Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN DI KABUPATEN PAMEKASAN MELALUI OPTIMALISASI AIR M. Arsad Munir, Sinar Suryawati, dan Suwarso Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal-Bangkalan
ABSTRAK Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Pulau Madura, beriklim D sehingga air menjadi permasalahan utama. Potensi utama kegiatan pertanian berupa tanaman pangan lahan kering dengan sumber pengairan utama dari air hujan. Untuk meningkatkan produksi pangan tentu diperlukan upaya optimalisasi air melalui peningkatan, pemanfaatan dan penyimpanan air yang berasal dari hujan. Secara umum, pembangunan pertanian tanaman pangan di lahan kering diperlukan pertimbangan dari aspek lingkungan, pengelolaan tanaman dan diversifikasi pangan. Dari aspek tanaman, optimalisasi air dapat dilakukan dengan pengelolaan pola tanam, efisiensi penggunaan air dan pemilihan tanaman tahan kering. Kata kunci : Pangan, Optimalisasi Air, Lahan Kering Pamekasan PENDAHULUAN Pamekasan salah satu dari empat kebupaten di wialayh Madura terletak di sebelah Timur Sampang dan Bangkalan. Ketinggian tempat 6 sampai 375 m dpl. Luas wilayah ±90 ribu ha dan 70 persen merupakan lahan pertanian. Bagian terbesar lahan pertanian berupa lahan kering (kebun/ pekarangan, tegal dan sawah).. Beriklim kering dengan rata-rata curah hujan 179 mm/ bulan dan evaporasi 165 mm katagori iklim D bulan kering >7 Musim hujan belangsung pada bulan Oktober sampai April sedangkan musim kemarau berlangsung pada bulan April sampai Oktober (Schimdt Ferqusson, 1985; Anonymous, 2008). Pola penggunaan lahan sawah, tegal, dan kebun/ pekarangan masing-masing 23, dan 58 dan 17.5 persen (Anonymous, 2005 ; Zaed Sidqi et al., 2009). Produktivitas padi 5.5 t, jagung 2.38, ketela pohon 11.4, ubi jalar 7.75, kacang tanah 1.45 t dan kedelai 1.7 t/ha/th. Penggunaan lahan pertanian sawah tadah hujan mencapai 70 persen lahan sawah terjadinya perubahan iklim dan curah hujan mengakibatkan produksi pangan fluktuasi yang tinggi. Penggunaan lahan pertanian pola tegal dan agroforestri dapat meningkatkan intensitas tanam 1 sampai 1.5 dan efektivitas air hujan 0.7 sampai 2 mm-1. Peningkatan hujan efektif sangat menguntungkan sebagai usaha konservasi air . Efisiensi air diharapka dapat meningkatkan luas tanam dan intensitas tanam sehingga diharapkan terjadi peningkatan ketahanan pangan (Satari, 1985; Anonymous, 2005; Arsyadmunir, 2008). POLA TANAM DAN PRODUKSI PANGAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH PAMEKASAN . Pamekasan terletak 6o511-7o311 LS dan 113o191 – 113o581 BT dengan ketinggian 6 sampai 375 mdpl. Jumlah penduduk kabupaten Pamekasan 795918 jiwa, laju pertumbuhan penduduk 1.4 dan kepadatan 1000 orang km-2 . Luas lahan pertanian Pamekasan 50 ribu ha terdiri 17 ribu ha sawah dan 33 ribu tegal. Luas tanam padi 22 ribu ha, jagung 40 ribu, ubi kayu 1.3 ribu, ubi jalar 63 ha, kacang tanah 2 ribu ha dan kedelai 543 ha. Produktivitas padi 5.5, jagung 2.38 , ketela pohon 11.4 ubi jalar 7.75 kacang tanah 1.45 dan kedelai 1.7 t ha-1. Curah hujan 102.25 mm dan hari hujan 1.7 terkait dengan factor sumberdaya lahan ekonomi dan pasar. produksi pertanian Pamekasan dengan jumlah penduduk 1.7 juta pemenuhan kebutuhan pangan akan mejadi masalah apabila tidak dilakukan program perencanaan strategis. Sumber pendapatan keluarga penduduk di wilayah 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
kabupaten Pamekasan Madura seperti umumnya di wilayah Maduara lainnya terutama dari pertanian disamping jasa informal perdaganan. Budidaya pertanian sub sektor pangan dengan produktivitas padi 5.5 t/ha pada umumnya subsisten pada kondisi lahan marginal dan iklim kering dengan pengelolaan tanaman secara sederhana yang disebabkan adanya kegiatan secara informal di luar wilayah. Berdasarkan lahan pola yang umum adalah sawah, tegal dan kebun atau pekarangan. Pengelolaan lahan tidak optimal, pola tanam berbasis tanaman padi, jagung, singkong dan ternak sapi sebagai komoditi utama, sedangkan tanaman budidaya yang komersial ialah tembakau . Produktivitas pangan kabupaten Pamekasan masih rendah disebabkan pola penggunaan lahan sawah tadah hujan, penerapan teknoligi kurang tepat, degradasi lahan, perubahan iklim dan lemahnya sinkronisasi kebijakan pembangunan sektoral dan wilayah. Fluktuasi produksi dan kondisi pasar yang terbuka makin melemahkan dan penurunan produktivitas dan degradasi sumberdaya alam yang berdampak terhadap marginalisasi petani. Madura memiliki lahan pertanian 400 ribu hektar yang didominasi lahan sawah tadah hujan beriklim kering tipe D dan E, bulan kering > 7 , rata-rata hujan < 200 mm. Sedangkan wilayah iklim C < 10 persen. Iklim kering pola tanam berbasis padi sawah yang membutuhkan rata-rata curah hujan > 200 mm menyebabkan produktivitas pangan menjadi rendah dan meningkatkan lahan bero dan hamparan tanpa tanaman. Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Sumenep 25 persen dari 270 hektar lahan sawah dan tegal ditanamai tembakau (50 sampai 70 ribu hektar) menyebabkan menurunnnya harga tembakau Madura disebabkan lemahnya system tataniaga tembakau yang berdampak pada penurunan kemurnian kualitas tembakau akibat sulitnya pengaturan tata niga tembakau (Anonymous, 2007; Zaed Sidqi, et al., 2009; Arsyadmunir et al., 2011). Wanatani berbasis tanaman padi gogo, jagung, kacang hijau, tembakau sebagai tanaman komersil dan peternakan meningkatkan agribisnis, produktivitas lahan, pangan stabilasi pendapatan dan pengatan ekonomi petani. Pamekasan dan Madura umumnya sebagai wilayah dengan kondisi fisiografis berbukit pola penggunaan lahan perlu mempertimbangkan aspek kesesuai lahan dan daya dukungnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Sinkronisasi pertumbuhan ekonomi dan tata ruang melemah berakibat degradasi lingkungan, kekeringan dan banjir melanda pada berbagai wilayah yang mestinya berfungsi sebagai penyangga .Hal ini akan menjadi potensi penghambatan pembangunan dan menjadi tantangan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kemandirian pangan bagi penduduknya. Oleh karena itu diperlukan langkah revitalisasi untuk mengoptimalkan peningkatan pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan bangsa yang menekankan teknologi bermuatan kearifan local dan kebijakan nasional dengan memenuhi kebutuhan pangan yang aman dan sehat dalam negeri. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya Indonesia antara lain disebabkan oleh: 1. Produktivitas lahan dan tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun 2. Peningkatan luas areal penanaman-panen yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas penyebab laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun. Untuk mengatasi dua permasalahan teknis yang mendasar tersebut perlu dilakukan upaya-upaya khusus dalam pembangunan pertanian pangan khususnya dalam kerangka program ketahanan pangan nasional. Upaya-upaya tersebut diantaranya yaitu dengan meningkatkan produktivitas tanaman pangan, menambah perluasan areal pertanian barudan menggalakan diversifikasi pangan Pola produksi pertanian dan pola tanam ialah berbagai tipe pertumbuhan tanaman dan pengelolaan lingkungan . Lingkungan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman senginggo pengelolaan pertanian adalah fungsi dari lingkungan dan manajemen. Pola pertanian adalah pengelolaan dan pengaturan tanaman dalam tata ruang dan waktu tertentu . Pengaturan tersebut antara lain pemilihan kesesuaian tanaman, cara / waktu tanam, pemupukan , pemeliharaan dan panen dengan pertimbangan kesesuaian kondisi lingkungan atau agroekologi lahan.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Agroekologi berdasarkan tata guna lahan dibedakan menjadi 1) pekarangan/ kebun, 2) tegal, 3) sawah dan 4)hutan atau perkebunan swasta dan rakyat. Berdasarkan strata lahan tersebut dapat dibedakan ciri yang disebabkan perbedaan tata ruang tanah dan dan penggunaannya. Lahan tegal tanah lahan tegal pada umumnya mempunyai sifat fisik lebih baik dibanding tanah lahan sawah. Sifat fisik tanah antara lain agregasi tanah lebih stabil , dengan makin meningkatnya pori makro. Pori makro yang tinggi dapat memperbaiki pertukaran udara dan meningkatkan persediaan oksigen yang dibutuhkan untuk mikroba tanah dan perumbuhan akar tanaman. Bobot jenis tanah lahan tegal lebih kecil sehingga kekuatan tegangan tanah (tensile strength) menjadi lebih rendah yang dapat membantuk peningkatan pertumbuhan mikro tanah dan penetrasi akar. Makin meningkatnya agregat dapat memperbaiki kesuburan tanah dalam penyediaan air dan nutrisi serta makin meningkatnya lapisan olah tanah (Adisarwanto et al., 1996; Djajadi, 2009; Tranggono, 1989). Tanah tegal terutama adanya interaksi pola tanaman sehingga ketebalan tanah menjadi meningkat. Peningaktan tersebut dapat mempunyai pengaruh pada peningkatan kapasitas pegang air. Tanah lahan sawah yang digunakan untuk penanaman padi sawah, maka pengolahan tanah dengan cara pelumpuran yang dilakukan dengan pembajakan (ploughing) dan penggaruan (harrowing) dan diistilahkan denan pengolahan tanah basah. Pengolahan tanah secara basah pada kondisi air tanah jenuh dengan tujuan penghancuran tanah menjadi agregat mikro sehingga sesuai untuk penanaman bibit padi menyebabkan terjadinya degradasi tanah, peningkatan kekuatan tanah (soil strength), meningkatnya (Sharma dan De Datta, 1985) terbentuknya lapisan keras (hardpan/Ad) di bawah lapisan olah tanah akibat adanya gaya tekanan vertikal berat bajak dan laju kecepatannya, adanya penetrasi kaki sapi atau manusia (Baver et al., 1972), BV dan tahanan penetrasi tanah meningkat ( Sulistyaningsih, 1987) dan tanah setelah kering sejalan dengan peningkatan intensitas pelumpuran (Tranggono, 1989). Menurut Adisarwanto et al. (1996) akibat selanjutnya karena adanya perubahan kondisi fisik tanah akibat pelumpuran tersebut maka kekuatan tanah meningkat secara cepat begitu tanah mengering setelah padi panen sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman kedelai dan membatasi kemampuannya untuk menyerap air dan unsure hara tanaman dari lapisan tanah yang lebih dalam (sub soil). Akibat pelumpuran tersebut maka kekuatan tanah meningkat secara cepat begitu tanah mengering setelah padi panen sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman kedelai dan membatasi kemampuannya untuk menyerap air dan unsure hara tanaman dari lapisan tanah yang lebih dalam (sub soil). Unsur iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman ialah curah hujan, suhu, kelembaban udara, angin dan sinar matahari. Unsur iklim tersebut berpengaruh pada tingkat evapotranspirasi sehingga menentukan kebutuhan air untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Wilayah Madura sebagian besar beriklim C, D dan E dengan 6-8 bulan kering dan curah hujan 178 mm. Evaporasi 150- 160. Kondisi kering seperti ini sesuai untuk pengembangan tanaman berdaun kecil dan tahan kering seperti tanaman tembakau aromatis. Wilayah bagian tepi pantai umumnya beriklim lebih kering (tipe iklim E) dan bagian tengah beriklim lebih basah (tipe iklim C). Sedangkan wilayah Madura dengan tipe iklim D terdapat pada daerah transisi antara wilayah Tengah dan wilayah Tepi pantai. Jumlah dan penyebaran hujan berpengaruh terhadap kadar air tanah yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan tanaman Peningkatan efektivitas air hujan dalam pangan sangat penting dalam antisipasi peningkatan produksi pangan sebagai antisipasi penurunan produksi akibat perubahan iklim. Hasil penelitian di berbagai wilayah menunjukkan adanya pengaruh signifikan perubahan iklim terhadap hujan efektif. Hal ini disebabkan disebabkan degradasi lahan akibat penurunan areal tanam dan pelantaran tanah. Hujan efektif pada kisaran > 10 mm sampai <50 mm pada tanah sawah dan 12 mm sampai <75 mm/hari pada tanah tegal . Sebaliknya pada tanah kebun/ pekarangan dan hutan lebih tinggi. Efektivitas hujan berkaitan dengan pertumbuhan, jenis tanaman dan pola tanaman serta pengelolaan pertanian. Penelitian USDA hubungan air hujan dan efektivitas pada padi sawah Y= 0.82 x – 29 (eq 1), pada Padi tegal Y = 0.54 X -29 (Eg 2) Pada tanaman pangan lain Y= 0.75 x- 29 (Eg 3). 3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Total kebutuhan air tanaman *) Padi 380- 880 mm, 2.9- 6.3 mm/hari, 85- 85 mm/bulan *) Kedelai 300- 350 mm, 2.5 – 3.5 mm/ hari , 75-100 mm/bulan *)Jagung 350 – 400 mm , 2.9- 3.5 mm/hari , 85- 100 mm/builan *) Kacang tanah 400 – 500 mm, 2.7- 3.5 mm/hari, 80 – 100 mm/bulan Iklim mikro ialah unsur iklim atau cuaca dekat permukaan tanah dari lapisan perakaran di bawah permukaan tanah sampai 1.5 – 2 m di atas permukaan tanah. Unsur iklim mikro/cuaca disebut agroklimat yang berpengaruh pada metabolisme tanaman terutama pada fotosíntesis dan respirasi. Menurut Tromp (1980) unsur iklim yang berpengaruh pada tanaman yaitu sinar matahari, suhu, curah hujan, kelembaban udara, dan evaporasi. Agroforestry mengindentifikasi prioritas penggunaan lahan pada pertanian berkelanjuan dengan ciri berbagai bentuk dan sasaran pokok pendorong penciptaan pola pertanian. Ciri pola pertanian yang mengedepankan kesesuaian lahan dan komoditi sebagai system produksi dan konsumsi. Pemapanan agroforestri tergantung pengelolaan kondisi fisik lahan, ketersediaan teknologi yang aplikatip pada keadaan social dan ekonomi dengan mengedepankan kearifan local. Keberhasilan pola produksi pertanian yang sepadan dengan social ekonomi akan menciptakan budaya yang serba seimbang antara aspek ekonomi dan lingkungan. Kondisi lingkungan lahan yang dinamis dapat meningkatkan mutualisme sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan secara berkelnjutan ( Harwood. 1976; King, 1979; Notohadiprawiro, 2003) Dilain pihak ditemukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pengrusakan lingkungan, yang seakan-akan tidak dapat dikendalikanlagi. Kecenderungan pengrusakan lingkungan ini perlu dicegah dengan sungguh-sungguh, dengan cara pengelolaan lahan yang dapat mengawetkan lingkungan fisik secara efektif, tetapi sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang bagi manusia. Pengelolaan produksi pangan sebagai usaha peningkatan produktivitas sumberdaya lahan melalui optimalisasi penggunaan sumberdaya tanah dan air. Pertanian berkelanjutan adalah penggunaan lahan, tanah, air dan tanaman secara optimal untuk produksi pangan. Dengan demikian berbeda dengan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara agronomis. Peningkatan efesiensi penggunaan sumberdaya lahan secara optimal dapat diukur dari produksi per unit lahan, tanah dan air dalam periode tertentu (Zandstra, 1977). POLA PERTANIAN DAN KESESUAIAN TANAH DAN IKLIM Untuk pertumbuhan dan produksi optimal kesesuai antara kebutuhan tanaman dan lingkungan menjadi penting. Pola pertanian yang sesuai kondisi social dan ekonomi penduduk menjadi pertimbanga dalam pengaturan dan pengelolaan tanaman. Hal penting dalam penentuan pola tanam disamping kebutuhan pangan yang seimbang dengan daya dukung lahan adalah ketersediaan air. Curah hujan merupakan merupakan sumber air yang menentukan pola tanaman. Berdasarkan jumlah curah hujan dan distribusinya dapat ditentukan pola tanaman berdasarkan kebutuhan air bagi tanaman. Kondisi iklim dan curah hujan dan distribusinya perlu disesuaikan dengan jenis dan sifat tanah serta fisiografi lahan. Air yang dapat digunakan tanaman adalah air yang terdapat pada tanah dengan daya ikat antara titik layu dan kapasitas lapang. Semakin baik tekstrur dan struktur tanah akan semakin tinggi kemampuan tanah mengikat air. Pada fisiografi miring dapat menyebabkan peningktan run off sehingga kehiolangan air hujan meningkat. Kapasitas pegang air bagi suatu tanah dapat meningkat dengan cara penggunaan tanah secara tegal dengan kombinasi tanaman pohon atau perdu yang mempunyai perakaran dalam. Peningaktan kapasitas pegang air tanah akan meningkatkan efektivitas air hujan untuk pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi. Pengaturan pola tanam yang baik dengan agroforestri dapat meningkatkan siklus hidrologi. Pengauran hidrologi melalui intersepsi curah hujan pada kanopi tanaman . Tetesan air hujan dakan jatuh melalui aliran dalam pepohonan sehingga berfungsi untuk konservasi tanah. Peningkatan siklus hidrologi akan meningaktkan manfaat air.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Tegal 1.
Jagung + Padi+ Bero
Padi
Jagung
Jagung
K hijau
2. 3. 4.
Jagunga-Kacang hujau-Bero
Jagung
5.
Tembakau au
Jagung+Tembakau Ketela pohon
6. 7.
Jagung+Ubi kayu+ Kedelai-Tembakau
Sawah 1.
2.
Padi
Bero
Padi
Tembakau
Padi+ Bero
Padi+Jagunga-Bero
Jagung 3.
Bero
Jagung+Tembakau
Padi+ Kedelai-Bero Okt
Jan
Mar
Jul
Okt
Upaya Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan Produktivitas lahan, pertanian dan tanaman pangan Madura masih rendah. Rata-rata produktivitas padi 4.5 ton/ tahun, jagung 2.2 t/t. Rata-rataproduktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba dan Las, 2002), jagung 2,2 ton/ha dan kedelai1,19 ton/ha jka dibandingkan dengan daerah lain (FAO, 1993). Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah (a) Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)Tingkat kesuburan lahanyang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994), (c) Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal (Guedev S Kush, 2002). Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasi penelitian dengan hasil lapangan yang diperoleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan teknologi baru Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untukmengembalikan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba pengendaliyang mempercepat keseimbangan alami dan membangunbahan organik tanah, kemudiandiikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan berimbang serta teknikpengolahan tanah yang tepat. Telah diketahui bahwa mikro-organisme unggul bergun dapat diintroduksikan ke tanah dan dapatdiberdayakan agar mereka berfungsimengendalikan keseimbangan kesuburan tanah 5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN Upaya membangun diversifikasi konsumsi pangan telah dilaksanakan sejak tahun 1970.Saat itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan pangan pokok selain beras. Pola konsumsi menunjukkan tren kenaikan konsumsi beras dari 85 kg menjadi 125 kg. Pelita I secara eksplisit pemerintah mencanangkan kebijaksanaan diversifikasi pangan melaluiInpres no 14 tahun 1974 tentang perbaikan menun makanan Rakyat (UPMMR), dan disempurnakan melalui inpres n0.20 tahun 1979. Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih menganekaragamkan jenispangan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.Namun dalam perjalanannyatujuan diversifikasi konsumsi pangan lebihditekankan sebagai usaha untuk menurunkantingkat konsumsi beras, kaeran diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan padapenganekaragaman pangan pokok. Diversifikasi pangan pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi sesuai dengan cita rasa yang diinginkan dan sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan akan salah satu bahan pangan.Tujuannya adalah agar gizi masyarakat dapat terpenuhi sehingga masyarakat dapat hidup sehat dari berbagai sumber karbohidrat selain beras.. Hal ini memang sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakandan faktor sosial budaya. Konsumsi pangan termasuk konsumsi energi dan protein sangat dipengaruhi oleh daya beli dan kesadaran masyarakat terhadap pangan dan gizi . Berbagai sumber pangan alternative diketahui mempunyai nilai gizi yang baik. Penganeka ragaman sumber bahan pangan merupakan konservasi potensi genetic yang berpengaruh positip terhadap lahan dan lingkungan. Disamping itu kesesuaian agroekologi tanaman sumber bahan pangan apat meningkatkan produksi dan peningkatan kealitas lahan sekaligus konservasi tanah dan air. KESIMPULAN Pola konsumsi pangan, pangan yang sehat merupakan tujuan produksi pangan yang sesuai dengan lingkungan. Keterbatasan lahan , air dan bahan tanaman mendorong perlunya pengembangan pola pertanian yang berbasis kearifan local. Pola penggunaan lahan yang sesuai dapat meningkatkan pemanfaatan air. Perbaikan hidrologi befungsi peningkatan produktivitas air dan pelestarian lingkungan. Hubungan tanah, air dan sumber bahan pangan yang sesuai dengan kondisi ekonomi dan social masyarakat dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan. DAFTAR PUSTAKA. Anonymous, 1999. Madura dalam angka . Biro Statistik Madura, 2000. Arsyadmunir 2008. Peningkatan produksi dan kualitas tembakau Madura melalui pola lahan tegal dan lahan sawah. Paper disampaikan pada Seminar Bulanan Fakultas Pertanian Univ. Trunojoyo. Harwood R, 1976. The application of science and technology to long range solutions mulotiple cropping potentials. March Los Banos Philippine Notohadiprawiro T, 2003. Pemantapan agroforestry selaku bentuk pemanfaatan lahan menurut criteria pengawitan tanah dan air. Repro. Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Uniersitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Notohadiprawiro T, 2005. Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam konteks globalisasi ekonomi dan liberalisasi. Ibid. Jasnuar , J, Purwanto dan Badrudin, 1989. Fluktuasi kelembaban tanah dalam budidaya padi gogo ranca. Buletin Keteknikan Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Zaed Sidqi, Faridz Firman Mungson, Amseri dan Fuad Hasan, 2009. Penegmbangan pola tanam dan diversifikasi tanaman pangan di Madura : sebagi suatu upaya peningkatan produksi dan pendapatan. Laporan Stanas, FP Universitas Trunojoyo. Zandra, 1976. Cropping system research at IRR. Paper presented at the cropping system seminar. In workshop on environmental factors in cropping system, April 9-10, 1976. International Rice Research Institute, Los Bnos, Philippines.