Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KAMBING PE DAN KACANG MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PROBIOTIK (The Increased Productivity of PE and Kacang Goat using Adoption Probiotic Technology) YAYU ZURRIYATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharuddin Nasution KM 10 Pekanbaru
ABSTRACT The goat have big potention to developt in Riau Province, but until now it's level productivity relative low. Because that needed inovation technology to increase it's productivity. This assessment was conducted at Hangtuah and Sialang Kubang Kubang Village, Kampar District, Riau Province in 2004 with involved 14 cooperator that have 29 Kacang goat and 22 PE (Peranakan Ettawah) goat. The treatment of technology package are (a): introduction technology (Introduction-Starbio = IS and Introduction Probion = IP), (b): Farmer technology (control). The parameter were: body weight and economic value of production factor. To compare the biologist aspect between the treatment used T-test, even though to compare the economic aspect used R/C ratio. The assessment results showed that, IP give the highest daily body weight gain, severally male PE goat 81,33 g/h/day, female PE goat 63,0 g/h/day, male Kacang goat 58,33 g/animals/day and female Kacang goat 43,67 g/h/day. Daily body weight gain of goat with IS showed; male PE goat 70,83 g/h/day, female PE goat 52,22 g/h/days, male Kacang goat 49,33 g/h/day and female Kacang goat 28,88 g/h/day. While at the control, daily body weight gain male PE goat 66,67 g/h/day, female PE goat 29,33 g/h/day, male Kacang goat 34,67 g/h/day and female Kacang goat 25,00 g/h/day. Daily body weight gain of PE is higher than Kacang at the same treatment. The highest profit from sale PE goat found at IS about Rp. 196.300/animals (R/C ratio; 1,31). While the highest profit from sale Kacang goat found at IP about Rp. 78.700/animals (R/C ratio 1,12). At the control, profit from sale PE goat about Rp. 74.400/ animals (R/C ratio 1,20) and Kacang goat about Rp. 4.400/animals (R/C ratio 1,01). Key Words: Probiotic, Kacang Goat, Peranakan Ettawah (PE) ABSTRAK Ternak kambing mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Propinsi Riau. Akan tetapi sampai saat ini tingkat produktivitasnya relatif rendah. Untuk itu diperlukan suatu inovasi teknologi guna meningkatkan produktivitas ternak kambing. Kajian mengenai peningkatan produktivitas kambing PE (Peranakan Ettawah) dan Kacang melalui penerapan teknologi probiotik telah dilaksanakan di Desa Hangtuah dan Sialang Kubang, Kabupaten Kampar Riau, T. A 2004. Pengkajian ini melibatkan 14 orang kooperator dengan jumlah ternak kambing Kacang 29 ekor dan kambing PE 22 ekor. Paket teknologi yang dikaji adalah (a) Teknologi Introduksi (I) yaitu, seleksi ternak, kandang panggung, pemberian konsentrat, pemberian mineral blok dan racun cacing, (b) Teknologi petani (kontrol) yaitu pemeliharaan sesuai kebiasaan petani. Pada Teknologi introduksi dibedakan atas :Intro-starbio (IS) dan Intro–probion (IP). Parameter yang diukur dalam kajian adalah pertambahan bobot hidup ternak, biaya bibit, sarana produksi dan nilai penjualan ternak. Data aspek biologis antar paket teknologi dibandingkan dengan uji T sedangkan aspek ekonomis dianalisis R/C ratio. Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa paket teknologi introduksi menggunakan probiotik probion (IP), memberikan tingkat pertambahan bobot hidup harian (PBHH) ternak kambing tertinggi, masingmasing pada kambing PE jantan 81,33 g/ekor/hari, kambing PE betina 63,0 g/ekor /hari, kambing Kacang jantan 58,33 g/ekor/hari dan kambing Kacang betina 43,67 g/ekor/hari. PBHH ternak kambing pada paket teknologi introduksi menggunakan probiotik starbio (IS) adalah: PE jantan 70,83 g/ekor/hari, kambing PE betina 52,22 g/ekor/hari, Kacang jantan 49,33 g/ekor/hari dan Kacang betina 28,88 g/ekor/hari. Sementara PBHH ternak kambing pada paket teknologi petani (kontrol) didapatkan: PE jantan 66,67 g/ekor/hari, PE betina 29,33 g/ekor/hari, Kacang jantan 34,67 g/ekor/hari dan Kacang betina 25,00 g/ekor/hari. Pada kajian ini juga terlihat kecenderungan PBHH ternak kambing PE relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang pada perlakuan yang sama. Tingkat keuntungan dari hasil penjualan kambing PE tertinggi didapatkan
596
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dari perlakuan paket teknologi introduksi–starbio (IS) yaitu Rp. 196.300/ekor (R/C ratio 1,31). Sementara keuntungan dari hasil penjualan kambing Kacang tertinggi di dapatkan dari perlakuan Introduksi probion (IP) yaitu Rp. 78.700/ekor (R/C ratio 1,12). Pada paket teknologi petani (kontrol), hasil penjualan kambing PE memberikan tingkat keuntungan Rp. 74.400/ekor (R/C ratio 1,20) dan tingkat keuntungan dari kambing Kacang adalah Rp. 4.400/ekor (R/C ratio 1,01). Kata Kunci: Probiotik, Kambing Kacang, Peranakan Ettawah (PE)
PENDAHULUAN Ditinjau dari potensi sumberdaya, sebenarnya tidak ada alasan bahwa usaha peternakan tidak memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Namun kenyataannya sampai saat ini usaha ternak umumnya hanya sebagai usaha sambilan, dengan sumbangan pendapatan peternak kurang dari 16% dari total pendapatan petani (PRIYANTI et al., 1995). Kondisi ini terjadi pada hampir semua kawasan di Indonesia termasuk di Propinsi Riau, dan jika dikaitkan dengan permintaan daging, setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Selama 5 tahun terakhir terjadi kenaikan produksi daging rata-rata 9,6% per tahun. Sementara untuk mencukupi konsumsi lokal masih harus didatangkan dari luar daerah Riau sekitar 12 ton/tahun (BPS TK I RIAU, 2000). Untuk itu guna mendukung pembangunan subsektor peternakan perlu dicari berbagai alternatif terobosan dibidang usahatani ternak penghasil daging untuk meningkatkan produksi daging sesuai dengan kondisi wilayah setempat. Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang diharapkan sumbangannya guna meningkatkan pendapatan petani sekaligus memberikan peranan dalam pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Fungsi ekonomi dan biologis kambing telah dikenal sejak lama. Disamping sangat efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi protein hewani, kambing juga menghasilkan bahan organik untuk mempertahankan kesuburan tanah. Akan tetapi saat ini kondisi usahatani ternak kambing sebagian besar masih diusahakan secara tradisional dengan teknologi sederhana bahkan tanpa sentuhan teknologi sama sekali. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas ternak kambing. Dari data BPS TK I Propinsi Riau, produksi daging asal ternak ruminansia kecil sekitar 96% berasal dari ternak kambing dengan kontribusi
terhadap total produksi daging di Riau hanya 3,03%. HARYANTO et al. (1997) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing agar lebih tinggi daripada sistem pemeliharaan secara tradisional memerlukan teknologi yang lebih disempurnakan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan program pemuliaan, perbaikan tatalaksana pemberian pakan dan kontrol kesehatan ternyata mampu meningkatkan produktivitas ternak. Pakan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak. Kondisi pakan (kuantitas dan kualitas) yang tidak mencukupi kebutuhan ternak akan menyebabkan produktivitas menjadi rendah, antara lain ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang lambat dan pertambahan bobot hidup rendah. Upaya untuk mencukupi kebutuhan gizi dan memacu pertumbuhan dapat dilakukan dengan memberikan pakan tambahan (ENSMINGER dan PARKER, 1986). Pakan tambahan untuk ternak ruminansia adalah bahan pakan selain bahan pakan pokok (hijauan pakan) yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk memacu peningkatan produktivitas ternak. Pakan tambahan yang diberikan pada ternak dapat berupa biji-bijian (jagung, sorghum, dsb) dan limbah pabrik (ampas tahu, bungkil kedele, bungkil kelapa, ampas ikan, dedak padi, dsb.). Selain pemberian pakan yang cukup untuk peningkatan produktivitas ternak kambing, perbaikan manajemen pemeliharaan dan perlakuan bioteknologi turut mendukung upaya ini. Penggunaan probiotik merupakan salah satu upaya peningkatan kecernaan bahan pakan sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap (WINUGROHO et al., 1994). Penggunaan probiotik telah lama dikenal dalam usaha peternakan dengan berbagai macam nama dagang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh HARYANTO et al. (1993), menunjukkan bahwa
597
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
penggunaan probiotik pada tingkat 0,5% dalam ransum dapat meningkatkan produksi sekitar 10−15% pada ternak domba. Sementara itu WINUGROHO et al. (1994) melaporkan bahwa, pada sapi PO yang digemukkan secara intensif, memberikan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) sebesar 0,76 kg/ekor/hari dengan pemberian probiotik pada tingkat 0,5% dari total ransum. Probion dan starbio merupakan dua jenis probiotik yang digunakan dalam pakan ternak. Probion adalah nama dagang probiotik yang dikeluarkan oleh Balitnak Ciawi, sedangkan starbio adalah nama dagang probiotik yang dikeluarkan oleh LHM Research Station Indonesia. Kedua probiotik ini mengandung mikroorganisme pencerna serat (lignolitik dan selulolitik) yang mampu meningkatkan daya cerna terhadap zat-zat nutrisi pakan hijauan. Sehingga lebih banyak nutrisi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya peningkatkan produktivitasnya. Untuk melihat sejauh mana pengaruh pemberian probiotik pada peningkatan produktivitas ternak kambing jenis PE dan Kacang, maka dilakukan kajian mengenai pengaruh pemberian dua jenis probiotik guna peningkatan produktivitas kambing PE dan Kacang.
campuran dedak dan ampas ikan kering, pemberian mineral blok, pemberian probiotik (starbio dan probion) dan obat cacing. Paket teknologi introduksi dibedakan atas pemberian probiotik starbio (IS) dan probiotik Probion (IP). Sementara pada perlakuan kontrol, pemeliharaan ternak sesuai kebiasaan petani setempat, yaitu dengan manajeman pemeliharaan tradisional dimana pemberian pakan untuk ternak kambing hanya berupa hijuan alam dan dedaunan seperti daun singkong dan daun nangka, tanpa adanya pakan tambahan. Ternak yang digunakan dalam pengkajian adalah milik kooperator. Jumlah kooperator yang terlibat adalah 14 orang dengan jumlah ternak kambing PE 22 ekor terdiri dari 13 ekor jantan dan 9 ekor betina, dan kambing Kacang 29 ekor terdiri dari 8 ekor jantan dan 21 ekor betina. Umur ternak yang digunakan dalam kajian ini adalah antara 8 bulan-1 tahun. Parameter yang diukur adalah pertambahan bobot hidup ternak, biaya bibit, sarana produksi dan nilai penjualan ternak. Data aspek biologis antar paket teknologi dibandingkan dengan uji T (STEEL dan TORRIE, 1995). Sedangkan aspek ekonomis dianalis dengan R/C ratio.
MATERI DAN METODE
Pada awal pengkajian dilaksanakan penimbangan bobot hidup ternak kambing milik kooperator dengan hasil rataan tiap perlakuan terdapat pada Tabel 1.
Pengkajian dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Hangtuah dan Sialang Kubang, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar– Riau. Kedua desa ini merupakan wilayah sentra produksi Kambing di Kabupaten Kampar dan jaraknya relatif dekat dengan ibukota Propinsi Riau. Populasi ternak kambing di Desa Hangtuah didominasi oleh jenis PE sementara di Desa Sialang Kubang adalah jenis Kambing Kacang. Paket teknologi yang diuji cobakan pada pengkajian ini dibedakan atas: IS IP Kontrol (K)
= introduksi starbio = introduksi probion = sesuai kebiasaan petani
Pada paket teknologi introduksi, komponenkomponen teknologi yang diintroduksikan berupa: seleksi ternak, kandang panggung diperbaiki, pemberian konsentrat berupa
598
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Keragaan bobot hidup awal ternak kambing di Desa Hang Tuah dan Sialang Kubang, Kabupaten Kampar, Riau, 2004 Bangsa
Rataan bobot hidup (kg/ekor)
Sex
n
Jantan
13
28,25 24,00
14,25
Betina
9
20,10 32,75
26,75
Jantan
8
19,13 27,50
19,50
Betina
21
23,50 23,13
22,33
IS Peranakan Ettawah (PE) Kacang
n = jumlah ternak (ekor) IS= introduksi starbio IP= introduksi Probion K = kontrol
IP
K
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Bobot hidup kambing PE umur sekitar 1 tahun di Desa Hangtuah pada awal pengkajian adalah antara 14,25–28,25 kg/ekor, dan PE betina adalah 20,10–32,75. Kisaran Bobot hidup kambing PE jantan pada umur 1 tahun dalam kajian ini ada diantara kisaran bobot hidup kambing PE pada umur yang sama seperti yang dilaporkan oleh TRIWULANNINGSIH (1988) dan ASTUTI (1995). TRIWULANNINGSIH (1988), melaporkan bahwa bobot hidup kambing PE jantan umur 1 tahun di stasiun percobaan adalah 21,96 ± 5,9 kg dan PE betina 19,14 ± 4,48 kg. Sedangkan ASTUTI (1995), melaporkan bobot hidup kambing PE di pedesaan pada umur yang sama hanya 15,5 kg. Pada kambing Kacang, kisaran bobot hidup diawal pengkajian untuk jantan dan betina berturut-turut adalah 19,3 kg–27,5 kg dan 22,33–23,50 kg. Sementara ASTUTI (1995) melaporkan bobot hidup kambing Kacang jantan dewasa adalah 20–30 kg dan betina adalah 15–25 kg. Adanya perbedaan bobot pada umur yang relatif sama diantara ternak kambing diduga disebabkan oleh keragaman individu (variasi genetik), tatalaksana pemeliharaan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Perubahan bobot hidup ternak kambing Tingkat produktivitas ternak dapat dilihat dari perubahan bobot hidup harian. Sementara itu perubahan bobot hidup harian (PBHH) ternak sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ternak dan lingkungannya. Hasil pengamatan
selama 180 hari terhadap kambing PE jantan dan betina serta kambing Kacang jantan dan betina, didapatkan rataan perubahan bobot hidup dari masing-masing jenis ternak kambing tersebut yang disajikan pada Tabel 2 dan 3. Paket teknologi yang dikaji meliputi paket teknologi introduksi yaitu pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dan probiotik (Probion-Starbio) dan paket teknologi petani (tanpa pemberian pakan tambahan dan probiotik). Pada kambing PE jantan PBHH tertinggi didapatkan pada perlakuan introduksi–probion yaitu 81,33 g/ekor/hari diikuti oleh perlakuan introduksi–starbio. Hal ini diduga karena interaksi positif dari pemberian pakan tambahan dan probiotik yang berdampak pada peningkatan PBHH ternak dibandingkan kontrol. Seperti yang dikemukan oleh WINUGROHO et al. (1994), bahwa penggunaan probiotik didalam ransum ternak akan meningkatkan kecernaan bahan pakan sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan dialihkan ke produk ternak. Pada ternak kambing PE betina, PBHH antar perlakuan juga berbeda tidak nyata (P>0,05), walaupun kisaran PBHH antar perlakuan cukup jauh. Hal ini diduga karena adanya keragaman individu ternak (keragaman genetik). Meskipun demikian PBHH tertinggi juga didapatkan pada perlakuan introduksi– probion. Jika dibandingkan dengan paket teknologi introduksi–starbio dan kontrol, PBHH PE betina pada paket teknologi introduksi-probion lebih tinggi 20,64% dan
Tabel 2. Rataan perubahan bobot hidup harian kambing PE selama 180 hari pemeliharaan Sex Jantan
Betina
Perlakuan
BH awal (kg/ekor)
IP IS K IP IS K
24,07 28,25 14,25 32,75 20,10 26,75
BH akhir (kg/ekor) 38,64 41,00 26,25 44,00 29,50 32,00
PBH (kg/ekor)
PBHH (g/ekor/hari)
14,57 12,75 12,00 11,25 9,40 5,25
81,33a 70,83a 66,67a 63,00a 52,22a 29,33a
BH = Bobot hidup PBH = Perubahan bobot hidup PBHH = Perubahan bobot hidup harian IP = Introduksi Probion IS = Introduksi Starbio K = Kontrol (teknologi petani) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5% DMRT
599
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 3. Rataan perubahan bobot hidup harian kambing Kacang selama 180 hari pemeliharaan Sex Jantan
Betina
Perlakuan
BH awal (kg/ekor)
BH akhir (kg/ekor)
PBH (kg/ekor)
PBHH (g/ekor/hari)
IP IS K IP IS K
27,50 19,13 19,50 23,13 19,55 22,33
38,00 28,00 25,75 31,00 24,63 26,80
10,50 8,87 6,25 7,87 5,08 4,47
58,33a 49,33a 34,67a 43,67a 28,33a 25,00a
BB = Bobot hidup PBH = Perubahan bobot hidup PBHH = Perubahan bobot hidup harian IP = Introduksi Probion IS = Introduksi Starbio K = Kontrol (teknologi petani) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5% DMRT
90 80 70 60
PBHH (g/ekor/hari)
50 40 30 20 10 0 probion
starbio
kontrol
Teknologi jantan PE
jantan Kacang
Gambar 1. Tingkat perubahan bobot hidup harian (PBHH) dari ternak kambing jantan PE dan Kacang pada paket teknologi introduksi probion, introduksi starbio dan kontrol
115%. Dari data diatas terlihat bahwa teknologi introduksi–probion lebih unggul dibandingkan teknologi introduksi-starbio, hal ini mungkin disebabkan mikroorganisme pemecah serat yang ada didalam probion lebih banyak dan lebih menguntungkan bagi kondisi pencernaan kambing dibandingkan dengan starbio. Selain itu juga probion mampu memberikan ketersediaan energi (dalam bentuk asam lemak mudah terbang) lebih awal yang
600
selanjutnya akan meningkatkan kecepatan pertambahan bobot hidup ternak. Pada ternak kambing Kacang jantan, penerapan teknologi introduksi memberikan tingkat PBHH yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Peningkatan bobot hidup ternak erat kaitannya dengan kondisi pakan. Menurut ENSMINGER dan PARKER (1986), untuk memenuhi kebutuhan gizi dan memacu pertumbuhan dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan, dalam pengkajian
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
ini berupa konsentrat yang terdiri dari dedak dan ampas ikan. Pertambahan bobot hidup ternak kambing Kacang betina yang tertinggi juga didapatkan pada perlakuan Introduksi–Probion, yaitu 43,67 g/ekor/hari. Sementara pada semua jenis ternak kambing terlihat bahwa PBHH terendah didapatkan pada perlakuan kontrol. Walaupun PBHH ternak tersebut berbeda tidak nyata secara statistik (P>0,05), tetapi perbedaan tersebut akan mempengaruhi harga penjualan ternak. Pada kajian ini juga terlihat bahwa kambing PE baik jantan maupun betina memperlihatkan tingkat PBHH yang lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang, pada tingkat perlakuan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa secara genetik kambing PE mempunyai kemampuan PBHH yang lebih baik dibandingkan kambing Kacang. Tingkat keuntungan dari penerapan paket teknologi kajian Kisaran penghasilan petani kooperator setiap bulannya di Desa Hangtuah adalah Rp.
500.000–Rp. 3.000.000. Sedangkan di Desa Sialang Kubang adalah Rp. 800.000–Rp. 2.000.000, yang mereka terima dari hasil perkebunan kelapa sawit. Petani kooperator yang berpenghasilan rendah adalah mereka yang bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit sedangkan yang berpenghasilan tinggi adalah mereka yang mempunyai kebun sawit. Rata-rata luas kepemilikan lahan sawit adalah 2 ha di lahan usaha dan antara 0,25–0,5 ha dilahan pekarangan. Dengan penerapan diversifikasi usahatani antara ternak kambing dan tanaman kelapa sawit, diharapkan adanya tambahan penghasilan yang diterima petani dibandingkan jika mereka hanya melaksanakan usahatani secara tunggal. Untuk itu dalam kajian ini dilakukan analisis finansial usahatani ternak kambing dari penerapan teknologi yang dikaji sekaligus juga besarnya tambahan penghasilan yang diterima petani dari usahatani ternak kambing. Tingkat keuntungan yang dihitung dalam pengkajian ini adalah keuntungan dari hasil penjualan ternak kambing yang dipelihara oleh petani ternak selama 180 hari pemeliharaan tertera pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Analisa usahatani ternak kambing PE yang dipelihara selama 180 hari pemeliharaan Uraian Input (Rp./kg) Berat awal ternak (kg/ekor) Nilai ternak Penyusutan kandang Konsentrat Obat-obatan Probiotik Probion Starbio Mineral blok Tenaga Kerja (TK) Jumlah Output (Rp./ekor) Berat akhir ternak Nilai jual ternak Kotoran ternak Jumlah Keuntungan dengan TK Keuntungan riil (tanpa TK) R/C ratio dengan TK R/C ratio tanpa TK
Introduksi-probion
Perlakuan Introduksi-starbio
kontrol
24,07 400.000 14.000 0,255x180x800 = 36700 8.000
28,25 450.000 14.000 36.700 8.000
14,25 250.000 14.000 8.000
46.000 3.000 93.600
18.400 3.000 93.600
93.600
601.300
623.700
365.600
36,64 750.000 20.000 770.000 168.700 262.300 1,28 1,52
41,00 800.000 20.000 820.000 196.300 289.900 1,31 1,55
26,25 420.000 20.000 440.000 74.400 168.000 1,20 1,62
601
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 5. Analisa usahatani ternak kambing Kacang yang dipelihara selama 180 hari pemeliharaan Uraian Input (Rp./kg) Berat awal ternak (kg/ekor) Nilai ternak Penyusutan kandang Konsentrat Obat-obatan Probiotik Probion Starbio Mineral blok Tenaga kerja (TK) Jumlah Output (Rp./ekor) Berat akhir ternak Nilai jual ternak Kotoran ternak Jumlah Keuntungan dengan TK Keuntungan riil (tanpa TK) R/C ratio dengan TK R/C ratio tanpa TK
Perlakuan Introduksi-probion
Introduksi-starbio
kontrol
27,50 440.000 14.000 0,255x180x800=36.700 8.000
19,30 300.000 14.000 36.700 8.000
19,50 300.000 14.000 8.000
46.000 3.000 93.600 641.300
18.400 3.000 93.600 473.700
93.600 415.600
38,0 700.000 20.000 720.000 78.700 172.300 1,12 1,31
28,00 450.000 20.000 470.000 -3.700 89.900 0,99 1,23
25,75 400.000 20.000 420.000 4400 98.000 1,01 1,30
Penghitungan analisa usahatani yang dilakukan adalah berdasarkan harga setempat yang berlaku ketika kajian sedang berlangsung. Penyusutan kandang dinilai dari harga 1m2 kandang = Rp. 60.000 dengan masa habis pakai selama 4 tahun. Nilai penyusutan perbulan adalah Rp. 2.343 sehingga dalam 6 bulan nilai penyusutan adalah Rp. 14.000. Upah tenaga kerja adalah Rp. 25.000/HOK (1 HOK=8 jam). Untuk menyabitkan rumput, membersihkan kandang, dibutuhkan waktu 1 jam/6 ekor/hari. Sehingga upah pemeliharaan per ekor/hari adalah Rp. 520. Selama 180 hari adalah Rp. 93.600. Penerimaan finansial yang diperoleh dalam usahatani ternak kambing dapat diketahui dengan menghubungkan variable produksi (input) dan harga yang diterima peternak. Dengan menggunakan tingkat harga yang diterima peternak sebagai dasar perhitungan, tingkat keuntungan tertinggi (Rp. 196.300) dari hasil penjualan kambing PE per ekor
602
didapatkan pada perlakuan introduksi–starbio. Tingkat keuntungan ini adalah dengan memperhitungkan biaya tenaga kerja, walaupun pada kenyataannya tenaga kerja yang terlibat dalam pemeliharaan ternak adalah tenaga kerja keluarga. Sementara pada kontrol tingkat keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 74.400/ekor (R/C ratio=1,20). Tingkat keuntungan tertinggi dari penjualan ternak kambing Kacang didapatkan dari perlakuan introduksi–probion yaitu Rp. 78.700/ekor (R/C ratio=1,12). Sedangkan pada kontrol, petani ternak memperoleh keuntungan Rp. 4.400/ekor (R/C ratio=1,01). KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengkajian disimpulkan: Perubahan bobot hidup harian (PBHH) kambing pada perlakuan introduksi lebih tinggi 52,45% dibandingkan dengan kontrol.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PBHH kambing PE lebih tinggi 58,43% dibandingkan kambing Kacang pada tingkat perlakuan yang sama. Ternak kambing jantan menunjukkan tingkat PBHH yang lebih tinggi dibandingkan kambing betina. Peningkatan produktivitas ternak dapat diupayakan melalui penerapan teknologi probiotik didalam ransum ternak, disamping perbaikan manajemen pemeliharaan. DAFTAR PUSTAKA ASTUTI, E.N. 1995. Kambing Kacang Sebagai Ternak Andalan di Daerah Pedesaan. Bull. Ilmiah Azzola. No. 5 Tahun II. hlm. 38–45. BADAN PUSAT STATISTIK TK. I PROP. RIAU. Riau Dalam Angka 2000. Pekanbaru ENSMIGER, R.E and R.O. PARKER. 1986. Sheep and Goat Science. The Laterstate Printers and Publisher inc. Danville Illinois. pp. 235–253. HARYANTO, B., ISMETH INOUNU dan I KETUT SUTAMA. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Kambing dan Domba. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7–8 Januari 1997. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 112–131.
HARYANTO, B., K. DIWYANTO, ISBANDI dan SUHARTO. 1993. Effect of Probiotic Supplement in The Growth and Carcass Yield of Sheep. Paper Submitted to VII AAAP Animal Scence Congress. Denpasar, Bali-Indonesia. PRIYANTI, A., M. SABRANI, B. HARYANTO, M. WINUGROHO dan B. SUDARYANTO. 1995. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Sapi Menunjang Sistem IP padi 300. Pros. Sem. Nas. Peternakan dan Veteriner. Bogor. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. TRIWULANNINGSIH, E. 1988. Pertumbuhan Kambing Peranakan Ettawah (PE) Sampai Dengan Umur Satu Tahun. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Cisarua, Bogor, 8−10 Nopember 1988. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 152– 157. WINUGROHO, M., HERNAMAN , HADI, TAUFIK dan M. SABRANI. 1994. Transfer Cairan Rumen Kerbau Tingkatkan Pertumbuhan Sapi PO. Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II. Puslitbang Bioteknologi-LIPI 6−7 September 1994.
603