PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM: ANTARA KEPASTIAN DAN KEADILAN Yayang Susila Sakti Ahmad Rifai and Partners Jl. Bagawanta Bhahari No. 30, Katang Email:
[email protected]
Abstract Reconsideration is the final remedy proposed by terpidana or his heirs. But in criminal justice practices in Indonesia, remedy reconsideration may be filed by the Public Prosecutor. This is because in Article 263 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code does not regulate the prohibition on the Public Prosecutor to submit a review. As in several Supreme Court decision allowed for the Public Prosecutor to submit a review. This paper seeks to analyze the reasons for the Public Prosecutor filed a review and reconsideration of the concept of regulation by the Public Prosecutor to come. This paper is based on a review of normative, with the approach of legislation, case approach, the comparative approach and the conceptual approach. According to the results of the research explained that the reason the Public Prosecutor filed a review because there is new evidence (Novum), the availability of independent judgment or the last, and in the magnitude of permanent legal verdict was not there when the verdict pemidanaan proved the existence of a criminal act. Some assurance of certainty and justice in the Criminal Law of event, it is necessary to pay attention to the rights of terpidana. Reconsideration should be preferred terpidana interest but without override the public interest, therefore, to be formulated in a review by the Law. Key words: judicial review, public prosecutor, justice, certainty
Abstrak Peninjauan kembali adalah upaya hukum terakhir yang diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Namun dalam praktik peradilan pidana di Indonesia, upaya hukum peninjauan kembali dapat diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini dikarenakan di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP tidak mengatur larangan mengenai Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan peninjauan kembali. Di dalam beberapa Putusan Mahkamah Agung diperbolehkan bagi Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan peninjauan kembali. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa alasan bagi Jaksa Penuntut Umum mengajukan peninjauan kembali dan konsep pengaturan peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut Umum yang akan datang. Tulisan ini dibuat berdasarkan penelitian normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual. Hasil kajian/ penelitian menunjukkan bahwa alasan Jaksa Penuntut Umum mengajukan peninjauan kembali dikarenakan adanya bukti baru (novum), adanya putusan bebas atau lepas, dan di dalam putusan telah berkekuatan hukum tetap tidak terdapat putusan pemidanaan padahal terbukti adanya suatu perbuatan pidana. Agar terjaminnya kepastian dan keadilan di dalam Hukum Acara Pidana, maka perlu memperhatikan hak-hak terpidana. Peninjauan kembali sepatutnya lebih mengutamakan kepentingan terpidana namun tanpa mengesampingkan kepentingan umum, oleh karena itu perlu diformulasikan peninjauan kembali demi hukum. Kata kunci: peninjauan kembali, jaksa penuntut umum, keadilan, kepastian 68
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
Latar Belakang
69
Peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut
Kitab Undang-undang Hukum Acara
Umum terhadap putusan pengadilan yang
Pidana (KUHAP) pasal 263 ayat (1) disebutkan
merupakan putusan bebas atau lepas dari
bahwa untuk memenuhi rasa keadilan bagi
segala
para pencari keadilan, dibuka kemungkinan
mengingat di dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP
upaya hukum bagi terpidana, yaitu perkara
menentukan
yang sudah diputus oleh pengadilan dan
peninjauan kembali hanya terpidana atau
putusan tersebut sudah berkekuatan hukum
ahli warisnya kecuali putusan bebas atau
tetap yaitu melalui Peninjauan Kembali (PK)
lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam hal
kepada Mahkamah Agung. Dalam praktik
ini pihak yang berkepentingan mengajukan
hukum perumusan Pasal 263 Kitab Undang-
peninjauan kembali mengenai putusan bebas
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah
atau lepas dari segala tuntutan hukum adalah
menimbulkan polemik dan pendapat yang
Jaksa Penuntut Umum.
kontroversial di kalangan praktisi, akademisi dan pejabat penegak hukum. Sebagian di antara mereka menyatakan bahwa yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) hanyalah terpidana atau ahli warisnya. Pasal 263 terdiri dari 3 (tiga) ayat, yaitu ayat (1) mengatur haknya terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan PK, ayat (2) menganut tentang dasar alasan atau persyaratan untuk mengajukan PK dan ayat (3) yang sering dilupakan dan dianggap tidak ada oleh sebagian praktisi, yaitu mengatur tentang haknya pihak lain yang bukan terpidana atau ahli warisnya. Pihak yang tidak disebutkan secara eksplisit ini baru mempunyai hak dalam arti dapat mengajukan PK apabila ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan dianggap terbukti akan tetapi tidak diikuti dengan penjatuhan pidana. Oleh karena pihak tersebut bukanlah terpidana melainkan Jaksa Penuntut Umum
tuntutan
hukum
yang
dapat
berhak
diterima
mengajukan
Peninjauan Kembali dibentuk ditujukan bagi
kepentingan
terpidana,
bukan
kepentingan negara atau korban.Ketentuan ini berpijak pada dasar filosofi, bahwa negara telah salah mempidana penduduk yang tidak berdosa yang dapat diperbaiki lagi dengan upaya hukum biasa.Tidak dibenarkan negara berdiam diri menghadapi penduduk yang tidak berdosa terlanjur dipidana.Putusan menjatuhkan pidana pada orang yang tidak bersalah yang telah tetap, membawa akibat telah dirampasnya keadilan dan hak-hak terpidana secara tidak sah.Negara telah berdosa mempidana penduduk negara yang tidak besalah.Bentuk penebusan dosa tersebut yakni
negara
memberikan
hak
kepada
terdakwa untuk melawan putusan yang salah tersebut. PK berfungsi untuk mengembalikan hak dan keadilan terpidana yang terlanjur dirampas negara secara tidak sah.1
(JPU). 1 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, 2010, hlm. 3-4.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
70
Menurut Andi Hamzah, dalam Pasal 263
terpidana Syahril Sabirin selaku Gubernur
ayat (3) KUHAP menjelaskan terhadap suatu
Bank Indonesia. Dalam tuntutannya JPU
putusan pengadilan yang telah memperoleh
menyatakan bawha Syahril terbukti secara sah
kekuatan
diajukan
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
permintaan PK apabila dalam putusan itu suatu
pidana korupsi yang dilakukan secara bersama
perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan
dan berlanjut sebagaimana diatur dalam dan
terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu
diancam dengan pidana dalam Pasal 1 ayat
pemidanaan. Dalam hal ini tujuan PK tersebut
(1) sub a jo. Pasal 28 Undang-Undang No. 3
adalah untuk merehabilitasi nama terdakwa.2
Tahun 1971 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal
Menghadapi problema yuridis hukum
64 KUHP jo. Undang-Undang No. 31 Tahun
hukum
tetap
dapat
acara pidana dimana tidak diatur di dalam
1999 dalam dakwaan primair.
KUHAP mengenai PK oleh Jaksa Penuntut
Sedangkan pada putusan Mahkamah
Umum (JPU). Sehingga diwujudkan dalam
Agung tanggal 18 Juli 2007 No. 84 PK/
beberapa Putusan Mahkamah Agung pada
Pid/2006 H. Mulyar. Dalam tuntutannya JPU
tanggal 25 Oktober 1996 No.55 PK/Pid/1996
menyatakan bahwa H. Mulyar terbukti secara
dengan
Pakpahan
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
melakukan tindak pidana penghasutan yang
tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur
dilakukan secara berlanjut dan menyebar
dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3)
luaskan tulisan yang isinya menghasut diatur
huruf h, huruf j Yo Pasal 78 ayat (7) Undang-
dalam Pasal 160 yo Pasal 64 ayat (1) Kitab
Undang RI. No. 41 tahun 1999 tentang
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan
Kehutanan jo Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP.
Pasal 161 ayat (1) KUHP.
Dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh)
terpidana
Mochtar
Putusan Mahkamah Agung tanggal 25
tahun, dan denda sebesar Rp.1.000.000,00
Januari 2008 No.109 PK/Pid/2007 dengan
(satu juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan
terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto.
kurungan menolak peninjauan kembali oleh
Dalam tuntutan JPU, Pollycarpus dituntut
JPU.
telah melakukan tindak pidana pembunuhan
Berdasarkan uraian di atas telah terjadi
berencana dan menggunakan surat palsu
perbedaan penafsiran mengenai peninjauan
sebagaimana terdapat dalam Pasal 340 KUHP
kembali oleh JPU
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal
perdebatan antara pencarian keadilan dan
263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
tercapainya kepastian hukum. Fenomena
KUHP.
ini dikhawatirkan akan berimplikasi pada
Putusan
Mahkamah
Agung
tanggal
sehingga menimbulkan
terganggunya keseimbangan antara proses
8 Juni 2009 No.7 PK/Pid/2009 dengan 2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 306.
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
71
keadilan dengan kepastian hukum sebagai
dilihat dari tujuan hukum, untuk merumuskan
tujuan hukum.
pengaturan hukum peninjauan kembali oleh
Kepastian hukum selalu berbenturan
JPU yang akan datang.
dengan keadilan, oleh karena itu penulis ingin
Adapun manfaat-manfaat yang penulis
meneliti batasan PK yang diajukan oleh JPU
harapkan dari penelitian ini, yakni manfaat
apakah telah sesuai dengan tujuan atau cita
secara teoretis dan manfaat secara praktis.
Negara Indonesia sehingga dapat tercipta
Manfaat
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum
diharapkan dapat memberikan sumbangan
untuk menciptakan ketertiban di masyarakat
pemikiran ilmiah bagi ilmu hukum dan Hukum
sehingga
Acara Pidana pada khususnya yang secara
kepentingan
manusia
dapat
terlindungi. Peraturan PK yang terdapat di dalam Pasal 263 KUHAP dianggap kurang sesuai lagi
teoretis
penelitian
hukum
ini
substansial lebih terfokus upaya peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut Umum dalam konteks Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
dengan perkembangan hukum di Indonesia
Jenis Penelitian yang digunakan dalam
saat ini. Oleh karena itu penulis akan meneliti
penelitian ini adalah yuridis normatif. Adapun
mengenai bagaimana seharusnya peraturan
alasan
PK dituangkan di dalam KUHAP yang
normatif ini karena permasalahan yang
akan datang, tanpa melepaskan asas yang
diteliti berkaitan erat dengan pengungkapan
terkandung dalam Pancasila dan Undang-
seberapa jauh KUHAP mengatur tentang
Undang Dasar 1945.
peninjauan kembali oleh JPU. Penelitian
Dengan demikian rumusan masalah pada
ini
digunakannya
menggunakan
penelitian
pendekatan
yuridis
undang-
tulisan ini yaitu:
undang (statute approach) dilakukan dengan
1. Apa alasan yang menjadi dasar pembenar
menelaah semua undang-undang dan regulasi
JPU mengajukan peninjauan kembali? 2. Bagaimana peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut Umum dilihat dari perspektif tujuan hukum?
yang bersangkut paut dengan isu pengajuan peninjauan kembali oleh JPU. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara
3. Bagaimana kebijakan hukum pidana
melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
tentang peninjuan kembali oleh Jaksa
berkaitan dengan peninjauan kembali oleh
Penuntut Umum yang akan datang?
jaksa penuntut umum yang telah menjadi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
putusan pengadilan yang telah berkekuatan
menjelaskan dan menganalisa alasan-alasan
hukum tetap. Beberapa putusan yang akan
yang menjadi dasar peninjauan kembali dapat
dianalisa oleh penulis, Mahkamah Agung
diajukan oleh JPU, untuk menjelaskan dan
pada tanggal 25 Oktober 1996 No.55 PK/
menganalisa peninjauan kembali oleh JPU
Pid/1996 dengan terpidana Mochtar Pakpahan
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
72
melakukan tindak pidana penghasutan yang
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
dilakukan secara berlanjut dan menyebar
tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur
luaskan tulisan yang isinya menghasut diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3)
dalam Pasal 160 yo Pasal 64 ayat (1) KUHP
huruf h, huruf j Yo Pasal 78 ayat (7) Undang-
dan Pasal 161 ayat (1) KUHP.
Undang RI. No. 41 tahun 1999 tentang
Putusan Mahkamah Agung tanggal 25
Kehutanan jo Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP.
Januari 2008 No.109 PK/Pid/2007 dengan
Dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh)
terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto.
tahun, dan denda sebesar Rp.1.000.000,00
Dalam tuntutan JPU, Pollycarpus dituntut
(satu juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan
telah melakukan tindak pidana pembunuhan
kurungan menolak peninjauan kembali oleh
berencana dan menggunakan surat palsu
Jaksa Penuntut Umum.
sebagaimana terdapat dalam Pasal 340 KUHP
Pendekatan Komparatif (Commparative
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal
approach) dilakukan dengan membandingkan
263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
undang-undang hukum acara pidana Indonesia
KUHP.
dengan hukum acara pidana Negara Belanda,
Putusan
Mahkamah
Agung
tanggal
juga dapat diperbandingkan di samping
8 Juni 2009 No.7 PK/Pid/2009 dengan
undang-undang juga putusan pengadilan di
terpidana Syahril Sabirin selaku Gubernur
beberapa Negara untuk kasus yang sama.
Bank Indonesia. Dalam tuntutannya Jaksa
Pendekatan
Konseptual
Penuntut Umum menyatakan bawha Syahril
Approach)
beranjak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
pandangan
dan
melakukan tindak pidana korupsi yang
berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan
dilakukan secara bersama dan berlanjut
demikian peneliti akan menemukan ide yang
sebagaimana diatur dalam dan diancam
melahirkan
dengan pidana dalam Pasal 1 ayat (1) sub a jo.
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum
Pasal 28 Undang-Undang No. 3 Tahun 1971
yang relevan dengan isu peninjauan kembali
jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 KUHP
oleh JPU.
jo. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dalam dakwaan primair.
dari
(Conceptual pandangan-
doktrin-doktrin
pengertian-pengertian
yang
hukum,
Teori Hukum yang digunakan adalah yaitu Teori Sistem Peradilan Pidana untuk
Putusan Mahkamah Agung tanggal 18
membahas rumusan masalah pertama, Teori
Juli 2007 No. 84 PK/Pid/2006 H. Mulyar.
Tujuan Hukum untuk membahas rumusan
Dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum
masalah kedua dan Teori Kebijakan Hukum
menyatakan bahwa H. Mulyar terbukti secara
Pidana untuk membahas rumusan masalah ketiga.
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
73
Metode analisis yang digunakan dalam
dan dipidana dengan kurungan 3 (tiga) tahun
penelitian ini adalah teknik analisis yang
penjara.4 Putusan banding di Pengadilin
bersifat
Tinggi Medan dalam amarnya menguatkan
kualitatif,3
mengutamakan
yakni
analisis
kedalaman/kualitas
yang bahan
putusan PN Medan.
hukum. Analisis kualitatif ini digunakan
Di tingkat Kasasi Mahkamah Agung
dalam mengkaji bahan hukum sekunder,
mengabulkan permohonan Muchtar Pakpahan
dengan menggunakan logika berfikir deduktif.
dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Logika berfikir deduktif dilakukan dalam
Medan.Dengan amar putusan menyatakan
memaparkan dan menjelaskan secara rinci dan
terdakwa tidak terbukti secara sah dan
mendalam, untuk mengungkapkan konsep/ide
meyakinkan bersalah melakukan kejahatan
dasar pengaturan peninjauan kembali oleh
yang didakwakan kepadanya, membebaskan
jaksa penuntut umum yang ideal dalam sistem
terdakwa
hukum di Indonesia.
memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, Berdasarkan
A. Pengajuan Peninjauan Kembali Jaksa
semua
dakwaan,
dan
kedudukan dan harkat martabatnya.
Pembahasan
oleh
dari
Penuntut
Umum
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Pada tahun 1996 untuk pertama kalinya JPU mengajukan PK dengan terdakwa Mochtar Pakpahan, seorang aktivis buruh pada masa itu. Dalam tuntutannya Jaksa menyatakan Muchtar Pakpahan melakukan tindak pidana penghasutan yang dilakukan secara berlanjut dan menyebar luaskan tulisan yang isinya menghasut diatur dalam Pasal 160 yo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 161 ayat (1) KUHP, dengan pidana 4 (empat) tahun penjara. Putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 7 Nopember 1994 menyatakan bahwa Muchtar Pakpahan terbukti bersalah
surat
permohonan
PK
tertanggal 18 Maret 1996 Jaksa Penuntut Umum memberikan alasan-alasan sebagai berikut:5 1. Hak
JPU
adalah
dalam
dalam
mengajukan
kepastiannya
PK
sebagai
penuntut umum yang mewakili Negara dan kepentingan umum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Dengan demikian kembali
permintaan bukan
karena
peninjauan kepentingan
JPU atau Lembaga Kejaksaan, tetapi untuk
kepentingan
Negara/
umum.
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat bersama
dan/atau
kepentingan
pembangunan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hlm. 47- 48. 4 Putusan Mahkamah Agung Nomor 55 PK/PID/1996. 5 Ibid.
74
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
2. Belum adanya pengaturan yang tegas
telah
memperoleh
kekuatan
hukum
dalam KUHAP mengenai Hak Jaksa
tetap, kecuali putusan bebas atau lepas
mengajukan PK, memerlukan suatu
dari segala tuntutan hukum, terpidana
tindakan hukum untuk memperjelas
atau ahli warisnya dapat mengajukan
hak JPU mengajukan PK yang tersirat
permintaan peninjauan kembali kepada
dalam peraturan perundang-undangan.
Mahkamah Agung”. Di dalam Pasal 263
Berdasarkan penjelasan Pasal 32 huruf
tidak secara tegas menyatakan bahwa
c Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991
JPU berhak mengajukan PK kepada
tentang Kejaksaan Agung RI yang
Mahkamah Agung, namun tidak juga
dimaksud dengan kepentingan umum
melarang JPU melakukannya. Adalah
adalah kepentingan bangsa dan Negara
wajar apabila terhadap putusan bebas
serta kepentingan masyarakat luas. Dalam
atau lepas dari segala tuntutan hukum
ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang
oleh
GBHN dijelaskan bahwa pembangunan
dikecualikan tersebut adalah hak JPU
materi hukum ialah antara lain dengan
untuk mengajukan PK sebagai pihak
pembentukan
hukum.
yang berkepentingan, selama terdapat
pembentukan
hukum
Sebagaimana tidak
terpidana
atau
ahli
warisnya
hanya
dasar yang cukup sebagaimana diatur
membentuk suatu perundang-undangan
dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP. Pasal
yang baru tetapi juga menciptakan hukum
263 ayat (3) KUHAP menyatakan “Atas
melalui Yurisprudensi.
dasar alasan yang sama sebagaimana
3. Dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
menjadi
yang telah memperoleh kekuatan hukum
dasar pengajuan PK oleh JPU adalah
tetap dapat diajukan permintaan PK
Pasal
apabila dalam putusan itu suatu perbuatan
21
yang
tersebut pada ayat 2 terdapat putusan
Undang-undang
No.
14
Tahun 1970 “Apabila terdapat hal-hal
yang
atau keadaan yang ditentukan dengan
terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh
undang-undang terhadap putusan yang
suatu pemidanaan”, dari ketentuan Pasal
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
263 ayat (3) KUHAP tentunya tidak
dapat dimintakan PK kepada Mahkamah
mungkin terpidana atau ahli warisnya
Agung dalam perkara perdata dan pidana
akan menggunakan ketentuan pasal ini
oleh
Pihak
sebagai dasar untuk menguntungkan
yang berkepentingan dalam perkara
bagi dirinya. Dengan demikian ketentuan
pidana adalah JPU dan Terpidana.
tersebut diperuntukkan bagi JPU sebagai
Menurut Pasal 263
ayat (1) KUHAP
pihak yang berkepentingan. Menurut
“Terhadap putusan pengadilan yang
Andi Hamzah, kurang adil apabila dalam
yang
berkepentingan”.
didakwakan
telah
dinyatakan
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
keputusan itu JPU tidak diberikan hak
75
2. Melaui penafsiran Pasal 244 KUHAP
dan kewenangan mengajukan PK. Di
tersebut
Hakim
menentukan
bahwa
sisi lain dalam Reglement op de straf
terdapat 2 (dua) macam putusan bebas,
vordering dan PERMA No. 1 tahun 1969
yakni putusan bebas murni dan bebas
serta PERMA No. 1 tahun 1980, terdapat
tidak murni, putusan bebas murni tidak
ketentuan bahwa yang harus mengajukan
dapat dimintakan kasasi, sedangkan
permohonan PK adalah Jaksa Agung,
bebas tidak murni dapat dimintakan
terpidana atau pihak yang berkepentingan.
kasasi. Penafsiran putusan Hakim ini
Dapat diyakini bahwa pemikiran yang
lama-lama menjadi yurisprudensi tetap.
terkandung dalam perundang-undangan
3. Menurut Pasal 21 Undang-undang No.
lama tersebut tetap menjadi sumber
14 Tahun 1970, “Apabila terdapat hal-hal
inspirasi dalam merumuskan ketentuan-
atau keadaan-keadaan yang ditentukan
ketentuan KUHAP, sehingga peninjauan
dengan undang-undang, terhadap putusan
kembali dapat diajukan pula oleh JPU.
pengadilan
yang
telah
memperoleh
Berdasarkan pertimbangan hakim alasan-
kekuatan hukum tetap dapat dimintakan
alasan JPU mengajukan PK dapat dibenarkan
peninjauan kembali kepada Mahkamah
adalah sebagai berikut:6
Agung, dalam perkara perdata dan pidana
1. Hukum terbentuk antara lain melalui
oleh pihak-pihak yang berkepentingan”.
putusan-putusan Hakim, seperti halnya
Bahwa dalam perkara pidana terdapat 2
dalam masalah permohonan kasasi. Pasal
(dua) pihak yang berkepentingan yakni
244 KUHAP menentukan “Terhadap
yang pertama adalah Terdakwa dan
putusan perkara pidana yang diberikan
yang lainnya adalah JPU yang mewakili
pada tingkat terakhir oleh pengadilan
kepentingan umum/Negara.
lain selain dari pada Mahkamah Agung,
4. Di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP
Terdakwa atau Penuntut Umum dapat
mengatur “Terhadap putusan pengadilan
mengajukan kasasi kepada Mahkamah
yang telah memperoleh kekuatan hukum
Agung kecuali terhadap putusan bebas”.
tetap, kecuali putusan bebas atau lepas
Menegasakan bahwa permohonan kasasi
dari segala tuntutan hukum, terpidana
terhadap putusan pengadilan, kecuali
atau ahli warisnya dapat mengajukan
putusan bebas dapat dimintakan kasasi,
permintaan peninjauan kembali kepada
atau dengan kata lain putusan bebas
Mahkamah Agung”. Artinya putusan
dengan tegas tidak dapat dimintakan
pengadilan yang bukan putusan bebas
kasasi.
atau lepas dari tuntutan hukum dapat
6 Ibid.
76
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
diajukan permohonan PK oleh terpidana
dalam rangka menerapkan asas keseimbangan
atau ahliwarisnya, sedang putusan bebas
antara hak asasi dari termohon PK yaitu JPU
atau lepas dari tuntutan hukum tidak
sebagai pihak yang mewakili kepentingan
dengan tegas ditentukan atau tidak diatur,
umum, kepentingan masyarakat, termasuk
dengan kata lain tidak ada larangan untuk
kepentingan pembangunan negara kesatuan
dimintakan PK oleh JPU.
republik
5. Bahwa dengan demikian Pasal 263 ayat (1) KUHAP adalah ditujukan kepada terpidana atau ahli warisnya.
indonesia
sebagai
kepentingan
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu PK oleh JPU dapat diterima. Bahwa
dalam
ketentuan
Pasal
266
Di sisi lain Pasal 263 ayat (3) KUHAP
ayat (3) KUHAP, mengatur “Pidana yang
menentukan “Atas dasar alasan yang
dijatuhkan dalam putusan PK tidak boleh
sama sebagaimana tersebut pada ayat (2)
melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam
terhadap suatu putusan pengadilan yang
putusan semula”, tidak berlaku dalam hal ini,
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena ketentuan tersebut hanya berlaku bagi
dapat diajukan permintaan peninjauan
putusan yang menjatuhkan suatu pemidanaan,
kembali apabila dalam putusan itu
sedangkan Putusan Mahkamah Agung dalam
suatu perbuatan yang didakwakan telah
kasasi yang diajukan oleh Muchtar Pakpahan
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak
tidak menjatuhkan pemidanaan. Oleh karena
diikuti oleh suatu pemidanaan”. Pasal
itu dalam amar putusannya Mahkamah
ini ditujukan kepada JPU karena sebagai
Agung mengabulkan permohonan peninjauan
pihak
kembali oleh JPU dan membatalkan putusan
yang
paling
berkepentingan,
JPU yang telah berhasil membuktikan
Kasasi.
Menghukum
Mochtar
Pakpahan
dakwaanya di muka sidang dan hakim
dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun
menyatakan dalam putusannya bahwa
penjara.
Terdakwa telah bersalah melakukan
Pada tanggal 25 Januari 2008 Mahakamah
perbuatan yang didakwakan kepadanya,
Agung mengabulkan permohonan peninjauan
akan tetapi diikuti oleh pemidanaan dalam
kembali oleh JPU dalam perkara Pollycarpus
putusan hakim tersebut, sebagaimana
Budihari Priyanto. Dalam tuntutan JPU,
ditentukan oleh undang-undang. Jadi
Pollycarpus
JPU yang paling berkepentingan agar
tindak pidana pembunuhan berencana dan
putusan
menggunakan
pengadilan
tersebut
diubah
dituntut surat
telah palsu
melakukan sebagaimana
sehingga putusan yang berisi pernyataan
terdapat dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55
kesalahan
ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2)
terdakwa
tersebut
diikuti
dengan pemidanaan atas diri terpidana. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas 7 Putusan Mahkamah Agung Nomor 109/PK/Pid/2007.
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan pidana penjara selama seumur hidup.7
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
Dalam amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat
menentukan
Pollycarpus
77
2. Bahwa pertimbangan Mahkamah Agung tentang
putusan
Pengadilan
Tinggi
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
Jakarta, jelas memperlihatkan suatu
melakukan perbuatan pidana “turut melakukan
kekhilafan hakim atau kekeliruan yang
pembunuhan
nyata.
berencana”
dan
“turut
melakukan pemalsuan surat” dengan hukuman
3. Bahwa
Mahkamah
Agung
selaku
14 (empat belas) tahun penjara. Dalam
judex facti telah salah menerapkan
Banding Pengadilan Tinggi Jakarta yang amar
hukum pembuktian, seharusnya dengan
putusannya menerima permintaan banding
pertimbangannya tersebut menghasilkan
dari Jaksa Penuntut Umum dan Pollycarpus,
kesimpulan bahwa putusan judex facti
menguatkan
harus
Putusan
Pengadilan
Negeri
dibatalkan,
byukan
dakwaan
Jakarta Pusat. Dalam Kasasi, Mahkamah
tidak terbukti. Atas dasar pembatalan
Agung dalam amar putusannya menolak
tersebut maka sesuai dengan ketentuan
permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum
pasal 50 ayat (2) UU. No. 14 tahun
dan mengabulkan permohonan kasasi dari
1985 yang diubah dengan UU. No. 5
Pollycarpus. Menyatakan Pollycarpus tidak
tahun 2004 tentang Mahkamah Agung,
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
akan mengadili sendiri dengan memakai
melakukan tindak pidana dalam dakwaan
hukum pembuktian yang beraku bagi
kesatu dan membebaskan dari dakwaan ke
Pengadilan
satu.Menyatakan Pollycarpus terbukti secara
disini bahwa Majelis Hakim Kasasi
sah dan meyakinkan bersalah meakukan
telah khilaf dan keliru dengan langsung
tindak pidana “menggunakan surat palsu” dan
menyimpulkan
Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2
Agung berpendapat bahwa unsur-unsur
(dua) tahun.
dari dakwaan kesatu tidak terpenuhi,
Tingkat
Pertama.
bahwa
Jelas
Mahkamah
Surat permohonan PK diserahkan ke pada
sehingga dakwaan kesatu tidak terbukti
kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
secara sah dan meyakinkan. Oleh karena
pada tanggal 26 Juli 2007 dari JPU dengan
itu terdakwa dibebaskan dari dakwaan
alasan sebagai berikut:
tersebut. Pertimbangan tersebut adalah
1. Bahwa kekhilafan atau kekeliruan yang
pertimbangan tentang judex facti telah
terlihat pada pertimbangan-pertimbangan
salah menerapkan hukum pembuktian
yang
bukanlah pertimbangan tentang unsur
menjadi
dasar
amar
putusan
Pengadilan Tinggi dalam Banding yang
delik
yang
didakwakan.
Kesalahan
Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
nyatanya adalah kesimpulan tersebut
Jakarta Pusat.
ditarik tanpa pertimbangan yang jelas
78
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
melaggar pasal 25 UU. No. 4 tahun
terhadap korban Munir tidak terlepas
204 tentang kekuasaan kehakikam yang
dari
berbunyi “segala putusan pengadilan
terpidana. Jika mempergunakan surat
selain harus memuat alasan dan dasar
palsu terbukti, maka pembunuhan yang
putusan tersebut, memuat pula pasal
didakwakan terhadap terpidana harusnya
tertentu
juga terbukti.
dari
undangan
peraturan
yang
perundang-
bersangkutan
penggunaan
surat
palsu
oleh
atau
5. Bahwa segala perbuatan yang berhubngan
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dengan surat palsu tersebut, yang ada
dasar untuk mengadili. Ketentuan pasal
hubungannya dengan kematian Munir
tersebut sesuai dengan ketentuan pasal
dikaitkan dengan keterangan saksi dan
197 ayat (1) butir d yang berbunyi
keteragan terdakwa adalah merupakan
“pertimbangan yang disusun secara
bukti petunjuk dan juga dikenal dalam
ringkas
hukum pembuktian sebagai bukti berantai
mengenai
fakta-fakta
dan
keadaan beserta alat pembuktian yang
(ketting bewijs)
diperoleh dari pemeriksaan sidang yang
6. Ditemukannya keadaan baru (novum)
menjadi dasar penentuan kesalasahan”.
sesuai dengan ketentuan pasal 263
Suatu putusan tanpa dasar atau kurang
ayat (2) huruf a KUHAP, bahwa salah
dasar adalah batal demi hukum (pasal
satu
197 ayat (2) KUHAP)
kembali adalah apabila terdapat keadaan
alasan
diajukannya
peninjauan
4. Bahwa judec jurist telah keliru atau
baru yang menimbulkan dugaan kuat,
salah dalam pertimbangannya, sehingga
bawha keadaan itu sudan diketahui
menyatakan judec factie salah dalam
pada waktu siding masih berlangsungm
menerapkan
pembuktian.
maka hasilnya akan menjadi putusan
Pertimbangan tersebut didasarkan atas
berbeda. Berdasarkan hasil penyelidikan
penilaian terhadap sebagian fakta-fakta
telah ditemukan keadaan baru berupa
hukum yang terungkap di persidangan
keterangan saksi, tersangka dan ahli.
hukum
dengan tidak menghubungkan Antara
Dalam
pertimbangannya
fakta yang satu dengan fakta yang
Agung
lainnya. Dalam pertimbangan judec
Mahkamah Agun tanggal 25 Oktober 1996
jurist tersebut terdaoat kekeliruan yang
No. 55 PK/Pid/1996, yang secara formal
nyata mengenai hukum pembuktian
telah
dan fakta kejadian. Antara lain, Majelis
kembali yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Kasasi tidak mempertimbangkan hal-hal
Umum terhadap putusan Pengadilan yang
yang menyangkut penggunaan surat
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
palsu,
yang merupakan putusan bebas. Untuk
dimana
karena
pembunuhan
memperhatikan
Mahkamah
menerima
permintaan
yurisprudensi
peninjauan
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
79
memelihara keseragaman putusan Mahkamah
Oleh karena itu KUHAP harus secara
Agung (consistency in Court decicion),
maksimal digunakan untuk mendapatkan
maka Mahkamah Agung dalam memeriksa
kebenaran materiil dengan cara melakukan
dan mengadili perkara PK terpidana tersebut
penafsiran ekstensif terhadap ketentuan-
mengikuti pendapat Mahkamah Agung dalam
ketentuannya, dan dalam hal ini khusunya
putusannya tanggal 25 Oktober 1996 No.
terhadap
55PK/Pid/1996.8
memungkinkan
Pasal
263 JPU
KUHAP dapat
dengan
mengajukan
Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP tidak
permintaan PK terhadap putusan yang telah
secara tegas melarang JPU mengajukan PK
memperoleh kekuatan hukum yang tetap yang
terhadap putusan vrijspraak dan onslag van
merupakan putusan bebas atau lepas dari
alle vervolging sehingga yang berkepentingan
segala tuntutan hukum.
adalah JPU. Di atur juga di dalam Pasal
Beberapa ketentuan-ketentuan yang dapat
263 ayat (3) KUHAP apabila suatu putusan
dijadikan acuan PK oleh JPU: 1. Pasal 248 ayat (3) Undang-undang no. 31 Tahun 1997, menentukan “atas dasar alasan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, Oditur dapat mengajukan permintaan PK apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan sudah dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan”.
dinyatakan terbukti namun tidak diikuti dengan pemidanaan maka hal ini tidak mungkin dimanfaatkan oleh terpidana atau ahli warisnya sebab akan merugikan yang bersangkutan, sehingga logis bila kepada JPU diberikan hak untuk mengajukan PK. Berdasarkan
pedoman
pelaksanaan
KUHAP yang dikeluarkan Menteri Kehakiman “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaktidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang didakwa itu dapat dipersalahkan”. 8 Ibid.
2. Article 84 Statue of International Criminal Court pada pokoknya menentukan “1. The convicted person or, after death, spouses, children, parents, or one person alive at the time of the accused’s death who has been given express written instructions from the accused to bring such a claim or the prosecutor on the person’s behalf, may apply to the Chamber to rivise the final judgement of conviction or sentence on the grounds that…..”. 3. Artikel 357 Reglement of de Straf Vondering (SV) (S.1847-40) menentukan “De aanvrage tot herzienning wordt bij het Hooggerchtshof aangebracht door
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
80
het indienen van een vordering door een veroordeelde te wiens aanzien het arrest of vonnis in kracht van gewijsde is gegaan, door een bijzonder daartoe schriftelijk gemachtigde of door zijn raadsman. Het bepaalde bij art. 120 vindtovereenkomstige toepassing, met dien verstande dat de bemoeeienis, bedoeld bij het tweede lid van dat art, aran den president van het Hooggerechtshof is opgedagen. (SV.3563, 358v). 4. Pasal 4 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 1969 menentukan “Permohonan PK suatu putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap haru diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh Jaksa Agung”. 5. Pasal 10 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 1980 menentukan “Permohonan PK suatu putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap harus diajukan oleh Jaksa Agung, oleh terpida atau pihak yang berkepentingan”. Berdasarkan ketentuan diatas dan oleh karena tersebut
permohonan beserta
peninjauan
kembali
alasan-alasannya
telah
diajukan dengan cara-cara yang ditentukan undang-undang maka permintaan peninjauan kembali dari Jaksa Penuntut Umum tersebut, secara formal dapat diterima. Selain ketentuan di atas hakim juga menemukan novum dalam perkara Pollycarpus. Dalam putusannya Hakim mengabulkan PK oleh JPU dan memutuskan bahwa Pollycarpus terbukti telah bersalah melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan berencana dan melakukan pemalsuan surat. Dalam putusan
Hakim
menjatuhkan
20
tahun
penjara. Putusan itu lebih tinggi dari putusan pengadilan tingkat pertama selama 14 tahun
penjara. Pertimbangan Hakim pada saat itu adalah bahwa tindakan pidana yang dinyatakan terbukti antara lain adalah pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana hukuman penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama (maksimum) 20 tahun. Apabila pidana yang dijatuhkan hanya 14 (empat belas) tahun adalah kurang sepadan dengan tindakan pidana yang terbukti tersebut. Perkara
dengan
terpidana
Syahril
Sabirin selaku Gubernur Bank Indonesia, dalam tuntutannya JPU menyatakan bahwa Syahril terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama dan berlanjut sebagaimana diatur dalam dan diancam dengan pidana dalam Pasal 1 ayat (1) sub a jo. Pasal 28 Undang-undang No. 3 Tahun 1971 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 KUHP jo. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dalam dakwaan primair. Dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun, pidana denda Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 13 Maret 2002 memutuskan bahwa Syahril terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Menghukum Terdakwa dengan hukuman 3 (tiga) tahun penjara, menghukum dengan pidana denda sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dengan ketentuan jika tidak dibayarkan harus diganti pidana 3 (tiga)
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
81
bulan kurungan. Permohonan banding yang
di semua lingkungan peradilan dalam
dimintakan oleh Terdakwa dan Jaksa Penuntut
menjalankan kekuasaan kehakiman”.
Umum
dikabulkan
dalam
4. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas
putusan menyatakan kesalahan Terdakwa
seharusnya Mahkamah Agung RI sebagai
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
muara peradilan (the last corner stone)
atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
melakukan pengawasan dan pembinaan
baik daan dakwaan primair maupun dakwaan
terhadap peradilan di bawahnya dan
subsidair, membebaskan Terdakwa dari segala
Mahkamah Agung RI selaku Judec Juris
dakwaan (Vrijspraak).
di samping memeriksa penerapan hukum
Pada
tanggal
oleh
23
Hakim
Desember
2004
juga dapat mengadili sendiri berdasarkan
Mahkamah Agung menolak kasasi yang
fakta-fakta persidangan, sehingga tidak
diajukan Jaksa Penuntut Umum. Kemudian
timbul dualisme putusan pengadilan lebih
tanggal 3 September 2008 JPU melalui
dalam kasus yang sama atau berkaitan
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
satu sama lain.
mengajukan permohonan PK dengan alasan-
Dalam
pertimbangannya
Hakim
alasan sebagai berikut:
berpedoman pada Putusan Mahkamah Agung
1. Berdasarkan pasal 263 ayat (2) huruf c
tanggal 25 Oktober 1995 No. 55 PK/Pid/1996,
KUHAP, permintaan peninjauan kembali
Putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Januari
dilakukan Antara lain atas dasar “apabila
2008 No. 109 PK/Pid/2007, untuk memelihara
putusan itu dengan jelas memperlihatkan
keseragaman putusan Mahkamah Agung.
suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata”.
Dalam putusannya Hakim mengabulkan permohonan PK oleh JPU dan membatalkan
2. Pasal 11 ayat (4) UU No. 4 Tahun 2004
putusan Mahkamah Agung RI No. 1900 K/
tentang kekuasaan kehakiman menyaakan
PID/2002 jo putusan Pengadilan Tinggi
bahwa
bertugas
Jakarta No. 78/Pid/2002/PT.DKI jo putusan
melakukan pengawasan tertinggi atas
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 1522/
perbuatan Pengadilan dalam lingkungan
PID.B/2000/PN.JKT.PST.,
peradilan
dibawahnya
terdakwa Syahril telah terbukti secara sah dan
berdasarkan ketentuan undang-undang”.
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
3. Serta pasal 32 ayat (1) UU No. 14 tahun
korupsi yang dilakukan secara bersama-sama
1985 yang telah diubah dengan UU
dan berlanjut, dan menjatuhkan pidana kepada
No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah
terdakwa dengan pidana penjara selama 2
Agung yang menyatakan “Mahkamah
(dua) tahun. Menghukum untuk membayar
Agung melakukan pengawasan tertinggi
denda sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas
terhadap
juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana
“Mahkamah
yang
Agug
berada
penyelenggaraan
peradilan
menyatakan
82
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
denda tersebut tidak dibayar, maka dikenakan
denda sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta
hukuman pengganti berupa pidana kurungan
rupiah), apabila tidak dibayar maka dapat
selama 3 (tiga) bulan.
diganti dengan kurungan pengganti selama 1
Dalam Pasal 257 ayat (1) menjelaskan
(satu) bulan. Putusan banding di Pengadilan
bahwa Permohonan PK suatu putusan perkara
Tinggi Kalimantan Tengah di Palangka Raya,
pidana yang telah memperoleh kekuatan
menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
hukum yang tetap harus diajukan oleh
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
terpidana atau pihak yang berkepentingan
“Menyuruh dengan tanpa hak mengangkut
atau oleh Jaksa Agung.9 Dengan demikian
hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-
yang berhak mengajukan PK untuk mewakili
sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil
kepentingan negara seharusnya adalah Jaksa
Hutan (SKSHH)”. Menjatuhka pidana penjara
Agung.
kepada terdakwa dengan pidana penjara
PK dengan terpidana H. Mulyar, dalam
selama 9 (Sembilan) bulan dan denda sebesar
tuntutannya JPU menyatakan bahwa H.
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), dengan
Mulyar terbukti secara sah dan meyakinkan
ketentuan apa bila tidak dibayar diganti
bersalah melakukan tindak pidana kehutanan
dengan pidana kurungan selama 1 (satu)
sebagaimana diatur dan diancam pidana
bulan. Pada tanggal 15 Februari 2006 JPU
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, huruf j Yo
mengajukan PK. Berdasarkan pertimbangan
Pasal 78 ayat (7) Undang-undang No. 41
Majelis Hakim menyatakan bahwa JPU tidak
Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Pasal 55
dapat mengajukan PK atas putusan pidana
ayat (1) ke 2 KUHP. Dengan pidana penjara
yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh
selama 10 (sepuluh) tahun, dan denda sebesar
karenanya apa yang dimohonkan oleh JPU
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) subsidair 2
merupakan kesalahan dalam penerapan hukum
(dua) bulan kurungan.10
acara, sehingga permohonan PK dinyatakan
Dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
tidak dapat diterima.11
Muara Teweh menyatakan H. Mulyar secara
Menurut Wirjono prodjodikoro bahwa
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
hukum acara pidana selalu berhubungan
tindak pidana “Menyuruh dengan tanpa
erat dengan adanya hukum pidana, dengan
hak mengangkut hasil hutan yang tidak
demikian diartikan bahwa hukum acara pidana
dilengkapi
surat
adalah sebagai rangkaian peraturan-peraturan
keterangan sahnya hasil hutan”. Mempidana
yang memuat cara bagaimana aparatur
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan
penegak hukum dalam sistem peradilan
bersama-sama
dengan
9 Risalah Undang-undang Hukum Acara Pidana Tahun 1981. 10 Putusan Mahkamah Agung No.84 PK/PID/2006. 11 Ibid.
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
83
pidana bertindak guna mencapai tujuan negara
dan manajemen sistem peradilan pidana. Tanpa
dengan mengadakan hukum pidana. Hukum
adanya pengendali puncak, dikhawatirkan
pidana mengatur “bila”, kepada “siapa”,
bekerjanya sistem peradilam pidana bersifat
dan “bagaimana” hakim dapat menjatuhkan
fragmentaris atau instasi sentris.13 Dalam
pidana.12 Singkatnya hukum acara pidana
hal ini PK oleh JPU adalah berdasarkan
diadakan terbatas hanya untuk melaksanakan
dari putusan Mahkamah Agung, sehingga
ketentuan hukum pidana saja.
dapat tidaknya PK yang diajukan oleh JPU
Dalam
kapasitasnya
sebagai
aparat
penegak hukum JPU merupakan bagian integral dari kekuasaan kehakiman yang merdeka dan independen. Ini artinya JPU mempunyai
kemerdekaan/kemandirian/
independensi di dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya menurut undang-undang. Namun sebagai bagian dari system kekuasaan penegakan hukum di bidang hukum pidana atau sistem peradilan pidana maka independensi JPU harus dilihat sebagai independensi di dalam suatu sistem, yaitu sistem paradilan pidana. Maka independensi masing-masing sub-sistem penegakan hukum itu bukanlah independensi
sentralistik
yang
parsial,
tetapi independensi yang terintergrasi dalam kesatuan sistem. Sistem yang interpendensi antara masing-masing sub-sistem itu di bawah koordinasi dan kendali pimpinan puncak dari keseluruhan proses dan manajemen system peradilan pidana. Secara konstitusional Mahkamah Agung menjadi the top leader atau the top law enforcement officer dari keseluruhan proses
tergantung dari keputusan Mahkamah Agung.
B.
Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum dari Perspektif Tujuan Hukum Seperti yang telah dijelaskan sebelunya
bahwa tujuan hukum yang diarahkan pada semata-mata untuk nilai keadilan, kepastian, dan manfaat bagi masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Nilai keadilan Pada
hakikatnya,
keadilan
adalah
penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan yang dikaji melalui suatu norma yang menurut pandangan secara subjektif. Menurut melalui
Aristoteles14, kesamaan
keadilan
numerik
hukum
melahirkan
prinsip bahwa semua orang sederajat di depan hukum, sedangkan keadilan hukum melalui kesamaan proporsional yaitu melahirkan prinsip memberi tiap orang apa yang menjadi haknya. Selain keadilan distributif yang identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional juga keadilan korektif yang
12 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung, 1970, hlm. 13. 13 Barda nawaei Arief, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum di Indonesia), UNDIP, Semarang, 2011, hlm. 41- 42. 14 Bernard L Tanya, Simajuntak, Yoan N dan Hage, Markus Y, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Kita, Surabaya, 2007, hlm. 52-53.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
84
berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah,
teori ini, tujuan hukum adalah bukan hanya
dalam hal mana kesalahan dilakukan, maka
keadilan semata, tetapi juga kemanfaatannya
keadilan korektif berupaya untuk memberikan
(kegunaannya).17
kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan. PK
Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum
pada
untuk
harus memberi manfaat bagi atau kegunaan
kepentingan terpidana, bukan kepentingan
bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena
JPU
hukum dilaksanakan atau ditegakkan timbul
atau
dasarnya korban,
ditujukan sehingga
negara
memberikan hak kepada terpidana atau ahli
keresahan di dalam masyarakat.18
warisnya untuk mengajukan PK.15 Menurut
PK oleh JPU telah menutup rasa keadilan
pendapat Aristoteles, kesamaan proporsional
bagi terpidana. Dikarenakan upaya JPU
yaitu memberi setiap orang apa yang menjadi
dalam membuktikan kesalahan terdakwa
haknya, disesuaikan dengan filosofi PK untuk
di dalam persidangan telah dirasa cukup.
memberikan hak-hak kepada para pencari
Ditemukannya
keadilan, yaitu terpidana atau ahli warisnya.
memberikan kesempatan bagi terpidana untuk
bukti
baru
sepatutnya
Menurut keadilan korektif yang berupaya
mendapatkan keadilan. Manfaat inilah yang
memberi kompensasi memadai bagi pihak yang
dijadikan dasar dibentuknya PK, oleh karena
dirugikan. Pihak yang dirugikan disini adalah
itu PK dirasa dapat memberikan manfaat
terpidana, oleh karena Negara telah berdosa
kepada terpidana untuk membuktikan ketidak
merampas hak-hak terpidana dan sepatutnya
bersalahannya.
bertanggung jawab mengembalikan keadilan
3. Nilai kepastian
tersebut.
Nilai kepastian melalui hukum positif,
2. Nilai kemanfaatan Nilai
manfaat
sebagaimana yang dikemukakan oleh Hans sebagaimana
yang
Kelsen19, bahwa hukum harus dibersihkan dari
dikemukakan oleh Jeremy Bentham16 bahwa
unsur non yuridis, sebagaimana unsur etis,
hukum bertujuan untuk mewujudkan apa
sosiologis, politis, dan sebagainya; sedangkan
yang bermanfaat atau yang sesuai dengan
sistem hukum sebagai suatu hierarki daripada
kepentingan orang banyak, termasuk di
hukum dalam hal mana ketentuan hukum
dalamnya penerapan asas manfaat dalam
tertentu bersumber pada ketentuan hukum
peraturan
lain yang lebih tinggi.
perundang-undangan.
Menurut
15 Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana Penegakan Hukum dalam Penyimpangan Praktik dan Peradilan Sesat, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 8. 16 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 60-61. 17 Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 9. 18 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 2. 19 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 60.
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
85
PK bersumber pada Pasal 263 KUHAP,
suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang
dan secara jelas telah dijelaskan mengenai
mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),
syarat-syarat yang harus dipenuhi, siapa saja
kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan
yang dapat mengajukan PK.
yang paling mungkin memperoleh hasil yang
Oleh karena itu peninjauan oleh JPU yang diperbolehkan melalui putusan Mahkamah
diinginkan. Menurut
Padmo
politik
hukum. JPU maupun Hakim Mahkamah
yang menentukan arah, bentuk, maupun
Agung,
dalam
isi hukum yang akan dibentuk.21 Kebijakan
menjelaskan pasal 263 ayat (1) KUHAP,
penyelenggara Negara tentang apa yang
analogi
sehingga merusak tatanan keadilan dan kepastian hukum itu sendiri.
C. Konsep Pengaturan Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Kebijakan Hukum Pidana
adalah
bahwa
Agung, kurang sesuai dengan teori tujuan menggunakan
hukum
Wahjono kebijakan
dasar
dijadikan kriteria untuk menghukum suatu yang di dalamnya mencakup pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum.22 Soedarto mengemukakan bahwa kebijakan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada waktu itu.23 PK
Istilah kebijakan hukum pidana dapat pula
oleh JPU tidak terdapat di dalam peraturan
disebut dengan istilah politik hukum pidana.
perundang-undangan.
Dalam kepustakaan asing istilah politik
putusan Mahkamah Agung memperbolehkan
hukum pidana sering dikenal dengan berbagai
PK oleh JPU.
istilah, antara lain penal policy, criminal law
Namun
beberapa
Menurut Yusril Ihza Mahendra yang berhak mengajukan PK hanyalah terpidana,
policy, atau strafrechspotlitiek. konsep
keluarga dan penasehat hukumnya. PK dapat
dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
diajukan jika ada novum atau bukti baru yang
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
ditemukan kemudian setelah perkara diputus
kepemimpinan, dan cara bertindak.20 Istilah ini
dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi
Asumsinya, jika sekiranya alat bukti tersebut
dan kelompok sektor swasta, serta individu.
diungkapkan di persidangan sebelumnya,
Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
maka kemungkinan terdakwa akan dibebaskan
Jika hukum dapat memaksakan atau melarang
dari dakwaan.24
Kebijakan
adalah
rangkaian
20 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 21 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 160. 22 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 1. 23 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 151. 24 Yusril Ihza Mahendra, Keadilan dalam Kepastian Hukum dan Kepastian Hukum dalam Keadilan, http:// www.jpnn.com/read/2014/03/08/220770/Keadilan-dalam-Kepastian-Hukum-dan-Kepastian-Hukum-dalamKeadilan, diakses 2 Juli 2014 pukul 19.00 WIB.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
86
Selain novum, alasan PK juga didasarkan
Putten, Schiedam, atau Deventer.
atas adanya kekhilafan hakim yang nyata
Kasus yang pertama terkait dengan
dalam memutus perkara pidana tersebut.
penjatuhan hukuman yang salah. Kedua
Atau adanya pertentangan putusan terhadap
terpidana yang mulai menjalani hukuman pada
perkara tersebut dengan perkara yang sama,
tahun 1995, akhirnya dibebaskan pada tahun
yang sebelumnya telah diputus inkracht oleh
2002 dengan pemberian kompensasi hampir
pengadilan.25
2 juta euro. Pelaku sebenarnya akhirnya
JPU juga tidak berhak mengajukan PK. Sebab, filosofi adanya PK adalah untuk melindungi
Kasus kedua yang dimulai tahun 2000,
ketidakadilan. Namun demikian Jaksa Agung
berhubungan dengan pengakuan terpidana
berhak mengajukan PK yang dinamakan
yang
“PK demi hukum”. Kewenangan ini hanya
yang keliru, serta penelitian DNA yang
ada pada Jaksa Agung dan bukan pada jaksa
menunjukkan
biasa.26
lain. Sebelum hukumannya ditangguhkan, demi
bahwa
melalui
pelakunya
cara orang
semata-mata
dari empat tahun. Pada tahun 2005, Pengadilan
untuk kepentingan keadilan bagi terpidana.
Tingkat Banding Den Haag menghukum
Misalnya, Jaksa Agung menemukan novum
pelaku sebenarnya.
Agung
hanya
didapatkan
terpidana telah menjalani hukuman tak kurang
Jaksa
itu
ternyata
boleh
digunakan
hukum
terpidana
penelitian DNA.
dari
PK
kepentingan
ditangkap pada tahun 2008 berdasarkan hasil
bahwa terpidana bukanlah pelaku kejahatan,
Kasus
terakhir,
juga
berhubungan
tapi orang lain, sementara terpidana sudah
dengan masalah kebenaran pembuktian siapa
dihukum. Dalam keadaan demikian, Jaksa
pelakunya. Dalam kasus pembunuhan yang
Agung dapat berinisiatif mengajukan PK
terjadi pada tahun 1999 ini, hasil penelitian
untuk membebaskan terpidana yang salah
DNA yang digunakan sebagai dasar penjatuhan
dakwa tersebut.27
hukuman, masih terus dipermasalahkan oleh
Diatur pula mengenai PK di Belanda.
advokat terpidana, meskipun perkara tersebut
Beberapa waktu terakhir masalah PK pidana
telah melalui beberapa persidangan di berbagai
ini memang sedang mengemuka di Belanda,
tingkatan, serta beberapa permohonan PK
setelah sebelumnya terdapat beberapa perkara
yang diajukan.
pidana yang belakangan hari dibuka kembali,
Hal ini mendorong adanya perubahan
karena ditemukannya bukti atau kesaksian
dalam hukum acara pidana, yaitu bagaimana
baru yang membuat putusan sebelumnya
mengantisipasi
terbantahkan, seperti kasus pembunuhan 25 Ibid. 26 Ibid. 27 Ibid.
berkembangnya
teknik
pembuktian yang membuka ruang menguji
Yayang Susila Sakti, Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum: Antara...
87
kembali kebenaran bangunan fakta yang
memperbaiki sesuatu yang salah. Dalam
tadinya telah digunakan untuk menghukum
hal mana kesalahan dilakukan Negara
(atau membebaskan) terdakwa.28
melalui putusan hakim yang sudah
Oleh karena itu perlu dirumuskan kembali
berkekuatan hukum tetap. Oleh karena
peraturan mengenai PK, sehingga hak dari
itu PK bertujuan untuk mengembalikan
pihak-pihak yang berkepentingan di dalam
hak-hak terpidana. Selain itu nilai
perkara pidana yaitu terpidana maupun JPU
kemanfaatan tindakan PK oleh JPU yang
dapat terpenuhi. Melalui PK demi hukum oleh
berdalih untuk melindungi kepentingan
JPU, yaitu apa bila JPU menemukan bukti
umum, tidak jelas dalam merumuskan
baru yang dapat membebaskan terpidana.
alasan PK mengenai apa yang dimaksud dengan kepentingan umum. Sedangkan
Simpulan
nilai kepastian putusan PK oleh JPU,
Berdasarkan pada hasil penelitian dan
Hakim sepatutnya berpedoman pada
analisis terhadap upaya hukum PK oleh JPU,
Pasal 263 ayat (1) KUHAP, bahwa yang
penulis mendapatkan kesimpulan sebagai
dapat mengajukan PK adalah terpidana
berikut:
atau ahli warisnya. Pasal tersebut tidak
1. Dalam Putusan Mahkamah Agung secara
dapat ditafsirkan lain karena akan
jelas memberikan alasan yang membatasi
melanggar
JPU mengajukan PK, yaitu sebagai
hukum, sehingga dapat memberikan
berikut:
perlindungan hukum bagi setiap warga
a. Adanya bukti atau keadaan baru
negara terhadap kesewenangan negara.
(Novum). suatu kekhilafan hakim. dari segala tuntutan hukum. putusan terbukti
28 Ibid.
PK
oleh
JPU
merupakan
kepentingan para pihak atau terdakwa
yang
telah
adalah untuk melindungi kepentingan
tetapi
tidak
manusia, baik itu terpidana atau bukan. Oleh karena itu dimungkinkannya PK
2. PK oleh JPU tidak memperhatikan korektif,
pidana,
haruslah diperhatikan. Sebab hukum
diikuti oleh suatu pemidanaan. keadilan
kepastian
suatu penemuan hukum, akan tetapi
c. Terhadap putusan bebas atau lepas
dinyatakan
dan
3. Berdasarkan teori kebijakan hukum
b. Adanya putusan yang memperlihatkan
d. Terhadap
keadilan
dimana
perlu
demi hukum.
88
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
DAFTAR PUSTAKA Buku
Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian
Adami Chazawi, 2010, Lembaga Peninjauan Kembali Perkara Pidana Penegakan Hukum
dalam
Penyimpangan
Praktek dan Peradilan Sesat, Sinar Barda Nawawi Arief, 2011, Reformasi Sistem Hukum
(Sistem di
Penegakkan
Indonesia),
UNDIP,
Semarang. Bernard L Tanya, Simajuntak, Yoan N dan Hage, Markus Y, 2007, Teori Hukum, Strategi
Tertib
Manusia
Lintas
Ruang dan Generasi, Kita, Surabaya. HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, 2010, UMM Press, Malang. Ishaq, 2009, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung. Moh. Mahfud MD, 2011, Politik Hukum di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Padmo Wahjono, 1986, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soedarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung. Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-bab tentang Penemuan Hukum,
Grafika, Jakarta. Peradilan
Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta.
Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Putusan Mahkamah Agung Nomor 84/PK/ Pid/2006. Putusan Mahkamah Agung Nomor 55/PK/ Pid/1996. Putusan Mahkamah Agung Nomor 109/PK/ Pid/2007.
Naskah Internet Yusril Ihza Mahendra, Keadilan dalam Kepastian Hukum dan Kepastian Hukum dalam Keadilan, http://www. jpnn.com/read/2014/03/08/220770/ Keadilan-dalam-Kepastian-Hukumdan-Kepastian-Hukum-dalamKeadilan.
Kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia.