PENINGKATKAN KUALITAS TENAGA KERJA INDONESIA AGAR DAPAT BERSAING DI LUAR NEGERI DALAM ERA GLOBALISASI Latar Belakang TKI ke Luar Negeri Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 khususnya Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya, pada hakekatnya bunyi Pasal tersebut mengandung dua makna sekaligus, yaitu memberi “hak” kepada warga negara untuk memperoleh salah satu hak dasar manusia yaitu pekerjaan dan membebani “kewajiban” kepada negara untuk memenuhinya. Dengan kata wajib, maka negara tidak dapat menghindarinya meskipun tidak cukup sumber daya dan sumber dana di dalam negeri, serta harus mencari sumber-sumber tersebut sampai ke luar negeri. Sementara itu, selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih menegaskan lagi bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Oleh karena itu, warga negara tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk di luar negeri. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya migrasi TKI ke luar negeri. Di samping faktor penarik yang ada di luar negeri berupa upah yang lebih tinggi, maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga negara yang paling penting yaitu: pekerjaan seperti diamanatkan di dalam Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya. “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran. Bukan saja jumlahnya sangat besar, tetapi juga karena rate-nya yang cukup tinggi. Sepanjang tahun 2004 sampai 2007 jumlah pengangguran terbuka tidak pernah di bawah angka 10 juta orang, bahkan pernah mencapai angka hampir 13 juta pada tahun 2005. Jumlah yang sangat banyak. Sejalan dengan perkembangan jumlah absolutnya, maka tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan angka yang cukup fantastis, yakni rata-rata di atas 9% selama tahun 2004 sampai 2007. Angka ini jauh di atas the natural rate of unemployment yang berkisar antara 4% sampai dengan 6%. Banyak faktor yang mengakibatkan munculnya masalah pengangguran ini. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menyerap tenaga kerja secara signifikan. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2002–2006 cukup tinggi dan mengalami peningkatan yang cukup berarti yakni dari 3,8% pada tahun 2002 menjadi 5,5% pada tahun 2006, atau rata-rata sekitar 5%.
Bahkan, pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2%, yang berarti dapat mencapai atau mendekati target yang ditetapkan dalam APBN 2007. Secara umum dan agregat, kinerja perkonomian Indonesia selama kurun waktu tersebut menunjukkan kemajuan yang cukup baik. Namun perbaikan ekonomi makro tersebut, kualitasnya belum sesuai dengan yang diharapkan, terbukti dengan adanya penurunan daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja dari 400.000 tenaga kerja per 1% menjadi hanya sekitar 200.000 tenaga kerja per 1%. Menurut catatan akhir Kadin Indonesia, salah satu penyebab utama dari keadaan ini adalah wrong incentive structure, dimana sektor tradeable–seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa–yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB (kecuali sektor pertanian). Sementara sektor non-tradeable justru sebaliknya. Jadi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih kurang memperhatikan aspek kualitas, terutama dalam hal efisiensi, kesinambungan, dan pro kesempatan kerja. Akibatnya banyak penduduk yang menganggur dan berimplikasi langsung pada munculnya masalah yang lebih kompleks, yaitu kemiskinan, yang antara lain ditandai oleh jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan penduduk yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Situasi ini membuat penduduk menghadapi kesulitan ekonomi, yang memaksa mereka harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya, meskipun dengan imbalan yang terlalu rendah, atau bahkan meninggalkan kampung halaman dan negaranya dengan risiko yang tidak dapat dibayangkannya6. Uraian di atas menunjukkan bahwa negara masih belum dapat memenuhi kewajibannya untuk memenuhi hak dasar rakyat atas pekerjaan. Apa implikasi dari keadaan ini terhadap keseluruhan pembangunan di Indonesia? Indonesia akan sulit keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle) dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, karena pengangguran akan membebani ekonomi secara keseluruhan dan akan mengganggu stabilitas nasional dengan efek domino-nya. Hal-hal tersebut diatas secara langsung menjadi faktor-faktor pemicu terjadinya pengiriman Tenaga Kerja ke luar negeri. TKI di Era Globalisasi Saat ini di era globaliasasi seperti sekarang dimana pasar tenaga kerja sudah semakin luas dan menglobal yang menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Hal tersebut juga disertai dengan tuntutan di dunia kerja yang semakin tinggi dan beragam yang menuntut adanya SDM yang berkualitas.
Demikian halnya dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang merupakan duta bangsa dan sebagai salah satu penghasil devisa Negara yang bahkan memperoleh predikat Pahlawan Devisa, haruslah memperoleh perhatian secara serius dan fokus oleh Pemerintah dengan diberdayakan secara maksimal dengan diiringi peningkatan potensi-potensi SDMnya agar dapat bersaing dan mendapat tempat di pasar tenaga kerja global. Arus globalisasi yang mengarah ke liberalisme terus melaju, hakekatnya globalisasi yang tidak lain adalah mobilitas pasar modal, pasar barang dan pasar kerja akan menjadi semakin tinggi dan intensif antar negara-negara di dunia, sebab pasar modal dan barang adalah persaingan sumber daya manusia. Pasar barang dan jasa yang kita miliki saat ini ini pun akan mampu bersaing pada pasar global bila mempunyai mutu yang baik dan harga yang bersaing (comparative and competitive advantage). Peningkatan mutu barang dan jasa tersebut hanya dapat terjadi bila didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Teristimewa globalisasi yang bermuara pada SDM yang kita kenal dengan Migrasi Tenaga Kerja Internasional yang di Indonesia namanya Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pada saat Migrasi Tenaga Kerja Internasional menjadi fenomena global dan terjadi hampir disebagian besar negara di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena ini terus berkembang seiring dengan pola hubungan yang terjalin antar negara dalam berbagai dimensi. Meningkatnya hubungan antar negara pada gilirannya berpengaruh pada intensitas arus tenaga berbagai negara. Jhon Naisbit di tahun 1996 menyimpulkan bahwa era globalisasi yang sedang berproses telah meniupkan angin optimisme yang tinggi dalam bidang ekonomi melebihi masa lalu dalam peradaban manusia. Era ini ditandai antara lain dengan terbentuknya pasar tunggal dalam perekomian dunia yang membuka selebar-lebarnya bagi perorangan, kelompok, perusahaan atau institusiinstitusilainnya. Pada sisi lainnya, mobilitas sumber daya manusia demikian intensif sehingga fenomena tenaga kerja kita menjadi tidak terelakan. Apapun akibatnya harus kita hadapi. Agar dapat memperoleh efek netto yang berarti dari liberalisasi perdagangan. Persaingan bagi tenaga kerja Indonesia tidak hanya memperebut peluang pasar di luar negeri namun apabila kualitas tenaga kerja ada di dalam negeri akan diisi oleh tenaga kerja asing yang lebih baik berkompeten. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja dan posisi tawar negara Indonesia sangat tergantung pada sumber daya manusianya, bukan lagi pada sumber daya alam yang dibangga-banggakan selama ini sebagai keunggulan komparatif. Sumber daya manusia memiliki sifat tak terbatas (infinite) karena lebih mengandalkan inteligensia dan pengetahuan yang semakin matang. Sedangkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui bersifat terbatas (finite).
Kalau bangsa kita jeli, sebenarnya arus globalisasi memberikan dampak terhadap semakin mudahnya untuk mengadopsi dan menguasai teknologi atau manajemen. Disamping itu perbedaan jumlah ketersediaan dan potensi tenaga kerja di negara-negara kawasan regional menciptakan kesempatan kerja bagi Indonesia untuk sementara waktu. Sebagian negara yang mengirimkan tenaga kerja, Indonesia berpeluang mengirimkan ke dalam negeri baik untuk menciptakan devisa dari remittance yang dikirimkan ke dalam negeri sekaligus untuk menciptkan kualitas tenaga kerja yang didapat dari pengalaman kerja maupun interaksi sosial di luar negeri, disamping meningkatkan kesejahteraan sosial tenaga kerja, serta mengurangi pengangguran yang semakin rumit. Apalagi masalah utama yang dihadapi saat ini adalah laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang cukup tinggi.
Peningkatan Kualitas SDM TKI Pada tahun 2002 jumlah penduduk Indonesia 206,23 juta dengan jumlah angkatan kerja 100,8 juta, pengangguran 9,1 juta dan 38 juta bekerja tidak penuh. Persoalannya adalah bagaimana kemampuan SDM Indonesia untuk menghadapi persaingan global serta upaya apa yang perlu dilakukan agar tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja negara lain? Pertanyaan ini pada intinya adalah upaya peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia, baik dari segi keahlian maupun ketrampilan TKI. Perlunya peningkatan keahlian dan ketrampilan melalui berbagai pelatihan. Sebab pelatihan tidak terlepas dari konsep pengembangan SDM. Sulit rasanya suatu negara dapat maju tanpa dukungan pelatihan SDM yang baik. Karena itu pelatihan bukan alternatif tapi prioritas. Pada sisi lain abad ke 21 merupakan era human capital dimana SDM menjadi nilai penting bagi dunia. Akibat kurangnya pelatihan dan pembekalan yang baik bagi calon TKI, akhirnya banyak TKI menemui kendala. Pembekalan kepada para TKI dengan pemberian pelatihan menjadi sesuatu yang wajib dilakukan, dan pelatihan yang diberikan haruslah dapat menambah nilai jual (potensi SDM) dari TKI itu sendiri yang disesuaikan dengan tuntutan kerja saat ini.. Pelatihan yang wajib diberikan meliputi pelatihan dan pengetahuan Bahasa, umumnya bahasa Inggris sebagai pengantar bahasa International, dan akan sangat bermanfaat iika diberikan pula pelatihan mengenai bahasa lokal daerah yang akan dituju serta orientasi pengenalan budaya maupun adat istiadat dari daerah yang akan dituju.
Salah satu yang tidak kalah pentingnya juga bagi TKI adalah perlunya pengetahuan tentang sistem perbankan, asuransi, seluk beluk pengurusan administratif di bandara baik di dalam maupun luar negeri. Kurangnya pengetahuan akan hal-hal seperti ini menjadikan TKI bodoh dan mudah dimainkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan. TKI haruslah didukung dengan ketrampilan-ketrampilan khusus yang sesuai menjadi fokus pekerjaan yang akan ditangani diluar negeri, walaupun hanya berprofesi sebagai Pembantu Rumah Tangga maupun Baby Sitter, haruslah dibekali dengan berbagai ketrampilan khusus seperti ketrampilan menggunakan alat-alat rumah tangga yang modern (mesin cuci, alat pembersih rumah, alat masak, dan alat-alat elektronik lainnya yang umum dipakai didaerah tujuan), sedangkan untuk seorang Baby Sitter haruslah memiliki ketrampilan dalam merawat dan mengurus bayi. Saat ini memang sebagian besar jenis pekerjaan TKI diluar negeri lebih mengarah ke jenis-jenis pekerjaan di sektor informal seperti Pembantu Rumah Tangga, Baby Sitter maupun buruh-buruh harian lepas lainnya, namun kedepannya sangat tidak tertutup kemungkinan TKI dapat mengisi pos-pos tenaga kerja di sektor formal sebagai tenaga medis, tenaga administrasi, maupun tenaga-tenaga ahli dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu mengingat peluang-peluang untuk hal tersebut terbuka lebar sehubungan dengan era globalisasi saat ini. Untuk itu perlunya partisipasi Pemerintah yang lebih fokus untuk memaksimal potensi-potensi SDM dalam negeri agar dapat dipersiapkan menjadi tenaga kerja siap pakai yang dapat berkompetisi di luar negeri. Disamping pemberian pelatihan keahlian dan ketrampilan yang disesuaikan dengan tuntutan kerja diluar negeri, ada beberapa hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan pembekalan kepada para TKI, yakni pelatihan-pelatihan non teknis yang bersifat membangun pola pikir para TKI, materi pelatihan yang diberikan menyangkut motivasi, etos kerja, Kecerdasan emosi dan spiritual quotion. Hal –hal ini sangat penting diberikan untuk dapat membentuk tenaga kerja yang memiliki motivasi yang tinggi, pekerja keras, tidak mudah menyerah, disiplin dan bertanggung jawab disertai dengan karakter dan kepribadian yang berlandaskan asas-asas spiritual.