PENINGKATAN PENGETAHUAN PENGRAJIN SEPATU INFORMAL TENTANG BAHAYA KIMIA DAN CARA KERJA AMAN DENGAN BAHAN KIMIA Hendra1) 1. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus FKMUI, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Sosialisasi melalui penyuluhan dan pelatihan mengenai bahaya kimia dan cara kerja aman dengan bahan kimia pada pengrajin sepatu informal bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya kimia lem dan meningkatkan pemahaman pekerja mengenai cara aman bekerja dengan bahan kimia lem. Metode yang digunakan adalah melalui penyuluhan dan pelatihan, penyebaran booklet, dan penempelan poster di tempat kerja. Peningkatan pengetahuan pekerja diketahui melalui analisis pre-test dan post-test dengan menggunakan metode paired sample t-test. Perubahan perilaku pekerja dianalisis melalui pengamatan setelah pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan pekerja yang signifikan setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan. Sedangkan hasil observasi yang dilakukan setelah penyuluhan memperlihatkan perubahan perilaku yang tidak berarti. Masih ditemukan pekerja yang tidak menggunakan masker dan kacamata saat bekerja serta makan, minum, dan merokok sambil bekerja. Hanya penggunaan jari saat mengaplikasikan lem yang sudah berubah dengan menggunakan kuas. Dari kegiatan penyuluhan dan pelatihan dapat disimpulkan bahwa hanya peningkatan pengetahuan yang menunjukkan perubahan yang signifikan. Sedangkan perubahan perilaku menjadi perilaku aman belum optimal. Saran yang bisa diajukan adalah perlunya upaya yang kontinyu oleh pihak terkait seperti Dinas Kesehatan atau Petugas Puskesmas untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan kerja yang kontinyu.
Abstract Increasing Knowledge of Informal Shoes Workers about Chemical Hazards and How to Work Safely With Chemicals. Socialization through counseling and training about chemical hazards and how to work safely with chemicals in the informal shoe producers aim to increase the knowledge workers on the dangers of chemical glue and improve workers' understanding of how to safely work with chemical glue. The method used is through counseling and training, dissemination of booklets, and placing posters in the workplace. Increased knowledge worker is known through analysis of pre-test and post-test using paired samples t-test. Changes in behavior were analyzed through the observation of workers after the implementation of counseling and training. The results show that there is a significant increase in knowledge workers after the counseling and training. Observations after counseling showed no significant change in behavior. Workers did not wear masks and goggles when working and eating, drinking and smoking while working. Using of fingers when applying the glue has changed with a brush. From counseling and training activities can be concluded that the only increase in knowledge that show significant changes. Behavior change among workers to safe behavior is not optimal. Suggestions have been suggested is the need for continuous efforts by all relevant parties such as the Department of Health or Health Center personnel to conduct worker health promotion activities are continuous. Keywords : chemical hazard, glue, training, informal sector, shoe producer.
1. Pendahuluan
2. Metode
Industri sepatu informal merupakan salah satu sektor industri kecil dan menengah yang banyak berkembang di masyarakat. Kampung Peusar, Desa Peusar, Kecamatan Panongan, KabupatenTangerang, Provinsi Banten, merupakan salah satu wilayah yang mempunyai banyak industri sepatu informal yang biasa juga disebut bengkel sepatu. Meskipun berjalan dengan manajemen kekeluargaan dan berdasarkan order dari took-toko sepatu, bengkel sepatu dapat bertahan selama lebih dari 10 tahun.
Metode yang digunakan dalam sosialisasi adalah sebagai berikut: a) Peningkatan pengetahuan pekerja tentang bahaya bahan kimia dilakukan dengan sosialisasi informasi melalui forum diskusi, pemasangan poster, dan pembagian booklet. b) Peningkatan pemahaman pekerja tentang cara aman bekerja dengan bahan kimia dilakukan dengan pelatihan dan pemasangan poster di tempat kerja. c) Pengamatan dan observasi setelah penyuluhan yang dilaksanakan sebanyak 2 kali. Aspek yang diamati antara lain mengenai cara aman bekerja dengan lem seperti: • Tidak mengaplikasikan lem dengan tangan • Tidak makan dan minum di tempat kerja • Menggunakan alat pelindung diri.
Dalam proses produksinya, penggunaan lem yang mengandung bahan kimia berbahaya merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui bahwa terdapat pelarut organik dalam lem berupa toluena lebih dari 70% dan pelarut benzena sekitar 1-2% (Widjaja, 2008). Kedua pelarut tersebut bersifat toksik, bahkan benzena bersifat karsinogen, sehingga kontak langsung dengan manusia sedapat mungkin harus dihindarkan. Tingkat pendidikan pekerja dan pemilik bengkel sepatu yang rendah tentang bahaya kimia, menyebabkan perilaku kerja mereka tidak aman. Masih ditemukan pekerja yang mengaplikasikan lem dengan jari tangan secara langsung tanpa kuas. Selain itu, juga masih ditemukan pekerja yang makan dan minum di tempat kerja, dan tidak diketahui apakah mereka mencuci tangan dan muka sebelum makan. Bahkan ditemukan pada studi sebelumnya bahwa kandungan metabolit benzena dan toluena dalam urin pekerja melebihi nilai ambang biologis yang diperkenankan sehingga dikhawatirkan pekerja dapat terkena dampak kesehatan seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit berkonsentrasi), sakit paru, liver, dan leukemia. Upaya pencegahan dan perlindunan pada pekerja sangatlah penting dilakukan. Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kesehatan pada pekerja adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya kimia pada lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia lem. Peningkatan pemahaman pekerja tentang bahaya kimia akan memicu terciptanya perilaku kerja yang aman sehingga dapat menurunkan risiko munculnya penyakit akibat kerja pada khususnya dan menjamin kesehatan warga sekitar bengkel pada umumnya.
Untuk mengetahui apakah perubahan atau peningkatan pengetahuan pekerja setelah mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengalami peningkatan yang signifikan, dilakukan uji beda mean (t-test) dengan pendekatan paired sample t-test.
3. Hasil dan Pembahasan Hasil pelaksanaan kegiatan penyuluhan tentang bahaya kimia dan cara aman bekerja dengan bahan kimia adalah meningkatnya pengetahuan mengenai bahaya kimia dan meningkatnya pemahaman pekerja tentang cara aman bekerja dengan bahan kimia. Pengukuran indikator keberhasilan kegiatan penyuluhan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu peningkatan pengetahuan, pengamatan perubahan perilaku sebanyak 2 (dua) kali. 3.1. Peningkatan Pengetahuan Perubahan tingkat pengetahuan pekerja diukur dengan menggunakan pre-test dan post-test yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyuluhan. Dari 40 pekerja yang menjadi peserta penyuluhan dan pelatihan, pre test dan post test hanya ya diikuti oleh 39 pekerja dan tidak diikuti oleh pemilik bengkel. Hasil evaluasi tingkat pengetahuan ke-39 pekerja tersebut terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Pekerja Menurut Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Tingkat Pengetahuan
No 1 2 3
Baik Cukup Kurang
Jumlah
Sebelum
Sesudah
11 18 10
29 9 1
39
39
Kriteria pengetahuan: • Jumlah benar >10 (> 73,33%) = Baik • Jumlah benar 6 – 10 (40 – 73,33%) = Cukup • Jumlah benar <6 (< 40 %) = Kurang
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat peningkatan pengetahuan pekerja setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan. Sebelum dilakukan penyuluhan dan pelatihan terdapat 10 pekerja yang mempunyai pengetahuan yang kurang. Sedangkan setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan hanya 1 (satu) orang pekerja yang mempunyai pengetahuan yang kurang.
Gambar 2. Peserta Penyuluhan dan Pelatihan
3.2. Perubahan Perilaku Untuk mengetahui perubahan perilaku pekerja setelah penyuluhan dan pelatihan, dilakukan 2 kali pengamatan dengan jarak 1 (satu) sampai 2 bulan setelah kegiatan penyuluhan. Hasil evaluasi mengenai perilaku pekerja setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan adalah sebagai berikut: a) Pekerja telah menggunakan alat bantu berupa kuas ketika bekerja menggunakan atau mengaplikasikan lem.
Gambar 1. Pelaksanaan Penyuluhan
Untuk mengetahui apakah perubahan atau peningkatan pengetahuan pekerja setelah mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengalami peningkatan yang signifikan, dilakukan uji beda mean (t-test) dengan pendekatan paired sample t-test. Hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel 2. Hasil Analisis Beda Mean Pengetahuan Pekerja Sebelum Penyuluhan dan Pelatihan Setelah Penyuluhan dan Pelatihan
Mean 7,59
12
SD 3,076
2,565
P value
0,000
Pada tabel di atas terlihat bahwa rata-rata jumlah jawaban benar dari 15 pertanyaan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dan pelatihan adalah 7,59 dan 12. Bila dilihat dari hasil analisis beda mean antara sebelum dan sesudah, terlihat adanya hubungan yang signifikan dimana P-value adalah 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan pengetahuan pekerja sepatu informal mengenai bahaya kimia dan cara aman bekerja dengan bahan kimia melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan memberikan dampak yang positif.
Gambar 3. Pekerja Menggunakan Kuas/Alat Bantu untuk Mengaplikasikan Lem
b) Masih ada beberapa pekerja yang makan/minum atau merokok sambil bekerja dengan menggunakan lem. Hal ini dapat diketahui dari ditemukannya beberapa gelas air minum beserta 1 buah galon di lokasi pengeleman sepatu. Ketika diwawancarai, salah seorang pekerja menyebutkan bahwa tidak sempat jika harus mencuci tangan terlebih dahulu apabila mereka ingin minum, hal ini dikarenakan waktu kerja mereka yang padat dan tidak adanya sarana untuk mecuci tangan di lokasi tersebut.
3.3. Analisis Pencapaian Kegiatan Berdasarkan hasil pencapaian kegiatan yang dilihat dari peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku pekerja, maka terlihat bahwa hanya tingkat pengetahuan yang mencapai hasil yang diharapkan dimana terjadi peningkatan pengetahuan pekerja yang signifikan. Namun peningkatan pengetahuan ini tidak diikuti oleh perubahan perilaku yang sesuai dengan cara aman bekerja dengan bahan kimia.
Gambar 4. Pekerja bekerja sambil merokok
c) Pada saat bekerja, sebagian besar pekerja tidak menggunakan kaca mata keselamatan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mereka mengakui menggunakan kaca mata keselamatan hanya beberapa hari, setelah itu tidak digunakan lagi dikarenakan ketidaknyamanan saat memakainya. Selain itu, ada pekerja yang mengakui bahwa kaca mata keselamatan yang seharusnya digunakan telah hilang yang menyebabkan ia tidak lagi memakai kaca mata tersebut. Hal ini dikarenakan, kaca mata keselamatan dipegang dan disimpan oleh masingmasing pekerja dan tidak disimpan di tempat kerja atau bengkel. d) Masih ada pekerja yang tidak menggunakan masker saat bekerja dengan bahan kimia lem. Ketika diwawancarai, beberapa orang pekerja merasakan ketidaknyamanan ketika menggunakan masker. Hal ini terkait dengan sirkulasi udara yang ada di lokasi pengeleman sepatu yang masih kurang lancar. Udara di dalam ruagan terasa pengap karena kurangnya sirkulasi udara. Untuk membantu menurunkan suhu lingkungan, di lokasi diletakkan 1 buah kipas angin.
Gambar 5. Pekerja Tidak Menggunakan Kacamata Keselamatan dan Masker saat Bekerja dengan Lem
Hasil observasi ulang pada bulan Januari dan Maret 2010 memperlihatkan bahwa pekerja dalam bekerja tetap berperilaku sama sebelum dilakukan penyuluhan. Perubahan perilaku kerja yang menggunakan masker, kaca mata, dan alat pelindung lain hanya dilakukan beberapa hari setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan. Hanya penggunaan jari tangan yang sudah berubah, yaitu pekerja sudah menggunakan kuas untuk mengaplikasikan lem.
Gambar 6. Jenis Kuas yang Digunakan
Perilaku yang sulit di rubah adalah makan, minum, dan merokok sambil bekerja dengan bahan kimia lem. Banyak faktor yang memicu sulitnya untuk tidak makan, minum, dan merokok saat bekerja. Hal ini antara lain disebabkan sulitnya merubah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan pekerja. Pekerja tetap makan dan minum di tempat kerja lebih dikarenakan oleh alasan praktis. Pekerja merasa bahawa bila makan dan minum sambil menyebabkan tidak terbuangnya waktu sehingga target produksi tetap tercapai. Disamping itu rendahnya upaya pengawasan dari pemilik juga menjadi penyebab kurangnya kepedulian pekerja terhadap perilaku berisiko maupun penggunaan alat pelindung diri saat bekerja. Pemilik bengkel merasa pemberitahuan kepada pekerja tentang bahaya dari lem dianggap sudah cukup. Sedangkan implementasinya diserahkan kepada pekerja masing-masing.
Gambar 7. Gelas Bekas Minum Pekerja di Area Bengkel
Suasana kerja di industri sepatu informal adalah suasana kekeluargaan dan saling membutuhkan antara pemilik dan pekerja. Oleh sebab itu sangat sulit bagi pemilik untuk menegur pekerja apabila bekerja tidak menggunakan alat pelindung atau makan, minum, dan merokok sambil bekerja. Pemilik bengkel lebih berorientasi pada pencapaian dan kualitas produk yang dihasilkan bukan kepada proses kerja yang aman dari sisi kesehatan.
a) Kegiatan penyuluhan dan pelatihan diikuti oleh 39 orang pekerja serta dihadiri oleh Petugas Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Kepala Puskesmas Panongan, dan Kepala Desa Peusar. b) Kegiatan penyuluhan memberikan peningkatan pengetahuan yang signifikan mengenai bahaya kimia lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia lem. c) Perubahan perilaku kerja dengan lem belum menunjukkan perubahan yang berarti. Perilaku aman yang muncul adalah pekerja tidak lagi mengaplikasikan lem dengan jari tangan, melainkan sudah menggunakan kuas. Namun penggunaan masker, kaca mata pelindung, perilaku makan, minum, dan merokok di area kerja, mencuci tangan bila akan menyentuh makanan belum menunjukkan perilaku yang aman.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini, seperti: a) Ruchijat, SKM (Kasubag PU BKTK UPTD Dinkes Provinsi Banten) b) dr. Ai Siti Zakiyah (Kepala Puskesmas Panongan). c) Bapak Ade Junedi (Pemilik Bengkel Sepatu Karunia Sport) dan seluruh karyawan.
3.4. Faktor Pendorong Beberapa faktor yang mendorong terlaksananya kegiatan ini adalah sebagai berikut: a) Dukungan moril dari pihak terkait seperti Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Kepala Puskesmas Panongan, dan Kepala Desa Panongan. b) Kemudahan koordinasi dengan pemilik bengkel sepatu sehingga pelaksanaan kegiatan berjalan lancar serta diikuti oleh banyak peserta. c) Dukungan dana dari DRPM UI sehingga semua biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan tidak menjadi kendala. d) Suksesnya kegiatan juga tidak lepas dari antusias dan semangat peserta dalam mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan, meskipun dilaksanakan sesudah jam kerja. e) Dukungan dari tim pelaksana sehingga semua material yang digunakan dalam penyuluhan dan pelatihan dapat selesai sesuai dengan jadwal yang direncanakan.
4. Simpulan Dari pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan pelatihan tentang bahaya kimia dan cara aman bekerja dengan bahan kimia yang dilaksanakan di Bengkel Sepatu Karunia Sport, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Daftar Acuan 1. Kurniawidjaja, L.M., Lestari, F., Tejamaya, M. 2008, Laporan Kajian Risiko Kesehatan pada Pekerja yang Terpajan Benzena, Toluena, dan Xylena (BTX), Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM UI, Depok 2. Rosenstock L. Early Detection of Occupational Diseases. Singapore: WHO;1996. 3. Canada’s National Occupational Health and Safety Resource. Health Effects of Benzene. Canadian Centre for Occupational Health and Safety. Cited: 16 Nov. 2008. www.ccohs.ca Document last updated on December 22, 1997 4. Plog, B.A. (2003), Fundamentals of Industrial Hygiene, National Safety Council, USA 5. American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) (2008), TLV® and BEI® Based on the Documentation of the Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents and Biological Exposure Indices, ACGIH, USA 6. American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) (2005), TLV® and BEI® Documentation of the Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents and Biological Exposure Indices, ACGIH, USA.