PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA INFEKSI DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENURUT PEDOMAN WHO 2011 Franciscus Ginting, Josia Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi, Endang Sembiring, Restuti Saragih, Guntur Mulia Jendry Ginting
Manifestasi Klinis dan Diagnosis Manifestasi klinis Infeksi virus dengue dapat terjadi tanpa disertai adanya gejala (asimtomatik), namun dapat pula menyebabkan demam tidak terdiferensiasi (sindroma viral), demam dengue (DD), ataupun demam berdarah berdarah dengue (DBD) termasuk sindroma syok dengue (SSD). Infeksi yang terjadi oleh satu serotipe dengue dapat memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut, namun imunitas silang terhadap serotipe lainnya hanya berlangsung dalam jangka yang singkat. Manifestasi klinis yang terjadi bergantung dari strain virus dan faktor penjamu seperti usia, status imunitas, dll. (kotak 5) Kotak 5 : Manifestasi infeksi virus dengue Infeksi virus dengue Asimtomatik
Demam yang Demam dengue tidak khas (sindroma viral)
Tanpa perdarahan
Simtomatik
Demam berdarah dengue (DBD) (Dengan kebocoran plasma)
Dengan perdarahan yang tidak biasa
DBD tanpa syok
Sindroma dengue expanded Organopati terisolasi (manifestasi tidak lazim)
DBD dengan syok Sindroma syok dengue (SSD)
Penjelasan lebih rinci mengenai infeksi virus dengue dapat dilihat di bawah
Demam yang tidak terdiferensiasi Demam yang tidak terdiferensiasi merupakan demam pada bayi, anak-anak maupun dewasa yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, khususnya bila infeksi adalah yang pertama kali terjadi (infeksi dengue primer) dimana demam ini tidak dapat dibedakan dengan 1 Universitas Sumatera Utara
demam akibat infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat muncul menyertai demam ataupun pada saat demam berangsur normal. Gejala lain yang sering menyertai adalah gejala yang melibatkan sistem respirasi dan gastrointestinal. Demam dengue Demam dengue adalah demam yang paling sering dijumpai pada kelompok usia anakanak, remaja dan dewasa. Secara umum demam dengue merupakan suatu kondisi demam akut, yang kadang-kadang memiliki pola bifasik dan disertai sakit kepala hebat, mialgia, athralgia, ruam di kulit, leukopenia dan trombositopenia. Meskipun sebenarnya demam dengue merupakan suatu kondisi yang tidak berbahaya, namun hal ini dapat menyebabkan penderita tidak dapat beraktivitas akibat sakit kepala yang hebat, nyeri otot, persendian dan tulang (break-bone fever), khususnya pada orang dewasa. Kadang-kadang muncul perdarahan yang tidak khas seperti perdarahan gastrointestinal, hipermenore, serta epistaksis masif. Pada daerah yang mengalami epidemis demam dengue, penularan demam dengue jarang terjadi antara sesama penduduk lokal. Demam berdarah dengue Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun pada area hiperendemik, dan hal ini berkaitan dengan infeki dengue berulang. Namun demikian insidensinya pada orang dewasa juga meningkat. DBD memiliki ciri berupa demam tinggi dengan onset akut dengan gejala dan tanda yang mirip dengan gejala dan tanda demam dengue di fase awal. Pada DBD dapat dijumpai adanya kelainan dalam perdarahan misalnya, uji tourniquet (rumple leed) positif, petekiae, lebam-lebam serta perdarahan saluran cerna pada kasus yang lebih berat. Di akhir fase demam, terdapat ancaman terjadinya syok hipovolemik (sindroma syok dengue) akibat adanya kebocoran plasma. Munculnya tanda-tanda peringatan (warning signs) seperti muntah persisten, nyeri abdomen, letargi, gelisah, mudah marah, serta oliguria merupakan hal yang penting untuk segera ditindaklanjuti dalam rangka mencegah syok. Gangguan hemostasis dan kebocoran plasma merupakan proses patofosiologis yang utama pada pada DBD. Trombositopenia serta peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi merupakan gambaran yang selalu ditemui sebelum turunnya demam/onset dari syok. DBD kebanyakan terjadi pada anak-anak yang mendapat infeksi kedua dari virus dengue. Terdapat pula laporan kasus DBD yang terjadi pada infeksi pertama oleh virus DENV-1 dan DENV-3 serta infeksi pada bayi.
2 Universitas Sumatera Utara
Sindroma dengue expanded Merupakan suatu manifestasi yang tidak biasa yang semakin sering dilaporkan pada kasus demam berdarah dengue maupun demam dengue dimana terdapat keterlibatan organorgan seperti hati, ginjal, otak dan jantung yang memiliki kaitan dengan infeksi dengue, namun tidak terdapat bukti adanya kebocoran plasma. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh koinfeksi, komorbiditas, ataupun komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Studi yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk kasus ini. Kebanyakan pasien demam berdarah dengue yang mengalami manifestasi yang tidak lazim ini disebabkan oleh syok berkepanjangan yang disertai gagal organ ataupun pasienpasien dengan komorbid ataupun koinfeksi Gambaran klinis Demam dengue Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-16 hari), berbagai gejala konstitusional yang tidak spesifik serta sakit kepala, nyeri punggung dan malaise mulai muncul. Onset demam dengue memiliki kekhasan yakni demam yang naik secara tiba-tiba dengan peningkatan suhu yang tajam serta sering disertai dengan wajah kemerahan dan sakit kepala. Kadang-kadang, dijumpai menggigil yang menyertai kenaikan suhu yang terjadi secara mendadak. Setelah itu, dapat muncul nyeri retro orbital yang terutama dirasakan saat menggerakkan bola mata atau jika dilakukan penekanan pada bola mata, fotofobia, nyeri punggung, nyeri otot dan nyeri tulang/persendian. Gejala lainnya yang sering muncul adalah anoreksia dan perubahan sensasi rasa lidah, konstipasi, nyeri kolik abdomen. Nyeri area inguinal, nyeri tenggorokan serta depresi. Gejala-gejala ini biasanya menetap selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala pada demam dengue ini sangat bervariasi dalam hal frekuensi maupun keparahannya. Demam : suhu tubuh biasanya berkisar 39 oC - 40 oC, demam memiliki pola bifasik, dan berlangsung selama 5-7 hari pada kebanyakan kasus. Ruam kulit : ruam kemerahan yang difus/menyeluruh dan berdurasi singkat muncul pada muka, leher, serta dada dalam dua hingga tida hari pertama, selanjutnya, ruam yang nyata akan muncul berupa lesi makulopapular atau rubelliformis pada hari ketiga dan keempat. Di akhir periode demam, atau segera setelah suhu tubuh mulai menurun, ruam yang difus tersebut akan menghilang, dan kelompok-kelompok petekie lokal akan muncul di lokasi-lokasi seperti punggung kaki, kaki, telapak tangan serta lengan. Ruam penyembuhan ini memiliki karakteristik yakni, petechiae yang tersebar diantara area sekelilingnya yang pucat, dan kulit sekitar yang normal. Rasa gatal pada ruam tersebut dapat dijumpai. 3 Universitas Sumatera Utara
Manifestasi perdarahan: perdarahan kulit dapat dijumpai sebagai uji tourniquet positif dan/atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis masif, hipermenorrhea dan perdarahan gastrointestinal jarang terjadi di DD yang diperberat dengan trombositopenia. Perjalanan penyakit: durasi dan keparahan DD bervariasi antara tiap individu dalam tiap daerah epidemi. Fase pemulihan mungkin akan tercapai dalam waktu singkat dan tanpa masalah serius namun kadang-kadang juga sering berkelanjutan. Pada orang dewasa, kadangkadang berlangsung selama beberapa minggu dan bisa disertai oleh asthenia dan depresi. Bradikardia sering terjadi selama selama fase penyembuhan. Perdarahan akibat komplikasi DD, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorrhoea, jarang terjadi. Namun demikian, perdarahan berat (DD dengan perdarahan yang tidak lazim) merupakan penyebab penting kematian di DD. Demam berdarah dengan manifestasi perdarahan harus dibedakan dari demam berdarah dengue Temuan laboratorium klinis Di daerah endemis demam berdarah, uji tourniquet positif dan leukopenia (WBC ≤5000 sel / mm3) dapat membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi dengue dengan nilai prediksi positif 70% -80%. Temuan laboratorium pada DD episode akut adalah sebagai berikut:
Jumlah leukosit biasanya normal pada awal demam; kemudian leukopenia terjadi dengan menurunnya neutrofil dan berlangsung selama periode demam.
Jumlah trombosit biasanya normal, demikian pula komponen lain dari sistem koagulasi. Trombositopenia ringan (100 000-150 000 sel / mm3) sering terjadi. Sekitar setengah dari pasien DD akan mengalami penurunan jumlah trombosit hingga < 100.000 sel/mm3 ; namun trombositopenia berat (<50 000 sel / mm3) jarang terjadi.
Peningkatan hematokrit (≈10%) dapat ditemukan sebagai konsekuensi dari dehidrasi terkait dengan demam tinggi, muntah, anoreksia dan asupan oral yang buruk.
Biokimia Serum biasanya normal namun nilai enzim-enzim hati dan SGOT dapat meningkat.
Perlu dicatat bahwa penggunaan obat-obatan seperti analgesik, antipiretik, antiemetik dan antibiotik dapat menyebabkan interpretasi yang tumpang tindih pada fungsi hati dan pembekuan darah 4 Universitas Sumatera Utara
Diagnosa banding Diagnosa banding demam dengue mencakup banyak penyakit yang kemungkinan juga tinggi prevalensinya di suatu daerah tertentu (kotak 6) Kotak 6. Diagnosa banding demam dengue
Arbovirus : virus chikungunya (sering salah diagnosa di kawasan Asia Tenggara Penyakit akibat virus lainnya : Measles ; rubella dan kelainan kulit akibat virus lainnya ; virus Epstein-Barr ; enterovirus ; influenza ; hepatitis A ; hantavirus Penyakit akibat bakteri : meningokoksemia, leptospirosis, tifoid, melioidosis, rickesttsia, demam skarlet Penyakit akibat parasit : Malaria
Demam berdarah dengue dan Sindroma Syok Dengue Ciri khas DBD ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan sering pula gangguan sirkulasi serta syok. Trombositopenia sedang hingga berat bersamaan dengan hemokonsentrasi / peningkatan hematokrit merupakan temuan laboratorium yang sering dan khas. Perubahan patofisiologi utama yang menentukan keparahan DBD dan membedakannya dari DD dan demam berdarah akibat virus lainnya adalah adanya gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang elektif dalam rongga pleura abdomen. Perjalanan klinis DBD diawali dengan kenaikan suhu yang mendadak disertai kemerahan pada wajah serta gejala lain yang khas pada demam dengue, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otot dan nyeri sendi (Tabel 3). Beberapa pasien DBD mengeluh sakit tenggorokan yang sejalan dengan ditemukannya injeksi faringeal pada pemeriksaan. Rasa tidak nyaman di epigastrium, nyeri pada area sub-kosta kanan, nyeri pada seluruh area abdomen. Suhu biasanya tinggi dan berlanjut selama 2-7 hari sebelum kembali ke suhu normal atau di bawah normal. Kadang-kadang suhu bisa mencapai 40 ° C, dan kejang demam dapat pula terjadi. Pola demam bifasik dapat diamati
5 Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Gejala konstitusional non-spesifik yang dijumpai pada pasien yang mengalami perdarahan dengan infeksi virus dengue dan chikungunya
Tes tourniquet positif (≥10 petekie / inci persegi), merupakan fenomena perdarahan yang paling sering dan dapat dijumpai pada awal fase demam. Mudah memar dan pendarahan di titik pungsi vena sering dijumpai pada banyak kasus. Petekiae halus tersebar di ekstremitas, aksila, wajah serta palatum lunak dapat dilihat selama fase awal demam. Ruam petechial konfluen ukuran kecil, bulat dapat terlihat di area kulit yang normal pada fase pemulihan, seperti juga dalam demam dengue. Ruam makulopapular atau rubelliformi dapat dijumpai di awal atau di akhir perjalanan penyakit. Epistaksis dan perdarahan gusi tidak begitu sering dijumpai. Perdarahan gastrointestinal ringan kadang-kadang dapat dijumpai, namun, hal ini bisa menjadi semakin berat jika pasien sebelumnya menderita ulkus peptikum. Hematuria jarang terjadi. Hati biasanya teraba di awal fase demam, bervariasi mulai dari 2-4 cm di bawah margin kosta kanan. Ukuran hati tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit, tetapi hepatomegali merupakan tanda yang lebih sering muncul pada kasus syok. Nyeri pada hepar dapat muncul namun jaundice tidak selalu dijumpai. Perlu diketahui bahwa temuan hepatomegali sangat bergantung pada pemeriksa. Splenomegali dapat terjadi pada pemeriksaan bayi di bawah dua belas bulan dan dengan pemeriksaan radiologi. Foto X-ray lateral dekubitus dada dapat menunjukkan efusi pleura, terutama di sisi kanan, merupakan temuan yang sring dijumpai. Tingkat efusi pleura berkorelasi positif dengan tingkat
6 Universitas Sumatera Utara
keparahan penyakit. USG dapat digunakan untuk mendeteksi efusi pleura dan asites. Edema kandung empedu sering ditemukan sebelum terjadi kebocoran plasma. Fase kritis DBD, yaitu periode kebocoran plasma, dimulai saat transisi dari fase febris ke fase afebris. Bukti kebocoran plasma, efusi pleura dan ascites dapat ditemui, namun, sering tidak terdeteksi dengan pemeriksaan fisik terutama pada fase awal kebocoran plasma atau jika kasusnya ringan. Peningkatan hematokrit, misalnya 10% sampai 15% di atas baseline, adalah bukti paling awal. Bahaya yang paling signifikan dari kebocoran plasma adalah syok hipovolemik. Bahkan dalam kondisi syok sekalipun, efusi pleura dan ascites mungkin tidak terdeteksi secara klinis sebelum terapi cairan intravena diberikan. Kebocoran plasma akan semakin terdeteksi sejalan dengan progresivitas penyakit atau setelah terapi cairan. Pemeriksaan radiologis dan bukti plasma kebocoran melalui USG sering mendahului deteksi klinis. Sebuah foto torak lateralis dekubitus kanan dapat meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi efusi pleura. Edema dinding kandung empedu berhubungan dengan kebocoran plasma dan mungkin mendahului deteksi klinis. Penurunan albumin serum > 0,5 g / dl dari Baseline atau < 3,5 g% adalah bukti tidak langsung dari kebocoran plasma Pada DBD yang ringan, seluruh gejala dan tanda klinis akan berkurang setelah demam turun. Hilangnya demam akan diikuti oleh berkeringat serta sedikit perubahan pada kecepatan nadi dan tekanan darah. Perubahan ini mencerminkan adanya gangguan sirkulasi yang bersifat sementara sebagai akibat dari kebocoran plasma yang relatif ringan. Pasien biasanya akan sembuh secara spontan ataupun setelah pemberian terapi cairan dan elektrolit. Sementara itu pada kasus yang sedang hingga berat, kondisi pasien akan semakin memburuk beberapa hari setelah munculnnya demam. Ada beberapa warning sign seperti muntah persisten, nyeri abdomen, anoreksia, letargi atau gelisah atau mudah marah, hipotensi postural dan oliguria. Saat mendekati akhir dari fase demam, atau begitu demam hilang atau beberapa saat setelah suhu tubuh turun, atau biasanya antara hari ketiga hingga ketujuh setelah onset demam, akan muncul tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Kulit menjadi dingin, sianosis kulit sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, perubahan kesadaran dimana pasien terlihat letargi dan gelisah, hal ini dapat berpindah secara cepat kepada kondisi syok. Nyeri abdomen akut adalah keluhan yang paling sering sesaat sebelum pasien syok. Ciri dari syok adalah jarak tekanan darah yang sempit yakni < 20 mmHg dengan peningkatan TD diastolik misalnya 100/90, atau hipotensi. Tanda-tanda berkurangnya perfusi jaringan : waktu pengisian kapiler yang memanjang (> 3 detik), kulit dingin dan basah serta gelisah. Pasien syok memiliki resiko dekat dengan kematian jika tidak ada penanganan yang 7 Universitas Sumatera Utara
cepat dan tepat. Selanjutnya pasien bisa jatuh pada kondisi syok yang sebenarnya dimana tekanan darah dan atau pols tidak dapat diperiksa (DBD derajat IV). Yang paling penting diketahui adalah pasien DBD dapat tetap sadar hingga di ujung mendekati derajat akhir (derajat IV). Syok masih bersifat reversibel pada durasi waktu yang singkat jika pasien segera mendapat penanganan cairan yang adekuat. Tanpa penanganan pasien akan meniggal dalam 12-24 jam. Kondisi syok akan semakin parah seiring berjalannya waktu dimana akan terjadi kondisi-kondisi yang akan semakin memberatkan yakni asidosis metabolik, gangguan elektrolit, kegagalan multiorgan dan perdarahan masif dari beberapa organ. Gagal ginjal dan hati serta ensefalopati sering terlihat pada syok. perdarahan intrakranial jarang dijumpai dan bisa terjadi di akhir perjalanan penyakit. Pasien dengan syok yang berlama-lama dan tidak tetangani memiliki prognosis buruk dan mortalitas yang tinggi. Penyembuhan pada DBD Adanya diuresis dan kembalinya selera makan merupakan tanda dari kesembuhan dan merupakan indikator untuk menghentikan terapi pengganti cairan. Temuan yang sering pada fase penyembuhan adalah sinus bradikardia atau aritmia serta ruam petekiae khas dengue. Fase penyembuhan pada pasien yang mengalami syok ataupun tidak biasanya berlangsung singkat. Namun jika pasien terlanjur mengalami kegagalan organ, maka selanjutnya pasien perlu mendapat penanganan yang lebih khusus sehingga masa penyembuhan menajdi lebih panjang. Perlu diketahui bahwa mortalitas pada kelompok yang mengalami gagal organ cukup tinggi, meski dengan penanganan yang spesifik. Patogenesis dan patofisiologi DBD dapat terjadi pada sebagian kecil pasien demam dengue. Meskipun DBD dapat terjadi pada pasien mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya, sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara terjadinya DBD / SSD dan dengue pada infeksi sekunder berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh dalam patogenesis DBD. Baik imunitas bawaan seperti sistem komplemen dan sel NK serta imunitas didapat termasuk humoral dan imunitas yang dimediasi sel terlibat dalam proses ini Peningkatan aktivasi imunologi, khususnya pada infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin yang berlebihan mengakibatkan perubahan permeabilitas vaskular. Selain itu, produk virus seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam regulasi aktivasi komplemen dan permeability vaskular. Ciri dari DBD adalah adanya lpeningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga menyebabkan kebocoran plasma, berkurangnya volume intravaskular, dan syok pada kasus yang berat. Kebocoran yang terjadi bersifat unik karena hanya selektif pada rongga pleura 8 Universitas Sumatera Utara
dan peritoneal dengan periode kebocoran yang singkat (24-48 jam). Pemulihan syok yang cepat tanpa gejala sisa dan tidak adanya peradangan pada pleura dan peritoneum menunjukkan bahwa mekanisme yang mendasari kecoran plasma adalah akibat perubahan fungsional pada pembuluh darah da bukan kerusakan struktural dari endotelium. Berbagai sitokin yang memiliki efek penigkatan permeabilitas memiliki peran dalam patogenesis DBD. Namun demikian, kepentingan sitokin-sitokin ini pada DBD masih belum jelas diketahui. Beberapa studi menyebutkan bahwa pola respon sitokin memiliki hubungan dengan pola pengenalan silang sel T spesifik dengue. Fungsi reaksi silang sel T nampaknya berkurang dalam hal aktifitas sitolitik namun justru meningkatkan produksi sitokin-sitokin seperti TNF-alfa, IFN-g dan kemokin. TNF –alfa dalam suatu studi pada hewan percobaan memiliki peran dalam terjadinya perdarahan, sementara peningkatan permeabilitas pembuluh darah dapat terjadi akibat aktifasi sistem komplemen (C3 dan C5). Studi terakhir menunjukkan bahwa antigen NS1 dari virus dengue memiliki peran dalam meregulasi aktifasi komplemen dan kemungkinan memiliki peran dalam patogenesis DBD. Jumlah viral load dan tingkat dari protein virus (NS1) pada DBD diketahui lebih tinggi daripada kasus DD. Viral load diketahui juga meiliki korelasi langsung dengan tingkat keparahan penyakit misalnya efusi pleura, trombositopenia. Nilai laboratorium yang ditemukan pada DBD
Sel darah putih (WBC) bisa dijumpai normal atau dengan dominasi neutrofil di fase demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah darah putih sel dan neutrofil, mencapai titik nadir menjelang akhir fase demam. Perubahan total jumlah sel darah putih (≤5000 sel / mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit (Neutrofil
Hitung jumlah trombosit normal selama fase demam awal. Penurunan ringan bisa diamati sesudahnya. Penurunan tiba-tiba trombosit di bawah 100 000 terjadi pada akhir dari fase demam sebelum timbulnya syok atau penurunan demam. Jumlah hitung trombosit berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain itu terdapat pula gangguan fungsi trombosit. Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama masa pemulihan.
9 Universitas Sumatera Utara
Hematokrit dijumpai normal pada fase demam awal. Sedikit peningkatan mungkin karena demam tinggi, anoreksia dan muntah. Kenaikan mendadak hematokrit diamati secara bersamaan atau segera setelah penurunan jumlah trombosit. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit 20% dari awal, misalnya dari hematokrit 35% sampai ≥42% adalah bukti obyektif kebocoran plasma.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan yang sering pada DBD. Penurunan trombosit di bawah 100 000 sel / mm3 biasanya ditemukan antara 3 dan ke-10 hari sakit. Kenaikan hematokrit terjadi pada semua kasus DBD, terutama dalam kasus-kasus syok. Hemokonsentrasi dengan hematokrit meningkat sebesar 20% atau lebih adalah bukti obyektif kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa tingkat hematokrit dapat dipengaruhi oleh Penggantian volume di awal pengobatan dan pendarahan.
Temuan umum lainnya adalah hypoproteinemia / albuminaemia (sebagai konsekuensi dari kebocoran plasma, hiponatremia, dan peningkatan SGOT ringan (≤200 U / L) dengan rasio AST: ALT> 2.
Albuminuria ringan dan temporer kadang-kadang bisa dijumpai
Perdarahan tersembunyi sering ditemukan dalam tinja.
Dalam kebanyakan kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor fibrinolitik menunjukkan penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) telah dicatat dalam beberapa kasus. Dalam kasus yang parah ditandai dengan disfungsi hati. Penurunan juga terjadi pada kofaktor protrombin yang bergantung vitamin K seperti faktor V, VII, IX dan X.
Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin juga memanjang pada sekitar setengah dan sepertiga kasus DBD. Waktu trombin juga berkepanjangan pada kasus yang berat.
Hiponatremia sering diamati pada DBD dan lebih berat pada keadaan syok.
Hipokalsemia (dikoreksi untuk hipoalbuminemia) telah diamati pada semua kasus DBD pada tingkat lebih rendah derajat III dan IV.
Asidosis metabolik sering
ditemukan
dalam kasus-kasus
dengan
syok
berkepanjangan. BUN meningkat pada syok yang berkepanjangan
10 Universitas Sumatera Utara
Kriteria Diagnosa Klinis DBD/SSD Manifestasi klinis
Demam : dengan onset akut, demam tinggi dan berlangsung terus menerus, lamanya demam kebanyakan dua hingga tujuh hari.
Terdapat satu dari manifestasi perdarahan berikut : uji torniquet positif (paling sering), petekie, purpura (pada area pengambilan sampel darah vena) , ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena
Hepatomegali dapat dijumpai pada 90-98% anak-anak.
Syok, dengan manifestasi takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan pols yang lemah serta tekanan nadi yang sempit ( < 20 mmHg ) atau hipotensi yang disertai dengan akral dingin dan lembab dan atau gelisah.
Laboratorium
Trombositopenia ( < 100.000 / mm3 )
Hemokonsentrasi : hematokrit meningkat > 20% dari baseline pasien tersebut atau populasi dengan usia sama.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan nilai hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Jika terdapat hepatomegali selain dua kriteria klinis diatas, maka DBD dapat disangkakan sebelum munculnya tanda-tanda kebocoran plasma. Munculnya efusi pleura (yang ditemukan berdasarkan rontgen torak maupun sonografi) merupakan bukti yang paling objektif terhadap adanya kebocoran plasma, dengan hipoalbuminemia sebagai bukti pendukungnya. Hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa DBD pada kondisi :
Anemia
Perdarahan hebat
Tidak ada nilai baseline hematokrit
Peningkatan hematokrit < 20 % dikarenakan pemberian terapi intravena dini.
Pada keadaan syok, nilai hematokrit yang tinggi disertai trombositopenia dapat menyokong diagnosis SSD. Nilai laju endap darah (LED) yang rendah yakni < 10 mm/1 jam pertama dapat membedakan antara syok akibat SSD dan syok akibat sepsis Temuan klinis dan laboratorium yang berkaitan dengan berbagai tingkat/grade DBD dapat dilihat pada kotak 7.
11 Universitas Sumatera Utara
Kotak 7. Manifestasi/perubahan patofisiologis utama pada DBD
Infeksi Dengue
Demam Anoreksia Muntah
Manifestasi perdarahan ; paling sering uji torniquet (+), petekie
Hepatomegali
Trombositopeni a
Peningkatan permeabilitas vaskular
Derajat keparahan DBD
Hemokonsentrasi Dehidrasi
Hipoproteinemia
I
Kebocoran Plasma
Efusi Pleura/Ascites
Koagulopati
II
Hipovolemia
Syok
Kematian
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) Perdarahan masif : perdarahan saluran cerna (tersembunyi), perdarahan otak, dll
III
IV
DBD/SSD Demam Dengue
Pembagian Tingkat Keparahan DBD Keparahan DBD dapat dibagi menjadi 4 derajat (tabel 4). Munculnya trombositopenia bersamaan dengan hemokonsentrasi merukan petanda yang membedakan DBD derajat I dan II dengan demam dengue. Pembagian derajat keparahan pada DBD telah terbukti bermanfaat secara klinis maupun epidemiologis pada populasi anak-anak berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO pada daerah endemis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, serta daerah Amerika. Sementara itu, pengalaman klinis yang didapat di Kuba, Puerto Rico dan Venezuela menyebutkan bahwa klasifikasi ini juga bermanfaat pada pasien-pasien dewasa. Diagnosa Banding DBD Pada awal fase demam, diagnosa banding meliputi spektrum yang luas dari infeksi virus, bakteri serta protzoa yang menyerupai DD. Manifestasi perdarahan yang muncul, misalnya uji torniquet positif serta leukopenia (< 5000 sel/mm3) dapat diduga suatu kasus dengue. Munculnya trombositopenia bersamaan dengan hemokonsentrasi dapat membedakan
12 Universitas Sumatera Utara
DBD/SSD dari penyakit lainnya. Pada pasien yang tidak mengalami kenaikan nilai hematokrit akibat adanya perdarahan hebat dan/atau penatalaksanaan cairan intravena yang lebih cepat, adanya efusi pleura/ascites menandakan adanya suatu kebocoran plasma. Hipoproteinemia/hipoalbuminemia dapat juga menjadi penanda adanya kebocoran plasma, Nilai laju endap darah (LED) yang normal merupakan penanda untuk membedakan infeksi dengue dari infeksi bakterial dan syok septik. Hal yang perlu dicatat adalah, selama periode syok, LED bernilai < 10 mm/jam Tabel 4. Klasifikasi infeksi dengue serta pembagian derajat keparahan DBD menurut WHO DD/DBD DD
DERAJAT
DHF
I
DHF
II
DHF
III
DHF
IV
GEJALA DAN TANDA Demam yang disertai dengan salah satu : Sakit kepala Nyeri retroorbital Mialgia Atralgia/nyeri tulang Ruam kulit Manifestasi perdarahan Tidak ada bukti kebocoran plasma Demam dan manifestasi perdarahan (uji torniquet positif) serta Adanya bukti kebocoran plasma Seperti pada derajat I ditambah perdarahan spontan Seperti pada derajat I dan II ditambah kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan darah menyempit [< 20 mmHg), hipotensi, gelisah Seperti pada derajat III ditambah syok yang nyata dimana tekanan darah dan nadi tidak dapat terdeteksi
LABORATORIUM Leukopenia (< 5000 sel/mm3) Trombositopenia (hitung platelet < 150.000 sel/mm3) Peningkatan hematokrit(5-10%) Tidak ada bukti kebocoran plasma
Trombositopenia (hitung platelet < 100.000 sel/mm3) ; Peningkatan hematokrit > 20% Trombositopenia (hitung platelet < 100.000 sel/mm3) ; Peningkatan hematokrit > 20% Trombositopenia (hitung platelet < 100.000 sel/mm3) ; Peningkatan hematokrit > 20% Trombositopenia (hitung platelet < 100.000 sel/mm3) ; Peningkatan hematokrit > 20%
Komplikasi Komplikasi Demam Dengue Demam dengue dengan perdarahan dapat terjadi sebagai akibat adanya penyakit lain yang mendasari seperti ulkus peptikum, trombositopenia dan trauma. DBD bukan merupakan kesatuan dari DD. Komplikasi DBD Komplikasi
DBD
yang
terjadi
biasanya
dikaitkan
dengan
syok
yang
nyata/berlangsung lama sehingga menyebabkan asisdosis metabolik dan perdarahan hebat sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting diperhatikan adalah bahwa pemberian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma dapat menyebabkan efusi yang masif dan gangguan pernafasan, bendungan paru akut dan/atau gagal jantung. 13 Universitas Sumatera Utara
Cairan yang terus diberikan setelah berakhirnya periode kebocoran plasma dapat berakibat edema paru akut ataupun gagal jantung, khususnya dengan adanya reabsorbsi cairan yang sebelumnya mengalami ekstravasasi. Selain itu,
syok yang nyata/berlama-lama serta
pemberian cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik/elektrolit. Gangguan metabolik yang paling sering ditemukan adalah hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Hal ini dapat berakibat munculnya berbagai manifestasi yang jarang, misalnya ensefalopati. Sindroma Dengue Expanded Dalam beberapa tahun terakhir, dengan penyebaran geografis dari infeksi dengue dan meningkatnya kejadian pada dewasa, semakin banyak laporan yang muncul mengenai adanya manifestasi-manifestasi yang tidak lazim pada DD dan DBD. Hal ini meliputi keterlibatan neurologis, hati, ginjal dan keterlibatan organ tunggal lainnya. Hal ini bisa saja merupakan akibat dari syok yang berat atau berkaitan dengan kondisi/penyakit dasar pasien atau koinfeksi. Manifestasi neurologis yang dapat dijumpa misalnya kejang, spastisitas, perubahan kesadaran, serta paresis sementara. Manifestasi yang muncul bergantung dari etiologi yang mendasarinya serta waktu/saat terjadinya apakah pada waktu viremia, kebocoran plasma atau pada saat penyembuhan. Kasus ensefalopati yang fatal pernah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar, India dan Puerto Rico. Namun kebanyakan dari kasus-kasus tersebut tidak menjalani otopsi untuk menyingkirkan penyebab lain seperti perdarahan ataupun penyumbatan pembuluh darah. Meskipun terbatas, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pada beberapa kejadian yang jarang, virus dengue dapat melewati sawar darah otak dan menyebabkan ensefalitis. Perlu diketahui bahwa upaya untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi lain yang mungkin terjadi secara bersamaan belum dilakukan secara lebih mendalam. Tabel 5 memberikan gambaran manifestasi dengue yang tidak lazim/atipikal secara detail Manifestasi yang tidak lazim/atipikal yang telah disebutkan diatas mungkin saja tidak dilaporkan dengan baik atau, mungkin pula tidak berkaitan dengan dengue. Namun demikian, penilaian klinis secara tepat sangat diperlukan untuk manajemen yang tepat pula, dan studi untuk menentikan kausa harus dilakukan. Pasien dengan resiko tinggi Faktor-faktor yang terdapat pada penjamu (host) dibawah ini berperan dalam perburukan penyakit dan munculnya komplikasi :
Bayi dan orang tua 14 Universitas Sumatera Utara
Obesitas
Wanita hamil
Penyakit ulkus peptikum
Perempuan yang sedang haid ataupun mengalami perdarahan pervagina abnormal
Penyakit-penyakit hemolitik misalnya defisiensi G6PD, talasemia, serta hemoglobinopati lainnnya.
Penyakit jantung bawaan
Penyakit-penyakit kronis seperti : diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit antung iskemik, gagal ginjal kronik, sirosis hati
Pasien yang mendapat pengobatan steroid ataupun OAINS
Dan lain-lain
Tabel 5. Sindroma dengue expanded (manifestasi yang tidak lazim/atipikal dari dengue) Sistem Neurologis
Gastrointestinal/hepatik
Renal Kardiak
Respiratory Muskuloskletal Limforetikular/Sumsum tulang
Mata
Lain-lain
Manifestasi yang tidak khas/atipikal Kejang demam pada anak-anak Ensefalopati Ensefalitis/meningitis aseptik Perdarahan intrakranial/trombosis Efusi subdural Mononeuropati/polineuropati/sindroma Guillane-Barre Mielitis transversal Hepatitis/gagal hati fulminan Kolesistitis akalkulus Pankreatitis akut Hiperplasia Peyer’s patch Parotitis akut Gagal ginjal akut Sindroma hemolitik uremik Gangguan konduksi Miokarditis Perikarditis Acute respiratory distress syndrome Perdarahan paru Miositis dengan peningkatan kreatinin fosfokinase (CPK) Rhabdomiolisis Infeksi terkait sindroma hemofagositik IAHS atau Hemofagositik limfohistiositosis (HLH), idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) Ruptur spontan lien Infark nodus limfatikus Perdarahan makular Gangguan ketajaman penglihatan Neuritis optik Sindroma fatique paska infeksi, depresi, halusinasi, psikosis, alopesia
15 Universitas Sumatera Utara
Manifestasi klinis DD/DBD pada pasien dewasa Bila dibandingkan dengan pada anak-anak, orang dewasa yang terserang dengue mengalami manifestasi gejal yang lebih berat, sakit kepala, otot, persendian dan tulang yang menyebabkan pasien menjadi tidak berdaya. Depresi, insomnia dan sindroma fatique paska infeksi dapat menyebabkan proses penyembuhan menjadi semakin lama. Sinus bradikardi dan aritmia selama fase penyembuhan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding pada anak-anak. Secara umum, persentase kejadian DBD lebih tinggi pada anak-anak dibanding dewasa. Perjalanan penyakit DBD pada dewasa sama dengan yang terjadi pada anak-anak. Namun, beberapa studi menyebutkan bahwa kejadian kebocoran plasma yang berat lebih jarang terjadi pada dewasa. Terdapat beberapa negara dimana kematian akibat dengue terbanyak terjadi pada orang dewasa, dimana hal ini disebabkan akibat keterlambatan diagnosis DBD/syok serta tingginya insidensi perdarahan dengan keterlambatan transfusi darah. Pasien yang mengalami syok tersebut dilaporkan masih mampu untuk bekerja hingga syok menjadi semakin dalam. Selain itu, upaya pasien untuk mengobati diri sendiri seperti mengkonsumsi parasetamol, OAINS, anti emetik, dan obat-obatan lain yang mungkin memperburuk fungsi hati dan trombosit. Kadang-kadang demam yang muncul pada dewasa tidak disadari oleh pasien sendiri. Kondisi-kondisi di atas beresiko lebih tinggi untuk mengalami ulkus peptikum dan kondisi-kondisi lain seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Ringkasan kriteria diagnosis DD/DBD dapat dilihat pada kotak 8a-8c
Kotak 8a : Diagnosis DD dan DHF Demam dengue Kemungkinan diagnosis jika : Demam akut yang disertai dua atau lebih hal berikut : Sakit kepala Nyeri retro-orbital Mialgia Atralgia/nyeri tulang Ruam kulit Manifestasi perdarahan Leukopenia ( < 5.000 sel/mm3) Trombositopenia ( < 150.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (5-10%) Dan setidaknya terdapat satu dari dibawah ini : Pemeriksaan serologi serum dalam sekali pemeriksaan : titer > 1280 dengan tes hemaglutinasi inhibisi, IgG pada ELISA, serta tes IgM antibodi Terjadi pada waktu dan tempat yang sama terhadap kasus yang dikonfirmasi sebagai demam dengue Konfirmasi diagnosis jika: Sangkaan kasus dengan setidaknya satu dari kriteria dibawah :
16 Universitas Sumatera Utara
Isolasi virus dengue dari serum, CSF ataupun dari otopsi Peningkatan IgG sebesar empat kali lipat atau lebih (dengan pemeriksaan hemagutinin inhibisi tes) atau peningkatan IgM antibodi terhadap virus dengue Deteksi virus dengue atau antigennya di jaringan, serum, ataupun cairan serebrospial dengan pemeriksaan imunohistokimia, imunofluoresensi ataupun ELISA Dijumpainya urutan genom virus dengue dengan pemeriksaan rt-PCR
Kotak 8b : Demam berdarah dengue Semua kriteria dibawah ini : Demam onset akut durasi 2-7 hari . Manifestasi perdarahan , yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut : tes tourniquet positif, petechiae , ekimosis atau purpura , atau perdarahan dari mukosa , saluran pencernaan , area penyuntikan dan lainlain Ttrombosit ≤100 000 sel / mm3 Bukti objektif kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut ini: o Meningkatnya hematokrit / hemokonsentrasi ≥20 % dari baseline atau penurunan hematokrit pada masa pemulihan, atau bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia / hipoalbuminaemia
Kotak 8c : Sindroma Syok Dengue Kriteria untuk DBD seperti di atas dengan tanda-tanda syok termasuk : Takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang mungkin merupakan tanda dari penurunan perfusi otak . Tekanan nadi ≤20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik , misalnya 100/80 mmHg . Hipotensi yang disesuaikan dengan usia, yakni tekanan sistolik < 80 mmHg untuk mereka yang berusia < 5 tahun atau 80 - 90 mmHg untuk anak-anak dan orang dewasa .
Diagnosis Laboratorium Mendiagnosis Diagnosis dengue secara cepat dan akurat sangat penting untuk : (1) pengawasan epidemiologi ; (2) manajemen klinis ; (3) penelitian; dan (4) uji vaksin. Pengawasan secara epidemiologi membutuhkan penentuan secara dini infeksi virus dengue selama perode wabah untuk segera menentukan sikap dari bidang kesehatan masyarakat termasuk mengontrol serta mendeteksi serotipe / genotipe yang beredar selama periode antar - epidemi untuk digunakan untuk memperkirakan kemungkinan wabah selanjutnya. Manajemen klinis memerlukan diagnosis yang cepat, konfirmasi diagnosis klinis serta diagnosis banding dari flaviviruses / agen infeksi yang lain. Tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendiagnosis demam berdarah dan DBD antara lain:
Isolasi Virus - Serotipe / karakterisasi genotipe
Deteksi asam nukleat Viral
Deteksi antigen virus 17 Universitas Sumatera Utara
Tes respon imunologi berdasarkan tes antibodi IgM dan IgG
Analisis parameter hematologi
Uji Diagnostik dan Fase dari Infeksi Dengue Viremia akibat dengue biasanya berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum timbulnya demam kemudian masa penyakit berlangsung selama empat sampai tujuh hari. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan beredar antigen virus dapat dideteksi (Gambar 5). Respon antibodi terhadap infeksi terdiri
dari kemunculan
berbagai jenis
imunoglobulin; dan IgM dan IgG merupakan imunoglobulin memiliki nilai diagnostik pada dengue. Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari 3-5 setelah mulai sakit, naik cepat sekitar dua minggu dan selanjutnya menurun hingga tingkat yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG dapat dijumpai pada kadar yang rendah hingga akhir minggu pertama, kemudian meningkatk secara tetap bertahap dan dapat bertahan untuk jangka yang panjang (selama bertahun-tahun). Karena munculnya antibodi IgM ini cukup lambat, yaitu setelah lima hari sejak timbulnya demam, uji serologis ini biasanya memberikan hasil negatif selama lima hari pertama sejak pasien mulai sakit. Pada infeksi dengue sekunder (ketika host sebelumnya telah terinfeksi virus DBD), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG dapat terdeteksi dengan kadar yang tinggi, bahkan di fase awal, dan bertahan beberapa bulan sampai seumur hidup. Tingkat antibodi IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder. Trombositopenia biasanya diamati antara ketiga dan hari kedelapan penyakit diikuti oleh perubahan hematokrit. Gambar 5 menunjukkan alur perjalanan infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi pada waktu tertentu.
18 Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Alur perjalanan infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi pada waktu tertentu
Spesimen : Pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman Aspek yang penting dari diagnosis laboratorium dengue adalah tepat pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pengiriman spesimen klinis. Jenis spesimen serta hal yang diperlukan dalam penyimpanan serta pengirimannya dapat dilihat pada tabel 6 Tabel 6. Hal-hal yang diperlukan dan pengambilan, penyimpanan dan pengiriman spesimen Jenis Bahan Darah fase akut (S1) Darah fase penyembuhan (S2+S3) Jaringan
Waktu Pengambilan 0-5 hari setelah onset gejala 14-21 hari setelah onset gejala Sesegera mungkin setelah kematian
Retraksi klot
Penyimpanan
Pengiriman
2-6 jam, 4oC
Serum – 70oC
Es Kering
Serum – 20oC
Suhu beku atau lingkungan Es kering atau lingkungan
2-24 jam, lingkungan
suhu
70oC atau dalam formalin
Pemilihan metode pemeriksaan serologis tertentu berdasarkan identifikasi perubahan di tingkat antibodi spesifik dilakukan dalam spesimen yang berpasangan. Oleh karena pemeriksaan secara serial diperlukan untuk mengkonfirmasi atau membantah diagnosis infeksi flavivirus akut atau infeksi dengue . Pengumpulan spesimen dilakukan pada interval waktu yang berbeda seperti yang disebutkan di bawah ini :
Kumpulkan spesimen sesegera mungkin setelah onset penyakit , kedatangan ke rumah sakit atau klinik ( ini disebut spesimen fase akut , S1 ) 19 Universitas Sumatera Utara
Kumpulkan spesimen sesaat sebelum keluar dari rumah sakit atau, dalam kasus yang fatal, pada saat kematian ( spesimen fase penyembuhan , S2 ) .
Kumpulkan spesimen ketiga, dalam hal pasien dipulangkan dalam waktu 1-2 hari setelah penurunan demam, 7-21 hari setelah serum saat fase akut diambil (spesimen fase penyembuhan akhir , S3 ) .
Interval waktu yang optimal diantara spesimen yang berpasangan misalnya, spesimen darah akut (S1) dan spesimen fase penyembuhan (S2 atau S3) adalah 10-14 hari.
Formulir permintaan sampel dan pelaporan untuk pemeriksaan laboratorium dengue disediakan dalam Lampiran 1. Darah sebaiknya dikumpulkan dalam tabung atau botol, tapi kertas filter dapat digunakan jika ini adalah satu-satunya pilihan . Sampel kertas filter tidak cocok untuk isolasi virus
Metode diagnostik untuk mendeteksi infeksi dengue Selama fase awal (hingga hari ke VI sejak onset), isolasi virus, asam nukleat virus, atau antigen dapat digunakan untuk mendiagnosa infeksi. Di akhir fase akut infeksi, pemeriksaan imunologis merupakan metode terpilih untuk mendiagnosa infeksi. Isolasi virus : isolasi virus dengue dari spesimen klinis mungkin dilakukan pada sampel yang diambil dalam 6 hari pertama sejak sakit dan segera diproses tanpa penundaan. Spesimen yang cocok untuk isolasi virus termasuk : serum fase akut, jaringan otopsi pada kasus yang fatal. (khusunya hati, limpa, kelenjar limfe dan timus), serta dari nyamuk yang diambil dari area yang endemis. Deteksi asam nukleat virus : terdiri dari reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR), Nested PCR, one-step multiplex PCR, real-time RT-PCR, metode amplitudo isotermal Deteksi antigen virus : merupakan glikoprotein yamg diproduksi oleh semua flavivirus (NS1). Antigen NS1 muncul di hari pertama gejala penyakit dan menghilang di hari ke 5-6. Oleh karena itu, tes NS1 bisa dijadikan sarana untuk diagnostik yang lebih cepat. Respon imunologis dan uji serologis Metode ini terdiri dari : IgM-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MACELISA), IgG-ELISA, IgM/IgG ratio, Haemagglutination inhibition test, Complement fixation test, Neutralization test, Uji diagnostik cepat Pemeriksaan ini menggunakan perangkat sederhana untuk mendeteksi adanya anibodi dengue IgM dan IgG secara cepat (15 menit). Namun tingkat akurasinya masih belum
20 Universitas Sumatera Utara
tervalidasi. Kemungkinan positif palsu dapat terjadi akibat reaksi silang dengan antigen flavivirus lain, malaria, leptospira, ataupun kelainan imun seperti SLE. Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan standar trombosit dan hematokrit sangat penting untuk mendiagnosa infeksi dengue. Oleh karena itu, pemeriksaan hematologi harus dilakukan secara ketat pada infeksi dengue. Trombositopenia ( < 100.000 sel/mm3) dapat terlihat sesekali pada demam dengue, namun pada DBD hal ini hampir selalu terjadi. Hal ini terjadi di hari ketiga hingga kedelapan sejak onset, seringnya terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan pada hematokrit. Hemokonsentrasi dengan kenaikan hematokrit > 20% merupakan dasar untuk mempertimbangkan diagnosa definitf adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma.
Manajemen Klinis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Spektrum klinis infeksi dengue mencakup infeksi asimtomatik, DD dan DBD, yang ditandai dengan kebocoran plasma dan manifestasi perdarahan . Pada akhir masa inkubasi, penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh tiga tahap, demam, kritis dan fase pemulihan, seperti yang digambarkan dalam skema di bawah ini (Gambar 7) :
Gambar 7. Alur perjalanan infeksi dengue 21 Universitas Sumatera Utara
Alur triase pasien yang dicurigai dengue di unit rawat jalan Selama epidemi, semua rumah sakit termasuk di tingkat tersier, menerima pasienpasien dengue dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, pihak berwenang rumah sakit harus mengatur “meja khusus dengue” untuk menskrining dan memilah pasien yang diduga demam berdarah. Jalur triase yang dianjurkan dapat dilihat di kotak 9 dan kotak 10. Kotak 9 : Langkah-langkah skrining pasien di rawat jalan dalam periode endemik REGISTRASI
Skrining : Anamnesis dan warning sign
Tanda vital
Darah Lengkap
Emergensi : Tampilan klinis yang berat
Pemeriksan medis dan manajemen awal
Edukasi keluarga
Observasi
Rawat inap
Peresepan
Follow up
Jalur emergensi
22 Universitas Sumatera Utara
Kotak 10 : Jalur triase untuk infeksi dengue Demam dengan dugaan manifestasi perdarahan akibat dengue, sakit kepala, nyeri retro orbital, mialgia, atralgia/nyeri tulang, ruam kulit
Uji torniquet
Demam < 3 hari
Dengan warning sign
Demam > 3 hari
Darah lengkap
Tanpa warning sign Leukopenia dan atau trombositopenia
Darah lengkap Gula darah Pertimbangkan resusitasi cairan IV/atasi dehidrasi DD kondisi lain Observasi jangka pendek/panjang tergantung dx
Darah lengkap sebagai baseline Edukasi keluarga (kotak 12) Pulang berobat jalan Follow up tiap hari jika memungkinkan
Warning sign (-)
Beresiko tinggi
Tanpa leukopenia atau trombositopenia
Warning sign (+)
Warning sign (+)
Warning sign (-)
Obeservasi/rawat Pertimbangakan cairan IV Monitoring dengue
Triase Primer Triase harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan kompeten.
Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kirim pasien langsung kepada perawat / asisten medis terlatih (lihat nomor 3 di bawah).
Untuk pasien lain, lanjutkan sebagai berikut: 1. Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign (Kotak 11) pada pasien berisiko tinggi yang akan dinilai oleh perawat atau staf terlatih, tidak selalu berasal dari medis. 2. Uji tourniquet harus dilakukan oleh tenaga terlatih (jika jumlah tenaga terlatih tidak memadai, cukup berikan tekanan 80 mmHg untuk> 12 tahun dan 60 mmHg untuk anak-anak usia 5 sampai 12 tahun selama lima menit). 3. Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan dan perfusi perifer, mesti diperiksa oleh perawat terlatih atau asisten medis. Perfusi perifer dinilai dengan palpasi tekanan volume nadi, suhu dan warna ekstremitas, serta waktu pengisian kapiler. Prosedur ini merupakan keharusan 23 Universitas Sumatera Utara
bagi semua pasien, terutama ketika monitor tekanan darah digital dan peralatan-peralatan medis lainnya tersedia. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang tidak demam namun dengan takikardia. Pasien-pasien seperti ini dan yang mengalami penurunan perfusi perifer harus dirujuk segera untuk mendapatkan setidaknya perhatian medis khusus, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar gula darah secepatnya. 4. Rekomendasi pemeriksaan darah lengkap : Semua pasien demam pada kunjungan pertama harus diperiksa baseline hematokrit, leukosit dan trombosit. Semua pasien dengan warning sign. Semua pasien dengan demam > 3 hari. Semua pasien dengan gangguan sirkulasi/syok (pasien ini harus menjalani cek glukosa). Hasil pemeriksaan darah lengkap : Jika terdapat leukopenia dan / atau trombositopenia, maka pada pasien dengan warning sign harus dikirim untuk konsultasi medis segera. 5. Konsultasi medis : direkomedasikan untuk Konsultasi medis sesegera mungkin pada keadaan berikut : Syok Pasien dengan warning sign khususnya bagi pasien dengan lama penyakit > 4 hari 6. Keputusan untuk observasi dan penatalaksanaan : Syok : resusitasi dan rawat inap Pasien dengan hipoglikemia tanpa leukopenia dan/atau trombositopenia harus diberikan infus glukosa sesegera mungkin kemudian dilanjutkan dengan pemberian cairan intravena pemeliharaan yang mengandung glukosa. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab penyakit. Pasien-pasien ini harus diobservasi dalam jangka waktu 8-24 jam. Pastikan telah terjadi perbaikan klinis sebelum pasien dipulangkan, dan pasien tersebut harus dipantau setiap hari. Pasien-pasien dengan warning sign. Pasien berisiko tinggi dengan leukopenia dan trombositopenia
24 Universitas Sumatera Utara
7. Edukasi kepada Pasien dan keluarganya harus disampaikan dengan cermat sebelum pasien dipulangkan (Kotak 12). Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk kelompok yang berjumlah 5 hingga 20 pasien yang dilakukan oleh staf yang terlatih yang bisa saja bukan perawat / dokter. Nasehat harus mencakup istirahat total/bed rest, intake cairan oral atau diet lunak, spon hangat dapat digunakan untuk menurunkan dema selain dengan parasetamol. Informasi tentang warning sign harus ditekankan, dan harus dijelaskan kapan pasien harus diperiksa secara medis secepatnya, bahkan jika jadwal kunjungan berikutnya masih belum tiba. 8. Follow-up : Pasien harus mengerti bahwa masa kritis jusrtu terjadi pada saat tidak demam dan tindak lanjutnya adalah dengan pemeriksaan darah lengkap untuk
mendeteksi
tanda-tanda
bahaya
dini,
seperti
leukopenia,
trombositopenia, dan / atau kenaikan hematokrit. Pemantauan harian diperlukan, kecuali mereka yang telah kembali aktivitas normal atau jika suhu sudah mulai kembali turun Kotak 11 : Warning sign Tidak ada perbaikan klinis/perburukan keadaan sesaat sebelum atau selama transisi ke fase afebris. Muntah persisten, tidak bisa minum . Nyeri abdomen yang berat Lesu dan / atau gelisah, perubahan perilaku mendadak . Perdarahan: epistaksis, tinja hitam, hematemesis, perdarahan menstruasi yang berlebihan, urin berwarna gelap (hemoglobinuria) atau hematuria. Hoyong Pucat, tangan dan kaki dingin serta berkeringat. Kurang / tidak ada produksi urine selama 4-6 jam .
Kotak 12: Panduan untuk perawatan di rumah pada pasien demam berdarah (informasi yang akan diberikan kepada pasien dan / atau anggota keluarganya di bagian rawat jalan) A. Perawatan di rumah (edukasi keluarga) untuk pasien: Pasien harus cukup beristirahat. Asupan cairan yang cukup (jangan air putih) seperti susu, jus buah, cairan elektrolit isotonik, larutan rehidrasi oral (oralit) dan air tajin. Waspadalah terhadap kelebihan cairan pada bayi dan anak-anak. Jaga suhu tubuh teteap di bawah 39°C. Jika suhu melebihi 39°C, berikan parasetamol tablet dengan dosis 500 mg atau sirup 120 mg per 5 ml. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg/dosis dan diberikan dalam frekuensi tidak kurang interval enam jam. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 4 gram / hari. Hindari menggunakan terlalu banyak parasetamol. Aspirin atau OAINS tidak dianjurkan. Berikan spon hangat di dahi, ketiak dan kaki. Mandi air hangat direkomendasikan untuk orang dewasa. B. Perhatikan kemunculan warning sign (seperti dalam Kotak 11): Tidak ada perbaikan klinis/perburukan keadaan sesaat sebelum atau selama transisi ke fase afebris. Muntah persisten, tidak bisa minum . Nyeri abdomen yang berat Lesu dan / atau gelisah, perubahan perilaku mendadak .
25 Universitas Sumatera Utara
Perdarahan: epistaksis, tinja hitam, hematemesis, perdarahan menstruasi yang berlebihan, urin berwarna gelap (hemoglobinuria) atau hematuria. Hoyong Pucat, tangan dan kaki dingin serta berkeringat. Kurang / tidak ada produksi urine selama 4-6 jam
Manajemen kasus DD/DBD di ruang observasi rumah sakit/saat pasien masuk Rincian pengelolaan kasus DD/DBD di ruang observasi rumah sakit/saat pasien masuk dijelaskan di bawah ini: Pemantauan pasien DBD/DHF selama fase krisis (trombositopenia sekitar 100.000 sel / mm3) Fase kritis DBD merupakan periode terjadinya kebocoran plasma yang dimulai sekitar waktu dari penurunan suhu badan hingga normal atau transisi dari demam ke tidak demam. Trombositopenia adalah indikator yang sensitif pada kebocoran plasma, tetapi juga dapat diamati pada pasien dengan DD. Peningkatan hematokrit > 10% dari baseline merupakan indikator objektif awal kebocoran plasma. Pemberian cairan intravena harus dimulai jika asupan oral buruk atau peningkatan hematokrit terus berlanjut serta jika terdapat warning sign. Parameter-parameter berikut harus dipantau: Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala lainnya. Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin sesuai indikasi karena hal tersebut merupakan petanda awal syok dan mudah/cepat untuk dilakukan. Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan 1-2 jam pada pasien syok. Hematokrit serial harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam jam dalam kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau dicurigai mengalami perdarahan. Harus dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pemeriksaan hematokrit harus dilakukan setelah bolus cairan dan jangan saat pemberian bolus cairan sedang berjalan. Jumlah urine harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada kasus tidak berat, per jam pada pasien dengan syok atau dengan kelebihan cairan. Selama periode ini jumlah output urine harus sekitar 0,5 ml/kg/ jam (harus didasarkan pada berat badan ideal). 26 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium tambahan Pada pasien-pasien dewasa atau mereka yang mengalami obesitas atau penderita diabetes melitus harus menjalani pemeriksaan kadar gula darah. Sementara itu, pasien yang mengalami syok dan atau dengan komplikasi harus menjalani pemeriksaan laboratorium seperti diperlihatkan di kotak 13 Perbaikan terhadap nilai laboratorium yang tidak normal harus dilakukan seperti misalnya: hipoglikemia, hipokalsemia serta asidosis metabolik yang tidak respon dengan resusitasi cairan. Pemberian vitamin K1 intravena dapat diberikan jika terdapat pemanjangan waktu protrombin. Perlu dicatat bahwa pada tempat-tempat dimana fasilitas laboratorium tidak memadai, kalsium glukonat dan vitamin K1 harus diberikan sebagai bagian dari terapi intravena. Pada keadaan syok dan tidak respon dengan cairan resusitasi intravena, asidosis mesti dikoreksi dengan NaHCO3 jika pH < 7,3 dan bikarbonat serum < 15 mEq/L
Kotak 13 : pemeriksaan laboratorium tambahan Hitung darah lengkap (DL) Kadar glukosa darah Analisis gas darah, laktat, jika tersedia Elektrolit serum dan BUN, kreatinin. Kalsium serum. Tes fungsi hati Profil koagulasi, jika tersedia Foto rontgen torak lateral decubitus kanan (opsional). Cross match jika nantinya dibutuhkan darah segar atau seluruh produk sel merah segar. Enzim jantung atau EKG jika ada indikasi, terutama pada orang dewasa Amilase serum dan USG jika nyeri perut tidak menyelesaikan dengan cairan terapi Pemeriksaan lainnya, jika ada diindikasikan.
Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis Indikasi cairan IV: Jika pasien tidak bisa diberi asupan oral yang memadai atau muntah. Jika HCT terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral sudah diberikan. Adanya ancaman munculnya yok Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini: Larutan kristaloid isotonik harus diberikan selama fase kritis kecuali bayi usia < 6 bulan lebih tepat menggunakan natrium klorida 0,45%. Larutan koloid Hiper-onkotik (osmolaritas > 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 atau larutan starch dapat digunakan jika kebocoran plasma masif, dan tidak ada respon dengan
pemberian
kristaloid
dalam
jumlah
yang
optimal
(seperti
yang
27 Universitas Sumatera Utara
direkomendasikan). Larutan koloid iso-onkotik seperti plasma dan hemaccel kemungkinan tidak efektif. Pemberian cairan untuk pemeliharaan +5% dehidrasi harus diberikan untuk sekedar mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak syok, durasi terapi cairan intravena bisa lebih lama namun tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini karena pasien yang tidak syok baru saja memasuki fase kebocoran plasma sementara pasien yang sudah syok, kebocoran plasma berlangsung dalam durasi yang lebih panjang hingga terapi intravena dimulai. Pada pasien obesitas, yang digunakan sebagai panduan untuk menghitung volume cairan adalah berat badan ideal (tabel 9).
Tabel 9. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal Berat Badan Ideal (Kg) 5 10 15 20 25 30
Pemeliharaan (ml)
M + 5% defisit (ml)
Berat Badan Ideal (Kg)
Pemeliharaan (ml)
M + 5% defisit (ml)
500 1000 1250 1500 1600 1700
750 1500 2000 2500 2850 3200
35 40 45 50 55 60
1800 1900 2000 2100 2200 2300
3550 3800 4250 4600 4950 5300
Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan kondisi klinis. Kecepatan infus berbeda antara pasien dewasa dan anak-anak. Tabel 10 menunjukkan perbandingan kecepatan pemberian infus pada anak-anak dan dewasa dengan memperhatikan kebutuhan cairan pemeliharaan.
Tabel 10. Kecepatan pemberian cairan intravena pada dewasa dan anak-anak Kondisi Setengah dari kebutuhan pemeliharaan (M/2) Pemeliharaan (M) M + 5% defisit M + 7% defisit M + 10% defisit
Kecepatan pada anak (ml/kg/jam) 1,5 3 5 7 10
Kecepatan pada dewasa (ml/jam) 40-50 80-100 100-120 120-150 300-500
Transfusi trombosit tidak direkomendasikan dalam penanganan trombositopenia (tidak boleh ada transfusi trombosit profilaksis). Namun pemberian transfusi
28 Universitas Sumatera Utara
trombosit dapat dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat hipertensi dengan trombositopenia yang sangat berat (<`10.000 sel.mm3) Penanganan Pasien dengan Warning Sign Hal yang perlu dipastikan dari warning sign adalah apakah warning sign tersebut bukan suatu gastroenteritis akut, refleks vasovagal, hipoglikemia, dan sebagainya. Munculnya trombositopenia yang dibarengi dengan bukti kebocoran plasma seperti kenaikan haemotokrit dan efusi pleura dapat membedakan antara DBD/SSD dari penyebab yang lain. Pemeriksaan kadar gula darah dan tes laboratorium dapat dilakukan untuk menemukan menyebabkan. Untuk masalah-masalah lainnya, pemberian cairan intravena, terapi suportif dan simtomatik harus diberikan sementara pasien tetap berada di bawah pengawan di rumah sakit. Pasien dapat dipulangkan ke rumah dalam waktu 8 sampai 24 jam jika menunjukkan repon pemulihan yang cepat dan tidak dalam fase kritis (platelet > 100 000 sel / mm3). Manajemen DBD derajat I, II (kasus non-syok) Secara umum, masukan cairan (oral + IV) bertujuan untuk pemeliharaan (untuk sehari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang diberikan dalam 48 jam. Misalnya, pada anak dengan berat badan 20 kg, defisit dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2.500 ml (Gambar 8). Pada pasien non-syok, jmlah cairan ini akan diberikan dalam 48 jam pertama. Kecepatan infus cairan 2.500 ml ini dapat diberikan sesuai Gambar 8 di bawah. [harap dicatat bahwa tingkat kebocoran plasma TIDAK selalu sama] . Kecepatan pemberian cairan IV harus disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma , dan disesuaikan dengan kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan nilai hematokrit .
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 8 : Kecepatan pemberian infus pada kasus non-syok
Manajemen syok : DBD derajat III SSD merupakan syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan ditandai dengan meningkatnya resistensi vaskuler sistemik, dengan manifestasi tekanan nadi yang menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg ) . Ketika hipotensi muncul, selain kebocoran plasma, kita harus menduga bahwa mungkin telah terjadi pendarahan yang masif, dimana yang paling sering adalah perdarahan saluran cerna yang bisa saja tidak tampak/tersembunyi. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari SSD berbeda dari syok yang lain misalnya syok septik . Sebagian besar kasus SSD akan memberikan respon terhadap pemberian cairan 10 ml/kg (pada anak-anak) atau 300-500 ml (pada orang dewasa) dalam 1 jam atau bila perlu secara bolus. Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti grafik seperti pada gambar 9. Namun, sebelum memutuskan untuk mengurangi jumlah cairan IV yang diberikan, kondisi klinis, tanda-tanda vital , produksi urin dan nilai hematokrit harus diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan perbaikan klinis.
30 Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Kecepatan infus pada kasus SSD
Pemeriksaan laboratorium ( ABCS ) harus dilakukan pada kasus syok dan non-syok. Bila terlihat tidak ada perbaikan meskipun penggantian volume sudah memadai (Kotak 14),
Kotak 14. Pemeriksaan laboratorium (ABCS) untuk pasien dengan kondisi syok atau dengan komplikasi, dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan klinis meski telah diberi terapi cairan yang adekuat Singkatan Pemeriksaan Laboratorium Kepentingan A-Asidosis Analisa gas darah (kapiler dan Menandakan syok yang sedang berlangsung. Keterlibatan vena) organ juga harus dievaluasi ; fungsi hati, BUN dan kreatinin B-Bleeding Hematokrit Jika terjadi penurunan nilai HCT dibandingkan dengan nilai sebelumnya atau jika tidak berubah, lakukan crossmatch untuk transfusi darah secepatnya C-Calsium Elektrolit, Ca++ Hipokalsemia terjadi pada kebanyakan DBD namun tanpa gejala. Pemberian suplementasi kalsium pada kondisi yang lebih berat/kompleks dapat diindikasikan. Dosis yang dianjurkan 1 ml/kg maksimal 10cc kalsium glukonas, dilarutkan dengan perbandingan 1:2, diberikan secara IV perlahan (dapat diulang tiap 6 jam jika diperlukan) S-Blood Sugar Kadar gula darah (fingerstick) Kebanyakan kasus DBD disertai penurunan selera makan dan muntah. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati, namun pada kondisi lain dapat terjadi hiperglikemia
Penting diketahui bahwa kecepatan cairan IV dapat dikurangi jika telah terjadi perbaikan perfusi perifer ; tetapi harus tetap diteruskan sampai minimum 24 jam dan dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi masif karena
31 Universitas Sumatera Utara
peningkatan permeabilitas kapiler. Algoritme pemberian cairan untuk pasien dengan SSD dapat dilihat pada kotak 15. Kotak 15. Algoritme pemberian cairan pada pasien SSD
Manajemen Syok : DBD derajat IV Resusitasi cairan awal pada DBD derajat IV harus lebih agresif agar cepat mengembalikan tekanan darah. Pemantauan laboratorium harus dilakukan sesegera mungkin untuk menilai ABCS dan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi yang ringan pun harus segera ditangani secara agresif. 10 ml/kg cairan bolus harus diberikan secepat mungkin, idealnya dihabiskan dalam waktu 10 sampai 15 menit. Jika tekanan darah berhasil diperbaiki, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan sebagaimana penanganan pada derajat III. Jika syok tidak tertangani setelah pemberian 10 ml/kg pertama, ulangi bolus 10 ml/kg kedua sementara hasil laboratorium harus dikejar dan dikoreksi segera mungkin. Transfusi darah merupakan langkah berikutnya harus segera dikerjakan (setelah menilai HCT praresusitasi) diikuti dengan monitoring ketat, misalnya kateterisasi kandung kemih terus menerus, kateterisasi vena sentral atau intraarterial.
32 Universitas Sumatera Utara
Perlu dicatat bahwa perbaikan pada tekanan darah sangat penting untuk keberhasilan penanganan dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat maka prognosis bisa menjadi buruk. Obat inotropik dapat digunakan untuk menaikkan tekanan darah, jika pemberian cairan dianggap cukup adekuat seperti misalnya, tekanan vena sentral tinggi (CVP), kardiomegali, atau diketahui memiliki fungsi/kontraktilitas jantung yang buruk. Jika tekanan darah berhasil dikoreksi setelah pemberian resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah, dan dijumpai adanya gangguan fungsi organ, maka pasien harus mendapat penanganan suportif yang sesuai. Contoh penanganan suportif terhadap fungsi organ adalah dialisis peritoneal, contiuous renal replacement therapy (CRRT) serta ventilasi mekanik. Jika akses intravena tidak bisa didapat dengan segera, maka dapat dicobakan larutan elektrolit oral jika pasien sadar atau cara lain adalah jalur intraosseous. Akses intraosseous merupakan suatu bagian dari upaya untuk menyelamatkan nyawa dan harus bisa dicapai dalam 2-5 menit atau jika telah dua kali mengalami kegagalan dalam mencapai akses vena perifer atau jika jalur oral juga gagal. Manajemen perdarahan masif Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk menghentikan pendarahan jika mungkin. Epistaksis berat, misalnya, dapat dikontrol dengan nasal packing. Transfusi darah harus segera dilakukan dan tidak boleh ditunda sampai nilai HCT mengalami penurunan. Jika jumlah darah yang hilang dapat diukur, maka jumlah tersebut harus digantikan. Namun, jika pengukuran tidak mungkin dilakukan, berikan 10 ml/kg whole blood atau 5 ml/kg packed red cell dan evaluasi respon terapi. Pasien mungkin memerlukan pengulangan satu kali atau lebih. Pada perdarahan saluran cerna, antagonis H-2 dan penghambat pompa proton bisa digunakan, namun belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan efikasinya. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit konsentrat, fresh frozen plasma (FFP) atau kriopresipitat. Penggunaannya dapat memberikan meningkatkan resiko kelebihan cairan. Rekombinan factor VII diketahui bisa bermanfaat pada beberapa pasien yang belum mengalami kegagalan organ, namun harganya sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.
33 Universitas Sumatera Utara
Manajemen pasien berisiko tinggi Pasien obesitas memiliki cadangan pernapasan yang lebih kecil, sehingga perlu mendapat perhatian agar pemberian infus cairan intravena tidak berlebih. Menghitung pemberian cairan resusitasi harus berdasarkan berat badan ideal. Pemberian koloid harus lebih dipertimbangkan pada tahap awal terapi cairan. Setelah stabil, furosemide dapat diberikan untuk menginduksi diuresis. Bayi juga memiliki cadangan kurang pernapasan dan lebih rentan terhadap kerusakan hati dan ketidakseimbangan elektrolit. durasi kebocoran plasma lebih singkat pada bayi, oleh karena itu biasanya cepat memberikan respon dengan resusitasi cairan. Oleh karena itu, bayi harus lebih sering dievaluasi untuk upaya pemberian cairan melalui oral dan juga pemantauan produksi urin. Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien demam berdarah dengan diabetes mellitus. Dalam hal ini kristaloid yang digunakan hendaknya yang tidak mengandung glukosa Wanita hamil dengan demam berdarah harus dirawat segera untuk memantau perjalanan penyakit lebih intens. Perawatan bersama dengan dokter kebidanan, serta spesialisasi anak juga sangat penting. Pada keadaan yang berat, keluarga pasien harus diberikan inform concern. Jumlah dan kecepatan pemberian cairan IV untuk wanita hamil sama dengan wanita tidak hamil yakni menggunakan berat badan pra-hamil untuk menghitung kebutuhan cairan. Respon kardiovaskular terhadap terapi pada DBD dapat menjadi kabur pada pasien penderita hipertensi yang mungkin sedang mengkonsumsi obat anti-hipertensi yang. Baseline tekanan darah pasien perlu diketahui untuk dijadikan acuan penilaian. Tekanan darah yang dianggap normal oleh dokter mungkin saja sebenarnya rendah bagi pasien ini. Terapi anti-koagulan sebaiknya dihentikan sementara waktu selama fase kritis. Penyakit hemolitik dan hemoglobinopati: Pasien-pasien ini beresiko mengalami hemolisis dan kemungkinan akan membutuhkan transfusi darah. Perhatian khusus harus diberikan terhadap terapi hiperhidrasi dan alkalinisasi, dimana prosedur ini dapat menyebabkan kelebihan cairan dan hipokalsemia. Penyakit jantung bawaan dan iskemik: Terapi cairan harus lebih berhati-hati sebab pasien kemungkinan memiliki kapasitas jantung yang lebih rendah
34 Universitas Sumatera Utara
Untuk pasien yang sebelumnya mendapat terapi steroid, pengobatan steroid terus dianjurkan tapi jalur pemberian sebaiknya dapat diubah. Manajemen fase pemulihan Pemulihan dapat dikenali oleh perbaikan dalam parameter klinis, nafsu makan dan keadaan umum. Status hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan kestabilan tanda-tanda vital harus diperhatikan. Penurunan HCT kembali ke baseline atau lebih rendah serta diuresis yang berangsur normal. Cairan intravena harus dihentikan. Pada pasien dengan efusi masif dan ascites, hypervolemia dapat terjadi dan terapi diuretik dapat dipertimbang untuk mencegah edema paru. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya stres dan upaya diuresis harus diimbangi dengan asupan buah-buahan atau suplemen yang kaya akan kalium. Bradikardia cukup sering ditemukan dan pemantauan intensif perlu dilakukan untuk kemungkinan komplikasi yang jarang seperti blok irama jantung atau kontraksi prematur ventrikel (VPC). Pulihnya ruam kulit ditemukan pada 20% -30% dari pasien. Tanda-tanda pemulihan
Nadi, tekanan darah dan laju pernapasan stabil
Suhu normal.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
Nafsu makan membaik.
Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut
produksi urin baik.
Hematokrit yang stabil pada nilai baseline.
Ruam petekie yang muncul pada fase penyembuhan bisa disertai rasa gatal, terutama pada ekstremitas.
Kriteria untuk pemulangan pasien
Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan terapi antidemam.
Nafsu makan membaik.
Perbaikan klinis Terlihat. 35 Universitas Sumatera Utara
Jumlah produksi urine memuaskan.
Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock
Tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan tidak ada ascites.
Jumlah trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk menghindari kegiatan traumatis setidaknya 1-2 minggu hingga trombosit menjadi normal. Pada kebanyakan kasus yang kompleks, trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.
Manajemen komplikasi Komplikasi yang paling umum adalah kelebihan cairan Mendeteksi kelebihan cairan pada pasien
Tanda dan gejala awal termasuk kelopak mata bengkak, perut buncit (ascites), takipnea, dyspnoea ringan.
Tanda-tanda dan gejala lebih lanjut mencakup semua hal di atas, bersama dengan distress pernafasan sedang-berat, sesak napas dan mengi (bukan karena asma) yang juga merupakan tanda awal edema paru interstitial dan krepitasi. Gelisah / agitasi dan kebingungan yang tanda-tanda hipoksia dan kegagalan pernafasan yang mengancam.
Manajemen overload cairan Tinjau kembali total terapi cairan intravena serta perjalanan klinis, lalu periksa dan perbaiki ABCS (Kotak 14). Semua cairan hipotonik harus dihentikan. Pada tahap awal overload cairan, ganti penggunaan
kristaloid menjadi koloid
sebagai cairan bolus. Dekstran 40 cukup efektif dengan dosis 10 ml/kg infus bolus, namun dosis dibatasi untuk 30 ml/kg/hari karena efeknya ke ginjal. Dekstran 40 diekskresikan dalam urin dan akan mempengaruhi osmolaritas urine. Pasien mungkin akan mengalami urin yang karena sifat hiperonkotic dari molekul dekstran 40 (osmolaritas sekitar dua kali lipat dari plasma). Voluven kemungkinan lebih efektif (osmolaritas = 308 mosmole) dan memiliki batas atas dosis adalah 50ml/kg/hari. Namun, tidak ada penelitian telah dilakukan untuk membuktikan efektivitas dalam kasus DBD/SSD. Pada tahap lanjut dari kelebihan cairan atau pasien dengan edema paru nyata, furosemide dapat saja diberikan jika pasien memiliki tandatanda vital stabil. Jika dijumpai kondisi syok bersama-sama dengan kelebihan cairan, maka dapat diberikan 10 ml/kg/jam koloid (dekstran). Begitu tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai 30 menit infus, dapat diberikan dan lanjutkan dengan infus dekstran sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi ke level 1 ml/kg/jam sampai akhirnya dihentikan 36 Universitas Sumatera Utara
saat hematokrit menurun hingga atau di bawah baseline atau dengan perbaikan klinis. Poinpoin berikut harus diperhatikan dalam manajemen overload cairan:
Kateter harus terpasang untuk memantau pengeluaran urin per jam.
Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena sifat dekstran yang hiperonkotik sehingga akan mempertahankan volume intravaskular sementara furosemide akan menguras cairan yang berada di kompartemen intravaskular.
Setelah pemberian furosemide, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15 menit selama satu jam untuk dicatat dampaknya.
Jika tidak ada produksi urin sebagai repon pemberian furosemide, periksa status volume intravaskular (CVP atau laktat). Jika hasilnya cukup baik, gagal ginjal pra-renal dapat dieksklusikan, mengisyatkan bahwa pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan dukungan ventilasi sesegera mungkin. Jika volume intravaskular tidak mencukupi atau tekanan darah tidak stabil, periksa ABCS (Kotak 14) dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya.
Pada keadaan dimana tidak ada respon dari pemberian furosemide (tidak ada urin yang diperoleh), ulangi furosemide dengan dosis dua kali lipat dari dosis sebelumnya. Jika diagnosa gagal ginjal oliguri dapat ditegakkan, maka terapi penggantian ginjal harus dilakukan sesegera mungkin. Kasus-kasus seperti ini memiliki prognosis buruk.
Pungsi pleura dan/atau asites dapat diindikasikan dan merupakan prosedur untuk menyelamatkan nyawa pada kondisi distress pernapasan berat serta kegagalan penanganan. Hal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatik bisa menjadi komplikasi yang paling serius dan mengarah pada kematian. Inform concern tentang komplikasi dan prognosis dengan keluarga yang wajib dilakukan sebelum melakukan prosedur ini.
Manajemen ensefalopati Beberapa pasien DD/DBD dapat muncul dengan manifestasi yang tidak lazim dimana terdapat tanda-tanda dan gejala keterlibatan sistem saraf pusat (SSP), seperti kejang dan/atau koma. Secara umum hal ini lebih terlihat sebagai ensefalopati (bukan ensefalitis) yang dapat terjadi akibat perdarahan intrakranial atau penyumbatan pembuluh darah intrakranial terkait KID ataupun hiponatremia. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak laporan kasus adanya infeksi SSP yang dibuktikan dengan isolasi virus dari cairan serebrospinal
37 Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar pasien penderita ensefalopati yang dilaporkan merupakan ensefalopati hepatikum. Penanganan utama ensefalopati hepatikum adalah mencegah peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Pencitraan radiologi otak (CT scan atau MRI) dianjurkan untuk menyingkirkan perdarahan intrakranial. Berikut ini merupakan rekomendasi perawatan suportif untuk kondisi ensefalopati heatikum:
Pertahankan jalan napas dan oksigenasi yang cukup dengan terapi oksigen. Mencegah / mengurangi TIK dengan langkah-langkah berikut: Cairan IV diberikan dalam jumlah yang seminimal mungkin untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat; idealnya total cairan tidak boleh > 80% pemeliharaan cairan. Segera beralih ke cairan koloid secepatnya jika hematokrit terus meningkat dan jika dibutuhkan jumlah kristaloid yang besar dalam menangani kebocoran plasma yang berat. Berikan diuretik sesuai indikasi pada kasus dengan tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan. Pasien sebaiknya berbaring dengan posisi semifowler (30 derajat) Intubasi lebih awal dapat diindikasikan untuk menghindari hiperkarbia dan untuk melindungi jalan napas. Peggunaan steroid dapat dipertmbangkan untuk mengurangi TIK Dexametasone 0,15 mg/kg/dosis IV menjadi diberikan setiap 6-8 jam.
Produksi amonia diturunkan dengan langkah-langkah berikut: Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam untuk menginduksi diare osmotik. Antibiotik lokal menghilangkan flora usus; antibiotik sistemik tidak perlu diberikan.
Menjaga kadar gula darah pada nilai 80-100 mg/dL. Jika diperlukan, pemberian glukosa dapat dilakukan dengan dosis 4-6 mg/kg/jam.
Koreksi asam-basa dan gangguan keseimbangan elektrolit, misalnya koreksi hipo / hipernatremia, hipo / hiperkalemia, hipokalsemia dan asidosis.
Berikan suntikan vitamin K1 IV; 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg untuk <5 tahun dan 10 mg untuk pasien> 5 tahun dan dewasa.
Antikonvulsan harus diberikan untuk mengendalikan kejang: fenobarbital, dilantin dan diazepam IV sesuai indikasi. 38 Universitas Sumatera Utara
Transfusi darah, sebaiknya packed red cell sesuai indikasi. Komponen darah lainnya seperti trombosit konsentrat dan FFP sebaiknya tidak diberikan karena dapat menyebabkan kelebihan cairan peningkatan ICP.
Terapi antibiotik empiris dapat diindikasikan jika ada dugaan infeksi bakteri sekunder
Penghambat reseptor H-2 atau penghambat pompa proton dapat diberikan untuk mengatasi perdarahan gastrointestinal
Hindari obat yang tidak perlu karena kebanyakan obat harus dimetabolisme oleh hati.
Pertimbangkan plasmapheresis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal jika terjadi perburukan klinis.
Proses perujukan dan transportasi Kondisi yang lebih parah/kasus rumit harus ditangani di rumah sakit di mana hampir semua pemeriksaan laboratorium, peralatan medis, obat-obatan dan fasilitas bank darah tersedia. Para tenaga medis dan keperawatan mungkin lebih berpengalaman dalam perawatan pasien demam berdarah kritis. Pasien-pasien berikut harus dirujuk untuk pemantauan lebih ketat dan memerlukan penanganan khusus di fasilitas perawatan di rumah sakit yang lebih lengkap: Bayi < 1 tahun. Pasien obesitas. Wanita hamil. Syok yang terus menerus Perdarahan yang signifikan. Syok yang berulang 2-3 kali selama pengobatan. Pasien yang tampaknya tidak memberikan respon terhadap terapi cairan konvensional. Pasien yang terus mengalami kenaikan hematokrit dan tidak tersedia cairan koloid. Pasien dengan penyakit dasar yang telah diketahui seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi, penyakit jantung atau penyakit hemolitik. Pasien dengan tanda dan gejala kelebihan cairan. Pasien dengan keterlibatan satu organ / multipel. Pasien dengan manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, semi-koma, koma, kejang, dll 39 Universitas Sumatera Utara
Prosedur rujukan Diskusi dan sesi konseling dengan keluarga. Terlebih dahulu hubungi RS tujuan rujukan; berkomunikasi dengan dokter dan perawat yang bertanggung jawab. Stabilisasi pasien sebelum dirujuk. Pastikan bahwa surat rujukan harus berisi informasi tentang kondisi klinis, parameter pemantauan (hematokrit, tanda-tanda vital, asupan/output), dan perkembangan penyakit termasuk semua temuan laboratorium penting. Perawatan selama transportasi. Kecepatan dan jumlah cairan IV sangat penting selama periode ini. Cairan sebaiknya diberikan pada kecepatan relatif lambat yakni sekitar 5 ml/kg/jam untuk mencegah overload cairan. Setidaknya ssatu orang perawat harus menemani pasien di perjalanan. Pasien sudah harus diperiksa oleh dokter spesialis segera setelah mereka tiba di rumah sakit rujukan. Kesiapan manajemen klinis dalam mengahadapi wabah infeksi dengue Saat ini terdapat peningkatan kejadian wabah demam berdarah di banyak negara di seluruh dunia. Berikut ini elemen yang direkomendasikan untuk kesiapan manajemen klinis dengue: Pengorganisasian tim reaksi cepat yang dikoordinir oleh program nasional: Pelayanan kesehatan garis terdepan. Gawat darurat. Tim medis. Tim laboratorium. Tim epidemiologi. Personil (yang akan direkrut, dilatih dan ditugaskan tugas yang sesuai): Dokter. Perawat. Petugas kesehatan. Personil administrasi Panduan Praktik Klinis (PPK) (personil yang disebutkan di atas harus menjalani pelatihan singkat dalam pelaksanaan PPK). Obat-obatan dan cairan: Parasetamol. 40 Universitas Sumatera Utara
Cairan rehidrasi oral. Cairan IV Kristaloid: dan Dextrose 5% dalam larutan isotonik normal salin 0,9% (D/ NSS), Dextrose Aectated Ringer (DAR) 5%, Dextrose Lactated Ringer (DLR) 5% Cairan koloid-hiperonkotic (plasma expander): dekstran-40 dalam NSS10%. Glukosa 20% atau 50%. Vitamin K1. Kalsium glukonat. Larutan kalium klorida (KCl). Natrium bikarbonat. Peralatan dan perlengkapan: Cairan IV dan akses vaskular, termasuk vena kulit kepala, gunting, kapas, kain kasa dan alkohol 70%. Oksigen dan transpor tabung oksigen. Sphygmomanometer dengan tiga ukuran manset yang berbeda. Mesin pemeriksaan darah lengkap otomatis Sentrifugator Mikro (untuk penentuan hematokrit). Mikroskop (untuk estimasi jumlah trombosit). Glukometer (untuk kadar gula darah). Laktatemeter. Dukungan Laboratorium: Dasar
Hitung darah lengkap (CBC): hematokrit, sel darah putih (WBC), hitung trombosit dan diferensial darah.
Kasus yang lebih kompleks: Gula darah Pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, kreatinin) Elektrolit, kalsium. Analisa gas darah
41 Universitas Sumatera Utara
Koagulogram: waktu tromboplastin parsial (PTT), waktu protrombin (PT), waktu trombin (TT). Foto torak X-ray Ultrasonografi. Bank Darah: Fresh whole blood, packed red scell serta trombosit konsentrat.
42 Universitas Sumatera Utara