaran uang. Tugas kas dan teller juga mengatur dan memelihara saldo/posisi uang kas yang ada dalam tempat khasanah bank. Dapat pula melakukan pekerjaan lain sesuai ketentuan pekerjaan. Tugas teller, yaitu: 1) Mengelola keuangan sesuai rencana atau anggaran perusahaan. 2) Menerima dan membayar uang kepada sejumlah bukti yang ada membuat rincian uang tuanai, mencatat dan mengumpulkan bukti atas pengambilan dan penyetoran kas dalam formulir rekapitulasi kas yang telah disediakan. 3) Mencocokan saldo yang dicatat rekapitulasi kas dalam daftar perincian uang tunai, pada setiap tutup kas.
73
d. Customer Service 1) Memeriksa dokumen atas pembukuan atau penutupan rekening tabungan, deposito dan pembiayaan serta dokumen lain yang dipersyaratkan. 2) Melakukan pencatatan atas pendaftaran penabung, Deposan dan Debitur. 3) Mengadministrasian dokumen-dokumen pembukaan rekening. e. Back Office 1) Memeriksa dan memverifikasi hasil validasi dan transaksi yang dilakukan Teller. 2) Membuat laporan-laporan akhir ini. 3) Membuat jurnal pembebanan biaya-biaya perusahaan non kas (depresiasi, amortasi, dll). f.
Marketing Fungsi bidang
Marketing
adalah sebagai aparat management yang
ditugaskan untuk membantu Direksi dalam menangani tugas-tugas khususnya menyangkut bidang Marketing dan pembiayaan (kredit). Disamping itu juga berfungsi sebagai supervise
dan
pekerjaan
lain
sesuai dengan ketentuan
management. Tugas-tugas pokok Bidang Marketing: 1) Melakukan
kordinasi
pembiayaan (kredit)
setiap
pelaksanaan
tugas-tugas
marketing
dan
dari unit/bagian yang berada dibawah supervisinya,
sehingga dapat memberikan pelayanan kebutuhan perbankan bagi nasabah secara efisien dan efektif yang dapat memuaskan dan menguntungkan baik bagi nasabah maupun BSM KCP Ujung Berung.
74
2) Melakukan monitoring, evaluasi, review, dan supervisi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi bidang marketing (perkreditan) pada unit atau bagian yang ada di bawah supervisinya. 3) Bertindak sebagai komite pembiayaan dalam upaya pengambilan keputusan Pembiayaan (kredit). 4) Aktif menyampaikan saran, pendapat dan opini kepada kepala cabang mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang marketing dan pembiayaan. 5) Melayani, menerima tamu (calon nasabah atau nasabah) secara aktif yang memerlukan pelayanan jasa perbankan. 6) Memelihara dan membina hubungan baik dengan pihak nasabah serta antar/intern unit kerja yang ada dibawah serta lingkungan perusahaan. 7) Menyusun
strategi-plainning dan selaku marketing/solitisati nasabah baik
dalam rangka
penghimpunan
sumber
dana
maupun alokasi pemberian
pembiayaan secara efektif dan terarah. 8) Berkewajiban
untuk
meningkatkan
mutu pelayanan perbankan terhadap
nasabah maupun calon nasabah. 9) Berkewajiban
untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk
membantu kelancaran tugas sehari-hari.
e. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung 1. VISI : Menjadi bank syari’ah terpercaya pilihan mitra usaha.
75
2. MISI : 1) Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan; 2) Mengutamakan
penghimpunan
dana
konsumer
dan
penyaluran
pembiayaan pada segmen UMKM; 3) Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja yang sehat; 4) Mengembangkan nilai-nilai syariah universal; 5) Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat. f. Produk Dana dan Jasa Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung BSM senantiasa berinovasi dengan meluncurkan beragam produk berbasis teknologi mutakhir, seperti: BSM Mobile Banking GPRS, BSM Net Banking, BSM Pooling Fund, BSM Griya Prima, Tabungan Berencana BSM, BSM Network Financing, Pembiayaan Resi Gudang, serta kerjasama dengan jaringan ATM Bank Mandiri, ATM BCA, ATM Bersama dan ATM Prima. Adapun produk & jasa unggulan BSM selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Produk Pendanaan Mengamanahkan dana di BSM bukan sekedar menyimpan dana. Dana nasabah akan diinvestasikan secara optimal untuk membiayai berbagai macam usaha halal dan produktif bagi kepentingan umat. Bagi hasil nasabah yang akan diperoleh setiap bulannya merupakan hasil dari pembiayaan Bank Syariah
76
Mandiri untuk usaha-usahanya. Adapun produk penyimpanan dana tersebut terdiri dari: 1) Tabungan BSM Tabungan BSM adalah Simpanan dalam mata uang rupiah yang penarikan dan setorannya dapat dilakukan setiap saat selama jam kas dibuka di konter BSM atau melalui ATM. 2) Deposito BSM Deposito BSM adalah Investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah. 3) Tabungan Berencana BSM Tabungan Berencana BSM adalah Simpanan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah ditetapkan. 4) Tabungan Mabrur BSM Tabungan Mabrur BSM asalah Simpanan dalam mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan ibadah haji & umrah. 5) Tabungan BSM Investasi Cendekia Tabungan BSM Investasi Cendekia adalah tabungan berjangka dalam valuta rupiah dengan jumlah setoran bulanan tetap (installment) yang dilengkapi perlindungan asuransi.
77
6) Tabungan BSM Simpatik Tabungan
BSM
Simpatik
adalah
Simpanan dalam mata uang rupiah
berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati. 2. Produk Pembiayaan 1) Pembiayaan murabahah BSM Pembiayaan murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan akad jual-beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan keuntungan margin yang disepakati. 2) Pembiayaan mudharabah BSM Pembiayaan mudharabah BSM adalah pembiayaan dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati. 3) Pembiayaan musyarakah BSM Pembiayaan musyarakah BSM adalah untuk modal kerja, dimana modal dari bank merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati. 4) PKPA (Pembiayaan Koperasi Karyawan Para Anggota) Pembiayaan koperasi karyawan para anggota (PKPA) adalah penyaluran pembiayaan
melalui
koperasi
karyawan
untuk
pemenuhan
kebutuhan
consumer pada anggotanya (kolektif) yang mengajukan pembiayaan kepada anggotanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab penuh koperasi. 5) Pembiayaan Kepada Pensiun
78
Pembiayaan kepada pension adalah penyaluran fasilitas pembiayaan consumer (termasuk
untuk
pembiayaan multiguna) kepada para pension,
pembayaran angsuran dilakukan melalui pemotongan uang pension
dengan langsung
yang diterima oleh bank setiap bulan (pension bulanan). Akad yang digunakan adalah akad murabhahah atau Ijarah. 6) Pembiayaan Griya BSM Pembiayaan Griya BSM adalah pembiayaan jangka pendek, menengah, atau panjang untuk membiayai pembelian rumah tinggal (konsumtif), baik baru maupun bekass, dilingkungan developer maupun non developer denga sistem murabahah. 7) Pembiayaan Edukasi BSM Pembiyaan edukasi BSM adalah pembiayaan jangka pendek dan menengah yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan uang masuk sekolah atau
perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya atau uang pendidikan pada saat pendaftaran tahun ajaran atau semester baru berikutnya dengan akad iajatrah. 8) Pembiayaan Talangan Haji BSM Pembiayaan Talangan Haji BSM adalah pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi haji dan pada saat pelunasan BPIH. 9) Gadai Emas BSM Gadai Emas BSM adalah produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat. Akad yang digunakan adalah akad Qardh dalam rangka Rahn.
79
3. Produk Jasa 1) BSM Card BSM Card adalah Kartu yang dapat dipergunakan untuk transaksi perbankan melalui ATM dan mesin debit (EDC/Electronic Data Capture). 2) BSM Mobile Banking BSM Mobile Banking adalah Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui mobile phone (handphone) berbasis GPRS. 3) BSM Net Banking BSM Net Banking adalah Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui internet. 4) BSM Sentra Bayar BSM Sentra Bayar adalah Layanan pembayaran beragam tagihan seperti telepon, ponsel maupun listrik. g. Poses dan Etika Bisnis Proses dan etika bisnis Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut: a. Excellence : Berupaya
mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang
terpadu dan berkesinambungan 3. Perfection
: Berkomitmen pada kesempurnaan.
4. Competence
: Meningkatkan keahlian sesuai tugas yang diberikan.
b. Teamwork : Mewujudkan lingkungan kerja yang saling bersinergi
80
Result
: Memiliki orientasi pada hasil dan niali tambah bagi
stakeholder.
Trust
: Menggembangkan sikap saling percaya yang didasari
pikiran dan perilaku positif. c. Humanity : Menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai- nilai agama
Universality
:
Mengembangkan
nilai-niali
kebaikan
secara
umum
diterima oleh seluruh umat manusia.
Sincerity d. Integrity
: Meluruskan niat untuk mendapatkan ridha Allah.
: Menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji
Honesty
: Menjungjung tinggi kejujuran dalam setiap perilaku.
Discipline
: Melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai tuntutan
perusahaan seta nilai- nilai syariah.
Responsibility : Menerima tugas sebagai amanah dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab. e. Custumer Focus : Memahami dan memenuhi kebutuhan lapangan eksternal dan internal untuk menjadikan BSM sebagai mitra yang terpercaya dan menguntungkan.
Costumer Satisfying :
Mengutamakan
pelayanan
dan
kepuasan
pelanggan.
Good Governance
: Melaksanakan tata kelola organisasi yang sehat.
Innovation
: Proaktif menggali dan mengimplementasikan ide-
ide baru untuk memberikan layanan lebih baik dan lebih cepat.
81
2. Latar belakang dilakukannya Lelang Barang Jaminan terhadap Nasabah yang mengalami pailit Pada dasarnya pihak Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung memahami betul makna dilakukannya lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit, ketentuannya pun sesuai dengan ketentuan bank itu sendiri, hal ini terlihat dari adanya konsep mengenai lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit, adapun yang dimaksud lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit yaitu barang yang dijadikan jaminan oleh pihak nasabah kepada pihak bank kemudian dijual karena nasabah tersebut mengalami pailit sehingga tidak bisa melunasi sisa hutangnya kepada bank maka barang jaminannya dilelang. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi dilakukannya lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit di Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung. Dipengaruhi oleh dua hal, yaitu: 1. Faktor Internal Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam yaitu dari pihak Bank syariah mandiri KCP Ujungberung tersebut, hal ini terjadi karena pihak Bank syariah mandiri sendiri kurang teliti dalam melakukan penilaian terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan dari segi perekonomian nasabah, adapun tingkat kejujuran yang dimiliki nasabah kurang dapat dipercaya, sehingga bank perlu melakukan pengamatan langsung kelapangan untuk melihat apakah yang diucapkan nasabah tersebut benar atau tidak 86 serta pengelola pembiayaan kurang
86
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 25 Juni 2013, jam. 10-12 WIB.
82
tegas dan lemah dalam melakukan monitoring terhadap nasabah yang mangajukan pembiayaan. Selain hal diatas tingkat kelalaian pihak Bank syariah mandiri dalam melakukan
penilaian
terhadap
nasabah
yang
mengajukan
pembiayaan
ini
dikarenakan tingkat pengajuan pembiayaan yang tidak terlalu tinggi, dalam artian jumlah pembiayaan yang diajukan untuk membuka usaha seperti warung yang bisa dikatakan pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas atau untuk peningkatan usaha seperti pembiayaan modal kerja dan investasi87 . Hal ini membuat pihak nasabah menunda-nunda pembayaran angsuran tersebut karena mereka berfikir bahwa utangnya tidak terlalu tinggi dan hanya sedikit. Padahal mau utangnya besar atau kecil yang namanya utang tetaplah utang88 . 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor dari luar yaitu berasal dari pihak nasabah, pihak nasabah disini adalah nasabah yang mengalami penurunan dalam pengangsuran pembiayaan.
87
Muhammad Ghafur, 2007, Potret Perbankan Syariah Terkini (Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah), Biruni Press, Yogyakarta, hlm. 94.
88
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 25 Juni 2013, jam. 10-12 WIB.
83
Tabel 3 Nasabah Bermasalah No
Akad
Barang
Masalah
1
Murabahah
Produktif
Tidak menyelesaikan pembayaran 30% dari jumlah pembiayaan
2
Murabahah
Produktif
Tidak menyelesaikan pembayaran 40% dari jumlah pembiayaan
3
Murabahah
Produktif
Tidak menyelesaikan pembayaran20% dari jumlah pembiayaan
5
Murabahah
Produktif
Tidak menyelesaikan pembayaran 25% dari jumlah pembiayaan
Sumber : Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung
Dari data di atas faktor eksternalnya adalah: a. Nasabah tidak memenuhi kewajibannya Nasabah dalam memenuhi kewajibannya kepada Bank Syariah Mandiri terkadang tidak selamanya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diawal perjanjian, sehingga tidak jarang pihak nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Ketidak mampuan untuk membayar sisa utang ini bukanlah dikarenakan faktor kesengajaan, melainkan karena si nasabah sudah jatuh pailit sehingga si nasabah sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Dalam hal ini menjadi sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dalam dunia usaha, akan tetapi kenyataan ini tidaklah menjadi sebuah pertimbangan utama bagi lembaga keuangan syariah dalam mengeluarkan kebijakan. Pihak lembaga keuangan syariah menyikapinya lebih
cenderung
mengedepankan
pertimbangan
ekonomi,
walaupun
tidak
dipungkiri bahwa mereka sebelum mengeluarkan kebijakan ini telah melewati proses-proses sebagaimana mestinya sesuai dengan yang tertera pada waktu akad.
84
Namun yang jelas kebijakan tersebut menjadi beban tersendiri bagi pihak nasabah. b. Bangkrutnya nasabah dan turunnya harga jual Hal ini menjadi problem bagi nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah Mandiri karena jaminan yang dijaminkan ada dua yaitu jaminan utama berupa usaha warung yang sedang dijalani dan jaminan tambahan berupa BPKB Motor89 . Jadi kedudukan nasabah yang barang jaminannya dilelang dalam pembiayaan Mikro Murabahah di Bank Syariah Mandiri sangatlah penting, lain halnya dengan bangkrutnya
usaha
warung
nasabah
yang
nasabah jadikan sebagai mata
pencaharian untuk kehidupan sehari-harinya dan harga jual kendaraan pada saat dijual yang sedang turun, sehingga tidak bisa menutupi sisa cicilan utang kepada Bank Syariah Mandiri. Hal ini akan sangat mempengaruhi kelancaran arus kas di dalam Bank Syariah Mandiri itu sendiri. Selain arus kas yang akan terganggu, tingkat likuiditas pembiayaan di Bank Syariah Mandiri pun akan mengalami penurunan karena adanya hambatan untuk melakukan pembiayaan yang lainnya.
89
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 25 Juni 2013, jam. 10-12 WIB.
85
Gambar 5 Proses Lelang Barang jaminan antara Pihak Bank dan Nasabah
6
Qardh (UtangPiutang)
Nasabah
4
3
5
+
-
Lelang
Bank
Jaminan
2
Pailit
1
Murabahah
Sumber: Hasil Wawancara dengan Deni Kamaludin Yusup, Dosen Mata Kuliah Manajemen Investasi & Pasar Modal, tanggal 02 Januari 2013, Jam. 13-14 WIB. Keterangan:
1. Murabahah adalah akad jual beli antara Bank dan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar
harga
perolehan
ditambah
keuntungan
yang
disepakati. 2. Pembiayaan dikatakan pailit dimana nasabah sudah tidak apa-apa lagi untuk melunasi hutangnya ke bank dan segala cara pun sudah dilakukan.
86
3. Lelang jaminan, barang yang dijaminkan oleh pihak nasabah dijual oleh pihak bank karena tidak dapat menutupi sisa angsuran utangnya yang mana apabila ada lebih maka maka akan diberikan kepada nasabah dan sebaliknya apabila kurang maka nasabah harus tetap membayar walaupun sudah tidak punya apa-apa lagi (pailit) karena itu dianggap sebagai hutang. 4. Bank
syariah
adalah
sebagai bank
yang
beroperasi dengan
tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-qur’an dan Hadits Nabi Saw. 5. Nasabah adalah pihak yang meminjam uang ke bank dimana dikenakan jaminan kepada si nasabah 6. Pinjam-meminjam atau Utang-piutang (Qardh) adalah setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memilki utang kepada yang berpiutang (mu’ir).
B. Mekanisme Restrukturisai Utang Melalui Lelang Barang Jaminan di Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung Tidak semua nasabah bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan di Bank syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung, karena untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan setidaknya nasabah harus memenuhi persayaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Bank. 1. Syarat-Syarat pengajuan pembiayaan di Bank Syariah Mandiri a. Syarat Khusus, setiap anggota harus:
87
1) Memiliki Akhlaq yang baik. 2) Berusaha/bekerja dengan usaha/pekerjaan yang halal. 3) Menggunakan pembiayaan untuk kebutuhan yang halal. 4) Sanggup bekerjasama dalam pembiayaan dengan pola Syari’ah. 5) Jujur, dapat di percaya serta sopan. 6) Memiliki usaha yang nampak. b. Syarat Umum, Mengajukan permohonan dengan melampirkan: 1) Telah menjalan usaha minimal 2 Tahun. 2) WNI Usia 21 Tahun s/d 55 Tahun atau sudah menikah. 3) Kelengkapan dokumen: 1. Fotocopyopy KTP Suami dan Istri 2. Fotocopy Kartu Keluarga 3. Fotocopy Surat Nikah 4. Fotocopy
Bukti
Pembayaran
PBB
Tahun
terakhir,
Tagihan
rekening listrik, Telepon dan PAM (bila ada) 5. Fotocopy SIUP, SITU, TOP dan NPWP (untuk limit kredit diatas Rp. 50 juta) atau surat (keterangan usia dari instansi pemerintah setempat) 6. Jaminan. 4) Waktu
permohonan
minimal 2
Bulan setelah menjadi anggota/
menabung. 5) Untuk usaha produktif, Analisa kelayakan usaha disertai dengan survey lokasi (silaturahmi). Tujuan utama dari analisa kelayakan adalah menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan nasabah
88
dalam
mengembalikan
pembiayaan
yang
mereka
pinjam
serta
membayar margin keuntungan dan bagi hasil sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan. Berdasarkan penilaian tersebut, Bank Syariah Mandiri dapat memperkirakan tinggi rendahnya risiko yang akan di tanggung. Dengan demikian, Bank Syariah Mandiri dapat memutuskan apakah permintaan pembiayaan yang diajukan di tolak, diteliti lebih lanjut, atau diluluskan. 6) Angsuran harian. 2. Prosedur atau cara memperoleh pembiayaan di Bank syariah Mandiri, yaitu: a. Mendaftarkan diri menjadi anggota penabung ke Bagian Teller. b. Setelah minimal 2 Bulan menjadi anggota, permohonan diajukan kepada Bagian Pembiayaan dengan melampirkan persyaratan yang di sebut di atas. c. Analisis Kelayakan Usaha dan Survey lokasi. d. Perhitungan Bagi Hasil. e. Dua minggu setelah permohonan baru realisasi/pencairan atas koordinasi Bagian Pembiayaan dan Manajer. Apabila dalam bentuk barang, barang dapat dibelikan oleh Bank Syariah Mandiri/diwakilkan kepada anggota. f.
Masa angsuran di mulai 2 hari setelah pencairan.
g. Biaya-Biaya: 1) Administrasi:
Kesepakatan
Debitur/nasabah peminjam. 2) Infaq : Sesuai kerelaan debitur.
antara
Bank
Syariah
Mandiri
dan
89
3) Materai Rp. 3000,- jika pinjaman Rp. 1000.000,- dan Rp. 6000,- jika pinjaman Rp 1000.000,3. Lima cara menentukan barang yang layak dijadikan sebagai agunan di Bank Syariah Mandiri di lihat dari : a. Collateral valuation, yaitu harga objek agunan harus sesuai dengan jumlah pembiayaan yang dicairkan. b. Liquidity, yaitu proses harga jaminannya mudah diuangkan. c. Depreci ability, yaitu kadar objek agunan tidak mudah menyusut, hancur atau rusak. d. Market ability, yaitu objek jaminan atau agunan mudah untuk di jual. e. Control ability, yaitu pengawasan jaminan baik dari segi tempat/lokasinya jelas, batasan, legaliats serta penguasaan dokumen dan lain-lain juga harus jelas. 4. Prinsip dasar pemberian pembiayaan di Bank Syariah Mandiri di lihat dari asas 5C, yaitu: a. Character/watak dan kepribadian nasabah Yaitu berhubungan dengan keyakinan pihak bank bahwa calon debitur mempunyai watak, moral dan sifat-sifat yang positif serta bertanggung jawab, khususnya terhadap pembiayaan yang diberikan. b. Capacity/kemampuan nasabah Yaitu kemampuan yang dimiliki calon mudharib dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan90 atau
90
penilaian bank
Veithzal Rivai, 2008, Islamic Financial Management, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 351.
90
terhadap
kemampuan
calon
debitur
untuk
melunasi
kewajiban-
kewajibannya. 1) Memiliki tempat usaha dan tempat tingal yang permanen. 2) Pemasaran bagus. 3) perkembangan usaha baik dan mampu untuk membayar kewajiban. c. Capital/modal dari nasabah Yaitu penilaian pihak bank terhadap jumlah modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. 1) Memiliki asset usaha baik. 2) Memiliki
tabungan
minimal
di
Bank
Syariah
Mandiri
KCP
Ujungberung. 3) Tingkat keuntungan usaha layak di banding kewajiban membayar pembiayaan. d. Condition/keadaan ekonomi lingkungan usaha Yaitu
penilaian
pihak
bank
terhadap
barang-barang
jaminan
yang
diserahkan debitur sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya. 1) Kondisi lingkungan mendukung. 2) Jenis usaha legal menurut hukum dan halal menurut agama. 3) Kondisi iklim dan cuaca yang mendukung. e. Collateral/jaminan pembiayaan Yaitu analis terhadap situasi dan kondisi perekonomian makro dan pengaruhnya terhadap perkembangan usaha calon debitur. 1) Suami atau istri bersedia ikut menandatangani dokumen perjanjian pembiayaan.
91
2) Memiliki jaminan yang cukup sesuai dengan jumlah pinjaman. 3) Adanya pihak lain yang menjamin pembiayaannya.
C. Kesesuaian antara Restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dengan Fatwa DSN MUI No. 47 Point e tentang apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya Melihat kondisi pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) saat ini tidak hanya merujuk kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) saja, tetapi juga harus melihat kondisi masyarakat Indonesia karena saat ini, Negara kita sedang mengalami krisis kepercayaan. Beberapa kasus bisa disebut sebagai wujud dari saling tidak percaya, baik antara pemerintah dengan masyarakat, atau anggota masyarakat lainnya. Perbankan dengan nasabah, atau sebaliknya hampir di semua lini terjadi saling ketidakpercayaan.
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikannya kewajibannya, antara lain melalui proses91 :
d. Penjadwalan Kembali (Resheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. e. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu perubabahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak 91
Peraturan Bank Indonesia, Nomor 13/9/PBI/2011, Pasal 1.
92
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi: 1) Perubahan jadwal pembayaran; 2) Perubahan jumlah anggsuran; 3) Perubahan jangka waktu; 4) Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; 5) Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; dan 6) Pemberian potongan. f.
Penataan Kembali (Restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: 5) Penambahan dana fasilitas pembiayaan Bank. 6) Konversi akad pembiayaan. 7) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah. 8) Konversi
pembiayaan
menjadi
penyertaan
modal
sementara
pada
perusahaan nasabah92 . g. Kombinasi Merupakan kombinasi ketiga jenis yang di atas. h. Penyitaan jaminan Penyitaan jaimnan merupakan jalan terakhir apabila nasabah benar-benar tidak punya etiket, baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua utang-utangnya. 92
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 84.
93
Restrukturisasi
merupakan
upaya
penyelamatan
pembiayaan
yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah terhadap nasabah yang menunjukkan itikad baik untuk bekerja sama (kooperatif) dan usahanya masih berjalan serta mempunyai
prospek
yang
baik
sehingga
nasabah
dapat
memenuhi
kewajibannya93 .
Secara teoritis tidak ada yang membantah bahwa konsep bank syariah (Islam) adalah bank yang bagus. Akan tetapi, sesuatu yang bagus secara teoritis tidak selalu bagus juga dalam prakteknya. Situasi dilapangan seringkali memaksa rumusan ideal berkompromi dengan realita yang ada. Apalagi jika penciptaan konsep bank syariah tersebut ternyata baru menyentuh pada aspek luarnya.
At-taflis berarti pailit (muflis) atau jatuh miskin. Dalam hukum positif, kata pailit mengacu kepada keadaan yang terlilit oleh utang. Dalam bahasa fiqh, kata yang digunakan untuk pailit adalah iflas (berarti: tidak memiliki harta/fulus), sedang orang yang mengalami pailit disebut pailit dan putusan hakim yang menetapkan bahwa seseorang jatuh pailit disebut taflis.
Secara etimologi, at-taflis (penetapan pailit) didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan Keputusan hakim yang melarang seorang bertindak hukum atas hartanya.
Restrukturisasi pada Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung adalah upaya penyelamatan bagi nasabah yang usahanya mulai turun dan
93
Kasmir, 2012, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 111.
94
mempunyai itikad baik untuk membayar, adapun tahapan sebelum dilakukan direstukturisasi94 , yaitu:
a. Sebelum 14 hari ditelepon pihak nasabahnya oleh pihak bank dan mengadakan kunujungan kerumah nasabah untuk memastikan keadaan nasabah yang sebenarnya. b. Penjadwalan Kembali (Resheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. c. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu perubabahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. d. Penataan Kembali (Restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning. e. Lelang barang jaminan.
Lelang barang jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah benarbenar tidak punya etiket, baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua utang-utangnya
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung seorang nasabah tetap dikenakan kewajiban membayar sisa hutang meskipun ia sudah dinyatakan pailit dan barangnya sudah dilelang, maka sebaiknya pihak Lembaga Keuangan Syariah membebaskannya, karena seseorang dinyatakan jatuh pailit 94
Hasil Wawancara dengan Dicky Permadi, Bagian Kepala Warung Mikro Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung, tanggal 25 April 2013, jam. 10-12 WIB.
95
hanya berdasarkan ketetapan hakim, sehingga apabila belum ada putusan hakim tentang statusnya sebagai orang pailit,
maka segala bentuk tindakan hukumnya
tidak sah95 . Begitu juga terdapat dalam Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 point e yang berisi Apabila Nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Lembaga Keuangan Syariah dapat membebaskannya 96 .
Restrukturisai dalam Fatwa DSN Nomor 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh melakukan Penyelesaian (settlement) Murabahah
Bagi
nasabah
yang
tidak
bisa
menyelesaikan/melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati; b. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan; c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah; d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah; e. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat membebaskannya. Dalam kaidah fiqih dijelaskan bahwa agar dalam penyelesaian utang piutang itu tidak sampai menimbulkan kemafsadatan bagi debitur. Salah satu dari kaidah fiqih tersebut adalah:
ِِ ِ َّْم َعلَى َجل صالِ ِح ٌ َدفْ ُع الْ َم َفاسد ُم َقد َ ب الْ َم ”Menolah mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat”97 . Menurut Izzudin bin Abd As-Salam didalam kitabnya Qawa’id Al-Ahkam Fi Mashalih Al-Anam menyatakan bahwa seluruh syariah adalah maslahat, baik 95 96
97
Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 193. Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005. A. Djazuli, 2006, Kaidah-kaidah Fikih. Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Ed.1. Cet.1. Kencana, Bandung, hlm. 29.
96
dengan cara menolak mafsadah atau dengan meraih maslahat. Kerja manusia itu ada yang membawa kepada maslahat ada juga yang menyebabkan mafsadah dan ada juga yang untuk kepentingan ukhrawiyah, dan ada juga untuk kepentingan duniawiyah sekaligus ukhrawiyah. Seluruh yang maslahat diperuntukan oleh syari’at dan seluruh mafsadah dilarang oleh syari’ah. Setiap kemaslahatan memiliki
tingkat-tingkat
tertentu
tentang
kebaikan
dan
manfaatnya
serta
pahalanya, dan setiap kemafsadahan juga memiliki tingkat-tingkatnya dalam kebaikan dan kemadaratannya98 . Kemudian berkumpul antara maslahat dan mafsadah, maka yang harus dipilih adalah yang maslahatnya lebih banyak (lebih kuat), dan apabila sama banyaknya atau sama kuatnya maka menolah mafsadah lebih utama dari pada meraih
kemaslahatan,
sebab
menolak
mafsadah
itu
sudah
merupakan
kemaslahatan. Kemaslahatan itu memiliki beberapa persyaratan, sebagaimana yang dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam Mustafa, Imam As-Satibi dalam AlMuwafaqat, Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf, yang apabila disimpulkan persyaratan tersebut adalah: a. Kemaslahatan itu harus sesuai dengan Maqasid As-Syari’ah, semangat ajaran, dalil-dalil kauli dan dalil Qath’i baik wuruj maupun dalalahnya. b. Kemaslahatan itu harus meyakinkan, artinya kemaslahatan itu berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat, sehingga tidak meragukan. c. Kemaslahatan itu membawa kemudahan dan bukan mendatangkan kesulitan yang diluar batas, dalam arti kemaslahatan itu bisa dilaksanakan.
98
Ibid., hlm. 27.
97
d. Kemaslahatan
itu
memberi
manfaat
kepada
sebagian
kecil
kepada
masyarakat99 . Dalam Al-Qur’an dijelaskan: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui (QS Albaqarah: 280)”100 . Kandungan dari ayat diatas dalam hal memberikan kelapangan terhadap orang yang mengalami kesulitan dalam membayar utang sudah tepat dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung terhadap nasabah yang bermasalah sesuai dengan kebijakan yang ada yaitu penangguhan selama tiga bulan. Sedangkan dalam hal menyedekahkan sebagian
atau
semua utang nasabah pihak
Bank
Syariah Mandiri tidak
melakukannya, hal ini memiliki alasan kuat yakni pihak Bank Syariah Mandiri tidak
mau
menanggung
kerugian
atas
pembiayaan
tersebut
karena
yang
mengalami masalah dalam pembayaran kewajiban tidak sedikit. Jika melihat dan mengacu kepada ayat diatas menyedekahkan sisa utang, alangkah baiknya pihak Bank Syariah Mandiri melaksanakan apa yang dianjurkan oleh Allah dalam firmannya tersebut, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan dana kebajikan yang ada di Bank Syariah Mandiri tersebut. Karena dana kebajikan tersebut memang digunakan untuk menolong nasabah yang benar-benar sudah mengalami
99
Ibid., hlm 29-30. Soenarjo, dkk., 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag. RI., Jakarta, hlm. 47.
100
98
kemacetan dalam pembiayaan termasuk bagi nasabah yang mengalami pailit dan tidak memungkinkan lagi untuk bisa membayar kewajibannya. Dalam
kontek
pembiayaan
di
Bank
Syariah
Mandiri kaidah
ini
memberikan petunjuk bahwa walaupun dengan penerapan lelang barang jaminan dengan tidak menjual barang sitaan akan tetapi dengan menganggap uang cicilan nasabah yang telah masuk dianggap sebagai uang sewa itu mengandung kemaslahatan, diantaranya berupa mempermudah proses lelang dan meringankan nasabah untuk tidak membayar lagi jika terjadi kekurangan pelunasan pembiayaan dari hasil penjualan barang sitaan tersebut, akan tetapi tetap mengandung kemafsadahan
bagi
debitur
atau
nasabah
itu
sendiri.
Salah
satu
dari
kemafsadahannya yaitu adanya ketidakadilan dalam jumlah pembayaran yang dianggap sudah melebihi dari
uang cicilan untuk pembiayaan sewa. Oleh karena
itu, berdasarkan uraian kaidah diatas, semestinya pihak Bank Syariah Mandiri lebih mengedepankan kemaslahatan daripada mengambil mafsadahnya. Dalam konteks kesesuaian dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh melakukan Penyelesaian (settlement) Murabahah Bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dijelaskan pada butir e yaitu apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat membebaskannya, misalnya seorang nasabah tidak bisa membayar sisa utangnya, barang jaminan sudah dilelang maka seharusnya LKS membebaskannya. Melihat Fatwa DSN pada point e di atas sudah jelas adanaya ketidak sesuaian antara pelaksanaan yang dilakukan oleh pihak Bank Syariah Mandiri
99
Kntor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung dan materi dengan fatwa. Menyatakan secara tegas bahwa dalam materi At-taflis berarti pailit (muflis) atau jatuh miskin. Dalam hukum positif, kata pailit mengacu kepada keadaan yang terlilit oleh utang. Dalam bahasa fiqh, kata yang digunakan untuk pailit adalah iflas (berarti: tidak memiliki harta/fulus), sedang orang yang mengalami pailit disebut pailit dan putusan hakim yang menetapkan bahwa seseorang jatuh pailit disebut
taflis101 .
Sedangkan
Secara etimologi,
at-taflis (penetapan pailit)
didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan Keputusan hakim yang melarang seorang bertindak hukum atas hartanya. Dalam Fatwa DSN tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh melakukan Penyelesaian (settlement) Murabahah Bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dijelaskan pada point e yaitu apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat membebaskannya. Berdasarkan hasil penelitian dalam pencairan ternyata pihak nasabah yang dikatakan pailit itu masih disuruh membayar sisa utangnya walaupun barang jaminannya sudah dilelang oleh pihak bank, seharusnya pihak bank dimana nasabah sudah dikatakan pailit segala tindakan hukum yang diberikan kepada nasabah itu tidak sah dan yang berwenang hanyalah hakim.
101
Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 193.
100
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penyelesaian Restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang dan Tujuan dilakukannya lelang barang jaminan terhadap nasabah yang mengalami pailit. Latar belakang, ada 2 faktor yang melatar belakangi, yaitu: Internal, yaitu Bank syariah mandiri sendiri kurang teliti dalam melakukan penilaian terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan dari segi perekonomian nasabah, adapun tingkat kejujuran yang dimiliki nasabah kurang dapat dipercaya, sehingga bank perlu melakukan pengamatan langsung kelapangan untuk melihat apakah yang diucapkan nasabah tersebut benar atau tidak. Eksternal yaitu Nasabah dalam memenuhi kewajibannya kepada Bank Syariah Mandiri terkadang tidak selamanya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diawal melakukan perjanjian, sehingga tidak jarang pihak nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Ketidak mampuan
untuk
membayar
sesuai dengan
jatuh
tempo
ini bukanlah
dikarenakan faktor kesenjangan, melainkan karena usaha yang dikelolanya sedang
mengalami
sebagaimana mestinya.
penurunan,
sehingga
tidak
mempunyai
pendapatan
101
2. Mekanisme Restrukturisasi utang melalui lelang barang jaminan di Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung, yaitu: Syarat-Syarat pengajuan pembiayaan di Bank Syariah Mandiri, yaitu syarat khusus berupa setiap aggota harus memilki akhlak yang baik, menggunakan pembiayaan untuk kebutuhan yang halal dan memiliki usaha yang nampak. Adapun syarat umum berupa telah menjadi usaha minimal 2 tahun, WNI usia 21 tahun dan kelengkapan dokumen untuj mengajukan pembiayaan, Prosedur atau cara memperoleh pembiayaan di Bank syariah Mandiri, yaitu: Mendaftarkan diri menjadi anggota penabung ke Bagian Teller, Setelah minimal 2 Bulan menjadi anggota permohonan diajukan kepada Bagian Pembiayaan dengan melampirkan persyaratan yang di sebut di atas dan Analisis Kelayakan Usaha dan Survey lokasi dan Prinsip dasar pemberian pembiayaan di Bank Syariah Mandiri di lihat dari asas 5C, yaitu: Character/watak dan kepribadian nasabah,
Capacity/kemampuan
Condition/keadaan
ekonomi
nasabah, lingkungan
Capital/modal usaha
dan
dari
nasabah,
Collateral/jaminan
pembiayaan. 3. Kesesuaian antara Restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.47 Point e tentang apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya. Bahwa Restrukturisasi di Bank Syariah Mandiri KCP Ujungberung Bandung menurut penulis belum sesuai karena secara teori fiqh seseorang
dinyatakan
jatuh pailit hanya berdasarkan ketetapan hakim,
sehingga apabila belum ada putusan hakim tentang statusnya sebagai orang pailit, maka segala bentuk tindakan hukumnya tidak sah.