PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS V-C DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas)
SKRIPSI
Oleh: DHIASTUTI K1206016
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS V-C DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas)
Oleh: DHIASTUTI K1206016
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta,
April 2010
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Swandono, M.Hum.
Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum.
NIP 19470919 1968061 001
NIP 19710107 2006042 001
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:……………...
Tanggal
:……………...
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dra. Raheni Suhita, M.Hum
Sekretaris
: Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum.
Anggota I
: Drs. Swandono, M.Hum.
Anggota II
: Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 196007271987021001
4
…………… ……………. ……………. …………….
ABSTRAK
Dhiastuti. K1206016. Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi dengan Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Siswa Kelas V-C di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan: (1) kualitas proses pembelajaran puisi yaitu keaktifan siswa saat apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pelajaran, minat dan motivasi siswa saat mengikuti pelajaran; dan (2) kualitas hasil pembelajaran puisi dalam bentuk menulis puisi yang meliputi penguasaan ide, pilihan kata atau diksi, rima, dan bahasa kiasan melalui penerapan model pembelajaran quantum learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SD Negeri 3 Jaten dengan subjek siswa kelas V-C yang berjumlah 42 siswa. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran puisi yang termasuk dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Proses penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus dan masing-masing siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Tahap perencanaan tindakan, meliputi: (1) membuat skenario pembelajaran, (2) mempersiapkan sarana pembelajaran, (3) mempersiapkan instrumen penilaian, dan (4) mengajukan solusi alternatif berupa penerapan model quantum learning dalam pembelajaran puisi. Pada tahap pelaksanaan, peneliti mengadakan pengamatan mengenai tindakan yang telah dilakukan sudah dapatkah mengatasi permasalahan yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan dengan mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Tahap observasi dilakukan peneliti dengan mengamati dan menginterpretasikan penggunaan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran puisi serta mengolah data untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan proses dan hasil serta untuk mengetahui kelemahan yang muncul. Tahap analisis dan refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis data hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang sudah mencapai tujuan dan yang masih perlu perbaikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kualitas pembelajaran menulis puisi yang meliputi: (1) Peningkatan proses ditandai dengan meningkatnya: (a) jumlah siswa yang aktif selama mengikuti apersepsi, (b) jumlah siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian saat mengikuti pelajaran, (c) jumlah siswa yang menunjukkan minat dan motivasi saat pelajaran; (2) Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan dalam menulis puisi, yaitu: (a) siklus I sebesar 45% atau 19 siswa, dan (b) siklus II sebesar 67% atau 28 siswa, dan (c) siklus III sebanyak 90% atau 38 siswa.
5
MOTTO ―Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.‖ (QS Al Insyiraah: 6-7)
6
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibuku tersayang; 2. Kakak/Ipar serta keponakan-keponakan terkasih; 3. SEMPRE Ida (adek), Liana (bose), Risa (kakak), Dini (budhe), Mira (si mbah), Rika (pakdhe); 4. Mas
Krist
atas
motivasi
serta
kesabarannya yang telah berbagi dan menjalin kisah.
7
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberi kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan pengesahan skripsi; 2. Drs. Soeparno, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi; 3. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin untuk menyusun skripsi; 4. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Program Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS; 5. Drs. Swandono, M.Hum. dan
Atikah Anindyarini, S.S, M.Hum., selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan sabar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar; 6. Hj. Endang Widowati, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 3 Jaten yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK); 7. Ngadino, S.Pd., selaku guru kelas V-C SD Negeri 3 Jaten yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian; 8. Siswa-siswi kelas V-C SD Negeri 3 Jaten yang telah berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian; 9. Bapak, Ibu, adik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan semangat untuk menyelesaikan skripsi;
8
10. Sahabat ―Sempre‖, Mas Krist, dan Mas irham, yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam proses penulisan skripsi; 11. Mahasiswa BASTIND ‘06 yang telah memberikan semangat dalam proses penelitian; 12. Berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surakarta,
April 2010
Peneliti
9
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL………………………………………………………………...........
i
PENGAJUAN SKRIPSI………………………………………………........
ii
PERSETUJUAN………………………………………………………........
iii
PENGESAHAN……………………………………………………….........
iv
ABSTRAK…………………………………………………………….........
v
MOTTO…………………………………………………………….............
vi
PERSEMBAHAN……………………………………………………..........
vii
KATA PENGANTAR………………………………………………….......
viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………..........
x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….........
xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………….........
xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….........
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………....
1
B. Perumusan Masalah……………………………………………......
7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………......
7
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….........
7
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA,
PENELITIAN
YANG
RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Tinjauan Pustaka…………………………………………………..
9
1. Hakikat Menulis Puisi…………………….………………….
9
2. Hakikat Pembelajaran Menulis puisi………………………...
16
3. Hakikat Model Pembelajaran Quantum Learning…………….
30
4. Penilaian dalam Menulis Puisi………………………………
47
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………..
10
54
C. Kerangka Berpikir…………………………………………………
56
D. Hipotesis Tindakan…………………………………………….......
58
BAB 3 METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….......
59
B. Subjek Penelitian…………………………………………………..
60
C. Bentuk dan Strategi Penelitian...…………………………………..
60
D. Sumber Data Penelitian……………………………………………
62
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………..
63
F. Uji Validitas Data…………………………………………………
64
G. Teknik Analisis Data……………………………………………..
65
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran……………………
66
I. Prosedur Penelitian………………………………………………..
68
BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal……………………………………………
71
B. Deskripsi Hasil Penelitian……………………................................
75
1. Deskripsi Siklus Pertama……………………………………...
76
2. Deskripsi Siklus Kedua……………………………………......
88
3. Deskripsi Siklus Ketiga………………………………………..
100
4. Deskripsi Antarsiklus………………………………………….
109
C. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………
111
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan……………………………………………………………
122
B. Implikasi……………………………………………………………
123
C. Saran……………………………………………………………......
124
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....
126
LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Penilaian Proses Pembelajaran………………………………………..
49
2. Penilaian Hasil Pembelajaran………………………………………….
52
3. Pedoman Penskoran……………………………………………………
52
4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian……………….................
58
5. Indikator Ketercapaian Hasil Belajar…………………………………..
65
6. Nilai Siswa Siklus I……………………………………………….........
85
7. Nilai Siswa Siklus II……………………………………........................
97
8. Nilai Siswa Siklus III..............................................................................
107
9. Ketercapaian Indikator Hasil Belajar Saat Tindakan...............................
109
10. Rekapitulasi Perolehan Nilai Siswa Selama Tindakan……....................
119
11. SK dan KD...............................................................................................
130
12. Silabus Pembelajaran...............................................................................
132
13. Instrumen Penelitian................................................................................
133
14. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar......................................
134
15. Nilai Menulis Puisi Saat Survai Awal.....................................................
165
16. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Survai Awal................................
171
17. Lembar Observasi Kegiatan Siswa.........................................................
198
19. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus I.........................................................
203
20. Daftar Penilaian Proses Siklus I..............................................................
205
21. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I...............................................
207
22. Lembar Observasi Kegiatan Siswa........................................................
225
23. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus II........................................................
231
24. Daftar Penilaian Proses Siklus II..............................................................
233
25. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II...............................................
234
26. Lembar Observasi Kegiatan Siswa........................................................
253
27. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus III........................................................
259
28. Daftar Penilaian Proses Siklus III.............................................................
261
12
29. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus III...............................................
263
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Pemanfaatan Kedua Belahan Otak dalam Menulis................................
16
2. Alur Kerangka Berpikir………………………………………………..
57
3. Alur Penelitian Tindakan Kelas…………………………………......…
67
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pratindakan………………………………………………….………….
137
2. Siklus I………………………………………………...........…………..
182
3. Siklus II…………………………………………………….……………
213
4. Siklus III………………………………………………………………...
240
5. Pasca Tindakan…………………………………………………………
269
6. Lain-lain
14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra merupakan bagian dari mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam kurikulum yang berlaku, yang memuat mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi materi kebahasaan dan sastra. Pembelajaran sastra memang tidak dapat dipisahkan dari mata pelajaran bahasa Indonesia karena melalui pembelajaran sastra tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dicapai. Sebagaimana dalam materi kebahasaan dalam materi sastra pun siswa diarahkan agar dapat menguasai empat kemampuan yang meliputi menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Oleh karenanya, dalam pendidikan formal, pembelajaran sastra terdapat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran
sastra
yang
dilaksanakan
di
sekolah
bertujuan
menumbuhkan suatu kemampuan untuk menghargai dan memahami sastra sebagai sesuatu yang bermakna dalam kehidupan. Pengajaran sastra sebenarnya tidak hanya bermanfaat dalam menunjang kemampuan berbahasa murid, mengembangkan kepekaan pikiran serta perasaan murid, tetapi juga bermanfaat dalam memperkaya pandangan hidup serta kepribadian murid. Hal tersebut selaras dengan pendapat Boen S. Oemarjati (2008) yang mengungkapkan bahwa pengajaran sastra selain dapat meningkatkan kemampuan berbahasa juga sebagai wahana yang efektif dalam mengembangkan dan membina watak serta karakter anak didik. Oleh karenanya, sastra merupakan sesuatu yang penting untuk dipelajari di sekolah. Salah satu jenis sastra yang diajarkan di sekolah, adalah puisi. Puisi merupakan karya sastra dengan bahasa
yang dipadatkan,
dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Walaupun puisi singkat dan padat namun bahasanya berkekuatan dan
15
khas (Herman J. Waluyo, 2002: 1). Kekhasan bahasa tersebut ditunjukkan dengan adanya ‖poetic license atau lisensia poetica‖ yakni suatu izin puitik yang memperbolehkan seorang penyair membuat ekspresi baru yang mempunyai efek puitik yang kuat. Adanya ”licentia puitica‖ tersebut membedakan bahasa puisi dengan jenis karya sastra lain sehingga tidak jarang adanya anggapan bahwa puisi merupakan kajian yang lebih rumit. Namun semua itu, dapat dipelajari dengan pembelajaran puisi yang diharapkan akan tumbuh kekaguman pada diri peserta didik terhadap karya sastra puisi. Oleh karenanya, pembelajaran puisi sudah mulai diajarkan pada siswa tingkat sekolah dasar. Pembelajaran puisi di sekolah dasar merupakan sesuatu yang penting karena untuk mengenalkan dan menumbuhkan kesenangan anak didik terhadap karya sastra (puisi). Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Hasan Alwi (dalam Sarumpaet, 2002: 16) yaitu minat dan menulis
pembaca hendaknya mulai
dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman terhadap sastra yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan siswa lebih lanjut pada saat mereka nanti berada dalam lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan melalui
pembelajaran
sastra
dapat
menumbuhkan
dan
mengembangkan
kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan meningkatkan kepekaan siswa terhadap lingkungan sekitar. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena dalam prakteknya pengajaran menulis puisi (sebagai salah satu bagian dari menulis puisi) di sekolah dasar masih menemui kendala. Sebagaimana yang terjadi dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan peneliti menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran menulis puisi di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten masih kurang memuaskan. Hal ini dilihat dari nilai pretes dalam pembelajaran menulis puisi yang diperoleh siswa. Dari 42 siswa hanya ada 13 siswa (sekitar 31%) yang mendapatkan nilai 65 sedangkan 29 siswa (sekitar 69%) lainnya mendapatkan nilai di bawah 65 (kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan adalah 65).
16
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Ngadino, S.Pd. selaku guru kelas sekaligus guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten, diketahui bahwa rendahnya kualitas hasil pembelajaran puisi di kelas ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) kurangnya alokasi waktu yang disediakan dalam pembelajaran menulis puisi. Hal ini dikarenakan materi yang diajarkan cukup banyak dan guru kesulitan dalam mengalokasikan waktu; (2) kemampuan guru dalam pengajaran sastra masih terbatas, sehingga guru mengalami kesulitan dalam menentukan cara pembelajaran puisi yang tepat bagi siswa; (3) guru masih mengalami kesulitan dalam menentukan model pembelajaran
yang cocok digunakan dalam
pembelajaran sastra (termasuk dalam pembelajaran puisi); (4) kurangnya minat dan antusias siswa dalam mempelajari puisi. Hal tersebut terlihat saat pembelajaran puisi beberapa siswa melakukan aktivitas lain seperti berbicara dengan teman sebangku, bermain saat pelajaran, menopang dagu, dan melihat ke arah luar kelas. Selain itu, melalui angket yang telah dibagikan pada siswa di kelas V-C mengenai jenis materi sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia yang disukai terlihat bahwa 48% ( 20 siswa) lebih menyukai materi dongeng atau cerita rakyat, 33% (14 siswa) menyenangi drama, dan sisanya sekitar 19% (8 siswa) menyukai puisi. Noer Tugiman (dalam Jabrohim, 1994: 2-3) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pembelajaran puisi selama ini kurang maksimal. Beberapa faktor tersebut yakni keterbatasan sarana, buku pelajaran sastra, kemampuan guru, metode yang digunakan, sistem ujian, siswa, dan faktor karya sastra. Selaras dengan pendapat tersebut, B. Rahmanto (dalam Kaswanti Purwo, 1991: 40-41) juga mengungkapkan bahwa pengajaran sastra (termasuk puisi) di sekolah memiliki tiga masalah, yakni (1) pengajaran menulis sastra selama ini cenderung menekankan pada hafalan, istilah, dan pengertian sastra daripada mengakrabkan diri dengan karya sastra; (2) kemampuan guru; dan (3) pilihan materi yang digunakan dalam pembelajaran sastra.
17
Pendapat di atas juga diperkuat oleh Sapardi Djoko Damono (dalam Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, dan Handoko, 2007: 22) yang menyatakan bahwa di sekolah pembelajaran menulis sastra (termasuk puisi) sudah benarbenar menjadi pembelajaran ilmu bukan lagi pembelajaran seni. Dikatakan demikian, karena dalam pembelajaran sastra lebih banyak diberikan secara teoretis dan penilaiannya pun seringkali hanya didasarkan pada kemampuan kognitif siswa. Oleh karenanya, aspek kesenangan dan kekaguman siswa seringkali diabaikan. Padahal
sejatinya
pembelajaran
sastra
sebaiknya
tidak
sekedar
memberikan pengetahuan bagi siswa secara teoretis tetapi juga bermanfaat dan dapat menumbuhkan kesenangan siswa terhadap karya sastra. Sebagaimana yang dikemukakan Stegwig (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 4) bahwa alasan anak diajarkan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan. Melalui sastra anak akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan. Di samping itu, kurang memuaskannya hasil pembelajaran menulis puisi di kelas V-C jika dilihat dari pihak siswa disebabkan oleh beberapa hal. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa (6 siswa) dan angket yang diisi siswa pada saat pratindakan lebih banyak siswa yang menyatakan kurang senang dengan pembelajaran puisi. Hal ini mengakibatkan dalam mempelajari materi puisi siswa kurang antusias dan menikmati pelajaran yang diberikan. Selain itu, dalam menulis puisi siswa masih merasa kesulitan karena belum adanya media atau obyek yang digunakan guru yang dapat membantu atau menginspirasi siswa dalam menulis puisi. Hal ini dikarenakan guru belum menerapkan cara/model pembelajaran yang tepat atau masih menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional (ini didasarkan pada hasil wawawancara dengan guru). Berpijak dari hal-hal yang telah diungkapkan di atas, maka diperlukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar pembelajaran menulis puisi di sekolah lebih menarik adalah dengan mengubah model pembelajaran yang digunakan oleh guru dengan lebih
18
melibatkan keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran yakni dengan menerapkan ”quantum learning”. Quantum learning merupakan suatu model pembelajaran yang dipopulerkan Learning Forum. Model pembelajaran ini lebih menekankan pada pembentukan suasana belajar yang menyenangkan sehingga membuat siswa nyaman dan aktif dalam pembelajaran yang dilakukan. Bobbi DePorter (2003: 3) mengungkapkan bahwa model pembelajaran quantum learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya yang menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar karena model pembelajaran ini berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas dan interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Selaras dengan pendapat tersebut, Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, dan Handoko (2007: 2-3) juga mengungkapkan bahwa melalui model pembelajaran quantum learning interaksi yang efektif antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dapat diciptakan karena hal ini merupakan suatu proses untuk mengubah energi menjadi cahaya yang mewujudkan pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Energi yang dimaksud di sini adalah sarana dan prasarana yang menyebabkan situasi pembelajaran kondusif bagi pengembangan diri siswa. Pemanfaatan sarana pembelajaran khususnya dalam hal pemilihan media pembelajaran bukanlah sesuatu yang sulit diupayakan karena guru dapat mengunakan media berupa gambar tematik ataupun mnomenik yang sangat mudah didapatkan. Selain itu, dalam pelaksanaannya model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya didasarkan atas lima prinsip, yakni
(1) segalanya
berbicara; (2) segalanya bertujuan; (3) pengalaman sebelum memberi nama; (4) akui setiap usaha; dan (5) jika layak untuk dipelajari maka layak pula dirayakan. Prinsip tersebut dijabarkan dalam kerangka pembelajaran yang penerapannya kemudian lebih dikenal dengan istilah TANDUR (tanamkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan). Erman Suherman (2006) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran yang efektif dan dapat mengefektifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran saat
19
ini adalah model pembelajaran quantum. Lebih lanjut diungkapkan bahwa melalui model pembelajaran quantum guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Hal tersebut dilakukan dengan penerapan strategi yang meliputi: tumbuhkan minat, alami dengan dunia realitas siswa, namai, demonstrasikan melalui presentasikomunikasi, ulangi dengan tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward berupa senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan. Demikian pula, hasil penelitian Shelby Reeder (2003) yang menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan prestasi belajar, kepercayaan diri, dan sikap positif siswa di kelas dengan siswa heterogen. Oleh karenanya, model pembelajaran ini cukup efektif jika diterapkan di kelas karena dapat melibatkan partisipasi dan keaktifan siswa yang pada selanjutnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti memberikan alternatif pemecahan masalah kepada guru yakni dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V-C di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Setelah peneliti menjelaskan mengenai penerapan model pembelajaran quantum learning kepada guru serta kelebihannya guru pun menyetujui untuk menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi. Melalui model pembelajaran quantum learning diharapkan dapat menumbuhkan minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis puisi. Ketertarikan dan minat tersebut akan menumbuhkan kesenangan siswa dalam pembelajaran yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan kemampuan dan hasil pembelajaran menulis puisi
siswa
di
kelas
V-C.
Oleh
karenanya,
penelitian
ini
berjudul
“PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS V-C DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010”.
20
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran 2009/2010? 2. Apakah model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan hasil pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitan ini adalah: 1. Meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum learning pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran 2009/2010. 2. Meningkatkan hasil pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum learning pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan, khasanah keilmuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam pembelajaran puisi.
21
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan quantum learning. c. Sebagai pengembangan bahan ajar menulis puisi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa 1) Menumbuhkan kesenangan siswa pada karya sastra khususnya puisi; 2) Memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa; 3) Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran puisi; 4) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi siswa. b. Bagi guru 1) Dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengajar khususnya dalam mengatasi kesulitan guru dalam pembelajaran menulis puisi; 2) Dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengajarkan materi pembelajaran puisi. c. Bagi sekolah 1) Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya dalam menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran bagi guru-guru yang lain; 2) Memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah berdasarkan indikator-indikator pembelajaran menulis puisi yang telah ditentukan; 3) Meningkatkan kualitas pembelajaran puisi baik proses maupun hasil. d. Manfaat bagi peneliti 1) Menambah
pengalaman
peneliti
dalam
penelitian
mengenai
pembelajaran terutama dalam pembelajaran menulis puisi; 2) Peneliti dapat melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu
rancangan
pembelajaran
pembelajaran quantum learning.
22
menulis
puisi
dengan
model
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hakikat Menulis Puisi a. Pengertian Puisi Istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti ‗membuat‘ atau poeisis yang berarti ―pembuatan‖, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut sebagai poem atau poetry. Reeves (dalam Herman J Waluyo, 1995: 22), menyatakan bahwa puisi merupakan jenis karya sastra yang bersifat imajinatif. Bahasa yang digunakan bersifat konotatif karena di dalam puisi banyak digunakan makna kias dan makna simbol atau lambang (majas) sehingga timbul kemungkinan banyak makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Effendi dalam buku yang sama juga mengungkapkan bahwa di dalam puisi terdapat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif yang multiinterpretable, yakni makna yang dilukiskan dalam puisi dapat berupa makna lugas, namun lebih banyak makna kias melalui lambang dan kiasan. Slamet Mulyana (dalam Atar Semi, 1993: 93) memberi batasan puisi dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik karena puisi merupakan karya seni yang tidak hanya berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan tersebut Slamet Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan korespondensi dalam salah satu bentuk. Puisi merupakan bagian dari kritik kehidupan yang disampaikan dengan kata-kata terbaik dan dalam susunan terbaik sebagai suatu luapan gelora 23
perasaan yang bersifat imajinatif (Atar Semi, 1993: 93-94). Oleh karenanya, puisi dapat menggambarkan problema kehidupan manusia yang bersifat universal, yang berhubungan dengan hakikat manusia, ketuhanan, dan juga kematian. Selaras dengan pendapat tersebut Situmorang (1983: 11-12) mengemukakan bahwa puisi merupakan sesuatu yang penting karena puisi diciptakan atas dasar pengalaman yang besar maupun yang kecil, banyak atau sedikit bersumber dari perbendaharaan harta karun pengalaman penyairnya. Oleh karenanya, puisi berhubungan dengan semangat manusia. Puisi merupakan kekuatan yang menyadarkan orang akan dirinya sendiri dan dunianya untuk mengamati, mengagumi, memikirkan sesuatu atau dengan singkat menjadikan seseorang menjadi lebih lengkap sebagai manusia. Tarigan (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 24), menggungkapkan bahwa pengalaman yang diungkapkan penyair dalam sebuah puisi di samping bersifat emosional juga harus imajinatif sehingga pembaca dapat menikmati keindahan dalam puisi. Senada dengan pendapat tersebut, Herman J. Waluyo (1995: 25) berpendapat bahwa puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang di dalamnya menggunakan pilihan bahasa yang indah dan bersifat imajinatif yang dapat mewakili perasaan dan sebagai ungkapan gelora atau kondisi batin penyairnya yang di dalamnya terdiri atas unsur-unsur yang bersifat padu. b. Unsur-unsur Pembangun Puisi Puisi terdiri atas unsur-unsur yang bersifat saling berkaitan antara satu dengan lain dan bersifat fungsional. Herman J. Waluyo (1995: 28) membagi unsur pembangun puisi menjadi dua yakni unsur fisik (struktur sintaksis) dan unsur batin (struktur tematik).
24
1) Unsur batin puisi adalah sesuatu yang hendak diungkapkan penyair dengan perasaan dan suasana. Ada empat unsur batin dalam puisi, yaitu: a). Tema Tema merupakan gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair. Seorang penyair dalam menulis puisi tentu ingin mengungkapkan sesuatu yang dirasakan dan dipikirkannya pada pembaca. Tema dalam sebuah puisi dapat bersifat lugas, objektif, dan khusus sesuai dengan konsep yang terimajinasikan penyair. Tema dalam sebuah puisi dapat berupa protes atau kitik sosial, ketuhanan, percintaan, patriotisme, dan sebagainya. b). Perasaan (Feeling) Perasaan merupakan suasana batin yang dirasakan oleh penyair yang terekspresikan dalam puisinya sehingga dalam memahami puisi diperlukan suatu pemahaman atas perasaan pengarang. Rasa atau feeling ”the poet’s attitude toward his subject matter‖ yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisi (Henry Guntur Tarigan, 1984: 11). Setiap penyair belum tentu memiliki perasaan atau sikap yang sama jika berada dalam satu keadaan. Oleh karenanya, dalam penciptaan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan dapat dihayati pembacanya seperti perasaan sedih, kekaguman, marah, gembira, kekecewaan, penyesalan, dan sebagainya. c). Nada dan Suasana Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat sastra. Nada dapat bersifat menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca. d). Amanat (Pesan)
25
Amanat merupakan sesuatu yang mendorong penyair untuk mencipta puisi. Dengan kata lain, amanat merupakan maksud yang ingin disampaikan penyair pada pembaca melalui karya sastra yang dibuatnya. 2) Unsur fisik puisi adalah unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi, unsur tersebut meliputi: a). Diksi (Pemilihan Kata) Diksi adalah pilihan kata yang digunakan penyair dalam menulis suatu karya puisi yang di dalamnya mengandung perkembanganperkembangan makna, perkembangan estetis, maupun perkembangan bunyi kata. Bahasa yang digunakan dalam puisi tidak hanya bermakna denotatif
tetapi
juga
konotatif
untuk
menggambarkan
maksud
penyairnya. Ada beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam memilih kata yakni makna kias, lambang, dan persamaan bunyi. Pemilihan kata-kata dalam bahasa puisi yang tepat akan memberi kekuatan dan menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa pembaca pada penikmatan dan pemahaman secara menyeluruh. b). Pengimajian Pengimajian atau imagery adalah penggambaran sesuatu sesuai yang dimaksud
oleh
penyair
sehingga
pembaca
seolah-olah
dapat
membayangkan dan menjelmakan sesuatu itu menjadi gambaran yang nyata. Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata
yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris,
seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. c). Kata Konkret Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada pembaca arti yang menyeluruh. Melalui kata-kata yang diperkonkret pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan
penyair.
Kata-kata
konkret
ini
digunakan
untuk
membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca. Pada dasarnya kata-kata
26
yang dikonkretkan berhubungan erat dengan penggunaan kiasan, pengimajian, dan pelambangan. d). Bahasa Figuratif Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa yakni tidak langsung mengungkapkan makna. Penggunaan bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi ‘prismatis‘ artinya menimbulkan banyak makna atau kaya akan makna. Demikian pula halnya dalam sebuah puisi, seorang penyair akan menggunakan gaya bahasa sehingga puisinya memiliki makna yang dalam. Adanya bahasa kiasan (figurative language) menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa figuratif dalam
puisi
meliputi
imaji
visual
(penglihatan),
imaji
audio
(pendengaran), dan imaji taktil (perasaan). e). Verifikasi Verifikasi dalam sebuah puisi meliputi rima, ritma, dan metrum. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Ritme (irama) merupakan rangkaian alunan suara atau pengulangan bunyi yang berulang-ulang dan tersusun rapi, ritme biasanya dihubungkan dengan pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat. Pengulangan bunyi yang berulang-ulang itu tersusun rapi sehingga tidak terdengar membosankan. Metrum adalah pengulangan tekanan kata yang tetap dan statis. f). Tata Wajah (tipogafi) Tipografi merupakan tata wajah yang menjadi pembeda penting antara puisi dengan prosa maupun drama. Tipografi dalam sebuah puisi digunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik agar indah dilihat
27
pembaca, juga untuk mementingkan arti kata-kata frase serta kalimat yang disusun sehingga dapat memberikan sugesti terhadap makna puisi. c. Pengertian Menulis Puisi Salah satu bentuk ekspresi jiwa seseorang adalah dalam bentuk tulisan karena melalui tulisan seseorang dapat menuangkan ide, gagasan, serta kreativitas lainnya. Kemampuan mengekspresikan diri tersebut dapat berupa artikel, esai, atau karya sastra seperti cerpen, novel, komik, puisi, dan sebagainya. Dari kegiatan tulis menulis ini seorang penulis akan menyampaikan ide dan gagasannya kepada pembaca sehingga akan tahu maksud dan tujuan tulisannya. Dengan menulis seseorang akan mampu berkomunikasi dengan orang lain walaupun berbeda generasi dan zaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan (1993: 3) yang menytakan bahwa menulis merupakan
suatu
keterampilan
berbahasa
yang
dipergunakan
untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Hal yang sama diutarakan The Liang Gie (2002 : 3), yang menyatakan bahwa mengarang – walaupun dengan bahasa yangberbeda yaitu mengarang, namun maksudnya sama dengan menulis – adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang yang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis yang dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca. Sebagai bentuk keterampilan berbahasa menulis merupakan kegiatan yang bersifat mengungkapkan, maksudnya mengungkapkan gagasan, buah pikiran dan perasaan kepada pihak lain atau orang lain. Oleh karena itulah menulis merupakan kegiatan produktif dan ekspresif, (Henry Guntur Tarigan, 1993 : 4). Sebagai kegiatan produktif dan ekspresif, keterampilan menulis sebenarnya merupakan ekspresi pengalaman terhadap lingkungan yang dialami penulis untuk kemudian disalurkan ke dalam media tulis sehingga pengalaman terhadap lingkungan sekitar baik langsung maupun melalui membaca buku amat diperlukan.
28
Yant Mujiyanto (2000 : 63)menyatakan menulis merupakan menyusun buah pikiran atau data-data informasi yang diperoleh menurut organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang disampaikan sudah dipahami pembaca. Jadi menulis dapat diartikan juga sebagai cara berkomunikasi antarmanusia dengan bahasa tulis. Tulisan dapat dirangkai ke dalam susunan kata dan kalimat yang runtut dan sistematis, sehingga informasi yang disampaikan dipahami pembaca. Bobbi DePorter (2003 : 179) menyatakan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Hal ini mengandung maksud bahwasannya dalam kegiatan menulis seseorang tidak dapat hanya menggunakan satu belahan otak saja. Yang merupakan bahasan logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan,penulisan kembli, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang termasuk bagian emosional adalah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan. Hal itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
semangat
Outline
spontani-
Tata bahasa
tas
Emosi Penyuntingan
Warna
Penulisan kem-
imajinasi
bali
Gairah
Penelitian
Tanda baca
kegembiraan
Gambar 1. Pemanfaatan Kedua Belahan Otak dalam Menulis (Sumber: Bobbi DePorter, 2003: 179).
29
Pelaksanaan pembelajaran yang terjadi pada pembelajaran tradisional yang tampaknya mengabaikan sebuah kebenaran bahwa menulis merupakan aktivitas seluruh otak dan bukan hanya otak kiri saja. Pada kenyataan peran otak kanan harus didahulukan, karena di sanalah muncul ide dan gagasan kreatif. Teknikteknik yang membentuk tulisan sistematis yang menggunkan otak kiri dilaksanakan seterlah gagasan kreatif tersebut dilaksanakan. Berdasarkan uraian mengenai pengertian menulis dan puisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis puisi adalah segenap rangkaian kegiatan produktif dan ekspresif yang melibatkan belahan otak kiri dan otak kanan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya dalam bahasa tulis dalam bentuk puisi yang di dalamnya mengandung keindahan sehingga pembaca dapat mengerti maksud atau ungkapan hati penyairnya.
2. Hakikat Pembelajaran Menulis Puisi a. Pengertian Pembelajaran Menurut Saiful Sagala (2007: 61) pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan dan nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki siswa baik meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kesiapan seorang guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Oemar Hamalik (2001: 57), mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Oleh karenanya, dalam pembelajaran seorang guru senantiasa berupaya untuk membuat siswa belajar dengan cara mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar.
30
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar mengajar dilakukan oleh seorang guru terhadap siswanya untuk membuat siswa belajar dengan mengaktifkan faktor intern dan eksten sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yakni intern dan ekstern. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang terdapat di dalam pembelajaran sedangkan ekstern adalah faktor-faktor yang beasal dari luar yang juga berpengaruh dalam pembelajaran. Faktor intern dalam pembelajaran, misalnya guru, siswa, materi, dan sebagainya sedangkan lingkungan merupakan contoh faktor ekstern yang juga berpengaruh dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran melibatkan berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut, yakni: 1) Guru Guru merupakan seseorang yang bertindak sebagai pendidik dalam proses belajar mengajar. Oemar Hamalik ( 2001: 9) mengungkapkan bahwa guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam kegiatan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa sebagai tenaga profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan adalah sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai evaluator, sebagai inovator, dan sebagainya. Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi A. Soedomo (2005: 23) yang secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada dasarnya meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2) tugas instruksional (mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan belajar).
31
2) Siswa Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan pelaksana dalam pembelajaran. Siswa dituntut beperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya sekedar menerima, menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang diberikan. 3) Materi Materi adalah bahan pembelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan isi yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. Materi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwa anak dan diharapkan mampu mengarahkan perkembangan jiwa sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai. 4) Metode Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Swandono (1995: 50) mengungkapkan bahwa dalam memilih metode, guru juga harus mempertimbangkan beberapa faktor, yakni: tujuan yang ingin dicapai, tingkat perkembangan siswa, situasi dan kondisi siswa, kualitas dan kuantitas fasilitas belajar, dan pribadi serta kemampuan profesional guru yang berbeda-beda. 5) Media Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan materi kepada siswa. Media tersebut dapat berupa media elektronik maupun nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa audio, visual, maupun audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar. Selain itu, dengan adanya penggunaan media diharapkan akan menarik minat siswa dalam belajar. 6) Evaluasi
32
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Oemar Hamalik (2001: 30) mengungkapkan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam evalusi didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan apa yang hendak dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang ingin dicapai siswa dalam suatu proses pembelajaran. Untuk memenuhi tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti unsur-unsur yang terkait dalam proses pembelajaran. Unsur-unsur tersebut, antara lain berupa (1) motivasi siswa; (2) bahan belajar; (3) alat bantu belajar; (4) suasana belajar; (5) kondisi subyek belajar. Kelima unsur ini berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Agar terbina pembelajaran yang efektif sudah selayaknya antara guru dan siswa saling bekerja sama sehingga tujuan akhir pembelajaran dapat tercapai. Hal ini dikarenakan, dalam suatu pembelajaran guru dan siswa merupakan satu kesatuan. Guru tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya siswa dan siswa pun tidak dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik tanpa adanya bimbingan guru. Oleh karena itu, sudah seharusnya di antara guru dan siswa tercipta hubungan yang selaras, serasi, serta harmonis sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar. Berdasarkan hal tersebut jadi pengertian pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pembelajaran yang melibatkan komponen-komponen pembelajaran (baik intern maupun ekstern) guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. b. Pembelajaran Bermakna Belajar dikatakan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk melakukan perubahan terhadap diri manusia, dengan maksud memperoleh perubahan dalam diri baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan upaya yang telah dirancang
33
berdasarkan teori-teori yang dipandang relevan dengan jenjang dan tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Faktor intern dan faktor ekstern pada dasarnya akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Oleh karenanya, seorang guru seharusnya menguasai dan memahami kedua faktor tersebut untuk mengatur
strategi
pembelajaran
yang
lebih
bermakna,
menarik,
dan
menyenangkan bagi peserta didik. Proses belajar adalah membangun makna/pemahaman, oleh si pembelajar terhadap pengalaman informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran, dan perasaan. Belajar membangun makna dilakukan melalui proses mengalami langsung, komunikasi, interaksi, dan refleksi sehingga peserta didik dapat memperoleh gagasan yang bermakna. Belajar adalah memproduksi gagasan bukan mengkonsumsi gagasan. Oleh karenanya,
siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengungkapkan
pikiran,
mengungkapkan pendapat, dan proses (Syaiful Sagala, 2009: 166-168). Witig (dalam Muhibbin Syah, 2009) mengemukakan bahwa proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yaitu acquasistion (tahap perolehan informasi), storage (penyimpanan informasi), (retrieval/mendapatkan kembali informasi). Pertama, tahap acquasistion (tahap perolehan informasi) yakni pembelajar mulai menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia memiliki pemahaman atau perilaku baru. Tahap ini merupakan tahapan yang paling mendasar, bila pada tahap ini kesulitan siswa tidak dibantu maka ia akan mengalami kesulitan untuk menghadapi pada tahap selanjutnya. Kedua, tahap storage (penyimpanan informasi) yakni pemahaman dan perilaku baru yang diterima oleh siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang disebut shorterm atau longterm memori. Ketiga, tahap retrieval (mendapatkan kembali informasi), bila seorang siswa mendapat pertanyaan mengenai materi yang telah diperolehnya maka ia akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang dihadapinya. Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antaranak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan
34
menjadi bermakna bagi anak didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberi rasa aman bagi anak. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar yang ditandai oleh terjadinya hubungan aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep atau fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar tercipta pembelajaran bermakna maka guru harus mengetahui atau mengali konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang diajarkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih bermakna jika dapat membangun pengalaman informasi anak daripada hanya sekedar mendengarkan guru menjelaskan dan kegiatan tersebut berlangsung dalam suasana yang nyaman. c. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah mulai tahun 2006, pembelajaran di semua jenjang pendidikan (dari tingkat SD - SMA) mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam pembelajaran di sekolah dasar berdasarkan KTSP meliputi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup. Adapun uraian mengenai hal-hal tersebut, sebagai berikut. 1). Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan pengetahuan, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Melalui pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih mengenal dirinya; budayanya dan budaya daerah atau bangsa lain; mengemukakan pendapat dan perasaan; berhubungan dengan masyarakat melalui pemakaian bahasa
35
yang santun dan sesuai kaidah; dan mengembangkan kreativitas atau potensi kebahasaan yang ada pada dirinya. 2). Tujuan Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a). Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. b). Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. c). Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. d). Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. e). Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. f). Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 3). Ruang Lingkup Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencangkup aspekaspek berikut ini: (a) mendengarkan; (b) berbicara; (c) membaca; dan (d) menulis. Di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di kelas V sekolah dasar mencangkup aspek bahasan sebagai berikut. (a). Mendengarkan : memahami penjelasan narasumber secara lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, pembacaan berita dari berbagai media; cerita tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar; dan memahami isi pembacaan berbagai karya sastra berbentuk cerita rakyat, puisi, dan drama.
36
(b). Berbicara : menggunakan wacana lisan untuk menggungkapkan pikiran, pendapat,
perasaan,
dan
fakta
dengan
menanggapi
persoalan;
menceritakan hasil pengamatan atau berwawancara, serta dalam berbagai bentuk karya sastra seperti cerita rakyat, puisi, dan drama. (c). Membaca : Menemukan informasi yang terdapat dalam berbagai bentuk wacana tulis, dan berbagai bentuk kaya sastra yang berupa cerita pendek, puisi, dan drama. (d). Menulis : Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman, dalam bentuk karangan, surat undangan, laporan, dan dialog, serta berbagai karya sastra yang berbentuk pantun dan puisi. d. Pembelajaran Menulis Puisi di Sekolah Dasar Puisi merupakan salah satu karya sastra yang telah diajarkan di sekolah mulai dari jenjang bawah (SD) sampai jenjang atas (SMA) karena termasuk salah satu materi dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini berarti pembelajaran apresiasi puisi merupakan bagian dari pembelajaran apresiasi sastra yang diajarkan di sekolah. Burhan Nurgiyantoro (2005: 36-47) mengemukakan bahwa pengajaran sastra anak di sekolah (termasuk puisi) merupakan hal penting karena dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman (baik rasa, emosi, dan bahasa), personal (kognitif, sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan penemuan, serta petualangan dalam kenikmatan. Pengajaran sastra anak memberikan kontribusi pada anak yang sedang pada taraf pertumbuhan dan perkembangan yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam nilai personal dan nilai pendidikan. Secara rinci kontribusi atau manfaat pengajaran sastra bagi seorang anak adalah, sebagai berikut. 1) Nilai Personal a) Perkembangan emosional Anak usia dini yang belum dapat berbicara atau baru berada dalam tahap perkembangan bahasa satu kata atau kalimat dalam dua — tiga kata, sudah ikut tertawa-tawa ketika diajak bernyanyi bersama sambil tepuk
37
tangan. Anak tampak menikmati lagu-lagu bersajak yang ritmis dan larut dalam kegembiraan. Hal ini dapat dipahami bahwa sastra lisan yang berwujud puisi-lagu tersebut dapat merangsang kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk bergembira. Demikian juga, dengan membaca buku-buku cerita maka anak baik secara langsung maupun tak langsung akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. b) Perkembangan intelektual Pembelajaran seni antara lain bertujuan untuk menanam, memupuk, dan mengembangkan daya apresiasi anak sejak usia dini, juga diyakini berperan besar dalam menunjang perkembangan kemampuan diri. Berdasarkan hasil penelitian anak-anak sekolah dasar yang diajar seni ternyata juga berdampak pada kemampuan siswa dalam bidang IPA, matematika, dan bahasa. Kemampuan anak yang diajar seni dalam tiga bidang tersebut lebih tinggi daripada kemampuan anak yang tidak diajar seni. Hal ini dikarenakan, pembelajaran apresiasi terhadap seni menunjang peningkatan kreativitas, dan aspek kreativitas merupakan sesuatu yang esensial dalam pembelajaran bidang apa pun. c) Perkembangan imajinasi Membaca sastra akan membawa anak keluar dari kesadaran ruang dan waktu, keluar dari kesadaran diri sendiri, dan setelah selesai anak akan kembali pada dirinya dengan pengalaman yang diperolehnya dan dengan kemampuan imajinasi secara lebih. Imajinasi akan memancing tumbuh dan berkembangnya kreativitas. Imajinasi dalam pengertian ini jangan dipahami sebagai khayalan atau daya khayal saja, tetapi lebih merujuk pada makna creative thinking (pemikiran yang kreatif). d) Pertumbuhan rasa sosial Bacaan cerita mendemonstrasikan bagaimana anak berinteraksi dengan sesama dan lingkungan. Bagaimana tokoh-tokoh saling berinteraksi untuk bekerja sama, saling membantu, bermain bersama, melakukan aktivitas keseharian bersama, menghadapi kesulitan bersama, membantu mengatasi kesulitan orang lain, dan lain-lain yang berkisah tentang
38
kehidupan bersama dalam masyarakat. Hal ini akan menimbulkan kesadaran untuk saling berhubungan dengan orang sekitar sehingga bacaan sastra yang ―mengeksploitasi‖ kehidupan sosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagai contoh bertingkah laku sosial kepada anak sebagaimana aturan sosial yang berlaku. e) Pertumbuhan rasa etis dan religius Selain menujang pertumbuhan dan perkembangan unsur emosional, intelektual, imajinasi, dan rasa sosial, bacaan cerita sastra juga berperan dalam pengembangan personalitas yang lain, yaitu rasa etis dan religius. Demonstrasi kehidupan yang secara konkret diwujudkan dalam bentuk tingkah laku tokoh, di dalamnya juga terkandung tingkah laku yang menunjukkan sikap etis dan religius. 2) Nilai Pendidikan a) Eksplorasi dan penemuan Ketika membaca cerita, pada hakikatnya anak dibawa untuk melakukan sebuah eksplorasi, sebuah penjelajahan, sebuah petualangan imajinatif ke sebuah dunia relatif yang belum dikenalnya yang menawarkan berbagai pengalaman kehidupan. Petualangan ke sebuah dunia yang menawarkan
pengalaman-pengalaman
baru
yang
menarik,
menyenangkan, menegangkan, dan sekaligus memuaskan lewat berbagai kisah dan peristiwa yang dasyat sebagaimana diperankan tokoh cerita. Pengalaman penjelajahan tokoh imajinatif berkaitan erat dengan pengembangan daya imajinatif. Dalam penjelajahan secara imajinatif anak akan dibawa dan dikritiskan untuk mampu melakukan penemuanpenemuan atau prediksi bagaimana solusi yang ditawarkan. b) Perkembangan bahasa Sastra adalah suatu bentuk permainan bahasa dan bahkan dalam genre puisi unsur permainan tersebut cukup menonjol, misalnya yang berwujud permainan rima dan irama. Berhadapan dengan sastra hampir selalu dapat diartikan sebagai berhadapan dengan kata-kata dan bahasa. Prasyarat untuk dapat membaca atau mendengarkan dan memahami
39
sastra adalah penguasaan bahasa yang bersangkutan. Bahasa dalam karya sastra dipergunakan untuk memahami dunia yang ditawarkan sekaligus berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis. c) Perkembangan nilai keindahan Sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan. Keindahan itu dalam genre puisi antara lain dicapai dengan permainan bunyi, kata, dan makna. Lewat permainan bunyi dan kata itu, ucapan repetitive dan melodis, dan sesekali digunakan untuk menyampaikan makna tertentu. Jadi, makna sengaja diekspresikan ke dalam kata-kata terpilih sehingga mampu menciptakan efek keindahan. Hal ini dikarenakan, rasa puas akan diperoleh setelah membaca puisi atau fiksi pada hakikatnya disebabkan oleh terpenuhinya kepuasan batin akan keindahan. d) Penanaman wawasan multikultural Berhadapan dengan bacaan sastra, anak dapat bertemu dengan wawasan budaya berbagai kelompok sosial dari berbagai belahan dunia. Lewat sastra dapat dijumpai berbagai sikap dan perilaku hidup yang mencerminkan budaya suatu masyarakat
yang berbeda dengan
masyarakat lain. Sastra merupakan sumber penting pembelajaran wawasan multikultural karena dapat memberanikan anak untuk mengidentifikasi dan mengapresiasi kemiripan dan perbedaan lintas budaya. e) Penanaman kebiasaan membaca Sastra diyakini mampu memotivasi anak untuk suka membaca, mampu mengembalikan anak kepada buku. Hal ini dapat diusahakan dan difasilitasi dengan baik. Misalnya, dengan penyediaan buku bacaan yang baik dan menarik di sekolah. Guna tercapainya kontribusi atau manfaat pengajaran sastra (termasuk puisi) bagi seorang anak didik maka ada beberapa konsep yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sastra. Hal ini sebagaimana diungkapkan
40
Imam Syafi‘ie (dalam Andayani, 2009: 70) bahwa ada 4 konsep yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sastra, yakni: (1) pembelajaran sastra bukan proses pembentukan penguasaan terhadap pengetahuan tentang sastra, melainkan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi; (2) pengajaran mengapresiasi dilaksanakan dengan memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada murid untuk terlibat secara langsung dalam proses mengapresiasi karya sastra; (3) peranan guru bukanlah sebagai pemberitahu yang mendektekan catatan bagi anak didik, tetapi menciptakan situasi yang mendorong murid untuk mendapatkan kenikmatan dan kemanfaatan melalui membaca karya sastra; (4) pembelajaran puisi diarahkan untuk mengapresiasi karya sastra agar memperoleh pengalaman batin dan penghargaan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalamnya. Dalam hal ini peran seorang guru bahasa sangat besar dalam mengajarkan puisi yang merupakan salah satu jenis sastra yang diajarkan di sekolah. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran puisi masih terdapat kendala. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Rahmanto (1988: 44 -45) bahwa terdapat dua hambatan dalam pembelajaran puisi, yaitu (1) adanya anggapan bahwa secara praktis puisi tidak ada gunanya lagi. Di zaman yang serba modern ini manusia hidup dalam dunia praktis yang banyak tergantung pada dunia IPTEK (mesin dan komputer), mereka beranggapan bahwa sastra (terutama puisi) hanya berkenaan dengan pengolahan kata-kata dan sudah tidak ada gunanya lagi. (2) adanya prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada pengalaman pahit, maksudnya adalah siswa berusaha memahami sajak-sajak yang terkenal dari para penyair terkenal yang sering menggunakan simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu yang sering membingungkan. Dalam pembelajaran puisi, guru hendaknya memilih bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. Selain itu, guru hendaknya juga memiliki referensi yang memadai mengenai puisi yang diajarkan. Agar siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran puisi sebaiknya dalam pembelajaran guru dapat menciptakan suasana yang tidak menegangkan dan tidak kaku
41
sehingga pembelajaran puisi berlangsung dengan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan hakikat pembelajaran sastra yang tidak hanya bermanfaat tetapi juga menghibur. Teknik pembelajaran puisi sangat menentukan keberhasilan dalam pembelajaran puisi. Menurut Rahmanto (1988: 48 – 52) terdapat beberapa teknik pembelajaran puisi, yaitu: 1. Pelacakan pendahuluan Sebelum menyajikan puisi di depan kelas, guru perlu mempelajarinya terlebih dahulu unttuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikan sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk menentukan strategi yang tepat dan menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa. 2. Penentuan sikap praktis Puisi yang akan disajikan di depan kelas, hendaklah diusahakan tidak terlalu panjang agar dapat dibahas sampai selesai pada setiap pertemuan. Hendaklah pula ditentukan lebih dahulu informasi yang seharusnya dapat diberikan oleh guru sastra untuk mempermudah siswa memahami puisi yang disajikan. 3. Introduksi atau pengantar Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
penyajian
pengantar
dalam
pembelajaran puisi, termasuk situasi dan kondisi pada saat materi disajikan. Pengantar ini akan sangat tergantung pada setiap individu guru, keadaan siswa, dan karakteristik puisi yang diberikan. 4. Penyajian Pesan dan kesan puisi baru akan menyentuh hati seseorang apabila puisi itu dibacakan atau dikutip secara lisan. Biasanya siswa akan merasa lebih mudah mengenal puisi untuk pertama kalinya dengan mendengarkan guru membacakannya daripada membaca sendiri.
42
5. Diskusi Secara umum urutan diskusi dan jawaban yang diperbincangkan dapat mengikuti pola sebagai berikut. Umum (Kesan awal) ______Khusus (rinci) _______Umum (kesimpulan) Masalah-masalah umum yang pertama-tama perlu didiskusikan antara lain: (a) siapa tokoh yang bicara pada puisi itu?; (b) Untuk siapa pesan itu diiungkapkan?; (c) Bagaimana situasinya?; dan (d) Bagaimana perasaan tokohnya?. Kemudian dibahas mengenai hal-hal rinci misalnya aspek penyusunan puisi, gaya bahasa, arti kias, dan sebagainya. Setelah itu diskusi dapat diarahkan ke kesimpulan yang mengandung unsur-unsur penilaian. 6. Pengukuhan a) Lisan Sedapat mungkin siswa mendapat kesempatan untuk membaca puisi itu secara lisan sehingga benar-benar dapat merasakan kualitas puisi yang dibacakan. Tetapi pembacaan puisi secara lisan ini akan berhasil jika siswa mempersiapkan diri terlebih dahulu. b) Tertulis Puisi dapat dihubungkan dengan berbagai aktivitas tulis menulis. Latihan menulis semacam ini akan lebih berarti jika dapat diarahkan untuk membuat kumpulan puisi dan bentuk-bentuk tulisan yang disertai minat mengembangkan seni menulis. Menulis puisi akan lebih mudah jika didasarkan pada pengamatan ataupun pengalaman. Sebagaimana yang dikemukakan Win Wenger (2003 : 137). Cara terkaya, terkuat, dan tercepat untuk meningkatkan keterampilan berbahasa adalah dengan mendeskripsikan secara bermakna kepada pendengar pengalamannya. Pengertian ―mendeskripsikan secara bermakna‖ adalah mendeskripsikan dengan suatu cara sedemikian sehingga, secara harfiah membawa realitas dari sesuatu yang dideskripsikan ke pengalaman pendengar. Yang terbaik, ini biasanya dilakukan melalui detail-inderawi yang kaya: gambar dengan warna,
43
tekstur, bentuk, citarasa, ruang, ukuran, massa, gerak, dan sebagainya.
Sebagai suatu hasil karya seni, puisi memiliki karakterisktik sesuai dengan genre pengarangnya. Burhan Nurgiyantoro (2005: 313-314) mengungkapkan bahwa ada beberapa karakteristik puisi karya atau tulisan anak yang membedakannya dengan puisi karya orang dewasa, yakni: 1) Puisi anak intensitas keluasan makna tampaknya belum seluas puisi dewasa. Hal ini dikarenakan daya jangkau imajinasi anak dalam hal pemaknaan puisi masih terbatas. 2) Dilihat dari segi pendayaan berbagai bentuk ungkapan kebahasaan puisi anak masih lebih sederhana. 3) Dalam hal bahasa maupun makna dalam puisi anak diungkapkan lugas, apa adanya, serta masih polos. 4) Dilihat dari segi permainan bahasa, bahasa puisi anak lebih terlihat intensif. Hal ini terlihat dari pengutamaan kemunculan aspek rima dan irama atau berbagai bentuk pengulangan. 5) Dalam puisi anak aspek emosi selalu sejalan dengan serapan indera. Ini berarti bahwa luapan emosi anak dipengaruhi oleh tanggapan inderanya terhadap sesuatu yang ada di sekeliling karena daya jangkau imajinasi anak yang masih terbatas.
3. Hakikat Model Pembelajaran Quantum Learning a. Quantum Learning sebagai Model Pembelajaran Guru (pendidik) merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran. Guru berperan sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, sebagai fasilitator yang
berusaha
menciptakan
kegiatan
belajar
mengajar
yang
efektif,
mengembangkan bahan ajar, meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak, dan mengusai tujuan pendidikan (Moh. Zuber Usman, 1996: 2). Oleh karenanya,
44
dalam pembelajaran peran guru sangat diperlukan khususnya berhubungan dengan penggunaan model atau cara-cara mengajar yang menarik yang dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran sehingga tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran merupakan hal yang kompleks, yang mana keberhasilannya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intern tetapi juga ekstern. Nana Syaodih (2004: 3-4) mengungkapkan bahwa interaksi antara pendidik dan peserta didik baik yang berhubungan dengan kemampuan pendidik saat menentukan kebijakan dalam memilih dan menetapkan pembelajaran serta potensi yang dimiliki peserta didik merupakan faktor intern sedangkan lingkungan merupakan salah satu faktor ekstern. Keduanya sangat berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran. Saat ini dalam pembelajaran seorang guru diarahkan untuk melaksanakan pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Olehkarenanya, seorang guru juga harus memperhatikan kerangka pembelajaran secara konseptual (jenis model pembelajaran) yang digunakannya sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran. Menurut Winataputra (dalam Sugiyanto, 2009: 3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Joyce (dalam Trianto, 2007: 5) juga mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat pembelajaran seperti buku, film, dan lain-lain. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, namun tidak berarti semua pengajar dapat menerapkan seluruh jenis model pembelajaran untuk setiap topik atau mata pelajaran (Sugiyanto, 2009: 3). Oleh karenanya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
45
memilih model pembelajaran, yakni: (1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; (2) sifat bahan atau materi ajar; (3) kondisi siswa; dan (4) ketersediaan sarana dan prasarana belajar. Lebih khusus Killen dan Depdiknas (dalam Sugiyanto, 2009: 4), menjelaskan ada 8 prinsip yang harus diperhatikan dalam memilih model pembelajaran, yaitu (a) berorientasi pada tujuan; (b) mendorong aktivitas siswa; (c) memperhatikan aspek individual siswa; (d) mendorong proses interaksi; (e) menantang siswa untuk berpikir; (f) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji; (g) menimbulkan proses belajar yang menyenangkan; dan (h) mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut. Cara penerapan suatu model pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa. Guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang kharismatik dan persuasif. Lebih jauh, guru yang sukses adalah mereka yang melibatkan para siswa dalam tugas-tugas yang sarat dengan muatan kognitif, dan sosial, dan mengajari mereka bagaimana mengerjakan tugas-tugas secara produktif. Pengaruh penerapan model pembelajaran dilihat pada adanya peningkatan kemampuan siswa dalam belajar yang menjadi tujuan dasar siswa bersekolah, (Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009: 7).
The model learning is using must can make students active and ignorance make it is not the students' inability to learn and acquire blame rather, it is the teaching model that cause their reluctance, discontent, and eventual abandonment. Traditional models often have students sitting silently and they back to the teacher but innovate models can make students move and active, (Shelly Thomas, 2007: 1).
Berdasarkan hal di atas Shelly Thomas (2007: 1) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran yang digunakan seharusnya dapat membuat siswa aktif dan tidak menimbulkan kebosanan, ketidakpuasan, dan siswa tidak mendapatkan hasil belajar yang kurang. Model pembelajaran tradisional hanya akan membuat siswa duduk dan diam dan pembelajaran kembali pada guru sedangkan model pembelajaran yang inovatif akan membuat siswa bergerak dan 46
lebih aktif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sudah seharusnya seorang guru dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran yang sesuai karena akan berpengaruh pada keaktifan, kemampuan dan hasil belajar anak didik. Dari beberapa jenis model pembelajaran yang ada, salah satunya yang dapat diterapkan di dalam materi apresiasi sastra (khususnya puisi) adalah quantum learning. Hal ini dikarenakan quantum learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan segala sistem pembelajaran berupa interaksi, yang mempertimbangkan perbedaan kondisi murid, serta memaksimalkan peristiwa belajar. Quantum learning berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas serta menciptakan interaksi yang efektif dalam pembelajaran. Kemunculan quantum learning tahun 70-an, yang semula diterapkan di Super Camp, yakni sebuah program pembelajaran yang mengacu pada akselerasi atau percepatan. Progam ini dilakukan dengan cara murid mengikuti pembelajaran dengan program menginap selama dua belas hari pada sebuah Super Camp. Hasil dari pembelajaran ini menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti program Super Camp mendapatkan prestasi yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri (Bobby DePorter & Mike Hernacki, 2004: 4-5). Quantum learning dipopulerkan oleh Learning Forum, yaitu sebuah asosiasi pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan pribadi. Kemudian Learning Forum mengukuhkannya sebagai salah satu metodologi pembelajaran dalam bentuk rancangan pembelajaran, penyajian bahan ajar, fasilitas pembelajaran, yang tidak harus dilakukan di dalam sebuah Super Camp tetapi di kelas-kelas biasa. Syaiful Sagala (2007: 105) mengemukakan bahwa pada hakikatnya quantum learning diciptakan berdasarkan adopsi dari teori-teori pendidikan seperti accelerated learning, multiple intelligences, experiental learning, dan elements of effective intruction. Sebagaimana model pembelajaran yang lain, dalam model pembelajaran quantum learning juga memiliki karakteristik yang dapat memantapkan dan menguatkan model pembelajaan ini. Sugiyanto (2009: 73) mengungkapkan
47
bahwa ada beberapa karakteristik umum dalam pembelajaran quantum learning di antaranya, adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran quantum berdasarkan pada psikologi kognitif bukan pada fisika quantum. Oleh karenanya, pandangan tentang pembelajarannya dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif. 2) Pembelajaan quantum lebih bersifat humanistis karena manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi, kemampuan, daya motivasi pebelajar diyakini dapat dikembangkan dan pemberian hukuman harus dihindari karena semua usaha yang telah dilakukan patut dihargai. 3) Pembelajaran quantum lebih bersifat konstruktivistik bukan positivisme, empiris, dan behavoristis. Hal ini dikarenakan pembelajaran quantum menyinergikan, memadukan, dan mengolaborasikan potensi-potensi yang ada dalam diri pembelajar dengan lingkungan. 4) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna. 5) Pembelajaran
quantum
sangat
menekankan
pada
pemercepatan
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Oleh karenanya, segala hambatan dan halangan dalam pembelajaran harus segera diatasi. 6) Pembelajaran quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran poses
pembelajaran.
Dengan
demikian,
perancang
dan
pelaksana
pembelajaran harus secara proaktif menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran. 7) Pembelajaran quantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Oleh karenanya, seorang fasilitator atau pengajar hendaknya mengupayakan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran. 8) Pembelajaran quantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
Konteks
pembelajaran
meliputi
suasana
yang
memberdayakan, landasan yang kukuh, dan rancangan belajar yang dinamis.
48
Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, keterampilan belajar untuk belajar, dan fasilitas yang lentur. 9) Pembelajaran
quantum
memusatkan
perhatian
pada
pembentukan
keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi material. Hal ini berarti bahwa segala yang dipelajari tidak hanya sekedar hafalan atau teoritis tetapi berupa pemahaman dan dapat dijadikan sebagai bekal hidup. 10) Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa memiliki nilai dan keyakinan yang positif terhadap sesuatu sehingga tujuan pembelajaan dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Quantum learning merupakan aplikasi dari pengajaran quantum teaching. Dalam pelaksanaannya model pembelajaran quantum memiliki petunjuk pembelajaran yang dapat membuat lingkungan belajar lebih efektif, merancang bahan ajar, menyampaikan isi pembelajaran, dan memudahkan proses belajar. Bobbi DePorter, Mike Hernacki, dan Sarah Nurie (2003: 4-5) menyebutkan bahwa ada beberapa cara yang dilakukan dengan model pembelajaran quantum, yakni: (a) berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan kelas dari yang semula biasa menjadi kelas yang menarik; (b) memotivasi dan menumbuhkan minat siswa dengan menerangkan kerangka rancangan yang dikenal dengan singkatan TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan); (c) membangun rasa kebersamaan; (d) menumbuhkan dan mempertahankan daya ingat; dan (e) merangsang daya dengar anak didik. Cara-cara ini pada dasarnya dapat menempatkan guru dan anak didik pada keadaan yang dapat menuju keberhasilan belajar dengan lebih cepat. Bobbi DePorter dkk (2003: 6) mengungkapkan bahwa segala hal yang dilaksanakan dalam penerapan quantum learning adalah menciptakan interaksi dengan anak didik yang di dalamnya termasuk penciptaan rancangan bahan ajar, serta prosedur penerapan metode pembelajaran. Hal ini didasarkan pada asas utama atau konsep dasar yang disandarkan dalam pelaksanaan quantum learning, yakni: Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita
49
ke dunia mereka. Hal ini berarti bahwa pentingnya seorang guru mengetahui kondisi dan kemauan anak didiknya sebagai langkah pertama dalam pembelajaran. Jika anak senang dalam proses pembelajaran maka anak juga akan lebih mudah menerima dan memahami hal yang guru ajarkan. Oleh karenanya, guru harus dapat membangun jembatan yang autentik untuk dapat memasuki kehidupan anak didik. Pelaksanaan quantum learning dalam pembelajaran juga didasarkan pada lima prinsip, (1) segalanya berbicara; (2) segalanya bertujuan; (3) pengalaman sebelum memberi nama; (4) akui setiap usaha; dan (5) jika layak untuk dipelajari maka layak pula dirayakan (Bobbi DePorter dkk, 2003: 7-8). Segalanya berbicara berarti bahwa segala yang terjadi dalam lingkungan kelas semuanya dapat menunjang proses pembelajaran. Segalanya bertujuan bermakna bahwa semua yang terjadi dalam proses pembelajaran pada dasarnya memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Pengalaman sebelum pemberian nama didasarkan pada hakikat bahwa otak manusia akan berkembang jika ada rangsangan atau stimulus (sesuai teori behavioris) hal tersebut akan menggerakkan rasa ingin tahu siswa. Oleh karenanya, proses belajar yang baik terjadi pada saat anak didik telah
mengalami dan memperoleh sesuatu
(pengetahuan awal) sebelum mereka mengetahui atau menamai sesuatu yang mereka pelajari. Akui setiap usaha digunakan sebagai prinsip belajar karena seorang guru harus menghargai usaha yang telah dilakukan anak dan dalam belajar mengandung resiko. Belajar bagi seorang siswa sering dianggap sebagai melangkah keluar dari hal-hal yang mungkin membuat siswa nyaman. Pada saat siswa berada dalam posisi tersebut maka anak didik pantas mendapatkan pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri siswa yang telah berusaha saat proses belajar. Prinsip jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan berarti bahwa setelah anak berusaha dan melakukan hal yang sesuai dengan yang diharapkan
50
maka perlu dirayakan sehingga dapat menjadi perangsang atau motivasi bagi anak didik. Perayaan juga dapat memberikan umpan balik mengenai seberapa besar kemajuan dan keberhasilan yang telah direncanakan dan dapat pula meningkatkan persepsi anak didik yang benar terhadap pembelajaran yang diikutinya. Selain itu, perayaan juga bertujuan untuk merangsang siswa lain sehingga dapat memperoleh keberhasilan yang sama. Demikian juga, dalam pembelajaran Bobbi DePorter dkk (2003: 8-9) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan model pembelajaran quantum learning guru dapat membagi unsur yang ada di dalamnya menjadi dua kategori yaitu context dan content (konteks dan isi). Konteks, berhubungan dengan tempat yakni latar tempat beserta situasi untuk guru saat mengajar, yang mempertimbangkan kondisi anak didik. Konteks di sini dapat juga diibaratkan sebagai lingkungan (faktor ekstern), pemberi semangat dan suasana, penciptaan keseimbangan lingkungan pembelajaran dalam bekerja sama, dan interpretasi yang didapat anak didik dalam pembelajaran tersebut. Di sisi lain, content atau isi dalam pembelajaran berhubungan dengan proses pembelajaran, fasilitas, kemampuan guru untuk memberikan dan mengajarkan materi yang diajarkan serta bagaimana cara guru untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri siswa. Istilah quantum sebenarnya dinyatakan sebagai tindakan yang bermacammacam atau beragam. Akan tetapi, quantum learning sendiri pada hakikatnya dapat juga dimaknai sebagai orkestrasi dari bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan pembelajaran (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2004 : 8). Dalam quantum learning pemanfaatan kemampuan visual, auditorial, dan kinestetik merupakan gaya belajar dalam diri seorang anak (Bobbi DePorter dkk, 2004: 112-113). Kemampuan visual dapat dimunculkan dengan memanfaatkan media pembelajaan yang berupa gambar, poster, penayangan film, dan sebagainya. Guru dapat memancing kemampuan auditori siswa dengan
51
cara memperdengarkan cerita, puisi, berita, dari sebuah radio atau tape. Kemampuan kinestetik siswa dapat diasah dengan cara pembentukan kerja kelompok atau dengan belajar di luar kelas. Oleh karenanya, pemilihan media tersebut juga harus disesuaikan dengan tema dan materi yang akan diajarkan. Selaras dengan pendapat di atas, Andayani (2008: 40) mengungkapkan bahwa pemilihan media dan sumber pembelajaran berbasis quantum learning meliputi media pandang berbentuk gambar, media dengar berbentuk rekaman, dan media audiovisual berbentuk VCD. Penggunaan media gambar tematik maupun mnemonik dirancang untuk membantu murid mendapatkan inspirasi sehingga dapat mencapai aspek ekspresi dalam mencipta tulisan atau karangan, baik puisi maupun cerita. Gambar tematik merupakan gambar bertema, seringkali berbentuk gambar berseri. Gambar mnemonik merupakan gambar obyek yang berbentuk tunggal. Selain dengan media gambar untuk menginspirasi anak dapat pula dilakukan dengan pengamatan obyek secara langsung. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa quantum learning merupakan model pembelajaran yang menyenangkan yang dilakukan guru dengan menyelaraskan konteks dan isi pembelajaran dan sebagai model pembelajaran yang efektif karena melalui model pembelajaran ini siswa tidak hanya sebagai pendengar tetapi juga aktif dalam proses pembelajaran. b. TANDUR Sebagai Kerangka Perencanaan dalam Model Pembelajaran Quantum Learning Operasional pembelajaran quantum learning didasarkan pada konsep TANDUR yang merupakan akronim dari: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. TANDUR merupakan konsep yang melandasi model pembelajaran quantum learning. Dengan konsep TANDUR dapat membawa siswa sehingga menjadi tertarik dan berminat dalam proses pembelajaran. Selain itu, melalui konsep ini
52
siswa juga dapat mengalami pembelajaran, berlatih, dan menjadikan isi pembelajaran nyata bagi mereka sendiri dan akhirnya dapat mencapai kesuksesan dalam belajar. Bobbi DePorter dkk (2003: 89) menjelaskan bahwa kerangka perencanaan pembelajaran quantum dengan prinsip TANDUR adalah sebagai berikut. (1). Tumbuhkan
:
Sertakan
diri
mereka,
pikat
mereka,
puaskan
keingintahuan mereka. Buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang akan diajarkan. (2). Alami
:
Berikan
mereka
pengalaman
belajar,
tumbuhkan
―kebutuhan untuk mengetahui‖. :
(3). Namai
Berikan ―data‖ tepat saat minat memuncak dengan mengenalkan
konsep-konsep
pokok
dari
materi
pelajaran. (4). Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data atau keterangan baru, sehingga mereka
menghayati
dan
membuatnya
sebagai
pengalaman pribadi. (5). Ulangi
:
Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan melalui pertanyaan, post test, atau penugasan maupun membuat ikhtisar hasil belajar.
(6). Rayakan
:
Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan! Perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi positif.
1. Tumbuhkan Alasan : Konsep tumbuhkan merupakan konsep operasional dari prinsip ―Bawalah dunia mereka ke dunia kita‖. Melalui usaha penyertaan siswa dalam pikiran dan emosi, mereka dapat menciptakan jalinan dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami. Penyertaan akan memanfaatkan pengalaman mereka untuk menstimulus tanggapan ―Oke, materi ini menarik dan bermakna‖,
53
selanjutnya akan mendapatkan komitmen untuk menjelajah dengan belajar bersama. Strategi :Sertakan pertanyaan, pantomim, lakon pendek dan lucu, drama, video, dan cerita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa agar seseorang mengikuti keinginan kita maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan menarik perhatian orang lain. Dalam pembelajaran terutama saat apersepsi untuk menarik minat siswa adalah dengan memfokuskan perhatian siswa. Tidak harus dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya, namun dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya: penyajian gambar atau media yang menarik, penyajian peta konsep, puisi, cerita menarik atau lucu, dan sebagainya. Andayani (2008: 74) mengungkapkan bahwa penerapan konsep tumbuhkan khususnya dalam pembelajaran apresiasi sastra dapat pula dilakukan dengan berbagai aktivitas, seperti: tepuk tangan, menyanyi, dan bermain. Ditambahkan juga bahwa aktivitas murid pada saat bernyanyi bersama-sama
sambil
bertepuk
tangan,
dapat
digunakan
untuk
menumbuhkan minat murid ketika memulai proses kegiatan awal pembelajaran. Selain itu, kegiatan bermain juga dapat menumbuhkan minat dan kesenangan siswa terhadap sesuatu. Namun pemilihan jenis pemainan dan lagu yang akan dinyanyikan juga harus disesuaikan dengan manfaat atau tema yang akan diajarkan. Garis besar dari tujuan konsep ―tumbuhkan‖ adalah memberi kebermaknaan yang cepat dan mudah dipahami siswa. 2. Alami Alasan : Unsur ini memberi pengalaman kepada siswa dan manfaatnya dapat meningkatkan hasrat
alami
untuk
menjelajah. Pengalaman
membuat seseorang dapat mengajar ―melalui pintu belakang‖ untuk memanfaatkan pengetahuan dan keingintahuan mereka.
54
Strategi :Gunakan permainan, simulasi, dan sebagainya. Perankan unsurunsur pelajaran baru dalam bentuk sandiwara. Beri mereka tugas individu atau kelompok dan kegiatan yang mengaktifkan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Konsep alami merupakan suatu konsep murid mulai memasukkan proses belajar dalam pembelajaran. Pada konsep ini dapat dilakukan berbagai aktivitas, misalnya: murid mulai mencari dan menemukan bacaan yang akan dibicarakan, murid berkelompok membicarakan cerita yang dibaca, dan murid menyimak secara bersama-sama suatu cerita. Andayani (2008: 75) mengungkapkan bahwa pada tahap ini pembelajaran akan terkesan biasa atau tidak mencapai tujuan jika tidak didesain dengan baik. Sugiyanto (2009: 87) mengungkapkan bahwa pengalaman dapat menciptakan ikatan emosional sebagaimana yang kita ketahui bahwa pengalaman
akan
menciptakan
peluang
untuk
pemberian
makna
(penamaan). Dia mengungkapkan bahwa dalam konsep ini saat murid mempelajari sesuatu dalam kenyataan nyata. Siswa telah memiliki pemahaman awal yang telah berkaitan dengan konsep materi yang akan dipelajari. Saat pengalaman terkait, siswa dapat mengumpulkan informasi yang dapat membantunya untuk memaknai pengalaman tersebut sehingga informasi yang mulanya abstrak menjadi konkret. Dengan demikian, maka seorang siswa tidak hanya sekedar mendapatkan informasi tetapi melalui pengalaman yang telah diperoleh dapat membuat siswa benar-benar mendapatkan pengetahuan yang berarti. 3. Namai Alasan : Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan. Penamaan dibangun di atas pengetahuan dan keingintahuan siswa saat itu. Penamaan merupakan sarana untuk mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar.
55
Strategi : Gunakan media visual seperti susunan gambar, warna, alat bantu, kertas tulis, poster di dinding,dan sebagainya. Bobbi DePorter dkk (2003: 91) mengungkapkan bahwa konsep namai dapat memuaskan otak siswa yaitu dengan membuat siswa penasaran, penuh pertanyaan mengenai pengalaman mereka. Konsep ini dimulai dengan pengalaman siswa dan dari pengalaman dan informasi yang saling terkait siswa diarahkan untuk dapat menamainya sehingga pengalaman siswa tersebut akan lebih berarti. Selaras dengan pendapat di atas, Andayani (2008: 76) juga mengungkapkan bahwa konsep namai merupakan salah satu prosedur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan pada konsep ini murid berkesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Pengenalan murid terhadap konsep ini dalam keseluruhan proses belajar berada dalam tataran berpikir. 4. Demonstrasi Alasan : Memberi siswa peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran yang lain yaitu dalam permasalahan yang lebih riil sekaligus memberikan kesempatan kepada mereka untuk menunjukkan tingkat pemahaman dan penguasaan mereka terhadap materi yang telah dipelajari. Strategi: Gunakan sandiwara, video, permainan, rap, lagu, penjabaran dalam grafik. Selain itu, Sugiyanto (2009: 98) mengungkapkan bahwa prinsip ini dapat dilakukan dengan mempraktekkan sandiwara, membuat puisi, membuat video, menyusun laporan naskah skenario, menyelesaikan kasus atau persoalan, membuat lagu, menganalisis data, melakukan gerakan tangan, dan sebagainya. Setelah mengaitkan pengalaman dan nama, kemudian siswa diminta untuk menunjukkan atau mempraktekkannya, tahap yang demikian merupakan konsep demonstrasi. Konsep ini memberikan kesempatan siswa
56
untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dengan mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman dalam memori siswa. Aktivitas dalam konsep demonstrasi berwujud aktivitas gerak. Aktivitas ini dilakukan melalui praktik atau latihan. Praktik yang dilatihkan dalam konsep demonstrasi dapat berupa praktik membaca, berbicara, dan menulis. Praktik membaca misalnya membaca cerita di depan kelas, membaca puisi, dan membaca dialog. Praktik berbicara dapat berbentuk diskusi membahas puisi, cerita, dan drama yang didemonstrasikan. Praktik menulis dapat dilakukan dengan pemberian contoh menciptakan karangan oleh guru, atau seorang murid. Konsep demonstrasi dapat dilakukan secara berulang-ulang, Andayani (2008: 77). 5. Ulangi Alasan : Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa ―aku tahu bahwa aku tahu ini‖! jadi pengulangan hendaknya dilakukan secara multimodalis dan multikecerdasan, lebih baik lagi dalam konteks yang berbeda dengan adanya (permainan, pertunjukkan, drama, dan sebagainya). Strategi : Membuat isian aku tahu bahwa aku tahu, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru mereka kepada orang lain (kelompok lain) menirukan orangorang seperti guru atau tokoh idola, pendahuluan, isi, kesimpulan, bisa juga menggemakan motto hidup tertentu yang bermakna, dan siswa diminta untuk mengulangnya secara serentak. Selain itu, untuk menunjukkan penguasaan atau pemahaman materi dapat juga dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan post test. Seperti yang telah dikemukakan bahwa aktivitas gerak dapat menjadikan murid memiliki keterampilan yang sempurna, khususnya dalam
57
berbahasa. Syaratnya adalah pendemonstrasian dalam latihan keterampilan berbahasa yang dilakukan secara berulang-ulang. Pengulangan-pengulangan tersebut dapat dilakukan secara lisan maupun tulis yang disertai gerakan fisik. Hal ini lebih bermakna jika dalam aktivitas disertai balikkan atau tanggapan baik dari siswa maupun guru. Dari balikkan tersebut diharapkan siswa dapat memperoleh keterampilan berbahasa atau kemampuan psikomotorik yang lebih baik dibanding sebelum dilaksanakan pembelajaran. 6. Rayakan Alasan : Jika layak dipelajari, maka layak dirayakan! Perayaan merupakan suatu bentuk rasa untuk menghomati ketekunan, usaha, dan kesuksesan, yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan dan kegembiraan. Kondisi akhir pembelajaran yang menyenangkan dapat membuat siswa bergairah untuk belajar lebih lanjut. Strategi : Pemberian pujian, bernyanyi bersama, pameran, pesta kelas. Andayani (2008: 77) berpendapat bahwa konsep ―rayakan‖ dalam penerapan TANDUR melahirkan aspek sikap. Hal ini karena konsep rayakan tersebut murid diberi respon-respon khusus dari guru maupun murid-murid lain di kelas secara serentak. Respon tersebut dapat berupa tepuk tangan, gerakan toss yang diberikan guru kepada murid, dan memberikan seruan dengan kata-kata serentak disertai gerakan dua tangan diangkat di atas, dan sebagainya. Selaras dengan pendapat di atas Sugiyanto (2009: 93) juga mengemukakan bahwa konsep ―rayakan‖ yang dilakukan dengan pemberian tepuk tangan, hadiah, pujian, dan sebagainya dapat memperkuat kesuksesan dan memberi motivasi siswa. Penerapan konsep rayakan juga dapat memberikan penguatan pada siswa dalam pembelajaran.
58
Bobbi DePorter dkk (2003: 93) juga mengungkapkan bahwa untuk memperkuat kesuksesan dan memotivasi maka Anda harus mencobanya berulang-ulang dan siswa membutuhkan penguatan prinsip yang sama dalam belajar. Hal ini dikarenakan prinsip ―rayakan‖ merupakan suatu bentuk pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa respon dalam model pembelajaran quantum learning melibatkan seluruh peserta pembelajaran. Seluruh murid terlibat secara fisik, psikis, dan verbal. Predisposisi untuk tindakan positif yang dapat tumbuh dalam pembelajaran apresiasi sastra ini adalah sikap yang berbentuk: rasa senang menikmati, menghayati,
menghargai
karya
sastra,
dan
sekaligus
menyenangi
pembelajaran puisi. c. Kelebihan Quantum Learning dalam Pembelajaran Menulis Puisi di SD Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa quantum learning merupakan model pembelajaran yang menekankan penataan dan desain ruang karena semua itu dinilai dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kelebihan model pembelajaran quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, sebaiknya tidak hanya memperhatikan pada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, tempat belajar yang teratur, atau belajar di luar kelas. Namun, pemilihan media dan materi pembelajaran yang tepat dan menarik juga harus dimanfaatkan dan diperhatikan guru sehingga suasana menyenangkan dalam pembelajaran dapat diciptakan. Hernowo
(2006)
mengungkapkan
bahwa
pembelajaran
yang
menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadan gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura, tetapi kegembiraan yang dimaksud adalah bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada diri siswa. Dia menambahkan pembelajaran yang
59
menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap diri pembelajar. Syaiful Sagala (2009: 176) juga menyatakan bahwa menyenangkan dalam hal belajar pada dasarnya dapat dilihat dari (1) tidak tertekan; (2) bebas berpendapat; (3) tidak ngantuk; (4) bebas mencari objek; (5) tidak jemu; (6) berani berpendapat; (7) belajar sambil bermain; (8) banyak ide; (9) santai tapi seius (serius tapi santai); (10) dapat berkomunikasi dengan orang lain; (11) tidak merasa canggung; (12) belajar di alam bebas; dan (13) tidak takut. Hal di atas sesuai dengan hakikat quantum learning yang dimaknai sebagai orkestrasi dari bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan pembelajaran. Interaksi-interaksi ini mencangkup berbagai prinsip yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar yang efektif serta dapat mempengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar. Kelebihan model pembelajaran quantum learning terletak pada prinsip kerangka model perencanaan ―TANDUR‖ yang diterapkan dalam pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar. Pelaksanaan pembelajaran menulis puisi khususnya di sekolah dasar masih terdapat kendala atau masalah. Oleh karenanya, diperlukan penerapan model pembelajaran yang sesuai. Beberapa permasalahan yang ada dalam pembelajaran puisi yakni kebanyakan siswa menganggap bahwa puisi itu sulit dan minat siswa terhadap puisi masih kurang sehingga siswa kurang menyenangi dengan pembelajaran puisi. Selain itu, guru dalam pembelajaran puisi juga masih mengalami kesulitan terutama untuk menentukan model pembelajaran yang cocok dan tepat. Oleh karena itu, tidak jarang guru lebih banyak memberikan teori-teori mengenai puisi dan mengabaikan apresiasi puisi tersebut sehingga unsur kepuasan dan kenikmatan terhadap karya sastra kurang diperhatikan. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sapardi Djoko Damono (dalam Herman J. Waluyo dkk, 2007: 22) yang menyatakan bahwa di sekolah-sekolah pembelajaran apresiasi sastra (termasuk puisi) sudah benar-benar menjadi pembelajaran ilmu
60
bukan lagi pembelajaran seni karena saat pembelajaran sastra lebih banyak diberikan secara teoritis dan penilaiannya pun seringkali hanya didasarkan pada kemampuan kognitif siswa. Rumidjan (1999) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran kegiatan belajar-mengajar puisi hendaknya diarahkan pada peningkatan kemampuan penalaran, kehalusan perasaan, imajinasi, serta kepekaan terhadap masyarakat dan lingkungan sosio-budaya bangsa Indonesia. Oleh karenanya, teknik pembelajaran apresiasi puisi yang dapat dilakukan adalah mendengarkan, membaca dalam hati, membaca nyaring dengan melibatkan emosi, menganalisis unsur-unsur puisi, atau pun menulis puisi. Teknik pelibatan emosi dan analisis unsur-unsur puisi dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kehalusan perasaan siswa. Dalam pembelajaran apresiasi puisi siswa tidak hanya ditekankan untuk menguasai sastra (puisi) secara teoretis tetapi juga untuk menyenangi puisi yang diajarkan karena dengan begitu pembelajaran apresiasi puisi akan mudah dipahami siswa jika siswa belajar dengan suasana yang menyenangkan sehingga kepuasan dan kekaguman yang menjadi hakikat pembelajaran sastra dapat dirasakan siswa. Agar siswa di sekolah dasar dapat mencapai kepuasan dan kekaguman dalam pembelajaran puisi, salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah dengan memadukan pembelajaran puisi dengan lagu-lagu yang sesuai dengan kejiwaan anak. Andayani mengemukakan (2008: 21) nyanyian atau lagu anak-anak sangat bermanfaat dalam menumbuhkan minat murid. Nyanyian dapat dipilih baik lagu anak-anak Indonesia, daerah, maupun asing yang sesuai dengan tema pembelajaran. Hal tersebut karena pada dasarnya setiap anak suka menyanyi dan lirik lagu pada hakikatnya juga merupakan sebuah puisi yang dinyanyikan. Sejak kecil anak dinyanyikan oleh ibu-bapaknya. Berbagai bentuk nyanyian itu secara langsung maupun tidak langsung anak dibiasakan dan sekaligus disadarkan bahwa bahasa dapat diungkapkan dengan cara-cara yang istimewa sehingga menghasilkan sesuatu yang indah dan menyenangkan.
61
Kesadaran ini dapat dipandang sebagai embrio, dan sekaligus memupuk bakat keindahan untuk menyenangi cara-cara pengungkapan kebahasaan yang indah, (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 316-317). Lebih lanjut, dikemukakan bahwa dalam puisi anak intensitas dalam hal pendayaan unsur rima dan irama masih dominan. Keindahan bunyi puisi akan memberikan kesenangan, kepuasan, dan kebahagiaan tersendiri bagi anak. Anak akan tertawa senang, bertepuk tangan, atau bahkan berlenggak-lenggok mendengar nyanyian lagu-lagu puisi. Hal ini dikarenakan larik-larik lagu merupakan puisi yang dinyanyikan. A good poem. To begin with, it sings; poetry withers and dries out when it leaves song, or at least imagined music too far behind it. The ballads in a preceding chapter, it must be remembered, are song and other poetry too is sung, especially by children. Nothing very important is being said, but for generations children have enjoyed the poem is song of these lines, and have recalled them with pleasure it, (Ezra Pound, 2005: 361). Sebagaimana yang diungkapkan (Ezra Pound, 2005: 361) bahwa puisi yang baik berawal dari sebuah lagu, dan puisi merupakan suatu karya yang tidak bisa dilepaskan dari nyanyian ataupun berawal dari imajinasi sebuah musik. Harus diingat bahwa bagian-bagian dari sebuah balada adalah musik dan puisi merupakan lagu khususnya bagi anak. Hal yang sangat penting untuk seorang anak menikmati puisi yang berbentuk lagu dan perulangan sehingga timbul kesenangan pada diri anak terhadap puisi tersebut. Itulah salah satu fungsi puisi bagi anak: memberikan kesenangan dan kepuasan batin. Dengan tumbuhnya kesenangan dan kepuasan batin pada diri anak melalui pembelajaran puisi, maka pada akhirnya hakikat tujuan pengajaran sastra seperti yang dikemukakan Rahmanto (1988: 16-35) yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak dapat tercapai. Inilah kelebihan yang terdapat pada model pembelajaran quantum learning dalam meningkatkan pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar.
4. Penilaian dalam Menulis Puisi
62
Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui keberhasilan (proses dan hasil) dari suatu pogram kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria (Sarwiji Suwandi, 2008: 15). Teknik penilaian yang tepat memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan. Untuk mengkur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh karenanya, diperlukan penilaian yang sesuai yang dapat mengukur hal tersebut. Format penilaian yang biasa digunakan dalam pengajaran sastra ada beberapa, di antaranya adalah teknik penilaian unjuk kerja. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik adalah dengan menggunakan instrumen skala penilaian (rating scale). Skala penilaian adalah penilaian yang disusun dengan mencari indikator-indikator yang mencerminkan keterampilan yang akan diukur. Dalam skala penilaian setelah diperoleh indikatorindikator keterampilan selanjutnya ditentukan skala poenilaiannya untuk setip indikator, (Abdul Majid, 2006 :277). Selaras
dengan pendapat
di
atas
Sarwiji
Suwandi
(2009:
74)
mengemukakan bahwa rating scale merupakan penilaian unjuk kerja yang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori lebih dari dua. Skala penilaian tersebut terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten; 2 = cukup kompeten; 3 = kompeten; dan 4 = sangat kompeten. Berhubungan dengan hal tersebut maka pembobotan penilaian tidaklah bersifat mutlak. Tiap guru dapat memilih atau membuat model yang dianggapnya paling sesuai (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 208). Dengan demikian, dalam menentukan bobot penilaian guru hendaknya memperhatikan kriteria penilaian yang digunakan serta tujuan yang hendak dicapai sehingga penilaian tersebut benar-benar dapat mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran baik proses maupun hasil.
63
a. Penilaian Proses Pembelajaran Penilaian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Sikap bermula dari perasaan suka atau tidak suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang. Sikap dapat dibentuk sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Nana Sujana (2008: 56) mengungkapkan bahwa apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses mengajar. Ini berarti bahwa hasil (prestasi) belajar siswa tidak terlepas dari proses belajar yang dialaminya. Lebih lanjut Sarwiji Suwandi (2009: 80-81) mengungkapkan bahwa secara umum obyek/sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap guru/pengajar (interaksi, respon); dan sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian, kerjasama, konsentrasi, dsb.) Berdasarkan hal tersebut maka pedoman penilaian proses yang digunakan dalam pembelajaran puisi adalah sebagai berikut. Tabel 1. Penilaian Proses Pembelajaran No.
Nama Siswa
Keaktifan siswa selama apersepsi
Keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi
Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran
Skor
Nilai
(Diadaptasi dari Sarwiji, 2009 : 130)
64
Ket.
a. Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = sangat kurang
4 = baik
2 = kurang
5 = amat baik
3 = cukup b. Menghitung nilai Nilai
= Skor perolehan siswa x 100 = .... Skor maksimal (15)
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut. (1) Nilai = 10 – 29 sangat kurang
(4) Nilai = 70 – 89 baik
(2) Nilai = 30 – 49 kurang
(5). Nilai = 90 – 100 sangat baik
(3) Nilai = 50 – 69 cukup 1). Keaktifan siswa selama apersepsi Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya atau sangat aktif selama apersepsi (menyanyikan lagu dengan semangat dan merespon setiap stimulus yang diberikan guru saat apersepsi dengan baik). Skor 4
: Jika siswa aktif selama apersepsi (ikut menyanyikan lagu dan cukup merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi)
Skor 3
: Jika siswa cukup aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan lagu namun tidak merespon stimulus yang diberikan guru)
Skor 2
: Jika siswa kurang aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan lagu namun tidak serius dan sama sekali tidak mau merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi).
Skor 1
: Jika siswa sama sekali tidak aktif (sama sekali tidak mau menyanyi dan merespon pertanyaan atau stimulus saat apersepsi).
2). Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran
65
Skor 5
: Jika siswa sepenuhnya memperhatikan pada saat guru menyampaikan materi dan aktif bertanya, menjawab, menamai, serta
memberikan
tanggapan
(terjadi
interaksi),
dan
mengerjakan setiap tugas. Skor 4
: Jika siswa memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan sesekali mau bertanya, menjawab, serta menamai memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 3
: Jika siswa hanya memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya, menjawab, serta memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 2
: Jika siswa kurang memperhatikan serta kurang fokus saat guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya, menjawab, menamai serta memberikan tanggapan.
Skor 1
: Jika siswa sama sekali tidak memperhatikan guru saat menyampaikan materi (sibuk beraktivitas sendiri seperti berbicara atau membuat gaduh).
3). Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran Skor 5
: Jika siswa tampak bersungguh-sungguh dan menunjukkan adanya kesenangan dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan; tampak antusias, senang serta bersemangat dalam mengikuti pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk, secara sukarela membacakan pekerjaan yang dibuat).
Skor 4
: Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan guru serta tampak
bersemangat
dan
antusias
dalam
mengikuti
pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk). Skor 3
: Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan namun kurang bersemangat dan antusias dalam pembelajaran (kurang serius). 66
Skor 2
: Jika siswa hanya sekedar mengerjakan tugas yang diberikan dan terlihat tidak bersemangat dalam pembelajaran (ogah-ogahan, meletakkan kepala di meja).
Skor 1
: Jika siswa sama sekali tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan dan sama sekali tidak bersemangat (tampak bosan, tertidur).
b. Penilaian Hasil Pembelajaran Nana Sujana (2008: 3) mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Burhan Nurgiyantoro (2001: 331) menyatakan bahwa tes kesastraan (termasuk puisi) mencangkup tes kognitif, tef afektif, dan tes psikomotorik. Tes kognitif berhubungan dengan kemampuan proses berpikir. Ranah afektif berhubungan dengan sikap, pandangan, dan nilai-nilai yang diyakini seseorang. Tes psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otot, fisik atau gerakan anggota badan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tes-tes yang disusun guru tersebut hendaklah disesuaikan dengan tujuan pengajaran kebahasaaan dan kesastraan yang hendak dicapai. Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa tes atau penilaian yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran maka penilaian hasil dalam pembelajaran puisi di Kelas V-C ini didasarkan pada hasil pekerjaan siswa dalam bentuk menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai. Hal tersebut disesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan sekolah di semester II dengan materi puisi. Pada materi ini KKM yang ditentukan adalah 65, ini berarti bahwa siswa dinyatakan tuntas dalam pembelajaran jika mendapatkan nilai 65.
67
Puisi anak terbentuk dari dua aspek yang saling berkitan, yaitu sesuatu yang diekpsresikan dan sarana pengekspresian. Yang pertama lazim disebut sebagai unsur isi, sedang yang kedua bentuk. Unsur isi antara lain mencangkup aspek gagasan, ide, emosi atau lazim disebut tema, sedangkan unsur bentuk misalnya berbagai aspek kebahasaan (meliputi pilihan kata, irama, dan bahasa kiasan) dan tipografi, (Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 321). Berdasarkan pendapat tersebut maka aspek penilaian menulis puisi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengungkapan ide, diksi, rima, dan bahasa kiasan. Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi format dan bobot penilaian hasil pembelajaran menulis puisi sebagai berikut. Tabel 2. Penilaian Hasil Pembelajaran No
Nama siswa
Aspek yang Dinilai Pengungkapan
Diksi
Rima
gagasan/ide
Skor Bahasa Kiasan
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009 : 129) Tabel 3. Pedoman Penskoran No 1.
Aspek yang dinilai Pengungkapan gagasan/ide
Skor Skor 1 - 4
Pengungkapan gagasan baik dan dapat dipahami Pengungkapan gagasan cukup baik dan cukup dapat dipahami
68
4 3
Nilai
Pengungkapan gagasan kurang baik dan kurang dapat dipahami Belum dapat mengungkapkan gagasan secara jelas
2
(pengungkapan gagasan sama sekali tidak baik) 1
2.
Skor 1 – 4
Diksi Kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan dapat
4
mengekspresikan perasaan dengan baik Kata-kata yang digunakan padat, singkat dan cukup dapat 3
mengekspresikan perasaan Kata-kata
yang
digunakan
kurang
mampu
mengekspresikan perasaan Kata-kata yang digunakan sama sekali tidak dapat
2
mengekspresikan perasaan 1 3.
Skor 1 – 4
Rima Banyak terdapat perulangan bunyi sehingga mampu
4
menimbulkan efek keindahan dengan sangat baik Terdapat beberapa perulangan bunyi sehingga efek 3
keindahan sudah cukup terasa Sedikit sekali perulangan bunyi yang digunakan sehingga efek keindahan kurang terasa Tidak terdapat perulangan bunyi sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek keindahan
69
2
1 4.
Skor 1 – 4
Bahasa Kiasan Bahasa kiasan yang digunakan sudah sesuai sehingga efek
4
keindahan yang ditimbulkan terasa dengan baik Bahasa kiasan yang digunakan cukup sesuai sehingga efek keindahan yang ditimbulkan sudah cukup terasa
3
Bahasa kiasan yang digunakan kurang sesuai sehingga efek keindahan yang ditimbulkan kurang terasa Sama sekali tidak menggunakan bahasa kiasan sehingga
2
efek keindahan di dalamnya sama sekali tidak terasa. 1 Skor maksimal 1, 2, 3, 4
16 (Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 130-131)
Nilai siswa = skor maksimum siswa X 100 16
B. Penelitian yang Relevan Sukisno (2008) dalam penelitiannya, yang berjudul ―Penerapan Quantum Learning dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi Pada Siswa Kelas V SDN Sirap Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang‖ menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan quantum learning dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran quantum learning tidak hanya dilakukan dengan suasana yang menyenangkan tetapi juga memuat langkah-langkah atau tahapan dalam menulis sehingga dapat memudahkan siswa.
70
Teti Rostikawati (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ―Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa‖, menyimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses belajar, pembelajaran memiliki dua unsur penting yakni guru dan siswa. Bagi siswa metode pembelajaran sangat penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan potensi pribadi. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Quantum learning sebagai salah satu metode belajar yang dapat memadukan berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Metode pembelajaran quantum learning melalui teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat besar untuk meningkatkan potensi akademik (prestasi belajar) siswa. Herman Waluyo, Budhi Setiawan, dan Handoko (2007) dalam penelitian yang berjudul “Pengembangan Model Keterpaduan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Quantum Learning (Berbahasa dan Bersastra dalam suasana Orkestra di SMP Daerah Surakarta)‖ menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil uji coba empirik penggunaan quantum learning dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Daerah Surakarta dapat menciptakan keaktifan dan partisipasi siswa yang tinggi dan signifikan pula. Selain itu, model pembelajaran ini juga dapat memotivasi siswa khususnya dalam belajar sastra dengan rasa senang, tidak membosankan, dan mempunyai kesempatan untuk menggunakan bahasa Indonesia secara nyata dengan mengakrabi karya sastra. Berdasarkan uji statistik lebih dari itu penggunaan model ini juga diterima oleh stakeholder di kota Surakarta. Alasan peneliti memilih ketiga penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan karena ketiga penelitian ini memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keterkaitan tersebut terdapat pada model pembelajaran dan keterampilan berbahasa yang ditingkatkan melalui model pembelajaran tersebut.
71
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukisno dan Teti Rostikawati terdapat pada model pembelajaran yang digunakan, yakni model pembelajaran quantum learning pada penelitian Sukisno yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis narasi dan hasilnya meningkat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Teti Rostikawati model pembelajaran quantum learning juga terbukti dapat meningkatkan prestasi (hasil) belajar dan kreativitas siswa. Herman Waluyo, Budhi Setiawan, dan Handoko mengembangkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan hasilnya pun model ini dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa saat mengikuti pembelajaran bahasa dan sastra (yang mana puisi juga termasuk bagian dari sastra). Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi.
C. Kerangka Berpikir Belajar dan mengajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan. Belajar merupakan suatu proses untuk
mendapatkan pengetahuan dan
menanamkan nilai moral pada anak didik yang berfungsi sebagai bekal hidup. Untuk mencapai keberhasilan dalam belajar ada banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya. Di antaranya, adalah cara mengajar guru dan ketertarikan siswa terhadap materi yang dipelajari. Selain itu, penggunaan media dan cara atau model mengajar guru juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa dan guru menyatakan bahwa apresiasi puisi merupakan materi yang cukup sulit dipahami siswa. Cara mengajar guru dalam pelajaran puisi menurut siswa kurang menarik dan membosankan sehingga membuat siswa kurang antusias saat mengikuti pelajaran. Di sisi lain, guru pada saat kegiatan pembelajaran belum menggunakan model pembelajaran yang tepat yang ditunjukkan dengan pada saat pembelajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif dan media pembelajaran juga belum dimanfaatkan guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses 72
pembelajaran. Selain itu, lingkungan pembelajaran kurang mendukung karena guru belum mendesainnya sesuai dengan materi pembelajaran yang diajarkan. Akibatnya, kualitas pembelajaran menulis puisi di kelas V-C kurang memuaskan. Oleh karena itu, peneliti berusaha mencari solusi yang dapat digunakan dalam mengajarkan apresiasi puisi di sekolah agar siswa lebih menyenangi puisi dan dapat meminimalisir kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran puisi. Hal tersebut dilakukan peneliti melalui bekerja sama dengan guru kelas untuk mencari model pembelajaran yang tepat digunakan dalam mengajarkan materi puisi di kelas tersebut. Model yang dipilih adalah model pembelajaran quantum learning. Model pembelajaran ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam pembelajaran puisi, minat siswa terhadap puisi responnya pasti berbeda. Maksudnya, ada siswa yang yang suka dan ada pula yang tidak. Tetapi dengan penerapan model pembelajaran quantum learning yang di dalamnya terdapat kerangka perencanaan ―TANDUR‖ membuat pembelajaran lebih mudah dan menyenangkan sehingga dirasa keseluruhan siswa akan merasa senang karena model ini berbeda dengan model pembelajaran yang biasanya digunakan guru. Kedua hal ini bila digabungkan, maka akan menjadi sebuah solusi yang cukup menarik. Selain itu, dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran apresiasi puisi, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar menulis puisi. Dengan demikian, melalui penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis puisi.
73
Adapun gambar alur kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut. Kondisi awal pembelajaran menulis puisi sebelum tindakan
Guru menggajar dengan ceramah, belum memanfaatkan media untuk menginspirasi siswa dalam menulis puisi dan pembelajaran masih monoton.
Siswa kurang antusias serta aktif saat mengikuti pembelajaran, mengalami kesulitan dalam menulis puisi dan terlihat bosan.
Lingkungan pembelajaran kurang mendukung dan kurang kondusif pada saat pembelajaran puisi.
Penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi
Guru lebih mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan penggunaan media dan kegiatan pembelajaran lebih variatif.
Siswa lebih bersemangat, antusias, aktif, menikmati kegiatan pembelajaran dan dapat menulis puisi sesuai tugas yang diberikan guru.
Lingkungan pembelajaran didesain dan diatur sehingga lebih kondusif dan mendukung kegiatan pembelajaran puisi.
Peningkatan kemampun siswa dalam menulis puisi
Gambar 2. Kerangka Berpikir
74
D. Hipotesis Tindakan Penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis puisi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten.
75
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten, yang beralamat di Jalan Raya Solo – Tawangmangu km 9 Kode Pos 57771. SD Negeri 3 Jaten merupakan sekolah dasar negeri di Kecamatan Jaten. SD Negeri 3 Jaten saat ini dipimpin oleh Hj. Endang Widowati, S.Pd. yang bertindak sebagai kepala sekolah dan membawahi 30 tenaga pengajar. Sekolah ini dipandang sebagai sekolah yang memiliki prestasi yang baik di masyarakat. Alasan pemilihan sekolah dan kelas V-C sebagai tempat penelitian adalah karena pertama, berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru kelas yang sekaligus sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ditemukan adanya kendala dalam pembelajaran menulis puisi di kelas tersebut. Kedua, sekolah ini sebelumnya belum pernah digunakan sebagai objek penelitian sejenis sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian ulang. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yakni pada bulan November 2009 sampai dengan April 2010. Untuk lebih jelasnya rincian waktu dan jenis kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
76
Tabel 4. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No Kegiatan
1.
Bulan
Persiapan
survei
awal
Nov.
Des.
Jan.
Feb.
Maret.
April.
2009
2009
2009
2010
2010
2010
xxxx
xxx-
xxxx
xxx-
xx--
sampai
penyusunan proposal 2.
Seleksi
informan,
--xx
xx--
penyimpanan instrumen dan alat 3.
Pengumpulan data, perencanaan pembelajaran, dan analisis data
4.
Penyusunan
---x
laporan
B. Subjek Penelitian Untuk mendapatkan informasi subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ngadino, S. Pd. selaku guru kelas yang juga sebagai pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten yang berjumlah 42 orang (23 siswa putra dan 19 siswa putri). Pengambilan
77
informasi dari siswa dilakukan dengan cara membagikan angket, wawancara, dan tugas yang dikerjakan siswa untuk kemudian dianalisis sebagai sumber data.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), yaitu penelitian yang merupakan hasil kolaborasi antara peneliti dan guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 58) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Selain itu, Sarwiji Suwandi (2009: 10) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif, yakni kegiatan penelitian yang berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan alternatif pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terencana dan terukur. Hal tersebut selaras dengan pendapat Ardiana dan Kisyani Laksono (dalam Sukarno, 2009: 2) yang mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang ditujukan untuk menemukan pemecahan masalah pembelajaran yang aktual. Adapun karakteristik penelitian tindakan kelas menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2006 : 62) antara lain: (1) adanya tindakan yang nyata yang dilakukan dalam situasi yang dialami dan ditujukan untuk menyelesaikan masalah; (2) menambah wawasan keilmiahan dan keilmuan; (3) sumber permasalahan berasal dari masalah yang dialami guru dalam pembelajaran; (4) permasalahan yang diangkat bersifat sederhana, nyata, jelas, dan penting; (5) adanya kolaborasi antara praktikan dan peneliti; (6) ada tujuan penting dalam pelaksanaan PTK, yaitu meningkatkan profesionalisme guru, ada keputusan kelompok, bertujuan untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan. Prinsip-prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut Holkin (dalam Sukarno, 2009:10-12), meliputi enam hal, yakni: (1) adanya upaya dari
78
guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) dilakukannya tahap-tahap yang meliputi persiapan, pelaksanaan observasi, dan evaluasi; (3) penelitian dilakukan sesuai dengan alur dan kaidah ilmiah; (4) masalah yang ditangani adalah masalah yang riil dalam pembelajaran; (5) penelitian bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (6) pembelajaran untuk memecahkan permasalahan tidak hanya dilakukan di dalam tetapi dapat juga di luar kelas. Peneliti berupaya mengamati dan mendeskripsikan permasalahanpermasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis puisi. Kemudian, peneliti berusaha memberikan alternatif usaha guna mengatasi permasalahan tersebut. Alternatif usaha tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi ke arah perbaikan pembelajaran puisi di kelas. Proses dasar penelitian tindakan kelas didasarkan atas menyusun rencana tindakan bersama, bertindak dan mengamati secara individual dan bersama-sama pula, kemudian mengadakan refleksi atas berbagai kegiatan yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti bersama-sama guru kelas yang juga sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pemegang otoritas pengajaran di dalam kelas menyusun rencana tindakan bersama. Kemudian peneliti bersama guru melaksanakan tindakan berdasarkan rencana tindakan yang telah disepakati. Kegiatan pelaksanaan tersebut diikuti pula dengan kegiatan pemantauan mengenai segala peristiwa yang terjadi di dalam kelas. Apabila hasilnya dirasa kurang maksimal (belum sesuai dengan indikator ketercapaian yang telah direncanakan), maka peneliti menentukan kembali perencanaan tindakan selanjutnya untuk siklus berikutnya. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan realita yang ada. Peneliti mencoba memberikan gambaran dan menjelaskan segala peristiwa dalam pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian dalam bentuk data tertulis.
79
D. Sumber Data Penelitian Ada tiga sumber data yang dijadikan sebagai sasaran pengumpulan data serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data tersebut, meliputi: 1. Tempat dan peristiwa Sumber data dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar menulis puisi yang berlangsung di dalam kelas yang dialami oleh siswa kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten dengan model pembelajaran quantum learning. 2. Informan Infoman dalam penelitian ini adalah Ngadino, S.Pd. selaku guru kelas yang sekaligus sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan siswa kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten yang berjumlah 42 orang. 3. Dokumen Dokumen yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini yakni, berupa teks puisi, foto-foto peristiwa yang berupa foto kegiatan pembelajaran menulis puisi, buku Bahasa dan Sastra Indonesia untuk sekolah dasar kelas V, lembar pekerjaan siswa, daftar nilai, hasil tes siswa, hasil wawancara, angket yang telah diisi siswa, rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru dan peneliti, serta silabus yang telah ditentukan sekolah. E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat mengumpulkan data sehubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu: 1. Observasi 80
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung yakni mengenai pembelajaran menulis puisi yang terjadi di dalam kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Melalui observasi ini dapat memudahkan peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab peneliti dapat mengetahui proses pembelajaran atau segala peristiwa yang terjadi di dalam kelas. Observasi atau pengamatan ini dilakukan dengan cara peneliti bertindak sebagai partisipan pasif yang mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di tempat duduk paling belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Teknik Wawancara Teknik ini digunakan untuk memeroleh data dari informan (guru dan siswa) mengenai pelaksanaan pembelajaran menulis puisi di dalam kelas. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (in depth interview), teknik ini digunakan untuk mencari informasi mengenai faktorfaktor yang menyebabkan pembelajaran menulis puisi di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten belum berhasil secara maksimal. Wawancara dilakukan pada guru dan siswa (6 siswa sebagai sampel) untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan, serta respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. 3. Tes atau Pemberian Tugas Teknik tes ini digunakan untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum
learning.
Langkah-langkah
yang
ditempuh
peneliti
dalam
pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan perangkat bahan tes, menilainya serta mengolah data dari hasil kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini guru melaksanakan dua kali tes, yakni pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran menulis
81
puisi, serta post-tes untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis
puisi dengan menggunakan model pembelajaran
quantum learning.
4. Analisis Dokumen Teknik analisis dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis dokumen-dokumen yang ada, yakni berbagai catatan lapangan dan rekaman (foto-foto) pembelajaran menulis puisi, silabus, RPP, hasil pekerjaan siswa, daftar nilai, dan hasil wawancara dengan informan. 5. Angket Teknik pengumpulan data yang berupa angket dilakukan dengan cara meminta informan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari informan yang jumlahnya banyak dan tidak memungkinkan untuk diwawancarai satu per satu. Angket dalam penelitian ini diberikan dan diisi siswa kelas V-C yang berjumlah 42 orang.
F. Uji Validitas Data
Teknik-teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah sebagai berikut. 1. Triangulasi metode, teknik ini digunakan untuk membandingkan data yang telah diperoleh dari hasil observasi dengan data yang diperoleh dari angket maupun wawancara. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil observasi dengan data yang berasal dari siswa yang diperoleh melalui observasi, angket, dan wawancara terstruktur. Data yang berasal dari guru diperoleh melalui wawancara mendalam yakni mengenai segala hal yang terjadi dan berhubungan dengan kegiatan pembelajaran menulis puisi di kelas tersebut.
82
2. Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji satu data yang diperoleh dari sumber data yang berbeda. Misalnya, untuk menentukan keabsahan antusias siswa selama mengikuti pembelajaran, peneliti melakukan trianggulasi sumber data dari siswa selaku informan dengan sumber data dokumen yang berupa foto pembelajaran dan catatan lapangan. (Dalam hal ini siswa dikatakan antusias jika dalam kegiatan pembelajaran siswa terlihat bersemangat atau aktif baik saat mengerjakan tugas maupun memperhatikan penjelasan guru serta merespon stimulus yang diberikan guru, yang ditunjukkan melalui foto-foto pembelajaran atau pun catatan lapangan).
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kritis. Teknik ini mencangkup kegiatan untuk mengungkapkan kelebihan dan kelemahan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung dengan membandingkan nilai tes antarsiklus maupun dengan indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan selanjutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersama-sama antara guru dan peneliti sebab penelitian tindakan kelas merupakan kerja sama (kolaboratif) antara peneliti dan guru. Analisis kritis dalam pembelajaran puisi mencakup kemampuan siswa menulis puisi serta kualitas proses pembelajaran yang diukur melalui keaktivan siswa pada saat apersepsi, keaktivan siswa pada saat mengikuti pelajaran, minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis puisi pada setiap siklusnya.
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil belajar dalam pembelajaran menulis
83
puisi. Enco
Mulyasa (2006 : 101-102) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi
proses dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial selama proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga menunjukkan kegairahan dan semangat yang tinggi terhadap pembelajaran. Dilihat dari segi hasil pembelajaran dikatakan berhasil jika seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (75%) siswa mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi serta mendapat ketuntasan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kualitas proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi keaktifan siswa selama apersepsi, keaktifan dan perhatian selama pelajaran, serta minat dan motivasi siswa saat kegiatan pembelajaran, sedangkan kualitas hasilnya adalah kemampuan siswa dalam menulis puisi. Siswa dikatakan berhasil (tuntas) dalam menulis puisi jika mendapatkan nilai 65 dan siswa yang mendapatkan nilai di bawah 65 dinyatakan belum tuntas (KKM yang ditetapkan adalah 65). Berdasarkan hal tersebut maka indikator dalam penelitian ini dirumuskan seperti pada tabel berikut. Tabel 5. Indikator Ketercapaian Belajar Siswa Aspek Yang Diukur Keaktifan
Cara mengukur
Persentase Pencapaian pada Siklus Akhir
siswa
selama apersepsi
Diamati saat guru memberikan apersepsi
75%
kepada
siswa
dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dan dihitung dari jumlah siswa yang menampakkan keaktifan yang
ditandai
dengan
kemauan merespon stimulus yang
84
diberikan
guru
saat
apersepsi. Keaktifan
dan
perhatian siswa saat mengikuti pelajaran
Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar
75%
observasi oleh peneliti dan dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan keaktifan bertanya,
menjawab,
menanggapi, tugas materi
dan
serta
mengerjakan memperhatikan
yang
disampaikan
guru (tidak berbicara dengan teman
serta
tidak
sibuk
beraktivitas sendiri). Minat dan motivasi siswa
saat
Diamati saat pembelajaran 75%
dengan menggunakan lembar
mengikuti kegiatan
observasi oleh peneliti dan
pembelajaran
dihitung dari jumlah siswa memperlihatkan kesungguhan, antusias, dan bersemangat.
Kemampuan siswa dalam menulis puisi (KKM nilai 65)
Dihitung dari jumlah siswa
75%
yang memperoleh nilai 65 dalam menulis puisi. Siswa yang mendapat nilai 65 dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar.
I. Prosedur Penelitian
85
Prosedur penelitian adalah rangkaian tahapan penelitian dari awal hingga akhir. Prosedur dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi: persiapan, studi/survei awal, pelaksanaan siklus, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan siklus meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interpretasi; dan (4) analisis dan refleksi. Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai tahapan penelitian yang dilaksanakan.
Permasalahan
Perencanaan
Pelaksanaan
Tindakan I
Tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/
Siklus I
Pengumpulan Data
Permasalahan Baru hasil Refleksi
Perencanaan
Pelaksanaan Tindakan II
Tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/ Pengumpulan Data
Siklus II
Apabila Permasalahan Belum Terselesaikan
Dilanjutkan ke Siklus Berikutnya 86
Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2006: 74)
Keterangan: 1. Perencanaan Tindakan Berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan masalah peneliti dan guru kemudian berdiskusi untuk menemukan alternatif. Alternatif yang disepakati antara peneliti dan guru adalah penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis
puisi. Pada tahap ini peneliti
menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian bersama guru menentukan solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Tahap perencanaan tindakan meliputi: a. Membuat skenario pembelajaran. b. Mempersiapkan sarana pembelajaran. c. Mempersiapkan instrumen penelitian. d. Mengajukan solusi alternatif berupa penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi. 2. Pelaksanaan Tindakan Tindakan dilakukan dalam pembelajaran menulis
puisi dengan
menerapkan model pembelajaran quantum learning. Dalam setiap tindakan yang dilakukan selalu diikuti dengan kegiatan pengamatan dan evaluasi serta analisis dan refleksi. Pada tahapan ini, peneliti mengadakan pengamatan apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
87
3. Observasi Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan aktivitas
penerapan
model
pembelajaran
quantum
learning
dalam
pembelajaran menulis puisi. Dalam kegiatan ini, peneliti berperan sebagai partisipan pasif. Maksudnya, peneliti berada dalam lokasi penelitian namun tidak berperan aktif. Peneliti hanya mengamati dan mencatat segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa pada saat pembelajaran menulis puisi. Setelah itu, peneliti mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran menulis puisi dengan penerapan model pembelajaran quantum learning tersebut, juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul. 4. Analisis dan Refleksi Tindakan ini dilakukan dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Dalam melakukan refleksi, peneliti bekerjasama dengan guru sebagai kolaborator. Selain itu, peneliti dengan guru juga mengadakan diskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan (solusi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan yang telah dilakukan). Setelah itu ditarik kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan berhasil atau tidak sehingga berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti dan guru dapat menetukan langkah selanjutnya.
88
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam Bab I akan disajikan pada Bab IV. Namun sebelumnya, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal (pratindakan) pembelajaran puisi siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Dengan demikian, pada bab ini akan dikemukakan mengenai: (1) kondisi awal proses pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten; (2) pelaksanaan tindakan dan hasil penelitian; dan (3) pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap. Tahapan tersebut meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan interpretasi, serta analisis dan refleksi.
A. Deskripsi Kondisi Awal Survai pratindakan dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata yang terjadi di lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Dalam survai ini peneliti melakukan beberapa langkah, yakni: (1) mengamati proses pembelajaran menulis puisi di kelas V-C (observasi); (2)membagikan angket untuk diisi siswa; dan (3) wawancara dengan guru dan siswa. Wawancara dengan guru dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 November 2009. Melalui hasil wawancara yang dilakukan 89
peneliti dengan guru tersebut diketahui bahwa hasil pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten kurang memuaskan. Menurut guru, hasil pembelajaran puisi kurang memuaskan karena kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran menulis puisi dan guru belum menemukan cara mengajar yang tepat untuk digunakan dalam materi pembelajaran sastra, termasuk puisi (catatan lapangan pada lampiran 5). Kurangnya minat siswa terhadap puisi juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan beberapa (6 siswa) mengenai minat mereka terhadap pembelajaran puisi. Dari enam siswa yang diwawancarai, hanya dua siswa yang menyatakan suka (sepenuhnya) dengan pembelajaran puisi. Selain itu, pada umumnya mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran puisi masih terdapat kesulitan. Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan terutama dalam menulis puisi. Pada umumnya mereka menyatakan masih ‖bingung atau susah‖ baik dalam mengungkapkan gagasan atau menuangkan idenya maupun pemilihan kata dalam bentuk puisi. Peneliti setelah melaksanakan wawancara dengan guru melakukan observasi pratindakan. Observasi ini dilakukan peneliti dengan melihat pembelajaran puisi di kelas V-C pada hari Jumat, 13 November 2009 pukul 07.25 – 08.45 WIB. Pada saat observasi awal, guru melaksanakan proses belajar mengajar seperti biasa dan peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran serta aktivitas siswa di dalam kelas. Segala kejadian yang terjadi pada saat survai awal peneliti amati dalam lembar observasi. Peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil posisi di tempat duduk paling belakang. Hal ini dilakukan agar keberadaan peneliti tidak mengganggu jalannya proses
pembelajaran.
Adapun
hasil
observasi
yang
dilakukan
peneliti
menunjukkan keadaan saat pembelajaran menulis puisi di kelas V-C sebagai berikut. 1. Siswa kurang antusias dalam pembelajaran puisi
90
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terlihat bahwa pada saat kegiatan pembelajaran siswa cenderung masih pasif. Hanya sebagian siswa yang tampak memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru sedangkan sebagian lagi kurang fokus dalam pembelajaran, seperti menopang dagu, berbicara dengan teman sebangku, serta sibuk beraktivitas sendiri (catatan lapangan pada lampiran 5). Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada saat survai awal kurangnya antusias siswa terhadap pembelajaran menulis puisi dikarenakan pembelajaran tersebut masih bersifat monoton. Hal ini terlihat dari penggunaan metode yang kurang variatif, kurangnya keterlibatan siswa pada saat kegiatan pembelajaran, dan belum adanya media yang digunakan saat pembelajaran menulis puisi. Pada saat survai awal metode ceramah masih sangat mendominasi dalam pembelajaran menulis puisi. Penugasan yang diberikan guru juga terlihat kurang variatif karena setelah selesai memberikan materi tentang puisi dan meminta salah seorang siswa untuk maju dan membacakan puisi, guru kemudian menugaskan siswa untuk membuat puisi dengan tema bebas. Kemudian setelah semua siswa selesai mengerjakan guru meminta siswa untuk mengumpulkan tugas tersebut. Oleh karenanya, pada saat survai awal ini guru juga terlihat belum memberikan evaluasi pada hasil pekerjaan siswa. Selain itu, pada saat survai awal siswa juga tampak kurang tertarik mengikuti
pembelajaran
puisi.
Mereka
terlihat
kurang
menikmati
pembelajaran. Bahkan, pada saat guru menyampaikan materi terlihat seorang siswa meletakkan kepalanya di atas meja sambil memainkan pensil, ada pula siswa yang menguap dan menggaruk-garuk kepalanya (seperti bosan). Kurangnya ketertarikan siswa terhadap materi puisi juga diperkuat dari hasil angket pratindakan yang telah diisi siswa. Berdasarkan angket pratindakan yang salah satunya menanyakan mengenai jenis materi sastra yang disenangi siswa sekitar 18% (8 siswa) memilih puisi sedangkan 82% (34 siswa) lainnya memilih karya sastra lain (seperti dongeng atau cerita rakyat dan drama). Ini
91
berarti bahwa hanya sebagian kecil siswa saja yang ada di kelas tersebut yang menyukai puisi. 2. Siswa terlihat kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang. Hal ini dilihat dari keaktifan siswa untuk menanggapi pertanyaan guru. Pada saat guru mengadakan tanya jawab hanya beberapa siswa yang menjawab (merespon pertanyaan guru). Dalam proses pembelajaran keaktifan siswa juga belum terlihat. Misalnya, pada saat guru bertanya mengenai isi puisi yang telah dibacakan,
tidak
ada
siswa
yang
menjawab
sehingga
guru
yang
mengungkapkan isi puisi tersebut dan semua siswa hanya mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru (catatan lapangan pada lampiran 5).
3. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam mengajarkan materi menulis puisi Selama ini dalam mengajarkan puisi guru lebih banyak menggunakan metode ceramah. Pada awal kegiatan belajar mengajar, siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru yang berhubungan dengan puisi (secara teoretis). Ini dilakukan guru dengan cara mendektekan materi tersebut pada siswa dan kemudian menulisnya di papan tulis. Hal ini membuat siswa menjadi terlihat pasif karena hanya cenderung diam dan mendengarkan guru (meskipun ada beberapa siswa yang telah aktif namun hanya sebagian kecil saja). Oleh karenanya, model pembelajaran seperti ini dirasa kurang sesuai jika digunakan karena kurang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa khususnya dalam pembelajaran puisi. Hal ini tersebut sesuai dengan yang telah diungkapkan guru bahwa adanya keterbatasan mengenai model pembelajaran sehingga dalam pembelajaran puisi selama ini guru belum menemukan model pembelajaran yang sesuai (dapat dilihat pada lampiran 6.1). Pada saat observasi awal tampak sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam menulis puisi, terutama menulis puisi. Pada saat siswa
92
ditugaskan guru untuk menulis puisi dengan menulis sebuah puisi sebagian siswa masih terlihat bingung dan belum mulai mengerjakan. Dari wawancara dengan siswa, tampak bahwa kesulitan tersebut dikarenakan guru belum menggunakan suatu media atau sarana yang mendukung yang dapat membantu menginspirasi atau mempermudah siswa dalam menulis puisi serta siswa masih kesulitan dalam mengungkapkan atau menggunakan kata dalam sebuah puisi. Kurangnya kemampuan siswa dalam menulis puisi tampak dari nilai siswa. Berdasarkan hasil pretes yang dilakukan pada saat survai awal terlihat bahwa hanya sekitar 31% (13 siswa dari keseluruhan siswa 42 orang) yang telah mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan yakni 65 sedangkan sisanya masih mendapatkan nilai dibawah batas ketuntasan. Dari hasil pekerjaan siswa tersebut diketahui bahwa kekurangan siswa dalam menulis puisi terletak pada pemilihan kata yang kurang sesuai, masih terbatasnya penggunaan kata kiasan sehingga puisi yang mereka buat masih seperti cerita biasa. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa hasil belajar siswa kelas V-C dalam menulis puisi khususnya menulis puisi belum memuaskan. 4. Guru kurang dapat mengelola kelas pada saat mengajarkan materi menulis puisi Selama proses pembelajaran menulis puisi berlangsung, interaksi antara guru dan murid kurang dioptimalkan sehingga lebih sering hanya terjalin komunikasi satu arah. Selain itu, pada saat mengajar guru lebih banyak berdiri pada satu titik (di dekat meja guru) sehingga kurang dapat menjangkau siswa secara keseluruhan. Akibatnya, beberapa siswa yang tempat duduknya agak jauh dari jangkauan guru kurang fokus terhadap pelajaran dan melakukan aktivitas lain di luar pelajaran (seperti: berbicara dengan teman, melihat ke luar, memainkan pensil, dan sebagainya).
Berdasarkan kondisi awal tersebut, selanjutnya peneliti dengan guru melakukan diskusi untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C. Akhirnya, tercapailah
93
kesepakatan bahwa peneliti akan melakukan penelitian bersama guru kelas sebagai kolaborator dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C SD Negeri 3 Jaten.
B. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menulis puisi yang bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang saling berkaitan, yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, serta (4) analisis dan refleksi. 1. Deskripsi Siklus Pertama a. Perencanaan Tindakan Kegiatan perencanaan tindakan I dilaksanakan peneliti bersama Bapak Ngadino, S.Pd. pada hari Selasa, 5 Januari 2010 (setelah siswa pulang sekolah) di ruang guru SD Negeri 3 Jaten. Peneliti bersama dengan guru berdiskusi untuk membuat rancangan tindakan beserta skenario pembelajaran yang akan diberikan pada siswa dalam siklus pertama. Berdasarkan pertemuan ini juga disepakati bahwa siklus pertama akan dilaksanakan selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit) yakni pada hari Jumat 15 Januari 2010. Tahap perencanaan tindakan I meliputi kegiatan berikut. 1). Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum learning. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain: (a). Guru
membuka
pelajaran
dan
memberikan
apersepsi
untuk
menumbuhkan minat dan kesenangan siswa dengan menyanyikan lagu ‖Sorak-Sorak Bergembira‖ sambil mengibar-ngibarkan bendera merah putih yang telah dipersiapkan. (T = Tumbuhkan) (b). Guru memberikan pengantar, kemudian bertanya jawab dengan siswa mengenai lagu yang telah dinyanyikan, puisi yang ditempel di papan 94
tulis, gambar-gambar perjuangan serta berbagai ungkapan kebangsaan yang ditempel di dalam kelas (dengan demikian siswa mengalami sendiri). (A = Alami) (c). Guru memberikan penjelasan mengenai materi menulis puisi disertai dengan tanya jawab. Dari penjelasan guru tersebut siswa diarahkan agar nantinya mereka dapat menamai sendiri mengenai keterkaitan gambar-gambar, lagu yang telah dinyanyikan, jenis tulisan yang ditempel di papan tulis, dan materi yang telah disampaikan guru. (N = Namai) (d). Guru memperdengarkan rekaman pembacaan puisi (sebanyak 2-3 kali) serta membagikan transkrip naskah puisi tersebut. Selain itu, guru juga mengulangi pembacaan puisi tersebut secara langsung. (D = Demonstrasikan) (e). Guru membagi siswa secara berkelompok, masing-masing kelompok 2 orang (teman sebangku), kemudian guru menugaskan siswa untuk mendaftar diksi atau kata-kata indah dalam puisi serta memahami isi melalui kegiatan parafrase puisi. (Hal ini dilakukan guru karena dengan memahami isi puisi nantinya akan mempermudah siswa dalam menulis puisi). (f). Guru bersama dengan siswa membahas hasil pekerjaan kelompok secara sekilas. (g). Guru kembali menugaskan masing-masing siswa untuk menulis sebuah puisi yang bertemakan pahlawan atau perjuangan, siswa dapat melihat gambar-gambar pahlawan yang telah ditempel pada dinding kelas (sebagai inspirasi). (U = Ulangi) (h). Guru bersama-sama dengan siswa mengevaluasi puisi yang telah dibuat. (i). Guru memberikan hadiah bagi kelompok dengan hasil pekerjaan terbaik (baik dalam tugas kelompok maupun dalam menulis puisi). (R = Rayakan)
95
(j). Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar yang telah dilakukan bersama. (k). Guru memberikan tugas rumah pada siswa untuk pembelajaran berikutnya. (l). Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam. 2). Guru bersama peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi menulis puisi yang akan digunakan pada siklus I. 3). Guru dan peneliti berdiskusi memilih gambar-gambar perjuangan dan ungkapan (telah dibawa peneliti) yang akan digunakan dalam siklus I dengan tema ―perjuangan atau kepahlawanan‖. 4). Peneliti memberikan kaset rekaman puisi yang berjudul ―Sepuluh November‖, yang akan digunakan dalam tindakan penelitian I. Pada kegiatan ini guru bersama dengan peneliti menyimulasikan penggunaan kaset dengan memutar kaset puisi tersebut. 5). Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian. Instrumen untuk menentukan kualitas hasil pembelajaran menulis puisi dilakukan dengan menyusun seperangkat tes. Tes yang digunakan meliputi penugasan siswa secara individu. Kriteria penilaian instrumen tes menulis puisi yang digunakan adalah menulis puisi. Instrumen untuk menilai kualitas proses pembelajaran menulis puisi, dinilai berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran menulis puisi yang meliputi keaktifan selama apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran, dan minat serta motivasi (sikap) siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan I dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari 2010 di kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Tindakan dilaksanakan selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit) yakni pada jam pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB). Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan skenario yang telah dibuat dan disepakati oleh guru dan peneliti pada tahap perencanaan.
96
Materi pada pelaksanaan tindakan I adalah rekaman puisi yang telah ditentukan untuk dibaca dan didaftar diksinya (diparafrasekan) oleh siswa, yaitu rekaman puisi yang berjudul ―Sepuluh November‖ karya Christin M. Agustina dan materi mengenai penulisan puisi. Adapun urutan pelaksanaan tindakan I ini adalah sebagai berikut. 1). Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan kondisi siswa. 2). Guru memulai apersepsi dengan meminta siswa untuk menyanyikan lagu ‖Sorak-Sorak Bergembira‖ sambil mengibar-ngibarkan bendera merah putih yang telah dibagikan pada masing-masing siswa. (T = Tumbuhkan) 3). Guru melakukan tanya jawab dengan siswa, yang dimulai dengan guru memberikan pengantar bahwa sebagai generasi penerus bangsa kita harus tetap menghargai jasa para pejuang bangsa. Kemudian siswa menanggapi pertanyaan guru, ‖Mengapa kita harus menghargai dan mengenang jasa para pejuang‖, ‖Mengapa di awal pembelajaran guru meminta siswa untuk menyanyikan lagu ‘Sorak-Sorak Bergembira‘‖, ‖Apa keterkaitan puisi ‘Sepuluh November‘ yang ditempel di papan tulis dengan gambar-gambar perjuangan serta ungkapan kebangsaan yang ditempel di dinding kelas?‖ (A = Alami). 4). Siswa dapat menyebutkan bahwa jenis tulisan yang ada di papan tulis adalah sebuah puisi bertemakan perjuangan. Hal tersebut didukung dengan adanya gambar-gambar, ungkapan perjuangan yang ditempel di dinding kelas dan lagu perjuangan yang telah dinyanyikan. (N = Namai) 5). Guru menjelaskan materi yang berhubungan dengan menulis puisi. Materi yang diberikan guru yaitu mengenai yang hal-hal yang harus diperhatikan dalam puisi yang meliputi cara mengungkapkan perasaan dan gagasan menjadi sebuah puisi, penggunaan diksi atau pilihan kata, bahasa kiasan, serta pentingnya rima atau sajak dalam menulis puisi. 6). Guru kemudian membuka forum tanya jawab dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang telah
97
disampaikan dan mengkaitkan materi tersebut dengan sebuah rekaman puisi yang telah dipersiapkan . 7). Siswa memperdengarkan rekaman puisi yang diputarkan guru dengan seksama serta mendapatkan transkrip atau naskah puisi tersebut. Guru membacakan kembali puisi tersebut secara langsung dan meminta siswa untuk mencermati setiap kata yang terdapat dalam puisi. (D = Demonstrasikan) 8). Guru menugasi siswa secara berkelompok (yang didasarkan pada tempat duduk) untuk mendaftar diksi atau kata-kata indah dalam rekaman puisi yang telah didengar. Kemudian secara sekilas guru mengevaluasi hasil pekerjaan kelompok. 9). Guru kembali menugaskan masing-masing siswa untuk membuat puisi yang bertemakan ―pahlawan‖ dan untuk mempermudah atau sebagai inspirasi siswa dapat melihat gambar-gambar pahlawan atau ungkapan yang telah ditempel pada dinding kelas sebagai bahan untuk membuat puisi tersebut maupun dengan mencermati kata-kata dalam puisi yang telah diperdengarkan di awal pertemuan. (U = Ulangi) 10) Guru memberikan kesempatan pada beberapa siswa (3 siswa) untuk mendeklamasikan puisi yang telah dibuat. Siswa yang lain diminta untuk memberikan penilaian terhadap puisi yang telah dibuat temannya. 11) Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan reward pada kelompok dengan hasil pekerjaan terbaik dan hasil puisi terbaik. Setelah itu semua siswa diminta untuk bertepuk tangan dan agar termotivasi mengerjakan tugas berikutnya. (R = Rayakan). 12) Sebelum mengakhiri pembelajaran, guru menyampaikan tugas rumah pada siswa untuk mencari sebuah puisi yang bertemakan ―pekerjaan‖, baik dari buku, koran, majalah, atau media cetak lain dan dibawa pada hari jumat depan. (Penentuan tema ini sesuai dengan kesepakatan guru dan peneliti pada tahap perencanaan jikalau hasil pembelajaran pada siklus ini belum memenuhi indikator maka akan dilakukan siklus berikutnya).
98
c. Observasi dan Interpretasi Observasi ini dilaksanakan Jumat, 15 Januari 2010 yang berlangsung selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit) pada jam pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB) di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Kegiatan peneliti selama tahap observasi adalah mengamati kegiatan pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning. Pada saat tindakan I ini guru memberikan materi menulis puisi dengan tema ―perjuangan atau kepahlawanan‖. Peneliti memfokuskan pengamatan pada proses pembelajaran yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran menulis puisi pada hari tersebut serta aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil posisi duduk di kursi belakang. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran mengenai jalannya kegiatan pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum learning, sebagai berikut. 1). Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pembelajaran yang akan digunakan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2). Pelaksanaan tindakan I berlangsung dalam satu kali pertemuan dan diikuti oleh seluruh siswa kelas V-C yang berjumlah 42 anak. 3). Guru melaksanakan pembelajaran menulis puisi dengan baik, serta guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Pada awal pelajaran guru memberikan apersepsi dengan meminta siswa untuk menyanyikan lagu perjuangan yang berjudul ―Sorak-Sorak Bergembira‖ sambil mengibar-ngibarkan bendera merah putih yang telah dibagikan pada siswa. Pada saat apersepsi siswa tampak menyanyikan lagu tersebut
99
dengan semangat. menanyakan
Selanjutnya,
keterkaitan
guru memberikan pengantar dan
gambar-gambar,
tulisan
atau
ungkapan
kebangsaan yang ditempel di papan tulis, dan lagu perjuangan yang telah dinyanyikan. 4). Setelah siswa dapat menjawab keterkaitan-keterkaitan tersebut dan menamai bahwa tulisan yang ditempel di papan tulis adalah ―puisi yang bertemakan kepahlawanan atau perjuangan‖ sesuai gambar dan ungkapan yang ditempel di dinding kelas, guru kemudian bertanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis puisi (meliputi pilihan kata, bahasa kiasan, rima, dan pengungkapan gagasan) dan sebagian siswa mulai merespon pertanyaan guru. Dengan motode tanya jawab tersebut keaktifan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran mulai terlihat. 5). Guru memutarkan rekaman kaset deklamasi puisi yang berjudul ―Sepuluh November‖ yang bertemakan semangat perjuangan dan membagikan transkrip puisi tersebut. Sebagian besar siswa terlihat mendengarkan namun tampak beberapa anak yang kurang fokus dan menolah-noleh. Setelah rekaman selesai diperdengarkan guru menegur beberapa siswa tersebut, kemudian guru kembali membacakan puisi Sepuluh November secara langsung dan meminta siswa untuk mencermati setiap kata di setiap lariknya. Siswa pun tampak mulai memperhatikan guru. 6). Pada saat siswa diberikan tugas untuk menulis dengan menulis sebuah puisi yang bertemakan ―pahlawan‖ hampir 50% siswa masih terlihat mengalami kesulitan, meski guru telah meminta siswa untuk melihat gambar-gambar pahlawan atau ungkapan yang telah ditempel pada dinding kelas. Suasana kelas menjadi agak gaduh karena beberapa anak terlihat mendekati gambar dan ungkapan tersebut karena mereka tidak dapat melihat dengan jelas ungkapan dan gambar tersebut dari tempat duduknya. 7). Pada tahap evaluasi beberapa siswa terlihat mulai berani memberikan penilaian mengenai puisi siswa yang telah dibacakan. Sebagian siswa berpendapat bahwa pemilihan kata dalam puisi sudah cukup baik namun
100
bahasa kiasan dan rima pada puisi tersebut masih kurang (hanya sedikit). Hal ini mengakibatkan segi keindahan pada puisi siswa belum tampak. 8). Selama pelaksanaan tindakan pada siklus I ini ditemukan beberapa kelemahan baik dari guru maupun siswa, sebagai berikut. a. Kelemahan dari pihak guru, yaitu: (1). Guru kurang dapat memantau siswa secara keseluruhan karena posisi guru lebih banyak di depan dan pada titik tertentu saja (dekat meja guru). (2). Guru terkesan masih agak kaku dan terlalu tegas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga siswa terlihat takut untuk beraktualisasi. (3). Guru belum dapat membangkitkan semangat siswa secara optimal khususnya untuk memberikan pendapat atau menanggapi. Stimulus yang diberikan guru kurang direspon dengan baik oleh siswa. Selain itu, gambar-gambar dan ungkapan kepahlawanan yang ditempel di dinding kelas kurang dapat dilihat dengan jelas dari tempat duduk beberapa siswa. Padahal dengan melihat gambar-gambar dan ungkapan
tersebut
diharapkan
dapat
menginspirasi
atau
memunculkan ide bagi siswa dalam menulis puisi. (4). Guru belum banyak memberikan balikan atau penguatan pada hasil pekerjaan siswa. Adanya penguatan dari guru dirasa penting karena melalui hal tersebut siswa dapat mengetahui kekurangan yang ada pada hasil pekerjaan siswa. b. Kelemahan dari pihak siswa, yaitu: (1). Beberapa siswa kurang berkonsentrasi saat menyimak rekaman puisi. (2). Siswa
terlihat
belum
sepenuhnya
fokus
saat
pembelajaran
berlangsung. Sebagian siswa masih terlihat melakukan aktivitas lain, seperti menolah-noleh, berbicara dengan teman satu meja. (3). Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran, hanya beberapa siswa yang sudah tampak antusias dan sungguh-sungguh
101
dalam pembelajaran. Sebagian siswa masih terlihat kurang menimati pembelajaran. (4). Berdasarkan hasil karya siswa dalam menulis puisi tampak bahwa puisi sebagian siswa belum baik karena pilihan kata yang digunakan kurang sesuai dan masih sangat terbatas dalam pemakaian bahasa kiasan dan rima. 10) Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses dan hasil pembelajaran menulis puisi, diperoleh gambaran ketercapaian indikator dalam pelaksanaan siklus I ini, sebagai berikut. (a). Siswa yang aktif saat apersepsi yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa menyanyikan lagu dan memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi sebanyak 24 siswa atau sekitar 57%, sedangkan 18 anak atau sekitar 43% lainnya mengikuti apersepsi namun hanya sekedar menyanyi dan tidak ikut merespon stimulus yang diberikan guru. (b). Siswa yang aktif dan perhatian pada saat mengikuti pelajaran yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa untuk memperhatikan, memberikan respon (baik menjawab/bertanya/menanggapi/menamai/mengalami) sebanyak 22 siswa atau sebesar 52%, sedangkan 20 siswa atau sebesar 48% lainnya tampak berbicara dengan siswa lain, kurang memperhatikan guru, kurang merespon guru, dan melakukan aktivitas lain (seperti berbicara dengan teman sebangku, menolah-noleh, dan sebagainya). Hal ini didasarkan pada hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung. (c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusianan, dan semangat dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran
102
sebesar 18 siswa atau sekitar 43%, sedangkan 57% lainnya tampak kurang sungguh-sungguh dan antusias. (d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 19 siswa atau sekitar 45%, sedangkan 55% lainnya belum tuntas karena masih mendapatkan nilai di bawah 65.
d. Analisis dan Refleksi Seperti yang telah dikemukakan pada tahap observasi dan interpretasi di atas bahwa dalam pelaksanaan siklus I belum menunjukkan adanya peningkatan proses dan hasil belajar yang memuaskan serta masih terdapat kelemahan-kelemahan. Oleh karenanya, guru dan peneliti melakukan refleksi untuk memperbaiki hambatan-hambatan tersebut dengan merumuskan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut. 1) Sebaiknya posisi guru pada saat kegiatan pembelajaran tidak hanya berada pada titik tertentu saja (lebih banyak berdiri di dekat meja guru). Guru dapat berkeliling untuk memantau siswa secara keseluruhan sehingga siswa akan lebih aktif dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran karena merasa diperhatikan guru. 2) Guru sebaiknya lebih berinteraksi dengan siswa dan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih akrab yang dapat dilakukan dengan memberikan intermezo kepada siswa agar pembelajaran tidak berlangsung kaku dan menegangkan. 3) Guru hendaknya lebih memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan guru misalnya dengan lebih melibatkan siswa dalam pembelajaran melalui diskusi, meminta siswa untuk menanggapi, bertanya, ataupun sekedar tanya jawab. Selain itu, agar siswa lebih fokus maka guru sebaiknya juga dapat mengkondisikan kelas seefektif mungkin sehingga lebih banyak siswa yang berani merespon stimulus yang diberikan guru.
103
4) Untuk meningkatkan keberanian dan minat siswa maka guru hendaknya memotivasi siswa agar lebih berani untuk mengungkapkan gagasannya. Oleh karenanya, untuk menumbuhkan minat siswa tersebut guru tidak hanya bisa melakukannya dengan memberi tepuk tangan dan hadiah (sesuai dengan prinsip ―rayakan‖ yang telah dilaksanakan), namun bisa juga reward lain seperti menggunakan kata-kata pujian: ―bagus sekali‖, ―baik sekali‖, dan ‖tepat sekali‖, ―puisi yang indah‖, atau dengan memberi nilai tambahan pada siswa. 5) Guru diharapkan lebih banyak memberikan balikan atau penguatan terutama pada puisi yang telah dibuat siswa. Dengan adanya balikan atau penguatan tersebut siswa dapat mengetahui kesalahannya sehingga ada perbaikan-perbaikan pada tindakan selanjutnya. Adapun dari hasil belajar siswa dalam menulis puisi yang berbentuk menulis puisi pada siklus I terlihat mulai ada peningkatan kemampuan siswa meskipun masih dalam skala kecil. Hal ini ditandai dengan meningkatnya sejumlah indikator yang meliputi pengungkapan ide, pilihan kata atau diksi, rima atau sajak, dan bahasa kiasan. Selain itu, dibandingkan dengan nilai pretes pada saat survai awal pada siklus ini nilai rata-rata siswa juga mulai mengalami peningkatan sebesar 3,1 poin yakni dari 61,1 menjadi 64,2 dan nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 82. Adapun peningkatan kemampuan menulis siswa dalam bentuk menulis puisi tercermin dari perolehan nilai pada siklus I berikut. Tabel 6 . Nilai Siswa Pada Siklus I No
Nama siswa
Aspek Penilaian Pengkp . ide
Diksi
Rima
Bahasa Kiasan
Skor
Nilai
Ket.
1
Anshari Anjas H.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
2
Aditya Resta P.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
3
Awaludin S.
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
104
4
Aditya Indrawan
4
3
2
2
11
69
Tuntas
5
Arbian Ahmad
3
2
2
1
8
50
Belum tuntas
6
Annisa Nurlaily
4
3
2
2
11
69
Tuntas
7
Auliya Kunia P.
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
8
Anisa Nur R.
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
9
Anisa Nurjanah
4
3
2
2
11
69
Tuntas
10
Amelia Santriane
4
3
3
2
12
75
Tuntas
11
Arkhan Dicky U.
4
4
3
2
13
82
Tuntas
12
Belladina K.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
13
Citra Kumbini
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
14
Danu Kusuma
4
3
3
2
12
75
Tuntas
15
Danang Eko S.
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
16
Dandie Krisna A.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
17
Dika Andini P.
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
18
Darwanti
3
2
2
1
8
50
Belum tuntas
19
Deby Viola Y.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
20
Haris Sudarsono
4
3
2
2
11
69
Tuntas
21
Harya Faqih
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
22
Inten Wulan
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
23
Indah S.
4
4
2
2
12
75
Tuntas
24
Ikhsan Resa
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
25
Khofifah Amalia
4
3
3
2
12
75
Tuntas
26
Kurnia Yogi P.
3
2
2
1
8
50
Belum tuntas
27
M. Ihya M.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
28
Nurdiyastanto C.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
29
Mia Kusuma W.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
30
M. Salman Alfaris
4
3
2
2
11
69
Tuntas
105
31
Nugroho Jati P.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
32
Oktaviana Putri
4
3
3
2
12
75
Tuntas
33
Putra Ramadhani
4
3
2
2
11
69
Tuntas
34
Ranisa Amalia S.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
35
Rosyta Arum P.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
36
Rudi Setiawan
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
37
Sophia Indah P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
38
Yudhis Adhana
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
39
Yoga Dwi A.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
40
Gilang Aji P.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
41
Firda
3
2
2
1
8
50
Belum tuntas
42
Eko Firman Aji
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
Rata-rata
64, 2
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I dikatakan belum mencapai hasil yang memuaskan. Peningkatan memang terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan dibandingkan pada saat survai awal. Akan tetapi, dalam siklus ini hanya beberapa siswa (19 anak) yang telah tuntas sedangkan sisanya masih jauh dari batas minimal ketuntasan yang telah ditetapkan (nilai minimal ketuntasan adalah 65). Oleh karenanya, perlu dilaksanakan siklus II untuk memperbaiki proses dan hasil belajar pada siklus I. Siklus II akan dilaksanakan pada hari Jumat, 22 Januari 2010.
2. Deskripsi Siklus Kedua a.
Perencanaan Tindakan Bertolak dari analisis dan hasil observasi tindakan siklus I, maka pada siklus II ini peneliti bersama guru kelas selaku kolaborator melakukan diskusi untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan yang ditemukan 106
pada siklus I. Diskusi ini dilakukan pada hari Senin, 18 Januari 2010 di ruang guru SD Negeri 3 Jaten (setelah guru selesai mengajar). Pada saat itu, peneliti juga menyampaikan beberapa kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada siklus I. Untuk mengatasi beberapa kekurangan yang masih terdapat dalam siklus I, disepakati hal-hal yang sebaiknya dilakukan guru pada siklus II. Hal-hal yang disepakati tersebut, antara lain: 1). Agar guru dapat memantau siswa secara keseluruhan maka guru lebih fleksibel dalam menentukan posisinya selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 2). Agar dalam pembelajaran guru tidak terkesan kaku dan tegang maka guru saat kegiatan pembelajaran memberikan intermezo. Misalnya, dengan diselingi humor atau siswa diajak menyanyikan kembali lagu yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari sehingga kesenangan siswa dapat dibangkitkan kembali. 3). Untuk dapat lebih mengaktifkan siswa maka pada siklus II nanti guru dan peneliti sepakat untuk kembali membentuk diskusi namun dengan anggota kelompok yang lebih besar. Agar setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dengan baik maka guru juga memperkenankan siswa untuk mengubah posisi tempat duduknya sehingga setiap kelompok dapat saling berhadapan. Hal tersebut bertujuan untuk menimbulkan suasana yang berbeda bagi siswa dalam mengerjakan tugas menyusun dan menulis puisi. 4). Pengerjaan tugas menulis dengan menulis sebuah puisi pada siklus II tetap dilakukan secara individu namun posisi duduk siswa tetap seperti pada saat diskusi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat saling belajar dengan teman dalam menulis puisi, mereka juga dapat saling bertukar pikiran atau siswa yang belum bisa dapat bertanya pada temannya yang sudah bisa menulis puisi. Selain itu, untuk mempermudah siswa dalam menulis puisi, pada siklus II ini masing-masing siswa diberikan sebuah gambar berseri yang harus diurutkan terlebih dahulu. Diharapkan dari gambar berseri ini
107
dapat menginspirasi siswa untuk menulis puisi sesuai dengan urutan gambar yang telah dibuat. 5). Guru mengkondisikan kelas agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan nyaman namun tetap tenang dan fokus pada pembelajaran. Selain beberapa hal di atas, disepakati pula bahwa tindakan pada siklus II akan dilaksanakan selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit), yakni hari Jumat, 22 Januari 2010 Adapun tahap perencanaan tindakan pada siklus II meliputi kegiatan sebagai berikut. 1). Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran quantum learning. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain: (a). Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan meminta siswa menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan minat dan semangat siswa sebelum memulai pelajaran. (T = Tumbuhkan) (b). Guru bertanya mengenai tugas rumah siswa pada pertemuan sebelumnya yakni membawa sebuah puisi dengan tema pekerjan dari media cetak, buku, maupun internet dan memberikan kesempatan pada beberapa siswa untuk membacakan puisi tersebut. (c). Guru bertanya pada siswa mengenai isi puisi yang telah dibacakan. Kemudian guru memandu siswa untuk mengkaitkan isi dalam puisi tersebut dengan pengetahuan atau pengalaman siswa serta beberapa gambar pekerjaan yang ditempel didinding kelas dan puisi yang dibawa oleh masing-masing siswa. (A = Alami) (d). Siswa diminta untuk mencermati puisi yang telah dibawa baik pilihan kata, sajak dalam puisi tersebut, maupun pengungkapan gagasannya. Selain itu, guru juga menambahkan materi pembelajaran. Dari kegiatan tersebut siswa pada akhirnya dapat mendefinisikan sendiri bahwa puisi yang tidak terikat oleh jumlah baris maupun jumlah suku kata merupakan bentuk puisi bebas. (N = Namai)
108
(e). Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok belajar secara acak untuk diskusi (masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak). Siswa secara berkelompok ditugaskan untuk mengurutkan sebuah puisi bebas yang telah disediakan oleh guru. (D = Demonstrasi) (f). Guru bersama siswa membahas hasil tugas kelompok. (g). Guru mengulangi kemampuan siswa dalam menyusun puisi dengan membagikan sebuah gambar berseri (yang susunannya masih acak) pada masing-masing siswa. Berdasarkan gambar tersebut siswa diminta untuk membuat sebuah puisi sesuai dengan gambar yang telah diurutkan. (U = Ulangi) (h). Guru
memberikan
kesempatan
pada
beberapa
siswa
untuk
membacakan hasil karyanya di depan kelas, sedangkan siswa lain diminta untuk memberikan komentar atau penilaian terhadap puisi yang telah dibuat temannya. (i). Guru bersama dengan siswa menyimpulkan dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian guru memberikan pujian atau reward pada siswa dengan hasil pekerjaan terbaik dalam menulis puisi, yang diikuti dengan tepuk tangan dari siswa lain. (R = Rayakan) (j). Guru mengucapkan salam dan mengakhiri pelajaran. 2). Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi menulis puisi. 3). Guru dan peneliti berdiskusi memilih gambar bermacam-macam pekerjaan atau profesi (telah dibawa peneliti) yang akan ditempel pada dinding kelas. 4). Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian, yakni berupa tes dan nontes. Instrumen tes untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menulis puisi secara tulis yang berupa menulis puisi. Instrumen nontes dinilai berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran menulis puisi yang meliputi keaktifan selama apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran, dan minat serta motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
109
b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan yakni Jumat, 22 Januari 2010 pada jam pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB). Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Adapun urutan pelaksanaan tindakan II meliputi langkah-langkah sebagai berikut. 1). Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi pada siswa dengan meminta siswa untuk menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖ bersama-sama. Setelah selesai menyanyi, guru mengungkapkan bahwa pada dasarnya lagu merupakan puisi yang didendangkan dengan pilihan kata dan rima yang indah. Seperti halnya lagu yang telah dinyanyikan. (T = Tumbuhkan) 2). Guru meminta siswa untuk mengeluarkan puisi (bertemakan pekerjaan) yang telah dibawa dari rumah yang diambil dari media cetak/elektronik maupun majalah anak. Semua siswa terlihat sudah membawa tugas tersebut, namun ada satu siswa yang salah (membawa puisi yang bertemakan pahlawan). Guru pun menegur siswa tersebut agar lain kali lebih memperhatikan dan tidak memberi hukuman apa-apa. 3). Seorang siswa yang bernama ‖Rudi‖ maju untuk membacakan puisi yang telah dibawa berjudul “Polisi Lalu Lintas”. 4). Guru pun bertanya jawab dengan siswa mengenai isi puisi yang telah dibacakan tersebut. Ada beberapa siswa yang menjawab keikhlasan seorang polisi, kepedulian polisi, pekerjaan polisi lalu lintas. Kemudian guru memandu siswa untuk mengkaitkan isi dalam puisi tersebut dengan pengetahuan atau pengalaman siswa serta beberapa gambar pekerjaan yang ditempel didinding kelas dan puisi yang telah dibawa siswa. (A = Alami) 5). Guru meminta siswa untuk mencermati puisi yang telah dibawa baik pilihan kata, sajak dalam puisi tersebut, maupun pengungkapan gagasannya.
Melalui
kegiatan
tersebut
akhirnya
mendefinisikan sendiri pengertian puisi bebas. (N = Namai)
110
siswa
dapat
6). Guru kemudian meminta siswa menyanyikan lagu ―Nenek Moyangku Seorang Pelaut‖ dan memberikan penjelasan. Kemudian guru meminta siswa untuk membentuk kelompok belajar secara acak untuk diskusi (masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak). 7). Guru membagikan teks puisi bebas dengan susunan yang masih acak berjudul ―Nelayan‖ pada siswa. Siswa secara berkelompok ditugaskan untuk mengurutkan puisi tersebut. (D = Demonstrasi) 8). Guru bersama dengan siswa membahas hasil tugas kelompok yang telah dikerjakan. Dari sepuluh kelompok hanya 5 kelompok yang dapat menyusun puisi tersebut dengan sempurna. Ternyata ada beberapa kata yang belum dapat dimaknai siswa sehingga susunan puisinya menjadi terbolak-balik. 9). Guru kemudian kembali membagikan sebuah gambar berseri yang telah dipersiapkan mengenai ―petani‖. Guru menugasi masing-masing siswa untuk membuat sebuah puisi bebas berdasarkan gambar berseri yang telah dibagikan. Hal ini dilakukan guru untuk mengulangi dan menguatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. (U = Ulangi) 10) Guru memotivasi siswa untuk membacakan puisi yang telah dibuat. Guru mengatakan bahwa siswa yang pertama maju akan mendapatkan nilai tambahan
dari
guru.
Seorang
siswa
yang
bernama
―Amalia‖
mengacungkan jari dan maju untuk membacakan hasil pekerjaannya. Guru kemudian meminta siswa lain untuk memberikan penilaian atas puisi yang telah dibacakan. Banyak siswa yang mulai berani memberikan penilaian, rata-rata mereka mengatakan bahwa puisi tersebut sudah baik karena telah menggunakan pilihan kata yang sesuai, berima, dan telah menggunakan bahasa kiasan. Selanjutnya, ada 4 siswa yang maju membacakan puisi yang telah dibuat dan juga diberi tanggapan. 11) Pada saat refleksi guru memberi pengutan pada siswa mengenai hasil pekerjaan siswa pada siklus ini. Kemudian guru bersama-sama siswa menentukan hasil puisi siswa terbaik dan memberikan reward pada siswa tersebut dan mengajak siswa lain untuk bertepuk tangan. (R = Rayakan)
111
c. Observasi dan Interpretasi Observasi tindakan II dilakukan pada hari Jumat, 22 Januari 2010 pukul 07.25 – 08.45 WIB di ruang kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Kegiatan
peneliti
selama
tahap
observasi
yaitu
mengamati
proses
pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C dengan penerapan model pembelajaran quantum learning. Pada hari itu guru mengajarkan materi puisi dengan tema ‖pekerjaan atau profesi‖. Pengamatan difokuskan pada kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas tersebut, baik proses maupun aktivitas siswa dan guru. Selain itu, observasi pada siklus II ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelemahan yang terdapat pada siklus I sudah dapat diatasi atau belum. Peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan mengambil posisi di tempat duduk belakang agar bisa mengamati kegiatan pembelajaran yang dipimpin guru. Namun, sesekali peneliti berada di depan kelas untuk mengambil gambar untuk dokumentasi dalam penelitian. Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut. 1). Sebelum
mengajar,
guru
sudah
membuat
rencana
pelaksanaan
pembelajaran yang dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di dalm kurikulum yang berlaku di sekolah, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2). Pelaksanaan tindakan siklus II berlangsung selama satu kali pertemuan dan diikuti oleh 42 siswa. 3). Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran menulis puisi sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat. 4). Pada saat kegiatan apersepsi yang dilakukan guru dengan meminta siswa menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖ semua siswa terlihat bersemangat dan
112
antusias, meski ada beberapa siswa yang belum begitu hafal dengan lagu tersebut namun mereka tetap mengikuti dan bernyanyi semampunya. 5). Pada saat guru menyampaikan materi, sebagian besar siswa tampak lebih memperhatikan guru. Meski, masih ada beberapa siswa yang kurang serius memperhatikan. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, siswa kurang memperhatikan guru karena saat penyampaian materi guru terkesan masih kaku dan timbul kebosanan pada diri siswa, sehingga pada siklus II ini guru meminta siswa untuk mencermati pemilihan kata, isi, maupun sajak dari puisi yang telah dibawa. Dari kegiatan tersebut siswa dapat menyimpulkn pengertian puisi bebas dan cirinya. Pada tindakan siklus II ini guru saat memberikan materi lebih sering diselingi dengan tanya jawab. Selain itu, di tengah pembelajaran guru juga memberikan intermezo dengan mengajak siswa untuk menyanyikan sebuah lagu yang masih berhubungan dengan tugas yang akan dikerjakan sehingga siswa pun terlihat lebih antusias dan menikmati pelajaran. 6). Setelah guru selesai menyampaikan materi, selanjutnya siswa diberi tugas untuk menyusun sebuah puisi secara berkelompok. Sama dengan siklus I pada siklus II ini, siswa diarahkan untuk berdiskusi. Namun pada siklus II jumlah anggota setiap kelompok lebih banyak dan posisi tempat duduk siswa pun dibuat berhadapan sehingga suasana dikusi terlihat lebih ‘hidup‘. Tugas kelompok ini merupakan tugas latihan, yang diharapkan melalui tugas menyusun puisi acak secara berkelompok siswa pada akhirnya dapat menulis puisi dengan baik. Oleh karenanya, setelah guru membahas tugas kelompok guru kembali menugasi siswa untuk menulis puisi berdasarkan gambar berseri (yang susunannya masih acak) secara individu. Melalui tugas ini siswa pun terlihat lebih mudah dalam menulis puisi dibandingkan siklus sebelumnya. 7). Kemampuan menulis puisi siswa pada siklus II ini terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini didasarkan pada puisi hasil karya siswa yang lebih baik dibanding siklus sebelumnya. Ini dapat dilihat
113
dari pengungkapan ide yang semakin baik, penggunaan pilihan kata yang cukup sesuai, mulai adanya bahasa kiasan serta sajak pada puisi siswa . 8). Saat tahap evaluasi dan refleksi, jumlah siswa yang bersedia memberikan penilaian atau pendapat mengenai puisi yang dibacakan teman bertambah. Adanya reward dari guru yang berupa pujian, tepuk tangan, penambahan nilai, maupun hadiah ternyata cukup efektif meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mengungkapkan pendapat, serta merespon pernyataan atau stimulus yang diberikan guru. 9). Selama pelaksanaan tindakan pada siklus II ini ditemukan beberapa kelemahan baik dari guru maupun siswa, sebagai berikut. a). Kelemahan dari pihak guru, yaitu: (1). Guru masih terlihat cukup baik dalam pengelolaan kelas. Namun pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa masih kurang dapat dikondisikan untuk tenang atau fokus dalam mengikuti pembelajaran.
Hal
ini
terutama
terlihat
pada
saat
guru
menyampaikan materi beberapa siswa masih melakukan aktivitas di luar kegiatan pembelajaran. (2). Guru tampak masih mengalami kesulitan dalam mengkondisikan beberapa siswa agar tidak gaduh. b). Kelemahan dari pihak siswa, yaitu: (1). Beberapa siswa masih terlihat belum sepenuhnya fokus dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada saat guru menyampaikan materi. Beberapa siswa masih terlihat melakukan aktivitas lain, seperti: menoleh ke belakang, mengganggu teman, melamun, ataupun berbicara dengan teman sebangku. (2). Belum semua siswa yang ikut merespon stimulus atau pertanyaan dari guru. Misalnya, pada saat tahap refleksi dan evaluasi masih ada sebagian
siswa
yang
bersedia
mengutarakan pendapatnya.
114
memberikan
penilaian
atu
10) Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses dan hasil pembelajaran menulis puisi, diperoleh gambaran ketercapaian indikator dalam pelaksanaan siklus II ini, sebagai berikut. a). Siswa yang menunjukkan keaktifan pada saat apersepsi yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa menyanyikan lagu dan memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi sebanyak 30 siswa (sekitar 71%), sedangkan 12 anak (sekitar 29%) lainnya mengikuti apersepsi namun baru terlihat sekedar ikut bernyanyi atau belum mau untuk merespon guru saat apersepsi. b). Siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti pelajaran yang dinyatakan dengan ―kriteria sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa untuk memperhatikan, memberikan respon pada guru dengan menjawab/bertanya/menanggapi/menamai) sebanyak 28 siswa atau sebesar 67%, sedangkan 14 siswa atau sebesar 37% sisanya masih tampak kurang fokus dan aktif. c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusiasan dan semangat dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran sebesar 26 siswa atau sekitar 62%, sedangkan 57% lainnya masih tampak kurang sungguh-sungguh dan antusias. d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau sekitar 67% karena telah mendapatkan nilai 65 sedangkan 33% lainnya belum tuntas. Kemampuan siswa dalam menulis puisi semakin baik dilihat dari pengungkapan gagasan/ide, pilihan kata, rima, maupun kata kiasan yang digunakan. d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil observasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran menulis puisi pada siklus II (baik proses maupun hasil) semakin
115
menunjukkan adanya peningkatan daripada siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan pada masing-masing indikator yang telah ditetapkan guru dan peneliti. Secara rinci seperti berikut ini. 1) Keaktifan siswa selama apersepsi dalam pembelajaran menulis puisi melalui penerapan model pembelajaran quantum learning pada siklus II mengalami peningkatan dari 57% (pada siklus I) menjadi 71%. Siswa pada tahap ini tampak lebih aktif dalam merespon guru saat apersepsi. 2) Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II telah mengalami peningkatan dari 52% (pada siklus I) menjadi 67%. Pada siklus ini siswa terlihat lebih aktif untuk merespon stimulus guru (bertanya/menanggapi/menjawab/menamai), kemauan untuk memperhatikan atau lebih fokus saat kegiatan pembelajaran. 3) Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan dari 43% (pada siklus I) menjadi 67%. Pada siklus ini siswa tampak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas baik secara kelompok maupun individu dan siswa pun tampak lebih bersemangat saat mengikuti pembelajaran. Hal ini didasarkan pada tidak tampak adanya kebosanan dan tidak ada siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja saat pelajaran. 4) Siswa yang telah mendapatkan ketuntasan belajar dalam menulis puisi pada siklus II telah mencapai 67% dibanding siklus I hanya 45%. Seperti siklus sebelumnya pada siklus II ini siswa membuat puisi berdasarkan gambar seri yang masih disusun acak. Selain itu, dalam mengerjakan tugas ini tempat duduk siswa dibuat seperti diskusi. Hal ini bertujuan di antara siswa dapat saling belajar atau pun bertukar pikiran meski puisi yang mereka buat berbeda. Dan cara ini dipandang cukup efektif karena pada siklus ini nilai rata-rata siswa juga mengalami peningkatan sebesar 6,2 poin dari 64,2 (siklus I) menjadi 70, 4 (siklus II). Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 88 dan nilai terendahnya 57. Adapun peningkatan
116
kemampuan menulis siswa dalam bentuk menulis puisi tercermin dalam perolehan nilai pada siklus II berikut ini. Tabel 7 . Nilai Siswa Pada Siklus II No
Nama siswa
Aspek Penilaian Pengkpn. Ide
Diksi
Rima
Bahasa Kiasan
Skor
Nilai
Ket.
1
Anshari Anjas H.
4
3
2
1
10
63
Belum tuntas
2
Aditya Resta P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
3
Awaludin S.
4
2
2
2
10
63
Belum tuntas
4
Aditya Indrawan
4
3
3
2
12
75
Tuntas
5
Arbian Ahmad
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
6
Annisa Nurlaily
4
3
3
2
12
75
Tuntas
7
Auliya Kunia P.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
8
Anisa Nur R.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
9
Anisa Nurjanah
4
2
2
2
10
63
Belum tuntas
10
Amelia Santriane
4
3
3
2
12
75
Tuntas
11
Arkhan Dicky U.
4
4
3
3
14
88
Tuntas
12
Belladina K.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
13
Citra Kumbini
4
3
2
1
10
63
Belum tuntas
14
Danu Kusuma
4
3
3
2
12
75
Tuntas
15
Danang Eko S.
4
3
2
1
10
63
Belum tuntas
16
Dandie Krisna A.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
17
Dika Andini P.
4
2
2
2
10
63
Belum tuntas
18
Darwanti
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
19
Deby Viola Y.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
20
Haris Sudarsono
4
3
3
1
11
69
Tuntas
21
Harya Faqih
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
22
Inten Wulan
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
117
23
Indah S.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
24
Ikhsan Resa
4
4
2
2
12
75
Tuntas
25
Khofifah Amalia
4
4
3
2
13
82
Tuntas
26
Kurnia Yogi P.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
27
M. Ihya M.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
28
Nurdiyastanto C.
4
3
2
1
10
63
Belum tuntas
29
Mia Kusuma W.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
30
M. SalmanAlfaris
4
4
2
2
12
75
Tuntas
31
Nugroho Jati P.
4
3
3
1
11
69
Tuntas
32
Oktaviana Putri
4
3
3
2
12
75
Tuntas
33
Putra Ramadhani
4
3
3
2
12
75
Tuntas
34
Ranisa Amalia S.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
35
Rosyta Arum P.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
36
Rudi Setiawan
4
3
3
2
12
75
Tuntas
37
Sophia Indah P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
38
Yudhis Adhana
4
3
2
2
11
69
Tuntas
39
Yoga Dwi A.
4
3
2
1
10
63
Belum tuntas
40
Gilang Aji P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
41
Firda
4
3
2
2
11
69
Tuntas
42
Eko Firman Aji
4
3
3
2
12
75
Tuntas
Rata-rata
70,4
Meskipun telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada beberapa indikator yang berhubungan dengan kemampuan proses maupun hasil belajar siswa. Namun dalam siklus ini siswa yang telah mendapatkan ketuntasan belajar belum mencapai indikator yang telah ditentukan (siswa yang tuntas pada siklus ini 28 siswa). Oleh karenanya, perlu dilakukan siklus III yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar
118
siswa serta dapat mengatasi kekurangan yang masih terjadi pada siklus II. Adapun hal-hal yang dirumuskan pada tahap refleksi yang bertujuan untuk meminimalkan kelemahan yang ditemukan pada siklus II dan nantinya akan dilaksanakan dalam siklus III, adalah sebagai berikut. 1) Pada siklus II masih ada sebagian siswa yang belum merespon stimulus yang diberikan guru. Oleh karenanya, pada siklus III nanti guru akan lebih memotivasi dan melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat lebih aktif dan diharapkan akan semakin banyak siswa yang merespon stimulus yang diberikan guru. 2) Agar siswa lebih tertarik dan antusias maka peneliti dan guru sepakat untuk membuat pembelajaran menulis puisi lebih variatif. 3) Pemberian
metode
pengerjaan
tugas
secara
berkelompok
telah
memberikan hasil yang baik. Pengerjaan tugas secara berkelompok juga memberikan pengalaman pada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain sehingga masing-masing siswa dapat saling belajar ataupun bertanya. Pengerjaan dengan berkelompok ini juga dimaksudkan sebagai dorongan bagi siswa agar pada pertemuan selanjutnya siswa dapat mengerjakan tugas secara mandiri dan dapat berhasil baik pula.
3. Deskripsi Siklus Ketiga a. Perencanaan Tindakan Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Selasa, 9 Februari 2010 di ruang guru SD Negeri 3 Jaten (setelah guru selesai mengajar). Perencanaan ini didasarkan pada hasil analisis dan refleksi tindakan siklus II, maka pada siklus III ini peneliti bersama dengan guru berdiskusi untuk mengatasi kekurangan yang masih ditemukan pada siklus sebelumnya. Dalam diskusi tersebut disepakati bahwa untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada siklus-siklus sebelumnya, maka guru dan peneliti membuat pembelajaran menulis puisi yang lebih variatif yakni di samping pembelajaran
119
di dalam kelas siswa juga diajak untuk mengamati lingkungan di luar kelas yang dianggapnya menarik. Pengamatan di luar kelas tersebut nantinya dijadikan sebagai bahan bagi siswa dalam menulis puisi. Disepakati pula bahwa tindakan pada siklus III dilaksanakan dalam satu kali pertemuan (2 x 40 menit) yakni Senin, 15 Februari 2010. Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap perencanaan dalam siklus ini sebagai berikut. 1. Peneliti dan guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi. Adapun tahap perencanaan tindakan pada siklus ini meliputi langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut. a). Guru membuka pelajaran dan melakukan apersepsi dengan meminta siswa untuk menyanyikan lagu ”Oh Ibu dan Ayah Selamat Pagi‖ sambil bertepuk tangan. Kemudian guru mengulang materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya dengan meminta siswa untuk menjawab pertanyaan yang berbentuk teka-teki silang. (T = Tumbuhkan) b). Guru meminta seorang siswa untuk membacakan puisi yang telah dipersiapkan. Berdasarkan puisi tersebut guru mengaitkannya dengan pengalaman yang pernah dialami atau diamati siswa. (A = Alami) c). Guru memandu siswa sehingga dengan bimbingan guru, siswa dapat menyimpulkan sendiri bahwa pengalaman maupun pengamatan terhadap sesuatu yang dilihat dan dirasakan dapat diungkapkan dalam sebuah tulisan. Dan jika tulisan tersebut dibuat dengan pemilihan kata yang tepat dan indah akan menjadi sebuah ‖Puisi‖. (N = Namai) d). Siswa diberikan waktu untuk mengamati tempat-tempat di lingkungan sekolah yang dianggapnya menarik. e). Guru membacakan sebuah puisi berdasarkan obyek di lingkungan sekolah yang dilihatnya sebagai contoh bagi siswa. (D = Demonstrasi) f). Siswa diminta untuk menulis puisi sesuai dengan obyek yang telah didaftar, seperti yang telah dicontohkan guru. (U = Ulangi)
120
g). Guru meminta siswa untuk saling menukarkan puisi yang telah dibuat pada teman. Teman lain memberikan penilaian terhadap puisi yang telah ditukarkan (baik dari pengungkapan ide, pemilihan kata, ada atau tidaknya bahasa kiasan, dan rima atau sajak). h). Guru bersama siswa melakukan evaluasi. Hasil puisi siswa ditempel di mading kelas secara bergantian. (R = Rayakan) i). Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar yang telah dilakukan. 2. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi menulis puisi. 3. Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian, yakni berupa tes dan nontes. Instrumen tes untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menulis puisi yang berupa puisi hasil karya siswa. Instrumen nontes dinilai berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran menulis puisi yang meliputi keaktifan selama apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran, dan minat serta motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan siklus III dilaksanakan satu kali pertemuan yakni Senin, 15 Februari 2010 selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit). Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten dan di lingkungan sekitar sekolah (sebagai tempat pengamatan) pada jam pelajaran pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB). Adapun urutan pelaksanaan tindakan pada pertemuan ini meliputi langkah-langkah, sebagai berikut. 1) Guru membuka pelajaran dan meminta siswa untuk menyanyikan lagu ”Oh Ibu dan Ayah Selamat Pagi‖ sambil bertepuk tangan. Kemudian guru mengulang materi yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya dengan meminta siswa untuk menjawab beberapa soal yang berbentuk teka-teki. Guru meminta siswa untuk menjawab soal tersebut bersama teman sebangku. Guru bersama dengan siswa membahas teka-teki
121
tersebut. Selanjutnya, guru menguraikan rima yang terdapat pada setiap baris lagu yang telah dinyanyikan tadi. (T = Tumbuhkan) 2) Guru memberikan kesempatan pada salah seorang siswa untuk membacakan puisi yang telah dipersiapkan. Secara sukarela siswa yang bernama Guntur maju membacakan puisi tersebut, kemudian guru mengaitkan isi puisi tersebut dengan pengalaman yang pernah dialami atau diamati siswa. (A = Alami) 3) Berdasarkan apa yang telah disampaikan guru, siswa dapat menyimpulkan bahwa sesuatu yang dilihat dan dianggap menarik dapat diungkapkan menjadi sebuah tulisan. Tulisan yang dibuat dengan pemilihan kata yang tepat dan indah akan menjadi sebuah ‖Puisi‖. (N = Namai) 4) Guru menugasi siswa untuk mendaftar hal-hal yang dianggap menarik yang terdapat di lingkungan sekolah, yang nantinya dijadikan bahan dalam membuat puisi. Guru memberikan waktu 15 menit pada siswa untuk mengamati obyek atau tempat di sekitar lingkungan sekolah yang mereka anggap
menarik.
Ada
yang
mengamati
halaman,
laboratorium,
perpustakaan, lapangan, dan sebagainya. 5) Setelah semua siswa kembali ke kelas. Guru membacakan sebuah puisi berdasarkan obyek yang dilihatnya, yakni mengenai siswa yang sedang berolahraga. (D = Demonstrasikan) 6) Guru menugaskan siswa untuk membuat puisi berdasarkan obyek yang telah didaftar seperti yang telah dicontohkan guru. (U = Ulangi) 7) Guru meminta siswa untuk saling menukarkan puisi yang telah dibuat pada teman. Teman lain memberikan penilaian terhadap puisi yang telah ditukarkan (baik dari pengungkapan ide, pemilihan kata, ada atau tidaknya bahasa kiasan, dan rima atau sajak). 8) Guru bersama dengan siswa mengevaluasi tugas yang telah dikerjakan. Hasil puisi siswa ditempel di mading kelas yang telah dipersiapkan. (R = Rayakan) 9) Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar yang telah dilakukan.
122
c. Observasi dan Interpretasi Seperti pada siklus sebelumnya, kegiatan observasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekurangan yang terdapat pada siklus II sudah dapat teratasi atau belum. Pelaksanaan tindakan pada siklus III dilakukan pada hari Senin, 15 Februari 2010 pukul 07.25 – 08.45 WIB (jam pelajaran kedua&ketiga) di ruang kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten dan di sekitar lingkungan sekolah. Kegiatan peneliti selama tahap observasi yaitu mengamati proses pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C dengan penerapan model pembelajaran quantum learning. Tindakan pada siklus III ini guru mengajarkan materi puisi dengan tema ‖lingkungan sekolah‖. Peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan mengambil posisi di tempat duduk di bagian belakang agar bisa mengamati proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut. 1) Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dijadikan sebagai pedoman saat mengajar. Rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di dalam kurikulum yang digunakan sekolah, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2) Pelaksanaan tindakan siklus III berlangsung selama satu kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, jumlah yang hadir 42 siswa. 3) Berdasarkan observasi pada siklus II tampak beberapa anak kurang begitu hafal saat apersepsi sehingga meski mereka mengikuti tetapi kurang menikmatinya, berbeda dengan siklus III ini semua siswa sudah hafal dengan lagu yang dinyanyikan sehingga saat guru mengajak siswa menyanyi semua siswa terlihat sangat bersemangat dan antusias dalam menyanyikan lagu tersebut. Pada siklus ini guru juga melaksanakan pembelajaran menulis puisi dengan baik dan semakin menunjukkan adanya peningkatan, terutama dalam pengelolaan kelas. Guru juga mengulang kembali materi yang telah diberikan pada pertemuan
123
sebelumnya. Dan untuk lebih menarik siswa maka soal tersebut diberikan dalam bentuk teka-teki silang dan siswa terlihat aktif mengerjakan tugas tersebut. Selanjutnya, kegiatan inti diawali dengan penjelasan guru mengenai larik-larik lagu yang telah dinyanyikan. Guru menguraikan setiap baris lagu yang telah dinyanyikan bersama siswa tersebut dan memberikan contoh sebuah puisi yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari siswa. Respon dan interaksi siswa dengan guru pada tahap ini sangat baik. Sesekali siswa tertawa mendengar penjelasan dari guru namun kegiatan pembelajaran tetap berlangsung dengan kondusif. 4) Berbeda dengan siklus sebelumnya, setelah siswa dapat ―menamai‖ berhubungan dengan apa yang telah dialami dan penjelasan yang diberikan, selanjutnya pembelajaran diarahan pada pengamatan di sekitar lingkungan sekitar sekolah. Hal ini dikarenakan tema pelajaran pada siklus III yaitu ―Lingkungan Sekolah‖. Adapun tugas yang diberikan pada siswa adalah menulis puisi berdasarkan obyek yang terdapat di sekitar lingkungan sekolah. Guru memberikan waktu sekitar 15 menit kepada siswa untuk mendaftar obyek yang mereka anggap menarik di sekitar sekolah. Obyek yang telah didaftar tersebut nantinya dijadikan bahan untuk membuat puisi. Setelah 15 menit siswa diminta kembali memasuki kelas dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan. 5) Untuk mempermudah siswa, guru memberikan sebuah contoh puisi berdasarkan obyek yang guru amati (mengenai siswa-siswa yang sedang berolahraga di halaman). Kemudian siswa diminta mengulangi contoh yang telah diberikan guru dengan memulai menulis puisi sesuai obyek yang telah didaftar siswa. Semua siswa terlihat begitu bersemangat dalam menulis puisi tersebut. Setelah selesai masing-masing siswa saling memberikan penilaian terhadap puisi yang telah dibuat teman dengan cara menukarnya. Hal ini dimaksudkan agar msing-masing siswa dapat saling belajar dan mengetahui kekurangan maupun kelebihan pada puisi yang telah dikerjakan.
124
6) Pada saat tahap evaluasi dan refleksi, siswa terlihat lebih aktif dalam merespon atau menjawab pertanyaan dari guru. siswa terlihat lebih berani untuk mengemukakan idenya dan berinteraksi dengan guru atau pun teman. 7) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada tahap ini, hampir semua siswa mengikutinya dengan baik, interaksi, keaktifan, maupun respon siswa pada guru juga semakin baik. 8) Dapat dikatakan bahwa kekurangan atau kelemahan selama pelaksanaan tindakan pada siklus III ini hampir tidak terlihat atau telah sesuai dengan yang diharapkan. Ini menunjukkan bahwa guru telah mampu mengatasi kekurangan-kekurangan yang terjadi pada kedua siklus sebelumnya dengan baik. Selain itu, dalam siklus ini sikap siswa dalam pembelajaran juga terlihat semakin baik (saat apersepsi, kegiatan inti, maupun penutup). 9) Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi siklus III dapat dilihat dari beberapa indikator, sebagai berikut. (a). Siswa yang menunjukkan keaktifan pada saat apersepsi yang diindikatori oleh kemauan siswa menyanyikan lagu dan memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi mencapai 97% (41 siswa) dengan kriteria sangat baik dan baik. Sedangkan 3% (1 siswa) dengan nilai cukup karena tampak kurang merespon guru saat apersepsi. (b). Siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti pembelajaran yang dinyatakan dengan ―kriteria amat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa untuk memperhatikan serta memberikan
respon
(menjawab/bertanya/menanggapi/menamai)
sekitar 90% atau sebanyak 38 siswa, sedangkan 10% lainnya mendapatkan kriteria cukup. Hal ini dikarenakan 4 siswa tersebut terlihat masih kurang fokus saat pelajaran (salah satunya berbicara dengan teman semeja). (c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta
125
diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusianan dan semangat dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran sebesar 34 siswa atau sekitar 83%, sedangkan 17% lainnya masih tampak kurang bersungguh-sungguh saat pembelajaran. (d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai ketuntasan belajar sekitar 90% atau 38 siswa, sedangkan 10% lainnya (4 siswa) masih mendapatkan nilai di bawah 65. d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran menulis puisi pada siklus III (baik proses maupun hasil) telah menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan pada masing-masing indikator, sebagai berikut. 1). Keaktifan siswa selama apersepsi dalam pembelajaran menulis puisi melalui penerapan model pembelajaran quantum learning pada siklus III mengalami peningkatan dari 71% (pada siklus II) menjadi 97%. Penerapan model pembelajaran quantum learning berhasil membuat siswa aktif pada saat apersepsi. Hal ini sesuai dengan pelaksanaan ―prinsip tumbuhkan‖ yang dilakukan guru dengan menyanyikan sebuah lagu. Semua siswa telah hafal
dengan
lagu
tersebut
dan
terlihat
bersemangat
dalam
menyanyikannya. Setelah itu, guru menguraikan setiap baris-baris lagu yang telah dinyanyikan. Guru juga membuat suasana lebih menyenangkan sehingga siswa terlihat lebih rileks dalam merespon stimulus yang diberikan guru dan terlihat menikmati pada saat apersepi. 2). Keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran menulis puisi pada siklus III telah mengalami peningkatan dari 67% (pada siklus II) menjadi 90%. Berdasarkan pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, terlihat siswa lebih aktif untuk merespon stimulus guru (bertanya/menanggapi/menjawab/menamai)
serta
memperhatikan atau lebih fokus dalam pembelajaran.
126
mau
untuk
3). Minat dan motivasi siswa saat mengikuti pembelajaran pada siklus III ini juga mengalami peningkatan dari 62% (pada siklus II) menjadi 83%. Hal ini berdasarkan pada kemauan dan kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas, serta antusias dan semangat siswa saat mengikuti pelajaran. 4). Siswa yang telah mendapatkan ketuntasan belajar dalam menulis puisi pada siklus III mengalami peningkatan daripada siklus II sebanyak 67% menjadi 90%. Skor dalam setiap aspek menulis puisi dengan cara menulis puisi telah mengalami peningkatan meskipun puisi yang dihasilkan siswa masih sederhana. Pada siklus ini terlihat pengungkapn ide dalam puisi siswa sudah baik, begitu pula dengan pilihan katanya. Selain itu, siswa puisi karya siswa juga telah berima dan sudah menggunakan bahasa kiasan (meski baru beberapa siswa yang mendapat kriteria baik). Pada siklus ini siswa yang telah tuntas karena telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar (65) sebanyak 38 siswa. Nilai rata-rata siswa juga meningkat menjadi 76,4. Peningkatan perolehan nilai menulis puisi yang berupa menulis puisi pada siklus ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8. Perolehan Nilai Siswa Pada Siklus III No
Nama siswa
Aspek Penilaian Pengungkapan ide
Diksi
Rima
Bahasa Kiasan
Skor
Nilai
Ket.
1
Anshari Anjas H.
4
3
2
2
12
69
Tuntas
2
Aditya Resta P.
4
3
3
2
11
75
Tuntas
3
Awaludin S.
4
4
3
2
13
82
Tuntas
4
Aditya Indrawan
4
4
3
2
13
82
Tuntas
5
Arbian Ahmad
4
3
2
2
11
69
Tuntas
6
Annisa Nurlaily
4
4
3
2
13
82
Tuntas
7
Auliya Kunia P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
8
Anisa Nur R.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
9
Anisa Nurjanah
4
3
2
2
11
69
Tuntas
127
10
Amelia Santriane
4
3
3
2
12
75
Tuntas
11
Arkhan Dicky U.
4
4
4
2
14
88
Tuntas
12
Belladina K.
4
4
3
3
14
88
Tuntas
13
Citra Kumbini
4
3
3
2
12
75
Tuntas
14
Danu Kusuma
4
4
3
2
13
82
Tuntas
15
Danang Eko S.
3
2
2
2
10
63
Belum tuntas
16
Dandie Krisna A.
4
4
3
3
14
88
Tuntas
17
Dika Andini P.
4
4
3
2
13
82
Tuntas
18
Darwanti
3
2
2
2
9
57
Belum tuntas
19
Deby Viola Y.
4
4
3
3
14
88
Tuntas
20
Haris Sudarsono
4
4
3
2
13
82
Tuntas
21
Harya Faqih
4
4
3
2
13
82
Tuntas
22
Inten Wulan
4
4
3
3
14
88
Tuntas
23
Indah S.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
24
Ikhsan Resa
4
3
3
2
12
75
Tuntas
25
Khofifah Amalia
4
4
3
3
14
88
Tuntas
26
Kurnia Yogi P.
4
4
4
2
14
88
Tuntas
27
M. Ihya M.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
28
Nurdiyastanto C.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
29
Mia Kusuma W.
4
3
2
2
11
69
Tuntas
30
M. Salman Alfaris
4
3
3
3
13
82
Tuntas
31
Nugroho Jati P.
4
4
3
2
13
82
Tuntas
32
Oktaviana Putri
4
4
3
2
13
82
Tuntas
33
Putra Ramadhani
4
4
3
2
13
82
Tuntas
34
Ranisa Amalia S.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
35
Rosyta Arum P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
36
Rudi Setiawan
4
4
2
2
12
75
Tuntas
128
37
Sophia Indah P.
4
4
3
3
14
88
Tuntas
38
Yudhis Adhana
4
3
3
2
12
75
Tuntas
39
Yoga Dwi A.
3
3
2
2
10
63
Belum tuntas
40
Gilang Aji P.
4
3
3
2
12
75
Tuntas
41
Firda
4
3
2
2
11
69
Tuntas
42
Eko Firman Aji
4
3
3
2
12
75
Tuntas
Rata-rata
76, 4
Melihat indikator keberhasilan proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam pelaksanaan siklus III maka penelitian ini dipandang cukup untuk dilaksanakan. Meskipun dalam pelaksanaan siklus III masih terlihat beberapa siswa belum aktif dalam mengikuti pembelajaran dan belum mendapatkan nilai ketuntasan (belum mencapai nilai 65). Namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pelaksanaan siklus III sudah berhasil dan sudah mencapai indikator ketercapaian yang telah ditetapkan yakni 75%. Oleh karenanya, pada penelitian ini selesai pada siklus III. 4. Deskripsi Antarsiklus Hasil pelaksanaan pembelajaran menulis puisi setiap siklus tindakan di atas dapat digambarkan secara rinci pada tabel rekapitulasi di bawah ini. Tabel 9. Hasil Tindakan Berdasarkan Indikator Ketercapaian Persentase No
Aktivitas dalam Pembelajaran
Siswa 1
aktif
selama
apersepsi
(indikator: mau menyanyikan lagu dan merespon pada saat apersepsi)
129
Siklus I
Siklus II
57%
71%
Siklus III 97%
Siswa aktif dan memperhatikan saat mengikuti 2
pelajaran
(indikator:
memperhatikan atau fokus terhadap pelajaran,
ikut
merespon,
50%
67%
90%
43%
62%
83%
45%
67%
90%
aktif
mengerjakan tugas) Siswa 3
berminat
dan
memiliki
motivasi saat kegiatan pembelajaran (indikator: semangat, antusias, dan menunjukkan kesungguhan) Siswa mampu menulis puisi dengan
4.
baik
(ketuntasan hasil belajar
dalam menulis puisi mendapat nilai
65).
Berdasarkan tabel di atas, dapat dinyatakan bahwa telah terjadi peningkatan pada indikator yang telah ditetapkan dari hasil siklus I, II, dan III. Peningkatan terjadi dari siklus I ke siklus II pada indikator 1 sampai dengan 5 cukup signifikan. Demikian juga, peningkatan yang terjadi pada siklus II ke siklus III pada indikator-indikator tersebut mencapai 21 % - 26%. Pada siklus II ke siklus III persentase keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada saat apersepsi mengalami peningkatan 26%, keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran meningkat sekitar 23%, dan minat serta motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pun meningkat sebesar 21%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Selain itu, pada siklus ini persentase peningkatan keberhasilan juga terjadi pada ketuntasan hasil belajar siswa dalam menulis puisi, berupa kemampuan
130
siswa dalam menulis puisi yang meningkat sekitar 21%. Peningkatan tersebut tampak pada puisi hasil karya siswa yang pada setiap siklusnya menunjukkan semakin adanya perbaikan baik dalam pengungkapan ide, pemilihan kata, rima, maupun bahasa kiasan. Pada siklus III nilai rata-rata siswa lebih tinggi dibanding pada saat survai awal dan siklus-siklus sebelumnya (siklus I dan II). Siklus III nilai rata-rata siswa menjadi 76,4 atau mengalami peningkatan sekitar 15,3 poin dibandingkan pada saat survai awal (nilai rata-rata siswa 61,1). Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan pada siklus I sampai dengan siklus III dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, baik pada proses maupun hasil kemampuan menulis puisi dengan penerapan model pembelajaran quantum learning di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Dengan demikian, penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang dikemukakan peneliti. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan uraian kegiatan sebagai berikut: Sebelum dilaksanakan siklus I, peneliti terlebih dahulu melakukan survai awal untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sebenarnya di lapangan. Berdasarkan hasil kegiatan pada survai awal, peneliti menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis puisi di kelas V-C SD Negeri 3 Jaten masih kurang memuaskan. Oleh karenanya, peneliti melakukan kolaborasi bersama dengan guru kelas untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi.
131
Sebelum melaksanakan siklus I peneliti bersama dengan guru kelas sebagai kolaborator menyusun rencana pembelajaran (RPP). Siklus I ini merupakan tindakan awal untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran menulis puisi di kelas tersebut. Berdasarkan kesepakatan antara guru dan peneliti pada siklus I ini tema yang digunakan dalam materi menulis puisi adalah ―Pahlawan‖. Oleh karenanya, lagu yang dinyanyikan pada saat apersepsi dan puisi yang digunakan sebagai contoh disesuaikan dengan temanya. Demikian juga, dengan tugas menulis puisi yang harus dikerjakan siswa juga mengenai pahlawan dan puisi hasil karya siswa dapat didasarkan pada gambar-gambar pahlawan yang dilihatnya pada dinding kelas. Kemudian beberapa siswa juga ditugaskan untuk membacakan hasil karya yang telah dibuat di depan kelas dan siswa yang lain memberikan penilaian. Pada siklus ini pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning yang didasarkan pada prinsip ―TANDUR‖ dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Dari pelaksanaan siklus I tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran menulis puisi yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa kekurangankekurangan di dalam pelaksanaan tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru dan siswa. Kekurangan dari pihak guru, yakni: (1) guru kurang dapat memantau siswa secara keseluruhan karena karena posisi guru lebih banyak di depan dan pada titik tertentu saja (dekat meja guru) pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran; (2) guru masih terkesan agak kaku dan terlalu tegas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga siswa terkesan takut untuk beraktualisasi terhadap materi; (3) guru belum dapat membangkitkan semangat siswa secara optimal khususnya untuk memberikan pendapat atau menanggapi sehingga stimulus yang diberikan guru kurang direspon dengan baik oleh siswa, dan (4) guru belum banyak memberikan balikan atau penguatan khusunya pada tahap evaluasi. Sedangkan, kelemahan yang terdapat dari pihak siswa, yakni: (1) beberapa siswa kelihatan kurang berkonsentrasi saat menyimak rekaman puisi; (2) sebagian siswa terlihat belum sepenuhnya fokus saat pembelajaran berlangsung
132
(melakukan aktivitas lain, seperti menolah-noleh, berbicara dengan teman satu meja, dan sebagainya); (3) sebagian siswa mampu belum menggunakan pilihan kata yang sesuai, sedikit sekali bahasa kiasan, dan rima dalam puisi. Kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan pada siklus I ini merupakan faktor penyebab kurang memuaskannya hasil tes kemampuan menulis siswa. Hal ini didasarkan pada jumlah siswa yang telah memperoleh nilai 65 (dinyatakan tuntas) dalam menulis puisi hanya 19 siswa atau sekitar 45% dari jumlah keseluruhan. Selanjutnya, kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam siklus I tersebut dievaluasi oleh peneliti dan guru hingga menghasilkan perencanaan pembelajaran baru. Melalui perencanaan ini diharapkan dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan I. Tindakan pada siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam siklus I. Pada siklus II ini guru juga menerapkan model pembelajaran quantum learning yang didasarkan pada prinsip ―TANDUR‖ dalam pembelajaran menulis puisi. Berbeda dengan siklus I, pada siklus ini tema yang diambil adalah ―profesi atau pekerjaan‖. Adapun tugas yang dikerjakan siswa pada siklus II sama dengan tugas pada siklus I yakni menulis puisi dan membacakannya. Namun puisi yang dibuat pada siklus ini didasarkan pada gambar acak (yang telah disediakan guru mengenai petani). Meskipun tugas menulis puisi ini bersifat individu namun tempat duduk siswa dibuat berkelompok seperti diskusi. Hal ini bertujuan agar siswa dapat saling bertukar pikiran dan mengetahui segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya terutama dalam menulis puisi. Berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan siklus II terlihat bahwa terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi dari siklus I. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa pada saatguru menyampaikan materi pembelajaran, serta minat dan motivasi siwa saat mengikuti kegiatan
133
pembelajaran, sedangkan peningkatan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dalam menulis puisi. Pada siklus I siswa yang dinyatakan telah tuntas dalam menulis puisi sekitar 45% (19 orang) dan pada siklus II ini terjadi peningkatan menjadi 67% (28 orang). Meskipun dalam siklus II ini telah ada peningkatan baik dari proses maupun hasil namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan kekurangan-kekurangan, seperti guru masih terlihat kurang dalam pengelolaan kelas dan mengkondisikan siswa agar tidak gaduh, beberapa siswa masih terlihat belum sepenuhnya fokus dalam kegiatan pembelajaran, dan belum semua siswa yang merespon stimulus yang diberikan guru. Selanjutnya, peneliti bersama-sama dengan guru berdiskusi untuk merancang rencana pembelajaran baru yang bertujuan untuk mengatasi segala kekurangan yang masih terdapat dalam pelaksanaan siklus II. Pada siklus III ini guru dan peneliti berusaha untuk memperkecil segala kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan pembelajaran menulis puisi. Hal ini dikarenakan siklus III merupakan perencanaan siklus terakhir dalam penelitian ini. Pada pelaksanaan siklus III guru juga menerapkan model pembelajaran quantum learning yang didasarkan pada kerangka prinsip ―TANDUR‖ dalam pembelajaran menulis puisi. Tema yang diambil pada siklus ini adalah ―Lingkungan Sekolah‖. Berbeda dengan siklus-siklus sebelumnya, agar kegiatan pembelajaran lebih bervariatif maka pada siklus ini ditengah-tengah proses pembelajaran siswa diberikan waktu untuk mengamati dan mendaftar obyek-obyek yang ada di sekitar lingkungan sekolah yang siswa anggap menarik, seperti halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan, lapangan, ruangan kelas, dan sebagainya. Dari obyek yang telah didaftar siswa tersebut siswa ditugaskan untuk menulis sebuah puisi sesuai dengan imajinasi atau pun kreativitas masing-masing siswa. Siswa dalam siklus ini juga diberi kesempatan untuk membacakan hasil karya yang telah dibuat. Dari pelaksanaan siklus III terlihat bahwa terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi dari siklus II. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat apersepsi, keaktifan dan perhatian
134
siswa pada saatguru menyampaikan materi pembelajaran, serta minat dan motivasi siwa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan, untuk peningkatan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dalam menulis puisi yang berupa puisi yang telah dibuat siswa pada siklus ini mencapai 90% (pada siklus II sebesar 67%). Dalam siklus III kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus-siklus sebelumnya sudah dapat teratasi dan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pun juga telah tercapai. Oleh karenanya, dalam penelitian ini hanya dilaksanakan sampai pada siklus III. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten telah berhasil. Keberhasilan model pembelajaran quantum learning dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis puisi dapat dilihat dari indikatorindikator sebagai berikut. 1. Peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis puisi Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang telah mendapatkan kriteria ―sangat baik dan baik‖ pada masing-masing indikator selama kegiatan pembelajaran per seratus dikalikan jumlah siswa dalam kelas tersebut (42 orang). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keaktifan dalam merespon, kesungguhan dalam mengerjakan tugas, dan semangat serta antusias dalam mengikuti pembelajaran. a. Siswa lebih aktif saat mengikuti apersepsi Selama pelaksanaan penelitian pada siklus I hingga III, tampak bahwa siswa antusias dalam mengikuti apersepsi. Keantusiasan ini ditunjukkan dengan kemauan siswa untuk menyanyikan lagu yang diminta guru dengan penuh semangat dan respon siswa terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi. Keaktifan siswa saat apersepsi ditunjukkan dengan ―kriteria sangat baik dan baik‖ yang diindikatori adanya kemauan siswa
135
untuk mengikuti apersepsi (ikut menyanyikan lagu dan memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru). Dari siklus I hingga siklus III mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase keaktifan siswa antar siklus, yaitu 57% atau sebanyak 24 siswa (siklus I) menjadi sekitar 71% atau sebanyak 30 siswa (pada siklus II) dan mencapai 97% atau sebanyak 41 siswa (pada siklus III). b. Siswa terlihat lebih aktif dan perhatian saat mengikuti pelajaran Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran di setiap siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Indikator yang menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran adalah kemauan siswa untuk memperhatikan atau fokus terhadap kegiatan pembelajaran serta kemauan dan keaktifan siswa untuk merespon stimulus yang
diberikan
guru
(bertanya/menjawab/menanggapi/menamai).
Peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I hanya 50% atau sebanyak 21 siswa, siklus II sekitar 67% atau sebanyak 28 siswa, dan siklus III menjadi 90% atau sebanyak 38 siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat survai awal, beberapa siswa terlihat kurang fokus pada saat kegiatan pembelajaran. Selain itu, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga belum begitu terlihat, karena saat pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan dan sebagian siswa kurang aktif dalam merespon stimulus yang diberikan guru. Setelah adanya tindakan melalui penerapan quantum learning sebagai model pembelajaran dalam menulis puisi keaktifan siswa semakin meningkat. c. Minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis puisi Pada mulanya, pembelajaran yang dilakukan di kelas tampak monoton dan membuat siswa menjadi jenuh dan bosan. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan guru kurang menarik. Saat pembelajaran guru lebih banyak memberikan penjelasan yang menitik beratkan pada
136
aspek kognitif dan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran pun juga belum tampak, kemudian dilanjutkan dengan tugas menulis puisi yang hanya sekedar membayangkan tanpa memanfaatkan suatu media sehingga dalam mengerjakan pun siswa tampak kesulitan dan bingung. Dikarenakan kurang bervariasi dan monoton mengakibatkan siswa kurang
bersemangat
dan
kurang
termotivasi
dalam
mengikuti
pembelajaran. Namun setelah diterapkannya model pembelajaran quantum learning siswa mulai menunjukkan adanya ketertarikan saat mengikuti pembelajaran. Hal ini dilihat dari kesungguhan siswa saat mengerjakan tugas, antusias dan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa menjadi termotivasi karena dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak lagi hanya diam dan mendengarkan tetapi dibuat untuk lebih aktif. Selain itu, siswa juga tampak termotivasi karena dalam menulis puisi siswa dibuat seolah seperti kompetisi yang mana usaha siswa akan diberikan penghargaan sehingga setiap siswa berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan model pembelaran quantum learning membuat siswa tampak lebih berminat dan termotivasi saat mengikuti pembelajaran menulis puisi. Hal ini didasarkan pada pengamatan peneliti dari jumlah siswa yang mendapatkan kriteria sangat baik dan baik di setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang siswa yang tampak berminat dan memiliki motivasi saat mengikuti pembelajaran sekitar 43% dan pada siklus II meningkat menjadi 62%. Pada siklus terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan yakni sebesar 83% atau sebanyak 34 siswa tampak berminat serta termotivasi pada pembelajaran menulis puisi. 2. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menulis puisi Peningkatan kualitas hasil dapat dinilai dari hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Peningkatan
137
hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis puisi didasarkan pada ketuntasan siswa dalam menulis puisi yang penilaiannya didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: a. Pengungkapan ide Siswa telah mampu mengungkapkan ide dengan baik sesuai dengan obyek tertentu yang dilihat dan dirasakannya. Pada saat pretes siswa membuat puisi hanya berdasarkan pada imajinasinya tanpa ada suatu media yang mendukung. Hal ini menyebabkan sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut karena siswa tidak memiliki gambaran. Berbeda dengan saat adanya tindakan. Model pembelajaran quantum learning mengoptimalkan segala hal yang terdapat di sekitar lingkungan pembelajaran, termasuk pemanfaatan media dan lingkungan sekitar. Oleh karenanya, pada saat tindakan guru menggunakan media gambar tematik (baik yang ditempel didinding maupun gambar berseri yang telah dipersiapkan guru) dan mengamati obyek-obyek menarik yang ada di sekitar lingkungan kelas. Dengan adanya media tersebut siswa memperoleh gambaran atau inspirasi serta dapat mengimajinasikannya kemudian mengungkapkan apa yang dilihat dan dirasakannya menjadi sebuah puisi. Pada setiap siklus, aspek ini mengalami peningkatan yang signifikan. b. Diksi Berdasarkan hasil pekerjaan siswa tampak bahwa siswa telah mampu menggunakan pilihan kata atau diksi yang tepat meskipun masih sederhana. Sebagian besar siswa dalam menulis puisi telah mampu memilih padanan kata yang sesuai untuk mengungkapkan suatu obyek tertentu, misalnya mentari, angkasa, dan sebagainya. Berbeda saat pretes, yang mana sebagian besar puisi karya siswa masih menggunakan pilihan kata yang kurang sesuai. Hal ini menyebabkan unsur keindahan pada puisi
138
dirasa sangat kurang dan masih seperti cerita biasa. Namun setelah adanya tindakan dapat dilihat pada karya siswa hal tersebut dapat diminimalkan. c. Rima Salah satu karakteristik puisi anak adalah adanya perulangan bunyi atau sajak disetiap barisnya. Setelah dilakukan tindakan antara peneliti dan guru dalam setiap puisi karyanya siswa telah mampu memilih kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi sehingga puisi tersebut terlihat lebih harmonis. Lagu yang dinyanyikan guru dan siswa pada saat apersepsi tidak sekedar bertujuan untuk menarik minat siswa saat mengikuti pembelajaran tetapi juga untuk memberikan contoh bagi siswa mengenai rima yang digunakan pada lagu tersebut. Dari siklus ke siklus siswa mulai dapat mempergunakan rima dengan cukup baik sehingga puisi karya siswa juga terlihat semakin indah dan harmonis. d. Kata Kiasan Sebagian siswa sudah terlihat menggunakan kata kiasan dalam puisinya (meski hanya beberapa siswa yang mendapatkan kriteria baik). Hal ini diindikatori oleh penggunaan beberapa kata yang bermakna konotasi yang sesuai dengan puisi siswa. Meski jumlahnya masih terbatas dan sederhana namun penggunaan bahasa kiasan membuat puisi siswa lebih indah dan menarik untuk dibaca. Adanya peningkatan pada setiap kriteria penulisan tersebut menjadikan nilai siswa dalam menulis puisi juga mengalami peningkatan. Pada saat pretes, terlihat bahwa kemampuan menulis puisi siswa masih kurang memuaskan. Hal tersebut tampak pada jumlah siswa yang telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan (65). Persentase ketuntasan belajar yang dicapai siswa pada saat pretes hanya sekitar 31% (13 siswa dari jumlah siswa keseluruhan 42) dengan nilai rata-rata 61,1. Peningkatan mulai tampak pada siklus I. Dari 42 siswa 19 siswa (sekitar 45%) telah mencapai ketuntasan hasil belajar dan nilai rata-ratanya adalah
139
64,2. Pada siklus II kemampuan siswa dalam menulis puisi mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tampak pada persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang mencapai 67% (28 siswa). Pada siklus III persentase ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 90% (38 siswa dari jumlah keseluruhan) dengan nilai rata-rata 76,4. Dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi, kemampuan menulis puisi siswa dalam bentuk menulis puisi mengalami peningkatan yang dinyatakan dengan semakin banyaknya siswa yang telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar.
Tabel 10. Daftar Nilai Siswa dari Siklus I sampai Siklus III No
Nama Siswa
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Keterangan
1
Anshari Anjas H.
69
63
69
Tuntas
2
Aditya Resta P.
63
75
75
Tuntas
3
Awaludin S.
57
63
82
Tuntas
4
Aditya Indrawan
69
75
82
Tuntas
5
Arbian Ahmad
50
57
69
Tuntas
6
Annisa Nurlaily
69
75
82
Tuntas
7
Auliya Kunia P.
57
63
75
Tuntas
8
Anisa Nur R.
57
63
75
Tuntas
9
Anisa Nurjanah
69
63
69
Tuntas
10
Amelia Santriane
75
75
75
Tuntas
11
Arkhan Dicky U.
82
88
88
Tuntas
12
Belladina K.
69
75
88
Tuntas
13
Citra Kumbini
57
63
75
Tuntas
14
Danu Kusuma
75
75
82
Tuntas
140
15
Danang Eko S.
57
63
63
Belum tuntas
16
Dandie Krisna A.
69
75
88
Tuntas
17
Dika Andini P.
57
63
82
Tuntas
18
Darwanti
50
57
57
Belum tuntas
19
Deby Viola Y.
75
75
88
Tuntas
20
Haris Sudarsono
69
69
82
Tuntas
21
Harya Faqih
57
57
82
Tuntas
22
Inten Wulan
57
63
88
Tuntas
23
Indah S.
75
75
75
Tuntas
24
Ikhsan Resa
57
75
75
Tuntas
25
Khofifah Amalia
75
82
88
Tuntas
26
Kurnia Yogi P.
50
63
88
Tuntas
27
M. Ihya M.
63
69
69
Tuntas
28
Nurdiyastanto C.
63
63
63
Belum tuntas
29
Mia Kusuma W.
63
69
69
Tuntas
30
M. Salman Alfaris
69
75
82
Tuntas
31
Nugroho Jati P.
63
69
82
Tuntas
32
Oktaviana Putri
75
75
82
Tuntas
33
Putra Ramadhani
69
75
82
Tuntas
34
Ranisa Amalia S.
69
75
75
Tuntas
35
Rosyta Arum P.
63
69
75
Tuntas
36
Rudi Setiawan
63
75
75
Tuntas
37
Sophia Indah P.
75
75
88
Tuntas
38
Yudhis Adhana
63
69
75
Tuntas
39
Yoga Dwi A.
63
63
63
Belum tuntas
40
Gilang Aji P.
69
75
75
Tuntas
41
Firda
50
69
69
Tuntas
141
42
Eko Firman Aji Rata-rata
63
75
75
64, 2
70,4
76, 4
Tuntas
Berdasarkan pemaparan di atas tampak bahwa penerapan model pembelajaran
quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C sekolah dasar Negeri 3 Jaten dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Peningkatan proses didasarkan pada meningkatnya keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran baik pada saat apersepsi maupun keaktifan siswa dalam merespon stimulus yang diberikan guru, kesungguhan dalam mengerjakan tugas, keantusiasan dan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Peningkatan hasil didasarkan pada meningkatnya hasil pekerjaan siswa dalam menulis puisi (jumlah siswa yang dinyatakan telah tuntas atau nilai 65) . Selain itu, berdasarkan hasil wawancara pasca tindakan dengan guru dan
siswa kelas V-C (8 siswa), semuanya menyatakan penerapan model pembelajaran quantum learning membantu dalam proses pembelajaran sehingga kualitas hasil belajar siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten pun meningkat.
142
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Simpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran, yang meliputi: (a) meningkatnya keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi pada tiap siklus. Pada siklus I keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi sebesar 57%, pada siklus II sebesar 71%, dan pada siklus III meningkat menjadi 97%; (b) meningkatnya keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti pembelajaran. Hal ini terbukti dengan meningkatnya keaktifan siswa dalam merespon stimulus yang diberikan guru (bertanya, menjawab, menanggapi, menamai) dan perhatian pada saat pembelajaran di setiap siklusnya. Siklus I siswa yang aktif mengikuti kegiatan pembelajaran sebesar 50%. Pada siklus-siklus berikutnya keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran mengalami 143
peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut sebesar 67% pada siklus II dan 90% pada siklus III; (c) meningkatnya motivasi dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis puisi. Hal ini tampak apada kesungguhan siswa saat mengerjakan tugas serta keantusiasan dan semangat siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada siklus I siswa yang tampak berminat dan termotivasi sebanyak 43%, pada siklus berikutnya terus mengalami peningkatan menjadi 62% pada siklus II dan 83% pada siklus III. 2. Penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan hasil pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Adanya peningkatan hasil pembelajaran menulis puisi dilihat dari meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis puisi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis puisi yang penilaiannya didasarkan pada pengungkapn ide, kesesuaian pemilihan kata (diksi), adanya rima (sajak), dan penggunaan bahasa kiasan dalam puisi tersebut. Peningkatan kemampuan siswa terjadi pada siklus I hingga III yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya siswa yang telah mencapai batas ketuntasan (KKM 65). Pada siklus I siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebesar 45% atau sebanyak 19 siswa, pada siklus II meningkat menjadi 67% atu sebanyak 28 siswa, dan pada siklus III sebanyak 90% (38 siswa).
B. Implikasi Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses dan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya guru, siswa, model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat akan berpengaruh pada kurangnya minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran serta rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karenanya, dalam memilih model pembelajaran
guru
hendaknya
juga
memperhatikan
kebermanfaatannya bagi perkembangan peserta didik.
144
kesenangan
dan
Penelitian ini membuktikan bahwa melalui penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam materi menulis puisi. Penerapan kerangka prinsip ‖TANDUR‖ yang terdapat dalam pembelajaran quantum learning merupakan langkah-langkah pembelajaran yang efektif. Dimulai dari ‖tumbuhkan‖ yang dilakukan pada saat apersepsi dengan menyanyikan sebuah lagu yang bertujuan untuk menumbuhkan ketertarikan dan minat siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Dan diakhiri dengan ‖rayakan‖ yang dilakukan guru untuk memberikan penghargaan atas usaha atau kerja keras yang telah dilakukan siswa serta untuk memacu siswa agar lebih baik dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya. Oleh karenanya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan pengajaran bahasa yang lebih kreatif dan inovatif, seperta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga pengajar yang ingin menerapkan model pembelajaran quantum learning di kelasnya. Model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan minat dan kemampuan menulis puisi siswa karena melalui penerapan model pembelajaran ini tidak sekedar dapat menumbuhkan kesenangan pada diri siswa namun juga dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, memupuk keberanian, serta merespon sesuatu yang ada di sekitar. Respon-respon tersebut diungkapkan melalui kegiatan menulis puisi. Dengan demikian, diakhir pembelajaran siswa dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis dalam bentuk puisi. C. Saran Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut. 1. Bagi Siswa Siswa disarankan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran hendaknya lebih aktif dan mengikuti pelajaran dengan perasaan senang. Hal ini dikarenakan dengan adanya rasa senang pada diri siswa maka akan menumbuhkan rasa
145
ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari dan lebih memudahkan siswa untuk mendalami materi tersebut. Selain itu, jika sekiranya siswa masih mengalami kesulitan dan kurang menyenangi dengan cara guru mengajarkan suatu materi. Maka hendaknya siswa dapat menyampaikan hal tersebut pada guru sehingga ini dapat menjadi masukan atau perbaikan bagi guru. 2. Bagi Guru a. Dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya dapat memanfaatkan sarana penunjang seperti media pembelajaran yang menarik dan dapat membuat siswa lebih aktif. Penggunaan media pembelajaran ini selain bertujuan untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan tugas juga sebagai sarana bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran. b. Guru hendaknya melakukan suatu perencanaan dan evaluasi terhadap segala tindakan yang akan ditempuh. Hal ini penting dilakukan agar dalam pelaksanaannya, guru dapat memperkecil kemungkinan munculnya hambatan dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru hendaknya juga dapat menumbuhkan keaktifan dan kesadaran siswa agar kegiatan pembelajaran menulis puisi berlangsung lebih kondusif 3. Bagi Sekolah a. Pihak sekolah hendaknya menambah sarana atau fasilitas belajar-mengajar yang dapat digunakan oleh siswa dan guru untuk mendukung dan lebih mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Misalnya, untuk materi sastra, khusunya puisi perlu ditambah kaset atau rekaman deklamasi puisi yang lebih variatif. b. Pihak sekolah hendaknya dapat memotivasi dan memfasilitasi guru dalam meningkatkan kemampuan mengajar. Baik dengan mengikut sertakan guru dalam
kegiatan
seminar,
workshop,
penataran,
maupun
dengan
mendukung guru untuk melakukan berbagai penelitian dalam pendidikan dan pengajaran. 4. Bagi Peneliti Lain
146
Diharapkan bagi peneliti lain agar mampu berkolaborasi secara aktif dengan guru dan dapat menciptakan model pembelajaran baru yang dapat mengembangkan bakat, potensi, dan kreativitas siswa sehingga kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat
147
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2006. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Andayani. 2008. Buku Pedoman: Pembelajaran Apresiasi Sastra Berbasis Quantum Learning. Surakarta: UNS Press.
----------------. 2009. Buku Ajar: Bahasa Indonesia. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Bambang Kaswanti Purwo. 1991.Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa Pembaharuan Pengajarannya. Yogyakarta: Kanisius.
Bobbi
De Porter. 2003. The Impact Of Quantum Learning. (Dalam http://www.quantumlearning.com/aqlresearch/middleschool/doc), diunduh 7 Oktober 2009 di Surakarta.
-------------------. 2007. Quantum Learner: Fokuskan Enbergimu Dapatkan yang Kamu Inginkan. Diterjemahkan oleh Lovely. Bandung: Kaifa.
Bobbi DePorter, Mike Hernacki, dan Sarah Nurie. 2003. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung: Kaifa.
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. 2004. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Diterjemahkan oleh Alwyah Aburrahman. Bandung: Kaifa.
148
Boen S. Oemarjati, 2008. Pembelajaran Sastra Meningkatkan Pembinaan Watak. (Dalam http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/laman/artikel/Boen_S.html), diunduh 2 Oktober 2009 di Surakarta.
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. 2009. Models of Teaching: Model-Model Pengajaran. Diterjemahkan oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Erman Suherman. 2006. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. (Dalam http://educare.e-fkipunla.net/), diunduh 10 Februari 2010 di Surakarta.
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
----------------------------. 2005. Sastra Anak : Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ezra Pound. 2005. An Introduction to Literature Fiction, Poetry, and Drama. Boston Toronto: Little, Brown and Company.
Henry Guntur Tarigan. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
---------------------------. 1995. Dasar-dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa.
Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
149
----------------------. 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, Handoko. 2007. Pengembangan Model Keterpaduan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Dengan Pendekatan uantum Learning (Berbahasa dan Bersastra Dalam Suasana Orkestrasi di SMP Daerah Surakarta). Penelitian Tim Pasca Sarjana.
Hernowo. 2006. Pembelajaran Efektif. (Dalam http:///www.strategipembelajaranefektif.html), diunduh 7 Oktober 2009 di Surakata.
Jabrohim (edt). 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moh. Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhibin Syah. 2009. Pembelajaran Bermakna, (Dalam http://mgmips.wordpress.com), diunduh pada tanggal 14 Januari 2010.
Nana Sujana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
150
Roebyarto. 2008. Pembelajaran Yang Menyenangkan Lewat Quantum Learning. (Dalam http://roebyarto.multiply.com/journal/item), diunduh tanggal 20 Oktober 2009 di Surakarta.
Rumidjan. 1999. ―Strategi Pembelajaran Apresiasi Puisi di Sekolah Dasar‖. Jurnal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Tahun ke-8, No.2. (Dalam http://www.malang.ac.id/jurnal/fip/1999a.htm), diunduh 7 Oktober 2009, di Surakarta (tidak dipublikasikan).
Sarwiji Suwandi. 2009. Model Assesmen Dalam Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
-------------------. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Sarumpaet Riris K. Toha. 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia.
Soedomo A. Hadi. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP dan UNS Press.
Shelby
Reeder. 2003. Making Quantum Leaps in Learning. (Dalam http://www.learningforum.com/article.html), diunduh 13 Februari 2010 di Surakarta.
Shelly Thomas. 2007. ―Quantum Leap Methodologies and Models for Learning Languages”. Journal of Education. McNair Research Review Summer, Vol. V. (Dalam http://www/learning forum.com/), diunduh 7 Oktober 2009 di Surakarta.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS
Suharsimi Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
151
Sukarno. 2009. Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-Prinsip Dasar dan Implementasinya. Surakarta: Media perkasa.
Sukisno. 2008. Penerapan Quantum Learning dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi Pada Siswa Kelas V SDN Sirap Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang‖. Skripsi.
Swandono. 1995. Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: UNS Press.
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. ----------------. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta.
Teti Rostikawati. 2005. Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (tidak dipublikasikan).
The Liang Gie. 2202. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruksivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Win Wenger. 2003. Beyond Quantum Teaching and Learning: Memadukan Quantum Teaching and Learning. Diterjemahkan oleh Ria sirait. Bandung: Nuansa.
Yant Mujiyanto, dkk. Puspa Ragam Bahasa Indonesia (BPK). Surakarta: UNS Press.
152