Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA DI ERA GLOBALISASI MELALUI PENDIDIKAN Andhina Putri Heriyanti Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang amat penting dalam pembangunan. Ketersediaan SDM yang berkualitas akan memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan untuk peningkatan dan perbaikan kesejahteraan. Secara empiris, negara-negara industry maju berbasis atau didukung oleh kualitas SDM yang handal. Di era global ini, kompetensi di berbagai bidang kehidupan antar bangsa sangat ketat. Untuk bias berkompetensi di era global ini, jelas SDM yang berkualitas handal niscaya harus dimiliki oleh setiap bangsa. Oleh karena itu, setiap bangsa dituntut untuk menyediakan SDM yang berkualitas yang jumlahnya harus memadahi. Melalui pendidikan dapat disiapkan SDM yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu upaya utama untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. Peningkatan kualitas SDM merupakan tanggung jawab semua pihak. Kata Kunci : SDM, Pendidikan
PENDAHULUAN Sumber daya manusia merupakan salah satu factor penting dalam pembangunan. Secara makro, factor-faktor masukan pembangunan, seperti sumber daya alam, material dan financial tidak akan member manfaat optimal untuk perbaikan kesejahteraan rakyat bila tidak didukung oleh ketersediaan factor SDM yang memadai, baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Banyak yang bisa diambil dari system pelajaran dari berbagai Negara maju dimana kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa tersebut karena didukung oleh SDM yang berkualitas. Negara Jepang misalnya sebagai Negara pendatang baru (late comer) dalam kemajuan industri dan ekonomi memulai upaya mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara maju lainnya dengan cara memacu pengembangan SDM (Ohkawa dan Kohama, 1989). Di Indonesia prioritas pembangunan nasional diletakkan pada sector ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terlebih dalam era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di kawasan ASEAN 2003 dan di kawasan Asia-Pasifik 2020, yang diwarnai dengan persaingan yang ketat dan menentukan jati diri suatu bangsa diantara bangsa-bangsa maju lainnya didunia. Era globalisasi membuka pandangan kita dalam melihat masa depan yang dipenuhi dengan tantangan dan persaingan. Era ini tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada meningkatkan kualitas dirinya agar tidak tertinggal dari yang lain. Era globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, social dan pendidikan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
126
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
Pada globalisasi dunia dipacu oleh perkembangan teknologi
informasi dan
komunikasi yang pada decade ini berlangsung sangat cepat. Menurut Jalaludin Rahmat dalam bukunya Islam Aktual menyebutkan bahwa fase ini sebagai era Revolusi teknologi informasi dan komunikasi mengingat akselarsi dan percepatan perubahan dan pengaruhnya dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Pendidikan merupakan salah satu upaya utama untuk mewujudkan kualitas SDM, namun juga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. Berbagai jenis dan jenjang pendidikan ditawarkan oleh pemerintah. Peningkatan kualitas SDM merupakan tanggung jawab semua pihak. Disisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas social, memelihara lingkungan baik social maupun fisik, dan rasa keberagamaan yang mewujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Disinilah urgensi para pendidik, khususnya guru harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya. Pendidikan harus menjadi benteng terakhir yang berperan membendung dampak negative bawaan yang muncul dari perkembangan di era globalisasi ini.
PEMBAHASAN A. Hakekat Pengembangan SDM Sumber Daya Manusia memiliki dua pengertian yang berbeda yang perlu kita pahami yaitu: a. SDM merupakan derajat kualitas usaha yang ditampilkan seseorang yang terlibat dalam proses produksi menghasilkan barang atau jasa b. SDM yaitu manusia yang memiliki kemampuan kerja untuk menghasilkan produksi, baik barang atau jasa (Simanjuntak,1985) Perbedaan antara kedua pengertian tersebut terletak pada derajat kualitas manusia itu sendiri. Pada pengertian pertama, manusia dipandang sebagai SDM bila memiliki kualitas yang sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan usaha. Dalam konteks makro,ciri yang menandai yaitu kualitas untuk melaksanakan perubahan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan dalam konteks mikro adalah kualitas untuk melakukan proses produksi, misalnya dalam suatu organisasi bisnis atau industry. Jika disimpulkan manusia menjadi SDM apabila dia terlibat dalam proses produksi dan kualitas kemampuan yang dimilikinya sesuai untuk menghasilkan produksi itu. Pada pengertian kedua, aspek kualitas tidak ditonjolkan dikarenakan setiap individu manusia yang termasuk pada kategori angkatan kerja itu terlibat atau dapat dilibatkan dalam proses pembangunan atau proses produksi, maka dalam kondisi memiliki kemampuan apapun dia termasuk kategori SDM jika dia terlibat dalam proses situ. Bila belum terlibat, dia MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
127
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
masih dikategorikan sebagai potensi. Oleh sebab ada persyaratan keterlibatan, baik pengertian pertama maupun kedua, maka pemanfaatan kemampuan dalam proses pembangunan nasional maupun dalam proses produksi merupakan indicator utama proses pengembangan SDM. Ini berarti upaya apapun yang diarahkan untuk meningkatkan kompetensi, akan termasuk pada upaya pengembangan SDM apabila dikaitkan dengan pemanfaatannya dalam pembangunan atau dalam proses produksi. B. Globalisasi Globalisasi merupakan proses mendunia dengan tingkat perubahan yang cepat dan radikal di berbagai aspek kehidupan manusia karena adanya teknologi. Tilaar menjelaskan (2004 :16) proses globalisasi bergerak sejalan dengan tiga arena kehidupan manusia; arena ekonomi, politik dan budaya. Dalam arena ekonomi proses tersebut mempengaruhi peraturan- peraturan sosial dalam produksi, pertukaran barang, distribusi dan konsumsi baik barang maupun pelayanan (service). Dalam arena politik proses globalisasi menyatakan diri di dalam pengaturan sosial dalam kaitannya dengan konsentrasi serta aplikasi kekuasaan. Dalam arena budaya proses globalisasi menyatakan diri dalam pengaturan sosial dalam kaitannya dengan pertukaran eksprsi dan simbol mengenai fakta, pengertian, kepercayaan, serta nilai-nilai. Dari pemaparan diatas tentang dimensi dan pola globalisasi semakin menyadarkan kita akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pada dimensi pasar kerja dapat kita lihat adanya kebebasan bergerak bagi para pekerja. Artinya tingkat kompetisi tidak hanya berskala nasional tetapi sudah pada dataran internasional. Arena politik pada dimensi pemecahan masalah dapat kita pahami bahwa masalah lokal selalu dalam konteks global, jika SDM kita tidak mempunyai wawasan global (mindset global) di khawatirkan Ia hanya akan sibuk terfokus pada konteks lokal, padahal kita sudah dituntut untuk berwawasan global agar tidak terasingkan dalam pergaulan atau hubungan internasional. Dalam arena budaya dapat kita lihat adanya kosmopolitanisme dan keanekaragaman, jika kita tidak membiasakan dan mendidik SDM kita dengan multikultural maka kita bisa terjebak dalam kesukuan atau nasionalisme sempit. Disamping itu kita bisa melihat betapa pentingnya image dan kebutuhan informasi global. Informasi global ini dapat dengan mudah kita lihat dalam dunia cyber, sehingga mau tidak mau kita harus akrab dengan teknologi. C. Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Pendidikan Pengembangan SDM merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pendekatan bersifat terintegrasi dan holistic dalam mengubah perilaku orang-orang yang terlibat dalam suatu proses pekerjaan, dengan menggunakan serangkaian teknik dan strategi belajar yang relevan (Megginson, Joy-Mattews, dan Banfield, 1993). Konsep ini mengandung makna adanya berbagai unsure kegiatan selama terjadinya proses mengubah perilaku, yaitu adanya unsure pendidikan, adanya unsur belajar dan perkembangan. Unsure MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
128
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
pendidikan dimaksudkan untuk menentukan teknik dan strategi yang relevan untuk mengubah perilaku. Unsur belajar dimaksudkan untuk menggambarkan proses terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan, termasuk dengan pendidik. Dan unsure perkembangan dimaksudkan sebagai proses gradual dalam perubahan dari suatu keadaan, misalnya dari keadaan tidak dimilikinya kompetensi menjadi keadaan memiliki kompetensi yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Pengembangan SDM difokuskan pada peningkatan ketahanan dan kompetensi setiap individu yang terlibat atau akan terlibat dalam proses pembangunan. Peningkatan ketahanan dan kompetensi ini diantaranya dilaksanakan melalui pendidikan. Bila dikaitkan dengan pengembangan SDM dalam rangka meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, pendidikan juga merupakan upaya meningkatkan derajat kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable terhadap berbagai perubahan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, pendidikan yang diselenggarakan seharusnya juga member bekal-bekal kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu yang dibutuhkan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan (Boediono,1992). Program semacam ini harus dilaksanakan dengan disesuaikan dengan keperluan dan usaha yang mengarah kepada antisipasi berbagai perubahan yang terjadi, baik dimasa kini maupun yang akan datang (Han,1994;Dertouzas, Lester, dan Solow, 1989). Salah satu langkah strategi yang diambil dalam pengembangan SDM di bidang pendidikan melalui jalur pendidikan di luar sekolah. Strategi ini tentu saja harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan paradigma yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan nonformal lebih banyak berbicara dan berbuat dari segi realita hidup dan kehidupan masyarakat. Perhatiannya lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu terwujudnya proses pembelajaran dimasyarakat. Dalam konteks ini orientasi pendidikan nonformal lebih menekankan pada tujuan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan
dilingkungannya,
kemudian
mencari
upaya
yang
tepat
untuk
memecahkannya sehingga masyarakat dapat memperbaiki hakikat dan harkat hidupnya. Dengan demikian pendidikan nonformal merupakan bagian dari relung-relung kehidupan masyarakat yang akan dicari dan diharapkan peransertanya dalam memajukan kehidupan di masyarakat, dengan memiliki trade mark tersendiri yang membedakan dari jalur pendidikan yang lain. Hal itu sesuai dengan visi pendidikan nonformal yang mencanangkan terwujudnya warga masyarakat cerdas, terampil, mandiri, berdaya saing, dan genar belajar. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkanlah misi pendidikan nonformal sebagai berikut: (a) perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini; (b) perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar luar sekolah; (c) perluasan dan pemerataan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
129
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
pelayanan pendidikan dan keterampilan masyarakat; (d) perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dan keterampilan bagi perempuan (Sihombing, 2000). Pendidikan nonformal mempunyai fungsi membelajarkan individu atau kelompok agar mampu memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu beradaptasi terhadap perubahan/perkembangan zaman. Berdasarkan fungsi tersebut pendidikan nonformal dapat melayani kebutuhan pendidikan suplemen, pendidikan komplemen, pendidikan kompensasi, pendidikan substitusi, pendidikan alternatif, pendidikan pengayaan, pendidikan
pemutakhiran
(updating),
pendidikan/pelatihan
keterampilan,
pendidikan
penyesuaian, dan pendidikan pembibitan (Anonim, 1985). Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal memiliki fungsi secara rinci yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Pendidikan suplemen: kesempatan untuk menambah/meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu di luar pendidikan sekolah/formal. 2. Pendidikan
komplemen:
kesempatan
untuk
menambah/melengkapi
pendidikan
sekolah/formal. 3. Pendidikan kompensasi/pengganti: kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi yang tidak pernah mengalami pendidikan di sekolah. 4. Pendidikan substitusi: kesempatan untuk belajar pada jenjang pendidikan tertentu berhubung belum adanya pendidikan sekolah di sekitar tempat tinggal. 5. Pendidikan alternatif: kesempatan untuk memilih jalur pendidikan nonformal sehubungan dengan peluang atau waktu yang dimiliki. 6. Pendidikan
pengayaan/penguatan:
kesempatan
untuk
memperkaya/memperluas/
meningkatkan kemampuan yang diperoleh dari pendidikan sekolah/formal. 7. Pendidikan
pemutakhiran/updating
:kesempatan
untuk
memutakhirkan
atau
meremajakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki. 8. Pendidikan pembentukan keterampilan: kesempatan untuk memperoleh keterampilan baru di samping keterampilan yang telah dimiliki. 9. Pendidikan penyesuaian: kesempatan untuk memperoleh pendidikan penyesuaian diri sehubungan adanya mobilitas teritorial, pekerjaan, dan perubahan sosial. 10. Pendidikan pembibitan: kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau latihan keterampilan tertentu melalui proses belajar bersama sambil mengadakan usaha bersama dalam kelompok belajar usaha bersama. (Sudomo, 1989). Pendidikan nonformal mempunyai tujuan nasional sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi pesertya didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
130
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
3 UU No.20 Th.2003). Sedangkan secara operasional, pendidikan nonformal mempunyai tujuan institusional yang memungkinkan warga masyarakat memiliki: 1. Kesempatan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri; 2. Kemampuan menghadapi tantangan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungn masyarakat, 3. Kemampuan membina keluarga sejahtera untuk memajukan kesejahteraan umum; 4. Kemampuan wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga segara; 5. Kemampuan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat; 6. Kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki. (Sudomo, 1989). Keenam tujuan institusional tersebut menegaskan bahwa pendidikan nonformal berusaha mengembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang terhadap kecerdasan, sikap, kreativitas, dan keterampilan dalam upaya meningkatkan mutu dan taraf hidup baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Menurut Sudjana (2005: 399) pengembangan pendidikan non-formal dimasa yang akan datang perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, Pendidikan non- formal perlu lebih proaktif dalam mereformasi visi,misi dan strateginya untuk mengubah program-program pendidikan yang sedianya berorientasi pada menghasilkan lulusan sebagai pencari kerja (worker society) menjadi upaya menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk mandiri dan pencipta lapangan kerja (employee society). Pendidikan non-formal harus berorientasi mewujudkan peserta didik yang berkualitas yang ditandai dengan kemantapan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ) dan AKHLAK yang luhur, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keterampilan (fungsional skills) sesuai dengan kebutuhan masyarakat madani dalam tata kehidupan kesejagatan. Kedua, unsure –unsure system pendidikan non-formal perlu dilakukan secara lengkap dan utuh yaitu mencakup komponen, proses dan tujuan. Sistem ini harus diterapkan dalam setiap satuan, jenis, dan program pendidikan non-formal. Komponen ini terdiri atas masukan lingkungan, masukan sarana, masukan mentah dan masukan lain. Proses adalah interaksi dinamis antara masukan-masukan khususnya pendidik dan peserta didik mlalui upaya pembelajaran, bimbingan dan atau pelatihan. Proses tersebut didasarkan atas kebutuha belajar , berorientasi pada ujuan, berpusat pada peserta didik dan berangkat dari pengalaman peserta didik, dalam proses ini perlu digunakan pendekatan kontinum antara pedagogi, andragogi dan atau gerogogi.. Ketiga, meningkatkan visi, misi dan strategi pengembangan pendidikan non formal . Visi pendidikan mencakup sudut pandang filosofis bahwa peserta didik memiliki sikap dan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
131
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
perilaku yang dapat berubah ke arah sikap dan perilaku yang positif dan konstruktif, serta memiliki potensi untuk belajar dan dibelajarkan. Keempat, Pendidikan non formal meningkatkan orientasi keberpihakan kepada orang banyak. Mereka adalah bagian terbesar dari warga masyarakat yang masih menderita keterbelakangan yaitu kemiskinan, kurang pengertian, kepenyakitan (health –illnes) dan lain sebagainya. Mereka adalah masyarakat yang dalam keadaan tertekan dalam kehidupannya. Kemiskinan masyarakat baik kemiskikan striktural, cultural maupun natural. Strategi pembelajaran kepada masyarakat
lapisan bawah
(the
grass root
level)
adalah
pengembagnan sumber daya manusia (human resource development) melalui pembelajaran untuk membangun budaya organisasi di masayarakat (community organization) dan pengembangan ekonomi masyarakat (economic development). Kelima, Pendidikan non-formal perlu megnembangkan tiga aspek (triad) pembinaan internal kelembagaannya dengan upaya penelitian, manajemen dan produksi. Upaya penelitian diarahkan kepada pembinaan koherensi empirik diantara teori-teori yang berkaitan dengan pendidikan non-formal seperti teori pengelolaan program pendidikan, pembelajaran, dampak bagi lulusan, teknologi pendidikan, informasi, nilai-nilai social budaya, penampilan kepemimpinan dan lembaga penampilan non formal dalam lingkungan eksternal kelembagaan. Pengembangan manajemen diarahkan untuk terwujudnya total quality management dalam setiap program pendidikan, dalm TQM ini termasuk cost effective management, quality control, keterkaitan antar fungsi manajemen, produktivitas dan kualitas pembelajaran, transformasi pendidikan dan manajemen perubahan, manajemen staf, pengembangan deregulasi pendidikan, manajemen sosialisasi nilai budaya, manajemen pelatihan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan manajemen penerapan etika profesinal dalam pendidikan non formal. Produksi kelembagaan pendidikan non formal mencakup produksi bahan pembelajaran, hasil-hasil kajian ilmiah dan produksi lainnya. Keenam, Dalam meningkatkan misi pendidikan non-formal yang demikian luas maka lembaga-lembaga penyelenggara dan dan pelaksana program-program pendidikan tidak dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa ada keterkaitan dangan pihak-pihak lain. Dalam rencana strategis pembangunan nasional disebutkan beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dewasa ini adalah sebagai berikut: Pertama, Pendidikan Luar Sekolah belum mendapat pemahaman dan perhatian yang proporsional dengan pendidikan sekolah, baik berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran sehingga pemerataan pelayanan PLS bagi masyarakat diberbagai lapisan dan diberbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Kedua, masih terbatasnya jumlah dan mutu tenaga professional pada institusi PLS di tingkat pusat dan daerah dalam mengelola, mengembangkan dan melembagakan PLS. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
132
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
Ketiga,
masih
terbatasnya
sarana
dan
prasarana
PLS
baik
yangmenunjang
penyelenggaraan maupun proses pembelajaran PLS. Keempat, ketergantungannya penyelenggaraan kegiatan PLS di lapangan pada tenaga sukarela sehingga tidak ada jaminan kesinambungan pelaksanaan program PLS. Kelima, masih relatif rendahnya partisipasi/peranserta masyarakat dalam memprakarsai penyelenggaraan dan pelembagaan PLS. Dalam menghadapi permasalahan penyelenggaraan PLS ada beberapa tantangan dalam waktu kurun lima tahun kedepan yaitu : Pertama, dalam kaitannya dengan meningkatkan perluasan dan pemerataan, adalah bagaimana penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pemberantasan buta aksara, pendidikan berkelanjutan, pendidikan perempuan dan dukungan terhadap pengentasan kemiskinan dapat dilakukan secara lebih meluas dan merata sehingga lebih mampu menampung dan menjangkau warga masyarakat lebih banyak dari yang selama ini telah dijangkau. Kedua, dalam kaitannya dengan mutu dan relevansi, adalah bagaimana pendidikan luar sekolah diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas sehingga mampu mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan dapat memenuhi pendidikan selanjutnya serta menciptakan dan memenuhi lapangan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar. Ketiga, dalam kaitannya dengan penataan sistem manajemen pendidikan, baik
yang
dikelola pemerintah maupun masyarakat adalah bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan dan pengelolaan PLS, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pembiayaannya sehingga pelembagaan penyelenggaraan PLS yang dikelola oleh, dari, dan untuk masyarakat mengakar pada mekanisme perkembangan lingkungan masyarakat. Di Indonesia terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan di luar sekolah yaitu : a. Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) Adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang pendidikan luar sekolah. BP-PLSP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan program serta fasilitas pengembangan sumberdaya pendidikan luar sekolah berdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional. b. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Adalah unit pelaksana teknis dilingkungan Dinas Pendidikan Propinsi dibidang pendidikan luar sekolah. BPKB mempunyai tugas untuk mengembangkan model program pendidikan luar sekolah sesuai dengan kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dan karakteristik Propinsinya.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
133
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
c. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dibidang pendidikan luar sekolah. SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan luar sekolah, mengembangkan bahan belajar muatan local sesuai dengan kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi local daerah. d. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Lembaga milik masyarakat yang pengelolaannya menggunakan azas dari,oleh dan untuk masyarakat. PKBM ini merupakan wahana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sehingga mereka semakin mampu untuk memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. PKBM ini merupakan sumber informasi dan penyelenggara berbagai kegiatan belajar pendidikan kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat. e. Lembaga PNF sejenis Adalah lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yang memberikan pelayanan pendidikan non-formal berorientasi life skills/ketrampilan dan tidak tergolong kedalam kategori-kategori diatas. Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dilatar belakangi oleh beberapa hal yang dapat ditinjau sebagai berikut : a. Peningkatan Pendidikan Informal Dalam masyarakat yang sudah kompleks dengan system pembagian kerja yang tajam, maka pendidikan kurang member kepuasan pada manusia akan kebutuhan pendidikan yang harus dimiliki/diperlukan. b. Kelengkapan Pendidikan Formal Dengan adanya pendidikan formal maka dapat menolong tugas-tugas yang seharusnya diberikan oleh pendidikan formal akan kebutuhan pengetahuan dan ketrampilan bagi seseorang.
KESIMPULAN Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemanfaatan kemampuan dalam proses pembangunan nasional maupun dalam proses produksi merupakan indikator utama dalam proses pengembangan SDM. 2. Dimensi dan pola globalisasi semakin menyadarkan kita akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas. 3. Dalam pengembangan Sumber Daya Manusia,unsur pendidikan merupakan hal yang penting untuk menentukan teknik dan strategi yang relevan untuk mengubah perilaku. 4. Salah satu langkah strategi yang diambil dalam pengembangan SDM di bidang pendidikan melalui jalur pendidikan di luar sekolah. Strategi harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan paradigma yang terjadi dalam masyarakat. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
134
Vol : XXIII, No : 1, MEI 2016
5. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yaitu Pendidikan Luar Sekolah belum mendapat pemahaman dan perhatian yang proporsional dengan pendidikan sekolah, terbatasnya jumlah dan mutu tenaga professional pada institusi PLS, masih terbatasnya sarana dan prasarana PLS, ketergantungannya penyelenggaraan kegiatan PLS di lapangan pada tenaga sukarela, masih
relatif
rendahnya
partisipasi/peranserta
masyarakat
dalam
memprakarsai
penyelenggaraan dan pelembagaan PLS. 6. Di Indonesia terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan di luar sekolah yaitu Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan Lembaga PNF sejenis. DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi, Ph.D .(2005). Perspektif PLS Dalam Kebijakan Sistem Pendidikan Nasional. Makalah Stadium General PPS UPI Bandung Anonim, 1985. Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Kelompok Kerja PLS, Balitbang Dikbud Fasli Jalal, Ph.D .(2004). Arah Kebijakan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta :Makalah seminar dan lokakarya Nasional. Djuju Sudjana. Prof. H. M.Ed, Ph.D. (2005). Manajemen Program Pendidikan untuk pendidikan non formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia . Falah Production. Bandung Joesoef, Soelaiman. (1992). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Bumi Aksara : Bandung. Sihombing, Umberto, 1999. Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan. Konsep, Kiat, dan Pelaksanaan. Jakarta: PD Mahkota. Soerjono Soekamto, Prof. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers Jakarta Suwarsono &Alvin Y So. (1994). Perubahan Sosial dan Pembangunan . LP3S Jakarta Sudarja Adiwikarta , Prof. Dr. MA. .(2005); Catatan perkuliahan Etika PLS dalam Pembangunan. PPS UPI Bandung Sudomo, M.,1989. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat.Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud. Syueb, Kurdie. (2002). Pendidikan Luar Sekolah. Alawiyah : Cirebon Tilaar, H.A.R, Prof. DR. M.Sc,M.Ed .(1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi. Grasindo. Jakarta
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
135